Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pedang Sakti 8

Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 8


bukannya murid Chit-biauw-sin-kun, tidak mungkin
agaknya kau dapat mengenali ilmu barisan setan ini."
Yang paling menggelikan ialah, karena dia sudah
terkurung disitu selama sepuluh tahun, dia tidak berhasil
memecahkan barisan ini, sekarang malah dia mengatakan
barisan ini adalah barisan buatan setan belaka. Lie Siauw
Hiong lalu menjawab : "Terhadap soal ini Boan-pwee tidak
dapat memberi komentar apa-apa."
Dengan tertawa panjang Peng Hoan Siangjin lalu berkata
: "Bocah, kau jangan seperti kura-kura dalam perahu (purapura tidak tahu), aku hendak mengatakan bahwa ilmumu
tadi dalam jurus 'Tay-yan-sip-sek', apakah kau telah ingat
benar-benar ?" Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya dan
berkata: "Boan-pwee sungguh-sungguh sangat berterima
kasih sekali terhadap pelajaran yang telah Cian-pwee
berikan itu ......" Waktu mengucapkan perkataan itu, nada suara Lie
Siauw Hiong mengandung suara yang memohon, kemudian
dia melanjutkan perkataannya : "Hanya saja pada saat ini
Boan-pwee masih tidak dapat mengingat ilmu pelajaran
tersebut dengan sesempurna-sempurnanya."
Peng Hoan Siangjin yang melihat pemuda itu berkata
dengan secara jujur, sambil tertawa dia berkata : "Loo-lap
(membahasakan diri sendiri terhadap orang yang lebih
muda atau kurang lebih sama dengan 'bapak') sesungguhnya terhadap beberapa jurus ini sangat merasa
bangga sekali, lebih-lebih lagi terhadap tiga jurus yang
terakhir, harus kau perhatikan dengan luar biasa cermatnya
dan menyelidikinya dengan tekun. Jika sekiranya kau telah
berhasil meyakinkan ilmu itu dengan sempurna, aku
percaya didunia ini yang dapat menandingi kau tidak
beberapa gelintir orang saja."
Berkata sampai disitu, mukanya menunjukkan perasaan
yang senang dan bangga sekali.
Lie Siauw Hiongpun menginsyafi, bahwa omongan
orang tua itu bukannya bohong maupun omong besar
belaka. Sesunggguhnya jurus 'Tay-yan-sin-kiam' itu terlalu
hebat sekali, hingga dia yang sudah diberikan pelajaran itu,
walau bagaimanapun, dia harus berusaha mempelajari
dengan tekun dan sempurna betul. Sementara itu tiba-tiba
ditengah udara terdengar suara tertawa yang panjang dan
nyaring sekali. Suara tertawa itu sangat mengejutkan orang.
Mula-mula mereka dengar datangnya dari tengah-tengah
pulau, tapi begitu suara tertawa itu lenyap, secara tiba-tiba
dimuka mereka pada jarak kurang lebih tiga tombak
jauhnya, melayang turun satu bayangan manusia.
Kepandaian ilmu meringankan tubuh orang ini, dikalangan
Kang-ouw sungguh membuat orang tidak percaya, bila
tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri. Lie Siauw
Hiong sendiri yang sudah memiliki ilmu meringankan
tubuh yang sempurna sekali, disaat itu merasa sangat
terperanjat juga. Hal mana baginya merupakan semacam
peringatan yang mengatakan pada dirinya, bahwa orang itu
pastilah salah seorang pula dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia'.
Dengan pantulan sinar bulan, lalu dia pandang orang
tersebut, yang ternyata adalah seorang pendeta wanita yang
sudah tua. Pakaiannya compang-camping, tapi setitik
debupun tidak menempel dibajunya, kemudian pendeta
wanita tua ini dengan sangat tenang memandang kepada
Peng Hoan Siangjin sambil tertawa dingin.
Orang itu bukan lain daripada pemilik dan majikan dari
pulau Siauw Ciap Too Hui Tay Su adanya.
Peng Hoan Siangjin yang melihat orang yang telah
mengurung dirinya selama sepuluh tahun dipulau ini, tidak
terasa lagi diapun menjadi tertawa sambil berkata : "Kau
tua bangka ternyata dengan tipu daya yang licik ingin
memenangkan aku, tapi Tuhan Yang Maha Adil tidak
berpihak kepadamu." Sambil berkata begitu, mukanya
tampak sangat angkuh sekali.
Tapi Hui Tay Su lalu mengerutkan keningnya dan
memotong pembicaraan orang : "Aku si tua bangka selama
hidupku, baru pertama kali ini melihat orang yang sudah
tua bangka tanpa mempunyai perasaan malu lagi telah
meminta bantuan anak muda untuk memecahkan
persoalannya. Hah, sungguh tak tahu malu !"
Hui Tay Su mengira dengan menyindir menurut
kenyataan ini, ia dapat membangkitkan kemarahan Peng
Hoan Siangjin, tapi tak disangka-sangka Hweesio tua itu
sekali lagi tertawa mengakak dan menjawab : "Tapi dalam
pertaruhan kita untuk memecahkan barisan kuno ini, sama
sekali tidak disebutkan, bahwa jika ada orang yang
membantuku memecahkan barisanmu ini, tidak dilarang,
bukan ?" Dengan tertawa dingin Hui Tay Su memandang pada
Lie Siauw Hiong dan berkata : "Aku tidak sangka, bahwa
kau bocah cilik dapat mengenali barisanku ini, Kau harus
ketahui, bahwa kau telah masuk kepulauku ini tanpa ijin,
itu sudah merupakan suatu larangan paling berat yang telah
kau langgar. Untuk itu, kau harus menerima hukuman yang
setimpal, dan sesudah itu kaupun telah memecahkan
barisanku ini tanpa meminta perkenanku terlebih dahulu.
Maka untuk itu, kau akan kuberi hukuman tidak
berampun!" Lie Siauw Hiong yang mempunyai tabiat yang keras
kepala, pada saat itu mendadak telah didesak oleh Hui Tay
Su. Maka dengan menghilangkan perasaan takutnya, ia
menjawab dengan suara perlahan : "Boan-pwee masuk
kepulaumu ini adalah tidak disengaja. Bila sampai kejadian
Cian-pwee ingin memberi hukuman pada Boan-pwee,
Boan-pwee tidak akan menolak, kalau saja Boan-pwee
sesungguhnya telah bersalah. Tapi bila sebaliknya,
sekalipun dihukum penggal kepala juga, Boan-pwee pasti
tak akan gentar." Perkataan yang bersemangat dari Lie
Siauw Hiong ini, telah mengejutkan kedua orang tua ini,
sehingga mereka berdiri terpaku disitu.
Hui Tay Su sendiripun merasa tercengang juga,
kemudian sambil memperhatikan Lie Siauw Hiong lebih
lanjut sekonyong-konyong dia tertawa panjang. Suara
tertawanya ini, mula-mula sangat rendah sekali, tapi
semakin lama semakin keras dan nyaring, seolah-olah ada
beberapa puluh suara yang tergabung menjadi satu,
sehingga gema suara itu bagaikan hendak meruntuhkan
gunung saja kedengarannya. Lie Siauw Hiong sendiri yang
sudah mempunyai tenaga-dalam yang tinggi juga, masih
merasakan kupingnya seakan-akan ditusuk-tusuk oleh
jarum yang tajam, semakin lama suara itu dirasakannya
semakin gemuruh, sehingga dia sendiripun hampir tidak
tahan mendengarnya. Dalam pada itu, tiba-tiba Peng Hoan Siangjin pun
melepaskan suara tertawanya, hingga seketika itu juga suara
tertawanya ini dapat mempengaruhi suara tertawa Hui Tay
Su itu. Kemudian terdengar paderi tua itu berkata sambil
tertawa : "Hai, tua bangka tak tahu diri, dipulaumu ini
sungguh terdapat banyak sekali peraturan ! Apabila
bukannya bocah ini keburu datang agak cepat sedikit,
kusangsikan pulaumu ini dari sebelumnya, apakah masih
bisa tinggal utuh dan tidak ambruk oleh pukulanku !"
Hui Tay Su melototkan matanya pada Peng Hoan
Siangjin, kemudian dia berkata pula pada Lie Siauw Hiong
: "Rupanya kau dapat menahan suara tertawaanku, karena
kau juga mempunyai kepandaian yang agak berarti, apakah
kau mempunyai nyali untuk menyambut seranganku
sebanyak tiga jurus ?"
Lie Siauw Hiong sekalipun mengetahui kepandaian
lawannya sangat luar biasa, dan keadaannya pada saat itu
ibarat golok sudah ditempelkan dilehernya saja, diapun
tidak bisa mundur lagi, mendadak sontak semangatnya
bergolak-golak, maka dengan suara yang nyaring dia
berkata : "Boan-pwee tidak tahu diri, biarlah Boan-pwee
coba menyambut seranganmu itu."
Hui Tay Su tanpa menjawab pula perkataan pemuda itu,
tanpa terlihat sepasang kakinya bergerak, tahu-tahu
tubuhnya sudah melayang diudara. Dengan mengebutkan
satu lengan bajunya, dia menyerang tubuh Lie Siauw
Hiong. Serangannya ini dirasakan oleh Lie Siauw Hiong
seolah-olah waktu dia menghadapi Bu Heng Seng beberapa
waktu yang lalu, tetapi kini dia sudah lebih banyak
pengalaman dan latihannyapun lebih sempurna pula jika
dibandingkan dengan dahulu. Tanpa berlaku gugup
sedikitpun, dengan tidak melihat lagi dimana lawannya
berada, lantas dia mengangkat tangan kirinya, sedangkan
tangan kanannya segera dengan disertai angin yang
menderu-deru dipukulkan kearah lawannya, dengan mana
dia membalas memukul kepundak kiri lawannya dengan
mengeluarkan suara 'sret'.
Bila sehari sebelumnya pukulan Hui Tay Su ini pasti
masih dapat menerobos terus dan mendesak lawannya,
sama halnya seperti waktu Bu Heng Seng menawan
pemuda itu dengan cara yang mudah. Tapi belum lagi
pukulan Lie Siauw Hiong sekali ini sampai, angin dan
geledek sudah terdengar, sehingga Hui Tay Su dengan
mengeluarkan suara '....Ihhh' tidak berani menyambuti
serangan ini, hanya dengan cepat dia berulang-ulang
mengebut dengan lengan bajunya yang panjang, seakanakan sebuah tongkat besi saja disapukan kearah pemuda itu.
Lengan baju Hui Tay su yang lembek itu, dikebutkannya
menjadi keras bagaikan puntungan besi, yang ternyata
dengan sekali kebut kemudian lantas dipukulkan kearah
pemuda itu. Lie Siauw Hiong yang menampak serangan lawannya
sedemikian kuatnya, seakan-akan serangan lawannya itu
menggunakan tipu dari partai Bu Tong yang dinamakan
'Heng-sauw-cian-kun' (menyapu ribuan serdadu). Akan
ilmu partai-partai ternama, entah sudah beberapa ratus kali
dia pahami, maka pada saat itu tanpa ragu-ragu lagi lalu dia
mengeluarkan ilmunya yang paling diandalkannya, yaitu
'Am-eng-pu-hiang' melawan lawannya. Dengan cepat sekali
dia menghindarkan dirinya dari sapuan lawannya, sehingga
dalam waktu sedetik saja dia sudah berhasil meloloskan diri
dari serangan dahsyat lawannya itu.
Jurusnya ini dulu pernah digunakan oleh Chit-biauw-sinkun dalam menghadapi lawannya dari partai Bu Tong, dan
daya serangannya ini sungguh sangat hebat sekali.
Kepandaian yang luar biasa dari Hui Tay Su ini, ternyata
tidak mengenai sasarannya, malahan daya tangkisan
lawannya ini sungguh sangat indah sekali.
Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan pertempuran itu
dari samping, tidak terasa lagi lalu tertawa terbahak-bahak,
menyatakan bahwa serangan bocah itu sungguh jempol
sekali. Hui Tay Su yang mendengar ocehan orang tua ini,
semakin marah dan dengan mengeluarkan suara yang
dahsyat, dia lalu pentangkan jari-jarinya mencakar Lie
Siauw Hiong. Si pemuda yang sudah mempunyai pengalaman ini,
dengan mengerahkan semangatnya, jari-jari tangan kanannya dipentangnya pula sebagai ganti pedang,
kemudian dia mengeluarkan jurus 'Bwee-hoa-sam-long' dari
ilmu 'Kiu-cie-kiam-hwat' menyambuti serangan lawannya
itu. Cakaran Hui Tay Su ini adalah suatu ilmu yang paling
dia banggakan seumur hidupnya. Diantaranya mengandung
tiga serangan yang dapat membawa maut bagi lawannya,
dan pada saat itu waktu dia melihat jari-jari tangan kanan
Lie Siauw Hiong digunakannya sebagai ganti pedang
dengan agak miring menyambut serangannya, diam-diam
dia menyesalkan pemuda itu yang disangkanya ingin
mencari mampus. Lima jarinya lalu dibalikkannya, dengan
cepat sekali diteruskan ketubuh lawannya, tapi siapa
menduga, jari-jari tangan kanan Lie Siauw Hiongpun
dengan cepat sekali dibalikkan juga, lalu diteruskan pula
untuk menotok urat nadi lawannya.
Hui Tay Su yang mempunyai kepandaian setinggi itu,
telapak tangannya lalu disodorkannya kebawah, diam-diam
dia sudah meneruskan tiga serangannya yang membawa
maut itu. Tampak jari-jari tangannya seperti juga kuku
garuda yang sudah meluncur setengah cun jarak jauhnya
itu, hampir saja berhasil mencakar pundak pemuda itu.
Tapi, siapa sangka, Lie Siauw Hiong telah membentangkan pula jurus ketiga dari jurus 'Bwee-hoa-samlong'-nya dalam waktu yang bersamaan juga. Jari tengah
dan telunjuknya yang seperti pedang itu, sudah hendak
menotok jalan darah 'Kiok-tie-hiat' ditubuh Hui Tay Su.
Hanya kedengaran suara 'peng' yang keras sekali,
ternyata waktu badan Hui Tay Su diputar, kedua belah
tangan dari kedua orang ini sudah saling beradu. Hui Tay
Su tampak berdiri tegak tak bergerak, sedangkan Lie Siauw
Hiong sendiri dengan sempoyongan mundur kebelakang
sehingga tiga langkah jauhnya.
Si pemuda merasa tunduk sekali terhadap kekuatan
tenaga dalam Hui Tay Su ini, sedangkan Hui Tay Su sendiri
merasa terkejut sekali karena tiga serangannya yang


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menurut pendapatnya sangat hebat ini, ternyata oleh
lawannya dengan tiga jurus pula dapat disambut dengan
sempurna. Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan kedua
orang ini merasa kagum atas kepandaian masing-masing tak
terasa lagi menjadi tertawa terbahak-bahak.
Hui Tay Su hanya tertawa dingin saja, kedua lengan
bajunya dikebutkannya, sesudah itu, badannya dengan gesit
sekali sudah melayang sejauh dua tombak, dimana kedua
lengan bajunya lantas dipentangkan diatas dengan sedikit
merendah, sambil memutarkan badannya sedikit dan
meluncurkan serangannya kearah Lie Siauw Hiong
bagaikan kilat cepatnya. Jurus yang dilakukannya sekali ini oleh Hui Tay Su,
adalah ilmu yang paling diandalkannya. Tipunya itu dsebut
'Cong-kiu-chit-sek'. Sepasang lengannya dipukulkannya
dengan memakai tenaga delapan bagian, sehingga Peng
Hoan Siangjin yang tadinya sedang tertawa-tawa, buru-buru
menutup mulutnya dan tertarik akan menyaksikan, cara
bagaimana bocah ini hendak mengelitkan serangan ini.
Dalam waktu sekejap mata saja, seluruh ilmu telah dia
pahami melintas dikepalanya, dan dalam waktu yang
kesusu ini, tiba-tiba saja reaksinya telah muncul.
Hanya sepasang tangannya tampak diluruskan kemuka,
dan waktu sampai ditengah-tengah, tiba-tiba saja tangannya
berputar. Dalam waktu singkat diudara seolah-olah
dipenuhi dengan bayangan pukulan-pukulannya, hingga
diapun lantas memukul keatas. Tipunya itu ternyata adalah
yang baru saja dia pelajari dari Peng Hoan Siangjin yang
bernama 'Seng-seng-put-sip' (nyawa tidak putus-putusnya).
Sekonyong-konyong Hui Tay Su merasa lawannya itu
membuat gerakan tangan yang satu dirapatkan, sedangkan
yang lainnya berputar, hingga seluruh badannya dikelilingi
oleh bayangan pukulan lawannya. Penjagaannya begitu
rapat sekali, tak obahnya seperti sinar matahari menyinari
seluruh jagat raya, tidak ada satu tempatpun yang lowong
dan dapat diserangnya. Dengan ini, terpaksa Hui Tay Su lalu menghindarkan
serangan itu dengan jalan menggenjot tubuhnya, dan lalu
dia melayang ketempat yang terpisah beberapa tombak
jauhnya dari medan pertempuran itu, dimana sambil
tertawa dingin ia berkata kepada Peng Hoan Siangjin : "Loo
Hoo-siang (pandeta tua), ternyata pukulan bocah ini adalah
ajaranmu, ya !" Peng Hoan Siangjin yang melihat ilmu yang paling
diandalkannya ini dapat digunakan oleh Lie Siauw Hiong
sedemikian sempurnanya, tidak terasa lagi ia menjadi luar
biasa bangganya. Maka ketika mendengar perkataan Hui
Tay Su itu, sambil tertawa dia berkata : "Bila benar, kau
mau apa ?" Hui Tay Su lalu memutarkan badannya menghadap pada
Lie Siauw Hiong dan berkata : "Kita sudah berjanji
sebelumnya, yaitu hanya bertempur dalam tiga jurus saja,
sekarang kau meninggalkan tempat ini." Kemudian dia
melanjutkan perkataannya pada Peng Hoan Siangjin : "Aku
tidak tahu diri, masih ingin mencoba ilmu yang dinamakan
'Tay-yan-sip-sek' itu."
"Aku si tua bangka pun merasa tanganku sangat gatalgatal. Marilah kita mencoba bergebrak barang beberapa
jurus untuk menghilangkan perasaan kesal kita," sahut Peng
Hoan Siangjin sambil tertawa mengejek.
Hui Tay Su tidak meladeni omongan Peng Hoan
Siangjin ini. Badannya tampak bergerak, tangannya yang
kiri dan kanan segera dibentangkannya, sedangkan
sepasang kakinyapun dalam waktu sekejap mata saja telah
bergerak berganti-ganti menunjukkan tujuh macam gaya,
tapi tanpa berkisar dari tempatnya semula. Dan berbareng
dengan pergerakan kakinya ini, tangannyapun bergerak
menggunakan tujuh cara pula.
Ketujuh gaya ini masing-masing mengandung keistimewaan yang luar biasa sekali. Lie Siauw Hiong yang
pernah melihat kepandaian Bu Heng Seng dan Peng Hoan
Siangjin, mula-mula menganggap mereka berdua adalah
orang-orang sangat luar biasa dan rasanya didunia ini
jarang ada tandingannya. Tapi pergerakan Hui Tay Su ini
ternyata lebih hebat pula. Dalam pada itu, sambil
melupakan dimana dia berada, lalu dia memperhatikan
pada pertemuan kedua orang luar biasa ini. Kaki Peng
Hoan Siangjin semakin kokoh memasang besinya, hanya
badan sebelah atasnya saja yang bergerak-gerak kekiri dan
kekanan, kedepan dan kebelakang, begitulah dengan
gayanya ini, dia hendak memecahkan serangan Hui Tay Su
yang sebanyak tujuh jurus itu, dan berbareng dengan itu,
tangan kirinya juga balas menyerang lawannya dengan lima
jurusnya yang lihay pula.
Lie Siauw Hiong yang memperhatikan gerak-gerik Hui
Tay Su ini, sekalipun dia merasa bahwa kepandaian
pendeta wanita tua ini lihay juga, tapi yang paling lihay dan
menyolok, adalah pergerakan kakinya yang begitu lincah
dan sempurna. Tiap-tiap dia melompat maupun menggeserkan kakinya, sungguh sangat indah dan tepat
sekali gerakannya. Sekalipun Lie Siauw Hiong mencurahkan seluruh perhatiannya, memperhatikan pergerakan kaki Hui Tay Su ini, tapi toh dia masih belum
berhasil dapat melihatnya dengan nyata.
Setiap serangan yang dilancarkan oleh Hui Tay Su,
diam-diam Lie Siauw Hiong menyebutkan tipu-tipu untuk
membela diri dan membalas menyerang lawannya didalam
hati. Setelah berpikir demikian, diapun lalu memandang
pada Peng Hoan Siangjin, ingin melihat cara bagaimana
orang tua itu hendak membela dan menyerang kembali
lawannya, dan apa yang dilakukan oleh Peng Hoan
Siangjin, ternyata sedikitpun tidak meleset dari dugaannya
semula. Malah kadang-kadang gaya pemikirannya lebih
hebat pula, sehingga saking girangnya, dia terus
memperhatikan pertempuran tersebut dengan lebih hati-hati
dan cermat. Seakan-akan apa yang terjadi pada saat itu adalah suatu
peristiwa yang sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena sekalian ilmu 'Tay-yan-sip-sek' dari Peng Hoan
Siangjin telah diwariskan pada Lie Siauw Hiong, tapi ilmu
ini adalah ilmu pedang yang paling diandalkan sekali oleh
Peng Hoan Siangjin. Perubahan yang terdapat dalam ilmu
itu, bila disuruh dia sendiri yang melakukannya, pasti sekali
dalam waktu tiga puluh tahun lamanya, diapun belum tentu
berhasil dapat mengerti keseluruhannya.
Pada saat itu, dia yang menyaksikan pertempuran kedua
orang tersebut, tanpa merasa apa yang dia sendiri tidak
mengetahuinya dengan jelas, sekarang banyak sekali tiputipu aneh yang belum begitu dia pahami, tetapi sudah
berhasil dapat menyaksikan dengan jelas sekali.
Dalam waktu sekejap mata saja, kedua orang tersebut
sudah bertempur sampai seratus jurus lebih. Pergerakan
badan mereka yang begitu gesit dan sempurna, sekalipun
diceritakan dikalangan Kang-ouw, belum tentu orang mau
mempercayainya, apalagi tanpa melihat kejadian itu dengan
mata kepala sendiri. Tapi dalam waktu yang agak lama juga, dan setelah
melampaui seratus jurus lebih, ternyata Peng Hoan Siangjin
lebih banyak menjaga dirinya daripada balas menyerang
lawannya. Tampaknya pada saat itu dia sedang gembira
benar melakukan pertempurannya, sehingga dia lalu bersiul
panjang. Sementara itu, tinjunya lalu diubah menjadi jari,
kemudian jari itu seakan-akan diubahnya sebagai ganti
pedang. Maka dalam waktu sekejap mata saja, dengan
menggunakan tiga jurus yang lihay dan berada diluar
dugaan orang banyak, dia melakukan serangan balasan
pada diri Hui Tay Su. Pergerakan jarinya cepat sekali,
karena dengan ini ternyata dia telah mengeluarkan tipu
'Tay-yan-kiam-sek'nya. Tipu 'Tay-yan-kiam-sek' ini sesungguhnya didunia ini
tidak ada keduanya, apa lagi yang melakukan serangan itu
adalah Peng Hoan Siangjin sendiri, hingga kekuatannya itu
boleh dikira-kirakannya sendiri, dan dalam waktu yang
pendek sekali, keadaan dalam pertempuran tersebut sudah
banyak berubah. Serangan yang aneh-aneh yang dilancarkan oleh Hui Tay Su tadi, kini sudah banyak
berkurang, sedangkan penjagaan maupun penyerangannya
kini sudah mengalami perubahan pula.
Selanjutnya dengan cepat sepuluh jurus sudah berlalu
pula. Sekalipun 'Tay-yan-sip-sek' ini menyerang dengan
sengitnya, tapi belum dapat melukakan diri Hui Tay Su
barang serambutpun. Lie Siauw Hiong yang melihat Peng Hoan Siangjin telah
mengeluarkan ilmu 'Tay-yan-sip-sek'-nya, ternyata pengaruhnya begitu hebat sekali. Dia yang menyaksikan
dari samping, tanpa terasa kaki dan tangannyapun ikutikutan bergerak-gerak pula, hingga dengan ini lagi-lagi dia
dapat mencangkok apa yang dia tadinya belum mengetahui
dengan jelas tentang pelajaran sulit yang diturunkan oleh
pendeta tua itu kepadanya.
Pada saat itu, diapun mengetahui; bahwa Hui Tay Su
pun dapat juga melakukan penjagaan yang rapat sekali,
sekalipun ia diserang dengan hebatnya oleh tipu lawannya
yang lihay itu. Dengan menyurahkan perhatian yang
sebenar-benarnya, dia memperhatikan pergerakan kaki yang
sempurna dari Hui Tay Su ini.
Dia tak tahu pergerakan kaki yang demikian sempurnanya ini, adalah yang biasanya sangat dibanggakan
oleh Hui Tay Su, yaitu 'Kit-mo-sin-hwat'. Pelajaran yang
demikian sempurna dan lihay ini, Hui Tay Su dapat
mempelajari sendiri dari sebuah buku kuno, yang kemudan
dia pelajari dengan tekun sekali, sehingga akhirnya dia
berhasil juga memperoleh sari daripada buku tersebut.
Dengan menyaksikan pergerakan kaki Hui Tay Su, Lie
Siauw Hiong tak mengetahui cara bagaimana si paderi
perempuan telah dapat meyakinkan ilmu kepandaian itu.
Hingga saat itu kedua orang ini sudah melangsungkan
pertempuran mereka, sehingga mencapai seribu jurus lebih.
Segala ilmu yang langka dan aneh serta lihay-lihay sudah
dikeluarkan oleh kedua pihak. Saking sengit dan sungguhsungguhnya mereka bertempur, mereka lupa pada Lie
Siauw Hiong yang menyaksikan pertempuran mereka itu
dari samping. Pada saat itu sekonyong-konyong saja dari jauh
terdengar suatu suara siulan nyaring sekali, tapi suara itu
sangat tajam dan halus sekali. Suara orang yang dapat
melewati lautan yang demikian jauhnya itu sehingga dapat
terdengar oleh mereka dipulau yang jauh terpencil ini,
menandakan orang yang mengeluarkan suara siulan itu
mempunyai ilmu lweekang yang sangat tinggi sekali. Tetapi
suatu hal yang lebih aneh lagi ialah, begitu suara siulan
orang tersebut masuk dikuping mereka, membuat mereka
merasa aman dan damai. Hal mana, disusul dengan
perasaan yang nyaman dan meresap dihati mereka,
sehingga ini membuat mereka tidak mau melanjutkan
pertempuran itu. Peng Hoan Siangjin dan Hui Tay Su yang sudah
memiliki kepandaian tenaga dalam yang begitu sempurna,
tanpa terasa mereka mengeluarkan suara '.....Ihhh' yang
menandakan keheranan mereka, kemudian masing-masing
lalu menghentikan penyerangan mereka dan kini memasang
kuping mendengari suara itu dengan cermatnya. Tapi hal
ini justeru telah membuat Lie Siauw Hiong merasa lebihlebih terperanjat dan curiga lagi.
Muka Hui Tay Su menunjukkan perasaan herannya yang
amat sangat, sedangkan muka Peng Hoan Siangjin pun
sangat aneh sekali tampaknya, kemudian ia menengadahkan kepalanya memandang keangkasa.
Lie Siauw Hiong pun lalu turut juga mengangkat
kepalanya memandang kearah mana Peng Hoan Siangjin
memandang. Disana dia hanya melihat langit yang gelap
tak bertepi, yang pada kala itu hanya bertabur bintangbintang saja, sedangkan hal-hal yang lainnya dan boleh
dianggap aneh, tidak tampak sama sekali.


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi suara siulan tersebut yang halus dan rendah itu,
tidak putus-putusnya terdengar oleh mereka, meski tidak
tampak orangnya mendatangi. Dan bersamaan dengan itu,
Lie Siauw Hiong sendiri jadi keheran-heranan, ketika
mendengar Peng Hoan Siangjin mengeluarkan juga suara
siulannya, sehingga kedua suara siulan ini kedengarannya
bersambung menjadi satu. Mula-mula kedua suara siulan ini terdengar tidak
seirama, seakan-akan perasaan Peng Hoan Sianpjin dengan
orang itu tidak sama. Tapi setelah suara siulan itu semakin
mendekat, suara siulan Peng Hoan Siangjin pun telah
bersatulah dengan suara orang tersebut, seakan-akan suara
itu telah berhasil dapat ditindihnya.
Waktu Lie Siauw Hiong memandang kembali Peng
Hoan Siangjin, tampak mukanya Hweesio tua itu
menunjukkan perasaan yang tenteram dan damai. Kedua
suara siulan itu gembira sekali kedengarannya dan seirama
serta merdu terdengarnya, sehingga Hui Tay Su yang
berdiri disampingnya pun memperhatikan pula suara siulan
kedua orang ini. Sekonyong-konyong terdengar suara berbunyinya seekor
burung bangau, yang telah membuat Lie Siauw Hiong
tergopoh-gopoh menangkat kepalanya dan memandang
keatas. Ternyata dari tempat yang jauh sekali, terlihat
terbang mendatangi kejurusan mereka seekor bangau putih
besar. Waktu burung bangau besar yang berwarna putih itu
telah terbang dekat sekali, mereka menampak dipunggung
bangau itu menggemblok seorang pendeta tua yang
bertubuh jangkung kurus. Ternyata suara siulan tadi adalah
suara siulan pendeta tua ini.
Badan pendeta tua ini sangat tinggi sekali. Waktu dia
duduk dipunggung burung bangau itu, tampak lebih tinggi
sedikit daripada orang biasa, bahkan saking kurusnya,
pendeta tua itu bagaikan sebatang galah saja, sedangkan
dibawah janggutnya terlihat misai yang sudah putih
bagaikan perak. Keheranan Hui Tay Su belum menjadi lenyap, karena
dia tidak kenal dengan pendeta tua ini, tapi Peng Hoan
Siangjin sendiri dengan muka yang menunjukkan perasaan
tenteram dan damai, lalu berjalan perlahan-lahan menghampiri kepada burung bangau itu.
Bangau raksasa itu lalu memutarkan badannya sekali,
kemudian barulah dengan tenang dan perlahan-lahan
mendarat dimuka bumi. Bila sayap bangau ini dipentangkannya, ternyata tidak kurang dari dua tombak
panjangnya, sehingga angin yang dikeluarkan dari sayapnya
ini, telah berhasil membuat pasir dan batu bergulung-gulung
beterbangan kian kemari. Tangan pendeta tua ini memegang sebuah bok-hie
(semacam kayu untuk mengetuk waktu melakukan
sembahyang), yang lalu diketuknya satu kali dengan
mengeluarkan suara yang nyaring sekali. Suara nyaring
yang keluar dari bok-hienya itu sudah terdengar sejauh
beberapa lie dan entahlah bok-hie ini terbuat daripada
bahan apa. Peng Hoan Siangjin lalu memberi hormat kepada
pendeta tua ini, lalu diapun membalikkan tubuhnya
memberi hormat pula kepada Hui Tay Su, tapi waktu dia
memberi hormat ini, dia tidak mengucapkan barang sepatah
katapun, kemudian iapun naik kembali kepunggung burung
bangau raksasa itu. Pendeta tua itu memandang pada Lie
Siauw Hiong dengan hanya menganggukkan sedikit
kepalanya, ketika burung bangau tersebut membentangkan
sayapnya terbang kembali keangkasa. Tetapi pada sebelum
bangau tersebut terbang kembali, pendeta tua ini lagi-lagi
memandang pada Lie Siauw Hiong dengan wajah yang
menandakan perasaan herannya, setelah itu, tiba-tiba ia
berkata dengan suara yang rendah : "Houw tiauw liong teng
hui ui jit, hok lui it seng siauw siang kie" (dengan
terdengarnya suara burung bangau, lalu macan dan
nagapun kembali pada asalnya, yang mana dengan secara
bebas dapat diartikan dengan terdengarnya suara burung
bangau ini, berarti waktu perpisahan diantara mereka telah
tiba), lantas burung bangau putih raksasa ini membentangkan sayapnya dan sebentar saja dia sudah
terbang sejauh tiga puluh tombak, dengan dua bait kalimat
tadi dengan nyaring sekali terdengar oleh pemuda she Lie
itu. Tadi Hui Tay Su dengan termangu-mangu memandang
pada pendeta tua kurus kering yang telah memasuki pulau
Siauw Ciap Too-nya ini, seakan-akan dia tidak mengerti
tentang tindak-tanduk pendeta itu, kemudian waktu sinar
pandangan matanya jatuh kepada pemuda itu, lalu dia
menunjukkan sebuah senyuman dibibirnya.
Hanya tampak sepasang lengan bajunya dikebutkan,
kemudian diatas pantai tersebut dia mempertunjukkan ilmu
Kit-mo-sin-pouw yang terdiri atas 49 jurus, dan dengan
sekali mencelat saja, dia berhasil mencapai jarak sepuluh
tombak lebih jauhnya. Kemudian ia melenyapkan diri entah
kemana perginya. Lie Siauw Hiong lalu memandang kemuka, dia hanya
melihat diatas pasir hanya terdapat bekas telapak kaki Hui
Tay Su yang dalamnya beberapa dim, hingga tak terasa lagi
hatinya menjadi sangat girang, karena ia tahu, bahwa Hui
Tay Su ini telah memberikan petunjuk yang sangat
berharga, untuk dia pelajari sendiri dengan memperhatikan
jejak kaki paderi perempuan itu sebagai contoh yang harus
diturutinya. Sementara dari kejauhan terdengar suara Hui Tay Su
yang berkata : "Kit-mo-sin-pouw diwariskan kepada orang
yang berjodoh dengan ilmu itu, hanya dalam setengah jam
ini, entah dapat atau tidak kau mempelajarinya " Hal itu
tergantung dari kecerdikan dan bakatmu sendiri." Dengan
ini, ternyata betapa lihaynya tenaga dalam Hui Tay Su itu,
sehingga dapat mengucapkan kata-kata dari tempat jauh
dengan terang sekali. Lie Siauw Hiong meski tidak paham apakah sebetulnya
yang dimaksudkan dengan kata-kata "setengah jam" itu,
tapi segera dia menjatuhkan dirinya berlutut ditanah dengan
menghadap ke tengah-tengah pulau tersebut sambil
mengucapkan terima kasih. Kemudian dia memperhatikan
dengan seksama bekas (jejak) kaki Hui Tay Su yang tampak
diatas pasir itu. Dengan mengandalkan kecerdasan otak dan tenaga
dalamnya yang sempurna, sekalipun tampaknya pelajaran
itu sangat memakan tenaga dan otak, bila bukannya dia
pernah melihat dengan mata kepala sendiri cara bagaimana
Hui Tay Su telah memberi teladan kepadanya tadi, tentu
saja dia sama sekali tidak dapat mengerti apa yang
dimaksudkan paderi perempuan itu. Pelajaran 'Kit-mo-sinpouw' ini memang sesungguhnya ilmu satu-satunya yang
masih ketinggalan dalam kalangan Kang-ouw. Lie Siauw
Hiong yang melihatnya, semakin sukar menjadi semakin
bersemangat untuk mempelajarinya.
Batas waktu setengah jam lekas sekali sampai. Lie Siauw
Hiong yang sedang tekun mempelajari ilmu telapak kaki
tersebut, tanpa menghiraukan suatu yang terjadi disekitarnya. Dia hanya dengan secara samar-samar mendengar suara
ombak memecah dipantai, yang pada saat itu ombak yang
mulai kecil-kecil ini, tambah lama tambah besar, karena
ombak yang datang belakangan selalu mendorong ombak
dimukanya, sehingga akhirnya ombak itu menjadi
bergulung-gulung besar sekali, semakin cepat datangnya
dan semakin tinggi pula mendamparnya, kemudian dalam
waktu sekejap mata saja ombak yang sebesar gunung itu
mendampar ketepi laut. Lie Siauw Hiong yang sedang memperhatikan lima
langkah terakhir yang paling ruwet sekali, saking tekunnya
dia mempelajarinya, sehingga dia tidak merasa bahwa
ombak besar dibelakangnya sudah hendak mendampar
sampai kepadanya. Setelah mempelajari ilmu langkah terakhir dari Hui Tay
Su ini dengan cermat sekali, akhirnya dia telah berhasil
dapat mempelajarinya dengan sebaik-baiknya, maka tidak
heran jika ia merasa sangat girang sekali. Baru saja dia
hendak melompat saking gembiranya, tiba-tiba kakinya
terasa agak dingin, buru-buru dia menoleh kekakinya.
Waktu dia melihat apa yang terjadi, dia menjadi begitu
terperanjat sekali. Segera juga dia menggunakan ilmu 'Ameng-pu-hiang', sehingga dengan sekali melompat saja
badannya sudah melayang pada suatu tempat kira-kira
enam atau tujuh tombak jauhnya, dan tepat pada saat itu
pula ombak yang sebesar gunung itu telah mendampar
sampai, sehingga ditempat dimana dia tadi mempelajari
telapak kaki Hui Tay Su itu, kini sudah menjadi lenyap dan
apa yang terlihat hanyalah pasir putih belaka yang merata
dipantai itu. Ombak yang datang itu betapa cepatnya, sehingga Lie
Siauw Hiong meski berlompat begitu cepatnya, tak urung
dia masih kecipratan oleh ombak itu, sehingga bagian
pahanya kebawah menjadi basah kuyup.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna,
yaitu dengan jalan mempergunakan ilmu 'Am-eng-puhiang'-nya, dia telah berhasil mencapai satu tempat yang
jauh sekali terpisahnya dengan ombak.
Begitulah dengan berlompat-lompatan setelah mencapai
jarak dua puluh tombak lebih jauhnya, barulah dia
menghentikan tindakannya dan menoleh kebelakang.
Dilihatnya ombak yang besar sekali telah menyapu bersih
bekas telapak kaki yang ditinggalkan oleh Hui Tay Su
ditempat yang lain itu. Kini, barulah dia insyaf, bahwa
jangka waktu setengah jam yang diberikan paderi
perempuan tua itu tadi, adalah peristiwa ini.
Menyaksikan ombak yang dahsyat itu, tidak terasa lagi
Lie Siauw Hiong menjadi terbangun semangatnya. Dan
dengan penuh semangat dia lalu bernyanyi : "Batu-batu
karang berserakan menjulang kelangit, ombak yang dahsyat
memecah pantai, hingga dengan sekali sapu saja telah
berhasil membersihkan segala sesuatu yang menghalangi
dihadapannya. Pemandangan ini sungguh indah sekali
bagaikan sebuah lukisan. Pada saat ini, tidak tahu berapa
banyak kaum pendekar yang sudah berhasil mencapai citacita mereka." Setelah bernyanyi sampai disini, tidak terasa lagi pikiran
si pemuda mendadak terkenang akan peristiwa percintaan
dengan gadis impiannya, hingga diam-diam dia lalu
mengambil keputusan, yaitu pada sebelum berhasil
membuat suatu pekerjaan besar, dia belum lagi akan merasa
puas. Ombak dilautan tinggal tetap menghempas-hempas
dengan dahsyatnya. Sang malam sudah menjelang akan
berganti dengan pagi hari. Ditepi langit terlihat segaris sinar
keputih-putihan, yang dengan memancarkan sinarnya
keempat penjuru, akhirnya sinar matahari pagi yang
kemerah-merahan telah mulai tampak dari kaki langit
diarah timur. (Oo-dwkz-oO) Jilid 16 Tanpa terasa pula Lie Siauw Hiong telah mengitari pulau
itu dari sebelah timur sehingga kebarat. Dalam hatinya dia
tengah merencanakan, bagaimana caranya dia harus
meninggalkan pulau yang terpencil dan sunyi-senyap ini.
Kala itu yang terdengar hanya suara ombak yang memecah
pantai saja, kemudian waktu dia memandang kelaut,
ternyata pada waktu itu ombaknya telah menjadi tenang
kembali, sedangkan dilangit tidak terdapat barang segumpal
awanpun yang menghalang-halanginya. Ribuan lie diatas
langit tampak sangat bersih sekali, tapi yang paling
membikin dia sangat heran adalah dipesisir pantai ini kini
tampak sebuah perahu layar yang sedang mendatangi.
Lie Siauw Hiong segera datang menghampiri perahu
layar itu. Didepan perahu layar tersebut tertulis huruf-huruf
yang berbunyi sebagai berikut : "Dari pulau Siauw Ciap
Too berlayar menuju ke Barat-daya pada saat ini ombak
justeru amat besarnya, maka dengan jalan memasang layar,
dalam waktu sehari saja pasti akan menemui daratan."
Tulisan ini adalah tulisan Hui Tay Su, sedangkan perahu
layar ini sudah tentu disediakan oleh Hui Tay Su juga.
Setelah menyaksikan hal itu, Lie Siauw Hiong jadi
sangat terperanjat dan diam-diam berkata dan pada dirinya
sendiri : "Hanya membutuhkan satu hari saja, pasti akan
menjumpai daratan. Mengapa letak pulau Siauw Ciap Too
ini terpisah dengan daratan begitu dekat sekali ?" Tidak
terasa lagi ia lalu memandang kemuka, dimana benar saja
diantara titik antara air dan langit yang menjadi satu
ditempat yang jauh sekali, agaknya samar-samar masih
tampak satu bayangan gunung. Langit itu tampaknya
keputih-putihan, sedangkan gunung yang terlihat itu


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berwarna biru muda, tampaknya begitu samar-samar karena
amat jauhnya. Lie Siauw Hiong sekali lagi membalikkan
badannya menghadap kepulau sambil memohon doa restu,
lalu diapun naik perahu tersebut dan bersedia untuk
berlayar. Dibawah tiupan angin barat yang kencang dan lurus
lajunya, si pemuda telah dapat melanjutkan perlayarannya
dengan baik dan luar biasa sekali pesatnya, hingga dalam
waktu sekejap mata saja, perahu kecil itu telah terpisah jauh
sekali meninggalkan pulau kecil itu. Dan tatkala Lie Siauw
Hiong menoleh kembali kebelakang, pulau itu kelihatan
begitu kecil sekali, sehingga hanya merupakan satu titik
bayangan hitam saja dalam pandangan mata si pemuda itu.
(Oo=dwkz=oO) Sekembalinya Chit-biauw-sin-kun kedalam kalangan
Kang-ouw, segera juga dikota Boe-han ia melakukan
pekerjaan yang sangat menggemparkan sekali. Kota Boehan ini adalah pusat tempat perkumpulannya para pendekar
dari pelbagai partai kemana mereka datang berbondongbondong kekota itu untuk menyaksikan dengan mata kepala
sendiri tentang kebenaran kabar angin itu.
Hal mana, lebih-lebih menarik perhatian ketua dari lima
partai yang tempo hari pernah 'berurusan' dengan Chitbiauw-sin-kun, hingga akibat hasrat mereka untuk
menyelidiki tentang kebenaran kabar ini, maka suasana
dalam dunia persilatan dikota Boe-han menjadi tegang
tampaknya. Tatkala itu iklim justeru terjatuh pada akhir musim
panas. Hawa udara pada saat itu tidak dapat dikatakan
dingin, sekalipun ada angin musim rontok yang mulai
berhembus. Pada hari itu dari tengah sungai tampak mendatangi
sebuah perahu layar kecil yang dikayuh menuju kepantai,
dan meski kecepatan berlayarnya telah menjadi makin
lambat, tapi berkat dorongan angin sungai yang santer,
maka perahu layar kecil itupun kelihatan meluncur
mendekati pesisir lebih cepat daripada biasanya. Diatas
perahu layar kecil itu tampak seorang pemuda seperti anak
sekolah. Usianya kurang lebih baru dua puluh tahun. Ia
memakai pakaian yang berwarna abu-abu. Pada sesudah
menambatkan perahu layarnya dipantai, lalu dia naik
kedarat dengan sikap yang riang gembira.
Pemuda ini tampaknya tidak ingin dihalang-halangi oleh
orang yang berlalu lalang disana. Maka setelah dia naik
kedarat, dengan sikap yang tergesa-gesa ia menerobos
kesana-sini untuk melombai dan melewati orang banyak
yang menuju kedalam kota.
Ketika pemuda itu masuk kedalam kota, lalu ia berjalan
menuju kesebelah Timur, kemudian dengan tidak ragu-ragu
lagi ia berjalan menuju ketoko San Bwee Cu Poo Hoo.
Setelah mendatangi cukup dekat, pemuda ini merasa
agak aneh dan langkahnyapun segera dipercepatnya,
sedangkan dari mulutnya ia memanggil : "Thio Twako
......" Dari dalam toko San Bwee Cu Poo Hoo tampak keluar
seorang laki-laki yang umurnya kurang lebih empat atau
lima puluh tahun, yang dengan perasaan agak tercengang
lalu berkata : "Lie Loo-pan (majikan she Lie), kau sudah
kembali " Siauw-tee telah menunggumu sehingga merasa
tidak sabaran." Sambil berkata ini, muka orang itu segera menunjukkan
perasaan duka yang tidak terhingga besarnya.
Pemuda she Lie ini dengan perasaan aneh lain bertanya :
"Mengapa, Thio Twako ?"
Orang she Thio itu dengan suara yang tak wajar lalu
menyahut : "Justeru pada sesudah Lie Loo-pan keluar, tidak
beberapa hari lamanya Hauw Loo-pan pun telah ...... telah
meninggal dunia." Mendengar berita celaka itu, si pemuda she Lie jadi
begitu terkejut, sehingga badannya tampak agak gemetaran.
Lalu ia memegang badan orang she Thio itu dengan rupa
yang gugup sekali. "Mengapa " Coba kau katakan. Sebenarnya Hauw Jie
Siok bagaimana matinya ......?" tanyanya dengan suara
tidak sabaran. "Untuk menceritakan kejadian ini akan memakan tempo
yang agak panjang juga, biarlah, izinkan Siauw-tee
perlahan-lahan menuturkan kepadamu ......"
Tapi sebelum mendengar penuturan si orang she Thio,
tiba-tiba Lie Siauw Hiong telah jatuh pingsan, hingga si
orang she Thio itu menjadi sangat terperanjat sekali. Buruburu dia mengangkat tubuh pemuda she Lie ini, dan dengan
tindakan separuh sempoyongan dia memapah pemuda she
Lie ini, dibawa kekamar tidurnya, kemudian dia memanggil
pelayan lainnya untuk menjaganya, sedangkan dia sendiri
lalu pergi kebelakang untuk memasak wedang jahe, untuk
dicekoki pada pemuda itu.
Tapi belum lagi wedang jahenya matang dimasak, tibatiba si pemuda sudah siuman kembali dan bertanya dengan
suara keras : "Hauw Jie Siok bagaimana cara matinya ?"
Pemuda yang tidak lain daripada Lie Siauw Hiong ini,
sejak meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, buru-buru ia
kembali kekota Boe-han, tapi dengan tak disangka-sangka,
bahwa orang yang sedang dicari dan dirindukannya, sudah
mendahului dia pergi kealam baka. Pada saat dia
mendengar tentang kematiannya ini, tanpa terasa lagi dia
telah pingsan karena amat sedihnya.
Sesudah Lie Siauw Hiong menanya kembali pelayannya
ini, barulah ia mendapat jawaban sebagai berikut : "Sepuluh
hari yang lalu, Thio Twako pergi kecimcee dekat sumur,
Hauw Jie Siok ditemuinya rebah ditanah, ternyata dia
sudah mati. Mula-mula Thio Twako masih mengira
kematiannya itu disebabkan oleh terserang angin jahat, tapi
belakangan setelah diperiksa dengan teliti sekali, ternyata
dipunggungnya, agaknya terkena pukulan dan anggota
sebelah dalamnya menderita luka parah. Jadi dengan begitu
matinya itu sudah tentu telah terjadi karena dipukul orang.
Saking gugupnya Thio Twako ingin mati saja, dan dia
mengira bahwa Lie Loo-pan telah mengikat permusuhan
dengan orang kalangan Kang-ouw. Dalam pada itu, kami
menjadi putus asa dan berniat akan membubarkan saja toko
ini, pada hari kemarin pada hari Hauw Loo-jie baru
ditanam, dan hari ini mendadak Lie Loo-pan kembali,
hingga hanya berantara sehari saja dari kejadian celaka itu."
Setelah mendengar penuturan si pelayan ini, Lie Siauw
Hiong jadi sangat tercengang, hingga dalam dukanya yang
sangat itu dia hanya dapat membanting-banting kaki saja,
dan setelah bangun kembali, lalu dia bertanya pada orang
she Thio itu : "Hauw Jie Siok ditanam dimana ?"
Orang she Thio ini menghela napas, kemudian
menjawab : "Aku biasanya sangat hormat terhadap Hauw
Loo, oleh karena itu, kami telah menguburkan mayatnya
dengan sebaik-baiknya dikaki gunung disebelah barat diluar
kota." Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya, kemudian
dia keluar dari kamarnya. Orang she Thio itu tiba-tiba
menghalanginya, karena khawatir kesehatan Lie Siauw
Hiong belum pulih kembali. Lie Siauw Hiong sangat
berterima kasih kepadanya, tapi tak urung ia berjalan keluar
juga. Tidak antara lama dia sudah sampai diluar kota. Dengan
mengikuti petunjuk yang diberikan oleh orang she Thio itu,
lalu dia mencari tempat yang letaknya dikaki gunung,
dimana benar saja tidak jauh dari sebatang pohon besar
terdapat sebuah kuburan yang masih merah tanahnya, suatu
tanda bahwa kuburan itu masih baru. Buru-buru dia
menghampirinya dan lantas menjatuhkan dirinya dimuka
kuburan tersebut. Lie Siauw Hiong yang sejak kecil sudah ditinggal mati
oleh ayah dan ibunya, telah dipelihara sampai sebesar
begini oleh Bwee San Bin dan Hauw Jie Sioknya. Kedua
orang tua ini sudah dianggapnya sebagai orang tua
kandungnya sendiri saja. Dia sangat menghormati dan
menjunjung tinggi kedua orang tua ini. Maka karena saking
cintanya, tidak terasa lagi, waktu mendengar bahwa salah
seorang tua ini telah menghembuskan napasnya yang
penghabisan, cara bagaimanakah dia tidak menjadi sedih "
Sesudah melihat kuburan yang berada dimukanya ini,
tanpa dapat dicegah lagi airmatanya jatuh berderai-derai
membasahi kedua belah pipinya. Sebagai seorang yang
berpribadi tinggi dan memiliki kepandaian yang sempurna,
sekalipun dia merasa sangat sedih sekali, dia masih dapat
menahan suara tangisannya. Kemudian dengan termangumangu dia berdiri dimuka kuburan itu, sambil menengadah
keatas langit. Saat itu adalah saat yang sangat mengharukan bagi Lie
Siauw Hiong. Waktu dia masih kecil, dia sudah mengalami
kematian orang tuanya sendiri yang sangat menyedihkan,
tapi pada saat itu dia masih kecil, sehingga dia hanya
terkejut saja dan berdiri terbengong.
Tapi pada saat itu adalah lain sekali, karena disaat itu dia
benar-benar merasa pilu sekali.
Dia merasa kehilangan segala-galanya didunia ini, dan
jika pada waktu itu ada orang yang membokongnya,
pastilah dia tidak dapat menghindarkan dirinya pula.
Dia hanya berkemak-kemik saja, sedangkan didalam
hatinya tidak putus-putusnya ia coba menerka, siapa
gerangan orang yang telah menurunkan tangan jahat
sehingga Hauw Jie Siok yang mempunyai kepandaian yang
cukup tinggi itu sampai bisa mati dipukul olehnya. Dia
sudah berpikir beberapa kali untuk membongkar kuburan
Hauw Jie Sioknya ini, untuk menyelidiki dan mengetahui
siapa sebenarnya yang telah menurunkan tangan jahatnya
itu. Kemudian, sambil berkata dengan sengitnya, dia
mengulurkan tangan kanannya yang lain menepuk batu
kuburan itu, sambil menengadahkan kepalanya keatas dia
berkemak-kemik sambil berkata : "Jika aku tidak dapat
membunuh pembunuh dari Hauw Jie Siok ini, aku
bersumpah tidak mau jadi orang !" Lalu dia berjalan pergi
meninggalkan kuburan orang tua itu. Sekonyong-konyong
dari arah kirinya dalam jarak sepuluh tombak lebih
jauhnya, dia melihat seolah-olah ada satu bayangan orang
yang berkelebat, tepat pada saat dia sedang merasa amat
berduka. Terhadap setiap orang, dia selalu merasa curiga
sekali, oleh karena itu, dengan cepat dia mengejar orang itu
masuk kedalam hutan. Setelah masuk kedalam hutan itu, pada jarak lima atau
enam tombak jauhnya dihadapannya, dia melihat dua
orang laki-laki yang sedang bertarung dengan sengit. Lie
Siauw Hiong yang sudah sangat mahir dalam hal ilmu
meringankan badan, dalam sekejap mata saja sudah berada
dibelakang kedua orang yang sedang bertarung itu. Kedua
orang ini tidak mengetahui, bahwa dibelakang mereka ada
orang yang mengintai dengan secara diam-diam.
Kemudian Lie Siauw Hiong bersembunyi dibalik
sebatang pohon tua, matanya memandang dengan tajam
kegelanggang pertempuran. Seorang diantaranya tampaknya sangat bengis, mukanya penuh berewok,
tangannya memegang sebatang pedang panjang yang
digunakan untuk menyerang lawannya, sedangkan seorang
yang lainnya lagi, rasanya dia pernah mengenalinya.
Dengan membelakangi tubuhnya, pemuda itu melawan
musuhnya dengan hanya memakai sebatang cabang pohon
saja. Orang yang menggunakan cabang pohon itu tampak
pergerakannya agak tidak leluasa, apa lagi tangan
kanannya, seolah-olah mati sebelah, sedangkan gerak
kakinyapun tidak sempurna dan agak kacau. Tapi
sebaliknya ilmu pedang musuhnya sangat hebat sekali,
hingga sebentar saja kedua orang ini sudah bertempur
sehingga melampaui dua puluh jurus lamanya, tapi belum
pernah terlihat kedua senjata itu saling beradu. Oleh karena
itu, tidaklah mengherankan jika tadi Lie Siauw Hiong tidak
menduga, bahwa dalam hutan disitu ada orang yang sedang
bertempur dengan sengitnya.
Pada saat itu orang yang menggunakan cabang pohon
sebagai senjata telah terdesak sehingga sampai dipinggir
hutan. Orang yang berewokan itu terdengar berseru dengan
suara keras : "Akan kulihat apakah kau masih dapat
melarikan diri ......!" Sehabis mengucapkan perkataan ini,
dia lalu menggunakan pedangnya untuk menotok pada alis
lawannya itu. Lie Siauw Hiong setelah lama menyaksikan pertempuran
itu, barulah dia mendengar kedua orang yang bertempur ini
membuka mulutnya. Ketika dia mendengar suara teriakan
si orang berewok ini, hatinya menjadi terkejut sekali, dan
waktu melihat orang yang satunya lagi, dia hanya tampak
menundukkan badannya sedikit, dan tanpa mengeluarkan
banyak tenaga tampaknya, badannya berkelit dengan
indahnya, dengan mana dia berhasil meloloskan diri dari
serangan lawannya yang hebat itu, kemudian sambil
membalikkan kepalanya dia sudah siap sedia untuk
menyambuti serangan-serangan lawannya selanjutnya.
Pada saat itu Lie Siauw Hiong baru saja dapat melihat
muka pemuda itu, umurnya ditaksir lebih kurang dua puluh
satu atau dua puluh dua tahun, maka tak terasa lagi
kesannya terhadap pemuda itu baik sekali, apa lagi terhadap
semangatnya yang berapi-api itu, hingga ia sangat
mengaguminya. Pemuda itu ketika sudah berhasil mengelitkan serangan
lawannya, pada airmukanya sangat sedih sekali. Lie Siauw
Hiong yang sudah berpengalaman, sudah maklum bahwa
pemuda ini sudah kena tertotok lawannya, separuh
badannya sudah tidak leluasa lagi bergerak, maka dari itu,
dia lalu menggunakan tangan kirinya untuk melawan


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuhnya. Hatinya menjadi tergerak dan lalu dia
memungut sebatang cabang pohon yang kecil, tapi pada
saat itu orang yang berewokan itu lagi-lagi menyerang
lawannya dengan seru sekali.
Ketika pemuda itu menggerakkan tangan kirinya
melawan musuhnya, tampak disekitarnya bayangan cabang
pohon menari-nari, membentuk sebuah penjagaan yang
rapat sekali disekitar badannya. Apa lagi pergerakan tangan
kirinya yang sangat aneh itu. Begitu dia mengeluarkan
tipunya ini, si orang berewok itu segera kena terkurung
olehnya. Lie Siauw Hiong sendiri merasa terkejut pula,
kemudian dengan gerakan secepat kilat ia mementilkan
sebatang pohon dengan pesatnya menuju kesasaran yang
ditujunya, yaitu bagian tulang kesebelas dari punggung
pemuda itu yang bernama jalan darah 'Ciang-bun-hiat'.
Begitu tulang punggung si pemuda tertotok oleh batang
pohon yang dipentilkan Lie Siauw Hiong itu, segera juga ia
merasakan dirinya sangat segar dan leluasa sekali. Tangan
kirinya lalu dibentangkan, lagi-lagi dia mengeluarkan tipu
serangan yang aneh kembali, sehingga disekitarnya hanya
tampak bayangan cabang pohon yang menyerang kiankemari dan mengurung dengan rapat sekali sinar pedang
orang laki-laki berewokan itu.
Oleh sebab itu, si berewok buru-buru mengeluarkan tipu
yang digunakan untuk menjaga dirinya dengan membentuk
sebuah lingkaran disekitar badannya. Adapun kepandaian
itu adalah kepandaian yang paling diandalkannya seumur
hidupnya. Tampak serangan-serangannya itu dari tempat
yang lowong terus meluncur menuju kearah pihak
lawannya. Waktu Lie Siauw Hiong melihat si orang berewokan itu
sudah tidak dapat menahan pula serangan-serangan cabang
pohon musuhnya lagi, buru-buru ia melompat keluar
memisahkan pemuda itu sambil berkata : "Saudara-saudara,
silahkan hentikan seranganmu ini !" Sehabis berkata begitu,
lalu dia mengeluarkan tangan kirinya menahan serangan
kedua orang itu. Kedua orang itu ketika melihat ada orang ketiga yang
datang menyelak ditengah-tengah mereka, buru-buru
mereka menyerang orang yang baru datang ini. Mereka
tidak ingin melukakan orang yang ketiga ini, tapi hanya
untuk menjaga keselamatan dirinya saja. Badannya
bergerak mundur sejauh beberapa tombak. Lie Siauw Hiong
lalu memberi hormat kepada orang berewokan itu sambil
berkata : "Bukankah saudara ini salah seorang ahli pedang
yang bernama Beng Hui dan terkenal dengan nama julukan
Tiong-cu-it-kiam itu ?"
Si orang berewokan itu yang tadinya terancam bahaya
maut, kini dengan bernapas lega lalu tampak tercengang
dan hanya dapat memganggukkan kepalanya saja kepada
Lie Siauw Hiong. Si pemuda she Lie tersenyum dan kemudian berkata :
"Sudah lama aku mendengar nama Tuan, bagaikan suara
guntur yang bergema ditelinga saja."
Si orang berewokan itu menarik napas panjang sambil
memotong perkataan Lie Siauw Hiong katanya : "Sudah,
sudahlah, sejak saat ini ...... ai !" Sehabis berkata begitu
diapun lalu melemparkan pedang panjangnya pada pemuda
tampan itu, sedangkan dia sendiri segera melarikan diri.
Lie Siauw Hiong hanya tersenyum saja memandang
bayangan belakang si orang berewokan itu, kemudian dia
balik memandang pada pemuda tampan itu.
Pada saat itu, pedang yang dilemparkan oleh si orang
berewokan tadi sedang menjurus pada si pemuda tampan.
Dan ketika pedang itu hampir sampai kepadanya,
sekonyong-konyong dia berlompat jungkir balik, dengan
kepala dibawah dan kaki disebelah atas, dia telah
menyambuti pedang itu dengan secara tepat sekali.
Sementara Lie Siauw Hiong yang menyaksikan
ketangkasan pemuda tampan itu, hanya tersenyum dan
memuji : "Kepandaian meringankan tubuh saudara ini
sungguh tinggi sekali ! Apakah saudara ini bukan orang she
Gouw ?" Pemuda tampan itu kelihatan tercengang dan cepat
menjawab : "Aku yang rendah memang benar orang she
Gouw. Bagaimana saudara dapat mengetahuinya ?"
Lie Siauw Hiong lalu berkata pula : "Bukankah saudara
ini keturunan Tan-kiam-twan-hun Gouw Ciauw In, yang
namanya sangat menggemparkan di Tiong Goan ?"
Pemuda she Gouw itu tambah terkejut lagi dan lalu
menjawab : "Benar ......"
Lie Siauw Hiong menukas lebih lanjut : "Benar saja
saudara ini she Gouw. Aku bernama Lie Siauw Hiong,
guruku adalah Bwee San Bin, yaitu sahabat karib ayahmu,
bukan ?" Sekonyong-konyong saja muka pemuda she Gouw itu
menunjukkan kegirangan yang bukan kepalang : "Ternyata
saudara Lie ini adalah murid yang pandai dari Bwee Sioksiok !" Dan memang wajar sekali dia menyebut Bwee San
Bin sebagai Siok-sioknya.
Ternyata pemuda tampan ini adalah anak laki-laki Gouw
Ciauw In, yang tempo hari telah terbunuh dibawah
penyerangan kelima ahli silat, yaitu Gouw Leng Hong.
Sejak mengalami peristiwa yang menyedihkan itu, dia telah
dipungut oleh seorang aneh yang telah mengajarinya ilmu
silat berdasarkan ilmu silat 'Simpanan' dari warisan
keluarga Gouw juga. Leng Hong mempelajari ilmu-ilmu
silat yang paling lihay untuk kelak menuntut balas terhadap
musuh-musuh dari ayahnya almarhum.
Pada akhirnya Gouw Leng Hong telah turun gunung
untuk mengembara dan meluaskan pemandangan dan
pengalamannya. Dalam pada itu, dia pernah mendengar
kabar angin yang mengatakan, bahwa Chit-biauw-sin-kun
telah muncul kembali dikalangan dunia persilatan. Bwee
San Bin adalah sahabat erat ayahnya, oleh karena itu, buruburu dia datang untuk menyelidiki kebenaran tentang kabar
angin tersebut, tapi tidak disangka dia telah menemui
kematian yang menyedihkan sekali dari Hauw Jie Sioknya.
Sejak kecil dia sudah bergaul dengan rapatnya dengan
Hauw Jie Sioknya ini. Waktu dia berlutut bersembahyang
dihadapan kuburan orang tua tersebut, tidak disangkasangka dia telah dibokong dari belakang oleh pemuda
berewokan, yaitu Beng Hui. Jalan darah 'Kian-kah-hiat'
dipundak kanannya telah tertotok olehnya, bahkan sampai
pada pedangnya sendiri sudah dicurinya sekali. Gouw Leng
Hong yang pada saat itu sedang mencurahkan seluruh
kesedihannya dihadapan kuburan orang tua ini, dia tak
pernah menyangka bahwa dirinya akan dibokong orang
secara demikian. Setelah itu, dengan menutup jalan darah yang lainnya, ia
telah memaksakan diri mencabut sebatang cabang pohon
untuk menempur Beng Hui dengan secara mati-matian.
Tapi dia mengetahui setelah kena tertotok ini, pergerakannya akan menjadi kurang leluasa. Beng Hui
sendiripun merasa bahwa cara dia turun tangan ini adalah
agak keterlaluan, maka dari itu, dia lalu memaksa lawannya
untuk keluar dari hutan itu. Sesampainya diluar hutan,
disitulah mereka lalu turun tangan satu sama lain,
kemudian waktu Lie Siauw Hiong sampai ditempat itu,
karena Beng Hui tidak ingin orang luar mengetahui
kelicikannya, maka dia hanya bertempur dengan tidak
mengeluarkan kata-kata. Sebaliknya Gouw Leng Hong pun
seorang satria sejati, sekali dirinya dibokong oleh lawannya
dengan secara curang, diapun tidak mau membuka mulut
pula. Begitulah kedua orang ini bertempur dengan tidak
bersuara. Jika bukannya Lie Siauw Hiong yang bermata
awas dan bertelinga tajam, sudah tentu tak mungkin
agaknya akan menemui kedua orang ini.
Dalam pertempuran ini, tenaga Gouw Leng Hong
semakin berkurang dan bertambah lemah saja, sehingga
akhirnya dia hanya dapat menjaga dirinya saja dari
serangan Beng Hui, tapi tidak berdaya untuk melancarkan
serangan-serangan balasannya.
Begitulah akhirnya dengan diam-diam Lie Siauw Hiong
telah membuka jalan darahnya, sehingga dengan demikian,
barulah dia dapat mengembangkan ilmu ayahnya untuk
melancarkan serangan-serangan balasan terhadap lawannya, yakni tipu 'Kui-ong-pa-ho' (raja setan menyalakan api). Kepandaian Gouw Leng Hong sebenarnya lebih tinggi daripada kemampuan Beng Hui
sendiri. Oleh karena itu, sudah tentu saja pertempuran ini
menjadi berat sebelah. Begitulah akhirnya, dalam saat-saat
dia keteter dan Lie Siauw Hiong muncul untuk
memisahkan mereka, si berewok segera menggunakan
kesempatan baik ini untuk melarikan diri dan menghilang
entah kemana perginya. Demikianlah Gouw Leng Hong menceritakan segala
sesuatu yang telah dialaminya tadi.
Lie Siauw Hiong yang mendengamya, hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Beng Hui ini adalah murid pemimpin lima partai besar,
yaitu Kouw Am Siangjin dari partai Go Bie," kata si
pemuda she Lie itu. "Apa yang telah terjadi dengan
ayahmu, tentunya Kouw Am Siangjinpun telah menceritakannya pula kepada murid-muridnya. Beng Hui
ini agaknya karena tertarik dengan pedang 'Toan Hun
Kiam'-mu ini, maka dia telah turun tangan terhadapmu
untuk merampas pedangmu itu."
Mendengar keterangan begitu, airmata Gouw Leng
Hong tampak berlinang-linang dan lalu berkata dengan
sengit : "Tadi tidak seharusnya kita membiarkan budak itu
melarikan diri dengan seenaknya saja. Siauw-tee sebenarnya tidak tahu, bahwa dia ini adalah cucu murid
dari partai Go Bie. Jika tidak, pasti aku akan
membunuhnya untuk melampiskan sakit hati ayahku
almarhum, untuk menagih hutang darah dari jaman
sepuluh tahun yang lampau itu."
Kedua orang ini lalu berkata-kata pula mengenai
perkara-perkara yang lainnya. Masing-masing pihak
mengetahui, baik kegemaran maupun kepandaian mereka
berdua adalah sama-sama unggulnya. Mereka merasa
sangat cocok sekali satu sama lain. Kemudian dengan
tertawa Gouw Leng Hong berkata : "Tadi orang yang
menggunakan cabang pohon untuk membuka jalan darah
Siauw-tee, apakah itu bukannya Lie Heng ?"
Lie Siauw Hiong hanya menganggukkan kepalanya saja,
dan untuk mencegah Gouw Leng Hong mengucapkan
terima kasihnya, lalu dia berkata : "Siauw-tee tahun ini
berusia duapuluh tahun, tidak tahu Gouw Heng ......"
Gouw Leng Hong lalu menjawab : "Siauw-tee berumur
dua puluh satu tahun, jika Lie Heng tidak keberatan,
apakah tidak lebih baik Siauw-tee memanggil Hian-tee (adik
yang bijaksana) saja terhadapmu?"
Lie Siauw Hiong pun mempunyai maksud demikian
pula, maka dengan girang dia menyetujui saran kawannya
ini, hingga dengan demikian perhubungan persahabatan
diantara mereka bertambah rapat pula. Sesaat kemudian
tiba-tiba dalam hati Gouw Leng Hong terpikir sesuatu dan
lalu berkata : "Hian-tee, dikalangan Kangouw kini tersiar
kabar burung, yang menyatakan bahwa Bwee Siok-siok
telah muncul kembali didaerah sekitar Boe-han, apakah
kabar ini benar atau bohong belaka " Apakah selama ini
Bwee Siok-siok baik-baik saja " Lekaslah kau ajak aku
untuk menjumpai orang tua itu !"
"Siauw-tee pasti akan menceriterakan segala sesuatunya
kepadamu dengan seyelas-jelasnya," jawab Lie Siauw
Hiong. Setelah itu, lalu dia ceritakan cara bagaimana Chitbiauw-sin-kun kena dibokong dan menderita luka-luka
dipuncak gunung Ngo Hoa San, satu persatu dia ceritakan
dengan jelas sekali, sampai pada tugasnya sendiri diapun
menceritakannya juga. Mendengar bahwa Bwee Siok-sioknya ini demi untuk
membela ayahnya sampai mengakibatkan dia sendiri
bercacat seumur hidupnya, tidak terasa lagi hati Gouw
Leng Hong pun menjadi terharu. Kedua orang ini lalu


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bersumpah untuk membalaskan sakit hati kedua orang tua
itu. Dan sesudah mereka bercakap-cakap sebentar, barulah
kemudian bersama-sama turun gunung, tapi pada sebelum
berpisah dengan kuburan Hauw Jie Sioknya, mereka telah
mengucurkan airmata dihadapan kuburan orang tua itu.
Kemudian kedua orang ini setelah berunding sebentar,
mereka mengambil keputusan untuk menyelidiki terlebih
dahulu siapa gerangan pembunuh dari Hauw Jie Sioknya
itu " Gouw Leng Hong menduga, bahwa pekerjaan ini pasti
dilakukan oleh orang-orang dari kelima partai itu, untuk
melenyapkan malapetaka dikemudian hari bagi mereka.
Sedang mengenai pembokongan yang dilakukan oleh Beng
Hui itu, ada kemungkinan telah terjadi dengan secara
kebetulan saja. Lie Siauw Hiong mengetahui, bahwa
tugasnya pasti tidak ada orang yang mengetahuinya
dikalangan Kang-ouw ini. Begitupun Hauw Jie Sioknya
tidak mungkin dapat dibinasakan oleh orang sembarangan.
Kedua orang ini berjalan sambil bercakap-cakap, dan
sebentar kemudian mereka telah sampai ditoko San Bwee
Cu Poo Hoo. Kasir she Thio ini siang-siang sudah menantikan
kedatangan induk semangnya dimuka tokonya, yang pada
kali ini dia melihat Lie Siauw Hiong datang dengan disertai
seorang pemuda yang ganteng dengan diatas bebokongnya
terpancang sebatang pedang panjang. Dia mengira bahwa
pemuda ini sudah pasti adalah seorang gagah dari kalangan
Kang-ouw, maka sambil memberi hormat dia berkata : "Lie
Loo-pan telah kembali." Tapi sama sekali tak menanyakan
sesuatu yang bersangkut-paut dengan kematian Hauw Jie
Siok lagi. Karena dikuatirkan begitu dia bertanya tentang
orang tua ini, pasti akan menerbitkan pula kedukaan hati
induk semangnya yang masih muda itu.
Lie Siauw Hiong hanya menggoyang-goyangkan tangan
saja, lalu dia perintahkan pelayannya akan menyediakan
sebuah kamar untuk Gouw Leng Hong. Kemudian ia
bertanya kepada kasir she Thio itu : "Dikota Bu-han pada
beberapa hari ini, ada peristiwa penting apakah yang telah
terjadi ?" "Banyak sekali," sahut si kasir itu, tetapi karena amat
gugup, maka Siauw-tee telah lupa menceritakan hal itu
kepadamu. Menurut kabar angin," ia melanjutkan,
"munculnya kembali Chit-biauw-sin-kun dikalangan Kangouw telah menarik tidak sedikit perhatian orang. Salah satu
peristiwa yang paling menggemparkan, adalah apa yang
telah terjadi pada tiga hari yang lampau itu, yaitu piauw
yang diantar oleh Gin-ciang Beng Pek Kie telah dibegal
orang, sedangkan Beng Loo-ya sendiri tewas dalam
pertempuran. Dan pada sebelum pergi, pembunuhnya telah
meninggalkan pesan, bahwa mereka yang melakukan
pekerjaan ini adalah 'Hay-tian-siang-sat'. Hal mana, sudah
barang tentu, telah membuat seluruh kota menjadi gempar
sekali." Lie Siauw Hiong yang mendengar hal ini, mukanya
segera berubah seketika itu juga.
"Apakah barangkali kedua kepala setan yang datang dari
jauh-jauh ini, maksudnya hanya ingin memulihkan nama
mereka yang telah terkenal pada masa yang lampau itu ?"
tanya si pemuda lagi. "Hal ini Siauw-tee kurang jelas, hanya orang-orang yang
mempercakapkan ini dikalangan Kang-ouw, tidak seorangpun diantaranya yang tidak berubah mukanya
waktu memperbincangkan persoalan itu, sehingga lima
pemimpin partai besar, katanya tidak berani mempercakapkan peristiwa itu. Tapi sebaliknya ada juga
yang mengatakan, bahwa ada seseorang hendak melenyapkan kedua kepala setan itu," jawab kasir she Thio
itu pula. Pada saat itu hati Lie Siauw Hiong menjadi sangat
kacau, kemudian ia melambaikan tangannya sambil
berkata: "Aku tahu, dikalangan Kang-ouw kini sudah terlampau
kalut !" Sehabis berkata begitu, lalu dia memanggil pelayannya
untuk memanggil Gouw Leng Hong akan sama-sama
makan malam. Disamping itu, diapun menceritakan kabar
yang baru didengarnya ini kepada Gouw Leng Hong. Tapi
Gouw Leng Hong yang lama berdiam diatas gunung, dia
tidak mengetahui 'Hay-tian-siang-sat' ini sebenarnya
manusia macam apa, tapi tidak urung diapun sangat
memperhatikan apa kata Lie Siauw Hiong itu. Sementara
Lie Siauw Hiong sendiri lalu mengambil suatu keputusan
untuk merencanakan sesuatu, didalam hatinya.
Keesokan harinya, setelah kedua orang ini bangun dan
membersihkan badan serta dahar sarapan, Lie Siauw Hiong
lalu menyarankan sebagai berikut : "Twako lebih baik
menyamar sebagai seorang anak sekolah. Dengan begitu,
kau bisa lebih leluasa bergerak diluaran."
Gouw Leng Hong menganggap bahwa alasan itu dapat
diterima. Oleh karena itu, dia pun lalu menukar pakaian,
menyembunyikan pedang 'Toan-hun-kiam'-nya dan berpergian bersama-sama Lie Siauw Hiong.
Oleh karena kepergian kali ini akan memakan waktu
sebulan lamanya, maka untuk mencegah supaya tidak
dicurigai orang, Siauw Hiong terpaksa menyambangi
dahulu para sahabat dan handai taulannya, untuk
menerangkan maksud kepergiannya ini dengan mempergunakan alasan-alasan yang bisa masuk diakal.
Waktu mereka berjalan sampai dikota sebelah Timur,
disitu tampak sebuah Piauw-kiok yang telah ternama
dengan nama : "Sin-yang Piauw-kiok" tapi kini keadaannya
sangat menyedihkan sekali. Tampaknya sesudah melakukan penguburan macat pemimpinnya, didepan pintu
kantor angkutan itu telah digantungkan kain putih sebagai
suatu tanda, bahwa didalam rumah itu tengah berkabung.
Setelah membelok, Siauw Hiong bermaksud untuk
mengunjungi 'Bu-wie-piauw-kiok', untuk mencari Hwan Tie
Seng. Waktu dia sampai dimuka pintunya, dilihatnya para
pegawainya disitu sedang sibuk sekali, maka sambil berjalan
masuk dia bertanya pada salah seorang pegawai itu :
"Apakah Hwan Piauw Tauw ada dirumah ?"
Pegawai itu mengangguk sambil menunjuk pada
seseorang. Tatkala Gouw Leng Hong dan dia sendiri
memandang pada orang yang ditunjuk itu, benar saja Hwan
Tie Seng tampak sedang berdiri diapit oleh dua orang dikirikanannya. Kedua orang ini berumur kurang lebih empat
puluh tahun. Sementara itu Hwan Tie Seng pun telah
melihat juga pada Lie Siauw Hiong, maka sambil
menganggukkan kepalanya dia memberi selamat datang
kepada kedua pemuda itu. Lie Siauw Hiong melihat muka Hwan Te Seng
tampaknya sangat lelah sekali, hingga meski disudut
mulutnya masih terdapat satu senyuman, tapi semangatnya
terang menunjukkan kesedihan didalam hatinya.
Siauw Hiong segera dapat memahami hal itu, tetapi
dengan berpura-pura tidak mengetahuinya dan dengan
suara yang wajar sekali, dia lalu berkata : "Sudah lama
Siauw-tee tidak saling bertemu dengan Hwan Heng.
Kemarin malam Siauw-tee baru kembali dari Su Coan."
Sehabis berkata begitu, lalu dia sengaja berhenti sejurus,
karena dia ingin melihat, apakah Hwan Tie Seng menaruh
curiga atau tidak kepadanya "
"Sungguh tidak dinyana sekali, bahwa Beng Heng telah
mengalami suatu kecelakaan yang sangat menyedihkan
sekali. Siauw-tee yang tidak dapat turut dalam upacara
penguburannya, sungguh merasa kecewa sekali." kata Lie
Siauw Hiong tiba-tiba. Hwan Tie Seng menarik napas dan lalu berkata : "Haytian-siang-sat itu sesungguhnya terlampau kejam. Bila
mereka ingin mendapat nama, mengapakah mereka justeru
menyatroni kita " Jika persoalan ini dibicarakan, sungguh
membikin hatiku tidak enak sekali. Siapa tahu besok atau
lusa jiwakupun sukar dijamin pula."
Lie Siauw Hiong dengan sikap pura-pura lalu berkata :
"Mengapa Hay-tian-siang-sat ingin menyatroni Hwan
Heng ?" Hwan Tie Seng mengangguk-angguk, kemudian dia
merogo sakunya dan lalu menarik sehelai kertas dan
memberikannya kepada Lie Siauw Hiong sambil berkata :
"Surat pengejar kematian dari Hay-tian-siang-sat telah
tiba, kedua kepala setan ini dalam waktu duabelas jam lagi
pasti akan sampai disini !"
Lie Siauw Hiong melihat dikertas tersebut tertera gambar
sebatang anak panah, sedang disebelah bawahnya
tergambar sepasang lukisan orang tua yang badannya
cacad. Hal mana, sudah jelaslah, bahwa surat ancaman ini
dikirim oleh 'Hay-tian-siang-sat' adanya.
Menyaksikan isi surat ancaman ini, tidak terasa lagi hati
Lie Siauw Hiong merasa terharu, dan dengan muka sedikit
berubah dia berkata : "Apakah surat ancaman ini yang biasa
disebut pengejar kematian ?"
Hwan Tie Seng mengiakan sambil menjawab : "Waktu
surat ancaman pengejar kematian ini sampai, aku segera
mengundang dua orang yang berkepandaian cukup tinggi
untuk memohon bantuan mereka. Mereka ini sungguh
budiman sekali, begitu mereka menerima surat undanganku, mereka segera datang. Marilah, Lie Loo-pan,
aku perkenalkan kau dengan mereka." Sambil berkata
begitu, Hwan Tie Seng menunjuk kearah seorang laki-laki
setengah umur yang perawakannya agak jangkung sambil
berkata : "Tuan ini adalah ahli dari Tiam Cong Pay, To Cie
Tiong namanya, sedangkan tuan ini adalah orang yang baru
terkenal, yaitu Seng-sie-poan Liok Hang Kong."
Begitulah Hwan Tie Seng memperkenalkan tamunya
kepada Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong. Setelah
bercakap-cakap seketika lamanya, Lie Siauw Hiong dan
Gouw Leng Hong lalu berpamitan pada tuan rumah.
Ditengah jalan Lie Siauw Hiong berkata pada Gouw
Leng Hong : "Twako, sekarang barulah agaknya kau
mengetahui, bahwa 'Hay-tian-siang-sat' ini bukanlah orangorang yang mudah diganggu. Tetapi Siauw-tee mempunyai
suatu akal." Lalu diuraikannya akalnya ini kepada Gouw
Leng Hong. "Itulah akal yang bagus sekali !" memuji Gouw Lang
Hong. Tak lama kemudian mereka kembali ketoko San Bwee
Cu Poo Hoo. Setelah makan malam, kedua orang ini bercakap-cakap
pula sebentar, kemudian mereka masuk kekamar untuk
mempersiapkan sesuatu. Setelah larut malam, dari dalam toko San Bwee Cu Poo
Hoo sekonyong-konyong terdengar suara tepukan tangan,
lantas terlihat dua bayangan manusia yang meloncat keluar
dari toko tersebut. Setelah memandang kesekelilingnya,
kedua orang ini lalu menggabungkan diri dan segera
bersama-sama pergi. Pada saat itu sinar bulan hanya tampak samar-samar,
karena ketika itu bulan sabit baru saja muncul diangkasa,
dengan ditambah oleh cahaya bintang, terlihat muka kedua
orang ini memakai kain penutup. Hanya bagian matanya
saja yang kelihatan. Dalam kegelapan sang malam kedua
bayangan orang ini tampak bergerak dengan pesatnya.
Malam sudah larut benar, diseluruh kota Han Kouw
sinar lampu sudah padam, sehingga keadaan disekelilingnya menjadi sangat gelap. Yang tampak hanya
'Bu-wie-piauw-kiok' yang terletak disebelah Timur dalam
keadaan terang-benderang. Dimalam hari yang begitu
gelap, sinar yang terang benderang ini tampak menjulang
kelangit dengan gemilangnya. Dalam pada itu, dari atas
genteng 'Bu-wie-piauw-kiok' tiba-tiba terdengar suara siulan
yang aneh. Satu suara yang sangat nyaring sekali terdengar
berseru : "Hwan Tie Seng !" Tapi begitu perkataan ini habis
diucapkannya, dari arah tembok sebelah barat terdengar
suara sesuatu yang berbunyi amat kerasnya, kemudian
tampak seseorang yang melompat naik sehingga tiga sampai


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

empat tombak tingginya. Dari tengah-tengah udara badan
orang tersebut dengan perlahan-lahan turun kembali, dan
setelah memutarkan badannya sekali, maka sampailah dia
disebelah bawah. Orang itu baru saja sampai diatas genteng, ketika dia
berseru pada seseorang yang berada disebelah kirinya :
"Saudara Ciauw yang namanya sudah begitu terkenal,
mengapakah sampai saat ini masih juga belum menunjukkan cecongor mereka ?"
Baru saja perkataan ini habis diucapkan, tiba-tiba dari
arah kirinya lantas tampak melayang keluar dua orang yang
muncul sambil tertawa aneh.
Orang yang pertama kali sampai lalu berkata :
"Bocah yang baik, apakah kau ini orang undangan Hwan
Tie Seng ?" Tatkala mendengar suara yang aneh dengan disertai
bercampurnya suara berkemerincingnya barang tajam yang
terbuat dari pada besi yang sangat menusuk kuping itu,
tampaknya kedua orang ini sengaja ingin mempermainkannya, hingga suara mereka diperkeras
bagaikan suara petir nyaringnya.
Siapa nyana orang dihadapannya tidak memperdulikannya, dengan tertawa dingin dia hanya
berkata : "Apakah aku bisa dikagetkan dengan cara
demikian ?" Orang itu lagi-lagi mengeluarkan suara yang aneh dan
berkata : "Bocah, sekiranya kau bukannya pembantu Hwan
Tie Seng, segeralah kalian boleh mundur saja. Jangan
sampai aku berdua bersaudara turun tangan ......"
Tapi belum lagi perkataan mereka habis diucapkan,
sudah dipotong oleh orang dihadapannya : "Segala omong
kosong jangan diucapkan disini !"
Kedua orang itu tampaknya sedikit tercengang. Yang
jadi pemimpin lalu mengakak sambil berkata : "Tidak
disangka! Ha ......"
Suara tertawanya ini agaknya mirip dengan suara setan
saja, sangat menyeramkan dan menusuk pendengaran.
Siapa yang berani membangkitkan amarahnya, pasti dia
akan menggunakan suara 'Sit-hun-kwie-im' untuk melukai
lawannya. Suara tertawanya ini makin lama makin tinggi,
sedangkan orang yang berdiri dihadapannya tampak sedikit
bergerak, seolah-olah tak dapat dia menahannya. Sekonyong-konyong dari tempat yang gelap terdengar
bentakan orang : "Tutup mulutmu !"
Orang yang baru datang ini, begitu mengeluarkan dua
patah kata dibarengi dengan suaranya yang santer bagaikan
menggeramnya suara naga, membuat orang yang mengeluarkan suara tertawa aneh itu jadi sangat terperanjat
dan lekas-lekas menahan suara tertawanya.
Orang itu setelah menahan suara 'Sit-hun-wie-im' yang
dikata dibarengi dengan suaranya yang santer bagaikan
menggeram suara bentakan orang tadi. Maka waktu melihat
bayangan orang itu bergerak, ternyata dia mempunyai ilmu
meringankan tubuh yang sempurna sekali, sehingga dia
merasa terkejut bukan kepalang dan terbengong sesaat
lamanya. Dibawah sinar bulan ternyata orang yang mendatangi ini
memakai kain penutup pada mukanya, ditangannya dia
memegang sebatang pedang tajam, perawakannya sedang
dan langsing. Orang yang mengeluarkan suara tertawa aneh ini lalu
berkata pula : "Hwan Loo-jie ternyata telah mengundang
seorang yang berkepandaian tinggi juga. Ha, ha, ha, malam
ini biarlah mereka merasakan enaknya pukulan 'Tay-siangsat' !" Harus diketahui, bahwa diantara Hay-tian-siang-sat ini
'Tian Hui' Ciauw Loo adalah gagu, maka teranglah bahwa
yang bercakap-cakap ini adalah saudaranya, yaitu 'Tian
Cian' Ciauw Hoa. Perkataan Ciauw Hoa baru saja habis diucapkan, ketika
orang yang memakai tutup muka itu sudah membentak
kembali sambil berseru : "Malam ini kita ingin menyaksikan
kemampuan dari manusia yang bercacat. Berapa tingginya
sih sebenarnya kepandaian mereka itu ?"
'Tian Hui' Ciauw Loo entah telah mengeluarkan suara
apa dari mulutnya, dan ketika badannya tampak bergerak,
dari jarak lima tombak jauhnya dia telah melayang sampai
dimuka orang yang bertutup muka itu, yang lalu dipukulnya
dengan secara dahsyat sekali.
Orang yang bertutupkan kain dimukanya itu menampak
muka Tian Hui datar saja, tak tampak hidung maupun
mulut, hingga kelihatannya sangat aneh dan seram, hingga
tidak terasa pula bulu romanya jadi berdiri, namun
demikian dengan segera dia melompat mundur sejauh lima
langkah untuk menghindari pukulan tersebut.
Ciauw Loo ingin memburu lawannya untuk menyerang
kembali, tapi syukur juga Ciauw Hoa lekas mencegahnya,
sehingga dengan gerak yang saling dimengerti oleh satu
sama lain, mereka dapat bekerjasama dengan eratnya.
Pada saat itu Ciauw Loo sudah ingin turun kebawah
genteng, tapi Ciauw Hoa kuatir dibawah masih ada
lawannya, maka dia melarang Ciauw Loo turun kebawah
untuk melakukan penyelidikan.
Pada saat itu, orang yang memakai penutup muka itu
lagi-lagi mengeluarkan suara teriakannya yang nyaring
laksana guntur, hingga Tian Hui Ciauw Loo meski
kupingnya tuli, dia dapat merasakan kuatnya suara itu,
karena genteng yang diinjaknya terasa bergetar oleh getaran
suara itu. Orang yang memakai tutup muka itu tangan kanannya
memegang pedang, sedangkan tangan kirinya mula-mula
menekan ujung pedangnya sehingga agak melengkung,
kemudian tekanannya itu dilepaskannya, sehingga pedang
itu tergetar dan membentuk satu garis yang lurus kemuka.
Sinar pedang itu terang sekali dan berkeredep-keredep,
hingga dimalam yang gelap itu masih tampak berbentuk
tujuh kuntum bunga Bwee yang jelas sekali !
'Tian Cian' dan 'Tian Hui' berbareng menjadi sangat
terkejut sekali, karena mengenali bahwa tanda tersebut
adalah merupakan tanda khusus dari Chit-biauw-sin-kun
Bwee San Bin sendiri ! Hay-tian-siang-sat bersama-sama Chit-biauw-sin-kun sebenarnya sama-sama sangat terkenal namanya dikalangan
Kang-ouw, tetapi mereka belum pernah saling berjumpa.
Belakangan ini merekapun telah mendengar bahwa Chitbiauw-sin-kun telah menunjukkan dirinya kembali dikalangan Kang-ouw. Pada saat itu, ketika mereka melihat
orang yang memakai penutup muka ini, tidak terasa lagi
mereka menjadi heran bukan main.
Dalam hati Tian Cian berkata : "Pergerakan orang ini
terang tidak lemah, dia dapat membengkokan pedangnya
tanpa menjadi patah, tenaga demikian sesungguhnya tidak
gampang dicari keduanya. Mungkinkah Chit-biauw-sin-kun
muncul kembali dalam dunia persilatan ?"
Orang yang memakai kain penutup itu lalu berkata :
"Diantara jago-jago Kwan Tiong yang berjumlah sembilan
orang, didaerah Ho Lok terdapat sebatang pedang. Di Haylwee orang menghormati Chit-biauw, sedangkan diluar
dunia ada tiga dewa. Baik di Kwan Tiong maupun di Haylwee, sembilan jago pasti mesti menghormati aku Chitbiauw !" Sehabis berkata begitu lalu dia tertawa panjang,
badannya tetap berdiri dalam sikapnya semula, ujung
kakinya tampak ditotolkan kegenteng, lantas tubuhnya
melayang sejauh puluhan tombak bagaikan peluru saja
pesatnya, sedangkan suara tertawanya masih terdengar :
"Bila Hay-tian-siang-sat mempunyai nyali besar, bolehlah
sekarang juga silahkan turut aku !"
Ciauw Hoa tertawa mengakak dan lalu berkata : "Biarlah
kita ampuni Hwan Loo Jie untuk satu malam ini saja !"
Lalu dia memberi isyarat kepada Ciauw Loo, kemudian
kedua manusia yang tidak sempurna anggota badannya ini
segera mengejar orang itu, hingga sebentar saja bayangan
mereka telah lenyap ditelan kegelapan malam.
Diatas genteng masih ketinggalan satu orang pula yang
memakai kain penutup muka, dan dia itu bukan lain
daripada Gouw Leng Hong adanya.
Gouw Leng Hong yang telah mendengar perkataan
mereka tadi, lalu menggerutu : "Mengapakah kita diatas
telah melakukan sesuatu yang agak ramai, tapi dibawah
sepi-sepi saja, sehingga sedikit suarapun tak terdengar sama
sekali ?" Pada saat itu angin malam tiba-tiba membawa suara
beradunya senjata, sehingga tidak terasa lagi Gouw Leng
Hong jadi sangat terkejut. Buru-buru dia melompat turun
kedalam pekarangan rumah Hwan Tie Seng.
Waktu dia lompat dan turun dipekarangan itu, ternyata
keadaan ruangan tersebut gelap sekali, hingga jarinya
sendiri sukar dilihat. Baru saja dia berniat maju untuk
memeriksa, sekonyong-konyong tersandung sesuatu, sehingga hampir saja dia jatuh mengusruk. Tapi sekalipun
dia sempoyongan, dia masih dapat menahan dirinya
sehingga tak sampai jatuh, hanya dia telah menerbitkan satu
suara yang keras juga. Dengan meminjam sinar api gandawesi, Gouw Leng
Hong lalu melihat kebawah, dan waktu dia menampak
dengan nyata apa yang dilihatnya, dia mengeluarkan suara
teriakan tertahan saking kagetnya, karena barang yang
diinjak kakinya tadi bukan lain daripada mayat manusia !
Waktu dia mendekati dan melihatnya dengan cermat,
dia dapat mengenali bahwa orang tersebut adalah pembantu
Hwan Tie Seng yang diundangnya, yaitu 'Seng-sie-poan'
Liok Heng Kong ! Gouw Leng Hong sekalipun hanya
melihatnya satu kali saja, tapi dia sudah dapat
mengenalinya. Ditubuh Liok Heng Kong tak terdapat bekas-bekas luka,
hanya dari lehernya saja mengalir darah. Tampaknya dia
terkena senjata yang beracun. Seketika Gouw Leng Hong
yang tidak tahu bagaimana terjadinya kejadian ini, buruburu mencari bahan pembakar dan masuk kedalam.
Sebenarnya mereka telah merencanakan begini : Lie
Siauw Hiong memancing pergi Hay-tian-siang-sat, sedangkan dia turun kebawah menolong Hwan Tie Seng.
Malah disamping itu, dia sendiripun sudah merencanakan,
dengan meminjam kesempatan baik ini, dia ingin sekali
mencoba kepandaian ahli silat partai Tiam Cong ini, yaitu
To Cie Tiong, tapi pada saat ini Liok Heng Kong telah
mampus didepan pintu. Sesungguhnya dia tidak dapat
memecahkan soal selanjutnya.
Dengan memegang obor ditangannya, dia lalu berjalan
masuk dengan hati-hati sekali. Ditengah-tengah ruangan
rumah tampak seseorang yang sedang menyenderkan
kepalanya diatas sebuah meja, entah siapa ia gerangan,
kemudian dia dating menghampiri orang itu, waktu sudah
mendatangi dekat, lalu dia balikkan muka orang itu, yang
ternyata bukan lain daripada Hwan Tie Seng sendiri.
Pada saat ini muka Hwan Tie Seng pun sudah berubah
menjadi hitam, seluruh badannya tidak terdapat luka-luka,
tapi Gouw Leng Hong segera mengetahui, bahwa
kematiannya ini pasti telah ditotok oleh orang dari partai
Tiam Cong itu. Gouw Leng Hong sebagai seorang yang
amat cerdas otaknya, dengan melihat kejadian itu
sekelebatan saja, dia sudah dapat menarik kesimpulan.
Pekerjaan ini pasti dilakukan oleh ahli partai Tiam Cong
sendiri, yaitu To Cie Tiong itu.
Kemudian dia meletakkan obornya dan dengan segenap
kepalannya menjaga dadanya, lantas dengan sebelah
kakinya dia tendang hingga terpental pintu disebelah dalam
ruangan ini, ternyata diruangan dalam ini keadaannya
kosong melompong. Tapi waktu dia melangkah maju dua
langkah kesebelah dalam, tiba-tiba terdengar suara angin
yang menyerang dirinya, dengan tipu Tiat-pan-kio lalu dia
jatuhkan dirinya kebelakang, pada waktu mana terdengar


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara teng, teng, dua kali, ternyata senjata rahasia yang
dilepaskan lawannya telah membentur tembok.
Gouw Leng Hong lalu memiringkan tubuhnya, karena
matanya sudah biasa memandang ditempat gelap, dengan
memusatkan perhatiannya, dia melihat diruangan tersebut
kosong saja, hanya ditembok sebelah kanannya tampak
bertiarap tubuh seseorang.
Gouw Leng Hong dengan membawa obor itu lalu jalan
menghampiri untuk melihat. Benar saja diatas tembok itu
terdapat mayat seseorang. Tampaknya orang ini belum
lama matinya, badannya masih hangat. Waktu dia melihat
lebih jelas lagi, ternyata orang ini adalah ahli partai Tiam
Cong To Cie Tiong itu, dengan didepan dadanya terdapat
satu tanda luka, yang agaknya disebabkan oleh tusukan
pedang. Seluruh perasaan curiganya tiba-tiba hilang lenyap, tapi
lagi-lagi Gouw Leng Hong merasa terkejut sebentar.
Ditangan To Cie Tiong masih tampak menggenggam
sesuatu barang. Waktu dia perhatikan, barang itu ternyata
sebuah Song-bun-teng (senjata rahasia paku yang dapat
mengirim jiwa seseorang menghadap maut). Rupanya
sebelum paku tersebut dilepaskan, dia sudah terlebih dahulu
binasa, dan waktu dia menoleh ketembok, disana terdapat
dua senjata rahasia. Ternyata senjata itu serupa dengan apa
yang dipegang oleh orang ini, teranglah bahwa senjata tadi
dilepaskan oleh To Cie Tiong sendiri.
Peristiwa yang beruntun-runtun ini merupakan teka-teki
bagi Gouw Leng Hong, sehingga dia berdiri terpaku
memandang pada mayat To Cie Tiong Dalam hati Gouw
Leng Hong berpikir : "Kematian Hwan Tie Seng disebabkan
oleh tangan jahat To Cie Tiong, sedangkan kematian Liok
Heng Kong sendiri tampaknya telah terjadi lebih dulu
daripada Hwan Tie Seng. Apakah kematiannya juga
disebabkan oleh To Cie Tiong pula " Tapi mengapakah To
Cie Tiong membunuh mereka " Kedatangan mereka,
bukankah diundang oleh Hwan Tie Seng " Bila kedua orang
ini mati disebabkan oleh To Cie Tiong, tapi To Cie Tiong
sendiri dibunuh oleh siapakah pula ?" Pada saat itu tiba-tiba
dia terpikir akan sesuatu.
Disamping meja yang disandarkan oleh mayat Hwan Tie
Seng, keadaan meja tersebut sangat kacau balau, sedangkan
laci dari meja itupun sudah terbuka pula.
Sekonyong-konyong saja, dia terpikir waktu dia tadi
mendengar suara senjata tajam saling beradu, Hwan Tie
Seng dan Liok Heng Kong pada saat itu sudah sedari
tadinya menghembuskan nafas terakhirnya, hanya To Cie
Tiong yang matinya belum lama berselang, maka dalam
hatinya dia berpikir : "Benar, senjata tajam yang beradu itu
pasti diterbitkan oleh kedua orang ini. Orang yang kesatu
ialah To Cie Tiong, sedangkan orang yang lain, yang
membunuh To Cie Tiong, tampaknya orang itu belum
keluar dari rumah ini. Aku harus memeriksanya dengan
teliti keadaan dalam rumah ini." Tapi ketika baru saja dia
melangkah keluar dari pintu, tiba-tiba dari luar tampak
berjalan masuk seseorang.
(Oo-dwkz-oO) Jilid 17 Gouw Leng Hong berdiri tegap, sewaktu dia melihat
orang tersebut melintangkan pedangnya. Dalam hatinya ia
berkata : "Manusia yang kejam sekali kau ini, sekali turun
tangan saja kau telah menghabisi tiga jiwa orang !"
Bila dia tidak berpikir begitu, masih baik, tapi setelah dia
berpendapat demikian, lalu terbayanglah olehnya, bahwa
orang ini tentu telah membunuh To Cie Tiong pula,
sedangkan pada pedang yang dipegang ditangannya itu
masih terdapat bekas-bekas darah, yang menguatkan bahwa
dugaannya semula tidak meleset sama sekali. Dalam pada
itu, dia bertanya sambil membentak : "Tuan ini siapa
gerangan ?" "Pernahkah kau mendengar nama 'Kong Tong Sam Coat
Kiam'," kata orang itu dengan tertawa besar.
Gouw Leng Hong begitu mendengar nama 'Kong Tong',
kemarahannya jadi memuncak.
"Aku tak pernah mendengarnya dan kuharap kau
beritahukan saja siapa namamu," jawab Gouw Leng Hong
dengan menekan perasaan. "Orang-orang pada memberi aku gelar Tian-coat-kiam
dan Cu Kat Beng itulah namaku," jawab orang itu tiba-tiba.
Sekonyong-konyong Gouw Leng Hong berteriak : "Cu
Kat Beng, keluarkan segera barang-barang berharga milik
Hwan Loo-jie !" Ia berkata dengan mata yang bernyalanyala karena amat marahnya, menentang muka lawan yang
berbicara itu. Muka Cu Kat Beng serta-merta berubah. Tiba-tiba dia
membalikkan tubuhnya melarikan diri, sambil mengeluarkan suara jengekan. Melihat kejadian ini, Gouw
Leng Hong tambah yakin bahwa dugaannya semula tidak
meleset, maka tanpa banyak pikir lagi dia lalu mengejar Cu
Kat Beng yang lari menuju keutara itu.
Gouw Leng Hong berpikir : "Hay-tian-siang-sat
sekalipun sangat tangguh, tapi adik Hiong cukup lihay
untuk menandinginya." Oleh karena itu, dia mengambil
keputusan untuk mengejar pada Cu Kat Beng itu.
Pengejarannya sekali ini, dapat diketahuinya bahwa
orang ini adalah murid partai Kong Tong yang berada
dibawah pimpinan Li Gok. Sekalipun dia sendiri
menginsyafi, bahwa dirinya mash kalah jauh bila
dibandingkan dengan Li Gok, tapi dia mengambil
kesimpulan : "Bila tidak memasuki sarang harimau,
dimanalah mungkin dapat mengambil anaknya ?" Lalu
diberanikannya hatinya untuk mengejar terus lawannya itu.
Dan disamping itu, dia tidak lupa pula, akan disepanjang
jalan yang dilaluinya diberinya tanda-tanda, agar supaya
Lie Siauw Hiong dapat menyusulnya dengan mengikuti
petunjuk-petunjuk dari tanda-tandanya itu, jika kemudian
dia hendak mencariny a. Sedangkan tiga mayat manusia yang terdapat didalam
Bu Wie Piauw Kiok, baru pada keesokan harinya
didapatkan orang. Semua orang mengetahui, bahwa
pembunuhan ini telah dilakukan oleh Hay-tian-siang-sat.
Sementara Hay-tian-siang-sat yang seumur hidupnya
pernah membunuh orang dalam jumlah yang besar, sudah
barang tentu dengan tambahan tiga jiwa itu tidak ada
artinya sama sekali. (Oo=dwkz=oO) Sekarang mari kita kembali pada pemuda yang
bertutupkan kain dimukanya itu. Setelah memancing Haysian-siang-sat berlari-lari sampai diluar kota, lalu larinya
dipercepat, sehingga Hay-tian-siang-sat yang nampak
kejadian ini, benar-benar merasa bahwa lawannya ini
sesungguhnya mempunyai kepandaian yang sangat mengejutkan sekali. "Benarkah orang tersebut adalah Chit-biauw-sin-kun
Bwee San Bin sendiri ?" pikirnya disaat itu.
Sembilan jago dari Kwan Tiong dan Chit-biauw-sin-kun
sama-sama terkenal dalam kalangan Liok-lim, maka kini
waktu dia melihat lawannya ini benar-benar mempunyai
ilmu meringankan tubuh yang luar biasa sekali, hati mereka
menjadi lebih mantap untuk mencoba kepandaian orang
ini. Maka setelah saling memberi isyarat dengan tangannya,
lalu mereka melakukan pengejaran yang seru sekali.
Ketiga orang ini adalah orang-orang yang sangat luar
biasa dikalangan Kang-ouw. Mereka kejar-mengejar dengan
mengeluarkan seluruh kemampuan mereka. Lari mereka
terang sangat cepat, sehingga mengeluarkan suara angin
yang menderu-deru, dan tidak lama antaranya, mereka
telah sampai digunung Kui San yang letaknya disebelah
barat kota itu. Chit-biauw-sin-kun ini agaknya mempunyai maksud
untuk naik keatas gunung tersebut. Dengan suaranya yang
dingin ia menoleh kebelakang dan berkata : "Marilah kita
bertanding dengan mengadu kepandaian pedang kita diatas
gunung Kui San ini !" Kemudian ia berlari terus dengan
pesatnya. "Apakah kalian berdua mempunyai niat untuk melakukan pertempuran ini untuk satu malam saja ?" tanya
si pemuda, tatkala melihat kedua orang itu ragu-ragu untuk
mengejarnya. Hay-tian-siang-sat dalam kalangan persilatan,
mereka sangat curiga kalau-kalau lawannya ini melakukan
pembokongan terhadap diri mereka. Tapi ketika mereka
berpikir bahwa nama Chit-biauw-sin-kun ini sudah amat
terkenal, mustahilkah dia melakukan sesuatu yang curang
terhadap diri mereka "
Begitulah sambil menyampingkan urusan yang lainnya,
mereka lalu mengejar terus keatas gunung.
Chit-biauw-sin-kun tidak menunggu sampai perkataannya habis diucapkan, melainkan dia terus saja
menotolkan kakinya ditanah dan badannya segera melesat
naik keatas gunung tersebut.
Diam-diam Hay-tian-siang-sat terkejut menyaksikan
kelihayan pemuda itu. Ciauw Hoa lalu berkata dengan
suaranya yang kaku : "Aku ingin menjajal kau Chit-biauw-sin-kun, apakah kau
mempunyai kemampuan untuk menggulung kita berdua
bersaudara ?" Dengan mengeluarkan suara tertawa yang
sangat aneh, dia mendaki gunung tersebut bersama-sama
saudaranya Ciauw Loo. Tidak antara lama ketiga orang itu telah sampai
ditengah-tengah gunung Kui San yang sudah terkenal
sangat berbahaya diseluruh jagat, pada waktu mana sang
fajar pun telah mulai menyingsing.
Chit-biauw-sin-kun yang berjalan dimuka, tampaknya
kuatir kalau-kalau lawan-lawannya ini menghentikan
pengejaran mereka, sehingga dengan begitu gagallah
rencana yang telah diaturnya itu. Tapi Hay-tian-siang-sat
yang telah dipancingnya mengejar selama semalaman itu,
ternyata telah mengambil tekad yang bulat untuk
melakukan pengejaran terus terhadap lawan mereka ini.
Chit-biauw-sin-kun lari sambil berpikir : "Perlukah aku
menanggalkan kain penutup mukaku, biar mereka
mengetahui bahwa aku inilah keturunan Lie Kim Kong "
Tapi aku kini tengah menyamar dengan menggunakan
nama Chit-biauw-sin-kun, oleh karena itu, lebih baik pada
saat ini aku jangan membuka topengku dulu, jika nanti aku
sudah berhasil menjatuhkan mereka, barulah aku membuka
penutup mukaku ini, agar supaya mereka mengetahui,
bahwa aku inilah keturunan Lie Kim Kong, yang telah
berhasil usahanya dalam menuntut balas akan sakit hati
orang tuanya." Waktu dia berpikir pada ayah dan ibunya, sekonyongkonyong saja kemarahannya menjadi amat memuncak.
Dalam pada itu dengan tidak disengaja pergerakannya
menjadi sedikit ayal, sehingga dengan sekali mengenjot
badan saja Hay-tian-siang-sat telah berhasil menyusul
dirinya, yang sekarang tinggal terpisah beberapa puluh
langkah saja jauhnya. Lie Siauw Hiong lalu mengeluarkan suara jengekan dari
lobang hidungnya sambil berpikir : "Sekarang aku sudah
meninggalkan mereka lama juga, maka ada kemungkinan
Hwan Tie Seng pun sudah selamat." Setelah mengambil
kesimpulan demikian, lalu dia memperlambat langkah
kakinya, kemudian ia membalikkan tubuhnya menantikan
kedatangan kedua orang lawannya itu.
Dengan tidak ragu-ragu lagi Hay-tian-siang-sat pun
menghentikan pengejarannya. Seorang berdiri dikiri dan
yang seorang lagi disebelah kanannya. Mereka bertiga
berdiri dalam bentuk segi tiga. Jarak antara mereka satu
sama lain, hanya terpisah beberapa tombak saja jauhnya.
Dengan tenang Lie Siauw Hiong lalu berkata sambil
tertawa : "Hati kalian berdua sungguh tidak kecil, karena
ternyata kalian berani juga menemani aku naik kegunung
Kui San ini." Tian Can dan Tian Hui yang usahanya kena digagalkan
semalam, pada saat itu mereka sangat geram, hingga muka
mereka tampak sangat menakuti. Dengan suara yang bengis
dan tajam, terdengarlah Ciauw Hoa berkata : "Chit-biauwsin-kun memancing kami datang kemari, sebenarnya
bermaksud apa ?" Fajar sudah mulai menyingsing, dari balik kain penutup
mukanya Lie Siauw Hiong memandang pada muka kedua
lawannya itu. Tampaknya muka mereka belum berubah
semua, setelah lewat sepuluh tahun lamanya tiada
berjumpa. Dalam hatinya tiba-tiba terbayang kembali
peristiwa sepuluh tahun yang lampau, dimana ayah dan
ibunya mati secara sangat menyayat perasaan, maka tanpa
disadarinya badannya jadi gemetaran, hingga perkataan
Ciauw Hoa ini seakan-akan tidak terdengar olehnya.
Setelah berdiam sejurus lamanya, Tian Can yang melihat
lawan yang diajaknya berbicara ini tidak juga menjawab
pertanyaannya, dia segera menduga bahwa lawannya ini
tidak mengindahkannya sedikit jua, maka dengan penuh
rasa kemurkaan dia lalu berteriak : "Kaupun tidak usah
terlampau congkak, hari ini kami Hay-tian-siang-sat akan
membunuh kau sehingga darahmu bercerecetan membasahi


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanah gunung Kui San ini !"
Mendengar perkataan ini, Lie Siauw Hiong merasa
perkataan lawannya ini sangat menusuk kupingnya, maka
sambil mengeluarkan suara tertawa dingin dia melancarkan
sebuah pukulan yang dahsyat kearah Tian Can Ciauw Hoa
itu. Dari suara tertawa lawannya ini, Tian Can Ciauw Hoa
dapat mengetahui kelihayan lawannya ini, maka waktu dia
melihat lawannya melakukan penyerangan yang berbahaya
terhadap dirinya, diapun merasa sangat terperanjat, hingga
buru-buru dia melangkah mundur untuk menghindarkan
pukulan itu. Pukulan Lie Siauw Hiong ini disambut oleh Ciauw Loo.
Lie Siauw Hiong melihat pukulannya disambut oleh
lawannya yang kedua, diapun tidak mundur, malahan
tangan kiri dan tangan kanannya serta merta melakukan
penyerangan kembali dengan menggunakan tipu 'Lui-tongban-but' (geledek berbunyi menggetarkan segala benda).
Sambil tertawa dingin Tian Can Ciauw Hoa lalu maju
setengah langkah kekiri, sedangkan salah satu kakinya
segera digerakkan untuk menendang Lie Siauw Hiong. Si
pemuda she Lie yang berdiri tegak, tangannya lalu bergerak
dengan beruntun, melakukan penyerangan sebanyak
delapan kali, dengan setiap kalinya disusul oleh angin
pukulan yang menderu-deru. Dengan ini, ternyata dia telah
berhasil mendesak mundur Tian Can Ciauw Hoa
kebelakang terus-menerus, sedangkan lawannya ini selalu
menghindarkan dirinya dari serangan ini.
Sekarang mereka baru mau percaya, bahwa orang yang
memakai kain penutup muka itu adalah Chit-biauw-sin-kun
sendiri. Dia telah berhasil mendesak mereka berdua dengan
hanya mengandalkan tenaganya seorang diri saja. Lalu
Ciauw Hoa memberi isyarat dengan gerakan tangan, hingga
kini Ciauw Loo segera balas menyerang lawannya itu.
Dengan sekali menyerang saja, Ciauw Loo sudah
mencoba menotok jalan darah 'Ciang-bun-hiat' pada diri Lie
Siauw Hiong. Tapi si pemuda hanya mengganda tertawa
dingin saja. Dengan tangan kiri lalu dicobanya untuk
menggait tangan lawannya, yang maksudnya ingin
memecahkan penyerangan lawannya itu. Tapi tiba-tiba
tangan kirinya Ciauw Loo kembali memukul iga kirinya,
sedangkan tangan kanannya dengan amat pesatnya
berusaha untuk menotok jalan darahnya. Begitulah dengan
sekali serang saja lawan ini telah mengeluarkan tiga jurus
yang amat berbahaya. Tidak terasa lagi dalam hati Lie
Siauw Hiong merasa amat terperanjat. Jika dikatakan
lambat, tapi kenyataannya adalah cepat. Tiba-tiba terasa
olehnya dari arah belakang ada angin bertiup dengan
kerasnya, hingga tanpa diketahuinya dirinya sudah
dibokong dari belakang oleh Ciauw Hoa.
Kembali Lie Siauw Hiong telah dibikin sangat terkejut,
karena bagian tubuhnya yang diserang oleh Ciauw Hoa ini,
adalah bagian berbahaya yang dia sedapat mungkin hendak
hindarkan serangan musuh.
Lie Siauw Hiong segera menangkis dengan tangan
kirinya, tepat sesudah dia berhasil memecahkan penyerangan Ciauw Loo, sedangkan tangan kanannya
dengan menggunakan tipu 'To-tha-kim-ciong' (memukul
jatuh lonceng mas) dia berbalik memukul lawannya. Daya
tangkisannya ini tepat pula memunahkan penyerangan
Ciauw Hoa ini, tapi sayang tangkisannya ini agak terlambat
dilakukannya, maka dengan sendirinya tenaga yang
dipakainya belum seluruhnya terpusatkan, sehingga mau
tak mau dia harus mundur beberapa puluh langkah
kebelakang. Begitulah, sekali turun tangan saja, ketiga orang itu
sudah melancarkan tipu-tipu yang sangat aneh-aneh, dan
kesemuanya itu, adalah tipu-tipu yang paling hebat. Bila
saat itu ada orang ketiga yang menyaksikan pertempuran
mereka, pasti dia dapat menarik keuntungan yang tidak
sedikit. Hay-tian-siang-sat menampak lawannya ini benarbenar sangat tangguh, hingga mereka tidak berani berlaku
lengah dan dengan laku yang sangat hati-hati sekali mereka
menyerang kembali lawan mereka itu.
Seperti kita ketahui, kepandaian Lie Siauw Hiong pada
saat itu telah lebih tinggi daripada mereka itu, baik Ciauw
Loo maupun Cauw Hoa, tapi dengan menghadapi tenaga
dua orang yang digabungkan ini, tanpa terasa lagi dia
mengalami sedikit kesulitan juga.
Hay-tian-siang-sat ini biasanya melakukan penyerangan
secara bekerja sama. Penyerangan yang dilancarkan mereka
berdua ini, benar-benar sangat kompak, karena mereka
masing-masing saling mengetahui hati masing-masing,
maka dengan demikian, daya serangan merekapun sangat
luar biasa pula, tidak perduli dengan mengandalkan seluruh
kepandaiannya, Lie Siauw Hiong tanpa terasa setindak
demi setindak telah terdesak mundur kebelakang.
Pada saat itu matahari tepat berada diubun-ubun mereka.
Ketiga orang yang telah melakukan pertempuran yang
sangat dahsyat sehingga berjam-jam lamanya itu, tidak
terasa lagi sekujur badan mereka telah basah dengan
keringat. Lie Siauw Hiong yang terdesak mundur kejalan
gunung oleh kedua orang yang mempunyai kepandaian
yang sangat luar biasa ini, akhirnya semakin lama semakin
terdesak sehingga sampai dipuncak gunung Kui San.
Diatas puncak gunung itu, sepanjang beberapa ribu lie
jauhnya tidak ada awan yang menutupinya, sehingga langit
tampak bersih dan cerah, sedangkan dikedua pinggiran
gunung tersebut hanya terdapat dua atau tiga batang pohon
yang daunnya bergoyang-goyang ditiup angin gunung.
Diantara renggangan pohon-pohon ini, dalam jarak
beberapa tombak jauhnya kita bisa melihat dengan nyata
bayangan ketiga orang ini.
Sejurus kemudian kembali terasa angin berhembus, awan
gelap yang berjalan kena tiupan angin menutup bayangan
ketiga orang ini, sehingga bayangan mereka yang tadinya
sangat panjang, sekarang tampak menjadi kecil dan
merupakan setitik hitam saja. Ketika itu sekonyongkonyong terdengar suara "crang", rupanya diantara mereka
ada yang mencabut senjata, karena pada saat itu tampak
satu sinar yang berkilauan memenuhi tempat tersebut.
Kedudukan ketiga orang ini berubah pula. Mereka telah
melampaui pohon itu. Bila kita memandang dengan cermat,
tampak ditangan pemuda yang memakai kain penutup
muka itu, kini menggenggam sebilah pedang panjang.
Angin bertiup lagi, sehingga matahari tampak bersinar
terang benderang, dan disaat itu pula dibawah sinar
matahari, bayangan ketiga orang ini tampak semakin kecil
saja. Matahari pada saat itu sudah muncul kembali dari balik
awan gelap. Ketika itu tampak sinar pedang pemuda yang
memakai kain penutup itu berkilauan sehingga orang dapat
mengetahui dengan pasti bahwa kepandaian ilmu silat dan
ilmu pedang pemuda ini betul-betul luar biasa sekali.
Sang waktu dari detik kedetik telah berlalu, tapi ketiga
orang itu masih terus bertempur dengan amat serunya. Haytian-siang sat merasa semakin terperanjat, karena mereka
berdua yang mengeroyok Chit-biauw-sin-kun dengan susahpayah, belum juga mampu mengalahkannya, meski
keadaan pertempuran itu masih berimbang.
Pada saat itu matahari sudah mulai condong kebarat,
dan dengan mengikuti pergeseran matahari, bayangan
merekapun berubah pula arahnya, dari pendek berubah
menjadi panjang kembali, sehingga bayangan mereka
terlihat miring diatas batu gunung.
Waktu matahari tenggelam diufuk barat, mereka telah
melakukan pertempuran sebanyak tiga ribu jurus lebih.
"Beeet", ternyata Lie Siauw Hiong telah melancarkan satu
serangan dengan tipu 'Bwee-hoa-sam-long', sehingga dalam
gunung tersebut hanya tampak sinar pedang yang
berkilauan karena pancaran pedang berada. Dengan
melakukan penyerangan bertubi-tubi hingga tiga kali, Lie
Siauw Hiong telah berhasil mendesak lawannya, sehingga
mereka mundur kebelakang beberapa puluh tindak jauhnya.
Dengan menarik napas panjang, Lie Siauw Hiong
merasakan pernapasannya sudah mulai tidak normal lagi.
Karena dia sudah berlari-lari semalaman dan lagi dia
telah melangsungkan pertempuran setengah hari pula
lamanya, badannya terasa tidak enak. Waktu dia menoleh,
ternyata Hay-tian-siang-sat tampak tidak lelah, pun pada air
mukanya tak ada perubahan. Melihat hal ini, Lie Siauw
Hiong secara diam-diam mengetahui keunggulan lawannya
ini. Ciauw Hoa kemudian mengeluarkan suara tertawanya
yang panjang, kakinya lalu dihentakkannya ketanah dan
melayanglah badannya keudara. Dari sana dia kembali
melancarkan serangannya yang dapat membawa maut
terhadap lawannya. Tapi Lie Siauw Hiong sekali lagi terdesak oleh
lawannya, sehingga dengan terpaksa dia harus mundur
setindak demi setindak. Dalam hati Tian Can dan Tian Hui seakan-akan sudah
merencanakan sesuatu perbuatan yang amat kejam
terhadap pemuda ini, karena mereka terus mendesak kearah
sebelah kanan Lie Siauw Hiong, sehingga pemuda ini
dengan sangat terpaksa harus berkelit kearah kirinya,
sedangkan disebelah kirinya adalah jurang yang sangat
dalam. Sejurus kemudian, Lie Siauw Hiong terdesak sampai
ditepi jurang itu. Barulah kini Lie Siauw Hiong mengetahui
benar-benar maksud lawannya. Telah beberapa kali dia
berpikir untuk melewati mereka dengan jalan melompati
kedua kepala orang lawannya ini, tapi Hay-tian-siang-sat
adalah orang-orang yang sudah kawakan sekali dikalangan
Kang-ouw. Apabila mereka tidak memukul dengan
pukulannya yang dahsyat itu, tentulah mereka memancing
Lie Siauw Hiong dengan serangan-serangan yang anehaneh, untuk kemudian Tian Can dan Tian Hui kembali
melancarkan serangan-serangan dahsyat dengan mudahnya,
sehingga pemuda itu terpaksa harus mengganda mundur
saja. Pada saat itu, kedua orang lawannya kembali
melancarkan serangan mereka lagi.
Dengan mengeluarkan suara dari lubang hidung, Lie
Siauw Hiong lalu mengubah daya serangan pedangnya
dengan menggunakan tipu-tipu dari Peng Hoan Siangjin,
pertama-tama dia lancarkan serangannya dengan tipu 'Kohong-liong-teng' (menjaga erat-erat kandang naga) lalu
diteruskan dengan tipu 'Hui-kok-liu-tan' (meluncurkan
senjata rahasia dengan pesatnya), dan dengan kedua
tipunya ini dia dapat mendesak kedua orang lawannya,
sehingga lawan-lawan itu hanya dapat menggunakan tipu
Tiat-pan-kio untuk menyelamatkan diri mereka.
Dengan serangannya ini, Lie Siauw Hiong tidak pernah
menyangka akan membawa perubahan besar bagi dirinya.
Karena terlalu herannya, diapun mundur dua tindak tanpa
terasa. Dia tidak ingat bahwa dirinya sudah berada ditepi
jurang. Kalau dia mundur kembali dua tindak, jaraknya
dengan tepi jurang sudah semakin dekat. Waktu
dirasakannya bertiup angin gunung dari arah belakangnya,
barulah dia terperanjat. Buru-buru dia mengusahakan
dirinya untuk maju pula. Jika dikatakan lambat, tapi kejadiannya adalah amat
cepat, karena justeru pada saat itu juga Hay-tian-siang-sat
telah melancarkan lagi serangan-serangan maut mereka.
Matahari telah terbenam diufuk barat, malam mulai
menjelma, teja matahari yang sangat samar-samar itu
memantulkan sinarnya yang bercahaya diatas pedangnya,
sehingga pedang ini memancarkan cahaya yang terang.
Waktu Lie Siauw Hiong melihat serangan sepasang
manusia bercacat ini, hatinya menjadi terkejut kembali,
maka buru-buru ditariknya pulang serangannya. Dengan
membentuk satu garis penjagaan yang sangat kuat, dia
mencoba mempertahankan dirinya dengan menggunakan
tipu 'But-hwan-seng-ie' (benda bertukar bintang beralih)
untuk menjaga dirinya. Dengan cepat dia balas menyerang kedua lengan
maupun pundak lawan-lawannya itu. Serangannya ini cepat
bagaikan kilat saja, sedang kekuatannya pun luar biasa
pula. Ciauw Hoa tidak pernah menyangka, bahwa tipu-tipu
Lie Siauw Hiong ini sangat luar biasa. Dilihatnya bila
mereka berkelit dari serangannya, sudah tentu pemuda ini
dapat meninggalkan tempat yang berbahaya itu, kemudian
dia berkata pada dirinya sendiri : "Tenaga kekuatan Chitbiauw-sin-kun ini sangat hebat sekali, hari ini walau
bagaimanapun kejadiannya, kita harus melenyapkan lawan
kita yang tangguh ini, kita tidak boleh ragu-ragu
melewatkan begitu saja kesempatan yang sangat baik ini.
Setelah mengambil keputusan yang pasti, lalu Tian Can
menggeram sambil melancarkan serangannya yang sangat
luar biasa kejamnya. Maksud Lie Siauw Hiong melancarkan dua kali serangan
berantainya tadi, adalah untuk memaksa kedua lawannya
meninggalkan daerah sekitarnya, sehingga ia dapat
terhindar dari tepi jurang tersebut. Karena serangan yang
dilancarkannya itu dilakukan dengan sangat gesit, maka
tenaganyapun tidak terpusatkan seluruhnya. Pada saat itu,
ketika dia menampak Ciauw Hoa secara nekad hendak
merampas pedangnya, dia menjadi sedikit terkejut.
Sementara itu, ia menginsyafi bahwa jari-jari Ciauw Hoa
sudah menyentuh pedangnya.
Dengan mengeluarkan satu gerengan yang perlahan,
sambil mengerahkan tenaga dalamnya, Lie Siauw Hiong
menyentakkan pedangnya dengan getas sekali, tapi tidak
disangka, dia mendengar suara "tang" yang tidak terlampau


Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras, ternyata tangan Ciauw Hoa sangat keras bagaikan
barang logam saja layaknya. Ciauw Loo dengan
menggunakan kesempatan yang sangat baik ini, lalu
melancarkan serangannya pada bagian muka Lie Siauw
Hiong. Dengan mengeluarkan suara "pletak", ternyata pedang
Lie Siauw Hiong telah ditarik patah oleh Ciauw Hoa,
disamping itu, dengan memiringkan badannya, Lie Siauw
Hiong berhasil mengelitkan pukulan Ciauw Loo yang
diluncurkan pada bagian mukanya, tapi angin pukulannya
musuh itu yang telah sampai dimukanya, telah berhasil
menanggalkan kain penutup mukanya sehingga terbang
keudara. Lekas-lekas Lie Siauw Hiong menyamber kain penutup
mukanya yang telah melayang itu. Dengan gugupnya lalu
ditutupinya pula mukanya dengan tangan kirinya, seakanakan dia tidak ingin mukanya dilihat oleh lawannya. Tapi
kenyataannya, meski Lie Siauw Hiong tidak menutupi
mukanyapun tidak menjadi soal apa-apa, karena dengan
Misteri Arca Singa 2 Pendekar Pulau Neraka 05 Pengantin Dewa Rimba Bangau Sakti 1

Cari Blog Ini