Ceritasilat Novel Online

Pena Wasiat 20

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen Bagian 20


Sayang sekali diatas perahu tidak tersedia, busur dan
panah, seandainya tersedia busur dan panah, benda itu
merupakan senjata yang paling cocok untuk melawan
musuh dari atas perahu. Ketika ke empat perahu kecil itu mencapai enam kaki
dari perahu besar, mereka sudah kena dihadang oleh Su
eng. Keempat jagoan itu memilih perahu masing-masing dan
tiba tiba melompat naik keatas perahu disertai percikan air
sungai. Di atas setiap perahu kecil itu terdapat sebuah ruangan
perahu, pada saat yang bersamaan pintu perahu terpentang
lebar, kemudian menyambar keluar sebilah pedang.
Cahaya pedang yang menciptakan selapis cahaya pedang
segera mengunci semua tempat kosong diatas perahu.
Kali ini Su eng telah mempersiapkan diri dengan sebaikbaiknya,
bersamaan waktunya ketika melompat keluar dari
air, pedang masing-masing telah diloloskan pula dari
sarung. Sebuah tusukan begitu dilepaskan, segera terdengar
suara benturan nyaring yang memekikkan telinga.
Sementara itu, Toan San dengan mengandalkan
kekuatan tenaganya yang besar langsung menerobos maju
ke depan, begitu menangkis serangan lawan, kaki kirinya
telah menginjak diatas geladak.
Dari bilik ruangan segera muncul separuh badan
manusia, lagi-lagi orang ini adalah gadis berbaju hijau.
Tampaknya didalam setiap sampan kecil itu telah diatur
sepasang lelaki perempuan yang berpasangan.
Tampaknya gadis berbaju hijau itu sedang berusaha
untuk mencegah Toan San naik keatas sampan, begitu
serangannya gagal, dia segera menerjang keluar dari
ruangan perahu. Didalam kenyataan dia sudah tidak berkemampuan lagi
untuk mencegah Toan San naik keatas perahu kecil itu.
Tapi disaat serangan nona berbaju hijau itu gagal
membendung terjangan Toan San, lelaki pendayung itu
telah mengangkat alat dayungnya dan melepaskan sebuah
sapuan. Tenaga sapuan dari dayung itu membuat Toan San tak
berhasil menempatkan kakinya yang kedua diatas geladak.
Pada saat itulah si nona berbaju hijau itu sudah
melompat keluar dari ruangan, jurus serangan dilancarkan
secara berantai dan menyerang sepenuh tenaga.
Sistim penyerangan tersebut merupakan semacam taktik
penyerangan yang nekad, suatu serangan menggila yang
tidak memikirkan keselamatan sendiri.
Toan San segera kena terbendung sehingga gagal untuk
melangkah maju lagi. Secara beruntun gadis berbaju hijau itu melepaskan
delapan belas buah serangan berantai yang dikombinasikan
dengan serangan-serangan dayung yang dilancarkan lelaki
pendayung itu memaksa Toan San harus melompat turun
lagi dari atas sampan. Su eng merupakan kekuatan pilian yang sangat
diandalkan dalam perkumpulan Pay kau, baik bakat
kecerdasan maupun kepandaiannya telah melalui suatu
pemilihan dan penggemblengan yang matang. Selama ini
mereka ini dilatih sebagai pengawal ketua Pay kau, tapi oleh
ketuanya mereka telah diserahkan kepada Cu Siau hong.
Manusia-manusia yang berbakat yang dididik dipelihara
untuk jangka waktu yang panjang ini tentu saja merupakan
sesuatu jago pilihan yang luar biasa.
Tapi laki perempuan yang berada di sampan kecil itupun
terhitung seorang jagoan lihay, namun bisa bertarung
dalam kesempatan dan posisi yang sama, mereka masih
belum sanggup untuk menandingi kehebatan dari Su-eng.
Bersamaan waktunya ketika Toan San terdesak turun ke
air, He Hay, Lau Hong dan Ma Hui turut terdesak pula
masuk keair. Hal ini menunjukkan kalau apa yang telah
terjadi diatas ke empat buah sampan tersebut sama semua.
Atau dengan perkataan lain, kejadian tersebut
membuktikan pula jika kepandaian silat yang dimiliki laki
perempuan yang berada di sampan kecil itu sama semua.
Tampaknya sekelompok laki perempuan muda tersebut
memang khusus dididik untuk menjadi pembunuh
pembunuh berani mati. Mereka dididik untuk menjadi buas dan menggila.
Begitu Su eng tercebur kembali kedalam air, gadis
berbaju hijau tidak berani berayal sambil berdiri diujung
geladak, matanya mengawasi pihak lawan tanpa. berkedip
sementara pedangnya diputar terus kian kemari.
Cahaya pedang dan pantulan sinar diatas sungai saling
bertautan satu sama lainnya menyilaukan mata setiap
orang. Tampaknya mereka sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada Su eng untuk mendekati sampan
mereka. Sementara itu lelaki pendayung itu mendayungkan
perahu mereka dengan sepenuh tenaga untuk menumbuk
perahu besar. Di lihat cara kerja mereka tampaknya mereka semua
tidak memikirkan keselamatan jiwa masing-masing yang
menjadi pemikiran mereka hanyalah menumbuk perahu
besar itu sampai tenggelam.
Dengan Su eng merubah taktik mereka dalam
menghadapi lawannya, serentak ke empat orang itu
menyelam kedalam air dan lenyap dari pandangan mata.
Kini sampan kecil yang meluncur kemuka dengan
gerakan menggila itu sudah berada satu kaki lebih empat
lima depa dari perahu besar tersebut..
Para kelasi yang berjaga ditepi perahu serentak
menggerakkan tombak berkait mereka untuk melakukan
pembendungan. Empat orang gadis berbaju hijau di atas perahu kecil itu
serentak bangkit berdiri dan bersiap-siap melakukan
tubrukan. Jelas mereka sudah tidak memperdulikan Toan San
sekalian berempat lagi, kini mereka bermaksud untuk
menerjang tombak berkaitan dari para kelasi itu sehingga
memberi kesempatan buat sampan kecil mereka untuk
menumbuk perahu besar itu.
Pada saat itulah sampan-sampan kecil yang sudah
menerjang kedepan itu mendadak berputar arah, kemudian
melesat kesamping. Dengan perputaran arah itu maka keempat sampan kecil
itu menjadi berposisi saling menumbuk. Perubahan ini
benar-benar merupakan suatu perubahan mendadak yang
sukar dibendung. Tapi keempat orang lelaki pendayung itu pun memiliki
kepandaian untuk mengatasi keadaan kritis yang luar biasa.
Tampak mereka masing-masing mengangkat dayung
sendiri dan menutul keujung perahu yang datang dari
depan. Dengan suatu gerakan yang manis, keempat buah
sampan kecil itu saling bergesekan lewat.
Andaikata terlambat sedetik lagi niscaya keempat buah
sampan kecil itu akan saling bertumbukan sendiri. Mereka
dapat lolos karena mereka memiliki ilmu yang matang serta
ketenangan untuk mengatasi kritis. Setelah saling
bersimpangan, keempat buah sampan itu segera menjauhi
perahu besar itu. Cu Siau hong yang menyaksikan semua adegan tersebut
dari samping dengan cepat menemukan suatu kejanggalan,
yakni semua orang yang berada diatas sampan kecil itu
seakan-akan berusaha keras untuk melindungi ujung depan
dari sampan mereka itu. Selama ini dia memang selalu memutar otak untuk
mencari tahu, kekuatan apakah yang sebenarnya
diandalkan sampan-sampan kecil itu untuk menumbuk
perahu besar. Sekarang dia telah berhasil menemukan jawabannya,
ternyata ujung perahu kecil itu telah dilapisi oleh suatu
benda yang istimewa sekali.
Peralatan itu tentu luar biasa sehingga begitu menumbuk
diatas ujung sampan niscaya akan menyebabkan perahu
yang bagaimanapun besarnya akan tenggelam.
Oleh karena itulah mereka berusaha keras untuk
melindungi kepala sampan kecil itu agar tidak saling
bertumbukan. Itulah sebabnya mereka selalu berusaha untuk saling
menghindarkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Begitu mengetahui rahasia tersebut, Cu Siau hong
segera berteriak dengan suara lantang. "Persoalannya
berada diujung perahu kecil itu ''
Terlihat dari kejauhan sana nampak air sungai
bergelombang, lalu muncul lagi lima buah sampan kecil
yang bergerak mendekat. Tak salah lagi, ke sepuluh buah sampan yang
dipersiapkan telah digerakan semua. Sementara itu, Toan
San sekalian Su eng telah berlompatan ke atas sampan
lawan. Agaknya ke empat orang jago itu sudah mengetahui
akan ancaman bahaya maut yang berada didepan mata,
begitu berada diatas sampan, masing-masing pihak lantas
mengeluarkan ilmu simpanan masing-masing.
Beberapa buah tusukan kilat dilancarkan dengan
kecepatan luar biasa Terdengar berapa kali jeritan ngeri yang menyayatkan
hati berkumandang memecahkan keheningan empat orang
gadis berbaju hijau yang berada diatas empat sampan itu
secara beruntun tertusuk pedang dan jatuh ke dalam air.
Rupanya didalam gelisah dan cemasnya, Toan San
sekalan telah mempergunakan ilmu pedang ajaran Cu Siau
hong. Begitu seorang berhasil, tiga orang lainnya segera
meniru. Setelah berhasil membunuh gabs berbaju hijau itu,
Toan San segera memutar pedangnya dan berbalik
menyerang lelaki pendayung itu.
Waktu itu beberapa detik baru saja pendayung mana
membalikkan sampannya setelah terjadi persimpangan
maut tadi. Namun beberapa waktu yang amat singkat tersebut telah
dimanfaatkan Toan San sekalian untuk melompat naik
kearas sampan, membunuh gadis berbaju hijau itu dan
membalikkan pedangnya menyerang si pedayung. dengan
gugup pendayung itu meyambar dayungnya siap
melancarkan serangan balasan, sayang sebuah tusukan
telak telah menghujam menembusi dadanya.
Begitu pendayung tersebut tertusuk, mereka segera
melancarkan sebuah tendangan untuk menyepak musuhnya
ke dalam sungai, kemudian sambil menyambar dayung,
mereka membalikkan arah sampan kecil itu dan
menyongsong kedatangan lima buah sampan kecil dari
depan. Sebagai orang-orang yang terlatih dalam ilmu
mendayung, gerak gerik mereka boleh dibilang amat
cekatan, sampan-sampan kecil tersebut segera membelah
ombak dan menyongsong ke depan.
Cu Siau hong berkerut kening, kemudian serunya dengan
lantang. "Hati-hati sedikit, begitu sepasang sampan saling
bertumbukan, kalian harus segera menceburkan diri ke
dalam air" Tampak kelima buah sampan kecil yang datang dari
kejauhan itu takut sekali bila sampan mereka saling
bertumbukan dengan sampan-sampan yang ditumpangi
Toan San sekalian, mereka selalu berusaha keras untuk
menghindarkan diri dari suatu tubrukan.
Tapi Toan San sekalian tidak bersedia melepaskan
musuhnya dengan begitu saja, mereka segera mendayung
sampannya dan melakukan pengejaran terus dengan ketat.
Suatu peristiwa kejar mengejar pun berlangsung diatas
sungai tersebut. Kedua belah pihak sama-sama memiliki ilmu pendayung
yang amat lihay, sehingga sampan-sampan kecil itu pun
bisa berputar dan menikung tajam dengan gerakan-gerakan
yang indah, sengit dan seru.
Mendadak Ma Hui berhasil menghadang salah satu
sampan tersebut, tiba-tiba saja dia membalikkan sampan
kecil itu dan langsung menerjang sampan kecil yang sedang
dikejar sampan Toan San. Kali ini orang tersebut tak sanggup menghindarkan diri
lagi, suatu tabrakan yang amat keras pun segera terjadi.
"Blaaammm." suatu ledakan keras yang memekikkan
telinga berkumandang memecahkan keheningan, percikan
api memancar ke empat penjuru dan menimbulkan
gelombang serta asap yang amat tebal.
Sampan kecil yang dikemudikan oleh Ma Hui itu segera
hancur berantakan pada separuh bagian atas.
Sebaliknya sampan kecil yang kena ditumbuk itu justru
hancur berantakan hingga menjadi berkeping-keping. Dua
orang yang berada di atas perahu pun ikut hancur menjadi
perkedel dan lenyap di dasar sungai.
Untuk sesaat lamanya Ma Hui tertegun, dia sudah
menduga kalau perahu itu mempunyai sesuatu yang aneh,
namun tak pernah menduga kalau begitu mengerikan
keadaannya, ternyata ujung perahu tersebut telah dipasang
bahan peledak. Selain itu, pembuatan sampan kecil itu pun dirancang
dengan suatu perhitungan khusus, sebab itulah Ma Hui tak
sampai menderita luka apa-apa..
Tapi berhubung sampan kecil yang ditumpanginya sudah
hancur separuh bagian, sehingga tak bisa dijaga
keseimbangannya, maka tak bisa dicegah lagi sampan
tersebut segera tenggelam ke dasar sungai. Untung saja Ma
Hui pandai berenang, dia segera menyusup ke arah sampan
kecil lainnya. Sementara itu pengalaman dari Ma Hui membuat Toan
San, Hee Hay dan Lau Hui merasa mempunyai suatu


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanggung jawab yang sangak besar, mereka bertekad tak
akan membiarkan sampan-sampan itu menumbuk perahu
besar mereka .... Ma Hui yang selamat dari bencana pun memberikan
suatu pengalaman yang amat penting buat mereka, yakni
orang yang menempati bagian buritan sampan tak akan
menderita luka apa-apa akibat tubrukan tersebut..
Maka ketiga orang itupun saling berlomba mendayung
sampan masing-masing untuk mengejar empat buah
sampan lawan. Walaupun ilmu mendayung yang dikuasai kedua belah
pihak sama-sama lihaynya, tapi pihak lawan berada dalam
posisi yang dirugikan, kalau Toan San sekalian bisa
bergerak lincah kian kemari, sebaliknya perahu lawan selain
harus menghindarkan diri dari tubrukan, selain itu mereka
pun harus mengarahkan sampan masing-masing untuk
menerjang perahu besar tersebut.
Setelah terjadi kejar mengejar sekian lama, akhirnya
terdengar dua kali ledakan lagi.
Cahaya api, gulungan ombak di samudra membentuk
segulung asap tebal berwarna hitam yang membumbung
hingga mencapai dua kaki lebih. Empat buah sampan kecil
itu segera hancur berantakan tak ada wujudnya lagi, orang
yang berhasil menubrukkan sampannya adalah Hee Hay
dan Lau Hong. Sekarang, tinggal sampan yang diayun oleh Toan San
mengejar dua buan sampan lawan. Tampak sampan itu
berputar putar menentang ombak dengan suatu gerakangerakan
yang lincah dan cekatan, Toan San menutup kedua
jalan lewat dari kedua buah sampan tersebut.
Setelah saling berkelit kian kemari, mendadak salah satu
diantara ke dua buah sampan kecil itu berputar balik dan
malah siap menerjang sampan dari Toan San. Dalam situasi
seperti ini, mau tak mau Toan San harus menghindarkan
diri. 0leh sebab itu, mau tak mau Toan San harus mendayung
sampannya untuk menyingkir jauh-jauh dari situ. Dengan
terjadinya peristiwa ini, maka hal mana segera memberi
kesempatan kepada sampan kedua untuk memanfaatkan
peluang itu. Secepat sambaran kilat sampan itu mendayung
kemuka dan langsung menerjang keperahu besar.
Waktu itu sampan kecil yang ditumpangi Toan San telah
berada tiga kaki dari tempat semula, sekalipun dia ingin
mengorbankan jiwanya untuk menghadang sampan itu juga
tak sempat lagi. Dalam pada itu sampan kecil mana sudah berada tiga
empat kaki dari sasarannya sementara gerakan sampan itu
makin lama semakin cepat. Empat orang kelasi yang berada
diatas perahu besar sekuat tenaga menggoyangkan perahu
mereka untuk menghindarkannya ke samping.
Tapi pertama karena tali jangkar terlalu pendek sehingga
pergeserannya tidak banyak, kedua pihak lawan datang
amat cepat maka tak sempat mereka menggeser perahu
itu. Tapi goncangan perahu yang menyebabkan terjadinya
ombak justru membuat sampan kecil yang sebenarnya
menerjang ke tubuh perahu, kini miring ke belakang dan
mengancam buritan. Tampaknya sampan kecil itu segera akan berhasil
menerjang buritan perahu besar itu, mendadak dari balik
permukaan air melompat keluar sesosok bayangan manusia
yang langsung menerjang ke ujung sampan itu. Dia adalah
Hee Hay. Jelas dia hendak mengorbankan jiwanya untuk
tenggelam bersama sampan ke-cil itu. Kegagahan orang ini
benar-benar mengagumkan sekali.
Dengan suara keras Cu Siau hong segera berteriak.
"Jangan bertindak gegabah, biarkan saja ditubruk, toh
yang bakal hancur hanya buritannya saja". Padahal
teriakannya itu sudah terlambat.
Sewaktu Hee Hay menerjang sampan kecil itu, tindakan
mana telah terlambat selangkah, ia tidak berhasil
menerjang ujung perahu sebaliknya malah menghantam
tubuh sampan tadi. Dengan diterjangnya tubuh sampan itu, otomatis
gerakan sampan itu turut menjadi oleng, akibatnya sampan
tadi menyambar lewat hanya berapa inci disisi buritan
perahu besar. Keadaan waktu itu benar-benar amat kritis dan
berbahaya sekali, selisih beberapa inci saja bisa berakibat
fatal. Namun pendayung tersebut tidak berdiam diri belaka,
tiba-tiba dayungnya dihantamkan kedepan dan menghajar
bahu kiri Hee Hay secara telak, Dayung itu segera patah
menjadi dua bagian, sedangkan Hee Hay yang kena
terhajar segera tenggelam kedasar sungai.
Pada saat itulah Ong Peng, Tan Heng segera
mengayunkan tangannya, empat titik cahaya tajam dengan
cepat meluncur ke muka membelah ke angkasa.
Cara melancarkan serangan waktu kecepatan dan
sasaran semuanya digunakan dengan tepat ditambah pula
lelaki pendayung itu sedang memusatkan perhatiannya
pada sampan bagaimana mungkin ia dapat menghindarkan
diri dari serangan senjata rahasia itu.
Dimana senjata rahasia itu menyambar lewat, dengan
telak menghajar bagian mematikan dari lelaki pendayung
perahu itu. Dua batang panah tanpa bulu menghajar ulu
hatinya dengan telak. Sementara dua batang teratai baja menghajar pula nona
berbaju hijau itu secara telak.
Begitu sampan tadi kehilangan kendali, dengan cepat
terseret oleh arus sungai dan terbawa ke tempat kejauhan.
Pada saat Ong Peng dan Tan Heng melepaskan senjata
rahasia tadi, Seng Hong dan Hoa Wan telah menceburkan
diri ke dalam air. Beberapa kejadian itu hampir semuanya berlangsung
pada saat yang bersamaan. Dibimbing oleh Seng Hong dan
Hoa Wan, Hee Hay dinaikkan ke atas perahu besar.
Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup
sempurna, walaupun serangan dayung itu dukup keras,
namun tidak sampai menghajarnya hingga pingsan.
Toan San, Lau Hong dan Ma Hui segera berlompatan naik
ke atas sampan kecil. Dalam pertarungan ini mereka berhasil merebut
kemenangan total, dari sepuluh buah sampan lawan,
sembilan diantaranya telah hancur, sedang sisa satu telah
kabur menyelamatkan diri.
Diatas perahu, Cu Siau hong memandang sekejap ke
wajah Hee Hay, kemudian pelan-pelan bertanya.
"Bagaimana dengan keadaan lukamu?"
"Oooh, tidak apa-apa, lukanya tidak terlampau parah,
hamba masih sanggup untuk mempertahankan diri"
Toan San segera mencengkeram luka diatas bahu Hee
Hay tersebut, dengan kening berkerut hampir saja Hee Hay
menjerit perlahan... Namun dia masih tetap menggigit bibir menahan diri..
Toan San menghembuskan napas pelan, kemudian
ujarnya: "Loji, lukamu tidak enteng, tulang bahumu telah hancur"
"Waktu itu siaute kuatir dia menghajar tulang igaku,
maka kusambut serangannya dengan bahu kanan"
"Apakah tulang bahumu telah patah?"
Hee Hay tertawa getir. "Sekalipun tulang bahuku hancur juga tak mengapa"
"Hee Hay, kau harus baik-baik beristirahat" kata Cu Siauhong
tiba-tiba. Ui It hou yang berada disampingnya segera
mengeluarkan sebuah botol porselen, membuka
penutupnya dan mengeluarkan sebutir pil setelah itu sambil
diansurkan ke depan katanya:
"Saudara Hee, pil ini baik untuk menyembuhkan luka,
telanlah lebih dahulu" Hee Hay menerima pil tersebut dan
segera ditelan. "Toan San" kata Cu Siau hong kemudian, "bimbinglah dia
kedalam ruangan untuk beristirahat, coba periksalah sekali
lagi bagaimana dengan keadaan lukanya"
"Tak usah kuatir majikan, keselamatan hamba tidak
terancam.. ." kata Hee Hay sambil tersenyum.
"Apa yang terjadi barusan, hanyalah suatu bentrokan
pertama dengan musuh tangguh, untuk selanjutnya masih
banyak hadangan yang bakal kita jumpai, oleh sebab itu
kau harus segera menyembuhkan lukamu itu"
"Hamba mengerti!' kata Hee Hay sambil
membungkukkan badan. Cu Siau hong menitahkan untuk menjalankan perahu,
dengan cepat perahu itu berangkat. Berapa puluh li
kemudian perahu itu menepi di muara pantai sungai yang
sepi dan terpencil. Cu Siau hong segera mengumpulkan kedelapan orang
kelasinya, setelah meninggalkan sesuatu pesan agar
mereka berhati-hati dengan membawa tujuh harimau dan
empat orang gagah mereka naik ke darat dan kembali ke
kota Siang yang. Kali ini gerak gerik mereka dilakukan amat rahasia,
bukan saja telah merubah wajah masing-masing dan lagi
bergerak dalam beberapa rombongan dengan tingkat sosial
yang berbeda-beda. Ketika bahu yang diderita Hee Hay diperiksa diketahii
kalau luka tersebut tidak terlampau parah, hanya sebuah
tulang bahunya yang menderita luka. Dengan dasar tenaga
dalam yang sempurna, setelah tulang yang patah
disambung rasa sakitpun berkurang.
Ong Peng berhasil mendapatkan sebuah kereta kuda
dengan demikian Hee Haypun bisa melanjutkan perjalanan
dengan menumpang kereta. Kini Hee Hay berdandan
sebagai seorang saudagar kaya yang sedang sakit dan ingin
pulang desa, sementara Lik Hoo dan Ui Bwee menyamar
sebagai pelayannya. Ang Bo tan melakukan perjalanan bersama Ong Peng dan
Tan Heng, mereka menyamar sebagai dua orang lelaki
dusun menghantar seorang dusun masuk kota.
Jit hou dan su eng muncul dengan dandanan yang
berbeda-beda dengan mempergunakan kereta itu sebagai
pusat pengintaian, mereka saling mempertahankan suatu
selisih jarak tertentu agar bisa saling membantu bilamana
diperlukan. Cu Siau hong dengan mengajak Seng Hong dan Hoa wan
berjalan paling dulu dengan langkah cepat.
Walaupun mereka bertiga melakukan perjalanan
bersama, bukan berarti berkumpul menjadi satu, diantara
ke tiga orang inipun terdapat suatu selisih jarak tertentu.
Kini Cu Siau hong telah berganti dandanan dengan ilmu
menyaru muka yang sangat lihay dari Ong Peng, dia telah
merubah Cu Siau hong menjadi seorang lelaki setengah
umur yang menunggang keledai, jenggot panjangnya
berwarna putih, dandanan muka memberikan gambaran
kepada pemuda itu sebagai seorang hartawan desa yang
kaya. Seng Hong dan Hoa wan berdandan sebagai bocah
dusun, lagipula sebentar mereka berjalan di depan sebentar
di belakang, kedua orang itu kerapkali berganti dandanan
mereka. Sekalipun pihak lawan amat licik, tak nanti mereka bisa
menyangka kalau Cu Siau hong bakal memecahkan
rombongannya menjadi kelompok-kelompok kecil yang
melakukan perjalan sendiri.
Sebab mereka tahu cara ini merupakan suatu cara yang
sangat berbahaya sekali. Apalagi bila dihadang atau diserang orang secara besarbesaran,
kekuatan yang bersatu padu tentu saja jauh lebih
besar daripada kekuatan yang terpecah belah.
Hingga hampir tiba di kota Siang yang, dia belum
berhasil juga menemukan manusia yang patut dicurigai.
Betul melakukan perjalanan semacam ini tak akan
berselisih terlalu jauh tapi berjalan dengan jalan berpencar
mempunyai bahaya yang jauh lebih besar.
Sekarang Cu Siau hong sudah merasa kalau kelompok
yang dihadapinya sekarang bukan cuma ganas dan kejam,
lagipula amat licin, yang lebih menakutkan lagi, adalah
pentolan mereka yang selalu menyembunyikan diri di
belakang layar, walaupun orang itu muncul secara terangterangan,
belum tentu orang akan mengetahui jika orang
tersebut ada sangkut pautnya dengan peristiwa ini.
Orang yang paling dekat hubungannya dengan pentolan
organisasi itu tampaknya adalah Keng Ji kongcu, tapi Keng
Ji kongcu telah mati, dia mati dengan menutup mulutnya
rapat-rapat, tiada setitik rahasia organisasipun yang
dibocorkan olehnya. Orang kedua adalah adik seperguruan dari KengJi
kongcu, sepintas lalu ia seperti sudah berbicara amat
banyak, tapi bila dipikirkan kembali, diapun tidak
membocorkan rahasia apapun.
Tapi Cu Siau hong berhasil menemukan sebuah rahasia
yakni gerak-gerik mereka selama ini terus menerus berada
dibawah pengawasan lawan, maka dia berusaha mencari
sebuah akal agar pihak lawan kehilangan jejak mereka dan
tak bisa mengawasi gerak geriknya lagi.
Satu-satunya cara untuk menghilangkan jejak sendiri
adalah menyembunyikan diri dengan sebaik-baiknya. Dia
harus menggunakan rahasia untuk menghadapi rahasia,
sebab cara semacam ini adakalanya bisa mendatangkan
suatu hasil yang luar biasa.
Tapi kalau menyuruh ketua Kay pang atau Pay kau yang
melakukan perbuatan semacam ini, maka jelas hal ini tak
mungkin bisa mereka laksanakan. Setelah melalui pelbagai
perobahan yang dahsyat dan menegangkan urat syaraf, Cu
Siau hong dapat menarik kesimpulan kalau anak buahnya
sanggup untuk melaksanakan tugas berat ini.
Dia bertekad untuk menyerempet bahaya dengan
harapan bisa menemukan sesuatu titik terang. Tempat
dimana mereka mendarat berada enam tujuh puluh li dari


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kota Siang yang, jarak tersebut tak bisa diangap jauh, tapi
tidak bisa dibilang dekat pula.
Cu Siau hong duduk diatas keledainya dengan mata
terpejam dan seolah-olah terkantuk-kantuk, padahal dalam
kenyataan dia selalu mengawasi sekeliling tempat itu
dengan seksama. Dia berharap bisa menemukan orang-orang yang
mencurigakan atau benda yang mencurigakan, tapi dia
selalu merasa kecewa. Menanti hari hampir gelap, Cu Siau
hong sekalipun sudah tiba di sebuah kota kecil, tempat itu
berada sepuluh li diluar kota Siang yang.
Walaupun kota tersebut tidak terlalu besar, paling banter
cuma terdiri dari dua ratus keluarga, namun disitu terdapat
empat buah rumah penginapan yang besar. Empat buah
rumah penginapan yang cukup bersih dan besar menurut
ukuran kotanya. Setelah memasuki kota, Cu Siau hong segera turun dari
keledainya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan
kaki. Jarak antara jalan raya utara sampai pintu gerbang
selatan paling banter hanya dua puluhan kaki.
Cu Siau hong tidak berhasil menemukan rumah makan
yang lumayan, bahkan berhasil pula menemukan sebuah
toko kelongkong yang cukup lumayan...
Namun ke empat buah rumah penginapan itu sangat
megah, mewah dan mentereng, di depan pintu tergantung
lampu-lampu lentera, dalam ruangan dan dipasang banyak
lampu, suasana terang benderang bagaikan siang hari saja.
Semestinya tempat itu tak mungkin bisa terdapat banyak
tamu yang beristirahat. Tapi kenyataan justru tidak
demikian. Tamu yang berada disitu banyak sekali, bahkan
kebanyakan sedang minum arak sambil bertaruh, suasana
ramai sekali. Cu Siau hong memperhatikan suasana di situ dengan
seksama, suasana seperti ini bukan suasana pesta
perkawinan. Sekalipun dianggap suatu pesta perkawinan
tak mungkin empat tempat sama-sama ada pesta
perkawinan. Kota tersebut adalah sebuah kota kecil yang tenang
diluar kota besar, kalau dilihat sawah yang terbentang
diseputar kota seharusnya pekerjaan penduduk disitu
sebagian besar adalah petani,
Apa yang terjadi dalam keempat buah rumah penginapan
sekarang, terasa begitu aneh dan tak sesuai dengan
keadaan pada umumnya. Dalam hati kecilnya Cu Siau hong
merasa sangat keheranan. Tiba-tiba suatu ingatan melintas di dalam benaknya,
andaikata mereka tinggal di tempat ini, sekalipun seluruh
kota Siang-yang dibongkar, tak bakal tempat
persembunyian mereka akan ditemukan, tak akan
ditemukan seorang manusia yang mencurigakan pun.
Tiba-tiba saja dia merasa kalau tempat ini kelewat
banyak hal-hal yang mencurigakan.
Cu Siau hong segera berhenti, lalu sambil menuntun
keledainya berjalan kearah rumah penginapan itu.
Seorang lelaki yang berdandan sebagai pelayan segera
maju kemuka dengan langkah cepat dan menghalangi jalan
pergi Cu Siau hong, tegurnya dengan lantang.
"Hei, tua bangka, mau ke mana kau?"
Sekarang Cu Siau hong menyamar sabagai seorang
kakek yang agak bungkuk, maka dengan suara yang parau
dan tua ia menjawab: "Lohan hendak mencari tempat penginapan!"
"Kakek kecil, penginapan kami sudah penuh sesak, aku
lihat lebih baik kau pindah ke tempat lain saja" seru pelayan
itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ...
"Kenapa" Kalian tidak senang menerima tamu".
"Bukannya tak senang, tapi sesungguhnya penginapan
kami sudah penuh, lebih baik carilah kerumah penginapan
lain." Dengan cepat Cu Siau hong menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya kemudian:
"Berapa buah rumah penginapan di kota ini sudah
kujelajahi, padahal kotanya kecil!, heran, masa semuanya
bisa penuh" Masa hari ini sudah kedatangan banyak orang?"
"Kakek kecil, salah besar kalau kau bicara demikian,
kami sebagai pengusaha rumah penginapan tentu saja
makin senang kalau tamunya makin banyak, kalau semua
orang berpendapat seperti kau, apa gunanya kami
membuak rumah penginapan?"
"Baiklah, bila disini tidak menerima tamu, tempat lain
tentu ada yang mau menerima"
"Siau lo tau-cu, padahal kau seharusnya tahu, dari sini
sampai di kota Siang yang sudah tak terlampau jauh lagi",
kata pelayan itu sambil tertawa. "bila menempuh perjalan
dengan keledai, paling banter satu jam kemudian sudah
sampai, tempat itu lebih besar dan rumah penginapan ada
dimana-mana, asal kau punya uang, rumah penginapan
macam apa saja tersedia, malah jauh lebih baik daripada
disini." Cu Siau hong ada maksud untuk mengajaknya
berbicang-bincang lebih lama maka kembali ujarnya:
"Waaah. . . kalau menginap di kota, biayanya tentu lebih
besar, kalau dihitung-hitung jauh lebih murahan berdiam di
rumah penginapan di kota kecil."
"Harga murah tak bakal mendapat barang bagus dari
Lom keng sampai ke Peking, yang dibeli tidak sebagus yang
dijual, bila kau enggan mengeluarkan biaya banyak, jangan
harap kau bisa memperoleh barang berkwalitet baik".
"Hidup loji amat sederhana, selama hidup sudah terbiasa
hidup menghemat, dengan susah payah kutabung beberapa
tahil perak, masa aku mesti menggunakannya dengan
royal?". "Siau Lotaucu, kau toh sudah tua, kalau uang cuma
disimpan melulu, memangnya hendak kau bawa masuk
kubur?" Sementara Cu Siau-hong mengajak pelayan itu
berbincang-bincang, sepasang matanya memperhatikan
sekeliling tempat itu dengan seksama. Ternyata dalam
rumah penginapan itu dibuka juga warung makan, saat itu
tampak banyak orang sedang minum arak sambil
bertaruh... Setelah, memperhatikan sekejap tamu-tamu disana,
pelan-pelan Cu Siau hong bertanya lagi: "Darimana
datangnya orang-orang itu?"
Kontan pelayan itu mendelik besar.
"Siau Locu, apahah kau tidak merasa urusan yang kau
campuri sudah kelewat banyak?"
"Benar! Benar! Benar ....memang aku si orang tua
banyak mulut" memutar badan dia segera beranjak pergi dari situ.
Seng Hong dan Hoa Wan telah menunggu
kedatangannya dibalik tempat kegelapan.
Cu Siau hong langsung keluar lewat pintu selatan,
sedang Seng Hong sekalian mengikuti dibelakangnya,
mereka tetap mempertahankan suatu jarak tertentu.
Cu Siau Hong masuk ke dalam sebuah hutan lebat dan
berkumpul dengan Su eng dan Jit Hou, kemudian ia baru
berkata: "Barusan aku telah menemukan suatu peristiwa, orangorang
yang berada dalam rumah penginapan itu
mencurigakan sekali"
"Bagaimana sih keadaan yang sebenarnya"' tanya Ong
Peng. "Kujumpai kemungkinan besar mereka adalah orangorang
dari organisasi rahasia yang sedang kita cari-cari"
"Bagus sekali... bukankah hal ini berarti jejak mereka
berhasil ditemukan tanpa bersusah payah"
''Sampai kini masih belum berhasil ditemukan tandatanda
buktinya, tentu saja terlampau awal untuk
memutuskan bahwa mereka adalah orang-orang dari
organisasi rahasia tersebut.."
"Perkataan kongcu memang benar, seandainya mereka
berdiam ditempat seperti ini, kendatipun kita mengobrak
abrik seluruh kota Siang yang, rasanya belum tentu bisa
menemukan jejak mereka"
"Hari ini kita berhasil menemukannya tanpa sengaja, ini
berarti suatu peluang yang sangat baik bagi kita. Sekarang
harus dicarikan sebuah akal untuk membuktikan persolan
ini" "Kongcu, bagaimana kalau tugas mencari tahu asal usul
mereka ini diserahkan kepada kami tiga bersaudara saja?"
tanya Lik Hoo tiba-tiba. "Serahkan kepada kalian?"
Lik Hoo manggut-manggut. "Benar! Barusan, kamipun lewati tempat itu, kami
saksikan pula sekelompok manusia-manusia tersebut..."
"Apakah kalian berhasil menyaksikan sesuatu?" tanya Cu
Siau hong sambil tertawa. "Yaa, telah kami saksikan,
kebanyakan orang-orang itu adalah manusia persilatan
biasa" "Sebagian" Lantas manusia macam apakah sebagian
yang lain?" Di dalam masalah ini, pengalaman Cu Siau hong masih
kalah jauh bila dibandingkan dengan pengalaman dari Lik
Hoo tiga bersaudara. Lik Hoo termenung sejenak, kemudian katanya:
"Kongcu, kami tak berani tinggal kelewat lama di sana
karena itu kami pun tak sempat melihat hingga jelas, tapi
pemandangan disana telah meninggalkan semacam kesan
dalam benak kami, agaknya orang-orang itu tidak mirip
orang yang seringkali melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan". "0ooh.... apakah disebabkan kalian cukup lama bergaul
dalam organisasi tersebut, maka lebih banyak yang kalian
ketahui dalam hal ini"
"Bukan begitu, betul kami tinggal disana sudah cukup
lama, tapi tidak banyak manusia yang sempat berhubungan
dengan kami, namun berdasarkan pengalaman kami yang
matang dalam dunia persilatan, hanya dalam sekilas
pandangan saja orang itu sudah cukup meninggalkan suatu
kesan yang sangat mendalam bagi kami apakah dia adalah
jago kawakan dalam dunia persilatan atau orang yang baru
terjun ke arena dunia persilatan, semuanya dapat kami
tentukan dengan jelas"
"Maksudmu diantara orang-orang tersebut ada sebagian
diantaranya merupakan manusia-manusia yang baru saja
terjun ke dalam dunia persilatan ...."
"Benar. kendatipun mereka mencampur baurkan diri
dengan orang-orang itu, tapi dalam sekilas pandangan saja,
aku masih dapat membedakan mereka dengan jelas,
apakah dia sering melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan atau tidak"
Kembali Cu Siau hong termenung bebertapa saat
lamanya, setelah itu dia baru berkata: "Apakab kalian sudah
mempunyai suatu rencana, bagaimana caranya mendekati
mereka?".. "Kongcu, untuk melakukan pekerjaan semacam ini, tiada
suatu peraturan tertentu yang mengaturnya, tapi aku
percaya kami masih mempunyai akal untuk mendekati
mereka." "Lik Hoo! Kalian telah menghianati organisasi tersebut,
terhadap kalian orang-orang mereka tentu amat membenci
hingga merasuk ke tulang sumsum, seandainya rahasia
kalian sampai ketahuan, besar kemungkinan mereka akan
membunuh kalian" "Kongcu melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan
hakekatnya merupakan suatu perjalanan yang penuh mara
bahaya, berkat kebijaksanan kongcu, kami tiga bersaudara
dapat selalu mendampingimu, hal ini menunjukkan kalau
kami sudah bertekad untuk meninggalkan jalan sesat dan
kembali ke jalan benar. disamping itu kamipun sudah lama
mempersiapkan diri secara baik-baik"
"Mempersiapkan apa?"
"Mengorbankan diri demi kepentingan kongcu, itulah
yang kami inginkan ...." "Mengorbankan diri" Apa
maksudmu?" seru Cu Siau hong dengan wajah terperanjat.
"Kongcu mungkin apa yang kami bicarakan tidak
terlampau jelas, maksud kami tak nanti kami akan
membuat kongcu merasa malu, bilamana perlu kami sudah
siap untuk menghabisi nyawa kami sendiri'
"0oh ini...." "Masalah ini merupakan persoalan yang kami putuskan
sendiri, dan lagi kamipun sudah mempersiapkan diri sebaikbaiknya"
tukas Lik Hoo lagi dengan suara lantang.
"Mengapa kalian bisa mempunyai jalan pemikiran
semacam ini?" Lik Hoo tertawa. "Tak ada waktu terlambat bagi orang jahat yang
bertobat, kalau toh kami sudah kembali ke jalan yang
benar, maka sudah sepantasnya pula kalau menunjukkan
suatu kebaktian kami bagi kepentingan masyarakat."
"Lik Hoo. .." Cu Siau hong menghela napas panjang.
"Kongcu" kembali Lik Hoo menukas, "tak usah kita
bicarakan lagi masalah ini, soal itu merupakan urusan
pribadi kami sendiri kongcu, tentunya kau tak akan
menghalangi niat kami untuk mewujudkan sedikit rasa bakti
kami bagi kepentingan umat banyak bukan?"
"Baik, kalian boleh pergi! Aku hanya menyerahkan satu
persoalan saja, bisa dapat tak usah mati, lebih baik jangan
mati, sebab saat ini kami sedang membutuhkan bantuan
orang" "Aku mengerti" Jahat atau mulianya seorang hanya tergantung pada
jalan pemikiran masing-masing, ujung pedang bisa
membunuh orang, tapi orang-orang dari golongan lurus
maupun sesat semuanya dapat menggunakan pedang,
Cuma ada yang dipakai untuk berbuat amal dan kebajikan,
ada pula yang digunakan untuk melakukan kejahatan."
"Terima kasih banyak atas petunjuk kongcu, kami dapat
menyayangi nyawa kami sebaik-baiknya, sekarang kongcu


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan saudara sekalian kembali dulu ke Siang yang, satu dua
hari kemudian kami bertiga bersaudara tentu akan
menyusul kesana" "Baik, jumlah kita amat sedikit, padahal persoalan yang
harus diselesaikan kelewat banyak, akupun tidak
meninggalkan orang untuk membantu usaha kalian lagi."
"Jangan! Jangan sekalikali berbuat demikian,
meninggalkan orang disini untuk membantu kami malahan
membuat kami tak sanggup bekerja dengan leluasa."
Kemudian setelah membungkukkan badan memberi
hormat, dia menambahkan lebih jauh: "Kongcu, kami akan
mohon diri lebih dulu"
Menanti ketiga orang itu sudah meninggalkan tempat
tersebut, Ong Peng segera berbisik lirih:
"Kongcu, perlukah kita meninggalkan beberapa orang
disini untuk membantu mereka bilamana diperlukan?"
"Perlu.. . bahkan, kita semua harus tetap tinggal disini!"
Setelah menghembuskan napas panjang, dia
melanjutkan: "Berbicara dari kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki
perguruan besar dalam dunia persilatan dewasa ini, terus
terang saja kita bukan takut terhadap musuh yang
bagaimana hebatnya, yang mengerikan justru adalah
tingkah laku mereka yang misterius serta kepandaian
mereka memperalat orang lain yang sebenarnya tak
tersangkut dan tak tahu apa-apa, Asal kita dapat
menemukan tempat dari organisasi mereka dipusatkan dan
menemukan pentolannya, anggaplah tugas kita sudah
tercapai" "UCAPAN kongcu memang benar" Ong Peng manggutmanggut.
Su Eng dan Jit Hou sama-sama merasa amat kagum
setelah mendengar perkataan itu.
Dengan suara rendah Seng Hong berbisik:
"Kongcu, bagaimana kalau aku dan Hoa Wan
mengadakan hubungan kontak lebih dulu dengan mereka"'
"Baik, berangkatlah dulu kalian berdua, tapi ingat,
jangan sampai merusak atau menggagalkan rencana yang
telah disusun mereka bertiga"
"Akan hamba ingat selalu"
Tak lama setelah keberangkatan Seng Hong dan Hoa
Wan, kembali Cu Siau hong memerintahkan tujuh harimau
untuk bertindak. Melihat itu, Toan San segera berseru dengan suara lirih:
"'Kongcu, kami berempat "
Sambil tersenyum Cu Siau hong menukas: "Luka yang
diderita Hee Hay belum sembuh, sedang persoalan yang
kita hadapi sangat mendesak, aku merasa amat tak tenang
karena tak dapat memberi kesempatan kepadanya untuk
merawat lukanya secara baik-baik sebelum bertindak
kembali, lebih baik kau bersama Lau Hong dan Ma Hui tetap
tinggal disini untuk melindunginya..
ooo0ooo Jilid 47 BAGIAN 47 HEE HAY segera melompat bangun, sambil berseru:
"Kongcu, kau tak usah kuatir bagiku, setelah beristirahat
selama berapa hari dan makan pil mustajab lukaku sudah
sembuh tujuh delapan bagian, sekarang aku sudah dapat
turun tangan untuk melakukan pertarungan"
"Hee Hay, luka yang kau derita tidak ringan, selama
berapa hari ini kau pun tidak beristirahat secara baik-baik,
untung masa depan masih panjang, kita tak lebih cuma
pejuang paling depan saja untuk menegak kan keadilan dan
kebenaran dalam dunia persilatan, tapi nampaknya pihak
lawan sudah mengetahui jelas keadaan kita dan tampaknya
mereka berusaha untuk membunuh kami sampai mati. hal
ini membuktikan kalau pihak lawan memiliki ketajaman
mata dan pendengaran yang luar biasa, sekarang kita tak
lebih baru mulai dari awal, selanjutnya entah berapa
banyak pertarungan sengit yang bakal dilangsungkan, buat
apa kau mesti mempersoalkan kesempatan yang satu kali
ini?" 'Kongcu, aku benar-benar berada dalam keadaan baik"
seru Hee Hay lagi. 'Cukup baik pun harus tinggal disini dan beristirahat,
jangan kuatir, kalian berempat pun tak bakal menganggur,
kita gunakan saja hutan ini sebagai tempat persembunyian,
kalian harus berusaha mempersiap kan sedikit jebakan
diseputar hutan ini"
"Hamba siap menerima perintah"
"Kongcu" bisik Toan San pula, "sebelah timur menempel
pada bukit, kita bersembunyi di sudut tenggara saja selain
dapat digunakan untuk melawan musuh, juga tersedia jalan
mundur" "Baik, carilah sebuah tempat yang tenang agar Hee Hay
bisa beristirahat dengan tenang, Ia hanya baru bisa sembuh
tiga sampai lima hari lagi, tapi jika harus bergerak
sekarang, luka lama yang belum sembuh bisa bertambah
parah, bila sampai begitu niscaya dia akan menjadi cacad
seumur hidup. . ." 'Hamba akan menjaganya baik-baik, kongcu begitu
menaruh perhatian kepadanya, sudah sepantasnya bila dia
tahu menyayangi diri sendiri"
Hee Hay tidak berbicara lagi, tapi air mata telah
membasahi sepasang matanya, karena terharu.
Sambil tertawa Cu Siau hong berkata lagi: "Sekarang
pergilah kalian mengatur persiapan, sedang akupun harus
ke sana untuk menengok keadaan disitu"
"Hamba sekalian menghantar keberangkatan kongcu"
"Tak usah" Cu Siau hong mengulapkan tangannya sambil
tertawa. Kemudian dengan mengajak Ong Peng dan Tan Heng
berangkatlah anak muda itu meninggalkan tempat tersebut.
Memandang bayangan punggung Cu Siau hong yang
menjauh. Hee Hay menghela napas panjang, katanya:
"Toan lotoa, kongcu benar-benar baik terhadap kita,
sungguh membuat hati orang terharu"
Toan San tertawa. "Majikan begitu baik terhadap kita, terpaksa kita hanya
bisa membalas dengan tubuh kita dan membantunya
dengan penuh tenaga"
"Baik! Bisa berbakti kepada manusia macam kongcu,
sekalipun benar-benar harus mati juga dapat mati dengan
mata meram" 'Loji sekarang beristirahatlah baik-baik, Kongcu begini
menyayangi kita, sudah sepantasnya kalau kita pun tahu
menyayangi diri sendiri"
"Aku bisa baik-baik merawat diri, sekarang mari kita
pikirkan bagaimana menyusun jebakan disekitar hutan ini"
"Loji, berbaring dan beristiratlah! Serahkan saja
persoalan ini kepada kami"
Dari empat buah rumah penginapan yang ada dikota
kecil itu, meski besarnya hampir sama, tapi rumah
penginapan Sin kang terhitung paling megah dan mewah.
Dalam rumah penginapan Sin kang terdapat sebuah
ruangan yang sangat besar, waktu itu banyak orang berada
dalam ruangan tersebut, cahaya lampu gemerlapan
menyinari seluruh penjuru.
Dalam ruangan itu tersedia lima buah meja makan, meja
makan tersebut dibentuk model bunga bwe, ditengahnya
terdapat sebuan meja yang ditempati empat orang sedang
empat meja lainnya ditempati masing-masing dengan
delapan orang. Hidangannya amat mewah, lagipula setiap orang sedang
bersantap dengan riang gembira. Ruangan itu dibangun
sangat aneh, letaknya berada di dalam halaman lapisan
kedua.. Pintu gerbang di depan sudah ditutup rapat, padahal
sekarang belum tiba waktunya pintu penginapan ditutup.
Tapi Keramaian yang diselenggarakan dalam ruangan itu
justru baru saja dimulai. Mendadak seorang yang
berdandan pelayan berjalan masuk ke dalam ruangan dan
membisikkan sesuatu kepada seorang kakek setengah tua
yang duduk di meja bagian tengah. Kakek itu memakai
jubah panjang berwarna abu-abu, memelihara jenggot
bercabang lima dan nampaknya sangat keren dan gagah.
Tampak dia manggut-manggut seraya menyahut: "Baik!
Suruh mereka masuk kemari"
Pelayan itu mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian, ia muncul kembali sambil membawa
dua orang gadis yang cantik jelita, mereka berjalan masuk
dengan langkah yang amat lambat sekali,
Dua orang gadis itu mengenakan gaun berwarna hijau
yang seorang memeluk alat Pie Pa. sedangkan yang lain
memegang seruling kemala.
Dua orang nona yang mengenakan baju berwarna hijau
ini rata-rata berwajah cantik, tapi kalau diperhatikan
dengan seksama dapat diketahui kalau mereka berdua
sudah melakukan suatu penyaruan yang amat seksama.
Pupur dan gincu hampir menutupi paras muka mereka
yang sesungguhnya. Kedua orang ini tak lain adalah hasil
penyaruan dari Lik Hoo serta Ui Bwe. Sedangkan Ang Bo tan
tak nampak diri. Orang berbaju abu-abu itu memperhatikan mereka
berdua beberapa saat, mendadak sambil tertawa tergelak
serunya: "Kemarilah kalian berdua, coba akan kupandang wajah
kalian" Dengan wajah tersipu-sipu Lik Hoo dan Ui Bwe maju
mendekat, lalu setelah memberi hormat bisiknya: "Toaya !"
"Ehmm, apakah kalian adalah dua bersaudara?"
"Kami bersaudara misan"
"Aku adalah piau ci, dan dia adalah piau moay."
Orang berbaju abu-abu itu tertawa.
"Siapa namamu?" tanyanya lagi.
"Siau li bernama Siau hiang"
"Ooah,.. siau hiang, seharum orangnya" goda orang itu
lagi tertawa. "Aaaah toaya, terlalu memuji"
"Baik" kata orang berbaju abu-abu itu selanjutnya "kalau
dilihat dari alat pie-pa yang kau bawa, tentunya kalian bisa
membawakan beberapa buah lagu bukan?"
"Sejak kecil siau li sudah berkelana ditempat luar,
mengikuti ibu mengembara kemana-mana, tentu saja bisa
membawakan beberapa lagu, asal toaya senang dan sudi
memberi berapa mata uang, kami sudah merasa senang'
Orang berbaju abu-abu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh. . . haaaahhh. . . haaaahhh. . bocah
perempuan ayu, toaya tak punya apa-apa, yang kupunyai
cukup beberapa keping uang perak, malam ini kalian berdua
bersaudara misan benar-benar telah berjumpa dengan
dewa harta, baiklah sekarang bawakan dulu beberapa buah
lagu, asal suara kalian merdu dan enak didengar, toaya
pasti akan memberi persen yang amat besar"
Lik Hoo memandang sekejap ke arah saudaranya, lalu
berkata: "Piau moay, nasib kita sungguh beruntung, kita harus
baik-baik menghibur tuan ini."
Dia lantas mengangkat alat pie pa nya dan memetik tali
senarnya beberapa kali. Ui Bwe menempelkan pula serulingnya di ujung bibir dan
mulai meniup... Perpaduan seruling dan alat pie pa segera
mengumandangkan serangkaian suara yang merdu merayu.
Setelah lagu pembukaan berakhir, Lik Hoo mulai tarik
suara membawakan sebuah lagu yang amat memedihkan
hati. Suaranya yang merdu diiringi perpaduan musik yang
indah membuat suasana dalam ruangan seketika berubah
menjadi sunyi senyap, nampak setiap orang mengalihkan
perhatian mereka ke arah ke dua orang perempuan itu..
Sekarang mereka baru merasa bukan saja kedua orang
gadis ini pandai menyanyi, lagipula paras muka mereka
amat cantik dan menawan hati. Ketika satu lagu telah
selesai dibawakan, Lik Hoo berhenti memetik tali senar alat
pie pa nya, sedang Ui Bweejuga berhenti meniup
serulingnya.. Dengan lemah gemulai Lik Hoo memberi hormat, lalu
katanya dengan suara lembut, "Apabila pembawaan lagu
kami jelek dan tak sedap didengar, harap toaya jangan
mentertawakan" Orang berbaju abu-abu itu tertawa terbahak-bahak, dia
merogoh ke dalam sakunya. . dan mengeluarkan sekeping
siau goan poo (kepingan emas) dan dilemparkan ke atas
meja, kemudian ia berkata:
"Nona cantik, coba kau lihat cukup tidak"'
Lik Hoo berpaling, dalam sekilas pandangan saja ia dapat
melihat kalau kepingan emas tersebut paling tidak berbobot
dua tahil lebih. Ia lantas berlagak seperti terkejut, kemudian sesudah
termangu-mangu sesaat baru gumamnya: "Toaya, itu kan
emas!" "Uang perak hanya menyesakkan saku saja, selamanya
toaya tak pernah membawa barang yang bernilai rendah"
Lik Hoo berlagak seperti tersipu-sipu, dia memungut
uang emas itu dan menjura. "Terima kasih toaya!" katanya
kemudian, selesai berkata dia membalikkan badan dan
berlalu menuju keluar. "Hei, nona cantik, tunggu sebentar!'. orang berbaju abuabu
itu berseru tiba-tiba. "Toaya, kau masih ada petunjuk
apa lagi!" tanya Lik Hoo sambil membalikkan badan.
"Nona cantik, kalau kau harus menggantungkan hidupmu
dengan menjual suara seharian bekerja keras, paling
mendapat berapa uang" Lebih baik tinggal disini saja,
menemani aku semalam.Tanggung kau akan peroleh uang
perak sebesar kau bekerja selama tiga tahun penuh!"
''Aku... siau li hanya menjual suara, tidak menjual
kehormatan!" "Ooh... hanya menjual suara, tidak menjual kehormatan"
Nona cantik, terus terang kuberitahukan kepadamu, toaya
sudah lama berkelana dalam dunia persilatan, aku adalah


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang manusia yang pernah menjumpai badai sebesar
apapun, tapi toaya bukan seorang lelaki yang terlalu gemar
bermain perempuan, hari ini aku telah tertarik terhadap
kepadamu, ini berarti suatu keberuntungan bagimu, apalagi
aku toh akan memberi uang kepadamu" Ketahuilah,
sekalipun toaya enggan membayar, sekalipun kau punya
sayap juga tak nanti bisa lolos dari sini"
"Aaah, seorang tayjin masa akan tertarik kepada seorang
manusia rendah" Apakah toaya benar-benar akan tertarik
dengan perempuan rendah macam kami ini?".
Pada saat itulah seorang lelaki setengah umur melompat
bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekat,
katanya: "Nona, cantik, Ciu toako kami telah jatuh hati kepadamu,
itu berarti keuntungan bagimu, aku tak percaya sebagai
orang yang mengembara sambil menjual suara kalian hanya
menjual suara tidak menjual badan"
"Toako " "Toaya adalah Kau toako kami" tukas lelaki setengah
umur itu lagi, "asal kau bersedia tinggal disini, siapa tahu
besok kami sudah memanggilmu sebagai enso"
"Soal ini .... siau li tak berani menerimanya" kata Lik Hoo
amat lirih.. Kembali lelaki setengah umur itu tertawa terbahakbahak.
"Haaahhh .. haaahhh. . haaaahhh ... tak berani
menerimanya" Jadi kau bersedia untuk tinggal disini?"
"Aku. . aku.." Seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan yang berada
disisinya mendadak menimbrung:
"Saudara Sik Jit, aku lihat kau memang kebangetan,
bagaimanapun orang toh seorang nona cilik, tidak menolak
berarti setuju, masa kau hendak memaksa orang untuk
berterus terang.." Lelaki yang dipanggil Sik Jit itu nampak tertegun
kemudian ujarnya: "Betul juga perkataanmu itu, nona cantik, kemari
duduklah disamping toako kami."
Dia lantas menarik tangan Lik Hoo dan pelan-pelan
menuntunnya ke samping lelaki berbaju abu-abu itu.
Dengan setengah berjalan setengah diseret, Lik Hoo
mengikuti kemauan lelaki tersebut, dengan kepala
tertunduk rendah hanya menggunakan sedikit tenaga saja,
Sik Jit telah menyeret tubuh Lik Hoo dan mendudukkannya
ke sisi tubuh lelaki berbaju abu-abu itu.
Lelaki berbaju abu-abu itu nampak gembira sekali,
sambil memegang wajah Lik- Hoo berbentuk bulat telur itu.
ujarnya sambil tertawa: "Nona cilik, lohu tak bakal menyia-nyiakan dirimu"
Dengan wajah sedih dan murung, Lik Hoo berkata:
"Khu ya, aku menuruti kemauanmu, cuma aku harap kau
sudi melepaskan piau moay ku itu"
Kembali lelaki berbaju abu-abu itu tertawa tergelak.
"Haaahhh. . . haaaahhh. . . haaahhhh. . . baik. baik .."
Dengan memperkeras suaranya dia melanjutkan.
"Harap kalian dengarkan perkataanku baik-baik,
memandang diatas wajah cantik enso kalian, lepaskan adik
misannya" Mungkin orang she Khu ini merupakan pemimpin yang
sangat berpengaruh dalam kelompok ini, begitu ia berseru
ternyata tak seorang manusiapun yang berani membantah.
Ui Bwee dengan membawa seruling kemala nya segera
beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Memandang gadis cantik disisinya yang makin dipandang
makin menarik hati itu, mendadak orang berbaju abu-abu
itu bangkit berdiri lalu sambil menggenggam tangan Lik
Hoo, serunya berulang kali
"Perjamuan sudah bubar, perjamuan sudah bubar, waktu
untuk beristirahat!"
Lik Hoo segera diseret masuk ke dalam sebuah ruangan
indah ditengah halaman gedung. Seolah-olah sudah kebelet
dan tak nanti menunggu lebih lama, begitu masuk ke dalam
pintu, orang berbaju abu-abu itu segera melepsaskan
semua pakaian yang dikenakan.
Melihat keadaan tersebut sambil menghembuskan napas
panjang Lik Hoo segera berkata. "Tutuplah pintu itu lebih
dulu!" Mungkin saking bernapsunya, dia sampai lupa untuk
menutup pintu. Orang berbaju abu-abu itu segera tertawa
jengah, dia berpaling dan merapatkan pintu besar.
Cepat amat gerakan tubuhnya, hanya sekejap mata
sebagian besar pakaian yang di kenakan telah dilepaskan
semua hingga kini tinggal sepotong celana dalam yang
amat minim!. Lik Hoo sangat tenang, juga pandai menahan diri, sebab
adegan semacam ini sudah terlampau sering dijumpai.
Mungkin kecantikan wajah Lik Hoo membuat dia merasa
malu sendiri, tiba-tiba serunya sambil tertawa. "Nona
Hiang, hayo kemarilah!' Kemudian dia melompat naik ke atas pembaringan,
menarik selimut dan ditutupkan keatas tubuhnya.
Lik Hoo meletakkan alat pie pa tersebut keatas meja,
kemudian pelan-pelan berjalan mendekati pembaringan,
melepaskan tusuk konde dari kepalanya hingga rambutnya
ter urai ke bawah dan berkata:
"Khu toaya, siapa sih namamu?"
"Khu Piau!" Lik Hoo duduk ditepi pembaringan dan membelai dada
Khu Piau dengan lembut kembali ujarnya.
"Kalian benar-benar bernyali besar, berbuat semenamena
seenak hati, berani benar menahan aku disini secara
paksa" Khu Piau tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhh...haaahhh...haaaahhh... bernyali besar"
Semua perbuatan kami rata-rata bernyali besar, berpuluh
kali lipat lebih nekad daripada perbuatanku sekarang."
"Piau moay ku bisa jadi akan mengadukan persoalan ini
ke pengadilan, apakah kaupun tidak takut" sela Lik Hoo.
"Mengadukan kepada pengadilan?" Khu Piau segera
tergelak, "baik, biarkan saja dia mengadukan persoalan ini,
bila aku orang she Khu tidak memiliki kemampuan apa-apa,
masa berani menahanmu disini?"
"Ooh..." Kalau begitu kalian benar-benar tidak takut
langit tidak takut bumi, apakah di dunia ini benar-benar tak
ada orang yang kalian takuti?"
"Soal ini, aku Khu lotoa tak berani membual, aku juga
takut orang bahkan takutnya bukan kepalang."
"Siapakah orang itu?" tanya Lik Hoo tertawa, "mengapa
orang itu bisa membuatmu ketakutan setengah mati?"
"Banyak sekali, cuma nona Siau hiang, persoalan ini
sama sekali tak ada hubungannya dengan dirimu, malam ini
kita harus mencari kesenangan sepuas-puasnya"
"Tangan kanan Lik Hoo yang meraba, menggaruk dan
mengelus secara halus ditubuh Khu Piau tersebut kontan
saja membuat api birahi dari lelaki itu membara dengan
cepatnya, bahkan makin lama semakin menjadi. Tiba-tiba
Khu Piau membalikkan badan sambil merentangkan
sepasang lengannya siap memeluk tubuh Lik Hoo...
Tapi pada saat itulah mendadak ia merasa jalan darah
Hoo ciat hiat diatas lehernya dicekik orang, kemudian
seluruh kekuatan yang ada dalam tubuhnya punah tak
berbekas. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini sama sekali
diluar dugaan Khu Piau, tak heran kalau lelaki tersebut
menjadi tertegun. Sambil tertawa hambar Lik Hoo segera berkata:
"Khu lotoa, seandainya seorang bocah perempuan yang
sering berkalana dalam dunia persilatan tidak memiliki
sedikit ilmu simpanan, bagaimana mungkin ia berani
bergerak seorang diri di tempat umum?"
Khu Piau mementangkan mulutnya ingin berteriak, tapi
jari tangan Lik Hoo yang mencekik lehernya makin
bertambah kencang. Terdengar gadis itu berkata lagi:
"Khu lotoa, janganlah terlampau tak tahu diri, hati-hati
kalau kurenggut selembar jiwamu."
"Kau.. ." "Aku hendak mengajakmu bertukar syarat!" tukas Lik
Hoo. "Baik, baik... katakan"
"Beritahu kepadaku segala persoalan yang kau ketahui,
kemudian aku akan tinggal disini dan melayanimu semalam
suntuk, besok pagi aku akan pergi dan kita boleh
menganggap masing-masing pihak sebagai orang asing
yang tidak saling mengenal, bukan saja cara ini bisa
memenuhi selera napsumu, kaupun tak usah kehilangan
muka, tapi kaupun boleh saja berlagak menjadi seorang
enghiong hohan, Cuma kau mesti ingat, asal kutambah
tenagaku dalam cekikan ini, niscaya selembar nyawamu
akan lari ke alam baka. . ."
"Bila kau berani membunuhku, jangan harap kau bisa
pergi meninggalkan rumah penginapan ini"
"Kau tak usah menggertak atau mencoba menakutnakuti
diriku, aku tak akan mempan oleh gertak sambalmu
itu, lebih baik pertimbangkan sendiri untung ruginya, baru
kemudian mengambil keputusan"
'Walaupun selama ini nyawa Khu Piau sudah berada
ditangan Lik Hoo, namun ia enggan menyerah dengan
begitu saja, apalagi setelah menyaksikan kulit badan Lik
Hoo yang putih bersih dan potongan badannya yang
ramping, napsu berahinya kembali berkobar. .Tak tahan dia
lantas berseru: "Benarkah kau bersedia menemani aku semalaman
suntuk?" "Ehmmm " "Baiklah, apa yang harus kukatakan?"
"Kalian datang dari mana"
"Perkampungan Pek hoa san ceng!"
"Dimanakah letak perkampungan Pek hoa san ceng
tersebut?" "Perkampungan Pek hoa san ceng di kota Lam yang amat
termashur namanya, hampir setiap manusia
mengetahuinya" 'Apa kedudukan kalian di dalam perkampungan Pek hoa
san ceng?" "Tukang kebun!"
"Siapa nama kepala kampung kalian?"
"Kepala kampung kami bernama Ban Poo san"
*******************************
Halaman 25 s/d 32 Hilang *******************************
Sik Jit menjerit kesakitan, butiran keringat dingin segera
jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya. Ternyata
tenaga totokan tersebut kelewat besar hingga menghancur
lumatkan tulang bahunya. "Hayo bicara, Kalian datang dari mana?" bentak Ong
Peng "Lam yang hu!" "Lam yang hu sangat besar, seharusnya terdapat suatu
daerah tertentu bukan?"
"Aku tidak tahu"
Lik Hoo yang berada disisinya segera mengayunkan
sebuah tendangan keras yang membuat tubuh Sik Jit
terguling-guling di atas tanah, katanya:
"Tak usah ditanya lagi, aku sudah tahu, mereka berasal
dari kota Lam yang perkampungan Pek hoa san ceng"
"Mereka tak mungkin bisa mengetahui kelewat banyak,
tapi untuk menghukum orang-orang inipun merupakan
suatu pekerjaan yang memeras otak juga. . ." kata Cu Siau
hong sambil tertawa. "Paling baik jika mereka dibunuh sampai ludas saja.. ."
usul Ong Peng yang berada disampingnya.
"Akupun tahu, cuma kita tak boleh berbuat demikian"
Setelah termenung sebentar, dengan suara rendah dia
lantas berpesan beberapa patah kata kepada Ong Peng.
Selesai mendengar perkataan itu, Ong Peng nampak
tertegun, dia mengawasi wajah Cu Siau hong tanpa
berkedip, sampai lama sekali tidak mengucapkan sepatah
katapun. "Terlampau berbahaya bukan?" tegur Cu Siau hong.
"Kelewat berani, tapi kelewat aneh pula, hamba akan
segera menurunkan perintah"
ooo0ooo Tiga hari kemudian, ada serombongan manusia bergerak
menuju ke kota Lam yang, inilah keputusan dari Cu Siau
hong, dia membawa Sik Jit sekalian memasuki hutan lalu Jit
Hou, Su eng, Ong Peng, dan Tan Heng masing-masing
memilih seorang, menggunakan caranya masing-masing
untuk mencari tahu keadaan yang sebenarnya, setelah itu,
mereka menyaru sebagai orang-orang itu dan berangkat
menuju ke perkampungan Pek hoa san ceng.
Cu Siau hong sendiri dengan membawa Seng Hong, Hoa
wan menyusul di belakang, sebaliknya Lik Hoo, Ui Bwe, Ang
Bo tan, dan Seng Tiong gak berada dalam satu rombongan.
Masing-masing dengan suatu penyaruan yang berbeda
berangkat menuju ke kota Lam yang. Kini situasi dalam
dunia persilatan sudah amat kritis, maka Cu Siau hong
dengan mempergunakan tenaga manusia yang terbatas
untuk melakukan suatu tindakan yang paling berani.
Sik Jit dibawah kuasa Ong Peng telah menyanggupi
untuk bekerja sama dan membawa mereka kembali ke
perkampungan Pek hoa san ceng. Jelas rencana ini
merupakan suatu rencana yang sangat berani dan amat
serius. Perkampungan Pek hoa san ceng terletak dibawah kaki
bukit To san di sebelah selatan kota Lam yang.
Perkampungan itu sangat besar dan luas, tapi sekilas
pandangan tak akan menemukan sesuatu hal yang
mencurigakan. Sekeliling perkampungan itu tumbuh aneka ragam bunga
yang berwarna warni, sekalipun tak sampai seratus jenis,


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

paling tidak pun ada sembilan puluh sembilan macam.
Dibawah pinpinan Sik Jit, para jago menelusuri sebuah
jalan kecil beralas batu putih dan langsung menembusi
hutan bunga. Diam-diam Ong Peng merasa keheranan,
hutan bunga yang begitu besar dan lebar ternyata tidak
diberi penjagaan, sepanjang jalan tiada orang yang
menghadang perjalanan mereka, tak ada pula yang
menegur. Setelah melalui kebun bunga yang panjangnya dua li,
mereka baru sampai dimuka pintu gerbang perkampungan.
Sebuah dinding pekarangan terbuat dari batu hijau yang
amat tinggi mengelilingi seputar perkampungan dan
memisahkan perkampungan tersebut dari dunia luar.
Dua pintu gerbangpun berada dalam keadaan tertutup
rapat. Ong Peng mencoba untuk meraba pintu itu, terasa
olehnya kedua belah pintu gerbang itu terbuat dari besi
baja yang tebal dan kuat. Sik Jit segera maju menghampiri
dan mengetuknya beberapa kali, tak lama kemudian pintu
gerbang terbuka lebar. Dua orang centeng yang berpakaian pekerja kasar
masing-masing berdiri di kedua belah samping pintu.
Setelah memasuki pintu gerbang, Ong Peng baru dapat
menyaksikan wajah yang sebenarnya dari seluruh
perkampungan tersebut. Tampak bangunan rumah
sambung menyambung dan terdiri dari ratusan lebih, tapi
sekilas pandangan bangunan-bangunan itu seperti dibangun
menjadi satu. Ong Peng hanya dapat merasakan ketidak beresan
tempat itu, namun tidak berhasil mengetahui dimanakah
letak ketidak beresan tersebut. Suasana dalam gedung
amat hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun
bahkan sesosok manusiapun tak nampak.
Sik Jit membawa berapa orang itu langsung menuju
ruangan dalam kemudian katanya:
"Saudara sekalian kembali ke kamar masing-masing dan
beristirahat, selesai bersantap malam nanti, kemungkinan
besar cengcu akan mengundang kalian dan menanyakan
kisah perjalanan. . ."
"Tak usah beristirahat" tiba-tiba seorang berseru dengan
suara dingin seperti es, "sekarang juga cengcu hendak
bertanya kepada kalian!"
Menyusul perkataan tersebut, dari balik pintu kamar
masing-masing ruangan muncul delapan orang manusia
berbaju ringkas, warna merah yang membawa golok dan
berikat pinggang berwarna merah..
Golok Yan leng to mereka sudah dihunus dari sarungnya,
sementara posisi menyerang telah diperlihatkan oleh orangorang
tersebut, paras muka Sik Jit berubah hebat,
gumamnya lirih: 'Aaaah... pembunuh berikat pinggang merah"
Dalam pada itu dari ruang tengah telah muncul seorang
lelaki setengah umur yang mengenakan baju berwarna
hijau. Ong Peng segera mengalihkan sorot matanya ke depan
dan memperhatikan orang berbaju hijau itu sekejap, lalu
pikirnya: 'Orang ini mirip seorang cengcu, entah siapakah dia?"
Dalam pada itu Sik Jit telah menjura seraya berkata: "Ciu
congkoan, dimanakah cengcu?"
"Cengcu terlalu repot, lagi pula dia sudah menyerahkan
semua perintahnya dengan jelas, aku rasa dia tak perlu
datang sendiri" Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
katanya lagi: "Sik Jit, inilah prajurit-prajurit kalah perang
yang kau bawa pulang?"
"Dimana Khu Piau"'
Ong Peng berdiri disamping Sik Jit dan bersiap siaga
menghadapi segala kemungkinan, asal dia mengucapkan
hal-hal yang tidak menguntungkan maka dia akan segera
turun tangan untuk merenggut jiwa nya.
Sik Jit memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian pelan-pelan mengangguk.
"Benar! lnilah orang-orang kita yang berhasil dibawa
pulang, sungguh tidak beruntung Khu Piau telah tewas"
Lelaki setengah umur berbaju hijau itu tertawa hambar,
lalu katanya. "Sik Jit, kalau Khu Piau saja tewas, masa kau bisa pulang
dengan selamat. . . ?"
"Ciu congkoan, kami sudah pergi selama beberapa hari,
selama ini kami berjuang mati-matian menyerempet
bahaya, sekalipun pulang tanpa hasil, toh perjuangan itu
tetap ada, masa lantaran Khu Piau tidak pulang maka kami
harus dihukum mati semua?"
Ciu congkoan tertawa dingin.
"Sik Jit, kalian tidak seharusnya pulang lagi kemari"
serunya. "Kami keluar dari perkampungan Pek hoa san ceng,
mengapa tidak boleh kembali ke sini?" Ciu congkoan
tertawa hambar. "Sik Jit, aku lihat nyalimu makin lama semakin besar. . ."
dia menjengek. "Seandainya kalian bersikeras hendak membunuh kami,
sekalipun Sik Jit berlutut ditanah dan memohon kepada kau
Ciu congkoan, apakah kau dapat mengampuni kami?"
"Tidak dapat, bagaimanapun juga, kau harus mati"
"Itulah dia, kalau toh kami sudah harus mati, kenapa
tidak boleh mati sebagai seorang enghiong?" "Benarjuga
perkataanmu itu, nah bunuhlah sekarang juga !"
Perkataan yang terakhir ditujukan kepada seorang
pembunuh yang berada di depan pintu ruangan.
Pembunu tersebut segera mengiakan, dia melompat ke
depan sambil mengayunkan goloknya melepaskan bacokan.
Belum sempat Sik Jit menghindarkan diri, Ong Peng telah
mengangkat tangan kanannya, sebilah bisau pendek telah
menyambut datangnya bacokan tersebut.
"Traaanng. . . !" ketika sepasang senjata saling beradu,
terjadilah suatu bentrokan yang amat nyaring.
Dengan cepat Sik Jit melompat mundur beberapa
langkah, tangan kanannya merogoh ke dalam saku dan
mengeluarkan sepasang senjata garpu.
Tindakan ini sama sekali diluar dugaan Ciu congkoan,
serunya dengan nada tercengang.
"SikJit, kalian berani melawan?"
Sebenarnya Sik Jit hendak menceritakan keadaan yang
sebenarnya kepada Ciu congkoan, kemudian bermaksud
minta ampun, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau
Ciu congkoan telah mempersiapkan pembunuh-pembunuh
berikat pinggang merahnya untuk menghadang dirinya.
Situasi dan keadaan yang memaksa membuat Sik Jit
harus berpihak kepada Ong Peng sekalian. Mendengar
teguran itu, sambil tertawa dingin Sik Jit berkata:
"Heeehhhh ....heeehhh. . .heeehh... Ulurkan kepala juga
sekali bacokan, menarik kepala juga sekali bacokan, kalau
toh Ciu congkoan hendak membunuh kami, terpaksa kami
pun harus beradu jiwa denganmu!?"Baik, Akan kulihat
sampai dimanakah kemampuan yang kalian miliki! Hayo,
saudara sekalian kepung mereka dan bunuh!"
Delapan orang pembunuh bergolok itu membentak keras,
serentak mereka mengayunkan goloknya sambil
melancarkan serangan. Tan Heng merentangkan tubuhnya ke depan dan
menghadang di muka Sik Jit, dengan cepat dia terlibat
dalam suatu pertarungan yang seru melawan seorang
pembunuh berikat pinggang merah.
Sementara itu tujuh harimau telah mempersiapkan diri
sebaik-baiknya, dengan cepat mereka mencincing pakaian
dan mencabut keluar golok masing-masing.
Suatu pertarungan masal pun tak dapat dihindari lagi. Su
Eng belum turun tangan, Ciu congkoan juga tidak turun
tangan, Ong Peng serta Sik Jit masih tetap berpeluk tangan
belaka. Ilmu golok yang dimiliki tujuh harimau sangat ganas dan
lihay, bertarung dengan kawanan pembunuh berikat
pinggang merah, teryata mereka lebih banyak menyerang
dari pada mempertahankan diri.
Beberapa orang itu memiliki ilmu silat yang sangat
tinggi, bukan saja jauh diluar dugaan Cui congkoan, bahkan
Sik Jit sendiripun sama sekali tidak menyangka.
Sekarang Sik Jit baru merasa kalau keselamatan dirinya
amat aman dan terjamin. selama ini dia selalu berada
didalam perlindungan yang ketat dari Ong Peng sekalian.
Sementara pertarungan berlangsung Su Eng dan Ong
Peng selalu mengawasi Ciu congkoan dengan pandangan
dingin. Sepasang mata Ciu congkoan berapi-api karena gusar dia
menatap wajah Sik Jit lekat-lekat, kemudian tegurnya
dengab dingin: "Apakah orang-orang ini adalah orang-orang yang kalian
bawa keluar dari sini?"
"Bukan. bahkan Khu Piau sendiripun tidak memiliki ilmu
silat sebaik ini" sahut Sik Jit dingin.
"Lantas mereka adalah. . ."
"0rang-orang perkampungan Ing gwat san ceng" tukas
Sik Jit cepat, sebenarnya aku dipaksa mereka untuk datang
kemari, dan akupun sebenarnya ingin mencari kesempatan
untuk memberi tahukan keadaan yang sebenarnya kepada
kalian sehingga daoat mencari suatu akal untuk
menghadapi orang-orang itu, tapi sungguh tak disangka
ternyata kalian mempunyai niat yang begitu kejam dan
buas, sehingga akupun hendak kalian bunuh. Oleh sebab
itu, kini terpaksa aku harus sungguh-sungguh bekerja sama
dengan mereka" "Besar amat nyalimu, berani menghianati perkampungan
Pek hoa san ceng..." seru Ciu congkoan dingin.
"Aku menghianati perkampungan Pek hoa san ceng,
paling-paling hukuman mati yang akan dijatuhkan kepada
diriku, tidak berhianatpun kalian sama saja akan
membunuhku. Ciu congkoan. bukan cuma aku, bahkan
segenap anggota perkampungan Pek hoa san ceng akan
dibuat bergidik oleh cara kerjamu itu..
Ciu Congkoan mendengus dingin.
"Hmmm! Budak sialan, besar amat nyalimu, berani
bicara seenaknya sendiri ..." ia berteriak sambil menahan
geram. Sik Jit segera tertawa terbahak-bahak.
''Haamahhh....haaaahhh...haaaaahhh .. benar, aku
memang seorang budak, tapi bagaimana dengan kau
sendiri" Kau tak lebih hanya berkedudukan lebih tinggi dari
pada kami, kau tak lebih cuma seorang budak besar belaka,
suatu ketika bila kaupun melakukan suatu kesalahan, siapa
tahu kau bakal menerima akibat seperti apa yang ku alami
sekarang dihukum mati oleh majikan"
Ciu congkoan agak tertegun sesudah mendengar
perkataan itu, sesaat kemudian ia baru berseru: "Kau tak
usah mengacau belotak keruan!"
"Aku tahu, dalam hati kecilmu pun mengerti, bukan
cuma kau, bahkan cengcu sendiripun tak lebih hanya
seorang budak biasa .." jengek Sik Jit sinis.
ooo0ooo Jilid 48 BAGIAN 48 "TUTUP MULUT!" bentak Ciu congkoan dengan gusar "bila
kau berani menghina Siang cengcu kami, akan kuhukum
mati dirimu!" Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar beberapa
kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
memecahkan keheningan, percikan darah segar menyebar
kemana-mana, tiga sosok tubuh manusia roboh terkapar
diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa.
Ke tiga orang itu semuanya adalah jago-jago pembunuh
berikat pinggang merah, baru bertarung beberapa gebrakan
melawan tujuh harimau, sudah ada tiga orang diantaranya
yang roboh binasa. Luka mereka semua terletak diatas tenggorokan, sebuah
tusukan maut yang sekaligus merenggut nyawa mereka.
Ketiga orang itu sama semua keadaannya, jelas terluka
oleh sebuah jurus serangan yang sama. Ciu congkoan
makin tertegun dibuatnya, segera termangu sesaat
teriaknya keras-keras: "Kalian berani membunuh orang..."
Ong Peng tertawa hambar. "Mengapa tidak berani" Mereka hendak membunuh kami
dan kamipun enggan menyerah kalah dengan begitu saja,
tentu saja satu-satunya jalan adalah melawan"
Dari pinggangnya Ciu Congkoan melepaskan sebilah
golok pendek, kemudian sambil mempersiapkan diri
serunya. "Tampaknya, terpaksa aku harus turun tangan sendiri"
"Ciu congkoan' jengek Ong Peng sambil tertawa dingin,
"bagaimana kalau siaute menemanimu bermain beberapa
jurus?". Kembali terdengar beberapa kali jeritan ngeri yang
menyayatkan hati berkumandang memecahkan keheningan,
lima orang pembunuh berikat pinggang merah lagi-lagi
roboh terkapar dalam keadaan tak bernyawa lagi. Seluruh
lantai ruangan itu telah basah oleh genangan darah segar
yang memancar ke mana-mana.
Delapan orang pembunuh berikat pinggang sama telah
tewas semua diujung golok tujuh harimau, luka mereka
semuanya berada diatas tenggorokan.
Cuma satu diantara yang tewas ditangan Tan Heng,
lukanya berada di depan dada.
Dari sini terbuktilah sudah bahwa ilmu golok yang
diwariskan Cu Siau hong kepada mereka benar-benar
merupakan suaru jurus pembunuh yang amat ganas.
Memandang jenasah dari delapan orang pembunuhnya
yang terkapar diatas tanah, diam-diam Ciu congkoan
merasa bergidik hatinya, hingga tanpa terasa bulu
kuduknya pada bangun berdiri.


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kelihayan ilmu golok yang dimiliki pendatang-pendatang
ini sama sekali diluar dugaannya. Ciu congkoan yang berdiri
sambil menggenggam golok tipis hanya bisa termangu
belaka, untuk sesaat lamanya dia tak berani berkutik. Dia
cukup mengerti tentang kepandaian yang dimilikinya, betul
ilmu silatnya masih lebih tinggi dari pada kepandaian yang
dimiliki pembunuh-pembunuh berikat pinggang merah tapi
tak mungkin ia sanggup menghadapi musuhnya yang amat
tangguh ini. Terdengar Sik Jit berkata dengan suara dingin:
"Ciu congkoan dihari-hari biasa kau selalu jual tampang
dan sok keren, galaknya bukan kepalang, sekarang
mengapa kau tidak banyak berkutik" Apa sudah takut'
Kemudian sambil berpaling ke arah Ong Peng dia
menambahkan: "Orang ini ganas dan kejamnya bukan kepalang, jumawa
lagi paling baik kalau jangan dilepaskan dengan begitu saja"
Mendenger ucapan mana 0ng Peng tertawa.
"Ciu congkoan'" ujarnya kemudian "aku merasa sangat
heran, perkampungan Pek hoa san ceng adalah
perkampungan hartawan, masa disini bisa muncul delapan
orang pembunuh" Hmmm.. hmm. . setelah muncul delapan
pembunuh tentunya bukan cuma mereka saja yang ada
disini bukan" Mengapa tak nampak bala bantuan yang
untuk membantu?" "Segera akan muncul orang disini, jangan kuatir kalian
tak akan hidup terlalu lama disini"
"Ciu congkoan" kembali Ong Peng tertawa, 'sekarang ini
jam berapa, masih berani amat kau mengucapkan kata-kata
sombong semacam ini"
"Cengcu akan segera muncul disini, bila ia sudah muncul
jangan harap kalian dapat meninggalkan tempat ini dalam
keadaan selamat.." "Paling tidak, dia sudah tak mungkin sempat
menyelamatkan jiwa dari congkoan tayjin lagi!'
"Siapa bilang sudah tak sempat?" mendadak terdengar
suara teguran seseorang yang amat dingin berkumandang
memecahkan keheningan. Ong Peng segera berpaling, tampak seorang kakek
berusia lima puluh tahunan yang memiara jenggot putih
memakai topi hartawan dan mengenakan jubah panjang
berwarna biru telah munculkan diri disana. Orang itu
berbadan gemuk dan bermuka segar, sekilas pandangan ia
memang mirip wajah seorang hartawan.
Kecuali saling berhadapan dalam suasana semacam ini,
seandainya kejadian itu berganti ditempat lain dan suasana
yang lain, siapa pun tak akan mengira kalau Pek hoa cengcu
yang berwajah alim dan saleh ini, sesungguhnya adalah
seorang pentolan dari organisasi pembunuh keji. Dia
berwajah ramah, tapi sekarang suaranya dingin bagaikan
es. Mungkin dihari biasa Pek hoa cengcu ini mempunyai
wibawa yang amat besar, maka setelah Sik Jit berjumpa
dengan orang ini, sekujur badannya mulai gemetar keras.
Ong Peng memandang sekejap sekeliling tempat itu
melihat pertarungan telah berlangsung dan korban pun
telah berjatuhan, dia merasa tak ada perlunya untuk
merahasiakan indentitas sendiri.
Setelah tertawa dingin katanya:
"Cengcu, kami telah mencoba kelihayan dari pembunuhpembunuh
berikat pinggang merahmu, ternyata orangorang
itu tak mampu menghadapi sebuah pukulan. Bila
cengcu masih mempunyai wasiat lain atau orang-orang
pintar lain, lebih baik keluarkan semua, mumpung sekarang
masih ada kesempatan!"
Pek hoa cengcu sama sekali tidak menggubris perkataant
ini, dia berpaling ke arah Sik Jit, kemudian menegur:
"Sik Jit, aku memberi sebuah kesempatan lagi bagimu
untuk menyelamatkan diri"
"Oya ?" 'Bicara terus terang, orang-orang ini berasal darimana"
Bagaimana bisa mengikat tali hubungan denganmu"'
Dia telah melihat jelas, dalam rombongan tersebut
kecuali Sik Jit seorang, lainnya bukan centeng dari
perkampungan Pek hoa san ceng.
Sik Jit agak tertegun, kemudian balik bertanya:
"Cengcu sungguhkah perkataanmu itu?"
"Sejak kapan aku pernah mengingkari janji?"
Ong Peng yang berada disamping segera tertawa,
selanya "Saudara Sik-Jit, seandainya kau memang takut, dan lagi
benar-benar percaya kepada cengcumu itu akan
mengampuni selembar jiwamu, silahkan kau utarakan hal
yang sebenarnya." 'Aku .. aku tidak. begitu percaya" Sik Jit segera berseru.
Pek hoa cengcu menjadi amat gusar, teriaknya sambil
menahan geram. "Sik Jit, kau berani tidak mempercayai
perkataanku?" "Ehmn ... maaf cengcu, aku memang tidak mempercayai
perkataan dari cengcu." Sekali lagi Pek hoa cengcu
mendengus dingin. "Hmmm, kau berani menghina aku" Aku bersumpah
akan menghancur lumatkan tubuhmu menjadi berkepingkeping!"
ancamnya. ''Cengcu, didalam kenyataan cengcu sudah mengambil
keputusan, tak mungkin dia akan mengampuni diriku` kata
Sik Jit. Ong Peng segera tersenyum.
"Saudara Sik, kalian toh kau sudah tahu bahwa Pek hoa
cengcu tak nanti akan mengampuni dirimu, mengapa kau
tidak bersikap sedikit lebih gagah..."'
"Betul! Cengcu, aku rasa kau pun tak usah berlagak
garang, aku Sik Jit hanya mempunyai selembar nyawa
bagaimanapun dihitung, kau toh tak akan mengampuni jiwa
ku, maka aku rasa pertanyaan cengcu pun tak perlu
kujawab lagi" "Bagus!" Bagus sekali!' seru Pek hoa cengcu kemudian,
"Sik Jit, tampaknya nyalimu makin lama semakin
bertambah besar, biar kubereskan dahulu manusia-manusia
ini, kemudian baru kulayani kau secara pelan-pelan"
"Siang cengcu, sudah cukupkah engkau berlagak?" tibatiba
Ong Peng menegur sambil tertawa hambar.
"Apa yang hendak kau ucapkan?"
"Saat ini sudah merupakan saat untuk menentukan hidup
dan mati diujung golok, aku rasa kau tak perlu berlagak
garang dikulit bibir lagi, berapa banyak kepandaian yang
kau miliki, silahkan Siang cengcu gunakan semua, sekalipun
kau punya kesabaran untuk berceloteh lebih jauh, sayang
kami sudah tak sabar lagi untuk menanti lebih jauh."
Mendadak tampak seorang centeng berlari masuk
dengan langkah tergesa-gesa, sambil berlari mendekat,
orang itu berseru keras: "Cengcu, ada seorang kongcu hendak menjumpai
dirimu". "Bangsat, sepasang matamu tumbuh dikaki rupanya,
tidakkah kau lihat saat ini aku sedang repot?" Siang cengcu
meraung gusar, "perduli kongcu dari mana yang telah
datang, damprat dia habis-habisan dan usir dia pergi,
katakan kalau aku tak ada dirumah"
"Hamba telah berkata demikian, tapi ia tak percaya,
malah sudah menyerbu masuk dengan kekerasan"
"Bajingan tempe! Memangnya kalian sudah hampir
mampus semua?" Siang cengcu makin gusar, "mulut tak
bisa membendung, tangan kalian sudah lumpuh semua..'
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya. "Kongcu macam
apakan itu?" "Seorang kongcu yang lemat lembut, berusia delapan
sembilan belas tahunan dan membawa dua orang kacung"
''Ooooh.. dimanakah orangnya sekarang?"
Dari kejauhan sana terdengar suara dari Cu Siau hong
menyambung: "Menjawab pertanyaan cengcu, aku telah masuk kemari"
Sewaktu Siang cengcu berpaling, tampak Cu Siau hong
dengan mengenakan jubah berwarna hijau dan membawa
Seng Hong serta Hoa Wan telah melangkah masuk ke
dalam halaman rumah."
Kini Cu Siau hong, Seng Hong maupun Hoa Wan telah
pulih kembali ke dalam wajah aslinya.
"Hmmm! Memasuki rumah orang secara paksa, kalau
bukan pencuri sudah pasti perampok" jengek Siang cengcu
ketus. "Siang loji, kau anggap rumah ini mirip sebuah rumah
pribadi" Huuuh... pada hakekatnya tak lebih hanya sebuah
sarang perampok, siasat terbaik untuk membekuk
benggolan perampok adalah datang secara mendadak
sebelum orang bersiap sedia, soal ini kami sudah
mengaturnya secara sempurna, oleh karena itu kau si
pentolan bajingan masih harus tetap tinggal di sini saja''
"Siang cengcu" Seng Hong berkata pula, 'kongcu kami
adalah orang sekolahan, meskipun sedang mendamprat
dirimu, sepotong kata kotor pun tak digunakan..''.
"Tutup mulut..." tukas Siang cengcu dengan gusar.
"Siang loji" kembali Cu Siau hong berkata dengan suara
dingin, "dalam suasana begini aku rasa kau tak perlu
menunjukkan lagak sebagai seorang cengcu lagi, putuskan
saja sendiri, mau bertarung sampai titik darah penghabisan,
ataukah hendak menyerah saja untuk dibelenggu."
Menyaksikan ke delapan jenasah dari pembunuh berikat
pinggang merah yang mati secara mengenaskan, Siang
cengcu juga tahu kalau ia telah bertemu dengan mush
tangguh, meski segerombol orang-orang muda ini tak jelas
asal-usulnya, namun mereka terhitung jago-jago yang
berilmu tinggi, sedang pemuda yang berdandan kongcu ini
nampaknya merupakan pemimpin dari rombongan tersebut,
didengar dari ucapannya yang tajam, tak sulit untuk
mengetahui bahwa dia bukan seorang manusia sederhana."
Berpikir sampai disitu, dia malah bersikap jauh lebih
tenang, setelah menjura katanya sambil tertawa.
"Tepat sekali perkataanmu, rencana kalian memang
disusun dengan amat sempurna, sejak perkampungan Pek
hoa san ceng didirikan pada dua puluhan tahun berselang,
belum pernah ada orang yang mencurigai diri kami, tapi
saudara bukan Cuma berhasil mengungkap rahasia kami,
kemampuan kalian ini sungguh membaut hati orang merasa
kagum." "Siang loji, aku tak doyan dengan perkataan semacam
itu, bila kau ada persoalan silahkan saja diutarakan keluar,
asal cocok dengan selera kami, tentu akan kami lakukan"
"Kalian berasal dari perguruan mana" Apakah belum
ingin mengungkapkan nama kalian"'
"Kami tak punya nama, tak punya perguruan, aku adalan
aku, dan mereka semua adalah anak buahku, kami tidak
mempunyai ikatan peraturan suatu perguruan, juga tiada
syarat-syarat yang harus kami jaga, kau tak usah
menggunakan taktik pertempuran menghadapi kami"
Tergerak juga perasaan Siang cengcu, diam-diam ia
berpikir lagi: "Aduh celaka, dihalus tak bisa, dikeras pun tak dapat,
bocah keparat ini benar-benar merupakan seorang manusia
yang sukar untuk dihadapi. . ."
Sementara ia masih termenung, Cu Siau hong telah
berkata: 'Ong Peng, bekuk dulu Ciu congkoan itu`
Ong Peng mengiakan, sambil melompat kemuka dua
bilah pisau pendeknya segera diayunkan bersama
melancarkan serangan dahsyat ke arah tubuh Ciu
congkoan. Buru-buru Ciu congkoan mengayunkan pula golok
emasnya, melepaskan serangan balasan. Dalam waktu
singkat, suatu pertarungan yang amat singkat telah
berkobar ditengah arena. "Siang cengcu" kata Cu Siau hong kemudian,"konon
didalam perkampungan Pek hoa san ceng ini, kau tak lebih
hanya dipakai namanya saja, sementara orang yang
memegang kekuasaan yang sebenarnya tampaknya bukan
kau sendiri ...." "Hmmm, nampaknya segala sesuatu tentang kami telah
berhasil kau selidiki dengan jelas"
"Sudah datang ke perkampungan kalian, mau tak mau
harus mencari info lebih dulu sejelas-jelasnya" Mendadak
terdengar suara jeritan memecahkan keheningan.
Dengan cepat Siang cengcu mengalihkan pandangan
matanya ke tengah arena tampak 0ng Peng sedang
mencabut keluar golok pendeknya yang berhasil
dihujamkan ke dada Ciu congkoan itu.
Berubah hebat paras muka Siang cengcu.
"Suatu gerakan tubuh yang amat bagus!" serunya tanpa
terasa. Sambil menyarungkan kembali pisaunya ke dalam sarung
Ong Peng tertawa sahutnya.
"Bukan aku yang kelewat hebat, sesungguhnya Ciu
congkoan dari perkampungan kalianlah yang berkepandaian
kelewat rendah" Untuk sesaat Siang cengcu jadi tertegun berdrti
mematung, niat untuk turun tangan semula sudah
mencekam dadanya mendadak menjadu luntur dan lenyap.
Sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki
Ciu congkoan cukup diketahui olehnya dengan jelas.
sekalipun berjumpa dengan jago kelas satu dari dunia
persilatan, paling tidak ia masih sanggup bertahan
sebanyak tiga lima gebrakan, tapi menurut perhitungannya
secara diam-diam, agaknya Ciu congkoan belum berhasil
menghadapi sepuluh jurus serangan lawan, berdasarkan
dari kenyataan tersebut, bisa dibayangkan betapa hebatnya
pemimpin mereka. Sudah pasti rombongan jago yang muncul dihadapannya
sekarang merupakan serombongan jago yang benar-benar
lihay, sepasukan tentara sakti yang belum pernah terdengar
dalam dunia persilatan. Sebaliknya Siang loji bisa memimpin perkampungan Pek
hoa san ceng, tentu saja dia pun bukan seorang manusia


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sembarangan. Dia datang tanpa persiapan apa-apa, hal ini dikarenakan
dia terlampau memandang rendah musuhnya. Ia pun sudah
memikirkan kehadiran orang-orang itu kalau toh Khu Piau
tak bisa pulang dengan selamat, mengapa anak buahnya
justru bisa pulang dalam keadaan sehat walafiat"
Meski timbul juga rasa heran dalam hati kecilnya, tapi
dia menyangka hal tersebut dikarenakan orang-orang itu
takut mati dan melarikan diri dari medan pertempuran.
Maka dari itu, dia lantas memerintahkan kepada Ciu
congkoan untuk mempersiapkan jago-jago berikat pinggang
merahnya guna membantai mereka.
Namun rupanya dia merasa kurang lega maka ia
berangkat sendiri kesitu untuk menyaksikan jalannya
peristiwa, tak nyana justru kejadian yang tak terdugalah
yang telah terjadi. Berada dalam keadaan seperti ini, cengcu tersebut
benar-benar merasa serba salah dibuatnya. Setitik
kesalahan menduga berakibat situasi yang gawat dan tak
terselesaikan. Sambil tertawa terdengar Cu Siau hong berkata:
"Siang cengcu, besar betul lagak perkampungan Pek hoa
san ceng ini, hanya sayang persiapan kurang begitu keras."
Dia maju dua langkah mendekati kehadapan Siang
cengcu, lalu pelan-pelan berkata:
"Kalau dilihat dari kedudukanmu sebagai seorang kepala
kampung, aku rasa kau tentu memiliki suatu kemampuan
yang melebihi orang lain, aku pikir kau pasti mempu-nyai
pandangan tak akan melelehkan air mata sebelum melihat
peti mati bukan"' ''Maksud saudara. . . "Siang cengcu tertawa dingin.
"Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan, tapi aku
yakin sebelum mencapai suatu keadaan, mungkin kau
enggan memberi tahu jawaban tersebut"
"Ooooh !" "0leh karena itu aku hendak bertarung beberapa jurus
lebih dulu dengan Siang cengcu, kemudian baru
mempersilahkan kepada cengcu untuk mengambil
keputusan bersedia atau tidak menjawab pertanyaanku itu"
"0ooh! Jadi kau hendak bertarung?"
"Inilah cara yang paling adil"
"Hanya kau seorang, ataukah kalian akan turun tangan
bersama-sama?" Cu Siau hong segera tertawa.
"Hanya seorang, cukup sepuluh jurus ....''
Sesudah menyaksikan kemampuan Ong Peng didalam
membunuh Ciu congkoan tadi, Siang cengcu tak berani
bertindak gegabah, katanya kemudian sambil tertawa:
"Baiklah, aku rasa aku adalah tuan rumah yang baik,
sudah sepantasnya melayani kehendakmu itu, bagaimana
seandainya lohu berhasil menyambut kesepuluh jurus
seranganmu itu"'' "Aku akan segera membawa orang-orangku
mengundurkan diri dari perkampungan Pek hoa ceng dan
tak akan mengganggu seujung rambutmu"
"Bagus sekali, bagus kalau begitu silahkan saudara turun
tangan!" "Seandainya nasibmu kurang beruntung dan kalah
ditanganku sebelum sepuluh jurus" "Aku rasa hal ini
mustahil bisa terjadi!'' "Siang cengcu, kau tak lebih hanya seorang pemimpin
dari suatu cabang perkampungan lagi pula ditempat ini pun
kau tak bisa mengambil keputusan menurut kehendak
sendiri, buat apa musti bersusah payah?"
"Kau.. ." "Aku mengetahui amat jelas tentang keadaan dan
posisimu dalam perkampungan ini, maka kau pun tak usah
mencoba untuk membohongi diriku lagi"
"Baik, kau menghendaki lohu berbuat apa?" tanya Siang
cengcu kemudian sesudah termenung sejenak.
"Jawab berapa buah pertanyaanku..'
"Apa yang kau ajukan belum tentu kuketahui
seluruhnya.." "Aku tak akan terlalu menyusahkan dirimu, yang
kutanyakan pasti merupakan persoalan yang kau ketahui"
"Baik! asal kau sanggup menaklukkan aku dalam sepuluh
gebrakan, tampaknya sekali pun tidak kukabulkan
permintaanmu itu, hal ini tak mungkin bisa terjadi"
Tangan kanannya segera diayunkan kedepan melepaskan
sebuah pukulan dahsyat. Cu Siau hong berkelit ke samping, ia tidak bermaksud
melancarkan serangab balasan.
Siang cengcu tertawa dingin, sepasang tangannva
digerakkan bersama secara beruntun dia melancarkan lima
buah serangan berantai. Kembali Cu Siau hong berkelit kesana ke mari
menghindarkan diri dari kelima serangan tersebut, namun
ia belum juga melancarkan serangan balasan ....
Siang cengcu makin penasaran, secara beruntun dia
melepaskan serangan lagi, dalam waktu singkat enam jurus
sudah lewat berarti dari sepuluh jurus yang dijanjikan tadi
setengahnya sudah dilewatkan.
Mendadak Cu Siau hong memutar tangan kanannya
kearah kanan, lima jari tangannya dirapatkan, tahu-tahu
sudah mencengkeram pergelangan tangan kanan Siang
cengcu. Begitu lima jari tersebut mencengkeram dengan tenaga,
Siang cengcu segera kehilangan kemampuannya untuk
melakukan perlawanan, seluruh tubuhnya menjadi lemas
tak bertenaga. "Sekarang adalah jurus ke tujuh" kata Cu Siau hong
kemudian sambil tersenyum.
Siang cengcu termangu, untuk beberapa saat lamanya ia
tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Sudah pulunan tahun lamanya dia berkelana dalam dunia
persilatan, belum pernah ia saksikan ilmu Ki na jiu hoat
yang begitu aneh, sakti dan mengerikan.
Sesudan menghela napas panjang, akhirnya Siang
cengcu berkata: "Ternyata saudara memang benar-benar
tangguh!' "Cengcu, aku ingin bertanya, sebenarnya siapa diantara
orang-orang dalam perkampungan ini yang merupakan
pimpinan yang sesungguhnya?"
"Tentu saja aku, aku adalah seorang kepala kampung
disini" ''Meskipun kau menyebut dirimu sebagai seorang kepala
kampung, namun tampaknya kaupun harus mendengarkan
perintah orang lain, bukankah begitu ....?"
'Apa yang kau ucapkan tadi memang benar,
perkampungan Pek hoa ceng tak lebih hanya merupakan
salah satu bagian jaringan organisasi kami yang maha
besar itu, didalam organisasi yang amat besar itu, aku
memang tak lebih hanya seorang manusia yang sama sekali
tak punya nama ataupun kedudukan"
"Saudara terlalu merendahkan diri"
"Tapi begitulah kenyataan nya"
"Terlepas dari soal organisasi tersebut, kita berbicara
soal perkampungan Pek hoa ceng ini, tampaknya diatasmu
masih ada seorang yang lebih berkuasa lagi?"
"Omong kosong, darimana kau mendengar berita
tersebut?" Siang Cengcu membentak marah.
"Aku tak akan memberitahukan kepadamu darimana
berita tersebut kudapatkan, aku hanya ingin tahu, siapakah
orang itu"' Siang cengcu mendengus dingin.
"Hmmmm ! Tak pernah ada kejadian seperti itu, semua
persoalan dalam perkampungan Pek hoa ceng ini
diputuskan olehku sendiri"
Cu Siau hong segera tertawa.
"Tentang persoalan ini, rasanya kita tak perlu meributkan
lebih dahulu ' "Apa lagi yang ingin kau tanyakan".'
''Berapa banyak jumlah anggota perkampungan ini?".
'Dari dayang, pelayan sampai centeng, semuanya
mencapai ratusan jiwa.."
Cu Siau hong segera manggut-manggut, kembali
tanyanya: 'Bagaimana cara kalian mendapat perintah?"
'Mendapat perintah...?"
"Seandainya atasan kalian mendadak menyampaikan
suatu perintah atau tugas kepada kalian, bagaimana
caranya menyampaikan berita tersebut kepada kalian"'
'Dengan menggunakan burung merpati"
Sambil tersenyum Cu Siau hong manggut-manggut.
'Hmm...cara lama" "Semakin tua cara tersebut, biasanya semakin enak
dipakai dan biasanya juga lebih manjur"
"Sekarang kau boleh menjawab dua pertanyaanku lagi,
kemudian kau pun boleh pergi dari sini"
"Persoalan apa?"
"Tentunya kau mengenal bukan tujuan daripada
organisasi kalian ini.."'
Siang cengcu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali. "Tidak, aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu, kami
hanya mengetahui satu hal yakni melaksanakan kewajiban
menurut perintah.." 'Baik, kalau begitu katakan saja selama berapa tahun ini
apa saja yang telah kalian kerjakan?"
"Pekerjaan apa saja yang dikerjakan, asal dari atasan
mengirim perintah kepada kami, kamipun segera bertindak"
Cu Siau hong segera tertawa.
'Apakah anak buahmu itu diperoleh dengan
mencarinya.."'. "Tidak, kami melakukan pendaftaran secara terbuka"
"Sudah berapa tahun perkampungan Pek hoa ceng ini
didirikan?" 'Belasan tahun lamanya"
"Kau masih ada persoalan apa lagi yang hendak
disampaikan kepada ku ?"
"Tidak ada" "Baik!' ucap Cu Siau hong kemudian sambil tertawa,
"sekarang kau boleh pergi"
"Kongcu' tiba-tiba Ong Peng berbisik, "orang ini tidak
mengatakan apa-apa kepada kita, mengapa kau
melepaskan dia dengan begitu saja" Apakah tidak keenakan
baginya"` Seng Hong, Hoa Wan sementara itu sudah berdiri
berjajar ditengah jalan menghadang jalan perginya. Cu Siau
hong segera mengulapkan tangannya seraya berkata:
"Seng Hong, Hoa Wan, minggirlah biar dia pergi"
Seng Hong dan Hoa Wan segera mengiakan dan
menyingkir ke samping. Siang cengcu segera melangkah pergi dari halaman
tersebut menuju ke ruang belakang.
Dengan suara rendah Cu Siau hong membisikkan sesuatu
kepada Ong Peng sekalian, kemudian tergesa-gesa dia
menyusul di belakang Siang cengcu. Dalam pada itu, dalam
seluruh halaman perkampungan telah diliputi oleh dengan
ketenangan yang luar biasa,
Siang cengcu yang sudah berdiam hampir dua puluh
tahunan disitu pun turut merasakan keadaan yang sedikit
tak beres. Akan tetapi ia tak bisa menerangkan dimanakah letak
ketidak beresan tersebut.
Dia adalah seorang kepala kampung, tentu saja ia cukup
memahami semua persiapan serta penjagaan yang diatur
dalam halaman-halaman perkampungannya.
Dia mengerti, dari tempat tersebut sampai di ruaug
dalam, sepanjang jalanan itu paling tidak terdapat tujuh
delapan buah tempat penjagaan untuk menghadang kejaran
musuh. Oleh karena itulah ia sama sekali tidak menegur ataupun
mempersoalkan masalah Cu Siau hong yang mengejarnya
dari belakang. Siapa tahu apa yang kemudian terjadi sama sekali diluar
dugaannya, sepanjang perjalanan hingga ke halaman
belakang, ternyata tak seorang manusia pun yang
munculkan diri melakukan penghadangan.
Begitu juga ketika ia memasuki ruang tengah dihalaman
belakang, belum nampak juga seorang manusia pun yang
menghalangi jalan perginya.
Tak tahan Siang cengcu berpaling dan memandang
sekejap ke belakang, ia saksikan Cu Siau hong dengan
membawa ke dua orang bocah pedangnya masih saja
mengikuti di belakangnnya
Diatas meja terletak pula secarik kertas yang berbunyi
begini: "Bila kau menginginkan kematian yang lebih nyaman,
minum saja arak dalam cawan arak dalam cawan, arak
tersebut beracun jahat dan bisa segera memutuskan
nyawamu, kau akan mati tanpa merasakan penderitaan
apa-apa, sebaliknya bila kau menginginkan kematian yang
lebih gagah, lebih jantan, gunakan saja pisau belati itu."
"Pisau tersebut sangat tajam dan bisa menembusi
dadamu dan memutuskan denyutan jantungmu, bisa pula
memutuskan lehermu agar kematianmu lebih gagah, lebih
perkasa." Dibawahnya tercantum tanda tangan: Istrimu.
Seorang istri ternyata meninggalkan sepucuk surat yang
berisikan kata-kata semacam itu buat suaminya, bisa
dibayangkan suami istri macam apakah mereka itu.
Siang cengcu benar-benar tertegun dibuatnya. Pelanpelan
Cu Siau hong berjalan mendekatinya.
Dibelakang anak muda tersebut mengikuti pula Seng
Hong dan Hoa Wan, dua orang kiam tong. Pelan-pelan
Siang cengcu membalikkan badan, lalu berkata:
"Apakah kalian sudah tahu kalau mereka sudah lama
pergi dari sini." "Tidak tahu" sela Cu Siau hong, "tapi aku rasa Siang
cengcu tak lebih hanya seorang boneka yang diperalat


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain saja" "Kalian.. ." "Kami tak lebih hanya mempunyai pikiran begitu." Tukas
Cu Siau hong cepat, "dan kau sendirilah yang akan
membuktikan benar atau tidaknya pendapat kami itu."
"Dan sekarang, aku telah membuktikannya" kata Siang
cengcu kemudian sambil tertawa getir. Cu Siau hong
tertawa. "Siang cengcu, apakah kau bersedia merubah jalan
pikiranmu?" "Apanya yang dirubah" Mereka sudah mempersiapkan
segala sesuatunya bagiku" "Persiapan apa?"
"Itu ! '' Sambil menjawab Siang cengcu mengambil arak dalam
cawan dimeja dan meneguknya sampai habis. Sungguh
keras sekali bekerjanya racun dalam arak tersebut, begitu
diteguk jiwanya lantas melayang.
Menanti paras muka cengcu telah berubah menjadi hijau
membesi, Cu Siau hong baru menyadari kalau keadaannya
tidak beres dengan cepat ia mencengkeram tubuh Siang
cengcu ", saat itulah dia baru tahu kalau orang tersebut
sudah putus nyawa. Pelan-pelan Cu Siau hong melepaskan cengkeramannya,
lalu menghembuskan napas panjang.
"Aaaai, sayang terlambat selangkah"
"Kongcu, aku rasa mereka belum pergi terlalu jauh, mari
kita lakukan pengejaran' seru Seng Hong berbisik.
"Tak mungkin bisa terkejar, lebih baik undang mereka
datang, ingat kita harus melindungi Sik Jit sebisa mungkin,
jangan membiarkan dia sampai mati terbunuh."
Seng Hong membungkukkan badan dan memberi
hormat, kemudian meninggalkan tempat itu. Tak selang
beberapa saat kemudian, 0ng Peng sekalian telah muncul
dalam ruangan tersebut. Cu Siau hong segera menurunkan perintah untuk
melakukan penggeledahan dan pencarian secara besarbesaran.
Akan tetapi semua orang telah mengundurkan diri dari
perkampungan tersebut, selain harta kekayaan berupa
emas, perak, barang lain yang tak sempat terbawa, hampir
semua jejak atau tanda bukti telah lenyap tak berbekas.
Menyaksikan hal tersebut sambil menghela papas
panjang Ong Peng berkata.
"Kongcu, kecuali sejumlah harta kekayaan, tiada sesuetu
apapun yamg berhasil kami temukan.' Cu Siau hong turut
menghembuskan napas panjang.
"Walaupun mereka cukup cepat mengundurkan diri dari
sini, paling tidak kedatangan kita pun memperoleh suatu
hasil yang sangat besar"
"Hasil apa?" 'Hoa (bunga). . . kita sudah tahu kalau organisasi
tersebut ada hubungannya dengan huruf Hoa tersebut, itu
berarti kita bisa melakukan penyelidikan dengan mengguna
kan data tersebut." Ucapannya diutarakan amat santai dan enteng, seakanakan
terhadap kepergian orang-orang tersebut dari
perkampungan Pek hoa ceng tak dipikirkan ke dalam hati.
0ng Peng yang menyaksikan kejadian itu diam-diam
berkerut kening, pikirnya:
"Kalau dilihat dari ketenangan dan kesantaian kongcu,
jangan-jangan ia sudah mempunyai persiapan atau rencana
lain?" Sementasa dia masih berpikir, Cu Siau hong telah
berpaling dan memandang seke-jap ke arah Sik Jit,
kemudian ujarnya sambil tertawa:
"Saudara Sik, kesemuanya itu sudah kau saksikan?"
Panggilan "saudara Sik" tersebut kontan membuat Sik Jit
terkejut dan tersipu-sipu, buru-buru serunya: "Hamba telah
menyaksikannya" "Nah, semua harta kekayaan yang masih tertinggal disini
boleh kau ambil semuanya."
Sik Jit agak tertegun, kemudian serunya, "Kongcu,
sungguhkah perkataanmu itu?"
Cu Siau hong tertawa. "Tempat ini tempat mana, dan saat ini saat apa"
Mengapa aku mesti membohongi dirimu"'
"Kongcu,. aku....aku...."
"Sebenarnya kau boleh saja mengikuti kami" tukas Cu
Siau hong cepat, "tapi kemungkinan besar kami akan
berjumpa lagi dengan mereka dikemudian hari, bila mereka
sampai melihat dirimu lagi, sudah pasti kau tak akan
dilepaskan dengan begitu saja, dan alangkah baiknya kau
ambil sebagian dari uang emas dan perak tersebut, lalu
mencari suatu tempat yang aman, mengganti nama dan
melanjutkan hidupmu dengan aman tenteram!"
"Budi kebaikan kongcu tak akan hamba lupakan untuk
selamanya, tapi aku percaya mereka tak akan melepaskan
aku dengan begitu saja."
"Tentu saja mereka tak melepaskan dirimu, tapi bagi
pandangan mereka, kau pun bukan seorang tokoh yang
amat penting, meski mereka tak akan melepaskan tapi
mereka pun tak akan mempergunakan banyak tenaga dan
waktu untuk mencarimu, Asal kau bisa menjauhi mereka,
untuk melanjutkan hidup aku rasa masih besar sekali
kesempatannya" Mendadak Sik Jit menjatuhkan diri berlutut ke atas
tanah, kemudian sesudah menyembah satu kali kepada Cu
Siau hong, ujarnya. "Sekararg hamba baru dapat melihat jelas mana orang
baik, mana orangjahat, mana kuncu dan mana siaujin,
ternyata satu sama yang lain terdapat perbedaan yang
begitu besar. "Ambilah uang tersebut dan cepatlah kabur sejauhjauhnya
dari sini, mumpung saat ini mereka masih belum
punya waktu dan kesempatan untuk mencari dirimu,
cepatlah pergi" Setelah mengambil sejumlah uang Sik Jit segera berlalu
dari tempat tersebut. Memandang bayangan punggung Sik Jit yang menjauh,
Ong Peng menghembuskan napas panjang, ujarnya:
'Kongcu, benarkah kau akan melepaskan dirinya dengan
begitu saja?" "Bukankah dia telah melakukan banyak perbuatan
jahat?" "Benar, orang ini merupakan orang yang terjahat
diantara pembunuh-pembunuh tersebut"
"Ong Peng dalam alam semesta ini terdapat suatu
kekuatan maha besar yang mengontrol perbuatan manusia,
siapa yang berbuat kejahatan ia pasti akan memperoleh
ganjarannya, tak usah kuatir, dia pasti tak akan lolos dari
pembalasan tersebut"
"Kongcu, apa yang harus kita lakukan sekarang?" bisik
Ong Peng kemudian. "Sekarang kita harus mencari akal untuk mengangkut
sisa emas dan perak yang masih tertinggal disini, harta
kekayaan tersebut merupakan harta yang tak halal, kita
jangan menyia-nyiakan dengan begitu saja, setelah
kumpulkan harta tak halal tersebut, kita segera
mengundurkan diri dari perkampungan Pek hoa ceng ini"
Ong Peng mengiakan, dia segera membalikkan badan
dan berlalu dari tempat itu. Memandang Seng Hong dan
Hoa Wan yang berada disisinya, kembali Cu Siau hong
berkata: "Coba kalian cari, apakah ditempat ini terdapat tempat
yang digunakan untuk memelihara burung merpati"
Seng Hong dan Hoa Wan mengiakan, mereka pun
membalikkan badan dan berlalu dari situ. Setelah Seng
Hong dan Hoa Wan berlalu pelan-pelan Cu Siau hong
berjalan masuk kedalam ruangan tidur.
Ruang tidur itu di atur dengan sangat mewah dan
megah, selain pembaringan dengan kelambu sutera, kaitan
emas, dindingnya di tutupi dengan kain tirai putih sedang
lantainya ditutupi dengan permadani kuning. Cu Siau hong
memperhatikan sekejap sekeliing tempat itu, kemudian
pelan-pelan berjalan kemuka sebuah almari kayu.
Almari tersebut dengan cepat dibuka, Isi almari itu
adalah pakaian yang bertumpuk-tumpuk.
Dengan cepat Cu Siau hong menyingkirkan pakaianpakaian
itu, benar juga ia segera menemukan sebuah pintu
rahasia. Pada dasar almari kayu itu terdapat lapisan papan yang
tebal, ketika papan tebal itu disingkap maka muncul sebuah
lorong rahasia yang tembus hingga kebawah sana.
Lobang gua itu besarnya lebih kurang setengah kaki dan
cukup untuk diterobosi oleb tubuh seorang manusia,
Tak selang berapa saat kemudian, Ong Peng sekalian
telah muncul kembali disitu. Seng Hong dan Hoa Wan juga
muncul dengan membawa seekor burung merpati.
ooo0ooo Jilid 49 BAG IAN 49 SAMBIL tertawa Cu Siau hong segera menuding ke arah
mulut lorong itu sambil berkata:
"Dari sinilah mereka melarikan diri"
"Tempat ini hanya bisa dilalui beberapa orang saja,
padahal jumlah manusia yang berada dalam perkampungan
Pek hoa ceng ini tidak sedikit'.
"Sekarang duduknya persoalan sudah jelas, rupanya jauh
hari sebelumnya mereka telah menyiapkan jalan untuk
mengundurkan diri, asal perintah diturunkan atau tanda
rahasia dilepaskan mereka dapat segera mengundurkan diri
dari sini" "Kongcu, apakah jauh sebelumnya mereka telah bersiapsiap
untuk mengundurkan diri?"
Cu Siau hong menghela napas panjang, "Aaai, disinilah
letak kehebatannya" demikian ia menerangkan, "kita masih
menyangka diri kita amat pintar dan cekatan, siapa tahu
segala sesuatubya telah berada dalam perhitungan orang
lain, perangkap dari ciu congkoan, kemunculan dari Siang
cengcu kesemuanya itu jelas diatur orang untuk memberi
kesempatan waktu yang cukup bagi mereka untuk
mengundurkan diri, hal mana membuktikan kalau mereka
sudah lama mendapat berita tentang kehadiran kita."
"Kongcu, kita harus melakukan pengejaran dengan
segera, tampaknya mereka belum pergi terlampau jauh"
Cu Siau hong tersenyum. "Sekalipun hendak dikejar juga tak sempat lagi katanya."
"Kongcu apakah kau sudah mempunyai rencana lain
yang jauh lebih matang.?"
Cu Siau hong tidak menanggapi pertanyaan tersebut,
sebaliknya menjawab. "Sekarang kita boleh berangkat bukan?"
"Yaa, boleh" sahut Ong Peng.
Dia membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
Cu Siau hong tidak mengikuti dibelakangnya langsung
meninggalkan perkampungan Pek Hoa ceng. Begitu keluar
dari pintu perkampungan, Cu Siau hong segera berebut
untuk berjalan dipaling muka, dia memimpin beberapa
orang itu menuju ke tengah sebuah hutan.
Cu Siau hong memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, mendadak ia berjalan menuju kebalik semak belukar
dan mengambil beberapa stel pakaian yang kumal, lalu
ujarnya sambil tertawa. "Nah, sekarang kita harus berganti pakaian kumal".
Tampaknya Cu Siau hong telah mempersiapkan segala
sesuatunya, dengau cepat ia telah mengubah anak buahnya
menjali beraneka ragam manusia.
Cu Siau hong sendiri masih tetap membawa Seng Hong
dan Hoa Wan berjalan di paling depan Sementara orang
Ong Peng sekalian membagi diri dalam tiga kelompok,
masing-masing mengenakan pakaian yang berbeda, corak
yang berbeda dan tanda rahasia yang berbeda pula
berangkat berpencar. Cu Siau hong menyamar sebagai seorang pelajar
setengah umur yang tidak lulus ujian sedangkan Seng Hong
dan Hoa Wan menyamar sebagai dua orang anak desa.
Agaknya Cu Siau hong mempunyai sesuatu maksud
tertentu, setiap kali berjalan suatu jarak tertentu, dia selalu
berhenti dan memeriksa keadaan disekitarnya.
Tak lama kemudian mereka sudah menempuh perjalanan
sejauh belasan li lebih. Arah yang ditempuh pun aneh sekali, mereka hanya
berputar-putar sekitar bukit itu'
Hampir sebagian besar mereka lalui padang ilalang yang
lebat serta batuan cadas yang berserakan. Akhirnya tibalah
mereka di muka sebuah lembah bukit.
Bukit itu sesungguhnya tidak terlampau besar, lagi pula
keadaan situasinya juga tidak berbahaya, selain itu bukit
mana terkenal sebagai daerah penghasil batu kumala
sehingga tak sedikit pekerja pencari batu kemala yang
membanting tulang disitu.
Lembah tersebut justru merupakan salah satu tempat
penghasil batu kemala yang terpenting. Oleh karena itu
diseputar mulut lembah terdapat banyak sekali rumah
gubuk tempat kawanan pekerja itu berpondok.
Tapi jelas terlihat, pada waktu itu seluruh pekerja sedang
membanting tulang didalam lembah. Cu Siau hong
menemukan tanda rahasia tersebut menunjukkan ke arah
dalam lembah tersebut. Dari depan mulut lembah, secara
lamat-lamat dapat didengar suara orang mencangkul dan
memukul batu. Seng Hong serta Hoa Wan dengan cepat telah menyusul
tiba, mereka lantas berbisik. "Kongcu, adakah sesuatu yang
mencurigakan?" 'Menurut petunjuk rahasia yang tertera disini agaknya
mereka telah memasuki lembah tersebut".
"Kongcu, mengapa kau tidak langsung masuk kesitu dan
memeriksanya sendiri?"
'Lembah ini merupakan tempat penggalian batu kemala,
sekarang agaknya sedang waktu orang bekerja, semestinya
tidak mungkin orang-orang perkampungan Pek hoa ceng


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengundurkan diri kedalam lembah ini'
"Hamba telah memeriksa keadaan situasi diseputar sini"
kata Seng Hong, "semestinya jarak dari perkampungan Pek
hoa ceng sampai disini tidak terlampau jauh, tadi mereka
berputar dulu satu lingkaran besar sebelum sampai ke mari,
mungkin hal ini sudah mereka persiapkan sebelumnya"
Cu Siau hong manggut-manggut.
"Benar, sepintas lalu tempat ini nampaknya tidak
rahasia, padahal lembah ini aman sekali tiada orang yang
bisa melepaskan diri dari pengawasan para pekerja yang
sedang bekerja di kedua belah sisi bukit, jelas tempat ini
merupakan sebuah perangkap"
"Betul! Sudah pasti sebuah perangkap"
"Tapi, perduli tempat ini sebuah perangkap atau bukan,
kita harus memasukinya dan melihat keadaan"
"Biar aku yang menemani kongcu masuk, sedang Hoa
Wan tetap tinggal dimuka lembah sambil menunggu
kehadiran mereka" "Kalau toh rahasia kita tak terjamin keutuhannya,
mengapa kita tidak masuk dengan cara terang-terangan?"
Tak lama setelah kedua orang itu berjalan masuk, pintu
sebuah rumah bambu lebih kurang dua kaki dari sana
Si Pengumpul Mayat 1 Pendekar Rajawali Sakti 149 Teror Manusia Bangkai Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 5

Cari Blog Ini