Ceritasilat Novel Online

Badik Buntung 15

Badik Buntung Karya Gkh Bagian 15 terbuka. Terdengar Hun Thian-hi tiba-tiba bergelak tawa lantang, "Kalau kita berdua berhantam. disini bukankah menguntungkan Tok-sim-sin-mo malah?" Diam-diam Tok-sim-sin-mo mengumpat dalam hati, secara tidak langsung ucapan Thian-hi memutar balik mengadu domba antara dirinya dengan Ham Gwat. dan memang itulah tujuan Toksim- sin-mo, terpaksa ia menjengek dengan gusar, "Apa kau takut?" Ham Gwat tahu bahwa maksud Thian-hi mendesak supaya Tok-sim-sin-mo memberi peluang pada mereka untuk bertempur keluar gua. Ia diam-diam saja, biji matanya berputar mengawasi To-sim-sin-mo. Bercekat hati Tok-sim-sin-mo, ia menjadi gentar bila Ham Gwat sampai berbalik memusuhi dirinya, Dalam Jian-hud-tong di mana-mana tempat banyak dipasang berbagai alat rahasia yang bisa menembus kesegala penjuru, cuma kamar batu tempat tahanan Coh Jian-jo inilah yang terkecuali, bila disini dipasang pula pintu2 rahasia tentu sejak lama Coh Jian-jo sudah merat menghilang. "Jikalau kalian kurang lega," demikian kata Tok-sim-sin-mo, "Mari kuantar kalian keluar, lapangan diluar gua sana cukup besar." "Sepanjang jalan ini ada terpasang berbagai alat2 dan pintu rahasia, cara bagaimana kita harus berjaga-jaga dari akal licikmu?" demikian jengek Thian-hi Tok-sim-sin-mo tertawa panjang, ujarnya, "Kalian mengharap berhantam diluar gua, tapi tidak berani keluar, apakah kau punya cara lain yang lebih sempurna?" "Benar-benar," sahut Thian-hi lantang, "Kau ingin kami bertarung maka kau sendiri pun perlu mempertaruhkan dirimu sebagai sandera, marilah kau saja yang melindungi kita beramai sampai di luar gua?" Usul Thian-hi ini cukup pelit, bila dirinya tidak mau menandakan bahwa dirinya tidak tulus hati, bila sebaliknya menyetujui seakan-akan sengaja hendak mengadu mereka bertempur mati-matian, apalagi sekarang dirinya di bawah belenggu Thian-hi, siapa tahu peristiwa apa pula yang bakal terjadi selanjutnya" Akibatnya itulah yang menyulitkan untuk dipikirkan, dengan terlongong ia menepekur, ia menemui kesulitan untuk menjawab. 'Kau takut apa?" ejek Thian-hi, "Bila aku mau bertindak terhadap kau sejak tadi aku sudah turun tangan, seumpama sekarang aku bertindak pada kau apa pula yang dapat kau lakukan?" Ucapan Thian-hi memang bukan bualan, bila Thian-hi sekarang turan tangan. Ham Gwat pasti tinggal berpeluk tangan menjadi penonton saja. Sesaat ia terbungkam. Adalah hati Ham Gwat bercekat malah, baru sekarang ia menyadari bahwa kamar batu ini ternyata tiada terpasang alat2 rahasia, jadi sejak tadi bahwasanya Tok-sim-sinmo sudah menjadi bulus yang terkurung di dalam gentong, hampir saja tadi dirinya melepasnya keluar, Berkilat biji mata Tok-sim-sin-mo, ia semakin merasa situasi semakin buruk dan tidak menguntungkan bagi dirinya. Ia insaf bila Ham Gwat dan Thian-hi sampai bergabung mengeroyok dirinya, jelas jiwanya takkan tertolong lagi, lapat-lapat teraba olehnya bahwa permusuhan antara Ham Gwat dengan Thian-hi tidaklah begitu mendalam seperti yang dia bayangkan sebelumnya. malah secara tidak langsung kelihatannya ada terjalin perjanjian yang tidak mengikat diantara mereka berdua. Sekarang dia insaf cara mengadu domba kepada kedua lawannya ini terang tiada membawa manfaat, akhirnya ia tertawa lebar. katanya kepada Hun Thian-hi, "Begitupun baiklah. kalian sama adalah keturunan dari aliran kenamaan, Bu-bing Loni selamanya tidak pernah menjilat ludahnya sendiri. Lam-siau pun merupakan tokoh pendekar yang budiman, untuk sementara ini baiklah terpaksa aku mempercayai ucapan kalian sekali ini!" Semula Thian-hi yakin bahwa Tok-sim-sin-mo tidak akan menyetujuj usulnya itu, diluar dugaan ia telah setuju, mau tak mau hatinya berdegup dan melengak, diam-diam iapun kagum akan perubahan sikap Tok-sim-sin-mo yang pintar melihat angin memutar haluan dengan cara memuji guru mereka menjadi seperti dipantek supaya tidak berbuat curang. Sebaliknya Ham Gwat yang cerdik dan cermat itu dapat menangkap kemana juntrungan maksud Tok-sim-sin-mo, ia merasa lebih baik ia membekuk Tok-sim-sin-mo walaupun kehilangan kepercaan, ini lebih penting, segera ia mengerling ke arah Su Giok-lan, dengan sebuah kedipan ia beri tanda padanya supaya siap menghadapi musuh. Pelan-pelan Su Giok-lan melolos pedang dari punggungnya, dengan menyoreng pedang ia berdiri siaga. Tok-sim-sin-mo menjadi tegang, terasa olehnya keadaan yang rada ganjil ini, segera ia mengajukan pertanyaan kepada Ham Gwat, "Bagaimana pendapatmu terhadap usulnya?" "Usul kami sama supaya secepatnya membunuh kau. Bila kami biarkan umurmu berkepanjangan menimbulkan bencara di Kangouw, bukankah dosa2 kami yang patut diberi hukuman berat!" Baru sekarang Tok-sim-sin-mo mendadak tersadar akan sikap berlainan dan luar biasa dari Thian-hi dan Ham Gwat, kontan ia bergelak tawa, ia berpaling ke arah Bing-tiongmo-tho dan kawan2nya, anak buahnya itu kira-kira cukup kuat untuk menghadapi Hun Thian-hi dan Ham Gwat berdua, bila memang bukan tandingannya terpaksa menerjang keluar saja meloloskan diri. Beruntun ia menengadah tertawa kering dua kali, serunya, "Kalian selalu mengagulkan diri sebagai kaum pendekar yang pegang janji dan kebenar-benaran, kiranya sedemikian rendah sampai sifat2 keadilan kebijaksanaan pun kalian injak2 menjiiat ludah sendiri, perbuatan dan kelakuan kalian sungguh hina dan memalukan, bahwasanya kalian sekomplotan kenapa main tipu dan pura-pura bermusuhan dihadapanku?" Ia menyeringai dingin, lalu sambungnya pula, "Tahukah kalian" Inilah penipuan!" Dari samping Hun Thian-hi menyela, "Tidak boleh kehilangan kepercayaan demi untuk memperkosa kebenar-benaran atau keadilan, sejak jaman dulu kala soal ini sudah menjadikan ajaran yang tersurat di dalam setiap ejaan buku. Demikianlah keadaan sekarang, tidak boleh karena kehilangan kepercaan lantas kami melepas kau, apalagi bila sampai kau mengganas dan menimbulkan banyak malapetaka di Kangouw!" Tok-sim-sin-mo tertawa panjang, ia insaf bahwa Ham Gwat dan Hun Thian-hi akan bergabung menumpas dirinya, sungguh dia sangat menyesal, kenapa tadi ia melepas Coh Jianjo dan cucunya, harapan untuk hidup menjadi semakin kecil. Tiba-tiba biji matanya memancarkan sinar tajam menghijau seperti mata binatang jalang yang kelaparan, hanya menerjang dengan kekerasan jalan satu-satunya yang harus ditempuh, asal dapat keluar dari kamar batu ini, diluar sana sekali tangannya bergerak mengerahkan alat2 rahasianya, dalam sekejap saja ia akan dapat meloloskan diri bersama seluruh anak buahnya. Sejenak Tok-sim-sin-mo berpikir, tiba-tiba tangannya kanan diulapkan. Serempak Bing-tiongmo- tho, Biau-biau-cu, Lam-bing-it-hiong dan lain-lain menggerakkan senjata masingmasing menyerbu ke arah Ham Gwat. Ham Gwat tahu Tok-sim-sin-mo sudah kepepet orang pasti menerjang keluar dengan kekerasan, sedang tenaga dalam sendiri belum pulih seluruhnya, sembari melolos keluar pedangnya kakinya menyurut selangkah. ia berdiri jajar bersama Su Giok-lan, dua jalur sinar pedangnya memetakkan segundukan cahaya gemerdek yang rapat tak tertembuskan membendung terjangan para musuhnya. Hwesio jenaka segera menyingkir kesamping, sambil menggendong tangan ia menonton saja sambil berseri tawa. Hun Thian-hi juga tahu Tok-sim-sin-mo pasti akan menjadi nekad dan berontak, Ham Gwat berdua pasti akan menghadapi banyak kesulitan dikeroyok para musuhnya, sejak tadi ia sudah bersiap, begitu Lam-bing-it-hiong melolos pedang, bersamaan waktunya seruling jadenya segera menutuk dan mengetuk kepunggung Lam-bing-it-hiong dan lain-lain. Sementara itu Tok-sim-sin-mo sudah memperhitungkan, bahwa Hun Thian-hi pasti tidak tinggal diam, begitu melihat Thian-hi bergerak iapun cepat bertindak, langsung ia menyergap ke arah Coh Jian-jo berdua. Thian-hi tahu bahwa Coh Jian-jo berdua berada dalam lindungan Pek-tok Lojin ia percaya dengan kepandaian Pek-tok Lojin akan mampu mengatasi Tok sim-sin-mo maka ia diam-diam saja tanpa menghiraukan lawan, sebaliknya serulingnya dimainkan secepat kilat menyerang Bing-tiongho- tho dan lain-lain dari belakang. Adalah diluar perhitungannya bahwa Tok-sim-sin-mo sendiri juga punya pengangan yang cukup mantep, kalau tidak sekali2 ia tidak akan mengambil banyak resiko menempuh bahaya besar melaksanakan niatnya. Begitu ia menerjang ke arah Coh Jian-jo, Pek-tok Lojin lantas menyeringai dingin, pikirnya aku belum lagi mencari kau malah kau sudah meluruk datang sendiri, sungguh kebetulan malah. Gesit sekali ia bergerak melancarkan ilmu pukulannya yang beracun dikombinasikan dengan langkah kakinya yang aneh gentayangan, tahu-tahu telapak tangannya sudah menyelonong tiba di depan dada musuh, sekali tepuk pasti dapat menamatkan jiwa musuh besarnya ini. Tiba-tiba Tok-sim-sin-mo tertawa dingin, di saat telapak tangan Pek-tok Lojin hampir saja mengenai sasarannya sekonyong-konyong selarik sinar putih kemilau melesat datang langsung menusuk ke tenggorokan Pek-tok Lojin. Keruan bukan kepalang kaget Pek-tok Lojin, bila telapak tangannya diteruskan menepuk ke dada musuh, Tok-sim-sin-mo jelas bakal mampus, tapi dirinya sendiri juga pasti menjadi korban tusukan pedang lawan, sudah tentu ia tidak mengira bahwa Tok-sim-sin-mo masih punya simpanan sebilah pedang tajam, secara reflek cepat luar biasa ia mencelat mundur, batal menyerang sekaligus menyelamatkan diri. Begitu ia mundur cukup setindak saja Tok-sim-sin-mo sudah melintangkan pedang pendeknya dileher Coh Jian-jo, sembari tertawa besar ia berseru, "Semua berhenti!" Waktu ia berpaling pergolakan angin samberan senjata mereka yang bertempurpun sudah mereda, tapi kesudahan pertempuran itu sungguh sangat mengejutkan hatinya. Tampak Lambing- it-hiong dan lain-lain sudah kena tertutuk oleh seruling Hun Thian-hi, mereka berdiri kaku mematung. Sedetik dalam waktu yang bersamaan dari hasil seruling Thian-hi menutuk para musuhnya mendadak ia mendengar seruan Tok-sim-sin-mo waktu ia membalik tubuh, iapun dibikin kaget, diam-diam ia gegetun kenapa tadi terlalu mengentengkan penilaiannya pada lawan, sekarang menyesal pun sudah kasep, Coh Jian-jo terjatuh pula ke tangan Tok-sim-sin-mo. Coh Jian-jo memejamkan mata tak bergerak atau bersuara. Pedang pendek Tok-simsin-mo mengancam tenggorokannya, nalurinya merasa bahwa pedang Pek-bong-kiam bikinannya yang paling dibanggakan sekarang ternyata dibuat mengancam jiwa penciptanya sendiri, betapa pedih hatinya sungguh seperti diiris-iris pisau. "Bagus!" seru Thian-hi terlongong, "Sungguh aku kagum akan kecerdikanmu, baiklah hari ini kami mengampuni jiwamu sekali ini!" "Ya, Coh Jian-jo berada ditanganku, apa yang kuperintah pada kalian harus segera dilaksanakan, kalau tidak bagaimana akibatnya kukira kalian cukup paham!" "Benar-benarkah ucapanmu itu" Meski Coh Jian-jo berada di tanganmu, tapi apa yang berani kau lakukan terhadapnya?" "Bebaskan tutukan jalan darah anak buahku!" seru Tok-sim-sin-mo, nadanya meninggi dan dingin. Perang batin sedang bergejolak dalam benak Hun Thjan-hi, ia berdiri tegak mengawasi Toksim- sin-mo kelihatannya tekanan Tok-sim-sum-mo bisa berhasil dengan gemilang, bila aku tidak menuruti perintahnya mungkin jiwa Coh Jian-jo bisa terancam atau piaing ringan mendapat siksaan yang cukup membuatnya menderita, apakah yang harus dilakukan" Mengorbankan Coh Jian-jo atau menuruti perintah Tok-sim-sin-mo yang berarti bertekuk lutut padanya" Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tok-sim-sin-mo menyeringai sadis, bentaknya. "Bagaimana kau tidak patuh?" Dalam hati Thian-hi masih rada bimbang, serunya mendengus, "Apa yang berani kau lakukan pada Cih Jian-jo silakan kau laksanakan. Tapi sekali kau salah bertindak awaslah kau, seumpama harus mengorbankan dia seorang kita tidak akan memberi ampun kepada kau.... Kau harus tahu semakin keji dan telengas cara turun tanganmu mungkin kau sendiri nanti pun tidak akan tahan menerima pembalasannya!" Tok-sim-sin-mo mengertak gigi, baru saja ia siap bertindaj mendadak terkilas dalam pikirannya bahwa betapapun seluruh jerih payahnya ini akhirnya bakal sia-sia, Hun Thian-hi cukup hebat, betapa pun ia tidak mau mengalah sehingga ia mati kutu, Memang ia tidak akan berani bertindak apa-apa kepada Coh Jian-jo, akhirnya ia mengalah dengan penuh kekecewaan, serunya, "Baiklah, kalian minggir. mari kuantar keluar sampai dipintu Jian-hud-tong, nanti kuserahkan dia kepada kalian!" - Besar harapannya sepanjang menuju keluar gua sana, banyak kesempatan dapat digunakan untuk mengubah keadaannya yang terdesak ini menjadi orang yang dipihak unggul. Thian-hi tahu bahwa perjalanan ini teramat berbahaya, namun kecuali cara ini tiada penyelesaian yang lebih baik. Betapapun Tok-sim-sin-mo tidak akan sudi mengalah pula. Tapi jika ia menyetujui prakasa ini. lalu cara bagaimana ia harus bersikap dan berjagajaga dari segala kemungkinan" Dasar Tok-sim-sin-mo memang seorang licik dan licin yang sulit dihadapi, apalagi Coh Jian-jo berada ditangannya lagi, maka dia akan lebih pongah dan takabur, untuk menghindari segala tipu muslihatnya sungguh sulit sekali. Terpaksa akhirnya ia manggut-manggut, "Baik! Tapi jangan kau main curang, kalau tidak kau tidak akan bakal lolos dalam lima tindak cukup lima langkah aku dapat membereskan jiwamu dengan seluruh tubuhmu hancur lebur!" Tok-sim-sin-mo menyeringai leoar, hatinya melonjak kegirangan, ia pernah melihat kepandaian silat Hun Thian-hi, naga-naganya memang rada lebih unggul dari kemampuannya, tapi alat2 rahasia dalam Jian-hud-tong ini teramat banyak dan sulit diraba, betapa pun tinggi ilmu silatnya, juga sulit mengembangkan dengan sempurna. Lima langkah" Hanya tiga langkah saja dirinya dapat menghilang, kenapa harus lima langkah" Sampai berpikir2 dalam hati diam-diam ia tertawa geli, sungguh senang dan bersorak hatinya, tak perlu disangsikan bahwa kali ini ia bakal gagal lagi, menang atau kalah merupakan babak yang menentukan, maka jangan sekali2 menyia-nyiakan kesempatan ini, Begitulah sembari tertawa dingin Tok-sim-sin-mo beranjak keluar sambil menyeret Coh Jian-jo. Rona wajah Coh Jian-jo yang sedih dan lesu mendadak lenyap sama sekali, biji matanya memancarkan cahaya berkilat yang terang, terunjuk keteguhan hati pada air mukanya, ia mandah saja diseret oleh Tok-sim-sin-mo keluar dari kamar batu itu. Sebelum berangkat Hun Thian-hi melirik ke arah Bing-tiong mo-tho dan lain-lain, sesaat ia kehilangan akal, mereka sama adalah tokoh-tokoh tingkat tinggi, kalau dilepas bakal menambah beban kalau tidak dilepas tak bisa digusur keluar, sesaat ia menjadi kebingungan. Kebetulan Pek-tok Lojin maju mendekat, berturut-turut ia amat-amati orang-orang itu lalu satu persatu membuka tutukan jalan darah mereka. Semula Hun Thian-hi rada terperanjat, tapi karena Pek-tok Lojin yang melakukan ia tahu pasti perbuatannya punya alasannya sendiri. Setelah dapat bebas Lam-bing-it-hiong dan lain-lain tanpa kuasa sama bergidik dan gemetar. hati semua orang sama mendelu. mereka tahu bahwa Pek-tok Lojin sudah menaruh racun pada tubuh mereka, entah kapan racun itu bakal kumat dan tibalah ajal mereka. Pek-tok Lojin merupakan tokoh tertinggi dan terlihay dari Pek-tok-bun. cara buatan dan permainannya dalam menggunakan racun punya kepandaian khusus yang amat lihay, bagi korban yang kena racunnya sulit dapat diobati sendiri. Sudah tentu Tak-sim-sin-mo samgat gusar, namun ia dapat berpikir panjang, nanti bila dapat membekuk Hun Tnian-hi dan lain-lain, pertama-tama ia harus menekan Pek-tok Lojin untuk menyerahkan obat pemunahnya. Setelah mengerjain para korbannya Pek-tok Lojin lantas berkata, "Sekarang kalian sudah terkena racunku, dimana kusimpan obat pemunahnya tiada seorang pun yang tahu." Habis berkata ia tertawa dingin. Kejadian ini merupakan suatu tekanan pula bagi sepak terjang Tok-sim-sin-mo selanjutnya, soalnya orang-orang ini masih sangat diperlukan tenaganya untuk menghadapi Anghwat-lo-mo kelak, tapi urusan sudah lanjut maka ia harus dapat bertindak secara tepat dan tegas. Begitulah segera ia berseru, "Marilah kita berangkat!" Sambil menenteng serulingnya Hun Thian-hi memburu dibelakangnya, Su Giok-lan menggandeng Coh Siau-ceng berada dibelakangnya, sedang Lam-bing-it-hiong dan lain-lain berada ditengah, sedang Ham Gwat berada dipaling belakang. Begitu berada diluar kamar. Coh Jian-jo lantas bersuara, "Hun-sauhiap hatihatilah, di depan sebelah kiri ada sabuah pintu rahasia, malah ada jebakannya pula!" Mendengar peringatan ini lekas-lekas Hun Thian-hi melangkah dua tindak lebih dekat, sudah tentu Tok-sim-sin-mo gusar bukan main, tapi apa yang dapat ia perbuat pada Coh Jian-jo. Tibatiba ia menghentikan langkahnya. dan menyeringai kepada Coh Jian-jo. Sungguh diluar dugaannya bahwa Coh Jian-jo dapat menunjuk tempat-tempat rahasia itu sedemikian'hapal dengan cara yang sepele lagi kalau keadaan ini berlangsung lebih lanjut, mana dirinya dapat menjebak dan meringkus Hun Thian-hi dan lain-lain. Kecuali menggunakan akal licik lainnya, begitulah otaknya berputar memikirkan cara yang lebih bagus dan lebih licik. Dari belakang Hun Thian-hi mengejek, "Jangan kau mengatur tipu dayamu yang lain, aku berani bertaruh kau tidak akan mendapat keuntungan apa-apa, mungkin malah mempercepat keruntuhan cita-citamu yang gila2an itu!" Sebagai seorang ahli bangunan dengan kepandaian tehniknya yang luar biasa, adalah mustahil kalau mau mengelabui Coh Jian-jo akan segala peralatan rahasia di dalam Jianhud-tiong ini, tapi justru Tok-sim-sin-mo harus mencari akal cara bagaimana ia harus menghilangkan duri yang merupakan ancaman langsung bagi tindakan dirinya selanjutnya. Sedikit berpikir akhirnya ia seret pula Coh Jian-jo melanjutkan ke depan. Sepanjang jalan ini sering Coh Jian-jo memberi peringatan dimana ada dipasang alat2 rahasia, tapi kelihatannya Tok-sim-sin-mo sudah tidak terpengaruh akan hal-hal ini, ia terus gusur Coh Jian-jo dengan pelan-pelan. Lambat laun tekanan batin Hun Thian-hi semakin kendor, dengan adanya Coh Jian-jo disitu menjadi banyak lega dan tidak perlu kuatir lagi akan segala lintangan alat2 rahasia itu. Berselang agak lama perjalanan itu terus dilanjutkan dengan situasi yang sama Hun Thian-hi semakin lega tapi mendadak Coh Jian-jo berseru keheranan, seakan-akan ia menemukan sesuatu keganjilan yang menarik perhatiannya. Thian-hi menjadi tegang mendengar seruannya itu, cepat ia mendekat dua langkah. Terdengar Coh Jian-jo berkata, "Sepanjang jalan ini bukankah tadi sudah pernah kita lalui?" "Apakah kau tidak salah lihat, Jian-hud-tong ini seperti istana sesat di belakang sana, cara bangunannya sangat mirip dan serupa!" Dalam percakapan itu mereka beranjak terus ke depan, Hun Thian-hi menjadi waswas, sebagai seorang ahli pasti Coh Jian-jo punya alasan mengucapkan kata-katanya. Tapi Toksim-sin-mo tidak peduli apa yang terpikir oleh Hun Thian-hi, ia seret terus Coh Jian-jo ke depan. Memang Coh Jian-jo punya pandangannya sendiri. ia tahu siapapun meski ia seorang ahli dalam bidangnya, tak mungkin dapat menciptakan dua barang yang sangat mirip bentuk dan rupanya. Sekarang Tok-simsin-mo berputar-putar dalam gua yang rumit dan menyeramkan ini, entah apakah tujuannya. Sementara Tok-sim-sin-mo sendiri belum tahu bahwa akal liciknya ini sudah diraba oleh Coh Jian-jo tapi dia harus bertindak secepat mungkin sebelum Hun Thian-hi dan lainlain tahu kemana tujuannya lantas melaksanakan tindakan selanjutnya itulah yang bakal menjadi kunci penentuan. Tiba-tiba ia menyeret Coh Jian-jo melangkah lebih cepat mencapai sebuah serambi panjang tiba di sebuah pengkolan lalu secepat kilat menyusup ke dalam belokan itu. Ham Gwat lebih dulu dapat meraba permainan licik Tok-sim-sin-mo ini. Orang sengaja membawa mereka putar kayun sehingga ketegangan semakin mengendor dan perhatianpun tidak terhimpun lagi. lalu dengan caranya yang kilat ia berkelebat menghilang ke dalam jalan rahasia. Tangkas sekali tubuh Ham Gwat. Tiba-tiba melambung tinggi terus menukik turun menubruk ke arah Tok-sim-sin-mo. Tetapapun Tok-sim-sin-mo merupakan seorang yang licik dan licin punya pengalaman luas, langkah permainan ini sudah dipersiapkan begitu rapi dan sulit diketahui sebelumnya, begitu cepat ia bergerak sampai Coh Jian-jo tidak sempat berteriak, tahu-tahu badannya ikut terseret masuk ke jalan rahasia itu. Cepat sekali jalan rahasia itu sudah tertutup kembali, sedikit terlambat sedetik Ham Gwat sudah tercegat di depan pintu, pedangnya panjang membacok di atas pintu batu yang keras itu, sehingga memercikkan lelatu api. Sesaat semua orang sama berdiri terlongong, Ham Gwat menghela napas dengan kecewa, Hun Thian-hi sendiri yang paling menyesal akan kelalaiannya, otaknya diperas dengan keras memikirkan cara meloloskan diri, tiba-tiba ia dapat firasat betapa berbahayanya mereka tetap tinggal di tempat itu, segera ia berseru, "lekas! Kita tinggalkan tempat ini dulu!" Tapi Lam-bing-it-hiong dan kawan2nya tegap berdiri tak bergerak, melihat Toksim-sin-mo dapat lolos, terang Hun Thian-hi terjatuh pula dalam belenggu majikannya, harapan mereka untuk hidup lebih besar, asal mereka tidak mau pergi, apa yang Hun Thian-hi dapat perbuat pada mereka, bagaimana juga Hun Thian-hi masih memerlukan lindungan mereka. Hun Thian-hi menjadi gemes dan gegetun, ia paham akan situasi yang berbahaya ini bakal digunakan Tok-sim-sin-mo untuk mengatur tipu daya yang lebih keji sekali ia menggerakkan alat2 rahasianya, mereka pasti menjadi korbannya yang pertama. Maka Lam-bing-it-hiong dan lain tidak boleh ketinggalan, segera ia mengancam, "Hayo jalan! Kalau tidak kubunuh kalian, kalian sudah kena racun, masa dapat hidup berapa lama lagi!" "Justru karena tidak dapat hidup lebih lama lantas kau berani berbuat apa terhadap kami, bila kami mati kau pun bakal modar dengan tiada tempat kubur kalian!" demikian jengek Bing-tiongmo- tho. Sekilas Ham Gwat pandang Siang Bu-ki dan lain-lain, lalu berkata tawar, "Biar mereka tinggal disini, mari kita tinggal pergi saja!" Sesaat Hun Thian-hi beragu, akhirnya ia manggut-manggut bersama Pek-tok Lojin dan lain-lain mereka maju ke depan. Ia insaf sebagai manusia durjana Tok-sim-sin-mo tidak akan melepas mereka hanya karena Bing-ting-mo-tho dan lain-lain berada bersama mereka. Sebagai musuh besar rasanya. Tok-sim-sin-mo tidak akan lega sebelum mereka sama dilenyapkan. Baru saja mereka mulai bergerak, tiba-tiba diempat penjuru sekelilingnya terdengar suara gemuruh, tampak dua lembar papan batu tebal pelan-pelan maju menghimpit dari dua samping mereka, jadi mereka terkurung di tengah lorong gelap itu. Hun Thian-hi tertegun, menurut perkiraannya setiap lembar papan batu ini paling ringan ada ribuan kati beratnya, tenaga manusia tidak akan mungkin kuasa menjebolnya keluar. Jelas mereka terkurung rapat dan tinggal menunggu waktu untuk ajal belaka. Untung Tok-simsin-mo masih memerlukan tenaga Bing-tiong-mo-tho dan lain-lain, sehingga mereka masih punya. setitik harapan. kalau dapat bertindak secepat-cepat dan tepat mungkin nanti ada Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kesempatan untuk meloloskan diri meskipun cuma satu atau dua diantara mereka. Selama itu Hwesio jenaka tinggal berdiri diam menggendong tangan. Melihat orang teringat oleh Hun Thian-hi akan Siau-bin-mo-in, serta merta hatinya terharu dan pedih rasanya. Semua orang sama melayangkan alam pikirannya masing-masing, tapi mereka sama pula harus meronta untuk hidup sebelum ajal mendatang. Lapat-lapat terdengar gema gelak tawa Tok-sim-sin-mo yang menggila kesenangan dalam gua sebelah dalam sana, begitu lantang dan bergelombang suara tawa itu, bagi pendengaran Hun Thian-hi sangat menusuk perasaan. Dari tempat yang agaknya sangat jauh itu Tok-sim-sin-mo berteriak, "Bagaimana, sebenarbenarnyalah siapa yang menang dan siapa yang kalah?" suara begitu bangga dan mendengung, "Syarat apa yang hendak kau ajukan, lekas katakan!" Lalu terdengar pula tawanya terbahakbahak. Dengan pandangan dingin Thian-hi pandang Bing-tieng-mo-tho dan lain, katanya, "Lepaskan kami keluar nanti kami serahkan anak buahmu ini." Tok-sim-sin-mo tergelak-gelak menggila, serunya, "Begitu saja." Thian-hi menjadi gusar, serunya, "Cukup begitu saja, hanya itulah syarat yang dapat kuajukan!" "Kalau hanya itu syaratmu aku tidak bisa terima, kau kan paham, akupun ingin ajukan syaratku yang tidak boleh dibantah lagi, kau, Ham Gwat dan Pek-tok bertiga tetap tinggal disana, tiga orang yang lain boleh silakan pergi untuk mengganti jiwa mereka!" "Jadi syarat yang kuajukan tidak dipertimbangkan sama sekali." "Jangan kau tekan aku dengan alasan seenak udel-mu sendiri, sekarang kaulah yang meminta2 kepadaku, tidak menjadi soal bagi aku sembarang waktu dapat ku turun tangan tanpa pedulikan mati hidup mereka! coba kau berpikir kembali!" "Kaum persilatan bukan melulu beberapa orang seperti kami ini, seumpama kami mati semua, bulu sayapmu juga bakal dipreteli, akibat ini teramat fatal bagi kau sendiri ingat Ang-hwat-lo-mo akan semudah membalikKan tangan menumpas kau serakang. Kau memutar balik persoalan, coba kau pikir lebih lanjut adalah kepentinganku terhadapmu" Cobalah kau pikirkan dengan seksama!" Gelak tawa Tok-sim-sin-mo terdengar semakin menjauh dan akhirnya sirna tiada terdengar suaranya pula. Sementara dua papan batu dikiri kanan itu pelan-pelan pula bergerak menggeser ke tengah menggencet mereka. Bercekat hati Thian-hi. kelihatannya Tok-sim-sin-mo punya pegangan yang sudah matang, pertanyaan Thian-hi ia jawab dengan reaksi yang kenyataan ini, kelihatannya sedikitpun ia tidak ragu-ragu lagi mengambil keputusannya. Semula Bing-tiong-mo-tho dan kawan2nya memang mengemban setitik harapan, tapi dalam keadaan yang sudah gawat dan kenyataan ini, mau tak mau mereka menjadi mencelos hatinya. ternyata Tok-sim-sin-mo begitu tega membuang mereka seumpama membuang sampah, dan yang lebih celaka mereka bakal ikut menjadi korban keganasannya bersama musuh2nya. Hwesio dienaka yang jarang buka bicara itu, tiba-tiba berseru kepada Tok-simsin-mo, "Tadi kau hendak melepas aku keluar, apakah kau tahu siapa aku sebenar-benarnya, begitu rendah kau menilai diriku?" Dari jauh terdengar jawaban Tok-sim-sin-mo, "Persetan siapa kau, setelah kubereskan kau siapa kau adanya tak berguna lagi!" Berkilat-kilat mata Hwesio jenaka, serunya, "Akulah saudara Lam Im!" Agaknya Tok-sim-sin-mo tersentak kaget. kedua papan batu itu segera berhenti" bergerak, sebenar-benarnya ia hanya ingin menggertak dan menakut2i Hun Thian-hi dan lainlain, demi mendegar ucapan Hwesio jenaka, segera ia berhenti menggerakkan alat2 rahasianya. Hatinya berpikir2, apakah benar-benar" Benar-benarkah Lam Im punya saudara" Ia jelas sekali akan watak dan tabiat Lam Im, bila smpai membikin dia gusar, urusan pasti sulit diselesaikan, cuma soalnya apakah benar-benar Lam Im punya saudara sedikitpun ia tidak tahu, maka ia pun tidak berani segera mengambii kepastian. Hwesio jenaka mengunjuk seri kegirangan. waktu pertama kali melihat tampang Pektok Lojin lantas ia pernah mimikirkan ke arah itu, orang yang dapat mengulupas kulit manusia dengan cara yang begitu rapi dan bagus mungkin hanya Sin-jiu-mo-ih Lam Im seorang. Kalau benar-benar dia, betapapun Tok-sim-sin-mo pasti merasa segan turun tangan kepadanya. Begitu Hwesio jenaka buka bicara lantas Hun Thian-hi maklum kemana juntrungannya. dikolong langit ini mungkin memang hanya Sin-jiu-mo-ih seorang yang dapat mengoperasi muka orang dengan begitu sempurnanya. Adalah Tok-sim-sin-mo ragu-ragu dan bimbang, raut wajah dan bentuk tubuh Hwesio jenaka jauh berbeda dengan Lam Im, apalagi sesudah keadaan mendesak baru Hwesio jenaka mengajukan persoalan ini, kemana juntrungannya, sungguh mencurigakan. Tapi iapun heran dari mana Hwesio jenaka kenal akan Lam Im, pikirannya; bila hal ini sampai tersiar luas dikalangan Kangouw, pasti besar akibatnya, sebentar ia berpikir lalu serunya kepada Hwesio jenaka, "Seumpama benar-benar kau adik kandungnya pun tak berguna, ketahuilah dia sudah meninggal!" Hwesio jenaka melengak, tapi bukan kesana tujuannya, segera ia menyahut tertawa, "Aku hanya ingin tahu siapakah orangnya yang begitu pintar dapat mencari jenazah Giok-yap Cinjin, setelah sekian lama aku mereka-reka baru sekarang kuteringat pada beliau!" Tok-sim-sin-mo tertawa dingin., ia insyaf akan akibatnya terlalu fatal bila hal ini sampai diketahul orang luar kalau sampai geger pasti Lam Im tidak mau keluar pula membantu dirinya. Begitu hwesio jenaka selesai mengucapkan kata-katanya. papan batu itu pelanpelan bergerak lagi, bercekat hati Hwesio jenaka, serunya, "Kenapa begitu sempit pikiranmu, bila kau ketemu dia harap bertanya kepadanya bahwa orang yang ingin dia cari sekarang sudah datang, nama gelaranku adalah Ceng Gwat!" Tek-sim-sin-mo berjingkrak mundur saking kaget, matanya terbelalak, ucapan Hwesio jenaka terakhir ini bukan main-main, Ceng Gwat adalah murid Siau-bin-kim-hud yang berhubungan kental dengan Lam Im! Tapi dalam keadaan yang kontras ini ia tak bisa banyak pikir lagi, ia harus tetap bertindak menurut keputusan terakhir, cuma Bing-tiong-mo-tho dan lain-lain cukup disayangkan. Dinding batu itu bergerak terus semakin dekat hati semua orang sudah sama diliputi pikiran gelap dan bayangan kematian, mereka insaf bahwa dewa elmaut sudah dekat dan siap mencabut nyawa mereka bersama. Sekonyong-konyong, sebuah batu bergeser disebelah samping depan sana dan terbukalah sebuah lobang yang cukup besar, tampak Pek Si-kiat seperti melayang turun dari kajangan bagai dewa penyelamat saja layaknya berdiri diambang lobang besar itu, Hun Thian-hi sampai tersurut kaget, dilain saat ia berjingkrak kegirangan, sebenar-benarnya ia sudah siap begitu dinding batu itu bergerak semakin dekat Ia hendak kerahkan seluruh kekuatan gabungan semua orang untuk berontak bersama, apakah dinding batu setebal itu mampu bertahan terhadap pukulan bersama dari sepuluh lebih tokoh-tokoh kelas wahid. Pek Si-kiat segera menggapai tangan ke arah Hun Thian-hi, bergegas Thian-hi seret Ham Gwat dan lain-lain memburu kelorong rahasia sebelah sana, katanya sembari berlari. "Paman Pek, kenapa kau mendadak muncul disini?" Pek Si-kiat tertawa, ujarnya, "Empat puluh tahun lamanya aku bersemajam dalam gua ini, daerah mana saja sudah pernah kujelajahi!" Bing-tiong-mo-tho dan lain-lain jadi serba runyam. Untung segera Pek Si-kiat berkata, "Aku jauh lebih mendalami sifat Tok-sim. Kalian harus sadar, sesuatu yang bergabung demi kepentingan pribadi akhirnya pasti akan bujar pula karena kepentingan itu pula. Dan ini kenyataan, disaat dia tidak lagi meimerlukan tenaga kalian, atau dia tidak akan ragu-ragu lagi untuk meninggalkan kalian tetap hidup!" Dalam pad itu begitu Tok-sim-sin-mo menggerakkan alat2 rahasianya lantas tinggal pergi, tapi meski ia sudah tak hadir di tempat itu, ia tahu bahwa urusan sudah menyimpang atau telah terjadi sesuatu perubahan. yang jelas bahwa Hun Thian-hi dan lain-lain sudah berhasil meloloskan diri dan menghilang dilorong yang lain. Keruan kejut dan murka pula hatinya, siapakah orang yang datang menolong, begitu pintar dia mampu menolong keluar Hun Thian-hi dan lainlain. Sementara itu Pek Si-kiat membawa Thian-hi dan lain-lain menyusuri lorong2 panjang yang belak belok, dia jauh lebih apal akan segala seluk beluk lorong2 itu dari Toksim-sin-mo. Ia tahu bahwa Tok-sim-sin-mo pasti juga sudah tahu bahwa seseorang telah datang membebaskan para tawanannya, mungkin tindakan selanjutnya segera bakal terjadi, sejenak ia menerawang sekelilingnya, lalu berkata, "Menyelusuri sepanjang lorong ini bila tidak terjadi suatu perubahan kita bakal tiba diluar gua, Thian-hi harus cepat putar balik bersama aku untuk mengejar Tok-simsin- mo. kalau terlambat, mungkin dia sudah menghilang!" Thian-hi merasa diluar dugaan akan tekad Pek Si-kiat yang teguh itu. Apakah dia akan menurut usul orang, samar-samar ia merasa rada berat untuk meninggalkan sesuatu tapi mau tak mau harus segera mengintil di belakang Pek Si-kiat, beberapa langkah kemudian ia berpaling memandang ke arah Ham Gwat wajah orang kelihatan tetap dingin kaku, sedikitpun tidak memperlihatkan perasaan hatinya. Mencelos hati Thian-hi, cepat ia memburu di belakang Pek Sikiat. Pek Si-kiat juga tahu akan tindak tanduknya, tapi saat ini lebih penting dari persoalan asmara muda mudi, segera ia bawa Hun Thian-hi menyusup kesebuah jalan rahasia disebelah samping. Beberapa kejap kemudian, Pek Si-kiat membalik tubuh dan berkata lirih kepada Hun Thian-hi, "Perlahan-lahan sedikit. kalau tidak salah dia semestinya berada disekitar sini!" Perasaan Hun Thian-hi menjadi tegang, berulang kali Tok-sim-sin-mo dapat berinisiatif mengambil kedudukan yang menguntungkan dari posisi yang terdesak, ini merupakan hal yang tidak terlalu enteng dan mudah, mau tak mau ia harus memuji dan kagum akan kecerdikan otaknya, kini ia harus berhadapan pUla, dengan Tok-sim-sin-mo lawannya yang setimpal, sedang Ling-lam-kiam-ciang berada ditangannya pula, bukan saja ia harus berhadapan secara kekerasan bila perlu iapun harus mengadu kecerdikan otak dan kepintaran. Dengan seksama Pek Si-kiat meneliti keadaan sekelilingnya, iapun merasa bahwa musuhnya sulit dihadapi, kalau tidak ia tidak perlu minta bantuan Hun Thian-hi. Pek Si-kiat sendiri juga merasa was-was apakah Tok-sim-sin-mo dapat mengetahui akan kedatangannya, yang jelas dia pasti sudah tahu bahwa Jian-hud-tong telah kedatangan seseorang tamu yang tak diundang, malah bisa menggunakan alat2 rahasia dalam gua ini untuk menolong para tawanannya, entahlah dimanakah Tok-sim sekarang berada. Sebelum melihat jejak dan orangnya Pek Si-kiat sulit menentukan dimana kedudukan Tok-simsin- mo sekarang, ia tidak perlu takut Tok-sim-sin-mo bakal menggunakan alat2 rahasia dalam gua mengurung dirinya, soalnya seluk-beluk mengenai alat2 rahasia dalam gua ini ia jauh lebin matang dari Tok-sim-sin-mo sendiri malah mungkin lebih jelas dan menyeluruh, tapi bagaimana juga ia harus berjaga-jaga dari segala muslihat musuh, seumpama Tok-sim-sin-mo menyergap dengan caranya yang licik, bukan mustahil dalam kalapnya ia gunakan segala daya upayanya untuk menyerang mereka kalau itu terjadi mereka bisa terdesak dalam bahaya. Setelah menyelusuri sebuah serambi panjang, mendadak terdengar jengekan dingin dari tempat yang gelap disebelah sana, mereka berpaling bersama, tampak sepasang biji mata yang terang kemilau berkelap kelip di kegelapan sana, Tok-sim-sin-mo beranjak keluar dari sebuah jalan rahasia yang lain katanya, "Jite! Sungguh tak kuduga Kau adanya. Ternyata kau jauh lebih apal keadaan seluruh Jian-hud-tong ini dari aku!" "Benar-benar atau tidak, kau sendiri paham," sahut Pek Si-kiat masam, "Empat Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo puluh tahun lamanya kita tersekam bersama dalam gua ini, kalau kau dibelenggu tak mampu bergerak sebaliknya aku dapat bebas bergerak kemana aku suka, sudah tentu aku jauh lebih jelas segala seluk beluk dalam gua ini." "Marilah sekarang kita bicara secara gamblang, segala peralatan dalam gua ini aku tidak sepaham kau, untuk melawan kau, jangan kata dua lawan satu, apalagi aku sudah terluka, satu lawan satu diantara kalianpun aku bukan tandingan lagi. Tapi perlu kuingatkan Coh Jian-jo masih berada di tanganku, kalau kau ingin dia tetap hidup kalian harus dengar ucapanku, aku masih mampu untuk melaksanakan rencanaku yang terakhir!" Thian-hi ikut beragu, ia rasakan juga situasi sekarang yang menyulitkan, secara gamblang Toksim- sin-mo gunakan Coh Jian-jo untuk menekan dan mengancam mereka, terpaksa ia ikut bicara, "Kau punya permintaan apa silakan katakan saja." "Yang terang aku tidak akan bebaskan dia sebelum Ni-hay-ki-tin dapat kucapai. Tatkala itu aku pasti punya caraku sendiri untuk meloloskan diri!" "Menanti kau memperoleh Ni-hay-ki-tin" Bukankah terlalu ngelantur dan jauh persoalannya" Seumpama kau tidak mampu memperoleh Ni-hay-ki-tin itu lalu bagaimana?" "Coh Jian-jo tidak akan kubebaskan. Begitulah keputusanku!" "Syarat yang kau tawarkan ini terlalu tinggi, begitu besar hasratmu untuk mendapatkan Ni-hayki- tin, tapi kenyataan kau tidak akan mungkin memperolehnya!" "Kau kan belum tahu akan kemampuanku!" "Bilamana kau mampu mencapainya, sejak lama orang lainpun sudah mengambilnya. Bukti menunjukkan selama sepuluh tahun Pek-tok Lojin masuk kesana, akhirnya ia kembali dengan bertangan kosong, agaknya kau menilai urusan ini menurut pandanganmu yang sempit, ketahuilah banyak aral rintangan yang tidak mungkin dapat kau jebol atau dapat kau atasi menurut akal sesatmu yang cupat itu. Jikalau kau mengukuhi pendapatmu, betapapun kami tidak akan tinggal diam!" Bab 29 "Ucapanku cukup sampai disini saja. Terserah apa yang hendak kalian lakukan!" "Begitu pun baiklah," ujar Hun Thian-hi sambil mengeluarkan seruling jadenya, "sebelum kau lepas kan Coh Jian-jo, kau pun takkan kulepaskan, Ingin kulihat apa yang berani kau perbuat atas dirinya." "Begitupun baik, akupun tidak perlu takut apa yang bakal kau lakukan terhadap diriku, memangnya kalau tidak bisa memperoleh Ni-hay-ki-tin aku sudah bertekad untuk mati. Tapi kau perlu berpikir dua belas kali, seumpama kau yang melakukan hal-hal itu dapatkah kau mengambil keuntungan" Jiwa Coh Jian-jo masih tergenggam dalam tanganku." Habis berkata ia mandah bergelak tawa dengan sikap acuh tak acuh. Hun Thian-hi jadi mati kutu. kalau orang sudah pasrah pada nasib dan menyerah dengan cara demikian, apa pula yang dapat aku perbuat atas dirinya, tapi bukan mustahil ia hanya pura-pura.... Hanya sebuah kemungkinan saja untuk menghadapi sikap Tok-sim-sin-mo ini, tapi betapapun ia tidak bisa mempertaruhkan jiwa Coh Jian-jo dalam langkah-langkah perhitungannya yang berbahaya ini, dia perlu menyelidiki dan main sandiwara pula seumpama Tok-simsan-mo memang berpura-pura muka belum terlambat ia bertindak selanjutnya. Sebaliknya bila tindak tanduknya ini memang kenyataan tiada soal kali ini ia membahayakan jiwanya. Biarlah situasi lebih matang dan jalan lebih lapang bagi dia, tapi menurut anggapannya adalah sebaliknya bagi dirinya. Sejenak menerawang Thian-hi lantas bertanya pada Tok-sim-sin-mo, "Apakah kau tahu benarbenar bahwa Ni-hay-ki-tin berada di dalam sana?" "Memang aku belum tahu pasti, tapi itu soal waktu saja bila kutanyakan pasti segera dapat kuketahui. Ingat Coh Jian-jo pasti tahu, menurut Pek-tok katanya berada di dalam sana, tapi itu menurut. dugaan belaka, aku justru tidak sepaham akan pendapatnya itu, mana mungkin Ni-hayki- tin berada dalam Jian-hud-tong ini?" "Apakah kau sudah pasti bahwa Coh Jian-jo benar-benar mengetahui rahasia Ni-hayki-tin itu, mengandal apa dia bisa tahu?" Tok-sim-sin-mo menyerihgai lebar, katanya, "Rahasia Ni-hay-ki-tin adalah rahasia turun temurun dari kakek mojangnya, masa perlu disangsikan lagi?" Hun Thian-hi tertawa, ujarnya, "Belum tentu bukan" Warisan keluarganya cuma Badik buntung, yang dia ketahui melulu bahwa tempat rahasia penyimpanan harta benda itu tersembunyi di dalam serangka pedang, sebelum dia berhasil mengeluarkan gambar rahasia itu dari serangka pedang itu takkan seorangpun yang dapat tahu!" Tok-sim-sin-mo mendengus tanpa bicara, diapun tidak bisa menyangkal akan kebenar-benaran analisa Thian-hi ini, jikalau tiada gambar petanya, ia percaya Coh Jian-jo sendiri juga tidak akan mampu menunjukkan tempatnya. Kata Hun Thian-hi pula, "Katamu tadi setelah berhasil mendapatkan Ni-hay-ki-tin kau punya caramu sendiri untuk meloloskan diri, jadi jelasnya seorang diri cukup kau dapat bekerja, kenapa pula Coh Jian-jo harus menyertai kau?" "Pendek kata begitulah syarat yang kuajukan, terserah kau setuju atau tidak." "Tapi kau harus berpikir dua belas kali, perbuatanmu ini tidak bakal mendatangkan keuntungan bagi kedua belah fihak, malah mungkin ada manfaat bagi kau, bagaimanapun aku tidak setuju!" ToK-sim-sin-mo mengawasi sekelilingnya lalu berkata pula" "Kalau begitu tiada kompromi lagi, silakan kalian maju aku tidak akan mundur setapakpun juga!" Berkilat biji mata Hun Thian-hi, ia tahu bahwa sikap Tok-simsin-mo ini hanya pura-pura belaka, aku harus bertindak secara cermat dan mencobanya secara untung2an. Sudah lama Tok-sim-sinmo mengatur segala sesuatunya dalam rencana mendapatkan Ni-hay-ki-tin, betapapun ia tidak akan nekad dan rela rencananya sampai gagal, jalan satu-satunya aku mau mencoba dengan main gertak saja. "Kalau begitu apa boleh buat, demikian ujar Hun Thian-hi sambil menggeser kakinya melangkah kehadapan Tok-sim-sin-mo, sementara itu mulutnya bicara lebih lanjut, "Kalau begitu seumpama kami setuju juga tiada gunanya, sebaliknya bila kami berhasil meringkus kau, buat Coh Jian jo pasti lebih melegakan" . "Umpama kalian bisa menawan aku. Coh Jian-jo pasti segera mampus!" Thian-hi tertawa lebar, katanya, "Kalau itu benar-benar maka cara kematianmu bakal lebih mengenakan, tidak percaya marilah kita coba!" Tok-sim-sin-mo berdiri tegak dan siaga, biji matanya lekati mengawasi gerak gerik Hun Thanhi. Sementara itu Hun Thian-hi sudah melolos seruling jadenya, sesaat lamanya mereka beradu pandang tanpa bergerak. Pek Si-kiat mundur selangkah kesamping, ia tahu menghadapi orang macam Tok-simsin-mo harus menabahkan hati dan berani bertindak dengan segala resiko, dengan mundur selangkah ia memberi peluang pada mereka berdua untuk mengadu kekuatan, disamping itu sengaja iapun ingin mepet dinding untuk mengendalikan alat2 rahasia supaya dapat merintangi Tok-sim-sin-mo melarikan diri. Sekilas Tok-sim-sin-mo melirik kesamping, lambat laun timbul rasa gentar dalam sanubarinya, jelas ia sudah punya langkah-langkah yang sempurna untuk jalan mundurnya, diamdiam ia menerawang apakah perlu ia main gertak dan main ancam terhadap musuhnya, kalau langkah itu bisa mempermudah dirinya mencapai tujuannya paling tidak bisa mengurangi tekanan batin yang terasa gentar dan takut ini. Pikir punya pikir akhirnya ia berkata, "Jikalau Coh Jian-jo mau bantu aku memperoleh gambar peta rahasia Ni-hay-ki-tin serta sudah dapat kuselami, tiada halangannya kulepas dia."' "Begitu sederhana" Apa kau tidak kuatir tempat rahasia itupun dapat kita ketahui" Bukankah kau memperoleh saingan malah?" "Itu, urasanku sendiri. kenapa kau kuatir malah. Aku punya caraku sendiri untuk mengetahui pul rahasia gambar peta, kukira tidak semudah seperti kalian duga!" "BaiKlah, aku tidak perlu kuatir lagi. Tapi aku masih sangsi cara bagaimana kau dapat menemukan Ni-hay-ki-tin itu seorang diri" Bila berita ini sampai bocor, bukan saja kami berdua, mungkin para tokoh-tokoh persilatan semua bakal meluruk datang mengikuti jejakmu. Tatkala itu cara bagaimana kau akan menghadapi mereka?" Memangnya Tok-sim-sin-mo sudah merasa jeri terhadap Hun Thian-hi, serta mendengar ucapan Thian-hi mau tak mau ia merasa kuatir pula. Bukan tidak beralasan ucapan Hun Thian-hi yang mengandung kebenar-benaran ini. Kata Hun Thian-hi pula, "Hendaklah Pek-tok Lo-jin dijadikan contoh, sepuluh tahun ia meluruk masuk ke dalam Jian-hud-tong dan istana sesat baru bisa keluar, sekarang masih berusaha untuk keluar. Dengan berani menempuh bahaya tentu diapun punya pegangan dan yakin akan tekadnya. Siapa tahu bahwa Ni-hay-ki-tin benar-benar berada di Jian-hud-tong, kalau itu benar-benar bukankah banyak menghemat tenaga dan pikiran malah."' Dengan sorot mata yang mengandung pertanyaan dan curiga Tok-sim-sin-mo pandang Thian-hi lekat-lekat, ia jadi sangsi kenapa Hun Thian-hi begitu baik hati mau memberri saran dan jalan sempurna kepada dirinya, mau tidak mau ia harus meningkatkan kewaspadaan, bagaimana juga Thian-hi merupakan musuh besarnya yang utama. pikir punya pikir akhirnya ia mendengus, mulutnya bicara tawar, "Betulkah begitu?" "Jangan kau terlalu curiga terhadapku," demikian Thian-hi tersenyum, "Kuharap urusan ini lekas selesai supaya tidak membawa buntut yang berkepanjangan dan membawa manfaat bagi dua belah pihak. Apalagi aku percaya umpama kau tahu jelas dimana letak simpanan Nihay-ki-tin itu belum tentu kau mampu mengambilnya. "Berani kau berkata begitu, lalu bagaimana menurut maksudmu" Adakah cara lain yang lebih sem purna?" Sebelum menjawab Thian-hi berpaling ke arah Pek Si-kiat seraya mengedipkan matanya, ia memberi isyarat supaya Pek Si-kiat memperhatikan segala gerak gerik Tok-sim-sinmo, lalu ia berpaling kemuka pula dan berkata kepada Tok-sim-sin-mo, "Aku punya usul. Silakan kau bawa Coh Jian-jo kemari, bila kau yang tanya belum tentu dia sudi memberi tahu, sebaliknya, bila kami yang mengajukan pertanyaan mungkin dia mau menjelaskan, sesudah itu kita berunding lebih lanjut. Seumpama Ni-hay-ki-tin benar-benar berada di dalam Jian-hud-tong ini, urusan menjadi lebih mudah, kau lari masuk pun kami tidak akan berani mengejar. Sebaliknya seandainya tidak berada dalam Jian-hud-tong kita pun boleh mencari jalan lainnya yang lebih sempurna!" Mendengar uraian ini Tok-sim-sin-mo beranggapan bahwa Hun Thian-hi teramat goblok dan ceroboh, urusan selanjutnya bakal lebih menguntungkan bagi dirinya. Maka sambil menyeringai dingin baru saja badannya bergerak mendadak hati kecilnya merasakan bahwa urusan tidaklah begitu gampang, masakan benar-benar Hun Thian-hi begitu baik hati memberi kelonggaran kepada dirinya, bukankah perbuatannya ini demi keselamatan Coh Jian-jo. Bilamana urusan belum mencapai titik penyelesaiannya lantas mempertemukan mereka sama Coh Jian-jo, situasi pasti akan semakin menyulitkan dirinya. Serta terpikir hal ini ia merandek dan putar balik, wajahnya mengulum senyum dingin, naga-naganya ia bersyukur bahwa dirinya belum sampa, kena tipu. Tapi tanpa disadarinya perbuatannya ini justru telah memperlihatkan tanda2 yang mencurigakan, cuma tidak diketahui olehnya. Selama itu Pek Si-kiat selalu mengawasi gerak gerik Tok-sim-sin-mo, begitu orang bergerak hendak memutar tubuh ia lebih memperhatikan, meskipun badan Tok-sim-sin-mo belum seluruhnya berputar tapi sudah membalik sebagian besar, di bawah pengawasan Pek Si-kiat dapatlah diketahui kemana tujuan pandangan kedua biji matanya, serta merta lantas tersimpul Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dalam benaknya, bukan mustahil disanalah Coh Jian-jo disembunyikan. Bukankah tadi dia mengatakan bahwa Coh Jian-jo ada disekitar sini. Agak lama Tok-sim-sin-mo mandah menyeringai dingin tanpa bicara, matanya mengawasi Thian-hi Sekian lamanya baru berkata, "Usulmu tadi tidak dapat kulaksanakan, biar aku sendiri yang tanya padanya." Tita2 Hun Thian-hi memberi tanda kepada Pek Si-kat, serempak mereka bergerak bersama, Pek Si-kiat langsung terbang miring kesamping berbareng kedua telapak tangannya memukul ke arah dinding samping, kontan dinding batu itu pecah berhamburan dan munculah dua pintu dari dua kamar kurungan. Benar-benar juga Coh Jian-dio ada di dalam salah satu kamar itu. Sementara dalam waktu yang sama Hun Thian-hi menubruk ke arah Tok-sim-sin-mo sambil berusaha mencegat jalan mundurnya. Begitu melihat Hun Thian-hi memberi tanda kepada Pek Si-kiat lantas ToK-sim-sinmo mendapat firasat jelek. seketika dilihatnya Pek Si-kiat mencelat terbang menerjang ke arah kamar tahanan Coh Jian-jo, keruan kejutnya bukan kepalang, tahu dia bahwa urusan semakin mendesak dan tidak mungkin tertolong lagi, hari ini dirinya kena dikalahkan dan gagal total, terpaksa harus lari untuk menyelamatkan diri. Maka tanpa ayal iapun bergerak teramat gesit dan cepat, kedua telapak tangan bergerak kedua jurusan, tangan kanan menghantam ke arah Thian-hi merintangi tubrukan lawan, sedang sebelah tangan yang lain menggempur dinding di sebelah belakangnya membuka sebuah jalan rahasia terus melesat masuk dan menghilang. Tanpa banyak pikir Hun Thian-hi menerjang masuk mengejar, demikian juga Pek Sikiat tak mau ketinggalan, mereka. mengejar dengan kencang. Diam-diam bercekat hati Pek Si-kiat, Toksim- sin-mo lari ke arah lorong2 sempit dibagian gua paling belakang dimana merupakan jalanjalan yang paling rumit dan penuh terpasang alat rahasia, bila Tok-sim-sin-mo sampai mencapai daerah itu untuk membekuknya tentu sukar sekali . Begitulah kejar mengejar berlangsung sekian lamanya, mereka keluar masuk lorong2 panjang mengejar Tok-sim-sin-mo. Meski Pek Si-kiat jauh lebih apal jalan-jalan lorong itu, soalnya gerakTiraikasih Website http://kangzusi.com/ gerik Tok-sim-sin-mo sulit diduga sebelumnya, kemana ia hendak menuju, maka jarak mereka bertahan sekian jauhnya, kelihatan bayangannya. tapi tak kuasa meringkusnya. Sembari lari kencang seperti dikejar setan diam-diam Tok-sim-sin-mo berpikir, "Pek Si-kiat bersama Hun Thian-hi mengejar terus seperti bayangan tubuh sendiri, betapapun akhirnya dirinya takkan kuasa lolos, kalau hal ini berlangsung lama, luka dalamnya bisa kambuh dan semakin berat, beberapa kejap lagi pasti dirinya akan kehabisan tenaga dan terima dibekuk saja." Begitulah sembari lari ia mencari akal cara bagaimana ia harus meloloskan diri. Namun Hun Thian-hi berdua sudah semakin dekat, jarak mereka tinggal sepuluh tombak, keruan kejut dan gugup pula hatinya, tiba-tiba tergerak hatinya biji matanyapun berkilat terang, mendadak ia membelok memasuki sebuah lorong rahasia. Hun Thian-hi berdua terus mengejar masuk ke sana. Jalanan dalam lorong itu menjurus ke arah tempat yang semakin rendah dan lembab, jadi semakin lama semakin menurun. Toksim-sin-mo tidak hiraukan keadaan sekelilingnya, ia lari terus turun kebawah. Sebaliknya Hun Thian-hi berdua menjadi kaget, lorong jalan ini justru yang menjurus ke arah istana sesat itu. Bila Tok-sim-sin-mo sampai menerjang masuk kesana, betapapun mereka berdua tidak akan mampu mencapainya. Cepat ia menyedot napas tiba-tiba tubuhnya melayang seringan asap secepat anak panah melesat ke depan. Tok-sim-sin-mo sendiri juga insaf bila ingin hidup satu-satunya jalan hanyalah masuk ke dalam istana sesat, Thian-hi berdua takkan berani mengejar kesana. Kalau Pek-tok Lojin sepuluh tahun tidak mampus di sana, kenapa aku harus takut" Apalagi aku menggembol serangka Badik buntung, Ni-hay-ki-tin pasti dapat kutemukan, demikian pikirnya. Dalam pada itu suara, pernapasan Hun Thian-hi seakan terdengar begitu dekat jbelakangnya, cepat ia mengempol semangat dan menyedot napas dalam-dalam. tubuhnya segere melejit tinggi terus meluncur turun laksana meteor jatuh langsung melayang masuk ke dalam istana sesat. Hampir saja Hun Thian-hi sudah dapat menyandak tinggal kurang sejangkauan tangan, namun Tok-sim-sin-mo berhasil pula meloloskan diri dari kejarannya, sungguh hatinya teramat menyesal tak terperikan. Dalam detik lain Pek Si-kiat juga sudah mengejar datang, sejenak ia terlongong. lalu katanya kepada Hun Tnian-hi, "Sudahlah! Mari kami pulang. Jalan selanjutnya tiada pintu. untuk dapat kembali, tak usah dikejar ke dalam sana!" Pelan-pelan Hun Thian-hi manggut-manggut, bersama Pek Si-kiat ia putar balik ke tempat semula dimana Coh Jian-jo masih menunggu. Setelah dapat bergerak bebas Coh Jianjo bertanya, "Kemana Tok-sim-sin-mo" lari masuk ke dalam istana sesat bukan?" Perlahan-lahan Thian-hi manggut sebagai jawaban, lalu katanya, "Apakah Cohcianpwe tahu bahwa Ni-hay-ki-tin benar-benar berada di dalam istana sesat sana" Atau mungkin merupakan lagenda belaka?" "Sebenar-benarnyalah bahwa Ni-hay-ki-tin memang berada, di dalam istana sesat itu," demikian ujar Coh Jian-jo kalem, "Tapi mungkin tiada seorang pun yang bakal mampu menjangkaunya. Demikian juga Tok-sim-sun-mo akan sia-sia masuk kesana!" "Kenapa begitu?" tanya Thian-hi tidak mengerti. Coh Jian-jo menghela napas panjang seraya menggeleng kepala, agaknya ia segan bicara, sesaat setelah merenung baru ia buka suara pula, "Istana sesat memang punya sangkut paut yang sangat erat dengan leluhurku. Dulu kala pernah terjadi gelombang pertikaian dalam dunia Kangouw, seorang-orang gembong iblis yang berkepandaian tinggi entah dari mana dapat memperoleh sejilid buku Ni-hay-pit-kip, kemudian kepandaian silatnya teramat tinggi dan sukar diukur, tiada seorangpun tokoh-tokoh persilatan dalam Bu-lim yang menjadi tandingannya, entah berapa banyak yang sudah menjadi korban keganasannya. Tapi akhirnya, ia insaf dan sadar akan kelalimannya. ingin ia membakar Ni-hay-pit-kip itu, tapi merasa sayang dan eman2. Belakangan ia memperoleh suatu ilham, bersama seluruh benda-benda mestika koleksinya yang tak ternilai itu ia suruh leluhurku membuat istana sesat itu. seluruh miliknya ia pendam dan simpan di dalam istana sesat itu, harapannya supaya segaia milik yang bakal ditinggalkan itu akan selalu terpendam dan tidak bisa muncul pula dialam semesta ini." sampai disini ia menghela napas, lalu menunduk diam, sesaat kemudian baru melanjutkan pula, "Tapi tak lupa ia meninggalkan sebuah peta bergambar yang teramat rahasia." Thian-hi maklum kemana arah tujuan ucapan Coh Jian-jo ini. Kalau tokoh lihay itu tidak suka mewariskan seluruh miliknya kepada generasi mendatang, jadi leluhur Coh Jian-jo itulah yang secara sembunyi dan terahasia mewariskan gambar peta itu, maka tidaklah heran jika Coh Jian-jo sukar membuka mulut. Sekali lagi Coh Jian-jo menghela napas, ujarnya, "Menurut ajaran dan pesan leluhur kami turun temurun supaya jangan timbul sifat tamak dan mengincar Ni-hay-ki-tin itu, malah dilarang pula untuk membicarakannya. Pek Si-kiat tertawa tawar, timbrungnya, "Kalau begitu Ni-hay-ki-tin akan lebih memincut perhatian khalayak ramai. Kalau toh dia menyimpannya di dalam istana sesat dan tidak menghancurkan benda-benda itu, ini berarti bahwa dia sengaja memang hendak mewariskan kepada generasi mendatang." Coh Dian-jo tertawa getir. ujarnya, "Biarlah aku bicara terus terang saja, Leluhurku itu memang akhirnya timbul sifat tamaknya, dengan nekad ia masuk ke dalam istana sesat itu hendak mengambilnya keluar, tapi sekali masuk selamanya tidak pernah keluar lagi. Putranya menunggunya sampai sepuluh tahun dan diapun menyusul masuk kesana, setelah kembali saketika pun ia tidak bicara dan tidak pernah menyinggung persoalan ini. Gambar peta itu ia simpan ke dalam kerangka Badik buntung itu, dan untuk selanjutnya persoalan Nihay-ki-tin ini menjadi terpendam dan dilupakan orang. dan untuk selanjutnya pula beliau menegakkan undang2 keluarga itu." Pek Si-kiat tak bicara lagi. Sebaliknya Hun Thian-hi membatin, "urusan ini rada ganjl, istana sesat yang dibangunnya sendiri kenapa setelah dia masuk kesana tidak bisa keluar pula, entah peristiwa apa yang telah terjadi?" Begitulah dengan langkah tenang dan mantap mereka beranjak keluar beriringan. Dari saku bajunya Pek Si-kiat merogoh keluar buntalan kantong obat diangsurkan kepada Hun Thian-hi, katanya, "Obat pemunahnya semua dapat kurampas!" Sebenar-benarnya hati Thian-hi juga sedang memikirkan obat pemunah racun ini, ia merasa sangat kebetulan serta ujarnya tertawa, "Untuk selanjutnya hakikatnya Tok-simsin-imo tidak akan punya pegangan untuk mengancam dan menekan kami. Lam-bing-it-hiong dan lain-lain selanjutnya juga bisa merubah haluan kejalan lurus. Persengketaan Bu-lim utk selanjutnya mencapai titik penyelesaiannya, semoga selanjutnya semua orang dapat hidup sejahtera dan sentosa!" Tak lama kemudian mereka sudah tiba diambang mulut gua, Ham Gwat dan lain-lain sedang menunggu dengan hati kebat kebit. Begitu mereka keluar Coh Siau-ceng lantas berpekik kegirangan dan memburu maju ke dalam pelukan Coh Jian-jo, mereka menangis berpelukan. Sekilas Thian-hi pandang Ham Gwat lalu menghampiri ke arah Hwesio jenaka, katanya tergagap, "Siau-suhu...." tak kuasa ia melanjutkan kata-katanya, kepala tertunduk. Berkilat biji mata Hwesio jenaka, katanya tertawa lebar, "Tak perlu diungkat lagi, soal itu aku sudah tahu seluruhnya. Sebab musahabab persoalan ini kelak kau akan tahu jelas. Bila kau ketemu Ah-lam Cuncia, beliau bisa memberi penjelasan kepadamu hal-hal yang ingin kau ketahui, sekarang jangan kau risaukan persoalan ini." Thian-hi tidak paham akan kata-kata Hwesio jenaka. Dalam pada itu, Bing-tiong-mo-tho dan lain-lain maju ke depan Hun Thian-hi serta kata mereka, "Sekakarang kami sudah sadar, untuk selanjutnya kami tidak akan turun gunung dan berkecimpung di Kang-ouw. Hun-siauhiap kami mohon diri!" "Ah kenapa para Ciaupwe begitu sungkan!" cepat Thian-hi menyahut Lam-bing-it-hiong berkata sambil menghela napas, "Kelak bila Hun-siauhiap memerlukan tenaga kami silakan panggil saja, kami pasti bantu sekuat tenaga, Hun-siauhiap tidak usah rikuh!" "Memang tidak lama lagi mungkin aku perlu bantuan kalian, biarlah lain waktu kita bicara lagi, bila ada waktu aku pasti bertandang ke tempat Cianpwe masing-masing." Be-ramai-ramai Lam-bing-it-hiong dan lain-lain lantas ambil berpisah. Sekarang ganti Ham Gwat yang maju kehadapan Hun Thian-hi katanya perlahan, "Hunsiauhiap. Gwat-sian sudah berangkat pulang ke Thian-bi-kok!" Thian-hi jadi melongo, tahu dia bahwa Ham Gwat pasti sudah bertemu dan bicara dengan Gwat-sian, dan yang jelas bahwa hubungan mereka adalah begitu intim. Melihat sikap Thian-hi itu Ham Gwat melanjutkan berkata, "Dia adalah adik angkatku, kuharap kau tidak me~nyia-nyiakan cintanya. Bagaimana keadaannya kau kan sudah jelas, sekarang juga kau harus cepat menyusul kesana." Sekian lama Thian-hi terlongong, bicara menurut sanubarinya memang ia harus segera menyusul ke selatan, apalagi jiwa hidup Ma Gwat-sian tinggal tiga bulan lagi, betapapun ia tidak tega meninggalkan kesan buruk kepada gadis remaja yang lemah lembut. Soalnya adalah katakata ini terucapkan oleh Ham Gwat maka kepentingan ini menjadi lain pula artinya, seolah-olah ia dibayangi kekuatiran lain, bahwa dia tidak sepantasnya melakukan hal itu, Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mendadak terasa olehnya bilamana ia melakukan hal ini, berarti dia telah menipu Ma Gwat-sian, dapatkah dibenar-benarkan kelakuanku ini. Begitulah perang bathin berkecamuk dalam benaknya, entahlah sesaat ia sulit mengambil kepastian. Kata Ham Gwat lagi, "Kuharap kau segera Berangkat, tapi bila kau tidak sudi menyusul kesana akupun tidak memaksa, tapi dapatkah kau mempertanggung jawabkan kepada sanubarimu?" Thian-hi mengertak gigi, ia menunduk penuh penderitaan batin, bayangan Gwat-sian selalu terbayang dalam benaknya. Tapi sekarang dia menghadapi Ham Gwat. sedang Ham Gwat minta dia segera pergi, bila benar-benar dia melaksanakan kehendaknya, entah bagaimana akibatnya kelak. Tak berani ia memikirkan lebih lanjut, apalagi kedengarannya Ham Gwat menggunakan nada yang ganjil bicara padanya. serta merta timbul rasa sungkan dalam hatinya untuk menampik permintaannya itu, tapi ia tidak kuasa menampilkan rasa hatinya itu dengan katakata, seolah-olah dadanya menjadi sesak dan sulit terlampias. Dengan lekat Ham Gwat pandang Thian-hi agaknya iapun dapat memaklumi perasaan Thian-hi, pelan-pelan ia menambahkan, "Ajahku pergi mencari ibuku, sengaja kukemari memberitahu akan hal ini!" lalu ia menunduk serta sambungnya, suaranya lebih lirih, "Kecuali itu aku tiada cara lain untuk mengatasi persoalan ini! Gwat-sian adalah anak angkat ayah, hubungan kami sangat baik, aku tidak tega melihat ia pulang dengan hati yang hancur dan putus asa, ini akan membawa akibat yang lebih fatal bagi kesehatan badannya yang lemah itu." Thian-hi menjadi haru, katanya angkat kepala, "Biarlah kuajak dia kembali, nanti kubawa ke Bu-lu-si untuk mencari kalian bagaimana?" Ham Gwat manggut-manggut dengan tersenyum. Thian-hi berdiri kesima, matanya mengawasi Ham Gwat tanpa bicara, sejak ia melihat Ham Gwat dulu selamanya belum pernah melihat orang unjuk tawanya. Baru pertama kali ini ia melihat senyum dan tawa orang. Senyum laksana sekuntum bunga mekar berpeta di wajahnya nan aju elok, hatinya menjadi hangat dan terhibur, segala kerisauan hatinya seketika tersapu lenyap. Dikejap lain senyum Ham Gwat hilang dan matanya mengawasi tajam memancarkan sorot aneh, seketika Thian-hi seperti dibuat sadar, mukanya menjadi panas, katanya cepat, "Sekarang juga aku berangkat menyusul ke Thian-bi-kok!" "Hun-toako," segera Su Giok-lan maju menghampiri, "Aku sudah pergi ke tempat Suhu dan lain-lain, malah ayahku juga berada disana. Bersama Ham Gwat Cici kami menuju ke Bu-la-si lalu membawa ibunya tinggal di Jian-hong-kok, kau langsung kesana saja menunggu kami!" Thian-hi manggut-manggut, tanyanya, "Apakah Suhu dan lain-lain baik-baik saja?" "Mereka ada berpesan setelah ketemu kau supaya kau tidak usah kuatir pada mereka malah keadaanmu yang serba sulit ini harus hati-hati." Thian-hi manggut-manggut. "Untuk menyusul ke selatan pasti sulit dapat menemukan jejak mereka, dan belum tentu bisa kecandak, lebih baik kau naik burung dewata saja lebih cepat." demikian usul Giok-lan. Thian-hi mengiakan sambil tertawa. Su Giok-lan segera memanggil burung dewata, cepat Thian-hi naik ike atas punggungnya terus ambil berpisah sama Ham Gwat dan lain-lain, kejap lain burung dewata sudah pentang sayap dan langsung terbang ke arah selatan. Begitulah selama satu hari satu malam Thian-hi diajak bertamasya di atas udara, hari itu burung dewata menukik turun dan masuk ke dalam hutan mencari buah2an, menurut perhitungan Thian-hi dimana. sekarang dia berada sudah termasuk wilajah Thian-tom, tak lama lagi pasti ia dapat menyusul Ma Gwat-sian. Thian-hi duduk di bawah sebuah pohon rindang untuk istirahat. Begitulah tengah ia menepekur mengawasi awan yang berbondong-bondong di atas langit, mendadak sebuah suara lirih berkeresek di belakangnya. Sebagai seorang persilatan lantas Thian-hi tahu bahwa seorang tokoh lihay telah muncul berada di belakangnya, ia pura-pura duduk tenang, pikirnya; 'dalam hutan belukar begini tokohtokoh persilatan macam apakah yang muncul disini.' Suara keresekan itu semakin dekat dan jelas, tak tahan lagi secepat kilat Thianhi mencelat berputar, tubuhnya melayang ke depan, waktu ia berdiri menginjak tanah dalam jarak setombak lebih badannya sudah berputar ke arah hutan. Terdengarlah gelak tawa yang menggila, tampak Ang-hwat-lo-mo muncul dari dalam hutan. Bercekat hati Thian-hi, pikirnya, "Keparat kenapa ketemu dia lagi, apakah dia memang sedang menguntit aku" Tidak mungkin!" - alisnya segera terangkat tinggi, jengeknya, "Kukira siapa, ternyata kau!" Thian-hi heran waktu di Siong-san Ang-hwat-lo-mo mengadu domba sebelum melarikan diri kenapa sekarang berani muncul pula di hadapannya, pasti dia punya pegangan untuk menghadapi dirinya. Serta merta Thian-hi meningkatkan kewaspadaannya. Setelah puas dengan gelak tawanya, Ang-hwat-lo-mo membuka kata, "Aku tahu kau pasti datang, maka kutunggu kau disini!" Thian-hi tatap orang dengan pandangan curiga, ia tidak percaya bahwa Ang-hwatlo-mo bisa tahu bahwa dirinya bakal datang, sesaat kemudian baru ia membuka kata pula, "Begitukah" Aku sendiri tidak tahu sebelumnya bahwa aku akan kemari." "Sebaliknya aku tahu pasti bahwa kau akan datang," demikian ujar Ang-hwat-lo-mo, "Demi Ma Gwat-sian masakah kau tidak kemari?" lalu ia menyeringai dengan sinis. Tersentak sanubari Thian-hi, serta merta terasa olehnya bahwa Ma Gwat-sian pasti sudah mengalami kesulitan, kalau tidak mustahil Ang-hwat-lo-mo bisa menyinggung dan mengetahui persoalan ini, sedapat mungkin ia kendalikan gejolak hatinya, sesaat baru berkata, "Ma Gwat-sian yang kau maksudkan" Sekarang aku sedang mencarinya!" "Selamanya aku teramat kagum dan simpatik terhadap kau, Dalam keadaan yang terpaksa baru aku ambil sikap yang bermusuhan dengan kau. Seperti peristiwa di Siong-san tempo hari, kenyataan mendesak aku untuk berbuat menurut tuntutan nuraniku. Kalau tidak masa aku suka bersikap berlawanan dengan kalian!" Mendengar orang tidak mau menyinggung persoalan Ma Gwat-sian hati Hun Thian-hi menjadi gundah, namun ia pendam dalam batin, supaya Ang-hwat-lo-mo tidak bersikap terlalu takabur dan main paksa terhadap dirinya. Dengan tawar ia berkata, "Apa gunanya kau kagum atau simpatik terhadapku. yang terang justru aku sangat benci padamu, terutama sepak terjangmu terlalu memualkan." Dengan cercahannya ini ia berusaha memancing kemarahan Ang-hwat-lo-mo supaya orang suka memberitahu sampai dimana keadaan bahaya yang dialami Ma Gwat-sian. Dengan demikian ia bisa mempersiapkan diri mencari daya untuk menolongnya. Tapi Ang-hwat-lo-mo adalah seorang yang licik dan pintar juga, ia mandah tertawa tawar saja, ujarnya, "Meski kau membenci aku, tapi ada kalanya kau harus bekerja sama dengan aku, betul tidak?" "Bisa saja kau berkesimpulan begitu, tapi mungkin pula selamanya aku tidak akan sudi kerjasama dengan kau!" "Jangan kau bicara begitu pasti. kerja sama yang kumaksudkan bukan dalam arti yang sesungguhnya, adalah kau yang harus melaksanakan sesuatu kepentingan untukku." lalu ia angkat pundak dan melebarkan tangannya, sambungnya, "Anak muda jangan mengumbar adat, sesuatu peristiwa kadang kala terjadi diluar dugaan, maka jangan kau terlalu yakin akan dirimu, benar-benar tidak?" Hun Thian-hi mendengus tanpa bersuara. "Bukankah kau sedang mencari Ma Gwat-sian" Aku dapat mempertemukan kau dengan dia, baiklah kujanjikan besok pagi2 di Bik-hiat-kok terletak di depan yang tak jauh sana boleh kau ke sana untuk menemuinya." - habis berkata ia tersenyum penuh arti, tubuhnya mendadak berkelebat dan berlari pergi sekencang angin. Thian-hi melenggong, akibat ini sudah sejak tadi terpikir olehnya, namun mau tak mau ia berkuatir juga bahwa Ma Gwat-sian terjatuh ke tangan Ang-hwat-lo-mo. Meski ilmu silat Ang-hwat-lo-mo menurut ukuran Thian-hi sekarang tidak begitu tinggi, namun dia lebih sukar dilayani dan lebih licin dari Tok-sim-sin-mo, bukan saja lebih pintar dia pun jauh lebih sabar dan tahan uji, benar-benar sulit untuk menghadapi persoalan rumit ini.... Pikiran Thian-hi semakin gundah dan kusut, berbagai persoalan sama menumpuk di dalam benaknya, bagaimana karakter Ang-hwat-lo-mo ia paham benar-benar, dialah manusia telengas dan kejam. mampu melaksanakan segala kekejian tanpa pandang bulu dan tidak hiraukan akibatnya, entah rencana apakah jaug hendak diatur oleh Ang-hwat-lo-mo untuk menyambut kedatangannya di Bik-hiat-kok besok pagi. Apakah aku pantang kesana" Tidak mungkin, Ma-Gwat-sian berada di tangan Anghwat-lo-mo entah akibat apa yang bakal menimpa dirinya. Begitulah Thian-hi merenung dan berpiklr bolak-balik, terasa bahwa selama ia belajar silat kepada gurunya dan terjun di dunia persilatan belum pernah ia hidup sehari pun dalam ketenangan, setiap waktu selalu menghadapi berbagai ancaman dan kesulitan yang melibatkan diri sehingga selalu terancam elmaut, dan yang lebih celaka bahwa setiap persoalan itu semua memeras keringat dan daya pikirnya sehingga akhirnya tentu tele2 kehabisan tenaga. Mendadak terdengar suara lirih dibelakangnya, bercekat hati Thian-hi, pengalaman mengetuk nalarnya bahwa disebelah belakang ada seorang tokoh persilatan kelas wahid, suara lirih itu adalah pertanda orang memberitahu kepada dirinya akan kehadirannya. Hati-hati sekali Thian-hi berpaling ke belakang, sesosok bayangan abu-abu mencelat tinggi terus menerobos masuk ke dalam hutan laksana segulung asap, gerakannya begitu gesit dan seenteng burung walet. Melihat gerak-gerik orang Thian-hi menjadi ragu-ragu entah pendatang ini kawan atau lawan, yang terang ia memberi tanda supaya dirinya mengejar kesana, sedikit berpikir tanpa ayal segera ia melejit terbang-mengejar dengan kencang pula. Kepandaian silat bayangan abu-abu itu ternyata cukup hebat, kejar mengejar ini tetap berlangsung dalam jarak antara beberapa tombak, meski lari mereka cukup pesat tapi Thian-hi tahu bahwa orang belum menggunakan seluruh tenaganya, yang terang memang ia sengaja memancing supaya Thian-hi mengikuti jejaknya. Dalam kejap lain mereka sudah menempuh jarak lima li lebih, bayangan orang itu mendadak menyelinap hilang ke dalam hutan disebelah depan. Diam-diam Thian-hi merasa heran, kalau toh orang itu memancing dirinya kemari kenapa dia menyembunyikan diri tidak mau memberi petunjuk seperlunya" Adakah persoalan lainnya" Karena pikirannya serta merta timbul kecurigaannya larinya pun diperlambat, namun ia maju terus sampai tiba di depan hutan, keadaan sekelilingnya hening lelap tak kelihatan lagi jejak orang itu." Tanpa sangsi sedikitpun Thian-hi langsung menerobos masuk ke dalam hutan, di atas sebuah dahan terlihat olehnya tergantung secarik kertas, Thian-hi lantas meraihnya, tampak kertas itu tertulis demikian, "Tidak begitu menakutkan seperti yang dihebohkan." Tulisan ini tiada tanda tangan dan juga tidak dibubuhi nama terang, Thian-hi mandah tertawa tawar saja lalu melempitnya dan disimpan di dalam sakunya sementara matanya menjelajah kesekitarnya. Disebelah kanan diujung hutan sana tampak sebuah aliran sungai yang mengalir keluar. Tahutahu jantungnya berdetak dan menjadi tegang, karena secara mendadak didapatinya bahwa sekarang dirinya sudah tiba diambang mulut Bik-hiat-kok yang dijanjikan Anghwat-lo-mo itu dalam mengejar bayangan abu-abu tadi. Entah Ang-hwat-lo-mo sudah tahu belum akan kedatangannya ini. Baru saja pikiran ini berkelebat dalam benaknya, ternyata Ang-hwat-lo-mo Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tiba-tiba muncul dimulut lembah darah kemala. Ang-hwat-lo-mo tertawa-tawa, serunya, "Agaknya kau terburu nafsu, kujanjikan kau datang besok pagi, ternyata malam2 begini kau sudah meluruk kemari, apakah kau tidak merasa terlalu berbahaya?" Thian-hi terpikir, "Menemui Ma Gwat-sian lebih pagi agak baik, apalagi Ang-hwatlo-mo tentu belum selesai mengatur tipu muslihatnya, siapa tahu aku dapat mengambil sekedar keuntungan" - maka Thian-hi lantas berkata, "Dapatkah sekarang juga aku menemui dia?" "Kenapa tidak boleh?" ujar Ang-hwat-lo-mo, "Mari ikut aku!" -Lalu ia bawa Hun Thian-hi masuk ke dalam lembah. Sambil berjalan Ang-hwat-lo-mo berkata dengan tertawa, "Dulu tiga puluh enam tokoh-tokoh Bulim dari kelas wahid yang masuk kemari tiada seorang pun yang ketinggalan hidup. Maka lembah ini lantas dinamakan Bik-hiat.kok (lembah darah kemala), setiap langkah dalam lembah ini merupakan pertaruhan jiwa bagi setiap manusia, maka kau harus berlaku hati-hati, kalau tidak dapat kau masuk takkan mampu keluar pula" Sikapnya wajar dan tertawa-tawa, sedikitpun tidak unjuk permusuhan. Diam-diam Thian-hi meningkatkan kewaspadaannya, kalau Ang-hwat-lo-mo berani membeberkan rahasia ini tentu dia sendiri punya pegangan untuk mengatasi keadaan, bagaimana watak dan karakter Ang-hwat-lo-mo ia tahu. meskipun bicara ilmu silat dia belum memadai ToKsim- sin-mo tapi daya pikirannya jauh lebih luas dan cermat serta jauh lebih licik dan licin dari Toksim- sin-mo, maka tidaklah tanggung2 bila kaum persilatan mengangkatnya sebagai tokoh sesat nomor satu dikolong langit ini pada jamannya dulu. Begitu berada di dalam semakin jauh, Thian-hi lantas celingukan kian kemari empat penjuru sekelilingnya membentang rumput-rumput kemilau hijau pupus, kelihatan segar dan hidup subur. sedikitpun tiada kelihatan bercahaya, jauh di depan ditengah-tengah lembah sana lapat-lapat kelihatan sebentuk bangunan rumah batu. Setelah dekat Ang-hwat-lo-mo berkata, "Ma Gwat-sian dan gurunya tinggal dalam rumah batu itu, kau boleh masuk menemui mereka." - Dalam berkata-kata ini biji matanya menyorotkan sinar kilat yang tajam, katanya pula, "Sudah beberapa kali selalu aku gagal dalam tanganmu. selama hidup ini boleh dikata belum pernah aku kena dikalahkan secara total, kuharap kali ini aku bisa sukses." Thian-hi tersenyum tawar. ujarnya, "Kau akan gagal atau bakal sukses secara kenyataan akan segera kau ketahui. Kenapa pula kau risaukan antara gagal dan sukses ini?" Ang-hwat-lo-mo mandah tertawa lebar tak bersuara. segera ia mengundurkan diri. D engan cermat Thian-hi jelajahkan pandangannya keempat penjuru, tak dilihatnya dimana ada tersembunyi jebakan yang berbahaya atau bisa mengancam jiwanya. tapi Ang-hwatlo-mo tidak akan menipu dirinya. Pikir punya pikir akhirnya ia melangkah ke depan, matanya dengan seksama menyapu keadaan sekelilingnya. Baru puluhan langkah Thian-hi ke depan, mendadak ia melihat suatu yang sangat mengejutkan hatinya. didapatinya sekarang bahwa rumput-rumput kemilau hijau pupus yang dinamakan rumput kemala ini sebenar-benarnyalah bukan rumput sembarang rumput, bagaikan ular-ular kecil ternyata kakinya sekarang sudah kena gubat oleh rumput disekitar kakinya. Hati Thian-hi rada bercekat. namun mengandal kepandaiannya ia tidak perlu jeri terhadap rumput ular ini, sekali menyedot hawa ya kerahkan hawa murni terus disalurkan kekedua kakinya, semakin gubat rumput-rumput ular itu semakin kencang, begitu tenaga Thjan-hi dikerahkan mendadak ia menggentak keras, anggapnya dengan sekali sendal cukup dapat memutus hancurkan rumput-rumput ular itu, tapi kenyataan jauh diluar perhitungannya, rumput-rumput itu cuma mengendor sebentar lalu menggubat lagi lebih kencang. Baru sekarang Thian-hi benar-benar terkejut. seumpama rumput-rumput ini dibuat dari besi juga pasti putus oleh gentakan tenaganya yang hebat itu, tapi kenyataan sedikitpun tidak goyah, tidaklah berkelebihan bila hatinya terperanjat. Baru saja Thian-hi merasa kewalahan. suatu kejadian lain yang lebih mengejutkan muncul pula. Dari sela-sela rumput-rumput ular itu mendadak berbondong-bondong keluar banyak sekali labalaba putih kehijauan yang mengeluarkan sinar kemilau, warna dari laba-laba ini hampir sama dengan warna rumput ular sehingga Thian-hi semula tidak melihat karena kurang memperhatikan, maka munculnya laba-laba yang sekian banyak ini mau tak mau membuat hati Thianhi mencelos dan panik ketakutan.... Waktu Thian-hi berpaling ke arah sekelilingnya, di atas rumput-rumput kemilau itu tampak bermunculan laba-laba yang tak terhitung banyaknya, yang lebih mengejutkan bahwa setiap labalaba itu sebesar telapak tangan manusia, sekali pandang saja cukup menyedot nyali orang. Thian-hi maklum bahwa laba-laba ini tentu mengandung racun yang teramat berbahaya, kedua kakinya sudah dibelit tak mampu berkutik, ia jadi kurang leluasa untuk menghadapi serangan labalaba ini. Mendadak laba-laba itu terbang menyerang secara serempak, semua meluruk ke arah badan Thian-hi seperti binatang serigala yang kelaparan untuk gegares mangsanya. Thian-hi jadi mengkirik, tanpa ayal seruling jadenya segera diputar secepat kitiran, dimana sapuan tenaga murninya melandai, banyak sekali laba-laba kehijauan yang tersapu jatuh, tapi serangan laba-laba ini tidak kenal putus asa, roboh satu bangkit dua sehingga mau tak mau Thianhi terpaksa melancarkan jurus-jurus Wi-thian-cit-ciat-sek, dimana serulingnya teracung miring terus bergerak sedikit saja hawa udara lantas bergolak dan berputar-putar di sekitar badannya, tiada seekorpun dari laba-laba hijau itu yang niampu mendekat ke arah badannya. Tangan bekerja otak Thian-hipun bekerja dengan cepat, tak tahu cara bagaimana ia harus menghadapi dan mengatasi kesulitannya ini, Wi-thian-cit-ciat-sek merupakan jurus ilmu pedang tingkat tinggi, setiap kali dilancarkan pasti hanyak menguras tenaga dalam, dia takkan mampu bertahan terus sekian lamanya, bila gerak-geriknya sedikit lamban, kontan lantas ia merasakan betapa ancaman laba-laba hijau ini terhadap jiwa raganya. Sekejap saja setengah jam sudah berlalu, mendadak terpikir oleh Thian-hi cara bagaimana Ma Gwat-sian dan gurunya bisa dikurung orang di dalam lembah ini" Lalu siapakah yang membangun gubuk batu itu" Tentu ada jalan rahasia lain yang dapat menembus ke gubuk batu itu dengan aman, atau ada cara lain pula untuk mengatasi rumput-rumput ular dan laba-laba berbisa ini, Begitulah pikiran Thian-hi menjelajah mencari daya untuk menghadapi kesulitan yang dihadapinya, yang paling penting adalah ia harus menolong dirinya sendiri keluar dari ancaman bahaya ini. Sungguh ia rada menyesal kenapa tadi tidak dipikirkan dulu secara cermat baru menerjang ke dalam lembah ini, maka cara satu-satunya untuk menyelamatkan diri ia harus secepatnya mundur dan keluar dari lembah. Pikiran Thian-hi semakin gundah, mendadak serulingnya bergerak semakin gencar dari bertahan sekarang ia ganti menyerang. serombongan laba-laba yang terbang menyerang sekaligus kena disapunya hancur luluh, dimana serulingnya bergerak lebih lanjut berturutturut tiga jurus berantai menggasak seluruh laba-laba yang serabutan menerjang ke arah dirinya, sedikit peluang saja lantas serulingnya menukik kebawah berputar menggores ke arah rumput-rumput ular yang membelit kedua kakinya. Kontan rumput-rumput ular itu lantas mengendor dan layu, meringkel kebawah, Thian-hi tidak mengira bahwa usaha untung2an ini justru membawa hasil di luar dugaan, keruan betapa girang hatinya, seiring dengan muluthja bersuit panjang, kakinya lantas dijejakkan, badanpun melambung tinggi terbang keluar dari arena rumput-rumput ular yang berbahaya ini. Suasana lembah menjadi hening dan lelap kembali, begitu kehilangan sasaran labalaba hijau itu lantas sama menyelinap masuk pula ke dalam rumput-rumput ular. Dengan cermat Thian-hi masih dapat melihat dengan jelas bahwa di bawah sela-sela rumput-rumput itu ada sembunyi entah berapa banyak laba-laba hijau beracun. Rumput yang tadi kena diketok dan menjadi layu sekarang sudah tumbuh segar dan berdiri tegak pula bergoyang2 terhembus angin seperti tak terjadi apa-apa. Thian-hi celingukan sekian saat menerawang keadaan lembah ini, bila tidak melalui mulut lembah mungkin belakang lembah ada jalan, ancaman rumput-rumput ular ini pasti jauh lebih ringan, bukan saja mengurangi kesulitan juga menyingkat waktu. Pikir punya pikir Thian-hi tidak memperoleh kesimpulan yang lebih baik, maka setelah dipertimbangkan segera ia melesat ke depan langsung menuju ke puncak gunung. Baru saja kakinya menginjak puncak gunung, ia tersentak kaget pula, sedemikian luas puncak ini tapi selayang pandang dimana-mana terdapat ular besar kecil berkelompok2, sedemikian luas dan rapatnya sehingga setiap tindak kakinya harus menginjak ular-ular itu, dengan serulingnya Thian-hi menjungkit beberapa ekor ular di sekitar kakinya, tak lupa ia berpikir lagi mencari jalan lain. Kenyataan terpapar di hadapannya, keadaan puncak gunung tidak lebih baik dari dalam lembah sana, apalagi ini baru dimulai, apakah nanti masih ada rintangan lain yang jauh lebih berbahaya belum dapat diperhitungkan. Heran Thian-hi kenapa dalam lembah ini bisa terdapat begitu banyak binatang2 berbisa. Baru saja Thian-hi berpikir2 tiba-tiba rombongan ular di depannya sama lari serabutan sembunyi masuk ke dalam lobang atau sela-sela batu, dimana pandangan Thian-hi tertuju tampak di depannya sana muncul seekor ular yang berbentuk sangat aneh, ular ini panjang lima enam kaki, badannya panjang dan lencir, kepalanya gepeng dan besar melebar, sekilas pandang seperti sebentuk papan, kulitnya berwarna kuning luju. Begitu muncul ular aneh ini langsung legat-legot menghampiri ke arah Thian-hi. Thian-hi belum pernah melihat ular aneh macam ini. diam-diam ia meningkatkan kewaspadaann, sedikitpun tak berani lena. Ular aneh itu melata semakin dekat, Thian-hi menggerakkan seruling jadenya berputar satu lingkaran ditengah udara lalu mengetuk ditengah kepala diantara kedua matanya. Pikir Thian-hi setiap makluk dalam dunia ini pasti punya kelemahan ditengah diantara kedua matanya, kecuali berkelit kalau tidak pasti lawan harus mundur menghindar. Tapi ular aneh itu mengebaskan ekornya, sedikit bergerak saja badannya lantas melejit ke atas terus melesat ke depan langsung menerjang ke arah Thian-hi, badannya yang panjang itu membelesut lewat di bawah ketukan seruling jade Thian-hi terpaut serambut saja. Thian-hi tidak menduga bahwa ular aneh ini mampu meluputkan diri sedemikian gampang dari serangannya, malah menggunakan kesempatan itu pula balas menyerang, kelihatannya gerakgerikhja memang lamban dan tidak pandang sebelah mata pada Thian-hi, tapi sebenarbenarnyalah ular ini begitu lincah dan seperti punya bekal yang cukup sempurna untuk menghadapi Hun Thian-hi. Thian-hi menjadi sengit, sedikitpun ia tidak mau unjuk kelemahan, beruntun serulingnya menutuk dan menyapu, tahu-tahu ujung serulingnya menegak ke atas menjojoh perut si ular aneh itu, pikirnya kali ini cara bagaimana kau hendak menghindar. Agaknya ular aneh itu cukup waspada, tiba-tiba badannya menggeliat, entah bagaimana mudah sekali ia meluputkan diri lalu tubuhnya melenting ke depan, mulutnya terpentang mematuk ketenggorokan Thian-hi. Thian-hi tahu bahwa serangan serulingnya Ini pasti tidak akan membawa hasil, tapi sedetik ia mendapat peluang disaat siular menekuk tubuh dan sedikit bergerak lamban Itu tangan kirinya dirangkapkan dan ketiga jarinya menyanggah ke atas hendak mencengkeram leher siular. Ular aneh melejit ke tengah udara dan menyerang tenggorokannya, kelihatan ia sudah tidak Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo akan mampu berkelit dari cengkeraman tiga jari Thianhi, namun secara mendadak badannya menggetar dengan ekornya menyapu turun ke depan, langsung menepuk dan menangkis tiga jari tangan kirl Thian-hi itu. Posisi Thian-hi lebih menguntungkan, dengan mendapat angin mana dia mau menyianyiakan kesempatan ini, cepat ia tarik tangannya kiri, berbareng seruling ditangan kanan juga ditarik balik serempak kaki pun mundur selangkah, dengan mundur selangkah ini dia menjadi lebih leluasa mengetukan pula serulingnya ke atas kepala siular yang diarah adalah ditengah kedua matanya pula. Agaknya siular juga dapat meraba cara serangan Thian-hi ini tidak meuggunakan jurus tipunya dengan sungguh-sungguh, kuatir menghadapi perobahan serangan yang lebih rumit ia tidak berani sembarangan menyerbu pula, cepat ia menarik diri meluncur mundur dan jatuh di atas tanah. Thian-hi sama-sama mundur bersama siular aneh, dua belah pihak sama dapat menjelajahi kekuatan dan kemampuan lawannya, untuk selanjutnya mereka menjadi berhati-hati untuk melancarkan serangannya lebih duiu. Setelah berada di tanah ular aneh itu berputar kayun seperti jalan-jalan, sikapnya wajar dan acuh tak acuh seperti tidak terjadi suatu apa. Thian-hi tahu dia sedang mencari siasat untuk melakukan penyerangan lebih lanjut.... Demikian juga Thian-hi harus berpikir mencari jalan cara2 mengatasinya. Sebagai seorang tokoh kosen dari dunia persilatan, sebagai ahli waris Wi-thian-ciciat- sek pula, masa tidak mampu mengatasi seekor ular belaka. Tapi cara bagaimana baru serangannya bisa telak mengenai sasarannya" Berbagai bayangan berkelebat dalam benaknya, tapi semua cara yang tersimpul itu tiada satupun yang menyocoki seleranya. Sekonyong-konyong ular aneh itu menerjang pula dengan lejitan tubuhnya yang lebih keras, yang diserang adalah pergelangan tangan Hun Thian-hi. Terpaksa Thian-hi menekan pergelangan berbareng serulingnya mengetuk pula kebatok kepala lawan.... ia tahu bahwa serangan balasan ini tidak akan mengenai sasarannya. Benar-benar juga siular menggerakan kepalanya mendak kebawah terus menerjang ke depan dengan nekad, agaknya ia tidak hiraukan keselamatan diri sendiri, yang terang mulutnya terpentang hendak menggigit pergelangan tangan kanan Thian-hi. Mendadak timbul rasa curiga Thian-hi akan gerak-gerik siular aneh ini, sunguh sukar dipercaya seekor ular berbisa yang ganas bisa melakukan serangan yang begitu ceroboh, kecuali dia sendiri punya rencana lain lebih lanjut, betapapun sulit untuk melaksanakan pertempuran adu kekuatan secara keras, bilamana Thian-hi cukup dengan sejurus dapat memukul mundur siular, lalu merangsak lebih lanjut dengan gencar, pasti ia dapat mengambil posisi yang sangat menguntungkan. Tapi kenyataan menghambat jalan pikiran Thian-hi untuk menerawang keadaan dirinya, gesit sekali serulingnya melintang miring lalu menyapu keras dari samping ke atas. Kebetulan siular menggerakan ekornya, lincah sekali mendadak ia berhasil membelit batang seruling Thian-hi, seiring dengan itu badannya lantas meneguk, laksana ujung anak panah yang melesat. dari busurnya mulutnya yang bertaring runcing itu melesat ketenggorokan Thian-hi. Keruan Thian-hi terkejut setengah mati, untuk menyelamatkan diri terpaksa ia harus melempar serulingnya. Tapi ia insaf bila serulingnya lepas dari tangannya pasti dirinya bakal kalah total. Maka bagaimana juga ia harus berusaha tanpa membuang-buang waktu untuk melepaskan serulingnya, mendadak ia menggentakan serulingnya dengan sepenuh tenaga, pikirnya hendak menggetar lepas belitan ekor siular aneh dari batang serulingnya Siular aneh hanya gemetar sedikit oleh getaran tenaga dalam Thian-hi, tapi belitan ekornya tetap kencang dan tak sampai tergetar jatuh, tahu-tahu malah kepalanya menegak kembali dengan mulut terpentang lebar, yang diarah tetap adalah tenggorokan. Saat mana kebetulan tangan kiri Thian-hi sudah terangkat ke atas, langsung kedua jarinya secepat kilat lantas menyelentik ke arah batok kepala siular. Betapa sulit siular mendapat kesempatan ini, sudah tentu ia tidak menyia-nyiakan begitu saja, tapi selentikan jari Thian-hi yang hebat ini mau tak harus dihindari kalau tidak mau konyol. Terpaksa mulutnya berdesis gusar dan memiringkan kepala meluputkan diri. Namun dengan berkelit ini ia menjadi kehilangan kesempatan yang paling baik tadi, begitu jarijari Thian-hi menjelentik keluar langsung ketiga jarinya menyongsong seiring dengan gerakan lanjutan tangannya mencengkeram tempat terlemah yang terletak tujuh senti di bawah kepala siular. Apa boleh buat siular harus membatalkan rencananya mematuk tenggorokan Thian-hi, begitu menundukkan kepala menyusuri batang seruling lawan taringnya yang tajam mengancam jari-jari Thian-hi yang menggenggam seruling. Thian-hi menjadi serba sulit, ia tahu keadaan memaksa ia harus melepaskan serulingnya, namun bagaimana juga ia tidak rela membuang serulingnya begitu saja, sekonyongkonyong ia mengempos hawa murni dalam pusarnya, mulut lantas bersuit panjang dan nyaring melengking, serulingnya lantas diayun dan dilempar ke tengah udara laksana roket menjulang tinggi ke angkasa. Waktu ia melontarkan serulingnya ini diam-diam ia kerahkan Lwekangnya dibatang serulingnya untuk menggetar lukai siular aneh, pikirnya meski tidak sampai menggetar lepas dan menjatuhkan sang musuh, paling tidak pasti tergetar luka parah. Seruling itu menjulang tinggi seperti hampir lenyap ditelan mega, setelah mencapai tick ketinggian akhirnia menukik balik meluncur turun lebih pesat. Belum lagi seruling itu jatuh di tanah, sekonyong-konyong siular aneh itu melenting miring menerjang ke arah Thian-hi, yang diarah lagi-lagi adalah tenggorokannya. SunggUih takjup dan jeri pula hati Thian-hi, sungguh diluar dugaannya bahwa siular aneh ini begitu lihay jauh lebih hebat dari perhitungannya semula, bukan saja tidak terluka oleh getaran tenaga dalamnya, malah masih mampu balas menyerang lagi dengan gerakan yang begitu lincah. Tapi tidak diketahui olehnya bahwa sebenar-benarnyalah siular seperti sibisu menelan biji teratai yang pahit getir. menderita tapi tak kuasa bicara, begitu ia dibawa naik turun oleh lontaran seruling yang sangat tinggi itu kalau ia tidak segera melepaskan gubatannya di atas batang seruling dan hanya menggunakan ekornya mennggantol. kalau tidak entah bagaimana kesudahan dirinya saat itu, meski demikian tak urung iapun tak kuasa menahan diri lagi. Begitu meluncur turun dengan kegusaran yang berlimpah2 kontan ia serang Thian-hi lebih ganas. Thian-hi sudah bersiap, cepat ia kerahkan Pan-yok-hianJ-kang mendorong kedua telapak tangannya menyongsong ke depan. siular aneh kena dipukul terpental kesamping. Begitu jatuh di tanah gesit sekali siular legal-legot berputar mengelilingi Thian-hi. Posisi Thiar-hi semakin sulit lambat-laun ia terdesak di bawah angin, jelas melihat serulingnya jatuh disebelah sampingnya. tapi ia tidak berani membongkok badan menjemputnya, sementara siular aneh itu dengan garang mengancam dirinya. Setelah ular aneh mengitari Thian-hi satu putaran, tanpa gentar sedikitpun pelan-pelan ia maju mendekat dari arah depan Thian-hi. Dengan tanpa membekal senjata untuk menang adalah mustahil bagi Thian-hi. Apalagi ular aneh ini cukup cerdik dan cekatan, sukar dihadapi lagi, soalnya keadaan memaksa sehingga ia harus menguras tenaga untuk mempertahankan diri belaka. Disamping itu otak Thian-hi pun diperas untuk mencari jalan keluar, kesempatan satu-satunya supaya dapat mengambil kemenangan dengan sekali serang secara telak mengenai tempat kelemahan siular, soalnya dengan bersenjata saja ia tidak mampu menang, apalagi sekarang bertangan kosong mana mungkin melaksanakan keinginannya ini, teorinya gampang namun prakteknya sulit. Tiba-tiba terbayang oleh Thian-hi adegan di dalam Jian-hud-tong waktu ia ketemu Pek-tok Lojin dan Siau-pek-mo dengan Ling-coa-pounya yang lihay itu, bilamana iapun bisa Lingcoa-pou, adalah sangat tepat untuk menghapi ular aneh ini. Maka terbayanglah akan garak-gerik Pek-tok Lojin waktu menyerbu dirinya dengan gerak langkah yang aneh itu, soalnya waktu itu ia terlalu tegang sehingga tidak terlalu menaruh perhatian sehingga ingatannya sekarang rada samar-samar. Sementara itu si ular aneh dihadapannya ini secepot kilat sudah merangsak datang pula. Tanpa punya kesempatan berpikir lagi. tersipu-sipu Thian-hi ayun telapak tangannya menampar ke arah siular. Badan siular melengkung lalu melenting laksana pegas yang keras, badannya melengkung ditengah udara berputar ke belakang terus mematuk kepunggung Thainhi. Sekonyong-konyong terbayang oleh Thian-hi akan serangan Siau-pek-mmo waktu ia menerjang keluar dari dalam gua dengan jelas sekali, tanpa ayal segera kakinya menggeliat kesamping, berbareng tubuhnya membelesut kepinggir, gerak geriknya seperti Ling-coa (ular sakti) dalam jarak serambut saja ia berhasil menghindari pagutan siular yang lihay dan berbisa ini, bersama itu dua jari tangan kanannya laksana jepitan besi mengarah tujuh senti di bawah lehernya. Agaknya ular aneh ini tidak menduga bahwa Thianhi bisa melancarkan langkah aneh. seketika ia mundur dengan jeri. Cukup sejurus saja Thian-hi mendapat hasil diluar dugaannya, situasi menjadi banyak berubah, mengandal ingatannya ia gunakan pula Ling-coa-pou mendesak maju lebih lanjut. Agaknya ular aneh ini mengenal juga Ling-coa-pou dan jeri, begitu Thian-hi semakin dekat tibatiba ia berteriak ketakutan terus mundur ke belakang kira-kira satu tombak jauhnya lalu melingkar dan menegakkan kepala siap bertahan, tak berani pula ia sembarangan bergerak. kalau tadi bersikap acuh tak acuh adalah sekarang kelihatan sangat tegang dan ketakutan. Melihat si ular membentuk pertahanan yang agaknya cukup kuat Thian-hi juga tidak berani sembarang menyerang. Ia tahu lawan menggunakan ketenangan untuk mengatasi pergerakan, apalagi kesan-nya mengenai Ling-coa-pou samar-samar dan yang dilan-carkan tadi tidak lebih cuma kulitnya saja, bila ia bergerak terlalu banyak seandainya menunjukkan lobang kelemahan sendiri pasti celaka akibatnya nanti! Bab 30 Karena kekuatirannya. ini maka Thian-hi tidak maju lebih lanjut, pelan-pelan ia membungkuk menjemput serulingnya. Dengan nanar ular aneh itu mengawasi Thian-hi sambil memainkan lidahnya, setelah mengalami kekalahan tak berani ia menerjang pula dengan nekad. Ia tak tahu apakah tingkah laku Thian-hi ini merupakan pancingan belaka, bila pertahanan dirinya kendor dan Thian-hi lantas menyerang pasti runyam akibatnya. Maka ia mendelong saja mengawasi Thian-hi menjemput serulingnya, tak bergerak dan tak berani menyerang pula. Setelah seruling berada di tangan, Thian-hi melirik ke arah si ular, dia tak bisa terlalu lama berada di tempat ini, Ma Gwat-sian yang terkurung di dalam lembah sana perlu segera ditolongnya, maka ia harus cepat-cepat menerjang masuk. Tengah ia berpikir2 mendadak dari jauh sana terdengar lengking suara panjang, ular aneh itu seketika menegakkan badannya tinggi2, kepalanya celingak-celinguk, seperti tengah mendengarkan apa. Beruntun suara lengking itu semakin dekat dan keras, si ular menjadi bersitegang leher, cepatcepat ia putar balik ke arah datangnya semula dan merajap cepat sekali sekejap saja sudah menghilang dari pandangan mata. Thian-hi terheran-heran, sesaat ia menjadi kesengsam dan lupa melancarkan serangan, sementara itu si ular aneh sudah pergi dengan cepat. Badik Buntung Karya Gkh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Thian-hi bertanya-tanya dalam hati; 'peristiwa apakah yang telah terjadi disana, kenapa begitu tegang, ia celingukan ke empat penjuru, sedemikian banyak ular yang tersebar dimana-mana itu sekarang sudah lenyap sama sekali. Baru saja Thian-hi berniat memburu ke arah depan, sekonyong-konyong hidungnya dirangsang bau harum semerbak terbawa angin, bau harum ini begitu merangsang membuat ia seperti hampir mabuk, disadari oleh Thian-hi bahwa mungkin disekitar sini terdapat sesuatu rumput sakti yang sudah tiba saatnya masak. Waktu Thian-hi berpaling memandang kebawah lembah, kejadian yang lebih aneh seketika terbentang di depan matanya, dimana bau harum itu tersiar terbawa angin, rumputrumput ular di bawah sana seketika menjadi lemas dan rebah semua. Thian-hi heran dan bertanya-tanya, cepat ia melayang turun begitu berada di dalam lembah didapati semua rumput-rumput ular itu seperti lumpuh sama sekali, tak bergerak lagi rebah dengan lemas lunglai. Demikian juga laba-laba hijau itu semua sama menggeletak seperti sudah mati semua. Semakin besar rasa heran Thian-hi, entah benda apakah yang dapat. menundukkan rumput dan laba-laba berbisa ini" Begitu lihay, sedikit merandek cepat ia melayang masuk ke dalam lembah sebelah dalam sana terus menerjang ke arah gubuk batu itu. Belum lagi ia mencapai gubuk batu itu, di tengah jalan sekonyong-konyong didengarnya suara aneh di sebelah depan samping, tiba-tiba seekor laba-laba warna merah darah merangkak keluar dari sela-sela rumput lebat, sepasang matanya yang besar dengan garang menatap ke arah Thianhi. Kejut Thian-hi bukan kepalang, selamanya belum pernah dilihatnya makhluk aneh sebesar ini, serta merta ia menyurut mundur dengan gentar. Laba-laba yang teramat besar seperti gantang merangkak maju ke arah Thian-hi, kelihatannya sembarang waktu ia sudah siap menyerang. Dengan menenteng serulingnya Thian-hi siap waspada, segala gerak-gerik si laba-laba besar ini tak lepas dari pandangan matanya. Setelah maju dua langkah pula laba-laba merah besar itu mendadak mencelat menubruk, ditengah udara mulutnya lantas menyemburkan gelagasi warna merah yang bertaburan seperti hendak menggubat seluruh badan Thian-hi. Thian-hi mendengus hidung, gesit sekali ia melompat menyingkir, sambil mengertak gigi serulingnya ia jojohkan menutuk kelambung laba-laba yang gendut besar. Sementara Laba-laba besar itu meluncur turun hinggap di belakang Thian-hi, bersama gelagasinya yang disemburkan semakin banyak berusaha mengepung Thian-hi. Terpaksa Thian-hi melejit ke atas. Agaknya si laba-laba merah ini sudah tahu bahwa Thian-hi tentu akan menghindar dengan jalan mencelat ke atas, cepat iapun melejit tinggi pula, gelagasinya laksana jala bertaburan di tengah angkasa menungkrup ke badan Thianhi. Thian-hi sudah waspada bila ia tidak cepat-cepat lolos dari kepungan, gebrak selanjutnya tentu lebih sukar untuk menerjang keluar dari kepungan gelagasi ini, jelas pula bahwa gelagasi itu pasti mengandung racun yang teramat jahat, sedikit mengenai kulit badannya jiwa pasti melayang. Tanpa ragu-ragu mulutnya menggertak nyaring, serempak serulingnya ditaburkan dengan jurus Bangau terbang menembus awan mega, selarik sinar putih kemilau menembus tinggi menerjang ke berbagai penjuru, sementara itu hawa murni Thian-hi pun sudah dikerahkan untuk melindungi badannya yang turut menerjang pula. Seketika hawa udara bergolak seperti terjadi angin ribut, laba-laba merah itu kena terpental mundur terdesak oleh kehebatan kekuatan permainan tenaga Thian-hi. Thian-hi jadi mendapat kesempatan terbang melesat keluar, di tengah udara ia jumpalitan setengah lingkaran terus terbang lurus ke depan. Laba-laba merah itu mengeluarkan jerit aneh, kelihatan badannya kembang kempis, secepat kilat tiba-tiba melesat maju, gelagasi menyembur pula dari mulutnya merintangi jalan mundur Thian-hi. Bau harum itu semakin tebal memenuhi udara dalam lembah agaknya laba-laba merah itu terpengaruh oleh bau harum ini, serangannya semakin gencar, seolah-olah ia ingin menelan Thian-hi bulat2. Karena kena dihalangi terpaksa Thian-hi putar balik melawan lagi. Sementara laba-laba merah sudah melejit tiba pula dihadapan Thian-hi, badannya seperti gentong, terutama perutnya semakin membesar menyedot gelagasi ke dalam perutnya, matanya yang besar madelik ke arah Thian-hi. Dalam keadaan genting dan saling bertahan ini tiba-tiba kuping Thiah-hi mendengar gelak tawa yang nyaring, tampak Ang-hwat-lo-mo tengah lari mendatangi bagai terbang. Diam-diam Thian-hi meningkatkan kewaspadaan, benar-benar diluar dugaannya bahwa Anghwat- lo-mo bakal muncul pula dalam situasi yang gawat ini, entah apakah maksud tujuannya, kalau dia bersikap memusuhi dirinya tentu sulit dihadapi bagaimana pun aku harus lebih hati-hati. Demikian batinnya. Sambil bergelak tawa Ang-hwat-lo-mo berseru ke arah Thian-hi, "Sungguh beruntung kau, tepat kedatanganmu!" Tergerak hati Thian-hi, tahu dia bahwa dalam lembah ini pasti terdapat sesuatu rahasia yang tersembunyi, mungkin Ang-hwat menyusul datang karena mengendus bau harum itu, dapatlah diterka kemana tujuan kedatangannya ini. pasti karena sesuatu benda mestika itulah. Adalah sebaliknya tujuan dirinya bukan kesana. tujuannya hanyalah ingin menolong Ma-Gwatsian yang terkurung di dalam gubuk batu itu, sejenak ia merenung lalu katanya kepada Ang-hwatlo- mo, "Dengan cara apa laba-laba merah ini dapat ditaklukkan?" Ang-hwat-lo-mo menggeram, serunya, "Tiga puluh tokoh-tokoh Kangouw dulu semua sama menemui ajal oleh keganasannya, menurut hemadku tiada sesuatu benda yang kuasa menundukkan binatang ini." Sekilas laba-laba merah melirik ke arah Ang-hwat-lo-mo, badannya sudah bergerak hendak menyerang tapi diurungkan. Thian-hi tahu bahwa Ang-hwat-lo-mo pasti membual belaka, kalau benar-benar katakatanya kenapa pula dia harus muncul pula disini" Jelas bahwa diapun punya tujuan tertentu, sedang dirinya cuma diperalat belaka. Kata Ang-hwat-lo-mo, "Ma Gwat-sian berada di dalam gubuk batu itu, coba kau pikir kenapa dia bisa. masuk kesana. dari sini mungkin kau dapat menyimpulkan sesuatu." Thian-hi tidak tahu maksud kata-kata Ang-hwat-lo-mo dia bungkam tak bersuara lagi. Dalam hati ia menerawang cara bagaimana ia harus bertindak lebih lanjut. Tahu-tahu sesosok bayangan manusia meluncur turun pula dalam lembah, sedikit mengerlingkan mata hati Thian-hi lantas bercekat, pendatang baru ini bukan lain adalah Bok-pak-it-koay (sianeh dari gurun utara) yang dulu berebutan buah ajaib dengan Hwesio jenaka. Lama tak ketemu tak duga beliau mendadak muncul di tempat ini, entah apa pula tujuannya kemari. Begitu menginjak tanah Bok-pak-it-koay menyapu pandang ke arah Thian-hi berdua, ujung mulutnya mengulum senyum sinis, agaknya ia tidak pandang sebelah mata mereka berdua. Ang-hwat-lo-mo mendelik ke arah. Bok-pak-it-koay, hatinya rada gusar dan kejut, diam-diam ia kagum akan kepandaian orang yang dengan cepat dapat mendengar kabar ini lantas meluruk datang, agaknya kedatangannya ini memang punya tujuan tertentu, dari rona wajahnya dapatlah diandalkan bahwa dia punya cara untuk mengatasi laba-laba merah ini. Dugaannya ini bukanlah tidak beralasan karena sebenar-benarnya Bok-pak-it-koay juga kenal dirinya kalau tidak punya andalan tidak mungkin ia bersikap begitu memandang rendah dirinya. Dasar licik dengan tertawa cengar-cengir ia menyapa lebih dulu, "Tak duga kaupun menyusul datang!" Dengan sikap congkak dan menengadah Bok-pak-it-koay melirik ke arahnya, ia menggendong tangan tanpa mengeluarkan suara, anggap tak mendengar sapaan Ang-hwat-lo-mO. Sudan tentu bukan kepalang terbakar hati Ang-hwat-lo-mo tak nyana bahwa Bok-pakit-koay begitu congkak berani memandang rendah dirinya, hampir saja ia sudah tak kuasa menahan gejolak amarahnya hendak melabrak Bok-pak-it-koay, tapi niatnya ia urungkan karena. ia berpikir, "Kenapa aku begitu goblok mencari perkara padanya. Lebih baik kutonton saja cara bagaimana ia menghadapi laba-laba merah itu, bila ia berhasil membunuhnya, belum terlambat aku turun tangan kepadanya. Seumpama ia tidak kuasa melawan laba-laba merah itupun tiada jeleknya bagiku." Dalam pada itu Bok-pak-it-koay sudah menghampiri dekat ke arah laba-laba merah itu. Agaknya laba-laba merah menjadi murka, ia delikkan matanya semakin besar. kakinya bergerakgerak siap menyerang. Kelihatannya Bok-pak-it-koay tidak gugup dan tidak gentar, agaknya ia yakin benar-benar akan kepandaiannya, kakinya beranjak semakin dekat. Tiba-tiba laba-laba merah menubruk maju dengan kecepatan kilat, mulutnya menyemburkan gelagasi warna merah yang bertaburan laksana benang sutra, seluruhnya beterbangan menggubat keseluruh badan Bok-pak-it-koay. Mulut Bok-pak-it-koay mengeluarkan suara aneh, nadanya rendah dan serak, tibatiba tubuhnya melambung tinggi ke tengah udara lantas berputar satu lingkaran terus melesat melampaui atas kepala laba-laba merah, dan berlari bagai terbang ke arah lembah yang sebelah dalam sana. Agaknya laba-laba merah sudah siaga, seperti sudah tahu bahwa Bok-pa-it-koay bakal bertindak begitu licik menerobos lewat dari penjagaannya, maka begitu serangan luput, badannya lantas berputar terbang mengejar dengan kencang, puluhan jalur gelagasi laksana rantai disemburkan menungkrup ke badan Bok-pak-it-koay. Mulut Bok-pak-it-koay menggerang rendah, tangan kanannya diayun seketika bertaburanlah bubuk-bubuk putih laksana kabut pagi menerpa ke arah laba-laba merah. Agaknya laba-laba merah sangat takut dan terkejut, cepat-cepat ia mencelat mundur sejauh mungkin. Sementara Bok-pak-it-koay merandek sejenak, ia berpaling ke arah Ang-hwat-lo-mo dan Hun Thian-hi sambil unjuk seringai dingin lalu berlari bagai terbang ke dalam lembah. Belum lagi Bok-pak-it-koay memutar tubuh Ang-hwat-lo-mo juga sudah melejit dengan kecepatan bagai anak panah meluncur ke depan langsung menerjang dengan pukulan berat ke punggung Bok-pak-it-koay. Bok-pak-it-koay menggertak gusar, tanpa membalik tubuh dengan kaki masih berlari ke depan sebelah telapak tangannya menepuk ke belakang. Ia tahu seorang lawan Ang-hwatlo-mo saja sudah terlalu berat baginya, apalagi ada Hun Thian-hi pula jelas dirinya bukan Alap Alap Laut Kidul 10 Pedang Penakluk Iblis ( Sin Kiam Hok Mo) Karya Kho Ping Hoo Geger Pulau Es 1

Cari Blog Ini