Ceritasilat Novel Online

Bujukan Gambar Lukisan 2

Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 2 Pelayan itu kaget dan gelagapan, terus ia memegangi sebelah pipinya, yang merah dan panas dan bengap. Di situ pun berpetalah bayangan lima jeriji tangan. Tiong Hoa gusar dia mengasi hadiah tempilingan, habis itu dengan roman bengis ia keluarkan sepotong uang perak seharga sepuluh tahil, yang ia gabruki keras di atas meja, dia pun kata: "Apakah kau belum pernah lihat uang" Ambillah ini" Pelayan-itu melongo, pipinya terus di-bekapi. Uang perak itu telah melesak ke dalam meja, itulah yang menambah herannya si-pelayan, kemudian hal itu juga menarik perhatian para tetamu. Siapa tidak mahir tenaga dalamnya tak nanti dapat berbuat demikian, Akhirnya seorang tetamu umur lebih kurang tiga puluh tahun, yang romannya cerdik, menghampirkan Tiong Hoa. "Saudara, jangan layani segala manusia rendah" ia kata tertawa, Kemudian ia menoleh kepada si pelayan, untuk membentak "Anjing. Bukannya lekas pergi menyiapkan barang santapan" "Baik tuan." kata pelayan itu yang cepat mengundurkan dia, dia memang lagi serba salah. Tiong Hoa tersenyum. "Aku bukan melayani dia." katanya, "Aku hanya sebal untuk mata anjingnya silahkan duduk, saudara" ia mengundang. Tanpa sungkan orang itu mengambil tempat duduk. tangannya dilonjorkan ke kolong meja, dipakai menekan bagian yang atasnya ada uang melesak itu, lalu terlihat uangnya mumbul sendirinya perlahan-lahan, terus meletik, maka dia meny amber dengan tangan kirinya untuk diletaki didepan si anak muda. Jangan tertawakan aku." katanya tertawa. " Kebiasaanku ini tak dapat disamakan dengan kepandaian kau saudara." Tiong Hoa mengawasi ia kagum untuk tetamu itu. ia sendiri barusan berbuat tidak sengaja, ia tidak menyangka uangnya dapat melesat ke kayu meja. "Saudara terlalu merendah" ia kata tertawa. Segera juga keduanya berkenalan, orang itu bernama Yan Hong,Tiong Hoa memakai nama Lie Cie Tiong. Diam-diam Yan Hong heran untuk ini kenalan baru, Agaknya orang adalah orang Kang ouw yang masih hijau sekali. orang mirip kepada seorang mahasiswa, gerak geriknya lembut, kata-katanya halus. Tak miripnya dia dengan seorang ahli silat. Barang hidangan lezat, walaupun dia putera orang berharta, di gedungnya sendiri belum pernah Tiong Hoa menyicipi santapan serupa itu, ia pun sedang laparnya, maka ia bersantap dengan lahapnya. Setelah cukup makan dan minum, Tiong Hoa ingin mengundurkan diri, justeru itu di tangga lauwteng terlihat munculnya seorang nona dengan baju merah tua, romannya cantik, mulutnya tersungging senyuman. Langsung nona itu menghampirkan meja mereka berdua Jilid 3 : Sarang penjahat, Benteng Yan-kee-poo Mata Tiong Hoa bercahaya, ia mendapat kenyataan orang elok tak kalah dengan Cek In Nio. Tanpa merasa, ia mengawasi nona itu. "Toako, ayah mencari kau." berkata si nona setelah dia mendekati Yan Hong. "Aku tahu kau tentu mencuri minum di sini. Lekaslah, nanti ayah gusar." "Aku tahu." berkata anak muda yeng dipanggil kakak itu. "Temponya masih belum tiba, Adikku, mari aku ajar kau kenal dengan saudara Lie ini..." Nona itu mengerutkan alis melihat roman dan pakaiannya si anak muda demikian kotor, Pikirnya. "Kapannya toako bersahabat dengan orang jorok ini" Dan dia memperkenalkan aku. sungguh menyebalkan" Toh ia mengangguk. secara acuh tak acuh, habis mana ia memutar tubuhnya, buat pergi pula. "Adikku ini biasa terlalu dimanjakan ibuku." kata Yan Hong tertawa pada sahabatnya. "Dia tidak mengerti aturan pergaulan, Aku minta sukalah saudara Lie maafkan dia." Lie Tiong Hoa bersenyum, Dia berbangkit "Jikalau kau ada urusan, saudara Yan, silahkan-" katanya, "Aku pun mau pergi ke rumah penginapan, untuk mandi dan salin pakaian, jikalau ada jodohnya harap lain kali kita bertemu pula." Yan Hong berbangkit. "Adikku itu biasa mengucapkan kata-kata sembarangan saja." "ia bilang, tetapi sebenarnya hatinya tidak memikian, saudara Lie, baik aku turut kau kerumah penginapan, supaya sekalian aku mengetahui kau menumpang di mana agar besok dapat aku mengunjungi kau." Tiong Hoa tidak dapat menampik, maka bersama-sama mereka turun dari Cip Poo Lauw, untuk pergi ke sebuah losmen didepan rumah makan itu. Begitu masuk kedalam losmen- Tiong Hoa menyuruh pelayan membelikan ia seperangkat pakaian yang cocok dengan potongan tubuhnya, ia sendiri pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh dan membereskan rambutnya. Yan Hong melihat masih ada tempo untuknya, ia tidak mau pergi, ia menunggu. Cie Tiong membiarkan sahabat itu menantikan sampai sebentar kemudian ia muncul sesudah mandi dan dandan. Hampir Yan Hong tak mempercayai matanya, yang terus dia pentang lebar, untuk dipakai menatap. sesudah mandi dan dandan, ia mendapatkan sahabat she Lie itu seperti salin rupa, orang tampan sekali. "Ah, tak ku sangka kau begini tampan, saudara Lie" katanya kagum. " Hampir aku tidak mengenali kau" ia lantas melongok ke luar jendela, untuk melihat sinar rembulan terus ia menambahkan. "saudara tentu letih, silahkan beristirahat, besok pagi aku akan datang pula," ia memberi hormat, lantas ia pergi. Cie Tiong tidak menahan, ia mengantar sampai di luar, baru ia kembali ke dalam, ia merebahkan diri dengan pikirannya melayang-layang. Kamar itu diterangi lampu kecil, sedang di luar, si Puteri Malam terang bercahaya indah, Lampu itu mirip kunangkunang yang berkelak- kelik, Cie Tiong memikirkan pengalamannya beberapa hari itu, la merasa aneh, ia heran, ia pun berduka, menyesal, bingung. Kemudian berbayang wajah yang cantik dari Cek In Nio, lalu disusul dengan wajahnya si nona adiknya Yan Hong. "Tentulah Yan Hong orang Kang ouw." pikirnya, "Melainkan aku belum tahu sifat dan tabiatnya, Aku mesti berhati-hati. Ia ingat pesan gurunya untuk jangan temberang dalam perantauan, mesti teliti bergaul, sebab salah sedikit, jiwa dapat terancam bahaya." Lama ia diam berpikir itu, lalu ia mengeluarkan buku kecil hadiah si orang tua berbaju kuning yang aneh itu. setelah membalik-balik lembarannya, ia menjadi girang sekali. Nyatalah orang itu Thian Yoe sioe adanya, si orang Rimba Persilatan yang luar biasa tabiatnya. Menurut keterangan gurunya, Thian Yoe sioe liehay ilmu silatnya, dia biasa hidup menyendiri adatnya angkuh gerak geriknya mirip naga yang nampak kepalanya, tidak ekornya." Baik kaum sesat, maupun kaum lurus, semua jeri terhadap manusia aneh itu, siapa mendapatkan kepandaian dari Thian Yoe sioe, meski tak semuanya, dia dapat menjagoi, sekarang Tiong Hoa memperoleh kitab ilmu silatnya jago aneh itu. Semuanya tiga belas jurus tetapi semua jurus itu luar biasa, setiap j urus ada lagi perubahannya, ilmu silat itu menggabung lwe kang dan gwa kang, tenaga dalam dan tenaga luar. Lantas Tiong Hoa membaca, untuk menanamkan, ia juga menggerak-geraki tangan dan kakinya, ia heran hingga ia menjadi masgul. Untuk permulaan itu, tak dapat ia menginsafi bunyinya kitab itu. Tapi ia tidak menjadi putus asa, ia ingat kata-kata Thian Yoe sioe bahwa ilmu silat mesti dipahamkan dengan perlahan, tak boleh terburu-buru. "Sang waktu banyak. biarlah aku bersabar." pikirnya. Maka ia simpan bukunya itu, terus ia tidur. Tiong Hoa dapat tidur dengan nyenyak. Tak pernah ia menyangka, karena rajin memahamkan kitab itu, dibantu dengan tenaga obat putih, kemudian ia memperoleh banyak kefaedahan- Kira jam tiga, Tiong Hoa tersadar, ia mendengar angin malam bersinar dan matanya melihat sinar rembulan, ia bangun dan pergi ke luar dengan membawa sebuah bangku untuk duduk seorang diri dipekarangan dalam, guna menggadangi si Puteri Malam. Kecuali suara angin- malam sangat tenang Tidak lama kemudian, tiba-tiba Tiong Hoa mendengar suara siulan beberapa kali. siulan itu memecah kesunyian- ia heran hingga ia berpikir: "itulah siulannya orang yang keluar malam, biasanya itu terdengar di tanah pegunungan, kenapa aku mendengarnya di sini, di dalam kota" Orang itu bernyali besar..." Tengah ia heran dan berpikir itu, tiba-tiba ia melihat berkelebatnya satu bayangan orang, yang melayang turun ke dalam pekarangan di mana ia berada itu. Mulanya ia kaget, lalu ia meniadi heran. Itulah Yan Hong yang muncul secara luar biasa itu. Dia membawa sebilah pedang tapi dia beroman gugup, sedang pundaknya basah dengan darah. "Saudara Lie. harap sangat kau jangan menyebut aku..." katanya, Dan tanpa menanti Jawaban- dia lari masuk ke dalam kamar sahabat she Lie ini. Tiong i Hoa heran- Sebelum ia tahu harus berbuat bagaimana, kembali ia melihat lompat turunnya tiga orang lain, Mereka ini mengenakan pakaian hitam dan ringkas, semuanya membawa senjata tajam. oleh karena mereka berdiri membelakangi rembulan, mukanya tak nampak tegas. Ditaksir mereka rata-rata berusia diatas empat puluh, Sinar mata mereka tajam sekali. Lalu satu di antaranya, habis celingukan, menghadapi Tiong Hoa. untuk berkata dengan tertawa dingin: "Bocah, apakah kau melihat yang membawa pedang dan terluka pundaknya lewat di sini?" Tiong Hoa mengerutkan alis. Tak tahu ia duduknya hal tapi ia menduga itulah pasti urusan kaum Kangouw yang biasa saling bunuh, ia ingat kata-katanya adiknya Yan Hong tadi, yang mesti mempunyai suatu urusan, Karena ia ditegur tak manis, ia jadi memikir untuk tidak menjual sahabat. "Kamu bertiga malam-malam berlari-lari di atas rumahrumah orang, kamu mesti bukan orang baik-baik," la kata berani. "Kalau kamu bukan manusia tukang berjinah mestinya kamu bangsa pencuri, Tuan mudamu lagi menggadangi rembulan di sini, mana dia melihat konco kamu" Lekas kamu berlalu, tuan muda kamu tidak mau berkenalan dengan kamu. Kalau tidak. nanti aku berteriak membanguni orang banyak" Ketiga orang itu saling mengawasi. Mereka tidak takut penduduk dikasi bangun, Mereka hanya tertegun akan ketenangan si anak muda, orang lain tentunya ketakutan bukan main- Lantas orang yang mukanya panjang dan kurus tertawa menyeringai ia mengangguk. Habis itu, tanpa membuka mulut, ketiganya berlompat naik ke atas genting, untuk menghilang. Mereka berlalu cepat sekali, seperti terbang. Masih sekian lama Tiong Hoa jalan mundar mandir, baru ia masuk ke kamarnya. la heran hingga ia menjublak sejenak Kamarnya itu sepi dan kosong, Yan Hong tak nampak di situ. jadi orang telah pergi menyingkir tanpa berpamitan lagi. Akhirnya ia tertawa sendirinya, tidak ia pikirkan pula kejadian itu. Ketika ia merebahkan diri, ia dapat tidur pulas pula. Besoknya pagi, apabila Tiong Hoa bangun dari tidurnya, sinar matahari sudah bersorot di jendela dan pelayan kebetulan datang mengetuk. la lantas membukai pintu. Pelayan memberi hormat sambil mengucapkan selamat pagi. "Tuan tidur nyenyak sekali." katanya tertawa, "tuan Yan sudah menantikan sekian lama, ia tidak berani mengganggu tidurmu." "Oh" kata Tiong Hoa terkejut, "Mana dia tuan Yan itu" Lekas undang masuk" Pelayan itu tertawa pula, "Nanti aku menyediakan air dulu untuk tuan mencuci muka, baru aku undang tuan Yan," katanya. ia lantas pergi. cepat ia kembali dengan baskom air, lalu cepat ia keluar pula. Tiong Hoa lekas mencuci muka, untuk merapikan rambut dan pakaiannya, Baru ia selesai. pelayan sudah muncul pula bersama Yan Hong. Pemuda she Yan itu mengenakan baju hijau panjang bersulam huruf benjie ia bersenyum, Pundak kirinya muncul sedikit, Rupanya lukanya semalam telah dibalut. "Tadi malam saudara..." kata Tiong Hoa. Yan Hong mengedipkan mata, sambil tertawa dia berkata: "Tadi malam ketika aku pulang ke rumahku, aku bicara dengan ayah ku tentang kau, saudara Lie, Ayah kagum sekali maka pagi-pagi barusan ia menitahkan aku lantas datang mengundang saudara, untuk saudara suka datang ke gubuk kami buat beromong-omong." Tiong Hoa melihat kedipan mata, itu tahu apa artinya itu. Yan Hong tak sudi bicara dari peristiwa semalam itu, ia lantas tertawa dan menyahuti: "pasti aku sudi berkunjung. Ayahmu baik sekali, saudara Yan, aku jadi malu..." "Kita ada bagaikan sahabat-sahabat lama, jangan kita pakai banyak adat peradatan," Yan Hong bilang. Ayahku lagi menantikan, mari kita berangkat sekarang." Tiong Hoa mengangguk sambil bersenyum. Lantas keduanya pergi ke luar dari hotel di mana sudah sedia dua ekor kuda untuk mereka, Maka bersama sama mereka pergi, Yan Hong menjalankan kudanya di sebelah depan. Udara pagi itu cerah, banyak orang berlalu lalang dijalan besar, Kedua anak muda itu menjalankan kuda di antara Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo banyak orang itu, terus ke luar kota Tok-lak sebelah barat, setibanya di luar kota, yang sepi, mereka melarikan kuda mereka dengan leluasa. Kira setengah jam, Yan Hong menghentikan kudanya. Tiang Hoa menyentak. Dengan cambuknya anak muda she Yan itu menunjuk ke arah kiri, sembari tertawa ia kata: "Saudara Lie, gubuk kami berada di depan sungai siang Kiam Hoo itu, di tempat yang banyak pohonnya." Tiong Hoa mengawasi ia melihat sungai lebar dan airnya tenang, Benar di tempat banyak pepohonan itu samar samar terlihat genting rumah yang besar, Di sungai itu dapat orang berlayar sedang burung-burung nampak beterbangan"Sungguh indah tempat tinggalmu ini, saudara Yan-" ia memuji. Yan Hong bersenyum. ia mengajak. Mereka menjalankan kuda mereka ke tepian sungai. Tiba di dapan serumpun pohon yang lioe yang lebat, mendadak terlihat tiga orang lompat keluar dari rumpun itu, Tubuh mereka itu gesit sekali. Tiong Hoa lantas mengenali orang orang yang semalam datang ke hotelnya, ia tercengang. Tapi Yan Hong, dengan air muka padam, sudah lantas menegur. "Bangsat tak punya mata dari mana berani banyak lagak di sekitar Yan Kee Po kami?" Ketiga orang itu melengak, tetapi yang mukanya panjang dan kurus lantas juga tertawa, sedang matanya yang mirip mata ulung-ulung dibuat main, Dia kata dingin "Tidak salah Tuan dari Yan Kee Poo, Hoan-thian-ciang Yan Loei, yang memimpin kaum Rimba persilatan di lima propinsi Utara, besar namanya, besar pengaruhnya, sedang kami Laosan sam Eng juga pernah mengundanginya, hingga kami berterima kasih untuk perlayanannya. Hanya tadi malam, selagi kami bekerja membereskan usaha perdagangan kami, di saat kami berhasil, kami bertemu dengan seorang begal tunggal sebangsa si hitam makan si hitam, ketika kami mengejarnya, dia kabur dan lolos. Justeru itu sahabatmu itu kebetulan hadir juga" dia menunjuk Lie Tiong Hoa dan menambahkan "Kami percaya sahabatmu ini pasti ketahui duduknya hal. sekarang ini kami cuma minta barang kami itu dikembalikan, lainnya kami tidak mau menarik panjang." Yan Hong tidak lantas menyahuti, dia hanya tertawa nyaring sekali. ***** BAB 4 YAN HONG berhenti tertawa untuk segera memperhatikan roman tawar. "Tuan." katanya. "Kau tentulah tertua dari Lao san Sam Eng yang sangat termashur di propinsi shoatang yala h Tiatjiauw-eng Louw Coen?" orang itu agak terkejut. "Tidak salah, itulah aku." ia menyahut, ia lantas menunjuk kawannya yang matanya merah dan kumisnya berewokan seperti singa, " inilah saudaraku yang nomor dua, say Gan sin ang cian Boa, Dan itu..." ia menunjuk orang yang ke-tiga, yang kepalanya gundul dan merah serta tak berkumis. "adik ku yang nomor tiga, Touw-Eng Cie Keng. Kau sendiri siapa, tuan, aku minta sukalah kau memperkenalkan dirimu." Selagi orang memperkenalkan diri, Tiong Hoa hampir tak tertahan untuk tidak tertawa, Kawanan elang itu mirip benar dengan julukannya masing-masing, ia pun heran kenapa mereka tidak kenal Yan Hong yang biasa di sebut " hitam makan hitam." "Maaf, aku melainkan seorang Kang ouw tak ternama," Yan Hong menyahut sembari tertawa perlahan "Akulah Yan Hong yang biasa disebut Mo In Kim Kiam..." Mendengar nama itu, ketiga orang itu terlihat terperanjat tapi Louw Coen lantas maju setindak. sambil memberi hormat dan tertawa ia berkata: "oh, kiranya tuan muda dari Yan Keo Po Ketika itu hari kami datang berkunjung, menyesal kami tidak bertemu dengan kau, siauw-pocu, Maaf Dan ini sahabatmu..." ia berpaling kepada Tiong Hoa seraya menambahkan-"Dia pasti sahabat baru dari siauwpocu..." Kata-kata yang terakhir ini ada maksudnya, Kalau benar Tiong Hoa sahabat baru. bolehlah Yan Hong melepas tangan terhadapnya. Lao San Sam Eng menjadi orang-orang liehay dari jalan Hitam, mereka juga telengas, untuk suatu barang yang mereka arah, mereka datang ke Utara. Untuk tidak bentrok dengan Yan Kee Po, mereka mengunjungi Yan Loei, Diluar sangkaan mereka, Yan Loei justeru tukang hitam makan hitam, hanyalah dia pandai bekerja, selama beberapa puluh tahun, belum pernah dia gagal, rahasianya tak pernah ada yang ketahui. Maka itu, datangnya Sam Eng sambil menuturkan maksud ke datangannya berarti membawa endusan baik pada pihak Yan Kee Po. Demikianlah Yan Hong bersama lima orangnya "memakan," Sam Eng dan berhasil, cuma pekerjaan mereka meminta upah mahal. Lao San Sam Eng Iihay, didalam bentrokan, mereka berhasil membinasakan lima orang Yan Kee po itu serta Yan hong sendiri, si majikan muda dari Yan Kee po turut terluka pundaknya, kalau dia tidak kabur ke hotelnya Tiong Hoa, mungkin dia tak dapat lolos. Sam Eng itu keluaran Boe-tong pay, mereka pandai ilmu silat dalam dan luar. Yan Hong terperanjat mendengar orang menyebut Tiong Hoa sahabat barunya, ia mengerti keliehayannya tiga jago dari Shoatang itu. Lie Tiong Hoa ketahui apa yang ia mesti lakukan, ia lompat turun dari kudanya. "Louw Tong kee, apakah kau menyangka aku yang mengganggu kamu tadi malam?" ia tanya, menegasi, ia tertawa j umawa. "Benar" sahut Louw Coen, tertawa menyindir "Mata terang tak ada pasirnya, Dalam sepuluh, delapan bagian kau lah yang melakukannya." Tiong Hoa tertawa, ia menoleh pada Yan- Hong, berkata, "saudara Yan benarlah mereka ini bangsat- bangsat tak punya mata .Barang rampasannya kena dirampas orang, bukannya mereka merasa malu dan mencari mati karenanya, mereka j usteru sembarang menuduh pada orang. Menurut aku, kalau mereka dibiarkan saja, apa bila mereka menyiarkan cerita dusta, nama Yan Kee Po dapat tercemarkan dan runtuh" sam Eng heran begitu juga Yan Hong. " Hebat orang she Lie ini," pikir Mo In Kiam tian"Rahasiaku tadi malam ketahuan dia, maka sekarang aku mengundang, untuk ajak dia berkonco atau kalau dia menampik, hendak kita singkirkannya, siapa tahu dia begini begini. Aku benci sam Eng tetapi kalau aku lawan dia pundakku bisa membongkar rahasiaku." Tengah ia bersangsi dan berkuatir itu, Tiong Hoa sudah berkata pula: "Jikalau siauwpocu berkeberatan turun tangan, baiklah, aku si orang she Lie nanti mewakilkan kau" Sembari berkata, pemuda ini meluncurkan tangannya ke dadanya Louw Coen untuk meninju, ia terus menggunai pukulan sip Thian Thay It Ciang. ia biasa dapat menggunai kemahiran tiga bagian tapi setelah makan obatnya Thian Yoe sioe, tenaganya kontan naik menjadi tujuh bagian. Maka itu hebat serangannya ini. Tiat Jiauw Eng Louw Coen benar liehay, Dia dapat menolong tangannya itu, terus dia membalas menyerang. Dia menggunai tangannya itu juga untuk menyengkeram jalan darah Tiong Hoa di bawahan rusuk. Lao san sam Eng pernah mempelajari ilmu silat "Eng Jiauw Kang" atau cengkeraman Kuku Garuda, dari itu kalau Tiong Hoa kena tersamber, celakalah dia, bisa dia mati seketika. Tiong Hoa tak punya pengalaman pertempuran, baru selama hari-hari yang belakangan ini ia memperolehnya, terutama pertempurannya dengan Mauw san siang eng membantu banyak padanya, Begitulah waktu ia disamber ia menjejak tanah, untuk membikin tubuhnya mencelat mumbul, habis mana ia menyamber kedua pundak si Elang Kuku Besi. Ia menggunai jurusnya siauw thian chee cit cap-jie Kiauw Na yang liehay itu. Louw Coen terkejut mendapatkan serangannya gagal dan musuh berkelit bagaikan menghilang dari hadapannya, ia mengerti akan adanya ancaman bahaya. Ketika ada angin bertiup, ia tabu itulah serangan musuh, tidak ada ketika lagi untuk menyingkirkan diri, Maka ia angkat kedua tangannya untuk menyambutt dengan jurus Eng- jiauw-tay lek-cioe. Itu artinya keras lawan keras. Tiong Hoa melihat perlawanan musuh, ia batal meny amber, untuk mencengkeram pundak musuh, semua jari tangannya segera dikepal, untuk dengan kepalan menghajar tangan lawan itu. Tanpa dapat dihindarkan lagi, keempat tangan bentrok keras sekali, Kesudahannya yalah tubuh Tiong Hoa membal balik hingga dia teruskan memutar turun di bawah sebuah pohon yanglioe, untuk berdiri diam sambil bersenyum. Celakanya yalah Louw Coen, oleh karena terdesak itu, ia melawan dengan kuda-kudanya kurang kuat, maka atas bentrokan itu, ia terpaksa mundur dua tindak. ia merasakan napasnya mandek dengan tiba-tiba, hingga ia mesti mengeluarkan suara tertahan. Begitu ia berdiri tegap. mulutnya muntahkan darah, mukanya menjadi sangat pucat. Kedua elang yang lainnya kaget, mereka lompat untuk memayang. Yan Hong kaget dan kagum melihat lihainya si anak muda, yang dapat menghajar tertua Lao san sam Eng secara demikian. Kaget karena ia mengerti bahayanya andaikata anak muda itu menjadi musuh pihaknya, ia girang karena dengan begitu Tiong Hoa seperti telah membalaskan luka pundaknya itu. Tiong Hoa sendiri bersenyum dengan di dalam hatinya ia heran, heran untuk lihainya itu. ia tidak sangka ia dapat berpikir cepat dan bertindak gesit dan lincah, hingga hasilnya sangat memuaskan. "Inilah pasti hasil khasiatnya Pouw Thian wan." pikirnya. Maka ia menjadi bersyukur kepada Thian Yoe sioe, sayang ia belum tahu she dan namanya orang tua itu, Thian Yoe sioe berarti si orang tua yang menjelajah langit." Louw Coen sendiri menyesal bukan main. ia tahu kekalahannya ini disebabkan ia memandang enteng kepada lawannya itu. Sambil bersenyum, Tiong Hoa menghadapi Lao san sam Eng, untuk berkata. "Aku yang rendah suka memberi nasehat kepada tuan-tuan bertiga untuk lain kali janganlah tuan tuan sembarang bertindak hingga mendapat salah dari lain orang. Memang biasanya, bencana itu datangnya dari mulut, dari kata-kata yang tak terpikirkan lagi, Aku percaya tuan tuan menginsyafi itu. Perihal kejadian semalam, suka aku menjelaskan bahwa aku benar-benar tidak tahu apa apa, maka jikalau tuan-tuan suka menyelidikinya dengan seksama, pasti tuan-tuan bakal mendapat tahu duduknya yang benar." Lao san sam Eng dapat menerima penjelasan itu, tetapi mereka tetap heran, sudah terang orang lari menyingkir ke dalam pekarangan hotel itu, kenapa dia membilangnya tak tahu. "Inilah aneh" Rupanya aku mesti bekerja berat untuk menyelidikinya." pikir mereka itu bertiga. " Jikalau begitu. kita benar sembrono." kata Cie Kong sambil memberi hormat. "baiklah, sampai kita bertemu pula" ia pun memberi hormat pada Yan Hong, sesudah mana bersama saudaranya ia mengajak pergi saudaranya yang tertua itu. Yan Hong mengawasi sampai orang telah pergi jauh, ia berpaling kepada Tiong Hoa untuk sambil tertawa berkata: "saudara Lie, mengenai peristiwa tadi malam harap kau tidak memandang wajar bahwa aku hitam makan hitam, perkara itu mempunyai latar belakangnya. sebentar, setelah sampai di rumahku aku nanti berikan penjelasannya." Tiong Hoa bersenyum. "Aku baru mulai masuk dalam dunia Kang ouw, tentang keruwetan kaum Rimba persilatan aku tak tahu apa-apa" ia berkata. "Perkara saudara itu mesti perkara besar, karena aku cuma seorang tetamu dan akupun datang dari tempat jauh, artinya aku seorang luar, lebih baik aku tidak mendengarnya." Yan Hong tertawa, ia tidak mengatakan apa apa, ia bertindak ke tepian, untuk bersiul yaring. Atas itu dari seberang, dari rumpun telaga, muncul sebuah perahu kecil, yang di gayu laju sekali, Begitu perahu itu tiba di tepian sini, terlihat di dalamnya dua orang dengan baju hijau, usianya masing-masing lebih kurang tiga puluh tahun, Mereka itu berlaku hormat mengundang Tiong Hoa naik ke perahu mereka. Tiong Hoa mengalah dulu kepada Yan Hong, baru ia lompat ke perahu itu. Yan Hong naik bersama satu orang, sebab orang yang kedua menuntun kuda berjalan mutar di jalan itu. Seperti waktu datangnya, waktu kembalinya perahu itu digayu laju sekali. Tiong Hoa dapat kesempatan melihat pemandangan di sungai itu, Yan Hong duduk di belakang tetamunya, ia memikirkan ilmu silatnya Tiong Hoa. ia merasa itu seperti ilmu silatnya Hok in siang jiu dari Koen Loen san Barat, Hok In itu satu jago dari jaman lima puluh tahun dulu, seumurnya dia tidak menerima murid, pernah Yan Loei, ayahnya, melihat Hok in siangjin bertempur, maka itu, ayah itu dapat mencuri pelajari dua jurus di antaranya dan yang satu ini mirip dengan jurusnya Tiong Hoa tadi. "Kalau dia benar murid Hok in siangjin, rasanya sulit untuk menarik dia menjadi kawanku," pikirnya. Segera juga perahu sudah tiba di seberang, Yan Hong lompat lebih dulu ke darat, Ketika ia berpaling, Tiong Hoa sudah menyusulnya tanpa memperdengarkan suara apa apa, itulah bukti ilmu ringan tubuh yang mahir sekali. "Dia lihat sekali, tak dapat aku mengundang serigala datang masuk ke rumahku." Yan Hong pikir pula. ia licik, ia mau berlaku waspada, la tidak kentarakan kekuatirannya itu, bahkan ia bersenyum ketika ia berkata. "saudara, rumahku tak jauh dan sini, kita baik berjalan kaki saja." "Baik," sahut Tiong Hoa mengangguk. Mereka jalan dijalan besar yang kedua sisinya Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo merupakan ladang gandum. Angin bersilir halus. sebagai ganti bau bunga, disitu mereka mencium bau lumpur. Belum jauh, selagi menikung di tempat mana ada tumbuh pepohonan, mereka mendengar suara kuda lari mendatangi lalu tertampak penunggangnya adalah seorang nona dengan baju merah tua. Begitu datang dekat, nona itu menyapa nyaring: "Toako, kenapa kau baru sampai?" sedang tubuhnya terus berlompat turun, hingga ia dalam sekejap berdiri di depan kakinya berdua. Gerakannya itu lincah sekali, itulah lompatan Burung walet menyambar ombak. Tiong Hoa lantas mengenali si nona yang ia lihat di rumah makan, sekarang ia mendapatkan orang cantik sekali, mukanya dadu dan matanya jeli, matanya itu mengawasi jernih kepadanya. Yan Hong tertawa, terus ia berkata: "Adikku, kau agaknya seperti belum pernah bertemu dengan saudara Lie ini..." Nona itu tertawa, dengan lagu suara manja, ia kata: "Toako kau bicara saja. Kenapa kau tidak mau mengajarnya kenal?" "Benarkah kau pelupaan adikku?" kakak itu tertawa pula, "Tadi malam toh kau pernah berkenalan dengannya di rumah makan. Maka itu buat apa aku mengajarnya kenal pula?" Muka si nona menjadi merah, Dia malu karena kakak itu menggoda, Dimatanya lantas berbayang seorang muda yang pakaian kotor dan mukanya dekil, yang rambutnya kusut, sebaliknya sekarang ia menghadapi seorang pemuda tampan dan menarik hati sekali. "Apakah benar dianya?" katanya dalam hati, ia jadijengah, Kemarin ini ia sama sekali tak menghiraukan pemuda itu. Hal itu membuatnya malu sendiri Maka ia mendelik kepada kakak itu. Yan Hong tak memperduIikan, ia justeru tertawa berkakak. "Toako" kata si nona sambil membanting kaki saking jengkel Tiong Hoa tidak memperdulikan orang bergurau, ia memandang si nona sambil minta tanya nama orang. Nona itu tidak menyahut, agaknya susah ia membuka mulutnya, walaupun bibirnya sudah bergerak. Yan Hong tertawa, ia berkata. "Adikku ini, si Hee, biasa terlalu dimanjakan ibuku, maka itu kalau lain kali dia berbuat kurang ajar, aku harap saudara Lie suka maafkan dia." Kembali Yan Hee mendelik kepada kakaknya, lantas ia lompat naik ke atas kudanya, kabur balik. Yan Hong tertawa, sedang Tiong Hoa bersenyum. Keduanya berjalan terus, setelah melewati hutan cemara, Tiong Hoa melihat sebuah tembok tinggi dan kekar mirip tembok kota, di atasan pintunya ada ranggonnya peranti si penjaga pintu, Yan Hong mengajak kawannya masuk. ketika di dalam situ, Tiong Hoa melihat sebidang tempat yang lebar yang banyak perumahannya, yang di tengah-tengah yalah sebuah rumah besar, ke situ Yan Hong mengajaknya masuk. Di muka pintu ada dua pengawal dengan golok di tangan, Ketika Tiong Hoa berdua bertindak masuk. dari dalam lantas terlihat munculnya seorang yang tubuhnya kekar dan romannya keren, mukanya berewokan, matanya tajam. "Saudara Lie, orang yang mendatangi itu hoepocoe kami, Im- yang Gioe Khong Jiang." kata Yan Hong perlahan. "Dia lihai. Dialah orang Hoa Yang Pay. Dia bertabiat gembira dan berangasan tak ketentuan, karena mana ayah pun suka mengalah kepadanya, Aku harap kau berhati-hati terhadapnya..." Baru tuan rumah yang muda ini berhenti berkata, Khong Jiang sudah sampai didepan mereka, Dia lantas memandang tajam pada Tiong Hoa. "Paman Khong..." berkata Yang Hong dengan hormat sekali, "ini saudara Lie Cie Tiong, sahabat baru dari keponakanmu." Khong Jiang mengasi dengar suara di hidung, matanya memandang tawar pada si anak muda. dia kata: "Kalau dia sahabatmu, kenapa dia begini kurang ajar" Apakah dia mengandal sangat kepada beberapa jurus ilmu silatnya maka dia menjadi jumawa?" Tak senang Tiong Hoa mendengar kata-kata itu, maka dia kata dingin. "Aku yang rendah baru pertama kali ini datang ke mari, aku tidak kenal kau, tuan, mengapa kau berani membilang aku kurang ajar?" "Paman Khong, kau..." kata Yan Hong berkuatir. "Kau berani kurang ajar kepada Khong Jiang?" hoe-pocoe itu membentak sebelum Yan Hong bicara terus. "Tentu kau benar-benar mengandalkan ilmu silatmu, Mari, mari, Mari sambut tanganku." Benar benar dia lantas meninju. Majikan muda dari Yan Kee Po menggunai tenaga tujuh bagian, Dia mau menguji sianak muda. Tiong Hoa ndak mau menyambuti kekuatan orang. ia berkelit ke kiri Karena ia mendongkol, ia membalas menyerang, ia mengeluarkan tangan kanannya, guna menangkap tangan si berangasan itu. Khong liang terkejut, Dia tidak menyangka orang berkelit, Atas datangnya ^erangan membalas, dia kaget. Dia melihat gerakan yang gesit sekali, Maka lekas lekas dia menurunkan tangannya, untuk dikelit. Tiong Hoa menggunai j urus "Tawon yang-keluar dari sarangnya" itulah suatu jurus dari ilmu silat siauw thian che Ci capjio Kiauw Na. sia-sia belaka KhongJiang berkelit, lengannya itu kena ditangkap. hingga dengan mendadak dia merasa tangannya kaku, Dia berteriak. dia berontak sekuatnya tenaga sambil dia berlompat nyamping. Tiong Hoa tidak berniat mencelakai orang, habis menyengkeram, ia melepaskan tangkapannya itu. Mendadak Khong Jiang tertawa. "Benar katanya Yan Hong, kaulah seorang muda yang liehay" katanya, "Kau maafkan aku" ia tertawa pula, terus ia bertindak ke luar. Tiong Hoa berdiam. Ini pula pengalamannya yang luar biasa, ia sama sekali tidak pernah memikir bahwa itulah sandiwaranya Yan Hong, yang telah mengaturnya sebelum dia pergi ke hotel menyambut padanya. "Memang begitu tabiat Paman Khong, girang dan gusar tak kotentuan," kata pula tuan rumah muda ini sambil tertawa, "tapi sebenarnya dia jujur dan baik hatinya, Nanti, sesudah berkenalan lama, saudara akan mengenalnya " Tiong-Hoa tertawa tawar, ia tidak bilang apa-apa. Ketika tuan rumah itu bertindak, ia mengikuti. Di dalam, Tiong Hoa melihat rumah besar miri^ dengan istana seorang bangsawan. Ruang atau pintu berlapis- lapis. tiang danpenglari, semuanya terukir indah. Di sebelah dalam ada pekarangan terbuka dimana ada terdapat pepohonan dan lorong, kamar-kamar dan lauwteng. ia heran dan kagum. Di situ pun ia melihat sejumlah orang Rimba persilatan, yang semua bersikap hormat terhadap Yan Hong. Yan Hong mengajak sahabatnya memasuki sebuah ruang besar, Baru saja sampai diambang pintu, hidung si anak muda telah mendapat cium bau yang harum, yang melapangkan dada, Di dalam situ ada empat orang lagi berduduk. yang di kiri, bercokol atas kursi hakcoe-ie, adalah seorang tua bertubuh tinggi dan besar, rambut dan kumisnya sudah putih, gayanya keren. Di kanannya si nona yang tadi, matanya mengawasi si anak muda, rekannya seperti bersenyum. Dua yang lainnya, yang satu yalah seorang imam tua dan kurus, jari tangannya panjang sekali, sepasang matanya bersinar, dan yang lainnya seorang muda dengan bibir merah dan roman angkuh, sedang dipunggungnya ada sebilah pedang yang rupanya pedang tua, sarung pedangnya berukiran ular naga melilit. "Saudara Lie, inilah ayahku," Yan Hong lantas mengajar kenal, dia menunjuk si orang tua. Tiong Hoa maju dua tindak, ia menjura dalam seraya berkata, "Aku yang muda, Lie Cie Tiong, memberi hormat kepada po-coe." Hoan Thian-ciang Yan Loei tertawa dan berkata, "jangan pakai adat peradatan, Lie siauwhiap. tadi malam kau telah membantu anak Hong, aku menghaturkan terima kasih padamu." "Itulah perkara kecil, harap pocoe jangan buat pikiran," kata Tiong Hoa merendah, "Meskipun baru bertemu, dengan siauwpocoe aku seperti kenalan lama, Aku malu mendengar kata-kata pocoe ini." Lantas Yan Hong perkenalkan sahabatnya kepada si imam dan si anak muda. Imam itu nyatalah Im-CioeJiauw-Hoen Hauw Boen Thong adanya, yang dimasa itu terkenal dalam Rimba Persilatan, Cocok dengan julukannya, yang berarti Tangan Penyamber Nyawa, sebab dia biasa berbuat seenaknya saja, takperduli dia benar atau salah, Dia liehay hingga banyak orang mendengar saja namanya, menjadi pusing kepala. Si anak muda adalah Cie-liong kiam Pek Kie Hong. sipedang Naga, yang menjadi siauw cecu, yaitu ketua muda, dari Benteng Jie sip Pat, dua puluh delapan benteng air dan darat, di telaga Tong-teng-ouw di Kanglam. Hauw Boen Thong jumawa sekali, melihat Tiong Hoa, berulang kali dia memperdengarkan suara di hidungnya, sikapnya sangat dingin, tubuhnya tak berkutik. Tiong Hoa tidak puas, Syukur Pek Kie- Hong suka berbicara dengannya. Yan Hee diam-diam memperhatikan anak muda itu, sekarang ini pandangannya lantas berubah sama sekali, tak ingat lagi si anak muda yang pakaiannya kotor, mukanya dekil dan rambutnya awut-awutan, ia rupanya terpengaruh katakata cinta pada penglihatan pertama kali. Yan Hong dan Pek Kie Hong liehay matanya, mereka lantas melihat sikapnya si nona, masing-masing mereka lantas beda pemikirannya. Lie Tiong Hoa duduk di bawah, diam-diam ia memperhatikan perabotan di dalam ruang itu, ia mendapat kenyataan semua itu benda-benda yang tak biasa dilihat di rumah rakyat kebanyakan rata-rata barang kuno dan indah. Maka aneh rumah orang Kang ouw mirip istana orang bangsawan. Yan Loei, dengan tak langsung, menanyakan Tiong Hoa tentang gurunya, keluarganya serta maksudnya datang ke Tok lok. Tiong Hoa tak dapat menerangkan jelas, sebab ia memang tak tahu banyak perihal gurunya, ia juga tidak bisa menjelaskan bahwa ia lagi buron, jawabanmu itu membikin tuan rumah mencurigai dia mengandung sesuatu maksud. "Lie siauwhiap bersahabat dengan anakku, silahkan kau berdiam bersama kami di sini." kemudian kata Yan Loei tertawa, "Katanya siauwhiap liehay sekali, maka itu mungkin siauwhiap dapat membantu kami." Tiong Hoa tidak tahu hati orang, ia lekas berkata: "Tidak berani aku merepotkan po-cu. Karena aku gemar pesiar, hari ini juga aku berniat pergi ke Tiong Gioe terus ke soe Coan. Terima kasih atas kebaikan poocu." Yan Loei mengawasi tajam. Dia tertawa pula. "M emaog perjalanan itu penting untuk memuaskan pemandangan dan pengetahuan," dia kata, " Ketika masih muda, aku juga gemar merantau." Kembali dia tertawa. Selama itu HauwBoenThong terus bungkam, dia memandang si anak muda dengan mata tajam dan sikap dingini Adalah Yan Hong dan Pek Kie Hong, yang mengajak orang bicara. Yan Hong minta tetamunya suka berdiam padanya barang setengah bulan. "Baiklah." kata Tiong Hoa setelah di-bujuki siauwpocu itu. "Anak Hong, pergi kau ajak siauwhiap ke kamar Teng ie Hian" Kemudian Yan Hong kata pada puteranya sebentar tengah hari hendak aku mengundang siauwhiap ber-santap. Tiong Hoa mengucap terima kasih, lantas ia meminta diri, mengikut Yan Hong ke kamar yang disebutkan itu. Seberla lunya si tetamu, Yan Loei kata pada gadisnya: "Apakah batuknya ibumu sudah mendingan. Ada orang mengantar dua bungkus cauwkoh dari Lengtam yang ibumu paling suka, pergi kau ambil dan bawa itu ke Hoed tong buat diserahkan pada ibumu sekalian kau sampaikan kata-kata padanya." Yan Hee tertawa lantas mengundurkan diri. setelah anak dara itu tak nampak lagi, Yan Loei menoleh pada Hauw Boen Thong. "Hauw Loosu, apakah kau mencurigai apa-apa terhadap anak muda she Lie itu?" ia tanya. "Memang" sahut imam itu dingini "Kau terlalu bersangsi, saudara Yan jikalau aku, siang-siang aku sudah singkirkan dia guna mencegah timbulnya bencana dibelakang hari. Hoan Thian ciang menggeleng kepala. "Kau biasa berterus terang, loosoe, aku kagumi kau," ia kata. "Aku tapinya mempunyai cara yang terlebih sempurna. sekarang ini orang tengah bergerak, sedang pihak Yan Kee Po dan ie Kee Po. yang menguasai sembilan propinsi, mudah sekali membangkitkan kejelusan orang, terutama selama yang belakangan ini pihakku telah melakukan sesuatu yang gampang sekali menarik perhatian orang. Aku telah dapat kenyataan ada orang-orang sesat dan lurus yang sudah datang mengintai ke mari. Karena itu aku sangsi pemuda she Lie ini bukannya orang salah satu dari mereka itu, Aku pikir kita harus bersabar menyelidikinya." " Itulah gampang, serahkan saja padaku" kata Pek Kie Hong tertawa. Tak lama Khong Jiang muncul, dia tergesa gesa dan lantas bicara berbisik dengan ketuanya. Romannya Yan Loei menjadi tegang secara tiba-tiba, dia terus berlompat bangun, akan bersama hoepocu itu lantas pergi keluar. Di ruang yang besar itu, Hauw Boen Thong tinggal berdua Pek Kie Hong. ooo Malam itu selagi rembulan bercahaya indah, Tiong Hoa duduk seorang diri di dalam kamarnya di ruang Teng ie Hian, ia memandang tersengsam kepada si puteri Malam, yang nampak dari antara jendela itu ada pengempang kecil yang airnya jernih yang ditanami pohon teratai dan pohon yanglioe Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo di tepinya. Dari situ terdengar suaranya beberapa ekor kodok. Daun yang-Iioe pun ber silir tertiup angin halus. Anak muda ini tidak berdiam saja, ia berpikir, pertamatama halnya Yan Hong yang "hitam makan hitam." ia tak tahu bagaimana duduknya urusan itu. Yang lainnya adalah, lukisan "Bayangan Rembulan di Gunung sunyi." Ia tidak menyangka karena bertemu Yan Hong, ia jadi singgah di Yan Kee Po-Mengenai Keluarga Yan ini, ia bersangsi. Kaum Rimba persilatan memang luar biasa sepak terjangnya. "Aku sumpah aku mesti dapatkan lukisan itu" kemudian ia mengambil ketetapan. Baru Tiong Hoa mengambil keputusannyaitu, tiba-tiba ia melihat bayangan orang berkelebat di atas genting di ruang sebelah depan, ia dapat melihat karena sinar rembulan permai sekali. Tiba-tiba hatinya bercekat, Tanpa sangsi lagi. ia berbangkit, dengan cepat ia menyingkap bajunya, untuk lompat keluar jendela, akan setibanya di luar terus berlompat naik ke atas genting di depan itu, ia masih sempat melihat orang tadi berada belasan tombak jauhnya. ia pun mendapatkan tubuh orang lincah sekali. Jikalau dia bukan orang dalam, dia bernyali besar sekali, pikir anak muda ini. Dibawah terangnya rembulan, kenapa dia berani tak menyembunyikan dirinya" Baiklah aku menguntit dia. Orang itu pergi ke sebuah lauwteng tinggi, Ketika dia lompat turun Tiong Hoa menyusul, terang dia bertelinga jeli, dia memutar tubuh sambil menyerang dan menegur perlahan"siapa kau?" Tiong Hoa berkelit ke samping, ia lantas mengawasi. Maka ia melihat orang berumur belum tiga puluh tahun, mukanya lebar, kupingnya besar, romannya lurus, ia bersenyum. "Ada urusan apa tuan datang ke mari diwaktu malam?" ia balik menanya, "Apakah tuan mencari orang" Kenapa kau tidak ambil jalan dari pintu" Caramu ini mudah menimbulkan salah paham, Maka baiklah tuan lekas berlalu dari sini." Tiong Hoa heran orang dapat masuk dengan leluasa sedang Yan Kee Po terjaga kuat, Maka ia mau menduda mungkin orang dibiarkan masuk, untuk mencari tahu dulu maksud kedatangannya, ia menjadi tetamu, tidak mau ia sembarangan bertindak. pula roman lurus orang itu mendatangkan kesan baik terhadapnya, itu pun sebabnya kenapa ia menasehati untuk orang mengundurkan diri Mendengar nasehat itu, orang itu mengawasi ia menggeleng kepala. "Dari kata-katamu ini, tuan. Kau rupanya bukan orang Yan Kee Po." ia kata. "Aku Im sim Yok dari Koen Loen Pay, Kawanku sejumlah enam, perjalananku ini penting sekali, maka itu, untukku, mati atau hidup sudah tak berarti lagi. jikalau tuan ingat aturan Rimba Persilatan, silahkan kau menyingkir supaya tak sampai terbit kesalahan turun tangan." Tiong Hoa bersangsi hingga ia ayal memberikanjawabannyaJusteru ia berdiam, ia mendengar suara apa-apa, yang disusul dengan suara keras ini: "Mari lekas kita bekerja." Menyusul itu datanglah serangan kepada Sim Yok, dia ini berkelit lalu dia menggunai kedua tangannya menolak Tiong Hoa dengan tipu silatnya "Menolak jendela memandangi rembulan." Tiong Hoa berkelit, berbareng dengan mana ia mendengar satu suara dalam. "saudara Lie, kau tetamu, tak seharusnya kau turun tangan serahkan dia padaku." la lantas menoleh, maka ia melihat Cie-iion-kiam Pek Kie Hong yang mukanya muram sudah berdiri di belakangnya. "Baiklah." dia menjawab cepat, ia lantas pergi ke bawah pohon di mana ia lantas berdiri memasang mata. Kie Hong mengasi lihat roman bengis, sembari tertawa dingin ia maju dua tindak, tangannya lantas menghunus pedangnya. Sim Yok juga mengawasi tajam, ia telah menyiapkan senjatanya, yaitu sebatang Joan-pian, ruyung hitam yang lunak seperti cambuk hingga dapat dililit di pinggang. Ketika ia melihat pedang orang, ia terperanjat hingga ia lantas menanya: "Tuan, bukankah kau cie- liong kiam Pek Kie Hong ceecoe muda dari Benteng Jie sip Pat di telaga Tong Teng?" Pek kie Hong bersikap sangat jumawa. "Kau telah ketahui Ceecoe mudamu, kenapa kau tidak mau lekas serahkan dirimu?" dia menjawab. Sim Yok menjadi gusar, mendadak dia tertawa, Nyaring luar biasa tertawanya itu. Habis tertawa, dia berkata nyaring, "Pek Kie Hong, jangan kau terkebur Tak dapat kau menggertak orang. Kau harus ketahui, Teng coa sin Pian Sim Yok dari Koen Loen Pay tak dapat diancam Aku justeru mendengar perbuatan-perbuatanmu yang sangat busuk dan kaum Rimba persilatan ingin menyingkirkan kau dari dunia ini, siapa tahu kau bersembunyi di Yan Kee Po ini. kaujadi seperti membantu si jahat. Kau harus ketahui ini hari aku hendak menyingkirkan satu bahaya besar untuk Rimba Persilatan-" Pek Kie Hong tertawa dingin. "Dapatkah kau lakukan itu?" dla tanya mengejek, Lantas dia meng g era ki pedangnya, untuk menerjang. Sim Yok menyaksikan gerakan lawan yang gesit, diam-diam dia mengaguminya, Padahal orang itu, meskipun masih muda, sudah menjagoi di selatan dan utara sungai Besar. Tanpa ayal lagi, ia lantas melayani menggunai ilmu joan pian partainya, yang terdiri dari tiga puluh- enam jurus . Pek Kie Hong licik, di samping menyerang iangsung, ia ingin membabat kutung senjata lawanJoan-pian Sim Yok terbuat dari otot, senjata biasa tak dapat memapasnya, tapi melihat pedang Kie Hong, dia jeri, tak mau dia membikin senjatanya itu kena dibabat kutung. Hal ini membuatnya berlaku waspada, hingga tak dapat ia lantas mendesak lawannya itu. Tiong Hoa menonton dengan berdiam saja, ia yang tak berpengalaman kembali menyaksikan suatu yang menarik parhatiannya, yang membingungkan juga. Di sini bentrok pula si sesat dengan si lurus, Rupanya kedua golongan itu tak dapat saling mengasi ampun, Meski begitu, ia terus memasang matanya. Setelah bertanding sekian lama, Pek Kie- Hong mengeluarkan satu jurusnya yang liehay, yaitu "Tiang hong koan jit" atau "Bianglala menutupi matahari." serangan itu meny amber kepada joan pian lawan. Sim Yok repot menyingkirkan senjatanya itu, atau justeru karena itu, dia dapat dirangsak. Pedang cie-liong kiam meluncur terus. Di saat jago muda Kun Loen Pay itu bakal menyerahkan jiwanya, atau sedikitnya dia bakal terluka parah, mendadak menyamber dorongan angin yang keras sekali kepadanya hingga tubuhnya tertolak keras, hingga dengan begitu dia menjadi lolos dari ujung pedang, saat tubuhnya tertolak itu, dia pun terus berlompat mundur setombak jauhnya. Di mana di situ tidak ada orang lain, Sim Yok lantas melihat orang yang mendorongnya yang menolongi, adalah si anak muda yang barusan menasehati dirinya, ia jadi bersyukur. Tapi ia berada di tempat berbahaya, ia lantas lompat untuk menghilang. Memang Tiong Hoa yang menolongi orang Koen Loen Pay itu, ke satu disebabkan ia melihat jiwa orang terancam maut, ke dua karena ia bersimpati kepada anak muda itu, Habis itu, di samping girang, ia juga heran. ia heran atas tenaga dorongannya yang keras sekali, beda daripada biasanya, Maka ia ingat inilah tentu pula khasiatnya pel Pouw Thian Wan hadiah Thian Yoe sioe. Berbareng dengan itu, Pek Kie Hong terkejut dan heran, ia melihat Tiong Hoa turun tangan, Akibatnya itu ialah kecuali tubuh Sim Yok tertolak keras, pedangnya sendiri kena terintang, pedangnya mental hampir terlepas dari cekalannya, ia lantas mengawasi tajam anak muda itu, yang terang berniat menolong musuh lolos. Tiong hoa tidak berdiam saja, ia pura pura lari mengejar Sim Yok, ketika orang lenyap. baru ia kembali, ia lantas disambut Pek Kie Hong yang tertawa kepadanya. "Kau hebat sekali, saudara Lie" kata orang she Pek itu, "Pantaslah saudara Hong memuji tinggi padamu sayang kau kekurangan pengalaman, kau menyebabkan bangsat she Sim itu lolos" Tiong Hoa mengasi lihat roman kaget. "Benarkah?" tanyanya, sembari menyeringai, "sungguh celaka Aku kuatir kau tidak dapat lantas merobohkan dia, saking gugup, aku membantu, siapa tahu kesudahannya gagal, sungguh aku menyesal..." "Tak usah menyesal, saudara Lie." kata Kie Hong, yang bersenyum. "Dalam pertempuran orang mesti dapat melihat gelagat, terutama perlu bantuan pengalaman jikalau saudara lebih sering berkelahi nanti kau dapat melenyapkan cacadmu ini. saudara jangan menyesal penjahat lari, Kawan-kawannya telah diawasi, atau mungkin mereka sudah kena ditawan. silahkan saudara beristirahat, nanti besok aku datang menemui kau di Teng In Hian." Habis berkata orang she Pek ini tertawa, lantas dia berlompat pergi. Tiong Hoa mengawasi orang berlalu, lantas ia berpikir : "Aku menolongi Sim Yok apakah perbuatanku ini mencurigai orang she Pek itu?" Ia tidak tahu, habis tertawa itu, Kie Hong tersenyum ewah. 0000 BAB 4 DI BAWAH sinar rembulan, perlahan-lahan Tiong Hoa bertindak balik ke Teng Ie Hian-ia terus masuk kedalam, untuk merebahkan diri di atas pembaringannya. ia masih memikirkan segala apa, sampai ia jatuh pulas. Ketika sang fajar tiba, ia tersadar dengan lantas berbangkit turun, ia mendengar suara tindakan kaki, ialah tindakannya kacung yang membawakan ia air untuk mencuci muka dan lainnya, Dia itu melongok dulu, baru dia masuk dan meletaki airnya, sembari tertawa dia memberitahukan kedatangan tetamu, ceecoe muda she Pek serta seorang she Lauw. "Oh, begitu" katanya. "silahkan- silahkan undang mereka masuk" ia sendiri lekas-lekas mencuci muka, membereskan rambut dan pakaiannya. Segera juga terdengar suara tertawa diluar kamar, lalu nampak munculnya Pek Kie- Hong serta seorang muda yang mukanya rada hitam dan romannya gagah. "Pagi-pagi sudah bangun, saudara Lie." kata Kie Hong tertawa, "Mari perkenalkan, inilah saudara Lauw, Tiat-pie Chong-tiong Lauw Pou, murid Kong tim-taysoe dari kuil taychongsie di see-coan timur, saudara Lauw baru datang tadi sore, ketika aku omong tentang kau, saudara, ia lantas minta aku mengajaknya berkunjung ke mari, saudara Lauw sangat suka bergaul." "Terima kasih." kata Tiong Hoa, merendah. "silahkan duduk." Lantas mereka berduduk. Tiong Hoa mendapatkan Lauw Pou sedikit bicara selamanya sungguh-sungguh dan tak pernah tertawa dia seperti mempunyai urusan sulit. Tengah mereka bicara, kacung tadi datang memberitahukan bahwa Lauw Pou diundang tuan rumah, Dia lantas berbangkit, sembari memberi hormat dan tertawa, dia kata pada Tiong Hoa dan Kie Hong, "silahkan saudara saudara duduk dulu, aku akan lekas kembali." Lantas dia pergi dengan cepat. "Oh ya, kenapa saudara Hong tak nampak?" kemudian tanya Tiong Hoa heran- "Saudara Hoo. tidak ada di rumah." Kie Hong memberitahu "Tadi malam buat satu urusan dia dititahkan ayahnya pergi ke Tok lok dan sampai pagi ini belum kembali Mungkin dia akan lekas pulang." ia berhenti sebentar lalu meneruskan. "Tadi malam Sim Yok dari Koen Loen Pay itu dapat lolos, tetapi lima kawannya kena dibekuk dan sekarang mereka ditahan dalam kamar rahasia. Apakah saudara Lie ingin melihat mereka itu" Kalau saudara mau, sekalian aku dapat mengantari kau melihat-lihat keletakan Yan Kee Po dan sekitarnya." Tiong Hoa senang menerima ajakan itu. "Kenapa orang Koen Loen Pay itu datang kemari?" ia tanya sembari jalan. "Begitu biasanya orang Kang ouw, yang sering tak dapat bekerja sama." Kie Hong menjawab. "Bukankah diantara saudara sendiri sering terbit bentrokan" Yan pocu ternama besar, tak heran bila ada orang salah paham terhadapnya, Karena aku orang luar, tak jelas aku duduknya perkara itu." Di mulut Kie Hong mengatakan demikian, di dalam hatinya dia pikir lain. Di dalam hati dia kata: "Masih kau berpura-pura, Tunggu sebentar, kau bakal mampus tanpa liang kuburmu." Tiong Hoa berjalan di belakang, ia tidak melihat air muka orang guram, Mendengar lagu suara orang, ia mau percaya jawaban itu, Dengan wajar ia menanya, "Bagaimana Yan Pocu hendak memutuskan perkara mereka itu?" Mendengar pertanyaan orang, Kie Hong makin percaya dugaannya benar. Dia tertawa ketika dia menjawab: "Yan Pocu berhati mulia, dia tentu mengutus orang ke Keen Loen san mengundang guru mereka, agar guru itu mengetahui jelas duduknya kejadian guna menyelesaikan urusan sekalian membebaskan mereka." " Itulah putusan yang tepat sekali," kata Tiong Hoa mengangguk. Mereka sekarang berjalan di sebuah lorong kecil didalam taman di mana bunga-bunga dan rumput tertanam rapi dan harum bunga melapangkan dada. Dari situ mereka tiba di depan sebuah rimba bambu, Di situpun ada sebuah jalan kecil yang menuju ke sebuah rumah, yang beda dengan rumah besar, nampak sederhana sekali, temboknya putih, jendelanya teraling gorden, pintunya tertutup rapat, cuma dari dalam rumah terdengar suara perlahan dari alat-alat tetabuan seperti pendeta lagi mendosa. Tiong Hoa heran hinga ia berpikir siapa itu yang lagi menjalankan ibadat. Kie Hong ketarik dengan suara tetabuan itu, ia sampai bersenandung: "sepi dan sunyi di dalam ruang, seperti musim Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo semi hampir habis, dan bunga pada rontok memenuhi latar tapi pintu tak dibukakan..." Dari suara orang, Tiong Hoa dapat menduga pemuda itu lagi memikirkan suatu orang. la tanya: "Apakah saudara Pek lagi ruwet pikiran. Kenapa kau agaknya berduka sekali?" Kie Hong terperanjat orang dapat membade hatinya, Lekaslekas dia tertawa, Terus dia menunjuk ke rumah sepi di depannya itu seraya menanya, "Saudara Lie tahukah kau rumah itu ditinggali orang macam apa." Tiong Hoa tidak tahu, ia menggeleng kepala. "Inilah tempat kediamannya nyonya rumah, Kie Hong. memberitahu " Nyonya Yan beri-badat, dia menghormati sang Buddha, maka tak pernah dia keluar setindak juga dari rumah ini. selama delapan belas tahun tak pernah ada yang melihat wajahnya kecuali beberapa orang tertentu. seratus tombak persegi disekitar rimba bambu ini menjadi daerah terlarang, siapa melanggar setindak saja, dialah bagian mati." Tiong Hoa heran sekali, "Kenapa nyonya rumah bersikap demikian Apakah yang menyebabkan " Kedukaankah" Kedukaan apa ?" Kie Hong tertawa sedin "Pada delapan belas tahun yang lampau itu. entah karena apa, pocu bentrok dengan istrinya," dia memberi keterangan "Lantas istrinya itu, menempati rumah ini yang diberi, nama Coei Tek Hian di mana ia senantiasa bersembahyang dan tak lagi memperdulikan urusan luar. Di sini cuma dua bujang pelayannya serta nona Hee yang dapat keluar masuk dengan merdeka. Pocu sendiri turut terlarang. Beberapa tahun dulu pernah ada orang yang melanggar larangan ini. katanya pocu sengaja berbuat demikian, maka besoknya fajar kedapatan saja mayatnya. sejak itu tidak ada orang pula yang berani melanggarnya" "Aku ini semenjak muda telah dipandang pocu sebagai calon menantunya." kata pula Kie Hong yang bersenyum tawar akan tetapi keputusannya belum ada sebab Nyonya Yan belum melihat send iri padaku. Dia cuma akan memberi perkenannya kepada yang dia penuju. Pergaulanku dengan adik Hong tak buruk tetapi karena urusan ini, usia muda adik Hee menjadi tergantung..." Tiong Hoa makin heran- "Saudara toh tampan sekali," katanya, "Mustahil kau tak dipenujui?" Kie Hong tertawa. "Jikalau aku tidak dipenuju, sudah saja, boleh aku menghapus pengharapanku." katanya, "Apa lacur, nyonya Yan belum pernah dapat diketemukan. Pernah aku menggunai berbagai alasan guna memancing si nyonya keluar, tetap aku gagal" Orang she Lie itu menggeleng kepalanya. "Biarpun nyonya Yan kejam, tak nanti dia membiarkan Nona Hee tak menikah seusianya," kata ia ."Juga Nona Hee, tidak nanti dia terus menyetujui sikap ibunya itu. Paling benar adalah kau, saudara Pek, kau harus berdaya untuk menemui nyonya itu." Kie Hong mengawasi, matanya dipentang, "siapa tak takut mati?" kata dia. " Nyonya Yan keras sikapnya, ilmu silatnya pun lihai, Bahkan dua budak perempuannya jauh lebih gagah daripada aku..." Tiong Hoa bersangsi hingga dia tertawa. "Mungkin saudara mendengar warta yang berlebihan hingga karenanya kau jadi jerih" katanya, "Jikalau begitu, baik saudara buang saja cita-citamu menikah Nona Hee." Kie Hong mendongkol ia menyangka anak muda ini menghina dirinya, ia hendak mengumbar hawa amarahnya ketika ia ingat buat apa ia menuruti hatinya, sebentar toh pemuda ini bakal menemui ajalnya. Tengah pemuda she Pek itu berdiam, tiba-tiba mereka mendengar suara tetabuhan dibunyikan keras. Dia kaget, lantas dia menarik tangan Tiong Hoa, buat diajak lari sembari dia kata perlahan: " Lekas. Kalau kita dipergoki kedua budak Nyonya Yan jangan harap kita dapat menyingkir setindak juga dari sini..." Tiong Hoa ditarik tangannya, ia turut lari, tapi ia bersangsi dan penasaran ia pikir: "Bagaimana liehaynya nyonya itu" Aku ingin melihat dia." Rimba bambu itu luas, sampai sekian lama baru Kie Hong berdua Tiong Hoa dapat ke luar dari situ, untuk terus memasuki sebuah rimba lain yang lebat dimana, matahari kealingan daun-daun hingga rimba menjadi gelap dan menyeramkan. tepi didalam situ kedapatan sebuah rumah yang nampak hitam. Jilid 4 : Tiong Hoa terjebak di Yan-kee-poo "Saudara Lie," kata Pek Kie Hong, menunjuk ke rumah yang gelap itu, "itulah tempat ditahannya murid-murid Koen Loen pay. jalanan di dalam rimba ini istimewa, baik kau ikuti aku, tempat di mana aku menaruh kaki, di situ tidak ada bahayanya." Habis berkata, ia jalan mendahului, ia jalan cepat, ke kiri dan kanan tak ada ketentuannya. Tiong Hoa mengawasi kaki-kaki orang, Tiba di dekat rumah besar itu, ia kaget, ia kena injak tanah yang seperti tak pegangannya ia kaget, Percuma kagetnya ini, belum sempat ia memikir apa-apa, kedua kakinya sudah kejeblos, tubuhnya turun sama cepatnya, terus telinganya mendengar Pek Kie Hong tertawa bergelak. Lalu tertawa itu. Selagi kejeblos itu, anak muda ini tidak melihat apa-apa. Gelap di sekitarnya, itulah pasti liang perangkap. Ketika ia tiba, di bawah entah berapa dalamnya, ia kaget, ia seperti terbanting sampai ia roboh, lantas hidungnya mencium bau tempat demak dan amis juga, hingga ia ingin muntah, Ketika jatuh itu, ia hampir pingsan, maka itu sampai sekian lama, baru ia dapat bangun berdiri. Karena tempat gelap, tangannya meraba-raba, sampai ia memegang tembok di sekitarnya. "celaka aku..." ia mengeluh. ia berada dalam lubang dengan tembok besi, Hawa di situ pun menyesakkan dada, Kalau ia tidak lekas lolos, ia bakal mati kehausan dan lapar, inilah hebat, "Heran kenapa Kie Hong menipu aku..." pikirnya, "Mungkinkah dia mencurigai aku" Kalau benar, itu bukanlah soal sukar, dapat ia mencari tahu..." Sebagai seorang hijau, pemuda ini sangat kurang pengalamannya. ia main percaya setiap orang, ia seperti lupa halnya Yan Hong hitam makan hitam dan Lao San Sam eng penasaran, ia tak tahu Yan Hong dititahkan Yan Loei mengundang ia datang ke Yan Kee Po, untuk menguji ia, kalau ia benar berpihak pada orang luar, ia hendak disingkirkan. Yan Hong pun bersedia membinasakan ia, cuma tuan muda dari Yan-kee-po itu masih ingat budi pertolongan orang, kalau bisa dia ingin ia membantu Yan-kee po. Tapi ia di curigai Yan Loei, karena Yan Loei menerima laporannya Pek Kie Hong bahwa ia menolong orang Koen Loen Pay, maka itu Yan pocu tak bersangsi pula, terus dia menyuruh Kie Hong memancing dan menjebaknya, perbuatan itu dilakukan diluar tahunya nyonya Yan dan Yan Hee si nona. Setelah berpikir lama, Tiong Hoa menjadi jemu terhadap orang Rimba Persilatan, kalau ia lolos, ingin dia membinasakan Kie Hong dan orang-orang sebangsanya, ia gusar hingga ia menggertak gigi. Sementara itu tadi, ketika terdengar suara bok hie terakhir, pintu Coei Tek Hian lantas terpentang, dari situ keluar seorang budak perempuan berbaju hijau. yang membekal sapu, untuk menyapu lantai di depan pintu. Dia belum berumur dua puluh, tubuhnya langsing, romannya menarik hati. Gesit kerjanya dia. Di ruang dalam, yang disebut hoed-tong, ruang pamujaan, ada duduk bersila seorang wanita tua yang rambutnya sudah ubanan, mukanya bundar, kulitnya belum keriputan, matanya bersinar tajaro, suatu tanda dialah ahli silat. Ditengah-tengah ruang tergantung gambarnya Cian cioe Koan im yaitu dewi Koan Im bertangan seribu, berikut sebuah gambar Thay Kek. yang diapit sepasang lian atau pigura huruf yang tulisannya bagus. Di atas meja ada bok khie serta pendupaan yang asapnya mengepal harum, Nyonya tua itu bersila sambil meram. Tak lama dari kamar samping keluar seorang nona berbaju merah, Karena sinar matahari yang masuk dari pintu, maka nona itu tampak cantik manis. "lbu." ia memanggil, suaranya merdu dan bernada aleman, Terus ia mendekati si nyonya, untuk menanya: "lbu lagi pikirkan apa?" Dialah Yan Hee, puterinya Yan Loei atau adiknya Yan Hong. Nyonya itu membuka matanya terus ia bersenyum manis, "Aku memuja sang Buddha, sekarang aku telah memperoleh kesadaran," sahut ibu itu. "Sekarang hatiku tenang bagaikan air, tapi sudah dua hari ini, aku merasai ketenanganku terganggu, Air seperti berombak perlahan mungkin ada sesuatu yang bakal menimpa aku. Aku ingat ketika delapan tahun yang lalu aku membinasakan si orang aneh yang kumisnya panjang aku mendapat alamat seperti ini, Tapi tak mau aku memperdulikan itu" ia tertawa, "Anak. mari aku tanya kau, selama yang belakangan ini kau telah dapat mencari orang yang kau penuju atau belum?" Dari pertanyaannya ini maka teranglah sudah si nyonya adalah isterinya Hoan Thian-ciang Yan Loei. yaitu Ciao Cioe Kwan lm Siauw Goat Hian." (Dewi Kwan lm bertangan seribu), ilmu silatnya menggabung pelajaran sesat dan lurus. Liehaynya adalah senjata rahasianya, yang terdiri dari delapan-belas butir mutiara murni serta ilmu pedangnya San Hoa Kiam-hoat, yang terdiri dari dua puluh jurus. Ketika ia berselisih dengan suaminya, lantas ia menyekap diri di Coei Tek Han, hidup menyendiri dengan memuja Cian cioe Kwan Im, yang tadinya ia pakai sebagai gelarannya, ia cuma dilayani dua budak perempuan itu, dan yang dapat menemui ia melainkan gadisnya itu. Mukanya Yan Hee merah atas pertanyaan ibunya itu. "lbu saban-saban kau tanyakan urusan itu, buat apakah?" anak itu balik menanya, "Aku masih belum memikir untuk menikah. Aku justeru ingin selama-lamanya menemani ibu." "Ngaco." ibu itu membentak. "Mana dapat kau tak menikah"Justeru karena kau, aku belum mau pergi ke gunung yang sunyi, Aku kuatir ayahmu nanti jodohkan kau pada orang yang tak tepat, dengan begitu kau bakal celaka seumur hidupmu, Pek Kie Hong anaknya Pek Liang telah aku lihat, dia kelihatan baik di luar tapi hatinya sebenarnya tak lurus bahkan licik. Aku merasa pasti di belakang hari dia bakal mati tak wajar, Turunan serigala mana bisa menjadi kie-lin" Maka itusering ayahmu mendesak tapi aku tidak meluluskan." Yan Hee heran. "lbu pernah lihat Pek Kie Hong?" dia tanya. "Aku melihat dia pada tiga tahun yang lalu." sahut ibu itu, lalu dengan roman sungguh-sungguh ia menanya. "Anakku, benar- benarkah kau belum mempunyai orang yang kau penuju" Ketika tadi malam aku mengajari kau ilmu pedang, hatimu agak tak tenang, kenapa kah itu?" Yan Hee tahu mata ibunya tajam, tak dapat ia mendustainya, Maka ia tunduk ia ketanah. "Kemaren pagi engko Hong mengajak satu sahabat datang ke rumah kita, itulah sahabatnya yang baru. Aku lihat gerak-geriknya orang itu halus, dia tidak mirip- miripnya orang Kang ouw, cuma masih belum ketahuan hatinya..." Tepat si nona berkata begitu maka di jendela dari rumah itu ada orang yang menggantung kakinya dipayon, matanya mengintai ke dalam. Habis berkata begitu, nona itu likat sendirinya, ia tunduk sambil membuat main ujung bajunya, Tapi dengan melihat sikap anaknya, sang ibu tahu hati anaknya itu telan digedor si anak muda yang disebutkan itu, ia agaknya senang, ia bersenyum. Tapi tiba-tiba alisnya berkerut, terus tangannya diayun maka melesatlah sebuah benda kuning halus. Di luar terdengar suara perlahan seperti ujung baju ditembuskan sesuatu. lantas sunyi pula. Melihat gerakan ibunya Yan Hee tahu diluar mesti adu orang yang mengintai mereka, ia lantas berlompat keluar, hingga ia melihat di belakang rumah itu. daun pohon bambu bergoyang sedikit ia tidak dapat melihat tegas, maka itu ia lantas menyerang dengan enam biji kim-chie-piauw. Tidak ada hasilnya serangan itu, kecuali daun bambu bergoyang pula. Si nona penasaran, hingga ia kata dalam hatinya. "Bangsat, aku lihat kau dapat lolos dari tangan nonamu atau tidak" ia menyusul ia menimpuk pula. Ada larangan kaum Rimba persilatan untuk mengejar musuh yang lari ke dalam rimba atau tempat lebat pepohonan tetapi Yan Hee melanggar itu, sebab ia berada di rumahnya ia mengejar teeus, Hasilnya sia-sia, sampai merasa letih, tak dapat ia mengudak orang itu, cuma saban-saban terlihat daun bambu bergerak. Ketika ia tidak melihat apa apa yang mencurigai ia keluar dari dalam hutan bambu itu, keluar sambil berlompat. segera ia dapat melihat Pek Kie Hong lagi jalan mundar mandir di antara pohon-pohon bunga, romannya masgul. "Heran. Kenapa anak muda itu berada di situ?" Kie Hong juga lantas mendapat lihat si nona. Kalau tadi alisnya berkerut, sekarang ia lantas bersenyum. "Adik Hee." dia memanggil cepat. Nona itu merah mukanya akan tetapi dia menegur: " Kenapa kau lancang masuk ke- dalam rimba" Kenapa kau mengintai di jendela Coei Tek Hian, kau telah melanggar larangan ibuku, tidak dapat aku melindungi kau" Kie Hong melengak. "Apa?" tanyanya cepat, "Jangan main-main, adik Hee, Berapa biji batok kepalaku hingga aku berani melanggar larangan peebo" Akujusteru lagi bingung memikirkan dengan cara apa aku dapat menemui ibumu, supaya terwujudlah apa yang aku harapi bertahun-tahun" "Harapan apa?" si nona memutus."Ngaco belo." Lantas dia memutar tubuh, untuk kembali ke dalam rimba. "Adik Hee. Adik Hee." Kie Hong memanggil-manggil. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Yan Hee tidak menyahuti, ia pun tidak kembali, maka pemuda itu menjadi masgul dan menyesal, ia berdiri menjublak saja, tapi tak lama segera ia sadar, maka ia berseru seorang diri: "Celaka. Di dalam rimba tentu ada orang. Kalau tidak mustahil adik Hee mencurigai aku. Mesti hal ini segera diberitahukan pocu." Maka dia lantas laripergi. Di dalam rimba, Yan Hee bingung berpikir. "Tidak nanti Kie Hong berani lancang masuk ke mari?" demikian pikirnya, "Habis, siapa orang itu" Mungkinkah ia adanya?" Lalu di depan matanya berbayang roman Tiong Hoa yang tampan.. Mengingat pemuda itu, Yan Hee lantas lari ke Coei Tek Hian. Siauw Goat Hian tengah duduk membaca kitab, kapan dia mendengar tindakan kaki orang, ia mengangkat kepalanya "Anak Hee, dapatkah kau menyandak?" nyonya itu tertawa. orang yang ditanya itu menggeleng kepala. sang ibu menutup kitabnya. "Dia dapat lolos, dia lihai" katanya, "Coba lihat, apakah ini?" Dari dalam kitabnya, ibu itu menarik ke luar sehelai kertas Yan Hee menyambuti, ia lihat kertas itu ada tulisannya doIama huruf yang berbunyi: Membalik langit, memasuki bumi, dosa berlapis sukar lolos" ia heran. Tak mengerti ia maksudnya itu. sang ibu menghela napas, ia kata perlahan "siapa banyak melakukan perbuatan tak benar, dia bakal celaka sendirinya, Kelihatannya ayahmu telah luber kejahatannya..." Anak itu kaget. "Apakah yang ayah perbuat?" Dia tanya, "Dapatkah ibu duduk diam saja tidak menolong i" Ibu itu mengasi lihat roman gusar, ia kata dingin, "Biar dia mati berlaksa kali, itu masih belum cukup untuk menutup dosanya, jikalau ibumu menolongi dia, ibumu bakal merusak kata katanya sendiri," Tapi habis berkata, dia menghela napas, agaknya dia berduka sekali. Yan Hee tetap bingung, ia tahu ibunya bentrok dengan ayahnya tapi ia tak ketahui duduknya hal yang sebenarnya. Sekonyong-konyong dari luar rumah terdengar tertawa yang nyaring yang disusuli perkataan ini: "Benar-benar cian ciee Kwan lm sadar dan cerdas. Lagi tujuh hari Yan Kee Po bakal ludas menjadi abu, melainkan coei Tek Hian akan utuh seperti tempat yang suci." Kembali tertawa yang nyaring yang berkumandang di dalam rimba bambu. Yan Hee kaget dan heran, hendak dia lompat keluar, tetapi ibunya menarik tanganaya, ibu itu memasang telinganya, terus ia mengerutkan alisnya berulang kali, ia kata per lahan suara orang itu rasanya aku kenal baik. Lalu meneruskan pada anak-daranya: "Anak, coba kau keluar, kasi lihat ada apa yang luar biasa." Yan Hee lekas keluar. Lantas ia melengak. Di kiri rumah, belasan pohon bambu terbabat, babatannya rata. tetapi bagian yang terbabat itu tidak ada. Adakah semua batang bambu serta daunnya dibawa pergi" ia juga heran karena ia baru saja masuk ke dalam dan ia tidak mendengar suara apaapa. Orang jadinya bekerja sangat cepat dan tanpa suara. Bekas bacokan iuga menandakan itu bukan bacokan pedang atau golok hanya tangan. Cepat luar biasa Yan Hee lari balik ke dalam, ia menuturkan semua. cian cioe Kwan lm berdiam, agaknya dia berpikir, Akhirnya dia kata sendiri perlahan. "Oh. kiranya dia..." Yan Hee mementang mata lebar. "Siapa dia, ibu?" ia tanya. "Siapa sebenarnya orang itu, ibumu tidak dapat menetapkan." sahut orang tua itu. "Tapi pasti tujuh bagian adalah dianya. Tak heran dia mengatakan tujuh hari kemudian Yan Kee Po bakal ludas menjadi abu, Dia biasa berbuat benar dan berhati-hati, mungkin masih ada urusan yang membuatnya bersangsi dan belum dapat membereskannya. Mungkinkah ayahmu telah mengganggu dia". Sang anak heran, ingin ia minta keterangan pula. Mendadak ibunya memperlihatkan roman gusar dan kata kepadanya keras: "Anak Hee, lekas pergi ke depan kau tanya engko Hong kau, dalam beberapa hari ini apa lagi yang mereka kerjakan. Lekas pergi." Yan Hee heran dilapis heran, akan tetapi mengingat urusan mestinya penting sekali, ia menurut, ia lantas lari keluar, Begitu ia keluar dari rimba, ia lantas bertemu dengan dua pelayan ibunya yang romannya gelisah sekali satu diantaranya lantas berkata padanya: "Nona lekas pergi ke depan. Siauw pocu pulang dengan luka hebat sekarang dia tak sadarkan diri" Yan Hee kaget dan berkuatir, ia memang menyayangi kakaknya itu. Tanpa menanya lagi, ia terus lari. Di ruang depan ada banyak orang, berisik mereka itu, romannya tegang, Yan Hee membuka jalan dengan paksa diantara mereka itu, Maka segera ia melihat Yan Hong, yang mukanya pucat dan matanya tertutup, napasnya empasempis, sedang tubuhnya mandi darah, Hoan-Thian ciang, dengan kedua tangannya, lagi menyalurkan tenaga dalamnya untuk menolongi puteranya itu. Karena jidat ayah itu mengeluarkan banyak sekali keringat, teranglah lukanya Yan Hong tak ringanCie-liong-kiam Pek Kie Hong melihat datangnya si nona, dia menghampirkan. Matanya si nona menyapu, melihat siapa yang mendekati ia, alisnya berbangkit. "Mana Lie Cie Tiong yang kemarin datang kemari?" ia tanya, "Kenapa dia tak nampak?" Kie Hong terperanjat akan tetapi dia menetapi hati. "Dia?" sahutnya, tertawa tawar, "Dia kata ada barangnya yang penting yang ditinggal di hotelnya di Tok lok, maka dia pergi tadi pagi-pagi untuk mengambilnya." "Hm" bersuara si nona, yang kembali menoleh, mengawasi kakaknya. Kie Hong berdiam, ingin ia bicara dengan si nona tetapi karena sikap nona itu terpaksa ia bungkam. ia mesti menahan hati. Tak jauh dari muda mudi itu berdiri Tiat pie chong- liong Lauw Pou dengan kedua matanya yang bercahaya. Dia memperhatikan mereka itu berdua, sikapnya kerenSetelah ditolongi ayahnya sekian lama keadaan Yan Hong mendingan- Dengan mukanya mulai bersemu dadu, ia membuka kedua matanya. Im Cioe Hauw Hoen Hauw Boen Thong berdiri dibelakang Yan Loei, dia tidak sabar dan dengan roman dan suara bengis, dia lantas menanyai " Keponakan Hong, kau bertemu musuh liehay siapa itu" Lekas bilangi pamanmu" Ditanya begitu, Yan Hong merapatkan pula matanya. Yan Loei dapat menerka hati anaknya Di situ ada banyak orang, anak itu tentu tidak suka sembarang bicara, Maka ia mengedipi mata pada Hauw Boen Thong sambil menitahkan orang-orangnya. "Siauw pocu perlu beristirahat, lekas bawa dia ke kamarnya." Perintah itu lantas dilakukan- empat orang, yang menggotong Yan Hong ke dalam. Yan Loei mengikuti dengan diturut Hauw Boen Thong, Khong Jiang, Pek Kie Hong dan Yan Hee. Begitu mereka berkumpul di dalam, Yan Hong berkata, "Tadi malam aku pergi ke kota Tek-lok. di sana mata-mata kita mendapat tahu Lao..." ia melihat adiknya, ia berhenti tibatiba. Yan Loei berpaling kepada puterinya. "Kata Pek Hiantit barusan ada orang memasuki Coei Tek Hian, dia dapat dibekuk ibumu atau tidak?" ia tanya. Nona Hee cerdik, ia tahu kakaknya tentu mau omong rahasia yang ia tak perlu dapat tahu, karena ia menduga urutan tentu mengenai musuh, di waktu ia menjawab ayahnya suaranya dingin. "Orang itu dibiarkan bisa lolos." jawabnya. "Nampaknya ibu tidak memperdulikannya" Yan Loei menggeleng kepala. "Ibumu itu luar biasa" katanya, "Tempat baik-baik dijadikan daerah terlarang, sampai ayahmu tak memperkenankan masuk ke situ, orang kita dapat melihat ada orang masuk ke situ, mereka cuma dapat mengawasi saja," la menambahkan " Ibumu tentu belum tahu kakakmu terluka, pergi kau kepadanya untuk memberitahukannya sekalian kau minta, untuk kali ini agar dia datang melihatnya," Yan Hee menduga ia hendak disuruh berlalu, setelah bersangsi sebentar, ia mengangguk. "Baik, aku nanti coba, katanya. Aku kuatir ibu tidak mau mengadakan kecualian..." Lantas dia bertindak pergi. Seperginya sang adik, Yan hong lantas melanjuti keterangannya. Yan Loei telengas, kalau dia mau melakukan sesuatu, tak kepalang, dia membinasakan semua orang yang bersangkutan untuk menutup semua mulut. ia ingin orang tak ketahui perbuatannya, supaya namanya tak tercemar. Kali ini ia tak beruntung membersihkan diri, 000 Di kota raja ada seorang berpangkat Hoe-pouw siang sie, namanya souw Ceng Kit, dia mempunyai sebuah mustika logam asar see Hek. wilayah Barat, namanya Ngo sek Kim-ho, emas panca warna. Logam itu dapat di-buat menjadi pedang mustika, yang tajam luar biasa, dapat memutuskan rambut, dapat memecah batu, dapat juga merusak tenaga dalam. Logam itu sangat diingini kaum Rimba PersilatanSouw siangsie mempunyai seorang anak. Siang Hoei namanya anak itu menjadi muridnya lm san le soe, orang kosen dari perbatasan selama anaknya lagi belajar silat, siangsie itu mau mengirim logamnya itu buat dijadikan pedang, tetapi lm san ie soe menampik, katanya dia lagi repot, nanti saja sesudah Siang Hoei tamat belajar dan turun gunung. sekarang Souw siangsie mau pulang ke kampungnya, ia mengundang enam belas guru silat sebagai pengantarnya. Lao san sam Eng mendengar selentingan tentang logam mustika itu, mereka ingin memilikinya, lantas mereka menguntit, guna menanti ketika yang baik buat turun tangan. Mereka tidak tahu logam itu telah dijanjikan kepada lm san lesoe, kalau tidak. tidak nanti mereka berani memikir yang tidak-tidak. Rombongan souw siangsie bakal lewat di Tok lok, di baratnya, di sebuah tempat yang dinamakan perhentianKenyang makan asem garam, Kee beng- ek. Tempat itu dipilih sam Eng sebagai tempat bekerja, itulah tempat belukar dan sepi di mana jarang ada orang berlalu- lintas, Tapi Kee beng ek termasuk dalam wilayah pengaruh Yan Loei, maka itu sam Eng pergi mengunjungi Yan Kee Po, guna memberitahukan maksudnya. Yan Loei memberi perkenannya. Tapi dia licik, dia biasa bekerja menggelap. Dia juga menghendaki Ngosek kim bo itu. Mulanya dia belum tahu jelas dan mengira saja itulah mustika, kalau baru emas dan perak Lao san sam Eng tidak nanti ketarik hatinya dan mau menguntit dari tempat demikian jauh. Dia lantas mengatur untuk bekerja. Dia menugaskan Yan Hong dan delapan pembantu pilihan. Malam itu yang Yan Hong bertemu Tiong Hoa di Cip Poo Lauw, itulah saatnya dia mesti pergi ke Kee-beng-ek. Jamnya adalah jam tiga. sementara itu pada jam dua, Yan Hong menyuruh satu orangnya pergi menemui Souw siangsie, dengan mengaku diri orang Koen-loen-pay, orang itu mesti membeber rahasia bahwa Lao san sam Eng bersama dua puluh lebih penjahat besar hendak melakukan pembegalan- la mengusulkan Souw siang sie bekerja di dua jurusan, yaitu diam-diam mengantar mustika pulang keTaytong, kampung kelahirannya, di lain pihak mengatur daya guna meringkus semua begal itu. Souw siangsie percaya keterangan itu, Empat pengantar lantas diperintah berangkat lebih dulu membawa logam mustika itu. sedang pemberi warta itu, yang mengaku bernama Tio-tong, diminta berdiam bersamanya di tempat mondok, katanya guna membantu lainnya. Seberangkatnya rombongan empat pengantar itu, Yan Hong serta enam pembantunya orang-orang pilihan itu lantas menyusul. Di luar dugaan, Lao san sam Eng tiba di Kee-beng-ek pada sebelum jam tiga yang menjadi batas tempo itu, mereka heran melihat berlalunya dua rombongan orang. Lantas mereka menduga, terus mereka menyusul. Tio-tong tetiron menjaga diatas genting perhentian- Dia melihat gerak gerik ketiga Elang itu, dia kaget, tapi segera dia mendapat pikiran, maka dia minta belasan pengantar pergi menyusul, dia sendiri berdiam terus untuk melindungi Souw siangsie. Dengan akal ini ia ingin sendiri saja dia merdeka memaksa Souw Siangsie menyerahkan Ngo-sek Kimbo. Dengan golok terbunus, dia mengancam Souw siangsie. Di luar dugaannya, dua busu kembali, kedua bu-su ini bercuriga, lekas-lekas mereka balik. Tepat mereka memergoki Tio Tong, maka mereka menyerang membinasakan orang palsu itu. Keempat busu baru berjalan lima lie lebih, mereka tercandak rombongannya Yan Hong, lantas mereka diserang dan kena dibinasakan serta barang yang dilindunginya, yang berharga, kena dirampas. Yan Hong girang sekali, ia merasa sangat puas dengan kesudahan sepak terjangnya itu. Justeru ia lagi kegirangan, datanglah bencana yang tak tersangka-sangka, itulah tibanya Lao san sam eng, yang terus menyerbu, Kesudahannya pertempuran ini hebat sekali. Yan Hong terluka parah pundaknya dan enam kawannya terbinasakan senjata rahasia yang beracun dari sam Eng. Yan Hong sebera kabur, syukur dia ditolongi Lie Tiong Hoa. Bu-su yang dipedayakan Tio-tong tiba di tempat kejadian untuk menyaksikan saja mayat-mayat bergelimpangan logam mustika tak nampak. mereka lantas lari pulang, untuk menyampaikan kabar buruk itu. Souw siangsie menjadi sangat gusar, ia terus mengadu pada camat di Tok-Iok dan mendesaknya agar penjahatnya ditangkap ia tidak tahu bahwa perbuatan itu perbuatannya Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Yan Hong, dan ia menduga Tio-tong itu orang sebawahannya Lao san sam Eng. Ketika Yan Hong dapat lari pulang, ia menuturkan segala apa pada ayahnya. Yan Loei yang cerdik lantas memikir, tak dapat tidak Lao san sam Eng mesti disingkirkan dan Lie Tiong Hoa pun mesti dipancing ke rumah-nya, untuk dengan melihat gelagat menyingkirkannya. Lao san sam eng di lain pihak setelah dikalahkan Tiong Hoa, menjadi semakin gusar dan panas hati. Mereka menduga Yan Kee Po hitam makan hitam. Untuk melampiaskan kemendongkolanny a, mereka lantas menyiarkan kabar angin bahwa kejahatan itu perbuatan Yan Kee Po. Dalam tempo dua jam, Yan Loei telah mendengar kabar angin itu, Dia menjadi semakin gusar, Lantas dia mencari tahu tempat kediamannya sam Eng, untuk bertindak menyingkirkannya. Kedua pihak lantas main muslihat. sam Eng sengaja membikin tempat mondoknya ketahuan, tapi mereka tidak berdiam tetap di situ, mereka kabur ke arah siauw Ngo Tay san- Yan Hong menyusul ke gunung itu. Baru ia sampai dimulut gunung, ia sudah dihadapkan seorang tua berbaju kuning, yang menunjuki roman gusar, ia tidak tahu takut ia juga tidak kenal orang tua itu, ia lantas menyerang. "Anak muda tidak tahu mampus" orang tua itu membentak. "Kau cari mampusmu" Lantas Yan Hong merasakan tolakan yang kuat luar biasa, tubuhnya terus terlempar ke bawah jurang dalam beberapa puluh tombak. hingga ia merasai tubuhnya seperti remuk, terus ia tak sadarkan diri. ooo "Syukur kaujatuh dirumput," kata Yan Loei kaget, mendengar keterangan anaknya itu, jikalau tidak. tentulah jiwamu sudah hilang, Kau didapatkan oleh orang kampung yang mengenalmu, maka kau diantar pulang. "Siapakah orang tua berbaju kuning itu?" Yan Loei tanya Hauw Boen Thong, yang ia awasi. "Hauw Loosoe banyak penglihatannya dan luas pendengarannya, mungkin loo-su ketahui..... Hauw Boen Thong berpikir, lantas matanya bersinar. "Ah, jangan- jangan dia siluman tua.." katanya terkejut. Belum berhenti suaranya itu maka dari atas genting terdengar suara tertawa nyaring serta kata-kata ini. "Bagus kamu ketahui si siluman tua" Yan Loei dan Boen Thong kaget, hampir berbareng mereka bertempat keluar dari jendela. ooooo BAB 6 CIE-LI0NG-KIAM Pek Kie Hong juga turut menyusul, Maka ketiganya dengan cepat terus lompat naik ke atas rumah. Mereka melihat orang yang tertawa dan berkata-kata itu, Dialah seorang tua dengan baju kuning. Dia agaknya tidak menghiraukan ketiga orang ini, dia tertawa hanya berdiri membaliki belakang. Yan Loei dan Hauw Boen Thong tefkejut, Merekalah orangorang yang telah banyak makan asam-garam. Tidak demikian dengan Pek Kie Hong. Anak muda itu maju terus, sambil membentak dia menyerang, mengarah jalan darah bun-hu di punggung orang tua itu. sekonyong-konyong si orang tua tertawa nyaring, tubuhnya terus berputar, tangan bajunya yang panjang berbareng menyampok. Kie Hong kaget tidak terkira. Mendadak ada serangan angin hebat ke arah mukanya. Kontan dia susah bernapas, karena dadanya menjadi sesak dalam sedetik. Tapi dia masih ingat untuk mengundurkan diri, dia lantas berlompat. Tapi sudah kasip. si orang tua mendahului lompat maju, menyamber tangannya, Hanya sekejap. dia merasakan sakit dan tenaganya lenyap. pedangnya terlepas dari tangannya. Si orang tua rupanya tidak memikir mengambil jiwa orang, habis menyamber, ia melepaskan cekalannya, justru itu Yan Loei dan Hauw Boen Thong menyerang dengan berbareng, Mereka ini mau menolongi pemuda she Pek itu. Si orang tua tidak mau melayani, dia menggeraki pedangnya sambil tubuhnya mencelat bagaikan terbang cepatnya, dia berlompat ke dalam rimba, untuk segera menghilang... Ketika itu pun datang menyusul banyak orang Yan Kee Po akan tetapi mereka tidak dapat berbuat apa apa. Mereka menyerang dengan senjata rahasia tanpa hasil. Pek Kie Hong berdiri menjublak. la gusar dan berduka karena lenyapnya pedangnya. Justeru itu mendadak Hauw Boen Thong berteriak matanya bersinar kaget, mukanya menjadi biru dan pucat. Semua orang kaget, semuanya menofeh. Mereka lantas menjadi lebih kaget lagi. Orang she Hauw itu terpapas ujung bajunya, hingga terlihat tulang lengannya yang kurus, la baru ketahui itu ketika sang angin menyamber padanya dan lengannya itu terasa dingin, tempo ia melihatnya, ia memperdengarkan teriakannya itu. Itulah hasil pedang Kie Hong yang dirampas si orang tua. syukur dia tidak telengas, kalau tidak. mungkin dia dapat menguntungkan lengannya Im Cioe Jiauw Hoen- Tapi ini juga sudah cukup untuk membikin ciut hati orang, ia hanya menjadi sangat mendongkol dan menyerah ialah seorang Kang ouw kenamaan tetapi sekarang ia telah dibikin menjadi tidak berdaya... Yan Loei juga gusar dan masgul sekali, ia malu, Bukankah ia telah dirobohkan bahkan di sarangnya sendiri" ia mengerti, itulah alamat bencana untuk Yan Kee Po yang kesohor kuat. "Yan Peehoe, siapakah itu setan tua berbaju kuning?" kemudian Pek Kie Hong tanya Yan Loei, Dia menjadi lesu sekali. Yan Loei belum menjawab atau Boen Thong telah mendahuluinya. Dengan sengit orang sh e Boen ini kata: "Bocah, kau tahu dia siapa" Dialah siluman tua Thian Yoe yang dulu hari telah menjadi pecundangnya Hok In siang-jin-Hm-- Hm. Kau lihat, segera bakal datang pertunjukan berikutnya yang menarik hati." Dari suaranya nyata Boen Thong sangat tidak puas dan ingin menuntut balas. Kie Hong kaget hingga ia merasa matanya kabur. ia lantas mendapat perasaan bahwa pedangnya itu tak bakal kembali kepadanya, ia masih muda tetapi pendengarannya sudah banyak maka ia tahu siapa Thian Yoe Sioe, satu jago dari hampir enam puluh tahun yang lampau, sedang pada tiga puluh tiga tahun yang lalu, pernah dia dikeroyok ketua-ketua Boe Tong Pay, Khong Tong pay dan Siauw Lim Pay, selama dua hari satu malam, mereka itu masih tak dapat menang di atas angin- pertempuran satu melawan tiga itu terjadi di depan air tumpah di gunung Louw yan. Syukur Thian Yoe sloe -- meski dia jumawa dapat berlaku sabar, hingga dia puas dengan satu kesudahan seri, tak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, sama-sama tangguh. Hanya karena dia dikepung bertiga, dia toh mendapat nama, dengan sendirinya namanya jadi terkenal sekali dan dimalui. ooo Thian Yoe sioe berasal seorang anak yatim piatu, Dia she Kie. Karena sebatang- kara dan hidupnya melarat dan bersengsara, dia sering dihina orang, syukur kemudian dia bertemu seorang berilmu dan dipelihara dan serta di didik sempurna hingga dia memperoleh kepandaian silat yang luar biasa. penderitaannya berpikiran tak seperti banyak orang. Dia bertabiat keras. Dia bertindak menurut apa yang dia sendiri rasa baik, Karena itu, dia tak disukai baik kaum sesat maupun kaum lurus, Maka tetap dia suka hidup menyendiri, tetap dia membawa tabiatnya itu. Kurban- kurbannya, kedua kaum lurus dan sesat, tak kurang dari seratus jiwa. Barbareng sama Thian Yoe sioe maka di puncak tertinggi gunung Koen Loen san Barat ada hidup seorang gagah yang dipanggil Hok In siangjin, yang pun dikenal sebagai Boe Lim it seng. Nabi tunggal kaum Rimba Persilatan- Tak tenang hatinya orang kosen ini melihat sepak terbangnya Thian Yoe sioe itu, Maka ia mengundang Thian Yoe sioe datang ke gunungnya untuk berunding. Thian Yoe sioe menerima baik undangan itu dan datang ke Koen Loen san Barat, Ketika dia tiba- d i kaki gunung, ada orang yang melihatnya, maka habis itu, timbullah omongan diluaran bahwa dia sudah menempur Hok In-siangjinHok In siangjin seorang pendeta berilmu dan sabar maka itu begitu bertemu Thian Yoe sioe, ia berlaku sabar sekali, ia ingin Thian-Yoe sioe merubah adatnya, sikapnya ini membikin Thian Yoe sioe dari panas hati menjadi tenang. ia pun menuturkan riwayat hidupnya nyata semasa kecilnya, ia lebih menderita daripada Thian Yoe sioe. Sebagai seorang cerdik, ia tidak omong perihal ilmu silat, ia tidak menimbulkan hal sepak terjangnya Thian Yoe sioe. Thian Yoe sioe tidak bertanding, sebaliknya dia insaf keluhuran budi Hok in siang-jin- Kata-katanya pendeta itu menyadarkan padanya. Kata Hok In siangjin: "Manusia itu kebanyakan merasa dirinya yang benar, karenanya dia suka menegur kesalahan lain orang, Mata manusia seperti kaca rasa, cuma bisa melihat kesalahan lain orang, tak dapat melihat cacad sendiri, Manusia itu mana bisa tak melakukan kekeliruan" Karena itu. baiklah orang saling mengerti, jangan sampai menjadi mencelakai diri sendiri Manusia itu, karena masing-masing pengalamannya, menjadi beda satu dari lain, toh pokoknya tetap satu, tak ada perbedaan jahat dan baik, yang harus diutamakan yalah kesadaran, lalu memeriksa diri sendiri agar tidak sampai berbuat keliru." Satu hari satu malam mereka memasang omong, hati Thian Yoe sioe jadi tertarik. Kemudian Thian Yoe sioe menimbulkan ilmu silat, Dia merasa bangga pada dirinya, ilmu silat itu dalam seperti lautan." kata Hok In siang-jin bersenyum. "Ilmu silat tidak ada batasnya, Tidak demikian adalah usia manusia, yang telah ditetapkan dengan batas waktu seratus tahun- oleh karena itu loolap tidak suka bicara tentang ilmu silat atau bentrok bicara karenanya, ilmu silat dapat mengacaukan pikiran dan membuatnya orang suka berebutan-" Thian-Yoe sioe tahu Hok In siangjin sabar dan suka mengalah, tetapi dia penasaran, dia minta mereka berdua mencoba-coba..Hok In kena terdesak. la menjanjikan pertandingan hanya seratus jurus, bahwa ia- cuma akan membela diri, tidak akan menyerang, sementara gelanggangnya cuma luas lima kaki seputarnya. Katanya, siapa yang keluar dan gelanggang, dia kalah. Thian Yoe-sioe percaya kelihaiannya, dia terima baik syarat itu. Dia tidak percaya dalam seratus jurus orang tak akan lompat keluar gelanggang. Maka itu, begitu mulai, dia lantas keluarkan kepandaiannya. Dia ingin memaksa pendeta itu keluar dari gelanggang. Tapi Hok in siangjin liehay sekali, Walaupun dia terus diserang dan setiap penyerangan berbahaya, dia selalu dapat menghindarkan diri, dia bermata jeli dan bertubuh ringan dan gesit, Dia bergerak lincah bagaikan bayangan. Thian Yoe sioe penasaran, ia mengubah cara penyerangannya, tetapi tetap ia tidak memperoleh hasil, Ketika sampai di jurus ke seratus, Hok in siangjin mengalah. Dia bukan keluar dari gelanggang hanya menginjak batasnya. Dengan begitu pertandingan itu berkesudahan seri. Thian Yoe sioe menginsafi liehaynya pendeta yang sangat sabar itu. Ketika Thian Yoe soei pamitan, Hok in siangjin mencekal tangannya jago itu dan kata dengan roman berduka. "Kita berdua sudah sama-sama berusia lanjut. Manusia itu dapat hidup berapa lama" Hari dan bulan lewatnya dapat dihitung denganjari tangan, di dalam dunia ada berapa orangkah yang memperoleh kesadaran" Maka daripada itu sang Budha mengatakan, "Dia mengutamakan membantu orang menyadarkan diri, Kita sekarang bakal berpisahan, entah kapan kita dapat bertemu pula, dari itu, mengingat KieTayhiap adalah seorang dengan muka dingin dan hati panas, suka loolap. menasehati agartayhiap ingat kepada kebijaksanaan Thian dan di mana bisa, sukalah memberi ampun kepada orang" Thian Yoe sioe menginsafi nasehat itu, maka setelah turun gunung, banyak dia merubah sepak terjangnya, justeru karena dia merubah kelakuan, dalam Rimba Persilatan muncul cerita dia telah ditakluki Hok In siang-jin, bahwa dia telah mendapat luka di dalam hingga tak lagi dia dapat berkelahi. Bahkan paling gila, ada yang menyiarkan berita bahwa ia menyaksikan sendiri pertempuran di antara Hok In siang-jin dan Thian Yoe sioe serta bagaimana dia dikalahkannya. Thian Yoe sioe mendapat dengar semua omongan itu, dia tidak menjadi gusar, sebaliknya dia menyambutnya sambil bersenyum. Di lain pihak. dia bertabiat keras, Dia tahu betul ilmu silatnya masih kurang, dia mencoba belajar terus, maka dia lantas menciptakan suatu ilmu silat baru, yang dia beri nama "Kie Yauw seng Hoei sip sam sie." atau tiga belas jurus "Bintang Terbang." ia membuat bukunya, ia membikin gambarnya, Tiga tahun waktu yang ia pakai untuk menciptakan ilmu silatnya itu itulah ilmu silat guna melawan Hok In siangjin- ilmu silat siapa ia perhatikan selama pertarungannya itu. Setelah itu, ia memikir mencari murid guna mewariskan kepandaiannya, supaya si-muridlah yang nanti pergi cari murid Koen Loen Pay untuk mencoba ilmunya itu. Selama tiga puluh tahun Thian Yoe sioe masih tidak mendapatkan murid yang ia cari itu, ia ingin mendapatkan murid yang berbakat dan hatinya lurus. Selama itu ia terus merantau, Pada satu waktu di propinsi Kwie tay, di gunung tay-beng-san, ia bertemu dengan Tay Beng sam shia, si tiga sesat dari gunung Tay Beng sin itu ia Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dihina, katanya ialah pecundangnya Hok Io sangjin. la di katakan tidak tabu malu, sudah kalah, bukan mencari balas, hanya hidup terus tanpa berdaya, ia tidakpuas, ia menantang Tay Beng sam shia, maka bertempurlah mereka satu lawan tiga. Tay Beng sam shia benar benar liehay, Mereka seri. Kesudahannya Thian Yoe sioe menjanjikan pertempuran tiga tahun kemudian- Lebih dulu daripada itu, ia tertawakan tiga lawannya, yang dikatakan tak tahu diri dan buktinya mereka tak dapat mengalahkannya, Maka ia tanya. "Kenapa kamu tidak mau menantang buat lagi tiga tahun-" Demikian pertandingan mereka dilakukan setiap tiga tahun, saban-saban tempatnya dirubah, sampai paling belakang mereka bertanding di siauw ngotay-san- Kali ini Thian Yoe sioe menjadi sebal. Mengingat Tay Beng sam shia bangsa busuk dan jahat. ia lantas menggunai racun ularnya. Tay Beng sam shia tak tahu akal orang, mereka kena diracuni tempo mereka sadar, mereka lantas menyerang hebat pada musuhnya yang dikatakan curang itu sayang mereka mati lebih dulu, Kemudian Thian Yoe sioe roboh sendirinya, sampai ia ditolongi Lie Tiong Hoa. Ia melihat anak muda itu berbakat baik, tempo ia dapat kenyataan orang jujur, suka ia menolongi, bahkan di samping memberi obat, ia menghadiahkan juga kitab silatnya itu. Baru berlalu beberapa puluh tindak. Thiao Yoe sioe mendapat satu pikiran, Dia kata dalam batinya: "Aku sudah tua, tak dapat aku bawa kepandaianku ke dalam liang kubur, Kitabku sulit dimengerti, tanpa penjelasanku, sukar untuk dipelajari. Mungkin dia membutuhkan tempo sepuluh tahun. Kenapa selagi aku masih hidup ini, aku tidak. mau pakai tempo satu atau dua tahun guna mendidik dia?" Maka itu, ia lantas kembali, ia terus menguntit Tiong Hoa. segera ia melihat pemuda itu mahir ilmu ilmu ringan tubuhnya, hingga ia heranDi Cip Poo Lauw Thian Yoe sioe melihat Tiong Hoa berkenalan dengan Yan Hong. ia mau menduga, kecuali dia hijau, Tiong Hoa mesti mengandung sesuatu maksud. ia kuatir pemuda ini sembarang menurunkan kepandaiannya itu, maka ia menguntit terus. Di sungai siang Kian Hoo, ia melihat kepandaiannya si anak muda, ia menjadi kagum- maka ia mau menyelidiki terus. Kemudian, ketika Thian Yoe sioe kembali ke siauw Ngo-taysan, di mulut gunung ia bertemu dengan Yan Hong, puteranya Yan Loei ini terkebur, dia tidak tahu si orang tua orang macam apa, dia lantas menyerang. Thian Yoe sioe paling tidak suka orang bermulut besar, maka itu, ia menolak hingga anak muda itu jatuh kejurang, Habis itu muncullah Lao san sem Eng secara tiba-tiba, Mereka itu kenal jago tua ini, mereka menemui dengan sangat hormat, bahkan mereka menerangkan bahwa Yan Kee Po biasa "hitam makan hitam, jahatnya bukan buatan." Thian Yoe sioe menjadi gusar. Ia menjanjikan akan mencari keterangan dulu, sesudah itu suka ia membantu sam Eng. Besoknya Thian Yoe sioe pergi ke Yan Kee Po, Tidak berhasil ia menguntit Lie Tiong Hoa. ia tidak tahu pemuda itu telah diakali Pek Kie Hong dan telah dijebak dalam perangkap. Tempo ia sampai dikamarnya Yan Hong. tepat ia mendengar Hauw Boen Thong mengatakan ialah si "siluman tua." "maka ia tertawa berkakak. Di waktu bertempur dengan Pek Kie Hong, Thian Yoe sioe heran mendapatkan ada orang berlompat pesat melintasi rimba, maka ia mau menyusul, untuk melihat siapa orang dari itu, ia lantas merampas pedangnya Kie Hong. Tentu sekali Kie Hong sakit hatinya karena pedangnya itu pedang pusaka tiga turunannya. Di lain pihak, dia telah sangat tergila-gila pada Yan Hee. Maka itu, setelah melengak. dia bukan lompat turun, dia justeru lari kearah Coei Tek HianBeIum jauh dia lari, Kie Hong dibikin heran oleh satu orang yang tiba-tiba muncul dari belakang sebuah batu besar, orang itu memakai kedok dan gerakannya sangat enteng dan gesit, Gerakan itu juga yang dinamakan Tay-in-Iiong pat sie atau Naga dalam mega, ia heran orang bernyali begitu besar berani muncul di siang hari di dalam rimba itu yang merupakan gedung naga atau guha harimau, ia menguntit terus. Orang bertopeng itu pergi ke Teng le Hian dimana dia turun dibawah payon, Mendadak di situ dia menghilang. Pek Kie Hong heran, hingga ia mau menyangka Lie Cie Tiong dapat keluar dari liang jebakan, tetapi ia tahu pasti, tak nanti orang lolos dari perangkap itu dimana telah roboh banyak kurban jiwa, Karena ini, ia lantas menyusul. Segera ia menjadi kaget. ia melihat runtuhnya belasan penjaga rahasia dan si orang bertopeng tak nampak. Diwaktu ia memeriksa, ternyata semua penjaga itu roboh karena totokan pada jalan darah. ia lantas menotok mereka itu, untuk menyadarkan, guna menanyakan keterangannya. Jawaban mereka serupa saja. Mendadak mereka merasa angin dingin bersiur, lantas mereka tak ingat apa-apa lagi, Mereka tidak melihat sekalipun bayangan penyerang itu. " Hebat," pikir Kie Hong, yang menyedot hawa dingin. ia lantas merasa bahwa bencana besar lagi mengancam. Karena ini, hatinya menjadi tidak tenang. ia sebenarnya cerdas tapi hilangnya pedangnya dan kecantikan Yan Hee membuatnya berotak butek. Tengah Kie Hong berdiri menjublak itu, ia merasakan sampokan angin dari arah belakangnya, ia kager, ia lantas mendak. seraya memutar tubuh, ia menyerang, ia menduga pada orang jahat yang membokongnya. Ketika ia menoleh, ia kaget hingga ia berseru tertahan ia pun mundur dengar terhuyung, serangannya ditarik pulang. Di depannya berdiri Yan Hee dengan romannya yang dingin, matanya menatap tajam. "Adik Hee ..." katanya jengah. "Aku kira siapa berani sembarang turun tangan di sini, kiranya kau, kakak Pek" kata si nona. "Pantas, pantas !" "Jangan salah mengerti, adik Hoe." kata Kie Hong gugup, "Biarnya kakakmu bernyali besar, tidak nanti dia berani menyerang kau. Inilab sebab..." sinona mengulapkan tangan mencegah orang bicara terus, tapi tiba-tiba ia bersenyum untuk menanya: " Kakak Pek, kenapa kau tidak berani turun tangan atas diriku?" Hati Kie Hong berdebaran, Hebat senyuman manis itu, "Adik Hee, apakah kau masih belum ketahui hati kakakmu ini" "ia tanya, "oleh karena kau, aku menjadi tak dapat dahar. Aku bersedia mengorbankan jiwa untuk cintaku. Mustahil kau masih belum tahu?" Muka si nona menjadi merah. ia lantas menoleh kepada orang-orangnya, yang barusan ditolongi Kie Hong, Mereka itu mengerti, mereka memberi hormat, lantas mereka mengundurkan diri. Seberlalunya mereka, Yan Hee melirik Kie Hong. "Benarkah katamu barusan?" ia tanya perlahan. "Aku melihat kau menganjurkan ayah dan kakakku berbuat jahat, perbuatan kau itu busuk sekali, aku menjadi takut datang dekat padamu." Selagi berkata begitu nona Yan mempermainkan matanya dan senyumannya yang dapat menyopotkan jantung . "Aku sumpah, adik Hee." kata si anak muda cepat, "Oh adikku, kau bikin aku penasaran- Setiap tahun dua kali datang ke mari, maksudku tidak lain untuk aku dapat bergaul erat dengan kau sayang sampai begitu jauh, sikapmu dingin terhadapku. Sudah begitu, sekarang kau mengatakan hatiku busuk, inilah hebat." Sebagai orang licik, Kie Hong lantas bersandiwara, memperiihatkan roman menyesal dan lesu. Yan Hee tertawa nyaring. "Aku tidak sangka kau pandai bicara, kakak Pek" katanya, Mendadak dia kata pula, dengan sikap dingin dan suara kaku: "Setanlah yang mau percaya kau selama dua hari ini kau kasak-kusuk saja dengan kakak Hong, lakumu sebagai laku setan Lihat, sekarang orang melakukan hebat sekali kepada kakak Hong. Bukankah itu bukti kau telah bersekongkol dengannya?" Mukanya Kie Hong menjadi pucat, "Itulah urusan kakakmu sendiri, denganku tak ada sangkut pautnya," ia kata keras, untuk menyangkal " itulah disebabkan suatu mustika dalam Rimba Persilatan- Barang itu, andaikata saudara Hong tidak menghendakinya, lain orang pasti akan menurunkan tangannya" Yan Hee agaknya bersangsi. "Sebenarnya apakah itu, ia tanya: " Kenapa benda itu demikian berharga?" Kie Hong menyeringai "Itulah sepotong logam Ngo sik kim-bo." sahutnya, " itulah barang mustika dari see Hek. Meski saudara Yan telah hasil mendapatkan itu, akibatnya akan hebat, Banyak orang Kangouw yang lihai mengincar itu, Maka aku percaya, Yan Kee Po bakal menghadapi hujan hebat dan badai, hingga orang sukar tidur dengan tenang. oleh karena itu, pedang turunanku juga telah turut hilang." Selagi mengucapkan yang terakhir ini, Kie Hong nampak sangat mendongkol. Yan Hee kurang pergaulan, tak tahu ia Ngo-sek Kim bo itu benda apa, tetapi karena ayah dan kakaknya sangat menghendakinya, ia percaya itu benar mustika berharga. sekarang ia mendengar Kie Hong kehilangan pedang, ia mengawasi anak muda itu. Benar saja pedang orang tak ada di punggungnya. "Ah, tidakkah ini jadi berarti si pengemis kehilangan Ularnya?" ia kata sambil tertawa geli. Habis itu mendadak ia lompat untuk pergi menghilang, "Adik Hee." Kie Hong berseru sambil menyusul, Untuk sejenak ia kaget, lantas dia sadar pula. Yan Hee berlari-lari terus di dalam rimba, berlegat-legot seperti ular tidak mau berhenti. Kie Hong habis akal, ia berhenti berlari Tidak berani ia turut masuk. "Adik Hee Adik Hee" ia memanggil berulang-ulang. Tidak ada jawaban kecuali daun bambu bergoyang-goyang Percuma Kie Hong memanggil manggil, Yan Hee tetap tidak kembali atau menyahuti, ia menyesal sekali sebenarnya ia mau menasehati dan mengajak si nona turut ia meninggalkan Yan Kee Po. untuk pulang ke Tong Teng ouw, Tentang pedangnya ia memikir untuk mencarinya ganti, dibelakang hari. Tengah ia berduka itu, dari dalam rimba muncul dua orang nona dengan baju hijau. satu di antaranya, yang mukanya potongan telur angsa, yang romannya manis sekali dengan alis bangun berdiri, lantas membentak: "Mau apa kau bikin berisik di sini" Apakah kau tidak mau lekas pergi" jikalau kau membikin kaget nyonya majikan, itu artinya jalan mati untukmu." Kie Hong menjadi nmendongkol, ia memang lagi berduka dan penasaran. Alisnya lantas terbangun, maka dua kali dia tertawa dingin. "Leng Bwe,j angan kau menjadi anjing yang mengandal pengaruh orang." dia kata sengit, "Tuan muda kau toh tidak menginjak sebelah kaki juga pada rimba mu ini. Taruh- kata nyonya majikanmu keluar, aku tidak takut, apalagi nyonya majikanmu itu bukannya orang yang tidak mengerti aturan, Hm. jikalau aku tidak memandang nona Hee, hari ini sedikitnya aku mesti patahkan dua tulang rusukmu." Leng Bwee, si budak. tidak gusar, tetapi dia berkata dingin. "Aku kira kau tak dapat-sering nonaku mengatakan bahwa Pek Kie Hong ceecu muda dari benteng darat dan air dari Tong Teng ouw itu adalah orang yang di luarnya seperti emas dan kemala tetapi didalamnya busuk dan bahwa didalam dadanya dia tidak mempunya i pelajaran sedikit juga, dia cuma pandai omong besar menggertak orang sekarang aku melihat lagak kau ini, nyatalah benar kata kata nonaku itu siauw cecu, jikalau kau dapat mengalahkan Leng Bwee dalam sepuluh jurus, nanti aku minta nonaku datang menemui kau Kau setujukah?" Hebat hinaan ini, terutama untuk Pek Kie Hong, orang yang di pelbagai propinsi tenggara. titahnya dihormati seperti gunung roboh, sebaliknya sekarang di Yan Kee Po, ia dipermainkan seorang budak perempuan yang tak ada namanya, mana dapat dia menahan sabar" Akan tetapi, malang, masih ada orang yang ia harapkan dan yang ia jerikan. "Kabarnya nyonya dari Yan Kee Po, Cian cioe Kwan im Siauw Goat Hian, seorang ahli silat bagian dalam yang liehay sekali, terutama ilmu pedang dan senjata rahasianya yang kesohor di selatan dan Utara sungai Besar, maka itu, apakah kedua budak ini telah menerima warisan majikannya" Kalau aku lawan dia, menang atau kalah, jelek dua-duanya buat aku, bahkan itu pun dapat membikin adik Hee mendapat kesan buruk terhadapku..." Dasar cerdik, biarnya dia sangat gusar. Kie Hong dapat menguasai dirinya. "Encie Leng Bwee, aku harap kau maafkan aku buat katakataku barusan." dia berkata bersenyum. "Aku mempunyai berapa nyali maka aku berani main gila di Coet Tek Hian ini" Aku minta, encie, tolong kau undang keluar nonamu, Budimu ini aku nanti ingat baik-baik, nanti aku balas." Anak muda ini tidak cuma bicara hormat dan manis itu, bahkan dia menjura dalam. Leng Bwee menyingkir ke samping, tetap ia bersikap dingin. "Tidak berani aku terima hormatmu ini" katanya, "AkuIah seorang budak perempuan, mana dapat aku menerima hormatnya seorang cecu muda.." Melihat dan mendengar semua itu. budak yang satunya, yang sedari tadi diam saja tertawa sambil menutupi mulutnya. "Encie Leng Bwee," ia berkata, sekarang aku melihat, maka benarlah apa yang dikatakan nona Hee kita. Tadinya aku, si Cioe Kiok. tidak percaya sama sekali, sekarang aku percaya betul, Nona memang bilang, orang ini tidak dapat keras, dia dapat lunak. dia tidak mempunyai semangat sedikit juga, sekarang ternyata tulang-tulangnya benar lemas." Habis berkata begitu, ia tertawa pula tak hentinya. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Habis sabarnya Kie Hong, sambil berteriak dia menyerang budak itu, tangan kanannya meluncur ke dada kanan orang. Merah mukanya Cioe Kiok karena orang demikian ceriwis, ia mencelat kesamping, sebelah tangannya meny amber, dua buahjerijinya mencari sikut kanan penyerangnya itu. itulah pukulan yang dinamakan Burung walet menggaris pasir yang lihai. Kie Hong mengenal baik pukulan itu, maka ia berkelit dengan cepat, tangannya diputar, Akan tetapi ia masih kurang sebat, sikutnya kena juga kebentur sedikit, hingga ia merasakan sakit dan panas yang sangat. saking kaget, ia berlompat mundur dua tindak. ia belum menancap kakinya, si nona sudah menyusul, sekarang dia menyerang dengan kedua tangannya dengan tipu silat Liong beng it-sie atau sang Naga mengarah kedua jalan darah Kie-boen di kedua rusuk. Cioe Kiok sangat membenci maka dia berlaku bengis sekali. Kie Hong kaget dan berkuatiran, ia membuka kedua tangannya, untuk menangkis, sambil ia mencelat. Karena ia pun gusar, ketika ia turun, ia membalas menyerang dengan tenaganya dikerahkan seluruhnya, ia mengguna i pukulan simpanan dari Tong-teng ouw yang diberi nama Cek Lian ciang hoat atau Rantai Merah. Cioe- kiok terkejut, Belum sampai ia kena terhajar ia sudah merasakan hawa panas dari tangan lawan yang liehay itu, hingga ia menjadi bingung. Leng Bwee melihat saudaranya terancam, sambil membentak. la menyerang, serangannya itu pun saling susul. Hingga nampak tujuh rupa benda seperti bintang hitam menyamber-nyamber ke arah sasarannya. Kie Hong terkejut ia mendengar suara sar ser serta angin menghembus, memang j eri untuk senjata rahasia mutiara muni dari Cian cioe Kean im. Maka itu batal menyerang terus pada cioe Kiok, lekas-lekas ia berkelit sambil berlompat tinggi tiga kaki. Titisan Dewi Kwan Im 2 Pendekar Naga Putih 50 Sang Penghancur Ksatria Negeri Salju 1

Cari Blog Ini