Pendekar Tanpa Tanding 10
Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 10 yang tak tahu seberapa tinggi ilmu s ilatnya." "Aku orang tidak dikenal, panggil saja aku orang tak punya nama, eh tadi kau menanyakan Wisang Geni" Apa sih Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hebatnya orang bernama Wisang Geni itu, mau apa kau mencarinya, kau mengenalnya di mana?" Gayatri meronta melepaskan diri dari pelukan. Ia menyentuh lengan Geni. "Lukamu masih berdarah. Biar kubalut," sambil gadis ini merobek sebagian selendang yang melilit tubuhnya. Dia membalut lengan Geni. Dia melakukan itu dengan lembut dan cekatan. "Aku baru datang dari Hirnalaya, belum punya teman, dan baru kamu orang pertama yang kukenal si pendekar tanpa nama. Aku belum kenal Wisang Geni, aku lihat kepandaianmu sangat tinggi, bagaimana kalau kamu dibandingkan W isang Geni, apa benar dia pendekar berilmu tinggi" Apakah kau pernah tarung dengannya?" "Aku tidak bisa mengalahkan dia, dan dia juga tidak bisa mengalahkan aku." Gayatri terdiam Pikirannya menerawang. Dari pertarungan tadi, dia bisa mengukur kepandaian lelaki itu. Dia tidak yakin bisa mengalahkan lelaki penolongnya, sehingga kata-kata si lelaki tadi ibarat penjelasan tingginya ilmu silat Wisang Geni. "Dia tidak bisa mengalahkan Wisang Geni dan Wisang Geni juga tak bisa mengalahkannya, berarti mereka berdua sama imbang. Jika demikian masih ada peluang aku mengalahkan Wisang Geni, apalagi jika aku maju bertiga dengan jurus Hirnalaya." Berpikir demikian Gayatri merasa lega. Geni ingin tahu lebih banyak tentang Gayatri. "Ada urusan apa kau mencari W isang Geni, apakah kalian bermusuhan" Kalau perlu aku akan membantumu!" Gayatri menghela nafas. "Urusan balas dendam. Tetapi aku sebenarnya pergi diam-diam, pasti ayah ibuku akan mencariku. Aku tinggalkan pesan, aku ke tanah Jawa mau balas dendamnya kakek." Geni semakin yakin Gayatri ini ada hubungannya dengan Malini dan Kumara. "Aku pernah tahu ada sepasang pendekar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dari negerimu, kalau tidak salah mereka suami isteri. Perempuannya bernama Malini, dia cantik tetapi tidak secantik kamu, ilmunya tinggi, ia juga jahat dan kejam, banyak pendekar negeri ini mati dibunuhnya." "Suami Malini bernama Kumara, mereka murid adiknya kakek. Beberapa bulan lalu Kumara pulang ke Himalaya, sendirian, isterinya masih di tanah Jawa. Dia menceritakan kekalahannya dari Wisang Geni, yang konon murid kesayangan pendekar tua Suryajagad. Aku penasaran mendengar ceritanya. Ketika dia kembali ke Jawa, diam-diam aku mengikutinya. Dia sekarang ini pasti sudah berada di negeri ini, katanya Malini sudah melahirkan seorang putra." "Dia pasti tahu kau mengikutinya, tak mungkin kau bersembunyi di perahu tanpa dia mengenalmu" "Tidak. Dia berangkat dengan perahu lain, aku berangkat belakangan. Sekarang aku menyesal tidak bersama-sama dengannya, aku ingin mencarinya, jika bersama Malini dan Kumara, pasti aku lebih aman." "Kau ingin membunuh Wisang Geni?" "Aku bukan pembunuh, aku tak punya niat membunuh. Kakek juga tiak pernah menyuruh aku membalas dendam, lagipula kakek sudah mati. Aku hanya ingin menjajal kepandaiannya, tetapi kalau dalam pertarungan dia mati terbunuh, ya itu kan resiko kita yang mempelajari ilmu s ilat," Geni penasaran. "Tadi katamu, kakekmu itu pernah dikalahkan oleh guru Wisang Geni, begitu?" "Itu duapuluh lima tahun silam, mungkin aku belum dilahirkan. Kakek menjadi penasehat seorang raja di tanah Jawa, dan Ki Suryajagad berada di pihak lawan. Kakek kalah dalam tarung, menurut cerita, kakek mengakui Suryajagad seorang pendekar sejati. Itu sebab kakek tak pernah dendam." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Lantas mengapa Malini dan Kumara datang ke negeri ini, katanya mau membalas dendam kakekmu" "Ceritanya lain, sebenarnya yang paling penasaran terhadap Ki Suryajagad adalah adik seperguruan kakek. Dia bertekad menebus kekalahan, mungkin beliau yang mengutus Malini dan Kumara. Tapi aku heran, mengapa kau bertanya terus, sepertinya kau tertarik cerita ini." Geni tersenyum "Aku suka melihat gayamu bicara, lagipula aku ingin tahu semua tentang dirimu, hanya itu." Gadis itu merasa jantungnya berdebar keras. Ia suka pujian itu, "Mengapa?" Geni tertawa. Dia membawa telunjuk jari ke mulutnya. Gayatri mengerti isyarat itu. "Kau kurangajar, kau berulangkali menghina aku." Saking kesalnya gadis itu membanting kaki. Dua pembantu berbaju hijau itu bergerak maju, Urmila berkata dalam bahasa India. Tetapi sekali lagi Gayatri membentak. Geni ingin tahu. "Apa kata anak buahmu itu?" Gayatri tersenyum sinis. "Mereka mau maju serentak, mengeroyok kamu menggunakan jurus tiga bersatu padu, tetapi aku bilang, kurcaci macam kamu belum pantas dikeroyok" "Mengapa kau tak mau membunuh aku?" "Terus terang, aku tidak yakin bisa mengalahkan kamu Kedua, kamu tak boleh mati sebelum membayar hutang dua dosamu itu." "Bayar hutang" Bagaimana caranya?" "Hutang pertama, kamu antar aku ketemu Wisang Geni, aku akan menantang tarung. Katakan kepadanya jangan main keroyok memanfaatkan banyaknya murid Lemah Tulis. Hutang dosa kedua, belum bisa kukatakan sekarang, lain waktu saja." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baik, aku akan antar kamu menemui Wisang Geni, nanti beberapa hari lagi kita ketemu di sini." "Hei, tidak bisa begitu, aku mau sekarang juga kamu antar kami." "Sekarang tidak bisa, aku sudah ada janji. Janji ini lebih dahulu dari janjiku padamu, jadi kamu harus menunggu giliran." "Kamu janji dengan siapa, dengan perempuan?" Geni tertawa, dia heran gadis ini bisa menebak jitu. "Iya memang janji dengan perempuan, bagaimana kamu bisa menebak jitu?" "Apa dia cantik, lebih cantik dari aku?" "Dia memang cantik, perempuan paling utama di negeri ini, tetapi kalau cantik, aku pikir kamu lebih cantik, lagipula dia belum pernah kucium" Geni tertawa. Gayatri merasa jengah dan malu. "Kamu harus datang menemuiku, jangan ingkar janji, awas kamu kalau ingkar janji." "Aku pasti akan mencari kamu Tetapi sebaiknya kamu jangan menunggu aku di hutan ini, lebih baik di desa Gondang jaraknya dua hari perjalanan dari sini." "Baik kita ketemu di desa Gondang, berapa hari lagi?" "Desa Gondang arah ke Barat, dua hari perjalanan dari hutan ini. Kamu istirahat tiga hari, pada hari kelima atau keenam, kita sudah akan jumpa lagi. Aku pergi." Geni melesat pergi. Gayatri berteriak, "Hei kamu jangan bohong." Terdengar sahutan, "Lima hari dari sekarang aku akan menjumpai kamu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gayatri menghela nafas. Dia merasa lelaki itu telah merebut hatinya. Dia membayangkan tubuhnya, tegap, kulit sawo matang dan wajah tak begitu tampan, rambut putih ubanan, aroma tubuhnya yang keras. Ia jantan dengan ilmu silat yang tinggi. Gayatri tak pernah bayangkan ada orang memiliki tenaga dalam setinggi itu yang bisa mengusir racun laba-laba dengan pengerahan tenaga hanya dalam waktu yang begitu singkat "Aku sudah berjanji pada orangtua, hanya lelaki yang bisa mengalahkan aku saja yang akan kupilih menjadi suamiku, apakah dia yang menjadi jodohku?" Gayatri tersenyum sendiri membayangkan kenakalan Wisang Geni. Dan ciuman itu, begitu menggelitik dan menggugah birahinya. Tanpa terasa jari Gayatri meraba bibirnya, seakan-akan bibir Wisang Geni yang hangat itu masih menempel. Urmila dan Shamita saling pandang dan tersenyum geli melihat tingkah laku Gayatri. Tak tahan merasa geli, Urmila berbisik, "Putri, aku lihat dia sudah menaklukkan hatimu, Putri sehebat apa sih ciumannya?" Shamita tertawa. "Putri, kulihat kamu diam saja dipeluk lelaki itu, bahkan tubuhmu gemetar. Putri, kupikir kamu sudah jatuh cinta." Pipi Gayatri memerah saking malu. "Siapa bilang aku jatuh cinta, tiru niina teringat ayah dan ibu" Ia memburu dua pembantunya. "Berhenti menggoda atau aku hajar kalian," kalanya sambil tertawa. Ia menambahkan, "Jika lelaki itu mempermainkan aku, akan kubunuh dia." Urmila menjawab, "Akuyakin dia tak main-main, percayalah. Aku melihat dia begitu terpesona akan kecantikanmu Putri." ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Menunggang Angin Siang itu Wisang Geni tiba di desa Karangplosos, dekat pusat kerajaan Tumapel. Desa ini merupakan jalan masuk yang paling dekat menuju pusat kerajaan. Tidak heran jika desa ini ramai, banyak warung dan rumah penginapan. Penduduknya padat, jumlah para pendatang yang umumnya pedagang pun cukup banyak. Di antara penduduk terdapat para punggawa kerajaan yang menyusup dalam penyamaran. Perang dingin antara kerajaan Tumapel dengan Kediri sudah bukan rahasia, itu sebab mata-mata kerajaan Tumapel disebar di desa ini, untuk menangkap siapa saja orang yang mencurigakan. Tangkap dulu baru diperiksa. Ketika memasuki desa, Wisang Geni mengetahui ada orang yang mengikuti langkahnya. Geni pura-pura tak tahu, dia masuk warung dan memesan makanan. Ada tiga orang yang mengikutinya. Satu di antaranya pergi, dipastikan melapor ke atasannya. Dua rekannya tetap tinggal. Sampai saat itu Geni belum menemukan cara yang tepat untuk menemui permaisuri WaningHyun. Mungkin dua mata-mata itu bisa dimanfaatkan. Berpikir demikian selesa i makan Geni menghampiri pemilik warung. "Pak, saya ingin masuk ke keraton, bagaimana caranya, bapak bisa membantu saya?" Pemilik warung memandang curiga, dia belum pernah melihat wajah Geni. Dia bergumam dalam hati, "Pasti dia orang asing, jangan-jangan orang Kediri, wah bisa celaka aku." Matanya memberi isyarat kepada dua mata-mata kerajaan itu, lalu berkata kepada Wisang Geni. "Orang muda, sampean punya keperluan penting di keraton?" Terlintas bayangan Trini dan Ekadasa, pendekar ketiga dan kesebelas dari delapan belas pengawal keraton Tumapel. "Ah Bapak, jangan curiga, aku mau menjenguk kekasihku, dia salah seorang dari pendekar pengawal keraton T umapel." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dua orang mata-mata itu sudah berada di dekat Geni. "Tuan, jika memang mau ketemu pendekar Tumapel, mari ikut kami." Geni mengikuti dua lelaki itu. Keduanya bertubuh tegap, langkahnya ringan. Pandangan mata dingin, wajah serius yang sulit diajak senyum. Tiba di perbatasan desa, mereka menempuh jalan setapak. Samar-samar tampak pagar tinggi. Di balik pagar itulah keraton dan pusat pemerintahan kerajaan Tumapel. Dari arah pintu gerbang, beberapa orang berlari ke arah Geni. Mereka berhenti di depan Geni. Jumlahnya tujuh orang. Ternyata mereka kawan dari kedua mata-mata itu. Kepala rombongan, seorang lelaki tinggi kekar bercambang dan rambut gondrong maju ke depan. "Siapa sampean, maksud dan tujuan apa mau ketemu dengan punggawa Tumapel?" "Maaf, aku cuma mau ketemu pendekar Tumapel yang bernama Trini dan Ekadasa, bawa dua orang itu kemari, maka semuanya akan jelas, dan sampean tak perlu terlalu sibuk" "Tuturkan dulu maksud tujuan sampean" Geni bergumam lirih tetapi bisa didengar semua orang. "Kalian cerewet macam nenek-nenek tua, maaf aku tidak punya banyak waktu, dan waktuku sudah terbuang percuma di s ini." Berkata demikian Geni melangkah ke depan. Tentu saja sembilan orang itu marah. "Lancang sekali, berani berlagak di depan keraton Tumapel, kamu pasti orang Kediri!" Geni tetap melangkah. Tiga lelaki yang berada di depan langsung menyerang. Sekali bergerak Geni langsung menggunakan ringan tubuh yang paling hebat dari Waringin Sungsang. Tubuhnya bagaikan lenyap dari pandangan mata. Geni berkelebat ke pintu gerbang. Sembilan orang itu mengejar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Di depan gerbang para pengawal menanti, semua menggenggam senjata di tangan. Pagar dan pintu gerbang sangat tinggi, tak mungkin bisa diterobos apalagi dihadang puluhan orang bersenjata. Geni merasa serba sulit. Tadinya dia berpikir, mudah menerobos keraton dan keputren. Ternyata tidak mudah. Jika menggunakan kekerasan pasti akan jatuh banyak korban. Tetapi tampaknya tidak ada jalan lain. Geni mempersiapkan tenaga Wiwaha dan berkata lantang, "Mana pemimpin kalian?" Seorang berkumis lebat maju. "Siapa kamu, nyalimu besar berani meluruk keraton T umapel. Kamu punya nyawa rangkap Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berapa" Hayo ladeni aku, Nanggolo." Lelaki itu menyerang dengan keris terhunus. Ada hawa panas menyembur dari tusukan kerisnya. Jurus yang digunakan juga ganas, menebar hawa kematian. Tetapi ilmu s ilat Geni sudah mencapai tingkat tinggi Serangan itu tak ada artinya. Geni membiarkan keris menusuk dadanya. Nanggolo ragu-ragu, ia heran mengapa Geni tidak mengelak. Geni memang tidak mengelak. Begitu ujung keris terpaut satu jengkal dari dadanya, Geni menggerakkan tubuh, tenaga Wiwaha menyedot tenaga lawan. Nanggolo terkejut merasa menusuk ruang hampa, ia hendak menarik serangan, terlambat. Tangannya tergetar hebat, rasa dingin menerobos lewat tangannya merasuk dadanya. Geni menggerakkan tangan, merebut keris dan mendorong. Nanggolo terhuyung mundur empat langkah. Dia hanya limbung. Geni memang tidak berniat melukai punggawa itu. Pada saat itu bayangan gesit menerobos menyerang Geni. "Siapa kamu berani jual lagak di Tumapel." Lelaki itu menyerang dengan pukulan beruntun. Geni santai menangkis serangan lawan dengan tamparan. Terjadi bentrokan tangan. Tiga kali bentrok, lelaki itu mundur. Dia kesakitan, kedua tangannya merah bengkak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Lelaki itu kecil kurus dengan rambut gondrong. Dia menatap Geni dengan marah. Dia hendak mencabut keris ketika muncul dua punggawa mencegahnya. "Hentikan, dimas." Dua lelaki yang baru datang, menatap Geni dengan pandangan menyelidik. "Siapa Tuan " Apakah sampean sadar bahwa telah berbuat makar, memberontak terhadap kerajaan Tumapel?" "Wah sampean semua sudah melampaui batas. Aku ini datang ke Tumapel ingin ketemu Trini dan Ekadasa, bukannya dipermudah oleh anak buahmu, malah aku dikeroyok Setelah aku dikeroyok, kini kamu menuduh aku makar, memberontak. Rupanya kalian memaksa aku untuk berlaku kasar. Tadi aku tidak mau melukai orang, tetapi jangan menyesal jika sekarang ada yang terluka atau mari" "Sampean terlalu menganggap rendah Tumapel, aku ingin lihat sampai di mana kepandaian sampean sehingga begitu sombong." Dia menghunus pedang di tangan kanan, tangan kiri memegang sarungnya. Tanpa basa basi, dia menyerang. Sekali gebrak pedangnya menusuk tujuh titik, sarung pedang ikut menghantam kepala. Geni kesal namun masih mengendalikan diri untuk tidak membunuh. Tetapi untuk mempersingkat tarung, ia memainkan juruss Prabhawa dari Penakluk Raja. Hanya satu gebrakan saja ia sudah nerampas pedang dan sarung lawan. Semua orang terkejut. Lelaki itu, Patwelas, seorang dari delapanbelas punggawa T umapel, terkesima. Dia tak mengerti cara yang digunakan Geni merebut pedangnya. "Ilmu sihir," gumamnya. Geni tertawa. "Ya, ini memang ilmu sihir, awas, aku sihir pedang ini menjadi elang raksasa." Sambil Geni melempar pedang dan sarung ke atas. Semua orang terpancing memandang ke atas. Pada saat itu Geni me lesat dengan Waringin Sungsang, tangannya bergerak cepat, menyentil Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pelipis para serdadu dan punggawa. Geni tidak menggunakan tenaga besar, cukup membuat mereka pingsan. Pedang dan sarung jatuh ke tanah. Tidak terjadi apa-apa. Sesaat kemudian orang-orang itu sadar sebagian kawan mereka tergeletak. Mereka geger, memeriksa rekannya. Ternyata hanya pingsan. Punggawa yang tadi datang bersama Patwelas, adalah Panca, pendekar nomor lima dari delapanbelas punggawa Tumapel. Dia menggamit rekannya Patwelas. Keduanya tahu persis bahwa ilmu silat W isang Geni sangat tinggi, tak mungkin bisa dilawan. Keduanya bingung, tak tahu harus berbuat apa. Geni mengirim suara keras sampai menggema ke dalam keraton, "Hei bawa keluar Trini dan Ekadasa, sebelum lebih banyak orang yang terluka." Belum juga gema suaranya hilang, lima bayangan berkelebat masuk arena. Seorang di antaranya, Ekadasa, punggawa Tumapel nomor sebelas. Geni mengenal gadis cantik itu. "Nah ini dia, Ekadasa, kekasihku. Hei kenapa kamu tidak cepat datang." Wajah Ekadasa merah saking malu. "Aku bukan kekasihmu, eh, kenapa kau berbuat onar dan melukai banyak orang." "Kalau kamu cepat keluar mungkin urusan tidak sampai rumit begini. Tetapi tak usah khawatir, tak ada yang terluka, tak ada yang mati," sambil menunjuk punggawa yang tergeletak di tanah. "Mereka ini hanya pingsan untuk beberapa saat saja, tidak lama lagi mereka akan sadar. Hayo sekarang antar aku ke dalam." Ketika Geni hendak bergerak maju, empat punggawa melapis di depan Ekadasa, menghadang gerak maju Geni. Ekadasa berbisik kepada salah seorang rekannya. "Dia adalah Wisang Geni, paduka permaisuri dan paduka raja sengaja mengundangnya. Dan ini rahasia, tak boleh diketahui banyak orang." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ekadasa memberi hormat "Silahkan masuk, tetapi perkataanmu tadi bahwa aku ini kekasihmu, tolong kamu ralat, soalnya itu menyangkut kehormatan diriku." "Baik, aku minta maaf," katanya sambil tertawa. Kepada orang-orang di sekitar, Geni berkata, "Nona Ekadasa ini tak ada hubungannya dengan aku. Tadi aku cuma main-main, ia bukan kekasihku." Sambil mendekati Ekadasa, Geni bergumam, pelan dan hanya bisa didengar gadis itu sendiri. "Apa perlu aku remas bokongmu lagi?" Secara naluriah, tangan Ekadasa bergerak melindungi bokongnya. Geni melangkah terus, tak peduli. "Kau kurang ajar," gerutu si gadis. Tetapi dalam benaknya, Ekadasa bertanya-tanya, apakah Geni punya perhatian khusus kepadanya atau hanya iseng. Wisang Geni dikawal Ekadasa, Panca, Patwelas dan Nanggolo memasuki balairung. Beberapa orang tampak sedang menanti. Antaranya beberapa dari delapan belas pengawal kerajaan. Seorang lelaki separuh baya tampil ke depan. "Ki Wisang Geni, ketua Lemah Tulis, selamat datang di Tumapel. Sudah lama kita tidak bertemu, aku prihatin dan belasungkawa atas kematian isterimu." Geni membalas hormat. "Terimakasih atas perhatianmu, Ki Pamegat Aku datang karena dipanggil permaisuri, eh iya aku harus memanggil apa kepada permaisuri?" Belum sempat Pamegat menjawab, datang seorang utusan dari keputren. Gadis pelayan itu memberi hormat kepada Pamegat. "Mohon maaf paduka tuan, hamba diutus yang dipertuan gusti permaisuri, menjemput tamu yang bernama Ki Wisang Geni bersama paduka tuan Ki Pamegat" Pamegat dan Wisang Geni berjalan di belakang gadis pelayan itu menuju keputren. Begitu masuk ke keputren, Geni mencium wewangian yang harum Ruangan besar dipenuhi warna warni tirai dan selendang. Beberapa dayang yang terdiri Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dari gadis-gadis remaja, cantik dan bersih, menyiapkan makanan di meja besar. Gadis-gadis tampak sibuk, meski sekali-sekali berhenti memberi hormat kepada Geni dan Pamegat. Dua gadis pelayan mempersilahkan dua tetamu itu duduk di kursi besar. "Silahkan duduk paduka tuan, tak lama lagi gusti permaisuri dan baginda raja akan masuk ruangan." Tak lama kemudian, para dayang memberi hormat sambil jongkok sembah sungkem Sepasang pria dan wanita muncul dari ruangan dalam Pamegat dan Geni berdiri. Geni mengenali, Waning Hyun dan Ranggawuni. Pamegat jongkok sembah sungkem. Geni serba salah. Selama ini ia belum pernah berjongkok sembah sungkem kepada seseorang. Secara naluri ia membungkuk memberi hormat dengan merangkap diia tangannya Geni merasa sudah melakukan sesuatu yang benar. Dia tidak berjongkok sungkem tapi telah memberi penghormatan yang layak kepada raja dan permaisuri. Waning Hyun tersenyum. Perempuan ini cantik luar biasa, aura kecantikan dan wibawa menyatu dalam tubuh mungil yang dibungkus busana kerajaan warna warni. Di sampingnya Ranggawuni, kini Raja T umapel bergelar W isnuwardhana. Suara Ranggawuni terdengar wibawa meskipun Raja ini berusaha ramah semampunya. "Kangmas Wisang Geni, tak perlu basa basi, duduklah. Kamu datang saja sudah merupakan tanda kamu tidak melupakan persahabatan kita yang tak pernah hilang. Paman Pamegat, duduklah, ada yang perlu kita bicarakan." Geni tetap saja merasa rikuh. "Aku tidak biasa basa-basi apalagi pakai tata krama keraton," gumamnya pelan. Permaisuri tersenyum "Kangmas Geni, kami mengerti kamu tidak terbiasa dengan tata-krama keraton, maka silahkan kita Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bercakap dalam bahasa pendekar seperti pergaulan kita di masa lalu." Ranggawuni menyela, "Kangmas Geni, aku dan Hyun berdukacita mendengar tragedi kematian mbakyu Wulan." Meski terdengar wibawanya, namun suara itu mengandung duka. Geni menghela nafas, teringat akan isterinya. Selama ini dia telah berusaha mengatasi rasa duka dan kehilangannya, namun kerapkali rasa duka datang seperti tusukan pedang ke jantungnya. "Aku akan membalas hutang nyawa ini, Lembu Agra si pengkhianat dan Lembu Ampai si punggawa Kediri, aku akan memburu mereka sampai ke neraka pun." Suara Geni terdengar parau. Orang yang mendengarnya merasa seram. Suasana hening. Geni memecah kesunyian "Hamba sungguh merasa rikuh, hamba tidak terbiasa tinggal di istana, bahkan memanggil paduka tuan berdua pun hamba tidak tahu. Paduka Raja dan Permaisuri, maafkan hamba yang tak punya tatakrama ini." "Kangmas, jangan berkata begitu. Dulu kau panggil aku Hyun, sekarang ini boleh saja kau panggil aku dengan panggilan itu. Aku bersama kakang prabu sangat senang kau bersedia datang ke sini, ternyata kau masih ingat janjimu dulu." "Memang benar, hamba datang karena janji, hamba tak boleh ingkar janji, mohon maaf, apa gerangan yang raja dan permaisuri inginkan dari hamba." Waning Hyun menghela nafas. "Kangmas, sekarang ini aku sebagai adik perguruanmu minta tolong kepadamu sebagai kakak perguruanku, aku bukan menagih janji, tetapi lebih tepat adalah aku minta tolong padamu" "Katakan permaisuri, jika aku sanggup pasti akan kubantu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ini urusan keraton Kediri yang berniat menyerang Tumapel. Sekarang ini menurut mata-mata yang bisa dipercaya, Kediri sudah menghimpun orang-orang hebat dari dunia persilatan. Mereka pasti menyerang Tumapel tetapi menurut kabar mereka akan menghabisi Mahameru dan Lemah Tulis terlebih dahulu." Wisang Geni mengerut kening "Aku tak pernah tahu bahwa Keraton Kediri memusuhi Lemah Tulis dan Mahameru" Pamegat yang dari tadi berdiam diri, bicara. "Bisa ditebak, Lembu Agra tak hanya dendam terhadap Lemah Tulis, juga berkeinginan partainya, T urangga menguasai dunia ilmu silat. Itu bisa dicapai jika Mahameru dan Lemah Tulis hancur. Maka ia dibantu Lembu Ampai yang punya kekuasaan, menghimpun tokoh silat yang mendendam Mahameru dan Lemah Tulis." Geni tersenyum pahit. "Oh jadi Lembu Agra sudah bergabung ke pihak Kediri. Baru sekarang aku tahu di mana dia sembunyi." Pamegat menyebut nama tokoh persilatan yang bergabung dengan Keraton Kediri, Kalandara dan tiga muridnya, Si Gila dari Ujung Kulon bersama dua saudaranya Parma dan Sakerah, Pendekar Belut Putih, Nenek Kembar dari Segoro Kidul Prameswari dan Kameswari, Pendekar Bayangan Hantu, Lembu Ampai, Lembu Agra bahkan penasehat Raja Tohjaya yang jarang tampil, Pranaraja yang sakti ikut membantu. Kabar terakhir, penyerangan ke Lemah Tulis dan Mahameru akan dilancarkan dalam waktu satu purnama ke depan. Hanya belum jelas, perguruan mana yang akan diserang duluan. Geni terkejut. Tak disangka marabahaya sudah di depan hidung sementara Lemah Tulis belum mengetahuinya. Tetapi ia tak begitu khawatir, sistem pertahanan Lemah Tulis sudah ditata rapi. Ia ingat ketika Trini dan Ekadasa berkunjung ke Lemah Tulis yang menimbulkan keributan, hampir semua murid sudah berada pada posisi yang sudah direncanakan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Geni yakin adanya Padeksa dan Gajah Watu serta murid lapis atas yang sudah terlatih, Lemah Tulis tidak mudah diporakporanda. Namun banyak kejadian di luar perkiraan. Maka tak boleh lengah. Pengalaman mengajarkan, duapuluh lima tahun lalu Lemah Tulis dihancurkan gerombolan yang meminjam kekuasaan Ken Arok Geni teringat percakapannya dengan Gajah Watu dan Padeksa. Persengketaan antara Kediri dan Tumapel, perselisihan antar keluarga sendiri, tidak jelas siapa salah siapa benar. Yang jelas, keduanya memperebutkan kekuasaan. Itu sebab Geni sepakat tidak mau ikut campur apalagi menyeret Lemah Tulis masuk dalam kancah pertarungan kekuasaan itu. Geni hanya akan menghadapi tokoh silat di kubu Kediri lantaran mereka berniat menghancurkan Lemah Tulis. Waning Hyun gembira ketika W isang Geni berjanji membantu keraton Tumapel. Hanya saja Geni menyatakan tidak mau terlibat dalam perang, jika memang terjadi perang Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo antara dua kerajaan itu. "Hamba akan menghadapi orangorang Kediri terutama tokoh silat yang memusuhi Lemah Tulis. Khususnya dua orang itu, Lembu Agra dan Lembu Ampai akan mendapat bagiannya." Ranggawuni, Waning Hyun dan Pamegat gembira mendengar janji Geni namun ada keraguan. Mungkinkah Geni sanggup menghadapi banyak musuh yang memiliki kepandaian silat mumpuni. Pamegat lantas menawarkan bantuan tenaga. Tetapi sebelum Geni menjawab, seorang lelaki muda memasuki ruangan. Tanpa memberi hormat layaknya seorang hamba atau bawahan, pertanda ia memiliki kedudukan tinggi. Dia Mahisa Campaka, saudara seayah Waning Hyun dan ipar sang raja. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ranggawuni berdiri dan merangkul iparnya. "Dimas, kamu baru datang dari perjalanan jauh, kakang Wisang Geni sudah berjanji akan menghadapi para pendekar yang membela keraton Kediri." Mahisa Campaka tertawa, menyalami Geni. "Sudah lama kita tidak berjumpa kangmas Geni. Aku lihat kepandaianmu makin dahsyat. Beberapa hari lalu aku menyaksikan pertarunganmu di desa Bangsal, kau tidak cuma mengalahkan Kalandara dan tiga muridnya tetapi juga telah mempermalukan mereka." Usai makan malam permaisuri memerintah seorang punggawa mengantar Geni ke kamar tamu. Di tengah jalan menuju kamar tamu yang letaknya di kebun bunga, Geni melihat Ekadasa mendatanginya. Pendekar ini sudah ganti busana, tidak lagi mengenakan seragam pengawal, melainkan pakaian biasa. Ia tampak cantik. Ekadasa memerintah punggawa itu pergi. "Biar aku yang mengantar pendekar tamu ini melihat-lihat pemandangan kebun," katanya sambil melirik Geni. Geni tersenyum "Kamu tidak takut ketemu dengan aku, Ekadasa" Tidak takut kuremas bokongmu lagi" Geni tertawa kecil. Gadis itu menantang mata Geni. "Kalau memang kamu gemas dengan bokongku, jangan di depan umum, aku malu, Geni." Dari gelagat dan tingkah laku gadis itu yang agak genit, Geni tahu bahwa Ekadasa membuka peluang yang mengarah ke hubungan intim "Kamu tampak cantik. Sebenarnya aku masih mau ngobrol denganmu tetapi aku sudah ngantuk. Eh, katamu, kamu mau antar aku ke kamarku. Di mana?" Kamar tamu itu letaknya di pojokan kebun bunga. Tidak ada obor, tetapi cahaya bulan purnama sedikit menerangi kebun. Sampai di depan pintu, Geni masuk sambil menarik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tangan Ekadasa yang terlempar ke pelukannya. Di belakang pintu Geni memeluk perempuan cantik itu. Tangan Geni meremas bokong, satu lainnya menyusup dalam kebaya, meraba buah dada yang montok kenyal. Geni mencium dengan liar. Ekadasa terengah-engah. Ia bicara dengan nafas memburu, "Geni, kamu menyukai aku" Jangan di sini, tidak boleh. Tengah malam nanti kamu kutunggu di kamarku, kamarku di seberang sana, di depannya ada pohon mangga, satu-satunya pohon mangga di keputren ini." Geni masih memeluk, menciumi leher dan mulurnya. Ekadasa susah payah melepaskan diri, kabur ke kamarnya dengan hati berbunga-bunga. Tengah malam itu Geni nyelinap ke kamar Ekadasa. Perempuan itu sudah menantinya dengan hanya sepotong kain melilit tubuhnya. Ekadasa memburu dan melompat ke dalam pelukan Geni. "Kamu datang juga, kekasihku. Jika kamu memang gemas dan menyukai aku, mengapa tak mengejar aku ketika di Lemah Tulis waktu itu." Semalaman sampai pagi, sepasang anak manusia itu bercinta. Geni menikmati tubuh molek Ekadasa sepuasnya. Namun ia merasa aneh, wajah Gayatri membayang terus. Ia melihat wajah Gayatri yang marah, cemberut dan tertawa. Semalaman ia meniduri Ekadasa namun waj ah Gayatri membayang terus. Keduanya lelap, berpelukan dalam keadaan bugil, sampai fajar menyingsing. Esok pagi hari saat Geni hendak berangkat, gadis itu memeluknya. Ekadasa masih setengah bugil. "Geni kamu mau pergi" Aku masih belum puas. Lagipula kau bisa istirahat di kamar ini beberapa hari, tak ada orang yang tahu. Aku akan melayani kamu sepuasnya." Lagi, Geni terangsang melihat tubuh molek wanita itu. Montok dan segar meski agak gemuk Geni menggumuli Ekadasa. Keduanya bercinta lagi. Seharian itu Ekadasa melayani Geni, makan, minum dan bercinta. Perempuan itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengerahkan seluruh pesona dirinya untuk memikat cinta Geni. Ia menggumam betapa lelaki itu kuat dan liar. "Aku tak mau kehilangan kamu, Geni, apa pun yang terjadi," desisnya di antara deru nafsu birahinya. Esok paginya Geni melakukan perjalanan cepat menuju desa Gondang, memenuhi janji bertemu Gayatri. Dua malam kemarin ia puas menikmati tubuh Ekadasa. Tetapi sekarang, mengingat akan segera bertemu Gayatri, ia merasa bersemangat dan gairahnya bangkit. Di tengah jalan ketika memasuki hutan di batas desa Prigen, Geni merasa ada sesuatu yang aneh di sekitarnya, ada seseorang membuntutinya. Namun setiap dia menoleh ke belakang, tak ada siapa pun. Dia memasang telinga, tak ada suara. Tak ada siapa pun, tetapi ia merasa ada orang di dekatnya. Tanpa sadar bulu kuduknya berdiri. Saat itu matahari masih di atas kepala, cukup menerangi kepadatan hutan. Namun hutan itu senyap. Tiba-tiba ia merasa desir angin, seseorang menyerang dari belakang. Geni menoleh ke belakang. T erlambat, serangan itu datang sangat cepat. Dia berkelit, menangkis. Sia-sia, tamparan lawan menerpa kepalanya. Anehnya tamparan itu bagai usapan, lembut, lunak dan tak bertenaga. Geni melihat bayangan itu bergerak sangat pesat. Dia mengejar, sia-sia. Geni mengerahkan Waringin Sungsang tingkat paling tinggi, tetap saja sia-sia. Orang itu tak terkejar, dari jauh hanya tampak bayangan seseorang berjubah putih. Geni berteriak, "Hei s iapa kamu, berhenti, hadapi aku secara jantan." Dia tak pernah membayangkan ada kejadian seperti itu. Ilmu silatnya sudah tergolong kelas utama di tanah Jawa, mustahil ada orang bisa mempermainkan dirinya. Tetapi nyatanya, kepalanya sempat dielus lawan. Bagaimana seandainya orang itu bermaksud jahat, kepalanya bisa pecah. Dia tetap mengejar, tetapi orang itu tak bisa dikejar, jelas ilmu ringan tubuh lawan sangat luar biasa. Orang itu sengaja mainTiraikasih Website http://kangzusi.com/ main. Sesekali bayangan itu bergerak pesat dan hilang dari pandangan mata. Saat berikutnya dia muncul lagi di kejauhan. Dia membelakangi Geni, wajahnya tak terlihat. Geni berteriak, "Tuan pendekar, aku mohon petunjuk." Bayangan itu, dalam keadaan berlari, tanpa menghentikan langkah, memutar tubuh, lalu berbalik arah berlari kencang menuju Geni. Gerakan itu mustahil bisa dilakukan di tengah udara. Jelas orang itu memiliki kepandaian silat yang tidak terukur tingginya. Kini lawan itu menuju ke arahnya, menyerang! W isang Geni terkesiap. Ia segera pasang kudakuda, mengerahkan segenap tenaga Wiwaha. Bayangan itu berlari mendatangi Geni, gerakannya membawa serta angin kencang. Semakin mendekat, semakin besar angin yang dibawanya. Debu, daun-daun kering bahkan ranting patah pun ikut terbawa. Geni tak bisa melihat lawannya karena tertutup kepulan debu Tetapi dia tahu persis di balik kepulan debu bercampur daun dan ranting, orang itu melancarkan serangan dahsyat. Geni mengerahkan tenaga Wiwaha siap dengan jurus Prasidha paling handal dengan sikap jiwa Hayu (Selamat). Angin keras itu menghantam Geni, bermuatan debu, daundaun dan ranting kering. Geni menghantam sekeras mungkin, adu tenaga. Tetapi tak ada reaksi, pukulan Geni bablas ke ruang kosong. Ketika angin reda dan debu lenyap. Tak ada siapa pun di depan Geni. Ke mana orang itu" Geni menoleh ke belakang. Ia terperanjat. Orang itu ada di depannya, hanya terpaut satu langkah. "Dia tak bermaksud buruk, jika mau dia bisa saja menghantam aku. Tak mungkin aku bisa selamat," Berpikir demikian, Geni tidak bereaksi, diam. Orang itu, kakek berjubah putih, rambut, jenggot dan kumisnya putih seperti kapas. Matanya bening, lembut dan damai. Mendadak Geni ingat seseorang. Tidak mungkin keliru "Eyang Sepuh!" Geni menjatuhkan diri, duduk di tanah, sungkem Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kakek itu ikut duduk. Keduanya duduk berhadap-hadapan. "Kamu sudah lama kepingin ketemu Eyangmu ini?" Lalu kakek itu tertawa geli. Geni teringat mimik dan gaya tertawa kekasihnya Sekar, jika tertawa menggoda. Geni manggut. "Aku sudah lama kangen dan rindu bertemu Eyang, hari ini Eyang sudah mau memperlihatkan diri, cucumu sangat berbahagia, mati pun cucumu ini rela." "Wisang Geni, putra Gajah Kuning, cucu murid Bergawa, murid Padeksa, kamu bocah nakal. Buat apa kamu mati, kalau kamu mati banyak perempuan yang nangis," katanya sambil tersenyum Kakek itu me lanjutkan. "Prawesti cucu Gubar Baleman itu dan gadis dari Hirnalaya itu, juga si cantik Sekar, semua perempuan itu akan menangis. Kamu memang bocah nakal! Aku muncul di depanmu ini tidak untuk menghukum kamu, apalagi hanya soal-soal sepele itu." Geni terkesiap. Ia heran Eyang Sepuh bisa mengetahui semua kisahnya. "Ampun Eyang, aku memang bersalah, ampuni aku." "Lho, salah apa. Eyangmu ini waktu masih muda dulu lebih nakal, jumlah istri dan selirku tidak bisa kuhitung, sangat banyak," katanya dengan mimik jenaka, menggoda. Ada keramahan dan keakraban dalam suara Eyang Suryajagad membuat Geni berani menatap mata orangtua itu. Dia melihat sepasang mau keripui yang hampir leriuiup alis putihnya yang panjang dan lembut bagai kapas. Tetapi mata itu seperti matahari senja, bercahaya terang tetapi tidak panas melainkan sejuk. Kakek itu tersenyum "Tetapi semua perempuan itu tak boleh menjadi penghalang bagimu dalam pencapaian ilmu s ilat. Maka kamu harus bisa menguasai Raga (Birahi), mengatur Kamuka (Cinta) dan menahan Matirta (Hawa nafsu). Harus bisa, karena jalan utama menuju tahapan tertinggi adalah pengaturan Nenggah (Menahan nafas). Cucuku, kamu masih menyinta istrimu, Wulan yang mati itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Geni diam, ragu-ragu. Ia tak tahu ke mana tujuan pertanyaan Eyang Sepuh. Namun ia menjawab jujur. "T adinya sangat menyintai, sekarang semakin lama semakin aku mulai bisa melupakan." "Bagus, cucuku. Semua itu, cinta, dendam adalah bagian dari hidup. Berlatih silat juga bagian dari hidup. Semua itu bisa mempermudah hidup tetapi bisa juga mempersulit hidup kita. Hidup ini perbudakan. Kita menjadi budak, diperbudak berbagai macam keinginan. Kamu lihat awan, dia bergerak mengikuti angin. Lihat angin yang begitu merdeka, bergerak semaunya. Dan hebatnya lagi dia berganti-ganti arah sesuka dia. Di dunia tak ada suatu kekuatan pun yang bisa menghentikan pergerakan angin. Coba pikirkan seandainya kamu bisa menaklukkan angin, atau paling tidak meniru persis sifat dan kelakuan si angin itu, pasti hebat ya?" Geni merenung, pikiran menerawang mengikuti ajaran Eyang. "Cucuku, jadilah seperti angin Bajra, dia bisa semilir Sirir membuat orang ngantuk dan nyaman, tetapi pada saat yang sama dia bisa hamuk macam Lesyus, Nilapraconda dan Bajrapati menghancurkan apa saja yang dilewati Jadilah seperti angin yang merdeka, maka kamu bisa bergerak mengikuti angin, bahkan bisa lebih cepat dan lebih ringan dari angin. Sekarang ikuti Eyangmu. Kosongkan pikiranmu, rasakan angin di sekelilingmu. Angin itu ada, kamu juga ada." Geni memandang Eyang Sepuh. Kakek itu duduk bersila, perlahan sedikit demi sedikit tubuhnya terangkat dari tanah. Dia berdiri. Gerakan dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa kakinya menginjak tanah. Dia bersilat, juga tanpa berpijak di bumi Geni mencoba tapi gagaL Eyang Sepuh membimbing tangan Geni. "Jangan rasakan bumi, lupakan bumi, tengadah memandang langit, rasakan angin, bebaskan diri macam awan. Rasakan angin di bawah kakimu. Pusatkan pikiran, tenaga dan hasratmu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ketika kakek itu me lepas tangannya, Geni tak lagi berpikir sesuatu pun, pikiran bebas, kaki tak berpijak di bumi Geni melayang, tetapi begitu dia merasa gembira karena berhasil, saat itu juga kakinya menginjak tanah. Eyang Suryajagad melatihnya berulang kali. "Pikiran harus kuat, sinambungan tidak boleh putus." Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Malam hari kakek itu tidur dalam semedi, sementara Geni berlatih tanpa henti. Semalaman Geni berlatih menguasai angin. Esok paginya Geni sudah mampu duduk, sila dan berjalan tanpa kakinya memijak tanah. Tahapan berikut, bersilat dan bertarung tanpa kaki memijak bumi. "Cucuku, lupakan semua jurusmu, lupakan Garudamukha, lupakan Prasidha, lupakan Wiwaha, lupakan semua, karena semuanya itu sudah ada dalam tubuhmu, sudah ada dalam gerakmu. Kau hanya perlu bergerak terus seperti angin, merunduk, berdiri, menyamping, memukul, menangkis, menghentak, ikuti apa saja yang diperintah pikiranmu, pusatkan pikiranmu terus, jangan putus, inilah inti dari dari merdeka, bebas dan tidak terikat. Nikmatilah kebebasan, maka kamu akan menguasai angin." Pagi berganti ma lam. Semalaman Geni berlatih. Esok paginya, ia berlatih tarung lawan si kakek. Kaki mereka tak memijak bumi. "Lupakan semua jurus, tidak ada lagi jurus. Kamu menyerang jika ingin menyerang. Dan seranganmu tergantung pikiran, keinginan dan pandanganmu saat melihat gerak lawan. Jika dia mengelak ke kiri, ke situ kamu menyerang. Jika ia menyerang, kamu mengelak atau menangkis sesuai yang kamu pikir. Semua sudah ada dalam dirimu, kamu hanya perlu bersikap seperti angin, bergerak ke mana saja. Bagaikan awan yang bergerak ketika ditabrak angin. Seperti halilintar menyambar apa saja tanpa hambatan. Bergerak bebas tanpa dibuat-buat. Bebas, merdeka. Bumi pun tak lagi mengikat, kaki tak perlu memijak bumi. Bebas, tak ada lagi perbudakan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Siang itu Eyang Sepuh duduk bersila, Geni duduk di hadapannya. "Pelajaran sudah usai. Kau hanya perlu melatih pikiranmu saja. Pikiran harus cepat, sangat cepat, karena hanya pikiran saja yang lusa mendahului kecepatan angin. Semua sudah ada dalam dirimu, jurus, lenaga dalam, semua ada padamu Tugasku sudah rampung, semuanya sudah kuajarkan padamu, kamu akan menjadi pendekar yang tak ada tandingannya, tetapi jangan sombong, jangan takabur, jangan pernah memandang rendah apa pun meski sekecil apa pun. Kamu harus ingat, seringkali yang kecil-kecil itu bisa menjadi raksasa dan yang akan menghancurkan kita. Cucuku, Wisang Geni, setelah hari ini kamu tak perrnah lagi bertemu dengan aku, ajalku sudah dekat, tidak lama lagi aku akan moksa. Sudah saatnya, karena tugasku sudah selesai." Eyang Sepuh melanjutkan wejangan, "Selama ini aku hanya menanti munculnya seorang murid Lemah Tulis yang mumpuni dan bisa dipercaya. Sekarang aku sudah wariskan semua ilmuku padamu" Dia menghirup udara "Sekarang tanggungjawab ada di pundakmu, Lemah Tulis harus tetap jaya, agar bisa sinambungan mengajar amal kebajikan dan menolong manusia. Jadilah angin, cucuku, memberi kesejukan dan kenyamanan pada umat manusia, jadilah angin topan, guruh dan halilintar jika diperlukan untuk membasmi angkara murka." Geni memeluk kaki Eyang Sepuh, mencium lututnya, mencium dua tangannya. "Empat hari bersama Eyang serasa bertahun-tahun hidup di swargaloka, aku bahagia, Eyang apa nama ilmu ini?" "Cucuku, para pendiri Lemah Tulis hanya mewariskan jurus Garudamukha dan Garudamukha Prasidha. T ak ada yang lain. Apa yang kudapat ini adalah pengembangan dari dua ilmu dahsyat itu. Terus terang, tidak ada jurus yang namanya Jurus Penakluk Raja, kau sendiri sudah tahu, kau sudah menemukan intinya. Apa nama jurus ini, Jurus Angin atau Jurus Langit atau Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jurus Awan, terserah padamu namanya. Jurus itu kosong, jadi namanya pun kosong. Eh, aku hampir lupa sesuatu yang penting, apa pendapatmu tentang Sekar, apa kau sungguhsungguh mencintainya?" Pertanyaan itu mendadak dan tak pernah disangka. Wisang Geni terkejut tetapi hanya sesaat. Ia menjawab mantap, "Eyang, aku mencintai Sekar. Ia paling cantik, tubuhnya molek, ia perlihatkan bahwa ia mencintai aku, tergila-gila padaku, selalu mendahulukan kepentinganku, membuat aku puas dan bahagia. Dia perempuan nomor satu dalam hidupku." Geni heran akan jawabannya yang begitu mantap dan pasti. "Eyang, aku memang mencintai Sekar, meski banyak perempuan lain di sampingku, tetapi hanya gadis itu yang aku cintai. Tetapi di mana dia sekarang" Eyang pasti tahu dia berada di mana?" sambungnya lagi. "Kamu pasti akan bertemu dengannya, tidak lama lagi. Camkan ini, Geni, jangan kamu sia-siakan dia!" "Kenapa Eyang" Ada apa dengan Sekar?" "Dia itu cucuku, putri dari anakku! Aku titip cucuku itu padamu, Geni. Aku tak minta apa pun dari kamu, hanya tolong kamu jangan sia-siakan dia, kasihani dan cintailah Sekar. Dan sekarang Geni, selamat tinggal!" Wisang Geni menatap bayangan Eyang Sepuh sampai menghilang di kerimbunan hutan. Tanpa terasa air mata menitik. Geni menangisi Eyang Sepuh. "Jadi Sekar adalah cucu Eyang. Itu artinya nenek Tongkat Sapu Lidi adalah isteri Eyang. Apa yang terjadi pada diri Eyang" Mengapa Eyang memilih hidup sendiri, mengapa tidak berdiam di Lemah Tulis berkumpul bersama murid dan teman. Atau hidup bersama isterinya itu?" Akhirnya Geni mengetahui, justru dalam kesendirian itu Eyang Sepuh menemukan dan mendalami ilmu silat bebas merdeka bagaikan angin dan awan. Tanpa merasa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kesendirian, seseorang tidak akan menemukan kebebasan dan kemerdekaan. "Aku rasa, aku tak mungkin bisa hidup sendiri, aku tak perlu mengasingkan diri. Cukup jika aku bebas dan merdeka dalam setiap langkah. Tidak terikat, tidak terkekang oleh siapa pun. Mungkin lebih baik jika aku tinggal di suatu tempat sunyi berdua isteriku Sekar." ---ooo0dw0ooo--- Gayatri tiba di desa Gondang dua hari setelah pertemuan di hutan. Dia menunggu selama tujuh hari tetapi lelaki yang dinanti tak juga muncul. Ia uring-uringan, merasa dipermainkan. Siang itu Gayatri bertiga duduk di warung makan. Ia tampak kesal, ia menggerutu kepada dua pembantunya. "Lelaki itu mempermainkan aku, tujuh hari aku sudah menunggu di desa ini. Apakah harus menunggu sampai aku tua. Dia benar-benar kurang ajar, akan aku hajar dia, kubuat dia menyesal pernah dilahirkan di dunia." Dua pembantunya, Urmila dan Sham ita, menghiburnya bergantian. "Kami akan membalas dendam sakit hatimu." "Kalian berdua, tak boleh ikut campur soal ini. Kamu ingat itu, lelaki itu urusanku sendiri, mengerti "!" Dua gadis itu diam, tak berani buka mulut lagi. Mereka tahu persis jika Gayatri sedang kesal dan marah-marah, lebih selamat jika mereka diam Tidak lama kemudian amarah gadis itu reda, dia bertanya dengan kesal, "Ke mana aku harus mencari lelaki itu?" Urmila memberanikan diri. "Putri, di desa tadi aku mendengar cerita adanya binatang sakti wisah yang akan muncul di akhir bulan Cakra di gunung Argowayang. Kata orang, darah binatang itu berkhasiat menyempurnakan tenaga dalam. Sebaiknya kita pergi ke sana, kata orang itu hampir semua pendekar tanah Jawa akan datang ke Argowayang, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mungkin lelaki yang kau cari akan datang juga. Jadi kalau kita mau ketemu dia, kita ke sana!" Gayatri setuju. Sepuluh hari lagi, adalah hari akhir bulan Cakra. Masih ada waktu untuk sampai di gunung itu. Perjalanan biasa dari desa Gondang ke Argowa yang diperkirakan enam hari. Jika jalan cepat biasa empat hari. Teringat Geni, dia merasa sangat kesal. "Dia membodohi aku, menunggu di sini membuat aku seperti orang bodoh, dasar lelaki bangsat, nanti kuhajar dia." Pada hari itu kekesalannya mencapai puncak karena Geni belum juga muncul. Ia sedang dalam suasana hati marah. Kebetulan tiga lelaki iseng menggodanya dengan kata-kata kotor. Gayatri yang sedang kesal menemukan sasaran pelampiasan amarahnya. Tiga lelaki iseng itu adalah pedagang yang hanya mengerti ilmu s ilat sekadar membela diri dari gangguan pejahat. Mereka mengira gadis India itu tidak mengerti bahasa Jawa. Tidak dinyana, Gayatri mengerti semua olok-olok kotor yang mereka bincangkan. Kemarahan Gayatri terhadap Geni, tumpah habis atas tiga orang pedagang itu. Senjata bornya melayang menghantam batok kepala lawan. Tiga orang itu mati Terdengar suara sinis, "Huh perempuan asing berani jual lagak di sini, beraninya membunuh orang yang tak punya kepandaian." Gayatri menoleh. Seseorang memakai caping sehingga wajahnya tidak tampak. Orang itu duduk di pojok warung makan. Gayatri menjawab ketus. "Kamu siapa, mengapa ikut campur urusanku, tiga orang itu kurangajar, mereka menghina aku!" "Mereka hanya kurang ajar dan mengolok-olok kamu, lantas kamu bunuh begitu saja, kamu memandang murah nyawa manusia!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kendati caping itu menutupi wajahnya, namun dari perawakan tubuh dan tonjolan di dadanya, Gayatri merasa pasti dia seorang wanita. "Kenapa" Kamu mau membela mereka, kamu juga mencari mati?" "Aku tak suka cari perkara. Aku hanya tertarik pada senjatamu, apa hubunganmu dengan perempuan bernama Malini?" Gayatri terkejut. "Perempuan ini bukan sembarang orang. Ia tahu tentang senjata Malini dan Kumara. Siapa dia?" katanya dalam bahasa India kepada dua pembantunya. Ia menatap tajam perempuan tak dikenal itu. "Mereka kerabat dekatku, bibi dan pamanku! Aku ulangi kata-kataku, jangan mencari perkara, apakah kamu mencari mati?" "Urusan apa kamu datang ketanah Jawa, mau membalas dendam kekalahan Lahagawe seperti halnya Malini" Kamu mencari orang Lemah Tulis?" Gayatri terkejut, tetapi sesaat kemudian justru gembira. "Kamu tahu banyak urusan ini, kamu pasti orang Lemah Tulis, ayo antar aku kepada Wisang Geni!" "Mau apa kamu mencari Wisang Geni?" "Kenapa tanya lagi, ya untuk tarung dan mengalahkan dia!" Perempuan itu mendorong capingnya ke atas sehingga tampak wajahnya yang cantik jelita. Gayatri terkesiap. "Dia masih muda, dan cantik." Tanpa sadar dia bertanya, "Siapa kamu?" Perempuan itu berdiri. "Namaku Sekar, aku isteri Wisang Geni!" Sekali lagi Gayatri terkejut tetapi sesaat kemudian ia tertawa. "Kebetulan, kebetulan sekali. Kamu mewakili dosa suamimu, aku akan memaksa kamu membawa aku kepada Wisang Geni." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekar tertawa sinis. "Kamu pikir bisa mengalahkan aku?" Sekar melompat keluar warung. Ia berdiri di jalanan. Gayatri dan dua pembantunya menyusul. Saat berikutnya dua pendekar wanita itu siap-siap tarung. Sungguh pemandangan langka, nonton dua macan betina bertarung. Semua orang menghindar, nonton dari pinggiran. Sekejap kemudian, terbentuk lingkaran luas sebagai arena tarung. Urmila maju ke sisi Gayatri. Ia berbisik dalam bahasa India. Gayatri mundur ke belakang. Urmila berhadapan dengan Sekar. "Untuk menghadapi orang usil macam kamu, tidak perlu majikanku yang maju." Sekar mendengus dengan suara hidung. Ia diam saja, menanti serangan Urmila. Tanpa menunggu, pendekar India ini maju menyerang. Ia menggunakan kumpulan jurus aneh dari ilmu Teri Sanson Mein Jevan Mein Sirf Teri Kusbu Hai (Dalam hidup dan nafasku hanya ada harum cirimu). Terjangan pukulan dan tendangan berantai datang bagai angin ribut, tetapi Sekar tidak gentar. Sekali me lihat, ia tahu bahwa Urmila tidak terlalu hebat baik tenaga maupun ringan tubuhnya. Sekar berkelebat dengan ringan tubuh Menunggang Ombak disertai gerak jurus Mawunyangken (Menyakiti hati) dan disusul Hasmaratura (Kesenangan cinta). Terjadi bentrokan tangan lima kali beruntun, Sekar masih melaju terus sedang Urmila terdesak mundur. Urmila terkejut, ia kalah tenaga. Ia berusaha menebusnya dengan pengerahan kekuatan besar serta jurus lebih tajam. Namun Sekar semakin unggul dan lebih mendesak. Pada jurus duapuluh tangan Sekar molos dari tangkisan dan menghajar pundak Urmila. Gadis India ini mengeluh, ia mundur sambil mencabut senjatanp, bor maut. Saat itu juga Sekar melejit ke pohon kembang karet. Ia memotes ranting kecil yang banyak cabangnya. Pertarungan meningkat seru Senjata bor dikendalikan tali panjang mengincar titik kematian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ di tubuh Sekar. Tetapi murid Nenek Sapu Lidi tertawa sinis. "Ini bor mainan anak-anak, kamu lihat." Sambil mengelak, ia memutar dan melempar ranting ke arah tali, .sementara tangan lainnya menampar bor baja. Tidak berhenti di situ, Sekar malahan menyerbu maju. Ranting itu, melibat tali bor membuat simpul mati sehingga Urmila tak bisa lagi mengendalikan senjatanya. Saat berikut Sekar menampar pipi Urmila, tiga kali. Pipi gadis India itu merah bengkak. Gayatri terkejut, hendak maju. Tetapi dilihatnya Sekar mundur. "Tak usah khawatir aku tidak menggunakan tenaga, aku tidak kejam seperti kamu yang main bunuh semaunya, aku juga tak mau giginya rontok, kasihan gadis cantik seperti dia giginya ompong." Sekar tertawa geli. Dia merasa lucu melihat Urmila meraba pipi dan memeriksa mulurnya. Saat itu tangan Sekar menggapai Gayatri, mimiknya seperti mengejek "Kamu maju, jangan cuma bisa memerintah anak buahmu saja!" Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ejekan ini memancing kemarahan Gayatri yang lantas melompat maju dengan senjata bor. Suara mencicit terdengar lebih keras, pertanda tenaga Gayatri lebih besar dari Urmila. Sekar tak mau memandang enteng. Ia mengerahkan tenaga Segoro (Samudera) dan memainkan jurus Sapwa Tanggwa yang lugas dan tegas. Dalam beberapa jurus Sekar kewalahan menangkis dan mengelak. Ia kemudian merogoh senjatanya, sebuah sapu lidi kecil yang disembunyikan di balik punggungnya. Pertarungan jadi imbang, sapu lidi itu berkali-kali menampar pergi bor maut itu. Pertarungan imbang. Pada jurus limapuluh, Sekar melompat mundur. "Aku tak punya waktu mam-main dengan kamu, tetapi kalau hanya kepandaian semacam itu, sebaiknya jangan coba menantang Wisang Geni, kamu akan dipermalukan olehnya, dia terlalu tanggguh buat kamu lawan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dua perempuan itu saling pandang. Ada kesan baik dari keduanya. Orang-orang melihat dua wanita yang sama-sama cantik jelita. Ketika Sekar hendak pergi, Gayatri berseru, "Tunggu! Benarkah kamu isteri W isang Geni" Di mana aku bisa bertemu dengannya?" "Aku pun sedang mencarinya." Sekelebatan Sekar menghilang di keramaian penonton. Gayatri diam mematung. Ia berpikir keras. Pasti ilmu silat Wisang Geni sangat tinggi. Jika isterinya saja begitu tangguh, apalagi suaminya. "Gila! Gadis itu cantik jelita dengan ilmu silat yang tinggi, hebat juga si Wisang Geni bisa memperisteri pendekar wanita itu" Tiga gadis Hirnalaya siap-siap berangkat ke gunung Argowayang. Tetapi mendadak Gayatri berubah pikiran. "Aku pikir sebaiknya kita tinggal di sini dua hari lagi, aku mau istirahat dan berpikir. Masih belum terlambat untuk pergi ke gunung itu." Urmila dan Shamita tidak membantah. Hari sudah hampir gelap ketika W isang Geni tiba di desa Gondang. Ia menghentikan kudanya di depan warung makan. Ia memesan makan. Sambil melahap makanan, ia memanggil pelayan dan bertanya apakah pernah melihat tiga gadis asing yang cantik. Pelayan itu manggut. Setelah Geni memberinya uang receh, ia rnemberitahu di mana tiga gadis India itu nginap. Dia juga menceritakan gadis India itu telah membunuh tiga orang iseng yang menggodanya dan bertarung seru dengan seorang pendekar wanita lain. Malam itu Geni menyatroni penginapan. Ia mengetahui Urmila dan Shamita berada dalam satu kamar. Artinya Gayatri sendirian di kamar sebelahnya. Geni membuka jendela dan menerobos masuk kamar. Ia disambut serangan tajam mengarah leher dan selangkangan. Sambil menangkis, Geni berbisik, "Ini aku, Gayatri!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gayatri tertegun, ia mengenal suara Geni. Samar-samar lewat cahaya bulan dari jendela, ia me lihat W isang Geni berdiri di depannya. Tiba-tiba Gayatri bangkit amarahnya. "Kenapa kamu membohongi aku?" Ia memukul dada Geni. Lelaki itu tidak mengelak. "Dess!" Geni terpelanting, jatuh telentang di lantai. Gayatri terkejut. "Kenapa kamu tidak mengelak?" Sambil memegangi dadanya, ia mengeluh. "Memang aku bersalah. Tetapi sebenarnya aku terlambat karena ada halangan. Di ibukota kerajaan sedang ribut, jadi semua jalan ditutup pasukan, orang tak boleh masuk keluar. Aku tertahan empat hari." Gadis India itu luluh marahnya. Ia berlutut dan memegang dada Geni yang masih telentang di lantai. "Dadamu sakit?" Tangan Geni memegang tangan Gayatri, menuntunnya ke bagian jantung. "Di s ini sakitnya, sakit cinta. Dengarkan detak jantung orang yang mencintaimu dan yang rela mati untukmu, Gayatri." Ia hendak menarik kembali tangannya, tetapi Geni menahannya. Geni menarik tubuh Gayatri. Tangannya memeluk, tangan satunya memegang kepala si gadis. Ia melumat bibir si gadis. Gayatri tak berdaya, karena sebenarnya sejak ciuman pertama di hutan, gadis India itu sudah takluk. Dia merasakan tangan jahil Geni merambah ke balik baju tidurnya yang longgar. Dia terangsang, nafasnya memburu Dia berusaha mencegah tangan nakal dan mulut nakal lelaki itu. Tetapi dia tak berdaya karena dia menyukainya. Dia hanp berbisik pelan, "Jangan, jangan diteruskan, aku masih perawan, kita harus kawin dulu." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Geni menggelitik telinga si gadis dengan bisikan halus, "Aku mencintaimu, aku sungguh-sungguh, aku akan mengawinimu, itu pasti." Gayatri mulai bereaksi. Ia menjambak rambut Geni, sementara mulutnya memagut mulut Geni Ia membiarkan tangan lelaki itu me lucuti pakaian tidurnya. Ia bertanya, "Siapa namamu?" Dalam hati dia merasa sudah gila, kenapa baru sekarang dia menanyakan nama lelaki itu. Tetapi dia puas, karena sudah menemukan pendekar yang pantas menjadi suaminya. "Kalaupun aku harus mati dihukum ayah, aku toh sudah merasakan kenikmatan ini," gumamnya dalam hati "Ambara." Sekenanya Geni menyebut nama samaranyang pernah ia gunakan ketika pertama kali berkenalan dengan Wulan. "Ambara kamu harus mengawini aku, kamu janji?" "Aku bersumpah demi dua orangtuaku yang sudah mati, aku janji akan mengawinimu, kekasihku." Geni memeluk. Gayatri memeluk Keduanya berpelukan dalam deru birahi. Gayatri menangis. Geni menghibur. Mereka bercinta. Sampai fajar menyingsing keduanya lelap, berpelukan dalam keadaan bugil. Di kamar sebelah, Shamita dan Urmila saling pandang. "Dia sudah gila! Dia jatuh cinta, sampai perawannya pun ia berikan," bisik Urmila. Temannya menyahut bisik-bisik, parasnya agak ketakutan. "Gawat, guru bisa membunuh kita berdua karena dinilai gagal melindungi putrinya. Tetapi kita tak berdaya, mana berani kita membantah kemauan Gayatri." Matahari pagi mulai muncul. Gayatri menggigit pundak Geni. "Ambara, aku percaya padamu, kamu harus mengawini aku, jangan ingkar. Kamu sudah bersumpah akan mengawiniku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku akan mengawinimu, itu janjiku dan aku bersumpah demi kehormatan ayah dan ibuku aku akan mengawinimu. Kalau aku ingkar, biar aku mati digigit seribu ekor ular," kata Geni dengan penuh keyakinan. "Seribu ekor tambah satu ekor yang paling besar. Yang satu itu adalah aku," bisik perempuan itu. Keduanya bercinta lagi. Gayatri berbisik, "Ambara, kamu benar mencintai aku?" Geni mengangguk Perempuan itu mengelus wajah Geni. "Begitu cepat kamu jatuh cinta" Kita baru ketemu." "Pertemuan dan perkenalan ini aneh. Pertemuan pertama aku sudah jatuh cinta. Sepanjang jalan ke keraton, aku membayangkan wajah dan tubuhmu yang indah, itu jatuh cinta yang kedua. Dan sekarang ini aku jatuh cinta yang ketiga. Aku pikir aku harus mendapatkan kamu sebagai isteri, biar selamanya aku bisa memeluk dan mencium kamu" Wisang Geni mengutarakan dengan bisik-bisik sambil mengelus lembut wajah Gayatri. Perempuan itu menyembunyikan wajahnya di dada Geni. "Kamu adalah laki-laki pertama yang kucintai, aku sudah serahkan cinta dan tubuhku padamu, padahal kita baru berkenalan, ini memang aneh," Gayatri menggigit pelan lengan Geni. "Ambara, jangan bohongi aku, jangan permainkan cintaku, jangan menyakiti hatiku, ya?" Siang itu di warung makan, Shamita dan Urmila memerhatikan wajah Gayatri yang berseri-seri. Geni tersenyum. Tapi senyumnya lenyap, mendengar cerita pertarungan kemarin siang. Ada gadis cantik jelita, berilmu tinggi yang sanggup mengalahkan Urmila dan meladeni Gayatri limapuluh jurus. Gadis itu mengaku bernama Sekar dan adalah isteri Wisang Geni. Mendengar ciri-ciri si gadis, Geni merasa gembira, ia yakin gadis itu tak lain Sekar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ isterinya. Gayatri heran, "Kamu kelihatan gembira, kamu kenal gadis itu?" Geni mengangguk. "Tentu saja, katamu dia isteri Wisang Geni. Nah sekarang kamu tahu, kira-kira sampai di mana tingkat kepandaian pendekar itu setelah kamu tarung dengan isterinya." Mereka berangkat ke Argowayang. Sepanjang jalan Gayatri manja mendampingi Geni. Mereka menjauh dari Urmila dan Shamita. Malam itu mereka nginap di desa kecil. Setelah usai bercinta, Geni berbisik, "Aku mau mampir di suatu tempat rahasia lagipula perlu cepat, jadi kamu terus ke Argowayang, kita akan jumpa di sana." Gayatri tak mau. Namun setelah dibujuk rayu, gadis itu akhirnya bersedia mengikuti rencana Geni. Ia mencium Geni. "Kamu jangan terlambat lagi, Ambara aku percaya padamu, jangan tinggalkan aku, ingat kamu sudah bersumpah." ---ooo0dw0ooo--- Lembu Ampai dan rombongan tiba di hutan batas desa Gurah dalam perjalanan menuju Argowayang. Di samping Lembu Ampai, tampak Lembu Agra dan empat pengawalnya dari perguruan Turangga. Selain itu para pendekar utama seperti Si Gila Ujung Kulon bersama dua saudaranya Parma dan Sakerah, Si Belut Putih, Nenek Kembar Segoro Kidul Prameswari dan Kameswari, Si Bayangan Hantu. Juga sepuluh anggota Patlikur Sinelir bersama duabelas punggawa pilihan. Seluruhnya, tigapuluh lima orang. Mereka menuju Argowayang, selain niat berburu binatang sakti widali juga menyerang orang Lemah Tulis. Mereka yakin para murid Lemah TuLs akan hadir, termasuk juga Wisang Geni. "Sayang Kalandara tidak hadir. Kabar yang kudengar, Kalandara dan tiga muridnya telah dipermalukan Wisang Geni. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mungkin itu sebabnya Kalandara mengundurkan diri,'' kata Lembu Ampai. "Sayang sekali, padahal aku ingin mengawini Manohara, muridnya yang cantik itu. Tak bisa jumpa sekarang, mungkin suatu hari nanti aku harus mengunjungi Lembah Bunga," tukas si Belut Putih. "Jika mengunjungi Manohara, sebaiknya kamu bawa emas kawin kepala W isang Geni, pasti dia senang," kata Lembu Agra. "Wah mana bisa aku membunuh Wisang Geni seorang diri, jika dia bisa mengalahkan Kalandara bersama tiga muridnya, pertanda ilmu silatnya tinggi, lain hal jika kita rame-rame mengeroyok" Lembu Ampai tertawa. "Tak perlu mengeroyok, karena adikku ini Ki Jaranan yang dulunya bernama Lembu Agra akan menantang tarung Wisang Geni. Adikku ini ketua partai Turangga." "Kudengar Turangga punya ilmu andal Pitu Sopakara, bagaimana hebatnya kita saksikan nanti, mungkin bisa mengalahkan Wisang Geni. Aku pikir lebih baik kita keroyok saja ketua Lemah Tulis itu, habis perkara," potong Si Bayangan Hantu. Lembu Agra melihat sekeliling. Dia me lihat pohon kayu yang batangnya sebesar dua pelukan manusia. Dia menuju ke pohon itu sambil berkata lantang, "Kalian lihat ini, jurus Pitu Sopakara". Dia memukul. Semua orang tertegun. Mereka tidak melihat kehebatan Pitu Sopakara. Apa hebatnya" Pohon tetap tegar, tak ada perubahan balikan kulit pohon sedikit pun tidak lecet. Lembu Agra berkata kepada seorang punggawayang tubuhnya paling kurus. "Punggawa, coba kamu sentuh pohon itu." Punggawa memegang pohon. Mendadak terdengar suara gemuruh. Pohon besar itu patah dan roboh. Semua kaget, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga Lembu Ampai. Mereka mendekat. Tampak bagian dalam pohon itu hancur. "Pukulan itu tidak merusak kulit luar, lecet pun tidak, tetapi bagian dalamnya hancur seperti bubuk, bisa dibayangkan jika menimpa tubuh manusia," kata Lembu Ampai. Nenek kembar Prameswari tertawa senang. "Melihat hebatnya Ki Jaranan, aku yakin kita akan menyaksikan tarung hebat di gunung Argowayang, Wisang Geni hebat ilmunya tetapi masih dari cerita orang, aku belum menyaksikan dengan mata sendiri, tetapi pukulan Pitu Sopakara kuakui sungguh hebat." Lembu Ampai menjelaskan siasat dan maksud tujuannya ke gunung Argowayang. Yang utama, berburu binatang sakti widah. Maksud lain yang tak kalah penting, menghantam dan membunuh orang Lemah Tulis terutama Wisang Geni. ---ooo0dw0ooo--- Rombongan pendekar Cina siang itu tiba di desa Bareng, sekitar tiga hari perjalanan dari desa Bangsal. Mereka menunggang kuda. Paling depan pemimpin rombongan Ciu Tian, diikuti Liong Kam berdampingan dengan sastrawan Siauw Tong, kemudian Sio Lan dan Kim Mei, Li Moy berpasangan dengan Sian Hwa, Sin Thong dengan Pak Beng, Mok Tang dengan saudaranya Mok Kong. Ciu Tian berpesan pada rekannya. "Kita istirahat di sini, habis makan siang kita lanjutkan perjalanan, jangan lupa kita semua harus tetap kumpul dalam rombongan, jangan ada yang terpisah. Jika kita bersatu, semua kesulitan akan bisa diatas i." Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Warung makan itu tidak begitu besar. Begitu sampai di pintu masuk, mendadak Sian Hwa berseru kaget, "Mei Hwa!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Di meja pojokan, sepasang lelaki dan wanita sedang makan. Keduanya terkejut. Mei Hwa menoleh, wajahnya pucat saking kaget, lalu ia berteriak girang. "Ibu," sambil berlari memeluk Sian Hwa. MeiHwa membawa ibunya ke meja, memperkenalkan lelaki itu. "Ibu, ini suamiku, Manjangan Puguh dari perguruan Merapi" Sian Hwa kaget. Inikah sebab anaknya tidak pulang ke Cina dan memilih menetap di tanah Jawa. "Oh, jadi kamu sudah nikah." "Iya, ibu maafkan aku. Sudah lebih satu tahun kami menikah, kami sudah punya anak, seorang putri, sekarang ini aku titipkan pada guru suamiku di pulau Sempu. Kau harus lihat cucumu, kulitnya putih, cantik, matanya sipit persis aku, cuma rambutnya ikal seperti ayahnya," kata Mei Hwa sambil melirik suaminya. Sian Hwa memerhatikan menantunya. Manjangan Puguh, lelaki separuh baya, rambut panjang, kumis tipis dengan tubuh jangkung dan berotot. Lelaki ini tampak segar, matanya bersinar terang, pertanda tenaga dalam cukup tinggi. Manjangan Puguh membungkuk memberi hormat "Terimalah hormat saya, ibu mertua. Maafkan saya, kalau baru sekarang kita bertemu." Sian Hwa termenung. Sekonyong-konyong terdengar suara Ciu Tian, "Toaci, terima lah ucapan selamat dari aku dan kawan kawan, kamu telah bertemu anakmu, malahan sekarang kamu sudah punya menantu dan cucu, selamat, selamat" Mereka mengucap selamat dengan menjura. Sian Hwa membalas. Mei Hwa salaman dengan Pak Beng, Sin Thong dan Liong Kam "Dulu kiia penuh sama-sama, kami pulang ke Cina, tetapi kamu memilih tinggal. Kami baru tahu sekarang ternyata ada Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lelaki yang sudah kamu pilih, selamat Mei Hwa," tegur Liong Kam. Sian Hwa duduk bertiga anak dan menantunya. Sedangkan Ciu Tian dan rombongan memilih meja yang agak jauh. Tampaknya mereka sengaja menjauh dan tidak mau mengganggu pembicaraan Sian Hwa dengan anak dan menantunya. Mei Hwa menjelaskan kepada ibunya, kematian Sam Hong, pemimpin rombongan terdahulu terjadi dalam pertarungan resmi yang disaksikan banyak orang. Tak ada yang curang. Sam Hong mati, di lain pihak Wisang Geni terluka parah. "Sebenarnya kami hampir menang, semua pendekar tanah Jawa sudah kalah, lalu muncul Wisang Geni dan segalanya berubah. Ia seorang diri bergantian mengalahkan Pak Beng, Sin Thong, kemudian Sam Hong. Hanya paman Liong Kam yang tak sempat menghadapi Wisang Geni, kalaupun punya kesempatan juga pasti kalah, karena dari lima orang dalam rombongan, paman Liong Kam termasuk paling rendah kepandaian silatnya." Sian Hwa menatap Mei Hwa. "Wisang Geni itu ilmunya setinggi apa, sampai bisa mengalahkan pendekar paling dihormati di Cina, Sam Hong. Ceritamu lain dengan kabar yang dibawa Pak Beng dan Sin Thong, bahwa Sam Hong kalah dalam tarung yang tidak adil, bahwa ada yang membokong Sam Hong dengan jarum beracun." "Tidak benar cerita itu, tak ada yang curang dalam tarung itu, Sam Hong dan Wisang Geni sesungguhnya sama kuat dan imbang, sayang salah seorang harus kalah, dan kebetulan Sam Hong yang kalah. Seharusnya tarung selesai tanpa ada yang terluka, sayang pada saat akhir Sam Hong memaksakan adu tenaga mati atau hidup," tukas Manjangan Puguh. "Ibu mertua, kalian datang kembali ke Jawa, apakah mencari Wisang Geni?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sian Hwa menghela nafas. "Aku cuma ingin mencari anakku Mei Hwa T etapi Ciu T ian ingin balas kematian Sam Hong. Dan Ciu Tian itu kakak seperguruan Sam Hong, selama ini dia menyepi di gunung Wuthan, dia turun gunung melanglang ke tanah Jawa karena kematian Sam Hong. Orang lain, juga ingin tarung dengan Wisang Geni. Sekarang ini aku terangsang ingin menjajal Wisang Geni, sampai di mana hebatnya dia?" Sian Hwa melanjutkan, "Mei Hwa dan kamu menantuku, aku datang ingin menengok anakku, dan jika Mei Hwa memilih tetap tinggal di negeri ini, aku tidak keberatan begitupun jika ingin pulang ke negeri leluhur. Apapun pilihan Mei Hwa, jika pilihan itu membuatnya bahagia, aku pasti mendukung." "Maafkan aku, ibu Aku bahagia tinggal di negeri ini, semua orang ramah. Aku bahagia bersama suami dan anak, maafkan aku, ibu" "Tidak apa. Toh juga sewaktu di Cina, kamu tidak selalu bersama ibumu, aku sibuk menyepi memperdalam ilmu silat, sedang kamu suka bepergian. Tak apa Mei, ibu menghargai pilihanmu" "Sekarang ini, ibu dan rombongan sedang menuju ke mana?" "Kami sedang menuju ke gunung Argowayang, katanya ada binatang sakti widah yang akan muncul, siapa yang minum darahnya bisa memperoleh tambahan tenaga dalam, kamu berdua mau ke mana, ke Argowayang juga?" Mei Hwa mengangguk. Mei Hwa berbisik pada ibunya, "Ibu tahu, dulu itu W isang Geni pernah jadi murid suamiku, tapi belakangan dia memperoleh tambahan ilmu s ilat dari berbagai aliran, sekarang ini mungkin silatnya sudah jauh lebih unggul dari suamiku." Sian Hwa menatap menantunya. Rasanya ingin menjajal silat anak menantunya itu. Sian Hwa menghela napas. "Aku harus membela dia, demi kebahagiaan Mei Hwa." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ---ooo0dw0ooo--- Pertarungan Argowayang Setelah berpisah dengan Gayatri, Wisang Geni melanjutkan perjalanan ke Lemah Tulis. Dia ingat janjinya mengajak Prawesti ke gunung Argowayang. Bulan Cakra masih menyisakan enam hari, dia melakukan perjalanan cepat ke Lemah Tulis. Dari Lemah Tulis ke gunung Argowayang bisa dicapai tiga atau empat hari. Senja itu ia tiba di Lemah Tulis. Dia tampak letih. Tanpa istirahat lebih dahulu diamenemui Padeksa dan Gajah Watu. Tetapi dia tidak menceritakan pertemuannya dengan Eyang Sepuh. Gajah Watu menceritakan bahwa tadi pagi rombongan Prastawana beserta lima murid berangkat ke Argowayang. "Mereka takut terlambat, juga mengira kamu langsung ke Argowayang. Baiknya kamu istirahat dulu, besok pagi baru berangkat," kata Gajah Watu. Dia cepat menuju rumahnya. Dia tidak menemukan Prawesti. Rasa letih dan kantuk membawa Geni cepat pulas. Malam hari, Geni terbangun. Ada orang yang mengguncang tubuhnya. Ternyata Prawesti. "Ketua bangun, makanan sudah siap, makan dulu." "Kamu tidak ikut rombongan ke Argowayang?" Prawesti menggeleng kepala. "Tidak. Aku menunggu ketua." "Siapa saja yang menyertai Prastawana?" "Selain paman Prastawana dan Dyah Mekar, ada Gajah Lengar, Daraka, Kebo Lanang dan juga paman Jayasatru Ketua kapan kita berangkat?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Besok pagi, tetapi aku pergi sendiri, kau tunggu aku di rumah." Prawesti menggeleng kepalanya. "Aku ikut, kamu sudah berjanji mengajak aku." Geni memeluk gadis itu dan mencium rambutnya "Aku hanya guyon, besok kita pergii berdua. Tetapi di sana, kamu harus hati-hati, ada kemungkinan kita ketemu musuh, pasti terjadi pertarungan." Geni meraih tubuh Prawesti. Memeluk dan mencumbu. Prawesti tak kalah bernafsunya. "Ketua, aku rindu, padamu." Malam itu dilalui dua insan dengan permainan cinta. Ketika Prawesti pulas di sampingnya, Geni menatap si gadis yang tidur lelap. Malam gelap, tetapi dia bisa mengamati jelas tubuh Prawesti yang bugil. Tanpa sadar ia membuat perbandingan di antara tiga kekasihnya. Ketiganya cantik dan memiliki kelebihan sendiri-sendiri. Gayatri sangat cantik, kecantikan seorang wanita asing yang berbeda dengan kecantikan perempuan Jawa, potongan tubuhnya indah. Prawesti kalah segala-galanya, kecantikan wajah dan tubuh, termasuk hubungan seks, Gayatri lebih merangsang. Dibanding Sekar" Sekar menang segala-galanya. Perempuan yang satu ini sangat luar biasa. Ia cantik dengan potongan tubuh sangat molek. Ia langsing, pinggang, bokong dan buah dada yang sangat padu dan imbang. Perpaduan antara kecantikan wajah dan kemolekan tubuh menampilkan perwujudan Sekar bagai seorang dewi dalam dongeng. Ia hangat dalam pendekatan, panas dalam hubungan seks, lebih dari itu ia selalu mengutamakan kepentingan Geni di atas kenikmatan dirinya. Geni tahu persis ia sangat mencintai Sekar. Dia teringat, ketika nyawanya berada di ujung tanduk, Sekar berani melawan Kalayawana tanpa menghiraukan keselamatan jiwanya. Saat itu Sekar rela berkorban jiwa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ untuknya. Mendadak Geni merindukan Sekar, tubuhnya, ketawanya dan cintanya yang begitu hangat dan panas. "Di mana kamu Sekar, apakah kamu masih seperti Sekar yang dulu, yang mencintai aku, yang membuat aku tergila-gila padamu?" Keesokan paginya Geni dan Prawesti berangkat ke Argowayang. Kegiatan di Lemah Tulis berjalan seperti biasa, dipimpin Padeksa dan Gajah Watu serta murid lapis atas. Di tengah jalan Geni sering melamun, membayangkan wajah Gayatri juga Sekar. "Aku sudah rindu pada Sekar dan aku sudah berjanji mengawini Gayatri, tetapi aku harus temukan cara mendamaikan dua perempuan itu, keduanya sudah tarung meski pun belum saling kenal, celakanya lagi aku tak bisa meninggalkan salah seorang dari keduanya," gumamnya. ---oo0dw0ooo--- Gayatri bersama dua pembantunya tiba di desa Limo tiga hari sebelum akhir bulan Cakra. Suasana desa sangat sepi, sebagian penduduk sudah meninggalkan rumah, mengungsi. Sebagian lain sedang bersiap siap akan meninggalkan desa. Gayatri heran. Seorang penduduk, perempuan tengah baya menuturkan penduduk lakui karena widali sakti sudah menelan banyak korban. Sudah empat kali terjadi dalam sepuluh tahun terakhir, setiap akhir bulan Caitra, semua penduduk desa Limo mengungsi menjauh dari ma lapetaka. Sebelum itu banyak penduduk menjadi korban. Tidak terhitung lagi jumlahnya termasuk juga para pendekar pendatang. Cerita mengenai para pendekar yang memburu widali, memang benar. Hari-hari mendatang, puncaknya di malam menjelang pergantian bulan Caitra ke bulan Waisaka, banyak pendekar akan hadir. Niat mereka membunuh widali tak pernah surut meski tahu sudah banyak korban berjatuhan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bahkan sebagian orang percaya widali itu mustahil bisa dibunuh. "Widali itu sakti, ia muncul tiba-tiba dan menghilang cepat setelah membunuh korban. Sebaiknya kalian pergi," kata perempuan tua itu kepada Gayatri bertiga. Tetapi tiga perempuan itu memutuskan tetap di desa, ingin nonton keramaian. Meskipun heran kenekatan tamunya, perempuan itu dengan sukarela meminjamkan rumahnya pada Gayatri. Ia bersama tujuh anggota keluarga, anak dan cucunya, berangkat dengan pedati yang ditarik lembu. Widali itu peranakan musang jantan liar dengan kucing betina berbulu lima warna. Perkawinan yang tidak laz im itu melahirkan widali yang konon darahnya berkhasiat membangkitkan tenaga dalam membuat seseorang menjadi sakti mandraguna. Cerita ini berasal dari pendekar peramal Ki Panarupan tigapuluh tahun lalu. Cerita kemudian berkembang, konon dia sering bertualang mencari korban di tempat lain. Khusus di Argowayang, ia muncul tiga tahun sekali dan tepat di ujung bulan Caitra, seakan ia menantang seluruh pendekar tanah Jawa. Ia muncul mendadak, menggigit leher dan menghirup darah korban dengan satu isapan kuat dalam sekejap mata. Kecepatan geraknya luar biasa. Ia selalu muncul menjelang tengah malam dan menghilang sebelum fajar. Dia muncul hanya untuk membunuh atau dibunuh, setelah itu jika masih hidup dia akan menghilang dan bertualang ke tempat lain. Ia akan muncul lagi tiga tahun berikut. Rumah yang ditempati Gayatri berada di tempat tinggi, menghadap ke jalan setapak di lereng gunung. Dari rumah itu Gayatri bisa mengawasi para pendatang. Selama dua hari ia bersama dua pengawalnya berlatih tenaga dalam. Mereka merencanakan siasat menghadapi para pendekar. "Kita jangan menggunakan jurus andalan Hima laya, kecuali jika sudah terpaksa. Aku mau sekali digunakan di depan umum, jurus itu bisa mengalahkan Wisang Geni." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Urmila dan Shamita mengangguk. Jurus itu memang mematikan, Atehai Zaminepar Kabehiyeh Chande Sitare (Kadang bulan dan bintang pun turun ke bumi) jika digelar biasanya memakan korban. Jurus ini bisa dima inkan seorang diri, bisa oleh dua orang. Bahkan jika tiga orang bekerjasama maka kehebatan jurus ini diumpamakan seperti kekuatan Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menarik bulan dan bintang turun ke bumi Hari itu, dua hari menjelang berakhirnya bulan Caitra, matahari siang sangat terik, tetapi udara sejuk pegunungan membuat suasana sepi desa Limo semakin sepi. Rasanya orang ingin tidur. Gayatri semedi di dalam rumah, ia terbangun ketika mendengar bisikan Shamita. "Putri, ada rombongan datang, mereka kelompok Cina yang ketemu kita di pelabuhan Jedung. Jumlahnya tigabelas orang, rupanya ada tambahan dua orang lagi. Tadi hanya empat orang wanita, sekarang ada lima wanita, juga seorang lelaki jangkung yang melihat tampangnya pasti pendekar negeri ini." Rombongan yang dipimpin Ciu Tian memang mendapat tambahan Manjangan Puguh dan Mei Hwa. Rombongan itu melewati rumah Gayatri. Melihat dua perempuan yang duduk di serambi rumah, Ciu Tian dan rombongan tidak begitu peduli. Mereka mengenali, dua perempuan itu pendekar asal Hima laya. Sejenak mereka heran mendapatkan desa itu kosong. Semua rumah kosong, tak ada penghuni. Manjangan Puguh menjelaskan bahwa semua penduduk sudah mengungsi. Tidak lama, mereka akhirnya menemukan sebuah rumah kosong yang cukup besar, cocok untuk tempat tinggal sementara. Beberapa saat kemudian banyak orang berdatangan. Ada yang datang sendiri, berdua bahkan rombongan. Yang paling menyolok adalah rombongan keraton Kediri yang terdiri dari tigapuluh lima orang dipimpin Mapatih Lembu Ampai Rombongan Lemah Tulis berjumlah enam orang. Murid perguruan Mahameru juga datang, dipimpin Bragalba adik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seperguruan Macukunda, bersama empat murid angkatan pertama, Narapati, Aryaka, Matangga dan Ayu Rahayu. Dari perguruan Rrantas sepuluh orang dipimpin langsung ketuanya Warok Sampang, isteri-isterinya dan enam murid utama termasuk kepala murid Prabowo dan Santiyaki Rombongan Tumapel datang berjumlah tujuh orang dipimpin Panji Patipati alias pendekar Pamegat dengan enam pendekar keraton, Dwi, Trini, Catur, Panca, Sapta dan Ekadasa. Selain rombongan terkenal itu, banyak pendekar dari berbagai aliran dan bermacam tingkat kepandaian ikut berjudi dengan nasib, mendapatkan darah widali yang berkhasiat atau mati dibunuh bintang sakti itu. Urmila dan Shamita menghitung pendatang, jumlahnya mencapai seratus orang lebih. "Luar biasa jumlah sebanyak ini, jika terjadi kekacauan dalam perburuan widali bisa dibayangkan hiruk pikuknya. Pasti ramai dan seru," tukas Urmila. "Kamu belum melihat lelaki itu?" tanya Gayatri. "Lelaki yang mana Putri, di sini banyak laki-laki, hampir semuanya laki-laki, aku tidak tahu yang mana yang dimaksud tuan Putri," goda Urmila. "Urmila, kau tahu s iapa yang kumaksud, dia sudah datang, belum?" Urmila tak berani menggoda lagi. "Belum, aku belum melihatnya. Tetapi tunggu dulu, oh itu dia, dia datang bersama seorang gadis." Dari bawah lereng gunung tampak Wisang Geni berlari kencang, tangannya menggandeng Prawesti. Keduanya seperti terbang. Geni tidak melihat Urmila dan Shamita yang berada di beranda rumah di pinggir jalan. Geni memang sangat bergegas, khawatir terlambat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Dari jendela rumah Gayatri melihat Geni. "Kurangajar, dia membawa perempuan kekasihnya." Gayatri bergerak pesat, menerobos jendela, mengeluarkan senjata bor maut. Tanpa basa-basi ia menerjang dengan senjata mautnya. Wisang Geni terkejut. "Gayatri, tunggu dulu, tahan." Geni senang menemukan Gayatri namun ia harus mengelak dari serangan bor maut. Saat yang sama Urmila dan Shamita menyerang Prawesti. Dua pembantu ini mengira ilmu silat Prawesti sama hebat dengan Wisang Geni. Karenanya mereka menyerang bersamaan dengan jurus paling handal. Tetapi mereka keliru, ilmu Prawesti tidak sehebat perkiraan. Prawesti berupaya mengelak dan membalas menyerang dengan pukulan keras Garudamukha Prasidha. Tetapi menghadapi seorang Urmila saja mungkin Prawesti tidak ungkulan, apalagi ditambah keroyokan Shamita. Dalam lima jurus, Prawesti sudah kelabakan. Geni me lihat Prawesti terancam. Khawatir Prawesti luka, Geni berniat menerjang dua pembantu itu. Tetapi mana mau Gayatri melepas Geni. Dia menyerang gencar. "Hayo, keluarkan jurusmu yang paling hebat, jika tidak, nyawamu akan hilang percuma," seru Gayatri yang tampak sangat marah. "Kamu ini galak sekali, sedikit-sedikit mengancam membunuh aku, kamu sama dengan Malini dan suaminya yang suka membunuh orang tak berdosa, di desa Gondang kamu sudah membunuh tiga orang." "Mereka kurang ajar, kamu membela mereka?" "Aku kan tidak ingkar janji, kita sudah ketemu di Gondang, juga janjiku bertemu di sini, mengapa kamu marah begini?" Saat itu Gayatri sedang kesal, cemburu melihat Geni menggandeng Prawesti yang cantik. Tetapi keduanya terus Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bercakap sambil tarung. Dalam duapuluh jurus tampak keduanya seperti berlatih, serangan memang ganas tapi saat kritis serangan ditahan. Mereka tak mau saling melukai. "Kamu tega mempermainkan aku, Ambara, kamu jahat. Apakah kamu lupa malam itu di desa Gondang, kamu mengatakan mencintaiku." Gayatri makin kesal me lihat Geni sering melirik Prawesti. Padahal Geni hanya tak mau Prawesti celaka, ia takut dua pembantu Gayatri menurunkan tangan jahat "Aku tidak mempermainkan kamu, aku mencintaimu, buruburu aku mengejarmu kemari karena tak tahan menahan rindu." Gayatri gembira, dia tersenyum, "Benarkah, kamu merindukan aku?" Keduanya terus bertempur, seperti sedang berlatih. Hal ini tidak luput dari lirikan Urm ila, Shamita dan Prawesti. Gadis Lemah Tulis ini bergumam, "Rupanya mereka sudah saling mengenal." Melihat majikannya aman, Urmila dan Sham ita juga tidak berniat melukai Prawesti. Cukup melumpuhkan gadis itu. Pada jurus duapuluh, pukulan Urmila mengena pundak Prawesti yang jatuh duduk. Geni terkesiap, namun lega mengetahui gadis itu hanya ditotok jalan darahnya. "Tahan dulu Gayatri, aku perlu cepat menolong anak buahku, jiwa mereka terancam." Gayatri tertawa, menggoda. "Baik, kamu boleh pergi, tetapi perempuan itu tetap di sini, sebagai jaminan supaya kamu tidak lari lagi." Ia tertawa senang. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Agak jauh ke dalam desa, rombongan Lemah Tulis sedang istirahat di rumah kosong salah seorang penduduk. Mereka dipimpin Prastawana. Sekonyong-konyong terderigar suara keras dan lantang dari luar rumah. "Hai orang-orang Lemah Tulis, keluar kalian semua untuk menerima kematian." Suara itu menggema di lereng gunung sampai ke hutan di kaki gunung. Pertanda orang itu memiliki tenaga dalam yang sangat kuat Tidak sempat berembuk enam murid Lemah Tulis keluar. Di depan rumah berdiri sekelompok orang. Seorang di antaranya, Lembu Agra. Sekilas Prastawana mencium adanya bahaya. Padeksa dan Gajah Watu pernah berpesan agar menjauhi Lembu Agra. "Ia berbahaya, ilmunya tinggi, ganas dan keji. Jangan melayani dia. Hanya ketuamu, Wisang Geni yang bisa menandinginya." Prastawana ingat pesan ini, dia juga tak mau mencelakakan adik-adiknya. "Kalian jangan ikut bicara, biar aku yang tangani, paman Padeksa sudah memberi wejangan padaku sebelum berangkat, jangan membantah perintahku!" Prastawana memberi hormat. "Rupanya Lembu Agra, pendekar kesohor yang membelot dari Lemah Tulis. Ada urusan apa?" "Aku bukan Lembu Agra, aku Jaranan ketua partai Turangga, aku akan membunuh semua murid Lemah Tulis, tanpa kecuali." "Lembu Agra, kamu pernah menjadi murid paman Bergawa, sedang aku murid bapak Branjangan, kita sesungguhnya pernah saudara seperguruan. Tetapi kamu sudah membunuh saudara kita, Walang Wulan, artinya kamu bukan murid Lemah Tulis lagi, kita tak punya urusan. Sekarang apa urusannya kamu mencari murid Lemah Tulis, kebetulan kami memang sedang mencari kamu. Tetapi kami masih menunggu ketua W isang Geni yang sedang dalam Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perjalanan kemari. Sebaiknya kamu pergi, mumpung masih punya waktu untuk lari!" Lembu Agra tertawa keras. "Kau banyak bacot, Prastawana, maut sudah di ujung hidung masih buka mulut besar. Terimalah ajalmu," tegasnya sambil melancarkan dua pukulan jurus Pitu Sopakara. Pukulan itu membawa angin keras dan bau bacin. Prastawana tak berani menangkis, ia menghindar. T anpa ragu sedikit pun Prastawana memainkan jurus Prasidha. Meski pernah berguru di Lemah Tulis tetapi Lembu Agra belum sempat mempelajari Prasidha. Karenanya untuk sementara pertarungan imbang. Setelah memperoleh bimbingan langsung dari Wisang Geni dan berlatih di air terjun, Prastawana sudah hampir sempurna menguasai Prasidha. Dia mengelak dengan cekatan, jika terpaksa dia mengalihkan tenaga serangan lawan ke tempat lain. Duapuluh jurus berlalu. Agra tertawa, "Hanya ini kehebatan Prasidha, kini terima lah Pitu Sopakara tingkat tujuh." Terdengar bunyi otot di sekujur tubuh Agra, wajah lelaki ini berubah merah berganti hijau. Pada saat itu sekonyongkonyong terdengar suara tertawa keras Wisang Geni. Tertawa itu menggema di seluruh gunung. Semua pendekar yang masih istirahat di dalam rumah, keluar saking terkejut. Mereka menuju ke pusat keramaian. Belum habis pantulan gema suara, tampak Wisang Geni berlari dengan kecepatan luar biasa. Kecepatan larinya membawa serta angin keras, debu dan daun-daun kering. Sesaat kemudian Gayatri datang, bersama dua pembantunya. Urmila menggandeng Prawesti. Begitu tiba di tempat tarung, Geni mendorong Prastawana. Ia menatap Lembu Agra. "Hutang nyawa bayar nyawa. Kamu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membunuh isteriku, sekarang aku menagihnya. Aku akan membunuhmu, sudah banyak dosamu terhadap Lemah Tulis." Rombongan Lemah Tulis gembira. "Ketua datang." Saat berikut Jayasatru berteriak, "Hei itu Prawesti." Geni menoleh ke Gayatri. "Gayatri tolong bebaskan gadis itu." Seperti kena sihir Gayatri mengikuti perintah Geni. Dalam bahasa India dia memerintah Urmila mengantar Prawesti ke rombongan Lemah Tulis. Gayatri masih diliputi teka-teki diri Wisang Geni. "Siapa Ambara ini, dari perguruan mana dia, tenaga yang dipamerkan lewat tertawa tadi sangat tinggi. Orang dengan tenaga seperti dia hanya ayah dan kakek yang bisa mengimbangi," katanya dalam hati. Terdengar suara Lembu Agra. "Sudah tiba saatnya kamu mati, Wisang Geni!" Saking terkejutnya Gayatri berdiri terkesima mendengar Lembu Agra menyebut nama lelaki itu, Wisang Geni. "Mengapa Ambara dipanggil W isang Geni" Apakah dia benarbenar Wisang Geni, orang yang kucari-cari selama ini?" gumamnya dalam hati. Lembu Agra melanjutkan dengan suara yang cukup keras, ada warna jumawa dalam suaranya. "Wisang Geni, sudah suratan dewa kita harus tarung mati atau hidup, kamu juga punya dosa padaku. T idak ada tempat di bumi ini bagi kamu Bersiaplah ke neraka menemui isteri pelacurmu itu." Wisang Geni tertawa sinis. "Jangan marah, tenang saja," katanya dalam hati "Semakin tenang, semakin kamu bisa menguasai angin, menunggang angin dan menjadi angin." Sekonyong-konyong Gayatri menyela di antara dua pendekar itu. Dia mendekat, berhadap-hadapan, menantang mata Geni. "Kamu ini W isang Geni" Mengapa kamu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membohongi aku" Mengapa kamu tidak mengaku dirimu sebenarnya Wisang Geni." Meskipun kata-kata Gayatri diucapkan perlahan, namun telinga Lembu Agra yang peka mendengarnya. "Betul nona, Wisang Geni ini pembohong, sudah banyak gadis yang dia nodai, dulu calon istriku pun dia rebut dan bawa kabur, dia memang pantas mati" Gayatri menoleh. Dia kesal dan marah mendengar Wisang Geni punya banyak perempuan. Bahkan dia sudah melihat buktinya, ketika Geni menggandeng Prawesti. "Siapa kamu berani campuri urusanku, belum tentu moralmu lebih baik dari moralnya?" Lembu Agra jengkel, tangannya mengibas. "Persetan perempuan asing." Maksudnya membuat Gayatri terpental. Tetapi dia kecele. Gayatri membalas dengan tamparan selendang. Agra terkejut, gesit ia menghindar. Ia lolos tetapi dipaksa mundur satu langkah. Geni memegang lengan Gayatri, berbisik dengan nada halus dan rendah. "Gayatri, maafkan aku, jika aku mengatakan terus terang siapa aku, kamu pasti akan memusuhi aku, dan itu aku tidak mau. Karena aku mencintaimu sejak pertama memandangmu. Dan setelah malam itu kamu sudah menjadi isteriku, aku makin mencintaimu. Sekarang kamu mundur dulu, aku mau tarung. Urusan itu nanti aku minta maaf padamu." Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gayatri menatap mata Geni. Dari sinar matanya memancar rasa khawatir dan ragu. "Urusanmu dengan aku akan kita bereskan nanti, tetapi sekarang ini apakah kau memerlukan bantuanku?" Lelaki itu menggeleng. "Aku bisa hadapi orang ini, kamu hati-hati dan waspada, di sekitarmu banyak orang licik dan jahat" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sambil menghentakkan kakinya Gayatri berkata kesal. "Kamu lebih jahat dan lebih licik!" Ia menepi, berdiri bersama dua pembantunya. Lembu Agra berseru keras, "Wisang Geni, nyawa sudah di ujung hidung, masih juga mesra-mesraan, hari ini kuantar kamu ke neraka menemui isterimu." Geni mengangkat tangannya. "Tunggu dulu Jaranan, aku ketua Lemah Tulis, kamu ketua Turangga, kita tarung sampai mati. Tak boleh ada yang lari, semua orang menjadi saksi, sampean berani?" "Aku memang mencari kesempatan seperti hari ini, bagus, tidak boleh ada yang lari. Terimalah kematianmu, anak sundal." Agra mengerahkan tenaga Pitu Sopakara tingkat tujuh, suara otot dan tulangnya terdengar gemeretak, wajahnya merah berganti hijau. Dia menyerang dengan pukulan kiri, disusul cengkeraman tangan kanan. Hebatnya justru cengkeraman kanan yang sampai duluan ke sasaran. Pukulan itu membawa bau anyir dan bacin. Tadi sebelum Agra menyerang, Geni sudah membebaskan diri dari semua ikatan, tubuhnya jadi ringan, serasa terbang di atas angin. Pikirannya bebas, tak ada rasa marah, tak ada rasa takut. Ia merasa merdeka. Ia tidak perlu menggunakan jurus untuk menghindari serangan lawan. Dia hanya mengelak begitu saja sehingga pukulan Agra menerpa ruang kosong. Geni menandingi serbuan ganas Lembu Agra. Geni bergerak seperti angin yang merdeka, bergerak berganti-ganti arah. "Lupakan bumi, tengadah memandang langit, rasakan angin, bebaskan diri bagaikan awan. Pusatkan pikiran, tenaga dan hasrat. Pikiran harus kuat, sinambungan, tak boleh putus." Prastawana, Prawesti dan murid Lemah Tulis lainnya bingung melihat cara Wisang Geni bersilat. Geni tidak bersilat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan Garudamukha atau Prasidha atau Bang Bang Alum Alum, jurus yang dikenal sebagai jurus andalan sang ketua. Prastawana tanpa sadar berkata lirih, "Ketua memainkan jurus aneh, jurus apa itu" Itu mirip jurus Kacakrawartyan dari Prasidha, tapi mengapa gerakannya terbalik, itu mirip Agniwisa tetapi mengapa bergerak mundur, ah aku tak mengerti" Memang Geni tidak lagi bersilat dengan jurus yang dikenal. Dia memainkan silat yang aneh. "Jurus apa ini," gumam Lembu Agra. Tak seorang pun mengerti silat yang dima inkan Geni. Gerakannya indah, gemulai seperti tidak bertenaga. Namun ketika menangkis, tangkisannya membuat pukulan Agra terpental. Geni seperti bergerak lamban, tetapi tangkisannya tepat waktu padahal serangan Agra sudah mendahului. Suatu saat kepala Geni nyaris dikemplang. Pukulan hanya terpaut satu jengkal. Tetapi dengan menggeleng kepalanya Geni bisa menghindar. Gayatri terpesona melihat silat Geni. Ia melihat betapa kaki Geni tidak lagi berpijak di bumi. Lelaki itu seperti melayang. Sungguh ilmu ringan tubuh yang sulit dicari bandingnya. "Pantas saja jika Kumara dan Malini kalah dari orang ini, aku pun belum tentu bisa mengimbanginya." Kepada dua pembantunya Gayatri berkata dalam bahasa India, "Lelaki itu ilmunya sangat tinggi." Shamita menggoda majikannya. "Maksudmu lelaki yang namanya Wisang Geni" Ia tak cuma hebat dalam bercinta juga dalam tarung ia sangat tangguh." Urmila menyambung, "Ilmu ringan tubuhnya seperti ahli yoga kelas utama, tetapi ahli yoga hanya bisa melayang, belum tentu bisa melayang sambil tarung. Putri, kamu juga tak mungkin bisa mengalahkan dia, bisa-bisa kamu ditaklukkan luar dan dalam." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pipinya memerah saking malu perasaannya bisa ditebak dua pengawalnya. "Kamu bicara ngaco. Apa maksudmu?" Shamita tertawa menggoda, "Dalam silat kamu kalah, dalam cinta kamu juga kalah." Wajah Gayatri merengut. "Siapa bilang aku jatuh cinta, kupikir kamu berdua ini sudah gila. Dia telah menipu aku, akan kubunuh dia, kalian lihat saja nanti!" Urmila berbisik, "Malam itu, apa yang terjadi di kamarmu" Dia datang dan mengambil sesuatu milikmu, barang milikmuyang paling berharga, benar?" Gayatri memukul bokong Urmila. "Awas kamu buka rahasia!" Limapuluh jurus berlalu. Lembu Agra sudah memainkan Pitu Sopakara tingkat tujuh sampai selesa i, namun jangankan memukul, menyentuh kulit Geni pun tidak. "Kamu cuma main kucing-kucingan dengan ilmu siluman, kalau jantan hayo layani pukulanku, layani Pitu Sopakara ini," sambil berkata Agra mempersiapkan jurus Wangwang Kamayan (Silaunya siluman) dan Cumangkrama Wisa (Main-ma in dengan racun). Inilah jurus Pitu Sopakara tingkat tujuh yang paling diandalkan, dalam gerakannya ada kandungan sihir dan racun ganas. Lawan akan kena sihir, dan begitu kena hantaman maka racun ganas itu langsung bereaksi merusak tubuh bagian dalam. Lawan pasti mati. Geni sudah menguasai ilmu barunya itu dengan sempurna. Tak ada lagi hambatan dalam pikiran dan gerak. "Kamu hanya perlu menyerang jika memang ingin menyerang tergantung pandanganmu saat melihat gerak lawan. Jika dia mengelak ke kiri, ke arah itu kamu menyerang. Jika dia menyerangmu, kamu mengelak atau menangkis sesuai apa yang kamu pikirkan." Ketika serangan Lembu Agra datang, sihir jurusnya ikut bekerja. Geni terpengaruh. Sesaat Geni melihat Sekar, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ isterinya, merentang tangan ingin memeluk. Geni merasa ragu, khawatir me lukai isterinya. Pada saat dia ragu, pemusatan pikiran terputus, saat itu juga tubuhnya merosot turun, kakinya memijak bumi Gayatri yang tak pernah melepaskan matanya dari pertarungan, tanpa sadar berteriak, "Awas!" Sebab begitu melihat kaki Geni membumi kembali, dia tahu pemikiran Geni terganggu pertanda lelaki itu dalam bahaya. Dia tak tahu apa sebab yang mengganggu pikiran Geni. Tanpa sadar Gayatri menggenggam erat senjatanya. Sekali lagi tanpa sadar dia berseru, "Hati-hati!" Sementara itu Geni masih dalam keraguan, benarkah orang itu Sekar isterinya. Saat itu, pukulan Agra terpaut sejengkal dari dada Geni. Jika kena pukulan itu, dada Geni pasti remuk Pada saat kritis tadi, peringatan "awas" dari Gayatri menabrak alam bawah sadar Geni. Sebagian pengaruh sihir lenyap. Teriakan berikutnya "hati-hati" telah mengembalikan pikiran normal Geni, sekaligus memancing keluar tenaga Wiwaha. Saat itu juga pikiran Geni mengatakan itu bukan Sekar. Dia itu musuh yang memukulnya, pukulan yang akan membunuhnya. Pikirannya mengatakan dia harus mengelak dengan menjadi awan. "jadilah awan, biarkan dirimu digiring angin ke mana pun." Apa yang dipikirkan langsung diikuti gerakan karena pikiran dan gerakan W isang Geni sudah menyatu. Saat berikut Gayatri merasa lega, melihat kaki Geni tidak lagi memijak bumi Semuanya berlangsung dalam sesaat. Dalam sekejap mata terjadi perubahan. Pukulan Agra nyaris menyentuh dada Geni, sepersekian jengkal dari kulit dada. Saat itu juga Geni memutar tubuh ke kiri, membiarkan pukulan Agra lewat di sisi. Sambil tangan kirinya membuat lingkaran besar dari atas ke bawah, memukul tangan lawan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Terdengar suara tulang patah. Geni bergerak terus. Ia memutar tubuh sehingga posisinya berada di samping Agra. Tangan kanannya menghantam punggung Agra. Terdengar jeritan seram, Lembu Agra terlempar. Tangan dan punggungnya remuk. Dia sekarat. "Hutang nyawa bayar nyawa," kata Geni. Semua penonton terdiam Sepasang mata Agra melotot, meregang nyawa, kemudian tubuh mengejang. Dia mati penasaran. Tadi saat tangan Geni mengancam punggung Agra, saat itu juga empat bayangan berkelebat, tiga orang menyerang Geni. Jaran Dawuk, Cakarwa dan Taskara. Seorang lainnya, Salaba menolong Lembu Agra. Tetapi keempat orang ini terlambat Mereka tak pernah berpikir, bahwa dalam keadaan Lembu Agra unggul, hanya dalam sekejap mata keadaan bisa berubah. Dari menang, bisa kalah bahkan Lembu Agra kena hantam begitu telak. T eman-teman Agra lainnya, ikut bereaksi macam-macam. Lembu Ampai tidak bergerak, dia memegang erat tangan Senopati Samba, ketua Sinelir. "Jangan! Kita bersabar dulu, lihat situasi." Tidak demikian dengan semua rekannya, tujuh pendekar langsung meluruk menyerang Wisang Geni bersamaan dengan empat murid Turangga. Jumlahnya sebelas orang. Pendekar Ujung Kulon bersama dua adiknya menyerang dengan senjata cambuk berujung logam tajam. Si Belut Putih dengan tangan kosong. Nenek kembar Prameswari dan Kameswari, dengan ilmu tampar dan jurus keris bersatu-padu. Bayangan Hantu, bersenjata pedang. Mereka merencanakan sejak awal. Tujuh pendekar bersama Lembu Ampai dan berserta empat murid Turangga bertugas menyerang Wisang Geni. Jika pendukung W isang Geni membantu, akan diladeni oleh Samba dan Hanggada serta Sinelir dan punggawa Kediri lain. Dengan rencana ini, mereka yakin bisa mengalahkan Wisang Geni. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gayatri melihat semua. Dia bergerak pesat ke arena pertarungan. Prastawana ikut bergerak Manjangan Puguh melesat memotong serangan si nenek kembar. Manjangan Puguh sangat pesat, dia sampai lebih awal, menyambut serangan sepasang nenek kembar. Terdengar suara desah Wisang Geni, pelan tetapi jelas di telinga semua orang. "Terimakasih, tetapi biar aku sendiri menyelesaikan urusan ini, mereka pantas mati karena punya niatan buruk terhadap Lemah Tulis." Gayatri, Manjangan Puguh, Prastawana kembali ke tempat berdiri. Permintaan Wisang Geni menjelaskan bahwa dia sendiri sanggup mengatasi keroyokan lawan. Saat itu Geni sedang berada di puncak pagelaran ilmu silat, pikiran dan tubuh menyatu secara utuh. Tidak semua serangan datang bersamaan. Tiga murid Turangga Jaran Dawuk, Cakarwa dan Taskara paling depan, serangan kilat menggunakan jurus Pitu Sopakara tingkat empat. Geni sedang merasakan kemerdekaan tubuh dan pikiran. Matanya tajam bagai mata elang, menangkap semua gerak lawan. Sulit dipercaya, Geni mengelak dan menangkis sambil menyerang balik. Apabila tadi ia bergerak lamban tetapi justru lebih cepat dari gerak lawan, kini gerakannya sangat cepat. Bersikap seperti awan yang mengikuti angin, kemudian menyerang balik bagai hamuk Leysus, Nilapracoda dan Bajrapati, angin topan yang menghancurkan apa saja yang dilewati. Hampir semua penonton tidak melihat jelas cara Wisang Geni menghantam lawan. Yang terlihat, tiga tubuh terhuyunghuyung Jaran Dawuk, Cakarwa dan Taskara muntah darah. Ketiganya tewas dengan darah merembes dari hidung, te linga dan mulut. Seorang lainnya, Salaba, selamat karena tidak ikut menyerang. Pada saat kritis dia balik arah, kabur turun gunung. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah menghantam tiga murid Turangga, Geni masih bergerak terus, tubuhnya seperti menyongsong serangan tujuh lawannya. Si Belut Putih berteriak, "Kena kamu!" Pukulannya hanya menyisir baju Geni tanpa menggores kulit dada. Geni mengibas. Pukulan dahsyat menerpa dada Si Belut Putih. Lelaki ini terpental dan tewas sebelum tubuhnya menyentuh tanah. Geni masih bergerak terus, menghindar, mengelak dan menangkis, kemudian menyerang sambil melompat. Pukulan Bayangan Hantu ditepis sambil jari tangan Geni mementil pelipis lawan. Pendekar itu terpental sambil memegang kepalanya. Tewas seketika. Gerakan Geni masih berlanjut. Dia melayang memapak serangan Parma dan Sakerah. Dua keris lawan mengancam dada dan perutnya, Geni tidak menghiraukan ancaman keris, dua tangannya memukul dada lawan. Keduanya terpental, mundur sempoyongan sebelum kerisnya mengena tubuh Geni. Bersamaan saat itu serangan si Gila Ujung Kulon mengancam kepala Geni. Setelah memukul Parma dan Sakerah, tubuh Geni doyong ke depan, pukulan lawan meleset. Geni meneruskan gerak, memutar tubuh. Dua kakinya membuat putaran besar di udara, mengunci pukulan susulan Si Gila Ujung Kulon, terdengar jeritan. Pendekar Ujung Kulon menjerit sambil memegang kepalanya, tubuhnya terjerembab, tewas seketika menyusul dua saudaranya. Semua gerakan tadi bersinambungan, tak terputus, bagai angin prahara yang sangat cepat dan ganas. Dari sebelas penyerang, delapan tewas berturutan. Seorang kabur. Tinggal nenek kembar yang batal menyerang sehingga luput dari terjangan Geni. Semua orang terpesona. Tak ada suara, hening. Semua murid Lemah Tulis heran dan takjub. Hanya satu bulan Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berpisah, sejak peragaan di air terjun, sekarang ilmu silat sang ketua maju sangat pesat. Mereka heran berbareng bangga. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Manjangan Puguh heran. Dia pernah menyaksikan Eyang Sepuh Suryajagad tarung lawan Resi Lahagawe di perang Ganter duapuluh lima tahun silam. Ia melihat gerak silat Geni sama persis dengan yang dimainkan Eyang Sepuh Suryajagad. Mungkin Geni sudah mewarisi ilmu Eyang Sepuh" Apakah Eyang Sepuh masih hidup" Gayatri pun heran. Dalam pertemuan pertama di hutan, dia masih bisa mengimbangi dan mempersulit Geni Namun hari ini dia me lihat ilmu Geni sudah tak mungkin ditandingi. Apakah waktu itu Geni hanya pura-pura merendah. Pikiran itu membuat sepasang matanya berbinar. Ia mendengar senandung lirih Urmila kuchebi hoyaar mainto karungga tumsehi pyar, binbole sache kuche boldiya (kasihku bagaimanapun juga hanya engkau yang kucinta, simpanlah rahasia ini di hatimu). "Kalian berdua ngaco, siapa bilang aku jatuh cinta," Gayatri tersenyum malu. Dalam hati ia sangat bimbang. Ia tahu ia sudah kasmaran akan kejantanan Geni. Apalagi setelah malam itu, ia pasrah memberikan tubuhnya. Bercinta, berulang kali. Saat itu di gelanggang pertarungan, nenek kembar Prameswari dan Kameswari berdiri mematung. Keduanya serba salah, menyerang sama artinya dengan mengantar nyawa. Mundur, berarti nama besar mereka hancur. Wajah keduanya pucat. Wisang Geni menatap keliling. "Jaranan pantas mati, hutang jiwa isteriku sudah terbalas. Mereka lainnya mampus karena punya rencana jahat menghancurkan Lemah Tulis. Siapa pun yang membunuh murid Lemah Tulis, akan kucari sampai ke liang kubur." Geni menatap dua nenek kembar. "Kalian lebih baik pulang kampung, jangan memusuhi Lemah Tulis supaya kalian se lamat, pergilah." Tanpa mempertimbangkan rasa malu dan nama besarnya Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 6 Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Pedang Pelangi 24