Pendekar Bego Karya Can Id Bagian 8
Lantas, apa yang sebetulnya telah terjadi"
"Heran, kemana kaburnya ilmu silatku yang lihay itu" Aku kan seorang jago kelas
satu?" demikian ia berpikir.
Makin dibayangkan ia merasa semakin sedih, sehingga akhirnya menangislah pemuda
itu tersedu sedu. "Hei, kenapa kau menangis?" bentak dua orang manusia berbaju putih itu sambil
menghampirinya, kemudian sekali cengkeraman mereka angkat tubuh pemuda itu ke
atas dan membantingnya keras keras.
"Hayo cepat jawab mau apa kau berada disini?" kembali hardiknya.
Bantingan yang keras itu segera membuat sepasang lutut Ong It sin sakitnya bukan
kepalang tapi ia tidak menggubris rasa sakitnya itu, sebaliknya dengan sedih
berteriak teriak. "Oooh... hilang! Hilang! Tiba tiba saja semuanya hilang... uuh... uuh... uuh..."
Isak tangisnya kian lama kian bertambah keras sampai air matanya seperti anak
sungai. Agak tertegun ketiga orang pengurungnya menghadapi tingkah laku pemuda itu,
setelah tertegun sejenak merekapun menegur.
"Hei, apanya yang hilang" Apanya yang hilang?"
"Kepandaian silatku, sebetulnya kalian bukan tandinganku tapi sekarang ilmu
silatku telah lenyap tak berbekas... aku... aku adalah seorang jago kelas satu
dalam dunia persilatan, tapi sekarang... tanpa ilmu silat mana aku bisa disebut
orang jago?" Ucapan tersebut kontan saja membuat ketiga orang itu menjadi melongo, mereka
cuma bisa saling berpandangan penuh tanda tanya.
Tapi sesaat kamudian mereka baru teringat kalau pemuda tersebut adalah seorang
bego, tentu saja perkataan dari seorang bego tidak bisa dianggap sebagai
sungguhan. Maka tergelaklah mereka bertiga hingga terpingkal pingkal.
"Wah, ilmu silatmu telah hilang ?" goda perempuan berambut panjang itu menyengir
"coba carilah disekeliling tempat ini, siapa tahu kalau ketinggalan disitu?"
Tak terkirakan rasa mendongkol Ong It sin dengan kesal teriaknya keras-keras:
"Kalian tahu" Dengan sekali pukulan aku bisa mematahkan sebatang pohon besar...
Hmm, coba ilmuku tidak keburu hilang, pasti akan kusuruh kalian keok ditanganku"
"Jangan kuatir, jangan kuatir!" seru perempuan berambut panjang itu lagi, "meski
ilmumu telah hilang juga tak mengapa, mari kuajarkan sebuah ilmu baru yang lebih
hebat ilmu itu tiada tandingnya lagi dan disebut Kou tau kang (ilmu
menyembah)...! Tanggung dengan ilmu menyembah tersebut, kau menyembah orang
terus menerus!" Sembari berkata ujung bajunya segera dikebaskan ke muka menghajar jalan darah
lemas dipinggangnya. Waktu itu Ong It sin memang sedang berlutut, maka dengan kakunya pinggang
otomatis ia membungkukkan badan dan... "Bluuk!" ia betul betul menyembah
dihadapan perempuan tersebut.
Kejut dan gusar Ong It sin menyaksikan kejadian tersebut, buru buru ia
menegakkan kembali badannya.
Tapi baru saja tubuhnya terangkat, pinggangnya kembali menjadi kaku dan...
"Bluuk!" untuk kedua kalinya ia menyembah kepada perempuan tersebut.
Sambil menggigit bibir Ong It sin menegakkan tubuhnya kembali, tapi kejadian
yang serupa berlangsung berulang ulang...
Dalam waktu singkat Ong It sin telah menyembah sebanyak dua tiga puluh kali
dihadapan perempuan itu. Kepalanya sudah mulai pusing tujuh keliling, pandangan matanya berkunang kunang,
dada terasa sesak dan napasnya ngos-ngosan seperti kerbau, tapi "penyembahan"
masih tetap berlangsung terus.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhhh... coba kau lihat, ilmu menyembah yang kuajarkan
padamu itu termasuk hebat tidak?" ejek perempuan berambut panjang itu sambil
terkekeh kekeh kegirangan.
Tapi baru samapi ditengah jalan gelak tertawanya, mendadak ia berhenti dan wajah
yang semula berseri seketika berubah menjadi mengerikan sekali, tubuhnya mulai
gontai keras penuh penderitaan...
Dengan cepat dua orang manusia berbaju putih itu merasakan sesuatu gelagat yang
tak baik, serunya berulang kali dengan suara gemetar:
"Hei apa yang telah terjadi" Apa yang telah terjadi?""
Diiringi rintihan keras yang menggidikkan hati mendadak perempuan berambut
panjang itu roboh terjengkang ke atas tanah dan berkelejit sekarat...
Dengan kekuatan dua orang manusia berbaju putih itu menyingkir jauh jauh dari
situ ternyata mereka tak berani mendekati rekannya untuk melihat dengan jelas
apa yang sesungguhnya telah terjadi.
Dalam pada itu Ong It sin yang dibikin pusing tujuh keliling oleh tingkah polah
perempuan berambut panjang itu merasa mendongkolnya bukan kepalang, tapi setelah
mendengar jeritan-jeritan seram dari perempuan itu hatinya menjadi puas sekali.
Tak lama kemudian, perempuan berambut panjang itu sudah mulai bergelinding
kesana kemari dengan wajah penuh penderitaan.
Ong It sin menjadi tak tega oleh keadaan tersebut, segera tegurnya.
"Hei, kenapa kau" Apakah kau benar-benar kena dilukai oleh ilmu menyembah yang
kau ajarkan kepadaku?"
Perkataan itu sebetulnya diucapkan Ong It sin dengan maksud baik, akan tetapi
dalam pendengaran kedua orang manusia berbaju putih itu menjadi suatu ejekan
yang sengaja sedang menggoda diri mereka.
Sambil membentak gusar dua orang jago itu segera melompat kedepan sambil
melakukan tubrukan, sepasang telapak tangan mereka diayun bersama untuk
menghantam bahu anak muda itu.
Desingan angin tajam tiba-tiba berdesir di udara, ketika mereka rasakan
pandangan matanya menjadi kabur tahu tahu diatas bahu pemuda itu telah bertambah
dengan dua batang senjata rahasia beracun Tok ci li.
Kedua batang senjata rahasia Tok ci li tersebut mendarat dengan manisnya diatas
bahu Ong It sin tanpa dirasakan oleh pemuda itu sendiri.
Tak heran kalau dua orang manusia berbaju putih itu segera menarik kembali
serangannya ketika telapak tangan mereka berada dua inci, diatas bahu pemuda
tersebut. Karena jika serangan itu diteruskan lebih jauh tak bisa disangkal lagi senjata
Tok ci li itu segera akan menusuk tangan mereka.
Betapa terkejutnya Ong It sin ketika melihat tibanya tubrukan dari dua orang
musuh yang mengancam bahunya tadi tapi ketika dilihatnya dua orang itu mendadak
memperlihatkan rasa kaget dan membatalkan kembali serangannya ia lantas salah
mengira kalau ilmu silatnya yang hilang secara tiba tiba telah balik kembali.
Dalam gembiranya ia tertawa tergelak gelak, lalu serunya.
"Lebih baik kalian cepat-cepat pergi dari sini, betul kalian telah mempermainkan
aku barusan, tapi sekarang aku tak mau banyak ribut dengan kalian, apalagi
setelah ilmu silatku dapat diperoleh kembali, aku tak ingin membunuh kalian
diujung telapak tanganku!"
Dengan gemas dan penuh rasa mendongkol dua manusia berbaju putih itu melotot
sekejap kearah Ong It sin, kemudian setelah mundur beberapa langkah serunya
dengan suara dalam: "Siapa yang telah menyergap kami secara licik?"
"Huuuss! Kalian jangan sembarangan ngaco belo!" bentak Ong It sin, "selamanya
aku tak pernah main sergap kepada orang lain"
"Ciss, kau anggap kami sedang berbicara dengan kalian?" ejak dua orang manusia
berbaju putih itu sinis, "kau itu manusia macam apa?"
Kemudian setelah berhenti sebentar, kedua orang itu membentak lagi:
"Binatang terkutuk tak tahu malu yang beraninya main sergap, kenapa masih belum
juga kau tampilkan diri?"
"Jangan berisik" tiba-tiba dari balik hutan berkumandang suara jawaban yang
lembut dan merdu, "si manusia licik yang tak tahu malu telah datang...!"
Itulah suara dari Be Siau soh!
Dengan lemah gemulai, pelan pelan gadis itu munculkan diri dari balik hutan,
dibawah sinar rembulan tampak wajahnya cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan, membuat siapapun yang memandang wajahnya jadi terpesona dan hampir
saja lupa diri, termasuk pula dua orang manusia berbaju putih itu.
Untuk sesaat lamanya, kedua orang manusia berbaju putih itu hanya berdiri
termangu mangu sambil mengawasi wajah Be Siau soh tanpa berkedip.
Menanti Be Siau soh telah tiba dihadapan mereka berdua, kedua orang manusia
berbaju putih itu baru menegur:
"Sii... siapa... siapakah kau?"
Be Siau soh kembali tersenyum, bukannya menjawab ia malah sebaliknya bertanya:
"Bukanlah kalian suheng te semuanya berjumlah empat orang?"
"Benar!" jawab dua orang manusia berbaju putih itu, "kenapa kau menanyakan
persoalan ini?" "Tentu saja ada soalnya, berhubung laki laki setengah umur dan perempuan itu
sudah mati semua, mati ditanganku, maka aku harus bertanya kepadamu, berapa
banyak jumlah saudara kalian"
Berdiri semua bulu kuduk dua orang manusia berbaju putih itu, tentu saja mereka
paham dengan maksud perkataan itu, dengan bertanyanya jumlah saudara mereka,
berarti perempuan itu bermaksud hendak sekalian membunuh mereka semua.
Kejut dan gusar kedua orang itu menghadapi kenyataan tersebut, sambil membentak
keras secara beruntun dua pukulan dilepaskan.
Semenjak tadi Be Siau soh telah membuat persiapan, pergelangan tangannya
diputar, kemudian dengan mempergunakan sebuah cincin berduri yang dikenakan pada
jari tengahnya, ia sambut datangnya serangan tersebut.
00ooodwooo00 Jilid 13 CINCIN berduri itu mengandung racun yang sangat keji andaikata benturan
kekerasan sampai terjadi sehingga kulit tangannya terluka, maka racun itu segera
akan merasuk kedalam tubuh akibatnya dua jam kemudian si penderita akan tewas.
Diam diam Be Siau soh tertawa geli melihat serangan itu segera akan saling membentur,
dalam anggapannya kedua orang itu sedang menghantarkan kematiannya sendiri.
Siapa tahu kejadiannya ternyata jauh diluar dugaan, ketika hendak melancarkan
serangan tadi dua orang manusia berbaju putih itu tanpa sengaja melihat sekejap
kearah perempuan berambut panjang yang telah mati secara mengerikan itu, tibatiba saja betul perasaan takut dihati kecil kedua orang itu.
Maka sebelumnya benturan kekerasan terjadi, tiba-tiba mereka menarik kembali
telapak tangannya, lalu melompat mundur ke belakang.
"Selama gunung nan hijau, air tetap mengalir, kita sampai jumpa lagi dikemudian
hari!" serunya keras.
Be Siau sih masih ingin menghadiahkan dua batang senjata rahasia lagi kepada
mereka, tapi berhubung kepergian kedua orang itu terlampau cepat, maka niat
tersebut terpaksa diurungkan.
Menanti ia berpaling kembali, tampak olehnya Ong It sin masih berdiri bodoh
ditempat semula, buru-buru ia berseru:
"Hei, mari kita lanjutkan perjalanan!"
Ong It sin belum juga beranjak, malah sambil menuding ke arah perempuan berambut
panjang itu katanya. "Kau... kau yang membunuh dirinya?"
Be Siau soh menghampiri perempuan berambut panjang itu dan mencabut keluar
sebatang duri tajam yang panjang dari tubuhnya, kemudian sahutnya:
"Coba kau lihay, ia sudah terkena senjata rahasia beracunku, memangnya kau
anggap ia bisa hidup lebih jauh?"
Ong It sin menghela napas panjang.
"Aaai... aku berani terka, siapa namanya pun belum kau ketahui..." katanya.
"Tentu saja tidak tahu, ada apa?"
Ong It sin menghela napas kembali.
"Aaai... namanya saja belum tahu, tapi kau elah membunuhnya, apakah kau tidak
merasa bahwa perbuatanmu itu terlampau... terlampau..."
Ketika Be Siau soh tiba disana tadi, Ong It sin sedang dipermalukan perempuan
berambut panjang itu sehingga untuk mendongakkan kepalanya pun tak mampu, jadi
kalau sampai Be Siau soh membunuh orang, sesungguhnya hal ini demi keselamatan
Ong It sin, tapi kenyataan sekarang pemuda tersebut malah mencela perbuatannya,
sungguh hal ini suatu kejadian yang belum pernah dialaminya.
Mendongkol bercampur geli Be Siau soh menghadapi kejadian tersebut, katanya:
"Terlampau apa aku?"
"Terlampau kecil!"
"Huuh... lucu benar ucapanmu itu" kata Be Siau soh sambil berkerut kening, "coba
kalau aku datang terlambat, niscaya kau sudah dihajar mampus oleh perempuan itu,
masa aku yang menolongmu malah kau tuduh sebagai orang kejam... lucu betul kamu
ini!" "Aku... aku sudah terbiasa tapi kau telah membunuhnya... soal ini..."
Pada dasarnya Ong It sin memang tak pandai berbicara, apa yang ia pikirkan
sekarang adalah perbuatan dari Be Siau soh itu tidak benar, soal bagaimana
caranya untuk membeberkan ketidak benarannya itu, ia merasa kesulitan maka
dengan wajah merah ia dibuat gelagapan malah.
Sebenarnya Be Siau soh sedang melotot ke arah pemuda itu dengan pandangan gusar,
tapi melihat sikap sang pemuda yang gelagapan dan makin bicara makin ngawur,
lama kelamaan jadi geli juga hingga tanpa sadar gadis itu tertawa cekikikan.
Melihat gadis itu tertawa, Ong It sin pun segera ikut tertawa cengar cengir
seperti kuda. Sambil tertawa cekikikan, Be Siau soh menuding ke arah pemuda itu sambil
berseru: "Tak kusangka kalau dunia ini masih terdapat manusia tolol seperti kau"
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, kembali gadis itu tertawa berderaiderai. Tapi sesaat kemudian, ia termenung sebentar sambil menghela napas katanya
kembali: "Tidak, aku pikir perkataanmu keliru besar, seharusnya aku musti berkata bahwa
tak kusangka kalau didunia ini terdapat manusia sebaik kau..."
"Hoore... kau bilang aku... aku adalah orang baik?" saking gembiranya mendengar
ucapan tersebut, Ong It sin segera bersorak sambil menunjuk ke hidung sendiri
hingga gepeng. Seingat Ong It sin belum pernah ada orang yang menyebutnya sebagai orang baik
selama ini, apa yang didengar olehnya hanya kata-kata makian yang mengatakan
dirinya tolol. Sekalipun ada orang yang mengatakan demikian juga, tapi ucapan itu jauh bila
dibandingkan kata kata pujian yang diucapkan oleh Be Siau soh, maka tak heran
kalau ia merasa kegirangan setengah mati.
Sambil manggut manggut kembali Be Siau soh berkata:
"Betul, kau memang orang baik!"
"Kau sendiripun orang baik... yaa, baik sekali!" sambung Ong It sin pula.
Tanpa terasa Be Siau soh menggenggam tangan Ong It sin erat erat, katanya:
"Perkataanmu itu tidak benar, kau adalah orang baik, sedang aku... aai! Aku
hanya seorang manusia yang kejam dibalik senyuman tersembunyi pisau, hatiku
busuk sekali..." Setelah menghela napas panjang, ia berkata lebih jauh:
"Yaa, aku adalah seorang perempuan jahat yang kejahatannya sukar diukur lagi
dengan kata kata..."
Semenjak tangannya digenggam oleh Be Siau soh, si anak muda itu sudah merasakan
sukmanya secara melayang meninggalkan raganya, untuk sesaat dia tidak
memperhatikan dengan jelas apa yang diucapkan gadis itu, dia hanya tahu menyahut
belaka: "Yaa memang betul memang betul..."
Tapi setelah dipikir kemudian ia merasa jawabannya salah diberikan maka sambil
berteriak aneh kembali serunya:
"Tidak, tidak benar siapa yang berani mengatakan kau jahat, aku akan beradu jiwa
dengannya." Terkekeh Be Siau soh setelah mendengar ucapan itu, tapi suara tertawanya begitu
sedih dan kosong. Gadis itu tahu bahwa wataknya tidak jauh berbeda dengan tabiat ibunya, tak nanti
ada manusia didunia ini yang akan menganggapnya sebagai orang baik.
Tapi sekarang justru muncul seorang manusia macam Ong It sin yang mengatakan
dirinya sebagai orang baik, bahkan bersedia adu jiwa kepada orang yang
menuduhnya sebagai orang jahat.
Bagaimanapun juga ucapan tersebut segera menimbulkan suatu perasaan aneh dalam
hatinya perasaan tersebut sukar dilukiskan dengan kata kata ia hanya merasa
bahwa pemuda yang jelek lagi bodoh ini seakan akan merupakan orang paling
memahami akan perasaan hatinya.
"Aaah...! Hal ini mana mungkin bisa terjadi?" demikian Be Siau soh berpikir.
Dia bukannya seorang gadis tanpa angan-angan tentu saja dalam hati kecilnya
terdapat pula suatu gambaran terhadap pemuda idaman hatinya sudah barang tentu
pemuda itu mana tampan, mana jagoan, punya nama dan kedudukan pula dalam dunia
persilatan. Tapi kenyataannya sekarang pemdua yang berada didepan matanya sekarang sudah
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jelek, tak berilmu, tololnya bukan kepalang. Mungkinkah pemuda semacam ini bisa
menempati hatinya" Dengan termangu mangu Be Siau soh mengawasi wajah Ong It sin tanpa berkedip
sepatah katapun ia tak berbicara.
Melihat sikap nona, cepat cepat Ong It sin menambahkan lagi:
"Sungguh aku akan beradu jiwa dengannya?"
Pelan pelan Be Siau soh memutar badannya, kemudian bertanya:
"Berhargakah bagimu untuk beradu jiwa demi seorang perempuan seperti aku?"
"Tentu saja, siapa bilang kau jelek?"
Be Siau soh kembali termenung beberapa saat lamanya, setelah itu baru katanya
lagi. "Sudahlah, kita jangan membicarakan soal macam itu lagi, mari kita lanjutkan
perjalanan, masih banyak perjalanan yang musti kitaa selesaikan."
Ia menarik lebngan pemuda itu dan diajaknya lari kembali kedepan.
Karena perasaanrnya gundah dan kacau tak karuan, hingga keesokan harinya Be Siau
soh tidak mengucapkan sepatah katapun.
Menanti sang surya studah mulai terbit dan memancarkan sinarnya menerangi
seluruh jagad, Be Siau soh menyaksikan sebuah hutan bunga bwee, yang amat lebat
membentang dihadapan mereka.
Selama beberapa hari belakarngan ini, tempat tempat yang mereka lalui kebanyakan
adalah pegunungan sepi yang masih liar dan tak bermanusia.
Maka itu Be Siau soh menjadi sangat keheranan setelah menjumpai hutan bunga
bwee. Serta merta gadis itu berhenti berlari, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu,
Ong It sin yang berada disampingnya telah berseru dengan suara keras.
"Aduh mak, sedapnya...!"
"Sst! Jangan berisik" tegur Be Siau soh dengan mata melotot, "kenapa kau
berteriak teriak seperti orang gila?"
Ong It sin menjadi melongo dan mengerdipkan matanya berulang kali, ia tak tahu
di bagian manakah dirinya telah menyalahi Be Siau soh.
Sekalipun tidak habis mengerti, diapun tidak berani membantah ataupun
mengucapkan sepatah katapun, sebab itulah dengan mulut membungkam dia hanya
mengerdipkan matanya berulang kali.
Menyaksikan keadaannya itu, Be Siau soh menjadi tak tega katanya:
"Kau betul betul tolol, coba bayangkan sepanjang jalan ktia sampai kesini,
pernahkah kau bertemu dengan manusia" Sekarang tiba-tiba saja kita jumpai sebuah
hutan yang begini luasnya apakah hal ini tidak mencurigakan" Jika kau sampai
berkaok kaok macam orang gila, bukankah tindakanmu itu sama artinya dengan
memperlihatkan jejak sendiri dihadapan orang?"
Tapi Ong It sin masih tidak puas sekalipun tak berani membantah, toh ia
menggerutu juga: "Kita kan sedang melakukan perjalanan kita sendiri, asal tidak pernah melakukan
pekerjaan yang merugikan orang, kenapa pula musti takut untuk bertemu dengan
orang lain?" Be Siau soh tahu bahwa Ong It sin adalah seorang bodoh, sekalipun diberi
keterangan yang paling gampangpun dia tak akan tahu, maka dari pada ribut lebih
jauh, diapun tidak menggubris pemuda itu lagi.
Hanya kemudian katanya pula:
"Pokoknya, kau musti mendengarkan perkataan perkataanku lebih berhati hati kan
ada baiknya?" Kali ini Ong It sin tidak membantah lagi, dia malah tertawa lebar.
Semakin mendekati hutan bunga bwee itu mereka mengendus bau harum yang makin
tebal, tampaklah dahan pohon itu berliuk penuh keindahan sekilas pandangan ada
yang berbentuk seperti seekor naga.
Sejak menjumpai hutan bwee tadi, Be Siau soh telah tahu bahwa itu sangat
mencurigakan sesungguhnya ia lebih suka jalan memutar dari pada mencari gara
gara... Tapi setelah main mendekati hutan itu, tiba tiba saja ia merasa makin tertarik
dengan hutan Bwee itu, terutama sekali dahan dahan pohonnya yang berliuk liuk
serta bau harum yang semerbak.
Menanti Be Siau soh teringat kembali niatnya semula yang hendak menghindari
hutan tersebut, ia beserta Ong It sin telah berada ditengah hutan tersebut.
Diam diam gadis itupun berpikir:
"Heran, kenapa tidak kujumpai sesuatu yang aneh disini" Jangankan manusia setan
pun tak nampak" Jangan jangan dugaanku semula keliru besar?"
Karena berpendapat demikian, kewaspadaannya menjadi mengendor, pelan pelan ia
meneruskan perjalanannya menembusi hutan itu dan menikmati pemandangan indah di
sekitar sana. Pemandangan alam yang indah serta bau harum semerbak yang tersiar disekeliling
tempat itu membuat Be Siau soh kembali terbuai dalam lamunan
"Betapa syahdunya bila seorang pemuda tampan yang romantis tiba tiba
mendampingiku berjalan jalan ditempat ini..."
Tapi ketika ia berpaling dan menemukan Ong It sin yang jelek dan ketolol tololan
itu pelan pelan Be Siau soh menghela napas panjang.
"Sayang seorang pemuda macam babi mendampingiku kini" demikian ia berpikir lebih
jauh, memang beginilah dunia, sering kali yang diinginkan umatnya tak dapat
terpenuhi dengan sempurna.
Waktu itu Ong It sin sedang mengamati wajah Be Siau soh dengan termangu mangu,
tentu saja ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan gadis tersebrut.
"Semua orang bilang bunga adalah benda yang paling indah didunia ini pemuda itu
melamun tapi bila dibandingkan manusia... apalagi gadis cantik disisiku
sekarang... ooh, apalah artinya sekuntum bunga?"
Tiba tiba suatu helaan napas panjang dari Be Siau soh menyadarkan kembali pemuda
itu dari lamunan Ong It sin menjadi gelagapan dan tersadar kembali dari buaian
lamunan yang serba indah...
Kiranya mereka telah tiba di tengah hutan bunga bwee, disana muncul sebuah tanah
lapang yang beberapa kaki luasnya.
Perkumpulan tanah lapang itu beralaskan batu hijau yatng berbentuk segi delapan
diatas lantai terdapat delapan buah bangku batu.
Sebagai seorang yang cerdas dan berpengalaman luas, Be Siau soh segera
mengetahui kalau kedelapan buah bangku itu diatur dalam posisi Pat kwa.
Disitu tak ada seorang manusiapun, hal ini sudah jelas betul dan tak bakal
salah. Be Siau soh segera berhenti, kemudian sambil menarik tangan Ong It sin, ia
berkata dengan lembut: "Kami berdua ada urusan hendak menuju ke Pek thian san tanpa sengaja kami
melewati tempat ini karena kagum oleh keindahan bunga bwee, kami sudah memasuki
hutan ini. Tapi kami tak ingin mengganggu ketenangan saudara, maka atas
kelancangan kami ini mohon sudilah dimaafkan!"
Be Siau soh tidak ingin mencari urusan, maka sebelum terjadi sesuatu, ia
mengucapkan kata kata tersebut lebih dulu, dalam anggapannya walaupun penghuni
hutan itu adalah seorang jago persilatan yang aneh, tentu ia tak akan marah oleh
kehadirannya yang tanpa sengaja.
Begitulah, selesai berseru Be Siau soh segera menarik Ong It sin untuk berlalu
dari situ, sekejap kemudian mereka sudah berada di luar hutan tersebut.
Setibanya diluar hutan Be Siau soh baru memperlambat langkahnya sambil
menghembusktan napas lega.
Ong It sin tarik napas panjang, lalu katanya:
"Eeeh.. apa apaan kau ini" Bayangan setanpun tidak kita jumpai, masa kita musti
lari terbirit birit dari sini?"
Be Siau soh berpaling dan melotot sekejap ke arahnya, ia hendak menegur pemuda
itu agar jangan bicara sembarangan, tapi ketika berpaling, dijumpainya pemuda
itu sedang menyengir dengan wajah yang aneh sekali.
oodOwoo Menyaksikan keadaan tersebut, dengan keheranan Be Siau soh segera menegur:
"Eeh, kenapa kau?"
"Nona Be, kenapa... kenapa kau memukulku?" rengek Ong It sin.
Be Siau soh menjadi amat terperanjat, hampir saja ia melompat keudara saking
kagetnya Buru buru ia berkelebat kesamping sejauh lima enam depa dan memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu. Ternyata hanya Ong It sin seorang yang sedang berdiri termangu disitu,
disekelilingnya tak nampak manusia kedua.
Tentu saja Be Siau soh tahu kalau ia tak pernah memukul Ong It sin, maka jika
pemuda itu mengatakan pernah dihajar orang itu berarti orang tersebut pastilah
penghuni dalam hutan itu.
Tahu kalau si anak muda tersebut telah menyinggung perasaan orang, buru-buru Be
Siau soh berkata lagi dengan suara dalam.
"Kau tahu kalau sudah menyinggung perasaan orang" Jangan sembarangan bicara lagi
mari kita cepat pergi!"
Ong It sin masih juga tak tahu apa gerangan yang telah terjadi, sambil tertawa
bodoh katanya: "Tapi... kau... kau tidak akan memukul aku lagi bukan" Padahal, siapa tahu kalau
dalam hutan ini memang betul-betul ada setannya yang bertangan lancang?"
Be Siau soh makin gelisah, ia hendak mencegah pemuda itu sembarangan bicara,
tapi tidak keburu, maka gadis itupun berpikir:
"Biar saja ia berkaok kaok, akan kulihat sampai disitu, diam diam ia telah
menggenggam dua batang jarum kelabang untuk bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan."
Pada saat itulah, tiba-tiba dari balik sebuah batu besar dibelakang Ong It sin,
menyambar datang segumpal benda berwarna hitam.
Benda itu menyambar tiba dengan membawa deruan angin yang sangat keras, sehingga
Ong It sin mendengar pula suara itu dan berpaling.
Masih mendingan andaikata ia tak berpaling, begitu ia memutar kepalanya ke
belakang, belum lagi melihat jelas benda apakah gumpalan hitam itu, tahu-tahu...
"Plak!" benda itu sudah menempel diatas wajahnya.
Seketika itu juga Ong It sin merasakan pandangan matanya jadi gelap, mulutnya
terasa getir dan lubang hidungnya tersumbat sehingga tak mampu bernapas lagi.
Dengan gelagapan pemuda itu mencakar wajah sendiri dengan panik, sehingga
keadaannya mengenaskan sekali.
Sementara itu, Be Siau soh sudah melayang naik keatas batu besar itu, dari situ
ia saksikan sesosok bayangan hitam sedang meluncur keluar dengan kecepatan luar
biasa. Dengan suara keras Be Siau soh segera membentak:
"Sobat, tunggu sebentar!"
Seraya membentak tangannya diayun ke depan siap melepaskan jarum kelabangnya
tapi pikiran lain segera melintas dalam benaknya:
"Siapakah diapun tidak kuketahui, mana boleh kugunakan jarum kelabang ini untuk
melukainya, kalau bukan orang tersohor masih mendingan, kalau sampai berakibat
fatal bukankah aku jadi berabe?"
Maka jarum kelabangnya segera digenggam kembali, sementara ujung kakinya
menyepak ke depan... "Sreet! Sreet! Sreet!" ia menimpuk tiga biji batu dengan
tendangannya. Gerak tubuh bayangan manusia itu sungguh cepat sekali, tapi timpukan ketiga biji
batu itupun tak kalah cepatnya dalam waktu singkat benda tersebut tahu tahu
sudah tiba dibelakang tubuhnya.
Mendadak bayangan manusia itu berjumpalitan sekali kemudian dengan suatu gerakan
yang indah ia telah menyambar ketiga biji batu tadi, tapi dengan demikian iapun
berhenti berlari. Dengan cepat Be Siau soh menyusul, sebenarnya ia hendak menegur, tapi setelah
melihat bayangan wajah orang itu, ia menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Ternyata dia adalah seorang pemuda tampan yang berusia tujuh delapan belas
tahunan, sedemikian tampannya pemuda itu sehingga Be Siau soh yang memandang
sekejap kearahnya pun seketika merasakan mukanya jadi merah padam jantungnya
berdebar keras sekali. Seingatnya, ia pernah merasakan juga perasaan seaneh ini yaitu ketika ia berusia
lima enam belas tahun, tapi semenjak ia kawin dengan Khek Po Pocu, perasaan
tersebut seakan akan terpendam kembali dalam hatinya...
Betul ia pernah melakukan perjalan bersama Ong It sin, tapi perasaan aneh
tersebut belum pernah ia rasakan kembali, anehnya tiba-tiba saja perasaan
tersebut telah muncul kembali setelah bertemu dengan pemuda itu.
Dengan termangu ia awasi wajah sang pemuda yang tampan tanpa berkedip, pemuda
itupun sedang memandang ke arahnya dengan biji matanya yang tajam untuk sesaat
kedua orang itu hanya saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Suasana tersebut baru dipecahkan ketika Ong It sin mulai berteriak teriak sambil
membersihkan wajahnya dari "benda" yang menutupi mukanya itu, kiranya benda itu
adalah tanah lumpur yang liat.
Oleh usapan usapan Ong It sin yang tak rata itu, wajah anak muda itu kelihatan
bertambah jelek hingga menggelikan sekali.
Be Siau soh yang menjumpai keadaan itu menjadi tak tahan. Pertama-tama dia yang
tertawa tergelak lebih dulu.
Menyusul kemudian pemuda tampan itu pun ikut tertawa.
Walaupun tertawa tergelak, sinar mata pemuda itu masih saja menatap wajah Be
Siau soh, bila dicarikan perbandingannya, maka ia lebih lama memandang kearah
gadis itu daripada memandang Ong It sin.
Tak usah berpalingpun Be Siau soh merasakan juga akan hal itu, tanpa terasa
jantungnya berdetak keras.
Tiba-tiba ia merasa dirinya begitu malu malu kucing dihadapan pemuda tampan itu.
Betul usianya sekarang baru dua puluh tahun, tapi sudah lama ia bukan seorang
gadis lagi, menurut keadaan pada umumnya, ia tidak semestinya merasa malu
dihadapan seorang asing. Tapi sekarang, ia sedemikian malunya di hadapan pemuda itu, sehingga walaupun ia
berusaha menggunakan gelak tertawanya untuk menutupi rasa malu itupun tidak
berhasil mengatasinya. Dengan mata melotot, Ong It sin segera membentak keras:
"Hei, apa yang kalian tertawakan" Siapa yang melemparkan lumpur itu ke atas
wajahku?" Pemuda tampan itu segera berhenti tertawa, lalu dengan santai jawabnya:
"Sobat, menurut pendapatmu siapa yang telah melemparkan lumpur itu ke atas
wajahmu?" "Kalau begitu delapan puluh persen pasti kau!" seru Ong It sin dengan mata
melotot. Pemuda tampan itu tertawa.
"Tak perlu delapan puluh persen lagi, seratus persen adalah diriku!" katanya.
Dengan pengakuan yang terus terang dari pemuda tampan itu, Ong It sin tak bisa
berkata lagi, ia cuma berdiri termangu mangu
Akhirnya ia berkata juga:
"Kenapa... kenapa kau melempari mukaku dengan lumpur?"
"Itu musti bertanya pada dirimu sendiri, sudah terang kau tahu kalau aku berada
dalam hutan bwe, kenapa kau bilang setan yang menghuni hutan ini" Bukankah itu
berarti kau sedang memakiku" Kenapa aku tak boleh melempari mukamu dengan
lumpur?" Pada dasarnya Ong It sin memang seorang yang jujur, setelah mendengar perkataan
itu, lalu dibayangkan kembali dan dirasakan kesalahan memang berada dipihaknya,
maka diapun tak bisa bicara apa apa lagi.
Sambil tertawa menyengir dan garuk garuk kepalanya, diapun berkata:
"Kalau begitu, anggap saja aku yang bersalah, harap kau jangan marah..."
"Saudara, Ong toako adalah seorang yang jujur" buru buru Be Siau soh berharap
"kau jangan menyalahkan dirinya..."
Betapa gembiranya Ong It sin ketika mendengar Be Siau soh membantunya bicara.
Tapi ketika ia mendongakkan kepalanya, dan menjumpai Be Siau soh sedang saling
berpandangan dengan pemuda tampan itu, apalagi sikap Be Siau soh yang senyum tak
senyum itu menambah aneh, timbullah perasaan tak sedap dalam hati kecil pemuda
itu. Ong It sin merasa amat cemburu, belum pernah gadis itu bersikap demikian
dihadapannya, tapi sekarang gadis tersebut menunjukkan sikap demikian kepada
seorang pemuda lain, hal mana betul betul menimbulkan keresahan dan perasaan
yang gundah dalam hatinya.
Maka untuk sesaat lamanya ia cuma berdiri saja dengan wajah tertegun...
Untuk sesaat ketiga orang itu cuma berdiri termangu belaka, meskipun berbeda
perasaan namun tak seorangpun yang berbicara.
Entah sudah beberapa waktu lamanya, akhirnya pemuda tampan itu berkata lagi:
"Sebetulnya aku tak akan lepaskan dirinya dengan begitu saja, apalagi setelah
mengucapkan kata kata yang tak senonoh, tapi kalau toh dia memang kawan
seperjalananmu, memandang pada wajah nona, kuanggap selesai persoalan tersebut
sampai disini saja..."
Betul usia pemuda tampan itu masih muda, ternyata perkataannya membawa suatu
kewibawaan yang besar, membuat siapapun merasa bahwa pemuda ini benar benar
sudah mencapai kedewasaan.
Merah padam selembar wajah Be Siau soh ia sendiripun tak tahu kenapa bisa
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian segera ujarnya: "Kau keliru besar, dia... sobat itu bukan teman perjalananku!"
Mendengar ucapan tersebut, Ong It sin menjadi melongo dengan mata terbelalak
lebar untuk sesaat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Tadinya aku juga lagi berpikir, masa nona secantik kau bisa melakukan
perjalanan bersama seorang manusia macam siluman babi begitu, lantas siapakah
dia?" Sampai detik itu, Ong It sin pun baru bisa melontarkan pula kata-katanya:
"Lantas kau... kau anggap aku sebagai apamu?"
Pelan pelan Be Siau soh memutar badannya, katanya:
"Bukankah kau pernah berkata, sekalipun menjadi budak atau pelayanku juga rela?"
Walaupun bodoh, Ong It sin adalah seorang pemuda jujur, tapi dalam keadaan
seperti ini ia tak dapat membendung kobaran hawa amarah dalam hatinya, kalau
bisa dia ingin melampiaskan semua rasa gusar dan mendongkolnya keluar.
Tapi suara Be Siau soh begitu lembut dan merdu merayu, walaupun Ong It sin
pingin marah, terasa marahnya tak bisa keluar, maka kembali ia menjadi termangu
untuk sesaat lamanya. Beberapa waktu kemudian ia baru menyahut:
"Yaa, memang benar!"
"Nah, itulah dia, sekarang apa lagi yang ingin kau tanyakan?"
"Tapi..." Be Siau soh sama sekali tidak menggubris perkataannya lagi, sambil putar badan
kembali ia mengawasi wajah pemuda tampan itu tanpa berkedip.
"Nona, bolehkah aku tahu siapa namamu?" pemuda itu bertanya.
"Aku she Be, bernama Siau soh..."
"Oooh... kiranya nona Be, aku she Sangkoan bernama Bu cing!"
Mendengar nama itu, Be Siau soh tertegun lalu sepasang alis matanya berkenyit.
"Wajahnya tampan, sikapnya simpatik kenapa namanya 'Tak berperasaan' Sayang...
sayang sekali..." demikian ia berpikir.
Pemuda tampan itu memang cerdik, sekali pun Be Siau soh mengemukakan perasaan
itu namun dari kerutan dahinya ia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan gadis
tersebut. Dengan perasaan apa boleh buat, katanya kemudian sambil tertawa:
"Yaa, bagaimana lagi" Meski namaku kurang sedap, jelek-jelek adalah pemberian
orang tua, apalagi yang musti dilakukan?"
Be Siau soh tertawa cekikikan.
"Soal nama sih bukan soal penting" katanya, "cuma, kalau mendengar namamu itu,
aku jadi merasa..." Berbicara sampai disitu tiba-tiba ia berhenti, wajahnya berubah menjadi merah
padam karena jengah. Sebenarnya ia hendak berkata begini:
"Kalau mendengar namamu itu, aku jadi merasa takut untuk bergaul denganmu, sebab
aku jadi membayangkan kau sebagai orang yang tidak berperasaan..."
Tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, cepat ia berpikir.
"Dengannya aku baru berjumpa sekali ini, masa begitu buka suara lantas
menyinggung soal berperasaan atau tidak, kan malu"
Karena itulah tanpa terasa pipinya menjadi merah padam.
Sangkoan Bu ciang tertawa ewa, lalu katanya.
"Justru yang bernama tak berperasaan (Bu ciang) dia hal yang paling berperasaan,
mungkin ayahku memang bermaksud demikian ketika memberi nama kepadaku dulu,
haaahh... haaahh... haaahh... kau takut aku tak berperasaan Kaku dan dingin
macam patung?" Ditatap begini rupa oleh pemuda tampan itu Be Siau soh menjadi tersipu sipu,
perasaannya semakin kalut.
"Dia masih begitu muda, kenapa begiu berani bermain gila didepan gadis yang
masih asing baginya?" demikian berpikir.
Meskipun demikian sebaliknya ia justru berharap kalau pihak lawan bisa bersikap
lebih berani lagi kepadanya semakin bernyali pemuda itu, ia merasa makin
terangsang. Ong It sin selama ini hanya berdiri dibelakang Be Siau soh dengan wajah murung,
jangankan untuk berkutik, kesempatan untuk berbicara pun tak ada.
Tiba-tiba ia berseru: "Kita harus berangkat, apa lagi yang musti kita tunggu?"
Be Siau soh hanya mengiyakan seenaknya ia sama sekali tidak memperhatikan ucapan
tersebut dengan serius. Sangkoan Bu cing yang ada disisinya lantas berkata:
"Nona Be, tadi kau sudah menembusi hutan ini, bila tidak kau sambangi ayahku,
dia pasti tak akan senang hati!"
Be Siau soh memang berpengetahuan luas tapi sudah sekian lama ia putar otak,
tidak juga diketahui siapa orang itu Sangkoan Bu cing, maka ketika mendengar
perkataan dari pemuda itu, satu ingatan lantas melintas dalam benaknya.
"Aah! Apakah ayahmu adalah Bwe hou kiam khek (jago pedang bunga bwe) Sangkoan
Tin yang malang melintang diwilayah Shia kan tanpa tandingan itu?"
"Betul, betul, memang dia orang tua, sudah lama beliau menetap disini, apakah
nona Be masih teringat dengannya?"
Be Siau soh memang pernah mendengar orang membicarakan tentang pendekar aneh
ini, sesungguhnya pendekar itu berjiwa besar, tapi sejak istrinya berubah hati,
tiba-tiba saja ia mengundurkan diri dari dunia persilatan dan tidak diketahui
lagi jejaknya. Dengan waktu Songkoan Tin, pukulan batin tersebut dengan cepat mengakibatkan
perangainya berubah seratus delapan puluh derajat, bukan cuma aneh saja
sifatnya, bahkan sama sekali tidak berperasaan.
Sungguh tak disangka ia bisa memiliki seorang putra semacam ini
Berpikir sampai disitu, Be Siau soh segera berkata:
"Nama besar Songkoan tayhiap dikenal oleh setiap manusia, betul ketika ia
mengundurkan diri dulu aku masih seorang bocah, tapi nama besarnya sudah lama
kudengar" "Kalau begitu, ayahku pasti akan senang berjumpa denganmu! Yaa, watak ayahku
memang aneh, kalau dibilang ia suka bertemu dengan orang, sebetulnya tak pantas
ia hidup menyepi disini, kalau dibilang ia tak suka bertemu dengan orang diapun
tidak memperkenankan setiap orang yang melewati hutan ini tidak menjumpainya
bahkan setelah bertemu dia tentu akan bertanya terus tiada hentinya, coba kau
pikirkan, aneh tidak wataknya itu?"
"Yaa, kalau orang sudah berwatak aneh, mau apa lagi kita?" sahut Be Siau soh
sambil tertawa. Demikianlah, sambil bersenda gurau mereka berdua masuk kembali ke dalam hutan
bwee. Kurang lebih setengah jam berselang mereka baru berkenalan tapi sekarang
keakraban mereka sedemikian eratnya sehingga kehadiran Ong It sin disamping
merekapun sudah tidak dirasakan lagi.
Ketika Ong It sin menjumpai kedua orang itu memasuki hutan bwee, meskipun ia
merasa tak senang, terpaksa mengikut juga dibelakangnya.
Beberapa kali dian ingin berteriak mengajak Be Siau soh pergi, tapi iapun tak
berani memotong pembicaraan si nona yang tampaknya sedang terlibat dalam
pembicaraan yang serius dengan Sangkoan Bu cing, karenanya dengan perasaan
masgul dia hanya membungkam belaka.
Setelah memasuki hutan bwee, Sangkoan Bu cing mengajak mereka berputar ke kiri
berbelok ke kanan putar kesana kemari tiada hentinya...
Entah sudah berapa lama mereka berjalan, seakan akan hutan bwee itu tiada ujung
pangkalnya lagi akhirnya sampailah mereka disuatu tempat yang penuh tumbuh pohon
bwee tua. Pada salah satu pangkal pohon tersebut, duduklah seorang manusia berbaju hitam.
Ketika menjumpai orang berbaju hitam itu, baik Be Siau soh maupun Ong It sin
merasa amat terkejut sekali.
Tampaklah manusia berbaju hitam itu memiliki kulit badan yang kurus kering
bagaikan kulit pembungkus tulang, mukanya sedemikian kurusnya hingga sama sekali
tak berdaging lagi, coba kalau matanya tidak bersinar tajam mereka pasti akan
menganggapnya sebagai sesosok mayat yang sudah banyak tahun mengering disitu.
Ketika tiba dihadapan manusia berbaju hitam itu, Sangkoan Bu cing segera
berhenti seraya berkata: "Ayah, ananda telah mengajak kedua orang yang melewati hutan bwee ini untuk
menjumpai kau orang tua, apakah kau orang tua hendak berbicara sesuatu dengan
mereka?" Sebelum Sangkoan Bu cing menyelesaikan kata katanya, dengan penuh rasa hormat Be
Siau soh telah menyembah sambil berkata:
"Boanpwee menjumpai Sangkoan cianpwee!"
Sebaliknya Ong It sin hanya mengawasi manusia berbaju hitam itu dengan mata
melotot besar, sepatah katapun ia tidak berbicara.
Sambil memberi hormat, diam diam Be Siau soh berpikir dengan keheranan:
"Konon orang bilang Bwe hoa kiam khek Sangkoan Tin adalah seorang lelaki tampan
yang termashur didunia, meski wataknya aneh tapi sikapnya lembut dan sangat
romantis kenapa tampangnya macam sesosok mayat hidup" Beginikah tampang dari
ayah Sangkoan Bu cing..." Waaah, kalau begitu berita yang tersiar dalam dunia
persilatan memang tak boleh dipercaya..."
Sementara masih melamun, Sangkoan Tin telah berkata:
"Kalian hendak menuju ke barat?"
Begitu ia membuka suara maka kedengaranlah suara itu amat melengking seperti
setan yang lagi menjerit sungguh tak sedap didengar.
Be Siau soh merasa terkejut Ong It sin yang berada dibelakangnya lebih terkejut
lagi. Sambil melotot lebih besar, ia berteriak keras:
"Hei kakek tua... kenapa suaramu begitu tak sedap didengar" Waah... waah...
kalau suara yang macam begini sih bukan suara manusia lagi namanya, tapi lebih
mirip dengan..." Sebetulnya dia ingin mengatakan:
"Suaramu lebih mirip dengan setan kelaparan yang lagi menjerit!"
Tapi sebelum ucapan tersebut sempat diucapkan Be Siau soh sudah keburu berpaling
sambil melotot gemas kearahnya, maka ia tak berani berbicara lagi.
Sangkoan Bu cing cukup mengetahui watak ayahnya, maka setelah mendengar
perkataan dari Ong It sin itu, tanpa sadar peluh dingin ikut membasahi tubuhnya.
Betul juga, Sangkoan Tin segera tertawa terkekeh kekeh dengan suara yang
mengerikan, kemudian serunya:
"Kemarilah kau! Siapa namamu?"
Menggigil seluruh badan Ong It sin setelah mendengar suara tertawanya, sebab
suara itu jauh lebih tak sedap didengar dari pada suara pembicaraannya, kalau
mengikuti suara hatinya, dia sudah ingin kabur terbirit birit dari situ.
Tapi Be Siau soh segera berkata:
"Hei Sangkoan tayhiap suruh kau kesitu kenapa kau masih berdiri saja disana"
Hayo cepat maju!" Sebetulnya Ong It sin enggan berbuat demikian, tapi mau tak mau ia beranjak juga
untuk menghampiri orang itu.
Dengan sepasang matanya yang tajam Sangkoan Tin mengamati seluruh tubuh Ong It
sin dari atas sampai kebawah, sedemikian tajamnya ia melihat membuat pemuda itu
menjadi tak enak sendiri dan ingin berlalu dari tempat itu.
Lama sekali Sangkoan Tin mengawasi Ong It sin, kemudian ia memandang pula kearah
Sangkoan Bu cing pandangan tersebut kemudian beralih secara berulang-ulang
hingga hampir setengah jam lamanya, cuma selama ini dia pun tidak berkata apa
apa. Lama kelamaan Sangkoan Bu cing merasakan juga keanehan dari sikap ayahnya itu,
cuma ia tak tahu kenapa ayahnya bersikap sedemikian anehnya hari ini.
Lama-lama kemudian, Sangkoan Tin baru menghela napas panjang, kemudian kepada
Ong It sin ia bertanya: "Siapa namamu! Siapa orang tuamu" Siapa gurumu" Katakan semua kepadaku..."
Ong It sin memang tidak biasa berbohong maka satu persatu ia jawab dengan
sejujurnya. Mendengar itu, Sangkoan Tin segera bergumam seorang diri:
"Bu giok (pualam mustika)!"
"Eeh... aku tidak bernama Bu giok, aku bernama Ong It sin!" buru-buru Ong It sin
berteriak lagi. Sangkoan Tin mendelik kepadanya mendengar teriakan itu.
Ong It sin segera tertawa bodoh, serunya
"Kau sendiri yang salah memanggil namaku, masakah kau malah menyalahkan diriku."
Diluar dugaan, sekulum senyuman segera menghiasi wajah Sangkoan Tin, cuma sudah
barang tentu senyuman itu tak sedap dilihat apalagi menghiasi wajahnya yang
lebih mirip tengkorak itu, bukan bertambah menarik justru senyuman itu malah
menggidikkan hati. Dengan ketakutan Ong It sin mundur selangkah ke belakang.
Sementara itu Sangkoan Tin telah mendongakkan wajah Be Siau soh kemudian katanya
"Nona Be, kau sangat cantik dan mirip sekali dengan seseorang, apakah kau
adalah..." Be Siau soh bukan orang bodoh, begitu mendengar pertanyaan itu, ia lantas
mengerti kalau orang yang dimaksudkan adalah ibunya.
Ia jadi kuatir kalau Sangkoan Tin mengatakan secara terus terang bahwa dia
adalah putrinya Kelabang beracun Be Ji nio, sebab dia kuatir Sangkoan Bu cing
akan memandang hina dirinya.
Sebab itu buru-buru tukasnya:
"Aku memang mirip sekali dengan ibuku, cuma ia sudah meninggal banyak tahun!"
"Oooh, ternyata ia sudah meninggal banyak tahun..." seru Sangkoan Tin ia pun
tidak bertanya lebih jauh.
Ketika selesai mengucapkan kata-kata tersebut, dengan sedih ia menghela nafas
panjang, jelas diapun merupakan kenalan lama ibunya.
Tanpa terasa Be Siau soh membayangkan kembali ibunya yang merupakan perempuan
cabul nomor wahid didunia ini. Siapa tahu kalau dimasa lalupun Sangkoan Tin
pernah mempunyai hubungan gelap dengan ibunya"
Sangkoan Tin kembali menghela nafas panjang, katanya kemudian:
"Nona Be buru-buru menuju ke barat, entah karena persoalan apakah kepergianmu
ini?" Be Siau soh menjadi tertegun dan ragu-ragu menghadapi pertanyaan tersebut.
Sebagaimana diketahui, kepergiannya kali ini menuju kebukit Pak thian san adalah
untuk mencari gua salju dimana tersimpan suatu mustika yang tak ternilai
harganya. Betul, ia menaruh perasaan tertarik terhadap Sangkoan Bu cing, bahkan rangsangan
dari pemuda tersebut sedemikian besarnya sehingga hampir saja dia tidak sanggup
mengendalikan diri, tapi bagaimanapun juga mereka baru berkenalan beberapa jam,
sampai dimanakah jalan pikiran dan perasaan orang ia masih belum tahu, karena
itu ia memutuskan untuk merahasiakan maksud kepergiannya untuk sementara waktu.
Sebagai seorang perempuan yang pintar dan berpengalaman, Be Siau soh tidak ingin
menimbulkan kecurigaan orang, maka setelah sangsi sejenak buru-buru ia menyahut:
"Boanpwee ingin menuju kebukit Pak thian san untuk mencari seseorang..."
Ia kuatir Ong It sin membongkar rahasianya, maka sambil menjawab diam-diam ia
memberi tanda kepada pemuda itu agar membungkam.
Dalam pada itu Sangkoan Tin telah manggut manggut seraya berkata:
"Ooooh, kiranya begitu! Nona Be, aku lihat ilmu silatmu cukup lihay, melakukan
perjalanan seorang diripun sudah cukup untuk membela diri, apakah kau
membutuhkan Ong siau-ko ini untuk melindungi kau sepanjang jalan?"
Siau soh menjadi tercengang ia tidak mengerti kenapa secara tiba-tiba Sangkoan
Tin berkata demikian. Tapi dia tak ingin membungkam diri saja, maka sambil tertawa paksa sahutnya:
"Oh, tentu saja tidak, Ong toako ini mana tak pandai bersilat orangnya tolol
amat, masa ia bisa melindungi diriku?"
Belum lagi ucapannya itu selesai diucapkan, Ong It sin yang berada disisinya
telah berkaok-kaok. "Orang bilang aku tolol, biarlah tolol, sebab aku memang tolol tapi kenapa kau
bilang aku tak pandai bersilat" Ketahuilah, seorang jago kelas satu dalam dunia
persilatan!" Bukan cuma kata kata itu diucapkan dengan wajah serius, bahkan sewaktu
berbicarapun dia acungkan tinjunya dengan gaya seakan akan dia memang benar
benar seorang jago paling "top" didunia ini.
Hal mana tentu saja sangat menggelikan Sangkoan Tin maupun Sangkoan Bu cing,
saking tak tahannya mereka sampai tertawa terbahak bahak lantaran geli.
"Nona Be!" kata Sangkoan Tin kemudian, "aku mempunyai suatu permintaan, entah
bersediakah kau untuk mengabulkannya?"
"Coba cianpwee katakan!"
"Aku ingin menahan Ong It sin untuk berdiam sementara waktu dalam hutan ini,
apakah kau setuju?" Ketika itu Ong It sin sedang bersemangat semangatnya mempropagandakan diri
sebagai seorang jago tangguh, ketika mendengar ucapan dari Sangkoan Tin itu ia
menjadi tertegun. "Hei, apa kau bilang?"
Be Siau soh pun tertegun, ia mulai berpikir dalam hatinya:
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ketika berjumpa Ong It sin tadi, ia mengatakannya sebagai kemala mestika,
sekarang diapun ingin menahannya disini, jangan jangan pemuda tolol ini memiliki
bakat bagus untuk belajar silat?"
Sambil berpikir dia melirik sekejap kearah Sangkoan Bu cing yang ganteng itu,
kemudian berpikir lebih jauh.
"Peduli amat apakah Ong It sin pada suatu hari akan menjadi seorang jago lihay
atau tidak! Yang penting kan aku bisa berada bersama sama Sangkoan Bu cing yang
tampan..." Karena berpikir demikian, dengan perasaan tergerak serunya cepat-cepat:
"Sebetulnya permintaan cianpwee tak berani kutampik, tapi dalam perjalananku
menuju ke Pak thian san kali ini, harus melalui sebuah perjalanan seorang
diri..." Berbicara sampai disitu tiba-tiba ia berhenti, sekalipun demikian, tentu saja
orang lain cukup memahami maksud hatinya itu.
"Ayah!" cepat-cepat Sangkoan Bu cing menyambung, "kalau toh kau hendak menahan
Ong It sin disini, maka biarlah aku saja yang menghantarkan nona Be menuju bukit
Pak thian san?" "Kau bersedia?" tanya Sangkoan Tin sambil menatap wajah putranya tajam-tajam.
Merah padam selembar wajah Sangkoan Bu cing karena jengah, ia melirik sekejap
kearah Be Siau soh, kemudian jawabnya:
"Ananda bersedia!"
Be Siau soh menjadi amat gembira sebab ia memang sedang menantikan jawaban
tersebut dari Sangkoan Bu cing.
Sementara Sangkoan Tin masih termenung, Ong It sin kembali telah berkaok kaok.
"Aku tak mau tinggal disini, kenapa aku musti berdiam ditempat seperti ini" Aku
ingin ikut nona Be menuju ke bukit Pak thian san, sebab aku telah menyanggupi
permintaannya..." Tapi tak ada yang menggubris teriakan teriakannya, orang tak ambil peduli apakah
dia enggan diam disini atau tidak, sebab masing masing sedang sibuk dengan
urusannya sendiri-sendiri.
Lewat sesaat kemudian, Sangkoan Tin baru berkata:
"Baiklah nona Be, biar anakku yang menemani kau pergi. tapi sepanjang jalan kau
musti baik-baik menjaga dirinya..."
Ong It sin yang mendengar keputusan itu menjadi terkejut sekali, tubuhnya
menjadi sempoyongan sehingga jatuh terduduk ditanah, untung saja pemuda itu tak
sampai jatuh semaput... Begitu jatuh terduduk, cepat cepat ia merangkak bangun lagi dari tanah, kemudian
sambil menggoyangkan tangannya berulang kali ia berteriak keras keras:
"Tidak bisa, tidak bisa, mana boleh begini jadinya?"
Tapi baik Be Siau soh maupun Sangkoan Tin dan Sangkoan Bu cing, tak seorangpun
yang menggubris teriakan teriakannya itu.
Ong It sin semakin gelisah dibuatnya, kembali ia berteriak keras:
"Aku bilang aku tak mau diam ditempat seperti ini, soal aku hendak menemani nona
Be pergi ke bukit Pak thian san atau tidak, adalah urusan pribadiku sendiri,
kalian tidak berhak untuk mengambil keputusan bagiku..."
Sangkoan Tin segera tertawa dingin, katanya:
"Jika aku bersikeras memaksamu untuk diam dalam hutan ini, lantas kau mau apa?"
"Sobat Ong!" sambung Sangkoan Bu cing sambil tertawa, "jika akupun bersedia
menemani nona Be menuju kebukit Pak thian san, kau bisa apa?"
Ong It sin memandang sekejap kearah Sangkoan Tin, lalu memandang pula ke arah
Sangkoan Bu cing dan akhirnya memandang ke arah Be Siau soh, wajahnya tertegun,
matanya terbelalak dan mulutnya melongo, tampaknya ia rada bingung dibuatnya
Be Siau soh dapat menangkap kalau pemuda jelek itu sedang mengirim isyarat
kepadanya untuk minta tolong.
Kalau diingat kejujuran serta kebaikan hati Ong It sin selama ini kepadanya,
sebetulnya Be Siau soh tak tega untuk meninggalkannya disitu, tapi manakala ia
memandang wajah Sangkoan Bu cing yang sejuk dan tampan itu, lalu dibandingkan
dengan wajah Ong It sin macam babi panggang, semua rasa ibanya segera tersapu
lenyap tak berbekas. Karena itu, setelah berpikir sebentar ia pun berkata dengan lembut:
"Ong toako, kau jangan gelisah dulu. Sangkoan cianpwee menahanmu didalam hutan
ini bukan dengan maksud ingin menyusahkan dirimu, ia sangat tertarik oleh
bakatmu yang baik, hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagimu,
karenanya jangan lewatkan kesempatan ini dengan begitu saja..."
Sebetulnya Be Siau soh ingin menerangkan masalahnya agar Ong It sin jangan
terlalu bersedih hati. Siapa tahu Ong It sin yang mendengar kalau Be Siau soh setuju jika ia tinggal
dalam hutan tersebut menjadi amat bersedih hati ia merasa bahwa perkataan
tersebut sama artinya dengan gadis itu enggan ditemani lagi olehnya...
Seketika itu juga ia merasakan dadanya seperti dihantam dengan sebuah martil
besar seberat ribuan kati, pandangan matanya menjadi gelap dan menangislah
pemuda itu tersedu-sedu. Saking sedihnya pemuda itu menangis, tiba-tiba ia merasakan kepalanya pusing
tujuh keliling lalu matanya jadi berkunang kunang dan tubuhnya roboh ke tanah,
tak lama kemudian pingsanlah pemuda itu.
Sudah barang tentu dia tak sempat mendengar suara tertawa dari Be Siau soh dan
Sangkoan Bu cing apalagi suara perpisahan mereka dengan Sangkoan Tin...
Menunggu ia telah sadar kembali dari pingsannya, si anak muda itu segera
menangkap deruan angin yang aneh sekali muncul dari samping tubuhnya suara itu
sangat mendesingkan telinga, seolah olah ada angin puyuh yang sedang berhembus
lewat dan berputar kencang ditepi badannya...
Buru-buru ia membuka matanya untuk melihat
Ternyata telapak tangan Sangkoan Tin sedang direntangkan ketat didepan tubuhnya
deruan angin tajam tadi tak lain muncul dari balik telapak tangannya itu.
Yang lebih aneh lagi, mengikuti deruan angin tadi kemudian muncullah suatu
kekuatan besar yang menekan dan menghimpit sekujur tubuhnya.
Tenaga himpitan itu kian lama kian bertambah besar dan keras, seolah olah ada
sebuah jepit baja yang sedang menjepit tubuhnya kecuali sepasang matanya yang
masih bisa berputar hampir seluruh tubuhnya yang lain tak mampu berkutik lagi.
Tampaknya Sangkoan Tin sama sekali tidak bermaksud untuk menghentikan
perbuatannya itu malah makin lama tenaga tekanan yang menjepit tubuhnya itu
makin bertambah besar... Dalam waktu singkat Ong It sin merasakan seluruh tubuhnya menjadi sakit dan
napasnya menjadi sesak, mulutnya tanpa sadar megap megap persis seperti seekor
ikan yang dikeluarkan dari air.
Dia ingin menegur Sangkoan Tin, kenapa ia bersikap demikian kepadanya tapi tiada
sedikit suara pun yang muncul dari mulutnya.
Dalam keadaan demikain tak sempat lagi buat pemuda itu untuk memikirkan soal Be
Siau soh, dia hanya tahu berusaha meronta dan berjuang untuk melanjutkan
hidupnya. Sepertanak nasi kemudian Ong It sin benar-benar sudah tak sanggup menahan diri
lagi, pandangan matanya makin lama semakin gelap ia sudah tak kuat untuk
mempertahankan diri lagi...
Dalam keadaan seperti itulah, tiba tiba berkumandang tiga kali desingan tajam
menyusul kemudian tiga biji benda lunak menyambar masuk ke dalam mulutnya dan
tertelan ke dalam perut. Dalam anggapan Ong It sin, kali ini dia sudah pasti akan mampus siapa sangka
setelah menelan tiga buah benda lunak tadi, tiba-tiba saja sekujur tubuhnya
menjadi nyaman pandangan matanya jadi terang kembali dan segulung tenaga seakanakan muncul dari dalam tubuhnya untuk melawan tenaga tekanan yang datangnya dari
luar itu. Dengan munculnya tenaga itu maka sepasang matanya dan sepasang kakinya mulai
menekan ke atas dengan sekuat tenaga untuk melawan tenaga tekanan yang datang
dari atas. Pada mulanya, ia masih bergerak pelan, tapi makin lama tenaga yang muncul dari
tubuhnya makin besar sehingga akhirnya tiba tiba saja tenaga tekanan itu lenyap
tak berbekas. Padahal waktu itu Ong It sin sedang mengangkat tubuhnya sekuat tenaga untuk
melawan tenaga tekanan yang datang dari atas dengan lenyapnya tenaga tekanan
tersebut secara tiba-tiba, otomatis tubuhnya jadi melambung keatas setinggi satu
kaki. Akibat dari perbuatannya ini sama sekali diluar dugaan Ong It sin, ketika
mengetahui tubuhnya melambung diudara, dia menjadi ketakutan setengah mati
sehingga mukanya jadi pucat, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya dan ia
berkaok kaok seperti babi yang hendak disembelik.
"Cepat salurkan hawa murnimu kejalan darah Khai hay hiat dan Leng tay hiat,
tubuhmu niscaya akan seenteng burung walet dan melayang turun dengan manis."
Sebetulnya apa yang dikatakan Sangkoan Tin tadi merupakan rahasia ilmu
meringankan tubuh. Sayangnya jangankan Ong It sin sudah sedemikian gugup dan paniknya sehingga ia
tidak mendengar apa yang dikatakan Sangkoan Tin, sekalipun mendengarpun dia juga
tidak akan mengerti bagaimana caranya untuk menyalurkan hawa murni didalam
tubuhnya Ya, bagaimana mungkin seorang pemuda yang goblok macam Ong It sin bisa
mengetahui dimana letak jalan darah Khi hay hiat
Baru saja Sangkoan Tin menyelesaikan ucapannya itu, tubuhnya sudah terbanting
keras keras diatas tanah.
Pemuda itu segera menutupi wajahnya sambil menangis tersedu-sedu.
"Oooh... mati aku kali ini, mampus aku kali ini... waduuh... aku bakal mati
terbanting!" Sangkoan Tin segera menghela nafas panjang.
"Kau tidak akan mati, hayo bangunlah!" ia berkata.
Ong It sin menurunkan tangannya dari atas wajah lalu duduk dan menggerak
gerakkan tangan serta kakinya, kemudian dengan wajah berseri ia berteriak:
"Hooreeee.... aku betul betul tidak mati, aku betul betul tidak terluka...
haaahhh... haaahhh... haaahhh... aku tidak jadi mati!"
"Tentu saja kau tak akan mati" sahut Sangkoan Tin, "kini kau memiliki tenaga
dalam yang amat sempurna, kau sudah terhitung jago tangguh dalam dunia
persilatan, sekalipun terjatuh dari sesuatu tempat yang lebih tinggi pun kau tak
bakal terluka, apalagi yang musti kau takuti?"
Sikap sok dari Ong It sin segera muncul kembali, sambil membusungkan dada ia
menyahut: "Betul, aku sebetulnya adalah seorang jago tangguh kelas satu dalam dunia
persilatan, aku bisa sekali tebas membacok kutung sebatang pohon, kau tidak
percaya" Aku tidak bohong, aku berbicara sesungguhnya!"
Sangkoan Tin tidak mengatakan percaya atau tidak, ia hanya mengawasi tingkah
laku pemuda itu dengan mulut membungkam.
Sesungguhnya Ong It sin sudah tidak percaya kalau dirinya itu seorang jago
tangguh, apalagi setelah beberapa kali gagal membacok patah sebatang pohon,
karena itulah lantaran kuatir orang tidak percaya dengan perkataannya, maka ia
menambahkan dengan sepatah kata terakhir itu.
"Tentu saja kau sanggup mematahkan sebatang pohon," kata Sangkoan Tin kemudian
"bukan cuma mematahkan pohon saja, mau menghancurkan sebuah batu cadaspun
sekarang kau mampu!"
Sejak Ong It sin dipaksa untuk diam sementara dalam hutan bwee tersebut, Ong It
sin sudah merasa kheki sekali, apalagi setelah dipisahkan secara paksa oleh
orang itu dari Be Siau soh, sedemikian jengkelnya pemuda itu sehingga dia enggan
untuk mengajak Sangkoan Tin berbicara banyak.
Namun, manusia adalah sejenis mahluk yang suka diumpak, ketika Ong It sin
mendengar bahwa Sangkoan Tin memuji kehebatan ilmu silatnya, bahkan dikatakan
sanggup menghancurkan batu, ia merasa gembira sekali, dengan tanpa sungkan
sungkan lagi ia berseru: "Dari mana kau bisa tahu?"
"Kalau kau bilang kau sanggup menghancurkan sebuah batu, maka pasti kau sanggup
untuk melakukannya, memang kau anggap ketiga biji Lo han ko yang kuberikan
kepadamu tidak bermanfaat apa apa" Hayo cepat lancarkan sebuah pukulan!"
"Hei, buah Lohan ko apa yang kau maksudkan?" seru Ong It sin dengan agak
tertegun. "Lo han ko hanya ada dilembah terjal di bukit Kun lun san, benda itu merupakan
buah langka yang tinggi harganya, barang siapa makan sebiji saja maka usianya
akan bertambah panjang dan tenaganya bertambah besar. Barusan aku telah
membungkus tubuhmu dengan kekuatan hawa murniku dengan maksud agar tenaga yang
kau miliki terhimpun menjadi satu, lalu kujejalkan tiga biji buah Lo han ko
kedalam tubuhmu, ini menyebabkan hawa murni yang terhimpun ditubuhmu menjadi
hebat sekali, masa kau tidak merasakannya?"
Ong It sin yang mendengarkan perkataan itu cuma bisa mengerdipkan matanya
berulang kali dengan wajah keheranan.
Tapi begitu Sangkoan Tin telah menyelesaikan kata-katanya, mendadak ia tuding
ujung hidung orang sambil tertawa terbahak bahak.
Sangkoan Tin merasa marah sekali, segera tegurnya:
"Hei apa yang sedang kau tertawakan?"
"Aku sedang mentertawakan kau yang pandai omong besar, haaahh... haaahh...
haaahh... kalau pingin mengibul, seharusnya lihat lihat orang dulu, memangnya
kau anggap aku bisa tertipu dengan begitu saja oleh bohonganmu tersebut?"
Sebagaimana diketahui sebenarnya Ong It sin adalah seorang manusia yang seratus
persen goblok apa mau dikata ia suka sok pintar, maka begitulah jadinya...
Kalau bisa Sangkoan Tin ingin mengumbar hawa amarahnya pada tubuh pemuda itu,
tapi setelah menyaksikan sikap maupun mimik wajahnya ia menjadi jengkel
bercampur geli sehingga amarahnya tak bisa dilampiaskan lagi.
Katanya kemudian setelah hening sejenak:
"Atas dasar apa kau mengatakan aku sedang mengibul?"
Ong It sin tertawa sahutnya:
"Coba bayangkan bila betul betul kau memiliki buah langka seperti buah Lo han ko
yang kau maksudkan itu, kenapa kau tidak makan buah itu sendiri" Atau jika kau
tak ingin makan buah itu, kenapa bukannya kau berikan kepada anakmu sebaliknya
malah untukku" Apa hal ini tidak aneh namanya?"
Beberapa patah kata dari Ong It sin ini memang betul dan masuk diakal, tanpa
terasa Sangkoan Tin menganggukkan kepalanya berulang kali.
Ong It sin merasa makin bangga lagi setelah menyaksikan Sangkoan Tin mengangguk,
katanya lebih lanjut: "Apalagi sekarang aku memang sudah seorang jago lihay, siapa yang kesudian
menelan ketiga biji buah Lo han ko yang kau miliki itu...?"
Sangkoan Tin merasa betul betul amat gusar, matanya sampai melotot besar karena
jengkelnya, dengan susah payah ia berikan ketiga biji buah langka itu kepada Ong
It sin dengan harapan tenaga dalamnya bisa memperoleh kemajuan yang pesat,
sekalipun ia bertujuan lain, yakni ingin membuat Ong It sin berterima kasih
kepadanya hingga mau setia kepadanya sepanjang hidup, tapi bagaimana pun juga
hal ini adalah menguntungkan anak muda tersebut.
Dalam kenyataan sekarang, Ong It sin ternyata tidak mengakui akan hal tersebut,
bayangkan saja bagaimana mendongkolnya hati si jago tua tersebut"
Sudah cukup lama ia mendapatkan tiga biji buah langka tersebut, selama ini buah
tersebut hanya disimpannya tanpa sepengetahuan anaknya sendiri.
Ia cukup mengetahui bagaimanakah watak Sangkoan Bu cing tersebut, betul ia
tampak penurut, padahal sebetulnya pemuda itu adalah seorang manusia yang sukar
ditundukkan, malahan mungkin sekali bilamana perlu pun anaknya bisa jadi tak
akan mengakui dirinya sebagai ayahnya lagi.
Selain itu diapun tahu bahwa antara dia dengan putranya terdapat ganjalan hati
yang cukup dalam, bila suatu ketika sampai meledak maka antara mereka ayah dan
anak pasti akan terjadi pertarungan sendiri.
Oleh sebab itulah akhirna ia menjatuhkan pilihannya kepada Ong It sin
Dalam anggapannya, setelah Ong It sin menelan ketiga biji buah Lo han ko
tersebut dan secara tiba-tiba mengetahui dirinya menjadi seorang jago lihay,
anak muda itu pasti akan sangat berterima kasih kepadanya.
Siapa tahu sejak semula Ong It sin memang telah menganggap dirinya sebagai
seorang jago tangguh, kebaikan hatinya ternyata tidak dianggapnya sama sekali,
hal ini membuat Sangkoan Tin menjadi melongo.
"Waah... agaknya tidak gampang untuk memberi penjelasan kepada manusia goblok
ini!" demikian keluhnya.
Sementara ia masih termenung memikirkan cara untuk membuat Ong It sin menjadi
percaya kalau kehebatan yang dimilikinya sekarang adalah berkat tiga buah biji
Lo han ko yang diberikan kepadanya, tampak Ong It sin telah bertepuk tangan
sambil berseru kembali diiringi gelak tawanya:
"Haah... haahh... haahh... apa lagi yang hendak kau katakan...?"
"Kau... kau benar benar tidak percaya kalau aku yang telah merubahmu menjadi
seorang jago lihay?" seru Sangkoan Tin dengan mata melotot sangat besar.
"Tentu saja tidak percaya" jawab Ong It sin "untung aku tidak bermaksud membalas
dendam terhadap perbuatanmu yang menindih badanku tadi... huuh! Coba kalau
ilmuku tidak cukup tinggi sehingga kau bisa kulawab, kan aku sudah konyol
semenjak tadi" Nah, daripada ribut-ribut terus lebih baik selamat tinggal saja!"
Berbicara sampai disitu ia lantas memberi hormat kepada Sangkoan Tin dan memutar
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
badan siap berlalu dari situ.
Jengkel dan gelisah Sangkoan Tin menghadapi kejadian itu, apa mau dikata
tubuhnya selama ini memang lumpuh sehingga tak mungkin lagi baginya untuk
mengejar atau menyusul pemuda itu.
Selama ini semua kebutuhannya dilayani oleh Sangkoan Bu cing, setelah menyuruh
putranya pergi, dalam anggapan Ong It sin tentu akan melayani dirinya lebih baik
lagi, siapa sangka pemuda itupun hendak kabur dari sana, maka dengan geram ia
membentak: "Berhenti kau!"
Karena merasa bentakan orang aneh sekali, Ong It sin berhenti sambil berpaling.
Pada saat itulah, tiba-tiba menyambar lewat sekilas cahaya emas yang menyilaukan
mata, cahaya emas tersebut kiranya merupakan sebuah cakar emas berbentuk seperti
telapak manusia yang diikat dengan rantai emas.
Dengan membawa desingan tajam, benda tersebut langsung menyambar ke arah
dadanya. Betul tenaga dalam yang dimiliki Ong It sin sekarang amat tinggi, tapi ia sama
sekali tak tahu tentang jurus silat.
Makanya ketika menyaksikan cakar emas itu sudah tiba didepan matanya, sambil
berteriak aneh, cepat-cepat tubuhnya melompat mundur kebelakang.
Seandainya pada saat ini dia pernah memakan tiga biji buah Lo han ko yang
menambah tenaga dalamnya, lompatan mundur tersebut paling banter cuma akan
mencapai beberapa depa, akibatnya ia tak akan berhasil meloloskan diri dari
cengkeraman tersebut. Tapi keadaannya sekarang jauh berbeda, gerakan mundurnya bukan saja amat cepat,
lagi pula jauh sekali sehingga walaupun sambaran cakar emas itu bergeletar amat
cepat, yang berhasil disambar pun tak lebih cuma pakaian dibagian dadanya saja.
Bukan begitu saja, tubuhnya yang mundur ke belakang pun sempat menumbuk beberapa
batang pohon yang tumbuh dibelakangnya, akibat dari tumbukan itu, pohon pohon
bwe tersebut semuanya pada tumbang ke tanah
Setelah bersusah payah, akhirnya Ong It sin berhasil juga menghentikan tubuhnya.
Memandang tujuh delapan batang pohon besar yang bertumbangan ditanah serta
pakaian bagaian dadanya yang robek tersambar senjata musuh, pemuda itu garukgaruk kepalanya dengan mata melotot, lalu teriaknya keras keras:
"Aduuuh mak.... tolong...!"
Dengan mundurnya Ong It sin sejauh itu, tak mungkin lagi bagi Sangkoan Tin untuk
menyambar tubuh pemuda tersebut dengan mempergunakan cakar emasnya lagi, tapi ia
belum putus asa, dengan suara lembut buru-buru serunya lagi:
"Coba kau lihat, bukankah tenaga dalam yang kau miliki sekarang sudah amat
hebat" Coba bayangkan saja sendiri, apakah dulu kau sudah sehebat ini" Kenapa
tidak cepat cepat datang kemari untuk menyampaikan rasa terima kasihnya
kepadaku?" Dengan termangu mangu Ong It sin memandangi pepohonan yang telah bertumbangan
keatas tanah oleh tumdbukannya itu, ia merasa tenaga dalamnya memang bertambah
hebat. "Ah, sejak dulu aku memang seorang jago tangguh, tentu saja tenaga dalamku
bertambah maju setiap harinya" pikirnya, "aku tak boleh mendengarkan ocehannya,
apalagi baru saja aku disambar dengan senjata hingga nyaris mati, untung ilmuku
lihay dan sempat kabur, kalau tidak... waaah, nyawaku kan sudah ketemu dengan
nenek diatas situ?" Berpikir demikian,t sambil tertawa dingin ia lantas berseru.
"Kenapa aku musti beqrterima kasih kepadamu" Jika cengkeraman tadi sampai
merenggut nyawaku, siapa pula yang akan berterima kasih kepardamu...?"
Sangkoan Tin tidak menyangka kalau orang yang semakin jujur, semakin kukuh pula
dalam pendirian, semakin kukuh seorang dalam pendirian, semakin sulit juga
dirinya untuk mengetrapkan pikiran dan pandangannya pada orang itu.
)oodwoo( Jilid 14 NAMUN Sangkoan Tin belum putus asa kembali dia berkata:
"Kemari kau, bagaimana kalau kuajarkan ilmu pedang Bwee hoa kiam hoat kepadamu"
Bila ilmu itu sudah kau pelajari maka dalam perjalananmu didunia persilatan
dikemudian hari, kau pasti tak akan menjumpai tandingan lagi"
Ketika mendengar perkataan itu, Ong It sin merasakan hatinya agak bergerak, tapi
sesaat kemudian ia telah menggelengkan kepalanya sambil berseru:
"Aku tidak ingin mempelajari ilmu pedang Bwee hoa kiam hoat, ilmumu belum tentu
adalah suatu ilmu yang hebat, kalau tidak kenapa kau musti bersembunyi terus
dalam hutan ini" Selamat tinggal, aku ingin mencari nona Be saja!"
"Eeh... eeehh... cepatlah kemari!" buru buru Sangkoan Tin berteriak lagi,
"dengarkan dulu perkataanku..."
Tapi perkataan dari Sangkoan Tin terpaksa harus dibatalkan sampai ditengah jalan
sebab waktu itu Ong It sin sudah memutar badannya dan kabur dari situ dengan
kecepatan luar biasa. Kecepatan gerak yang dimiliki Ong It sin sekarang benar benar jauh diluar dugaan
pemuda itu sendiri sambil berkaok kaok minta tolong beberapa kali hampir saja ia
terjerembab ke atas tanah hal mana membuat keadaannya tampak lucu sekali.
Meski demikian Sangkoan Tin tak sanggup tertawa lagi dia cuma bisa memandang
bayangan punggungnya yang makin menjauh itu dengan pandangan tertegun.
Sebetulnya dia ingin mempergunakan Ong It sin bagi kepentingannya, tapi
kenyataannya sekarang bukan cuma tiga biji Lo han ko musti dikorbankan dengan
sia sia, bahkan Ong It sin pun tidak mengakui akan pemberiannya itu.
Coba kalau sebelum kejadian ia terangkan dulu hal ini kepada Ong It sin, niscaya
si anak muda itu akan merasa sangat berterima kasih sekali kepadanya.
Sementara itu Ong It sin dengan sempoyongan dan berkaok kaok berlari terus ke
depan, menanti sudah diluar hutan entah berapa banyak pohon yang telah
ditumbuknya hingga tumbang akhirnya setelah ia menumbuk diatas sebuah batu
cadas, tubuhnya baru bisa berhenti berlari.
Sambil mengadu karena jidatnya membentak besar, pelan pelan pemuda itu merangkak
bangun lalu gumamnya seorang diri.
"Waah... rupanya begini toh rasanya menjadi seorang jago lihay, celakanya kalau
kakiku tak mau mengikuti kata kataku lagi bisa celaka aku nantinya..."
Sambil berkata pelan pelan dia melangkah maju lagi setindak ke depan, cuma kali
ini dia melangkah sangat lambat sekali.
Apa mau dikata hawa murni dalam tubuhnya masih berlagak keras maka akibatnya
langkah tersebut menjadi dua tiga kali lebih lebar dari biasanya, kenyataan ini
membuat pemuda itu menjadi ketakutan dan buru buru menekan kakinya sendiri agar
berhenti. Begitulah hingga tengah malam, Ong It sin masih berputar putar dalam bukit itu
untuk mencari jejak Be Siau soh, dan Sangkoan Bu cing, namun yang dicari belum
juga ditemukan. Akhirnya karena sedih dan murung, Ong It sin mencari sebuah batu besar dan
berbaring disana. Entah berapa lama ia sudah tertidur, tiba tiba pemuda itu dikejutkan oleh bunyi
burung yang ribut dan terbang kemana-mana dengan ramainya, Ong It sin mengetahui
pasti ada seseorang yang datang kesitu.
Cepat cepat ia melompat bangun dan memasang telinga untuk memperhatikan
sekeliling tempat itu. Betul juga, tak lama kemudian dia mendengar suara derap kaki kuda berkumandang
memecahkan kesunyian, langkah kuda itu bukan sedang menuju kearahnya melainkan
lewat dikejauhan sana. Selang sesaat kemudian, tiba-tiba derap kaki kuda itu balik lagi kearahnya kali
ini bahkan terdengar seorang perempuan sedang berteriak keras.
"Suheng... Suheng... Kau berada dimana"
Walaupun suara dari panggilan itu dipancarkan dari seorang perempuan, tapi
suaranya menggema sampai ditempat yang jauh sekali, jelas teriakan tersebut
dipancarkan oleh seorang yang bertenaga dalam amat tinggi.
Ketika Ong It sin mendengar suara orang itu, hatinya segera bergetar keras,
karena suara dari perempuan itu sangat dikenal olehnya...
Ya... itulah suara dari musuh besar pembunuh ayahnya!
Sejak Hohoa sian cu (Dewi bunga teratai) Liok Lui mengaku sebagai pembunuh Ong
Tang thian ketika masih berada dibukit Tiong lam san tempo hari, Ong It sin tak
pernah melupakan kembali suara perempuan itu.
Karenanya, begitu suara dari musuhnya ini kedengaran kembali, tanpa sadar Ong It
sin berseru keras: "Oooh...! Kiranya kau!"
Sebagaimana diketahui, tenaga dalam yang dimilikinya sekarang sudah amat
sempurna maka didalam teriakannya tadi, tanpa ia sadari telah dipancarkan pula
dengan tenaga dalam yang dimilikinya.
Akibatnya suara tersebut bukan saja terpancar hingga ke tempat kejauhan, bahkan
saking kerasnya sehingga membuat burung burung yang berada dipepohonan sekitar
sana menjadi ketakutan dan sama sama beterbangan di udara.
oodOeoo Ong It sin sendiripun tidak menyangka kalau teriakannya bakal sekeras itu, cepat
cepat ia menutup mulutnya sendiri.
Terdengarlah suara derap kaki kuda berkumandang makin mendekat, kemudian dibawah
sinar rembulan nampak seekor kuda dengan penunggangnya seorang perempuan pelan
pelan muncul didepan mata.
Begitu mengetahui kalau perempuan tersebut tak lain adalah Dewi bunga teratai
Liok Lui, kontan saja Ong It sin merasakan darah dalam tubuhnya mendidih keras,
dengan tegang diawasinya musuh besar pembunuh ayahnya tanpa berkedip.
"Su..." Sebenarnya ia mengira orang yang berada disana adalah suhengnya, maka ia hendak
menyapa. Tapi dengan cepat ia sadar bahwa orang tersebut bukan orang yang sedang
dicarinya karena itu dengan cepat ia membungkam kembali.
Begitu diketahuinya kalau orang tersebut ternyata adalah Ong It sin, dengan
paras muka berubah hebat Liok Lui segera berseru dengan suara dingin:
"Ooohhh...! kiranya binatang cilik yang ada disitu!"
Sesungguhnya Ong It sin bukan seorang pemuda yang mudah naik pitam, tapi setelah
dimaki orang sebagai "binatang", apalagi teringat akan dendam sakit hati ayahnya
ibarat api yang bertemu bensin, hawa amarahnya kontan saja berkobar.
Dengan geramnya pemuda itu segera berpekik keras, suaranya nyaring memekikkan
telinga, kemudian bagaikan seekor harimau kelaparan langsung menubruk ke tubuh
Liok Lui. Dewi bunga teratai Liok Lui pernah bergebrak melawan Ong It sin ketika masih
berada dibukit Tiong lam san tempo hari, ia tahu kalau pemuda tersebut tidak
berilmu, maka dalam anggapannya sekali kebasan saja sudah cukup baginya untuk
merobohkan anak muda tersebut.
Siapa tahu tenaga dalam yang dimiliki Ong It sin sekarang amat hebat, baru
mendengar teriakan kerasnya yang memekikkan telinga itu, Liok Lui sudah
terperanjat setengah mati.
Sebelum ia sempat berbuat sesuatu, kudanya sudah meringkik sambil mengangkat
kedua kakinya ke udara...
Kebetulan sekali Ong It sin sedang menerjang datang dengan kecepatan luar biasa
karena tak berilmu, ia bermaksud hendak merobohkan Liok Lui lebih dulu dari atas
kudanya. Karena itu ketika ia menerjang tiba, kebetulan kuda itu sedang mengangkat
kakinya ke udara karena kaget, akibatnya perut kuda itulah yang kena diterjang
keras keras. Sungguh dahsyat akibat dari serangannya itu, bukan cuma tali les kudanya saja
yang putus, bahkan tubuh Liok Lui yang berada diatas pelanapun kena terlempar
sehingga mencelat ke tengah udara.
Untung saja Liok Lui hebat dan berilmu tinggi cepat cepat ia berjumpalitan di
udara dan melayang turun kembali keatas tanah dengan selamat.
Ketika tumbukan dari Ong It sin berhasil menghantam di perut sang kuda, maka
kebetulan pula sepasang kaki kuda itu menghantam diatas punggungnya.
Karena punggungnya terasa seperti kena diketuk keras, otomatis hawa murninya
tersalur ke arah punggung tanpa disadari si anak muda itu sendiri maka ketika
sepasang lengannya didorong kedepan terasalah ada hembusan angin tajam yang
menyambar lewat. Tak ampun lagi kuda itu terhajar telak sehingga tubuhnya terlempar ke udara dan
terbanting ditanah, begitu mencium permukaan matilah kuda tersebut.
Setelah mengetahui bahwa kekuatan pukulannya memiliki akibat begitu hebatnya,
Ong It sin makin bersemangat sambil membentak keras ia segera menerjang kembali
kearah Liok Lui. Tadi, lantaran Dewi bunga teratai tidak bersiap sedia maka ia menderita sedikit
kerugian, tapi sekarang, setelah tahu kalau kepandaian silat Ong It sin telah
mendapat kemajuan yang pesat, lagipula menerjang lagi dengan kecepatan luar
biasa, ujung baju kiri dan kanannya segera dikebaskan berbareng kedepan, hawa
murni Thian gi cin khi dari Tiong lam pay langsung dilontarkan ke depan.
Ong It sin yang sedang menerjang ke muka segera merasakan munculnya selapis
tembok pertahanan tak terwujud yang menghadang jalan perginya, dalam anggapan
Ong It sin, ia telah berhasil menumbuk di atas badan Liok Lui, maka dengan
bernafsu ia lepaskan sebuah jotosan ke depan.
Pemuda itu baru tertegun ketika pukulannya mengenai sasaran yang kosong, buruburu ia mendongakkan kepalanya dan memandang ke depan sana, itulah ia baru tahu
kalau Liok Lui yang diserangnya itu masih berada enam tujuh depa didepan situ.
Kontan saja Ong It sin berkaok kaok marah, teriaknya kalang kabut:
"Perempuan bangsat, cepat serahkan jiwa anjingmu..."
Sementara itu Liok Lui agak tertegun juga setelah menyaksikan kedua kebutan
ujung bajunya yang dilancarkan meski berhasil membendung gerak maju Ong It sin,
namun akibat dari bentrokan tersebut, tubuhnya ikut bergetar juga sehingga
hampir terjerembab. Sekarang ia baru tahu kalau Ong It sin berilmu tinggi dan tak boleh dianggap
main main. "Binatang busuk!" bentaknya kemudian, "apa kau sudah bosan hidup lagi didunia?"
Sambil berkata, hawa murni Thian gi cin khi nya dihimpun menjadi satu dan siap
melancarkan serangan setiap saat.
Beberapa kali Ong It sin menerjang, menerkam dan menubruk ke depan dengan
pelbagai cara, tapi setiap kali pula tubrukannya tidak berhasil, lama kelamaan
pemuda itu jadi kalap dan mencaci maki sekenanya.
Liok Lui sama sekali tidak menggubris maki makinya itu, kembali ia membentak:
"Kau jangan bergerak dulu, aku masih ada persoalan yang hendak dibicarakan
denganmu!" "Apa lagi yang hendak kau bicarakan denganku?" damprat Ong It sin dengan
geramnya, "kau telah membunuh ayahku, sekarang mau merayu aku lagi... hmm! hmm!
Jangan kau kira aku bakal termakan oleh rayuan gombalmu itu... kau harus tahu
sekarang aku adalah jago kelas satu di dunia, kau mulai takut bukan setelah
bertemu denganku?" Lama kelamaan Liok Lui tak tahan juga menghadapi sikap musuhnya yang tolol tapi
eksentrik itu, tiba tiba ia menerjang ke hadapan pemuda itu kemudian tangannya
melayang ke depan... "Plak! Plok! Plak! Plok!" secara beruntun ia perseni
beberapa tamparan ke atas wajah si anak muda itu.
Dalam keadaan tak berdaya Ong It sin segera termakan telak oleh tamparan
tamparannya itu. Tapi orang bodohpun memiliki cara orang bodoh, ketika dilihatnya tubuh Liok Lui
menerjang tiba dihadapannya, tanpa berpdikir panjang ia segera menubruk ke
depan, dan memeluk kaki kanan Liok Lui erat erat, setelah itu dengan sekuat
tenaga iaa membanting tubuh perempuan itu ke atas tanah.
Sejak belajar silat, apa yang dipelajari Liok Lui adalah jurus jurus silat
aliran Tion lam pay yang tersusun beraturan, belum pernah ia saksikan cara
bertarung sekasar dan sebrutal ini.
Maka ketika kakinya ketna disekap Ong It sin kemudian membantingnya ke tanah,
nyaris ia terbanting ke atas tanah. Untunglah pada detik yang terakhir ia
bertindak cepat, sebuah gebukan keras langsung bersarang dipunggung Ong It sin
yang membuat anak muda irtu merasakan matanya berkunang kunang dan kepalanya
pusing tujuh keliling, untung saja tidak sampai pingsan.
Serta merta Ong It sin mengendorkan sekapannya atas kaki lawan, tapi tubuhnya
masih juga meneruskan tumbukannya ke tubuh Liok Lui.
Mimpipun Liok Lui tidak mengira kalau Odng It sin masih sempat meneruskan
tumbukannya setelah terhajar punggungnya... "Blaam!" kontan tumbukan tersebut
bersarang telak di perut perempuan itu.
Setelah tumbukannya mengenai perut Liok Lui, dan akhirnya dari pukulan yang
bersarang di punggungnya tadi, Ong It sin ikut terjerembab pula ke tahan...
Dengan sempoyongan Liok Lui mundur beberapa langkah ke belakang, akhirnya ia pun
jatuh terduduk ditanah. Betapa girangnya Ong It sin setelah menjumpai Liok Lui terjengkang di tanah,
dengan semangat yang berkobar ia melompat bangun, lalu dengan langkah lebar
menerjang ke samping tubuh Liok Lui, secara beruntun ia lepaskan tujuh delapan
buah pukulan. Liok Lui yang tergeletak ditanah jadi kerepotan juga untuk mengrhindarkan diri
kesana kemari, untuk sesaat ia menjadi terdesak hebat dan menderita kerugian
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
besar. Kenyataan ini amat menggusarkan hatinya, sambil berteriak aneh, sepasang
tangannya menekan permukaan tanah lalu sambil melompat ke udara sepasang kakinya
melancarkan serangkaian tendangan berantai.
Itulah Liok huan tui (tendangan berantai) yang merupakan suatu kepandaian hebat.
Dalam waktu singkat Ong It sin merasakan seluruh pandangannya dikaburkan oleh
bayangan kaki yang menyambar nyambar... "Duuk! Duuuk!" dua tendangan bersarang
telak diwajahnya membuat pemuda itu mencelat dan roboh terlentang ditanah.
"Woouw...! Perempuan bajungan, lihay benar kau!" teriak Ong It sin dengan
penasaran. Sambil berteriak, ia melompat kembali dari atas tanah dan menubruk ke arah Liok
Lui. Ketika Ong It sin hendak melompat ke depan tadi, Liok Lui telah menyusup ke
hadapan tubuhnya, jari tengahnya langsung disentilkan ke depan, segulung
desingan tajam langsung menghantam jalan darah Ing tiong hiat ditubuh lawan.
Ong It sin menundukkan kepalanya, ternyata desingan angin totokan itu berhasil
dihindari. Liok Lui jadi tertegun, ia tak menyangka kalau totokan kilatnya berhasil
dihindari Ong It sin hanya dengan menundukkan kepalanya.
Padahal sekalipun seseorang yang baru belajar silat juga tak akan menghindarkan
diri dari serangan tersebut dengan cara menundukkan kepala, karena tindakan
tersebut sangat berbahaya dan besar resikonya...
Kenapa demikian" Karena dengan tertunduknya kepala, berarti bagian mematikan
ditubuh bagian atasnya menjadi terbuka, asal musuh melanjutkan dengan sebuah
bacokan, niscaya orang itu akan tewas dengan mengerikan...
Tapi sekarang, Ong It sin telah menggunakan cara itu untuk menghindari serangan
Liok Lui, oleh karena Liok Lui tak menyangka kalau Ong It sin bakal menggunakan
cara itu, maka untuk sesaat perempuan itupun tak sempat berpikir untuk
menghantam kepala sang pemuda yang sama sekali terbuka itu.
Sementara itu Ong It sin telah melepaskan sebuah pukulan ke tubuh Liok Lui, gerakan tubuh yang kasar dan bodoh tersebut ternyata
telah berubah menjadi serangan yang hebat dalam keadaan begitu.
Sekali lagi Liok Lui mundur ke belakang sambil mengebaskan ujung bajunya, kepala
pemuda itu segera dibelenggunya kencang kencang.
Maksud Liok Lui, ia hendak membelenggu lengan Ong It sin lebih dulu, kemudian
mengerahkan tenaga Thian gi cin khi untuk memaksa tubuh pemuda itu menjadi kaku
hingga jatuh berlutut dihadapannya.
Siapa tahu tubuh Ong It sin hanya bergoyang sedikit saja oleh tekanan hawa murni
itu, bukan cuma masih berdiri tegak saja, malahan Liok Lui segera merasakan
munculnya segulung tenaga pantulan yang balik menerjang tubuhnya, membuat ia
merasakan seluruh badannya bergetar sangat keras.
Tak terlukiskan rasa kaget Dewi bunga teratai menghadapi kenyataan ini, sekarang
ia baru tahu bahwa musuhnya meski ketolol tololan tapi memiliki kepandaian silat
yang luar biasa hebatnya, tentu saja jauh berbeda dengan keadaannya dimasa lalu.
"Bocah keparat! Jadi ilmu silatmu sudah peroleh kemajuan yang pesat sekali?"
teriak Liok Lui. Ong It sin tidak menyangka kalau musuhnya telah dibikin terkejut oleh kehebatan
ilmu silatnya, mendengar pujian tersebut, ia menjadi semakin bangga.
"Tentu saja!" demikian ia menyahut, "saat ini aku sudah terhitung seorang jago
lihay kelas satu dalam dunia persilatan!"
Karena merasa bangga ia jadi lupa daratan, sambil berkata diapun tepuk tepuk
dada sendiri, sama sekali tak terlintas dalam benaknya kalau perbuatannya itu
merupakan suatu pantangan besar bagi seorang jago persilatan.
Liok Lui segera merasa bahwa kesempatan baik telah tiba, sepasang ujung bajunya
segera dikebaskan berbareng ke depan.
Seketika itu juga Ong It sin merasakan ada segulung tenaga pukulan yang amat
berat menghantam dadanya hingga menimbulkan suara amat nyaring...
Bersama dengan bersarangnya pukulan itu, tiba tiba Liok Lui lepaskan
cengkeramannya, maka ibaratnya sebuah bola yang ditendang, tubuh Ong It sin
segera mencelat ke tengah udara.
Berada di tengah udara pemuda itu segera bergoyang badan dengan panik, siapa
tahu justru karena gerakan tersebut tubuhnya malah mencelat dua kaki lebih jauh,
kemudian... "Braaak!" badannya terbanting keras keras ditanah.
Untung saja dasar silat yang dimilikinya sekarang cukup kuat, sehingga bantingan
itu tidak berakibat apa apa kecuali dadanya terasa agak sakit...
Setelah bangkit kembali dengan gusar Ong It sin berteriak:
"Perempuan bajingan kau berani memukul aku selagi orang tidak siap"
"Kau... kau..."
Kalau bisa, pemuda itu ingin mencaci maki perempuan tersebut habis habisan tapi
dasar orangnya baik dan lagi terbiasa memakai orang, maka untuk sesaat dia cuma
bisa bersitegang dengan wajah merah padam, sementara tak sepotong katapun yang
sanggup diutarakan keluar.
Liok Lui telah dibuat marah juga oleh tingkah laku pemuda itu sambil memburu
kedepan bentaknya. "Bocah keparat, mulutmu kotor dan tak tahu aturan memangnya sudah ingin cepat
menemui raja akhirat?"
"Kau telah membunuh ayahku kau adalah musuh besarku hari ini kalau kau tidak
mampus maka biar aku saja yang mati... perempuan bajingan! Nih terima dulu
sebuah bogem mentahku!"
Sambil berteriak teriak seperti anjing gila, pemuda itu menubruk ke depan lalu
melancarkan dua buah pukulan keras ke muka dan dada Liok Lui.
Semua pukulan yang dilancarkan olehnya tidak terhitung jurus pukulan yang hebat,
malah sesungguhnya merupakan pukulan ngawur yang tidak beraturan, tak heran
kalau banyak titik kelemahan yang segera dijumpai dalam serangannya itu.
Tapi justru saking banyaknya titik kelemahan yang dijumpai dalam serangan
tersebut, Liok Lui menjadi agak ragu untuk melancarkan serangan balasan, dia
kuatir Ong It sin memang sengaja berbuat demikian untuk memancingnya masuk
perangkap. Liok Lui bisa berpendapat demikian karena didasarkan pada kekuatan pukulan yang
terkandung dibalik serangan itu, mustahil rasanya kalau orang yang berkekuatan
sebesar itu sama sekali tidak memiliki jurus seranganpun.
Begitulah, dengan kecepatan yang luar biasa kedua buah serangan dari Ong It sin
itu segera meluncur kedepan.
Karena ragu ragu, bukan saja Liok Lui telah kehilangan suatu kesempatan yang
sangat baik, malahan hampir saja ia termakan oleh serangan pemuda itu, kontan
saja ia mundur kebelakang dengan gugup dan gelagapan.
Melihat Liok Lui berhasil dipaksa mundur, keberanian Ong It sin makin besar
sepasang lengan dan kakinya menyerang secara ngawur silih berganti, sekejap saja
ia sudah melancarkan tujuh delapan buah serangan berantai.
Liok Lui terdesak hebat, ia mundur terus berulang kali dengan gelagapan.
"Kenapa kau tidak membalas" Terhitung jagoan apaan kalau begitu" Hmm! Kau anggap
jika tidak membalas, maka aku tak berani mencabut nyawamu...?"
Menghadapi keadaan seperti ini, Liok Lui yaa mangkel, yaa geli, setelah melewati
sekian waktu ia baru tahu kalau musuhnya bukan sedang memasang perangkap untuk
menjebaknya, tapi memang benar benar tak pandai bersilat.
Setelah tahu akan keadaan yang sebenarnya Liok Lui jadi makin mantap, ketika
serangan Ong It sin kembali menyambar datang, ia miringkan badan membiarkan
kedua kepalan menyambar lewat dari sisi tubuhnya, begitu serangan sudah lewat,
dengan cepat Liok Lui melintas kembali dari samping kiri, lalu sikutnya disodok
menghantam jalan darah tertawa Siau yau hiat dipinggang sang pemuda itu.
Ong It sin segera merasakan pinggangnya jadi linu dan tak tahan lagi ia tertawa
terbahak bahak. Sambil tergelak tiada hentinya, dengan mata melotot dan nafas memburu teriaknya
kalang kabut: "Hei, apa apaan kamu ini" Aku toh sedang mengajak kau berduel mati matian,
kenapa kau malah mengkilik kilik pinggangku" Berkelahi macam apaan itu?"
Liok Lui memutar tubuhnya sambil melancarkan sebuah sapuan lagi.
"Blaang!" sapuan tersebut bersarang telak pada pantat Ong It sin.
Akibat dari sapuan yang telak tersebut, Ong It sin jadi sempoyongan kedepan
untung saja tak sampai roboh tertelungkup, ketika dilihatnya tubuh Liok Lui
kebetulan ada di situ, sambil berteriak keras tangannya segera menyambar kedepan
menarik ujung baju perempuan itu.
Kali ini gantian Liok Lui yang menjadi tertegun, pikirnya:
"Barusan kau masih bertanya kepadaku berkelahi macam apaan, kenapa sekarang kau
malah menarik ujung bajuku, berkelahi macam apaan pula caramu itu...?"
Walaupun demikian ia cukup sadar, sekalipun musuhnya tak becus dalam jurus silat
tapi sempurna dalam tenaga dalam, jika pertarungan musti dilanjutkan lebih jauh,
entah sampai kapan baru bisa diakhiri"
Maka mumpung pemuda itu sedang mencengkeram ujung bajunya, maka Liok Lui segera
berhenti bergerak. Ong It sin jadi girang karena musuhnya tak berkutik, ia anggap cengkeraman
itulah yang mengakibatkan musuh tak berkutik, maka tangan kirinya cepat cepat
diayunkan ke muka untuk menghantam kepala lawan.
Sayang sekali, sebelum ia sempat melakukan sesuatu tindakan, tahu tahu
pergelangan tangan kanannya sudah menjadi kaku.
Ternyata urat nadi pada tangan kanannya itu sudah kena dicengkeram oleh Liok Lui
padahal urat nadi merupakan suatu tempat penting dalam tubuh manusia, maka detik
itu juga Ong It sin merasa hawa murninya tak bisa disalurkan kembali tubuhpun
ikut tak berkutik lagi. Sesudah berhasil mencengkeram nadi Ong It sin, kemenangan jatuh ketangan Liok
Lui dengan wajah dingin membesi ia lantas berseru.
"Hayo jawab, takluk tidak?"
Sekuat tenaga Ong It sin meronta dan berusaha melepaskan diri dari cengkeraman,
mukanya sampai merah karena ngototnya, jelas ia tak mau tunduk dengan begitu
saja. "Perempuan bajingan!" teriaknya keras keras, "aku mempunyai dendam sedalam
lautan denganmu, kenapa aku musti takluk kepada bajingan perempuan seperti kau?"
Ejekan demi ejekan tersebut semakin mengobarkan nafsu membunuh dalam hati Liok
Lui, ia mendengus dingin, telapak tangan kirinya segera diayunkan ke udara, siap
menghajar batok kepala anak muda tersebut.
Setelah sampai dalam keadaan demikian, kecuali melototkan sepasang matanya bulat
bulat, Ong It sin tak sanggup berkata apa apa lagi.
"Orang she Ong!" kembali Liok Lui berkata dengan dingin, "jika kuingin mencabut
jiwamu, hal ini dapat kulakukan bagaikan membalikkan telapak tangan sendiri,
tapi kali ini kuampuni jiwamu, bila lain kali sampai terjatuh kembali
ketanganku, hmm...! Aku akan melepaskan dirimu dengan begitu saja!"
Bukannya gembira setelah mendengar perkataan itu, Ong It sin malah gelengkan
kepalanya berulang kali. "Perempuan bajingan!" demikian ia berseru "kau tak usah mencoba untuk merayu
aku, sekalipun kau lepaskan diriku, aku tetap akan membalaskan dendam bagi
kematian ayahku" Liok Lui menjadi sangat geram sambil menggigit bibir telapak tangannya segera
ditekankan ke bawah dengan kekuatan luar biasa.
Ong It sin merasakan dadanya sesak sekali termakan tindihan yang kian lama kian
bertambah kuat itu, tampaknya sebentar lagi si anak muda itu bakal tewas
ditangannya... Untunglah pada saat itu mendadak terdengar seseorang berteriak keras dari
kejauhan sana: "Sumoy, kau sedang bertarung dengan siapa?"
Pada mulanya teriakan itu masih berada ditempat kejauhan, tapi sejenak kemudian
sudah berada didepan mata, dari sini dapat diketahui betapa sempurnanya ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki orang itu.
Ong It sin segera berpaling, tapi begitu mengetahui siapa yang datang, hatinya
jadi tercekat. "Habis sudah riwayatku kali ini!" pekiknya dihati, "kukira teman yang datang tak
tahunya adalah konco perempuan bajingan ini...
Kiranya orang yang baru datang itu adalah salah satu diantara empat jago lihay
dari partai Tiong lam, Tui im khek (jago pengejar awan) Ih Hui adanya.
Setibanya ditempat kejadian, Ih Hui melirik sekejap ke arah Ong It sin lalu
ujarnya: "Sumoay, pekerjaan yang harus kita kerjakan amat penting dan gawat kenapa kau
masih bergurau dengan si tolol ini?"
Liok Lui mendengus. "Hmm! Dia sendiri yang mencari gara gara denganku, memangnya aku suka bergurau
dengan tolol babi seperti itu" Tapi... bagaimana keadaan di situ?"
"Ciangbun suheng sedang bertahan seorang diri disitu, hayo kita cepat kesana!"
Paras muka Liok Lui segera berubah hebat, dengan mengerahkan hawa murni Thian gi
cin khinya tiba tiba ia getarkan lengan dan mengerahkan tubuh Ong It sin ke
udara. Setelah melemparkan anak mudai itu, Liok Lui beserta Ih Hui segera berlalu dari
situ. Ketika sedang terlempar ke udara, Ong It sin merasakan tubuhnya lemas tak
bertenaga tapi sewaktu meluncur turun, ia mulai panik tangan dan kakinya segera
digerakkan dengna harapan bisa memperlambat daya luncurnya menuju ke bawah,
siapa tahu bukan saja tidak memberikan keuntungan apa apa malah sebaliknya ia
terjatuh tepat diatas pohon.
Pakaian yang dikenakan anak muda itu segera robek robek disana sini keadaannya
makin mengenaskan lagi. Pada mulanya ia berusaha untuk membalikkan badannya dan merangkak turun dari
pohon itu tapi bukan saja tak berhasil, badannya malah semakin meluncur kebawah
hingga akhirnya terbanting keras keras ditanah.
"Bluuk...!" ketika pantatnya saling beradu dengan tanah, sakitnya bukan kepalang
sampai lama sekali pemuda itu baru sanggup merangkak bangun itupun harus sambil
meringis menahan sakit. Kontan saja meluncurlah semua kata kata mutiara mulai dari yang halus sampai
yang kasar, pokoknya semua kata kata makian yang dikenal, diketahui dan bisa
disebutkan diberondongkan semuanya tanpa berhenti....
"Hei, buat apa kau mencaci maki terus menerus?" tiba tiba seorang menegur dari
atas, "orang yang kau maki sudah pergi jauh"
Dengan tertegun Ong It sin mendongakkan kepalanya keatas, tampak hanya dedaunan
yang rimbun disekitar sana, jangankan orangnya, bayangan pun tak nampak.
Maka itu dengan keheranan ia menegur lagi:
"Hei, siapa yang ada diatas pohon" Apakah kau juga tak mampu turun" Gampang
sekali sobat, meronta saja dengan sekuat tenaga, maka kau akan terjatuh sendiri
dari atas pohon!" Ia mengira orang itupun seperti dia terlempar keatas pohon dan tak mampu turun,
maka diajarkan cara untuk turun dari pohon seperti barusan yang dialaminya
sendiri. Siapa tahu baru selesai ia berkata dari atas pohon segera berkumandanglah suara
gelak tertawa yang amat keras.
Sungguh mengerikan sekali gelak tertawa orang itu, bukan saja amat nyaring, lagi
pula memekikkan telinga. Menyusul gelak tertawa itu, seorang kakek cebol tampak melompat turun dari atas
pohon tersebut dan tahu tahu sudah berdiri sambil bertolak pinggang
dihadapannya. Kakek itu tidak berkata apa apa, dia hanya menuding Ong It sin sambil tertawa
terbahak bahak tiada hentinya, bahkan kemudian ia mendekap perut sendiri saking
sakitnya untuk dibuat tertawa.
Lama kelamaan Ong It sin jadi jengah sendiri, dengan hati mendongkol segera
serunya: "Hei, kalau berani tertawa lagi, jangan salahkan kalau kugebuk nanti!"
Sebetulnya kakek cebok itu sudah mau berhenti tertawa, tapi setelah mendengar
perkataan itu, sekali lagi ia tertawa terpingkal pingkal.
"Hei, apa lagi yang kau tertawakan?" teriak Ong It sin dengan mata melotot,
"hmm, setelah merasakan bogem mentahku nanti, tanggung kau tak akan mampu untuk
tertawa lagi..." Meskipun ia telah mengacungkan tinju, tapi tidak sampai dilayangkan ke tubuh
orang, sebab bagaimanapun juga orang itu hanya mentertawakan dia dan tidak
melakukan kesalahan apa apa, oleh sebab itu diapun tak ingin sembarangan memukul
orang. Sementara itu kakek cebol tadi sudah berjalan makin lama semakin dekat, tiba
tiba sepasang tangannya menekan bahu Ong It sin dan menggoncang goncangkan
tubuhnya. Ong It sin berkaok kaok penawaran, sebaliknya kakek cebol itu tertawa makin
keras goncangnya pun makin dipercepat.
Akhirnya Ong It sin tak tahan habis sudah kesabarannya, tiba tiba ia layangkan
tinjunya kemuka... "Duuuk!" bersarang telak diatas wajah sang kakek.
Seketika itu juga kakek cebol itu berhenti tertawa sepasang tangannya cepat
ditarik kembali dan kemudian digunakan untuk menutupi wajahnya, dengan
sempoyongan dia mundur selangkah ke belakang.
"Coba lihat!" Ong It sin segera berteriak, "sejak tadi kau sudah kukatakan,
Pendekar Bego Karya Can Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jangan main main! Kalau sampai kena kutonjok tentu badanmu sakit tapi kau nekad
terus, nah sekarang rasain kamu! Enak kan kalau kena ditinju mukanya?"
"Aduduuuh,,, celaka, celaka dua belas!" jerit kakek cebol itu sambil mencak
mencak, "kau telah meninju hidungku sehingga gepeng... aduuuh mak sakitnya,
hidungku hancur kali ini..."
Seraya berkata, ia lepaskan tangannya yang menutupi wajahnya itu.
Ketika Ong It sin dapat melihat wajahnya, kontan saja ia menjadi tertegun
sehingga matanya terbelalak dan mulutnya melongo.
Betul juga, ternyata hidung si kakek cebol itu telah hilang, hampir seluruh
hidungnya itu telah melesak masuk ke dalam wajahnya.
Padahal sekalipun tinjunya itu berhasil meremukkan tulang hidung, tak mungkin
hidung itu akan masuk seluruhnya ke dalam wajah.
Itu berarti kalau bukan si kakek cebol itu memang sejak lahir tak berhidung, ia
pasti telah pergunakan ilmu Sut kut gi cing (menyusut tulang merubah otot) untuk
menarik masuk hidungnya ke dalam.
Tentu saja Ong It sin tak akan menduga sampai kesitu, ketika dilihatnya hidung
si kakek cebol itu betul betul melesak masuk akibat pukulannya, ia menjadi amat
menyesal sekali. "Waah... rupanya pukulanku tadi terlampau keras sehingga hidungnya musti penyok,
apa yang musti kulakukan sekarang?"
Sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal ia mondar mandir kesana kemari
dengan kebingungan. Terdengar kakek cebol itu berteriak teriak kembali:
"Bocah busuk, kau telah mempenyokkan hidungku, kalau biniku bertanya nanti, apa
musti jawabku" Hayo kau harus bertanggung jawab, kalau biniku tak mau sama aku
lagi, bagaimana aku musti berkata?"
"Katakan... katakan saja kalau hidungmu penyok karena dipukul orang...!" jawab
Ong It sin dengan gugup. Kakek cebol itu segera menunjukkan sikap apa boleh buat, sambil gelengkan
kepalanya berulang kali katanya lagi:
"Bila biniku bertanya lagi, kenapa setelah hidungmu dihantam orang sampai
penyok, kau tidak membalas pukulan itu" Apa yang musti kukatakan...?"
Ong It sin membalik balikkan matanya sambil garuk garuk kepala, lalu dengan
gelagapan ia berbisik: "Tentang soal ini... tentang soal ini... tentu saja harus bilang bahwa kau telah
membalas pukulan itu!"
"Yaa, yaa, memang ucapanmu itu benar" seru si kakek cebol sambil berteriak
kegirangan, "kalau begitu, biarlah kubalas tonjokan itu dengan sebuah tonjokan
pula" Ong It sin tertawa getir, sambil meraba raba hidung sendiri ia mengeluh:
"Tapi... tapi... kenapa kau musti membalas" Sekalipun hidungku dipukul sampai
penyok, toh hidungku yang penyok tak bisa mancung kembali...?"
"Aaah, siapa bilang begitu?" bantah sikakek cebol, "siapa tahu kalau dengan
sebuah pukulan balasanku ini, hidungku yang penyok menjadi mancung kembali" Hati
hati kau..." Sementara Ong It sin masih tertegun, tahu tahu matanya menjadi kabur menyusul
kemudian... "Duuk!" sebuah bogem mentah telah bersarang diatas wajahnya.
Jotosan itu sungguh keras dan disertai tenaga yang luar biasa, bukan cuma
hidungnya saja yang terasa linu dan sakit, bahkan matapun ikut berkunang kunang.
Sedemikian sakitnya akibat pukulan itu, air matanya sampai bercucuran dan untuk
beberapa waktu lamanya ita tak sanggup melihat benda apapun disekeliling sana.
Lama, lama sekali, ia baru bisa berteriak keras:
"Anak kura kura, berat amat pukulanmu itu?"
"Haaahh... haaahh... haaahh... kalau pukulanku itu tidak keras, mana mungkin
hidungku bisa muncul kembali?"
Ong It sin gelengkan kepalanya berulang kali untuk menghilangkan rasa pusing,
pelan pelan berhasil juga ia melihat keadaan disekelilingnya.
Betul juga, hidung si kakek cebol yang penyok itu tahu tahu sudah muncul
kembali. Buru buru Ong It sin meraba hidung sendiri, setelah mengetahui kalau hidungnya
masih ada, ia menghembuskan nafas lega seraya bergumam:
"Masih untung hidungku tidak ikut penyok coba kalau sampai penyok" Aduh mak...
tidak tahu bagaimana jadinya nanti?"
Kakek cebol itu kembali tertawa terpingkal pingkal setelah mendengar perkataan
itu sambil berputar ditanah seperti gasingan, ia berteriak lagi.
"Sungguh menarik, sungguh menarik, tahukah kau bahwa aku sengaja mengampunimu
maka hidungmu tidak sampai kuhajar sampai penyok?"
Ong It sin tertawa nyengir.
"Oooh... kiranya kau memang berbaik hati, lantas kenapa musti melihat padaku
sambil tertawa?""
Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek cebol itu, ditatapnya seluruh wajah
Ong It sin dengan seksama, kemudian tanyanya
"Bocah busuk, siapa namamu. Kenapa bisa berada disini seorang diri" Aku lihat
ilmu silatmu cukup hebat, tapi kenapa sama sekali tak becus dalam gerakan
silat?" Sesungguhnya tak sedikit pertanyaan yang diajukan kakek cebol itu, tapi Ong It
sin hanya sempat mendengar tentang "tenaga dalammu hebat", sementara kata kata
lainnya hampir tak digubris sama sekali olehnya.
Dengan wajah berseri dan penuh rasa bangga, Ong It sin bangkit berdiri, ternyata
tinggi badan kakek cebol itu hanya sampai sebatas pinggangnya, maka sambil
mengelus kepala si kakek yang cebol katanya:
"Oooh... jadi kau baru tahu sekarang" Aku memang seorang jago lihay dari dunia
persilatan" Kakek cebol itu menarik tubuhnya menghindari belaian tangan orang terhadap
kepala botaknya, lalu berkata:
"Jika kau memang seorang jagoan lihay, berani tidak beradu kepandaian denganku?"
Dengan wajah memandang rendah kebawah Ong It sin melirik sekejap kearah kakek
cebol tersebut, kemudian gelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tidak merasa bermusuhan denganmu buat apa musti merenggut nyawamu" Jika kau
sudah bosan hidup, gantung diri saja atau terjun ke jurang, tentu enak rasanya
dari pada mati digebuk orang, kenapa musti pingin mampus diujung telapak
tanganku?" ooooodOeooooo Kakek cebol itu kembali tertawa terpingkal pingkal setelah mendengar perkataan
itu, serunya kemudian: "Kalau kau tak mau beradu tenaga danganku, dari mana aku bisa tahu kalua kau
adalah seorang jagoan lihay?"
"Waah... waahh... lebih baik jangan" cegah Ong It sin, "betul dengan beradu
tenaga maka kau akan tahu aku seorang jagoan lihay atau bukan, tapi apalah
artinya jika sampai nyawamu ikut melayang?"
Kakek cebol itu kembali memaksa dengan pelbagai cara, tapi Ong It sin yang
Pendekar Naga Mas 6 Pendekar Pulau Neraka 35 Pewaris Keris Naga Emas Pahlawan Dan Kaisar 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama