Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 13
tidak ada sepersepuluhnya."
Sambil bercakap-cakap, tidak terasa lagi mereka telah
sampai ditempat yang dituju. Setelah membayar uang sewa
perahu, lalu mereka sama-sama mendarat untuk pergi ke
Ouw Lam. Disepanjang jalan dengan pertanyaan yang tidak
langsung dan secara berputar-putar Lie Siauw Hiong
memancing padanya, tapi ternyata mulutnya Ang Ceng ini
cukup rapat, sehingga dia tidak pernah membocorkan suatu
rahasia apapun, sehingga sebegitu jauh usaha pemuda kita
tidak berhasil, maka dengan terpaksa Lie Siauw Hiong pun
mengubah siasatnya, supaya maksud sebenarnya jangan
sampai diketahui lawan bicaranya.
Larinya kedua orang ini sangat pesat sekali, disepanjang
jalan Ang Ceng senantiasa ingin mengadu lari, tapi Lie
Siauw Hiong tidak melayaninya, sehingga Ang Ceng
merasa kewalahan (tidak berdaya).
Pada malam itu mereka telah memasuki wilayah Ouw
Lam, mereka merasa luar biasa penatnya, maka setelah
mencari rumah penginapan, merekapun tidak keluar
berjalan-jalan lagi. Pada waktu jam makan malam, setelah mereka
mengasoh sebentar, lalu mereka panggil Tiam-siau-jie
(pelayan) untuk menyajikan makanan. Pada saat itu tepat
dipertengahan musim dingin, di Ouw Lam hawa udaranya
masih dapat dikatakan baik, karena tidak terlampau dingin,
tapi dibawah hembusan angin musim dingin itu, salju tidak
henti-hentinya turun menutupi bumi. Setelah duduk lalu
mereka memesan dua mangkok bakmi yang masih panas,
disamping itu merekapun meminta satu kati sayur asin yang
terkenal dari Ouw Lam. Dan benar saja bahwa sayur asin yang sangat dipujikan
orang itu sesungguhnya merupakan makanan yang sangat
nikmat dan lezat, sehingga sampai mereka tidak dapat
menelan pula saking kenyangnya, barulah mereka berhenti
dahar, hingga tahu-tahu mereka telah makan sampai empat
kati sayur asin banyaknya.
Mereka sesungguhnya merasa puas sekali makan disitu,
sekonyong-konyong dari tempat yang tidak jauh dari
tempat mereka makan, terdengar orang yang berkata
dengan suara serak : "Kabarnya partai Kong Tong dengan
partai pengemis tengah bertempur dengan dahsyatnya,
mereka saling mendendam dengan hebatnya, entah kabar
ini benar atau bohong ?"
Mendengar perkataan itu, tidak terasa lagi Lie Siauw
Hiong merasa kaget juga, buru-buru dia pasang kuping
mendengari dengan cermat, disamping itu diapun tidak lupa
melirikkan matanya kearah Ang Ceng, dan benar saja
diapun sangat cermat sekali mendengarkan perkataan orang
juga, hingga dalam hatinya Lie Siauw Hiong mempunyai
dugaan sendiri, diapun mengetahui apa maksudnya orang
ini datang kesitu, tapi dia tidak tahu apakah kedatangannya
ini sebagai kawan ataukah lawan bagi partai pengemis
tersebut " Setelah sunyi sesaat, tampak orang yang lainnya itu
melanjutkan perkataan kawannya : "Hmm ! Oey Loo-tee,
kabar yang kau dengar itu ternyata tidak tepat, jangan
dikatakan lagi mengenai permusuhan yang mendalam
diantara kedua partai tersebut, malahan murid-murid Kong
Tong telah berhasil juga menangkap pemimpin baru dari
partai Kay Pang ......"
Kabar ini Lie Siauw Hiong memang pernah dengar,
kemudian orang itu melanjutkan perkataannya : "Kemarin
kabarnya pelindung dari pemimpin partai pengemis yang
lama yaitu kedua saudara she Kim telah keluar dari
gunungnya untuk ......"
Berkata sampai disitu, suaranya lalu dipelahankan, tapi
Lie Siauw Hiong yang segera memasang telinganya lebih
tajam pula, ternyata masih sempat mendengar sekalipun
kata-kata yang diucapkan orang itu sangat perlahan sekali :
"Kepandaian kedua saudara she Kim itu kaupun sudah
mengetahuinya ...... kabarnya dalam satu malam dia telah
melampaui enam penjagaan ......murid-murid partai Kong
Tong ...... semuanya tidak berdaya terhadap mereka."
Dengan begitu Lie Siauw Hiong baru tahu, bahwa kedua
saudara she Kim ini sudah mulai pula melindungi
pemimpin mereka yang baru dari partai pengemis, hingga
semangatnya jadi memuncak sekali dan hatinyapun
menjadi tenang, tapi waktu dia melihat muka Ang Ceng,
tampaknya dia sangat terkejut agaknya, yang mana
membuat ia mengetahui, bahwa orang ini pastilah musuh
daripada murid-murid partai pengemis itu.
Kemudian terdengar kembali suaranya orang she Oey
yang serak itu berkata pula : "Benarkah " Pertempuran itu
sungguh ramai sekali agaknya, syukur juga kita tidak
mempunyai urusan penting apa-apa, maka marilah kita
pergi menyaksikan kesana. Apakah kau akur " Keramaian
ini tidak boleh dilewatkan begitu saja."
Karena orang ini agak kasar tindak-tanduknya, maka
bicaranyapun melantur saja, sehingga dapat didengar jelas
oleh Lie Siauw Hiong dan Ang Ceng.
Kawannya lalu tertawa dingin dan menjawab : "Kau
berpikir apa ?" Orang she Oey itu dengan marah menyahut :
"Bagaimana ?" Kawannya menyahut : "Didaerah Sin Teng Tha sekitar
lima lie jauhnya sudah dijaga demikian kerasnya oleh
masing-masing murid kedua partai, sampaikan orang biasa
satupun tidak diijinkan lewat didaerah tersebut, apa lagi kita
yang dandan sebagai orang-orang dari dunia persilatan,
apakah mereka mengijinkan kita untuk menyaksikan
keramaian ?" Mendengar perkataan kawannya ini, tidak terasa lagi
orang she Oey itu terdiam, tidak antara lama dia pun lalu
mulai makan bakminya. Setelah mengetahui jelas soal yang bersangkut paut
dengan apa yang dipikirkannya, dalam hati Lie Siauw
Hiong sudah mempunyai perhitungan sendiri, maka waktu
dia lihat Ang Ceng tengah terpekur dan agaknya tengah
memikirkan sesuatu, lalu dia menyenggolnya sambil
berkata dengan tertawa : "Sayur asin daerah Ouw Lam
terkenal sekali diseluruh Tiongkok, tidakkah saudara Ang
berpendapat demikian pula ?"
(Oo-dwkz-oO) Jilid 26 Ang Ceng yang tengah berpikir keras, ketika mendengar
pertanyaan kawangya buru-buru dia menjawab : "Tentu !
Tentu ! Siauw-teepun berpendapat demikian juga."
Setelah bercakap-cakap pula sebentaran, lalu mereka
balik kemasing-masing kamarnya.
Sekalipun Lie Siauw Hiong mengetahui bahwa tempat
berlangsungnya pertempuran adalah dipagoda Sin Teng
Tha, tapi dimanakah letaknya tempat itu dia masih gelap
sama sekali, karena itu buru-buru dia tanyakan pada
pelayan, yang dengan susah-payah barulah dia berhasil
mengetahui, bahwa tempat yang dimaksudnya itu adalah
tidak jauh letaknya dari rumah penginapannya, yaitu diatas
lereng sebuah gunung dimana keadaannya sangat sepi dan
lengang karena jarang dikunjungi manusia.
Setelah mengetahui tempat yang akan dipergikannya itu,
lalu Lie Siauw Hiong masuk kembali kekamarnya dengan
semangat yang terbangun seketika, hingga diam-diam dia
berpikir pada dirinya sendiri : "Tampaknya sebenarnya
antara partai Kay Pang dengan partai Kong Tong tidak
terdapat permusuhan yang terlampau mendalam, tapi
tempo hari pernah kejadian bahwa Li Gok pernah melukai
dua saudara kembar she Kim dalam usahanya untuk
menawan pemimpin baru serta muda dari partai Kay Pang
tersebut. Pokok perselisihan mereka kabarnya disebabkan
perebutan sebatang kerangka (sarung) pedang belaka, dalam
hal itu aku tidak usah turut campur tangan, tapi yang paling
aku kuatirkan adalah justeru terhadap anak muda Peng Jie
......" Setelah berpikir sampai disitu, lantas didepan kelopak
matanya terbayang wajah yang mungil serta tampan dari
Peng Jie tersebut. Kemudian dia lanjutkan pemikirannya sambil berkata
pula pada dirinya sendiri : "Hmmm, si Ang Ceng itu entah
dari mana asal-usulnya, tempo hari waktu dia pertunjukkan
Keng-sin-kang-nya, seakan-akan kepandaiannya itu berada
disebelah atas kepandaianku sendiri. Bila seandainya dia
bermusuhan dengan partai Kay Pang, dengan Kim Loo
Twa, Kim Loo Jie keadaannya menjadi gawat sekali, aku
sungguh heran cara bagaimanakah sampai si tua bangka Li
Gok ini berhasil mengundang orang macam demikian ?"
Berpikir sampai disitu, diam-diam dia merasa tegang
pada dirinya sendiri, kemudian dia duduk dengan tenang
sambil mengerahkan jalan pernapasannya. Setelah berhasil
memusatkan seluruh perhatiannya, sekonyong-konyong dia
mendengar suara mendesirnya baju orang yang lalu, hingga
diam-diam dia tersenyum simpul, karena dia mengetahui
secara pasti, bahwa Ang Ceng tengah pergi kepagoda Sin
Teng Tha, maka dengan tidak ragu-ragu lagi diapun lalu
pentang jendelanya sambil melompat keluar guna menyusul
orang she Ang itu. Lie Siauw Hiong yang sudah memperoleh keterangan
sejelas-jelasnya mengenai letak tempat pagoda Sin Teng
Tha itu, dengan langkah yang sepesat-pesatnya dia berlari
menyusul kawannya yang belum diketahui jelas asalusulnya. Dugaan Siauw Hiong ternyata benar, karena
belum berapa lama antaranya, dari sebelah depannya dia
berhasil melihat sesosok bayangan tubuh manusia yang
berlari-lari dengan membentangkan ilmu Hui-heng-sut
(ilmu lari cepat) pergi kearah tempat yang kini tengah
ditujukan itu. Maka bayangan manusia dihadapannya itu,
bila bukannya Ang Ceng, masih ada siapakah lagi "
Tampaknya si Ang Ceng ini sekalipun tampaknya kasar,
tapi mengandung kecerdikan pula, hal ini terbukti karena
diapun telah menanyakan juga tentang letak Sin Teng Tha
itu pada pelayan rumah penginapan.
Setelah menetapkan pedomannya, diapun tidak raguragu lagi dan lalu menghempos semangatnya membentangkan Keng-sin-kang-nya untuk mengejar Ang
Ceng yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Dalam jarak yang tidak terlampau jauh antara kedua
orang ini, tampaknya Ang Ceng tidak insyaf, bahwa
dibelakangnya terdapat seseorang yang tengah membuntutinya, tiba-tiba ia menikung dan masuk kedalam
kelompok batu-batu gunung disebelah kirinya. Lie Siauw
Hiong pun mengetahui, bahwa jika diapun sudah menikung
kesitu, maka pagoda Sin Teng Tha itupun akan segera
tampak, maka dengan tidak merasa bimbang lagi dia
menghempos tenaganya yang penghabisan untuk mempercepat larinya. Baru saja dia ingin membelok kearah batu-batu gunung
tersebut, sekonyong-konyong satu tenaga yang cukup keras
menyerang mukanya. Tampaknya Ang Ceng yang sudah
insyaf bahwa jejaknya dibuntuti orang, maka dengan
sengitnya dia menyerang orang yang tengah mengintai
gerak-geriknya itu. Syukur juga Lie Siauw Hiong selalu
berwaspada, buru-buru dia berdongko, dan dia rasakan
bajunya berkibar-kibar kena tertiup sampokan angin
pukulan orang itu. Dalam kegugupannya dan karena tergesa-gesa, diapun
balas menyerang lawannya dengan dua kali pukulan yang
beruntun. Oleh karena tenaga yang dikeluarkannya adalah
sepenuhnya, maka tenaga pukulannyapun mengejutkan
sekali pihak lawannya. Sekonyong-konyong terdengar suara beradunya kedua
tangan dengan mengeluarkan suara "Buuk" yang nyaring
dan keras, pada saat itu tubuh Lie Siauw Hiong yang masih
berada diatas udara, akibat beradunya dua pukulan tersebut,
tubuhnya lantas terjatuh kebumi, dan waktu dia pandang
lawannya, maka tampak Ang Ceng pun dengan
sempoyongan mundur kebelakang beberapa langkah
jauhnya. Lie Siauw Hiong yang memang sudah mempunyai
perhitungan sendiri, dia pun menginsyafi bahwa tenaga
dalam mereka adalah berimbang saja, dan hal itu tidak usah
dihiraukan lebih lanjut, tapi adalah sebaliknya apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh Ang Ceng, karena dengan
benteroknya kedua pukulan ini malah telah mengejutkan
sekali bagi dirinya, dan waktu dia perhatikan siapa
orangnya yang telah mengadu tenaga dengannya, tidak
terasa lagi dia menjadi semakin heran, karena orang itu
bukan lain daripada pemuda yang sudah berhari-hari
tinggal sama-sama serta makan sama-sama dengannya,
yaitu Lie Siauw Hiong adanya.
Lie Siauw Hiong yang dapat berlaku dengan cerdik serta
memakai perhitungan yang jitu dan masak, dengan berpurapura terkejut lalu berseru : "Oh, ternyata Ang Heng, Siauwtee karena merasa kesepian, maka dengan sembarangan saja
berjalan-jalan, tidak tahunya malah telah dibikin terkejut
setengah mati oleh Ang Heng ......"
Ang Ceng yang merasa geram sekali, dimukanya dia
tidak berani menunjukkan perasaan sesuatu dan hanya
menjawab : "Siauw-tee telah menjumpai musuh lamaku,
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maka aku pergi mengejarnya, Lie Heng bila tidak
mempunyai urusan apa-apa, maka Siauw-tee tidak dapat
menemanimu lebih lama pula ......"
Begitu dia habis mengucapkan perkataannya, maka
badannyapun segera melesat pergi.
Lie Siauw Hiong yang melihat kawannya terangterangan membohongi dirinya, maka diapun tidak
mengambil pusing lagi. Pada saat itu Ang Ceng tidak
mengambil jalan dimana tadi terdapat batu-batu gunung,
hanya mengambil jalan yang lurus saja.
Lie Siauw Hiong merasa aneh sekali, diapun tidak
mungkin lagi mengikuti kawannya ini, tapi dengan tidak
kekurangan akal, dia lalu mengambil jalan memutar untuk
mengintai kawannya. Tidak antara lama dari tempat yang
gelap dia melihat diatas sebatang pohon terlihat bayangan
seseorang, yang tampaknya mengenakan baju yang
warnanya mirip dengan apa yang dipakai oleh Ang Ceng.
Lie Siauw Hiong tidak mau membuang-buang tempo
lagi, buru-buru dia maju kemuka, waktu sudah dekat dan
memperhatikan dengan cermat, ternyata bayangan tersebut
adalah bayangan baju yang digantungkan diatas sebatang
pohon, yang dari kejauhan tampaknya seperti juga
seseorang yang sedang bercindekam, maka dalam hati Lie
Siauw Hiong menginsyafi, bahwa Ang Ceng telah menipu
dirinya dengan tipu 'Tonggeret meninggalkan kulit', hingga
tidak terasa lagi dia merasa sangat malu sekali, kemudian
buru-buru dia berlari balik pada arah yang diambilnya
semula. Untuk sementara kita tinggalkan dahulu pada si pemuda
yang sedang menyusul si Ang Ceng, sekarang marilah kita
mengikuti perjalanan dua saudara kembar she Kim. Setelah
Kim Goan Pek dan Kim Goan Tiong berpisahan dengan
Lie Siauw Hiong, mereka telah mendengar kabar bahwa
ahli waris partai Kay Pangnya yang baru kena ditawan
orang, dan karena saking gugupnya, mereka tidak mau
membuang waktu lagi, maka dengan pesat mereka lalu
pergi ke Ouw Lam untuk menolongi ahli waris partainya
itu. Begitulah dengan berlari-lari satu malam suntuk barulah
mereka mulai memasuki daerah wilayah Ouw Lam.
Kedua suadara she Kim ini begitu memasuki wilayah
Ouw Lam, dengan langsung mereka menuju kepagoda Sin
Tang Tha, dan waktu mereka sampai disana mereka
nampak disekeliling pagoda tersebut penuh oleh manusia,
waktu mereka memperhatikan dengan lebih cermat,
ternyata mereka ini adalah murid-murid dari partai Kay
Pang sebelah Selatan. Ternyata partai Kay Pang alias partai pengemis dibagi
dua bagian, yang satu berkuasa disebelah Utara, sedangkan
yang satunya lagi berkuasa disebelah Selatan, yang
menjabat sebagai pemimpin umum adalah dari partai
pengemis sebelah Utara, partai pengemis disebelah Selatan
kekuasaannya melingkungi daerah Ouw Lam dan Ouw Pak
serta Kwitang dan sekitarnya, dan pemimpin partai
pengemis sebelah Selatan waktu mendengar bahwa ketua
umum mereka telah ditawan orang, mereka bagaimana
tidak menjadi gugup oleh karenanya. Maka setelah
pemimpin mereka Liok Yong berunding satu jam lamanya,
lalu memutuskan untuk memerintahkan seluruh muridmuridnya mengurung daerah sekitarnya pagoda Sin Teng
Tha. Tapi pagoda Sin Teng Tha ini seluruhnya bertingkat
tigabelas, murid-murid partai Kong Tong pada setiap
tingkat tersebut masing-masing ditempatkan beberapa orang
murid-murid yang terpandai, semakin naik dan tinggi
undakan tersebut, maka orang yang ditugaskan menjaga
ditingkat disitupun kepandaiannya semakin tinggi pula.
Dengan demikian, maka penjaga ditingkat ketigabelas
sudah tentu adalah yang berkepandaian paling tinggi.
Karena lawannya terlampau banyak dan berkepandaian
tinggi, sementara Liok Yong tidak berdaya, dia hanya dapat
menugaskan murid-muridnya menjaga disekitarnya pagoda
tersebut sambil menantikan bala bantuan selanjutnya.
Begitulah dengan cara demikian, satu malam satu hari
telah terbuang dengan percuma saja, tanpa membawa hasil
apa-apa. Pada saat itu Liok Yong telah mengambil
keputusan untuk menyerbu saja secara mati-matian. Justeru
itu juga, kedua saudara she Kim telah sampai, begitulah
mereka lalu berkumpul bersama-sama. Mereka lalu
mengambil keputusan yang cepat dan tepat, yaitu dengan
membawa murid-murid terpandai, mereka merencanakan
untuk naik keatas pagoda untuk menolongi ketua umum
mereka, sedangkan dibawah pagoda mereka meninggalkan
murid-murid mereka untuk mengurung lawannya yang
ingin melarikan diri. Kedua saudara she Kim yang berkepandaian paling
tinggi diantara rekan-rekannya, dalam satu malam saja dia
telah berhasil melampaui enam pos penjagaan musuh yang
berarti juga dia telah mengalahkan lawannya dan sekarang
sampai dipagoda tingkat ketujuh, dan diwaktu turun
tanganpun mereka tidak berlaku sungkan-sungkan lagi,
hingga enam musuh yang telah dijatuhkannya itu, bila tidak
binasa, pasti menderita lukas parah.
Waktu mereka sampai ditingkat ketujuh, orang yang jaga
ditingkat ini adalah murid-murid partai Kong Tong yang
cukup terkenal dengan mana gelar 'Tiga Jago Pedang dari
Kong Tong Pay', mereka setelah bertempur dengan amat
dahsyatnya. Selama satu jam, barulah mereka dapat
mengalahkan lawannya, sedangkan kedua saudara Kim dan
Liok Yong pada saat itu karena sudah merasa lelah, maka
untuk sementara mereka tidak melanjutkan penyerangan
mereka ketingkat berikutnya.
Begitulah ketiga orang ini lalu mengasoh diatas pagoda
ditingkat ketujuh, sedangkan dipihak lawannyapun tidak
berani menyerangnya, berhubung mereka mempunyai tugas
masing-masing, begitulah dengan mengasoh ini mereka
telah melewati setengah hari lagi.
Kedua saudara she Kim mengetahui, bahwa lebih tinggi
satu tingkat lagi, maka lawan yang akan dihadapi
merekapun akan bertambah lebih kuat lagi. Jika mereka
memaksa untuk menerobos terus, pasti sekali tidak
mungkin agaknya, tapi merekapun tidak putus asa, dan biar
bagaimanapun sulit serta kuatnya penjagaan musuh,
mereka harus menerobosnya terus.
Ternyata apa yang diduga mereka tidak meleset barang
sedikit, karena semakin tinggi mereka maju, semakin kuat
dan tinggi lagi kepandaian lawan-lawannya. Setelah mereka
sampai ditingkat kesembilan, ditingkat ini yang menjaga
terdiri dari empat orang. Dengan sengit sekali kedua
saudara she Kim akhirnya berhasil membunuh mampus
keempat lawannya, tapi disamping itu Liok Yong pun telah
terluka pula dalam pertempuran yang sengit ini.
Kim Goan Pek dan Kim Goan Tiong merasa turut
berduka tapi mereka tetap masih mempunyai satu harapan,
sambil memayang tubuh Liok Yong, mereka bersedia untuk
maju terus dan bertempur sampai titik darah yang
penghabisan. Dan waktu mereka memaksa maju terus,
secara tiba-tiba saja dari sebelah atas mereka menyerang
datang senjata rahasia, Kim Goan Tiong dengan sebelah
tangan memayang tubuhnya Liok Yong dan sebelah
tangannya lagi dipakai memukul jatuh senjata-senjata
rahasia yang menyerang datang itu, tapi tidak diduga
diantara senjata-senjata rahasia itu terdapat Hui-hongpiauw (piauw yang dapat balik pada pihak penyerangnya
bila tidak menemui sasarannya, hampir sama sifatnya
dengan boomerang), Kim Goan Tiong yang tidak keburu
berkelit lagi didepan matanya, hampir saja kena terpantek
oleh Hui-hong-piauw itu dipunggungnya.
Sekonyong-konyong Liok Yong berseru kaget, dengan
sekuat tenaga dia berusaha melepaskan cekalannya Kim
Goan Tiong dan buru-buru memburu kearah punggungnya
Kim Goan Tiong." Dikatakan lambat tapi kejadiannya sangat cepat, dengan
mengeluarkan suara "crees", ternyata Hui-hong-piauw itu
tepat sekali terpancang dipunggungnya Liok Yong, maka
sambil menjerit keras Liok Yong putus napasnya seketika,
tapi walau bagaimanapun, dia sudah menolong jiwanya
Kim Goan Tiong. Kedua saudara she Kim ini yang sedang sibuk
mempertahankan diri, meski tanpa mengucurkan airmata,
tapi dalam hati mereka berkata : "Liok Loo-tee, hutang
darah ini aku Kim Goan Tiong dalam beberapa detik ini
pasti akan membalaskan untukmu !" Perkataan yang
mereka ucapkan itu demikian pastinya, dan setelah itu lalu
mereka menindak naik lebih lanjut.
Kim Goan Tiong lalu berseru : "Hui-hong-piauw ini
siapakah yang begitu berani mati melepaskannya ?"
Diatas ditingkat berikutnya hanya berdiri dua orang, satu
diantaranya mereka kenali sebagai 'Sin-piauw-toan-hun'
(piauw malaikat yang dapat memutuskan nyawa) yang
sangat terkenal didaerah Timur dan Selatan sungai Tiangkang, yaitu Gouw Beng. Begitu Kim Goan Tiong mengeluarkan bentakannya,
kedua orang lawannya terkejut bukan kepalang, salah satu
antaranya lalu berseru : "Engkau ini orang macam apakah "
Hmmm, lihatlah pukulanku !" Lantas orang itu menyerang
pada Kim Goan Tiong. Kim Goan Tiong yang sedang sedih dirundung malang
berhubung kematian rekannya Liok Yong, pada saat itu
kemarahannya telah memuncak sekali. Maka begitu
melihat lawannya menyerang dirinya, lalu dia membalas
mencengkeram tangan lawannya dengan ilmu Kim-na-ciunya. Harus diketahui, bahwa dua saudara she Kim ini yang
sudah lama serta kawakan sekali mengembara dalam
kalangan Kang-ouw, selamanya mereka tidak pernah
menggunakan senjata tajam apapun, mereka hanya
mengandalkan pada dua telapakan tangan besi mereka saja.
Mereka selalu mengunakan 'Hek-see-ciang' (telapak tangan
pasir hitam) untuk melawan musuh-musuh mereka, dan
dengan hanya kedengaran suara "Pooook" yang nyaring
sekali, lantas lawannya Kim Goan Tiong patah lengan
kanannya seketika. Belum puas dengan hanya mematahkan lengan kanan
musuhnya, Kim Goan Tiong yang sedang memuncak
marahnya ini lalu melemparkan tubuh lawannya demikian
kerasnya membentur tembok menara itu, sehingga
kepalanya pecah dan hancur, sedangkan otaknya yang
berwarna putih meleleh berarakan kian kemari ! Sungguh
suatu pemandangan yang amat ngeri dan menggiriskan
barang siapa yang memandangnya. Sekali turun tangan saja
Kim Goan Tiong telah berhasil menewaskan salah satu
lawannya, kemudian dengan mengeluarkan suara dingin
dia berkata : "Gouw Beng, piauw ini apakah yang telah
membawa namamu sehingga menjadi terkenal ?"
Tapi suara yang diucapkannya itu demikian datar dan
wajarnya, tapi disamping itu mengandung satu ancaman
bagi lawannya. Dan tatkala menampak kawannya telah
dibinasakan orang, semangat Gouw Beng sudah runtuh
sebagian besar, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi
agak ciut dan takut, tapi mendengar suara lawannya
seakan-akan tidak memandang sebelah mata kepadanya,
kemarahannyapun memuncak juga, lalu dia berkata : "Kim
Loo-jie, jika benar, bagaimana ?"
Kim Goan Tiong justeru tengah menantikan jawabannya
yang demikian, dengan tidak menunggu lawannya habis
berkata-kata lagi, dia sudah mendahului berkata : "Bila
benar demikian, maka jiwamulah yang akan melayang !"
Baru saja dia habis mengucapkan perkataan 'Jiwamu
melayang', kedua belah tangannya tidak tinggal diam dan
lantas dipukulkan kearah lawannya, pukulannya ini sangat
hebat sekali disertai suara angin yang menderu-deru saking
kerasnya. Gouw Beng tidak berani berlaku lengah, dengan satu
tangannya dia tangkis serangan lawannya, sedangkan
sebelah tangannya lagi digunakan untuk memukul
lawannya dengan cara menyamping.
Siapa tahu Kim Goan Tiong sudah tidak maui jiwanya
sendiri lagi, pundak kirinya tidak dikelitkan lagi,
demikianlah dengan telak dia telah kena pukulan lawannya.
Menampak hal itu, Gouw Beng merasa tidak enak dalam
hatinya, karena dia ketahui bahwa dirinyapun bakal celaka,
dan sebelum dia sempat menarik pukulannya, ternyatalah
bahwa hal itu sudah terlambat, maka sekalipun pukulannya
telah mengenai sasarannya, tapi dirinya sendiripun kena
dihajar batok kepalanya sehingga dia binasa seketika itu
juga. Kim Goan Tiong sekalipun dapat membinasakan
lawannya, tapi diapun sudah kena pukulan lawannya pada
pundaknya yang kiri, lukanya ini tidak dapat dikatakan
ringan, karena dia merasakan pundak kirinya agak sakit dan
tampaknya tulang pundaknya yang kiri sudah kena
dipatahkan oleh lawannya.
Kim Goan Tiong dengan perlahan-lahan lalu bangun
berdiri dan tertawa terbahak-bahak sambil berkata : "Liok
Loo-tee, kau lihatlah, bocah sialan ini hidupnyapun tidak
lama dari seperempat jam daripadamu ...... ha ha ha ......"
Kim Loo Twa mengetahui tabiat adiknya ini, diapun
tidak mau campur bicara, dia tunggu sampai adiknya sudah
ketawa dan balik menjadi menangis, barulah dia berkata
dengan suaranya yang separuh menghibur : "Loo-jie,
apakah kau merasakan tak halangan pada lukamu ?"
Kim Goan Tiong menganggukkan kepalanya, maka
dengan tertawa dingin Kim Goan Pek berkata : "Mari kita
lanjutkan menembusi kurungan lawan-lawan kita !"
Kemudian tampak kedua bayangan mereka melompat
naik keloteng tingkat selanjutnya.
Dengan cara demikian, kedua saudara she Kim ini telah
memecahkan penjagaan lawan-lawannya, dan tidak antara
lama kemudian, mereka telah sampai pada menara tingkat
yang teratas sekali, yaitu tingkat yang ketigabelas, waktu
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari undakan mereka memandang keatas, benar saja
mereka telah melihat seseorang tengah menjagai ditingkat
tersebut, juga benar bahwa orang inilah yang telah
menangkap bocah yang telah pingsan karena ditotoknya
dan bocah itu adalah pemimpin umum dari partai Kay
Pang, yaitu Peng Jie ! Setelah mereka sampai ditingkat yang ketigabelas yang
merupakan puncaknya loteng dari menara tersebut, dengan
mengeluarkan suara "Pang" yang sangat nyaring sekali
ternyata Kim Loo Twa telah menendang terbuka pintu
menara tingkat ketigabelas ini, dan waktu mereka
memandang kedalam, ternyata keadaan disebelah dalam
sangat gelap gulita, begitulah mereka berdua lalu
menerobos masuk ...... Belum lagi kedua orang ini turun kembali dari lompatan
mereka, atau dengan secara sekonyong-konyong terdengar
suara bentakan yang nyaring dari sebelah kiri mereka :
"Enyahlah dari sini !" Kemujan disusul dengan angin
pukulan yang sangat dahsyat sekali menierang mereka ......
Kim Loo Twa buru-buru membentangkan ilmu 'Ciankin-twie' (memberatkan badan seribu kati), badannyapun
dengan tenangnya menjurus turun dengan antapnya, lantas
tangannyapun membentangkan serangan dengan jurus
'Too-tah-kim-ciong' (memukul jatuh lonceng mas) menyerang lawannya. Siapa tahu orang yang menyerang
mereka tidak tampak bergerak, malahan Kim Loo Twa
sendiri kena didesak lawannya sehingga mundur dua
langkah. Dengan terperanjat kedua kakak beradik ini membalikkan kepala mereka memandang, dan mereka lihat
orang itu hidungnya bengkung bagaikan paruh burung
kokokbeluk, mulutnya pecah-pecah, sinar matanya memancarkan cahaya yang menyala-nyala, kedua kakak
beradik inipun mengenalinya, dan orang yang berhadapan
dengan mereka ini bukan lain daripada 'Ceng-gan-ang-mo'
(setan merah bermata biru) yaitu Ho Ju Hui !
Ternyata digunung Kouw Loo San bersembunyi dua
setan yang berkepandaian sangat tinggi seorang disebut
Kouw Loo It Kway (setan gunung Kouw Loo) Ang Ceng,
sedangkan yang lainnya disehut 'Ceng-gan-ang-mo', kedua
orang ini adalah dua kakak beradik dalam seperguruan,
mereka ini tidak diketahui keluaran murid partai mana, tapi
kepandaian mereka sungguh luar biasa sekali. Pada tiga
puluh tahun yang lampau mereka pernah mengembara
dikalangan Kang-ouw, mereka pernah dalam satu malam
digunung Pak Houw San menjatuhkan duabelas jagoan
kelas satu, tapi karena mereka berdua mempunyai tabiat
yang sangat berangasan sekali, entah telah menerbitkan
kesalahan apa, secara sekonyong-konyong juga mereka lalu
menyembunyikan diri mereka pula. Dan sekalipun mereka
telah menyembunyikan diri dan tidak muncul kembali
dalam dunia persilatan, tapi angkatan tua masih ingat
bahwa dua orang ini pada tiga puluh tahun yang lampau
sangat menggemparkan sekali dunia Kang-ouw atas sepak
terjang mereka. Kim Loo Twa yang melihat kepala setan ini, dalam hati
diapun insiaf, bahwa dengan hanya mengandalkan dirinya
sendiri saja, maka lawan ini bukanlah menjadi tandingannya yang setimpal, tapi dia sungguh tidak
mengerti, mengapakah lawannya ini dapat muncul ditempat
ini " Dalam otaknya berkelebat satu pikiran yang membuat
dia tercengang : "Terang-terangan bahwa yang bermusuhan
dengan mereka adalah murid-murid dan pentolan-pentolan
dari partai Kong Tong, tapi mengapakah pada tingkat
ketigabelas dialah yang menjaganya " Mengapakah Li Gok
tidak muncul" Malahan orang-orang yang mereka jatuhkan
tadi, tampaknya bukanlah murid-murid partai Kong Tong
?" Ceng-gan-ang-mo Ho Ju Hui berkata : "Hai, kalian setan
berdua, silahkan maju berbareng, bila tidak, maka kalian
bukanlah menjadi tandinganku!"
Kim Loo Twa sambil menyenggol pada adiknya, lalu
mereka maju serentak dan dengan menggunakan Hek-seeciang mereka yang lihay mereka menyerang lawannya
dengan berbareng. Menampak serangan itu, Ho Ju Hui hanya tertawa
dingin saja, kemudian dia gunakan tangannya untuk
menangkis serangan kedua kakak beradik itu. Begitulah
ketiga ahli tingkat teratas itu sudah mulai serang-menyerang
dengan amat dahsyatnya. Pertempuran sekali ini berlangsung sangat cepatnya,
hingga sebentar saja sudah lewat sepuluh jurus lebih. Kim
Loo-jie merasakan semakin lama bertempur, pundak
kirinya semakin merasa sakit, seakan-akan dia sudah tidak
dapat bertahan terlebih lama lagi, tapi tabiatnya yang keras
kepala memaksa dia untuk bertempur terus, maka dengan
melompat dia melangsungkan serangan mematikan dengan
jalan menyengkeram lawannya, tapi dengan cara menyerang demikian, maka bagian tubuhnya menjadi
lowong dan mudah diserang lawan, tapi hal itu dia tidak
ambil perduli. Ho Ju Hui menampak serangan yang nekad dari
lawannya ini, tidak terasa lagi diapun merasa terkejut juga,
mereka berdua kakak beradik adalah sehati dan seperasaan,
dan berbareng dengan adiknya yang menyerang lawannya,
Kim Loo Twa-pun tidak mau ketinggalan untuk
melangsungkan penyerangan yang tidak kurang dahsyatnya, hingga hampir saja jalan darah 'Hoa-kay'
didadanya Ho Ju Hui kena dicengkeramnya ......
Menampak serangan yang demikian hebatnya, Ho Ju
Hui merasa sangat terperanjat sekali. Serangannya Kim Loo
Twa-pun membawa akibat yang gawat baginya. Dia sendiri
sekalipun dapat melukai salah seorang lawannya, tapi
dirinya sendiripun tidak akan luput dari totokan lawannya,
hingga dalam kegugupannya dia terpaksa menendang
kakinya kearah lawannya ......
Sekonyong-konyong terdengar suara "Dak" yang sangat
nyaring sekali, dan bersamaan dengan itu, tubuhnya Kim
Loo Twa kena ditendang sehingga terpental dan jatuh
terbentur pada tembok menara, tapi jalan darah 'Hoa-kay'nya Ho Ju Hui didadanyapun kena juga tertotok, sehingga
dengan tubuh lemas dan tidak bertenaga diapun jatuhlah
kelantai. Kim Loo Jie melihat kakaknya menderita luka-luka,
dengan marahnya dia memburu kearah Ho Ju Hui dan lalu
dia angkat tangannya untuk menghantam batok kepala
lawannya itu. Justru pada saat itu, dari arah jendela terdengar suara
orang yang berteriak : "Tahan dulu !" Lantas tampak
melayang masuknya tubuh seseorang, dan dua saudara she
Kim ini menampak dengan jelas bahwa orang yang
mendatangi ini adalah seorang yang mukanya penuh
dengan berewokan, badannya sangat aneh sekali, hingga
tidak terasa lagi mereka lalu berseru : "Kouw Loo It Koay
!" Kouw Loo It Koay Ang Ceng mempunyai tenaga dalam
yang melebihi daripada Su-teenya Ho Ju Hui, maka setelah
menampak hal ini, kedua saudara she Kim itu menjadi
putus asa. Sekalipun mereka berdua andaikata tidak terluka,
masih belum tentu menjadi tandingan mereka yang
setimpal, apa lagi kini mereka kedua-duanya telah
menderita luka-luka yang cukup parah. Cara bagaimanakah
mereka dapat mengalahkannya "
Bila umpamanya Lie Siauw Hiong berada disitu, Ang
Ceng pasti akan merasa terkejut juga. Karena disamping ia
pernah berjalan bersama-samanya, malahan diapun telah
menipunya juga dengan tipu 'tonggeret meninggalkan kulit'.
Ang Ceng setelah membebaskan totokan yang diderita
Ho Ju Hui, lalu dia berkata kepadanya : "Kau pergilah
kebawah untuk membereskan orang-orang mereka !"
Ho Ju Hui menyatakan baik. Ang Ceng dengan berubah
mukanya segera membentak pada kedua saudara she Kim
itu : "Kutu busuk yang tak tahu mampus !" Kemudian dia
lalu membungkukkan badannya mengangkat tubuhnya
Peng Jie. Kedua kakak beradik she Kim itu merasa sangat geram
sekali, tapi merekapun tidak berani berlaku lengah. Ang
Ceng sudah keburu mendahului berkata : "Kalian
dengarlah, aku menghitung sampai lima, bila tidak ada
orang yang menghalangiku, aku akan segera pergi ......
Baik, sekarang aku mulai menghitung ......"
Lukanya Kim Loo Twa agak parah juga, sedangkan luka
dipundak kirinya Kim Loo Jie tambah lama dirasakan
bertambah sakit. Mereka yang kena didesak oleh Ang Ceng,
saking marahnya sampai menyebabkan mereka roboh
pingsan. (Oo-dwkz-oO) Marilah kita menilik pada Lie Siauw Hiong, dia yang
kena diperdayai oleh Ang Ceng dengan tipu 'tonggeret
meninggalkan kulit', hatinya menjadi gugup sekali, buruburu dia balikkan badannya dan mengejar dengan
mengambil arah tadi yang diambilnya semula, dia
mengharapkan yang dia masih sempat menghalang-halangi
si berewokan itu naik keatas menara Sin Teng Tha. Asalkan
dia naik keatas menara itu, maka tidak usah disangsikan
lagi akan tidak ada seorang murid partai Kay Pang-pun
yang sanggup melayaninya.
Setelah dia keluar dari hutan belukar, dari kejauhan dia
sudah lihat, bahwa diatas puncak menara yang tertinggi
terdapat sesosok tubuh manusia yang melayang masuk, dan
bentuk badannya mirip sekali dengan si berewokan.
Karena gugupnya, larinyapun dipercepat, kemudian dari
puncak menara itu dia masih dapat menangkap suara orang
yang berseru : "Kouw Loo It Koay !"
Dia dapat mengenali bahwa suara itu adalah suaranya
kedua kakak beradik she Kim itu, maka hatinyapun tergerak
dan diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Tidak
heran si berewokan ini sedemikian lihaynya, tidak tahunya
dia inilah si Kouw Loo It Koay adanya !" Tampaknya
diapun sudah pernah mendengar cerita Bwee Siok-sioknya
mengenai diri orang ini. Dan selanjutnya tiap-tiap perkataan dari Kouw Loo It
Koay dia dapat mendengar dengan jelas sekali, lalu dia
menengadahkan kepalanya, ternyata badannya terpisah
dengan puncak menara yang bertingkat tigabelas itu kurang
lebih masih terpaut sepuluh tombak lebih, sedangkan Kouw
Loo It Koay sudah mulai menghitung satu demi satu ......
Tapi Lie Siauw Hiong adalah seorang yang berdarah
panas serta membela keadilan dimana-mana apabila dia
telah mengambil suatu keputusan untuk mengerjakan
sesuatu pekerjaan, sekalipun pekerjaan itu mungkin akan
membawa bahaya maut bagi dirinya, diapun akan
mengerjakannya juga. Pada saat itu dia hanya menyesalkan
dirinya yang belum cukup berpengalaman, hingga tadi dia
tertipu oleh Ang Ceng dengan tipunya yang sangat licin itu,
yaitu tipu 'tonggeret meninggalkan kulitnya'.
Pada saat itu suaranya Ang Ceng yang sangat nyaring
tiba-tiba terdengar : "Satu ...... dua ......" mendengung dari
puncak menara tingkat yang ketigabelas itu. Oleh karena
itu, Lie Siauw Hiong segera membentangkan ilmu Kengsin-kang-nya yang paling diandalkan, yaitu 'Am-eng-puhiang', tubuhnya lantas melayang naik keatas menara. Tapi
karena jaraknya kurang lebih sepuluh tombak, hingga itu
telampau jauh, maka dia tak dapat sampai dipuncak
menara tersebut dalam waktu hanya sedetik. Buru-buru dia
menghempos semangatnya sambil mengerahkan tenaga
aslinya sekali, kemudian sepasang kakinya ditendangkan
dengan tipu 'Kit Mo Pouw Hoat'.
Badannya lagi-lagi tampak mengapung keatas lebih
tinggi pula, maka dalam waktu sekejapan saja dia melihat
keatas dan mengetahui bahwa dirinya sudah sampai
ditingkat yang keduabelas, terpisah dengan puncak
ketigabelas masih ada delapan meter lagi, sedangkan
tenaganya untuk membal keatas sudah habis. Dia tak dapat
lagi melayang keatas sebelum mengerahkan tenaganya pula,
sementara suaranya Ang Ceng terus saja dengan nyaring
menghitung : "Satu ...... dua ...... tiga ...... empat ......"
Hal mana telah membuat Siauw Hiong diam-diam
berkata pada dirinya sendiri : "Apakah aku harus mengaku
kalah terhadapnya ?"
Dalam kegelapan malam, dia menggigit giginya erat-erat,
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tenaganya dikumpulkan dilengan kanannya dan lalu
diulurkannya mencabut pedang Bwee Hiang Kiam-nya dan
ditancapkan diatas tembok dari menara tersebut.
Dengan menggunakan tenaga dari tangannya ini, tampak
badannya lagi-lagi mengapung keatas dengan pesatnya,
bagaikan burung walet yang melayang dengan lincah serta
gesitnya. "...... lima !"
Perkataan 'lima' baru saja keluar dari mulutnya Ang
Ceng, ketika dengan sekonyong-konyong terdengar satu
suara yang sangat menggetarkan setiap perasaan orang :
"Kau dan aku boleh berdiri dahulu !" katanya.
Menyusul suara tersebut, dari luar jendela lantas
melayang masuk seseorang yang ternyata cukup ganas,
karena terbukti, begitu dia masuk, dia sudah menyerang
dengan pukulan yang beruntun hingga tiga kali terhadap
Ang Ceng. Ang Ceng segera memasang bhesinya, bagian badan
sebelah bawahnya tidak bergerak maupun berkisar
sedikitpun jua, hanya badan bagian atasnya saja yang
bergoyang kekiri maupun kekanan, dengan cepat dia egosi
tiga serangan orang yang baru masuk ini, tapi karena
pukulan itu bertenaga kuat sekali, hingga menyebabkan
bajunya bergerak-gerak kena sampokan angin yang keluar
dari pukulan lawannya. Orang itu lalu mundur satu tindak sambil berkata dengan
suara yang keren : "Lekas turunkan Peng Jie yang berada
dipundakmu, bila tidak, maka jangan sesalkan yang kau
bukanlah menjadi tandinganku yang setimpal !" Sudah
barang tentu, bahwa orang yang baru datang ini adalah Lie
Siauw Hiong sendiri. Ang Ceng cukup lihay dan awas pandangan matanya,
kemudian Peng Jie yang sudah ditotok terlebih dahulu
olehnya, diturunkan dari pundaknya dan ditaruh dipojok
kiri dari tembok menara tingkat ketigabelas itu, setelah itu
ia tertawa dingin sambil melirik kepada Lie Siauw Hiong.
Lie Siauw Hiong sendiripun menginsyafi, bahwa tenagadalam Kouw Loo It Koay ini sudah mencapai dipuncaknya,
dia sendiri sebenarnya belum begitu yakin, apakah
sekiranya dia dapat memenangkan pertandingan ini
dengannya, tapi keadaan hari ini, kecuali bertempur, maka
tidak terdapat jalan yang lainnya lagi, maka sambil menarik
napas dengan diam-diam dia menghibur dirinya : "Lie
Siauw Hiong, biarpun tenaga-dalam Kouw Loo It Koay
lebih tinggi satu tingkat daripada kepandayanmu sendiri,
tapi dalam pertempuran hari ini kau harus menang, kau
tidak boleh kalah !"
Setelah mempunyai keyakinan ini, sambil menghempos
semangatnya dia menyerang dengan dua-dua kepalannya
dengan sekaligus, maksudnya ialah untuk menangkap dan
mencengkeram nadi lawannya.
Ang Ceng siang-siang sudah mengetahui, bahwa Lie
Siauw Hiong sekalipun usianya masih muda belia, tapi dia
mempunyai tenaga dalam yang luar biasa, dan yang
membuat dia jerih adalah pada dirinya pemuda kita ini
seakan-akan tersembunyi sesuatu tenaga yang luar biasa
dan tidak diinsyafi oleh pemiliknya sendiri, maka waktu
melihat datangnya pukulan itu, sudah tentu saja dia tak
berani berlaku gegabah. Pukulan Lie Siauw Hiong sekali ini cepat bagaikan kilat
saja, hingga Ang Ceng yang menyaksikannya merasa
terkejut bukan main, lalu diapun mengeluarkan jurus
'Siang-ciang-hwan-thian' (sepasang telapak tangan membalikkan langit), dia bersedia keras lawan keras untuk
menangkis serangan lawannya, tapi sebelum tangkisannya
ini menemui sasarannya, ditengah jalan dia telah mengubah
gerakannya dan dengan gentak sedikit dan tangannya terus
mengancam tulang Piepee pada bagian pundak Lie Siauw
Hiong. Lie Siauw Hiong yang menampak serangannya jatuh
ditempat kosong, sedangkan serangan balasan dari Ang
Ceng sudah akan tiba, lalu dia mengeluarkan suara teriakan
tertahan, buru-buru dia geser kakinya dengan gerak 'Poankiong-sia-tiauw' (separuh melengkungkan badan memanah
burung raja wali), untuk menyerang lawannya.
Dengan mengeluarkan suara "poook" yang sangat
nyaring sekali, keempat tangan saling beradu, dengan
masing-maisng merasakan hati mereka menjadi panas,
hingga kedua-duanya mundur kebelakang satu tindak
jauhnya. Diam-diam Lie Siauw Hiong berpikir : "Lawan yang
setangguh ini sejak aku keluar dari pintu perguruan, baru
pertama kali inilah aku menjumpainya. Apakah hari ini aku
mendapat gelagat akan meruntuhkan nama baik guruku ?"
Dalam hatinya dia tengah merasa bimbang, itulah
sebabnya mengapa untuk sesaat dia berdiam diri, tapi Ang
Ceng yang sudah berpengalaman, ketika menampak
kejadian tersebut, buru-buru dia serang lawannya dengan
jalan mengunci jalan mundur lawan itu, dengan kakinya
digunakan untuk menyapu bagian tubuh Siauw Hiong
sebelah bawah. Sementara Lie Siauw Hiong yang menampak serangan
itu, ia menjadi sangat terkejut sekali, baru saja dia ingin
mengubah serangannya, tendangan musuhnya sudah
meluncur datang, hingga dalam kegugupannya buru-buru
dia geser kakinya dan mundur secepat-cepatnya.
Maksud Lie Siauw Hiong adalah dia ingin memancing
pada Ang Ceng, agar supaya lawannya ini mau keras lawan
keras dengannya, tapi siapa duga Ang Ceng cukup licin
untuk tidak tertipu oleh lawannya. Maka pada waktu
menampak pemuda kita menyerang kembali setelah dia
mundur tadi, badannya segera dibungkukkan sedikit,
tangannya meluncur terus melewati samping badan Lie
Siauw Hiong untuk menotok jalan darah 'Giok-cim-hiat' Lie
Siauw Hiong yang terletak dibelakang batok kepalanya.
Lie Siauw Hiong yang melihat serangannya lagi-lagi
mengalami kegagalan, lantas dia mengubah serangannya
kembali. Begitulah sebentar saja mereka telah bertempur
melampaui sepuluh jurus lebih, sementara Ang Ceng yang
melihat dirinya mulai berada diatas angin, tidak terasa
diam-diam dia merasa gembira sekali, lalu dia bersiul
panjang dan keluarkan jurusnya yang bernama 'Kay-sansin-ciang' (telapak tangan malaikat yang membuka gunung)
untuk menyerang pemuda kita.
Lie Siauw Hiong yang kena didesak lawannya, dia
menjadi sangat geram sekali, lalu dia keluarkan jurus 'Hianniauw-hwa-ee' (burung hitam mencakar pasir) untuk
menyerang lawannya, hingga dalam waktu sekejap saja
bayangan kepalanya telah memenuhi udara, sedangkan
angin pukulannya yang menderu-deru, tampaknya tidak
ada satu tempatpun yang tidak mengalami serangannya
yang bertubi-tubi itu, dan sebagaimana telah diketahui,
jurusnya ini adalah yang dia dapat pelajari dari Peng Hoan
Siang-jin, yaitu jurus 'Hong-seng-put-sip' (gerak tak putusputusnya) dari ilmu 'Tay-yan-sip-sek', dan kini Lie Siauw
Hiong telah menggunakan tangannya sebagai gantinya
pedang. Sebenarnya bila seseorang menggunakan tangan sebagai
gantinya pedang, tenaganya akan banyak berkurang, tapi
bagi Siauw Hiong hal ini adalah justru menjadi
kebalikannya. Ang Ceng sekonyong-konyong melihat
serangan lawannya menjadi luar biasa hebatnya, dan perubahannyapun tidak putus-putusnya, serangan lawannya
menjadi sukar dilawan, hingga untuk itu dia hanya dapat
menyerang dengan tipu 'Hong-koan-in-san' (angin menggulung dan membuyarkan awan) untuk menyerang
dengan nekadnya pada pemuda kita.
Kouw Loo It Koay dengan mengandalkan kepandaiannya yang disebut 'Kay-san-ciang-hoat' itu, lalu
mengeluarkan tipunya tadi, dia bermaksud untuk menyelesaikan pertempuran tersebut selekas mungkin,
karena bila pertempuran ini berlarut-larut, tentu saja tidak
akan menguntungkan bagi pihaknya.
Siapa tahu jurus 'Hong-seng-put-sip' dari Lie Siauw
Hiong sekalipun tampaknya sangat tergesa-gesa dikeluarkannya, tapi hal sebenarnya adalah pukulan itu
sangat mantap dan mengandung sepenuh tenaga-dalam
yang sehebat-hebatnya, maka setelah melihat serangan
lawannya datang, Lie Siauw Hiong lalu menyambutinya
dengan keras lawan keras.
Sekonyong-konyong terdengar suara yang sangat nyaring
sekali, dimana setelah kedua tangan itu saling beradu, lalu
menimbulkan angin yang keras sekali, sehingga jendela dari
menara itu bergerak-gerak pergi datang terkena angin
pukulan kedua orang itu. Setelah mengadu tenaga ini, Ang Ceng berseru : "Kau
sambutilah pukulanku ini sekali lagi !"
Sepasang telapak tangannya diangkat dan lagi-lagi angin
yang sangat keras menyampok menjurus kearah lawannya.
Lie Siauw Hiong tanpa berkata-kata lagi, sambil
menekuk kakinya dia sambuti serangan yang merupakan
pukulan yang hebat ini, dan lagi-lagi suara yang amat
nyaring terdengar akibat beradunya keempat tangan
mereka, suatu tanda bahwa tenaga mereka adalah
seimbang. Ang Ceng yang kena dibikin marah, tanpa memperdulikan apa-apa lagi dengan beruntun dia
menyerang sebanyak empat kali. Tapi keempat pukulannya
telah dapat disambuti oleh pemuda kita dengan baik dan
tanpa banyak mengeluarkan tenaga pula tampaknya.
Dengan beruntun mereka telah saling menyerang sebanyak
enam kali, dengan kedua-duanya tidak pernah berkisar dari
bhesinya dan tampaknya mereka ini memang seimbang saja
dalam tenaga-dalamnya. Beberapa pukulan ini sesungguhnya sangat memakan
tenaga sekali, tapi Lie Siauw Hiong tidak merasa lelah,
sebaliknya dia merasa darahnya berjalan semakin cepat dan
lancar, hingga perasaan yang luar biasa ini mendatangkan
rasa nyaman dirongga dadanya.
Ternyata Lie Siauw Hiong tempo hari setelah Peng Hoan
Siang-jin menyalurkan tenaga-dalamnya kedalam tubuhnya, sekali ini barulah dia dapat mengeluarkannya
dengan sempurna, oleh karena itu, harus diketahui, bahwa
tenaga-dalam yang dimiliki sekarang oleh Lie Siauw Hiong
setidak-tidaknya mempunyai latihan delapan puluh tahun
lamanya, hal mana, dimungkinkan karena Peng Hoan
Siang-jyn telah menyalurkan tenaga-dalamnya kedalam
tubuh pemuda kita, maka dalam pertempuran hari ini yang
paling memakan tenaga sekali, karena pergerakan Siauw
Hiong yang luar biasa ini, maka seluruh tenaga yang
tersembunyi dalam tubuhnya dengan secara wajar telah
dikeluarkannya. Itulah sebabnya mengapa sekalipun
pukulan lawannya sangat hebat dan berat, bahkan semakin
bertempur Lie Siauw Hiong merasakan badannya semakin
lincah dan gagah saja. Kouw Loo It Koay yang namanya menggemparkan
dunia Kang-ouw pada puluhan tahun lamanya, dimana
saking terkenal namanya, maka kedudukannyapun dapat
disamakan dengan sembilan jago dari Kwan Tiong, Hoo
Lok It Kiam, dan yang lain-lainnya, tapi sekarang ketika
baru saja dia muncul kembali dikalangan Kang-ouw,
setelah berlatih selama berapa puluh tahun, atau dia telah
ketemu dengan pemuda ini, hingga bukan saja seranganserangannya tidak berguna, malahan tenaga-dalamnyapun
dapat dibuat sama imbangannya, maka pada saat itu sambil
mengumpulkan tenaga sepenuh-penuhnya, dia bersedia
untuk sekali pukul saja segera membuat lawannya lantas
binasa. Tapi kali inipun pukulan itu telah mengenai tempat
kosong, hingga Kouw Loo It Koay mengeluarkan teriakan
kesal sekali, dan buru-buru dia mundur setengah langkah,
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedangkan dari dadanya darah panas menaik keatas yang
dirasakannya menyesak sekali pernapasannya.
Lie Siauw Hiong pun merasakan tenaga yang luar biasa
keluar dari dalam tubuhnya, maka buru-buru dia
menyalurkan tenaga-dalamnya sehingga dia dapat berdiri
tetap dengan tenangnya. Begitu tenaga-dalamnya sudah
berjalan dengan lancar lagi, semangatnyapun terbangunlah,
hingga kemudian sambil bersiul panjang tangan kirinya
separuh dibengkokkan, sedangkan tangan kanannya sudah
dikeluarkan untuk memukul lawannya kembali.
Tidak dapat dijelaskan betapa tidak enaknya dalam hati
Ang Ceng disaat itu. Tenaga-dalam serta namanya yang
begitu terkenal selama beberapa puluh tahun itu, ternyata
hanya dalam satu malam saja sudah tersapu bersih oleh
pemuda kita ini. Pada saat itu dia lihat si pemuda lagi-lagi
mengeluarkan pukulannya, hingga diapun sambil menjaga
dadanya telah mengeluarkan pula tangkisannya.
Lie Siauw Hiong biar bagaimanapun tidak mengerti apa
yang sedang dipikirkan lawannya, dia mana tahu bahwa
pukulannya ini akan membawa akibat yang tidak enak
sekali terhadap lawannya. Dia hanya dapat merasakan pada
dirinya sendiri, bahwa setiap dia langsungkan satu
pukulannya, tenaganyapun bertambah semakin besar saja,
hal mana telah membuat hatinya merasa girang luar biasa.
Lalu terdengar suara yang nyaring pula karena
beradunya kedua pukulan. Setelah berdiam sejurus, lalu Lie
Siauw Hiong maju satu tindak kemuka, dan dengan tenaga
dipusatkan pada kedua lengannya, lagi-lagi dia menyerang
lawannya. Ang Ceng yang memasang bhesinya kuat-kuat, dia tidak
kena dipukul mundur, tapi kini dia rasakan tambah lama
pukulannya Lie Siauw Hiong bertambah kuat saja, bahkan
tenaga yang dikeluarkannya sekali ini, sungguh dapat
memecahkan batu yang bagaimanapun kerasnya, dan
pengalaman memperingatkan padanya, bila dia masih
berani menyambutinya lagi, maka kemungkinan besar
sekali bahwa anggota dalam tubuhnya pasti akan menderita
luka-luka parah dan mungkin sekali akan menyeret jiwanya
keakherat. Maka setelah menampak pukulan pemuda ini
hendak menyerang dirinya kembali, buru-buru dia mundur
kebelakang, tapi sekalipun demikian, tidak urung dia masih
kena angin pukulan lawannya sehingga dia terdesak
mundur satu langkah kebelakang.
Lie Siauw Hiong merasakan tenaga-dalamnya sudah
mencapai dipuncaknya, maka sambil menggereng diapun
lagi-lagi sudah bersiap untuk memukul lawannya kembali
Sekonyong-konyong saja sewaktu tangannya masih berada
ditengah udara, dia lihat satu muka yang belum pernah
dilihatnya dahulu ...... mukanya Ang Ceng menunjukkan
satu bentuk yang sangat aneh dan luar biasa, seperti juga
mukanya itu tampak sangat dingin, atau juga seperti sangat
berputus harapan. Sekalipun Lie Siauw Hiong tidak mengetahui seluruh
perasaan hati lawannya, tapi satu ingatan memperingatkan
kepadanya, bahwa dia inilah bukannya takut mati, malahan
tampaknya lebih hebat sepuluh lipat daripada perasaan mati
itu tampak pada mukanya orang itu.
Perlahan-lahan tangannya Lie Siauw Hiong diturunkan
kembali, dengan mana mukanya Ang Cengpun tampak
menjadi biasa lagi. Sekarang dalam hatinya hanya terlukis
satu perasaan 'marah' belaka. Dengan tertawa dingin dan
sambil menarik napas dengan tidak wajar, tampak sepasang
matanya memancarkan sinar pembunuhan, sehingga Lie
Siauw Hiong yang melihatnya tidak berani memandangnya
dengan secara langsung. "Sreet" lantas kelihatan Ang Ceng menarik keluar
pedangnya. Lie Siauw Hiong seakan-akan tidak mendengarnya, dia
tengah berpikir : "Mengapa si Kouw Loo It Koay ini
memandang demikian terhadapku " Hmmm, apakah karena
kau melototi aku, maka aku lantas akan mati ?" Dengan
perasaan tidak puas dia mengangkat kepalanya dan balas
melototkan matanya kearah musuhnya.
Sebenarnya diapun merasa sedikit jerih juga, tapi karena
dia sangat cerdik, maka dapatlah dia bertindak mengimbangi keadaan sekelilingnya. Baru saja dia angkat
kepalanya memandang, dia lihat ditangannya Ang Ceng
sudah menghunus sebatang pedang. Diapun buru-buru
mencabut pedangnya, tapi dia mencabut tempat kosong,
tiba-tiba dia teringat bahwa pedang 'Bwee Hiong Kiam'-nya
ditancapkan diatas tembok diluar menara.
"Sambutlah !" Kim Loo Jie lalu melemparkan pedang
kepada Lie Siauw Hiong melalui tangannya yang belum
terluka. Lie Siauw Hiong lalu menyambutinya, kemudian
dengan memutarkan pergelangan tangannya, ujung pedang
itu sudah menggetar dan mengeluarkan suara mengaung
yang nyaring sekali. Ang Ceng dengan datar lalu menusuk pundaknya Lie
Siauw Hiong, pedang itu sangat dahsyat sekali anginnya,
sehingga mendahului sampainya pedangnya sendiri.
Sewaktu pedang itu akan tiba dipundaknya Lie Siauw
Hiong, mendadak ujung pedang itu sudah ditarik dan
diubah ditengah jalan, dan sekarang pedang itu mengancam
tiga jalan darah diperutnya Lie Siauw Hiong.
Sementara Lie Siauw Hiong yang menampak tenagadalamnya sangat luar biasa sekali, sedangkan permainan
pedangnyapun sangat luar biasa pula, hatinya menjadi
terkejut sekali. Buru-buru dia mundur setengah langkah,
tangan kirinya dengan gerak yang sederhana sekali
memegang rangka pedang itu, sedangkan tangan kanannya,
lantas menarik keluar pedang itu yang dengan langsung
memainkan jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' (bunga bwee
menyiarkan baunya yang harum) dia serang lawannya.
Begitu pedang panjang berada ditangannya, Lie Siauw
Hiong segera memutarkannya sehingga terdengar suaranya
yang nyaring sekali, ternyata dari ujung pedang itulah
keluar angin dingin yang menerobos menjurus kebadan
lawannya, hingga Ang Ceng yang menampak hal itu, tidak
terasa lagi merasa sangat terkejut sekali.
Gerak serangan dari jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' ini
sangat pesat dan tiada tandingannya, sekalipun semulanya
dialah yang menyerang lebih dulu, tapi justru pedang
lawannyalah yang sudah datang mendahuluinya. Sebab
ketika pedang Ang Ceng sendiri terpisah dengan jalan darah
'Ceng-sie-hiat' ditubuh Lie Siauw Hiong masih kurang-lebih
tiga dim lagi, tapi pedangnya pemuda kita hanya terpisah
dengan jalan darah 'Kiok-tie-hiat' dipergelangan tangannya
kurang-lebih satu dim lagi saja jauhnya !
Justru pada saat itu, dengan secara sekonyong-konyong
saja ujung pedangnya Ang Ceng disodokkan kemuka, tapi
badannya sendiri berlompat kesamping, dengan mengeluarkan suara "huuu" ternyata ujung pedangnya Lie
Siauw Hiong mengenai tempat kosong, sedangkan ujung
pedangnya Ang Ceng sudah menjurus keperutnya Lie
Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong tidak menduga bahwa lawannya dapat
berlaku demikian sebatnya, tapi dia sendiri tidak menjadi
gugup menampak serangan itu. Buru-buru kakinya digeser
dengan tipu yang dipelajarinya dari Hui Taysu, dan dengan
mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya,
tampak sinar pedangnya berkelebat dengan mengeluarkan
suara sret, sret, sret, tiga kali, pedangnya sudah menjurus
ketiga tempat yang berlainan ditubuh lawannya, sedangkan
tusukan pedang yang terakhir diarahkan kejalan darah 'Kiehay' Ang Ceng, dengan semua serangan ini didasarkan atas
ilmu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang berlangsung dengan cepat
sekali. Siapa tahu Ang Ceng pun seorang ahli pedang juga,
dengan cepat dan sama ahlinya diapun dapat memunahkan
serangan Lie Siauw Hiong tanpa menyebabkan dirinya
terkena tusukan pedang pemuda kita itu.
Kemudian Ang Ceng menyerang dengan dahsyatnya,
yang diarahkannya pada bagian tubuh sebelah atas
lawannya. Lie Siauw Hiong merasakan serangan pedang
lawannya sangat hebat juga, seakan-akan ilmu pedang dari
'Pang-bun-co-too' (ilmu silat siluman) itu kadang-kadang
mengandung sifat pembunuhan yang kejam sekali, hingga
menyebabkan orang sukar mempertahankan diri, apa bila
tidak berlaku sangat hati-hati sekali.
Dan ilmu pedang yang digunakan oleh Ang Ceng ini,
adalah ilmu pedang yang paling diandalkannya dan biasa
disebut 'Leng-ie-kiam-hoat'.
Ilmu pedangnya Chit-biauw-sin-kun sekalipun jauh lebih
unggul dan aneh, tapi tipu-tipu gertakannya kalah jauh
dengan ilmu pedangnya Ang Ceng yang aneh ini. Karena
biarpun keanehan dari ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-sek'
terletak pada 'tipu gertakan' yang ulung sekali, tapi bila
dibandingkan dengan tipu-tipu ilmu pedang lawannya,
ternyata masih ketinggalan jauh juga, oleh karena itu, maka
tenaganyapun jauh berkurang.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 27 Dengan cepat sepuluh jurus sudah dilampaui, permainan
pedang 'Leng-ie-kiam-hoat' dari Ang Ceng justru sudah
sampai pada puncaknya yang paling hebat. Diantara tiga
jurus serangannya ini, serangannya yang pertama bernama
'Li-ciang-hong-yong' (serbuan tawon yang berbondongbondong), pedangnya yang panjang berubah menjadi
segulung sinar yang mengandung gaya gertakan menuju
kearah serangan sungguh-sungguh, jurusnya mana diluncurkan Ang Ceng untuk menyerang batok kepalanya
Lie Siauw Hiong. Si pemuda yang menampak serangan lawannya ini, tidak
terasa lagi jadi merasa terkejut juga, hingga didalam hatinya
ia berkata : "Kiu-cie-kiam-sek milik Bwee Siok-siok sudah
terkenal tidak ada tandingannya didunia Kang-ouw,
masakah sekarang harus kalah dibawah pedang bangsa
konyol ini ?" Sambil mencakupkan giginya dia maju
merangsak dengan mengambil jalan dari samping badan
lawannya, pedangnya disabetkan kemuka dan dengan
merupakan satu gulungan sinar yang tajam menyampok
serangan pedang lawannya.
Dengan mengeluarkan suara sret, buru-buru serangannya
Ang Ceng yang merupakan gertakan belaka ditarik mundur,
kemudian satu sinar pedang yang tajam menerobos masuk
dari serangannya yang sudah ditarik itu.
Dengan mengasih dengar suara "seeeeet"
yang mengerikan sekali, pedangnya pemuda kita sudah meluncur
demikian pesatnya menusuk lawannya. Ternyata serangan
ini adalah ciptaan yang paling berhasil dari Chit-biauw-sinkun, yaitu apa yang terkenal dengan nama sebutan 'Lengbwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu muka).
Serangan pedang ini sungguh hebat sekali, sehingga
memaksa Ang Ceng yang tadinya menyerang lebih dahulu,
ternyata kalah cepat dan sebaliknyalah pedang lawannya
yang menusuk sampai terlebih dahulu. Pedang lawannya
begitu hebat sehingga mengeluarkan angin yang sangat
santar, sehingga mau tidak mau Ang Ceng harus lekas-lekas
menarik pulang serangannya.
Menampak perubahan tersebut, semangatnya Lie Siauw
Hiong menjadi semakin bergelora, dan dengan mengeluarkan suara tertawa dingin Ang Ceng lalu
mengeluarkan jurusnya yang kedua dan bernama 'Leng-inham-jit' (akan menutupi matahari), tapi Lie Siauw Hiong
tanpa banyak mengalami kesukaran telah dapat memunahkan pula serangannya ini.
Dengan memperdengarkan suara yang menusuk kuping,
tampak disegala penjuru bayangan pedangnya Lie Siauw
Hiong berkelebat-kelebat pergi datang mengurung lawannya
sedemikian rapatnya, seakan-akan setetes airpun sukar
menembusinya, karena dengan ini ternyata Lie Siauw
Hiong telah mengeluarkan jurus 'Hong-seng-put-sip'
(serangan tak putus-putusnya), hingga dari kiri dan kanan
sinar pedangnya lalu terbentuk menjadi satu dan dengan
ganasnya menyerang kearah lawannya, dalam kelambatan
mengandung gerak kecepatan yang hebat, dalam gertakan
mengandung serangan sungguh-sungguh, maka tidak ada
satu tempatpun dari anggota tubuh lawannya yang tidak
terancam serangan pedangnya pemuda
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kita ini. Demikianlah kedahsyatan salah satu dari ilmu pedang 'Tayyan-sip-sek' ciptaannya Peng Hoan Siang-jin, yang terkenal
tidak ada tandingannya dalam dunia Kang-ouw, hingga
semua serangan aneh dari Ang Ceng dengan mudah saja
dapat dibebaskan oleh pemuda kita, yang sekarang berbalik
dia sendirilah yang diserang bertubi-tubi tanpa berdaya
untuk memecahkan serangan lawannya yang benar-benar
mematikan. ini. Dengan lekas pula sepuluh jurus sudah lewat kembali,
kemudian terdengar suara "pletak !" yang nyaring sekali,
ternyata kedua orang ini buru-buru berlompat mundur, dan
pada saat itu ditangannya Ang Ceng hanya ketinggalan
gagang pedangnya saja, agaknya pedangnya yang panjang
itu telah dipatahkan oleh tenaga dalam yang luar biasa dari
Lie Siauw Hiong ! Mukanya berubah menjadi pucat seperti abu, sedangkan
sepasang bola matanya penuh dengan butir-butir airmata,
Lie Siauw Hiong dengan heran memandang kepadanya, dia
lupa untuk menyerang pada lawannya yang sudah
terpatahkan pedangnya itu.
Sekonyong-konyong tanpa berkata sepatahpun Ang Ceng
putar badannya dan segera lari turun kebawah menara
tanpa menolehkan kepalanya lagi.
Diam-diam Lie Siauw Hyong berkata : "Sekalipun kau
sudah kukalahkan, kau tidak usah begitu sedih dan putus
asa !" Pemuda kita mana tahu, bahwa jurusnya itu yang telah
mengalahkannya dengan jalan mematahkan pedangnya
jauh lebih hebat dirasakannya oleh Ang Ceng jika
dibandingkan bila Siauw Hiong membunuhnya saja ......
pada tiga puluh tahun yang lampau dipuncak Ciok-hionghong digunung Oey San dia pernah saling bertempur
dengan ahli pedang nomor wahid pada saat itu, yaitu Chitbiauw-sin-kun, mereka bertempur demikian serupa sehingga
pada jurus yang ketiga ratus barulah dia dapat dikalahkan
oleh Chit-biauw-sin-kun dengan menggunakan tenagadalamnya yang hebat sehingga dapat mematahkan
pedangnya. Oleh karena mengalami kekalahan tersebut,
dengan penuh kemarahan dia mengasingkan diri dan
bersembunyi banyak tahun diperbatasan, dengan berlatih
keras dan tekun dia mengubah ilmu permainan pedangnya
yang disebut 'Leng-ie-kiam-hoat' itu demikian lihaynya,
sehingga sukar dijaga oleh lawannya. Dan setelah dia
berhasil mengolah ilmu pedangnya ini, lalu dia kembali
untuk mencari lawannya, karena dengan jurusnya itu dia
ingin mengalahkan lawannya seperti yang diperbuat lawan
itu tempo hari untuk memulihkan nama baiknya.
Bwee San Bin yang telah dikurung oleh lima ahli waris
dari partai-partai silat yang terkemuka sehingga akhirnya
Ang Ceng mendengar kabar bahwa lawannya itu sudah
binasa, dia menjadi putus harapan dan menyesal sekali, tapi
belakangan ini dia mendengar kabar angin yang
mengatakan, bahwa Bwee San Bin telah muncul kembali
kedalam kalangan Kang-ouw, oleh karena itu, lalu dia
tinggalkan Kouw Loo San dan masuk ke Tiong Goan.
Waktu tadi Lie Siauw Hiong pertama kali membuka
gaya serangannya, dia dengan girang dan terkejut segera
mengetahui, bahwa lawannya ini adalah ahli waris
lawannya tempo hari, karena ilmu 'Kiu-cie-kiam-sek' yang
dikeluarkannya adalah khas milik Bwee San Bin. Oleh
karena itu, dengan ilmu 'Leng-ie-kiam-hoat'-nya dia
bermaksud hendak menawan pemuda kita, tapi siapa duga
bahwa kesudahannya sama saja dengan peristiwa tiga puluh
tahun yang lampau terulang kembali, karena pedangnya
lagi-lagi telah dapat dipatahkan juga oleh lawannya, tapi
suatu hal yang tidak sama adalah, bahwa pada tiga puluh
tahun yang lampau, Bwee San Bin sendirilah yang telah
mematahkan pedangnya, sedangkan pada tiga puluh tahun
kemudian adalah ahli warisnya yang berbuat demikian
terhadapnya. Andaikata dia ketahui bahwa jurus tadi yang
dipergunakan oleh Lie Siauw Hiong sehingga membawa
kemenangan baginya bukanlah ilmu ciptaannya Bwee San
Bin, tapi adalah ilmu Tay-yan-sip-sek dari salah satu antara
Tiga Dewa Diluar Dunia yang paling tua, yaitu Peng Hoan
Siang-jin, hingga mungkin sekali dia tidak begitu kecewa.
Lie Siauw Hiong tidak mengetahui rahasia yang
terkandung dalam hati lawannya itu, dia menjadi terpekur
menyaksikan sikap Ang Ceng ini, kemudian diapun lalu
membalikkan badannya dan menotok membebaskan
totokan yang diderita oleh Peng Jie, yaitu ahli waris dan
pemimpin umum partai Kay Pang.
Peng Jie yang tadi kena ditotok jalan darah 'Joan-mahiat'-nya, tubuhnya dirasakan lemas sekali dan tak
bertenaga, hingga tak dapat ia bergerak barang sedikitpun,
tapi Lie Siauw Hiong yang sudah ahli dalam ilmu totokan,
lalu menepuk dipunggungnya bocah itu dengan perlahanlahan, hingga sesaat kemudian Peng Jie pun siumanlah dari
pingsannya. Sudah itu Lie Siauw Hiong lalu memutarkan
badannya menghadap pada kedua saudara she Kim itu, dia
lihat Kim Loo Toa yang jatuh pingsan masih belum siuman
kembali, sedangkan Kim Loo Jie masih tetap memegangi
tubuh kakaknya. Lie Siauw Hiong lalu memberikan obat luka pada Kim
Loo Jie, yang lantas disambutinya tanpa mengucapkan
terima kasih, tapi tampak jelas pada wajahnya, bahwa
dalam hatinya terkandung lebih daripada seratus ucapan
terima kasih yang hendak diucapkannya.
Lie Siauw Hiong lalu memandang dengan cermat pada
luka dipundaknya, dan pada saat Kim Loo Twa yang
pingsan itu sudah mulai sadarkan diri, Kim Loo Jie lalu
menyesapkan dua butir obat berwarna hitam kedalam
mulut kakaknya itu. Lie Siauw Hiong sekonyong-konyong merasakan
dipunggungnya ada tangan kecil yang menarik-narik ujung
bajunya, buru-buru' dia balikkan kepalanya menoleh,
dimana ia menampak Peng Jie berdiri dibelakangnya,
mukanya penuh dengan debu, dan sepasang matanya yang
tajam dan hidup memandang kepadanya. Ternyata selama
belakangan ini Lie Siauw Hiong merasa bahwa anak ini
sudah banyak lebih besar jika dibandingkan dengan waktu
dia pertama kali saling berjumpa dikelenteng rusak itu.
Dengan suara yang perlahan Peng Jie memanggil : "Lie
......Lie Siok-siok ......" Ternyata ingatan anak ini tidak
lemah, dia masih mengingat shenya pemuda kita, kemudian
diapun memandang pada Kim Loo Twa dan Kim Loo Jie.
Kim Loo Jie menganggukkan kepalanya, seakan-akan
dia membenarkan bahwa bocah itu dapat memanggil pada
pemuda kita dengan sebutan 'Lie Siok-siok', atau paman
Lie. Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Peng Jie, ada urusan
apakah " Lebih baik kau panggil aku Lie Twako saja."
Peng Jie menyahut : "Kepandaianmu sungguh sangat
luar biasa sekali, sekalipun aku tidak dapat bergerak, tapi
aku dapat menyaksikan bagaimana si jahanam itu telah
dapat kau usir pergi. Tapi sungguh tak bermalu sekali dia
itu, karena sesudah dikalahkan diapun lantas menangis,
hingga tidak kunyana, bahwa orang yang sudah begitu
besar masih juga bisa menangis ......" Sesudah berkata
begitu, wajah bocah yang mungil itu lalu menunjukan
senyuman yang manis sekali.
Kim Loo Jie lalu meraba-raba dan mengeluarkan dua
batang panah api dari dalam dadanya. Yang sebatang
berwarna merah, dan yang sebatang lagi berwarna biru, lalu
dia pilih yang berwarna biru dan kemudian dia
menghampiri jendela dan melepaskan panah yang berwarna
biru itu keudara, hingga tidak lama kemudian diatas langit
tampak kembang api yang berwarna biru dan sangat indah
sekali menerbitkan cahaya yang gilang-gemilang diangkasa
raya. Kim Loo Jie lalu memutarkan badannya pada Lie Siauw
Hiong sambil memberi penjelasan : "Diluar kami masih
mempunyai beberapa orang saudara seperguruan yang
membayhok, bila aku pasang panah api yang berwarna
merah, itu berarti bahwa kita menampak bahaya diatas
menara ini, dan kami akan mohon bantuan mereka untuk
menyerbu naik keatas menara ini. Tapi sebaliknya bila aku
pasang panah api yang berwarna biru, hal itu berarti bahwa
usaha kami dalam menolong pemimpin umum kami sudah
terlaksana dengan baik, sehingga kami dapat bersuka ria."
Tapi kenyataannya adalah kedua saudara she Kim ini
telah menderita luka-luka yang cukup berat, dengan tetap
mereka tidak mau memasang panah berwarna merah itu.
Karena mereka mengetahui. bahwa kawan-kawan seperjuangan mereka diluar, tenaganya sangat terbatas
sekali, sedangkan mereka berdua yang sangat tangguh
masih kewalahan melayani musuh-musuhnya, apa lagi
mereka, bukankah hal ini berarti mengirim mereka
keakherat saja, bila dia pasang panah berwarna merah itu "
Sekalipun mereka menderita luka-luka, tapi mereka tidak
mau meminta bantuan, sekiranya bantuan itu akan
mendatangkan kesengsaraan bagi rekan-rekan mereka
sendiri. Begitulah dengan sikap seorang ksatria sejati,
mereka telah berbuat sesuatu tindakan yang sangat
terhormat dan terpuji. Ketika Lie Siauw Hiong memandang keluar melalui
jendela, sekonyong-konyong dia nampak bayangan seorang
yang lari cepat sekali, hingga Kim Loo Jie lalu berkata :
"Jangan perdulikannya, dia adalah adik seperguruannya
Ang Ceng yang disebut Ceng-gan-ang-mo itu. Tampaknya
dia telah lari karena menjumpai sesuatu yang tidak beres."
Lie Siauw Hiong sekonyong-konyong berpikir : "Partai
Kay Pang disebabkan sebatang rangka (sarung) pedang
sehingga bertempur dan mendendam demikian hebatnya
terhadap partai Kong Tong, tapi mengapa hal ini telah
mendatangkan Kouw Loo It -Koay, dengan Li Gok sendiri
tidak pernah munculkan diri ?"
Kemudian Lie Siauw Hiong menerangkan jalan
pikirannya ini, maka sambil menepuk pahanya Kim Loo Jie
lalu berkata : "Benar, kamipun justru merasa heran dalam
hal ini ......" Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong teringat akan
pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya yang ditancapkan ditembok
menara tersebut, setelah mengingat senjata itu, buru-buru
dia berlari keluar. Kim Loo Jie buru-buru mengulurkan kepalanya
memandang dan dia lihat pemuda kita dengan menempelkan dirinya pada tembok menara, sedang
mencari sesuatu agaknya. Pergerakannya demikian bebas
dan lincahnya seperti juga seekor cecak besar sedang
merayap ditembok menara tersebut, hingga kepandaiannya
ini entah betapa tingginya, harus diketahui bahwa ilmu
merayap tersebut yang bernama 'Pek-houw-kang' (ilmu
merayap seperti cecak) itu bila dipergunakan, harus terus
bergerak kesana-kemari, bila berhenti, maka tidak mungkin
orang dapat mempertahankan diri terlebih lama pula diatas
dinding tembok, tapi pemuda kita yang telah dapat
melakukan pekerjaan yang dianggapnya mustahil itu,
kepandaiannya ini boleh dikira-kirakan betapa tingginya.
Maka setelah Lie Siauw Hiong dengan separuh menahan
napasnya merayap naik kelobang tembok dimana tadi dia
menaruh pedangnya itu, tiba-tiba jadi sangat terkejut,
tatkala sampai disitu tidak menampak pedang 'Bwee Hiang
Kiam'-nya itu! Oleh karena menampak kejadian tersebut, maka hati
pemuda kita seolah-olah dirasakan berhenti berdenyut
seketika, atau bagaikan orang jatuh kesebuah jurang yang
ribuan tombak dalamnya. Dia terpekur bagaikan sebuah
patung, dan setelah berselang lama juga, barulah dia dapat
berpikir kembali secara kritis, hingga diam-diam dia berpikir
: "Siapakah yang dapat mencuri pedangku ini " Aku telah
menacapkan pedang itu cukup dalam, dan tidak mungkin
bahwa pedang itu akan dapat jatuh sendiri."
Sesungguhnya dikalangan Bulim (rimba persilatan)
orang yang dapat menggunakan ilmu merayap setinggi Lie
Siauw Hiong itu dapat dihitung dengan jari, tapi diantara
jumlah yang sangat sedikit ini siapakah gerangan yang telah
mencuri pedangnya. Ketika Lie Siauw Hiong memandang dengan lebih
cermat lagi dia dapatkan bahwa ditempat dimana dia
tancapkan pedangnya itu, masih meninggalkan bekas yang
dalam sekali bekas tancapan pedangnya, dan tembok
disekitarnya tidak tampak ada yang gugur, hal mana
teranglah sudah, bahwa ada seseorang yang tinggi sekali
kepandaiannya telah mencuri pedangnya itu.
Sekonyong-konyong dia melihat disuatu tempat yang
terpisah tidak jauh dari bekas tancapan pedangnya itu,
tampak juga bekas tancapan pedang lainnya, yang
dalamnyapun hampir bersamaan, maka Lie Siauw Hiong
yang berotak cerdik, dengan lantas mengetahui, siapakah
gerangan pencuri pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya itu. Bekas
tancapan pedang yang lainnya itu tidak dapat disangkal
lagi, itulah bekas tancapan pedang 'Ie Hong Kiam'-nya Li
Gok, yang dengan meminjam tenaga senjata tersebut, dia
telah mencuri pedangnya si pemuda, maka tidaklah
terlampau mengherankan kiranya, jika tadi Li Gok tidak
menampakkan dirinya. Tatkala berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi sangat geram dan terkejut, buru-buru dia melompat
turun kembali, dan waktu sampai ditingkat keduabelas, lalu
sambil menekan genting menara tersebut dia berjungkir
balik dan tubuhnya melayang naik dan terus menerobos
masuk melalui jendela ditingkat ketiga belas itu. Kim Loo
Jie berteriak memujinya atas ilmu Keng-sin-kang si pemuda
yang luar biasa tingginya itu.
Seketika itu Kim Loo Twa pun perlahan-lahan telah
dapat bangun berdiri, dan setelah melihat sinar mukanya
Lie Siauw Hiong yang agak kusut, buru-buru dia bertanya :
"Lie Heng mempunyai urusan apakah, yang sekiranya kita
saudara Kim dapat membantunya " Harap supaya Lie Heng
sudi menerangkan kepada kami berdua saudara."
Lie Siauw Hiong menggelengkan kepalanya, kemudian
dengan memaksakan diri dia menjawab : "Tidak ada apaapa yang perlu dihiraukan, aku mempunyai sebilah pedang
biasa yang ditinggalkan diatas tembok menara ini, tadi
waktu aku hendak mengambilnya, ternyata pedang itu telah
lenyap entah kemana."
Lie Siauw Hiong ini sungguh tinggi sekali hatinya,
diapun tidak mau menyibukkan orang lain dalam usaha
memperoleh kembali pedangnya itu. Dia memang bertabiat
demikian. Apa bila ada orang yang meminta bantuannya,
maka dengan rela dan ikhlas hati dia suka membantunya
dengan sepenuhnya hati, tapi apabila dia sendiri menemui
suatu kesukaran, dia tidak mau sekali-kali menyibukkan
orang lain untuk membantunya. Maka terhadap kehilangan
pedangnya itu, dia tidak menjelaskan keadaan sesungguhnya pada kedua saudara she Kim itu.
Kedua saudara she Kim inipun seorang ksatria sejati
pula, melihat orang tidak mau menceritakan hal yang
sebenarnya, merekapun tidak mau banyak bertanya-tanya
pula. Lie Siauw Hiong lalu merangkapkan tangannya sambil
berkata : "Aku berhubung mempunyai urusan penting,
maka tidak bisa tidak harus mengerjakannya sekarang juga,
dibelakang hari bila saudara sekalian menemui kesulitan
apa-apa, silahkan beritahukan saja padaku, aku pasti akan
menyusul kemana saja yang kalian minta aku datang."
Kedua saudara she Kim ini ketika melihat mukanya Lie
Siauw Hiong agak berubah, merekapun segera mengetahui,
bahwa pemuda kita ini pasti mempunyai urusan yang
sangat mendesak sekali, hingga terpaksa merekapun
merangkapkan tangan membalas hormat sambil berkata :
"Lie Heng adalah bintang penolong kami, juga penolong
bagi partai Kay Pang, kami seumur hidup pasti tidak
melupakan budi kebaikan saudara yang besar bagaikan
lautan ini !" Lie Siauw Hiong lalu berkata pada Peng Jie : "Peng Jie,
kau harus baik-baik mengikuti paman Kim, baik-baik dan
rajin-rajinlah belajar kepandaian silat yang sejati, karena
jatuh-bangunnya partai Kay Pang kelak adalah tergantung
ditanganmu." Sehabis berkata begitu, badannya Lie Siauw Hiong lalu
melesat dan dalam beberapa kali loncat saja ia telah
melayang sejauh tiga puluh tombak, sedangkan Peng Jie
dari jendela berseru : "Lie Siok-siok, kapan kau akan
menengok Peng Jie lagi ?" Waktu dia berseru, bayangannya
Lie Siauw Hiong sudah lenyap dibalik hutan rimba.
Karena sangat gugup, maka Lie Siauw Hiong buru-buru
berlalu meninggalkan mereka, dengan didalam hati diamdiam dia berpikir : "Baiklah aku akan naik kepuncak
gunung Kong Tong untuk melakukan pengamukan disana,
masakah si Li Gok tak akan keluar " Hmm, begitu dia
muncul, bukan saja aku akan merampas kembali pedang
'Bwee Hiang Kiam'-ku, tapi juga dengan sekaligus akan
kubuat perhitungan lama dengannya !" Yang dimaksudkan
perhitungan lama itu, yaitu untuk membalaskan sakit hati
Bwee Siok-sioknya tempo hari, yang pernah dikeroyok oleh
Li Gok dan kawan-kawannya. Tapi pada saat itu Lie Siauw
Hiong sama sekali tidak menghiraukan 'ahli pedang nomor
wahid sejagat' dan beberapa orang kawannya itu dia tidak
pandang sebelah matapun terhadap mereka semuanya.
Perjalanan yang diambilnya ini melalui semak belukar
yang sepi sekali. Disini dalam keadaan bebas dia dapat
membentangkan Keng-sin-kang-nya dengan sehebat- hebatnya. Disamping itu, diapun merasa bahwa setelah dia
melangsungkan pertempuran yang luar biasa dan makan
tenaga dengan Kouw Loo It Koay Ang Ceng itu, tenagadalamnya maju sangat pesat sekali, hingga dengan perasaan
gembira dia berlari-lari dengan secepat-cepatnya.
Sekonyong-konyong dari jarak yang belum terpisah
berapa tinggi dari angkasa, dengan secara tiba-tiba saja
melayang seekor burung dara, yang kakinya diikatkan
benang merah. Burung ini adalah burung pembawa surat,
dan karena burung pembawa surat serupa ini seringkali ia
lihat, maka diapun tidak merasa aneh dan juga tidak
memperhatikannya. Selanjutnya dengan berdesirnya angin lalu terdengar
suara gemericiknya suara air, hingga pemuda kitapun
segera mengetahui, bahwa tidak berapa jauh dari situ pasti
terdapat sumber air atau kali kecil.
Tatkala berjalan kurang lebih sepeminuman teh lamanya,
benar saja disebelah depannya terdapat sebuah anak sungai,
maka tanpa terasa pula ia jadi tersenyum, karena setelah ia
berlari-lari setengah harian lamanya, kini pengalamannyapun sudah bertambah tidak sedikit. Waktu
sudah berjalan dekat, dia melihat bahwa anak sungai itu
tidak seberapa lebar, tapi air yang mengalir sangat deras
sekali, hingga air itu tampak bergelombang besar juga.
Justru itu dari sungai itu tampak mendatangi sebuah
perahu yang tidak ada penumpangnya, kecuali pemilik
perahu itu sendiri, yang agaknya sengaja memperlambat
jalan perahunya, agar supaya dia dapat mengasoh dengan
leluasa. Lajunya perahu itu memang pesat sekali, hingga agaknya
sukar bagi si tukang perahu untuk menghentikannya
seketika, tapi tukang perahu itu tidak tampak menjadi
gugup. Lalu dari saku celananya dia menarik keluar
sebatang tali, yang setelah dibuatnya dua kali lingkaran dan
diayun-ayunkan dua kali diudara, lalu dilemparnya pada
pelatok diseberang sungai itu, tali mana sungguh tepat
sekali terpancang dipelatok tersebut. Menampak kejadian
tersebut, tanpa terasa pula Lie Siauw Hiong jadi menepuk
tangan memujinya. Tukang perahu itu sambil berdiri tegak lalu menarik
perlahan-lahan, sehingga perahunya itu lalu mendekati
pantai. Lie Siauw Hiong lalu bertanya pada si tukang
perahu : "Twako, numpang tanya, jika ingin pergi kegunung
Kong Tong, harus mengambil jalan yang mana ?"
Tukang perahu itu menjawab : "Sungai ini hanya dapat
membawa tuan pada tempat yang disebut Seng Kee Tin,
dari situ tuan harus mengarahkan perjalanan tuan kebarat,
barulah sampai ketempat yang dimaksudkan tuan itu."
Lie Siauw Hiong bertanya lagi : "Apakah perahumu ini
hendak menarik penumpang ke Seng Kee Tin " Bila kau
muat aku seorang, apakah kau setuju ?"
Tukang perahu itu sampai tertawa lalu menyahut:
"Perahu ini memang benar hendak pergi ke Seng Kee Tin,
jika khek-koan (tuan) sudi, boleh silahkan naik saja. Hal itu
malah menguntungkan bagi kita berdua, yang disepanjang
jalan tak akan merasa kesepian karena ada kawan bicara."
Untuk itu Lie Siauw Hiong menyatakan terima kasihnya,
kemudian ia naik keatas perahu, sedang tukang perahu
itupun lalu mengangkat jeratannya pula, hingga perahu itu
lantas berlayar dengan sangat lancarnya.
Perahu tersebut yang berlayar mengikuti aliran sungai
dan juga mendapat bantuan tiupannya angin, lajunya
sangat pesat sekali, barang-barang atau pohon-pohon
dikedua tepi sungai tampak seperti bayangan dilewati begitu
saja. Dalam pada itu si tukang perahu lalu bertanya pada
Lie Siauw Hiong : "Khek-koan, apakah bukan orang asal
daerah sini ?" Lie Siauw Hiong mengiakan, dan diapun berkata : "Kau
sendiripun tampaknya juga bukan orang daerah sini, bukan
?" Tukang perahu itu menjawab, bahwa dia berasal dari
daerah Shoa-tang. Setelah berdiam sejurus, lalu diapun
melanjutkan perkataannya : "Keluargaku semuanya asalnya
petani. Sungguh pembesar bangsat itu lagi sial, boleh dia
justru kemaruk dengan paras cantik. Dia melamar adik
perempuanku untuk dijadikan gundiknya, hal itu tentu saja
adikku tidak setuju, akhirnya aku ditangkap oleh pembesar
bangsat itu dan dijebloskan kedalam penjara, untunglah
pada saat itu terbit bahaya banjir yang besar sekali, sehingga
aku dapat melarikan diri dan beginilah akhirnya nasibku
ini, mengembara kekampung halaman orang untuk menjadi
tukang perahu." Mendengar cerita tukang perahu ini, tidak terasa lagi Lie
Siauw Hiong pun menghela napas dan turut bersimpati atas
nasib yang telah dialaminya itu. Dia lihat tukang perahu itu
sedang duduk terpekur, agaknya ia tengah mengenangkan
kampung halamannya nan jauh dimata, dalam hati dia
berpikir : "Kita ini seakan-akan senasib sepetanggungan,
dimana-mana justru aku menemui orang yang bernasib
malang bagaikan aku juga, dan sekali berjumpa lantas kita
menjadi kawan. Tampaknya orang yang hidup didunia ini
tidak sedikit yang hidupnya makmur, tapi jauh lebih banyak
pula yang hidup serba kekurangan, miskin dan melarat."
Waktu memikirkan dirinya sendiri, lantas kawan-kawan
wanitanya yang cantik-cantik satu-persatu terbayang
dikelopak matanya, sehingga hamper-hampir ia menangis
karena amat sedihnya. Sekonyong-konyong dia teringat akan Kim It Peng si
Raja Racun yang sifatnya kegila-gilaan dan lalu berpikir :
"Seperti dia yang sebentar ketawa sebentar menangis, apa
yang dipikirkannya lantas dikerjakan, tampaknya dia ini
tidak pernah memusingkan tentang diri orang lain."
Selagi dalam otaknya terlintas bayangannya Kim It Peng
yang kegila-gilaan, ditelinganya seakan-akan masih terngiang-ngiang suara ketawanya yang angin-anginan,
entah sudah lewat berapa lama antaranya, sekonyongkonyong saja dia rasakan suara tertawa itu berubah menjadi
tajam dan dingin, hingga dia kenali bahwa suara tertawa
inilah suara pembunuh ayah dan ibunya, yaitu Hay-thiansiang-sat ! Buru-buru dia memandang keempat penjuru, tapi tidak
nampak bayangannya kedua orang musuh besarnya itu,
maka diapun insyaf, bahwa dia tengah dipengaruhi oleh
alam khayainya, maka dengan jalan demikianlah satu
persatu bayangan-bayangan yang lampau dan tidak enak itu
melintas dikepalanya. Selama belakangan ini dia tidak pernah mengingat-ingat
hal tersebut kembali. Bukannya dia tidak mau mengingatingatnya, tapi takut tampaknya untuk mengingatnya,
karena bila dia mengingat hal itu, pasti sekali akan
membuat hatinya terluka. Diapun berpikir akan ibunya
yang mengalami siksaan yang hebat sebelum dianiayai
sampai binasa oleh Hay-thian-siang-sat, bayangan ibunya
itu selalu saja terbayang-bayang, hingga sedikitpun tidak
pernah dia melupakan kejadian itu, karena bila dia
melupakan hal itu, berartilah bahwa dia tidak berbakti
terhadap ibunya. Begitulah kejadian yang lampau itu berbayang kembali
diotaknya, tiba-tiba dia teringat akan peristiwa dipulau
Siauw Ciap Too, dimana dia pernah menyanyikan sebuah
lagu dengan membuka suara sekeras-kerasnya, hingga tidak
terasa lagi badannya mengeluarkan keringat dingin, dan
diapun masih ingat akan sair lagunya yang berbunyi :
"Batu-batu berserakan tidak beraturan, awan bergerakgerak, ombak memecah pantai, angin musim dingin
menggulung kembang salju, tanah air indah laksana sebuah
lukisan, dalam satu jaman berapa orangkah jumlahnya
ksatria sejati ?" Tanpa merasa dari duduk dia bangun berdiri, waktu
matanya memandang air sungai yang bergelombang, dan
waktu membentur batu lantas memuncratkan airnya yang
hebat dan tinggi, dia yang menampak hal ini seketika dia
lupakan dirinya, lalu tanpa merasa lagi lalu dia berteriak
dengan suara yang panjang sekali.
Suara teriakannya ini luar biasa nyaringnya, sehingga
seakan-akan gunung pada bergetaran, dan hamper-hampir
saja si tukang perahu merasakan telinganya pekak, dan
meski telah berselang lama juga masih saja dikupingnya ada
suara yang tergiang-ngiang, maka diam-diam dia berkata
pada dirinya sendiri : "Suara penumpangku ini sungguh
mempunyai kedahsyatan bagaikan suara setan atau raksasa
saja !" Selagi hutan-hutan dikedua pinggiran sungai itu masih
berkumandang bekas suara teriakannya Lie Siauw Hiong
itu, burung-burung pada ketakutan dan beterbangan
serabutan, sedangkan burung-burung elang yang sedang
hinggap dipohon-pohon, dengan sekaligus melesat untuk
melarikan diri, sehingga diudara penuh dengan burung
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
burung yang beterbangan, hingga itu merupakan suatu
pemandangan yang menarik dan indah sekali.
Lie Siauw Hiong yang menyaksikan keadaan seindah itu,
seketika dia telah melupakan kesedihannya, hingga dalam
rongga dadanya penuh dengan perasaan sukaria, seakanakan hidupnya dialam dunia ini bukan main indahnya.
Sekonyong-konyong tukang perahu itu berseru : "Khekkoan, sekarang kita sudah tiba di Seng Kee Tin."
Pada saat itu matahari pagi baru saja menyingsing,
sedangkan diatas langit mulai tampak sinar matahari pagi
yang berwarna keemas-emasan. Lie Siauw Hiong lalu
mendarat dan mendapat kenyataan, bahwa disitu banyak
sekali manusia yang berlalu lintas, oleh karena itu, maka
Lie Siauw Hiong tidak dapat lagi membentangkan ilmu
Keng-sin-kang-nya untuk berlari pesat, hingga dia terpaksa
berjalan seperti orang biasa saja, meski didalam hatinya
merasa sangat gugup sekali.
Begitulah dengan jalan demikian, dia berjalan diantara
orang banyak, dari Seng Kee Tin kekota Cip Keng tidak
sampai dua ratus lie jauhnya, dan menurut perhitungannya
Lie Siauw Hiong, dia pasti akan sampai ditempat tujuannya
dalam waktu tiga hari setengah lagi.
Begitu dia masuk kekota Cip Keng, dia merasa
pemandangan daerah ini agak luar biasa, dikota yang
demikian kecilnya ternyata banyak sekali berkeliaran para
busu (orang-orang yang ahli dalam ilmu silat), dan setelah
dia berbelok dari pintu besar kejalan raya, barulah dia insyaf
apa yang dilihatnya tadi.
Karena begitu dia berbelok dari pintu besar itu kejalan
raya, apa yang tampak pertama-tama adalah sebatang
papan panjang setombak lebih, yang diatasnya bertulisan
empat huruf emas yang berbunyi : 'Teng Siang Pio Kiok'.
Pio Kiok itu kalau jaman sekarang kurang lebih hampir
mirip dengan kantor expedisi, yaitu kantor yang
mengirimkan barang-barang ketempat tujuannya dengan
menerima bayaran dari barang yang dipertanggungkannya
itu. Tampaknya para busu itu mempunyai hubungan yang
erat dengan Pio Kiok ini, maka Lie Siauw Hiong setelah
masuk kedalam sebuah rumah makan lalu dia pilih satu
tempat yang bersih, barulah dia panggil pelayan untuk
menyediakan makanan dan minuman untuknya.
Sekonyong-konyong dari tangga rumah makan tersebut
terdengar suara yang berisik sekali, dan tampaknya ada
empat atau lima orang laki-laki yang bertubuh besar sedang
mendatangi. Mereka itu segera memilih tempat duduk yang
letaknya berhadapan dengan Lie Siauw Hiong, kemudian
mereka berteriak memesan lima kati arak simpanan dan
sepuluh kati daging sapi.
Orang yang berewokan diantara mereka dan sebagai
pemimpin mereka lalu berkata : "sekali ini kita saudarasaudara boleh dikatakan telah mengalami kekalahan,
untung saja pemimpin kita masih terang nasibnya, jika
tidak, barang selundupan kita pasti kena diperiksa, sehingga
dengan begitu Twakopun akan kehilangan mata pencahariannya." Seorang laki-laki katai yang duduk disudut kanannya
sambil mengunyah dagingnya dia berkata: "Siapa suruh kita
berbentrok dengan San Co Siang Hiap (sepasang pendekar
Shoa-tang) " Walaupun kita sekalian saudara saling
bergabung, niscaya tak akan sanggup melawan mereka, apa
lagi kini mereka telah menggabungkan diri dengan
rombongan Kwan Tiong Kiu Ho (sembilan jago-jago dari
Kwan Tiong)." Lie Siauw Hiong yang mendengar disebutnya nama
sepasang perampok Shoa-tang ini, lantas dia perhatikan
dengan cermat pembicaraan orang-orang itu. Kemudian
seorang yang lainnya dan bertubuh gemuk dan duduk juga
disebelah kiri lalu berkata : "Aku mengatakan, bila kita
mempunyai separuh saja seperti kepandaiannya 'Bwee
Hiang Sin Kiam' Lie Siauw Hiong, apakah kita masih perlu
takuti segala sepasang jagoan dari Shoa-tang itu ?"
Lie Siauw Hiong yang mendengar dirinya sudah diberi
julukan atau gelar sebagai 'Bwee Hiang Sin Kiam' (malaikat
ahli pedang Bwee Hoa), tidak terasa lagi dia menjadi agak
terkejut, karena dia belum pernah mendengar nama julukan
tersebut, apakah barangkali ada lain orang yang bernama
sama dengannya " Tidak lama kemudian terdengar si berewok yang mulamula berbicara itu tertawa terbahak-bahak sambil berkata :
"Loo Lie (Lie si tua) sungguh tidak bermalu, seperti bakat
dan kepandaian yang kau miliki ini, sekalipun kau berlatih
seratus tahun lagipun lamanya, masih tidak dapat mencapai
separuh dari kepandaiannya Lie Tay-hiap ! Coba kau
bayangkan, Kouw Loo It Koay Ang Ceng kepandaiannya
betapa tingginya, waktu dia bertempur dengan Lie Tay-hiap
dipagoda Sin Teng Tha, ternyata telah menderita kekalahan
hebat pada sebelum bertempur sepuluh jurus lamanya."
Waktu si berewok berbicara, tampak air ludahnya muncrat
kesana-kesini, aksinya waktu berbicara demikian, keheranannya seolah-olah melampaui Lie Tay-hiap saja.
Waktu mendengar kata-kata orang ini, tidak terasa lagi
dalam hatinya Lie Siauw Hiong merasa terkejut sekali,
hingga diam-diam dia berkata : "Sekarang benar-benar dia
tengah membicarakan aku ! Mengapakah kabar pertempuran antara aku dengan Kouw Loo It Koay begitu
cepat tersiarnya " Malah satu hal yang paling lucu, adalah
orang ini entah mengumpamakan aku ini sebagai orang
apakah ?" Si berewok masih saja dengan enaknya mengoceh terus :
"Hmmm, hmmm, pertempuran kedua adalah dengan
pedang, permainan pedangnya Kouw Loo It Koay yang
disebut 'Leng-ie-kiam-hoat' dalam kalangan rimba persilatan
boleh dikatakan tidak ada tandingannya, tapi akhirnya,
hmmm, hmmm, Lie Tay-hiap menggunakan ......
menggunakan tipu permainan pedang apakah sukar aku
jelaskan, hingga tidak sampai tiga jurus pedangnya sudah
dibikin terpental. Tidaklah kepandaian Lie Tay-hiap ini
sungguh-sungguh sangat luar biasa sekali ?"
Sekalipun dalam hatinya Lie Siauw Hiong memaki pada
orang-orang yang suka mementang bacotnya dengan selalu
menambahkan bumbunya, namun dalam hati kecilnya
diapun merasa girang tidak kepalang. Lalu terdengar si
katai itu berkata pula : "Coba Cian Twako katakan,
dibandingkan dengan 'Bu Lim Cie Siu' mana lebih kuat
dengan Lie Tay-hiap ?"
Si berewokan lalu menyahut : "Apakah yang kau
maksudkan 'Bu Lim Cie Siu' Sun Ie Tiong ?"
Si katai menjawab : "Jika bukannya dia, masih ada
siapakah lagi ?" Si berewok itu kemudian menjawab juga : "Kedua
pendekar ini kedua-duanya adalah pemuda-pemuda yang
muda belia, masing-masing mempunyai kepandaian
istimewanya sendiri-sendiri. Menurut pendapatku, sekalipun Lie Tay-hiap sangat lihay, barangkali Sun Ie
Tiong lebih unggul sedikit."
Si katai dengan sengit lalu bertanya : "Coba buktikan !"
Si berewokan lalu menjawab : "Bila aku menyebutkan
namanya satu orang, kau pasti akan mengetahuinya.
Apakah kau pernah dengar tentang murid si Raja Racun
Kim It Peng yang bernama Tian Mo Kim Ie itu "
Kepandaiannya adalah sangat tinggi sekali, karena dia telah
mewarisi seluruh kepandaiannya si Raja Racun tersebut,
tapi pada setengah tahun yang lampau, dengan satu kali
pukul saja Sun Ie Tiong telah berhasil membikin dia
mundur kucar-kacir. Coba kau katakan, apakah kepandaiannya itu tidak hebat ?"
Si katai menganggukkan kepalanya dan lalu berkata :
"Benar boleh, tidak benarpun tidak mengapa ! Marilah kita
minum saja sepuas-puasnya !" Beberapa orang itu lalu
tertawa besar, kemudian dengan lahapnya mereka lalu
makan minum dengan hati gembira.
Waktu Lie Siauw Hiong mendengar mereka memperbincangkan 'Bu Lim Cie Siu' Su Ie Tiong, dalam
hatinya dia merasa terkejut juga, lalu dia berpikir didalam
hatinya : "Mengapakah dikalangan Kang ouw muncul
seorang pemuda yang demikian tinggi ilmu silatnya tanpa
aku sendiri mengetahuinya " Ah, benar, ada kemungkinan
dia baru muncul selama aku berada dipulau Siauw Ciap
Too itu. Hmm, jika dia bisa memukul mundur Kim Ie,
kepandaian itu benar-benar tidak lemah."
Waktu berpikir tentang Kim Ie, sekonyong-konyong dia
teringat akan muka yang sudah sangat rusak itu, yang
memeluk Gouw Leng Hong sama-sama jatuh kedalam
jurang, tidak terasa lagi dia lalu menghela napas, apakah
barangkali si Kim Ie ini sama-sama gila seperti gurunya si
Raja Racun itu " Kemudian waktu beberapa busu itu memperbincangkan
sesuatu yang tidak keruan, lalu diapun membayar
rekeningnya dan jalan keluar dari rumah makan tersebut.
Begitu dia keluar dari rumah makan itu, hatinya agak
bingung dan diam-diam dia telah mengambil keputusan
sambil berkata pada dirinya sendiri : "Pergi kegunung Kong
Tong untuk mengambil pedang terlebih dahulu !"
Sekonyong-konyong matanya memandang seekor burung dara terbang melintas diatas kepalanya, dan ketika
dia memperhatikan burung dara tersebut, diapun melihat
dikakinya diikatkan sepucuk surat dengan sehelai benang.
Tidak terasa lagi dalam hati Lie Siauw Hiong merasa
heran sekali. Apakah barangkali burung yang aku lihat ini
adalah burung yang tempo hari itu " Pada saat itu dari
sebelah belakang Lie Siauw Hiong terdengar satu suara
yang perlahan dibalik daun pohon, tapi waktu dia
menolehkan kepalanya memandang, ternyata dia tak
melihat sesuatu apapun. Lie Siauw Hiong yang sudah berpengalaman segera
mengetahui, bahwa suara itu pastilah diterbitkan oleh
manusia, maka sambil berpura-pura dia lalu berkata-kata
pada dirinya sendiri : "Aku benar-benar mengira setan
agaknya, sehingga segala daun yang bergoyang saja sampai
membuat hatiku terkejut."
Dengan masih selalu berpura-pura, dia berjalan terus.
Dan mengira orang yang mengeluarkan suara itu pasti akan
menguntit padanya dari sebelah belakang, tapi siapa tahu
setelah berjalan berapa puluh tombak jauhnya dan coba
menoleh dengan sekonyong-konyong, ternyata masih juga
dia tidak melihat ada orang.
Dia merasa mendongkol sekali, kemudian sambil
membentangkan ilmu Keng-sin-kang-nya dia berlari-lari
dengan langkah yang sangat pesat sekali, hingga tampaknya
tak berbeda dengan sebuah anak panah yang terlepas dari
busurnya, hingga dalam sekejap mata saja dia sudah berlari
puluhan tombak jauhnya. Sekali ini benar-benar dia rasakan dibelakangnya ada
orang yang mengikutinya, malahan ilmu meringankan
tubuh orang itupun sangat tinggi pula.
Diam-diam Lie Siauw Hiong tertawa dingin dengan
perasaan tidak puas, lalu dia berlari lebih keras lagi, sekali
kakinya menotol bumi, badannya sudah melesat maju
sejauh tujuh atau delapan tombak jauhnya, karena gerak
itupun bukan lain daripada ilmu kepandaiannya yang
paling dibanggakan itu, yaitu 'Am-hiang-pu-eng'.
Tapi siapa tahu sekalipun dia telah berlari dengan
sepenuhnya tenaga, ternyata orang dibelakangnya masih
saja dapat mengikuti terus dengan tidak ketinggalan, hingga
dalam hatinya Lie Siauw Hiong jadi tergerak, dan
sekonyong-konyong dia menotolkan kakinya kebumi dan
badannya lagi-lagi dengan pesat melesat maju sejauh tujuh
atau delapan tombak lagi. Pada sebelum kakinya
menyentuh tanah, ditengah-tengah udara dengan gerak
yang gesit dan lincah secara sekonyong-konyong dia telah
putar badannya kebelakang.
Orang dibelakangnya yang sedang menyusulnya itu,
tidak menduga sama sekali bahwa orang yang dibuntutinya
itu dapat membalikkan badannya secara sekonyongkonyong sekali, hingga dia tidak dapat menahan badannya
lagi dan dengan gerak
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tergesa-gesa dia hentikan lompatannya, namun demikian, badannya masih tetap
maju sejauh lima tombak. Kepandaian semacam ini
ternyata tidak berada disebelah bawahnya pemuda kita, tapi
selanjutnya orang yang menyusul itu dengan terpekur
berdiri diam. Lie Siauw Hiong lalu bertanya : "Tuan ini apakah yang
dijuluki orang Bu Lim Cie Siu itu ?"
Orang itu baru berumur dua puluh tujuh atau dua puluh
delapan tahun, alisnya sangat lentik sekali, romannya gagah
tapi agak licik tampaknya. Waktu dia ditanya oleh pemuda
kita, dia hanya menjawab : "Ah, itu cuma gelar kosong
yang diberikan oleh kawan-kawan dalam kalangan Kangouw saja. Aku yang rendah tidak berani menerima akan
pujianmu itu. Aku benar she Sun dan bernama Ie Tiong."
Dengan mengangguk-anggukkan kepalanya Lie Siauw
Hiong lalu berkata : "Sun Tay-hiap sepanjang jalan
mengikuti aku saja, ada pengajaran apakah yang hendak
disampaikan kepadaku ?"
Sun Ie Tiong menjadi gelagapan diajukan pertanyaan
demikian, hingga seketika itu dia tidak dapat menjawab
pertanyaan orang. Dan setelah berselang lama juga, barulah
dia menjawab : "Bila pandangan mataku tidak keliru, tuan
ini adalah 'Bwee-hiang-sin-kiam' Lie Siauw Hiong ....."
Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya sebagai
gantinya menjawab pertanyaan orang, dan sejurus
kemudian barulah Sun Ie Tiong berkata lagi : "Aku
mengikuti kau adalah untuk memohon pengajaran darimu."
Lie Siauw Hiong sejak kehilangan pedang 'Bwee-hiangkiam'-nya, perasaan hatinya tidak begitu gembira, ditambah
lagi dengan perasaan yang ingin menang sendiri saja, maka
begitu mendengar Sun Ie Tiong mengeluarkan perkataan
yang maksudnya seakan-akan tidak memandang mata
kepadanya, hatinya menjadi geram sekali, hingga dengan
suara yang dingin dia berkata : "Oh, kiranya kau mengikuti
aku sepanjang perjalanan ini maksudnya hanya ingin
memohon pengajaran dariku saja " Hal ini memang
menarik sekali ......"
Sun Ie Tiong hanya berkata-kata secara singkat saja,
lantas dia menantang bertempur pada pemuda kita, dan
tatkala dia mendengar perkataan Lie Siauw Hiong yang
terakhir, diam-diam dia merasa bahwa dirinya pasti akan
memperoleh kemenangan, maka sambil maju satu langkah
dia berkata : "Bila Lie Heng, setuju, maka terpaksa Siauwtee akan mempertunjukkan kepandaianku yang jelek itu."
Setelah berkata begitu, dari punggungnya dia segera
menarik keluarkan sebilah pedang panjang.
Lie Siauw Hiong pun tidak menjawab perkataan orang
ini, maka begitu dia melihat lawannya menghunus pedang,
diapun tidak berayal pula untuk menghunus sebilah pedang
yang ia baru beli dan disorennya sebagai senjata untuk
menjaga diri. Sejak keluar dari pintu perguruannya, entah sudah
berapa ratus pertarungan besar dan kecil yang Siauw Hiong
telah lakukan, apa lagi pada akhir-akhir ini, dimana dia
sudah menempur jago-jago cabang atas dengan kepandaiannya yang sudah mencapai dipuncaknya, oleh
karena itu, sudah tentu saja terhadap pengalaman
bertempur dia sudah cukup memilikinya.
Bu Lim Cie Siu Sun Ie Tiong yang berdiri
dihadapannyapun tidak berani memandang ringan terhadapnya, maka dengan perlahan-lahan dia loloskan
baju panjangnya, untuk bersedia supaya dalam pertarungan
sebentar hal ini tidak menyibukkan serta tidak merugikan
gerak-geriknya, kemudian dia lihat lawannya sudah
menghunus pedang dan disamping disertainya angin yang
hebat karena pedang itu, ujung pedang itupun masih dapat
dilihat bergetar dan berbentuk tujuh kuntum bunga bwee,
gerak-gerik mana mirip sekali dengan apa yang biasa
dilakukan oleh Chit-biauw-sin-kun pada waktu dahulu.
Sekonyong-konyong Siauw Hiong merasakan angin
serangan pedang lawannya menyerang kearah mukanya,
sedangkan diseketika itu juga dia masih sempat mendengar
peringatannya Sun Ie Tiong yang berseru : "Hati-hati !"
Lie Siauw Hiong dengan wajar saja lalu melahgkah
mundur dengan tindakan yang tenang, hingga pedang
lawannya tidak berhasil menemui sasarannya. Sun Ie Tiong
yang melihat serangannya yang pertama itu dengan cara
yang begitu mudah saja dapat dikelitkan oleh pihak
lawannya, diapun tidak berlaku sungkan lagi dan lantas
melanjutkan serangannya yang kedua. Sementara Lie
Siauw Hiong yang melihat lawannya sudah mendahului
menyerang dirinya dua kali dengan berturut-turut, dia
terpaksa menjaga dahulu serangan pedang lawannya itu,
kemudian setelah mendapat kesempatan, diapun tidak
berlaku sungkan pula untuk lantas balas menyerang
lawannya itu dengan tidak kurang dahsyatnya.
Sun Ie Tiong yang sudah berkali-kali menyerang
lawannya tapi tidak pernah menemui sasarannya dengan
tepat, sudah barang tentu jadi semakin sengit dan
penasaran. Begitulah dengan tak mau mengalah satu sama
lain, kedua orang pendekar teruna itu telah mengadu ilmu
kepandaian masing-masing dengan amat sengitnya.
Lie Siauw Hiong yang telah berhasil mengelitkan
beberapa kali tusukan maupun sabetan pedang lawannya,
meski belum berhasil melihat titik kelemahan pihak
lawannya, tapi dia segera dapat merasakan, bahwa
permainan pedang lawannya ini adalah asli ajaran
Hweeshio (pendeta) dari Siauw Lim Pay yang bernama Tat
Mo Sin Kiam, hingga didalam hatinya merasa agak
terkejut, sedang penjagaan dirinyapun segera diperhebat.
Diapun sudah berniat untuk mengunci serangan pedang
lawannya dengan menggunakan sabetan balasan maupun
tenaga dalam yang sehebat-hebatnya dan pernah dimilikinya, tapi diapun merasa bahwa sabetan-sabetan
maupun tusukan-tusukan pedang lawannya itupun selalu
disertai angin yang santar dan menderu-deru, hal mana
membuktikan bahwa lawannyapun memiliki tenaga-dalam
yang tidak berada disebelah bawah daripada dirinya.
Dengan tidak disadarinya, Lie Siauw Hiong teringat
akan pedang 'Bwee Hiang Kiam'-nya yang hilang itu,
hingga hatinya menjadi gugup, tapi setelah itu diapun tidak
melanjutkan pula pemikirannya, dengan ganasnya dia
melancarkan serangan-serangan balasannya.
Sun Ie Tiong yang tidak berhasil menangkis dengan
sempurna serangan pedang lawannya, pergerakannya
menjadi sedikit lambat, hal mana berarti suatu kesempatan
baik bagi Lie Siauw Hiong untuk mengambil inisiatif, dia
tak mau bertempur secara berlarut-larut, maka dengan tidak
membuang-buang tempo lagi dia lalu berseru : "Sambutlah
seranganku ini !" Berbareng dengan itu, diapun lalu menggunakan
pelajaran yang diberikan oleh Peng Hoan Siang-jin, yaitu
'Tay-yan-sin-kiam', dengan mana dia pernah berhasil
menjatuhkan lawan tangguhnya, Kouw Loo It Koay, dalam
pertempuran yang dilakukannya dipagoda Sin Teng Tha,
dan jurus yang dipakai menyerang lawannya itu bukan lain
daripada 'Hong-seng-put-sip' (gerak tidak putus-putusnya).
Sun Ie Tiong yang dengan susah-payah baru berhasil
menangkis maupun mengelitkan serangan balasan pemuda
kita, kini menampak Siauw Hiong mengeluarkan tipu yang
sangat hebat dan aneh, hingga tidak terasa lagi hatinya
menjadi terkejut sekali. 'Bu Lim Cie Siu' Sun Ie Tiong buruburu mundur setengah langkah. Setelah berhasil mengelitkan serangan keempat dari 'Tay-yan-sin-kiam' yang
bernama 'But-hoan-seng-ie' (benda bertukar letak dan
bintang-bintang beralih), buru-buru dia berseru : "Tahan !"
Lie Siauw Hiong merasa tercengang sekali dan buru-buru
menahan serangannya itu. Tapi pada saat itu Sun Ie Tiong
tampaknya sangat gugup sekali untuk mengeluarkan
perkataan terus-terang, hingga untuk sesaat dia tidak
berkata apa-apa lagi. Hal mana sudah barang tentu,
mengherankan sekali hati Lie Siauw Hiong, tapi ketika ia
ingin mengajukan pertanyaan, dengan sekonyong-konyong
Sun Ie Tiong telah mendahului berkata : "Cukuplah untuk
hari ini. Dibelakang hari kesempatan untuk kita saling
bertemu masih sangat luas !"
Sesudah berkata demikian, dengan lantas badannya
berputar dan dengan beberapa kali lompatan saja dia sudah
berhasil berlari-lari dalam jarak sejauh sepuluh tombak
lebih. Lie Siauw Hiong hanya berdiri terpekur dan merasa
heran, apakah maksud Sun Ie Tiong yang sebenarnya
menantang bertempur kepadanya dengan tiba-tiba dan tak
diketahui sebab-musababnya, pada hal dia tak mengetahui,
bahwa si pemuda she Sun itu hanya semata-mata
melakukan perintah gurunya saja, hal mana akan
dikisahkan perlahan-lahan dilain bagian dari cerita ini.
Dengan perasaan tidak mengerti, Lie Siauw Hiong hanya
dapat menggeleng-gelengkan kepalanya saja, kemudian
terdengar ia menggerutu : "Perduli amat siapa dia, yang
paling perlu adalah melanjutkan perjalanan ini !"
Setelah berpikir demikian, diapun tidak lagi berdiri
terbengong-bengong disitu, hanya sambil menyesapkan
kembali pedangnya dipunggungnya, dengan cepatnya dia
pun membentangkan Keng-sin-kang-nya untuk berlari
secepat kilat. Tidak sampai satu jam lamanya, diapun sudah
berhasil mengambil jalan yang menjurus kegunung Kong
Tong. Dalam pada itu, lagi-lagi seekor burung dara melintas
diatasan kepalanya, maka dengan tidak dapat menahan
sabar lebih lama lagi, lalu dia gerakkan kepalanya dan
memukul kearah burung dara tersebut, kemudian terdengar
suara "Puk", yang menandakan bahwa burung dara itu
sudah berhasil dipukulnya sehingga jatuh. Waktu dia
mengambil surat yang diikatkan dikaki burung dara itu, dia
hanya melihat gambar dua buah tengkorak, hingga tidak
terasa lagi dia menjadi sangat terperanjat dan berkata :
"Hay-thian-siang-sat !" karena dengan sesungguhnyalah,
bahwa tanda itu adalah tandanya Hay-thian-siang-sat,
hingga didalam hati dia berkata : "Si manusia busuk ini
mengumpulkan kawan-kawannya, sebenarnya hendak
melakukan pekerjaan apakah lagi ?"
Sekonyong-konyong dari samping jalan berkelebat satu
bayangan manusia yang berdandan sebagai seorang
pendeta, dan sambil berdiri ditengah jalan ia berseru :
"Yang mendatangi ini apakah bukannya Lie Siauw Hiong
?" Lie Siauw Hiong tidak pernah berpikir ditempat yang
begini sepi dan liar ada orang yang mencari dirinya, maka
dalam hati dia merasa sangat heran sekali, tapi dengan
tenang diapun menganggukkan kepalanya mengiakan akan
kata-kata lawan bicaranya ini.
Pendeta ini masih muda sekali, umurnya ditaksir baru
berkisar antara kurang lebih tiga puluh tahun.
Ditangannya tampak dia menggenggam sebatang
pedang, sambil merangkapkan sepasang tangannya dia
berkata : "Aku mengharap Sicu (tuan) suka memberi sedikit
pengajaran ......" Begitu selesai berbicara, segera juga dia
menggerakkan pedangnya untuk menusuk pemuda kita.
Lie Siauw Hiong disamping merasa marah, diapun
merasa lucu juga, karena tanpa hujan tanpa angin ada orang
yang menantang bertempur kepadanya. Dari suara
perkataannya, dia dapat menarik kesimpulan, bahwa
pendeta ini mungkin juga tidak merasa puas karena
namanya sudah terkenal sekali dalam rimba persilatan,
hingga diapun malas melawan bicara dengan pendeta itu.
Lantas tangan kanannya diulurkan dengan sebat kepunggungnya, dimana ia menghunus pedangnya dan
segera menerjang lawan itu dengan siasat 'Hiang-in-tameng' atau awan berarak-arak memperlihatkan bayangannya
didalam telaga. Si pendeta muda itupun cukup cerdik dan dengan cepat
diapun menangkis serangan pemuda kita dengan laku yang
tangkas sekali. (Oo-dwkz-oO) Jilid 28 Lie Siauw Hiong sendiri merasa agak heran, karena
ternyata bahwa permainan pedang pendeta inipun sama
saja caranya seperti tadi dia melayani bertempur Sun Ie
Tiong, yaitu ilmu pedang 'Tat Mo Sin Kiam'.
Pendeta muda ini sangat memperhatikan seranganserangan pemuda kita ini, hingga hatinya Lie Siauw Hiong
tiba-tiba tergerak, dan dengan sama tiba-tibanya dia
mengubah siasat serangannya dari 'Tay-yan-sin-kiam'
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi dengan 'Kiu-cie-kiam-sek', pelajaran ilmu pedang
warisan dari Bwee San Bin, dengan mana beruntun dia
menyerang sehingga sebanyak empat atau lima jurus
Rahasia Kunci Wasiat 10 Roro Centil 09 Misteri Sepasang Pedang Siluman Pendekar Kidal 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama