Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bego 5

Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 5


mulut terpentang lebar. "Kau yang telah menghantar bocah itu pulang ke benteng, lagipula bocah itu
sangat baik kepadamu, pocu... dia pasti akan amat berterima kasih kepadamu dan
iapun pasti akan mengijinkan kau tetap tinggal di benteng tersebut"
Setelah berhenti sebentar tambahnya:
"Nah, asal bisa hidup bersama bocah itu, maka kaupun bisa melihat bocah itu
tumbuh menjadi dewasa"
Ong It sin masih juga tidak tahu apa yang telah dikatakan oleh Be siau soh dan
apa tujuannya berbicara dengan memutar kayun sejauh itu.
"Hiduplah terus dalam benteng Khekpo" Be siau soh berkata lebih lanjut, "Jangan
tinggalkan bocah itu, dan disaat bocah itu sudah berusia dua puluh tahun,
serahkan benda ini kepadanya"
Sebetulnya Be Siau soh berbaring diatas pembaringan dengan tubuh lemas, tenaga
untuk berbicarapun takpunya, tapi ketika berbicara sampai di situ, tiba tiba ia
melompat bangun dan meloloskan sebilah pedang pendek dari bawah bantalnya.
Gagang pedang pendek itu sudah berkarat, sarung pedangnya juga kuno dan sudah
butut, sepintas lalu mirip barang bobrok buangan yang tak ada gunanya.
Tapi Be siau soh memegang pedang tersebut dengan tangan gemetar keras, sesudah
ragu ragu sejenak ia baru menyerahkan benda itu ke tangan Ong It sin.
Pemuda itu menerimanya dengan keheranan, baru saja dia akan bersuara, Be siau
soh telah menggenggam tangannya erat erat sambil berbisik lirih:
"Ksatria Ong, pedang... pedang kuno Hu si klam ini kuperoleh hampir dengan
mempergunakan seluruh jiwa dan ragaku, kau musti... kau musti menyimpannya baik
baik dihari hari biasa tak boleh dilihat secara sembarangan, bila bocah itu
telah berusia dua puluh tahun kau baru boleh memberi tahukan kesemuanya ini
kepadanya katakanlah kalau pedang tersebut adalah satu satunya barang yang dapat
diberikan ibunya kepadanya..."
Ketika berbicara sampai disitu, mata Be siau soh telah jatuh berlinang membasahi
seluruh tubuh wajahnya. Ong It sin menjadi cemas dan gelagapan serunya berulang kali: "Jangan menangis
jangan menangis..." Be Siau soh melepaskan genggamannya atas tangan Ong It sin, lalu setelah menyeka
air matanya ia jatuhkan diri berbaring kembali diatas pembaringan katanya:
"Ksatria Ong, kini aku sudah tidak mengharapkan apa apa lagi, aku hanya berharap
dalam penitisan yang akan datang aku bisa peroleh seorang suami yang baik
seperti kau, oh betapa gembiranya hatiku bila dapat peroleh suami seperti
dirimu" Ong It sin duduk serba salah, peluh telah membasahi sekujur tubuhnya, kecuali
tertawa bodoh ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Lewat sesaat kemudian ia
baru bertanya: "Kau... kau hendak mati?"
"Mati..." Aku kira untuk sesaat aku tidak bakal sampai mati"
Tiba tiba, entah dari mana datangnya keberanian di hati kecil Ong It sin,
katanya dengan terbata bata:
"Kalau begitu... kalau begitu.. kenapa... kenapa kau tidak mau kawin saja
dengan-.. denganku?"
Sekalipun hanya sebuah kalimat yang pendek. akan tetapi ketika ucapan tersebut
selesai diucapkan keluar, sekujur badannya sudah basah oleh keringat, seluruh
otot dan kulit badannya terasa mengejang keras.
Dengan sedih Be Siau soh menghela napas panjang.
"Aaai... terlambat sudah, itu hanya karena salah berpikir akhirnya aku harus
menerima akibat seperti ini, yaa... sekarang telah terlambat..."
Ketika Ong It sin dengan memberanikan diri mengucapkan kata kata tersebut,
sesungguhnya dalam hati kecil pemuda tersebut sama sekali tidak terlintas
harapan bahwa Be Siau soh akan mengabulkan permintaannya itu.
Sebaliknya setelah mengutarakan kata kata tadi hampir saja ia hendak menempeleng
wajah sendiri, karena ia telah berbuat kurang ajar terhadap gadis pujaannya.
Oleh karena itu, setelah Be Siau soh menjawab demikian, dia malahan merasa
sangat lega. Paras muka Be Siau soh sesungguhnya berwarna putih kepucat-pucatan, tapi secara
tiba tiba telah menjadi merah padam, dibawah remang remangnya cahaya lentera,
tampak kecantikan wajah gadis itu benar benar sukar dilukiskan dengan kata kata.
Dengan suara yang lembut dan manja bahkan dengan gerakan yang merangsang dan
mempesonakan hati ia berbisik:
"Aku sudah tidak pantas lagi untuk kawin denganmu, tapi bila kau suka denganku,
malam ini... malam ini kita... kita boleh..."
Berbicara sampai disitu, kepalanya tertunduk rendah rendah dan ia tak sanggup
untuk melanjutkan kembali kata katanya, keadaannya ketika itu tak ubahnya
seperti pengantin perempuan yang sedang bersiap-siap menghadapi malam
pertamanya. Ong It sin merasakan sepasang kakinya enteng seperti melayang diangkasa, hampir
saja ia tak mampu berdiri tegak seakan akan seseorang yang kebanyakan minum
arak. Ia merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya mendidih, seperti ada beribu
ribu ekor kuda liar sedang berlari bersama...
Tiba tiba ia mengulur tangannya ke depan untuk mengangkap sepasang tangan Be
Siau soh yang mungil bibirnya gemetar keras namun tak sepotong perkataanpun
sanggup diutarakan Be Siau soh meronta dan berusaha untuk duduk diatas pembaringannya...
Waktu itu Ong It sin telah duduk ditepi pembaringan, maka setelah Be Siau soh
duduk, otomatis mereka berduapun saling berpelukan dengan penuh kehangatan dan
kemesrahan. Bagi Ong It sin, peristiwa yang kemudian terjadi pada malam itu hakekatnya
seperti suatu impian yang tak berlukiskan indahnya.
Ong It sin hanya teringat, ketika ia selesai menikmati kehangatan tubuh
perempuan itu, Be Siau soh mengulangi kembali pesannya disisi telinganya dan
minta ia simpan baik baik pedang IHusi kiam tersebut serta menyerahkan kepada
anaknya bila sudah dewasa nanti.
Ucapan tersebut seakan akan sudah terukir dalam dalam dihati Ong It sin,
selamanya tak mungkin bisa teriupakan lagi.
Dia pun tidak tahu sendiri kapan tubuhnya terasa mengantuk dan tertidur nyenyak,
menanti ia terbangun kembali, tampaklah ruangan batu itu sudah terang benderang
oleh sinar matahari, sementara Be Siau soh sudah tak kelihatan lagi disitu.
Buru buru Ong It sin melompat bangun dan memburu keluar, pintu rumah terbuka
lebar tapi suasana diluarpun sunyi senyap tak kelihatan sesosok bayangan
manusiapun. bahkan si nona cilik itupun lenyap tak berbekas...
Ong It Sin mengucak matanya berulang kali, untuk sesaat ia tak dapat membedakan
impiankah yang dialami semalam atau kini masih berada dalam alam impian"
Tapi dalam hati kecilnya dia tahu, entah kemarin ataupun sekarang jelas ia tidak
berada dalam alam impian, apa yang telah berlangsung dan terjadi adalah suatu
kenyataan, Be Siau soh kini telah pergi sedang ia harus kembali ke benteng
Khekpo untuk selamanya mereka tak akan bertemu kembali.
Ketika Ong It sin teringat sampai disitu, saking sedihnya hampir saja ia
membelah dada sendiri... Setelah memperdengarkan jeritan aneh yang mengerikan dia kabur menuju ke bawah
puncak. dengan harapan dapat menyusul kembali Be Siau soh, beberapa kali bahkan
hampir saja ia terperosok ke dalam jurang, sayang kendatipun sudah ia susul
sampai dibawah kaki bukit, namun bayangan tubuh Be Siau soh tetap tidak
ditemukan. Akhirnya sambil menghela napas panjang ia meraba pedang kuno Husi kiam dalam
sakunya, kemudian berdiri termangu mangu disitu.
Tentu saja dia ingin sekali menemukan Be Siau soh, tapi diapun teringat kembali
dengan kepercayaan yang diberikan Be Siau soh kepadanya, cinta kasihnya kepada
perempuan itu membuat pemuda tersebut mau tak mau harus berangkat ke benteng
Khekpo untuk mewujudkan pesan dari Be siau soh tersebut.
Tapi... dua puluh tahun yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas itu... dua
puluh tahun bukan cuma dua hari...
Seandainya berganti orang lain mereka pasti akan ragu ragu untuk menerimanya,
tapi Ong It sin memang seorang pemuda yang jujur.
Sejak berdiam dalam perkampungan keluarga Li, selama banyak tahun tak pernah ada
seorang manusiapun yang menaruh perhatian kepadanya tapi sekarang Be Siau soh
begitu baik kepadanya ini membuat si anak muda itu dengan pasrah dan rela siap
melakukan pekerjaan pula demi Be Siau soh.
Ong It sin tak tahu dimanakah letak benteng Khekpo, dia hanya menentukan arah
secara mengawur lalu meneruskan perjalanannya kesana.
Ia berjalan menembusi selat melewati lembah selama berhari hari tak pernah
berjumpa dengan seorang manusiapun, diapun tak tahu sampai kapan baru akan
sampai di benteng Khekpo.
Senja itu, ketika matahari sudah terbenam dilangit barat, dikala Ong It sin
sedang melanjutkan perjalanannya dengan cepat tiba tiba ia menyaksikan ada
seseorang sedang duduk bersandar pada pohon didepan sana.
Sudah beberapa hari Ong It sin tak pernah berjumpa dengan seorang manusiapun,
setelah bertemu dengan orang sekarang tentu saja ia merasa girangnya bukan
kepalang, timbul niat dalam hatinya untuk bertanya kepada orang itu dimanakah
letak benteng Khek po. Maka ia mempercepat langkahnya memburu ke depan, namun ketika mencapai satu dua
kaki lagi dari hadapan orang itu, tiba tiba ia meraskaan sesuatu keadaan yang
tidak beres. Menanti ia sudah semakin dekat dan dapat melihat semuanya dengan lebih jelas,
tak tahan lagi pemuda itu menjerit sekeras kerasnya seperti orang histeris.
Ternyata orang itu bukan berdiri bersandar pada pohon, melainkan dadanya telah
ditembusi pedang yang mana ujung pedangnya menembusi punggungnya dan memantek
diatas dahan pohon ooodowooo Orang itu tertunduk rendah rendah,jelas sudah mati agak lama.
Dikala Ong It sin mengetahui bahwa orang itu sudah tewas hatinya sangat bergetar
karena kaget secara beruntun ia mundur sejauh dua langkah lebih.
Tapi dua langkah kemudian kembali ia berhenti, sesudah menenangkan hatinya
timbul keinginan untuk melihat siapa gerangan orang itu.
Dengan memberanikan diri kembali ia melangkah kedepan lalu didongakkan kepala
sang mayat yang terkulai ke bawah itu.
Masih mendingan kalau tidak ia periksa raut wajah orang itu, begitu kepala mayat
tersebut didongakkan, kontan saja hatinya menjadi tercekat dan sukmanya serasa
melayang meninggalkan raga...
Ternyata kulit wajah mayat itu sudah disayat orang sehingga meninggalkan daging
wajahnya yang merah dan penuh berlepotan darah.
Ong It sin merasa sepasang kakinya menjadi lemas dan tubuhnya ikut roboh ke
belakang, teriaknya seperti orang kalap: "Aduuuh mak tolong..."
Sekuat tenaga ia merangkak pergi dari situ, napasnya terengah engah tapi
selangkahpun ia tak mampu bergeser, ia merasa seakan akan kehilangan segenap
tenaga. Rasa takut dan ngeri yang mencekam perasaannya saat itu pernah dialami
sebelumnya dimasa lampau, waktu itu hujan sangat deras dan ia dalam perjalanan
pulang ke perkampungan keluarga Li. Untuk berteduh dari hujan di suatu kuil
bobrok ia telah menjumpai empat orang anggota perkampungan tewas dengan kulit
wajah merah tersayat.. Tanpa terasa sekujur badan Ong It sin gemetar keras, ia tahu kematian orang ini
pertanda akan terjadinya peristiwa besar di sekitar tempat itu, seperti juga apa
yang pernah terjadi di perkampungan keluarga Li tempo hari.
Lama sekali Ong It sin terduduk diatas tanah kemudian dengan sangat hati hati ia
merangkak bangun, ia tak berani menyentuh mayat itu lagi, pemuda itu hanya
berani berdiri di tempat kejauhan sambil mengamati orang tersebut.
Setelah kulit wajah orang itu disayat orang, sudah barang tentu raut wajahnya
tak dapat dkenali kembali.
Tapi dari pakaian yang dikenakan orang itu, Ong It sin merasa kenal sekali, ia
merasa seakan akan pernah berjumpa dengan orang ini.
Dengan kening berkerut Ong It sin termenung sebentar, tiba tiba ia teringat
kembali siapakah orang, ternyata orang itu adalah salah seorang laki laki yang
sekomplot dengan Ik tianglo.
Betapa terkesiapnya si anak muda itu setelah teringat pula bahwa orang itu
adalah anggota benteng Khekpo. Pikirnya kemudian dengan cepat:
"Heran, menurut apa yang kuketahui, benteng Khekpo mempunyai daya pengaruh serta
kekuasaan yang besar disekitar tempat ini, Khekpo pocu juga seorang jago
persilatan yang berilmu tinggi siapakah yang begitu berani mencelakai jiwa
anggota bentengnya...?"
Tentu saja Ong It sin tak akan berhasil memecahkan persoalan ini, apa yang
dirasakan hanya terbatas pada rasa heran belaka.
Anak muda itu tidak berdiam lebih lama lagi disitu, ia melanjutkan kembali
perjalanannya ke depan, entah berapa saat kemudian diatas sebuah pohon kembali
ditemukan seseorang terpantek di atas pohon, kulit wajah orang itupun telah
disayat orang. Kejut dan heran perasaan Ong It sin, perjalanan dilanjutkan dengan lebih cepat
lagi menjelang hari mulai gelap. ia telah menemukan empat orang tewas dalam
keadaan yang sama. Kembali Ong It sin berpikir:
"Keempat orang anak buah Ik tianglo telah kedapatan semua disini, tapi kenapa
perginya Ik tianglo" Waaah... kalau dilihat dari suasananya di sekitar tempat
ini sudah pasti diapun tidak berada dalam keadaan selamat. Kalau Ik tianglo
sampai ikut terancam jiwanya... bukankah keselamatan sang bocahpun sangat
berbahaya...?" Berpikir sampai disitu, si anak muda itu merasa kan sekujur badannya menjadi
dingin karena basah oleh keringat.
"Ik tianglo Ik tianglo... apakah kau telah mengalami musibah?" teriaknya
kemudian dengan suara lantang^
Sebagaimana diketahui, pemuda itu adalah seorang yang bodoh, apa yang dipikirkan
selamanya diutarakan secara jujur, karena ia tidak berharap Ik tianglo ketimpa
musibah, otomatis diapun bertanya secara begitu gamblang...
Setengah li sudah lewat namun tak kedengaran seorang manusia yang menjawab
pertanyaannya itu tapi ketika ia berhenti dan coba memperhatikan keadaan
sekitarnya dengan seksama, akhirnya ditangkapnya suara rintihan yang amat lirih
berkumandang tak jauh dari situ.
Waktu itu langit sudah gelap. cahaya bintang dan rembulanpun amat redup, membuat
suasana hanya terasa remang-remang.
Mengikuti arah berasalnya suara rintihan itu, Ong It sin berjalan mendekatinya,
ternyata suara tadi berasal dari balik semak belukar yang amat lebat.
Sayang suasana amat gelap sehingga sulit untuk mengetahui apakah dibalik semak
itu ada seseorang yang menyembunylkan diri atau tidak. Akhirnya ia berhenti
sambil menegur: "Siapa disitu siapa yang bersembunyi dibalik semak belukar" Hayo cepat menjawab"
Rintihan itu segera terhenti sejenak, tapi tak lama kemudian terdengarlah suara
seseorang yang lemah berkumandang:
"Ksatria Ong kah disitu" Barusan... apakah kau yang memanggil diriku?"
Ong It sin tertegun. "Hey, rupanya kau adalah It tianglo?" teriaknya.
"Bee... benar aa... aku..."jawaban dari balik semak itu makin lemah dan lirih.
Buru buru Ong It sin memburu kedepan menyingkap semak dan melangkah masuk
ditemukan tubuh ik tianglo tergeletak disitu dan melingkar menjadi satu.
Dalam semak belukar cuma ada Ik Tianglo tapi bocah itu tak nampak batang
hidungnya ini semakin mencemaskan hati si anak muda itu.
"Hey, dimana perginya bocah itu?" tegurnya, "Ik tianglo, kemana perginya bocah
yang telah kau rampas itu" Apakah telah kau hantar kebenteng Khekpo?"
0oood-wooo0 Jilid 8 TUBUH Ik tianglo bergetar pelan tapi sekujur badannya semakin melingkar jadi
satu. "Bocah... bocah itu telah...telah dirampas orang" bisiknya kemudian teramat
lirih. "Siapa yang telah merampasnya" Siapa?" teriak pemuda itu panik.
"Say... siu... jin-.. mo..."
Empat patah kata itu diucapkan berputus-putus, untuk melontarkan setiap patah
katapun membutuhkan tenaga yang teramat besar.
Menanti kata "mo" telah diucapkan, tiba tiba badannya mengejang keras...
Kemudian tiba tiba badannya melejit ke udara setinggi dua tiga depa lebih,
ketika dadanya terbanting kembali ke atas tanah, ia tak berkutik lagi, jelas
jiwanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Dibawah cahaya rembulan yang redup, dapat dilihat kulit wajah Ik tianglo masih
utuh, cuma sekujur badannya penuh dengan luka, pada hakekatnya ia telah berobah
menjadi seorang manusia darah.
"Say siujin mo... manusia iblis berwajah singa... siapa gerangan iblis ini..."
gumam Ong It sin berulang kali, "Hey, jangan-jangan gembong iblis yang
dimaksudkan adalah Say siujin mo yang pernah disebut sebut engku ku setelah


Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ciong lay su shia mengobrak abrik perkampungan keluarga Li?"
setelah termenung sebentar, anak muda itu kembali berpikir:
"Konon gembong iblis yang berilmu sangat tinggi ini telah tewas lama sekali,
mungkinkah Say siujin mo yang dimaksudkan Ik tianglo sekarang adalah orang yang
sama dengan orang dulu?"
Setelah mengetahui bahwa sang bocah telah dirampas orang, hatinya merasa kacau
sekali, pikirannya kalut dan tak tahu apa yang sedang dipikirkan.
Pada saat itulah, tiba tiba ia mendengar suara bentakan bentakan nyaring
berkumandang dari kejauhan sana.
Kemudian muncul pula empat sosok bayangan manusia yang dengan cepat telah
meluncur tiba. Sungguh cepat gerakan tubuh keempat orang itu, dalam sekejap mata mereka telah
tiba didekatnya. Begitu mencapai tempat tersebut, keempat orang itu berpekik nyaring lalu
menyebarkan diri ke empat penjuru dan mengurung Ong It sin ditengah arena.
Ong It sin merasa tercengang dan tidak habis mengerti, dia tak tahu permainan
apakah yang sedang dilakukan orang orang itu.
Setelah mengerdipkan matanya, ia mencoba untuk memperhatikan raut wajah keempat
orang itu, ternyata tiga orang diantaranya sudah pernah dijumpainya.
Keempat orang itu memakai baju sama dengan warna berbeda, orang mengenakan baju
berwarna hitam, seorang berbaju kuning dan dua orang lainnya yang satu memakai
baju merah dan yang terakhir memakai baju putih.
Ong It sin tahu mereka semua berasal dari benteng Khekpo.
Mulutnya telah dibuka siap hendak memberitahukan kepada mereka kalau bocah itu
sudah dibawa kabur orang, tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu manusia
berbaju putih itu telah berkata:
"Eehmm... ternyata bukan Ik tianglo, semestinya Ik tianglo berjalan lewat tempat
ini" Ong It sin segera menuding kearah semak belukar ditepi jalan sambil menimbrung:
"oh, kalian sedang mencari jejak Ik tianglo" Dia berada disini"
Baru habis si anak muda itu berkata keempat orang itu sudah menggerakkan
tubuhnya menyusup ke arah semak belukar.
Kiranya keempat orang ini ditambah dengan Ik tianglo disebut orang sebagai Khek
Po ngo toa tianglo (lima orang tianglo dari benteng Khekpo)
Setelah menjumpai mayat Ik tianglo tergeletak dalam keadaan mengenaskan, tak
kuasa lagi keempat orang itu menghela napas sedih. Lewat beberapa saat kemudian,
Goan tianglo baru berkata:
"Siapa suruh dia berhati busuk dan timbul niat jahatnya untuk merampas Siau pocu
dan ingin mengancam pocu" Kini ia mati dalam keadaan mengerikan, itulah
ganjarannya bagi orang yang berhati busuk"
"Betul" sambung ketiga orang lainnya sambil manggut manggut. Ong It sin, yang
berada di samping cuma berdiri ketolol-tololan.
Ketika bocah itu dirampas untuk pertama kalinya oleh Ik tianglo, dia masih
mengira kalau bocah itu oleh Ik tianglo sedang dihantar pulang ke benteng
Khekpo, mimpipun dia tak mengira kalau Ik tianglo berniat jahat dan merampas
bocah itu karena hendak digunakan untuk kepentingan pribadi.
Kendatipun demikian, dia masih mengira nasib bocah itu tidak akan seburuk
keadaan sebelum terjatuh ke tangan Say siujin mo, maka hatinya bukan menjadi
tegang malah sebaliknya jauh lebih lega.
Karenanya ketika mendengar perkataan itu, dia segera ikut menimbrung: "oooh...
rupanya Ik tianglo bukan orang baik baik"
Gumaman tersebut sama sekali tidak digubris orang, bahkan diperhatikanpun tidak,
seakan-akan pernah ada orang lain yang hadir disitu. Selang sesaat kemudian,
tiba tiba Tay tianglo berseru tertahan "Kalau begitu dimanakah siaupocu
sekarang?" Tadi, persoalan yang dipikirkan keempat orang itu hanya persialan sekitar dosa
yang dilakukan Ik tianglo, hampir boleh dibilang tak seorangpun yang berpikir
kesitu, maka setelah disinggung oleh Tay tianglo mereka baru saling berpandangan
dengan wajah berubah. "Aku tahu soal ini..." timbrung Ong It sin.
Tapi sebelum ucapan itu sempat diselesaikan, Goan tianglo telah memutar badannya
sambil membentak: "Tak usah turut campur, tutup mulutmu"
Ong It sin tidak menggubris bentakan itu, katanya kembali: "Aku tahu dimanakah
siaupocu berada" Mendengar perkataan itu, serentak empat orang itu berpaling sambil bertanya:
"Dia berada dimana?"
"Dirampas orang, orang yang merampasnya bernama Say siujin mo (manusia iblis
berkepala singa)..."
Sesungguhnya apa yang diucapkan Ong It sin adalah kata kata sejujurnya.
Tapi begitu mendengar perkataan itu, paras muka keempat orang itu kontan berubah
hebat, pertama tama Goan tianglo yang menjadi mendongkol lebih dahulu, sambil
mendengus ia segera melancarkan sebuah pukulan kedada Ong It sin"Hey, apa apa an kau..." teriak Ong It sin terperanjat.
Tapi baru sampai tengah jalan, angin pukulan yang dilancarkan Goan tianglo telah
menghantam dadanya. "Tunggu sebentar" terdengar Tay tianglo mencegah, "jangan dibunuh, mari kita
tanyai dirinya lebih dulu"
Tentu saja pukulan dahsyat tersebut tidak bersarang didada Ong It sin, akan
tetapi ketika termakan oleh angin pukulan yang amat dahsyat tersebut tubuhnya
segera terdorong sejauh tujuh delapan langkah kebelakang, kemudian karena tak
mampu mempertahankan diri, akhirnya ia roboh terjengkang ke atas tanah.
Baru saja pantatnya mencium tanah, sepasang lengan Goan tianglo telah
dibentangkan, bagalkan seekor burung elang anak muda itu segera ditubruknya.
Sama sekali tidak terlintas ingatan untuk menghindar dalam benak Ong It sin,
tahu tahu bahunya terasa kencang dan ia sudah kena dicengkeram oleh Goan tianglo
segera diangkat ke tengah udara.
Berhubung sepasang kakinya tidak menempel tanah sekuat tenaga Ong It sin
menjejak kesana kemari. Paras muka Goan tianglo segera berubah menjadi keren, bentaknya:
"Kalau kau berani sembarangan bergerak. jangan salahkan kalau sekali hantam
kubunuh dirimu" Kalau berganti di waktu biasa, apalagijika watak bodohnya kambuh, Ong It sin
pasti tak mau tunduk malah mungkin akan berteriak teriak keras.
Tapi sekarang ia tak berani berbuat demikian, sebab ia sempat berpikir
seandainya ia sampai mati terbunuh ditangan Goan tianglo, niscaya urusan yang
diserahkan Be Siau soh kepadanya tak akan bisa dilaksanakan lagi...
oleh karena itu dia menghela napas panjang dan berdiri tak berkutik lagi. Goan
tianglo masih juga mencengkeram tubuhnya kemudian tegurnya kembali: "Mengapa kau
mengaco belo bicara tidak karuan untuk membohongi kami...?"
"Aku tidak bohong, akupun tidak ngaco belo, kalau misalnya kalian anggap
perkataan itu bohong."
"Apa sangkut pautnya urusan ini dengan Ik tianglo?" bentak Goan tianglo semakin
gusar. "Ik tianglo yang bicara sendiri kepadaku, waktu aku sampai disini, ia belum
mati" "Masa ia mengatakan kalau perampasnya adalah Sai siujin mo?"
"Yaa, waktu itu aku bertanya kepadanya, siapakah yang telah merampas anak itu
dia bilang Say siujin mo"
Sementara itu ketiga orang tianglo lainnya telah maju mendekat, slang tianglo
lantas bertanya: "Mungkin perkataan yang diucapkan Ik tianglo menjelang ajalnya tidak jelas, dan
bangsat ini tidak mendengar dengan tepat, maka ia bicara sembarangan disini"
"Betul" sambung Tay tianglo, "Say siujin mo sudah mati dikerubuti oleh pelbagai
jago lihay dari dunia yang sudah mati mana mungkin bisa hidup kembali?"
Ong It sin menjadi tidak tahan, segera timbrungnya dengan suara keras:
"Aaah... kalian tahu apa" Menurut orang persilatan Ciong lam su shia sudah mati,
padahal belakangan ini mereka berempat telah membakar habis perkampungan
keluarga Li yang tersohor namanya diwilayah cuanpak..."
"Dimana letak perkampungan keluarga Li, aku tak pernah mendengarnya?" ejek Tay
tianglo dengan mata melotot.
"Hmm... apa lagi benteng Khekpo kalian itu akupun lebih lebih tak pernah
mendengar" Paras muka Tay tianglo berubah membesi, telapak tangannya langsung diayunkan
kemuka dan.. "Plok", pipinya sudah kena ditampar keras keras.
Ong It sin berpekik nyaring, darah kental meleleh keluar membasahi ujung
bibirnya. Meskipun pukulan tersebut tidak terlalu keras toh pukulan tersebut cukup membuat
pipi Ong It sin berubah menjadi bengkak besar.
Dalam keadaan demikian Ong It sin merasa yaa Cemas yaa marah, segera teriaknya:
"Kalian manusia manusia tak tahu aturan, siaupocu kalian telah hilang, bukannya
dicari jejaknya malahan mencari gara gara ditempat ini denganku."
"Hmm... hmm... sekarang juga aku akan berangkat ke benteng Khekpo, hendak
kujumpai pocu kalian dan ingin kulakukan kejadian ini kepadanya akan kulihat apa
yang bisa ia katakan?"
Mendengar perkataan itu empat orang tianglo tersebut saling berpandangan sekejap
akhirnya Goan tianglo lepas tangan dan menurunkan Ong It sin ke atas tanah.
Setelah itu mereka berempatpun berbisik bisik merundingkan masalah tersebut.
Waktu itu Ong It sin sedang mendongkol, ia sama sekali tidak mempedulikan apa
yang sedang dirundingkan keempat orang tianglo tersebut, ia hanya ribut dengan
kemangkelan dalam hatinya.
Lewat sesaat kemudian, Goan tingnlo baru putar badannya sambil bertanya:
"Sewaktu kau tiba disini tadi bukankah Ik tianglo belum mati" Hati hati kamu
yaa, kalau bertemu dengan poocu kami nanti harap jangan memutar balik kembali
duduknya persoalan" "Si telur busuk baru memutar balikkan pembicaraan" teriak Ong It sin dengan mata
melotot. "Baik kalau begitu ikutilah kami pulang ke benteng Khekpo"
Berbicara sampai disitu ia lantas bersuit nyaring suaranya keras dan tajam
hingga berkumandang sampai ketempat yang jauh sekali.
Tak lama setelah suara pekikan tersebut, terdengar suara derap kaki kuda
berkumandang datang, keras dan nyaring sekali suaranya, seperti ada belasan ekor
yang lari mendekat bersama sama.
setelah rombongan itu sampai dihadapan mereka, Goan tianglo baru berseru:
"Hayo naik kuda kita harus melakukan perjalanan siang malam untuk kembali ke
benteng Khekpo" Setelah melakukan perjalanan selama tiga hari akhirnya pagi itu sampailah mereka
didepan sebuah bukit dengan pepohonan yang lebat, dipimpin Goan tianglo, mereka
langsung menerjang masuk ke atas bukit tersebut.
Bukit itu tinggi rendah tak menentu, sama sekali tak ada jalan setapak yang bisa
dilewati, setelah melakukan perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya sampailah
mereka di depan sebuah pintu gerbang besar dan tinggi yang memancarkan sinar
keemas-emasan. Pintu itu sesungguhnya terbuat dari tembaga lantaran digosok sampai mengkilap
maka sepintas lalu pintu itu mirip sekali seperti terbuat dari emas murni.
Delapan orang busu bersenjata tombak panjang berdiri dikedua belah sisi pintu
gerbang, mereka rata- rata berwajah keren dan bertubuh tegap keren sekali
tampangnya. cukup menyaksikan kesemuanya itu, Ong It sin telah dibuat termangu
mangu jadinya. Pintu gerbang itu tingginya mencapai dua kaki dengan lebar tujuh depa, entah
berapa banyak tenaga manusia yang telah dikerahkan untuk membuat pintu sebesar
itu. Baru pertama kali ini Ong It sin menjumpai pintu tembaga sebesar ini, sebelum
itu jangankan melihatnya, bahkan mimpipun tak pernah membayangkan sampai kesitu.
Ketika mereka berlima tiba didepan pintu, para busu bersenjata tombak itu segera
mendorong pintu tersebut ke samping.
Tampaknya pintu tembaga itu berat sekali, karena beberapa orang busu yang tinggi
besar itupun harus mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mendorong
pintu tadi. Suasana dalam ruangan dibalik pintu gerbang itu terasa amat seram dan serius,
sedemikian seramnya membuat orang tak berani berbicara keras keras.
Tak lama kemudian, pintu gerbang itu sudah terbuka dua tiga depa, beberapa orang
busu itu segera menyingkir ke samping, sementara keempat orang tianglo itu
dengan mengempit Ong It sin segera melangkah masuk ke dalam ruanganSetelah masuk ke balik pintu, dihadapan mereka terbentang sebuah tanah lapang
yang luas, tanah lapang itu dibagi atas lima depa sebagai satu petak, dan petak
demi petak diberi alas batu berwarna abu abu, luas seluruhnya mencapai dua
hektar lebih. Dihadapannya merupakan sebuah atap batu yang terdiri dari dua puluh anak tangga,
diatas tangga batu merupakan sebuah lapangan kecil, selewatnya tanah lapang
kecil itu baru merupakan sederet bangunan rumah yang megah.
Selama tinggal diperkampungan keluarga Li dulu Ong It sin selalu menganggap
perkampungan milik pamannya sebagai bangunan paling megah, akan tetapi bila
dibandingkan dengan benteng Khekpo sekarang hakekatnya perkampungan keluarga Li
ibarat seorang perempuan desa yang menyelipkan sekuntum bunga disanggulnya,
sekalipun cantik namun sederhana, sebaliknya benteng Khekpo ibaratnya seorang
putri keraton, bukan cantik saja bahkan kelihatan megah.
Ong It sin masih termangu memandang sekelilingnya, ketika Goan tianglo mendorong
tubuhnya untuk maju terus kedepan dalam sekejap mata mereka sudah menaiki tangga
batu itu. Baru tiba didepan gedung mewah itu bunyi tambur yang berat dan dalam
berkumandang dari arah dalam.
Tambur itu berbunyi sebanyak tujuh kali kemudian sekalipun sudah berhenti
suaranya masih mengaung kencang disekelilingnya membuat hati orang terasa
bergetar keras. Ketika bunyi tambur berhenti, Goan tianglo ikut pula berhenti, katanya sambil
berpaling: "Pocu telah bersiap-siap menjumpai kita, kalau bicara nanti kau musti tahu diri,
mengerti?"" Ong It sin yang bodoh bukan seorang penakut, sikapnya sekarang bukan disebabkan
keder oleh keadaan tapi ia dibuat kesemsem oleh suasana dalam Khekpo yang angker
itu. Maka jawabnya amat menghormat: "Yaa, aku tahu"
Berluma mereka naiki anak tangga batu, dan menyeberangi tanah lapang kecil,
dimana tampaklah dua baris busu bersenjata lengkap berdiri dikedua sisi tanah
lapang. Menanti mereka sudah tiba dimuka pintu, dua orang manusia cebol yang berwajah
aneh dan selama ini berdiri ditepi pintu, buru buru maju ke muka serta
membukakan pintu untuk mereka.
Paras muka Goan tianglo berempat berubah makin tegang, tiba tiba mereka
berbisik: "Agaknya Pocu sangat terburu buru kita musti berhati hati"
Secara beruntun mereka berlima melangkah masuk kedalam ruangan istana...
Megah sekali ruangan itu, permadani kulit monyet emas yang berkilauan hampir
menutupi setiap permukaan lantai, tapi suasananya amat hening dan tidak
kedengaran sedikit suarapun.
Ki si kau atau monyet berbulu emas adalah sejenis binatang aneh yang langka
sekali, untuk menangkap seekor saja sudah sulitnya bukan kepalang, apa lagi
seluruh permukaan lantai dilapisi oleh kulit monyet emas, entah kulit dari
berapa ekor monyet yang telah dipergunakannya"
Ong It sin mencoba untuk mendongakkan kepalanya dan memeriksa keadaan
disekelilingnya, nyatanya bukan cuma lapisan lantai saja yang dipenuhi oleh
kulit monyet emas, bahkan setiap benda baik itu tiang penyanggah ruangan,
wuwungan rumah kursi meja pokoknya setiap benda yang berada dalam sekeliling
ruangan memancarkan sinar keemas- emasan.
Ruangan ini luas sekali, disisi setiap tiang penyanggah ruangan berjejerlah
beberapa buah kursi, diatas kursi itu duduk pula manusia baik laki laki maupun
perempuan, baik tinggi atau pendek, pokoknya jumlah itu sedemikian banyaknya
sehingga sulit buat Ong It sin untuk mengingat ingat raut wajah mereka satu
persatu. Pada ruang paling belakang tersedia sebuah kursi yang terbuat dari emas murni,
waktu itu masih kosong dan tak ada yang menempatinya.
Jangan dilihat jumlah manusia yang berada dalam ruangan mencapai tujuh delapan
orang, tapi sejak awal sampai kini tak kedengaran sedikit suarapun, coba kalau
tidak ada orang yang duduk disitu, Ong It sin pasti akan mengira ruangan itu
adalah sebuah ruangan kosong.
Goan Tianglo membawa Ong It sin berjalan masuk kedalam ruangan, mereka berhenti
kurang lebih tujuh delapan depa didepan kursi emas itu.
"Trang... Trang... trang" tiba tiba berkumandang suara genta yang amat nyaring,
empat orang bocah cilik muncul dari pintu samping, keempat orang bocah itu
semuanya mengenakan kopyah emas dan jubah yang terbuat dari serat emas pula


Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga dari jauh tampak berkilauan"Waah... hebat betul pocu dari benteng Khekpo" pikir Ong It sin, "dari kursinya
yang terbuat dari emas, baju anak buahnya yang tersebut dari emas pula, kalau
bukan orang kaya, dia pasti manusia yang menyerupai dewa."
Terbayang akan Khekpo pocu, tanpa terasa pemuda itu terbayang kembali akan Be
Siau soh, dari Be Siau soh diapun teringat kembali malam syahdu yang
dilewatkannya bersama gadis itu, ia mulai termenung melamun dan pikirannya
melayang entah sampai dimana.
Ditengah keheningan, tiba tiba terdengar seseorang mendehem, suara deheman itu
datangnya dari balik pintu, bukan saja suaranya keras pun amat berwibawa.
Serentak semua orang bangkit berdiri sedang keempat orang bocah tadi secara
terpisah telah berdiri dikedua belah sisi kursi emas.
Sebodoh bodohnya Ong It sin, waktu itu diapun tahu kalau pocu dari benteng
Khekpo segera akan munculkan diri.
Dengan mata yang terbelalak besar dia awasi ke depan dia ingin tahu suami Be
Siau soh yang dicintainya itu sesungguhnya lelaki macam apa.
Tanpa berkedip pemuda itu awasi terus kearah pintu samping diapun sempat
mendengar suara langkah kaki yang berat dan kasar berkumandang memecahkan
kesunyian. Sedemikian beratnya langkah kaki itu hampir saja membuat setiap orang dapat
merasakan getaran akibat langkah tadi.
Ong It sin merasakan hatinya makin tegang, tiba tiba ia merasa ada sinar emas
memancar keluar dari balik pintu, sinar emas itu sangat tajam dan menyilaukan
mata untuk sesaat membuat sepasang matanya tidak sanggup dipentangkan kembali.
Berulang kali Ong It sin musti mengucak matanya, akhirnya ia dapat melihatjuga
kalau sinar emas itu berasal dari pantulan pakaian yang dikenakan seseorang.
Jelas pakaian itu bukan dibuat dari benang emas, karena pantulan sinarnya entah
beberapa kali lipat lebih hebat dari pantulan sinar dari pakaian yang dikenakan
keempat orang bocah itu. Belum pernah Ong It sin menjumpai pakaian seaneh ini, tiba-tiba ia merasa takut
lagi denyutan nadinya bertambah cepat, tanpa sadar peluh dingin membasahi
tubuhnya. Dalam pada itu orang tadi sudah masuk ke dalam ruangan dan berdiri didepan kursi
emasnya. serentak segenap hadirin memberi hormat sembari berseru: "Salam hormat untuk
Pocu" "Ehmm" orang itu menyahut, sinar matanya lantas dialihkan kearah Ong It sin.
Ternyata ketika semua orang membungkukkan badan untuk memberi hormat tadi, hanya
Ong It sin seorang yang tetap berdiri tegak. oleh karena itu ia tampak menyolok
sekali. Sementara itu Ong It sin pun telah melihat jelas raut wajah orang itu, ternyata
dia kurus sekali, baju emas yang dipakainya terlampau kedodoran sehingga makin
dilihat orang itu kelihatan makin lucu.
Serta merta Ong It sin memperhatikan pula tampang wajahnya, mula-mula ia tampak
rada tertegun kemudian sambil menuding wajah orang tadi tiba-tiba ia tertawa
cekikikan. Dalam bayangan semula, pemuda itu mengira Pocu dari benteng Khekpo pastilah
seorang yang berwajah lebar bertelinga besar bertampang keren dan berwibawa
sehingga siapapun akan merasa keder dan menaruh hormat kepadanya.
Tapi kenyataannya sekarang sedemikian kurusnya Khekpo pocu itu sehingga pada
hakekatnya menyerupai sebuah bambu, apa lagi melihat tampangnya, ia merasa
sedemikian gelinya hingga tergelak gelak tertawanya.
Rupanya pocu itu berkepala botak. panca inderanya hampir mendapat satu sama
lainnya, alis matanya amat jarang dan terputus putus, alis sebelah kiri amat
tebal dan alis sebelah kanan tipis, hidungnya seperti gunung yang kena dibom,
amblek ke dalam, dagunya sempit dan bibirnya tebal seperti congor babi, matanya
kecil macam mata tikus telingannya besar seperti kipas yang lagi menggape gape.
Padahal seringkali Ong It sin mengeluh akan tampangnya yang jelek. apa lagi
kalau sedang bercermin di air, pemuda itu seringkali merasa kecewanya bukan
main. Tapi sekarang, bila dia harus dijajarkan dengan pocu itu, tiba tiba saja
pemuda itu merasa wajahnya berubah jadi setampan janoko.
Ditengah keheningan yang sedang mencekam seluruh ruangan, gelak tertawa Ong It
sin kedengaran nyaring sekali, bahkan hampir cuma suara tertawanya saja yang
kedengaran- Tentu saja tak seorang manusiapun yang tahu kenapa secara tiba tiba Ong It sin
tertawa tergelak, lebih lebih tidak mengerti kenapa ia tertawa dalam suasana
begini. seketika itujuga paras muka setiap orang berubah hebat.
Pocu dari benteng Khekpo sendiripun mula mula agak tertegun, kemudian, tanpa
mengucapkan sesuatu apapun ia duduk dikursinya.
Ong It sin masih juga tidak menyadari kalau suara tertawanya barusan telah
mengagetkan semua orang sampai paras mukanya berubah, ia tak ambil peduli,
diapun tak pernah berpikir sampai kesitu.
Begitu dilihatnya pocu itu duduk dikursinya, pemuda itu malah maju beberapa
langkah, kemudian sambil menuding wajah pocu katanya: "Jadi kau adalah pocu dari
benteng Khekpo?" "Benar" jawab pocu dengan suara dalam.
"Haaahh... haaahhh... haaahhh..." Ong It sin malah tertawa tergelak sampai
terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya dan air mata sampai ngerocos keluar
ia tertawa terus tiada hentinya.
Ong It sin betul-betul tak bisa menahan rasa gelinya lagi, dia tidak menyangka
kalau wajah pocu itu seperti begini, apalagi kalau mengamati bibirnya yang macam
congor babi, ia lantas teringat babinya tempo dulu waktu makan dedak.
Tak selang beberapa saat kemudian, tiba tiba ia merasa dalam ruangan yang begitu
lebar cuma dia seorang yang tertawa, matanya coba celingukan kesana kemari,
ketika dilihatnya semua orang sedang memandangnya dengan wajah tegang, otomatis
ia tak mampu tertawa lebih jauh.
Dengan terhentinya tertawa itu, maka suasana dalam ruanganpun pulih kembali
dalam keheningan, bahkan kali ini dibalik keheningan terasa pula suasana yang
begitu seram dan mengerikan. bikin bulu kuduk orang pada berdiri saja.
Ong It sin kembali menggosok gosok matanya, ia masih belum juga mengerti kenapa
semua orang memandangnya dengan tegang, diapun tak tahu kejadian apakah yang
telah berlangsung disana"
Suasana hening tersebut tidak berlangsung terlalu lama, tiba-tiba terdengar Pocu
itu bertanya: "Goan tianglo, siapa kah orang sinting itu?"
Kalau suara deheman serta langkah kakinya tadi kedengaran begitu keras sampai
menggoncangkan seluruh ruangan, maka pertanyaan tersebut diajukan dengan lirih
seperti orang yang barusakit parah.
Ong It sin membuka mulutnya, hampir saja ia tertawa tergelak lagi. Tapi dengan
sikap yang hormat Goan tianglo telah menjawab:
"Sobat ini she Ong bernama It sin, orang inilah yang telah diserahi hujin untuk
merawat siau pocu" Pocu mengangguk pelan, kembali dia berpaling dan memandang kearah Ong It sin,
tanyanya: "Dimanakah bocah itu, sekarang dia masih berada dimana?"
"Ketika kuhantar bocah itu pulang ke benteng Khekpo, ditengah jalan Ik tianglo
telah merampasnya" sahut Ong It sin
Tampaknya pocu itu sama sekali tidak mengetahui peristiwa yang terjadi,
mendengar perkataan itu dia menjadi kebingungan, buru buru serunya: "Sekarang Ik
tianglo berada dimana?"
Sambil menjatuhkan diri berlutut Goan tianglo menjawab:
"Ik tianglo merampas siaupocu dengan maksud hendak berkhianat ia hendak
menyandera siaupocu untuk memaksa pocu menuruti permintaannya tapi sewaktu kabur
tadi telah terjadi lagi suatu peristiwa, Sahabat Ong lebih jelas dalam persoalan
ini" "Peristiwa apa lagi yang telah terjadi?" buru buru pocu bertanya.
"Ia telah berjumpa dengan Say siujin mo" jawab Ong It sin, "dia bersama anak
buahnya mati terbunuh, sedang bocah itu dilarikan manusia iblis berkepala singa"
Begitu berita tersebut tersiar keluar, hampir bersama waktunya semua orang yang
berada dalam ruangan berseru tertahan.
Tapi hanya sebentar saja semua telah pulih kembali dalam keheningan yang luar
biasa. Tampak pocu berdiri dengan gelisah lalu duduk kembali dengan tak tenang,
suaranya kedengaran bertambah panik. "Sekarang Say siujin mo berada dimana?"
"Hmm Siapa yang tahu" coba aku tahu kemana perginya, sejak tadi aku telah
mengejarnya, buat apa aku datang kemari untuk menjumpai dirimu!"
Sekali lagi pocu bangkit berdiri lalu berjalan ke depan
Waktu itu Goan tianglo berempat masih berdiri disamping Ong It sin, tapi ketika
dilihatnya pocu menghampiri mereka, serentak keempat orang itu mengundurkan diri
ke belakang, sedang semua orang yang duduk disekitar sanapun ikut bangkit
berdiri. suasana dalam ruangan segera tercekam dalam ketegangan luar biasa.
Ong It sin sedikitpun tidak merasa takut apa lagi setiap kali memandang wajah
pocu yang diibaratkan seperti "kentut" itu, hampir meledak suara tertawa.
Pocu berhenti lebih kurang dua tiga depa didepan Ong It sin lama sekali ia tidak
berbicara, kemudian setelah menghela napas katanya setengah berbisik. "Apakah...
apakah kau telah berjumpa lagi dengan Be Siausoh?"
Pertanyaan itu diajukan dengan penuh perasaan sedih dan murung, membuat Ong It
sin merasa kasihan dan simpatik kepadanya. "Aku..."
Hanya sepatah kata saja yang mampu dia katakan, sebab ucapan selanjutnya serasa
sukar untuk meluncur dari mulutnya.
Ia memang telah bertemu lagi dengan Be Siau soh, dirumah batu itu, bahkan
mengadakan pula hubungan yang syahdu dimalam itu... tapi, bagaimana mungkin ia
dapat mengucapkannya keluar"
Mana mungkin dia bisa menceritakan adegan mesrah yang ia lakukan dengan Be
Siausoh kepada orang lain, apa lagi terhadap bekas suaminya"
Maka dari itu, setelah mengucapkan sepatah kata ia segera terhenti di tengah
jalan dan tidak kembali. Keadaan pocu waktu itu seperti anak kecil, dicengkeramnya tangan Ong It sin
kencang kencang, pemuda itu dapat merasakan tangannya sedingin es...
Ong It sin pada dasarnya memang seorang pemuda yang jujur, apa lagi menghadapi
seraut wajah yang begitu gelisah dan penuh permohonan, ia merasa tak tega untuk
membohonginya. Maka setelah termenung sebentar, sahutnya: "Aku... aku telah
bertemu lagi dengannya"
"Dimana" Kapan" cepat beritahu kepadaku, cepat beritahu kepadaku " seru pocu
makin gelisah. "Kejadian itu berlangsung beberapa hari berselang, dalam sebuah rumah batu
dipuncak bukit, aku sendiripun tidak tahu apa nama bukit itu?"
Mendadak Pocu mendongakkan kepalanya lalu berteriak:
"sudah kalian dengar belum perkataannya" Kenapa tidak segera pergi mencarinya?"
Hadirin yang jumlahnya hampir mencapai seratus orang itu saling berpandangan
tanpa mengucapkan sepatah katapun, karena Ong It sin hanya mengatakan
"Dalam sebuah rumah batu dipuncak bukit", tidak diterangkan apa nama bukit itu
dan dimana letaknya, padahal jumlah bukit didunia tak terhitung jumlahnya,
kemana mereka musti pergi"
Sementara semua orang masih merasa serba salah Ong It sin telah berkata lagi
sambil menghela napas: "Kalian tak usah pergi mencarinya lagi"
Meskipun sebelum bertemu dengan pocu, dia setelah membayangkan pocu itu sebagai
orang yang berwibawa, meskipun setelah berjumpa ia merasa pocu itu bertampang
seperti "kentut", tapi sekarang ia merasa pocu itu tak lebih hanya sejenis
dengannya, terkena penyakit mala rindu.
"Kenapa tak usah mencarinya" tanya pocu.
"Ia telah pergi, kalau bisa ditemukan, aku pergi mencarinya"
Tiba tiba pocu melepaskan genggamannya lalu mundur selangkah, teriaknya dengan
keras: "Hei, mau apa kau pergi mencarinya?"
Selama ini dia selalu berbicara dengan suara lembut, suara cemas, gelisah dan
memohon. sedikitpun tidak menunjukkan tampangnya sebagai seorang pocu yang
disegani banyak orang. Tapi bentakannya kali ini sungguh amat nyaring, sedemikian kerasnya hampir saja
membuat Ong It sin jatuh pingsanMenyorong sinar setajam sembilu dari matanya, sinar tajam itu menatap wajah Ong
It sin lekat lekat. Ong It sin berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya, lalu jawabnya agak
tergagap: "Aku... aku mencarinya... aku mencarinya lantaran..."
"Lantaran kenapa" Hayo jawab" bentak Pocu semakin melotot. Buru buru Ong It sin
menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Aku mencarinya... bukan-.. bukan lantaran apa apa, aku... aku cuma kepingin
bertemu dengannya" Tiba tiba Pocu menghela napas panjang, katanya:
"Ia cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, siapa yang menjumpainya tentu
menyukainya, kau ingin menemuinya akupun tidak menyalahkan dirimu, cuma...
dapatkah kau menceritakan pengalamanmu selama bertemu dengannya" Siapa tahu dari
ceritamu itu aku bisa menemukan sedikit petunjuk tentang jejaknya "
Seketika itu juga merah padam selembar wajah Ong It sin seperti babi panggang
ujarnya tergagap: "Soal ini... soal ini sulit untuk dibicarakan aku... aku tak bisa
memberitahukannya kepadamu"
"Kenapa tak boleh memberitahukan kepadaku. Apakah diantara kalian berdua telah
terjalin hubungan cinta kasih?"
Ucapan itu sama artinya dengan mengorek rahasia hati Ong It sin, begitu
mendengar perkataan tersebut kontan saja jantungnya berdegar makin keras,
mukanya jadi merah padam dan untuk sesaat dia tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Sekalipun mulutnya bungkam dalam seribu bahasa dan tidak mengucapkan sepatah
katapun, tapi dari sikapnya itu dengan mengetahui bahwa ia telah mengakui
kebenarannya. Sepasang mata pocu terbelalak semakin lebar, begitu tajam sorot matanya membuat
Ong It sin tak berani beradu pandangan dengannya.
Tiba-tiba saja pocu itu pelan-pelan mengangkat tangannya ketengah udara,
diantara gerakan tangan tersebut ujung bajunya segera memancarkan sinar emas
yang amat menyilaukan mata.
Dalam sekejap mata Ong It sin merasa dihadapan matanya telah bertambah dengan
lima buah jari tangan yang kurus kering menyeramkan, diantaranya jari telunjuk
serta jari tengahnya tertuju ke bagian sepasang matanya, jarak dengan matanya
cuma tinggal beberapa inci.
Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri Ong It sin menghadapi ancaman musuh
tersebut, buru- buru serunya:
"Hai, apa apaan kau ini" Jangan coba main mengancam yaa, ketahuan akupun seorang
jago lihay kelas satu, aku tidak akan membiarkan orang lain mempermainkan diriku
seenaknya" Sekalipun berulang kali dia menderita kekalahan ditangan orang lain, tapi ia
masih belum juga mengerti kalau sinenek telah membohonginya, sampai detik itu
dia masih mengira dirinya sebagai seorang jago silat kelas satu.
Pocu tidak menggubris ocehannya itu, dengan suara yang dingin menyeramkan ia
berkata: "cepat katakan, apa saja yang kalian lakukan dalam perjumpaan itu" Kalau tidak
kau jawab, janganlah salah kalau kuculik dulu sepasang biji matamu"
Ong It sin melongo, ditatapnya wajah Pocu dengan sinar mata bodoh, ia tidak
menyangka sang Pocu yang berwajah seperti kentut, dan sikapnya yang demikian
gelisah, kini dapat mengucapkan ancaman yang buas dan mengerikan itu.
"Tidak!! aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu" kata Ong It sin tetap sambil
gelengkan kepalanya. "Tidak menjawab?"
Dengan geramnya Pocu menggerakkan jari tangan lebih kedepan, Ong It sin segera
merasakan datangnya segulung desingan angin dingin yang menyerang sepasang
matanya, dalam satu singkat membuat matanya tak mampu dipentangkan dan tubuhnya
secara beruntun mundur kebelakang.
Dalam waktu singkat ia sudah mundur sejauh lima-enam langkah lebih.
Akan tetapi ketika tubuhnya sudah mundur hingga punggungnya menempel diatas
tiang, kelima buah jari tangan tersebut masih juga mengancam didepan matanya.
Ong It sin mulai panik, dengan ketakutan ia berteriak:
"Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu, aku tidak akan bicara, sekalipun kau
bunuh diriku, aku pun tak akan menjawab"
Pocu sama sekali tidak menggubris teriakan teriakannya itu, ancaman terhadap
matanya malah kian lama kian mendekat.
Pada saat itulah Goan tianglo segera maju kedepan sambil memberi hormat,
katanya: "Pocu, ada laporan"
"Soal apa?" tanya pocu sambil berpaling.
Goan tianglo maju ke depan dan membisikkan sesuatu kesamping telinganya.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian pocu mengangguk berulang kali dan pelan-pelan menarik kembali
ancamannya. Pada saat itulah, dari luar ruangan berkumandang suara genta, menyusul seseorang
berseru nyaring: "Say siujin mo dari bukit Ciong lay san datang menjumpai pocu"
"Silahkan masuk" jawab pocu sambil menengadah.
Meskipun suaranya tidak kasar tapi amat nyaring dan menggelegar di udara,
sehingga diluar ruanganpun dapat terdengar suaranya yang begitu nyaring seperti
gulungan arus disungai tiang kang.
Gelak tertawa nyaring berkumandang dari luar ruangan, suara tertawa itu tak
kalah kerasnya sehingga seluruh ruangan bergetar keras dan atap atap ruangan
yang berwarna emas ikut berbunyi gemerutukan.
Pocu itu mundur kembali ke depan kursi singgasananya lalu duduk.
Dalam sekejap mata dari depan pintu ruangan muncullah seorang lelaki bertubuh
kekar yang mengenakan baju panjang terbuat dari kulit singa, suara tertawa masih
juga berkumandang diangkasa membuat siapapun merasa telinganya menjadi sakit.
Orang itu mempunyai rambut berwarna kuning, rambutnya berikal dan panjang bahu,
hidungnya mancung ke dalam, bibirnya tebal dan mukanya amat bengis.
Begitu tiba didepan pintu ruangan, dia memandang sekejap sekeliling tempat itu,
lalu tegurnya: "Siapakah diantara kalian menjadi pocu disini?"
Dari atas kursi emasnya Pocu menjawab:
"Silahkan duduk saudara, kau telah menculik putraku, kini datang ke benteng
Khekpo seorang diri, aku pikir kedatanganmu tentu dengan sesuatu maksud bukan?"
Dengan sinar mata yang tajam orang itu memandang sekejap ke ruang tengah, lalu
jawabnya dengan dingin: "Saudara memang tidak malu menjadi pimpinan disini, ternyata tanpa
diterangkanpun kau telah menduga maksud kedatanganku"
Sambil berkata tangannya lantas diayun ke depan sebuah kursi yang berada enam
tujuh depa dihadapannya segera terhisap oleh tenaga dalamnya dan melayang ke
depan tubuhnya. Siang tianglo tertawa dingin, tiba tiba ia maju selangkah sambil menekan
punggung kursi itu dengan sepasang tangannya, kursi itu segera berhenti
bergerak. "Mana ada peraturan tamu mengambil kursi sendiri?" jengeknya dingin.
Dalam menghisap kursi dari tempat kejauhan tadi jelas orang itu hendak
mempamerkan ilmu silatnya yang tinggi, tapi setelah ditahan oleh Siang tianglo,
orang itu menjadi naik darah, diam diam ia menambahi lagi tenaga hisapannya.
Sambil tertawa dingin, kelima jari tangannya yang sedang menghisap itu tiba tiba
ditolak ke depan dari sebuah serangan menghisap kini ia merubahnya menjadi
sebuah serangan tolakan yang maha dahsyat.
Siang tianglo telah menyadari bahwa yang dihadapinya sangat lihay, sejak
tangannya menahan punggung kursi tadi ia sudah waspada, kesiap siagaannya tak
pernah mengendor barang sedikitpun juga.
Ia cukup tahu siapa kah manusia yang bernama Say siujin mo. dalam dunia
persilatan dia masih terhitung salah seorang gembong iblis yang disegani orang
banyak. sekalipun sudah lama dikabarkan mati, tapi kemunculannya kembali di
benteng Khekpo, apa lagi kedatangannya yang seorang diri itu pasti ditunjang
dengan tujuan tertentu. Sementara ia masih mempertahankan kursi itu dengan waspada tiba tiba terasa
olehnya segulung tenaga besar menerjang diatas kursi itu dan dari kursi langsung
menerjang ketubuhnya, iapun merasakanpula dibalik tenaga serangan yang keras
terbawa hawa lunak. jelas suatu ancaman yang serius.
Siang tianglo sangat terperanjat, buru buru hawa murninya disalurkan kedalam
telapak tangan untuk melakukan perlawananMasih mendingan kalau ia tidak mengerahkan tenaganya, semakin besar tenaga
murninya yang disalurkan ke dalam telapak tangan, semakin besar pula daya tolak
yang memancar dari balik kursi itu, akhirnya Siang tianglo tidak kuat menahan
diri, ia lepas tangan dan.. "Blang pukulan itu menghajar telak diatas dadanya.
Dengan sempoyongan Siang tianglo terdorong mundur sejauh dua langkah, wajahnya
pucat pias seperti mayat, jeritnya tertahan "Kiu thian to..."
Hanya tiga patah kata yang diucapkan, dadanya terasa amat sakit dan ia muntah
darah segar. Orang itu tertawa dingin, begitu musuhnya berhasil dijengkangkan kebelakang,
tangannya kembali menggape kemuka, kursi itu lantas melayang hadapannya dan
serta merta diapun duduk diatas kursi itu dengan wajah sinis.
Sewaktu terluka tadi, Siang tianglo sempat menjeritkan tiga patah kata,
sekalipun teriaknya tidak lengkap. tapi rata- rata semua jago yang hadir dalam
ruangan mengetahui bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu sakti Kiu thian to sou
kang. Kepandaian tersebut merupakan sejenis kepandaian yang menyelimuti aliran lurus
maupun sesat. Itulah yang diandalkan Say siujin mo dimasa lampau, cuma saja
ketika itu kepandaiannya belum berhasil mencapai puncak kesempurnaan ketika ia
dikerubuti orang banyak. Padahal dibawah kerubutan para jago dari pelbagai perguruan, Say siujin mo
berhasil dihantam jatuh ke dalam Ciong lay san, tapi nyatanya sekarang bukan
saja ia masih segar bugar bahkan melukai pula Siang tianglo dengan kepandaian
andalannya... Atas terjadinya peristiwa itu, maka semua orang pun dapat mengambil dua
kesimpulan, yakni pertama Say siujin mo belum mati setelah terjatuh kedalam
jurang tempo hari kedua Say siujin mo sekarang bukan gadungan karena hanya dia
seorang yang sanggup mempergunakan ilmu Kiu thian to soukang yang merupakan
kepandaian andalannya. Sekejap mata semua orang dibuat terkesima atas kehadirannya, semua orang bungkam
dalam seribu basa dan tidak berani berkutik lagi.
Hanya Ong It sin seorang yang tak dapat tenang, apalagi bila teringat perbuatan
Say siujin mo yang telah membakar habis perkampungan keluarga Li, tiba-tiba hawa
amarah berkobar dalam dadanya.
"Hei bajingan tua" segera teriaknya "permusuhan apa yang terikat antara kau
dengan perkampungan Li keh Ceng" kenapa kau bakar rumahku itu dan membunuh orang
secara keji?" orang itu berpaling dan memandang sekejap ke arah Ong It sin dengan pandangan
dingin, namun ia tidak melakukan sesuatu gerakanpun.
Secara tiba tiba Ong It sin merasakan antara dada dan lambungnya terasa diserang
angin dingin lalu tiga buah jalan darahnya terasa sakit sekali.
Rasa sakit itu sukar ditahan, seperti ada tiga bilah pedang tajam yang menembusi
tubuhnya. Lama kelamaan rasa sakit itu kian bertambah hebat, akhirnya pemuda itu berkaok
kaok, sambil memegang bagian tubuhnya yang sakit dia bergulingan kesana kemari,
peluh dingin membasahi sekujur tubuhnya.
Goan tianglo mendengus dingin, dia lantas maju ke depan dan menendang jalan
darah Khi hay hiat ditubuh pemuda itu.
Setelah ditendang, Ong It sin merasa rasa sakitnya seketika hilang lenyap. cepat
cepat ia melompat bangun, wajahnya amat pucat dan napasnya kedengaran agak
tersengkal. Dalam pada itu, pocu dari benteng Khekpo telah berkata sambil
tertawa dingin: "Ilmu silatmu benar-benar bisa disejajarkan dengan Say siujin mo tapi aku tahu
kau bukan Say siujin mo yang asli katakan mengapa kau mencatut nama besarnya?"
Ucapan tersebut sungguh amat aneh dan diluar dugaan kontan saja semua jago
dibikin tertegun. "Kalau memang betul betul mempunyai ketajaman mata yang luar biasa" jawab orang
itu dingin, "rasanya mungkin kau turut ambil bagian dalam peristiwa pengerubutan
dibukit Ciong lay tempo hari"
"Selamanya benteng Khekpo tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan, kami
tak mau terlibat dalam pertikaian apapun, cuma saja... Say siujin mo pernah
mendatangi benteng Khekpo bukan cuma sekali, akupun pernah mencoba sendiri
kepandaian silatnya, tentu saja penyaruanmu tak akan mengelabuhi mataku"
Orang itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaahh... haaahh... betul, aku memang bukan Say siujin mo yang asli, tapi
akupun bukan bermaksud mencatut namanya... Say siujin mo yang dulu pernah mati,
kebetulan rambutku berwarna emas pula maka akupun menyebut diriku sebagai Say
siujin mo. Dari dulu sampai sekarang toh banyak orang mempunyai nama yang sama
apa salahnya kalau akupun mempergunakan nama yang sama?"
"oooh rupanya begitu..." kata pocu setelah berhenti sejenak ia melanjutkan,
"sudah lama aku berpisah dengan putraku, bila kau mempunyai suatu permintaan
harap segera disampaikan aku pasti akan memenuhi semua harapanmu itu"
"Haaahhh... haaahhh... haaahh... yaa, putramu memang menarik dan menyenangkan,
kalau diberi umur yang pendek memang hal ini terlalu sayang sekali"
Iblis itu memang aneh, bukan persyaratan yang diajukan, ia malah menggantikan
hal-hal yang lain, meski demikian semua orang dapat memahami juga maksud dibalik
ucapan tersebut. Paras muka Pocu kontan berubah hebat.
Ong It sin sendiripun merasa amat terkejut setelah mendengar ucapan itu, segera
bentaknya: "omong kosong, dia kan sehat dan kuat, siapa bilang kalau umurnya pendek...?"
Mendengar perkataan itu, Say siujin mo kembali berpaling dan memandang
kearahnya. Sesungguhnya Ong It sin masih ingin mengucapkan beberapa patah kata lagi tapi
teringat rasa sakit yang dideritanya tadi akibat serangan orang itu, maka begitu
dilihatnya Say siujin mo berpaling kearahnya, serta merta ia kabur lebih dulu
dan menyembunyikan diri dibalik sebuah tiang besar.
Khek po pocu tertawa paksa katanya kemudian:
"Yaa, apa yang dikatakan Sahabat Ong memang betul, anakku tak pernah menderita
sakit mana mungkin ia bakal mati muda?"
Say siujin mo tertawa seram.
"Heeeh... heeeh... heeeh... panjangkah umurnya atau pendekkah umurnya, semua ini
tergantung pada keputusan sendiri"
"Lebih baik kau tak usah berbicara putar kayun, bila membutuhkan sesuatu lebih
baik katakan saja secara langsung"
"Baik" Setelah berhenti sejenak. pelan-pelan iblis itu berkata "Aku membutuhkan pedang
Hu si ku kiam." Sekali lagi paras muka Khekpo pocu berubah hebat sementara semua orang dalam
ruanganpun menjadi gaduh dan saling berbisik, hanya sebentar kemudian suasana
pulih kembali dalam keheningan, hanya Ong It sin seorang yang merasakan denyut
nadinya berdetak lebih cepat.
Hanya dia seorang yang tahu kalau pedang mestika itu telah dibawa kabur oleh Be
Siau soh, kemudian sewaktu ada dirumah batu pedang itu diserahkan pula kepadanya
dengan pesan agar pedang itu diserahkan kepada anaknya bila sudah dewasa nanti.
Siapa yang tidak berdebar kalau secara tiba tiba mendengar bahwa pedang yang
diperebutkan itu sesungguhnya ada di dalam sakunya"
Secara lamat lamat Ong It sin mulai merasakan sesuatu, ia mulai merasa bahwa
pedang antik itu bukan cuma sebilah senjata mestika saja, dibalik kesemuanya itu
sudah pasti mempunyai kegunaan lain yang lebih berharga lagi. Tapi apakah
kegunaannya" ia sendiripun tidak tahu.
Ketika itu tangannya menekan terus didepan dadanya dengan gelisah, seakan akan
dia merasa kuatir sekali jika pedang Hu si ku kiam tersebut secara tiba tiba
akan terbang melayang. Pada dasarnya semua orang memang tidak menaruh perhatian kepadanya, tentu saja
mereka lebih lebih tak menyangka kalau pedang antik Hu si kiam yang dihebohkan
sesungguhnya berada dalam saku pemuda tolol yang sama sekali tak berilmu itu.
Dipihak lain Khekpo pocu telah berkata sambil tertawa getir:
"Kedatangan anda sangat tidak kebetulan, pedang antik tersebut sudah lama tidak
berada di tanganku lagi"
Mendengar jawaban tersebut, Say siujin mo kontan bangkit berdiri, lalu sambil
memberi hormat katanya: "Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu"
Belum sampai lima langkah ia berjalan tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
tahu tahu Goan tianglo, Ik tianglo dan Tay tianglo telah menghadangjalan
baginya. "Tunggu sebentar" seru Khekpo pocu pula.
Terpaksa Say siujin mo harus berhenti katanya:
"Kalau toh engkau tidak berniat sungguh sungguh untuk membicarakan persoalan
ini, apa gunanya aku tetap tinggal disini" Tapi kalau ingin menahanku secara
paksa... haaahhh... haaahhh... haaahhh... bukan aku omong besar, benteng khekpo
bakal ketimpa bencana besar"
Khekpo pocu segera tertawa.
"Jangan terburu napsu saudara, apa yang kukatakan barusan jika bohong, biarlah
Thian mengutuk diriku" katanya.
Sekarang say siujin mo baru tertegun, sambil memutar badannya dia berseru:
"Pedang mestika Hu si kiam merupakan benda mestika yang turun temurun dalam
benteng Khekpo, jika dikatakan sudah terjatuh ke tangan orang, aku betul betul
merasa tidak percaya, apakah kau bisa menerangkan dengan lebih jelas lagi?"
Khekpo pocu menghela napas panjang.
"Aaa... maaf, persoalan ini tidak baik diketahui orang luar, tapi kau musti
percaya bahwa semua perkataanku adalah sejujurnya, pedang antik tersebut benar
benar sudah tak ada didalam benteng lagi, jika kau mau barang lain, apapun yang
kau minta pasti akan kupenuhi harapanmu itu"
Bagi pendengaran Ong It sin, syarat yang diajukan Khekpo pocu memang cukup baik.
Akan tetapi, Say siujin mo tetap menggelengkan kepalanya berulang kali rambutnya
yang berwarna kuning emas ikut bergoyang keras membuat tampangnya kelihatan
bertambah menyeramkan Dengan wajah yang tidak sabar ia berseru:
"Aku datang kemari hanya khusus untuk mendapatkan pedang antik Husi ku kiam,
lain tidak" Suaranya keras dan nyaring, seakan-akan ia tidak merasa jeri atau takut
menghadapi kerubutan. Siang tianglo kembali maju selangkah, teriaknya keras keras.
"Say siujin mo, sebagai seorang jago lihay dalam dunia persilatan, tidakkah kau
merasa bahwa perbuatanmu menyandera seorang anak kecil adalah suatu perbuatan
terkutuk yang memalukan?"
Say siujin mo tertawa seram.
"orang bilang, untuk menang tak malu menggunakan siasat, apalagi setelah pedang
antik Hu si kiam itu terjatuh ketanganku, siapakah yang berani mengucapkan kata
kata tersebut kepadaku"
"Say siujin mo Bukan cuma melulu pedang Hu si kiam saja dapat membawamu mencapai
tujuan, kau musti menemukan pula sarungnya yang asli, karena pedang tanpa
sarungpun tak berguna. Kenapa kau musti menyusahkan seorang anak kecil?"
Say siujin mo tidak berbicara apa- apa, tapi begitu ucapannya selesai, sambil
tertawa dingin ia lantas merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda. Sambil
angsurkan benda itu kedepan ia berseru: "coba kalian lihat, benda apakah itu?"
Kalau didengar dari nada pembicaraan itu, seakan akan benda yang dibawa keluar
pastilah sebuah benda mustika yang dlinginkan orang banyak.
Dengan perasaan ingin tahu Ong It sin segera ikut menengok kedepan, ternyata
benda itu bukan lain adalah sebuah sarung pedang yang berwarna hitam pekat.
Sarung pedang itu entah buatan tahun berapa, keadaannya sudah rusak dan jelek
sekali, sekalipun dibuang dipinggir jalan belum tentu orang akan memungutnya,
tapi Say siujin mo telah memegangnya dengan begitu sayang.
Bukan sekali ini Ong It sin menyaksikan benda tersebut, ketika berteduh dalam
kuil tempo hari diapun menyaksikan sarung antik itu dibawa oleh seorang lelaki
setengah umur yang dikiranya patung kuil, kemudian dia baru tahu kalau patung
itu ternyata adalah manusia.
Dalam sangkaan Ong It sin, sarung pedang itu pasti rongsokan dan tak ada
nilainya, maka ia menjadi geli setelah dilihatnya Say siujin mo menganggap benda
itu sebagai barang mestika.
Makin dipikir ia merasa makin geli sehingga akhirnya meledakiah gelak
tertawanya, tapi itu tidak berlangsung lama, sebab ia segera merasakan bahwa
dalam ruangan yang begitu besar, hanya dia seorang yang tertawa.
Meskipun bodoh Ong It sin dapat pula merasakan sesuatu yang tak beres, ia temui
semua orang disekitar sana tak ada yang menggubris suara tertawanya, tapi sinar
mata mereka semua ternyata ditujukan keatas sarung pedang kuno dan kumal itu.
Untuk sesaat lamanya suasana dalam ruangan berubah menjadi amat hening sekali,
sedemikian heningnya sehingga andai kata ada sebuah jarum yang terjatuhpun dapat
kedengaran pula . Tak lama kemudian, dengan suara yang sangat aneh Khekpo pocu berbisik:
"Aaah... itulah cian nian liong siau... sarung pedang yang kau pegang adalah
sarung naga berusia seribu tahun..."
Menyusul bisikan dari sang pocu, semua hadirinpun ikut bergumam keempat buah
kata itu hingga suasana dalam ruangan menjadi gaduh dan ramai sekali...
Ong It sin hanya bisa menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan tertegun, ia
sama sekali tidak mengetahui benda macam apakah sarung naga berusia seribu tahun


Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, diapun tidak tahu kenapa pocu serta sekalian orang memandang begitu serius
atas sebuah sarung pedang kumal.
Pelan pelan Pocu bangkit berdiri, tangannya lantas diangkat keatas dan
suasanapun berubah menjadi hening kembali.
Selangkah demi selangkah Khekpo pocu maju kedepan, sementara semua orang jago
lainnya ikut pula menggeserkan badannya mengambil posisi, seketika itu juga
suasana menjadi tegang. Say siujin mo masih tetap tenang, seakan-akan ia tidak merasa kalau suasana
dalam ruangan telah mengalami perubahan, setelah tergelak katanya:
"Pocu, sekarang kau musti mengerti bukan apa sebabnya aku menghendaki pedang
mustika Hu si ku kiam milikku itu?"
Khekpo pocu masih tidak menjawab, malah ia semakin maju kedepan. Jangan dilihat
tubuhnya yang kurus kering macam gala bambu yang sedang berjalan, ternyata
langkah kakinya amat mantap dan sangat bertenaga, ditambah pula mimik wajahnya
yang keren dan serius kesemuanya itu menambah seramnya dia.
Lima enam depa dihadapan Say siujin mo, ia baru menghentikan langkahnya dan
berdiri mengambil ancang ancang.
Rupanya waktu itu Say siujin mo baru menyadari kalau keadaan tidak
menguntungkan, dia lantas bangkit dan memperhatikan keadaan disekelilingnya...
Ternyata seluruh jago yang hadir dalam ruangan telah membentuk posisi mengurung
yang mengepungnya ditengah arena.
Say siujin mo amat terperanjat, segera tegurnya dengan suara dalam: "Hei pocu,
beginikah caramu melayani tamu?"
"Tinggalkan sarung naga berusia seribu tahun itu kepadaku, kami pasti tak akan
menyalahkan engkau" kata Khekpo pocu pelan.
Mula mula Say siujin mo agak tertegun setelah mendengar perkataan itu menyusul
kemudian ia lantas tertawa terbahak bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... tak kusangka didunia terdapat kejadian semacam
ini, sungguh lucu, sungguh menggelikan, tak nyana aku datang untuk menuntut
pedang antik Husi kiam, belum saja benda itu kudapatkan, sekarang kau malah
menuntut sarung naga berusia seribu tahun dariku... lucu, betul betul amat lucu"
"Ketahuilah sahabat, sekarang kau hanya seorang diri dalam benteng ini, mampukah
kau menerjang kelaur dari kepungan kami?" ejek Khekpo pocu ketus. sekali lagi
Say siujin mo tertawa seram.
"Haaah... haaah... haaah... mampukah aku lolos dari sini atau tidak. sampai
sekarang masih menjadi satu pertanyaan besar,jika aku menjumpai sesuatu yang tak
beres disini maka kaupun pasti akan putus keturunan..."
Khekpo pocu tertegun, rupanya sejak mengetahui munculnya sarung naga berusia
seribu tahun ia telah melupakan kejadian tersebut, setelah diingatkan seribu
kembali sekarang ia baru teringat kembali kalau anaknya masih berada ditangan
lawan Dalam pada itu Ong It sin telah dibuat terbelalak dengan mulut melongo oleh
kejadian yang berlangsung dalam ruangan itu.
Untuk sesaat lamanya dia tidak habis mengerti kejadian apa yang telah
berlangsung disitu, tapi ada satu hal dipahami olehnya, yakni jika Say siujin mo
diganggu maka selembar nyawa anak Hok pasti akan terancam bahaya.
Hok ji atau anak Hok adalah nama yang ia berikan buat siau pocu, karena selama
tiga bulan berdiam dikota Kay koan yan hubungannya dengan pocu itu sudah akrab
sekali, karena tak tahu musti memberi nama apa, maka akhirnya diapun
memanggilnya sebagai anak Hok seperti apa yang digunakan oleh inang pengasuhnya.
Sekarang, ketika dilihatnya pocu itu hendak menyusahkan Say siujin mo, ia
menjadi amat panik segera teriaknya:
"Pocu, apakah kau sudah tidak menginginkan nyawa si bocah itu lagi...?"
Padahal Khekpo pocu adalah seorang yang selalu dihormati orang, belum pernah ia
diperlakukan secara kasar dan kurang ajar seperti apa yang dialaminya sekarang.
Sambil mendengus tangannya lantas diayun ke depan, entah gerakan apa yang
digunakan tahu tahu muncul segulung desingan tajam yang meluncur kedepanOng It sin tidak tahu kalau desingan angin tajam itu tertuju kearahnya, karena
jaraknya waktu itu dengan sang pocu masih terpaut dua tiga kaki, maka ketika
mendengar suara desingan, dengan mata yang dibelalakkan lebar pemuda itu malah
celingukan kesana kemari mencari sumber dari suara tersebut.
Tiba tiba jalan darah ciau keng hiat nya menjadi kaku dan segenap tenaganya
musnah tak berbekas, tidak ampun tubuhnya terdorong mundur selangkah dan roboh
terjengkang ke tanah. Melihat Ong It sin roboh, paras muka Say siujin mo segera berubah sangat hebat.
Padahal antara Ong It sin dan Say siujin mo tidak mempunyai ikatan apa apa,
semestinya tertotoknya anak muda itu tak ada hubungannya sama sekali dengan
gembong iblis itu. Tapi lantaran Ong It sin ditotok oleh Khekpo pocu lantaran menasehati sang pocu
agar jangan menyalahi Say siujin mo, maka iblis itu pun segera menarik
kesimpulan bahwa musuhnya memang bermaksud hendak menyusahkan dirinya.
Say siujin mo berani mendatangi benteng Khekpo seorang diri tentu saja hal ini
disebabkan siaupocu masih berada ditangannya, dalam perkiraan gembong iblis itu,
Khek po pocu pasti tak berani menyusahkan dirinya.
Apalagi ketika Khekpo pocu menyatakan bahwa apapun yang diminta segera akan
dipenuhi keadaan seperti itu boleh dibilang sangat menguntungkan posisi Say
siujin mo. Tapi setelah ia mengeluarkan sarung naga berusia seribu tahun, keadaanpun
mengalami perubahan yang besar.
Segenap jago lihay dari benteng Khekpo telah mengurungnya rapat rapat, Khekpo
pocu sendiri pun tidak takut lagi kepadanya bahkan berniat untuk merampas sarung
naga berusia seribu tahun itu ini semua membuatnya menjadi tertegun dan sama
sekali diluar dugaan. Maka sambil tertawa berat ia berkata: "Pocu, apakah kau
hendak menyusahkan diriku?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Khekpo pocu, ditatapnya sarung naga
berusia seribu tahun di tangan Say siujin mo itu tajam tajam kemudian katanya:
"Tinggalkan sarung naga berusia seribu tahun itu kau boleh tinggalkan benteng
ini dengan selamat" Terkejut juga Say siujin mo menghadapi kenyataan tersebut, dengan segala
kemampuan ia berusaha untuk menenangkan hatinya, kemudian sambil tertawa dingin
ia berkata: "Tadi, bukankah kau mengatakan bahwa pedang antik Hu si kiam sudah tidak berada
dibenteng Khekpo lagi kalau memang pedang tersebut sudah tidak kau miliki, apa
pula gunanya sarung rongsokmu seperti ini?"
"Pedang antik Hu si kiam memang tidak berada di benteng Khekpo, tapi setelah
sarung naga berusia seribu tahun itu kumiliki, asal kukerahkan segenap kekuatan
Khekpo untuk mencari kembali pedang antik Hu si kiam tersebut, aku rasa hal ini
bukan suatu pekerjaan yang menyulitkan"
"Hmm... Sekalipun sarung naga seribu tahun kau dapatkan, mesti pedang antik Hu
si kiam kau temukan kembali, tapi kau bakal kehilangan anak kandungmu. tidakkah
kau rasakan bahwa hal ini sangat tidak menguntungkan bagimu?"
Khekpo pocu kembali agak tertegun, kemudian sepatah demi sepatah katanya:
"Sudah beberapa generasi pedang antik itu berada dalam benteng Khekpo, nenek
moyang kami telah berpesan agar dengan segala daya upaya mencari sampai ketemu
sarung naga seribu tahun itu maka setelah ada kesempatan baik sekarang,jika
kusia siakan dengan begitu saja, kemana aku musti taruh mukaku terhadap leluhur
kami dialam baka?" Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, Say siujin mo telah berteriak aneh,
tiba tiba badannya melejit ke tengah udara, sepasang telapak tangannya berputar
kencang dan sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke arah itu.
"Plaaang..." dengan kerasnya pukulan itu menghajar atap rumah bangunan tersebut.
Dalam waktu singkat atap dan tiang berjatuhan ke bawah dengan menimbulkan suara
yang memekakkan telinga. Gerakan dari Say siujin mo itu boleh dibilang amat cepat, tapi gerakan tubuh
para jago lainpun tidak terhitung pelan, baru saja tubuh Say siujin mo melompat
keatas, ada enam tujuh orang yang menyusul pula dari belakang.
Begitu mencapai di atas atap. serentak keenam tujuh orang itu melepaskan pukulan
bersama ke bawah dengan suatu jalinan kerja sama yang sangat rapat.
Sungguh hebat hasil dari pukulan gabungan itu, selapis jaring besar yang tak
berwujud segera tercipta ditengah udara.
Sebetulnya Say siujin mo sedang melambung ke tengah udara, tampaknya ia
bermaksud menjebolkan atap rumah untuk kabur dari situ, tapi pukulan gabungan
dari keenam tujuh orang itu membuat tubuhnya segera terhenti di tengah udara.
Setinggi tingginya ilmu silat yang dimiliki, tidak mungkin bagi tubuhnya untuk
berdiam terlalu lama diudara, maka sesaat kemudian badannya terperosok kembali
ke bawah. Pada saat yang bersama an Khekpo pocu melompat ke atas, ketika mencapai bawah
kaki say siujin mo, ujung bajunya lantas dikebaskan keatas gulung tenaga pukulan
yang amat hebat dengan cepat menghantam ke udara...
Sentakan nyaring memecahkan kesunyian, enam tujuh orang yang berada diatas atap
telah melancarkan kembali pukulan yang kedua.
Dalam waktu singkat muncullah dua gulung tenaga yang menggencet tubuh Say siujin
mo dari atas dan bawah, sekarang gembong iblis itu baru kaget, buru buru
sepasang lengannya direntangkan kesamping, telapak tangan kanannya dihadapkan
keatas sedang telapak tangan kirinya menghadap kebawah, ditengah bentakan
nyaring angin pukulan segera dilontarkan keluar.
Seandainya dia hanya melawan Khekpo pocu seorang, mungkin pertarungan itu akan
berakhir dengan seri, tapi sekarang bukan hanya pocu seorang yang musti dilawan,
dari ataspun muncul pula enam tujuh orang jago lihay, hal ini membuat posisi
menjadi gawat. Ia hanya bisa membagikan separuh saja bagian dari tenaganya untuk menghadapi
pocu, padahal pukulan dari Khekpo pocu dilakukan dengan segenap tenaga, kontan
saja ditengah ledakan nyaring tubuh say siujin mo terlempar beberapa depa lebih
keatas. Tapi pada saat itulah tenaga besar yang menekan kepalanya telah meluncur
tiba... Berbicara dari ilmu silat enam-tujuh orang itu, tentu saja mereka masih bukan
tandingan Say siujin mo, namun tenaga gabungan mereka bertujuh tak boleh
dianggap enteng, seketika itu juga gembong iblis itu kembali ditekan meluncur ke
bawah. Dalam keadaan demikian tubuh Say siujin mo ibaratnya ditekan oleh dua gulung
tenaga yang berlawanan arah, semua tulang belulang dalam tubuhnya segera
bergemerutukan keras, jelas ia sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi.
Sungguhpun ilmu silat Say siujin mo amat lihay ia telah mengambil tindakan yang
keliru, coba kalau tidak terlintas niatnya untuk kabur lewat atap rumah, mungkin
keadaannya tidak sedemikian mengenaskannya.
Kini keadaannya sungguh mengenaskan tubuhnya tergencet di tengah udara oleh dia
kekuatan yang saling bersamaan, mau naik keatas tak bisa, mau turun kebawahjuga
tak dapat, kerugian yang dideritapun makin lama semakin besar.
Say siujin mo cukup mengetahui posisinya yang gawat, beberapa kali ia mencoba
untuk berkelit dan menghindarkan diri, tapi daya tekanan yang datang dari atas
dan bawah itu kian lama kian bertambah berat.
Pada saat itulah, kawan jago lain yang telah ikut turun tangan, ada yang
melompat ke udara, ada pula yang menanti dibawah tubuh Say siujin mo sambil
melepaskan pukulan pukulannya.
-oooo0dw0oooo- Jilid 9 TUBUH Say siujin mo seolah olah tergantung diudara, bagaimanapun ia meronta
tubuhnya selalu berada diposisi semula, seakan akan ia sudah terkurung dalam
sebuah jaring besaryangtak berwujud, yang mana jaring itu makin lama makin
mengecil dan menggencet tubuhnya.
Ong It sin yang tergeletak ditanah tak mampu berkutik maupun mengucapkan sepatah
katapun, tapi semua kejadian tersebut dapat ia saksikan dengan jelas.
Ia tidak tahu kalau nama Say siujin mo sebetulnya sudah berada diujung tanduk,
pemuda itu malah mengira ia memiliki ilmu silat yang amat lihay sehingga dapat
berhenti di udara sekian lamanya.
Untung jalan darahnya tertotok, coba bisa bersuara sejak tadi ia sudah bersorak
sorai untuk memujinya. Say siujin mo sangat geram bercampur panik, tenaga dalam hasil latihannya selama
puluhan tahun sudah dikerahkan sedemikan rupa untuk meronta dan melepaskan diri
dari cengkeraman musuh, tapi apa mau dikata jika daya tekanan yang datang dari
empat penjuru kian lama kian bertambah kuat, akhirnya saking tak tahan dia
menjerit keras Setelah mendengar jeritan itu, Ong It sin baru sadar kalau keadaan gembong iblis
itu berbahaya, tanpa terasa diapun ikut menjadi gelisah...
Menurut jalan pemikirannya, jika Say siujin mo sampai menderita kerugian,
pastilah bocah itu yang mendapat sasaran pelampiasan, padahal ia mendapat pesan
dari Be Siausoh untuk menjaga bocah itu sampai dewasa, seandainya bocah itu
sampai menjumpai musibah, bagaimanakah pertanggung jawabannya nanti dengan nona
tersebut. Sayang pemuda itu tak bisa berbuat apa apa, kecuali cemas tak sebuah tindakanpun
bisa dia lakukan. Sementara itu, semua jago dari benteng Khekpo sudah merasa yakin bahwa
kemenangan berada dipihak mereka, sorak sorai mulai berkumandang memenuhi
ruangan- Pada saat itulah, tanpa pengetahuan siapapun tiba tiba dalam ruangan telah
muncul seorang kakek bermata besar berhidung mancung dan berambut putih, pelanpelan ia masuk kedalam ruangan dan mendekati arena pertarungan. Begitu berada
dalam ruangan, kakek itu segera tertawa terbahak bahak.
"Haaah... haaah... haaah... sungguh ramainya"
Sesungguhnya perkataan dari kakek berambut putih itu diutarakan dengan suara
lembut, dalam suasana gaduh yang sedang diramaikan oleh teriakan Say siujin mo
serta tempik sorak kawan jago Khekpo mustahillah jika suara tersebut dapat
kedengaran jelas. Tapi keanehan kembali terjadi, sekalipun suara si kakek berambut putih itu
lembut dan pelan, tapi setiap orang dapat menangkapnya dengan jelas sekali,
tanpa terasa sinar mata semua orang dialihkan ke arah kakek itu.
Raut wajah kakek itu amat asing bagi setiap anggota Khekpo, tentu saja tak
seorangpun yang mengenalinya sekali lagi semua orang dibuat tertegun
Paras muka Khekpo pocu berubah hebat.
Selang Ong It sin lantas mengenali kembali kakek berambut putih itu tak lain
adalah kakek yang beberapa kali telah menolongnya sewaktu perkampungan Lie khe
ceng terjadi musibah. "Siapa kau?" terdengar Khekpo pocu membentak keras. Kakek berambut putih itu
segera tertawa. "Aku adalah seorang tamu tak diundang yang datang untuk menyalahi pocu dalam dua
hal, buat apa aku musti memberitahukan namaku?" Sambil berkata tangannya lantas
digape ke arah Ong It sin
Mengikuti gapean itu, Ong It sin merasa munculnya segulung tenaga yang amat
lembut menghisap tubuhnya sehingga mau tak mau badannya melayang padahal jarak
yang satu dengan lainnya mencapai beberapa kaki.
Dalam sekejap mata pemuda itu sudah terjatuh di bawah kaki kakek berambut putih
itu. Paras muka Khekpo pocu kembali berubah hebat teriaknya tertahan:
"Haah... Ilmu Bu siang sin lip apakah kau adalah seorang jago lihay dari
kalangan Buddha?" Padahal kakek berambut putih itu sama sekali tidak menunjukkan dandanan dari
seorang pendeta beragama.
Tapi setelah mendengar perkataan ini dia manggut juga.
"Siancay, siancay, aku memang orang dari kalangan Buddha" sahutnya.
"Hmm... Kepalamu penuh dengan rambut yang beruban, mana mungkin menjadi seorang
pendeta?" "Haaah... haaah... haaah... ada mulanya dari tiada, dalam pandanganku didunia
ini sesungguhnya tiada sesuatu bendapun, mana mungkin kepalaku dipenuhi oleh
rambut liar?" Seraya berkata, sambil menjinjing tubuh Ong It sin dia maju selangkah lagi,
kemudian tangan kirinya digape ke depan dan mencengkeram Say siujin mo yang
berada ditengah udara. Waktu itu Say siujin mo yang dikepung puluhan orang jago sudah kepayahan
setengah mati tapi begitu digape oleh si kakek berbaju putih itu, segulung
tenaga hisapan yang amat dahsyat telah menghisapnya terlepas dari gencetan
musuh. Semua orang merasakan sekujur tubuhnya bergetar keras terpengaruh oleh tenaga
hisapan tadi... Sebelum semua orang tahu apa gerangan yang telah terjadi, tiba tiba...
"Blaaang" tubuh Say siujin mo sudah mencelat ke udara dan melayang turun dibawah
kaki kakek berambut putih itu. kemudian dengan tangan kiri menenteng Say siujin
mo, tangan kanan menenteng Ong It sin, sambil tertawa terbahak-bahak kakek
berambut putih itu berseru: "Maaf, maaf!"
Dengan langkah lebar dia lantas keluar dari ruangan itu.
Serentak para jago dari benteng Khekpo menjerit keras, ada beberapa orang
diantaranya siap menerjang kemuka.


Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jangan sembarangan bergerak" cegah Khekpo pocu sambil merentangkan tangannya.
Berbareng dengan teriakan itu tubuhnya melompat ke depan dan tahu-tahu sudah
tiba dibelakang kakek itu, tubuhnya segera direndahkan, telapak tangannya
dibalik dan... "Weess" sebuah pukulan dilontarkan kedepan.
Kedua tangan kakek itu sedang menenteng dua orang manusia tak mungkin baginya
untuk melancarkan serangan, apalagi diapun tidak bersiap siap untuk turun
tangan, tampaknya pukulan dari pocu itu segera akan bersarang ditubuhnya.
Tapi pada saat itulah, tiba tiba gerakan tangan pocu terhenti di tengah jalan,
seakan-akan antara telapak tangannya dengan punggung kakek berambut putih itu
terhalang oleh suatu benda sehingga gerakannya tertahan setengah jalan
Sedangkan gerakan tubuh kakek berambut putih itu justru semakin bertambah cepat
sedemikian cepatnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dalam
sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Kenapa gerakan tubuh dari kakek berambut putih itu bisa bertambah cepat" Mungkin
hanya Khekpo seorang yang memahaminya...
Ternyata kakek berambut putih itu telah manfaatkan tenaga pukulannya itu untuk
mempercepat gerak majunya, atau dengan perkataan lain, serangan dari Khekpo pocu
itu bukannya berhasil melukai lawan, malah sebaliknya seakan-akan ia telah
membantu kakek itu untuk lebih cepat kabur dari sana.
Dengan geramnya Khekpo pocu berteriak aneh tubuhnya secepat kilat ikut menerobos
keluar, tapi setiba diluar ruangan terlihat para pengawal tergeletak disana sini
dalam keadaan tertotok. sementara kakek berambut putih itu sudah lenyap tak
berbekas. Sekian saat kemudian setelah berdiri tertegun di depan pintu, Khekpo pocu segera
putar badannya sambil membentak ke arah dalam ruangan"Beritahu kepada semua bagian, lakukan pengejaran sekuat tenaga"
Serentak semua orang mengiakan dan masing masing berlalu dari situ.
Khekpo pocu sendiri dengan membawa beberapa orang tianglo ikut pula melakukan
pengejaran Sementara itu si kakek berambut putih itu sudah berlari kedepan dengan kecepatan
luar biasa. Ong It sin hanya merasakan telinganya mendengar angin kencang, pemandangan
dikedua belah sampingnya bergerak lewat dengan kecepatan yang tinggi
Jalan darahnya yang tertotok waktu itu sudah dibebaskan, beberapa kali ia hendak
buka suara, tapi angin kencang yang berhembus lewat membuatnya sukar untuk
bernapas. Dalam sekejap mata, tujuh delapan puluh li sudah dilewatkan, saat itulah si
kakek berambut putih baru menghentikan tubuhnya.
Dengan lega Ong It sin pun menghembuskan napas panjang, ternyata mereka telah
berada dalam sebuah lembah kecil yang terpencil, suara air yang mengalir
berkumandang dari atas dinding tebing disekeliling situ, ditambah aneka bunga
yang tumbuh disekitar sana membuat pemandangan tampak sangat mempesonakan. Kakek
itu maju ke depan dan duduk diatas sebuah batu besar.
Ong It sin yang ada dicengkeramannya segera dilepaskan hingga duduk terperosok
disampingnya, sedangkan Say siujin mo terlepas dari cengkeramannya, dengan ujung
jari yang ditegangkan secepat kilat dia mengurung sekeliling tubuh kakek
berambut putih itu, sedemikian cepatnya gerakan tadi hakekatnya sukar ditulisnya
dengan kata kata. Siapa tahu kakek berambut putih itu masih tetap duduk diatas batu sambil tertawa
cekikikan, serangan yang tertuju kepadanya itu sama sekali tidak digubris atau
dilakukan perlawanan, tapi akibatnya Say siujin mo mundur kebelakang dengan
wajah ketakutan. Ong It in mengira Say siujin mo hendak kabur dari situ, ia lantas berteriak
keras: "Hei, kau jangan kabur. Kemana mau bawa lari si bocah itu?"
Say siujin mo tidak menggubris perkataan anak muda itu bahkan menengok kearahnya
pun tidak. cuma dengan mata terbelalak diawasinya kakek berambut putih itu lekat
lekat. Si kakek berambut putih itu sendiripun cuma balas memandang kearahnya sambil
tertawa cekikikan, mereka berdua bersama sama tidak bersuara dan sama sama tidak
melakukan gerakan apa apa
Lewat sejenak kemudian, Say siujin mo baru mengajukan lengan kanannya kedepan,
menyusul kemudian tangan kirinya juga ikut diayun ke depan, suara gemuruh yang
amat nyaring pun menggelegar diudara. Kakek berambut putih itu berkata dengan
dingin: "Ilmu Kiu thian to sou kang yang kau miliki masih belum mencapai puncak
kesempurnaannya. setiap kali kau pergunakan sekali, isi perutmu terluka
sebagian, dari pada digunakan tanpa hasil apa apa, aku lihat lebih baik tak usah
digunakan lagi" Sesungguhnya say siujin mo telah bersiap sedia untuk melancarkan serangan lagi,
tapi setelah mendengar perkataan itu dia menjadi tertegun, paras mukanya berubah
hebat, ia menarik kembali serangannya sambil membentak: "Siapa kau?"
Sambil menuding ke arah Say siujin mo, kakek berambut putih itu menjawab:
"Siapakah kau, siapa pula aku"
"Hei, apa maksudmu?"
"Apa maksudnya kau musti bertanya pada diri sendiri, masakan kau masih belum
mengerti?" Sekali lagi Say siujin mo tertegun, tiba tiba ia menjadi paham akan sesuatu,
serunya: "ooohh... kau adalah... haaah..." Tiba tiba ia tertawa terbahak bahak. selang
sesaat kemudian baru ujarnya lagi:
"Kau mentertawakan ilmu Kiu thian to sou kang ku belum mencapai puncak
kesempurnaan, tapi kau sendiripun tidak berhasil mencapainya. Huuh... kau anggap
aku takut kepadamu" Nih rasain sebuah pukulanku terlebih dahulu..."
Kakek berambut putih itu goyangkan tangannya berulang kali.
"Tunggu sebentar" katanya, "bagaimana kalau kau dengarkan lagi beberapa patah
kataku?" "Baik akan kudengarkan apa lagi yang hendak kau ucapkan kepadaku..." seru Say
siu jin mo. Kakek berambut putih itu tersenyum, pelan-pelan ujarnya:
"Dulu aku masih mengira hanya ilmu Kiu thian to sou kang saja yang merupakan
ilmu silat yang tiada tandingannya di dunia ini, tapi Setelah kejadian aku baru
tahu bahwa ilmu Kiu thian to sou kang sesungguhnya adalah suatu ilmu yang
menggelikan. Aku lihat kau tak usah berbuat ulah lagi dalam dunia persilatan,
sebab aku sendiripun merasa geli bila membayangkan perbuatanku dulu lebih baik
angkatlah diriku menjadi gurumu, masuklah ke agama Budha dan menjadi pendeta"
Say siujin mo tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haahh... haaahh... sudah habiskah perkataanmu itu?" ejeknya, "kalau
sudah selesai, maka bersiap siaplah untuk menyambut sebuah pukulan lagi"
"Setiap kali melancarkan serangan dengan Kiu thian to su kang, bila gagal
melukai orang maka dirinya yang akan terluka, mengertikah kau akan hal ini?"
"Haaahh... haaahh... kau anggap aku tak dapat melukai dirimu?"
"Tentu saja tidak bisa, sebab jika kugetarkan balik kekuatan pukulanmu itu, maka
akibatnya kau bakal terluka, padahal sebagai pendeta aku tak ingin melakukan
perbuatan seperti itu"
Sambil berkata kakek itu gelengkan kepalanya berulang kali, seakan-akan
persoalan ini amat menyedihkan hatinya.
Say siujin mo berteriak keras, tidak menanti selesainya perkataan orang,
lengannya lantas diayunkan ke depan melancarkan serangan dahsyat.
Sungguh hebat angin pukulan yang dilepaskan orang itu, sampai sampai Ong It sin
yang berada disampingnya pun ikut merasakan datangnya gulungan angin puyuh yang
membuat tubuhnya terguling keluar.
Kakek berambut putih itu berseru tertahan menyusul datangnya serangan yang
dilancarkan orang itu. Kiranya ilmu Kiu thian to sou ciang yang digunakan Say siujin mo semuanya
terdiri dari sembilan tingkat kekuatan, setiap kali pukulan dahsyat tersebut
dilancarkan makin ke atas kekuatannya makin menghebat.
Tapi kali ini, setiap serangan yang dilancarkan selalu dapat ditahan balik oleh
segulung tenaga pukulan yang lembut.
Akibatnya setiap kali pukulannya terpukul baik membuat badannya terdorong
selangkah dengan sempoyongan, dalam sekejap mata ia telah mundur sembilan
langkah, dan setelah mundur sembilan langkah badannya terjatuh ke tanah dan
muntah darah segar. Sebaliknya kakek berambut putih itu tetap sehat walafiat tanpa kekurangan
sesuatu apapun. Ia bangkit berdiri sambil menghela napas, kemudian katanya:
"Seranganmu terlampau cepat, coba kau sedikit agak lambat, aku akan menggunakan
tenaga sinkang ku untuk melakukan perlawanan dan kaupun tidak akan terluka"
Say siujin mo membelalakkan matanya lebar lebar, jelas ia merasa tidak habis
mengerti kenapa kakek berambut putih itu berkata demikian.
Ong It sin sendiripun tidak mengerti, tapi paling tidak ia tahu kalau kakek
berambut putih itu adalah seorang yang baik, ia lebih suka dirinya yang
menderita luka dari pada membiarkan Say siujin mo menderita akibat dari pantulan
serangan Kiu thian to sou kangnya.
Tapi sayang Say siujin mo terlalu cepat melancarkan serangannya sebab itu dalam
keadaan demikian mau tak mau dia musti memukul balik tenaga serangannya, dan
akibatnya say siujin mo roboh tak berkutik.
Sementara itu Say siujin mo telah merangkak bangun sambil berkata:
"Ilmu silatku bukan tandinganmu, lebih baik kita berjumpa lagi lain kali, buat
apa kau musti mengucapkan kata kata ejekan seperti itu?"
Kakek berambut putih itu gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tahu ucapan itu hanya sia-sia belaka bila kutujukan kepadamu, tapi kaupun
musti tahu jika kau hendak membalas dendam kepadaku, itu sama artinya dengan
mencari penyakit buat diri sendiri. Kini aku tak ingin menyusahkan dirimu lagi,
kau katakan bocah itu kau simpan dimana?"
Mendengar ucapan itu, Ong It sin merasa amat girang buru buru ia melompat bangun
sambil berseru "Betul, kau musti mengatakan dulu dimanakah kau sembunyikan bocah itu, asal kau
mau menjawab, untuk sementara waktu akupun tidak akan menagih hutang kepadamu
atas terjadinya peristiwa berdarah diperkampungan Li keh ceng"
Paras muka Say siujin mo berubah menjadi hijau membesi, sambil tertawa dingin
katanya: "Aku menahan siau pocu dari benteng Khekpo karena hendak kutuntut pedang Husi
kiam dari pocu, sebelum pedangnya kudapatkan mana boleh bocah itu kuserahkan
kepadamu?" "Pedang antik itu sudah tidak ada dalam benteng Khekpo lagi" buru buru Ong It
sin berseru. "Darimana kau bisa tahu?" tanya Say siujin mo dengan suara sedingin es beku.
"Kenapa aku tidak tahu" Pedang antik itu..."
Sebenarnya dia mau bilang kalau pedang antik itu berada disakunya.
Tapi mendadak saja teringat dengan pesan Be Siausoh, nona itu pernah berpesan
agar soal pedang antik yang ada dalam sakunya jangan sekali kali diberitahukan
kepada orang lain, maka cepat cepat ia telan kembali kata katanya itu.
Say siujin mo tertawa dingin berulang kali, pada hakekatnya ia tak pandang
sebelah matapun kepada Ong It sin, tentu saja perkataannya juga tidak
diperhatikan. Ong It sin sangat gelisah, kembali dia berteriak:
"Eeeh... kau jangan mencoba coba untuk menahan bocah itu terus menerus, kamu
tahu ilmu silat locianpwe itu" Huuh... sekali tangannya menuding, sudah pasti
nyawamu akan kabur terbirit birit pulang ke rumah nenek moyangmu"
Paras muka Say siujin mo berubah hebat, agak takut ia melirik kakek berambut
putih itu sekejap. terus badannya menyurut mundur beberapa langkah.
Ong It sin mengira si manusia iblis berkepala singa mau merat dari situ, cepat
cepat dia berteriak: "Hei, kamu jangan kabur dulu, masa mau merat dengan begitu saja..." Hayo
pulangkan dulu bocah itu"
Sambil berteriak terlak dia lantas menubruk ke muka dan menyambar ujung baju
orang. Jangan dianggap sesudah terluka lantas Say siujin mo tak bertenaga lagi,
untuk melayani manusia macam Ong It sin yang terhitung seorang jagoan berilmu
cetek. sudah barang tentu kekuatannya lebih dari cukup,
Ketika dirasakan Ong It sin menubruk ke arahnya, ia sama sekali tak berpaling,
apa lagi memutar badannya, sikutnya langsung saja disodok kebelakang dengan
sepenuh tenaga. Ong It sin kaget, dia tahu kalau sikut itu ditubruk juga, sudah pasti dadanya
akan tersodok keras akibatnya dia pasti akan menderita kerugian besar.
Tapi mau menahan gerak majunya juga telah terlambat, maka dalam gugup dan
paniknya, dari gaya menubruk ia malah merubah gayanya menjadi gaya terleset.
"Braaak... dudduk..." pantatnya langsung diadu dengan tanah, tentu saja sakitnya
melilit lilit. Tapi dia tidak berkurang keberaniannya, sambil merangkak bangun dia tubruk lagi
orang itu sambil berteriak:
"Hei, kamu kemanakan bocah itu" Hayo cepat beri pengakuan yang terus terang
kepada siauyamu" Say siujin mo tidak gubris teriakan orang sikut kirinya kembali bekerja menyodok
ke belakang. Kelihatannya sikutnya itu akan segera mampir di dada Ong It sin yang akan
mengakibatkan pemuda itu meringis kesakitan tiba tiba satu kejadian aneh
berlangsung. Sebelum ujung sikut itu menghantam dadanya, tahu tahu Ong It sin merasa kerah
bajunya dicengkeram orang dan tubuhnya langsung saja diangkat keudara.
Berada diudara Ong It sin segera meronta ronta macam monyet kegerahan teriaknya
berulang kali: "Hei, hei, cepat lepas tangan cepat lepaskan aku, coba lihat hampir saja ia kena
ditangkap. ayoh lepas tangan, kalau tidak dia tentu akan merat dari sini"
Tiba tiba badannya diturunkan kembali ke bawah sepasang kakinya lantas menempel
di tanah. Buru buru anak muda itu berpaling, dilihatnya si kakek berambut putih yang
mencekal kerah bajunya sedang tertawa haha hihi sambil memandangi wajahnya.
"Heeehh... heehh... heeeh... masa iya kata katamu itu" Betul kau bisa tangkap
orang itu?" Sambil mengoceh, kakek berambut putih itu lantas menuding ke arah Say siujin mo
yang sudah kabur dari sana.
Tampak sesosok bayangan manusia sedang berkelebat lewat menuju ke depan sana,
sekalipun lantaran isi perutnya terluka maka kaburnya tidak terlalu cepat, tapi
bagi takaran Ong It sin, larinya sudah macam terbang saja.
"Tentu saja aku dapat menyusulnya" jawab Ong It sin tak mau kalah
"kamu tahu" Aku kan seorang jago lihay kelas satu dari dunia persilatan" Rupanya
ia sudah terluka parah, makanya lantaran kuatir kalah ditanganku, dia lantas
ambil langkah seribu"
"Haaah... haaah... haaah... kau adalah seorang jago kelas satu...?" kakek
berambut putih itu tertawa terpingkal-pingkal, "siapa yang memberitahukan soal
ini kepadamu?" "Seorang sahabatku yang bernama si nenek. dia yang memberitahukan kesemuanya itu
kepadaku" "Aaah... dia?" tiba tiba saja kakek berambut putih itu menghela napas panjang.
Ong It sin merasa gelisah sekali karena Say siujin mo sementara itu makin lama
sudah semakin jauh dari situ.
Cepat cepat dia memberi hormat kepada kakek itu, lalu katanya:
"Lotiang, kalau pingin berkeluh kesah, silahkan berkeluh kesah seorang diri
sampai tua, aku mah ingin menyusul orang itu Selamat tinggal sampai jumpa lagi"
Dia sudah slap untuk kabur dari situ ketika kakek berambut putih itu kembali
menarik tangannya. "Apa gunanya kau susul orang itu?" ia menegur
Ong It sin mengebaskan tangannya berusaha meronta dari cekalan, sayang tidak
berhasil terpaksa ia menjawab. "Apa lagi" Aku kepingin tahu nasib si bocah itu?"
"Anak siapa" Masa anakmu?" tanya sikakek.
Merah padam selembar wajah Ong It sin yang jelek hingga mirip babi panggang.
"Huus, jangan ngaco belo kau. Masa aku bisa punya anak?" teriaknya "kamu tahu,
bocah itu adalah siaupocu dari benteng Khekpo. coba kau lihat, dia sudah semakin
jauh dari sini mau disusul juga tak mungkin, bagaimana sekarang?"
Sebelum si anak muda sempat menjawab kembali kakek berambut putih itu mengoceh
lebih lanjut: "Benteng Khekpo letaknya jauh di kota barat dengan kau juga bukan sanak bukan
keluarga, mati hidup dari siau pocu apa sangkut-pautnya dengan dirimu" Kau toh
datang dari luar perbatasan dan baru tiba di Suchuan" Masa ada hubungannya
dengan mereka?" Ong It sin menjadi melongo, ia termangu mangu keheranan, pikirannya:
"Heran, kenapa ia bisa tahu aku datang dari Kwan gwan dan belum lama tiba di
wilayah Su chuan?" Tapi waktu itu tiada kesempatan buat Ong It sin untuk berpikir lebih jauh,
terpaksa katanya: "Ibunya yang bernama Be Siau soh..."


Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba tiba pemuda itu membungkam, sebab dia tak tahu apa yang mesti diucapkan
selanjutnya. Maka dibilang ia menjaga bocah itu lantaran Be Siau soh pernah mengadakan
hubungan gelap semalam suntuk dengannya" Sulit
Mau dibilang dia jatuh cinta kepada gadis itu" Rasanya juga malu.
Maka ia gelagapan, mukanya merah padam lagi macam babi panggang, untuk sesaat
tak diketahui olehnya apa yang musti dikatakan. Lewat beberapa waktu kemudian,
ia baru bisa berkata: "Eeeh... eeeh... maksudnya dia titip anak itu kepadaku dan menyuruh aku yang
merawatnya sampai dewasa hayo cepat lepaskan tanganku"
Seakan akan memahami suara hati pemuda itu si kakek berambut putih manggut
manggut, ketika diawasi matanya, ternyata sinar mata pemuda itu bercahaya
terang, seakan akan rahasia hubungan gelapnya dengan Be Siau soh sudah
terbongkar dan membuatnya menjadi malu.
Ia jadi tersenyum sendiri dan tidak berbicara lagi.
Sementara itu Ong It sin tertunduk malu, jantungnya berdenyut kencang mukanya
merah padam dan untuk sesaat tak berani bersuara.
Lewat sekian lama kemudian, ia baru mendongakkan kembali kepalanya.
Waktu itu Say siujin mo sudah berada jauh sekali dari hadapan mereka malah
hampir saja bayangan tubuhnya sudah tak kelihatan dari pandangan mata.
"coba lihat" teriaknya mendongkol, "makin pergi makin jauh, kenapa kau belum
juga melepaskan tanganku?"
"Jangan kuatir, akan kubantumu untuk mencarinya kembali," kata si kakek berambut
putih itu pelan Jawaban itu bikin Ong It sin mau tertawa tak bisa mau nagispun sungkan, dia
menghela napas berulang kali.
"Aaai... kenapa tidak bilang saja kalau kau memang sengaja hendak permainkan
aku" Jaraknya saja sudah terpaut sejauh itu.."
Tiba tiba ia lihat kakek berambut putih itu berkemak kemik seperti lagi berbicara sesuatu, tapi ia tidak mendengar suara
apapun, apa lagi memahami apa yang sedang ia katakan.
Ong It sin makin mendongkol, dia mengira kakek berambut putih itu memang sengaja
lagi permainkan dirinya, saking dongkol dan marahnya pemuda itu sampai tak tahu
apa yang musti dikatakanTapi pada saat itulah secara tiba-tiba dia jumpai Say siujin mo sedang pelanpelan berjalan balik kearah mereka.
Ong It sin menjadi tertegun, ia mencoba untuk mengucak matanya sambil
mempertegas pandangan matanya.
"Jangan dianggap mustahil" kata si kakek kemudian sambil tertawa, "janganpula
kau anggap aku lagi menyihirmu, coba lihat, toh aku berhasil memanggilnya
kembali?" Ketika dilihatnya anak muda itu masih melongo dia lantas berkata lebih lanjut.
"Hey, coba lihatlah. Bukankah dia telah datang menghampirimu?"
Dalam pembicaraan itulah Say siujin mo telah mempercepat langkahnya dan menuju
kehadapan mereka. Nafas orang itu tersengkal sengkal, seakan akan kuatir jika sampai terlambat
maka akibatnya adalah bencana lebih besar yang akan menimpa dirinya...
Ong It sin keheranan setengah mati, mulutnya sampai melongo dan matanya
terbelalak lebar, dia cuma bisa memandangi si kakek berambut putih itu dengan
pandangan bodoh. "coba kau lihat kepandaianku ini, bagaimana" Lebih hebat daripada kau
menyusulnya bukan?" kata si kakek berambut putih itu.
Sekarang, Ong It sin betul-betul sudah takluk dengan kehebatan kakek itu, buru
buru katanya : "Yaa, yaa... betul, kau memang betulpada hakekatnya kepandaianmu beberapa kali
lipat lebih hebat daripada kepandaianku yang sudah terhitung nomor satu ini?"
Sementara mereka masih berbicara, Say siujin mo telah berhenti dihadapan mereka,
mukanya amat tak sedap dipandang, katanya:
"Aku tahu kepandaianku masih bukan tandinganmu, maka aku mencoba untuk
menghindarimu, ampunilah aku, lain kali aku tak akan mencatut namamu lagi,
masakah kau masih belum juga mau berhenti?"
Sekalipun Ong It sin orangnya bodoh, tapi kata kata seperti itu cukup ia pahami,
maka dengan wajah tertegun ia lantas berpikir:
"Aneh, apa maksudnya dengan perkataan itu" Masakah Say siujin mo telah mencatut
nama dari kakek berambut putih itu?"
Bagi orang lain mereka pasti memahami makna dari ucapan tersebut, tapi
kecerdasan Ong It sin memang terbatas sekali, berpikir sampai disitu ia sudah
tak dapat melanjutkan kembali jalan pemikirannya .
Walau begitu hatinya timbul kecurigaan hanya saja kecurigaan tersebut hanya
disimpan didalam hatinya.
Terdengar si kakek berambut putih itu sedang berkata
"Ilmu kiu thian to siu kang yang kau pelajari masih belum mencapai tingkat
kesempurnaan, maka bila kau gagal melukai orang tubuhmu sendiri yang bakal
terluka dan kini kekuatanmu telah kupukul balik dengan tanganku, tahukah kau
bagaimana cara pengobatannya?"
Sebetulnya Say siujin mo sedang berdiri dengan wajah marah, tapi ucapan tersebut
segera menggetarkan perasaannya secara otomatis paras mukanya juga ikut berubah
Dewa Iblis 1 Pendekar Naga Putih 72 Pertarungan Dua Naga Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 21

Cari Blog Ini