Jurus Tanpa Bentuk 5
Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 5 yang keropaknya mulai usang dimakan waktu. Ada yang bahkan sudah merupakan hasil salinan semenjak abad-abad yang telah silam. Betapa manusia mempertahankan pengetahuan yang sudah didapatnya itu dari zaman ke zaman. Ketika aku menyalin itu, meskipun bagi orangtuaku tujuannya adalah latihan menggoreskan pengutik di atas keping-keping rontal yang telah menjadi lontar, tetapi dengan begitu aku menjadi pembaca yang mau tidak mau menjadi cermat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Orangtuaku yang tinggi budi juga selalu membicarakan isi kitab-kitab itu sebatas wawasan pengetahuanku. Namun meski takpaham dan takmengerti seperti telah kuceritakan tadi, aku akan tetap selalu mendengar perbincangan mereka sendiri, yang selalu teringat ibarat tulisan pada keropak yang setiap saat bisa kubaca kembali. Begitu pula dengan Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar yang sedang kubaca. Aku membaca kembali sembari mencari kemungkinan, bagaimanakah caranya ilmu pedang berpasangan itu akan bisa dibawakan oleh satu orang, bahkan hanya dengan satu pedang. AKU mengingat bagaimana orangtuaku membicarakannya. "Apakah ilmu pedang ini bisa dimainkan tanpa pasangan?" "Tentu sulit, karena dalam pengertian pasangan terkandung serangan serentak dengan empat pedang, ini tidak mungkin dilakukan satu orang. KecualiO" "Kecuali ia bisa memecah diri jadi dua orang." "Artinya mempunyai kemampuan bergerak sangat cepat, sehingga mampu berada di segala tempat dengan seketika." "Tapi tidak mungkin seseorang mempunyai kemampuan macam itu kan?" "Mungkin saja." "Tidak mungkin, karena kecepatan seseorang terbatas dan tidak juga mungkin menggandakan tubuhnya." "Bukan tubuhnya yang harus digandakan, tetapi bayangan tentang dirinya itu yang dapat mengelabui lawan sebagai dua orang yang menyerang bersamaan dengan empat pedang di tangan kiri dan kanan masing-masing." Aku membaca Kitab Ilmu Pedang Naga Kembar sambil tiduran di bawah pohon yang rindang. Di samping pohon itu terdapat sungai kecil tempat kerbau berendam. Kudaku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ merumput di dekatku sembari menggerak-gerakkan ekornya. Aku membaca sambil mengisi perut dengan jambu mete. Di seberang sungai kecil itu terdapat hamparan sawah menguning yang mengundang burung-burung pipit. Anakanak yang menjaga sawah memainkan orang-orangan dengan tali untuk menakuti burung-burung pipit itu. Ke manakah orang-orang dewasanya" Aku masih asyik membaca ketika kusadari sejumlah orang mendatangiku dari kejauhan. Orang-orang desa yang berikat kepala dan bertelanjang dada. Segala macam alat pertanian mereka bawa, seperti siap menggunakannya sebagai senjata. Apakah mereka membawa persoalan" Meskipun ilmu meringankan tubuhku masih berada pada tingkat yang paling dasar, aku masih bisa menghilang dari hadapan mereka dengan mudah, tapi bagaimana dengan kuda, kerbau, dan tumpukan keropak dalam peti kayu di atas gerobak itu" Aku pergi meninggalkan pondok di Celah Kledung yang telah kutempati selama limabelas tahun untuk menyelamatkan kitab-kitab ini dari penjarahan. Aku tidak mungkin meninggalkannya begitu saja. Namun aku memang belum tahu apa yang harus kulakukan. Setidaknya aku bisa melompat berdiri dan menyimpan kembali Kitab Imu Pedang Naga Kembar di dalam kantung kulit yang selalu melekat di tubuhku. Orang-orang desa ini menghentikan langkahnya. Mereka mengitari aku dan kudaku. Seseorang tampak mendekati peti itu dan seperti berniat membukanya. "He! Jangan sentuh peti itu!" Anak muda itu berhenti. Ia hanya beberapa tahun lebih tua dariku tampaknya. Keadaan menjadi tegang. "Buka!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Seseorang berkumis tebal melintang, tetapi sebagian sudah beruban, memberi perintah. Ia tampak berwibawa dan disegani di antara orang-orang ini. Dengan segera tanganku sudah memegang dan aku melesat meloncati ubun-ubun mereka untuk mendarat di depan peti. Ujung pedangku sudah menempel pada dagu pemuda itu. "Selangkah lagi kalian maju, leher anak ini tembus sampai ke belakang" Mereka tertegun. "Jaluk!" Seorang yang lebih berumur lagi menyeruak, rambutnya sudah putih semua, meskipun tubuhnya masih sangat tegap. Kurasa mereka semua orang baik-baik dan anak muda yang kujadikan sandera ini adalah anaknya. "Jangan bergerak!" Aku menggertak dan mendorong pedang itu sedikit. "Bapak!" Anak muda itu takut sekali rupanya. Tak seorangpun melakukan sesuatu. Ini saatku bicara. "Apa yang kalian mau dari aku" Aku tidak mempunyai kesalahan apapun kepada kalian. Aku hanya seorang pengembara yang kebetulan lewat dan menumpang berteduh di bawah pohon ini. Jika itu merupakan kesalahan aku minta maaf dan meminta izin, juga untuk kudaku yang memakan rumput di desa ini dan kerbauku yang mandi di sungai kecil itu. Maafkan aku! Aku akan segera pergi jika dianggap mengganggu, tapi jangan sentuh peti ini, karena aku akan membunuh anak muda ini sebelum kalian mengeroyok dan membunuhku." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Orang-orang desa ini saling berpandangan. Mereka telah melihat bagaimana aku melayang dengan mudah di atas ubun-ubun mereka. Artinya aku juga bisa menghabisi nyawa mereka jika menghendakinya, dan memang hanya itulah yang bisa kulakukan jika terpaksa bentrok dengan mereka, karena ilmu s ilatku masih sangat terbatas. TIDAKLAH terlalu mudah melumpuhkan seseorang tanpa membunuhnya dalam pertempuran keroyokan, seperti yang akan mereka berlakukan kepadaku, kecuali memiliki ilmu silat tingkat tinggi. "Anak! Sabarlah!" Orang tua berambut putih itu mengangkat kedua tangannya, "Biarkan Bapak bicara, dan marilah kita bicara baik-baik!" Aku melihat peluang menghindari bentrokan. Namun aku juga harus tetap hati-harti. "Baik jika begitu! Mundurlah tiga langkah dan mari kita duduk di atas rumput setelah menyarungkan senjata kita masing-masing." Aku bisa menyarungkan pedangku. Namun alat-alat pertanian yang dibawa orang-orang desa itu bukanlah senjata, jadi tidak ada sarungnya, mereka letakkan saja di atas rumput setelah mendengar kata-kataku. Anak muda yang kusandera tadi kuminta tetap duduk di dekatku. "Silakan bicara Bapak, jika sahaya memang belum diizinkan pergi..." "Anak! Begini ceritanya..." (Oo-dwkz-oO) SEMALAM di Desa Balinawan, desa yang kulewati ini, tergeletak sesosok mayat dengan darah berceceran di tegalan Gurubhakti. Mayat itu tergeletak begitu saja, tak jelas siapa meletakkannya, bahkan bukan penduduk Balinawan pula. Barangkali seseorang telah membunuhnya di tempat lain dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ meletakkannya di sana, karena penduduk desa saling mengenal dengan baik dan semua orang jelas berada di balai desa menonton wayang topeng. Karena tegalan Gurubhakti termasuk wilayah desa Balinawan, maka penduduk Balinawan yang akan menanggung denda sesuai peraturan kerajaan saat itu. Kejadian itu bukanlah yang pertama, bahkan cukup sering, sehingga dana bersama penduduk akhirnya habis untuk membayar denda. Mereka menjadi miskin dan menaruh dendam kepada orang-orang yang tidak mereka ketahui s iapa, karena meskipun telah didatangkan tiga orang patih dari istana, tetap saja rah kasawur in dalan dan wipati wankay kabunan terjadi. Tanah mereka kini sebenarnya telah menjadi sima, bebas dari denda, tetapi keamanan yang belum terjamin mengganggu perasaan mereka. Karena mereka hanya merelakan tanahnya jika bisa hidup tenang dan tenteram. Semestinyalah sima adalah suatu anugerah, tetapi dalam kenyataannya penduduk desa bagaikan tidak memiliki tanah mereka dengan bebas, meski ibarat telah membeli keamanan dengan tanah itu. Siapakah yang mengacaukannya" "Anak! Bapak melihat Anak memiliki kelebihan. Mohon sudilah tinggal sejenak di Balinawan ini untuk membantu pemulihan keamanan desa kami. Mohon! Sudilah!" Aku tertegun dan bukan tidak menyadari perilaku orang desa yang naif itu. Aku percaya ia meminta dengan tulus, tetapi apakah orang tua itu tidak meminta kepada orang yang salah" Aku baru berumur 15 tahun! Tidak sepantasnya diberi tanggung jawab memelihara keamanan desa seperti ini. Apalagi dari suatu keadaan yang membutuhkan perhatian seksama dan sangat berbeda dari sekadar masalah kekerasan dalam dunia persilatan. Adapun dunia persilatan saja belum kugeluti sepenuhnya. Apalah yang bisa dilakukan seseorang yang berumur 15 tahun di Yawabumi abad VIII meski bisa menulis dan membaca" Sampai sekarang pun aku tidak terlalu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yakin para raja dalam sejarah Yawabumi bisa membaca. Para kawi selalu merendahkan diri mereka dalam manggala karyakaryanya bahwa seluruh kepandaiannya diabdikan kepada sang raja yang kedudukannya seperti dewa. Namun kurasa mereka tahu benar, betapa mereka menggenggam dunia sebagai pemilik sabda yang telah disucikan oleh segala mantra. "Bapak! Sahaya hanyalah seorang anak ingusan, pengembara miskin tanpa kekayaan, yatim piatu yang merana tanpa bekal kemampuan! Sahaya seorang bodoh tanpa pengalaman!" "Anak! Mohon bantulah kami Anak! Kepadamulah kupasrahkan segala nasib desa ini!" AKU tertegun. Orang tua itu bersujud dan menyembahnyembah sampai wajahnya terbenam di tanah. Apakah yang bisa kulakukan sebenarnya dalam membela sebuah desa dari tangan-tangan ulah sahasa" "Bapak! Sahaya hanya seorang bocah ingusan! Ampunilah sahaya!" "Anak! Nasib kami di tangan Anak! Ampunilah kami!" Ini pasti karena aku telah melompat jungkir balik dengan ringan di atas ubun-ubun mereka. Kuduga mereka belum pernah melihat seorang pendekar yang sebenarnya, barangkali juga tidak menyadari kalau dunia persilatan itu ada. Perbendaharaan wacana penduduk desa adalah kisah-kisah kepahlawanan penuh percintaan yang dibacakan dari keropak. Dalam kisah-kisah itu para pahlawan memiliki kesaktian yang ajaib, karena para pahlawan adalah para ksatria penjelmaan dewa. Apabila kemudian mereka dalam dunia nyata lantas menyaksikan peristiwa di luar dugaan seperti yang telah kuperagakan, tidakkah terdapat bahaya betapa mereka telah menganggapku sebagai penjelmaan dewa" Alangkah berbahaya! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun aku tidak melihat suatu jalan untuk melepaskan diri dari keadaan ini. Setidaknya hidupku kini mempunyai suatu tujuan, meski hanya untuk sementara, yakni mengembalikan keamanan Desa Balinawan. Dalam usia 15 tahun, gairahku untuk membasmi kejahatan terasa meluap-luap dan menggebu sekali. Meski aku tahu untuk itu aku harus mulai lebih bersungguh-sungguh mempelajari ilmu persilatan. Aku menoleh ke arah kerbauku yang sedang mandi, dan kudaku yang makan rumput, lantas kepada peti kayu di atas pedati. Memikirkan isinya, aku seperti tiba-tiba mendapatkan cara untuk memanfaatkannya bagi kepentingan banyak orang. Kini, dalam usia 100 tahun ketika mengingat kembali pemikiranku waktu itu, aku tersenyum sendiri menyadari betapa naifnya diriku saat itu. Episode 25: [Naga Berlari di Atas Langit] Desa Balinawan terletak jauh dari kadatwan atau pusat pemerintahan, tempat bermukimnya aji atau sang pemimpin. Dalam kedudukannya yang jauh dari pusat pemerintahan, penduduk desa menyelenggarakan tata kemasyarakatan mereka sendiri, sehingga terdapat kelompok pem impin satuan pemukiman yang disebut rama. Mereka didampingi oleh para juru yang bertanggung jawab atas jenis pekerjaan tertentu. Tatanan seperti ini, meskipun akan selalu berubah mengikuti pertambahan lapis-lapis jabatan di atasnya sampai pemimpin tertinggi, tetap akan dimiliki oleh sebuah desa secara mandiri. Tidak tergantung kepemimpinan pusat pemerintahan. BAHKAN antara desa satu dengan desa yang lain, yang letak wilayahnya berdekatan, sangat mungkin membentuk kesatuan wilayah adat tersendiri, juga dengan semacam ibu Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kota sendiri. Balinawan adalah tempat seperti itu, disebut wisaya, dan karena itu agak lebih ramai daripada desa-desa di sekitarnya, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ meski yang disebut ramai untuk sebuah desa tidaklah sebanding dengan keramaian pusat pemerintahan tempat seorang raja bermukim. Desa itu memunggungi sebuah tebing dengan dinding batu yang curam. Di hadapannya tergelar sawah menguning, sedang di balik tebing itu terdapatlah suatu pertapaan. Di balik sawah terdapat sungai yang telah dimanfaatkan airnya untuk mengaliri sawah-sawah tersebut. Pertapaan itu mendapatkan bahan makanan seperti beras dari penduduk desa, tetapi para rahib juga memiliki ladang sendiri di dekat pertapaan itu, tempat mereka dapat menanam ubi jalar dan pohon buahbuahan seperti jambu durian poh manggis kacapi limo limus kapundung langseb duwet. Di sekitar pertapaan juga terdapat pohon asana yang bunganya kuning dan kalau gugur menyerupai hujan emas. Warnanya yang indah serta harumnya yang semerbak sangat menarik kawanan lebah, dan karena pohon asana menjulang di atas pohon-pohon lainnya, pada akhir musim kering bila di kejauhan guntur telah terdengar, maka pohon ini paling dahulu menyiapkan bunganya yang sedang mekar untuk menerima tetes-tetes air hujan yang merintik-rintik. Dan bila bunganya sudah layu dan gugur dan dihanyutkan oleh sungai, maka lebah-lebah pun menangisinya seolah-olah seorang tercinta meninggal. Tentu bukan hanya pohon asana menjadi penguasa keindahan dengan hujan emasnya, karena juga tersebar, baik yang liar maupun sengaja ditanam di sekitar pertapaan, pohon-pohon andul, wungu, asoka, dan campaka. Disebutkan betapa pohon andul akan mundur dengan penuh rasa malu ketika melihat gusi seorang perempuan, karena meski bunga pohon ini berwarna merah, tidaklah semerah gusi perempuan yang cantik jelita. Pohon wungu yang bunganya berumpunrumpun juga merah warnanya, menjulang dan meruncing ke pucuk, menyerupai sebuah candi atau meru. Bunga asoka TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang juga merah tangkainya lemah lembut bagaikan pinggang seorang perempuan yang langsing. DUNIA desa adalah juga dunia bambu. Berbagai jenis bambu seperti pring, petung dan wuluh dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Batangnya dipakai membuat saluran air yang melintasi jurang-jurang, sedangkan ruas-ruas jenis bambu yang besar untuk membawa air atau menanak nasi. Pemandangan desa penuh dengan daun calumpring yang menutup ruas-ruas bermata ketika pohon bambu masih muda, yang lepas bertebaran ketika bambu tumbuh dewasa. Bambu wuluh memperdengarkan suara menciut bila diayun-ayunkan angin yang mirip rintihan dan keluhan, seperti keluh kesah perempuan yang kehilangan pakaiannya. Bila angin bertiup melalui lobang-lobang batang pring bungbang, orkes hutan bagaikan dilengkapi sejumlah seruling. Pohon-pohon camara yang terus menerus digoyangkan bagaikan suara keluh kesah, ratap tangis, yang kadang berubah jadi sorak sorai. Bambu, cemara, dan macam-macam pohon kelapa, mulai dari nyu danta atau kelapa gading sampai lirang dan pucang memang tidak akan memikat warnawarnanya, tetapi kekurangan ini diimbangi tetumbuhan yang menjalari batangnya, seperti katirah yang merah dan gadung atau jangga yang kuning; bunganya bergantungan menghiasi punjung-punjung tempat dua orang kekasih diam-diam saling berjumpa, sekaligus menyediakan bunga-bunga yang mereka pakai untuk saling mempercantik. Bunga menur lentik mungil seperti juga melati, membuatnya bagaikan bangau-bangau terbang di awan gelap bila terletak di sanggul seorang perempuan yang seperti gulungan tunas-tunas muda pohon pakis. Daun-daun mimba seperti alis perempuan yang dikerutkan dan bunga pisang yang jatuh ke tanah sepintas lalu bagaikan pecahan kuku tangan. Hmm. Tiada kukira betapa di desa yang semerbak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan harum bunga seperti ini aku bertugas melindunginya dari usaha penumpahan darah. Semula kurasakan hal itu sebagai tugas yang tidak semestinya, karena bukanlah tugas seorang anak 15 tahun untuk melindungi penduduk sebuah desa dari ancaman para pembunuh yang selalu tersembunyi di balik ma lam. Namun ketika kucoba mencari alasan kenapa aku harus bersedia menerimanya, tentu bukanlah lompatan jungkir balik di atas ubun-ubun itu yang bisa kuandalkan, melainkan teringat kata orangtuaku, pasangan pendekar itu, sekadar bahwa orang yang punya kelebihan harus mengabdikan kelebihannya itu kepada mereka yang membutuhkannya. "Apalah yang kami harus lakukan, Anak"," ujar orang tua itu. "Kita akan bergiliran meronda desa ini," kataku, "setiap malam harus ada setidaknya satu regu peronda." "Apakah para peronda ini tidak akan dibunuh, Anak?" AKU menghela napas. Kematian tentu saja adalah sebuah kemungkinan. Jika desa terancam bahaya, tidakkah setiap orang mesti rela memberikan dirinya" Namun tentang hal ini, bukankah aku seharusnya tidak lebih tahu dari mereka" Aku dibesarkan oleh pasangan pendekar yang menyendiri, jauh dari kehidupan ramai, tidak pernah mengalami masalah seperti banyak orang yang hidup bersama-sama seperti di desa. Aku terbiasa hidup dengan bebas, bahkan agak liar dalam pemikiran, karena tidak terikat oleh kuasa peradaban dan adat istiadat yang berlaku pada masa itu. Memang benar bahwa latihan ilmu silat sangat tertib dan sangat teratur, sementara perbincangan pasangan pendekar yang mengasuhku tentang berbagai pemikiran yang berkembang di dunia ini, hanya bisa kupahami jika aku menguasai berbagai istilah kunci dari kitab-kitab di dalam peti kayu. Membaca kitab-kitab dalam peti kayu juga tidak mudah, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ karena pemikiran yang diuraikannya terkadang cukup rumit bahkan terkadang seperti menolak dimengerti. Belajar membaca bagiku bukan hanya mengenal huruf dan bagaimana bunyinya, melainkan melalui istilah-istilah kunci berusaha membuka jendela dunia dan mendapatkan pengetahuan. Namun tiada kata-kata akan menjelma pengetahuan tanpa pendalaman, dan pendalaman adalah usaha keras yang menuntut ketekunan. Dalam usia 15 tahun, tentu belum terlalu banyak yang kubaca, tetapi telah tertanam dalam diriku suatu kebiasaan untuk selalu mendalami segala sesuatu sampai ke akar-akarnya, dan sebegitu jauh kualami betapa tuntutan untuk menggauli peradaban hanya akan mengganggu ketekunanku saja. Penolakanku terhadap peradaban itulah yang berpeluang membuatku liar, bukan dalam perilaku, melainkan dalam pemikiran. Diriku dibesarkan dan dibentuk oleh sepasang pendekar yang mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat. Tiada cara hidup lain yang kukenal sebagai bekal hidupku. Di desa ini, kali ini, aku harus merelakan diriku untuk menghayati peradaban, jika ingin mendorong mereka untuk berdaya menghadapi gangguan dari luar. Lagipula aku membutuhkan mereka agar menyelamatkan segala kitab di dalam peti. Aku tidak mungkin membawanya ke mana-mana seumur hidupku. Padahal, diam-diam telah kubulatkan keputusanku untuk menjadi seorang pengembara. Aku telah bermukim selama limabelas tahun bersama Naga Kembar dari Celah Kledung karena kecintaanku terhadap pasangan pendekar itu. Dengan kepergian mereka untuk selamalamanya, tiada lagi yang mengikatku untuk tetap tinggal di suatu tempat sampai aku mati... (Oo-dwkz-oO) AKU meronda setiap malam sendirian mengelilingi Desa Balinawan. Para pemuda desa yang telah kulatih ilmu beladiri TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ seadanya, kutempatkan secara berkelompok di berbagai gardu jaga. Kami juga telah berlatih untuk menghadapi serangan banyak orang sebagai suatu kelompok. Kusadari tingkat ilmu silat mereka masing-masing yang tidak seberapa, maka suatu pertahanan sebagai kelompok akan menutupi kelemahan mereka masing-masing. Namun berkeliling dari gardu yang satu menuju gardu yang lain kulakukan sendirian, karena dengan begitu aku bisa bergerak lebih bebas di balik kelam. Meski begitu, antara gardu satu dengan gardu yang lain selalu dilakukan saling tukar penjaga, sehingga tidak sejengkal tanah pun tidak terawasi sepanjang perbatasan desa itu. Kuperkirakan bahwa siapapun yang berusaha meletakkan sembarang mayat di desa itu akan dipergoki oleh para peronda desa ini. Itulah yang memang kemudian terjadi pada suatu malam yang gelap sekali. Para peronda memergoki sebuah sosok sedang berjalan mengendap-endap sambil membawa beban di antara pepohonan. "He! Berhenti! Siapa kamu"!" Sosok itu tidak berhenti, bahkan berlari menghilang sembari membuang bebannya. "HOOOI! Penyusup! Tangkap! Tangkap!" Kentong titir segera dibunyikan dan para peronda segera berdatangan mengepung, sementara penduduk pun semuanya terbangun. Beban yang dibuangnya ditemukan. Ternyata memang sesosok mayat. Orangnya menghilang. Akulah yang mengejarnya. Aku berdebar. Bila aku bentrok dengannya, ini akan menjadi pertarunganku yang pertama. Aku merasa percaya diri. Meskipun ilmuku belum terlalu tinggi. Aku diasuh pasangan pendekar. Mereka tak akan meninggalkan aku tanpa bekal hidup yang memadai dalam ukuran mereka. Bila bekal TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ hidup yang dimaksud adalah ilmu silat, maka tentulah ilmu silat yang lebih dari cukup untuk sekadar membela diri. Aku melesat ke arah sosok yang berkelebat ke utara. Ia tampak menguasai ilmu meringankan tubuh. Aku juga menggunakan ilmu meringankan tubuh. Namun ilmu meringankan tubuh itu banyak percabangannya, mulai dari yang hanya untuk meloncat naik ke atap, yang untuk melompat dari atap ke atap, sampai yang hanya untuk berlari saja-sedangkan ilmu berlari itu juga banyak jenisnya, mulai dari Ilmu Berlari di Atas Rumput, Ilmu Berlari di Atas Air, sampai Ilmu Berlari di Atas Laut. Orang itu berlari seperti terbang. Tampaknya ia menggunakan Ilmu Berlari di Atas Awan. Maka aku menggunakan Jurus Naga Berlari di Atas Langit. Keduanya seimbang dalam kecepatan, tetapi Jurus Naga Berlari di Atas Langit adalah bagian saja dari Ilmu Pedang Naga Kembar, dan karena itu kedua tangan tetap bebas memainkan pedang, bahkan senjata apapun yang mungkin tercapai tangan. Namun meski hanya menggunakan Ilmu Berlari di Atas Awan, seseorang bisa saja tetap melatih dirinya untuk berlari sambil tangannya mempergunakan senjata, yang ternyata dikuasai oleh orang yang kukejar itu. Ia memang berlari cepat sekali. Sebetulnya aku pun tidak betul-betul melihatnya dalam kepekatan malam yang kali ini bagaikan tidak memperlihatkan sesuatupun dalam kegelapan. Aku hanya mendengar teriakan para penjaga, lantas mengikuti suara-suara yang berlanjut setelahnya. Kupisahkan suara bergedebukan orang-orang desa yang berlari dari suara-suara lebih lembut semak dan ranting yang terlanggar dalam pelarian sosok hitam itu. Jelas sosoknya hitam karena memang tidak terlihat sama sekali, maka lebih baik mengandalkan pendengaran. "Telinga adalah mata dalam kegelapan," kata ayahku, "bahkan mata dapat menipu kita dalam cahaya terang, karena cahaya bukan bagian dari sesuatu yang diteranginya." Maka bagian dari ilmu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ silat yang kupelajari adalah bertarung dalam kegelapan. "Jangan hanya mengandalkan mata dalam pencerapan," katanya pula, "karena terlalu banyak jurus diciptakan untuk menipu pandangan mata itu." Maka memang kudengar gesekan bajunya yang mengenai ranting-ranting. Kukejar ke arah suara-suara itu dan ia pun lari lebih cepat lagi. Demikianlah kami berkejaran pada tengah ma lam. Kenapa ia berlari ke arah utara" Tidakkah diketahuinya di sana terdapat dinding batu curam menjulang yang mungkin saja menghentikan laju kecepatan pelariannya" Bahkan di sana terdapat rumah-rumah para penduduk Desa Balinawan juga. Namun tentu saja ia memiliki ilmu meringankan tubuh dan akal yang sangat berguna. Bukankah semua orang keluar karena kentongan dan tentu mengerumuni mayat yang darahnya tersiram di jalanan itu" Para peronda memburu ke selatan, karena memang tiada jalan lari lain selain menyeberang sungai, untuk menyelam muncul di seberangnya. Ia berlari ke utara dan tiada yang mengejarnya selain diriku seorang. Ia tentu yakin akan mampu mengatasiku dengan ilmu yang dimilikinya. Aku berlari memburu suara-suara kakinya yang bergerak bagaikan bayangan dengan Ilmu Berlari di Atas Awan. Memang seperti terbang bagaikan nyaris tiada menyentuh tanah, meski tetap saja menyentuh tanah, tetapi dengan sangat cepatnya, tak akan terlihat mata bahkan juga takterdengar telinga orang biasa. Telah kukatakan tadi aku hanya mengandalkan pendengaran atas semak dan ranting yang tersentuh olehnya. Jika ia mampu melayang ke Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo atas dinding dan berlari di atas dataran tinggi itu, aku tidak akan mempunyai jejak pendengaran yang bisa kuikuti pada malam yang buta. Kupercepat lariku, bagaikan aku yang diburu oleh sesuatu, dan kurasa memang makin dekat diriku dengan sosok kehitaman yang berlari itu. Kudengar makin jelas telapak alas TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kakinya yang menyentuh pucuk-pucuk rumput, bahkan dengus nafasnya yang tampak mulai kelelahan. Lantas kudengar desingan-desingan senjata rahasia... SECEPAT kilat kucabut pedang dari sarungnya di punggungku. Kuputar bagaikan baling-baling di hadapanku dan terdengarlah suara-suara benturan yang ternyata tiada habisnya. Berapa banyakkah senjata rahasia yang dibawanya" Ia melempar terus menerus bagaikan tinggal meraup senjatasenjata rahasia itu dari udara, sambil terus berlari ke arah utara. Kuputar terus pedangku tanpa celah sedikit pun sehingga tiada satu pun dari ratusan jarum beracun yang meluncur itu mengenaiku. Pasangan pendekar yang mengasuhku telah melatihku dengan keras untuk menghadapi serangan-serangan tersembunyi, karena serangan semacam inilah yang biasanya mengakhiri riwayat para pendekar, jika menghadapi lawanlawan dari golongan hitam. Bahkan sebenarnya setiap pendekar golongan putih dan golongan merdeka juga melatih diri menghadapi serangan gelap yang mana pun, tetapi mereka yang mempelajari dan mengandalkan cara hidup dalam dunia persilatan yang semacam ini memang terus berusaha meningkatkan kemampuannya. Di atas langit ada langit. Pepatah ini juga berlaku bagi golongan hitam. Setiap kali suatu racun ditemukan penawarnya, setiap kali ditemukan juga jenis racun pembunuh yang baru. Tidak seorang pun akan tahu sekarang apakah setiap racun itu pasti ada obatnya. Ketika serangan jarum-jarum beracunnya berhenti, kami telah sampai di padang terbuka yang membatasi tegalan dengan pemukiman. Kini aku bisa melihatnya. Ia berlari cepat, begitu cepat bagaikan terbang di atas tanah, sebelum akhirnya berkelebat ke atas atap, dan melayang dengan indah dari atap yang satu ke atap yang lainnya, menuju dinding batu yang menjulang di utara. Aku terus memburunya, karena setelah pemukiman ini hanya terdapat dinding batu, dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kubayangkan akan bisa memojokkannya di situ. Kami berloncatan saling berkejaran dari atap ke atap. Ia melenting dari atap ke atap itu hanya dengan sekali jejak. Ringan seperti lompatan bangau, berkelebat cepat seperti kelelawar. Ia melihatku makin dekat dan melemparkan sebuah pisau terbang. Aku menangkap pisau terbang itu, dan menyelipkannya pada ikat pinggangku. Ia langsung menuju dinding batu. Apakah yang akan dilakukannya" Ternyata ia meluncur dari sebuah atap dengan kedua kaki di depan seperti bermaksud menjejak dinding itu. Begitu kakinya menjejak dinding dirinya berbalik meluncur dengan cepat sekali menuju ke arahku! Sembari meluncur dilemparkannya beberapa pisau terbang ke arah berbagai tempat mematikan pada tubuhku. Sementara itu aku sedang melesat dengan cepat ke depan memburunya, bagaikan menyambut pisau-pisau terbang yang mendesis dan membelah udara dengan kecepatan luar biasa. Sungguh aku tidak siap menepisnya! (Oo-dwkz-oO) Episode 26: [Pertarunganku yang Pertama] ENAM pisau terbang melaju ke enam titik mematikan pada tubuhku yang sedang begitu cepatnya melesat ke depan. Enam pisau terbang ini bisa kutangkis atau kutangkap, tetapi tidak bisa kuhindarkan karena aku tak akan sempat mengubah arah meluncurnya diriku sendiri. Itu berarti apapun yang kulakukan maka pukulannya akan tetap mengenaiku, dengan tenaga hasil jejakan kakinya pada dinding batu menjulang yang kokoh kuat itu. Maka berlangsunglah kejadian yang sangat cepat dan begitu cepat sehingga tidak bisa diikuti oleh mata. Kuusahakan tangkisan yang mengembalikan pisau-pisau itu ke TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ arahnya, tetapi terpaksa kuterima pukulannya pada tubuhku sampai pedangku terlepas. "Uuughhh!" Suara ini keluar dari mulut kam i berdua. Kami bertumbukan di udara. Aku berusaha meminjam tenaga pukulannnya di dadaku untuk melenting dan berputar tiga kali ke atas, tetapi karena ilmuku masih berada pada tingkat dasar, pukulannya membuatku sesak nafas. Sementara itu enam pisau yang sebisa mungkin kutangkis balik, ternyata hanya satu yang mengenainya, itu pun bukan di tempat yang mematikan. Akibat tumbukan itu ia jatuh berguling-guling di tanah dengan pisau tertancap di bahunya. Ia segera meloncat berdiri dan menyerangku yang sedang melayang turun. Kami bertukar pukulan dengan sangat cepat ketika bertemu di udara. Tiga pukulanku mengenai dadanya dan tiga pukulannya mengenaiku pula. Namun ketika mendarat di tanah ia jatuh terguling sekali lagi sementara aku masih tetap berdiri. Ilmu silat kami rupanya sama-sama masih rendah, karena dalam pertarungan silat tingkat tinggi, jangankan sebuah pukulan, bahkan sentuhan jari pun sudah cukup untuk memuntahkan darah. (Oo-dwkz-oO) IA cepat berdiri. Bahkan mencabut pisau yang tertancap pada bahunya. Dalam keremangan malam kulihat wajahnya yang sengaja disamarkan dengan lumpur. Aku tidak dapat melakukan dugaan apa pun dengan samaran seperti itu, hanya matanya yang serasa menyelidik dengan tajam. Mungkin karena tidak menduga ada seseorang di Balinawan yang dapat mengimbanginya. Diakah yang selama ini menaruh mayat-mayat bergelimpangan di Balinawan" Napasnya terengah, begitu pula aku. Kulihat pedangku tergeletak di tanah. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Bocah ingusan...," desisnya. Aku tidak menjawab, karena memang tidak tahu harus menjawab apa. Ia mencabut pisau yang menancap di bahunya itu pelanpelan sambil menyeringai. Namun tiba-tiba dilemparkannya padaku. Untunglah aku sudah sangat sering dilatih oleh pasangan pendekar yang mengasuhku untuk mengatasi berbagai serangan gelap. "Dunia persilatan adalah dunia para pendekar yang penuh dengan gagasan tentang keberanian dan kejujuran, tetapi banyak orang mempelajari ilmu silat hanya untuk mengabdi kemenangan melalui kelicikan. Itulah yang akan lebih sering kau hadapi jika dikau hidup dalam dunia persilatan, anakku..," ujar ibuku, seperti tahu bahwa dunia persilatan jualah yang akan menjadi duniaku. Maka menghadapi serangan macam itu aku cukup memiringkan tubuh dan menjatuhkan diri untuk meraih pedangku, karena kutahu ia akan melanjutkannya dengan serangan bertubi-tubi. Meskipun dugaanku ternyata salah karena ia lantas melesat cepat ke arah dinding batu yang penuh tetumbuhan rambat yang menjalar ke sana kemari. Ia telah kembali mengerahkan Ilmu Berlari di Atas Awan yang membuatnya melesat dengan cepat ke arah dinding batu yang curam dan penuh tonjolan serta cuatan batang-batang pohon yang tumbuh di sela-sela batu. Aku mengejarnya dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit. Dengan cepat aku telah berada di belakangnya dan hanya sesak napas karena pukulannya di dadaku tadi yang menghalangiku berlari lebih cepat lagi. Aku tinggal mengayunkan pedang dan membelah punggungnya ketika tiba-tiba ia melenting ke atas, dan mulai meloncat dengan pijakan seadanya terus menerus semakin ke atas. Aku segera menyusulnya dengan mencari pijakan lain untuk mencegatnya. Ia mencabut pedangnya dan menyerangku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Bocah ingusan, mengapa dikau sudi diperalat orang-orang desa bodoh ini" Dikau berilmu tinggi, tetapi dikau telah diperalat mereka demi kepentingannya. Dikau telah membuang tenaga sia-sia!" "Mengapa kamu buang mayat-mayat di Desa Balinawan" Mengapa tidak kamu buang di desamu sendiri?" "Dasar bocah ingusan, kamu tidak tahu apa-apa tentang permainan kekuasaan." Begitulah kami bertarung seperti dua burung elang yang saling menyambar di udara. Setiap kali kedua pedang kami beradu terlihatlah lentik api dan bunyi dentang yang dipantulkan dinding sampai ke tepi kali. Kami bertarung sembari me lenting ke sana kemari dengan hanya menjejak tonjolan batu, cuatan batang pohon, dan bila terjatuh karena sepak segera berpegangan pada akar-akar pohon merambat yang ada di mana-mana. Demikianlah kami bertarung dengan mengandalkan tenaga dalam demi keringanan tubuh, tetapi masih bercampur tenaga kasar ketika saling mengayunkan pedang, yang membuat kami segera bermandi keringat di udara pagi yang dingin. Kami bertarung sambar menyambar makin lama makin ke atas. Kulihat di bawah orang-orang desa membawa obor mencoba melihat kami, tetapi tentunya hanya suara pedang berdentang-dentang yang terdengar beradu dan mengeluarkan lentik api, yang makin lama makin tinggi. Di ufuk timur warna langit mulai berubah. "Mereka mendekati pertapaan!" ujar mereka, dan mulai mencari jalan ke atas dengan panik. Jika mayat sembarang orang yang tergeletak begitu saja di desa mereka telah membuat mereka didenda, maka apalah lagi yang akan menimpa mereka jika terjadi sesuatu dengan para pertapa itu, yang keselamatannya akan dianggap merupakan tanggungjawab Desa Balinawan" Namun mendaki TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ jalan terjal dan memutar seperti itu, kapan pula mereka akan sampai kemari" Adapun aku sembari bertarung dalam ketinggian ini saja bisa menyaksikan laut di balik bukit nun di kejauhan sana. MATAHARI memang sudah muncul. Dataran di atas tebing sudah terlihat tepiannya. Para biarawan, para pertapa itu, tentu sudah bangun dan menjalankan upacara keagamaan mereka. Kami masih bertarung, melenting dari dahan ke dahan dan saling menyerang bagai tanpa kesudahan. Sepintas lalu kuperhatikan, ilmu pedangnya kukira adalah Ilmu Pedang Naga Hitam yang termasyhur, tetapi dalam tingkat yang masih awal sekali, dan tidak didukung oleh tenaga dalam yang memadai, sehingga menjadi tidak terlalu berbahaya bagi mereka yang tingkat ilmu silatnya masih sederhana seperti aku. "Menyerahlah," kataku, "nyawamu akan selamat jika dikau menyerah!" Ia tertawa mendengar usahaku menggertak. "Aku tidak begitu bodoh untuk menyerah, diadili, dan menerima hukuman mati," katanya, "sebaiknya kita berdamai dan kau lepaskan aku." "Kenapa aku harus melepaskan kamu, jika jelas dikau meninggalkan mayat orang-orang yang dikau bunuh entah di mana di desa kami?" "Eh, bocah ingusan! Tidak tahukah kamu bahwa mayatmayat itu adalah mayat para penjahat yang selalu membegal di jalan keluar dari Desa Balinawan ini" Aku sebenarnya telah membantu keamanan desa ini!" "Bagaimana itu kamu sebut membantu, jika karena mayatmayat itu maka tanah desa ini justru menjadi s ima, dan secara halus menjadi milik negara, yang hanya berarti milik raja?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kami nyaris mencapai dataran di atas tebing, ketika para penghuni pertapaan bermunculan dan menengok ke bawah karena mendengar dentang pedang kami yang beradu. Mereka tentu juga telah mendengar percakapan kami. "Dengar bocah ingusan! Begal-begal itu adalah begundal para raja kecil yang ditundukkan Rakai Panamkaran! Mereka dibiarkan mengganggu desa ini supaya orang-orang desa tetap tergantung kepada perlindungan istana!" "Tapi setelah tanah mereka dijadikan sima, kenapa keamanan tidak kunjung tiba?" "Karena begal-begal itu rupanya kuat juga! Aku diperintahkan raja untuk membasminya!" "Kalau begitu, kenapa mayat-mayat harus dibuang begitu rupa?" "Dasar ingusan! Tentu supaya orang desa tergantung kepada perlindungan istana selama-lamanya!" "Aku tidak percaya! Kukira dikau ada di pihak begal, karena yang mati selalu penduduk desa tetangga, sampai kedua desa nyaris tawuran karenanya. Lain kali dikau akan membunuh penduduk desa ini dan meletakkannya di desa tetangga, dikau seorang pengadu domba. Lebih buruk dari begal, meski dirimu bukan begal. Siapa dikau" Katakan sebelum kubuka kedokmu!" "Hahahahahaha!" Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Saat itu ia sudah berada di atas dan dalam waktu yang bersamaan aku juga sudah berada di hadapannya. Aku segera menggulungnya dengan Ilmu Pedang Naga Kembar yang telah kukuasai dengan seadanya. Bertarung di tanah datar jauh lebih memungkinkan bagiku yang ilmu silatnya belum terlalu tinggi untuk mengembangkan kemampuan, selain aku lebih percaya diri mengingat ilmu silat lawanku yang juga belum terlalu tinggi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ia tidak tinggal diam dan mengeluarkan Ilmu Pedang Naga Hitam. Demikianlah kami terus bertarung ketika matahari merambat naik dan para biarawan dengan jubah mereka yang serba kuning mengelilingi dan menonton kami. Karena ilmu silat kami belum terlalu tinggi, mata mereka masih mampu mengikuti setiap gerakan kami, dan tampaknya menjadi selingan yang mengasyikkan dalam kehidupan mereka yang sunyi. Ilmu Pedang Naga Hitam diciptakan oleh Pendekar Naga Hitam, seorang penguasa wilayah persilatan Kubu Utara yang sangat dihormati, tetapi yang kemudian diketahui melakukan persekutuan dengan berbagai kelompok yang berkepentingan dengan kekuasaan. Ayahku pernah bercerita tentang Pendekar Naga Hitam, yang semula merupakan seorang pendekar golongan merdeka, yang memang menjadi termasyhur oleh penemuan Ilmu Pedang Naga Hitam. Dengan ilmu pedang itulah lambat laun ia menguasai Kubu Utara. Menurut ayahku, dunia persilatan Yawabumi masa itu terbagi dalam lima wilayah kekuasaan. (Oo-dwkz-oO) JIKA Naga Hitam menguasai Kubu Utara, maka Naga Kuning menguasai Kubu Barat, Naga Putih menguasai Kubu Timur, Naga Merah menguasai Kubu Selatan, dan Kubu Tengah menjadi arena perebutan segala macam pendekar yang akan mendapat julukan, atau menamakan diri mereka sendiri, dengan sebutan naga atas berbagai macam warna.1) Naga adalah lambang kemegahan dan kekuasaan, tetapi lebih dari itu naga adalah lambang kewibawaan. Maka gelar dengan nama naga biasanya diberikan oleh kalangan persilatan sebagai pengakuan dan pengukuhan atas wibawa yang didapat oleh keunggulan ilmu silatnya; atau jika seseorang menamakan dirinya sendiri dengan naga maka ia harus merebut dan meminta pengakuan sampai dunia persilatan mengakuinya. Dengan cara itulah Naga Hitam TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mendapatkan gelarnya, pertanda ia bukanlah seorang pendekar yang rendah hati, meski tetap diakui tidak terkalahkan di wilayah Kubu Utara. Perimbangan kekuasaan yang tidak resmi ini akan diperhatikan oleh para penguasa yang resmi, yang akan memanfaatkan perimbangan tersebut demi kepentingan mereka sendiri. Naga Hitam adalah pihak yang tergoda dan terbujuk untuk berpihak kepada mereka yang ingin menggulingkan kekuasaan, dan masih selalu mempertahankan cita-citanya meski penguasa yang semula dimusuhinya telah berganti. Dulu ia memusuhi Sanjaya, dan rupanya masih menyimpan impiannya setelah Rakai Panamkaran berkuasa. Sementara itu, perimbangan kekuasaan dalam perebutan gelar naga di dunia persilatan juga berkembang, karena muncul pula empat naga baru di wilayah baru pula yang merebut wibawa wilayah-wilayah lama. Mereka adalah Naga Hijau yang menyatakan diri menguasai Kubu Barat Laut, Naga Biru sebagai penguasa yang mendapat pengakuan di Kubu Timur Laut, Naga Jingga yang dalam kenyataannya dipujapuja Kubu Barat Daya, dan Naga Dadu, lelaki pendekar yang sangat termasyhur kecantikannya, diakui dunia persilatan Kubu T enggara. Waktu aku mendengar semua cerita ini tentu aku tidak mengira suatu ketika akan bentrok dengan seseorang yang memainkan Ilmu Pedang Naga Hitam. Tentu saja ilmu pedang itu sangat hebat, tetapi Ilmu Pedang Naga Kembar diciptakan untuk menghadapi ilmu pedang semua kubu, yang telah dilatihkan kepadaku agar bisa memainkannya seperti terdapatnya dua pendekar berpasangan, dengan jumlah keseluruhan sebagai permainan empat pedang. Dalam usia 15 tahun, kuakui ilmu silatku masih sangat dangkal, tetapi ternyata dengan baru mengenal saja, dan belum menguasai sepenuhnya Ilmu Pedang Naga Kembar, aku mampu menahan kedahsyatan Ilmu Pedang Naga Hitam. Bahkan sedikit demi sedikit aku mulai menekan dan mendesaknya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ciri Ilmu Pedang Naga Hitam adalah gerak tipunya yang menyesatkan. Ibarat kita merasa terancam oleh mulut naga yang menganga dan memusatkan perhatian kepada kepala naga itu, ternyata adalah ekornya yang menggasak dan melumpuhkan kita dari arah yang tidak terduga. Namun berhadapan dengan Ilmu Pedang Naga Kembar yang diciptakan untuk menghadapi ilmu pedang para naga maka Ilmu Pedang Naga Hitam itu hanya bisa bertahan. Ibarat menghadapi empat pedang, hanya mampu mampu menahan serangan satu pedang, tetapi takkuasa menangkis serbuan angin putting beliung tiga pedang yang lain. Aku mendesaknya terus sampai ia terguling-guling. "Cepat katakan siapa yang menyuruhmu! Katakan! Katakan! Katakan!" "Diam kau bocah ingusan! Diam ka.... Agh!" Telah kulumpuhkan dia sebelum usai kata-katanya. Seluruh tubuhnya tersayat luka goresan. Ia terbanting karena pukulanku pada tengkuknya. Kini terkapar kuinjak dadanya. Kuangkat pedangku. "Katakan sekarang atau kubunuh dikau sekarang!" Ia memandangku dengan bergeming. Tersenyum di antara nafasnya yang memburu. Pukulanku terlalu keras. Itulah akibat ilmuku yang belum terlalu tinggi. Tengkuknya patah. Luar biasa bahwa ia belum binasa. "Guruku akan mencarimu" "Gurumu" Naga Hitam?" Ia hanya tersenyum sebelum nyawanya pergi. Kuangkat kakiku yang menginjak dadanya. Kupandang pedangku yang bersimbah darah. Ia memang mati bukan karena pedangku, melainkan karena pukulan tanganku. Sama saja. IKA tak karena pukulan tangan itu, berapa lama lagi ia masih bisa hidup dengan segala luka itu. Aku menghela napas. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Inilah pertarunganku yang pertama dan untuk yang pertama ini telah kulenyapkan sebuah nyawa. Benarkah jiwa manusia tiada artinya dibandingkan kematian" Para pendekar dalam dunia persilatan selalu merasa lebih terhormat mati dalam pertarungan daripada hidup menanggung malu karena pernah dikalahkan. Kekalahan harus selalu berarti kematian dan itulah kematian yang penuh dengan kehormatan. Benarkah demikian" Benarkah begitu tiada artinya kehidupan dibandingkan kehormatan dalam kematian" Aku memandang pedangku, mengusapkan darahnya ke kain baju orang yang terbunuh itu. Ia seorang yang menjalankan tugas. Jadi aku berhadapan dengan suatu tatanan yang menjadikan pembunuhan sebagai bagian dari tujuannya. Aku mencoba berkepala dingin menyadari keterlibatanku dalam suatu persoalan besar. Aku menoleh ke sekelilingku. Cahaya matahari menyemarakkan tanaman bunga. Para pertapa menggumamkan puja sambil menangkupkan tangannya. Mereka memandangiku dengan pandangan mata yang sangat amat berduka. (Oo-dwkz-oO) Episode 27: [Mata Angin, Kama Sutra, dan Telur Tadah-Asih] SETELAH kejadian itu, tiada lagi peristiwa yang terlalu berarti di Desa Balinawan. Dari sebuah kitab ilmu silat tingkat dasar yang juga terdapat dalam peti kayu, kulatih para pemuda desa, termasuk gadis-gadisnya, terutama mereka yang berbakat menjadi guru silat. Selain itu dari sebuah kitab TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lain, kami pelajari bersama-sama tata cara terbaik pertahanan sebuah desa. Dengan umurku yang masih 15 tahun, aku tidak membayangkan diriku dapat mengajari mereka. Namun dalam kenyataannya tidak terlalu banyak orang yang lancar membaca, apalagi menulis pula. Hanya terdapat seorang tua yang menguasai baca tulis dengan, dan anaknya, seorang gadis yang jelita, mungkin sekitar 20 tahun umurnya. Cantik jelita artinya ia bermata cemerlang, tinggi tegap tetapi langsing tubuhnya, setiap hari mengenakan kain batik yang menutup dada, bahu dan punggungnya selalu terbuka. Pada suatu hari kudengar ia mengeja bacaannya: Pohon wudi besar di timur itu, merpati burungnya; di bawah airnya jernih, telaga namanya; ditanami teratai putih, dikelilingi perak. Air jernih mengalir. Di sanalah orang terlepas dari... Ia berhenti. Melihatku mendekat. ''Jangan berhenti...'' ''Daku tidak berhenti, guratan hurufnya tak jelas, keropaknya sudah terlalu tua, daku memang mau menyalinnya.'' ''Selanjutnya masih dibaca bukan"'' la tersenyum manis sekali dan meneruskan bacaannya. Suaranya merdu. Hanya dengan adanya Harini, nama perempuan itu, hari bagi siapa pun yang menemuinya telah menjadi suatu keberuntungan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di sanalah orang terlepas dari... Para kakek dan nenek supaya mandi di s itu. Pohon randu besar di selatan itu, rajawali burungnya. Di bawah aimya jernih, telaga namanya; ditanami teratai merah, dikelilingi tembaga merah. Airnya jernih mengalir Di sanalah orang terlepas dari sepuluh noda. Para ayah dan ibu supaya mandi di situ. Pohon angsana besar di barat itu, kepodang burungnya; di bawah airnya jernih, telaga namanya; ditanami teratai kuning, dikelilingi emas; airnya mengalir jernih. Di sanalah orang terlepas dari penyakit dan cacat. Para anak dan istri supaya mandi di s itu. Pohon iren di utara itu, gagak burungnya; di bawah, airnya jernih, telaga namanya; ditanami teratai biro, dikelilingi besi. Air mengalir jernih. Di sanalah orang terlepas dari kata-kata buruk. Para cucu dan cicit supaya mandi di s itu. Pohon nagasari di tengah itu, tiung burungnya; di bawah airnya jernih, telaga namanya; ditanami aneka bunga, dikelilingi beragam warna. Airnya jernih mengalir karena suci tiada noda. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di sanalah aka, Ra Nini, supaya mandi. "Indah sekah," kataku. "Apa yang menurut dikau indah, wahai Lelaki Tidak Bernama." "Kata-kata yang dikau baca, susunannya, betapa para kawi dapat menyusunnya seperti itu." "Ini bukan sekadar susunan kata-kata yang bagi dikau mungkin indah. Perhatikan..." Sambil membaca, ia menggoreskan pengutik pada lempir lontar yang kosong. Matanya sebentar-sebentar melirik bacaannya. Mata Angin Lor Kulon Madya Wetan Kidul Teratai Biru Kuning Amancawarna Putih Dadu Warna Biru Kuning Anekawarna Putih Merah "DIKAU lihatkah arti kitab ini padaku?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Harini, perempuan yang merangkaikan bunga tanjung kecilkecil dan memakainya di belakang telinga itu, lebih dari seorang pembaca yang begitu langka, melainkan seorang terpelajar yang menyusun kembali pengetahuan dari berbagai pengetahuan. "Apa artinya?" "Bahwa warna-warna melambangkan mata angin rupanya," ujarnya. Dengan cepat aku teringat sesuatu. "Namun warna para naga tidak sesuai dengan kubu yang mereka kuasai." Harini tersenyum memandangku. Ada perasaan kecewa padaku karena barangkali ia menganggapku sebagai remaja berusia 15 tahun sahaja. "Oh, itu karena kitab yang dijadikan rujukan berbeda. Para naga ingin mandiri dalam penegakan wibawa, jadi mereka Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menggunakan naskah bukan-Buddha yang dilahirkan di Yawabumi. Mereka juga tidak merujuk satu naskah saja. Jika empat mata angin dan yang berada di antaranya diambil dari suatu naskah, maka mata angin kelima sampai kedelapan sangat mungkin diambil dari yang lain. Dalam hal para naga, jelas naskah Yawabumi dilengkapi naskah Sanskerta untuk empat mata angin tambahannya." Sementara Harini bicara kutatap matanya yang cemerlang dengan penuh kekaguman. Sudah lama kuperhatikan dia, rambut panjangnya yang selalu berhias bunga dan berganti setiap hari. Mulai dari bunga tanjung sebagai hiasan dalam sanggul, bunga asoka yang merah, bunga asana dan bunga campaka yang putih atau kuning muda, yang memang cocok dengan kulitnya, maupun bunga-bunga menur. Harus kukatakan betapa aku takut untuk jatuh cinta padanya. Teringat ucapan ibuku. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Seorang pendekar sebaiknya tidak mengikatkan diri kepada apa pun yang menghalangi kebebasannya," ujar ibuku suatu ketika, "seperti ikatan perkawinan, kecuali jika dikau juga menikahi seorang pendekar, anakku, karena hanya pendekar yang memahami jalan kehidupan seorang pendekar dalam dunia persilatan, jalan menuju kematian dalam pertarungan." Aku tentu harus mereka-reka sendiri, tetapi rekaan yang tidak akan terlalu keliru, bahwa ketika pasangan pendekar itu bertemu, saling jatuh cinta, dan memutuskan untuk hidup bersama, suatu kesepakatan untuk menghindari ikatan telah dijalankan, yakni dengan tidak mempunyai anak. Namun mereka tidak menolak kehadiranku dengan peristiwa semacam itu, karena kejadiannya memang menuntut tanggung jawab seorang pendekar, bahwa mereka harus merawat aku, dan memberikan kepadaku kemampuan seorang pendekar. "Janganlah semua ini menjadi beban, anakku," kata ayahku, "dikau bisa meninggalkan dunia persilatan ini kapan saja selama dikau menghendakinya, karena hidup menjadi seorang pendekar hanya bisa membahagiakan jika menjadi pilihan." Aku merasa belum memutuskan untuk menjalani kehidupan di sungai telaga dunia persilatan, tetapi aku sudah sangat peka terhadap setiap kemungkinan yang sekiranya akan mengikat diriku. Maka aku pun merasa takut untuk jatuh cinta, meski aku tidak bisa melepaskan diri dari keterpesonaan diriku kepada Harini. "Apa yang dikau pikirkan, wahai lelaki tanpa nama?" Aku memang tidak mempunyai nama bukan" Setidaknya tidak ada yang tahu namaku, dan pasangan pendekar itu pun tidak merasa terlalu berhak atau terlalu perlu memberi nama kepadaku. Aku sendiri tidak merasa kurang suatu apa meski tidak pernah dipanggil dan disebut dengan sebuah nama. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Anakku," kata orangtuaku selalu dan itu sudah lebih dari cukup bagiku. "DAKU sedang berpikir untuk mencari Naga Hitam itu lebih dulu daripada ia datang kemari dan mencelakakan kita semua." "Akan ke mana dikau mencarinya, lelaki tanpa nama?" "Naga Hitam adalah penguasa dunia persilatan Kubu Utara, tidak ada seorang pun dari kita akan bisa melawannya jika ia berminat membasmi kita." Mata yang cemerlang itu mendadak jadi redup dan meneteskan air mata. "Dikau ke sana menghantarkan nyawa, dan dikau meninggalkan Harini sendiri di s ini tanpa sahabat yang mampu membaca!" Harini menyebut diriku sahabatnya. Aku tidak tahu apakah harus menyesal atau bersyukur mendengar dia mengatakannya, karena jika Harini menghendaki diriku lebih dari apa yang diucapkannya, belum tentu aku berdaya menolaknya. Kami memang sering membaca berdua, jika segala tugasku di desa ini telah kuselesaikan siang harinya. Kami membaca sampai jauh malam, memecahkan berbagai masalah dalam pembacaan berdua, kadang-kadang dengan bimbingan ayahnya yang cendekia. Namun bila ayahnya itu berangkat tidur, dan segera terdengar dengkurnya, Harini akan memegang tanganku, dan perbuatannya itu sungguh menggetarkan diriku, meski yang kami berdua lakukan seterusnya memang hanya membaca. Entahlah apa yang diketahui Harini tentang diriku, jika kami tiba kepada naskah-naskah tentang perilaku asmara, karena aku telah terpaksa membacanya tanpa mengerti harus bersikap bagaimana, seperti ketika membaca Kama Sutra karya Vatsyayana. Kata-kata tentang berbagai cara hubungan asmara antara seorang lelaki dan perempuan dalam kitab TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang ditulis empat abad sebelum masaku itu begitu terus terang dan begitu jelas, sehingga aku merasa sangat malu dan tidak berani memandang Harini meski ia terus mengejanya. Menurut ukuran alat kelaminnya, seorang lelaki disebut shasa (kelinci), vrisha (banteng), atau ashya (kuda jantan). Perempuan, menurut jenisnya, disebut mrigi (kijang betina), vadava (kuda betina), atau hastini (sapi-gajah). Mereka yang setara akan membentuk tiga pasangan seimbang. Sedangkan hubungan tak setara akan berjumlah enam. Hubungan setara adalah mungkin antara yang alat kelam innya besar dengan yang kecil. Terdapat sembilan jenis hubungan sanggama menurut ukuran kelaminnya. "Apakah kita tidak bisa membaca yang lain saja?" kataku. Harini, aku tak berani menatapnya, dalam keremangan lampu malam hari, kulitnya yang kuning bagaikan tetap bercahaya menembus kelam. Ia sungguh halus, tetapi sungguh berani menatap dengan mata yang bagaikan siap melayani setiap tantangan asmara. Inilah yang akan membuat dadaku berdebar. Lebih mendebarkan daripada keadaan menghadapi pertarungan. Ia tertawa kecil. "Kenapa, wahai lelaki tanpa nama, kenapa" Apa yang dikau takutkan dengan Kama Sutra" "Ayahmu sudah tidur, nanti kita membangunkannya..." Tanganku yang telah dipegangnya ia tarik dengan keras sampai aku nyaris terjerembab. Namun Harini menahan kedua bahuku, menatapku seperti menatap bola mainan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Janganlah takut kepada Harini, wahai lelaki tanpa nama, kita hanya memeriksa dan menguji segala petunjuk Kama Sutra..." Lantas Harini melekatkan bibirnya erat-erat pada bibirku. (Oo-dwkz-oO) AKU menyukai lingkungan hidup di sekitar Desa Balinawan. Di luar desa, selain sungai, sawah, dan pertapaan di atas tebing, terdapat juga hutan yang rimbun. ADA wilayah dangkal di sungai yang menjadi pemandian warak, sementara hutan itu kadang menjadi daerah perburuan harimau. Di dalam hutan itu suara kera-kera berkerisik di tengah-tengah semak belukar, seolah-olah mencari kayu bakar, sedangkan suara seolah-olah ada seseorang menebang kayu sesungguhnya datang dari bunyi burung pelatuk. 12) Kijang dan kancil, bila mendekati pertapaan jeritnya memperingatkan para penghuni bahwa ada seorang tamu yang datang; penuh nafsu ingin tahu ia mengintai dari balik sebatang pohon dengan matanya yang manis kekanakkanakan. Hutan tentu saja juga merupakan surga bagi burung-burung. Kalau kuingat tulisan para kawi, tiada habisnya mereka menggali kata-kata dan tiruan bunyi guna menerjemahkan kicauan burung-burung ke dalam percakapan dan perselisihan rumah tangga yang tidak selalu mudah dimengerti, apalagi menceritakannya kembali. Suara burung cataka dan cucur yang sedih dijadikan bahan perumpamaan: Burung cataka menghentikan tangisnya karena hujan lembut yang membasahi daun pohon wungu. Burung cataka yang hidup dari tetes-tetes hujan, pernah dilambangkan sebagai seseorang yang terpanah asmara, yang begitu merana karena ingin berjumpa kekasihnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Begitulah, memasuki hutan bagiku seperti kembali ke dunia bacaan bersama Harini. Burung kalangkyang dan hujan adalah lambang pertemuan dua kekasih. Tinggi di langit burung helang berputar-putar, menangis -ia menderita karena hawa panas dan mendambakan turunnya hujan lebat. Para kawi telah mengamati, setiap kali burung helang atau kalangkyang turun ke sungai untuk minum, dia selalu diserang dan diusir oleh burung-burung kecil, sehingga mereka berputar-putar di langit dan dengan jeritannya memanggil-manggil hujan, satusatunya minuman yang masih tersedia bagi mereka. Burung cucur digambarkan begitu mencintai rembulan, sehingga ia merana bila bulan mengecil, bahkan hampir mati pada saat tilem, ketika bulan sama sekali tidak kelihatan.20) Suara burung-burung sangat mengharukan di ujung malam, seperti cucur dan tadah-asih yang menangisi susutnya rembulan. 21) Namun mengingat burung tadah-asih ternyata sangat menyedihkan aku, karena dalam sebuah bacaan disebutkan: Anakku, kau ibarat telur tadah-asih, yang diasuh dan dirawat orang lain. BURUNG tadah-asih memang tidak mengerami telurnya sendiri. Siapakah ibu kandungku" Siapakah ibu kandungku" Siapakah ibu kandungku" Siapakah sebenarnya diriku" "Lelaki tanpa nama! Jangan melamun kalau berjalan bersama Harini, nanti dia terbuang dan merana!" Kami bergandengan tangan di dalam hutan. Harini mengutip sebuah perumpamaan, "Aku bagaikan burung walik pada saat tilem, merana karena ingin berjumpa dengan dikau, hai rembulan." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapi meski senang mendengarnya. Burung merak bertengger pada cabang sebatang pohon di hutan, sambil memamerkan ekornya yang berwarna-warni"sungguh pemandangan yang menawan hati. Namun yang mengherankan bagiku, kenapa suaranya yang parau disebut para kawi sebagai indah" 24) Bila burung ini mendengar deru guruh di kejauhan yang meramalkan hujan yang akan datang serta mekarnya bunga-bunga, maka ia mulai menari dan berteriak-teriak kegirangan. 25) Hutan merupakan perpaduan berbagai-bagai suara. Burung paksi gending bunyinya mirip gong kecil, 26) suara eping tangisnya melengking 27) meski terkadang juga bermain seruling. 28) Ketika malam tiba, ketika suara burung menghilang terdengarlah terus menerus dengungan aneka macam serangga, jengkerik, belalang, cunggeret dan walang krik melengking, sementara sundari mendengung-dengung antara menjerit dan menangis. Bukan hanya telinga dimanjakan oleh berbagai suara, juga mata akan mengerjap bahagia menyaksikan dadali atau burung sriti yang bersarang dalam sela-sela batu karang di tepi sungai. Gerak-geriknya tangkas dan cepat, dapat ganti arah dengan mendadak bila menyambar di permukaan air, siluet sayapnya melengkung tajam, sering dipakai untuk melukiskan alis perempuan. 30) Dari tepi hutan, sawah-sawah kelihatan dan di sanalah burung-burung kuntul terlihat di antara gelagah-gelagah di sepanjang tepian sungai. 31) Jika burung ini terbang tinggi, putih bagaikan serangkaian bunga melati, atau lenyap dalam segumpal kabut kemudian muncul kembali... Harini tidak pernah menyatakan cinta, aku bahkan tidak menyadari apakah cinta harus dinyatakan secara pasti, tetapi kami saling mengutip kitab agar dapat menyatakan perasaan itu sendiri. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Lihatlah kumbang itu," katanya, "terbang dari bunga yang satu ke bunga yang lain, mengisap madu dan tak pernah kenyang." "Ia menangisi bunga-bunga yang layu dan jatuh dari pohon," kataku, "atau dari sanggul perempuan dan hanyut di sungai bagaikan mayat-mayat. Namun segera berseri melihat pipi seorang perempuan cantik, yang dikiranya sekuntum bunga padma, atau hinggap di betisnya yang dikira sekuntum pudak." "Dalam kelahiran kembali nanti," sahut Harini lagi, "bila kau menjelma menjadi seekor kumbang, aku akan menjadi bunga asana yang kau cium di taman." Lantas Harini akan menyeretku ke balik pohon besar yang sangat rindang, sembari tangannya menarik-narik kain busanaku agar terlepas. Bibirnya begitu merah dan merekah, lidahnya keluar membasahi bibirnya, dan matanya jelas mengundang diriku untuk menciumnya. Kainku terlepas sudah. Kulepaskan pula kainnya. Kami segera saling memagut dengan ganas dan saling membelit seperti sepasang naga yang saling berlilitan. Semalam hujan, dedaunan di bawah pohon basah dan dingin, sehingga kami tidak bisa merebahkan diri. Dia terus membelitku dan aku balas membelitnya, dalam iringan suara ayam alas atawa cigeger. (Oo-dwkz-oO) Episode 28: [Jurus Penjerat Naga] MURID Naga Hitam yang tewas ditanganku ternyata adalah Si Nalu, artinya seorang pendekar yang belum punya gelar. Telah kukatakan bahwa gelar didapatkan seorang pendekar dari dunia persilatan berdasarkan pesona yang diberikannya dalam berbagai pertarungan; atau menamakan dirinya sendiri TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dengan suatu gelar dan menuntut pengakuan melalui pertarungan demi pertarungan. Melalui yang terakhir inilah Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kudengar Naga Hitam mendapatkan gelarnya. "Aku ingin menguasai dunia persilatan Kubu Utara dan karena itu kunamakan diriku Naga Hitam. Jika kalian tidak sependapat tempurlah aku dan jika kalian sependapat bunuhlah diri kalian, karena hidup dengan kekalahan dalam dunia persilatan adalah kenistaan yang tidak perlu ditanggungkan." Dengan cara seperti ini ia membantai begitu banyak pendekar dari golongan putih, golongan merdeka, maupun orang-orang golongan hitam. Sebaiknya pendekar manapun tidak usah terjebak dengan kata-kata seperti itu, tetapi tidak semua orang yang mengarungi sungai telaga dunia persilatan menyadari terdapat unsur jebakan di dalamnya. Mendengar kata-kata seperti itu, meski ilmu silat mereka belum cukup, mereka layani juga pancingan Naga Hitam dan hanya kematian yang kemudian mereka temukan. Telah kuhadapi murid Naga Hitam yang bernama Si Nalu itu, yang rupanya belum mendapat izin gurunya untuk turun gunung dan mengembara, tetapi tetap nekat karena ingin segera mendapat nama. Sejauh yang kuketahui, tingkat kepandaian seorang guru bisa sepuluh kali lipat kepandaian muridnya. Jika muridnya banyak, mungkin muridnya yang tertua hanyalah satu atau dua tingkat di bawahnya, tetapi mengingat Si Nalu tergolong murid yang belum mendapat izin, yang tentunya karena ilmu s ilatnya dianggap belum memadai, mungkin saja kepandaiannya belum sepersepuluh kepandaian gurunya. Karena itu aku lebih suka memperkirakan tingkat ilmu silat Naga Hitam adalah dua puluh kali lipat dari ilmu muridnya yang pernah kuhadapi itu. Adapun menghadapi Si Nalu saja aku sempat terjengkang sesak napas seperti itu, sudah barang tentu Naga Hitam akan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membunuhku dengan mudah jika sekarang tiba-tiba ia berada di hadapanku. Aku dibesarkan oleh pasangan pendekar dan karena itu menjadi tidak terlalu takut mati, tetapi aku tidak mau mati terlalu cepat sebelum menjelajahi seluruh negeri, karena meskipun aku tidak mempunyai cita-cita menjadi seorang pendekar ternama aku tetap sangat berminat untuk mengembara. Namun meningkatkan tingkat ilmu silat sampai duapuluh kali lipat dengan cepat adalah mustahil, apalagi untuk seseorang berumur 15 tahun yang harus melakukannya tanpa bimbingan seorang guru. Aku harus mencari akal. AKU dilepaskan untuk mandiri oleh pasangan pendekar itu tentu bukan tanpa alasan sama sekali. "Dikau mempunyai tubuh, bakat, dan otak yang cukup untuk mengembangkan dirimu dalam ilmu persilatan, anakku," kata ibuku, "dikau hanya tinggal melatih diri dengan keteraturan tertentu agar mampu menjadikannya ilmu di dalam dirimu. Segala kitab dalam peti kayu itu kami kumpulkan dalam waktu yang panjang, tidak semuanya sempat kami pelajari dan kembangkan, tentu kami punya harapan suatu kali dikau akan memanfaatkannya, setidaknya membaca dan membuatnya berguna untuk orang banyak." "Segala kitab dalam peti kayu itu, Anakku," kata ayahku, "mampu memecahkan setiap persoalan dalam ilmu s ilat, tetapi hanya jika dikau mampu membongkar penanda-penanda dan mampu menemukan makna di baliknya, berdasarkan pembermaknaanmu terhadap bacaan itu." Maka pada suatu malam, pada sebuah pondok yang disediakan untukku, kubongkar peti kayu itu dan kucari-cari sesuatu yang barangkali saja dapat mengatasi masalahku. Aku menganggap setidaknya terdapat tiga masalah yang harus kuatasi, pertama, tenaga dalam yang masih rendah tingkatannya; kedua, kepandaian ilmu silat yang masih berada di bawah Naga Hitam; ketiga, bahwa aku harus melakukan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ peningkatan atas keduanya dalam waktu yang singkat. Adakah jalan pintas yang dapat mengatasinya" Karena dalam ilmu silat, istilah jalan pintas tidak dikenal. Ilmu hanya dapat menjadi milik kita jika kita menjalankan ilmu itu, melakukannya, menghayatinya, menjadikannya bagian dari diri kita, dan itulah yang membuat ilmu berbeda dengan pengetahuan. Ilmu baru menjadi ilmu jika menjadi bagian diri kita, sedangkan pengetahuan ibarat kekayaan yang dapat hilang, dan karena itu ilmu harus mampu menjadikan pengetahuan sebagai ilmu pengetahuan yang mampu diserap melalui pembelajaran. Naga Hitam sangat dikenal melalui Ilmu Pedang Naga Hitam yang telah kukenal ketika menghadapi Si Nalu. Cirinya penuh gerak tipu yang menyesatkan, tetapi Ilmu Pedang Naga Kembar sengaja digubah untuk mengatasinya, dan aku telah membuktikannya. Masalahnya, Ilmu Pedang Naga Hitam ini tidak akan mampu kuimbangi kecepatannya jika dimainkan dengan tenaga dalam yang duapuluh tingkat di atasku. Selain itu sebetulnya Ilmu Pedang Naga Kembar kukuasai dengan seadanya saja, karena memang tidak pernah berminat menjadi pendekar dalam arti sesungguhnya. Mungkinkah ada jurus yang memungkinkan seseorang dengan tenaga dalam seadanya mengalahkan seseorang dengan tenaga dalam yang lebih unggul, sampai duapuluh tingkat di atasnya" Ayahku pernah bercerita bahwa lebih dari segalanya, akal sangat penting dalam mencapai kemenangan dalam pertarungan. "Tenaga dalam dan kecepatan memang menentukan, tetapi bagaimana menggunakannya secara tepat sangat tergantung kepada siasat dalam persiapan kita menghadapi lawan," katanya. Bahwa tenaga dalam Naga Hitam sudah sangat tinggi dan kecepatan geraknya tidak terukur memang tidak usah diragukan. Betapapun ia telah diakui sebagai bergelar Naga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Hitam seperti yang diinginkannya, dan pengakuan itu didapatkan hanya setelah mengalahkan setiap pendekar yang menolak kehendaknya untuk menguasai dunia persilatan Kubu Utara. Berpuluh-puluh pendekar terkenal maupun tidak terkenal telah ditundukkannya, bahkan katanya ia telah membantai sebuah perguruan sampai habis tanpa sisa. Naga Hitam semula merupakan pendekar golongan merdeka, tetapi cita-cita keduniawiannya untuk berkuasa membuatnya lebih mirip dengan orang-orang golongan hitam. Para pendekar golongan merdeka terbebaskan dari segala ikatan, baik itu ikatan masyarakat maupun agama, karena perhatian mereka selalu hanyalah kepada kesempurnaan ilmu silatnya sendiri sahaja. Namun Naga Hitam telah bersekutu dengan orang-orang mursal yang menyimpan cita-cita merebut kekuasaan, yang sementara ini hanya mampu memberi gangguan atas ketenteraman. Rakyat tidak berdosa, yang hidup sehari-harinya jauh dari persengkataan di dalam istana, dan tidak selalu menyadari terdapatnya perseteruan antara para penguasa, menjadi sangat menderita. Bukan sekadar rombongan pedagang dirampok, bendungan dijebol, jembatan diruntuhkan, tetapi perkampungan mereka juga kadang-kadang dibakar. Ini terutama sering terjadi di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kekuasaan, karena para pengacau berharap rakyat yang ketakutan akan melepaskan ikatan dengan penguasa dan berpihak kepada mereka demi keamanan. Namun bila hal itu dilakukan, pasukan kerajaan akan segera tiba untuk me lakukan hal yang sama, yakni pembakaran, bahkan pembunuhan serta pemerkosaan. Mengingat itu semua aku menjadi lebih bersemangat menghadapi Naga Hitam, tetapi bagaimana caranya memenangkan pertarungan" Meski I lmu Pedang Naga Kembar telah terbukti keampuhannya, yakni membuat pedang lawan bagaikan menghadapi empat pedang, dalam hal menghadapi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Naga Hitam maka pedang lawan yang satu itu dapat berkelebat takterlihat dan tiba-tiba menyambar leher. Namun aku teringat kata ibuku, "Tidak ada ilmu silat yang tidak dapat dikalahkan, karena ilmu silat diberlangsungkan manusia yang penuh dengan kelemahan. Sebaliknya, tidak ada ilmu silat yang rendah tingkatnya, meski hanya memiliki satu atau dua jurus saja, karena tinggi rendahnya ilmu silat ter"gantung kepada manusia yang mewujudkannya dalam pertarungan nyata." Malam sudah larut dan sunyi sepi ketika kusisihkan dua gulungan keropak yang judulnya menarik, Jurus Penjerat Naga clan Riwayat Pendekar Satu Jurus. Mengingat waktuku yang singkat, sebelum Naga Hitam muncul setiap saat, aku langsung membacanya. Ternyata Jurus Penjerat Naga ditulis oleh Pendekar Satu Jurus yang sudah meninggal, dan riwayat hidupnya ditulis orang lain dengan judul Riwayat Pendekar Satu Jurus. Aku membaca Jurus Penjerat Naga dengan persiapa"akan membaca sesuatu yang berat, apalagi gambar jurus-jurus dalam keropak itu bagiku tampak aneh dan penuh dengan kelemahan. Dalam pembukaannya tertulis: kelemahan mengundang serangan serangan mengundang kelemahan jangan menyerang kekuatan biarkan kekuatan menyerang agar terbuka kelemahan demi serangan mematikan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Naskah itu tidak panjang, aku bisa membacanya berkahkali dalam semaL tetapi barn menjelang fajar setelah ayam alas berkaok-kaok di kejauhan memahami maknanya. Pantas penulisnya mendapat gelar Pendekar Satu Jurus karena segenap gambar manusia dalam Jurus Penjerat Naga memang tidak seperti jurus ilmu silat, melainkan bukan-jurus yang diperlakukan sebagai jurus dengan begitu rupa meyakinkannya sebagai bukan-jurus, sehingga lawan akan mengira pelakunya tidak akan mungkin mempertahankan diri. Namun seluruh gambar-gambar yang tampaknya seperti bukan-jurus itu sebetulnya merupakan jurus ketika dibaca sebagai suatu rangkaian. Adapun rangkaian itu tertata begitu rupa sehingga akan terus memancing serangan lawan, karenanya keberadaan kitab ini sebenarnyalah sangat dirahasiakan. Karena sekali lawan mengetahui ciri-ciri jurus ini, yang memang tersusun dalam rangkaian tertentu, maka tentu akan memilih untuk tidak menyerang sama sekali. Tidak jelas bagiku bagaimana pasangan pendekar itu bisa memilikinya. Pendekar Satu Jurus sendiri juga tidak mereka kenal dan hanya mereka dengar dari mulut ke mulut, yang belum tentu juga bisa dipercaya. Tentang Pendekar Satu Jurus sendiri disebutkan betapa ia selalu menundukkan lawannya hanya dengan satu jurus saja, karena memang hanya satu jurus itu yang dikuasainya. Membaca Jurus Penjerat Naga sekarang aku mengerti bahwa satu jurus yang dimaksud itu adalah jurus mematikan dalam serangan balik ketika kelemahan lawan terbuka. Jadi bukan satu jurus seperti satu gerakan, melainkan satu gerakan sebagai bagian dari rangkaian bukan-jurus yang muncul paling akhir, sebagai serangan balik mematikan dan merupakan satu-satunya jurus serangan yang harus dengan pasti melumpuhkan lawan. Kitab Riwayat Pendekar Satu Jurus tidak kubaca dengan cermat, karena sepintas lalu tidak menyatakan dengan cermat segala sesuatu yang berhubungan dengan Jurus Penjerat Naga. Setelah kubaca sekali lagi kitab Jurus Penjerat Naga aku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tahu apa yang harus kulakukan dalam persiapanku menghadapi Naga Hitam. Aku hanya berharap mempunyai cukup waktu untuk melatih diriku sebelum bentrok dengannya, karena jika ia muncul sekarang atau besok, tentu aku belum menguasai Jurus Penjerat Naga ini. Artinya aku harus melatih diriku dengan keras dan segera, dan untuk sementara mesti melupakan Harini. Sepanjang pagi, siang, dan malam aku mengunci diriku dalam sebuah bangsal wihara. Aku tidak ingin seorang pun melihat diriku melatih Jurus Penjerat Naga ini, karena siapa pun yang paham apa maksudnya tidak bisa kujamin tak akan menjual rahasia ini kepada Naga Hitam. Bahwa Pendekar Satu Jurus kukira hanya mempunyai satu jurus saja, kukira karena siapa pun tidak pernah menyangka betapa rangkaian bukanjurus yang terlihat sebelum serangan mematikan itu adalah juga suatu jurus. Aku berlatih dengan lawan yang hanya bisa kubayangkan. Pokoknya aku harus berusaha menghindari serangan apa pun, dengan kesan yang harus ditangkap sebagai kebetulan. Inilah yang akan melengahkan, membuatnya menyerang dan menyerang, dan aku harus memutuskan dengan tepat, kapan aku menyerang balik dengan hanya satu jurus yang langsung mematikan. Dengan menguasai Jurus Penjerat Naga, tidak berarti aku pasti bisa menga lahkan Naga Hitam jika ilmu silatnya masih tetap duapuluh tingkat di atasku, yang berarti tenaga dalamnya jelas lebih tinggi dan kecepatannya berkelebat melebihi aku. Ini sangat berbahaya dan aku harus mengejar ketinggalanku. Begitulah dari hari ke hari aku me latih juga olah pernapasanku, yang mampu mengubah udara yang kuhirup menjadi tenaga geledek dalam tanganku. Jurus Penjerat Naga memang diandaikan bagi mereka yang menggunakan tangan kosong, sehingga aku harus TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ memperbaiki tenaga dalamku, meski aku telah mengolahnya agar dapat digabungkan dengan Ilmu Pedang Naga Kembar. Semangatku yang tinggi sangat membantu, terutama karena aku tidak ingin mati di tangan Naga Hitam. Aku memang tidak ingin jadi pendekar, tetapi aku tidak keberatan mengikuti aliran hidupku: Karena menjaga kitab-kitab dalam Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo peti kayu di dalam gerobak, aku harus melompat jungkir batik melewati ubun-ubun penduduk desa; karena lompatan itu, mereka mengira aku Sakti mandraguna, sehingga diminta dengan sangat untuk melindungi desa mereka dari ajang mayat-mayat yang kejatuhan embun; karena melindungi desa, maka aku terpaksa menewaskan Si Nalu dalam pertarunganku yang pertama; karena guru Si Nalu yang bernama Naga Hitam mungkin akan mencariku, maka aku harus meningkatkan ilmu silatku untuk menghadapinya, jika tidak ingin mati konyol dan basal mengembara ke mana-mana. Begitulah aku berlatih kerns setiap hari dari pagi sampai pagi lagi. Para penghuni wihara tetap melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Selama berada di sang sempat kuperhatikan mereka dengan agak lebih teliti. Kulihat mereka memang hidup sederhana, seperti tertulis dalam Bodhicaryavatara: Seorang bhiksu perlu berpakaian untuk menjaga kesopanan dan juga untuk melindungi badannya dayi gigitan nyamuk dan serangga lainnya tapi tidak boleh memiliki lebih dari tiga Jika seseorang minta daripadanya mangkuk atau sepotong pakaiannya dan apabila ia tidak mempunyai jubah lain TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ia tidak boleh memberikannya karena jubah dan mangkuk itu perlu baginya untuk orang yang menganut hidup sebagai seorang brahmacarin Setiap hari kulihat jubah warna kuning tersiram cahaya matahari apabila mereka melakukan pradaksina mengitari kuil sembari mulut mereka komat"kamit menggumamkan doa. Dengan sendirinya kubandingkan hidupku sendiri dengan hidup mereka. Aku mencintai kebebasan dan berusaha memberi makna kebebasan itu dengan pengembaraan, tetapi yang ibarat kata baru pergi selangkah telah terikat oleh suatu kewajiban; para bhiksu ini mengikatkan diri dengan sadar ke dalam segala macam peraturan hidup yang sangat ketat, termasuk para bhiksuni yang menggunduli kepala mereka, juga demi suatu bentuk pembebasan, yang selalu mereka sebut Kelepasan. Kuperhatikan mereka. Betapa besar usaha mereka melepaskan diri dari -Ala sesuatu yang bersifat duniawi. Sebuah pertanyaan mengiang di dalam ~-alaku yang barn berusia 15 tahun, benarkah begitu salahnya kehidupan duniawi" Saat itu aku tidak tahu bagaimana menjawabnya, karena kedudukan seorang bhiksu selalu dianggap lebih benar, lebih mulia, dan karena itu lebih dari dari kedudukan orang-orang biasa. "Semua orang menjalankan tugas, sesuai dengan panggilan hidupnya, Anakku." TERSENTAK aku melihat seorang pendeta di belakangku. Benarkah ia seorang pendeta" Jika aku tidak mendengar langkah maupun nafasnya, itu berarti ia mempunyai langkah ringan dan begitu ringannya seperti para pendekar ternama. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Padahal yang dikerjakannya dari hari ke hari seperti hanya berdoa dan berpuasa. Kelak aku akan tahu bahwa pemikiranku ini sangat bodoh. "Ilmu silat bisa dipelajari semua orang Anakku, seperti dikau mempelajarinya meski tidak ingin menjadi pendekar yang mencari nama." Siapakah pendeta tua ini" Ia bahkan bisa membaca pikiran di dalam kepala! Melihat busnanya, ia memang bukan sembarang pendeta. Dalam sebuah kitab keagamaan pernah kubaca: Apabila Anda memilih kedudukan seorang resi Agama Buddha, berpakaianlah busana yang terbuat dari kulit kayu selengkapnya mengunyah kayu cendana memegang tasbih dan perlengkapan lainnya yang sesuai Jadi ia seorang resi. Betapa alimnya! Namun segera terbukti kesanku tidak tepat sepenuhnya. Aku sedang berada di tepi tebing saat itu. Sejenak menikmati pemandangan senja seusai melatih diri, dan berarti membelakanginya ketika terpaksa menoleh kepadanya. Saat itulah ia mengajukan tangan ke depan seperti gerakan mereka jika berdoa, tetapi kurasakan sebuah tenaga raksasa mendesak dan mendorong sehingga aku kehilangan keseimbangan. Aku melayang jatuh dari atas tebing tanpa bisa berbuat apa-apa! TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ (Oo-dwkz-oO) Episode 29: [Tanpa Mata Ketiga] KURASAKAN angin yang berdesau kencang begitu aku jatuh meluncur ke bawah. Aku memang telah menguasai ilmu meringankan tubuh, tetapi hanya dalam hubungannya dengan kebutuhan untuk berlari secepat angin, bahkan bila perlu lebih cepat dari angin itu sendiri. Selain berlari, aku juga telah sangat terlatih memanfaatkannya untuk melompat ke atas, ibarat melawan daya tarik bumi yang berputar karena tarikan matahari. Tentu bersama dengan itu aku harus menguasai pula ilmu melompat turun dengan ringan seperti kapas. Apalah artinya melompat dari genting ke genting tanpa suara tetapi mendarat di tanah dengan suara bergedebuk" Namun setinggi-tinggi lompatan dengan ilmu meringankan tubuh, tidaklah akan setinggi tebing ini. Dalam pertarungan melawan murid Naga Hitam yang bernama Si Nalu, kami juga melompat dari batu ke batu dan dari dahan ke dahan sebelum kami berdua mencapai dataran di atas tebing ini, tempat sebuah pertapaan telah dibangun untuk memencilkan diri. Ini berarti aku juga tidak akan mampu meringankan tubuhku ketika melompat ke bawah, jika jaraknya melebihi jarak yang mampu dicapai oleh lompatanku ke atas. Sedangkan jarak antara dataran di atas tebing itu dengan tanah di bawahnya ratusan kali lipat jarak antara tanah dan puncak pohon kelapa, kemampuanku melompat ke atas saat itu. Ini berarti tubuhku akan hancur ketika jatuh terbanting. Meluncur dan meluncur ke bawah seperti batu tanpa mampu meringankan tubuh sama sekali. Apakah riwayatku akan tamat sampai di s ini" Kenapa aku bisa begitu lengah" Namun siapa akan menduga betapa seorang pendeta yang tampak begitu alim dan cendekia akan mendorong dengan tenaga dalam luar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ biasa" Betapa tiada akan luar biasa pula jika bahkan hanya anginnya saja, dan bukan sentuhan tangannya yang mendorong ke depan, telah membuatku terpelanting melewati tepi tebing dan kini me luncur ke bawah seperti batu dengan cepat sekali" Meski meluncur dengan sangat cepat aku masih bisa berpikir, dan itulah sebabnya aku bisa mengambil kesimpulan betapa aku tidak akan tertolong lagi. Bagaimanakah caranya seseorang atau sesuatu bisa menolongku dalam keadaan seperti ini" Tak ada ranting yang dapat sekadar kuraih dan tiada pula sesuatu di bawah sana akan dapat menampung kejatuhan diriku tanpa luka yang berarti KUBUKA mataku dalam kejatuhanku dan tiba-tiba muncullah sosok berbusana kulit kayu yang meluncur cepat sekali dari atas, dengan kepala di bawah dan kedua tangan lurus merapat ke samping tubuh seperti berusaha menembus udara, tetapi yang mendadak lambat ketika sete lah menyalipku kakinya maju ke depan dan tangannya meraih tubuhku untuk dibopongnya. Begitulah ia mendarat dengan ilmu meringankan tubuh yang sempurna sambil membopongku, meski kemudian aku dilemparnya begitu saja ke atas tanah, karena memang dengan hanya berguling sekali aku lantas melompat berdiri. Aku langsung menjura kepada sang pendeta yang telah menjatuhkan, tetapi juga sekaligus menyusul dan menangkap tubuhku itu, untuk menyatakan terima kasihku kepadanya. Namun apa yang terjadi" Ternyata ia mendorongkan lagi tangannya ke depan, dan sekali lagi tubuhku terlontar ke udara begitu rupa, Di udara aku berjungkir balik untuk memunahkan pengaruh dorongan angin pukulannya yang sangat bertenaga itu. Belum lagi mendarat sosok berbusana kulit kayu itu sudah berada di depanku untuk sekadar menyentuh dadaku dengan ujung jari-jarinya, tetapi akibatnya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membuat aku terpelanting menggelosor di tanah meninggalkan jejak seretan tubuh yang panjang di tanah. Aku segera melenting berdiri dan pasang kuda-kuda. Namun ke manakah sosok berbusana kulit kayu itu" Tiba-tiba saja aku terjatih dengan wajah terjerembab ke tanah, karena sebuah dorongan ringan dari belakang pada punggungku. Aku segera melompat jungkir balik ke belakang, tetapi ruparupanya aku memang sedang diperma inkan oleh seseorang yang tingkat kepandaian ilmu silatnya bagaikan seratus kali di atasku. Jangankan untuk membalas, bahkan untuk menghindari serangan tanpa membalas pun tidaklah dimungkinkan. Ia selalu mendorong dan menyentuh tanpa melukaiku, yang tidak kurasakan sebagai keberuntungan, melainkan penghinaan, karena dengan begitu aku akan mengalami kekalahan tanpa kematian. Suatu tabu dalam dunia persilatan. Aku sudah membuka mulut untuk meminta penjelasan, tetapi pikiranku terbaca dengan cepat. "Jangan bicara," katanya dengan suaranya yang lemah, "awas kepala!" Aku menyerang ke arah suara itu, tetapi hanya menyapu angin. Di sekelilingku berkelebat terus menerus bayangan kuning tanpa bisa kulihat sosoknya dengan jelas. Ilmu silat pendeta yang kurus kering ini tentu tinggi sekali. Seberapa cepat pun aku bergerak dan seberapa banyak tenaga dalam telah kukerahkan, bahkan untuk melihatnya secara tegas pun aku tidak mampu. Ia akan tampak hanya jika ia ingin aku melihatnya. "Aku di sini," katanya selalu. Namun ketika aku menoleh dan menyerangnya setelah terlihat ia berada di mana, segera ia akan menghilang kembali. Apa maksudnya ia mempermainkan aku seperti itu" Suatu ketika ia menyerang dari arah tertentu, dan seperti memberi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kesempatan aku menangkisnya, tetapi ia mengulang jurus yang sama dari arah yang sama secara terus menerus, yang tidak memberi peluang kepadaku untuk menangkis secara lain. Pengulangan itu dilakukannya setiap kali dengan kecepatan yang bertambah tinggi dan tenaga yang makin berisi. Tidak hanya dalam bentuk pukulan satu jurus, tetapi jurus-jurus dalam suatu rangkaian, yang karena begitu seringnya diulang-ulang tanpa memberiku kesempatan menangkis secara lain, tanpa kukehandaki lantas aku menguasai rangkaian jurus-jurus tertentu. Apakah yang sedang dilakukannya dengan terus menyerang tanpa membunuhku seperti itu" Aku telah mengerahkan seluruh kemampuanku, tetapi ia bergerak sangat cepat tanpa bisa kulihat. Seharusnya dari tadi ia membunuhku. Ia selalu mampu menembus pertahananku dengan sentuhan-sentuhan ringan, Aku merasa sangat tidak enak, seperti diperma inkan, tetapi tidak mendapat peluang apapun kecuali untuk menangkis, menangkis, dan menangkis, dan ia tidak akan berhenti menyerang demi jurus tangkisan tertentu sebelum aku berhasil menangkisnya. Namun begitu aku berhasil menangkis dengan segera ia menyerang dengan jurus lain yang menghendaki tangkisan lain, yang tentu saja mula-mula selalu menembus pertahananku. Kami bertarung sampai jauh malam, sampai akhirnya ia berkelebat menghilang di balik kelam. Aku terengah-engah sendirian dalam kegelapan. Siapakah pendeta ini" Benarkah ia salah satu dari pendeta yang selalu bertapa, berdoa mengelilingi pertapaan sambil memegang tasbih, dan hanya makan dari hasil bercocok tanam" Jika ia memang selama ini berada di sana dan mengetahui keberadaanku, bukankah selama ini berarti ia mengawasi aku" Menilik busananya yang berbeda, mengapa aku sampai tidak mengetahuinya" Mungkinkah sebenarnya ia tidak termasuk di antara penghuni wihara yang berada di sana" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Betapa cerobohnya aku yang tak dapat melindungi bahkan keselamatanku sendiri. Bagaimana mungkin berharap akan menyelamatkan seluruh desa dari pembantaian Naga Hitam" Aku telah mendengar tindak angkara murka Naga Hitam terhadap siapa pun yang berani melawannya, apalagi membunuh salah seorang muridnya. Namun belum lagi bertemu dengan Naga Hitam, seorang lawan tangguh yang begitu tangguhnya sehingga begitu mampu mempermainmainkan diriku telah muncul, dan tentunya kalau mau sangat mampu membunuhku. Dalam kegelapan malam aku berpikir, masih perlukah aku naik lagi ke vihara di atas tebing itu" Peristiwa itu membuat Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo aku merasa dipermalukan, karena merasa telah ditunjukkan betapa aku telah memandang para bhiksu dengan sebelah mata, bahwa aku tidak pernah memandang mereka itu mungkin saja memiliki ilmu silat, apalagi ilmu silat dengan tingkat yang sangat tinggi!. Bhiksu itu jelas ingin menunjukkan betapa ilmu silatku masih rendah. Itu menjadi semacam peringatan agar aku tidak terlalu percaya diri untuk mampu menghadapi Naga Hitam. Namun berapa lama lagikah aku bisa melatih diri agar siap mengimbangi ilmu silat Naga Hitam, jika sewaktu-waktu penguasa wilayah persilatan Kubu Utara itu datang menerjang" Betapapun telah kupelajari Jurus Penjerat Naga dengan cepat, tetapi kusadari apalah artinya kecepatan dan tenaga dalam seorang remaja 15 tahun bagi tokoh besar seperti Naga Hitam" Aku perlu waktu bertahun-tahun untuk melatih ilmu silatku dan juga akan lebih terbantu jika mendapat lawan latih-tanding yang akan mampu mengasah jurus-jurus yang kupelajari itu. Jika hanya berlatih sendiri seperti selama ini, aku tidak akan mengetahui kesalahan kesalahanku. Aku teringat betapa lebih mudahnya ilmu silat merasuk, ketika selalu berlatih-tanding dengan pasangan pendekar yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ mengasuhku. Betapa segenap serangan mereka telah memancing keluar dan mengasah seluruh kemampuanku. Namun menghadapi lawan yang berat seperti sekarang ini, tiada lagi kedua orangtuaku itu. Mendadak saja kurasakan betapa mendalam aku telah menjadi bagian dari kehidupan mereka, sehingga ketiadaan mereka sekarang sungguh terasa sebagai kekosongan. Dalam kelam kurasakan kesenyapan yang kering, kesenyapan yang menggelisahkan clan memberi perasaan tidak enak. Aku -kenang kepada pasangan pendekar yang telah berlaku sebagai orangtuaku dalam keadaanku sekarang yang penuh dengan tekanan. Aku masih 15 tahun. Benarkah aku siap untuk hidup mandiri" Betapapun misalnya aku tidak akan menangis maupun kelaparan, mesti kuakui terdapatnya kerinduan teramat sangat yang menyayat perasaan. Aku ingin sekali mereka berada di sini sekarang ini. Aku ingin mereka ada di sisiku sekarang ini! Aku melangkah dalam kekelaman menuju ke kampung dengan perasaan sendu. Dalam perjalanan kujumpai sejumlah orang yang sedang membawa benda benda upacara menuju ke sebuah patung Durga. Kuketahui juga keberadaan patung itu yang berada di luar desa. Dewi Durga dalam kitab-kitab Purana dan Tantra adalah pembinasa asura, penguasa tanamtanaman dan kesuburan selain juga menguasai berbagai penyakit menular. Namun di Yavabhumi hanya dikenal sebagai pembinasa dan penguasa penyakit; sedangkan kedudukannya sebagai penguasa tanaman dan kesuburan digantikan oleh Sri Laksmi yang lambat laun hanya disebut sebagai Dewi Sri. Di sini, Durga dipuja dalam upacara-upacara Tantra Vamacara yang dilakukan oleh aliran Siva yang disebut aliran Bhairava atau Bhairavapaksa. Ibuku bercerita bahwa di Jambhudvipa aliran ini disebut Kapalika dan kebengisannya tampak dalam cara menghukum manusia yang melanggar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ tabu di tempat tinggal Durga, yang tentu maksudnya adalah tempat patung itu berada. ' Kulihat mereka membawa benda benda upacara. Sebegitu jauh tidak terlihat korban manusia. Namun aku tahu bahwa di kaki patung yang digambarkan terdiri dari sejumlah tengkorak manusia, terdapat juga tengkorak-tengkorak manusia yang sebenarnya. Aku bergidik, teringat berbagai bentuk pemujaan seperti yang tertulis dalam kitab-kitab. Dalam Pattupadu terdapat uraian tentang Korravai, tiada lebih dan tiada kurang nama lain bagi Durga dalam bentuknya yang mengerikan: dengan menggerakkan bahunya yang sangat bidang is menarl-nari menarikan tari kemenangan di depan anaknya, Murugan dengan rambutnya yang kusut dan giginya yang besar-besar dan tidak rata menghiasi mulutnya yang lebar mata berputar-putar karena marah wujudnya sangat menakutkan dengan telinga dihiasi anting-anting berupa ular dan burung hantu perut buncit gerak-gerik menakutkan mencongkeli mata sebuah kepala berwarna hitam kemudian dimakannya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sehingga mulut berlumuran darah Juga dalam kitab Sillapadikaram cerita tentangnya tidak kalah mengerikan: rambut lengket diikat di atas kepala kulit mengkilat bagaikan kulit ular kobra cula babi hutan menghiasi rambutnya bagaikan sebuah bulan sabit mata ketiga di dahinya leher benwarna hitam karena minum racun kalungnya untaian gigi harimau kulit binatang melilit pinggang baju terbuat dari kulit gajah busur siap pakai di tangan naik seekor kijang tanduk bercabang genderang berbunyi terompet melengking-lengking suku Maravar membunuh kerbau di depan patungnya sebagai persembahan seperti juga biji-bijian yang dimasak, wwang-wwangan, burung merak, dan unggas lainnya Wwang-wwangan itulah yang antara lain kulihat dibawa oleh orang-orang yang berangkat untuk memuja Durga tadi. Lebih baik wwang-wwangan daripada manusia, pikirku, juga TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lebih baik daripada kerbau atau ayam yang tiada berdosa. Namun mereka sungguh hidup di dalam kepercayaannya dan aku sungguh tidak merasa berhak mempersalahkan apa pun dari segala sesuatu yang mereka percaya. Namun di hadapanku lantas muncul sosok hitam dari balik kelam. Penduduk yang berpapasan denganku sudah tidak terlihat lagi, jadi ia bukan salah satu dari mereka. Namun betapa mirip ia dengan Durga. Rambutnya yang lengket diikat di atas kepala. Kulitnya berkilat seperti kulit ular kobra dan cula babi hutan menghiasi rambutnya seperti bulan sabit layaknya. Apakah ia sengaja meniru penampilan Bhatari Durga" Tentu ia tidak memiliki mata ketiga, tetapi memang kulit binatang melilit pinggangnya, perutnya buncit, tetapi ia bukan seorang wanita. Di balik rompi kulit gajahnya yang terbuka hanya terdapat dada berbulu saja. Ia menyandang busur yang menyilang badannva, sedang tangan kanannya memegang sebuah anak panah. Ketika tertawa, cahaya rembulan memperlihatkan giginya yang besar-besar. Ia berdiri tegak di sana, menjulang seperti raksasa. "Hahahahahaha" Jadi dikaulah anak kecil yang membunuh Si Nalu" Hahaha- -haha! Aku tidak mengerti kenapa aku harus juga membunuh dirimu,tetapi setidaknya kepalamu bisa kupersembahkan kepada Durga!. "Huahahahahahal" Aku terkesiap. Mulutku mengucap. "Naga Hitam..." Orang itu mendadak terdiam. "Tak perlu tangan guruku untuk membunuhmu..." Ia berkelebat cepat dalam gelap dan segera mengurungku bagaikan angin putting beliung dengan panahnya yang dima inkan seperti pedang. AKu tidak membawa senjata. Pedangku masih berada di atas, di wihara. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Ketika bhiksu yang Sakti itu mendorongku dengan angin pukulannya sampai aku jatuh, aku sedang beristirahat dari latihan dan menikmati senja. Kini aku mengerti pesan orangtuaku, bahwa seorang pendekar harus selalu siap menghadapi bahaya setiap saat, seperti memang akan ada seseorang yang selalu siap membunuhnya. Tubuh lelaki berambut lengket dengan baju rompi kulit gajah seperti asur, pembinasa ini, meskipun tinggi besar seperti raksasa, ternyata sangat lincah dan ringan sehingga kecepatannya sangat luar biasa. Aku melenting-lenting berusaha menghindari kepungannya, tetapi ia terus-menerus selalu berhasil mengejarku. Ujung anak panahnya hampir selalu mengarah ke leherku. Setiap kali berhasil menghindar tercium olehku bau am is dari racun jahat pada mata anak panah itu. Kulihat leher raksasa itu yang sudah menghitam, seolah-olah ia pernah menguji segenap keampuhan racun dengan menelannya sendiri! Ia pasti seorang ahli racun, dan benar juga mulutnya mulai meludah-ludah sembari menyerangku. Aku mengerahkan kecepatanku, tetapi suatu ketika ludahnya mengenai mataku. Meski hanya mata sebelah kiri yang terkena, pengaruhnya besar sekali, karena tangan kananku langsung lumpuh. Semua ini berlangsung cepat sekali. Kini kutangkis segenap serangannya dengan tangan kiri. Ini tentu tidak cukup untuk menghadapi lawan dengan ilmu silat setinggi itu. Sebuah pukulan telapak tangan mengenai dadaku. Aku terguling-guling sambil memuntahkan darah segar. Aku terkapar tanpa bisa bangkit kembali. Mataku yang sebelah kiri tidak bisa dibuka. Kudengar suara langkah mendekat. Sekali lagi terlihat cula babi hutan itu bagaikan bulan sabit yang menghiasi rambutnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ "Siapa namamu, Nak?" katanya sembari mengangkat anak panah itu. Membunuhku kali ini semudah membalik telapak tangan. Dengan sebelah mataku kutatap matanya. Aku menggeleng lemah. "Tanpa nama ......" Ia menghentikan gerak anak panah yang dipegangnya, menirukan aku dengan sangat pelahan. "Tanpa nama...?" Namun ia lantas tertawa terbahak-bahak. "Tanpa Nama! Huahahahahaha! Pendekar Tanpa Nama! Huahahaha"haha!" Lantas ia melemparkan anak panahnya ke arah jantungku. (Oo-dwkz-oO) Episode 30: [Perbincangan Nagasena] Tangannya bergerak melemparkan anak panah ke jantungku, tetapi tangan kiriku sama sekali belum lumpuh. Dalam rasa kepuasannya, raksasa yang perkasa ini telah menjadi lengah. "Dalam pertarungan tingkat tinggi, kelengahan sekejap mata berarti maut," ujar pasangan pendekar yang telah mengasuhku Peringatan itu terbukti, untunglah bukan kepada diriku, melainkan lawanku. Tangan kiriku telah menyentuh sebutir kerikil, kulempar kearah mata kanannya dengan tenaga dalam terakhir yang bisa kukerahkan. Ia menjerit keras karena kerikil itu masuk dan merasuk untuk menghancurkan matanya. Kesempatan kugunakan untuk melompat dan merebut anak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ panahnya dengan tangan kiri, lantas gilirankulah kini menancapkan anak panah itu pada jantungnya. Jawara yang bertubuh tinggi besar itu ambruk tanpa menjerit lagi. Ia mati selagi masih berdiri dan ketika tubuhnya ambruk tengkurap, anak panah itu menancap makin dalam sampai tembus di punggungnya. Namun pandanganku pun gelap saat itu, dan dadaku serasa begitu sesak tanpa bisa bernapas. Tak kurasakan tubuhku pun menimpa muntahan darah dari mulutku sendiri. Hari hari selanjutnya hanya kuketahui dari cerita orangorang Desa Balingawan yang menemukan aku di tengah jalan setelah kembali dari pemujaan di depan patung Durga. Seusai upacara puja lewT tengah malam, rombongan yang berpapasan denganku menemukan aku tergeletak di samping tubuh tinggi besar yang sudah menjadi mayat. Mereka yang mengenaliku segera membalikkan tubuhku. Kata mereka, waktu itu wajahku penuh dengan darah hitam, sebab aku telah memuntahkannya karena luka dalam. "Lihat, ini Lelaki T anpa Nama yang tinggal di desa kita. "Ya, dia yang me latih para pemuda, dan memperkenalkan cara penjagaan keamanan kepada mereka." "Dia masih hidup..." Kata mereka napasku sangat lemah dan hanya satu demi satu, seperti sudah akan berakhir. Semula mereka mengaku bingung, tapi kemudian mereka segera membuat tandu untuk membawaku ke desa. Satu orang dikirim lebih dahulu untuk memberitahu orang-orang dan menyiapkan tempat, dan dua orang dikirim ke wihara untuk meminta pertolongan seorang bhiksu yang mengenal ilmu pengobatan, yang selama ini memang berlaku sebagai rogasantaka bagi penduduk Desa Balingawan. Padahal tidaklah mudah mendaki ke wihara dengan memutari tebing pada malam hari seperti itu. Namun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ darah hitam yang kumuntahkan dan menggenang begitu telah membuat mereka berpikir, bahwa pertolongan untukku haruslah segera. Tindakan mereka memang tepat. Jika tidak, aku sudah tidak bisa lagi hidup untuk menceritakan pengalamanku ini. Sementara aku dibawa ke pondok yang selama ini telah disediakan untukku, kedua utusan ke wihara merayap melalt jalan setapak yang mendaki, untuk tiba di sana setelah bungabunga merekah dalam cahaya matahari. Sesampainya di sana mereka menemui bhiksu yang Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menguasai ilmu pengobatan itu yang temyata dengan tenang menyuruh mereka pulang. Maka mereka pun segera turun kembali dengan setengah memaki, tetapi hanya untuk menjadi terkejut sekali, karena sesampainya di bawah mereka jumpai rogasantaka atau tabib itu sudah sibuk mengobati. Kata mereka aku tidak sadarkan diri selama tiga hari, dan selama itu aku ditangisi oleh Harini yang telah membereskan pondokku. Rogasantaka atau juga rogantaka itu menempelkan kedua telapak tangannya di dadaku, tempat aku rupanya telah menerima pukulan Telapak Darah. Terlihat bekas telapak tangan di situ, berwarna merah darah dan mulai membiru, pertanda racun Telapak Darah telah bekerja. Rogasantaka itu menyalurkan tenaga dalam ke seluruh tubuhku, yang menghangatkan aliran darah sepanjang tubuh, melawan dayadaya jahat dari pukulan Telapak Darah itu. Darah hitam mengalir keluar dari mulut, hidung, dan telingaku. Inilah suatu cara penyembuhan untuk mengusir segenap unsur yang berdaya jahat yang meracuni tubuh. Pada hari ketiga rogasantaka atau rogajna itu pergi, tetapi meninggalkan catatan ramuan obat kepada Harini. "Dia akan terbangun nanti, minumkan Baja ramuan obat ini," katanya. Waktu aku tak sadar, pikiranku terbawa kepada kisah-kisah ayahku tentang Nagasena. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Di bumi Yunani yang bernama Baktria, terdapatlah kota bernama Sagala, sebuah pusat perdagangan. Kota itu sangat indah, semakin indah karena sungai sungai dan perbukitan di sekitarnya. Pemandangan mengesankan di luar kota, sementara di dalam kota, taman, tanah lapang, hutan kecil, danau, dan kolam teratai membuat Sagala sangat istimewa. Di sanalah bermukim rajanya, Milinda, seorang raja yang berpengetahuan, terpelajar, berpengalaman, cerdas, cakap, dan mampu, yang suka berdebat dengan kaum Brahmana. Suatu ketika, mereka yang disebut para arahat, mengirim utusan kepada Yang Mulia Nagasena, yang bermukim di Taman Asoka di Kota Patna. Dikisahkan betapa Nagasena secara ajaib langsung menghilang dan tiba di tempat para liat bermukim. Para arahat berkata. "Raja Milinda itu, wahai Nagasena, terus-menerus melecehkan tatatertib bhiksu dengan pertanyaan-pertanyaan dan pertanyaan-atas-pertanyaan, dengan kilah dan dalih maupun kilah-atas-kilah dan dalih-atas-dalih. Pergilah ke sana Nagasena, tundukkan dial" Nagasena menjawab. Tak masalah dengan hanya satu Raja Milinda! Jika pun seluruh raja Jambhudvipa datang kepadaku dengan pertanyaan pertanyaan mereka, daku juga akan mematahkannya dan mereka akan terdiam selamanya! Kalian dapat berangkat ke Sagala tanpa khawatir sesuatu apa." Maka para tetua itu berangkat ke Sagala, mencerahkan kota dengan jubah kuning cemerlang mereka yang bercahaya, dan menghirup udara segar pegunungan suci. Yang Mulia Nagasena bermukim di Wihara Sankheyya bersama 80.000 bhiksu. Raja Milinda diiringi rombongan 500 cerdik pandai, naik ke sana dan memberi salam persahabatan serta duduk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ disamping Nagasena, yang telah membalas salam, dan basabasinya telah menyenangkan hati raja. Raja Milinda pun berkata. 'Dengarkanlah wahai 500 orang Y unani dan 80.000 bhiksu, Nagasena ini telah berkata, beliau bukan pribadi yang nyata ada! Bagaimanakah daku mesti bersetuju dengan itu"!" Maka Raja Milinda bertanya kepadanya. "Bagaimanakah nama penghormatan Anda disebutkan dan siapakah nama Anda, wahai Tuan?" "Daku dikenal sebagai Nagasena, wahai Raja Besar, dan sebagai Nagasena jua rekan-rekan agamawan biasa menyebutku. Namun seandainya orangtuaku memberi nama seperti Nagasena, atau Surasena, atau Virasena, tau Sihasena, betapapun, kata Nagasena ini hanyalah suatu satuan, penandaan, tilah bagi suatu pengertian, sebutan untuk sekarang, hanya sebuah nama. Tiada pribadi yang nyata di sini bisa terlihat." Raja Milinda pun berkata. "Dengarkanlah wahai 500 orang Yunani dan 80.000 pendeta, Nagasena ini telah berkata, beliau bukan pribadi yang nyata ada! Bagaimanakah daku mesti bersetuju dengan itu!" Kepada Nagasena, ia pun berkata. "Apabila, wahai Yang Termulia Nagasena, tiada pribadi bisa tampak dalam kenyataan, maka siapakah, daku tanyakan kepada Tuan, yang telah memberikan kepada Tuan sesuatu yang membuat Tuan seperti adanya Tuan sekarang melalui jubah, makanan, penginapan, dan obat-obatan" Siapakah dia yang menjaga akhlak dan budi pekerti, laku samadhi, dan menyadari Empat Jalan dan Cabang-cabangnya, dan setelah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ itu Nirwana" Siapakah yang telah membunuh makhluk hidup, mengambil yang tidak diberikan, melakukan penyimpangan syahwat, menceritakan kebohongan, dan meminum racun" Siapakah yang melakukan Lima Karma Takberampun" )2 Jika di sana tiada pribadi, tiada akan ada guna dan nirguna; kegunaan dan ketiadagunaan, dan tiada penghubung di antara mereka; tiada hasil perbuatan baik atau buruk, dan tiada penghargaan maupun hukuman bagi mereka. Jika seseorang harus membunuhmu, wahai Yang Mulia Nagasena, tidaklah akan berupa guru, penyuluh, atau pendeta yang telah ditahbiskan! Dikau baru saja mengatakan kepadaku betapa rekan sejawat agamawan biasa menyebutmu 'Nagasena'. Maka, apakah 'Nagasena' ini" Mungkinkah hanya rambut dari kepala 'Nagasena' ?" "Bukan, wahai Raja Besar!" "Ataukah mungkin kuku, gigi, kulit, otot, urat, tulang, sungsum, ginjal, hati, selaput gendang, limpa, paru-paru, usus besar, usus kecil, perut, kotoran badan, empedu, tenggorokan, nanah, darah, lemak, airmata, keringat, ludah, ingus, lendir, kencing, atau otak dalam kepala, apakah mereka ini 'Nagasena'?" "Bukan, wahai Raja Besar!" "Atau apakah 'Nagasena' suatu bentuk, atau rasa, atau pandangan, atau kehendak taksadar, ataukah kesadaran?" "Bukan, wahai Raja Besar!" "Lantas apakah merupakan perpaduan bentuk, rasa, Trisula Mata Empat 3 Manusia Harimau Merantau Lagi Karya S B. Chandra Kasih Diantara Remaja 9