Pendekar Tanpa Tanding 11
Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera Bagian 11 lagi, nenek kembar itu melesat ke luar gelanggang, langsung turun gunung. Di kemudian hari dua nenek itu lebih banyak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ diam di perkampungan, mengasingkan diri, tidak mau lagi bertualang dan melanglang dunia kependekaran. Sekonyong-konyong Geni mendengar suara lirih memanggil namanya. Suara itu seperti dikenalnya. Dia menoleh ke arah suara. Seorang perempuan cantik memandang kepadanya. Sepasang mata itu tidak berkedip. Geni mengenali. "Sekar!" Geni melihat seorang lelaki jangkung usia limapuluhan berdiri di sisi Sekar, menggenggam tangan si gadis. Sekar menoleh berkata kepada lelaki itu, "Aku hanya mau mengucap kata perpisahan. Biarkan aku, kamu tahu aku tidak akan melarikan diri." Geni mendengar apa yang dikatakan Sekar. Kenapa" Apa yang terjadi" Mengapa sikap Sekar begitu tawar padanya" Ia menatap lekat lelaki itu tetapi belum pernah mengenalnya. Lelaki itu tampan, berdandan mewah. Dari bentuk dan warna pakaiannya, orang itu pasti dari keraton Kediri. Lelaki itu melepas genggaman membiarkan Sekar maju beberapa langkah. Sekar berhenti dalam jarak beberapa tombak dari Geni. "Pasti ada sesuatu yang tidak beres. Aneh, limabelas bulan berpisah, dan kamu tidak lari memeluk aku sebagaimana biasanya," berpikir demikian Geni diam tidak bergerak Ia menatap Sekar. Diam sesaat, dia menyapa kekasihnya. "Sudah lama kita tidak berjumpa, kamu masih cantik dan semakin cantik. Apa yang terjadi, isteriku Sekar?" "Aku berduka mendengar kematian kangmbok Wulan. Tetapi nasibku juga tidak beruntung. Nenek Dewi Obat dalam tawanan mereka. Aku tak bisa lari, aku harus bersedia menjadi isterinya dan dia akan membebaskan Dewi Obat." Dia berkata lirih yang hanya bisa didengar suaminya. Geni terkejut. "Siapa orang itu" Siapa mereka?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dia Pranaraja, dia mahamenteri orang kepercayaan Baginda Raja Tohjaya, ia paling berkuasa, melawan dia sama dengan melawan seantero kerajaan Kediri." "Aku tak akan melepas kau pergi, aku mencintaimu Sekar, apa pun yang terjadi aku akan menghadapi bahkan seluruh kerajaan Kediri sekali pun." Dia memandang mesra kekasihnya. "Aku mencintaimu Geni, tetapi nasibku memang buruk Aku harus pergi, sampai jumpa." Dia membalik tubuh. Pada saat itulah dia melihat seorang nenek tua sedang melangkah terseok-seok dengan memanggul tongkat sapu lidi. Langkah nenek itu menuju rombongan punggawa Kediri. Siapa lagi kalau bukan nenek dan gurunya, Si Nenek Sapu Lidi. Sekar mencium sesuatu bakal terjadi Neneknya pasti akan berbuat sesuatu untuk menolongnya. Dia membalik tubuh, memandang Geni dan bibirnya bergetar. Sekar mengirim suara. "Geni bersiaplah untuk tarung, nenekku sudah datang, ia pasti berbuat sesuatu!" Saat berikut Sekar berbalik. Ia melangkah ke Pranaraja. Neneknya sudah sangat dekat dengan rombongan Kediri. Melihat nenek tua renta yang jalannya saja sudah terseokseok, tak seorang pun curiga sehingga membiarkan si nenek mendekati rombongan. Mendadak Nenek Sapu Lidi bergerak cepat Ia menyerang dengan sapu lidi Sekar ikut menerjang. Pada saat bersamaan Geni sudah melayang. Pranaraja dan rombongan tak menyangka. Gebrakan nenek tua itu dahsyat, beberapa punggawa terdorong mundur. Pranaraja yang ternyata seorang sakti berusaha mencegah, namun Geni sudah sampai di dekatnya. Geni marah, mengibas dua tangan bagai menyibak air di kolam Kesiuran angin dingin menerpa Pranaraja dan orang di sekitarnya. Pada saat yang sama Sekar menerobos ke dalam rombongan. Ia bersama neneknya bertarung keras, banyak korban berjatuhan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keributan yang terjadi memancing orang lain. Gayatri mengajak dua pembantunya membantu Geni. Meski tidak mengenal orang, namun mudah mengenali lawan, karena semua punggawa Kediri mengenakan seragam keraton. Prastawana dan lima murid Lemah Tulis ikut meluruk, ini pertarungan sang ketua artinya juga pertarungan mereka. Hanya dalam sekejap nenek tua dan Sekar berhasil menolong Dewi Obat yang tertawan. Dua pendekar itu melindungi Dewi Obat. Gayatri dan pembantunya bertarung lawan Lembu Ampai, Samba dan Hanggada. Murid Lemah Tulis dipimpin Prastawana tarung lawan anggota Sinelir Kediri. Di sisi lain Wisang Geni terlibat tarung hebat dengan Pranaraja. Bentrokan tangan menimbulkan suara keras dan kesiuran angin. Geni mulai menggelar ilmu silat Menunggang Angin, ia melayang sambil mencecar serangan beruntun ke Pranaraja. Orang sakti ini kewalahan dan terdesak mundur. Beberapa anggota Sinelir meninggalkan lawan mereka untuk membantu Pranaraja. Tiba-tiba Pranaraja berseru, "Berhenti!" Suaranya keras dan terdengar wibawa. Semua orang berhenti tarung. Nenek Sapu Lidi dan Sekar menuntun Dewi Obat mendekati Wisang Geni, begitu pun Gayatri dan dua pembantunya serta murid Lemah Tulis. Dua rombongan ini saling berhadapan. Pranaraja membusungkan dada. Ia memang terkenal cerdas dan sakti. Dua hal itu membuatnya menjadi penasehat dan orang kepercayaan Raja Tohjaya. Ia tadi melihat, pihaknya sulit menang meskipun belum tentu akan kalah. Lawan sangat tangguh. Saat itu rombongan Tumapel dipimpin Panji Patipati belum ikut campur. Keadaan jelas tidak menguntungkan pihaknya. "Tidak ada gunanya tarung dilanjutkan, akan jatuh banyak korban. Ini hanya salah faham Kami menawan Dewi Obat dan cucunya, karena perbuatan mereka yang menentang kerajaan. Tetapi meneliti lebih lanjut, aku melihat perbuatan mereka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hanya suatu kesalahan kecil. Melihat bahwa mereka punya hubungan kerabat dengan Ki W isang Geni dan Lemah Tulis, maka aku mewakili Baginda Raja membebaskan kalian semua dari tuduhan makar terhadap keraton Kediri." Ia menatap Wisang Geni bergantian Sekar. Sambil menghela napas panjang, Geni mengangguk setuju. "Terimakasih atas kemurahan hati paduka mahamenteri bahwa pertarungan ini dihentikan dan kami bebas dari tuduhan makar. Tetapi kalau diperkenankan, boleh aku menanyakan suatu masalah di luar urusan ini?" Pranaraja mengangguk. Geni berkata lirih tetapi suaranya didengar semua orang. "Paduka mahamenteri, suatu waktu sepasang suami isteri dikeroyok sepuluh orang yang ilmunya mumpuni. Si isteri mati bersama bayi dalam kandungannya. Jika sang suami membalas dendam, apakah itu bertentangan dengan peraturan umum atau peraturan kerajaan?" Pranaraja tercenung. Dia tak tahu cerita apa di balik pertanyaan Wisang Geni. "Khusus kasus yang sampean sebut itu, maka balas dendam sang suami dianggap wajar dan tidak menyalahi peraturan." "Terimakasih, tuan. Perkenankan aku menantang Lembu Ampai tanpa melibatkan kerajaan Kediri. Dia bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap isteriku yang waktu itu sedang mengandung anak pertamaku." Geni menatap mata Pranaraja. Ada sinar mata memohon dalam mata Geni yang tidak luput dari pengamatan Pranaraja. "Dia memohon padaku, tetapi dia juga bisa bersikap tegas, lagi pula ini kesalahan Ampai pribadi," pikirnya. Ia memanggil Senopati Samba. "Kamu perintahkan semua anak buahmu, tidak boleh ikut campur urusan itu. Lembu Ampai yang berbuat, maka dia harus bertanggungjawab, biar tarung ini berlangsung adil. Aku suka nonton tarung yang adil." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Suasana hening. Sebagian orang mengira pertarungan sudah selesai. Mendadak Geni berseru lantang, "Lembu Ampai kamu bersama pasukanmu dan Lembu Agra mengeroyok dan membunuh isteriku, aku sudah bersumpah akan menagih hutang nyawa ini. Lembu Agra sudah mati. Kini aku menagih tanggungjawabmu." Lembu Ampai terkesiap. Nyalinya ciut melihat keperkasaan Geni. Tetapi di depan anak buah dan atasannya Pranaraja, dia tak mau hilang muka "Aku laki-laki sejati, bertanggungjawab atas semua perbuatanku. Tetapi bagaimanapun juga sebagai hamba kerajaan aku punya orang bawahan dan juga punya atasan. Pertarunganku dengan sampean pasti akan melibatkan banyak orang kerajaan." "Sampean pintar dan licik, tetapi pengecut. Kamu mau melibatkan banyak orang, bahkan kalau perlu kamu mengajak seluruh otang keraton Kediri, kamu berlindung di balik pangkat kerajaan, tetapi kamu sendiri tidak berani bertanggungjawab atas perbuatan membunuh isteriku, kau mengaku sebagai lelaki sejati tetapi kamu sebenarnya seorang pengecut kerdil, kamu memalukan citra punggawa kerajaan Kediri." Lembu Ampai naik darah. Dia mencabut senjatanya. "Itu sudah hukum alam, kalau kamu memusuhi aku itu sama saja kamu melawan kerajaan, itu artinya kamu memberontak dan hukuman bagi pemberontak adalah mati! T angkap dia!" Mendadak Senopati Samba berseru, "Maafkan saya, kangmas Ampai. Atas perintah Paduka Yang Mulia Mahamenteri Pranaraja, semua punggawa Kediri tak boleh ikut campur. Urusan ini adalah tanggungjawab kangmas Lembu Ampai seorang, biarkan tarung ini berlangsung adil, satu lawan satu. Aku sendiri yakin kamu akan bisa mengatasi lawanmu itu." Para punggawa Kediri terkesima. Apa yang dikatakan Pranaraja adalah perintah atas nama Raja Kediri. Tidak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seorang pun berani membangkang. Kepala Patlikur Sinelir senopati Samba telah mengumumkan perintah Pranaraja. Semua punggawa mengambil posisi istirahat, begitu juga para punggawa Tumapel dan murid Lemah Tulis. Kejadian ini di luar perhitungan Lembu Ampai. Semua berantakan, Lembu Agra dan para pendekar sewaan mati di tangan Geni. Bahkan sekarang ini Pranaraja dan punggawa Sinelir lepas tangan, tak mau terlibat. Dia harus menghadapi Wisang Geni satu lawan satu. Bagaimanapun juga Lembu Ampai seorang pendekar yang punya karakter dan ilmu silat mumpuni. Dalam situasi sulit dan terdesak, dia meyakinkan diri sendiri akan melawan Wisang Geni sampai titik darah penghabisan. Seorang pendekar, kalaupun harus mati, dia mati bersama kehormatan dan harga diri. "Sehebat apa pun ilmu silat W isang Geni, ia toh belum merasakan hebatnya pukulan Gelap Ngampar, jurus Keris Tujuh Kembang dan duabelas Pisau Terbang Formasi Bunga Mawar." Lembu Ampai melangkah ke tengah gelanggang. Langkahnya pasti. Ada keyakinan dalam pikirannya, ilmu ilmu silat tidak berdiri sendiri tapi didukung pengalaman, kematangan, strategi licik dan licin. Semua aspek itu dibutuhkan seseorang untuk memenangkan pertarungan mati hidup. Wisang Geni menatap Lembu Ampai yang sangat percaya diri. Matanya tajam, dalam dan dingin. "Orang ini kejam dan licik. Aku tak boleh meremehkan orang ini. Dia pernah menyerangku dengan pisau terbang, senjata itu sangat ampuh, aku harus waspada." Berpikir demikian, Geni mengembangkan dua tangannya, mengangkat sana kakinya dalam sikap menanti. "Hutang nyawa bayar nyawa, beberapa waktu lalu kamu menghalangi aku menolong isteriku. Kamu sepuluh orang mengeroyok aku dan isteriku, padahal kita tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pernah bermusuhan bahkan kita tak pernah bertemu sebelumnya." "Wisang Geni, sampean tak perlu bicara ngalor ngidul, mencari simpati orang. Waktu itu kita belum tarung tuntas, sekarang keadaan sangat berbeda, ini tarung mati atau hidup. Terimalah tamparan dari neraka." Belum habis ucapannya, Lembu Ampai sudah menerjang dengan tamparan berantai. Dua tangannya bagaikan saling mendahului. Angin panas terasa oleh sebagian orang dalam radius beberapa tombak. Itu jurus Gelap Ngampar. Geni mengelak dan menangkis sambil balas menyerang dengan pukulan keras. Dalam sepuluh jurus, keduanya saling serang. Dalam pertarungan pertama beberapa bulan silam, keduanya saling pukul dan menguji tenaga dalam. Waktu itu Geni unggul tipis. Sekarang, Lembu Ampai tarung beda strategi. Ia menyerang ganas tetapi selalu menghindari adu tenaga Lembu Ampai mengetahui nyawanya kini tergantung pada kemampuannya sendiri, tidak lagi mengharap bantuan orang lain. Geni me ladeni gempuran Gelap Ngampar lawan dengan lamban. Bergerak dan melayang seperti awan yang digiring angin, semua berjalan sebagaimana mestinya. Tidak ada ketergesaan. Geni melihat pertahanan Lembu Ampai sangat rapat. Ternyata Ampai tangguh melebihi Agra. Ada bedanya, jika Agra sangat bernafsu dan kelewat percaya diri dengan Pitu Sopakara. Lembu Ampai lebih hati-hati karena mengetahui ilmu silat Geni sangat tinggi "Dia sudah bertarung menghadapi banyak lawan, sudah melewati seratus jurus lebih, tenaganya pasti terkuras. Aku hanya menunggu dia letih, saat itulah aku meyerang dengan pisau terbang," katanya dalam hati. Berpikir demikian, Lembu Ampai bertarung waspada, sabar dan tidak bergegas. Dia lebih banyak bertahan dan mengulur-ulur Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo waktu. Jurus Keris Tujuh Kembang dan tamparan Gelap Ngampariidak mudah ditembus Geni. Manusia punya keterbatasan, tenaga manusia terbatas. Wisang Geni bukan manusia dewa. Letih mulai mengganggu geraknya. Sejak dari Gondang, melakukan perjalanan ke Lemah Tulis ia tidur semalam. Esok harinya ke Argowayang, empat hari perjalanan. Tadi siang begitu tiba dia langsung terlibat tarung lawan Lembu Agra dan begundalnya. Sejak siang sampai saat ini ketika matahari senja mulai redup, ia sudah tarung ratusan jurus. Pertarungan memasuki jurus tujuhpuluhan. Geni mengeluh, sadar tenaganya mulai berkurang digerogoti keletihan. Pikiran dan geraknya tidak lagi menyatu. Namun Geni masih bisa berpikir jernih. Bahwa ia harus selesaikan pertarungan secepatnya, sebab makin lama ia semakin letih. Ia harus berani mengambil resiko meski pun sangat berbahaya. Letihnya Geni tidak luput dari pengamatan Lembu Ampai. Gerak Wisang Geni tidak sehebat sebelumnya. Namun Lembu Ampai masih ragu, apakah menyerang sekarang juga atau menanti beberapa saat lagi sampai lawannya benar-benar letih. Maka Lembu Ampai terkejut ketika Geni menerjang maju. Geni memukul dada Lembu Ampai. Diam-diam senopati Kediri ini girang. 'Tucuk dicinta ulam tiba, kesempatan akhirnya datang juga, kini saatnya aku menyerang dengan dua belas Pisau T erbang Formasi Bunga Mawar," pikir Lembu Ampai Lembu Ampai memapas tangan Geni dengan keris, tangan lainnya memukul pelipis. Geni mengelak sambil mengibas kepala lawan. Lembu Ampai merunduk menghindari pukulan Geni sambil melepas keris, merogoh pisau di balik baju dan menghentak dua tangannya. Duabelas pisau terbang menerkam Geni. Kemudian ia menyambar kerisnya sebelum jatuh ke tanah. Lima gerakan itu dilakukan Lembu Ampai dalam sekejap mata. Sempurna. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Duabelas pisau melejit dalam Formasi Bunga Mawar mengarah dua belas titik penting tubuh Geni. Terdengar jerit penonton, serangan pisau terbang itu di luar dugaan. Dalam jarak sangat dekat, terpaut hanya satu tombak, Lembu Ampai dan penonton menduga pisau akan menghunjam tubuh Wisang Geni. Serangan itu mengejutkan Geni, yang tidak mengira lawan menyerang sekaligus dengan duabelas pisau terbang. Tetapi Geni tidak panik. Tak ada kesempatan mengelak atau pun menangkis. Geni membuat gerakan aneh, dua tangannya ditekuk di depan dada, kemudian memutar tubuh Tubuhnya berputar di atas satu kaki sebagai sumbu, gerak putarnya sangat cepat, bagai gasing. Bersikap seperti angin, bagaikan hamuk Lesyus, Nilapracoda dan Bajrapgti, angin topan yang dahsyat. Penonton tidak bisa menyaksikan apa yang terjadi, kepulan debu dan dedaunan kering yang terbawa dalam pusaran angin dahsyat telah menutup pemandangan. Wisang Geni dan Lembu Ampai seperti lenyap dalam pusaran angin. Sesaat kemudian, sebelas pisau melejit keluar dari kepulan debu dengan tenaga sambaran yang sangat kuat. Untung pisau terbang itu tidak mengenai seorang pun dari kalangan penonton. Saat berikutnya terdengar jeritan. Perlahan-lahan pusaran angin menghilang, debu menipis. Lembu Ampai terhuyunghuyung, dua tangannya tergantung tanpa tenaga, dua kakunya lemas, kepalanya menengadah sambil mengerang kesakitan. Dia rubuh di tanah. Tubuhnya tak bergerak, tewas. Kemudian orang me lihat W isang Geni duduk bersila, sebilah pisau nancap di pundaknya. Apa yang terjadi merupakan keajaiban, dalam keadaan tersudut dan mustahil bisa lolos dari sergapan pisau terbang, sekilas Geni menemukan jalan keluar. Putaran tubuhnya yang begitu cepat bagaikan gasing telah menyedot semua pisau ikut terbawa putaran. Hanya sebab datangnya pisau terlalu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ cepat, maka satu di antaranya yakni yang terdepan sempat menghunjam ke pundak Geni. Namun putaran tubuh itu telah memunahkan sebagian tenaga pisau sehingga hanya sepertiga badan pisau yang menusuk ke dalam daging pundaknya. Lembu Ampai tidak hanya menyerang dengan duabelas pisau terbang, tetapi membarengi tusukan keris dan hantaman Gelap Ngampar ke kepala Geni. Lembu Ampai yakin, serangannya pasti menewaskan lawan. Sama sekali di luar perhitungannya, jika tubuhnya bisa ikut terbawa pusaran angin dahsyat. Bahkan ia merasa tenaga pukulan lawan menghantam pundaknya membuat kerisnya terpental dan tangan Geni menampar kepalanya. Lembu Ampai merasakan kesakitan luar biasa sebelum tubuhnya doyong lalu terhempas ke tanah. Semua orang takjub. Lembu Ampai tewas. Padahal tadinya mereka mengira W isang Geni yang bakal tewas. Di tengah gelanggang Geni masih bersila. Prastawana dan murid Lemah Tulis maju mengelilingi dan me lindungi ketuanya. T ampaknya pertarungan Argowayang usai sudah. Sebagian besar penonton kembali ke rumah masing-masing seiring matahari senja mulai tenggelam. Prawesti dengan wajah bingung memandang Geni. Mata lelaki itu tertutup, tetapi nafasnya seperti biasa. Prawesti mengulur tangan, hendak mencabut pisau di pundak ketuanya. Tetapi dicegah Sekar. Gayatri juga mencegah, berseru, "Jangan, jangan kamu cabut pisaunya!" Prawesti yang sejak bertemu sudah cemburu dan kesal terhadap Gayatri, tak mau peduli. Ia meneruskan maksudnya. Tetapi Sekar dan Manjangan Puguh yang entah kapan bergerak, sudah berada di dekat Geni, menghalangi maksud gadis itu. "Jangan dicabut, pisau itu beracun, jika dicabut racun akan lebih cepat menjalar." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gayatri mendekat, namun dihalangi Prawesti dan Gajah Lengar. "Ketuamu kena racun ganas, aku mau memberi obat pemunah, kalian minggir," kata Gayatri. Prawesti berkata ketus, "Obat" Obat apa" Pasti racun!" Gadis India itu tidak marah. "Terserah kamu, tetapi buat apa aku meracuni dia, aku ingin menolong karena dia masih punya hutang padaku, supaya dia bisa cepat membayar hutangnya. Tanyakan pada ketuamu itu, mau kutolong atau tidak?" Geni membuka mata. "Kamu selalu suka memaksa, mana obatnya. Cepat berikan, lukaku sudah mulai gatal," sambil ia membuka mulut lebar-lebar. Gayatri tersenyum, menghampiri Geni. Prawesti menyingkir, wajahnya cemberut. Sekar berjaga jaga, takut gadis India itu menurunkan tangan jahat. Sekar ingat Gayatri pernah berkata akan menantang Geni untuk membalas dendam Lahagawe. Sekar berkata ketus, "Jangan coba-coba membokong suamiku, akan kugorok lehermu!" Gayatri mendengus. Ia memeriksa luka. Kulit di sekitar pundak berwarna biru kehitaman. "Ini racun ganas. Aku tidak tahu racun apa ini, tetapi jelas sangat berbahaya dan sanggup mematikan dalam waktu singkat. Darah yang keluar tidak banyak karena sudah banyak yang membeku kena racun. Jika makin banyak darah beku dan jika sudah tak ada lagi darah yang merembes keluar, maka pengobatan akan lebih sulit. Darah beku itu harus dikeluarkan, diisap," kata Gayatri kepada Geni. Saat itu juga Prawesti berkata, "Biar aku yang mengisap." Gadis ini mendekat sambil tangannya mendorong pergi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gayatri. Maksudnya hendak menyingkirkan Gayatri dari hadapan Geni. Gayatri tidak me ladeni. Ia hanya berkata lirih, "Itu racun ganas, mulutmu akan merasa gatal, kemudian rasa baal, lalu kesemutan, kau pasti akan keracunan. Akan lebih sulit mengobatimu dibanding luka Wisang Geni, karena mulut berhubungan langsung dengan pernafasan, racun akan cepat menjalar ke jantung." Prawesti bersikeras dengan nada tinggi "Aku tidak takut." Ia kemudian merunduk, namun tangan Geni mencegahnya. "Tunggu Prawesti! Katakan Gayatri, bagaimana baiknya." Saat itu Sekar mencari-cari seseorang, mana nenek Dewi Obat dan Nenek Sapu Lidi. Ia melihat neneknya sedang mengurut punggung Dewi Obat. "Terserah padamu, aku punya obat yang bisa membasmi segala macam racun ganas. Tetapi darah beku harus dikeluarkan, setelah itu baru bisa diobati. Hanya orang yang mengisap akan terkena racun dan kalau pun bisa diobati mulut orang itu akan cacat." Geni mengambil keputusan. "Kalau begitu biarlah, tak seorang pun yang perlu mengisap darahku ini. Apakah ada jalan lain?" Terdengar suara lirih tetapi bisa didengar semua orang. Suara Dewi Obat agak gemetar, "Sekar, ambil bambu yang lubangnya kecil, kamu sedot darah beracun itu dengan menggunakan bambu itu, cepat lakukan!" Sekar melesat ke pohon bambu. Sekejap ia sudah jongkok di sisi Geni. Tadinya Prawesti dan Gayatri tak mau memberi jalan. Sekar mendorong mereka. "Kalian minggir, dia suamiku, aku berhak mendampinginya." Geni menatap kekasihnya itu. "Sekar aku rindu padamu," bisiknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekar tersenyum, tanpa menunda waktu ia tempelkan bambu kecil ke luka Geni, lalu mencabut pisau yang nancap di pundak Geni. Tiba-tiba Gayatri menyodorkan pil warna putih. "Sekar, ini pil anti racun, supaya mulutmu aman." Sekar menatap mata Gayatri. Gadis India itu mengangguk dan tersenyum. Sekar membuka mulurnya, Gayatri menyuapi Sekar mulai mengisap, darah beku itu tersedot tetapi sebelum masuk mulut, ia menyembur ke tanah. Ia lakukan berulang kali sampai yang keluar adalah darah merah. "Selesai," sambil berkata, Sekar membalik tubuh. Ia muntahmuntah. Tanpa sadar Prawesti berseru, "Kamu keracunan?" Sekar menjawab lirih, "Aku tak apa-apa, aku cuma tak tahan bau racun itu." Gayatri merogoh sakunya, memberi Sekar sebutir pil warna biru. "Apa ini?" tanya Sekar. Gadis India berbisik di telinganya. "Supaya mulutmu wangi, suami kita itu suka mencium mulut, kamu tahu kan?" Sekar memandang heran. Gayatri tertawa lirih. Ia berbisik lagi. "Perawanku sudah dia ambil, dua malam berturutan, sungguh liar dan kuat. Apa kamu marah padaku?" Sekar menggeleng. Ia berbisik lirih di telinga Gayatri. "Dasar mata keranjang, bajingan. Mungkin Geni harus punya isteri lebih, kalau hanya seorang, isterinya bisa cepat tua dan cepat mati." "Eh Sekar, kenapa kau percaya padaku, mau menelan pil obatku, padahal kita pernah tarung" Kamu tak takut pil itu beracun?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Matamu jujur dan polos, tak ada sinar dendam dan amarah. Lagipula buat apa kamu meracuniku?" Gayatri berbisik, "Kamu cerdas dan berani. Semoga kita berkawan, sebab terus terang aku tak pernah mau bermusuh denganmu." Saat itu Prawesti sedang bingung. Tak tahu bagaimana menolong Geni. Darah merembes dari luka yang menganga. Berdua Sekar, Gayatri menghampiri Geni. Ia memberi pil putih. "Ini peluru salju dari Hima laya pembasmi semua racun ganas," ia menyuapi Geni, kemudian melanjutkan, "Sekarang, pada saat aku menekan lukamu kau harus mendorong dengan tenaga dalam, kau siap?" Gayatri menotok beberapa titik di sekitar pundak lalu menekan daerah sekitarnya, pada saat berbarengan Geni mendorong dengan tenaga. Darah kental muncrat dari lubang luka, warnanya merah agak hitam dan bau busuk. Ketika warna darah mulai merah dan semakin merah, Gayatri berhenti. Gayatri meremas pil salju dan melabur ke luka kemudian merogoh sesuatu di pinggangnya. Bentuknya seperti jarum dengan benang halus. "Lukamu lebar dan dalam, harus dijahit, mau kujahit?" Geni mengangguk. Gayatri dengan cekatan menjahit luka. Sekejap saja luka sudah rapat. Hanya tampak bekas seperti goresan. Ia menatap Geni. "Racun itu racun ganas, tetapi obatku lebih hebat, kamu akan sembuh dalam sekejap. Kini tinggal urusan kita, nanti malam kamu harus temui aku, hutangmu harus kamu bayar, tak ada alasan untuk tidak datang, awas kamu" "Terimakasih, tak kusangka kau mahir mengobati orang. Nanti ma lam aku pasti menemuimu" Geni memegang tangan Gayatri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Pada saat itu Pranaraja menegur Wisang Geni. "Kamu cepat pulih, bagus. Racun pisau Lembu Ampai memang ganas. Tapi ilmu s ilat sampean mumpuni bahkan aku pun kewalahan." Wisang Geni memaksa berdiri. "Tidak benar itu, paduka sakti mandraguna, paduka sengaja telah mengalah dan memberi aku kesempatan hidup, terimakasih." "Sampean berilmu tinggi, tetapi sampean sangat rendah hati, aku ingin mengikat tali persahabatan dengan sampean, aku mewakili diri pribadi dan juga keraton, mengundangmu ke keraton Kediri." Panji Patipati dan punggawa Tumapel terkejut dengan undangan itu. Dalam hati mereka khawatir Geni menerima Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo undangan itu. Setelah berpikir sejenak, Geni menyahut, "Terimakasih undangan paduka, aku sulit menolak, sulit menerima, maafkan aku, selama ini aku membatasi diri dalam urusan kerajaan, maaf paduka." Pranaraja senang. "Kata-kata sampean ibarat emas, sampean tidak ke keraton Kediri dan juga tidak ke Tumapel, itu sangat bijaksana." Rombongan Kediri kembali ke rumahnya. Begitu juga orang-orang lain. Mereka butuh istirahat untuk menghadapi malam perburuan widali. Wisang Geni melangkah. Tiga perempuan itu, Sekar, Gayatri dan Prawesti berebut menggandeng lengannya. Geni tersenyum kecut. "Masalah baru, tiga perempuan, tanganku cuma dua," katanya. Tiga perempuan tertegun. Sekar membuka mulut. "Geni, suamiku, kamu harus tegas. Aku tadinya nomor dua, setelah kangmbok Wulan mati, aku harus menjadi nomor satu. Tentang Gayatri dan Prawesti, aku tak ikut campur, kamu yang putuskan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Saat itu muncul Ekadasa. "Aku juga isterinya, kami bercinta di keraton T umapel, dua malam tak pernah berhenti." Prawesti menyela, "Tetapi kamu kan punggawa keraton." Ekadasa tersenyum genit. "Aku akan mundur dari keraton Tumapel, aku lebih suka mengikuti petualangan mas Geni." Wisang Geni mengeluh. "Ini masalah besar. Lebih berat dibanding pertarunganku tadi. Sebenarnya kalian semua sama saja, semua isteriku, tak ada bedanya." Sekar membantah, "Tidak bisa begitu, aku tetap harus nomor satu, Geni kamu harus tegas, kamu sudah janji padaku!" Geni menoleh keliling. Tak ada orang. Semua orang sudah bubar. Hari mulai gelap. Ia berkata dengan wibawa yang dibuat-buat "Baik, ini keputusanku, adil. Tak boleh dibantah. Sekar nomor satu, dia lebih dahulu dari kalian bertiga. Gayatri nomor dua, karena aku berjanji mengawininya. Sebenarnya Prawesti lebih duluan, tetapi aku tidak berjanji padanya. Ekadasa juga aku tidak berjanji. Jadi Prawesti nomor tiga, Ekadasa nomor empat, semua sudah beres, tak boleh ada yang protes!" Gayatri memotong, "Aku tidak protes, tetapi kamu sudah janji tadi akan datang ke rumahku, menyelesaikan urusan kita." Sekar memotong, "Urusan Gayatri itu bisa ditunda. Geni harus bersamaku, aku sudah enambelas purnama berpisah." Geni merangkul erat pinggang Sekar. "Aku rindu isteriku yang ini. Aku pergi dengannya, kalian kembali ke rumah, tengah malam nanti aku ke rumah Gayatri" Sekar memotong, 'Tidak, jangan tengah malam, besok siang saja." Sambil ia memandang Gayatri dengan penuh arti. Gadis India itu mengangguk dengan senyum melirik Geni. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aku tunggu kamu besok siang, Geni, tetapi kamu harus datang seorang diri." Tak mau lama-lama lagi, Sekar mengajak Geni ke rumah terpencil dalam hutan di kaki gunung. "Sekar, kamu tahu dari mana ada gubuk tua ini." Gadis itu tak menjawab, ia menerkam Geni, rindu belasan purnama ia tumpahkan dengan tangis dan rintihan. "Kau bercinta dengan Gayatri, dengan Prawesti, dengan Ekadasa, kamu lupa daratan, lupa padaku, kamu jahat" Geni menciumi sekujur tubuh molek itu, Sekar merintih, membisik nama Geni berulang-ulang. Geni mendapatkan Sekar yang liar, kuat dan sangat bernafsu. Keduanya bercinta seakan tak ada lagi hari esok. Semalaman. Apa yang dikatakan Sekar benar adanya, satu malam saja tidak cukup untuk membayar rindu birahinya. Ketika fajar menyingsing, Geni lelap. Sekar bangun. Ia menatap sepuasnya kekasih pujaannya. Ia menciumi tubuh Geni. Lelaki itu terjaga. "Aku rindu padamu Geni. Enambelas purnama aku tersiksa memikirkan kamu, padahal kamu enakenakan bercinta dengan Wulan, Prawesti, Gayatri bahkan Ekadasa juga." "Kamu marah, cemburu?" Sekar menggeleng. "Aku cemburu, tetapi aku mengerti apa maumu dan aku memberi kamu kebebasan. Aku senang, karena kamu lebih mementingkan aku dari yang lain. Menurutmu siapa paling cantik, paling indah tubuhnya dan paling panas dalam bercinta?" 'Tentu saja kamu, Sekar, kekasihku." "Kamu bohong, semua perempuan kamu puji. Di depan Gayatri kamu memuji Gayatri." Geni mencium lehernya. "Aku sungguh-sungguh, kamu paling cantik. Matamu, mulutmu, semuanya. Kamu cantik Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ jelita, segar dan ceria. T ubuhmu paling indah, pinggang kecil, perut rata, buah dada tegak sintal, bokong dan pinggulmu tak ada lawan, paha dan betismu indah. Tetapi jujur saja, kalau paha dan betis, mbakyu-mu Wulan lebih indah. Sekarang Wulan sudah pergi, tentu saja paha dan betis kamu yang paling indah. Dalam bercinta, kamu liar dan panas, hampir sama dengan Gayatri. Ada satu lagi yang membuat aku harus mendahulukan kamu dibanding semua perempuan lain di kolong langit ini, kamu mau tahu?" Sekar merasa tersanjung, ia mencium mulut Geni. "Katakan kekasihku." "Karena kakekmu, Eyang Suryajagad, sudah titip pesan padaku, jangan sia-siakan Sekar. Tanpa pesan itu saja aku sudah kasmaran dan jatuh bangun mencintai kamu, apalagi ditambah adanya pesan dari orangtua yang paling aku muliakan di muka bumi" "Kamu ketemu kakek Suryajagad, kamu ketemu di mana" Di mana kakek sekarang?" "Dia sudah pergi, mungkin beliau akan moksa." Sekar terdiam. Matanya berair. "Aku ingin ketemu kakek." "Sekar, kamu harus legowo. Kakekmu sudah menyelesaikan tugasnya di tanah Jawa ini" "Aku sudah rela dan pasrah. Tetapi kamu harus ingat pesan kakekku, jangan sia-siakan aku." Sekar merangkul suaminya, pahanya melingkar di paha suaminya. "Geni, katakan lagi, kamu mencintai aku, jatuh bangun mencintai aku, apakah begitu hebat kamu kasmaran padaku?" Geni menggumam sambil menggumuli tubuh isterinya. "Aku bercinta dengan banyak perempuan, tetapi aku hanya mencintai seorang perempuan, namanya Sekar. Aku juga tersiksa memendam rindu. Aku sering mengingat percintaan kita di Lembah Cemara, itu percintaan dahsyat, aku tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pernah bisa lupa. Tetapi, tadi malam caramu bercinta lebih dahsyat lagi. Sekar, aku tadinya cemburu melihat Pranaraja memegang lenganmu, tangannya hampir nyenggol buah dadamu." Sekar tertawa menggoda. "Ia kasmaran padaku, tetapi ia sopan, selama tiga hari bersamanya, ia tidak berani menyentuhku. Ia tahu aku akan melawan meskipun harus korban jiwa." Sekar sebenarnya baru empatbelas hari turun gunung. Tujuannya hanya satu yang paling penting, ia ingin menemui Wisang Geni. Ia menuju Lemah Tulis. Di tengah jalan di desa Gondang ia berjumpa bahkan tarung dengan Gayatri. Di desa itu ia mendengar berita perburuan widali di gunung Argowayang membuat ia mengubah perjalanan. "Aku merasa pasti, kamu akan ke Argowayang. Aku lantas menuju Lembah Cemara mengajak nenek Kunti ke Argowayang. Di tengah jalan ketemu rombongan Kediri. Mereka menggoda, terjadi tarung, senopati Hanggada kutempeleng sampai pipinya bengap. Muncul s i Pranaraja, aku mampu mengimbangnya puluhan jurus. Itu sebab mungkin ia kasmaran padaku. Entah bagaimana caranya, nenek Kunti sudah ditawan. Mereka mengancam aku. Kebetulan mereka menuju Argowayang, jadi aku manda saja menjadi tawanan sambil mencari kesempatan menolong nenek Kunti. Selanjutnya kamu sudah tahu ceritanya." "Ilmu silatmu sekarang maju pesat, mungkin sudah lebih tinggi dari aku, repot, sebagai suami aku akan sulit memerintah kamu. Bisa-bisa kamu menjajah aku." "Kamu ngaco, ilmu silat yang kau perlihatkan ketika membunuh Lembu Agra dan Lembu Ampai, mana bisa kulawan. Aku hanya bisa mengalahkan kamu di sini, dalam bercinta, membuat kamu kasmaran dan jatuh bangun mencintaiku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kamu benar Sekar, aku kasmaran dan setiap berada di dekatmu, aku terangsang. Tadi waktu pertama melihat kamu, memandang wajah dan tubuhmu, aku sudah hendak menerkam, memeluk dan bercinta denganmu." Geni mencium mulut kekasihnya. Dan Sekar menggelinjang, ketika tangan dan mulut Geni s ibuk menelusuri sekujur tubuhnya. Keduanya bercinta lagi untuk kesekian kalinya. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perkawinan Matahari sudah lama tenggelam. Sinar bulan malu-malu sembunyi di balik awan. Tampak rumah yang ditempati rombongan Lemah Tulis. Wisang Geni sejak sore semedi memulihkan tenaganya yang banyak terkuras beberapa hari belakangan. Prawesti bersila di depannya. Wajah gadis cantik ini kelihatan gundah, gelisah dan cemberut. Seharian ia cemburu mengetahui hubungan Geni dengan gadis India begitu akrab. Apalagi kecantikan Gayatri begitu menonjol. Kemudian tadi malam sampai keesokan sore Geni berduaan bersama Sekar. "Pasti mereka bercinta," gumamnya. Dia bahkan cemburui Sekar yang dia tahu adalah isteri W isang Geni. Semua murid selesai santap malam. Mereka istirahat ngobrol di ruang tengah. Topik paling menarik tentulah pertarungan kemarin siang. Sepak terjang sang ketua yang luar biasa. Mereka takjub dan makin mengagumi Geni. Juga lega karena Lembu Agra dan Lembu Ampai sudah tewas. Dengan demikian dendam berdarah matinya Walang Wulan sudah lunas. Mereka menebak-nebak ilmu silat yang dima inkan ketua waktu tarung lawan Lembu Ampai. Hebatnya ketua bisa mengelak dari serangan licik duabelas pisau terbang yang diolesi racun ganas. Dan siapa lagi si gadis India cantik yang menolong ketua. Tampaknya ketua punya hubungan intim dengan si gadis. Lalu muncul Sekar, isteri ketua yang sudah satu tahun menghilang. Dyah Mekar tertawa geli. "Ada empat perempuan yang jadi isteri ketua, Sekar, Gayatri, Prawesti dan tiba-tiba saja Ekadasa muncul mengaku sudah bercinta dengan ketua. Ketua kita tak cuma hebat ilmu silatnya juga punya jurus penakluk perempuan yang ampuh." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mereka mengakui Gayatri muda dan sangat cantik. "Kupikir ia cantik tak ada bandingan," komentar Dyah Mekar. "Menurutku, Sekar lebih cantik," kata Prastawana suami Dyah. Tetapi dalam hati mereka prihatin akan nasib Prawesti. Bukankah Prawesti cukup lama berkorban mencintai ketua. Bahkan keintiman ketua dengan Prawesti sudah seperti suami isteri. Bagaimana teganya sang ketua melupakan jasa baik Prawesti. Prawesti sedang gundah. Sebagai wanita, perasaannya mengatakan ketuanya sudah jatuh cinta pada Gayatri. Tampaknya Gayatri juga mencintai ketua, bahkan terangterangan memperlihatkan perhatian dan cintanya pada ketua. Prawesti dibakar cemburu. Ia memandang lelaki yang dicintainya itu. "T ahukah dia aku sangat mencintainya, kenapa dia lebih mencintai Gayatri, apakah ia akan melupakan aku begitu saja, apa yang harus kuperbuat, aku bingung." Selesa i semedi, Wisang Geni berkata pada Prawesti. "Aku harus pergi menemui Gayatri." Ia melangkah ke jendela. Prawesti berdiri, sambil berkata lirih dan agak sendu. "Ketua, aku mohon jangan tinggalkan aku, biarkan aku tetap melayanimu. Kau sudah berjanji padaku." Laki-laki itu memandang Prawesti. Ia menghampiri, memeluknya lembut. "Tidak, aku tak akan meninggalkan kamu, aku tak akan melupakan kamu Westi." Lelaki itu melompat lewat jendela dan menghilang di kegelapan ma lam Prawesti menatap keluar jendela. Di luar gelap gulita, segelap hatinya yang gundah. Prawesti berbaring, mendadak ia bangkit, melompati jendela. Ia nekad membuntuti Geni. "Aku akan ngintip dari jauh, aku tak percaya gadis India itu, mungkin dia memasang perangkap." Begitu Geni menginjak kaki di beranda rumah, tiba-tiba serangan bor maut mengancamnya. "Tahan seranganmu, ini aku." Urmila dan Shamita keluar dari ruangan dalam "Oh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ maaf, kami hanya berjaga-jaga, silahkan masuk, putri menunggumu di dalam." Geni masuk. Ia melihat Gayatri duduk. Gadis itu tersenyum, ia senang me lihat Geni. Di hadapannya sebuah meja dan sebuah kursi kosong. Di atas meja tersaji hidangan. "Kamu datang terlambat, tetapi tak apa, duduklah. Mari kita makan." Keduanya duduk berhadapan. Malam itu Gayatri tampak cantik luar biasa. Penerangan obor damar yang remangremang makin mempertegas kecantikannya. Ia mengenakan celana hitam dengan baju lengan pendek warna hitam, kontras dengan kulit tubuhnya yang putih. Rambutnya dikonde memperlihatkan lehernya yang jenjang dan putih bersih. Geni tak sadar memuji. "Kamu cantik sekali." Gayatri tersenyum "Terimakasih atas pujianmu. Dan kamu laki-laki tampan paling licik dan paling kurangajar yang pernah kutemui dalam hidupku. Bagaimana, kamu bercinta Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo semalaman bersama Sekar, sudah puas?" Wisang Geni tertawa, mengalihkan pembicaraan. "Gayatri, makanan ini baunya harum, tetapi tampak asing bagiku, makanan apa dan siapa yang masak?" "Aku yang masak, itu resep India, rasanya enak, kamu pasti suka, cobalah. Makan yang kenyang supaya kalau kamu kalah tarung, kamu tidak punya alasan lapar atau belum makan." "Memangnya aku mau diadu tarung lawan siapa?" Gayatri tersenyum "Kita tarung. Kamu berbuat banyak kesalahan padaku. Kau harus bertanggungjawab. Sekarang makanlah, tak usah khawatir, makanan itu tidak ada campuran racun." Geni me lahap ayam panggang yang dimasak dengan bumbu khas India. "Lezat, ternyata tidak cuma cantik kamu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ juga pandai masak. Kamu belum mengatakan apa saja kesalahanku?" Gadis itu menatap Geni. Matanya berkaca-kaca. "Aku sungguh mencintaimu. Aku sampai lupa daratan, memberikan tubuhku yang masih perawan dan yang belum pernah disentuh lelaki. Kamu tahu Geni, jika orangtuaku tahu aku sudah tidak perawan lagi, hukumannya mati." Airmata mengalir di pipinya. "Tetapi kamu mempermainkan aku" "Tidak Gayatri. Aku tidak mempermainkan kamu, aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh." Suara Geni meski lirih namun mengandung ketegasan. Gadis itu menggeleng kepalanya. "Jelas, kamu mempermainkan aku. Kamu sudah tahu aku sedang mencari Wisang Geni untuk tarung dan membalas dendam. Tetapi kamu memberi nama palsu, Ambara, kamu meniduriku, kamu pura-pura mencintaiku. Jika saat itu kamu mengaku Wisang Geni, aku pasti tak sampai terjebak dan kehilangan perawan. Kamu tega berbuat seperti itu, mengapa kamu lakukan padaku Geni" Sekarang ini apa yang harus aku lakukan?" "Kamu tak perlu risau Sekarang ini kamu sudah menjadi isteriku." Gayatri menggerakkankepala membuat rambut yang di kondenya terlepas, terurai di bahu. Ia senyum dan bergaya, memperlihatkan semua pesona kecantikan yang dimilikinya. "Aku sudah menjadi isterimu" Tidak bisa begitu saja. Di Hima laya, untuk menjadi suami isteri harus lewat upacara perkawinan. Lagipula siapa pun lelaki yang menjadi suamiku dia harus bisa mengalahkan aku dalam suatu tarung ilmu silat." Wisang Geni menggenggam tangan si gadis. "Lupakan tarung itu, bicara tentang kawin. Kita kawin dengan upacara, apa sulitnya" Tetapi yang penting, kamu kan sudah menjadi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ isteriku. Dan aku tidak main-ma in, aku sungguh-sungguh mencintaimu." "Aku isterirnu. Sekar juga isterimu. Geni, bagaimana aku dibanding Sekar, siapa lebih cantik, siapa lebih panas dalam bercinta, Sekar atau aku?" Geni menggeleng, ia menatap Gayatri. "Sekar itu cantik Jawa, kamu juga tak kalah cantiknya, kamu cantik Himalaya. Dalam bercinta, dia lebih panas, tetapi kamu lebih lembut. Kalian berdua membuat aku tergila-gila." "Kamu jujur, meskipun masih saja licik, kamu pintar bicara, pintar merayu." Gayatri tersenyum Ia tahu Sekar lebih cantik dan lebih molek tubuhnya namun ia puas bahwa Geni tetap terpikat akan kecantikannya. "Malam ini aku akan membuat dia tak bisa melupakan aku," katanya dalam hati. Ia mengerahkan segenap pesona diri yang dimilikinya lewat mimik wajah dan gerak tubuh. Dan memang Geni terpesona memandang kecantikan di hadapannya. Kecantikan yang nyaris sempurna. Geni merasa getaran cinta dan kehangatan memancar dari sepasang mata coklat Gayatri yang indah. Semakin Gayatri mencintainya semakin ia kasmaran akan gadis itu. Geni menghela nafas. Sejak pertemuan pertama, Geni tak pernah tidak memikirkan gadis ini. Dia bercinta dengan Ekadasa tetapi fantasinya mencari-cari wajah Gayatri. Bercinta dengan Gayatri, satu malam di desa Gondang dan satu malam dalam perjalanan, adalah petualangan sangat berkesan. Malam menjelang berangkat ke Argowayang, ia meniduri Prawesti lantaran rindu asmara kepada Gayatri. Tetapikemarin waktu bercinta dengan Sekar, pelepas rindu enambelas purnama, ia tahu bahwa Sekar lebih penting dari segala apa di muka bumi, juga lebih penting dari Gayatri. Namun ia tetap terangsang akan pesona Gayatri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Geni menjawab jujur, "Gayatri, aku tergila-gila padamu, sekarang ini aku tidak peduli, meskipun harus menyeberangi lautan api asal memperoleh cintamu, aku mau. Aku ingin memiliki kamu, ingin kamu selalu ada di sisiku. Aku mencintai kamu sejak pertama kali bertemu di hutan itu." Sepasang mata Gayatri berbinar, memancarkan sinar kebahagiaan. "Kamu sudah meniduri aku, kamu tahu betapa aku mencintaimu, cinta sepenuh hati sehingga aku mau saja memberikan perawan dan kehormatanku. Saat itu aku tahu kamu lelaki bernama Ambara, jika saat itu aku tahu kamu adalah W isang Geni, aku tetap akan memberimu cinta dan perawanku. Aku mencintai kamu karena dirimu, dan itu tak akan luntur dan berubah walau kamu bernama Wisang Geni, pendekar yang harus kuajak tarung." Geni memegang tangan Gayatri, mengecup tangannya. Gayatri tersenyum memperlihatkan gerak mulut yang indah, ia berpindah duduk di samping Geni. "Aku tahu kau dicintai banyak perempuan dan kamu mengobral cintamu kepada siapa saja perempuan yang membuat birahimu terangsang. Mungkin saja kamu hanya tergoda dan bernafsu meniduri aku dan pura-pura mencintai aku." Ketika dia hendak memotong pembicaraan, jari tangan si gadis menutup mulurnya. "Aku belum selesa i, kekasih. Kamu licik dan suka mempermainkan wanita. Waktu kamu menciumku di hutan, aku yakin kamu sedang pasang perangkap, setelah mendapatkan manis tubuhku, kau akan pergi." Dia selesai makan. "Kamu benar, Gayatri, semua laki-laki normal akan bernafsu melihat kecantikanmu Aku juga bernafsu. Jika cuma ingin tubuhmu waktu itu aku bisa memerkosamu Tetapi aku belum pernah dan tak akan pernah melakukan pemerkosaan. Ada sesuatu daya tarik dalam kecantikanmuyang membuat aku ingin mengenalmu dan memiliki kamu" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kamu dengar Geni. Waktu itu ketika kau menciumku, tanganmu mengelus punggung dan meremas bokongku, aku marah, sangat marah. Tetapi aku tak berdaya, aku tak punya tenaga. Belakangan aku berpikir, bahwa bukan itu alasan aku tidak berontak, yang benar adalah aku tak mau berontak dengan kata lain aku menyukai kenakalanmu Sebenarnya saat itu kamu telah menaklukkan aku." Mereka duduk bersanding. Geni me lingkarkan tangan di punggung kekasihnya. Gayatri tersenyum Ia sudah memutuskan akan tarung keras dan mengalahkan Geni. Membuat lelaki itu menjadi tawanan. Lalu ia akan memaksa Geni mengabulkan semua permintaannya. Ia membiarkan tangan Geni menggerayangi buah dadanya. Geli. Dia meneruskan kisahnya. "Waktu di hutan itu setelah kamu pergi, aku menyesal mengapa tidak ikut denganmu Aku berpikir mungkin aku sudah gila, tetapi nyatanya tidak. Aku sadar bahwa aku dilahirkan untuk kemenanganmu, dan bahwa kamu adalah pelindungku, kamu harus menjadi suamiku. Tetapi waktu itu kenapa kamu menciumku dan tanganmu begitu nakal?" "Aku tak tahu, mendadak saja aku menyukaimu, aku merasa ingin memilikimu, lalu timbul akal nakal itu, lalu aku lakukan begitu saja, tanpa berniat buruk. Aku memang terpesona melihat wajah dan buah dadamu. Pemandangan itu melekat terus, bahkan sampai malam aku meniduri Ekadasa, aku membayangkan dirimu." "Kamu gila!" "Ya gila, tergila-gila padamu!" "Setelah kamu mendapat perawanku, malam itu, apa pikirmu?" "Aku makin kasmaran seperti ketagihan, aku tidak mau melepas kamu pergi, aku ingin kamu selamanya berada di sisiku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Waktu itu kau belum mengaku bahwa kamu adalah Wisang Geni, mengapa?" "Aku khawatir menjadi masalah di antara kita. Tetapi aku tahu pada saatnya nanti aku tak bisa mengelak, hanya aku berharap kamu tidak akan berubah. Makanya aku senang kamu tidak berubah!" "Kamu yakin aku jujur padamu" Kau yakin makanan yang kau telan tadi tak ada racunnya" Kau yakin aku tak membunuhmu atau berencana membalas dendam kakek Lahagawe?" Gayatri menatap lekat-lekat mata lelaki itu. Geni menggeleng, "Aku yakin kamu mencintaiku. Aku tahu itu waktu bercinta denganmu. Kalau aku salah menilai dirimu, aku tidak menyesal mati di tanganmu.*' Perempuan itu menghela napas. "Sekarang, kau yakin bahwa aku mencintaimu, amat mencintaimu?" Ia merapatkan tubuhnya ke tubuh Geni. Tangannya melingkar di leher Geni. Keduanya berciuman. Lama dan panjang. Birahi kelakilakiannya bergelora. "Gayatri, aku terangsang." "Hati-hati, perma inan cinta ini bagian dari rencana dan siasat tarung, jika kamu terangsang, kamu bisa kalah." "Aku tak peduli dengan tarung itu, aku pasti akan kalah." "Kamu tidak boleh kalah, jika kalah kamu tak akan mendapatkan aku sebagai isteri, aku akan pulang dan mati di India. Tetapi kalau kamu menang, aku akan tetap mendampingimu sebagai isteri dan tiap hari memberimu nikmat kesenangan!" "Kalau begitu aturan mainnya, aku pasti mengalahkan kamu! Tetapi katakan, mengapa ada aturan gila macam ini?" "Urusanku dengan ayah, aku pernah bersumpah bahwa hanya lelaki yang mengalahkan ilmu silatku yang akan menjadi suamiku. Dan aku tak mau melanggar sumpah. Itu sebab, kamu harus menang. Kalau kamu kalah meskipun Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kamu sudah bercinta dan mengambil perawanku tetapi kamu tak boleh jadi suamiku, kita hanya sebagai kekasih saja." Saat itu di kegelapan malam, di balik pepohonan seberang rumah, Prawesti mengintip dari jauh. Ia bisa memandang lewat jendela. Ia melihat W isang Geni dan Gayatri bercakapcakap, pelukan dan ciuman. Prawesti membuang nafas, gundah dibakar cemburu. Tiba-tiba terasa getar angin dan suara ranting patah, ia terkejut ketika seorang wanita muncul di dekatnya. Dia Ekadasa. Pengawal keraton T umapel ini memberi isyarat jari telunjuk di mulut. Prawesti mengerti Kedua wanita ini tanpa sadar langsung berteman, merasa senasib. Sama-sama menyukai Wisang Geni, tetapi sekarang merasa ditinggalkan lelaki itu, keduanya gundah dan cemburu Keduanya mengintai dari jauh, tak berani terlalu dekat karena tak mau ketahuan. Di ruangan itu, Urmila dan Shamita sibuk mengerjakan sesuatu. Tampak seperti alat musik. Urmila membenahi gendang, Shamita mempersiapkan seruling. Dua gadis ini mengambil tempat duduk bersandar ke dinding rumah. "Putri, kami sudah siap," kata Sham ita sambil menarik napas. Tampak wajah dua gadis pembantu itu tegang dan serius. Geni dan Gayatri masih berpelukan. Geni melumat mulut kekasihnya. T angan Gayatri mengelus dada dengan sentuhan lembut. Geni merasa birahinya tak terbendung lagi Ia sangat terangsang. Nafasnya terasa panas. Gayatri tersenyum dalam hati "Kamu akan kalah dan menjadi tawananku. Aku akan membawa kamuke Himalaya. Pasti ayah akan senang. Wisang Geni, murid Suryajagad, menjadi tawanan dan suami Gayatri" Ia melepaskan diri dari pelukan Geni. Ia memandang dengan penuh arti dan makna cinta. "Geni, kamu harus bisa mengalahkan aku untuk kebahagiaan kita berdua, dan aku akan menghadapimu dengan ilmu silat andalan perguruanku, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ jangan pandang enteng, bersiaplah, pertarungan dimulai," sambil berkata Gayatri melangkah ke tengah ruangan. Berbarengan bunyi suling dan gendang mengumandang dalam irama yang asing bagi pendengaran Geni. Lelaki ini heran, namun sebelum dia beranjak dari duduk, Gayatri telah menari mengikuti irama yang dima inkan dua pembantunya. "Jurus ini namanya Dinak Din Naachu Mein Gae Dil Jumne Zamana, artinya aku menari, hati menyanyi dan dunia bergembira. Wisang Geni kamu harus hati-hati, jurus ini hebat, coba nikmati irama dan tarianku ini." Gayatri mengerahkan tenaga batin kemudian menari dengan gemulai. Namun di dalam kelemasan gerak ada selingan hentakan gerak pinggul, dada dan pundak. Dua kaki bergerak lincah, tangan dan kepala seperti ular yang bergerak kian kemari mengikuti gerak mangsa. Meski sempat terpesona, Geni cepat-cepat mengerahkan tenaga batin membentengi diri. Pesona itu semakin merasuk pikiran Geni. Gadis itu sangat cantik, seperti dewi yang diceritakan dalam dongeng. Tak pernah terpikir adanya makhluk cantik secantik Gayatri Tubuhnya indah molek. Membayang kembali kenikmatan Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo malam itu ketika bercinta dengan perempuan cantik itu. Gerak tari makin lama makin memabukkan. Waktu terus berjalan. Geni tenggelam dalam pesona kecantikan dan keindahan. Ia berusaha bertahan, memusatkan pikiran pada tenaga batin. Ia masih di kursi. Ia memejamkan mata, tak mau lagi menyaksikan goyang tubuh Gayatri Tetapi musik terus menerobos pendengaran yang otomatis memantulkan v isual tarian yang penuh pesona dalam benaknya. Ia mulai mabuk, pikiran kalut, rangsangan birahi mulai menguasai dirinya. Tepuk gendang dan nada suling makin tinggi, mengikuti gerak tari Gayatri yang makin agresif. T enaga batin tiga gadis ini makin diumbar begitu melihat Geni mulai gelisah. Sesaat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lagi Geni akan roboh. Saat itu Geni merasa dorongan birahi untuk menghampiri, memeluk dan mencium si gadis. Antara sadar dan tidak, ia bangkit dari kursi. Saat melangkah, ia terhuyung dan roboh ke tanah. Saat itu, ketika kepala terantuk di tanah, pikirannya tergugah bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia belum pernah mendengar ada ilmu silat mirip sihir seperti yang diperagakan tiga gadis India. Musik dan tari itu dima inkan dengan tenaga dalam. Makin tinggi tenaga batin yang dikerahkan semakin hebat pengaruh terhadap lawan. Irama pun berganti-ganti, meriah dan penuh pesona, kelembutan cinta diseling ratapan hati merana atau kemarahan yang memuncak. Irama musik dan goyang tari makin lama semakin mengaduk-aduk pikiran dan batin si musuh. Pada klimaksnya, musuh itu akan mengalami keguncangan jiwa Ia bisa menangis, tertawa, marah, bergantian sampai akhirnya ia tak bisa lagi membedakan apa-apa. Ia gila atau tewas. Tetapi jurus ini juga bisa berakibat fatal bagi diri sendiri, khususnya si penari. Tadi waktu berembuk menggelar jurus ini, dua pembantunya menolak keras, mereka khawatir Gayatri terluka mengingat Wisang Geni memiliki tenaga batin mumpuni. Adu tenaga lewat jurus silat ini sangat berbahaya bagi si penari maupun orang yang diserang. Namun Gayatri tetap saja ngotot. Urmila dan Shamita tahu majikannya punya alasan yang tampaknya rahasia dan sangat pribadi. Merasa tak mungkin membantah, dua gadis ini bertekad membantu Gayatri dan mengerahkan segenap tenaga batin memainkan alat musiknya. Keduanya tak tahu bahwa Gayatri menetapkan keputusan itu karena dalam keadaan bimbang. Ia bingung memilih antara cintanya pada Geni atau membalas dendam Pada akhirnya ia tak peduli lagi apa pun yang bakal terjadi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gayatri menari dengan penuh perasaan. Ia memang mencintai Geni dan perasaannya mengatakan Geni juga mencintainya. Tetapi ia tahu di antara cinta itu ada kemustahilan yang tak mungkin bisa ditembus. Gayatri menangis dalam hati ketika Geni mengutarakan cinta. Namun ia sembunyikan perasaannya dari pandangan Geni. Perasaan inilah yang ia tumpahkan dalam tarian maut itu. Akibatnya fatal. Gayatri makin larut dibuai perasaan sendiri. Pada sisi lain Urmila dan Shamita bingung. Tadi mereka sepakat Gayatri hanya memberi pelajaran dan mempermalukan Geni. Lantas tarian dan musik segera dihentikan jika Geni sudah roboh. Sebab jika dilanjutkan, Geni bisa gila atau tewas. Untuk bisa menghentikan jurus, kendali ada pada Gayatri sebagai penari. Sementara Urmila dan Shamita hanya bertugas pengiring. Sesuai rencana, setelah Geni roboh di lantai, seharusnya Gayatri menurunkan tempo tahap demi tahap sampai akhirnya menghentikan tari. Tetapikenyataannya justru sebaliknya, membuat Urmila dan Shamita bingung. Wisang Geni sudah roboh tetapi Gayatri malah semakin meningkatkan tempo tarian, gadis itu seperti kesurupan. Celakanya lagi, Urmila dan Sham ita tidak mungkin bisa menghentikan. Sebab begitu musik berhenti sementara Gayatri masih menari, akibatnya bisa membahayakan. Ketiganya terutama Gayatri akan luka parah, bisa-bisa tewas atau gila. Memang ada yang tak pernah diketahui Gayatri bahkan si pencipta jurus silat ini pun tidak tahu. Bahwa jika si penari mencintai orang yang diserang, maka si penari akan dikuasai dan dimabuk perasaan sendiri. Makin besar tenaga dikerahkan makin dia terbuai rasa cinta, dan akibatnya bisa fatal. Sekali ia hanyut oleh perasaannya, tak ada lagi jalan berhenti. Bahkan seandainya orang yang diserang sudah mati pun, si penari tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pernah tahu dan tak bisa berhenti. Pada akhirnya si penari pun menjadi korban, gila atau mati Gayatri dalam bahaya. Geni dalam bahaya. Urmila dan Shamita tidak tahu apa yang terjadi, mereka tak bisa menghentikan musik. Mereka tahu jurus itu hanya bisa dihentikan oleh si penari. Namun jika pengiring musik menghentikan musik, akan terjadi bencana, ketiganya luka parah, tenaga membalik menghantam diri sendiri. Geni di ambang maut. Waktu ia roboh, kepalanya terantuk lantai. Goncangan itu menjernihkan pikirannya. Ia melihat kilatan cahaya, dalam gelap. Di benaknya ia masih melihat Gayatri meliuk dengan hentakan pinggul dan goyangan dada yang mempesona. Geni berada di batas sadar dan tidak. Tapi kilatan cahaya itu seperti peringatan ada yang tidak beres. Serta merta Geni menggoyangkepala, berulang dan keras. Seketika tenaga Wiwaba bangkit. Geni sadar. Berbareng saat kritis itu Ekadasa dan Prawesti menjerit. Ekadasa berteriak, "Geni!" Prawesti berseru, "Ketua!" Sambil berteriakkedua wanita ini melompat keluar dari persembunyian menyerbu masuk rumah lewat jendela. Dua wanita itu yang sedang dirasuk cemburu dan marah, punya alasan menyerang Gayatri. Keduanya menyerang dengan tamparan keras. Jurus tari itu diciptakan untuk tarung langsung. Tiga gadis itu biasanya tarung sambil menari dan menyanyi Seharusnya Gayatri sanggup mengelak dan memukul balik membuat penyerangnya luka parah. Tetapi saat itu ia dalam keadaan tidak sadar meski masih menari mengikuti irama musik. Urmila dan Shamita terkejut mendengar teriak dua pendekar wanita itu Keduanya rhelihat Gayatri masih seperti orang mabuk Mereka tetap tidak berani menghentikan musik, hanya mampu berseru memperingatkan, "Putri awas!" Wisang Geni mendengar teriakan Prawesti dan Ekadasa, juga peringatan Urmila. Ia melihat Gayatri seperti orang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mabuk, mata tertutup, menarinya kacau. Pengaruh magis jurus masih melilit pikiran Geni, namun sudah banyak berkurang. Ia melihat Gayatri diserang Prawesti dan Ekadasa. Tanpa sadar dia berseru, "Jangan serang dia!" Geni melompat, ingin menolong Gayatri namun terlambat beberapa langkah. Serangan itu menerpa telak pundak dan dada Gayatri. Gayatri terlempar, saat mana Geni tiba di sisinya, menghalau serangan susulan. Ia meraih tubuh Gayatri sebelum menyentuh lantai. Gayatri muntah darah. Ia pingsan. Geni memandang tak percaya apa yang sudah terjadi. Prawesti dan Ekadasa terkejut melihat mata Geni merah dan berair. "Kenapa kamu berlaku kejam terhadapnya, apakah dia pernah berbuat salah pada kamu?" Kedua perempuan itu tak mampu menjawab. T ak mengira, hanya dengan sekali pukul Gayatri langsung kena dan roboh. Mengapa gadis itu tidak menangkis atau menghindar, bukankah ia memiliki ilmu s ilat tangguh. Keduanya tidak tahu, saat itu Gayatri dalam keadaan tidak sadar. Hanya lantaran tubuhnya masih dibentengi tenaga batin yang tinggi maka Gayatri tidak sampai tewas. Namun tetap saja dia luka parah. Urmila dan Shamita terkejut melihat majikannya kena pukul dan roboh muntah darah. Mereka luput dari bahaya terluka sebab tarian Gayatri berhenti seketika, dihentikan serangan Ekadasa dan Prawesti. Melihat majikannya terluka muntah darah, dua pembantu itu meradang menyerbu Ekadasa dan Prawesti. Urmila menyerang Prawesti, Shamita menggempur Ekadasa. Sekejap saja, dua gadis India itu unggul dan mendesak hebat lawannya. Geni berteriak, "Urmila berhenti, lebih penting sekarang menolong Gayatri." Siapa pun tak pernah tahu, Geni pun tak pernah tahu, bahwa dua pukulan itu telah menyelamatkan Gayatri dari ajal Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ atau kegilaan. Hantaman itu tanpa sengaja telah membetot Gayatri keluar dari perangkap pengaruh tarian itu. Hantaman di pundak dan dada tak terlalu parah. Meski dalam keadaan tidak sadar, tetapi Gayatri masih menari dengan pengerahan tenaga batin tinggi. Itu sebab ia tidak sampai tewas meski tak terhindari luka parah. Geni memeluk Gayatri dengan berbagai macam perasaan. Marah terhadap Prawesti dan Ekadasa. Ia takut Gayatri mengalami nasib sama dengan Walang Wulan. Ia memeriksa nadi gadis itu. Kacau, tak beraturan. Darah segar masih merembes dari ujung mulutnya, meski sudah tidak banyak lagi. Mata Gayatri meram. Suara Geni panik, "Gayatri, bangun, jangan mati. Ayo bangun." Ia memeluk tubuh gadis itu, lebih erat, wajahnya sangat dekat dengan wajah cantik itu. Ia meneliti. Gayatri meram. Geni makin panik, tangannya menempel punggung Gayatri lalu mengerahkan tenaga dalam Tenaga dingin menerobos punggung dan merambah ke seluruh tubuh Gayatri. Saat itu Gayatri sudah sadar. Tapi dia masih meram, pura pura pingsan. Ia ingin tahu reaksi Wisang Geni. Ia tahu Geni panik dan berusaha menolong dengan pengerahan tenaga dalam. Ia ingin tahu lebih banyak lagi. Geni makin panik ketika bantuan tenaga dalamnya tidak mampu menyadarkan Gayatri. "Bangun, kamu harus bangun, Gayatri, aku mencintaimu, jangan tinggalkan aku." Wisang Geni berpikir cepat. Tak ada jalan lebih cepat dan tepat dalam upaya menyadarkan Gayatri me lainkan dengan pernafasan lewat mulut. Tanpa rasa kikuk, Geni mencium mulut Gayatri. Mulut itu terkatup erat, perlahan-lahan terbuka. Ia kaget begitu hendak menyalurkan nafas dan tenaga batin lewat mulut, Gayatri membuka mata, mengedip. Ia bahkan bereaksi membalas ciuman. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Keduanya berciuman. Empat perempuan itu menyaksikan dengan aneka macam perasaan. Ekadasa kabur, ia marah dan cemburu. Prawesti kabur dengan tangisan. Urmila dan Shamita lega, mereka sempat melihat majikannya main mata. "Tuan Putri, kamu pasti tidak apa-apa, kita berdua keluar, menunggu di beranda saja," kata Shamita dalam bahasa India. Setelah ciuman panjang itu. Geni masih memeluk erat Gayatri. "Aku mencintaimu, bagaimana lukamu?" Gadis cantik itu menggeleng kepalanya. "Dadaku sakit, rasanya ngilu. Coba kau panggil Shamita." Kedua pembantu itu muncul. Gayatri meminta Shamita merogoh pil dari dalam kantong yang disimpan di dadanya. Ia mengambil dua buah. Ia tertawa, lirih. "Ini pil buatan ayah, manjur untuk luka dalam. Jika dibantu dengan tenaga dalam, aku rasa akan cepat sembuh, mungkin sekitar tujuh hari." Geni menyahut cepat, "Aku akan membantumu." Gayatri tertawa menggoda. Ia masih lemah namun tetap ceria. "Apakah harus lewat pernafasan mulut lagi?" Geni mengelus hidung bangir si gadis. "Ya, sulit, memang sulit, jadi harus lewat pernafasan mulut." Keduanya tertawa. T iba-tiba wajah Gayatri berubah serius. "Siapa dua perempuan itu, mengapa mereka mau membunuhku?" Ia memang tidak melihat dan tak tahu siapa yang memukulnya. Geni menatap Gayatri mencium dua mata coklatnyayang indah. "Mereka Prawesti dan Ekadasa. Mungkin mereka mengira kau akan mencelakakan aku." Suaranya lirih, "Mengapa kau membela mereka?" Geni bingung. "Aku tidak membela, malahan aku tadi marah! Itu sebab mereka kabur." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ia merangkul leher Geni, mencium mulutnya. "Mereka kabur karena melihat kamu mencium aku dengan bernafsu." Ia tertawa geli. Dalam benaknya dia menertawakan dua perempuan saingannya itu. "Gayatri, kamu perlu istirahat Kubantu dengan tenaga dalam." Ia mencium leher Geni. "Pengobatan bisa ditunda, aku sudah telan pil salju jadi aku tak akan mati. Geni, tadi kau panik, kau khawatir aku mati, iya?" "Memang aku panik karena takut kehilangan kamu, sekarang ini kamu orang paling penting bagiku. Waktu menari tadi kulihat kau seperti kesurupan, kau bisa luka parah. Lain kali jangan mainkan jurus maut itu." Gayatri tertawa cekikikan. "Kamu menang. Sesuai sumpahku, kamu pantas jadi suamiku." "Sebenarnya aku tak perlu tahu siapa dirimu, karena cintaku tidak terpengaruh pada masa lalu atau siapa keluargamu. Aku mencintai kamu sebagaimana adanya dirimu. Tetapi Gayatri, aku ingin tahu lebih banyak tentang diri perempuan yang kucinta dan yang akan menjadi ibu dari anak-anakku." Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Usiaku duapuluh tahun, belum kawin, belum pernah disentuh lelaki, hanya kamu satu-satunya lelaki yang pernah menyentuh, mencium dan meniduriku, kamu memang licik," katanya lirih. Mendadak wajah gadis itu menjadi sendu dan muram. "Ceritanya panjang, aku sudah dijodohkan, tetapi aku tidak suka, itu sebab aku kabur ke negeri ini Ibu merestui kepergianku, ayahku tidak tahu. Aku benci lelaki itu, aku sungguh tidak suka." Gayatri mendadak memegang dadanya. "Sakit sekali, Geni." Geni terkejut, berteriak memanggil Urmila "Kalian berjagajaga, jangan biarkan orang lain masuk mengganggu, aku akan menolong majikanmu dengan pengobatan tenaga dalam" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Urmila memandang majikannya yang mengangguk setuju. Geni menggendong Gayatri ke bilik dalam. Kamar itu sempit, hanya ada sebuah dipan kecil. Ia mendudukkan Gayatri, kemudian ia duduk di belakangnya. Dua tangannya menyusup di balik baju Gayatri mengurut punggungnya Samar ia melihat kulit punggung putih halus. Ia melirik bagian pinggul. Pinggulnya padat, dihiasi bulu-bulu hitam yang halus. Gayatri berbisik lirih, "Geni jangan berpikiran macam-macam, sembuhkan aku dulu baru bercinta" Geni menguasai birahinya "Aku ikut perintahmu, tuan putri." Ia memusatkan pikiran. Saat berikut tenaga dingin bagai air bah merasuk ke tubuh Gayatri, bergerak teratur ke seluruh bagian tubuh. Gadis itu merasa sejuk, makin lama makin dingin sampai akhirnya ia menggigil. Mendadak tenaga dingin itu lenyap berganti hangat, makin lama makin panas. Keringat mengalir di sekujur tubuhnya. Bau harum tubuhnya merasuk penciuman Geni namun lelaki ini tetap memusatkan tenaganya. Pengerahan tenaga batin dingin dan panas bergantian merupakan obat mujarab. Gayatri kagum akan tenaga dalam sedahsyat itu, dingin dan panas bisa diubah sesuka hati. Sepanjang ma lam Geni mengobati Gayatri. Saat menjelang pagi, Gayatri merasa banyak lebih baik. "Geni, cukup sekian dulu, aku sudah baikan, kamu perlu istirahat" Ia melepas tangannya dari punggung Gayatri. Keduanya bersila. Geni mengatur kembali tenaga dalamnya. Gayatri memeriksa tenaganya. Ia gembira sudah bisa mengerahkan tenaga dalam meski belum pulih sepenuhnya. Gayatri membalik tubuh. Ia melihat Geni sedang bersila. Keringat membasahi wajah Geni dan seluruh tubuhnya, menebar aroma kelaki-lakian. Gayatri mencium bebauan asing, tetapi yang merangsang birahi. Ia pernah mencium bau tubuh Geni sewaktu bercinta. Sekarang ia membaui lagi. Tanpa sadar ia menatap lelaki itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan penuh rasa cinta, ia mengeluh dalam hati. "Ooh betapa aku mencintai lelaki ini, tetapi sungguh suatu kemustahilan. Oh Dewa, tolong aku, beri aku petunjuk dan jalan keluar." Ia melangkah turun dari dipan, bermaksud menuju beranda hendak memanggil dua pembantunya. Langkahnya terhenti, tubuhnya tertarik oleh tangan kuat Geni. Ia jatuh dalam pelukan kekasihnya. Geni merangkul dan membelai wajah kekasihnya. "Gayatri, aku tak akan mempermainkan kamu, matilah aku jika aku punya maksud buruk itu. Aku sangat mencintaimu" Dua pasang mata saling tatap. Mata Gayatri basah. "Wisang Geni, aku juga mencintaimu, tetapi semua ini mustahil, umurku hanya tinggal tiga purnama lagi. Aku disuratkan mati, tiga bulan lagi, tak ada yang bisa mencegah." Gayatri menatap mata Geni. Lelaki ini terkejut tetapi hanya sesaat. "Aku tak peduli, aku mencintaimu, kamu juga mencintaiku, itu sudah cukup. Jika umurmu hanya tiga purnama lagi, biarlah tiga purnama ini menjadi bagian paling indah dalam hidup kita." Gayatri mengangguk. Geni tak kuasa menahan diri, menciumi wajah dan mulut Gayatri. Keduanya berciuman lama, ciuman yang penuh arti cinta. Geni memeluk kekasihnya. Keduanya dirangsang birahi saling menginginkan. Terengah-engah Gayatri merangkul erat kekasihnya. "Kekasihku, cintailah aku, aku seorang yang haus akan cinta, beri aku kepuasan cinta, Geni." Geni menciumi rambut kekasihnya. "Bagaimana dengan lukamu?" "Aku tidak apa-apa, sebagian tenagaku sudah pulih." Ia memegang tangan Geni, menuntun ke perut. Geni mengeluselus perut kekasihnya. Gayatri berbisik. "Aku tak ingin mati Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ muda, aku ingin hidup lama, aku ingin perut ini berisi anakmu, aku ingin melahirkan anakmu. Geni cintailah aku." "Kamu tak akan mati, aku tak akan membiarkan kamu mati, sebenarnya apa yang menjadi beban deritamu, apa penyakitmu atau mungkin ada musuh yang mengancam kamu?" "Tidak. Aku sehat, tak punya penyakit, aku juga tak punya musuh yang mengancam jiwaku. Tetapi kematian memang hampir pasti akan menjemputku tiga bulan lagi, bahkan mungkin saja sebelum tiga purnama!" "Apa sebenarnya yang terjadi" Ceritakan padaku, Gayatri! Mumpung masih punya waktu tiga bulan, aku akan cari jalan menyelamatkan isteri yang kucinta." Gayatri berbisik, "Geni urusan itu ditunda dulu, aku mau kamu membahagiakan aku, aku mau kaucintai sekarang ini, aku tak mau yang lain." Ia merangkulkan kakinya ke tubuh Geni, mencium mulut kekasihnya. Geni mengibas, angin dingin meniup lampu damar. Kamar gelap gulita. Hanya terdengar nafas dua insan yang kasmaran dan dilanda birahi Keringat membasahi tubuh. Mereka bercinta. Akhirnya tidur pulas sambil berpelukan. Geni terjaga. Tangan lembut Gayatri mengusap dadanya. "Bangun kekasihku yang perkasa." Geni menindih tubuh isterinya, tangan mengusap buah dada, menatap mata lalu mencium mulutnya. "Ada yang hendak kau ceritakan padaku?" "Aku ingat Sekar, kemana ia pergi sehabis bersamamu?" "Ia mencari dua neneknya, Nenek Sapu Lidi dan Dewi Obat. Setelah peristiwa aku terluka, kedua nenek itu pergi mencari tempat terpencil menyembuhkan luka Dewi Obat Kata Sekar, ia akan mencarinya di desa di kaki gunung. Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan Sekar?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dia jujur dan menghormati hak orang lain. Ia bisa menerima aku sebagai isterimu meski beberapa hari sebelumnya kami bertarung seru. Ia menerimaku apa adanya. Ia jujur ketika memaksamu menentukan dirinya sebagai isteri utama. Aku menyukainya, kupikir ia benar dan berhak mendapatkan itu. Tetapi tampaknya aku akan kesulitan menghadapi Prawesti dan Ekadasa, karena mereka berdua sudah memendam cemburu dan iri hati" "Lantas bagaimana sikap tindakanmu, terhadap kedua perempuan yang nyaris membunuhmu?" "Aku tidak dendam, tetapi kupikir lebih baik aku menghindar dan tidak perlu bertemu keduanya sementara waktu ini." Geni menghela nafas. "Tampaknya aku harus melepas Prawesti dan Ekadasa, biar mereka mencari jalan sendiri, mencari laki-laki lain yang lebih cocok." Dia terkejut. "Geni, kamu tak bermaksud menceraikan mereka, iya kan" Jangan lakukan itu, terutama Prawesti, ia sudah berbakti dan melayanimu semasa kau sakit. Kau sudah meniduri merenggut perawannya, kau tak pantas menyianyiakan dirinya." "Begini, aku putuskan menceraikan, kamu memilih memberi maaf. Dua pendapat ini sama kuat, satu satu. Aku akan minta pendapat Sekar. Apa pun yang dipilih Sekar, itulah keputusan atas Prawesti dan Ekadasa. Tetapi seharusnya kamu setuju dengan keputusanku, tidak mungkin kita hidup berkumpul bersama orang yang punya ganjalan sakit hati" Dia mengalihkan pembicaraan. "Geni, kamu punya hutang padaku. Aku menagihnya sekarang, tetapi kau tak boleh marah. Jikalau kau tidak setuju, katakan saja, aku tak akan kecewa. Tetapi permintaan berikutnya pasti akan lebih sulit." "Benarlah apa yang kukatakan, kamu cerdas dan pandai berhitung, selalu ada syarat dan hutang, baik katakan saja, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ semoga saja syarat itu bukan urusan menangkap widali, kalau itu aku tak sanggup." "Aku tak peduli dengan widali, sekarang pun aku sudah merasa cukup dengan ilmu silat yang kumiliki, apalagi ada engkau di sisiku, siapa yang sanggup menghadapi kita berdua" Syaratnya mudah, pertama ceritakan tentang Prawesti dan Ekadasa dan mungkin perempuan lain yang sudah kautiduri. Kedua, aku minta agar kamu mengawiniku dalam upacara adat Himalaya. Namun hal ini harus bicara dulu dengan Sekar, karena setahuku kamu juga belum mengawini Sekar dalam upacara adat Jawa." "Tidak sulit. Aku bisa mengabulkan permohonanmu itu." Ia menceritakan petualangan cintanya dengan Prawesti dan Ekadasa. "Aku kasmaran sejak bertemu kamu di hutan. Kau masih ingat, aku harus pergi karena ada janji dengan seorang perempuan." "Kamu bertemu Ekadasa?" "Salah! Aku janji bertemu permaisuri Raja Tumapel, namanya Waning Hyun, dia adik perguruanku tetapi sudah seperti adik kandung. Malamnya aku nginap di keraton, aku tak bisa tidur, wajah dan tubuhmu terbayang terus, aku akhirnya nyelinap ke kamar Ekadasa. Aku membayangkan meniduri Gayatri yang cantik. Aku hanya semalam saja bersama Ekadasa. Kau marah?" Wisang Geni heran. Gayatri tidak marah, malah tertawa. "Aku tidak marah, hanya heran, apa yang membuat perempuan mau saja kau rayu, padahal kau bukan laki-laki yang tampan. Aku pun heran kenapa aku mencintaimu dan bersedia menjadi isterimu. Lantas bagaimana aku harus bersikap jika setelah menikah, kamu masih saja suka menggauli perempuan lain?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ketika Walang Wulan masih hidup, aku hanya hidup bersama dia dan Sekar, tak pernah menggauli perempuan lain. Begitupun jika sudah beristeri kamu, aku tak akan menoleh ke perempuan lain." "Tentu saja harus begitu, jangan sampai aku harus membunuh semua perempuan di negeri ini, atau mungkin kalau aku sudah sangat jengkel kamu kuracun biar mati" Gayatri tertawa renyah. "Ah ini cuma guyon." "Sejak awal kamu suka mengancam, membunuh dan membunuh. Sudah berapa orang yang kau bunuh selama ini?" "Aku tidak suka membunuh. Juga belum pernah membunuh." 'Lantas tiga orang di desa Gondang itu, siapa yang membunuh mereka?" "Bukan aku, kamu yang membunuh mereka. Sebab kamu membuat aku marah, menunggumu selama tujuh hari, kamu ingkar janji membuat aku macam perempuan tolol. Dan tiga orang itu pantas mati, kurangajar mengatai dan mengolokolok aku sundal." Geni menanyakan alasan kawin dengan upacara adat Hima laya. Padahal di dunia kependekaran, kawin adalah soal biasa. Tak perlu ada upacara macam-macam. Kalau sepasang lelaki dan perempuan sudah saling menyukai, maka langsung saja kawin. Kawin dengan upacara adat biasanya dilakukan orang-orang kaya, atau orang keraton atau pamong desa. Upacara yang dilanjutkan dengan pesta makan dan minum diiringi musik dan tari. "Aku hanya mau upacara adat Himalaya tanpa pesta, tanpa dihadiri banyak orang. Yang penting upacara sakralnya saja. Tetapi kalau kau tak mau, tidak apalah, karena bagaimanapun juga aku sudah resmi sebagai isterimu Hanya kupikir, jika ada upacaranya maka kemarahan orangtuaku akan berkurang." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kenapa dengan orangtuamu, di mana mereka sekarang?" "Mereka masih di Hima laya, tetapi tak lama lagi mereka akan datang ke negeri ini, mencari aku. Entah bagaimana sikap ayah mengetahui aku sudah kawin dengan Wisang Geni cucu murid pendekar tua Suryajagad. Barangkali dia bisa mati saking marahnya." "Jadi upacara Himalaya itu, bagaimana cara dan apa syaratnya?" "Upacaranya sederhana, hanya pengantin mengitar api suci sambil didoakan oleh pendeta. Waktunya tidak lama, bahkan terkesan singkat Hanya persiapan yang agak lama. Pertama, kita mencari pendeta, bisa saja diwakili Kumara. Aku didampingi Shamita dan Urmila, mungkin juga Malini. Kita juga harus mencari Sekar, aku tak mau membuatnya tersinggung." "Bagaimana jika ia mau ikut upacara kawin. Bagaimana jika ia minta upacara adat Jawa dengan kalian berdua sebagai pengantin perempuan?" "Aku tak keberatan. Bagiku yang penting adalah upacara sakral itu, apakah itu adat Hima laya atau adat Jawa, aku mau saja." Geni memeluk kekasihnya. "Kamu punya sesuatu yang jarang dimiliki perempuan lain, mau mengerti perasaan orang lain dan tidak suka memaksakan kemauan sendiri kepada orang lain." Samar-samar terdengar suara merdu seorang wanita berseru, "Banjao kisi ke kisi ko aapena banalo." Jelas bukan suara Shamita maupun Urmila. Gayatri tercenung, Geni bertanya, apa artinya itu. Gayatri menerjemahkan, "Jadilah milik seseorang dan milikilah seseorang. Itu kata-kata sastra dari buku Natyam Sasrayang kenamaan, buku falsafah tua dari India. Pepatah itu nama jurus yang handal dan menjadi tanda pengenal kami dari perguruan Yudistira di lereng Himalaya." Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Suara itu terdengar jauh, dan bergerak sampai akhirnya terdengar gemanya di dalam rumah. Gayatri bergegas keluar kamar, Geni mengikuti dengan penuh tanda tanya. Di beranda, dua orang tamu yang baru tiba sedang bercakap dengan Urmila dan Sham ita. Melihat dua tamu itu Geni mengenalnya sebagai Malini dan Kumara "Paman, bibi," seru Gayatri sambil lari memeluk Malini. Dua pendekar itu menatap Geni dengan waspada. "Wisang Geni! Kamu berbuat apa di sini, apa yang kamu lakukan pada keponakanku?" suara Malini ketus dan tinggi. Kumara sudah pasang kuda-kudanya. "Tidak, aku tak melakukan apa-apa, aku hanya mencintai Gayatri, cuma itu, aku tidak mencekoki dia dengan racun yang mematikan, aku tidak punya niat jahat." "Mengapa kamu berada di kamar Gayatri?" Malini bertanya pada Geni, tetapi tanpa menanti jawabannya, ia menoleh dan bertanya dalam bahasa India kepada Gayatri. Sebelum gadis itu menjawab, Geni berseru sambil tertawa geli. "Malini, kamu perlu tahu, Gayatri sekarang ini sudah menjadi isteriku, jadi tak usah heran kalau aku berada satu kamar dengan ponakanmu itu. Dan kamu tak perlu ikut campur urusanku." "Apa" Kamu gila, apakah kamu sudah meniduri ponakanku" Di kamar kalian berbuat apa?" Sekarang ini Kumara yang marah. Wisang Geni diam, tidak bereaksi. Gayatri menarik lengan Malini dan suaminya. Mereka bicara bisik-bisik. Geni menggerutu, "Buat apa bisik-bisik segala, biar kalian berteriak pun aku tak akan mengerti, membicarakan apa pakai bahasa India, rahasia?" Malini akhirnya bicara dalam bahasa Jawa. "Tidak bisa, ayahmu akan membunuh kami berdua, kamu sudah gila Gayatri, kamu sudah dijodohkan dengan Wasudeva. Kamu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ harus kawin dengan dia, kamu tak boleh kawin dengan orang Jawa, apalagi W isang Geni, murid dari musuh kakekmu. Kamu sudah gila." Kumara ikut-ikutan marah. "Kami tidak akan mengijinkan perbuatan gila ini. Tak ada ampun, ayahmu akan ngamuk besar dan kami berdua akan dicincang oleh ayahmu. Malini, kalau dia tetap ngotot, lebih baik kita kabur sekarang juga, biar kakak Yudistira tahu kita tidak ikut campur dan tidak terlibat dalam urusan gila ini. Dan memang kita tak tahu apaapa dan juga tidak terlibat!" Tumpah ruah kemarahan Malini kepada Geni. "Kamu adalah musuh bebuyutan kami, hutang kekalahan kami tahun lalu akan kami lunasi sekarang ini. Kamu tidak ksatria, sengaja menjebak keponakan kami, itu bukan sifat pendekar namanya." Nada suara Geni tawar. "Aku tak pernah memusuhi kalian, kamu sendiri yang mencari permusuhan dengan aku, bahkan membunuh banyak orang. Ketika kalian kalah, apa yang aku lakukan" Aku malah menolong kalian agar pergi sebelum para pendekar negeri ini mengeroyok kamu berdua yang waktu itu sudah luka parah. Coba bayangkan jika aku buka rahasia kalian sebagai si K idung Maut aku pastikan ratusan orang akan mengejar dan mencincang tubuhmu. Kalau tentang Gayatri, sejak pertama jumpa dia aku sudah mencintainya, aku mengawininya, nah apakah itu sesuatu yang melanggar aturan?" Dua pendekar suami isteri itu diam. Mereka tidak yakin bisa mengalahkan Wisang Geni sekarang ini. Gayatri akhirnya berkata kepada Malini dengan nada tinggi. "Bibi, aku tidak mungkin kawin dengan Wasudeva, aku bukan hanya tidak cinta, tetapi aku muak dan benci. Dulu ia pernah menggoda kakakku, Manisha. Kakak sangat mencintainya, tetapi ia pergi berkelana dan tak pernah kembali ke kampung. Ia membiarkan kakak sengsara menantinya. Ketika ayah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menjodohkan kakak dengan Mahesh, kakak menolak, ayah menghukumnya, kakak mati bunuh diri karena hidupnya yang merana. Apakah aku salah jika aku membenci lelaki itu?" Ia bicara dengan semangat berapi-api, Malini dan Kumara diam. Gayatri melanjutkan, "Dan bagaimana mungkin aku mau menjadi isterinya, padahal ia pernah meniduri kakakku, membiarkan kakak hamil dan dia tak mau bertanggungjawab perbuatannya. Cerita ini ayah tidak tahu, sebab kakak hanya menceritakan deritanya padaku dan ibu. Sungguh lebih baik aku mati daripada kawin dengan orang itu. Dan sekarang ini, aku telah menemukan lelaki yang mencintai dan bersedia membelaku, jadi apa salahnya aku menjadi isterinya. Tetapi sekadar memenuhi persyaratan, aku mohon padamu bibi, kawinkan kami dalam upacara sederhana." Mendengar cerita itu, bukan hanya Wisang Geni juga empat pendekar India itu terkejut. Ini peristiwa luar biasa. Kini Kumara dan Malini mengerti alasan Gayatri menolak Wasudeva. Tetapi orangtua Gayatri pasti akan ngamuk mengapa putrinya mau mengawini W isang Geni, orang luar dan musuh perguruan. Tidak mustahil mereka akan menghukum Gayatri, bahkan juga semua yang terlibat dalam urusan ini. Empat orang itu termenung, bingung tak tahu harus bersikap. Mereka suka dan bersedia menolong Gayatri, tetapi mereka lebih takut kepada ayah dan ibu Gayatri. Apa jalan keluarnya" Kumara bertanya kepada Geni apakah sungguh-sungguh mencintai Gayatri. Geni mengiyakan. Kumara menanyakan kepada Gayatri apakah sudah berpikir matang menjadi isteri Geni, sebab itu sama artinya memutus hubungan dengan orangtua bahkan juga dengan perguruan. Gayatri mengiyakan. Kumara setuju menikahkan dua sejoli itu dalam upacara adat Himalaya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Wajah Urmila dan Sham ita pucat "Kami pasti dihukum, tugas kami adalah me lindungi Gayatri. Tetapi bagaimana mungkin kami membiarkan Putri menikah tanpa restu orangtua." "Urmila, itu semua tanggungjawabku, aku punya alasan," kata Gayatri sambil maju memeluk dua pembantunya. Urmila berkata sambil menangis, "Putri, kamu majikanku tapi sudah seperti adik, pasti kamu sudah berpikir masak-masak waktu mau bercinta dan menjadi isterinya. Kami mencintaimu, kami pasti membelamu di depan orangtuamu, meskipun kami akan dihukum guru" "Shamita, waktu itu kamu sendiri yang meyakinkan aku bahwa lelaki itu mencintaiku, selain itu hatiku berkata bahwa dia tak hanya mencintai aku melainkan juga mau mati membela aku." "Kalau begitu lakukan saja, Putri, restuku untukmu Aku pun akan membelamu di hadapan guru." Shamita memeluk dan menciumi wajah Gayatri. Kumara dan Malini lebih terkejut lagi mendengar pengakuan Gayatri, ia sebagai isteri kedua W isang Geni. Isteri pertamanya adalah Sekar. Dan kedua isteri itu bersahabat satu sama lain. "Aku pikir Gayatri sudah tidak waras, urusannya sungguh gila," kata Kumara. Enam orang itu berunding. Akhirnya disepakati Geni mencari dan membawa Sekar untuk diajak bicara. Setelah itu upacara kawin adat Hima laya akan dilaksanakan hari itu juga. "Lebih cepat lebih baik, sebelum gunung ini ribut oleh perburuan widali sakti." Baru saja Geni berada di luar rumah, tampak Sekar berlari pesat ke arahnya. Gadis ini melompat memeluknya, berbisik, "Aku sudah rindu padamu, Geni, mana Gayatri katanya kau tarung dengannya, mengapa ada kejadian seperti itu?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sekar setelah berpisah dari kekasihnya, berkeliling mencari dua neneknya. Setelah bertemu dan memastikan Dewi Obat sudah sehat kembali, ia kemudian mengantar dua neneknya ke kaki gunung. Dua neneknya menuju Lembah Cemara. "Kamu hati-hati nduk, banyak orang jahat yang ngiler melihat kecantikanmu," kata Nenek Sapu Lidi sambil cekikikan. Sekar tertawa. Sekar kemudian mencari Geni ke rumah tempat menginap murid Lemah Tulis. Ia mendengar cerita Prawesti dan Ekadasa bahwa Geni tarung lawan Gayatri dan bahwa Geni luka serta keadaannya kritis. Mereka kemudian menolong Geni, menghantam Gayatri, tetapi Geni malah kecewa dan marah. "Geni sudah kasmaran dan lupa daratan, kepincut kecantikan dan ilmu pelet Gayatri, kamu hati-hati terhadap perempuan Hima laya itu, Sekar," kata Ekadasa. Sungguh terkejut Sekar mendengar cerita aneh ini. Hanya dalam semalam keadaan berubah menjadi sedemikian buruk. Itu sebab begitu jumpa Geni, ia langsung menanyakan keadaan yang sebenarnya. Geni tertegun. Dua perempuan itu sudah bertindak jauh. "Sekar, jangan percaya pada dua perempuan itu. Semuanya salah faham." Ia menceritakan keadaan yang sebenarnya. Juga menceritakan niat dan permintaan Gayatri untuk upacara kawin. "Tetapi ia ingin bicara denganmu, ia ingin jika kamu mau, kalian berdua menjadi pengantin. Dan tentang adat Hima laya atau adat Jawa, ia serahkan padamu untuk memilih." Di kolong langit ini Sekar hanya percaya pada Wisang Geni. Ia telah menyerahkan segala miliknya, cinta dan tubuh kepada lelaki ini. "Aku hanya percaya kamu saja. Apa yang kau katakan, itulah yang sebenarnya. Mari kita temui Gayatri." Dua perempuan itu berpelukan. "Bagaimana nenekmu?" tanya Gayatri. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tak apa-apa, keduanya sehat" Sekar senyum saat pandangannya bertemu Malini dan Kumara. Dua pendekar ini takjub memandang Sekar. "Dari seorang gadis dekil dan burik, dia sekarang cantik jelita dengan tubuh yang begitu mempesona," kata Malini dalam hati Dia mengatakan dengan nada pujian.'Wisang Geni, kamu beruntung memperoleh dua isteri yang begitu cantik." Geni tertawa menggoda. "Bukan aku yang beruntung, sebenarnya mereka berdua yang beruntung mendapatkan aku sebagai suami." Godaan ini memancing Sekar dan Gayatri yang segera menyerang suaminya. Geni melangkah mundur. Kedua perempuan mendesak sampai akhirnya masuk kamar. Keduanya mengeroyok, memegang dan membanting Geni ke lantai. "Kamu harus ngaku bahwa kamu yang beruntung mendapatkan isteri secantik aku dan Gayatri." Dua perempuan itu mencopot busana masing-masing. "Lihat tubuh kita, indah dan molek." Geni terangsang. "Kalian benar, aku salah. Memang aku yang beruntung mendapatkan kalian sebagai isteri, kemarilah sayang." Dua perempuan itu melompat keluar kamar. Geni berseru "Hei tunggu dulu!" Dua gadis cantik itu tertawa cekikikan menatap Geni yang juga tertawa. Tanpa berunding lagi, Sekar menyatakan setuju perkawinan adat Himalaya. Tetapi Kumara protes, "Bagaimana mungkin seorang lelaki kawin sekaligus dengan dua perempuan, aku belum biasa." Tiga perempuan itu, Malini, Urmila dan Sham ita membela Gayatri. "Lakukan saja, yang penting upacaranya sakral," kata Malini. Pernikahan dilaksanakan malam itu juga. Urmila, Shamita dan Malini mencari perlengkapan. Bunga, dedaunan, kulit Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pohon warna warni ditumbuk, menyalakan api unggun. Pakaian pengantin perempuan meminjam warna merah milik Urmila. Setelah upacara selesai, Geni membopong dua isterinya, masing-masing di kiri dan kanan masuk kamar. Dua perempuan itu mengeroyok habis suaminya. Percintaan dan pertemanan yang unik. "Kamu sekarang sudah menjadi isteriku, apakah kau bahagia?" tanya Geni. Pengantinnya mengangguk. Gayatri mengingatkan masih ada syarat yang harus dipenuhi Geni yakni mengumumkan kepada semua orang, bahwa Gayatri dan Sekar kini resmi menjadi isterinya. Gayatri memaksa harus sekarang juga "Dalam keadaan masih belum pulih seperti sekarang ini, aku tak mau jadi korban widali, setelah kau umumkan pernikahan ini, kita pergi turun gunung, kita menyepi bertiga sampai lukaku sembuh total." "Baik, aku setuju kita umumkan sekarang juga Tetapi mengenai widali mungkin kita harus menunggu pemunculannya nanti malam, siapa tahu aku bisa menangkap widali sakti itu dan meminumkan darahnya kepada kalian berdua" "Firasatku mengatakan widali itu tak akan tertangkap malam nanti, bahkan ada beberapa pendekar yang mati siasia. Aku tak mau mati konyol, aku mau kita pergi saja. Widali itu tak bisa dibunuh meskipun oleh pendekar berilmu lebih tinggi darimu. Jangan kamu terlampau tamak, keadaan sekarang sudah cukup membahagiakan aku, lukaku juga akan cepat sembuh dengan pengobatan tenaga dalammu serta pil salju. Kita pergi saja, Geni." Sekar sependapat Ia menganggap tak ada gunanya ikut dalam perburuan widali. Malam itu juga mereka menuju penginapan Lemah Tulis. Di tengah jalan Geni cerita pada Sekar, bahwa ia akan menceraikan Prawesti dan Ekadasa. Tetapi Gayatri justru mengusul agar Prawesti diampuni. "Keadaan satu satu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tinggal kamu Sekar, apapun keputusanmu, maka itulah Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo keputusanku," tegas Wisang Geni. Tertegun sesaat Sekar berkata lirih, "Sulit, apabila pada awalnya sudah ada perasaan tidak suka atau tidak percaya. Lama-lama bisa bagaikan api dalam sekam, sekali waktu bisa meletus dan membakar kita sekeluarga. Ceraikan saja, Geni!" Gayatri terkejut. Sekar mendekati dan memeluknya "Kamu dan aku, yang paling dirugikan nantinya" Gayatri berbisik lirih, "Aku ikut apa katamu." Wisang Geni dan dua isterinya tiba di rumah Lemah Tulis. Mereka menyambut ketuanya Sedikit basa-basi, Geni mengumumkan dia baru saja melakukan upacara sederhana perkawinan dengan Sekar dan Gayatri. Kontan saja, semua murid terperanjat. Kabar ini mengejutkan meskipun tandatanda hubungan intim ketua dengan gadis India itu sudah tercium sejak hari kemarin. Dyah Mekar menggenggam tangan Prawesti yang dingin dan basah. Tak seorang bisa membayangkan apa yang dirasa Prawesti. Jelas ia sangat terpukul. Jika Dyah Mekar tidak memeganginya, mungkin ia limbung dan roboh pingsan. Ekadasa tak ada di ruangan. Tetapi ia mendengar semuanya dari balik jendela rumah. Ia semakin dendam dan cemburu pada Gayatri. Gerak-gerik Prawesti, wajah yang pucat, tubuh yang gemetar, tidak luput dari pengamatan Wisang Geni. Lelaki ini merasa kasihan, tapi bagaimanapun dia harus memilih dan mengambil keputusan. Memang pahit, terutama bagi Prawesti, tetapi tidak ada jalan lain. Dengan berat ibarat kaki dibebani batu puluhan kilo, enam murid melangkah maju. Satu per satu memberi selamat, menyalami Geni, dan dua isterinya. Ketika giliran Prawesti, gadis ini menyalami Geni dengan wajah tunduk. Geni merasa serba salah. Prawesti kemudian menyalami Gayatri dan Sekar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ia berusaha tegar tetapi hatinya hancur berkeping. Ia melangkah gontai ke kamar. Ia tak menyangka Geni mengumumkan perkawinan secara terang. Ia juga malu, karena merasa dipermalukan di depan rekannya. "Mengapa aku tidak diberitahu, mengapa semua murid Lemah Tulis tidak diajak menyaksikan. Apakah kesalahanku itu tak bisa dimaafkan," tanya Prawesti dalam hati Para murid Lemah Tulis kecewa melihat sepak terjang Geni. Hal ini tak luput dari pengamatan Geni. Ia memanggil Prastawana, Dyah Mekar, Gajah Lengar, Kebo Lanang dan Jayasatru Agar tidak beredar kabar yang tidak benar, Geni menjelaskan perihal ia menceraikan Prawesti dan Ekadasa. Apa perbuatan dua perempuan itu dan alasan mengapa ia harus menceraikan mereka. Keduanya kini bebas untuk mencari jodoh lelaki lain. Prawesti tak menyangka mendapat perlakuan setegas itu dari W isang Geni. Malam itu kepada Dyah Mekar dan Prastawana, ia mengatakan menyesal mengikuti saran dan ajakan Ekadasa. "Aku tahu tak seharusnya malam itu aku dan Ekadasa memukul Gayatri muntah darah. Karena aku melihat bahwa ketua dan Gayatri tidak tarung, mereka seperti menikmati musik dan tari. Tak ada sesuatu pun yang membahayakan jiwa ketua. Aku marah dan cemburu, sehingga begitu Ekadasa mengajak menyerbu masuk dan menghantam Gayatri, seperti orang tolol aku ikut saja." Prawesti menyesal, tetapi nasi sudah menjadi bubur. "Aku juga masih berlaku tolol ketika Ekadasa bercerita pada Sekar tentang tipu daya Gayatri memikat ketua, aku ikut-ikutan. Aku tahu itu cerita tidak jujur dan perbuatan tercela. Mengapa aku begitu tolol mau diajak Ekadasa berbuat hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan hati nuraniku. Atas semua kesalahanku itu, pantas jika ketua kecewa dan marah padaku, dan aku tak akan mungkin menyalahkan ketua atas keputusannya itu. Aku tak tahu harus bagaimana, karena aku Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ hanya mencintai ketua, seluruh hidupku tak ada artinya kini jika tidak bersama ketua." Dyah Mekar diam, ia menangis, terharu mendengar pengakuan Prawesti. Ia berjanji meski menghadapi resiko, ia akan mohon agar ketua mengampuni Prawesti. Pada kesempatan itu, Prastawana melapor kepada ketuanya. "Maaf ketua, tadi tiga pendekar Cina mendatangi kami, menantang adu ilmu silat di desa Bangsal akhir bulan Waisaka, tiga puluh hari lagi. Katanya, terserah ketua jika ingin membawa bantuan. Jumlah mereka sebelas orang. Tantangan juga telah disampaikan kepada perguruan Mahameru dan Brantas." Sepasang mata Wisang Geni berkilat. Tampak dingin dan kejam "Tidak ada waktu untuk istirahat, ada-ada saja persoalan, mengenai tantangan para pendekar Cina aku akan bicara dengan kakek Padeksa dan Gajah Watu pada saatnya nanti." Geni kemudian berpesan kepada semua murid, "Aku akan turun gunung, mencari tempat aman mengobati isteriku. Kemudian aku ke Lemah Tulis membicarakan segala sesuatunya. Kalian hati-hati, widali itu ganas dan tak terkalahkan, mungkin lebih baik pulang saja ke Lemah Tulis. Hati-hati, sampai jumpa di Lemah Tulis." Geni menuntun tangan dua isterinya melenggang keluar rumah. Murid-murid Lemah Tulis saling berdebat, kembali ke Lemah Tulis atau tetap di gunung. Prawesti ngotot bertahan. "Aku harus berjuang memperoleh widali, jika mati terbunuh tak ada bedanya, sekarang pun aku sudah mati setelah ditinggal pergi lelaki yang kucinta," kata Prawesti lirih pada Dyah Mekar yang mendampinginya. Geni bersama Sekar, Gayatri dan dua pembantu turun gunung, Kumara dan Malini tetap berburu widali. Mereka sejak awal berencana berburu widali, jika beruntung darah widali Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ akan membantu tenaga batin dalam upaya mengalahkan Wisang Geni. Tetapi dengan Wisang Geni sudah menjadi suami Gayatri, rencana tarung jadi batal, tetapi perburuan widali tidak berubah. ---ooo0dw0ooo--- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Perempuan Hamil Senja di hari terakhir bulan Caitra, matahari bersinar merah lembut. Desa Limo di lereng gunung Argowayang biasanya tenang dan damai. Semua penduduk sudah mengungsi. Tetapi kehadiran para pendekar membuat suasana ramai. Tidak lama lagi, saat tengah malam dan gelap menyelimuti gunung, itulah saat widali sakti keluar dari persembunyiannya, mencari mangsa atau dimangsa. Di sana sini tampak para pendekar bersiap dan siaga. Ada yang mengasah senjata, ada yang semedi menata tenaga dalam Semua dengan kesibukannya. Sayup-sayup dari jauh terdengar suara seruling yang merdu. Seorang lelaki usia empatpuluhan berbaju putih muncul dari kaki gunung. Ia diikuti sepuluh pria dan wanita yang semuanya berbaju hitam Mereka mendatangi rumah rombongan Lemah Tulis. "Aku dari Gunung Lawu, namaku Daraka, aku murid pendekar Bagaspati dari gunung Lawu Aku datang untuk menemui Ki W isang Geni, ketua Lemah Tulis." Prastawana dan Gajah Lengar memberi hormat. "Tak disangka kami mendapat kunjungan perguruan Lawu yang masyhur, selamat datang ke gubuk kami. Sayang sekali ketua kami sudah turun gunung sejak tadi siang. Apakah ada keperluan penting atau pesan yang bisa kami sampaikan nanti." Daraka tampak kecewa, ia memberi tanda ke temannya, salah seorang perempuan maju ke depan. Wanita ini, perutnya besar. "Ini saudaraku, Kemini, ia diperkosa Ki Wisang Geni beberapa bulan lalu, kini ia hamil. Kami datang mengantarkan perempuan ini." Tentu saja kabar ini membuat semua murid Lemah Tulis gigcr. Terkejut. Semula tidak percaya, tetapi dalam hati mereka percaya mengingat sepak terjang Wisang Geni yang memang doyan wanita. Lima Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perempuan sudah terpikat menjadi kekasihnya, Walang Wulan, Sekar, Prawesti, Ekadasa dan sekarang Gayatri. Diam-diam mereka mencela perbuatan ketuanya. Kasakkusuk tanda gelisah menjalar ke semua murid. Hanya Prawesti dan Gajah Lengar yang tidak percaya begitu saja berita mesum itu. Sebelum Prawesti maju, Dyah Mekar yang lebih pengalaman maju. Ia minta ijin memeriksa Kemini. Memegang nadi dan meraba perut perempuan itu. "Kamu hamil tua, sudah hampir melahirkan. Kamu diperkosa di mana?" "Di desa Papar, waktu itu aku sedang menjalani tugas guru untuk menolong keluarga yang anaknya diculik perampok di hutan dekat desa Pagu. Di situlah aku bertemu Wisang Geni, ia menculik aku, ilmunya sangat tinggi sehingga aku tak berdaya, kemudian aku dibawa ke desa Papar, ia bersama tiga muridnya. Kemudian malam harinya aku diperkosa. Berulang kali sepanjang malam." Prawesti memotong bicara, nadanya agak marah. "Jika kamu benar diperkosa, tentu kamu mengenal wajah dan tubuhnya, coba kamu ceritakan bagaimana bentuk wajah dan tampang Ki Wisang Geni." "Ia memerkosa aku beberapa kali sampai pagi, setelah memerkosa, ia pergi dan berpesan supaya aku mencarinya ke Lemah Tulis, ia mengaku ketua Lemah Tulis, namanya Wisang Geni." "Kamu kenal bentuk tubuh dan wajahnya?" Tanya ulang Prawesti. Agak malu-malu Kemini menjelaskan sambil ia menatap ujung kakinya. "Ia tampan, kurus, langsing, rambutnya panjang dikuncir dan digelung di atas kepala." "Usianya kira-kira berapa, sudah tua atau masih muda?" "Mungkin sekitar limapuluhan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Terdengar suara kasak-kusuk lagi di rombongan Lemah Tulis. Gajah Lengar semakin tidak percaya itu perbuatan Wisang Geni. "Rambutnya hitam?" "Ya sudah tentu rambutnya hitam!" "Sebelum itu, apakah kamu pernah jumpa dengan lelaki tersebut?" Kemini menggeleng kepala. "Dadanya dirajah dengan lukisan seekor kuda." Dyah Meka rberbisik pada Prawesti. Tampak Prawesti menggeleng kepala. Dyah Mekar kemudian berkata lirih kepada Kemini dan Daraka. "Ketua kami memang benar bernama Wisang Geni, tetapi laki-laki itu bukan ketua kami, dia orang lain." Suara Daraka agak tinggi, "Orang itu mengaku Wisang Geni ketua Lemah Tulis, mana bisa dia oranglain." Kemini menambahkan, "Lagi pula tiga muridnya itu memanggil dia guru, terkadang memanggil guru Geni." Prastawana menyela. "Kami semua murid Lemah Tulis, memanggil Wisang Geni dengan panggilan ketua, kami tak pernah memanggilnya guru, sebab dia melarang, itu dianggapnya sebagai pantangan besar. Lagipula ketua kami belum punya murid dan belum mengangkat murid." Semua murid Lemah Tulis yang tadinya dalam hati sempat mengutuk perbuatan ketuanya, diam-diam menyesal. Prastawana melanjutkan penjelasan kepada Daraka. "Maaf pendekar, ketua kami memang benar bernama Wisang Geni, rambutnya gondrong tetapi tidak panjang dan tidak digelung, rambutnya penuh uban putih keperakan, yang di ma lam hari tampak jelas." Kemudian ia melanjutkan dengan suara yang lebih tegas lagi. "Ketua kami juga tidak jangkung dan tidak kurus, ia bertubuh gempal dan tidak terlalu tinggi, mungkin sama tinggi dengan aku. Di dadanya tak ada rajah gambar kuda. Dan yang paling penting, sembilan bulan atau satu tahun lalu, ketua Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kami selalu berada bersama kami di perdikan Lemah Tulis, ia sibuk melatih kami, dan selama itu ia didampingi isterinya, kami berani memastikan lelaki yang memerkosa saudara perempuan ini bukan ketua kami yang bernama Wisang Geni, mungkin lelaki lain yang sengaja mencemarkan nama ketua kami." Daraka terkejut. "Gila. Jika benar demikian siapa lelaki itu Apakah kami bisa berjumpa dengan ketua Ki Wisang Geni?" "Maaf tuan pendekar yang kami hormati, sudah kami katakan, ketua kami sudah turun gunung, ia tak mau ikutikutan berburu widali, begini saja, jika sampean masih belum percaya boleh saja datang berkunjung ke perdikan Lemah Tulis, mungkin sekitar sepuluh hari lagi ketua sudah pulang." Setelah mengucapkan maaf, Daraka dan rombongan pendekar gunung Lawu berlalu. Mereka tidak langsung turun gunung, barangkah mau ikut berburu widali. Sementara murid Lemah Tulis masuk kembali ke ruang dalam. Prawesti masuk ke bilik tempatnya bersama Dyah Mekar. Murid lainnya berkumpul di ruang tengah. Dalam hati merasa bersalah sempat menyalahkan ketuanya. Prastawana dan Gajah Lengar membincangkan kejadian aneh itu. Setelah berpikir sejenak, Prastawana mengatakan kemungkinan besar lelaki pemerkosa itu adalah Lembu Agra. "Dia amat dendam terhadap ketua, ciri tubuhnya persis seperti penuturan Kemini. Sembilan purnama lalu ia masih hidup, ia sengaja melakukan pemerkosaan untuk merusak nama ketua dan perdikan Lemah Tulis." Gajah Lengar dan rekan lainnya setuju. "Tetapi bagaimana pun Lembu Agra sudah mati sehingga tak ada saksi kecuali perempuan bernama Kemini itu sendiri. Apakah tak mungkin itu adalah bagian rencana musuh tersembunyi yang ingin merusak nama ketua kita." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Di dalam bilik Prawesti bersemedi. Ia memusatkan pikiran Wisang Geni Pendekar Tanpa Tanding Karya John Halmahera di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menata tenaga dalamnya. Tetapi berulangkali gagal. Wajah Wisang Geni membayang terus. Ia marah kepada diri sendiri. "Mengapa aku begitu tolol mengikuti ajakan Ekadasa" Padahal aku ingin hidup bersama ketua. Tetapi mengapa dia tidak memaafkan aku, apakah dia tak tahu betapa aku mencintainya, dia harus tahu bahwa aku terperosok, mengapa mendapat hukuman begini berat" Dia tidak memaafkan, berarti dia tidak butuh aku. Mungkin ia tak mau diganggu, hanya ingin bercinta dengan dua isterinya yang memang lebih cantik dari aku. Aku memang melakukan hal yang bodoh. Aku memang pantas mati, tak ada harganya aku untuk hidup. Semua orang Lemah Tulis akan melecehkan bahwa aku sudah dibuang ketua, ibarat habis manis sepah dibuang. Aku malu. Ke mana aku harus pergi?" Prawesti termenung. "Sekarang apa yang harus kulakukan" Aku pikir aku harus adu jiwa dengan widali sakti, biar aku mati, aku tak peduli, namun bila beruntung dan berhasil menghirup darahnya, aku akan menjadi tangguh, aku akan melatih semua ilmu silat yang diajarkan ketua, siapa tahu suatu waktu nanti aku berkesempatan menolong ketua, menolong Lemah Tulis." Ia membayangkan saat ini W isang Geni, Sekar dan Gayatri sedang bercumbu. Ia menangis dalam hari. "Aku tidak dendam, aku tidak sakit hati kepada ketua, karena cintaku kepadanya tak pernah mati Aku pernah mendengar bibi Wulan mengatakan, seorang wanita adalah sungguh-sungguh perempuan jika ia hanya mengenal satu lelaki saja, hanya mencintai satu lelaki saja dan tak ada lelaki kedua yang dicintainya. Apa pun yang terjadi cintaku kepada ketua itu akan kubawa sampai akhir hayatku" Tak disangka Ekadasa berkunjung. Prawesti masih di kamar Keris Pusaka Sang Megatantra 10 Siluman Ular Putih 09 Iblis Pemanggil Roh Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 4