Si Dungu 2
Si Dungu Karya Chung Sin Bagian 2 "Ini pesan terakhir ayahmu." Berkata sigadis. "Baiklah. Tetapi aku akan pergi kegunung Ngo-bie-san dahulu. Setelah itu baru pergi kelembah Cang-cu-kok digunung Es." Setelah itu, iapun siap berjalan pergi. "Baik2-lah kau menjaga diri." Berkata sigadis. "Aku dan suhengku harus segera pulang ke-Koan-gwa. Maka tidak dapat melakukan sesuatu yang membantumu." "Kalian sudah banyak membantuku. Suhengmu itu tidak baik, tetapi akupun berterima kasih kepadanya yang telah memberitahukan tempat kediaman musuh besarku berada." Sigadis terharu. Baru pertama kali ia menemukan manusia yang jujur. Sayang ia akan segara membuang jiwa digunung Ngo-bie-san. Apa yang harus dilakukan olahnya" Membantu" Tidak mungkin! Mencegah" Telah diusahakan. Dan hal ini gagal. la termenung belum mendapat cara untuk mencegah kepergian sipemuda. Sang suheng sudah tidak sabar. "Sumoay, belum siapkah kau berangkat?" Tanyanya. To It Peng segera teringat, ia belum tahu nama orang. Segera ia bertanya : "Bolehkah aku mengetahui, siapa nama nona?" "Namaku Kang Yauw dan suhengku itu bernama Lim Cu Jin." Gadis ini meninggalkan To It Peng. Mengikuti suhengnya kembali kedaerah Koan-gwa. Disitu hanya tinggal T o It Peng seorang, kesepian. ---oo0dw0oo--- BAGIAN 6 BAN KIM SEN TELAH TIADA. BERAPA lama T o It Peng masih merenungkan wajah gadis cantik serta baik hati itu, tidak tarasa ia berdiri mematung. la tersadar disaat teringat akan kejadian dengan cara bagaimana ia dapat bertemu dengannya, ia terpental jatuh karena beradunya dua pukulan hebat, dua gelombang tanaga Ban Kim Sen dan Patung Arca. Sagera ia mendatangi ketempat dimana partempuran berlangsung tadi. Keadaan sama sunyinya dengan goa, tak seorangpun yang tampak ditempat ini. To It Peng agak heran, kemanakah mereka semua " Kemana larinya 'Empat wajah tak berkulit'" Kemana pula Ban Kim Sen dan orang2 kampung" To It Peng mencari orang2 itu. Pada mulut lembah. To It Peng berhasil menemukan beberapa orang. "Nah, Itu dia telah datang." Terdengar salah satu dari orang kampung yang melihat kedatangan sipemuda berkata. "Syukur ia tidak menderita sesuatu apa" Lain orang kampung berkata. "serahkan saja jenasah pamannya kepada dia." To It Peng telah dekat, didengar ucapan2 mereka. Telinganya mendengung-dengung. Mulutnya terbuka Iebar, tetapi tidak sepatahpun kata2 yang keluar dari mulut ini. Mungkinkah sang paman telah kalah" Mungkinkah ia binasa " "Hei, lekas kau datang." Lain orang mamanggil To It Peng. Panggilan ini sungguh tidak enak didengar. "Uruslah jenasah pamanmu itu." "Betul. Sebagai satu2nya kemenakan Ban Kim Sen. Bila bukan kau yang mengurus. Siapa lagi?" Lain suara mencoba menghibur sipemuda. To It Pang mendekat. Tampak sebuah peti telah terlentang disana. Peti itulah tentunya yang berisikan jenasah sang Paman Ban Kim Sen yang berlaku galak kepadanya, tidak pernah memperlihatkan kasih sayangnya. Tetapi tidak dapat disangkal, hanya dia inilah pamili dirinya, tetap harus diselesaikan urusan itu. To It Peng memandang kesitu. Tak seberapa orang lagi yang terlihat olahnya. "Setelah kampung termusna, sebagian besar orang kampung menyebarkan diri pergi mengembara. Yah! Tentunya mereka terlunta-lunta." Seorang yang agak lanjut usia berkata kepada T o It Peng. Ia merasa kasihan sekali. "Chungcu dan beberapa anak murid terbinasa, para jago2 banyak yang terluka, merekapun minta diri pergi meninggalkan kampung." Atas bantuan orang tua ini, To It Peng mengebumikan jenasah sang paman. Hanya segumpal tanah yang tampak didepan mata. Ketua kampung Ban-kee-chung yang ternama harus berkalang tanah untuk selamanya. Tiada terdengar lagi suaranya berwibawa, tiada akan tampak pula bayangannya yang tinggi besar itu. To It Peng memberikan hormatnya yang terakhir kepada orang tua itu. Tidak urung ia menangis tersengguk-sengguk. Semakin lama semakin sedih pula tanya sipemuda. Ia hanya mempunyai saorang pamili, kini paman ini telah tiada, siapa yang dapat dijadikan sandaran hidup" Kebakaran terjadi pada dini hari, dan disaat terjadinya pertempuran antara Ban Kim Sen dan si Patung Arca, waktu telah menjelang pagi. To It Peng terdorong oleh dua arus gelombang tenaga yang hebat dan jatuh kedalam goa, dimana Kang Y auw dan Lim Cu Jin bersembunyi tepat pada matahari ditengah. Sipemuda selesai mengurus jenasah pamannya pada sore hari. Matahari telah doyong diufuk Barat, seketika, jagat berubah manjadi merah kekuning-kuningan. Tetapi tidak lama, gelappun mendatang. "Eh, apa yang telah terjadi?" Tiba2 terdengar satu suara dibelakang To It Peng. Hampir To It Peng lompat terkejut, diketahui bahwa orang kampung dan rasa jago peliharaan Ban Kim Sen telah meninggalken Ban-kee-chung. Dimalam gelap seperti ini, siapakah yang datang " la menolehkan kepala, tampak manusia aneh dengan rambut, jenggot dan kumis kuning itu telah berada disana. Manusia aneh tersebut tengok sana tengok sini, ia menunjukkan wajah yang agak bingung. "Eh, apa yang telah terjadi?" Tanyanya. To It. Peng memandangnya dengan wajah sayu, matanya tidak bersinar, kosong dan hampa. "Dimana pamanmu berada?" Bertanya lagi s iorang aneh. "Dia dia telah kutanam disini." Tunjuk To It Peng kearah makam Ban Kim Sen. "Aaaaaa " Sungguh diluar dugaan. Karena malam gelap, dan terburu-buru ia tidak tahu bahwa disitu telah bertambah makam baru. "Aku datang terlambat aku terlambat." "Pamanku telah tiada. Tak mengapalah kau terlambat." Berkata To It Peng yang tidak tahu makna arti kata2 orang. "Setelah pamanmu tiada. Para jago yang dipelihara itupun tentu mencari junjungan baru dilain tempat. Mereka pergi semua?" To It Peng menganggukkan kepala. "Dan bagaimana dengan penghidupanmu dikemudian hari?" "Entahlah." "Kau belum mengambil putusan?" "Aku akan segera pergi kegunung Ngo-bie-san, menuntut atas kematiannya ayahku.'' Manusia aneh itu agak terkejut. "Kau bermusuhan dengan partay Ngo-bie-pay " tanyanya. "Ayahku telah dibunuh oleh orang2 mereka. Aku wajib menuntut balas." "Siapakah ayahmu itu?" "Kukira kau pernah mendengar namanya. beliau ialah Kim-to Butie atau Golok Mas Tiada Tandingan To Tong Sin." Manusia aneh itu manganggukkan kepala. "Namanya lumayan." la berkata. "Tetapi 'Golok Mas Tiada Tandingan' itu agak kurang tepat. Biar ia tiada tandingan, mangapa dapat sampai terbunuh mati ditangan orang?" Mengetahui nama ayahnya dicemoohkan, To It Peng mendelikkan mata. Tetapi apa yang orang katakan tidak dapat disangkal. Iapun tidak sanggup membikin pembelaan. "Sedangkan, ayahmu yang 'Tiada tandingan' itu dikalahkan orang. Bagaimana kau dapat menuntut balas?" Bertanya manusia berambut kuning itu. Kepalanya yang seperti gentong bergoyangan. To It Peng membelalakkan kedua matanya lebar2. "Kulihat, kau tiada harapan untuk menuntut balas." "Kentut." To It Peng membentak. "Kau kira aku tidak dapat mangadu jiwa" Jangan kau mencoba untuk menghalang-halanginya, minggir, biar aku segera pergi." To It Peng maningalkan makam pamannya. Manusia berambut kuning yang aneh itu tidak mau mencegah. "Baik." Katanya. "Ingin kusaksikan, dengan cara bagaimana kau dapat mengadu jiwa dengan mereka?" ---oo0dw0oo--- BAGIAN 7 DIGUNUNG NGO BIE SAN GUNUNG Ngo-bie San terletak didaereh Su coan. Kelenteng berjejeran disekitar gunung, itulah kelenteng2 orang Ngo-bie-pay. Manakala cerita berjalan, partay Ngo-bie-pay sedang mengalami masa jayanya. Mereka berkuasa. Mereka sering me lakukan kebajikan2, maka semakin gemilang dan bercahaya. Setiap hari, belum pernah sepi, para pengikut dan anak murid selalu berkunjung ke-kelenteng2 Ngo-bie-pay terdekat. To It Peng mengikuti orang2 yang naik gunung, menuju kepuncak Ngo-bie San. Undakan batu2 saling tumpuk, tersusun rapi, jalan inilah yang menuju kepuncak gunung. Bila mereka ku rang hati2 dan jatuh terpeleset, tentu akan celaka orang itu. Maka, biarpun tidak sedikit yang berkunjung, tidak seorangpun dari mereka yang tergesa-gesa, tidak seorangpun yang berlari-lari naik gunung, mereka tertib, tidak saling desak. To It Peng tiba pada baris undakan batu yang partama, disana tampak tersedia gardu2 istirahat. Setelah me lakukan perjalanan naik diundak-undakan, batu yang banyak tentu mereka lelah. Maka gardu2 itu disediakan untuk mereka yang memerlukan mengembalikan tenaga. Gardu istirahat banyak, tetapi diantaranya ada 4 buah yang bagus dan megah, pada 4 gardu ini bertulisan Thian, Pie, Cu dan Tin. Tidak seorangpun dari para pengunjung istirahat disalah satu dari keempat gardu istirahat besar itu. Mereka duduk2 pada lain gardu, memang masih banyak gardu ditempat itu, sayang orang yang berkunjungpun tidak sedikit, mereka terlalu berkumpul dan berhimpit-himpitan. Gardu istirahat seharusnya tidak terjaga. Tetapi pada keempat gardu basar tadi tarsedia 2 orang pada setiap gardu, jumlah mereka 8 orang, mereka adalah para murid Ngo-bie-pay yang ditugaskan menjaga agar tampat itu tiaak dikotori. Disaat To It Peng tiba, gardu2 lainnya telah penuh. Hanya keempat gardu besar itu yang kosong. Pikiran sipemuda sungguh sempit, tidak pernah terbayong pada alam benaknya, mengapa banak orang rela berhimpit-himpitan istirahat digardu-gardu kecil dan tidak mau menampatkan dirinya pada keempat gardu besar yang kosong. Ia berjalan menuju kasalah satu dari empat gardu besar itu. Pikirnya aku tidak mau berdesak desakan dengan banyak orang. Biar aku istirahat disini saja. Dua orang Ngo-bie pay maju menghadang. "Saudara ini tentunya ada urusan, bolahkah kami mengetahui urusan apa yang saudara butuhkan?" tanya mereka kepada To It Peng. "Aku ingin mencari orang diatas." kata To It Peng. "Saudara telah duduk digardu besar ini, tentunya mempunyai urusan penting, entah siapakah yang saudara ingin temukan?" Salah satu dari dua orang itu bartanya. "Aku ingin mancari seorang yang telah membunuh ayahku. Siapa namanya aku tidak tahu. Yang kuketahui ialah ayahku terbunuh ditangannya, salah seorang dari tokoh2 Ngo-bie-pay." Apa yang To It Peng utarakan tidak salah. Tetapi dalam anggapan mereka, bocah ini tentunya sakit ingatan atau kurang pikiran. Mereka saling pandang sebentar, salah satu darinya telah mengibaskan lengan baju dan mendorongnya. To It Peng jatuh, ia tidak berdaya. Hal ini menimbulkan suara tertawa yang riuh. To It Peng ter-engah2 bangun. la sangat marah. Ditudingkan tangannya kepada dua orang itu sambil membentak : "Hei, kurcaci Ngo-bie-pay. Kalian telah membunuh orang. Masih berani mengganas" Biar kuadu jiwa denganmu dahulu." Betul saja, pemuda ini menyeruduk maju. Dua orang itu mendapat tugas menjaga gardu, ilmu kepandaiannya tentulah cukup lumayan. Biarpun tidak dapat digolongkan kedalam kelas utama. Biar bagaimana cukup kuat untuk menghadapi pengacau biasa. Mereka mendorongkan kedua tangannya. "Pergi!" bentaknya. Tenaga dua orang itu besar. To It Peng terdorong mundur. Celaka, kakinya tidak menginjak undakan batu, ia terjatuh kejurang. Didalam waktu yang singkat, To It Peng tidak tahu apa yang telah terjadi, badannya dirasakan menjadi enteng, angin menderuderu melewati daun kupingnya. Disaat ia tersadar bahwa ia bukan diatas puncak lagi, hatinya sungguh terkejut. "Tolong .... Tolong ...." la berteriak kaget. Tidak sedikit tokoh2 rimba persilatan yang menyaksikan adegan tadi, tetapi diketahui bahwa s ipemuda bentrok dengan Ngo-bie-pay, tentunya bukan seorang pemuda baik, mereka berpeluk tangan, dan tidak seorangpun yang mengulurkan tenaga bantuan. Ada juga yang baik hati, bukan niat mereka membiarkan sipemuda jatuh dengan badan hancur. Tetapi lain lagi penilaian mereka, diketahui bahwa pemuda itu berani menantang partay Ngobie-pay dengan seorang diri, tentunya berkepandaian tinggi, mungkin ia ada niatan mempermainkan orang, maka sengaja terjatuh untuk memamerkan ilmu kepandaiannya. Mereka ingin melihat ilmu kepandaian apa yang telah dimilikinya" Tubuh To It Pang semakin lama samakin jauh, maka tersadarlah bahwa pikiran orang2 itu yang salah. Mereka ingin menolong, tetapi telah terlambat. Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tubuh T o It Peng hampir membentur batu, tiba2 dirasakan ada sesuatu kekuatan yang tak nampak menyanggahnya, maka terapunglah tubuh sipemuda itu ditengah-tengah udara bebas. "Ih... Eh...." Banyak orang yang menyaksikan pemandangan itu mengeluarkan suara tertahan. Tenaga kekuatan tak terlihat yang manyanggah To It Peng itu hanya depat dirasakan oleh sipemuda seorang. Tidak tampak oleh mereka yang menyaksikan dari atas gardu istirahat. Bila bukan To It Peng yang mengalam kejadian itu, tentu orang akan segera lompat bangun berdiri. Tetapi sipemuda dungu ini tidak berbuat sedemikian. Dibiarkan saja ia terlentang, dengan kedua tangan dan kaki terpapar. Bagi mereka yang manyaksikan dari atas, nampak seperti sedang menonton demonstrasi kesaktian, menonton orang yang terjatuh dari tempat tinggi dangan tiada terluka bahkan dapat tidur tenang dengan kedua tangan dan kaki terpapar. Enak saja To It Peng melayang turun perlahan-lahan, ia saksikan bagai mana wajah orang2 itu terbelalak dengan mulut ternganga keluar. la belum mengerti apa yang terjadi. Maka ditengoknya kebawah, dilihat ia terapung seperti itu. Tentu saja sipemuda kaget... "Aaaaa ..... ia mengeluarkan jeritan tertahan. Tenaga tak terlihat yang menyanggah tubuh To It Peng bergerak naik, maka badan sipemuda turut mumbul pula. Perlahan-Iahan, tetapi tetap badan yang jatuh kejurang ini naik kembali keatas. Bukan To It Peng saja yang kaget, tetapi para penontonpun turut heran, permainan apakah ini" Tenaga yang menyanggah itu mengantar tubuh T o It Peng naik, Iewat ditangga-tangga undakan batu dengan perlahan tetapi tetap, sehingga tubuhnya berada pada gardu istirahat diatas, disini barulah tubuh T o It Peng itu jatuh per-lahan2. Dua penjaga gardu yang menjatuhkan To It Peng tadi, segera menghampiri, mereka memberi hormat sambil berkata : "Hebat ilmu yang saudara perlihatkan. Tenaga dalam saudara tiada taranya, ilmu mengentengkan tubuh saudara tiada bandingannya." Ilmu Terapung diudara bebas, yang To It Peng perlihatkan tadi belum pernah disaksikan orang. Maka mereka mengunakan kata2 'Tenaga dalam yang tiada taranya, dan ilmu mengentengkan tubuh yang tiada banding' mereka memuji. "Ilmu apa yang telah kuperlihatkan?" To It Peng tidak tahu akan kejadian itu. Masih ia bergerak maju. Kecuali dua penjaga gardu besar yang mendorong To It Peng, enam orang penyaga lainnya telah menyatukan diri. Lawan yang sedang dihadapi terlalu kuat, mereka siap mengunakan kekuatan delapan orang menghadangnya. To It Peng telah menarik suatu kesimpulan bahwa orang yang membunuh ayahnya berada diantara orang2 Ngo-bie-pay, ia tidak mau menyudahi saja perkara itu. "Hayo, katakan. Siapa yang telah membunuh ayahku?" Bentaknya kepada delapan orang itu. Delapan penjaga gardu besar saling pandang, mereka belum pernah melihat wajah pemuda ini. Siapakah yang membunuh ayahnya" "Siapa yang saudara maksudkan?" tanya salah satu dari delapan orang tadi. "Kami Ngo-bie-pay bukan satu atau dua orang. Saharusnya saudara sebutkan nama dan jabatan orang yang dimaksud." To It Peng mangetahui berita tentang sipembunuh ayahnya dari mulut sepasang muda mudi Kang Yauw dan Lim Cu Jin yang mangatakan bahwa digunung Ngo-bie-san ia akan mendapat tahu nama tersebut. Maka ia naik gunung untuk menuntut balas, siapa sebenarnya orang yang ingin dicari" lapun tidak tahu. "Siapa diantara partay kalian, yang mempunyai ilmu kepandaian tertinggi?" tanya To It Peng. "Siapakah yang tidak tahu nama 4 pemimpin Ngo-bie-pay yang berkepandaian tinggi?" kata mereka. "Kursi pertama diduduki oleh ketua kami yang bernama Thian-sim Siang-jin, kursi kedua ialah Piein Sian-cu, kursi ketiga Cu Hun Hui-liong-kiam-khek dan kursi keempat Tin Touw." To It Peng sagera mencatat ke-empat nama tadi. "Dan diantara keempat orang ini, siapakah yang mempunyai ilmu silat terhebat" tanyanya lagi. "Tentu saja ketua partay kami T hian-sim Sian-jin." "Baik, orang yang kucari ialah Thian-sim Siang jin." Wajah ke-8 orang Ngo-bie-pay itu berubah. "Kau ingin bertemu dengan ketua partay kami ?" Tanya salah satu darinya. "Betul. Aku harus menanyakan, siapa yang telah membunuh ayahku" kata To It Peng mantap. Delapan orang itu telah menyaksikan bagaimana To It Peng memperlihatkan ilmu 'terapung' yang maha hebat itu saling pandang. Apa yang dapat dilakukan" Atas inisiatip salah satu dari mereka, setelah mengadakan rembukan sekian lama, To It Peng diajak naik keatas gunung. Batu undakan demi batu undakan dinaiki. Tibalah pada suatu tempat. Disini tampak 4 buah lonceng tanda yang besar, agaknya berat sekali. Empat orang berdiri dibawah lonceng tanda itu. "Mau apa?" Bentak mereka. "Ada orang ingin bertemu dengan ketua partay." Lapor sipengantar. Setelah memberi tahu kedatangan To It Peng. Pengantar itupun meminta diri. Tugasnya ialah manjaga 4 gardu istirahat dibawah. Empat orang penjaga genta lonceng pertanda menatap To It Peng sekian lama. "Ketua partay kami sibuk dengan urusan2 bagaimana bila saudara selesaikan perkara disini saja" kata mereka kepada To It Peng. Maksud dari kata2 tadi ialah agar To It Peng menyelesaikan urusan kepada mereka. "Tidak dapatkah kalian memberi tahu kepadanya?" kata To It peng. "Loceng tanda tidak boleh sembarang digunakan, kecuali bagi meraka yang mempunyai urusan penting." "Kalian tidak berani membunyikan" Biar aku yang memukul sendiri." Berkata To It Peng sambil menuding-nuding kearah 4 lonceng tanda kedatangan tamu itu. Aneh!.... Tiba2 saja lonceng tanda itu berbunyi. Serentak ke-4 buah Ionceng tanda berbunyi semua. Suaranya menggema keangkasa dengan keras berkumandang jauh. Bukan saja To It Peng yang terkejut, tetapi ke-4 orang penjaga lonceng tanda itupun heran. Mereka tidak memukulnya, hanya sipemuda yang menggerak-gerakan tangan ....tetapi mungkinkah dapat membunyikannya" To It Peng tahu, bahwa orang yang membunyikan lonceng tanda itu bukanlah dirinya. la belum mempunyai kemampuan itu. Lain lagi pendapat ke-4 orang tadi, mereka melihat sipemuda menggerak-gerakan tangan menuding-nuding, setelah itu Ionceng berbunyi, kecuali sipemuda, siapa lagi yang membunyikan" Tentunya pemuda ini berkepandaian tinggi, dengan menggerahkan tenaga dalam, ia dapat memukul lonceng dari jauh. Wajah mereka berubah. "Baiklah" katanya, "setelah saudara membunyikan lonceng tanda itu, tentu mereka akan menemui mu." Empat orang itu membawa To It Peng kepuncak gunung, mereka akan menghadapkannya kepada ketua partaynya. Batu demi batu, mereka naiki. Pada suatu tempat yang tertentu. Terdengar suara bebarapa orang : "Silahkan tamu naik"... "Silahkan tamu naik".. "Silahkan tamu naik"... "Silahkan tamu naik." Suara ini bukan keluar dari mulut satu orang, tetapi ada suara yang tinggi, ada yang rendah, ada yang tajam dan ada yang serak. Mereka adalah 4 jago Ngo-bie-pay. Kuping To It Peng mandengung-dengung menerima suara itu. Badannya bergoyang-goyang. Hampir ia jatuh ketebing d yurang. Ternyata 4 jago Ngo-bie-pay, Thian-sim Siang jin, Pia-in Sian-cu, Cu Hun Hui-liong Kim-khek dan Tin Touw tidak melihat siapa yang datang. Mereka mendengar suara genta tanda dibunyikan, dari suara itu dapat diketahui bahwa orang yang memukul genta bertenaga dalam yang maha hebat. Maka dikerahkan pula tenaga dalam mereka dengan mengucapkan kata2 dengan keras. Bila sang tamu membuka suara, dari rendah tingginya nada suara sitamu, mereka dapat tahu siapa yang tiba. Mendengar suara yang hebat itu, hampir2 T o It Peng kehilangan sukma. Mana mungkin ia memberi sahutan. Dimisalkan ia berteriak, sampai suaranya pecahpun, tidak akan sampai ditelinga 4 jago Ngobie-pay, karena letak mereka masih cukup jauh. Menunggu sekian lama, tidak mendapat jawaban yang diharap. ke-4 jago Ngo-bie-pay saling pandang. Mereka tidak tahu silat dari mana yang sedang berkunjung kegunungnya. To It Peng mendaki undakan batu yang berliku-liku, beberapa lama kemudian, tibalah pada puncak tertinggi dari gunung itu. Disana tampak sebuah dataran tinggi yang sangat tua. Pohon2 siong menjulang ke atas puncak langit, dibawah pohon2 sinona liu terdapat bangku2 yang terbuat dari batu. Dan diantaranya ada 4 buah kursi batu yang terisi. Orang yang duduk paling kiri ialah seorang tosu dengan rambut putih badannya tinggi, agak kurus, tetapi cukup gagah dipandang. Disebelahnya duduk seorang wanita tua, wajahnya kuning, galak dan tak terlihat keramah tamahannya. Disebelahnya lagi duduk saorang gemuk, inilah Cu Hun Hui-liong Kiam khek, dan yang terakhir inilah Tin Touw le Seng Coan. Pengantar telah memberitahukan kedatangan To It Peng, setelah itu, mereka, mengundurkan diri. Melihat To It Peng, Thian-sim siang-jin agak heran, ia memandang sipemuda. Diakah yang memukul genta tanda" Tidak mungkin. Bocah ini tidak berkepandaian. Dari cerita orang yang mengantar To It Peng. Pie-lie Sian-cu mengetahui bahwa T o It Peng mempunyai semacam ilmu 'terapung' yang maha hebat, menggelengkan kepala tidak percaya. "Hei, siapa diantara kalian berempat yang bernama, Thian-sim Siang-jin?" tanya To It Peng lantang. "Kau mencari aku?" tanya Thian-sim Siang-jin. "Kau ....." To It Peng tidak dapat meneruskan ucapannya. Disaat bicara, ia harus memandang tosu tua itu, tidak disangka matanya kebentrok dengan sepasang mata yang memancarkan sinar tajam, Tidak tahu ia menahan dan menantang sinar mata ini. To It Peng termundur-mundur menghindari pandangan mata tadi. Thian-sim Siang-jin tertawa, katanya : "Ada urusan apa kau mencari diriku?" To It Peng mundur semakin jauh. "Jangan kau takut." kata Thian-sim Siang-jin. "Katakanlah, apa yang kau mau?" Wajah To It Peng membara, ia menguatkan imannya, maka ia berhasil maju dua langkah. "Kaukah yang membunuh ayahku?" Tanya ya tanpa tedeng aling2. "Eh, apa kata2-mu?" tanya Thian-sim Siang-jin. Teringat akan nasib ayahnya yang mengenaskan, hati T o It Peng besar kembali. "Dikatakan ayahku terbunuh mati dibawah tangan orang2 dari partay Ngo-bie-pay. Aku datang ingin mencari orang yang membunuhnya dan siap menuntut balas." "Siapakah nama ayahmu?" To It Peng membusungkan dada, dengan keras berkata : "Pendekar dari daerah Liauw-tong, dengan julukan Golok Mas Tiada Tandingan' Kim-to Bu-tie T o Tong Sin." Sebelum mulut To It Peng dapat terkatup rapat, tiba2 wanita tua yang berada disebelah Thian-sim Siang-jin, sumoay dari ketua partay Ngo bie-pay, yang bernama Pie-in Sian-cu membentak nyaring. Kepala To It Peng tiba2 dirasakan menjadi pening, dunia seperti berputar. Berbareng itu Thian-sim Siang-jin berseru : "Sumoay, jangan....." Tapi terlambat, tubuh To It Peng telah dilemparkannya turun dari dataran tinggi diatas puncak gunung Ngo-bie-san. Disana, kecuali Thian-sim Siang-jin dan Pie-in Sian-cu dua orang yang masih ada Cu Hun Hui-liong Kiam-khek dan Tin T ouw, le Seng Coan. Dua yang kita sabut belakangan telah bergerak cepat, seorang satu, mereka menjambret tangan To It Peng. Maka nyaris pula pemuda itu terbinasa. Diletakannya sipemuda diatas dataran tinggi itu lagi, To It Peng tidak sadar bahwa dirinya telah hampir bertamasya dipulau Nirwana. Masih saja ia menantang : "Katakan, siapa yang telah membunuh ayahku?" Pie-in Sian-cu pantang mendengar nama To Tong Sin, amarahnya telah meluap-luap. Sungguh sukar untuk diredakan kemarahan tadi. "Anak haram, akulah yang membunuhnya! Apa yang kau mau?" Suara Pie-in Sian-cu seperti menangis. To It Peng menubruk wanita itu, tetapi ia tidak berhasil mendekatinya. Seperti ada suatu tembok kaca yang tak terlihat, ia tertahan tidak jauh didepan Pie-in Sian-cu. Thian-sim Siang-jin menarik tangan sipemuda per-lahan2. Katanya : "Saudara kecil, kematian ayahmu mengandung sesuatu yang sulit diceritakan. Sebelum kau dapat mengetahui duduk perkara yang jelas. Janganlah sembarang menuduh orang." "Kalian menghinaku .... Kalian menghinaku...." To It Peng berteriak keras sekali. "Nenek kerepot itu telah mengakui bahwa dia yang telah membunuhnya. Mengapa kau masih berusaha untuk menutup nutupi kejahatannya?" "Diam !" T hian-sim Siang-jin, membentak keras. "Hm' kau kira dengan membentak seperti itu dapat menakutkan diriku ?" To It Peng berteriak dengan sekuat tenaga. "Cukup. Dengan ilmu kepandaianmu yang seperti sekarang. Mungkinkah kau dapat melakukan sesuatu kepada ku ini " Lekaslah kau turun gunung. Kami tidak akan menarik panjang perkara ini." To It Peng marah. la tidak berhasil mendekati Pie-lie Sian-cu. Maka dilihat tubuh Thian-sim Siang-jin ini dekat sekali dengan mengerahkan semua tenaga yang ada, ia menyeruduk, menggunakan kepala membentur nya. Kali ini To It Peng berhasil, kepalanya dapat mengenai perut orang. Tetapi aneh, seperti membentur batu keras, ia tidak dapat menarik kembali kepalanya. Dirasakan, dunia terbalik, dan setelah itu, hilang ingatannya. la jatuh dengan tidak sadarkan diri lagi. ---oo0dw0oo--- BAGIAN 8 JAGO NOMOR SATU DARI DAERAH LAUW TONG BERAPA lama To It Peng tidak ingat diri. Disaat ia tersadar, ia merasakan goncangan yang hebat. Dikiranya masih berada diatas gunung Ngo-bie-san, tetapi dugaan ini ternyata salah. Pada sebuah kereta yang dilarikan cepat, tampak seorang lelaki pendek sebagai kusir, ia melarikan dan membedal keretanya capat sekali. Dan isi kereta ialah sipemuda To It Peng yang baru sadar Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dari pingsannya itu. "Berhenti Berhenti " Teriak To It Peng. Ternyata ia telah sadar dan diketahui dirinya sudah berada pada kereta itu. Si Pendek tidak manggubris teriakannya, masih saja kereta dibedal keras, derap kaki kuda menelan suara teriakan To It Peng. "Hei, siapa kau!?" Tanya To It Peng. Seperti pertama, pertanyaan inipun tidah mendapat jawaban. "Hentikan kereta !" T o It Peng masih memberi perintah. Kereta tetap dilarikan seperti setan kelaparan. "Baik. Kau tidak mau manghentikan kereta. Tetapi kau kira aku tidak berani loncat." Ancam sipemuda. Dan betul saya To It Peng melaksanakan apa yang baru saja diucapkan, ia meringkalkan seluruh badannya, kemudian melompat dari atas kereta. Tidak diperdulikan apa akibatnya.! Maka babak belur seluruh badannya, rasa sakit yang tidak terhingga menyerang, ia berguling-guling beberapa kali, banyak batu yang mengenai badannya, ia luka2 dengan darah bercucuran dan kulit pada lecet2. Si Pendek dapat malihat kalakuan sipemuda yang nekat, ia manarik les kereta, dengan susah payah manghentikannya. la menoleh kebelakang, dilihatnya To It Peng sedang merayap bangun dengan mulut tertatih-tatih. To It Peng dapat melihat jelas wajah si Pendek ini, ia belum pernah melihat wajah yang asing baginya. Dengan menudingkan tangan, ia membentak : "Kalian tikus Ngo-bie-pay sungguh keterlaluan." Si Pendek menatapnya tajam. Dengan suara dingin ia berkata : "Lekas naik keatas kereta lagi. Aku bukan orang dari Ngo-bie-pay." "Kau bukan orang Ngo-bie-pay?" To It Peng mengkerutkan alis. "Oh, tidak seharusnya aku memakimu. Kau dari mana" Dan mengapa ingin membawa diriku?" "Lekaslah kau naik keatas kereta." Bentak orang Itu. "Ingin dibawa kemana ?" "Naiklah cepat." "Berapa jauh tempat ini dengan gunung Ngo-bie san ?" "Kau membandel " Bentak orang pendek itu. "Ingin kutotok jalan darahmu dan kulemparkan keatas kereta?" "Kentut. Siapa kau" Mengapa ...." Orang itu telah mengeluarkan tangannya, dengan mudah berhasil menangkap To It Peng. Bagaikan menenteng anak ayam, dilemparkannya tubuh sipemuda keatas kereta. To It Peng meringis, sakitnya bertambah tambah. "Tikus Ngo-bie-pay, anjing Ngo-bie-pay, babi Ngobie-pay Awas pembalasanku nanti." Ancaman To It Peng sambil mengepalkan tangan kepada lelaki pendek itu. Orang yang dimaki tertawa terkekeh-kekeh. "Bagus....Bagus" Katanya : "Makilah sebanyak mungkin." Disaat orang itu menyangkal akan tuduhannya, To It Peng masih kurang percaya. Kini dimaki seperti tadi, tatap ia tidak marah. Maka dapat dipastikan bahwra lelaki pendek ini bukanlah orang dari partay Ngo-bie-pay. "Kau siapa?" tanya To It Peng. Orang itu telah melesat naik keatas keretanya, cambuk diangkat dan 'tar', kereta dijalankan lagi. Setelah kereta berjalan jauh, derap kaki kuda masih saja tidak dikendurkan olehnya. "Tidak guna memberi penjeIasan kepadamu." katanya "Bagaimana kau menemukan diriku. Dan ingin kemana pula tujuanmu?" Berkata To It Peng. "Kau tarkena getaran tenaga dalamnya Thian-im Siang-jin sehingga luka jatuh pingsan, akulah yang menyeretmu keatas kereta dan kini sedang membawamu untuk bertemu dangan nenek tua." "Nenek tua " Dari mana datangnya nenek" Dari mana pula datangnya nenek tua?" Orang itu tertawa besar. "Ha.., ha ... ha ... ha ..." "Apa yang kau tertawakan?" "Mereka memanggiku sebagai si dungu. Tidak berIebihIebihanlah panggilan itu. Kau memang dungu." "Hei, belum lama kau mangatakan ingin mengajakku bertemu dengan nanek tua, mengapa kau mentertawakan aku sidungu?" To It Peng tidak puas. Orang itu masih saja tertawa. "Sudah kukatakan kuajak kau bertemu dengan nenek tuamu. Mengapa kau tidak percaya?" "Kulihat kau sendirilah yang dungu. Dari mana aku mempunyai nenek tua?" Berkata To It Peng. Orang itu marah, terdengar geramannya : "Kurang ajar. Namaku Teng Sam. Saharusnya kau memanggil paman Teng Sam. Mengapa kau berlaku kurang ajar padaku, menyebut dungu?" "Bila kau tidak dungu. Mengapa mengatakan aku mempunyai nenek tua" Nenek tua siapakah yang harus kuakui ?" Debat To It Peng. "Ingin kubartanya, darimanakah kau" Tentu dari ibu mu bukan" darimanah pula ibumu" Tentu dari nenek mu juga. mengapa kau mangatakan tidak bernenek?" To It Peng bungkam. Didalam kenangannya, tiadalah kesan tentang ibu, ayah, dan nenek segala. "Nenek tua ini adalah ibu dan ibumu." Berkata Iagi orang yang mangaku barnama Teng Sam itu. "Ibu dari pamanku Ban Kim Sen?" "Ya. Ibu dari paman dan ibumu." "Pamanku telah tiada.Tahukah kau akan hal ini?" To It Peng memandang! lagi T eng Sam itu. Teng Sam menundukan kepela ketanah, hampir tali kereta lepas dari tangannya. Cepat ditariknya lagi, kuda kereta lari terlalu cepat sekali. Dan ia agaknya mengejar waktu untuk dapat segera tiba ditempat tujuan. "Aku tahu." Katanya lemah. "Tempat pertama yang kudatangi ialah Ban-kee-chung. Disana hanya tinggal runtuhan dan puing dari kampung itu. Bila tidak bertemu dengan muridnya si Rambut Panjang Tiang-pek Sian-ong, tak mungkin kutahu bahwa kau telah pergi kequnung Ngo-bie-san." "Dua murid Tiang-Pek Sian-ong?" To It Peng segera teringat kepada Kang Yauw yang cantik dan baik serta Lim Cu Jin yang galak. Maka lupalah se-gala2nya, ucapan dan pertanyaan Teng Sam yang diajukan kepadanya tidak terdengar legi. To It Peng terkejut, setelah mendengar suara bentakan Teng Sam yang keras. "Betul .... Betul . . . ." Berkata To It Peng. "Si Rambut panjang Tiang-pek Siang-ong adalah jago nomor satu dari daerah Liauwtong di Koan-gwa." "Salah." Berkata si Pendek Teng Sam. "Tiang-pek Siang-ong hanya jago nomor dua deri daerah Liauwtong." To It Peng menganggukkan kepala. Seperti telah mengerti akan se-gala2nya. "Ya. jago nomor satu dari daerah Liauwtong, tantunya ayahku dengan gelar 'Golok mas tiada tandingan' Kim-to Bu-tie To Tong Sin." Teng Sam tertawa lebar. "Ayahmu?" la mulai memperlambat jalanannya kareta. "la hanya dapat menduduki jago nomor tiga dari daerah Liauw-tong." To It Peng tidak puas. "Lalu siapa jago nomor satu darl daarah Liauwtong ?" Tan yan ya serta menatap wad yah orang i tu dengan tajam. "Jago nomor satu dari daerah Liauw-tong ialah pamanmu Tang Sam ini." la berkata jumawa. To It Peng membalaskan mata sungguh diluar dugaan. Mengetahui kesangsian orang, tiba2 Teng Sam membentak keras, cambuk ditangan digentak, dilemparkan saya kearah salah satu pohon. "Lihat." Ujarnya. Cambuk yang sebenarnya lemas itu lurus menuju kepohon yang diarah, tiba2 'clep', bagaikan tombak tajam terpaku dipohon itu. Lama sekali keadaan tersebut dapat disaksikan, setelah itu, baru cambuk jatuh lunglai dan bergoyangan dipohon. To It Peng meleletkan lidah. "Telah kau saksikan?" Berkata jago nomor satu deri da>rah Liauw-tong yang bernama Teng Sam itu. "Dapatkah ayahmu memiliki kepandaian seperti ini?" Cambuk berupa benda lemas, tetapi Teng Sam dapat menggunakannya sehingga menusuk pohon, mudah dibayangkan, betapa lihaynya ilmu kepandaian jago nomor satu dari daerah Liauw-tong ini. "Bagaimana"'' tanya Teng San. "Pernah kau bayangkan ilmu ini ?" "Belum." kata To It Peng yang segara disadarkan. "Eh, kau jago nomor satu dari daerah Liauw-tong, tentunya kenal dengan ayahku." "Mengapa tidak" Kami ini sahabat baik." "Kau dan ayahku bersahabat baik. Tetapi disaat ayahku menghadapi bahaya, mengapa kau berpeluk tangan" T idak memberi bantuan ?" Teng San tidak dapat memberi jawaban yang memuaskan. Tidak disangka, seorang pemuda dungu yang ketolol-tololan dapat mengajukan pertanyaan itu. Belum lama To It Peng menjungjung tinggi kepandaian yang Teng Sam miliki. Kini dilihatnya orang yang tergagap gugup tidak dapat memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Timbul rasa muaknya. "Hmmm...." To It Peng mengeluarkan suara dari hidung, la menghina. "Aa... kuu.. waktu Itu aku sedang bepergian jauh." Teng Sam mencoba memberi alasan tentang mengapa ia tidak dapat membantu ayah To It Peng yang itu waktu berada didalam mara bahaya. "Disaat aku kembali, kejadian telah terjadi. Apa yang dapat kulakukan?" Nah To It Peng mengluarkan suara dari hidung. "Maka kubawa dirimu untuk menghadap nenek tuamu. Aku datarig atas perintah nenek tuamu itu." Berkata Teng Sam lagi. To It Peng tertegun. "Kau disuruh oleh nenek tuaku?" Bertanya sipemuda. Tidak disangka bahwa seorang jago nomor satu ini masih berada dibawah perintah orang. "Sangat tinggikah ilmu kepandaian nenek tuaku itu?" "Tentu saja." "Dimanakah ia menetap?" Teng Sam tidak memberi jawaban. la membedal kereta yang kini dilarikan cepat lagi. Perjalanan dilanjutkan, To It Peng tidak mengetahui arah tujuannya. Satu hari telah mereka lewatkan. Dua hari tetap masih berada didalam perjalanan. Berhari-hari mereka melewatkan waktu diatas kereta. T eng Sam telah manyediakan ransum kering, maka mereka tidak perlu istirahat dirumah makan, maupun bermalam dirumah penginapan. Kondisi baden T eng Sam hebat, kecuali istirahat sebentar, belum pernah ia tertidur. Perjalanan itu sungguh lama sekali. Perjalanan dilanjutkan kearah Utara. Sermakin lama semakin dingin. Hari ini, mulai tampak salju tipis yang bertaburan, bunga2 salju membuat suatu pemandangan yang menarik. Hampir satu bulan mereka mengadakan perjalanan seperti itu, sering mamasuki rimba, sering pula melewati padang pasir. Dan kini mulai hujan salju. Jalanan memutih tertutup salju. Demikian juga Seluruh kereta telah tertutup salju, nampak Teng Sam seperti melamun. "Disaat seperti inilah, kau terbinasa.... Disaat seperti inilah kau binasa ........" Gumamnya seorang diri. To It Peng tidak tahu siapa yang dimaksudkan. Maka ia bertanya: "Paman Teng Sam ....." Teng Sam tidak mendengar, ia masih bergumam : "Saudara To Tong Sin, sungguh kau mati penasaran......." Hati T o It Peng tergetar terbayang gerak gerik ayahnya, si 'Golok Mas Tiada Tandingan' Kim-to Butie To Tong Sin dengan golok menangkis setiap penyerangnya, ia dikeroyok, salju beterbangan, tetapi tidak selembarpun yang mendekatinya. Pertempuran semakin hebat, sayang ia seorang diri, lawannya terlalu banyak, tiba2.... darah beterbangan..... maka saiju menjadi nerah To It Peng terkejut, setelah dirasakan pundaknya menjadi sakit, ternyata Teng San mencengkeremnya. "Paman Teng Sam, kau mengapa ?" la bertanya kaget. Teng Sam tersadar, ia berkata keras : "Aku bohong..... Aku telah membohong kepadamu. Disaat ayahmu hampir menemui ajalnya..... aku bukan berada dilain tempat.... tetapi dekat sekali dengan ayahmu itu..... dekat sekali......" To It Peng tidak mananyakan kepada sijago nomor satu dari daerah Liauw-tong, katanya: "Paman Teng Sam, aku tidak menyalahkan. Kawan2 ayah bukan kau seorang. Mereka tidak satupun yang menampilkan diri. Hanya mengandalkan tenagamu seorang, tentunya akan membuang jiwa saja." Hujan salju semakin keras, jalan telah membeku menjadi es, pohon telah memutih diliputi es, langit beterbaran dengan lembaran2 es, dunia es telah berkuasa. Pada hawa yang sedingin itu, tampak keringat ada didahi Teng Sam. Sebentar saja keringat ini membeku. Tangannya memegang To It Peng keras, goyangan kereta menjadikan mereka tergoncang-goncang. "Paman Teng Sam," Sipemuda berkata. "Jangan kau berduka, orang yang tidak mengulurkan bantuan, bukan hanya kau seorang saja." "Tetapi orang yang menyaksikan bagaimana ia berkutat dengan maut, melawan keroyokan2 lawannya dihujan salju, hanyalah aku seorang." Napas Teng Sam mamburu keras. "Aku tidak berani membantu ayahmu, aku tidak berani membantu ayahmu..... aku sungguh pangecut nomar satu dari Liauw-tong." To It Peng menarik napas panjang, katanya : "Mengapa" Dengan ilmu kepandaian yang kau miliki, 4 jago Ngo-Bie-pay maju berbarenganpun tidak perlu kau takuti." Teng San memancarkan sinar mitanya yang bercahaya, tapi hanya sekejap mata, ia menarik napas legi : "Empat jago dari Ngo-bie-pay itu?" "Betul. Sudah kuketahui bahwa orang yang membunuh ayah ialah Pie-lie Sian-cu. Tentunya hanya mereka berempat saja." "Ha.... ha... ha..." Teng Sam tertawa ngakak. "Betul aku seorang pengecut. Tetapi belum waktunya kau mamandang se-rendah itu. Bila orang sebangsa 4 jago Ngo-bie-pay itu yang turun tangan, mungkinkah aku tidak berani melawan" Sehingga harus tengkurap menyembunyikan diri didaratan es yang dingin?" Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Mungkinkah mereka berempat mengundang banyak orang kosen?" "Bukan mereka. Perkara urusan ayahmu tidak ada hubungan dengan 4 jago Ngo-bie-pay." Teng Sam memandang To It Peng. la tidak msngerti, mengapa sipemuda bertendensius seperti itu. "Eh, apa yang kau katakan?" To It Peng agak ragu2 mendapat keterangan ini. "Bukan 4 jago Ngo-bie-pai yang membunuh ayahmu." "Aku tidak percaya. Pie-lie Sian-cu telah mengakui akan hal ini." "Duduknya perkara yang jelas tidak mudah dimengerti olehmu " kata Teng Sam, ia menatap sipemuda. "Sebenarnya....." Jago nomor satu dari daerah Liauw-tong itu menghentikan keterangannya, tiba2 saja wajahnya berubah cepat, pucat dan rasa takut tampak jelas pada wajah ini, la menatap tajam kearah belakang sipemuda: "Kau bohong..... Kau bohong...... Pia-lie Sian-cu telah mengaku..... Kau bohong..... Kau takut kepada 4 jago Ngo-bie-pay itu...." To It Peng tidak henti2nya bicara. Gerakan Teng Sam aneh, cepat ia membalikkan badan, dibedal kereta semakin keras, setelah itu, ia memutuskan tali hubungan kuda dan kereta, badannya melesat maju, jatuh pada punggung kuda, maka kuda tersebutpun lari meninggalkan kereta, gerakan2 ini hanya terjadi didalam waktu yang singkat. Disaat To It Pang tersadar apa yang Teng Sam telah lakukan, kuda jago nomor satu dari Liauw-Tong itu telah lenyap dibalik tikungan, kereta masih menggelinding perlahan dan akhirnya berhenti. "Paman Teng Sam, kemana kau pergi ?" teriak To It Peng. Kereta telah tidak bergerak, kereta ini ditinggalkan oleh Teng Sam secara mendadak sekali. Apa yang telah menyebabkan jago nomor satu dari deerah Liauw-tong itu mangambil langkah mendadak" To It Peng tidak tahu. Salju turun dari langit, mambasahi kepala sipemuda. Jago nomor satu dari daerah Liauw-tong Teng Sam telah melenyapkan diri mendadak. Ditinggalkan kereta begitu saja, terlantar dengan pemuda To It Peng. To It Peng tidak habis mengerti, diketahui Teng Sam ingin membawanya bertemu dengan sinenek. Mengapa ditinggalkan begitu saja " Keadaan mulai gelap, ia memandang kesekitarnya. Seseorang, bagaikan hantu gentayangan telah berada dibelakangnya, entah kapan kedatangan orang ini. To It Peng mingucek-ucek matanya, salju masih turun hebat, mangapa orang ini dapat datang mendadak" Betul. Dihadapannya telah berdiri seorang wanita tua, rambutnya telah putih, ia mengenakan pakaian hitam, maka terlihat jelas pada salju yang putih meletak. "Kau ... Kau siapa?" To It Peng membuka suara. "Kau yang dikatakan sebagai putra To Tong Sin?" Nenek tua itu tidak memberi jawaban. Tetapi balik bertanya. Teng Sam pernah menjanjikannya untuk membawa ie bartamu dengan sang nenek " Mungkinkah telah tlba " "Betul. Namaku bernama To It Peng." Maka sipemuda memberi jawaban. Wanita tua itu menatapnya kian kemari, dipandang sekujur badan To It Peng, setelah puas, baru bartanya : "Kemana kini kau ingin pergi " Orang yang belum lama melarikan diri itu bukankah Teng Sam, sikunyil?" "Betul" To It Peng heran, mengapa nenek tua ini menyebut Paman Teng Sam sijago nomor satu dari daerah Liauw-tong dengan sebutan seperti itu. Maka mangertilah, mangapa Teng Sam melarikan diri mendadak, ternyata ia membelakangi kereta, berarti tidak melihat kedatangan wanita tua ini, tetapi Teng Sam melihat, ada suatu yang ditakuti, maka melarikan diri. Dari sini To It Peng mengerti, nenek tua ini bukanlah neneknya. "Kau tentu bukan nenekku." To It Peng segara berkata. Senyum nenek tua itu semakin menarik. "Ternyata kau pergi untuk menjumpai nenekmu?" la bertanya. "Eh, mengapa kau tahu?" To It Pang sungguh heran. "Aku tidak memberi tahu kepadamu, dari sapa kau tahu!" To It Peng agak tolol, tetapi orang tidak semua sepertinya, mana mungkin tidak dapat menduga. Pertanyaan sipemuda yang pertama telah membocorkan rahasia. Nenek tua itu menggapaikan tangan dan memanggil: "Kemarilah. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu." To It Peng tidak mempunyai arah tujuan, mendapat tawaran tadi, sagera ia menyanggupinya, ia belum tahu akan nama dan alamat orang. "Dimana kau tinggal?" Tanyanya. "Nah.... Tidak jauh dari sini." Sinenek bicara, tangannya menarik sipemuda, dengan mengunakan ilmu meringankan tubuhnya yang hebat, ia malayang cepat. Terasa salju2 yang menyambari mukanya, baru To It Pang mengetahui bahwa nenek ini berkepandaian tinggi. Mata sipemuda dipicingkan, sukar untuk membedakan arah tujuan, salju2 memukul keras kewajahnya, lebih baik ia meramkan mata. Beberapa lama kemudian To It Peng dapat merasakn, tubuhnya telah berhenti, ternyata mereka telah tiba ditempat tujuan, dibuka kedua matanya, maka tampak mereka telah berada pada sebuah rumah yang terbuat dari batu. Nenek itu membawa sipemuda masuk kedalan rumah batu, disitu hanya terdapat beberapa buah bangku yang terbuat dari batu, dan segala perabot sederhana yang terbuat dari batu semua. Pada dua bangku batu duduk dua orang, To It Peng yang meperhatikan dua orang itu terkejut. Ia segera mengenali bahwa mereka adalah anak muridnya T iang-pek Sian-ong, sepasang muda mudi yang menyembunyikan diri didalam goa dekat Ban-kee-chung. Sipemuda Lim Cu Jin duduk dikanan, dan sipemudi yang baik hati Kang Yauw duduk dikirinya. Mereka melihat kedatangan T o It Peng dan menunjukan senyum getir. "Nona Kang, mengapa kau berada ditempat ini?" tanya To It Peng. "Bukahkah kau katakan ingin kembali ke Koan-gwa?" Kang Yauw tidak menyahut, ia hanya mengerlap-ngerlipkan matanya, entah apa yang diisyaratkan olehnya. To It Peng tidak mengerti. Nenek tua yang membawa sipemuda kerumah batu berkata : "Duduklah." Dan iapun memilih sebuah kursi batu dan duduk ditempat itu, sikapnya sangat tenang. To It Peng tidak mempunyai kesan buruk, ia duduk ditempat yang tersedia untuknya. Setelah nenek tua itu duduk, ia menggerakkan tanganya, terdengar ser.. ser... dua kali, maka Lim Cu Jin dan Kang Yauw dapat bernapas lagi dengan lega. "Oooo... Kalian ditotok olehnya?" To It Peng membelalakkan mata. "Semua ini gara2mu." Lim Cu Jin melototkan mata dan membentak kearah To It Peng. "Bila tiada urusanmu, tak nanti kita tersiksa." To It Peng memandang Kang Yauw dan bertanya : "Nona Kang, apa yang telah terjadi dengan kalian?" Kang Yauw menghela napas panjang, ia menutup mulut tidak bicara. Nenek tua itu memandang tiga muda-mudi dihadapannya, dengan keras ia membentak : "kalian dua murid Tiang-pek Sian-ong mencarimu, mereka menyerahkan sesuatu kepadamu, bukan?" Kang Yauw mengerlap-ngerlipkan mata, tetapi To It Peng tidak dapat melihat, maka sipemuda memberikan jawaban terus terang : "Betul." "Bagus! Serahkanlah benda itu kepadaku." kata sinenek itu menyodorkan tangan. Kang Yauw dan Lim Cu Jin pernah menyerahkan sebuah kotak batu pualam kepada sipemuda, dan dikatakan kepada mereka bahwa benda itu mengandung arti penuh, bila membawa benda ini kelembah Cang-cu-kok digunung es, maka ia akan diterima. Terhadap benda pusaka, To It Peng tidak mempunyai angan-angan muluk, tetapi benda ini adalah benda peninggalan ayahnya, tidak mau ia menyerahkan kepada orang lain. "Benda ini sebagai tanda mata ayahku. Tak dapat kuserahkan kepadamu." la menolak permintaan sinenek tua. Wajah nenek itu berubah, lenyaplah wajah ramah tamah. Lim Cu Jin tiba2 turut bicara : "Cianpwee, benda itu berada padanya. Bila ia tidak bersedia menyerahkan, berilah sedikit hajaran, tentunya ia akan tunduk kepada kekerasan." Terhadap sikap Lim Cu Jin seperti ini, Kang Yauw tidak puas, serta merta ia mancela : "Suko, apa arti kata2 mu ini?" "Bukan urusan kalian." Nenek tua itu membentak. Dihadapi T o It Peng dan berkata ramah. "Betul. Barang itu adalah barang peninggalan ayahmu, tetapi tahukah kau, bahwa ayahmu binasa gara2 benda tersebut?" Disaat ayahnya binasa, umur To It Peng terlalu kecil, ia tidak mempunyai-kesan terhadap ayahnya itu, ingin sekali mengetahui kejadian yang sebenarnya. la membekap peti batu pualan disaku baju dan bertanya : "Ayahku binasa karena ini?" "Betul. Serahkanlah kepadaku." "Tidak." To It Peng manggoyangkan kepala. "Kau tidak mau menyerahkannya?" Wajah nenek tua itu berubah jahat lagi. Tiba2 Kang Yauw berteriak, wajahnya menunjukkan rasa takut luar biasa: "Saudara To, serahkanlah kepadanya." "Tidak." To It Peng menggoyangkan kepala. Terdengar suara geraman nenek tua itu, tiba-tiba tangannya bergerak cepat. To It Peng merasa sambaran angin yang hebat dibarengi oleh suara gemuruh. la mamejamkan matanya sebentar dan dikala membuka kembali matanya, tampak bangku batu disebelahnya telah hancur berkeping-keping. "Telah kau saksikan kehebatan tanganku?" kata nenek tua itu dingin. "Serahkanlah peti batu pualam itu kepadaku." To It Peng kesima atas ilmu kepandaian dipertontonkan sinenek tua itu, ia memandang bangku batu yang telah hancur berkepingkeping, tak terdengar apa yang sinenek katakan. Tentu saja tidak memberi jawaban. la sedang berpikir, pada suatu hari, setelah ilmu kepandaiannya dapat seperti apa yang disaksikan, maka ia tidak perlu takut kepada empat jago Ngo-bie-pay. Tapi, mungkinkah ia meyakinkan ilmu kepandaian seperti itu" la goyangkan kepala tanda putus asa. Tak mungkin. Pada saat itulah sinenek bertanya, dilihat sipemuda menggoyangkan kepala. Dianggapnya tidak mau menyarahkan barang yang diminta, hal ini sungguh mengherankan. Tentu saja, betapa pandai sinenek, tak mungkin dapat menyelami hati orang. Sungguh ia tidak mengerti, mengapa pemuda dungu ini berkepala batu" Lim Cu Jin dan Kang Yauw turut menyaksikan, mereka mengira sipemuda dapat menyerahkan benda yang diminta, atau kepalanya akan menjadi hancur berkeping-keping seperti bangku batu itu. Goyangan kepala To It Peng telah disalah artikan, wajah mereka berubah pucat. Diluar dugaan, nenek tua tidak marah, ia mengeluarkah suara dingin : "Sikapmu ini mirip dengan ayahmu yang mati itu." "Kau.... kau... kenal dengan ayahku?" To It Peng bertanya. "Lebih dari kenal." Tetapi sinenek tidak meneruskan pembicaraannya. "Bila ayahmu mau menyerahkan peti batu pualam itu, tentunya ia tidak akan binasa." "Orang yang meminta peti pualam itu bukankah 4 jago dari Ngobie-pay" "Yang penting, mau atau tidak kau menyerahkan peti batu pualam itu kepadaku." Bentak sinenek keras. Diketahui bahwa peti itu berada padanya, ilmu kepandaian sinenek hebat sakali, ia bukan tandingannya, mengapa ia tidak merebutnya" .... Mengapa harus membentak-bentak meminta padanya".... To It Peng tidak habis mengerti. "peti ini adalah warisan ayaku, tidak mungkin dapat kuserahkan kepadamu." To It Peng membandel. Wajah sinenek berubah, semakin kejam.... dan..... semakin kejam. Lim Cu Jin bangkit dari tempat duduknya, ia angkat bicara: "Cianpwe, apa yang kau perlu tahu telah kami beri tahu kapada mu. Bolehkah kami m inta diri?" Sinenek tua menolehkan pandangannya, kata2 Lim Cu Jin telah menimbulkan ilham baik, segera ya berkata. "Tentunya kau tidak betah tinggal disini. Baiklah. Kau bolah pergi bila dapat manjalankan parintahku." "Boanpwae akan berusaha." "Coba kau ambil peti batu pualam dari badan sibocah bandel ini dan serahkanlah padaku." kata nenek. "Baik" Lim Cu Jin segera menghampiri To It Peng. Ia siap merebut peti batu pualam itu dari s ipemuda. Kang Yauw menghadang, ia menggoyangkan kepala berkata : "Suko, kau lupa bahwa peti batu pualan itu telah diserahkan kepadanya. Mana boleh direbut kembali?" "Kau mempunyai cara untuk meninggalkan tempat ini?" Lim Cu Jin mamandang sumoay itu. Kang Yauw menggoyangkan kepala. "Itulah. Setelah kuserahkan batu itu kepadanya. Kita akan bebas, bukan ?". Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku tak setuju dengan tindakanmu." Masih Kang Yauw menggoyangkan kepala. Lim Cu Jin mendorong tubuh sumoaynya, hampir Kang Yauw terjatuh. Sungguh tak pernah terbayang pada ingatannya, suko ini dapat berlaku kasar kepada dirinya. "Lupakah kau kepada pesan suhu, segala sesuatu harus tunduk kepadaku, tahu?" Berkata Lin Cu Jin marah. "Beliau tak tahu akan s ifat2mu yang hanya tahu kepentingan diri sendiri." Kang Yauw mengadakan bantahan. To It Peng dapat manyaksikan kejadian itu, ia mempunyai kesan baik pada Kang Yauw, bukan sekali ini sigadis membela dirinya. la barlaku baik, tidak seharusnya aku membuat kesusahan. Demikian To It Peng membuat putusan. Dikeluarkannya peti batu pualam yang segera diletakkan pada media batu, ia berkata kapada Kang Yauw : "Nona Kang, terima kasih atas perhatianmu. Tetapi kalian tak dapat pergi bila tidak menyerahkan batu pualam ini. Ambillah dan serahkan kepadanya." Bayangan sang ayah mungkin dapat terkenang bila mengingat batu Pualam peninggalannya. Tetapi untuk menolong orang, To It Peng rela menyarahkannya. Di letakan diatas meja batu. Kim Cu Jin menyerahkan peti batu pualam itu ke pada sinenek, selesai menunaikan tugasnya, ia menarik tangan Kang Yauw yang segera meninggalkan rumah itu. "Cianpwee, kami meminta diri." Katanya. Sinenek membiarkan kedua muda-mudi itu meninggalkan ruangan batunya, la tertawa puas sambil membolak-balik peti batu pulam yang baru diterima. Kang Yauw sampai diluar pintu, mulutnya berteriak : "Saudara To, kami berterima kasih atas kerelaanmu yang menyerahkan peti batu pualam itu. Tetapi tak mungkin kau dapat pergi kelembah Cang-cu-kok digunung es tanpa benda tersebut." Nenek tua tertawa berkakakan, luar biasa puasnya atas hasil yang telah dicapai. "Ha, ha, ha, ha.... Benda ini telah jatuh kedaIam tanganku. Thian-sim Siang-jin, Siu-jin Mo-say, Biauw-kiang Pat-koay, Thongthian Siang mo..... apa yang kalian dapat lakukan". ... Ha, ha, ha, ha......." Nama2 yang keluar dari mulut nenek itu tentunya nama2 dari para tokoh silat kenamaan. To It Peng tidak kenal dengan mereka, tetapi dapat dibayangkan peti batu pualamnya mengandug arti yang luar biasa. Tiba2 terdengar suara 'Prak' yang keras, ternyata sinenek manekan peti batu pualam pada meja, maka peti itu terpendam didalam meja batu. "Akan kulihat, siapa yang dapat merebutnya lagi"..... Siapa yang dapat merebutnya lagi?" Demikian nenek itu mengoceh. la tertawa, hanya sakejap mata. Tampak wajahnya berubah. "Tak mungkin.....Tak mungkin....." Katanya seorang diri. Tangan yang telah berkeriput diketukkan diatas meja batu, maka timbul pula peti pualam itu, lompat naik sedikit, disambutnya dengan tangan, mukanya celingukan2 kian kemari, takut ada orang yang melihatnya. Agak bingung ia menyimpan peti batu pualam itu. Menyaksikan segala itu, To It Peng agak geli, tak sanggup ia menahannya didalam hati, maka mentertawakannya : "Makan dan masukanlah kedalam mulutmu. Tentu tidak ada orang yang tahu." Nenek itu sedang terpengaruh ia meletakkan peti pualam kearah mulutnya, ingin dimakannya, tetapi tidak berhasil masuk kedalam. Segera ia tersadar akan kesalahannya. T ak mungkin menelan batu pualam itu ke dalam perut. To It Peng tertawa geli. "Ha, ha, ha, ha....... "Apa yang kau tartawakan?" Bentak sinenek. ,Masih kau tidak mau enyah?" "Akupun sedang mamikirkan untuk pergi dari rumah batumu ini." Berkata To It Peng yang segera barjaIan keluar. Hujan salju mulai mereda, keadaan diluar rumah batu dan didalam sungguh mempunyai perbedaan yang kontras. To It Peng menggigil dingin. Suatu waktu, nenek tua itu dapat bersikap ramah, tetapi lain saat, sikapnya manjadi galak dan ganas, sukar untuk berkawan dengan manusia sepertinya. Mengingat hal ini, To It Peng membatalkan niatnya yang ingin balik kembali kerumah batu. la menerjang salju meninggalkannya. Baberapa lama ia berjalan, tiba2 terdengar suara2 teriakan aneh yang melengking panjang, itulah suara sinenek dirumah batu tadi. Tentunya ada sesuatu yang terjadi, To It Peng membalikkan badan, ingin diketahui apa yang menyebabkan nenek tersebut mangeluarkan suara yang dapat membangunkan bulu roma itu. Terlihat sebuah gumpalan awan hitam yang bergulung.gulung datang, sebentar saja bayangan ini, telah tiba, terasa badannya menjadi ringan, ternyata bayangan hitam yang bergulung-gulung datang itu ialah bayangan sinenek tua, tangannya telah mencengkeram To It Peng yang segera dilemparkan keatas udara. To It Peng mangeluarkan suara jeritan kaget, disaat iru tubuhnya telah terapung tinggi, ia membuka kedua matanya, tampak sebutir titik hitam meletak pada saIju putih, itulah sinenek tua yang melemparkan dirinya. Hebat sekali tenaga nenek tersebut, ia terlempar luar biasa tingginya. "Celaka, matilah aku." Kembali sipemuda menutup rapat kedua mata, tidak mau ia me!ihat kebawah, tergetar jantungnya memukul keras, kepala dirasakan tujuh keliling. Disaat tubuh To It Peng hampir menyentuh tanah, terasa ada sasuatu puku!an yang memukul lambung dirinya, tulang2 dirasakan hampir patah, luar biasa sakitnya. T etapi karena datangnya tenaga ini, terhindarlah dirinya dari maut yang mengintai. la jatuh ditanah bersalju, tertatih-tatih meringis sakit, ia berusaha bangun berdiri. "Bagus, berani kau mempermainkan diriku?" Terdengar bentakannya nenek galak itu. "Permainan apa yang telah kulakukan?" tanya To It Pang menyengir. la manyusut saIju yang menutupi muka dan sekujur badannya. "Bagus, sungguh kau seorang anak bajingan. Dimana kau simpan isi yang tersimpan didalam kotak pualam ini?" Sinenek melemparkan kotak batu pualam kehadapannya. Tampak ukiran2 pemandangan alam yang indah terukir pada isi kotak pualam itu. "Isi apa?" To It Peng menolak tuduhan yang dijatuhkan kepadanya. "Bila kau tidak sudi, biar kuambil kembali. Kotak ini adalah peninggalan ayahku almarhum." Sipemuda mangulurkan tangan siap mengambil kotak pualam itu. Tetapi sinenek lebih cepat, hanya satu kali sawut, kotak batu pualam terjatuh kedelam tangannya yang keriput. "Lekas katakan, dimana kau simpan isi kotak ini?" Sinenek masih mendesak. "Sudah kukatakan, aku tidak tahu. Orang yang mengambil isi kotak adalah bajingan, bangsat dan binatang. Manusia yang akan dikutuk seumur hidupnya." Sinenek menatap wajah To It Peng yang bersungguh-sungguh, maka iapun percaya akan keterangannya. "Siapa yang memberi kotak ini kepadamu?" Bertanya sinenek lagi. "Saudara Lim Cu Jin dan Kong Yauw tadi." "Salah satu tentunya, bukan" Siapa diantara dua orang itu?" To It Peng telah melupakan hal lama, tak teringat siapa yang memberi kotak batu pualam itu kepadanya, entah Lim Cu Jin, entah Kang Yauw. la lupa, maka tidak dapat memberi jawaban. "Aku lupa." Katanya. "Hem..... Manusia tak guna, lekas kejar mereka." To It Peng bangun berdiri, tetapi rasa sakit masih menyelubungi sekujur tubuhnya, ia terjatuh kembali. "Kau sendirilah yang mengejar mereka." memandang nenek tua. "Aku tak kuasa bergerak." Sinenek melesatkan diri, ia mengejar Lim Cu Jin dan Kang Y auw. Sepasang muda mudi itu yang dituduh menyembunyikan isi dari kotak batu pualam yang mengandung arti istimewa. ---oo0dw0oo--- BAGIAN 9 TO IT PENG SI JAGO NOMOR SATU " SALJU masih turun dengan hebat, tak henti2nya To It Peng menyusut salju yang menutupi wajahnya. Sebentar seja, bayangan hitam dari nenek tua itu telah lenyap, ia mengejar Lim Cu Jin dan Kang Yauw. To It Peng menarik napas panjang. Tiba2 sebuah bayangan hitam balik kembali, cepat sekali, nenek tua itu telah berada dihadapannya, ia menarik tangan To It Peng dan membentak: "Lekas ikut aku. " "Kemana ?" To It Peng bertanya. "Lembah Ceng-cu-kok digunung es" "Me .... mengapa ?" Sinenek melemparkan tubuh sipemuda, terdengar 'ser' 'ser' beberapa kali, ia menggerakkan tangan menotok beberapa jalan darah si-pemuda dungu ini. Sebelumnya, To It Peng me-ringis2 karena menanggung sakit, tetapi setelah manerima beberapa totokan tadi, lenyaplah semua rasa sakit itu, ia jatuh ditanah salju dengan keadaan segar. "Coba kau totok bebarapa kali lagi." To It Peng ketagihan. Sinenek mengeluarkan suara dingin : "K ini! kau tahu kelihayanku heh !". Dengarlah perintahku baik2. Tentu bukan sedikit yang akan kau dapat." "Dapatkah aku berkepandaien tinggi seperti dirimu?" To It Peng bertanya penuh harapan. "Mengapa tidak?" Nenek itu mengetahui kedunguan To It Peng. Maka ia memberi jawaban yang sebenarnya. To It Peng me-lompat2 kegirangan. Sedianya Teng Sam ingin mengajak kelembah Cang-cu-kok digunung Es menemui neneknya. Tetapi jago nomor satu dari daerah Liauw-tong itu melarikan diri, ngiprit pergi, setelah melihat kehadiran nenek tua ini. Mudah dibayangkan, betapa tinggi ilmu sinenek. Kini dikatakan ia dapat memiliki ilmu seperti apa yang dipunyai, mana mungkin tak gembira " Apa lagi mengingat ia tak tahu jalan. Ada sinenek ingin mengajak kelembah Cang-cu-kok digunug Es. Sejalan satu tujuan. Tak perlu ia manyusahkan diri lagi. "Baik. Kini berilah pelajaran bagaimana memecahkkan bangku batu seperti apa yang telah kau lakukan itu." To it Peng memohon dengan rasa bengga sekali, Mendengar ucapan To It Peng seperti itu sinenek tertegun. Sungguh diluar dugaan. Tetapi hanya sakejap mata. Tidak lama, iapun tertawa. "Oh, mudah." Katanya. "Mari kau ikut padaku." To It Peng mengikuti dibelakang orang tua itu. Sinenek telah tiba pada sebuah pohon besar, disana ia menepuk.... nepuk sekujur badan sipemuda. Maka To It Peng dapat merasakan tenaga2 besar yang masuk kedalam tubuhnya. Ia menjerit-jerit dan berteriak-teriak. Selesa i menepuk-nepuk, terdengar sinenek berkata: "Pukullah pohon itu." "Memukul pohon yang berukuran tiga kali badanku?" To It Peng tercengang. "Pukul pohon itu! Inilah perintahku." Bentak sinenek. Benar, To It Peng segera membayangkan ia dapat memukul hancur pohon yang ditunjuk. Seperti sinenek memukul hancur bangku batu yang dibuat berkeping-keping. Dengan gerakan kaku, ia muiai mendorongkan tangan memukul pohon. Terdengarlah suara dentuman yang hebat, pohon tersebut berhasil ditumbangkan. "Bagaimana ?" Tanya sinenek tersenyum. "Aku...... Aku yang merobohkan pohon?" Suaranya agak gemetar, saking girang menyaksikan hasil yang dicapainya. "Tentu saja. Aku telah membuka semua jalan2 darahmu yang tersumbat, telah kuperlebar otot2 kekuatan. Maka mulai hari ini, kau adalah seorang jago kelas satu." Dikampung Ban-kee-chung, berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan To It Peng melatih diri, hasilnya hanya seperseribu dari apa yang kini disaksikan, memang hebat ilmu kepandaian nenek ini. "Suhu, terimalah sembahku." la memberi hormat. Sinenek menggoyangkan tangan, ia mencegah : "Aku bukan gurumu." To It Peng membelalakan mata memandang, ia bingung tidak mengerti. "Ilmu kepandaianmu telah berimbang denganku, mana mungkin dapat menjadi muridku?" Sinenek tertawa. To It Peng melowekkan mulut, ia tertawa lebar, puas dan bangga. "Biar kucoba sekali lagi." la berkata. Tangannya dikedepankan, ia siap memukul lain pohon. Pada anggapan dirinya, kata2 sinenek itu tak mungkin salah lagi, ia te lah diciptakan sebagai jago nomor satu. Maka wajib mendemontrasikan kehebatannya. Manakala To It Peng mengerahkan tenaga, cepat sinenek mencegah. "Jangan." Katanya. "Kau telah menjadi salah satu jago nomor satu. Tak boleh sembarang mengerahkan, tenaga. Kecuali didalam keadaan terpaksa, tahu?" To It Peng batal meneruskan usahanya, ia menganggukkan kepala sampai berulang kali. la sangat patuh dan taat pada nenek hebat itu. Maka diingat-nya baik2 pesan sinenek : "Kau telah menjadi salah satu jago nomor satu. Tak boleh sembarangan mengerahkan tenaga, kecuali dalam keadaan, terpaksa." Untuk menciptakan seorang berbakat menjadi seorang jago nomor satu bukanlah tak mungkin sama sekali. Akan tetapi waktu yang diperlukan untuk itu cukup lama, tidaklah ada kemungkinan hanya dengan menepuk-nepuk badan beberapa kali lalu sudah menjadi seorang jago tanpa tandingan. Bagaimana To It Peng dapat memukul tumbang pohon besar dihadapannya, hal tersebut karena sinenek telah menyimpan tenaga2-nya melalui tepukan2 tangan. Maka tersimpanlah tenaga hebat dan kuat, terasa segar dan sehat, T o It Peng -mengerahkan tenaga itu memukul pohon, tentu saja pohon segera tumbang tak dapat ditawar. Tetapi setelah tenaga simpanan keluar, kembali ia menjadi manusia biasa. Maka sinenek mencegah sidungu memukul untuk kedua kalinya. Tenaga yang tersimpan hanya dapat dikerahkan sekali, tak mungkin dua kali. To It Peng percaya bahwa ilmu kependaiannya telah setaraf denagan tokoh2 kenamaan seperti sinenek, ia telah menjadi seorang jago kelas satu. Luar biasa dan tak terlukiskan rasa Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo girangnya, maka semua orang telah dianggap berada dibawah dirinya, dengan membusungkan dada ia berkata kepada nenek itu : "Maukah kau menjadi kawanku?" "tentu, aku berumur lebih tua darimu, maukah kau memanggilku sabagai popo?" Sinsnek tua berkata. Yang diartikan dengan po-po ialah nenek tua. "Tentu. Hian-u Po-po kan baik sekali." To It Peng memanggil 'Hian-u Po-po' yang berarti nenek tua berbaju hitam. "Kau ada niatan untuk berkunjung kelembah Cangcu-kok digunung Es, bukan?" Bertanya Hian-u Po-po. "Bukan niatanku. Tetapi paman Teng Sam yang ingin mengajak bertemu dengan nenek tuaku " "Nenek tuamu" Siapakah nenek tuamu itu?" "Aku tidak tahu. Semua keterangan paman Teng Sebelum dapat kubuktikan." "Siapa ibumu?" Hian-u Po-po bertanya lagi. "Kau katakan kenal baik dengan ayahku. Mengapa tidak kenal ibu" Sudah lama ibuku meninggal dunia. Beliau ialah adik perempuan ketua Ban-kee-chung Ban Kim Sen." Wajah sinenek berubah. "Jadi.... nenek tua yang ingin kau temui itu adalah ibunya Ban Kim Sen" tanyanya. "Eh....Eh.... Kau kenal dengan beliau"'' Hian-u Po-po manggoyangkan kepala dan berkata : "Nenekmu itu aku sendiri tidak kenal dengannya. Bagaimana aku bisa kenal?" "Oooooh....." "Jadi, bukan maksud tujuanmu kelembah Cang-cu-kok digunung Es, bukan?" "Aku tidak bertempat tinggal lagi. Kemanapun boleh" To It Peng memberi jawaban. "Kini bersediakah kau pergi kelembah Cang-cu-kok denganku ?" To It Peng menganggukkan kepala. "Tetapi tidak me lakukan perjalanan bersama. Kau memilih jalanmu dan aku memilih jalanku. Kita berkumpul dimulut lembah Cang-cu-kok." Berkata nenek tua berpakaian hitam itu. "Mengapa?" To-It Peng memandang bingung. "Aku tidak kenal jalan." "Mengadakan perjalanan terpisah bukan berarti meninggalkanmu. Setiap waktu aku dapat memberi petunjuk. Hanya tidak terus menerus denganmu tahu?" Sungguh. T o It Peng tidak mengerti, baik2 melakukan perjalanan bersama, mengapa harus terpisah, siapakah yang ditakutinya" Ilmu kepandaian sinenek tinggi, iapun telah diciptakan sebagai 'jaqo nomor satu', apa yang harus ditakuti" "Baiklah." lapun menyanggupi. la te lah berjanji untuk mendengar kata perintahnya. Maka tiada banyak bertanya. "Nah, terimelah kembali petimu ini." Hian-u Po-po melemparkan peti batu pualam yang dianggap sebagai pusaka dunia itu. To It Peng menyambutnya. "Kau mengembalikan padaku?" Benda peninggalan sang ayah wajib dipelihara, tentu sipemuda gembira. "Tentu saja harus dikembalikan kepadamu. Peti itu adalah barang kepunyaanmu, bukan ?" "Mengapa kau berusaha merebutnya?" "Tadi aku hanya memperolok-olokmu saja." "Nah mari kita mulai." To It Peng menyimpan peti batu pualam dan menggerakkan langkahnya. hati sipemuda sedang senang, maka terasa langkah tersebut sengat enteng sekali, dikiranya hasil pemberian sinenek yang menciptakan dirinya sebagai 'jago nomor satu'. "Mengembil jalan lurus." Hian-u Po-po memberi perintah. To it Peng mengambil jalan lurus, diketahui nenek tua malu berjalan ber-sama2 dirinya, tentunya berada dibelakang memberi petunjuk2 , bila mana perlu. Maka iapun berjalan dengan lenggang. Beberapa saat ia berjalan, tidak terdengar suara langkah derap kaki dibelakangnya, ia menoleh dan tak tampak nenek berpakaian hitam itu. "Hian-u Po-po..... Kau dimana?" la berteriak. Suaranya berkumandang ditanah salju yang putih. "Tolol!" bentak satu suara. "Bila tidak ada perintahku. Jalanlah lurus kedepan." Inilah suara sinenek berpakaian hitam. To It Peng mendengar suara orang, tetapi tak tampak bayangan2 nenek tersebut. Memang hebat dan aneh sifat2 nenek yang kurang jelas asal usulnya i tu. To It Peng masih tetap menempuh perjalanan ditanah salju , semakin jauh kearah utara, semakin dingin keadaan hawanya. Perjalanan belasan lie lagi, tampak pada permukaan salju ada titik2 hitam yang bergerak, semakin dekat semakin jelas terlihat, ternyata seorang wanita dengan membokong sesuatu sedang dikejar oleh kereta yang ditarik oleh beberapa anjing ajak. Suara anjing melolong dan menggonggong terdengar santer, To It Peng dapat menyaksikan bahwa wanita itu telah berada didalam keadaan terluka. "Tangkap wanita jalang......" "Tangkap wanita itu " Demikian terdengar teriakan2 dari kereta yang ditarik oleh anjing ajak itu. Wanita yang sedang dikejar ternyata menggendong bayi, dilemparkan bayi itu kearah To It Peng sambil berteriak : "Tayhiap...... kau..... lekas melarikan diri .... dengan anak itu dan....... dan barang yang ada padanya boleh kau terima sebagai tanda jasa." To It Peng gugup menyambuti bayi yang masih kecil itu, terdengar tangisnya yang memilukam. la gugup, entah bagaimana harus mendiamkannya. Tetapi sang bayi pandai membawa diri, entah mengapa, tangisnya hanya sekejap mata, setelah ditimangtimang oleh To It Peng, iapun terdiam. "Tayhiap Tolonglah kuserahkan kepadamu." Berkata lagi wanita itu memohon. Dua kali To It deng dipanggil 'tayhiap' yang berarti 'pendekar besar', sungguh bangga hatinya, hal ini tentunya diketahui ia berkepandaian tinggi, diketahui ia telah menjadi satu jago nomor istimewa, maka keluarlah sebutan itu. Demikian pikirnya didalam hati. "Mereka mau menangkapmu?" tanya To It Peng kepada wanita yang telah penuh luka pada sekujur badannya. Wanita itu mempunyai potongan badan yang menarik, raut wajah yang cantik, sayang bukan sedikit luka yang diderita. Setelah menyerahkan bayinya ia menyembunyikan diri dibelakang To It Peng. To It Peng membusungkan dada, ia menghadapi para pengejar siwanita muda. Apa guna ia berkepandaian 'jago nomor satu, bila tidak dapat membela keadilan dan kebenaran, menumpas kejahatan dan kedurjanaan, menegakkan hukum yang mulai di pijak2 " Dua lelaki tegap dengan pakaian kulit rase yang bagus telah lompat turun dari kereta salju, umur mereka diperkirakan berkisar diantara 30-40 an. Mereka melihat kehadiran To It Peng, maka memberi hormat berkata : "Bolehkah kawan ini menyingkir, agar tidak mengganggu urusan kami ?" Ilmu kependaian To It Peng hanya berupa ilmu kepandaian silat kampungan, belum pernah ia melakukan sesuatu yang dapat membela diri sendiri, apa lagi membela orang lain. Hari untuk pertama kalinya ia mau menegakan keadilan dan kebenaran, entah bagaimana ia harus menghadapi dua lelaki itu. "Apa yang kalian mau lakukan?" Hanya kata2 ini yang dapat keluar dari mulutnya. "Wanita jahat ini mencuri sesuatu dari kampung kami" Salah satu dari dua lelaki tersebut menunjuk kearah wanita yang menyembunyikan diri dibelakang To It Peng berkata. "Kami diperintahkan oleh chungcu untuk menangkapnya. Kuminta lebih baik saudara tidak ikut campur didalam urusan ini." Bila bukan To It Peng sidungu yang menghadapi kejadian ini, tentunya ditanyakan dahulu sebab musabab perselisihan, tetapi To It Peng tidak demikian. Dianggap dirinya telah berkepandaian tinggi, telah diciptakan menjadi seorang jago nomor satu. Tidak seharusnya mereka tidak mamandang mata, wajiblah rasanya untuk menjunjung tinggi dirinya. "Hm ......" Jago nomor satu kita mengeluarkan suara dari hidung. "Mengapa kalian tahu ia mencuri" Dari kampung mana kalian ?" Dua lelaki itu saling pandang. Salah satu sebaqai wakil memberi jawaban : "Disekitar tempat ini, kecuali Seng-po-chung, mungkinkah ada lain kampung?" To It Peng mengkerutkan alisnya, belum pernah didengar nama kampung Seng-po-chung. "Pernah dengar nama Seng-po-chung ?" tanya lain lelaki yang berada disebelah kiri. "Belum." To It Peng menggoyangkan kepala. "Bagaimanakah sebutan saudara yang mulia?" tanya dua orang hampir berbareng. "Aku adalah jago golongan kelas satu, tak mungkin kalian dapat melawanku. Kembalilah kekampung kalian dan katakan kepada ketua kampung, jangan sekali-kali manghina kaum wanita, apa lagi mengingat wanita ini mempunyai seorang bayi." To It Peng mulai pasang aksi. "Terus terang kukatakan," kata salah satu dari dua lelaki itu, "wanita ini adalah putri wanita Lembah Beracun Kat Sam Nio." Pengetahuan umum To It Peng sangat minim sekali, kecuali pamannya dan beberapa tokoh silat yang pernah dijumpai, tak ada ingatan untuk mencatat para jago2 kenamaan dari luar daerahnya. la, tidak tahu siapa yang diartikan dangan Wanita Lembah Baracun Kat-Sam Nio. Tetapi dari lagu kata, wanita itu seperti seorang yang tidak baik dan disegani. To It Peng menggoyangkan kepala. "Aku tidak kenal dengan siapa Wanita Lembah Beracun Kat Sam Nio." Katanya. "Tetapi dapat kuketahui anak dari seorang jahat belum tentu jahat. Mengapa kalian mendakwanya jahat ?" To It Peng menunjuk kearah wanita yang telah bermandikan luka dibelakang dirinya. Dua lelaki setengah umur itu telah bertindak maju, kaki mereka bergerak tegap. Agaknya siap menyergap sipemuda. "Jangan bergerak." Tiba2 To It Peng membentak, suaranya menggelugur. Seperti siap mengajak bertempur. la memasang kuda2, mengambil posisi diarah kanan, Dua orang dari kampung Seng-po-chung saling pandang, melihat pasangan style bertempur orang, tentunya tidak berkepandaian tinggi, mengapa berani menghadang dan bentrok dengan kampung mereka" Tentunya ada sesuatu dibalik keanehan ini. Melihat dua lawannya dapat digertak, semakin tebal kepercayaannya terhadap diri sendiri, terlalu cepat To It Peng mangkultus indiv idukan diri sendiri. "Ilmu kepandaianku sangat tinggi. Tetapi tak akan sembarang menyerang Orang." To It Pang membual diluar pengetahuan diri sendiri. "Maka janganlah kalian memaksakan aku turun tangan. Wanita ini telah terluka, apa guna kalian berlaku kejam padanya?" "Dia terluka?" "Mengapa tidak" "Lihatlah. Darah yang membasahi pekaian dan sekujur badannya itu darah siapa?" Berkata dua orang Seng-po-chung dingin. To It Peng membalikkan kepala dan memperhatikan wanita muda itu, dan betul saja, darah2 itu bukan keluar dari kulit s iwanita muda. Entah dari mana keluarnya, wanita yang disangka luka parah itu ternyata tidak ada tanda2 bekas bacokan atau tusukan pedang. "Itulah darah2 orang kampung kami" Dua orang tadi memberi keterangan. Wanita yang mereka katakan sebagai anak si Wanita Lebah Beracun Kat Sam Nio itu mendekati To It Peng tiba2 ia merebut anak bayi didalam tangan sipemuda, dengan lain tangan telah mengeluarkan senjatanya yang berupa pedang berduri. Dua orang kampung Seng-po-chung yang siap mendesak termundur kembali, setelah dilihat senjata yang berupa pedang berduri itu. To It Peng tidak tahu bahwa pedang berduri yang dinamakan Tok-hong ji, sangat jahat karena racunnya. Bila golongan pandekar sejati, tak mau menggunakan senjata dengan racun. Maka seharusnya dapat diketahui bahwa wanita muda ini bukan dari golongan pendekat sejati. Ketegangan belum mereda, tiba2 terdengar suara lain, suara ini berupa suara siulan panjang yang seperti orang memberi aba2. Wajah wanita muda itu berubah. "Tayhiap, tolonglah bantu kami ibu dan anak. Setelah orang itu datang, tak mungkin kami dapat melarikan diri." la mulai memohon pada To It Peng. To It Peng membalikkan telapak tangan, maka didorongkan kuat, maksudnya mendesak dua lelaki kekar dari kampung Seng-pochung. Mana tahu, jago nomor satu kita hanya jago gelaran dimulut, terlihat dua orang yang diserang mangeluarkan senjata mereka. Tak terasa ada angin pukulan yang menyerang. Maka terbukalah kedok sipemuda yang tidak berkepandaian. Dua lelaki kekar itu menyerang siwanita muda dan membiarkan To It Peng yang masih bingung karena tak melihat hasil dari ilmu pukulan golongan kelas satunya. "Tayhiap, masih kau tidak mau turun tangan?" Wanita muda itu semakin gugup, ia harus melawan dua orang kuat. Dan masih ada seorang yang lebih kuat lagi akan menyusul tiba. Berulang-ulang To It Peng mengerahkan tanaganya, memukul dan mendorong, tetapi tiada guna. Tak dimengerti, mengapa tenaganya 'Ienyap'. mendadak. Wanita muda dengan bayi ditangan siap menerjang kepungan, tetapi ia tidak berdaya, dua lelaki kekar telah menutup jalan larinya. Dari jauh terlihat gulungan hijau yang bergumpal menggelinding, cepat sekali bayangan ini bargerak, tiba dihadapan mereka seorang tua dengan pakaian hijau, ia mengeluarkan suara bentakan keras: "Tahan." Wanita muda, dan lelaki dari Seng-po-chung serta To It Peng memandangnya, "Liok Tianglo, mengapa kau turut mengajar?" Terdengar suara wanita muda itu yang melengking dengan jeritan panjang. Orang tua berpakaian hijau itu membungkukkan badan memberi hormat. Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Liok Tianglo memberi hormat kepada nyonya ketua." Katanya tidak kurang ajar. "Cis ......" Wanita muda itu meludah. "Setelah aku meninggalkan kampung Seng-po-chung. Dengan sendirinya bukan orang kampung kalian lagi. Tak guna kau manggunakan sebutan 'nyonya ketua' itu." Mendengar percakapan mereka, To It Peng bingung, ia tidak mengerti, dilihat dari keadaan ini, wanita muda itu adalah nyonya ketua dari kampung Seng-po-chung. Mengapa dikejar-kejar oleh orang2nya " "Kau ingin manangkap diriku bukan?" kata sinyonya muda, "Mengapa belum bergerak?" Kakek berpakaian warna hijau Liok Tianglo tidak mengeluarkan senjata, dengan sabar ia berkata : "Mana berani" Kami hanya ditugaskan untuk meminta nyonya ketua kembali"' "Liok Tianglo, dia telah mambunuh-bunuhi banyak kawan kita." kata dua lelaki yang menunggang kereta salju. "Hus!, perintah ketua hanya menugaskan kalian untuk mengajak pulang, bukan" Mengapa menempurnya?" Perbedaan yang sangat menyolok mata. Menghadapi wanita muda itu, Liok Tianglo berlaku hormat dan rendah, tetapi kepada dua orang lelaki kekar, ia berwibawa dan membentak-bentaknya. "Bila aku tidak mau kembali kekampung, bagaimana?" Siwanita muda menantang. "Perintah cungcu ialah mengajak nyonya ketua kembali, tetapi bila kukuh tidak mau " "Kau ingin menggunakan kekerasan menangkapku ?" Potong nyonya ketua yang meninggallwn kampung itu. "Bukan." Kata berpakaian hijau Liok Tianglo menggoyangkan kepala. "Chungcu hanya mengharapkan nyonya ketua dapat mengembalikan benda yang dibawa lari itu." "Menyerahkan barang yang kubawa lari ini?" Wanita muda itu tidak setuju. "Kau tahu, apa maksudku menyerahkan diri kepada ketuamu yang sudah tua itu" Bukankah hanya benda ini" Aku lebih rela mati bersama-sama dengan benda yang kurebut. Bila ia tidak mau kehilangan darah dagingnya, tidak memaksaku membunuh anaknya. Menyingkirlah kalian semua." Disimpan senjata berduri, dari samping bayi yang di gendong dikeluarkan pedang tua, dengan pedang ini si wanita muda mengancam bayi yang dibawa olehnya. Lagi2 kejadian yang sukar dimengerti oleh To It Peng. Bayi itu sungguh lucu, ia memutar-mutarkan bola matanya memandang pedang yang diarahkan kepada dirinya, dan diketahui bahwa yang mengarah itu adalah ibu kandungnya. Maka ia tidak takut. "Masih kalian tidak membiarkan aku pergi ?" Bentak wanita muda kepada Liok T ianglo sekalian. "Eh.....Eh ....." T o It Peng sidungu berteriak. "Mengapa kau mau manikam anak sendiri?" "Bila mereka tidak menakuti dibelakangku. Tentu aku tidak akan membunuhnya. Percayalah padaku, tiga bulan kemudian, setelah aku tiba ditempat yang akan. Anak ini akan kukirim kembali kekampung Seng-po-chung" Kata aanita muda itu. "Dan bagaimana dengan...... dengan itu pedang Hui ie?" tanya Liok T ianglo. "Diusut pulang pergi. Maksud tuyuanku ialah pedang ini. Janganlah menyebutnya lagi." Wanita muda itu berkata sedih. Kakek berpakaian warna hijau Liok Tianglo menghela napas, ia berkata: "Nyonya ketua,.... kuharap kau dapat memegang janji." "Legakanlah hatimu" jawab siwanita muda. "Anaknya adalah anakku juga. Bila kalian terlalu mendesak, mungkinkah aku mancelakakan anak sendiri?" "Tentu saja tidak." Tiba2 To It Peng turut campur perkara. "Liok Tianglo, percayalah kepada keterangannya." Liok T ianglok tidak melayani T o It Peng. la menatap wanita muda itu berkata : "Siapa yang akan ditugaskan mengirim pulang anak ketua?" "Nah, disinilah orangnya." Wanita muda itu menunjuk kearah To It Peng. "Aku?" Sipemuda 'menunjuk kehidung sendiri. la bingung. Tidak mengerti apa yang menyebabkan mereka menunjuk dirinya. "Tayhiap," kata wanita muda itu halus. "Hal ini tidak terlalu sulit. Aku percaya, kau dapat melakukan dan bersedia menerimanya." "Oh .... Tentu ....Oh .....Tentu ....." To It Peng menjadi lunak bila mendengar panggilan sura 'tayhiap' yang berarti 'pendekar besar'. Maka lupalah segala-galanya. "Akan kujamin anak itu pulang kekampung Seng-po-chung." Liok T ianglo memandang To It Peng bertanya : "Siapa saudara " Dari golongan mana dan siapa yang manjadi guru saudara ?" "Namaku To It Peng. Tak diketahui aku harus masuk kegolongan apa. Tetapi aku mempunyai seorang kawan, seorang nenek tua berpakaian hitam Hian-u Po-po." Wajah sikakek hijau Liok Tianglo barubah sebentar. Tetapi ia segera memberi jawaban : "Baiklah, Tetapi ingat, anak ini adalah putra tunggal dari ketua kampung kami. Kuharap kau dapat melakukan tugas dengan baik. Ketua kami tentu tidak akan melupakan budimu." "Tentu saja. Hal ini sudah kujanjikan, bukan?" Liok Tianglo mamandang kearah dua lelaki kekar, ia memberi perintah untuk pulang. Dua lelaki itu penasaran, tetapi mereka tidak berani me lawan Tianglo, mereka menuju keareh kereta dengan ogah2an, maksudnya ingin pulang. "Tunggu dulu." terdengar suara teriakan2 siwanita muda. "Tinggalkan kereta salju itu, aku membutuhkan untuk perjalanan jauh." Liok Tianglo tidak banyak debat, ia melulusi permintaannya. Maka dengan mengajak dua orang kampung Seng-po-chung. Liok Tianglo meninggalkan T o It Peng dan sinyonya ketua. ---oo0dw0oo--- BAGIAN 10 SINYONYA MUDA KAT SIAUW HOAN SALJU belum berhenti, hawa agak dingin. Wanita muda itu membungkus anak bayinya, ia menunjuk kereta salju dan naik keatas kereta tersebut. la menggapekan tangan kepada T o It Peng dan berkata: "Mari." "Aku....." Maksud kata2 To It Peng ialah 'Aku tidak dapat turut denganmu. Aku ingin pergi kelembah cang-cu-kok'. Tetapi ia tidak menolak ajakan itu, maka tidak meneruskan ucapannya. Bagai kena hypnotis. T o It Peng mendekati kereta salju. Tiba2 ia terkejut, terasa ada sesuatu yang menyentuh tangannya. Ternyata tangan wanita muda itu telah memegangnya. "Lekas naik." Suara itu sungguh merdu. Seumur hidupnya, baru pertama kali ini ia ditarik oleh tangan yang halus. Hatinya memukul keras, berdebar2 atas apa yang belum lama dirasakan. Terdengar suara tertawa cekikikan wanita muda itu. To It Peng telah ditarik naik keatas kereta salju. "Oh.... Oh..... tanganmu ini sungguh cantik sekali." Mulut To It Peng mengoceh. Wanita muda menarik kembali tangannya, ia melepas kan pegangan berkata : "Kendarailah kereta salju ini." To It Peng tersadar. la menarik les kereta, maka anjing2 ajak bergerak, lurus maju kedepan. Luar biasa kecepatan mereka. Maka, dikala hari mulai menjelang malam. Mereka telah melakukan perjalanan lebih dari 70 lie. "Hentikan..... hentikan......" Wanita muda itu memberi perintah. To It Peng menarik tali les keras. Maka kereta salju terhenti. la memandang siwanita muda, entah apa yang diinginkan. "Jangan kau memandangku." Berkata wanita muda itu dengan wajah memerah. "Anak ini sudah waktunya makan." "Makan "..... Oh..... ya..... Aku lupa." Berkata T o It Peng gugup. "Anak bayi harus minum ........." To It Peng menunjuk dada orang, kelakuan ini sungguh ceriwis sekali. Segera teringat tidak patut ia menunjuk-nunjuk seperti tadi. Tangannya ditarik cepat. Wajahnya merah malu, dan untuk menghilangkan rasa canggunya ini, ia memukul tangan yang kurang ajar tadi. To It Peng memalingkan arah mukanya ketempat Iain. Beberapa saat kemudian, baru terdangar suara siwanita muda yang memanggil: "To Tayhiap, kau boleh membalikkan badan." To It Peng memandang wanita muda itu, bayi telah selasai disusuinya, dan dibungkusnya dengan kain lagi. "To tayhiap, aku berterima kasih atas pertolonganmu." kata wanita itu. "Aku .....aku hanya melakukan sesuatu yang wajib. Sebenarnya aku telah digolongkan kedalam para jago nomor satu, tetapi entah mengapa tenagaku tak dapat digunakan." Wanita muda tersenyum, ia tidak membongkar rahasia. "Namaku Kat Siauw Hoan." la memperkenalkan diri. "Nona Kat......." "Beruntung aku menjumpaimu." Kat Siauw Hoan mengeluarkan pedang pusaka yang dimain-mainkan olehnya. "To tayhlap, kau seorang jujur, bukan?" "Apa maksudmu ?" "Aku percaya kepadamu. Aku ingin meminta pertolonganmu." "Untuk kepentinganmu. Aku siap ingin melakukan. "Baik Kini akan kuserahkan anak kepadamu" "A..... Anak " ...... Aku tak dapat memelihara anak." Berkata To It Peng gugup. "Bukan menyuruh mu memelihara sendiri." Kat Siauw Hoan berkata. "Pada bungkusan sianak tersedia bekalan emas yang cukup. Bila kau menuju kearah barat 10 Lie lagi disana terdapat sebuah desa, dengan uang bekalan yang tersedia, kau boleh membeli rumah dan memelihara seorang. pangasuh. Tiga bulan kemudian, kau boleh bawa anak ini kekampung Seng-po-khung." "Dimanakah letak Seng-po-khung?" "Pada tempat pertemuan kita tadi, berjalan tidak lebih dari 7 Lie, kau akan bertemu orang, meraka akan memberi tahu dimana letak Seng-po-khung." Kat Siauw Hoang menyerahkan anak bayinya kepada sipemuda. To It Peng manya.nbuti dengan ragu2, baru pertarna kali ini ia menggendong seorang anek bayi, sangat ber-hat,2 ia ms"nimang2nya. "Dan . . . . Dan kau ingin kemana?" To It Peng bertanya. Kat Siauw Hoan tidak memberi jawaban. Tiba2 saja ia memeluk tubuh dan merangkulnya, dikecupnya perlahan dan melesat pergi, meninggalkan T o It Peng, meninggalkan anak bayinya. Kejadian berlangsung hanya beberapa detik, bagi T o It Peng, tak akan dilupakan untuk seumur hidupnya. Lama sekali ia terpatung ditanah salju. Disaat sipemuda tersadar, tak terlihat bayangan2 Kat Siauw Hoan. Hanya kenangan mesra yang ditinggal kan olehnya. Pada tangan To It Peng masih tergendong anak bayi Kat Siauw Hoan. Menurut petunjuk2nya, ia naik kereta salju dan melanjutkan perjalanan sehingga tiba didesa yang dimaksud. la turun dari keretanya, memperhatikan anak didalam gendongannya, anak ini telah tersadar, ia tartawa manis. To It Peng menundukkan kepala, ia terbayang kepada wajah Kat Siauw Hoan, wajah itu terbayang kembali kepada anak yang berada padanya, ia mencium. Mencium seorang anak kecil adalah hal yang sangat lumrah, tetapi karena a lam pikiran sipemuda penuh khayalan2 muluk, disaat mulutnya mengenai kepala kecil s ianak bay i, hampir hatinya lompat keluar. Anak yang Kat Siauw Hoan tinggalkan disertai uang emas yang cukup, hanya dengan uang, manusia dapat bekerja bebas. To It Peng tak dapat mengurus seseorang bayi, tetapi uang dapat mewakilinya, ia membeli rumah, memanggil pengasuh untuk membesarkan anak bayi peninggalan wanita yang pernah memberi ciuman kepada dirinya. Hari berganti hari, bulan ketemu bulan Tiga bulan kemudian. Anak bayi peninggalan Kat Siauw Hoan telah membesar. cukup waktu untuk To It Peng mengembalikan anak ini kepada ayahnya. Setiap hari, To It Peng melamun, mengharapkan kedatangan Kat Siauw Hoan, karena la mengerti bahwa wanita muda itu tahu mereka menetap didesa Ini, seharusnya datang menjenguk anak yang ditinggalkan. Tetapi To It Peng kecewa, Kat Siauw Hoan pergi, bagaikan tertiup angin lewat, tak pernah memunculkan dirinya kembali. Hari ini, telah genap tiga bulan. Dangan mangajak sipengasuh dan anak bayi itu, To It Peng menyewa kereta untuk menuju perkampungan Seng-po-khung. Musim telah berganti, tak terlihat tanda2 salju lagi, bunga2 bersemi, burung2 berkicauan girang menyambut kedatangan jaman bahagia mereka. Kereta To It Peng meninggalkan tempat dimana mereka menetap. Maka beban berat ini akan segera lewat. Pada saat ini to It Peng teringat akan perjanjiannya dengan s inenek berpakaian hitam Hianu Po-po, tentunya ia telah menunggu lama dilembah cang-cu-kok. Marahkah bila tidak menemui dirinya berada ditempat itu" To It Peng melakukan perjalanan dengan tidak mengenal waktunya, maka jarak 200 lie telah dapot di lewatkan. Pada hari berikutnya, ia telah mulai memasuki daerah perkampungan Sengpo-khung. Jalan kereta mulai diperlambat, tiba2 terdengar suara derap kaki kuda yang manyusul dari belakang. Tiga penunggang kuda yang terdiri dari laki2 berbadan kekar telah berhasil melewati kereta To It Peng. Mereka menghentikan kuda dan menghadang kereta. Kereta terhenti, To It Peng segera sadar akan bahaya. Tetapi ia tidak takut, dikatakan oleh Hian-u Po po bahwa ia telah diciptakan sebagai jago nomor satu, apa yang harus ditakuti" Tiga lelaki berbadan kekar lompat turun dari kuda masing2, mereka memberi hormat. "To tayhiapkah yang datang?" Mereka bertanya. To It Peng mengkerutkan dahi, mengapa ketiga orang yang tidak dikenal ini dapat menyebut dirinya" Tetapi segera ia memberi jawaban yang dianggapnya sangat masuk akal, diketahui bahwa dirinya telah menjadi jago nomor satu, tentunya telah terkenal dan termasyhur, gambarnya teringat oleh mereka, maka tidak terlalu sukar dikenal. Sudah selayaknya seorang jago nomor satu dijunjung orang. Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Betul. Aku To It Peng." Katanya. "Ada urusankah kaIian?" "Kami bertiga adalah orang utusan Seng-po-khung, telah lama menunggu kedatangan To Tayhiap. Didalam kereta tentunya turut serta anak ketua kami, bukan?" "Betul." "Nah, rasanya To Tayhiap tak perlu manyusahkan diri lagi. Serahkanlah kepada kami disini. To It Peng tak pernah membayangkan segala rangkaian kejadian yang akan dihadapi, seharusnya ia menyerahkan anak ketua Sengpo-khung itu kepada tiga lelaki yang minta. Tetapi didalam hal ini tersangkut Kat Siauw Hoan yang parnah memberi sesuatu kepadanya. Mengapa ia menggoyangkaa kepala. "Tidak, anak ini akan langsung kuserahkan kepada ayahnya.... Demikian ia berkata: "ya." Berkata tiga orang tadi hormat. "Bolehkah kami melihat anak itu?" "Tentu saja." To It Peng segera memberi perintah kepada sipengasuh untuk membawa anak itu keluar dari kereta. Sipengasuh adalah seorang wanita setengah umur dengan badan kekar, digendongnya anak Kat Siauw Hoan keluar dari kereta. Tiga lelaki berbadan kekar depat menyaksikan wajah sianak yang sedikit banyak membawa wajah ke tua mereka, luar biasa sekali girangnya. Satu yang berada dimuka berkata : "To tayhiap, kau hebat. Ketua kami tentunya akan gembira menerima anak ini." To It Peng bukanlah seorang yang kemaruk denqan harta, ia menjalankan tugas itu hanya karena wajah Kat Siauw Hoan iang cantik menarik. Sebenarnya, ingin sekali dapat bertemu kembali, sayang Kat Siauw Hoan tidak pernah menemui anaknya, berikut juga dirinya. Kini anak ini akan diberikan kepada ayah kandung yang berhak, maka lenyaplah semua harapan untuk bertemu dengan Kat Siauw Hoan. la menarik napas panyang. "Biar kami bertiga mengiring ke Seng-po-khung." Barkata satu dari tiga lelaki berbadan kekar itu. "Maka bila sampai terjadi sesuatu apa dijalan, kami dapat membantu." "Eh, mungkinkah ada orang yang berniat mengganggu?" To It Peng heran. "Siapa tahu kejadian berikutnya." "Baiklah. Kalian bertiga boleh turut serta." Maka To It Peng dan ketiga orang tadi melanjutkan perjalanan. Tiga orang itu sebagai orang2 Seng-po-khung, tentu mengerti jalan, tak perlu To It Peng menyusahkan hati bertanya-tanya lagi. Hanya beberapa saat, didepan mereka tampak gulungan hijau yang mendatang cepat. Tiba dihadapan mereka, ternyata seorang tua dengan pakaian hijau, inilah Liok Tianglo dari Seng-po-khung. To It Peng tak dapat dikatakan pintar, tetapi ia tahu belum tentu ketiga orang yang berjalan dengannya itu orang dari Seng-pokhung. Kedatangan Liok Tiang-lo segera melenyapkan keraguraguannya. "Nah, Liok T ianglo telah tiba." Tiga orang itu berseru girang. Liok T ianglo memberi hormat kepada To It Peng dan berkata : "To tayhiap sungguh memegang janji. Tentunya dengan anak ketua kami." "Betul." To It Peng membalas hormat orang. "Anak ketua kalian berada didalam kereta." "Setelah mengalami perjalanan jauh, tentunya To tayhiap capai dan Ielah. Ketua kami sangat kangen dengan anaknya itu. Perpisahan tiga bulan semakin merindukannya. Biar kubawa dahulu anak tersebut, dan kalian berjalan per-lahan2," "Ng...... Ng..... Kurasa tidak tepat." Tolak To It Peng. Nyonya ketua kalian memberi perintah agar menyerahkan anaknya langsung kepada ketua kampung. "Ha, ha...... To tayhiap hebat." Liok T ianglo tertawa. "Aku adalah salah satu dari lima tianglo dari lima warna dari Seng-po-khung. Mungkinkah tidak percaya?" Masih To It Peng menggoyangkan kepala. "Tak depat kuserahkan kepaka kalian." Ketanya. "Baiklah." Agaknya Liok Tianglo seperti mengalah. "Tetapi bolehkah kulihat sebentar?" Liok Tianglo memandang kepada lelaki berbadan kekar, la memberi isyarat mata kepada mareka. Tanpa menunggu jewaban lagi, Liok Tianglo membuka kereta, diseretnya sipengasuh, maka terdengar suara jeritannya yang mangerikan. Liok Tionglo Tidak perduli, ia merebut sianak dari tangan pengasuh dan menentanq wanita apes itu. Setelah mana, dengan membawa anak Kat Siauw Hoan, Liok T ianglo melarikan diri. Gerakan ini diusul olah tiga lelaki berbadan kekar yang ternyata satu komplotan dengan tianglo berpakaian hijau itu. Manakala Liok Tianglo me longok kereta, To It Peng menyangka hanya bersifat melihat anak ketuanya. Tidak tahu terjadi perubahan yang cepat. Disaat ia tersadar. Wanita pengasuhnya telah ditendang kaluar dari kereta dan tewas disaat itu juga, Liok Tianglo telah melarikan anak Kat Siauw Hoan, disertai oleh tiga lelaki Sang-po-t yhung. "Hei, ...." To It Peng berteriak. "jangan kalian larikan." Liok Tianglo dan tiga kawannya tidak memberi sahutan, mereka melarikan diri cepat, sebentar saja hanya tinggal 4 buah titik bayangan, dan tidak lama, bayangan2 itupun lenyap. To It Peng mengejar. "Hai, kalian orang2 dari Seng-po-khung mangapa tidak tahu aturan ?" la masih berteriak-teriak. To It Peng tidak berhasil mengejar. Maka anak Kat Siauw Hoan yang diserahkan kepadanya turut lenyap, la berdiri bingung, diketahui bahwa Liok Tiang-lo itu orang dari Seng-po-khung. Mengapa harus meIarikan anak ketuanya?" Bahkan membunuh mati sipengasuh anak yanq susah payah membesarkannya" To It Peng berdiri menjublak, apa artinya langkah Liok tianglo" Dua ekor kuda lari manyusulnya, sebentar mereka tiba dihadapan To It Peng. Kuda dihentikan mendadak, menimbulkan debu yang mengulak naik, beberapa batu memukul T o It Peng, sehingga terasa sangat sakit sekali. "Saudara To It Peng kah?" tanya dua penunggang kuda yang segera lompat turun dari kuda tunggangannya. Mereka terdiri dari dua kakek yang msenggunakan pakaian hitam dan kuning. "Benar." To It Peng tidak puas atas sikap mereka yang menyebut dirinya 'saudara' dan tidak menggunakan istilah 'tayhiap' lagi, ternyata bahasa itu telah turut lenyap juga. "Dimanakah anak ketua kami?" tanya sikakek baju hitam. To It Peng segera tahu, lagi2 orang Seng-po-khung yang kurang ajar. "Hmm...., kalian sungguh kurang ajar." Berkata To It Peng. "Kalian kurang ajar." Orang tua yang berpakaian kuning mengulurkan tangan, maka tercengkeramlah pundak To It Peng. "Aduh" jerit To It Peng kesakitan. "Lekas, katakan, dimana anak ketua kami?" Bentak orang itu keras. "Aduh. Lepaskanlah tanganmu." To It Peng tidak berdaya untuk menghadapi orang ini. Id lupa bahwa dirinya telah menjadi jago nomor satu yang tak seharusnya dikalahkan orang secara mudah. "Aku segera melepaskan dirimu, setelah kau membawa anak ketua kami." "Kalian kurang ajar. Belum lama telah menyuruh orang merebutnya. Kini masih membentak bentak lagi." Wajah dua orang tua itu berubah. "Siapa yang merebut anak ketua kami dari tanganmu?" suara orang ini agak gemetar. "Orang kalian. Liok Tianglo." To It Peng memberi keterangan. "Lepaskan tanganmu." "Kemana larinya?" "Tuh" "Dua orang itu saling pandang. Maka tangan yang memegang To It Peng terlepas. cepat sekali mereka lompat naik keatas kuda tunggangannya, les ditarik dan kuda2 itu lari menuju kearah yang To It Peng tunjuk. "Gila.... Gila...." To It Peng jatuh terduduk. "Aku menemukan orang2 yang sudah mulai gila." Disaat ini ia tengkurep, maka menengadahkan kepalanya, ia membuka kedua mata yang tertutup, takut kena abu. Disaat membuka kembali, berdiri dihadapannya seseorang yang berpakaian putih, orang ini telah berumur lebih dari 40 tahun, sikapnya dingin dan kaku, dengan pakaiannya yang serba putih, tak beda dengan seorang mayat yang baru bangun dari kuburan. "Kau.... kau.... bila berada dihadapanku?" Bertanya To It Peng gugup. Orang tua berpakaian serba putih itu menyeringai, "Kau To It Peng, bukan?" ia bertanya singkat. Tak ada tanda2 yang menyatakan manusia biasa. "Betul." kata To It Peng. "semua orang telah kenal denganku." "Mungkinkah telah terjadi sesuatu dengan anak ke, tua kami?" tanya lagi orang tua berpakaian putih itu dengan kaku. "Ouw.... Kau juga dari Seng-po-khung?" To It Peng tidak takut lagi. "Hal yang sangat lumrah. Anak ketua kalian dibawa oleh Liok Tianglo." Orang tua berpakaian serba putih itu seperti telah mengetahui sesuatu apa ia tidak ter-gesa2. "Sayang Liok Tianglo itu terburu nafsu." kata laqi To It Peng. Hatinya pun tidak baik. Bukan saja telah me larikan anak ketua kalian, lapun membunuh sipangasuh yang tidak berdosa." Orang tua itu menganggukkan kepala. "Kau melihat tiga penunggang kuda?" Tanyanya. "Betul. Orang2 itu turut sarta Liok Tianglo." "Dan dua penungganq kuda lainnya, salah satu dari dua orang ini berpakaian lurik ." "Dua orang yang belakangan mengejar Liok T ianglo sekaIian. " "Ng......" Orang tua berpakaian serba putih ini ternyata mempunyai kesabaran yang luar biasa. "Baiklah. Kini kau boleh turut ke Seng-po-khung." "Bagus. Aku ingin berjumpa dengan ketua kalian." To It Peng berseru. "Akan kutanyakan kepadanya, mangapa mangutus manusia yang sebangsa Liok T ianglo" Siapakah namamu?" "Kau panggil saja Pek Tianglo." "Oooo.... ternyata derajatmu sama dengan Liok Tianglo. Salah satu dari lima T ianglo dari Seng-po-khung?" "Kau memang pintar." Pek Tianglo memuji. Belum pernah To It Peng dipuji orang 'pintar', sungguh enak didengar kata2 pujian Pek Tianglo tadi. Bagaikan menunggang awan, kenangannya melayang layang tenang. "Pek Tianglo," Panggilnya. "Aku....... aku ingin menanyakan sesuatu." "Silahkan:' Berkata Pek Tianglo. "Nyonya ketua kalian....... setelah meninggalkan Seng-po-khunq, pernah kembali lagi ?" Wajah Pek Tianglo yang dingin adem semakin menakutkan. "Tak pernah." la memberi jawaban singkat. "Tahukah kau...... Di mana ia menetap?" Sidungu tidak tahu malu. "Tidak tahu." Wajah Pek Tianglo semakin tak enak diIihat. "Sekiranya......." Belum selesai To It Peng mengajukan pertanyaan, tangan Pek Tianglo telah bergerak, sebelum sipemuda tahu apa yang terjadi, ia jatuh tengkurap, badannya mengaku, ternyata Pek Tianglo telah menotok dirinya. Selesa i merobohkan sibawel, Pek Tiarglo me lesat, ia m=ngejar dua kawannya. Ternyata Liok Tianglo telah berhianat, dan Oey Tianglo serta Hek Tianglo sedang membikin pengejaran, ia harus cepat2 membantu. To It Peng tak mengerti apa yaig terjadi, jalan darahnya telah ditotok, tak dapat ia bicara. To It Pang mengeluh didalam hati. Tetapi tldak berdaya. Apa long dapat dilakukan olehnya" Kcec'dali tarbaring dongan tengkurep. la terbaring untuk waktu yanq cukup lama. Suatu waktu terdengar derap Iangkeh seseorang. Orang ini menuju ketempat dtmana to It Peng terbaring. Sipemuda segera mengambil putusan, tak perduli s iapa, bila jalan darahnya telah mendapat kebebasan, ia akan memukulnya. Manakala ia berpikir seperti itu, terdengar suara orang terkejut "Aaaa....." maka jalan darah terasa mendapat getaran dan To It Peng dapat bebas. la lompat cepat, 'Hait' memukul dengan sekuat tenaga. Didalam pernilaiannya, tenaqa yang dikeluarkan penuh ini tentu dapat menggempur sang Iawan, karena la jago nomor satu. Orang itu menyingkir, maka To It Peng ngusruk hampir jatuh. cepat dibenarkan posisi kedudukannya, segera ia membentak : "Siapa kau?" Seorang gadis kecil yang berumur 13 tahun atau 14 tahun berdiri dihadapannya denqan wajah terheran2. "Eh, kau juqa dari Seng-po-khunq?" Bertanya To It Peng heran. Gadis kecil itu tidak membari jawaban. Sebaliknya bertanya: "Kau yang bernama To It Peng" cicie Kat Siauw Hoan pernah mengatakan tentang dirimu. Dikatakan bahwa kau seorong yang baik hati. Mengapa memukulku setelah kubebaskan totokan yang mengekang dirimu?" "Ooooo ... Ooooo .... Nona Kat yang menyuruh menjumpaiku?" Bertanya To It Pang cepat. Sudah la na ia rindu kepada nyonya muda itu. "Betul. Mengapa kau ingin memukulku ?" tanya sigadis kecil. "Maafkanlah kesalahanku. Dimanakah nona Kat berada?" tanya To It Peng lagi. "Mari kau ikut aku." kata gadis kecil tersebut. la membalikkan badan dan melesat cepat. To It Peng pernah merasakan sesuatu, Kat Siauw Hoan sangat berkesan didalam lubuk hatinya. Segara ia menyusul dibelakang gadis kecil yang mengajak dirinya. Berjalan sekian lama, belum juga mereka tiba, To It Peng hilang sabar. "E, dimanakah nona Kat berada?" tanya To ItPeng. "Tak jauh lagi." Berjalan beberapa lie lagi, hari telah menjadi ma lam. Mangikuti sigayis kecil, To It Peng telah tiba pada sebuah tempat yang ditumbuhi banyak pepohonai. Lewat dari pohon2 itu, mereka tiba disuatu tempat yang berbentuk huruf T, pada kedua tepinya berupa tebing tinggi, hanya tengah2 tebing itu yang berupa d yalan. Sigadis kecil berjalan setengah bagian, setelah itu, tiba2 ia menarik oyot2 pohon merambat dan naik keatas tebing. Luar biasa cepatnya. Untuk kepandaiaFl lainnya, mungkin To It Peng tidak becus, betapi didalam kepandaian msrambat pohon atau tebing tinggi, karena sering ia melakukan pekerjaan semacam ini, tak kalah Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo cepatnya, ia mangikuti dibelakang sigadis itu. Mereka tiba dipuncak tebing menjelang hampir tengah malam. Keadaan ditempat ini ternyata cukup luas dan lebar. Pada penataran diatas tebing itu terdapet sebuah rumah. Sigadis kecil mangajak To It Peng masuk kedalam rumah tersebut. "cicie Kat, eku teleh membawa orang yang lngin kau temui." kata sigadis kecil kedalam rumah. Hati To It Peng memukul keras, berdebar-debar dan tak dapat ditenangkan. "To tayhiap.... kau.... kau telah datang?" Terdengar satu suara yang sudah lama dikenang. To It Peng cepat2 masuk: "Betul, aku telah datang." Katanya. Suara Kat Siauw Hoan telah membuat getaran jiwa yang hebat. "To tayhiap, datanglah kemari." Terdengar suara Kat Siauw Hoan lagi. Mengikuti arah datangnya suara, To It Peng dapat melihat sesosok tubuh yang terbaring dipembaringan. Disana hanya terdapat sebuah penerangan kecil, sinarnya sangat suram, sukar untuk menyaksikan keadaan yang sebenarnya. To It Peng menghampiri pembaringan. la terkejut, seorang wanita cantik terbarinq dengan lemah, keadaannya mengenaskan, ia sangat kurus, inilah Kat Siauw Hoan, hampir sukar dikenali, perubahan selama tiga bulan sungguh hebat luar biasa. "Nona Kat, kau sakit?" tenya To It Peng. Kat Siouw Hoan mengulurkan tangan, maka dipegangnya tangan To It Peng keras. "To tayhiap, bagaimana dangan keadaan anak. Baik2 sajakah dia?" Ucapan pertama yalah menanyakan kesalamatan anaknya. "Baik" To It Peng memberi jawaban. "le berada didalam keadaan segar." "Tentunya telah kau antar pulang ke Seng-po-cung?" Kei Siauw Hoan bertanya lagi. "ya ...... To It Peng Ingin memberi keerangan tentang Liok Tianglo yang merebut anak itu. Tetapi ia batal bicara. Diketahui Liok Tianglo edalah orang Song po-khunq. Same saja menyerahkan kepeda Seng-po-khunq. Agaknya tak mungkin terjadi sesuatu. Apa lagi mengingat keadaan Kat Siauw Hoan yang berada didalam penyakitan, tak baik melukai hati seorag yang lagi berada didalam keadaan sakit. "Sukurlah" Kat Siauw Hoan mengeluarkan suara keluhan napas lega. "Bagaimana dengan keadaanmu?" To It Peng bertanya. "Kau seperti sedang menderita sakit. Hebatkah penyakitmu?" "Tak mengapa." Barkata Kat Siauw Hoan. "Setalah melihatmu. Maka aku seperti telah melewatkan waktu selama tiga bulan seperti mengimpi. To It Peng marasakan kehangatan long tak tarhingqa. la mambiarkan tangannya berada didalarn pegangan tangan Kat Siauw Hoan. "To tayhiap" Panggil. Kat Siauw Hoan. "Aku ingin mangajukan suatu permintaan kepadamu. Dapatkah kau melulusi ?" "Nona Kat, aku bersedia melulusi segela permintaanmu." kata To It Peng gembira. Kat Siaw Hoan memandang lama, dengan perlehan i-i berkata: "Permintaanku ini tak mudah dilaksanakan. la harus memakan waktu lama." "Berapa lama permintaanmu akan kululusi." jawaban To It Peng sangat tegas. "Kau akan diganggu selama belasan tahun: Permintaan yang harus memakan waktu belasan tahun" Permintaan apakah yang memakan waktu selama ini" ---oo0oo--- BAGIAN 11 PERMINTAAN YANG MEMAKAN WAKTU TO IT PENG bengong terlongong. Tak pernah terpikir didalam otaknya, permintaan apa yang Kat Siauw Hoan akan ajukan. "Kau...... kau tak bersedia?" tanya Kat Siauw Hoan putus harapan. Melihat sikap sipemuda yang ke ragu2an, tahulah ia apa yanq sedang dipikirkan. "Bersedia....... Bersedia...." Tukas To It Peng Satria Pondok Ungu 1 Jaka Sembung 11 Badai Di Laut Arafuru Ular Betina Selat Madura 2