Bayangan Darah 3
Bayangan Darah Karya Pho Bagian 3 dalam dunia kang ouw, entah apa isi sebetulnya. Lauw li hiap, coba perlihatkan pada kami." Kini Lauw Hung telah menganggap mereka sebagai kawan baiknya. Setelah mendengar ucapan Sun Ang, ia tidak raguragu memberikan sebuah potongan bambu yang telah dicat dengan merah sekali pada Sun Ang seraya berkata : "Ada di dalam bambu..." Ucapan 'ini' belum sempat keluar dari mulutnya, Sun Ang telah mengeluarkan tangan menyambutnya, berbarengan denganitu tubuhnya telah melesat ke belakang dengan mendadak. Pada waktu itu, Yo Bun Cing mengibaskan tangannya, sekejap saja terdengar dengunganyang ramai sekali, sekelompok tawon berbiwa telah menerjang ke depan. Melihat keadaan berbubah sedemikian, Lauw Hung dan Lauw Nen terpaku, dan pada keterpakuan mereka itulah tawon-tawon berbisa telah sampai di hadapan mereka. Lauw Hung berteriak sambil mengibaskan tangannya, angin keras yang ditimbulkan karena pukulan tangannya telah dapat menghalau lajunya tawon-tawon berbisa itu. Memandang ke depan, dilihatnya Sun Ang hampir belok di tikungan, dan Yo Bun Cing pun sedang mundur. Pada saat ini, terjadilah suatu kejadian yang diluar dugaan Lauw Hung. Dilihatnya Sun Ang yang hampir menikung di belokan mengibaskan tangan melepaskan berpuluh-puluh senjata rahasia ke arah Yo Bun Cing. Yo Bun Cing mundur dengan punggungnya, sedangkan senjata rahasia yang dilepaskan Sun Ang itu tidak bersuara. Ketika Yo Bun Cing mengetahuinya, dua buah pisau terbang telah menancap di punggungnya. Tubuh Yo Bun Cing menjolor lalu berputar, pada saat ini, senjata rahasia lain telah menancap dalam tubuhnya. Yo Bun Cing hanya berteriak tertahan lalu roboh di atas tanah. Lauw Hung terpaku pula memukulkan kedua telapak tangannya lagi. Lauw Nen pun mengibas-ngibaskan lengan jubahnya. Mereka berdua telah menerjang ke depan. Ketika lewat di sisi mayat Yo Bun Cing matanya terbelalak orangnya telah mati. Setelah menikung mereka tidak melihat bayangan Sun Ang, buru-buru mereka berdua keluar masuk dari gang ke ganggang namun bayangan Sun Ang tetap tidak tampak. Lauw Hung dan Lauw Nen keluar masuk gang tetapi berapa banyaknya gang-gang dalam kota Kouw So ini sedangkan Sun Ang telah berlari duluan. Bahkan ketika ia ambil langkah seribu,ia masih sempat membinaskaan kawan seperjuangannya selam bertahun-tahun, mencaplok sendiri buku silat Go toa hiap, ia memang berniat kabur. Kini mana mungkin teruber oleh kakak beradik ini" Ketika hari telah menjadi gelap, keduanya tetap tidak berhasil. Kini mereka berdua merasa sangat menyesal sekali, teramat menyesal. Malam hari mereka berhenti dengan lesu. Lauw Hung marah sekali tapi Sun Ang telah lenyap tanpa bekas. Amarahnya itu dengan sendirinya dilampiaskan ke arah Lauw Nen hingga Lauw Nen dicaci maki sepuas hatinya. Lauw Nen sangat takut pada kakaknya. Mula-mula ia diam saja tidak bersuara. Tetapi ia telah terjebak sekali bahkankini terjebak untuk kedua kalinya. Benar-benar ia jadi marah ditambah lagi dengan cacian Lauw Hung, hatinya semakin marah hingga ia tak dapat menahan dirinya lagi : "Sudahlah, jangan mencaci lagi. Kau telah mendapatkan dua buah mutiara tetapi aku, apa yang yang aku dapat?" Lauw Hung mendengar Lauw Nen masih berani membuka mulut, bagai api disiram minyak mengayunkan tangannya menghantam Lauw Nen. Lauw Nen melihat pukulan Lauw Hung itu sungguh mengandung tenaga yang dahsyat sekali hingga membuatnya terbirit-birit menyingkir. Tapi angin yang timbul karena pukulannya tetap membuat tubuh Lauw Nen terhuyung ke belakang. Lauw Hung menekan pinggangnya, bentaknya : "Kau tidak senang?" Berturut-turut Lauw Nen mengalami kerugian, dan kini ia tahu pula bahwa ia bukan tandingan kakaknya. Maka ia tidak berani melampiaskan kemarahannya pada Lauw Hung tapi menumpahkan segala itu pada diri Go Thian Kheng, Go Eng Kiat dan Go So Lan. Serta merta ia menggigit bibirnya, mendengus dan tertawa nyaring. "Puih" Lauw Hung meludahinya, lalu pergi sendirian. Lama setelah kepergian Lauw Hung, Lauw Nen pun meninggalkan kota Kouw So dengan membawa kedongkolan hatinya. Ia menekan perasaannya pulang ke rumah, dan berlutu di hadapan ayahnya mengaku salah. Pada hari-hari berikutnya ia berlatih silat dengan tekun. Dasarnya memang baik, orangnya boleh dikatakan cerdik, ilmu silat Lauw Thian Hauw adalah Lwee k khi kang asli, maka lima tahun kemudian ilmunya maju dengan pesat sekali. Tentang persoalan menipu buku silat Go toa hiap dengan ke-24 keping giok palsu itu, Lauw Hung dan Lauw Nen kakak beradik sama sekali tidak mengusikngusiknya. Maka Lauw Thian Hauw dapat dikelabui, sedikit pun ia tidak tahu. Sejak kebentur di rumah Go, Lauw Thian Hauw tidak pernah lagi mengundunginya, hanya mendengar orang-orang yang datang dari Kang Lam, bahw Go Thian Kheng sedang melatih dirinya, dan tidak mau menerima tetamu. Sampai akhirnya, ada orang datang dari Kang Lam membawa berita Go Thian Kheng, yang mengatakan bahwa ia berlatih silat tidak hati-hati, hingga kesurupan membahayakan dirinya sendiri. Hal itu adalah lima tahun kemudian. Berita itu, didengar oleh Lauw Thian Hauw, boleh dikatakan di luar dugaannya. Tapi bagi Lauw Nen, tidak sekali-kali tidk. Sementara itu ilmu silat Lauw Nen telah maju pesat. Ia pun tahu, kenapa Go toa hiap dapat dibohongi bukunya secara gampang sekali dengan Thian Cing 24 jurus palsu. Bukan saja karena ia membawa giok palsu itu adalah Lauw Hung, pun karena huruf-huruf yang terlukis di atas batu-batu giok itu memang ada hubungannya dengan ilmu silat yang dalam. Silat itu mungkin saja dicuri Cung San Siang Kiat dari suatu tempat, tentu saja suatu silat yang tidak lengkap, tapi Go Thian Kheng percaya dengan sepenuh hatinya dan berlatih menurut petunjuk-petunjuk yang terukir di atas batu giok itu, maka ia sampai kesurupan membahayakan dirinya sendiri. Ini boleh dikatakan suatu hal dalam dugaannya. Mendengar berita itu, hati Lauw Nen merasa syukur. Orangnya sangat mendendam. Selama lima tahunini, belum pernah ia melupakan penghinaan yang diterima di rumah Go. Maka ia begitu tekun berlatih silat. Itu pun karena ia mengharapkan pada suatu hari akan dapat membalas dendamnya. Tapi ia pun berpikir, walaupun ilmu silatnya maju pesat, namun untuk mengalahi Go toa hiap, masih tetap tidak mampu. Maka ia terus mendendam kebenciannya dalam hati. Saat ia mendengar berita Go toa hiap kesurupan dan membahayakan dirinya sendiri, mana mungkin ia dapat menahan rasa girang dalam hatinya" Dari mulut tamu Kang Lam itu, ia pun tahu pada tahu lalu Cu Ka Pauw Piauw cu (ketua benteng Cu Ka) mengajak anaknya melamar Go So Lan dan telah menetapkan perkawinan itu. Dalam waktu singkat ini, Go Eng Kiat akan mengawal adiknya ke utara untuk melangsungkan pernikahan. Sedangkan ke-73 piauw kek dari Kang Lam, mendengar berita itu, malah mengajak Go Eng Kiat dan Go So Lan kakak beradik untuk mengawal barang ke Lo Yang, ingin menggunakan ketenaran nama Go Thian Kheng untuk mencegah hal-halyang tidak diingini di tengah-tengah perjalanan, dan Go Eng Kiat pun telah setuju. Di rumah Lauw, banyak tetamu yang datang berkunjung, mereka pada bercerita demikian. Rupanya setiap orang telah mengetahui hal Go Eng Kiat menemani adiknya dan mengawal kereta brang itu. Go Eng Kiat yang masih muda belia dan perkasa itu, boleh merasa sangat bangga! Go Eng Kiat makin bangga, Lauw Nen semakin dendam. Pada suatu senja, ia mengutarakan suatu alasan pada ayahnya, dan membawa tiga ekor kuda gagah, siang malam memacunya berganti-ganti. Go Eng Kiat membuka jalan dengan kedudukan sebagai ketua piauw tao, dari ke-73 piauw kek, semua perampok pada minggir memberi jalan. Mendengar ini, Lauw Nen lebih gondok lagi. Ingin rasanya ia segera menyeberang sungai menyerang Go Eng Kiat dan Go So Lan secara mati-matian. Kalau pada lima tahun yang lalu, pasti telah dilakukannya. Tetapi selama lima tahun ini, ia telah mendapat berbagai pengalaman. Dan ia tahu lima tahun yang lalu, dirinya bukanlah tandingan Go Eng Kiat. Selama ini, walaupun ilmu silatnya maju pesat, namun lawannya pun tidak tinggal diam. Kalau bertindak sendirian, jangan-jangan belum dapat mengalahkan lawannya. Maka harus mencari akal lain, tidak boleh bertindak sembarangan. Ia telah mendengar Go Eng Kiat dan Go So Lan pasti mengambil jalan ini menyeberang sungai menuju ke utara. Maka satu dua hari ini, ia terus mundar mandir di tempat penyeberangan. Pada sore hari berikutnya, ketika ia sedang memandangi air sungai yang berombak-ombak dan memikirkan bagaimana menuntut balas sakit hatinya, tiba-tiba merasakan ada seseorang menghampirinya dengan diam-diam. Begitu merasa ada orang mendekatinya, hati Lauw Nen telah bersiap siaga. Namun ia tetap diam saja, hanya tangan kanannya diangkat sedikit dan jari telunjuknya telah menyentuh gagang pedangnya. Didengarnya orang itu telah mendekat lagi, hanya berjarak empat lima kaki di belakangnya. Saat ini barulah ia menghunus pedangnya dan menusuk ke belakang. Tangan kanannya menusuk, tangan kirinya telah menghunus yang satunya lagi. Bersamaan dengan itu, tubuhnya berputar dengan cepat. Pedang kirinya pun telah membabat dari atas ke bawah, rupanya tusukan tangan kanannya tadi adalah tusukan palsu. Ketika tubuhnya berputar, tusukan pedang kanan itu telah berubah membabat dari bawah ke atas. Kedua pedang panjang itu bagaikan sebuah naga, berubah tak henti-hentinya, hanya sekejap saja, kilatan pedang telah berkelebatan, orang yang di belakangnya itu tertegun sejenak, sepasang pedang Lauw Nen itu telah dimainkan secara sempurna sekali. Kedua pedang itu sama-sama membabat ke arah leher orang itu, setelah dimainkan dengan sempurna, benar-benar dapat dengan segera memindahkan kepala orang yang mendekat itu. Tetapi ketika pedang Lauw Nen telah sampai di leher orang itu, tiba-tiba ia menghentikan tangannya, sepasang pedang yang sangt tajam itu telah berhetni di kanan kiri leher orang itu, ujung pedang telah nempel di kulit. Walaupu belum sampai memecahkan kulit, namun perasaan tegang antara hidup dan mati malah lebih hebat daripada luka parah, telah mencengkam orang itu! Mukanya pucat pasi, mulutnya ternganga, tapi tidak dapat bersuara. Lauw Nen memandang orang itu, dilihatnya kepala orang itu lancip membentuk segi tiga, alisnya mencelat ke atas, rupanya bukan orang baik-baik. Ketika ia baru mau bertanya, tiba-tiba ia melihat seorang lagi yang berumur setengah baya melompat-lompat menghampirinya. Sampai di depannya, lalu menjura : "Sudilah kiranya pendekar budiman mengampuni anak buah kami yang tidak berniat jahat ini!" Lauw Nen tertawa dingin : "Dia tidak berniat jahat" Kenapa dia menghampiri aku dengan diam-diam?" ORang setengah baya itu berkata sambil tertawa : "Pang cu kami mengundang pendekar budiman untuk berbicara. Budak ini tidak mengundang pendekar budiman secara hormat. Semoga pendekar budiman sudi memandang Pang cu kami, dan mengampuninya!" Lauw Nen bertanya dengan heran : "Siapa Pang cu kamu?" "Hilir sungan Yangze, Ching li pang (ikatan ikan li hijau) pangcu Chen Yauw Cing," kata orang itu. Hati Lauw Nen berdetak, serunya : "Oh, rupanya Chen pang cu yang disebut orang... SAm Yauw Liong Bun (tiga kali loncat gerbang naga)! Untuk apa dia mau menemui aku?" "Pendekar budiman telah berhari-hari mundar mandir di tepi sungai, apakah sedang..." orang itu maju setindak dan berkata dengan suara rendah. Sampai disini ia berhenti sejenak, dan tertawa misterius. Lalu sambungnya dengan suara yang lebih ditekan rendah : "Apakah sedang mengintai Go Engkiat dan adiknya?" "Kalau ya mau apa" Kalau bukan mau apa?" Lauw Nen tertegun lagi. "Harap pendekar budiman bicara dengan Pang cu kami, nanti bisa tahu," suara rendah dari orang itu. "Dimana Pang cu kamu?" berkata Lauw Nen. Orang itu menunjuk ke sebuah kapal yang sedang berlayar di tengah sungai : "Pang cu kami menunggu di atas kapal itu." Lauw Nen menarik kembali pedangnya sambil melangkah mundur, menarik napas panjang, dan mukanya pun telah normal kembali. Orang itu menunjuk lagi ke sebuah perahu kecil di tepi sungai : "Pendekar, silahkan." Hati Lauw Nen mengumpat dalam hatinya. Chen Yauw cing, Pang cu dari Cing li pang ini termasuk seorang yang aneh di hilir sungai Yangze, ilmu silatnya walaupun tidak seberapa, namun ia memiliki kepandaian yang lain. Ilmu dalam airnya baik sekali, dapat menduduki tempat ketiga, hanya dibawah dari Kim Li Tong Po dari sungai kuning, dan Pwee Sa (hiu terbang) Ong Lang dari lautan Timur. Ia dapat berdiam di dalamair selama 9 hari 9 malam, dan mahir sekali membuat senjata dalam air. Anak buahnya banyak sekali, walaupun seorang jago silat nomor satu takkan mampunya melawannya dalam air. Sedangkan sungai Yangze ini adalah jalan utama yang menghubungi bagian utara dan selatan, maka Ching li pang adalah satu perkumpulan yang besar, dan nama pang cu-nya pun terkenal. Lauw Nen berpikir dalam hati mendengar nada orang itu. Rupanya Chen Yauw Cing pun juga sedang mengintai kakak beradik Go Eng Kiat. Dirinya sedang sangsi apakah ia akan berhasil kalau bertindak sendirian. Andaikata dapat bantuan dari Chen Yauw Cing, itu adalah suatu hal yang baik sekali. Setelah berpikir,ia tertawa : Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah, mari!" Dienjot tubuhnya dan melayang hingga di perahu kecil. Sedang kedua orang itu harus mengambil jalan darat, melangkah beberapa tindak baru sampai di perahu kecil. Dengan segera mereka mengayuh mendayung ke depan. Lajunya cepat sekali, hanya sekejap saja telah tiba di pinggir kapal. Ada lima enam orang berdiri di haluan yang terdepan, berbadan pendek, berjubah hijau, kulitnya kehitam-hitaman, rauta mukanya cerah. Hati Lauw Nen menebak-nebak orang pendek itu pastilah pang cu dari Ching li pang. Dan ia memang berhasrat menunjukkan kepandaiannya, ketika perahu itu masih berjarak lima enam kaki dari kapal, ia telah memusatkan tenagannya melayangkan tubuhnya. Haluan kapal itu kira-kira setinggi satu tombak, tapi melayangnya tubuh Lauw Nen persis mencapai satu tombak lima enam kaki, lalu diberatkan tubuhnya, orangnya telah turun di atas dek. Ilmu Gin kang (mengentengkan tubuh) itu, walaupun belum dapat digolongkan kedalam kelas berat,tapi menimbang usianya masih sangat muda, hal itupun menjadi hebat sekali! Demikian ia berdiri, dilihatnya pada wajah mereka itu terpancang perasaan kagum dan ia merasa sangat bangga, katanya sambil menjura : "Yang mana Chen pang cu?" Segera si pendek menyahut : "Saya Chen Yauw Ting, dapatkah anda memberi tahu nama besar anda?" Lauw Nen ingin seera menyebut namanya. Tapi otaknya berputar lagi, ia mengumpat dalam hatinya : "Mungkin aku akan kerja sama dengan Ching li pang untuk menghadapi kakak beradik Go Eng Kiat. Lebih baik tidak menyebut nama aslinya." Maka ia tertawa : "Kita kebetulan bertemu, untuk apa menyebut nama" Pang cu ada urusan apa, bicaralah terus terang." Ching li pang cu bukan orang sembarangan, mendengar ucapan Lauw Nen, ia segera mengerti lawannya tidak mau menyebutkan namanya. Ia pun tertawa : "Silahkan pendekar budiman masuk ke dalam untuk bicara." Lauw Nen berpikir dalam hati, dirinya tidak bisa main dalam air. Andaikata Ching li pang mau mencelakainya, di atas dek ini tempatnya masih cukup besar, ia masih dapat bersilat. Tapai kalau masuk ke dalam, bukankah tidak menguntungkan baginya" Maka ia geleng-geleng kepala : "Kapal ini berada di tengah-tengah sungai, tidak ada orang lain yang mendengar, bicaralah disini saja." "Baik, baik! Pendekar membawa sepasang pedang, tentunya sangat mahir dalam ilmu pedang!" "Tidak berani, tidak berani!" sahut Lauw Nen. "Apakah anda kenal dengan keluar Go dari Kang Lam?" berkata Chen pang cu. Lauw Nen mendengar, hatinya mengumpat : "Pembicaraan itu telah mulai." Ia mengerutkan keningnya : "Beberapa tahun yang lalu ada sedikit perselisihan." "Maka kedatangan anda sekali ini untuk membuat suatu kerusuhan atas diri mereka, bukan?" Chen pang cu tertawa. "Memang demikian, apakah pang cu pun mempunyai rencana demikian?" berkata Lauw Nen dengan nada yang berat. Kedua-duanya telah berbicara terus terang maka keduaduanya pun tertawa terbahak-bahak. "Ilmu silat anda tinggi sekali, itulah yang kami andalkan. Kami telah menyelidiki. Besok sore ada intan berlian sebanyak 12 kereta akan menyeberangi sungai, ketika itu semua orang yang berada di atas kapal penyeberang adalah orang-orang kami. Kapal sampai di tengah sungai, orang-orang kami akan meloncat ke dalam air, membolongi kapal dari bawah. Hanya kami kuatir kakak beradik Go Eng Kiat dan Go So Lan akan mengamuk, maka kami minta pertolongan anda," kata Chen pang cu. Hati Lauw Nen merasa girang sekali, inilah suatu hal yang diidam-idamkannya. Sahutnya buru-buru : "Baik sekali." "Kita blak-blakan. Kalau telah berhasil, anda minta berapa?" Chen pang cu tertawa. "Semua harta benda menjadi milikmu, sedikitpun aku tidak mau," kata Lauw Nen. Chen pang cu tertegun :"Pendekar tidak mau kerja sama?" "Tentu saja bukan, aku hanya mengingini orangnya," berkata Lauw Nen. Chen pang cu baru sadar : "Ya, jagoan mau si cantik, memang seharusnya demikian. Saya pasti akan menyuruh saudara-saudara kami untuk berhati-hati terhadap nona Go, supaya jangan melukainya. Agar dapat dipersembahkan pada anda dengan utuh. *** BAGIAN LIMA Sementara itu, seluruh Ching li pang, dari atas sampai ke bawah, pada bersuka ria menunggu besok sore. Setelah kedua belas kereta intan berlian itu sampai di tengah sungai, mereka akan turun tangan "kerjain". Malamnya Lauw Nen nginap di kapal, hatinya pun merasa girang, hingga ia bolak balik tidak dapat pules. Keesokannya sang surya mulai timbul, membuat permukaan sungai itu menjadi keemas-emasan, bagikan beribu-ribu ular kecil yang bertubuh emas seliran di atas air. Pemandangannnya indah sekali, sesaat kemudian matahari baru meninggi, keemas-emasan di permukaan sungai itu pun lenyaplah sudah. Lauw Nen mundar mandir di atas dek kapal dengan gelisah. Orang Ching li pang banyak yang telah meloncat ke dalam air, berenang ke tengah, lalu timbul lagi. Kepandaian mereka dalam air memang mengagumkan, setelah mereka menyelam tidak tampak mereka lagi. Hati Lauw Nen merasa tegang, karena menyergap Go Eng Kiat secara terang-terangan ini, hanya boleh berhasil, tidak boleh gagal. Kalau gagal, taruhlah seandainya dapat lolos, walaupun bumi ini lebar, tapi tidak ada tempat lagi baginya untuk berpijak. Namun dalam ketegangan itu, ia pun bergembira, karena ia melihat orang Ching li pang banyak, rencana mereka begitu rapih, ditambah lagi dengan senjata yang dibuat untuk dipergunakan di dalam air oleh Chen Yauw Cing, harapan berhasil itu besar sekali. Kalau saja berhasil, ia akan menghadapkan Go So Lan, ketika itu baik Go So Lan mau atau tidak, ia akan... Lauw Nen berpikir sampai disini, hatinya sungguh-sungguh gatal tak tertahankan! Setelah keemas-emasan lenyap dari permukaan sungai, terdengar suara Chen pang cu berkata dari dek : "Pendekar, silahkan keluar!" Lauw Nen menekan pedang yang berada di pinggangnya, membungkuk, lalu keluar menghampiri dek. Dilihatnya Chen pang cu telah menggenggam kulit ikan, tangannya memegang sebuah tombak pendek yang bermata tiga, dan menunjuk ke depan : "Lihatlah, kapal mereka telah datang." Buru-buru Lauw Nen berpaling, dilihatnya ada sebuah kapal besar sedang bergerak dari seberang sana. Di kedua sisi kapal, paling tidak ada 70 atau 80 pengayuh, mendayung dengan teratur. Sedangkan di atas kapal, terletak belasan kereta barang, di setiap kereta ditancapkan berbagai bendera yang beraneka warna. Itulah lambang dari Piauw Kek masingmasing. Di haluan tertancap sebuah bendera merah, di tengah-tengah bendera itu tertera sebuah guci besar yang berwarna emas. Di tengah-tengah guci itu tertulis sebuah huruf "Go" yang berwarna hitam. Merah, kuning dan hitam ketiga warna itu sangat menyolok dan menyilaukan mata yang memandangnya. Begitu melihat guci emas itu berkibar ditiup angin, hati Lauw Nen agak mengkerut. Tapi segera pula ia melihat, di bawah bendera besar di haluan kapal itu berdiri seorang putri yang menggunakan pakaian berwarna kuning. Sementar itu, kapal Lauw Nen berada di tengah sungai, dengan kapal penyeberang itu masih berjarak jauh sekali,tidak tampak jelas siapa gadis itu. Namun Lauw Nen pun segera tahu, itulah Go So Lan yang siang malam terus terbayangbayang dalam benaknya, yang telah beberapa kali memalukannya,namun belum dapat berkenalan padanya. Ia pikir, seandainya nanti berhasil, bukan saja ia akan dapat membalas sakit hati dan dendamnya, bahkan ia akan memiliki si cantik. Lalu ia menggigit bibirnya : "Chen pang cu, kapan kita mulai turun tangan?" Chen Yauw Cing menyipitkan matanya memandang ke depan : "Sudah dekat, di bawah kapal penyeberang itu kini telah dipenuhi oleh orang-orang kami, sampai di pertengahan kapal itu akan mulai tenggelam." "Dan apa yang dapat aku lakukan?" tanya Lauw Nen. "Ilmu silat Go Eng Kiat sangat hebat, kepandaian dalam air pun boleh, walaupun kapal itu tenggelam, ia masih dapat mengeluarkan kepandainnya maka kami telah khusus menyediakan sebuah perahu supa pendekar dapat melawannya. Lihatlah!" Chen Yauw Cing menunjukkan tangannya. Lauw Nen berpaling, dan dilihatnya sebuah perahu yang aneh sekali. Perahu itu bulat, garis tengahnya enam kaki, sekelilingnnya dilingkari dengan kulit besi. Ada 8 orang pendayungnya, mereka duduk di bawah lindungan kulit besi, pengayuhnya dikeluarkan melalui lubang besi. Lauw Nen memandang perahu sejenak, ia tidak mengerti apa maksudnya. Ia menengadah, sebelum ia bertanya, Chen Yauw Cing telah berkata duluan : "Kau berdiri di perahu itu dimana saja Go Eng Kiat berada, mereka akan membawa kau ke dekatnya, supaya kau dapat menghadapinya. Jangan biarkan dia naik, aku rasa kau menghadapinya dari atas, sedangkan dia berada di bawah, ditambah lagi dengan sergapan orang kami dari bawah air, kita pasti akan berhasil!" Sementara itu, kapal penyeberang telah mendekat. Lauw Nen berkata dengan suara berat : "Aku masih ada pertanyaan, kali ini, Go Eng Kiat memikul beban yang sangat berat dari 70 lebih Piauw kek, setelah kejadian nanti, apakah Ching li pang tidak takut kelak ada orang datang membalas dendam?" Chen Yauw Cing tertawa : "Engkau jangan menguatirkan kami, kami mempunyai akal namun engkau yang harus berhati-hati." Ucapan itu menyinarkan Lauw Nen, katanya : "Chen pang cu, pinjamkan aku sebuah topeng!" "Tentu saja boleh." Chen Yauw Cing tertawa, merogoh dadanya dan mengeluarkan sebuah topeng kulit manusia,disambut oleh Lauw Nen dan dikenakannya. Kapal penyeberang itu telah lebih dekat, gadi syang berdiri di haluan kapal itu memanglah Go So Lan. Pandangan Lauw Nen terus menatap tubuh Go So Lan dari jauh, hatinya berdebar-debar, hingga suara teriakan yang hebat dari kapal penyeberang itu pun tidak diketahuinya, sampai Chen pang cu mendorongnya, baru ia sadar. Dilihatnya kapal penyeberang itu mulai miring, kereta-kereta di atas kapal itu telah miring ke satu sisi, bahkan ada yang telah jatuh ke dalam air.Bahkan pendayungnya pun pada terjatuh ke sungai. Keadaaan di atas kapal itu menjadi kacau balau, suara orang bergemuruh, terdengar suara ada seseorang berteriak : "Jangan panik, jangan panik, siapa yang mencari ribut dengan oran gshe Go" Mencegat kereta barang di tengah sungai?" Chen pang cu meloncat sambil bereriak : "Ching li pang dari sungai Yangze!" Berikut teriakannya itu, kedua tangannya mengacung ke atas dan tubuhnya beranjak melompat ke atas tiga kaki tingginya, lalu terjun ke dalam air. Ilmu Chen pang cu sederhana sekali, namun kepandaian dalam air hebat sekali. Ketika nyemplung ke dalam air bahkan tidak menimbulkan sedikit suara pun. Melihat Chen pang cu terjun ke air, Lauw Nen pun buruburu mengangkat tubuhnya meloncat turun dari kapalnya. Ketika orangnya masih di udara, terdengar dua buah suara "Cring, cring", kedua pedangnya telah terhunus dari sangkarnya. Kini ilmunya sangat tinggi. Setelah meloncat, ia turun di perahu bundar dengan perlahan. Ke-delapan pendayung berteriak bersama-sama penagayuhnya bererak serentak, perahu itu telah meluncur ke depan. Hanya dalam sekejap saja kapal penyeberang itu telah tenggelam separuhnya. Segala sesuatu di atas kapal itu, hampir seluruhnya telah jatuh ke dalam sungai. Orang-orang Ching li pang semuanya jago-jago air, barang-barang jatuh ke sungai, sama saja seperti masuk ke dalam kantong mereka. Di atas kapal peneyberang itu hanya tertinggal belasan hewan yang masih terikat dengan tambang, berteriak-teriak dan merontak tak henti-hentinya. Ada beberapa kuda yang bertenaga kuat, telah meronta memutuskan tali pengikat, seliweran di atas air. Orang-orang Ching li pang yang menyelam tadi, kini telah ada separuh yang timbul kembali, mereka berteriak : "Ching li pang! Ching li pang! Teriakan itu menggema di atas sungai. Di sungai itu banyak perahu dan kapal-kapal yang menyeberang kesana kemari, namun begitu mendengar teriakan 'Ching li pang', mereka segera berhenti, memutar haluan meninggalkan tempat kejadian itu. Di atas sungai yang lebar itu, jadilah dunia Ching li pang yang seenak perut menggarong di siang hari bolong. Dengan demikian tahulah bahwa Ching li pang memang mempunyai pengaruh yang besar di sekitar sini! Di atas sungai menjadi kacau balau. Orang-orang pada berkelahi, hingga memercikkan air. Berkelahi dalam air, kecuali orang yang bertenaga dalam yang sangat tinggi. Kalau tidak, ilmunya tidak dapat digunakan. Taruhlah jurus sangat hebat pun menjadi lamaan karena halangan air, tidak dapat dilancarkan secara sempurna. Sedangkan orang-orang Ching li pang mendapatkan keuntungan yang besar, mereka ssemua mengenakan pakaian ketat dan senjata mereka adalah tombak kecil yang kurus panjang atau Pun Cui Go Be Ce (tombak alis mata pemecah air), dimainkan dalam air dengan lincah sekali. Terlebih-lebih pakaian ketat mereka telah direndam berkalikali dengan minyak kayu Tong, dibabat dengan senjata kalau bukan tenaga yang sangat kuat, tidak dapat melukai tubuh mereka. Kerusuhan di atas sungai itu telah dapat dibedakan siapa yang menang siapa yang kalah. Orang-orang piauw kek, kalau bukan terluka dan berenang terbirit-birit meninggalkan tempat itu, telah menjadi mayat terapung di atas sungai. Dari tubuh mereka mengalir darah segar yang membuat air itu menjadi merah, hanya ada dua orang bergerak di atas sungai laksana dua ekor ikan besar, meloncat kian kemari dengan lincah sekali. Lauw Nen mengenali kedua orang itu, yang satu Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo adalah Go Eng Kiat yang bertubuh pendek dan yang satu lagi ialah Ching li pang pang cu. Chen pang cu tampaknya dengan sengaja mengelak berhadapan dengan Go Eng Kiat. Kalau Go Eng Kiat menghampirinya, buru-buru ia mengelak, dan Lauw Nen kini sedang dengan mati-matian mencari kemana jatuhnya Go So Lan. Ia tidak dapat melihat bayangannya, ketika hatinya sedang gusar, tiba-tiba mendengar teriakan orang Ching li pang : "Nona Go telah tertangkap!" Lauw Nen segera menjadi bersemangat, baru ia ingin menyuruh pendayung mendayung ke arah Go So Lan, terdengar suara "war" dari air. Chen pang cu telah meloncat ke perahu dari dalam air, katanya setelah turun di perahu : "Ayo, lekas hadapi Go Eng Kiat!" Lauw Nen mengangguk, lengan ke-delapan pendayung itu bergerak, perahunya telah meluncur menyambar Go Eng Kiat, yang telah melukai belasan orang Ching li pang. Namun melihat barang-barangnya telah lenyap ditelan oleh sungai, keadaan itni tidak dapat diperbaiki lagi, hatinya menjadi gusar dan marah, mukanya pucat, matanya membara. Begitu melihat ada perahu menghampirinya, ia berteriak dan menusukkan senjatanya ke arah perahu itu. Sekeliling perahu itu dilapisi dengan kulit besi, tusukan Go Eng Kiat, walaupun tenaga cukup kuat, namun tidak berhasil merusaknya. Tetapi tenaga tusukannya itu membuat tubuhnya terpental ke atas permukaan air, walaupun ilmu dalam air Go Eng Kiat cukup baik, tapi mana sebanding orang-orang Ching li pang. Kini ia berada di atas permukaan air, dan melihat Ching li pang cu ada di atas perahu, hatinya menjadi girang dan mengumpat dalam hatinya. Seandainya dapat menangkap pang cu, barang-barang yang lenyap itu mungkin dapat dicari kembali. Go Eng Kiat sedari kecil dibesarkan di Kang Lam, sedikit banyak ia mengetahui seluk beluk Ching li pang. Ia tahu orang-orang Ching li pang tidak ada yang berilmu tinggi, tapi ilmu dalam air sangat hebat, bahkan pang cunya tidak terkecuali. Maka ia sedikit pun tidak menghiraukan orang bertampang jelek yang berdiri di samping pang cu itu. Begitu ia keluar dari air, berteriak dan menerjang dengan palu dalam tangannya. Beberapa tahun ini, ilmu silat Go Eng Kiat maju pesat sekali. Jurusannya itau dikeluarkan ketika tubuhnya masih berada di udara, sedangkan senjata palunya itu adalah senjata yang berat. Kalau tenaganya tidak kuat, jurus itu belum keluar, orangnya jangan-jangan bisa jatuh. , Namun jurus Go Eng Kiat dikeluarkan dengan manis sekali, bayangan palu itu menekan dari ke-delapan penjuru; dengan segera menutup perahu bundar itu. Walaupun Chen Yauw Cing ingin kabur, tapi telah terlambat. Hanya sekejap saja, roh Chen Yauw Cing telah bergemetar. Ia berteriak ketakutan, dan pada ketika teriaknya itulah terdengar suara "Cring cring" dua kali. Dua buah pedang telah menusuk dari bawah ke atas, kedua pedang itu dilancarkan oleh Lauw Nen, jurusan itu ialah "Siang Niau Tou Lim" (sepasang burung masuk ke hutan)! Kedua pedang itu baru dilancarkan, Go Eng Kiat yang berada di udara itu telah terperanjat, karena ia mendengar suara senjata memecah udara begitu dahsyat. Lantas ia tahu bahwa orang yang melancarkan serangan pedang itu ilmunya tidak dapat dianggap enteng. Di dalam Ching li pang boleh dikatakan tidak ada orang yang berkepandaian sedemikian tingginya, kalau demikian Ching li pang telah mengundang orang luar?" Ketika pikiran itu berputar-putar di benak Go Eng Kiat, sepasang pedang panjang itu hampir menusuk tubuhnya. Ia tahu tidak mungkin lagi untuk menangkap Chen Yauw Cing. Ia membalikkan palunya menghantam sepasang pedang yang datang menusuk itu. Namun tangan Lauw Nen diturunkan, sepasang pedangnya telah mengelak dan tubuh Go Eng Kiat telah turun di atas perahu. Baru Go Eng Kiat sampai di atas perahu, Chen Yauw Cing telah berteriak, memiringkan tubuhnya dan meloncat ke dalam air. Ke-delapan pendayung itu pun turut meloncat ke dalam air, sedangkan Lauw Nen telah menyerang tiga jurus sebelum Go Eng Kiat dapat berdiri dengan tegap. Tiga jurus enam pedang, tenaganya dahsyat sekali, hingga membuat Go Eng Kiat agak kewalahan. Namun palunya yang bersegi delapan itu, walaupun tidak dapat digunakan dalam air, setelah sampai di atas perahu, keadaannya telah berubah, dapat menyerang dapat pula berjaga. DAlam sekejap saja, terdengar suara "Cring cring" yang tak habis-habisnya. Ia telah dapat mengelak seluruh serangan yang dilancarkan oleh Lauw Nen, lalu teriaknya : "Siapa kamu?" Namun Lauw Nen diam saja, ketiga jurusnya tidak berhasil. Ketika ia melancarkan jurus ke-empat, tubuhnya menunduk, sepasang pedangnya yang satu duluan dan yang satu lagi menyusul dari belakang menyerang bagian bawah Go Eng Kiat. Go Eng Kiat mengangkat tubuhnya melambung tiga kaki tingginya, baru ia ingin menyerang dengan palunya, tiba-tiba ia mendengar teriakan suara yang halus : "Toa ko!" Segera Go Eng Kiat menoleh, dan dilihatnya ada sebuah perahu kecil yang terus hilir dengan cepatnya. Chen pang cu berdiri di atas perahu, di sisinya adalah Go So Lan yang telah terikat kencang. Go Eng Kiat melihat keadaan itu, ia meraung, tidak mau lagi bertempur dengan Lauw Nen. Buru-buru ia membalikkan tubuhnya dan meloncat ke dalam air. Loncatannya itu dengan tidak sengaja telah mengelak serangan Lauw Nen untuk kelima jurus. Tapi Lauw Nen melihat Go Eng Kiat ingin kabur, dihempaskannya tanganya, sebuah suara berdesir, pedang panjangnya telah melesat dari tangannya. Pedang panjangnya telah melesat dari tangannya, terus menembusi pinggang Go Eng Kiat. Tenaga lemparan itu begitu dahsyatnya, hingga pedang panjang itu terus terbenam hingga sampai ke gagangnya, luka Go Eng Kiat menyemburkan darah segar!" Begitu berhasil, dan melihat Go So Lan berada dalam tangan orang Ching li pang, hati Lauw Nen menjadi girang, pedang kedua Lauw Nen telah melayang lagi. Go Eng Kiat telah tertusuk dengan sebuah pedang panjang, napasnya hampir saja putus, mana mungkin ia dapat mengelak dari serangan kedua itu. Segera ia tertusuk kembali, tubuhnya terjatuh, separuh dirinya masih tersangkut di atas perahu. Lauw Nen menunduk mencabut sepasang pedangnya, teriaknya : "Berhasil, sudah berhasil!" Dengan membawa Go So Lan sebagai tahanan, perahu Chen pang cu telah mendekati Lauw Nen, dan Lauw Nen melompat pindah perahu : "Pang cu, kita telah berhasil!" "Chen pang cu tertaw : "Kita laksanakan perjanjian kita." Ia takut Lauw Nen akan mengingkari janjinya, maka ia bertanya demikian. Seandainya kini Lauw Nen ingin minta bagi harta benda itu, maka Chen Yauw Cing akan turun tangan menyerangnya. Namun Lauw Nen tidak berminat atas harta benda. Setelah ia berdiri dan melihat Go So Lan telah berada di samping, hatinya berdetak dengan kencang mengetuk dinding jantungnya : "Tentu saja menurut perjanjian kita; kereta intan berlianitu menjadi milikmu, aku hanya menghendaki orangnya saja." Chen Yauw Cing tertawa lebar : "Anda memang betul-betul seoran ksatria; orangnya disini, ambillah!" Berkata Chen Yauw Cing sambil tangannya mendorong ke depan. Dorongannya itu persis mengenai tubuh Go So Lan yang terikat kencang, hingga tubuh Go So Lan melesat ke depan dan terjatuh di hadapan Lauw Nen. Buru-buru Lauw Nen membentangkan tangannya memeluk Go So Lan. Saat ini, tubuh Go So Lan telah ditotok jalan darahnya dan diikat lagi, ia tidak dapat melawan. Lauw Nen dapat memeluknya dengan sesuka hati, sedangkan wajahnya telah pucat sekali. Memeluk si cantik dalam pelukannya, hati Lauw Nen berdebar-debar dengan kencang. Ketika ia tidak tahu harus berbuat apa, ia mendengar suara taw Chen pang cu : "Pendekar, selamat tinggal!" tubuhnay meronjak dan terjun ke dalam air. Setelah Chen Yauw Cing terdun ke dalam air, perahu kecil itu pun bertambah cepat lajunya. Perahu kecil itu menuruti air hilir sudah cukup cepat, dikayuh lagi, kecepatannya bertambah tinggi, bagai sebuah anak panah yang terlepas dari busurnya terus meluncur ke bawah, hanya sekejap saja kapal besar itu telah tertinggal jauh sekali. Kira-kira berjarak enam tujuh li, Lauw Nen terus memeluk Go So Lan dengan perasaan was-was, hingga tidak dapat menentukanapa yang harus diperbuatnya. Setelah hilir enam tujuh li, perahu kecil itu belok masuk ke sebuah anak sungai yang sempit, yang ditumbuhi rumput air yang tinggi. Sampai di tengah rumput, perahu kecil itu berhenti. Ke-delapan pendayung itupun berdiri dengan serempak, salahsatu yang agak berumur menjura pada Lauw Nen : "Pendekar, kami hanya dapat mengantar sampai disini saja, selanjutnya berhati-hatilah sendiri!" Belum sempat Lauw Nen membalas menjura, ke-delapan orang itu telah terjun ke dalam air, berenang pergi meninggalkan perahu kecil itu. Di dalam air, ke-delapan orang itu semuanya seperti ikan, lincahnya bukan main, sebentar saja telah lenyap. Setelah kepergian ke-delapan orang itu, di perahu kecil hanya tertinggal Lauw Nen dan Go So Lan sja berdua. Buruburu Lauw Nen meletakkan Go So Lan di tengah-tengah perahu,dan ia sendiri mundur ke buritan mengayuh. Anak sungai itu bercabang-cabang banyak sekali, Lauw Nen tidak perduli dimana; hanya memilih tempat yang sunyi, lebih sunyi tempatnya lebih terlantar, rumput air tingginya menelan manusia. Setelah memastikan takkan ada orang yang datang, Lauw Nen baru menghentikan perahu itu. Orangnnya di buritan, tapi ia dapat melihat Go So Lan yang berada di tengah-tengah perahu. Ia dapat berbuat sesuka hatinya. Tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, buru-buru ia menghampiri Go So Lan. Kini, hari telah senja, matahari hampir terbenam, sisa sinarnya membuat langit-langit menjadi merah, rumput air berbayang menjatuhkan bayangan di atas perahu, seakan membuat perahu itu berada di sebuah jala besar. Setelah Lauw Nen masuk ke tengah, napasnya pun menjadi kasar. Di dalam perahu itu agak gelap, namun Lauw Nen masih dapat melihat muka Go So Lan yang pucat pasi itu. Meskipun wajah Go So Lan pucatpasi, namun nampaknya masih memiliki suatu kecantikan yang sulit dilukiskan. Lauw Nen mengulurkan tangannya, ia merasa heran, karena tangannya bergemetar. Ia bertanya pada diri sendiri : "Taku apa" Apa yang kau takuti" Takkan ada orang y ang lewat disini. Go So Lan telah menjadi sebuah daging empuk di dekat mulutnya, apa yang ditakuti" Ia berpikir bolak balik, tidak ada yang harus ditakuti, tapi getaran tangannya kian lama kian hebat. Tadinya ia ingin meraba sesukanya di muka Go So Lan, namun kini tangannya baru terulur separuh, terpaksa ia tarik kembali karena getaran yang sangat hebat itu. DAn ia menarik napasnya panjang-panjang :"Go kouw nio, aku... bukakan totokanmu!" Begitu ia membuka mulut, terasa suaranya pun berubah, parau seperti diucapkan oleh orang lain, hingga didengar oleh dirinya sendiri pun terasa tidak sedap. Setelah bertanya, ia tertawa pahit,karena teringat akan Go So Lan yang kena totok tentu saja tidak dapat menyahut pertanyaannya. Namun hal itu berubah di luar dugaannnya, terdengar Go So Lan menyahut : "Siapa kau?" Suara Go So Lan dingin dan tenang, bukan merupakan bentakan tetapi perkataan setenang itu membuat getaran yang diterima oleh Lauw Nen dahsyat sekali. Tubuhnya beranjak melompat ke atas, "Buk" suara benturan. Rupanya kepalanya telah membentur atap dari penutup perahu itu, penutup itu hanya terbuat dari tikar rumput dan kertas, mana dapat menahan tenaga tubrukannya" Suara "bles" kepala Lauw Nen telah nongol di luar, persis menghadap ke barat. Pancaran sinar matahari memancar ke mukanya. Sesaat itu tentu saja tubuh Lauw Nen tidak merasa sakit apa pun, namun perasaan dalam hatinya, seperti telah disambar oleh geledek. Rasanya getarannya serasa tidak terbendung lagi. Untuk sesaat, bahkan ia lupa untuk menarik kembali kepalanya. Tentu saja Lauw Nen tidak mengira bahwa orang-orang Ching li pang sederhana sekali walaupun Go So Lan telah tertotok hingga tubuhnya tak dapat bergerak namun totokan itu cetek sekali maka Go So Lan dapat membuka mulut berbicara, hanya saja ia terus tidak bersuara! Lauw Nen mematung dengan kepala di luar dan tubuhnya di dalam, hatinya berdebar-debar. Terus hingga matahari senja tenggelam kegelapan mulai menutupi bumi dan menutupi dia. Dia baru merasa mendapat perlindungan, hatinya mulai senang. Ia bertanya pada dirinya sendiri : "Lauw Nen, oh Lauw Nen! Apa yang kau takuti?" Maksudnya bertanya pada dirinya sendiri, ialah untuk mendapatkan jawaban 'tidak takut' untuk memberanikan diri sendiri. Tetapi setelah bertanya begitu, ia berpikir lebih banyak lagi, hingga membuatnya tidak dapat tidak takut! Memang benar, Go So Lan telah berada dalam tangannya, disini, tidak mungkin ada orang. Go So Lan dapat diperlakukan sesuka hatinya. Ia dapat melampiaskan nafsu binatang. Tetapi, apa ia dapat meloloskan dirinya" Kedua belas kereta intan berlian itu, dikawal serentak oleh 73 piauw kek. Ching li pang turun tangan di siang hari bolong. Setelah kehilangan barang-barang itu, apakah ke-3 piauw kek dapat melewatkannya begitu saja" Andaikata seorang Ching li pang tertangkap raut mukanya, senjata yang dipakainya, tentu saja dapat diketahui orang, mau bersembunyi dimana" Skandalnya sekali ini, ditukar dengan harga yang sangat mengejutkan orang, membuat orang bergemetar walaupun tidak dingin, membuat orang tidak berani memikirkannya lagi! Hingga disini, Lauw Nen tak tertahan lagi merasa menyesal. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, apa gunanya menyesal lagi?" Sang malam makin lama makin tebal, suara kodok membisingkan telinga. Lauw Nen mulai merubah pikiran. Ia berpikir, kalau tidak menggunakan kekerasan, hingga membuat Go So Lan rela berbaik padanya. Tabiat wanita Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menurut keluar. Siapa tahu andaikata dirinya dengan Go So Lan telah menjadi suami istri kelak, ia dapat membantu merahasiakan perbuatan yang terkutuk itu. Kalau memang begitu bukankah si cantik itu akan menjadi milik abadinya" Inilah suatu hal yang baik sekali. Berpikir hingga disini, napasnya baru merasa lega. Tubuhnya memendek, kepalanya kembali masuk ke dalam perahu. Sementara itu, rembulan telah memancarkan sinar lembut ke dalam perahu. Lauw Nen baru menarik kembali kepalanya, lantas terdengar Go So Lan berkata dengan dingin : "Siapa kau, kenapa tidak berani menunjukkan muka aslim?" Timbul lagi perasaan takut dalam hati Lauw Nen, namun segera ia berkata pada dirinya : "wanita selalu suka ucapan yang manis-manis, lagi pula gampang sekali untuk menjebaknya. Mengapa tidak merayu untuk menghilangkan rasa marahnya?" Maka sebelum Lauw Nen membuka mulutnya, ia menghela napas panjang-panjang : "Go kouw nio, aku terpaksa berbuat demikian karena aku sangat tertarik padamu. Kau harus dapat memaafkan aku." Go So Lan mendengar. Ia tidak berkata apa-apa, hanya mendehem tertawa dingin. Tertawa dingin membuat Lauw Nen seakan jatuh ke dalam lubang es. Untuk sesaat, tubuhnya merasa kedinginan hingga ucapan yang telah tersedia dalam lubuk hatinya itu tidak dapat diucapkan lagi. Untuk sesaat, ia tidak tahu apa yangharus dilakukan. Ia membeku sejenak, lalu perangai bengisnya kambuh kembali. Bentaknya : "Kalau kau tidak mau turut pada aku, kau akan menerima siksaan!" Dalam bayangannya, Go So Lan hanyalah seorang wanita yang lemah. Dalam keadaan begini, masih ia tidak minta ampun" Kalau ia membuka mulut memohon, nanti bakal dirayu lagi. Tapi tak disangka, rayuannnya tadi hanya mendapat tertawa dingin sebagai balasannya. Kini ia menggunakankekerasan mengancam Go So Lan. Go So Lan pun masih membalas dengan tertawa dingin! Lauw Nen hanya dapat membelalakan matanya. Untuk sesaat, ia tidak dapat memikirkan cara lain. Ia mendehem : "Baik, kau tidak takut padaku!" Ia berkata sambil mengulurkan tangannya menarik ke arah baju Go So Lan, lalu dirobeknya. "Sreeet", pakaian Go So Lan telah terkoyak sebagian, dan kelihatan sebelah dadanya yang memutih. Lauw Nen hanya mengira Go So Lan akan minta ampun. Kalau tidak, pasti menutup matanya dengan air mata berlinang karena tahu nasib apa yang akan menimpa dirinya. Namun Go So Lan sama sekali tidak,ia tidak bersuara, tidak pula menutup matanya. Ia hanya memandang Lauw Nen dengan tajam, sepasang matanya memancarkan sinar dingin yang menyeramkan, seakan dua aliran air es yang mengguyuri kepala Lauw Nen. Setelah merobek pakaian Go So Lan, Lauw Nen membangkitkan nafsu birahinya. Tapi ketika ia membentur pandangan Go So Lan yang dingin menusuk tulang itu, tak tertahan lagi, ia menarik napas dan mundur setindak. Pada saat inilah, terdengar suara Go So Lan yang berkata dengan perlahan : "Aku telah mengenali kau. Biarpun kau memakain topeng, namun aku masih dapat mengenali kau. Kau adalah Lauw Nen. Kau adalah anak Lauw Thian Hauw yang tidak becus itu!" Ucapan itu masuk ke telinga Lauw Nen hingga membuat tubuhnya tak tertahan lagi bergemetar. Bentaknay : "Tutup mulut!" Go So Lan berkata dengan dingin : "Kau adalah Lauw Nen, kau adalah Lauw..." Ketika Lauw Nen menerkam Go So Lan, sepasang pedang yang tergantung di pinggangnya, ada sebuah gagangnya yang menyentuh pinggang Go So Lan. Sentuhan itu telah membuka totokan jalan darah So Lan. Dan Go So Lan merasa tubuhnya menjadi enteng, totokannya telah terbuka. Hatinya menjadi girang. Ia adalah seorang gadis yang berpengalaman. Untuk sementara ia masih tidak bergerak. Mulutnya ditekan oleh Lauw Nen, tentu saja tidak dapat bersuara. Lauw Nen menghela napas : "Tidak slah, aku memang Lauw Nen. Mau apa kau" Apa daya kau sekarang" Apakah kau masih dapat lolos dari tanganku?" SEbelah tangan Lauw Nen menekan mulut Go So Lan, tangan sebelahnya lagi merobek baju Go So Lan. Go So Lan melihat Lauw Nen pada saat-saat begini sama sekali tidak bersiaga. Kalau ia melancarkan serangan mengumpulkan tenaganya dan dengan mendadak baik menendang kepala Lauw Nen bagian belakang, kedua tendangan itu kalau tepat mengenai sasarannya, Lauw Nen tidak mati pasti luka parah. Hanya sayang, belakangan ini ilmu Lauw Nen maju dengan pesat. Kini walaupun birahinya memuncak, namun di belakang kepalanya timbul angin, buru-buru ia memiringkan tubuhnya ke samping. Tendangan Go So Lan itu cepat mengenai bahu Lauw Nen hingga terpental. Go So Lan beranjak berdiri dan keluar dari dalam perahu. Melihat Go So Lan ingin kabur, kagetnya Lauw Nen bukan kepalang. Karena jika sampai Go So Lan bisa kabur, bayangkan apakah Lauw Nen masih bisa hidup lagi. Buru-buru Lauw Nen menekankan tangannya ke bawah dan berdiri, tangan kanannya telah mencabut pedang panjang dari pinggangnya. Setelah Go So Lan keluar, ia sampai di haluan perahu. Karena perahu itu memang kecil, injakan Go So Lan agak berat sedikit hingga haluan perahu itu tenggelam sedikit. Go So Lan dapat melihat sekelilingnya adalah rumput air. Kini mana ia sempat lagi untuk berpikir panjang" Ketika haluan perahu menunduk, dirinya telah mental ke atas dan terjun ke air. Dan ketika tubuhnya masih berada di udara, Lauw Nen telah sampai pula di belakangnya, teriaknya dengan nyaring : "Kau masih mau kabur?" Tubuhnya ikut melayang menerjang Go So Lan. Go So Lan membalikkan tubuhnya di udara, melayang tujuh delapan kaki, lalu mencebur ke dalam air. Kedua tangan Go So Lan masih terikat, tentu saja ia tidak dapat berenang dengan cepat, maka ia sulit sekali untuk bisa lolos dari uberan Lauw Nen. Sekejap saja Lauw Nen telah berada di sampingnya dengan pedang terhunus, teriaknya : "Jangan lari, kita boleh bicara baik-baik, jangan coba-coba mau kabur!" Melihat Go So Lan ingin kabur, Lauw Nen tidak berani memikirnakn yang bukan-bukan lagi. Namun Go So Lan yang hampir diperkosa itu mana mau melepaskan kesempatan yang susah payah didapatnya dalam pertarungan hidup dan mati itu" Begitu melihat Lauw Nen telah mendekat, hatinya menjadi lebih gelisah lagi, dan buru-buru ia berbalik; kepalanya ke bawah dan kakinya ke atas, menyelam ke dasar sungai. Dengan demikian ia mengharapkan dapat lolos dari kejaran Lauw Nen yang tidak begitu pandai berenang. Setelah Lauw Nen berteriak, hanya terdengar desiran dan muncratan air, bayangan Go So Lan telah lenyap, buru-buru ia pun ikut menyelam. Kini, keduanya telah mengikuti anak sungai itu. Hilir dekat di muara, air sungai itu mengalir lebih deras lagi dan airnya pun sangat keruh. Walaupun Lauw Nen membuka matanya lebar-lebar namun ia tetap tidak dapat melihat apa-apa, sedangkan pedangnya ditusuk-tusukkannya ke depan berkalikali. Lalu ia merasa tusukannya itu mengenai sesuatu, buruburu ia timbul ke atas permukaan air. Dilihatnya dalam arus sungai itu terdapat darah. Namun darah itu cepat sekali ditelan oleh arus yang deras, sedangkan Go So Lan tak pernah timbul lagi. Hati Lauw Nen terperanjat, ia hanyut beberapa kaki, dan suara itu kian lama kian lebar. Kalau tidak buru-buru menepi, mungkin ia akan mati hanyut dalam sungai itu! Berpikir hingga disitu, buru-buru Lauw Nen menepi. Setelah bersusah payah, barulah ia sampai di darat. Terasa tubuhnya letih sekali. Ia tak dapat bertahan lebih lama lagi dan roboh terkulai di tanah, napasnya tersengal-sengal tak bedanya dengan seorang yang telah mati. Tetapi kini, rasa takut dalam hatinya lebih memuncak lagi! Go So Lan telah kabur, semua gerak geriknya akan terbuka dan dunia kang ouw takkan mentolerilnya. Ia sendiri tak tahu apa hukumannya nanti" Namun ia tahu, berbaring di tanah itu bukanlah suatu akal yang baik. Kini satu-satunya akal adalah menyamar dan bersembunyi dulu. Kalau ada kabar berita, baru mengambil suatu keputusan. Ia melemparkan baju jubahnya dan membungkus pedangnya dengan sehelai kain lalu diapirnya di bawah ketiaknya. Dengan rambut terurai dan pakaian yang masih basah, ia menggelinding di atas tanah mengotorkan bajunya dan tampaklah ia sebagai pengemis kotor lalu melangkah maju. Di fajar hari, ia membeli beberapa makanan kering di sebuah desa kecil, hari berikutnya ia hanya bersembunyi di hutan, dimana ia mendengar orang-orang pada ramai membicarakan anak Ching li pang yang pada binasa semuanya, tidak ada satu pun yang hidup. Mendengar cerita orang-orang itu, tubuh Lauw Nen menjadi lemas. Hampir saja ia terkulai di pinggir jalan. Namun ia mendengar terus, lalu ia merasa gembira. Rupanya ketika ia mendengar anak buah Ching li pang binasa semuanya, ia masih mengira karena terbunuh oleh jago-jago silat yang diundang oleh ke-73 piauw kek untuk membalas dendam, maka anak buah Ching li pang mati semuanya. Tetapi setelah ia mendengar kelanjutannya, bukanlah begitu halnya. Eempat hari yang lalu setelah anak buah Ching li pang mengambil seluruh intan berlian dari dasar sungai, semua dari atas sampai ke bawah pada berpesta pora untuk merayakan kemenangan mereka. Entah bagaimana, di dalam arak mereka telah dicampur dengan racun. Maka hari berikutnya semuanya keracunan dan mati. Hanya pang cu seorang dan 12 kereta harta benda itu lenyap entah kemana perginya. Dengan demikian dapatlah ditebak jalan ceritanya. Bahwa pang cu itu berniat makan sendiri harta benda itu, maka ia meracuni anak buahnya dan ia sendiri kabur berikut ke-12 kereta harta benda itu! Mendengar sampai disini, hati Lauw Nen menjadi lega. Ia masih teringat akan pertanyaannya pada Chen pang cu, setelah merampok kereta barang itu apa langkah berikutnya. Yang dijawab oleh Chen pang cu bahwa ia mempunyai rencananya sendiri. Lauw Nen tidaklah menduga dari semula bahwa Chen pang cu itu telah berniat sejahat ini! Kepergian Chen pang cu sekali ini, tentu saja ke ujung langit. Bersembunyi dan mengganti namanya, tidak lagi berkelana di dunia kang ouw. Dengan demikian, tentu saja ia takkan menyebut-nyebut nama Lauw Nen lagi. Sedangkan orang yang pernah melihat dirinya telah binasa seluruhnya dan tak mungkin menyebutkan roman mukanya lagi. Kini hanya tinggal Go So Lan seorang. Namun andaikata Go So Lan telah tertolong, tentu ia telah membongkar rahasia kejadian itu dan akan menggemparkan dunia kang ouw. Kini telah lewat beberapa hari, kenapa tidak ada berita sedikit pun" Dengan hati was-was, ia menuju ke kota Kouw So. Dua hari kemudian, ia telah tiba di luar tembok kota Kouw So dan mendengar orang-orang bercerita tentang anak gadis Go Thian Kheng si jago silat dari Kang Lam... Go So Lan, telah diketemukan orang menjadi mayat terapung-apung di sungai Yangze. Pakaiannya robek-robek, seakan pernah diperkosa orang. Hati Lauw Nen tiba-tiba menjadi lega, ia tahu ia telah selamat. Pada hari itu juga,ia masuk ke dalam kota. Dibelinya lagi pakaian yang mewah, bersenang-senang beberapa hari di kota itu baru ia pulang ke rumah. Setelah ia sampai di rumah, peristiwa itu telah tersebar luas di seluruh kalangan dunia kang ouw. Ada beberapa jago silat dari Kang Lam yang kebetulan bertamu di rumah Lauw Thian Hauw dan meminta Lauw Thian Hauw sudi turut serta mencari pembunuhnya. Namun tidak seorang pun menyangka, salah satu pembunuhnya adalah anak Lauw Thian Hauw sendiri. Peristiwa itu, hanya Lauw Hung yang curiga pada adiknya; dan telah bertanya berkalikali pada Lauw Nen. Walaupun Lauw Nen membantah, tapi setelah dipaksa oleh Lauw Hung terdapat banyak sekali kejanggalan dalam ceritanya. Maka dalam hati Lauw Hung, ia telah mengetahui bagian jalannya peristiwa itu. Tapi karena Lauw Hung sendiri pernah menyerakahi dua butir mutiara, dan telah membantu orang jahat mencari buku silat Go Thian Kheng, dan menyebabkan Go Thian Kheng kesurupan karena mempelajari 'Thian Cing 24 jurus' palsu. Maka walaupun ia telah mengetahui sedikit latar belakangnya, karena ia sendiri pun pernah berbuat serong maka tidak berani berkata apa-apa. Sang waktu berlalu cepat sekali, bagaikan anak panah terlepas dari busunya. Sekejap saja telah lewat beberapa tahun dalam masa ini. Ke-73 piauw kek terus mengundang jago-jago silat untuk mencari jejak pembunuh, namun sedikitpun tidak berhasil. Mula-mulanya hati Lauw Nen tidak tenteram, jangan-jangan akan ketahuan. Tapi lama kelamaan,ia tahu lolos dari kejaran dan hatinya pun menjadi tenang tenteram. Namun hari ini, bagikan halilintar menyambar di siang hari bolong, So Beng Hiat In muncul di tembok rumahnya! Ketika Lauw Nen mengetahu So Beng Hiat In muncul di rumahnya, perasaan nyeri dalam hati Lauw Nen tidak terlukiskan; perasaan ketakutannya berlipat ganda dibanding dengan ketika ia menepi dari sungai dan tidak jelas apakah Go So Lan masih hidup atau telah mati. Walaupun ia tahu ilmu pedangnya telah maju sangat pesat dalam tempo belakangan ini, tapi kalau mau bertanding So Beng Hiat In yang tiada lawan itu, ilmunya masih jauh sekali. Kalau mau hidup, ia harus minta pertolongan ayah dan kakaknya untuk menghadapi musuh secara bersama-sama. Masa, dalam saat yang segenting ini, mereka membiarkan darah dagingnya sendiri begitu saja" Maka ia mau tak mau menceritakan kejadian itu dari awal hingga akhirnya. *** Lauw Thian Hauw duduk di atas kursi, terasa tangan kakinya menjadi dingin, keningnya mencucurkan keringat, mengalir ke bawah bagai anak sungai. Ia sama sekali tidak Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menyangka bahwa ia... Lauw Thian Hauw si Singa Emas, orang yang setenar itu dalam dunia kang ouw, malah anaknya dapat berbuat begitu. Kejadian yang dilakukan anak gadisnya saja sudah cukup mengagetkan orang, tetapi anaknya adalah pembunuh yang telah dicari bertahun-tahun oleh jago-jago silat yang diundang oleh ke-73 piauw kek. Walaupun Lauw Thian Hauw telah kenyang maka asam garamnya dunia kang ouw, kini tangan dan kakinya pun tak tertahan lagi menjadi dingin. Lauw Hwie dan Lauw Jok Hong bertiga hanya berdiri di kejauhan, seakan Lauw Nen mempunyai penyakit menular saja layaknya. Lauw Nen melihat keadaan yang tidak menguntungkan baginya, buru-buru ia membongkokkan kakinya berlutut ; "Thia," teriaknya. Lauw Thian Hauw menarik napas panjang, tadinya ia ingin membentak Lauw Nen, tapi napasnya baru tertarik separuh, tak dapat diteruskannya. Lalu ia menghela napas dan berkata dengan lesu : "Binatang, binatang, buat apa kau panggil aku lagi sekarang?" Lauw Nen melangkah maju dengan lutunya : "Thia, aku sudah tahu salah, berapa tahun ini, aku tak pernah melakukan kejahatan lagi." "Itu masih belum cukup ya" Cukup untuk mengundang So Beng Hiat In untuk datang ke rumah kita. Aku kira, kau tidak perlu berlutut di hadapanku, kau berlutut saja di hadapan tembok itu. Apa daya kami untuk menolong kau?" berkata Lauw Thian Hauw yang sampai pada akhirnya telah tenang. Lauw Nen adalah anaknya, tulang dagingnya sendiri. Kalau mati di tangan So Beng Hiat In, tentu ia merasa sedih. Tapi dalam keadaan seperti sekarang, kalau tidak mengorbankan seseorang, hal itu tidak akan beres. Sedangkan kelakuan Lauw Nen sepatutnya menerima hukuman mati. Ia tidak dapat mengampuni anaknya sendiri, dan memaksanya berlutut di hadapan tembok. Dengan demikian di kalangan kang ouw ia akan memperoleh nama KSATRIA SEJATI karena demi kebenaran telah membinasakan darah dagingnya sendiri. Pada saat-saat kejadian yang memalukan itu terjadi, satu demi satu memang ia harus mengambil suatu langkah yang menggemparkan untuk mempertahankan nama baiknya dalam dunia kang ouw. Sepasang matanya menatap tajam pada Lauw Nen, hatinya pun merasa perih. Namun dalam suara bentakannya yang keras, tidak ada orang yang merasakan keperihannya itu. Bentaknya dengan jelas : "Binatang, kau melakukan kejahatan seberat ini, bukan saja aku menghendaki kau berlutut di hadapan bayangan darah itu, aku pun mau mengundang Ching Pwe dari dunia kang ouw, aku mau mengumumkan pemutusan hubungan antara kita sebagai ayah dan anak!" Lauw Nen makin dengar, mukanya makin pucat. Setelah ucapan Lauw Thian Hauw berakhir, mukanya telah pucat bagai sehelai kertas. Katanya dengan suara gemetar : "Thia... sungguh engkau tidak mau menghiraukan aku lagi" Dan menginginkan kematianku?" "Manusia seperti kau ini, bagaimana aku harus menghiraukan kau?" kata Lauw Thian Hauw. Tadinya Lauw Nen berlutut di atas tanah, tiba-tiba ia beranjak berdiri : "Kalau tidak mau menghiraukan aku lagi, sampai akhirnya pun aku harus mati, dan aku pun tidak mau menghiraukan kalian juga." "Teriak Lauw Hung yang berdiri di samping dengan nyaring : "Apa maksud kata-katamu itu?" Berkata Lauw Nen dengan perlahan : "Yen cung cu yang mati disini, siapa yang melakukannya" Biar bagaimana pun aku mati, tentu saja aku tidak dapat menghiraukan siapa-siapa lagi, dan akan ku ceritakan dengan terus terang." Baru habis ucapan Lauw Nen itu, terdengar suara "cring". Pedang Lauw Hung telah menghunus dan menuju ke dada Lauw Nen! Lauw Nen mengangkat tangannya dan ia pun telah menghunuskan pedang menghadang serangan Lauw Hung, tapi ilmu silat Lauw Hung jauh lebih tinggi daripada Lauw Nen. "Cring" kedua pedang itu beradu, tiba-tiba Lauw Hung memutar tubuhya mengeluarkan jurus 'Hiang hung tu seng' (angin puyuh gemuruh), tangan Lauw Hung pun ikut berputar, setelah putaran itu, sebuah tenaga dahsyat mengarus ke tangan Lauw Nen dan menggoncangkan ke lima jarinya hingga mementalkan pedang yang tergenggam dalam tangan Lauw Nen, dan pedang itu terus melayang ke arah tiang dan menancap! Muka Lauw Nen menjadi pucat, buru-buru ia mundur setindak. Lauw Hung mengulurkan pedangnya menuding dada Lauw Nen. Bentak Lauw Thian Hauw : "Tunggu dulu!" Sinar mata Lauw Hung memancarkan kebengisan yang haus darah. Ia tidak menghiraukan sesuatu, ia ingin membinasakan Lauw Nen dulu baru bicara kemudian. Pada detik bentakan Lauw Thian Hauw itulah, pedang yang tergenggam dalam tangannya itu telah ditusukannya ke depan! Pedangnya itu, tadinya telah menempel di dada Lauw Nen, boleh dikatakan Lauw Nen tidak dapat mengelak lagi. Ia berteriak, menunjukkan ia tidak rela binasa begitu saja. Dan pada detik itu, Lauw Thian Hauw telah mengulurkan tangannya mencekal bahu kanan Lauw Hung. Ilmu silat Lauw Hung lebih tinggi dari adiknya, dapat dalam satu jurus saja menaklukkan Lauw Nen, namun dibandingkan dengan Lauw Thian Hauw, ia masih kalah jauh. Lauw Thian Hauw menekankan tangannya di atas bahu Lauw Hung, hingga membuat tubuhnya menjadi lemas dan tidak dapat bergerak. Biarpun ia ingin menusukkan pedangnya tapi apa daya ia tidak dapat mengeluarkan tangannya barang sedikitpun. Pedang panjangnya hanya terus menekan di dada Lauw Nen dan tidak dapat ditusukannya,hatinya menjadi marah : "Thia, engkau menahan aku buat apa" Apakah memang mau membiarkan dia menceritakan segalanya itu supaya kita semuanya tidak bisa hidup lagi?" "Kalau dia mati bagaimana" Apa kata kita kalau So Beng Hiat In datang?" kata Lauw Thian Hauw. "Katakan saja, dosanya tak terampunkan. Kami telah membunuhnya!" sahut Lauw Hung. "Dan kau sendiri" Dan kamu semuanya" Siapa di antara kamu yang bersih?" kata Lauw Thian Hauw. Lauw Hwie dan Lauw Jok Hong berdua, tadinya mereka hanya berdiri di samping saling pandang memandang, perasaan mereka lega sekali. Tapi begitu mendengar perkataan 'siapa di antara kamu yang bersih"' wajah mereka menjadi berubah. Untung pada saat itu tidak ada orang yang memperhatikannya. "Tidak boleh. So Beng Hiat In datang untuk mencabut nyawanya, siapa berani turun tangan membunuhnya lebih dulu?" berkata Lauw Thian Hauw. Ayah dan anak itu sedang membincangkan seseorang yang sangat asing bagi mereka. Mereka tidak menyangka bahwa yang mereka perbincangkan itu adalah darah daging mereka sendiri. "Oh ya, totok saja jalan darah dagunya, supaya ia tidak dapat sembarangan bicara!" kata Lauw Hung. Keringat Lauw Nen mengucur bagai air hujan. Teriaknya dengan kuat : "Bagaimana kamu dapat memastikan bahwa yang dicari So Beng Hiat In pastilah aku?" Begitu ucapannya keluar, semua orang terperanjat. Tangan Lauw Thian Hauw yang ditekannya di atas bahu Lauw Hung menjadi kendor, dan Lauw Hung tidak menggunakan kesempatan itu untuk menusuk Lauw Nen. Karena perkataan Lauw Nen itu terus menusuk ke dalam hatinya, andaikata So Beng Hiat In datang untuk mencari Lauw Nen, itu pun belum pasti. Kelakuannya sendiri, apa tidak cukup untuk mengundang So Beng Hiat In datang ke rumah" Dan lagi, kalau sekarang Lauw Nen dibunuh, taruhlah So Beng Hiat In datangan untuk menari Lauw Nen, kalau ia datang tidak mendapatkan orang yang dicarinya, itupun tak beres sampai disitu saja. Walaupun hati Lauw Nen agak nyeri, tapi mulutnya masih berkeras. Teriaknya : "Baik, yang lain tidak becus, becusnya cuma mencelakai orang tua dan kakak adiknya saja." Wajah Lauw Nen menjadi jelek sekali, namun perkataannya sangat tenang : "Itu pun tidak dapat menyalahkan aku, SBHi datang, kamu tidak mencariakal untuk menghadapinya tapi mau mengambil aku sebagai kambing hitam. Hm, hm, kamu tidak membicarakan hubungan darah daging antara kita, kenapa aku harus membicarakannya?" Ucapan Lauw Nen itu membuat keringat Lauw Thian Hauw bercucuran bagai hujan. Ia memang belum pernah memikirkan orang rumahnya bisa jadi demikian kalau menghadapi bencana maut! Ya, apakah Lauw Nen dapat disalahkan" Kalau bukan dirinya sendiri yang memikirkan membuat Lauw Nen sebagai kambing hitam, mana pula Lauw Nen dapat mempunyai niat begitu dan berkata sedemikian rupa" Lauw Thian Hauw betul-betul merasakan dirinya telah tamat. Tadinya ia ingin menutupi kejadian ini, unttuk mempertahankan naman tenarnya sebagai Toa hiap, selama ini ia terus dihormati oleh orang-orang sebagai Toa Hiap. Dalam sanubarinya sendiri ia pun telah menganggap dirinya memang betul-betul seorang Toa hiap budiman. Segala sepak terjangnya ia telah lupa sama sekali. Ketika ia masih ingin mempertahankan ketenaran namanya, dalam hatinya memang menganggap dirinya sebagao orang Toa hiap biarpun memiliki julukan sebagai Toa hiap namun dalam tulangnya ia adalah orang kerdil yang kecil sekali. Pada saat ini kecuali tertawa pahit, ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Keadaaan Lauw Hung rupanya sama saja dengan keadaannnya. Ia pun berdiri mematung. Maka Lauw Nen pucat pasi, menuggu ayah dan kakak yang dianggapnya sebagai musuh yang mau menyerangnya. Di satu pihak ia harus mengelak dari serangan mereka, di lain pihak ia harus menggunakan tenaga kedua orang itu untuk menghadapi So Beng Hiat In. Karena dengan tenaganya seorang, biar bagaimana pun ia bukanlah tandingan So Beng Hiat In. Hatinya kacau balau, ketegangan emosinya pun telah memuncak. Mereka bertiga berdiri terpaku. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua saling melemparkan pandangan, pelan-pelan tubuh mereka telah mundur keluar. Mereka melihat tidak ada orang yang memperhatikan mereka, mempercepat langkah mereka. Sekejap saja mereka telah tiba di pinggir empang. Setibanya di empang, mereka berdua sama-sama merasa lega. Mereka maju terus melalui tonggak rahasia di bawah permukaan air sampai ke seberang dan berhenti di sebuah gunung-gunungan. Berkata Lauw Jok Hong : "Moy cu, untung sekali, tampaknya... permainan itu bukan mencari kita." berhenti sejenak, lalu sambungnya : "Ya, kemungkinan besar mencari Toa ko, mungkin Toa ci, persoalan kita sangat rahasia, tidak mungkin diketahui orang." Setelah Lauw Jok Hong habis berkata, sambung Lauw Hwie : "Tetapi Ji ko, malam itu, kita mendengar suara Kim (semacam gitar), yang mengalun dekat sekali. Namun setelah kita cari, kita tidak menemukan orangnya. Hal ini terus menjadi ganjalan dalam hatiku!" Mendengar ucapan Lauw Hwie, muka Lauw Jok Hong menjadi berubah, tapi ia masih berkeras kepala : "Aku kira tidak apa-apa, taruhlah ada orang yang lewat, belum tentu ia tahu apa yang sedang kita kerjakan. Andaikata orang itu berniat mengintip, masa dia membunyikan Kim-nya?" "Itu pun sulit dikatakan, waktu itu, kita sedang turun tangan, mungkin orang yang membunyikan Kim itu telah tahu perbuatan kita dan dengan suara Kim itu ia memperingati kita?" kata Lauw Hwie. Ucapa Lauw Hwie itu terus menusuk ke tulang punggung Lauw Jok Hong. Dan pada saat ini, mereka berdua seakan mendengar suara Kim mengalun dari kejauhan. Mendengar suara Kim itu, hati mereka tertawa pahit, rasa curiga timbul, tapi tidak salah lagi, bulu roma mereka berdiri ketika memikirkan suara Kim pada malam itu. Dan kini betul-betul suara Kim itu mengalun di udara" Ini tidak lain hanyalah sebuah khayalan belaka! Bahkan mereka masing saling pandang dan tertawa riang. Tetapi hampir pada detik itu juga mereka merasa tidak ada yang lucu lagi. Suara Kim itu kian lama kian dekat, makin lama makin jelas. DAn mereka dapat mendengar suara Kim itu, persis seperti nada pada malam itu, nada yang hampa. Dalam kehampaan nada Kim itu, terus mendesakkan perasaan yang menyerikan. Ada kalanya, ketika suara Kim itu menjadi tinggi dan nyaring bagai dapat mengorek mengeluarkan hati manusia dari dalam dada! Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua telah berubah. Mereka mendengar suara Kim itu makin lama makin dekat, dan telah tiba di tembok pekarangan, lalu berhenti. Waktu itu suara Kim yang dapat memecahkan empedu mereka itu hanya berjarak dua tiga tombak saja dari mereka. Tubuh Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua, seperti direndam dalam air saja layaknya, terus bergemetar. Perasaan yang ada di muka mereka ketika menyaksikan pertengkaran antara Lauw Hung dan Lauw Nen tadi, entah telah lenyap kemana. Mereka terpaku lama sekali, suara Kim yang mengerikan itu pun berlangsung terus. Antara mereka berdua, Lauw Hwie yang lebih tenang dulu. Ia menggigit bibirnya dan berkata dengan suara perlahan : Ji ko, masa kita menunggu mati?" Hati Lauw Jok Hong kacau balau, tidak berakal. Mendengar ucapan itu, ia hanya membalik-balikkan matanya memandang adiknya. "Kau seorang jantan bukan, bicara dong," kata Lauw Hwie. "Aku... mau bicara apa?" Lauw Jok Hong tertawa pahit. Lauw Hwie memutar biji matanya : "Kita bertindak cepat, aku rasa orang itu berada di bawah tembok. Perlahan-lahan kita naik ke tembok, dari atas menyerang ke bawah sec ra tiba-tiba. Biar pun ia berilmu tinggi, ia pasti tidak luput dari serangan gelap kita." Lauw Jok Hong dengar, semangatnya berlipat ganda : "Ya, paling tidak kita dapat melihat bagaimana orangnya yang membunyikan Kim itu." "Kau mengendor lagi," kata Lauw Hwie. "Ya, kita bunuh diam-diam dan kita tidak perlu kuatir lagi," berkata Lauw Jok Hong. Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tubuh mereka melesat ke depan. Jarak dua tembok sebentar saja telah sampai, mereka menempelkan teling ke tembok. Suara Kim itu lebih jelas lagi, orang yang membunyikan Kim itu tidak salah lagi, benar-enar berada di luar tembok. Pasti ia duduk bersandar tembok, kalau tidak suara Kim itu tidak mungkin sejelas ini. Mereka mencari arah yang tepat, lalu melonjak. Tembok pekarangan itu memang tidak begitu tinggi, begitu mereka melonjak, tangan mereka telah dapat mencekal atasnya. Hati keduanya merasa tenang sekali, mereka menahan napas, pelan-pelan menongolkan kepala mereka. Ketika kepala mereka menongol separuh, mereka telah dapat melihat orang yang membunyikan Kim itu. *** BAGIAN ENAM Betul saja, orang itu bersandar pada tembok. Pakaiannya compang camping penuh dengan tambalan-tambalan. Walaupun pakaian itu butut, tapi bersih sekali. Rambutnya telah beruban dan acak-acakan tak karuan. Orang itu duduk dengan menyilakan kakinya, memangku sebuah Kim di dengkulnya. Walaupun itu adalah sebut Cit Sian Kim (Kim bersenar tujuh), namun kini senarnya hanya tinggal tiga buah saja, maka suaranya sangat hampa. Sedangkan badan Kim itu hitam legam, sedikitpun tidak menarik. Orang itu tampaknya sedikitpun tidak mengetahui bahwa di atas kepalanya ada orang yang sedang mengintainya. Ia masih dengan asyiknya memainkan Kim-nya. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua, melihat orang yang memainkan KIm yang membuat hati mereka berdebar-debar itu adalah seorang yang bertampang pengemis, dan merasa geli atas perasaan ketakutan mereka tadi. Lauw Jok Hong menggoyang-goyangkan tangan pada adiknya dan menunjuknunjuk ke rumah empang. Maksudnya adalah orang tua itu tidak patut diperdulikan, biarlah kita pulang saja. Namun Lauw Hwie geleng-geleng kepala, dan menunjuk-nunjuk pada pedang yang tergantung di pinggangnya. Lalu menunjuknunjuk pada orang tua itu. Tentu saja Lauw Jok Hong mengerti maksudnya, ialah membunuh orang tua itu. Lauw Jok Hong pun telah tahu, setelah kemunculan bayangan darah itu, suasana rumahnya telah berubah sama sekali. Dalam keadaan begini, hendaknya tak ada lagi hal-hal yang memusingkan. Tentu saja ada satu hal yang baik, kalau tidak membunuh orang tua itu dan membiarkannya pergi. Walau orang tua itu tidak mencurigakan, tapi suara Kim yang hampa itu persis suara yang didengar mereka pada malam itu. Demi keselamatan diri sendiri, lebih baik turuti saja kehendak adiknya. Dan ia tidak berpikir lama-lama, lalu mengangguk. Mereka bergerak serentak, menghunus pedang mereka dengan pelan-pelan. Mereka bergerak dengan sangat berhatihati sekali. Boleh dikatakan tidak membuat suara sedikitpun. Pedang mereka telah terhunus, tangan kanan mereka menekan ke tembok, dan tubuh mereka telah meninggi lagi. Kini mereka telah berjongkok di atas tembok, sedangkan orang tua yang berada di bawah mereka itu masih tetap memainkan Kim-nya. Mereka berdua bersamaan menarik napas, mengacungkan pedang. Tiba-tiba tubuh mereka melonjak melesat menyerang leher orang tua itu, yang satu kanan, yang satu kiri. Tusukannya keduanya cepat sekali, kalau mengenai sasarannya, jangan-jangan pedang mereka itu dapat terbenam sampai ke gagangnya ke dalam leher orang tua itu. Sedangkan mereka berdua mengira dengan serangan itu, pastilah tepat mengenai sasaran. Tetapi perubahannya betul-betul di luar dugaan mereka berdua. Ketika menusukkan pedang mereka secara kilat, orang tua yang seakan tidak tahu apa-apa itu dengan tiba-tiba mengangkat Kim-nya dan diletakkannya di atas kepalanya. Karena gerakan orang itu sangat cepat sekali, maka ketika ia meletakkan Kim-nya ke atas kepalanya ketiga senarnya berbunyi karena kena getaran. Dan pada saat itulah kedua pedang Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie telah tiba, namun bukan mengenai leher orang tua itu tapi mengenai Kim itu, dan menimbulkan suara "cring cring" dua kali. Rupanya Kim itu terbuat dari besi! Mereka berdua kaget bukan kepalang tanggung, dalam kekagetan itu, mereka sempat berjungkir balik di udara sekali, lalu turun agak jauhan. Dan orang tua itu pun telahmeletakkan kembali Kim-nya ke atas dengkulnya, dan memainkannya seperti tidak pernah terjadi sesuatu saja layaknya. Suara Kim masih tetap hampa. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua baru tahu lawannya bukanlah orang sembarangan dan mereka menjadi terpaku berdiri mematung. Tetapi ketika merekamelihat orang itu betul-betul seorang pengemis yang telah keriputan, bukan saja telah tua sekali malah matanya hanya ada putihnya saja, seorang yang buta. Setelah mereka mengetahui lawannya adalah seorang tua y ang buta, keberanian mereka telah timbul kembali. Lauw Hwie menudingkan kembali pedangnya, baru saja ia ingin menyerang, orang tua itu telah bersuara : "Kamu masih mau menyerang lagi?" Suara orang tua itu, sama seperti suara Kim-nya, tinggi dan menusuk telinga. Lauw Hwie ertegun dan tidak jadi menyerang. Lalu bentaknya dengan menebalkan mukanya : "Siapa kau?" Orang tua itu masih tetap memainkan Kim-nya, sekali membunyikan suara sing atau sang dengan pelan sekali, seraya berkata : "Kim aku kini,tadinya mempunyai senar 7 buah. Yang satu putusnya cepat sekali, putus di bawah tangan seorang Hwe shio suci Kim Hok Liauw Kong dari Go Bi. Hei, hei! Ketika itu aku masih sangat muda, tidak berpengalaman, aku sendiri yang mencari kesukaran itu; Yang kedua putus di bawah tangan Thian Eng Cu dari Miauw Ciang; yang ketiga putus di Pei Hai, diputuskan oleh sepasang suami istri dari pulau Sian Bu; yang keempat putus di bawah tangan Cung Im Su Tay dari Tong Lam. Sejak dari itu, selama dua puluh tahun ini, masih ada tiga buah yang tertinggal. Kamu ini siapa" Berani menyerang aku secara gelap?" Ia telah ngoceh panjang lebar, namun tetap belum menyebutkan siapa dirinya. Tetapi ocehannya itu bukanlah ocehan sembarangan, karena beberapa orang yang pernah disebutnya tadi adalah jago-jago silat aliran putih maupun hitam. Rupanya ia pernah bersilat dengan mereka, tentu saja orang ini mempunyai latar belakang yang hebat. Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie berdua, tak tertahan lagi mengucurkan keringat. Agaknya Lauw Hwie lebih cerdik, katanya : "Rupanya Cian Pwe adalah jago silat. Ai, tadi kami melihat dari atas tembok,Cian Pwe mirip sekali dengan seorang bajingan dari Cok San Kauw yang berhasil meloloskan diri dari tangan kami beberapa hari yang lalu, maka kami turun tangan secara mendadak. Semuanya ini adalah salah sangka, harap Cian Pwe jangan marah dan kami minta diampuni atas kelancangan kami tadi." Lauw Hwie sambil bicara sambil membuang pandangan pada Lauw Jok Hong. Setelah ucapannya habis, tidak perduli lagi apakah lawannya melihat atau tidak, lalu bersama-sama Lauw Jok Hong membongkok memberi hormat. Orang tua itu tampaknya seperti melihat saja, setelah mendeham, katanya : "Tidak berlutut mengetuk kepala?" Lauw Hwie dan Lauw Jok Hong berdua semuanya adalah orang yang sering dimanjakan. Mereka mau minta maaf, semuanya karena hati mereka mempunyai suatu cacad. Setelah mendengar ucapan orang tua itu, mereka menjadi marah. Lauw Jok Hong yang paling tidak sabar, ia menarik napas ingin membentak. Walaupun Lauw Hwie marah juga dalam hatinya, ia pun tahu dalam keadaan begini, wibawa ayahnya tidak dapat diandalkan lagi. Lebih baik tidak menyakiti orang. Maka ia sengaja menekan amarahnya : "Ucapan Cian Pwe itu bukankah agak keterlaluan?" Orang tua itu tertawa dingin : "Itu sudah ramah sekali. Apakah kalian mau mencoba yang lainnya?" Lauw Hwie membuat suatu gerakan tangan pada Lauw Jok Hong seraya maju : "Bagaimana yang lainnya itu?" Orang tua itu menengadah, dalam sepasang matanya tidak ada sedikitpun hitamnya, hanya membalik-balikkan mata putihnya saja, sangat menyeramkan. Katanya : "Tidak apaapa, hanya..." ucapannya baru sampai disini, Lauw Hwie telah menggoyangkan tangan kanannya. Berikut goyangan tangannya, "Cring" suatu bunyian per rahasia, tiga buah belati pendek kecil telah melesat ke depan dengan kecepatan guntur. Lauw Hwie sangat cerdik, ketiga belati itu tipisnya seperti kertas, tajammnya bukan main, hasil tempaan tukang besi yang sangat pandai yang diupahnya sangat mahal. Ketiga belati itu ditaruh dalam sebuah tempat dalam lengan bajunya, dalam tempat terdapat sebuah per yang keras sekali. Kalau saja tangannya menyentuh per itu, ketiga belati kecil akan melayang ke depan dengan kecepatan guntur, keluar dari lengan bajunya. Memang adalah suatu cara membunuh orang tanpa bayangan, kejam sekali! Waktu itu Lauw Hwie telah dekat sekali dengan orang tua itu, begitu mengangkat tangannya, ketiga buah belati kecil telah melayang ke depan dengan kecepatan tinggi, orang tua itu boleh dikatakan tidak ada kesempatan lagi untuk mengelak. Betul saja, orang tua itu mengeliat, ketiga belati itu telah menancap dalam tubuhnya! Yang satu menancap di bahu, yang satu menancap di dada, yang satu lagi di ketiaknya. Tenaga ketiga belati itu besar sekali, tancapan hampir membenam hingga ke gagangnya. Lauw Hwie karena sudah tahu kepandaian lawannya sangat lihai, maka ia menggunakan cara gelap itu untuk menyerah musuhnya. Ketika ketiga belati itu belum dilepaskannya, hatinya memang sangat kaget. Andaikata hal itu tidak sangat mendesak, ia takkan menggunakan cara ini. Setelah ketiga belati itu dilepaskannya, dan berhasil, ia menjadi sangat girang, teriaknya : "Ji ko, kita berhasil!" Hati Lauw Jok Hong pun sangat girang, katanya : "Moy cu memang lebih pandai!" Mereka berdua kegirangan dan tidak memperdulikan lagi orang tua yang telah tertancap tiga buah belati itu. Mereka menganggap ketiga belati itu mengenai tempat yang mematikan orang tua itu. Kalau tidak mati, pasti luka parah. Namun pada saat-saat mereka bergembira, tiba-tiba mereka mendengar orang tua itu bicara dengan menyeramkan : "Kegembiraan kamu masih belum cukup" Ucpaan yang dingin itu mengalun ke telinga Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie, batok kepala mereka seakan dibuka orang dan disirami dengan air es. Keduanya terpaku, buru-buru membalik tubuh mereka. Dilihatnya orang tua itu masih saja duduk di tempat tadi, ketiga belati kecil itu masih menancap di tubuhnya. Tapi tidak ada gejala apa-apa, dan tempat tancapan belati itu sedikit pun tidak mengeluarkan darah. Mereka berdua berdiri mematung, entah apa yang harus mereka perbuat. Dan orang itu tertawa dingin lagi : "Tidak salah, ketiga belati itu ditempa dengan hebat sekali, kamu mau memberikannya padaku dengan kekerasan, dan aku tidak mau menerimanya. Nih, ku kembalikan," katanya seraya membusung-busungkan dadanay. "Bleb" sebuah suara, belati yang tertancap di dadanya itu melanting keluar dengan cepat sekali, tenaganya lebih hebat dari pada ketika keluar dari lengan baju Lauw Hwie tadi. Mereka berdua menjadi kaget dan terpaku melihat belati itu telah melayang ke hadapan mereka. Tapi karena saking kagetnya, mereka berdua tidak tahu mengelak, dalam sekejap saja mereka berdua merasa kepala mereka sejuk, rambut mereka telah rontok. Merea mengangkat tangan mencoba kepala mereka, tak tertahan lagi kaki mereka menjadi lemas, hampir saja tidak dapat berdiri lagi. Rupanya ketika mereka meraba kepala mereka, bukan rambut yang teraba tapi kulit kepala. Rupanya rambut mereka telah terbabat habis oleh belati tadi yang melayang di atas kepala mereka. Mereka sama-sama tahu, kalau belati itu terbang lebih rendah sedikit lagi, mungkin batok kepala mereka pun akan terbabat pula. Sampai disini, hati mereka mau tidak mau telah bergidik. Kata orang tua itu : "Yang dua lagi kamu mau aku kembalikan ke tempat mana?" Lauw Jok Hong membalikkan tubuhnya ingin kabur, tapi baru saja ia melangkah dua tindak, kedua kakinya telah gemetaran dan saling beradu sehingga tidak dapat melangkah lebih jauh lagi. Walaupun Lauw Hwie lebih cerdik, ia pun berdiri mematung, tidak dapat bersuara. Orang yang meluncurkan ketiga belati ini, datang ke depan aku!" kata orang tua itu. Ketika mendengar peerkataan itu, telinga Lauw Hwie mendengung, matanya berkunang-kunang. Mana ia berani maju ke depan" Berkata orang tua itu lagi : "Kalauaku mau mencabut nyawamu, apakah aku harus menyuruh ke depan aku baru dapat turun tangan" Ayo cepat!" Mendengar ucapan itu, semangat Lauw Hwie baru tenang, memang itu suatu kenyataan. Ia mengumpat dalam hatinya, ilmu silat orang tua itu begitu tinggi, mana mungkin bisa lolos dari tangannya, lebih baik turuti perintahnya. Maka Lauw Hwie melangkah dengan gerakan yang gemetaran. Tiba di hadapa orang tua itu, ia melihat orang tua itu mengeluarkan tangannya merobek pakaiannya yang sebelah kanan sebagian, dan dilihatnya daging orang tua itu bagai besi. Lauw Hwie tidak tahu apa yang hendak dilakukan orang tua itu, terdengar orang tua itu bersuara : "Cabutlah kedua belati ini!" Lauw Hwie mengiyakan, diulurkannya tangannya mencabut belati yang tertancap di bahu orang tua itu. Hatinya berdebardebar, karena ketika ia mencabut belati yang hampir terbenam hingga ke gagang itu ia melihat belati itu memang telah menancap di tubuh orang tua itu, tapi tidak melukai kulit maupun dagingnya. Ketika belati itu melesat menyambar tubuh orang tua itu, tubuh orang tua itu seakan dapat membuat suatu lubang kecil yang persis dapat menempatkan belati itu ke dalamnya. Biarpun Lauw Hwie dibesarkan di tengah-tengah keluarga Bu lim, sepanjang tahun jago-jago silat dari segala aliran dan perkumpulan datang ke rumahnya untuk suatu kunjungan kehormatan, pengetahuan Lauw Hwie cukup luas; tetapi suatu Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ilmu silat yang tinggi sedemikian rupa hingga dapat dalam sekejap saja menguasai gerakan dagingnya, jangankan ia pernah melihatnya, mendengar pun belum. Setelah Lauw Hwie mencabut belati itu, ketakutan dalam hatinya telah memuncak. Ia bertanya dengan suara gemetar : "Kau... kau adalah So Beng Hiat In?" Dalam keadaan begini Lauw Hwie bertanya begitu, itu adalah wajar. Karena ilmu silat orang tua itu memang tingginya luar biasa, hingga membuat orang kecuali memikirkan So Beng Hiat In, tidak terpikir yang lain lagi. Mendengar pertanyaan Lauw Hwie, muka orang tua itu berubah, ia mendehem : "Apa katamu?" Lauw Hwie tahu nada ucapan orang tua itu tidak bersahabat, ia menjadi kaget dan tidak berani bersuara. Orang tua itu berhenti sejenak, lalu sambungnya : "Tadi kau mengatakan So Beng Hiat In?" Hati Lauw Hwie sangat takut tapi ia tidak berani kabur. Ketika ia berpaling melihat Lauw Jok Hong, dilihatnya Lauw Jok Hong sedang berdiri mematung, tampaknya lebih kaget lagi daripada dirinya sendiri. Katanya dengan sangat hati-hati : "Ya, saya mengatakan So Beng Hiat In." Sudut mulut oran gtua itu bergoyang-goyang berkali-kali seakan sedang memikirkan untuk mengucapkan sesuatu, tapi tidak terucapkan ; wajahnya pun kelihatannya agak tegang. Lewat sesaat baru menjadi normal kembali, dan pada saat itulah keringat Lauw Hwie telah membasahi seluruh tubuhnya. Kata orang tua itu dengan perlahan : "Sudah beberapa tahun So Beng Hiat In tidak muncul lagi di kalangan dunia kang ouw, mengapa kamu tidak memikirkan aku sebagai orang lain, tapi memikirkan aku sebagai So Beng Hiat In?" Kata Lauw Hwie : "Aku... karena aku..." ketika ia ragu-ragu untuk bicara terus, orang tua itu telah membentak : "Ayo katakan yang sebenarnya!" Perkataanitu, walaupun keluar dari mulutnya orang tua itu, tetapi suara itu menggelegar bagai halilintar menyambar di siang hari bolong; membuat Lauw Hwie yang berdiri di hadapannya itu bingung dan berdiri mematung. Ia tidak dapat tidak mengatakan yang sebenarnya. "Karena So Beng Hiat In telah muncul kembali pagi ini." Begitu ucapan Lauw Hwie itu terlepas, tubuh orang tua itu memanjang dengan tiba-tiba. Secara Lauw Jok Hong dan Lauw Hwie melihat orang tua itu, orang tua itu terus duduk, dengan menyilakan kakinya. Mereka belum merasakan apaapa, setelah ia berdiri tubuhnya tinggi semampai. Tubuh bagian atasnya tidak banyak berbeda dengan orang biasa, yang panjang adalah sepasang kakinya. Kalau mau melihatnya harus menengadah. Pada saat itu, hati Lauw Hwie berdetak, rupanya orang tua yang agak aneh itu dan Kim besi dalam tangannya, kesemua itu seakan ia pernah mendengar cerita orang tapi kesan dalam hatinya tetap sangat kabur. Untuk sesaat ia tidak dapat mengingatkannya. Setelah orang tua itu berdiri, Lauw Jok Hong tidak dapat lagi bertahan, kedua kakinya menjadi lemas dan ia terkulai di atas tanah. Dan Lauw Hung mundur beberapa tindak. Orang tua itu bertanya dengan perlahan : "So Beng Hiat In telah muncul kembali pagi ini" Dimana?" "Di... di rumah kami," kata Lauw Hwie dengan giginya beradu. "Siapa yang rumah kamu?" bentak orang tua itu. Hingga saat ini Lauw Hwie tidak dapat tidak bersuara lagi, "Ayah saya Lauw Thian Hauw, orang-orang menyebutnya..." Sebelum ucapan Lauw Hwie habis, orang tua itu telah membentak lagi : "Lekas bawa aku lihat!" Lauw Hwie mengumpat dalam hatinya, sepasang matamu telah buta, tidak dapat melihat apa-apa, bagaimana kau mungkin melihat So Beng Hiat In itu" Dan ia ingin mengatakan pada orang tua itu, bahwa tembok yang dicoret dengan bayangan darah itu telah roboh. Namun di bawah bentakan suara orang tua, apa yang hendak diucapkannnya, sepatah katapun tidak dapat keluar dari mulutnya. Ia haya dapat mengatakan satu perkataan : "Anuh..." Orang tua itu membentak lagi : "Jangan banyak bicara, cepat unjukkan jalannya!" Lauw Hwie membalik, dilihatnya Lauw Jok Hong sedang berkeras memaksa tubuhnya berdiri. Kata Lauw Hwie : "Ji ko, Cian Pwe ini mau melihat bayangan darah, mari kita tunjukkan jalannya." "... Ayo... ayo... ayo..." Lauw Jok Hong seakan telah menjadi pikun. Ia tidak dapat mengatakan apa-apa, tampang congkaknya yang telah menjadi sifatnya itu, entah telah terbang kemana. Melihat keadaan itu, Lauw Hwie hanya dapat menghela napas dan mengumpat dalam hatinya, orang-orang rumahnya tidak ada satu pun yang dapat diandalkan. Apa lagi orang itu tidak menyinggung-nyinggung sedikit pun kelakuan jahatnya, yang mana telah menyerangnya secara gelap dari atas tembok dan melepas tiga buah belati rahasia, sama sekali tidak, seakan ia sangat suka pada diri sendiri, lebih baik berlaku baik-baik padanya, supaya dapat diandal. Di antara kakak beradiknya, Lauw Hwie yang tercerdik, serunya : "Ji ko, Cian Pwe ini, dia cuma mau melihat bayangan darah itu. Apa yang kau takuti?" Dua baris gigi Lauw Jok Hong terus beradu, hingga menimbulkan suara tek, tek, tek, katanya : "Moy cu... dia... tek tek tek akan... tek tek... akan... tek tek tek..." Hati Lauw Hwie berdetak lagi. Ia berpikir, ketika orang tua itu berdiri, ia seakan mengetahui ada orang semacam ini, tapi entah siapa, ia tidak dapat ingat lagi. Kini mendengar Lauw Jok Hong berkata begitu, apakah ia telah mengetahui siapa gerangan orang tua itu" Ketika ia baru ingin bertanya, dilihatnya orang tua itu telah mengibaskan lengan bajunya ke depan, dan tidak mendengar ada angin yang bertenaga besar, hanya ketika orang tua itu mengibaskan lengan bajunya, tibatiba tubuh Lauw Jok Hong telah terpental lima enam tombak bagai layangan yang putus benangnya, lalu jatuh ke tanah dan tidak bergerak lagi. Entah mati atau masih hidup. Melihat keadaan ini, hati Lauw Hwie terperanjat bukan kepalang tanggung. Tapi ia pura-pura tidak tahu dan berkata denga acuh tak acuh : "Ajaran Cian Pwe baik sekali, sia-sia belaka dia menjadi seorang lelaki kalau nalinya sekecil itu." Orang tua itu tertawa menyeramkan. "Memang tidak salah, malah kau yang lebih baik, cocok sekali dengan selera aku." Mendengar ucapan itu, hati Lauw Hwie tidak tenang. Entah harus merasa gembira atau harus merasa takut, katanya dengan sangat terpaksa : "Cian Pwe, mari saya tuntun Cian Pwe." "Tidak perlu, kau jalan saja di depan, aku akan mengikuti kau dari belakang," sahut orang tua itu. Lauw Hwie mengangguk dan melangkah maju melewati tembok sampai ke pintu depan. Biasanya pintu rumah Lauw itu penuh dengan penjaga dan pengawal-pengawal. Namun kini, seakan telah mengetahui rumah itu telah terjadi suatu hal yang sangat luar biasa, dan telah pada melarikan diri hingga keadaan disitu sepi saja. Sesampai di pintu, tadinya Lauw Hwie ingin membukanya, tapi pintu telah terbuka sebelum disentuh tangannya. Lauw Hwie melangkah masuk dan mendekati tembok yang telah roboh itu. Katanya : "Cian Pwe, So Beng Hiat In itu dicoret di atas tembok ini." Seraya menyamping setindak, dilihatnya orang tua itu membelalakkan matanya lebar-lebar memandang ke depan, di dalam matanya itu tidak terdapat biji mata, entah apa yang dilihatnya dengan mata selebar itu. Sementara itu wajahnya pun telah menjadi tegang sekali, tibatiba tertawa terkikih-kikih, sedang ia menarik suara tertawanya, tiba-tiba pula ia menghentikannya, lalu suara tertawa lenyap seketika. Suara tertawa orang tua itu mengundang orang yang berada di rumah empang itu keluar, mereka adalah Lauw Thian Hauw, Lauw Hung dan Lauw Nen. Ketika mereka bertiga keluar, orang tua itu tetap berdiri mematung tidak bergerak. Lauw Hung yang bertanya duluan : "Moy cu, siapa orang tua itu?" Lauw Hwie tidak bersuara, hanya menggeleng-gelengkan kepala. Setelah melihat orang tua itu, Lauw Thian Hauw tertegun : "Anda..." ia baru berkata sampai disini, orang tua telah tertawa terbahak-bahak lagi. Kali ini suaranya tinggi sekali." Lauw Thian Hauw sendiri adalah orang yang berilmu sangat tinggi, tapi ketika ia mendengar orang tua itu tertawa, buruburu ia keluar dari dalam rumah dan ia telah tahu orang yang sedang tertawa itu berilmu tinggi. Kini, orang tua itu tertawa lagi, suara itu ditujukan padanya dengan lebih mengagetkan lagi, hingga membuat hatinya berdecak, lalu menggoyangkan tangannya ke belakang. Lauw Hung persis di belakangnya, dilihat ayahnya menggoyangkan tangan, hatinya pun menjadi tegang, dipegangnya gagang pedangnya, lalu melangkah ke samping setindak. Begitu tubuh Lauw Hung bergerak, suara tertawa orang tua itu berhenti, lalu membentak : "Ketiga orang yang baru keluar dari rumah, siapa kawan lama si tua ini?" Mendenar perkataan itu, semua orang menjadi bingung. Kata Lauw Thian Hauw : "Apa maksud ucapan itu?" Baru Lauw Thian Hauw habis bicara, terdengar suara "Cring" sekali, kelima jari orang tua itu telah melayang di atas Kim besi itu dan senar Kim itu menimbulkan suara yang tinggi sekali. Sedangkan tangannya itu, setelah melayang di atas Kim, terus menyambar Lauw Thian Hauw. Ketiga jarinya, jari telunjuk, jari tengah dan jari manis, menusuk jalan darah Lauw Thian Hauw,jempol dan kelingkingnya menuju ke bawah. Gerakan itu anehnya luar biasa, sekali lihat saja sudah tahu, bahwa jurus itu mempunyai perubahan-perubahan yang tak habishabisnya. Lauw Thian Hauw buru-buru mengelak dan mundur seraya membentak :"Siapa kamu, kenapa belum bicara sudah mau turun tangan menyerang?" Gerakan tangan orang tua itu cepat sekali, sebelum ia turun tangan, ia pasti melayangkan tangannya dulu di atas Kim besi hingga suara cring y ang diberangi dengan suara angin pukulannya itu membuat orang yang mendengarnya lebih berdebar-debar lagi. Sementara Lauw Thian Hauw bertanya begitu, orang tua itu telah memukul tiga jurus lagi namun semuanya dapat dielakkan Lauw Thian Hauw. Namun orang tua itu tetap diam saja tidak bersuara. Tabiat Lauw Hung yang paling garang, teriaknya : "Buat apa tanya, pukul saja." Tangannya telah memegang gagang pedang. Ia berteriak seraya menundukkan tubuhnya, dan pedangnya telah terhunus,lalu tubuhnya seperti meteor melundur ke depan. Lauw Thian Hauw telah mengetahui ilmu silat orang tua itu sangat tinggi, maka sebelum mengetahui maksud kedatangannya, ia menahan dirinya. Kini begitu melihat Lauw Hung menyerang secara serampangan, buru-buru ia mencegahnya : "Hong ji berhenti!" Tetapi laju Lauw Hung cepat sekali, ketika Lauw Thian Hauw berteriak 'berhenti' pedangnya telah menuding muka orang tua itu. Orang tua itu membalikkan tangannya mementilkan jari tangannya, sentilan itu tepat mengenai ujung pedang dan terdengar suara "cring" sekali. Pedang itu terus bergemetar tak henti-hentinya. Tangan Lauw Hung masih memegang pedang, dalam sekejap saja tanganya turut bergemetar. Kini Lauw Hung belum mau membuang pedangnya, lalu tenaga dahsyat dari ujung pedang itu mengalir ke tubuhnya, hingga tubuhnya ikut bergemetar. Sambil mundur, teriaknya : "Tua bangka... ini... berhenti..." suaranya pun gemetar, terputus-putus. Orang tua itu pun tidak menyerang lagi. Lauw Thian Hauw buru-buru melangkah setindak maju, dan memegang tangan Lauw Hung, menyambut tenaga dahsyat itu, menghentikan tubuh Lauw Hung bergemetar. Lauw Hung menghela napas, lalu menyeka keringatnya sambil berseru : "Ah hebat sekali!" Orang tua itu berpaling : "Di antara kamu" Apakah ada So Beng Hiat In?" Lauw Thian Hauw melihat ilmu silat orang tua itu sangat tinggi, sebelum bersuara telah menyerang dirinya. Untuk sesaat, orang tua menganggap dia sebagai So Beng Hiat In, dan hatinya betul-betul merasa tegang. Hingga saat ini, setelah mendengar ucapan orang tua itu, ia baru sadar telah keliru, lawannya itu bukanlah So Beng Hiat In. Apalagi setelah mendengar ucapanitu, seakan orang tua itu sengaja datang untuk menyusahkan So Beng Hiat In. Hati Lauw Thian Hauw jadi sangat gembira, katanya : "Tentu saja tidak So Beng Hiat In, kenapa kamu bisa tahu kedatangan So Beng Hiat In?" Orang tua iatu menunjuk pada Lauw Jok Hong : "Dia yang bilang." Lauw Jok Hong tadi terpelanting kena kebas lengan baju orang tua itu. Setelah ia berdiri kembali, ia terus tidak bersuara. Namun tunjukan orang tua itu tidak salah menunjuk padanya. Lauw Jok Hong tak tertahan lagi mundur dua tindak, segera Lauw Thian Hauw melotot padanya, hingga membuat hatinya tambah berdebar-debar lebih kencang lagi. Lauw Thian Hauw tertawa dengan terpaksa : "Tidak salah, tanda So Beng Hiat In pernah muncul di tembok, tapi tembok itu kini telah roboh." Orang tua itu tertawa dingin : "Apakah kau berani melawan So Beng Hiat In?" Lauw Thian Hauw tertawa panjang, lalu berkata dengan lantang : "Aku she Lauw belum pernah melakukan sesuatu kejadian, kalau So Beng Hiat In berani datang kemari tentu saja aku harus mengadu nyawa. Kalau tidak aku pasti memenggal leherku sendiri." Teriak orang tua itu : "Bagus ekali. Sampai hari ini baru aku bertemu lagi dengan seorang yang berani melawan So Beng Hiat In!" Mendengar perkataan itu, hati Lauw Thian Hauw menjadi girang. Ia mengumpat dalam hatinya, orang tua itu telah kena jebakannya. Tapi dia diam-diam saja, dan berkatan dengan nada marah : "Nah, inilah keanehannya. Kecuali saya orang she Lauw, apakah masih ada orang yang berani terangterangan Bayangan Darah Karya Pho di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memusuhi So Beng Hiat In?" Orang tua itu berkata dengan marah : "Kalau kau bicara begitu, agaknyakau anggap enteng pada orang-orang jagojago silat. Biar pun aku tidak becus, aku ingin sekali bertemu dengan So Beng Hiat In yang hanya tinggal namanya belaka itu!" Hati Lauw Thian Hauw lebih gembira lagi, dan ia melihat orang tua itu sangat berangasan, maka Lauw Thian Hauw memancingnya : "Menurut cerita, So Beng Hiat In itu berilmu tinggi selangit, kamu..." Betul saja, ucapannya belum habis, orang tua itu telah berteriak : "Mari, mari, kita berjabatan tangan!" Ia berkata sembari mengulurkan tangan. Katanya ia ingin berjabatan tangan, padahal ingin adu kekuatan dengan Lauw Thian Hauw. Karena ia mendengar ucapan Lauw Thian Hauw yang meremehkannya itu. Lauw Thian Hauw baru ingin mengulurkan tangannya, tapi tiba-tiba otaknya berputar. Ia berpikir, kalau ilmu silat orang tua itu berada di atas dirinya, segala sepak terjangnya kelak akan dikuasai si orang tua itu. Kalau ilmu silatnya tidak setinggi dirinya, dia akan merasa malu, lalu pergi dengan begitu saja, bahkan dirinya akan kehilangan seorang tenaga pembantu. Maka ia tidak mengulurkan tangannya, hanya berkata : "Ini tidak perlu bukan" Disitu ada sebuah batu besar, kalau kamu mau mencoba tenaga tanganmu, jangan sungkan-sungkan, coba saja." Orang tua itu tertawa dingin, diulurkan tangannya menepuk batu besar itu. Tepukan itu seakan tepukan sembarangan saja, tetapi berbarengan dengan suara tepukannya itu, batu besar itu telah gompal dan pecahannya itu terus melayang ke depan menyambar tembok bahkan menancap ke dalam tembok. Dalam sekejap saja, orang tua itu telah menepuk tujuh kali, setiap kali ada sebuah batu pecahan yang menancap ditembok. Ketujuh batu itu berbaris membentuk bintang sapu, lalu ia berpaling sambil tertawa dingin : "Bagaimana?" Orang-orang yang berada disitu pada tercengang menyaksikan kepandaian yang dipertunjukkan oleh orang tua itu. Bahkan si Singa Emas pun kagum dalam hatinya. Ia mengumpat dalam hatinya, ia sendiri telah memiliki Lwe kang yang sangat tinggi, namun mau mencapai ke taraf itu, ia masih belum sanggup. Hati Lauw Thian Hauw pun tergetar melihat batu-batu pecahan dari batu besar itu menancap ke tembok yang membentuk bintang sapu, katanya : "Apakah itu adalah Cit Seng Ji Kang (Ilmu jari bintang tujuh) yang telah lenyap?" Orang tua itu mendehem, katanya : "Sialan, ilmu Cit Seng Ji Kang ini mana pernah lenyap?" Mendengar ucapan itu, Lauw Thian Hauw tertegun lagi. Ia berkata dengan perasaan gembira yang bercampur sedih : "Kalau begitu anda adalah... Thian Auw Siang Jin, ketua dari Pek Touw Cit Ji (bintang sapu) yang menggemparan dunia persilatan itu?" Paras muka orang tua itu menunjukkan perasaan yang terharu. "Rupanya masih ada orang yang ingat pada namaku yang hina ini." Kini, orang serumah Lauw Thian Hauw entah harus kaget atau harus bergembira, mereka tidak tahu. Biasanya, kalau mereka tahu bahwa Thian Auw Siang Jin ketua dari Pek Touw Cit Ji berada di hadapan mereka tentu mereka kaget sekali, dan sedikitpun tidak bisa merasa gembira karena ketujuh orang itu pun aneh-aneh, bukan orang jahat bukan pula orang baik-baik. Kalau mereka senang, apa saja dilakukan; sembarangan membunuh, membakar, entah telah ada berapa golongan persilatan yang kucar kacir dibuatnya hanya karena omongan mereka telah menyakiti hati ketujuh orang itu saja. Dan memang karena ilmu silat ketujuh orang itu sangat tinggi maka tidak ada orang yang berani melawannya. Kemudian pada suatu hari ketika mereka melancong di danau Tay Auw (telaga besar) kabarnya So Beng Hiat In telah muncul dengan tiba-tiba di atas kapal mereka, tetapi itu hanyalah suatu kabar biasa. Ketika mereka melancong di telaga besar itu, banyak orang yang tahu tidak ada satupun yang keluar dari danau itu. Ini adalah suatu kenyataan, orangorang pada menganggap ketujuh orang Pek Touw Cit Ji itu telah binasa semuanya. Dan 'Cit Seng Ji' adalah salah satu ilmu jari yang paling tinggi di antara ketiga macam ilmu jari yang menggemparkan dunia persilatan pada masa itu. Tapi karena Lauw Thian Hauw tidak mengira bahwa Pek Touw Cit Ji masih hidup, maka ia mengatakan ilmu jari itu telah lenyap. Begitu diungkapkan Thian Auw Siang Jin, Lauw Thian Hauw baru tahu asal usul orang tersebut. Sedangkan Thian Auw Siang Jin ini adalah iblis yang bersifat tidak menentu, sebentar baik sebentar marah. Kini So Beng Hiat In akan datang, sedangkan orang ini mempunyai dendam pada So Beng Hiat In, bukankah ini adalah suatu hal yang menggembirakan" Setelah menarik napas panjang, Lauw Thian Hauw berkata : "Orang-orang Bu lim sering menyebut-nyebut nama Siang Jin." "Oh," kata Thian Auw Siang Jin. "Bagaimana kata-kata orang-orang Bu lim ketika menyebut kami bertujuh tidak muncul-muncul di kalangan kang ouw?" Lauw Thian Hauw mengumpat dalam hatinya, nama ketujuh orang itu memang sangat jelek. Ketika orang-orang mendengar mereka ketemu So Beng Hiat In di Telaga Besar, semua orang, tidak perduli apakah dia itu dari golongan putih atau golongan hitam semuanya merasa bersyukur. Dan kini Thian Auw Siang Jin telah menjadi buta, rupanya kabar mereka bertemu dengan So Beng Hiat In itu adalah suatu kenyataan, namun ia tidak dapat mengatakannya dengan terus terang.Kalau tidak, jangan-jangan di akan menjadi marah." Lauw Thian Hauw hanya berkata dengan tawar : "Tidak apa-apa, sahabat-sahabat Bu lim hanya merasa agak heran, kenapa kalian bertujuh menghilang pada saat-saat nama kalian sedang tenarnya?" Thian Auw Siang Jin dengar, lalu menghela napas panjang : "Sudahlah, jangan disebut lagi. Kalau kau melihat bayangan darah itu, dan kapan pula So Beng Hiat In itu akan datang." "Pagi tadi ada orang melihatnya," kata Lauw Thian Hauw. Thian Auw Siang Jin mendehem, "Aku tahu kedatangan So Beng Hiat In untuk mencari seorang untuk mencari seorang anak perempuan dan seorang anak lelaki kau, ya." Setelah ucapan Thian Auw Siang Jin itu keluar, maka Lauw Legenda Kematian 6 Dewa Arak 41 Macan-macan Betina Siluman Pemburu Perawan 2