Aji Mlati 2
Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye Bagian 2 "Kalau begitu kita temui dia. Kita belajar padanya," ujar Pendekar ke-33 dengan bersemangat. Mereka berkuda menaiki dan menuruni bukit, hingga sampailah ke air terjun tempat Aji Mlati dan Pungguh Tolol kena sihir pendekar iblis ini. "Agaknya dia sudah tidak di sini lagi," ujar Pendekar 33. "Aku masih disini, Pendekar Sihir!" terdengar suara dari guha di balik air terjun itu, Dan serentak dangan itu, meloncatlah Pungguh Tolo! manerobos air terjun itu, dan menyarang Pendekar 33. Tetapi serangannya gagal. Dia keburu jatuh jumpalitan ke batu-batu terkena jegalan Aji Mlati. Tapi dia segera bisa tegak di batu lagi dan menperingatkan Aji Mlati: "Kau telah kena sihir pendekar setan ini, dik Aji!" "Aku bukan adikmu, konyol!" teriak Aji Mlati dan melompat menerjang pendekar tolol itu. Si Tolol ketawa terbahak. Sementara itu Pendekar 33 berdiri tegak mengirimkan gelombang ilmu Sibinlya. Pungguh Tolol tahu bahwa dirinya disihir, Dia terbahak-bahak : "Tanpa tidur, sihirmu angin!" Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 23 Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Ucapan Pungguh Tolol itu sungguh menantang. Pendekar lblis 33 mulai membabi buta. Wajahnya yang semula cantik itu, seketika itu juga berubah dengan sangat mengerikan. Taringnya ketika mengaum muncuat keluar seakan haus daging manusia. Dia melompat bagai kilatan halilintar, ingin menubruk leher Pungguh Tolol. Tetapi dengan mendahulukan dua telapak kaki mencuat menabrak perut Pendekar 33, Pungguh selamat dari gigitan, Justru si Pendekar lblis itulah yang bagai kitiran mental ke udara. Tetapi dia hinggap ditengah pohon, Namun Pungguh Tolol menggunakan tenaga dalamnya menerjang pohon itu. Pohon itu tumbang, dan tubuh Pendekar lblis 33 pun terlempar. Ketika pohon itu roboh, Pendekar lblis menjadikannya sebuah senjata! Dia pikul pohon itu, dan dia lempar bagai melempar anak panah, Pohon itu melayang siap menerjang Pungguh Tolol. Tetapi Pungguh menangkis "ujung tombak" pohon itu dengan mengerahkan seluruh tenaga intinya pada kedua telapak tangannya, Telapak tangan itu membakar ujung tombak pohon itu ketika membentur telapak tangan si tolol, lalu kembali bagai boomerang kearah Pendekar lblis 33 itu . . , Andaikata ia tak menghambur ke udara, tentulah ia akan mampus seketika. Tetapi setiba di udara dia merasa kena sabetan kepak bangau yang dikelepak Pendekar Tolol itu. sehingga tubuhnya kembali menabrak sebuah pohon dan tumbanglah pohon itu! Kini Pungguh Tolollah yang mengambil pohon itu, memikulnya, lalu melemparnya melesat menuju tubuh Pendekar lblis 33. Dia berteriak lantang! Aji Mlati ngamuk melihat "kakeknya" tersentak bagai menempel pada sebuah pohon lain setelah ditabrak "anak panah raksasa" yang dilempar oleh Pungguh, Dengan mempermainkan pedangnya berpindah ke kiri dan ke kanan, dia rupanya sedang memainkan "jurus tipu" agar Pungguh tak tahu mana yang pedang dan mana yang bayangannya. Pungguh mundur terus menghindari kemungkinan salah tangkis. Ketika Pungguh mundur ini, si Pendekar Iblis 33 yang sudah kembali pulih sehat mau menjebaknya dari belakang. Tetapi ketika itulah Pungguh Tolol menggunakan tangkisan jurus kipas bangau kawin, sehingga kaki Pungguh menggedor ke belakang mengenai dada Pendekar lblis, sementara tangannya menangkis Pedang Tien Yuan yang diayunkan oleh Aji Mlati, Pungguh merasa dirinya dalam keadaan terancam, Ketololannya berubah menjadi kesungguhan. Bahaya pedang sakti Tien Yuan dirasakannya mengancamnya. Maka dalam sekelebatan dia sudah mainkan jurus Seratus Bayangan. Sehingga setiap pedang sakti itu diayunkan Aji Mlati, yang terkena cuma bayangan tubuh Pungguh Tolol belaka. Hal ini membuat Aji Mlati penasaran. Dia berubah menjadi kalap, Justru Koleksi KANG ZUSI kekalapan ini menguntungkan permainan Seratus bayangan. Melawan jurus seratus bayangan harus dalam keadaan sadar penuh bagi lawannya. Kini Pungguh Tolol dalam keadaan dipepet terus oleh Aji Mlati itu, harus menyelamatkan Aji Mlati. Caranya adalah merebut pedang itu. Dan dengan pedang itu Pendekar lblis harus ditumpas terlebih dahulu. Untuk itu Pungguh Tolol mesti memainkan dua macam permainan. Jurus seratus bayangan harus silih ganti dangan jurus cengkeram bangau. Dia harus menangkis sekaligus mencengkeram pergelangan tangan Aji Mlati agar pedang itu lepas. Pungguh telah mencoba jurus ganda itu. Tepi kesulitan terjadi. Sebab Pendekar iblis harus dilayani pula, kendati dengan cuma menggunakan jurus tendangan kaki. Ini mempengaruhi tiap langkah bagi pertukaran jurus 100 bayangan dengan jurus cengkeram bangau. Tetapi dia dapat akal. Seluruh konsentrasi kini dia arahkan untuk memukul habis Pendekar lblis dengan jurus kepak bangau, sementara Aji Mlati ditangkis dengan permainan harimau. Ketika Pendekar Iblis menggoda terus dari arah depan, Pungguh membiarkan tangannya untuk menghancurkan Pendekar Iblis sehingga pendekar iblis itu terus mundur dan bahkan terjungkir balik. Aji Mlati dua tiga kali memukul punggung Pungguh Tolol dengan mata pedang saktinya, tetapi selalu ditangkis oleh kibasan "ekor harimau." Akibatnya dua tiga kali Aji Mlati terpelanting ke kiri dan ke kanan. "Lari!" teriak Pendekar Iblis 33 melihat mengamuknya Pungguh Tolol. Dia lari, diikuti oleh Aji Mlati yang juga melarikan diri dengan naik ke punggung kuda. Nafas Pungguh Tolol ngos-ngosan karena keletihan. Dia berkata sendiri: "Jika mereka teruskan, pasti aku kalah. Untung mereka melerikan diri, ha-ha-ha," dan mandilah Pungguh Tolol sampai basah kuyup di air terjun itu. Sementara itu, Aji Mlati dan Pendekar Iblis 33 memasuki padepokan Bukit Sibungkuk. Mereka disambut oleh kawanan murid sang pendekar. "Kami baru membawa hasil rampokan," ujar Kepala Murid. "Bagus," ujar Pendekar Iblis, "Malam ini buatlah kambing guling." Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 24 Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Semula, Pungguh Tolol mengira, laporannya kepada Ki Ca Hya akan membuat guru besar itu terkejut. Wajah beliau hanya bergerak sedikit. Baru kemudian Ki Ca Hya berkata singkat: "Aku memaafkan kesalahanmu, sebab itu bukan satu kesalahan, Kematian Murid Kelima didikanku ketika Enam Murid Utama bertarung dengan kau adalah bagian dari kemestian dan suratan. Lima muridku yang pulang dengan tangan hampa tanpa membawa cucuku Aji Mlati tidak membuat aku murka. Setidaknya mereka telah mengalami pertarungan hebat melawan permainanmu yang mengagumkan, Tidak aku sangka kamu begitu hebat mengamalkan ilmu yang aku berikan dan yang kau curi secara rahasia, namun aku restui. Kini, yang membuat aku hiba adalah nasib Aji Mlati." "Saya benar-benar tertipu ketika diculiknya Aji Mlati, justru saya dalam keadaan kena sihir," kata Pungguh Tolol. "Aku tahu. Dan aku juga tahu yang menculik Aji Mlati adalah salah satu dari Seratus Pendekar lblis. Mereka ini, secara turun temurun mengadu domba pendekarpandekar yang baik, Baik menculik, maupun membuat Kitab-kitab palsu termasuk kitab keramat Kitab Tujuh. Di Kumayan saja, sarangnya para pendekar, sudah banyak yang terkena tipuan Kitab Tujuh. Sehingga para pendekar yang ilmunya baik-baik , sehingga pendekar semacam Ki Lading Ganda merasa ilmunya setingkat dengan Ki Karat dan Ki Putih Kelabu. Padahal Ki Lading Ganda tidak tergolong salah seorang dari Tujuh Pendekar Harimau. Kini terserah kepadamu, apakah hatimu tergerak untuk memikul tugas ini." Pungguh Tolol terdongak dengan wajah serius : "Saya akan memikul tugas" Tugas apa, tuan Guru?" "Menumpas iblis-iblis itu." "Maksud tuan , . . menumpas Seratus Pendekar Iblis " tanya Pungguh Tolol dengan ketololan dan gemetaran. "Tentu tidak. Dangan kata lain menculik kembali Aji Mlati sebelum dia dikacaukan oleh ilmu persilatan setan." "Saya mesti mengetahui tempat si penculiknya, tuan Guru. Saya tidak tahu," ujar Pungguh Tolol. "Pernah mendengar nama Bukit Sibungkuk?" "Pernah, Tuan Guru." "Kesana kau berangkat. Di sana bermukim salah seorang dari seratus penganut ilmu iblis yang namanya Pendekar lblis ke 33. Disebelah Bukit Sibungkuk itu ada satu bukit Koleksi KANG ZUSI lagi namanya Bukit Sitonjang, Di sini bermukim pendekar jangkung yang juga penganut ilmu iblis. Dia pendekar ke-66. Harus kau ingat, pendekar 33 dan 66 ini bersaing, juga bersaing dengan pendekar 99, Tetapi jika mereka terjepit, mereka bersatu," Pungguh Tolol garuk-garuk kepala. "Kenapa garuk kepala, Tolol?" "Aku bingung, tuan Guru!" "Jangan bingung, Aku sudah maafkan kesalahanmu dan kau tak bersalah. Kini kau tinggal menyusul lima muridku yang sudah aku kirim ke sana sebelum tadi kau tiba." "Ha" Lima Murid Utama sudah tuan Guru kirim kesana?" "Betul sudah." "Kalau begitu saya berani, Tuan Guru." Ki Ca Hya tertawa : "Kau punya kelebihan. Kerendahan hati. Semua ini berkat ketololanmu juga." "Perintahkan padaku dengan restu Tuan Guru agar saya berangkat detik ini juga," ujar Pungguh Tolol. Ki Ca Hya membuka sebuah kotak panjang berukit. Lalu dia untalkan sebuah pedang pada Pungguh Tolol. Pungguh menyambutnya dan ketawa heran, "Kau pernah mencuri pedang itu dan bermain didepan Air Terjun Rahasia Tiga tahun yang silam" kata Ki Ca Hya. "Jadi tuan tahu saya pernah mencurinya," ujar Pungguh, "Bahkan saya tahu engkau sudah tamatkan membaca buku tuntunan memegang Pedang Ular." "Jadi pedang ini bernama Pedang Ular ya tuan Guru?" tanya Pungguh. "Ah, jangan barlagak pilon, Kau sudah menggunakannya tujuh minggu dan kau pun sudah tahu nama pedang itu, bahkan cara menggunakannya!" "Jadi tuan Guru juga tahu saya mengetahui nama pedang ini, dan saya pandai menggunakannya, ya?" Koleksi KANG ZUSI "Jangan banyak bohong lagi, Tolol! Detik ini kau berangkat dalam restuku!" dan Ki Ca Hya menendang pantat Pungguh yang berjumpalitan dengan lincah seraya memainkan jurus bunga pedang Ular itu. Mata sang Guru melepas si Tolol dangan penuh kekaguman. Cara dia membunga justru bunga dengan kelincahan, melegakan hatinya. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 25 Aji Mlati Ternyata, sebagaimana ketololan menjadi kebiasaannya, Pungguh Tolol pun sudah salah mengambil jalan masuk. Dia masuk ke Bukit Sitonjang yang dikuasai oleh Pendekar Tonjang lblis 66. Begitu dia masuk warung, dia digeledah. Dia dicurigai seorang pendekar yang sedang menyamar. "Tadi ada pengangsu air memberitahu bahwa kamu mambawa pedang sakti. Mana pedang itu?" Pungguh Tolol menyahut ; "Memang ada. Tapi sudah kembali ke pemiliknya!" "Siapa pemiliknya?" "Yaitu Pemilik Langit," ujar Pungguh Tolol seraya ketawa. Pemilik warung menengahi ; "Tak usah dicurigai dia. Dia ini sudah aku kenal belasan tahun. Anak ini Pengemis Tolol. Tadi ketika masuk sudah mengemis, periksa kantongnya mana ada uang" Apalagi pedang!" "Kalau begitu tambah nasinya lagi," ujar Pungguh Tolol. Si penyelidik juga ikut tertawa. Kini ia yakin memang keterangan pemilik warung itu betul. "Dia kami kenal Pengemis Tolol. Bukan pendekar, Kalau kamu mau tahu berita penting, memang dia sumbernya," kata pemilik warung. "Berikan kepadaku keterangan," ujar penyelidik. Koleksi KANG ZUSI "Keteranganku tidak berita besar. Cuma satu berita kecil, bahwa kini Pendekar 33 di Bukit Sibungkuk sudah memiliki Pedang Tien Yuan asal Tiongkok, yang keramatnya bukan kepalang." Mendengar berita itu, si penyelidik berseru girang ; "Ini bukan berita kecil. Ini berita besar yang mesti diketahui Guru Tonjang!" Lalu, si penyelidik memasuki tempat pertapaan Pendekar Iblis 66 dan bersujud di depan telapak kakinya : "Aku membawa penting. Menurut Pengemis Tolol yang gemar mengembara. Kini si Bungkuk di Bukit Sibungkuk sudah memiliki pedang Tien Yuen. Bukankah pedang itu yang tuan rindukan mencurinya dari padepokan Ki Ca Hya selama 30 tahun?" Mata Pendekar Tonjang melotot. Dia langsung memukul gong tiga kali dan dalam sekelebatan sudah berkumpul 66 orang murid utamanya. Seketika itu juga dia mengumumkan : "Kita berangkat ke Bukit Sibungkuk, Pendekar lblis 33 tidak layak untuk memiliki pedang sakti itu! Kalian, 22 orang, bertugas membakar padepokannya sampai habis. Yang 22 lagi merampok, Dan yang 22 lagi ikut dengan aku untuk menghabisi Pendekar 33 dan merebut pedang sakti itu!" "Siap!" sahut murid-murid utama Pendekar Tonjang. Lalu Pendekar Tonjang memberi perintah kepada si penyelidik!" Kamu tangkap si Pengemis Tolol itu. Beri dia makan kenyang. Lalu bunuh!" Si penyelidik segera menuju warung tadi. Tetapi ketika dia tiba, pemilik warung berkata bahwa si PengemisTolol sudah lama berlalu, dan memang betul. Dia sudah lama berlalu. Di pinggiran bukit Tonjang itu, dia ambil Pedang Ular yang dia taruh di dahan pohon sawo. Lalu dia dengan lincah menyeberangi sungai ular yang melingkar membatasi Bukit Tonjang dan Bukit Sibungkuk. Dan dia kemudian sedang nangkring diatas dahan pohon wuni sewaktu 66 orang pasukan Si Tonjang menyeberangi sungai ular itu. Benar-benar kelakuan manusia tolol. Dia terkikihkikih menahan ketawa sembari menikmati buah wuni dengan sikap menonton. Baru kemudian dia turun mengikuti jejak pasukan siTonjang dari belakang. Bukankah kelakuan begini ini berbahaya" Tidak. Pungguh Tolol tidak pernah merasa terancam bahaya, kecuali jika bertarung dengan pendekar yang lebih jago ilmunya daripada dia. Dia santai saja melangkah, kadang cepat kadang lambat, mengikuti dari jarak jauh, kadangkala malahan memunguti sisa makanan yang dibuang oleh pasukan si Tonjang itu. Lalu dia mamanjat lagi pohon pucung yang amat tinggi. Dengan begitu dia tahu arah yang ditempuh pasukan yang sedang menyerbu Bukit Sibungkuk, Lalu dia melompat dengan jurus kalong ke dahan pohonan yang lebih rendah, melompat lagi di antara pohonan itu bagai melompatnya siamang rimba. Dia memang belum pernah bersungguh-sunguh selama hidupnya. Koleksi KANG ZUSI Maka, ketika dia menyaksikan beberapa pondok terbakar di padepokan Bukit Sibungkuk, diserta seru dan seramnya pertarungan dua gerombolan pendekarpendekar iblis itu, Pungguh Tolol malahan menonton. Dan tiba-tiba saja ada yang menepuk bahunya : "Hai, kenapa kamu cuma nonton saja, Pungguh?" Waktu Pungguh Tolol menoleh dia menyahut : "Hei, Pendekar Pertama! Kita hemat tenaga saja sembari melihat-lihat kalau-kalau Aji Mlati terlihat dalam persilatan seru ini. Nanti kalau mereka sudah capek, baru kita melibatkan diri. Kalian berlima di sini saja dulu bersamaku. Ada makanan ndak?" Lima pendekar Murid Utama memberikan makan dan minum pada si Tolol. Si Tolol terkekeh girang. erial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 26 Aji Mlati Angin beliung tiba-tiba memasuki desa Bukit Sibungkuk. Api dari padepokan Pendekar Iblis ke-33 menjalar ke atap-atap ilalang rumah penduduk. Teriakan persilatan di padepokan yang diserbu oleh kawanan Pendekar lblis ke-66 kini ditambah lagi oleh teriakan penduduk. Desa Sibungkuk banjir darah. Seorang ibu yang melarikan bayinya dalam gendongan dan terpaksa melintasi padepokan yang dilanda kerusuhan itu, tidak memperdulikan ketika tiba-tiba bayinya terkena darah yang memancur dari tubuh salah seorang pendekar iblis itu. Ibu itu terus lari dengan selamat. Aji Mlati kian terdesak. Pedang sakti Tien Yuan warisan neneknya yang sekarang sudah dia ambil alih dari tangan Pendekar Iblis ke-33 itu, secara membabi buta dia tebas ke leher siapa saja yang berani mendekatinya. Ketika Pendekar Sibungkuk ke-33 menghampiri dirinya, Pendekar lblis ini sempat berteriak; "Jangan tebas aku! Aku Kakekmu!". suara teriakan itu tidak sempat terdengar oleh Aji Mlati. Pedang itu cuma kelihatan kilatannya saja, Kemudian Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sebuah kepala meloncat dari leher dan darah pun mancur lalu Pendekar Iblis itu roboh. Hal ini terlihat oleh Pendekar lblis ke-66. Karena dia jangkung dan lebih dikenal sebagai Pendekar Sitonjang, sewaktu dia menghampiri Aji Mlati, tubuh jangkung itu terlihat oleh Pungguh Tolol. Pungguh Tolol memberi isyarat kepada Lima Murid Utama : "Sekarang giliran kita melibatkan diri!" Koleksi KANG ZUSI Dia menghamburkan tubuhnya ke tengah api dan langsung menubruk Pendekar Iblis Sitonjang, Pendekar Jangkung itu mampu menahan tendangan Pungguh Tolol, sehingga Pungguh Tolol terjengkang kebelakang, jatuh terlentang dan bajunya terbakar api. Kejadian ini benar-benar dimanfaatkan oleh Pendekar Sitonjang dengan ilmu hitamnya. Dia semburkan gelombang api dari mulutnya, sehingga baju si Tolol yang terbakar api itu semakin berkobar apinya. Pungguh Tolol yang semula tidak menggunakan Pedang Ular, kini mencabut pedang dan dengan jurus bangau kawin dia ayunkan pedangnya untuk menghabisi nyawa Pendekar Jangkung itu, Pendekar lblis ini sekonyong tertolong oleh masuknya Aji Mlati setelah dia melihat kepala Pendekar lblis ke-33 yang dia kira kena tebas Pendekar Tolol yang memegang pedang itu. Aji Mlati tidak ingat bahwa si Tolol itu bukan musuhnya. Maka dengan darah iblis mengalir ditubuhnya ketika itu, Aji Mlati secara membabi buta menyerang pula Pungguh Tolol sehingga pertarungan jadi dahsyat sebab bila dua pedang sakti itu beradu maka meloncatlah api disertai bunyi petir. Kebakaran semakin merajalela. Pungguh Tolol kini berhadapan dengan si pendekar perawan Aji Mlati yang rupanya sudah membabi buta seperti kemasukan, sehingga si Tolol kewalahan sebab dia pun terkena serangan Pendekar lblis ke-66. Tetapi, dengan berkelit diantara api yang mambahana, Pendekar Pungguh Tolol berhasil menggebuk pedangnya ke punggung Pendekar lblis ke-66. Punggung itu tidak robek, namun Pendekar lblis Tonjang itu muntah darah, jatuh menyeruduk api dan serta merta terbakar. Pungguh Tolol menari : "Hureeee, mampus kamu!" Melihat hal itu Aji Mlati jadi terbengong sejenak. Pedang Tien Yuan yang berada ditangannya sepertinya kehilangan lawan. Memang hal ini benar. Sebab, pasukan Pendekar Iblis Tonjang seketika melihat ketuanya sudah rubuh dan dimakan api, tidak lagi melakukan perlawanan terhadap lima pendekar utama anak buah Pendekar Pungguh Tolol. Bahkan mereka sudah lari sebegian seketika melihat api melalap rumah-rumah dan seketika mereka melihat betapa jagonya Pungguh Tolol. Maka, ketika nyala api masih berkobar itu, dengan terpelongo beberapa saat lamanya, Aji Mlati mulai dijangkiti kesadaran dari apa yang sudah diperbuatnya. Memang dengan mati terbunuhnya Pendekar Iblis 33 dan Pendekar Iblis Tonjang ke66, arus Iblis yang dialirkan dua pendekar marhum itu mulai lolos dari aliran darah Aji Mlati. Aji Mlati akhirnya sepenuhnya sadar. Api mulai padam berangsur-angsur. Aji Mlati mencium pedang saktinya itu, seraya berkata ; "Untung kau tidak jatuh ke tangan musuh." Koleksi KANG ZUSI "Tapi kamu musti berterima kasih pada orang Tolol," ujar Pungguh Tolol sembari ketawa ngikik. "Berterimakasih padamu?" "Ya!" "Apa jasa kamu, Kak Pungguh Tolol?" "Tidakkah kamu sadari, bahwa tadi kamu memusuhi kami, berkali-kali hampir membunuhku dan membuat aku hampir tewas dengan pedang saktimu itu" Tak sadarkah kamu ketika itu?" "Aji sama sekali tidak sadar, kak!" "Kalau begitu kamu musti belajar jatuh cinta," ujar si Tolol. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 27 Aji Mlati Seraya mengucapkan kata-kata itu, malahan Pungguh Tolol akan memeluk Aji Mlati. Aji Mlati mengelak dengan mata berang seraya berkata : "Terkutuk kamu bila menyentuh perawan berdarah biru!" "Baiklah, darahku asal comberan," ujar Pungguh tolol. "Maka pakai otak sedikit jika merayu." "Aku tidak butuh merayu dengan rayuan gombal. Aku cuma butuh memeluk kamu." "Itu melebihi merayu!" "Sudah pasti." "Antar aku pulang meninggalkan Bukit Iblis ini," ujar Aji Mlati. "Mestinya aku diupah," ujar Pungguh Tolol. "Apa upahnya?" Koleksi KANG ZUSI "Cium pipi." "Ih, kamu genit," Aji Mlati menggerutu seraya menyarungkan pedang Tien Yuan disertai hentakan kaki. Pungguh Tolol ketawa nyengir, disertai ketawa ngakak para pendekar utama yang kelihatannya gembira sebab telah berhasil menemukan Aji Mlati sebagai utusan Ki Ca Hya. "Nah, melangkahlah ke timur," ujar Pungguh Tolol mempersilakan Aji Mlati. Aji Mlati menuruti perintah. Pungguh Tolol mengiringinya. Semula berdampingan. Tapi lama kelamaan langkah Aji kian cekatan. Dan Pungguh Tolol mempercepat langkahnya seraya berser: "kalau jalan disamping kekasih jangan seperti kijang melangkah, dik Aji!" "Kekasih?" "Ya. Apa kamu kira aku tidak ganteng?" Aji Mlati melirik Pungguh Tolol, kemudian dengan muka cemberut tapi tersenyum manis dia berkata: "Kamu memang ganteng, kak Tolol. Cuma sayangnya kamu tolol." "Teman tolol adalah pintar. Dan kamu pintar, Dik!" "Huh, pintar sekali kamu berdebat" "Awas, nabrak pohon !" seru Pungguh Tolol segera menyambar tubuh Aji Mlati yang hampir menabrak pohon pucung. Tubuh perawan itu masuk ke rangkuman dada si Tolol. Lalu tanpa diduga Aji Mlati tersenyum . Hal ini membuat Pungguh Tolol girang dan berkata : "Aku kira kamu menolak pelukan saya." Aji Mlati menggeliat keluar dari pelukan Pungguh Tolol. Dan berkata dengan terlebih dulu menghentakan kaki :"Bicara jangan seenaknya ! Nanti mulutmu itu aku sumbat!" "Disumbat dengan apa?" tanya Pungguh Tolol. "Dengan tinjuku." "Aduh, nikmatnya. Terutama jika gigiku gatal dan menggigit tinjumu itu, dik perawan cantik!" "Kamu tidak malu merayu disaksikan murid utama Guru besar?" Koleksi KANG ZUSI "Aku cuma mengajari mereka cara berpacaran para pendekar," ujar Pungguh Tolol, yang membuat Aji Mlati menghentikan langkahnya dan menyepak pantat pendekar Tolol itu. Pendekar Tolol itupun jatuh jungkir balik, tapi jatuh jungkir baliknya disengaja. Begitu tubuh itu jatuh terakhir kali, tubuh itu tidak bergerak. Aji Mlati ketakutan dan berlari menyamperi. Begitu dia lihat nafas Pungguh Tolol tidak tampak menggerak dada, Aji Mlati kebingungan. Dia menoleh kepada para pendekar murid utama : "Dia mati!" Aji Mlati berjongkok. Telinganya dia raptkan ke dada Pungguh Tolol. Waktu itu sang pendekar bego itu mendekapinya seraya ketawa : " Aku berlagak mati, ya?" "Kurang Ajar!" "Jangan mengutuk," ujar si tolol seraya cepat berdiri lagi. "Itulah cara aku menjebak, apakah kamu jatuh cinta kepadaku atau tidak. Pendeknya, kamu jangan mangelak lagi bahwa dalam hatimu yang perawan itu telah hinggap seekor kumbang andaikata hatimu itu bunga mawar!" "Lagi-lagi aku jemu rayuan gombalmu!" "Pendekar itu baru lengkap apabila pandai merangkai kata", ujar Pungguh Tolol mengejar langkah Aji Mlati yang semakin cepat melewati hutan belantara menjelang lembah itu. Ucapan Pungguh Tolol itu menjadi pikiran Aji Mlati. Lalu ketika si tolol berhasil mengejarnya hingga melangkah berdampingan. Aji Mlati bertanya : "Kak Tolol, apa betul ketinggian pendekar itu tergantung dari mutu syair yang dia ucapkan?" "Maka belajarlah ilmu syair dariku, dik Aji manis", ujar si Tolol sembari ketawa ngakak. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 28 Aji Mlati Keadaan santai yang dialami para murid Ki Ca Hya itu berbeda dengan yang sedang dialami oleh Ki Harwati. Koleksi KANG ZUSI Dia sedang bertapa dalam keadaan kesurupan, lalu mendengar wisik suara halus ; "Cegat mereka! Rebut pedang Tien Yuan dari tangan Aji Mlati, lalu bunuh dia dan semua kawan-kawannya! Sesungguhnya, jika pedang itu ada ditangan kamu, kamu akan sakti terutama jika kembaran pedang Tien Yuan itu sempat kau peroleh. Ayoh, bangkit, dan hancurkan dia sampai modar!" Harwati loncat dari guha Bukit Bunga! Apa bunyi bisikan itu ternyata menjadi bukti nyata. Dia melihat pendekar yang masih perawan dengan pedang dipinggang belakang. "Inikah dia, lblis?" tanya Harwati. "Betul. Dialah Aji Mlati, cucu Ki Ca Hya yang ilmunya tertinggi diantara tujuh pendekar harimau." "Siapa yang satu lagi?" "Itu Pungguh Tolol, murid Ki Ca Hya. Tapi itu lawan gecel!" "Katakan padaku, sebelum aku habisi nyawa mereka nama Kitab yang dipegang oleh Ki Ca Hya, lblis!" "Semua kitab syair. Kitab Kebun Senjata, Kitab Muka Jelek. Tapi sabarlah! Kau rebut dulu pedang sakti itu. Dan tebaslah lehernya dangan pedang itu, baru kau nanti pergi ke padepokan Ki Ca Hya dan ambil semua kitab dan senjatanya. Ada 99 senjata ampuh padanya, termasuk Pedang Ratu Kelabang!" "Kepala Harwati menggerumat mendengar wisik Iblis itu. Dia langsung berteriak lantang meloncat ke udara dengan bersalto di udara lalu mendarat tepat tujuh langkah didepan Aji Mlati dan Pungguh Tolol serta lima pendekar murid utama. "Kau harus tahu , aku Ki Harwati, salah seorang pewaris ilmu harimau. Aku akan merajai seluruh kawasan 100 bukit para pendekar ini! Jadi rasanya lucu kalau anak perawan remaja semacam kau menyelipkan pedang di pinggangmu". "Ha-ha-ha. Gertak sambel. Belum kenal siapa aku ya?" Pungguh Tolol masih terkakak ketika dia belum sempat mencabut Pedang Ularnya sudah disabet pinggangnya sehingga dia berteriak sembari jungkir balik menabrak lima pendekar murid utama yang kesemuanya jatuh tersungkur. "Ha-ha...aku tidak lecet segores pun. Aku sudah bangun," ujar Pungguh yang memang sudah memasang kuda-kuda untuk menangkis pelbagai kemungkinan. Koleksi KANG ZUSI Aji Mlati melihat ke arah Pungguh Tolol. Ketika itulah Harwati menyerbu dengan jurus selang semaruk birahi, mengeleparkan tubuh Aji Mlati dan mencoba merebut pedangnya tetapi Aji Mlati sempat berkelit meloncat dengan jurus bangau berkelit, sehingga dua gebrakan tangan Aji Mlati sekaligus menetak ubun kepala Harwati, sehingga Harwati sempoyongan. Ketika itulah Aji Mlati cepat mencabut pedang Tien Yuan yang sakti itu. Ketika dia maju dengan jurus kembangan, dia mendengar wisik ; "Jangan bunuh dia. Tetak tubuhnyad engan punggung pedangmu saja!" Aji Mlati kuatir itu bisik godaan. Dia langsung meloncat dengan jurus sayap kibas bangau, sembari mengayunkan pedang ke arah leher Ki Harwati. Dengan nafas didesak keatas, Harwati sudah ke udara dan Aji Mlati cuma menebas angin belaka! Aji Mlati blingsatan. Dengan suara geram dia maju beberapa langkah. Pungguh Tolol mencoba mau mengacak-acak pikiran Harwati. Maka dia loncat ketengah menjadi penghalang Harwati yang rupanya siap menyerang, serangan jurus cakar elang yang semestinya menghantam Aji Mlati , ternyata mengenai Pungguh Tolol yang muncul ketengah. Akibatnya dia menderita luka parah pada punggungnya terkena cakaran elang Harwati dan menjerit membebaskan diri dengan menggeliat beberapa kali. Keadaan inilah yang digunakan oleh Aji Mlati . Dia sabetkan pedangnya tetapi pedang itu membalik sendiri. Sehingga punggung pedang itulah yang mengenai kepala Harwati. Akibat terbaliknva pedang itu secara otomatis, maka otomatis pula tubuh Aji Mlati terbalik dan harus sempoyongan karena kaki menggebrak bumi terlalu keras. Harwati semakin buas. Dia maju. Maju dan maju beberapa langkah. Dan Aji Mlati terpaksa mundur-mundur, dan mundur beberapa langkah. Ketika itulah dia mendangar wisik lagi : "Sudah aku peringatkan, pedang Tien Yuan jangan dipakai untuk melukai lawanmu! Bikin saja kepalanya benjol dengan menetakkan punggungnya, atau bagian tubuh lainnya bengkak membiru terkena tetakan punggung pedangmu!" "Siapa tuan!?" Aji Mlati bertanya dengan tetap mundur terus. "Aku kakekmu, Aji!" Soal jawab dalam wisik ini memungkinkan konsentrasi terpecah, sehingga ketika Aji Mlati mengayunkan pedang bertepatan dengan loncatan Harwati, pukulan punggung pedang tak begitu kuat. Pedang itu malah direbut Harwati ! Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 29 Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Dengan satu sentakan ke samping, pedang Tien Yuan sudah direbut oleh Ki Harwati vang kesetanan itu. Pungguh Tolol menganggap hal itu gawat sekali, Maka dia menghamburkan diri ke udara, dan menggebrit ke bawah dengan dua dengkul menjepit dua bahu Harwati, sehingga Harwati sulit untuk mengayunkan pedangnya. Aji Mlati loncat menubruk punggung pedang dari samping, dan dia terlempar lagi ke samping karena gagal melakukan rebutan! Pungguh Tolol pun terlempar ketika dua kuakan sayap elang jurus lepas jepitan itu dilakukan oleh Harwati. Harwati menggebrak ke samping, menetak kepala Pungguh Tolol dengan mata pedang Tien Yuan, tetapi satu suara gaib terdengar serentak pedang itu menetak ; "Tabu!" Pedang Tien Yuan membal, bahkan terlepas dari pegangan Harwati. Pedang diudara itu jadi rebutan dua pendekar wanita yang berusaha saling cepat meloncat ke udara dengan dahsyatnya, tetapi Aji Mlatilah yang lebih dulu memegang gaganq pedang itu. Pedang itu ia sabetkan dengan mata pedangnya Tertuju ke tubuh Harwati tetapi lagi-lagi pedang itu membalik sendiri, sehingga terdengar bunyi gedebug yang keras. Punggung pedang itu mengenai tulang punggung Harwati, sehingga ketika dia jatuh ditanah dia terhuyung menyeimbangkan tubuh, "Aku menyerah," ujar Harwati dengan menghatur sembah pada Aji Mlati yang maju dengan cepat, hampir menebaskan pedangnya ke kepala lawannya. "Jangan layani, hantam terusl" perintah Pungguh Tolol, yang membuat Aji Mlati tanpa pikir menghantamkan mata pedangnya ke batok kepala Harwati tetapi lagilagi bukan mata pedang itu membacok kepala musuhnva, melainkan pedang sakti itu membalik dan kepala musuh cuma terkena punggung pedang itu. Malahan karena kerasnya pembalikan pedang secara otomatis itu, Aji Mlati terguling beberapa kali setelah tetakan mengenai sasaran. Kening Harwati bencok sebesar telur itik. "Ampun, kalian berdua kebal. Aku menyerah dan ingin berguru pada kalian," ujar Harwati seraya meratapkan tangisnya. Ratapan tangis itu menggoda ki PungguhTotol yang berkata pada Aji Mlati "Kali ini dia benar." "Aku sungguh mau belajar," ujar Harwati meratap lagi, menyembah dan mencium kaki Aji Mlati. Bertepatan dengan itu pula, lima pendekar murid utama bangun dari pingsannya yang cukup lama. "Kalian berlima mengawasi tawanan yang akan belajar ini," ujar Pungguh Tolol pada lima murid utama. Mari kita lanjutkan perjalanan, dik Aji," ujar si Tolol yang kemudian berha-haha dengan cekakak panjang hingga lembah itu bergetar. Koleksi KANG ZUSI Langkah dimulai. Aji Mlati seperti menggiring Harwati yang jalan di depan. Lima pendekar dibagi tiga orang dua dua orang seperti menjepitnya. Pungguh Tolol tertawa seraya menyamber sebuah kelapa muda berpohon rendah. Sepanjang jalan dia mengambil kulit kelapa, lalu menotok batok dan minum sendirian, lalu makan daging kelapa muda itu. "Repot kalau kawasan ini tidak ada warung. Aku kepingin mengemis lagi," kata Pungguh Tolol. "Ini kawasan sakti," kata Harwati tiba-tiba. "Darimana kau tahu ha?" tanya Pungguh Tolol. "Aku mengetahuinya dari pendekar Iblis." "Apa kesaktian Bukit ini?" "Bunganya, Bunga Wijayakusuma. Aku bertapa di kulit guha kecil sana, agar Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mendapatkan kesaktian bunga Wijayakusuma itu. Tapi kalian sudah keburu datang. Hah, aku senang bisa berguru dengan kalian supaya bisa membaca Kitab Kebun Senjata." "Jangan dengar omongan orang gila, dik Aji," ujar Pungguh Tolol. "Tapi darimana kamu mengetahui Kitab Kebun Senjata itu, hei gila?" "Semua dari Guruku, Pendekar Iblis." "Kami kuatir kau menyamar untuk belajar, padahal kau ingin mencuri kitab pusaka kakekku," ujar Aji Mlati. Tanpa diduga, Ki Harwati membalik berkelebat, lalu merampas pedang dari tangan Aji Mlati, tetapi dengan cepat dia sudah meloncat ke pohon dan dahan seloncat demi seloncat bagai meloncatnya burung katung. Yang tampak hanya kilatan pedang, yang berbinar berkelip terkena sinar matahari, lalu hilanglah Harwati dan pedang Tien Yuan sakti itu secara mempesona. Sungguh mengherankan, Aji Mlati maupun Pungguh Tolol apalagi lima murid utama itu, barulah sadar bahwa pedang sudah dirampas dan dilarikan setelah Harwati lenyap dari mata diantara pohonan. Koleksi KANG ZUSI "Kita celaka," ujar Pungguh Tolol, "Kita tertipu ilmu iblis. Itulah kesalahanku paling besar. Jangan-jangan pedang itu akan menggorok Guru!" Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 30 Aji Mlati Apa yang difirasatkan oleh Ki Pungguh Tolol itu, sekalipun dia orang tolol, bisa saja menjadi kenyataan. Sebab, kenyataannya, Ki Ca Hya sedang duduk bersila di depan air terjun rahasia. Beliau sedang tafakur bertapa. Beliau sedang merasakan pergolakan darahnya bergetar lebih cepat. Matanya terpejam. Tapi karena golak darah bergetar semakin cepat maka beliau membuka matanya. Dan dia amat kaget seketika. Sebab air terjun itu, yang biasanya teratur turunnya dengan irama dan tatanan yang baik, hati ini dirasakan kacau. Lalu Ki Ca Hya mengangguk-angguk kepala seraya berkata sendiri : "Aku tahu, ada yang tidak beres pada cucuku". Dan tiba-tiba ilmu pandang tembus Ki Ca Hya melihat getaran cahaya melintang pada air terjun itu. Panjangnya sekira panjang sebuah pedang, Lalu Ki Ca Hya mancoba berdialog ; "Kamukah itu Ki Tien Yuan?" Tak terdengar wisik. Lalu Ki Ca Hya menanya lagi : "Jika kamu Ki Tien Yuan, coba jelaskan bentukmu itu dimataku!" Hanya sekilas, getaran cahaya yang melintang itu memang berbentuk pedang, lalu lenyap, dan air terjun tadi mulai teratur kembali. Ki Ca Hya lantas berdiri, mundar mandir di depan air terjun rahasia itu. Kemudian dia pejamkan mata, dia menatap jauh dalam pejam mata mencoba memperkuat pandang tembusnya seraya berbisik : "Siapa yang memegangmu sekarang Ki Tien Yuan?" Sekelebatan, jelas, bukan Aji Mlati. Barulah Ki Ca Hya yakin, bahwa yang memegang pedang sakti itu tak lain adalah puteri Ki karat. Harwati! "Celaka orang ini," Ki Ca Hya menggerutu seraya berhening diri sejenak untuk mengambil keputusan. Dan dengan cekatan kemudian beliau meninggalkan tempat itu, menaiki tangga batu dan muncul pada pintu rahasia yang berada dilantai ruang perpustakaan kitab-kitab. Serta merta ketika tiba di atas, sebuah kitab jatuh. Kitab itu Kitab Kebun Senjata. Anehnya kitab itu terkembang sendirinya, membuka halaman yang penuh syair. Tentu Koleksi KANG ZUSI mata Ki Ca Hya tidak menyia-nyiakan petunjuk akan adanya makna gaib dari terbukanya kitab itu. Maka dia membaca syair di halaman itu: Senjata elang adalah cakarnya, senjata bangau sayapnya, sanjata harimau taringnya, siapa yang memahami ini selamat sudah pasti, dari semua yang penting bukan otot yang melenting tapi bijaksana untuk sampai ke Bukit Bunga "Bukit Bunga?" tanya Ki Ca Hya, "Bukankah Bukit Bunga adalah tempat terakhir para pendekar suhu?" Dia meneruskan membaca syair berikutnya: Ada pedang yang melukai Yang ampuh membuat cacat para pendekar yang menunda mati yang terpaksa menyamar menjadi tukang ngamen, pengemis atau ahli nujum rahasia sebelum dia mati abadi di Bukit Bunga....... Kini, setalah membaca syair ini barulah Ki Ca Hya yakin, bahwa direbutnya pedang Tien Yuan oleh Ki Harwati adalah di Bukit Bunga. Dia sudah melarang pedang Tien Yuan itu melalui kiriman wisik pada sang cucu, agar tidak melukai Harwati, sebab Harwati adalah puteri saudara segurunya, Ki Karat. Kini, mau apa sebenarnya Ki Harwati" Oh, mungkin dia menghendaki Kitab Kebun Senjata ini. Kalau demikian, apa umurku akan berakhir" Apa dia akan bertempur denganku, dengan menggunakan pedang Tien Yuan, sehingga aku cacad" Lalu aku melariken diri ke Bukit Bunga, menyamar jadi tukang ngamen dan pengemis" Atau mungkin menjadi juru ramal rahasia-rahasia" Belum pernah Ki Ca Hya sebingung itu.Dia tiba-tiba ingat bahwa kematian Gurunya dahulu dimulai dengan pertanda Kitab Kebun Senjata dan kisah syair mengenai Bukit Bunga. Apakah aku akan mati, atau cacad" Apa mungkin pedang Tien Yuan yang aku wariskan kepada cucuku mampu mempan menggores wajahku " Bukankah itu tabu" Atau masih ada lagi rahasia dalam Kitab Kebun Senjata ini yang belum semua terungkap Koleksi KANG ZUSI bagiku" Belum pernah Ki Ca Hya segentar detik-detik itu. Lalu kegentaran itu bertambah lagi dengan bisikan hatinya ; Tentulah sebelum pedang itu direbut terjadi pertarungan dahsyat antara cucuku Aji Mlati dengan Harwati! Apa cucuku sudah dia tewaskan" Dimana letak ilmu Pungguh Tolol yang sudah dicurinya dariku sampai dibiarkannya Aji Mlati tewas" Kebingungan yang jarang terjadi pada seorang Guru Besar, akhirnya terjadi jua! Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 31 Aji Mlati Baik Ki Ca Hya, begitupun Ki Harwati, keduanya sama-sama terkeiut. Dan karena itu, tanpa pasang kuda-kuda lagi Ki Harwati langsung menyerang begitu pun Ki Ca Hya langsung menangkis serangan dengan pedang sakti Tien Yuan "itu. Serangan itu amat dahsyat, tetapi pedang sakti itu jungkir balik tak karuan sehingga ia seperti mabok, padahal pedang itu sendirilah yang mabok. Sekali-sekali memang serangan pedang sakti itu mengenai kepala atau punggung Ki Ca Hya. Tetapi sudah merupakan takdir yang tidak dapat dipungkiri, pedang itu sepertinya menghindari ketabuan benda sakti. Harwati gelagapan agak gugup, lalu menghentikan serangan. Tapi tangannya masih menjinakkan pedang yang sepertinya masih belum mangakhiri kemabokannya biarpun tinggal sedikit. "Tidak semua pedang dan senjata sakti diijinkan untuk melukaiku, nak. Kecuali Pedang Ratu Kalabang menurut babad nenek moyang persilatan. Tapi pedang Tien Yuan" Itu adaiah pedang yang temyata bukan hakmu memegangnya tetapi kau juga belum mengetahui pantangannya," ujar Ki Ca Hya. Dengan nada hormat, Ki Harwati barkata ; "Memang ilmu tuan sangat tinggi, Tuan Guru. Apakah ilmu tuan yang sakti itu, Tuan?" "Bukan ilmuku yang tinggi. Tetapi kesaktian pedang itulah yang belum kau ketahui," ujar Ki Ca Hya. "Apa kesaktian pedang ini, Tuan Guru?" tanya Ki Harwati. "Partama, dia harus sesuai dengan trah. Yaitu, yang memegangnya harus dari asal keturunan. Bukankah sebelum kau pegang, pedang ini milik Aji Mlati, pendekar perawan itu" Kan demikian?" Koleksi KANG ZUSI "Betul, Tuan Guru." "Jadi kau tidak berhak memegangnva apalagi memilikinya," ujar Ki Ca Hya. "Lalu, hal kedua apa, Tuan Guru?" tanya Harwati. "Hal kedua adalah kesaktian pedang itu. Ini kau perbuat dalam ruangan. Dalam ruangan begini, dia tidak akan makan orang. Pedang ini, sesuai dengan namanya hanya mampu dibawa main di lapangan dan kebun, Tidak dalam rumah," ujar Ki Ca Hya. "Lalu apa lagi?" tanya Harwati. "Juga tidak akan melukai siapapun yang satu trah dengan pedang ini. Aku dengan pandangan tembusku sempat melihat bagaimana buasnya kamu ingin merebut pedang ini, lalu kamu akan menyerang memenggal lehar Pungguh Tolol muridku. Dia bukan dari trah kami. Tetapi dia tidak dapat kau penggal karena dia salah seorang muridku yang sudah mendapatkan ijasah persilatan Guru Muda, Jadi kau jangan sembarang hantam, nak, Aku merasa kau ini cukup aneh, puteri seorang pendekar. . . tapi berlaku curang." Harwati terdiam beberapa saat. Dia bertanya ; "Tuan Guru, memang kenal siapa aku, he?" "Aku tahu kau puteri Ki Karat", ujar Ki Ca Hya. "Tahukah kau siapa ayahmu itu, nak" Tahu?" "Dia pendekar harimau, Tuan." "Bukan itu saja. Ki Karat adalah sedulurku dalam ilmu persilatan. Kami satu guru. Jadi amat janggal, orang yang merupakan turunan pendekar hebat begini masih mau melakukan pekerjaan tengik seperti kau," ujar Ki Ca Hya. "Jadi kalau begitu saya berhak anda didik, Tuan Guru," ujar Harwati. "He he he...kau rupanya berminat belajar denganku. Baik, baiklah, semua ini semoga saja mendapatkan restu. Tidak sulit bagiku mengisi ilmu pada turunan Ki Karat. Tetapi apakah aku bisa mengetahui dimana sekarang Aji Mlati?" "Aku kurang tahu, Tuan Guru", ujar Ki Harwati. Dia tidak berdusta. Kendati dalam otaknya melancar berbagai rencana. Lalu Ki Ca Hya mempersilahkan Ki Harwati : "Silakan anda menunggu saya di ruang sebelah ini". Koleksi KANG ZUSI "Tuan mau kemana?" tanya Ki Harwati. "Saya minta anda perbuat apa yang sudah kusebut saja," ujar Ki Ca Hya. Harwati tahu itu sebuah perintah pendekar besar. Haruslah dia turuti. Dia keluar dari ruang itu, lalu Ki Ca Hya memasuki pintu rahasia dilantai untuk melakukan kontak dengan Aji Miati. Tapi Ki Harwati" Dia merasa aman ditinggal. Dia memasuki ruang lain, Ruang Kebun Senjata. Dia menghitung ada sekitar seratus senjata berjejer, semuanya menggiurkan. Dia yakin, jika dia ambil satu, maka akan ketahuan. Maka dia ambil saja sebuah pedang yang sudah dibacanya nama pedang itu terlebih dahulu. Tak sulit baginya membaca tulisan Sanskrit itu, yang terjemahannya adalah "Pedang Mawar Berduri". Tentu pedang ini amat sakti. Maka ditukarnya Pedang Tien Yuan dengan itu. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 32 Aji Mlati Setelah memegang Pedang Mawar Berduri itu, keberaniannya dirasanya menjadi amat luar biasa. Tapi dia merasa perlu segera meninggalkan padepokan Ki Ca Hya dengan segera, sebelum dia kepergok. Dengan langkah seribu Ki Harwati berkelebat meninggalkan padepokan itu, larinya cepat bagaikan angin beliung, dan menjelang senja saja sudah tujuh buah bukit yang dia lewati, Tetapi setiba di Bukit Bunga, Ki Harwati melihat sebuah pemandangan aneh. Udara pun jadi pengap. Bukit itu seakan-akan sedang disirami debu dari langit. Lalu bau debu itu terasa oleh hidungnya. Sehingga dia mundur. Dan dia pun ingat dengan kesaktian Bukit Bunga ini, seperti yang pemah dituturkan ayahnya, Ki Karat, dulu semasa dia masih kanak. Ki Karat pernah berfatwa, agar jika dia besar kelak harus berhati-hati jika nasib akan melintasi Bukit Bunga. Bukit itu amat sakti, ada kembang abadi Wijayakusuma di sana. Dan kembang itu pantang dipetik atau dipindahkan. Tadi, sebelum Harwati melihat debu hitam turun dari langit, dia melihat dua orang melintasi bukit itu. Dia curiga yang melintasi itu adalah Aji Mlati dan Ki Pungguh Tolol. Karena yakin, dia mulai mengitari bukit itu. Dia akan memeras mareka. Dan akan menakut-nakuti mereka. Begitu dia kitari setengah putaran Bukit Bunga itu, dia langsung melihat Ki Pungguh Tolol masih membersihkan wajahnya yang terkena debu. Begitu Harwati melihat Aji Koleksi KANG ZUSI Mlati, langsung saja dia berteriak mengancam ; "Jangan maju lagi lebih dari selangkah, atau...mati!" Aji Mlati gemetaran melihat pedang terhunus. Dan Pungguh Tolol tidak bisa ketawa, malah setengah teriak ; "Wah, itu pedang Mawar Berduri!" "Memang aku pemilik syah pedang ini, yang diberikan oleh Ki Ca Hya kepadaku!" ujarnya berdusta. "Jadi anda sudah ketemu kakek?" tanya Aji Mlati. "Aku sudah ketemu kakek itu. Karena aku puteri Ki Karat yang menjadi sahabatnya, maka aku diberikannya sebuah pedang sakti untuk penjaga diri. Kalian berdua rupanya belum kenal, bahwa Ki Harwati adalah puteri pendekar harimau Ki Karat?" "Aku pernah mendengar nama pendekar besar itu. Tapi apa memang mungkin orang seperti kamu adalah puteri Ki Karat" He" Ha ha ha, jangan marah. Kami berdua mencari kau untuk meminta kembali pedang Tien Yuan itu tuan!" Harwati tertawa menyeringai dan berkata : "Justru aku mendapat Tugas utama dari Guru Besar untuk menyelamatkan kalian berdua agar tidak terjebak dengan kepikunan!" "Kepikunan?" mata Pungguh Tolol terbelalak. "Lho, apa kalian tidak mengerti isyarat hujan debu" Tahukah kalian bahwa bukit ini Bukit Bunga. Bukan sembarang bukit. Disini pendekar lahir, disini pula pendekar berakhir, Kuharap kaiian berdua, jika ingin selamat, jangan banyak cerewet. lkuti langkahku!" Pungguh Tolal, biarpun dengan ketololan paling suka menghubungi satu soal dengan Kitab-kitab yang dia baca, rasanya memang pernah mendengar mengenai kesaktian Bukit Bunga Ini, "Kita ikut Guru Muda ini, dik Aji," ujar Pungguh Tolol begitu dia melihat Aji Mlati bimbang. Kebimbangan ini adalah getaran hati yang risau, Padahal getaran gelombang tembus ruang sedang dikirimkan oleh Ki Ca Hya kepadanya saat itu. ketika Guru Besar itu sedang bersemedi dihadapan air terjun. Semedinya menjadi kacau. Timbul keraguan bahwa puteri Ki Karat, sedulur silatnya, akan melakukan khianat! Hubungan tembus ruang yang dilakukan beliau dengan Aji Mlati menemui kebuntuan, Firasatnya yang tajam lantas membatalkan semua jalaran gelombang batin. Ditinggalkannya air terjun rahasia Itu. Lalu dia naik ke atas dan tiba di Ruang Kebun Koleksi KANG ZUSI Senjata. Mulanya dilihatnya semua senjata itu tak kurang satupun. Tetapi setelah beliau akan pergi meninggalkan ruang itu, mendadak dia ingat ada satu senjata yang memancarkan sinar. Tak lain itu tentu pedang Tien Yuan. Dan dengan langkah agak tergesa melangkahlah dia menuju tempat senjata Tien Yuan itu. Geram beliau berkata ; "Celaka! Pedang sakti Mawar Berduri ditukarnya dengan pedang cucuku!" Sikapnya menjadi gelisah. Biasanya dia tidak pernah keluar dari padepokannya, kecuali bila penting. Selama ini dia sudah cukup mengirimkan getaran saja, tanpa jasad yang pergi. Kayaknya,kali ini, dia memerlukan pergi. Jasadnya seakan-akan harus pergi mencari Ki Harwati, yang semena-mena telah mencuri pedang sakti Mawar Berduri. Ketika itu terbayang oleh Ki Ca Hya, sebuah prahara berkepanjangan akan menimpa kawasan seratus bukit. Benarlah firasat itu. Sebab yang berfiasat sudah membaca babad prahara, kitab mengenai segala huru hara dunia persilatan di kawasan ini. Dan yang membacanya adalah Ki Ca Hya.... ............ Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 33 Aji Mlati Dan Desa Lilep menjadi korbannya yang pertama. Dalam perjalanan melintasi sebelas bukit, Aji Mlati dan Pungguh Tolol maupun Ki Harwati mengalami kelaparan hebat "Tak ada jalan lain, dik Aji, Kita harus merampok desa ini," ujar Ki Harwati. "Dengan kekerasan?" "Tentu dengan kekerasan." "Bagaimana jika di kawasan sini ada pendekarnya?" "Jangan kuatir. Aku akan darahi dengan pedang Mawar Berduri ini", ujar Ki Harwati yang langsung menggedor pintu warung yang sudah tutup di malam itu. Desa Lilep yang sudah tidur terbangunlah dari tidurnya. Ki Rai Tamsil yang berwatak tenang muncuI keluar pinlu dan berteriak: "Siapa yang mabok lagi di Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sini . ..malam ini... menggedor pintu, ha?" Koleksi KANG ZUSI "Maju kau Aji Mlati. Hajar dia dengan sayap kupu-kupumu!" ujar Ki Harwati pada Aji Mlati, yang langsung berkelebat dengan dua tiga kali loncatan, dan dalam tiga detik tiga kepak tangan jurus sayap kupu-kupu menjiprat muka orang tetua itu. "Aduh, siapa kamu anak perawan durhaka?" Tetua desa itu bangkit, lalu Ki Harwati memerintah Pungguh Tolol: "Mana pelajaranmu dari Guru Besar yang harus menyambat mulut manusia yang suka mengutuk?" "Baik, aku akan sumbat mulutnva," ujar Pungguh Tolol. Pungguh ketawa terbahak seraya terbang ke udara, dan hinggap di atap rumah serta berseru : "Hayo, seluruh isi rumah, lelaki perempuan keluarl Kami bertiga lapar! Kami butuh makan, ha-ha-ha...!" Beberapa orang keluar. Dan mereka melihat tetua desa Rai Tamsil dihajar habishabisan oleh Aji Mlati, sementara Pungguh Tolol sudah turun melayang dari bubungan atap, dan langsung menyikat delapan orang lelaki yang kelihatannya sok ingin melawan. Sekaligus, Pungguh Tolol sembari ketawa menghajar Rai Tamsil, namun anehnya Rai Tamsil mengibas dengan gerak kupu-kupu, mengenai mata Pungguh Tolol. Bahkan, setelah kena hajaran Pungguh Tolol, Rai Tamsil sepertinya mampu pula memainkan silat bangau putih dengan jurus-lurus yang jitu. Hal ini membuat Ki Harwati jadi geram. Dia jadi geram karena sepertinya dikecoh oleh Aji Mlati maupun Pungguh Tolol. Dan memang dalam dunia persilatan ada orang-orang tertentu yang menghajar lawan tetapi kenyataannya justru "mengisi lawan" dengan sistem hajaran itu, Makin banyak dan semakin banyak orang-orang awam desa ini yang secara cepat mendapat isian ilmu Bangau Putih setelah dihajar Pungguh Tolol, lain mendapatkan pula jurus Kupu-kupu, bahkan 18 jurus penting yang mereka perdapat setelah terkena hajar Aji Mlati. "Hentikan!" teriak Ki Harwati ketika Pungguh dan Aji Mlati sepertinya menyiksa beberapa orang awam. Aji Mlati menoleh. Dia terkena hantaman dari belakang oleh orang yang baru saja dia hajar. Tendangan itu berupa jurus kupu-kupu bangkit birahi dan menyebabkan Aji Mlati berjumpalitan menuju arah Ki Harwati berdiri. Begitu sampai di dekatnya, Harwati mengeluarkan jurus elang menciprat sayap, sehingga Aji Mlati bergeleparan ditanah. Koleksi KANG ZUSI Pungguh Tolol melihat sedulur-nya terkena cipratan elang itu, kontan jadi marah dan menyerang Harwati seketika itu jua. Harwati memutar tubuh dengan jurus elang mengitari sarang tapi dengan tuntas memainkan jurus ciprat sayapnya, sehingga Pungguh Tolol pun jatuh bergeleparan. Harwati mendadak memutar tubuh karena mendengar bagaikan suara kepak elang, yang memang jurus kepak elang itu pulalah yang dimainkan Aji Mlati terhadap Ki Harwati. Pertarungan jurus elang lawan jurus elang yang sama membuat perkelahian dahsyat bagai dua binatang buas sedang berkelahi, Harwati sewaktu akan mencabut pedangnya teringat petuah Ki Ca Hya kepadanva. Karena dia merasa percuma main senjata, maka dia menangkis dan menyerang Aji Mlati dengan tangan kosong. Tiba-tiba ada penduduk yang berteriak-teriak, disusul oleh teriakan berikut yang dahsyat. Bunyi berdengung terdengar, dan Harwati loncat dan berdiri seraya cepat berteriak: "Ayoh tinggalkan desa ini! Ada bencana serangan lebah!" "Oi, itu jutaan lebah menyerbu!" teriak Pungguh Tolol. Dia raih tangan Aji Mlati, dan Ki Harwati pun ikut lari tunggang langgang bersama pendekar Pungguh Tolol dan Aji Mlati, kearah kidul. Mereka bertiga benar-benar dikejar rasa takut, karena dalam dunia persilatan, semua gerak alam semesta termasuk binatang-binatang seperti lebah yang menyerbu bisalah dianggap sebagai "ngalamat", pertanda. Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 34 Aji Mlati Dan penduduk Desa Lilep yang begitu paniknya mendadak tercengang sewaktu lebahlebah yang ribuan mendesing itu mendadak lenyap. Ketika itu terdengar ringkik kuda. Tampak seorang wanita turun dari kuda lain memancangkan tali kekang pada tempat yang tersedia. Pak Bokoh, pemilik warung, membuka pintu dan bertanya : "Siapa Tuan?" "Saya pengembara," sahut wanita itu, yang tampaknya begitu ramah tapi patut untuk dicurigai karena bisa pula dia perampok. "Nama Tuan" Boleh saya ketahui?" tanya Pak Bokoh. Koleksi KANG ZUSI "Nama saya Pita Loka." "Anda tentu pendekar yang baik." "O, jauh dari itu, Pak. Boleh saya dapat setabung nira?" tanya Pita Loka dan memasuki warung itu. "Boleh saja. Dan yang meminum setabung nira biasanya pendekar. Anda pendekar, bukan?" Pita Loka hanya tarsenyum cerah. Lalu dia terima tabung bambu berisi nira itu, dan dia minum dengan tegukan kehausan. "Anda tentu dari berjalan jauh," ujar Pak Bokoh. "Saya dengar tempat ini baru didatangi pendekar, benar itu?" "Bukan hanya pendekar, tuan jawara. Tapi juga mereka mengacau. Jumlahnya tiga, Dua wanita dan satu pria, yang suka tertawa-tawa tapi silatnya hebat sekali. Rai Tamsil jatuh tersungkur dihantamnya." Mendengar itu Pita Loka mengangguk-angguk, lalu bertanya: "Dia kocak dan Tolol, maksud tuan?" "Ya." "Agar tuan ketahui, dialah Pendekar Tolol murid Ki Ca Hya. Mengapa mereka kesini" Dan mengacau?" "Mereka kelaparan", kata Pak Bokoh, "Gaya mereka gaya perampok." "O, begitu. Tadi tuan sebut ada dua wanita. Yang satu lagi wanita remaja. Betulkah terkaanku, Pak?" "Betul. Dia juga bengis. Tetapi yang lebih bengis pendekar wanita yang satu lagi." "O, yang Pendekar Perawan itu sebetulnya baik. Cuma satu orang yang bengis, yang wanita itu. Apa dia membawa sebuah pedang?" tanya Pita Loka. "Jangan selidiki lagi. Saya takut Tak penting bagi saya siapa nama mereka, yang terang kami penduduk awam semuanya panik. Tapi ada satu hal yang aneh...." Koleksi KANG ZUSI "Katakan padaku Pak!" "Tiap pukulan yang dihantamkan dua pendekar yang diperintah oleh satu pendekar terbengis itu, selalu menulari ilmu persilatan pada kami yang awam dalam ilmu silat. Tapi setelah mereka pergi, kami tak pandai bersilat lagi. Ilmu apa itu, tuan jawara?" tanya Pak Bokoh. Pita Loka minta satu tabung nira lagi. Lalu dia meneguknya, dan wajahnya mulai kemerahan. "Semua sudah jadi gila...," dia menggerutu sendiri bagai seorang yang mabuk. Ketika hendak berpamitan untuk pergi, Ki Pita Loka berpesan: "Kalian, penduduk desa Lilep jangan cemas jika mereka datang lagi. Pedang Mawar Berduri tidak pernah mendarahi orang-orang yang awam, yang tidak menguasai dunia persilatan dan tidak ingin pada kegaduhan. Malahan setiap pukulan dari siapapun yang disurupi oleh kesurupan Pedang sakti Mawar Berduri, akan terisi ilmu si penyiksa. Percayalah, aku tidak bohong. Aku ini Puterinya Ki Putih Kelabu." "O, Tuan ini puterinya Ki Putih Kelabu" Ayahanda tuan pernah berjasa di zaman musim rampok 25 tahun yang silam, dimana para perampok yang sudah sempat membunuh rakyat kami dan memperkosa beberapa gadis dihabisi hancur lebur oleh ayahanda Tuan. Terima kasih atas kedatangan tuan." "Aku sebetulnya ke sini untuk mencari cucu pendekar besar, yang sudah kena pengaruh penculiknya." "Boleh saya tahu nama orang yang tuan cari?" tanya Pak Bokoh. "Namanya Aji Mlati. Dia dikenal sebagai pendekar perawan.Tapi bapak jangan rriendapatkan kesan jelek mengenai dirimya, sebab dia sebetulnya bukan dari golongan ilmu Hitam. Kemana mereka melarikan diri?" "Ke sebelah kidul sono, tuan Jawara," ujar Pak Bokoh. "Terima kasih," dan Ki Pita Loka langsung loncat naik kudanya, memacu kuda itu ke arah selatan. Tapi di selatan, tepatnya di Bukit Limbubu, tiga pendekar itu dicegat oleh Ki Tunggal Pengkar, yang justru kakinya yang pengkar itu terkenal buas. Dia dikenal karena sempat membuat gila Ki Tunggal Surya Mulih selama 1000 hari. Juga dikenal ahli senjata. Maka, begitu dilihatnya Ki Harwati memegang pedang Mawar Berduri Ki Koleksi KANG ZUSI Tunggal Pengkar dengan nada serak membentaknya : "Anak tolol, sebelum senjata itu melukai dirimu sendiri, sebaiknya serahkan padaku!" Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 35 Aji Mlati Aji Mlati, yang pernah diceritakan oleh kakek Ki Ca Hya mengenai pendekar sombong ini, tidak sempat lagi menunggu waktu, Dalam sekelebatan dia hajar punggung Ki Tunggal Pengkar, yang kontan membalik dengan menyabet leher Aji Mlati dengan kaki pengkarnya.Untung Aji Mlati merundukkan kepala, dan ketika dia dihadang dengan selimpang jurus tangan terkuak, Pungguh Tolol mencegat hajaran Aji Mlati hingga pendekar perawan itu mental ke samping dan Pungguh Tolol menyabetkan tendangan sayap elang kawin yang lurusnya tak bisa ditangkis Ki Tunggal Pengkar menyebabkan wajahnya membekas lima goresan. Darah mengucur. Melihat darah mengucur itu, pedang Mawar Berduri langsung tergetar, bergerak liar dalam pegangan Ki Harwati. Ki Harwati menjinakkan gerak pedang Mawar Berduri itu dengan jurus -jurus bunga belaka, menghindari Ki Tunggal Pengkar yang mulai kalap. Darah itu terus mengucur. Dan Ki Tungga! Pengkar dengan silat pendekar pengkamya mengeluarkan jurus maut- jurus maut yang tak berbilang ampu. Aji Mlati jungkir balik terkena seruduk jurus maut kaki pengkar si pendekar kalap, Dia jatuh diunggun jerami, merintih menghindari diri ketahuan lawan. Pungguh Tolol tahu yang sudah diderita Aji Mlati. Tiba-tiba dia sendiri terkena serangan si kaki pengkar, tetapi untung dia bergantung pada janggut pendekar pengkor itu, dan dua-duanya pun terbanting lima enam kali dalam satu pergumulan mengerikan. Ki Harwati menunggu sampai berbangkitnya Ki Tunggal Pengkor. Begitu dia bangkit, dia sabetkan pedangnya ke kaki pangkor itu. Pedang itu menancap, sulit untuk ditarik atau dicabut, sehingga ketika Ki Tunggal Pengkor menggelit kesakitan jumpalitan bergulang-guling, maka Ki Harwati terikut bergulang-guling juga. Hingga pedang sakti itu lepas dari pegangannya, tinggal di paha Ki Tunggal Pengkor Terbenam begitu saja, Namun sembari merintih Ki Tunggal Pengkor menggunakan kesempatan baik itu mencabut pedang itu dengan sekuat tenaga. Akhirnya, biarpun tidak bisa berdiri, nanun Ki Tunggal Pengkor sudah memegang hulu pedang sakti Itu. Dan dia berteriak lantang kegirangan tanpa perduli kakinya yang hampir putus : "Hai, penduduk Bukit Limbubu! Kini terbukti benar, akulah pemilik syah pedang Mawar Berduri ini, sesuai dengan isi Kitab Kebun Senjata!" Melihat Ki Harwati lintang pukang melarikan diri, Aji Mlati mencoba merawat tulangnva yang keseleo terkena sabetan pendekar pengkor. Dia lihat Ki Harwati sudah menghilang. Juga dia tidak melihat lagi Pungguh Tolol. Koleksi KANG ZUSI Mendadak ketika itu, dalam batinnya menyala tugas seorang ksatria. Seorang pendekar kesatria sejati menurut kakeknya adalah orang yang memelihara senjata pusaka, agar tidak jatuh ke tangan musuh. Kisah bahwa pendekar Tunggal Pengkor ini adaiah musuh sudah lama dia ketahui. Maka batinnya berseru : "Rebut pedang itu!" Melihat penduduk Bukit Limbubu bersorak sorai karena pendekar yang mereka segani sudah memegang Padang sakti Mawar Berduri itu, maka Aji Mlati menekan nafas dalam-dalam, bagai harimau menggeram, lalu matanya melihat satu alu tumbukan padi. Alu itu dia pegang seketika, dan dengan sekuat tenaga angin beliung Aji Mlati berteriak lantang menyabetkan lesung itu kiri dan kanan menguakkan orang-orang yang mau mengelu-elukan Ki Tunggal Pengkor. Alu itu dengan cepat dia hantamkan ke kepala Ki Tunggal Pengkor, dan pedang sakti itu loncat dari tangannya, ke udara, dan Aji Mlati loncat ke udara merebut hulu pedang sakti itu. Begitu jatuh ke tanah, kedua telapak kaki Aji Mlati terbenak sejari dan dia loncat lagi sehingga tanah yang dipijaknya tadi terbongkar. Lalu dia berputar bagai angin beliung dengan mata pedang akhirnya menyikat punggung Ki Tunggal Pengkor, Punggung itu robek, darah muncrat, dan masih sempat pendekar pengkor itu berseru : "Nanti giliranmu ditebas Puteraku, awas kau!" Yang dimaksud puteranya itu adalah anak kecil usia 11 tahun yang berteriak meratap melihat ayahnya tertelungkup setelah mengancam Aji Mlati. Anak itu membolak balik tubuh sang ayah, Tapi itu tak mungkin lagi, sebab pendekar pengkor itu sudah menghembuskan nafasnya. Dia sudah mati. Aji Mlati bergerak lambat diantara rakyat Bukit Limbubu. Lamban dan penuh selidik serta kekuatiran. Tapi mereka semuanya cuma tercengang. Dan mendadak sontak, angin Limbubu berputar-putar di pebukitan itu, menerbangkan debu dan mencerabut akar pohon-pohon kecil dan menumbangkan pohonan besar. Aji Mlati sudah menyingkir dari Bukit Limbubu. Begitu dia turun tangga bukit yang menuju air terjun di bawah situ, Ki Harwati muncul mengulurkan tangan pada Aji Mlati: "Bagus, sudah kau jalankan tugas dengan baik. Pedang ini memang butuh didarahi. Cuma pendekar besar llmu Hitam yang mau dia makan nyawanya, orang awam dan pendekar pelajar dia tak doyan. Ayoh, serahkan padaku senjataku itu!" ujar Ki Harwati pada Aji Mlati. Nada itu tegas. Dan berwibawa. Anehnya Aji Mlati mau saja pada perintah Ki Harwati. Setelah Ki Harwati memegang senjata sakti itu tampaklah Ki Pungguh Tolol turun mlorot dari pohon pucung. Koleksi KANG ZUSI Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 36 Aji Mlati Ki Pita Loka memang datang terlambat. Penduduk desa Bukit Limbubu masih diliputi shock kegentaran. Tanpa ditanya-tanya lagi, penduduk mengisahkan betapa serunya pertarungan antara Ki Tunggal Pengkor denga Pendekar Perawan. Tetapi tentu saja mereka tidak menceritakan pada Ki Pita Loka, siapa dalang di balik pertarungan itu. Sungguh! Rasa geram Pita Loka membahana menyesakkan dadanya, setelah dia mendengar keterangan dari berbagai desa-desa yang dilewati, jelas sekali bahwa dalang dibalik petarungan itu adalah Ki Harwati. Jika kebetulan dia mendalangi pertarungan Aji Mlati dengan musuh yang cocok seperti Ki Tunggal Pengkar, masih bisa diterima batin. Kendati sebetulnya hal itu bisa mencelakakan Aji Mlati. Tetapi barusan saja Pita Loka melewati desa Pakis Raja, penduduk mengeluh: "Belalah kami, wahai pendekar! Kami kenal Pungguh Tolol itu dulunya pengemis melarat. Setelah jadi pendekar, dia merampok ayamayam kami bersama pendekar perawan dan satu lagi pendekar wanita yang bengis memegang pedang." "Cobalah maafkan pendekar perawan dan orang tolol itu. Mereka berdua tidak bersalah. Mereka terkena tegangan gelombang pedang sakti Mawar Berduri yang memang sedang 'butuh makan'...." "Butuh makan bagaimana?" tanya kepala desa Pakis Raja: "Pengertiannya mungkin banyak arti. Tapi mata pedang sakti, yang dicuri seseorang, biasanya butuh makan orang. Dia butuh didarahi, Tapi adakah diantara penduduk sini yang dilukai pemegang pedang sakti itu" Tidak ada, bukan?" tanya Pita Loka. "Tidak ada yang dilukai. Tapi begitu pendekar perawan memukul saya maka langsung saya kayak kemasukan ilmunya. Saya lantas berani bertempur. Begitupun yang lainnya, semuanya ketularan ilmu setelah kena gebruk. Kami harap tuan temui mereka bertiga. Bantai mereka! Ambil senjatanya. Pendekar macam begituan tidak dibutuhkan oleh masyarakat," ujar tetua Pakis Raja itu. Pita Loka menghabiskan madu dan jamu-jamu hadiah tetua desa itu, lalu dia melompat ke punggung kudanya. Kedua mata kakinya mengetuk pinggang kuda dan kuda putih itupun lari dengan tangkas perkasa membelah hutan belantara. Tujuannya kali ini dengan harapan supaya dapat menangkap Aji Mlati, juga sekalian Pungguh Tolol, tentu setelah bertarung habis merebut pedang sakti Mawar Berduri. Koleksi KANG ZUSI Sejarah pedang sakti ini sendiri perlu dicari dalam Kitab Kebun Senjata, yang Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tidak sembarang orang bisa membacanya, Ketika Ratu Kerajaan Campa dilamar oleh Raja Daya dan lamaran itu ditolak, maka Raja Daya mengutuk: "Jika kamu mawar, kamulah mawar berduri, karena senjatamu adalah warnamu yang menggairahkan, tetapi menulari penyakit gila pada orang yang kamu pamerkan kepintaranmu itu!" Kutukan itulah yang membuat Pedang Mawar Berduri tidak layak dipertontonkan kepada umum, Karena getarannya akan merasuki siapapun yang terkagum atau ngeri pada kesaktiannya. Cerita mengenai pedang ini sudah diketahui Pita Loka sebelum dia mendapatkan kesaktian dari para Guru. Maka, jika dia memacu kudanya mencari tiga pendekar yang disesatkan hawa nafsu itu, tidak lain adalah sekedar menyelamatkan senjata sakti dari pegangan yang salah. Sementara itu, tiga pendekar tukang kacau itu sudah pula memasuki Bukit Burung. Bukit ini sarang dari para pendekar liar, yang ilmunya kacau balau. Aji Mlati berjalan di depan, lalu disusul oleh Pungguh Tolol, kemudian baru menyusul Ki Harwati dengan pedang saktinya. Sekaligus mereka dicegat oleh lima pendekar liar. Mereka bukan terkesan pada pendekar perawan yang di depan, melainkan pada pendekar wanita yang memegang pedang. Pendekar Liar Busung Dada langsung saja berteriak ; "Kalian bertiga kuharap berhenti!" Aji Mlati berhenti melangkah. Pungguh Tolol langsung menyiapkan kuda-kuda. Penduduk berlarian masuk rumah dan menutup pintu. Ki Harwati melihat gelagat Pendekar Liar Busung Dada ingin memamerkan kepintaran bersilatnya. Seluruh jurusnya menjijikkan. Pedang yang ditangannya meronta. Ketika Pendekar liar itu menjuruskan bunga persilatannya kepada Ki Harwati, langsung saja dia berkelebat dan pedang sakti itu serta merta mendarahi bahu Pendekar Liar, disusul lagi satu pendekar liar lainnya,satu lagi, sampai semuanya sudah berjumlah lima terkena tatakan pedang sakti itu pada bahu-bahu mereka. Darah muncrat, para pendekar liar itu dalam keadaan sekarat berjumpalitan dengan teriakan-teriakan mengerikan. Sekaratnya lima pendakar liar ini ditingkah oleh suara ketawa cekakakan Pungguh Tolol. Hal ini memancing ingin tahunya seorang kakek tua, Suhu E lang, seorang pendekar yang sudah mengundurkan diri. Suhu berseru : "Busyet! Itu murid Ca Hya Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 37 Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Suhu Elang menggerutu : "Begitu busukkah ilmu Ki Ca Hya sekarang ini, sehingga dia melepaskan murid kurang ajar dikawasan suci ini " Kurang asem, kurang ajar, , ,!" lalu Suhu Elang turun lewat tangga ke ruang bawah, dan dia diikuti oleh pembantunya yang setia yang sudah 40 tahun melayani dia sejak berhenti jadi pendekar. Nolang, pembantu setia itu,bertanya pada Suhu Elang ; "Dengan mohon ampun terlebih dulu, apa bukan salah Suhu sekarang mendadak mau pegang senjata lagi?" "Hei, Nolang, jika pendekar melihat kebatilan, sumpahnya akan berhenti berkelahi tidak berlaku. Kau lihat, lima muridku sudah tergelimpang terkena pedang sakti Mawar Berduri yang dipiara oleh Ki Ca Hya. Lalu Ki Ca Hya mengirim ke sini satu pendekar tolol yang kurang ajar pula, betapa tidak gemasnva aku! Berikan gembok gudang senjataku, Nolang!" "Suhu Elang, Sabarlah. Mereka mungkin para pendekar yang sedang belajar. Jadi mereka petengtengan," ujar Nolang si pembantu setia. "Petengtengan sih boleh saja. Tapi kalau sudah sampai bunuh muridku apa aku harus biarkan bangkai mati di depanku, Nolang " Huh, mana gembok gudang senjataku, cepat aku sudah naik pitam." Nolang sudah tidak mampu membujuk Suhu Elang yang memang blingsatan mau melanggar sumpahnya itu. Kunci gembok dia serahkan pada jawara silat Bukit Burung itu. Pintu gudang senjata itu dia tarik daunnya dengan rada kasar. Lalu serentet pedang sakti yang sudah dihiasi oleh lenang lelawah dicabut Suhu Elang sebuah, tentu yang pilihan. "Demi nyawa lima bangkai murid-muridku yang malang. . .demi hapusnya serita dari mulut ke mulut bahwa aku guru yang bodoh. . . .demi asalku dari elang yang masuk selangkang, maka aku pun akan pulang seperti pulangnva elang, aku rela mati demi mengusir murid-murid Ki Ca Hya itu, biar andaikata badanku dalam keadaan terpotong-potong", setelah mengangkat sumpah itu, pedang Cocor Elang ditebahnya ke dadanya sendiri, sampai membal tiga kali. Dihampirinya Nolang yang bercucuran airmata. Suhu Elang yang tua renta itu berkata ; "Terima kasih atas bantuan kamu selama empatpuluh tahun mendampingiku da!am damai. Kini aku tergoda oleh harga diriku yang dicoreng oleh murid si Ca Hya, mungkin ini kata-kataku terakhir, nak!" Lalu Suhu Elang keluar dengan menyandang pedang itu pada bahunya. Penduduk desa kecil itu melihat Suhu Elang menyandang pedang di bahu. Bagi mereka hal itu agak aneh, Maka mereka mengintip dari sela-sela lubang dinding rumah mereka, mau tahu apa arah tujuan Suhu Elang. Koleksi KANG ZUSI Rupanya seperti mereka duga juga, Suhu Elang menuju warung tuak Aja Tambelan. Di situ memang Ki Harwati, Aji Mlati dan Pungguh Tolol sedang diempani tuak oleh Aja Tambelan supaya mabok. Begitu sampai di muka warung tanpa atap itu, Suhu Elang masih tetap menyandang padang saktinya, berhenti di sana, menatap mata mereka bertiga dengan tatapan pendekar berpengalaman. "Siapa di antara kalian bertiga yang sudah mendarahi bumi Bukit Burung sini?" Ki Harwati gentar. Apalagi dia merasa agak puyeng sedikit. Pedang sakti Mawar Berduri yang dipegangnya lalu dia serahkan kepada Aji Mlati yang tampak tegang menghadapi pendekar tua itu. Aji Mlati, begitu memegang gagang pedang sakti Mawar Berduri, langsung membentak pendekar tua berjanggut putih itu dengan nada menantang: "Pedang sakti ini yang mendarahi bumi Tuan. Apa tuan berkeberatan" Jika Tuan berkeberatan, boleh darahi kulit dan daging saya sebagai imbalan," dan meloncatlah Aji Mlati Ke belakang. Pungguh Tolol pun meloncat mundur, sedangkan Ki Harwati sudah entah dimana lagi saat itu. Yang jelas, Harwati menutup muka karena seram mendengar bunyi pedang beradu. Pendekar perawan itu berkelebat bukan karena menguasai ilmu permainan dengan pedang itu. Tapi justru kuwalahan karena sulit menguasai permainan yang langkah dan jurusnya terbentuk oleh liarnya si pedang itu. Mawar Berduri memang lambang kecantikan yang berbahaya, bukan hanya berbahaya pada yang memegangnya, tapi juga berbahaya bagi orang lain yang mau memetiknya. Mawar Berduri tampaknya memang bukan milik yang tepat bagi Aji Mlati, . . itulah pendapat hati Pungguh Tolol ketika dia melihat Aji Mlati didesak terua oleh Suhu Elang dengan tendangan atas bawah dan bawah atas, jurus-jurus permainan tinggi yang sebetulnya belum dikuasai Aji Mlati. Semua permainan Aji Mlati hanyalah jurus kebetulan karena kemampuannya memegang sekuat tenaga gagang pedang sakti Mawar Berduri itu. Karena itu pulalah, cara suhu Elang menggunakan pedang Cocor Elang itu cukup mendapat kesulitan. Terutama ketika sabetan cocor dilayani oleh terbang mundurnya Aji Mlati dan menclok dibubungan atap rumah penduduk seraya ketawa ngakak: "He, tua bangka, mari naik ke atas!" Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 38 Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Suhu Elang memang terpancing oleh teriakan Aji Mlati dari atas bubungan atap rumah itu, sehingga dengan mengayun pedangnya dua tiga kali terlebih dahulu, ia kemudian sudah terlontar ke udara. Desingan pedangnya terasa di kepala Aji Mlati yang cuma berselisih tiga lembar rambut saja. Aji Mlati berkelit mundur, didesak terus oleh pukulan pedang Cocor Elang itu yang memang mencocor, ditangkis oleh mata pedang Mawar Berduri yang memang ampuh sebagai penangkis, Kelihatan asap dan api silih berganti memecah kegelapan malam ketika mata pedang itu saling beradu tanpa henti. Dan dengan pedang terus mencocor, mulut Suhu Elang iuga mencocor : "Aku kagum padamu, pendekar perawan. Keberanianmu tangguh, tapi itu pedang sebetulnya bukan milikmu, nak!" "Memang suhu betul, Suhu" "Kamu akan aku cocor terus, tapi rasanya sayang untuk membabat lehermu pendekar parawan!" "Suhu berbudi tinggi". "Aku penasaran karena senjatamu membabat anak buahku. Sekali babat lima nyawa. Ada baiknya kau menyerah anak perawan," ujar Suhu Elang yang terus tanpa ampun mencocor, sehingga sudah berapa bubungan atap rumah yang dilompati mundur oleh Aji Mlati. Aji Mlati mundur dan mundur terus, karena gerak pukulan pedang Cocor Elang itu memang terlalu cepat dan mesti dilayani dengan jurus mundur. "Ayoh, menyerahlah, pendekar perawan," ujar Suhu Elang sembari membabat bagian bawah kaki Aji Mlati yang membuat gadis perawan itu mempertontonkan kemampuan mengelaknya dengan loncatan mundur namun menangkis terus serangan mata pedang itu dengan tangguh sehingga berkali-kali kedengaran beradu nya dua pedang sakti itu menciptakan bunyi petir menyambar. Kejadian begitu, malam hari, cuma bisa dilihat oleh ketajaman mata seorang pendekar. Maka, melihat dua bintik cahaya yang dahsyat beradu dibumbungan atap rumah yang dilihatnya dari jarak seberang tebing, membuat Ki Ca Hya gregetan, ngeri dan cemas. Beliau menggerutu ; "Eh, cucuku pasti menghadapi Suhu yang sudah bertekad berhenti. Seluruh gerak silatnya adalah gerak cocor elang...aduh, salah-salah cucuku bisa mampus dengan permainan pendekar tua itu..,. sedangkan dia cuma memakai pedang sakti mawar berduri..,.. aduh, kalau begini naga-naganya aku tak layak ikut campur, Tapi bagaimana nasib cucuku" Ketika dia omong sendirian begitu, mendadak omongan itu didengar oleh Ki Harwati yang terus mundur ngeri .melihat pertarungan hebat itu. Mundur terus ke tebing dan dengan suara cemas Harwati berkata : "Guru Besar, bantulah Aji Mlati!" Koleksi KANG ZUSI "O, kamu yang berhati busuk ! Kamu yang mengumpan cucu dan muridku agar kami dapat nama jelek....kamu yang jiwamu kotor, ayoh jangan bergerak lari dari sini lagi!" bentak Ki Ca Hya. "Saya mesti mengambil pedang Tien Yuan lagi," ujar Ki Harwati. "Itu tidak bisa, Aku bukan tertipu oleh kamu! Aku tertipu oleh setan sebab setan itulah guru kamu!" "Aji Mlati harus ditolong. Pedang Tien Yuan itulah yang cocok dipegangnya. Keadaan sudah gawat, tuan Guru Besar!" ujar Ki Harwati. "Ei. jangan lanjutkan rencanamu, bangsat! Ayoh berhenti!" ujar Ki Ca Hya yang begitu jengkel melihat kebandelan Ki Harwati yang tampaknya mau pergi mengambil pedang Tien Yuan dari Kebun Senjata ruangan padepokannya. "Ei, jangan permainkan diriku sampai dua kali. putera Karat! Ayoh berbalik sebelum kakimu terkelibat sendiri!" Ancaman Ki Ca Hya tidak diambil perduli oleh Ki Harwati. Dia terus melarikan diri meninggalkan tebing itu. Tetapi kakinya terkelibat sendiri, seakan-akan terikat, menyebabkan dia jatuh bergelimpangan. Dia merasa heran kakinya tidak bisa terlepas oleh libatan yang sudah diberi kutuk oleh Ki Ca Hya. Ki Ca Hya tidak memperhatikan hal itu, karena gelapnya malam Tapi memang dia ada mendengar, "Tolong cabut kutukmu Guru Besar", tetapi perhatiannya terutama pada pemandangan diseberang jurang sana itu, yang tampaknya Aji Mlati masih mampu menghadapi serangan cocoran Suhu Elang. Dari jauh gerak cocor pedang itu nyata sekali untuk membedakan tangkisan pedang Mawar Berduri, Sembari terus mencocor dengan pedang itu mulut Suhu Elang mencocor Terus ; "Hati-hati kamu telah tiba diujung atap hanya lima rumah lagi. Kemampuan mundurmu hebat tetapi ruangmu untuk mundur sudah tinggal sedikit Sebaiknya kamu menyerah, agar kamu aku tunjukkan ilmu yang lebih tinggi, agar kamu mau mengembara mencari Kitab Rahasia Harimau Putih. Sebaiknya kamu menyerah sebelum pedangku membutuhkan makan nyawamu, nak!" Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 39 Aji Mlati Sembari menangkis dengan pedangnva itu, Aji Mlati sempat menyelidik dengan lirik untuk pastikan apa betul tinggal lima bubungan atap rumah lagi. Memang betul, malah Koleksi KANG ZUSI tinggal empat bubungan atap rumah lagi. Maka dia bersiasat dengan mengajukan tanya ; "Apa rahasia Kitab Harimau Putih itu, Suhu?" "Bagiku rahasianya kamu menyerah sebelum mati," ujar Suhu Elang. "Aku memang butuh ilmu harimau" ujar Aji Mlati, yang kesempatan ini dia gunakan bukan untuk mundur letapi loncat ke udara sembari menyabet dari atas ke bawah, yang mangenai bahu Suhu Elang sehingga darah muncrat dari bahu itu, dan gerak tangannya tak berfungsi lagi seketika itu juga. Aji Mlati menjadi puas, maklumlah pendekar remaja! Tapi pada detik dia puas itu, ludah bertuah Suhu Elang itu sudah beliau semburkan ke bahu yang tercoak oleh pedang Mawar Berduri tadi, yang telah membuat Aji Mlati lupa diri. Begitu terkena ludah bertuah dan bahu itu sembuh seketika, Suhu Elang mengambil langkah cocor tanpa ampun menyerang Aji Mlati dengan pedang Cocor Elangnya. Yang gelisah justru yang menonton kajadian itu dari jauh. Yakni Ki Ca Hya, yang merasa ada hubungan batin dengan cucunya Aji Mlati. Beliau berdebar-debar. Tapi dalam perguruannya pada Guru Sakti Kebun Senjata dahulu, dia sudah diberi pantangan tidak boleh bertarung dengan Suhu Elang yang tak berbakat jadi guru di Bukit Burung, namun pada suatu ketika akan kembali bertarung dengan siapapun yang memegang pedang Mawar Berduri. Demikian petuah kitab persilatan dan gurunya dulu. Kini, dalam kegelisahan menonton dari jarak jauh, Ki Ca Hya tidak boleh bercabang hati sedikitpun juga... itulah yang mesti dipertahankannya terus... apalagi hatinya tidak boleh cenderung untuk menolong sang cucu. Dalam pada itu, deru telapak kaki kuda mandekati tebing desa Semampir itu. Penduduk berlarian masuk rumah karena kuatir pendekar berkuda ini adalah pendekar pengacau. Sekiranya mereka mangetahui itulah Ki Pita Loka, tentu mereka akan menyambutnya dengan keagungan. Tapi desa ini hanya tempat mampirnya para pendekar, itu pun sejenak, dan penduduknya tak kenal berkelahi. Maka tak heran ketika pendekar Pita Loka memasuki desa Semampir dengan berkuda ini, membuat penduduk menyelamatkan diri. Lalu sunyi senyap sekitar. Saking sunyinya, Ki Pita Loka sempat mendengar bunyi nafas sesak seseorang dibalik semak. Dan begitu dilihatnya yang terkena belitan kaki sendiri itu adalah Ki Harvvati. Pita Loka berkata dengan sinis kepadanya : "Kakimu tetap akan kena belit selama 40 hari 40 malam, sebab jenis kutukan begitu hanya mungkin disebabkan kamu mempermainkan seorang Guru Besar." "Jangan banyak bicara kamu, karena aku bukan minta tolong padamu," bentak Harwati membalas. Kemudian Harwati cuma mendengar telapak kaki kuda yang berlalu. Lalu Koleksi KANG ZUSI tibalah Ki Pita Loka di tepi tebing. Dia menyaksikan dari tepi tebing ini betapa dahsyatnya cocoran pedang sakti Suhu Elang, pendekar yang sudah dia kenal. Ketika Ki Pita Loka mendeckkan lidah bermaksud menyuruh kudanya melangkah, dia mendengar suara agak berat : "Harap tuan jangan memberikan bantuan pada dia." Pita Loka menoleh, dan mendadak menghatur sembah : "Hai, Tuan Guru hadir di sini!" "Aku di sini cuma menyaksikan kecemasanku," ujar Ki Ca Hya. "Kenapa anda larang saya membantu Aji Mlati, tuan Guru?" "Murid besar berbeda dengan murid biasa, sebab Murid Besar harus berhadapan juga dengan Pendekar Besar. Belum kau tahu, bahwa Suhu Elang adalah dulunya Pendekar Besar?" "Tapi kenapa dia mengundurkan diri?" tanya Ki Pita Loka. "Karena dia menggunakan sebuah Kitab yang belum patut dibukanya 40 tahun yang lalu. Lagipula dia belum berhak membuka kitab itu, pun dia bukan orang yang berhak membaca Kitab itu!" ujar Guru Besar Ki Ca Hya. "Bolehkah saya mengetahuinama Kitab itu, Tuan Guru?" "Kitab itu tentu engkau sudah kenal, berkat pengalamanmu berguru pada semua guru besar. Mengapa bertanya padaku, ha?" "Karena anda Guru Besar. Besar dari semua guru," ujar Pita Loka. "Itulah Kitab Rahasia Harimau Putih, kitab yang tidak akan pernah dibaca oleh angkatan kami. Kitab itu bakal menjadi rebutan angkatan setelah kami, baik mereka yang berguru pada malaikat atau jin, maupun yang berguru pada Iblis dan Setan, Saya tahu kamu pasti akan menanyakan kapadaku dimana bersembunyinya Kitab tersebut. Tapi rasanya tak usahlah saya beritahu tempat itu, Pita Loka!" "Saya tahu. Kitab itu tersimpan di perut Bukit Bunga," ujar Pita Loka yang membuat Ki Ca Hya sebagai guru besar terpesona kagum keheranan Serial tujuh Manusia Harimau (6) - Episode 40 Aji Mlati Koleksi KANG ZUSI Mata Ki Ca Hya terbelalak. Lalu dia mengulurkan tangan kepada Ki Pita Loka seraya berkata : "Katau begitu aku hampir salah kaprah melarangmu mencampuri Aji Mlati Serial Tujuh Manusia Harimau 6 Karya Motinggo Busye di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pertarungan di seberang sana itu", "Memang tuan tak patut meninggalkan padepokan tuan, saya kira", ujar Pita Loka. "Baiklah kalau begitu. Aku akan pamit. Kunci rahasia Kitab Kebun Senjata itu adalah anda sendiri, tuan Pita Loka. Rupanya andalah yang tercantum sebagai pendekar berkuda itu, sebagai juru pemisah dari dua senjata ampuh". "Cucu tuan akan pulang sendiri, jangan kuatir, tuan Guru", ujar Ki Pita Loka yang serta merta mendepak perut kuda yang dia naiki itu, sehingga kuda itu meringkik mengangkat dua kali, untuk kemudian bersiluncur dengan cekatan ketepi tebing itu, Terus bersiluncur dengan kepintaran yang dahsyat menyusur ke bawah, kemudian naik lagi ke atas jurang yang menuju ke desa Bukit Burung di seberang itu, Ki Ca Hya merasa dirinya damai, karena apa yang dia saksikan sekarang Ini sebagai tercantum dalam Kitab Kebun Senjata : Maka muncul pendekar berkuda, Yang sudah membaca kulit buku Kitab Rahasia Harimau Putih kendati belum membaca isi sebab dialah yang menjadi juru pemisah pertarungan dua pedang...... Kuda itu terus dipacu Ki Pita Loka mendaki tebing seberang sana itu, sementara Ki Ca Hya memandang dengan tercengang. Lalu pendekar tua itupun segera menghilang dan tak tampak lagi di desa Semampir itu. Suhu Elang, dengan gerak cepatnya terus mendesak dengan cocor pedangnya, dan dia begitu yakin ketika berkata ; "Mulanya aku kasihan karena kau cucu pendekar yang aku segani. Tapi kau benar-benar ingin membunuhku, ya" Kaulah yang harus mati dengan pedangku, nak!" dia menghambur menyabet dan mencocor lagi dengan mata pedang Cocor Elang yang menyilaukan itu, tetapi ketika untuk keenam kalinya dia berkata ". "Mati kau tikus kecil!", ketika itu pulalah matanya melihat jelas seorang pendekar wanita berkuda, yang membuat Suhu Elang ingat syair kebun senjata mengenai pendekar tua yang dilarang membunuh pendekar muda, bertepatan dengan munculnya pembela diam, pendekar berkuda. Koleksi KANG ZUSI Sembari tetap mencocor Aji Mlati dengan pedang cocor elangnva, Suhu Elang berteriak ke arah datangnya Pita Loka: "Kamukah pendekar yang tahu tentang Kitab Rahasia Harimau Putih?" "Betul, hentikan pertarungan itu!" ujar Ki Pita Loka. "Memang pertarungan ini dihabisi yang kalah", ujar Suhu Elang yang mencoba melawan baris kalimat syair tentang tewasnya pendekar tua oleh senjata pendekar muda. Dia sudah lelah, tapi mencocor terus dengan maksud membunuh Aji Mlati, dengan maksud membantah ramalan-ramalan syair tentang diri pendekar puncak, tapi matanya sempat terkesima melihat pada pendekar berkuda Ki Pita Loka, kuatir kalau-kalau dia membantu. Detik terkesima itulah yang membual Aji Mlati mengayunkan pedang Mawar Berduri kali ini menyabet bahu pendekar elang itu, namun karena bahu itu banyak keringat sehingga mata pedang itu meleset menebas leher Suhu Elang. Kepala Suhu Elang lepas dari lehernya, bergelindingan secara mengerikan bersama tubuhnya yang jatuh, yang seakan-akan tubuh itu mencari kepalanya yang copot. Aji Mlati masih tercengang mengapa dirinya bisa menang. Yang jelas dia pusing, lalu mual dan muntah. Dia kaget karena dia yang memenangkan pertarungan itu. Akibatnya dia pingsan dan jatuh dari bubung atap ke bumi. Dan dalam keadaan masih belum sadar itu, tubuh Aji Mlati diangkat Ki Pita Loka, lalu dia taruhkan dipunggung kudanya. Lalu tubuh pendekar perawan itu dia ikat dengan tali sisal nenas, kemudian pedang Mawar Berduri itu dilesatkan Pita Loka ke angkasa seraya berkata: "Kembalilah kau ke kandangmu!" Bagai bola cahaya pedang itu terbang dan menghilang diangkasa. Begitu pula kuda yang membawa Aji Mlati kembali ke padepokan Ki Ca Hya. Ki Ca Hya, melihat ada tubuh terikat di punggung kuda itu adalah cucunya, beliau pun berteriak; "Oh, cucuku tewas juga kau!" Begitu diguncangnva tubuh Aji Mlati dan Aji Mlati sadarkan diri, pendekar perawan itu bertanya ; "Kakek, dimana aku sekarang ini?" "Kau sudah kembali ke padepokan kakekmu lagi, anak hilang", sahut Ki Ca Hya, yang tampak begitu girangnva. Dan kegirangan itu malam itu masih ditambahinya lagi malam itu dengan mengajak Aji Mlati membaca Kitab Kebun Senjata di ruang perpustakaan beliau. Ada sebuah syair di kitab itu yang berbunyi : Ada senjata yang perlu mendarahi tubuh yang sakti sekalipun, Koleksi KANG ZUSI Karena sudah menjadi suratan nasib dan kematian Lalu dia melayang pulang kandang,,,.... Ketika itu seperti terdengar suara gabrug di kamar sebelah. Ki Ca Hya berdiri manghela lengan Aji Mlati : "Ayoh lihat ke kamar senjata di sebelah." Kakek dan cucu itu masuk ke Kamar Senjata itu. Dan memang tampaklah dua pedang sepertinya sedang berkelahi. Pedang Tien Yuan dan Pedang Mawar Berduri. "Ini milikmu, Aji", ujar Ki Ca Hya setelah mencabut pedang Tien Yuan dari tempat pedang Mawar Berduri. Dan Aji Mlati memegang pedang sakti Tien Yuan itu. Sejak saat itu, konon menurut kisah orang-orang tua, Aji Mlati lebih banyak belajar di bawah tanah, di depan air terjun rahasia, tanpa ketemu manusia........ TAMAT Pedang Golok Yang Menggetarkan 2 Pendekar Pulau Neraka 34 Dewi Beruang Putih Tujuh Pedang Tiga Ruyung 10