Si Dungu 1
Si Dungu Karya Chung Sin Bagian 1 Saduran : Chung Sin Di upload TAH di Indozone Ebook oleh : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/ BAGIAN 1 EMPAT MANUSIA DENGAN WAJAH TAK BERKULIT HUJAN turun kian hebat, butiran air berjatuhan, petir menggelegar, seluruh jagat telah menjadi gelap pekat. Jalan disekitar daerah Sucoan sangat licin, setelah ditimpa hujan, semakin sukar mengadakan perjalanan. Seseorang dengan tudung lebar menempuh perjalanan, ia harus menanggung resiko besar, bila ia salah kaki dan terpeleset jatuh, maka ia akan jatuh kejurang. Air hujan membasahi dirinya, tetapi tidak dihiraukan oleh orang itu, ia mendapat tugas penting untuk melaksanakan sesuatu dengan segera. Ia menengadahkan kepalanya, butiran air hujan membasahi muka, tampaklah wajah yang masih muda. "Wah, telah terlambat." Demikian ia bergumam. la berlari lagi, lakunya sangat tergesa-gesa sekali, Jauh tampak sinar terang. la mengayunkan langkahnya ketempat itu. "Sudah terlambat, biar aku meneduh saja." pikirnya. Pemuda ini mengayunkan langkahnya ketempat sinar terang itu. Tidak Iama, ia telah berada disana, ternyata tempat itu adalah sebuah kelenteng tua. Sinar terang keluar dari kelenteng ini, menandakan bahwa kelenteng bukan tidak ada penghuninya. Sipemuda tiba didepan pintu kelenteng, keadaan pintu telah rusak, kayunya telah lapuk, sungguh lama tidak terurus. la mendorong pintu kelenteng yang lapuk itu, maka cahaya terang semakin jelas, ternyata ada tiga orang yang memasang api unggun, mereka sadang menghangatkan tubuh disekitar api unggun itu. Masuknya sipemuda kedalam kelenteng menimbulkan suara agak berisik, tetapi tiga orang itu tidak menolehkan kepalanya. Mungkin tidak mendengar, karena suara hujan yang masih dituang dari langit. Mungkin juga tidak ambil perduli dengan apa yang terjadi. "Se!amat malam'' Berkata pemuda itu kepada tiga orang yang sedang menghangatkan diri diapi unggun. "Aku seorang yang kena hujan, ingin menumpang sebentar." Ketiga orang itu masih tetap tidak membuka suara, menolehpun tidak. Kaku sekali sikapnya. Pemuda itu bukan untuk pertama melakukan perjalanan jauh, ia cukup paham bahwa tidak sedikit tokoh2 pandai yang bertabiat aneh, mereka tidak boleh diganggu, terlebih-lebih lagi tidak boleh menyinggung mengenai pantangan2nya. Tiga orang yang menghangatkan diri belum tentu mengijinkan ia turut menghangatkan diri, merekapun tidak me larang ia turut hadir ditempat itu. Maka untuk menjaga keamanannya, iapun tidak mengganggu mereka, ia menempatkan diri dipojok lain, menghindari diri dari hujan keras. Keadaan diluar kelenteng gelap, tetapi disana telah dinyalakan api unggun, tampak juga ruangan kelenteng itu. Tidak jauh dari mana sipemuda menempatkan dirinya, berdiri sebuah patung, arca, sinar api unggun menerangi sebagian wajah patung ini. Hampir sipemuda berjingkrak lompat menyaksikannya. Kulit tangan sipatung luar biasa hidupnya, persis seorang manusia saja. Tidak terlihat muka dari wajahnya, karena gelap. Ia mengucek-ucek mata, diperhatikan semakin jelas, sungguh hebat sipembuat patung ini. Sukar untuk dibedakan dengan manusia biasa. lngin sekali sipemuda mengusap tangan patung itu, ingin sekali diketahui dengan pasti apakah patung atau manusiakah yang berdiri disini" Dibilang patung, ia mirip manusia hidup. Dikatakan seorang manusia, ia kaku tidak bergerak sama sekali. la me lukiskan patung itu sebagai seorang lelaki setengah tua, pada pinggangnya tergantung sarung golok yang luar biasa besarnya, dengan sarung golok yang sudah lapuk dan buruk, tentunya telah lama tidak dirawat. Sipemuda memperhatikan sekian lama, maka putusannya terhadap apa yang dilihatnya itu adalah sebuah patung arca. Para panghuni kelenteng telah lama tidak merawatnya, maka sarung golok yang tergantung dipinggang sipatung itupun telah rusak, entah bagaimana karena golok yang seharusnya berada pada dalam sarungnya itupun telah tiada. Sipemuda telah puas menyaksikan patung pada kelenteng itu. Kini ia memandang kepada tiga orang yang menghangatkan diri pada api unggun mereka. Tiga, orang itu masih saja membisu, hampir2 dianggapnya patung juga. Hujan masih belum mau berhenti, suara air diemperan kelenteng terdengar jelas sekali. Lidah api memain keras, menyala terang, dan tiba2 surut kembali. Ternyata kayunya telah habis menjadi arang, tidak sanggup lagi memberikan penerangan. Semakin lama semakin surut. Hanya pemuda itu yang sukar disuruh diam, dikanannya berdiri sebuah patung yang hampir menyerupai orang hidup, disebelah kirinya juga tiga orang yang mematung, mereka sama sekali tidak bergerak. Kejadian yang tidak menyenangkan dirinya. "Permisi......" Pemuda itu membuka suara kepada tiga orang yang menghangatkan diri pada api unggun itu. "Aku yang menepi untuk berteduh ini bernama To It Peng, kemenakan Ban Kim Sen dari perkampungan Ban-kee-chung." To It Peng membuka suara menampilkan nama pamannya Ban Kim Sen yang ternama, didalam dugaannya, tiga orang itu pasti akan memuji dan menaruh hormat kepada dirinya. Masih saja tiga orang yang menghangatkan diri itu tidak bergerak, tidak menoleh dan juga tidak membuka suara. Mematung dengan kaki tidak bergerak sedikitpun. To It Peng mengeluarkan batuk kering. "Aku mendapat tugas dari pamanku untuk mengurus sesuatu. Tetapi nasib tidak beruntung, aku ditimpa hujan, maka tidak dapat selesai tugasku. Pulang kerumah, tentu aku dimaki sidungu lagi olehnya. Kalian bertiga janganlah mentertawakan diriku." Mulut To It Pang tidak mau berhenti. Manusia2 mematung itu masih saja tidak mau memberikan sahutan suara mereka. "Mungkinkah enggan kepadaku?" Pikir T o It Peng didalam hati. la suka bicara, suka keramaian. Tidak betah dibiarkan seperti itu. Maka ia harus berusaha menarik perhatian tiga orang aneh itu. Dilihat api yang sudah hampir padam, maka ia mendapat kesempatan baru untuk mendekati tiga manusia-manusia aneh itu. "Hai, api sudah hampir padam!" T eriaknya. "Biar kutolong kalian menambah kayu." Kaki T o It Peng bergerak maju, niatnya membenarkan letak kayu, dengan demikian, ia akan dapat melihat lebih jelas wajah2 tiga manusia2 kaku itu. To It Peng memungut kayu, dipatahkan dan dilempar ketempat api unggun yang hampir padam. "Aaaaa ......" Tiba2 mulut To It Peng berteriak, wayahnya menunjukkan ketakutan, badannya menggigil dingin, matanya tidak dapat lepas dari wajah2 ke-tiga orang yang sedang menghangatkan diri itu. Tiga orang itu tidak bergerak karena ..,. memang sudah tidak bernyawa. Kulit wajah mereka belum lama dikupas orang, maka tampak daging yang memuakkan, dengan darah masih me lekat sebagian. Pada pinggang ketiga orang yang telah menjadi korban kekejaman manusia kejam itu tampak tali emas sutera, itulah ciri2 yang khas dari jago perkampungan Ban-kee-thung, kampung halaman To It Peng juga. To It Peng segera mengenali akan tanda itu, tidak di sangka jago perkampungannya telah mati teraniaya ditempat sesunyi ini, dalam keadaan yang sangat menyedihkan sekali. To It Peng berfikir, bahwa ia wajib memberitahukan kejadian ini kepada pamannya, maka setelah terkesiap sejenak, iapun membalikkan diri, menerjang keluar dari pintu kelenteng yang menyeramkan itu. Karena bingung dan gugup, To It Peng tidak melihat arah lagi, tiba2 badannya membentur sesuatu, ia jatuh terjengkang, lumpur membasahi dan mengotori pakaiannya. "Kurang ajar!" la menggerutu. "Siapakah yang manggganggu diriku?" la memandang kearah depannya, maka disana tampak seorang wanita dengan rambut panjang terurai menghadang ditengah jalan. Ternyata wanita dengan rambut terurai panjang inilah yang menjatuhkan dirinya. "Aaaa !" .......... Lagi2 ia mengaluarkan suara jeritan kaget. Wanita berambut panjang inipun tak mempunyai kulit muka, sungguh mengerikan sekali. Berbeda dengan tiga korban didalam kelenteng, wanita berambut panjang masih dapat meng-gerak2-kan tangannya, ia mengusap rambutnya yang basah dengan air hujan, To It Peng tidak berani menatap terlalu lama, ia membalikkan badan dan melarikan diri kearah lain. Kini ia harus berhati-hati, dan harus meneliti dalam mengambil arah lari yang benar, agar ditengah jalan tidak bertemu dengan sihantu berkulit lepas lagi. To It Peng sedang mengalami hari naas, dihadapannya tampak sebuah bayangan putih melayang datang, kakinya tidak menyentuh tanah, bayangan outih itu sedang menuju kearahnya. Semakin dekat,....... semakin dekat, ...... dan kini tampak jelas, bayangan putih inipun berupa hantu berkulit lepas pula. Pada wajahnya, hanya nampak daging, kedua baris giginya tampak jelas, hidungnya berlobang dan bola matanya hampir mau jatuh karena tiada kulit kelopak yang menahannya. Sekali lagi To It Peng berganti arah haluan, ...... kemana saja ia pergi, tak urung harus berhadapan dengan para hantu berkulit wajah lepas itu. Kali ini, To It Peng belum mendapat kesempatan me!ihat jelas, tiba2 badannya menjadi enteng, kakinya meninggalkan tanah, ia telah berada dibawah cengkeraman salah satu dari pada hantu2 tak berwajah itu. Terasa tangan yang dingin mencekek leher, semakin karas tangan ini mencengkeramnya. "Jangan dibinasakan dirinya." Tiba2 terdengar satu suara peringatan. "Dia keponakan Ban Kim Sen. Beri kesempatan hidup untuknya, agar ia dapat memberitahukan kedatangan kita EMPAT WAJAH YANG TAK BERKULIT kepada pamannya." ---oo0dw0oo--- To it Peng merasakan dirinya jatuh ketanah, tidak berani, ia menengok kebelakang. Dengan mengambil langkah seribu, ia cepat menuju kearah perkampungan Ban-kee-chung. Hujan telah mulai mereda, kejadian yang banyak membantu T o It Peng. Maka selamatlah ia tiba dimuka perkampungan Ban-keechung. Pada Pos Penjagaan perkampungan Ban-kee-chung terlihat dua orang, segera mereka membentak : "Berhenti ! Siapa yang datang ?" To It Peng menghentikan langkahnya yang masih memburu. Jawabnya terburu-buru. Kedua orang itu segera mengenali kemenakan ketua kampung mereka. "Ohh... tuan muda." kata mereka hampir berbarengan, sebutan 'Tuan muda' itu sungguh tidak enak didengar. To It Peng tidak menaruh didalam hati, perangainya cukup sabar dan halus. "Betul." Sahutnya segera. "Lekas panggil pamanku, dimana kini ia berada?" "Ha ... ha ... ha .....!" Dua orang itu tertawa sambil menunjuk pakaian To It Peng yang penuh dengan lumpur. Kedudukan To It Peng didalam perkampungan Ban-kee-chung hanya kalah setingkat dari pamannya, tetapi ilmu kepandaian pemuda ini biasa saja, sikapnyapun ketolol-tololan. Sebagian besar orang2 di perkampungan Ban-kee-chung tidak memandang mata kepadanya. "He!, lekas panggil paman! Bencana akan segera melanda perkampungan Ban-kee-chung!" T eriak To It Peng nyaring. Dua orang yang mendapat tugas jaga itu terdiri dari dua saudara, Oey Tiang Hong dan Oay Tiang In namanya. Mereka dapat menyaksikan wajah To It Peng yang tegang, tentunya telah terjadi sesuatu atas dirinya. Maka mereka manghabiskan tertawanya. Sebenarnya, mereka adalah anak murid Kun-lun-pay. Suatu hari mengalami kecelakaan dan berhasil mendapat pertolongan ketua perkampungan Ban-ke-chung Ban Kim Sen. Mereka berterima kasih, maka bersedia mangabdikan dirinya menjadi pengawal perkampungan itu. "Hei, apakah yang telah terjadi?" tanya mereka serentak. "EMPAT WAJAH TAK BERKULIT telah tiba. Mereka telah mernbunuh 3 orang kita, mereka membeset pula wajah ketiga orang kita itu." To It peng memberi keterangan dengan napas terengah-engah. "Hei, EMPAT WAJAH TAK BERKULIT dari daerah Kiong-lay kau maksudkan ?" tanya Oey Tiang Hong keras. "Mereka menyebut diri seperti itu." To It Peng memberi keterangan, "Mana kutahu dari mana mereka datang?" Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In saling pandang sebentar, tiba2 saja mereka tertawa besar. "Ha, ha ... ha ... ha ......." "Tidak kusangka, kau inipun pandai berkelakar." kata Oey T iang Hong sambil menepuk pundak To It Peng. To It Peng merasa penasaran. "Bzrkelakar" Bilakah aku berkelakar dengan kalian?" Tanyanya. Masih saja Oey Tiang Hong tertawa. "Bila kau menyebut nama lain, mungkin kami percaya." katanya. Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tetapi, EMPAT WAJAH TAK BERKULIT itu telah mati lama!.... Ha .... ha ... ha .... !" "Mati lama" Sebentar lagi mereka akan menyatroni kampung kita." To It Peng masih mencoba menerangkan. "EMPAT WAJAH TAK BERKULIT dari Kiong-lay adalah murid Siu Jin Mo Say, setelah Siu Jin Mo Say terjatuh dari tebing curam dengan tiada kabar ceritanya, ke empat murid jahatnya inipun turut dikoroyok oleh para pendekar rimba persilatan, mereka telah terbinasa belasan tahun, mungkinkah kau belum pernah dengar akan cerita ini?" Oey Tiang In tidak tertawa lagi, ia memberi keterangan tentang kata2 To It Peng yang dianggap bohong olehnya. To It Peng masih belum dapat diyakinkan. "Mungkin....... Mungkinkah mereka belum binasa?" la mencari jalan untuk dapat memuaskan hatinya. "Guru mereka Siu Jin Mo Say jatuh kedasar jurang curam dengan tiada orang yang dapat memastikan kebenarannya. Mungkin ia belum mati. Tetapi 4 murid Siu Jin Mo Say telah dikeroyok banyak orang, mereka telah membeset wajah yang dibangga banggakan itu." "Betul! mereka tiada berwajah." Potong To It Peng. "Merekapun telah membeset wajah tiga orang kita." "Tidakkah kau salah lihat?" "Bagaimana bisa salah lihat" Kejadian ini bukanlah kejadian sembarangan yang boleh diperjual belikan." To It Peng ngotot. Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In saling pandang, mereka segera dapat mengambil keputusan. "Biar aku yang melaporkan kejadian ini kepada chungcu." kata Oey Tiang Hong. "Kalian berdua-jaga disini!" "Baik." Oey Tiang In taat kepada perintah saudaranya. Ucapan 'baik'-nya Oey Tiang In dibarengi oleh satu suara dingin yang cukup membangunkan bulu roma. "Tidak perlu berjaga-jaga lagi. Aku telah tiba." demikian kata suara ini. Disana, tidak jauh dari mereka, melayang turun seorang wanita, ber-rambut panjang terurai mengeriap, sebagian besar rambut hitam ini mentupi wajahnya, maka Oey T iang Hong dan Oey T iang In tidak dapat menyaksikan wajahnya yang tiada berkulit. "Kau ..... kau siapa?" tanya Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In berbareng. "Satu dari EMPAT WAJAH TAK BERKULIT." Wanita berambut panjang itu memberi ketegasan. Oey Tiang Hong din Oey Tiang In mengamat-amati wajah dibalik rambut yang terurai itu, samar2 masih terlihat oleh mereka dua baris gigi yang tiada ber-bibir, sinar mata yang kehijau-hijuan itu luar biasa besarnya, hal ini dikarenakan tiadanya kelopak kulit yang menahan kedua bola mata tersebut. "Hm...." Oey Tiang Hong mengeluarkan suara dari hidung. "EMPAT WAJAH TAK BERKULIT telah mati lama, dengan alasan apa kau menggunakan nama mereka?" Wanita berambut panjang itu melayang dekat. "Maunya tidak kubunuh kalian agar dapat memberi tahukan kepada situa bangka Ban Kim Sen. Tetapi kalian kurang ajar, akupun tidak segan2 pula untuk membeset kulit wajahmu." la mengeluarkan suara ancaman. Dua saudara Oey merapatkan diri mereka, berbareng pada tangan masing2 telah memegang cambuk lemas, yang pada sebelumnya terlibat dipinggang mereka, cambuk ini diayun sedemikian rupa, lurus keras mengarah jalan darah Hoa-kai dan Wan-tie. Ilmu kepandaian To It Peng tidaklah tinggi, sehingga untuk menikmati gerakan2 yang indah terlalu sukar baginya, dilihat Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In mengadakan serangan mnereka, tarlalu cepat untuk diceritakan, ujung cambuk telah berada dekat dengan tubuh wanita berambut panjang itu. la mengeluarkan keluhan napas panjang, yang menandakan kelegaan hatinya. Ternyata ilmu dua saudara itu hebat, pasti hantu tidak berkulit wajah itu akan mengalami kenaasan. To It Peng masih mambayangkan bagaimana Hantu wanita dengan wajah tak berkulit itu terbinasakan. Matanya seperti berkunang-kunang, orang yang dipikirkan telah tidak pada tempatnya. Wanita berambut panjang itu me layang tinggi, maka cambuk Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In mengenai tempat kosong. Tubuh wanita itu mulai melayang turun, kedua kakinya dipentangkan, masing2 mengarah batok kepala Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In. Dua saudara telah berkelana lama, belum pernah mereka menyaksikan ada orang yang menggunakan siasat tempur seperti ini. Mereka tertawa dalam hati, dianggapnya wanita itu terlalu mengagulkan diri. "Kau mencari mati." Pikir mereka yang segera mempedut cambuk naik keatas..... nah, cambuk mereka mengarah kedua kaki lawan. Tubuh wanita itu berada ditengah udara bebas, sukar untuk mengelitkan diri dari dua cambuk lemas itu, kedua kakinya telah terlibat oleh cambuk OeyTiang Hong dan Oey Tiang in. Dua saudara girang luar biasa, gerak mereka berhasil sempurna, kini ditariknya cambuk yang telah melilit kaki lawan mereka, bila berhasil, tentu tubuh wanita seperti hantu yang tak berwajah itu akan terbeset dua. Perkembangan berikutnya sungguh diluar dugaan, kedua saudara Oey tidak berhasil menarik cambuk mereka. Tubuh wanita berambut panjang itupun mengaku ditengah udara, tidak turun lagi. Dengan kedua kaki masih terlibat oleh cambtuk, wanita itu menjatuhkan badannya, maka ia terjun dengan kepala dibawah, dengan membiarkan kedua kaki yang terikat itu diatas. Rambut yang terurai panjang bebas menutupi wajahnya, tampak suatu pemandangan yang menyeramkan, bola mata yang besar bergerak-gerak, dua baris giginya menyeringai, tak selembar kulitpun yang melekat pada wajahnya, tiada ubahnya sebagai seorang hantu penasaran. Cepat kepalanya jatuh, disaat hampir membentur tanah, kedua tangannya digerakkan cepat, maka kedua tangan itu mengaluarkan tenaga pantulan yang keras, ia mundur kebelakang dengan cepat. Dua saudara Oey tidak berhasil menarik korbannya, kini mereka tertarik oleh kekuatan yang hebat. Apa boleh buat, dilepaskannya dua cambuk itu. T idak urung telah tarlambat, kedua tubuhnya jatuh ngusruk kedepan. Gerakan hantu wanita itu gesit luar biasa, tangannya telah menggunakan cambuk2 lemas yang belum lama menjerat kedua kakinya, dengan kedua cambuk ini ia mengadakan serangan balasan. Tar... Tar.... kepala Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In pecah sebagian. To It Peng belum sempat berseru girang, disaat melihat jatuhnya kepala hantu wanita yang hampir membentur tanah itu. Kini tiba2 saja terjadi perubahan. Bukan wanita itu yang terbinasa, tetapi dua saudara Oey sendiri. Hantu wanita itu melemparkan cambuk ditangan, dihadapinya To It Peng dengan perlahan. To It Peng ingin melarikan diri, apa mau dikata, kakinya tidak mau bergerak, ia telah terpaku ditanah dan tidak dapat dikuasai sama sekali. Rambut wanita itu tarurai panjang, kembali wajahnya tertutup, tidak tampak wajah yang manakutkan itu. Ia memandang To It Peng sebentar, disaat melewati kedua jenazah yang terlentang ditanah, ia mengulurkan kedua tangannya dengan kuku2 yang panjang, Breettt.... Breettt.... dua lembar kulit telah berada ditangannya. Ternyata ia membeset wajah Oey T iang Hong dan Oey Tiang In. "Aaaa....." To It Peng menutup matanya dengan tangan. "Ha .... ha ... ha ....'' Hantu wanita itu tertawa puas. To It Peng membuka tutupan tangan yang menutup mata, dilihat wanita itu mendekati dirinya. "Kau .... kau .... kau ...." Katanya gugup. Wanita berambut panjang itu semakin mendekat... semakin mendekat.... ---oo0dw0oo--- BAGIAN 2 MALAPETAKA YANG MENGANCAM PERKAMPUNGAN BANKEE-CHUNG WANITA itu berhenti tepat dihadapan To It Peng. "Inikah perkampungan Ban-Kee-chung?" tangannya menunjuk kearah barisan rumah, lampu2 penerangan berkelap kelip. To It Peng memandang jauh kedalam perkampungan, saat ini masih berada didalam kegelapan. Hanya lampu2 penerangan saja yang tampak. "Betul." la memberikan jawaban. "Kau... kau... ingin memasuki perkampungan?" "Sebenarnya ingin aku memasuki perkampungan menyampaikan sesuatu. Tetapi, apa gunanya ada kau disini" Aku harus membunuhmu dahulu, agar tidak mengganggu urusan." Kata sihantu wanita itu dengan dingin. "Ja.... jangan... jangan kau bunuh aku," To It Peng memohon dengan suara ter-putus2. "Baik kau boleh masuk kedalam kampung dan beritahukan kepada Ban Kim Sen, katakan bahwa : EMPAT WAJAH TAK BERKULIT akan menghancurkan perkampungannya sebelum matahari terbit diesok hari." "Kalian... kalian yang akan menghancurkan?" To It Peng bertanya. "Ha.... ha.... ha.... ha.... Kau sungguh manyenangkan." Berkata wanita rambut panjang itu. la membungkus kulit wajah Oey Tiang Hong dan 0ey Tiang In, diserahkan bungkusan itu kepada To It Peng. "Bungkusan ini berisikan lima lembar kulit muka para yago Ban-kee-chung. Berikanlah kepada pamanmu itu untuk dijadikan bukti." Setelah meninggalkaan pesan, wanita itu melayang pergi. Dalam sekejap mata saja, tak tampaklah bayangan2nya. To it Peng menggigil. Kata2 menghancurkan perkampungan, masih mendengung ditelinganya. la memandang mayat2 Oey Tiang Hong den Oey Tiang In yang telah hancur wajahnya itu. Lebih2 membangunkan bulu romanya. Segera ia lari menuju kearah kampung Ban-kee-chung. Berlari beberapa langkah, teringat akan pesan bungkusan ia balik kembali, dengan membawa bangkusan berisi lima kulit muka para jago Bankee-chung, itu siap menemui pamannya. Kini To It Peng telah berada didalam perkampungan Ban-keechung, agaknya ada sesuatu yang telah terjadi. Malam semangkin senyap, tetapi beberapa diantara orang2 kampung belum tertidur, mereka membawa obor membikin perondaan. Mereka melihat kedatangan To It Peng, tetapi tidak satupun yang menegurnya. Dari depan mendatangi dua orang, yang dikanan bertubuh gemuk dan yang dikiri bertubuh kurus, itulah dua murid Ban Kim Sen yang bernama Beng Hui dan To Ko Keng. "Saudara Beng Hui," To It Peng menghampiri dan menarik tangan orang yang gemuk itu "Ada orang ... Ada orang yang mau menghancurkan kampung Ban-kee-chung." To Ko Keng mendelikkan mata, pada kampung Ban-kee-chung, tidak seorangpun yang menaruh hormat kepada To It Peng, sikap pemuda ini ketolol-tololan. Diantara demikian banyaknya orang, To Ko Keng tidak terkecuali. la tidak puas dengan sikap To It Peng. Beng Hui mengibaskan tangannya, maka terlepaslah pegangan To It Peng. "Hei,.... apa yang kau ributkan?" tanyanya gemas. "Lekas beri tahu kepada paman, bahwa ada orang yang mau.... mau menghancurkan kampung Ban-kee-chung." Beng Hui mengeluarkan tangan, kali ini ia mengangkat badan orang, tenaga Beng Hui sungguh besar, bagaikan menenteng anak ayam, ia menjemput tubuh To It Peng. "Hei.....kau telah banyak menenggak arak" Mabuk" Mengapa berteriak-teriak kalang kabut?" Sentaknya dengan garang, sikapnya sangat galak. To It Peng meronta-ronta, tetapi tidak berhasil. "Tidak.... Tidak.... Aku tidak mabuk." Katanya menggoyanggoyangkan tangan. To It Peng tidak berhasil melepaskan diri dari cengkraman tangan Beng Hui, tetapi bungkusan yang berisi 5 lembar kulit muka jago2 Ban-kee-chung itu telah jatuh ketanah. "Saksikanlah bungkusan itu." To It Peng menunjuknya. "Maka kalian akan percaya kepada kata2ku. Aku tidak mabuk, aku tidak pernah menenggak arak." To Ko Keng telah membuka bungkusan itu, maka terpapar 5 lembar kulit wajah bagian muka dari orang2 yang tidak asing baginya. "Aaaaaaa ...." la menutup kembali bungkusan itu. Beng Hui turut melihat apa yang terbentang dihadapan mereka, ia sangat terkejut, 5 jago Ban-kee-chung yang berkepandaian tinggi, mengapa mereka dapat terbunuh" Melihat kejadian ini, pegangan tangannya yang menenteng To It Peng mengendur, tubuh To It Peng jatuh ketanah. To Ko Keng membawa bungkusan berisi lambang maut itu. ia memandang saudara perguruannya dan berkata : "Mari kita beritahukan hal ini kepada suhu." Beng Hui mempunyai pikiran sepaham dangan saudara seperguruan itu, telah lama sekali mereka bekerja sama, Maka jarang menemukan pandangan yang tidak sama. "Mari kita kesana." lapun mengajak To It Peng untuk manemui ketua kampung Ban-kee-chung. To It Peng mengikuti To Ko Keng dan Beng Hui, tersungkursungkur ia mengikuti dibelakang mereka. "Hancurkan kampung Ban-kee-chung.... Hancurkan kampung Ban-kee-thung...." mulut To It Peng yang tolol ini tidak dapat ditutup. Dima lam sunyi, suara To it Peng berkumandang jauh. Beng Hui dan To Ko Keng merasa sebal dengan teriakan2 To It Peng. Bila dibiarkan pemuda tolol itu berteriak-teriak tiada hentinya, tentu seluruh isi kampung menjadi gaduh. Terlihat Beng Hui menghentikan langkahnya, ia menyeret tangan orang yang segera dijorokkan kedepan. "Tutup mulut." Bentaknya. To Ko Keng menyegah tubuh To It Peng yang hampir jatuh, diseretnya kearah tempat kediaman Ban Kim Seng. "Hancurkan... kampung........ Ban-kee-chung," Masih saja sidungu berteriak. "Kau membuka mulutmu lagi, akan kubanting mati disini." To Ko Keng mengancam. Mulut To It Peng terkatup rapat Sebenarnya kata2 To Ko Keng hanya untuk menutup mulut To It Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Peng yang kurang pikiran itu, tidak dipikir terlebih dahulu apa akibatnya bila seluruh isi kampung mendengar teriakan Hancurkan kampung 'Ban-kee-tiung' itu. Bila To It Peng tidak menghentikan teriakannya, T o Ko Keng pun tidak berdaya, biar bagai mana, To It Peng masih pernah kemenakan dari guru mereka. Ban Kim Sen tidak suka kepada To It Peng. Tetapi hubungan famili tidak dapat dilepas begitu saja. Beruntung To It Peng tidak berteriak lagi, tiga orang ini berjalan cepat untuk memberi laporan mereka kepada Ban Kim Sen. Teriakan To It Peng telah menimbulkain datangnya beberapa orang, mereka ingin mengetahui keadaan yang lebih jelas. Tetapi To It Peng telah digiring olah Beng Hui berdua, meraka tidak memberi kesempatan untuk sidungu bicara. Mereka tiba ditempat kediaman ketua kampung Ban-kee-chung, tampak Ban Kim Sen sedang menjamu dua orang tamu ditaman Buritan, orang yang duduk didepan ialah seorang lelaki setengah tua dengan pakaian pelajar, seorang lagi berbadan kecil dan kurus, entah apa yang mereka sedang rundingkan. Mengetahui kedatangan murid dan kemenakannya, Ban Kim Sen mamandang tajam. "Ada apa ?" Tanyanya. "Paman... celaka.... Paman, mereka ingin menghancurkan Bankee-chung." Suara To It Peng berteriak keras. Lelaki berpakaian sastrawan itu memandang To It Peng yang berteriak, matanya bersinar terang. "Siapa dia?" Sastrawan ini bertanya kepada Ban Kim Sen. Ban Kim Sen bertubuh besar, gagah dan penuh wibawa. la tidak puas dengan sikap T o It Peng yang dianggap tidak tahu diri. "Dia adalah kemenakanku yang tidak berguna." Menjawab pertanyaan sisastrawan, ia berkata. "Suaranya berdengung lama, menandakan bakatnya yang bagus untuk mendapat didikan ilmu silat. Tentunya ia berkepandaian tinggi." Sisastrawan mengeluarkan suara memuji. Ban Kim Seng tertawa getir. Seluruh kampung menyebut To It Peng sebagai 'Sidungu', dapat dibayangkan bagaimana ilmu kepandaianya "Akh.....dia hanya pandai berteriak-teriak saja. Sejuruspun pukulan Ban-kee-chung tidak berhasil diyakinkan olehnya." ketua Ban-kee-chung ini berkata. Beng Hui dan To Ko Keng telah lama mengikuti guru mereka, tetapi mereka belum pernah melihat dua tamu yang sedang duduk dengan Ban Kim Sen itu, entah siapa dua manusia aneh ini" Dilihat dari, keadaan, mereka mendapat kehormatan tinggi sekali, mereka memandangnya dergan penuh tanda tanya. Menyaksikan dua muridnya seperti itu, Ban Kim Sen segera memberi penjelasan : "Beng Hui, To Ko Keng lekas memberi hormat kepada kedua paman ini. Mereka adalah pendekar Coa Thian Yan dari daerah Uni Sueng dan Ie Seng Coan dari Ngo-bie-pay." Beng Hui dan To Ko Keng memberi hormat 'kepada Ielaki berpakaian sastrawan Coa Thian Yan dan Ielaki berbadan kurus kecil Ie Seng Coan. Mereka sagera teringat akan tutur gurunya, bahwa Coa Thian Yan itu adalah salah satu dari 4 pendekar dari daerah Uni Sueng. ilmu kepandaiannya sangat tinggi. Dan le Seng Coan itu adalah adik seperguruan dari ketua Ngo-bie-pay, kedudukannya hanya kalah setingkat dari ketua partay, dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu yang dimilikinya. Disaat Beng Hui dan To Ko Keng melihat 5 lembar kulit muka yang terbeset oleh EMPAT WAJAH TAK BERKULIT, mereka menguatirkan kedudukan kampungnya. Tokoh kuat mana lagi yang dapat diharapkan membantu" Kini menyaksikan Coa T hian Yan dan le Seng Coan berada disini, hatinya terhibur. "Paman, mereka mau menghancurkan kampung Ban-kee-chung." Sekali lagi T o It Peng memberi laporan. "Tutup mulut." Bentak Ban Kim Sen kepada kemenakkannya, "Sekali lagi kau bersuara, akan kuusir segera dari kampung Bankee-chung." To It Peng menutup mulutnya rapat2, badannya mengkeret. Setelah itu, Ban Kim-Sen memandang Beng Hui dan bertanya kepadanya : "Apa yang telah terjadi?" "Saudara To It Peng membawa sebuah bungkusan ini." Berkata Beng Hui yang meletakkan bungkusan itu ditanah. "Dikatakan EMPAT WAJAH TAK BER KULIT yang melakukannya. Dikatakan juga mereka akan menghancurkan kampung Ban-kee-chung kita." "Bukankah 4 manusia jahat itu telah mati ?" Bertanya Ban Kim Sen dengan dahi-berkerinyut. Beng Hui membuka bungkusan. "Silahkan suhu saksikan, 5 jago kita te lah dianiaya oleh mereka." Katanya dengan singkat. Ban Kim Sen segera dapat mengenali kulit wajah Oey Tiang Hong sekalian, wajahnya berubah. "Bagai manakah wajah dan potongan orang yang menganiaya mereka?" Tanyanya. "Hal ini hanya saudara To It Peng yang dapat menerangkan." Beng Hui menunjuk kearah si dungu. "Katakan! Apa yang telah terjadi?" Bentak Ban Kim Sen kepada To It Peng. To It Peng ragu2, badannya menggigil ketakutan. "Kau.... kau akan mengusirku keluar kampung?" la masih ingat akan ancaman sang paman yang tidak memperbolehkannya ia bicara lagi, atau ia akan diusir keluar dari kanpung Ban-kee-chung. "Lekas katakan, bagaimana roman dan potongan badan keempat orang yang menyebut dirinya sabagai 'Empat wajah tak berkulit' itu?" Ban Kim Sen membentak, ia cukup paham sampai dimana kedunguan pemuda ini. "Yang jelas hanya seorang ......" To It Peng memberi keterangan. "Orang inilah yang membunuh dua saudaranya Oey. Wajahnya menakutkan, rambutnya panjang, ia seorang wanita, bila rambutnya terurai, maka tampak kedua baris gigi yang tiada berbibir, bola2 matanya yang bergantungan bulat besar dan hidung berlubang yang langsung ketenggorokan." "Tiga lainnya?" "Tiga lainnya seperti mengenakan pakaian putih, tapi aku tidak melihat jelas. Gerakan mereka melayang seperti terbang, 3 seperti lelaki, hanya satu yang wanita itu yang agak baik hati, ia tidak membunuh diri ku, ia hanya menandingi Oey T iang Hong dan Oey Tiang In yang menggunakan dua cambuk mereka, dililitnya kaki wanita berambut panjang itu, tetapi mereka tidak berhasil. Siwanita menjatuhkan kepalanya, hampir menyentuh tanah dan setelah itu...." "Cukup." Potong Ban Kim Sen keras. "Apa yang mereka katakan?" "Setelah membeset kulit wajah dua saudara Oey, mereka menyuruh aku mengatakan kepadamu bahwa kampung Ban-keechung akan dimusnakan olehnya. Maka setelah Ban-kee-chung termusna ......." "Tutup mulut." Ban Kim Sen membentak, To It Peng menceritakan segala sesuatu yang telah disaksikan dengan menundukkan kepala, Mendengar bentakan sang paman, ia mendongakkannya, ditatapnya wajah Ban Kim Sen dengan penuh rasa bingung, ia tidak mengerti bahwa kata2-nya telah menusuk hati paman itu. "Bukankah paman yang menyuruh aku bicara?" la masih mancoba membikin pembalasan atas bentakan2 yang diterimanya. Ban Kim Sen menyeringai, disana ia sedang manjamu dua tamu, mereka tentu menyaksikan apa yang telah terjadi. Sedari pertama kali T o It Peng masuk dan menghadap, mata Coa Thian Yan belum pernah meninggalkan sipemuda, sehingga kinipun ia masih menatapnya. Ban Kim Sen dapat mengetahui hal ini. "Saudara Coa, jangan kau mentertawakan akan ketololannya." la berkata kepada sastra wan itu. "la tidak tolol." Wajah sisastrawan Coa Than Yan bersungguhsungguh. Pendekar ini mempunyai penilaian lain terhadap sipemuda. "Kulihat ia mempunyai bakat yang cukup bagus." Didekatinya To It Peng yang mendapat penilaian bagus itu. "Saudara kecil, inginkah kau berguru?" Sisastrawan bertanya. "Berguru?" To It Peng memandang dengan keheran-heranan. "Seorang hwesio berpesan kepadaku untuk memilih seorang yang berbakat untuk dijadikan muridnya. Aku pernah menjanjikannya untuk memilih seorang........" "Berguru kepada seorang hwesio?" To It Peng mengkerenyit. "Aku tidak mau. Aku tidak mau dijadikan Hwesio gundul." Ban Kim Sen siap membentak, tetapi Coa Thian Yan telah menyelak ditengah To It Peng dan dirinya, la tidak mempunyai kesempatan luas. "Hwesio itu berkepandaian tinggi, belum tentu akan memaksa muridnya mengikuti jejak yang telah ditempuh, mencukur diri menjadi hwesio juga. Kau boleh bebas memilih kesukaanmu," To It Peng terdiam. Coa Thian Yan mengalihkan pandangan matanya kepada ketua kampung Ban-kee-chung, Ban Kim Sen. "Saudara Ban," katanya. "Tokoh itu sangat mementingkan bakat, dan kulihat kemenakanmu ini cukup dengan syarat2 yang diingini." "Bila betul ia dapat dididik menjadi seorang pandai, Tentu aku bersyukur. Hanya disayangkan kemenakanku ini tolol sekali. Kurasa akan banyak membikin sulit kalian saja," "Kukira tidak," Coa T hian Yan tidak sependapat dengan penilaian Ban Kim Sen yang memandang rendah kemenakannya sendiri. "Suhu, bagaimana dengan perkara Empat wajah tak berkulit?" To Ko Kong memberi peringatan. "Biar mereka datang." Ban Kim Sen berkata marah, "Hanya empat orang semrawut, apa yang harus ditakuti?" "Tentang lima lembar kulit kawan2 kita ini...." Beng Hui berkata kepada gurunya dengan menunjuk kulit2 berwajah muka setan Oey Tiang Hong sekalian, "Buang saja, beres." Ban Kim Sen masih uring2an. Beng Hui membungkus kulit2 itu, ia tidak dapat menyetujui pandangan gurunya yang menyebut 'Empat wajah tak berkulit' sebagai 'empat manusia semrawut' biasa. Diketahui sampai dimana ilmu kepandaian Oey Tiang Hong dan Oey Tiang In, sampai dua jago inipun terbinasa, siapakah diantara mereka, kecuali gurunya, yang dapat menghadapi manusia2 itu" Hanya saja perintah guru itu tidak boleh dibantah. Beng Hui pribadipun bukan orang yang suka membantah, maka ia diam, tidak bicara dan melaksanakan semua perintah gurunya. To Tit Peng mempunyai pikiran yang lain dari orang lain, mengetahui sang paman tidak takut kepada "Empat wajah tidak berkulit", ia segera menaruh kepercayaan besar. "Saudara To" katanya kepada T o Ko Keng. "Bila keempat orang itu datang, tentunya paman tidak takut, bukan?" "Tentunya demikian," jawab To Ko Keng singkat. "Paman, perintahmu untuk mengantarkan surat ke 'Thian-siongpheng' telah kulaksanakan." Kata To It Peng, kepada Ban Kim Sen. "Bila bukan hujan dan kejadian itu yang menggangguku, tentu telah kembali lama." "Pergi..... pergi......" Ban Kim Sen mengusir kemenakannya, yang sangat tidak disukainya itu. To It Peng merasa penasaran, dirinya merasa tertekan tetapi ia tidak berdaya, ia membalikkan badannya dan meningalkan paman yang selalu mem-bentak2nya itu. Beng Hui, To Ko Keng dan To It Peng telah berlalu. Kini, Ban Kim Sen menghadapi dua tamunya. Pendekar dari daerah Uni Su-eng Coa Thian Yan dan Sikurus kecil Ie Seng Coan. "Bagaimana" Diberitahukan tidak salah, bukan?" Ie Seng Coan yang sedari tadi, belum pernah membuka suara memandang Ban Kim Sen dan Coa Thian Yan bergantian. "Mengapa mereka ingin menghancurkan Ban-kee-chung?" Bertanya Ban Kim Sen. "Kecuali Ban-kee-chung, kampung2 lainpun akan mendapat giliran." Berkata le Seng Coan. "Hanya mereka memilih Ban-keechung karena kampungmu inilah yang terbesar dan terkuat." "Diketahui guru mereka Siu Jin Mo Say telah jatuh dari tebing curam dengan tiada kabar cerita, dan 4 muridnya itupun telah terbinasa. Mengapa muncul lain 'Empat wajah tak berkulit' lagi?" "Mungkin Siu Jin Mo Say belum binasa dan menerima 4 murid lagi. Tentu mereka akan tetap menggunakan nama 'Empat wajah tak berkulit' itu." le Seng Coan mengetengahkan apa yang pernah diketahui. Ban Kim Sen terdiam, ia termenung memikirkan main petaka yang mengancam kampung Ban-kee-chung ---oo0dw0oo--- BAGIAN 3 MANUSIA YANG MEMPUNYAI UKURAN KEPALA BESAR DICERITAKAN, setelah To It Peng meninggalkan Ban Kim Sen, Coa T hian Yan dan Ie Seng Coan, ia kembali ketempat tinggalnya. Ia sangat lelah, ia ingin jatuhkan dirinya ditempat tidur dan segera mangeluarkan suara gerosan yang keras, sangat nyenyak sekali tidurnya. Entah berapa lama ia tertidur, ia dikejutkan oleh suara yang sangat gaduh. Ia mengucek-ucek kedua matanya, tampak sinar api yang menyala-nya!a, suara orang yang berlari-larian memberi pertolongan sangat berisik sekali, diantaranya tidak sedikit yang me!arikan diri menjauhi api, To It Peng sangat terkejut, ia lari keluar. "Api..... Api ..... Api ........." Teriaknya keras. Tidak ada orang yang melayaninya, api telah berkobar lama. Hampir seluruh kampung telah menjadi lautan api, lidah api tersebar luas, bukan hanya disatu tempat saja yang terjadi kebakaran. Setiap orang telah tahu akan terjadinya kebakaran, hanya T o It Peng seorang yang belum tahu, dan kini ia baru tersadar serta mengetahuinya, Ia terbatuk-batuk mendapat serangan asap yang mengulak naik, air matanya mengalir keluar karena tidak tahan serangan asap yang pedas. Beberapa orang lewat disamping s isinya. "Hei, apa yang telah terjadi?" ia bertanya kepada mereka. Tidak seorangpun yang memberi penyahutan, diantaranya ada juga yang memandangnya sebentar, tetapi mereka sibuk, tidak sempat memberi penjelasan kepada T o It Peng yang terkenal akan Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ketololannya. Api mengulak semakin hebat, kini sukar untuk melihat sesuatu dengan jelas, perkampungan Ban-kee-chung te!ah dilanda api yang besar. To it Peng berlari-larian kian kemari. Hanya kesibukan orang yang dijumpai, mereka berlari-lari dengan menggondol harta benda yang dapat dibawa. "Jangan lari ......., jangan lari......., Padamkan dahulu api....." Terdengar suara yang tidak asing, itulah suara sang paman Ban Kim Sen. Tidak ada orang yang menyahutnya, api berkobar luas, tak mungkin mereka memberikan pertolongannya. To It Peng dapat mendengar suara sang paman, tetapi ia tidak dapat melihat dimana Ban Kim Sen bearada. Api dan asap telah memisahkan segala sesuatu yang ada. Hiruk pikuk keadaan dikampung Ban-kee-chung. "Lari kearah timur." To It Peng dapat mendengar satu suara. entah suara siapa yang bicara. "Hanya dimulut lembah yang tidak ada api." Lain suara seperti memberi jalan hidup bagi mereka yang kalang kabut itu. "Larilah kemulut lembah." Dan banyak lagi yang berteriak teriak kalang kabut. To It Peng baru tersadar bahwa seluruh kampung telah dilanda api, termasuk kediamannya sendiri. Mengikuti arus manusia, To It Peng menuju kearah Timur, Disana, dimulut lembah tiada api, tempat inilah yang teraman untuk manyelamatkan diri. To It Peng memandang keadaan disekitar kampung mereka. Dilereng gunung, tampak ada orang yang melempar-lemparkan obor, inilah sumber api, ternyata perkampungan Ban-kee-chung dibakar oleh orang2 ini. Satu bayangan tinggi besar melesat, ia menuju kearah orang2 yang melempar api. Inilah ketua kampung Ban-kee-chung. "Keparat, manusia2 dari mana yang berani membakar kampungku?" Ban-Kim-Sen menggeram keras. Menyaksikan hal tadi, To It Peng bergumam : "Wah, betul2 mereka menghancurkan Ban-kee-chung." Dari arah lautan api, masih saja bermunculan orang. Mereka harus segera menyelamatkan diri Dua murid Ban Kim Sen, To Ko Keng dan Beng Hui memimpin rombongan orang untuk menempatkan diri mereka pada posisi yang aman. To It Peng menganyak ini, tidak seorangpun yang memperhatikan dirinya. Setelah berjalan beberapa saat, tiba2 dia teringat akan sang Paman yang berada dilain bagian, tentunya sang Paman sedang menempur si penyulut api yang jahat. Timbul niatnya untuk mengetahui keadaan mereka. Disini letak ketololannya To It Peng, tidak terpikir olehnya, berapa banyakkah kepandaian silat yang dimilikinya" ... sehingga berani melihat jalannya pertempuran. To It Peng memisahkan diri dari rombongan orang yang sedang mencari selamat ketempat aman. Ia menuju kelereng gunung, rupanya dari sinilah obor2 api dilemparkan kedaerah perkampungan. Sebentar ia telah jauh dari rombongan orang, jelas terlihat olehnya wanita dengan rambut panjang terurai itu sedang menempur Pamannya. Dilihat sepintas lalu, sang Paman sedang berada diatas angin. Ban Kim Sen mendesak lawannya dengan hebat, memang ilmu kepandaian ketua kampung Ban-kee-chung hebat, ia berhasil mendesak wanita berambut panjang itu. Wanita berambut panjang menempur dengan rapi dan teratur, hanya ia ter-mundur2, agaknya kewalahan menghadapi tokoh silat seperti Ban Kim Sen. To It Peng menonton jalan pertempuran dengan melupakan bahaya. Tiba2 tarasa pundaknya ada yang menepuk. "Pinggir." Dikesampingkannya tangan ini, dikira orang kampung yang mengajak ia menyingkir ketempat aman. Tangan yang menyentuh To It Peng itu terlepas tetapi ia memegang lagi, kali ini sungguh keras, dan dengan satu dorongan, To It Peng telah dibuat terjengkang. To It Peng belum pernah dimanja. la selalu dihina. Hal ini sudah sangat lumrah. Maka ia terjatuh, tetapi tidak manjadi marah. Disaat ia tertatih-tatih bangun, tampak dihadapannya bercokol seorang dengan ukuran kepala tidak normal, orang mempunyai ukuran kepala yang tidak normal, besarnya melebihi labu semangka. Ukuran badannyapun kurang dari pada normal, lebih pendek dua pertiga bagian manusia biasa. Orang itu menyengir, kepalanya yang besar digoyang-goyangkan, sungguh lucu sekali. To It Peng memandang jelas, orang ini berambut pirang, bergulung-gulung sehingga menutupi sebagian wajahnya, mulutnya agak lebar, kumis dan jenggotnya pun berwarna kuning, sungguh tidak mudah untuk menemukan orang yang sepertinya. "Eh, siapa kau ?" Bertanya To It Peng kepada manusia aneh ini, Manusia berkepala dan berbadan aneh itu menggoyanggoyangkan kepalanya, tak ubahnya sebagai gentong goyang, denan mulutnya melowek lebar, sungguh lucu sekali. Pertempuran diantara Ban Kim Sen dan wanita berambut panjang itu telah tiba pada saatnya yang menentukan. Wanita berambut panjang telah membalikkan badan, ia berlari kearah kiri, arah yang ditempuh ialah dimana To It Peng dan manusia berambut kuning itu berada. Ban Kim Sen mengejar dibelakangnya. Manusia aneh berambut, kumis dan jenggot kuning, berkepala seperti gentong dan berbadan pendek itu bergerak, didorongnya T o It Peng, segera sipemuda jatuh masuk kedalam semak2 rumput. Manusia aneh itupun bergerak, ia lompat maju dan merendengi sipemuda. To It Peng ingin berteriak, tapi tiba2 saja mulutnya terkatup, jalan darah pembicaranya telah ditotok oleh orang yang berada disebelahnya. Bentakan2 Ban Kim Sen masih saja terdengar, semakin lama semakin, jelas. Wanita itu melarikan diri, kadang2 ia terhenti dan memberikan beberapa jurus perlawanan. Ilmu kepandaian sihantu wanita hanya terpaut seutas ujung rambut dari lawannya, maka tidak mudah Ban Kim Sen mengalahkannya, apalagi menangkap. Jalan darah To It Peng telah ditotok, tetapi masih dapat menggunakan matanya menyaksikan jalannya pertempuran. Hantu wanita itu melarikan diri kearahnya, semakin dekat saya, Ban Kim Sen belum pernah lengah, ia mengejar keras. Badannya melesat tinggi, kedua tangannya di rentangkan, maka disaat ia menukik turun, tangan2 itu dikerahkan memukul kearah punggung lawan. Si hantu wanita terkejut, cepat ia menambah derap kakinya, meluncur maju. Bbuuuummmmm ........ Tanah dimana hantu wanita tadi berada terkena gempuran Ban Kim Sen, segera batu beterbangan, debu berhamburan, tanah itu telah berlubang. Hantu wanita itu mengucurkan keringat dingin, ia membalikkan kepala, ditengoknya Ban Kim Sen belum sempat membuat posisi baru, menggunakan kesempatan ini, ia harus cepat melarikan diri. Badannya diempos, mengerahkan semua sisa tenaganya yang ada, mencelat lewat diatas kepala To It Peng dan manusia berambut kuning itu. Ban Kim Sen belum sempat mengajar lagi, dilihat ia akan kehilangan jejak hantu wanita itu, ia mengeluarkan suara keluhan panjang, sangat menyesal. Manakala hantu wanita itu meletakkan kakinya diatas tanah, siap melarikan diri, badannya dirasakan menjadi kaku, ia terpantek ditempat itu, tidak dapat bergerak, terbokong oleh totokan orang yang tak terlihat. Ban Kim Sen dapat melihat gerakan hantu wanita berambut panjang itu melesat naik, turun kembali diatas tanah, dan mengaku disana, ia heran atas kejadian berikutnya. Mudah diduga, ada seseorang kuat yang membantu, tetapi ia tidak tahu, bila bantuan itu diberikan kepadanya. Hantu wanita berambut panjang itu, telah terpaku berdiri, seharusnya Ban Kim Sen girang, hal ini sangat lumrah karena dengan mudah ia dapat mencekuk bateng leher orang yang membakar kampung halamannya. Tapi, Ban Kim Sen tidak girang, segera diketahui ada seseorang berkepandaian tinggi yang bersembunyi disekitar dirinya dengan tidak sepengetahuannya, Orang ini menotok jalan darah hantu wanita itu, yang seharusnya bukan lawannya, tetapi diketahui jika bukan kawan, karena tidak mungkin seorang kawan membantu dengan bersembunyi. Ban Kim Sen menjura keempat penjuru memberi hormat. "Cianpwe darimana yang membantu, dapatkah menampilkan diri?" Tidak ada jawaban. Berulang kali Ban Kim Sen mengharapkan munculnya orang yang membantu, harapannya tidak dikabulkan. Mengetahui tidak berdaya, Ban Kim Sen menghampiri Hantu wanita itu, ditengtengnya pulang kedalam kampung untuk mengadakan pemeriksaan. Bayangan badan Ban Kim Sen yang tinggi besar telah lenyap. To It Peng menyaksikan hal itu dengan hati berdebar-debar. Beberapa saat kemudian, orang berkepa!a seperti gentong berambut kuning itu me luruskan badannya, ia bangkit berdiri, dihadapan To It Peng dan menyepak pentat si pemuda. "Aaaa......" To It Peng jatuh terjengkang. Tetapi barbareng dengan itu suaranya yang hilang dan tidak dapat digunakan tadi berhasil dipulihkan, totokan yang mengakangnginya telah dibebaskan, sehingga ia dapat berteriak seperti itu. To It Peng bangun, la mamandang kepada orang aneh itu. Entah apa yang harus dilakukan o!ehnya. la tidak takut. T etapi iapun tidak membuka suara. Manusia aneh itu tertawa melowak, tampaklah mulutnya yang lebar dan besar, jenggot dan kumis yang berwarna kuning itu menyamping semua. "Eh!......., kau tidak takut kepadaku?" Tanyanya menoel pipi T o It Peng. To It Peng mengusap pipi yang ditoel tadi, iapun menggarukgaruk kepala. "Secara jujur harus kukatakan bahwa akupun takut." Katanya. "Tetapi setelah dipikir masak2, rasa takut itupun telah lenyap." "Mengapa segera lenyap cepat" Tidak tahukah kau, bahwa jiwamu telah berada ditelapak tanganku?" tanya manusia berambut dan berbulu kuning itu. Bila bukan To It Peng yang berhadapan dengan orang tersebut, tentunya akan menjadi takut. Tetapi To It Peng berperangai lain dari pada orang lain. Satu perasaan anti pati menyerang kepadanya, ia suka kepada manusia ini, mengikuti gerak orang, iapun tertawa. Kejadian yang berada diluar dugaan orang yang bersangkutan. "Eh, mengapa kau tertawa?" Bertanya manusia berambut dan berbulu kuning itu. "Aku mentertawakan sikapmu yang ketolol-tololan itu. Mati hidupnya seseorang telah ditakdirkan. Dewakah dirimu sehingga berani mengatakan bahwa jiwaku telah berada pada tanganmu?" "Hm......" Orang aneh itu mendengus mengeluarkan suara dingin. "Saksikanlah pohon itu." Tangannya menuding kearah pohon yang ditunjukkan maka terdengar suara gemuruh, pohon tersebut teIah roboh tumbang. To It Peng dapat menyaksikan apa yag telah terjadi, letak pohon itu jauh dari mereka berada, ukurannya 3 atau 4 kali tubuh manusia. Namun berhasil ditumbangkan dengan mudah. Sungguh hebat ilmu kepandaian manusia berkepala saperti gentong ini. Si pemuda membela!akkan mata, bukan sedikit jago2 silat dikampung Ban-kee-chung dahulu mempertontonkan ilmu kepandaian mereka, termasuk sang paman - Ban Kim Sen yang berkepandaian tinggi. Tetapi terpaut jauhlah ilmu kepandaian mereka, bila dibandingkan dengan manusia berambut dan berbulu serba kuning ini, "Telah kau saksikan, bukan?" Kembali orang itu melowekkan mulutnya yang lebar besar. "Kau.....kau .....ilmu kepandaianmu hebat sekali." Tidak tahu bagaimana To It Peng harus mangeluarkan pujiannya. "Nah. Inilah yang kuartikan bahwa jiwamu telah berada diatas telapakku. Sama mudahnya dengan mernbunuh seekor semut, tahu?" To It Peng dapat mengeluarkan pujian, tetapi hatinya tidak takut. la semakin gembira mendapat kawan yang berkependaian tinggi, maka ia tertawa. "Eh, mengapa kau tertawa." Orang itupun heran. "Apa yang kau tertawakan ?" "Sudah kukatakan bahwa sikapmu itu ketolol-tololan. Ternyata lebih dari pada itu. Kau lebih dari pada tolol. Ketahuilah bahwa aku belum pernah mengganggui-mu, mengapa kau dapat membunuh tanpa sebab" Mengapa kau masih kukuh mengatakan jiwaku berada pada telapak tanganmu?" Orang itu menatap To It Peng tajam. Lama sekali dia memaku seperti itu. la menarik napas dalam2, dan dihembuskannya panjang. To It Peng tidak tahu mengapa manusia berkepala gentong ini dapat mengeluarkan suara keluhan panjang. Diduganya orang tersinggung karena dikatakan tolol sampai berulang kali. Ia menyesal atas kesalahannya yang dianggap betul itu. Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ah, jangan kau bersedih hati. Ketahuilah bahwa masih banyak manusia yang lebih tolol beberapa kali lipat darimu. Aku belum mengatakan kau sebagai manusia yang tertolol didalam dunia, bukan?" To It Peng mendekati orang itu, agaknya ia ingin memberi hiburan. Orang berambut dan berbulu serba kuning itu tertawa lagi, maka tampak mulutnya yang lebar dan besar. la tidak marah. Ini yang dinamakan manusia aneh bertemu dengan manusia ajaib. "Ha....ha.... ha..... ha...." Dengan suara tertawanya tubuh To It Peng terdorong kebelakang. Bagaikan gumpalan bola yang menggelinding, manusia aneh itu melenyapkan diri. ---oo0dw0oo--- BAGIAN 4 KEAJAIBAN TERJADI API masih melanda kampung Ban-kee-chung. To It Peng tiermenung seorang diri. Ia mamandang kearah api yang masih menya!a. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya. Matahari mulai menampakkan dirinya, hari telah menjadi pagi. Seperti apa yang 'Empat wajah tak berkulit' katakan, mereka akan memusnahkan kampung Ban-kee-chung sebelum fajar menyingsing. Teringat akan kampungnya, To It Peng segera berjalan balik. Disana tentu masih kacau, ia wajib memberi bantuan sesuatu. Tak suatu kemampuanpun yang melekat pada diri To It Peng, segala sesuatu akan menjadi kacau bila turut sertanya si Manusia dungu ini. Tetapi lain lagi pendapat sipemuda, dianggap dirinialah yang paling pandai, segala sesuatu tentu membutuhkan tenaganya. Memikir seperti itu, To It Peng menuju kearah kampung yang telah menjadi lautan api itu. Hanya berjalan setergah lie, dari samping semak2 muncul seorang, yang larinya cepat sekali, pada kedua ketiaknya terkepit dua orang. To It Peng bersampokan dengan orang ini, segera dikenalinya orang itu adalah pendekar dari daerah Uni Su-eng Coa Thian Yan, Dan dua manusia yang berada didalam kepitan Coa Thian Yan itupun tidak asing baginya, itulah dua manusia berjubah putih yang pernah dijumpai diluar kelenteng rusak, dua dari 'Empat wajah tak berkulit'. "Coa tayhiap, kau telah berhasil menangkap 'Empat wajah tak berkulit'" Sungguh hebat." To It Peng mengeluarkan pujian. Sipemuda pernah menyaksikan bagaimana Ban Kim Sen sang paman terus berkutat lama menghadapi salah satu dari 'Empat wajah tak berkulit' hantu wanita berambut panjang itu. Dengan kesudahan hampir sang paman kehilangan jejak sihantu wanita, bila tiada bantuannya manusia berambut dan berbulu kuning yang mempunyai ukuran kepala tidak normal itu. Kini, seorang diri Coa Thian Yan berhasil menangkap dua oreng. Tentu kepandaian Coa Thian Yan berada diatas pamannya. To It Peng menghampiri Coa Thian Yan, maka tampak pada pundak pendekar ini terdapat luka yang agak parah, tentunya luka yang didapat dari pertempuran saat menangkap kedua orang 'tawanannya yang mengenakan pakaian putih' itu. Coa Thian Yan tidak menunjukkan wajah girang, ia berhasil menangkap dua penjahat itu karena bantuan seseorang yang tidak dikenal, bukan atas jasa dan ilmu kepandaiannya sendiri. "Saudara T o," kata Coa Thian Yan kepada sipemuda. "Aku telah dilukai oleh mereka, agaknya mengandung racun yang jahat. Aku harus segara menyembuhkan racun dari tangan jahatnya." "Oooooo...." To It Peng tidak dapat mengucapkan sesuatu kata. Coa Thian Yan mangendurkan kempitannya, maka buk .... buk .... terdengar dua kali suara benda jatuh. Dua tawanannya yang mengenakan pakaian putih itu jatuh ditanah. "Tolong kau bawa mereka kepada pamanmu." Kata Coa Thian Yan sambil menunjuk kearah dua tawanan tersebut. Dan katakan kepada pamanmu itu bahwa aku tidak sempat menghadapnya lagi, aku harus segera menyembuhkan luka2 ku, aku terluka dibawah tangan mereka. Bila tiada seseorang yang membantu pasti diriku telah terbinasa lama." To It Peng menjadi girang. Yang digirangkannya ialah ia merasa bangga mendapat tugas menggiring dua tawanan itu. T entang luka yang diderita Coa Thian Yan, telah terlupakan olehnya. "Coa tayhiap ......" Tetapi Coa Thian Yan telah melesat jauh, setelah meninggalkan pesannya, pendekar ini harus segera berusaha menyembuhkan luka2nya. To It Peng hanya dapat menyaksikan bayangan beIakangnya Coa Thian Yan, ia tidak mendapat kesempatan untuk bertanya. Dilongoknya dua lelaki berpakaian putih dibawah itu, inilah dua dari 'Empat wajah tak berkulit'. "Hei" To It Peng membentak. "Kalian tidak mempunyai rasa prikemanusiaan, seluruh kampung telah kalian bakarr sehingga rata dengan tanah. Kalian sungguh jahat, wajib dibunuh..... wajib dibunuh ......" To It Peng mempunyai hati yang baik. Sebenarnya ia belum pernah memaki orang. la jengkel kepada 'Empat wajah tak berkulit'. Maka memaki mereka 'wajib diusir' dan 'Wajib dibunuh'. Setelah dipikir kembali, maka ucapan 'wajib dibunuh,' itu tidak pada tempatnya. Segera ia membenarkan kata2 ini. "Bila sampai terjadi ada orang dari kampung kami yang terbakar mati, maka kalian wajib dibunuh. Tetapi bila tidak ada yang mati karena api yang kalian Iepaskan, maka hukuman tentu tidak seberat itu." Mulut To It Peng masih saja memain, susah berhenti Dua berpakaian putih itu menggeletak terlentang ditanah, mereka tidak bergerak, tidak menjawab. "Hayo, katakan. Dengan alasan apa kalian membakar kampung Ban-kee-chung?" Bentak To It Peng kepada dua orang itu. Maksud Coa Thian Yan menyerahkan kedua tewanannya kepada To It Peng, agar pemuda ini segera membawa dan menyerahkan kepada sang Paman Ban Kim Sen tentu dapat mengompes dan menanyakan asal usul mereka. To It Peng menganggap dirinya sangat pintar, maka ia membentak dan ingin mengetahui sebab musabab dari permusuhan 'Empat wajah tak berkulit' dengan Ban-kee-chung.' Tidak perduli berapa kali To It Peng mangajukan pertanyaan. Dua lelaki berpakaian putih itu menutup mulut tidak menjawab. Semakin lama, suara To It Peng semakin keras. Hampir ia menjerit-jerit seperti orang gila. Dua lelaki itu telah ditotok jalan darahnya, tentu saja tidakberdaya. Mereka dapat mendengar, tetapi tidak dapat msmbuka mulut, terlebih lagi tidak dapat bergerak sama sekali. Tiba2 To It Peng tersedar akan kelengahannya, ia menepuk kepala. "Sungguh tolol." Gumamnya. "Aku lupa bahwa mereka tidak dapat bicara karena ditutup jalan darahnya." To It Peng bertindak maju, ia siap membuka jaIan darah yang tertutup dari kedua tawanan itu. Tetapi ia terhenti ditengah jalan, ilmu kepandaiannya sungguh minim sakali, mana mungkin ia menolong yang tertotok jalan darahnya" la masih mencoba, dihampiri salah satu dari dua orang berbaju putih itu, tangannya bergerak, menotok sana menotok sini, pencet sana pencet sini. Lelaki berbaju putih itu masih terbaring ditanah, tiada tanda2 yang dapat manyehatlkannya. Usaha To It Peng tiada membawa hasil. Sipemuda tidak menialahkan diri sendiri yang tiadak berguna, ia menjatuhkan semua kesalahan2 kepada dua lalaki itu. "Hei, mengapa kalian tidak berusaha menghidupkan jalan darahmu yang tertotok?" bentaknya. "Berpura-pura mati" Ingin mengalakkan diri" Berani kau mempermainkan aku?" Dengan keras, ia menudingkan tangan sehingga tepat mengenai pucuk hidung sang tawanan. Tawanan ini dibawa oleh Coa Thian Yan tetapi bukan berarti Coa Thian Yan berkepandaian sangat tinggi dan berhasil menaklukkan kedua orang berbaju putih ini. Seperti juga keadaan Ban Kim Sen yang membawa hantu wanita itu pulang, Coa Thian Yan mendapat bantuan seseorang yang berkepandaian hebat, hanya saja orang itu tidak mau menampilkan diri. Tidak diketahui s iapa adanya. Ilmu tokoh si!at itu. luar biasa tingqinya, ilmu menotok jalan darahnya pun tiada dapat disamakan dengan totokan2 biasa, ilmu totokan yang ini sangat luar biasa istimewa. Sekalipun Coa Thian Yan dan Ban Kim Sen, dua tokoh Itu belum tentu dapat mengetahui cara2 untuk memecahkannya, apa lagi To It Peng. Mana mungkin pemuda ini berhasil " Segala sesuatu tidak lepas dari nasib, sungguh kebetulan, jari T o It Peng yang menyentuh hidung tawanan itulah yang menjadi kunci pembebasan. Lelaki berbaju putih menggeliat dan "Auuuh....." mengeluarkan suara napas. Sungguh To It Peng tiada tahu diri, tidaklah diketahui bahwa maut telah membayanginya. la masih menuding-nuding dan tertawa. "He ha Ternyata kau berpura-pura mati" Setelah kubentak, maka kau Lalu terbangun...." Lelaki itu mendapat kebebasannya yang telah lama terkekang, ia mengebutkan lengan bajunya, maka dari situ mengalir suatu tekanan tenaga yang hebat, angin manderu keras. Inilah ilmu pukulan dengan lengan baju yang luar biasa. Aliran tenaga ini mendorong To It Peng, tidak ampun lagi, tubuh sipemuda melayang jatuh, ia terjengkang tidak dapat bangun lagi. Lelaki itupun tidak menyangka, dengan mudah ia dapat menjatuhkan sipemuda. la segera manghampiri lelaki berbaju putih satunya yang masih terbaring di tanah, itulah saudaranya, ia harus berusaha menolong sang saudara. la menotok-notok dengan pelajaran alirannya, tetapi ia tidak berhasil. Totokan yang dijatuhkan kapada saudaranya bukanlah totokan biasa, ia belum dapat meyakinkan ilmu kepandaian yang setinggi itu. la tercengang dan heran, mangapa ilmu totokan ini lain dari pada yang lain" Sekali lagi diusahakan untuk menolong, saudara itu dari kesusahan. Tetapi masih saja ia tidak berhasil. Matanya memandang To It Peng, bola mata yang tidak berkulit itu sungguh menakutkan. To It Peng bangun berdiri. Niatnya ingin melarikan diri Wajah tak berkulit baju putih itu gesit sekali, hanya dua kali lompatan, ia berhasil menangkap To It Peng. Ditentengnya ketempat semula, pemuda ini dapat memberi kebebasan kepada dirinya. Tentu dapat meno!ong sang saudara. "Hayo babaskan totokan yang membekukannya." Peritah manusia tidak berkulit wajah ini. "Bagaimana aku dapat membebaskannya, bila kau tidak diberi kebebasan kepadaku?" To It Peng meronta ronta. Tubuh To It Pang dibanting. To It Peng tidak puas, mulutnya mengoceh: "Kau membutuhkan tenagaku, tapi kau membentakku secara kasar, membanting diriku galak. Kau bukan orang baik..... kau bukan orang baik." Tangan To It Peng tidak tinggal diam, ia menghampiri tubuh seorang manusia tak berwajah yang terlentang ditanah. ketok sana ketok sini, ingin memberi kebebasan. Beberapa saat To It Peng melakukan hal itu, tetap ia tidak berhasil. "Hai, manusia tolol, bila tidak segara kau bebaskan saudaraku. Akan kubeset dirimu menjadi dua potong, tahu?" 'Seorang wajah' tak berkulit, mengancam. "Jangan .... Jangan.... Entah bagaimana .... aku tidak dapat membebaskannya." "Jangan kau mencoba mempermainkan orang. Bagaimana kau membebaskan totokanku tadi, kerjakan pula terhadap saudaraku." Wajah tak berkulit, ini menjadi panas. "Kumaki.... maki kau berpura-pura mati. Disaat itulah kau bangun berdiri." To It peng memberi keterangan. "Bohong...." "Tidak" "Bohong, mana mungkin itu dapat terjadi?" "Kau tidak percaya?" To It Peng mempertahankan keterangannya. "Saksikan. Aku akan segara memaki saudaramu yang berpurapura mati ini." 'Wajah tak berkulit' belum pernah dengar akan adanya semacam ilmu yang 'Memaki' dapat membebas kan tenaga totokan, tetapi dilihat sikap sipemuda yang bersungguh-sungguh, seolah-olah apa yang dikatakannya itu benar, la ragu2. la manutup mulut dan memperhatikan apa yang akan dikerjakan oleh sipemuda. To It peng telah menuding tepat dihidung 'Wajah tak berkulit' yang belun sadarkan diri itu. "Hei, masih kau belum mau bangun" Masih kau berpura-pura mati" Saudaramu telah mengeluarkan ancaman, dikatakan ia akan membeset tubuhku menjadi dua potong, bila kau tetap mengambil posisi seperti ini. Seorang yang telah dibeset menjadi dua potong, mana mungkin dapat menyuap nasi, bila aku tidak dapat menyuap nasi, bagaimana aku dapat hidup abadi" Itu waktu, seluruh isi perutku akan berceceran ditengah jalan. Hayo, lekes bangun!" To It Peng menuding-nuding hidung orang dan tiada henti2nya memaki. Dan ajaib! Orang yang tidak dapat bergerak itupun menggeliat, matanya yang besar hampir mau copot itu bergerak, ternyata hidung yang telah berlubang itu tidak boleh ditusuk, bila ditusuk, maka bebaslah totokan yang mangekang dirinya. To It Peng girang luar biasa. "Lihat, setelah kumaki-maki, iapun hidup kembali." Kutanya. Saudara 'wajah tak berkulit' yang pertama meIihat tiada gunanya memelihara sipemuda, ia menggunakan kakinya menyepak, maka sipemuda terpental tinggi. "Aaaah........" Terdengar jeritan sidungu yang tidak tahu bahwa sikapnya itu telah disalah gunakan. Badannya telah terapung diudara. ,Dua Wajah tak berkulit' adalah dua saudara kembar yang mempunyai alam pikiran dekat, disaat To It Peng melayang turun, masing2 mengulurkan tangan memegang kaki sipemuda, maka bila menarik tangannya, To It Peng akan terbeset menjadi dua bagian. Keamannan To It Peng mulai terjam in. Tiba2 saja berdesir dua buah aliran dingin. Dua wajah tak berkulit, merasakan sesuatu yang menyengat, lagi2 mereka tertotok, kaku tak bergerak. Tubuh To It Peng berhasil sampai ditanah, ia mengeluarkan Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo suara lega. "Sukur kalian baik hati, memegang kedua kakiku. Sehingga aku tidak jatuh terlalu sakit." Kata sipemuda dungu itu. Mana ia tahu, bahwa jiwanya telah berada diambang pintu kematian. Dua wajah tak berkulit, diam tak bergerak. To It Peng dibuat heran. "Hei, kalian berpura-pura mati lagi ?" Teriaknya ketolol-tololan. Didorongnya dua tubuh itu, dan mereka jatuh ditanah. "Ha, kalian menyerah untuk menerima hukuman?" To It Peng telah menggunakan tangannya manuding-nuding, hampir ia manusuk hidung orang yang bolong. Tetapi segera ditarik kembali tanganya itu, teringat akan kejadian2 yang belum lama dialami, bila jarinya mengenai hidung tak berkulit itu, maka dua manusia jahat itupun akan mendapat kebebasan kembali. la telah mendapat pelajaran yang Sepetti tadi, kini tidak berani menyentuh hidung yang sudah tiada berkulit itu, ditentengnya dua lelaki baju putih tersebut untuk disidangkan kepada pamannya. Kampung Ban-kee-chung terletak dilereng gunung, api telah mengecil, tetapi perkampungan itupun telah menyamakan diri dengan tanah, rata dengan bumi. Kebakaran telah menamatkan tiwayatnya. To It Peng tidak balik kekampung, tetapi mengarah kelereng gunung, disana orang2 Ban-kee-chung berkumpul. Disini, mereka masih bingung, rumah tangga telah hancur berantakan, harta benda telah musna, apa yang harus mereka lakukan" Disaat To It Peng tiba, tidak seorangpun yang menegurnya. "Paman .... Paman..... Dimana kau berada?" Teriak To It Peng. Beberapa orang mamandang pemuda ini, mereka segera mengenali sidungu, tidak seorangpun yang menaruh perhatian kapadanya. Masih To It Peng berteriak-teriak. "Paman.... Paman ....." Dua orang memaki. "Hai......" Dan mereka segera melihat To It Peng dengan tangan mengempit dua orang lelaki berbaju putih. Dilihat wajahnya sungguh menyeramkan, menakutkan. Tetapi diketahui To It Peng berkepandaian biasa, aneh sekali kajadian itu dapat menimpa pada sidungu. "Siapakah yang kau tenteng itu?" Bertanya kedua orang. "Bukan menakut-nakuti kalian, inilah dua 'Wajah tak berkulit'." Dengan sombong To It Peng mamperkenalkan dua tawanannya. Dua orang itu tertawa besar. "Ha, ha, ha,...." Banyak orang tertarik akan suara ini, mereka berkumpul untuk menyaksikan apa yang telah terjadi. "Eh, apa yang kalian tertawakan?" "Tidak guna kau membual." Salah satu dari dua orang itu berkata, la adalah jago Ban-kaee-khung yang bernama Bong Tay. "Baru saja. pamanmu menangkap seorang 'Wajah tak berkulit'. Kini kau berhasil menangkap dua orang?" kata seseorang lagi yang bernama Thio Ya. "Ilmu kepandaianmu bukankah akan menjadi lebih tinggi dari pamanmu?" "Ha. kalian tidak percaya?" To It Peng mempelototkan mata kearah Bong Tay dan Thio Y a. Bong T ay melirik kepada Thio Ya. Thio Pa mengerti, ia bergerak cepat, kakinya dikaitkan kearah kaki To It Peng. Tentu saja sipemuda tidak dapat mangelakkan diri, ilmu kepandaian ya sungguh terbatas, keseimbangan badannya hilang dan terjatuh, mulutnya menbentur lumpur. Orang2 yang menonton tentu tidak percaya kepada To It Peng, mana mungkin pemuda ini manangkap dua 'Wajah tak berkulit'" Tentu orang lain yang menangkap dan diserahkan kepadanya. la getol mencari pahala, maka dikatakan dia sendiri yang menangkap. Bukankah terbukti bahwa ia tidak berhasil mengelakkan diri dari kaitan kaki T hio Pa tadi" Mereka mantertawakan To It Peng. Yang paling senang tentunya Thio Ya den Bong Tay berdua. Mereka tertawa dengan terpingkalpingkal. Perubahan terjadi didalam waktu singkat. Karena jatuhnya T o It Peng, maka dua 'wajah tak berkulit' itupun turut jatuh, sungguh kebetulan, mereka jatuh tengkurap dengan wajah muka membentur tanah, batu dengan lumpur masuk kedalam hidung mereka, disitulah letak kunci hidupnya, tangan dan kaki mereka mendapat kebebasan. Sifat dari para 'Wajah tak berkulit' sangatlah kejam, termasuk dua lelaki berbaju putih ini, begitu mendapat kebebasan, segera mereka bergerak, seorang mengulurkan tangan menarik kaki Thio Ya, dan satunya menyeret kaki Bong Tay, serentak mereka mengayun dua korban ini. Thio Y a den Bong Tay sedang tertawa terpingkal pingkal karena geli, Tahu2 dua tubuh dibawah kaki mereka telah bergerak, badannya dirasakan menjadi enteng, due 'wajah tak berkulit' telah mengayunkan dirinya. Hanya terdengar suara benturan yang keras, dua buah batok kepala Thio Ya dun Bong Tay telah diadukan, tentu saja batok kepala itu manjadi pecah, isi berceceran, muncrat kemana-mana. Banyak orang yang tertawa membelalakkan mata, suara tertawa itu segera tersirap menyaksikan perubahan yang sangat mendadak tadi. Thio Y a den Bong Tay adalah dua dari sekian banyak jago yang menetap di Ban-kee-chung. Mereka terlalu lengah, maka hanya didatam waktu yang singkat, mereka telah kehilangan jiwanya, dengan batok kapala sempoak sabagian, dan isi kepala berceceran. Tidak sampai disitu saja, dua 'Wajah tak..berkulit' mengganas, mereka segera menerjang keluar dari kepungan orang banyak. Maka tardangar suara jeritan yang kaget, 4 orang telah diterjang jatuh, dengan keadaan luka parah. Reaksi To It Peng terhadap segaia hal sangat lamban, disaat tersadar akan apa yang telah terjadi, Thio Ya dan Bong Tay telah terbinasa, 4 orang kampung telah terluka, dua baju putih telah malarikan diri. "Hei .... Kembali." Teriak To It Peng kepada mereka. Dua Baju Putih cukup paham, disitu tidak ada tokoh silat tinggi, dengan ilmu kepandaian yang mereka miliki, tidak guna takut kepada mereka. Dihentikan langkahnya menantang To It Peng. Semua orang yang menonton keramaian mundur taratur, mereka paham, To It Peng tidak dapat diandalkan, sampai dimana ilmu kapendaian sipemuda dungu, tentu mereka mempunyai gambaran yang lebih jelas, takut bila menerima segala akibat, lebih jauh nonton dari tempat jauh. Di tengah 1apangan, To It Peng berhadap-hadapan dengan dua Baju Putih. "Hei, masih belum cukupkah kalian mengganas?" Bentak To It Peng seolah-olah tokoh silat berkepandaian tinggi. "Setelah membakar kampung, masih kalian berani mengadakan pembunuhan2, membeset saudara Thio Y a dan Bong Tay?" "Hm ...... " "Hung " Dua hidung bolong dari dua manusia wajah tak berkulit itu mangeluarkan suara dengusan. "Hayo ikut padaku." Masih To It Peng membentak, "Hayo ikut padaku untuk manghadap kepada pamanku." "Hm, pamanmu yang mana?" Si Baju Putih itu bertanya dingin. "Pamanku" Siapakah yang tidak kenal dengannya" Ketua kampung Ban-kee-chung Ban Kim Sen yang ternama?" Dua 'Wajah', tak berkulit' saling pandang, bergerak maju, satu mencengkeram kearah kanan dan lainnya pada pundak kiri sipemuda. To It Peng turut mengeluarkan tangannya. Kini mereka berhadap-hadapan. Tiba2 saja dua 'Wajah tak berkulit' merasakan sesuatu yang kurang beres, badan mereka lagi2 mengaku. Luar biasa tinggi orang yang menotok jalan darah mereka. Tidak sanggup memberikan perlawanan yang semestinya. Sebenarnya, manakala tangan To It Peng bergerak maju, kedua pundak sipemuda telah berada dibawah kekuasaan tangan dua baju putih. Tetapi tiba2 saja keajaiban terjadi, dua tubuh manusia tersebut telah kaku karena totokan yang datangnya tidak terlihat, mereka kaku tidak bergerak dan tidak dapat meneruskan usahanya. To It Peng dengan kedua pundaknya yang sakit. "Kalian ......" ia berteriak. Dan kata ini terpotong sehingga disini. Dirasakan tangan yang menekan pundak itu tidak ada reaksi baru, hatinya gembira, tangan diteruskan dan menarik baju depan dua Iawan. "Hayo, masih kalian berani melarikan diri ?" Geramnya. Dua Baju Putih teIah dikakukan oleh totokan yang tidak terlihat, tentu mudah untuk menangkap mereka. To It Peng berhasil menyeret kedua tawanan yang belum lama lepas itu. Semua orang yang manonton ke-heran2an manyaksikan apa yang telah terjadi, siapapun tidak akan menyangka pemuda yang kedungu-dunguan itu dapat menangkap dua 'Wajah tak berkulit' sekali gus, sedangkah ketua kampung mereka Ban Kim Sen hanya dapat menangkap seorang saja. Sungguh hebat ilmu kepandaian pemuda itu. "Dimana pamanku kini berada ?" Dengan masih membawa Dua Baju Putih, T o It Peng bertanya kepada orang banyak. Mereka tidak menyangsikan lagi akan ilmu kepandaian sipemuda, dua 'Wajah tak berkulit' itu belum lama mengganas, membunuh Thio Y a dan Bong Tay, serta melukai 4 orang jago mereka. Kini To It Peng dapat menangkap hidup2, bukakah ilmu kepandaian sipemnuda berada diatas segala apa" "Ha, ha'.. To kongcu, ilmu kepandaianmu hebat." Baberapa orang maju mengeluarkan pujian. To It Peng manoleh kebelakang, dikiranya mereka memanggil seorang yang baru datang. Belum pernah ia manerima panggilan 'kongcu'. "Eh, siapa yang kalian panggil?" Tanya sipemuda, setelah diketahui tidak ada orang dibelakangnya. "Ha, kongcu pandai berkelakar. Pandai menyembunyikan, ilmu kepadaian. Bebarapa tahun kita hidup bersama, siapapun tidak menyangka bahwa ilmu kepandaian kongcu luar biasa tinggi." mereka memuuji. "Eh, siapa yang kalian maksudkan?" Masih To It Peng tidak mengerti. "Siapa lagi" Bila bukan dirimu." "Aku?" "Kongcu, kau adalah kemenakan ketua kampung kami. Sudah selayaknya bila sebutan ini jatuh pada dirimu." Perubahan seratus delapan puluh derajat terjadi, dari seorang yang terhina naik manjadi saorang 'kongcu' yang dimanja-manjakan oleh mereka. Sedari kecil, To It Peng mendapat panggilan 'bocah tolol', 'bocah goblok' kan 'bocah dungu', kecuali itu, setelah ia meningkat dewasa, panggilan kepadanya, berubah menjadi 'pemuda tolol', 'pemuda dungu' dan 'pemuda goblok', belum pernah ia menerima perlakuan yang layak. Kini ia telah menjadi manusia teragung, betapa gembira dan bangga rasa hatinya. ---oo0dw0oo--- BAGIAN 5 TEKA TEKI ASAL USULNYA TO IT PENG DIKAWAL oleh banyak orang, To It Peng menuju ketempat dimana Ban Kim Sen berada. "Paman ....... Paman, Aku kembali." To It Peng berteriak girang Ban Kim Sen tidak menaruh simpatik kepada kemenakan itu, ia segera membentak : "Mengapa kau datang" Hayo pergi." "Coa tayhiap menyuruhku membawa dua tawanan ini kepadamu. Mereka adalah komplotan ?mpat Wajah tak berkulit'." Ban Kim Sen memperhatikan sipemuda dan betul saja dilihat dua manusia dengan wajah tak berkulit berada padanya. la menerima kedua tawanan itu segera. "Dimana Coa tayhiap kini berada ?" Tanyanya. "Coa tayhiap harus segera menyembuhkan luka2nya, maka ia telah meminta diri," "Cukup. Kau boleh pergi." Ban Kim Sen mengusir. "Dan... dan... dua orang ini?" To It Peng menunjuk kearah dua Baju Putih. "Goblok. Disini sudah tiada urusanmu. Tahu?" To It Peng menanggung derita penasaran, jauh2 ia membawa dua tawanan itu kepada pamannya. Setelah tiba ditempat, ia diusir sedemikian rupa. la mengundurkan diri. To It Peng memandang pamannya, tidak jauh dari paman itu terpancang seorang wanita berambut panjang, rambut tersebut menutup wajahnya, itulah hantu wanita yang membakar kampung Ban-kee-chung, orang yang telah membeset beberapa jago Bankeechung. Dua Baju putih diletakkan pada sisi Hantu Wanita itu. "Hei, siapa diantara kalian bertiga yang mulai bicara. Hayo katakan, dengan alasan apa kalian membakar kampung Ban-keechung?" Terdengar suara Ban Kim Sen membentak galak. Tiga 'Wajah tak berkulit' tidak memberikan jawaban. Mereka terdiam. Hal ini dapatlah dimaklumi, karena ketiga orang itu telah ditotok jalan darah dan jalan gagunya oleh seseorang tokoh silat berkepandaian silat maha tinggi. "Hayo, katakan." Masih Ban Kim Sen mambentak bentak. "Akan kukubur hidup2 kalian, bila kalian membandel tidak mau buka mulut." To It Peng dapat menyaksikan adegan itu, ia segera berteriak : "Tak mungkin mereka dapat bicara, jalan gagu mereka masih tertutupi." Ban Kim Sen mengalihkan pandangan mata kearah To It Peng, ia memplototkan matanya yang galak. "Bagaimana kau tahu?" Geramnya. To It Peng paling takut kepada paman galak ini, apa lagi dipelototi sedemikian rupa, ia mengkeret dan diam, tidak berani bicara. "Hayo, katakan. Bagaimana kau dapat tahu?" Ban Kim Sen mendesak kemenakan dungu itu. "Untuk membuka jalan2 darah mereka yang ditotok, haruslah menusuk hidung2 mereka yang berlubang itu." To It Peng memberikan keterangan. Hal ini pernah dipraktekkan sehingga dua kali. "Babi...." Ban Kim Sen menduga bahwa kemenakan itu berolokolok. "Bukan babi." To It Peng menggoyangkan kepala : "Tetapi tiga manusia 'Wajah tak berkulit' itu." Sikapnya bersungguh-sungguh. Hal ini membuat Ban Kim Sen Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo harus memberi penilaian baru. "HaI ini pernah kulakukannya," Berkata To It Peng lagi. Ia takut sang Paman tidak percaya keterangannya. Ban Kim Sen sedang menghadapi kerumitan2 yang tiada taranya, karena ia rasakan banyak keanehan2 yang dirasakannya, seperti : Keanehan pertama ialah dari mana munculnya lagi 'Empat wajah tak berkulit'" Sebab diketahui bahwa 'Empat wajah tak berkulit' telah lama mati. Keanehan kedua ialah, dengan alasan apa mereka membakar kampung Ban-kee-chung" Tokh tidak ada permusuhan yang pernah terjadi. Keanehan ketiga ialah siapa yang membantu dirinya menangkap Hantu Wanita itu" Ilmunya menang sedikit, tetapi bila disuruh menangkap hidup2, belumlah Ban Kim Sen mampu. Keanehan keempat ialah tentang kemenakannya ini, segala yang telah diperlihatkannya selalu hal2 yang tak terduga sebelumnya. "Coba kau buka totokannya", Ban Kim Sen, memandang To It Peng memberi perintah. "Mana kuberani" Belum lama mereka telah kubebaskan. Tetapi mereka masih mengganas, dua saudara kita Bong Tay dan T hio Ya telah terbunuh mati, bahkan 4 kawan Iainnya terluka parah." Bin Kim Seng mengerutkan dahi. "Bila hal itu terjadi?" Tanyanya memandang sambil memandang To It Peng dengan tajam. "Belum lama." "Dan siapa pula yang menotoknya kembali?"' "Kukejar mereka dan berhasiI kubawa kemari." To It Peng berkata sambil tertawa bangga. Ban Kim Sen agak geli. Tentu ia tidak percaya. Ia menggoyangkan kepala, bohhoat kepada kemenakannya itu. "Kau ini biasanya jujur, kali ini mengapa berani membohong kepadaku?" Tanyanya. "Aku tiada bohong." Masih Ban Kim Seng menggoyangkan kepala tidak percaya. To It Peng hilang kesabarannya. la menunjuk kapada dua Baju putih, membentak : "Hei, coba kalian katakan. Bukankah aku yang menotokmu lagi?" Jari s ipemuda tetap mengenai hidung, dan masuk agak dalam. Baju putih ini cepat melesat bangun, ia mendapat kebebasannya kembali. Suatu hal yang dianggap perlakuan yang paling kurang ajar terhadapnya adalah mereka orang2 yang menyebut dirinya sebagai Empat wajah tak berkulit. Ban Kim Sen terkejut, tetapi kepandaian ketua kampung Bankee-chung ini tidak dapat disamakan dengan To It Peng. Gesit sekali ia turut me lesat dan sebentar saja sudah berhasil mencekik batang leherya satu Baju putih yang lepas itu. Ditekannya ketanah, dengan sebelah kakinya ia menginjak jalan darah Leng-tay hiat. "Penjahat kurang ajar." Bentaknya. "Berani kau melarikan diri" Hayo, katakan siapa yang menyuruh kalian membakar kampung Ban-kee-chung?" Baju putih ini telah berada dibawah telapak kaki Ban Kim Sen, tetapi ia tidak menjadi takut. "Lupakah kau bahwa kami adalah Empat wajah tak berkulit?" Ejeknya dengan sikap yang sangat menantang. "Empat wajah tak berkulit, telah tiada didalam dunia. Dari mana pula kalian mengaku sebagai Empat wajah tak berkulit?" "Yang mati boleh dikubur, tetapi tahukah kau bahwa Empat wajah tak berkulit baru lebih pandai dari pada Empat wajah tak berkulit lama yang telah mati itu?" "Hmm...... Betapapun Ilmu kepandaian kalian, tokh berhasil jatuh kedalam tangan kami." "Kau sanggup menangkap Empat wajah tak berkuIit?" Orang itu mengejek, Ban Kim Sen kalah debat. "Segera lepaskan kam i bertiga." Berkata lagi Baju putih itu. "Dan bila sampai terjadi guru kami mengetahui hal ini, tentu kau dan sekalian begundalmu itu akan mengalam i nasib yang paling mengenaskan." "Siapa guru yang kalian maksudkan?" Ban Kim Sen ingin mengetahui siapa yang dapat memberi pelajaran kepada Empat wajah tak berkulit, baru ini. "Ban Kim Sen, kau bukan saorang manusia yang tidak mempunyai nama. Telah lama kau berkelana didalam rimba persilatan. Mungkinkah belum pernah dengar seseorang yang menjadi guru dari Empat wajah tak berkulit?" "Singa Kuning Siu Jin Mo Say yang kau artikan?" "Hmm...." Orang itu mengeluarkan suara dari hidungnya yang bolong. "Masihkah ia hidup didalam dunia?" "Bila ia te lah tiada, mungkinkah dapat mendidik Empat wajah tak berkulit, baru?" Bulu2 sekujur badan Ban Kim Sen dirasakan bangun berdiri, meriding dengan tidak tertahankan lagi. Diketahui bahwa Singa Kuning Siu Jin Mo Say itu ganas dan kejam. Kini ia telah menangkap tiga muridnya yang baru, bagaimana kalau iblis itu membikin pembalasan " "Ketahuilah bahwa suhu kami Siu Jin Mo Say telah berhasil meyakinkan ilmu Kiu-thian-to-li-kang ....." "Kiu-thian-to-li-kang?" Hampir Ban Kim Sen menjerit. "Bukankah iImu terpendam itu telah lama lenyap?" "Percaya atau tidaknya terserah kepadamu. Baju putih itu mengancam semangkin hebat. "Paman mereka telah membunuh banyak orang kita, bila dibiarkan bebas kembali. Mungkin tiada satupun orang kampung yang hidup..." To it pang seolah-olah telah naik pangkat nienjadi penasehat. Ban Kim Sen telah berpikir cepat, apa yang dikatakan oleh To It Peng tepat masuk kadalam lubuk hatinya. "Benar." la menganggukkan kepala. Belum pernah To It Peng mendapat perlakuan yang layak dari orang, ter-lebih2 dari pamannya ini. Disini ia baru merasakan kehangatan menjadi seorang menusia, hatinya menjadi bangga sekali dan penuh dengan ambisi. Hampir To It Peng menari-nari dihadapan orang banyak, bila saja tidak terdengar suatu derap langkah kaki yang berat. Dibelakang sipemuda telah berjalan seseorang. Cepat To It Peng membalikkan kepala, maka dilihatnya seorang lelaki berjalan masuk gelanggang. Yang mengejutkan ialah wajah lelaki inipun tidak berkulit. WAJAH TAK BERKULIT ! 'wajah tak berkulit' ini berjalan dengan langkah berat, maka terdengar jelas sekali. Pada punggungnya tersoren sarung golok yang mempunyai ukuran besar, yang aneh, tidak nampak golok pada sarung itu. "Si Patung Arca!" T o It Peng berseru. Ia pernah melihat lelaki ini dikelenteng, pada saat malam hujan itu. Pertama kali ia menemukan 'Empat wajah tak berkulit'. Itu waktu dikiranya patung biasa, karena ia mengaku tidak bergerak, tiada tahunya salah satu dari 'Empat wajah tak berkulit'. Urutan 'wajah tak berkulit' ialah si Patung Arca, hantu wanita, dan dua Baju Putih. Ban Kim Sen segera menyuruh orang2nya meringkus Baju Putih yang lepas itu. Dihadapannya Patung Arca membentak : "Hei, siapa kau ?" "Ha, ha...." Patung Arca itu tertawa. "Aku adalah kawan2 mereka." "Maksudmu ?" "Meminta kebebasannya." Berkata orang itu rendah. "Kuharap permintaan ini tidak ditolak." "Ooooo ... Kau tentunya yang menyuruh mereka membakar kampung ?" "Tidak salah." "Bagus." Ban Kim Sen berkata dengan rambut berdiri. "Setelah mengganas membakar kampung, kalian masih mengharapkan kebebasan ?" "Pendapatmu tidak dapat dibenarkan." Berkata kepala dari 'Empat wajah tak berkulit' itu. "Kampungmu telah musnah, tetapi kau dan sekalian orang ini masih ada. Mungkinkah kalian tidak dapat menempuh hidup baru?" Ban Kim Sen tidak dapat menahan rasa kamarahannya, kedua tangan dikedepankan, keras luar biasa, ia memukul kepada orang tadi. Si Patung Arca telah siap sedia, iapun mempaparkan kedua tangannya. kadapan, menyambuti serangan yang dilontarkan kepadanya. Dua kakuatan tenaga beradu, mereka sangat kuat. Tidak satupun yang berhasil menjatuhkan lawannya. Serangan Ban Kim Sen dapat dilontarkan secara bergelombang, gagal dangan serangan percobaan, ia mulai menyalurkan gelombang kedua. Orang itu hebat, serangan inipun dapat digagalkan olehnya. Ban Kim Sen menambah tenaga, gelombang ketiga adalah gelombang yang terhebat, gelombang kekuatan ini merupakan seluruh kekuatan yang dimiliki olehnya, gelombang inilah yang diharapkan dapat menjatuhkan lawan. Orang itu dapat mangetahui sampai dimana ilmu kepandaian Ban- Kim Sen. iapun berkepandaian tinggi, sebelum mangadakan serangan pada kampung Ban-kee-chung telah diselidiki secara teliti, sampai dimana kekuatan2 yang ada pada kampung itu. Setelah menerima dua gelombang serangan Ban Kim Sen, ia telah siap2 dengan serangan berikutnya, mendapat serangan yang maha dahsyat tadi, iapun mengerahkan kekuatannya. Maka..... Bu...uummmm Dua gelombang arus tenaga yang maha hebat itu membentur dan mengeluarkan suara yang menggelegar. Celaka To It Peng yang tidak tau diri, la berdiri terlalu dekat dengan mereka. Dirinyapun tiada bersiap siaga, ditambah ilmu kepandaian yang dimiliki oleh pemuda ini sangat minim sekali, mana mungkin ia menerirna dua pukulan yang menjadi satu itu, terdengar suara jeritan, tubuh sipemuda terpental tinggi, melayang turun kelereng gunung. Badan sipemuda semakin lama semakin jauh....... Ban Kim Sen dan si Patung Arca meneruskan pertempuran mereka. Kita tinggalkan pertempuran ini, selanyutnya kita lihat bagaimana nasib To It Peng yang jatuh kelereng gunung. ---oo0dw0oo--- Menyusul T o It Peng yang jatuh kelereng gunung. Badan sipemuda melayang-layang, tidak tahu sampai dimana ia akan tarjatuh. Ia memejamkan mata, mempasrahkan diri kepada takdir alam. Tubuh sipemuda melayang kearah sebuah gua, gelap sekali gua itu. To It Peng telah memejamkan mata, tidak tahu bahwa dirinya telah hampir jatuh hancur. Nasib bagus membayangi pemuda ini, tiba2 terasa satu aliran tenaga yang menyanggahnya. Terasa tangan yang halus menyentuh, dan diletakkannya tubuh To It Peng ditanah. "Ha.....Duren besar yang jatuh." Terdengar suara yang nyaring merdu. To It Peng membuka kedua matanya, dilihat ia berada pada sebuah gua yang gelap. Didengar ada suara merdu yang memperolok-oloknya. "Untung aku tidak luka." Gumamnya sendiri. "Tentu saja kau tiada terluka. Karena kami telah menyanggah dan menolongmu." Suara nyaring merdu itu berkata. To It Peng tidak dapat melihat wajah orang itu, tetapi didalam alam pikirannya terbayang seorang gadis yang cantik, menarik dan menggiurkan. "Kami?" Gumamnya. "Ada orang lain ditempat ini ?" Suara yang nyaring merdu itu terpingkal-pingkal. "Suko, ia sungguh lucu sekali. Dikiranya jatuh dari tempat tinggi tidak akan mati." Katanya, ia mengucapkan kata ini bukan kepada To It Peng. Panggilan 'suko' itu berarti saudara seperguruan yang Iebih tua. "Manusia yang tolol sepertinya tentu saja lucu." Berkata seorang pemuda dengan dingin adem. "Hei, siapa kalian berdua" Mengapa menyembunyikan diri didalam goa ini?" tanya To It Peng kepada dua muda-mudi itu. Goa gelap, To It peng merayap keluar. Tiba2 dirasakan kakinya diseret kembali, ia jatuh tersungkur. "Eh, suko. Mengapa kau menyeret dirinya lagi ?" T erdengar suara sipemudi. "Hm....." Suara sipemuda tidak enak didengar. "Kita bersembunyi disini dengan tidak ada yang tahu. In ingin keluar, bagaimana bila ia manguwarkan cerita, menyebut tempat persembunyian kita?" Ternyata sepasong muda-mudi ini sedang menyembunyikan diri didalam goa dengan maksud tertentu" Entah maksud apa yang sedang dikandung oleh mereka" To It Peng segera menduga kepada orang jahat yang mempunyai maksud tidak baik. "Kulihat orang ini sangat jujur." Terdengar suara sipemudi yang sangat girang dan merdu. "Biar saja ia pergi dengan berjanji tidak memberi tahu kedatangan kita ditempat ini." To It Peng merasa terhibur. Ternyata masih ada orang yang menaruh perhatian dan percaya kapadanya. Ingin sekali ia berkenalan dengan sipemudi, perasaan ini baru partana kali tumbuh didalam parasaan hatinya. Tidak terasa, hatinya memukul keras, berdebar-debar. "Mana kau tahu?" Terdengar suara sipemuda yang tidak disukai. "Tidak seorang manusiapun yang baik." "Kepalsuan2 adalah, ciri2 yang khas dari para penghuni dunia." To It Peng benci sekali kepada pemuda ini. Mengapa dikatakan dirinya mampunyai ciri2 yang khas dari para manusia" Crat Seluruh ruang goa menjadi terang benderang, ternyata sipemuda telah menyalakan api. Dihadapan To It Peng tampak sepasang muda mudi. Sipemuda berwajah tampan, sayang wajah ini terlalu galak memandang. Pada pinggangnya tergantung sebuah pedang tentunya seorang akhli pedang. Disebelahnya berdiri seorang pemudi dengan rambut disanggul dua, wajahnya bulat bundar, matanya bersinar. Pada tangannya memegang obor. To It Peng dibuat terpesona oleh kecantikan gadis itu, matanya tidak lepas dari wajah yang baru, yang menarik. "Sumoay, mangapa memuji. Lihat, kedua matanya yang saperti mata maling itu tidak lepas dari dirimu." kata sipamuda. Sipemudi tertawa, semakin menarik dan menggiurikan. "Suko, kau yang salah." Katanya, "Jalan darahnya sudah kau tutup, ia tidak daoat bergerak, kecuali hanya dapat menggunakan mata memandang. Apa yang dapat dilakukan olehnya?" "Hm...." Dengus sipemuda. Tangannya bergerak cepat. Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melepaskan totokan yang mangakang To It Peng. To It Peng bersukur kepada sipemudi, setelah menggerakgerakan kedua tangannya, terdengar ia berkata : "Bukan.... Bukan.... Di misalkan totokan tadi telah dibuka. Akupun dapat memandangmu seperti itu. Aku tidak bohong.... Ucapanku ini sungguh2..." Mengetahui sipemuda mencari-cari alasan untuknya, cepat ia memperbaiki kebohongannya. Sipemudi tarbelalak. "Sungguh tolol sekali pemuda ini."..... Pikirnya..... "Mengapa harus dikatakan keadaan yang sebenarnya?" Ia tertawa manis. "Mengapa selalu, kau memandangku?" Tanyanya tersenyum. Hati To It Peng semakin berdegup. Memukul keras, sukar untuk menguasai ketenangannya. "Aku...." ia tidak dapat memberikan alasan. Sipemuda mendorong kawannya, dengan demikian ia mangenyampingkan pemudi itu, dihadapinya To It Peng membentak : "Hei, kau dari mana?" Hampir sigadis jatuh oleh dorongan sang kawan tadi, beruntung ilmu kepandaiannya tinggi, ia berhasil membenarkan posisi keadan dirinya. Hal ini tidak lepas dari pandangan To It Peng. la tidak puas. Dilihat sipemuda membentak kepadanya. Semakin tidak puas lagi. "Hei, mengapa kau medorongnya?" Tidak kalah keras ia berkata. "Ada hubungan apa denganmu?" Pemuda itu menjebik. "Tidak boleh" teriak To It Peng. Entah, bagaimana, ia wajib membela. Pemuda itu mengulurkan tangan, dengan mudah ia mandekati dada To It Peng. To It Peng ingin mengadakan perlawanan. Tanganya berusaha menangkis, tetapi mana mungkin" Sebentar saja, dadanya telah tercengkeram. "Suko" Terdengar suara yang nyaring merdu itu. "Janganlah kau mamukulnya lagi." Sipemuda mendorong tubuh To It Peng. Maka orang yang kita sebut balakangan terdorong. Tubuhnya membentur batu. la meringis kesakitan. Pemuda itu belum puas, seharusnya To It Peng jatuh dengan luka parah. Tetapi hal itu belum terjadi. Maka ia maju lagi, siap menghajar To It Peng. Sipemudi bergerak maju, ia menarik baju tangan kawannya dan berkata : "Suko, janganlah memukulnya lagi." "Ia barani berlaku kurang ajar. Biar kuberi ajaran agar ia kapok." Sipemuda berkata marah. "Ia membela kapadaku. Tetapi kau memukulnya, bukankah berarti kau memukulku juga?" Suara gadis ini sungguh enak sekali. Kata2 yang berada diluar dugaan, sipemuda. ia melengak sebentar dan setelah itu maruntuhkan pandangannya ketanah. "Sumoay, agaknya kau telah berpihak kepadanya." ia berkata. Sipemudi memandang kepada To It Peng. Agaknya ia kasihan atas nasib yang diderita olahnya. "Janganlah kau menentang sukoku lagi." Katanya "kau bukanlah tandingannya." To It Peng telah berusaha merayap keluar goal tetapi ia kurang kuat. Godaan2 selama ini telah melemahkan kondisi badannya, ia terjatuh. Jarak mereka dekat. sigadis cepat mengulurkan tangan, dipegangnya tubuh yang jatuh itu. Wajah To It Peng merah jengah, baru pertama kali ini ia mendapat perhatian. terlebih-lebih, yang memberi perhatian kepada dirinya ialah sigadis bersuara merdu yang mendebarkan hatinya. "Hati2 kau berjalan." Sigadis memberi peringatan. "Terima kasih." "Kau telah kuat berjalan?" "Kuat.... kuat..." To It peng berkata cepat Sigadis melepaskan pegangannya. Tubuh To It Peng roboh lagi, ia jatuh emah. Sebenarnya ia belum mempunyai cukup kekuatan, disaat mendapat partanyaan, mulutnya hanya manjawab sipenanya. Maka disaat pegangan yang menyanggahnya terlepas, iapun jatuh kembali. la maringis. "Salahku sendiri." Katanya. "Seharusnya aku barhati-hati. Kukira dapat kuat berdiri, tapi belum kuat benar." Sigadis terbelalak, disaat melihat To It Peng terjatuh. Tetapi tidak lama, iapun tertawa terpingkal-pingkal. Geli sakali me lihat kelakuan pemuda itu. Pemuda tampan yang menjadi saudara seperguruan gadis itu mengkerutkan alisnya. Ia tidak puas. Serta merta menjambret leher baju To It Peng. Kuat sekali tenaganya. "Katakan. Siapa kau?" Bentaknya marah. "Akupun ingin bertanya. Siapa kalian berdua" Mengapa menyembunyikan diri diluar kampung Ban-kee-chung?" To It Peng tidak menjawab partanyaan yang diajukan. Sebaliknya menanyakan asal usul orang. "Apa arti kata2 mu?" tanya pemuda itu. la tidak puas kepada sikap T o It Peng. "Apa kau orang kampung Ban kee-chung?" "Tentu saja. Hanya harus disayangkan.... Ban-kee-chung telah rata dengan tanah." "Aeaaaa....." Sigadis memandang kepada sukonya. Pemuda itupun memandangnya. Mereka saling pandang. "Ternyata kampung Ban-kee-cung yang dimakan api ?" Ternyata mereka telah dapat malihat api yang besar berkobar tinggi, tetapi mereka tidak tahu bahwa yang dibakar itu adalah kampung Ban-kee-chung. "Biar aku yang menanyakan" Kata sipemuda menyoren pedang yang tidak mau membiarkan sang surnoay terlalu dakat dengan To It Peng. "Kau orang dari Ban-kae chung?" Bortanya sipemuda kepada To It Peng. "Sungguh kebatulan. Kami ditugas kan pergi ke Ban-keechung untuk menemui seseorang!" "Siapa yang kalian ingin temui ?" "Orang itu adalah kemenakan ketua kampung Ban Kim Sen yang bernama To It Peng." "Aaaaaaaaaa...." T o It Peng tidak menyangka bahwa dua orang yang menyembunyikan diri didalam goa ini ingin mencari dirinya. Tetapi la tidak kenal dengan mereka. Apa yang harus dikatakan" Apa maksud mereka" Lupa ia memberikan jawaban yang ditunggu oleh sepasang mtda mudi itu. "Hei, mengapa kau tidak bicara ?" Bentak sipemuda menyoren pedang. "Kemenakan katua Ban kee chung hanya seorang, betul, orang ini bernama To It Peng. Tetapi kurasa kalian salah cari." To It Peng berkata. "Mengapa kau berkata seperti itu ?" Sigadis bertanya. "Hal ini mudah dipikir, karena akulah yang bernama To It Peng." Sipemuda dan pemudi itu saling pendang, sungguhkah begitu kebetulan mereka dapat menemui orang yang ingin mereka cari" "Ban Kim Sen tidak mempunyai kemenakan lainnya?" Bertanya mereka. "Tidak." "Dapat kau menyebut nama ayahmu?" Timbul rasa sedih To It Peng. "Beliau telah tiada." Katanya dengan meruntuhkan pandangan matanya ketanah. "Bukankah pendekar dari daerah Liauw-tong, Kim-to Bu tie yang barnama To Tong Sin?" bertanya sigadis. "Eh, mengapa kau tahu?" To It Peng menengadah dan memandang gadis itu, agaknya heran sekali. "Nah Suheng, kita tidak salah mencari orang." Gadis ini tidak menjawab pertanyaan To It Peng. Tetapi barpaling kepada suhengnya dan berkata seperti itu. "Oooooo.... Ternyata putra Kim-to Bu-tie T o Tong Sin seperti dia. Sungguh mengecewakan orang." Pemuda itu mencemooh. "Sumoay, mari kita pulang." "Pulang kemana?" Gadis itu heran. "Tentu pulang kerumah." Berkata sipemuda. "Jauh2 kita meninggalkan Koan-gwa, dengan susah payah kita berada didaerah Sucoan, maksud utama ialah mancari saudara To It Peng ini. Mengapa tidak menyampaikan pesan padanya dan pulang kembali?" Berkata sigadis yang tidak berpendapat sama dengan suhengnya. "Sumoay, lupakah pesan suhu, sebelum kita berangkat meninggalkannya ?" "Masa dapat kulupakan" Dikatakan bahwa bila s ifat2 putra Kim-to Bu-tie T o Tong Sin tercela, kita tak usah menyapaikan diri." "Kini terbukti, bahwa pemuda ini tidak berguna. Mengapa harus bersusah payah?" "Suheng, pesan suhu menitik beratkan kepada sifat2 nya. Bukan kepandaian silatnya." "Baguskah sifat2nya ?" "Kulihat ia bersifat jujur" Mendengar percakapan sepasang muda mudi yang tidak dimengerti olehnya, T o It Peng garuk2 kepala. Kata2 yang terakhir tentu di maksudkan dengan dirinya. la agak terhibur. "Seseorang harus bersifat jujur. Aku tidak dapat melupakan sendi2 hidup ini." Katanya kepada mereka. "Sumoay, pesan suhu tidak boleh diabaikan. Hal ini bukan kejadian biasa, seharusnya kau tunduk kepada perintahku, bukan?" Berkata pemuda menyoren pedang Itu kepada sang sumoay. Si gadis manjebirkan bibir. "Kejadian memang bukan kejadian biasa." Katanya. "Tapi disini tersimpan benda yang menjadi hak milik saudara To It Peng ini. Kukatakan ia barsifat baik. Tetapi kau manantangnya. bagaimana bila kita ajak dan temukan kepada suhu, biar suhu yang membari penilaian?" "Jarak tempat ini denga Koan-gwa bukan satu dua lie, siapa yang kesudian mangadakan perjalanan bersama dengan manusia tolol sepertinya?" "Maka sampaikanlah pesan suhu kepadanya." Pemuda itu menarik nafas. la memandang To It Peng berkata : "Bocah, belum tentu kau dapat merasakan faedahnya. Tetapi disini kami wajib menyampaikan pesan. Maka aku akan berterus terang." To It Peng tidak mengerti. "Hei, apa yang kalian maksudkan" Aku tidak mengerti" Katanya. "Ayahmu yang bernana Kim-to Bu-tie To Tong Sin yang berarti 'Golok emas tiada tandingan' ia masih pernah kawan dengan guru kami' Sipemuda memberi keterangan. "Sebelum ayahmu terancam bahaya, ia pernah meminta bantuan guru kami. Mengingat hubungan baik yang pernah terjalin diantara kedua orang itu, seharusnya guru kami mengulurkan tangan bantuannya. Sayang ada sesuatu hal yang tidak memungkinkan ia berbuat seperti itu. Maka ia tidak dapat mambantu." "Hm......" To It Peng mengeluarkan suara dari hidung. "Pada saat2 yang nenentukan tidak dapat memberi bantuan. Bukankah seorang manusia yang dapat dijadikan kawan. Kukatakan bahwa guru kalian itu seorang manusia pengecut, seorang rendah, seorang manusia yang hanya pandai membunglon." Wajah sipemuda manyoren padang berubah. Terang2 gurunya yang dihormati itu mendapat makian. "Berani kau kurang ajar?" Geramnya. "Pada saat ayahku menghadapi bahaya, para kawan2 pengecutnya itu tidak satupun yang bersedia mengulurkan tangan membantu. Para manusia pengecut ini tidak patutkah dimaki" Para manusia rendah, manusia bunglon yang hanya mementingkan kesenangan dan keselamatannya sendiri." Mulut To It Peng nyerocos terus. Wajah pemuda itu sebentarbentar barubah, ia marah, ia murka. Tetapi tidak berdaya. Sang sumoy berpihak kepada pemuda tolol itu. la tidak dapat malakukan sesuatu atas dirinya. "Kau dengar sumoay?" Katanya kepada adik seperguruan itu. "Apa yang dikatakan olehnya terhadap guru kita?" Gadis itu hanya mengeluarkan hembusan napas yang luar biasa dalam. la mampunyai pandapat kesan yang lain terhadap To It Peng. To It Peng menjunjung tinggi kehormatan gadis yang menyayangnya itu, mengetahui kesukaran orang. Iapun menghentikan makiannya terhadap guru sigadis. "Mengapa kau manarik napas?" Tanyanya kepada gadis tersebut. "Guru kalian adalah sahabat baik ayahku. Tetapi disaat-saat yang menentukan, disaat ayahku manghadapi bahaya, mengapa ia berpeluk tangan?" "Sabar." Berkata sigadis menenangkan hati To It Peng yang panas. "Maukah kau mendengar keteranganku"," "Sumoay." Pemuda bersoren pedang itu membentak. "Mengapa kau tidak mendengar perintahku?" "Suko ....... Tugas kita ialah mencarinya agar tidak menarik perhatian orang lain. Istirahat disiang hari dan melakukan perja!anan malam. Bersembunyi-sembunyi mencarinya. Kini kita telah berhasil, mengapa harus balik kembali dengan tiada putusan?" Wajah To It Peng yang belum pernah marah menjadi beringas. Diketahui bahwa ayahnya mempunyai banyak kawan. Tetapi disaatsaat sang ayah hampir mendekati ajalnya. Tiada seorang kawanpun yang membantu, tiada seorang kawanpun yang menengok, mereka menyingkirkan diri jauh2, mereka takut urusan yang menyerempet. Sehingga ayahnya mati, tiada seorangpun yang memperdulikannya, maka ia terlantar, hanya Ban Kim Sen seorang yang memeliharanya. Hal itupun kurang wajar, sering paman tersebut me-maki2nya. Kurang perhatian, sampai2 ilmu pelajaran pun jarang diberikan kapadanya. Maka ia berat tangan, kaku tidak dapat menggunakan jurus2 yang istimewa. "Mengapa kau memastikan aku tidak cukup kuat untuk menuntut balas?" Geram To It Peng. Wajahnya galak, bengis, wajahnya merah membara, agaknya ingin sekali ia menelan pemuda itu. Sipemuda mundur. Hal ini sungguh janggal sekaii. To It Peng yang ketolol-tolol ini dapat menjadi marah" Sungguh diluar dugaannya. "Katakan, siapa musuh yang membunuh ayahku" Katakan dimana ia menetap" Aku akan segera mencarinya untuk mengadu Si Dungu Karya Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo jiwa." Sambung To It Peng yang seperti telah berubah raga. "Baik. Akan kuberi tahukan kepadamu." Berkata pemuda itu. "Pembunuh ayahmu ialah....." "Suko.... kau.... kau.... kau sudah gi...." Hampir gadis itu menyebut gila, ucapan yang kurang pantas bagi saudara seperguruannya. "Katakan...." Masih To It Peng manuding-nuding. "Bila aku tidak berani mengadu jiwa kepada musuh ayahku, aku bukan seorang manusia, bukan seorang lelaki. Tetapi bila kau tidak berani menyambutnya, kau bukan saorang manusia, kau bukan seorang lelaki." "Bagus. Kau sendiri yang ingin mencari mati. Hal ini tiada sangkut pautnya dangan diriku. Musuh besarmu ialah tidak jauh dari sini, dia berada di....." "Suko, jangan kau katakan.... Suko, jangan kau katakan." Sigadis sibuk, cepat ia mencegah. "Bukan seorang manusia.... Kau bukan seorang manusia, bukan seorang lelaki.... Yang tidak berani mengatakan bukan seorang lelaki... Yang tidak berani mengatakan bukan seorang manusia...." To It Pang telah berubah sikap2-nya yang belum pernah marah itu. "Sumoay.... jangan kau perdulikan." Berkata pemuda itu. Lalu dihadapi To It Peng dan berkata : "Bocah tolol!, bocah goblok!, bila kau berani, kegunung Ngo-bie san. Dimana kau akan segera mengetahui s iapa yang menjadi pembunuh ayahmu." Goa itu tidaklah terlalu besar, disana berkumpul tiga orang. Masing2 ber-teriak2 mengutarakan pendapatnya yang tidak sama. Tentu luar biasa gaduhnya. T etapi setelah kata2 ini, keadaan tiba2 berubah menjadi sunyi, sunyi sekali. Tiada seorangpun dari ketiga orang tadi yang bersuara. Mereka selesai memperdebatkan hal itu. Mereka terdiam dengan napas tersengal. Benak pikiran To It Peng telah dirasakan menjadi kosong, ia telah mengetahui bahwa musuh besarnya berada digunung Ngo-bie-san, ia harus manuntut balas, hanya tulisan 'Ngo bie-san' yang tercetak padanya. la harus pergi kegunung itu mengadakan pembalasan. Tentang betapa besarnya nama Ngo-bie-pay, tentang betapa pandainya tokoh2 partay itu, tentang betul tidaknya keterangan tadi, tidaklah terpikirkan oleh To It peng. Sekian lama, keadaan sunyi dan sepi meliputi goa itu. Terdengar suara teriakan napas gadis, ia mendekati To It Peng dan menepuknya berkata : "Dan ber-sungguh2. Suhengku memang suka berkelakar." "Kau takut aku tidak perqi Ngo-bie-pay?" To It Peng memandang pemuda itu. Semua kemarahan ditumpahkan kepadanya. "Suheng, bagaimana bila suhu tahu akan kelancanganmu yang membocorkan rahasia?" Bertanya sigadis memandang suhengnya. Apa yang kita harus lakukan?" "Mengapa bingung, yang mati bukanlah kita, bukan?" Berkata sipemuda. "Ah, kau hanya tahu kapentingan diri sendiri." gadis ini mengeluarkan suara keluhan panjang. To It Peng keluar goa, ia mengayun langkahnya yang berat. Sigadis mengejar keluar, ia berteriak: "Hei, kemanakan kau akan pergi ?" "Ngo-bie-san." Jawab To It Peng singkat. "Saudara T o It Peng, janganlah kau membawa adatmu." Berkata sigadis. "Belum waktunya kau menuntut balas. Kau akan pergi mengantarkan jiwa saja." "Benar. Tetapi jiwaku tidak akan terbuang dengan percuna. Aku dapat mengadu jiwa." "Maksud tujuan mencarimu ialah untuk manyerah kan sesuatu, kau tunggu sebentar." Gadis itu memandang sipemuda yang menyoren pedang, ia berkata : "Suheng coba kau serahkan benda itu kepadanya." Sipemuda melemparkan suatu benda. Benda ini disambut oleh sigadis yang segera menyerahkan kepada To It Peng. "Simpanlah baik2." katanya. "Benda inilah yang harus kau terima." To It Peng menyambuti benda yang diberikan kepada nya, benda ini berupa bambu kecil berukiran orang2 rimba persilatan. "Apa artinya benda ini ?" ia bertanya. "Apa guna benda ini padaku?" "Sebelum ayahmu menghadapi musuh kuat, ia pernah menemui guruku, diberikannya benda ini untuk diserahkan kepadamu, dikemudian hari. Dikatakan degan benda inilah kau boleh pergi kelembah Cang-cu-kok di Gunung Es." To It Peng tidak tahu dimana letak Gunung Es. Tentu saja iapun tidak mengsnal lembah Cang-cu-kok yang disebut. "Aku tidak mau kelembah Cang-cu-kok, aku ingin pergi kegunung Ngo-bie-san." Katanya sambil menggoyangkan kepala. Bidadari Dari Sungai Es 17 Pendekar Rajawali Sakti 131 Serigala Bukit Maut Pembalasan Mintarsih 2