Ceritasilat Novel Online

Pendekar Baja 1

Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long Bagian 1


KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Karya Gu Long Judul asli: Wu Lin Wai Shi
Judul Bahasa Inggris: A Fanciful Tale of the Fighting World
Saduran: Gan KL Tahun: 1979 Kontributor: Lynx, Ebook by: Dewi KZ
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Jilid 1 Cuaca buruk, salju bertebaran, bumi seakan akan dilapisi
permadani putih, selepas mata memandang, ribuan li
terbentang, hanya putih melulu tanpa warna lain setitik pun.
Jauh di luar kota Kay-hong, di bawah hujan salju yang lebat,
tertampak dua ekor kuda dibedal kencang, penunggang kuda
di depan mengenakan mantel berbulu tebal, kedua tangannya
tersembunyi di dalam lengan baju. Kudanya gagah tapi
penunggangnya kelihatan lesu dan ogah-ogahan, kepalanya
mengenakan topi kulit rase yang sudah butut, topinya ditarik
rendah hingga tidak jelas raut mukanya.
Kuda yang mengintil di belakangnya juga ditunggangi satu
orang, tapi orang ini mendekam melintang di punggung kuda,
kiranya sesosok mayat yang telah kaku. Karena hawa dingin,
maka wajahnya masih segar dan kelihatan seperti masih
hidup, pakaiannya perlente, warna dan coraknya segar dan
baru, sekujur tubuhnya tidak kelihatan ada bekas luka,
wajahnya masih mengulum senyum, agaknya dia mati dengan
tenteram seolah-olah mati dengan enak.
Entah dari mana datangnya kedua penunggang kuda ini, tapi
arah tujuannya adalah sebuah perkampungan besar yang
terkenal di luar kota Kay-hong. Kini penunggang kuda di
depan sudah dapat melihat perkampungan besar dan megah
yang ditujunya. Perkampungan ini terletak di sebelah barat parit pelindung
kota, ada ratusan wuwungan yang memenuhi tanah seluas
beberapa puluh hektare, perkampungan seluas ini ditandai
dengan pintu gerbang yang tidak pernah tertutup sepanjang
tahun. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Salju di depan pintu gerbang tampak penuh bekas tapal kuda,
tapi tidak kelihatan bayangan seseorang pun, lewat pintu
gerbang itu masuk ke halaman rumah, di bawah emper kiri
terdapat sebuah papan yang penuh bertempelan maklumat
besar-kecil dengan gaya tulisan yang berbeda, kertasnya ada
yang sudah kuning dan tulisan pun luntur karena dimakan
waktu. Memasuki pintu kecil di sebelah kanan orang akan berada
dalam pekarangan yang menghadap ruang kecil, ruangan
yang kosong tanpa pajangan dan perabot kecuali deretan petipeti mati, ada belasan peti mati, semuanya masih baru dan
belum dipelitur, seakan-akan di sini memang tersedia peti mati
entah untuk dijual atau persediaan untuk penduduk kampung.
Padahal hawa amat dingin, tapi tidak kelihatan ada api di
dalam ruangan, dua orang lelaki berpakaian hitam tampak
nongkrong di atas peti mati di deretan paling depan, kedua
orang ini duduk berhadapan sambil minum arak.
Tiga guci arak sudah menggeletak di lantai, tapi kedua orang
ini tidak kelihatan mabuk, padahal perawakan mereka kurus
kering, berwajah kaku dingin, selintas pandang tak ubahnya
wajah patung, tampang kedua orang hampir mirip satu
dengan yang lain, mereka terus minum seperti berlomba saja
dan tanpa bicara. Orang di sebelah kiri buntung lengan
kanannya sebatas siku, tangan yang buntung itu dipasangi
sebuah gancu besar warna hitam legam, beratnya belasan
kati, setiap kali gancunya bergerak seperti hendak menggantol
bolong peti mati, tapi yang digantol hanyalah sebutir kacang
yang kecil terus dilontarkan ke dalam mulut, lepek wadah
kacang sedikit pun tidak tersentuh.
Laki-laki satunya lagi bertubuh utuh, tapi setiap kali habis
meneguk secangkir arak tubuhnya lantas terbungkuk-bungkuk
dan batuk, namun tetap tidak kapok, secangkir demi secangkir
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
arak dituang lagi ke dalam perut, agaknya biar batuk sampai
mampus juga tidak akan berhenti minum. Rupanya dia lebih
rela mati daripada pantang minum arak.
Lewat serambi di sebelah kiri akan sampai ke ruang pendopo,
api unggun tampak berkobar di dalam pendopo, di situ
berderet delapan meja penuh hidangan, semuanya hidangan
kelas satu, ada delapan meja, tapi hanya untuk tujuh orang.
Tujuh orang masing-masing menduduki sebuah meja,
maklum, rupanya ketujuh orang ini tidak mau duduk di
sebelah bawah yang lain, maka tidak ada yang duduk bersama
satu meja. Usia ketujuh orang ini paling-paling baru tiga puluhan, tapi
sikap dan tingkah mereka kelihatan angkuh, seperti orang
gede layaknya. Ketujuh orang ini ada lelaki dan juga ada
perempuan, ada padri, ada preman, ada yang menyandang
pedang, ada yang membawa kantong kulit, yang sama adalah
sorot mata mereka berkilat tajam, jelas Lwekang mereka
cukup tinggi, jelas mereka adalah jago-jago muda dunia
persilatan. Kelihatannya ketujuh orang ini satu sama lain tidak
saling kenal, tapi juga seperti sudah kenal, mereka pasti
bukan datang dari satu tempat, tapi kini serentak berada di
tempat ini, entah untuk apa mereka kemari"
Di belakang pendopo, melewati sebuah serambi pula dan
belok ke kanan terdapat sebuah bangunan lain, suasana sepi,
ruangan di sebelah kiri tertutup rapat namun tercium bau
obat. Sesaat kemudian tertampak seorang anak dengan rambut
digelung kundai membuka pintu keluar dengan membawa
kaleng obat. Kini daun pintu terbentang lebar, tertampak
dalam ruang itu ada tiga orang tua beruban. Seorang bermuka
kurus kuning, duduk di atas ranjang sambil memeluk selimut
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tebal, agaknya sudah lama dia rebah di tempat tidur karena
mengidap sakit. Seorang lagi berperawakan tinggi besar,
gagah dan tampan, alisnya tegak, matanya besar bercahaya,
kedua tangannya putih bersih laksana batu kemala, walau
usianya sudah lanjut, namun masih terbayang bekas
ketampanan masa mudanya dulu.
Orang ketiga bertubuh kekar, pundaknya lebar, dadanya
bidang berotot, jenggotnya kaku, matanya bundar laksana
mata singa, hawa sedingin ini, tapi dia hanya mengenakan
baju tipis, baju di depan dadanya terbuka lebar lagi. Kalau
rambut dan jenggotnya tidak beruban, siapa percaya usianya
sudah tua" Tiga orang ini duduk di depan ranjang, di ujung ranjang sana
ada sebuah meja pendek bertumpuk buku-buku catatan, di
sampingnya adalah belasan ikat pinggang dari berbagai jenis
kain dan warna yang berbeda. Waktu itu si kakek berjenggot
pendek kaku itu sedang membuka ikat pinggang itu satu per
satu, setiap ikat pinggang ditempeli kertas.
Sementara kakek bertubuh tinggi itu memegang pensil dan
kertas, ia mencatat apa yang tertera di atas kertas tempelan
itu, tiada yang tahu apa ini tulisan itu, namun kelihatan muka
ketiga orang ini sangat prihatin dengan dahi berkerut.
Selang sekian lamanya, terdengar kakek tinggi itu menghela
napas, katanya. "Bertahun-tahun berjerih payah,
mengeluarkan biaya yang tidak terhitung banyaknya, namun
yang berhasil kita kumpulkan juga cuma ini saja, semoga ...."
tiba-tiba dia batuk perlahan dan menghentikan kata-katanya,
jelas hatinya tertekan, entah apa yang dikhawatirkannya.
Tapi orang tua yang sakit malah tertawa, ujarnya, "Hasil yang
kita peroleh ini tidak terhitung kecil, yang jelas kita sudah
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
berusaha sekuat tenaga, kuyakin pada suatu hari usaha kita
akan berhasil." "Plak", tiba-tiba kakek berjenggot kaku berkeplok sekali,
katanya lantang, "Ucapan Toako memang benar,
bagaimanapun keparat itu hanya seorang saja, memangnya
dia mampu mencaplok kita bertiga?"
Kakek tinggi tersenyum, ucapnya, "Sepuluh tahun terakhir ini,
ketujuh jago paling top di Bu-lim kini sudah menunggu di
ruang depan. Bila Kungfu ketujuh orang ini benar sama hebat
seperti nama besar mereka, dengan gabungan kekuatan
mereka bertujuh, kuyakin usaha kita ada harapan, yang
kukhawatirkan adalah mereka masih berusia muda, masingmasing suka membawa kemauannya sendiri, satu sama lain
tidak mau mengalah, jadi sukar bekerja sama."
Sementara itu, kedua kuda sudah tiba di depan
perkampungan, laki-laki bermantel tebal itu melompat turun
dari kudanya lalu menghampiri kuda yang lain, memanggul
mayat itu terus masuk ke halaman.
Langkahnya perlahan malas seperti tidak bertenaga, tapi
tangan yang mengempit mayat itu seperti tidak mengeluarkan
tenaga, dia mirip kaum gelandangan yang hidup miskin, tapi
kedua ekor kuda yang jempolan itu ditinggalkan begitu saja,
biar kuda itu dicuri orang juga tidak jadi soal.
Langsung dia mendekati dinding penahan angin, dengan
kemalas-malasan dia mendorong topi bulunya hingga
kelihatan raut mukanya, kiranya dia seorang pemuda tampan,
mulutnya mengulum senyum walau sikapnya tidak acuh,
seperti tidak peduli akan segala sesuatu di sekitarnya, tapi
siapa pun bila melihat tampangnya pasti tertarik dan
bersimpati kepadanya. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Hanya pedang panjang yang tergantung di pinggangnya
dengan sarung pedangnya yang kelihatan kotor dan dekil,
sehingga timbul kesan orang meski pedang itu senjata yang
dapat membunuh orang, tapi berada di pemuda ini rasanya
tidak perlu ditakuti lagi.
Kertas-kertas yang ditempel di dinding itu ternyata semuanya
maklumat tentang orang-orang atau penjahat yang sedang
dicari atau diuber, di mana tercantum nama, umur dan asal
usulnya, kejahatan yang pernah dilakukan, dan berapa besar
upah yang dapat diterima bagi siapa pun yang dapat
membekuknya hidup atau mati, semua penjahat yang dicari
adalah gembong-gembong yang kelewat batas kejahatannya.
Dari maklumat itu dapatlah disimpulkan bahwa akhir-akhir ini
tidak sedikit jumlah penjahat yang mengganas di kalangan
Kangouw, maklumat itu bukan ditandatangani oleh pihak
penguasa yang berwenang, tapi adalah pemberitahuan dari
pemilik atau majikan perkampungan besar ini, Jin-gi-ceng.
Ternyata Cengcu dari Jin-gi-ceng ini berani memberi upah
besar bagi siapa saja yang berhasil menangkap penjahat yang
tercantum dalam maklumat ini, ini memang sesuai dengan
nama besar perkampungan itu, Jin-gi-ceng atau
perkampungan yang mengutamakan keadilan dan cinta kasih.
Pemuda miskin ini langsung mendekati maklumat yang sudah
luntur dan paling lama ditempel di situ, di mana tertulis:
Lay Jiu-hong, 37 tahun, dari aliran Kong-tong, bersenjata
ruyung, tujuh puluh tiga Siang-bun-ting (paku pencabut
nyawa) dalam kantong kulitnya adalah salah satu dari
sembilan belas jenis senjata rahasia paling ganas di Bu-lim.
Orang ini bukan saja licik dan licin, banyak akal muslihatnya,
keji, jahat, merampok dan membunuh korban yang
diperkosanya, segala macam kejahatan dilakukannya. Selama
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
tujuh tahun, setiap bulan sedikitnya satu kali melakukan
kejahatan besar, siapa saja bila dapat membekuknya mati
atau hidup, akan mendapat upah lima ratus tahil perak, janji
pasti ditepati. Tertanda Jin-gi Cengcu Pemuda miskin itu menyobek maklumat itu terus masuk ke
pekarangan di sebelah kanan. Agaknya sudah sering dia
kemari, maka hafal jalannya, kedua laki-laki kurus berbaju
hitam yang bermuka kaku seperti patung itu menoleh waktu
pemuda ini melangkah masuk, mereka saling pandang terus
berdiri bersama. Perlahan si pemuda turunkan mayat itu di atas lantai, lalu
menggeliat, telapak tangan terulur, dia minta upah.
Laki-laki berbaju hitam yang bertangan buntung menggantol
mayat itu serta mengamati mukanya sejenak, sorot matanya
yang semula dingin tampak bercahaya, dia kempit mayat itu
dan melangkah keluar dengan setengah berlari, laki-laki
berbaju hitam yang lain menuang secangkir arak dan
disodorkan. Tanpa bicara pemuda itu menerimanya dan
ditenggak habis, sejak bertemu ketiga orang ini tidak pernah
bicara, seolah-olah orang bisu.
Laki-laki lengan buntung membawa mayat itu ke belakang,
baru dia tiba di pekarangan, kakek tinggi tegap di dalam
kamar telah membuka pintu, melihat dia datang, tanyanya
dengan tertawa, "Siapa pula orang ini?"
Laki-laki buntung melemparkan mayat itu ke tanah bersalju,
lalu jari telunjuknya menuding.
Kakek itu memburu maju dan memeriksanya sejenak, segera
dia berseru girang, "Hah, Lay Jiu-hong!"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kakek berjenggot pendek berlari keluar, ia pun bersorak
senang, "Apa" Sam-jiu-long (serigala tiga tangan) akhirnya
terbunuh juga" Thian memang Mahaadil, siapa yang
membunuhnya?" "Manusia," sahut lelaki buntung berbaju hitam.
Kakek berewok tertawa, makinya, "Keparat, memangnya
bapakmu tidak tahu manusia yang membunuhnya" Kau kira
tikus celurut mampu merenggut jiwanya" Dasar, bicara saja
tidak becus ...." Belum habis ucapannya, tiba-tiba gancu di tangan kanan lelaki
baju hitam terayun, angin menderu, belum serangan tiba,
hawa dingin sudah menyambar. Dengan terkejut kakek
berewok melompat mundur, walau perawakannya besar dan
kekar, tapi gerak-geriknya juga tangkas, meski dia sudah
berkelit dengan cepat, tak urung baju di depan dadanya
tersambar oleh gancu orang.
Hanya menyerang sekali dan si baju hitam tidak melanjutkan
serangan lagi. Keruan kakek berewok naik pitam, makinya gusar, "Dirodok,
main serang, kalau bapakmu sedikit lambat berkelit, apakah
dadaku tidak sobek" Kau anjing ...."
"Samte, tutup mulut," tiba-tiba kakek sakit membentak,


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"bukankah kau tahu watak Leng Sam, kau justru memaki dia,
kan cari penyakit?" Kakek berewok tergelak, katanya, "Aku hanya berkelakar,
memangnya dia mampu memukul aku. Leng Sam, bila kau
mampu memukulku, anggaplah kau memang lihai."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Wajah dan sikap Leng Sam tetap kaku dan dingin, dia tidak
menghiraukan ocehan si berewok, langsung dia mendekati
pembaringan, katanya, "Lima ratus tahil perak!" Berbareng
mendadak tangannya terayun balik memukul pundak si
berewok, kali ini dia gunakan telapak tangan dan tidak
memakai gancu, sebab serangan dengan telapak tangan tidak
mengeluarkan suara. Kontan si berewok kena dipukul terpental dan menumbuk
dinding. Tapi sigap sekali si berewok berdiri lagi dengan
bertolak pinggang, bukan dia yang menggelelok, tapi tembok
itu yang retak, dengan mendelik dia memaki pula, "Bedebah,
mau berkelahi ya?" sembari bicara dia terus menyingsing
lengan baju. Kakek tinggi cepat memburu ke tengah, katanya bengis,
"Samte, adatmu kembali seperti anak kecil lagi?"
"Aku kan hanya tanya ...." omel si berewok.
"Tak perlu tanya lagi," ujar kakek tinggi, "dari keadaan
kematian Lay Jiu-hong, kan dapat kau duga dia pasti terbunuh
oleh pemuda aneh itu?"
"Siapa dia?" tanya orang tua yang rebah di pembaringan.
"Tiada yang tahu siap she dan namanya," ujar si kakek tinggi,
"juga tiada yang tahu asal usul Kungfunya. Tapi dalam
setahun ini dia sudah menyerahkan tujuh mayat orang yang
sudah lama kita uber. Tujuh gembong penjahat yang sekian
tahun tak bisa dibekuk dan upahnya pun tinggi, bukan saja
kejahatan mereka kelewat batas, buas, licik dan
berkepandaian tinggi pula, entah dengan cara bagaimana
pemuda itu dapat membunuh mereka."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Orang tua sakit berkerut kening, katanya, "Sudah tujuh kali
dia kemari, ternyata kalian masih belum kenal siapa dia?"
"Setiap kali datang, tak pernah dia mengucap lebih dari
sepuluh patah kata, kutanya siapa namanya, dia hanya
tertawa dan menggeleng tanpa menjawab," tutur si kakek
jangkung. Tiba-tiba kakek berewok tertawa geli, katanya, "Watak
kerbaunya ternyata mirip Leng Sam, tapi mendingan dia,
masih mau tertawa dan geleng kepala, kalau Leng Sam
sungguh menyebalkan, mukanya kaku dingin seperti mayat
saja." Melotot Leng Sam, cepat si berewok melompat mundur
dengan tertawa, orang tua yang sakit ikut tertawa geli,
katanya kemudian, "Hari ini dari mana kau tahu pemuda itu
pula yang datang?" Kakek tinggi memberi penjelasan, "Setiap korban yang
dibunuhnya wajahnya pasti mengulum senyuman aneh. Setiap
kali pasti kuperiksa dengan saksama, aku tidak habis mengerti
dengan cara apa dia bunuh para korbannya."
Orang tua sakit termenung, si berewok dan si jangkung berdiri
diam dan tak berani bersuara pula.
Kembali Leng Sam ulurkan tangannya dan berkata, "Lima
ratus tahil!" Si berewok tertawa, katanya, "Kan bukan kau yang mau
terima uang, kenapa buru-buru?"
Kedua orang ini perang mulut lagi, tapi orang tua sakit tetap
tenggelam dalam lamunannya seperti tidak mendengar apaapa, sesaat baru dia angkat kepala, katanya perlahan, "Kurasa
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
pemuda ini pasti punya asal usul luar biasa. Kebetulan dia
telah datang, tiada salahnya kita mengundangnya untuk
membantu usaha kita ... Leng Sam, pergilah dan undang dia
makan minum di pendopo ...."
"Lima ratus tahil!" kembali Leng Sam berucap singkat.
Orang tua sakit tertawa, "Di sinilah kebaikan Leng Sam, tak
peduli persoalan apa yang kau suruh kerjakan, tak peduli
siapa kau, jangan harap akan minta kelonggarannya. Setiap
patah katanya takkan berubah, aku sendiri pun jangan harap
akan menggoyahkan keyakinan ... Jite, lekas ambil uang, tapi
setelah Leng Sam menyerahkan uang, anak muda itu jangan
dibiarkan pergi." Setelah menerima uang, tanpa bicara Leng Sam putar badan
terus keluar. Si berewok tertawa pula, katanya, "Budak lebih galak dari
majikannya, sungguh jarang ada di dunia ini."
Orang tua sakit menarik muka, katanya dengan sungguhsungguh, "Dengan Kungfu mereka berdua, jika tidak
mengingat hubungan orang tuanya dengan aku pada masa
dulu, mana mereka sudi menetap di sini dengan merendahkan
derajat mereka" Samte, kenapa kau menganggapnya sebagai
budak?" "Ah, aku hanya bergurau saja," ujar si berewok, "hanya anak
kura-kura yang menganggapnya budak."
Kakek tinggi tersenyum sambil mengawasi orang tua sakit,
katanya, "Jika kau ingin Samte bicara dengan halus, kukira
jauh lebih sukar daripada suruh Leng Sam berbicara."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Selama itu pemuda miskin tadi dan lelaki berbaju hitam tetap
tidak berbicara, namun mereka sudah duduk berhadapan,
secangkir demi secangkir mereka seperti berlomba minum,
setiap menghabiskan secangkir arak lelaki baju hitam lantas
terbatuk-batuk, akhirnya pemuda rudin ini minum makin cepat
dan banyak, dengan cepat guci kosong di lantai telah
bertambah dua. Sambil mengempit bungkusan uang di sebelah kanan, gancu
Leng Sam menyeret mayat dengan langkah lebar datang
kembali, langsung dia lemparkan buntalan uang ke atas peti
mati, lalu menghampiri peti yang lain serta membuka
tutupnya, sekali ayun gancunya, mayat itu dilemparkan ke
dalam peti mati, lalu dia duduk di lantai yang dingin dan
menenggak arak lagi. Kembali si pemuda miskin menghabiskan tiga cangkir arak,
lalu meraih buntalan uang, sambil tertawa dia memberi
hormat terus berdiri. Tapi mendadak Leng Sam berkelebat
mengadang di depannya. Keruan pemuda itu berkerut kening,
sinar matanya seperti ingin bertanya, "Ada apa?"
Terpaksa Leng Sam buka suara, "Cengcu mengundangmu
makan di pendopo." "Ah, mana aku berani," ujar si pemuda.
Beruntun Leng Sam mengucapkan beberapa patah kata dan
rasanya sudah terlalu banyak bicara maka dia tidak mau
omong lagi, waktu pemuda itu menggeser ke kiri, segera ia
pun mengadang ke kiri, bila pemuda itu menyingkir ke kanan,
dia juga mengadang ke kanan.
Akhirnya si pemuda tersenyum lebar, entah cara bagaimana
dia bergerak, sekali berkelebat, tahu-tahu ia sudah berada di
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
belakangnya Leng Sam, ketika Leng Sam membalik tubuh
hendak mengejar, pemuda itu sudah berada di kaki tembok
luar sana, ia mengulap tangan kepada Leng Sam sambil
tertawa. Merasa tidak sanggup menyusul orang, tiba-tiba Leng Sam
ayun gancu terus mengepruk ke batok kepala sendiri. Sudah
tentu pemuda itu kaget, cepat ia melompat balik, belum tiba
di tempat, angin pukulannya telah mendampar lebih dulu,
kontan gancu Leng Sam tergetar miring, namun kulit
kepalanya tetap tergores luka dan mengeluarkan darah, cukup
parah juga goresan ujung gancunya itu, tulang kepalanya
sampai kelihatan. Kaget dan heran pula si pemuda, tanyanya, "Kenapa kau
berbuat demikian?" Darah mencucur membasahi pundak Leng Sam, sama sekali ia
tidak mengerutkan kening, seperti tidak merasakan apa-apa
dia berkata pendek, "Kau pergi, aku mati!"
Si pemuda melenggong, akhirnya menggeleng dan menghela
napas, katanya, "Aku tidak pergi dan kau tidak mati!"
"Ikut aku!" kata Leng Sam, lalu dia mendahului putar badan
dan masuk ke dalam. Dia bawa si pemuda ke pendopo.
"Duduk!" katanya, tanpa melirik kepada orang-orang yang
sudah berada dalam pendopo, lalu tinggal pergi.
Si pemuda memandang orang menghilang di luar pintu, sesaat
dia masih melenggong, akhirnya ia tertawa getir sendiri,
sekenanya dia tarik sebuah kursi, lalu duduk di bagian
samping. Dilihatnya di bagian atas duduk seorang Hwesio
berusia tiga puluhan, mengenakan jubah warna hijau,
tampangnya kereng, sikapnya serius, duduk dengan tegak dan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
membusungkan dada, kedua tangan ditaruh di atas paha,
sejak mula tidak buka suara, matanya menatap jauh ke
depan, ada orang duduk di sampingnya juga seperti tidak
dilihatnya sama sekali. Si pemuda tertawa padanya dan melihat orang tidak
mengacuhkannya, dia juga tidak peduli, ia angkat poci dan
menuang secangkir arak hendak diminumnya sendiri.
Tiba-tiba padri jubah hijau itu membentak dengan suara
tertahan, "Jika mau minum arak, jangan duduk semeja
denganku." Si pemuda melenggong, lalu tersenyum, katanya, "Baiklah."
Ia batal minum arak, dan berpindah ke meja lain.
Yang duduk di meja kedua adalah seorang pemuda tampan
berpakaian mewah, sebelum pemuda rudin ini duduk di
depannya, segera dia berkata dengan ketus, "Aku pun tidak
suka melihat orang minum arak!"
"O," pemuda rudin itu pun tanpa banyak bicara dan langsung
menuju ke meja ketiga. Meja ketiga berduduk seorang gadis jelita berpakaian
serbaputih, dengan tajam dingin dia awasi kedatangan si
pemuda, ia berkerut kening dan cemberut, ternyata pemuda
rudin ini cukup tahu diri, segera dia menuju meja keempat.
Seorang Tojin kurus kering mendadak berdiri, "Cuh, cuh ...."
tiba-tiba dia meludahi setiap hidangan yang berada di depan
mejanya, lalu dia duduk kembali dengan tenangnya.
Dengan tersenyum si pemuda mengawasi Tojin kurus ini, ia
menuju meja kelima. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Yang duduk di meja kelima ini adalah seorang pemuda
bertampang jelek, badan gembrot, dua uci-uci besar menonjol
di kedua pipinya, rambutnya semrawut seperti rumput kering,
seperti tidak ada orang lain di sekitarnya dia tengah melahap
seluruh hidangan yang tersedia, sayur di atas meja hampir
habis disikatnya seorang diri.
Kini si pemuda rudin yang berkerut kening, tengah ragu, tibatiba dari meja sebelah seorang tertawa dan berkata, "Saudara
yang gemar minum arak, silakan duduk di sini!"
Si pemuda menoleh, dilihatnya yang bicara adalah seorang
pengemis bermata satu, mukanya burik, pakaiannya penuh
tambalan dan dekil, dengan tertawa lagi melambaikan tangan
kepadanya, jarak masih jauh, tapi hidung si pemuda sudah
mengendus bau apak dan kecut dari badan si pengemis,
mungkin tidak pernah mandi dan ganti pakaian, tapi tanpa
berkerut kening langsung pemuda itu duduk di kursi yang
ditunjuk, katanya dengan tertawa, "Banyak terima kasih."
Pengemis mata satu berkata, "Ada hasratku mengajak Anda
minum sepuasnya, sayang arak dalam poci sudah kosong.
Mari silakan lahap saja hidangan ini."
Lalu dia angkat sumpit, giginya yang kuning tampak
menjijikkan, lebih dulu dia kecup ujung sumpit, lalu dia jepit
sepotong daging dan diangsurkan ke piring di depan si
pemuda, tanpa periksa si pemuda makan daging itu.
Begitu lahap dia mengunyah daging itu, jangankan daging itu
disumpit oleh si pengemis, umpama daging itu direbut dari
mulut anjing juga akan dilahapnya.
Di sebelah lagi meja ketujuh, berduduk seorang laki-laki
bermuka merah, lagi mengawasi si pemuda yang serbatakKANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
acuh terhadap segala sesuatu itu, agaknya dia sangat tertarik
sehingga duduk melongo dan lupa minum arak.
Seorang kacung cilik berbaju hijau tiba-tiba berlari masuk
membawakan dua poci arak langsung mendekati meja si
pengemis, katanya dengan tertawa, "Maaf, terlambat
mengantar arak!" Lalu dia isi penuh cangkir kedua orang yang duduk
berhadapan ini. Si pemuda tersenyum, "Terima kasih!" dia merogoh saku dan
mengeluarkan seikat uang bernilai seratus tahil terus
diangsurkan ke tangan si kacung cilik.
Kacung itu melongo, katanya tergagap, "Ini ... apa ini?"
Si pemuda tertawa, katanya, "Uang ini kuberi untuk beli
sepatu." Mengawasi uang perak di tangannya, kacung itu terkesima
sekian lamanya, katanya kemudian, "Tapi ... tapi ...."
mendadak dia putar badan terus berlari pergi.
Tidak sedikit dia melihat pemuda hartawan yang royal, tapi
belum ada yang sekali memberi persen sebanyak ini.
Pengemis bermata satu angkat cangkirnya, katanya, "Saudara
memang royal, mari minum secangkir ini!"
Keduanya angkat cangkir dan menghabiskan arak masingmasing. Mendadak pengemis mata satu menahan suara,
katanya, "Dalam beberapa hari ini Cayhe juga ada keperluan
mendesak, entah saudara ...."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Belum habis orang bicara, si pemuda sudah merogoh keluar
empat ikat uang perak dan ditaruh di atas meja, katanya
sambil mendorongnya ke depan orang, "Jumlah sekadarnya ini
silakan saudara terima dengan senang hati."
Lima ratus tahil perak itu diperolehnya dengan tidak gampang,
tapi semudah itu dia berikan uang jerih payahnya kepada
orang yang baru dikenalnya.
Lekas pengemis mata satu meraih uang perak itu terus
disimpan dalam baju, katanya sambil menghela napas,
"Mestinya Cayhe perlu enam ratus tahil, masa saudara sekikir
ini, hanya memberi empat ratus tahil?"
Si pemuda tersenyum, segera dia membuka mantel kulit
berbulu, katanya, "Mantelku ini mesti sudah tua, kukira
nilainya cukup dua ratus tahil, boleh saudara mengambilnya


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula." Setelah menerima mantel itu, si pengemis mengelus-elusnya
lalu meniup bulunya, katanya kemudian, "Bulunya masih baik,
sayang sudah terlalu tua ...." lalu dibolak-balik beberapa kali
mantel itu, "paling banyak dapat digadaikan untuk seratus
lima puluh tahil, harus dipotong lagi rentenya lima belas tahil
.... Ai, apa boleh buat!"
Padahal orang belum pernah kenal padanya, namun sudi
memberi uang dan barang, tapi pengemis ini masih kurang
puas, mengucap terima kasih pun tidak.
Ternyata si pemuda juga tidak peduli, kini hanya baju tipis
saja yang melekat di badannya, ternyata dia seperti tidak
merasa dingin, dengan tertawa dia minum arak pula.
Laki-laki bermuka merah di meja samping mendadak
menggebrak meja, makinya dengan suara keras, "Bangsat
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
yang tidak tahu malu. Kalau tidak berada di Jin-gi-ceng, orang
she Kiau pasti menghajar adat padamu!"
Mendelik mata tunggal si pengemis, bentaknya, "Anak busuk,
siapa yang kau maki?"
Sambil angkat cangkirnya laki-laki muka merah berdiri,
serunya gusar, "Memaki kau, mau apa?"
Tampang si pengemis kelihatan garang dan bengis, tapi
melihat orang lebih galak daripada dirinya, tiba-tiba dia malah
tertawa, ujarnya, "O, kiranya memaki aku. Baik, aku memang
pantas dimaki ...." Keruan pemuda miskin tadi melenggong, juga merasa geli.
Laki-laki muka merah segera menghampirinya dan menepuk
pundaknya, lalu menuding pengemis mata satu dan berkata,
"Saudara, orang ini suka menindas yang lemah tapi takut pada
yang kuat, di mana dan kapan saja dia suka merugikan orang
lain, tanpa sebab kau memberi uang kepadanya, dia justru
memaki kau kikir, manusia macam dia bukankah lebih rendah
dari binatang?" Pengemis mata satu anggap tidak mendengar dan melihat, dia
angkat cangkir dan habiskan araknya sendiri, gumamnya,
"Arak bagus, arak enak! Arak tanpa bayar, siapa yang tak mau
minum sampai puas, kan tolol dia!"
Laki-laki muka merah naik pitam, dia melototi si pengemis.
Mendadak perempuan gembrot bertampang jelek tertawa,
katanya dari tempat duduknya, "Kiau-ngoko, orang ini
memang terlalu, tapi sudah kau maki dia habis-habisan,
sungguh kasihan, boleh kau ampuni saja."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Wajahnya jelek dan tubuhnya buntak, tapi suaranya ternyata
merdu menggetar sukma. Laki-laki bermuka merah, Kiau Ngo, mendengus, katanya,
"Baik, mengingat Hoa-sikoh, hmm ... sudahlah."
Dengan penasaran dia kembali ke tempatnya dan duduk
kembali di kursinya. Hoa-sikoh tertawa, katanya, "Kiau-ngoko memang serbaadil,
melihat orang dirugikan, dia lebih marah daripada orang yang
tertipu ...." Tojin kurus tiba-tiba menyela, "Yang bersangkutan diam saja,
orang lain malah mencak-mencak. Haha, buat apa."
Melihat tabiat orang-orang yang hadir ini serbaaneh, si
pemuda jadi ketarik, wajahnya tetap mengulum senyum, dia
tetap tidak banyak komentar.
Mendadak gelak tertawa ramai berkumandang di belakangnya,
kata seseorang, "Maaf bikin kalian menunggu agak lama!" di
tengah gelak tertawanya, kakek tinggi tegap keluar dengan
langkah lebar. Pengemis mata satu mendahului berdiri menyambut, katanya
dengan tertawa, "Kalau menunggu orang lain, siapa mau. Tapi
menunggu Cianpwe, umpama Cayhe harus menunggu setahun
juga tidak menjadi soal."
Kakek tinggi tergelak, Katanya, "Aha, Kim-tayhiap terlalu
rendah hati." Ia memandang para hadirin, lalu menambahkan, "Hari ini
dapat mengundang Thian-hoat Taysu dari Thian-liong-si di
Ngo-tay-san, Toan-hong Totiang pimpinan Hian-toh-koan dari
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Cengsia, Hoa-san-giok-li nona Liu Giok-ji, Giok-bin-yau-khim Ji
Yok-gi, Ji-tayhiap, Hiong-say (singa jantan) dari Tiang-peksan, Kiau-ngohiap, Kiau-jiu-lan-sim Hoa-sikoh, Kian-gi-yong-wi
dari Kay-pang, Kim Put-hoan, Kim-tayhiap bertujuh, sungguh
Cayhe amat berbahagia dan bersyukur, apalagi masih ada
saudara ...."sorot matanya tertuju kepada si pemuda miskin,
lalu sambungnya dengan tertawa, "Saudara yang masih muda
dan gagah perkasa ini, bolehkah memberi tahu she dan
namamu?" Toan-hong-cu, si Tojin kurus kering menjengek, "Hm, kaum
keroco mana setimpal disejajarkan dengan kami?"
"Betul," si pemuda segera menimpali dengan tertawa. "Cayhe
memang kaum keroco."
Kakek tinggi tertawa, katanya, "Kalau Anda tidak mau
memperkenalkan diri, aku tidak memaksa, terus terang aku
amat kagum pada Kungfumu."
Mendengar tokoh Bu-lim kenamaan ini memuji Kungfu
pemuda lusuh ini, para hadirin sama melirik kepadanya,
namun mereka agak curiga dan tidak percaya. Walau si
pemuda tidak unjuk rasa bangga atau senang, tapi di hadapan
tujuh jago top dunia persilatan masa kini, sedikit pun dia tidak
unjuk kerendahan dirinya, dia hanya tersenyum tak acuh, lalu
tutup mulut lagi. Tiba-tiba Hoa-san-giok-li Liu Giok-ji berkata, "Cianpwe
mengundang kami kemari, entah ada petunjuk apa?"
Pakaiannya serbaputih laksana salju, lehernya dibalut
selendang bulu rase warna putih juga sehingga kelihatan lebih
anggun dan molek, membikin orang mabuk melihatnya.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Pertanyaan nona Liu memang tepat," ujarnya si kakek tinggi,
"memang ada suatu urusan, maka kuundang kalian kemari,
akan kuminta bantuan kalian untuk ikut menanggulanginya."
Bola mata Liu Giok-ji mengerling tajam, katanya dengan
tersenyum manis, "Kami tidak berani menerima
permohonanmu, ada soal apa silakan Li-locianpwe jelaskan
saja." "Asal mula persoalannya, kukira kalian juga sudah tahu,"
demikian ucap si kakek tinggi. "Tapi supaya kalian maklum,
terpaksa kujelaskan lagi ...." ia merandek sejenak, "Seolaholah sudah menjadi tradisi sejak dulu, setiap tiga belas tahun
pasti terjadi sekali huru-hara di dunia persilatan! Sembilan
tahun yang lalu pernah terjadi pula huru-hara yang
menggemparkan, dalam jangka waktu empat bulan ada enam
belas perguruan silat baru muncul di kalangan Kangouw,
dihitung rata-rata setiap bulan ada terjadi sembilan puluh
empat pertandingan atau duel maut, seratus delapan puluh
pertikaian berdarah dan rata-rata ada sebelas orang yang
menjadi korban, entah berapa banyak pula yang gugur tanpa
diketahui ...." sampai di sini dia menghela napas panjang,
"Padahal kekacauan yang terjadi di Bu-lim itu satu dengan
yang lain mempunyai alasan yang serupa, tapi sejak musim
dingin tahun itu, kejadian justru tambah kacau, semakin
porak-poranda." Karena membayangkan peristiwa masa lalu yang
mengenaskan itu, sorot mata kakek tinggi ini tampak rawan
dan guram, agak lama dia termangu lalu menyambung,
"Karena sejak hari raya Tiongciu tahun itu, dalam Bu-lim
mendadak tersiar berita yang amat mengejutkan, katanya Bute-po-kam, kitab yang berisi tujuh puluh dua pelajaran Kungfu
luar dalam ciptaan Bu-te Hwesio yang pernah menggetarkan
Bu-lim pada seratus tahun yang lalu, ternyata disembunyikan
di puncak Hui-gan-hong di Heng-san."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Dia minum arak seceguk untuk membasahi tenggorokannya,
lalu menyambung, "Entah dari mana asal mula berita itu,
namun Bu-te-po-kam memang teramat menarik setiap insan
persilatan, maka kaum persilatan sama percaya akan
kebenaran berita itu, siapa pun ingin memilikinya. Begitu
berita itu tersiar, berbondong-bondong kaum persilatan
datang ke Heng-san, menurut kabar yang tersiar di Kangouw,
sepanjang jalan menuju Heng-san kuda yang mati di tengah
perjalanan karena kelelahan ada ratusan ekor banyaknya.
Demikian pula jago Bu-lim yang berhati tamak, bila bertemu
dengan orang yang juga hendak pergi ke Heng-san lantas
saling labrak, sebab mati seorang kan berarti kurang satu
saingan dan bertambah kesempatan baginya untuk merebut
Bu-te-po-kam itu. Dan yang paling mengenaskan adalah para
pelancong atau peziarah yang tidak tahu apa-apa, banyak
yang ikut menjadi korban teror orang-orang yang tidak
bertanggung jawab." Sampai di sini ceritanya, wajah Kiau Ngo dan Hoa-sikoh
tampak sedih dan haru, sebaliknya sikap Kim Put-hoan dan
Toan-hong-cu tetap tenang saja.
Dengan sedih si kakek tinggi menghela napas, katanya pula,
"Akhir bulan sebelas, salju sudah bertebaran di angkasa,
setiap orang berlomba supaya setindak lebih cepat sampai di
Heng-san, meski di tengah jalan melihat mayat saudara, istri
atau bapaknya sekalipun juga tidak dihiraukan, mayat
bergelimpangan dibiarkan ditelan salju atau dibuat pesta pora
kawanan serigala. Belakangan baru kutahu jago kosen Bu-lim
yang mati dalam perjalanan ke Heng-san ada seratus delapan
puluh lebih, tiga di antaranya adalah cikal bakal sesuatu aliran.
Peristiwa itu telah membuat nama seorang jadi terkenal,
sebab orang ini rela mengorbankan tenaga dan waktunya,
sepanjang jalan ia mengumpulkan mayat serta
menguburkannya." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak Ji Yok-gi menyela, "Apakah orang itu yang dijuluki
Ban-keh-seng-hud Ca Giok-koan?"
"Betul," sahut si kakek jangkung, "pengetahuan Ji-siauhiap
ternyata cukup luas ...."
Ji Yok-gi merasa bangga, katanya, "Pernah kudengar cerita
guruku, katanya tindak tanduk Ca-tayhiap sangat jujur dan
berbudi luhur, kaum persilatan sama menghormat dan
mengaguminya, sayang sekali ia pun menemui ajalnya dalam
peristiwa Heng-san itu, malah kematiannya amat
mengenaskan, mukanya hancur oleh Thian-hun-ngo-bian,
senjata rahasia paling jahat dan beracun, kepalanya menjadi
sebesar ember .... Ai, agaknya Thian tidak mau melindungi
mereka yang baik hati, sungguh sayang."
Karena dipuji berpengetahuan luas, Ji Yok-gi tambah
mencerocos dan apa yang diketahuinya segera dibeberkan
seluruhnya, dia yakin si kakek tinggi akan memberi pujian pula
kepadanya. Tak tersangka si kakek hanya diam saja, entah berduka atau
marah, sesaat kemudian dia baru berkata perlahan, "Bagi
kaum persilatan yang punya sedikit pengetahuan, waktu itu
tentu akan berpikir melulu kekuatan sendiri jelas tak mungkin
bisa merebut Bu-te-po-kam itu, maka tidak sedikit yang
berkomplot dan membentuk kelompok dan mendirikan serikat,
orang-orang yang berhati culas dan licik lantas menghasut dan
mengadu domba. Sebetulnya banyak yang kurang berminat pada nama dan
kedudukan, akhirnya terseret juga oleh kawan atau saudara
seperguruan untuk membantu dan terpaksa terjun dalam
pertikaian itu. Maklumlah ada golongan penjahat berhasrat
merebut Bu-te-po-kam itu supaya dapat malang melintang di
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kangouw. Demikian pula para pendekar menjadi khawatir, bila
pusaka itu jatuh ke tangan orang jahat, dunia tentu tidak akan
aman, maka mereka saling berlomba untuk merebut pusaka
itu dengan cara masing-masing. Dalam jangka tiga hari, ada
dua ratusan jago top dunia persilatan yang berkumpul di Huigan-hong, yang berkepandaian rendah sudah menemui ajal di
bawah puncak, maka yang berhasil mencapai puncak itu jelas
adalah pesilat kelas tinggi."
Agaknya si kakek jangkung memang pandai pidato, rangkaian
ceritanya pun menarik, suaranya mantap bertenaga, terdengar
dia melanjutkan, "Jago top persilatan itu datang dari berbagai
penjuru, di antara mereka termasuk Ciangbunjin tujuh aliran
besar, gembong-gembong iblis yang sudah lama
mengasingkan diri pun tidak sedikit jumlahnya. Dua ratusan
orang yang terbagi dalam dua puluh tujuh kelompok itu
mengadakan pertempuran atau duel sengit secara bergilir ...."
Sampai di sini dia menghela napas, "Dalam sembilan belas
hari itu, puncak Hui-gan-hong diliputi hawa pedang melulu,
tiada burung terbang ke sana atau binatang berkeliaran, siapa
pun dia, betapa tinggi Kungfunya, asal sudah berada di Huigan-hong, maka jangan harap bisa tenteram sekejap pun,
sebab setiap gerak langkah bisa jadi mengundang maut,
umpamanya Tiong-ciu-kiam-kek mati pada saat dia makan,
disergap orang. Ban-seng-to Ji-lopiauthau terpenggal
kepalanya pada waktu tidur, maka siapa takkan kebat-kebit
menjaga keselamatan sendiri dalam suasana yang
menegangkan itu, sampai makan dan tidur pun menjadi
persoalan bagi mereka. Pertempuran sengit yang berlangsung beberapa hari,
ditambah ketegangan yang mencekam, banyak menimbulkan
tekanan jiwa bagi mereka, orang yang biasanya berjiwa luhur
bukan mustahil bertindak keji dan buas, Giok-hian-cu,
Ciangbunjin atau ketua Heng-san-pay selama lima hari lima
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
malam tidak makan dan minum, setelah merobohkan enam
lawan tangguh, tiba-tiba jadi gila, Ciok-ki Totiang yang
menjadi sahabat kentalnya juga tiba-tiba dibunuhnya, lalu dia
terjun ke dalam jurang mengakhiri hayatnya."
"Prang", tiba-tiba ada cangkir arak jatuh dan pecah, kiranya
saking tegang mendengarkan, tangan Hoa-sikoh jadi gemetar
dan cangkir yang dipegangnya terlepas. Hadirin juga
terkesima mendengar cerita itu, suara cangkir pecah yang
mendadak ini pun membikin kaget mereka.
Perlahan si kakek jangkung merapatkan pelupuk matanya,
"Setelah bertempur mati-matian selama sembilan belas hari,
dua ratus jago kosen di Hui-gan-hong tinggal sebelas orang
saja yang masih hidup, nama sebelas orang ini pun terluka
parah, Lwekang dan Kungfu mereka tidak lagi bertahan
seperti semula. Jago inti seluruh Bu-lim boleh dikatakan telah
gugur dalam peristiwa itu.


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selama lima ratusan tahun, tidak jarang terjadi pertempuran
besar-kecil di kalangan Kangouw, tapi korban yang jatuh
paling besar terjadi pada peristiwa Heng-san itu."
Sampai di sini ceritanya, matanya yang terpejam tampak
cucurkan dua baris air mata.
Perlu diketahui bahwa kakek tinggi ini dulu bergelar Put-paysin-kiam (pedang sakti tak terkalahkan) Li Tiang-ceng,
sementara orang tua sakit itu adalah Thian-ki-te-ling (bumi
sakti rahasia alam), Jin-tiong-ci-kiat (manusia genius di antara
sesama) Ki Ti, dan si berewok Khi-tun-to-gu (kalau marah
menelan kerbau) Lian Thian-hun, ketiga orang tua ini
mengangkat saudara. Mereka adalah tiga orang di antara kesebelas orang yang
masih hidup dalam peristiwa Heng-san itu. Betapa seram dan
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
mengerikan kejadian masa itu, sampai sekarang masih
mengirik bila mengenang dan membicarakannya.
Agak lama keadaan pendopo itu menjadi sunyi, akhirnya Li
Tiang-ceng bersuara pula, "Yang paling menyakiti hati adalah
kejadian itu sendiri hakikatnya hanyalah suatu tipu muslihat
belaka. Aku bersama Ki-toako, Lian-samte, Hong-hoat Taysu
dari Siau-lim, Thian-hian Totiang dari Bu-tong, dan pendekar
besar sakti Kiu-ciu-ong Sim Thian-kun akhirnya tiba di gua
tempat penyimpanan pusaka itu. Kala itu kami berenam sudah
kehabisan tenaga, dengan kekuatan kami baru berhasil
menggeser batu besar yang menyumbat mulut gua, ternyata
gua itu kosong melompong, di atas dinding tertulis huruf besar
warna merah darah yang berbunyi: 'KALIAN TERTIPU' ...."
Kejadian sudah beberapa tahun berselang, tatkala mengucap
kedua patah kata itu, masih terasa betapa penasaran hatinya,
suara pun gemetar. Sambil mendongak dia menghela napas panjang, lalu
meneruskan, "Melihat tulisan besar itu, kecuali Ki-toako, kami
jatuh pingsan saking gusar dan penasaran. Waktu aku siuman
kembali, kudapati Sim-tayhiap dan Hong-hoat Taysu ternyata
sudah ... sudah mati di dalam gua .... Ternyata kedua
pendekar besar ini amat malu dan kecewa, mengingat korban
yang jatuh sebanyak itu, mereka sedih bukan main, akhirnya
menumbukkan kepala ke dinding dan mati seketika dengan
kepala pecah, luka Thian-hian Totiang paling parah, sekuat
tenaga dia meronta meninggalkan tempat itu kembali ke Butong-san, sayang lukanya tak bisa disembuhkan akhirnya ia
pun meninggal. Tinggal kami tiga bersaudara ... kami masih
tamak hidup sampai sekarang ...." suaranya tersendat tak
mampu meneruskan ceritanya pula.
Dari berita yang tersiar di kalangan Kangouw, para hadirin
sudah tahu akan kejadian itu, kini mendengar ulang cerita itu
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
dari mulut orang yang langsung bersangkutan dengan
peristiwa itu, tak urung mereka sama terbeliak, pemuda rudin
itu pun tertunduk lesu sambil memejamkan mata.
Mendadak si Singa Jantan Kiau Ngo menggebrak meja,
serunya, "Mati-hidup adalah suratan takdir, namun ada
perbedaan enteng dan beratnya. Bahwa Li-locianpwe masih
hidup, namun harus menanggung tugas kewajiban seberat
gunung, mana boleh diartikan sebagai tamak hidup. Bila Lilocianpwe juga gugur dalam peristiwa Heng-san itu, sekarang
Jin-gi-ceng mana bisa berdiri untuk membela dan menegakkan
keadilan di dunia Kangouw."
Li Tiang-ceng menghela napas, ujarnya, "Dalam tragedi di
Heng-san itu, meski golongan putih dan aliran hitam banyak
yang gugur namun jago-jago kelas dua dari aliran putih,
sembilan di antara sepuluh juga ikut gugur, orang-orang
golongan hitam kebanyakan licin dan licik, melihat situasi tidak
menguntungkan, tidak sedikit yang mengundurkan diri dari
pertarungan sengit itu, maka pihak mereka sedikit yang jatuh
korban, hingga yang jahat lebih kuat dari kaum pendekar, bila
situasi dunia persilatan berubah jadi begini, bukankah dosa
kami bertiga akan bertambah besar" Karena itu, bersama Kitoako kami gunakan upah besar untuk menghukum dan
membekuk durjana-durjana besar itu, kuyakin usaha kami tadi
bukan saja akan membakar semangat kaum pendekar, bagi
kalangan hitam mereka, demi memperoleh upah besar itu,
tentu mereka juga akan saling bunuh sendiri."
Hoa-sikoh menghela napas, katanya, "Ki-locianpwe memang
tidak malu dipandang sebagai orang pintar nomor satu dalam
dunia persilatan." "Akan tetapi untuk menunjang usaha besar ini kami
memerlukan dana yang besar, kami bertiga telah mondarmandir ke sana kemari untuk mencari dana dan donatur,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
delapan belas keluarga besar yang kaya raya bersedia
merogoh kantongnya, namun jumlahnya masih terbatas.
Syukurlah keturunan Kiu-ciu-ong Sim-tayhiap suruh orang
menjual seluruh harga peninggalan pendekar besar itu dan
diantar kemari. Sim-tayhiap berasal dari keluarga bangsawan,
punya kedudukan tinggi di kalangan pemerintahan, dapatlah
dibayangkan betapa besar harta peninggalan keluarganya,
kurasa sejak zaman dulu belum pernah ada orang yang
berhati sosial sebesar ini kepada kepentingan kaum Bu-lim."
Singa Jantan Kiau Ngo berkeplok sambil memuji, "Nama besar
Sim-tayhiap tersohor di seluruh jagat, tak nyana anak didiknya
ternyata juga berjiwa besar, di mana sekarang orang itu"
Orang she Kiau ingin sekali bersahabat dengan dia."
Li Tiang-ceng menghela napas, ucapnya, "Kami bertiga juga
sudah tanya kepada pengantar harta keluarga Sim itu tentang
jejak Sim-kongcu, supaya kami bisa langsung menyatakan
terima kasih kepadanya, tapi orang itu bilang setelah Simkongcu menjual harta benda dan membubarkan keluarga,
seorang diri lantas merantau entah ke mana. Dan yang patut
dipuji adalah Sim-kongcu itu masih bocah berusia belasan
tahun, namun sudah punya kesadaran dan berjiwa besar,
siapa takkan kagum dan menaruh hormat kepadanya."
Hoa-san-giok-li Liu Giok-ji menghela napas, katanya, "Entah
gadis siapa dapat menikah dengan pemuda seperti dia, tidak
sia-sialah hidupnya ...."
Giok-bin-yau-khim Sin-kiam-jiu Ji Yok-gi menceletuk dengan
nada dingin, "Pemuda gagah perkasa yang dermawan seperti
ini, tidak cuma Sim-kongcu saja."
Liu-Giok-ji melirik hina, jengeknya, "Apa kau pun termasuk di
antaranya?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pemuda rudin tertawa dan menceletuk, "Sudah tentu Ji-heng
ini termasuk satu di antaranya."
Ji Yok-gi mendelik gusar, semprotnya, "Memangnya kau
setimpal memanggilku Ji-heng?"
"Ya, ya, tidak setimpal, maaf, maaf ...." pemuda miskin itu
tertawa geli. Liu Giok-ji melirik si pemuda, jengeknya, "Lelaki tak berguna,
sungguh memalukan kaum lelaki saja."
Tapi pemuda itu anggap tidak mendengar. Sebaliknya alis
Singa Jantan Kiau Ngo berkerut, agaknya dia ingin membela.
Demikian pula Hoa-sikoh mengerling tajam ke arah si pemuda,
sorot matanya tampak kagum dan memuji.
Sebelum orang lain bicara pula, Li Tiang-ceng berdehem
sekali, lalu berkata, "Sudah sembilan tahun kami tiga
bersaudara menguasai Jin-gi-ceng. Selama sembilan tahun ini,
musuh yang menyerbu kemari ada ratusan kali, sembilan dari
sepuluh bagian Kungfu kami bersaudara telah lenyap, kalau
tidak dibantu oleh para sahabat dan pembantu setia terutama
Leng-keh-heng-te (saudara keluarga Leng), Jin-gi-ceng
mungkin sejak lama sudah bubar. Upah yang telah dikeluarkan
oleh Jin-gi-ceng ada puluhan laksa tahil, tapi modal utama
yang berhasil kami kumpulkan sejak mula belum pernah
berkurang sepeser pun, semua ini berkat usaha Leng-jite yang
pandai mengatur dan berdagang, setahun penuh dia mondarmandir keluar, keuntungan sudah cukup untuk biaya
pengeluaran sehari-hari. Ketiga saudara ini bekerja keras, bukan saja mereka tidak
mengejar nama dan pangkat, juga tidak memikirkan
keuntungan pribadi, bahwa Jin-gi-ceng dapat tegak berdiri
seperti sekarang juga berkat tunjangan mereka. Kami bertiga
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
justru hanya membonceng keberhasilan mereka saja, kalau
dibicarakan sungguh memalukan dan harus disesalkan."
"Li-locianpwe terlalu merendah ...."ujar Liu Giok-ji. "Engkau
malam ini mengundang Wanpwe kemari, entah ada petunjuk
apa?" "Bahwa pusaka terpendam di Heng-san dulu hanya
merupakan muslihat, tapi setelah peristiwa Heng-san itu
memang diketahui harta peninggalan yang tak ternilai
banyaknya." Kim Put-hoan terbeliak, serunya, "Harta apa?"
"Dua ratus jago kosen yang mampu naik ke Hui-gan-hong
semua adalah orang-orang ternama, Kungfu mereka berbeda,
orang-orang itu tahu setelah mencapai tempat tujuan,
harapan hidup kemungkinan sangat tipis, khawatir Kungfu
sendiri putus turunan, maka tidak sedikit yang telah
meninggalkan buku catatan tentang pelajaran silat dan harta
benda yang mereka miliki, padahal di antara mereka banyak
yang tidak punya murid atau keturunan, bila punya keturunan
juga sudah gugur di tengah perjalanan, maka menjadi
masalah bagi mereka kepada siapa harus menyerahkan
warisannya itu, akhirnya mereka menyembunyikan
peninggalan itu di suatu tempat rahasia, jika diri sendiri kelak
tidak bisa mengambilnya, biarlah ditemukan oleh siapa saja
yang berjodoh .... Waktu itu nama Ban-keh-seng-hud Ca Giok-koan sedang
tenar-tenarnya, kaum persilatan sama memuji tindakannya
yang gagah dan bajik, apalagi biasanya Ca Giok-koan memang
suka bersahabat dan tidak kikir mengeluarkan duit, para
kesatria ternama di kalangan Kangouw tidak sedikit yang
bersahabat dengan dia, maka pada waktu menyembunyikan
barang peninggalan mereka, siapa pun tiada yang
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
merahasiakan hal ini di hadapannya, malah banyak yang
sengaja menunjukkan tempat penyimpanan peninggalan itu
kepadanya, jika mereka mati mereka titip supaya
peninggalannya itu diatur semestinya."
Li Tiang-ceng menghela napas pula, lalu menyambung,
"Setelah tragedi Heng-san itu, di antara sebelas orang yang
masih hidup juga ada tujuh orang yang pasrahkan
peninggalan mereka kepada Ca Giok-koan. Bahwa akhirnya
mereka masih hidup sudah tentu akan mengambil pulang
barang peninggalan mereka itu, tak nyana setiba mereka di
tempat penyimpanan, barang mereka itu sudah hilang. Di
tempat penyimpanan itu mereka hanya menemukan secarik
kertas kecil dan tertulis dua huruf 'kalian tertipu'."
Rentetan peristiwa akibat tragedi di Heng-san itu ternyata
merupakan rahasia yang belum diketahui orang banyak, maka
hadirin sama tersirap darahnya, seru Ji Yok-gi dengan
tergagap, "Tapi ... bukankah Ca-cianpwe sudah mati
keracunan ...." "Tiada orang yang menyaksikan bahwa Ca Giok-koan benarbenar sudah mati, bukan mustahil dia sengaja mencopot baju
sendiri dan dipakaikan pada mayat orang lain, apalagi, setelah
Ki-toako memerhatikan gaya tulisannya, huruf 'kalian tertipu'
itu ternyata mirip dengan tulisan tangan Ca Giok-koan, lalu
kami menyelidiki lebih cermat tentang berita adanya pusaka
terpendam di Hui-gan-hong di Heng-san itu, enam orang di
antara sepuluh orang mendengar berita itu dari mulut Ca
Giok-koan. Para jago kosen Bu-lim itu percaya kepada Ca
Giok-koan, maka di luar sadar mereka berita itu tersiar
semakin luas dan santer di luaran, makin luas juga makin
terasa benar." Terunjuk rasa gemas pada wajahnya, katanya pula, "Agaknya
dia sudah lama merencanakan siasat licik ini, bahwa dia
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
berbuat demikian, bukan saja bisa menghancurkan kekuatan
Bu-lim hingga dia dapat merajai dunia persilatan, sekaligus
menjadikan berbagai ilmu silat kelas tinggi yang waktu itu
menjagoi dunia persilatan selanjutnya putus turunan,
sebaliknya dia yang memperoleh peninggalan ilmu silat dan
harta tokoh-tokoh besar itu, mendapat rezeki nomplok dan
malang melintang di jagat ini dan tiada yang mampu
menandingi dia. Selama beberapa tahun ini, dia tidak pernah
muncul, tentunya sedang memperdalam dan mempelajari
berbagai Kungfu aliran-aliran besar itu. Kuyakin dalam waktu
dekat ini bila latihannya sudah sempurna, pasti dia akan
keluar kandang." Mencelus perasaan semua orang, siapa pun tak berani buka
suara. Akhirnya Thian-hoat Taysu dari Ngo-tay-san angkat bicara,
"Kalau betul demikian kejadiannya, maka Ca Giok-koan
sungguh terhitung manusia durjana dan laknat di kalangan
Bu-lim. Namun semua ini tanpa bukti, jelas tidak mungkin
menuduh biang keladi dari tragedi itu adalah Ca Giok-koan,
entah Li-locianpwe sependapat tidak dengan pendapatku ini?"
suaranya kalem tapi lantang, pendapatnya adil dan jujur, sejak
Hong-hoat Taysu dari Siau-lim gugur, memang tidak malu dia
dianggap sebagai padri agung nomor satu di Bu-lim masa kini,
nama besarnya sekarang sudah lebih unggul daripada
Ciangbunjin Siau-lim-pay Jin-sim Taysu.
"Bagus sekali uraian Taysu, bagus sekali. Itulah salah satu
sebab kenapa kami mengundang kalian berkumpul di sini ....
Tiga tahun kemudian kami mengetahui munculnya seorang
aneh di luar perbatasan Giok-bun-koan, jejak orang ini tidak
tentu, jahat atau baik tidak pasti. Yang menarik perhatian
adalah orang ini membekal inti ilmu silat dari berbagai aliran
terkemuka, setiap kali turun tangan selalu berbeda jurus
serangannya, pernah orang menyaksikan, sekaligus dia
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
melancarkan ilmu silat ajaran Bu-tong, Siau-lim, Go-bi, Kongtong dan Kun-lun, lima aliran besar yang tidak pernah
diwariskan kepada sembarangan orang, padahal Ciangbunjin
kelima aliran besar sendiri juga belum pernah mempelajari
ilmu yang dia mainkan itu."
Hadirin saling pandang, perasaan tertekan, darah tersirap.
"Dan lagi sepak terjangnya teramat luar biasa, hidupnya
mewah, suka berfoya-foya, setiap perjalanannya selalu diikuti


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ratusan pembantu, biaya yang dikeluarkan dengan sendirinya
sangat besar, setiap hari mendekati sepuluh ribu tahil perak.
Sejak muncul tiada orang tahu nama dan asal usulnya, jarang
orang tahu di mana tempat tinggalnya yang pasti, hanya jelas
bahwa dia datang dari luar perbatasan, di sana dia
mengumpulkan manusia jahat sebagai komplotannya,
sekarang kekuatannya makin melebar, kabarnya sudah
merembes ke daerah Tionggoan, agaknya berambisi
mencaplok dunia ini."
"Mungkinkah orang itu Ca Giok-koan adanya?" tanya Ji Yok-gi.
"Begitu orang muncul, Ki-toako sudah curiga bahwa orang itu
mungkin Giok-koan, orang segera kami sebarkan untuk
menyelidiki jejaknya dan mencari tahu asal usulnya, tidak
sedikit bahan yang kami terima tentang riwayat hidup Ca
Giok-koan, semakin banyak bahan yang berhasil dikumpulkan,
semakin besar keyakinan kami bahwa orang itu memang patut
dicurigai, tapi juga menakutkan."
"Betul," ucap Thian-hoat Taysu setelah merenung sejenak,
"orang-orang di seluruh jagat sama tahu jiwa pendekar Bankeh-seng-hud Ca Giok-koan, tapi bagaimana sejarah riwayat
hidupnya sebelum dia ternama, jarang ada yang tahu."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Mungkinkah ketenaran namanya itu juga merupakan muslihat
keji?" cetus Ji Yok-gi pula.
Kata Li Tiang-ceng, "Kami telah menghabiskan lima puluh
laksa tahil perak, mengerahkan ribuan orang, akhirnya
berhasil juga membentuk suatu ikhtisar riwayat hidupnya.
Baru saja kami selesai menurut catatan hasil penyelidikan
kami itu, boleh silakan kalian memeriksanya dulu, lalu
dirundingkan lagi bersama."
Dia lantas menggantung segulung kertas di atas dinding dan
membeberkan ke bawah, habis itu dia berpaling keluar
jendela, agaknya dia berjaga-jaga bila ada orang yang tidak
berkepentingan mendadak menerjang masuk.
Saat itu si kacung kecil berbaju hijau berjalan masuk
membawa pensil dan kertas serta dibagikan kepada kedelapan
tamu. Gulungan kertas itu terdiri dari dua lembar, lebarnya lebih
setombak, bentuknya mirip lukisan, pigura keluarga
bangsawan yang sering menghiasi ruang tamu. Di atas kertas
penuh tertulis huruf kecil. Yang sebelah kiri begini bunyinya:
Nama: Sebelum berumur dua puluh bernama Ca Liang, dua
puluh sampai dua puluh enam bernama Ca Ing-bing, dua
puluh enam sampai tiga puluh tujuh bernama Ca Lip, setelah
tiga puluh tujuh bernama Ca Giok-koan.
Asal usul: Ayah bernama Ca It-ping, hartawan besar di Oktiong, ibunya bernama Li Siau-jui, gundik ketujuh Ca It-ping,
punya enam belas saudara, Ca Giok-koan adalah yang
termuda. Sejak kecil sudah kelihatan cerdas, suka menirukan
suara orang maka dia fasih berbahasa banyak daerah, sejak
ternama mengaku sebagai orang asal Tiongciu dan semua
orang percaya. Waktu Ca Giok-koan berusia empat belas, tiga
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
puluh orang anggota keluarganya mati secara misterius dalam
sehari, Ca Giok-koan mewarisi harta kekayaan orang tuanya,
maka dia bebas bergaul dan bersahabat dengan komplotan
Wan-yang Oh-tiap-pay, komplotan penjahat yang sering
merampok, membunuh dan memerkosa, tiga tahun kemudian
warisan keluarganya ludes untuk foya-foya, sejak itu Ca Giokkoan mencukur rambut menjadi Hwesio.
Perguruan: Usia tujuh belas masuk biara Siau-lim menjadi
padri pencari kayu bakar dan dipekerjakan di dapur, karena
mencuri belajar Kungfu akhirnya diusir dari perguruan. Usia
dua puluh karena kemahiran bicaranya dia mendapat
kepercayaan Thian-lam-it-kiam Su Siong-siu, Pangcu dari Capji-lian-hoan-oh (dua belas pelabuhan) dan diterima sebagai
murid, selama enam tahun belajar, Ca Giok-koan mengadakan
hubungan gelap dengan gundik gurunya, suatu ketika
menyikat harta simpanan Su Siong-siu dan minggat bersama
gundik gurunya. Saking gusar Su Siong-siu mengerahkan
seluruh anggotanya untuk mengejar jejaknya, karena
terdesak, terpaksa Ca Giok-koan lari keluar perbatasan, gundik
gurunya, Kim-yan, diserahkan kepada Sek-mo (iblis cabul) Jitsim-ang sebagai upeti untuk dapat diterima dalam perguruan
baru ini, dalam waktu sepuluh tahun ternyata dia berhasil
meyakinkan Kungfu Jit-sim-pay dengan sempurna. Waktu itu
Jit-sim-ang juga mati mendadak, maka Ca Giok-koan kembali
ke Tionggoan, kini dia muncul sebagai pendekar berbudi luhur
yang rela berkorban demi membantu orang lain, pertama dia
merangkul orang-orang gagah di daerah kedua sungai besar,
Cap-ji-lian-hoan-oh berhasil disikatnya habis, Thian-lam-itkiam terbunuh hingga namanya terkenal."
Wajah: Mukanya putih bersih seperti batu giok (jade, kemala)
ujung alisnya agak melambai ke bawah, hidungnya seperti
paruh elang, bibir tebal, nafsu berahinya besar, dua ujung
bibir terdapat tahi lalat kecil, tepat di tengah alisnya terdapat
uci-uci, pandai berdandan, suka mengenakan pakaian
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
mutakhir dengan potongan badan yang atletis, suka warna
ungu. Kedua tangannya mulus terpelihara baik seperti tangan
orang perempuan, jari tengah mengenakan cincin emas
bermata zamrud, setiap bicara suka menggerakkan tangan
untuk memamerkan kebersihan dan keindahan tangannya.
Hobi: suka minum arak, makan bakmi dengan iringan arak
Mo-tay, Ko-liang dan Tik-yap-ceng yang keras. Hidangan yang
digemari adalah panggang keong sawah, tiram goreng atau
daging ular, daging babi pantang makan. Mahir menunggang
kuda, sering seorang diri mencongklang kuda sekencang angin
hingga kuda mati di bawah cambukan, suka berjudi,
taruhannya besar. Suka berburu, terutama memburu wanita
cantik, nafsunya terlalu besar, setiap malam takkan puas
sebelum tidur dengan dua orang perempuan.
Ciri-ciri: Mahir bicara dan pidato, pandai menyelami perasaan
orang, tokoh ternama akan merasa rugi bila tidak bersahabat
dengan dia, bila bicara selalu tersenyum, habis membunuh
orang pasti mencuci bersih kedua tangannya, senjata yang
digunakan bisa ternoda darah terus dibuang, mahir
menggambar dan ahli tulis-menulis.
Dalam gulungan kertas ini memuat riwayat singkat Ca Giokkoan, hidupnya memang banyak gaya ragamnya, para hadirin
sama berubah air mukanya demi membaca riwayat hidupnya
ini. Sementara tulisan pada sebelah kanan berbunyi:
Nama: Penduduk di luar perbatasan Giok-bun-koan biasa
memanggilnya "Hoan-hi-ong" (raja gembira), nama aslinya
tidak jelas. Asal usul: Tidak jelas. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Perguruan: Tidak jelas, namun mahir Kungfu berbagai aliran
yang biasanya dirahasiakan.
Wajah: Alisnya melambai ke bawah, memelihara jenggot,
hidungnya bengkok, suka berdandan, setiap hari ada juru
rawat yang menyisir rambut dan jenggotnya, perawakan
tinggi, pakaiannya pilihan, hidupnya mewah, kalau bicara suka
mengelus jenggot-jenggotnya, mulus tangannya indah, jari
tengah tangan kiri mengenakan tiga cincin emas bermata
zamrud, cincin itu merupakan senjata kemahirannya.
Hobi: Ukuran minumnya cukup mengejutkan, suka hidangan
yang aneh-aneh, pantang daging babi, setiap perjalanan selalu
dikerumuni perempuan cantik. Sering berjudi dengan
hartawan besar atau buaya darat yang berkuasa dengan
taruhan besar. Ciri-ciri: Pandai bicara, suka tertawa, royal dan suka menjamu
tamu, biaya hidupnya sepuluhan ribu tahil setiap hari, suka
menjaga kebersihan, tidak peduli siapa pun tamunya bila
kelihatan kotor kontan diusirnya. Pengikutnya ada tiga puluh
enam pasukan kilat, semua adalah pemuda-pemuda kekar
yang mahir menunggang kuda, bersenjata pedang, jurus ilmu
pedangnya hanya tiga belas permainan, tapi gerak tipunya
teramat keji dan lihai, meski jago Bu-lim yang paling kosen
juga jarang yang mampu melawan ketiga belas jurus ilmu
pedangnya. Di samping itu terdapat pula empat duta besar yang
merupakan orang kepercayaan Hoan-hi-ong yang disebut duta
arak, duta warna, duta harta, dan duta hawa. Mereka adalah
anak buah Hoan-hi-ong yang paling dipercaya, jarang berada
di sampingnya karena keempat duta ini masing-masing
mengemban tugas istimewa.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Duta arak bertugas mencari arak bagus, arak mahal, arak
yang jarang ada di dunia ini. Duta warna bertugas
mengumpulkan perempuan cantik. Duta harta mengurus
kekayaan dan mencari dana untuk biaya hidup sehari-hari.
Hanya duta hawa saja yang selalu berada di kiri-kanan Hoanhi-ong, bila orang berani kurang ajar di hadapan Hoan-hi-ong,
duta hawa akan segera memenggal kepalanya. Keempat duta
punya tabiat yang berlainan dan aneh, memiliki Kungfu tinggi
yang tidak terukur lihainya.
Habis membaca data-data yang tercantum di atas kertas itu,
para hadirin sama duduk terlongong, sampai sekian lama
mereka mulai mencatat di atas kertas yang diterima masingmasing. Akhirnya Li Tiang-ceng berkata pula dengan suara berat,
"Apakah kalian sudah melihat titik terang persamaan antara
kedua orang ini?" Ji Yok-gi suka jual lagak, dia mendahului bicara, "Ada tiga
belas titik persamaan dari kedua orang ini. Wajah putih, alis
melambai, hidung bengkok, perawakan tinggi, tangan bagus,
pakaian mewah, suka minum arak, gemar paras ayu, suka
judi, senang hidangan aneh-aneh, pantang daging babi, jari
tangan mengenakan cincin berbatu, bila bicara disertai
gerakan tangan ... mengelus jenggot juga termasuk gerak
tangan bukan?" sekaligus dia sebutkan ketiga belas
persamaan itu, maka wajahnya menampilkan rasa bangga.
Tak tersangka Hoa-san-giok-li Liu Giok-ji tiba-tiba menceletuk
dengan dingin, "Masih ada dua hal yang belum kau sebut."
"Dua hal apa?" tanya Ji Yok-gi sambil berkerut kening.
"Bibir Ca Giok-koan tebal dan ada tahi lalat di ujung bibirnya,
Hoan-hi-ong justru memelihara jenggot. Di tengah alis Ca
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Giok-koan ada uci-uci, di tengah alis Hoan-hi-ong ternyata
terdapat bekas luka. Kedua tanda ini kelihatannya tidak ada
persamaannya, tapi bila mau diperhatikan orang akan tahu
persamaannya. Dan lagi kedua orang sama-sama suka bicara
dan tertawa, suka bersahabat dan bergaul, maka gampang
sekali menemukan titik persamaannya, aku segan
membicarakannya," demikian tutur Liu Giok-ji.
Merah muka Ji Yok-gi, katanya, "O, apa betul begitu?" segera
dia berpaling sambil angkat cangkirnya dan menenggak habis
isinya, melirik pun dia tidak sudi kepada Liu Giok-ji.
"Apa yang dibeberkan Ji-siauhiap memang benar, nona Liu
juga sangat cermat. Tapi kecuali semua itu, masih banyak
persoalan lain yang perlu diperhatikan," ujar Li Tiang-ceng.
Wajah Liu Giok-ji jadi merah, "O ... apa iya?"
"Kalian boleh periksa, semua orang yang ada hubungan dekat
dengan Ca Giok-koan, baik ayah bunda atau saudara kandung
juga tidak terkecuali, kematian mereka selalu terjadi secara
misterius, kuyakin pasti ada sangkut pautnya dengan
perbuatan Ca Giok-koan, dari sini dapat kita menilai bahwa dia
berjiwa kejam dan keji. Sejak terjadinya tragedi di Heng-san,
tidak sedikit pelajaran silat dan harta benda yang diperoleh Ca
Giok-koan, Hoan-hi-ong kaya raya dan mahir berbagai cabang
ilmu silat. Bahwa Ca Giok-koan berani meracun mati orang tua
dan sanak saudaranya sendiri, mengkhianati perguruan dan
mendurhakai guru, sampai teman tidur juga dia rebut dari
tangan orang lain, lalu diberikan pula kepada orang lain lagi,
menjual teman adalah soal sepele baginya," nada bicara Li
Tiang-ceng masih keras, sorot matanya beringas, "dari
berbagai persamaan yang meyakinkan ini, masuk di akal kalau
kita berkesimpulan bahwa Ca Giok-koan adalah Hoan-hi-ong
dan Hoan-hi-ong adalah Ca Giok-koan."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Setelah para hadirin ikut menganalisis data-data itu, mereka
pun sependapat, akhirnya Thian-hoat Taysu mengangguk,
katanya sambil merangkap kedua tangan, "Orang ini suka
foya-foya, nafsunya besar, kelak pasti akan mati terbakar oleh
perbuatan sendiri." "Taysu memang betul," ucap Li Tiang-ceng, "justru karena
orang ini mengidap nafsu yang luar biasa, maka tidak segansegan dia melakukan kejahatan yang mendirikan bulu roma.
Kalau kita menunggu dan membiarkan dia mampus karena
ganjaran perbuatannya sendiri, rasanya terlalu lama dan akan
terlambat, entah berapa banyak jiwa manusia akan menjadi
korban kekejamannya lagi."
Thian-hoat Taysu manggut-manggut, ia menghela napas dan
tidak bersuara lagi. "Bahwa kami mengundang kalian kemari adalah karena ingin
mohon bantuan kalian untuk membongkar rahasia orang itu.
Orang itu memang terlampau jahat, kejam dan berbahaya,
tapi kalian adalah jago top dunia persilatan, kalau kalian sudi
bekerja sama dan bantu-membantu, kurasa tidak sukar
melenyapkan bisul bencana di kemudian hari." Setelah Li
Tiang-ceng mengutarakan maksudnya, suasana pendopo tetap
sunyi, wajah mereka kelihatan suram dan perasaan tertekan,
ada yang tertunduk, ada yang menengadah, merenung atau
terlongong, ada pula yang berkerut alis sambil ketuk-ketuk
meja dengan jari tangannya.
Sesaat kemudian Kim Put-hoan buka suara, "Umpama kita
berhasil menyikat Hoan-hi-ong, lalu harta kekayaannya itu
akan jatuh ke tangan siapa?"
Sekilas Li Tiang-ceng meliriknya, katanya tersenyum, "Harta
miliknya itu kebanyakan hasil tidak halal, setelah dia mati
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
berarti tiada pemiliknya, adalah pantas kalau dibagikan kepada
kalian sama rata." "Hanya itu saja" Tidak ada yang lain?" tanya Kim Put-hoan.
"Kecuali itu Jin-gi-ceng juga menyiapkan upah sebesar
sepuluh laksa tahil perak."
Kim Put-hoan tertawa, katanya sambil menggosok telapak
tangan, "Kalau begini urusan ini dapat dipertimbangkan."


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Segera dia habiskan arak serta menelan sepotong daging.
Kiau Ngo menjengek hina, katanya, "Kiranya manusia tamak
yang merah matanya bila melihat uang, mungkin setelah
mampus juga masih minta uang."
Kim Put-hoan tertawa lebar, mulutnya berkecap-kecap,
serunya, "Ah, terima kasih atas pujianmu."
Giok-bin-yau-khim Ji Yok-gi sejak tadi melamun dengan
menengadah, pembicaraan orang seperti tidak
diperhatikannya, tiba-tiba dia bergumam, "Soal ini memang
serbasulit, tapi inilah kesempatan baik untuk angkat nama ...."
mendadak dia gebrak meja dan berteriak, "Baiklah, siapa
berhasil membunuh Hoan-hi-ong, sepantasnya dianugerahi
gelar jago nomor satu."
"Umpama benar demikian, gelar jago nomor satu juga tidak
bakal kau rebut," demikian ejek Liu Giok-ji.
"Apa iya" .... Hehehe!" Ji Yok-gi menyeringai, akhirnya dia
termenung pula. Suasana dalam pendopo kembali hening, akhirnya Toan-hongcu, pimpinan Hian-toh-koan dari Cengsia bergelak tertawa
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
sambil mendongak, "Lucu, lucu, menggelikan, sungguh
menggelikan!" Dia bergelak tertawa, tapi mukanya tetap kaku dingin, suara
tertawanya juga bernada menggoda.
"Entah adakah hal yang kurang benar sehingga Totiang
tertawa?" tanya Li Tiang-ceng.
"Apakah Anda menghendaki orang-orang ini bekerja sama dan
bersatu padu?" tanya Toan-hong-cu.
"Begitulah maksud kami," sahut Li Tiang-ceng.
Toan-hong-cu menyeringai, katanya, "Coba lihat para orang
gagah ini, kalau bukan kemaruk harta tentu gila pangkat,
adakah di antaranya pernah memikirkan kepentingan umum"
Jika menginginkan orang-orang ini bekerja sama, hehehe,
kurasa jauh lebih sukar daripada mencampur minyak dengan
air." Li Tiang-ceng menghela napas sambil mengerut alis, lama dia
bungkam. Akhirnya Kiau-jiu-lan-sim Hoa-sikoh yang banyak akalnya buka
suara dengan tersenyum, "Apa yang dikatakan Toan-hong
Totiang memang beralasan, tapi kalau dikatakan di sini tiada
orang yang memikirkan kepentingan umum, kurasa
pendapatnya kurang objektif, jangankan orang lain,
umpamanya Kiau-ngoko kita ini, biasanya suka membantu
orang kecil dan menegakkan kebenaran, kapan dia pernah
bekerja untuk kepentingan sendiri?"
"Hm, hmk ...." Toan-hong-cu hanya mendengus beberapa kali
dengan mata mendelik. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Apalagi ...." Hoa-sikoh meneruskan pidatonya, "umpama
betul setiap orang hanya memikirkan kepentingan pribadinya,
tapi bila urusan menyangkut untung-ruginya, bukan mustahil
akan tiba saatnya mereka akan bersatu padu."
"Pendapat Hoa-sikoh memang lain daripada yang lain," puji Li
Tiang-ceng. Mendadak dilihatnya Thian-hoat Taysu berdiri, serunya bengis,
"Manusia sejenis Ca Giok-koan memang pantas dibunuh, aku
sendiri tidak akan mundur setapak pun dalam usaha mulia ini,
tapi jika aku harus bekerja sama dengan orang-orang ini, tak
usah saja. Maaf, kumohon diri!" sambil mengebas lengan baju
dia siap tinggal pergi. Pada saat itulah terdengar derap kaki kuda yang ramai dengan
suara keleningan kuda, cepat sekali tiba di luar
perkampungan, tapi tidak berhenti, agaknya kuda dan
penunggangnya terus menerobos ke dalam pintu gerbang.
Serta-merta Thian-hoat Taysu menghentikan langkahnya, air
muka para hadirin pun berubah, serempak mereka bergerak,
seperti berlomba lari saja mereka berlari ke depan pintu.
Ilmu silat Li Tiang-ceng sudah surut karena luka-lukanya dulu,
ternyata gerakannya masih cukup gesit dan tidak mau kalah
dari yang lain, sambil mendorong pintu selangkah dia lebih
cepat menerobos keluar. Serunya dengan suara kereng,
"Orang dari mana yang berkunjung ke perkampungan kami?"
Belum habis dia bicara, tertampak delapan ekor kuda
menerobos masuk ke pekarangan dalam, kedelapan ekor kuda
semua tinggi dan gagah, berwarna cokelat gilap, mesti hawa
amat dingin, kelihatannya kuda-kuda itu bergerak dengan
tangkas, penunggangnya berseragam hitam ketat,
mengenakan topi bambu dan berikat pinggang sutera kuning,
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
mengenakan mantel berbulu warna hijau, kaki dibalut lapisan
kulit, bersepatu kain. Alis tebal, kulit muka merah, meski turun
salju, tapi sikap mereka kelihatan gagah dan membusung
dada, sedikit pun tidak jeri terhadap apa pun.
Kesembilan orang yang keluar dari pendopo dapat menilai
orang, selintas pandang mereka tahu bahwa kedelapan lakilaki penunggang kuda ini memiliki Kungfu yang tidak rendah,
tentu tidak sembarangan asal usulnya.
Sebelum Li Tiang-ceng memperoleh jawabnya, tiba-tiba angin
berkesiur, tahu-tahu Leng Sam telah mengadang di depan
kuda. Perawakannya tidak besar, tapi dia mengadang di depan
delapan kuda seolah-olah pandang sebelah mata kepada pihak
lawan, dengan dingin dia membentak, "Tidak mau turun,
enyah dari sini!" Suaranya tegas, sikapnya garang, kalau kaget sepantasnya
kedelapan orang menjadi gusar, tak nyana kedelapan orang
itu tetap bercokol di atas kudanya tanpa bergerak, bukan saja
tidak mengunjuk rasa kaget atau marah, mereka tetap duduk
tegak seperti patung dengan pandangan lurus ke depan.
Ternyata Leng Sam juga tidak terkejut atau heran, wajahnya
tetap kaku, tanpa bicara lagi, mendadak lengan kirinya
terayun, gancunya dengan telak menggantol paha kuda paling
depan. Meski kudanya terlatih baik, mana kuat menahan
tarikan gancu, sambil meringkik kuda itu roboh ke samping,
Leng Sam tidak berhenti, kontan kakinya menendang,
tendangannya tampaknya sukar mengenai penunggang kuda
itu, tapi entah bagaimana orang itu toh tertendang mencelat
jauh, kuda roboh orangnya pun jatuh.
Kejadian ini terlalu mendadak, betapa cepat gerakan serangan
yang dilancarkan Leng Sam, sungguh secepat kilat.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Jilid 2 Tapi ketujuh kuda dan penunggang yang lain tetap diam
bergeming, seperti tidak mendengar atau melihat kejadian
yang dialami rekannya. Sikap diam mereka sungguh
mengejutkan, jika bukan orang yang terlatih baik dan selalu
mematuhi disiplin, mana mereka bisa bersikap setenang ini"
Orang banyak terbeliak kaget. Habis menjatuhkan seekor
kuda, Leng Sam bergerak pula hendak menyikat kuda kedua.
Tubuhnya seperti robot saja, tidak punya rasa kasihan sama
sekali, asal dia sudah menangani sesuatu pekerjaan, sebelum
beres tugasnya tidak mau berhenti, peduli apa pun yang akan
dihadapinya, tak pernah dia mundur.
"Tahan!" mendadak Li Tiang-ceng berseru.
Gancu Leng Sam yang terayun seketika berhenti di udara,
segera ia mundur tiga tindak. Sebat sekali Li Tiang-ceng
melompat ke depan, katanya dengan suara bengis, "Saudara
datang dari mana" Ada keperluan apa datang ke
perkampungan kami?" Kim Put-hoan segera menceletuk dengan suara dingin, "Setiba
di Jin-gi-ceng juga berani main terjang, tidak turun dari kuda,
memangnya kalian mengandalkan pamor siapa berani kurang
ajar di sini?" Ketujuh laki-laki itu tetap tidak bersuara, tapi dari luar segera
berkumandang suara seorang yang berkata dengan sepatah
demi sepatah, "Apa yang kuingin berbuat, orang lain tidak
berhak ikut campur!"
Sombong sekali nadanya, namun suaranya nyaring merdu,
semerdu kicau burung kenari.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kun Put-hoan segera memicingkan mata, ujarnya, "Aduh
merdunya, agaknya seorang cewek manis!"
Lalu dia berpaling ke arah Ji Yok-gi, katanya dengan tertawa,
"Ji-heng, inilah kesempatan baik bagimu!"
Ji Yok-gi menarik muka, katanya ketus, "Ah, jangan
bergurau!" Tidak urung dia membetulkan topi dan menarik pakaian,
sikapnya dibuat segagah mungkin.
Sementara itu sebuah kereta yang hanya terlihat dalam
lukisan masuk ditarik empat ekor kuda putih, dua lelaki kekar
berseragam hitam pegang tali kendali, dua lagi berpakaian
sutera berjalan di sisi kereta.
Li Tiang-ceng berkerut alis, ia diam saja mengawasi kereta itu
berhenti di depan undakan pendopo, akhirnya dia menegur,
"Tindakan demikian apa tidak terlalu lancang"!"
"Peduli apa denganmu?" orang dalam kereta menanggapi
dengan ketus. Meski sabar dan biasanya bisa menekan emosi tak urung kali
ini Li Tiang-ceng naik pitam, serunya gusar, "Apa nona tahu
siapa majikan perkampungan ini?"
Ternyata orang di dalam kereta tambah marah, teriaknya
keras, "Buka pintu, buka pintu ... biar aku turun bicara dengan
dia." Dua laki-laki berpakaian sutera hijau yang berdiri di sisi kereta
cepat lari ke belakang dan mengambil sapu dengan gagang
bambu panjang, sebelum membuka pintu kereta mereka
menyapu bersih tanah di depan kereta yang menuju ke
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
undakan, lalu dari dalam kereta keluar dua pelayan cilik
berambut dikepang dua dengan menggotong permadani
merah terus digelar di bawah kereta.
Kim Put-hoan berpangku tangan, mata tunggalnya jelalatan,
sikapnya seperti orang ingin menonton keramaian. Sebaliknya
Ji Yok-gi melotot, wajah Liu Giok-ji menampilkan sikap
mengejek, ia membatin, "Gadis dari mana berani bertingkah
sekasar ini, berani kurang ajar di Jin-gi-ceng, tentu punya asal
usul yang luar biasa, bagaimana sih tampangnya?"
Soal lain tidak dipedulikan Liu Giok-ji, tapi gadis itu cantik atau
tidak akan menjadi perhatiannya, maka dia pentang lebar
matanya mengawasi pintu kereta.
Dalam kereta tiba-tiba berkumandang tertawa keras, seorang
bocah cilik setinggi tiga kaki dengan pakaian serbamerah
mendadak melompat keluar sambil tertawa lebar, tampang
dan dandanannya mirip anak perempuan, namun gelak
tertawanya jelas bukan suara perempuan. Bocah ini pendek
kecil gemuk buntak, kedua tangannya putih halus, rambutnya
dikucir menjadi puluhan banyaknya, semuanya tegak
memenuhi kepala, bukan pakaiannya saja yang berwarna
merah, sepatu, kaus kaki, dan sapu tangan, semuanya
berwarna merah, tapi mukanya ditutup sebuah topeng setan,
hanya kelihatan kedua bola matanya yang bundar, sekilas
pandang orang akan menyangka dia itu bola api.
Liu Giok-ji betul-betul kaget, "Tadi ... apakah tadi kau?"
tanyanya tak tahan. Bocah merah itu cekikikan, katanya, "Hihi, Jitkohnio belum lagi
keluar, tunggu sebentar, beliau jauh lebih cantik daripadamu!"
Tidak pernah terbayang oleh Liu Giok-ji bahwa bocah ini masih
kecil tapi punya pikiran dewasa, karena isi hatinya kena dikatai
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
orang, keruan dia jengah, semprotnya, "Setan cilik, siapa
peduli dia cantik atau jelek?"
Belum habis dia bicara, mendadak pandangannya terasa silau,
sesosok bayangan putih tahu-tahu sudah berdiri di atas
permadani, cukup melihat tubuhnya yang ramping dengan
gaun panjang putih yang membelit tubuhnya, perpaduan baju
putih dengan permadani merah sungguh kontras dan
memesona, belum lagi wajahnya yang cantik molek sungguh
sukar dilukiskan, kalau tidak menyaksikan dengan mata
sendiri, siapa mau percaya bahwa di dunia ini ada gadis
secantik bidadari. Biasanya Liu Giok-ji suka bangga bahwa kecantikannya tiada
bandingannya, tapi di hadapan nona ini, dia merasa dirinya
seperti bintang berbanding rembulan.
Maka jengeknya, "Betul, memang cantik, tapi biarpun secantik
bidadari juga tidak boleh kurang ajar terhadap Jin-gi-cengcu"
Nona berdasar apa berani bertingkah di sini" Ingin kudengar
alasanmu?" "Berdasar apa pula kau ingin tahu?" jawab gadis berbaju putih
tidak kalah galaknya. "Coba jelaskan dulu alasanmu."
"Pertanyaan nona Liu memang benar, aku pun ingin
mengajukan pertanyaan serupa." tukas Li Tiang-ceng.
"Memangnya kau marah?" tanya si gadis baju putih.
Wajah Li Tiang-ceng sedingin es, ia tidak menjawab.
Mendadak gadis itu tertawa terpingkal-pingkal, semula dingin,
begitu tertawa ternyata semanis madu, lelaki berhati baja pun
akan luluh dan takkan tega bertindak keras kepadanya.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Setelah puas tertawa, tiba-tiba dia angkat jari telunjuk dan
menggores pipi, katanya, "Idih, malu ah, setua ini, masih
marah-marah kepada anak kecil, memalukan!"
Sikapnya jenaka, gerak-geriknya nakal, perawakan dan bentuk
badannya kelihatan sudah berusia dua puluhan, tapi tingkah
lakunya sekarang mirip bocah belasan tahun.
Melihat perubahan yang mendadak ini, semua orang sama
terpesona, Li Tiang-ceng melenggong, katanya bingung, "Kau
... kau ...." Biasanya dia bersikap tegas, sekarang entah kenapa jadi
gelagapan. "Li-jisiok," kata si gadis baju putih, "masa engkau tidak
mengenalku lagi?" "Aku ... sungguh sudah pangling padamu," ucap Li Tiangceng. "Sembilan tahun yang lalu ... coba kau ingat-ingat kembali ...."
"Aku tidak ingat lagi ...." ujar Li Tiang-ceng sambil mengerut
kening. "Kukira engkau orang tua memang sudah linglung. Pada suatu
hari hujan sembilan tahun yang lalu, engkau kehujanan
hingga basah kuyup dan mampir ke rumahku ...."
"He, Cu ... jadi kau ini putri tunggal keluarga Cu itu?" tukas Li
Tiang-ceng. "Betul," seru gadis baju putih sambil berkeplok, "akulah gadis


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cilik yang menangis berguling-guling di lantai karena tidak
diberi gula-gula itu ...." sembari bicara dia maju menghampiri
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Li Tiang-ceng, jari-jarinya terulur untuk meraba jenggot orang,
lalu berkata pula dengan senyum menggiurkan, "Kalau engkau
orang tua masih marah juga, bolehlah kau lampiaskan
kepadaku saja, mau maki atau hendak pukul boleh terserah,
toh aku ini keponakan nakal yang jelas takkan melawan."
Selama malang melintang di dunia Kangouw dulu, entah
berapa kali Li Tiang-ceng mengalami gelombang besar dan
kecil, tidak jarang berhadapan dengan musuh lihai, tapi
menghadapi gadis belia ini dia jadi kehilangan akal, rasa
marahnya jadi entah tersapu ke mana, dengan tertawa getir
dia berkata, "Eh, tak terasa waktu telah lalu dengan cepat,
tahu-tahu Titli (keponakan) sudah sebesar ini, apakah ayahmu
baik-baik saja?" "Belakangan ini orang yang minta uang kepada beliau semakin
banyak, mau tidak mau beliau harus merogoh kantong, hingga
rambut kepalanya sekarang hampir botak."
Li Tiang-ceng tahu sifat ayahnya, mendengar banyolan anak
dara itu, dia tertawa geli, katanya, "Sembilan tahun yang lalu,
demi berdirinya Jin-gi-ceng pernah kami minta bantuan
kepada ayahmu, akhirnya meski ayahmu rela menyumbang
dua laksa tahil emas, tapi kulihat mukanya seperti merasa
sangat sakit ...." "Memangnya, setelah kalian pulang, ayah menyesal sampai
tiga hari tiga malam, makan pun tidak punya selera lagi, arak
pun terasa sayang diminum. Maka dia selalu hidup sederhana
untuk menambal kerugian kedua-laksa tahil emas itu, yang
celaka adalah anggota keluarganya, bila ingin makan enak
harus main sembunyi di dapur ...."
Li Tiang-ceng tertawa geli, sambil menggandeng tangan si
nona diajaknya ke pendopo, orang banyak sama terpesona
oleh gaya manis gadis belia ini, tanpa merasa semua ikut
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kembali ke dalam, sampai Thian-hoat Taysu yang sudah mau
pergi juga urung, padahal biasanya dia tidak suka bergurau,
sekarang ia pun tersenyum-senyum.
Kim Put-hoan berada paling belakang, diam-diam dia menarik
lengan baju Ji Yok-gi, katanya setengah berbisik,
"Kelihatannya gadis itu anak hartawan, yaitu putri tunggal Culothau (kakek Cu) yang kaya raya itu."
"Ya, pasti tidak salah lagi," sahut Ji Yok-gi.
"Tampaknya kesempatan kita bekerja sama sudah tiba
saatnya." "Kerja sama apa?"
"Ji-heng bertampang begini cakap, bila kuatur sedikit tipu
daya, mustahil dara cantik itu takkan terpelet olehmu. Tatkala
mana bukan saja Ji-heng dapat untung harta dan bini
rupawan, hingga kaum persilatan pasti sama iri terhadapmu,
dan aku pun akan memperoleh sedikit keuntungan di
belakangmu." Tampak senang wajah Ji Yok-gi, tapi tiba-tiba dia mengerut
alis, katanya, "Kurasa agak sukar ...."
Gemerdep sinar mata Kim Put-hoan, melihat sikap orang agak
ragu, cepat dia menukas, "Apanya yang sukar" Jangan-jangan
Ji-heng merasa dirimu tidak setimpal mempersunting dia,
maka kau tidak berani bertindak?"
Dengan membusungkan dada Ji Yok-gi berkata, "Siapa bilang
aku tidak berani?" "Pukul besi mumpung panas, kalau mau beraksi harus segera
dilakukan," demikian bujuk Kim Put-hoan.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Mendadak seorang berteriak di belakang, "Binatang, dua ekor
binatang!" Ji Yok-gi dan Kim Put-hoan kaget, serentak mereka membalik
tubuh, tampak anak buntak berbaju merah tadi berdiri dengan
bertolak pinggang, dan mata melototi mereka.
"Binatang, apa katamu?" Bentak Kim Put-hoan.
"Kubilang kau ini binatang!" maki anak merah itu. Mendadak
dia melompat sambil mengayun tangan, betapa cepat
gerakannya, belum lagi terlihat jelas, "plak", pipi kiri Kim Puthoan tahu-tahu kena gampar.
Sebagai tokoh yang sudah terkenal di Kangouw, ternyata
mukanya kena digampar seorang bocah cilik, sungguh sukar
dipercaya bila tidak menyaksikan sendiri.
Kim Put-hoan gusar dan kaget, makinya, "Binatang cilik!"
Jari tangannya serupa cakar burung segera mencengkeram,
tak tahunya bayangan merah tiba-tiba berkelebat, anak merah
itu sudah menyelinap masuk pendopo.
"Celaka!" seru Ji Yok-gi khawatir, "pembicaraan kita telah
didengar setan cilik itu."
Segera dia putar tubuh dan hendak ngacir.
Lekas Kim Put-hoan menariknya, katanya, "Takut apa"
Rencana sudah jadi, betapa pun harus dilaksanakan."
Apa boleh buat, Ji Yok-gi diam saja diseret masuk ke pendopo.
Sementara itu bocah merah itu sudah berdiri di samping si
gadis berbaju putih, melihat mereka masuk, segera dia
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
bertepuk sambil berteriak, "Nah, dua ekor binatang itu
masuk." "Hei, anak kecil tidak boleh sembarangan omong!" tegur Li
Tiang-ceng. Anak merah itu berkata, "Kedua orang ini berkomplot dan
berunding cara bagaimana hendak menipu Jitkohnio, supaya
dapat bini dan harta, engkau orang tua harus memberi
keadilan, bukankah kedua orang ini adalah binatang?"
Li Tiang-ceng batuk-batuk beberapa kali, mulut tidak bicara,
tapi matanya menatap tajam mereka.
Ji Yok-gi merah jengah, sedangkan Kim Put-hoan bermuka
tebal, sikapnya tetap tak acuh seperti tidak terjadi apa-apa,
kelihatannya malah bangga.
"Siapakah kedua orang ini?" tanya Jitkohnio (nona ketujuh)
dengan muka cemberut. Berputar mata Liu Giok-ji, segera dia mendahului bersuara,
"Biarlah kuperkenalkan, orang ini bergelar Kian-gi-yong-wi
(berani bertindak demi keadilan) Kim Put-hoan, kecuali itu dia
masih punya dua gelar lain, yaitu Kian-ci-gan-kay (melihat
uang mata terbuka) dan Kian-li-bang-gi (mendapat untung
lupa kebenaran), kedua gelar yang belakangan ini jauh lebih
tersohor di kalangan Kangouw."
"Ya, juga lebih cocok daripada julukan yang pertama," tukas
Jitkohnio. Lekas Kim Put-hoan merangkap kedua tangan, katanya sambil
menjura, "Ah, nona terlalu memuji."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Liu Giok-ji cekikik geli, katanya, "Tebal muka Kim-tayhiap ini
memang tiada bandingannya di kolong langit, dibacok pedang
atau golok juga tidak mempan."
"Cis, lalu siapa lagi yang satu?" tanya Jitkohnio.
"Yang satu ini jauh lebih tersohor. Gelarannya panjang, Giokbin-yau-khim Sin-kiam-jiu (wajah kemala memetik harpa, si
pedang sakti) Ji Yok-gi. Maksudnya, meski kelihatan tolol
(Yok-gi), padahal otaknya encer dan cerdik, malah lebih
pandai dibandingkan orang lain."
Jitkohnio mengawasi orang, mendadak dia terpingkal-pingkal,
katanya sambil menuding Ji Yok-gi, "Jadi kedua orang ini
kepingin makan daging angsa" Lucu, sungguh menggelikan,
manusia begini juga setimpal disebut tujuh jago kosen dari
Bu-lim, apakah orang lain mau mengakui mereka?"
Wajah Ji Yok-gi yang pucat seketika merah padam.
"Sampah persilatan," Kiau Ngo mencaci maki. "Tidak tahu
malu." "Cuh," tiba-tiba Toan-hong Totiang membuang ludah.
Muka Thian-hoat Taysu bertambah kelam.
Liu Giok-ji menghela napas, "Bila tahu di antara ketujuh jago
kosen ada manusia sebejat ini, aku sih lebih suka namaku
dicoret saja dari deretan tujuh jago kosen."
Belum habis dia bicara, Ji Yok-gi sudah putar tubuh dan berlari
pergi. Kim Put-hoan biasanya hanya garang di depan yang lemah
dan kuncup nyalinya di depan orang yang kuat, kini mau tidak
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
mau hatinya terbakar juga, batinnya, "Biarpun anak dara ini
banyak duit, apakah ilmu silatnya bisa lebih tinggi daripadaku"
Biar tuan besarmu menghajar adat padamu."
Biasanya dia tidak mau bertindak bila keadaan tidak
meyakinkan dirinya pasti akan menang. Maka setelah berpikir
lagi, cepat dia menyusul Ji Yok-gi serta menariknya ke
belakang pintu. Ji Yok-gi mengentak kaki, omelnya, "Kau ... kau bikin aku
malu saja, mau apa lagi kau tarik aku kemari?"
Jawab Kim Put-hoan dengan dingin, "Apa urusan selesai begini
saja?" Ji Yok-gi mendesis, "Memangnya mau apa kalau tidak
selesai?" Kim Put-hoan menatapnya, katanya kalem, "Jika aku jadi
dirimu, menghadapi cewek yang begitu menggiurkan,
umpama kepalaku bocor juga akan kukejar terus sampai kena,
kalau putus asa dan menarik diri di tengah jalan, bukankah
memalukan malah?" "Memalukan?" Ji Yok-gi melenggong, akhirnya menghela
napas panjang, "Ai, ditertawakan orang juga pantas. Si dia
tidak tertarik padaku, buat apa ...."
"Tolol," omel Kim Put-hoan sambil menghela napas, "siapa
bilang dia tidak tertarik padamu?"
JI Yok-gi melengak, katanya dengan tergagap, "Tapi ... kalau
dia tertarik padaku ... mana bisa ... mana bisa menghinaku.
Ai, sudahlah, sudahlah ...." kembali dia hendak putar tubuh.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Put-hoan menghela napas, katanya, "Agaknya kau masih
hijau terhadap perempuan, masa tidak bisa kau tangkap
perasaan seorang perempuan?"
Tanpa ditarik lagi, tiba-tiba Ji Yok-gi menghentikan langkah,
maka Kim Put-hoan melanjutkan, "Umpama orang menaksir
padamu, memangnya di depan orang banyak berani dia bicara
blak-blakan?" Berkedip mata Ji Yok-gi, "Ya, beralasan juga ...."
"Ketahuilah, isi hati orang perempuan sukar dijajaki, semakin
dia naksir padamu, dia justru sengaja hendak menyiksamu,
ingin menguji kemurnian cintamu, jika kalau mundur di medan
laga, bukankah kau sia-siakan maksud baiknya?"
Ji Yok-gi terbujuk, katanya riang, "Ya betul! Lalu menurut
pendapat saudara, bagaimana aku harus bertindak?"
"Dengan cara lunak kita gagal, boleh gunakan kekerasan!"
"Kekerasan ... mana boleh pakai kekerasan?"
"Memangnya kau tidak tahu bahwa pada umumnya
perempuan pengagum orang gagah. Kesatria setampan kau,
mustahil orang tidak akan kagum padamu?"
Ji Yok-gi berkeplok, serunya senang, "Betul, tanpa petunjuk
Kim-heng, hampir saja Siaute mengabaikan kesempatan baik.
Tapi ... pakai kekerasan bagaimana, tolong Kim-heng
menjelaskan." "Asal kau tidak mundur di medan laga, tapi mempertahankan
garis depan denganku, urusan lain boleh kau bertindak
menurut petunjukku nanti," segera dia mendahului melangkah
masuk pula. KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Terbakar semangat Ji Yok-gi, segera dia betulkan pakaiannya,
dengan langkah lebar, dengan membusungkan dada dan
menegakkan kepala, dia melangkah balik lagi ke pendopo.
Sementara itu Li Tiang-ceng tengah berkelakar dengan
Jitkohnio. Terhadap Li Tiang-ceng, Jitkohnio memang bersikap ramah,
manja, dan jenaka, tapi terhadap orang lain ternyata dia
bersikap tak acuh. Thian-hoat Taysu pun tidak dia hiraukan.
Semula orang banyak merasa suka padanya, kini setelah
melihat sikap angkuhnya, mereka jadi mendongkol. Thianhoat Taysu berdiri dan siap tinggal pergi. Demikian pula orang
lain juga ingin tinggal pergi saja.
Sementara itu Li Tiang-ceng sedang berkata, "Kedatanganmu
ini secara sengaja atau kebetulan mampir saja?"
Jitkohnio cekikikan, katanya, "Sepantasnya kubilang sengaja
kemari untuk menyampaikan salam kepada engkau orang tua,
tapi aku tak dapat berdusta, harap engkau tidak marah
padaku." "Baiklah, jadi kau hanya kebetulan mampir ke sini?"
"Juga bukan mampir saja. Aku datang mencari orang."
"Siapa" Apa dia berada di sini?" tanya Li Tiang-ceng.
"Ya, di pendopo ini," sahut si nona.
Mendengar pembicaraan ini, hadirin batal pergi. Maklum,
dalam pendopo hanya ada beberapa orang saja, bahwa nona
jelita anak hartawan ini jauh-jauh datang kemari untuk
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
mencari orang, sudah tentu mereka tertarik, ingin tahu siapa
yang sedang dicarinya. Thian-hoat Taysu membatalkan niatnya pergi, timbul juga rasa
ingin tahunya, dia membatin, "Mungkin sejak lama dia
mengagumi nama besarku, maka kedatangannya hendak
minta petunjuk kepadaku?"
Waktu dia angkat kepala, dilihatnya hadirin yang lain juga
bersikap aneh, agaknya punya maksud yang sama seperti
dirinya. Bercahaya mata Li Tiang-ceng, katanya dengan tersenyum,
"Jago-jago kosen sedunia sekarang berada di pendopo ini,
entah siapa yang Hiantitli cari?"
Tanpa berpaling, jari si gadis yang runcing tiba-tiba menuding
ke sana, "Dia itulah!"
Tanpa terasa para hadirin menoleh mengikuti arah yang
dituding, jari telunjuknya yang putih halus dengan kukunya
yang panjang bercat merah ternyata menuding ke arah si
pemuda rudin yang sejak tadi duduk di pojok sana.
Padahal sejak masuk ke pendopo ini pada hakikatnya Jitkohnio
tidak melirik ke sana, seperti tidak tahu akan kehadiran
seseorang di sana, tapi tudingan telunjuknya ternyata tepat,
ini menandakan walaupun dia tidak pernah memandang ke
sana, tapi diam-diam dia sudah memerhatikannya sejak tadi.
Keruan hadirin sama kecewa, "Ternyata bukan aku yang dia
cari." - "Tak nyana pemuda gelandangan ini dapat menarik
perhatian gadis secantik ini hingga menyusulnya sampai di


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sini." KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Sudah tentu hadirin makin tertarik, entah karena apa nona
jelita ini jauh-jauh mencari pemuda miskin ini.
Tak tersangka tiba-tiba pemuda rudin ini berdehem, lalu
berdiri, katanya sambil menjura, "Wanpwe mohon diri."
Belum habis bicara segera dia melangkah keluar.
Mendadak bayangan merah berkelebat, tahu-tahu anak merah
tadi sudah mengadang di depannya, serunya, "Tidak boleh
pergi, memangnya kau tidak tahu betapa susah Jitkohnio
mencarimu?" Jitkohnio gigit bibir dan mengentak kaki, serunya, "Bagus, kau
... pergilah, pergi ... bila kau pergi, aku ... aku akan ... akan
...." tiba-tiba matanya berkaca dan mewek-mewek, sukar
meneruskan lagi. Pemuda itu tertawa getir, katanya sambil menghela napas,
"Ai, buat apa nona berbuat demikian, Cayhe ...."
Anak merah itu bertolak pinggang, teriaknya, "Bagus sekali,
kau pemuda yang tidak berperasaan, berani kau bicara
demikian, masa kau lupa bagaimana Jitkohnio terhadapmu
...." Pemuda itu menghela napas pula. Sementara Jitkohnio
mengentak kaki dan menyeka air mata. Hadirin jadi heran,
mereka tidak tahu apa latar belakang kejadian ini, namun
sama maklum juga bahwa Jitkohnio yang tinggi hati ini
menaksir pemuda rudin ini, sebaliknya si pemuda bersikap tak
acuh dan selalu cari alasan untuk menyingkir.
Liu Giok-ji melirik sambil berkerut kening, batinnya, "Aneh,
laki-laki di dunia ini kan belum mampus seluruhnya, kenapa
Jitkohnio justru menyukai pemuda kotor ini?"
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Dengan mengelus jenggot, Li Tiang-ceng mengawasi pemuda
itu, terasa olehnya bahwa pemuda ini memang bukan pemuda
sembarangan, demikian pula Hoa-sikoh menatapnya lekatlekat, dia punya pendapat yang sama dengan Li Tiang-ceng.
Sebelum hadirin dalam pendopo tahu duduk persoalannya,
tertampak Kim Put-hoan menyeret Ji Yok-gi putar balik pula.
Melihat muka mereka setebal ini, sudah pergi kembali lagi,
keruan hadirin sama berkerut alis dan merasa muak.
Kiau Ngo segera memberi reaksi, "Kalian balik lagi untuk
membikin malu?" Kim Put-hoan tidak menghiraukannya, langsung dia menuju ke
depan Jitkohnio, dengan tertawa dia menjura, katanya,
"Selamat bertemu!"
Di sampingnya tersipu-sipu Ji Yok-gi juga ikut menjura dan
menyapa, "Selamat bertemu!"
Memangnya Jitkohnio sedang jengkel dan penasaran tak
terlampias, kontan matanya melotot, makinya sambil
mengentak kaki, "Enyah! Enyah dari sini!"
Ji Yok-gi berjingkat kaget. Tapi Kim Put-hoan tenang-tenang
saja. Katanya dengan cengar-cengir, "Cayhe memang ingin
enyah, tapi dengan cara bagaimana nona hendak
mengenyahkan kami" Cayhe ingin membuktikannya."
Sembari bicara, sebelah tangannya memberi tanda di
belakang pantat kepada Ji Yok-gi.
Ji Yok-gi lantas berdehem, katanya dengan membusungkan
dada, "Siapa tidak tahu Kim-heng ini menjagoi Bu-lim, berani
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kau kasar terhadapnya, bukankah berarti kau meremehkan
orang-orang gagah sedunia?"
Orang ini mudah dihasut, tidak punya pendirian, suka anggap
dirinya paling pintar, tapi bicaranya memang patut dipuji,
sikapnya kelihatan gagah juga.
Jitkohnio mengerling ke kanan kiri, bergantian dia mengamati
kedua orang ini, dengan dingin ia mendengarkan ocehan
mereka, mendadak dia tertawa lebar, katanya, "Bagus,
memang mirip orang gagah ...."
Ji Yok-gi bersorak dalam hati, "Akal Kim-heng memang tepat."
Segera ia berkata, "Jika sudah tahu, selanjutnya jangan kau
rendahkan orang lain ...." dadanya makin dibusungkan,
namun nada bicaranya menjadi agak lunak.
Jitkohnio tertawa, katanya, "Baiklah, selanjutnya aku tidak
berani memandang rendah kalian berdua."
Kontan terunjuk rasa senang pada wajah Ji Yok-gi, katanya
dengan tertawa lebar, "Nah, seyogianya begitu."
Jitkohnio tertawa riang, katanya, "Kalian pikir aku ini
perempuan lemah, membawa anak kecil, mana kuat melawan
kalian. Maka setelah gagal dengan cara lunak sekarang
hendak menggunakan kekerasan, mau mengajar adat
kepadaku. Orang gagah yang pandai melihat gelagat memang
jarang ada di dunia persilatan, mana berani kuremehkan
kalian?" Makin manis menggiurkan wajah si nona, muka Ji Yok-gi jadi
makin merah, akhirnya dia berdiri melenggong, rasa senang
tadi entah kabur ke mana.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kim Put-hoan lantas menjengek, "Seorang perempuan, bicara
secongkak ini, aku jadi heran, cara bagaimana orang tuamu
mendidikmu sejak kecil."
"O, jadi kau hendak memberi ajaran padaku?" tanya Jitkohnio.
"Betul," jawab Kim Put-hoan, "Kau kira Ji-heng ini masih
muda, ramah tamah, lantas boleh dihina" Hm, sikap Ji-heng
memang ramah terhadap orang, tapi terhadap orang sekasar
kau, dia merasa sebal. Ji-heng, betul tidak?"
"Ehm ... ya, ya ...." Ji Yok-gi mengiakan saja sambil manggutmanggut. Dengan gaya gemulai Jitkohnio membetulkan sanggulnya,
katanya dengan tersenyum manis, "Kalau demikian, silakan
turun tangan saja." Sebelah tangan anak merah tadi menarik ujung baju si
pemuda miskin, serunya lantang, "Keparat yang sudah
merasakan gamparanku tadi, marilah lawan aku saja, tak perlu
nona turun tangan sendiri!"
Kim Put-hoan berkata, "Kalian maju bersama juga boleh, yang
terang ...." Toan-hong-cu yang sejak tadi bersikap dingin mendadak
menceletuk, "Kim Put-hoan, apa kau perlu minta petunjuk
padaku?" Kim Put-hoan menyeringai, katanya, "Syukur jika kau sudi
memberi petunjuk." Toan-hong-cu berkata, "Hoat-cay-sin (malaikat harta hidup)
mempunyai kekayaan berlimpah-limpah dan tiada
bandingannya di kolong langit ini, tapi gembong penjahat dari
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
golongan hitam mana pun tak pernah mengusik sepeser pun
uangnya. Kenapa demikian, apa kau tahu sebabnya?"
Kim Put-hoan tertawa, katanya, "Mungkinkah gembonggembong penjahat itu anggap uang perak atau emas miliknya
itu sudah bulukan atau berbau!" dia merasa lucu akan
banyolannya sendiri, maka dia tergelak, tapi ketika matanya
melirik ke sana dan melihat wajah Toan-hong-cu yang kereng
bengis, seketika kuncup gelak tawanya.
Toan-hong-cu menarik muka, katanya, "Jadi kau tidak mau
mendengar" Hm, tidak apa, tetap akan kubicarakan hal ini.
Sebab sudah lama kaum persilatan baik yang berkepandaian
tinggi atau rendah, ada yang karena menghindari pengejaran
musuh, ada yang menyelamatkan diri dari bahaya yang
mengancamnya, semua lari ke rumah Hoat-cay-sin. Memang
Hoat-cay-sin sayang pada uangnya dan amat pelit, namun
terhadap orang-orang Kangouw itu, kalau ada yang minta
pasti dia merogoh kantong. Selama puluhan tahun, rumah
Hoat-cay-sin sudah merupakan sarang naga dan gua harimau,
penuh dengan orang kosen, jangankan orang lain, sebagai
contoh saja, saudara cilik yang ikut nona Cu ini, dia bukan
tokoh sembarang tokoh yang boleh dibuat permainan, kau
ingin memberi hajaran padanya, salah-salah kau sendiri yang
bakal dihajar olehnya."
"Maksud Totiang anak merah ini?" tanya Kim Put-hoan sambil
menuding bocah merah itu.
"Kecuali dia, siapa lagi dalam ruangan ini yang patut disebut
saudara cilik?" Tak tertahan Kim Put-hoan bergelak tertawa, katanya, "Jadi
maksud Totiang bocah ini" Apa tidak terlalu kau agulkan dia
dan meremehkan kawan sendiri" Umpama makhluk aneh kecil
ini sejak di kandungan ibunya sudah berlatih silat, memangnya
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
kepandaiannya mampu menandingi jago kosen dari ketujuh
pentolan Bu-lim?" "Kalau tidak percaya, boleh kau coba," jengek Toan-hong-cu.
"Sudah tentu akan kucoba," ucap Kim Put-hoan sambil
menyingsing lengan baju. Mendadak Singa Jantan Kiau Ngo juga menyingsing lengan
baju, tapi dia ditahan oleh Hoa-sikoh, katanya lirih, "Apa yang
hendak kau lakukan Kiau-ngoko?"
"Keparat ini hendak berkelahi dengan seorang anak kecil. Hm,
biar orang lain tidak mau ambil peduli, aku Kiau Ngo justru
akan membelanya." Hoa-sikoh tertawa, katanya, "Orang lain tidak peduli karena
Jitkohnio terlalu temberang, maka mereka ingin lihat tontonan
saja untuk mengetahui betapa tinggi Kungfunya. Tapi kalau Lilocianpwe sendiri juga berpeluk tangan saja, apa kau tahu apa
sebabnya" Memangnya kau kira beliau juga ingin menonton
saja?" "Iya," ujar Kiau Ngo sambil berkerut kening. "Aku juga heran
...." Hoa-sikoh berbisik pula, "Soalnya Li-locianpwe sudah menaruh
curiga kepada bocah cilik berbaju merah itu, maka dia tinggal
diam saja membiarkan keributan terjadi."
Kiau Ngo heran, katanya, "Usianya masih sekecil itu, apanya
yang perlu dicurigai?"
"Aku sendiri juga tidak tahu, pendek kata bocah cilik itu pasti
ada sesuatu yang patut dicurigai, bukan mustahil .... Ai, kau
tunggu dan lihat saja."
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Kiau Ngo makin heran, gumamnya, "Kalau begitu, baiklah
kutunggu ...." Tampak Kim Put-hoan sedang menyingsing lengan baju kanan
kiri, belum juga mau turun tangan, tiba-tiba dia tarik Ji Yok-gi
ke pinggir serta berbisik entah apa yang dibicarakan.
Sementara Li Tiang-ceng, Toan-hong-cu, Thian-hoat Taysu
sama menatap tajam kepada bocah merah itu dengan sorot
mata yang aneh. Kiau Ngo melirik juga dua kali ke arah bocah merah gemuk
itu, diam-diam timbul juga rasa curiganya, pikirnya, "Kenapa
bocah ini mengenakan topeng seaneh itu" Kenapa dia tidak
mau menanggalkan topeng supaya orang banyak melihat
muka aslinya" Usianya paling-paling baru dua belasan tahun,
kenapa suara bicara dan tindak tanduknya mirip orang tua?"
Sementara itu bocah merah tetap memegangi ujung baju si
pemuda rudin, sedangkan si pemuda bersungut sambil
berkerut alis. Sekilas Jitkohnio melirik Kim Put-hoan, lalu sorot
matanya beralih ke arah pemuda rudin dan tidak berkisar lagi.
"Sudah tiba kesempatannya," bisik Kim Put-hoan dengan
gemas setelah menarik Ji Yok-gi ke samping.
"Kesempatan apa?" tanya Ji Yok-gi.
"Kesempatan untuk gigi dan angkat nama, memangnya kau
belum juga mengerti. Lekas kau robohkan makhluk aneh cilik
itu dalam dua-tiga gebrak, supaya budak yang tidak tahu diri
itu kapok dan tahu kelihaianmu."
"Tapi ... tapi dia hanya seorang bocah, bagaimana aku tega
turun tangan?" KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Memangnya kenapa kalau bocah" Tidakkah kau dengar Tojin
setan itu bilang dia lihai, jika dapat kau robohkan dia,
bukankah namamu akan tersohor?"
Sesaat Ji Yok-gi berpikir, tiba-tiba ia tertawa, katanya sambil
menggeleng, "Kim-heng, kali ini Siaute takkan tertipu lagi
olehmu." "He, kenapa kau bilang demikian?"
"Kalau aku melabrak bocah itu, menang kan sudah jamak,
sebaliknya bila aku kalah, ke mana aku harus menaruh
mukaku" Karena itulah kau sendiri tidak mau turun tangan,
tapi malah menyuruh aku."
"Kau betul tidak mau turun tangan?" jengek Kim Put-hoan.
"Biarlah kesempatan memperoleh nama ini kuberikan kepada
Kim-heng saja," ujar Ji Yok-gi.
Kim Put-hoan memandangnya lekat-lekat, ia tanya pula, "Kau
tidak menyesal?" "Pasti tidak akan menyesal."
Kim Put-hoan menghela napas, "Ai, maksud baikku kau salah
artikan, sungguh sayang ...." perlahan dia memutar tubuh
terus hendak maju ke arena.
Ji Yok-gi melongo mengawasi punggungnya, senyumnya sirna
seketika, ia mengerling pula ke arah Jitkohnio, betapa pun dia
memang kesengsem kepada nona jelita ini, mendadak dia
memanggil perlahan, "Kim-heng, tunggu sebentar!"
Kim Put-hoan tidak berpaling. "Ada apa?" tanyanya.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
"Biar ... biarlah aku saja ... aku saja yang turun tangan!"
"Tidak, katamu takkan menyesal?"
Ji Yok-gi menyengir, "Ah, bila ... bila Kim-heng memberi
kesempatan ini kepadaku, kelak Siaute pasti memberi kado
besar kepadamu." Kim Put-hoan seperti menimbang agak lama, kemudian dia
membalik badan dan berkata, "Baiklah, maju!"
Ji Yok-gi kegirangan, "Terima kasih Kim-heng!" segera dia
melompat ke depan. Mengawasi punggung orang, Kim Put-hoan menyeringai,
dengusnya perlahan, "Huh, kelihatannya gagah dan tampan,
tak tahunya berotak udang."
Begitu melompat ke tengah pendopo, Ji Yok-gi segera berseru
lantang, "Demi menghormati ketiga Cianpwe pemilik Jin-giceng, maka harpa dan pedang tidak kubawa kemari, tapi siapa
pun bila ingin memberi pelajaran kepada orang she Ji, akan
kulayani dengan bertangan kosong saja."
Baru sekarang Jitkohnio menarik pandangannya atas diri si
pemuda, katanya dengan tertawa dan menggeleng, "Bocah
she Ji ini agaknya kena dihasut lagi oleh orang she Kim itu ...."
Anak merah menarik si pemuda rudin ke depan Jitkohnio,
katanya, "Nona, kau jaga dia, jangan sampai terlepas, biar


Pendekar Baja Wu Lin Wai Shi Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuberi hajaran kepada bocah yang tidak tahu diri itu."
Jitkohnio mencibir, katanya, "Siapa sudi menjaga dia" Biarkan
saja dia pergi," tapi sembari bicara diam-diam dia sudah ulur
jarinya menggantol lengan baju si pemuda.
KANG ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
Pemuda itu menghela napas, ujarnya, "Buat apa selalu kau
cari gara-gara?" "Memangnya aku harus meniru tabiatmu?" omel Jitkohnio,
"orang menampar pipi kirimu, malah kau berikan pipi kanan
pula. Aku justru tidak mau dihina."
"Ya, kau memang lihai," ujar si pemuda dengan tertawa getir.
"Tapi setelah kau bikin ribut, jangan suruh orang lain
membereskan persoalannya. Kalau bisa kau selesaikan
Tersesat Di Lembah Kematian 1 Dewi Ular Misteri Dewi Pembalasan Sukma Pedang 1

Cari Blog Ini