Ceritasilat Novel Online

Meraba Matahari 6

Meraba Matahari Karya Sh Mintardja Bagian 6 membicarakan tentang keberadaan Raden Ayu Prawirayuda di Paranganom. Yang Ebook by Dewi Kangzusi 386 Kang Zusi http://kangzusi.com/ kemudian ditanyakan oleh Kangjeng Adipati Kateguhan adalah peredaran musim yang banyak menyimpang di Kateguhan. KiTumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda tidak terlalu lama berada di dalem kadipaten. Ketika persoalan yang, terpenting telah selesai dibicarakannya, maka keduanyapun kemudian telah minta diri. "Baiklah paman. Sekali lagi pesanku, baktiku kepada paman Adipati Prangkusuma di Paranganom." "Hamba Kangjeng Adipati. Hamba berdua akan menyampaikannya demikian kami menghadap." "Terima kasih, paman." Demikianlah, maka kedua orang Tumenggung itupun segera meninggalkan Kateguhan. Seperti yang mereka katakan kepada Ki Partabawa, mereka tidak lagi singgah di rumah orang tua itu. Mereka berdua langsung menempuh perjalanan kembali ke Paranganom. Satu perjalanan yang panjang, melintasi lembah, ngarai dan lereng-lereng perbukitan serta menembus padang perdu, tanah-tanah berbatu padas dan berkapur, serta melewati tepi hutan yang lebat. Sekali-sekali mereka haras berhenti beristirahat. Sekali mereka berhenti di padang rumput, sekali di pinggir sungai. Namun merekapun. berhenti pula disebuah kedai. Tenyata bukan hanya kuda mereka sajalah yang lelah, haus dan lapar. Tetapi penunggangnyapun lelah, haus dan lapar pula. .Sambil tersenyum Ki Tumenggung Wiradapa yang duduk di sudut kedai itu berdesis " Ini merupakan padang rumput yang baik bagi kita. Kedai ini cukup besar dan dagangan yang Ebook by Dewi Kangzusi 387 Kang Zusi http://kangzusi.com/ digelarpun ada bermacam-macam, sehingga seseorang yang masuk kedalam kedai ini tidak akan dikecewakan." Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk sambil menjawab " "Ya. Bahkan jenis makanan yang tidak kita kenal namanya ada disini." "Jenis makanan khusus setempat yang tidak ada di Paranganom." "Apakah kakang Tumenggung ingin membeli oleh-oleh buat keluarga?" Ki Tumenggung Tertawa. Katanya "Lain kali, jika aku tidak sedang mengemban tugas." "Bukankah membeli oleh-oleh disini tidak mengganggu tugas kita" " "Tetapi kita akan kemalaman di jalan, adi Tumenggung. Jika kita membeli oieh-oleh sekarang ini, sementara esok kita langsung menghadap Kangjeng Adipati, apakah. oleh-oleh yang kita beli masih tetap segar?" Ki, Tumenggung Sanggayuda mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Sampai dirumah, oleh-oleh itu tidak lagi dapat dimakan." Sejenak kemudian, maka pelayan kedai itupun sudah menghidangkan minuman dan makan yang dipesan oleh kedua orang Tumenggung dari Paranganom itu. Minuman hangat, nasi hangat dengan lauk serta sayur yang menggelitik hidung. Ebook by Dewi Kangzusi 388 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Tetapi ternyata suasana di kedai" itu tidak begitu ramah kepada keduanya. Seorang yang berpakaian bagus, bersih dan rapi, tiba-tiba saja mendekati keduanya sambil bertanya "Agaknya kalian buka orang kademangan ini." Ki Wiradapa yang tidak tahu maksud orang itu dengan serta merta saja menjawab "Ya, Ki sanak. Kami memang buka penghuni kademangan ini. Kami hanyalah orang lewat yang kehausan." "Kalian berdua akan pergi kemana dan datang dari mana?" Kedua orang Tumenggung itu merasa ragu untuk menjawab. Tetapi orang itu mendesaknya " Apakah kalian merahasiakannya?" "Tidak, Ki Sanak" Ki Tumenggung Wiradapa tidak dapat mengelak " kami baru saja dari Kateguhan. Kami adalah orang-orang Paranganom." "Orang-orang Paranganom" Jadi kalian datang dari Paranganom?" "Ya, Ki Sanak. Kami adalah orang-orang Paranganom yang berkunjung pada saudara kami di Kateguhan." "Siapakah paman kalian itu " Aku orang Kateguhan. Aku mcngenal orang-orang yang tinggal di kademangan induk pusat pemerimahan Kateguhan. "Namanya Ki Partabawa" "Ki Partabawa yang, pernah menjadi bebahu di kademangan induk Kateguhan " Ayah Ki Sana yang kemudian menggantikannya?" Ebook by Dewi Kangzusi 389 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Ya, Ki Sanak. Kau kenal pamanku itu ?" "Tentu aku mengenalnya. Aku adalah kenalan baik Ki Sana, anak Ki Partabawa." "Ki Partabawa adalah pamanku. Ki Sana itu adik sepupuku." Orang itu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba saja berkata "Apakah kau tidak berbohong, Ki Sanak." "Kenapa aku harus berbohong" " "Siapa namamu?" "Wiradapa. Dan ini saudaraku Ki Sanggayuda." "Ki Sana tidak pernah menceriterakan kepadaku, bahwa ia mempunyai saudara yang tinggal di Paranganom." "Apakah ia harus menceriterakan segala-galanya kepada orang lain " Jika kau tinggal di kademangan ini, maka jarak kademangan ini dengan kademangan induk Kadipaten Kateguhan itu cukup jauh, sehingga kau tidak mempunyai banyak waktu untuk berbicara dengan Sana atau adik-adiknya?" "Aku pernah tinggal di kademangan induk di pusat pemerintahan Kateguhan itu, Ki Sanak. Aku seorang saudagar yang menjelajahi daerah Kateguhan." "Kau juga sering pergi ke Paranganom" " "Buat apa aku pergi ke Paranganom " Paranganom adalah sarang kejahatan. Brandal, kecu, perampok, penyamun dan Ebook by Dewi Kangzusi 390 Kang Zusi http://kangzusi.com/ sebangsanya. Nah, apakah kalian dua orang diantara para penjahat itu yang sedang mengamati daerah Kateguhan?" "Jangan berkata begitu, Ki Sanak" sahut Ki Tumenggung Wiradapa. "Jika bukan bagian dari mereka, lalu apa " Orang-orang yang merasa dirinya terhormat di Paranganom segan menginjakkan kakinya di Kateguhan. Dengan sombong mereka memandang Kateguhan sebagai tempat sampan yang harus dihindari." "Kenapa orang-orang Kateguhan menganggap orang-orang Paranganom tidak mau menginjakkan kakinya di Kateguhan " Kenapa anggapan yang salah itu justru merebak pada saatsaat kami menghendaki pendekatan?" "Tentu Raden Ayu Prawirayuda itu yang menyebarkan fitnah di Paranganom, bahwa Kateguhan adalah daerah yang tabu untuk disentuh." "Tidak, Ki Sanak. Tidak ada rasa permusuhan di Paranganom terhadap Kateguhan. Kami masih tetap menganggap bahwa kami masih bersaudara. Kami tidak mempunyai alasan apa-apa untuk membuat jarak dengan Kateguhan." "Sudahlah. Kalian tidak usah sesorah disini. Sekarang, kalian harus mengakui bahwa kalian adalah bagian dari para perusuh di Paranganom." "Jangan begitu. Aku datang ke Kateguhan dengan maksud baik. Menengok pamanku yang sudah lama tidak bertemu." "Ki Sana adalah orang yang paling benci terhadap orangorang Paranganom. Ceritamu bahwa kau adalah kemanakan Ki Ebook by Dewi Kangzusi 391 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Partabawa adalah khayalan saja untuk mencoba mengelabuhi kami." "Tidak, Ki Sanak. Kami berkata sebenarnya." Namun i ha liha saja orang itupun berkata kepada orang orang yang ada didalam kedai itu " Saudara-saudaraku. Kita harus berani menunjukkan kepada Orang-orang Paranganom, bahwa kita adalah orang-orang yang terhormat. Kita tidak mau direndahkan, apalagi dianggap sampah yang berada di lubang pembuangan sampah. Karena itu, maka marilah kita perlakuan orang-orang Paranganom ini sesuai dengan kesombongan mereka. Kita ambil baju, ikat fcepala dan kain panjangnya. Kita ambil setagen, kamus dan timangnya. Kecuali jika timang itu berharga dan terbuat dari. emas, biarlah timang itu dibawanya agar mereka tidak dapat mcnuduh kita ingin merampoknya. Jika kerisnya keris yang baik dan mahal harganya, biarlah mereka bawa pulang ke Paranganom. Kami tidak membutuhkannya. Kami tidak merampok. Kami hanya ingin membalas penghinaan mereka dengan penghinaan pula." Wajah kedua orang Tumenggung itu menjadi tegang. Ki Tumenggung Sanggayuda yang cepat tersinggung itupun berrkata "Ki Sanak. Masih ada waktu untuk merenungkan niatmu itu. Kami, siapapun kami, tentu tidak akan bersedia dihinakan seperti itu. Kami tentu akan menolaknya dan mempertahankan harga diri kami." Orang itu tertawa. Katanya " Kalian hanya berdua. Apa yang dapat kalian lakukan berdua" Kami akan menangkap kalian beramai-ramai. Kami akan melepas baju kalian, kain panjang kalian dan ikat kepala kalian. Biarlah kalian pulang dengan celana hitam kalian. Biarlah kalian menjadi tontonan orang sepanjang jalan. Perbatasan Kateguhan dan Paranganom sudah tidak terlalu jauh." Ebook by Dewi Kangzusi 392 Kang Zusi http://kangzusi.com/ " Ki Sanak " suara Ki Tumenggung Sanggayuda meninggi kalian tidak akan dapat melihat aku berkuda tanpa baju dan ikat kepala. Jika kalian memaksa, maka yang akan kalian tonton adalah mayat kami berdua." Wajah orang yang berpakaian rapi dan bersih, yang mengaku seorang saudagar itu terkejut mendengar jawaban Ki Tumenggung Sanggayuda. Dengan serta merta iapun biikaia "Aku tidak berniat membunuh siapapun. Tetapi aku hanya ingin membalas penghinaan orang Paranganom dengan penghinaan pula" "Kami tidak akan membiarkan diri kami dihina. Sudah aku katakan, bahwa aku akan mempertahankan diri kami sampai batas terakhir. Mati." Saudagar itu menjadi ragu-ragu. Kata-kata Ki Tumenggung Sanggayuda itu diucapkan dengan tegas dan tanpa ragu-ragu. Karena itu, maka saudagar itu justru harus berpikir dua tiga kali.Dalam pada itu, Ki Tumenggung Sanggayuda berkata " Jika kami berdua mati disini, maka berita kematian itu akan sampai di telinga orang-orang Paranganom. Jika permusuhan antara Paranganom dan Kateguhan itu memang ada, maka biarlah kematian kami berdua akan meniup api permusuhan itu menjadi semakin besar. Orang-orang Paranganom tidak akan membiarkan dua orang warganya mati tanpa melakukan kesalahan apa-apa di Kateguhan." Saudagar itu menjadi semakin bimbang. Nampaknya orang yang bernama Ki Sanggayuda itu bersungguh-sungguh. Orang itu sama sekali tidak menjadi gentar berada diantara sekian banyak orang-orang Kateguhan. Ebook by Dewi Kangzusi 393 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Namun tiba-tiba terdengar suara seorang yang duduk bersama beberapa orang yang lain " Bagus. Aku senang mendengar kata-kata jantannya. Kita akan melihat, apakah ia berkata sebenarnya atau sekedar satu gertakan yang tidak berarti apaapa." Semua orang yang ada didalam kedai itu berpaling. Mereka melihat seorang yang berkumis tebal melintang bangkit berdiri. Bahkan kemudian ia melangkah maju sambil berkata "Aku akan membunuh kalian berdua, jika kalian berdua menolak untuk dihinakan." Suasanapun semakin tegang. Apalagi ketika tiga orang yang lainpun bangkit berdiri pula. Seorang yang berkepala bundar dan bermata cekung tertawa sambil berkata"Sudah lama kami tidak mendapatkan permainan yang menarik. Sekarang kami menemukannya disini." Terasa jantung kedua Tumenggung itu bergejolak. Bahkan Ki Sanggayuda hampir tidak dapat menahan diri lagi. Namun orang yang mengaku saudagar itulah yang ke?mudian berkata "Kami tidak menghendaki kematian siapa-siapa. Kami hanya akan membalas sakit hati kami." "Tetapi kau dengar tantangannya. Jika kau menarik niatmu, maka bukan kita yang membalas sakit hati karena penghinaan orang-orang Paranganom. Tetapi kitalah yang justru saat ini dihinakan lebih dalam lagi oleh hanya dua orang Paranganom yang berada di tengah-tengah kita orang-orang Kateguhan" "Tetapi kematian akan berakibat semakin memburuknya hubungan antara Paranganom dan Kateguhan." Ebook by Dewi Kangzusi 394 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Itulah yang kita inginkan. Jika hubungan yang buruk itu memuncak, maka Kateguhan harus mengusulkan kepada Kangjeng Sultan di Tegal angkap, agar Tegal angkap tidak mencampuri pertentangan antara Paranganom dan Kateguhan, sehingga biarlah Paranganom dan Kateguhan sendirilah yang menyelesaikan persoalanpersoalan diantara mereka." "Tetapi sebaiknya kita tidak membunuh siapa-siapa" berkata saudagar itu kemudian. "Kamilah yang akan membunuh." "Akibatnya akan buruk sekali." "Paranganom tidak akan mengetahui bahwa dua orang warganya mati disini. Tidak akan ada saksi. Tidak akan ada orang yang mengaku melihat sebuah pembunuhan atas dua .orang Paranganom. Jika ada yang mencobanya, meskipun ia orang Kateguhan, iapun akan mati juga." "Jika kematiann.ya tidak didengar oleh Paranganom, lalu apa gunanya" Orang-orang Paranganom tidak akan merasakan pembalasan apapun dari orang-orang Kateguhan karena mereka tidak mengetahui dan tidak mendengar apa-apa yang terjadi." "Mereka akan tetap merasa kehilangan. Biarlah mereka mencari. Mereka tentu akan menduga bahwa kedua orangnya telah dibunuh di Kateguhan. Tetapi mereka tidak Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo akan dapat membuktikannya." "Aku berkeberatan." Orang berkumis melintang itu tertawa terbahak-bahak. Katanya "Temyata kaulah yang pengecut. Itulah sebabnya Ebook by Dewi Kangzusi 395 Kang Zusi http://kangzusi.com/ orang-orang Paranganom selalu menghina dan merendahkan orang-orang Kateguhan karena sebagian dari orang-orang Kateguhan memang pengecut. Nah, minggirlah. Jangan ikut campur. Tetapi jika kau berkhianat dan bersaksi atas kematian kedua-orang itu, niaka kau dan keluargamu akan kami tumpas pula." "Nah, dua orang Paranganom yang malang. Kalian berdua akan mati. Mayat kalian akan di kubur di gumuk kecil itu. Kematiaan kalian akan membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dari orang-orang Kateguhan." Ki Sanggayuda benar-benar telah kehabisan kesabaran. Karena itu, maka iapun berkata dengan nada suara yang berat dan bergetar "Jika kalian sudah benar-benar berniat membunuh, maka akupun tidak akan menahan diri, jika aku harus membunuh.- "Orang-orang Paranganom memang orang-orang yang sombong. Sekarang bersiaplah untuk mati. Ingat, tidak akan ada saksi yang melihat kematianmu. Tidak akan ada orang yang pernah mengatakan bahwa di gumuk kecil itu telah dikubur dua orang Paranganom yang sombong, tetapi yang nasibnya buruk sekali." Namun Ki Tumenggung Wiradapa masih sempat berkata "kami akan menunggu kalian di luar Ki Sanak. Kami tidak ingin merusakkan perabot yang ada di kedai ini." "Bagus. Temyata kalian cukup tenang menghadapi kematian kalian. Baik. Kami akan membunuhmu di luar kedai ini." Ketika Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda beranjak dari tempatnya, orang berkumis Ebook by Dewi Kangzusi 396 Kang Zusi http://kangzusi.com/ melintang itu berteriak "Jangan biarkan keduanya melarikan diri." Tetapi saudagar itu justru bertanya kepada orang yang berkumis melintang - Kalian itu siapa Ki Sanak "." "Kau terlambat bertanya, Ki Sanak. Siapapun kami, tetapi kami akan tetap menjunjung tinggi harga diri orang-orang Kateguhan." Saudagar itu tidak bertanya lebih jauh. Orang-orang itu nampaknya begitu garang. Sesaat kemudian Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda telah berada di halaman kedai itu. Sejenak kemudian, empat orang yang nampak garang dan kasar telah turun ke halaman pula. Ki Tumenggung Sanggayudalah yang sudah tidak sabar lagi. Karena itu, Ki Tumenggunglah yang justru melangkah mendekati keempat orang itu sambil berkata "Bersiaplah. Aku tidak ingin berbicara lagi." Sikap itu sungguh mengejutkan. Keempat orang itu tidak mengira, bahwa orang Paranganom itulah yang justru mendahuluinya. Sebenarnyalah, Ki Tumenggung Sanggayuda tidak menunggu lagi. Tiba-tiba saja tangannya telah terayun dengan cepatnya menghantam wajah orang yang berkumis lebat itu. Demikian kerasnya, sehingga orang itu telah berputar kesamping sambil berteriak kesakitan namun sekaligus rnengumpat kasar. "Iblis kau, he" " Ebook by Dewi Kangzusi 397 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Ki Sanggayuda tidak menghiraukannya. Kakinya dengan cepat terayun meyambar dada orang yang kepalanya bulat, bermata cekung. Orang im terlempar beberapa langkah surat dan kemudian jatuh menimpa dinding kedai. Dengan demikian, maka kawan-kawan merekapun segera bergeser menjauh. Bahkan orang yang berkumis melintang itupun meloncat mengambil jarak sambil berkata "licik kau orang Paranganom. Kau menyerang saat kami belum bersiap." "Apakah aku licik " Jika kalian ingin berkelahi dengan jantan , marilah. Kita berdua. Siapakah dua orang diantara kalian yang akan mati." Kata-kata Ki Tumenggung Sanggayuda benar-benar membuat orang-orang yang kemudian mengerumuninya menjadi berdebar-debar. Sementara itu, empat orang yang larang itu telah bersiap pula menghadapi mereka berdua. "Kalian dengar tantanganku " Orang-orang Paranganom adalah orang-orang yang jantan yang berkelahi seorang melawan seorang." "Persetan dengan kejantanan orang-orang Paranganom. Yang penting bagi kami sekarang adalah menghinakan kalian dan membunuh kalian." "Bagus. Kita akan segera mulai. Jangan hanya berbicara saja dan kemudian menganggap kami licik." Keempat orang itupun segera bersikap. Namun ternyata mereka terkejut juga ketika Ki Sangayuda meloncat sambil berputar. Kakinya melingkar menebas langsung mengenai kening salah seorang diantara empat orang itu. Ebook by Dewi Kangzusi 398 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Orang itupun terlempar dengan kerasnya menimpa kawannya yang berdiri disebelahnya. Dua orang itupun jatuh berguling di tanah. Namun dua orang kawannya tidak sempat membantu keduanya bangkit. Dengan garangnya Ki Tumenggung Sanggayudapun telah menyerang mereka berdua. Seorang terdorong surut beberapa langkah karena kaki Ki Sanggayuda yang mengenai lambungnya, seorang lagi terdorong surut sehingga hampir saja kehilangan keseimbangannya pula, karena tangan Ki Sanggayuda yang menghantam kening. Ki Tumenggung Wiradapa berdiri saja termangu-mangu. Ia tidak berbuat apa-apa melihat sikap Ki Tumenggung Sanggayuda yang benar-benar merasa tersinggung. Demikianlah sejenak kemudian, Ki Tumenggung Sanggayuda telah bertempur seorang diri melawan keempat orang yang akan membunuhnya itu. Betapapun keempat orang itu mengerahkan kemampuan mereka, namun mereka bukanlah lawan yang seimbang bagi Ki Tumenggung Sanggayuda yang memiliki ilmu yang tinggi itu. Ketika orang yang berkumis melintang itu berteriak memberi aba-aba kepada kawan-kawannya, maka suaranyapun terputus ketika kaki Ki Tumenggung Sanggayuda menghantam dadanya. Orang itu terlempar beberapa langkah. Kemudian jatuh terbanting ditanah. Sejenak orang itu tidak bergerak. Tulang punggungnya rasa-rasanya bagaikan menjadi patah. Ebook by Dewi Kangzusi 399 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Sementara itu, tiga orang kawannya masih bertempur melawan Ki Tumenggung Sanggayuda. Namun mereka seakan-akan sudah tidak berdaya. Serangan-serangan Ki Sanggayuda tidak lagi dapat mereka tangkis atau mereka Imidari. Orang yang kepalanya bundar, seakan-akan telah kehilangan seluruh tenaganya. Ketika tangan Ki Tumenggung Sanggayuda terjulur mengenai dadanya, orang itu terhuyung-huyung sejenak. Namun kemudian ia telah kehilangan keseimbangannya dan jatuh terguling seperti sebatang pohon pisang yang roboh. Dua orang kawannya berusaha untuk serentak menyerang Ki Tumenggung dari dua sisi. Tetapi dengan cepatnya Ki Tumenggung melenting. Dengan demikian maka keduanyapun justru telah berbenturan. Keduanyapun jatuh terguling di tanah. Sejenak Ki Tumenggung Sanggayuda berdiri termangu-mangu. Sementara itu, orang yang berkumis melintang uupun telah berdiri tegak. Meskipun demikian, punggungnya terasa nyeri sekali. "Sekarang, apa maumu?" bertanya Ki Tumenggung Sanggayuda. Orang itu termangu-mangu sejenak. Karena orang itu tidak segera menjawab, maka Ki Tumenggung Sanggayudapun berkata "Cobalah membunuh aku, agar aku mempunyai alasan untuk membunuhmu." Orang itu masih berdiri saja mematung." Cepat lakukan. Atau kau memang seorang yang sangat licik sehingga kau sudah menjadi ketakutan" Kau telah menyebut orang yang Ebook by Dewi Kangzusi 400 Kang Zusi http://kangzusi.com/ mengurungkan niatnya untuk menghinakan aku sebagai pengecut. Dengan wajah tengadah kau berteriak, bahwa ada juga orang Kateguhan yang pengecut. Ternyata orang itu adalah kau sendiri." Orang itu masih belum menjawab. Karena itu Ki Tumenggung Sanggayudapun berkata "Baik. Jika kau tidak mau menjawab, maka itu berarti bahwa kau tetap menantangku. Karena kau sudah bemiat untuk membunuhku, maka sekarang akupun akan membunuhmu. Kemudian aku akan melarikan kudaku melintasi perbatasan. Oang-orang Kateguhan tidak mempunyai wewenang lagi untuk menangkapku. Jika orang-orang Kateguhan marah. biarlah Kateguhan menyerang Paranganom. Aku akan segera minta Kangjeng Adipati untuk menyiapkan prajurit serta memberikan laporan kepada Kangjeng Sultan Tegal angkap. Kangjeng Sultan tentu akan merunut siapakah yang bersalah dan siapakah yang benar." Orang berkumis melintang itu menjadi pucat. Ia tidak dapat mengingkari kenyataan, bahwa berempat ia tidak dapat mengalahkan satu orang saja dari kedua orang Paranganom itu.Sejenak ia termangu-mangu. Namun kemudian iapun berteriak "He, orang-orang Kateguhan. Apakah kalian membiarkan kedua orang ini semakin menghina kita orangorang Kateguhan" Marilah. Kita bersama-sama menangkap kedua orang itu. Membunuh mereka dengan cara yang paling menyakitkan bagi keduanya." Suasana menjadi semakin tegang. Beberapa orang yang berdiri mengerumuni perkelahian itu justru diam mematung. "Marilah. Bangkitlah. Jangan membiarkan orang-orang Paranganom semakin menghina dan merendahkan kita." Ebook by Dewi Kangzusi 401 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Orang yang mengaku saudagar dan yang telah menyulut api keributan itu berdiri dengan jantung yang berdebaran. Orang yang berkumis melintang itupun memandanginya dengan mata yang bagaikan menyala. Katanya "He, kau. Ki Sudagar. Turunlah ke arena. Ajak kawan-kawanmu untuk menghinakan orang-orang Paranganom ini." Tetapi saudagar itu tidak bergerak. Tubuhnya bagaikan membeku. Ia menjadi sangat menyesal atas gagasannya yang telah menimbulkan persoalan yang gawat, yang mengancam keselamatan jiwa. Karena saudara itu diam membeku, maka orang berkumis melintang itu mendekatinya. Dengan garangnya orang itu menggapai baju saudagar itu sambil berkata lantang " Kenapa kau diam saja" Temyata kau pengecut yang paling buruk di Kateguhan. Kau sulut api, tetapi kau kemudian telah mencuci tangan." Tetapi saudagar itu menggeleng. Katanya " Sudah aku katakan, bahwa aku tidak ingin membunuh siapa-siapa." "Persetan kau. Lalu apa yang akan kau lakukan dengan gagasanmu itu. Baiklah. Jika kau tidak mau membunuh siapa-siapa, lakukan apa yang kau katakan. Kau akan menghinakan kedua orang itu. Melucuti pakaiannya dan membiarkan mereka pulang ke Paranganom. Lakukan.. Lakukan sekarang." Tetapi saudagar itu menggeleng. Katanya " Tidak. Kita tidak dapat ingkar. bahwa orang itu berilmu sangat tinggi. Seorang saja diantara mereka telah berhasil mengalahkan kalian berempat. Apalagi jika mereka bergerak kedua-duanya." "Tetapi mereka tidak akan dapat melawan kita semuanya jika kita bersama-sama melawan mereka." Ebook by Dewi Kangzusi 402 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Tidak, Ki Sanak. Aku tidak mau." "Jika kau tidak mau, justru aku akan membunuhmu." Saudagar itu mengerutkan dahinya. Namun tangannya segera menepis tangan orang berkumis melintang yang menggenggam bajunya sambil berkata " Jangan paksa aku." "Setan kau." Orang berkumis melintang itupun mengayunkan tangannya untuk menampar wajah saudagar yang tidak mau melakukan sebagaimana dikatakannya itu. Tetapi tiba-tiba saja saudagar itu menangkapnya dan memilinnya kebelakang. Dipeganginya tangan yang dipilinnya itu kuat-kuat sambil berkata" Kau jangan mencari musuh, Ki Sanak." Orang itu menyeringai kesakitan. Ia tidak dapat melepaskan tangannya. Apalagi punggungnya terasa sangat sakit. "Lepaskan, Lepaskan" teriak orang itu. "Kau harus tahu, bahwa kau bukan orang yang tidak terkalahkan disini. Meskipun aku tidak akan dapat bertuat apa-apa dihadapan orang Paranganom yang berilmu sangat tinggi itu, tetapi aku tidak dapat kau takut-takuti." "Lepaskan tanganku, lepaskan." "Kau harus berjanji untuk tidak mengulanginya." "Aku berjanji." "Kau harus minta maaf." Ebook by Dewi Kangzusi 403 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Aku minta maaf." . Saudagar itu melepaskan tangan orang berkumis melintang itu sambil mendorongnya. Demikian kerasnya, sehingga orang itu jatuh terjerembab. Orang itupun menggeliat. Kemudian berusaha untuk bangkit. Ternyata wajah orang itu menjadi kotor oleh debu yang mclekat karena keringatnya. Dari sela-sela bibirnya mengalir darah dari bibirnya yang pecah. Orang yang mengaku saudagar itupun kemudian melangkah mendekati Ki Tumenggung Sanggayuda. "Kau akan mencoba melawanku " geram Ki Tumenggung Sanggayuda yang jantungnya masih terasa panas. "Tidak, Ki Sanak. Kami ingin minta maaf. Kami tidak akan berani berbuat apa-apa atas Ki Sanak berdua." Ki Tumenggung Sanggayuda termangu-mangu sejenak, Namun kemudian iapun menggeram " Satu pengalaman yang buruk selama perjalananku dari rumah paman Partabawa." "Sekali lagi. kami minta maaf. Kami berjanji untuk tidak mengganggu perjalanan kalian berdua." Ki Tumenggung Sanggayuda tidak segera menjawab. Sementara itu orang yang mengaku saudagar itu berkata selanjutnya "Untunglah kalian masih mengekang diri. Jika kalian berdua menjadi marah bersama-sama, maka aku tidak dapat membayangkan, apa yang terjadi. Mungkin akan benar-benar jatuh korban jiwa ditempat ini. Jika itu terjadi, akulah yang paling bersalah." Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ebook by Dewi Kangzusi 404 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Ki Tumenggung Sanggayuda tidak menjawab. Iapun kemudian melangkah justru meninggalkannya. "Kakang Wiradapa, marilah kita tinggalkan tempat Ini. Semakin lama kita.disini, aku menjadi semakin muak. Aku justru takut kalau aku tidak dapat mengekang diriku lagi- " Ki Tumenggung Wiradapa tersenyum. Katanya "Kau masih tetap dapat mengendalikan diri. Marilah kita pergi." Keduanyapun kemudian melangkah ke kuda-kuda mereka. Sejenak kemudian keduanya telah meloncat naik. Ketika kuda-kuda itu mulai bergerak, Ki Tumenggung Sanggayuda masih berkata "Jika kalian masih penasaran, kami akan datang lagi pada kesempatan lain. Sakit hatiku tidak dapat lenyap begitu saja seperti noda-noda pada pakaian yang larut setelah dicuci." "Kami minta maaf yang sebesar-besamya, Ki Sanak. Bab 18 - Terot Di Rumah Aden Ayu "Sikap orang-orang Kateguhan seperti inilah yang membuat jarak antara Kateguhan dan Paranganom menjadi semakin jauh." Saudagar itu tidak sempat menjawab. Ki Tumenggung Sanggayudapun segera melarikan kudanya. Disusul oleh Ki Tumenggung Wiradapa. "Gila orang-orang Kateguhan " geram Ki Tumenggung Sanggayuda ketika Ki Tumenggung Wiradapa menyusulnya. Ki Tumenggung Wiradapa tidak menjawab. Ia hanya tersenyum saja sambil menggerakkan kendali kudanya. Ebook by Dewi Kangzusi 405 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Dalam pada itu, empat orang yang kesakitan masih merangkak-rangkak menepi. Merekapun kemudian duduk di lincak bambu di depan kedai itu. Saudagar yang merasa telah menyulut api pertentangan itupun berdiri dihadapan orang yang berkumis melintang itu sambil berkata "Jika kau menganggap bahwa persoalan ini belum selesai, maka kau akan berurusan dengan aku. Mungkin kau mempunyai banyak kawan yang dapat kau gerakkan untuk memusuhi aku. Tetapi aku juga mempunyai banyak orang yang akan melindungi aku." Orang berkumis melintang itu tidak menjawab. Sementara itu, saudagar itupun pergi menemui pemilik kedai yang menjadi gemetar itu. Saudagar itupun memberikan beberapa keping uang sambil berkata "Hitung kerugianmu. Jika uangku kurang, katakan. Besok akan aku tambah lagi." "Terima kasih, Ki Sudagar " berkata pemilik kedai itu. Sebenarnyalah tidak ada perabotnya yang rusak. Tetapi ada beberapa orang yang tidak sempat membayar karena mereka tergesa-gesa pergi karena ketakutan." Dalam pada itu, kedua orang" Tumenggung itupun melarikan kuda mereka dengan kencangnya. Perbatasan antara kadipaten Paranganom dan kadipaten Kateguhan memang tidak terlalu jauh lagi. Karena itu, maka beberapa saat kemudian, merekapun telah melintasi perbatasan kedua kadipaten yang kedua-duanya berada di dalam lingkaran kuasa Kangjeng Sultan di Tegal angkap. Ebook by Dewi Kangzusi 406 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Demikian keduanya berada di tlatah kadipaten Paranganom, maka Ki Tumenggung Sanggayuda mengekang kudanya, sehingga.seakan-akan berhenti sama sekali. Ki Tumenggung Wiradapa agak terdorong beberapa langkah maju. Namun iapun segera berhenti menunggu kuda Ki Tumenggung Sanggayuda yang berjalan selangkah-langkah. "Ada apa adi Tumenggung?" bertanya Ki Tumenggung Wiradapa." "Alangkah segarnya udara kadipaten Paranganom. Demikian kita melewati gapura yang berada di perbatasan itu, rasa-rasanya aku telah meninggalkan neraka yang panasnya melampaui panasnya api arang batok kelapa." Ki Tumenggung Wiradapa tersenyum. Katanya " Orang Kateguhan sendiri telah membuat lingkungannya menjadi sangar, sehingga akhirnya orang-orang Paranganom akan benar-benar merasa segan untuk pergi ke Kateguhan." "Bukankah itu karena salah mereka sendiri, kakang" "Ya. Itu adalah salah mereka sendiri." " Apakah kita perlu memberikan laporan kepada Kangjeng Adipati ?" "Kita akan melaporkan secara umum saja, adi Tumenggung. Kita tidak perlu memberikan laporan terperinci" Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk-angguk. Katanya " Ya. Kita akan memberikan laporan secara umum saja." Ebook by Dewi Kangzusi 407 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Dalam pada itu, maka haripun menjadi semakin muram. Matahari menjadi semakin rendah dan sejenak kemudian menyusup dibalik pegunungan, Cahaya layung yang kekuningan, dengan tajamnya menusuk pengliliatan. "Kita akan bermalam di jalan, kakang berkata Ki Tumenggung Sanggayuda. "Kita akan melintasi sebuah padukuhan. Kita akan minta untuk diijinkan bermalam di banjar padukuhan itu. "Didepan kita itu agaknya sebuah padukuhan yang agak besar. "Tetapi masih terlalu sore untuk berhenti. Kita akan berjalan terus sampai wayah sepi bocah." "Kakang. Bukankah malam ini malang terang bulan. Anak-anak akan bermain sampai jauh malam." "Kita akan sempat menonton di halaman banjar padukuhan berikutnya." Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk. Sebenarnyalah bahwa malam itu adalah malam bulan terang. Bahkan rasa-rasanya bulan terlalu cepat terbit. Sebelum cahaya layung hilang dari wajah langit, maka bulan sudah mulai nampak diatas cakrawala. Sejenak kemudian, kedua orang Tumenggung itu memasuki sebuah padukuhan yang agak besar. Demikian mereka menyusup gerbang padukuhan, maka haripun terasa mulai gelap. Cahaya matahari yang tersisa telah menjadi Ebook by Dewi Kangzusi 408 Kang Zusi http://kangzusi.com/ semakin kabur, sedangkan cahaya bulan masih terhalang dedaunan. Tetapi kedua orang Tumenggung itu memang tidak akan berhenti dan bermalam di banjar padukuhan itu, meskipun keduanya berkuda lewat jalan induk yang melintas didepan banjar. Banjar padukuhan itu nampak terang oleh lampu yang sudah dinyalakan di pendapa. Bahkan di pendapa itu nampak ada beberapa orang yang duduk melingkar diatas tikar pandan yang putih. "Agaknya sedang ada pertemuan di banjar berkata Ki Tumenggung Wiradapa. "Ya. Mungkin pertemuan para bebahu. Orangnya tidak begitu banyak." Ki Tumenggung .Wiradapa mengangguk angguk Demikian mereka mendekati pintu gerbang keluar dari padukuhan itu, mereka sudah melihat beberapa brang anak yang berdiri di regol halaman rumah yang luas Nampaknya mereka baru bersiap-siap untuk bermain-main di halaman yang luas itu. Beberapa saat kemudian, keduanya telah terlepas dari mulut jalan induk padukuhan itu. Didalam cerahnya cahaya bulan yang menyiram bulak panjang dihadapan mereka, mereka melihat diujung bulak sebuah padukuhan pula. Nampaknya juga padukuhan yang agak besar, Keduanya tidak melarikan kuda mereka lagi. Agaknya kuda mereka sudah mulai menjadi letih. Dalam pada itu, bulanpun memanjat semakin tinggi. Cahayanya terpantul di daun-daun padi yang subur. Air yang tergenang di kotak-kotak sawah nampak berkilat-kilat. Ebook by Dewi Kangzusi 409 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Sedangkan air yang mengalir di parit, terdengar gericik dengan iramanya yang lembut. Beberapa saat kemudian, keduanya telah mendekati padukuhan berikutnya. Demikian mereka sampai di pintu gerbang, maka mereka sudah mendengar suara tembang anak-anak yang sedang bermain. "Sekarang hari apa, kakang Tumenggung?" bertanya Ki Tumenggung Sanggayuda. "Kenapa?" "Apakah sekarang hari Senin Wage ?" "Ya." "Besok Selasa Kliwon?" "Ya. Kenapa " Apakah kau takut malam Selasa Kliwon " " "Bukan aku takut malam Selasa Kliwon. Tetapi tembang anak-anak itu." "Ada apa dengan tembang mereka?" "Mereka melagukan dendang ilir-ilir" " Kenapa dengan ilir-ilir ?" "Apakah kau tidak pernah bermain dimasa kanak-kanak, kakang Tumenggung?" Ki Tumenggung Wiradapa mengerutkan dahinya. Tetapi ia tidak segera menjawab. Ebook by Dewi Kangzusi 410 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Ki Tumenggung Sanggayudalah yang kemudian berkata "Anak-anak itu mendendangkan tembang ilir-ilir. Mereka tentu bermain nini towong." "Nini towong. Masih sesore ini " Aku dahulu juga sering bermain nini towong. Tetapi kami mulai tepat ditengah malam." "Anak-anak yang sudah remaja dan bahkan yang sudah menginjak dewasa memang bermain nini towong mulai tengah malam. Tetapi anak-anak bermain nini towong sejak malam turun." "Apakah bisa jadi juga?" "Ya. Aku pernah mencoba dimasa kanak-kanakku." Ki Tumenggung Wiradapa itu menganguk-angguk. Beberapa saat kemudian, maka merekapun telah memasuki padukuhan itu. Banjar padukuhan itu terletak tidak terlalu jauh dari pintu gerbang padukuhan. Padukuhan itu bukan padukuhan yang terlalu asing bagi kedua orang Tumenggung itu. Meskipun mereka belum pernah secara khusus mendatangi padukuhan itu, tetapi mereka telah pernah melewati padukuhan itu. "Kita akan langsung menemui penunggu banjar " berkata Ki Tumenggung Wiradapa. "Apakah tidak lebih baik kita menemui Ki Bekel?" "Nanti kita pergi ke rumah Ki Bekel. AKu ingin melihat, apakah nini towong itu bisa jadi. Menilik suara tembang itu, anak-anak itu bermain di banjar." Ebook by Dewi Kangzusi 411 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Ki Tumenggung Sanggayuda mengangguk sambil tersenyum. Tetapi ia tidak menjawab. Demikianlah keduanyapun langsung menuju ke banjar. Di pintu regol banjar padukuhan, keduanyapun turun dari kuda dan menuntunnya memasuki halaman. Anak-anak yang sedang bermain itu sempat berpaling. Tetapi mereka segera kembali lagi memusatkan perhatian mereka kepada permainan mereka. Nini towong. Ki Tumenggung Sanggayuda dan Ki Tumenggung Wiradapa tidak ingin mengganggu anakanak yang sedang bermain nini towong itu. Karena itu, maka keduanyapun langsung mengikat kuda mereka pada patok-patok kayu di sebelah pendapa. Kemudian keduanyapun duduk di tangga sambil menyaksikan anak-anak yang sedang bermain. Anak-anak yang ada di halaman banjar itu telah terbagi dua. Sekelompok di Selatan dan sekelompok yang lain beberapa langkah di sebelah Utara. Keduanya memegang tali panjang. Diantara kedua kelompok itu terikat sebuah siwur tempurung kelapa bertangkai bambu. Siwur itulah yang kemudian diberi berpakaian seperti seorang gadis kecil. Diriasnya batok kelapa itu menyempai wajah. Digambarnya mata, hidung dan mulut dengan enjet. Kemudian kelompok anak-anak itu bersama-sama mendengarkan lagu ilir-ilir sambil menggerakkan tali yang mengikat siwur diantara kedua kelompok itu. Semakin lama semakin keras. Irama dendang merekapun menjadi semakin cepat pula. Ki Tumenggung Wiradapa menjadi tegang. Lebih tegang dari saat ia melihat Ki Tumenggung Sanggayuda berkelahi melawan ampat orang di kedai itu. Ebook by Dewi Kangzusi 412 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Ki Tumenggung Wiradapa itu justru bangkit berdiri ketika anak-anak yang bermain nini towong itu menjerit-jerit. Mereka tidak lagi melantunkan lagu ilir-ilir. Ada yang menjerit karena kegembiraan yang melonjak. Mereka merasa berhasil dengan permainan mereka. Nini towong itu mampu melonjak-lonjak, sehingga kedua kelompok anak-anak itu harus memeganginya dengan kencang agar nini towong itu tidak terlepas. Tetapi ada yang menjerit-jerit karena ketakutan, bahwa permainan mereka telah kerasukan. Kedua kelompok anak-anak itu semakin lama semakin keras menarik permainan mereka sambil berteriak-teriak. Sementara itu nini towong mereka yang mereka anggap menjadi hidup itu melonjak-lonjak semakin tinggi. Tali yang menghubungkan kedua kelompok anak-anak dengan nini towong ditengahnya itu menjadi semakin tegang. Ketika anak-anak itu berteriak-teriak semakin keras, ^maka tiba-tiba saja tali itupun putus. Kedua kelompok anak itu terlempar dan jatuh saling menindih. Riuhnya bukan main. Bergegas dan berebut dahulu mereka bangkit berdiri dan berlari menjauhi siwur yang terpelanting jatuh. Ki Tumenggung Wiradapa tertawa. Iapuri kemudian duduk kembali disebelah Ki Sanggayuda. Sejenak kemudian, anak-anak yang berlari berpencar itu telah berkerumun kembali. Perlahan-lahan mereka maju mendekati nini towong mereka yang terbaring diam. "Nini towongnya mati " berteriak seorang diantara anakanak itu. Ebook by Dewi Kangzusi 413 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Seorang anak laki-laki yang menginjak usia remajanya melangkah perlahan-lahan mendekat. Seperti seekor kucing yang sedang merunduk seekor tikus. Namun kemudian anak itu berjongkok disebelah nini towongnya yang tidak bergerak sambil berteriak Ya. Nini towongnya mati." Seorang gadis kecil yang nampaknya pemberani telah datang mendekat pula. Gadis kecil itu langsung menggapai nini towong yang terbaring diam itu. "Mati " katanya "nini towong ini sudah tidak bergerak sama sekali." "Mari, kita buat lagi." "Tidak bisa. Hanya sekali. Jika kita ingin membuat lagi, kita harus mencuri siwur lagi." Ki Wiradapapun berdesis " Kenapa harus mencuri ?" "Untuk dibuat nini towong, bukankah siwur itu harus dicuri di rumah seseorang"jawab Ki Sanggayuda. "Kalau tidak?" "Tidak akan jadi " "Bukankah banyak siwur di pinggir jalan " Aku lihat dibeberapa regol halaman terdapat gentong berisi air bersih untuk disediakan bagi para pejalan kaki yang haus. Bukankah disetiap persediaan air itu terdapat siwur batok kelapa untuk Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo minum." Ebook by Dewi Kangzusi 414 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Ya. Tetapi nampaknya yang lain sudah menjadi jemu dan akan bermain dengan jenis permainan yang lain." Ki Wiradapa mengangguk-angguk. Namun kemudian" iapun berkata "Kita tunggu mereka menemukan permainan yang lain. Marilah kita temui penunggu banjar ini untuk minta ijin bermalam disini." Keduanyapun bangkit berdiri. Merekapun kemudian berjalan menuju ke rumah yang berada di belakang banjar itu. Agaknya penunggu banjar itu masih duduk-duduk di ruang dalam bersama isterinya dan anaknya yang masih baru dapar berjalan. Karena itu ketika Ki Tumenggung Sanggayuda mengetuk pintunya, maka penunggu banjar itu segera turun dari amben bambunya yang agak besar langsung menuju ke pintu. "Siapa di luar?" bertanya penunggu banjar itu. "Akru Ki Sanak " jawab Ki Tumenggung Sanggayuda. Penunggu banjar itupun membuka pintunya yang memang belum diselarak. "Marilah Ki Sanak, silakan masuk." Namun Ki Tumenggung Wiradapapun menyahut " Terima kasih. Kami hanya akan mohon. ijin untuk bermalam di banjar ini. Kami kemalaman dalam perjalanan." "O " penunggu banjar itupun melangkah keluar " maaf Ki Sanak. Kami sebenarnya tidak berkeberatan memberi kesempatan Ki Sanak berdua bermalam di banjar ini. Tetapi tempatnya hanya sangat sederhana." Ebook by Dewi Kangzusi 415 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Tidak apa-apa. Jika kami diijinkan bermalam di banjar ini, kami mengucapkan terima kasih," "Ada amben yang agak besar di serambi belakang banjar ini, Ki Sanak. Jika kalian tidak berkeberatan, silahkan. Ada sumur dan pakiwan di samping rumah kecil yang aku huni itu. Jika kalian ingin membersihkan diri atau mandi." "Terima kasih." "Aku minta maaf, jika hanya tempat sajalah yang dapat kami sediakan. Itupun tempat yang sangat sederhana " "Sudah cukup, Ki Sanak. Terima kasih." "Kalian berkuda ?" "Ya." "Sayang, aku tidak mempunyai persediaan makanan kuda. Tetapi banyak rumput di kebun belakang. Barangkali dapat sekedar mengurangi perasaan lapar kuda kalian. Jangan takut kuda kalian akan hilang. Meskipun di sepanjang perbatasan ini kadang-kadang terdengar suara kentongan, kadang-kadang tiga pukulan terturut-turut, kadang-kadang lima dan bahkan kadang-kadang titir, tetapi padukuhan ini tetap aman." "Baik, Ki Sanak. Kami akan membawa kuda kami ke kebun belakang." "Silahkan. Tetapi seperti yang aku katakan, aku tidak dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya." Ketika kemudian penunggu banjar itu masuk kembali ke dalam rumahnya, maka Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Ebook by Dewi Kangzusi 416 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Tumenggung Sanggayuda kembali duduk di tangga pendapa banjar untuk menyaksikan anak-anak yang sedang bermain. Mereka menyaksikan anak-anak itu berdiri dalam lingkaran. Kemudian berputar sambil mendendangkan lagu jamuran. "Kita bawa kuda kita ke belakang, kakang Tumenggung " berkata Ki Sanggayuda " biarlah kuda itu dapat makan rumput serba sedikit." Ki Tumenggung Wiradapapun mengangguk. Katanya " Kita beri minum saja dahulu di sumur." Demikian mereka mengikat kuda mereka di kebun belakang banjar yang banyak mmpumya, maka keduanya kembali menyaksikan anak-anak bermain. Tidak lagi jamuran, tetapi mereka bermain surkulon surwetan. "Anak-anak itu belum mengantuk sudah wayah sepi uwong " berkata Ki Tumenggung Wiradapa. "Jika mereka sedang bermain di terang bulan, maka mereka akan dapat bertahan sampai lewat tengah malam " sahut Ki Tumenggung Sanggayuda. Sebenarnyalah anak-anak itu masih saja nampak segar sampai menjelang tengah malam. Mereka masih bermain soyang yang riuh. Nampaknya Ki Wiradapa sangat tertarik melihat anak-anak bermain. Ia betah duduk di tangga sampai lewat tengah malam. Ketika anak-anak itu menjadi letih, dan bersepakat untuk berhenti bermain, maka merekapun segera menghambur pulang ke rumah masing-masing tanpa perasaan takut. Anak-anak yang biasanya tidak berani ke pakiwan Ebook by Dewi Kangzusi 417 Kang Zusi http://kangzusi.com/ sendiri setelah gelap, tiba-tiba saja menjadi berani pulang dari banjar sendirian lewat tengah malam. Ketika halaman itu menjadi sepi, maka Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayudapun bangkit berdiri. Tiga orang anak muda memasuki regol halaman banjar dan melangkah langsung menuju ke pendapa. Ketiga orang anak muda itu tertegun ketika mereka melihat dua orang yang bangkit berdiri di tangga pendapa. "Siapa kalian?" bertanya salah seorang anak muda itu. "Kami pejalan yang minta ijin menginap di banjar ini." "Kalian sudah berbicara dengan penunggu banjar ini ?" "Sudah anak-anak muda " Anak anak muda itu mengangguk-angguk. Seorang yang lainpun bertanya " Kenapa kalian duduk saja di tang-ga. Bukankah di serambi belakang ada amben yang cukup besar uniuk kalian pakai tidur berdua ?" "Kami nonton anak-anak bermain di terang bulan." "O " Anak-anak muda itupun kemudian naik ke pendapa sambil berkata" Silahkan beristirahat." "Terima kasih anak-anak muda " Namun sebelum mereka beranjak, penunggu banjar itu telah naik dari tangga samping sambil membawa minuman hangat. Iapun kemudian berpaling kepada Ki Tumenggung Ebook by Dewi Kangzusi 418 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda " Marilah Ki Sanak. Duduklah bersama anak-anak yang meronda. Mereka anakanak malas yang baru datang lewat tengah malam." "Aku sudah ada di prapatan itu sejak wayah sepi bocah, kang. Tetapi halaman ini sangat ramai. Aku dan kawan-kawan ini duduk-duduk saja adi prapatan." "Dimana kawanmu yang dua lagi ?" "Mereka masih duduk di prapatan mengamati anak-anak yang mengambur pulang itu.". Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayudapun telah ikut duduk di pendapa. Sementara itu dua orang lagi yang bertugas ronda di banjar itu telah datang pula. Selain minuman hangat, penunggu banjar itupun telah merebus ketela pohon dengan santan dan garam. Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda ikut makan ketela pohon yang masih mengepul itu bersama anak-anak yang sedang meronda. Beberapa pertanyaan harus dijawab oleh kedua orang Tumenggung itu. Namun sampai saatnya mereka meninggalkan pendapa turun ke serambi belakang, mereka tidak pernah menyatakan diri mereka sebagai Tumenggung di Paranganom. Keduanya sempat tidur beberapa saat. Namun mereka mendengar ketika anak-anak muda itu meninggalkan pendapa banjar menjelang dini hari. Kedua orang Tumenggung itupun segera bangkit pula dan langsung pergi ke pakiwan. Ebook by Dewi Kangzusi 419 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Sebelum matahari terbit, keduanyapun telah siap untuk meneruskan perjalanan. "Kita akan minta din kepada penunggu banjar ini, adi Tumenggung." "Marilah " sahut Ki Sanggayuda. "Aku ingin memberitahukan kepadanya, siapa kita sebenarnya. Memang ada beberapa kemungkinan. Ia menjadi gembira atau justru sebaliknya karena ia tidak dapat menyambut kita dengan sebaiknya-baiknya." "Kita beritahukan kepadanya, bahwa kita sudah merasa sangat puas dengan pelayanannya." Ki Tumenggung Wiradapapun mengangguk-angguk. Sejenak kemudian, maka mereka berduapun telah minta diri kepada penunggu banjar itu serta isterinya. Seorang anaknya masih baru dapat berjalan. Kakaknya, sudah dapat berlari-lari dan berbicara beberapa kalimat dengan pengertian yang sudah runtut. "Umur mereka hanya ampat belas bulan " berkata penunggu banjar itu. Isterinya hanya menunduk saja sambil tersenyum. "Ki Sanak " berkata Ki Tumenggung Wiradapa " kami akan melanjutkan perjalanan. Jika kalian sempat pergi ke Paranganom, aku persilahkan kalian singgah di rumah kami." "Terima kasih, Ki Sanak " Kami akan mencoba mencarinya di Paranganom." "Jika kalian mencari kami, maka kalian dapat bertanya kepada orang-orang yang tinggal disebelah Barat alun-alun. Ebook by Dewi Kangzusi 420 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Ki Sanak berdua tinggal di sebelah. Barat alun-alun" "Ya." "Jika aku bertanya kepada mereka yang tinggal di sebelah Barat alun-alun, aku harus berkata bahwa aku mencari rumah siapa?" "Bertanyalah rumah salah seorang dari kami berdua. Kami tinggal berdekatan." "Nama kalian atau barangkali pekerjaan kalian?" "Bertanyalah rumah Ki Tumenggung Wiradapa atau Ki Tumenggung Sanggayuda." "Ki Tumenggung" Apakah kalian tinggal di rumah Ki Tumenggung?" "Aku adalah Tumenggung Wiradapa" "Aku adalah Tumenggung Sanggayuda itu" "Jadi Ki Sanak berdua ini Tumenggung" Apakah benar pendengaranku?" "Ya, Ki Sanak. Kami berdua adalah Tumenggung di Paranganom yang baru saja menjalankan tugas ke Kateguhan. Kami diperintahkan oleh Kangjeng Adipati Parangkusuma di Paranganom untuk menghadap Adipati Yudapati di Kateguhan." "Ampun Ki Tumenggung berdua Kami mohon ampun. Kami tidak tahu sama sekali bahwa yang datang semalam adalah dua orang Tumenggung dari Paranganom." Ebook by Dewi Kangzusi 421 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Penunggu banjar itupun berlutut sambil mengangguk dalam-dalam. Namun Ki Tumenggung Wiradapapun menarik lengannya sambil berkata "Bangkidah. Berdirilah." Ki Tumenggung Sanggayudapun telah mencegah isteri penunggu banjar itu ketika perempuan yang menjadi bingung itu ikut berlutut seperti suaminya "Kami mohon ampun, Ki Tumenggung." "Kenapa kau mohon ampun. Kau sudah berbuat baik. Aku mengucapkan terima kasih atas kebaikanmu;" "Kenapa Ki Tumenggung tidak mengatakan sejak semalam." "Aku ingin tahu apa yang kau lakukan kepada orang kebanyakan. Kau tentu akan menerima dengan baik dan barangkali terlalu baik jika kami langsung mengaku, bahwa kami berdua adalah dua orang.Tumenggung dari Paranganom. Tetapi ternyata bahwa kau bersikap baik kepada orang kebanyakan. Kau terima dengan baik dan kau perlakukan dengan baik. Di malam hari kau beri kami makan dan minum." "Kami tidak menghidangkan makan malam." "Ketela rebus itu di mulut kami semalam jauh lebih nikmat dari semangkuk nasi wuduk dengan segala kelengkapannya, termasuk daging ayam dan telur." "Kami mohon ampun." "Tidak ada yang harus diampuni. Kau tidak melakukan kesalahan apa-apa" Ebook by Dewi Kangzusi 422 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Penunggu banjar itu menunduk dalam-dalam. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya Bahkan wajahnya menjadi pucat sedangkan suaranya menjadi sedikit bergetar. "Nah, sekarang kami akan minta diri " berkata Ki Tumenggung Wiradapa sambil mengambil beberapa keping uang di kantong ikat pinggangnya yang lebar. Diberikannya uang itu kepada anak penunggu banjar yang sudah dapat berlari-lari. "Ini. Nanti buat membeli gelali. Bukankah kau tidak sedang batuk?" "Anak itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian uang yang beberapa keping itu diterimanya. Dua keping diantaranya jatuh ketanah karena kedua tangannya terlalu kecil untuk menggenggam semua uang pemberian Ki Tumenggung Wiradapa itu." "Terima kasih Ki Tumenggung" berkata isteri penunggu banjar itu sambil membungkuk dalam-dalam. Kedua orang Tumenggung itupun kemudian minta diri. Mereka telah mengambil kuda mereka yang semalam suntuk dibiarkan saja di kebun belakang untuk makan rumput. Perjalanan mereka masih agak panjang. Tetapi mereka berharap, sebelum tengah hari mereka sudah sampai di Paranganom. Mereka bernial langsung menghadap Kangjeng Adipati Paranganom jika Kangjeng Adipati bersedia menerimanya Sepeninggal Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda, penunggu banjar itu masih saja gelisah. Namun isterinya justru sibuk mcnghitung keping uang yang ditinggalkan oleh Ki Tumenggung Wiradapa di tangan-tangan kecil anaknya yang sulung. Ebook by Dewi Kangzusi 423 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Banyak sekali, kang" berkata isteri penunggu banjar itu. "Mereka orang baik. Kapan-kapan aku berniat untuk datang menghadap Ki Tumenggung berdua. Pada saat-saat pekerjaan kita longgar. Tidak ada kerja di sawah, serta Ki Bekel tidak berkeberatan dan memberi ijin kita meninggalkan banjar ini barang dua hari." "Kita" Maksud kakang, aku juga ikut?" "Ya" Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Anak-anak ini?" "Tentu mereka akan ikut pula." "Menggendong anak-anak sampai ke Paranganom" Bukankah Paranganom itu jauh?" Penunggu banjar itu menarik nafas panjang. Katanya - Jika saja kita mempunyai pedati." "Kang. Bukankah sering ada pedati dari kota yang datang kemari" Para saudagar yang sedang mencari dagangan?" "Mereka datang untuk membeli kambing. Apakah kita akan minta diperkenankan ikut bersama mereka dan duduk berdesakkan dengan kambing-kambing didalam pedati?" Isterinya mengangguk-angguk. Katanya"Kasihan juga anak-anak kita, ya kang. Tetapi bukankah kadang-kadang ada pedati yang membawa hasil kerajinan bambu dari padukuhan kita?" "Ya Mungkin kita dapat berbicara dengan mereka" Ebook by Dewi Kangzusi 424 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Uang yang ditinggalkan Ki Tumenggung Wiradapa temyata sangat menggembirakan keluarga yang sederhana itu. Dalam pada itu, Ki Tumenggung Wiradapa dan Ki Tumenggung Sanggayuda melarikan kuda mereka di jalan yang panjang. Ketika matahari mulai naik, maka sinamya terasa menggatalkan kulit. "Kita berharap menjelang tengah hari kita sudah akan sampai ke dalem kadipaten"desis Ki Tumenggung Wiradapa Dalam pada itu, di Paranganom, pagi itu Raden Ayu Prawirayuda dan puterinya Raden Ajeng Rantamsari telah menghadap Kangjeng Adipati Parangkusuma. Kangjeng Adipati menjadi agak terkejut, bahwa di hari yang masih pagi itu, keduanya sudah berada di dalem kadipaten. "Marilah kangmbok, silahkan " Kangjeng Adipati menerima keduanya di serambi samping. "Kami mohon ampun dimas. Mungkin kedatangan kami sangat mengganggu dimas, karena hari masih pagi." "Apakah ada sesuatu yang sangat penting, kakangmbok" "Dimas, semalam kami menjadi ketakutan di rumah." "Kenapa?" Raden Ayu Prawirayuda menarik nafas dalam-dalam. Iapun berpaling kepada Raden Ajeng Rantamsari sambil berkata "Ampun dimas. Rantamsari hampir saja menjadi pingsan." "Apa yang telah terjadi ?" Ebook by Dewi Kangzusi 425 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Semalam seseorang atau lebih telah dengan sengaja mengganggu ketenangan keluarga kami, dimas. Di tengah malam Rantamsari terbangun dari tidumya." Kangjeng Adipati mendengarkan laporan itu dengan sungguh-sungguh. Namun tibatiba saja Raden Ayu Prawirayuda itupun berkata "Biarlah Rantamsari saja yang menyampaikannya dimas." Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Katanya " Silahkan. Silahkan Rantamsari?" "Hamba menjadi sangat ketakutan, paman Adipati. Di tengah malam hamba terbangun. Hamba rasa ada yang sengaja mengetuk pintu bilik hamba. Karena itu, maka hamba telah membuka pintu itu dengan hati-hati. Tetapi temyata tidak ada seorangpun di ruang dalam. Hamba mengira bahwa ibundalah yang telah mengetuk pintu bilik hamba Karena itu, maka hambapun pergi ke bilik ibunda. Sementara itu, lampu di ruang dalam hanya remang-remang saja. Apalagi mata hamba rasa-rasanya bam separuh terbuka. Sehingga hamba tidak melihat sebelumnya apa yang teronggok didepan bilik tidur ibunda. Ketika kaki hamba menyentuh benda yang teronggok di depan bilik ibunda baru hamba mencoba memperhatikannya. Namun yang mula-mula hamba lihat adalah darah. Karena itulah, maka hambapun menjerit. Agaknya ibunda terkejut mendengar jeritan hamba. Dengan tergesa-gesa ibundapun membuka pintu dan melangkah keluar. Tetapi kaki ibundapun segera tersentuh oleh benda yang teronggok didepan pintu. Ibundapun menjerit pula Kami berdua hanya hanya dapat berpelukan sehingga dua orang abdi masuk ke ruang dalam. Temyata benda yang teronggok dalam genangan darah itu adalah seekor kucing yang lehemya telah menganga Abdi yang membuang dan membersihkan ruang itulah yang bercerita tentang kucing itu paman Adipati." Ebook by Dewi Kangzusi 426 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Kangjeng Adipati menarik nafas panjang. Dengan nada datar iapun berkata Siapakah yang telah mengganggu kakangmbok dan Rantamsari." "Aku merasa takut sekali dimas " berkata Raden Ayu Prawirayuda"apalagi Rantamsari." "Baiklah, kakangmbok. Aku akan menugaskan beberapa orang prajurit untuk mengawasi tempat tinggal kakangmbok. Sekarang kakangmbok berada di Paranganom, sehingga karena itu, maka ketentraman dan ketenangan hidup kakangmbok mempakan tanggung jawabku." "Aku mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga dimas. Dimas sudah bersedia memberi tempat tinggal bagi kami berdua Bahkan dengan segala kelengkapannya serta mengatur kehidupan kami disini. Sekarang kami masih juga mengganggu dimas Adipati karena kami berdua menjadi ketakutan." "Aku akan mengusut sampai tuntas kakangmbok. Siapakah yang telah mengganggu ketenangan kakangmbok. Biarlah para prajurit nanti mengamati apa yang sudah terjadi. Pintu yang mungkin rusak atau cara lain dari seseorang memasuki bagian dalam tempat tinggal kakangmbok itu." "Terima kasih, dimas. Tetapi hamba yang tidak tahu diri ini masih ingin mengajukan permohonan. Tetapi segala sesuatunya terserah kepada dimas Adipati, apakah permohonanku ini diijinkan atau tidak" "Jika masih dalam batas kewajaran, serta aku mampu membantunya, aku tentu tidak berkeberatan." "Dimas " suara Raden Ayu Prawirayuda menurun " menurut dugaanku, yang terjadi di tempat tinggalku itu bukan Ebook by Dewi Kangzusi 427 Kang Zusi http://kangzusi.com/ sesuatu yang wajar. Yang melakukan perbuatan yang mengerikan itu tentu bukan orang kebanyakan. Aku justru menghubungkan dengan kemarahan angger Adipati Yudapati kepadaku sehingga mengusirku. Agaknya kemarahan itu masih belum mereda." Kangjeng Adipati Prangkusuma mengangguk-angguk kecil. Sementara itu Raden Ayu Prawirayuda berkata selanjutnya "Dimas Adipati. Jika dimas berkenan, untuk sementara aku mohon prajurit terbaik dari Paranganomlah yang akan menemani kami berdua. Menurut pendengaranku, angger Madyasta bersama tiga orang Senapati muda dari Paranganom telah berhasil menghancurkan gerombolan perampok di desa Panjer." "Jadi maksud kakangmbok, yang kakangmbok kehendaki melindungi kakangmbok dan Rantamsari adalah puteraku Madyasta dan ketiga orang Senapati muda yang baru saja berhasil menghancurkan gerombolan perusuh di Panjer ?" "Jika adimas berkenan. Dengan demikian tidak diperlukan jumlah orang terlalu banyak. Sementara itu, aku masih juga mencemaskan orang-orang berilmu tinggi yang dikirim dengan sengaja untuk mengganggu ketentraman hidupku atau bahkan kemudian membinasakan kami berdua." Kangjeng Adipati Prangkusuma mengangguk-angguk. "Dimas Adipati. Rumah yang dimas berikan bagi kami berdua itu adalah rumah yang besar. Gandok sebelah kanan dan sebelah kiri adalah ruang-ruang yang kosong. Jika dimas berkenan, angger Madyasta dan ketiga orang Senapati muda itu dapat tinggal untuk sementara di rumah kami. Masih ada beberapa bilik kosong di ruang dalam yang dapat Ebook by Dewi Kangzusi 428 Kang Zusi http://kangzusi.com/ dipergunakan oleh angger Madyasta. Sedangkan para Senapati itu dapat berada di gandok." Kangjeng Adipati Prangkusuma itupun kemudian menjawab "Kakangmbok. Jika hal itu dapat memberikan ketenangan bagi kakangmbok serta Rantamsari, baiklah. Aku tidak berkeberatan memenuhi permintaan kakangmbok itu, Aku akan memanggil Madyasta dan memerintahkannya membawa ketiga orang Senapati muda itu ke rumah kakangmbok. Tetapi aku minta diketahul, bahwa ketiga orang Senapati muda itu mempunyai tugas mereka masing-masing yang tidak dapat terlalu lama mereka tinggalkan." "Bukankah mereka tidak pergi kemana-mana. Mereka tetap berada di dalam kota, sehingga jika perlu. mereka dapat kembali ke tugas mereka kapan saja." Kangjeng Adipati mengangguk-angguk pula. Katanya " Baiklah. Hari ini, sebelum gelap. mereka sudah akan be-rada di rumah kakangmbok. Madyasta bersama ketiga orang Senapati muda itu. Mereka akan berada di rumah kakangmbok untuk beberapa hari. Jika keadaan menjadi semakin baik. disiang hari mereka akan bergantian berada di barak mereka masing-masing. Perlahan-lahan mereka akan digantikan beberapa orang prajurit pilihan." "Segala sesuatunya terserah kepada dimas Adipati." Beberapa saat kemudian. maka Raden Ayu Prawirayuda dan Raden Ajeng Rantamsari itupun mohon diri. Mereka akan menunggu kehadiran Raden Madyasta serta para Senapati muda yang telah mampu menghancurkan gerombolan perusuh di daerah perbatasan. Sepeninggal Raden Ayu Prawirayuda, maka Kangjeng Adipati Prangkusumapun telah memanggil puteranya, Raden Madyasta. Ebook by Dewi Kangzusi 429 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Bibimu baru saja datang menemui aku, Madyasta." "Bibi Prawirayuda maksud ayahanda?" "Ya." "Apakah ada yang penting?" Kangjeng Adipatipun kemudian telah menceritakan kembali, apa yang telah diceriterakan oleh Raden Ajeng Rantamsari. "Apakah bibi dan kakangmbok Rantamsari menjadi ketakutan?" "Ya." "Bukankah bibi pernah menjadi Srikandi Paranganom" " Jilid 6 Bab 19 - Tugas Yang Aneh "TETAPI bibimu menjadi semakin tua, Madyasta. Kecuali itu, mungkin bibimu membayangkan, bahwa yang datang itu tentu orang berilmu tinggi dan bahkan mungkin tidak hanya seorang. Mereka adalah orang-orang yang mendapat tugas tertentu di rumah bibimu Prawirayuda. Bahkan bibimu menghubungkan peristiwa itu dengan kemarahan kakangmasmu Adipati Yudapati di Kateguhan." "Ayahanda. Bibi sekarang sudah berada di Paranganom. Kakangmas Yudapati tidak mempunyai wewenang lagi untuk Ebook by Dewi Kangzusi 430 Kang Zusi http://kangzusi.com/ mengganggunya. Jika itu masih juga dilakukannya, maka ia akan berhadapan dengan kekuatan yang ada di Paranganom." "Itulah sebabnya, maka bibimu mohon perlindunganku." "Apakah ayahanda akan memerintahkan hamba untuk memilih beberapa orang prajurit terbaik untuk menjaga rumah bibi Prawirayuda?" "Madyasta. Aku memang akan memberi perintah kepadamu. Tetapi tidak untuk memilih sekelompok prajurit terbaik. Bibimu justru menginginkan kau bersama tiga orang Senapati muda yang beberapa hari yang lalu bersamamu menghancurkan segerombolan brandal di Panjer." "Hamba sendiri.ayahanda?" "Ya." "Hamba bersama kakang Rembana, Sasangka dan Wismaya?" "Ya." "Kenapa harus hamba dan ketiga orang Senapati itu" Bukankah ayahanda dapat memerintahkan sekelompok prajurit pilihan untuk berada di rumah bibi Prawirayuda". Mereka akan dilcngkapi dengan kentongan yang dapai memberikan isyarat kepada lingkungannya, jika keadaan memaksa sehingga mereka sendiri tidak dapat mengatasinya." "Bibimu merasa tenang jikka kau dan ketiga orang Senapati yang telah berhasil menghancurkan gerombolan di Panjer itu bcrada disana untuk sementara. Bibimu membayangkan babwa yang melakukan itu ada sangkut pautnya dengan kakangmumu Adipati Kateguhan. Sehingga Ebook by Dewi Kangzusi 431 Kang Zusi http://kangzusi.com/ orang-orang yang datang itu tidak hanya beberapa orang penjahat kecil. Tetapi mereka adalah orang-orang yang berilmu tinggi." Raden Madyasta termangu-mangu sejenak. Katanya dengan nada berat "Bukanya hamba menolak perintah ayahanda. Tetapi bukankah tugas ini bukan tugas yang amat berat. Untuk menggantikan kami berempat, dapat ditugaskan prajurit yang jumlahnya tiga kali lipat, yang dapat mengawasi rumah itu di segala sisinya." "Aku mengerti, Madyasta. Tugas ini memang bukan tugasmu dan bukan pula tugas ketiga orang Senapati muda im. Tetapi biarlah meskipun hanya sepekan saja kau penuhi keinginan bibimu im." "Jika ayahanda menghendaki, hamba akan menjalaninya." "Baik. Sampaikan perintahku kepada Rembana, Sasangka dan Wismaya" "Hamba ayahanda. Apakah hamba harus membawa mereka menghadap atau hamba akan langsung membawa mereka ke rumah bibi?" "Pergilah langsung ke rumah bibimu. Kau tidak perlu lagi menghadap. Rumah bibimu cukup besar untuk memberi tempat bagi kahan berempat." "Hamba ayahanda. Hamba bersama ketiga orang . Senapati muda itu akan langsung pergi ke rumah bibi nanti sore." "Jangan menunggu malam. Bibimu akan menjadi sangat gehsah." Ebook by Dewi Kangzusi 432 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Hamba ayahanda." Sejenak kemudian, maka Raden Madyastapun mohon diri. Ia merasakan tugas yang dibebankan kepadanya itu adalah tugas yang aneh. Tugas yang sebenarnya dapat dilakukan oleh para prajurit. Bukan harus dilakukannya sendiri. Sedangkan para Senapati muda itu juga mempunyai tugas mereka masing:masing, sehingga keberadaan mereka di rumah bibinya akan terasa sangat menjemukan. Raden Madyasta dan ketiga orang Senapati muda itu akan merasa membuang waktu dengan sia-sia. Tetapi Raden Madyasta tidak dapat mcnolak, pertimbangan ayahandanya tentu bukan Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sekedar tentang tugas semata-mata. Tetapi juga karena ayahandanya menghormati saudara tuanya, Kangjeng Adipati Prawirayuda yang sudah tidak ada lagi. Pagi itu juga, Raden Madyasta telah melarikan kudanya menemui Rembana, Sasangka dan Wismaya. Mula-mula ketiganya mengira, bahwa mereka akan mendapat tugas baru ditempat lain, yang perlu segera mendapat penyelesaian. Namun perintah yang mereka terima adalah, bahwa mereka harus berada di rumah Raden Ayu Prawirayuda yang merasa terancam oleh perbuatan orang yang tidak dikenal. "Kapan kita harus mulai tinggal di pesanggrahan itu?" bertanya Rembana. Sasangka tertawa. Katanya " Jangan meremehkan tugas ini. Siapa tahu bahwa yang datang adalah hantu-hantu yang mempunyai kekuatan melebihi kekuatan manusia." Ebook by Dewi Kangzusi 433 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Mungkin. Tetapi bagaimanapun juga tidak ada mahluk yang dapat mengalahkan manusia di dunia ini. Karena itu, seandainya hal itu dilakukan oleh hantu-hantu sekalipun, kita akan mengatasinya." Seperti biasanya Wismaya hanya tersenyum saja. Ia tidak banyak berbicara, meskipun kadang-kadang ia dapat bergurau pula. Dalam pada itu, maka Raden Madyastapun berkata "Nanti malam kita harus sudah berada di rumah bibi." "Apakah kami harus menghadap Raden di dalem Kadipaten?" 'Tidak. Kita akan langsung berangkat ke rumah bibi." 'Kita masing-masing pergi ke sana sendiri?" 'Kita akan berkumpul di barak kakang Wismaya. Kita akan berangkat bersama-sama dari barak itu." 'Baiklah. Kita akan berkumpul sebelum senja. Kemudian kita akan bersama-sama menuju ke rumah Raden Ayu Prawirayuda " desis Wismaya. Namun Rembanapun bertanya " Apakah kita tidak perlu menghadap kangjeng Adipati lebih dahulu?" "Tidak " jawab Raden Madyasta " ayahanda sudah memerintahkan kepadaku untuk bersama kalian langsung saja menuju ke rumah bibi." Ketiga orang Senapati muda itu mengangguk-angguk. Ebook by Dewi Kangzusi 434 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Agaknya Raden Madyasta merasa kerasan tinggal di barak prajurit. Ia berada di barak Wismaya sampai lewat tengah hari. Sementara itu Rembana dan Sasangka telah mendahuluinya meninggalkan barak Wismaya. Pada saat Raden Madyasta masih berada di barak Wismaya, menjelang tengah hari Ki Tumenggung Wiradana dan ki Tumenggung Sanggayuda telah datang menghadap Kangjeng Adipati Prangkusuma. Mereka datang dari Kateguhan langsung pergi ke dalem kadipaten. Kangjeng Adipati yang mendapat laporan dari seorang prajurit salah seorang narpacundaka yang bertugas telah memerintahkan kepadanya untuk mempersilahkan kedua orang Tumenggung im duduk menunggu di pringgitan. Tetapi mereka tidak lama menunggu. Sejenak kemudian Kangjeng Adipatipun telah berada di pringgitan pula. "Apakah kalian baru datang dari Kateguhan?" "Ya, Kangjeng Adipati. Kami berdua baru datang dari Kateguhan: Kami berdua langsung menghadap Kangjeng Adipati. "Apakah kalian merasa letih?" " Tidak Kangjeng. Kami tidak merasa letih. Semalam kami dapat beristirahat dengan baik di sebuah banjar padukuhan.' Kangjeng Adipati mcngangguk-angguk. Iapun kemudian bertanya Bukankah kalian tidak menemui hambatan yang berarti di pcrjalanan?" Ki Tumenggung Wiradapapun berpaling kepada Ki Tumenggung Sanggayuda. Namun kemudian Ki Tumenggung Ebook by Dewi Kangzusi 435 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Wiradapa itupun menjawab "Tidak ada Kangjeng Adipati. Kami hanya bertemu dengan orang-orang Kateguhan yang nakal disamping mereka yang baik dan ramah." Kangjeng Adipati mengangguk-angguk. Katanya " Sukurlah. Bagaimana keadaan angger Adipati Yudapati?" "Baik, Kangjeng. Kangjeng Adipati Yudapati ada dalam keadaan baik. Ketika kami mohon diri, maka Kangjeng Adipatipun berpesan agar baktinya kami sampaikan kepada Kangjeng Adipati di Paranganom. Salamnya buat Raden Madyasta, Raden Wignyana dan rakyat Paranganom." "Anak yang baik. Aku bangga terhadapnya." 'Kami berduapun diterima dengan baik, Kangjeng Adipati." "Sukurlah " Kangjeng Adipati mcngangguk-angguk. Namun kemudian Kangjeng Adipati itupun bertanya "Paman, apakah paman berdua akan beristirahat dahulu?" 'Kami tidak letih Kangjeng " jawab Ki Tumenggung Sanggayuda "perjalanan yang menyenangkan." "Bagaimana dengan rakyat Kateguhan?" Kedua orang Tumenggung itu menarik nafas panjang. Setelah saling berpandangan sejenak, maka Ki Tumenggung Wiradapapun berkata "Itulah yang menjadi persoalan, Kangjeng " "Kenapa?" "Sikap mereka sama sekali tidak lagi bersahabat. Apalagi menganggap kami sebagai saudara mereka." Ebook by Dewi Kangzusi 436 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Apa yang telah terjadi?" 'Adi Tumenggung Sanggayuda dapat menceritakan pengalamannya menghadapi orangorang Kateguhan. Bahkan saudara sepupuku sendiri, Kangjeng." 'Ceritakan, kakang Tumenggung Sanggayuda. Agaknya ceritera itu akan menjadi ceritera yang cukup menarik." 'Ampun Kangjeng. Hamba mohon ampun bahwa hamba akan berceritera lebih dahulu justru sebelum hamba berdua menyampaikan laporan tugas yang harus kami jalani berdua." Kangjeng Adipati Prangkusuma justru tersenyum. Katanya " Kakang. Aku justru ingin mendengar ceriteramu lebih dahulu daripada laporan tentang mgasmu." "Hamba Kangjeng Adipati " Ki Tumenggung Sanggayuda itu berhenti sejenak. Ia mencoba mencari ujung dari-mana ia akan mulai dengan ceriteranya. Ki Tumenggung Sanggayudapun kemudian telah menceriterakan sikap orang-orang Kateguhan terhadap orang-orang Paranganom. Mereka menganggap orang-orang Paranganom terlalu sombong dan merendahkan bahkan menghina orang-orang Kateguhan. "Aku terpaksa harus berkelahi, Kangjeng. Baru kemudian aku merasa malu juga kepada diri sendiri. Orang-orang tua ini masih juga turun berkelahi di pinggir jalan." Kangjeng Adipati Paranganom tertawa. Katanya " Tetapi bukankah kakang tidak mengaku sebagai seorang Tumenggung dari Paranganom?" Ebook by Dewi Kangzusi 437 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Ketika aku berkelahi, aku memang tidak mengaku, bahwa aku seorang Tumenggung, Kakang Tumenggung Wiradapa lebih senang menjadi penonton. Dibiarkannya aku berkelahi sendiri melawan beberapa orang sekaligus.' 'Benar kakang Tumenggung Wiradapa"' "Ya, Kangjeng. Tetapi maksudku adalah, agar mereka tahu betapa orang orang Paranganom tidak dapat direndahkan. Seorang saja diantara orang orang Paranganom mampu melawan empal orang dari Kateguhan. Empat orang yang dianggap garang dan memiliki kemampuan." Kangjeng Adipati sudah tidak tertawa lagi, ia bahkan menjadi prihatin mendengar ceritera Ki Tumenggung Sanggayuda itu. Bahkan ketika Ki Tumenggung Wiradapa menambah ceritera itu dengan sikap saudara sepupunya sendiri. "Tentu ada yang meniupkan kebencian im ketelinga rakyat Kateguhan " berkata Kangjeng Adipati " bukankah selama ini kita tidak berbuat apa-apa yang dapat menyakiti hati orang-orang Kateguhan" Apa mungkin karena kehadiran kakangmbok Prawirayuda di Paranganom atau karena kekalahan brandal di Panjer"' 'Agaknya memang demikian, Kangjeng Adipati. Tetapi kami berdua tidak dapat mencari, siapakah yang telah meniupkan kebencian itu." 'Kangjeng Tumenggung. Mungkin aku perlu bertemu dan berbicara langsung dengan angger Adipati Yudapati." 'Tetapi sebaiknya tidak dalam wakiu yang dekat, Kangjeng. Ki a harus mencoba mencari jawabnya, kenapa orang-orang Kateguhan telah merentang jarak dengan Paranganom. Ebook by Dewi Kangzusi 438 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Sebelum Kangjeng Adipali bcrtemu dan berbicara dengan Kangjeng Adipati Yudapati, sebaiknya Kangjeng Adipati menugaskan beberapa orang prajurit sandi." 'Selama ini kita belum pemah mendapat laporan yang memuaskan. Bukankah ada beberapa orang yang sudah berada di Kateguhan untuk mencari keterangan. Terutama pada saat kerusuhan merebak di perbatasan?" 'Kita masih belum bersungguh-sungguh, Kangjeng. Hanya beberapa orang yang mencari keterangan ke daerah Kateguhan. Sebaiknya kita meningkatkan pengamatan kita untuk mencari keterangan tentang sikap orang Kateguhan itu." 'Ya Aku sependapat kakang." 'Biarlah kami berdua mengaturnya, Kangjeng Adipati." 'Terima kasih, kakang. Selanjutnya aku ingin mendengar laporan kakang tentang keberadaan Kakangmbok Prawirayuda di Paranganom. Kenapa kakangmbok telah diusir dari Kateguhan." "Ampun, Kangjeng Adipati. jika benar keterangan Kangjeng Adipati Yudapati serta Ki Tumenggung Reksadrana tentang Raden Ayu Prawirayuda, maka yang dilakukan Kang: jeng Adipati Yudapati bukan sesuatu yang berlebihan." Wajah Kangjeng Adipati Prangkusuma nampak menjadi semakin bersungguh-sungguh. "Kenapa " " "Ampun Kangjeng Adipati. Agaknya Kangjeng Adipati Yudapati tidak sampai hati untuk mengatakannya. Maka yang Ebook by Dewi Kangzusi 439 Kang Zusi http://kangzusi.com/ diperintahkannya untuk memberikan keterangan adalah Ki Tumenggung Reksadrana." 'Apa katanya?" 'Raden Ayu Prawirayuda telah melanggar angger-angger bebrayan." " Begitu beratkah kesalahan kakangmbok Prawirayuda ?" 'Ya, Kangjeng Adipati." 'Katakan, apa yang sudah dilakukan oleh kakangmbok Prawirayuda " Ki Tumenggung Wiradapa menarik nafas dalam-dalam. Namun iapun kemudian mengulangi apa yang sudah dikatakan oleh Ki Tumenggung Reksadrana dihadapan Kangjeng Adipati Yudapati sendiri. Kangjeng Adipati Prangkusuma mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Keningnya bekerut. Sekali-sekali Kangjeng Adipati itu mengangguk-angguk. Namun kemudian menarik nafas panjang. Ketika Ki Tumenggung Wiradapa mengakhiri keterangannya, maka Kangjeng Adipati Prangkusuma itupun bekata " Itukah kenyataan yang telah terjadi atas kakangmbok Prawirayuda?" "Tetapi apakah kita begitu saja dapat mempercayainya, Kangjeng Adipati?" suara Ki Tumenggung Sanggayuda datar dan terasa agak ragu. Kangjeng Adipati termangu-mangu sejenak. Kemudian iapun menjawab 'Sepanjang pengcnalanku atas angger Adipati Ebook by Dewi Kangzusi 440 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Yudapati, ia adalah anak muda yang jujur. Aku kira angger Adipati Yudapati tidak akan membuat ceritera ngaya-wara agar dapat mengusir ibu tirinya dari kadipaten.' 'Jadi, mcnurut Kangjeng Adipati, Raden Ayu Prawirayuda memang berbuat sebagaimana dikatakan oleh Ki Tumenggung Reksadrana dihadapan Kangjeng Adipati Yudapati itu?" "Ya, Aku kira memang demikian." Kedua orang Tumenggung im mengangguk-angguk. Namun kemudian Kangjeng Adipati Prangkusumapun berkata " Meskipun demikian, kita masih perlu mencari kebenaran dari keterangan ini." "Apakah Kangjeng Adipati akan memanggil dan bertanya langsung kepada Raden Ayu Prawirayuda?" 'Nampaknya kurang bijaksana jika aku segera memanggil kakangmbok Prawirayuda. Mungkin diperlukan waktu atau keterangan-keterangan yang lain." 'Hamba sependapat Kangjeng Adipati. Memang diperlukan waktu"berkata Ki Tumenggung Wiradapa. 'Baiklah, kakang. Persoalan ini akan kami telusuri kemudian. Tetapi bukankah kita tidak perlu tergesa-gesa agar kita tidak salah langkah?" "Hamba Kangjeng Adipati." "Jangan beritahu Madyasta dan Wignyana lebih dahulu." Ebook by Dewi Kangzusi 441 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Kedua orang Tumenggung im termangu-mangu, sementara Kangjeng Adipatipun berkata " Pagi tadi kakangmbok Prawirayuda telah datang menghadap." Kedua orang Tumenggung itulah yang kemudian mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika Kangjeng Adipati membertahukan kepada mereka, bahwa Raden Ayu Prawirayuda menjadi ketakutan. "Jika Madyasta mendengar sebagaimana dikatakan oleh Tumenggung Reksadrana, maka ia akan menjadi kecewa terhadap bibinya Mungkin ia menentukan sikap sendiri dan membatalkan kesediaannya untuk berada di rumah bibinya bersama Rembana, Sasangka dan Wismaya " "Ya Kangjeng." "Karena itu, biarlah untuk sementara.anak itu serta adiknya jangan mengetahuinya. Apalagi jika ternyata kelak keterangan Ki Reksadrana itu tidak seluruhnya benar." "Hamba Kangjeng Adipati." "Sikap orang-orang Kateguhan, para perusuh di perbatasan serta keraguan pada angger Adipati Yudapati sehingga ia tidak dapat mengatakannya sendiri, membuai persoalan kita dengan Kateguhan perlu untuk mendapat penilaian yang secermatcermatnya " "Hamba Kangjeng Adipati." 'Nah, bagaimana menurut pendapat kakang berdua tentang para perusuh di perbatasan itu?" 'Kami berdua tidak dapat melihat bayangan permusuhan itu pada Kangjeng Adipati Yudapati." Ebook by Dewi Kangzusi Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo 442 Kang Zusi http://kangzusi.com/ 'Mudah-mudahan angger Yudapati benar-benar tidak tersentuh oleh peristiwa yang meresahkan diperbatasan itu." Seperti yang Kangjeng Adipati katakan, kita masih perlu waktu." "Nah, aku mengucapkan terima kasih atas jcrih payah kakang Tumenggung berdua Banyak hal yang kalian dengar dan kalian lihat sepanjang perjalanan kalian. Kitapun mengetahui sikap orang-orang Kateguhan terhadap orangorang Paranganom sekarang." 'Hamba Kangjeng Adipati." 'Nah, sekarang kalian berdua dapat beristirahat." 'Dimanakah Raden Madyasta dan Raden Wignyana sekarang?" Madyasta sedang menghubungi Rembana Sasangka dan Wismaya Sedangkan Wignyana sedang sibuk dengan kudanya yang baru." 'Raden Wismaya memang seorang penggemar kuda. Tetapi perhatian Raden Madyasta terhadap kuda agak berbeda " "Ya Perhatian Madyasta agak berbeda Ia senang berada di barak-barak prajurit. Makan dan tidur bersama mereka." Kedua orang Tumenggung itu tertawa Sejenak kemudian, maka kedua orang Tumenggung itupun mohon diri. Mereka masih belum pulang karena dari Kateguhan mereka langsung menghadap Kangjeng Adipati. Ebook by Dewi Kangzusi 443 Kang Zusi http://kangzusi.com/ 'Baik, kakang. Tetapi sekali lagi aku berrpesan, jangan beritahukan Madyasta dan Wignyana tentang bibinya. Kita masih harus meyakinkan kebenarannya. 'Hamba Kangjeng Adipati " Jawab kedua orang Tumenggung itu hampir berbareng. Ketika kedua orang Tumenggung itu keluar dari gerbang dalem kadipaten, mereka berhenti sejenak. Dengan nada berat Ki Tumenggung Sanggayudapun berkata "Agak aneh, kakang. Permohonan Raden Ayu Prawirayuda sebenarnya melampaui kebutuhan." "Dalam keadaan yang wajar memang demikian, adi. Tetapi mungkin sekali yang wajar memang demikian, adi. Tetapi mungkin sekali Raden Ayu Prawirayuda benar benar berada dalam ketakutan. Ia juga merasa bersalah kepada Kangjeng Adipati Yudapati. Sebenarnya perasaan bersalah itulah yang telah memburunya. Sehingga bayang bayang tindak kekerasan selalu mcngikutinya. Agaknya Raden Ayu Prawirayuda itu merasa, seakan akan tempat tiggalnya itu setiap malam didatangi oleh orang orang yang garang. Yang diutus oleh Kangjeng Adipati Yudapati untuk mencelakainya, "Tetapi anehnya, kakang. Ancaman itu tidak sekedar berada di angan-angan Raden Ayu Prawirayuda. Tetapi sudah berujud dalam kewadagan. Kedua orang perempuan yang tinggal di rumah itu tentu akan ketakutan melihat bangkai seekor kucing didalam rumah. Darah dan tentu saja luka di tubuh kucing itu. Apalagi bagi Raden Ajeng Rantamsari." Ki Tumenggung Wiradapa mengangguk-anguk. Katanya "Ya. Agaknya memang ada sesuatu yang harus diselidiki." Ebook by Dewi Kangzusi 444 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Namun keduanya tidak memperpanjang pembicaraan mereka. Keduanyapun kemudian telah naik ke punggung kuda mereka dan melarikan kuda mereka ke arah yang berbeda. Dalam pada itu, ketika malam menjadi semakin rendah, maka ketika orang Senapati muda itu telah berkumpul. Mereka sudah memberikan pesan pesan khusus kepada anak buah mereka di barak. 'Jika perlu, susul aku ke rumah Raden Ayu Prawirayuda' Berkata Rembana kepada kepercayaannya 'tugas ini adalah tugas yang aneh bagiku." "Apakah kakang Rembana tidak dapat menugaskan kepada orang lain untuk menjalankan perintah ini" Jika Raden Ayu Prawirayuda menganggap keadaan sangat gawat, kakang Rembana dapat memerintahkan dua atau tiga orang dari barak ini, kemudian dua atau tiga orang dari barak kakang Sasangka dan kakang Wismaya." Rembana menggeleng. Katanya "Kangjeng Adipati menyebut namaku, nama Sasangka dan Wismaya. Bahkan nama Raden Madyasta, sehingga kami berempat harus berada di rumah Raden Ayu Prawirayuda untuk sementara. Aku tidak tahu seberapa panjang sebutan sementara itu." Kepercayaan Rembana itu hanya dapat mengangguk-angguk. Demikian pula Sasangka dan Wismaya. Anak buah merekapun sempat merasa heran, bahwa ketika orang Senapati muda yang dianggap mempunyai kelebihan di kadipaten Paranganom itu harus bertugas di rumah Raden Ayu Prawirayuda bersama Raden Madyasta. Tugas yang sebenarnya dapat dilakukan oleh orang lain. Tetapi perintah Kangjeng Adipati itu harus dijalankannya. Ebook by Dewi Kangzusi 445 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Disore hari, menjelang senja, Raden Madyasta bersama tiga orang Senapati muda pilihan itu telah pergi ke rumah Raden Ayu Prawirayuda. Mereka berjalan kaki dari barak Wismaya yang tidak terlalu jauh dari rumah Raden Ayu Prawirayuda itu. Diperjalanan itu Wismayapun berkata "Seandainya Kangjeng Adipati menye'rahkan pengamanan rumah Raden Ayu Pawir'ayiuda itu kepadaku, maka aku akan dapat mengatur dari barakku. Bukankah jaraknya tidak terlalu jauh sehingga segala sesuatunya dapat aku awasi langsung." "Banyak cara yang sebenarnya dapat ditempuh selain cara yang satu ini. Tetapi justru cara inilah yang dipilih." Wismaya mengangguk-angguk. Beberapa saat kemudian mereka berjalan melewati bulak yang pendek. Terasa udara yang sudah mulai menjadi sejuk oleh angin dari Selatan di sore hari. Mataharipun menjadi rendah. Sinarnya yang kemerah-merahan masih bergayut di.bibir mega yang mengalir lambat mengarungi langit yang biru Gunung disisi Utara nampak menjulang tinggi, Puncaknya yang seakan akan menggapai langil Itupun nampak merahmerahan bagaikan membara, Ketika mereka memasuki gerbang padukuhan diseberang bulak kecil itu, maka langitpun sudah menjadi semakin muram. 'Bibi tentu sudah menunggu' berkata Madyasta kepada kelika orang Senapati muda itu. 'Masih belum malam " jawab Rembana_ Ebook by Dewi Kangzusi 446 Kang Zusi http://kangzusi.com/ 'Di regol halaman tempat tinggal bibi Prawirayuda, telah dinyalakan oncor." 'Ya " Sasangka mengangguk " senja di bawah pepohonan yang rimbun agaknya sudah nampak terlalu gelap sehingga sudah perlu dinyalakan oncor itu." Madyasta tidak menjawab. Tetapi langkahnya menjadi semakin cepat. Sejenak kemudian, mereka telah berdiri di tengah-tengah halaman yang luas itu. Sepasang pohon sawo kecik yang besar berdiri tegak di halaman depan, sehingga udara di rumah itu terasa sejuk, meskipun di tengah hari yang terik. Sedangkan di seputar lialaman itupun tumbuh beberapa batang pohon yang rimbun. Disudul kanan halaman itu tumbuh sebatang pohon kemiri yang besar. Buahnya bergayutan diujung-ujung dahan. Jika angm bertiup, maka buah kemiri yang sudah tua, runtuh di tanah. Para pembantu yang berada di rumah itu selalu memungutnya dan membawanya ke dapur. Disudut yang lain terdapat pohon salam yang tidak kalah besarnya. Daunnyalah yang sering dipetik untuk menyedap masakan. Meskipun buahnya yang kecil-kecil dan berwama merah jika sudah masak rasanya manis-manis asam dan segar, tetapi buah salam itu lebih banyak berhamburan di tanah. Ada pula dua batang pohon gayam di halaman. "Marilah " berkata Madyasta kemudian kepada ketiga orang Senapati itu. Keempat orang itupun kemudian melangkah memasuki pintu regol halaman rumah Raden Ayu Prawirayuda. Ebook by Dewi Kangzusi 447 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Namun langkah mereka tertegun di tengah-tengah halaman. Mereka melihat Raden Wignyana justru turun dari tangga pendapa. Dibelakangnya berdiri Raden Ayu Prawirayuda. 'Aku mohon diri, bibi " berkata Raden Wignyana. 'Ya, ngger. Sampaikan kepada adimas Adipati, bahwa pesannya telah aku terima. Terima kasih atas perhatian adimas Adipati." 'Ya, bibi." Raden Wignyanapun kemudian melangkah ke regol halaman. Namun langkahnya juga terhenti ketika ia berpapasan dengan Raden Madyasta bersama ketiga orang Senapati muda itu. 'Dimas " sapa Raden Madyasta. 'Silakan, kangmas. Aku sudah mohon diri." 'Ada perlu apa, dimas?" Aku diutus oleh ayahanda, kangmas." 'Sudah selesai?" 'Sudah kangmas. Pesan ayahanda sudah aku sam paikan kepada bibi." "Aku justru ditugaskan ayahanda untuk berada di rumah ini, dimas. Untuk menjaga ketentraman dan ketenangan hati bibi Prawirayuda." Ebook by Dewi Kangzusi 448 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Tentu saja untuk menjaga keselamatan kakangmbok Rantamsari, kangmas." "Ya. Tentu saja, dimas. Seisi rumah ini." . Raden Wignyana tersenyum. Namun sambil mengangguk hormat, iapun berkata " Silahkan kakangmas. Aku mohon diri" Raden Wignyana tidak menunggu jawaban kakaknya. Iapun segera melangkah menuju ke regol. Sejenak kemudian, maka Raden Wignyana itupun telah hilang dibalik pintu regol halaman. Sejenak Raden Madyasta termangu mangu. Namun Wismayapun berdesis Raden Madyasta." Raden Ayu Prawirayuda menunggu Raden di tangga pendapa." Raden Madyasta tergagap. Dengan serta-merta iapun menyahut "Baik. Baik. Marilah kita menghadap." Keempat orang itupun kemudian melangkah ke tangga pendapa. "Marilah ngger " Raden Ayu Prawirayuda yang sudah berdiri di tangga itu mempersilakan. Raden Madyasta dan ketiga orang Senapati muda itupun segera naik ke pendapa dan kemudian duduk di pringgitan. "Bibi " berkata Raden Madyasta " kami menjunjung perintah ayahanda Adipati, untuk melindungi bibi sekeluarga serta seisi rumah ini.' "Terima kasih, ngger' sahut Raden Ayu Prawirayuda "aku memang memohon kepada adimas Adipati, agar angger Ebook by Dewi Kangzusi 449 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Madyasta serta para Senapati pilihan yang telah berhasil menumpas para perampok di perbatasan untuk tinggal bersama kami." 'Kami akan berada di rumah ini untuk beberapa hari, bibi. Maksudku, untuk sementara." 'Adimas Adipati tidak memberikan batasan waktu." 'Tetapi kami mempunyai tugas-tugas kami sendiri, bibi. Aku harus berada di kadipaten serta belajar mengatur pemerintahan. Sedangkan para Senapati itu mempunyai kewajiban mereka sendiri-sendiri. Jika kami bertugas di rumah ini, tentu hanya untuk waktu yang pendek." "Bukankah tugas-tugas lainnya dapat dilimpahkan kepada orang lain?" "Tetapi ketiga orang Senapati ini bertanggung jawab atas pasukan mereka masing-masing." Raden Ayu Prawirayuda tersenyum. Katanya " Kangjeng Adipati akan mengatur segala sesuatunya, ngger. Tetapi baiklah. Angger serta para Senapati itu hanya akan berada disini untuk sementara sampai kita semuanya yakin, bahwa tidak akan terjadi apa-apa lagi di rumah ini." Raden Madyasta mengangguk. Katanya "Ya, bibi. Sementara itu selama kami berada disini, bibi tidak usah merasa cemas. Kami akan berusaha untuk mengatasi jika terjadi sesuatu." "Terima kasih Raden. Terutama para Senapati yang telah bersedia tinggal bersama kami. Kehadiran angger Madyasta serta para Senapati membuat kami seisi rumah ini menjadi Ebook by Dewi Kangzusi 450 Kang Zusi http://kangzusi.com/ tenang. Kamipun yakin, bahwa tidak akan ada orang atau sekelompok orang yang akan berani mengganggu kami lagi." "Semoga bibi." "Nah, kami sudah menyiapkan bilik di gandok kanan dan kiri bagi ketiga Senapati muda ini. Sedangkan sebuah bilik khusus yang ada di ruang dalam, kami sediakan bagi angger Madyasta." Tetapi Raden Madyasta itu segera menjawab " Tidak perlu bibi. Aku akan berada di gandok bersama para Senapati. Jika aku terpisah dari mereka, maka aku akan menjadi kesepian." "Bagaimana mungkin angger akan berada di gandok, sedangkan kami berada di dalam rumah. Rumah ini adalah rumah Adimas Adipati Prangkusuma." "Aku berada disini dalam tugas bibi. Bagaimana aku dapat mengatur tugas bersama jika tempat kami terpisah. Justru dimalam hari kami harus lebih ketat mengawasi rumah ini." "Bukankah angger tinggal mengalur, sementara ketiga orang Senapati pililian ini akan menjalankannya dengan sangat baik." Raden Madyasta tertawa. Katanya - Terima kasih, bibi. Aku akan berada diantara mereka. Sebaiknya bibi tidak usah mempertimbangkan kedudukanku. Aku datang membawa tugas bersama para Senapati, sehingga aku merupakan Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bagian dari kelompok kecil ini." Dapatkah angger Madyasta menanggalkan kedudukan angger sebagai putera Kangjeng Adipati Prangkusuma?" Ebook by Dewi Kangzusi 451 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Kenapa tidak, bibi. Dalam tugas ini, tidak ada putera Kangjeng Adipati atau bukan. Kami bersama-sama melaksanakan perintah untuk melindungi bibi beserta keluarganya." Raden Ayu Prawirayuda mengangguk-angguk. Katanya " Baiklah, jika itu yang angger kehendaki. Sebenarnyalah aku hanya merasakan keseganan untuk menganggap angger Madyasta sebagaimana orang lain. Tetapi jika hal itu angger sendiri yang menghendaki, maka aku tidak akan dapat berbuat lain." Terima kasih atas perhatian bibi kepadaku. Tetapi seperti yang aku katakan, biarlah kami berada di gandok. Justru untuk kepentingan tugas-tugas kami. Kami berempat akan berada di gandok kulon. Bukankah ada dua bilik di gandok kulon yang dapat kami pergunakan?" Angger dan para Senapati masing-masing dapat mempergunakan satu bilik di gandok kanan dan kiri." Kami akan berada di sisi yang sama, bibi. Mungkin kami memerlukan waktu yang sangat pendek untuk saling berhubungah serta mengambil keputusan." Raden Ayu Prawirayuda menarik nafas panjang. Katanya "Baiklah, ngger. Segala sesuatunya terserah kepada angger." "Terima kasih, bibi. Sekarang, biarlah kami berada di gandok." Tetapi sebelum mereka beranjak, seorang gadis keluar dari pintu pringgitan sambil membawa beberapa mangkuk minuman hangat. Ebook by Dewi Kangzusi 452 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Kami telah merepotkan kangrribok Rantamsari " desis Raden Madyasta. "Tidak dimas. Aku hanya tinggal menyuguhkan kepada dimas serta para Senapati." "Terima kasih, kangmbok " Namun ketika Raden Ajeng Rantamsari beringsut setelah meletakkan mangkuk-mangkuk itu dihadapan Raden Madyasta serta ketiga orang Senapati, Raden Ayu Prawirayudapun berkata "Duduklah dahulu, Rantamsari. Kau harus memperkenalkan dirimu dengan para Senapati yang akan melindungi kita, bersama adikmu Raden Madyasta. Mereka akan tinggal disini untuk sementara, sehingga kita yakin, bahwa peristiwa sebagaimana yang pernah terjadi itu tidak akan terjadi lagi." Raden Ajeng Rantamsaripun kemudian duduk disisi ibunya. Iapun sempat memandang ketiga orang Senapati muda itu berganti-ganti. Wajah wajah yang cerah, penuh kepercayaan diri. Mata yang bercahaya menatap masa depan mereka dengan penuh pengharapan. Namun Raden Ajeng Rantamsari itupun segera menundukkan wajahnya. Disadarinya, bahwa ia adalah seorang gadis yang duduk diantara beberapa orang anak muda yang sebelumnya belum dikenalnya kecuali Raden Madyasta, adik sepupunya, meskipun agaknya umur Madyasta lebih banyak dari umurnya. Namun menurut darah keturunan, sepengetahuan Raden Ajeng Rantamsari, Madyasta adalah adiknya. Raden Ajeng Prawirayudalah yang kemudian memperkenalkan Raden Ajeng Rantamsari dengan ketiga orang Senapati muda itu. Tetapi untuk menyebut nama Ebook by Dewi Kangzusi 453 Kang Zusi http://kangzusi.com/ mereka, maka Raden Ajeng Prawirayuda minta kepada Madyasta untuk melakukannya. "Angger Madyasta mengenal para Senapati ini dengan baik. Agar tidak salah ucap, biarlah angger saja yang menyebut nama-nama mereka." Madyasta tersenyum. Para Senapati itupun tersenyum pula. , Namun Madyastapun kemudian berkata " Biarlah mereka menyebutkan nama-nama mereka sendiri saja bibi. tentu tidak akan salah lagi." Raden Ayu Prawirayuda justru tertawa. Katanya "Baiklah. Biarlah mereka menyebut nama-nama mereka sendiri." "Namaku Wismaya, Raden Ajeng " suara Wismaya terdengar berat. Untuk beberapa saat, yang lain menunggu. Mungkin ada yang akan dikatakannya lagi. Tetapi ternyata Wismaya tidak berkata apa apa lagi. Semua orang sempat memandang kepadanya. Tetapi Wismaya sudah menundukkan wajahnya. Karena Wismaya tidak akan berbicara lagi, maka yang kemudian berkata adalah Sasangka " Namaku Sasangka Raden Ajeng. Aku sudah bertugas cukup lama didalam lingkungan keprajuritan di Paranganom." Yang teraklhir memperkenalkan diri adalah Rembana. Katanya Raden Ajeng tentu belum pernah mendengar namaku. Namaku Rembana Mungkin nama yang kurang menarik. Aku memasuki dunia keprajuritan hampir berbareng Ebook by Dewi Kangzusi 454 Kang Zusi http://kangzusi.com/ dengan Sasangka dan Wismaya. Jika ada selisih tentu hanya dalam hi-tungan satu dua hari." Karena Rembana mengangguk hormat, maka Raden Ajeng Rantamsaripun mengangguk hormat pula. Bahkan Raden Ajeng Rantamsari itupun bertanya " Kakang berasal darimana?" "Aku adalah orang Paranganom asli, Raden Ajeng." "Maksudku dari daerah mana?" "O " Rembana tertawa Katanya"Aku orang dari kaki bukit Pudak Seketi, Ayahku orang Pudak Seketi. Ibuku juga berasal dari Pudak Seketi." "Jadi kakang berasal dari Bukit Pudak Seketi" Jika kita berdiri di pintu gerbang kota sebelah Selatan, kita melihat sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi. Bukankah itu bukit Pudak Seketi?" "Ya, Raden Ajeng. Itulah bukit Pudak Seketi." "Yang kelihatan hijau?" "Ya. Bukit itu terlalu banyak penghuninya. Terbanyak di lereng sebelah Utara Tetapi di kaki bukit itu terdapat beberapa padukuhan yang besar. Sedang di puncak bukit itu adalah hutan pohon pandan yang lebat. Jika masa berbunga, wajah bukit dipenuhi oleh bunga pandan yang disebut pudak. Itulah sebabnya maka bukit itu disebut Bukit Pudak Seketi." "Bukit itu sangat menarik, kakang. Setiap kali aku berada di pintu gerbang kota sebelah Selatan, aku selalu memandangi bukit itu bcrlama lama. Sebenarnyalah aku ingin menginjakkan Ebook by Dewi Kangzusi 455 Kang Zusi http://kangzusi.com/ kakiku di bukit itu. Rasa-rasanya jika aku berdiri di puncak bukit itu, tanganku akan dapat menggapai langit." "Silahkan, Raden Ajeng. Jika Raden Ajeng ingin pergi ke bukit itu, aku akan mengantarkannya." "Rantamsari " potong Raden Ayu Prawirayuda " sudahlah. Kau justru membicarakan Bukit Pudak Seketi. Bukankah kita sedang membicarakan perlindungan terhadap rumah kita?" "Aku mohon maaf ibu. Bukit itu sangat menarik perhatianku." "Angger Madyasta" berkata Raden Ayu Prawirayuda "Sekarang silahkan angger serta para Senapati nunum lebih dahulu. Kemudian silahkan beristirahat. Malam sudah turun. Mungkin angger akan mcmbagi tugas untuk malam ini. Aku kira, angger Madyasta sudah mengenal rumah ini dengan baik. Pintu-pintunya, longkangan serta ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Bahkan sampai ke dapur sekalipun." "Ya. Bibi. Aku memang pernah mengenalnya." Tetapi biarlah nanti setelah kami mandi dan berbenah diri, kami akan melihat-lihat seluruh lingkungan rumah ini. Dari dinding kebun dan halaman sampai ke sentong-sentong yang ada didalamnya. Bahkan sampai ke ruang tidur bibi." "Silahkan ngger. Tentu bukan hanya ruang tidurku, tetapi juga bilik Rantamsari." "Ya,bibi." "Nah, sekarang silahkan beristirahat. Jika angger Madyasta memilih berada di bilik gandok, apaboleh buat. Sebenarnyalah bahwa sebuah ruang di dalam sudah disiapkan bagi angger." Ebook by Dewi Kangzusi 456 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Terima kasih, bibi." Demikianlah, setelah minum minuman hangat yang dihidangkan oleh Raden Ajeng Rantamsari, maka Raden Madyasta serta ketiga orang Senapati itupun telah pergi ke bilik yang berada di gandok kulon. Bab 20 - Pandangan Pertama Ternyata bilik di gandok itu cukup luas. Pembaringan yang ada di dalam bilik itupun cukup besar untuk masing-masing berdua Raden Madyasta berada di satu bilik dengan Sasangka, sementara Rembana berada di satu bilik dengan Wismaya Sejenak kemudian, maka bergantian mereka telah pergi ke pakiwan untuk mandi. Demikian mereka selesai berbenah diri, maka Raden Ajeng Rantamsari telah menemui Raden Madyasta untuk mempersilahkannya masuk ke ruang dalam. "Makan malam sudah tersedia dimas. Marilah, silahkan dimas serta para Senapati untuk makan malam." "Terima kasih kangmbok. Kami akan segera datang." "Ibu sudah menunggu di ruang dalam." "O. Baiklah. Kami akan segera datang." Raden Madyastapun segera mengajak ketiga orang Senapati muda itu pergi ke ruang dalam. Agaknya Raden Ayu Prawirayuda sudah menyiapkan makan bagi mereka. Ebook by Dewi Kangzusi 457 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Apakah setiap hari kami akan mendapat makan seperti ini sehari tiga kali" " bertanya para Senapati itu didalam hatinya. Sementara itu Raden Madyastapun berkata " Kami akan sangat merepotkan bibi jika bibi harus menyediakan makan bagi kami seperti ini." "Bukankah bukan aku sendiri yang melakukannya.?" "Benar bibi. Tetapi maaf, bibi. Bagi kami, para prajurit, makan yang bibi sediakan agak berlebihan. Kecuali yang bibi sediakan mi hanyalah sekali ini saja, saat kami mulai menapak pada tugas kami di rumah ini." Raden Ayu hawirayuda tersenyum. Katanya " Aku akan memperhatikan ngger Tetapi jika sekali-sekali aku lupa, sehingga yang kami hidangkan seperti kali ini, aku mohon maaf." "Raden Ayu. Jika yang dihidangkan setiap kali seperli ini, maka pada saat aku pulang ke barak, maka semua pakaian keprajuritanku tidak dapat aku pakai lagi " sahut Rembana "Kenapa?" yang bertanya adalah Raden Ajeng Rantamsari. "Semuanya tentu sudah tidak cukup lagi. Berat badanku, akan menjadi berlipat dua Disini aku hanya tidur saja dan makan seperti ini. Ada daging lembu, daging kambing, daging ayam, gurameh, udang, telur dan masih banyak lagi." "Baiklah"berkata Raden Ayti Prawirayuda kemudian aku berjanji untuk hanya kali ini. Besok dan seterusnya, angger Madyasta dan para Senapati ini sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri, sehingga apa yang aku hidangkanpun sebagaimana aku menghidangkan bagi keluarga kami sehari-hari." Ebook by Dewi Kangzusi 458 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Raden Madyasta tersenyum. Katanya " Tetapi bibi jangan salah paham. Aku tidak bermaksud menolak kebaikan hati bibi." Raden Ayu Prawirayuda menyahut sambil tersenyum pula "Aku mengerti maksud angger Madyasta dan para Senapati." Sejenak kemudian, maka Raden Madyasta dan para Senapati muda itupun makan bersama dilayani langsung oleh Raden Ayu Prawirayuda serta Raden Ajeng Rantamsari. Seperti yang dikatakan oleh Madyasta, maka setelah selesai makan, maka Madyasta dan ketiga orang Senapati muda itu mencoba mengenali tempat mereka bertugas. Meskipun malam sudah menjadi semakin gelap, tetapi keempat orang itu masih juga melihat-lihat keadaan kebun yang terhitung luas di belakang rumah yang dihuni oleh Raden Ayu Prawirayuda itu. "Dindingnya cukup tinggi " desis Sasangka "Ya Tanpa mempergunakan alat, tangga atau tali misalnya sulit untuk meloncati dinding ini " sahut Rembana "Kecuali orang-orang tertentu yang memiliki kelebihan" gumam Wismaya seolah-olah ditujukan kepada diri sendiri. Kawan-kawannya tidak menyahut lagi. Mereka memperhatikan Raden Madyasta yang meraba-raba dinding yang terhitung tinggi itu. Beberapa puluh langkah mereka menelusuri dinding di kebun belakang. Kemudian dinding di halaman samping yang sama tingginya Ebook by Dewi Kangzusi 459 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Bahkan dinding halaman di bagian depanpun sama pula tingginya Sehingga tidak mudah untuk dapat memasuki halaman itu jika pintu regolnya ditutup dan diselarak. Namun nampaknya Raden Ayu Prawirayuda tidak pernah memerintahkan para abdi untuk menyelarak pintu regol. Dari mengamati dinding halaman dan kebun belakang, maka Raden Madyasta dan para Senapati itu memperhatikan semua bangunan yang ada Bangunan induk, gandok kanan dan kiri, dapur, kandang yang kosong, lumbung, longkangan dan pinm seketeng. "Bagaimana mungkin seseorang dapat masuk ke dalam rumah itu tanpa merusak pintu" desis Rembana "Bangunan ini selain pendapanya yang joglo, maka yang lain adalah limasan. Tidak ada bangunan yang berbentuk kampung kecuali lumbung dan kandang yang kosong itu. Sedangkan lumbung dan kandang itu tidak berhubungan dengan rumah induk " sahut Wismaya. Sasangka mengangguk-angguk. Katanya " Tidak ada tutup keyong disini. Selain merusak pintu, orang hanya dapat masuk ke dalam dengan merobek atap atau dinding." Raden Madyasta mengangguk-angguk. Dengan suara yang dalam iapun berkata " Orang yang dapat membunuh kucing didalam rurnah tanpa merusak pintu dan bagian-bagian rumah lainnya adalah orang yang berilmu tinggi. Adalah kewajiban kita untuk menghadapinya Agaknya itu adalah salah satu alasan ayahanda, kenapa harus kita yang berada di rumah iri . Bukan orang lain." Ketiga orang Senapati itupun mengangguk-angguk. Merekapun kemudian menyadari, bahwa mereka tidak dapat meremehkan tugas yang dibebankan di pundak mereka Ebook by Dewi Kangzusi 460 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Demikianlah, sejak hari itu, Raden Madyasta serta ketiga orang Senapati itu menjadi bagian dari rumah yang besar itu. Mereka segera berusaha menyesuaikan diri mereka. Mereka tidak ingin menjadi orang-orang yang harus dilayani. Mereka tidak berpegang pada tugas-tugas mereka saja sehingga tidak mau melakukan pekerjaan yang lain. Raden Madyasta yang pernah hidup di padepokan serta para Senapati yang tidak pernah sempat bermanja-manja, telah lebur dalam kerja sehari-hari dengan seisi rumah itu. Meskipun Raden Ayu Prawirayuda serta Raden Ajeng Meraba Matahari Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Rantamsari berusaha mencegahnya, tetapi Raden Madyasta dan para Senapati itu selalu mengisi jambangan di pakiwan. Masing-masing menimba air sehingga jambangan menjadi penuh kembali setelah mereka mandi. Bahkan dalam waktuwaktu luang, mereka telah ikut membantu melakukan kerja para abdi di rumah itu. Sasangka sama sekali tidak merasa canggung untuk menggali tempat sampah di kebun belakang. Sementara itu Rembana mempunyai kesenangan tersendiri. Jika ia melihat seorang abdi membelah kayu bakar dengan kapak, maka Rembana selalu datang dari mengambil kapaknya dari tangan abdi itu, "Jangan. Nanti aku dimarahi Raden Ayu atau Raden Ajeng." Rembana tersenyum. Katanya "Bukan salahmu. Kau tidak akan dimarahi. Lakukan kerja yang lain. Biarlah kayu ini aku selesaikan.- "Tetapi....." "Sudahlah. Barangkali kau dapat mengerjakan pekerjaan lain di kebun belakang." Ebook by Dewi Kangzusi 461 Kang Zusi http://kangzusi.com/ Abdi itu kebingungan. Namun orang itupun kemudian pergi ke kebun belakang. Tetapi di kebun belakang, iapun menjadi bingung pula karena ia melihat Sasangka sedang menggali tempat sampah yang lebih besar dari kebiasaan para abdi membuat tempat sampah. "Begitu besarnya?" bertanya abdi yang kebingungan. "Bukankah dengan begitu tidak akan cepat penuh?" Abdi itu tidak menjawab. Tetapi iapun segera meninggalkan Sasangka dan pergi ke halaman samping. Yang dilakukan kemudian adalah memanjat sebatang pohon jambu air untuk memotong dahan-dahan dan rantingnya yang'sudah kelihatan menjadi tua dan lapuk. Dalam pada itu, dari hari ke hari, hubungan Raden Madyasta serta para Senapati itu dengan keluarga Raden Ayu Prawirayuda menjadi seinakin akrab. Raden Ajeng Rantamsari adalah seorang gadis yang meningkat dewasa. Adalah. wajar sekali jika hatinyapun niulai tersentuh oleh kehadiran anak-anak muda di rumahnya. Apalagi setiap hari mereka berhubungan. Raden Ajeng Rantamsarilah yang selalu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak-anak muda itu. Kebersihan biliknya, kebersihan lingkungannya, makan serta minum mereka. Namun para Senapati muda itu, bahkan Raden Madyasta tidak pernah memberikan pakaian mereka yang kotor untuk dicuci oleh para abdi. Kenapa dimas keberatan jika pakaian dimas dicuci oleh seorang abdi" " bertanya Raden Ajeng Rantamsari. Ebook by Dewi Kangzusi 462 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Kami harus dapat melakukannya sendiri, kangmbok" jawab Raden Madyasta. "Tetapi apa salahnya selama dimas dan para Senapati disini, para abdi melayani dimas." Raden Madyasta tersenyum. Katanya - Sudahlah kangmbok, keberadaan kami disini jangan membuat keluarga ini menjadi terlalu sibuk. Jika demikian, maka kehadiran kami disini, justru akan memperberat beban kangmbok serta bibi." Raden Ajeng Rantamsari tersenyum. Katanya "Kami juga sudah mengganggu dimas serta para para Senapati yang seharusnya bertugas di tempat lain." Raden Madyasta tertawa. Katanya "Kami dapat saja bertugas dimana-mana, kangmbok. Baru-baru ini kami justru bertugas di Panjer." "Baiklah, dimas. Tetapi jika ada sesuatu yang perlu, dimas jangan segan-segan mengatakan kepadaku atau langsung kepada ibu." "Baik, kangmbok." Ketika Raden Ajeng Rantamsari meninggalkan Raden Madyasta, maka iapun langsung pergi ke dapur. Tetapi langkahnya tertegun ketika ia melihat dari pintu dapur yang menghadap ke belakang, Rembana sibuk membelah kayu di kebun belakang. Dengan serta-merta Raden Ajeng Rantamsaripun memanggil Tarji, seorang abdi lakilaki di rumah itu. "Raden Ajeng memanggil aku?" bertanya Tarji. Ebook by Dewi Kangzusi 463 Kang Zusi http://kangzusi.com/ "Kenapa kau biarkan kakang Rembana membelah kayu" Bukankah itu bukan pekerjaannya?" "Aku sudah berusaha Den Ajeng. Tetapi Ki Lurah Rembana tidak menghiraukannya. Bahkan kemarin Ki Lurah Sasangka telah menggali tempat pembuangan sampah di kebun , belakang. Aku juga tidak dapat mencegahnya" Naga Pembunuh 6 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Iblis Penghela Kereta 1

Cari Blog Ini