Ceritasilat Novel Online

Anak Naga 17

Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung Bagian 17 Tong." "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Kita harus memburu waktu, maka bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" "Ng" Jie Lian ciu manggut-manggut. Mereka berpamit kepada para ketua, lalu meninggalkan kuil siauw Lim sie menuju gunung Bu Tong. Beberapa hari kemudian, mereka sudah tiba di gunung Bu Tong. song wan Kiauw Jie Lian ciu Jie Thay Giam dan Thio song Kee menemani Thio Han Liong ke ruang meditasi menemui Thio sam Hong. Begitu memasuki ruang meditasi itu, Thio Han Liong segera bersujud di hadapan guru besar tersebut. "Sucouw...." "Han Liong...." Betapa girangnya Thio sam Hong. "Duduklah" Thio Han Liong segera duduki begitu pula song wan Kiauw dan lainnya. Thio sam Hong terus memandang pemuda itu sambil tersenyum lembut, kemudian manggut-manggut seraya bertanya. "Han Liong, bagaimana keadaan ayah dan ibumu?" "Kedua orangtuaku baik-baik saja," jawab Thio Han Liong. "Hanya... mereka merasa enggan meninggalkan pulau Hong Hoang To." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut. "Memang lebih baik Bu Ki dan isterinya hidup tenang di sana. Kini aku sudah semakin tua...." "Sucouw...." "Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang. "Setiap manusia harus mati, begitu pula aku. Paling lama aku cuma bisa bertahan beberapa tahun lagi. Tapi aku merasa puas sekali, sebab... engkau telah besar dan berkepandaian begitu tinggi. oh ya, kenapa engkau masih belum mau kawin?" "Sucouw...." Wajah Thio Han Liong kemerah-merahan. "Setelah tugas-tugasku selesai, barulah aku kawin." "Apa tugas-tugasmu itu?" tanya Thio sam Hong penuh perhatian. "Itu...." Thio Han Liong menutur tentang janjinya kepada Kam Ek Thian yang di gunung Altai dan Tong Hai sianli. "Karena janji itu, aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan mengunjungi pulau Khong Khong To." "Ngmm" Thio sam Hong manggut-manggut. "Apa yang engkau janjikan, haruslah ditepati. Jangan mencemarkan nama sendiri lantaran mengingkari janji, itu tidak baik." "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk. "Han Liong" Thio sam Hong tersenyum lembut. "Setelah itu, engkau harus kawin, karena... aku ingin menyaksikan engkau berkeluarga." "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk lagi, wajahnya tampak agak kemerah-merahan. "Baiklah," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan matanya. "Kalian boleh meninggalkan ruang ini, aku mau beristirahat." Thio Han Liong bersujud lagi, lalu bersama song Wan Kiauw dan lainnya meninggalkan ruang meditasi itu, menuju ke ruang depan. "Aaaah..." song wan Kiauw menghela nafas panjang setelah duduk. "Suhu sudah tua sekali...." "Oleh karena itu..." sambung Jie Lian ciu sambil memandang Thio Han Liong. "Setelah beres tugas-tugasmu itu, engkau harus segera kawin." "Itu...." Thio Han Liong menundukkan kepala. "Ya." "Han Liong" song Wan Kiauw memandangnya seraya berkata. "Engkau harus kawin sebelum sucouwmu wafat, beliau pasti gembira sekali menyaksikan engkau berkeluarga." "Ya." Thio Han Liong manggut. "Setelah semua urusan itu beres, aku... pasti kawin." "Tentunya engkau sudah punya kekasih kan?" tanya Jie Lian ciu sambil tersenyum. "Ya." Thio Han Liong memberitahukan. "Dia adalah.... An Lok Keng cu, putri Cu Goan Ciang." "Maksudmu Putri kaisar" " Jie Lian ciu terbelalak begitu pula yang lain. "Ayahmu setuju?" "Setuju." Thio Han Liong mengangguk "Syukurlah " Jie Lian ciu tersenyum. "Apabila engkau sempat, ajaklah dia ke mari menemui sucouwmu" "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut dengan wajah agak kemerah-merahan. "Han Liong " Jie Lian ciu menatapnya dalam-dalam. "Tong Hai sianli kelihatannya amat menyukaimu. Kalau bertemu dia engkau harus berterus terang kepadanya, bahwa engkau sudah punya kekasih. Itu agar menghindari hal-hal yang tak diinginkan." "Dan..." tambah song Wan Kiauw. "Engkau jangan menyinggung perasaannya. Apabila perasaannya tersinggung, dia pasti menimbulkan bencana dalam rimba persilatan Tionggoan." "Aku akan bicara baik-baik dengannya, sama sekali tidak akan menyinggung perasaannya," ujar Thio Han Liong. "Bagus." song Wan Kiauw tersenyum. "Oh ya, kenapa engkau harus mencari Yo Ngie Kuang?" "Sebab...." Thio Han Liong menutur tentang itu. "Maka aku harus mencarinya." "Oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut. "Jadi dia mencuri kitab pusaka Lian Hoa Cin Keng milik Kam Ek Thian?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Aku mau mohon pamit." "Baiklah." song Wan Kiauw manggut-manggut dan berkesan. "Begitu semua urusanmu beres, ajaklah An Lok Kong cu ke mari" "Ya." Thio Han Liong bersujud, lalu meninggalkan gunung Bu Tong untuk mencari Yo Ngie Kuang. Bab 60 Lam Khie Terkena Pukulan Beracun Agak bingung juga Thio Han Liong melakukan perjalanan, karena tidak tahu harus ke mana mencari Yo Ngie Kuang. Beberapa hari kemudian, ia tiba di sebuah kota yang cukup besar. Ketika ia sedang berjalan santai, mendadak melihat seorang tua memasuki rumah makan. Begitu melihat orangtua itu, Thio Han Liong segera mengikutinya, ke dalam rumah makan tersebut. "Pak Hong Lociancwee" seru Thio Han Liong memanggil orangtua itu. "Han Liong" sahut orangtua itu dan tampak girang sekali, ternyata memang Pak Hong (si Gila Dari Utara). "Duduklah di sini" Thio Han Liong mengangguk lalu duduk di hadapan Pak Hong, sedangkan Pak Hong langsung memesan beberapa macam hidangan dan arak wangi. "Locianpwee...." Thio Han Liong tersenyum. "Tak disangka kita berjumpa di sini." "Sungguh kebetulan" pak Hong tertawa gembira. "Oh ya, engkau dan Dewi Kecapi berhasil mencari Bu sim Hoatsu?" Thio Han Liong mengangguk kemudian menutur tentang kejadian itu sejelas-jelasnya dan Pak Hong mendengar dengan penuh perhatian. "Aaaah...." Pak Hong menghela nafas panjang. "Akhirnya Bu sim Hoatsu yang jahat itu mati juga Dewi Kecapi sudah pulang ke daerahnya?" "Dia sudah pulang ke daerahnya." "Han Liong" Pak Hong menatapnya sambil bertanya. "Kenapa engkau berada di kota ini" sebetulnya engkau mau ke mana?" "Aku sedang mencari seseorang, namun tidak tahu harus ke mana mencarinya." Thio Han Liong meng- gelenggelengkan kepala. "Maka tanpa sengaja aku tiba di kota ini." "Engkau mencari siapa?" "Yo Ngie Kuang." "Yo Ngie Kuang?" gumam Pak Hong. "Aku tidak pernah mendengar nama tersebut. sebetulnya siapa dia?" "Dia...." Thio Han Liong menceritakan tentang Kam Ek Thian yang tinggal di gunung Altai. "Yo Ngie Kuang adalah murid ayah Kam Ek Thian, namun ketika Kam Ek Thian, dan isterinya ke Tionggoan menyusul siauw Cui, Yo Ngie Kuang justru mencuri sebuah kitab pusaka." "Oh?" Pak Hong terbelalak. "Kitab pusaka apa?" "Lian Hoa Cin Keng." "Lian Hoa Cin Keng?" pak Hong mengerutkan kening. "Kalau begitu, Kam Ek Thian berasal dari aliran Lian Hoa (Bunga Teratai)?" "Ya " Thio Han Liong mengangguk "Kok Locian-pwee tahu?" "Guruku yang memberitahukan kepadaku." sahut Pak Hong. "Aliran Lian Hoa itu tidak pernah memasuki daerah Tionggoan. engkau sungguh beruntung memperoleh Thian ciok sin sui itu" "Yaah" Thio Han Liong tersenyum. "Kalau sebelumnya aku tidak menyelamatkan nyawa siauw Cui, putri Kam Ek Thian, mungkin agak sulit bagiku memperoleh Thian ciok sin sui" "Ngmm" Pak Hong manggut-manggut. "oh ya, aku dengar belum lama ini aliran Tong Hai memasuki daerah , Tionggoan, bahkan berhasil mengalahkan beberapa ketua partai besar di Tionggoan." "Betul" Thio Han Liong mengangguk "Engkau yang berhasil menundukkan Tong Hai sianli, maka mereka pulang ke Tong Hai. Ya, kan?" Pak Hong tersenyum. "Ya." "Han Liong" Pak Hong tertawa gelak. "Secara langsung engkau telah mengharumkan rimba persilatan Tionggoan. Aku kagum dan merasa bangga sekali." "Locianpwee...." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Karena itu, aku diundang ke pulau Khong Khong To di pulau Tong Hai. " "oh?" Pak Hong tertegun. "Kenapa engkau diundang ke sana?" "Untuk menterjemahkan sebuah kitab bertulisan Thian Tok sebab ayah Tong Hai sianli tidak mengerti tulisan Thian Tok." "Ternyata begitu" Pak Hong tertawa. "Terus terang aku pun tidak mengerti tulisan Thian Tok. oh ya siapa yang mengajarmu tulisan India?" "BuBeng siansu." Thio Han Liong memberitahukan. "Maka aku mengerti tulisan Thian Tok." "oooh" Pak Hong manggut-manggut. "Kalau begitu, engkau juga bisa berbahasa Thian Tok?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Hebat engkau" Pak Hong mengacungkan jempolnya ke hadapan Thio Han Liong sambil tersenyum. "Itu sungguh di luar dugaan, oh ya, kitab apa itu?" "Kitab Ih Kin Keng." Thio Han Liong memberitahukan. "Kalau tidak salah, kitab itu adalah kitab ilmu silat." "oooh" Pak Hong manggut-manggut dan bertanya. "Kapan engkau akan berangkat ke pulau Khong Khong To?" "Dalam waktu tiga bulan, sebab aku masih harus mencari Yo Ngie Kuang," jawab Thio Han Liong. "Kalau begitu..." Wajah pak Hong berseri. "Masih keburu." "Maksud Locianpwee?" tanya Thio Han Liong heran. "Han Liong" pak Hong menjelaskan. "Aku baru datang dari Tayli, tujuanku memang mencarimu." "Kenapa Locianpwee mencariku?" "Aku ke Tayli menemui Lam Khie, ternyata dia...." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Dia berbaring di tempat tidur...." "Lam Khie Locianpwee sakit?" tanya Thio Han Liong terkejut. "Dia terkena pukulan beracun," jawab Pak Hong. "Kalau dia tidak memiliki Lweekang tinggi, mungkin telah binasa." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Siapa yang memukulnya?" "Dia tidak mau memberitahukan kepadaku." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Katanya tiada obat yang dapat memunahkan racun itu, dan dia hanya bisa bertahan satu bulan lagi. oleh karena itu aku cepat-cepat kembali ke Tionggoan mencarimu. sebab aku tahu engkau mahir ilmu pengobatan, siapa tahu engkau dapat menyembuhkannya." "Kalau begitu, kita masih sempat ke Tayli kan?" "Ya." "Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut. "Usai makan kita langsung berangkat ke Tayli." "Itu yang kuharapkan," sahut Pak Hong. "Han Liong, engkau memang seorang pendekar muda yang berhati mulia, selalu mementingkan orang lain." Seusai makan mereka berdua lalu meninggalkan rumah makan itu, dan langsung menuju daerah Tayli. Karena harus memburu waktu, maka mereka menggunakan ilmu ginkang, agar bisa tiba di Tayli selekasnya. Kira-kira sepuluh hari kemudian, mereka berdua sudah tiba di daerah Tayli. pak Hong mengajak Thio Han Liong ke tempat tinggal Lam Khie. Pemandangan di tempat tinggal Lam Khie sungguh indah Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menakjubkan. sayup,sayup terdengar suara gemuruh air terjun bagaikan alunan musik. Tak seberapa lama kemudian, tampak sebuah gubuk di hadapan mereka. "Itu gubuk Lam Khie." Pak Hong memberitahukan. "Mari kita ke sana" Thio Han Liong mengangguk dan mengikuti Pak Hong menuju gubuk itu. Perlahan-lahan Pak Hong mendorong pintu gubuk tersebut. Tampak Lam Khie berbaring di ranjang kayu. "Lam Khie" seru Pak Hong. "Aku membawa Han Liong ke mari, mudah-mudahan dia bisa mengobatimu" "Pak Hong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Thio Han Liong dengan mata redup, "Engkau...." "Locianpwee" Thio Han Liong mendekatinya, lalu memeriksanya dengan cermat sekali. "Untung Locianpwee memiliki Lweekang yang amat tinggi. Kalau tidak, nyawa Locianpwee pasti sudah melayang." katanya. "Aaaah." Lam Khie menghela nafas panjang. "Aku... aku sudah tidak tahan lagi...." "Han Liong, bagaimana keadaan Lam Khie, apakah masih bisa ditolong?" "Keadaan Lam Khie Locianpwee sudah parah sekali, tapi masih bisa ditolong." sahut Thio Han Liong memberitahukan. "Sebab aku membawa pemunah racun yang diramu dengan daun dan akar soat san Ling che. obat pemunah racun itu dapat menyembuhkan Lam Khie Locianpwee." "Oh?" Wajah Pak Hong berseri. "Syukurlah" Thio Han Liong mengambil dua butir obat pemunah racun, lalu dimasukkan ke mulut Lam Khie. "Locianpwee," ujar Thio Han Liong. "Percayalah Locianpwee pasti bisa sembuh" Lam Khie tersenyum getir. Mendadak Thio Han Liong membopongnya dan itu membuat pak Hong terbelalak. "Eh" Mau dibopong ke mana?" "Ke depan," sahut Thio Han Liong sambil membopong Lam Khie ke halaman, lalu menaruhnya ke bawah. "Locianpwee duduk bersila, aku akan membantu Locianpwee mendesak ke luar racun yang di dalam tubuh Locianpwee." "Han Liong...." Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala sambil duduk bersila. "Tidak mungkin aku akan sembuh...." Thio Han Liong tersenyum. la duduk di belakang Lam Khie. sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung orangtua itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke dalam tubuhnya. Seketika juga Lam Khie merasakan adanya aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya melalui punggungnya, karena itu, ia pun mencoba menghimpun Lwee-kangnya sambil memejamkan matanya. Pak Hong berdiri diam di situ sambil menatap mereka dengan penuh perhatian. Berselang beberapa saat Lam Khie muntah. "Uaaakh Uaaakh..." Lam Khie memuntahkan cairan kehijauhijauan. setelah itu, wajahnya yang semula agak kehijauhijauan mulai berubah kemerah-merahan. Setelah Lam Khie muntah, tak lama Thio Han Liong berhenti mengerahkan Kiu Yang sin Kang lalu bangkit berdiri "Bagaimana Han Liong?" tanya Pak Hong. "Racun yang ada di dalam tubuh Lam Khie Locianpwee sudah punah," jawab Thio Han Liong memberitahukan. "Dua hari lagi Lam Khie Locianpwee pasti pulih." "Oooh" Pak Hong menarik nafas lega. "Syukurlah" Di saat bersamaan, Lam Khie bangkit berdiri, lalu memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa haru. "Terima kasih, Han Liong," ucapnya. "Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum. "Jangan berterimakasih kepadaku, tapi berterima kasihlah kepada Pak Hong Locianpwee" "Pak Hong, terima kasih," ucap Lam Khie. "Ha ha ha" Pak Hong tertawa. "Syukurlah engkau tidak mampus, aku gembira sekali" "Pak Hong, aku telah berhutang budi kepadamu. Aku...." "Lam Khie," potong Pak Hong. "Jangan berkata begitu, aku merasa tidak enak" "Locianpwee," ujar Thio Han Liong mendadak. "Aku mohon pamit." "Han Liong" Pak Hong melotot. "Engkau sudah gila ya" Baru datang sudah mau pulang. Jangan begitu" "Locianpwee..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Aku harus memburu waktu mencari Yo Ngie Kuang." "Han Liong" Lam Khie menatapnya lembut. "Biar bagaimanapun engkau tidak boleh begitu cepat kembali ke Tionggoan, harus tinggal di Tayli beberapa hari." "Tapi...." "Tidak ada tapi-tapian, pokoknya engkau harus tinggal di Tayli beberapa hari" tandas Pak Hong. "Locianpwee...." "Han Liong," ujar Lam Khie. "Aku akan mengajakmu pergi menemui Raja Tayli yaitu Toan Hong Ya." "Aku...." "Jangan menolak Han Liong" sela Pak Hong. "Itu tidak baik, " "Baiklah." Thio Han Liong manggut-manggut. "oh ya, Lam Khie Locianpwee. Siapa yang melukaimu?" "Tan Beng Song," jawab Lam Khie sambil menarik nafas panjang. "Adik seperguruanku." "Oh?" Thio Han Liong dan Pak Hong tertegun. "Kenapa dia melukai Locianpwee dengan pukulan beracun?" "Aaaah.." Lam Khie menghela nafas panjang lagi. "Dua puluh tahun yang lalu, aku memergokinya melakukan, suatu kejahatan, maka aku lapor kepada guru. Karena itu, dia diusir oleh guru. Sejak itu dia amat dendam padaku. Tak disangka dua puluh tahun kemudian, dia justru ke mari melukaiku." "Kepandaiannya lebih tinggi dari Locianpwee?" tanya Thio Han Liong heran. "Yaah" Lam Khie menggeleng-gelengkan kepala. "Dua puluh tahun lalu kepandaiannya masih di bawahku. Namun tak disangka dua puiuh tahun kemudian, kepandaiannya begitu tinggi. Aku... aku hanya dapat bertahan dua puluh jurus saja." "Lam Khie," tanya Pak Hong. "Tahukah engkau ilmu pukulan apa itu?" "Aku tidak tahu. Namun yang jelas ilmu pukulan itu mengandung racun," sahut Lam Khie. "Untung aku memiliki Lweekang sakti Hud Bun Pan Yok sin Kang, maka aku bisa bertahan hingga saat ini. Kalau tidak, aku pasti sudah binasa." Bagian 31 "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. "Engkau memang panjang umur. Kalau aku tidak berhasil mencari Han Liong, engkau pasti binasa." "Betul." Lam Khie manggut-manggut sambil tersenyum. "Ayoh, mari kita masuk ke gubuk" Pak Hong dan Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka bertiga masuk ke gubuk itu. "Han Liong" Lam Khie memandangnya seraya bertanya, "Bagaimana keadaanmu selama ini?" "Aku...." Thio Han Liong menceritakan semua dan menambahkan. "Kini aku harus mencari Yo Ngie Kuang dan pergi ke pulau Khong Khong To." "Ngmm" Lam Khie manggut-manggut. "Itu memang harus engkau laksanakan, sebab engkau telah berjanji." "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Han Liong" Lam Khie memberi usul. "Apabila dalam waktu dua bulan engkau tidak berhasil mencari Yo Ngie Kuang, maka engkau harus pergi ke pulau Khong Khong To." "Betul." Thio Han Liong manggut-manggut. "Terimakasih atas petunjuk Locianpwee." Mereka bertiga terus bercakap-cakap. Tak terasa hari sudah gelap. Dua hari kemudian, Lam Khie sudah pulih. la mengajak Pak Hong dan Thio Han Liang ke istana Tayli menemui Toan Hong Ya. Dengan penuh kegembiraan dan kehangatan Raja Tayli menyambut kedatangan mereka, lalu mempersilakan mereka duduk, dan para dayang segera menyuguhkan arak wangi. "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira sambil mengangkat cawannya.. "Mari kita bersulang" Mereka bersulang sambil tertawa. setelah itu Lam Khie berkata memberitahukan kepada Raja Tayli. "Han Liong mahir ilmu pengobatan. Kalau Pak Hong tidak membawanya ke tempat tinggalku, aku... aku pasti sudah binasa." "Lho?" Toan Hong Ya terkejut. "Kenapa?" "Sebab aku terkena pukulan beracun...." Lam Khie menutur tentang kejadian itu. "Kini aku telah pulih berkat jasa Han Liong." "Oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Sungguh di luar dugaan, padahal Han Liong masih muda" "Kepandaiannya amat tinggi," sambung pak Hong. "Kami berdua bukan tandingannya." "oh?" Toan Hong Ya tampak kurang percaya. "Benarkah itu?" "Benar." Lam Khie manggut-manggut. "Kepandaiannya memang amat tinggi sekali." "Bukan main" Toan Hong Ya semakin kagum pada Thio Han Liong. Di saat bersamaan, tampak seorang dayang tergopohgopoh memasuki ruang itu dengan wajah pucat pasi. "Hong Ya" lapor dayang itu. "Penyakit Putra Mahkota kambuh, sekujur badannya dingin sekali" "Cepat panggil tabib" sahut Toan Hong Ya. "Tabib istana sedang bepergian...." "Hah?" Wajah Toan Hong Ya langsung berubah pucat pias, kemudian bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil bergumam. "Celaka Betul-betul celaka" "Hong Ya," ujar Pak Hong. "Bagaimana kalau Han Liong yang memeriksa Putramu itu?" "Itu...." Toan Hong Ya memandang Thio Han Liong. "Hong Ya," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh. "Aku bersedia mengobati Putra Hong Ya." "Baik." Toan Hong Ya manggut-manggut. "Mari ikut aku ke kamar Putraku" Toan Hong Ya melangkah ke dalam diikuti Lam Khie, Pak Hong dan Thio Han Liong. Tak lama kemudian, sampailah mereka di sebuah kamar. Para dayang yang berdiri di sana segera memberi hormat, Toan Hong Ya segera melangkah ke dalam dan diikuti Lam Khie, Pak Hong dan Thio Han Liong. "Putraku...." Toan Hong Ya menghampiri Toan Chuan Ke yang berbaring di tempat tidur. Anak itu berusia sekitar dua belas tahun, badannya kurus sekali. "Bagaimana keadaanmu?" "Ayahanda, ananda...." Toan chuan Kie menatap Toan Hong Ya dengan mata redup, "Hong Ya," tanya Thio Han Liong. "Bolehkah aku mulai memeriksanya?" "Silakan" sahut Toan Hong Ya. Thio Han Liong mulai memeriksa nadi Toan chuai Kie. Kemudian keningnya tampak berkerut-kerut. Lama sekali barulah ia berhenti memeriksanya. "Han Liong..." tanya Toan Hong Ya cemas. "Bagai mana keadaan Putraku?" "Hong Ya," Thio Han Liong memberitahukan. "Kalau Lam Khie Locianpwee tidak mengajakku ke mari putra Hong Ya pasti tidak tertolong." "oh?" Toan Hong Ya menatapnya. "Kalau begitu.." "Hong Ya tidak usah cemas." Thio Han Liong KM senyum. "Aku sanggup menyembuhkan penyakitnya." "Han Liong," tanya Toan Hong Ya. "sebetulnya Putraku mengidap penyakit apa" Kenapa tabib istana dan tabib lain tidak mengetahuinya?" "Putra Hong Ya mengidap penyakit Hian Thian pui Cok (Kekurangan Hawa Hangat) di dalam tubuhnya sehingga tubuhnya kian hari kian bertambah lemah." Thio Han Liong memberitahukan. "itu adalah penyakit bawaan lahir, lagipula Putra Hong Ya lahir tujuh bulan. Karena itu, kondisi badannya amat lemah ketika lahir." "Betul." Toan Hong Ya manggut-manggut. "Karena itu, maka sejak lahir putra Hong Ya sudah diberikan obat kuat yang tidak cocok dengan tubuhnya maka membuat tubuhnya sering kedinginan ketika ia mulai tumbuh besar." Thio Han Liong menjelaskan. "oh karena itu, tubuhnya harus diisi dengan hawa hangat" "Han Liong..." ujar Toan Hong Ya. "Tolonglah Putraku" "Ng" Thio Han Liong mengangguk, lalu membuka baju Toan chuan Kie. setelah itu, sepasang telapak tangannya ditempelkan pada pusar anak itu, sekaligus mengerahkan Kiu Yang sin Kang ke dalam tubuhnya. Toan Hong Ya, Lam Khie dan Pak Hong terus memperhatikan. Berselang beberapa saat, wajah Toan chuan Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kie yang pucat pias tampak mulai memerah, bahkan tubuhnya tidak menggigil lagi. Betapa girangnya Toan Hong Ya menyaksikan keadaan putranya begitu pula Lam Khie dan Pak Hong. Thio Han Liong tampak tersenyum, kemudian berhenti mengerahkan Kiu Yang sin Kangnya. "Adik kecil," ujarnya lembut. "Engkau jangan khawatir, sebab kini engkau sudah sembuh, hanya masih harus makan obat." "Terimakasih," ucap Toan chuan Kie. Thio Han Liong segera membuka resep. lalu diberikan kepada Toan Hong Ya. "Beli tiga bungkus saja. setelah makan obat itu, Putra Hong Ya pasti sehat seperti anak lain." katanya. "Terimakasih, Han Liong," ucap Toan Hong Ya sambil menerima resep itu "Terimakasih...." "Ayahanda" panggil Toan chuan Kie sambil bangun. "Ananda sudah tidak merasa dingin lagi." "Jangan bangun, Nak Tetaplah berbaring di tempat tidur saja" ujar Toan Hong Ya. "Tidak apa-apa, Hong Ya," sela Thio Han Liong. "Dia memang harus bergerak, tidak boleh terus berbaring di tempat tidur." "oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Kakak..." Toan chuan Kie mendekati Thio Han Liong. "Kakak sungguh hebat, aku ingin seperti Kakak" "Bagus" Thio Han Liong manggut-manggut. "Kalau begitu engkau harus berguru kepada Lam Khie Locianpwee." "Ya." Toan chuan Kie mengangguk. "Han Liong" Lam Khie heran. "Kenapa engkau menyuruh dia berguru kepadaku?" "sebab Locianpwee memiliki ilmu Hud Bun Pan Yok sin Kang, yang amat bermanfaat bagi tubuhnya." "oooh" Lam Khie manggut-manggut. "Ternyata begitu Baiklah aku pasti menerimanya sebagai murid." "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gelak. "Engkau memang saudaraku yang baik Ha ha ha..." "Aaah..." Lam Khie menghela nafas panjang. "Tidak percuma aku mengajak Han Liong ke mari. Dia menyelamatkan nyawaku dan nyawa Chuan Kie. Kita berhutang budi kepadanya." "Lam Khie Locianpwee, jangan berkata begitu" ujar Thio Han Liong cepat. "Aku... aku menjadi tidak enak" "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa terbahak-bahak "Han Liong, kami memang berhutang budi kepadamu" "Hong Ya" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan berkata begitu. Menolong sesama manusia adalah tugas kita bersama." "Bagus, bagus" Toan Hong Ya manggut-manggut "Kalau aku memberimu uang emas atau uang perak tentunya engkau akan menolak. Ya kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Karena itu..." ujar Toan Hong Ya serius. "Aku akan menghadiahkan suatu benda kepadamu. Itu hadiah dari Raja Bhutan untukku. Namun alangkah baiknya ku hadiahkan kepadamu." "Hong Ya...." "Engkau jangan menolak, sebab engkau mahir ilmu pengobatan, maka benda itu amat berguna bagimu." seru Toan Hong Ya. "Hong Ya," tanya Pak Hong. "sebetulnya engkau ingin menghadiahkan apa kepada Han Liong?" "Im Ko (Buah Yang Mengandung Hawa Dingin" jawab Toan Hong Ya memberitahukan. "Hadiah dari Raja Bhutan, kini akan kuhadiahkan kepada Han Liong." "Im Ko?" Thio Han Liong terperanjat. "Itu buah yang langka, tergolong buah ajaib pula." "BetuL" Toan Hong Ya manggut-manggut "Raja Bhutan pun memberitahukan kepadaku. Namun beliau sama sekali tidak tahu cara makannya, maka buah itu beliau hadiahkan kepadaku." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Akupun tidak tahu khasiat buah itu, jadi lebih baik kuhadiahkan kepadamu saja," ujar Toan Hong Ya sambil tersenyum. "sebab engkau mahir ilmu pengobatan tentunya tahu harus diapakan buah itu." "Tapi...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Buah itu amat berharga, lebih baik Toan Hong Ya menyimpannya." "Percuma." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala. "sudah hampir sepuluh tahun aku menyimpan buah lm Ko itu, buktinya tidak bermanfaat bagiku. oleh karena itu, alangkah baiknya kuhadiahkan kepadamu." "Tapi...." "Han Liong," desak Lam Khie. "Engkau tidak boleh menolak, sebab kemungkinan besar ada gunanya engkau menyimpan buah itu." "Baiklah." Thio Han Liong mengangguk. "Aku akan ke kamarku mengambil buah itu," ujar Toan Hong Ya lalu berjalan ke kamarnya. Tak seberapa lama kemudian ia sudah kembali dan membawa sebuah kotak kecil. "Han Liong, buah itu kusimpan di dalam kotak kecil ini. Terimalah" "Terimakasih, Hong Ya," ucap Thio Han Liong sambil menerima kotak kecil itu, kemudian disimpan di dalam bajunya. "Han Liong," tanya Pak Hong ingin mengetahuinya. "Bolehkah engkau memberitahukan tentang khasiat obat itu?" "Khasiatnya mempertinggi Lweekang orang yang belajar lm Kang (Tenaga Yang Mengandung Hawa Dingin)." "Itupun harus tahu dosisnya, sebab kalau kelebihan dosis, orang tersebut akan berubah jadi banci." "oh?" Pak Hong terbelalak. "Bagaimana kalau wanita yang memakannya?" "Apabila kelebihan dosis, maka seumur hidup wanita itu tidak bisa punya anak, maka harus tahu jelas mengenai itu." Thio Han Liong menjelaskan. "Aku tahu tentang buah itu dari BuBeng siansu." "oooh" Pak Hong manggut-manggut. "Han Liong, sungguh luas pengetahuanmu Aku semakin kagum pada mu. " "Locianpwee...." Wajah Thio Han Liong tampak kemerahmerahan. "Jangan terlampau memuji diriku" "Engkau memang luar biasa." Pak Hong menggelenggelengkan kepala. "Engkau mahir silat, sastra dan lain sebagainya. Itu membuat kami kagum sekali." "Betul." Toan Hong Ya manggut-manggut. "Han Liong, boleh dikatakan engkau Pendekar sakti." "Hong Ya...." Thio Han Liong menundukkan kepala. "Han Liong," Lam Khie menepuk bahunya. "Engkau memang pemuda yang baiki sama sekali tidak bersifat angkuh. Aku salut kepadamu, sungguh" "Locianpwee...." Thio Han Liong mendongakkan kepalanya, kemudian memandang Toan Hong Ya seraya berkata. "Hong Ya, aku mau mohon pamit." "Apa?" Toan Hong Ya terbelalak. "Kenapa begitu cepat?" "Sebab aku harus cepat-cepat kembali ke Tionggoan mencari seseorang. setelah itu, aku masih memburu waktu untuk ke Tong Hai." Thio Han Liong memberitahukan. "Oleh karena itu, aku harus mohon pamit sekarang." "Han Liong, bagaimana kalau engkau berangkat esok saja agar kita bisa mengobrol malam ini?" kata Toan Hong Ya dengan tersenyum. Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian mengangguk, "Ya, Hong Ya." "Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira. "Pokoknya malam ini aku harus menjamu kalian Ha ha ha..." Malam harinya, Toan Hong Ya menjamu mereka bertiga, bahkan perjamuan itu dimeriahkan pula dengan musik dan berbagai tarian. Keesokan harinya, berangkatlah Thio Han Liong kembali ke Tionggoan. Bab 61 Berlayar Ke Pulau Khong Khong To Begitu tiba di Tionggoan, Thio Han Liong langsung mencari Yo Ngie Kuang. Namun sudah dua bulan ia mencari ke sana ke mari, sama sekali tidak menemukan jejak pemuda itu. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk berangkat ke pesisir Timur, untuk berlayar ke pulau Khong Khong To. Oleh karena itu, ia mulai melakukan perjalanan ke Timur Justru sungguh di luar dugaan, di tengah perjalanan ia berjumpa dengan Ouw Yang Bun, yang sedang mencari putrinya. "Saudara Han Liong...." Betapa gembiranya Ouw Yang Bun. "Tak disangka kita berjumpa di sini" "Saudara Ouw Yang Bun" Thio Han Liong tersenyum, kemudian memegang bahunya seraya bertanya, "Bagaimana keadaanmu selama ini?" "Baik-baik saja. Bagaimana keadaanmu?" "Aku pun baik-baik saja." Thio Han Liong memandangnya seraya berkata. "Sungguh kebetulan kita berjumpa di sini" "oh ya, Aku...." Wajah Ouw Yang Bun tampak murung sekali. "Belum berhasil menemukan putriku, dia entah di mana?" "Justru aku akan katakan barusan sungguh kebetulan kita berjumpa di sini," sahut Thio Han Liong. "Sebab aku akan menyampaikan kabar berita kepadamu mengenai putrimu itu." "Oh" Engkau tahu dia berada di mana?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan. "Bu sim Hoatsu telah binasa, namun putrimu tidak bersamanya...." Thio Han Liong menutur tentang semua itu. Ouw Yang Bun mendengar dengan penuh perhatian dan wajahnya mulai tampak berseri. "oooh" la menarik nafas lega. "Jadi kini Putriku berada di gunung Altai?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Engkau boleh ke sana menengoknya." "Saudara Han Liong...." Ouw Yang Bun menatap haru. "Terimakasih...." "Kalau engkau bertemu Paman Kam Ek Thian tolong memberitahukan bahwa aku masih terus mencari Yo Ngie Kuang" pesan Thio Han Liong. "Ya." Ouw Yang Bun mengangguk. "oh ya, kalau engkau bertemu guruku, tolong beritahukan bahwa aku sedang pergi ke gunung Altai" "Baik," Thio Han Liong manggut-manggut. "Maaf, aku harus melanjutkan perjalanan" "Saudara Han Liong, aku berhutang budi kepadamu," ujar Ouw Yang Bun. "Mudah-mudahan kelak aku dapat membalas sampai jumpa" Ouw Yang Bun melesat pergi, sedangkan Thio Han Liong menarik nafas lega lalu melanjutkan perjalanannya . Sementara Ouw Yang Bun terus melakukan perjalanan ke gunung Altai. Tujuh delapan hari kemudian, ia sudah tiba di kaki gunung itu Ketika ia sedang mendaki, mendadak muncul dua wanita menghadangnya. Mereka ternyata Yen Yen dan lng lng. "Berhenti" bentak Yen Yen sambil menatapnya tajam. "Siapa engkau dan ada apa datang ke mari?" "Maaf" Ouw Yang Bun segera memberi hormat. "Namaku Ouw Yang Bun. Kebetulan aku berjumpa Thio Han Liong. Dia menyuruhku ke mari menengok putriku." "Oh?" Yen Yen mengerutkan kening. "Putrimu bernama ouw Yang Hui sian?" "Betul, betul." Wajah Ouw Yang Bun langsung berseri. "Mari ikut kami ke puncak" ajak Yen Yen. Mereka lalu melesat ke puncak gunung itu dan tak seberapa lama kemudian mereka sudah tiba di sana. Yen Yen dan lng lng mengajaknya masuk ke rumah Kam Ek Thian. "Silakan duduk" ucap Yen Yen. "Aku akan melapor dulu. Engkau tunggu di sini, jangan ke mana-mana" "Ya." Ouw Yang Bun duduk, Yen Yen masuk ke dalam, namun tidak lama kemudian sudah kembali bersama Kam Ek Thian dan Lie Hong suan. Ouw Yang Bun segera bangkit dari tempat duduknya dan langsung memberi hormat kepada mereka. "Silakan duduk" ucap Kam Ek Thian sambil duduk dan Lie Hong suan duduk di sisinya. "Terimakasih," ucap Ouw Yang Bun sambil duduk, "Engkau Ouw Yang Bun, ayah ouw Yang Hui sian?" tanya Kam Ek Thian. "Ya." Ouw Yang Bun mengangguk. "Aku bertemu Thio Han Liong. Dia yang memberitahukan kepadaku maka aku ke mari." "oooh" Kam Ek Thian manggut-manggut. "oh ya" Ouw Yang Bun memberitahukan. "Dia menyuruhku bilang kepada Tuan bahwa dia masih terus mencari Yo Ngie Kuang." "Ngmm" Kam Ek Thian manggut-manggut lagi, kemudian memandang Yen Yen seraya berkata, "Bawa Hui sian ke mari" "Ya." Yen Yen segera masuk ke dalam. Tak seberapa lama kemudian, wanita itu sudah kembali bersama ouw Yang Hui sian dan Kam siauw Cui. Begitu melihat Ouw Yang Bun, gadis kecil itu langsung berseru sambil berlan lari menghampirinya. "Ayah Ayah" "Nak" Mata Ouw Yang Bun bersimbah air. la memeluk Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo putrinya erat-erat lalu membelainya dengan penuh kasih sayang. "Nak.." "Ayah..." seru Hui sian terisak-isak. "Paman dan Bibi yang menyelamatkanku dari tangan pendeta jahat itu " "Ayah sudah tahu." Ouw Yang Bun terus membelai nya. "Ayah gembira sekali." "Paman mau membawa Adik Hui sian pulang ke Tionggoan?" tanya Kam siauw Cui mendadak. "Tidak." Ouw Yang Bun menggelengkan kepala. "Dia boleh tetap tinggal di sini menemanimu. " "oh?" Wajah Kam siauw Cui berseri. "Terimakasih, Paman." "Ouw Yang Bun" Kam Ek Thian menatapnya. "Engkau masih ingin kembali ke Tionggoan?" "Tuan, sebetulnya aku sudah bosan berkecimpung dalam rimba persilatan, maka kalau Tuan mengijinkan, aku... aku ingin tinggal di sini," jawab Ouw Yang Bun sungguh-sungguh dan menambahkan. "Pemandangan di sini amat indah sekali. Di sini merupakan tempat tinggal yang tenang dan damai." "oh?" Kam Ek Thian tersenyum. "Betulkah engkau ingin tinggal di sini?" "Ya." Ouw Yang Bun mengangguk. "Baiklah." Kam Ek Thian manggut-manggut. "Engkau boleh tinggal di sini." "Terimakasih Tuan, terimakasih," ucap Ouw Yang Bun dengan rasa haru. "Ayah" Betapa gembiranya ouw Yang Hui sian. Kemudian gadis kecil itu pun mengucapkan terimakasih kepada Kam Ek Thian dan Lie Hong suan. "Terima kasih, Paman, terimakasih Bibi." "Ha ha ha" Kam Ek Thian tertawa gembira, lalu memandang Lie Hong suan seraya berkata, "isteriku, mudah-mudahan Han Liong dapat mencari Yo Ngie Kuang secepatnya, jadi urusan itu tidak terus terganjel dalam hati kita" "Ya." Lie Hong suan manggut-manggut. "Aku yakin Han Liong pasti berhasil mencari Yo Ngie Kuang, aku yakin itu." "Kalau kitab itu sudah kembali ke tangan kita, tentu kita dapat berlega hati," ujar Kam Ek Thian. "Mudah-mudahan Han Liong dapat membujuknya mengembalikan kitab itu" "Mudah-mudahan" sahut Lie Hong suan dan mengusulkan. "Suamiku, setelah kitab itu dikembalikan, alangkah baiknya di bakar saja." "Betul." Kam Ek Thian manggut-manggut. "Aku setuju. Kitab itu memang harus dibakar, agar tidak menimbulkan masalah lagi." Sementara itu, Thio Han Liong telah tiba di pesisir Timur. Tampak beberapa buah kapal berlabuh di sana. Thio Han Liong mendekati salah sebuah kapal tersebut. Di saat bersamaan, muncul beberapa orang menghampirinya. "Siapa saudara, mau apa ke mari?" tanya salah seorang dari mereka sambil menatapnya dengan penuh perhatian. "Namaku Thio Han Liong. Aku ke mari mencari orang yang bersedia mengantarku ke pulau Khong Khong To." "oooh" Mereka segera memberi hormat. "Ternyata Thio siauhiap Maaf, kami tidak mengetahuinya " "Tidak apa-apa." Thio Han Liong tersenyum. "Thio siauhiap." salah seorang memberitahukan. "Sudan dua bulan lebih kami menunggu di sini, itu adalah perintah dari sianli." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Saudara-saudara, apakah kalian sudi mengantarku ke pulau Khong Khong To?" tanyanya. "Itu memang tugas kami," sahut salah seorang itu sambil tertawa. "Thio siauhiap. mari ikut kami ke kapal." " Ya." Thio Han Liong, mengangguk, lalu mengikuti mereka ke kapal. Berselang beberapa saat kemudian, tampak sebuah kapal mulai meninggalkan pesisir itu. setelah berlayar dua hari, barulah kapal itu sampai di pulau Khong Khong To. Sebelum berlabuh, salah seorang awak kapal memasang kembang api, kemudian kembang api itu meluncur ke atas. Thio Han Liong tahu ilu merupakan suatu tanda untuk pihak Khong Khong To. Ketika kapal berlabuh, Thio Han Liong melihat belasan orang berdiri di darat. Tampak pula Tong Hai sianli berdiri di sana dengan wajah cerah ceria. "Mari kita turun" ajak salah seorang sambil tersenyum. "Sianli sudah menunggu di sana." Thio Han Liong mengangguk dan sekaligus meloncat turun ke hadapan Tong Hai sianli. Betapa kagumnya pihak Khong Khong To, sebab dengan jarak hampir tiga puluh depa Thio Han Liong hanya sekali meloncat sudah sampai di hadapan Tong Hai sianli. "Han Liong...." Tong Hai sianli memandangnya dengan mata berbinar-binar. "Sudah lama aku menunggu kedatanganmu." "Maaf." ucap Thio Han Liong. "Karena ada sedikit halangan, maka aku terlambat datang." "Aku kira engkau ingkar janji," bisik Tong Hai sianli. "Kalau dalam bulan ini engkau belum datang, aku pasti ke Tionggoan." "Aku tidak akan ingkar janji," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum dan menambahkan. "Apa yang telah kujanjikan, pasti kutepati." "Bagus" Tong Hai sianli sok Ceng manggut-manggut. "Aku paling senang pemuda yang bersifat demikian." "Oh?" Thio Han Liong tersentak. "Sok Ceng...." "Eh" Aku...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan, kemudian menundukkan kepala. "Sok Ceng," ujar Thio Han Liong. "Tolong antar aku menemui ayahmu agar urusanku di sini cepat beres" "Baik." Tong Hai sianli mengangguk, lalu mengantar Thio Han Liong ke tempat tinggalnya. Gadis itu berjalan dengan santai sekali, bahkan sesekali ia pun mencuri meliriknya. "Sungguh indah pemandangan di sini dan hawa udaranya pun amat sejuk menyegarkan" ujar Thio Han Liong sambil menarik nafas dalam-dalam menghirup udara. "Engkau suka pulau ini?" tanya Tong Hai sianli mendadak. "Suka." Thio Han Liong mengangguk, "Kalau begitu...." Tong Hai sianli mengerlingnya. "Engkau boleh tinggal di sini." "Itu tidak mungkin, sebab aku masih ada urusan di Tionggoan." sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu, namun ditelan kembali dan wajahnya tampak kemerahmerahan. "Ya, ada apa?" sahut Thio Han Liong. "Ti... tidak." Tong Hai sianli agak tergagap. "Maksudku... ayahku pasti gembira sekali atas kedatanganmu." "oh?" Thio Han Liong tersenyum. Berselang beberapa saat, terlihat sebuah bangunan yang amat besar dan indah sekali dan belasan penjaga berdiri di depan pintu pagar. Begilu melihat Tong Hai sianli, mereka segera memberi hormat. "Sianli, Tocu (Majikan Pulau) sudah menunggu di ruang depan." Tong Hai sianli manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya berkata, "Mari kita masuk." "Ya." Thlo Han Llong mengangguk. Setelah melewati halaman yang amat luas, barulah sampai di depan rumahnya. sambil tersenyum Tong Hai sianli mengajak Thio Han Liong masuk. para penjaga langsung memberi hormat, lalu memandang Thio Han Liong seraya berkata. "Silakan masuk Tuan Muda Thlo" "Terima kasih" ucap Thio Han Liong lalu mengikuti Tong Hai sianli masuk ke dalam. Tampak seorang lelaki berusia enam puluhan duduk di sana. Ketika melihat Thio Han Liong lelaki itu tertawa gelak. "Locianpwee, terimalah hormatku" ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat kepada lelaki tua itu. "Ha ha ha" Lelaki tua itu ternyata Tong Hay sianjin, ayah Tong Hay sianli. "Silakan duduk" "Terimakasih" ucap Thio Han Liong sambil duduk, "Ayah, dia adalah Thio Han Liong." Tong Hai sianli memperkenalkan. "Han Liong, orangtua ini adalah ayahku." Thio Han Liong manggut-manggut, sedangkan Tong Hai sianjin terus tertawa gelak. "Ha ha ha Ayah sudah tahu Ayah sudah tahu." Tong Hai sianli memandang Thio Han Liong dengan penuh perhatian. "Bagus, bagus Memang tampan dan sopan santun Ha ha ha..." "Ayah...." Wajah Tong Hai sianli memerah. "Ngmmm" Tong Hai sian jin manggut-manggut. "Tong Hai sianli, memang aku yang mengutusnya ke Tionggoan. Tapi... dia malah membuat onar di sana." "Ayah" Tong Hai sianli cemberut. "Aku tidak membuat onar di sana, melainkan menuruti perintah Ayah." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa terbahak-bahak. "Kalau Thio Han Liong tidak muncul menundukkanmu, bukankah engkau akan bertambah angkuh?" "Ayah...." Tong Hai sianli membanting-banting kaki. "Han Liong memang berkepandaian tinggi, dia dapat mengalahkanku." "Ngmm" Tong Hai sianjin manggut-manggut, kemudian menatap Thio Han Liong seraya bertanya, "Han Liong, siapa orangtuamu?" "Ayahku bernama Thio Bu Ki, ibuku bernama Thio Beng." "Hah?" Tong Hai sianjin terbelalak. "Thio Bu Ki, ketua Beng Kauw itu ayahmu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Pantas engkau berkepandaian begitu tinggi, ternyata engkau Putra Thio Bu Ki" "Tocu kenal ayahku?" "Aku tidak pernah ke Tionggoan, bagaimana mungkin aku kenal ayahmu" Tapi... aku pernah mendengar mengenai sepak terjang ayahmu. Dia seorang pahlawan yang merobohkan Dinasti Goan (Mongol). sudah lama kudengar nama besar ayahmu. Kini ayahmu berada di mana?" "Tinggal di culau Hong Hoang To di laut Pak Hai." . "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa. "Aku tinggal di pulau Khong Khong To di Tong Hai, dia tinggal di culau Hong Hoang To di Pak Hai. Itu sungguh cocok sekali Ha ha ha..." "Tocu...?" Thio Han Liong heran akan ucapan Tong Hay sianjin. "Han Liong," tanya Tong Hay sianjin. "Tahukah engkau apa sebabnya kami mengundangmu ke mari?" "Tahu." Thio Han Liong mengangguk. "Untuk menterjemahkan sebuah kitab yang bertulisan Thian Tok" "Betul." Tong Hay sianjin manggut-manggut. "Selain itu akupun ingin menguji kepandaianmu. " "Tocu...." Thio Han Liong mengerutkan kening. "Jangan menolak" ujar Tong Hay sianjin sambil tersenyum. "Aku akan mengujimu dengan tiga jurus pukulan, engkau boleh menangkis dan menyerangku pula." "Tocu...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau tidak boleh menolak, sebab kalau engkau menolak, sama saja tidak menghargaiku," tandas Tong Hai Sianjin. "Harap engkau mengerti" "Baiklah." Thio Han Liong mengangguk. "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gembira. "Bagus, bagus. Mari kita ke tengah-tengah ruangan. Thio Han Liong mengangguk, kemudian mereka berdua bangkit berdiri dan berjalan ke tengah-tengah ruangan. Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan. Kemu-dian Tong Hai Sianjin tersenyum seraya berkata. "Cara kita bertanding begini saja," usul Tong Hai sianjin. "Aku menyerangmu tiga jurus, setelah itu barulah engkau menyerangku tiga jurus juga." "Baik" Thio Han Liong mengangguk dan bertanya. "Bolehkah berkelit?" "Tentu boleh." Tong Hai sianjin manggut-manggut. "Bahkan juga boleh menangkis." "Kalau begitu...," ujar Thio Han Liong. "Silakan Tocu menyerang lebih dulu aku akan berusaha berkelit atau menangkis" "Hati-hati" Tong Hai sianjin mengerahkan Lwee-kangnya, sehingga wajahnya tampak memerah. Thio Han Liong pun segera mengerahkan Kiu Yang sin Kang. la tahu bahwa Tong Hat sianjin berkepandaian amat tinggi, lagiputa tidak main-main. "Jurus pertama" seru Tong Hai sianjin sambil menyerang. Betapa dahsyatnya serangan itu sehingga menimbulkan suara menderu- deru bagaikan ombak. Terkejut juga Thio Han Liong akan serangan itu maka segeralah ia meloncat mundur. Akan tetapi, di saat ia meloncat mundur, di saat itu pula Tong Hai sianjin sudah menyerangnya dengan jurus ke dua, membuat Thu Han Liong tidak sempat berkelit, namun masih sempat baginya mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang, lalu menangkis serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Bu Pien ( Alam semesta Tiada Batas). Blaaam Terdengar suara benturan yang Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memekak kan telinga. Tong Hai Sianjin terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, sedangkan Thio Han Liong hanya mundur dua langkah. Itu sungguh mengejutkan para penonton. Bahkan Tong Hai sianli, nyaris menjerit saking terkejutnya. "Bukan main" ujar Tong Hai sianjin setelah berdiri tegak. "Han Liong, engkau sungguh hebat. Pantas putriku kalah menghadapimu Nah ini jurus ke tiga Hati-hati lah" Thio Han Liong mengangguk, Di saat bersamaan Tong Hai sianjin menyerangnya dengan sepenuh tenaga Thio Han Liong ingin berkelit, tapi terlambat sehingga ia terpaksa menangkis serangan yang amat dahsyat itu. Menggunakan jurus Kian Kun Taylo Kwi Cong (segala Galanya Kembali Ke Alam semesta). Blaaammmm.. .Terdengar suara benturan yang amat keras, bahkan terasa bergoncang pula ruangan itu Blaaammmm Thio Han Llong terhuyung ke belakang, sedangkan Tong Hal sianjin terpental hampir tujuh depa. Namun setelah itu, ia masih dapat berdiri tegak. "Ayah..." seru Tong Hai sianli sambil melesat ke ayahnya. "Ayah terluka?" "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak. "Kalau Han Liong tidak bermurah hati kepada ayah, saat ini ayah pasti sudah terkapar jadi mayat." "Ayah...." Tong Hai sianli menarik nafas lega. "Syukurlah Ayah tidak terluka sama sekali" "Tocu" Thio Han Liong mendekatinya sambil memberi hormat. "Aku... aku mohon maaf" "Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tersenyum dan memandangnya dengan penuh kekaguman. "Engkau sungguh hebat, maka engkau tidak perlu menyerangku lagi, aku pasti tak kuat menangkis seranganmu." "Tocu...." Thio Han Liong merasa tidak enak dalam hati. "Sekali lagi aku mohon maaf...." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak. "Jangan merasa tidak enak dalam hati, sebab aku yang mendesak mu bertanding tiga jurus" "Han Liong...." wajah Tong Hai sianli berseri-seri "Tak kusangka engkau dapat mengalahkan ayahku." "Aku...." Thio Han Liong menundukkan kepala. "Mari kita kembali ke tempat duduk" ajak Tong Hai sianjin. Mereka kembali ke tempat duduk. Tong Haisianpr menatapnya dengan penuh kekaguman. "llmu apa yang engkau gunakan tadi?" "Kian Kun Taylo sin Kang." "Siapa yang mengajarmu?" "BuBeng siansu." "Han Liong...." Tong Hai sianjin menghela napas panjang. "Sungguh hebat ilmu itu. Kalau tadi engkau tidak mengurangi Lweekangmu, aku pasti sudah binasa." "Tocu...." "Han Liong...." Tong Hai sianjin menatapnya. "Pantas engkau tidak mau bertanding denganku. Ternyata engkau sudah tahu aku pasti kalah." "Tocu, jangan berkata begitu, aku... aku menjadi tidak enak." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Terus terang, ketika sok Ceng memberitahukan kepadaku, bahwa engkau berkepandaian tinggi sekali, aku sama sekali tidak percaya. Maka tadi aku... aaah Malah mempermalukan diri sendiri..." "Tocu, aku mohon maaf" "Tidak apa-apa." Tong Hai sianjin tertawa. "Ha ha Aku justru merasa girang sekali. sekarang aku akan ke kamar mengambil kitab itu." Tong Hai sianjin segera pergi ke kamarnya, sedangkan Tong Hai sianli terus menatap Thio Han Liong dengan mata tak berkedip. "Eeeh?" Thio Han Liong tercengang. "Kenapa engkau menatapku dengan cara begitu?" "Aku..." sahut Tong Hai sianli sambil menundukkan kepala. "Aku kagum sekali padamu." "sok Ceng...." Thio Han Liong menghela nafas panjang. Di saat bersamaan, tampakTong Hai sianjin kembali ke ruangan itu dengan membawa sebuah kitab. "Inilah kitab yang bertulisan Thian Tok, Bisakah engkau menterjemahkannya?" "Mudah-mudahan" jawab Thio Han Liong. Tong Hai sianjin menyerahkan kitab itu kepada Thio Han Liong. setelah menerima kitab itu, mulailah Thio Han Liong membacanya. "Han Liong," tanya Tong Hai sianli. "Engkau mengerti semua tulisan itu?" "Mengerti." Thio Han Liong mengangguk. "Oh?" Mulut Tong Hai sianli ternganga lebar "Engkau memang hebat sekali." "Kalau mau belajar, engkau pun pasti mengerti." ujar Thio Han Liong. Tong Hai sianli tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Maka gadis itu langsung berkata. "Han Liong, ajarilah aku tulisan Thian Tok" "Itu...." Thio Han Liong tertegun. "Aku... aku tidak punya waktu." "Apa?" Tong Hai sianli cemberut. "Tadi engkau bilang mau mengajarku, sekarang malah bilang tidak punya waktu Bagaimana sih engkau?" "Tadi aku bilang kalau engkau mau belajar, aku tidak bilang mau mengajarmu, lho" "Nah" Tong Hai sianli tersenyum. "Aku justru mau belajar, maka engkau harus mengajarku" "Eeeh...." Thlo Han Llong terbelalak. "Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum. "Ajarilah dia agar tidak merasa kecewa" "Tapi aku harus segera kembali ke Tionggoan" "Tinggallah di sini beberapa hari.Tidak akan merepotkanmu kan?" ujar Tong Hai sianjin sambil tertawa kemudian bertanya. "Sebetulnya kitab apa itu?" "Ih Kin Keng (Kitab Pusaka Pemindahan Urat Nadi)" Thio Han Liong memberitahukan. "Kitab ini pasti berasal dari Thian Tok, berisi semacam pelajaran ilmu Lweekang tingkat tinggi." "Oh?" Tong Hai sianjin tampak gembira sekali "Han Liong, kapan engkau akan mulai menterjemahkannya" " "Sekarang." "Kalau begitu.. aku akan menyuruh sok Ceng untuk mengantarmu ke kamar. Lebih tenang engkau menterjemahkannya di dalam kamar." "Cukup di sini saja." Thio Han Liong tersenyum. "Sebab aku pun akan mengajar sok Ceng tulisan Thian tok." "Oh?" Tong Hai sianjin melirik putrinya. "Han Liong," ujar Tong Hai sianli sambil memandangnya. "Bukankah lebih baik di dalam kamar saja?" "Lebih baik di sini, sebab tidak baik kita berdua berada di dalam kamar." sahut Thio Han Liong. "Engkau...." Wajah Tong Hai sianli kemerah-merahan "Engkau...." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak. "sok ceng, cepatlah siapkan kertas, pit dan tinta hitam" "Ya." Tong Hai sianli segera menyiapkan semua itu di atas meja. "Han Liong" Tong Hai sianjin tersenyum. "Engkau boleh mulai menterjemahkan kitab itu." Thio Han Liong mengangguk, lalu duduk dekat meja itu. Tong Hai sianli segera duduk di sisinya dengan wajah berseriseri. "Ketika berada di kuil siauw Limsie, engkau kok bisa menulis huruf Thian Tok?" tanya Thio Han Liong mendadak. "Aku cuma meniru," sahut Tong Hai sianli sambil tersenyum. "Tapi sama sekali tidak tahu artinya." " Kalau begitu...." Thio Han Liong manggut-manggut. "Aku akan mulai mengajarmu sekaligus menterjemahkan kitab ini." "Apakah tidak akan mengganggu konsentrasimu?" tanya Tong Hai sianli lembut. "Tentu tidak" "Han Liong, sebetulnya aku tidak berniat belajar tulisan Thian Tok...." Tong Hai sianli merendahkan suaranya. "Hanya saja... ingin mendekatimu." "Aaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang kemudian mulai menterjemahkan kitab itu dengan tulisan Han. "Eeeh?" Tong Hai sianli tercengang. "Kenapa engkau menghela nafas panjang" Apakah ada sesuatu terganjal dalam hatimu?" "Tidak." Thio Han Liong menggelengkan kepala "sok Ceng, kalau mau mengobrol, lebih baik tunggu aku selesai menterjemahkan kitab ini." "Ya." Tong Hai sianli mengangguk. Gadis itu terus memperhatikan Thio Han Liong yang sedang menterjemahkan kitab itu. Betapa kagumnya akan tulisan Thio Han Liong yang begitu indah, dan itu sungguh di luar dugaannya. Kitab itu tidak begitu tebal, maka Thio Han Liong tidak begitu lama menyelesaikannya dan itu sungguh mengejutkan Tong Hai sianli. "Ayah Ayah" seru gadis itu "Ayah...." Tong Hai sianjin yang duduk diam dengan mata terpejamkan itu tampak tersentak. "Ada apa, ada apa?" sahutnya. "Ayah, Han Liong sudah usai menterjemahkan kitab itu." Tong Hai sianli memberitahukan. "Hah" Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak. "Be.. begitu cepat?" "Memang sudah selesai," sahut Thio Han Liong, lalu mengembalikan kitab itu sekaligus menyerahkan kertas kertas yang bertulisan Han. "Harap Tocu simpan baik-baik jangan sampai terjatuh ke tangan penjahat" Tong Hai sianjin mengangguk sambil menerima kitab dan kertas-kertas tersebut, kemudian membacanya dan tak lama wajahnya tampak berseri-seri. "lni... ini merupakan pelajaran Lweekang yang amat tinggi" ujarnya sambil tertawa gembira. "oleh karena itu, janganlah sampai terjatuh ke tangan penjahat" Thio Han Liong mengingatkan. "Jangan khawatir Aku pasti menyimpannya dengan hatihati sekali." sahut Tong Hai sianjin. "Oh ya, bagaimana kalau kita belajar bersama?" "Terimakasih, Tocu," ucap Thio Han Liong. "Itu tidak perlu, sebab aku sudah menghafalnya . " "Apa?" Tong Hai sianjin terbelalak. "Engkau... engkau telah menghafal seluruhnya?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan. "Apabila Tocu berhasil menguasai ilmu itu, maka Tocu pun tidak mempan ditotok, sebab Tocu dapat menggeserkan semua jalan darah di tubuh Tocu. selain itu, Lweekang Tocu pun pasti bertambah tinggi." "oh?" Tong Hai sianjin semakin kagum pada Thio Han Liong, lalu membaca lagi dan tiba-tiba keningnya berkerut. "Ada apa, Ayah?" tanya Tong Hai sianli. "Ayah kurang mengerti yang ini...." Tong Hai sianjin menghela nafas panjang. "Dalam sekali artinya." "Yang mana?" tanya Thio Han Liong. "Yang ini." Tong Hai sianjin memberitahukan. Thio Han Liong segera membacanya. setelah itu ia pun memberi penjelasan kepada Tong Hai sianjin agar Tocu itu mengerti. "Oooh" Tong Hai sianjin manggut-manggut mengerti. Thio Han Liong terus menjelaskan seluruhnya, dan itu sungguh menggembirakan Tong Hai sianjin, maka ia terus tertawa. "Ha ha ha" Tong Hai sianjin menatapnya. "Han Liong, engkau betul-betul hebat seandainya aku berhasil menguasai ilmu itu, belum tentu aku dapat mengalahkanmu." "Tocu.... "Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, "Keangkuhan justru akan menjatuhkan diri sendiri Aku harap Tocu tidak akan bersifat begitu, agar aku tidak sia-sia menterjemahkan kitab itu." "Han Liong...." Tong Hai Sianjin menatapnya sambil tersenyum. "Terimakasih atas nasihatmu." "Tocu, aku mohon maaf, karena terlampau lancang...." "Tidak apa-apa malahan aku sangat berterimakasih padamu," sahut Tong Hai sianjin, kemudian memandang putrinya seraya berkata, "Sok Ceng, antar Han Liong ke kamar untuk beristirahat" "Ya, Ayah." Tong Hai sianli mengangguk, kemudian segera mengantar Thio Han Liong ke kamar. Tak seberapa lama kemudian mereka sampai di depan sebuah kamar. Tong Hai sianli membuka pintu kamar itu seraya bertanya. "Han Liong, merasa cocokkan engkau dengan kamar ini?" "Cocok" Thio Han Liong mengangguk, lalu melangkah memasuki kamar itu dan duduk. Tong Hai sianli mengikutinya dan lalu duduk di hadapannya. Tentunya membuat Thio Han Liong merasa tidak enak. "sok Ceng...." "Aku ingin bercakap-cakap sejenak denganmu, boleh kan?" "Memang boleh. Tapi... tidak baik engkau berada di dalam kamar ini. Lebih baik kita bercakap-cakap di luar." "Engkau...." Tong Hai sianli cemberut Kemudian dengan perlahan-lahan gadis itu bangkit berdiri "Baiklah nanti malam kita bercakap-cakap di halaman belakang saja." "Di halaman belakang?" tanya Thio Han Liong. "Keluar dari kamar ini, engkau belok ke kiri" Tong Hai sianli memberitahukan. Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sampai di ujung terdapat sebuah pintu, keluar dari pintu itu adalah halaman belakang. Di sana terdapat taman bunga yang indah." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Baiklah malam ini aku pasti ke sana. Lebih leluasa kita bercakap-cakap di sana daripada di sini." "Engkau...." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala. Setelah itu barulah ia meninggalkan kamar tersebut. Seketika juga Thio Han Liong menarik nafas lega. Ternyata ia telah mengambil keputusan, yakni malam ini ia akan berterus terang kepada Tong Hai sianli, bahwa ia sudah punya tunangan, agar gadis tersebut tidak menaruh cinta kepadanya.. Malam harinya, Thio Han Liong pergi ke halaman belakang itu. sampai di sana, ia melihat Tong Hai sianli sedang duduk sambil memandang bulan purnama. "sok Ceng...." Thio Han Liong mendekatinya. "oh Han Liong" Tong Hai sianli tersenyum. "Engkau sudah ke mari" "Ya." Thio Han Liong berdiri di sisinya. "Aku tidak tahu bahwa malam ini ternyata malam bulan purnama." "Bukan main indahnya malam ini..." ujar Tong Hai sianli dengan suara rendah, kemudian memandang Thio Han Liong dengan lembut sekali. "Sungguh mengesankan malam ini" "sok Ceng...." Thio Han Liong ingin berterus terang, namun merasa berat membuka mulut. "Ada apa, Han Liong?" tanya Tong Hai sianli dengan suara rendah. "Engkau mau bilang apa?" "sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam-dalam. "Aku harus berterus terang agar urusan tidak berlarut." "Urusan apa?" "Aku tahu bagaimana perasaanmu terhadapku, tapi...." Thio Han Liong memberanikan diri memberitahukan. "Aku... aku sudah punya tunangan." "oh?" Tong Hai sianli mengerutkan kening, kemudian tersenyum. "Itu tidak jadi masalah. Walau engkau sudah punya tunangan, bukankah kita tetap boleh berteman?" "Tentu boleh." Thio Han Liong manggut-manggut. "Nah" Tong Hai sianli tersenyum lagi. "Itu sudah cukup bagiku. oh ya, bolehkah aku tahu siapa tunanganmu?" "An Lok Keng cu." Thio Han Liong memberitahukan. "Dia adalah Putri kaisar...." "Aku yakin dia pasti cantik sekali. Kalau tidak bagaimana mungkin engkau akan mencintainya?" "Dia memang cantik jelita, tapi yang paling penting dia berpengertian, lemah lembut dan amat mencintaiku." "Engkau pun amat mencintainya, bukan" "Ya." "Sungguh bahagia An Lok Kong Cu itu" ujar Tong Hai sianli sambil menghela nafas panjang. "Nasibnya amat beruntung...." "sok Ceng "Thio Han Liong tersenyum. "Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang baik" "Mudah-mudahan" ucap Tong Hai sianli. "sok Ceng, aku pikir... lebih baik aku kembali ke Tionggoan esok" ujar Thio Han Liong. "sebab masih ada urusan yang harus kuselesaikan." "Aaaah..." Tong Hai sianli menggeleng-gelengkan kepala. "Aku ingin menahanmu di sini, tapi...." "sok Ceng, aku masih harus mencari seseorang, maka harus segera kembali ke Tionggoan. Aku harap engkau maklum dan mengerti" "Han Liong...." Tong Hai sianli ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya, kemudian menghela nafas panjang. "sok Ceng, aku mohon maaf karena telah menyinggung perasaanmu...." "Engkau tidak menyinggung perasaanku." Tong Hai sianli tersenyum getir. "Memang ada baiknya engkau berterus terang, jadi aku tidak terus mengharap." "sok Ceng, aku akan kembali ke Tionggoan esok pagi," ujar Thio Han Liong dan menambahkan. "semoga kita akan berjumpa kelak" "Aaah..." Tong Hai sianli memandang ke bulan yang bersinar terang itu "Malam purnama itu merupakan malam kenangan bagiku. setiap malam bulan purnama, aku pasti akan teringat padamu. Namun sebaliknya... engkau pasti akan melupakan diriku yang tinggal di pulau Khong Khong To ini." "sok Ceng," sahut Thio Han Liong. "Engkau adalah teman baikku, tentunya aku tidak akan melupakanmu." "Aku tahu...." Mata Tong Hai sianli mulai basah. "Engkau cuma menghibur diriku." "Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak menghiburmu. Percayalah" Thio Han Liong menatapnya. "Aku percaya, terima kasih." ucap Tong Hai sianli. "sok Ceng" Thio Han Liong menarik nafas dalam dalam. "Aku mau kembali ke kamar...." "Silakan" "Engkau?" "Aku mau duduk di sini." "Maaf" ucap Thio Han Liong. "Aku kembali ke kamar...." Thio Han Liong melangkah pergi. Tak seberapa lam., kemudian berkelebat sosok bayangan ke hadapan Tong Hai sianli. "sok Ceng...." "Ayah" panggil Tong Hai sianli. Ternyata sosok bayangan itu adalah Tong Hai sianjin. "Sudah lamakah Ayah berada di tempat ini?" "Sebelum Thio Han Liong ke mari, ayah sudah bersembunyi di balik pohon." Tong Hai sianjin mem beritahukan. "Ayah melihat engkau duduk seorang diri di sini. Karena ingin tahu kenapa engkau duduk seorang diri di sini, maka ayah bersembunyi di balik pohon, tak lama muncullah Thio Han Liong...." "Ayah mendengar semua percakapan kami?" "Ya." Tong Hai sianjin mengangguk. "Kalau ayah datang belakangan, Thio Han Liong pasti mendengar suara langkahku." "Ayah, dia... dia sudah punya tunangan," ujar Tong Hai sianli sambil terisak-isak dan air mata meleleh "Nak" Tong Hai sianjin menghela nafas panjang "Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, biarlah dia kembali ke Tionggoan esok pagi" "Ayah...." Tong Hai sianli mendekap di dadanya "Nasib ku buruk sekali, bertemu pemuda idaman hati sudah punya tunangan. Aaaah..." Keesokan harinya, Thio Han Liong berpamit kepada long Hai sianjin dan Putrinya. Tong Hai sianjin menepuk bahunya seraya berkata. "Han Liong, kapan engkau mau ke mari" Pintu pulau ini terbuka untukmu. Hanya saja... belum tentu engkau akan ke mari." Thio Han Liong tersenyum. "Apabila aku sempat, aku pasti ke mari mengunjungi Tocu." "Ha ha ha" Tong Hai sianjin tertawa gelak. "Mudah-mudahan" "Tocu, aku berangkat sekarang," ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat. "selamat jalan, Han Liong" sahut Tong Hai sianjin. "sampai jumpa, Tocu" ucap Thio Han Liong, lalu melangkah pergi. Tong Hai sianli mengantarnya sampai di pantai. Wajah gadis itu tampak murung sekali, maka ibalah hati Thio Han Liong melihatnya. "Han Liong...." "Sok Ceng" Thio Han Liong memegang bahu Tong Hai sianli. "Engkau adalah gadis yang baik kelak pasti bertemu pemuda tampan yang baik pula." "Han Liong...." Tong Hai sianli terisak-isak. "Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya." "sok Ceng...." Thio Han Liong terharu mendengarnya. "Selamat tinggal" Thio Han Liong meloncat ke kapal. Tong Hai sianli masih berdiri di tempat. Walau kapal itu sudah mulai berlayar, tak henti-hentinya gadis itu melambaikan tangannya ke arah kapal dengan air mata berderai-derai. Bab 62 Bertemu orang Yang Dicari Sampai di Tionggoan, Thio Han Liong mulai mencari Yo Ngie Kuang lagi. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan jejak orang tersebut, sebaliknya malah muncul suatu kejadian yang amat mengejutkannya. Ternyata ketika mencari Yo Ngie Kuang, Thio Han Liong menemukan mayat-mayat kaum rimba persilatan, yang mati karena terkena semacam pukulan beracun. setelah memeriksa mayat-mayat itu, terkejutlah Thio Han Liong. "Locianpwee" panggil Thio Han Liong. Tong Koay menolehkan kepalanya. Ketika melihat Thio Han Liong, ia tampak girang. "Han Liong...." Thio Han Liong segera memeriksanya. sejenak kemudian keningnya tampak berkerut, ternyata Tong Koay terluka karena pukulan beracun. "Locianpwee terkena pukulan beracun," ujar Thio Han Liong sambil memasukkan sebutir obat pemunah racun ke mulut Tong Koay. Tong Koay segera duduk bersila dan kemudian menghimpun Lweekangnya. Thio Han Liong duduk di belakangnya, sekaligus membantunya dengan Kiu Yang sin Kang. Berselang sesaat, Tong Koay memuntahkan cairan kehijauhijauan dan barulah Thio Han Liong berhenti mengerahkan Lweekangnya membantu Tong Koay. "Aaah..." Tong Koay menarik nafas lega sambil bangkit berdiri. "Han Liong, kalau tidak kebetulan engkau muncul di sini, nyawaku pasti akan melayang." "Locianpwee, siapa yang melukaimu?" "Aku sama sekali tidak mengenalnya," jawab Tong Koay sambil menghela nafas panjang. "Aku melihat dia membunuh para kaum rimba persilatan, maka aku lalu bertarung dengannya. Namun... tak disangka kepandaiannya begitu tinggi dan memiliki ilmu pukulan beracun. Puluhan jurus kemudian, aku terluka tapi masih sempat melarikan diri" "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Han Liong...." Tong Koay memandangnya dengan penuh rasa terima kasih. "Engkau menyelamatkan nyawaku lagi." "Locianpwee" Thio Han Liong tersenyum. "Jangan berkata begitu, Locianpwee harus berterima kasih kepada Thian (Tuhan)." "Betul." Tong Koay manggut-manggut. "oh ya, Han Liong, pernahkah engkau bertemu muridku?" "Pernah." "Tahukah engkau dia berada di mana?" "Locianpwee...." Thio Han Liong menutur semua itu, kemudian menambahkan. "Kini Ouw Yang Bun berada di gunung Altai." "syukurlah dia berkumpul kembali dengan putrinya" ucap Tong Koay dan bertanya. "oh ya, bolehkah aku ke sana menengok mereka?" "Tentu boleh." Thio Han Liong mengangguk, "silakan Lociancwee ke sana" "Baik" Tong Koay manggut-manggut. "Kalau begitu, aku berangkat sekarang. Han Liong sampai jumpa " "sampai jumpa, Locianpwee" sahut Thio Han Liong. Tong Koay melesat pergi. setelah itu barulah Thio Han Liong melanjutkan perjalanan mencari Yo Ngie Kuang. la telah mengambil keputusan, apabila berhasil mencari Yo Ngie Kuang, ia akan segera kembali ke Kota raja, sebab dia harus membawa An Lok Kong cu pergi mengunjungi Thio sam Hong sucouwnya. Akan tetapi ia sama sekali tidak menemukan jejak orang yang dicarinya, dan itu sungguh nyaris membuatnya putus asa. Ketika Thio Han Liong berada di sebuah lembah, tiba-tiba terdengar suara orang bertarung. Pemuda itu langsung melesat ke tempat tersebut. Dilihatnya dua orang sedang bertarung dengan sengit sekali. Yang seorang berusia lima puluhan, sedangkan yang satu lagi masih muda. Begitu melihat pemuda itu, Thio Han Liong hampir berseru girang, karena pemuda itu adalah orang yang dicarinya, yakni orang yang pernah dilihatnya di sebuah rimba berlatih ilmu silat. Sementara pertarungan itu semakin sengit. Walau orangtua itu menyerangnya bertubi-tubi, namun pemuda itu tetap dapat berkelit, dan sekaligus balas menyerang. Mendadak orangtua itu menghentikan serangannya, kemudian menatapnya dengan dingin sekali. "Hei Banci" bentaknya. "Bersiap-siaplah untuk mampus. Aku akan mengeluarkan pukulan beracun untuk mencabut nyawamu" "orangtua jahat" sahut pemuda itu bernada wanita. "Engkaulah yang akan mampus" "Hmm" dengus pemuda itu dingin, kemudian mendadak menyerangnya. Betapa terkejutnya Thio Han Liong. Ternyata ia melihat sepasang tangan orangtua itu agak memerah pertanda pukulan itu amat beracun. oleh karena itu ia lalu menampakkan diri, siap membantu pemuda itu. Tiba-tiba Thio Han Liong tersentak sebab teringat akan Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sesuatu. Mungkinkah orangtua itu adalah Tan Beng song, mantan adik seperguruan Lam Khie" Tanyanya dalam hati. Sementara pertarungan itu semakin seru dan sengit, boleh dikatakan mati-matian pula. Di saat orangtua itu mengeluarkan ilmu pukulan beracun, pemuda itu pun mengeluarkan ilmu simpanannya. Kini mereka berdua berubah menjadi bayangan. Ke dua bayangan itu berkelebat ke sana ke mari laksana kilat. Namun Thio Han Liong masih dapat mengikuti pertarungan ke dua orang itu. Puluhan jurus kemudian, mendadak terdengar suara jeritan, lalu tampak sosok bayangan terpental. "Aaakh..." Ternyata yang menjerit orangtua tersebut. "Hi hi hi" Pemuda itu tertawa cekikikan. "Bagaimana" siapa yang roboh sekarang?" "Hmm" dengus orangtua itu dingin. "sekarang engkau menang, tapi tunggu balasanku" Usai berkata begitu, tiba-tiba orangtua itu melesat pergi. Pemuda itu terus tertawa cekikikan, lalu memandang Thio Han Liong. "saudara, kenapa dari tadi engkau terus berdiri di situ?" "Aku amat kagum akan kepandaianmu," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "oh ya, engkau kenal orangtua itu?" "Tidak kenal." Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala. "Tapi tadi dia memberitahukan, bahwa dia bernama Tan Beng Song." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Ternyata memang dia" "Engkau kenal dia?" "Aku tidak kenal dia, tapi tahu tentang dirinya." Thio Han Liong memberitahukan. "Dia adalah mantan adik seperguruan Lam Khie, tapi sudah lama diusir dari pintu perguruan." "oooh" Pemuda itu manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya. "oh ya, kenapa dari tadi engkau terus menatapku" Apakah ada keanehan pada diriku?" "Maaf Engkau bernama Yo Ngie Kuang?" "Hah?" Pemuda itu terkejut. "Engkau... engkau kok tahu namaku?" "Aku pernah melihatmu berlatih ilmu silat, namun pada waktu itu aku tidak berani mengganggumu. Setelah itu aku pergi ke gunung Altai...." "Apa?" Pemuda itu tersentak. "Mau apa engkau pergi ke gunung Altai?" "Menemui Kam Ek Thian untuk meminta Thian Ciok Sin Sui...." Thio Han Liong menutur tentang kejadian itu dan menambahkan, "oleh karena itu, aku menyanggupinya mencarimu." "Aaaah..." Pemuda bernama Yo Ngie Kuang itu jatuh terduduk, kemudian menangis terisak-isak. "Aku bersalah karena telah mencuri Lian Hoa Cin Keng itu." "Sudahlah, jangan menangis Lebih baik engkau pulang ke gunung Altai mengembalikan kitab itu kepada Kam Ek Thian." "Aku... aku...." Air mata Yo Ngie Kuang meleleh. "Kini aku menyesal sekali. Walau kepandaianku tinggi, tapi apa gunanya" Aku... telah berubah menjadi banci gara-gara mempelajari Lian Hoa Cin Keng." "saudara, bolehkah aku tahu bagaimana perubahan itu?" tanya Thio Han Liong mendadak. Yo Ngie Kuang menatapnya dalam-dalam, setelah itu barulah menjawab. "Aku terkesan baik padamu, maka aku... aku akan memberitahukan." Yo Ngie Kuang menghela nafas panjang. "Mulai sejak aku belajar ilmu silat yang tercantum dalam kitab itu, lambat laun suaraku mulai berubah menjadi suara wanita. setelah itu alat kelaminku mulai berubah pula. Kian hari kian bertambah kecil, maka kini aku telah berubah menjadi banci." Bagian 32 "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Maaf, bolehkah aku bertanya lagi sesuatu?" "Silakan" "Lian Hoa Sin Kang itu mengandung hawa panas atau hawa dingin?" "Hawa dingin." "Bolehkah aku memeriksa nadimu sebentar?" "Engkau...." Yo Ngie Kuang menatapnya dengan penuh perhatian. "Engkau mahir ilmu pengobatan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Aku belum tahu namamu, bolehkah engkau memberitahukan padaku?" tanya Yo Ngie Kuang mendadak. "Aku bernama Thio Han Liong." "Saudara Thio" Yo Ngie Kuang tersenyum. "Engkau sungguh baik sekali" "Engkau pun amat ramah," sahut Thio Han Liong dan mulai memeriksa nadi Yo Ngie Kuang. Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti memeriksanya seraya berkata. "Lweekang yang engkau pelajari itu memang mengandung semacam hawa dingin, dan itu merubah dirimu meniadi banci" "Kalau begitu...." Yo Ngie Kuang mulai terisak-isak lagi. "Aku harus bagaimana?" "Engkau harus berlatih Lweekang itu hingga sempurna, agar engkau menjadi seorang gadis." Thio Han Liong memberitahukan. "Kalau tidak engkau tetap menjadi banci." "Aaaah..." keluh Yo Ngie Kuang. "Bagaimana mungkin aku akan berhasil berlatih Lweekang itu?" "saudara Yo" Thio Han Liong tersenyum. "Aku bersedia membantumu." "Membantuku?" Yo Ngie Kuang terbelalak. "Bagaimana mungkin engkau dapat membantuku?" "Mudah-mudahan aku dapat membantumu" "Membantuku berubah menjadi seorang gadis?" "Ya" Thio Han Liong mengangguk. "itu lebih baik daripada engkau menjadi banci. Lagi pula engkau sudah tidak bisa berubah kembali menjadi anak lelaki." "Kalau bisa berubah menjadi anak gadis, itu masih tidak apa-apa. Tapi... apakah engkau dapat membantuku?" Yo Ngie Kuang masih tampak ragu. "Aku memiliki buah Im Ko, hadiah dari raja Tayli." Thio Han Liong memberitahukan. "Kalau engkau makan buah ilu, Lweekangmu pasti bertambah tinggi dan seluruh tubuhmu pasti akan mengalami perubahan." "Maksudmu berubah menjadi tubuh anak gadis?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk sambil mengambil kotak kecil itu dari dalam bajunya. Setelah itu, dibukanya kotak kecil tersebut. Walau buah Im Ko itu telah kering, tapi tetap menyiarkan aroma yang amat harum. "buah Im Ko?" tanya Yo Ngie Kuang. "Ya." Thio Han Liong menyerahkan buah tersebut kepada Yo Ngie Kuang seraya berkata, "Makanlah buah ini, aku akan menjagamu di sini" "Terimakasih." ucap Yo Ngie Kuang sambil menerima buah itu, dan kemudian dimakannya. Berselang beberapa saat, Yo Ngie Kuang merasa darahnya bergolak, dan itu membuatnya terperanjat sekali. "Han Liong, darahku bergolak." "Tidak apa-apa," sahut Thio Han Liong. "cepatlah engkau duduk bersila dan mengerahkan Lian Hoa sin Rang" Yo Ngie Kuang mengangguk lalu segera duduk bersila dan mengerahkan Lian Hoa sing Kang. Thio Han Liong duduk di hadapannya, dan terus memperhatikan Yo Ngie Kuang. sedangkan pemuda itu tampak seakan pingsan dan sepasang matanya terpejam. Hampir dua hari satu malam keadaan Yo Ngie Kuang dalam keadaan begitu. sementara Thio Han Liong tetap duduk di hadapannya, dan memandangnya dengan perasaan takjub, karena kini kulit Yo Ngie Kuang sudah berubah begitu halus dan wajah tampak cantik sekali. Perlahan-lahan Yo Ngie Kuang membuka matanya. Ketika melihat Thio Han Liong duduk di hadapannya ia tersenyum lembut. "Han Liong...." "saudara Yo" Thio Han Liong terbelalak, karena suara Yo Ngie Kuang sudah berubah menjadi suara anak gadis, bahkan dadanya pun tampak agak menonjol. "Engkau...." "Han Liong, terima kasih atas kebaikanmu tetap menjagaku di sini," ujar Yo Ngie Kuang sambil memandangnya. "Sudah berapa lama engkau duduk di hadapanku?" "Hampir dua hari satu malam," Thio Han Liong memberitahukan. "Apa?" Yo Ngie Kuang terbelalak. "Hampir dua hari satu malam?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk dan bertanya, "Apakah engkau melihat ada perubahan pada dirimu?" "Ada." Yo Ngie Kuang mengangguk. "Kini aku merasa...." "Merasa apa?" "Merasa...." Yo Ngie Kuang kelihatan malu-malu, kemudian menjerit terkejut. "Haaah...?" "Ada apa?" Thio Han Liong tersentak. "Dadaku...." Ternyata Yo Ngie Kuang memiliki sepasang payudara. "Saudara Yo, kini engkau sudah berubah meniadi anak gadis." Thio Han Liong memberitahukan sambil tersenyum. "oh?" Yo Ngie Kuang tersipu dan berkata, "Han Liong, engkau tunggu di sini sebentar, aku mau ke belakang pohon itu Engkau tidak boleh mengintip ya" "Ya." Thio Han Liong manggut-manggut. Yo Ngie Kuang segera pergi ke belakang sebuah pohon. Tak seberapa lama ia sudah kembali ke tempat itu dengan wajah kemerah-merahan. "Han Liong," ujarnya dengan suara rendah. "Kini aku betul-betul telah berubah menjadi anak gadis." "Engkau yakin?" "Tadi aku ke belakang pohon itu untuk...." Yo Ngie Kuang menundukkan kepala seraya berkata, "Malu ah kuberitahukan." "Untuk apa engkau tadi ke belakang pohon?" tanya Thio Han Liong. "Aku... aku memeriksa...." Wajah Yo Ngie Kuang tampak memerah. "Aku memeriksa alat kelaminku." "oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Syukurlah kini engkau sudah menjadi anak gadis, aku mengucapkan selamat kepadamu." "Terima kasih," ucap Yo Ngie Kuang sambil tersenyum. "Kalau tanpa bantuanmu, tentunya aku tetap menjadi banci. oleh karena itu, aku... aku berhutang budi kepadamu." "saudara Yo, engkau jangan berkata begitu" "Hihi Hi" Yo Ngie Kuang tertawa geli. "Aku sudah menjadi anak gadis, tapi engkau tetap memanggilku saudara Hi hi hi...." "Kalau begitu, aku harus memanggilmu apa?" tanya Thio Han Liong sambil memandangnya. "Apa ya?" Yo Ngie Kuang tampak bingung. "Namaku Ngie Kuang, itu nama lelaki. Bagaimana kalau engkau memberi nama padaku?" "Maksudmu nama Ngie Kuang diganti?" "Ya." Yo Ngie Kuang manggut-manggut. "Kini aku sudah berubah menjadi anak gadis, tentunya harus memakai nama gadis pula." "Betul. Kalau begitu engkau kunamai.... Yo Pit Loan, bagaimana menurutmu?" tanya Thio Han Liong sambil memandangnya. "Baik." Yo Ngie Kuang manggut-manggut sambil tersenyum. "Mulai sekarang namaku Yo Pit Loan." "Pit Loan." ujar Thio Han Liong. "Aku harap engkau pulang ke gunung Altai saja" "Han Liong...." Yo Pit Loan menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sudah tidak punya muka berjumpa dengan kakak seperguruanku itu, sebab aku telah mencuri kitab Lian Hoa Cin Keng, lagi pula kini aku telah berubah menjadi anak gadis." "Itu tidakjadi masalah." "Han Liong" Yo Pit Loan menatapnya lembut. "Aku amat berterima kasih atas maksud baikmu. Tapi biar bagaimana pun aku tidak akan pergi menemui kakak seperguruanku itu." "Kalau begitu...." Thio Han Liong mengerutkan kening. "Bagaimana kitab Lin Hoa Cin Kong itu?" "Bolehkah aku minta bantuanmu?" tanya Yo Pit Loan mendadak, "Apa yang dapat kubantu?" Thio Han Liong balik bertanya sambil memandangnya. "Tolong antarkan kitab Lian Hoa Cin Kong ke gunung Altai." "Itu...." Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian mengangguk. "Baiklah." "Terimakasih, Han Liong," ucap Yo Pit Loan sambil mengeluarkan kitab tersebut dari dalam bajunya, lalu diserahkan kepada Thio Han Liong. Thio Han Liong menerima kitab tersebut, kemudian dimasukkannya ke dalam bajunya. "Pit Loan," ujar Thio Han Liong berjanji. "Aku pasti mewakilimu mengembalikan kitab ini kepada Kam Ek Thian." "Terimakasih." Yo Pit Loan menatapnya lembut. "Han Liong, engkau sungguh baik sekali. oh ya, engkau sudah punya kekasih?" "Aku sudah punya tunangan." Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Siapa tunanganmu?" "An Lok Kong Cu." "Maksudmu dia Putri Kaisar?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk dan memberitahukan. "Aku sudah berhasil mencarimu, maka sudah waktunya aku kembali ke Kota raja menengoknya." "Han Liong, sampaikan salamku kepadanya" pesan Yo Pit Loan. "Baik," Thio Han Liong manggut-manggut. "Aku pasti sampaikan kepadanya." "Terimakasih," ucap Yo Pit Loan sambil menundukkan kepala. "Han Liong, aku berhutang budi kepadamu, maka aku harus menjadi pelayanmu." "Jangan berkata begitu Kita adalah teman. Lagipula engkau sama sekali tidak berhutang budi padaku." "Han Liong...." Yo Pit Loan terharu sekali. "Aku... aku tidak akan melupakanmu selamanya." "Pit Loan," sahut Thio Han Liong sambil memegang bahunya. "Akupun ingat selalu padamu." "Han Liong..." Mata Yo Pit Loan mulai basah. "Kalau engkau tidak memberikan buah Im Ke itu kepadaku, tentunya aku tetap menjadi banci." "Pit Loan" Thio Han Liong menatapnya lembut "Maaf, aku harus segera ke Kota raja Aku... mohon pamit." "Kapan kita akan berjumpa lagi?" "Kita pasti berjumpa kembali kelak," sahut Thio Han Liong dan menambahkan, "setelah ke Kota raja, barulah aku ke gunung Altai mengembalikan kitab Lian Hoa Cin Keng." "Terima kasih, Han Liong." "Pit Loan, sampai jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu melesat pergi. "sampai jumpa, Han Liong" sahut Yo Pit Loan lalu menangis terisak-isak dan air matanya meleleh deras membasahi pipinya yang putih mulus itu. Kini Thio Han Liong melakukan perjalanan menuju ke Kota raja. Begitu terbayang wajah An Lok Kong cu ia tersenyumsenyum. Justru saat itu mendengar suara rintihan-rintihan yang lirih di semak-semak. la mengerut kan kening dan melesat ke semak-semak itu. Dilihatnya beberapa orang tergeletak tak bergerak. Wajah mereka kehijau-hijauan pertanda terkena pukulan beracun. Thio Han Liong membungkukkan badannya untuk memeriksa mereka. Namun ia menggeleng-gelengkan kemala, karena mereka sudah tak bisa ditolong lagi. "Kami... kami...." salah seorang dari mereka masih dapat mengeluarkan suara. "Kami murid Bu Tong Pay.." "Hah?" Thio Han Liong tersentak. "Kalian murid Bu-Tong Pay?" "Ya." orang itu mengangguk lemah. "Tolong... tolong beritahukan kepada guru...." "Baik," Thlo Han Liong manggut-manggut. "siapa yang melukai kalian" Apakah Tan Beng song?" "orang itu.. sudah tua sekali. Dia... dia yang melukai kami...." Berkata sampai di situ, nafas orang itu putus. "Aaaah..." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Timbul lagi suatu kejadian. Aku harus kembali ke gunung Bu Tong atau ke Kotaraja?" gumamnya. Thio Han Liong berdiri termangu-mangu, akhirnya dia mengambil keputusan untuk kembali ke Kota raja. setelah mengambil keputusan itu, ia mengubur mayat-mayat murid Bu Tong Pay itu, lalu melanjutkan perjalanan ke Kota raja. Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di Kotaraja. Dapat dibayangkan betapa gembiranya Cu Goan ciang. "Yang Mulia...." Thio Han Liong memberi hormat. "Han Liong" cu Goan ciang memegang bahunya. "Syukurlah engkau telah kembali Putriku amat rindu padamu." "Maafkan aku, Yang Mulia" ucap Thio Han Liong. "Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa gelak. "Han Liong, cepatlah engkau ke istana menemui Putriku Tapi... alangkah baiknya engkau membuat kejutan, sebab dia sama sekali tidak menduga engkau kembali hari ini." "Baik." Thio Han Liong tersenyum geli sambil manggutmanggut. "Aku akan mengejutkannya . " "Bagus Ha ha ha..." Cu Goan ciang tertawa gelak. Thio Han Liong segera ke istana An Lok. sampai di sana ia melihat An Lok Kong cu sedang duduk di taman ditemani Lan Lan, dayang pribadinya. Thio Han Liong tersenyum kemudian melesat ke belakang pohon, dan bersembunyi di situ sambil mengintip. "Aaaah..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang dan bergumam. "Kenapa hingga saat ini Kakak Han Liong belum kembali?" "Kong cu harus bersabar," ujar Lan Lan. "Jangan pergi mencari Tuan Muda Thio seperti tempo hari. Yang Mulia pasti gusar sekali" "Tapi...." An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala. "Aku rindu sekali kepadanya." "Biar bagaimanapun, Kong Cu harus sabar menunggu." Lan Lan mengingatkan. "Apakah Kong Cu sudah lupa, apa yang dialami Kong cu gara-gara pergi mencari Tuan Muda Thio?" "Lan Lan, aku amat mencintainya." An Lok Kongcu memberitahukan. "itu membuatku ingin pergi mencarinya." "Kalau begitu, Kong Cu harus tetap berada di dalam istana menunggunya," sahut Lan Lan. "Jangan pergi mencarinya, sebab akan membahayakan diri Kongcu Yang Mulia pun pasti gusar sekali." "Aaaah..." An Lok Kong Cu menghela nafas. "Kalau dia kembali, aku tidak mau berpisah dengannya lagi Ke mana dia pergi aku pasti mendampinginya." "Kong cu...." Lan Lan tertawa geli. "Mudah-mudahan Tuan Muda Thio lekas kembali Kalau tidak. Kongcu pasti akan sakit rindu." "Engkau...." An Lok Kong cu melotot. Thio Han Liong yang bersembunyi di belakang pohon pun nyaris tertawa geli. Tapi ia juga terharu akan cinta An Lok Kong Cu kepadanya. Thio Han Liong mengerahkan Lweekang, kemudian mengirim suara ke arah An Lok Kong Cu. "Adik An Lok Adik An Lok" suaranya amat halus lembut. "Hah?" An Lok Kong cu tersentak dan langsung bangkit berdiri. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" "Kong cu...." Lan Lan terbelalak. "Ada apa?" "Barusan aku mendengar suara Kakak Han Liong, dia... dia memanggilku." An Lok Kong cu memberitahukan "Tapi kenapa aku tidak mendengar suara apa pun?" Lan Lan mengerutkan kening. "Mungkin Kong cu salah dengar." "Aku tidak salah dengar, itu memang suaranya," sahut An Lok Kong cu sambil menengok ke sana ke mari. "Adik An Lok Aku sudah kembali" suara Thio Han Liong mengalun ke dalam telinganya, dan itu sungguh membuat An Lok Kong cu terkejut sekali. "Lan Lan, aku mendengar suaranya lagi." "oh?" Wajah Lan Lan berubah pucat. "Kong cu...." "Lan Lan...." suara An Lok Kong cu bergemetar. "Apakah... Kakak Han Liong telah terjadi sesuatu?" "Maksud Kong cu...." Lan Lan tampak ketakutan. "Tapi... sekarang belum malam, tidak mungkin ada arwah berkeliaran di siang hari." "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" Air mata An L.ok Kong cu mulai meleleh. "Engkau... engkau tidak boleh terjadi apa-apa." "Adik An Lok Adik An Lok" suara Thio Han Liong mengalunkan lagi ke dalam telinga An Lok Kong cu. "Aku sudah kembali" "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" An Lok Kong cu berlari ke sana ke mari dengan wajah pucat pias. "Kakak Han Liong, engkau berada di mana?" "Kong cu...." sekujur tubuh Lan Lan mulai menggigil saking takutnya, namun dayang itu sama sekali tidak mendengar suara Thio Han Liong. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong" An Lok Kong cu jatuh terduduk, kemudian menangis terisak-isak, Di saat bersamaan, muncullah Thio Han Liong dan belakang pohon, lalu perlahan-lahan mendekati An Lok Kong cu. Ketika melihat kemunculan Thio Han Liong, Lan Lan berteriak-teriak ketakutan. "Ada setan Ada setan" Sedangkan An Lok Kong cu memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak, sama sekali tidak berkedip. "Adik An Lok" panggil Thio Han Liong. "Kakak Han Liong" An Lok Kong cu bangkit berdiri. "Engkau... engkau... bukan arwah kan?" "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum, lalu menggenggam tangan gadis itu erat-erat. "Aku sudah kembali." "Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap di dadanya. Sementara Lan Lan masih memandang Thio Han Liong dengan ketakutan, dan itu membuat Thio Han Liong tersenyum geli. Kemudian ia membelai-belai An Lok Kong cu. Justru mendadak An Lok Kong cu terus memukul dadanya, ternyata ia mengambek, "Kakak Han Liong Engkau jahat sekali, kenapa engkau tega menggodaku?" "Boleh kan?" Thio Han Liong tertawa. "Ayahmu yang menyuruhku membuat kejutan, maka aku membuat suatu kejutan untukmu." "Engkau jahat Engkau jahat" An Lok Kong cu masih terus memukuli dada Thio Han Liong. "Engkau membuat diriku nyaris pingsan." "Adik An Lok," ucap Thio Han Liong. "Aku minta maaf, jangan terus memukul dadaku" "Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu berhenti memukul dadanya. "Apakah sakit?" "Tentu tidak," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "sebab engkau memukul dadaku dengan penuh kasih sayang." "oh?" An Lok Kong cu tertawa kecil. "Kakak Han Liong, mari kita duduk" Thio Han Liong mengangguk, mereka berdua lalu duduk, Lan Lan memandang mereka sejenak, kemudian tersenyumsenyum sambil meninggalkan taman itu. "Kakak Han Liong...." An Lok Kong cu memandangnya. "Kenapa begitu lama engkau baru kembali?" "Engkau tahu kan" Aku harus ke Tong Hai dan mencari Yo Ngie Kuang, tentunya membutuhkan waktu," sahut Thio Han Liong. "Kini semua urusan itu sudah beres." "oh?" Wajah An Lok Kong cu berseri. "Jadi engkau sudah berhasil mencari orang itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk dan menceritakan semua kejadian itu. "oleh karena itu, aku harus ke gunung Bu Tong.." "Apa?" Wajah An Lok Kong Cu langsung berubah. "Engkau mau pergi lagi?" "Ya." "Tidak boleh Pokoknya engkau tidak boleh pergi" tegas An Lok Kong cu. "Aku tidak mau berpisah denganmu lagi pokoknya tidak mau" "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Maksudku kita pergi bersama. Aku pun tidak mau berpisah denganmu." "Hoh?" Wajah An Lok Kong cu tersenyum, kemudian menatapnya dalam-dalam seraya bertanya, "Tong Hat sianli itu cantik sekali?" "Dia memang cantik, namun engkau jauh lebih cantik dari gadis yang mana pun," sahut Thio Han Liong sungguhsungguh. "Lagi pula aku hanya mencintaimu dan akupun telah memberitahukannya bahwa aku sudah punya tunangan." "Oooh" An Lok Kong cu menarik nafas lega. "oh ya, engkau tahu siapa pembunuh murid-murid Bu Tong pay itu?" "Semula aku mengira Tan Beng song, tapi salah seorang murid Bu Tong pay itu masih sempat memberitahukan, bahwa pembunuh itu adalah seorang yang sudah tua sekali, sedangkan Tan Beng song baru berusia lima puluhan. oleh karena itu, aku yakin bukan dia." "oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut, kemudian tertawa sambil bertanya, "Kakak Han Liong, betulkah Yo Ngie Kuang itu berubah menjadi anak gadis?" "Betul." Thio Han Liong mengangguk. "Tapi kalau aku tidak memberikannya buah Im Ke, dia tetap menjadi banci." "Setelah berubah menjadi anak gadis, apakah parasnya cantik?" "Cukup cantik," Thio Han Liong memberitahukan. "Dia kuberi nama Yo Pit Loan." "Nama yang indah." An Lok Kong cu tersenyum. "Sekarang dia berada di mana?" "Entahlah." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Adik An Lok, kita ke gunung Bu Tong sesungguhnya untuk mengunjungi sucouwku, sebab beliau ingin melihatmu." "Malu ah" "Apa?" Thio Han Liong terbelalaki lalu tertawa geli. "Tumben engkau omong begitu" Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Engkau...." Wajah An Lok Kong cu kemerah-merahan. "Kalau begitu, kita harus memberitahukan kepada ayahku." "Tentu." Thio Han Liong mengangguk. "selain ke gunung Bu Tong, kita pun harus ke gunung Altai." "Mau apa ke sana?" "Mengembalikan kitab Lian Hoa Cing Kong kepada Kam Ek Thian," sahut Thio Han Liong dan menambahkan, "Pemandangan di sana indah sekali. Aku yakin engkau pasti menyukai tempat itu." "oh?" An Lok Kong cu tampak girang sekali. "Kakak Han Liong, bagaimana kalau sekarang kita pergi memberitahukan kepada ayahku?" "Tidak usah terburu-buru," sahut Thio Han Liong. "Tunggu beberapa hari barulah kita minta ijin untuk pergi" "Baik." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum manis. Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghadap Cu Goan ciang. Kaisar itu menyambut mereka dengan wajah berseri-seri, kelihatannya juga ingin menanyakan sesuatu. "Yang Mulia" Thio Han Liong memberi hormat. "Ayahanda, terimalah hormat Ananda" ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat. "Ha ha ha" Cu Goan ciang tertawa. "Kalian duduklah" Thio Han Liong dan An Lok Kong cu lalu duduk. Cu Goan ciang memandang mereka seraya bertanya. "Kalian ke mari menghadapku, tentunya ingin menyampaikan sesuatu, bukan?" "Ya" Thio Han Liong mengangguk. "Ngmmm" Cu Goan ciang manggut-manggut. "Han Liong, kini engkau sudah tiada urusan apa-apa lagi, bukan?" "Masih ada sedikit urusan yang harus kuselesaikan, Yang Mulia," jawab Thio Han Liong. "Urusan apa?" "Aku harus mengajak Adik An Lok ke gunung Bu Tong untuk menemui sucouwku, lalu pergi ke gunung Altai." "oh?" Cu Goan ciang mengerutkan kening. "Yaaah Kukira sudah tiada urusan lagi, maka aku ingin menyuruh kalian melangsungkan pernikahan Tapi..." "Ayahanda," ujar An Lok Kong cu dengan wajah agak kemerah-merahan. "Guru besar Thio sam Hong sudah tua sekali, beliau ingin bertemu kami, setelah itu ananda dan Kakak Han Liong ke gunung Altai untuk mengembalikan sebuah kitab pusaka." "Ngmm" Cu Goan ciang manggut-manggut. "Baiklah. Tapi setelah itu kalian harus segera menikah" "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk, "Nak" Cu Goan ciang menatap putrinya. "Engkau harus membawa pedang pusaka." "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk lagi. "Engkau pergi bersama Han Liong, tentunya ayah berlega hati," ujar cu Goan ciang sambil tersenyum. "Karena Han Liong pasti melindungimu, dan menjagamu baik-baik." "Ya, Yang Mulia," ujar Thio Han Liong. "Aku pasti melindungi dan menjaga Adik An Lok baik-baik." "Aku mempercayaimu." Cu Goan ciang tertawa. "Apabila semua urusan itu sudah beres, cepatlah kalian menikah dan... jangan berkecimpung di dalam rimba persilatan lagi, itu sungguh membahayakan diri kalian" "Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk. "Kapan kalian akan berangkat?" tanya Cu Goan ciang. "Besok pagi, Yang Mulia," jawab Thio Han Liong. "Baiklah," Cu Goan ciang manggut-manggut dan berpesan, "setelah semua urusan itu beres, kalian harus cepat-cepat pulang" "Ya." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengangguk serentak. Bab 63 Mengunjungi Thio sam Hong Dan Mengembalikan Kitab Pusaka Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melakukan perjalanan ke gunung Bu Tong dengan penuh kegembiraan, bahkan kadang-kadang mereka pun bercanda ria. Dalam perjalanan ini, Thio Han Liong selalu memberi petunjuk kepada gadis itu mengenai ilmu silat, sehingga ilmu silat An Lok Kong cu mengalami kemajuan pesat. Walau mereka tidur sekamar di penginapan, namun Thio Han Liong selalu menjaga tata tertib dan kesopanan, maka tidak mengherankan kalau An Lok Kong cu bertambah kagum kepadanya. "Kakak Han Liong..." ujar An Lok Kong cu ketika mereka duduk berhadapan di dalam kamar penginapan. "Malam ini engkau tidur di ranjang, biar aku tidur di kursi saja." "Adik An Lok" Thio Han Liong tersenyum. "Tidak baik engkau tidur di kursi. Kalau aku membiarkanmu tidur di kursi, berarti aku tidak menyayangi mu lho" "Tapi...." "Adik An Lok, turutilah perkataanku" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk, kemudian menatapnya lembut. "Kakak Han Liong, kira-kira berapa hari lagi kita akan tiba ke gunung Bu Tong?" "Empat lima hari lagi, sebab kita tidak perlu melakukan perjalanan dengan tergesa-gesa," ujar Thio Han Liong dan menambahkan, "ini adalah kesempatan untuk pesiar." "Terimakasih, Kakak Han Liong," ucap An Lok Kong cu. "oh ya setelah semua urusan itu beres, engkau tidak akan berkecimpung di rimba persilatan lagi, bukan?" "Ng" Thio Han Liong mengangguk dan melanjutkan dengan suara rendah. "Kita harus menikah lalu hidup tenang di pulau Hong Hoang To." Wajah An Lok Kong cu ceria. "Itu sungguh menyenangkan, setiap hari aku akan bermain dengan bu-rung-burung Hong Hoang." "Bagus, bagus"ThioHan Liong tertawa. " "Burung-burung Hong Hoang itu pasti girang sekali. Aku... aku sudah rindu pada mereka." Thio Han Liong dan An Lok Kong cu bercakap-cakap hingga larut malam, setelah itu barulah mereka tidur. An Lok Kong cu tidur di ranjang, sedangkan Thio Han Liong tidur di kursi. Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan ke gunung Bu Tong. Dua hari kemudian, mereka tiba di sebuah kota dan langsung ke rumah makan. Di saat mereka sedang bersantap, tampak beberapa kaum rimba persilatan memasuki rumah makan itu, lalu duduk dekat meja Thio Han Liong. Mereka bersantap sambil bercakap-cakap. Berselang sesaat salah seorang dari mereka bertanya kepada teman-temannya. "Apakah kalian tahu, belum lama ini telah muncul seorang iblis tua dan muridnya?" "Kami sudah mendengar tentang itu iblis tua itu... sungguh kejam dan menyeramkan. Dia memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur badannya beracun. siapa yang menyentuh tubuhnya, pasti mati seketika." "oh" Engkau tahu siapa dia?" "sama sekali tidak tahu, iblis tua dan muridnya itu sering membunuh para murid partai besar. Belum lama ini, lima murid Hwa San pay mati terkena pukulan beracun, dan itu pasti perbuatan iblis tua dan muridnya." "Mereka berasal dari mana?" "Entahlah. Yang jelas mereka berdua bukan orang Tionggoan." Mendengar sampai di sini, Thio Han Liong pun mengerutkan kening, kemudian berbisik. "Adik An Lok, kini dalam, rimba persilatan timbul petaka lagi, untung engkau sudah kebal terhadap racun" "Kakak Han Liong, tahukah engkau siapa iblis tua dan muridnya itu?" tanya An Lok Kong cu. "Muridnya pasti Tan Beng Song. Tapi aku sama sekali tidak tahu siapa iblis tua itu," jawab Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkin sucouwku tahu tentang iblis tua itu. Akan kutanyakan kepada beliau." "Kalau begitu.." ujar An Lok Kong cu. "Yang membunuh para murid Bu Tong Pay juga iblis tua itu?" "Tidak salah." Thio Han Liong mengangguk. "Nah Usai makan, kita harus melanjutkan perjalanan, jangan membuang-buang waktu lagi." "Baik," An Lok Kong cu tersenyum. Usai makan, mereka melanjutkan perjalanan lagi menuju gunung Bu Tong. Dua hari kemudian, mereka sudah tiba di gunung tersebut. Betapa gembiranya Jie Lian ciu, song wan Kiauw dan lainnya. Mereka menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu sambil tertawa. "Han Liong.,.." Jie Lian ciu memegang bahunya. "syukurlah engkau membawa An Lok Kong Cu ke mari, sebab dari kemarin guru terus menyinggungmu" "oh?" "suhu ingin sekali bertemu An Lok Kong cu." song Wan Kiauw memberitahukan sambil tersenyum. "Kakek Jie," tanya Thio Han Liong mendadak. "Apa kah belum lama ini Kakek Jie pernah mengutus beberapa murid pergi ke tempat lain?" "Benar." Jie Lian ciu manggut-manggut. "Aku mengutus Ta nBun Heng, Lle Tek Kuang dan Lim Tiong Ham pergi ke markas Kay Pang. Tapi... hingga kini mereka belum kembali." "Kakek Jie...." Thio Han Liong memberitahukan "Mereka telah meninggal terkena pukulan beracun." "Apa?" Jie Lian Ciu dan lainnya tersentak. "siapa yang membunuh mereka?" "Han Liong," tanya song Wan Kiauw. "Darimana engkau tahu tentang itu?" "Kebetulan aku berjumpa mereka dalam keadaan sekarat," jawab Thio Han Liong. "salah seorang memberitahukan, bahwa mereka adalah murid Bu Tong Pay dan mengatakan pembunuh itu adalah seorang yang sudah tua sekali." "siapa orang yang sudah tua sekali itu?" gumam Jie Lian Cu. "Ketika kami makan di sebuah rumah makan, kami mendengar pembicaraan beberapa kaum rimba persilatan tentang kemunculan seorang iblis tua bersama muridnya, iblis tua itu memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur badannya pun beracun. siapa yang menyentuh badannya, pasti mati seketika." "oh?" Jie Lian cu dan lainnya tertegun. "siapa iblis tua itu?" "Kakek Jie...." Thio Han Liong memberitahukan. "Murid iblis tua itu bernama Tan Beng song, mantan adik seperguruan Lam Khie." "Kok engkau tahu tentang itu?" Jie Lian ciu heran. "Aku dan Pak Hong ke Tayli..." Thio Han Liong menutur tentang itu "Tapi aku sama sekali tidak tahu tentang iblis tua itu, mungkin sucouw tahu." "Aaaah..." Jie Lian ciu menghela nafas panjang. "Timbul petaka lagi dalam rimba persilatan, itu sungguh di luar dugaan" "oh ya, Han Liong, engkau sudah pergi ke Tong Hai?" tanya Song Wan Kiauw sambil menatapnya. "Sudah." Thio Han Liong mengangguk, "Bahkan aku sudah berhasil mencari Yo Ngie Kuang. Kini dia kuberi nama Yo Pit Loan, sebab dia sudah berubah menjarti anak gadis." "Apa?" Song Wan Kiauw terbelalak. "Itu... itu bagai mana mungkin?" "Itu memang benar, aku menyaksikannya sendiri" sahut Thio Han Liong danmemberitahukan tentang kejadian tersebut. "Maka kuberi nama Yo Pit Loan." "Ternyata begitu" Song Wan Kiauw manggut-manggut. "Kalau engkau tidak memberinya buah Im Ko, dia pasti tetap menjadi banci. Ya, kan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk, "Kalau begitu, kini kepandaiannya pasti sudah tinggi sekali," ujar Jie Lian Ciu. "Betul." Thio Han Liong mengangguk lagi dan memberitahukan, "Siapa yang terkena pukulannya, pasti mati beku seperti es." "Oh?" Jie Lian Ciu terbelalak. "Kalau dia berubah jahat, bukankah...." "Dia tidak akan berubah jahat, sebab pada dasarnya dia tidak berhati jahat. Maka, aku memberinya buah Im Ko itu untuk menolongnya," ujar Thio Han Liong dan menambahkan, "sebetulnya dia ingin menjadi pelayanku tapi kutolak." "Enak saja mau menjadi pelayanmu" ujar An Lok Kong Cu tanpa sadar, dan itu membuat Jie Lian Ciu dan lainnya tertawa gelak. "Ha ha ha Han Liong, An Lok Kong Cu cemburu lho" ujar Song Wan Kiauw. "Lain kali engkau harus hati-hati berbicara, tangan asal bicara" "Kakek Song" Thio Han Liong tersenyum. "Aku berkata sesungguhnya, lagipula aku pun sudah memberitahukan padanya bahwa aku sudah punya tunangan." "oooh" song Wan Kiauw manggut-manggut. "Engkau pun berterus terang pada Tong Hai sianli?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk, "Bagus" Jie Lian ciu manggut-manggut. "sebagai lelaki sejati harus berani berterus terang, juga tidak boleh menyeleweng di belakang sang kekasih." Anak Naga Bu Lim Hong Yun Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ya, Kakek Jie." "Ha ha ha" song Wan Kiauw tertawa gelak. "Han Liong bukan pemuda semacam itu. Kalaupun ada bidadari turun dari kahyangan, dia pun tidak akan tergoda." "Sebab tidak ada bidadari turun dari kahyangan, maka dia tidak akan tergoda," ujar An Lok Kong cu. "Tapi kalau benar ada bidadari turun dari kahyangan, dia pasti akan tergoda." "Adik An Lok" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak akan begitu, engkau harus mempercayaiku." "Kakak Han Liong" An Lok Kong cu tersenyum. "Aku tahu engkau tidak akan begitu, ini cuma gurauan saja." "Benar." song Wan Kiauw manggut-manggut, lalu kembali pada pokok pembicaraan. "Kita semua sama sekali tidak tahu siapa iblis tua itu. Mungkinkah guru tahu?" . "Mungkin." Jie Lian ciu mengangguk. "Maka kita harus bertanya kepada guru." "Kalau begitu, sekarang kita menemui guru bersama Han Liong dan An Lok Kong cu," ujar song Wan Kiauw. "Baik," Jie Lian ciu manggut-manggut. Mereka ke ruang meditasi. Begitu mendengar suara langkah, Thio sam Hong yang sedang bersemadi di ruang itu langsung membuka matanya. Ketika melihat Thio Han Liong bersama seorang gadis, wajah guru besar itu tampak berseri. "Guru" Jie Lian ciu dan lainnya memberi hormat, setelah itu barulah duduk di hadapan Thio sam. "Sucouw" panggil Thio Han Liong sambil bersujud. An Lok Kong cu pun ikut bersujud di sisinya. "Ha ha ha" Thio sam Hong tertawa gembira sambil menatap An Lok Kong cu. "Engkau pasti Putri Cu Goan ciang Ya, kan?" "Ya, sucouw." An Lok Kong cu mengangguk. "Bagus, bagus" Thio sam Hong terus tertawa gembira. "Aku harap masih bisa menyaksikan kalian berdua melangsungkan pernikahan oh ya, kapan kalian berdua akan menikah?" "Mungkin tidak lama lagi," sahut Thio Han Liong dengan wajah agak kemerah-merahan. "Han Liong...." Thio sam Hong tersenyum lembut. "sebaiknya kalian berdua menikah selekasnya, sebab aku sudah tua sekali, sewaktu-waktu pasti akan pulang ke alam baka." "sucouw jangan berkata begitu, sucouw masih segarbugar." "Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang. "Usia ku sudah seratus lebih aku sendiri pun sudah lupa lebih berapa. Mungkin lima puluh atau lebih dari itu. Rasanya aku cuma kuat bertahan beberapa tahun lagi." "Guru...." Jie Lian ciu dan lainnya langsung tampak murung. "Guru pasti bisa hidup sampai dua ratus tahun." "Ha ha Untuk apa aku hidup terlalu lama" Bukankah akan menyiksa diriku sendiri?" ujar Thio sam Hong, kemudian menggeleng-gelengkan kepala. "Sucouw," tanya Thio Han Liong mendadak. "Pernahkah sucouw mendengar tentang seorang iblis tua yang sekujur badannya beracun?" "Seorang iblis tua yang sekujur badannya beracun?" tanya Thio sam Hong dengan wajah berubah, "iblis tua itujuga memiliki ilmu pukulan beracun?" "Betul." Thio Han Liong mengangguk. "Aaaah..." Thio sam Hong menghela nafas panjang, "iblis tua itu muncul lagi dalam rimba persilatan?" "Ya. Dia muncul bersama muridnya." Thio Han Liong memberitahukan sambil memandang Thio sam Hong. "Mereka berdua membunuh para murid partai besar." "oh?" Thio sam Hong mengerutkan kening. "Apakah murid-murid kalian juga ada yang mereka bunuh?" "Tidak ada," sahut Jie Lian ciu, agar tidak membebani pikiran Thio sam Hong. "Bolehkah Guru menceritakan tentang iblis tua itu?" "Tujuh delapan tahun yang lampau, mendadak dalam rimba persilatan muncul seorang pembunuh, yang mengaku dirinya datang dari Ban Tok To." Thio sam Hong mulai menceritakan. "orang itu terus membantai kaum rimba persilatan. setelah itu secara tiba-tiba orang tersebut menghilang entah ke mana, sehingga menimbulkan kabar berita yang tak menentu mengenai dirinya." "Guru yakin orang itu adalah iblis tua yang baru muncul itu?" tanya Jie Lian ciu. "orang itu memiliki ilmu pukulan beracun, bahkan sekujur badannya pun beracun. Maka guru yakin orang itu adalah iblis tua yang baru muncul itu," sahut Thio sam Hong dan menambahkan, "Dulu kepandaiannya sudah begitu tinggi, apalagi kini. Maka, kalian harus berhati-hati menghadapinya, dan lebih baik jangan cari urusan dengannya, sebab guru khawatir kalian bukan lawannya." "Guru, Han Liong dapat mengalahkannya?" tanya song Wan Kiauw mendadak. "Entahlah." Thio sam Hong menggelengkan kepala. "Paling baik menghindarinya, agar selamat." "Ya." Jie Lian ciu dan lainnya mengangguk. "Apabila dia ke mari, beritahukan kepada guru" pesan Thio sam Hong. "Biar guru yang menghadapinya. " "Ya." Jie Lian ciu dan lainnya menganggguk lagi. Tapi apabila iblis tua itu muncul di gunung Bu Tong, tentu mereka tidak akan memberitahukan kepada Thio sam Hong. "Han Liong, kapan engkau akan kembali ke Kotaraja?" tanya Thio sam Hong. "setelah kami ke gunung Altai," jawab Thio Han Liong. "Lho?" Thio sam Hong terbelalak. "Mau apa engkau ke gunung Altai, yang dekat perbatasan Mongol itu?" "Aku harus mengembalikan sebuah kitab pusaka kepada Ek Thian" Thio Han Liong menutur tentang itu. "oooh" Thio sam Hong manggut-manggut. "setelah itu kalian pasti melangsungkan pernikahan, bukan?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "setelah pernikahan, kalian akan tinggal di mana?" Thio sam Hong memandang mereka. "Kami akan tinggal di pulau Hong Hoang To." Thio Han Liong memberitahukan. "Kami pun tidak akan mencampuri urusan rimba persilatan lagi." "Bagus, bagus" Thio sam Hong manggut-manggut. "Memang lebih baik kalian hidup tenang, damai dan bahagia di pulau itu." "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk, "oh ya" Thio sam Hong menatap Thio Han Liong seraya bertanya, "Kapan kalian berangkat ke gunung Altai?" "Besok" jawab Thio Han Liong. "Baiklah." Thio sam Hong manggut-manggut. "Besok kalian boleh langsung berangkat, tidak usah berpamit padaku" "Ya, sucouw." Thio Han Liong mengangguk, "Aku mau beristirahat, kalian boleh meninggalkan ruang meditasi ini," ujar Thio sam Hong sambil memejamkan matanya. Jie Lian ciu dan lainnya segera meninggalkan ruang meditasi itu, kembali ke ruang depan. "Han Liong, bagaimana Yo Ngie Kuang itu?" tanya Song Wan Kiauw setelah duduk, "Bukan Yo Ngie Kuang, melainkan Yo Pit Loan," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "Dia pasti baik-baik saja. Namun aku tidak tahu dia berada di mana." "Oooh" Song Wan Kiauw manggut-manggut. "Kakak Han Liong, aku ingin sekali bertemu Yo Pit Loan." ujar An Lok Kong cu. "Memangnya kenapa?" Thio Han Liong heran. "ingin menyaksikan suatu keajaiban," sahut An Lok Kong Cu sambil tersenyum. "Yaitu anak lelaki berubah menjadi anak gadis." "Engkau...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. "Aku yakin kita pasti berjumpa dengannya kelak." "Itu yang kuharapkan," ujar An Lok Kong Cu. "Han Liong" tanya Jie Lian Ciu bergurau. Sengkala Angin Darah 2 Raja Naga 19 Dewa Pengasih Pisau Kekasih 1

Cari Blog Ini