Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 10
berkelebat dengan amat nyata di dalam benaknya.
Giok Lan dan Kiem Lan berdiri dipojokan ruangan dengan bungkamkan diri melihat
pemuda itu sedang termenung berpikir keras seperti ada sesuatu yang sedang
membingungkan hatinya, mereka tidak berani mengganggu secara diam-diam kedua
dayang itu lantas mengundurkan dirinya dari dalam ruangan.
Peristiwa di atas loteng rumah makan dikota Koe Cho dimana sifat So Sin Liong Toan
Bok Ceng melakukan pembokongan terhadap diri Ciu Cau Liong kembali terbayang di
dalam benaknya sikap yang amat dingin dari gadis tersebut, sebelum pergi sinar matanya
yang mengandung kebencian serta wajahnya yang amat gusar benar-benar tertera
dengan nyata di dalam hatinya.
"Masih ada lagi sipendekar pincang Ciang Toa Hay beberapa orang agaknya merekapun
bukan manusia-manusia jahat, tetapi mengapa sudah mengikat dendam sedalam lautan
dengan perkampungan Pek Hoa Sanceng?"
Beberapa buah persoalan yang sangat membingungkan ini segera berubah jadi rasa
curiga yang semakin menebal.
Selagi dia berpikir keras itulah mendadak pintu kamar terbuka disusul munculnya Tang
Sam Kauw dari luar. Buru-buru Siauw Ling meloncat bangun dari atas pembaringan.
"Kamar tidur ini tidak bisa ditinggali bagaimana kalau kita bicara diruangan depan
saja?" katanya. Tang Sam Kauw lantas menggeleng dan tersenyum.
"Buat apa kau orang menggunakan banyak adat yang tidak sedap didengar maupun
dipandang itu!" serunya. "Diruangan dalam atau ruangan muka bukankah sama saja."
Walaupun pada luaran ia berkata demikian tetapi tubuhnya menurut saja
mengundurkan diri dari kamar tidur tadi.
Siauw Lingpun segera ikut berjalan dari kamar menuju keruangan depan.
"Eeei" tadi kau pergi keloteng Wang Hoa Loo?" tanya Tang Sam Kauw kemudian
memecahkan kesunyian. "Benar! bagaimana kau bisa tahu" Apakah Giok Lan serta Kiem Lan yang
memberitahukan hal ini kepadamu?"
Tang Sam Kauw segera menggeleng.
"Mereka tidak akan berbicara, tadi dengan mata kepalaku sendiri aku melihat kau naik
keloteng Wang Hoa Loo entah apakah maksud Jan Toa Cungcu mengundang kau kesana?"
katanya. "Di atas loteng Wang Hoa Loo itu mereka sudah menyediakan meja sembahyang dan
minta aku suka mengangkat saudara dengan mereka," sahut Siauw ling setelah
termenung sebentar. Di atas paras muka Tang Sam Kauw segera terlintaslah suatu perubahan yang sulit
untuk dilukiskan, entah hatinya sedang merasa girang ataukah sedang murung.
Lama sekali akhirnya ia baru menghela napas.
"Sudah kau setujui belum?"
"Mereka terus menerus mendesak aku untuk menerima, terpaksa aku tak dapat
menampik ajakan yang datangnya bertubi-tubi itu."
"Jadi kau sudah menyetujuinya?"
"Benar!" "Tahukah kau bahwa di dalam dunia kangouw paling memandang tinggi soal tingkatan"
hubungan antara guru dan murid sama-sama hubungan antara ayah dan anak, kau sudah
angkat saudara dengan mereka hal ini berarti pula selama hidup kau harus menghormati
dan mendengar setiap perkataan dari toako-toakomu! kini kau sudah angkat saudara
dengan Jan Toa Cungcu serta Ciu Jie Cungcu maka hal ini berarti pula bahwa sejak hari ini
setiap perkataan serta perintahnya harus kau lakukan dengan sepenuh tenaga."
Siauw Ling yang di dalam hatinya sedang diliputi oleh perasaan curiga yang semakin
menebal akhirnya tak bisa menahan diri lagi, ia menghela napas panjang.
"Bilamana pekerjaan yang mereka perintahkan aku untuk berbuat bukan suatu
pekerjaan yang baik aku bisa menolak dan menyuruh mereka tarik kembali perintah
tersebut" katanya. Sinar mata Tang Sam Kauw berkilat, setelah memandang sekejap keempat penjuru
ujarnya mendadak, "Jikalau kau disuruh pergi membinasakan seseorang apakah kau akan
menurut perintah?" "Soal itu tergantung orang yang hendak dibunuh itu orang baik ataukah orang jahat
bilamana orang itu adalah seorang manusia jahanam yang banyak melakukan kejahatan
dan membunuh dirinya berarti pula melenyapkan bencana buat semua orang, mengapa
tidak kau lakukan?" "Lalu bila dia seorang baik" bisik Tang Sam Kauw kembali dengan lirih.
Siauw Ling jadi melengak untuk sesaat lamanya pemuda ini merasa tak sanggup untuk
menjawab pertanyaan ini sebelum ini di dalam hatinya belum pernah sekalipun untuk
memikirkan urusan ini, oleh sebab itu setelah mendengar pertanyaan tadi ia jadi
gelagapan. "Bilamana kau tidak tahu bahwa dia adalah seorang baik atau seorang jahat" lalu apa
yang hendak kau lakukan?" sambung Tang Sam Kauw lebih lanjut.
Siauw Ling merasakan hatinya berdebar-debar semakin keras ia tetap sanggup untuk
memberi jawaban. Tang Sam Kauw tersenyum. "Kita adalah orang sudah saling mengenal dan saling berkawan. Coba kau lihat aku
adalah orang baik ataukah orang jahat" katanya lagi.
"Cayhe belum lama berkawan dengan nona karena itu tak berani berbicara
sembarangan." "Jika semisalnya saat ini kedua orang saudara angkatmu memerintahkan kepadamu
bahwa di dalam satu jam mendatang kau harus berhasil mendapatkan batok kepalaku,
apa yang hendak kau lakukan?" sekali lagi gadis tersebut mendesak dengan
pertanyaannya. "Soal ini belum pernah cayhe pikirkan selama ini?"" mendadak Tang Sam Kauw
bangun berdiri dan berjalan bolak balik di dalam ruangan sinar matanya tiada hentinya
berputar menyapu kesekeliling tempat itu agaknya ia hendak meminjam kesempatan
sewaktu berjalan bolak balik mengawasi keadaan di sekelilingnya apakah ada orang yang
sedang mencuri dengar atau tidak.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
Sejak semula di dalam hati Siauw Ling memang sudah tersembunyi perasaan curiga
yang semakin menebal saat ini hatinya benar-benar terpukul. Ia tak dapat menahan sabar
lagi dan secara mendadak bangun berdiri.
"Biar aku tanyakan urusan ini hingga jelas" serunya.
"Eeeei" tak bisa jadi" Apa yang hendak kau tanyakan kepada mereka?" seru Tang Sam
Kauw cemas. Mendadak menempelkan jari tangannya keatas bibir lalu bisiknya lirih, "Sttt"! Ada
orang datang, cepat duduk."
Iapun cepat-cepat mengambil tempat duduknya semula.
Ketika Siauw Ling mendongakkan kepalanya, maka tampaklah segerombolan lelaki
kasar yang berpakaian singsat lima warna dengan langkah tegap berjalan ke arah
bangunan Lan Hoa Cing Si tersebut.
Beberapa orang itu pada menggembol senjata tajam semua agaknya mereka hendak
melakukan suatu perjalanan yang sangat jauh.
Melihat kejadian itu Siauw Ling merasakan hatinya kebingungan, tak tertebak olehnya
apakah maksud tujuan orang-orang itu mendatangi bangunan Lan Hoa Cing Si nya ini.
Tampaklah lelaki-lelaki kasar berpakaian singsat yang terbagi menjadi lima warna itu
menghentikan langkahnya di depan bangunan Lan Hoa Cing Si tersebut. Setelah berbaris
menjadi lima bagian dengan masing-masing bagian terdiri dari lima orang, jadi lima kali
lima dua puluh lima orang dengan dipimpin oelh rombongan yang pertama melanjutkan
perjalanannya kembali ke arah ruangan yang ditinggalkan Siauw Ling.
Ketika itu Siauw Ling sedang merasakan hatinya sangat murung ia lantas menoleh dan
memandang sekejap ke arah Tang Sam Kauw.
"Eeeei coba kau lihat apakah maksud tujuan orang-orang itu datang kemari?""
"Kau tidak usah merasa begitu tegang, yang pasti mereka bukan datang kemari untuk
menangkap kau, buat apa kau merasa cemas" duduklah dulu dan dengarkan apa yang
hendak mereka katakan kepadamu?"
"Eeehm"! perkataan ini sedikitpun tidak salah" pikir Siauw Ling kemudian. "Dengarkan
dulu apa yang hendak mereka katakan kemudian baru memikirkan satu cara untuk
menghadapi mereka!" Karenanya iapun lantas duduk keatas kursi untuk menanti.
Kelima rombongan lelaki kasar dengan lima warna yang berbeda itu setelah tiba di
depan pintu ruangan Lan Hoa Cing Si lantas berdiri berjajar dengan sikap yang sangat
menghormat. Si lelaki berbaju merah yang berada dipaling depan perlahan-lahan melangkah masuk
ke dalam ruangan dari tempat kejauhan ia sudah menjura memberi hormat.
"Hamba sekalian mendapat perintah datang kemari untuk melaporkan diri dari pada
Sam ya!" katanya. "Ada urusan apa?" seru Siauw Ling melengak.
"Kami sekalian menerima peritah untuk sejak ini mengikuti diri Sam ya terus dan
menerima serta melaksanakan setiap perintah yang diucapkan Sam ya."
"Seumur hidup mengikuti aku terus" Apa sebabnya?" pikir pemuda itu jadi keheranan.
Buru-buru tanyanya kembali.
"Kalian menerima perintah siapa untuk datang kemari?"
"Jie Cungcu menyampaikan perintah dari Toa Cungcu agar hamba sekalian suka datang
menghadap Sam Cungcu."
Siauw Ling benar-benar merasa rada kebingungan dibuatnya oleh kejadian ini, ia
melirik sekejap ke arah Tang Sam kauw kemudian baru ulapkan tangannya.
"Kalian mundurlah dulu setelah bertemu dengan Jie Cungcu aku baru mengambil
keputusan kembali," katanya.
Si lelaki berbaju merah itu segera mengia dan mengundurkan diri setelah menutup
pintu luar, mereka mengundurkan diri dari bangunan Lan Hoa Cing Si tersebut.
Menanti orang-orang yang memakai baju aneh warna itu telah pergi jauh Siauw Ling
baru menoleh ke arah Tang sam Kauw sambil bisiknya, "Nona Sam apakah maksud tujuan
orang itu?"" "Urusan sangat jelas sekali," jawab gadis tersebut sembari tersenyum. "Kau sudah
menjadi Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini sudah tentu kaupun harus
memiliki pengawal pribadi yang akan bekerja untukmu. Tadi aku sudah wakili dirimu untuk
memeriksakan beberapa orang itu orang-orang yang memakai pakaian aneh warna diluar
ruangan semuanya tidak jelek."
"Apa yang tidak jelek?"
"Ilmu silat mereka berlima adalah jago-jago lihay yang memiliki tenaga kweekang
sangat dahsyat!" Sambil bungkamkan diri Siauw Ling menundukkan kepalanya rendah-rendah, dalam
hari ia merasa sangat kebingungan sehingga untuk sesaat tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Tang Sam Kauw segera bangun berdiri dan berjalan kesisi tubuh Siauw Ling.
"Apakah kau merasa rada?"
Mendadak terdengar suara mendehem yang perlahan memutuskan perkataan Tang
Sam Kauw yang belum selesai itu.
Ketika ia mendongakkan kepalanya, tampaklah Kiem Lan tengah membawa cawan air
teh sudah berdiri di depan pintu, sepasang matanya sedang memandang diri Tang Sam
Kauw tajam, dari air mukanya jelas menunjukkan sikap permusuhannya terhadap gadis
tersebut. Tang Sam Kauw pura-pura berlagak pilon ia tertawa tawar dan menyambung kembali
kata-katanya, "Bilamana kau merasa rada menyesal karena terlalu cepat menyanggupi
diriku, maka lebih baik kau tidak usah ikut aku lagi."
Dengan menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara ia manambahkan, "Eeei, budak
itu sudah menaruh perasaan curiga terhadap diriku, mari kita pura-pura berikut sebentar
agar dia tak berhasil untuk mendengarkan sesuatu dari mulut kita."
Diam-diam dalam hati Siauw Ling merasa sangat keheranan, sewaktu untuk pertama
kalinya ia bertemu muka dengan Tang Sam Kauw terlihatlah olehnya sikap yang amat
congkak dari gadis tersebut bahkan terhadap Ciu Cau Liong pun tidak memandang sebelah
matapun. Tetapi sejak pertempurannya dengan sibayangan berdarah Jan Bok Hong sikapnya
mendadak berkurang beberapa bagian, agaknya secara mendadak ia menaruh rasa jeri
terhadap orang-orang perkampungan Pek Hoa Sanceng ini.
Terlihatlah dengan langkah yang lemah gemulai Kiem Lan berjalan masuk ke dalam
ruangan. "Samya mau minum teh?" tanyanya perlahan.
"Aaaakh haa bagus sekali?" seru pemuda itu di dalam hatinya "Ternyata seluruh
anggota perkumpulan Pek Hoa Sanceng ini dari atas sampai ke bawah sudah mengetahui
peristiwa dimana aku telah mengangkat saudara dengan Cungcu mereka."
"Eeeei mengapa kaupun memanggil aku dengan sebutan Samya?" tegurnya kemudian
sambil menerima cawan air teh itu.
"Semua orang yang berada di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng sudah pada
mengetahui peristiwa dimana Siauw ya sudah angkat saudara dengan Cungcu dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng kami," kata Kie Lan sambil tertawa.
Siauw Ling segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, belum sempat ia membuka mulut
Kiem Lan sidayang cantik itu sudah menyambung kembali, "Jie ya sudah mengirim Kiem
Hoa Leng atau perintah bunga emas untuk menyiarkan peristiwa ini kepada semua orang
perkampungan Pek Hoa Sanceng, kami akan mengadakan suatu pesta besar-besaran
dengan mengundang seluruh jagoan berkepandaian tinggi dari Bulim untuk memberi
selamat kepada Siauw ya atas pengangkatannya menjadi Sam Cungcu kami."
"Tapi peristiwa ini buat apa harus dirayakan?" tanya Siauw Ling keheranan.
"Haa" haa" haaa peristiwa yang demikian besarnya ini mengapa tak harus dirayakan,"
mendadak dari tempat luaran berkumandang datang suara tertawa gelak yang amat
nyaring. Dengan langkah lebar Ciu Cau Liong sudah berjalan masuk ke dalam ruangan.
Buru-buru Siauw Ling bangun berdiri untuk menyambut kedatangannya.
"Oouw Jie ko! Silahkan duduk, silahkan duduk!" serunya.
"Samte. Toako kami betul-betul menghargai dirimu!" seru Ciu Cau Liong sambil
tertawa. "Bukan saja perkampungan Pek Hoa Sanceng kita akan dihias untuk merayakan
peristiwa yang maha besar ini bahkan akan mengundang pula beberapa tokoh Bulim yang
sangat terkenal dikolong langit pada saat ini di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng
kita akan mengadakan suatu pertempuran para enghiong secara besar-besaran dengan
demikian nama Samte pun di dalam sekejap mata akan terkenal dan diketahui oleh setiap
Enghiong Hoohan yang ada di dalam Bulim."
"Tapi apakah kesanggupan Siauwte sehingga Toako hendak mengadakan kesemuanya
ini?" "Perintah dari Toako tak terbantahkan, kita yang menjadi adiknya terpaksa hanya
mengekor saja!" seru Ciu Cau Liong sambil tersenyum.
Sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke arah Tang Sam Kauw kemudian ujarnya,
"Nenek nona Sam pun ikut terdaftar sebagai tamu undangan kami!"
"Jan Toa Cungcu bisa menghargai keluarga Tang kami. Hal ini boleh dikata merupakan
kebanggaan keluarga kami."
"Sampai waktunya masih mengharapkan nona Sam suka datang bersama-sama dengan
nenekmu untuk menghadiri perayaan tersebut" tambah Ji Cungcu kembali sambil tertawa
hambar. "Jadi Ciu heng sedang mengusir cayhe dari sini!" seru Tang Sam Kauw sambil tertawa
sinis. "Aaah mana, mana nona Sam terlalu banyak pikir."
"Kalian kakak beradik kemungkinan ada urusan yang hendak dirundingkan aku mohon
diri dulu!" "Kalau begitu cayhe menghantar lagi," sambung Ciu Cau Liong dengan cepat sambil
menjura. "Hmm, mana berani merepotkan dirimu."
Dengan langkah cepat dan perasaan gemas gadis tersebut lantas berlalu dari ruangan
Lan Hoa Cing Si. Menanti bayangan dari Tang Sam Kauw sudah lenyap dari pandangan Ciu Cau Liong
baru mengambil tempat duduk kembali.
"Samte," ujarnya sambil tertawa, "Tempo dulu dikarenakan Toako harus mempelajari
semacam ilmu silat yang amat dahsyat secara tidak beruntung ia sudah mengalami jalan
api menuju neraka sehingga terpaksa harus mengundurkan diri dari keramaian dunia
kangouw, hingga kini sudah ada tujuh tahun lamanya pada waktu ini agaknya penyakit
tersebut sudah sembuh sedang kepandaian silat yang dilatihnyapun telah mencapai
kesempurnaan, kini memperoleh pula bantuan dari Samte. Hal ini boleh dikata merupakan
suatu peristiwa besar yang patut dirayakan oleh semua orang terutama kita sebagai
anggota perkampungan Pek Hoa Sanceng."
"Kepandaian silat Toako berhasil mencapai kesempurnaan hal ini boleh dianggap
sebagai suatu peristiwa yang menggembirakan tetapi ikut sertanya siauwte ke dalam
keanggotaan perkampungan Pek Hoa Sanceng boleh dianggap sebagai peristiwa macam
apa?" "Samte jangan terlalu memandang rendah kepandaian silatmu sendiri!" seru Jie Cungcu
cepat. "Dikolong langit pada saat ini boleh dikata amat sulit untuk memperoleh beberapa
orang musuh yang datang menandingi."
Mendadak terdengar suara langkah manusia yang amat gaduh berkumandang datang
disusul munculnya seorang lelaki kasar berbaju merah dengan membimbing seornag lelaki
berbaju hitam berlari masuk ke dalam bangunan Lan Hoa Cing Si.
Si orang berbaju merah itu tidak berani langsung menerjang masuk ke dalam ruangan
sebaliknya sambil mencekal tubuh lelaki berbaju hitam itu berdiri menanti di depan pintu.
"Jie Cungcu serta Sam Cungcu ada di dalam ruangan semua kau masuklah sendiri,"
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ujar orang itu kepada lelaki berbaju hitam tersebut.
Lelaki berbaju hitam itu bagaikan seornag yang dimabok oleh air kata-kata dengan
sempoyongan menerjang masuk ke dalam ruangan.
Siauw Ling segera bangun berdiri sedikit pundaknya bergerak tahu-tahu tubuhnya
sudah tiba di depan pintu sambil membimbing tubuh lelaki berbaju hitam itu.
Ketika matanya memandang lebih tajam ke arahnya maka tampaklah lambang orang
itu sudah terbacok sangat lebar dengan darah yang sudah membeku. Agaknya luka
tersebut sudah agak lama dan melalui sesuatu perjalanan yang sangat jauh sehingga
kesadarannya pada saat ini rada berkurang.
Selama ini Ciu Cau Liong tetap duduk tak bergerak dari tempatnya semula.
"Samte! lepaskan dirinya agar ia bisa beristirahat sebentar" sahutnya dengan nada
berat. "Tapi luka orang ini amat parah sekali agaknya sulit untuk pulih sedia kala," ujar Siauw
Ling dengan cemas. Telapak tangan kanannya segera ditempelkan keatas punggung orang itu, segulung
tenaga panas yang amat kuat dengan cepat mengalir masuk melalui jalan darah "Ming
Bun Hiat" nya. Setelah memperoleh bantuan tenaga kweekang yang amat kuat dari Siauw Ling
sehingga membantu melancarkan peredaran di dalam tubuhnya, wajah yang semula pucat
perlahan-lahan berubah memerah kembali sedang kesadarannya pun sudah mulai pulih.
Dengan membelalakan matanya lebar-lebar orang itu memandang Ciu Cau Liong tajamtajam,
bibirnya bergerak beberapa saat lamanya, terakhir ia baru bisa berseru, "Jie
Cungcu!" "Ehmm! kau sudah terluka?" seru Ciu Cau Liong dengan nada dingin, seram, air
mukanya sangat serius. Agaknya orang berbaju hitam itu sudah merasa rada sulit untuk berbicara, bibirnya
bergerak beberapa saat lamanya tetapi tak sepatah katapun yang diucapkan.
Akhirnya dengan susah payah keluar juga beberapa patah kata, "See sewaktu aaaa
daaa ada ditepi" sungai hamba kena ditusuk orang sehingga terluka parah."
"Aku sudah tahu kalau lukamu sangat parah sehingga sulit untuk diselamatkan
nyawanya, cepat ceritakan apa yang sudah menimpa dirimu," potong Ciu Cau Liong
dengan cepat. "Orang itu bertanya kepadaku aaaa apakah aku adalah ornag perkampungan Pek Hoa
Sanceng lalu ia bertanya pula Toa Cungcu kita apakah benar sibayangan berdarah Jan Bok
Hong." "Hmm, apakah kau sudah beritahukan hal ini kepadanya."
"Hamba masih ingat dnegan berapa peraturan perkampungan Pek Hoa Sanceng itu
sekalipun menemui siksaan yang bagaimana beratnyapun tiii tidak akan men menceritakan
keadaan dari perr perkampungan kiii kita."
"Ehmm bagus sekali lanjutkan kisahmu," ujar Ciu Cau Liong mengangguk.
"Daaa dalam hati hamba mee merasa gusar karena perkataannya yang tidak tahu
sopan maka hamba lantas memakai beberapa paaa patah kata kepadanya siapa tahu
orang itu lantas mencabut keluar pedangnya dan menuduk lambungku."
"Hmm memangnya kau orang mati?" kenapa kau biarkan badanmu ditusuk olehnya?"
"Gerakan pedangnya terrr terlalu cepat seee sehingga membuat orang sulit
mengadakan persiapan. Aku cuma merasakan cahaya peee pedang berkelebat lewat tahutahu
lambungku suu sudah tertusuk."
Mendengar perkataan tersebut sampai disana air muka Ciu Cau Liong segera berubah
hebat. "Dia cuma melancarkan satu serangan saja kau lantas kena dilukai?" tanyanya.
"Tidak saam sampai satu jurus, hamba cuu cuma melihat tangan kanannya mencekal
gagang pedang diii diikuti berkelebatnya cahaya tajam, hamba lantas terluka sebelum
berhasil melihat secara bagaimana ia menyambut pedangnya itu."
"Lalu apakah kau masih ingat dengan raut mukanya?"
"Raut mukanya yang benar ham hamba sudah tidak ingat lagi haa hanya usianya
sangat muda gerakan pedangnya sangat cee cepat."
Ketika berbicara sampai disitu ucapannya sudah tidak jelas lagi. Yang kedengaran saat
ini cuma suara huuhuu haahaa yang tidak diketahui maksudnya.
Mendadak Ciu Cau Liong meloncat bangun dan menyambar cangkir teh yang ada
disisinya, dimana tangannya mengayun air teh tersebut segera disiramkan keatas wajah si
orang berbaju hitam itu. "Siapakah nama orang itu" Apakah kau tahu?" bentaknya keras.
Setelah terguyur oleh air teh tadi, kesadaran si orang berbaju hitam itupun jadi sedikit
tersadar. "Hamba kuu kurang jelas aaa agaknya bernama Siauw Siauw Ling."
"Ia bernama Siauw Ling?" teriak Siauw Ling dengan perasaan tertegun.
Tampak tubuh si orang berbaju hitam itu gemetar sangat keras, matanya dipejamkan
dan menghembuskan napas yang terakhir.
Air muka Ciu Cau Liong amat serius sedikit menunjukkan perasaan terharu.
"Samte, lepaskan dirinya ia sudah mati," katanya.
Perlahan-lahan Siauw Ling meletakkan mayat si orang berbaju hitam itu keatas tanah
setelah mengusap butiran keringat yang membasahi kening ujarnya, "Bilamana Jie ko
bukannya bertanya terlalu cepat sehingga tidak memberi kesempatan baginya untuk
mengatur pernapasan dengan bantuan hawa murni yang siauwte salurkan ke dalam
badannya tadi ada kemungkinan orang ini masih tertolong atau paling sedikit tidak mati
dengan sedemikian cepatnya, dengan begitu kitapun bisa mengetahui urusan yang lebih
banyak lagi." "Haaa" haaa" haaa". setelah ia menderita luka parah dan melakukan perjalanan
jauh, darah di dalam badannya sudah banyak berkurang kesempatan untuk hidupnya
sangat tipis sekali bilamana semisalnya kita tak berhasil menolong nyawanya bukankah
beberapa perkataan tadi tidak berhasil kita ketahui?"" ujar Ciu Cau Liong tertawa tergelak.
Mendengar perkataan terebut Siauw Ling terpaksa membungkam, sedang dalam hati
pikirnya, "Saudara angkatku ini kelihatan halus berbudi dan terpelajar, mengapa hatinya
sedemikian kejam dan telengasnya?" cuma ingin mengetahui beberapa patah perkataan
saja sudah tidak sayang-sayangnya mengorbankan nyawa orang itu."
"Haaa" haaa" haaa bagaimana," mendadak terdengar suara tertawa yang amat keras
dari Ciu Cau Liong berkumandang masuk ke dalam telinganya. "Apakah Samte merasa
tindakanku terlalu kejam dan telengas?"
Ia merandek sebentar kemudian sambungnya kembali, "Heee"! Samte orang-orang di
dalam dunia kangouw yang bertujuan mencari nama serta pahala kebanyakan tentu
memiliki sifat kejam dan telengas."
"Ada pepatah mengatakan bernyali kecil bukan orang budiman tidak bersifat kejam
bukan lelaki sejati kata-kata nyali dan kejam masing-masing mempunyai arti yang sangat
mendalam. Hal ini tergantung cara penggunaan dari setiap kepandaiannya masingmasing."
"Heee, Jieko siauwte ada beberapa patah kata yang terasa menganjal di dalam
tenggorokan bila tak diucapkan keluar rasanya kurang enak" kata Siauw Ling sambil
menghela napas panjang. "Oouw, silahkan Samte untuk mengucapkannya keluar, Siauw heng tentu akan pentang
telinga mendengarkan setiap perkataanmu itu."
"Tadi Siauw Ling yang disebut orang berbaju hitam itu kemungkinan sekali adalah
Siauw Ling yang mempunyai nama sangat terkenal diseluruh Bulim."
"Kalau begitu nama Siauw Lingmu itu adalah nama samaran yang sengaja kau pinjam
dari kepopulerannya?"
"Soal ini sih bukan, nama siauwte memang Siauw Ling, orang itupun bernama Siauw
Ling, entah apakah maksud hatinya?"
"Dikolong langit memang banyak orang yang mempunyai she serta nama yang sama
hal ini tidak terhitung suatu hal yang aneh Samte tak usah memikirkannya dihati."
"Bukan begitu, aku ingin pergi mencari dirinya untuk menanyakan mengapa ia
menggunakan nama Siauw Ling ku ini!"
Ciu Cau Liong cuma tersenyum saja tidak menjawab.
"Siauwte ingin menengok ketepi sungai aku mau lihat apakah orang itu masih ada
disana atau tidak?" sambung Siauw Ling kembali.
"Kau tidak usah pergi kesana lagi, dia pasti ada disana."
"Apakah kita biarkan ia berlalu dengan selamat setelah melukai orang kita?" seru Siauw
Ling kembali sambil melirik sekejap ke arah mayat si orang berbaju hitam itu."
"Lalu maksud Samte?"
"Pergi cari orang itu dan minta pertanggungan jawabnya."
"Ehmmm baiklah akan kuturuti pendapat dari Samte ini," sahut Ciu Cau Liong kemudian
sesudah termenung beberapa saat lamanya.
Ia lantas bertepuk tangan nyaring si orang berbaju merah yang berdiri dengan
angkernya di depan pintu terburu-buru lari masuk ke dalam ruangan setelah memberi
hormat ia berdiri dengan sikap sangat menghormat.
"Mayat ini cepat seret keluar dari sini untuk dikuburkan setelah itu siapkan kuda buat
aku serta Samya?" ujar Ciu Cau Liong sambil menuding mayat si orang berbaju hitam itu.
Si orang berbaju merah itu menyahut, sambil membopong mayat orang itu ia lantas
mengundurkan diri dari sana.
"Jika, apakah kaupun hendak ikut?" tanya Siauw Ling kemudian.
"Kepandaian silat yang dimiliki Samte sudah amat dahsyat dan tiada tandingannya
dikolong langit cuma saja pengalamanmu di dalam dunia kangouw sangat cetek sehingga
masih sulit mengahdapi orang-orang licik, siauw heng memang ada maksud pergi
bersama-sama sehingga bilamana terjadi sesuatu bisa cepat kasih pertolongan."
Ketika mereka berbicara sampai disitu, si orang berbaju merah tadi sudah balik lagi ke
dalam ruangan. "Silahkan Cungcu berdua melakukan perjalanan," katanya sambil menjura.
Gerak-gerik dari orang-orang perkampungan Pek Hoa Sanceng ini benar-benar amat
cepat sekali, diam-diam pikir Siauw Ling di dalam hati.
"Ia mana tahu kalau setiap urusan yang ada di dalam perkampungan ini khusus ada
orang yang mengurusinya, karena itu sekali beri perintah maka sebentar saja semua
urusan sudah beres."
Ciu Cau Liong pertama-tama yang berjalan meninggalkan ruangan itu.
"Samte kau hendak menggunakan senjata apa?" tanyanya sambil tertawa. "di dalam
perkampungan kami sudah tersedia berbagai macam senjata, asalkan memberi perintah
mereka segera akan mempersiapkannya."
"Siauwte menggunakan pedang."
Ciu Cau Liong lantas mengulapkan tangannya kepada orang berbaju merah tadi.
"Siapkan sebilah pedang pusaka untuk Sam Cungcu!" perintahnya.
Orang berbaju merah tadi segera menyahut dan mengikuti jalan kecil di tengah kebun
ia berlari cepat ke depan.
Demikianlah dengan dipimpin Ciu Cau Liong Siauw Ling lantas berjalan melewati
tanaman bunga dan menuju keluar perkampungan Pek Hoa Sanceng tersebut.
Diluar pintu perkampungan ketika itu sudah berbaris puluhan orang lelaki berpakaian
singset yang pada menggembol senjata, melihat munculnya orang itu mereka lantas
memberi hormat dengan sangat hormatnya.
Perlahan-lahan Ciu Cau Liong mengulapkan tangannya, lima orang lelaki yang masingmasing
memakai pakaian berwarna merah, kuning, biru, putih serta hitam lantas maju
menyongsong memberi hormat, sikapnya sangat hormat.
"Samte," ujar Ciu Cau Liong kemudian kepada Siauw Ling sambil tertawa. "Perduli
kepandaian silat, seseorang sangat lihaypun masih harus membutuhkan tenaga bantuan
orang lain. Kelima orang ini dengan memakai lima buah pakaian yang beraneka warna
menandakan kedudukan Ngo Heng, setiap rombongan lima orang jadi jumlah seluruhnya
lima puluh lima orang mereka semua merupakan pengawal-pengawal gagah perkasa
pilihan Toako yang sudah dipilih dengan susah payah, cuma saja selama ini belum pernah
munculkan dirinya di dalam dunia kangouw. Setelah Samte menggabungkan diri dengan
kami. Toako merasa sangat girang sekali, terus terang saja aku katakan selama ini belum
pernah siauwte melihat Toako merasa begitu gembiranya karena itu sengaja ia
menyerahkan kedua puluh lima orang itu untuk Samte pimpin dan sejak kini menjadi
pengawal pribadi bilamana kau bisa mengangkat nama dalam Bulim dengan mendapatkan
bantuan kedua puluh lima orang itu maka untuk menjagoi seluruh kolong langit rasanya
mudah sekali seperti membalik tangan sendiri."
Belum sempat Siauw Ling mengucapkan sesuatu Ciu Cau Liong sudah menyambung
kembali kata-katanya, "Masih ada satu urusan yang belum Siauw heng sampaikan kepada
Samte perkampungan Pek Hoa Sanceng kami ini perduli lelaki maupun perempuan
semuanya bisa bermain silat walaupun Siauw lin sie disebut orang sebagai sumber segala
ilmu silat dan semua orang hweesionya yang pandai bermain silat, tetapi perkampungan
Pek Hoa Sanceng kita tak mau kalah dengan mereka."
"Kiem Lan serta Giok Lan adalah manusia berpikiran cerdik dan berwajah cantik
diantara dayang-dayang lainnya kepandaian silat mereka paling baik, Toako sudah
menurunkan perintah untuk menyerahkan mereka berdua."
"Sebagai dayang pribadi dari Samte, mungkin sekali Samtepun bisa melihat bagaimana
lumayannya kepandaian silat mereka, di samping itu merekapun banyak akal cerdik dan
pintar, dikemudian hari mereka bisa mengiringi Samte untuk bantu pecahkan persoalan,
menghilangkan kemurungan."
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang datang disusul
munculnya seekor kuda jempolan yang tinggi besar berlari mendekat.
Di atas punggung kuda itu tertelungkuplah seorang lelaki berbaju hitam yang langsung
menerjang datang ke arah orang itu.
Ciu Cau Liong segera mengulapkan tangannya.
"Coba kalian periksa, apakah orang itu sudah putus nyawa atau belum."
Jilid 20 Lelaki berbaju merah itu lantas putar badan menyongsong datangnya kuda itu.
Dimana tangan kirinya menyambar tahu-tahu tali les kuda tersebut sudah tercekal
olehnya kemudian dengan kencang-kencang ditahannya.
Kuda yang sedang berlari mendatang dengan sangat cepatnya itu segera berhenti
sambil meringik panjang lelaki berbaju merah itu kembali menyambar rambut si lelaki
berbaju hitam yang ada di atas panggung untuk diperiksa dengan teliti.
"Lapor Cungcu orang ini sudah putus nyawa," ujarnya kemudian.
"Dimanakah letak lukanya?"
"Di atas kening terbabat mati oleh sekali babatan pedang."
"Eemmm! Lepaskan dia pulang keperkampungn kita segera melakukan perjalanan."
Si lelaki berbaju merah itu kembali mengia. Dia segera melepaskan tali les kudanya dan
menepuk pantat kuda tersebut.
Dengan membawa mayat lelaki berbaju hitam itu kuda tersebut segera berlari kencang
menuju ke dalam perkampungan.
Ketika itu sinar mata Siauw Ling sudah memutar memandang sekeliling tempat tersebut
setelah dilihatnya kedua puluh lima orang itu telah naik keatas kudanya masing-masing
tak tertahan lagi, ujarnya, "Jie ko kita pergi ketepi sungai bukan lain cuma ingin mencari
orang dapat menemukan orang itu masih susah untuk diduga bilamana kita membawa
orang yang demikian banyaknya seperti hendak menghadapi penyerbuan musuh yang
tangguh saja bukankah hal ini bakal dibuat lelucon oleh pihak lawan yang mentertawakan
kita bernyali kecil dan beraninya mengandalkan jumlah yang besar untuk mencari
kemenangan?" "Kalau begitu kita kurangi saja jumlahnya," kata Ciu Cau Liong kemudian.
Ia lantas menoleh ke arah lima orang lelaki berpakaian warna warni yang berada
disisinya katanya kemudian, "Kalian adalah pemimpin dari kelima kelompok itu baiklah biar
aku bawa kalian berlima saja."
Kelima orang itu segera mengiakan masing-masing lantas mengangkat tangannya
mengundurkan kembali anak buahnya.
"Samte, ayo kita segera berangkat" seru Jie Cungcu cepat. "Orang itu kembali melukai
anggota perkampungan kita tentunya ia berada disekitar tempat ini."
Dua orang berpakaian hijau muncul dari balik tumbuhan bunga dengan masing-masing
menuntun seekor kuda jempolan.
"Jie ko silahkan," kata Siauw Ling sambil meloncat naik keatas punggung kudanya.
"Kita berangkat bersama saja."
Kedua ekor kuda itu lantas disentakan dan dilarikan bagaikan terbang ke arah depan
hanya di dalam sekejap saja tujuh delapan li sudah dilalui.
"Samte tunggu sebentar" mendadak Ciu Cau Liong menghentikan kudanya.
Mendengar perkataan tersebut Siauw Ling buru-buru menahan tali lesnya dan
menghentikan lari kudanya. "Jieko ada urusan apa?"
"Disana ada mata-mata yang dikirm perkampungan kita untuk mencari berita mungkin
dia adalah urusan penting yang hendak dilaporkan kepada kita."
Ketika Siauw Ling mengangkat kepalanya maka tampaklah seorang nelayan yang
memakai caping lebar dengan pakaian yang sederhana dengan langkah lebar berjalan
mendekat. Nelayan tersebut langsung berjalan kesisi tubuh mereka berdua, lalu bisiknya perlahan,
"Orang itu ada diteluk Sam Liuw Wan."
Kemudian orang itu buru-buru berlalu kembali, agaknya ia takut jejaknya berhasil
diketahui oleh orang lain.
Caping yang menutupi orang itu dikenakan sangat rendah sekali, Siauw Ling cuma
melihat jenggot kambingnya saja, bagaimanakah dengan raut wajahnya ia sama sekali
tidak dapat melihat jelas.
"Mari kita berangkat keteluk Sam Liuw Wan," bisik Ciu Cau Liong cepat sambil
menyentakkan tali les kudanya.
Tujuh ekor kuda berlari cepat di atas jalanan dihadapan sudah terputus dan kini tinggal
tanah berbatu cadas serta samar-samar terdengar suara deburan ombak disungai yang
amat santer. Ringkikkan kuda memanjang, derapan kaki kuda menimbulkan berisik yang
membisingkan telinga. Dengan berlari di atas lumpur yang becek beberapa ekor kuda itu
tetap melanjutkan perjalanannya ke arah depan.
"Samte! Itulah teluk Sam Liuw Wan," kata Ciu Cau Liong kemudian sambil menuding ke
arah bayangan pohon yang berada di tempat kejauhan. "Tempat tersebut adalah sebuah
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tepi sungai yang amat sunyi sekali. Entah mengapa orang itu bisa tiba di tempat
tersebut?" Ketika Siauw Ling mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk, sedikitpun tidak
salah! Tempat tersebut adalah sebuah tempat yang liar dan amat sunyi, batuan kerikil
serta lumpur yang amat becek beberapa lie tak terlihat sesosok bayangan manusiapun.
Tiga batang pohon Siuw itu terletak sebuah meja kayu di depan meja tersedia sebuah
tungku dan dari tungku tadi asap tebal mengebul memenuhi angkasa kemudian menyebar
keempat penjuru tertiup angin kencang.
Bau harum secara samar-samar menerjang masuk ke dalam hidung membuat badan
terasa nyaman. Sayur serta arak yang dihidangkan di atas meja masih panas hal itu membuktikan bila
sayur itu tidak lama baru saja dihidangkan.
"Entah sidia orang sedang sembahyang terhadap siapa", gumam Siauw Ling.
Ketika ia memandang lebih tajam lagi maka tampaklah di atas salah satu sebatang
pohon Liuw tua dari ketiga batang pohon lainnya tergantunglah sebuah papan nama yang
terukir kata-kata dengan sangat indah sekali.
Di atas papan nama itu terukir beberapa huruf kira-kira berbunyi demikian, "Tempat
abu adik almarhum Siauw Ling."
Dibawanya tertulis kata-kata " Toan Hun Jien memberi hormat."
Siauw Ling segera merasakan hatinya tergetar sangat keras, pikirnya, "Dikolong langit
sebenarnya ada berapa banyak orang yang bernama Siauw Ling" Ada seorang yang sudah
punya nama besar di dalam Bulim aku baik-baik berdiri disini, dan kini muncul pula
seorang yang sedang bersembahyang terhadap arwah Siauw Ling yang berada di bawah
pihon Liuw tua itu. Sebenarnya urusan apa yang telah terjadi?"
"Samte apa yang sudah terjadi?" Ciu Cau Liong berseru memandang sekejap ke arah
adik angkatnya Siauw Ling.
Kiranya walaupun Siauw Ling sudah diangkat saudara dengan Jan Bok Hong serta Ciu
Cau Liong tetapi belum pernah orang menceritakan asal usulnya kepada mereka berdua.
Sekalipun Ciu Cau Liong adalah seorang yang berpikir cerdik dan banyak akal tidak
kurang untuk beberapa saat terasa tidak paham juga terhadap peristiwa yang sudah
terjadi dihadapannya sekarang ini.
Karena itu terasa perkataan tersebut sudah meluncur keluar dari mulutnya menanti ia
tersadar kembali kata-kata tadi sudah diucapkan keluar.
"Aku sendiripun tidak paham apa yang telah terjadi coba jelaskan papan nama itu biar
aku periksa," ujar Siauw Ling dengan kebingungan.
"Samte, kau jangan berlaku gegabah kita harus waspada terhadap kelicikan serta
kekejaman dari dunia kangouw?" cegah Ciu Cau Liong sambil menahan gerakan tubuh dari
Siauw Ling. "Mengapa" Apakah dibalik papan nama tersebut sudah tersembunyi senjata rahasia?"
"Soal ini Siauw heng sendiripun sulit untuk memberi keputusan tetapi berhati-hati
bukanlah suatu pekerjaan yang salah."
Ia lantas meloncat turun dari kudanya dan dengan langkah yang amat lambat berjalan
menuju ke bawah pohon Liuw tua itu.
"Siauwte" orang itu menggantung papan nama tadi dengan benang putih agaknya
benda tersebut akan diambil kembali," bisiknya kepada pemuda tersebut dengan suara
lirih. "Ehmm, kemungkinan juga kedatangan rombongan kita yang amat besar ini sudah
mengejutkan mereka sehingga buru-buru melarikan diri."
Ciu Cau Liong berdiam diri beberapa saat lamanya untuk termenung berpikir keras
mendadak tubuhnya meloncat ke depan menyambar papan nama yang tergantung di atas
pohon Liuw tua tadi. "Jangan bergerak" baru saja Ciu Cau Liong menggerakkan badannya mendadak dari
samping berkumandang datang suara bentakan yang amat nyaring disusul meluncurnya
serentetan cahaya yang gemerlapan menyambar datang.
Sewaktu hendak menyambar papan nama tadi secara diam-diam Ciu Cau Liong sudah
mengadakan persiapan, mendengar suara bentakan yangn amat nyaring tersebut hawa
murninya lantas dikerahkan mengelilingi sekujur tubuhnya yang meluncur turun ke bawah
permukaan tanah kemudian tangan kanannya disambar ke arah depan.
Serentetan cahaya hijau yang menyilaukan mata dengan kecepatan laksana sambaran
kilat lantas meluncur ke arah datangnya sambaran sinar tajam tadi.
Kiranya orang itu bukan lain adalah seorang bocah berbaju hijau yang berusia lima
enam belas tahunan, dengan wajah yang tampan sinar mata yang dingin, tajam
menyeramkan. Pedangnya sudah dicabut keluar dari sarungnya dan saat ini sedang
memandang ke arah beberapa orang itu dengan sikap yang sombong. Sedikitpun tidak
merasa jeri terhadap mereka.
Kelima orang lelaki kasar yang memakai pakaian beraneka warna itu dengan gesitnya
lantas menyebarkan diri membentuk sebuah kepungan sangat rapat di sekeliling tempat
itu senjata tajam sudah diloloskan dari sarung dan siap-siap melancarkan serangan ke
arah musuhnya. Asalkan Ciu Cau Liong memberikan perintah mereka segera akan menyerang secara
bersama-sama. Siauw Ling yang melihat papan nama itu, mendengar pula deburan ombak
yang terjadi beberapa tahun yang lalu secara mendadak terbayang kembali di dalam
benaknya. Dia ingat kembali kejadian dimana tubuhnya kena disapu oleh angin pukulan Sang Pat
sehingga tercebur ke dalam sungai. "Jie ko jangan bergerak" mendadak bentaknya keras.
Di tengah suara bentakan yang amat keras itu tubuhnya sudah meloncat ke depan
menyambar papan nama yang tergantung di atas pohon liuw tua tersebut.
"Jangan mengganggu papan itu!" terdengar sibocah berbaju hijau itu membentak
keras. Tangan kanannya segera diayunkan ke depan, tiga rentetan cahaya yang amat tajam
dan menyilaukan mata secara berbareng menyambar datang mengancam tubuhnya yang
sedang menubruk keatas pohon liuw itu. Sedang pedangnya dengan menimbulkan
berkuntum-kuntum bunga pedang meluncur diantara sorotan sinar sang surya.
Dalam hati Siauw Ling sudah mengadakan persiapan, telapak kirinya segera dibalik
mengirim sebuah babatan yang amat tajam ke arah depan sedang tangan kanannya
setelah berhasil menyambar papan nama tadi lantas meloncat sejauh satu kaki dari tempat
semula. Padahal tak perlu ia turun tangan sendiri Ciu Cau Liong sudah mewakili dirinya untuk
menahan datangnya serangan dari sang bocah berbaju hijau itu.
Senjata Coei Giok Cie di tangan kanannya diputar sedemikian rupa menangkis
datangnya senjata rahasia yang disambit oleh bocah tadi dengan menimbulkan suara yang
amat nyaring ketiga batang pisau terbang tadi kena tertangkis hingga mencelat
kesamping. Siapa sangka bocah berbaju hijau itu setelah melancarkan senjata rahasia iapun ikut
menubruk mendatang sambil mengirim sebuah tusukan kilat.
Untuk meloncat kesamping sudah tak sempat, untung saja pada saat yang bertepatan
angin pukulan yang dikirim Siauw Ling sudah menyambar datang.
Bocah cilik berbaju hijau itu setelah terkena pukulan yang dilancarkan oleh Siauw Ling
tadi tubuhnya mundur sempoyongan.
Setelah Siauw Ling berhasil menurunkan papan nama tadi, maka terlihatlah di belakang
papan nama di atas pohon liuw itu terukir pula beberapa patah kata, "Tahun Jan Hoa
kesebelas, bulan dua tanggal dua Siauw Ling terjatuh ke dalam sungai di tempat ini."
Tertanda Tiong Cho Siang-ku.
Beberapa patah kata tulisan tersebut terukir dengan amat nyata sekali di atas pohon itu
setiap patah kata tertera dua cun dalamnya sehingga barang siapapun yang melihat
tulisan tadi tentu merasakan bila orang yang menulis kata tadi memiliki tenaga dalam yang
luar biasa sekali. Diam-diam Siauw Ling mulai menghitung waktunya sesaat terjatuh ke dalam sungai
tempo dulu, ia merasa waktu yang tertera di atas pohon tersebut sangat cocok dan
bertepatan dengan waktu dirinya terjatuh di dalam sungai masa yang lalu.
Walaupun peristiwa terjatuhnya ia ke dalam sungai masih teringat sangat jelas, tetapi
dibagian sungai yang sebelah manakah dia jatuh sudah tak teringat olehnya.
Kini setelah melihat tulisan yang ditinggalkan Tiong Cho Siang-ku dalam hatinya merasa
tidak ragu-ragu lagi bila orang itu tentu sedang datang kemari bersembahyang buat
arwahnya. Tetapi siapakah si orang Toan Hun Jien atau manusia putus nyawa itu"
Mengapa ia datang bersembahyang terhadap arwahnya, ketika sibocah berbaju hijau
tadi dengan mencekal pedangnya kembali menerjang ke depan tetapi segera kena
terhadang oleh permainan senjata Ciu Giok Ce dari Ciu Cau Liong yang sangat dahsyat.
Melihat dirinya kena dicegat bocah berbaju hijau itu segera membentak gusar
pedangnya dengan sangat ganas berturut melancarkan sepuluh buah serangan gencar ke
arahnya mengancam tempat-tempat berbahaya diseluruh tubuh Ciu Cau Liong.
Dengan cepatnya antara mereka berdua sudah terjadi suatu pertempuran yang amat
sengit hanya di dalam sekejap mata ratusan serangan berbahaya sudah dikerahkan keluar.
"Jie ko untuk sementara jangan bergebrak dulu Siauwte ada pertanyaan yang hendak
ditanya kepadanya?" Bentak Siauw Ling dengan suara yang keras seperti samberan geledek dalam hati Ciu
Cau Liong pada saat ini sedang merasa terperanjat dan kaget oleh keganasan serta
ketelengesan dari jurus pedang yang digunakan bocah cilik berbaju hijau itu.
Mendengar suara benatakan Siauw Ling yang sangat keras tadi ia lantas berkelit dan
menyingkir kesamping. Sambil melintangkan pedangnya di depan dada bocah berbaju hijau tersebut dengan
amat gusarnya sudah meloncat kehadapan Siauw Ling cepat kembalikan papan nama itu
kepadaku teriaknya keras.
Siauw Ling yang melihat sikapnya mengandung hawa gusar yang sukar ditahan dalam
hati lantas mengerti bila papan nama itu sangat berharga bagi dirinya.
Ia lantas tersenyum. "Untuk mengembalikan papan nama ini kepadamu sulit asalkan kau suka menjawab
beberapa pertanyaanku."
"Hmm soal itu harus dilihat pertanyaan apa yang kau ajukan kepadaku."
"Siauw Ling yang tertera di atas papan ini apakah kaupun kenal dengan dirinya?"
"Tidak kenal" jawab bocah berbaju hijau.
"Kalau memangnya kau tidak kenal dengan dirinya buat apa kau bersembahyang buat
arwahnya?" "Kau bukan aku yang bersembahyang."
"Bukan kau" lalu siapa?"
"Siangkong kami!"
"Sekarang dia berada dimana?"
Sang bocah berbaju hijau itu jadi sangat gusar sekali. "Kau orang sungguh cerewet
sekali, bertanya terus tiada hentinya, cepat kembalikan papan nama itu."
Tangan kirinya laksana sambaran kilat menyambar ke depan mengancam papan nama
yang ada di tangan Siauw Ling.
Sedikit pundaknya bergerak tahu-tahu pemuda tersebut telah mundur tiga langkah ke
arah belakang. Sibocah berbaju hijau itu sewaktu melihat sambarannya terhadap papan nama itu
mengalami kegagalan pedang di tangan kanannya mendadak dibabat ke depan
gerakannya sangat cepat laksana sambaran kilat, hanya di dalam sekejap saja sudah
meluncur datang. Siauw Ling sama sekali tidak menduga bila bocah yang masih amat muda itu bisa
melancarkan serangan sedemikian cepatnya, hampir-hampir tubuhnya kena tertusuk oleh
pedang. Buru-buru hawa murninya ditarik panjang-panjang tubuhnya menyingkir tiga depa
kesamping, dengan amat tepat ia berhasil menghindarkan diri dari datangnya serangan
pedang itu. "Samte hati-hati, serangan pedang orang ini sangat aneh dan ganas susah dihadapi,"
kata Ciu Cau Liong. Sewaktu Jie Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng mengucapkan kata-katanya
itu, bocah berbaju hijau itu berturut-turut sudah melancarkan empat buah tusukan
dahsyat. Setelah berhasil menghindarkan diri dari datangnya empat buah serangan itu
mendadak Siauw Ling meloncat ke belakang.
"Sudah, sudahlah. Kita tak usah bergebrak lebih lanjut. Nih, aku kembalikan papan
namamu!" serunya sambil tertawa.
Si bocah cilik berbaju hijau yang baru saja melancarkan empat buah serangan kilat
terhadap musuhnya tetapi bisa dihindari. Dalam hati merasa amat terkejut bercampur
ngeri, pikirnya, "Jumlah mereka amat banyak setiap orangpun memiliki kepandaian silat
yang sangat tinggi, aku tidak mungkin berhasil menangkan mereka."
Kini mendengar Siauw Ling hendak mengembalikan papan nama tersebut kepadanya
dengan cepat iapun menghentikan serangan pedangnya.
"Hm! cepat lemparkan kemari!" teriaknya keras. "Bilamana kalian tidak suka
mengembalikan benada tersebut kepadaku urusan tak akan selesai dengan demikian
gampang, sekalipun aku bakal kena dimaki akan kubunuh dulu diri kalian."
"Haaa, haaa, haaa, papan nama inipun bukan sebuah benda yang berharga buat apa
aku harus merebut benda tersebut?" seru Siauw Ling sambil tertawa terbahak-bahak dan
menyodorkan papan nama itu ke depan.
Sebaliknya Ciu Cau Liong mendengar perkataan tersebut segera tertawa dingin tiada
hentinya. "Hmm, sungguh besar sekali omonganmu!" serunya.
Setelah berhasil menerima kembali papan nama tadi agaknya rasa gusar di dalam hati
bocah berbaju hijau itu agak rada reda.
"Kalian suka mengembalikan papan nama itu kepadaku sudah tentu akupun tak ada
perkataan yang bisa dibicarakan lagi," ujarnya sambil tersenyum. "Nanti sewaktu
siengkiong kami kembali tak akan kuceritakan hal ini kepadanya."
Jika ditinjau dari nada ucapannya jelas dia menaruh rasa yang amat menghormat dan
percaya terhadap kepandaian majikannya itu.
"Jie ko," ujar Siauw Ling tiba-tiba. "Di dalam peristiwa ini masih banyak mendapat halhal
yang mencurigakan. Siauwte ingin menanyakan beberapa persoalan kepadanya."
Ciu Cau Liong pun sudah menaruh rasa ingin tahu dan curiganya terhadap bocah
berbaju hijau tersebut setelah melihat serangan pedangnya yang amat ganas dan telengas
itu ia ingin menyelidiki asal usul serta nama pihak lawannya. Karena itu setelah
mendengar perkataan dari adik angkatnya dia lantas mengangguk.
"Samte boleh tanya sesukanya kepada bocah ini," katanya.
Ketika Siauw Ling menoleh lagi ke arah bocah tersebut maka tampaklah bocah berbaju
hijau itu sambil mencekal papan nama tadi sedang putar badan meninggalkan tempat itu.
Hatinya jadi cemas, bentaknya keras, "Eei, saudara cilik, berhenti. Aku ada pertanyaan
yang hendak kutanyakan kepadamu."
Bilamana ia tidak berteriak masih mendingan mendengar teriakannya itu mendadak
sibocah berbaju hijau itu berlari semakin cepat, hanya di dalam sekejap ia sudah berada
empat lima kaki jauhnya dari tempat semula.
"Kau bisa meloloskan diri?" bentak Siauw ling gusar dengan cepat iapun melakukan
pengejaran. Ciu Cau Liong dengan kencang ikut mengejar dari belakang Siauw Ling.
Sedang kelima orang lelaki pengiring itupun ikut mengejar.
Ternyata ilmu meringankan tubuh dari sibocah berbaju hijau sangat sempurna sekali,
laksana seekor burung walet dengan gesit dan lincahnya ia melayang ke depan.
Setelah melakukan pengejaran sejauh seratus kaki jarak Siauw Ling dengan sibocah
tinggal dua tiga depa saja. Ciu Cau Liong yang berada dibelakangnya masih bisa mngikuti
dengan paksakan diri. Sebaliknya kelima orang lelaki pengiring tersebut sudah ketinggalan
dua kaki jauhnya. Terlihatlah bocah berbaju hijau itu dengan mengikuti aliran sungai kembali melakukan
perjalanan sejauh empat lima li.
Mendadak tubuhnya meloncat naik keatas sebuah sampan yang berhenti ditepi sungai
tangannya dengan cepat mengangkat jangkar dan mulai mendayung sampannya tersebut
ke tengah sungai. Di dalam ruangan perahu kembali berkelebat sesosok bayangan manusia tahu-tahu
muncul seorang bocah berbaju hijau lainnya yang secara langsung menggerakkan galanya
menjalankan perahu kecil itu melarikan diri ke arah sungai.
Saat ini jarak antara Siauw Ling dengan bocah berbaju hijau itu ada dua kaki jauhnya
walaupun gerakan menaikkan jangkar dilakukan sangat cepat tidak urung membuang
sedikit waktu juga. Ketika perahu kecil itu mulai bergerak ke tengah sungai Siauw Ling telah tiba ditepi
pantai, tubuhnya segera dienjotkan melayang keatas sampan tersebut.
Melihat itu sibocah berbaju hijau yang memegang gala itu segera menggerakkan
bambunya itu melancarkan serangan ke depan dengan menggunakan jurus Heng Sauw
Cian Kien atau membabat habis ribuan tentara.
Tubuh Siauw Ling mendadak merendah ke bawah ketika bambu itu menyambar lewat
dari atas kepalanya tangan kiri laksana sambaran kilat segera menyambar ke arah atas
mencengkeram bambu tersebut.
Merendah ke bawah melancarkan serangan mencekal bambu musuh semuanya ini
dilakukan dalam waktu yang amat singkat kecepatannya membuat orang lain sulit untuk
melihat jelas. Mendadak bocah tersebut menggerakkan pergelangan tangannya ke arah depan
ternyata bambu yang ada ditangannya sudah dilemparkan ke arah tengah sungai.
"Samte! cepat kembali, mereka tak akan lolos dari sini," saat itulah terdngar Ciu Cau
Liong yang berada ditepi sungai sudah berteriak keras.
Siauw Ling yang mencekal bambu tersebut untuk berganti napas pada mulanya ada
maksud meminjam tenaga pantulan dari bambu itu melayang masuk ke dalam perahu
kecil. Siapapun duga bocah cilik berbaju hijau itu ternyata melemparkan bambu tersebut ke
tengah sungai sedang perahu itu menerjang ombak mendadak miring kesamping.
Dengan kejadian ini maka jarak antara diri Siauw Ling dengan perahu tersebut dengan
terpaut lebih jauh lagi.
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Walaupun Siauw Ling memiliki ilmu kepandaian silat hasil didikan tiga orang aneh tetapi
dia orang sama sekali tidak memiliki pengalaman di dalam menghadapi musuh, perubahan
yang dilakukan kurang gesit.
Menanti bambu tersebut hampir jauh ke dalam air ia baru menggerakkan tangan
kanannya menghisap tenaga daya luncur dari gala bambu itu.
Kemudian meminjam kekuatan dari bambu tadi kakinya menutul keatas permukaan air
dan dengan gesitnya melayang ke arah tepi sungai.
Ketika itu jaraknya dengan tepi sungai ada enam kaki jauhnya dengan ditambah pula
tenaga pantulan dari bambu tersebut ada batasnya, ketika tubuhnya dekat tepi mendadak
daya luncurnya habis dan tubuhnya pun lantas melayang turun kembali keatas permukaan
air. "Samte terimalah ini", mendadak terdengar Ciu Cau Liong membentak keras.
Seutas angkin putih dengan cepat dilempar ke arahnya Siauw Ling cepat menyamber
angkin putih tersebut sedang kakinya waktu itu sudah jatuh keatas permukaan air.
Dengan sekuat tenaga, menyentak angkin tersebut ke arah belakang meminjam
kekuatan itulah Siauw Ling dengan cepatnya berhasil melayang turun keatas tepi sungai.
Ketika ia menoleh lagi ke arah perahu sampai tadi maka tampaklah perahu itu pada
saat ini sudah jauh berada puluhan kali dari tepi sungai tak terasa lagi ia menghela napas
panjang. "Heeeei, tidak kusangka usianya yang masih muda ternyata memiliki kelicikan yang luar
biasa," katanya. "Di dalam dunia kangouw memang banyak terdapat peristiwa-peristiwa yang berbahaya
dan licik lain kali kau harus jauh lebih berhati-hati lagi."
Kembali Siauw Ling mengalihkan pandangannya ke arah perahu sampan yang telah
pergi menjauh itu agaknya di dalam hati ia merasa kurang terima.
"Jie ko apakah kau punya cara untuk melakukan pengejaran?"?" tanyanya kemudian
sambil menghela napas. Ciu Cau Liong termenung kemudian baru jawabnya, "Kepandaian mendayung dari
bocah-bocah cilik itu sangat bagus sekali bahkan sampan mereka bisa bergerak cepat aku
rasa tiada waktu lagi untuk menyandak mereka. Lebih baik kita kembali dulu ke dalam
perkampungan. Asalkan mereka belum meninggalkan daerah Koei Cho sejauh seratus li
maka paling banyak di dalam waktu satu hari satu maam kita dapat berhasil memperoleh
berita tentang jejaknya."
Dengan termangu-mangu Siauw Ling memperhatikan bayangan perahu yang lenyap di
tengah gulungan ombak di tengah sungai dalam hatinya kembali bertambah dengan
beberapa persoalan yang mencurigakan, siapakah sebenarnya orang yang melakukan
sembahyang terhadap arwahnya itu masih ada lagi. Kedua orang bocah berbaju hijau itu
mempunyai ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna ditambah pula tenaga
pergelangannya sewaktu melemparkan bambu itu kesamping tali amat kuat, jelas sejak
kecil mereka sudah dididik oleh seorang jagoan lihay yang memiliki ilmu kweekang sangat
dahsyat, tetapi orang itu mengapa datang ketepi sungai yang amat sunyi ini untuk
bersembahyang terhadap arwahnya sendiri"
Ketika secara diam-diam dia menghitung waktu terjatuhnya ke dalam sungai dan
cocokkan pula dengan waktu yang ditinggalkan Tiong Cho Siang-ku di atas pohon Liuw itu
maka ia merasa ini harilah waktu yang tepat sewaktu ia terjatuh ke dalam sungai.
Dikolong langit kemungkinan sekali terdapat beberapa orang Siauw ling, namun belum
tentu ada orang yang sama-sama tercebur di dalam sungai ini.
Orang itu datang bersembahyang kemari hal ini menunjukkan bila dia ada maksud
tujuan, namun yang membuat Siauw Ling tidak paham adalah dikolong langit pada saat ini
sedikit sekali yang dikenal olehnya, lalu siapa yang sudah datang ketepi sungai yang amat
sunyi ini untuk bersembahyang untuk arwahnya"
Ketika ia menoleh, maka tampaklah Ciu Cau Liong pun sedang menundukkan kepalanya
berpikir, jelas diapun dibuat terperanjat oleh kedahsyatannya serta kesempurnaan dari
kepandaian silat kedua orang bocah berbaju hijau itu.
Lama sekali ia baru mendonggakkan kepalanya kembali memandang ke arah Siauw
Ling. "Siauwte! Siauw Ling tertera di atas papan nama itu apakah dirimu?" tanyanya
perlahan. "Benar tulisan yang ditinggalkan Tiong Cho Siang-ku membuktikan kalau nama itu
memang nama siauwte!"
Mendadak sinar mata Ciu Cau Liong berkilat.
"Siauwte, coba pikirkan dengan teliti di dalam Bulim pada saat ini kemungkinan sekali
ada jagoan mana yang datang bersembahyang terhadap arwahmu?" tanyanya.
Siauw Ling termenung dan menundukkan kepalanya lama sekali ia bungkam diri.
"Siauwte sebenarnya soal ini mudah sekali untuk dipikir," ujar Ciu Cau Liong kembali
sambil tersenyum. "Kemungkinan sekali kau banyak kenal dengan jago-jago Bulim tetapi
orang yang memiliki kepandaian silat sedemikian tingginya tentu sedikit sekali jumlahnya
bukan" Terutama sekali dari usia kedua orang bocah berbaju hijau itu masih kecil tetapi
jurus pedangnya sangat ganas sekali. Hal ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang
jarang sekali terjadi di dalam dunia kangouw bilamana semisalnya tempo dulu kau pernah
bertemu dengan mereka tentu masih teringat jelas-jelas."
Siauw Ling lantas menggeleng dan tertawa pahit. "Aku belum pernah bertemu muka
dengan mereka, dan tak teringat olehku siapakah orang-orang yang sudah datang
bersembahyang buat arwahku itu."
Mendadak di dalam benaknya teringat akan sesuatu buru-buru sambungnya, "Jieko
kedua orang bocah berbaju hijau itu apakah mungkin anak murid dari perguruan Bu-tongpay?""
Ilmu pedang dari Bu-tong-pay walaupun sudah terkenal diseluruh kolong langit tetapi
tidak bisa menandingi keganasan serta ketelengasan dari ilmu pedang bocah berbaju hijau
itu. Mendadak ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa" haaa haaa" siauwte tidak usah kita pikirkan lagi mari kita cepat-cepat
kembali ke dalam perkampungan!"
Sambil menggandeng tangan Siauw Ling mereka lantas lari kembali ke dalam
perkampungan Pek Hoa Sanceng.
Jalan raya menghubungkan tempat liar dengan perkampungan Pek Hoa Sanceng yang
biasanya amat sunyi mendadak diramaikan dengan mondar mandirnya kuda yang lewat
suasananya terasa amat menegangkan sekali.
Melihat kejadian itu Siauw Ling segera merasakan hatinya keheranan.
"Jan ko apakah di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng kita sudah terjadi sesuatu
peristiwa?" tanyanya lirih.
Ciu Can Liong segera tertawa dan menggeleng.
"Sakit yang diderita Toako selama banyak tahun kini sudah sembuh kembali ditambah
pula Samte sudah ikut menerjunkan diri ke dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng kita
maka Toako yang ada maksud mempopulerkan nama Siauwte di dalam Bulim sengaja
sudah mengirim seluruh anak buah yang ada untuk menyebarkan surat undangannya
kepada jago-jago kenamaan di dalam Bulim agar mereka sama-sama bisa menghadiri
perayaan yang diadakan di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng kita pertama untuk
merayakan masuknya Samte sebagai anggota dan kedua merayakan kesehatan Toako
yang sudah pulih serta kepandaian silatnya yang telah sempurna dan yang terakhir hendak
mengumumkan seluruh Bulim bahwa sibayangan berdarah Jan Bok Hong akan munculkan
dirinya kembali ke dalam dunia kangouw."
"Ouw, kiranya begitu!" seru pemuda itu.
Ia rada merandek sejenak kemudian sambungnya "Jikalau demikian adanya tentu pada
tempo dulu Toako mempunyai nama besar yang sangat terkenal di dalam dunia rimba
persilatan. "Kini kita sudah menjadi saudara angkat yang sehidup semati," kata Ciu Cau Liong
sambil tertawa. "Rahasia yang menyelimuti perkampungan Pek Hoa Sancengpun agaknya
tak perlu dirahasiakan lagi terhadap dirimu."
Sepasang matanya yang amat dingin perlahan-lahan menyapu sekejap ke arah wajah
Siauw Ling kemudian sambungnya, "Siauwte, nama besar Toako kami jauh terkenal
sepuluh kali lipat dari nama jagoan manapun pada sepuluh tahun yang lalu, asalkan Toako
munculkan dirinya, tentu akan terjadi suatu gelombang yang akan menggemparkan
seluruh Bulim sekalipun jago-jago Bulim yang sangat terkenalpun pada waktu itu rata-rata
mengalahkan tiga bagian terhadap dirinya."
"Lalu selama beberapa tahun ini Toako mengundurkan diri dari keramaian dunia
kangouw dan tidak mencampuri urusan Bulim lagi. Ini apakah dikarenakan ia sedang
menyembuhkan penyakitnya."
"Tenaga dalam Toako amat sempurna, bagaimana mungkin ia sungguh-sungguh bisa
sakit," ujar Ciu Cau Liong lirih.
"Aaah benar tentunya Toako sedang menghindari pertemuannya dengan semua orang
karena hendak berlatih suatu ilmu kepandaian yang maha dahsyat."
Agaknya terhadap diri Siauw Ling, Jie Cungcu Ciu Cau Liong merasa sangat percaya
terdengar ia tertawa tawar.
"Samte kau cuma berhasil menebak btul separuh bagian saja. Toako mengasingkan diri
dari keramaian dunia kangouw selain hendak berlatih suatu ilmu kepandaian yang maha
dahsyat sehingga takut diganggu orang hal yang sebenarnya menggunakan kesempatan
itu ia sedang menyembuhkan luka dalam yang amat parah."
"Mengobati luka dalamnya yang parah" Toako kena dilukai siapa?"
"Urusan ini terjadi pada puluhan tahun yang lalu, biar Toako kena dilukai orang tapi
Toako kalah dnegan bangga."
"Apakah Toako terkena serangan bokongan orang lain?"
"Kepandaian silat Toako sangat sempurna, ia sudah memiliki tenaga khiekang yang
melindungi seluruh tubuhnya bagaimana mungkin orang bisa melukai dirinya dengan
sangat gampang." "Lalu bagaimana ia bisa kalah?"
"Di dalam pertempuran itu jago-jago lihay yang ikut serta mengeroyok sangat banyak
sekali. Diantara sembilan partai besar, ada empat orang ciangbunjin yang ikut serta
mengeroyok, di samping itu masih ada lagi berpuluh-puluh orang Cay cu Pangcu serta
Kiuw cu sekalian dari perkumpulan di dalam Bulim berturut-turut Toako berhasil
menangkan tiga belas kali pertempuran dan mengalahkan Loo Han Sam Cung atau tiga
orang loohan dari Siauw Lim pay Im Yang Cung dari Bu-tong-pay."
"Tiong Lam jie Hiap serta Cangbunjien dari Go bie pay. Hal ini benar-benar merupakan
suatu kejadian yang sangat menggemparkan sekali."
"Akhirnya Toako berhasil dikalahkan oleh Si Phoa Thaysu itu Hongtiang dari ruangan
Tat Mo Yen dikuil Siauw Lim Sie Si Phoa Thaysu tersebut boleh dikata merupakan hweesio
yang paling terkuat dari seluruh partai Siauw Lim. Coba kau pikir bukankah walaupun
Toako kalah tetapi kalah dengan bangga?"
"Sering aku dengar orang berkata partai Siauw Lim adalah partai lurus dari Bulim" pikir
Siauw Ling diam-diam "Jan Toako ternyata bermusuhan dengan partai Siauw Lim,
mungkin dia orang baik-baik."
Terasa olehnya berbagai persoalan yang membingungkan hatinya ikut berkelebat di
dalam benaknya. Ia tidak ingin berpikir lebih lanjut dengan cepat ia berlari ke depan
meninggalkan kelima orang lelaki pengiringnya jauh ke belakang.
Keadaan di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng repot dan tegang, disetiap sudut
diseluruh barisan bunga itu tersebar penjagaan-penjagaan ketat dari lelaki-lelaki yang
berbaju hitam yang menggembol senjata tajam keadaannya sangat serius sekali seperti
sedang menghadapi serangan musuh tangguh.
Ciu Cau Liong setelah menghantarkan Siauw Ling kembali ke dalam bangunan Lam Hoa
Cing Si ia lantas mohon pamit dan mengundurkan diri.
Kiem Lan serta Giok Lan sejak semula sudah menanti kedatangannya diluar kamar
melihat Siauw Ling sudah kembali sambil tersenyum mereka lantas datang menyambut
membawa teh menyediakan air pokoknya mereka kelihatan sangat sibuk sekali.
Giok Lan dengan membawa sepasang sendal lantas berlutut dihadapan pemuda
tersebut membantu dirinya melepaskan sepatu yang dikenakan.
"Sam ya," ujarya merdu. "Budak serta Kiem Lan cici menerima perintah dari Toa
Cungcu untuk sejak ini menjadi budak pribadi dari Sam ya."
"Ehmm, soal ini aku orang berani menerimanya. Aku serta enci Kiem Lan merasa
sangat girang sekali setelah mendengar berita tersebut" sambung Giok Lan lebih lanjut
sambil tersenyum. "Mulai saat ini kami bisa selalu ikut serta disisi Sam ya untuk membereskan
pembaringan, mengiringi kemana saja Sam Ya hendak pergi, kami tidak usah melayani
para tamu lagi diruangan Lan Hoa Cing Si ini, bilamana Sam ya suka menerima kami. Hal
ini benar-benar merupakan rejeki dari kami kakak beradik."
Wajahnya penuh dengan perasaan mohon yang patut dikasihani hal ini membuktikan
bila perkataan tersebut benar-benar diucapkan dari dasar hatinya.
Perlahan-lahan Siauw Ling menghela napas panjang.
"Heeei! kalian berdua suka memperhatikan diriku sedemikian rupa, cayhe benar-benar
merasa sangat berterima kasih sekali," katanya.
Dengan gugup kedua orang budak itu bersama-sama menjatuhkan diri berlutut, air
mata mulai jatuh berlinang membasahi pipinya.
"Sam ya sudah setuju?" tanyanya.
Perlahan-lahan Siauw Ling mengangguk sambil tertawa. Dengan cepat dia membimbing
bangun kedua orang dayang tersebut.
"Kalian cepatlah bangun," katanya.
"Terima kasih atas kebaikan Sam ya!" seru kedua budak itu sambil meloncat bangun.
Dalam hati Siauw Ling pada saat ini sedang memikirkan peristiwa papan nama yang
baru saja terjadi siang tadi, ia sama sekali tak ada niat untuk banyak berbicara.
"Aku hendak kembali ke kamar untk beristirahat, bilamana tak ada urusan penting
janganlah mengganggu diriku," pesannya kemudian.
Malam itu kentongan kedua baru saja lewat, Siauw Ling dengan memakai pakaian
ringkas berwarna hitam setelah mengenakan sarung tangan terbuat dari kulit naga Cian
Nian Ciauw Pih So Tauw hadiah pemberian Liuw Sian Ci dengan tangan kosong lantas
meloncat keluar dari kamarnya dengan gerakan sangat hati-hati.
Siapa nyana kedua dayang tersebut sangat memperhatikan gerak-gerik Siauw Ling baru
saja berjalan keluar dari pintu kamar kedua orang dayang itu sudah menanti diluar dengan
menggembol pedang. "Sam ya perlukah budakmu mengiringi dirimu?" tanya Kiem Lan lirih.
Aaaah" Siauw Ling tertegun "Tidak perlu keadaan di dalam perkampungan Pek Hoa
Sanceng penuh diliputi bahaya ada baiknya Sam Ya mengambil senjata tajam," ujar Giok
Lan pula memberi peringatan seraya melepaskan pedang yang menggembol pada
punggungnya. "Tidak perlu, tidak perlu! Aku cuma jalan-jalan sebentar saja!" dengan langkah lebar ia
berjalan meninggalkan bangunan Lam Hoa Cing Si melewati kebun bunga dan menuju
keluar perkampungan. Walaupun di dalam kebun bunga ada para peronda malam, kebanyakan mereka sudah
mengenali Siauw Ling adalah Sam Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng, siapapun
tak ada yang berani menghalang-halanginya.
Siauw Ling dongakkan kepala menentukan arah sejenak, tiba-tiba hawa murninya
disalurkan mengelilingi seluruh tubuh dan berkelebat menuju keteluk Sam Liuw Wan.
Malam ini adalah suatu malam yang tidak berbulan, cahaya bintang dilangit berkelipkelip
membuat suasana terasa hampa teluk Sam Liuw Wan sunyi senyap membuat hati
orang terasa pilu. Dengan setengah membongkok Siauw Ling meloncat dan mendekati ketika batang
pohon liuw itu lalu enjotkan badan meminjam tenaga jumpalitan ia bersembunyi dibalik
dedaunan yang lebat. Waktu ia melongok ke bawah meja itu masih berada di tempat
semula. Hioloo emaspun masih terpancang di depan, hanya saja dari Hioloo tadi tak
kelihatan asap dupa yang mengepul memenuhi angkasa. Hal ini membuktikan bila dalam
waktu ini tak seorangpun yang pernah datang kesana.
Ombak sungai menderu-deru angin bertiup kencang. Di tengah malam yang buta
sungai yang berliku-liku kelihatan mirip seutas ikat pinggang berwarna putih keperakperakan.
Siauw Ling yang bersembunyi dibalik dedaunan pohon liuw tidak juga melihat sesuatu
walaupun sudah ada satu kentongan ia menanti. Akhirnya pemuda she Siauw ini menghela
napas panjang. "Heei, agaknya malam ini tak bakal ada orang yang datang kemari."
Belum saja ia meloncat turun tiba-tiba terdengar suara dayung menyampok air
berkumandang datang semakin lama semakin mendekat tanpa terasa hatinya rada
tergerak. Buru-buru ia berpaling, di bawah sorotan cahaya bintang tampak sesosok perahu
sampan dengan cepat meluncur mendekat dan di dalam waktu singkat telah mendekati
tepian sungai. Tiga sosok bayangan manusia meloncat ketepian dari dalam perahu dan gerakan
mereka rata-rata gesit dah hebat.
Siauw Ling memperhatikan lebih teliti lagi, jantungnya terasa berdebar-debar keras dan
diam-diam pikirnya, "Hei, jika tadi aku jadi meninggalkan tempat ini, maka sulitlah bagiku
untuk berjumpa dengan mereka lagi."
Kiranya orang pertama yang berjalan dipaling depan adalah sibocah berbaju hijau yang
pernah ditemui siang tadi.
Di atas punggungnya bocah itu menyoren pedang panjang dan sepasang tangannya
mencekal sebuah medali Leng pay.
Ornag yang mengikuti kencang di belakang tubuhnyapun merupakan seorang bocah
cilik berbaju hijau dengan ditangannya membawa sebuah Khiem yang kelihatannya
sangatlah antik. Orang terakhir yang mengikuti di belakang kedua orang bocah cilik itu adalah si orang
pemuda berjubah biru kaus putih dan ditangannya membawa sebuah kipas.
"Siapakah kedua orang itu" Asing benar wajah mereka," diam-diam pemuda she Siauw
yang bersembunyi di atas pohon Liuw berpikir keras.
Sibocah berbaju hijau itu dengan hebat meloncat keatas menggantungkan Leng Pay
berisikan nama Siauw Ling keatas pohon, lali mengeluarkan tiga batang hio dan disulutnya
kemudian ditancapkan keatas hioloo emas.
Mengikuti berkelebatnya cahaya api dapat dilihat orang berbaju biru itu baru berusia
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua puluh tahunan, wajahnya ganteng dengan alis yang melenting tidak malu disebut
seorang lelaki tampan. Si orang berbaju biru itu meletakkan kipasnya keatas meja, lalu menjinjing jubahnya
dan menjura dengan hormat di depan meja sembahyang.
"Pada tahun yang lalu sewaktu siauwte lewat disini dan melihat nama Siauw heng
terukir di atas pohon timbullah rasa ingin tahu dihatiku sekarang siauwte telah minjam
nama Siauw heng untuk berkelana dalam dunia Bulim harap sukma Siauw heng dialam
baka suka memaafkan dosa ini," katanya lirih.
Oouw kiranya begitu diam-diam Siauw Ling menghembuskan napas panjang, "Aku
masih mengira dalam kolong langit sungguh ada dua orang yang bernama Siauw Ling."
Terdengar si orang berbaju biru itu melanjutkan kembali kata-katanya, "Walaupun
siauwte telah meminjam nama besar Siauw heng untuk berkelana dalam Bulim tapi
siauwte percaya tidak bakal merusak ataupun memalukan nama besar Siauw heng."
"Oouw tidak mengapa," kembali Siauw Ling membatin di dalam hatinya. "Asalkan kau
tidak melakukan perbuatan jahat gunakan saja namaku sepuas mungkin."
Kembali si orang berbaju biru itu menyambung kata-katanya, "Siauwte menerima pesan
seseorang untuk membawa Leng Pay ini menyambangi Siauw heng dengan membawa
Leng Pay ini akan berlalu dari sini untuk diserahkan kembali kepada sipenitip pesan
tersebut semoga saja malam ini Siauw heng bisa tunjukkan sedikit keajaiban agar
sekembalinya siauwte bisa menceritakan kepada orang itu apa yang kau ingini. Heee
Siauw heng, walaupun kau sudah mati tapi dikolong langit masih ada seorang gadis cantik
yang menangisi nasibmu siang dan malam selalu bersembahyang selalu melelehkan air
mata dihadapan Leng Paymu jika dibandingkan siauwte keadaan Siauw heng jauh lebih
kuat berpuluh kali lipat. Sukma Siauw heng dialam baka tentunya tahu segala sesuatu
harap kau bisa tenang disana."
Siauw Ling yang mendengar perkataan itu hatinya merasa amat kesal kembali pikirnya,
"Waaah, payah orang ini mengoceh terus tidak karuan, mana mungkin aku punya gadis
yang menangisi diriku terus menerus."
Orang berbaju biru itu dengan lantang kembali berkata memutuskan jalan pikiran
pemuda she Siauw itu. "Gadis kecintaanmu itu telah membuat serangkaian irama lagu untuk mengenangkan
dirimu. Malam ini siauwte akan mainkan lagu tersebut di samping menghibur sukma Siauw
heng dialam baka." Tampak sibocah berbaju biru itu meletakkan Khiem antik tadi di atas meja dan si orang
berjubah biru itu masukkan kembali kipasnya ke dalam saku lalu tangan kanannya mulai
disentil mainkan senar khiem tersebut memecahkan kesunyian di tengah malam buta.
Diikuti serangkaian lagu yang memilukan hati berkumandang memenuhi angkasa.
Nadanya amat sedih membuat setiap orang yang ikut mendengar merasakan hatinya risau
dan pedih. Hati kecil Siauw Ling kena tersinggung, ia tak dapat menahan kepedihan dari irama
musik tersebut sehingga tanpa terasa ikut melelehkan air mata.
Mendadak terdengar suara gemerincing yang keras diikuti berhentinya irama musik
tersebut. Dua orang bocah berbaju hijau dengan hebat mencabut keluar pedangnya dan
meloncat kedua belah sisi, sambil memperhatikan suasana disekitar sana dengan tajam.
Kiranya sewaktu si orang berbaju biru itu mainkan irama lagunya mencapai puncak
kesedihan, tiba-tiba senar khiem tersebut putus jadi dua bagian.
Terdengar orang itu menghela napas panjang. "Mungkinkah sukma Siauw heng dialam
baka bisa ikut mendengarkan lagu ini."
Perlahan-lahan ia mengusap air mata yang mengucur keluar, sambungnya lebih lanjut,
"Dalam keadaan sedih dan berduka hati gadis pujaanmu itu telah menciptakan sebuah
irama lagu Liuw Swie Tuan Hun ini, setiap suara setiap kata semuanya diiringi isak
tangisnya yang memilukan hati. Oouw Siauw heng, jikalau sukmamu dialam baka mengerti
tegakah kau orang membiarkan dia merasa sedih sepanjang hidup?"
Siauw Ling yang mendengar perkataan itu hanya ikut merasa terharu.
"Ehmm orang ini tidak jelek juga! ia cuma mendapat titipan orang lain, tapi
kesetiaannya benar-benar terpuji."
Tiba-tiba terdengar si orang berbaju biru itu berubah nada pembicaraannya,
sambungnya lebih lanjut, "Ia merasa sedih dan berduka untukmu, sudah seharusnya
Siauw heng pun ikut memikirkan buat dirinya. Jikalau sukma Siauw heng bisa mendengar
perkataanku ini tunjukkan bantuanmu agar siauwte berhasil merebut kepercayaannya.
Siauwte tidak becus tadi rela selama hidup tunduk di bawah kakinya, dan menghibur
kesedihan hatinya sepanjang hari."
Ketika itulah Siauw Ling tertegun untuk beberapa saat.
"Aaakh bagus sekali! kiranya kau mohon kepadaku agar aku suka menunjukkan
bantuanku membantu kau sukses dalam merayu kekasihmu."
Mendadak si orang berbaju biru itu berlutut keatas tanah tanpa perduli diaas tanah
penuh dengan lumpur yang kotor.
"Siauwte telah meminjam nama besar Siauw heng, aku berjanji dengan seluruh
kekuatan yang kupunyai akan menggemparkan nama besar Siauw heng dalam seluruh
Bulim agar semua orang menghormati dirimu dan nama besarmu terkenal sampai ratusan
tahun selama hidup siauwte akan selalu menjadi bayangan dari Siauw heng."
"Hmm, aku tahu kau berbuat demikianpun bukan sungguh-sungguh dan ikhlas karena
aku," pikir pemuda she Siauw ini.
"Jikalau Siuaw heng suka menyetujui permintaan dari siauwte ini harap kau suka
menunjukkan kesetiaanmu," tambah orang itu.
Ketika itu kedua baju hijau itu selesai melakukan pemeriksaan di tempat itu, satu dikiri
dan satu dikanan berdiri disisi orang berbaju biru tadi.
"Hmm, apa perlunya kalian cabut pedang seperti menghadapi musuh besar saja?" tegur
si orang berbaju biru sambil menyapu sekejap kekiri kanannya. "Bukankah tindakan kalian
ini akan mengejutkan sukma dari Siauw heng" Ayo cepat simpan pedang kalian."
Kedua bocah berbaju hijau itu menurut dan memasukkan pedangnya ke dalam sarung,
melihat majikannya berlutut merekapun disisinya.
Tapi sungai yang sunyi senyap telah pulih kembali pada keheningan yang terdengar
hanyalah deburan ombak menumbuk tepian yang berbunyi tiada hentinya.
Siauw Ling yang berada di tempat ketinggian dapat melihat seluruh kejadian itu dengan
sangat jelas tampak olehnya si orang berjubah biru itu pejamkan sepasang matanya,
muka menghadap Leng pay dan mulutnya kemak kemik seperti sedang berdoa. Untuk
beberapa waktu ia ragu-ragu ada baiknya munculkan diri atau tidak, sebenarnya dia ada
maksud untuk menanyakan siapakah gadis tersebut" Sebelum keputusan sampai diambil,
mendadak dari tempat kejauhan tampak datangnya sesosok bayangan manusia yang
bergerak tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Gerak-gerik orang itu ringan bagaikan daun, walaupun berjalan di atas tanah berlumpur
tapi tak kedengaran sedikit suarapun.
Agaknya si orang berbjau biru serta kedua orang bocah berbaju hijau itu sedang
menenti munculnya sukma Siauw Ling dengan penuh kepercayaan. Seluruh perhatian
mereka terpusatkan menjadi satu dan sama sekali tak merasa munculnya mara bahaya
yang mengancam. Di bawah sorotan cahaya bintang dapat dilihat bayangan manusia itu tinggi kurus
bagaikan lidi ia sudah tiba kurang lebih beberapa tombak di belakang tubuh orang berbaju
biru itu. Tiba-tiba gerakan orang itu semakin perlahan agaknya ia menaruh rasa jeri terhadap
orang berbaju biru itu. Tindak tanduknya makin berhati-hati dan sepertinya takut
menimbulkan suara sehingga mengejutkannya.
Siauw Ling mulai merasa tegang dibuatnya ia tidak tahu seharusnya turun tangan
menolong si orang berbaju biru itu atau tidak.
Di tengah kesunyian yang mencekam secara samar-samar membawa hawa nafsu
membunuh yang amat tebal, setiap kali bayangan hitam tinggi kurus itu melangkah satu
tindak kemuka hawa membunuh yang mencekampun semakin menebal satu lapis.
Mendadak dari tengah sungai berkumandang datang suara dayung yang menyampok
air sesosok sampan dengan cepat meluncur datang.
Bayangan tinggi kurus yang sedang bergerak maju itupun dibuat terkejut oleh
datangnya suara dayung tadi dengan cepat ia menghentikan gerakannya.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini membuat Siauw Ling semakin tegang
dengan cepat ia menoleh. Dilihatnya dari atas sebuah sampan kecil melayang turun sesosok bayangan manusia
yang kecil ramping dan dengan hebat meluncur mendekat. Bayangan itu adalah bayangan
seorang gadis yang memakai baju ringkas dengan sebilah pedang tersoren di atas
punggungnya. Begitu sepasang kaki menempel tanah ia langsung melayang ke arah si
orang berbaju biru. Dalam sekejap mata itulah bayangan manusia tinggi kurus yang semula telah berada
beberapa tombak dari si orang berbaju biru itu kini sudah lenyap tak berbekas.
Menanti Siauw Ling memeriksa dengan teliti ia baru menemukan bila orang itu telah
menjatuhkan diri berbaring di balik semak. Tentunya karena kemunculan gadis berbaju
ringkas itu terlalu cepat membuat bayangan hitam tadi tak sempat menghindarkan diri lagi
sehingga ia cuma jatuhkan diri tertelungkup di atas tanah.
Sigadis berbaju ringkas tadi setelah melayang turun kesisi meja sembahyang ia
langsung mengeprak meja keras-keras.
"Aku pergi mencari kau kemana-mana kiranya kau ada disini!" teriaknya keras. "Eei,
apa kerjamu bersembunyi disini?"
Orang berbaju biru itu perlahan-lahan bangun berdiri, nada suaranya hambar dan ketus
sedikitpun tak menunjukkan sifat persahabatan.
"Karena gangguanmu sukma Siauw Ling jadi terkejut lari ketakutan aku sudah
bersembahyang setengah harian lamanya, belum sampai maksudku terpenuhi kau sudah
mengganggu lagi kau membuat usahaku jadi gagal dan sia-sia belaka."
"Hmm! darimana bisa muncul sukma gentayangan, aku lihat kau sudah dipengaruhi
daya hayalmu sendiri!" teriak gadis berbaju ringkas itu dengan gusar.
"Sekalipun aku sudah dipengaruhi daya hayalku apa pentingnya kau ikut mengurusi?"
Gadis berbaju ringkas itu berdiri tertegun akhirnya menangis tersedu-sedu kakinya
langsung melancarkan tendangan ke arah meja serta hioloo emas terpental sejauh dua
tiga tombak jauhnya. Melihat cara gadis itu melancarkan tendangan Siauw Ling merasa hatinya bergerak
pikirnya, "Ilmu kepandaian silat perempuan ini tidak lemah cuma sayang wataknya sangat
kasar." Sejak permulaan kedua orang bocah berbaju hijau itu sudah dibuat ketakutan setengah
mati, apalagi melihat khiem antik kesayangan majikannya terpental jatuh. Mereka semakin
kebingungan dibuatnya. Lama sekali bocah yang membawa khiem antik tadi baru berseru gelagapan, "Kongcu
khiem antik itu?" "Cepat ambil kembali kita segera pergi."
Bocah berbaju hijau itu menyahut buru-buru ia lari ke depan pungut kembali khiem
antik tersebut. "Kongcu?" seru pula bocah berbaju hijau itu. "Perlukah Leng pay dari Siauw Ling
dibawa serta?" "Hmm. Jika Leng pay itu sampai hilang. Kaupun jangan harap bisa hidup lebih lanjut"
teriak orang berjubah biru itu teramat gusar.
Diam-diam bocah berbaju hijau itu amat terperanjat.
"Tidak kusangka Leng pay dari Siauw Ling ini jauh lebih penting daripada khiem antik
kesayangan kongcu," pikirnya.
Dengan cepat ia meloncat naik keatas pohon liuw tua yang ada di tengah dan
melepaskan Leng pay tersebut.
"Leng pay apa itu coba bawa kemari biar aku periksa," tiba-tiba gadis berbaju ringkas
itu membentak keras. Agaknya gadis inipun mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Hal ini membuat
sibocah berbaju hijau jadi serba salah dan berdiri di tempat semula dengan termangumangu.
"Bagus, bagus sekali kiranya kalianpun berani menganiaya diriku?" teriak gadis itu
semakin kalang kabut. "Nona jangan salah paham. Soal ini mana hamba berani. Hanya sebelum memperoleh
ijin dari kongcu hambapun tidak berani ambil keputusan sendiri."
Dimulut bocah itu berbicara sedang matanya dengan cahaya mohon dikasihani
dialihkan ke arah si orang berbaju biru itu.
Pemuda berbaju biru itu termenung sejenak akhirnya ia menyahut dengan nada dingin.
"Serahkah kepadanya."
Bocah itu menyahut dan kemudian serahkan Leng pay tadi ketangan gadis tersebut.
"Siapa yang bernama Siauw Ling?" tanya gadis berbaju ringkas itu setelah melirik
sekejap ke arah Leng pay tadi.
"Soal ini hamba kurang jelas harap nona tanyakan sendiri kepada kongcu ya."
Sreet, tiba-tiba gadis berbaju ringkas itu mencabut keluar pedangnya seraya tertawa
dingin tiada hentinya. "Hmm perduli Siauw Ling atau Toa Ling akan kubuat ini jadi berkeping-keping."
"Aakh! nona jangan kau hancurkan!" teriak bocah berbaju hijau itu gelagapan.
"Hmm, cepat beritahu kepadaku, Siauw Ling adalah seorang lelaki atau perempuan?"
"Nona, jika kau hancurkan Leng pay itu maka kongcu tak bakal melepaskan hamba.
Perkataan dari kongcu tadi bukankah nona sudah mendengar sendiri?"
"Aku bertanya Siauw Ling seorang lelaki atau perempuan" Siapa yang suka mendengar
segala urusan tetek bengek?"
"Siauw Ling adalah seorang lelaki."
Dengan gemas gadis berbaju ringkas itu membanting Leng pay tadi keatas tanah.
"Hmm, lelaki busuk. Apa gunanya dianggap sebagai barang pusaka?" bocah berbaju
hijau itu buru-buru memungut kembali Leng pay tadi dibersihkan dari lumpur dengan
ujung bajunya kemudian perlahan-lahan mengundurkan diri kesisi orang berjubah biru itu.
"Kiam Tong!" tegur sipemuda berbaju biru itu seraya mengambil kembali Leng pay
tersebut. "Kau tidak becus melindungi Leng pay tahukah kau apa hukumannya!"
Pada mulanya Kiam Tong tertegun tapi dengan cepat ia bongkokan badannya menjura.
"Hamba rela menerima hukuman."
"Bagus sekali! tabok sendiri mulutmu."
Kiam Tong ayunkan tangannya memerseni beberapa tabokan keras-keras mulut sendiri.
Walaupun ia sedang menabok mulutnya sendiri tapi tabokan tadi dilakukan dengan
sangat berat, dalam beberapa saat lamanya sepasang pipinya sudah membengkak besar.
Gadis berbaju ringkas itu makin melihat semakin merasa tidak enak, akhirnya ia
membentak, "Tahan?" Kiam Tong berhenti dan melirik sekejap ke arah gadis tersebut tapi
sebentar kemudian ia melanjutkan kembali tabokannya keatas mulut sendiri. Dari mata
gadis itu jadi gusar, sembari menudingkan pedangnya ia berteriak seraya menangis
tersedu-sedu. "Bagus sekali! bukan saja kau menganiaya diriku bahkan suruh Khiem Kiam Jie Tong
menganiaya pula diriku?"
"Sudah, sudah, tidak usah ditabok lagi," akhirnya si orang berjubah biru itu ulapkan
tangannya. Kiam Tong berhenti menabok, tapi sepasang pipinya sudah bengkak sangat
besar, darah segar mengucur keluar dari ujung bibirnya.
Gadis berbaju ringkas itu menangis seperminum teh lamanya, tapi orang berjubah biru
itu tetap tidak ambil gubris, tidak menghibur juga tidak membentak suruh ia berhenti.
Siauw Ling yang melihat peristiwa itu dari atas pohon Liuw tua, diam-diam merasa
sangat kegelian, pikirnya, "Kelihatannya antara sepasang laki perempuan ini mempunyai
hubungan yang sangat erat, entah mengapa sikap orang berjubah biru itu ternyata sangat
dingin. Heee walaupun watak gadis ini rada kasar dan berangasan, tapi sikap lelaki inipun
terlalu dingin dan ketus."
Gadis berbaju ringkas yang menangis beberapa saat tidak kelihatan juga orang berbaju
biru itu melerai atau menghibur. Agaknya ia merasa malu untuk turun dari panggung.
Tangisnya makin lama makin keras semakin melengking. Sembari menangis makinya
penuh kegusaran" "Apa yang kalian lihat disini" Ayo cepat enyah jauh dari sini!" sipemuda berjubah biru
itu tidak bergerak maupun bertanya, justru yang ditunggu-tunggu adalah ucapan tersebut
ia segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee heee heee, bagus kau sendiri yang suruh aku enyah dari sini!"
Sembari membawa Leng pay dari Siauw Ling ia berlalu dari sana dengan langkah lebar.
Khiem Kiam kedua orang bocah itupun dengan kencang mengikuti dari belakangnya
melindungi pemuda berbaju biru itu naik keatas sampan sebentar kemudian terdengar
suara dayung menyampok air perahu sampan tersebut dengan cepat meluncur
meninggalkan tepian dan sebentar kemudian lenyap dari pandangan.
Jilid 21 Ketika sang gadis berbaju ringkas itu mendengar suara perahu sampan telah pergi jauh
agaknya ia benar-benar merasa kesedihan suara tangisnya semakin meraung-raung.
Suara tangis yang diperdengarkan tadi adalah sengaja dikeluarkan maka suaranya
tinggi melengking menusuk telinga tetapi suara tangisnya saat ini sungguh-sungguh
ditumpahkan keluar dari lubuk hatinya suara sesenggukkannya begitu memilukan hati
membuat orang merasa ikut terharu.
Tiba-tiba didasar hati Siauw Ling muncul perasaan iba diam-diam pikirnya dihati, "Gadis
ini sungguh patut dikasihani boarlah aku turun dan menghibur dirinya dengan beberapa
patah kata." Belum sempat ia melakukan sesuatu mendadak bayangan tinggi kurus yang semula
berbaring di atas tanah tadi tiba-tiba bangun berdiri dan berjalan mendekati gadis
tersebut. Pada waktu itu gadis berbaju ringkas itu sedang menangis meraung-raung, ketajaman
maupun mendengarnya sudah kehilangan reaksinya. ketika bayangan tinggi kurus itu
sudah tiba empat lima langkah dari badannya ia masih belum merasa.
Siauw Ling yang melihat kejadian itu hatinya terasa amat tegang, pikirnya, "Perduli
gadis ini orang baik atau jahat tidak seharusnya seorang lelaki melakukan serangan
bokongan terhadap seorang gadis dalam waktu itu ia tak bersiap sedia, orang ini tentu
seorang pengecut aku Siauw Ling tidak boleh duduk sambil berpeluk tangan."
Dipatahkannya sebatang ranting pohon Liuw lalu dipatah-patahkan kembali jadi tiga
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bagian dan dicekal di tangan dengan disalur hawa kweekang! Asalkan bayangan tinggi
kurus tadi melancarkan serangan bokongan maka ia akan melancarkan serangan pula
dengan potongan ranting pohon Liuw itu dalam gerakan Sam Yen Lian Tie.
Siapa nyana ternyata urusan bayangan luar dugaan Siauw Ling ketika bayangan hitam
itu tiba kurang lebih lima depa dari gadis itu mendadak berhenti.
"Nona, kau jangan menangis lagi," hiburnya lirih.
Walaupun ia berusaha keras untuk mendatarkan suara tapi kedengaran di dalam telinga
membawakan nada dingin kaku yang tak sedap didengar.
"Aakh suara orang ini radanya seperti ku kenal!" tiba-tiba Siauw Ling merasa hatinya
rada bergerak dengan cepat ia pertajam pandangannya.
Bagai dipagut ular bisa seketika itu gadis berbaju ringkas menghentikan suara
tangisnya meloncat bangun.
Mengikuti perputaran badan pedangpun sudah dicabut keluar melindungi depan dada.
"Siapa kau?" bentaknya dingin sembari melototi bayangan tinggi kurus itu tajam-tajam.
"Cayhe tidak bermaksud jelek."
Sembari berkata kembali orang itu maju dua langkah ke belakang.
Gadis berbaju ringkas itu dengan cepat gerak pedangnya membentuk selapis cahaya
tajam yang menyilaukan mata.
"Cepat enyah dari sini jika kau berani maju selangkah lagi. Hmm, jangan kau salahkan
pedang nonamu tak bermata."
Mendengar ancaman tersebut bukannya jeri sebaliknya orang itu mendadak tertawa
tergelak. "Haaa" haaa" apa yang dialami nona malam ini berhasil cayhe lihat dengan mata
kepala sendiri didengar dengan telingaku sendiri."
"Kendati kau sudah melihat sudah kau dengat lalu apa gunanya?" kembali bayangan
tinggi kururs itu tertawa tergelak.
"Sikap orang itu terhadap nona memang keterlaluan."
"itu soal kami sendiri, tidak perlu orang lain ikut campur!"
"Tapi orang itu sudah tidak pandang nona sebagai orang sendiri. Haaa" haaa" jikalau
cayhe ceritakan apa yang aku lihat malam ini keseluruh dunia kangouw maka dikemudian
hari nona tak akan punya muka untuk berkelana di dalam dunia persilatan lagi."
"Kau berani?" bentak gadis itu amat gusar.
"Kenapa tidak berani" Seorang nona perawan merengek-rengek di depan seorang pria
dan ternyata orang lain tidak menggubris rengekanmu itu bahkan ditinggal pergi, peristiwa
ini sungguh-sungguh menggelikan sekali haaa" haaa?"
"Tutup bacotmu!" teriak gadis itu sangat murka, "Kau berani mengejek aku dengan
kata-kata yang kotor, jangan salahkan aku orang akan turun tangan membinasakan
dirimu." Siauw Ling yang melihat peristiwa itu diam-diam membuat perbandingan di dalam
hatinya. "Pria itu berwatak dingin, licik kecil dan banyak akal berusaha menggunakan berbagai
macam cara untuk mendesak dan memjirat gadis tersebut. Tindakan ini memang sangat
terkutuk jikalau gadis itu sampai muncul niatnya untuk membinasakan dirinya tindakan
inipun tidak terlalu telengas."
Pada waktu itu si orang berbaju hitam itu sedang tertawa dingin.
"Aku takut nona masih bukan tandingan cayhe."
"Omong kosong" teriak gadis itu gusar.
Pedangnya dengan sepenuh tenaga langsung ditusukan ke depan.
Dengan sebat si orang berbaju hitam itu berkelit kesamping menghindarkan diri dari
datangnya serangan balasan, sambungnya lebih lanjut, "Jikalau nona suka mendengarkan
perkataan cayhe dan bekerja sama dengan diriku, bukan saja kau bisa menggaet kembali
kekasihmu jauh telah berubah hati bahkan dapat pula menyalurkan kemangkelanmu di
dalam dunia persilatan, membuat semua orang merasa gusar dan cemas."
Diketahui rahasia hatinya gadis berbaju ringkas itupun menarik kembali pedangnya
yang sedang melancarkan tusukan.
"Kita harus bekerja sama dengan cara yang bagaimana?"" tanyanya dengan nada jauh
lebih ramah. "Asalkan nona suka mendengarkan perkataan cayhe dan menyaru nama seorang yang
sudah mati dan melakukan beberapa pekerjaan yang mengejutkan hati maka sukseslah
sudah kerja sama kita."
Agaknya gadis berbaju ringkas ini telah tertanam rasa cinta yang sangat mendalam
terhadap sipemuda berbaju biru itu, buru-buru tanyanya, "Kau suruh aku menyaru sebagai
apa" Siauw Ling?"
Siauw Ling yang sedang bersembunyi di atas pohon Liuw tua itu kembali merasakan
hatinya bergetar keras. "Bagus sekali tidak kusangka namaku Siauw Ling benar-benar laku keras seperti kacang
goreng" pikirnya dihati. "Bukan saja si orang berbaju biru itu sudah menggunakan
namaku, bahkan orang lain pula memaksa gadis ini menggunakan namaku."
"Siauw Ling?" terdengar gadis itu berbisik lirih.
"Siauw Ling yang namanya tercantum di atas Leng pay tadi."
"Tidak salah orang itu menyaru nama Siauw Ling justru hendak."
"Siapa yang kau maksud orang itu?"
"Pemuda berjubah biru tadi?"
"Oooow dia bernama Lan Giok Tong!"
"Benar Lan Giok Tong menyaru sebagai Siauw Ling justru bertujuan hendak memancing
munculnya seorang gadis cantik inilah sebabnya ia jatuh cinta pada gadis itu dan
melupakan yang lama tidak cinta dirimu lagi."
"Cantikkah gadis itu?" tanya gadis tersebut cemas.
Dengan pandangan tajam si orang berbaju hitam itu meneliti tubuh gadis tersebut dari
atas hingga ke bawah, lalu jawabnya, "Menurut penglihatan cayhe, jikalau kalian berdua
dibandingkan maka seharusnya keindahannya mirip Coen Lan Ciu Kiok masing-masing
mempunyai keistimewaannya sendiri cuma di dalam pandangan Lan Giok Tong, orang itu
jauh lebih cantik beberapa bagian dari pada nona."
"Kau bukan dirinya, bagaimana bisa tahu pandangannya?"
"Sebetulnya urusan sudah tertera sangat jelas. Jikalau Lan Giok Tong merasa nona jauh
lebih menarik dari pada gadis tersebut iapun tak bakal melepaskan nona untuk mencintai
orang lain." Saking khekinya gadis itu sampai melototkan sepasang matanya bulat-bulat dan
mendengus dingin. "Hmm! Aku pasti mencari gadis itu dan akan kulihat apakah kecantikannya melebihi
diriku?" "Kepandaian silat yang dimiliki nona itu sangat tinggi sekalipun kau berhasil menemui
dirinya belum tentu bisa menandingi dirinya apalagi kaupun tak bakalan bisa temukan dia
orang." "Soal ini bagaimana kau bisa tahu?"
"Nona belum menjawab pertanyaan cayhe?"
"Dengan cara begini aku pergi mencari dirinya sama saja mengapa harus menyaru
nama Siauw Ling yang sudah mati, aku tidak mau."
"Baiklah jikalau nona tidak suka cayhepun tidak akan memaksa lebih lanjut kita
berpisah dulu sampai disini."
Ia putar tubuh dan melangkah pergi dengan tindakan lebar.
Melihat orang itu betul-betul berlalu gadis berbaju ringkas itu jadi gelisah.
"Berhenti!" teriaknya keras.
Si orang berbaju hitam itu berhenti.
"Kau belum selesai berbicara siapakah namanya" dan aku harus pergi kemana untuk
menemui dirinya?" "Heee hee ia berada jauh diujung langit diluar dunia dilingkungan dewa selama hidup
jangan harap kau bisa temui dirinya!" teriak si orang berbaju hitam itu sambil tertawa
dingin. Kemungkinan juga ia berada beberapa depa disisimu, setiap saat bisa muncul di
sampingmu." Gadis berbaju ringkas itu menunduk akhirnya ia bungkam dalam seribu bahasa.
"Nona jika kau suka mendengar perkataan cayhe dan bekerja sama dengan diriku,
maka kita masing-masing akan mengambil keuntungan sendiri-sendiri," sambung orang itu
lebih lanjut. "Apa maksudmu mengambil keuntungan sendiri-sendiri?" tanya gadis itu rada
tercengang. Ia merandek sejenak kemudian menyambung, "Ooow benar karena gadis itu berwajah
sangat cantik maka kau ada maksud mengincar dirinya."
"Kesukaan cayhe sangat banyak tapi justru paling benci main perempuan dugaan nona
salah besar" potong orang itu cepat.
"Lalu apa yang kau inginkan?"
"Cayhe hanya menginginkan semacam barang dari sakunya. Sisanya boleh aku
serahkan semua untuk nona urusi sendiri."
"Barang apa yang kau inginkan?"
"Heee hee hee" nona, apakah pertanyaan kau tidak terlalu banyak?"" potong orang
berbaju hitam itu sambil tertawa dingin. "Hm! mau atau tidak cepat katakan cayhe masih
harus pergi mencari orang lain tak ada waktu untuk menemui dirimu lebih lama lagi."
Tiba-tiba gadis berbaju ringkas itu menghela napas panjang.
"Baiklah aku setuju tapi kau tidak boleh mengingkari janji, kau harus serahkan orang itu
kepadaku mau bunuh siksa itu hakku semua!"
"Hal ini sudah tentu selama hidup cayhe selalu bekerja menggunakan otak dan apa
yang pernah dijanjikan selamanya tak akan diingkari kau boleh berlega hati."
"Kau tunggu sebentar aku pergi mencari barang-barang keperluan."
"Tunggu ada suatu urusan cayhe harus menjelaskan terlebih dahulu dan nona boleh
pikir masak-masak yaitu sebelum menemukan gadis tersebut maka harus mendengarkan
segala perintah cayhe."
"Baik" baiklah" aku menurut saja."
Gadis itu segera putar badan meloncat naik keatas sampannya dan buru-buru
mendayung pergi. "Nona kau harus cepat pergi dan cepat balik cayhe tak dapat menunggu terlalu lama."
"Aku mau pergi keatas perahu besar yang kutumpangi," gadis itu menggeleng berulang
kali. "Terutama hendak mengambil barang keperluan dan kedua hendak perintahkan
mereka berangkat terlebih dahulu dan tak usah menunggu aku lagi."
Perkataan terakhir baru saja meluncurkan keluar, sampan kecil itu sudah lenyap dari
pandangan. Perlahan-lahan si orang berbaju hitam itu berjalan ketepi sungai dan memandang ke
tempat kejauhan dengan termangu-mangu.
Diam-diam Siauw Ling tarik napas panjang-panjang tanpa menimbulkan sedikit
suarapun ia meloncat turun dari atas pohon dan tepat berdiri di belakang si orang berbaju
hitam itu. Pada saat ini jikalau ia ada maksud membokong si orang berbaju hitam itu cukup sekali
tabok mau tangkap mau bunuh bukan suatu pekerjaan yang terlalu susah.
Haruslah diketahui deruan angin serta ombak yang sangat keras sangat memekikkan
telinganya apalagi si orang berbaju hitam itu punya urusan di dalam hatinya walaupun ia
memiliki kepandaian silat yang amat bagus ketajaman pandangan mata serta
pendengarannya melebihi orang lain tapi dalam keadaan seperti ini susah juga baginya
untuk bekerja normal. Apalagi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siauw Ling memperoleh warisan dari Liuw
Sian Ci, melayang berkelebat tanpa menimbulkan sedikit suarapun sudah tentu orang itu
tak bakal merasa. Agaknya orang berbaju hitam itu merasa amat gelisah sikapnya tidak tenang dan
pikirannya ruwet mendadak ia putar badan hendak berlalu.
Tapi sewaktu melihat Siauw Ling telah berdiri dihadapannya dengan sikap angker ia jadi
sangat terperanjat bukan main, tapi pengalamannya dalam menghadapi musuh tangguh
membuat ia memiliki daya reaksi yang luar biasa.
Telapak tangan disilangkan di depan dada badanpun berturut-turut mundur tiga depa
ke belakang. "Siapa kau?" tegurnya dingin.
"Siauw Ling?" "Apa?"" orang berbaju hitam itu merasakan hatinya tergetar sangat keras.
"Siauw Ling yang benar-benar merupakan barang tulen harga asli, jikalau aku ingin cari
aku lebih baik tak usah suruh orang lain menyaru sebagai aku lagi."
"Hal ini tidak mungkin terjadi!" seru si orang berbaju hitam itu sembari berusaha
menenangkan hatinya. "sejak dulu Siauw Ling sudah mati, dikolong langit tidak mungkin
masih ada Siauw Ling yang asli apalagi peristiwa itu cayhe lihat dengan mata kepala
sendiri, kau tak bakal membohongi diriku lagi?"
"Hmm! Aku kira siapa, kiranya kau!" seru Siauw Ling sambil tertawa dingin. "Bagus,
bagus sekali! inilah yang dinamakan mencari sampai sepatu hancur tidak ditemukan,
akhirnya diperoleh tanpa buang tenaga."
Makin lama si orang berbaju hitam itu merasa semakin terkejut bercampur tercengang.
"Kau tahu siapakah aku?""
"Leng Bian Thiat Pit atau si Pit besi berwajah dingin Tu Kiu, Loo jie dari Tiong Cho
Siang-ku! Hmmm! kau boleh menyaru ataupun berubah wajah tapi selamanya tak bakal
bisa mengubah suaramu!"
"Benarkah kau adalah Siauw Ling yang terjatuh ke dalam sungai lima tahun berselang?"
tanya si orang berbaju hitam itu tertegun.
"Berkat lindungan Thian yang maha pengasih, cayhe beruntung tidak sampai mati!"
"Kalau begitu sangat bagus sekali!" teriak si orang berbaju hitam itu sambil melepaskan
kain hitam pengikat kepalanya. "Cayhe memang Tu Kiu adanya, jikalau kau belum mati
maka cayhepun tidak perlu menyaru lagi dan menyembunyikan wajah yang asli."
"Hmmm! Selamanya Tiong Cho Siang-ku tidak pernah berpisah bagaikan tubuh dan
bayangan, sekarang kau berada disini, tentunya Sang Pat pun ada disekitar sini bukan?"
tegur Siauw Ling dingin. "Sedikitpun tidak salah."
"Bawa aku pergi temui dirinya."
"Untuk temui dia orang tidak susah, tapi selamanya Tiong Cho Siang-ku tidak pernah
menerima perintah orang-orang lain apalagi benarkah kau adalah Siauw ling belum
berhasil cayhe buktikan dengan jelas?"
"Harus diketahui sewaktu Siauw Ling terjatuh ke dalam sungai waktu itu ia baru berusia
dua, tiga belas tahunan badannya menderita penyakit aneh dan perawakannya kurus
lemah sebaliknya Siauw Ling yang sekarang tinggi besar kekar dan tampan perubahan
selama lima tahun bagaikan perbedaan dua orang saja."
Tidak aneh kalau Tu Kiu yang berpengalamanpun susah utnuk mengenali kembali.
"Secara bagaimana kau baru suka mempercayai diriku?"
"Ceritakan kisahmu sewaktu terjatuh ke dalam sungai tempo hari?"
oo0oo oo0oo "Apa susahnya untuk menceritakan kisahnya tempo dulu?" seru Siauw Ling sambil
tertawa. Iapun segera menceritakan kisahnya sewaktu tempo hari terjatuh ke dalam
sungai dengan teliti dan cermat!
Akhirnya setelah mendengar kisah tersebut dengan teliti kembali Tu Kiu memeriksa
seluruh tubuh Siauw Ling dari atas hingga ke bawah.
"Aaah ternyata kau benar-benar orang! karena kau kami dua bersaudara sudah
menyaru dan menyembunyikan nama kami selama hampir lima thun lamanya. Haaa"
haaa" tapi mulai hari ini kau tidak perlu menyembunyikan diri lagi terhadap orang-orang
kangouw." "Cepat bawa aku menemui Sang Pat!" kembali Siauw Ling berseru.
"Heee"heee" buat apa kau merasa gelisah?"" ujar Tu Kiu sambil tertawa dingin.
"Cepat atau lambat bukankah sama saja?"
Siauw Ling jadi gusar, tiba-tiba bentaknya, "Hatiku gelisah bagaikan anak panah yang
berada di atas busur, tidak bisa ditunggu lagi kau mau berangkat tidak?"
"Hmm, selama lima tahun ini tentu kau sudah memperoleh penemuan-penemuan aneh
bukan?" sindir Tu Kiu dengan nadanya yang dingain kaku.
"Kau ingin mencoba?" tantang sang pemuda dengan alis melentik.
"Sudah seharusnya dicoba!"
"Kalau begitu cobalah sebuah bogem mentahku ini," kata Siauw Ling sambil angkat
telapak kanannya lalu perlahan-lahan didorong ke depan.
Ia tak tahu bagaimanakah hasil latihannya selama lima tahun ini, tapi dalam benaknya
ia masih ingat bahwa kepandaian silat yang dimiliki Tiong Cho Siang-ku sangat lihay.
Oleh karena itu dalam serangannya kali ini walaupun telapak tangan didorong sangat
lambat tapi tenaga pukulan sudah disalurkan mencapai seluruh bagian.
Dengan cepat Tu Kiu angkat telapak kanannya dan didorong pula kemuka. Sepasang
telapak berbetur jadi satu. Siauw Ling segera salurkan hawa kweekangnya melalui telapak
tangan. Di dalam benturan tadi Tu Kiu sudah merasakan keadaan sedikit tidak beres tapi belum
sempat ia menghindarkan diri pukulan sudah tiba terpaksa diterimanya serangan tersebut
dengan keras lawan keras.
Terasa segulung angin pukulan yang sangat kuat dan maha dahsyat menubruk datang
membuat hatinya tergetar dan tanpa terasa lagi tubuhnya mundur tiga langkah ke
belakang. "Bagaimana" Sekarang boleh pergi mencari Sang Pat?" tanya Siauw Ling seraua
menarik kembali serangannya.
Tu Kiu tarik napas panjang-panjang ia tarik hawa murninya dari pusar menekan
golakan darah dalam rongga dada.
"Thian yang maha kasih ternyata tak menyusahkan orang budiman, kau sungguh telah
menjadi murid Pak Thian Coen cu."
Ia putar badan dan segera berlalu dari sana.
Siauw Ling yang ingin cepat-cepat berjumpa dengan Sang Patpun malas banyak bicara
lagi mengikuti dari belakang Tu Kiu ia berlalu dari sana.
Tu Kiu makin lama semakin mempercepat langkahnya tidak selang sepertanak nasi
kemudian mereka sudah tiba di depan sebuah rumah gubuk yang berdiri sendiri.
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pintu gubuk tertutup rapat-rapat dalam ruangan tidak kelihatan cahaya lampu.
"Toako apakah kau ada didalam?" seru Tu Kiu sambil mendehem setibanya di depan
pintu. Pintu kayu terbuka dan muncul seorang kakek tua berjenggot putih yang memakai
caping bambu baju model nelayan.
"Toako," seru Tu Kiu sambil menyulut api dan memasang lampu. "Sejak ini hari kita tak
perlu menyembunyikan wajah kita lagi. Siauw Ling dia, dia belum mati."
Mendadak si lelaki kurus kering ini muntah darah segar dan roboh keatas tanah.
"Kau benar, benarkah Siauw ling yang jatuh ke dalam sungai lima tahun berselang"
tegur sinelayan berambut putih itu sambil melototi seluruh tubuh Siauw Ling dengan
sepasang mata yang tajam.
Pemuda she Siauw ayunkan jari tangannya menotok jalan darah Tu Kiu sedang dimulut
ia menyahut, "Sedikit tidak salah cayhe adalah Siauw Ling."
Mendadak sinelayan berambut putih itu mengusap wajah sendiri sehingga samarannya
lepas semua dan muncullah selembar wajahnya yang bulat.
"Kau yang pukul luka dia orang?" tegurnya.
Lembaran wajah yang bulat ini meninggalkan ingatan yang mendalam bagi Siauw ling
karena dia bukan lain adalah Kiem Siepoa Sang Pat.
"Sewaktu berada ditepi sungai tadi cayhe saling bertukar satu pukulan dengan dirinya."
"Hanya sekali pukulan kau berhasil melukai dirinya?" tanya Sang Pat dengan wajah
menunjukkan sikap kurang percaya.
"Sebetulnya luka yang ia derita tak terlalu besar dan tidak suka atur pernapasan pada
waktu itu juga apalagi harus melakukan sesuatu yang dikata perjalanan pula, golakan
dada di dalam dada sukar merata maka akhirnya ia muntah darah!"
Sang Pat berjongkok membimbing Tu Kiu.
"Menolong orang jauh lebih penting kita berbicara nanti saja?"
"Setelah berjumpa dengan kalian, akupun tidak takut kau melarikan diri,"
Dengan teliti Sang Pat memeriksa seluruh tubuh Tu Kiu dari atas hingga ke bawah.
"Kau bisa melancarkan totokan diudara kosong."
"Apa yang perlu diherankan dengan kepandaian?"
Sang Pat tidak banyak bicara lagi, ia urut beberapa urat nadi disekitar badan Tu Kiu lalu
menjejalkan sebutir pil ke dalam mulutnya, setelah itu ia baru ujarnya lirih, "Jiete, kau
aturkan pernapasanmu sebentar aku ingin bicara sebentar dengan Siauw heng ini!"
"Cara berpikir yang berbeda tak mungkin bisa bersekongkol aku lihat kitapun tidak usah
banyak berbicara lagi," sambung Siauw Ling dingin. "Teringat lima tahun berselang aku
pernah berkata bahwa aku tak akan membinasakan kalian berdua sekarang cepat beritahu
kepadaku dimana enci Gak sekarang berada?"
Sang Pat tersenyum. "Kepandaian silat yang Siauw heng miliki walaupun tidak jelek tapi untuk
membinasakan diriku rasanya belum tentu bisa."
Sepasang alis Siauw Ling melentik, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam dan
melirik sekejap ke arah Sang Pat dengan pandangan dingin. "Persoalan ini sih tidak perlu
diperebutkan, aku cuma ingin bertanya kepadamu dimanakah enci Gakku sekarang
berada?" "Entahlah aku sendiripun kurang tahu," Sang Pat menggeleng. "Sejak kau terjatuh ke
dalam sungai dan kami kakak beradik mengingkari janji dengan diri Gak Siauw-cha lantas
tidak punya muka lagi untuk menemui dirinya jika dihitung dengan jari sudah ada lima
tahun kami tidak pernah berjumpa dengan gadis itu."
Selintas perasaan sedih dan kesal berkelebat di atas wajah Siauw Ling lama sekali ia
termenung dan akhirnya berkata kembali dengan nada dingin.
"Jikalau enci Gak ku terdapat sesuatu hal yang tidak beres, sekalipun aku berhasil
mencegah badan kalian berdua jadi hancurpun sukar menghilangkan rasa dendam yang
terpendam dihatiku."
Ia merandek sejenak, kemudian sambungnya, "Enci Gak ku pernah kalian kurung
disuatu tempat, tuduhanku ini bukannya tiada beralasan?"
"Tidak salah, nona Gak memang sudah kami bawa untuk disembunyikan disuatu tempat
yang aman tapi kami kakak beradik telah menyanggupi untuk membawa Siauw heng
menemui dirinya untuk ditukar dengan kunci istana terlarang tidak beruntung kau lenyap
terjatuh ke dalam sungai dan kami kakak beradik yang melakukan pencarian disekitar
sepuluh li dari permukaan sungai tidak menemukan bayangan Siauw heng, karena
peristiwa ini Tiong Cho Siang-ku tak dapat menancapkan kaki dalam dunia kangouw lagi
dan memperoleh kepercayaan dari kawan-kawan Bulim apalagi untuk pergi menemui Gak
Manusia Harimau Jatuh Cinta 1 Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sakti Suling Pualam 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama