Ceritasilat Novel Online

Pusaka Jala Kawalerang 7

Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto Bagian 7 Ditangkap hidup-hidup" Swandaka mendongkol. Pikirnya, dirinya dianggap seperti binatang buruan yang hendak ditangkap hidup-hidup. Keruan saja ia harus memperlihatkan kebolehannya. Sebab siapapun tentunya tidak mau diperlakukan demikian. Tentu saja ia mengerahkan seluruh kebisaannya untuk menghadapi segala kemungkinan Tetapi kepandaian Paramita Maliyo memang berada di atasnya. Hal itu disebabkan oleh cincin-cincinnya yang berbahaya. Kesepuluh jari-jarinyapun dilumuri racun yang mematikan. Dengan dibantu oleh kukunya Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang panjang, dia dapat meraih lawan sekenanya. Cukup menggarit kulit saja, dan musuhnya akan mati keracunan. -0o~Dewi-KZ~0o- DALAM pertempuran itu, pihak Paramita Maliyo yang unggul. Belasan anak buah Galiyung terluka dan tidak dapat berkutik lagi. Masih syukur, barisan pertahanan mereka tidak rusak. Dengan gagah berani, mereka bertahan sebisa-bisanya. Swandaka sendiri sedang bersiap menghadapi Paramita Maliyo. Tetapi melihat pihaknya dalam keadaan korat-karit, ia mengurungkan niatnya hendak mempertontonkan kebolehannya. Terus saja ia melesat meninggalkan Paramita Maliyo, menghantam dua orang yang mencoba hendak mendekati Galiyung. Kemudian ia memungut sebatang tongkat yang jatuh tergeletak di atas tanah. Dan dengan tongkat itu, ia menyerang kesana kemari bagaikan harimau kalap. Sebentar saja barisan Paramita Maliyo kocar-kacir dibuatnya. Menyaksikan sepak-terjang Swandaka, Paramita Maliyo jadi penasaran. Tidak dapat lagi ia menguasai diri, padahal dia tadi sudah berjanji kepada puterinya hendak menawan pemuda itu hidup-hidup. Tetapi karena pemuda itu merugikan pihaknya, maka mau tak mau ia harus merobohkannya dengan cara apapun. Segera ia melompat menyusul gerakan Swandaka sambil menebarkan racun maut terhadap belasan laskar Galiyung. Akan tetapi merobohkan belasan orang yang memiliki semangat bertahan, tidaklah mudah. Ibaratnya patah tumbuh hilang berganti. Hilang satu tumbuh seribu. Meskipun demikian, Paramita Maliyo tidak mau melihat kenyataan itu. Ia makin penasaran. Kedua tangannya berserabutan menangkap dan membuang korbannya. Ia ingin menyibakkan semua yang menghalang dirinya agar sampai kepada tujuannya. Galiyung yang melihat pekerti Paramita Maliyo kemudian berseru nyaring: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Perempuan iblis ini benar-benar tidak mau hidup bertetangga. Baiklah, karena engkau sudah banyak membunuh, akupun dapat berbuat begitu juga. Hayoo barisan bumbung, bekerjalah ! Hai semua menyibak !" Mendengar aba-aba pemimpinnya, mereka yang merintangi majunya Paramita Maliyo menyibakkan diri. Sebagai gantinya, barisan bumbung maju mengepung. Paramita Mahyo tidak mengerti dirinya terancam bahaya. Karena yang merintangi sudah menyibakkan diri, maka beradanya Galiyung jadi jelas sekali. Dengan menggeram ia hendak melompat menerkam. Akan tetapi tepat pada saat itu, barisan bumbung menyemprotkan pelurunya yang istimewa. Paramita Mahyo terkejut. Sebagai seorang ahli racun ia menduga pastilah air yang menyemprotkan itu membawa racun pula. Dugaannya tepat. Namun ia tidak mengira, bahwa racun yang menyemprot dirinya justru larutan racun buatannya sendiri. Ia kalang-kabutan sewaktu merasakan akibatnya. "Ih !" ia melompat mundur sambil mengibaskan tangannya. Justru oleh kibasan tangannya, air racun yang menyemprotnya muncrat ke semua penjuru. Akibatnya hebat. Sebab air beracun itu mengenai laskarnya yang ikut maju. Seketika itu juga terdengar suara rintihan dan jeritan menyayat hati. Mendengar jeritan itu, barisan bumbung makin bersemangat. Dengan gembira mereka berteriak-teriak: "Teman-teman, handai-taulan, majuuu......hayo maju". Itulah suatu anjuran mempunyai daya pengaruh sendiri. Kawan-kawannya saja ikut menyerbu, namun tidak berani terlalu mendekat. Mereka datang dari belakang dan menggiring laskar Paramita Maliyo masuk ke dalam benteng. Begitu berjubel, semprotan bumbung yang berpeluru istimewa menyebarkan maut. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Walaupun tersulut rasa geram, mendongkol, penasaran dan keras hati, tetapi Paramita Maliyo tidak berani bersitegang lagi melihat kenyataan itu. Ia tahu sampai dimana hebatnya tata-kerja racunnya sendiri. Kalau mengotot, sekalian laskarnya bakal menderita. Tentunya yang bakal sibuk adalah dirinya sendiri juga. Maka dengan berat hati, terpaksa ia memerintahkan mundur. Swandaka tertawa geli. Apalagi Galiyung. Karena bertenaga raksasa, suara tertawanya menggelegar menjangkau jarak jauh. lapun kini terjun ke medan laga sambil berseru-seru: "Anak muda ! Inilah kesempatan yang bagus. Jangan sia-siakan ! Hayo kita tangkap perempuan jahaman itu....!" Bukan main takutnya Paramita Maliyo. Diapun merasa tidak dapat melarikan diri dengan bebas karena tersendat-sendat anak-buahnya sendiri yang berjubel di ambing pintu gapura. Sementara itu, barisan bumbung yan menyemprotkan peluru laknat itu, terusmenerus menyemburkan ancaman maut. Maka demi menolong diri, ia menyambar puteri tersayangnya. Lalu menghentakkan anak-buahnya sendiri yang menghalang jalan. Setelah itu kabur sipat kuping seperti kanak-kanak diuber hantu. Sudah barang tentu, anak-buahnya lari pula menunjang-nunjang. Dan selang beberapa saat, suasana perkampungan kembali sunyi sepi. Galiyung kemudian memerintahkan bawahannya untuk membersihkan semuanya serta membetulkan bangunan-bangunan yang rusak. Terutama ia perlu menolong yang menderita luka. Semuanya berjumlah sembilan belas orang. Walaupun masygul, ia terhibur juga. Karena pasukannya berhasil menawan empat belas angguta wanita anak-murid Paramita Maliyo. Lewat sianghari, dua orang yang merawat Gandir datang melaporkan kesehatan Gandir. Gandir kini sudah beristirahat di sebuah kamar yang terjaga rapih. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah aku diperkenankan menjenguk?" Swandaka minta izin sambil mengembalikan sarung tangan. "Boleh, boleh ! Akupun ingin melihatnya." sahut Galiyung. Mereka berdua kemudian menjenguk Gandir dalam kamarnya. Pemuda itu masih terbaring lemah di atas tempat tidur. Wajahnya agak membengkak, namun kadar racun tiada lagi dalam tubuhnya. Ia bebas dari ancaman maut. Itulah sebabnya meskipun masih lemah, ia nampak sehat. Begitu melihat munculnya Swandaka, wajahnya berubah girang. Diapun ikut bersyukur mendengar warta akhir pertempuran. "Sayang ...... perempuan iblis itu lolos." ujarnya setengah berbisik. Setelah itu ia menghaturkan terima kasihnya kepada Galiyung atas pertolongannya. "Memang kita tidak berhasil membekuk perempuan iblis itu. Tetapi kita berhasil menawan empatbelas anak-murid ibunya." ujar Swandaka. "Oh, begitu?" Gandir bergembira. "Bagus ! Kalau begitu bisa kita atur. Kalau setuju, aku mempunyai rencana pengaturannya. Maksudku, bisa ditukarkan dengan ......" "Ditukarkan" Ditukarkan apa?" Swandaka menegas. "Bukankah dia berhasil merampas sebagian naskah yang berada di balik bajuku?" Gandir mendongkol. "Bagus ! Tetapi apakah paman Galiyung setuju?" Swandaka berpaling kepada Galiyung. Galiyung tertawa lebar. Sahutnya: "Sebenarnya belum pernah kami menawan anak-murid nya. Kalau dia sudi menukar anak-muridnya dengan naskah yang dirampasnya, ah ...... sungguh baik. Dengan begitu, permusuhan ini tidak berkepanjangan." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka dan Gandir bergembira bukan main mendengar kata-kata Galiyung. Berarti Galiyung menyetujui rencana tukar-menukar. Lantas saja Swandaka berkata: "Kalau begitu, kami serahkan masalah ini kepada paman." Galiyung kemudian menulis sepucuk surat kepada Paramita Maliyo. Dua orang punggawanya diutus menyampaikannya. Selama ini, Swandaka mengawaskan gerak-gerik Galiyung yang mengingatkan dirinya kepada raksasa Sapu Regol. Perawakan Galiyung tiada bedanya dengan Sapu Regol. Juga gerak-gerik dan tingkah-lakunya. Hanya saja, Galiyung tidak berkesan ganas. Sebaliknya tiada demikianlah halnya mengenai peribadi Sapu Regol. Dan teringat akan tokoh itu, segera ia menceritakan sebab-musababnya sampai datang dan bertemu dengan Galiyung. "Menurut tutur-kata anak-buah paman, Sapu Regol murid Hajar Awu-Awu. Apakah benar" Lagipula siapakah sebenarnya Hajar Awu-Awu" Alasan Sapu Regol hendak merampas naskah warisan Nayaka Madu, belum jelas. Apalagi bila hal itu terjadi atas perintah gurunya." Swandaka minta pendapat Galiyung. "Yang kau sebut Sapu Regol itu tentunya Karungkala." ujar Galiyung dengan suara pasti. "Orang itu memiliki tenaga bawaan. Mungkin sekali tenaganya melebihi tenaga seekor gajah. Gerak-geriknya ganas dan bersenjata sebuah arca, bukan?" "Betul," sahut Swandaka dan Gandir dengan berbareng. "Asal-usulnya kurang jelas." Galiyung mendongak memandang atap rumah. Lalu menyenak nafas sejenak. Berkata lagi: "Menurut apa yang kudengar begini Pada jaman dahulu hidup dua orang pendeta bernama Tapa-wangkeng dan Tapapalet." "Sebentar, paman." potong Swandaka. "Paman mulai dengan kalimat pada jaman dahulu. Apakah maksud paman sebuah dongeng?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau dengarkan dulu! Nanti kita tinjau bersama-sama." ujar Galiyung dengan sungguh-sungguh. "Sebab disini-lah letak teka-tekinya yang belum terpecahkan sampai kini". "Ah !" Swandaka dan Gandir berseru tertahan. Kedua pemuda itu lantas saja tertambat hatinya. Mereka mendengarkan dengan wajah bernafsu. Galiyung kemudian mulai bercerita: "Pada jaman mudanya, pendeta atau Empu Tapa-wangkeng bernama Sameget Baganjing. Dia berhutang pada seseorang lebih daripada empatbelas laksa emas. Dia berjanji hendak mengembalikan setelah matahari tenggelam di barat. Tetapi sesungguhnya, dia sama sekali tidak memiliki uang sepeserpun, Maka satu-satunya jalan, ia menghentikan jalannya matahari bersama Empu Tapapalet.. Kebetulan pada hari itu, raja sedang berpuasa dan akan bersantap bila matahari sudah tenggelam. Tetapi setelah ditunggu sekian lamanya, matahari tidak juga tenggelam di barat. Malahan tetap bercokol di tempatnya. Apa sebab jadi begini" Aku sudah lapar benar, raja mengeluh. Kemudian raja mengutus salah seorang penasehatnya menyelidiki peristiwa ajaib itu. Empu Baganjing dibawa menghadap raja. Kepada raja Empu Baganjing berkata: "Hamba malu karena tidak dapat membayar hutang. Padahal hamba berjanji akan membayar lunas manakala matahari sudah tenggelam. Kaiena hamba tidak mempunyai uang, maka satu-satunya jala hamba hanya menghentikan jalannya matahari." Mendengar ujar Empu Baganjing raja memberi empat-belas laksa emas kepadanya, Dan matahari segera tenggelam di barat.........." Mendengar dongeng Galiyung, Swandaka tertawa geli. Sebagai pengawal Ulupi seorang wanita yang serta pandai, Swandaka dengan sendirinya luas pula pengetahuannya, Segera ia berkata: "Bukankah itu kutipan dongeng yang terdapat dalam Kitab Tantu Panggelaran" Apa hubungannya dengan Sapu Regol?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar. Kau seorang pemuda yang luas pengetahuannya. Memang itu sebuah kutipan dongeng Kitab Tantu Panggelaran. Akan tetapi kabarnya, kepada raja Empu Baganjing dan Empu Tapapalet mohon agar dikabulkan kiranya mempunyai anak-keturunan yang kelak bertenaga besar seumpama dapat menghentikan jalannya matahari seperti yang dilakukan mereka berdua. " "Lalu?" "Menurut kabar Karungkala alias Sapu Regol itu adalah anak-keturunan mereka yang kelima. " "Anak-keturunan mereka yang kelima bagaimana?" Swandaka minta penjelasan. "Nah, ini ada ceritanya pula." kata Galiyung dengan perasaan menang. "Tersebutlah dua orang pendekar yang memiliki kepandaian tinggi. Merekalah anakketurunan keempat Empu Tapawengkang dan Tapapalet.. Meniru leluhurnya, mereka berdua tidak kawin. Tetapi alam berbicara lain. Mereka berdua justru mencintai seorang puteri yang sama. Akhirnya mereka berdua bersepakat menggauli perempuan itu bergantian. Maka lahirlah seorang anak mirip raksasa. Karena tidak jelas siapakah ayahnya yang syah, maka mereka berdua menamakannya Karungkala. Artinya kelahirannya tidak dikehendaki atau mereka berdua kena kutuk Dewa Kala yang gemar merusak tata-tertib kesejahtaraan hidup manusia." "Apakah dia Sapu Regol?" Swandaka menegas. "Benar." jawab Galiyung dengan tegas. "Karena dianggap anak haram, nasib anak itu kurang mujur. Tetapi Hyang Widdhi Wisesa mempertemukan Karungkala dengan Hajar Awu-Awu. Dia dipungut sebagai muridnya. Hajar Awu-Awu bangga padanya, karena Karungkala memiliki bakat alam. Setelah dewasa, Karungkala mengganti namanya dengan Sapu Regol. Itulah nama Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ratu Jin yang menguasai wilayah barat (baca: Jakaita). Karungkala dan Sapu Regol bukankah sama maknanya" " Swandaka dan Gandir memanggut-manggut. Swandaka yang pandai berpikir tiba-tiba berkata: "Paman, kukira ada sesuatu yang tidak menyambung". "Tidak menyambung bagaimana?" sekarang Galiyung ganti minta penjelasan. "Menurut paman, Sapu Regol lahir sebagai seorang anak yang tidak dikehendaki. Ia dibuang. Artinya dia masih bayi. Lalu diketemukan Hajar Awu-Awu dan mengambilnya sebagai murid. Kalau begitu, sudah berapa usianya Hajar Awu-Awu pada saat ini" Tentunya paling tidak sudah melebihi usia tujupuluh tahun. Sebab umur Sapu Regol kutaksir sudah empatpuluh tahun. Benarkah Hajar Awu-Awu yang waktu itu baru berumur tigapuluh tahun sudah berani mengambil seorang murid" Apakah dia memiliki kepandaian seorang dewa" Aku berani bertaruh, bahwa pada jaman ini tiada seorang pemuda yang memiliki kepandaian melebihi kepandaian Pangeran Jayakusuma semasa mudanya. Padahal sampai sekarang, Pangeran Jayakusuma belum berani mengambil seorang murid." "Alasanmu memang masuk akal. Aku pun berpikir begitu." ujar Galiyung. "Taruhkata Hajar Awu-Awu mengambil Sapu Regol sebagai murid, apa sebab kepandaiannya jauh berlainan bila dibandingkan dengan murid-muridnya yang lain" Umpamanya, Maling Kondhang. Pernahkah engkau mendengar namanya?" "Tidak." jawab Swandaka. Jawaban Swandaka jujur. Memang nama itu pernah disebutsebut Branjangkawat kepada Ulupi. Tetapi Maling Kondhang sendiri belum pernah bertatap muka dengan Ulupi. Ia dikabarkan sebagai murid Hajar Awu-Awu yang pandai mencuri, mencopet dan memalsu. Menurut pengakuan Branjangkawat, Sapu Regol ikut serta dalam usaha merampas Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ naskah warisan Nayaka Madu agar naskah yang berharga itu tidak jatuh ke tangan Pradapa. "Maling Kondhang hanya pandai mencuri." ujar Galiyung setengah menggerutu. "Benarkah kepandaiannya ini berkat ajaran gurunya" Kukira itulah bakat alam seperti Sapu Regol.. Maka bukan mustahil. Hajar Awu-Awu mempunyai tujuan jauh. Ia mengumpulkan orangorang yang memiliki bawaan alam untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, aku mempunyai alasan. Takukah engkau, bahwa putera Hajar Awu-Awu justru berguru kepada Wijayarajasa?" Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Siapa?" Swandaka dan Gandir heran bercampur rasa terkejut. "Dialah Tunjung Anom, saudara-seperguruan Paramita Maliyo." Galiyung mengesankan. Swandaka dan Gandir saling pandang. Ia merasa sedang berhadapan dengan suatu masalah yang berbelit-belit. Balum lagi sempat mereka mengutarakan pendapatnya, Galiyung berkata lagi : "Di satu pihak kita dihadapkan pada suatu teka-teki yang berada di luar jangkauan kemampuanku untuk ikut serta berperan. Sebaliknya di pihak lain terdapat dua tokoh yang jarang dilahirkan dunia. Merekalah tuanku puteri Ulupi dan Pengeran Jayakusuma. Bila mereka berdua dapat bekerjasama, apalagi merupakan sepasang suami-isteri, hm.... di dunia ini mana ada masalah betapa rumitpun yang tidak dapat mereka pecahkan dan kalahkan" Itulah sebabnya dalam hal ini aku memihak kepada tuanku puteri dan Pangeran Jayakusuma. Aku tidak gentar dimusuhi kaki-tangan-kaki-tangan Wijayarajasa maupun Hajar Awu-Awu. Tatkala Galiyung mengucapkan kata-katanya yang terakhir, suaranya menggelegar bagaikan gunung meletus. Hebat daya pengaruhnya sampai Swandaka dan Gandir tercenung-cenung. Mereka bertiga kemudian membungkam mulut seolah-olah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sedang menyembunyikan kata hatinya masing-masing. Beberapa saat kemudian Swandaka berkata seperti kepada dirinya sendiri: "Taruhkata Hajar Awu-Awu mempunyai rencana tersembunyi sehingga perlu mempunyai dua orang murid istimewa yang memiliki bakat alam, namun bukan pekerjaan yang mudah mampu mengingat mereka. Mungkin sekali, Hajar Awu-Awu memiliki suatu kepandaian yang sangat tinggi. Sebaliknya bila berbicara mengenai suatu ilmu kepandaian, di dunia ini siapa yang melebihi kepandaian Nayaka Madu dalam hal mencapai kedudukan di hari kemudian" Kalau saja, dunia tidak melahirkan seorang manusia yang kebetulan bernama Pangeran Jayakusuma, Nayaku Madu adalah manusia nomor dua sesudah Mapatih Gajah Mada. Nah....... apakah kepandaian Hajar Awu-Awu melebihi Nayaka Madu" " "Tidak !" sahut Gandir dengan bersemangat. "Buktinya, anaknya berguru kepada Wijayarajasa adik seperguruan Nayaka Madu. " "Nah, disinilah letak teka-tekinya. " "Betul! Disinilah letak teka-tekinya." Galiyung memotong dengan bernafsu. "Maksudku dengan cara apa dia bisa mempengaruhi Sapu Regol dan Maling Kondhang yang memiliki pembawaan semenjak masih dalam kandungan ibunya. Betapa tidak" Apakah ada orang yang berani mengaku mengajar Maling Kondhang sebagai seorang pencuri yang maha licin dan maha pandai" Apakah Hajar Awu-Awu berani mengaku memberi kekuatan raksasa kepada Sapu Regol?" Tak terasa Swandaka dan Gandir memanggut-manggut menyetujui pendapat Galiyung. Memang disini bersembunyi suatu teka-teki yang sulit dijelaskan. Karena itu, mereka jadi berdiam diri. Akhirnya, Galiyung memecahkan kesunyian itu. Katanya : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baiklah, mari kita batasi saja pembicaraan ini. Apakah engkau dapat menceritakan sepak-terjang Sapu Regol menurut pengamatanmu?" "Dia muncul dengan tiba-tiba di perkampungan lembah Untara Segara. Beberapa teman mati terhantam arcanya. Kemudian mengadu kekuatan melawan tuanku Dandung Gumilar. Karena tuanku Dandung Gumilar pada saat itu belum pulih kesehatannya, Sapu Regol unggul dalam hal mengaku kekuatan. Bahkan sewaktu aku ikut mengerubutinya, masih saja belum mampu mengalahkan. Lalu Pangeran Jayakusuma berkenan maju. Sungguh ! Selama itu, aku hanya mendengar sepak-terjang Pangeran Jayakusuma semacam dongeng. Tetapi tatkala Pangeran Jayakusuma menguji kekuatan Sapu Regol, aku benar-benar terpukau sampai mengucak-ucak kedua mataku. Benarkah penglihatanku". Sebab seperti seseorang menggebah seekor lalat, Pangeran Jayakusuma hanya mengibaskan tangannya. Jelas sekali Pangeran Jayakusuma tidak menggunakan seluruh kekuatannya. Tetapi akibatnya terlalu hebat. Raksasa Sapu Regol yang paman kabarkan memiliki tenaga melebihi tenaga seekor gajah, terangkat naik dan terlontar tinggi di udara. Setelah melintasi jarak enampuluh langkah dari tempatnya berdiri, ia tercebur ke dalam sungai". "Bagus!" teriak Galiyung setengah bersorak. Wajahnya nampak berseri-seri. Lalu berdiri sambil setengah menandak-nandak. "Benar, tidak" Kalau saja Pangeran Jayakusuma terjun dalam masalah yang rumit ini, biarpun seratus Sapu Regol bukan merupakan soal lagi. Lalu apa lagi yang kau ketahui tentang Sapu Regol?" "Seperti kataku tadi, Sapu Regol berhasil merampas peti yang kami kawal. Syukur, peti itu sudah kami kosongkan. Dengan begitu ia hanya merampas sebuah peti kosong melompong. Hanya saja yang kuherankan adalah sepak-terjang Sapu Regol itu Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sendiri. Peti itu dibiarkan terampas Ratna Manggali. Apakah Ratna Manggali lebih hebat daripada Sapu Regol" " Galiyung bersungut-sungut. Berkata seorang diri: "Sapu Regol biasa bekerja sendiri. Sekarang dia mau mengalah. Hm, hebat ! Paramita Maliyo sendiri baru saja muncul dalam percaturan hidup. Ilmu kepandaiannya termasuk Ilmu Hitam atau Ilmu Sesat. Akan tetapi belum pernah aku mendengar kabar ia melakukan kejahatan besar. Itulah sebabnya, sebelum peristiwa ini, dia mau hidup bersahabat dengan kami. Karena itu aku percaya, dia pasti setuju dengan cara tukar-menukar ini." Swandaka dan Gandir sependapat. Dan sampai disini mereka berhenti berbicara. Mereka kemudian beristirahat. Swandaka memperoleh sebuah kamar tersendiri. Langsung saja ia merebahkan diri dan tertidur dengan tak setahunya sendiri. Sewaktu menyanakkan mata, petanghari sudah tiba. Swandaka terkejut, karena suasananya sepi. Bergegas ia ke luar kamar. Ternyata aman sentausa tiada sesuatu yang perlu dicurigakan. Maka ia masuk ke kamar mandi, membersihkan diri. Karena tidak membawa pakaian bersih, terpaksalah ia mengenakan pakaian yang sudah kotor. Tetapi begitu masuk ke kamar tidurnya kembali, ia melihat seperangkat pakaian bersih berada di ujung tempat tidur. Segera ia memeriksanya. Eh, pakaian baru ! Seorang pelayan datang menghadap dan menyatakan, bahwa pakaian baru itu sengaja disediakan majikannya untuknya. Tentu saja Swandaka berterima kasih atas kebaikan tuan rumah. Tentu saja ia mengenakannya. Sungguh mengherankan ! Ukurannya pas sekali, seolah-olah penjahitnya sudah mengenal bentuk tubuhnya semenjak lama. Tiba-tiba ia mendengar langkah kembalinya dua utusan yang siang tadi diutus mengantarkan surat kepada Paramita Maliyo. Ia segera dipanggil Galiyung agar ikut langsung mendengarkan laporan. Setelah menyelipkan senjata goloknya, ia datang ke Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kamar Galiyung. Segera pula ia mengucapkan teruna kasih atas peminjaman pakaian yang dikenakan. "Peminjaman" Inilah milikmu. Apa sih arti seperangkat pakaian bila dibandingkan dengan makna persahabatan ini". sahut Galiyung. Lalu mengalihkan pembicaraan: "Sekarang dengarkan sendiri apa kata Paramaita Maliyo." Mereka yang diutus kemudian menyampaikan jawaban Paramita Maliyo secara lesan. Menurut Paramita Maliyo, urusan itu tidak cukup hanya diselesaikan lewat para pembantu. Ia ingin berbicara sendiri dengan yang berkepentingan. Siapa lagi yang dimaksud, kalau bukan Swandaka. Mendengar bunyi laporan itu, Galiyung terdiam. Ia mendongkol dan merasa tidak puas. Benar-benar Paramita Maliyo tidak menghargai dirinya. Selagi hendak membuka mulutnya, Swandaka mendahului: "Memang keterlaluan iblis itu. Sekarang bagaimana menurut pendapat paman" Apakah yang harus kulakukan?" "Perkara dia tidak menghargai diriku, tidak menjadi soal." Galiyung menggerutu. "Yang kukhawatirkan hanya kelicikannya. Siapa tahu, iblis itu sedang merencanakan suatu tipu-muslihat keji." "Apakah paman khawatir, dia bakal menawan diriku" Swandaka menegas. "Engkau pergi seorang diri. Samalah halnya dengan memasuki goa harimau. Apakah aku hanya berpangku tangan saja?" "Mudah saja. Kita tahan dulu empatbelas muridnya di sini, sebagai jaminan." "Tetapi nilaimu jauh mahal daripada harga empatbelas orang anak muridnya." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ah, paman mengapungkan diriku terlalu tinggi. Demi memperoleh naskah itu, aku tidak gentar menghadapi segala ancaman. Lagipula, belum tentu dia dapat mencelakai diriku............." Galiyung menatap wajah Swandaka beberapa waktu lamanya, la melihat hati anak muda itu keras dan besar tekatnya. Maka tak dapat ia mencegahnya lagi. Lalu berkata menasehati : "Baiklah. Hanya saja harus berwaspada dan hati-hati! Paramita Maliyo seorang ahli racun. Mestinya, hatinya beracun pula. Ia tidak segan-segan menggunakan segala cara yang keji demi mencapai tujuannya." Swandaka terharu mendengar ucapan Galiyung. Sama sekali ia tidak menyangka, bahwa orang tua itu begitu besar perhatiannya terhadapnya. Padahal apa yang dilakukannya itu semata-mata demi persahabatannya dengan Pangeran Jayakusuma. Ia sendiri tidak pernah bergaul rapat dengan pangeran yang terkenal ganteng dan berkepandaian sangat tinggi itu. Teringatlah dia kepada tutur-kata majikannya, Ulupi. Ulupi menceritakan betapa Pangeran Jayakusuma mengajurkan Galiyung pulang kampung, karena Galiyung bukan termasuk golongan orang-orang yang berhati jahat. Ternyata penglihatan dan penilaian Pangeran Jayakusuma terhadap Galiyung, tepat sekali. Sedikitpun tidak salah. Galiyung kemudian memerintahkan bawahannya itu untuk mengantarkan Swandaka menghadap Paramita Maliyo. Sekali lagi ia berpesan agar berhati-hati dan berwaspada. Lalu menyerahkan sarung tangannya dan topengnya. "Ini perlu," katanya. "Kalau perlu bertempur, engkau tidak usah khawatir bakal terkena racunnya. Sebab gunanya topeng ini untuk menutup pernafasan". Paramita Maliyo berdiam di sebelah bukit yang berada di tepi sungai Brantas. Di atas wilayahnya itu, ia mendirikan semacam istana yang berkesan mentereng. Istananya ber... Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ---Halaman 76-77 ga ada hiks--"Sapu Regol, kau kelihatan bergembira. Mengapa?" tegur Paramita Maliyo setelah duduk berhadap-hadapan. "Nyonyapun dalam keadaan bahagia. Masakan aku tidak boleh ikut bergembira?" sahut Sapu Regol. Dan raksasa itu tertawa lagi. "Apakah yang kau maksudkan dengan berbahagia itu?" "Kudengar nyonya dapat mengalahkan orang-orangnya Galiyung. Lalu berhasil pula merampas naskah warisan Nayaka Madu dan petinya sekaligus. Apakah peristiwa itu bukan menggembirakan?" "Hm, itupun karena engkau sudi mengalah." "Ya, begitulah, asal nyonya tahu saja. Memang sudah semestinya aku menyerahkan peti itu. Kalau perlu, bahkan akulah yang harus datang mempersembahkan. Syukur puterimu sendiri berkenan mengambil langsung dari tanganku. Ini bukan secara kebetulan. Agaknya para Dewa yang mengatur kejadian itu." "Hm," Paramita Mahyo menggerendeng. Sebab sebenarnya dia tidak berhasil mengalahkan orang-orangnya Galiyung. Malahan pihaknya yang rugi dengan tertawannya empatbelas muridnya. Itupun belum terhitung belasan pengikutnya yang menderita luka. Dan tentang peti itu" Memang benar, peti itu dapat dirampas anak gadisnya dengan mudah. Hal itu masih perlu dipertanyakan, mengapa Sapu Regol mau mengalah. Anehnya, setelah dibuka ternyata kosong. Melihat pemilik rumah bersikap tidak puas setelah menggerendeng, hati Sapu Regol merasa tidak enak. Lalu berkata: "Apakah nyonya tidak senang, karena aku membiarkan puterimu membawa pulang peti yang sudah kurampas?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tidak hanya itu. Peti itu ternyata kosong tiada isinya." "Ah." Sapu Regol terhenyak. Sedetik kemudian ia tertawa panjang. Berkata: "Mereka memang pandai berpikir. Ternyata tidak hanya nyonya yang kena dibohongi, aku sendiri sudah dua kali. Yang pertama, sewaktu aku mengadu jiwa merebut peti mati yang tergantung di atas pohon. Peti mati itu sudah berhasil kuturunkan, namun kena direbut pendekar Narasinga. Sekarang aku berhasil merampas peti tempat penyimpanan warisan Nayaka Madu. Ternyata menurut Nyonya, peti itu kosong. Bukan mustahil pula, bahwa peti mati yang tergantung di atas pohon juga kosong melompong. Padahal hampir saja aku mati di tangan Nagasinga." "Hm." Paramita Maliyo menggerendeng lagi. "Karena sudah menduga demikian, maka kau serahkan saja kepada anakku. Sebenarnya apakah maksudmu?" Sapu Regol tertawa. Sebenarnya dia tidak mengetahui, bahwa peti itu kosong. Katanya: "Nyonya, aku benar-benar belum tahu peti itu kosong. Tetapi seumpama benar-benar berisikan naskah warisan Nayaka Madu, tetap akan kubiarkan puterimu merampasnya dari tanganku. Ini akibat gara-gara majikan mudaku." "Majikan muda yang mana ?" "Bukankah adik seperguruan nyonya sendiri" Dialah sang ahli pedang Tunjung Anom. Dia ingin menjadi menantu nyonya. Maka tidak berani aku bersikeras menghadapi calon nyonya majikan mudaku. " Tentu saja Paramita Maliyo kenal siapa Tunjung Anom. Setelah ia pergi meningalkan perguruan, gurunya mengambil seorang murid baru. Dialah Tunjung Anom. Kabarnya putera Hajar Awu-Awu. Memang dia sudah mewarisi ilmu pedang gurunya yang termashur. Setelah malang melintang tiada tandingan, Tunjung Anom mengambil dua isteri sekaligus. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rupanya dia kini ingin memperisterikan anak gadisnya. Memang tiada halangannya. Kecuali gagah perkasa dan ganteng, seorang laki-laki boleh memiliki isteri lebih dari dua orang. "Sapu Regol ! Apakah engkau datang karena diriku majikan mudamu" Legakan hatimu, meskipun peti itu kosong tetapi aku berhasil merampas sepertiga bagian naskah warisan Nayaka Madu. Mengandal kepada kepandaian majikan mudamu, tentunya aku sendiri berhasil merampas yang dua pertiga bagian." ujar Paramita Maliyo. "Bagus ! Bagus !" seru Sapu Regol dengan suara gembira. "Perkara itu mudah diatur." -o0~DewiKZ~0o- (bersambung jilid 6) Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Document Outline Jilid 5Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jilid 6 Persembahan : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ & http://dewi-kz.info/ Dengan Truno Penyak & Ismoyo Gagakseta 2 http://cersilindonesia.wordpress.com/ Editor : Dewi KZ Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka yang berada di ruang lain, berkebat kebit. Ucapan Paramita Maliyo membawa suara isyarat. Akan tetapi heran ! Siluman perempuan itu ternyata tidak segera bertindak terhadapnya. Paling tidak, mestinya ia akan memberitahu Sapu Regol dirinya berada di kamar sebelah. Tetapi dia tidak berbuat demikian. Menghadapi keanehan itu, Swandaka merasa Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dihadapkan dengan suatu teka-teki. Dengan sendirinya, beberapa pertimbangan masuk ke dalam benaknya. "Sebenarnya apa maksudnya?" ia mencoba memecahkan teka-teki itu. "Apakah dia berpura-pura tidak mengetahui kehadiranku" Aku ditempatkan di sini. Jangan-jangan ia sengaja menempatkanku disini. agar aku dapat mendengar dan mengikuti pembicaraannya. Tentunya dia mempunyai maksudnya sendiri. Ah, licin sekali perempuan ini." Kembali lagi terdengar Sapu Regol melanjutkan ucapannya. Katanya: "Memang benar, aku datang kemari karena diutus majikan mudaku. Hai ! Inilah kabar bagus bagi nyonya. Majikan mudaku ingin secepatnya mengikatkan diri menjadi keluarga besar nyonya." "Keluarga besar bagaimana?" Paramita Maliyo menegas. "Ah, nyonya hanya berpura-pura saja. Kedatanganku kemari semata-mata ingin mendengar jawaban nyonya. Terus terang saja, majikan mudaku ingin mengangkat puterimu menjadi permaisurinya yang pertama." Swandaka yang berada di kamar sebelah heran. Sama sekali tidak diduganya, bahwa raksasa yang berwajah bengis itu, suatu kali bisa menjadi seorang comblang yang baik. lapun heran. Sapu Regol seorang raksasa yang berkepandaian tinggi. Namun sudi mengabdi kepada seseorang yang kebetulan bernama Tunjung Anom. Apakah karena Tunjung Anom putera gurunya" Katakan Dendam Empu Bharada http://dewi-kz.inco/ Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ disebabkan demikian, tetapi kedudukannya tidak pantas menjadi seorang comblang. Menilik kepandaiannya, ia sudah layak mengangkat diri menjadi seorang guru yang pantas di-sujudi orang banyak. Masakan sudi menjadi budak yang bisa diperintahkan untuk pergi datang seperti bola tendang" Kalau begitu, Tunjung Anom dan gurunya benar-benar bukan orang sembarangan. Paramita Maliyo tidak segera menjawab. Dengan perlahan-lahan ia menuangkan air tehnya. Setelah dipandangnya beberapa saatnya, barulah ia meminumnya. "Mengapa nyonya seperti ragu-ragu?" Sapu Regol mendesak "Bukankah majikan mudamu sudah beristerikan dua orang?" sahut Paramita Maliyo. Padahal ia sudah lama mengetahui. Sapu Regol tertawa gelak. Berkata lancar: "Memang benar. Tetapi isteri itu bukan isterinya yang syah. Yang benar majikan mudaku memelihara dua orang gundik. Bagi seorang laki-laki, memelihara dua atau tiga gundik bukan tercela. Justru mengabarkan, bahwa dirinya belum bertemu dengan seorang isteri yang tepat. Apakah nyonya keberatan" Baiklah, bila nyonya belum puas, aku akan memberikan suatu jaminan." "Jaminan apa?" Paramita Maliyo heran. "Pada hari pernikahan nanti, kedua gundiknya akan kami bawa serta kemari. Mereka berdua akan bersimpuh menghadap nyonya dengan disaksikan oleh tetamu-tetamu undangan. Dan di depan tetamu-tetamu undangan itu, kami umumkan bahwa putera nyonya adalah isteri majikan mudaku pertama yang syah. Inilah jaminanku. atas nama beliau. Apakah nyonya masih saja kurang puas?" Mendengar ucapan Sapu Regol, Swandaka tertawa geli dalam hatinya. Inilah suatu jaminan yang tak karuan. Tentu saja bila seorang pria hendak mempersunting gadis seseorang, harus Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ disaksikan oleh tetamu-tetamu yang diundangnya. Dan para undangan itu akan menyaksikan upacara perkawinannya. Sebaliknya lucu bila para gundik harus ikut datang pada upacara pernikahan itu sampai pula diharuskan bersimpuh kepada ibu bakal saingannya. Tetapi Paramita Maliyo menyetujui jaminan itu. Dengan tertawa ia berkata: "Agaknya keluarga Ki Hajar Awu-Awu bersungguh-sungguh !" "Tentu saja !" sahut Sapu Regol setengah berseru. "Kalau hanya main gila, masakan Sapu Regol sampai datang menghadap di sini" Dalam hal ini aku mempertaruhkan namaku sendiri. Aku Sapu Regol dengan ini bersumpah. Bila apa yang kukatakan ini tidak benar, harap dunia seisinya menghapus namaku di atas bumi. Nah, karena itu janganlah nyonya beragu lagi. Perangkapan jodoh ini tidak hanya akan menggembirakan majikan mudaku saja, akan tetapi membuat nama Paramita Maliyo disegani dan ditakuti orang. Sebab di belakang nyonya terdapat dua orang tokoh penting. Itulah Hajar Awu-Awu dan Tunjung Anom. Selain itu, nyonya boleh miliki naskah warisan Nayaka Madu dengan tidakterganggu. Bahkan kami semua akan ikut merampas yang duapertiga bagian agar jadi lengkap." Swandaka terheran-heran mendengar kata-kata Sapu Regol. Apalagi sewaktu melihat Paramita Maliyo mengangguk-angguk puas. Siapakah sebenarnya Hajar Awu-Awu yang begitu besar pengaruhnya" Menilik ucapan Sapu Regol, agaknya raksasa itu sudi menjadi budaknya. Kembali lagi ia mengamat-amati wajah Paramita Maliyo. Ah, benar-benar perempuan iblis itu merasa puas sekali. Padahal perkawinan macam itu sangat tidak wajar, ibarat tulisan cakar ayam. Apakah sih mulianya, bila dia disembah dua gundik bakal menantunya. Meskipun masih tergolong muda, tetapi usia Swandaka sudah mencapai tigapuluh tahun. Pengalamannya luas. Apalagi dia menjadi salah seorang pengawal Ulupi yang terkenal cerdas dan berotak cemerlang. Pastilah sedikit banyak mewarisi Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kepandaiannya pula Tetapi kali ini, dia benar-benar merasa tidak mengerti. Ia melihat, Paramita Maliyo sangat puas. Tiba-tiba menjawab dengan suara datar: "Aku menghaturkan terima kasih tak terhingga. Sampaikan hal ini kepada majikanmu. Hanya saja, aku tidak berani menerima maksudnya yang mulia." Sapu Regol terperanjat. Menegas dengan suara heran: "Kenapa?" "Karena anakku sudah ada jodohnya." sahut Paramita Maliyo dengan suara yakin. Inilah suatu alasan belaka. Swandaka tahu, itulah upaya Paramita Maliyo menolak lamaran Tunjung Anom. Sekiranya tidak demikiian, apa sebab dia mengusut tentang gundik Tunjung Anom. "Nyonya." tegur Sapu Regol. Ia kemudian tertawa perlahan melalui dadanya. "Mengapa nyonya tidak berterus-terang saja" Katakan saja, bahwa keluarga Hayar Awu-Awu tidak pantas melamar anak orang." Paramita Maliyo tidak senang ditegur demikian. Kini ia nampak besungguh-sungguh. Sahutnya: "Ucapanmu sungguh berat." "Tetapi nyonya, coba dengarkan dulu !" ujar Sapu Regol dengan bernafsu. "Sebelum majikan mudaku mengutus aku kemari, beliau sudah menyelidiki anak gadismu. Sampai pada hari ini, anak gadismu belum ada jodohnya." "Benar, karena perjodohan itu baru saja terjadi." Sapu Regol tercengang. Menegas dengan suara agak bergemetar: "Siapakah calon jodohnya?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Maaf, tidak berani aku menyebutkan namanya." "Huh." Sapu Regol mendengus. "Nyonya benar-benar mempersulit kedudukanku. Baiklah, akan kusampaikan semua kata-katamu kepada majikan mudaku. Aku tidak akan mengurangi sepatah katapun." "Sapu Regol, dengarkan kata-kataku !" terdengar suara Paramita Maliyo agak mengandung rasa cemas. "ini masalah perjodohan. Gagal atau berhasil, janganlah sampai merenggangkan tali persahabatan kita, Engkau tidak bersakit hati, bukan?" "Ah, aku hanya mewakili lamaran majikan mudaku." ujar Sapu Regol dengan suara dalam. "Apakah perjalananku ini dianggap gagal atau berhasil, tergantung belaka kepada penilaian majikan mudaku. Hanya saja hendaklah nyonya pertimbangkan sekali lagi. Meskipun anakmu sudah ada jodohnya, namun kuharap sekali lagi mempertimbangkan lamaran majikan mudaku. Kecuali bila engkau sudah bosan mengangkat kepala di tengah masyarakat." Swandaka mendadak ikut menjadi tegang mendengar kata-kata Sapu Regol. Jelas sudah, Sapu Regol mulai membawa nada ancaman. Kadang-kadang dia menyebut Paramita Maliyo dengan nyonya atau kau. Suaranya jadi kaku. Pastilah hal ini terjadi akibat pergolakan batinnya yang diamuk rasa mendongkol, kecewa dan marah. Disini nampak watak Sapu Regol yang asli. Dia mau menangnya sendiri. Agaknya hal itu dirasakan pula oleh Paramita Maliyo. Perempuan iblis itu berdiam diri beberapa saat. Ia kelihatan ragu. Setelah berpikir sekian lamanya, ia berkata: "Membatalkan perjodohan atau melanjutkan perjodohan, sesungguhnya tergantung belaka kepada peranan utamanya. Itulah anakku sendiri. Sebab akan berakhir buruk atau baik, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bukan orang lain yang akan menanggungnya. Juga bukan aku, meskipun dia lahir dari seorang ibu." Sapu Regol tertawa. Katanya : "Kalau begitu, ayah dan ibunya tidak ikut berperan lagi?" "Dia anak tunggalku. Maka aku wajib menyayanginya. Ibarat dia minta apapun selain minta rembulan, aku akan berusaha memenuhi. Kedengarannya berlebihlebihan, bukan" Tetapi di dalam masalah perjodohan, aku harus merundingkannya dahulu sebelum aku memutuskan." Mendengar ucapan Paramita Maliyo, agaknya Sapu Regol masih mempunyai harapan. Maka ia berusaha menguasai diri. Ujarnya agak sabar: "Kalau begitu, silahkan nyonya sekarang berunding dengan puterimu. Aku akan menunggu di sini." Paramita Maliyo kemudian mengundurkan diri. Sapu Regol jadi sendirian dalam ruang tamu itu. Ia kemudian berjalan mundarmandir. Kadangkala ia tertawa perlahan melalui dadanya dengan perasaan puas. Swandaka yang berada di kamar sebelah terus mengawaskan dengan berbagai dugaan. Ingin ia mendengar kabar, bagimana akhir pembicaraan itu. Apakah Ratna Paramita menerima lamaran Tunjung Anom" Selagi demikian masuklah wanita yang tadi menyambutnya di depan pintu gapura dan membawanya masuk ke ruang tunggu. Dia mendorong daun pintu yang menghadap ke taman. Lalu memberi isyarat agar ia jangan berbicara. Setelah itu ia melambaikan tangannya agar mengikutinya. Swandaka heran bukan main. Apakah maksud wanita itu" Namun ia menurut saja untuk mengikuti. Ternyata ia dibawa melalui beberapa lorong jalan yang berlika-liku. Akhirnya tiba di sebuah kamar. "Silahkan tuan masuk !" ujarnya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka mendorong daun pintu la kaget berbareng heran, melihat Paramita Maliyo duduk di dalam kamar menunggu kedatangannya. Pikirnya: "Hai ! Bukankah engkau berjanji hendak merundingkan perangkapan jodoh itu dengan Ratna Paramita" Mengapa kau justru menerima kedatanganku di kamarini?" Paramita Maliyo mempesilahkan Swandaka duduk di sampingnya. Kemudian berkata dengan suara manis: "Apakah engkau salah seorang pengawal dayang kepercayaan Nayaka Madu?" "Benar, Maksudmu Ulupi, bukan?" "Ya. Kabarnya engkau murid dua orang sakti yang bernama Dhandha Wacana dan Dhandha Walaka." Swandaka heran.Dari siapa dia mendapat endusan itu" Namun ia mengangguk membenarkan. "Bagus !" seru Paramita Maliyo setengah gembira. "Nayaka Madu dan Durgampi dikalahkan Pangeran Jayakusuma. Benarkah kabar itu?" "Benar" "Hyang Wisesa benar-benar maha adil. Dengan peristiwa itu, Wijayarajasa bakal terpojok," ujar Paramita Maliyo. Ia seperti seseorang yang merasa lega mendengar kabar musuhnya nyaris mati. Setelah itu, ia mengamat-amati wajah dan perawakan Swandaka. "Eh sebenarnya apa sih maksudmu?" pikir Swandaka mendongkol di dalam hati. "Aku toh bukan bakal menantumu" Kenapa kau menyiasati diriku seperti orang hendak membeli seekor kuda?" Paramita Maliyo kemudian bersenyum manis. Berkata: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Anak muda, kau sudah menikah atau belum?" Itulah puncak keheranan Swandaka. Langsung ia menyahut: "Aku datang kemari untuk membicarakan perkara tukar-menukar. Apa perlu engkau mengusut masalah pribadiku?" "Bukankah engkau telah mendengarkan pembicaraanku dengan Sapu Regol?" Paramita Maliyo seperti tidak mengubris ucapan Swandaka. "Apakah sangkut-pautnya dengan urusanku?" Swandaka mendongkol. "Anakku tidak mau menerima lamaran Tunjung Anom. Kau tahu apa sebabnya?" "Menerima atau tidak, apa kepentinganku?" Swandaka tercekat hatinya. Paramita Maliyo tertawa perlahan. Menjawab; "Benar-benar tidak kusangka, bahwa rejekimu amat besar. Kau tahu" Ternyata anak gadisku jatuh cinta kepadamu. Kaulah yang dipilih sebagai jodohnya." Meskipun Swandaka dapat menebak seperenam bagian kemana arah pembicaraan Paramita Maliyo, namun tidak mengira bahwa siluman perempuan itu akan berbicara dengan terus terang. Dan agaknya dia mengharapkan dirinya akan melonjak gembira. "Hai ! Marilah kita kembali kepada masalah pokok." Swandaka mengalihkan pembicaraan. "Aku datang kemari untuk urusan naskahku. Cepatlah serahkan naskah itu dan aku akan mengembalikan empatbelas muridmu. " Mendengar kata-kata Swandaka, tiba-tiba Paramita Maliyo berdiri tegak. Menyahut dengan suara tinggi: "Apakah engkau menolak cinta anakku?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Eh ! Kau mau membicarakan apa sih" Bukankah engkau sedang membicarakan perjodohan dengan keluarga Hajar Awu Awu" Tunjung Anom memaksa anakmu agar menerima lamarannya. Sekarang kau main paksa juga terhadapku. Sebenarnya apa maksudmu?" "Bagus ! Alangkah bagus !" seru Paramita Maliyo setengah menjerit. "Rupanya engkau hanya memikirkan tentang naskah itu. Kau ingin membawanya pulang atau tidak?" "Hm, jangan lupa !" Swandaka mengancam. "Empatbelas orang muridmu berada di pihakku. Pada saat ini tergantung kepada kemurahan paman Galiyung." "Hm", Paramita Maliyo mendengus. "Asal aku menerima lamaran keluarga Ki Hajar Awu-Awu, semuanya akan menjadi beres. Tidak usahlah Ki Hayar Awu-Awu ikut turun tangan. Dengan dibantu Sapu Regol seorang sudah cukup. Aku akan menghancurkan orangorangnya Galiyung. Siapa andalan Galiyung" Apakah dia mampu berlawan-lawanan dengan Sapu Regol" Huh ! Dan dengan sekali menyerbu saja, aku sudah dapat menolong murid-muridku. Kau percaya atau tidak" Malahan engkau sendiri, jangan harap bisa pulang dengan selamat. Jiwamu terpaksa ditinggal di sini. Tahu?" Dengan serentak, Swandaka berdiri dari tempat duduknya. Sambil mengibaskan tangannya, ia menggeserkan kakinya ke arah ambang sintu. Maksudnya ia hendak menerjang ke luar. Selagi ia hendak mengemburkan tanganya. tiba-tiba terdengar suara pekikan nyaring: "Kejar ! Kejaaar ! Kejar maling perempuan itu !" Baik Swandsaka maupun Paramita Maliyo tertegun mendengar suara pekikan itu. Di kediaman Paramita Maliyo ada seorang penjahat" Swandaka heran bukan main. Ia tahu sendiri, penjagaannya sangat rapat. Dan di mana-mana tentunya terdapat jebakan dan racun berbahaya. Siapakah dia yang berani Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menggerayangi rumah Paramita Maliyo" Seperti berjanji, Paramita Maliyo dan Swandaka melongok ke luar jendela. Mereka berdua melihat berkelebatnya sesosok bayangan yang Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mengenakan pakaian putih. Bajunya berkibar-kibar tertiup angin. Bayangan itu dengan gesit lari ke arah dinding pertamanan. Jelas sekali dia hendak meloloskan diri. Beberapa detik kemudian, Ratna Paramita muncul dari ruang belakang. Dengan wajah bingung, ia mengadu kepada ibunya: "Ibu ! Cepat........ dia ! Bangsat perempuan itu merampas naskah yang baru kubaca." Rupanya Ratna Paramita sedang mempersiapkan naskah rampasannya untuk Swandaka. Bukankah ibunya sedang merundingkan syarat-syaratnya" Tentu saja, ia tidak menduga Swandaka menolak cintanya. Selagi ia tercenung-ce-nung menunggu kabar dari ibunya, pencuri itu masuk dan merampas naskah yang sedang disiapkan. Swandaka sendiri tercekat hatinya. Dengan sekali melihat tahulah dia siapa pencurinya. Dialah Diah Mustika Perwita. Kapan puteri itu menyusul kemari" Atas petunjuk siapa" Teringatlah dia akan tutur-kata orang-orangnya Galiyung. Dia Mustika Perwita sudah berada di sekitar perkampungan Galiyung atas petunjuk mereka. Mungkin oleh petunjuk mereka pula Diah Mustika Perwita menyusul ke kediaman Paramita Maliyo. Alangkah cepatnya. Ia jadi teringat betapa puteri itu bisa membuat repot pendekar besar Narasinga. Tengah ia terlongong-longong, terdengar suara orang menyambit. Ternyata Paramita Maliyo yang berbuat begitu. Dengan wajah merah padam, ia menyambitkan cincinnya yang mengandung racun paling berbahaya. Berbareng dengan sambitannya, ia melesat ke luar jendela memburu Diah Mustika Perwita. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka tentu saja tidak tinggal diam. Ia melompat pula ke luar jendela sambil berteriak: "Awas racun !" "Aku tahu." sahut Diah Mustika Perwita. Selamanya dia adalah seorang gadis yang halus budinya. Begitu mengerti dirinya disusul Swandaka, ia berhenti sambil mengelakkan sambaran cincin Paramita Maliyo yang cepat luar biasa. Kemudian berkata: "Eh, apakah engkau tidak rela" Silahkan !" Paramita Maliyo sedang marah, la mendongkol dan penasaran menyaksikan lawannya dapat mengelakkan sambaran cincinnya dengan mudah. Terus saja ia menjulurkan cengkeramannya melakukan serangan bertubi-tubi. Akan tetapi Diah Mustika Perwita hanya mengelakkan saja. Sama sekali ia tidak membalas menyerang atau mencoba menangkis. Gebrakan itu terjadi sangat cepat dan berbahaya. Paramita Maliyo bertempur dengan sungguh-sungguh dan bernafsu. Gerakan tangannya ganas di barengi kedua kakinya yang menendang atau mengait. Sebaliknya Diah Mustika Perwita hanya menganggapnya sebagai suatu latihan alias seolah sedang bermain-main. Dalam sekilas pandang saja siapapun tahu, bahwa kepandaian Diah Mustika Perwita jauh di atas Paramita Maliyo. "Nyonya Maliyo, tahan !" seru Swandaka menghampiri. Tetapi tentu saja, Paramita Maliyo tidak menggubris seruan Swandaka. Masih saja ia bernafsu untuk merobohkan Diah Mustika Perwita secepat mungkin. Sedang begitu Ratna Paramita tiba di tempat itu dan langsung saja menahaskan pedangnya. Swandaka yang sudah menghunus goloknya semenjak melesat ke luar jendela, menangkis. Trang ! Ratna Paramita terperanjat bercampur heran. Ia jadi tidak mengerti mengapa pujaan hatinya justru membantu pencuri yang sedang dikejarnya itu. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai ! Apakah engkau segolongan dengan bangsat perempuan ini?" bentak Ratna Paramita bengis. Pedangnya disiapkan lagi untuk mengulangi tabasannya. "Hm, memang bocah ini tidak tahu diri." Paramita Maliyo menguatkan. Lalu membentak kepada Swandaka. "Malam ini jangan kau bermimpi bisa lolos dari halaman rumahku." "Sabar nyonya," Swandaka menyahut. "Dengarkan dulu, aku hendak bicara." "Perkara apa?" Paramita Maliyo meningkatkan bentakannya. "Ibu, coba kita dengarkan dulu apa yang akan dikatakan." Ratna Paramita menengahi. " "Nyonya." Swandaka mendahului Paramita Maliyo yang sedang membuka mulutnya untuk mendamprat. "Nyonya harus ingat. Kedatanganku kemari semata-mata perkara tukarmenukar. Bukan hendak membicarakan masalah lain. Tentang puteri yang datang kemari sebagai tetamu tidak diundang, aku nyatakan bahwa dia adalah sahabatku. Bahkan setengah majikanku. Setelah mendapatkan kembali naskah yang kau curi, semua jadi impas. Samalah halnya dengan aku sendiri yang mendapatkannya. Tentang kebebasan orang-orangmu, serahkan saja kepadaku. Aku yang akan memerdekakan mereka." Kedua alis Paramita Maliyo terbangun begitu mendengarkan kata-kata Swandaka. Dengan suara bengis ia menuding Diah Mustika Perwita: "Dia siapa ?" Swandaka tahu kemana arah pertanyaan Paramita Maliyo, Maka ia menghampiri Diah Mustika Perwita dan berdiri di sampingnya. Kemudian menjawab: "Sudah cukup aku memberi penjelasan. Sekarang tinggal menunggu keputusanmu. Kau ingin berdamai atau bertempur mengadu jiwa. Terserah." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka seorang pemuda yang ganteng dan berkepandaian tinggi. Usianya kurang lebih tigapuluh tahun. Sedangkan Diah Mustika Perwita seorang gadis yang cantik luar biasa. Dia lembut dan berkepandaian tinggi pula. Usianya kurang lebih duapuluh lima tahun. Maka dua muda-mudi yang berdiri berjajar itu mirip sepasang suami-isteri yang sedang memasuki masa bulan madu. Keruan saja membuat hati Paramita Maliyo maupun Ratna Paramita panas bagaikan cacing berada di atas tungku api. "Hm, lebih dulu kau perintahkan perempuan itu mengembalikan naskah yang dicurinya." sahut Paramita Maliyo dengan geram. "Aku akan mengizinkan dia meninggalkan kediamanku." Belum lagi Swandaka menanggapi ucapan Paramita Maliyo, Diah Mustika Perwita menjawab dengan tersenyum: "Dia sahabatku. Karena itu, tak dapat aku meninggalkan dia seorang diri. Dia harus bersamaku." Ratna Paramita yang ikut mendengarkan kata-kata Diah Mustika Perwita dan Swandaka, tidak dapat lagi menguasai diri. Dengan membantingkan kakinya, dia berteriak kepada ibunya: "Ibu, sudahlah ! Habisi dua-duanya.........!" Setelah berteriak demikian, ia mendahului menikamkan pedangnya. Tentu saja Diah Mustika Perwita yang diancamnya dapat mengelakkan dengan mudah. Walaupun usianya masih muda belia, namun pengalamannya bertempur melawan orang-orang pandai melebihi sebayanya. Beberapa kali ia bertempur melawan pendekar besar Narasinga. Belasan kali pula ia pernah bertanding melawan orang-orang pandai lainnya. Maka Ratna Paramita bukan lagi merupakan lawannya yang seimbang. Itulah sebabnya meskipun dicecar dengan berbagai serangan, ia hanya mengelakkan saja sambil menyabarkan. Manakala Ratna Paramita tetap ngotot, dengan sekali menggerakkan tangannya, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ pedang anak gadis siluman Paramita Maliyo jatuh berkelontangan di atas batu penghias tanaman. "Swandaka, apakah kita tidak lebih baik meninggalkan tempat ini ?" Diah Musatika Perwita minta pertimbangan Swandaka. Inilah untuk yang pertama kalinya, Swandaka diajak berbicara Diah Musatika Perwita. Dia menganggap dan menghargai Diah Mustika Perwita sama dengan Ulupi. Karena itu sungguh merupaka suatu penghargaan besar baginya, diajak memberi pertimbangan. Dengan serta-merta ia mengangguk membenarkan. Lalu memutar badannya hendak meninggalkan pekarangan. Tetapi pada detik itu pula terjadilah suatu peristiwa yang hebat. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh robohnya sebagian dinding petamanan. Batu-batu batanya tergempur belingsatan. Sebuah liang yang besar muncul di tengah-tengah dinding. Dan terdengar suara teriakan garang Sapu Regol. Tidak usah dijelaskan lagi apa yang terjadi. Dengan senjata arcanya, Sapu Regol menggempur dinding dan melubanginya. Kemudian muncul bagaikan iblis besar dengan teriakan panjang mirip lolong serigala. Hebat perbawanya. la berdiri tegak menghalangi arah kepergian Swandaka dan Diah Mustika Perwita. Diah Mustika Perwita pernah menyaksikan tenaga raksasanya. Dulu ia kagum. Kinipun demikian pula. Bahkan ditambah rasa herannya, karena sama sekali tidak menyangka Sapu Regol berada di kediaman Paramita Maliyo. "Nyonya !" seru Sapu Regol kepada Paramita Maliyo. "Apakah nyonya sudah selesai berbicara dengan anakmu" Lamaran majikan muda kami, nyonya terima atau tidak?" Mendengar bunyi ucapan Sapu Regol, wajah Ratna Paramita berubah hebat. Pandangnya beralih dari Sapu Regol ke wajah Swandaka. Lalu menangis jengkel sambil mendekap ibunya. Keruan saja Sapu Regol heran. Minta keterangan: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nona Ratna ..... sebenarnya apa yang sudah terjadi" Apakah nona dibuat susah mereka?" Pada saat itu, Paramita Maliyo ingin mengumbar rasa marahnya. Begitu mendengar ucapan Sapu Regol, lantas saja menjawab: "Rumah kami diacak-acak penjahat. Perempuan itu mencuri naskah kami. Tentang yang kau tanyakan itu, aku belum sempat membicarakannya dengan anakku. Perempuan laknat itu yang mengacau." Sapu Regol tertawa mengerti. Menyahut: "Ah ! Itu urusan kecil. Tidak perlu nona sampai menangis. Baiklah, aku akan merampasnya kembali. Anggap saja sebagai cicilan emas kawin." Dengan satu gerakan yang cepat luar biasa, Sapu Regol menggempur Diah Mustika Perwita dan Swandaka dengan senjata arcanya. Tetapi dengan mudah Diah Mustika Perwita mengelakkan diri sambil mendorong Swandaka ke samping. "Bagus!" seru Sapu Regol heran. Tetapi ia tidak menghentikan serangannya. Bahkan ia kini menambahkan daya tekanannya dan kecepatannya. Untuk kedua kalinya, Diah Mustika Perwita mengelak ke samping. Tepat pada saat itu, Swandaka membabatkan goloknya dari samping. Maksudnya tentu saja untuk menolong Diah Musatika Perwita. Sapu Regol tidak takut digempur Swandaka dari samping. Ia meliukkan arcanya dan menangkis golok Swandaka keras melawan keras. Latikan api muncrat bagaikan kembang api. Swandaka terpental mundur dua tiga langkah akibat benturan yang keras itu. Sapu Regol sendiri tidak kurang suatu apa. Masih dapat ia menggerakkan arcanya dengan leluasa. Tiba-tiba raksasa itu mendengar pekik Ratna Paramita. Gadis itu berhenti menangis. Lalu berseru: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bukan dia yang mencuri naskah. Tetapi perempuan itu !" Sapu Regol tertawa. Sahutnya : "Legakan hatimu nona. Sebentar lagi akan kutangkap perempuan itu hidup-hidup." Dia melompat dengan arcanya. Tetapi dalam detik itu pula masih bisa ia iseng menyerang Swandaka yang belum sempat memperbaiki kedudukannya. Inilah bahaya. Sebab arca itu akan bisa meremukkan kepalanya. Pada saat arca akan mengenai sasarannya, mendadak saja terlihat pedang berkeredepan. Itulah pedang Diah Mustika Perwita yang menyerang Sapu Regol dari atas ke bawah. Ia tadi sudah merasakan betapa dahsyat gempuran arca Sapu Regol. Maka terpaksa ia menghunus pedang pusakanya. Begitu menyambar, perbawanya hebat bukan main. Sapu Regol tengah melompat. Ia kaget setengah mati melihat berkelabatnya pedang Diah Mustika Perwita yang cepat luar biasa. Selain cepat membawa hawa dingin yang merasuk ke dalam tubuhnya. Ih ! Terpaksa ia batal menggempur kepala Swandaka dan buru-buru ia menangkiskan arcanya. Kesempatan itu dipergunakan Swandaka untuk memperbaiki kedudukannya. Terus saja ia mengadakan serangan ulangan. Kali ini ia menggunakan jurus-jurus ajaran kedua gurunya yang termashur. Sapu Regol tidak menghiraukan serangan susulan Swandaka. Ia heran terhadap umu pedang Diah Mustika Perwita. Pikirnya di dalam hati: "Wah celaka ! Aku sudah mengumbar suara akan menangkap gadis ini hidu-hidup. Ternyata kepandaiannya jauh berada di atas pemuda ini. Aku bisa dibuatnya sulit............" Segera ia menangkis serangan Swandaka. Walaupun kali ini membawa tenaga lipatganda, akan tetapi jurusnya dianggap tidek berbahaya. Cukuplah sudah, apabila ia menggunakan tenaganya. Sebaliknya terhadap gerakan pedang Diah Mustika Perwita yang istimewa dan aneh, ia perlu berwaspada. Itulah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sebabnya, pandang matanya tidak berani beralih dari gerakan pedang Diah Mustika Perwita. Tepai sekali dugaannya. Diah Mustika Perwita menyerangnya lagi. Kali ini, gadis itu berputar ke belakang dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan. Namun ia tidak takut. Pikirnya, taruhkata ujung pedang Diah Mustika Perwita berhasil menikamnya, daya tahan tubuhnya cukup dipergunakan sebagai tenaga penangkal. Akan tetapi serangan Diah Mustika Perwita benar-benar diluar dugaan. Dia sudah berada di belakang punggung Sapu Regol dan tinggal menusukkan pedangnya. Akan tetapi dia tidak berbuat demikian. Ia melesat ke samping seakanakan hendak melarikan diri. Pedangnya menahas ke samping, akan tetapi di tengah jalan tibatiba meliuk menikam tenggorokan. Keruan saja Sapu Regol terkejut setengah mati. Ia sudah puluhan kali bertempur dengan orang-orang yang memiliki kepandaian bermacam-macam. Namun baru kali ini, ia bertemu dengan ilmu pedang yang aneh dan istimewa. Syukur berkat pengalamannya, masih dapat ia melindungi diri. Sebaliknya, tikaman pedang Diah Mustika Perwita tidak berhenti sampai disitu saja. Merasa gagal menikam tenggorokan, gerakannya diteruskan mengarah sasaran lain. Sapu Regol mengibaskan arcanya dengan maksud menggebah ke samping. Tahu-tahu ujung pedang Diah Mustika Perwita turun menyontek pundak. Cres ! Kali ini Sapu Regol merasa mati kutu. Tidak dapat ia menangkis lagi atau mengelak. Pundak tergores ujung pedang dan dua uratnya terputus. Tetapi ia seorang pendekar yang memiliki pembawaan istimewa semenjak masih berada dalam perut ibunya. Ia masih dapat mempertahankan diri. Dalam keadaan terjepit, ia menempelkan pangkal arcanya untuk mendekap ujung pedang. Ia bermaksud hendak mengadu tenaga. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka tahu, Diah Mustika Perwita dalam ancaman bahaya, Itulah sebabnya, ia segera menyerang. Goloknya berkelebat membabat pinggang. Terpaksa Sapu Regol melepaskan tempelannya dan menangkis babatan golok Swandaka. Kembali lagi dua orang itu mengadu tenaga keras melawan keras. Kesempatan itu dipergunakan Diah Mustika Perwita untuk menarik pedangnya. Selama itu Paramita Maliyo mengikuti pertempuran mereka dengan penuh perhatian, Ia heran. Sapu Regol yang gagah perkasa tidak berdaya menghadapi kerubutan mudamudi itu. Terutama ia kagum kepada ilmu pedang Diah Mustika Perwita. Sebenarnya, ia harus membantu Sapu Regol agar terlepas dari libatan Swandaka. Tetapi tatkala melihat wajah anak gadisnya yang mengkhawatirkan keselamatan pemuda itu, ia mengubah pikirannya. Ia memilih menjadi penonton saja. Kesempatan itu, dipergunakan untuk mengamati wajah Ratna Paramita. Ah, ternyata anak gadisnya benar-benar jatuh cinta kepada Swandaka. Selain membayangkan rasa cemas gerakan matanya cenderung berdoa bagi keselamatan pujaan hatinya. Swandaka sendiri, tentu saja tidak menghiraukan pengamatan Paramita Maliyo dan anak gadisnya. Hatinya sedang gembira. Bahkan ia merasa berbahagia, karena dapat bekerjasama dengan Diah Mustika Perwita menghadapi lawan tangguh. Belum pernah ia melihat Diah Mustika Perwita bertempur sungguh-sungguh. Kecuali sewaktu diuji majikannya, Ulupi. Tetapi aneh, apa sebab gerakan pedangnya sesuai dengan ilmu goloknya" Pemuda itu tidak tahu, bahwa Diah Mustika Perwita memiliki berbagai macam kepandaian. Karena itu, dia dapat menyesuaikan diri dengan gerakan goloknya. Lain lagi kesan Sapu Regol, Dalam pertempuan itu, ia membagi ocmatiannya. Tujuh Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bagian kepada Diah Mustika Perwita, tiga bagian kepada Swandaka. Ia terkejut menghadapi ilmu pedang Diah Mustika Perwita. Tetapi dibalik rasa Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terkejutnya, ia girang. Diah Mustika Perwita ternyata jauh lebih cantik dan jauh lebih agung daripada Ratna Paramita. Katanya di dalam hati: "Hm, kalau majikan melihat kecantikan gadis ini, tanggung akan mengabaikan masalah anak Paramita Maliyo". Sapu Regol yang menjadi utusan majikan mudanya Tunjung Anom, tahu makna utamanya. Tunjung Anom sebenarnya mau mengawini Ratna Paramita dengan maksud ganda. Kecuali ingin menikmati bunga yang sedang merekah sebenarnya yang diincarnya adalah kitab Calon Arang. Jika sudah menjadi menantu Paramita Maliyo, pastilah dia akan dapat memperoleh kitab racun itu. Dengan memiliki racun Calon Arang, lengkaplah kepandaian keluarga Hajar Awu-Awu. Jadi tegasnya, tujuan Tunjung Anom adalah Kitab Calon Arang itu dan bukan ingin memeluk tubuh muda Ratna Paramita. Tentu saja Ratna Paramita tidak mengetahui maksud Tunjung Anom yang tersembunyi rapat. Pada saat itu, ia berharap mudah-mudahan Sapu Regol dapat merobohkan Diah Mustika Perwita. Kalau perlu, bunuh saja! Dan ia akan memperoleh naskah Nayaka Madu yang akan dipersembahkan kepada Swandaka demi menanam budi. Itulah sebabnya, dengan sungguh-sungguh ia mengikuti pertempuran itu. Dalam pada itu, Sapu Regol sudah bermandikan darah, walaupun tenaganya tidak kurang. Ia masih berkelahi dengan gagak perkasa. Ia mencoba mendesak Swandaka yang dinilainya lebih rendah kepandaiannya bila dibandingkan dengan Diah Mustika Perwita. Memang benar. Tetapi sesungguhnya ilmu kepandaian Swandaka mempunyai keistimewaannya sendiri. Dia dapat berkelahi keras melawan keras sekaligus bisa menggerakkan goloknya dengan lincah. Sapu Regol mendongkol bukan main. Tiba-tiba suatu ingatan menusuk benaknya. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai !" serunya. "Bukankah engkau dulu pernah mengadu kepandaian denganku di lembah Untara Segara" Engkau yang menjaga pohon itu, bukan?" "Betul." Swandaka membenarkan. "Dahulu kita belum berkesempatan untuk mengadu kepandaian sepuas-puasnya. Sekarang mari kita berkelahi sampai satu bulan di sini." Sapu Regol tertawa. Seingatnya ilmu kepandaian pemuda itu biasa-biasa saja. Akan tetapi sekarang, mengapa dirinya tidak dapat merobohkannya" Ia mengerlingkan matanya kepada Paramita Maliyo dan Ratna Paramita. Kedua orang itu ternyata menjadi penonton saja. Ia mendongkol bukan main. Karena mendongkol, ia berkelahi dengan mengerahkan seluruh tenaganya. Senjatanya berkelebatan dengan membawa kesiur angin. Ia berhasil mendesak Swandaka mundur. Namun lagi-lagi pedang Diah Mustika Perwtia datang merecoki. "Celaka !" pikir Sapu Regol di dalam hati. "Kalau aku tidak dapat merobohkan mereka, kemana aku akan menyembunyikan mukaku" Perbawaku bakal runtuh di depan mata Paramita Maliyo dan Ratna Paramita. Akupun bakal kena damprat majikanku." Memperoleh pikiran demikian, ia merencanakan satu tipu muslihat. Sekarang yang diserangnya adalah Diah Mustika Perwita. Swandaka memiliki penglihatan tajam. Ia melihat Sapu Regol terlalu bernafsu untuk merobohkan Diah Mustika Perwita. Karena itu mengabaikan masalah pertahanan. Keruan saja ia menggunakan kesempatan itu. Terus saja ia merangsak dan ujung goloknya berhasil menggarit dada lawan. Sapu Regol tentu saja tahu dirinya diserang. Memang ia sengaja membuka lowongan. Itulah salah satu tipu muslihatnya. Dibiarkan lawannya kegirangan. Tetapi begitu ujung golok menusuk dadanya, ia menekan pangkal arca. Seketika itu juga, mulut arca terbuka dan dibuatnya menggigit ujung golok Swandaka yang sedang ditarik kembali. Dengan berteriak nyaring, bonekanya dihantamkan ke arah dada Swandaka. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka ternyata bendel. Ujung goloknya sudah kena gigit senjata arca Sapu Regol. Sebenarnya ia harus melepaskan pegangannya dan melompat mundur. Tetapi ia tidak sudi berbuat demikian, la mencoba mempertahankan dengan mengerahkan tenaganya pula. Inilah berbahaya. Sebab pada saat itu, pangkal arca berbalik menghantam dirinya. Menyaksikan ancaman bahaya itu, Ratna Paramita memekik khawatir. Tanpa berpikir panjang lagi, ia menyambitkan lima cincinnya sekaligus. Maksudnya jelas. Dia hendak menolong pujaan hatinya. Syukur Sapu Regol orang yang berpengalaman. Ia tahu dirinyalah yang diserang Ratna Paramita. Tepat pada saat itu, pedang Diah Mustika Perwita berkeredep membabat lengan. Terpaksalah ia melepaskan golok Swandaka. Sambil menangkis lima cincin Ratna Paramita, ia menghantam pedang Diah Mustika Perwita. Tetapi pedang Diah Mustika Perwita terlalu cepat. Tahu-tahu menyerempet lengannya sehingga tergores panjang. Karena kaget, ia menjerit tinggi. Dan kembali lagi darah mengucur membasahi dirinya. Pada saat itu, ia melihat Paramita Maliyo memeluk Ratna Paramita dan dibawanya mundur jauh sambil berteriak menggerembengi: "Anak tolol ! Kau tidak perlu membantu pamanmu Sapu Regol. Percayalah, pamanmu akan dapat merobohkan dua bocah itu." Sapu Regol tahu maksud Paramita Maliyo. Nyonya itu hendak melindungi anak gadisnya, la tahu, Ratna Paramita menyambitkan lima cincinnya mengarah padanya. Masih untung, dia berhasil menangkisnya. Kalau tidak, dia bakal kena racun hebat. Dia jadi makin mendongkol terhadap mereka berdua. Lalu menerjang Diah Mustika Perwita dengan mengemhkan seluruh kepandaiannya. Senjatanya membawa kesiur angin. Kali ini dipergunakan untuk melumpuhkan pedang gadis itu. Akan tetapi kegesitan Diah Mustika Perwita diluar perhitungannya. Tahu-tahu, Diah Mustika Perwita terbang tinggi dan mendarat justru di Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ atas kepala arca. Sudah begitu, pedangnya berkelebat menikam. Tentu saja leher Sapu Regol dalam bahaya. Dalam seribu kerepotannya, terpaksalah ia mengendorkan tangannya dan menjatuhkan diri dengan bergulingan. Ia selamat. Tetapi begitu meletik bangun, golok Swandaka menikam punggungnya. Ternyata pemuda itu mendorongkan goloknya. Tetapi ia tak bergeming. Kulitnya kebal. Meskipun begitu Sapu Regol jadi berputus asa. Ia merasa tidak akan berhasil merobohkan dua muda-mudi itu yang dapat bekerjasama dengan baik. Dirinyapun sudah berlumuran darah. Daripada akhirnya roboh di tangan mereka berdua, lebih baik melarikan diri. Apalagi pemilik rumah berpihak kepada dua orang lawannya. Melihat Sapu Regol melarikan diri, Diah Mustika Perwita mengejarnya. Swandaka sendiri memungut goloknya. Setelah disarungkannya ia berbalik menghadap Paramita Maliyo dan puterinya. Berkata : "Untuk sementara kita berpisah. Aku bertanggung jawab akan membebaskan orangorangmu." Setelah berkata demikian, pemuda itu mengungkurkan mereka dan lari mengejar Diah Mustika Perwita. Ratna Paramita terpukul hatinya melihat kekasihnya meninggalkannya. Dengan pekik putus asa ia berseru: "Ibu ! Tahan dia !" Semenjak tadi, Paramita Maliyo merasa tidak dapat mengalahkan mereka berdua. Baik berlawan-lawanan melawan Diah Mustika Perwita maupun Swandaka. Sapu Regol yang terkenal tangguh dan perkasa dapat mereka kalahkan. Apalagi dirinya. Karena itu ia berkata kepada anak gadisnya: "Dia mau pergi. Biarkan saja dia pergi. Hari depanmu masih cerah, anakku.........." Swandaka waktu itu sudah berada di luar dinding kediaman Paramita Maliyo. Bayangan Sapu Regol tidak nampak lagi. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebaliknya ia melihat Diah Mustika Paramita lari mengarah ke barat. Padahal Diah Mustika Perwita jauh lebih gesit dibandingkan dengan Sapu Regol. Mengapa berlambat-lambat" Tentunya menunggu dirinya. Maka segera ia mempercepat larinya untuk menyusulnya. Benar saja. Tidak lama kemudian, Diah Mustika Perwita menghentikan langkahnya. Ia memutar tubuhnya menunggu kedatangannya. Lalu menegor: "Swandaka ! Apakah engkau masih mengharapkan naskah ini?" Swandaka tertawa, Sahutnya : "Di tangan tuanku puteri, bukankah sama saja?" Diah Mustika Perwita berpikir sejenak. Lalu berkata: "Kalengkan mendahului memasuki wilayah barat dengan seorang diri. Karena itu, aku perlu menyusulnya." "Apakah naskah yang dibawanya berada di tangan tuanku puteri?" Swandaka minta keterangan. "Benar. Akalmu sebenarnya bagus sekali. Dengan membagi tiga bagian, orang-orang tentunya yang bermaksud ingin memiliki akan mendapat kesukaran." "Tetapi kenyataannya, tidak." Swandaka memanggut-manggut. "Rasanya jauh lebih aman di tangan tuanku puteri. Karena kepandaian tuanku puteri jauh di atas kami bertiga sekaligus." Swandaka berbicara dengan hatinya. Segera ia menyerahkan sepertiga bagian naskah warisan Nayaka Madu kepada Diah Mustika Perwita. Diah Mustika Perwita tidak menolak, la menerima angsuran naskah dan disimpannya di balik pinggangnya. "Swandaka, kalau begitu biarlah kita berpisah dulu". Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sebentar tuanku puteri !" Swandaka mengangguk hormat. Atas petunjuk siapa tuanku puteri dapat dengan cepat berada di kediaman Paramita Maliyo" " "Oh ! Apakah dia bernama Paramita Maliyo" Bagus sekali nama itu." sahut Diah Mustika Perwita. "Ini semua berkat petunjuk paman Galiyung. " Swandaka tidak perlu minta penjelasan lagi. Setelah mengantarkan kepergian Diah Mustika Perwita serintasan. ia balik kembali ke perkampungan Galiyung. Sebagai seorang satria ia wajib menepati janjinya. Ia hendak minta kepada Galiyung agar membebaskan empat belas murid Paramita Maliyo. Waktu itu fajarhari telah tiba. Galiyung dan anak buahnya ternyata masih menunggu kedatangannya. Begitu melihat dirinya, Galiyung berdiri dengan gembira. Tegurnya: "Apakah Diah Mustika Perwita ikut serta?" "Tidak. Agaknya tuanku puteri mempunyai urusan penting yang harus diselesaikannya cepat-cepat." "Urusan apa?" Galiyung heran. Swandaka kemudian menceritakan peristiwa semalam. Diah Mustika Perwita berhasil mencuri naskah. Setelah berhasil mengalahkan Sapu Regol, dia melanjutkan perjalanannya ke barat Agaknya dia perlu melindungi Kalengan yang berjalan seorang diri. Galiyung mau mengerti. Baru saja ia memerintahkan anak-buahnya untuk menyediakan makan pagi, Gandir muncul di ruang depan. Rupanya ia sudah mendengar kabai perginya Swandaka ke kediaman siluman perempuan itu. "Apakah naskah itu dapat kau rampas kembali?" ia menegas "Sekarang berada di tangan tuanku puteri Diah Mustika Perwita." Swandaka memberi keterangan pendek. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai ! Apakah beliau berada di sini?" "Sudah mendahului berjalan sekalian melindungi Kalengkan." ujar Swandaka. Kemudian menghadap Giliyung. Katanya : "Hanya saja, paman wajib membebaskan empatbelas murid siluman itu." "Oh begitu?" Galiyung tertawa. "Bukankah sudah kukatakan, aku tidak bermusuhan dengan dia" Lagipula yang kita tawan terdiri dari prempuan semua. Terlalu lama di sini bisa jadi masalah yang repot". Galiyung orangnya kasar, tetapi ternyata pandai bergurau. Memang orang-orangnya terdiri dari laki-laki semua. Mulai dari yang bertugas di luar rumah sampai ke dapur. Dan kalau empatbelas murid-murid Paramita Maliyo yang terdiri dari perempuan terlalu lama berada di antara mereka, memang bukan mustahil akan menjadi masalah. -o0~DewiKZ~0o- PERANG DI PERBATASAN WENGKER KEESOKAN HARINYA, Swandaka dan Gandir meninggalkan perkampungan Galiyung menuju ke barat. Berulang kali Swandaka mengucapkan terima kasih kepada Galiyung. Tetapi Galiyung selalu menolak, karena pertolongan yang diberikan hanyalah sebagai suatu kewajiban saja. Kalau diingat, Pangeran Jayakusuma jauh lebih berjasa daripada yang kulakukan ini, katanya. "Andaikata Pangeran Jayakusuma tidak menyelamatkan diriku, sampai saat ini aku kan tercatat sebagai salah seorang gerombolan manusia-manusia laknat seperti Nayaka Madu". Setelah berkata demikian, ia kemudian berpesan dengan sungguh-sungguh: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Saudara-saudaraku, berangkatlah ! Aku berdoa untuk keselamatan kalian. Bila pada suatu kali kalian bertemu dengan tuanku Ulupi sampaikan salam hormatku. Aku berjanji, akan menyertai Pangeran Jayakusuma bila kelak berangkat ke wilayah barat untuk merebut kekasihnya kembali." Galiyung tidak hanya membekali kata-kata begitu saja, tetapipun menyediakan dua ekor kuda yang terpilih. Sekali lagi Swandaka dan Gandir memuji keluhuran budi Galiyung, lalu melarikan kudanya mengarah ke barat. Tujuan perjalannnya mulamula melacak dulu perahu yang ditinggalkan. Siapa tahu Kalengkan masih menunggu mereka, walaupun Diah Mustika Perwita sudah mewartakannya mendahului perjalanan. Benar saja. Kalengkan sudah tidak kelihatan batang hidungnya. Dan baru disini Gandir berkata: "Swandaka ! Tentang tuanku puteri Diah Mustika Perwita, sudah kudengar wartanya dari orang-orangnya paman Galiyung. Beliau berangkat setelah tuanku Dandung Gumilar mendahului. Hanya saja di mana tuanku Dandung Gumilar kini berada, belum jelas. Rupanya tuanku Dandung Gumilar mengambil jalan lain." "Mungkin menyusur tanah Wengker." Swandaka mengemukakan pendapatnya. "Alasanmu?" "Tuanku Dandung Gumilar bekas orang kepercayaan Nayaka Madu. Sedang yang memerintah tanah Wengker adalah adik-seperguruan Nayaka Madu. Apalagi antara tuanku Dandung Gumilar dan tuanku Wijayarajasa tidak pernah terjadi selisih pendapat. Dengan mengunjungi kediaman beliau, bukan mustahil tuanku Dandung Gumilar akan memperoleh petunjuk-petunjuk yang berharga " ujar Swandaka dengan bersenyum. "Ah ! Kau jangan bergurau !" Gandir yang beradat berangsangan tidak senang. "Kau tahu, murid-murid tuanku Wijayarajasa justru merupakan lawan paman Galiyung, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kelihatannya mereka bernafsu untuk merampas naskah warisan Nayaka Madu." "Kau tahu siapakah mereka?" "Paling tidak, kita sudah mengenal dua nama." sahut Gandir cepat. "Paramita Maliyo dan Tunjung Anom". "Hai dari siapa kau mendengar dua nama itu?" Swandaka heran. "Sewaktu paman Galiyung bercerita denganmu, masakan aku lidak sempat ikut mendengarkan?" Ah !" Swandaka teriawa geli. "Jadi sewaktu engkau dimasak dalam kuali raksasa itu, masih sempat memasang telinga?" Gandir mendengus.. Hatinya mendongkol. Tetapi ia tahu, Swandaka sedang menggodanya. Maka berkatalah ia lagi: "Paman Galiyung jelas sekali mengaku sebagai sahabat Pangeran Jayakusuma. Karena itu dia dimusuhi murid-murid Saudara-seperguruan Nayaka Madu. Sekarang paman Galiyung terang-terangan memihak kita berdua. Berarti pula tuanku Dandung Gumilar tidak bakal disambut baik tuanku Wijayarajasa. Aku tidak pecaya, bahwa perampasan naskah warisan Nayaka Madu tiada sangkutpautnya dengan tuanku Wijayarajasa. Kau tahu apa sebabnya" Kabarnya tuanku Wijayarajasa tidak sefaham dengan dua orang saudara-seperguruannya. Mereka saling berebut. Entah apa yang direbutnya. Mungkin sekali perkara ilmu kepandaian. Nampaknya tuanku Wijayarajasa kehilangan sesuatu yang harus direbutnya dari Nayaka Madu." "Eh ! Pengetahuanmu jauh lebih luas daripadaku." Swandaka heran. "Darimana kau Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo peroleh endusan itu" "Kaupun pernah mendengar hal itu dari tutur-kata tuanku puteri Ulupi. Kau jangan main sandiwara di depanku !" damprat Gandir. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka tertawa. Memang pada jaman Ulupi menjadi orang kepercayaan Nayaka Madu, pernah menuturkan hal itu kepada para pengawalnya yang menyamar bekerja sebagai tukang kebun. Hanya saja Ulupi tidak menerangkan dengan jelas apa yang sedang diperebutkan mereka bertiga. Harta atau kedudukan, sudah dimiliki Nayaka Madu. Demikian pula Wijayarajasa. Sedang Durgampi yang hidup sebagai pendeta, kenyataannya kaya raya pula. Karena itu, tentunya yang diperebutkan adalah sebuah kitab ilmu kepandaian yang sangat tinggi. Itulah Kitab Pancasila dan Sasanti Manu. "Benar." Swandaka akhirnya mengangguk. "Aku memang mendengar juga tutur-kata tuanku puteri Ulupi. Hanya saja belum jelas. Agaknya masing-masing menyembunyikan suatu rahasia. Bukan mustahil pula, masing-masing saling bercuriga. Paling tidak mengira, salah seorang dari mereka ada yang sudah memperolehnya." "Betul!" Gandir setengah bersorak. "Tetapi ada suatu hal yang masih merupakan teka-teki bagiku." tiba tiba Swandaka mengalihkan persoalan. "Yaitu ikut terjunnya tuanku puteri Diah Mustika Perwita. Apakah sangkut-pautnya dengan perjalanan kita." "Kudengar, tuanku puteri Diah Mustika Perwita adalah adik-seperguruan tuanku puteri Ulupi. Mungkin sekali, tuanku puteri Diah Mustika Perwita diminta untuk turut mengamankan perjalanan kita." Swandaka tidak membantah. Namun hatinya belum puas. Ia seperti merasakan sesuatu yang berkelebat dalam benaknya. Hanya saja tidak jelas. Dan teringat akan kecantikan gadis itu, entah apa sebabnya jantungnya jadi dag-dig-dug. Khawatir keadaan hatinya akan terlihat oleh perubahan wajahnya, ia berkata sejadl-jadinya : Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Gandir ! Apa saja kata paman Galiyung, sewaktu aku pergi ke kediaman Paramita Maliyo?" "Tidak banyak yang dibicarakan. Paman Galiyung hanya menyampaikan sikap keraguraguannya. Jelas, paman Galiyung merasa sefaham dengan Pangeran Jayakusuma. Untuk Pangeran Jayakusuma, paman Galiyung bersedia berbuat apapun. Justru demikian, ia jadi susah menentukan sikap. Tuanku puteri Ulupi berasal dari Singgela, termasuk kita berdua. Dengan sendirinya, kita semua ini sebenarnya bertentangan dengan Pangeran Jayakusuma". "Sebentar !" Swandaka memotong. Pertanyaannya yang asal jadi itu ternyata menyimpang dari apa yang diharapkannya. Tadinya ia berharap Galiyung akan membicarakan masalah Diah Mustika Perwita. Sebab puteri itu datang menyatroni kediaman Paramita Maliyo atas petunjuknya. Diluar dugaan Galiyung justru membicarakan kedudukannya dalam masalah Pangeran Jayakusuma. Ia sudah dapat menebak sembilan bagian. Sebab Galiyung pernah menjelaskan pula tentang kemungkinan Pangeran Jayakusuma akan melawat ke barat demi merampas kembali puteri Retno Marlangen yang diperisterikan Pangeran Anden Loano, putera mahkota negeri Singgela. Itulah sebabnya, buru-buru ia berkata: "Paman Galiyung tentunya tahu, bahwa meskipun kita ini berasal dari negeri Singgela, tetapi bukan abdi Pangeran Anden Loano. Kita bekerja untuk perguruan kita. Perguruan yang berada dibawah asuhan Pangeran Semono. Masakan dicampur adukkan?" "Itu memang jelas bagi kita. Tetapi belum tentu untuk orang lain." Gandir mengemukakan alasannya. "Apakah engkau tidak menjelaskannya?" "Belum sempat aku menerangkan hal itu, tiba-tiba datanglah beberapa orang memberi laporan. Mula-mula disampaikan dengan berbisik-bisik. Tetapi setelah mereka mengundurkan diri, wajah paman Galiyung nampak murung. Aku tidak berani Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengganggunya. Setelah beberapa kali menghela napas akhirnya beliau mengatakan sesuatu yang kurang jelas." "Kurang jelas bagaimana?" Swandaka menegas. "Katanya, tentara Majapahit masuk ke wilayah Wengker dan menangkap Wijayarajasa." "Wijayarajasa ditangkap laskar Majapahit?" "Benar." "Siapa panglimanya?" "Wirawardhana." "Lalu?" "Hanya sampai disitu. Tetapi paman Galiyung memperkirakan sesuatu yang bakal terjadi. Pastilah anak murid dan sahabat-sahabat Wijayarajasa tidak akan tinggal diam Mereka pasti berusaha merebut atau membebaskan Wijayarajasa dari kereta kerangkeng." "Ah, hebat !" Swandaka terperanjat. Tiba-tiba meledak : "Hai, kenapa paman Galiyung tidak membicarakan hal itu kepadaku?" "Ha ...... disinilah bukti sikapnya yang ragu-ragu. Rupanya paman Galiyung masih meragukan sikap kita". ujar Gandir setengah mengadu." Mari kita jawab dengan jujur ! Kita memihak laskar Majapahit atau Wijayarajasa?" "Mengapa kau berkata begitu?" "Bukankah orang-orang Majapahit membela orang-orang Singgela " Meskipun kita bukan termasuk kelompoknya, namun..............." Swandaka terdiam. Memang kedudukannya sulit. Sebenarnya, antra laskar Majapahit dan Singgela tidak ada permusuhan apapun. Tetapi setelah Pangeran Anden Loano merenggut Retno Marlangen dari sisi Pangeran Jayakusuma, orang-orang Majapahit Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tidak senang terhadap laskar Singgela. Meskipun yang memusuhi bukan laskar Majapahit, namun laskar kerajaan kini berada dibawah pimpinan Wirawardhana. Wirawardhana adalah sahabat Pangeran Jayakusuma. Malahan tidak hanya sebagai seorang sahabat saja. Dia dapat memparisterikan Carangsari berkat bantuan Pangeran Jayakusuma pula. Karena itu bisa merasakan betapa pedih hati Pangeran Jayakusuma ditinggalkan kekasihnya Retno Marlangen. Karena merasa berhutang budi, sudah sewajarnya dia ingin membalas budi pula. Diluar kedinasannya, tentunya dia bersedia mati bila Pangeran Jayakusuma menghendaki bantuannya dalam masalah merebut kembali Retno Marlangen. Itulah sebabnya, terhadap musuh-musuh Pangeran Jayakusuma, dia bersikap tegas. Di antaranya tentunya terhadap Wijayarajasa, adik-seperguruan Nayaka Madu. "Apapun alasanku, pasti aku digolongkan pula dengan lakan Singgela. Apalagi tuanku puteri berada di Lembah Untara Segara sebagai orang kepercayaan Nayaka Madu. " pikir Swandaka di dalam hati. Dan tak terasa ia menghela napas. Itulah sebabnya pula, campur-tangannya Diah Mustika Perwita masih perlu dipertanyakan kedudukannya. Tiba-tiba teringatlah dia kepada sikap Sapu Regol. Raksasa itu memusuhi laskar Nayaka Madu dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya bersikap segan-segan terhadap laskar Majapahit. Mengapa" Lebih memusingkan lagi, majikan mudanya kabarnya justru murid Wijayarajasa. Sedangkan Wijayarajasa adalah adik seperguruan Nayaka Madu. Sayang, Swandaka belum memperoleh keterangan jelas bahwa antara sesama perguruan terjadi saling curiga-mencurigai. Dan kalau perlu masing-masing bersedia melakukan pembunuhan. Andaikata masalah ini sudah difahami,ia tidak akan perlu pusing lagi. "Sebenarnya kita bisa mencuci tangan saja." akhirnya ia memutuskan. "Tetapi Sapu Regol pernah bertempur melawan aku dua kali berturut-turut. Yang pertama sewaktu di Lembah Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Utara Segara dan yang kedua kemarin malam. Agaknya kita bedua dipaksa untuk menentukan sikap." "Kenapa kau berpikir begitu?" Gandir ganti bertanya. "Aku percaya, dia tidak akan tinggal diam melihat guru majikan mudanya tertawan laskar Majapahit. Hanya saja, dia bakal menemui kesukaran. Sebab sambil menyelam dia harus bisa minum air" "Maksudmu meskipun dengan maksud merebut kemerdekaan Wijayarajasa, diapun tidak boleh terlalu keras menghadapi laskar Majapahit, bukan" Ya dia harus dapat bertindak bijaksana. Sebab betapapun juga, Wijayarajasa termasukkeluarga Raja Majapahit. Dengan bersikap lunak, mungkin sekali Wijayarajasa bisa memperoleh keringanan bila dipersalahkan atasannya." ujar Gandir. Sampai disini mereka tidak berbicara lagi. Masing-masing disibukkan oleh pikirannya sendiri. Dalam masalah ini, Swandaka memang belum dapat menentukan sikap. Tetapi bila sampai bertemu dengan Sapu Regol, pasti akan terjadi suatu perkelahian sengit. Dengan sendirinya dia akan memihak laskar Majapahit, walaupun tidak atas kemauannya sendiri. Dan bila hal ini terjadi, dia harus dapat mempertanggunajawabkan kepada Ulupi. Karena Ulupi adalah kemenakan Pangeran Anden Loano, akibatnya akan panjang. Lima hari kemudian, mereka sudah memasuki perbatasan wilayah Wengker. Dan pada hari keenam, terpaksalah mereka mencari penginapan. Kecuali sudah terlalu lama berada di atas kuda, hari sudah mulai gelap. Di depan mereka nampak sebuah kota kecil yang sunyi. Sepuluh rumah sudah dilaluinya. Yang sembilan kosong tak berpenguhi. Orang yang berlalu-lintas hanya nampak dua atau tiga orang. "Gandir ! Walaupun pasar sudah bubar, tetapi tidak selayaknya kota ini begini sepi." ujar Swandaka. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau begitu kita terpaksa bermalam di mana saja." kata Gandir. Maka mereka berhenti di depan sebuah rumah besar yg berhalaman luas. Rumah itu tertutup pintunya. Dindingnya terbuat dari papan kayu jati. Pemiliknya tentunya tergolong orang berada. Akan tetapi karena ditinggal penghuninya, rumah itu jadi berkesan angker. Seorang laki-laki mengintip di sela pintu. Begitu melihat siapa yang berada di depan rumah, segera membupa pintu rumah lebar-lebar seraya berseru : "Cepat, masuk !" Dia tidak hanya berseru, namun melompat ke luar pula. Dengan cekatan menyambar kendali kuda dan dibawa masuk ke halaman belakang. Ternyata dia Kalengkan yang mendahului berjalan atas perintah Diah Mustika Perwita. Dan setelah menyembunyikan kedua kuda dibalik pondok samping, segera ia membawa Swandaka dan Gandir memasuki pintu belakang. "Gandir ! Tolong kau tutup pintu depan. Kalian perlu beristirahat, bukan" Mari, aku sudah menyediakan sebuah untuk kalian berdua." ujar Kalengkan setengah berbisik. Gandir menutup pintu depan rapat-rapat, kemudian menyusul kedua temannya masuk ke sebuah kamar. Langsung saja dia minta keterangan: "Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" "Kalian sudah mendengar kabar, bahwa laskar Majapahit menangkap Ratu Wengker?" Kalengkan mulai. "Kau maksudkan Wijayarajasa, bukan" Sudah." sahut Gandir. "Kau sendiri mendengar dari siapa?" "Dari tuanku puteri Diah Mustika Perwita. Dan dari beliau pula, kita bertiga ditugaskan tuanku puteri Ulupi untuk membantu laskar Majapahit." Kalengkan menekan-nekantiap patah katanya. "Tetapi pada saat itu banyak di antara teman-teman kita mati Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ terbunuh atau tertawan. Bahkan tuanku Dandung Gumilar kena dikalahkan gerombolan orang-orang yang mencoba membebaskan Wijayarajasa." "Apa?" Swandaka dan Gandir terperanjat. "Sungguh ! Aku tidak dapat menerangkan, dari mana asalnya siluman-siluman itu. Yang jelas, mereka tokoh-tokoh sakti sampai bisa mengalahkan tuanku Dandung Gumilar. Itulah sebabnya pula aku bersembunyi di sini menunggu kedatangan kalian. Bukan takut kepada laskar Majapahit atau laskar Wengker, tetapi untuk menghindarkan gerombolan siluman-siluman itu. Ringkasnya, aku tidak mau mati dulu sebelum aku sempat bekerja sama kalian." Swandaka dan Gandir terpaksa berpikir keras. Sekarang mereka berdua sudah dapat menentukan sikap, karena majikannya sudah memerintahkan mereka untuk membantu laskar Majapahit. Kini tinggal memikirkan siapakah siluman-siluman itu yang dapat mengalahkan Dandung Gumilar. Padahal kepandaian mereka masih terlalu jauh bila dibandingkan dengan kepandaian Dandung Gimular. "Sekarang di manakah tuanku Dandung Gumilar?" Swandaka minta keterangan. " Kalengkan tidak segera menjawab, la perlu berpikir sebentar. Baru berkata: "Kabar kekalahan beliau, kudengar dari tuanku puteri Diah Mustika Perwita. Karena tuanku puteri hanya mengabarkan tentang kekalahan beliau, kurasa tidak kurang suatu apa. Paling-paling perlu beristirahat atau menyembuhkan luka yang diderita." Swandaka dapat menerima alasan Kalengkan. Selagi hendak membuka mulutnya, Gandir mendahului. Katanya minta keterangan kepada Kalengkan: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Dusun ini terlalu sunyi. Apakah mereka takut terhadap siluman-siluman itu?" "Dusun ini ternyata merupakan urat nadi lalu-lintas. Laskar Majapahit dan Wengker saling menduduki dusun ini. Akibatnya kau tahu sendiri. Penduduklah yang akan menjadi korban. Sebab bila negara dalam keadaan kacau, banyak iblis-iblis bermunculan untuk mengantongi kesempatan-kesempatan." Gandir dan Swandaka menggerendeng tidak jelas. Memang untuk menghindari perkara yang tidak mengenakkan, lebih baik penduduk mengungsi ke tempat jauh yang lebih aman. Tidak lama kemudian malamhari tiba dengan diam-diam. Kalengkan rupanya masih mempunyai perbekalan. Dapat ia menyediakan sekedar makanan kecil dan minuman hangat. Selagi mereka menikmati hidangan itu, terdengar suara pintu diketuk perlahan. Swandaka melompat menghampiri pintu sambil meraba goloknya. "Kalengkan ! Swandaka ! Gandir ! Buka ......... ini aku !" terdengar suara berbisik dari luar. Segera Swandaka membuka pintu lebar-lebar dan muncullah seorang lakHaki yang berperawakan tinggi besar. Dialah Imbar salah seorang temannya berjalan yang terpaksa ditinggal karena sedang memburu Ratna Paramita yang merampas peti dari tangan Sapu Regol. "Hai ! Darimana kau tahu, kami berada di sini?" Swandaka dan Gandir menyambut dengan gembira. "Secara kebetulan aku mendengar suara kuda kalian. Lalu mencoba mengintip dari sela dinding. Samar-samar kudengar suara kalian. Maka aku ketuk pintu ini." sahut Imbar dengan suara wajar. "Ah, celaka !" Kalengkan setengah berseru. "Kalau kau bisa mendengar suara kuda dan suara kami, tentunya orang lain bisa mendengar pula." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau maksudkan orang-orang jahat yang bakal merugikan kita" Kebetulan, malah. Di sini nanti kita habisi beramai-ramai." ujar Imbar dengan suara setengah mendongkol. Lantas saja dia duduk di atas pembaringan seraya berkata setengah berbisik: "Tuanku puteri Ulupi sudah mengirimkan berita kilat. Kita harus berkumpul di sebelah selatan dusun ini. Laskar Majapahit yang membawa kereta tawanan, memilih jalan berputar menyusur pantai selatan. Rupanya tuanku puteri mencemaskan perjalanan laskar Majapahit, sehingga perlu mengundang beberapa handai-taulan untuk ikut membantu mengamankan." "Siapa saja yang diundang tuanku puteri?" "Pendekar Galunggung dari gunung Kendeng. Tuanku Buminata dari Bojonegoro. Pendekar Trenggiling dari Kediri. Mereka semua bakal datang pada hari yang sudah ditentukan. Dan akulah yang berkewajiban menyambut kedatangan mereka." Swandaka tercengang mendnegar nama-nama yang disebutkan itu. Galunggung, Buminata dan Trenggiling bukanlah pendekar murahan. Pusaka Jala Kawalerang Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mereka termasuk deretan pendekar kelas wahid. Kepandaiannya setanding dengan Dandung Gumilar. Bukan mustahil lebih tinggi setingkat atau dua tingkat, karena Dandung Gumilar baru saja sembuh dari lukanya. Bila mereka bertiga datang bersamaan, berarti lawannya bukan main hebatnya. Oleh pikiran itu, Swandaka menegas: "Sebenarnya, siapakah yang akan merampas kereta tawanan itu" Bukankah mereka anak-murid Wijayarajasa?" "Selain anak-anak muridnya, tentunya terdapat dua atau tiga orang yang cukup tangguh. Ini terbukti dengan robohnya tuanku Dandung Gumilar. Kabarnya terdapat seorang pemuda yang luar biasa tinggi ilmu kepandaiannya. Mungkin sebaya dengan usiamu." Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Swandaka tercengang. Katanya di dalam hati : "Seorang pemuda yang sebaya dengan usiaku?" Selagi berpikir demikian, terdengar Gandir betanya kepada Imbar: "Di manakah para pendekar itu akan berhimpun?" "Mereka akan datang secara berpencaran. Pendek kata tidak terang-terangan. Kabarnya, besok pagi laskar Majapahit akan mulai perjalanan menyusur pantai selatan." sahut Imbar. "Kalau begitu, esok pagi sebelum matahari terbit kita harus berangkat." Gandir memutuskan. "Dengarkan dulu !" kata Imbar. "Memang kalian bertiga yang ditugaskan menyambut kedatangan laskar Majapahit. Esok pagi, laskar Majapahit akan melalui dusun ini. Celakanya, kemungkinan besar laskar Wengker akan menghadang disini pada malamhari ini. Karena itu kita harus berhati-hati." "Baik. Tugas itu kuterima dengan jelas." ujar Swandaka. Kemudian kepada Gandir : "Bagaimana keadaan kesehatanmu?" "Sudah pulih seluruhnya. Hanya akibat seminggu berada di aatas punggung kuda, tubuhku terasa pada ngilu. Tetapi besok pagi, pasti akan pulih kembali." sahut Gandir dengan bersemangat. Swandaka tidak berbicara lagi. Juga teman-temannya. Masing-masing seperti sedang disibukkan oleh pikirannya sendiri. Sebenarnya, Swandaka ingin mengetahui beradanya Diah Mustika Perwita. Tetapi batal sendiri, karena pertanyaannya tidak mempunyai alasan kuat. Mengingat Diah Mustika Perwita diminta membantu majikannya, tentunya akan berada di Wengker pula. Setidak-tidaknya akan ikut mengamankan perjalanan laskar Majapahit. Memperoleh pikiran demikian, hatinya girang. Sebab dia bakal melihat wajah puteri yang cantik luar biasa itu. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ - Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Eh, Imbar !" Kalengkan menegas. "Kita diperintahkan mengawal atau ikut mengamankan perjalanan laskar Majapahit. Apakah laskar Majapahit sedikit jumlahnya?" "Yang diperintahkan menawan Wijayarajasa dan kemudian mengangkutnya dengan kereta kerangkeng, kurang lebih berjumlah seratus orang. Menurut tuanku puteri Ulupi, Panglima Wirawardhana sedang memanggil satu pasukan besar dan akan menyambut kedatangan laskar itu di perbatasan tanah Wengker." "Oh, begitu?" Dan mereka berdiam lagi. Justru dalam keadaan berdiam, tiba-tiba mereka mendengar suara berkelebatnya orang melintasi dinding sebelah timur. Kalengkan yang cekatan, segera membuka pintu samping dan melompat ke luar. Tepat pada saat itu terdengar suara orang membentak di kejauhan: "Binatang Swandaka ! Hayo ke luar ! Kau kembalikan naskah itu !" Mendengar bunyi ucapan itu, baik Swandaka maupun Gandir segara tahu siapa dia. Pastilah salah seorang pengikut Paramita Maliyo yang masih penasaran. "Kau siapa" teriak Swandaka seraya melompat ke luar halaman. Ia memutar goloknya untuk melindungi dirinya. Siapa tahu dia melepaskan senjata gelap yang beracun. Malam hari itu, rembulan bersinar cerah walaupun sudah tanggal tujuh belas. Hal itu disebabkan malam bulan panjang atau masa Ketiga, (baca: bulan Maret). Baik angkasa maupun di daratan kelihatan terang-benderang. Dengan sekali pandang, Swandaka melihat orang yang menantang dirinya. Dia seorang laki-laki berperawakan tipis yang bersenjata sebilah pedang. Tanpa berbicara lagi, langsung saja ia menikamkan pedangnya bertubi-tubi. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gandir yang ikut pula melompat ke luar paling benci terhadap orang-orangnya Paramita Maliyo. la pernah dikelabui dan ditipu mentah-mentah. Karena itu, ingin ia melampiaskan rasa mendongkolnya. Terus saja ia melesat menangkiskan pedangnya. "Bangsat !" ia memaki. "Kau iblis dari mana?" Belum lagi habis kumandang suaranya, sesosok bayangan berkelebat menyerang dari samping. Swandaka tentu saja tidak tinggal diam. Dengan cekatan ia menangkis, Orang itu menggunakan tenaga besar, namun pedangnya terpental kena tangkisan Swandaka. Meskipun demikian, masih bisa ia mengumbar mulutnya. Bentaknya: "Kembalikan naskah itu dan urusan selesai sampai disini saja." Swandaka mendongkol bercampur geli. Sahulnya: "Naskah itu sudah tidak lagi padaku. Bagaimana aku bisa mennyerahkan padamu" Taruhkata masih ada padaku, juga tidakkan kuserahkan. Sebenarnya engkau siapa sampai berani berlagak seorang majikan kepadaku?" Orang itu mengenakan jubah seorang pendeta. Usianya sudah cukup tinggi, tetapi agaknya beradat berangsangan. Mendengar ucapan Swandaka, wajahnya berubah hebat sampai jenggot dan misalnya bergetar lembut. Lalu mengulangi tikamannya dengan sengit. Imbar berada pula di halaman. Ia berdiri nendampingi Kalengkan. Melihat hadirnya seorang pendeta, mereka terheran-heran. Siapakah dia" Tepat pada saat itu, Swandaka berkata sambil menangkis: "Sebenarnya kau siapa" Apakah termasuk juga begundalnya Paramita Maliyo?" Orang itu melototkan matanya. Membentak: "Begundal atau bukan, apa kepentinganmu?" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah membentak demikian, tiga kali ia menikam-kan pedangnya. Swandaka kali ini tidak menangkis. Ia hanya berlompatan mengelakkan tikaman. Menegas: "Kalau bukan begundal, apakah engkau Seorang comblang?" "Apa" Aku comblang?" orang itu menggerung. Swandaka tertawa. Menyahut: "Kalau begitu, tentunya mempunyai nama." "Aku Kedaut, paman Paramita." Imbar dan Kalengkan tentu saja belum mengetahui peristiwa yang dialami Swandaka. Mengira bahwa telah terjadi suatu salah faham, ingin mereka melerai. Tiba-tiba ia mendengar suara Gandir membentak musuhnya: "Ah ! Kukira engkau berkepandaian setinggi langit. Kiranya hanya begini saja. Dengan kepandaian macam begini, betapa mungkin dapat merebut naskah kami" Kalau tidak percaya, bolehlah engkau mengembut kawanku itu." Setelah berkata begitu, Gandir melesat ke luar gelanggang. Ia memang sudah pulih, tetapi belum seluruhnya. Maka perlu ia menghemat tenaga dengan memancing lawannya agar mengembut Swandaka. Benar saja, orang berperawakan tipis itu segera bergabung dengan Kedaut menyerang Swandaka bertubi-tubi. Dan diserang dari dua jurusan, Swandaka mendongkol. Terus saja ia menggerakkan goloknya dan menyapu senjata mereka berdua dengan berbareng. Orang itu terpelanting mundur sempoyongan, diikuti Kedaut yang terpaksa mundur juga dua langkah. Kedaut sempat tercengang sebentar. Lalu berkata: "Pantas Paramita mengaku tidak dapat menangkap engkau. Ilmu golokmu bagus juga. Tetapi jangan buru-buru bermimpi bisa merobohkan kami dengan mudah. Lihat pedangku !" Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah berkata begitu, Kedaut mengulangi serangannya. Temannya yang bertubuh tipis itu menyerang lagi. Swandaka tidak gentar. Hatinya hanya mendongkol. Ia memutuskan untuk menghajar kedua orang itu. Gandir sendiri yang berada di luar kalangan berkata kepada Imbar: "Imbar, bolehkah aku meminjam panahmu" Orang-orang ini harus merasakan betapa enaknya kena panah" "Memangnya kenapa?" Imbar heran. "Aku pernah kena selomot. Kalau saja tiada orang yang menolong, pada saat ini aku tinggal sebuah nama saja." Gandir memberi keterangan singkat. "Mereka orangorangnya Paramita Maliyo. Kau tahu siapa dia" Dialah manusia beracun. Rupanya diapun ikut mengambil peranan dalam usaha merebut Wijayarajasa. Kau pimjami dulu panahmu. Nanti kujelaskan pelahan-lahan." Imbar mengangsurkan anak panah dan busurnya. Memang semua pengawal Ulupi ahli dalam hal memanah. Pangeran Jayakusuma, Diah Lukita Wardhani dan Diah Mustika Perwita dulu mengenal pengawal Ulupi menyandang sebuah busur pada bahunya masing-masing. Maka tidak mengherankan, begitu Gandir memegang busur, semangat tempurnya hidup kembali. Seperti seekor harimau tumbuh sayap, langsung saja ia membidikkan panah-nya. Dan sedetik kemudian, orang yang berperawakan tipis itu roboh tertembus panah. Keruan saja Kedaut kaget setengah mati. Sadar akan ancaman bahaya, lantas saja ia menyambar tubuh temannya dan dibawanya melarikan diri. Swandaka membiarkan Kedaut melarikan diri. Sebenarnya dengan mudah ia dapat menyusulnya. Tetapi suatu pikiran lain membuat ia mengurungkan niatnya. Lalu berkata kepada ketiga temannya: Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau begitu, kita tidak aman lagi. Mari kita mencari tempat untuk menginap." Gandir dan Kalengkan buru-buru menghampiri kudanya dan bergegas menyusul Swandaka dan Imbar yang berjalan mendahului. Pada kesempatan itu, Imbar memperoleh penjelasan siapakah orang yang disebut Paramita Maliyo. Mendengar pengalaman Swandaka, ia terheran-heran. Ujarnya setengah berseru: "Swandaka ! Siapa tahu, jodohmu mungkin orang Jawa Timur." Belum lagi Swandaka sempat menjawab, tiba-tiba terdengar seseorang tertawa geli. Keruan saja baik Swandaka dan Imbar terkejut sampai menghentikan langkahnya. Karena cahaya rembulan bersinar terang, dengan jelas mereka melihat dua orang laki-laki yang mengenakan pakaian berbeda. Yang berdiri di sebelah kiri, seorang pemuda sebaya dengan Swandaka. Pakaian yang dikenakan putih bersih, sedang yang berada di sampingnya seorang perwira dengan seragam laskar Wengker. "Kakang Lindhu Aji !" ujar pemuda yang mengenakan pakaian putih. "Empat bocah ini perlu diberi hajaran. Mereka berani melukai anak murid Paramita Maliyo". "Untuk menangkap mereka berempat, tidak perlu tuanku turun tangan." sahut perwira yang bernama Lindhu Aji. "Tidak !" pemuda itu menolak. "Aku ingin menangkap mereka berdua. Dan bagianmu mereka yang menuntun kuda. " "Bagus ! Kalau begitu, pertempuran ini menjadi dua rombongan. Aha .............. rasanya bisa kita buat taruhan. Tuanku atau aku yang beruntung bisa membekuk mereka". Di antara rombongan Swandaka, Gandir yang berwatak berangsangan. Cepat sekali ia naik darah, bila mendengar ucapan lawan yang mengangkat angkat diri. Meskipun belum Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ jelas siapakah mereka berdua, namun pemuda itu membawa-bawa nama Paramita Maliyo. lapun merasa merobohkan teman Kedaut. Maka sudah semestinya dia harus berani menanggung akibatnya. Terus saja ia menghunus pedangnya dan langsung melompat ke depan setelah meninggalkan kudanya. Tentu saja Kalengkan tidak membiarkan Gandir maju seorang diri. Diapun bersenjata pedang. Melihat Gandir menyerang dari depan, ia menikam dari samping. Tidak hanya sekali dua kali, tetapi bertubi Diluar dugaan Lindhu Aji ternyata seorang perwira yang tangguh. Gesit luar biasa, ia dapat mengelakkan setiap serangan. Tetapi setelah berulang beberapa kali, betapapun ia terpaksa mengeluarkan senjatanya berwujud sepasang gaetan terbuat dari baja. Seketika itu juga, suatu benturan memekakkan pendengaran. Benturan yang hanya terjadi sekali dua kali. Tetapi benturan terus menerus, karena Gandir dan Kalengkan ingin membuat perwira Wengker itu mati kutu. Di lain pijhak, Swandaka berseru kepada Imbar: "Kau berangkatlah dulu ! Aku akan segera menyusul ........." Sebelum Imbar sempat menjawab, pemuda yang mengenakan pakain putih itu tertawa geli. Serunya pula: "Kau masih berani mengharapkan hidup" Bertemu denganku, artinya kau harus pergi untuk selama-lamanya". Seteleh berseru demikian, ia memperlihatkan senjatanya yang aneh. Sebatang tongkat yang tipis, setipis lidi yang dibolang-balingkan di depan matanya. Lalu menyerang dengan su&4u kecepatan berturut-turut. Swandaka tidak gentar. Tetapi ia terperanjat melihat datangnya serangan yang begitu cepat dan bertubi-tubi. Dengan goloknya ia menangkis. Maksudnya hendak mengadu tenaga. Trang, trang ! Ternyata tenaga pemuda itu tidak seberapa. Hanya saja senjatanya yang aneh itu sama sekali tidak bergeming. Bahkan seperti belut, terus melingkar dan membabat dari samping. Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/ -Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena pemuda itu tidak seberapa tenaga saktinya, Swandaka mengibaskan goloknya. Sekali lagi ia bermaksud mengadu tenaga. Tetapi kali ini ia menumbuk batu. Tibatiba saja, goloknya seperti terhisap. Ia terkejut dan buru-buru menikamnya. Jelas sekali ujung goloknya tepat menikam sasaran. Tetapi ia merasa seperti menikam barang lembut semacam lem. Kerusa saja ia kaget setengah mati. Ilmu apa ini" Selama hidupnya belum pernah ia bertemu dengan lawan yang memiliki ilmu kepandaian begitu. Sadar akan bahaya dengan tergesa-gesa ia mencoba menarik. Diluar dugaan, goloknya tidak dapat ditariknya kembali. Tak dikehendaki sendiri keringat dinginnya membasahi tengkuknya. Justru pada saat itu, pedang sapu lidi pemuda itu bergerak menusuk dadanya. Dalam kedaan terjepit, ia nekat menghantamkan tangan kirinya dengan seluruh tenaganya. Diluar dugaan, upayanya ini berhasil. Pemuda itu rupanya tahu. tenaga sakti Swandana tidak boleh dianggap ringan. Maka tidak berani dia mengabaikan pukulan tangan kiri Swandaka. Ia terpaksa melepaskan himpitannya dan membiarkan golok lawannya terlepas. Sebab meskipun ia berhasil menikam lawan, sebaliknya dirinya juga bakal terhantam suatu pukulan yang bertenaga sakti. Walaupun tidak bakal mati, tentunya akan menderita sakit berat. Bukan mustahil bisa menguras sebagian besar tenaga saktinya. Swandaka merasa seperti lolos dari lubang jarum. Tak terasa nafasnya memburu. Tiba-tiba saja pundaknya sakit. Hai, kenapa" Ia mencoba mengatur nafasnya dan mengingat ingat apa yang baru saja terjadi. Pemuda itu hanya menghimpit goloknya dengan suatu kekuatan ajaib. Lalu ia memukulkan dengan mengerahkan seluruh tenaga saktinya. Goloknya terlepas, tetapi pundaknya sakit. Pada detik itu ia sadar apa penyebabnya. Sewaktu melepaskan seluruh tenaga saktinya untuk menghantam lawan, bukankah berarti ia kehilangan tenaga pertahanan" Pada saat itu, lawannya melepaskan himpitan tetapi dengan diam-diam memukul dengan tenaga yang tidak nampak. Menyadari hal itu, Dendam Empu Bharada http://dewi kz.inco/-Herman Pratikto Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bulu kuduknya berdiri. Dibandingkan dengan Sapu Regol, pemuda itu berkepandaian lebih tinggi. Sapu Regol hanya mengandalkan tenaga luar dan bukan tenaga yang tidak kelihatan. Berlawan-lawan dengan raksasa itu jauh lebih mudah daripada melawan pemuda ini. Syukur pada saat itu Imbar menikamkan pedangnya. Dia mempunyai kesempatan untuk mengatur nafas, lalu menyerbu lagi. Dia tahu, Imbar tidakkan dapat mengalahkan lawannya. Dengan begitu, pemuda itu dikerubut dua. Meskipun demikian, tetap saja ia berada di atas angin. Pedang sapu lidinya dapat bergerak dengan leluasa, bahkan lebih cepat dan memiliki daya tekanan melebihi senjata arca Sapu Regol. Maut Merah 2 Pendekar Perisai Naga 4 Pusaka Bukit Cangak Pendekar Pemetik Harpa 26

Cari Blog Ini