Sengatan Satu Titik 7
Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo Bagian 7 membuat gerakan tubuh Arya bagaikan hantu gentayangan. Setelah berputar-putar beberapa kali, melumpuhkan tiga belas macam pesawat rahasia, menyengat rubuh lima orang penjaga yang sama sekali tak punya kesempatan, bahkan untuk sadar bahwa mereka diserang, akhirnya Arya melihat seberkas cahaya. Arya mengira akan berhadapan dengan situasi yang pastinya istimewa, selusin pedang yang mengacung berbarengan atau bacokan sepasukan orang bergolok sebesar kaki kuda mungkin, yah...setidaknya tidak kurang dari itu. Darah mudanya menggelegak dalam rangsangan akan pertarungan. Tenaganya menjalar wajar di seluruh tubuh. Pada saat seperti ini ia bukan lagi seorang pemuda yang penuh beban duka. Ia adalah Sengatan Satu Titik Satu Nyawa, atau seperti kata orang-orang 'Iblis dengan kekuatan membunuh tak tertandingi'. Seandainya benar-benar hal berbahaya seperti yang terpikir dalam benaknya lah yang dihadapinya, Arya mungkin ma lah tidak terkejut. Tetapi yang menghadangnya di depan ini justru membuat ia bingung tak mengerti. Cahaya itu berasal dari sebuah lubang sebesar tubuh manusia yang langsung menghadap keluasan langit biru. Batubatu pegunungan yang berlumut menawarkan udara yang membersihkan paru-paru. Pohon-pohon dan semak liar tumbuh tak terganggu. Gemericik air menuntun pandangan Arya ke mata air kecil yang tampak sebening kaca seperi air mata perawan yang sungguh suci. Sejauh mata memandang hanya warna biru-hijau yang menghampar berujung awan yang melayang datar. Mana ada lautan golok atau lusinan pedang segala. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Didepan sana hanya ada satu batu yang agaknya tak alami. Jaraknya dari lubang keluar ada tujuh tombak, dikelilingi padang rumput kecil. Batu itu berbentuk bulat dengan bagian atas datar pipih seperti terpapas golok. Tapi pasti tidak golok macam apapun yang bisa memapas batu berdiameter lebih dari dua meter. Diatas batu terhampar kain sutra bergambar ular berkepala lima berlatar api emas yang berkobar itu. Diatas kain terhampar sajian berbagai macam makanan yang mengundang selera, mulai dari sambal goring ati sampai sayur gudeg. Ada juga berbagai macam buah-buahan pencuci mulut serta beberapa gelas gading berisi madu asli. Kalau pemandangan ini sudah aneh makan ada yang lebih aneh lagi dan sekaligus membingungkan. Di tengah sajian berbagai macam makanan itu duduk dua orang. Yang satu berwujud kakek tua dengan tulang pelipis menonjol keluar, otot lengan bertonjolan seperti akar beringin, menandakan tenaga luar yang luar biasa. Paras muka kakek tua ini sebenarnya bisa dikatakan sangar dan menakutkan. Matanya besar melotot berwarna merah. Ekspresinya seperti orang yang amat marah, tapi juga amat takut. Bibir ditekuk sedemikian rupa menghasilkan cengiran tak percaya. Orang ini tak terlalu membuat Arya heran. Tapi orang yang satunya lagi benar-benar ia membuat bingung tak mengerti. Satu orang ini, lebih tepatnya bocah dengan sikap seenaknya ternyata adalah Gagang Gerhana. Bocah ini tanpa memperdulikan apa-apa tengah makan dengan lahapnya seakan perutnya bertambah besar setiap detik. Sajian yang sedemikian banyaknya itu hampir habis separohnya. Anak kerbau pun tak akan menghabiskan makanan sebanyak itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kakek berahang keras itu tampak duduk dengan sikap tak percaya. Matanya memelototi Gagang Gerhana seperi mendadak bocah itu tumbuh tanduk. Arya mendekat perlahan, belum mengendurkan sikap waspadanya, walaupun yang tampak di mata orang lain hanya lah seorang pemuda muka pucat yang berjalan acuh tak acuh. Setelah jaraknya dengan dua orang itu sudah satu tombak barulah kakek tua itu mendongakkan kepalanya ke arah Arya. "Maukah kau mendengar cerita yang tidak akan kau percayai?" Tanya kakek itu dengan nada terperangah. Arya hanya mengangguk sekali, belum punya gambaran atas apa yang terjadi. Tapi jelas sekali hubungan antara Gagang Gerhana dan kakek itu tidak terlalu mesra. "Bocah ini datang dari bawah sana," tutur kakek itu sambil menunjuk ke bawah gunung, "begitu datang ia langsung bertanya padaku apa ia bisa memakan makanan ini. Kujawab kalau semua makanan ini beracun, bahkan racun yang sangat ganas, bila kau memakannya kau ingin matipun sulit. Bocah ini tidak menggubris penjelasanku, ia hanya mengulang pertanyaannya. Maka kujawab bahwa makanan ini disajikan untuk orang lain, orang yang akan mati. Tapi dia bilang orang itu adalah kerabat dekatnya dan karena itu pasti tidak keberatan makanannya dimakan. Lalu kutanya, memangnya kau tidak takut keracunan. Dia menjawab, ada racun pasti ada penawar. Kukatakan, tapi kau toh tidak tahu dimana penawarnya. Ia menjawab, sekarang aku tidak tahu tapi kalau waktunya datang penawar itu akan ada di tanganku." Arya mendengarkan penuturan orang tua itu tanpa ekspresi, seperti ia lagi mendengar cerita tentang kuda yang melahirkan. Kembali orang tua itu berkata, "Apa kau percaya kejadian demikian bisa terjadi," Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Untuk pertama kalinya Arya membuka mulut, "Percaya atau tidak kejadian itu toh sudah terjadi," "Benar, untuk tak percaya pun tak bisa lagi." "Kau tahu siapa aku?" Tanya Arya. Kakek tua itu mengangguk, suaranya berubah dingin ketika mengatakan, "Kau adalah orang yang seharusnya memakan makanan ini, orang yang akan mati." "Kau hanya benar separoh," "Bagian mana yang benar"," "Kalimat yang pertama." "Yang tidak benar?" "Aku belum berniat akan mati," Kakek tua itu menjengek dingin, "Kalau begitu akan ku benarkan." Bersamaan dengan kata terakhirnya segera sebuah cambuk berduri berujung logam pipih tajam keluar bagai ular berbisa dan dengan kecepatan kilat bergerak membelit tubuh Arya seperti pusaran angin puyuh. Pangkal cambuk ada di tangan kakek tua itu sementara ujungnya seperti lidah ular mengancam berbagai jalan darah mematikan. Belitan cambuk itu seperti tepat melingkari tubuh Arya. Dalam sekilas tidak ada jalan keluar lagi bagi pemuda itu untuk menghindar apalagi melawan. Ujung bibir kakek tua itu menampilkan senyuman bengis berbarengan tangan kananya menyendal. Seketika belitan cambuk itu mengecil dengan kekuatan mengiris memotong yang menggiriskan. Tapi sedetik kemudian Arya yang tadi sudah pasti akan terima kematian dalam belitan cambuk itu tiba-tiba sudah berdiri satu langkah lebih dekat. Tubuhnya masih diam acuh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tak acuh, tapi cambuk itu sudah terpotong menjadi puluhan bagian. Ular boleh jadi mematikan bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi pawang ular. Kakek tua itu mendelong mengawasi pemuda muka pucat ini. Tangannya terkulai lemas. Arya seperti tidak melakukan apa-apa, tapi kakek tua itu seperti sudah kehilangan seluruh tenaganya, bahkan pangkal cambuk pun sudah tak kuat dipegang lagi. Dengan melotot ia mengawasi Arya seperti tak mau percaya bahwa kejadian demikian bisa terjadi. Tapi kejadian toh sudah terjadi mau tidak percaya juga tidak bisa lagi. Kakek tua itu menghela nafas panjang, "Saat ini hanya satu hal yang kuketahui dengan benar," Arya hanya diam mendengarkan. "Memang benar ada orang yang akan mati, tapi orang itu bukan kau." Belum habis ucapannya mendadak tenaganya yang sesaat tadi hilang tiba-tiba muncul tak terbendung. Sebilah belati yang berkilauan seperti permukaan danau tiba-tiba me lesat dari lengan bajunya. Tapi belati itu tidak menikam ke arah Arya, melainkan ke dadanya sendiri. Tikaman itu begitu cepat dan tak terduga. Bahkan seandainya orang tua itu menyesali keputusannya dan bermaksud menarik kembali tikamannya pun mungkin sudah tak bisa lagi. Ujung belati itu sudah merobek baju dan mulai menoreh kulit ketika tiba-tiba berhenti. Dua buah jari menjepitnya layaknya tanggam besi. Dua buah jari yang biasanya membawa hawa maut. Dua buah jari itu tumbuh di tangan Arya Dipaloka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sepersekian detik orang tua itu menatap mata Arya, yang sekarang begitu dekat, membayangkan nafsu membunuh yang bengis, dan mendadak tangan kiri orang tua itu bergerak sekilas, menekan pegas pada sebuah alat kecil di bawah lengan bajunya, seketika itu berpuluh jarum halus langsung melesat terbang ke arah dada Arya. Waktunya begitu cepat, tak terduga, keji, juga mematikan. Saat itu jari-jari tangan Arya masih menjepit belati yang berkilauan itu, tubuhnya agak doyong ke depan, sama sekali tidak ada kesempatan untuk menghindar. Dalam keadaan seperti ini sekalipun kepandaiannya maha tinggi juga tidak bisa digunakan. Dalam detik yang kritis itulah mendadak sepotong ayam bakar melayang di depan dada Arya, seperseratus detik sebelum jarum-jarum halus itu menembus dada pemuda itu. Saat berikutnya tubuh orang itu me layang dua tombak ke belakang dalam gerakan delapan langkah belalang, nyata memang kepandaian istimewa, kakinya menotol tanah dan bermaksud melompat lebih jauh, mendadak is merasakan tenaganya macet. Alhasil tubuhnya gedebukan di tanah berumput. Arya masih berdiri di tempatnya. Jari-jari tangan kanannya yang tersisa dua masih menjepit ujung belati. Ekspresi mukanya masih datar, tapi sepasang matanya mencorong tajam. Pandangan matanya menatap belati itu lekat-lekat, sekian lamanya barulah ia berpaling ke arah Gagang Gerhana. Wajah Gagang Gerhana bersemu merah dengan dua titik biru di pelipisnya. "Kau keracunan," kata Arya datar, nadanya seperti lagi mengatakan ada tahi di jidatmu. Gagang Gerhana hanya tertawa-tawa, mulutnya masih mengunyah asik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ~Dewi-KZ~ xxiiiTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sengatan Satu Titik Karya : Gedungsongo di Indozone Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ Bab XXIII, Putri Teratai Kumala ke 7 Gagang Gerhana hanya seorang anak kecil yang meski aneh tapi tak akan mempunyai kekuatan sebesar itu. Ayam bakar itu memang bukan ia yang melemparkan. "Kakak Adik sama2 keracunan, apa ini bukan takdir langit?" Suaranya lemah seperti mendesah, pengucapannya pun patah-patah, setiap satu kata dengan selanjutnya seakan berjarak bermil-mil jauhnya, namun satu kalimat menekankan makna yang jelas dan gamblang, seperti sebuah kesimpulan dari ribuan buku. Orang ini pula yang melemparkan potongan ayam bakar itu, yang sebelumnya ada di tangan Gagang Gerhana. Hanya dengan sepotong ayam bakar ia sanggup menggusur runtuh puluhan jarum yang dilepaskan dengan pegas berkekuatan tiga kali sabetan pedang. Ditilik dari sini sudah kelihatan tenaga dalamnya yang lain dari yang lain. Dilihat dari sini, ia tampak seperti sebuah batu besar yang kapan saja siap lumer. Meski tubuhnya tinggi besar dengan sambungan tulang yang menonjol di setiap persendian, namun nampak sangat rapuh dan getas. Kulitnya seperti kain tipis yang menutupi kerangka kursi, sama sekali tak terlihat adanya daging. Sepasang kakinya menekuk ke depan seakan tak kuat menahan beban tubuh bagian atasnya. Nafasnya panjang putus-putus mirip orang sakit angin. Doyongan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tubuhnya terganjal sebatang tongkat yang tergengggam erat oleh tangan kanannya. Yang menarik, paras mukanya mulus kelimis, juga tampak sangat muda, sangat bertolak belakang dengan keadaan tubuhnya yang ringkih. Selapis senyum dingin mengembang di mulut bagai kilatan belati. Arya memandanginya tanpa ekspresi apapun, juga tidak kelihatan terkejut. Sikapnya masih tawar, tidak bersiap menyerang, juga tidak berjaga-jaga terhadap serangan. Orang yang lama kenal pemuda ini akan tahu bahwa justru sikap seperti ini lah yang merupakan tindak kewaspadaannya tertinggi. Meskipun tampak tawar dan acuh tak acuh, namun setiap saat bisa melakukan perubahan yang mematikan. Seperti langit yang biru cerah tapi dalam sekejap bisa memuntahkan hujan badai. "Kau tau siapa dia?" Tanya orang aneh ini sambil menunjuk si kakek tua yang masih meringkuk kesakitan di sebelah sana. Arya menggeleng. "Dia adalah sahabat karibku, bahkan sudah seperti saudara Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kandungku sendiri. Orang-orang memanggil kami berdua T uaMuda bungkuk. Dia T ua aku juga T ua, namun karena puluhan tahun aku rajin merawat mukaku sehingga tampak selalu muda, oleh karena itu orang-orang memanggilku Muda Bungkuk. Sejak empat puluh tahun malang melintang kami tak pernah berpisah." Arya melangkah satu kaki ke depan, "Aku justru orang yang tidak kau kenal, bahkan bertemu denganmu pun baru kali ini." Si Muda Bungkuk mengangguk. "Tapi kenapa kau ma lah menolongku dengan turunkan tangan jahat kepada sahabat karibmu sendiri?" Si Muda Bungkuk menyengir, "Kau tahu pertanyaannya, apa kau juga tahu jawabannya?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya mengangguk. Si Muda bungkuk melotot, "kau tahu ?" Arya menarik Gagang Gerhana ke sampingnya, "Karena kalian berdua sama-sama orang suruhan. Ia disuruh meracuniku, kau sebaliknya disuruh memberiku obat penawar. Sekalipun setengah mati kau ingin membunuhku, namun kau tidak bisa berbuat lain selain menyelamatkanku. Justru karena itu aku tidak menghabisinya dengan serangan pertama." Si Muda Bungkuk memicingkan matanya, "Kau bisa membunuhnya dengan serangan pertama?" Arya mengangkat bahu, "Permainan seperti itu bukan sesuatu yang mengagumkan di mataku," Si Muda Bungkuk sejenak melototkan matanya, lalu mendadak tertawa, "Nyata watakmu banyak mirip dengannya..." kata terakhirnya terdengar mengambang dan mengandung nada rawan. Arya memicingkan matanya, hatinya berdenyut mendengar kata terakhir orang aneh di hadapannya itu. Tapi sebelum ia membuka mulut si Muda Bungkuk berkata lagi, "Tapi apa kau juga tahu kenapa kami disuruh me lakukan dua hal yang berlawanan?" Arya mengangguk. Kali ini rasa kejut si Muda Bungkuk tak dibuat-buat, "Kau benar-benar tahu?" "Pertama ia disuruh meracuniku, membuatku mati tidak hidup pun tidak, lalu mungkin ia akan meninggalkanku seorang diri disini, tersiksa oleh panas dan hujan, sampai saat tubuhku tak kuat lagi, semangat habis, daya tahan hancur. Saat itulah kau akan datang menjual jasa, boleh jadi kau akan memerasku untuk melakukan hal-hal yang kau inginkan, boleh jadi juga kau akan membuatku merasa berhutang budi sehingga aku akan menganggapmu sebagai kawan sejati dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seratus persen percaya padamu, saat itu kau bisa memperalatku kapan saja." Si Muda Bungkuk menyengir, yang artinya kurang lebih membenarkan perkataan Arya. "Tapi apa kau tahu bukan saja racun di makanan itu tidak mempan di tubuhku, malahan sekalipun kau tidak menolongku pun aku bisa menyelamatkan diri dari serangan terakhir sahabatmu itu" Bukan saja bisa menyelamatkan diri, aku pun bisa sekaligus membunuhnya." Lanjut Arya datar. Lalu sambil menggamit tangan Gagang Gerhana Arya menjumput sepotong ayam bakar dan pelan2 memakannya, sama sekali tak kelihatan terburu-buru dan begitu menikmati hidangan di depannya, sekaligus tujuh macam penganan di meja batu itu disantapnya semua, seleranya tak kurang besar dari kerbau bunting yang belum makan tiga hari. Si Muda Bungkuk memandangi Arya seperti lagi melihat kera beranak kambing, sungguh ia tak menyangka orang macam ini ada di dunia. Dalam mimpinya pun ia tak tak pernah membayangkan seseorang akan sukarela memakan racun tanpa paksaan. Apa tujuan pemuda itu lebih-lebih ia tak bisa membayangkan. Maklum tingkat pendidikannya memang tidak terlalu tinggi. Setelah mengenyangkan perut, baru Arya menoleh kepada si Muda Bungkuk, "Santapan sudah ku makan, sekarang boleh kau antarkan aku ke majikanmu." Si Muda Bungkuk masih terlongong bengong, lalu sejenak mendesah pasrah. "Kau tahu sebenarnya aku memang disuruh memaksa dan menipumu untuk memakan makanan beracun itu, jika kau masih membandel, lekas-lekas aku harus membunuhmu." "Apa aku masih membandel?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kuharap begitu, sehingga aku bisa bertarung sepuasnya denganmu, jujur saja sudah beberapa belas tahun aku tidak bertemu lawan yang seunik kau. Kabarnya tak pernah ada seorang pun sebelumnya yang sanggup hidup dibawah satu sentuhan jarimu." "Kenyataannya aku malah sangat penurut. Suruh makan racun lantas makan, suruh pergi lantas pergi, begitu bukan?" Si Muda Bungkuk mengangguk. "Karena itulah kau tidak punya pilihan selain membawaku ke majikanmu, malah kau harus membawaku agak cepat, terlambat sedikit mungkin nyawaku keburu tidak betah untuk pesiar ke Akhirat." Habis berkata demikian, Arya lantas merebahkan tubuhnya di atas batu, menguletkan tubuhnya beberapa kali dan memejamkan matanya. Si Muda Bungkuk kembali memicingkan matanya. "Katamu aku harus membawamu ke majikanku, malahan harus membawamu dengan agak cepat"!" "Hmm.." "Lalu kenapa kau malah siap-siap mau tidur?" "Karena aku memang mau tidur." Si Muda Bungkuk tidak lagi bisa berkomentar, mau Tanya lagi pun rasanya agak malu, diri sendiri dirasa terlalu bodoh. Arya tertawa kecil, "Sungguh aku heran bagaimana kau bisa merawat wajahmu hingga bisa awet muda tapi hal kecil begini pun kau tidak paham," Wajah si Muda Bungkuk sedikit memerah, merasa diri sendiri bodoh dan dikatai bodoh orang lain adalah dua hal sama sekali berbeda. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Maksudku, karena aku habis makan racun maka tenaga dengan sendirinya harus digunakan untuk melawan menjalarnya racun, sama sekali tidak boleh digunakan untuk hal lain. Salah2 sebelum aku bertemu dengan majikanmu yang terhormat nyawaku sudah pecat. Maka dari itu kau yang memang ditugaskan membawaku dengan sendirinya harus mencari segala daya upaya untuk memindahkan tubuhku dari sini ke sana. Asal tidak mengganggu semediku cara apapun boleh kau pergunakan." "Memangnya kau biasa bersemedi sambil tidur?" "Ada orang bersemedi sambil bergelantungan di pohon, duduk di bawah air terjun, berdiri dengan satu kaki, kenapa aku tidak boleh bersemedi sambil tidur?" Terpaksa si Muda Bungkuk hanya bisa melongong. "OIA, kalau kau masih bingung, boleh juga kau minta bantuan sahabat karibmu itu, meski ia sudah terkena satu pukulanku, tapi untuk menggotong orang rasanya masih bisa." Sambil mengomel panjang pendek terpaksa kedua orang aneh ini pun berdaya membuat semacam joli darurat untuk mengusung Arya dan Gagang Gerhana. Kenyataan Arya memang sudah memakan racun itu, maka apa yang dikatannya pun masuk akal. Sebenarnya apa maksud pemuda ini me lakukan tindakan seaneh ini, seakan menyodorkan leher sendiri ke mata golok" ------------- Meski mata tertutup dan nafas mengalir teratur layaknya orang yang tertidur pulas, namun apa yang terjadi, tempat mana yang mereka lewati semua tak lepas dari perhatian Arya. Sekitar lima ratus melalui perlintasan dua bukit dan satu lembah samar-samar Arya mulai mencium bau bebungaan segar, semacam kumpulan dari bebauan melati dan sedap Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ malam, semakin lama semakin tajam, meski tidak memuakkan. Lebih dekat lagi telinganya mulai tersentuh irama seruling yang mengalun naik turun dengan ritme dua-dua, menggambarkan penggembala yang duduk asik di atas kerbau gembalannya, berselimutkan awan putih, dengan hamparan permadani hijau tergelar sejauh mata memandang, begitu damai, bebas. Memupus lara derita, menabur obat akan hati yang luka. Menunggu bebauan itu mengalir masuk ke paru-parunya, menjalar ke segenap tubuh, didampingi irama seruling yang sesekali tersentak oleh tabuhan kendang satu-satu, Arya merasakan kesegaran murni merayapi tubuhnya, menyebar melalui pembuluh darah, melapangkan dada yang sesak, nafas yang tersumbat. Ia juga merasakan gerakan dua orang bungkuk itu menjadi lebih halus dan teratur, seperti mereka pun terpengaruh oleh hawa menyegarkan itu. Perlahan itu merasa joli di turunkan ke lantai, langkah kaki kedua orang bungkuk pun beranjak ke samping kanan kiri dengan khidmat. Arya membuka matanya...... Langit biru tampak melengkung di batas cakrawala. Awan putih seperti sayap merpati mengambang tinggi, anggun. Sekelompok bangau putih melayang rendah tanpa suara. Sinar matahari gemilang menyinari mayapada. "Sekedar berdiri saja tentu saja tak akan menghabiskan tenagamu bukan?" Suara ini lembut menentramkan. Menegur bagai seorang ibu yang mengomeli anaknya. Meski nadanya menegur namun nampak jelas curahan kasih sayang yang tercurah tanpa batas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya bangkit menegakkan punggungnya, saat masih berjongkok ia memutar pinggangnya setengah lingkaran sehingga kini tubuhnya sempurna menghadap ke depan. Putaran ini bukan putaran biasa, melainkan semacam perlindungan jaga-jaga dengan menghamparkan energi pelindung ke sekitar tubuh sehingga setiap serangan mendadak, sekecil apapun akan dapat terdeteksi. Namun Arya tidak merasakan datangnya ancaman. Udara mengalir natural, suara alam pun tak terkotori. Ketika Arya mendongakkan kepalanya, ia mendapati air terjun kecil yang jatuh ke sebuah lempeng batu miring sehingga menghasilkan suara halus dan lapisan air bagaikan kain sutra tembus pandang. Berlatar belakang tebing batu yang sebagian menampakkan batu pualam putih dan bebungaan beraneka sehingga menciptakan pemandangan memabukkan. Di bagian bawah air terjun itu melewati semacam mulut gua berbentuk kipas, hanya berjaran dua meteran dari permukaan air. Di balik tirai air terjun itu tampak seorang berperawakan langsing kurus dengan cadar kain menutupi seluruh wajahnya duduk bersila tenang di mulut gua, diatas sebuah batu kemala putih yang ditatah membentuk bantalan. Berjubah putih panjang dengan sebilah pedang kayu hijau tersender di pangkuannya. Meski teraling selapis air terjun yang gemerojok tak henti, namun suara yang dikeluarkan mulut wanita ini jelas terdengar, seperti ia bicara di dekat telingamu. Sekali pandang saja Arya sudah bisa menebak betapa tinggi dan tak terukurnya ilmu kepandaian perempuan di balik air terjun. Meski tidak menampakkan hawa membunuh yang tajam sebagaimana terjadi pada kebanyakan pendekar kelas wahid, namun semacam semangat yang membangkitkan jiwa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ semerbak menyebar dari sekeliling perempuan itu, menembus kalbu dan sanubari, menguak ke balik relung dada. Air terjun itu sendiri berpangkal pada sebuah tebing batu curam dengan ketinggian tak tertangkap mata, melingkar dalam bentuk oval mengelilingi lembah yang cukup luas. Lembah yang ditumbuhi bebungaan macam-macam, bertubuh jelma akan keindahan tiada tara dan semerbak harum yang tak bisa diciptakan manusia. Sungguh sebuah keajaiban tersendiri diantara tak terhingga tanda-tanda keagungan Sang Pencipta. Udara segar bertiup dalam lingkar angin sepoi-sepoi, membawa keriangan dan kehangatan. Di setiap sudut lembah yang naik turun dengan bebukitan mini dan pepohonan perdu, tampak dara-dara berbaju aneka warna sama berlatih macam-macam hal. Ada yang bersilat, bermain pedang, memutar tombak pendek, ada pula yang menenun kain, mengolah sesayuran, obat-obatan alam dan macam-macam pekerjaan lainnya. Suasana damai dan tenang. Tak tampak adanya keributan ataupun bentuk keterkejutan apapun akan kehadiran seorang asing diantara mereka. Kedua orang tua bungkuk itu pun entah dimana beradanya, sama sekali tak kelihatan. Arya melirik Gagang Gerhana yang tangan kecilnya tergenggam erat di telapak tangannya sendiri. Bocah itu clingak-clinguk dengan mulut membuka dan mata membesar senang. Seorang bocah adalah manusia terjujur diantara jenis manusia lainnya. Sedih mereka menangis, senang mereka tertawa, lapar makan, kenyang pun tak menimbun lagi. Mereka adalah manusia yang belum menjamur oleh Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo keserakahan dan kebusukan hidup. Maka biasanya mereka pun bisa merasakan akan kejujuran lingkungan sekitarnya. Bahwa Gagang Gerhana bisa tertawa senang menunjukkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bahwa tempat itu memang tidak menyimpan ancaman apapun, setidaknya yang kasat indra. Bocah ini ma lah kelihatan begitu tenang dan khidmat memandang perempuan di balik air terjun itu, seakan ada tali amat kuat yang membentang diantara keduanya. Samar-samar Arya juga merasakan hatinya bergetar, entah apa sebabnya. Mendadak kolam air terjun itu muncrat ke atas, memercikkan ribuan tetes air ke muka Arya, juga sembilan pedang yang menusuk secepat gemeredep kilat. Sembilan pedang itu tercekal oleh sembilan tangan halus putih yang bergerak selincah ular kobra. Hawa pedang yang tajam kental seketika menghampar menggantikan suasana damai tentram. Sembilan dara dengan sembilan bilah pedang, menusuk bagai selarik cahaya pelangi. Menampakkan keindahan yang memesona mata, juga hawa kematian yang mampu menjebol dada. Anehnya meski ancaman nampak nyata di depan mata, namun Arya tak menggerakkan seinci pun anggota tubuhnya, seakan ia tidak melihat sembilan pedang itu. Benar saja, ketika tinggal sekuku lagi jarak ujung pedang dengan kulit Arya, mendadak sembilan pedang itu memutar berbarengan, membentuk lingkaran kematian yang membelit sekeliling tubuh Arya. Arya masih diam tak bergerak. Formasi pedang itu pun berubah lagi. Kali ini ujung pedang bertaburan layaknya ratusan bintang, bertutulan seakan ratusan patuk Rajawali. Gemeredep cahayanya, lugas memupus sekujur jalan darah. Dalam sekejap sembilan dara cantik itu sudah memainkan formasi pedang dalam puluhan jurus. Setiap gerakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ merangkum keindahan tiada tara, layaknya simphoni orkestra di panggung teater. Indah menggetar, maut menghampar. Tapi sepanjang itu Arya diam tak bergerak. Jangankan menggerakkan tangan, bahkan nafas pun tak memburu. Sinar mata tenang memandang air terjun. Seakan sembilan dara dengan sembilan pedang di tangan mereka itu hanya selapis kaca yang tembus pandang. Setelah memainkan sembilan puluh sembilan formasi dalam ratusan jurus, kesembilan dara itu menghentikan gerakan mereka. Wajah ke sembilan orang sama memerah berkeringat, nafas pun kembang kempis. Gadis yang berada di tengah, agaknya merupakan pemimpin kelompok ini mendelikkan matanya ke Arya, "Kenapa kau tidak balas menyerang atau bertahan?" Arya tersenyum, "Ilmu pedang Pelangi Satu Warna, tak mempan pada orang tak bersalah, bila lawan tak melawan, pedang pun tak melukai." "Dari mana kau tahu tentang Ilmu Pedang Pelangi Satu Warna?" "Dari gosip tetangga, dari buku, dari kabar burung, memang apa bedanya, pokoknya aku tahu, begitu saja kok repot." Gadis itu menggigit bibirnya, "Meski kami tak bisa melukaimu, kau pun tidak bisa dikatakan menang, memangnya apa yang kau banggakan?" "Apapun tidak kubanggakan, yang penting tubuh segar bugar, makan kenyang tidurpun nyenyak. Apalagi berkelahi kerubutan begitu sama sekali bukan hobiku. Jelek-jelek aku masih laki-laki juga." Gadis itu masih mau mengomel lagi, mendadak ia tertawa terkikik-kikik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tidak heran anak rewel itu begitu membelamu, nyata kau memang lain dari yang lain. Meski bukan kualitas tinggi, tapi juga bukan barang biasa." Belum sempat gadis itu mengakhiri omongannya, terdengar deheman dari sebelah sana. Seketika ke sembilan gadis itu yang semula tersenyum-senyum jahil menampakkan sikap khidmat dan khsusyuk. Semuanya sama menunduk dan menghadap ke balik tabir air terjun. "Demi bertemu denganku kau rela memakan makanan beracun tanpa ragu, apa sebenarnya maksud kandungan hatimu?" Nadanya lembut hangat, bentuknya lugas, tidak berteletele. Terhadap orang begini Arya pun tidak main kucingkucingan. "Tiga hal." Perempuan itu tertawa lembut, "Coba kau sebutkan." "Temanku yang hilang, mohon petunjuk keberadaannya." "Yang kedua?" "Racun yang dimakan adikku ini, tolong minta obat penawarnya." "Satu lagi." "Perihal Kulit Naga, mohon penjelasan." "Ada lagi permintaanmu?" "Tidak," "Bagus, tahu diri dan tidak serakah...hmm....tapi dari mana kau tahu aku sanggup memenuhi tiga permintaanmu yang tidak mudah itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya tersenyum, "Kalau anda sebagai Putri Kumala Teratai angkatan ke 7 tidak mampu, sungguh di dunia tak bisa kupikir lagi s iapa yang sanggup." "Anak cerdas, hanya melalui beberapa gerakan itu pun kau sudah bisa menebak kalau aku adalah Putri Kumala Teratai angkatan ke 7." Arya tersenyum, "Selain Putri Teratai Kumala memangnya siapa lagi yang bisa menampilkan formasi pelangi satu warna dengan begitu tajam tanpa cacat?" Putri Teratai Kumala tertawa lembut, "Nyata apa yang dikatakan Arum Puspita bukan omong kosong. Kau bukan saja sabar dan banyak akal, watak dan tindak tandukmu pun mencerminkan dirinya." Arya sebenarnya ingin bertanya siapa dia yang dimaksud, namun mendengar Arum Puspita selamat sudah melebihi harapannya, maka untuk bertanya lagi rasanya kurang sopan. Setelah terdiam sejenak kembali si perempuan di balik air terjun berkata, "Apa kau tahu bahwa racun yang mengeram di tubuhmu sudah mendekati ambang batas toleransi tubuh manusia?" Arya mengangguk. "Meski tenaga dalammu lain dari pada yang lain, juga kau sudah menguasai dasar dari kitab Teratai, namun karena kadar racun yang tinggi ditambah terbangkitnya racun 30 hari naik ke surga di tiga puluh jalan darah utama tubuhmu, maka saat ini boleh kukatakan bahwa kau berada dalam ancaman maut." Arya kembali mengangguk, akhir-akhir ini ia memang merasa racun 30 hari naik ke surga kembali kumat, meskipun masih terasa samar. "Tahu begitu kenapa kau tidak meminta padaku untuk menawarkan racun di tubuhmu"." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Arya menunduk, menarik nafas dalam-dalam, baru menjawab, "Racun yang kumakan dengan suka rela, tak perlu orang menjadi repot karenanya." Putrid Teratai Kumala tertawa lembut, "Perbuatan sendiri ditanggung sendiri, pantang menyusahkan orang lain, bukankah itu yang ingin kau katakan?" Arya tersenyum, "Bukannya takabur, tapi dengan pengerahan seluruh tenaga, rasanya masih sanggup melawan jalannya racun." "Hmmm...agaknya begitu, tapi akibatnya kau akan kehilangan seluruh ilmu silatmu." Arya kembali tersenyum, "Ilmu pengetahuan anugerah Tuhan, kalau Dia ingin mengambil kembali juga tak bisa di protes paksa." Perempuan di balik air terjun sejenak terdiam, sebelum berkata, "Setiap kata-kata punya kejujurannya, apa kau tahu?" Arya mengangguk. "Sekarang kau lihatlah di sebelah timur sana," Arya menoleh ke kanan. "Apa kau lihat tebing batu berwarna merah itu?" Arya mengangguk. Memang tampak di sebelah timur sana tebing batu menjulang keatas langit. Warnanya merah seperti besi yang terpanggang oleh api selama ribuan tahun. Karena terlalu jauh, Arya tidak bisa melihat selain warna merahnya yang membara dan bentuknya yang bak pilar tembaga. "Dibalik tebing itulah temanmu berada," setelah menghela nafas rawan, perempuan di balik air terjun melanjutkan, "Tapi sebelum kau memutuskan apapun dengarkan lah dulu penuturanku," Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ada diam yang menganga seperti luka lama yang terkuak, bernanah dan menyakitkan. Lama sebelum perempan di balik tabir itu membuka suara. "Pada dua puluh tahun yang lalu, terjadi pertarungan sengit antara diriku dengan seorang gembong iblis yang mempunyai kesaktian tak terukur, boleh dikata dengan tangan kosong ia sanggup melelehkan sebatang besi. Karena pertarungan itu tempat tinggal yang dibangun oleh leluhurku selama puluhan generasi hancur berkeping-keping. Puluhan anak murid dan saudariku meninggal secara tragis. Pada akhirnya aku sendiri terluka parah sehingga wujudku sudah tak memper manusia lagi." Setiap patah kata seakan tertatah oleh darah dan air mata. Meskipun sudah lewat puluhan tahun namun rasa sakit dan bekas luka itu masih tampak jelas, bahkan oleh Gagang Gerhana yang mendadak menampakkan pandangan pilu. "Dengan seorang diri ia sanggup melumat kami satu perguruan, dapat kau bayangkan sendiri betapa tinggi ilmu kesaktiannya." "Apakah orang itu saat ini terkurung di balik tebing merah itu?" "Anak cerdas. Diberitahu satu tangkap dua. Memang orang itu terkurung di tebing tembaga itu." Gerojokan air terjun masih mengirama, namun seruling sudah berhenti bernyanyi. Bau bebungaan pun seakan menyingkir oleh pertempuran berdarah dua puluh lima tahun lalu. "Pada akhir pertempuran aku memutuskan untuk mengadu jiwa, gugur bersama iblis itu. Tak tersangka serangan yang kulancarkan tanpa memikirkan nasib sendiri itu agaknya menggetarkan nyali iblis itu sehingga ia terlambat melancarkan serangan balik, akibatnya tiga puluh jalan darah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ di tubuhnya tembus tertusuk oleh pedangku. Namun hawa api nerakanya pun tak ampun menghanguskan kulit daging di seluruh tubuhku. Kalau bukan hawa Teratai Murni yang mengalir dan menahan darah di seluruh jalan darahku meleleh, aku pasti sudah tak berada lagi di dunia." Telinga Arya mendengar, otaknya menghubungkan satu kejadian dengan lain. "Dengan tenaga penghabisan akhirnya aku bisa mengurung iblis itu di tebing tembaga, yang merupakan salah satu tempat pusaka perguruan kami selama ratusan tahun. Tebing itu terbuat dari batu dasar bumi yang entah bagaimana bisa menguak ke permukaan. Kerasnya melebihi baja murni, senjata tajam macam apapun tak akan sanggup menatahnya walau secuil. Untuk masuk kesitu hanya ada satu pintu. Pun setelah masuk kau tidak akan bisa keluar lagi." Si perempuan dalam air terjun menghela nafas panjang. "Dalam keadaan begini, bahwa temanmu, entah dengan cara bagaimana bisa terjatuh ke dalam kurungan tebing itu merupakan takdir yang tak bisa dilawan. Kunasehatkan kau untuk menerima dengan dada lapang dan tidak memaksakan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan." Arya terdiam menunduk, dipandanginya Gagang Gerhana yang dengan cerita main mata dengan gadis paling kecil diantara sembilan gadis di hadapannya. Dielusnya kepala bocah itu, kepala yang masih nihil dari keruwetan dunia, sebenuhnya bebas dari prasangka dan kebusukan hidup. Tak terasa sepasang mata Arya bergetar. Ia sadar sepenuhnya mungkin sekali ini kali terakhir tangannya menyentuh kepala bocah itu. Meski tak serahim, namun darah tetap lebih kental dari air. Betapapun ia merasa agak berat juga. Lalu perlahan ia menyerahkan Gagang Gerhana ke salah seorang gadis di hadapannya. Ia percaya penuh Putri Teratai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kumala tak akan mengingkari janjinya. Apa ia akan mampu kembali atau tidak, yang pasti Gagang Gerhana akan kembali sehat bugar. "Kalau masuknya Risang ke tembok tembaga itu merupakan jalan takdir, maka akan kumintakan ia berbelok ke persimpangan dimana kami bisa meneguk barang secangkir kopi." Itulah kata-kata terakhirnya, sebelum dengan langkah mantap tenang Arya berjalan ke arah timur. Punggungnya tegak, pandangan lurus. Badai silahkan mengamuk, petir biar saja menggelegar, tak akan surut kaki melangkah, tak akan goyah tangan mengepal. Bab XXIV, Kolam Suam Sang Iblis Seluruh dinding gua ini berpijar dalam warna kuning kemerahan. Bukan kuningnya emas, tapi kuning tembaga. Bukan merah mawar, melainkah merah lidah api. Hawa panas mengepul dari setiap celah batu. Bentuk ruangan mirip bagian Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dalam perapian di rumah-rumah pejabat, lebar di bagian bawah, mengerucut ke atas. Di tengah ruangan terbentuk semacam ranjang terbuat dari batu yang juga berwarna kuning kemerahan. Di atas ranjang batu itulah Risang Ontosoro terbaring menutup mata, seluruh kesadaran dan eksistensinya seakan lebur oleh hawa panas yang meleleh dari sekujur tubuhnya, mengepulkan asap putih tipis yang mengambang di tengah ruangan, semakin lama semakin tebal. Wajah pemuda itu tampak pucat mengering. Beberapa bagian bibirnya pecah meneteskan darah kental. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sementara di bagian gua yang lain, yang berwarna lebih gelap namun tetap menampilkan nuansa kuning kemerahan, Puspa Arini duduk menundukkan kepalanya. Tampak nanar tatapan matanya ke ujung kaki sendiri, seperti lagi memikirkan persoalan yang amat berat. Di depan gadis cantik berbaju putih itu duduk bersila seorang kakek tua berperawakan tinggi besar. Cambang putih lebat menutupi sebagian area wajahnya. Sepasang matanya merah mencorong. Merah seperti darah hidup. Merah darah layaknya lidah api abadi. Perlahan Puspa Arini mendongakkan kepalanya, "Betulbetul tidak ada cara lain lagi?" "Seandainya tenaga dalammu sedikit lebih tinggi, dengan resiko kehilangan seluruh tenaga kau bisa melakukan ritual Nyala Lilin terhadapnya." "Ritual Nyala Lilin?" "Artinya, sedikit demi sedikit kau menjadikan tenaga dalammu sebagai air pemadam bagi hawa panas yang mengamuk di tubuhnya. Semakin besar hawa panas di tubuh anak muda itu, semakin banyak pula tenaga dalammu akan terkuras habis. Cuma untuk melakukan ritual ini kau setidaknya harus memiliki tenaga dalam melebihi apa yang dimiliki anak muda itu." "Kenapa harus begitu?" Kakek itu tersenyum, memperlihatkan sederet gigi yang ompong setengah, "Hawa panas beracun di tubuh anak muda itu adalah efek dari persinggungan antara tenaga dalamnya sendiri dengan Hawa Aji Glagah Geni tingkat ke tujuh yang pada sepuluh tahun lalu berhasil ku kekeluarkan dari tubuhku dan kukurung dalam sumur Sembilan kematian. Ketika Hawa Aji Glagah Geni bertemu dengan tenaga dalam seseorang yang bersifat panas, maka dengan sendirinya ia akan menyatu, sepertinya menempelnya nyala api pada kayu bakar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Maka besar dari pengaruh hawa itu sama persis kadarnya dengan besar dari tenaga dalam yang di tempelnya." "Untuk menyembuhkannya, maka dibutuhkan seseorang dengan tenaga dalam bersifat dingin dengan kadar setidaknya sama atau lebih besar dari tenaga dalam anak muda itu. Dengan begitu Hawa Aji Glagah Geni akan bisa dipadamkan, seperti salju memadamkan tungku api. Meskipun dengan begitu kedua orang akan sama-sama kehilangan tenaga dalamnya." "Apa kakek sendiri tidak bisa mengobatinya?" "Tenaga dalamku memang lebih tinggi dari pemuda itu, sayangnya tenaga dalamku juga bersifat panas. Apalagi meski sudah hidup puluhan tahun tapi aku belum merasa bosan terhadap dunia ini, ada keinginan dan cita-cita yang belum terkabul. Maka untuk mengorbankan tenaga dalam sendiri juga harus pikir-pikir lebih dulu." "Jadi tinggal satu cara itu saja?" Si Kakek tua mengangguk, "Meski kau tidak punya tenaga dalam cukup. T api kau masih seorang gadis suci. Setiap gadis perawan dalam dirinya menyimpan hawa dingin murni dalam kadar tak terukur, merupakan pemberian purba dari Sang Maha Agung. Dengan menggunakan hawa dingin murni itu kau bisa menawarkan Hawa Aji Glagah Geni yang sedang mengamuk. Namun akibatnya kau akan kehilangan keperawananmu. Kau tentu tahu apa yang kumaksud." Puspa Arini kembali tertunduk, sungguh berat jalan yang harus dipilih. Disatu sisi ia tak rela mengorbankan kesucian sendiri, disisi lain ia juga tidak tega melihat pemuda penolongnya mati dengan berpeluk tangan. Si Kakek bermata api berkata lagi, "Jangan terlalu lama kau ambil pertimbangan. Dalam dua jam seluruh tenaga dalam anak muda itu akan terbakar habis. Begitu tenaganya habis, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ badan wadagnya pun akan terbakar hangus. Dengan sendirinya nyawanya juga akan melayang putus." Lama Puspa Arini menundukkan kepalanya. Alam pikirannya hanyut dalam dunia yang sama sekali belum pernah di jajaginya. Kenyataan memang ia gadis yang baru saja keluar rumah. Meski pemberani dan agak binal, namun ia tetaplah seorang gadis muda yang belum berpengalaman, dihadapkan pada pilihan seberat itu, bahkan wanita yang sudah masak pun akan kebingungan setengah mati, apalagi dirinya. Karena terlalu hanyut dalam pikirannya, Puspa Arini tak menyadari kakek tua dihadapannya sudah menghilang. Ketika ia mendongakkan kepalanya, hanya kesunyian yang didapatinya. Perlahan tubuhnya tegak berdiri. Berangsur-angsur sinar matanya yang semula muram berubah terang berkilauan. Sepasang pundaknya yang lemas menegak tegas. Ia telah mengambil keputusan akhir. Puspa tidak tahu apa ia akan menyesali keputusannya ini. Tapi segenap pikiran, pertimbangan, dan pengalamannya telah ia curahkan untuk mengambil keputusan ini. Sekalipun kelak ada yang menyesalinya, ia pun tidak peduli. Dengan menekan tombol di lempeng batu merah, bilah pintu batu ruangan dimana Risang berada terbuka separoh. Seandainya tidak dalam suasana hati yang demikian menyiksa, Puspa pasti akan terkagum-kagum oleh keindahan arsitektur dua batu itu. Setiap ruangan tampak rapi dan efisien, sama sekali tak ada ruang yang kelihatan berlebihan. Hawa panas seketika menyeruak keluar. Asap putih mengaburkan mata, hawa panas melesak ke paru-paru. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Puspa Arini tiba-tiba merasakan ruangan itu mirip dengan ruang kremasi mayat. Tapi mayat siapa yang akan dikremasi" ------------ Arya berjalan dengan langkah tetap, tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lambat. Tembok tembaga itu sudah tak jauh lagi di hadapannya. Meski berwarna kuning keemasan, namun tembok itu tentu bukan benar-bener terbuat dari tembaga. Mungkin karena peleburan panas bumi selama ribuan tahun yang menjadikan batu menjulang tinggi itu berwarna kuning kemerahan, juga keras luar biasa. Hal lain yang membuatnya istimewa adalah bahwa tak ada sejumput rumput hijau atau sebatang tumbuhan pun yang tumbuh di situ. Seakan memang kehidupan tak diberi tempat disitu. Di bagian tengah tebing itu, dari jauh tampak sejalur garis putus-putus yang memanjang dari bawah ke atas. Lebih dekat lagi Arya bisa melihat kalau garis itu adalah sebuah lekukan batu sebesar mangkok yang diatur rapi dari bawah ke atas, berjarak satu meter antara satu dengan lainnya, jumlahnya ada lebih dari tiga puluh. Karena tidak ada tanda lain yang lebih memungkinkan untuk menunjukkan adanya pintu masuk, maka Arya berkesimpulan lekukan batu itulah tangga naik menuju bagian dalam tebing tembaga. Tanpa ragu Arya menjejakkan kakinya ke lekukan batu paling bawah, mengerahkan tenaga, tubuhnya pun melesat ke atas, sesekali menjejak lekukan batu lagi, dan terus melesat ke atas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam sekejap saja Arya sudah sampai ke bagian paling atas dari tebing tembaga. Kini ia berdiri menghadap ke sebelah dalam tebing. Berdiri di sebelah atas sini baru ia tahu kalau tebing tembaga ini juga ternyata berbentuk lingkaran sempurna. Berbentuk mirip benteng dengan tembok sekeliling setebal satu meter. Bagian dalam sendiri merupakan pemandangan yang tak dapat ditembus, karena asap putih tebal yang terus membumbung, mirip kabut di waktu pegunungan paling tinggi. Bedanya asap disini berhawa panas luar biasa. Ini adalah ketel raksasa dengan hawa mendidih yang melelehkan kulit dan melumerkan tulang. Tapi kulit siapa yang akan me leleh, tulang s iapa yang akan lumer" Pintu masuk telah terbuka, sambutan pun telah disiapkan. Kini tinggal satu langkah lagi bagi Arya untuk masuk ke tebing tembaga. Ia tinggal menerjunkan dirinya ke kabut pekat panas itu. Meski hanya sekejap saja pemuda itu nampak termenung, namun betapa hebat pergolakan hati dan emosinya, siapa pula yang sanggup membayangkan. Pintu itu adalah pintu kematian. Meski sering memandang remeh hidup sendiri, namun menghadapi kenyataan kematian di depan mata, betapapun membuat dada Arya bergolak. Setelah hari ini mungkin tak lagi yang akan menyebut nama Arya Dipaloka. Segala kenangan, kesedihan, petaka dan tragedi akan menemukan titik akhirnya. Satu langkah ini langkah yang memutuskan. Memutuskan tali duka, juga simpul cinta. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Siapkah ia untuk kehilangan semua ini" Tapi kalau toh semua orang harus mati pada akhirnya, apa bedanya sekarang atau kemudian" Yang penting baginya, kematian ini bukan kematian yang memalukan. Kematiannya adalah kehidupan sahabatnya. Ini saja sudah cukup setimpal. Perlahan Arya melompat ke dalam. Byurrr....... Terdengar benda jatuh ke air. Pertanyaannya, apakah ini minyak atau air, sekalipun ini adalah air, apakah air biasa atau air mendidih" Air biasa tentu tak akan mengeluarkan uap sepanas ini. Arya mengira tubuhnya akan langsung matang dan siap hidang. Ajaibnya, badannya masih segar bugar, bahkan setelah ia berenang beberapa kali putaran seperti ikan lumbalumba kecil. Air ini ternyata air dingin biasa, bahkan sangat segar, seperti mata air di pegunungan-pegunungan tertinggi. Asap panas bukan berasal dari air, melainkan dari celah batu-batu merah di sekeliling. Batu-batu itu licin luar biasa, bahkan cicak pun akan terpeleset jatuh. Udara di permukaan air justru hangat-hangat kuku, merupakan perpaduan dari dinginnya air dan panas batu. Seketika Arya tidak paham bagaimana tempat sebaik ini dijadikan penjara tempat mengurung musuh bebuyutan. Lebih tepat kalau tempat seenak ini dibuat sebagai kolam rekreasi dan relaksasi. Kenyataannya Arya merasakan tubuhnya sangat nyaman dan segar. Tapi tentu ia tidak datang untuk bersantai. Ia datang untuk menyabung nasib. Bukan saja nasibnya sendiri, juga nasib Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Risang Ontosoro. Jadi dimana gerangan pemuda berandalan itu berada" Arya mulai berenang menjelajah kolam raksasa itu, dari satu sudut ke sudut yang lain. Setengah harian ia berenang kesana kemari namun tak ada sesuatu pun yang ditemukannya. Seluruh s isi kolam berbentuk sama, seakan memang tercetak dari pahatan yang dibentuk rapi dan serupa. Tapi tunggu dulu. Ada kanan ada kiri, ada atas ada juga bawah. Ia sudah melihat kiri kanan, juga sebelah atas. Kini tinggal bagian bawah. Setelah menghirup nafas dalam-dalam, menyesaki setiap sel paru-parunya dengan udara segar, Arya menghujamkan tubuhnya ke bawah air, tegak lurus seperti sebilah pedang yang menusuk dari balik awan putih. Sekitar lima meter dari permukaan air, Arya melihat pusaran kecil yang berujung pada sebuah lubang setengah lingkaran di dasar. Lubang itu cukup di masuki kepala manusia. Kalau kepala bisa masuk, bagian yang lain tentu juga bukan halangan. Maka Arya pun masuk ke lubang itu, yang merupakan terowongan berkelak-kelok tanpa cahaya. Arya sudah merasa dadanya menyesak hebat dan paruparunya akan terbakar ketika sebuah cahaya putih tampak berkilauan di depan sana. Begitu menyentuh udara, Arya segera membuka mulut dan lubang hidungnya lebar-lebar, merasakan udara mengalir ke paru-paru, membuka kembali lembar kehidupan. Setelah menentramkan dadanya, Arya mulai sadar ia berada di sebuah ruangan yang amat dikenalnya. Ia merasa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pasti pernah berada di ruangan ini. Setiap jengkal dinding dan perabot dikenalnya dengan baik. Ini adalah ruang yang mirip dengan ruang bawah tanah Istana Dasar Teratai, lengkap dengan kubah setengah lingkaran dan simbol bintang segi lima di tengah-tengah kubah. Satu-satunya yang berbeda adalah di tempat ini terdapat kail pancing. Kail pancing yang berada tepat di depan mulutnya. Gagang pancing di pegang oleh seorang kakek tinggi besar Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bermata merah darah yang lagi duduk menyilangkan kaki di pinggiran kolam. Ujung mulut kakek itu mengulum senyum dingin menggidikkan. Serupa senyum yang ditunjukkan oleh pemburu yang lagi bermain-main dengan hewan buruannya. "Sudah ada beberapa puluh tahun aku memancing di tempat ini, baru kali ini ada ikan aneh penujui kailku," Suaranya besar menggelegar, seakan kerongkongannya juga sanggup menyemburkan api. Arya masih belum bergerak dari tempat ia muncul. Karena mendadak ia merasakan hawa membunuh yang kental. Hawa membunuh itu berasa l dari sepasang mata yang mirip kawah gunung berapi. "Kau kah Iblis Tinju Neraka?" Si Kakek bermata api menelengkan kepala, "Sudah sekian lama tak ada orang memanggilku dengan sebutan itu, tapi aku memang Iblis Tinju Neraka." Arya mendadak tertawa. "Kenapa kau tertawa?" "Tak bolehkah aku tertawa?" "Boleh saja, aku hanya mengherankan sesuatu." "O, apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Selainmu aku belum pernah melihat ada orang mati bisa tertawa." "Apa aku orang mati?" "Ikan yang penujui kailku biasanya akan langsung mati begitu keluar dari air." "Tapi aku toh bukan ikan, lagi pula kau tidak akan doyan makan dagingku." "Kata siapa" Daging apapun kalau dibumbui dengan baik akan terasa enak." "Dibumbui macam apapun, daging yang mengandung racun akan merusak isi perut." "Apa dagingmu mengandung racun?" "Bukan Cuma sedikit, bahkan di setiap sel tubuhku sudah dipenuhi racun" "Kalau begitu aku tinggal menawarkan lebih dulu racunmu, kemudian baru memasak dagingmu, kan beres?" "Tidak bisa." "Kenapa tidak bisa?" "Karena racun dalam tubuhku tidak bisa ditawarkan." "O, masa?" Arya mengangguk-angguk, "Karena akulah yang meracuni tubuhku sendiri. Kalau aku tidak mau menawarkan racunku sendiri, orang lain lebih-lebih tidak akan bisa" Iblis Tinju Neraka melengak, "Wah, memangnya kau sudah bosan hidup", kulihat umurmu juga belum terlalu tua." "Bosan sih belum, aku hanya ingin memastikan sesuatu saja." "O, apa?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Begitu kau terkena pukulanku, kau akan langsung mati." "Memperhebat serangan menggunakan racun, bagus amat." "Kalau begitu kau mengakui kalau ilmu silatmu masih tidak bisa mengungguliku?" kata Iblis Tinju Neraka lagi. "Meski ilmu silatku ada dibawahmu, tidak berarti aku tidak bisa membunuhmu." "Benar-benar. Kuli angkat pun bisa membunuh pendekar kenamaan. Tapi aku pun tidak akan hidup lagi setelahnya." Arya tertawa rawan, "Setelah memutuskan bertarung dengan Iblis Tinju Neraka memangnya ada hak bagiku untuk ingin terus hidup"!" "Benar-benar. Seratus delapan puluh satu pertarungan tak pernah aku membiarkan musuhku hidup, kecuali satu kali saja." "Tapi kau melupakan sesuatu." Kata Iblis Tinju Neraka lagi. Arya diam mendengarkan. "Belum pasti aku mau bertarung denganmu. Siapapun akan berpikir lima puluh kali dulu sebelum memutuskan bertarung dengan manusia penuh racun seperti dirimu." "Tapi aku bisa memastikan kau akan bertarung denganku. Bahkan keinginanmu tidak lebih kecil dariku." "Sebab apa?" "Setiap orang yang melatih ilmu silat akan tumbuh dalam dirinya semacam kebutuhan untuk bertarung, boleh bertarung sungguh-sungguh boleh juga main-ma in, pokoknya bertarung. Menyuruh seorang ahli silat berhenti bertarung sama saja dengan menyuruh bocah berhenti bermain, bukan saja amat sulit, malah mustahil. Padahal ilmu silatmu lebih tinggi dari orang lain, dengan sendirinya kebutuhanmu untuk bertarung Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga lebih besar dari orang lain ditambah kau sudah puluhan tahun kau terkurung disini, maka hakikatnya keinginanmu untuk bertarung sudah sampai ke ubun-ubun. Bagaimana kau bisa melewatkan kesempatan sebaik ini." Iblis Tinju Neraka mengangguk-angguk, "Masuk akal juga penuturanmu." "Kalau begitu bersiaplah!" "Bersiap untuk apa?" "Mengadu jiwa." "Dengan siapa" Apa denganmu?" Arya tak menjawab, ia malah memejamkan matanya. Kepalanya yang semula muncul di atas air perlahan-lahan tenggelam. Iblis Tinju Neraka mendesah, "Anak muda zaman sekarang kenapa selalu tak sabaran?" "Tunggu dulu," seru Iblis Tinju Neraka. Arya membuka matanya. "Kenapa aku harus mengadu jiwa denganmu?" Arya tertawa dingin, "Tak nyana Iblis Tinju Neraka yang kesohor bengis dan berdarah dingin ternyata Cuma seorang kakek cerewet." "Bukan aku cerewet, Cuma sekian lama berada di tempat ini darahku sudah tidak dingin lagi. Apalagi jiwaku sudah tinggal sedikit, betapapun harus kujaga-rawat semampunya, di dunia ini kan tidak ada penjual jiwa. Untuk mengadu jiwa setidaknya harus punya alasan kuat." "Apa kau pernah mendengar mata dibalas mata, hutang darah dibalas darah?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pameo ini sangat terkenal, bagaimana aku tidak mendengarnya?" "Kalau begitu kau sudah paham sekarang." "Apa aku pernah mencongkel matamu?" Arya menggeleng. "Apa aku pun pernah mengalirkan darahmu?" Arya menggeleng lagi. "Lalu apa yang kau tuntut dariku?" "Darah Ibuku." "Siapa Ibumu?" "Ibuku adalah Putri T eratai Kemala ke 8." Iblis Tinju Neraka tiba-tiba tertawa. Arya memandanginya dengan mata melotot. "Kalau begitu kau tentu datang dari liang teratai busuk itu?" Arya tidak menjawab. "Kau tentu juga telah bertemu dengan wanita berwajah separo itu?" Wajah Arya semakin memerah, kalau bisa ingin digaploknya mampus muka orang tua ini. Iblis Tinju Neraka berkata lagi, "Apa kau tahu mukanya yang hilang separo itu disebabkan oleh apa?" "Apa bukan oleh tinju nerakamu?" "Kalau aku yang melukainya masakah ia tidak langsung mampus?" jengek Iblis Tinju Neraka. Arya tidak menjawap lagi. Hal ini nyatanya ia juga mendengarnya dari penuturan Arum Puspita, apa benar apa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak seketika juga tidak dapat diputuskannya. Ia hanya yakin gadis itu tidak mungkin membohonginya. Iblis Tinju Neraka memandanginya dengan tatapan menusuk, lalu pelan-pelan berkata, dengan penekanan setiap patah kata, "Yang membunuh Ibumu justru Perempuan berwajah setengah itu. Mukannya yang rusak itu ma lahan ayahmu yang melukainya." Bab XXV Penasaran Sang Iblis Arya menatap Iblis Tinju Neraka dengan tak kalah tajam. Tentu saja ia tidak percaya. Tapi ia pun tidak melewatkannya secara membabi buta. Kadang-kadang butir emas bisa keluar dari mulut anjing. Iblis Tinju Neraka berkata lagi, "Pertarungan itu memang terjadi. Ambruknya Istana Dasar Teratai pada dua puluh lima tahun berselang memang juga disebabkan karena perbuatanku. Tapi disebabkan apa aku melakukan itu, apa kau tahu?" "Kitab Teratai." Jawab Arya singkat. Mendadak Iblis Tinju Neraka tertawa terbahak-bahak. Suaranya tawanya yang menggelegar membuat air kolam serasa bergetar. Setelah tawanya mereda, baru ia berkata lagi, "Aku tidak menyalahkanmu karena informasimu yang salah kaprah. Aku hanya geli melihat kejadian bisa diputar balikkan sedemikian rupa." Ia berkata lagi, "Apa kau tahu siapa pendekar nomor satu dunia persilatan saat itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada dua puluh lima tahun lalu Arya belum lagi lahir, bagaimana ia bisa tahu. Anehnya kabar tentang ini pun ia tak pernah dengar. Ia hanya tahu tokoh paling berpengaruh pada masa lalu adalah pendiri Tiga Istana Abadi, tapi sebelum itu memangnya tak ada orang yang lebih lihai. Semula tidak terpikir olehnya, tapi begitu terpikir memang agak aneh. Seakan ada satu mata rantai yang hilang, atau sengaja dihapus" Jawaban Iblis Tnju Neraka sungguh mengejutkan, "Ialah aku. Manusia dengan ilmu silat tertinggi saat itu adalah aku, si Iblis Tinju Neraka." Kata-katanya penuh nada kebanggaan. Tapi entah bagaimana Arya bisa merasakan kehampaan yang bergumpal dari sepasang mata merah itu. Seperti sebuah menu makanan dari rumah makan paling mahal, tapi tawar. "Saat itu cukup dengan aku satu tangan aku sanggup memukul jebol tiga puluh dada pendekar kelas wahid. Aku tak perlu Kitab Teratai untuk menambah kekuatan." "Aku tahu sulit bagimu menerima kebenaran ucapanku. Tapi tidak ada salahnya kau mendengarkan terlebih dahulu. Setelah itu apakah kita akan bertempur sampai mati atau apa terserahlah padamu." Seandainya Iblis Tinju Neraka menuturkan hal lain kemungkinan Arya tidak akan mau mendengarkan, tapi hal ini kebenaran dendam dan hutang-hutang masa lalu orang tuanya, mau tidak mau ia harus membuka lebar-lebar telinganya. Iblis Tinju Neraka kembali bertutur, "Apa kau tahu buah yang bernama kurma?" Arya tidak tahu tujuan pertanyaan Iblis Tinju Neraka, tapi tak urung ia menjawab "Buah yang hanya tumbuh di padang pasir jauh?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar. Menurut kata orang buah itu mempunyai khasiat yang luar biasa, satu biji saja sanggup mengenyangkan perut. Pokoknya tak mau tumbuh keculali di daerah padang pasir yang amat panas. Nah sekarang coba kau jawab, seandainya ada orang yang telah memakan seluruh buah yang ada didunia ini, mungkinkah ia akan kehilangan keinginannya untuk memakan buah kurma?" "Tidak, justru keinginannya akan tambah membesar." "Benar, begitulah sifat manusia. Tidak peduli seberapa banyak apa yang telah kau makan, kau akan tetap mempunyai nafsu untuk menikmati hal yang belum kau nikmati. Seandainya pun ia te lah mengusai seluruh hamparan bumi ini, tak urung ia pun masih akan bernafsu menguasai langit." "Manusia yang sanggup menerima kehidupannya apa adanya memang tidak terlalu banyak." "Tapi justru karena manusia mempunyai nafsu seperti itu maka kehidupan menjadi semarak dan semakin maju. Meski terkadang memunculkan tragedy yang menyayat hati, namun perkembangan peradaban manusia justru bergantung pada keinginan yang tanpa batas ini. Untuk mengejar keinginan dan cita-citanya maka seseorang tak keberatan untuk menanggung seberatap berat apapun lelakon yang harus dijalani." Arya mengerti, karena ia pun orang yang demikian. Kalau bukan karena ingin membalas dendam ibunya, ia mungkin tak akan berlatih keras menguasai ilmu mematikan miliknya. "Sejak kecil aku berlatih keras, melatih ilmu silat tertinggi, bertarung dengan ratusan orang mulai dari begundal jalanan sampai pendekar kelas utama. Dengan bakat yang kulimiki dan kitab pusaka yang tak sengaja kutemukan di kawah mahameru, ilmu silat yang kulatih berlipat-lipat tingginya dibanding orang biasa hanya dalam waktu singkat. Setiap bertarung aku tak pernah ringan tangan, selalu sampai mati. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anggapanku waktu itu orang yang bertarung setengahsetengah hakikatnya tidak menghormati inti ilmu silat. Bertarung harus sepenuh tenaga, menang atau mati. Pada akhirnya tak ada lagi yang sanggup yang mengalahkanku. Jangankan bertarung, setiap orang asal dengar namaku lantas ngacir ke belakang." Orang seperti ini, yang menjadikan hidup sendiri sebagai Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo barang taruhan, sekalipun mempunyai kepandaian rendah juga akan berubah menakutkan. Apalagi dengan kepandaian setinggi Iblis Tinju Neraka. "Pada mulanya memang menyenangkan, tapi lama kelamaan aku pun merasa seperti sendirian di bumi yang luas ini. Tak ada teman, tak ada musuh. Kesepian seperti itu mungkin anak muda seperti kau tidak mengerti, tapi bisa kujamin tidak cukup setahun sudah akan membuat kau gila." Berdiri di ujung pegunungan tertinggi, tak ada teman, tak ada musuh. Mendadak Arya merasa keadaanya masih agak mendingan, setidaknya ia belum jadi gila oleh penderitaannya, meski kesepian yang dialaminya mungkin tidak lebih menyakitkan dari orang tua ini. "Pada saat itu yang kuinginkan hanya satu hal, yaitu kekalahan. Aku hanya butuh seorang untuk mengalahkanku. Tapi untuk mendapatkan kekalahan sejati maka dia juga harus menggunakan kepandaian sejati untuk mengalahkanku." Lingkar kehidupan tak ada habisnya, inilah kenapa manusia dianjurkan menjinakkan nafsu keinginannya, karena keinginan tak berbatas, sedang kemampuan dan hidup manusia hanya sejengkal. "Pada saat yang sama dunia persilatan juga sibuk merundingkan cara bagaimana mengalahkanku, karena betapapun aku adalah iblis. Iblis tidak boleh menjagoi tanpa tanding, hanya pendekar berbudi yang boleh." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Iblis Tinju Neraka mendengus sinis, "Padahal kelakuan mereka yang menamakan pendekar penegak keadilan itu pada hakekatnya juga bersumber dari kepentingan pribadi. Bedanya mereka pintar menyembunyikannya di balik kata bijak dan senyum palsu." Arya bukan seorang yang dipandang sebagai pendekar terhormat, julukannya justru condong ke iblis-iblisan, tapi tak urung ia merasa tidak enak juga. "Kubiarkan saja mereka menyusun tipu daya, justru sesuai dengan keinginanku. Pada akhirnya berdirilah sebuah serikat bernama Tiga Istana Abadi. Dengan bersatu bersama-sama mereka berencana menghadapiku. Tentu saja ini sebuah akal yang jenius dan pintar." Untuk menghadapi seorang gembong iblis, memang tak ada jalan lain selain bersatu padu. Iblis Tinju Neraka bercerita seperti mengurutkan satu gambar dari gambar yang lain. "Kau tentu tahu bahwa Tiga Istana Abadi terdiri dari tiga buah perserikatan. Diantara ketiganya, ilmu silat Dasar Teratai termasuk yang paling lihai. Maka ketika waktunya sudah kuhitung tepat, aku pun meluruk ke sana." "Pertempuran besar pecah. Seperti orang gila aku mengamuk.." Arya bisa membayangkan betapa berdarah dan mengerikannya pertempuran dua puluh lima tahun lalu itu. Darah mengucur dari puluhan tubuh tak berdosa. Kehidupan seakan dipaksa keluar dari dunia. "Waktu itu hujan turun deras. Angin gunung bertuip kencang, merontokkan daun dan dahan. Langit gelap gulita. Suasana mencekam. Meskipun semuanya perempuan yang tak pernah melihat anyir darah, namun segenap penghuni Istana Dasar Teratai bertempur dengan gagah berani. Satu orang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ rubuh segera satu orang lain maju. Sama sekali tak ada yang mundur. Bahkan aku pun kemudian merasa khawatir. Seandainya kedua istana lain, yang saat itu belum tiba, mempunyai tekad dan keteguhan serupa, maka malam itu adalah malam terakhir aku merasakan sinaran bulan." Iblis Tinju Neraka memandangi tangannya, seakan lagi melihat noda darah yang tak bisa terhapus. "Tapi sekian lama bertarung, kedua istana lain belum juga tiba. Jangankan tokoh-tokohnya, bahkan seorang kacung pun tak nampak." "Tepat tengah malam, ketika pertempuran mencapai puncaknya, mendadak terdengar suara berdebum keras. Seperti sebuah batu besar tiba-tiba jatuh dari langit. Tentu saja tak ada batu yang jatuh dari langit. Suara berdebum itu adalah suara dari tersegelnya batu besar penutup Istana Dasar Teratai. Artinya, tidak ada lagi yang akan keluar atau masuk ke dalam Istana." "Bahkan kau?" "Bahkan aku pun tidak akan mampu menggesernya walau sedikit. Batu itu besarnya hampir dua kali ukuran gajah, sekuat apapun tidak akan tenaga manusia yang sanggup mengangkatnya." "Mereka sudah bertekad mengadu jiwa denganmu." "Pada awalnya kupikir juga begitu. Tapi bukankah sangat aneh, pada waktu itu semua orang sibuk bertempur, matimatian bertahan dalam formasi masing-masing, mana ada yang peduli dengan hal lain. Apalagi mereka juga menunggu bantuan dari dua istana yang lain, bagaimana mungkin mereka akan menutup pintu satu-satunya menuju ke dalam Istana." "Jadi ada orang lain yang menutup pintu itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pintu dibuat sedemikian rumit dan rahasia, kecuali penghuni Istana Dasar Teratai yang sudah mencapai tingkatan tinggi saja tahu tentang adanya pintu segel itu. Mana orang luar tahu menahu?" "Penghianat.." "Benar. Yang menyegel pintu itu adalah seorang dari Istana Dasar Teratai sendiri. Orang itu adalah perempuan berwajah setengah yang kau temui." Arya merasakan kepalanya berputar. Meski ia mencoba tak percaya, mau tidak mau ada juga keraguan mengingat sikap putri kesembilan tempo hari. "Kenapa ia berkhianat?" "Kenapa" Hmmm..jawaban pertanyaan ini hanya dia seorang yang tahu." "Katamu luka di mukanya itu justru ibuku yang melukainya." "Pada saat kritis tertutupnya pintu batu, Ibumu yang saat itu berada di formasi samping kanan entah bagaimana melihat perbuatan perempuan itu. Ia pun melabraknya. Aku tidak jelas apa yang diperdebatkan mereka berdua selama pertempuran, aku sendiri menjadi kalut saat itu, ketenanganku goyah." Kerut-kerut di wajah Iblis Tinju Neraka bergerak-gerak, seakan jiwanya tersedot ke peristiwa dua puluh lima tahun itu. "Kesempatan itu tentu tak disia-siakan oleh Putri Teratai Kumala ke 7 yang bertempur berhadapan muka denganku. Dengan nekad ia mengadu jiwa dengan jurus terakhir Pelangi Satu Warna. Jurus pamungkas itu sendiri bersifat unik. Ia tidak akan berguna bila lawan tidak melawan, tapi semakin besar perlawanan dari musuh ia juga mengamuk semakin hebat." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku yang pada saat itu kalut tak menduga akan adanya serangan luar biasa ini sehingga dalam sekejab menjadi lengah. Tapi sekejap itu cukup bagi pedang pelangi untuk menembus tiga puluh jalan darah di tubuhku." "Ketika tersadar kembali, aku sudah berada di tempat ini." Meski kelihatan tenang dan tetap waspada, namun dalam hari Arya sudah terjadi pergulatan hebat antara apa yang diketahuinya dengan apa yang didengarnya dari Iblis Tinju Neraka. Kalau apa yang dikatakan Iblis Tinju Neraka benar, maka kemungkinan ia telah menjadi korban intrik luar biasa yang entah bertujuan apa dan entah pula siapa yang mendalanginya. Tapi bagaimana ia bisa mempercayai orang tua ini" Untuk ini ia harus menanyai satu orang lagi, yaitu Putri Kemala ke 7. dengan begitu pertama kali ia harus keluar hidup-hidup dari liang tembaga ini. Tapi seorang sebagai Iblis Tinju Neraka pun tidak mampu keluar dari sini, cara bagaimana ia bisa keluar. Terdengar Iblis Tinju Neraka menghela nafas panjang, seperti melepaskan satu beban maha berat. "Sudah kukatakan apa yang harus kukatakan, sekarang tinggal bagian akhirnya." Arya tentu tahu apa yang dimaksud orang tua itu, karena mendadak ia merasakan air dengan cepat memanas, seperti sebuah tungku besar dinyalakan di bawahnya. Ketika Iblis Tinju Neraka menggerakkan tangannya, Tali pancing pun berputar seperti angin puyuh kecil. Angin yang dikeluarkannya mengurung gerakan Arya, juga menimbulkan hawa panas yang melelehkan kulit. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mendadak tubuh Arya mencelat ke atas, seperti seekor ikan lumba-lumba yang melompati lingkaran. Angin puyuh itu pun langsung melibas tubuh Arya. Hakikatnya saat ini ia seperti seekor ikan yang terkena jarring. Jangan anggap tali pancing itu Cuma tali nilon biasa, di tangan Iblis Tinju Neraka ia bisa lebih tajam dari mata golok. Sekali tersambit, tulang gajah pun bisa langsung putus. Dengan melompat ke atas hakikatnya Arya menyerahkan dirinya mentah-mentah. Seperti sapi menyerahkan lehernya ke golok jagal. Tapi benarkah ia sudah bosan hidup, sehingga bisa berbuat begitu bodoh" Bahkan Iblis Tinju Neraka pun sedikit tertegun, tak disangkanya pemuda itu bisa bertindak begitu nekad bahkan dalam jurus pertama. Sayangnya ia tak tahu, Sengatan Satu Titik memangnya hanya terdiri dari satu jurus. Jurus kematian, kau yang mati atau aku yang mati. Justru karena kenekadan jurus inilah ia tak pernah terkalahkan. Karena lawan yang betapapun tangguhnya pasti juga punya keinginan untuk tetap hidup. Sekalipun orang yang sudah sekarat pun tetap masih ingin hidup. Karena keinginan untuk hidup inilah maka dalam menyerang mereka tidak pernah menggunakan seluruh kepandaian, karena harus ada sebagian tenaga yang dibuat berjaga-jaga. Tidak demikian dengan Sengatan Satu Titik. Hakikatnya jurus ini adalah jurus bunuh diri. Kehidupan sendiri dijadikan tumbal untuk merenggut kehidupan lawan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tak diragukan lagi ilmu ini memang menakutkan. Meski bukan semacam kepandaian yang paling hebat, tapi pasti merupakan salah satu yang paling mematikan. Menunggu Iblis Tinju Neraka sadar dari tertegunnya, ia merasakan tangan yang memegang pangkal pancing terasa ada sesuatu yang menyengat. Sengatan seperti sengatan lebah kecil. Sama sekali ia tak melihat dari mana sengatan ini datang. Seperti angin segar yang berhembus. Dapatkah kau melihat dari mana angin berhembus" Tiga puluh tahun lalu ia memang seorang yang tanpa tanding, bukan saja menakutkan, juga mematikan. Tapi setelah tiga puluh tahun terkurung dalam tempat ini tanpa pekerjaan apa-apa, agaknya sedikit banyak menumpulkan kewaspadaan dan semangat bertarungnya. Siapapun kalau dikurung dalam waktu selama itu pasti juga akan mengalami penurunan yang tidak sedikit. Apalagi semakin tua seseorang semakin kikir ia terhadap kehidupannya. Meski tahu tak seberapa lama lagi ia mampu menghirup udara, tapi yang sebentar itu justru susah untuk di lepaskan. Sebaliknya Arya sedang ada di puncak semangat. Juga sudah tidak memikirkan mati hidup lagi. Maka yang masih berdiri di tepi kolam itu justru Arya. Sekujur kulit tubuhnya terbeset tali pancing, seperti pohon karet yang sudah bertahun-tahun di kerat. Tapi bukan getah yang mengalir, melainkan darah. Darah yang berwarna merah segar. Nyata lukanya tidak ringan, namun saat ini bukan waktunya memikirkan hal ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Air kolam kembali tenang, seperti tak pernah terjadi sesuatu di situ. Tertegun Arya memandangi orang tua yang terduduk dengan paras muka entah penasaran entah ketakutan. Nyata dalam menghadapi kematian tak seorang pun yang berbeda. Entah itu kuli pasar atau gembong iblis pasti juga menampilkan rona yang demikian. Sebetulnya Arya sendiri tidak menyangka serangannya akan seberhasil ini. Nyatanya waktu memang bisa menggerus apa saja. Pelan2 Arya mengusapkan tangannya ke wajah Iblis Tinju Neraka, mengatupkan kelopak mata yang melotot. Bab XXVI, Lebah yang tak lagi punya sengat Gua tembaga itu dibuat menyerupai sarang tawon. Satu kamar berdempetan dengan kamar yang lain. Meski kebanyakan kosong melompong, tapi Arya menemukan beberapa yang berisi perabot meja dan ranjang batu. Diantara kamar terdapat lorong berkelok-kelok yang menyerupai labirin. Udara di dalam terasa hangat seperti di dalam sauna. Semacam rasa hangat yang bisa membuat peluh bercucuran dan badan terasa segar. Arya mulai merasa heran kenapa tempat seperti ini ma lah di jadikan penjara, tempat mengurung orang yang seharusnya Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berkesan keras, hitam, kumuh, dan kejam" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Instingnya mengatakan ada sesuatu yang salah, sayang otaknya masih membutuhkan bahan tambahan untuk memetakan persis letak kesalahan itu. Bagi orang lain tentu amat sulit menemukan seseorang dalam puluhan ruang yang saling berdempetan ini. Namun Arya bukan orang lain. Ia adalah si Sengatan Satu Titik yang bisa menyengat seperti seekor lebah kecil. Seekor lebah tentu amat mudah menemukan sarangnya sendiri, meski diantara ratusan kamar berbentuk segi lima. Maka tak lama Arya pun sudah menemukan kamar berhawa panas itu. Pintu ruangan sedikit terbuka. Asap mengepul dari celahnya seperti semburan uap air di lubang panci. Dengan tangan kiri Arya menolak pintu. Angin panas menampar muka. Tapi mata Arya tidak berkedip karenanya. Karena ia telah menyaksikan dua orang. Dua orang yang sedang duduk berhadapan punggung. Keringat membasahi tubuh keduanya seperti seember air yang baru saja diguyurkan. Sekelebatan saja Arya segera tahu bahwa kedua orang sahabatnya ini sedang melakukan semedi silang. Semacam semedi untuk menyalurkan tenaga sendiri ke tubuh orang lain. Wajah Risang berwarna merah darah, seakan seluruh pembuluh darah di wajahnya sewaktu-waktu akan meledak. Hawa panas serupa uap putih mengepul dari ubun-ubun pemuda itu. Sementara Puspa justru sangat pucat. Tubuhnya mengigil keras, pertanda tenaga dalam gadis itu sedang tersedot habishabisan. Meski tidak mengerti sebab musababnya, tapi Arya tahu pasti bahwa Risang sedang menyedot tenaga dalam Puspa. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dalam sepeminum teh kalau penyedotan ini tak dihentikan maka Puspa akan mati lemas kehabisan tenaga. Melihat paras keduanya sepertinya keadaan ini sudah berlangusng beberapa lama dan tidak bisa terkontrol. Tapi sebelum Arya sempat memikirkan sesuatu pemecahan, mendadak Risang menggerung keras. Saking kerasnya sampai Arya sendiri tak percaya bahwa gerungan itu bisa dikeluarkan oleh seorang manusia. Tubuhnya melengkung ke depan seperti menahan sesuatu yang sangat hebat di dalam perut. Sepasang matanya melotot seperti mau meledak, dengan urat-urat merah yang mengerikan. Bersamaan dengan itu tubuh Puspa Arini terpental ke belakang. Untung saja Arya sigap menyambutnya sehingga tubuh gadis itu tidak sampai menumbuk dinding. Keadaan Puspa Arini ternyata lebih lemah dari yang diperkirakan Arya. Gadis itu bahkan tidak mampu membuka kelopak matanya. Arya segera menotok dan mengurut beberapa jalan darah penting di punggung dan leher, sekalian menyalurkan hawa segar ke tubuh gadis itu. Sementara itu Risang, meski tampak mengerikan dengan keadaan tubuh seperti orang kesurupan, kelihatannya masih dalam kesadaran yang cukup. Tubuhnya menggeliat-geliat gelisah, tapi sepasang matanya tampak samara-samar menyiratkan rasa lega ketika melihat Arya. Hal apa di dunia ini yang sanggup menandingi kelegaan melihat seorang sahabat di saat kritis, ketika tangan tak kuat lagi menggenggam, saat kaki tak lagi sanggup berpijak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Risang merasa hawa panas di tubuhnya semakin mengamuk hebat, dalam sekejap sudah akan melewati ambang batas ketahanannya sebagai manusia. Besar keinginannya untuk mengucap sepatah kata terima kasih sekaligus perpisahan bagi sahabat kentalnya, namun lidah terasa tebal, tenggorokan pun tersekat. Jangankan bicara, sedang bernafas saja rasanya sudah setangah mati. Hanya sinar matanya yang mengurai berjuta kata tak terperi. Sebutir air mata menggenang di ujung mata kanannya. Air mata itu keburu menguap sebelum sempat meleleh. Setelah mengurut beberapa kali, Arya mengernyitkan kening. Apa yang menimpa Risang benar-benar hal yang belum pernah dilihatnya. Bukannya tertotok lumpuh, justru jalan darah di tubuh pemuda itu terbuka semuanya. Darahnya mengalir seperti gelombang samudra yang menggelora. Aliran energi yang begini hebat sungguh tidak pernah ditemuinya. Arya tidak tahu apa yang menimpa sahabatnya ini, tapi apapun itu waktu yang tersisa tak akan lama lagi. Dalam waktu sekejap ini ia harus mengambil keputusan tepat tentang apa yang harus di perbuatnya. Sambil menentramkan semangatnya sendiri, perlahan Arya mengatur tubuh Risang agar kembali duduk bersila di atas ranjang batu. Ia sendiri lalu berdiri di depannya dalam jarak dua kaki. Nafas Arya tertarik panjang. Segenap tulang di tubuhnya berkerotakan keras, pertanda pemuda tengah mengerahkan tenaga dalam tertinggi yang dimilikinya. Bersama dengan bentakan yang menggelegar keras, jari Arya menutuk ke depan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tak salah lagi, inilah sengatan satu titik satu nyawa yang termasyhur. Dalam sekali tutuk ini Arya sudah mengerahkan segenap tenaga, kepandaian, pengalaman, juga eksistensinya. Arah sengatan langsung ke dada sebelah kiri, tepat di jantung. Bagi orang lain sengatan ini mungkin terlihat sebagai serangan maut tak berampun. Sudah bukan rahasia lagi bagi segenap angota dunia persilatan bahwa bila serangan ini dilancarkan akan ada satu nyawa melayang. Satu jurus Sengatan Satu Titik yang tidak ada duanya, satu-satunya dan hanya satu. Mungkinkah karena tidak tega melihat penderitaan sahabatnya, lantas Arya akhirnya berkeputusan untuk mengakhiri hidup Risang" Apakah, lewat pengalaman dan penderitaannya sendiri, Arya tahu bahwa bukan kematian itu sendiri yang menakutkan. Kematian hanya satu kali, justru menunggu ajal lah yang terlebih menakutkan. Puspa Arini sampai menjerit begitu Arya mulai bergerak. Ia mengira dalam sedetik lagi Pemuda yang mulai mekar di pandangan matanya itu sudah akan tinggal jasad, raga tanpa nyawa. Tapi apa yang dilihatnya sedetik kemudian sungguh berbeda dari perkiraannya. Begitu ujung jari Arya menempel di kulit dada Risang, seketika tubuh Arya bergetar, kulit wajahnya berkerut-kerut hebat seakan menahan sakit yang amat sangat. Justru rona muka Risang menampilkan kelegaan luar biasa, persis seorang yang kehausan setengah mati tiba-tiba jatuh ke danau yang jernih segar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hanya sedetik saja jari Arya menutuk lantas tubuhnya meloso jatuh seperti sepotong baju yang terhempas dari gantungan. Begitu jatuh terus rebah di tanah dan tak bergerak lagi, jangankan bangun menggerakkan jari saja kelihatannya amat berat. Sementara warna merah di wajah Risang perlahan-lahan memudar. Otot-otot yang menonjol di sekujur tubuhnya pun pelan-pelan mengendor. Tidak berapa lama sepasang matanya terbuka. Meski keringat masih kelihatan berteretesan dari sekujur tubuhnya, tapi kali ini bukan keringat panas, melainkan keringat segar. Sepasang mata yang melotot seperti gundu pun perlahan meredup, namun tidak memudar. Justru cahayanya bertambah cemerlang, laksana bintang timur yang baru lahir. Sinar mata yang bagai semburat fajar di musim dingin, begitu hangat dan membawa harapan. Seperti sambaran kilat di musim kemarau, bersiap mencurahkan benih kehidupan di semenanjung mayapada. Tapi begitu ia me lihat keadaan Arya, sinar mata yang semula memancarkan semangat yang berkobar-kobar itu seketika berubah penuh kecemasan. "Kenapa kau berbuat begitu?" ujar Risang lirih. Disandarkannya tubuh Arya yang lemas ke ranjang batu. Sepasang bibirnya bergetar ingin melontarkan sejuta kata, namun tak kuasa membuka. Hanya dengan sekali lihat saja ia tahu bahwa Arya telah mengorbankan segenap tenaga murninya untuk meredam hawa racun panas di tubuhnya sendiri. Teredamnya hawa ini bukan saja menyeretnya balik dari pintu akhirat sekaligus juga melipat gandakan tenaga dalamnya sendiri. Namun ini pun harus ditebus dengan hilangnya seantero tenaga murni Arya. Dalam sekejap ini, dari seorang pendekar tanpa tanding yang sanggup merontokkan nyali gembong dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dedengkot persilatan, Arya telah menjadi seorang biasa yang untuk membunuh tikus pun mungkin sudah tak mampu lagi. Hanya sedetik saja perubahan ini terjadi, namun begitu hebat dan drastinya persis seperti terang dan gelap. Mendengar pertanyaan itu Arya hanya tertawa getir, "Aku memang harus berbuat begitu," jawabnya lemah. "Tapi sekarang ...." Betapa terharu dan terima kasih Risang sampai ia sendiri malah merasa amat serakah. Kalau untuk menyembuhkan dirinya seorang sahabat karibnya harus menanggung nasib cacar seumur hidup, betapapun ini bukan kejadian yang bisa dibuat gembira. "Sekarang aku mungkin sudah kehilangan segenap tenagaku," potong Arya,"tapi tenagaku yang tidak seberaba itu bisa menyelamatkan hidupmu, ini pun bukan hal yang terlalu jelek," "Seharusnya kau biarkan aku mati saja," "lalu aku akan tinggal sendirian di dunia, wah jadinya kan kurang gembira," Arya berusaha bangkit berdiri, meski harus bertopang pada ranjang batu, akhirnya ia bisa menegakkan tubuhnya. Cepat Risang menyangga tubuh sahabatnya itu. Meski berusaha kuat menahan hatinya, namun tak urung sepasang matanya berkaca-kaca. Sebagai seorang persilatan ia tahu bahwa kehilangan tenaga dalam berarti harus sepenuhnya mundur dari dunia persilatan. Bukan saja tidak boleh lagi mencari berbagai urusan, namun juga harus berusaha tidak diketahui keberadaannya oleh musuh-musuhnya. Dan siapapun tahu di dunia ini yang ingin membinasakan si sengatan satu titik tidaklah sedikit. Arya tersenyum lemah, sambil menyilangkan kakinya di ranjang batu ia berujar, "Aku akan sedikit mengatur nafas, kau bantulah teman barumu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sejenak kemudian ia sudah memejamkan mata dengan tangan meringkas di atas lutut. Risang menoleh ke arah Puspa Arini, mendapati wajah gadis itu yang sudah bersimbah air mata. Tampak ia menggigit bibir bawahnya kencang, mencoba menahan perasaan yang menggelora di dalam dada. Dari penjelasan Iblis Tinju Neraka Puspa tahu apa yang terjadi, ia pun mungkin akan melakukan hal yang sama seandainya ia punya tenaga cukup. Tapi membayangkan sesuatu dengan melakukannya di dunia nyata adalah dua hal yang berbeda. Setiap orang pasti bercita-cita ingin menjadi orang baik, membantu sesama, memberi kepada yang kekurangan, kalau perlu dengan pengorbanan di pihak sendiri. Namun kenyataan yang berlangsung di dunia justru banyak kebalikannya. Puspa belum pernah bertemu Arya, ia juga tidak tahu siapa dan apa kedudukan pemuda itu di dunia persilatan. Namun apa yang dilakukan pemuda kekurus kurusan itu sejenak lalu sudah menumbuhkan rasa hormat yang teramat dalam di lubuk hatinya. Siapapun pemuda itu pastilah ia seorang yang luar biasa dan lain dari yang lain. "Bagaimana keadaanmu?" Tanya Risang pelan. "Baik," Agak rikuh Risang menundukkan pandangan, "Aku minta maaf telah membawaku ke situasi yang tidak mengenakkan ini," "Tidak," jawab puspa pelan tapi tegas,"akulah yang berkehendak. Seandainya tidak ada kau mungkin aku sendiri akan tetap menerjun ke sumur itu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Risang menghela nafas, "Syukurlah pada akhirnya tidak ada yang terluka, hanya ..." Tak tahan Risang mengerling kea rah Arya. Dilihatnya pemuda itu sudah membuka mata. Sepasang mata yang dulunya tajam menusuk bagai sinar meteor itu kini tampak redup. Namun sekalipun tidak lagi secemerlang semula Risang justru merasakan kedamaian yang samara-samar dari sinarnya. "Kita harus cepat-cepat keluar dari sini," terdengar Arya berkata. "Kukira tidak perlu cepat-cepat. Tidak akan ada yang menggangu kita disini, kau bisa beristirahat cukup." "Bagaimana dengan si iblis tua?" sela Puspa. Setelah terdiam sejenak, baru Risang berujar pelan, "Kalau toh si Sengatan Satu Titik sudah dating, kukira nasib si T ua itu tidak akan mujur lagi." Menyoror sinar kaget di mata Puspa, "Apa Sengatan Satu Sengatan Satu Titik Karya Gedungsongo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Titik datang", wah kan tambah runyam." Arya tersenyum, "Dia memang sudah datang, Cuma yang runyam justru dirinya sendiri." "Kenapa?" "Karena sekarang ia sudah tidak bisa menyengat lagi." "Setidaknya kau masih hidup. Asal masih hidup tentu ada cara kelak mengembalikan tenagamu." Sahut Risang. Puspa memandangai kedua pemuda itu bergantian. Tentu ia paham duduknya perkara. Tapi mimpi pun ia tak menyangka bahwa tuan penolong yang dihormatinya ini adalah salah seorang iblis yang tidak lama berselang di cacinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah mendamaikan tubuh dan pernafasannya, perlahan Arya menjelas, "Justru keadaan semakin genting." "Genting?" Arya mengangguk, "Tadi mendadak aku terpikir sesuatu," Lalu diceritakanya tentang Putri Kemala ke 7 dan kejadian yang berlangsung belasan tahun berselang antara dia dan Iblis Tinju Neraka, juga perkataan Iblis tua itu tentang penghianatan ke dua Istana lainnya. Sambung ke XXVII Senopati Pamungkas I 9 Pendekar Naga Geni 24 Pendekar Empat Serangkai Penyamaran Raden Sanjaya 2