Bujukan Gambar Lukisan 5
Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi Bagian 5 mendapatkan sebuah tempat terbuka yang muat hanya tubuh satu orang, ia naik ke situ. ia melihat jalanan seperti tanpa ujungnya yang menjulang ke atas, jala nan itu pun licin. Ia sebenarnya berkuatir tapi ia maju, tubuhnya dimiringkan, nempel rapat dengan batu gunung, ia berlaku hati-hati. ia masih memegangi rotan, yang ternyata keluar dari sebuah guha bundar kira dua kaki lebar. Begitu tiba, ia masuk ke dalam guha itu, Dengan berani ia berjalan terus, tanpa menghiraukan lorong berliku-liku. ia punjalan merayap. mcraagkang Guba itu gelap tapi ia dapat maju terus. setelah lewat kira Iimapuluh tombak. Tiong Hoa mendapatkan dengkulnya sakit, Celananya sebatas dengkul itu pecah berlobang Tapi disini, terowongan lebih tinggi, hingga ia bisa berjalan sambil membungkuk. Ini juga semacam penderitaan, maka itu Tiong Hoa ngelamun, hingga ia ingat Goei Loo-hoecoe, si pemegang kas yang ia kesalahan membunuhnya begitu juga si tukang loak, itulah siksaan bathin untuknya, setiap ia ingat, berduka dan menyesal. Mahal ia membayarnya itu, karena sekarang ia mesti merantau, hidup sengsara dan menghadapi maut juga. Tengah maju sambil berpikir itu, pemuda ini mendengar suara kera. ia menjadi bersemangat Hanya ketika ia mengawasi, ia tidak melihat apa-apa. Guha itu gelap. tapi tak dapat ia mundur, ia maju terus dengan perlahan dengan waspada. Masih Tiong Hoa mendengar suara kera itu, tengah ia bertindak separuh merepe-repe, mendadak ia merasa dorongan yang kuat. sampai ia mesti mundur beberapa tindak. ia jadi kaget dan curiga, Lekas-lekas ia membuka dengan kedua tangannya, guna menyingkir dari dorongan itu ia mengguna i tenaga sian thian-thay It Ciang. "Di dalam guha ini mesti ada penghuninya." ia pikir. "jangan-jangan dia orang berilmu yang lagi mencucikan diri dan kedua kera tadi binatang piaraannya, jikalau dia tak suka terima aku, aku tidak boleh memaksa, hanya di tempat ini, aku perlu jalan keluar..." Tiong Hoa meogerabkan tenaganya, ia salurkan itu kedua tangannya, lantas ia menolak ke depan, jalan ke arah dalam. perlahan tetapi keras. Begitu kedua tenaga bentrok. tenaga di sebelah dalam itu buyar. "oh...." ia mendengar suara tertahan, Lantas sunyi. Untuk menarik pulang dorongannya itu, Tiong Hoa maju dua tindak. sekarang ia tak lagi merasa hawa di dalam gua seperti mandek. Rupanya itu disebabkan dorongannya barusan. Suara "Oh" itu memastikan Tiong Hoa bahwa di dalam situ ada orang. sekarang baru ia ingat kealpaannya tadi. kalau suhu kosong mestinya lembab dan hawanya berbau busuk. tepi gua ini kering tanpa bau apa juga, Maka itu ketika ia maju, ia maju tindak demi tiadak matanya mengawasi tajam. ia masuk terus tanpa menghiraukan tuan rumah orang baik atau Orang jahat. oleh karena ini hatinya tak tenang. Sesudah jalan lima atau enam tombak. Tiong Hoa mendapatkan gua membiluk ke kiri, ia jalan terus, Lagi empat tombak. la mesti membiluk ke kiri pula, ia heran Tapi ia jalan terus, Lagi belasan tombak ia melihat sedikit cahaya terang. "Itulah tentu sinar matahari," pikirnya, ia meniadi mendapat hati, ia menjadi bersemangat. Cahaya terang itu mungkin berarti ujungnya gua, Maka ia lantas bertindak terus, Ketika ia mendekati cahaya terang itu ia angkat kepalanya dongak, Maka ia melihat serupa barang persegi enam bernama kuning mirip kemala, itulah yang menerbit-cahaya itu yang menerangi guha yang gelap itu. Guha ini atau lebih benar ruangannya luas dan bundar, Di depan Tiong Hoa kita dua tombak. la melihat seorang tua lagi duduk bercokol, tubuhnya kurus sekali, rambutnya kusut, tapi matanya tajam. Dia pula memelihara kumis dan jenggot yang panjang sampai ke tanah, Dengan matanya yang tajam itu, dia mengawasi lalu kedua mata itu dirapatkan. sampai sebegitujauh dari dia pun terus membungkam. Di kiri dan kanan orang toa itu berdiri menanti dua ekor kera putih, Yalah kedua kera yang tadi, Matanya kedua binatang itu bergerak tak hentinya, dan masing-masing kedua tangan mereka menggaruki pipinya tak sudahnya. Yang mengherankan Tiong Hoa, di atasnya kepalanya orang tua itu terdapat cabang-cabang pohon yang tumbuh diselah-selah batu, semua cabang itu merosot turun. Pada cabang-cabang itu ada terdapat sebuah yang sarat buah piepa kuning yang tadi ia makan" Ia pun telah mendapat cium bau yang harum dari buah itu. "Belum pernah aku melih at p^hon tumbuh di batu gunung" pikirnya kagum. Kalau aku sudah keluar dari sini dan aku memberi tahukan orang tentang pohon ini, pasti mereka tak mau percaya dan akan mengatai aku ngobrol saja..." Sekarang Tiong Hoa melihat tegas, orang tua itu bertubuh katai dan kurus, Berduduk dia hanya hampir dua kaki, kalau dia berdiri paling juga tiga kaki lebih sedikit. Ruang itu tidak punya jalan lainnya atau pintu, Di belakang si orang tua tembok agaknya celong ia kaget untuk mendapat tahu guna itu guna buntu, susah-susah ia memasukinya tak tahunya guha itu tak ada belakangya.... Ia mengawasi tajam orang tua itu, tiba-tiba ia menerka: "Mungkinkah jalan keluar itu ada di belakangnya orang tua ini?" Karena ini, ia lantas memberi hormat sambil menjura, ia kata, "Boanpwee adalah orang yang telah jatuh kedalam jurang, diluar dugaanku boanpwee telah ditolongi kera loojinkee maka boanpwee ikut datang ketempat suci ini. Buat kelancangan ini, boanpwee minta maaf." Ia menduga orang akan membuka matanya dan menjawab, tidak tahunya, orang tua itu tetap meram dan bungkam, tubuhnya bercokol tak bergeming. Adalah kedua kera itu, yang tadinya berdiam saja, membuka mulutnya seperti orang mau tertawa. Tidak puas Tiong Hoa tidak memperoleh jawaban, akan tetapi ia dapat menguasai diri, ia memberi hormat pula, dengan sedikit membungkuk. la kata: "Boanpwee tidak berani membikin kotor tempat bersih dan suci Ioo-jinkee ini, maka itu aku minta sukalah loojinkee tolong berikan petunjuk agar aku dapat melihat pula langit dan matahari, untuk itu aku akan sangat bersyukur." Habis berkata, si anak muda mengawasi tajam, Ia mendapatkan orang tetap meram dan berdiam parasnya tetap dingin bagaikan es. ia jadi mendongkol berbareng bingung. " Kenapa orang bersikap dingin begini?" pikirnya. Tiba-tiba anak muda ini terperanjat ia merasa pundaknya teraba oleh tangan yang berbulu. ooooo BAB 12 DALAM kagetnya, Tiong Hoa menyamber kebelakang. ia kena menangkap tangan yang berbulu itu, Dengan cepat ia menoleh, ia mendapatkan seekor kera muda warna putih, Binatang itu kena terpencet, dia kesakitan dan berbunyi tak hentinya, air matanya keluar meleleh. Atas itu kedua kera di sisi si orang tua mengasi dengar suaranya. Tiong Hoa lantas memikir, mungkin kera kecil ini anaknya kedua kera itu, dan ini tidak jahat, maka ia lekas mengendorkan cekalannya, Kera itu berhenti berbunyi, dia mengawasi anak muda kita, romannya jeri. Sekonyong-konyong Tiong Hoa mendengar suara dingin dibelakangnya lagi: "Jikalau kau ganggu sehelai saja bulunya keraku, jangan kau harap dapat keluar dari guha ini." Tiong Hoa terkejut dengan lekas ia menoleh, sekarang ia dapat melihat kedua mata terpentang dari si orang tua, sinarnya tajam. Orang tua itu mengawasi ia tidak membuat si anak muda gusar, ia lantas menanya: "Apakah kau tak puas ditegur aku si orang tua?" Sebenarnya Tiong Hoa mendongkol juga orang tua itu ia hormati dan ia tanya dengan manis, dia main bungkam, atau tiba-tiba dia mengancam, ia mau menjawab bahwa ia bukan cuma gusar tetapi kata-kata yang keluar ialah, "Maaf loocianpwee diri apakah aku yang muda yang turun tangan terlebih dulu?" "Hm." bersuara orang tua itu matanya mencilak. "tak perduli siapa yang turun mangan terlebih dulu tapi nyatanya kaulah yang memencet tangannya keraku itu." Tiong Hoa tak dapat mengusai diri lagi maka ia kata sengit. "Di kolong langit ini belum pernah aku menemui orang tak bicara pantas seperti kau, loojinkee. Kalau begini tak tepat kau dinamakan orang pertapaan" Matanya si orang tua berhenti bergerak. Dia melengak, Lantas dia tertawa terbahak-bahak. Jikalau aku si orang tua kenal kepantasan, tidak nanti sekarang aku berada didalam ini guna dimana tidak ada langit dan matahari," sahutnya. "Disini aku telah bercokol lamanya duapuluh tahun-" Mendadak airmuka nya berubah menjadi keren, Dia tanya, "Jikalau aku si orang tua bukan orang pertapaan, habis kau orang macam apa?" Tiong Hoa melengak sebentar, lantai sepasang alisnya terbangun- "Akufah seorang muda dan tak terpelajar, aku bukan orang yang berarti," ia menyahut "Adalah kau, kau jumawa sekali, kau tidak kenal hormati kau gampang marah Adakah kau orang pertapaan sejati" sudab dua puluh tahun kau bercokol disini untuk memelihara diri, nyata hatinya sia-sia belaka" Tiong Hoa menduga orang mestinya murka besar, diamdiam ia bersiap untuk sesuatu serangan, akan tetapi diluar dugaannya, sinar matanya orang tua itu lantas berubah menjadi sabar, alisnya pun meng kerut, Ketika dia berkata dengan perlahan. "Tidak salah" ujarnya. "Memang selama dua puluh tahun aku membersihkan diri, aku masih belum memperoleh ketenangan. Kau menerka benar, anak muda." dia lantas tersudut, ia kata pula: "Belum pernah aku bertemu dengan kau yang begini tidak kenal adat-istiadat. Mengenai pertanyaanmu barusan, dapat aku menerangkan disini cuma ada satu jalanan, tetapi tanpa petunjukku si orang tua, seumur mu tak nanti kau dapat mencarinya" Kecuali kau dapat terbang Karena kau tidak tahu aturan, aku malas membuka mulut lagi." Dia berdiam, kedua matanya dirapatkan seperti semula. Tiong Hoa berdiri menjublak. "Aneh orang tua ini, Bagaimana ia dikatakan tidak tahu aturan sedang tadi dua kali ia memberi hormat dan menanya dengan halus" Adalah si orang tua yang tak melihat dan tak menggubrisnya. Ketika itu, entah kapan dia berjaannya, si kera kecil sudah berada diantara kedua kera besar, dia akrab sekali dengan kedua kera itu sebaliknya si kera besar, lantaran Di orang tua bersikap kaku itu, terlihat menggaruk-garuk tak hentinya. Tidak lama, lantas terlihat kera dikiri si orang tua meng g era k- seraki kedua tangannya matanyapun memain, ia heran, ia mengawasi saja, tapi tak lama, ia dapat membade maksud orang ia diberi petunjuk untuk berlutut di depan orang tua itu, guna minta ditunjukijalan keluar. "Tidak." ia kata dalam hatinya, ia menggoyang-goyangi tangan kepada kera itu, selaku penolakannya. Kera itu berjingkrak. dia agaknya bingung. Tiong Hoa mengawasi, pikirannya bekerja, Lantas ia ingat, kalau jalanan benar ada dan si orang tua mengetahuinya, si kera mesti ketahui juga, Lalu ia mendapat pikiran, Maka lekaslekas ia menggapai pada kera itu. si kera menjawab pula dengan kedua tangannya, Maka itu lucu akan menyaksikan manusia dan binatang berbicara satu dengan lain seperti orang bicara dengan orang gagu. Lama mereka bergerak saling ganti, baru kemudian si kera mengerti maksudnya si anak muda. Dengan mulut monyong, dengan ke dua tangannya, dia menunjuk ke belakang orang tua itu. "Hm, tidak salah" kata Tiong Hoa dalam bati, Nyata dugaannya jitu. Jadi si orang tua yalah penghalang jalan keluar itu oleh karena ini, ia lantas berpikir pula, mencari akal untuk dapat molos, selang sekian lama, ia tertawa sendirinya, ia terus kata: "Orang tua, percuma andaikata kau bercokol disini sampai seratus tahun Tak nanti kau insaf bahwa kosong itu ialah paras dan paras itu kosong." Jilid 9 : Heboh tiga macam mustika Si orang tua membuka matanya perlahan-lahan, dengan sinarnya yang tajam, dia mengawasi lalu dengan dingin dia berkata: "Bocah cilik, sungguh besar nyalimu berani menghina aku si orang tua. jikalau aku turuti tabiatku dua puluh tahun yang lampau, pasti aku telah hajar mampus padamu...." ia baru mengucap begitu, atau dia menambahkan, "Ah, kau mana tahu hatiku si orang tua" sungguh didalam gunung tidak ada tahun dan saban bulan, didalam gua tidak ada penanggalan, jikalau aku hitung dengan jeriji tanganku, Duapuluh tahun sudah lewati Memang, asal aku si tua dapat memecahkan kesulitan didalam dadaku, tidak nanti aku menyekap diriku dalam gua ini." Suara orang tua ini bernada sedih, kembali dia menghela napas. Dia agaknya menyesal mendongkol dan penasaran untuk pertapaannya selama duapuluh tahun itu. Tiong Hoa mengawasi, ia merasa terharu, "Entah apakah kesulitannya itu?" pikirnya. Kenapa dia suka bercokol saja disini?" Lalu ia kata: "Loojinkee asal kau suka tunjuki jalan keluar pada aku yang muda, mungkin aku dapat membantu pikiran pada kau untuk menjawab kesulitanmu itu, Nanti aku kembali kemari guna membukai belengguan mu ini.." "Hem, enak kau bicara" berkata orang tua, "Itu, jalan ke luar itu ada dibelakangku ini. Tapi tanpa kesulitanku itu dapat dipecahkan tak dapat aku berkisar dari tempat dudukku ini Aku sendiri tak dapat aku melanggar sumpahku, maka itu baiklah kau ke luar dari mana tadi kau datang disana kau cari jalan lain" Habis berkata dia merampula seperti tadi. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tiong Hoa menjadi bingung cula hatinya bergelisah. Dalam keadaan begini ia memikir secara pendek. ia angkat tangan kirinya kedepan dadanya, untuk menjaga, ia meluncurkan tangan kanannya, sembari berseru, ia menolak ke arah si orang tual berbareng dengan itu, tubuhnya pun maju Dalam tempo hanya sedetik, lengan kiri orang tua itu sudah lantas kena dicekal, untuk ditarik kesamping, orang tua itu mau di bikin berkisar dari tempatnya bercokol. Akan tetapi ketika Ttong Hoa sudah mencekal tangan orang, ia terkejut tidak terkira, ia merasa kena pegang lengan yang keras bagaikan besi, lengan yang licin sekali, ketika ia menarik. tangannya meleset dan lepas, telapakannya itu terasa sakit. Diluar kehendaknya, ia berseru dalam hati, ia lantas berpikir: "Semenjak dalam guanya Yan Loei aku sadar dan dapat memahami Kioe Yauw seng Hoei sip-sam sie, tanganku menjadi kuat sekali, mungkin aku dapat memencet hancur emas dan batu, kenapa sekarang aku mendapatkan lengan orang tua ini mirip besi dan baja" Kalau begitu, dia benar liehay luar biasa." Si orang tua tetap bercokol saja, tubuhnya tidak bergerak. matanya tidak dibuka, ia seperti tidak tahu bahwa orang mencekal tangannya dan dibetotnya. Tapi tak gampang Tiong Hoa putus harapan ia sekarang menolak dada orang. Pemuda ini ingin keluar dari tempat buntu itu, bisa dimengerti kalau tenaganya terkerahkan semuanya. Tiba-tiba si orang tua mementang matanya, yang bersinar seperti kilat, terus dia mengibas dengan tangan bajunya. Tiong Hoa lagi menolak dengan sekuat tenaganya. atas kibasan itu, ia terpaksa mundur. Kembali ia menjadi heran dan kaget. hingga parasnya berubah. sambil bertahan ia berpikir, ketika ia terus kena tertolak, akhirnya ia menjadi berkuatir, sebenarnya ia sudah menginsafi kenyataan, kelunakan dapat mengalahkan kekerasan, toh ia tak lantas berhasil mempertahankan diri, ia berpikir keras sekali, ia pikirkan pula" Kioe Yauw seng Hoei sip-sam sie. Tiba-tiba anak muda ini menyimpan tenaga perlawanannya. ia tidak bertahan terlebih jauh. Justeru ia tidak melawan, justeru berhenti tenaga menolak siorang tua. Dengan begitu, ia dapat berdiri diam tanpa mundur lagi, ia menjadi laga hatinya dan girang, Tapi ia tidak berdiam saja. Perlahan-lahan ia mengerahkan pula tenaganya, Dengan tangan kiri ia menolak dengan jurus "Pouteie hoa-ie dari Kioe Yauw seng Hoei sip-sam sie, dengan tangan kanan ia menolak dengan jurua "It-goan-thay-kek dari sian-thian Tay it ciang, itulah dua tenaga keras dan lunak berbareng, tenaga im dan yang yang saling bantu hingga tenaganya menjadi besar berlipat ganda. Orang tua ini mengasi lihat roman girang dengan mendadak rambut dan kumis seperti pada bangun berdiri Tolakan si anak muda membikin "tubuhnya" itu bergeming lalu bergoyang-goyang. Atas itu dia tertawa berkakakan, sekonyong-konyong tubuhnya mencelat naik hingga ke langit guha, bersembunyi diantara cabang cabang dan daun daun yang lebat dari pohon piepa berwarna kuning emas itu. Lie Tiong Hoa heran. ia pun melihat di- belakang tempat duduk si orang tua ada tembok batu gunung yang berpeta punggungnya orang tua itu. hanya tembok itu tetap rapat tak ada selah-selahnya seperti selah-selah pintu, tapi karena ia tidak lantas menghentikan tolakannya. mendadak ia mendengar suara nyaring sekali, itulah disebabkan tolakkannya mengenai tembok itu, yang terus gempur, hingga sekarang disitu terlihat sebuah lobang guha kira-kira dua tembok panjangnya. Pula dari lobang itu lantas memancar sinar terangnya dunia yang bebas, yang untuk sejenak membuat mata si anak muda silau, sinar itu membikin guha yang gelap menjadi terang bagaikan diudara terbuka. Menyusul pecahnya tembok itu, maka siorang tua sudah berlompat turun, tepat di- depan si anak muda, Dia berdiri sebatas dada orang. Dia tertawa bergelak. "Sungguh aku tidak menyangka kau memiliki ini tenaga besar luar biasa" katanya. Tak lagi dia bersikap garang atau dingin seperti tadi. "Apakah barusan kau bukan menggunai Poutee hoa ie dan It-goan thay-kek?" Tiong Hoa mengawasi orang tua itu, ia heran berlipat heran, ia mementang matanya lebar-lebar. ia mendapat kenyataan bahwa si orang tua, kecuali ilmunya tinggi tak terbatas, juga matanya tajam, pengetahuannya sangat luas, Dalam sekejab saja dia mendapat tahu ilmu silat orang, Tapi ia jujur, ia lantas mengangguk. "Tadi aku masih bersangsi sekali, menyaksikan bahwa dua rupa tenaga itu dapat keluar dari tubuhnya satu orang," berkata pula si orang tua, Aku si orang tua telah mengenai banyak orang, akan tetapi apabila aku bukannya melihat dengan mataku sendiri, haha. --tidak nanti aku mempercayai kepandaian kau ini. syukur ada kau maka sekaraog aku dapat memecahkan kesulitanku yang telah terbenam duapuluh tahun itu, segera juga aku si orang tua akan mengajak ketiga keraku ini berangkat pulang ke gunungku di Tanah Barat," Tiong Hoa tetap heran. Duapuluh tahun orang terbenam kesulitannya, duapuluh tahun dia menyiksa diri bertapa, dan sekarang, dengan dua jurus saja kesulitannya itu telah dapat dipecahkan" ia terus menatap orang itu. "Loocianpwee," ia tanya hormat, "Apakah aku yang muda boleh mendapat tahu nama atau gelaran yang mulia dari loociaopwee" sebenarnya apakah itu kesulitan loocianpwee" sudikah loocianpwee memberitahukan semua itu?" Si orang tua katai dan kurus tertawa, Dia agaknya girang luar biasa. Namaku si orang tua, kaum Rimba persilatan di Tionggoan tak ada yang tahu." dia menyahut, "Sebaliknya di Barat, setiap keluarga akan mengetahuinya. Umumnya orang menyebut aku Ay sian. Ay katai dan sian dewa, Perihal kesulitanku itu, itulah urusan yang ada sangkut pautnya dengan rahasia perguruanku. baiklah kau menduga-duga sendiri saja." Dia tertawa pula dia menambahkan: "sekarang aku ingin mengajari kau ilmu silat Ie Hoa Ciap Bok, artinya, Memindahkan bunga menyambung pohon, itulah ilmu yang aku dapatkan tanpa sengaja selama aku berdiam duapuluh tahun disini, kefaedahannya besar sekali, umpama kata dengan itu, kau dapat meminjam tombaknya seorang untuk menusuk tembus tamengnya orang itu sendiri Dengan itu aku hendak membalas budi mu sudah memecahkan kesulitanku ini." Inilah Tiong Hoa tidak sangka, ia menjadi girang sekali, sebagai seorang yang mengenal aturan, ia lantas mau menjura guna menghaturkan terima kasih, Atau mendadak ia tercegah, tertolak oleh suatu tenaga yang besar, ia pun mendengar suaranya Ay sian si Dewa Katai: "tak usah pakai banyak segala adat-peradatan sekarang aku ajari kau teorinya untuk kau apakah habis itu kau boleh bercokol di sini selama dua jam kau pasti akan menginsafinya. orang dengan bakat dan kecerdasan sebagai kau itu tidak sulit untuk memahamkan dan menguasainya. Lalu tanpa menanti ketika ia membacai pelajaran itu. Tiong Hoa menggunai kecerdasannya untuk mengingatingat. Si orang tua menunjuk pohon piepa dan kata, "Itulah pohon yang langka, siapa makan buahnya, tubuhnya tidak bakal mempan racun atau bisa tenaga dalamnya bakal bertambah, jikalau seorang biasa memakan itu didalam tempo tiga tahun dia tidak batal dihinggapi penyakit. Kau ingat baik baik jalan ketempatku ini dibelakang hari buah ini bakal ada paedabnya yang besar untuk-mu." Habis berkata itu tanpa menanti seperti tadi ia menggoyangi tubuh hingga menjadi lebih ringkas, sekonyongkonyong ia lompat molos diliang yang digempur anak muda itu hingga dalam sekejapan saja dia sudah menghilang pergi. Melihat berlalunya si orang tua, ketiga kera berbunyi berlsik, lalu merekapun tak ayal lagi lari molos diliang itu. Berbareng dengan lenyapnya ketiga kera serta majikannya itu, Tiong Hoa merasa angin menyerbu masuk kedala ui gua itu, hingga angin itu seperti bernyanyi didalam guha, suaranya merdu terdengarnya ... Tiong Hoa merasa ia bagaikan bermimpi "Benar benar aneh" ia ngelamun, "Kenapa dari Tanah Barat dia datang ke Kanglam ini" Kenapa dia menyiksa diri didalam gua" Kenapa selama duapuluh tahun tak dapat dia memecahkan kesulitannya itu" Kenapa dia terkurung disini" Tembok dibela kang nya itu mesti buatan lain orang" Kenapa dia bercokol tak bergerak" Ah" Bingung anak muda ini. "Jangan-jangan seumurku juga tak dapat aku memecahkan teka-teki ini..." katanya kemudian. Matanya lantas bentrok dengan buah piepa, lantas ia mengulur tangannya, memetik sembilan biji, untuk ia terus makan. Habis itu ia duduk bercokol, untuk memusatkan pikirannya guna menghapa1 pesannya Ay sian, atau warisan ilmu Ie Hoa Ciap Bok itu. Benar seperti kataaya si Dewa-kate, dalam tempo dua jam, ia lantas ingat ajaran itu, ia lantas paham hingga ia menjadi girang sekati, ketika ia berbangkit, ia menyambar pula belasan buah piepa, untuk dimasuki ka dalam sakunya. Baru setelah itu. ia merayap keluar dari pintu istimewa itu. segera setelah berada diluar, Tiong Hoa mendapatkan dirinya diantaranya puncak bukit, ia menoleh kesekitarnya, ia melihat pepohonan yang hijau-hijau, yang daunnya lebat. Angin meniup, niup mendatangkan rasa dingin- ia memperhatikan, lantaran ia bersiul nyaring dan panjang, hingga ia mendengar kumandangnya ditengah lembah, inijusteru membikin dadanya menjadi lapang. Lagi sekali ia memperhatikan sekitarnya, baru ia memutar tubuh, untuk berjalan turun. Tatkala akhirnya Tiong Hoa tiba dikota Kimleng, itu waktu sudah waktunya lampu dipasang terang-terang, hingga kota itu menjadi bercahaya dan ramai seperti biasanya. orang mundar-mandir kereta- kereta berlalu lintas. ia nelusup diantara orang banyak untuk pulang ke Thian siang Kie di Koe-lauw Barat. Pelayan menyambut dengan hormat, sembari tertawa ia kata: "Nona Phang. sudah berangkat tadi tengah hari ke Utara, ia memesan kalau kongcu pulang untuk membilangi kongcu bahwa ia menuju ke Tok-Iok, ia memujikan kongcu." Tiong Hoa melengak, Tahulah ia si nona mendongkol karena tak pulangnya itu. "Bagaimana roman si nona ketika ia pergi?" ia tanya. Sepasang matanya merah dan bengul, rupanya ia habis menangis." sahutnya. Tiong Hoa berdiam, masgul dan menyesal ia merasa kasihan terhadap Lee Hoen yang mencintai padanya. "Apakah ada lain orang yang mencari aku?" ia tanya pula. pelayan itu menggeleng kepalanya. Sampai disitu, dengan tindakan cepat, Tiong Hoa pergi pula, untuk menuju ke cin Hoay Hoo. Malam ini terang dan Jernih, si puteri Malam indah Aogin bertiup perlahan. Selagi mendekati Hoe cau Bio, Tiong Hoa mendapatkan jalanan ramai, suara orang berisik ditambah dengan riuhnya suara tambur la tidak menghiraukan itu bahkan ia terus lari hingga ia berada ditepi sungai di mana banyak perahu milir dan mudik. Disini ia bingung juga tidak tahu di mana tempatnya Ban In, ia cuma mendengar disebutnya In Hong Wan- Terpaksa ia menanya orang, orang yang ditanya itu tertawa, Dia menyangka kepada si pemogoran, Tapi orang itu membilangi juga. jalan lempang kesana sampai digang ke tiga, itulah rumah nomor dua disebelab timur" Mukanya si anak muda merah. ia membuang terima kasih, lantas ia berjalan pergi kearah yang ditunjuki itu. setibanya ia terus bertindak masuk. Segera ia berpapasan dengan si pelayan cilik, yang ia lihat romannya berduka, pelayan itu mengenali ia, dia terlihat kaget, lantas dia memutar tubuh dan lari menjerit-jerit. "Ada setan. Ada setan." Tiong Hoa heran"Apakah artinya ini?" ia tanya dirinya sendiri ia bertindak terus Di pekarangan dalam, di cim hee, ia melihat Wan Nio lagi berdiri dengan pelayannya bersembunyi di-belakaogoya Nona itu kaget, "Lie Kongcu." tanyanya melengak, "Benarkah kau belum mati?" Tiong Hoa tetap heran. "Bukankah aku masih hidup?" ia membalik "Apa artinya ini?" Nona itu menjadi bingung. "Tiauw Eng yang jahat yang mengatakannya." katanya, "Encie Ban-in mendengar kau mati, dia kaget dan menangis hingga lupa" lupa orang, karena itu, diam-diam dia menelan racun-..." Tiong Hoa kaget sekali. "Dimana dia sekarang?" ia tanya cepat, Matanya Wan Nio basah, ia lantas menangis. "Setelah aku tahu dia makan racun, aku lantas memanggil tabib." ia kata. Sekarang ia sudah sadar, Tapi tabib bilang, lantaran racunnya hebat, ia cuma akan dapat hidup beberapa hari lagi.... Tiong Hoa berdiam. "Mari." katanya, menarik tangannya Nona Ue. Bersama-sama mereka pergi kekamar Ban in- Nona itu rebah tak berdaya, kedua tangannya tersingkap dari selimutnya, rambutnya kusut, mukanya sangat pucat, kedua matanya tertutup rapat, Dipinggir pembaringan ada seorang wanita tua, yang romannya berduka, Dia berbangkit memberi hormat ketika Tiong Hoa masuk bersama Wan Nio. "Encie Ban in" Wan Nio mendekati dan memanggil "Lie Kongcu tidak mati, ia telah kembali." Tiong Hoa lantas mencekal tangan orang. "Ban in-" katanya halus. "Kau kenapa?" Nona itu membuka matanya perlahan-lahan. Melihat si anak muda, matanya yang guram bersinar dengan mendadak. "Tidak apa aku mati," kata dia perlahan. "Asal kongcoe selamat, mati pun aku meram." Tiong Hoa terharu, hingga ia mengalirkan airmata. Dalam kedukaannya itu, ia ingat buah piepa dan pembilangannya Ay sian bahwa buah itu dapat memunahkan racun- segera ia mendapat harapan. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jangan takut, Ban-in." katanya hampir berseru, "Kau dapat ditolong." ia lantas merogo sakunya, mengeluarkan buahnya. Makan ini." katanya pula, lalu ia masuki buah itu ke dalam mulut si nona, ia menyuapi terus, sebuah demi sebuah. Ban-in makan buah itu, buah yang benar-benar manjur. Habis makan buah itu, ia berdiam, matanya dirapatkan, Agaknya ia letih sekali, Tidak lama terlihat mukanya yang pucat berubah menjadi dadu, Lantas ia tidur pulas. Hati Tiong Hoa lega, itulah alamat baik. "Mana saudara Lin?" kemudian ia tanya Wan Nio. "Dia gusar kepada Tiauw Eng, karena berita celakanya itu," sahut si nona "Tiauw Eng juga jumawa sekali, Dia lantas menyerang. Tiauw Eng kalah, ia kabur, Tapi dia pun terluka lengannya maka sekarang dia lagi tidur di kamarku..." "Mari." Tiong Hoa mengajak, ia menarik pula tangannya si nona. Wan Nio mengikut. bahkan lantas ia berjalan di muka. Di dalam kamar Lin tiang-keng kedapatan lagi berduduk di pembaringan. Melihat si anak muda dia tertawa, Dia lantas kata, "Barusan budak memberitahukan aku kau sudah pulang dan lagi menolongi Nona Ban in, aku girang sekali, Dialah nona yang baik sekali yang tak segan mengurbankan dirinya." Mukanya Tiong Hoa merah. "Bagaimana dengan lukamu, saudara Lin?" dia tanya. Tiang Keng tertawa. "Luka ini tak berarti" sahutnya "Bangsat she Tiauw itu telah aku hajar hingga dia muntah darah. Dia tentu bakal rebah beberapa hari di pembaringan." ia nampak puas, kemudian ia tanya: "sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan kau saudara Lie?" Tiong Hoa tuturkan bagaimana ia mengejar Tiauw Eng dengan sia-sia, sampai ia terbokong dan masuk ke guanya Ay sian. Habis mendengar itu Tiang Keng tertawa. "Kalau bukan liciknya si bangsat she Tiauw, mana dapat kau bertemu dengan orang lihay itu?" katanya. "tak beruntung adalah aku yang tidak menemukan sesuatu." Tiong Hoa bersenyum, tapi mendadak terlihat terkejut mendadak tubuhnya mencelat keluar jendela. Tiang Keng dan Wan Nio kaget, mereka melengak. Justeru itu dari luar jendela mereka mendengar jeritan yang mengerikan, tak lama, Tiong Hoa sudah lompat masuk pula, sebelah tangannya menenteng satu orang. yang ia gabruki dimuka mereka. "Apakah kau disuruh si bangsat she Tiauw" dia tanya bengis, "Mau apa kau datang kemari" Dimana bangsat she Tiauw itu" Lekas bicara" Matanya orang itu mencilak diam-diam. Tiong Hoa tidak gusar, sebaliknya ia tertawa. "Aku tidak sangka kaulah satu laki-laki" katanya, "Asal kau dapat bertahan terus akan aku merdekakan kau" dengan lima jarinya ia lantas menotok punggung orang. Bukan main kagetnya orang itu, tubuhnya lantas meng kerat dan menggigil ia merasakan sangat sakit, Lima jeriji si anak muda bagaikan gaetan besi nancap didaging, terus terasa seperti menusuk-nusuk sakitnya tak terkirakan. Mukanya menjadi pucat dan meringis. Mau atau tidak, dia merintih. "Nanti aku bicara..." katanya suaranya menggetar dan terputus-putus. Tiong Hoa bersenyum ewah, ia menarik pula tangannya. "Aku kira kau bertubuh besi dan baja." katanya, Kiranya kaulah si kepala harimau ekor ular, Lekas bicara." Orang itu mengasi lihat sinar mata penasaran, ia paksakan diri tertawa ketika ia berkata. "sekarang ini Tiauw Eng berada di Kwie In Chung di Liok-hap timur lagi merawat lukanya, Aku Coei Cang Hok. aku diperintah dia datang kemari untuk menyampaikan kabar kepada Lin Loosoe yang diundang dua hari lagi harus datang kedusun itu guna membereskan perhitungan, inilah perkataan ku, kau percaya atau tidak. terserah kepada kau, Aku telah dibokong tinggal kau suka, kau hendak bunuh atau bagaimana, Asal aku masih hidup, dimana kita bertemu, d is ana kita membuat perhitungan." Tiong Hoa mengasi lihat roman bengis, tangan kanannya digeraki, ia panas hati untuk kepala besar orang ini. Tiba-tiba sinarmata Keng Hok berubah darigusar, dia menjadi ketakutan sekali. Terang dia menyesal sudah omong besar itu. "Saudara Lie, ampuni dia," Tjang Keng berkata, "segala tikus tak dapat mengotorkan tanganmu" Tiong Hoa batal menghajar tetapi kakinya menyontek tulang bwee-kiong orang itu seraya ia membentak "Pergilah Kau bebas tapi tidak dari hukuman hidup," Tubuhnya Keng Hok terangkat dan terlempar keluar jendela, hingga dia menjerit keras, Dia terbanting, sebagaimana suara robohnya kedengaran Dia merasa sakit sekali, hingga dia merintih Dengan paksakan diri dia merayap bangun, untuk berlalu dengan tindakan berat. "Cukuplah dupakan ini," kata Tiang Keng. "Untuk tiga tahun tak nanti dia dapat menggunai lagi tenaganya." Tiong Hoa memandang tajam kepada sahabatnya, yang matanya liehay, Memang ia telah membikin Keng Hoa, Tiang Keng bersenyum dan berkata. "Akulah murid Boe Tong Pay, biasanya aku berpandangan tinggi, tetapi melihat kau, saudara Lie, aku tidak berarti..." "Jangan merendah, saudara Lin-" kata si anak muda "Kau membuat aku malu...." Tiang Keng dongak. lalu la menggeleng kepala dan berkata perlahan "Aku tidak sangka bahwa Coan in-yan Kwie Lam Ciauw juga bergaul dengan orang Rimba Hijau golongan buruk. Pernah aku bertemu dengannya, aku menyangka dia seorang gagah sejati, siapa tahu, diluar dia nampak mulia, hatinya sebenarnya licik. Dengan keterangannya Coat Keng Hok ini tak aku bersangsi lagi." ia hening sejenak. ia menambahkan "Saudara Lie, kenapa aku mencegah kau membinasakan orang tadi" Kalau sebentar dia pulang, dia pasti menemui ajalnya. Aku tidak percaya dia datang untuk menyampaikan tantangan, sebenarnya dia hendak melakukan penyerangan gelap. lantaran aku pergoki dan membekuknya, dia berikan pengakuannya itu. Kwie Lam Ciauw jahat, dia tentu tak suka orang ketahui kejahatannya itu. Mana bisa Keng Hok diberi ampun?" Tiong Hoa orang hijau tak kenal ia pada Kwie Lam Ciauw, ia bersenyum, ia kata dalam hatinya: "Kembali pengalamanku tentang orang Kang ouw sungguh hebat" Tiauw Eng dan Keng Hok jahat, siapa tahu ada yang terlebih jahat pula, ini Kwie Lam Ciauw tentulah segolong dengan Yan Loei." Tiang Keng melihat orang berdiam, ia hendak berkata pula ketika ia ingat suatu apa, ia lantas menepuk pahanya dan kata: "Ah, kita berada dalam bahaya, Kwie Lam Cia uw tentu membunuh Coei Keng Hok. habis itu, dia pasti akan mengirim orang ke mari guna membinasakan kita, guna menutup mulut kita semua, tak usah sampai besok malam, algojo-algojonya itu pasti akan sudah sampai di sini." Wan Nio kaget hingga mukanya menjadi pucat, Nona ini takut. Tiong Hoa pun melihat sinar mata jeri dari Tiang Keng, ia justeru menjadi gusar. Tanpa merasa ia menanya: "Apakah Kwie Lim ciauw ada sedemikian lihai hingga dia dapat membandingkan diri dengan KimlengJie Pa, Im San Siang Koa^ danBoe-eng Moei Long Khoe cin Koen?" Mendengar itu, Lin Tiang Keng kaget, Pantas orang ramai berceritera Kim leng Jie Pa kedapatan mampus di Ie Hoa Tay dengan kepala dan tubuhnya terpisah, kiranya mereka mampus di tangan kau saudara Lie" katanya. Tiong Hoa melengak, la menyesal sudah keterlepasan kata. "Jangan salah mengerti saudara Lin," ia kata, "Mana sanggup aku berbuat demikian-itulah perbuatannya ketiga sahabatku, Sekarang ini dua sahabatku lagi mengejar Boe-eng Hoei Long, sudah dua malam mereka belum kembali Aku berkuatir juga buat mereka.." Tiang Keng menyaksikan katakata orang. "Jangan kuatir, saudara Lie," katanya tertawa, "Aku cuma mempercayai keterangan kau lain tidak." Biar bagaimana, hati Tiong Hoa tidak tenang, Disaat ia hendak berkata pula, ia melihat seorang muncul didepan pintu, Itulah Ban in yang cantik, yang sekarang sinar matanya bercahaya penuh rasa syukur, Nona itu bertindak masuk untuk terus menjura kepada Si anak muda seraya berkata manis: "Kengcoe, aku menghaturkan banyak-banyak terima kasih atas pertolonganmu kepada jiwaku.." Tiong Hoa bingung. "Tapi, nona, itulah kejadian yang disebabkan olehku." katanya, "Aku justeru menyesal sudah menyerempet-rempet kau." ia tidak dapat meneruskan, ia cuma melongo mengawasi si nona. "Sudah sudah" Tiang Keng menyela sambil tertawa, "Asal saudara Lie tidak menyia-nyiakan Ban In. tak usahlah kau mengucap terima kasih.." Mukanya si anak muda merah, ia likat sekali Habis itu, Ban in tertawa, begitu manis, hingga hati Tiong Hoa tergiur. Wan Nio lantas menarik tangan Ban In, untuk diajak duduk bersama, buat menanyakan kesehatannya. "Saudara Lin, bagaimana kau rasa lukamu?" tanya Tiong Hoa habis berdiam sekian lama, sedang kedua nona itu bicara terus dengan asyik. Lukaku tidak parah, cuma aku masih kurang leluasa menggeraki tanganku," sahut Tiang-keng- "Mungkin lagi setengah atau satu hari, aku akan sudah sembuh betul." Tiong Hoa mengangguk. Sementara itu selagi bicara, Ban-in mengawasi si anak muda, ia melihat pinggang orang sedikit munjul, ia lantas tanya kenapa itu. Tiong Hoa tunduk akan melihat, tiba-tiba ia ingat sisa buah piepa yang ia bekal, ia lantas tertawa sendirinya. "Ah, aku lupa" katanya, ia lantas mengeluarkan buahnya itu. ia kata. "Saudara Lin, Mungkin ini akan menolong lukamu" ia lantas memberikan tiga biji, Yang dua ia berikan Ban-in dan Wan Nio seorang sebiji. Tiang Keng lantas makan buah ini, yang rasanya manis dan lezat. Wan Nio tertawa dan kata, "tadi aku berjalan bersama kau, Lie Kengcu, Aku mendapat cium bau harum, tak tahu itulah buah ini. Aku tadinya menyangka ...." "Kau menyangka Lie Kengcoe membekal pupur dan yancie untuk Ban in" kata Tiang Keng tertawa. Tiong Hoa dan Ban In saling melirik. keduanya bersenyum. "Ah, sekarang sudah malam." kata Tiang- Keng kemudian "Aku sudah ngantuk dan ingin tidur, saudara Lie, silahkan kau kembali ke kamarmu." Tiong Hoa melengak. Ia berdiam, inilah sulit, tapi ia lantas merasa bajunya ada yang narik, ketika ia berpaling, ia melihat Ban In mengawasi padanya. Maka terpaksa ia mengajak nona itu mengundurkan diri. Diluar. Berdua mereka berdiri di Cim chee. Rembulan permai sekali. Angin bersilir halus menyiarkan bunga, Lama mereka menggadangi si Puteri Malam, baru kemudian mereka masuk ke kamar. Begitu sang pagi datang, Lin Tiang Keng sudah keluar dari kamarnya, Lengannya sudah sembuh betul, ia mengasi uang pada nyonya rumah, untuk menebus Ban In dan Wan Nio. Ia memberikan kertas berharga seharga enam puluh ribu tahil perak. Ketika Tiong Hoa habis berdandan keluar dari kamar, ia melihat Tiang Keng dengan wajah gembira, dan sahabat itu, sembari ter tawa, berkata padanya: "Saudara Lie, mari kita pindah. Aku telah membeli sebuah rumah dipintu cip-poo dan telah diperlengkapi juga, Mari kita tinggal bersama, Rumah itu terdiri dari tiga undakan-" Tiong Hoa heran, ia ingin menampik seraya menghaturkan terima kasihnya, sebelum ia buka bicara, terlihat nyonya rumah lagi menghampirkan, dia lantas berkata: "Tuan-tuan, diluar ada empat tetamu, katanya mereka menerima titahnya Kwie Chung-coe untuk menemui tuan-tuan berdua, Mereka membawa sebuah keranjang." Tiang Keng mengerutkan alis. "Suruh mereka masuk." ia berkata, Ketika nyonva itu sudah pergi, ia berpaling pada Tiang Hoa dan sembari tertawa, berkata: "Apa aku bilang, Aku cuma tidak menyangka kejadiannya begini cepat." Sepasang alisnya Tiang Hoa terbangun ia nampak gusar. segera juga muncul empat orang dengan tubuh besar dan kekar, yang membekal golok. Yang jalan dimuka beralis gompiok dan sepasang matanya sangat tajam, melihat pelipisnya, dia mesti mengerti ilmu tenaga- dalam baik sekali. Dia lantas memberi hormat dan berkata sambil tertawa: Aku yang rendah Lor siauw Hong, aku di utus Kwie Chung coe untuk menemui kedua tuan- Aku pun telah membawa dua rupa bingkisan, melihat mana pastilah tuan-luan akan mengerti maksudnya kongcoe kami," Habis berkata, ia menggapai kepada tiga kawannya. Seorong maju dengan sebuah keranjang bambu, untuk diserahkan pada Lin Tiang Keng. Belum lagi membuka tutup keranjang itu. Tiang Keng sudah mencium bau amisnya darah hingga ia terkejut setelah ia membuka ia melihat dua kepalanya Tiauw Eng dan Coei Keng Hok, mata mereka itu mencilak mulutnya terbuka, memperlihatkan gigi mereka, Roman mereka itu menakuti. Lie Tiong Hoa giris hati, Untuknya pemandangan itu tak biasa. Tapi ia mengawasi Lo siauw Hong dan kata: "sungguh Kwie chungcu seorang budiman Tolong Lo Loo-soe menyampaikan hormat dan terima kasih kami" Lo siauw Hong mengangguk. la kata, "Nanti aku sampaikan. Hanya tadi malam di waktu menghukum Goei Keng Hok. Lle Tay-hiap ada sedikit keterlaluan" Tidak senang Tiong Hoa mendengar itu, "Apakah Lo losoe mau menuntut balas untuk Keng Hok?" ia tanya. Alisnya siauw Hong bangun. "Benar, Hendak aku menuntut balas untuk adik seperguruanku, sahutnya. Tiang Keng lantas maju setindak. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Lo Loosoe." katanya, "Aku si orang she Lin tidak mau menghalang-halangi kau menuntut balas untuk adik seperguruanmu itu. Aku cuma mau menanya, adakah Kwie Chungcu mengetahui sepak terjangmu ini?" Matanya Siauw Hong memain, agaknya dia terkejut, Tapi dia tertawa dingin- "Tentang itu tak usah la h Kwie Chungcu campur tahu." katanya, Kalau aku kalah, lantas aku tak akan rewel lagi." Tiang Keng tertawa. Telah lama aku mendengar tentang ilmu golok Poen Loei Too-hoat kau, Lo Loosoe," katanya, "Kau telah menggemparkan dunia Kang ouw, cuma aku minta janganlah kau memandang enteng kepada ini adik angkatku." Lo siauw Hong tidak puas, hendak ia menegor orang she Lin itu, atau mendadak ia merasa angin bersiur diatasan kepalanya, ketika ia berpaling dengan cepat, ia melihat Lie Tiong Hoa sudah berada di cim chee lagi berdiri dengan empat buah golok mengkilap di tangannya, mukanya bersenyum manis, ia lantas merabah ke punggungnya terus ia berdiri menjublak. mukanya pucat, ia mendapat kenyataan, goloknya tinggal sarungnya saja. juga ketiga kawannya pun kaget, Mereka juga kehilangan golok mereka. Dari kaget, mereka itu bertiga menjadi gusar. maka mereka lari kepada Tiong Hoa, untuk menerjang. Tapi mereka tidak berhasil mengepung, bahkan mereka terhuyung mundur, tangan mereka semua memegangi kedua belah ^ici mereka masing-masmg mata mereka terbuka. Ketika tadi mereka menerjang, muka mereka lantai mengisi dengar suara Plak-plok nyaring Lin Tiang Keng heran bukan main, ia melihat muka mereka itu merah dan bengap. sebagai akibat gaplokannya Lie Tiong Hoa, Anehnya adalah si anak muda bergerak sebagai kilat dan lompatannya tinggi, sedang tiga orang itu pasti bukan sembarang orang. "Tuan, kau mata cara menbokong, apakah ini caranya satu enghiong?" Lo siauw Hong membentak. Dia kaget tetali dia gusar. Tiong Hoa mengawasi orang she Lo itu, ia tanya bersenyum: "Seorang yang belajar silat, telinganya tak terang, matanya tak tajam, maka dia sama juga tak belajar silat Aku yang rendah berdiri dekat sekali dengan Lo Loosoe, tetapi aku mengambil senjata kamu seperti aku merogo sakuku, apakah artinya itu" Diandaikan aku hendak merampas jiwa-mu, Lo Loosoe, tidakkah itu sama gampangnya seperti aku membalik telapakan tangan-ku" Tapi aku yang rendah tidak mau berlaku keterlaluan Maka itu suka aku memberi nasehat untuk Loosoe beramai pulang saja, jangan kamu bersikap begini garang." Lo siauw Hong melihat mata orang tajam seperti anakpanah menikam, ia bergidik sendirinya. Didalam hatinya, ia kata: "Orang ini masih sangat muda tetapi dia sudah sangat lienay, terang dia tak dapat dibuat permainan. Baiklah aku mencari tempo, untuk dibelakang hari aku membalas kepadanya. Lalu ia bingung apa ia mesti bilang, untuk dapat mengundurkan diri, mundur dengan diam saja berarti malu besar. segera ia juga mendapat jalan, ia membentak: "Jangan kau terlalu menghina. Aku Lo siauw Hong, aku bukan orang sembarang silahkan tunjuki kepandaianmu supaya aku puas." Tiong Hoa tidak menjawab hanya ia mencelat tinggi, terus ia menggeraki tangannya, atas mana keempat batang golok nancap di papan payon, terus bergoyang-goyang tak hentinya, tubuhnya sendiri cepat turun pula, untuk berdiri didepan orang she Lo itu. Lo siauw Hong terperanjat. Baru ia melihat orang berkelebat silau orang itu sudah menghadapi padanya, tanpa merasa, ia menjadi jeri sendirinya. "Bagaimana sekarang. Lo Loosoe?" Tiong Hoa tanya, sikapnya dingin, "Bilanglah, aku yang rendah senantiasa akan mengiringi kau." Hanya bersangsi sejenak. siauw Hong menjawab. "Dengan Hek Eng ciang-tek ingin aku mencoba kekuatan tangan tuan" ia kata. Lin Tiang Keng terkejut mendengar tantangan itu. ia tahu Hek Eng ciang-lek, atau tenaga Garuda Hitam, lihai sekali, tangan itu dapat meremukkan batu bata ada racun nya juga, racun mirip pasir yang berada di telapakan tangan. Siapa terkena racun itu, tangannya bakat menjadi busuk. dan kalau racun sampai di jantung, melayanglah jiwa dari kurban, pelajaran itu meminta tempo tiga tahun, baru terlatih sempurna, sebaliknya kalau gagal, tangan kita sendiri bakal bercacad dan racun akan makan jantung sendiri. Siauw Hong pandai ilmu silat itu, mestinya dia lihai, tidak bisa lain, ia melirik untuk menasehati kawannya waspada. Tiong Hoa bersenyum, ia seperti tidak memandangnya sungguh-sungguh. "Baiklah." katanya bersenyum kepada siauw Hong. "sebelum sampai di sungai Hong Hoo. kau tentu belum puas." "Hm." siauw Hong menjawab, Terus ia mengerahkan tenaganya ditangannya, siap untuk mengadu kekuatan. Sinar matahari memancar ke muka Tiong Hoa, hingga nampak mukanya yang tampan dan terang. Suasana lantas menjadi tegang sekali. Tiga kawannya siauw Hong mundur ke depan jendela, matanya mengawasi ke gelanggang. Masih mereka memegangi pipi mereka, Lin Tiang Keng bersiap dipinggiran. Ban In dan Wan Nio berdiam didalam kamar, mengawasi darijendela, tangan mereka keringatan, hati mereka berdebaran, lebih-lebih nona Ho dadanya sampai guncang. Lie Tiong Hoa mengawasi mata orang, tanpa andalan, tidak nanti Siauw Hong berani menantang mengadu tangan. ia melihat tangan orang menjadi hitam gelap. hingga surup dengan nama ilmu silatnya, Hek Eng atau Garuda Hitam. Diam-diam ia memikir bagaimana harus bertindak. Diamdiam juga ia melirik kepada Ban In bertiga, kepada ketiga musuh lainnya. Begitu ke dua pihak sudah siap. mendadak Lo siauw Hong berseru nyaring, membarengi gerakkan kedua tangannya. Tiong Hoa mendengar dan melihat, Dengan sebat ia menggeser tubuhnya kekanan, sembari menggeser, ia mengeluarkan tangan kirinya, untuk dipakai mengibas ke kiri. Siauw Hong melihat gerakan orang, dia tertawa dan dia kata d idalam hatinya itu "Kau cari mampus, ya?" Dia menyerang terus, tapi tiba-tiba dia terkejut, serangannya ini tertolak kekanan, lalu dia mendengar jeritan hebat dari tiga kawannya yang berada di samping kanannya itu. Mereka itu roboh bagaikan tembok ambruk. Dalam kagetnya ia berpaling. Lantas, dia kaget di susun kaget. Tiga kawan itu roboh mandi darah, rusuk mereka pada patah, Bahkan jendela di belakang mereka turut roboh dan pasir kapurnya gempar. Dia kaget dan bingung, hingga dia mau menduga lawannya pandai ilmu sesat. "Celakalah jikalau aku melayani terus." pikirnya, lantas ia memberi hormat dan berkata, "Aku si orang she Lo tidak dapat melawan kau, tuan, Maka itu selama aku masih hidup aku harap nanti dapat bertemu pula dengan kau," Habis berkata ia memutar tubuhnya terus ia lompat untuk naik keatas genteng. "Turun," Tiong Hoa membentak seraya sebelah tangannya diulur, sedang kakinya menjejak tanah hingga tubuhnya melesat menyusul tangannya itu mulur tiga kaki. Pundak Siauw Hong kena dijambret lantas dia tertarik balik turun ke tanah. orang sbe Lo itu kesakitan hingga ia mengeluarkan keringat dingin. "Orang she Lie, benarkah kau begini kejam?" Dia tanya, membentak. Tiong Hoa tertawa dingin. "Jikalau aku hendak mengambil jiwamu mudah sekali," sahutnya, "tak nanti aku menunggu sampai sekarang ini. Aku menghendaki begitu kau datang, begitu kau pergi." ia melepaskan cekalannya, ia menunjuk ketiga kurbannya, Siauw Hoog tunduk. la bertindak kepada mayat tiga kawannya, ia membukai ikat pinggang mereka itu, untuk mengikat tubuh mereka satu pada lain, setelah itu ia mengangkatnya, untuk dipanggul, buat terus di bawa berjalan keluar. Pecundang ini baru berjalan dua tindak, maka dari atas genting terdengar suara membentak yang seram ini: "Lo siauw Hong berhenti" Suara itu tidak keras, tetapi menusuk telinga. siauw Hong berhenti lantas, mukanya menjadi pucat, tubuhnya terus menggigil Menyusul suara itu muncullah orangnya serta dua kawannya, Yang satu didepan, yang dua dibelakang. Mereka semua beroman aneh, sebab tubuhnya kurus- kering dan mukanya bengis dan dingin, Yang didepan mengenakan baju panjang merah. matanya tajam, usia nya lima puluh lebih, kepalanya mirip kepala mencak. matanya mirip mata tikus, dan kumis jenggotnya yalah kumis jenggot kambing gunung. Muka tikusnya itu bersinar bagaikan kilat, Dua yang dibelakang yalah Im Kee siang Koay dari Bok boe, ketika mereka ini berdua mengenali Tiong Hoa, mereka terkejut. Air mukanya lantas berubah tanpa membilang apa-apa keduanya lompat pula naik kegenting, Untuk segera menghilang. Si orang tua baju merah heran melihat dua kawan itu kabur tidak keruan, tetapi dia tidak menghiraukan bahkan dengan satu lompatan, dia sampai dihadapan sipemuda she Lie, untuk menanya dengan dingin, "Apakah Bok-hoe siang Koay kenal kau?" tajam suaranya, tak sedap terdengarnya. Tiong Hoa tahu kenapa Im Kee siang Koay mengangkat kaki, Mereka itu jeri terhadapnya, ia mendelu melihat orang tua ini bersikap sangat jumawa dan galak, Meski tidak menjawab hanya menanya, perlahan "siapa kau" kenapa kau begini kurang ajar dihadapanku?" Orang tua itu tertawa aneh, ia pun tidak menjawab, hanya mendadak sebelah tangannya meluncur menyamber dada orang, karena dia kurus-kering, tangannya mirip Ceker ayam. Tiong Hoa terbangun alisnya, tubuhnya mencelat kekiri Si orang tua tidak berhenti karena kegagalannya itu. Tubuhnya mencelat maju, tangannya meluncur pula, lima jarinya terbuka. Si anak muda terperanjat juga menyaksikan kegesitan orang itu. ia berkelit pula, ia memasang mata, ia tidak mau membalas. Sepasang mata si orang tua berkeredep. Lagi-lagi dia mencelat, Ketika tangannya menyamber kembali, sekarang bukan lagi dengan sebelah tangan hanya dua-duanya. Bisa di mengerti bahwa dia bergerak terlebih hebat pula. samberan itu memperdengarkan suara anginnya. Tiong Hoa menjadi gusar, ia berkelit seraya memutar tubuh, Dengan begitu ia tak usah pergi jauh. sembari berputar itu, ia angkat kedua tangannya, lalu sambil berbalik ia menghajar, dari atas menekan ke bawah, itulah gempuran Guntur. Tangan mereka bentrok. nyaring suaranya. si orang tua kaget, kedua tangannya tertindih, kedua tangan itu terasa nyeri sekali, selagi tertindih itu, ia menarik turun, Begitu bebas, ia mengawasi, kaget dan heran romannya. Tubuh Tiong Hoa mumbul sedikit, lalu turun pula ia tertawa dingin dan kata: "Di waktu siang benderang ini segala hantu pun muncul, jikalau aku bukan takut membikin dunia kaget, maka tiga mayat itu yalah contoh mu," ia menunjuk mayat bermandikan darah dipunggung Lo siauw Hong. "Hm" orang tua itu bersuara, ia masih tidak takut, ia merogo sakunya, mengeluarkan sebuah peles yang terisi obat bubuk, peles mana ia lemparkan pada Lo siauw Hong. Orang sbe Lo itu menyambuti, tanpa mengatakan apa-apa, ia peluruhi isinya, yalah obat bubuk itu, ditubuh ketiga mayat, ia tidak usah menanti lama akan menyaksikan semua mayat itu menjadi air kuning. Habis itu Siauw Hong menghampirkan orang tua itu, untuk berbisik. "Ayoo susiok." katanya, "baiklah soesiok cari lain tempat bekerja, Tak nanti mereka ini dapat lolos" "Hm" orang itu bersuara lagi, Lantas tangannya menjambret Siauw Hong, terus tubuhnya berlompat, ia rupanya mau mengajak pergi keponakan murid itu, yang memanggil ia soesiok, atau paman guru. Tiang Hoa tertawa, tangannya meluncur menyambar. Orang tua itu liehay, dia menyingkir tapi bukan buat menyingkir terus, justeru dia disamber. dia terus jumpalitan hingga dia lewat diatas kepala si anak muda, hingga dilain saat dia berada dibelakang orang. Disinilah, dengan sepuluh jarinya yang tajam, dia menyambak punggung orang. Lie Tiong Hoa mendapatkan samberannya tak memberi hasil. Disamping terperanjat, ia juga heran, tetapi ia mengerti keadaan. Ia dapat menerka. Maka itu, sebelum ia me mutar tubuh, ia berlompat maju dua tindak setelah itu barulah ia berbalik dengan cepat sembari berbalik, ia menyerang. ia menduga orang mestinya menyusuli menyerang padanya. si orang tua sudah menyusul dan menyerang, akan tetapi melihat orang melesat ke depan, dia tahu penyerangannya bakal gagal, justeru musuh membalas menyerang, dia berlompat mundur. Dia tidak mau melawan terus. selagi mundur, dia mengawasi tajam. "Kau murid siapa?" dia tanya, "Pantas kau galak sekali, kiranya kau benar-benar mempunyai dua macam kepandaian yang lihai." "Bukan hanya dua macam." Tiong Hoa menjawab sengaja berlaku jumawa, ia benci sekali kegalakan dan kejumawaannya orang tua ini dan kawan-kawannya yang berani datang menyateroni saling susul itu, Habis berkata ia maju melompat ketinggi. Ruang di mana mereka berada tinggi tiga tombak. hampir kepala si anak muda membentur wuwungan, atau mendadak ia turun pula, dengan tubuhnya jumpalitan, hingga kepalanya ada dibawah dan kedua kakinya di atas. sembari turun itu ia mengulur kedua tangannya, untuk membalas menyerang. si orang tua berbaju merah kaget, ia mengangkat kedua tangannya untuk menangkis. Kembali ia menjadi kaget. Kedua tangannya itu tergempur hebat sampai dadanya pun terasa Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sesak. tidak ayal lagi ia lompat keluar, untuk kabur diatas genting. "Kemana kau hendak kabur?" Tiong Hoa membentak. tubuhnya melesat seperti anakpanah, mengejar orang tua itu, tangannya pun diluncurkan"Bret." begitu satu suara nyaring, lantas di tangan si anak muda terlihat cuilan baju yang tertiup-tiup angin. Sebaliknya. punggung si orang tua menjadi kelihatan, karena bajunya robek. Dia gusar bukan main, hingga mukanya merah-padam, hingga dia berteriak kuat: "Binatang cilik, aku Keng thian eioe see-boenBoe Wie, aku sumpah tidak mau hidup bersama dengan kau" Habis itu dia tentunya menyingkir terus, kearab tembok kota, guna melewatinya Lie Tiong Hoa masih memegangi juiran baju orang itu yang terus tertiup angin halus, ia berdiam. hatinya berpikir, sedang air telaga Hian Boa ouw memain diantara kepermaian si puteri Malam... ooooo BAB 13 MASIH sekian lama Tiong Hoa memandangi air telaga, baru ia menghela napas dan berjalan pulang, sedangjuiran bajunya Keng-thian-cioesoe-boen Boe Wie, si Penunjang Langit, ia lemparkan ke permukaan air. Ketika ia baru sampai diundakan kedua, disana ia dipapaki Lo siauw Hong yang lari tergesa-gesa kepadanya, lalu menjura dan berkata cepat: "Lo siauw Hong insaf akan kekeliruannya, maka itu ingin ia membuang tempat yang gelap buat pergi ke tempat yang terang, bersedia ia mengikuti Lie tayhiap sebagai menteri yang tidak berhati dua, Aku minta tayhiap suka menerima aku." Tiong Hoa bingung. "Mana dapat, Mana dapat," ia kata, "Lo Loosoe, akulah satu anak sekolah yang baru saja menginjak dunia Kang ouw, yang pelajarannya cetek sekali, Kalau loosoe ingin merubah penghidupan, itulah bagus sekali, mari kita menjadi sahabat supaya sembarang waktu dapat aku memohon petunjuk mu." Siauw Hong bengong, ia hilang pengharapannya. Ketika itu Lin Tiang Keng pun menyusul dia tertawa dan kata: "saudara Lie, jangan tampik Lo Loosoe. Baru saja Lo Loosoe bilang padaku bahwa dijaman ini, ilmu silat saudara sukar tandingannya, karena itu dia bersedia membantu saudara, Dia menganjuri saudara mengangkat diri, Baiklah saudara jangan bikin Lo Loosoe putus asa. Aku sendiri suka turut membantu kau." Tiong Hoa melengak, inilah ia tidak sangka. "Saudara akulah seorang biasa saja, katanya perlahan. Aku ini tak dapat tempat dirumahku,aku pun sudah keliru membunuh orang, dari itu aku jadi hidup merantau. Sama sekali tak ada cita citaku buat mengangkat diri. Cita- Cita ku yalah hidup aman dan damai. Aku pun jeri mengingat pelbagai kepalsuan dalam dunia Kang ouw, Aku pikir buat hidup menyendiri Kalau suka, saudara Lin, mari kita memilih tempat sunyi, guna menungkuli hari-hari mendatang kita. Tidakkah itu lebih membahagiakan?" Tiang Keng mengawasi paham dia tertawa. "Kau masih muda, saudara, kau pun baru menginjak dunia Kang ouw, tapi kau sudah memikir untuk mengundurkan diri, aku rasa taklah kehendakmu itu mudah diwujudkannya." dia kata. "Kau tidak menginsafi bahwa dengan sendirinya kau sudah menjadi bulan-bulanan kaum sungai Telaga. sekarang ini, taruh kata kau menyembunyikan diri, kau pasti bakal dicari orang, hingga kau nanti duduk dan berdiri tak tenteram, tidur tak tenang." Tiong Hoa memandang kawan itu, ia heran. "Kenapa begitu, saudara Lin?" "Didalam kalangan Rimba Persilatan, warta warta sangat cepat beredarnya, Bukankah saudara sudah mengundurkan Mao san siang Kiam" Bukankah saudara sudah menggempur hatinya Mao Eng" Kau juga telah membikin jeri Bok- boe siang Koay. Dan barusan, Keng-thian-cioesee-boen Boo Wie mesti menyingkir dari hadapanmu. Mereka itu semua orang-orang kenamaan golongan jalan Hitam, segera mereka akan menyiarkan berita. Akibatnya itu yalah kau pasti dibenci golongan mereka, sedang kalangan lurus pasti akan menghormat dan memuji. Ketahui saudara, meski kau jemu dunia Kang-ouw, tak mudah kau menyingkir daripadanya." Tiong Hoa berdiam, dia melengak. "Lo Loosoe ini sudah lama hidup dalam dunia Kang-ouw." Tiang- Keng kata pula, "Ia cerdas dan luas pengetahuannya, ia jauh lebih menang daripada aku, maka itu dengan saudara memperoleh bantuan Lo Lo soe, pasti kau bakal lekas mengangkat namamu." Tiong Hoa bimbang, ia ketarik tetapi bersangsi. "Tentang ini baiklah dibicarakan pula nanti." akhirnya ia kata. Tiang- Keng berlega hati, itu berarti si anak muda sudah doyong ke pihaknya, siauw Hong pun girang, hingga tanpa merasa selanjutnya ia menjadi seperti hambanya pemuda she Lie itu" ooo Besoknya Tiong Hoa sudah lantas pindah kerumah yang baru dibeli Tiang Keng untuk mereka tinggal bersama, tapi ia tidak terlalu gembira. Ia terus ingat Cee Cit, saudara angkat itu. Kwie Kian cioe dan sin-heng sioe-soe, yang mengejar Boe eng Hoei Long guna menolongi Kam Jiak Hoei, masih tetap tak kembali, dan dari mereka tidak ada kabar apa-apa, Demikian ia berdiri di tepi pengempang dimana ada dipelihara ikan mas, memandang ikan-ikan itu yang asyik memain dengan pikirannya bekerja keras. Selagi ngelamun itu, ia ingat juga gambar lukisan Yoe san Goat Eng dan menduga-duga siapa itu orang yang telah mendahului ia membelinya. Memikiri lukisan itu, ia menjadi masgul. Tak dapat ia menerka pembeli itu orang macam apa. Letih ia memikirkannya, maka ia membayangi pula Cek In Nio yang membikin semangatnya melayang-Iayang, Yan Hee si boto yang lincah, juga Phang Lee Hoen yang harus dikasihani. Di depan matanya sekarang ada Ban In yang ayu. Akhirnya, ia sekarang telah menjadi orang Kang ouw asli. Tengah anak muda ini menimbang-nimbang pikirannya itu, Tiang Keng dan siauw Hong terlihat mendatangi dengan cepat. orang she Lin itu sudah lantas berkata: "Hari ini telah dua kali aku pergi ke Thian siang Kie, disana tak ada kabar bahwa Cee Locianpwee sudah kembali." Tiong Hoa masgul, alisnya berkerut. "saudara Cee ternama di Kang lam, dialah ketua sebuah Partai, kata-katanya pasti dapat dipercaya," ia kata, maka itu dengan dia belum juga kembali, aku kuatir ia kena dicurangi Boe- eng Hoei Long, Atau mungkin dia telah pulang ke markasnya untuk membereskan dulu partainya, saudara Lo tahu-kah kau sarangnya Boe-eng Hoei Loo" Aku berniat pergi kesana." Siauw Hoog menggeleng kepala. "Khioe Cin Koen mendapatkan julukannya Boe-eng Hoei Long itu bukan di sebabkan melulu ilmu ringan tubuhnya yang mahir juga karena tak tentu tempat kediamannya itu." ia berkata, "Bahkan kedua muridnya Kimleng Jie Pa, tak tahu juga dia bersarang dimana. Demikianlah maka dia juga dinamakan Thian Gwa It shia, si sesat nomor satu dari luar langit." Jangan berduka, saudara Lie legakan hatimu." Tiang Keng menghibur "Cee Locianpwee dan sin heng sioe soe sama-sama ternama. mereka sama-cama liehay, biarnya Boe-eng Hoei Long liehay akal- muslihatnya. tidak nanti dia dapat berbuat apa-apa terhadap mereka itu. Mungkin sekali mereka sudah berhasil menolongi Kam Jiak Hoei. Besok hari perjanjian dengan Kwie Lam Ciauw, berhubung dengan itu, bersama saudara Lo aku telah memikir suatu daya, Kami anggap tidak tepat saudara yang baru mendapat nama memperoleh banyak musuh, bahkan sebaliknya, maka itu baiklah saudara menggunai dia. Aku percaya, dengan kecerdikan kau, saudara Lie, kau dapat mempermainkan padanya." Tiong Hoa mengawasi siauw Hong, ia ber senyum. "Saudara Lo." ia tanya, "tolong kau beri tahukan aku bagaimana perhubungan diantara Kwie Lam Ciauw dengan Tiat-tek coe Jie siong-cin ketua muda dari Thian Hong pang serta Loo Liang-sin Pek liang dari Tong-teng san?" Siauw Hong bersikap hormat ketika ia menjawab: "Kwie Lam Ciauw itu seorang manusia paisu yang berpura-pura menjadi orang lurus, kelihatannya dia tak sesat bahkan gagah lagi budiman, dia mirip seorang kesatria, sebenarnya dia mengandung cita-cita yang besar, Demikianlah, maka perhubungannya dengan Thian Hong Pang dan Tong-teng san juga bagus diluar saja." Tiong Hoa mengangguk, ia tidak bilang suatu apa, pembicaraan mereka berhenti dengan munculnya seorang bujang, yang bicara dengan Lo siauw Hong, katanya ada datang seorang tetamu she Cian yang mohon bertemu. Mendengar she tetamunya itu, siauw Hong terkejut, tetapi ia lekas berkata: "Kau undang dia masuk." Bujang itu mundur pula, tak lama ia kembali sembari memimpin tetamunya, seorang yang tubuhnya besar, yang mengenakan seragam sulam yang singsat. Siauw Hong bertindak cepat menyambut, dia tertawa nyaring. "Saudara Cian," katanya gembira, "Apakah kau datang sedang menjalankan titah" Mari siauwtee ajar kau kenal dengan kedua tayhiap." Dia pun menjabat tangan orang untuk dipegang erat-erat. Orang she Cian itu, Tiauw Hong namanya, menjadi soe-tee atau adik seperguruan dari ciangbunjin atau ketua, dari partai Hoay Yang Pang, tentang dia barusan Siauw Hong memberitahukannya selintasan, dari itu Tiong Hoa diam-diam memperhatikannya. Bersama Lin Kiang Keng, ia diperkenalkan pada orang. Segera setelah berkenalan itu, Cian Tiauw Hong kata pada Lo siauw Hong. "Saudara Lo ingin kumemberitahu padamu perihal sikapnya Keng-chian-cioesee-boen Boe Wie, ketika dia pulang ke Kwie In Chung, dia lantas membeber halnya kau telah berkhianat sebab kau memisahkan diri, dia kata dia hendak paling dulu membinasakan kau. Karena ini. Kwie Chungcoe jadi berebut omong dengannya, Kwie Chungcu membelai kau yang dikatakan berbudi bahwa tanpa sebab tidak nanti kau menjauhkan diri Kwie Chungcu mengusulkan memberi ketika kepada kau untuk memberi penjelasan supaya dapat diketahui siapa benar dan siapa salah, habis mana barulah keputusan dapat diambil. Tapi see-boen Boe Wie tetap tidak puas. Dia telah menitahkan secara rahasia kepada orang kepercayaannya untuk membunuh kau secara menggelap. oleh karena itu, saudara aku datang kemari untuk memberi kisikan. Tentang sikap saudara mesti ada sebabnya, karena itu apakah kau suka memberi keterangan padaku?" Lo Siauw Hong tertawa, dengan terus-terang ia tuturkan peristiwa kemarin yang membuatnya mengambil sikapnya ini, ia kata ia tidak memikir untuk memusuhkan San boen Boe Wie atau Kwie Lam ciauw. Mendengar itu, cian Tiauw Hong menjadi mendongkol sekali. "Ooh kalau begitu pastaslah sekarang ini See boen Boe Wie giat mengumpulkan kaki tangan-" katanya keras, "teranglah dia hendak menentang Kwie chungcu. Pantas dia beriaku kejam dalam hal menyingkirkan kawan-kawan yang tidak dia sukai lagi." Tiong Hoa nampak heran- ia campur bicara, katanya: "Kwie chungcu itu tidak bentrok dengan siapa juga, dia hidup menyendiri di kampungnya, kenapa See-boen Boe Wie hendak menumpasnya" Apakah ganjalan diantara mereka itu berdua?" Cian Tiauw Hong berdiam, kelihatannya dia bersangsi. akan tetapi toh, selang sesaat, dia kata sungguh-sungguh: "coaninYan Kwie Lam ciauw mengundurkan diri dalam usia masih muda, sebabnya itu yalah satu kesulitan- Diluar nampak dia hidup damai dengan siapa juga, tetapi sebenarnya, dalam dirinya, dia mengandung cita-cita besar. Adalah kemudian, karena merasa ilmu silatnya masih tidak dapat menyampai lain-lain orang kenamaan, pada limabetas tahun dulu dia menyimpan goloknya, dia mengundurkan diri, Keputusannya itu dia telah umumkan-" "Lalu, Seboen Boe Wie itu mengandung maksud apa?" Tiong Hoa tanya. Cian Tiauw Hong bersenyum. "Tentang Seboen Boe Wie ini, sedikit sekali orang yang mengetahuinya," ia menjawab, "Aku sendiri, aku mendapat tahu itu secara kebetulan saudara Lo. sekalipun masih gelap. Kwie Lam Ciauw berdua Seboen Boe Wie berasal satu rumah perguruan, biasanya mereka hidup rukun seperti saudarasaudara kandung, akan tetapi selama yang belakangan ini, mereka menjadi sebagai air dengan api." "Tentang dendaman diantara mereka, samar-samar aku telah melihatnya," berkata Lo siauw Hong, "cuma tentang sebabnya aku masih belum tahu, Apakah sebab itu?" Cian Tiauw Hong tertawa, ia memandang ketiga tuan rumahnya. "Saudara-saudara, apakah saudara-saudara ketahui bahwa sekarang ini Rimba Persilatan lagi menghebohkan tiga macam mustika?" ia tanya, "Di antara tiga itu dua sudah muncul. Maka kaumjalan Hitam danjalan putih, semua mengilar ingin mendapatkannya, Kedua mustika itu sudah menggemparkan dunia Kang ouw. Apakah benar saudara-saudara belum pernah mendengar itu?" Lo siauw Hong memperlihatkan roman heran. ia lantas menanyai "Apakah itu bukannya cangkir Koibeo Liauw-giok Coei In Pwee kepunyaan Pangeran Tokeh di kota raja yang telah di curi Kamliang sam-to?" Cian Tiauw Hong mengangguk Mendengar di sebut kota raja, hati Tiong Hoa berdebar sendirinya, ia menjadi ingat soalnya dan karenanya ia mesti kabur, hingga sekarang ia menjadi seorang buronan Cian Tiauw Hong berkata, menerangkan. "Cangkir kemala Coei In Pwee itu milik negara dan sudah banyak tahun tersimpan didalam gudang istana, kemudian pangeran Tokeh berjasa dimedan perang, dia dihadiahkan cangkir mustika itu. Pada suatu hari, tengah pangeran itu buat Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo main mustikanya ia terlihat salah seorang sie-wie, pahlawan yang mendampinginya, kemudian sie-wie itu membocorkan hingga kaum Rimba Persilatan lantas ramai membicarakannya, sebenarnya mulanya cangkir itu menjadi kepunyaan it piauw sian seng, seorang berilmu dari dinasti yang telah lampau. Anehnya cangkir yalah di dasarnya ada dua butir mutiaranya, sebuah merah, sebuah lagi putih, yang merah itu di namakan Ya-beng coe, artinya mutiara malam bercahaya, harganya itu seumpama harganya sebuah kota. Untuk kita kaum Rimba Persilatan, ya-beng-coe itu masih belum berharga seberapa, Yang putih bernama Teng-sin-coe. mutiara menetapkan semangat, inilah yang penting dan paling dihargakan-Kalau cangkir itu di isikan arak yang di campuri obat-obatan, arak obat itu dapat memunahkan pelbagai macam racun, asal saja racun belum membikin isi perut busuk, sebentar saja orang bebas dari keracunan. Yang penting kalau cangkir itu diisi macam macam obat, terus obat itu diseduh dengan arak Pekslian tincioe untuk diminum orang yang mengerti silat. siapa belajar sitat, penting kalau kedua nadinya yang dinamakan jin dan tok dapat teraturkan sempurna, dan itu akan tercapai apabila orang minum arak obat asal cawan mustika itu." Jilid 10 : Cee-cit membersihkan Thian Hong Pang Lin Tiang Keng dan Lo Siauw Hong sangat tertarik hatinya. Tiauw Hong bercerita sambil memandang orang-orang dihadapannya, ia mendapat kenyataan Lie Tiong Hoa seperti memikirkan sesuatu, ia heran, ia melanjuti keterangannya. "Setelah dunia Kang-ouw menjadi gempar, lantas banyak orang Rimba persilatan yang datang ke kota raja, untuk dapat mencuri cangkir mustika itu. Diluar dugaan orang, kemudian cangkir itu dapat dicuri oleh sam Cioe Ya-Cee Tam Siauw Go serta tiga penjahat dari Kam-liang, yang disebut Kam-liang sam-to. Orang-orang polisi menjadi repot dan lantas bekerja untuk mencari kawanan pencuri iin, Lantas terjadi hal yang menggemparkan. Dijalan umum didekat Khopie-uan telah didapatkan mayatnya Kang Lam sam To dan Tam Siauw Go. Tam Siauw Go itu kecuali julukannya sao Cioe Ya-cee, "Memedi Bertangan Tiga, dikenal juga sebagai Tan-Lam it Kwie, yaitu Hantu tunggal dari In-lam selatan. Menurut pemeriksaan, mereka terbinasakan senjata rahasia yang beracun. Cangkir coei in Pwee itu tak kedapatan pada tubuh mereka itu dan sampai sekarang sia-sia saja orang mencarinya." "Apakah orang Rimba persilatan juga tidak mengetahui siapa perampas cangkir itu" Tiang Keng tanya, "Bukankah senjata rahasia itu bisa digunakan sebagai perantara untuk mengetahui pemiliknya?" Tiauw Hong mengawasi, ia bersenyum "Perampas itu pastilah telah memikirkannya." ia kata, "Mana dia mau menggunai senjata rahasia miliknya sendiri?" Mukanya Tiang Keng merah karena jengah inilah ia tidak pikir. "Benda kedua itu yalah kitab ilmu silat" Cian Tiauw Hong melanjuti ceritanya. "Apa sebenarnya kitab silat itu, orang tidak ada yang tahu, tak tahu juga namanya, orang melainkan ramai memperbincangkannya. orang cuma tahu," ia menambahkan, "siapa dapat kitab itu dan berhasil memahamkan-nya, dia bakal menjadi jago nomor satu. Katanya kitab itu telah di dapatkan Kwie Lam Ciauw, dan dia menyimpannya sudah lima tahun, pada dua tahun yang lalu, see-boen Boe Wie mendapat tahu hal itu, Boe Wie lantas minta untuk mempelajarinya bersama tapi ditolak Kwie Lam Ciauw, Karena ini maka seeboen Boe Wie menjadi berubah pikirannya..." Tiang Keng dan Siauw Hong heran, "Kalau Kwie Lam Ciauw telah mendapat kitab ilmu silat itu selama lima tahun," kata si orang she Lo, yang mengerutkan alisnya, "Pasti ia sudah berhasil mempelajari itu dan pasti ia dapat melawan see-boen Boe Wie, akan tetapi kenyataannya ia selalu mengalah, inilah heran-.." "Bicara memang mudah" kata Tiauw Hong dingin- "Kitab itu luar biasa isinya, sulit untuk dibaca mengerti, Ketika Kwie Lam Ciauw memilih pelajaran yang gampang-gampang saja, ia merasa dadanya sesak. tenaganya menjadi hilang, maka itu untuk mempelajarinya, ia membutuhkan cangkir coei in Pwee dari Kothen itu. oleh karena ini ia telah menugaskan secara rahasia kepada anaknya untuk mencari cangkir mustika itu, See-boen Boe Wie juga mengirim orang-orangnya mencari dengan berpencaran demikian maka selama yang belakangan ini Kwie in chung menjadi terancam bahaya." Tiauw Hong tertawa meringis, agaknya dia bersusah hati. "Aku mengetahui terlalu banyak." dia menambahkan perlahan, "maka itu dua-dua Kwie Lam Ciauw dan See-boen Boe Wie berniat menyingkirkan aku..." Tiong Hoa tetap berdiam dengan matanya terus mengawasi air pengempang, melainkan telinganya mendengari dengan perhatian Lagi-lagi ia mendapat kenyataan dari sulit dan berbahaya penghidupan dalam dunia Kang ouw dimana segala apa sukar diterka, tanpa merasa, ia menghela napas, tengah ia hendak mengangkat kepala, buat melihat keatas, mendadak matanya melihat sesuatu, hingga ia tercengang. itulah pemandangan dimuka air, yang berombak sebentar, lalu menjadi tenang pula tapi dimuka air itu tampak bayangan muka orang. Disamping empang itu ada sebuah pohon yanglioe yang daunnya lebat, pohon itu bergoyang tertiup angin, waktu cabang dan daun nya bergerak, hingga seperti tersingkap^ di belakang daun lebat itu terlihat seraut maka. Semua itu terbayang nyata di permukaan air, Tiong Hoa melihat itu, ia tercengang sebentar lantas ia tertawa dan kata: "Aku pun baru saja mendapatkan suatu barang yang luar biasa, saudara bertiga baiklah menunggu sebentar, nanti aku pergi ambil, Barang itu tak kalah berharganya dengan ketiga mustika yang menghebohkan kaum rimba persilatan itu." Habis berkata anak muda ini lantas masuki kedalam, tapi tak lama ia pergi, mendadak terdengar tertawanya yang nyaring di atas genting rumah di susul dengan jeritan keras yang menyayatkan hati. Tiang Keng bertiga Siauw-Hong dan Tiauw Hong terkejut, Lantas mereka melihat dengan melayang turunnya Tiong Hoa. Dari tiga orang jatuh itu dua sudah mati karena mereka tak berkutik lagi, Orang yang ketiga masih dapat merayap bangun untuk menyingkirkan diri, akan tetapi baru dua tindak dia sudah roboh pula. Tiauw Hong yang nampaknya heran sekarang menjadi kaget, terus dia menjadi gusar, Mukanya merah matanya mendelik. Dia lantas lompat kepada orang yang roboh itu, dia menjambak sambil menanya bengis, "siapa suruh kau datang kemari?" Orang itu pucat mukanya dan matanya suram, ia mengeluarkan napas dan mengucapkah perlahan. "Kwie Lan Ciauw..." Habis itu berhentilah napasnya. Parasnya Tiauw Hong menjadi pucat. "Kwie Lam Ciauw, oh, kau lihai sekali..." katanya seorang diri, tiba-tiba dia menghamparkan Tiong Hoa, untuk pay koei sambil berkata: "Cin Tiauw Hong suka bersama-sama Lo Siauw Hong berlindung di bawah perintah kau, Lie Tayhiap. Kau dapat memerintah kami sesuka kau, tidak nanti kami menampik" Dengan repot Tiong Hoa memimpin orang bangun"Jangan mengatakan begitu, saudara Cian," ia kata bersenyum. "Kita baru bertemu tapi biarlah kita menjadi seperti sahabat-sahabat lama, Berat kata-katamu ini" Cian Tiauw Hong memandang tajam, dia berkata sungguhsungguh: "Ketika Kwie Lam Ciauw mendapat kenyataan saudara Lo pergi dan tak juga kembali, dia menyuruh aku datang kemari mengundang kau, Lie Tayhiap, Aku diharuskan dapat mengundang kau datang ke Kwie In Chung, Rupanya dia pun tidak percaya aku, maka dia mengirim orang untuk mengintai aku, syukur tayhiap dapat mempergoki mereka ini bertiga jikalau tidak. apabila aku pulang, pastilah aku akan mati tanpa tempat kuburku" "Habis bagaima sekarang?" tanya Tiong Hoa, "Apa saudara mau pulang untuk membawa kabar?" Tiauw Hong berdiri tegak kedua tangannya dikasi turun. "Ya, sekarang juga aku akan segera kembali," dia kata, "Besok setelah tayhiap tiba di Kwie In chung, baru aku akan mencari jalan untuk mengundurkan diri "Siauwtee suka turut saudara pulang." kata Siauw Hong. Tiong Hoa berpikir, "begitupun baik," katanya, "dengan begitu Kwie Lam Ciauw menjadi tak curiga, Entahlah besok. jikalau akupergi kesana, berbahaya atau tidak..." "Kwie Lam Ciauw membutuhkan tenaga tayhiap." kata Tiauw Hong, "andaikata dia hendak mencelakai tidak nanti itu dilakukan sekarang, tentulah dia menanti sampai tayhiap sudah membikin Seeboen Boe Wie tak berdaya lagi, Tetapi Kwie Lam Ciauw sangat licik, dia tak terkentarakan gusar dan girangnya karena itu baik tayhiap waspada." Tiong Hoa mengangguk. "Terima kasih" ia kata, bersenyum. "Aku minta tuan-tuan menyahut namaku saja, jangan memanggil tayhiap-tayhiap tak hentinya. sebutan itu dapat merenggangkan keakraban kita." Dua orang itu mau memandang si anak muda sebagai majikannya, tak ingin mereka mengubah panggilan maka itu mereka berdiam saja. Tiong Hoa mengawasi ia melihat orang bersungguh-sungguh. "Tuan-tuan, apakah kamu melihat Mo in Kim-Kiam Yan Hong di dalam Kwie In Chung," ia tanya kemudian. Tiauw Hong mengangguk. "Tapi kemarin dia telah berangkat ke Tong Teng san ke tempatnya Loo-Liong sin Pek Liang," ia memberi keterangan "Ah, tahulah Tiauw Hong Tayhiap tentu bermusuh dengannya, kalau tidak. tidak nanti dia dapat membujuki Kim leng Jie Pa menyaterukan tayhiap. oleh karena Kwie Lam Tiauw tidak suka membantu dan sebaliknya dia mengundang tayhiap. Yan Hong menjadi gusar dan lantas pergi tanpa pamitan lagi." Habis mengucap begitu, bersama-sama Lo Siauw Hong, Tiauw Hong memberi hormat lantas mereka memutar tubuh, untuk pergi dengan cepat. Tapi Siauw Hong mendadak kembali dan kata pada Tiong Hoa, "Tayhiap bersama saudara Lin tinggal disini, inilah tidak sempurna, sepak terjangnya Seeboen Boe Wie harus di perhatikan Menurut aku baiklah tayhiap mencari lain tempat lebih aman-" setelah itu dia pergi pula. Tiong Hoa mengawasi orang menghilang. Kembali ia merasakan perbedaan sikapnya Tiauw Hong dan Siauw Hong luar biasa, Di kota raja, baik kawan dan orang dalam rumahnya, tak menghormati ia tetap disini kedua orang kosen itu sangat menghormati kepadanya, sikap mereka membikin ia berpikir justeru ia masih muda, memang tepat kalau ia mengangkat nama, inilah ketikanya yang baik. Buat apa merantau kalau ia tetap tak berbuat apa apa" Mau atau tidak ia terlibat penghidupan kaum Kang ouw, atau Rimba Persilatan, Hanyalah karena berpikir begini, kembali pikirannya menjadi kusut, hingga ia mesti berpikir keras. Tiang Keng melihat orang berdiam saja, dia tidak mau mengganggu ia percaya kawan ini lagi memikirkan sesuatu Tiang Hoa tentu berdiam terus kalau ia tak disadarkan suara Ban-in dan Wan Nio, yang memanggil mereka dari jendela, ia lantas menoleh kepada Tiang Keng dan bersenyum, terus keduanya masuk kedalam. ooo Dusun Kwie In chung terletak diluar kota Liok-hanterpisahnya empat puluh lie dari tembak kota, duduknya diantara cagak tiga sungai, sedang dibelakangnya yalah gunung, itulah sebuah dusun besar dan bagus keletakannya. Dilihat dari romannya, pantas tempat itu menjadi tempat peristirahatan atau untuk hidup menyendiri. Air yang jernih dan pepohonan yang hijau mengurungnya. Didepan pekarangan luar terdapat semacam rimba pohon tho. Lohor itu d idalam rimba pohon tho terlihat seorang tua bersama dua kacungnya. Dialah seorang yang jidatnya tinggi kumisnya hitam hidungnya yang mancung sedikit bengkok. dan kedua biji matanya bersinar sangat tajam. Dia lagi berdiri tenang dengan kedua tangannya digendong, dia mengawasi kedepan, Bajunya yang panjang dan warnanya putih memain diantara sampokannya sang angin. Kedua kacungnya yang nampak lincah mesti mengerti ilmu silat seperti dia. Kemudian mereka bertiga jalan sampai ditepi kali, jalanan disitu kecil dan berliku-liku, Ke sungai mereka memandang layar-layar putih, sinar matanya orang itu guram. Belum terlalu lama maka terlihatlah datangnya seorang bertubuh kecil dan kurus yang pakaiannya singsat, Dia menghampir kan orang itu lalu berdiri dibelakangnya dan memanggil "Cung coe" orang tua itu memutar tubuhnya dengan perlahan. "Ada apa?" ia menanya. orang kurus itu bersikap hormat, ia menyahuti sabar: "cian Tiauw Hong dan Lo Siauw Hoog sudah kembali, Mereka sekarang berada diluar rimba untuk bertemu dengan chungcoe." Orang tua itu yalah Kwie Lam Ciauw, pemilik dari dusun Kwie ie Chung itu. Dia agaknya heran hingga dia mengasi dengar suara "oh" Dia tercengang tetapi itu tak kentara pada wajahnya, terus dia kata " lekas suruh mereka datang ke mari " Orang kurus itu memutar badannya atau majikannya tanya padanya. "Dimana ada nya Seeboen Loosoe sekarang?" "Dia sedang main catur bersama Hoat sian siansoe dan Thian Leng sie." Kwie Lam Ciauw mengawasi orang berlalu. Kalau tadi ia nampak berduka, sekelebatan wajahnya tersungging senyuman dengan perlahan terdengar dia bersenandung. Tak lama maka Tiauw Hong dan Siauw Hong muncul, selagi orang mendekati, ia memapak mereka, sembari tertawa nyaring ia kata: "Banyak capai, tuan-tuan Apakah pemuda she Lie itu dapat diundang?" Cian Tiauw Hong menjura. "Lie tayhiap berjanji akan datang besok." sahutnya. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bagus. Bagus." Lama Ciauw tertawa pula tapi d idalam hatinya, dia mendongkol, dia Jelas, inilah sebab dia mendengar Tiauw Hong memanggil orang dengan sebutan tay-hiap. yang berarti orang gagah yang mulia, itulah panggilan sangat menghormat dan memuja, terus ia berdiam, tidak ia menanyakan halnya Siauw Hong dan orang she cian ini yang agaknya lambat kembalinya, pada wajah nya tidak tertampak apa yang ia pikir, Hanya kemudian ia menghela napas. "Apakah kamu tahu kenapa aku si orang tua mengundang Lie tayhiap?" ia tanya, la mengubah panggilan si anak muda she Lie dengan tayhiap yang ia tak puas mendengarnya itu." "Apakah chungcu mengundangnya untuk dia dipakai melayani See-boen Boe Wie?" Tiauw Hong menanya, suaranya menyatakan dia mendongkol. Kwie Lam Ciauw mengangguk perlahan, "sudah bertahuntahun kau membantu aku si orang tua kau tahu baik hatiku, "ia menjawab, "maka itu kalau nanti Lie Tayhiap datang, aku minta sukalah kamu melayaninya baik-baik," Alisnya Tiauw Hong terbangun, dia menyahuti, suaranya dalam: "Tak usahlah chungcoe pesan lagi, Kami tahu bagaimana harus melayaninya, Cumalah harus dijaga halnya dia gampang terancam terbinasakan dengan terbokong, Aku pun minta chungcoe bersiaga." Kwie Lam Ciauw nampak terperanjat "Apa artinya perkataan kau ini?" dia tanya. Cian Tiauw Hong lantas kasih keterangan halnya See-boen Boe Wie mengirim orang orangnya buat membunuh dia, bahwa kemarin ini hampir saja Lo Siauw Hong terbinasa ditangannya jago tua itu, ia ceritakan bagaimana mereka ditolongi tayhiap she Lie itu. Peristiwa itu merupakan kenyataan, hanya Tiauw Hong menuturkannya demikian rupa, hingga terbayang Kwie Lam ciauw sendiri turut teramcam bahaya setiap waktu. Kwie Lam ciauw bergidik, lalu dengan menyeringai dan keras ia kata: "Jikalau aku si tua tidak membunuh kau, aku bersumpah tidak mau menjadi orang.." Baru kali ini majikan dari Kwie In Chung ini mengentarakan rasa hatinya. Justeru itu dari atas sebuah pohon digili-gili sungai terlihat melayang turunnya satu tubuh yang berbaju merah, yang gerakannya gerakan Tay-peng-tiau-cie atau Burung garuda membuka sayap. Dengan cepat orang itu sampai didepannya Kwie Lam Ciauw. Begitu orang berlompat turun, Kwie Lam Ciauw bertiga telah melihatnya, maka itu, chungcoe itu sudah lantas menutup mulutnya. Tapi selekasnya orang berada didepannya, dia bersenyum dan menyambut dengan pertanyaannya: "Bukankah soetee lagi main catur dengan Hoat sian siansoe" Kenapa soetee mempunyai kegembiraan untuk datang kesini?" Keng-Thiang-Cioecoe-boen Boe Wie tidak menjawab tuan rumah yang menjadi soe-heng, atau kakak seperguruannya, ia hanya mengawasi bengis kepada Cian Tiauw Hong dua Lo Siauw Hong, sinar matanya, sinar mata pembunuhan. Lantas juga terdengar suaranya yang seram: "Manusia tukang mengadu" orang, bagaimana kamu masih ada muka untuk balik kembali?" Kata-kata itu dibarengi menyambarnya tangannya kepada Lo siauw Hong. "Hm," Kwie Laui Ciauw bersuara seraya tangan kanannya mengibas kelengannya penyerang yang bengis itu. Seeboen Boe Wie menarik tangannya sambil berkelit kesamping. "soe-heng, apakah artinya ini?" dia tanya keras, matanya menatap. "Tidak apa-apa, soetee," kata Lam Ciauw tertawa, "Aku cuma kuatir orang lain nanti jail mulut mengatakan kakakmu ini membiarkan adik seperguruannya sewenang-wenang membunuh orang sebawahannya, jikalau itu sampai tersiar, cara bagaimana kakakmu ini nanti bertemu orang?" Mendengar keterangan iiu, secboenBoe Wie tertawa terbahak bahak. "Binatang ini manusia tukang merenggangkan orang" katanya nyaring, "tidak ada artinya untuk membunuh dia itu pun tidak memalukan Siauwtee mewakilkan kau menjalankan aturan, soeheng, mana dapat orang nanti mengatakan kau membiarkan atau menganjurkan aku?" Kwie Lam Ciauw tetap berlaku sabar dan tenang. "Urusan belum lagi terang, mana bisa kita lancang melakukan pembunuhan?" ia kata. Adik seperguruan itu tertawa dingin. "soeheng." dia kata, " kau tidak percaya Siauwtee, maka Siauwtee kuatir kau nanti mati tanpa ada tempat kubur untukmu" Hebat kata-kata itu hingga Kwie Lam Ciauw melengak, ia gusar tetapi ia dapat mengendalikan diri "Hm. Hm." terdengar suara d ih id ung nya, ia lantas kata: "Mereka in^ telah turut aku buat banyak tahun, aku perlakukan mereka baik sekali, cara bagaimana mereka dapat berkhianat padaku" jikalau tuduhan terhadap mereka benar, kenapa mereka berani pulang kemari" Tidak. tidak nanti mereka bernyali demikian besar." Seeboen Boe Wie tertawa dingin, "Manusia itu, hatinya terpisah dengan perutnya." katanya tajam, "siapakah dapat melihat hatinya itu" Didalam dunia ini banyak sekali orang yang membalas kebaikan dengan kejahatan jikalau soeheng tidakpercaya soetee, aku kuatir dibela kang hari soeheng nanti menyesal sesudah kasip." "Perkataan kau ini benar, soetee jangan kata diantara sahabat-sahabat, sekalipun saudara kandung sendiri, masih ada yang tak dapat dipercaya sepenuhnya. Kakakmu ini mengambil sikap memperlakukan semua orang sebagai kesatria, biarlah dunia mensia-siakan aku, asal aku tidak mensia-siakan orang banyak Yang lainnya semualah kata kata tak artinya." Seeboen Boe Wie ketahui kakak seperguruan ini mengatakan dia yang licik akan tetapi dia tidak dapat menyatakan kurang senangnya, maka itu dia melainkan bisa mendongkol hingga mukanya menjadi merah dan matanya seperti mau berlompat saking menahan hati, Dengan bengis dia menatap bergantian Tiauw Hong dan siauw Hong, Kedua orang she Cian dan she Lo itu tidak takut, bahkan dalam hatinya mereka tertawa hanya diam-diam mereka bersiaga kalau-kalau orang nanti menyerang mereka. Seeboen Boe Wie dapat juga mengendalikan diri, maka itu kemudian dia menjadi sabar, air mukanya tak sebengis tadi, Dia tertawa tawar dan kata: "Baik, baiklah. Kelihatan nya burung yang terbang sudah lewat habis dan panah harus disimpan, selanjutnya tentu soeheng tak membutuhkan Siauwtee lagi, maka itu soetee meminta diri buat selama lamanya" Kwie Lam Ciauw mengurut kumisnya, Dia tertawa lebar. "Soetee mengapa soetee berpikir terlalu hanyut?" ujarnya, " Kakakmu ini telah menerima bantuanmu banyak sekali maka juga Kwie Ie Chung ini dapat dibangun seperti ini budimu itu kakakmu akan ingat sekali, Kenapa soetee begini mudah bicara tentang perpisahan" Cian Loosoe dan Lo Loosoe tolong kamu minta Seeboen soetee suka berdiam terus bersama kita" Cian Tiauw Hong lantas menjura pada Seeboen Boe Wie. "Sebenarnya juga Kwio in chung tak dapat dipisahkan dari Seeboen Tayhiap" ia berkata, juga mengenai urusan dengan Thian Hong pang dan Tong Teng san, chungcu kami sangat mengandal pada tayhiap. Tanpa tayhiap tidakkah rencana kita itu bakal menjadi seperti busah saja" tentang diri kami berdua si orang she Cian dan she Lo," ia menambahkan "kami pasti ingat budinya Chungcu yang besar laksana gunung. maka itu mana dapat budi dibalas dengan kejahatan" Aku minta sukalah tayhiap tidak mendengarkan kata di luaran-" Seboen Boe Wie berdiam saja, ia cuma tertawa mengejek. Ketika itu satu peg awai dusun datang dengan cepat, menghampirkan Seeboen Boe Wie. untuk melaporkan- "Diluar ada datang dua tetamu tua yang bertubuh kecil dan katai bersama seorang muda yang membawa pedang, mereka itu mohon bertemu dengan tayhiap." Seeboen Boe Wie mengerutkan alis. "Kenapa penjaga tepian sungai membiarkan mereka lewat sebelum mereka melaporkan dan meminta perkenan?" ia tanya. "Mereka itu melintasi sungai dengan berjalan diatas air dengan kepandaiannya teng-peng tou-soei," sahut pekerja itu. "Katanya mereka itu liehay sekali hingga penjaga tepian tidak berani menghalang-halangi mereka?" Matanya Boe Wie bersinar bengis, terang dia mendongkol sekali, "Segala manusia tak berguna." katanya sengit. "Mereka memberitahukan nama mereka atau tidak?" Pegawai itu berdiri tegak seraya menurunkan kedua tangannya. "Kedua orang tua itu menyebut dirinya Ceng shia siang Ay," sahutnya. Seeboen Boe Wie berdiam dia mengoceh sendirinya: "Aku tidak kenal Ceng shia siang Ay, ada urusan apa mereka mencari aku?" Terus dia mengawasi Kwie Lam Ciauw. Ketika itu Kwie Chungcoe sambil menggendong tangan lagi memandang ke arah gunung, sikapnya sangat tenang mengenai urusan Ceng shia siang Ay itu ia seperti tidak mendengarnya. Menampak demikian, Boe Wie tertawa dingin. "Dan siapa si anak muda yang membawa bawa pedang?" ia tanya pula sipegawai atau chung-teng. "Kong-sen-.." kata Boe Wie sendirian agaknya dia terkejut, Lantas matanya mendelong air mukanya guram, Kemudian dia tanya: "Bagaimana romannya pemuda itu" Apakah ada sesuatu yang luar biasa?" Chungteng itu berpikir. "Tidak, kecuali dijidatnya, diantara kedua alisnya, ada tailalatnya warna merah, sahutnya sesaat kemudian. Seeboen Boe Wie kaget, kedua kakinya lantas menjejak tanah, hingga tubuhnya mencelat tinggi, hingga sebentar saja dia sudah lari belasan tombak jauhnya. Cian Tiauw Hong memberi tanda kepada si chungteng yang lantas mengundurkan diri Kwie Lam Ciauw memutar tubuhnya dengan perlahan, dengan dingin dia kata: "Ceng shia siang Ay bangsa lurus, tak nanti mereka datang tanpa sebab, sedang anak muda she Kongsoen itu pastilah turunan dari kurban darah berbau amis dari see- boen Boe Wie." "Benar-benar rupanya Kwie In Chung bakal tak dapat tenang dan damai lagi..." "Apakah chungcoe tidak dapat berdiam diri, menonton disamping dengan berpeluk tangan saja?" Lo Siauw Hong tanya. Chungcoe itu menggoyang kepala, "Mana dapat aku si orang tua membiarkan orang mengatakan aku tak bijaksana dan tak berbudi?" sahutnya masgul. Dan ia menghela napas, tanpa mengucap sepatah kata lagi, dia pun berlompat, untuk lari pulang. Lo Siauw Hong tertawa dingin. "Pandai sekali Kwie Lam Ciauw bersandiwara," katanya sebal, "sebenarnya dia licik dan licin sekali, dia melebihkan See- boen Boo Wie. Mari, kita menonton keramaian-" Cian Tiauw Hong menurut, maka berdua mereka lagi kedepanTak lama dari kepergian Tiauw Hong berdua, dari dalam rimba dekat situ terlihat munculnya seorang yang berdandan sebagai seorang sastrawan, mukanya putih, alisnya bagus, kumis dan jenggotnya terpecah tiga. Halus sekali gerak geriknya dia. Dia berjalan sampai ditempat berdiamnya Lam Ciauw beramai, lantas dia berhenti, Lantas terdengar dia berkata-kata seorang diri, "Kwie Lam Ciauw, kau hendak menelan Thian Hong Pang, itulah pikiran gila itu berarti kau cari jalan mampusmu sendiri. Apakah kau kira aku Tiat-tet-cee Jie-siong-gan orang yang dapat dibuat permainan?" Habis berkata begitu, mendadak dia lari balik kedalam rimba untuk keluar pula sambil menenteng masing-masing seorang bocah ditiap tangannya, ia meletaki mereka itu di tanah diatas rumput lantas ia menotok tubuh mereka. Kedua bocah itu menggeraki kaki tangan mereka, lantas mereka berdiam pula. Jie siong Gan mengawasi. "Hm" katanya perlahan "Mereka ditotok hingga jalan darah mereka tersalurkan tak benar. ia mengulur tangan kanannya untuk menotok pula dua kali bergantian, dijalan darah lekslok dan thian-kie. Kali ini lekas kedua bocah membuka matanya dengan ayalayalan, ketika mereka bergerak, mereka berlumpat untuk bangun berdiri segera mereka melihat orang yang berdiri dihadapan mereka yang beroman dan berdandan seperti sastrawan. Jie siong Gan mengawasi ia bersenyum. "Kamu murid siapa?" ia tanya, " Kenapa kamu kena orang totok disini?" Kedua bocah dapat menduga siapa yang telah menolong i mereka, mereka berlutut untuk menghaturkan terima kasih kepada ini sasterawan tua. Jie siong Gan mengangkat bangun pada mereka itu. "Kami murid-muridnya Kwie Chungcu," ia berkata, "Aku Boan In dan dia Hoet Goat." Jie siong Gan bersenyum. "Nama yang bagus" dia memuji. "Tadi kami diajak chungcoe datang ke-tepi kali ini," Boan In berkata pula, "lantas kami disuruh mengundurkan diri, kami masuk kedalam rimba itu. Mendadak kami melihat satu bayangan merah berkelebat, belum kami tahu apa-apa, kami telah di totok bayangan itu. jikalau tayhiap tidak menolong, entah bagaimana jadinya dengan kami." Bocah itu berkata keras, suatu tanda dia mendongkol Alisnya pun terbangun. Alis Hoet Goat terbangun juga, dia mendongkol seperti kawannya itu. Jadi kamu tak sempat melihat sekalipun bayangan orang itu?" Berdua mereka mengangguk. "Kecuali Seeboen soesiok. tidak ada lain orang yang mengenakan baju merah" kata Boan in penasaran. "Apakah kamu maksudkan Keng-Thian-Cioe Seeboen Boe Wie?" Tanya Jie siong Gan terkejut, "jikalau kata-katamu ini dikeluarkan oleh orang lain, sungguh tak dapat dipercayai. Tapi kamulah yang bicara, kamu tentu tidak menduga, Turut Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dugaanku, tentulah mereka dua saudara seperguruan telah tidak akur lagi satu dengan lain." Boan In mengangguk "Memang Seeboen soesiok dan chungcoe telah saling mencurigai," katanya, "Sekarang ini semakin nyata nampak ada perselisihan diantara berdua." "Apakah sebabnya itu?" "Tak lebih tak kurang karena urusan kitab ilmu silat" Hoet Goat nyeletuk. Boan In mengedipi mata pada kawannya itu yang lantas membungkam. Jie siong Gan melihat sikapnya bocah itu, ia berpura-pura tidak mendapat tahu. Dalam hati ia girang sekali, Pikirnya: "Hm.. Aku memperoleh endusan Tak kecewa perjalananku ini." Melihat kedua bocah itu cerdik, ketua muda Thian Hong Pang sudah lantas memikir daya untuk mengakalinya. ia perlu tahu di mana kitab silat itu disimpan, ia dongak memandang langit, lalu ia menghela napas. "Dua saudara bentrok, itulah hebat dan menyedihkan," katanya perlahan romannya berduka, "Rupanya saat ambrukoya Kwie in Chung sudah tak jauh.lagi sungguh sayang..." ia melirik kedua bocah, roman siapa berduka, ia menambahkan: "sayang kamu berbakat baik, kamu mirip mutiara mustika dibuang ketempat gelap. jikalau nanti api sudah merembet ke gunung maka batu dan kemala akan terbakar bersama tanpa perbedaan sungguh sayang...." Kembali ia menarik napas berulang-ulang. Tengah mereka berbicara ini maka dalam rumpun ditepian muncul satu kepala orang dengan rambut panjang dan kusut, sepasang matanya yang celong bersinar biru bengis, mukanya dengan menyeringai mengawasiJie siong Gan. Hanya sebentar kepala itu di tarik pulang pula hingga tak nampak lagi. Kedua bocah sementara itu tertarik hatinya sebab Siong Gan bersimpati kepada mereka, Boan In menjura. "Siapa kau tayhiap?" dia tanya. "Dapatkah aku menanya she dan nama tayhiap yang mulia?" "Aku Jie siong Gan- Pangeoe dari Thian Hong Pang." Boan In terkejut, lantas ia tarik tangannya Hoet Goat, untuk diajak berlutut ber-sama. "Eh. eh, kamu bikin apa ini?" dia tanya. Boa n i n mengangguk. "Kami mohon supaya kami diterima sebagai murid, supaya kami dapat melihat pula langit dan matahari" kata dia. Jie siong Gan lantas memimpin bangun, ia mengerutkan alis tetapi ia tertawa. "Sekarang ini belum tiba waktunya," kata ia. "Buat sementara baiklah aku terima kamu sebagai calon, sekarang lekas kamu memberitahukan Kwie Chungcoe, bilang bahwa aku Jie siong Gan mohon bertemu dengannya." Kedua bocah itu girang sekali, Mereka mengucap terima kasih, lantas mereka berlalu sambil berlari-lari. Jie siong Gan mengawasi, matanya mengasi lihat sinar pembunuhan, mulutnya bersenyum tawar, Agaknya ia puas sekaliJusteru itu, mendadak ia merasa pahanya seperti digigit nyamuk tapi nyeri, hingga ia menjadi kaget, ialah orang Kang ouw liehay, ia mengerti bahwa ia telah terbokong orang, maka dengan sekonyong-konyong ia mencelat dengan lompatan it ho cin ie, atau Burung jenjang menggibriki bulu, ia lompat tinggi dan jauh, untuk segera menyerang gembolan pohon didepannya, hingga gombolan itu ambruk dan tanahnya menerbangkan debu. Tapi ia tidak melihat ada orang disitu, ia berdiri menjublak. matanya melongo, mulut nya menganga, ia heran sekali, ia penasaran jangat ialah ketua sebuah partai, tak senang ia dipermainkan orang. Dalam sengitnya, ketua Pang coan ini berlompat maju pula, akan mengulangi serangannya pada lain gombolan didepannya. la menduga musuh gelap masih bersembunyi didekat situ, sebab ia tidak melihat orang muncul atau lari, la menyerang hebat dengan kedua tangannya. Lagi sekali gombolan ambruk dan debu mengepul Dua ekor balang lompat terbang saking kaget, "Ah" ia mengasi dengar suaranya, ia terbengong pula, herannya bukan buatan, Lalu matanya bersinar guram, Keluarlah suaranya yang perlahan- "Mungkinkah dia?" Mendadak ia ingat kepada Kwie-kiam-cioe Cee-cu, ketuanya, Tanpa merasa ia menggigil sendirinya. "Ah, tak mungkin- katanya sejenak kemudian "Dialah seorang dengan sebelah kaki, meski dia sangat gesit, tidak nanti dia tak terlihat olehku" Ia masih berdiam dan matanya mencari-cari kesekitarnya. sunyi diseputarnya itu, Achirnya ia lari kearah perginya kedua bocah, sampai ia tak nampak lagi. Begitu disitu sudah tidak ada lain orang, dari bawah gili-gili terlihat lompat munculnya seorang bocah umur lima atau enam belas tahun, yang mukanya hitam, sembari tertawa nyaring, dia berkata: "Cee soepee, mari, keluar" Kembali lompat muncul seorang lain yang usianya lanjut, rambutnya panjang. tangannya mencekal tongkat yang membantu kakinya yang tinggal sebelah, dan ketika dia menaruh kaki, tongkatnya itu terus menunjang tubuhnya. Lantas dia tertawa dan kata: "Eh, kunyuk. nyalimu besar sekali sedikit saja kau kurang gesit, kau bisa mampus d iba wah hajaran Pekskhong-ciang. jikalau kau sampai terluka, bagaimana aku dapat bertemu dengan gurumu si mahasiswa melarat?" Bocah itu bersenyum, Dialah Kam Jiak Hoei muridnya sinbeng sioe-soo Kim som dan si orang tua yalah Cee Cit. Khioe Cin Keen mendapatjulukannya Boe eng Hoei Long si serigala Tanpa Bayangan lantaran ringannya tubuh, hingga dia dapat lari pesat luar biasa, akan tetapi dia kabur dengan membawa tubuh Jiak Hoei. Biar bagaimana dia tercandak sinbeng sioe-soe Kim som si pelajar Lari Cepat. Dia lari mengikuti sungai, setelah limapuluh lie, Kim som berada dibelakangnya tak ada lima tombak, di belakang si orang she Kim kira belasan tombak menyusul Cee Cit si kaki satu. Dengan lantas Khioe cin Koen mendapat tahu bahwa orang dapat meny andak padanya, dia lantas menotokJiak Hoei lalu sambil berseru, dia melemparkan tubuh bocah itu kearah sungai, dia sendiri kabur terus bagai kilat. Sinheng sioe-soe tidak menyangka orang berbuat sedemikian kejam. Dia menghentikan larinya dengan tiba-tiba. Dia melihat tubuh muridnya lagi terlempar ke sungai, tubuh itu tak menggeraki tangan atau kakinya. Dia tahu apa artinya itu, pasti Jiak Hoei telah ditotok hingga menjadi tidak berdaya, Dia kaget dan berkuatir hingga dia mengasi dengar seruannya, Tiada harapan untuknya dapat menolongi muridnya itu. Tiba-tiba terlihat sesosok tubuh bagaikan melayang menyamber kearah Jiak Hoei. itulah tubuhnya Cee Cit, yang berkaki satu, Mengenali sahabat itu, Kim som menghela napas, ia tahu Cee Cit membenci kejahatan seperti dia membenci musuhnya, tetapi belum pernah ia mendengar orang suka berkurban jiwa untuk lain orang. sekarang ia menyaksikan bukti kenyataan. Kejadian berjalan sangat cepat, Tinggal lagi tiga tombak tubuh KamJiak Hoei bakal tercemplung keair, cee Cit sampai dan tubuh nya kena d is amber dengan tangan dapat mulur dari Kwie Kian cioe, sedang kakinya penolong ini lekas juga turun menginjak wadas di depannya. Jiak Hoei disamber rambutnya untuk segera dikasi turun, Kim som lantas lompat menyusul. Setelah diperiksa Jiak Hoei kedapatan melainkan pingsan, Dibawah terangnya si Puteri Malam, dia terlihat ditotok Khioe cin Koen pada iga kirinya dijalan darah hoen-hoe dimana masih ada bekasnya tapak totokan biru. Cee Cit kaget sambil menghela napas dia kata. "Benarbenar Khioe Cin Koen sangat telengas, syukur dia tengah kesusu, totokan nya meleset lima bagian jikalau tidak entah apa kejadiannya dengan anak ini".." Lantas dia bekerja menotok dan menguruti untuk menolong bocah itu ooooooo BAB 14 KIM SOM terharu dan berterima kasih kepada Kwie Kian cioe, Dia ini telah mengeluarkan kepandaian dan tenaga dalamnya untuk memunahkan totokannya Khie Cin Koen, itulah totokan yang hebat yang tidak sembarang orang dapat membebaskannya. Meskipun akhirnyaJiak Hoei mendusin, ia lemah sekali, ia menyender kepada gurunya. Mereka berada diatas batu wadas lebar persegi tak lima tombak. sungguh kebetulan wadas itu berada ditengah sungai dibetulan situ. Kalau tidak pasti tubuh Jiak Hoei terlempar keair dan hanyut karenanya, Atau kalau dia terlempar kewadas itu akan hancurlah, tubuhnya itu.. Cee Cit ketua dari Thian Hong Pang, ia pandai berenang, akan tetapi sekarang dengan kakinya tinggal satu, ia tak dapat berbuat banyak. Maka itu ia terpaksa duduk bercokol diwadas itu akan menantikan sang siang, di waktu mana tentulah akan ada perahu-perahu yang berlalu lintas. Syukurlah air tak banjir hingga mereka tak usah kuatir nanti terbawa hanyut sambil menung kuli lewatnya sang waktu Kim som dan sahabatnya memasang omong tentang pelbagai peristiwa dalam dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan. Dua jam mereka menanti, barulah sang fajar mulai menyingsing, diarah timur terlihat samar samar sinar putih, Matanya Cee Cit sangat jeli, didalam kabut ia melihat petaan dari sebuah perahu besar lagi mendatangi melawan sang air. Tidak ayal lagi, ia mengasi dengar siulan yang nyaring dan lama. Dari arah perahu itu lantas terdengar suara serupa, atas mana Cee-cit mengasi dengar pula siulannya, dua kali lama, satu kali cepat, Kim som menduga kawannya ini mengenali perahu itu perahu Thian Hong pang, maka dia memberi isyaratnya itu. Benar saja, perahu besar itu lantas menghampirkan perlahan-lahan, hingga kemudian nampak dikepala perahu berdiri seorang yang bertubuh besar dan kekar, malah lantas terdengar juga pertanyaannya: "Siapa itu diatas wadas dan dari cabang mana" Lekas beritahu" Cee- cit mengawasi orang itu, baru dia menjawab dengan pertanyaannya: "Yang di atas perahu itu apa bukannya soenkang Hoei-to Hay-ma Cioe Goan Yauw?" Orang itu mengenali suara yang menanya, dia terkejut Ketika itu perahunya sudah mendatangi tinggal kira empat kaki dari wadas, Dia lantas lompat kewadas dimana dia melihat Kwie Kian cioe lagi berdiri tegak bagaikan patung malaikat Kie Lcng, rambut dan kumisnya tertiup angin, benar ia telah berubah romannya, kakinya tetap tinggal satu. "Cee Pang coe?" ia berkata, " sepuluh tahun sudah kita berpisah, syukur Pang coe sehat-walafiat seperti sediakala Pangeoe membikin Hay-Ma Cioe Goan Yauw sangat kangen kepadamu...." Orang masih hendak bicara terus tetapi cee cit mengangkat tangannya. "Apakah diatas perahu itu semua orang kepercayaanmu?" ia tanya keras suaranya sangat berpengaruh. Cioe Goan Yauw menggoyangkan kepala terus ia berbisik: "Masih ada cin Houw dan yang lainnya..." Mendengar disebutnya nama cin Houw, matanya Cee cit bersinar dan mulutnya memperdengarkan suara. "Hm" Perahu telah sampai kira dua tombak dari wadas, lantas berhenti. Ketika itu kabut makin tebal hingga sukar orang melihat satu pada lain. "Hay-Ma, ada apa?" begitu terdengar pertanyaan dari atas perahu, Nyaring suara itu. "Ada orang anggauta kita..." sahut Cie Goan Yauw menyahuti, Cee cit sudah menjejak wadas dan tongkatnya menekan keras dengan begitu tubuhnya segera mencelat kearah perahu. Cin Houw sudah biasa dengan kabut, dia dapat melihat orang berlompat datang bahkan dia lantas mengenali, maka dia menjadi kaget sekali. Sambil berkelit dengan mendak dia lompat mundur satu tombak. "Cin Houw, apakah kau masih kenal aku?" tanya Cee cit, yang menginjak perahu di dekat orang. Cin Houw kaget sampai ia tak dapat menjawab, tubuhnya pun lemas, jidatnya mengalirkan keringat. Dari dalam perahu terdengar,suara berisik belasan orang lantas muncul. Rupanya mereka mendengar suara tak nyata hingga mereka menjadi bercuriga. Ketika itu dari wadas terdengar seruan, lantas terlihat dua bayangan lompat ke-perahu. Bahkan yang satunya, yalah Kim som, sudah lantas turun tangan hingga beberapa orang kena ditotok roboh. "Semua berdiam" Cioe Goan Yauw berseru "Pangcoe disini" Cin Houw terus berdiam. terus ia berada dalam ketakutan, ia jeri terhadap ketua ini, karena didalam Pang Coan, atau Thian Hong Pang, ia termasuk pengikut atau orang kepercayaannya Hoe pangcoe Jie siong Gan, terhadap Cee Cit, ia menurut dimulut, menentang dihati, ia berani berbuat begitu karena ia mengandal pada ketua mudanya itu. Beberapa kali ia mau dihukum Jie siong Gan selalu melindunginya. sekarang ia menghadapi ketua tanpa ketua mudanya, maka tahulah ia bahwa ia bagian mati, saking takut tetapi ingin hidup, ia memikir untuk kabur saja. ia tidak bersangsi mengambil keputusannya maka berbareng dengan seruannya Cioe Goan Yauw, ia menggeraki tubuh nya untuk terjun kesungai. Justeru orang berlompat, justeru Cee cit berseru. Cin Houw menjerit saking sakit, lantas dia tak sadarkan diri, Dia tak dapat lolos dari lima jari tangan yang lichay dari Cee Cit, yang mengulur lengannya dengan ilmu nya Hoei Wan cioe alias si Kera Terbang. Segera Cioe Goan Yauw mengundang Cee Cit masuk kedalam perahu. Kim som turut sambil memondong muridnya, yang ia terus suruh duduk bersemedhi, guna menyalurkan napasnya. "Apakah kambratnya Jie siong Gan dapat dibereskan?" Cee Cit tanya Goan Yauw. Bujukan Gambar Lukisan Tukang Kayu Rimba Persilatan Lambang Penangkal Maut Dan Misteri Lambang Penangkal Maut Karya Wu Lin Qiao Zi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hay Ma si Kuda Laut mengangguk. kemudian ia mengawasi ketuanya itu, agaknya ia tidak yakin. "Pangcoe," ia tanya, "katanya kau telah menutup mata ditanah perbatasan pada sepuluh tahun yang lalu, jadi itulah Playboy Dari Nanking 5 Raja Silat Lahirnya Dedengkot Silat Karya Chin Hung Rahasia Lenyapnya Mayat Mahesa 1