Bujukan Gambar Lukisan 18
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 18 sekali" ia lantas menyerang dengan keras sekali. Tiong Hoa tidak menjawab, ia juga tidak menggeser tubuh seperti tadi. Sebaliknya ia mengangkat tangannya guna menyambuti serangan- Dengan begitu bentroklah tangan mereka satu dengan lain, hingga terdengar satu suara keras. Akibatnya itulalah Liauw Boen Thian menjadi kaget dan heran. Dia terhuyung tiga kali, tak dapat tidak. dia musti mundur setengah tindak. Si anak muda juga mundur setengah tindak tapi tubuhnya tidak limbung. Si anak muda tetap tenang. ia mundur cuma untuk melindungi muka terang orang. "Hm" Boen Thian mengasi dengar ejekan- ia tetap penasaranKetika itu dari pekarangan dalam itu terlihat atau orang berlompat keluar, dia terus menghampirkan Boen Thian untuk berbisik. Muka si orang she Liauw menjadi pucat, segera dia mengulapkan tangannya, lalu bersama orang itu ia lari pergi. lalu orang itu diikuti dia. Semuanya lantas menghilang didalam rimba sebelah kanan- Kiang Hauw Teng heran- orang pergi secara mendadak sekali, tanpa pamitan- ia menjadi menjublak. Hampir menyusul kepergian Liauw Boen Thian itu, dari rimba sebelah kiri muncul dua orang yang gerakannya gesit. Mereka itu lantas mengawasi tajam pada orang banyak, agaknya mereka heran- Tiong Hoa mengenali dua orang itu orang-orangnya Pouw Liok It, yalah Tan Hong Wan dan Ang Kam Tat. Kata ia dalam hatinya: "Semenjak di Koen-beng, baru kali ini. aku melihat pula pada mereka. Rupanya mereka datang untuk Liauw Boen Thian- Jilid 32 : Dendam Siauw sancoe terbalas sudah (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 13) Tiong Tiauw Ngo Mo mengawasi tiga orang itu, lalu Jie Mo Kouw Gle tertawa dan kata: Jiewie, banyak baik?" Ditanya begitu, dua orang itu mengawasi Kouw Gie, Mereka memang mencari Liauw Boen Thian, heran mereka tak mendapatkannya. Mereka tidak melihat Lie Tiong Hoa, yang berdiri kealingan- Baru setelah disapa mereka memusatkan perhatian mereka. Baru sekarang mereka mendapatkan Tiong Hoa. Mereka menjadi girang sekali, sambil berlompat mereka lari menghampirkan. Kedua-nya terus memberi hormat. "Tidak disangka disini kami bertemu dengan siauwhiap" kata satu diantaranya. "Selama di Koen-beng, karena repot kami tak sempat menemui siauwhiap. harapiah kami diberi maaf" "Siauwhiap. apakah siauwhiap melihat si orang tua bungkuk?" Tan Hong Wan kemudian tanya. "Apakah Liauw Boen Thian?" Tiong Hoa balik menanya. "Barusan sebelum ini orang dia berlalu dengan tersipu-sipu dari sini. Ada urusan apa jiewie mencari dia?" "Sayang Sayang" Ang Kim Tat mengeluh. "Dia lolos" ia masgul sekali. Lalu ia menambahkan: "Siauwhiap tempat ini bukan tempat berbicara. Panjang untuk kami bercerita." Ketika itu Kiang Kouw Teng menghampirkan bersama-sama Ong It hoei. Houw Teng memberi hormat dengan menjura dalam sembari dia kata Jikalau bukannya Ong Loo-soe yang memberi ingat barusan, hampir aku kehilangan sahabat.Jadi kauiah orang yang kesohor dalam dunia Rimba Persiiaian sekarang ini, tuan Lie..." "Maaf" Tiong Hoa memotong. "Aku yang rendah yalah Lie Tiong Hoa, Tak dapat aku menerima pujian itu...." Baru ia berkata demikian, mendadak Tiong Hoa mendengar tertawa dingin yang menusuk telinga yang terbawa anginSeram tertawa itu. Parasnya menjadi berubah. Dengan mendadak tubuhnya mencelat kearah dari mana suara itu datang, sebelah tangannya menyampok dengan keras. Akibatnya itu yalah satu suara keras, dari patah dan robohnya beberapa pohon yang kena terserang Kiang Houw Teng menyaksikan itu, kagetnya bukan kepalang. Diam-diam dia menggeleng kepala dan kata didalam hati. "Dia liehay luar biasa" Tiong Hoa lompat kembali, ia nampak masgul. "Belum lagi seranganku tiba, orang itu sudah terlebih dulu mengangkat kaki," kata ia. "Entah dia siapa" Rupanya perjalanan dibagian depan sulit.." Kata-kata itu ditujukan kepada Song Kie. "Apakah siauwhiap dapat melihat cirinya yang aneh pada tubuh orang itu" Hang Wan tanya. Tiong Hoa melengak. lantas segera ia memikir. "Rasanya dia memiliki tangan kiri yang lebih pendek." sahutnya kemudian-Hong Wan lantas memandang Kim Tat. ia menggoyang kepala, ia menghela napas. Jikalau tidak ada siauwhiap disini, pasti jiwa kami berdua meiayang," katanya kemudianTiong Hon heran. "Siapakah dia ?" ia tanya. Hong Wan nampak bersangsi buat bicara. Kiang HouwTeng merasa ia menjadi perintang, maka ia memberi hormat, sambil bersenyum ia kata: "Urusanku dengan Song Po-coe baik dibicarakan belakangan saja, sekarang aku perlu lekas pulang. Siauwhiap kalau lain kali ada ketikamu yang luang, aku minta sukalah kau berkunjung kegubuk ku di Tay-hong-chung di Tiauw-yoe," Tiong Hoa membalas hormat, ia menjawab sambil tertawa: "Nanti aku yang rendah pergi berkunjung, Untuk kejadian Malam ini, aku bersyukur kepada kau, tuan- Kita juga mau berangkat lekas, karena itu kami tak dapat menahan Kiang Loosoe. siiahkan." "Aku akan menantikan-" kata Houw Teng yang merasa tak enak hati. ia memberi hormat pula, habis mana ia berbisik pada Ong It Hoei, lalu ia mengajak kawan kawannya berlalu. It Hoei berdiam saja, ia tak turut pergi. Maka Tiong Hoa menghampirkannya. "Malam itu ditempatpekuburan digunung See San." ia kata, "jikalau tidak ada loosoe yang mencegah, dengan Thian Ciat Sin Koen beraksi mengagetkan pembesar negeri, entah berapa banyak orang yang bakal kerembet rembet. Maka itu aku bersyukur untuk kebaikan kau itu, loosoe," It Hoei nampak terharu. "Siauwhiap terlalu memuji, kata ia. "Sebenarnya aku berhutang budi terhadap Soe Kiat, maka aku berkata dipihaknya. Tapi aku tetap dapat membedakan apa yang lurus dan apa yang sesat. Kalau malam itu. aku tidak mencegah, aku kuatir akupun bakal turut ludas. Siauwhiap tentu tidak dapat membiarkan Thian Ciat Sin Koen banyak omong" Tiong Hoa tertawa. It Hoei batuk batuk ia tertawa. "Turut dugaanku," kata ia kemudian, " mayat penggantinya tubuh Bouw Sin Gan itu tentu telah dipakai obat yang cepat memusnahkannya, hingga diwaktu terang tanah dia pasti akan sudah tak dapat dikenalikan lagi. Dengan begitu kalau Thian Ciat sin Koen memaksa membongkar kuburan, hingga dia mengganggu pada pembesar negeri, pasti dia tidak akan mendapat hasil, bahkan sebaliknya dia dapat balik dituduh Siauwhiap sudah merencanakan segala apa dengan baik, pasti sekali siauwhiap tak gentar terhadap aksinya Thian Ciat Sin Koen itu" Jarang orang cerdas seperti Ong It IHoei, maka itu Tiong Hoa mengagumi dia. "Akupun telah menduga." It Hoei kata lebih jauh, "Kalau nanti Thian Ciat sin Koen pulang ke hotelnya. siauwhiap bakal tak melepaskannya, maka itu aku telah menggunai akal meminta diri dari mereka itu. Turut warta yang tersiar, nyata benar apa yang aku duga itu. Syukur aku keburu mengangkat kaki. Hanya ada satu hal yang aku si orang she ong masih belum mengerti. Bouw sin Gan sudah mati, buat apa jenazahnya mesti dicuri." Benarkah jenazah itu hendak diangkat ke Tay in San untuk di sana mayat itu dihukum rangket?" Tiong Hoa bersenyum, dia kata nyaring: "ong Loosoe menerka jitu seperti maiaikat menerka, tak kecewa kau disohorkan cerdik Hanya mengenai kami menukar mayat itu dan maksudnya, sekarang belum dapat aku jelaskan. ong Loosoe, jikalau- kau tidak mencela kedogolanku, suka aku mengikat tali persahabatan dengan kau, supaya dibelakang hari dapat aku menerima banyak pengajaran Bagaimana maukah loosoe?" Tiong Hoa berkata demikian untuk mencoba hati orang. Biarnya orang ini pintar luar biasa tetapi dialah sahabatnya Soe Kiat si sesat. sepasang alisnya Ong It Hoei bangun, ia nampak gembira sekali. "Aku memang mengandung niat bersahabat, cuma tak dapat aku membuka mulutku," katanya. ia lantas menjura dalam. Tiong Hoa bersenyum, ia lekas-lekas membalas hormat, habis mana ia perkenalkan It Hoei pada sekalian sahabatnya itu. Kemudian lagi si anak muda mengawasi kuil. Mungkinkah Hoi kok Sian Sie tidak ada penghuninya?" ia tanya, " kenapa kuil ini di sia-siakan?" Ong It Hoei bersenyum. ia memberi keterangan- "Pada dua tahun dulu, kuil ini dijadikan sarang orang Jalan Hitam, ituiah sebab pendeta kepalanya asal orang Jalan Hitam itu. Dia biasa melakukan segala macam kejahatan, sampaipun memetik bunga, mencemarkan kehormatan kaum wanita. Belakangan perbuatan itu terbuka, dia kabur bersama-semua pengikutnya, karena itu, sampai sekarang ini. kuil ini menjadi tinggal kosong. Sebabnya yalah tidak ada yang berani tinggal disini." Tiong Hoa mengangguk. "Kalau begitu, mari kita duduk. ditanah saja disini," kata ia. "Aku ingin mendengar keterangannya Tan Loo-soe." Semua orang setuju maka mereka lantas duduk mendeprok. Rembuian jernih iangit terang. Malam itu indah mereka mirip dewa-dewi lagi berkumpul. Tiong Tiauw Ngo Mo mengambil tempat disekitar mereka, mereka duduk sambil memasang mata. Lim Gin Peng duduk disisi Tiong Hoa, hingga si anak muda menjadi mengerutkan alis. Tan Hong Wan menghela napas, tetapi ia lantas muiai membuka bicara. "Orang yang barusan siauwhiap gagal membekuknya ialah Seng Cioe Pek -Wan Hang Sot Koen si Kera Putih yang menjadi tangan kanan sangat berharga dari Pouw Leng-coe." demikian katanya. Tiong Hoa heran hingga dia lompat berjingkrak matanya segera bersinar bengis memandang kesekitarnya. Hong Wan menguiapkan tangan"Sabar, siauwhiap." ia kata. "Siiahkan dengar dulu keteranganku." Tiong Hoa berduduk pula. "Leng-coe mempunyai beberapa urusan yang membuat hatinya pepat. Tang Hong Wan menerangkan lebih jauh. Sudah lama itu tersimpan didalam dadanya, baru setelah turun dari gunung Tiam Chong San dan mengajak anakanaknya berangkat ke Siauw Lim Sie. hatinya menjadi sedikit lega. Setelah Leng-coe bertemu dengan kami berdua, kami lantas diberi pesan yang rahasia untuk kami pergi mencari Hong See Keen serta Liauw Boen Thian-. Liauw Boen Thian telah dikurung Lengcoe selama beberapa puluh tahun, baru dua buian yang lalu dia lolos. Dia ditolongi Hang Soe Koen, yang membukai dia jalan didalam tanah, untuk dia buron- Baru sekarang Lengcoe ketahui Soe Koen sebenarnya pengkhianat." "Ooh kiranya Liauw Boen Thian hilang dari dunia Kang-ouw karena dia dikurung Pouw Lengcoe." kata Song-kie, memgguman-"karena apa maka dia dipenjarakan?" "Tentang sebabnya itu aku tidak tahu." jawab Hong-wan"Hang Soe Koen itu kelihatan baik dan ramah tamah, sebenarnya hatinya buruk. Dari semua kepandaiannya Lengcoe, deiapan sampai sembiian bagian telah dia berhasil mewariskannya. Dia pun berhasil mencuri mempeiajari ilmu silat istimewa dari pelbagai partai persilatan lainnya, baik dari partai lurus maupun sesat, karena itu dia menjadi liehay luar biasa. Hal ini Lengcoe sendiri yang memberitahu aku. Baru ini didalam selat yang sepi dari Tiam chong SanLeng-coe mempergoki Hang soe Koen berada berdiam dengan coh Lao Koay, karena itu timbullah kecurigaan Leng coe. Ketika itu mereka dibiarkan saja. Lengcoe tak mau membikin mereka kaget dan curiga. Karena ini Leng-coe yang berpandangan jauh, lantas ingat keselamatan Rimba Persilatan- Leng-coe kuatir Soe Koen yang nanti menimbulkan onar besar, maka kami dipesan untuk menyelidiki dia berdua Liauw Boen Thian. Kami telah diajarkan tipu silat untuk kami menolong membebaskan diri andaikata kami mesti menghadapi Han Soe Koen dan terancam karenanya." "Kenapa Lengcoe tidak memberitahukan hal itu padaku?" tanya Tiong Hoa heranTiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mengenai itu, Leng-coe pernah omong padaku," sahut Hong Wan tertawa. " Katanya dunia Kang ouw buruk dan Leng-coe tidak menghendaki siauwhiap sebagai baba mantu nya nanti terlibat kedalamnya. Leng-coe bilang, setelah kami memperoleh endusan, Leng-coe mau meminta diri dari Siauw Lim Sie untuk Leng-coe sendiri yang membekuk dan menyingkirkan Hang soe Koen supaya Rimba Persilatan bebas dari mara bahaya." Mendengar itu, Tiong Hoa terharu untuk kebaikan mertuanya itu. Hong Wan dan- Kim Tan lantas bangun berdiri. "Kami hendak mencari mereka pula, ijin-kan kami mengundurkan diri," kata mereka. Lantas keduanya memberi hormat, lantas mereka berlompat pergi untuk menghilang ditempat gelap. Tiong Hoa berdiam. Song-Kie- kuatir kawan itu masgul, ia lantas tertawa: "Demikianiah laotee, urusan dalam dunia Kang ouw. Segala apa rumit dan sukar diterkanya. Sudah tentu tak ada harganya kita pikirkan terlalu mendalam. Sekarang mari kita berangkat, kita masih harus melanjuti perjalanan kita." Tiong Hoa tersenyum, ia mengangguk. kemudian ia Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menoleh kepada Gin peng. "Kembali nona telah membantu aku," katanya. " Untuk kebaikan kau ini, di belakang hari pasti aku akan membalasnya. Hanya sekarang ini..." Gin Peng tidak menanti orang bicara terus, ia sudah mengawasi dengan sorot matanya yang bersinar kedukaan dan penasaran- "Tak usah bicara terus, Lie Kengcoe." dia memotong. "Baikiah kongcoe mengasi ketika buat aku menunjuk pula isi hatiku..." Tangan si nona lantas dikasi masuk kedalam sakunya, ketika ia menariknya keluar ia mencekal sebatang pisau beiati tajam dengan apa terus ia menikam kerongkongan-nya Tiong Hoa kaget, ia mengulur tangannya menyambar tangan nona itu. Dengan sebat ia dapat merampas senjata itu. Gin Peng merasai telapakan tangannya sakit. Dengan pisaunya terlepas, ia lantas menutupi mukanya dan menangis. Si anak muda melengak. ia bingung sekali. Song Kie menyaksikan itu, didalam hatinya ia tertawa. "Maka itu manusia tak boleh terlalu tampan, dia mesti menderita dari libatan asmara." katanya didalam hati, ia lantas menghampirkan dan kata: "Lao tee. baik kau jangan menolak nona ini. Aku tidak tahu duduknya hal, tetapi aku rasa kau tak benar seluruhnya. Tanpa sebab tidak nanti Nona Lim menjadi begini berkeras hati." Tiong Hoa mengawasi, matanya terbuka lebar. Song Kie tertawa, ia tak menghiraukan sahabat itu, hanya ia mendekati Gin Peng untuk berkata dengan perlahan: "Sudah, nona. jangan kau menangis Tentang ini kau serahkan padaaku si orang tua. Silahkan kau naik kekereta untuk bersama-sama melindungi peti itu. Kita harus berangkat sekarang" Didalam hati Gin Peng girang. Dengan perlahan, dengan likat ia bertindak ke kereta. "Lekasan" Song Kie mendesak. Nona itu naik keatas kereta, tendanya-terus-ia kasi turun. Song Kie kembali berpaling pada si anak muda, ia melihat saudara itu masih gusar. "Kau ngaco, saudara Song" menegur si anak muda. "Cara bagaimana kau berani menyalahkan aku " Aku kuatir nanti...." "Cukup, laotee" kata Koay Bin Jim Him tertawa. "Apakah kau berkuatir untuk itu beberapa encie dan adikmu, kau kuatir terbit salah paham hingga kau tak dapat membuka mulutmu" jangan kau kuatir mengenai nona ini, aku percaya kau telah memberi ketika padanya, kalau tidak. tidak nanti dia menjadi begitu hebat menyintai kau. Mungkin kau ialah melakukan kekeliruan diluar tahumu." Tiong Hoa lantas ingat kejadian didalam kamarnya Pangeran Hosek dimana ia telah menggertak nona itu. Memang itu melewati batas. Mengingat itu, ia menjadi jengah, ia malu sendirinya. Sekarang. menyesal pun sudah kasip. Ong It Hoei mengawasi saja. ia menduga ada sesuatu yang menyulitkan anak muda ini. ia bersenyum dan kata: "Siauwhiap. apakah kesulitanmu itu" Asal kau benar,aku pikir tak usahlah kau merasa malu Coba siauwhiap memberi penjelasan, mungkin aku si orang she ong dapat mencarikan jalan sama tengah untuk kebaikan kedua beiah pihak." Tiong Hoa jujur, waiaupun dengan muka merah, ia lantas tuturkan peristiwa ditempatnya Pangeran Hosek selagi ia hendak memaksa mengorek keterangan dari mulutnya Lim Gin Peng. Ketika itu ia kata, ia tak ketahui siapa si nona. Mendengar itu, Ong It Hoei bersenyum. "Telah aku dengar perihal sakitnya Hosek itu, aku menduga itulah perbuatan siauwhiap." ia kata. "Memang, kecuali kau. siapa dapat masuk kedalam istananya yang terjaga kuat itu" Aku tidak sangka bahwa siauw hiappun dibantu Nona Lim. Sekarang begini saja, siauwhiap. Baiklah kau terima apa yang ada. inilah jodoh" Tiong Hoa mesti berpikir. Pendapat It Hoei nyata sama dengan pendapatnya Song Kie, Memang ia seperti permainkan Gin Peng. Sebagai kesatria, tak tepat perbuatannya itu. Akhir-akhirnya ia tunduk. mukanya diterangi si Puteri Malam yang cantik, Muka itu merah karena likatnya. It Hoei bersenyum. ia kata pula. "Sekarang ini siauwhiap dan song Po-coe tak usah kesusu lagi. Dari pihak Pangeran Ngosek tak usah ada kekuatiran apa-apa lagi. Dengan sakitnya itu, runtuh sudah pengaruhnya. Di kota raja, Pangeran Tokeh dan Liong Hoei Giok dapat mempengaruhinya. Umpama kata masih ada sisa koncohnya Ngosek yang mengetahui perbuatan siauwhiap. dia pasti tak nanti berbuat sesuatu atas dirimu. Tidak demikian dengan koncoh- koncohnya yang sudah meninggalkan kota raja. Aku percaya benar ada diantaranya yang sudah tiba di perbatasan Kang-souw dan Hokkian yang tengah menantikan-Untuk diwilayah Utara. bahaya tak akan ada. Bagaimana Sauwhiap hendak menghindarkannya" Tiong Hoa bepikir. "Bagaimana pendapat ong Loosoe ?" ia balik menanya seraya memberi hormat. "Suka aku yang muda menerima nasihatmu." "Menurut aku," sahut It Hoei setelah berpikir sejenak, "baikiah siauwhiap meninggalkan yang dekat mengambil yang jauh, yalah dengan jalan mengitar, guna menjauhkan diri dari incaran mereka itu." Tiong Hoa bersenyum. "Aku cuma memikir keselamatan, lain tidak " bilangnya. "Baik, loosoe, aku turut pikiran loosoe ini." Ong It Hoei senang yang anak muda ini tidak angkuh dan kepala besar. ia lantas mengutarakan tipu dayanya, yalah untuk meninggalkan kereta keledai, buat keledai nya saja dipakai menggeblok peti tubuhnya Bouw Sin Gan. Kereta itu bahkan lantas ditolak nyebur kekali. Lim Gin Peng diam saja menyaksikan Ong It IHoei mengatur segala apa, kemudian ia memandang Tiong Hoa, mendadak ia tertawa, terus mendadak pula ia lari kedalam rimba dimana ia menghilang. Pemuda itu heran. "Dia aneh" katanya. "Kenapa dia berlalu secara begini tibatiba" Mungkinkah dia orang pihak sana ?" Tapi Kouw Sin tertawa. "Aku percaya nona itu pergi mencari kuda nya " kata ia. "Kalau siauwhiap menduga dia orang pihak sana, pasti kau terlalu bercuriga." Tiong Hoa jengah, ia merasa i pipinya panas. Diam-diam ia mengakui bahwa ia benar-benar hijau untuk dunia Kang ouw. Orang tak usah menanti lama atau nona Lim kelihatan muncul pula. Dia datang kabur dengan kudanya yang jempoian- Sebentar saja dia sudah sampai didepan orang banyak. Sembari menyingkap rambut dijidatnya, dia kata. "Sekarang kita mempunyai empat binatang tunggangan, dapat kita mengaturnya jumlah kita yang bersembiian. Song po coe paling tua, siiahkan kau yang mengatur" Mata Song Kie mengawasi. lalu dia tertawa. Dia melirik pada Ong It Hoei. Mendadak bertujuh mereka lompat kepada tiga keledai -mereka, untuk naik diatasnya. Hantu kesatu dan Hantu kedua mengambil seekor keledai yang dipakai membawa peti Sin Gan- Hantu ketiga, keempat dan kelima, yang tubuhnya kecil, naik atas keledai yang kedua. It Hoei bersama Song Kie naik bersama atas keledai yang ketiga. Kemudian empat belas mata mereka diarahkan kepada Tiong Hoa. Si anak muda mendapat tahu maksudnya tujuh orang itu. ia mendongkol sekali. Ketika ia menoleh kepada Gin Peng ia mendapatkan si nona mengawasi ia dengan matanya yang bersinar bagus, sedang mukanya tersungging senyuman malu malu kucing "Nona, kau menyulitkan aku." katanya perlahanNona Lim lompat turun dari kudanya. "Siauwhiap. silahkan kau naik atas kuda ini" sungguhsungguh. Aku akan mengikuti dengan berlari-lari Dapat, bukan?" Pemuda itu berduka sekali. Diam-diam ia menghela napas. Tapi ia tidak dapat mensia-siakan tempo. Pula ia jengah untuk ditonton terus Ong It Hoei bertujuh. Maka akhirnya ia lompat naik atas kuda sinona. "Mari, naik, Nona Lim" ia menggape. "Jangan karena kita, urusan menjadi gagal" Gin Peng menghampirkan, tindakannya enteng, begitu sudah datang dekat, tubuhnya melesat lompat naik disebelah belakangnya si anak muda. Selagi bercokol itu, ia kata perlahan: "ini belum berarti Masih ada urusan yang terlebih besar lagi yang masih gelap-untukmu.." Tiong Hoa heran-"Apakah itu?" tanyanya. Gin Peng berdiam Meski ia ditanya berulang-ulang, ia terus bungkam. Akhirnya Tiong Hoa kewalahan, terpaksa ia menarik tali les membikin kudanya itu menggeraki ke empat kakinya, membawa mereka kabur. Ong It Hoei bertujuh turut mengasi keledai mereka berjalan, kekanan rimba Dua hari dua malam sudah orang melakukan perjalanan, tibalah mereka ditanah pegunungan Tay Piat San dalam wilayah perbatasan propinsi ouwpak. Disini kuda dan keledai ditinggalkan, dibiarkan mencari makannya sendiri ditanah selat tanpa penduduk manusia.... Dalam perjalanan selanjutnya, Lim Gin Peng senantiasa berkumpul dengan Ong It IHoei. sering mereka kasak kusuk. Wajah mereka nampaknya tegang. Kadang-kadang mereka pun bicara dengan kelima Hantu. Tiong Hoa biarkan seorang diri, si anak muda seperti diasingkan . . . Sekian lama Tiong Hoa berdiam saja, akhirnya ia curiga juga. ia ingat kata kata si nona akan adanya urusan yaug terlebih besar. Karena tak dapat berdiam saja, ia hampirkan It Hoei dan menanyakannya. orang she Ong Itu bersenyum. "lnilah urusan pribadi Nona Lim." sahut dia. "Tentang ini tak merdeka untuk aku si orang she ong menjelaskannya, jikalau siauwhiap ingin mengetahui baik tanyakan iangsung kepada Nona Lim sendiri." Tiong Hoa menggeleng kepala, menyeringai. "Ong Loosoe, kau tengah mempermainkan ..." katanya. It Hoei tertawa. "Song Po-coe membilangi aku bahwa siauwhiap seorang yang pandangannya luas." Kata ia " kenapa sekarang aku mendapat kesan sebaliknya" kau rada aneh, siauwhiap." Mukanya si anak muda merah, ia berdiam, ia tidak menanya pula, karena mendelu, ia lantas berlari-lari. It Hoei membiarkan saja. ia hanya memegang kendali arah tujuan ialah orang Kangouw ulung, yang kenal tempat-tempat dengan baik, baik kota begitupun gunung-gunung. ketika malam itu mereka sampai di Slong-ce-kwan, lantas ia mengajak rombongan- nya pergi kekecamatan Loe-thian di mana ia mencari sebuah pondokan yang buruk... Disini orang lebih dulu meminta barang hidangan, guna menangsel perut. Mendekati jam tiga. It Hoei kata. "Tak jauh dari sini ada seorang sahabatku yang tinggal menyendiri, sekarang aku hendak menyambangi dia. Tuan-tuan boleh tidur siang-siang, sebentar pagi sebelum terang tanah kita mesti lekas naik perahu untuk menyeberangi sungai Tiang Kang untuk mendarat di Boe hiat. guna masuk terus ke wiiayah pegunungan Bok Houw San-" Habis memesan, jago tua itu berlalu dengan melompati jendela, lenyap ditempat gelap. Thay Hang Bian-Ciang Ong It Hoei ini seorang luar biasa," berkata Song Kie seberlalunya kawan yang baru itu. "Dia paham ilmu bumi dan ilmu alam, sayang dia tercegah oleh kepandaian silatnya yang berbatas. Mengenai tabiat, dia juga tak sudi dipengaruhi lain orang. Dia lebih menyukai kehidupan sunyi, Syukur dia ketarik terhadapmu, laotee, maka sekarang dia hendak membantumu melakukan sesuatu yang menggemparkan dunia." Tiong Hoa menggeleng kepala. ia tertawa meringis. "Aku sudah bosen dengan penghidupan dunia Kang ouw ini," katanya. "Tak ada pikiranku untuk menjadi jago dalam Rimba persilatan." "Aku kuatir kau tak merdeka lagi." kata Gin Peng tertawa. Pemuda itu melirik si nona, ia melengak. ia heran. Tapi sekarang ia muiai mengerti kenapa mereka itu selalu kasakkusuk -saja. cuma ia belum dapat menerka urusan apa itu yang menantikan ia. Song Kie lantas mengalihkan pembicaraan, hingga si anak muda tidak mempunyai alasan untuk menanyakan lagi. Saking masgul, Tlong Hoa rebah sampai ia pulas sendirinya Tidak sampai satu jam, Ong It Hoei sudah kembali. ia lantas panggil Song Kie dan Gin Peng keluar. "Benarlah apa yang nona Lim bilang," kata ia sesudah mereka berada bertiga saja. "Seng cioe Pek Wan Hang Soe Koen benar benar berniat menjadi jago Rimba Persilatan. Untuk itu sekarang dia lagi bekerja keras, mencari kawan berbareng mengacau Rimba Persilatan.. Secara diam-diam dia membangun partai, buat menghalang-halangi pelbagai jago lurus, guna mencelakakannya." "Apakah usahanya itu sudah tersiar luas?" tanya Gin Peng. "Soe Koen selalu bekerja secara rahasia." sahut It Hoei. "Banyak orang Rimba Persilatan yang belum mengenal atau tahu tentang dianya. Sekarang baru tersiar beritanya saja. Barusan aku menjenguk sahabatku. Dia bilang bahwa baru saja beberapa hari yang lalu ada tetamu tak diundang yang mengajak dia bekerja sama. Ketika ditanya, siapa yang menjadi pemimpin, tetamu itu tak sudi menjelaskan, dia cuma memuji pemimpinnya gagah dan liehay. Sahabatku menjanjikan akan berpikir dulu, bahwa selang tujuh hari baru ia akan memberikan jawabannya." "Kalau begitu, belum dapat kita menyebut Soe Koen." kata song Kie. "Dia cuma sebawahan Pouw Leng-coe, biar dia gagah, dia belum berhak buat menjadi pemimpin Rimba Persilatan. Aku menduga disana ada seorang lain lagi dan Soe Koen cuma menjadi Kaki tangannya. Bagaimana pendapat sahabat mu itu. Ong Loosoe?" It Hoei tidak lantas menjawab, ia cuma bersenyum. Gin Peng mengerutkan alis melihat lagaknya orang she Ong Itu. "Mungkinkah orang tak diundang itu dikenal aku?" ia tanya. "Kenapa ong loosoe tak mau menjelaskannya?" It Hoei mengangguk. "Tidak salah, nona," sahutnya. "Dialah Liok cie-kiam Yong Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Thian Loei." Gin Peng kaget, mukanya menjadi pucat-matanya dipentang lebar. "Benar-benar dia" serunya. "Kalau benar dia, tentu juga dia datang kemari dengan niatnya untuk menangkap Lie Siauwhiap." "Apakah Lie Siauwhiap dapat dibekuk dia?" Ong It Hoei membaliki. "Tapi benar dia berbahaya. Maka itu perjalanan kita mesti dijaga, supaya kita tak mencurigai dan menjadi incaran pihaknya itu. Kita harus waspada terhadap orang yang dibelakang layar itu, yang rupanya pasti luar biasa. cuma dia sudah mengatur segala apa untuk memegat dan menyerang kita ditengah jalan" Hati Song Kie panas, kedua biji matanya menjadi merah. Dia memang beroman jelek dan bengis, dalam kemurkaan itu romannya jadi bertambah menyeramkan. It Hoei menggoyangi tangan dia tertawa. "Sabar Song Pocoe" ia menghibur. Aku telah menyiapkan daya untuk memukul mundur mereka itu. ia berpaling pada Gin Peng untuk memesan: "Nona Lim, kau berdiam didalam hotel. kau ingat Lie Siauw-hiap. Sebelumnya aku kembali kamu pantang berlalu darl pondokan-" Gin Peng bersenyum, ia mengangguk perlahanKemudian It Hoei memesan Song Kie untuk dengan diamdiam nanti mengasi bangun pada lima saudara Kouw, setelah itu. ia berlalu dengan cepat. Malam itu rembuian guram dan angin besar. Embun juga membikin baju demak. Disaat begitu maka disungai Pa soei, sungainya gunung Tay Piat San- dibetulan kecamatan Lo-thian- belasan lie dari kota, di-bagian air dangkal, terlihat tujuh orang lagi menyeberangi tanpa menggunai kendaraan air. Dari situ mereka menuju kebarat-selatan, kearah sungai Tiang Kang. Mereka berlari-lari ditanah tegaian dimana ada tanjak kuburan, ada rimba yang pendek. Suara burung-burung malam membikin suasana menjadi seram. Beberapa orang itu berlari-lari tetapi tak terlalu keras. Ketika itu sudah lantas terdengar suitan dari batang gelaga, datangnya dari beberapa arah, bunyinya cepat dan saling sahut. Di waktu malam seperti itu, suara suitan seperti suaranya hantu menangis. Tapi itu beberapa orang tidak menjadi jeri atau takut. Mereka berhenti berlari-lari, untuk saling mengawasi dan bersenyum. Lantas yang satu menegur terdengar. " Kurcaci dari mana yang berani main giia terhadap aku?" Itulah suaranya Song Kie. Suara itu mendapat sambutan beberapa kali tertawa yang menyeramkan, lalu tertampak munculnya belasan orang yang hitam seperti bayangan, setelah mereka itu datang dekat, nampak yang menjadi pemimpin yalah seseorang berusia diatas empat puluh tahun, tubuhnya jangkung dan kurus. Bajunya warna putih baju panjang yang memain diantara tiupan angin. Dia mempunyai sepasang mata yang tajam. Hanya setelah mengawasi ketujuh orang itu. agaknya dia terperanjat sendirinya dia mundur satu tindak. Dia melihat kekiri dan kanannya agaknya dia bingung. Song Kle bertujuh itu, semua rambutnya yang panjang dilepas turun menutup muka terus sampai didada tertiup angin, rambut mereka itu teriap- riap memain, hingga mereka mirip dengan hantu-hantu gunung. Tentu sekali roman mereka menakuti. "Siapakah kamu ketujuh tuan-tuan?" kemudian si baju putih menanya setelah dia membesarkan nyalinya. "Maukah tuan tuan memperkenalkan diri tuan tuan?" Song Kie tertawa aneh. "Dikolong iangit ini dimana ada ini macam aturan- dia kata bengis. "Kamu tidak tahu siapa kami, kenapa kamu justru datang memegat?" Si baju putih melengak. Bersangsi ia sekian lama. Akhirnya ia memberi hormat dan berkata dengan menghormat juga. "Kami datang kemari karena titah, kami tidak merdeka. sekarang kami mohon tuan-tuan suka berdiam sebentar, sampai tiba tibanya Hio coe kami paham, kami akan menghaturkan- maaf ." "Gila" Song Kie membentak. "Kau apa menyebut hlo coe Tak perduli aku hio- coe harum atau hio coe bau tak sabaran kami menantikan disini. Coba bukan lagi ada urusan penting, untuk dosa kamu menghadang kami saja pasti kami tidak sudi memberi ampun Kamu seharusnya dihukum mampus " orang dengan baju putih itu bingung, Hanya belum sempat dia menjawab, dari belakangnya sudah lompat keluar satu orang yang terus membentak bengis: "Sungguh mulut besar. Akujadi ingin sekali ketahui ilmu silat kau sampai dimana hebatnya" Kata-kata itu ditutup dengan sambaran cambuk. Song Kie melihat ujung cambuk menyambar mukanya. ia tertawa dingin, sembari tertawa ia berkelit kekanan. sembari berkelit itu. sebelah tangannya diangkat guna menangkap cambuk itu Penyerang yang galak itu terkejut. Dia menarik pulang cambuknya. Apa iacur dia terlambat.. Segera dia merasakan satu tarikan yang keras sekali. Walaupun demikian, dia tidak mau melepaskan cekalan kepada- cambuknya. Maka juga, mau atau tidak, dia kena tertarik maju sampai tubuhnya berada disisi penariknya . Song Kie tertawa nyaring. Tangannya yang lainnya, yang lebar, lantas bekerja. Sebat luar biasa, tangan itu sudah mengenai jalan-darah beng-boen dipunggung orang itu. Koay-BinJin Him seorang jago, tenaganya besar sekali, kali ini dia menggunai tenaga sepenuhnya, lantas si galak itu merasa sangat nyeri pada seluruh tubuhnya. Dia seperti digebuki banyak martil Dia lantas menjerit dengan tubuhnya mental belasan tindak. terus roboh terbanting di-tanah dengan mulutnya menyemburkan darah. sedetik itu juga, terbanglah jiwanya. Si baju putih kaget hingga dia melengak pula dan mukanya menjadi pias. Tapi dia menegur: "Tuan, kenapa kau menurunkan tangannya jahatmu ini?" "Adalah aturan biasa dari aku, siapa main gila terhadap aku, bagiannya yalah mampus" sahutnya bengis. "Tak ampun lagi " Mendengar itu, si baju putih tertawa dingin. Selagi dia tertawa itu, dari kejauhan terdengar siulan nyaring yang lama, mengalun tinggi ooooo BAB1 CAHAYANYA sang fajar lagi mendatangi, di empat penjuru, sungai terlihat muiai remang-remang putih. Menyusul suara siulan itu, satu-orang terlihat lari mendatangi, bahkan lekas sekali ia telah tiba. Dari masih jauh sudah mulai terlihat nyata bajunya warna hijau. Dalam jarak deiapan tombak, orang itu melesat maju pesat sekali. Maka sekarang terlihat tegas dialah orang umur pertengahan, kumis dan jenggotnya terpecah tiga. Dia beroman tak sembarang kedua matanya bersinar gaiak. Tapi dia pun nampak heran setelah dia memandang Song Kie bertujuh. Kemudian dia mengawasi mayat orang sebawahannya. Baru setelah itu, dia nampak gusar luar biasa, agaknya mau membunuh orang. orang dengan baju putih itu menghampirkan buat berbisik. "Oh, cuma ini tujuh orang" kata orang baju hijau itu kemudian- "Tidak apa apa lagi." Dia berkata dengan suara dalam, mukanya yang putih nampak bengis. Si orang baju putih nampak takut. "Ya. demikianlah adanya. Ho coe," sahutnya. "Hambamu tak berani mendusta..." "Hm" si baju hijau bersuara. Kembali dengan bengis dia mengawasi Song Kiee bersama. Dia tanya: "Siapa kau" Kenapa kau menurunkan tangan jahat terhadap orang sebawahan Hio coe kamu" Kenapa kamu menyaru menjadi iblis segala" Kenapa kamu tidak berani memperlihatkan diri kamu?" Song Kie mengasi dengar tertawa mengejeknya berulangulang. "Berani kau didepan aku si orang tua menyebut dirimu Hioe coe" ia menegur. " Lekas bilang, kamu dari partai apa" Kenapa kau tidak mau menyebutkan she dan nama kamu." orang dengan baju hijau itu tertawa. "She dan nama Hio- coe kamu memang sejak dulu tak pernah diberitahukan kepada siapa juga" sahutnya jumawa. Song-kie tertawa aneh. "Jikalau begitu kenapa kau tanya she dan namaku si orang tua?" dia membaliki. Orang itu tertawa tawar. Mendadak sebelah tangannya meluncur kemuka Koay-binJin Him. Song-kie tidak menangkis, hanya ia berkelit kekiri. terus ia maju, hingga ketika ia membalik tubuh, ia lantas berada disebelah belakang orang itu Segera ia menyerang dengan dua-dua tangannya. Si baju hijau liehay, dia seperti telah dapat menduga. Dengan cepat dia memutar-tubuh sambil berkelit, sesudah mana, kembali dia menyerang. Dengan begitu terus mereka bergebrak. Yang luar biasa yalah sama-sama mereka lebih banyak menggunai jeriji tangan mereka. cepat sekali mereka sudah bertarung kira empatpuluh jurus. Tiba-tiba Ong It Hoei berdehem dan berkata "Toako, samasama tidak bermusuhan, buat apa mengadu jiwa" Mari kita melanjuti perjalanan kita" Dua kali Song Kie menyerang terus, lantas ia melompat mundur. It Hoei lantas lompat maju, guna menyelak disama tengah. ia memberi hormat kepada si baju hijau, sembari tertawa ia berkata: " Kelihatannya tuan datang bukan untuk kami, oleh karena menurut aku. baikilh salah mengerti ini disudahi saja, Biarlah lain kali kami menghaturkan maaf kami ..." Si baju hijau mengawasi, biji matanya berputar. ia rupanya berpikir keras. sebelum ia menyahuti mendadak terdengar suara suitan gelaga, yang datangnya dari tempat jauh. Suitan itu membikin melengak semua orangnya si baju hijau yang sendirinya menoleh dengan kaget. Ketika itu orang mendengar tindakan berisik dari kaki kuda dan asap pun mengepul naik. Lantas terlihat seorang penunggang kuda mendatangi dengan sangat cepat. Ketika dia sampai, dia berhenti didepan sibaju hijau, terus dia berkata: "Lauw Tocoe mengirim warta terbang bahwa ada lima penunggang kuda sudah melintasi Seng coe kwan dan kabur terus kearah gunung Ho San di An hoei Barat. Mereka dirintangi oleh sekalian saudara tetapi mereka berlima tangguh sekali, mereka dapat lewat dengan paksa. Sekarang Lauw Tocoe lagi pergi mengejar dan aku diperintah datang kemari mengabarkan kepada Hlocoe untuk memperoleh titah terlebih jauh." "Apakah Lauw Tocoe telah merasa pasti?" tanya si baju hijau membentak. "Ya," sahut orang itu. "Memang dianya." Mendengar demikian- sibajuhijau mengulapkan tangan, lantas dia mengajak kawan- nya semua lari pergi. Ong It IHoei lantas kata pada Kouw Jin. "Tolong saadarasaudara memeriksa disini Kalau- kalau ada sisa-sisa kawannya mereka itu, lantas saudara-saudara menanti sebentar aku bersama Song Pocoe hendak menyambut Lie Siauwhiap dan nona Lim. Kelima Hantu menurut, mereka terus berpencaran mencari kalau-kalau ada musuh yang menyembunyikan diri. Song Kie tertawa. "Ong Loosoe sangat cerdik," ia kata. "Bagus siasat kau ini. Si baju hijau itu rupanya, Llok-cie-kiam Yong Thian Hoei." "Tak berani aku menerima pujian," kata It Hoei. "Benar Yong Thian Hoei telah merat dibikin pergi tetapi urusan masih belum selesai. Waiaupun demikian aku tetap sudah mengatur rencana mengundurkan musuh. Sekarang marilah" Bersama Koay Bin Jin Him, ia berlalu dengan cepat. oo ooo Didalam pondokan, dengan api pelitanya, suasana guram dan sunyi. Diluar, suara daun- daun terdengar perlahanDidalam kamar Gin PeIng duduk menvender dipembaringannya dengan mata ditutup tetapi tidak pulas ia lagi menantikan Tlong Hoa. ia mengerutkan alis, tandanya pikirannya kacau, ia berduka. Diatas pembaringan, Tlong Hoa tidur nyenyak. Dia menerbitkan suara ketika dia berbalik. Si nona mendengar itu, ia membuka matanya. ia melihat selimut si anak muda terlepas. ia lantas membetulkan itu dengan perlahan-iahanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tlong Hoa liehay ia merasa selimutnya bergerak. ia lantas membuka matanya. Maka ia melihat sinona sebelum nona itu sempat menarik pulang tangannya. "Aku mengganggu nona," katanya. Gin Peng melirik, ia bersenyum. "Apakah ong Loosoe belum kembali?" si muda tanya. Si nona tidak menyahut. dia cuma menggeleng kepala. "Song Pocoe?" Tiong Hoa tanya pula. "Tadi mereka keluar dengan lekas-lekas, sebentar juga mereka akan kembali," sahut si nona. "Kau tidur saja untuk beristirahat. Segala hal tak usah kau pusingi, Biar Ong Loosoe yang atur" Ketika itu terdengar suara ayam berkokok. Tiong Hoa lantas berbangkit. "Sang fajar telah tiba, tak dapat aku tidur lagi" katanya tertawa- ia lantas memandang Nona Lim untuk bertanya. "Ada satu hal yang aku tidak mengerti apakah nona suka memberikan keterangannya padaku, Dengan begitu akan lenyaplah segala kesangsianku." Nona Lim tertawa. "Aku tahu apa yang menyangsikan siauwhiap." katanya "cerita itu sangat panjang. Hanya ada satu hal yang siauwhiap perlu segera mengetahui. Selama siauwhiap berada dikota raja, komplotan penjahat senantiasa hendak membunuhmu, akan tetapi siauwhiap dapat mendahulukan mereka. Karena terhajar terlebih dulu, mereka jadi kelabakan dan mati daya. Pangeran Hosek dan Bouw Sin Gan mati, mereka Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kehilangan pegangan-" "Apakah Pangeran Hosek telah mati ?" tanya si anak muda heran-"Siauwhiap ketahui sendiri, buat apa siauwhiap menanya lagi ?" jawab si nona. "Meski dia tidak mati, dia toh bakal tak lama lagi." Tiong Hoa bersenyum, ia berdiam. Gin Peng kata pula: "Dimuka rapat di Tiam Chong Sankebanyakan orang Jalan Hitam disana ada orang-orangnya Han Soe Koen. Mereka itu tidak turut didalam rapat. hanya mereka berkumpul bersama soe Koen didalam sebuah gunung yang menjadi sarang rahasia mereka. Disana Hang soe Koen merencanakan segala tindakannya guna mendatangkan malapetaka Rimba Persilatan-..." Tiong Hoa tidak bersenyum lagi. Sebaliknya, ia menjadi bersungguh-sungguh. "Nona Lim, kau ketahui begini jelas?" tanyanya heran. "Apakah siauw hiap lupa kepada Mauw Boen Eng" "si nona balik bertanya. "Mauw Boen Eng dan Yong Thian Hoei menjadi pasangan kekasih, mereka semua menjadi sebawahannya Pouw Leng coe. mereka bekerja dibawahan Hang Soe Koen. Dimuka rapat di Tiam Chong San, atas titahnya Hang soe Koen mereka telah datang ke- kota raja untuk menghamba kepada Pangeran Hosek. disana mereka terus berdiam untuk menantikan ketika guna turun tangan- Yong Thian Hoei menjadi orang kepercayaannya Han soe Koen, dalam segala urusan, kecil maupun besar, dia senantiasa diajak berdamai. inilah sebabnya kenapa aku mendapat tahu jelas tentang sepak terjang mereka itu." Tiong Hoa menjadi mendapat tahu segala apa tetapi ia masih kurang jelas. Kenapa Yong Thian Hoei dengan mudah saja membuka rahasia" Apakah dia telah membukanya terhadap Mauw Boen Eng" Apa benar dia percaya habis pada nona she Mauw itu" Rasanya tak mungkin. Gin Peng cerdas, ia dapat mengerti si anak muda tetap bersangsi. Itu artinya Tiong Hoa belum percaya habis padanya. ia mengawasi tajam dengan sepasang matanya yang jeli. Tiba-tiba kedua belah pipinya menjadi merah sendirinya. ia malu. "Mauw Boen Eng itu bangsa cabul..." kata ia kemudian, rada likat. "Dia banyak kenalannya. Karena itu sering dia berselisih mulut dengan Yong Thian Hoei..." "Yong Thian Hoei sendiri bukan manusia baik-baik " kata si anak muda tertawa. Gin Peng tertawa perlahan"Ketika Yong Thian Hoei melihat aku, dia lantas timbul hatinya yang busuk," ia berkata pula, agak likat. "Diluar tahu Mauw Boen Eng. dia mencoba membaiki aku, untuk mengambil hatiku, dia tak menyimpan lagi segala rahasianya. Pernah dia menyatakan padaku, asal aku suka menikah dengannya, dia akan lantas membinasakan Mauw Boen Eng. supaya dia dapat mengangkat aku sebagai gantinya, sebagai orang kepercayaannya. Mauw Boen Eng liehay sekali. Dia mendapat tahu kecurangan Yong Thian Hoei itu. Berbareng dia jadi benci aku. Maka itu supaya dia dapat pegang kencang pada Yong Thian Hoei, dia telah curangi aku yang dia bawa kedalam istana Pangeran Hosek. Dia serahkan aku pada pangeran itu. Aku hendak dijadikan gundik. Demikian aku terkurung, karena ayah dan ibuku ditangkap. aku tidak berdaya..." "Nona liehay. kenapa nona tidak mau buron?" tanya Tiong Hoa, "Bukankah kau dapat minta Yong Thian Hoei menolongi ayah dan ibumu itu " kenapa nona menjadi tak berdaya membiarkan diri terkurung didalam kamar?" Gin Peng melotot kepada si anak muda. "Tak demikian mudah itu dapat dilaksanakan" katanya, " istana Pangeran Hosek terjaga kuat sekali. Umpama kata aku dapat lolos dan bertemu dengan Yong Thian Hoei, Yong Thian Hoei sendiri tidak nanti dapat menolong aku, Mana dia berani menentang pangeran Hosek?" ia menatap. lantas ia menambahkan: "Setelah Bouw Sin Gan mati dan keluar perintah dari istana untuk segera menguburkan mayatnya, orang diistana Pangeran Hosek sudah lantas timbul kecurigaannya. Mereka kawan-kawannya sehidup semati. Pangeran Ho-sek sendiri juga curiga. Mereka lantas dapat menduga kemungkinan kuburannya Sin Gan bakal ada yang gali. Yang sulit untuk komplotan itu turun tangan yalah penjagaan yang keras di dalam ruang dimana peti mati ditaruh begitupun sampai hari penguburan- oleh karena itu, saking putus asa mereka mau menggunai kekerasan- Mereka berniat menawan kau, siauwhiap. Semua rencana itu telah dapat diketahui olehku, ketika itu siauwhiap belum memasuki istana." Tiong Hoa tertawa tawar, alisnya terbangun. "Terima kasih buat keteranganmu ini nona," kata ia, "Apa juga rencananya mereka itu, aku tidak takut" Nona Lim tertawa. "Aku tahu, tak lama siauwhiap muncul dalam dunia Kang ouw, lantas namamu menjadi tersohor." katanya. "Biar bagaimana, siauwhiap pasti saja Jumawa karena siauw- hiap terlalu mengandal kepada kegagahanmu. Baiklah siauw hiap ketahui bangsa kurcaci banyak sekali akal muslihatnya dan mereka itu tak memandang cara hina-dina atau tidak. sebenarnya sulit buat menjaga diri dari sepak terjang mereka itu. Maka itu aku kuatir sekali untuk kau, siauw-hiap." Demikian segala rahasia mereka itu telah aku beritahukan Ong Loosoe. Sekarang ong loosee lagi bekerja guna memukul mundur pada musuh. Siauw hiap tidak tahu bahwa sekarang ini Siauwhiap seperti masih dalam tidur..." Tiong Hoa melengak. Tiba-tiba terdengar tertawa yang nyaring, lalu tampak Song Kie dan Ong It Hoei berlompat masuk. Song Kie segera menyambar mayatnya Bouw Sin Gan yang diletaki diatas pembaringan, untuk digembol diatas punggungnya. kemudian dengan menarik tangan si anak muda, ia kata keras: "Mari Kita berangkat" ia menarik tanpa menanti orang setuju atau tidak. Ong It Hoei pun segera mengajak Gin Peng berlalu. ooo Perjalanan telah dilakukan bukan hanya dalam satu hari ketika orang sudah melintasi wiiayah propinsi Kang-say dan muiai memasuki propinsi Hok-kian Barat, di pegunungan Boe Ie San- Ketika itu langit terang sekali hingga tanah pegunungan nampak sangat tegas. Ong It Hoei mengambil arah selatan- "Saudara ong. mengapa kita tidak menuju ke timur?" tanyanya. "Tidak salah" kata Song Kie tertawa. "Nyata laotee lebih tahu jalanan daripada ong Loosoe" Anak muda itu menggeleng kepala, ia masgul. Gin Peng tidak turut bicara, ia cuma tertawa merdu orang mengikuti Ong It Hoei yang mengambil jalan-jalan yang sukar dan berbahaya, diantara rimba- rimba dan selat, makin lama makin sulit. Nyata dia mengenal baik tempat itu. Paling belakang mereka berada dalam selat yang sempit, yang tinggi tembok dan gunung dikiri dan kanannya. Kapan dia itu orang dongak melihat keatas. mereka seperti berada didalam lubang dalam. Diatas iangit bergaris terang. Tiong Hoa memikirkan tempat itu. ia berdiam saja, ia jalan terus mengikuti It Hoei, mereka tiba dipengkolan, mendadak ia melihat sebuah lembah yang lebar dimana ada banyak pepohonan, dimana juga ia menampak rumah dari dalam mana terlihat asap mengepul. Ia menjadi heran"Sungguh sebuah tempat yang indah." pujinya didalam hati " orang yang tinggal disini mestinya seorang terpelajar yang hatinya lapang. Mesti ada sebabnya mengapa Ong It Hoei mengajak aku kemari.... " Tiba-tiba terdengar tertawa ramai dari arah rumah, dimana lantas terlihat serombongan orang bertindak keluar untuk menghampirkan mereka. saking heran Tiong Hoa tercengang, matanya mendelong. Kawanan itu yalah kawanan dari Kang Ban ceng, yaitu siauw sancoe atau tuan muda dari gunung Tay ln San, siapa didampingi Lo Leng Tek sedang dibelakangnya terlihat Sin Gan Tok kak kwie Cee Cit bersama-sama-Cek In Nio, Phang Lee Hoen, Lin Siauw Keng, Sin Kong Tay, Sun Yok dan Lauw chin. Baru sekarang Tiong Hoa mengerti akal muslihatnya Ong It Hoei. ia tidak mengarti akan tetapi ia menjadi kagum sekali. orang benar sangat liehay. segera ia tertawa, dengan cepat ia bertindak menghampirkan Kang Ban ceng untuk memberi hormat seraya berkata nyaring: "Terima kasih Siauw sancoe dan Lo Loosoe. Tak sanggup aku menerima penyambutan ini" Kang Ban ceng sebaliknya sudah lantas menjatuhkan diri, untuk berlutut sambil mengangguk-angguk sedang airmatanya terus meleleh keluar. "Siauwhiap." katanya terharu, "budimu sangat besar, tak dapat aku membalasnya, maka itu terima hormatku ini" Tiong Hoa menjadi repot lekas-lekas ia mencegah dan memimpin orang bangun. "Jangan, jangan" katanya. "Kita sahabat satu dengan lain, pantas saja kita bekerja sama dan saling membantu." Habis berkata itu anak muda ini lompat menubruk Cee Cit, saking terharu, sampai melinangkan airmata. "Toako, aku sangat kangen padamu" katanya. Matanya Cee Cit pun merah tetapi dia masih dapat menahan menoblosnya air mata.. Dia tertawa. "Aku telah mendengar namamu, hiantee, bukan main girangku" katanya. "Sayang tidak dapat aku segera berangkat ke Selatan untuk memberi selamat padamu Aku tertahan banyak urusan Tapi sekarang tak ada ketika untuk kita omong banyak. silahkan hiantee menemui dahulu saudara-saudaramu itu" Tiong Hoa menurut, ia lantas menemui Siauw Keng semua. Ketika ia memperkenalkan Gin Peng pada In Nio dan Lee Hoen, mukanya merah sukar ia membuka mulutnya. "Tak usah kau jelaskan lagi" kata In Nio tertawa. "Aku sudah tahu" Lantas In Nio, Lee Hoen dan Gin Peng bicara sambil tertawa riang melihat mana si anak muda menjadi tercengang, girangnya bukan buatan- "Saudara Lie, mari masuk dulu kedalam-" Siauw Keng mengundang. "Kau tidak boleh membikin Nona Hoo menanti terlalu lama, dia akan bersengsara nanti, matanya bisa-bisa mendelong terus-terusan-" Kembali Tiong Hoa heran- Tapi ia tak dapat terus dalam keheranan, Kang Ban ceng sudah lantas mencekal tangannya. buat dipimpin kedalam Sekarang Tiong Hoa melihat tegas, di-belakang rimba itu berdiri beberapa ratus rumah lainnya. Ban ceng mengundang tetamunya masuk kedalam sebuah rumah yang besar dimana mereka berkumpul didalam ruang depan yang lebar, tetapi duduk belum lama, Lin Siauw Keng lantas mengundang si anak muda masuk keperdalaman, katanya untuk menemui Nona Ban InMulanya Tiong Hoa bersangsi. setelah Ban ceng pun menganjuri, ia turut Siauw Keng bertindak kedalam. Ban-in mengenakan pakaian serba putih. ia duduk tenang menghadapi meja rias. mulutnya pendiam, mukanya yang merah dadu tersungging dengan senyuman halus dan manis. Semenjak ditinggal Tiong Hoa. ia senantiasa berada dalam kesepian dan kedukaan- alisnya selalu berkerut, kalau berada sendirian, Untuk mengurangi airmatanya. Syukur disana ada Siauw Keng dan Wan In, yang selalu menghiburmya, terutama hiburan yang berupa warta halnya Tiong Hoa sudah mengangkat nama di Selatan- Karena si anak muda tetap belum juga kembali, ia tetap berduka. Kemudian Siauw Keng dan Wan In menukar siasat tak bicara lagi tentang anak muda itu. ia sendiri lantas memuja Sang Buddha didalam kamarnya, setiap pagi ia menghormatinya dan memohon keselamatan untuk pemuda pujaannya. Baru kemudian, mendadak muncul Cek In Nio dan lainlainnya, dengan beritanya bahwa Tiong Hoa bakal lekas kembali. Baru sekarang ia menjadi girang, hingga wajahnya menjadi bersih dan terang. Tak lama dari itu datang pula Tiatkimkong cian Siauw Hong, adik seperguruan dari ketua Hoay Yang Pang, yang membawa suratnya Kwie-kiam-cioe Cee Cit untuk Lin Siauw Keng. Menerima surat itu, Siauw-keng berpikir keras, kemudian surat diserahkan pada Cek In Nio. Nona cek pun berpikir, kemudian ia kata: "Lin loo-soe, kita mesti turut apa katanya surat ini Kita mesti meninggalkan ciat Hee Nia, untuk berangkat keselat Toh Boan Kok di Boe le San " Siauw Keng menurut, maka orang lantas bekerja. Semua orang tahu bunyinya surat, kecuali Ban-in seorang. Tapi Nona Ban dapat diajak bicara, dia suka diajak pergi bersama. Begitulah orang meninggalkan ciat Hee menuju ke Hokkian, sedang cian Tiauw Hong kembali kemarkas Thian Hong Pang di Siauw Koh San, guna meiaporkan tugasnya. Demikian Ban-in berada di Toh Goan Kok. atau selat Taman Bunga Toh. Ketika ia mendengar tibanya Tiong Hoa, ia tidak turut keluar menyambut, ia menanti didalam kamarnya. ia baru berbangkit ketika ia mendengar suara Siauw Keng dan Tlong Hoa yang berjalan masuk sambil bicara dan tertawa. Tiba di ambang pintu Siauw Keng kata tertawa: "Aku mesti pergi kedepan. sebentar aku kembali " lantas ia ngeloyor pergi. Kamar menjadi sunyi. Empat mata bentrok sinarnya. Kedua muda-mudi berdiri menjublek saling mengawasi. Ketenangan itu tak berjalan lama. Mendadak tubuh si nona bergerak. berlompat menubruk pemuda pujaannya. Dan si anak muda mementang ke dua tangannya menyambutnya . Segera juga terdengar si nona menangis terisak saking girangnya. Tiong Hoa mengelus-elus rambut hitam dan bagus dari nona itu. juga kedua belah pipinya. "Aku berada disini sehat wal afiat, seharusnya kau girang kenapa sekarang kau menangis?" katanya bersenyum. "Ban In, kau tertawalah" Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ban In mendekam terus didadanya sianak-muda, ia berdiam diri saja. "Aku tahu, kau tak setuju aku hidup merantau," kata si pemuda kemudian, "tetapi apa aku bisa bilang" Aku memang ingin hidup menyendiri. Keadaanlah yang memaksaku, tetapi kau jangan kuatir. sekarang telah tiba waktunya buat kita melaksanakan cita-cita kita. Kau pasti bakal puas . " Kalau ia ingat, Tiong Hoa sangat terharu untuk Ban-lnKesannya sangat mendalam terhadap si nona yang lemah lembut. ia ketarik bukan cuma disebabkan kecantikannya, terutama karena hati bersih si nona. ia pun telah-ditolong nona itu. hingga budinya harus dibalas. "Ban-in, tertawaiah " katanya pula kemudianAkhir-akhirnya Ban In mengangkat kepalanya, wajahnya tersungging senyuman- Tak tahan si anak muda, ia membekap muka orang dengan mukanya. Tak tahu muda-mudi ini berapa lama sudah mereka berada didalam kamar itu ketika mereka terkejut mendengar tertawa riuh yang mendatangi, dengan kaget keduanya memisahkan diri, ketika mereka menoleh, mereka melihat diambang pintu Cek In Nlo berbaris bersama Phang Lee Hoen dan Lim Gin Peng, semua mereka itu tertawa manis. Muka Ban In menjadi merah karena jengah. Tiong Hoa likat sebentar, akhirnya ia tertawa. "Ya, ya, kamu tentu tak puas terhadap ku" katanya. "Baiklah, kamu juga bakal dapat giliranmu ..." "Cis" berseru In Nlo. "Pandai bicara ya" Tiong Hoa menghampirkan Nona Cek. ia berbisik ditelinga nona itu. Muka In Nlo menjadi merah. "Cis" dia berseru pula, lalu kepalannya meluncur menumbuk Tiong Hoa berkelit sambil tertawa.. "Sudah, mari" In Nlo berkata. "Kang Siauw-sancoe sudah menyiapkan meja perjamuan, dia minta kami mengundang kamu, tuan besar Lekasan, ibu pun berada di sana" Tiong Hoa tertawa pula. "Hayolah" katanya, seraya ia menarik tangan Ban InMaka bertemulah Tiong Hoa dengan ibu mertuanya bersama siapa ia duduk berpesta dengan gembira. Ketika besok paginya orang berkumpul diruang tengah, suasana lain daripada kemarinnya. Kali ini orang bukan berkumpul dimeja pesta, hanya didalam sebuah ruang berkabung dengan meja sembahyangnya yang lengkap segalanya. Kang Ban ceng muncul dengan pakaian serba putih. Dimuka meja terlihat Bouw Sin Gan bertekuk lutut terpaku. Dia telah diberi obat-yang menyadarkan, hingga dia bukan lagi seorang mayat, bahkan dia sadar sesadar-sadarnya. Maka dia mendengar ketika semua kejahatannya dibeber. Dia berdiam saja. Dia insaf akan segala perbuatannya. Karena dia sudah tidak berdaya, dia menerima apa orang perbuat atas dirinya. Dia menutup rapat ke dua matanya, sampai tiba saat hukumannya. bacokan merampas jiwanya, membikin tubuhnya hancur lebur. Baru sekarang Kang Ban ceng puas, ia menangis tetapi hatinya lega. Malamnya Tiong Hoa berkumpul berempat bersama Lo Leng Tek, Ong It Hoei dan Cee chit. Leng Tek menghela napas. Kata dia. "Biasanya aku merasa akulah si orang cerdik. nyatanya sekarang aku tak dapat merendengi Ong Loosoe, Siauwhiap, dengan Ong Loosoe membantumu, tak usah kau kuatir yang kau tak dapat menertibkan Rimba persilatan" Tiong Hoa melengak, ia heran- Kemudian ia menggeleng kepala. "Ketika dulu hari aku kabur dan menukar peiajaran surat dengan silat, semua itu karena terpaksa," ujarnya. "Setelah merantau. aku melihat keganasan dalam Rimba persilatan, hatiku menjadi tawar. Disana cuma ada kedengkian, ketamakan, mau menang sendiri Aku sebal melihatnya. Tempat ini bagus sekali, aku ingin diam menyendiri disini. iniiah cita hidupku, damai dan berbahagia, urusan dunia Rimba Persilatan, tak kupikir sedikit juga..." "Tapi aku kuatir kau tak merdeka lagi, saudaraku" kata Cee Cit. Anak muda itu heran"Apakah artinya perkataanmu ini, toako" ia tanya. Cee Cit tertawa lebar. " Hiantee." katanya, "sekarang ini kau telah menjadi seperti paku dimatanya sekalian hantu dan siluman Mereka baru puas apabila mereka sudah dapat menyingkirkan kau.Jikalau tidak ada Ong Loosoe dengan siasatnya yang istimewa itu, mungkin kau telah terjatuh kedalam tangan mereka. Kau tahu. Toh Boan Kok ini tempat asalnya Ong Loosoe maka itu, lama-lama kawanan hantu itu pasti bakal datang juga kemari. Tidak nanti mereka puas dan berhenti dengan kegagalan mereka itu Sekarang ini Hang Soe Koen telah mengumpulkan banyak sekali jago sesat. Maka itu, kau harus ingat keselamatan Rimba Persilatan" Tiong Hoa berdiam. ia merasa keangkuhannya tersinggung. Setelah kecilnya sangat terhina, sekarang sifat-tabiatnya berubah menjadi lain sekali. ia angkuh dan rada kepala besar, tak sudi ia dipermainkan pula oleh siapa juga "Ya, tak dapat aku berdiam saja," pikirnya kemudian"Mereka jahat, mereka mesti ditumpasJikalau tidak. mereka bakal mengganas dan mengacau terus Bagaimana nanti akibatnya kebencanaan mereka itu Tapi...aku bagaimana akhirnya dengan aku sendiri" Pohon besar mudah mengundang datangnya sang badai Kenapa aku mesti mencari pusing sendiri"." Kemudian ia bersenyum. "Hal ini baik belakangan saja dipikirkan pula dengan perlahan-lahan," katanya. "Dunia ini luas, mesti ada tempat dimana dapat aku memernahkan diriku... kalau aku terus bersembunyi dan tak keluar-keluar, apa mereka itu dapat bikin atas diriku?" Kemudian ia memandang It Hoei dan kata. "Ong Loosoe, aku minta kau menjelaskan segala apa kepadaku, supaya aku terus menerus berada didalam kegelapan-" Ong It IHoei tertawa. "Hal itu baik belakangan saja kita bicarakan pula," sahutnya. "Cee Tayhiap masih mempunyai lain urusan yang hendak dibicarakan dengan kau. Lie Siauwhiap." Matanya Tiong Hoa bersinar tajam mengawasi kakakangkatnya itu. Cee Cit pun balik mengawasi, hanya dia lantas berkata: "Hiantee, aku hendak bicara mengenai Lo-sat Kwie Bo. Sekarang ini dia sebal dengan penghidupan dunia Kang ouw, maka dia ingin mencari satu tempat sunyi dimana dia hendak hidup menyendiri. Dia ingin memuja Sang Buddha, untuk bertobat. Dia senang dengan selat ini, maka dia telah memilih satu tempat di belakang gunung. Disana siauw-sancoe telah memerintahkan orangnya membangun sebuah kelenteng. Karena itu sekarang tinggal satu hal yang Lo-sat Kwie Bo berati. yaitu soal jodoh puterinya dengan kau. hiantee. Kau harus lekas menikah." Mendengar itu, muka Tiong Hoa menjadi merah, ia kata. "Tentang ini" katanya perlahan, "aku mesti bicara dulu dengan ayahku... Disana pun ada Pouw ..." "Tentang itu tak usah hiantee pikirkan," kata dia. "Kepada ayahmu aku sudah menulis surat, suratnya telah aku kirim tadi malam, maka itu lekas juga bakal datang balasannya." Hati Tiong Hoa tidakpuas. Selama yang belakangan ini, ia seperti kehilangan kemerdekaannya. Benar Ong It Hoei beramai bertindak untuk keselamatannya tetapi ia tidak tahu menahu. Sekarang timbul pula sepak terjangnya Cee Cit. Orang menulis surat kepada ayahnya tanpa berdamai pula dengannya. Maka sepasang alisnya terbangun- dengan mata merah ia mengawasi Kwie Kian cioe. Hampir ia mengeluarkan kata-kata yang keras, atau disitu mendadak muncul In Nio. Sinar matanya bentrok dengan sinar mata si nona, batal ia membuka mulutnya. "Adik Hoa, apakah kau tak senang dengan pernikahan ini?" si nona tanya dingin. Tiong Hoa menjadi bingung, mukanya menjadi merah. "Penasaran, enci " kata dia "Mana aku tak senang?" "Sabar, nona." Cee Cit menyela. "Sebenarnya saudaraku ini cuma berat memikirkan dua saudara Pouw. Soal bukannya soal sukar. Pernikahan kamu dapat diatur harinya bergantianAkupun telah mengirim orang ke Siong-san menyambut kepada keluarganya Pouw itu." Mukanya In Nio bersemu merah. Ia likat. Kemudian ia memandang Tlong Hoa dan kata singkat. "lbu panggil kau " Tiong Hoa menyeringai, lantas ia meminta diri dari Cee Cit bertiga, terus ia ikut In Nlo keluar. oo ooo Sang waktu berjalan dengan cepat, sebentar rasanya, tujuh hari telah lewat. Dari kotaraja telah datang balasan kabar, Lie Siangsie menulis surat, menyatakan akur untuk pernikahan puteranya dilakukan di Ho kian, bahkan Cee Cit pun diminta menjadi coe-hoen. untuk mengepalai dan mengurusnya hingga selesai. Lie Siangsie pun membekali rupa-rupa pesalin, hanya halhal di kotaraja dia tak menyebutkan sama sekali. Itu bukti bahwa keadaan disana amanBerhubung diterimanya balasan kabar dari kota raja itu. maka tiga hari kemudian ramaiiah Toh Goan Kok. Dibantu oleh semua orang, Kang Ban ceng telah mengatur persiapan pesta nikah, Disana tidak ada orang luar tetapi jumlah mereka sendiri sudah cukup untuk meriahkan suasana pengantinan- Suara seruling, suara tambur, suara gembreng, cukup memekakkan telinga... Tlong Hoa bersama-sama Cek In Nio, Ban In, Phang Lee Hoen dan Lim Gin Peng telah menjalankan upacara nikah mereka, sederhana tetapi mengembirakan... Langit cerah ketika disebuah puncak. yang dipisahkan dengan Toh Goan Kok dengan beberapa puncak lainnya lagi, terlihat munculnya dua orang dengan pakaian sing sat. Mereka berumur rata-rata tigapuluh lebih, tangan mereka membekal golok. Mereka berlari-lari. Nyata mereka telah diganggu keletihan- Selagi lari terus, orang yang disebelah depan berhenti dengan tiba-tiba. Dia menoleh, dia tertawa menyeringai dan kata:" Saudara Teng, rasanya kita sudah menyingkir dari bencana kematian-.. lihatlah pegunungan begini luas" Musuh boleh berjumlah besar tetapi mana dapat mereka mencari kita di sini, cuma sulitnya yalah dimanakah tempat kedlamannya siauwsancoe..." Katanya ia memilih pegunungan Boe Ie San ini, tanpa ia menyebutkan keletakannya. sukar kita mencarinya. Kita mesti menggunai banyak waktu." Jilid 33 : Pouw Liok It meninggalkan duniawi (MISTERI LAMBANG MAUT Jilid 14) "Kelihatan tempat kedlaman nya siauw-sancoe bukan didekat-dekat sini," kata orang yang kedua. "Kalau benar disini. Lo loosoe mesti memasang orang-orangnya. Lihat gunung kosong dan sunyi begini. Tapi benar, kita memang sudah lolos dari ancaman bahaya..." Baru orang itu berkata demikian itu, dari samping mereka lantas terdengar tertawa yang menyeramkan"Belum tentu" demikian satu suar menyusul. Dua orang itu kaget. Mereka lantas menoleh, mengawasi tajam kearah dari mana suara tadi datang. Tak usah mereka berdua menanti lama, lalu mereka lantas melihat munculnya enam orang, yang rupanya sejak tadi bersembunyi diantara pepohonan- Mereka semua gesit gerakgeriknya. Yang maju didepan seorang berjubah biru, kata menyeringai: "Kamu berdua bangsa orang-orang ternama, mana bisa kamu lolos dari tanganku si orang tua" Sebabnya kenapa aku tidak segera membekuk kamu iaiah supaya kamu dapat menjadi petunjuk jalan untuk kami supaya kami dapat mencari Kang Siauw sancoe kamu" Lantas orang tua itu tertawa, suaranya memecah kesunyian gunung. Dua orang itu bermuka pucat. Dengan cepat mereka sudah terkurung. Mereka bingung: "Lari atau terima binasa?" Selagi mereka itu tak berdaya, mendadak mereka mendengar suara meletup beberapa puluh tombak disisi mereka. Ditengah udara lantas melihat muncratnya lelatu api, yang disusul dengan suara bersuit keras. Kawanan pengurung itu nampak kaget. si orang tua berbaju biru tidak takut. Dia bahkan tertawa. "Terangiah bocah she Kang itu sembunyi tak jauh dari sini" katanya. "Mudah saja aku si orang tua mendapatkannya" Baru dia berkata begitu, tapi dalam pepohonan lebat terlihat keluarnya kira sepuluh orang, diantaranya ada Tok-Pie Teng koan coei Kiat Him dan Sim Yok serta Lauw chin. Melihat coei Kiat Him yang berlengan satu, si orang tua baju biru tertawa tergeiak. Kata dia jumawa. "Manusia bercacad, kau masih berani banyak tingkah" Jangan kau jangan bikin kotor tanganku si orang tua" Kiat Him paling mendongkol orang menyebut cacadnya itu, ia lantas maju kedepan orang seraya sebelah tangannya diluncurkan, Sembari menyerang itu, ia kata keras: "Mari kau rasai pukuian udara kosong dari orang tanpa daksa" sijubah biru terkejut menyaksikan serangan itu, akan tetapi ia menangkis. Dengan begitu tangan mereka berdua beradu keras. Kesudahannya dia jadi bertambah terkejut. ia terhuyung mundur beberapa tindak. "Apakah kau masih belum mau menyerah. tanya Kiat Him tertawa tawar. si baju biru gusar bukan main, mukanya menjadi pucat dan padam. Segera ia menghunus pedang dipunggungnya. "Jangan jumawa" katanya bengis. "Aku menghendaki kau menyerahkan kepalamu" Sim Yok berlompat maju, tangannya memegang dua batang pedang pendek. "Loo-enghiong siiahkan mundur" kata dia, "Serahkan bangsat tua ini pada aku si orang muda" Mulanya Sim Yok menggunai cambuk Peng coa-pian yang lunak tapi sejak di In lam. Tiong Hoa menganjuri ia menukarnya sebab katanya cambuknya itu banyak cacadnya cuma dipakai berkeiahi renggang kalau rapat lantas tak merdeka lagi. Si jubah biru mengerti dia lagi menghadapi lawan-lawan Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tangguh dia tidak mau banyak iagak lagi, dengan lantas dia mengulapkan tangannya, memberi isyarat untuk kawan kawannya maju. Maka merangsaklah enam musuhnya. Melihat demikian- coei Kiat Him juga tidak berdiam saja. Maka kedua pihak lantas bentrok. Si baju biru sendiri meiayani sim Yok. dengan pedangnya dia lantas menikam ke pundak. Orang she Sim itu berlaku sabar. Mengenai ilmu pedang, kecuali dari Tiong Hoa, ia pun telah dapat petunjuknya Cek In Nio. ia menunggu sampai ujung pedang sampai, dengan gesit ia berkelit kekiri. Musuh itu terkejut mendapatkan serangannya kosong. Lekas-lekas ia bergerak mundur guna menukar kedudukan- ia lantas serang lawannya. Sim Yok merangsak. tiga kali dia menikam saling ganti begitu lekas tusukannya yang pertama gagal. Si baju biru mengeluarkan keringat dingin. Syukur ia keburu menyedot dadanya, kalau tidak. celakalah ia Walaupun begitu, bajunya kena tertubias bolong, ia menjadi sangat gusar, maka waktu lawan maju lagi, ia memberikan perlawanan dengan gigih. Tiba-tiba terdengar jeritan kesakitan, dua kali beruntun. baju biru terkejut. "Tahulah ia bahwa ada kawannya yang telah dirobohkan musuh. ia menjadi semakin gusar. maka ia mengulangi serangannya dengan bengis sekali. Tiga kali Sim Yok di serang hebat hingga dia terpaksa mundur dua tindak. Sembari berkelit itu si baju biru mencoba melihat kearah kawannya. ia mendapat kenyataan lima kawannya, dua sudah roboh, jatuh ke lembah dan tiga yang lain nya juga terancam bahaya. Kiat Him tidak turut bertempur, dia lagi memasang mata. rupanya setiap waktu dia bisa turun tangan juga. ia menjadi kecil hati, harapannya buat menang menjadi terbang. Maka ia memikirkan untuk menyelamatkan diri. Begitulah selagi bertempur itu, ia menggunai tipu menggertak. tempo Sim Yok berkelit, ia lompat mundur, terus ia lari kabur kearah lembah. Sim Yok berseru, dia bergerak untuk mengejar. "Biarkan saja." Kiat Him mencegah. "Dia pasti bakal datang pula. Hampir berbareng dengan itu ada terdengar tiga kali jeritan dahsyat itulah suaranya sisa tiga orang yang kena dirobohkan oleh Lauw chin beramai, tubuh mereka itu terguling kedaiam jurang. Sim Yok menurut, ia tidak jadi mengejar. Kiat Him lantas mengawasi dua orang yang baru datang itu. "Kamu datang langsung kemari, kamu keliru" katanya bengis. "Bukankah siauw sancoe telah memesan wanti-wanti, kalau ada bahaya kamu tak boleh menyingkir ke Boe Ie San ini hanya mesti ke tempat ramai dimana saja, baru nanti dari sana selewatnya beberapa hari, diam-diam kamu mencari hubungan dengan kawan di cabang Yan bwee untuk merekalah yang mengajak kamu datang kemari" Tidakah sekarang kamu menjadi membawa bahaya untuk siauw sancoe?" Dua orang itu berdiam. "Aturan kita keras." kata Kiat Him pula, "maka itu perlu kau mempunyai alasan, kalau tidak. kamu bisa kehilangan tangan atau kaki kamu Thio Ie. Teng Beng Seng, lekas bilang, kalian mempunyai alasan atau tidak?" Dua orang itu menjadi pucat. Thio Ie menjawab: "Kami berjumlah bertujuh, kami diberi tugas berdiam ditempat rahasia dibukit Hwee Liong Nia. Sebenarnya kami susah di cari musuh, apa celaka mereka itu menggunai api terpaksa kami lari menyingkir." "Meski begitu tak selayaknya kamu lari langsung ke Boe Ie San ini" Kiat Him menegur pula. "Meskipun kami tolol tidak nanti kami berani lari langsung kemari," berkata Teng Beng Seng. "Kami terpaksa kabur kemari sebab cabang di Yan-bwee sudah diubrak-abrik dan Hauw To coe telah kena ditawan musuh. Sebelum datang ke Yan bwee kami sudah melihat suasana buruk. Secara diamdiam kami mencari Hauw To coe di tempat tahanannya itu. Diaiah yang menitahkan kami segera lari ke Boe Ie San, guna mengasi kabar, Sayang selagi kami keluar dari sarang musuh, kami kepergok. lantas dikejar. Sebab itu dalam bingung kami lari langsung kemari" Kiat Him terkejut. "Bagaimana caranya cabang Yan Bwee dapat diketahui musuh?" tanya dia. "Kalau begitu, mari lekas menghadap siauw sancoe untuk kamu memberikan laporan kamu" Sebelum berangkat, Kiat Him kata kepada Sim Yok dan Louw chin: "Aku minta kamu suka mencapekan hati menjaga disini dengan waspada. Aku kuatir musuh nanti datang pula nelusup kemari. Aku akan segera kembali" Sim Yok dan Lauw chin menurut, maka Kiat Him lantas pergi bersama Thio Ie dan Beng Seng. Sim Yok telah memberikan isyarat, karena mana di Toh Goan Kok orang sudah lantas berlaku waspada. Kiat Him bertiga sampai dimulut lembah dengan lantas bertemu dengan Kwie-Kian-cioe Cee Cit. ia lantas menuturkan hal datangnya Thlo Ie berdua. "Mari lekas masuk" kata Cee Cit, yang lantas mengajak orang lari ke toa-thia, ruang utama. Kang Ban ceng bersama Lo Leng Tek dan Ong It Hoei sudah menantikan, begitu mereka itu melihat tibanya Cee Cit berempat. siauw sancu si ketua muda, mendahului menanya. "siapa musuh yang datang menyerbu itu." Kiat Him menuturkan kejadian barusan, ia lantas menunjuk Thio Ie dan Teng Beng Seng, setelah mana kedua ruang itu menceritakan kenapa mereka terpaksa lari langsung ke Boe Ie san. Ban ceng menjadi berduka. "Apakah kalian tahu siapa musuh itu?" ia tanya. Thlo Ie menjura. ia menyahut tak tahu . "Lo siokhoe, bagaimana ini?" Ban ceng tanya Leng Tek kepada siapa ia berpaling, ia berduka sekali. Leng Tek mengeluh di dalam hati. Ketua muda ini sangat lemah dan bodoh, dia beda jauh daripada ayahnya yang gagah dan pintar. "Mereka ini bersaiah tetapi dapat diberi ampun-" kata ia. "Baik mereka diserahkan aula Heng-tong untuk dihukum rangket tiga puluh rotan, setelah mana mereka harus beristirahat." Ban ceng setuju, maka ia berikan keputusannya. Ketika dua orang itu dibawa pergi, Kiat Him pun berlalu untuk bertugas pula. Leng Tek masgul hingga ia mengheia napas. "Aku percaya didalam tempo tiga hari musuh bakal datang menyerbu," kata Ong It Hoei yang bersenyum. "Bagusnya mereka masih belum ketahui tempat kita ini. Baik kita pakai akal untuk menyesatkan mereka lalu ditempat tersasar itu kita jaring mereka untuk dibekuk semua" Mendengar itu, hati Ban ceng terbuka. "Bagaimana caranya itu loosoe?" ia tanya "ingin aku mendengar keteranganmu." It Hoei bersenyum pula. "Biarlah aku memikirkannya dulu sekalian nanti memeriksa tempat keletakannya." sahutnya. Ban ceng menghela napas. "Dasar aku yang bodoh," kata ia berduka. "Ayah mengatakan aku tidak dapat memegang pimpinan, sekarang kata-kata itu terbukti. Terang orang semua mengarah aku dan aku tidak berdaya. Maka itu aku memikir menyerahkan kedudukan kepada Lie Siauhiap supaya Rimba Persilatan tak tercelakakan karena aku..." "Sabar san coe," Leng Tek menghibur, sedang didalam hati, dia berduka sangat. "Biariah hal ini kita atur perlahan-lahan. Aku percaya tidak nanti Lie Siauhiap tidak akan mengajukan dirinya.." Ong It Hoei sementara itu sudah berpikir, terus ia mengisikisi ketua muda. "Bagus. losoe " Ban ceng memuji. "Segera aku akan menjalankannya. ia malah lantas pergi kedalam. Ong It Hoei lantas menceritakan kepada kawannya bagaimana ia mau menggunai akal meminta Tiong Hoa menggantikan ketua muda mereka memegang tampuk pimpinan- Ia mendapat kesetujuan- Maka itu, habis berdamai pula sebentar, mereka lantas jalan cepat ke belakang. Digunung belakang. sebeiah timur, ada sebuah curug. Keletakan disitu berbahaya. curug itu tinggi dan suaranya berisik. Di samping air tumpah itu ada berdiri sebuah kuil yang kecil- mungil yang dikurung d engan pohon-pohon teh. Tempat itu sunyi dan pemandangannya menarik hati. Tembok kuil putih dan mereknya berbunyi: "coe cay Am. Jadi itulah biara wanita dimana ada dipuja Koan Im Pou-sat. Surat itu indah dan keren sebab itulah buah kalamnya Lie Tiong Hoa. Ketika itu ditepi air tumpah ada lima orang lagi berdiri mengawasi muncratan air. Mereka seperti teraling oleh air tumpah itu. Mereka bukan lain daripada Tiong Hoa berlima, yang tengah menikmati curug itu. Langit cerah dan bunga bunga tampak nyata. "Lihat engko Hoa" mendadak Lim Gin Peng berkata sambil tangannya menunjuk kedepan kejurang diseberang. Lihat Ong Loosoe dan lainnya lagi mendatangi Mereka bertindak dengan lekas sekali. "Tentu ada urusan penting." Tiong Hoa dan yang lainnya berpaling. Si anak muda nampak heran- ia berdiam saja mengawasi mereka itu. Belum lama tibalah Ong It Hoei bertujuh. Tiong Hoa mengawasi terus. Ia melihat wajah orang bersungguhsungguh, bahkan Lo Leng Tek rada bergelisah atau berduka. "Siauw sancoe mendapat sakit mendadak." kata orang she Lo itu, "Mungkin dia tak dapat ditolong lagi, maka itu kami datang atas perintahnya mengundang kau, siauw-hiap. Mari lekas kita pergi. Katanya siauw sancoe ingin mengambil selamat berpisah" Tiong Hoa kaget tidak-terkira. "Bagaimana." katanya heran- "Kemarin dia sehat wal afiat." "Tapi ya, nasib manusia itu hitung detik." kata It Hoei. "Siapa tahu. Maka itu mari lekas, siauw hiap nanti kau tak keburu menemuinya." Tiong Hoa benar-benar bingung. "Mari." Dia mengajak tanpa bersangsi atau bercuriga pula. Lantas dia mendahului lari. ooo BAB 1 BEGITU TIBA di Toh Goan san chung. Tiong Hoa beramai lantas lari masuk kedalam kamarnya Kang Ban ceng. Anak muda itu mendapatkan siauw-sancoe mereka, si ketua muda, lagi rebah dengan berselimut mukanya pucat bagaikan mayat dan kedua matanya curam sayu, ia kaget sekali. Leng Tek mendekati. "Bagaimana, san-coe ?" ia tanya perlahan- "Apa san coe merasa baikan ?" "Ayahku pernah membilangi aku bahwa peruntunganku sangat tipis, mungkin aku tak berumur panjang," dia menyahut lemah. "Sekarang kelihatannya kata-kata itu bakal terbukti. Aku terlalu berduka, kesehatanku terganggu. Pada bulan yang baru lewat, pernah aku tumpah-tumpah darah. Syukur Thian melindungi aku, hingga aku hidup terus sampai aku bisa menuntut balas untuk ayahku. Tapi sekarang ini lain, aku merasa penyakitku tak dapat disembuhkan lagi. Maka itu aku mengundang Lie Siauwhiap untuk berbicara." Selain lemah, suara ketua muda itu pun parau. Tiong Hoa lantas menghampirkan. "Jangan berkecil hati, san-coe," ia menghibur. "orang baik selamanya dilindungi Thian- Sancoe sedang muda dan gagahnya. Tidak nanti kau berusia pendek. Aku percaya ada obat mujarab untuk dipakai menolong san-coe." Ban ceng menggeleng kepala. Dia kehabisan tenaga, Air matanya pun lantas berlinang. Leng Tek masuki tangannya kedalam selimut, untuk meraba nadi orang. "Masih ada harapan," katanya pada Tiong Hoa perlahan"Pertama-tama kita harus mengasi makan obat yang dapat mencegah bertambah buruknya penyakit. Nanti aku pergi mencari obatnya untuk campuran obat-obat yang kita punyai sekarang, cuma penyakit ini meminta tempo satu tahun atau sedikitnya setengah tahun untuk menjadi sembuh benarbenar. Didalam tempo tiga bulan, san-coe tidak boleh bekerja, tak dapat dia bergerak dari pembaringan, tak boleh dia mengetahui segala urusan diluaran. Asal dia kaget dan jengkel, darahnya bisa bergolak pula. Sancoe. dapatkah kau beristirahat seperti kataku ini ?" Ban ceng tertawa meringis. "Seperti kata ayahku, sebenarnya aku tidak bakal berusia panjang" kata ia. "Takdir tak dapat dilawan, kendati demikian, orang masih ingin hidup terus. Paman, aku mengandal pada kau. Dapat aku beristirahat tapi bagaimana dengan urusan kita " Untuk kebaikan semua, aku pikir, aku mau minta Lie Siauwhiap mewakilkan aku..." Muka Tiong Hoa menjadi merah. ia lantas menggoyangi tangan- "Tak dapat," katanya lekas. "Kalau sancoe hendak mencari wakil, cariiah lain orang yang pandai. Laginya aku cuma menjadi tetamu saja, tak dapat aku memikul tanggung iawab berat itu..." "Siauw hiap. aku minta janganiah kau menolak," berkata Leng Tek. sebenarnya sulit untuk siauw-sancoe memegang tampuk pimpinan disini. Bicara terus terang, sancoe tidak memiliki kecakapan dan tak mempunyai kewibawaan juga. Apakah siauwhiap tega membiarkan penyakitnya sancoe tak dapat ditolong dan kedudukannya ini menjadi runtuh?" Tiong Hoa berdiam. Ban ceng mengawasi, airmatanya berlinang. Terang dia memohon sangat. Ong It Hoei dan Cee Cit pun turut bicara, menjelaskan dan membujuk. katanya perlu sancoe itu mendapatkan wakil. Pula katanya tempo tiga bulan hanya waktu yang pendek sekali. "Dapatkah siauwhiap tak menolong orang dari ancaman maut?" demikian It Hoei bilang akhirnya. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Anak muda itu terdesak. ia memangnya welas-asih. Akhirnya ia menarik napas dan mengangguk. Lo Leng Tek girang sekali. ia lari ke-depan, dengan cepat ia sudah kembali. dengan leng-kie bendera titah dan sin-hoesurat kekuasaan, untuk menyerahkan itu kepada si anak muda. Ban ceng bersenyum. terus ia meramkan matanya. "Mari kita keluar." Leng Tek mengajak. Tiong Hoa menurut. ia tidak tahu bahwa ia sedang diabui. ia menyangka Ban ceng sakit benar-benar. Orang semua girang mendapat tahu si anak muda diangkat menjadi pemimpin, walaupun buat sementara waktu, Dibawah pimpinan Ong It Hoei, orang melakukan upacara memuliakan pemimpin baru ini. Selesai upacara. Ong It Hoei lantas menuturkan pada Tiong Hoa hal adanya bahaya yang mengancam mereka. ia ceritakan kedatangannya Thio Ie dan Teng Beng Seng yang seperti membawa malapetaka, sebab si baju hijau tak dapat di binasakan seperti kawan-kawannya. Tiong Hoa terkejut ia melengak. "Kalau begitu, dia mesti konco-konconya Bouw Sin Gan dan Pangeran Kosek" ia mengutarakan dugaannya. "atau lagi diaiah orangnya Hang Soe Koen." "Aku duga mereka bakal datang menyerbu dalam tempo tiga hari ini." Ong It Hoei berkata pula. "Mengenai itu aku telah memikirkan cara untuk memancing dan meringkus mereka semua. Sekarang cukup asal san coe memberikan pelbagai titahmu." Ahli pemikir ini lantas berbisik ditelinga si anak muda. Tiong Hoa tertawa. "Sungguh loosoe sangat cerdik," kata dia memuji. "Sekarang, baikiah loosoe yang mengatur semua, tak usah kau mensia-siakan tempo main tanya-tanya pula pendapatku. Nah iniiah lengkie" Si anak- muda menyerahkan selembar lengkie. Sampai disitu selesai sudah segala apa, Ong It Hoei berdiri dengan bendera titahan itu, dan Tiong Hoa mengundurkan diri, buat kembali ke kuil dimana tadi dia meninggaikan keempat istrinya. Cek In Nlo berat berpisah dari ibunya, maka itu ia membangun sebuah rumah. Di-situ ia tinggal bersama Ban-in, Lee Hoen dan Gin Peng, karena mana, Tiong Hoa mesti tinggal disitu juga. Bertemu dengan sekalian isterinya, Tiong Hoa menuturkan apa yang dilakukan barusan didalam markas, halnya Kang Ban ceng sakit keras dan ia di-angkat menjadi wakil sementara. Cek In Nlo berempat menyambut suami itu dengan mereka masing-masing tertawa didalam hati. Mereka ketahui duduknya hal yang benar sebab tadi Cee Cit menggunai kesempatan menemui nyonya- nyonya muda itu, guna membeber rahasia, Mereka diberitahukan tetapi diminta menyimpan rahasia dulu. Habis omong urusan Ban ceng itu. Tiong Hoa bicara dari hal Pouw Keng dan Pouw- Lim. ia heran mereka itu belum juga datang. In Nio mengawasi suaminya, matanya seperti melotot. "Kau benar tidak menahu" katanya menyesalkan. "Pouw Peehoe bakal masuk menjadi pendeta, guna mencucikan dirinya, itu berarti orang berpisah hidup seperti bercerai mati, karena itu dapatkah kau tidak mengijinkan mereka itu melakukan kebaktian kepada ayah mereka." Tiong Hoa dapat dikasi mengerti, "itulah ku lupa." Maka ia merasa tak enak sendirinya ditegur istri ini. Tapi kemudian ia tertawa. "Jangan kau sesaikan aku, nona manis" katanya. "Jangan kau heran kalau aku sudah dapat tanah Liong tetapi masih mengharap pula tanah Siok. Aku toh bukan memikir yang tidak-tidak. oh, soat Jie, kau terlalu Kau telah memperoleh kedudukan baik lantas melupai lain orang" Mukanya In Nio menjadi merah. "Mulut lemes" katanya "Mari kita jangan iadeni dia ibu sudah habis bersembahyang, mari kita tengok ibu. Biarkan dia sendirian disini, biar dia kesepian " In Nio lantas menarik tangan ketiga madunya, buat diajak keluar dari kamar. Selagi berjalan pergi itu, Ban In melirik kepada suaminya itu, dia bersenyum... Tiong Hoa tahu In Nio lagi menggoda. Ia membiarkan saja. Didalam kamarnya itu ia berdiam terus, telinganya mendengar mendengungnya air tumpah, hingga lama-lama ia tidak mendengar suara lainnya hingga ia seperti kelelap dalam suara yang kekal abadi itu. Sang hari lewat dengan cepat. Empat hari kemudian- Tiong Hoa berkumpul diruang besar berdamai dengan Cee Cit semua, Mereka juga membicarakan pelbagai urusan Rimba PersiiatanTiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mereka masih berkumpul sampai Ong It Hoei datang dengan tergesa-gesa dan romannya agak masgul. "Aneh. musuh masih juga belum datang" kata juru pemikir itu, "Aku telah mengirim orang ke cabang di Yan-bwee, katanya kawanan penjahat sudah mundur dari sana dan Hauw Tocoe telah dimerdekakan, hingga dia dapat berdiam disana merawat lukanya. Mundurnya mereka itu mencurigai,akumenduga kepada akal muslihat..." Semua orang heran, semua lantas berpikir. Ong It Hoei berjalan mundar mandir. "Karena sulit menerka saja, aku pikir mau mengirim lebih banyak orang untuk membuat penyelidikan terlebih jauh," kata orang she Ong Itu. "Kalau kita mengutus orang kebanyak tempat, mungkin ada hasilnya." "Baik, saudara ong, kau bertindakiah seperti apa yang kau pikir ini," kata Tiong Hoa. ia percaya benar juru pemikir itu. "Toh Goan Kok sangat aman-sentosa, memang paling baik mereka itu tidak datang kemari mengacau " Pikiran ini wakil pemimpin wajar saja, ia sebal dengan segala urusan Sungai-Teiaga atau Rimba Hijau. ia pun masih pengantin baru, tidak heran kalau ia tak menyukai segala kepusingan- inginnya ialah hidup dengan damai didalam rumahnya. Hanyalah dia tak dapat menguasai jalannya penghidupan ooo Hari masih pagi sekali, kabut putih belum buyar. Di saat itu gunung Siong San terbenam dalam suasana fajar. Pepohonan segar angin bersilir-silir. suasana tenang dan nyaman rasanya. Dari dalam kuil, yang terkurung dengan tembok merah, tak hentinya terdengar suara tetabuan suci dibarengi dengan pembacaan doa para penghuninya. Demikian keadaan setiap harinya. Hanya kali ini, dari dalam kuil terlihat keluarlah sepasang muda-mudi. yang satu tampan, yang lain cantik. Apa yang luar biasa mata mereka itu merah dan bengul, airmata mereka masih belum kering. Merekaiah Pouw Keng dan Pouw Lim, kedua saudara kakak beradik. Sekeluarnya dari kuil itu, dengan lantas mereka berlari-lari keras menuju ke kota kecamatan Teng hong. Satu kali Pouw Lim, si anak muda menoleh kebelakang kearah kuil, maka berkataiah ia perlahan- "Ayah tega......Ayah menjanji tempo satu bulan, tetapi masih kurang tiga hari, mendadak ia telah mengubah pikirannya, ia mengajukan hari pilihannya, pagi ini telah menjalankan upacaranya menjadi pendeta, untuk seianjutnya hidup menyepi dan menderita seorang diri, sedang kita, telah lantas diusir dari kuil, dari atas bukit Siauw Sit San-" katanya untuk membuktikan kekerasan hatinya, kesujudannya untuk hidup damai... Kenapakah" Apakah perlunya itu ?" "Hus. adik" Pouw Keng. si kakak, menegur. Jangan kau sembarang mencela ayah. Jangan kau melupakan cara hidupnya ayah dulu-dulu. Meski benar ayah tidak sembarang membunuh orang, ia toh telah melakukan perbuatanperbuatan yang melanggar prikeadiian- karena keangkuhan atau kejumawaannya ia suka juga berbuat telengas. Setiap habis melakukan sesuatu, ayah tentu menyesal. Baru belakangan ini ayah insaf akan segala sepak terjangnya yang tak tepat itu, maka sekarang ia telah mengambil keputusannya ini mencucikan diri. Dapat di mengerti ayah bertobat dan hendak mengubah cara hidupnya seianjutnya. Wajar apabiia ayah memilih agama untuk dapat melepaskan diri dari siksaan dunia yang fana ini Sebenarnya. daripada menyesali, kita sebaliknya harus bersyukur yang ayah insaf siang-siang. Loosoehoe Hoat Hoei mengatakan wajah ayah suram, bahwa ia bakal menemui bencana maka beruntung ayah lantas sadar. Harap saja ayah sadar terus dan waspada..." Pouw Lim bersenyum. "Memang penghidupan banyak durinya, encie" ia kata. "Aku tidak sebagai kau yang terlalu berhati-hati, hingga ada kemungkinan kau nanti susah mengangkat kaki untuk bertindak." "Ya, kau memang pandai bicara" kata kakak itu. " Kau tidak percaya aku. nanti kau lihat bagaimana kau nampak kesulitan" Pouw Lim tertawa pula. Mereka berhenti bicara, mereka lari terus cepat sekali. Diwaktu magrib, tibaiah mereka di seiatan sungai Siau Siang Hoo. Tempat itu terpisah dari Yan-soe tinggal lagi tigapuluh lie. Ketika itu sudah magrib dan angin meniup halus. "Encie, lihat" tiba-tiba Pouw Lim berkata, tangannya menunjuk. "coba lihat, apa itu?" Pouw Keng menoleh kearah yang ditunjuki sebeiah kiri sebuah rimba yang rada kosong. Disana nampak beiasan burung nasar terbang berputaran, turun naik. ia melengak. "Rupanya disana ada orang yang bakal menghembuskan napasnya yang terakhir." kata Pouw Lim. "Burung-burung itu hendak menggeragoti mayat tetapi mereka sangsi, mereka terbang meiayang-iayang berputaran saja. Mari kita lihat." Tanpa menanti dijawab kakaknya, Pouw Lim lantas lari keatas itu. Pouw Keng ingat baik-baik pesan Hoat Hoei Siangjin, tak ingin ia menemui sesuatu urusan ditengah jalan, hendak ia mencegah, adiknya itu tetapi sudah tidak keburu, karena itu terpaksa ia lari menyusul. Tempat itu kekurangan sinar matahari akan tetapi kakakberadik ini dapat melihat cukup nyata. Mereka tidak mendapatkan mayat atau bangkai binatang, cuma hidung mereka mendadak cium bau bacin. Sia-sia mereka mencari disekitar itu hingga mereka menjadi heran, dari heran menjadi curiga. "Mungkinkah dugaanku keliru?" kata Pouw Lim didalam hatinya. Habis apa perlu nya burung-burung itu terbang berputaran" Pouw Keng mencari terus, sampai mendadak ia mengasi dengar seruan tertahan-"Lihat ^ katanya. Ia menunjuk sebuah pohon besar. Pouw Lim menghampirkan kesana itu lantas ia dongak. Maka ia melihat dua sosok tubuh manusia, yang hitam menggelempang bagaikan bayangan, nempel dibatang pohon besar itu, sedikitpun tak bergeming. Pohon itu banyak cabangnya dan lebat daunnya, sukar itu itu kakak-beradik melihat dengan tegas, hingga mereka tak dapat melihat juga macamnya kedua sosok tubuh ini. Tak tahu apa sebabnya tubuh mereka nempel pada pohonPouw Lim sudah lantas merogo kedalam sakunya, guna mengeluarkan batu api. Selagi ia hendak menyaiakannya, tibatiba telinganya mendengar suara sangat perlahan dan lemah, yang ia kenali: "Jiewie, lekas kamu berlalu dari sin" inilah tempat yang berbahaya" Pouw Lim terkejut, hingga ia melengak. ia heran"Bukankah kau Cwie Kong ?" ia tanya. Ia pun segera menyaiakan bahan apinya itu hingga lantas mereka dapat melihat terang. Dua sosok tubuh itu iaiah tubuhnya dua orang yang telah berlumuran darah^ orang yang satu mirip kera, kedua matanya mendelik, mukanya bengis. Dia telah menjadi mayat. orang yang satunya lagi seorang tua bertubuh kecil dan kurus. Tubuh mereka nempel dipohon karena dipantek lima biji paku besar, dipantek kaki tangan serta pusarnya. Dari setiap luka itu mengucur darah hitam, yang menetes jatuh ke tanah... Siorang tua dan kurus itu masih belum mati. Mata dia suram tetapi dia masih mencoba mengg erakinya. Dia juga paksakan bersenyum, hingga dia menjadi bersenyum meringis. Dengan menguati diri, dia berkata pula lemah: "oh, kiranya san-coe muda kakak-beradik... Hambamu ini Cwie Kong sampai sekarang ini dia masih belum mati, rupanya dia masih dipayungi Thian yang maha kuasa..." Bukan main terharunya Pouw Keng dan Pouw Lim, hampir mereka tak dapat mengawasi orang-orang yang lagi tersiksa ini. "Cwie Loo-soe, siapakah yang telah berlaku kejam begini terhadapmu ?" Nona Pouw tanya. Ia maju mendekati, dengan niat mencabut semua paku itu. "Jangan cabut" tiba-tiba Cwie Kong berseru. Tapi ia berseru dengan terpaksa, dengan setakar tenaganya, habis itu terus ia muntah darah. Pouw Keng dan adiknya kaget sekali. Mereka melengak. Napas Cwie Kong belum putus. ia masih dapat menguat Hati, ia paksa tertawa sedih. "Paku ini ada racunnya," ia kata pula. "Kalau paku ini dicabut, itu berarti mempercepat kematian hambamu ini. Sekarang, selagi belum mati, hendak hambamu menerangkan kenapa kami menjadi tersiksa begini..." Pouw Keng dan adiknya mengawasi, mereka tetap heranCwie Kong berdua ini menjadi orang-orang setia dari ayah mereka, didalam kalangan cit chee Moei, ilmu siiat keduanya termasuk kelas satu, sejak ketahuan Hang soe Koen berkhianat, mereka ini diberi tugas menyelidiki penghianat itu. Sejak meninggaikan Koen-beng, dua orang ini belum pernah kelihatan pula. Sekarang mereka kedapatan bercelaka disini, tidak bisa lain, pasti mereka menjadi kurban- kurbanny asi penghianat. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bukankah Hang soe Koen yang menyiksa kamu?" tanya si nona gusar. Cwie Kong mengangguk. Tiba-tiba dia meringis, tandanya dia menahan rasa nyeri yang sangat, Seiang sekian lama, baru dia tenang pula. Ketika dia berkata, suaranya sangat perlahanKata dia: "Tak dapat hambamu memberi keterangan jelas sekali. Han Soe Koen membenci Leng-coe sudah sejak lama, sedari beberapa puluh tahun dulu, sebabnya iaiah perebutan seorang nona..." Pouw Keng heran ia memandang adiknya. Mereka berdua belum pernah mendengar lelakon itu. "Itulah sebabnya kenapa Leng-coe dan Hang soe Koen tidak pernah menikah, kata pula Cwie Keng, menyambungi. Hang Soe-Koen kalah dari Leng-coe, terpaksa dia mengalah, dia berdiam saja. Sebenarnya tak ada satu hari yang dia kasi lewat untuk meyakinkan peiajarannya terlebih jauh, dia mencari pelbagai ilmu karena keras niatnya dapat merobohkan Leng-coe..." Itulah keterangan baru untuk Pouw Keng berdua. "Dan kematian hambamu .sekarang ini disebabkan hambamu telah mencuri kitab ilmu siiatnya Hang soe Koen itu," menyambungi pula Cwie Keng, suaranya keras tetapi terputus-putus, sukar dia berbicara. "Kitab itu diberi nama Thian Kong Sha Cap lik Pk Kip. Telah hambamu pecah itu menjadi tiga bagian, tetapi yang dua kena dirampas pulang oleh Hang soe Koen- Tinggal yang sebagian lagi, hambamu simpan itu dipahaku....Tempat ini sangat berbahaya. hambamu kuatir Hang soe Koen nanti datang pula, sebab mungkin sekali dia lantas mendapat tahu kitabnya itu tidak lengkap." Sampai disitu, berhenti sudah perkataan Cwie Kong, lantas kepalanya teklok. Ini artinya dia telah kehabisan napasnya. Pouw Keng dan Pouw Lim menjadi sangat berduka dan menyesal. Kakak ini mengawasi adiknya. "Cwie Keng tak dapat bertahan," kata Pouw Lim. "coba kita datang lebih siang sedikit." Pauw Keng berpikir keras. ia membayangi Hang soe Koensoe Koen beroman halus, sedikit bicara, sikapnya ramah. Kebanyakan- orang cit chee Moei bergaul erat dengannya. Terhadap mereka, kakak beradik, dia selalu hormat dan menurut, bahkan dia segan-Pernah mereka tanyakan ayah mereka, kenapa sikap pengikut itu rada aneh, ayahnya menjawab dengan tertawa acuh tak acuh. Baru sekarang, mendengar keterangan Cwie Kong ini, mereka ketahui soe Koen terhadap ayah mereka baik dimulut, dihati tidak. Biasanya Pouw Leng-coe bersikap keras memegang aturan, sebawahan yang bersalah tak lolos dari hukuman berat, cuma terhadap-Soe Koen, ia bersikap lunak. bahkan soe Koen dipercaya habis, tak tahunya diantara mereka berdua ada menyelip urusan yang gelap bagai mereka kakak beradik. "Adik," kata si nona kemudian, "lekas kau ambil kitab dikaki Cwie Keng itu Lainnya urusan kita bicarakan belakangan saja." Pouw Lim menurut, ia mendekati Cwie Keng. Dengan pisau beiati, ia memotong celana orang, maka benar saja diatas paha dia itu kedapatan beberapa lembar kertas tipis yang terbuat dari kulit. Ia ambil itu. "Siapa disana?" sekonyong-konyong terdengar bentakan Pouw Keng. "Mau -apa kau main sembunyi-sembunyi?" Pouw Lim terperanjat, segera ia menoleh, memandang kakaknya, lalu mengawasi ke-arah kemana mata si kakak memandang tajam. Kakak itu pun, telah menghunus pedangnya. Ia mengerti tentu ada orang tak dikenal mengintai mereka, lekas-lekas ia masuki kitab itu kedalam sakunya, ia sendiri turut siap sedia dengan mencekal tombaknya sendiri, tombak cit-chee-kie atau Tujuh Bintang. Dari dalam rimba terdengar suara perlahan yang diiringi dengan batuk-batuk. "Keponakan Lim, mari kau serahkan padaku itu beberapa heiai kertas itu. Semua itu buku yang tidak lengkap. yang tak ada gunanya untuk kamu. Kau lempariah itu kedalam rimba, aku si orang tua akan mengambilnya sendiri. Dan kamu, baiklah kamu berlalu dari sini." Orang itu bicara tanpa munculkan diri. Mendengar suara orang, kakak-beradik itu terkejut. "Paman Han disana " Pouw Lim tanya "Kenapa paman tidak mau keluar untuk berbicara dengan sekalian keponakanmu?" Orang didalam rimba itu, adaiah Han Soe Koen, batukbatuk pula. "Keponakan Lim, kau tahu tetapi kau sengaja menanya " katanya. "Aku si orang tua tahu tabiatmu yang keras, didalam segala hal kau biasa membawa adatmu sendiri, kau tentu tidak sudi menyerahkannya, hingga karenanya bisa terjadi digunainya kekerasan-Keponakanku, coba pikir, mana dapat aku melukai kamu" Iniiah sebabnya kenapa aku menyingkir, tak mau aku bertemu dengan kamu..." "Paman-.." kata Pouw Lim pula, kalau paman masih ingat persahabatan lama, mengapa Paman berkhianat terhadap ayah kami ?" "Ngacoh" mendadak suara membentak didalam rimba itu. "Ada sebab Lain-maka kenapa aku si orarrg tua tak suka melukai kamu" Lalu dia mengheia napas panjang. Dia kata pula. "Lekas kau tinggalkan kitab didalam sakumu itu. Supaya janganlah aku si orang tua dibikin menjadi gusar hingga timbul niatku melakukan pembunuhan" Pouw Lim sudah lantas melirik pada kakaknya, hampir berbareng keduanya menjejak tanah, untuk berlompat dengan berbareng, buat bersama-sama menyingkir dari situ. Rimba itu lebat, tak mudah untuk kakak beradik ini dapat keluar dari situ, sedang mereka berlari-lari tanpa kesempatan memilih jurusan- Salagi berlari-lari itu, tak hentinya mereka mendengar siulan nyaring dari sana sini. "Celaka" kata Pouw Lim pada kakaknya perlahan- "Rupanya Hang Soe Keen mempunyai banyak kaki-tangan disini Apa tidak baik kita serahkan saja kertas yang tak ada harganya untuk kita ini?" "Jangan" kata sang encie. "Kau tahu sendiri apa maksudnya Cwie Loosoe maka dia memecah kitab menjadi tiga bagian itulah supaya Hang Soe Keen tak memilikinya secara lengkap Pasti kitab ini berharga luar biasa. Dengan kita menyerahkan ini, kecewa kita terhadap Cwie dan Hauw Loosoe berdua" Mukanya Pouw Lim menjadi merah. Tanpa membilangapaapa, dia lari terus. Sekarang ini suara siulan yang tak putusnya itu, berubah sedikit, yaitu kadang-kadang terdengar jauh, tempo-tempo terdengar dekat. iniiah bukti yang Hang Soe Koen masih belum mau melepaskan mereka. Tentu sekali, mereka tetap bingung. "Jikalau kita lari terus secara begini, tanpa melihat jurusan, tak mungkin dapat keluar dari rimba ini", kata Pouw Keng kemudian- "Sekarang mari kita mengambil tujuan lurus, mesti kita dapat keluar" Pouw Lim mengerutkan alis. "Rimba lebat dan geiap." kata ia, " apakah dengan begitu kita tidak bakal menyerahkan diri kedalam jaring?" Pouw Keng bersangsi. "Biarlah" katanya kemudian- "Terserah kepada Thian-. . Mari" Nona itu lari didepan, ia mengambil tujuan ke sebeiah kanan. Pouw Lim terpaksa mengikuti kakaknya ini. Lari sekian lama. Hati Pouw Keng lega sedikit, ia melihat ia berada ditempat dimana sinar si Puteri Malam dapat menembus masuk. ia percaya jarangnya pepohonan berarti mereka sudah mendekati luar rimba. Tapi hati mereka tetap tegang. Ada kemungkinan Hang Soe Koen atau orangnya- lagi menantikan mereka diluar rimba itu... Mereka lari terus. Benar saja, tak lama kemudian, mereka sudah tidak berada lagi didalam rimba yang lebat dan geiap itu. Hanya. begitu mereka berada diluar mata mereka melihat bergeraknya tiga sosok tubuh yang mendatangi lekas sekali kearah mereka. Tanpa sangsi pula. Nona Pouw berlompai maju, memapaki dengan satu tikaman Tiga orang itu terkejut. Rupanya mereka tidak menyangka akan sambutan itu. Syukur mereka gesit dan waspada, ketiganya lantas lompat nyamping. Justeru orang lompat itu, Pouw Lim juga menyerang dengan tombaknya, dengan Sam Hoa Twie Hoen,jurus Tiga Bunga Mengejar Roh, hingga ujung tombaknya berkiiauan tiga kali saling susul, menghajar kedada tiga orang itu. hingga mereka itu menjerit keras dan tubuhnya roboh ketanah Dengan tidak mengambil mumet orang hanya terluka atau terbinasa, kakak - beradik ini kabur terus. Masih mereka tidak memilih arah. Didepan mereka ada iadang gandum yang luas, hingga mereka seperti tak nampak ujung-pangkalnya. Ladang demikian bukannya tempat sembunyi yang baik. Iniiah dua orang itu ketahui, tetapi mereka tak memperdulikannya, mereka lari terus mereka berlompatan dengan ilmu ringan tubuh co Siang Hoei atau Terbang Atas rumput" Dibelakang mereka, mereka mendengar siulan yang nyaring. Ditempat terbuka itu, siulan berkumandang di empat penjuru. Semua siulan menandakan bahwa pihak pengejar bukan berjumlah sedikit. Karena itu meski mereka berani, kakak-beradik itu bingung juga. Makin lama, siulan makin ramai. "Rupanya kitab ini merupakan jiwanya Hang soe Koen," Pouw Keng berpikir. Terang dia tidak bakal melepaskan aku berdua - coba ayah tidak mengundurkan diri, belum tentu Hang soe Koen menjadi begini berkepala besar" ia menambahkan-" "Itulah belum tentu," kata Pouw Lim "Sudah terang dia sudah lama mengandung niat berkhianat karenanya tak nanti ayah dapat mencegah dia. Aku rasa, sekarang ini dia cuma jeri terhadap ciehoe Lie Tiong Hoa, dari itu harus kita lekas dapat menghubungi ciehoe." Pou Lim berkata begitu akan tetapi ia masgul. Bagaimana mereka dapat lekas bertemu dengan Tiong Hoa" Mendengar disebutnya nama pemuda itu, Pouw Keng berduka. ia pun jengah sendirinya, hingga mukanya menjadi bersemu merah dadu. Di lain pihak, ia heran atas kata-kata sang adik. "Adik Lim beradat dan kukuh, belum pernah dia tunduk kepada siapa juga," pikirnya, "maka aneh kenapa sekarang ini din mengucap seperti barusan" Apakah benar-benar bencana ini tak dapat dihindarkan?" Mau atau tidak. nona ini menjadi terlebih berduka, hatinya menjadi tidak tenteram. Sekarang rembulan sudah muiai doyong ke barat, angin Malam bertiup keras. Dua orang itu kabur terus, - tak perduli siulan makin lama makin nyaring, rasanya datang makin dekat. Kembali itulah bukti tak puas Hang Soe Koen sebelum dia berhasil mendapatkan sisanya Thian Kong Sha cap lak Pit Kip itu. selagi lari terus itu, disebelah depan nampak bayangan gunung. "Itulah gunung Hok Gu San" Pouw Lim berseru girang. "Kalau kita dapat tiba disana, biarnya Hang soe Koen tetap menyusul kita tak nanti dia berhasil Dia bakal seperti mencoba mencari jarum didasar laut." Belum lagi mereka mencapai gunung di depan itu, enam atau tujuh orang kelihatan muncul disebeiah depan mereka. "celaka" kata Pouw Keng. Dibelakang ada musuh mengejar, didepan ada musuh memegat. Mana dapat kita lolos?" Pouw Limtapinya berseru "IHm" Dia bersiap menyambut tujuh orang dari sebeiah depan itu. Dengan lekas tujuh orang itu sudah sampai, terlihat mereka semua menghunus senjata tajam, bahkan yang satu terus berkata dengan nyaring: "Kesorga ada jalanan kamu tidak ambil, kamujusteru menuju ke akherat yang tak ada pintunya Hok Go.^ San menjadi markas pusat kami, kamu rupanya tak pikir ini " Tujuh orang itu menyerang dengan berbareng, senjata mereka semua mengarah dada si anak muda. Pouw Lim berseru, dia berkelit, habis mana, dia lantas balas menyerang. Dia kembali menggunai tipu siiat tombaknya menyerang menjurus ketiga arah, masing-masing dengan jurusnya "Bintang Meluncur.?" Kiiat menyambar guntur," dan Hujan dan Angin Memenuhi Iangit." Itulah saiah satu tipu siiat istimewa dari Pouw Liok It yang telah diwariskan kepada puteranya. Ketujuh orang itu kaget, dengan terpaksa mereka pada berkelit. Mereka repot menyelamatkan diri dari Pouw Lim, mereka sampai lupa kepada Pouw Keng. Nona Pouw telah menggunai ketikanya. ia menyerang dengan dua-dua tangannya, dengan tenaga sembiian bagian, karena ia tahu, ia mesti bersikap keras apabiia mereka ingin lolos dan bebas. Hebat serangan tak disangka-sangka ini yang mirip dengan serangan membokong. Tepat serangan itu mengenai sasarannya. Bagaikan dihajar martil. mereka semua menjerit keras, tubuh mereka terpental roboh beberapa tombak "Mari lekas" Pouw Keng menarik tangan adiknya buat diajak kabur terus. Kembali mereka tak menghiraukan musuh-musuh mereka itu. mereka lari terus kearah gunung. Mereka mendengar siulan yang nyaring tetapi tetap mereka beriagak tuli. Gunung didepan itu sulit dijelajah. Banyak batunya bertebaran disebeiah batu-batu tinggi dan iancip yang disebut "batu rebung" atau rebung batu. Tapi semua rintangan itu di lewati, hingga kakak beradik itu berada pula ditempat dengan banyak pepohonan lebat. Disini seharusnya mereka dapat bersembunyi, tapi mereka lantas mendapat dengar suara seram ini: "San coe telah mengambil ketetapan untuk mendapatkan pulang sisa kitabnya yang tinggal sebagian itu Sancoe tidak menghendaki kedua bocah itu dapat lolos San-coe sudah mengasi perintah melepaskan peluru api beracun Yam Beng Ngo Tok Tan. Dengan peluru itu, jikalau mereka tak keburu lolos, mereka bakal mampus keracunan dan terbakar Dengan adanya titah itu dapat kita bertindak tanpa ragu-ragu lagi " Kaget kakak-beradik itu. Pouw Lim kata didalam hatinva "Entah peluru rahasia bagaimana Yam Beng Ngo Tok Tan itu.... oh. Hang Soe Keen, Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kau benar-benarjahat Percaya. asal aku masih hidup, kau nanti dapat bagianmu ." Selagi si anak muda berpikir demikian, dia menjadi kaget, ia lantas mendengar suara meletup beberapa kali, dan saban kalinya dia melihat sinar api bercahaya. disusul dengan nampaknya asap mengepul. cahaya api itu juga menyilaukan mata, sinar itu nampak jauhnya lima atau enam tombak. Pouw Keng kaget bukan buatan, "Adik Lim, benar-benar Hang soe Koen jahat sekali " katanya perlahan- "Rupanya tak puas dia sebelum dia membikin kita mati. Asap itu pasti beracun. Adik mari kita menyingkir jauh ..." "Baik " menjawab Pow Lim yang hatinya panas. Keduanya lantas berlalu dari tempat dimana mereka berdiam itu. Baru lewat belasan tombak. kakak beradik itu mendengar satu suara didepan mereka: "Tidak saiah dugaan aku si orang tua Nah, apa kata kamu" Apakah kamu rasa kamu dapat lolos dari jaringku?" Kata-kata itu disusul dengan serangan beiasan biji Ngo Tok Tan. Pouw Keng dan Pouw Lim kaget sekali. mereka mendengar suara meletus saling susul. Dengan lantas mereka menyerang kedepan, habis itu keduanya berlompat mundur, untuk lari menyingkir. Diantara sinar api, mereka melihat muncul beiasan orang, diantaranya seorang yang lantas membentak. " Kawanan bocah, apakah kamu masih tidak mau menyerah untuk diringkus-" Dia membentak itu sambil terus lompat maju, dari mulutnya Terdengar siulan nyaring dan tajam. Kakak beradik itu tidak mengambil mumat. mereka lari terus, sampai mereka menghadapi sebuah jurang. Dibawah jurang itu mereka melihat kabut tebal hingga tak nampak dasarnya. "Kelihatannya kita sukar lolos" kata Pouw Lim, masgul dan mendongkol. Daripada kita mati konyol didalam jurang ini. lebih baik kita mengadu jiwa" Pouw Keng sebaliknya berpikir lain- ia mengertak gigi, mendadak ia menyambar tangan adiknya, terus ia tarik. tubuhnya sendiri bergerak. terjun ke daiam jurang itu Pouw Lim kaget hingga dia menjerit. Mereka jatuh kedalam jurang, diantara kabut. Telinga mereka mendengar suara angin lewat. Segera juga kaki mereka membentur sesuatu yang keras. Mereka tak terhuyung atau terguling. Tentu sekali, mereka menjadi heran- Di atas jurang terdengar suara banyak orang yang berisik sekali. Malah si orang tua jelas sekali: "Pasti sekali kedua bocah itu mampus didasar jurang ini Aku si orang tua akan nantikan disini coba loosoe berdua mengajak semua kawan turun kejurang guna mendapatkan mayat mereka, untuk mengambil kitab Thian Kong Sha cap lak Pit Kip itu diri tubuh mereka." Dua orang terdengar menyahuti, lalu terdengar suara kaki Dendam Iblis Seribu Wajah 14 Raja Naga 13 Bunga Kemuning Biru Malaikat Pencabut Nyawa 1