Bulan Jatuh Dilereng Gunung 7
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 7 dari Negeri Siam (Thailand) yang dihadiahkan raja kepada seorang puteri dari Sri Wijaya bernama Damayani Tunggadewi. (baca : Jalan Simpang di atas Bukit) Pedang pusaka itu kemudian berpindah dari tangan ke tangan para satria besar. Siapa yang memiliki, tentu memiliki ilmu pedang yang tiada taranya. Diperkirakan orang, pedang Sangga Buwana menyimpan suatu ajaran ilmu pedang yang istimewa. Itulah sebabnya menjadi bahan perebutan orang. Untuk memperoleh pedang itu, siapapun bersedia mati. Sekarang orang bertopeng itu berangan-angan pula hendak memiliki. Ia berhasil mencuri pedangmu. Tentunya mengira, bahwa engkau membawa-bawa pedang istimewa itu. Tetapi setelah mengetahui bukan pedang Sangga Buwana, bukankah akan dikembalikan dengan rasa penasaran " Maka semenjak itu, dia akan muncul terang-terangan di hadapan kita. Dia atau berikut rombongannya akan memaksa dirimu untuk menyerahkan pedang Sangga Buwana" "Rombongannya ?" "Ya, rombongannya, aku yakin, dia tidak bekerja seorang diri." "Oh. Tetapi andaikata benar begitu, bukankah aku tidak memiliki pedang Sangga Buwana ?" "Hrn..... menurut cerita luaran yang didengarnya, pedang itu berada di tangan keluargamu. Maka engkau akan dipaksakan untuk mewujudkan angan-angannya. Karena itu, berjanjilah Niken ! Semenjak saat ini, engkau jangan berpisah jauh daripadaku. Dan kau Gemak Ideran, kau kutugaskan untuk selalu mendampingi Niken." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mereka melanjutkan perjalanan dengan berdiam diri. Hawa pagihari sudah tiba. Di ufuk timur, cahaya matahari lembut hadir di atas bumi. Burung-burung mulai terdengar berkicau sambung-menyambung. Sesekali angin meniup kencang membungkukkan puncak mahkota dedaunan. Kemudian lari kencang melanda daratan dan meraba puncak-puncak ilalang dan belukar. Suara gemeresahnya memiliki nada tanda kehidupan sendiri. Alam lambat-laun jadi cerah seolah-olah menjanjikan cerita syahdu yang mengasyikkan hati nurani manusia. Tiada masalah sulit, rumit dan pelik. Semua berjalan lancar, rata, aman dan damai. Benarkah itu " Justru pada detik itu, terdengar derap kuda yang sedang berpacu. Derap langkah kuda yang dahulu-mendahului, seolah-olah sedang mengejar hantu. Dengan sigap, Gemak Ideran menoleh. Kemudian memberi isyarat mata kepada Niken Anggana. Berkata kepada Diah Windu Rini : "Dua orang. Apakah mereka Mataun dan Sukarji ?" Diah Windu Rini tidak menjawab. Dia hanya mendengus pendek. Sejenak kemudian ia menjawab : "Aku ingin tahu apakah yang akan mereka lakukan terhadap kita." Mataun dan Sukarji memang masih penasaran kepada Diah Windu Rini. Mereka benar-benar merasa dipermainkan. Beberapa jam lamanya mereka ubek-ubekan mencarinya. Dari tempat ke tempat mereka mengadakan pemeriksaan. Namun jejak yang dicarinya lenyap dengan begitu saja. Akhirnya dengan hati mendongkol, mereka kembali ke rumah penginapan. Kebetulan sekali, mereka berpapasan dengan pengurus rumah penginapan yang bersungut-sungut. Katanya, ketiga tetamunya meninggalkan kamarnya masing-masing http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tanpa pamit. Memang mereka sudah membayar, tetapi perbuatannya meninggalkan rumah penginapan tanpa pamit dapat merosotkan pamor perusahaannya. "Siapa mereka ?" Mataun menegas. "Namanya yang benar tidak tahu. Yang jelas, dua perempuan dan seorang laki-laki. Semuanya masih muda remaja." pengurus rumah penginapan memberi penjelasan. Mataun tidak perlu minta kejelasan lagi. Terus saja ia melakukan pengejaran. Sukarji yang selalu mengikutinya tidak mau ketinggalan pula. Pemuda ini sebenarnya tidak menaruh dendam kepada Diah Windu Rini. Ia hanya merasa cemburu. Kepandaiannya ternyata kalah jauh. Hal inilah yang membuatnya penasaran. Bagi orang Jawa Timur, adalah suatu kehinaan besar bila seorang laki-laki sampai dikalahkan seorang wanita. Dalam pada itu, Diah Windu Rini masih sempat menyelinap di balik belukar untuk ganti pakaian Kini tidak ....... berkain leher putih. Ia jadi nampak anggun, berwibawa dan angker. Berkata pendek kepada Niken Anggana. "Kenalkan namamu dengan terus terang. A ku akan .....atma yang tepat" Niken Anggana mengangguk dan menjajarkan kudanya me....ang jalan dengan kuda Gemak Ideran. Mereka berdua belum sempat mengenakan pakaian baru, meskipun demikian tidak mengurangi perbawanya. "Hoooop.... !" Mataun mengangkat tangannya sambil menarik kendali kudanya, ia menunggu sampai Sukarji datang menjajari. Lalu berkata menghardik : "Kalian siapa ?" "Siapa yang mana ?" Gemak Ideran balik bertanya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau dan kau....! bentak Mataun seraya menuding Gemak Ideran dan Niken Anggana. "Aku Gemak Ideran. "Dan kau " "Aku Niken Anggana. Mengapa," sahut Niken Anggana dengan suara lembut. Mendengar Niken Anggana menyebutkan namanya, Mataun tercengang. Setengah tak percaya ia berkata : "Jangan bergurau! Kau siapa ?" "Aku Niken Anggana. Mengapa?" "Berani benar engkau memalsu nama." "Memalsu Mengapa memalsu. Aku Niken Anggana, putri Haria Giri." Sekarang Mataun benar-benar percaya, bahwa dia Niken Anggana sesungguhnya. Justru demikian ia jadi berhimbangbimbang. Sama sekali ia tidak mengira bahwa Niken Anggana adalah seorang gadis yang lembut budi bahasanya. Alangkah jauh berbeda bila dibandingkan dengan Diah Windu Rini yang mempermain-mainkan hampir satu malam suntuk. Dan teringat akan Diah Windu Rini, pandang matanya mengarah kepada belukar yang tumbuh lebat di balik tanah tinggi. Bentaknya : "Tadi kalian bertiga. Mana yang satunya ?" "Dia lagi berganti pakaian," jawab Niken Anggana polos. "Apakah engkau ingin bertemu ?" "He-e. Suruh dia keluar !" "Jangan ! Kakakku yang satu ini tidak pernah diperintah orang." ujar Niken Anggana dengan sungguh-sungguh. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sebenarnya kau menghendaki apa " Aku tidak berpedang lagi .........." "Ha ?" Mataun terbelalak. "Pedang Sangga Buwanamu....... di mana ?" Niken Anggana tersenyum manis. Wajahnya sama sekali tidak berubah. Tetap tenang dan ramah seperti sediakala. Selagi demikian, Gemak Ideran menimbrung : "Paman Mataun, sebenarnya apa maksudmu sampai mengejar kita di permulaan pagi ini ?" "Kau siapa " Anak Cakraningrat, ya ?" bentak Mataun. "Aku putera Adipati Sawunggaling." "Ha ?" Mataun terbelalak. "Mengapa kau berada bersamasama dengan anak Cakraningrat " Ayahmu dikhianati Cakraningrat ! Kau malahan .........." "Aku berada di Madura, justru oleh kehendak ayahku." "Ah massaaaaaa ........." "Kau sendiri mengaku anak-buah Adipati Mas Brahim. Mengapa justru mengkhianati " Nah, itupun perlu dipertanyakan, bukan ?" Gemak Ideran mencoba memancing mewakili pendapat Diah Windu Rini. "Jangan menuduh sembarangan!" dan dengan wajah beringas Mataun menghunus pedangnya. "Kau datang kemari bersama-sama dengan puteri Adipati Mas Brahim atau tidak ?" gertak Gemak Ideran. "Kalau tidak bagaimana, kalau betul bagaimana ?" "Hm....." Gemak Ideran mendengus. Lalu berkata dengan mengulum senyum : "Engkau pernah diberi ampun kakakku http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Windu Rini. Tetapi engkau tidak mau mengerti. Malahan akan mengambil jiwanya. Jangan-jangan engkau mempunyai maksud lain. Apakah perkara pedang Sangga Buwana ?" Selagi Mataun hendak membuka mulutnya, Sukarji yang semenjak tadi berdiam diri mendahului : "Sebentar, anak muda ! Engkau menyebut-nyebut puteri Adipati Mas Brahim. Apakah engkau pernah melihatnya ?" Gemak Ideran seorang pemuda cerdas. Dengan berbekal tutur-kata Diah Windu Rini, ia menyahut: "Terus terang saja, belum pernah aku melihat wajahnya. Kecuali muncul di tengah malam gelap gulita, dia mengenakan topeng pula." "Mengenakan topeng ?" wajah Sukarji berubah pucat. "Dia berada di atas kamar kalian, aku yakin, dia sedang menyelidiki atau mengamati sepak-terjang kalian." "Ah !" "Sekarang dia berada di atas atap kamar kalian." "Dia berada di sana ?" "Pendek kata, dia sudah mengetahui sepak-terjang kalian." Sukarji nampak menggigil ketakutan. Tiba-tiba saja ia memutar kudanya hendak balik ke rumah penginapan. Tetapi begitu kudanya melompat kena gentakannya, pedang Mataun menyambar lehernya. Untung, ia sudah dibawa melompat kudanya sehingga ujung pedang Mataun hanya menyerempet pundaknya, namun tak urung, punggungnya bermandikan darah. "Hai, apa artinya ini ?" ia berpaling seraya membentak hebat. "Hm, kau kena dilagui bangsat ini. Mau ke mana ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mataun ! Aku percaya mulutnya daripada mulutmu. Aku yakin, dia tidak berdusta. Kalau sang puteri sampai mengetahui sepak-terjangku, aku bakal mati tak terkubur." Mendengar ucapan Sukarji, Mataun menggerung. Lalu menerjang dengan tidak segan-segar. lagi. Tetapi Sukarji tidak mau mengalah. Dengan sebat ia menangkis. Sayang, ia sudah terluka. Pedangnya kena ditampar balik. Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran tidak tinggal diam. Gesit ia melompat tinggi dan menikam dari samping. Mataun terperanjat. Buru-buru ia menangkis. Ia kalah kedudukan, sebab masih bercokol di atas kudanya. Sedangkan Gemak Ideran berada di tengah udara. Merasa dirugikan, buru-buru ia menggulingkan dirinya ke tanah. Dengan bergulingap ia berhasil menyelamatkan diri. "Niken, kau terimalah pedangku ! Tolong lemparkan golokku !" seru Gemak Ideran. Berseru demikian ia melemparkan pedangnya dan disambut Niken Anggana dengan sempurna. Beberapa saat kemudian, Niken Anggana menghunus golok Gemak Ideran yang tergantung di samping pelana kudanya. Kemudian dengan sekali lempar, golok itu sudah berada di tangan majikannya. "Eh, rupanya kau ahli senjata golok !" teriak Mataun setelah tegak berdiri di atas tanah. "Apa nama golokmu " Mestinya golok pusaka ........." "Benar. Namanya Golok Mataun !" sahut Gemak Ideran. "Sialan !" Mataun mengutuk. Rupanya Mataun seorang yang berdarah panas dan pendek akal. Terus saja ia menyerbu dengan mati-matian. Sama sekali ia tidak memperhitungkan hadirnya Sukarji yang kena http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dilukainya. Untung, Sukarji lebih memperhatikan keadaan puteri Adipati Mas Brahim. Setelah menangkis serangan Mataun, segera ia melarikan kudanya sepesat angin balik ke arah kota. Gemak Ideran menunggu sampai serangan Mataun tiba. Di dalam hati ia memang ingin menguji diri. Diah Windu Rini berkata, kepandaiannya masih berada di atas kepandaian Mataun. Karena itu, hatinya mantap. Dengan gesit ia menggerakkan goloknya dan menyongsong tikaman pedang Mataun tepat pada waktunya. Trang ! Mataun boleh membanggakan diri sebagai seorang yang banyak pengalamannya. Diapun percaya kepada ilmu pedangnya sendiri, sehingga tidak yakin bila dirinya sampai kena dikalahkan musuh. Apalagi lawannya kali ini seorang pemuda yang belum hilang bau tetek ibunja. Tetapi kenyataannya, pedangnya kena tertampar ke samping. Tangannya tergetar. Lengannya nyeri. Tahulah ia, Gemak Ideran bertenaga kuat. "Eh, masakan aku kalah tenaga ?" ia menyiasati dirinya sendiri. "Barang kali aku terlalu semberono."#9a Memikir demikian, segera ia memperbaiki kedudukannya. Lalu dengan tenang ia mengulangi serangannya. Pedangnya berkelebat dengan suara mengaung. Ia menggunakan tipu Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ganda. Bila lawannya sampai menangkis, ia dapat membelokkan arah tikamannya. Tetapi lagi-lagi, ia kalah sebat. Gemak Ideran ternyata dapat menebak maksudnya. Sama sekali ia tidak menangkis melainkan memotong gerakan pedangnya dan langsung menikam lambungnya. Keruan saja, ia mengelak dengan terburu-buru. Selagi demikian, Gemak Ideran maju selangkah dan menghantam kepalanya dengan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ gagang goloknya. Tak ! Dan dunia berputar di depan penglihatannya. la terkejut bukan main. Sebab sewaktu hendak berdiri, seluruh sendi tulangnya nyeri luar biasa. Dan ia terduduk kembali dengan tubuh lemas. Hai ! Kenapa " Kenapa tiba-tiba ia kehilangan tenaga " Selagi ia berkutat hendak menghimpun tenaga, Gemak Ideran datang menghampiri dengan langkah pasti dan tenang luar biasa. "Bagaimana " Kau serahkan kepalamu atau kupotong kedua kaki dan lenganmu ?" gertak pemuda itu. Ia tidak sanggup menjawab. Habislah sudah kegarangannya. Mulutnya yang jahi! terbungkam Meskipun demikian, betapapun juga termasuk seorang laki-laki gagah. Selama hidupnya ia berkelahi dan bertempur di pihak yang mengadakan perlawanan terhadap Kompeni Belanda. Karena itu, ia tidak gugup mendengar ancaman Gemak Ideran. Sahutnya . "Aku seorang laki-laki. Kau beleh mencingcang tubuhku menjadi bergedel. Tetapi jangan berharap aku bakal memohon-mohon belas kasihanmu......" Pada saat itu, tiba-tiba munculah Diah Windu Rini dari balik gerumbul belukar. Pakaiannya yang berwarna hijau berkain leher putih nampak semarak di tengah cahaya matahari yang sedang menerangi bumi. Dan melihat munculnya Diah Windu Rini semangat Mataun terbang. Dasar wataknya tidak .............. berusaha membusungkan dadanya. Berteriak ........ "Kalau mau membunuhku, bunuhlah." "Hm" dengus Diah Windu Rini dengan mengulum senyum. "Apa untungnya membunuhmu?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Mataun tercengang sejenak Tetapi pada detik ia mengira Diah Windu Rini akan menyiksa dirinya. Teriaknya lagi: "Seorang laki-laki boleh gugur bagaikan daun rontok, akan tetapi jangan kau hina seperti babi potong !" Diah Windu Rini menghampiri. Kudanya ........ di depan matanya. Kemudian berkata seperti seorang ......... "Mataun " Kau ini memang seorang pemberontak yang tidak mempunyai otak. " "Tidak mempunyai otak bagaima?" "Kau cuma pandai menghafalkan semboyan tetapi artinya tidak kau mengerti sendiri" "Mana yang tidak kumengerti" .................. "Sebentar tadi engkau berteriak: Kau boleh mencingcang tubuhku menjadi bergedel. Sedelik kemudian berteriak lagi, kalau mau membunuhku bunuhlah ! Sekarang katakan yang jelas, kau ingin kucincang menjadi bergedel atau kubunuh ?" Dipojokkan demikian, Mataun jadi bingung sendiri. Kalau dipikir, ucapannya memang bertentangan. Sebentar tadi boleh mencincang dirinya menjadi bergedel. Sebentar lagi, minta dibunuh saja. Kedua-duanya tidak enak. Tetapi kalau ditimbang, lebih baik di bunuh dengan sekali tikam daripada disiksa menjadi bergedel dulu sebelum mampus. Ia jadi malu sendiri, memang ucapan-ucapan demikian sebenarnya hanya dipetiknya dari kata-kata seorang pendekar yang tidak takut mati. Dan terasalah di dalam lubuk hatinya, manusia hidup ini harus memilih. Minta dibunuh atau dicincang menjadi bergedel berarti dipaksa memilih. Andaikata tidak memilih keduaduanya, juga sudah berarti memilih. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selagi pikirannya disibukkan oleh masalah itu, terdengar Diah Windu Rini berkata lagi : "Dengan begitu, engkau ini sebenarnya termasuk manusia yang tidak tahu kedudukannya sendiri. Sebenarnya engkau berada di fihak Adipati Mas Brahim atau fihak yang menentangnya " Sebenarnya engkau berada di fihak Kompeni atau di fihak yang bermusuhan dengan Kompeni." "Hai, hai! Tentu saja aku berfihak kepada para pendekar yang bermusuhan dengan Kompeni !" potong Mataun dengan semangat berkobar-kobar. "Kalau bermusuhan dengan Kompeni, mengapa justru engkau bukan anak-buah Adipati Mas Brahim yang sudah jelas adalah anak keturunan pahlawan Untung Surapati " Coba, jawablah !" "Mengapa kau bisa berkata begitu ?" "Mataun ! Apa yang kau ucapkan di dalam kamarmu, sudah kudengar semua. Kemudian aku memayang seorang gadis yang mengaku sebagai puteri Adipati Mas Brahim. Jangan lagi kau terkejut atau ikut berduka-cita. bahkan engkau mencoba menghalang-halangi temanmu. Sebenarnya kau bekerja untuk siapa ?" bentak Diah Windu Rini. "Aku....." Aku.....?" Mataun tergagap-gagap. Dan wajahnya berubah-ubah. Kadang merah padam, kadang kepucatpucatan. Diah Windu Rini menghela nafas. Lalu memutuskan : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baiklah..... karena engkau menutup mulut, tiada gunanya aku berbicara berkepanjangan. Gemak Ideran, Niken Anggana...... Mari berangkat!" Diah Windu Rini benar- benar meninggalkan Mataun yang duduk menumprah tidak berdaya di atas tanah. Gemak Ideran dan Niken Anggana yang sebenarnya tidak mengerti maksud Diah Windu Rini segera mengikutinya. Sebaliknya Mataun sendiri sebenarnya amat bersyukur di dalam hati. Ia merasa sudah tak berdaya. Siapapun dapat membunuh dirinya dengan gampang. Tetapi mengapa justru ditinggalkan semacam diampuni " Selama hidupnya baru kali itu ia mengalami peristiwa demikian. "Kakang Gemak Ideran ! Engkau hanya memukulnya dengan gagang golokmu. Tetapi ia sudah kehilangan tenaga. Apakah golokmu sebatang golok mustika ?" Niken Anggana minta keterangan kepada Gemak Ideran. Sambil mengelus-elus gagang goloknya yang sudah tergantung kembali di samping pelananya, Gemak Ideran menjawab dengan tertawa:' http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Janganlah terlalu percaya kepada segala macam pusaka atau mustika secara berlebih-lebihan, adikku. Semuanya tergantung kepada manusianya. Orang boleh memiliki macam pusaka ibarat pusaka Dewa peruntuh langit. Tetapi bila orangnya tidak dapat menggunakan, pusaka itu tidak berarti apa-apa. Sebaliknya seseorang dapat memporak-porandakan dua atau tigapuluh lawan di medan perang hanya dengan senjata besi rongsokan, karena orang itu berkepandaian tinggi." "Kalau begitu, ilmu apakah yang kau gunakan untuk memunahkan tenaga Mataun ?" "Tentu saja termasuk salah satu jurus ilmu golok yang kuwarisi. Tapi bukan dari guruku." sahut Gemak Ideran dengan mata berseri-seri. Mendengar kata-kata Gemak Ideran, Diah Windu Rini ikut tertarik hatinya. Ia menoleh. Menegas : "Gurumu bernama Ki Ageng Mentaok. Ilmu kepandaiannya boleh dikatakan sudah sempurna. Masakan engkau perlu menyangkok ilmu kepandaian orang lain ?" "Bukan begitu." sahut Gemak Ideran cepat. "Diapun bukan guruku. Juga bukan sengaja mewariskan ilmu kepandaiannya kepadaku. Umurnya sebaya denganku. Tetapi ia mengaku diri sebagai pendeta. Paling tidak bercita-cita ingin hidup sebagai pendeta. Namanya Hajar. Karena berasal dari Karangpandan, ia menyebut diri Hajar Karangpandan. (salah satu tokoh Bende Mataram) Orangnya awut-awutan, binal seperti kuda liar, akan tetapi hatinya jujur dan kepandaiannya tinggi. Dalam suatu pertemuan ia berkenan mewariskan aku lima jurus pukulan maut. Itulah tadi salah satu jurus ajarannya ......." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah di dunia ada manusia semacam itu " Aku tidak percaya, kalau diapun tidak memperoleh bagiannya." Diah Windu Rini sangsi. "Benar...... sama sekali ia tidak minta tukar setengah jurus pun dariku." Diah Windu Rini termangu-mangu. Niken Anggana kemudian menimbrung : "Kakang Gemak Ideran ! Kau ceritakan padaku tentang dia !" Gemak Ideran tertawa. Sahutnya : "Orang Kartasura rupanya berbakat seni. Kau tidak bosanbosan mendengarkan cerita orang." "Aku paling gemar mendengar kisah petualangan. Apalagi kisah petualangan seorang pendekar semacam Hajar Karangpandan." Kembali lagi Gemak Ideran tertawa. Katanya : "Baiklah..... hari masih cukup panjang. Nanti malam saja aku akan mengabarkan riwayat pertemuanku dengan Ki Hajar Karang-pandan. Orang itu memang istimewa. Binal, liar, awutawutan, tetapi jujur. A yunda Windu Rini pasti tidak gampanggampang percaya, karena orang itu memang tidak dimengerti. Tetapi tindakan ayundapun tidak mudah kumengerti." "Tindakan yang mana ?" "Mataun kau tinggalkan begitu saja. Mengapa ?" "Yang jelas, aku sudah memperoleh apa yang kuperlukan," sahut Diah Windu Rini. "Apa" " "Itulah perkara puteri paman Adipati Mas Brahim. Puteri itu benar-benar puteri paman Brahim. Selanjutnya, tidak perlu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lagi aku mencampuri urusan rumah tangganya. Biarlah paman Brahim menyelesaikannya sendiri. Bila aku sampai menangani Mataun, ekornya bisa berakibat panjang." Gemak Ideran tertawa terbahak-bahak. Serunya : "Ayunda sungguh cerdik! Katakan saja, ayunda pinjam tangan orang-orang bawahan paman Adipati Mas Brahim .........." Diah Windu Rini tidak menjawab. Dengan melepaskan pandang di jauh sana, ia membedalkan kudanya. Niken Anggana dan Gemak Ideran terpaksa pula melarikan kudanya. Waktu itu, matahari sudah menjenguk di atas cakrawala. Hawa pagihari masih segar memasuki pernafasan. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 9. ORANG-ORANG ANEH MAKIN LAMA suasana seberang-menyeberang jalan berkesan sepi mengerikan. Kota Bangil sudah nampak di depan mereka. Namun jalan menuju ke kota itu, jarang sekali dilalui orang. Menurut kabar hanya diperuntukkan khusus bagi Kompeni Belanda yang sering mengadakan perondaan. Ini terjadi semenjak Adipati Cakraningrat menghendaki wilayah Probolinggo. Pasuruan dan Bangil. Adipati Mas Brahim yang berkedudukan di Malang tidak tinggal diam. Seringkah laskarnya menghadang patroli Kompeni Belanda. Dan setelah mengadakan penyergapan, kemudian melarikan diri mendaki bukit dan menghilang bagaikan bayangan siluman. Kompeni Belanda memang tidak mengijinkan Adipati Cakraningrat menguasai wilayah itu. Kompeni Belanda takut akan pengalamannya sendiri. Dahulu Trunajaya pernah merajalela. Juga Untung Surapati. Kedua pendekar itu hampir-hampir dapat menumbangkan kekuatan Kompeni Belanda di Jawa. Maka anak-keturunan Cakraningrat dan Untung Surapati tidak diperbolehkan menguasai wilayah itu. Akan tetapi Kompeni hanya dapat memerintah tanah-tanah sepanjang jalan besar. Sedangkan laskar Adipati Mas Brahim dengan bantuan laskar Madura bersembunyi di perkampungan penduduk. Akibatnya, Kompeni Belanda sering menyerbu ke perkampungan Sebaliknya laskar pejuang muncul di tengah malam untuk mengadakan balas dendam. Dan yang jadi korban adalah penduduk dusun dan perkampungan. Kecuali mereka tidak pernah dapat hidup tenteram, jiwa keluarganya terancam Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sewaktu-waktu. Maka tidak mengherankan, perkampungan dan pedusunan yang bertebaran di sepanjang jalan besar makin lama makin sunyi. Penduduk dengan sukarela http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ meninggalkan kampung halamannya untuk mencari daerah permukimannya yang baru. Diah Windu Rini memutuskan untuk menginap di suatu tempat yang aman. Tetapi karena perlu mengisi perut, ia menyetujui singgah di Bangil untuk memperoleh rumah makan yang cocok. Dan rumah makan yang dipilihnya berada di batas kota menghadap arah Pandaan. Rumah makan cukup nyaman dan indah. Halamannya luas. Pagarnya terdiri dari tetanaman hidup sehingga berkesan sejuk. Apalagi hawa pegunungan Welirang, Arjuna dan Anjasmara menjangkau wilayah udara Pandaan. Selagi mereka duduk menikmati makanan dan minuman, terdengarlah suara derap kuda. Dari kejauhan, nampak dua orang penunggang kuda Mula-mula Niken Anggana mengira Mataun dan Sukarji. Tetapi ternyata bukan. Kedua orang itu berhenti di depan rumah makan dan masuk dengan langkah lebar. Niken Anggana yang tertarik kepada tokoh-tokoh petualangan segera memperhatikan wajah dan perawakan mereka. Yang seorang berusia enampuluh tahun. Wajahnya kusut. Rambutnya ubanan. Meskipun demikian ia kelihatan gagah, tampan dan bermata tajam. Sedang yang lain seorang perempuan yang pantas disebut seorang nenek. Rambutnya putih. Kulitnya putih. Hidungnya mancung. Gundu matanya agak kebiru-biruan. Jelas sekali, dia bukan orang Bumi putera. Kalau bukan orang Belanda, tentunya keturunan Belanda dan Cina. Sebab, meskipun berkulit putih namun halus. Niken Anggana tertarik kepada bentuk dan kesan wajahnya yang aneh. Ia hanya merasakan suatu keanehan, akan tetapi apa yang membuat kesan aneh itu, ia tidak tahu. Dengan tak setahunya sendiri, ia mengerlingkan matanya kepada Gemak Ideran. Pemuda itu ternyata tiada menaruh perhatian. Dia http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ seperti Diah Windu Rini yang bersikap tidak menghiraukan kedatangan mereka. Kedua orang itu mengambil tempat duduk. Dengan isyarat tangannya, mereka minta disediakan minuman keras. Setelah meneguk minuman keras itu, mereka minta disediakan sayuran mentah dan daging bakar. Lalu menikmati semua pesanannya dengan santai. Sama sekali mereka tidak memperhatikan apa yang terjadi di sekelilingnya, seolah-olah dalam rumah makan itu hanya mereka berdua yang duduk bercokol di atas kursi. Selang beberapa waktu lamanya, yang laki-laki meletakkan pisau pengiris daging di atas meja. Lalu tertawa terbahakbahak. Berseru : "Kawan-kawan yang baik ! Kalau memang sudah datang, masuklah ! Apalagi yang kalian tunggu ?" Tak terasa Niken Anggana dan Gemak Ideran menoleh untuk memperoleh penglihatan. Seorang laki-laki gagah perkasa yang bercambang tebal, memasuki halaman rumah makan, pandangnya ganas. Gerak-geriknya kasar, sehingga membangkitkan rasa curiga tetamu-tetamu lainnya. Dengan diam-diam, mereka meninggalkan tempat setelah membayar harga makanannya. Seketika itu, suasana rumah makan menjadi lengang dan tegang. Laki-laki itu bersikap tidak pedulian. Dengan santai ia memilih tempat duduk. Kemudian menjelajah pandang matanya. Ia seorang laki-laki berperawakan gagah berumur empatpuluh tahunan. Pakaian yang dikenakan hitam lekam. Meskipun hawa terasa dingin, tetapi ia sengaja membuka kancing bajunya. Dan setelah pandang matanya bentrok dengan sepasang laki-laki dan perempuan aneh itu, ia mendehem. Lalu bergeser tempat ke sebelah kiri. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hm......" laki-laki tua itu mendengus. Lalu tertawa perlahan-lahan melalui dadanya. Pada saat itu, masuk pulalah seorang laki-laki berambut awut-awutan. Ia mengenakan pakaian kulit harimau. Tak usah dijelaskan lagi, pastilah dia seorang pemburu. Ia datang dengan membawa sebuah bungkusan daun pohon jati. Begitu memilih tempat duduk, bungkusan itu diletakkan di atas meja. Lalu dibukanya perlahan-lahan dan dengan tangannya yang kotor ia menjumputi isinya dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Ternyata bungkusan itu berisi potongan daging harimau mentah. Enak saja, orang itu mengunyah potongan daging harimau yang masih berdarah sehingga mulutnya yang kotor penuh dengan semacam liuran merah. Niken Anggana mengamatamati wajahnya yang kotor. Penuh daki dan pucat rupanya tak beda dengan seorang pengemis yang baru sembuh dari sakit, karena pakaian yang dikenakan lusuh dan penuh dengan bercak-bercak darah. Niken Anggana melongokkan kepalanya. Ingin ia melihat, sesungguhnya apa saja yang sedang dimakan orang itu. Selain potongan-potongan daging, ternyata isi perut pula seperti usus, ginjal, hati, jantung dan paru-paru. Tak mengherankan bau amis menguar dibawa angin yang berputaran. Tidak lama kemudian datang seorang perempuan berumur sekitar tigapuluh lima tahun. Aneh perempuan ini. ia mengenakan pakaian seorang muslimat. Tetapi wajah maupun kulit tubuhnya agak menyangsikan. Kulitnya terlalu putih dan kedua matanya sipit. Dan pakaian yang dikenakan terlalu mentereng. Masih ditambah dengan bau aroma yang berlebihlebihan sehingga dapat memusnahkan bau amis yang menguar dari santapan sang pemhuru. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pelayan !" seru perempuan itu setelah duduk tidak jauh di samping sang pemburu. Tetapi baik pemilik rumah makan maupun pelayannya tiada yang menyahut. Rupanya mereka sudah menyingkir jauh-jauh. Sebagai gantinya, muncul seorang laki-laki berperawakan tinggi tipis. Dengan buru-buru, laki-laki itu menyahut: "Sayangku..... kau mau apa, ha ?" "Siapa yang memanggil dirimu ?" perempuan genit itu tidak senang. Laki-laki jangkung kelihatan gugup. Dengan buru-buru ia menyahut lagi : "Bukan begitu..... bukan begitu ! Kalau tidak ada olang, aku bisa bantu. A pa salah ?" "Ih !" perempuan genit itu mendengus. "Baiklah, ambilkan aku sebotol minuman. Kabarnya disini terdapat minuman tuak yang rasanya tidak kalah nikmat bila dibandingkan dengan minuman keras lainnya. Nah, carikan di antara minumanminuman itu !" Laki-laki jangkung itu segera memutar tubuhnya dan memasuki ruang rumah makan sampai ke dapur untuk mencari minuman tuak. Setelah diperolehnya, segera ia mempersembahkannya kepada perempuan genit yang duduk dengan anggunnya di atas tempat duduk. Dalam pada itu, tiga orang pria datang berturut-turut mengepung sepasang laki-laki dan perempuan tua yang semenjak tadi berdiam diri. Niken Anggana yang tertarik kepada tokoh-tokoh petualang, lalu menghitung jumlah mereka. Satu, dua, tiga..... semuanya sembilan orang. Yang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ perempuan dua dan lainnya laki-laki. Tentu saja dirinya, Gemak Ideran dan Diah Windu Rini tidak dihitungnya. "Mereka bersikap diam, tetapi saling memandang dengan diam-diam. Kelihatannya akan terjadi suatu adu kepandaian yang hebat." pikir Niken Anggana di dalam hatinya. "Sebenarnya siapakah mereka dan apa perkaranya " Bagus ! Bakal ada tontonan yang menarik." Niken Anggana meskipun puteri seorang ahli pedang, namun belum berpengalaman. Bahkan inilah untuk yang pertama kalinya ia berkelana bebas di luar rumah tanpa pengawalan. Sementara itu, Gemak Ideran tiba-tiba bergeser menjauhi. Pemuda itu seperti ingin memperoleh penglihatan yang lebih luas. Tiba-tiba kedua orang tua yang aneh itu, tertawa terkekehkekeh. Suara tertawanya tidak sedap didengar orang. Setelah meneguk minumannya, mereka mulai menjelajahkan pandang matanya kepada hadirin. Akan tetapi mereka bersikap acuh tak acuh. Karena tidak mendapat tanggapan, mereka menutup mulutnya kembali. Dan suasana dalam rumah makan itu, sunyi menegangkan. Pemburu yang sedang mengunyah daging harimaunya, nampak resah, ia menggigit sekerat daging keras-keras. Setelah ditelannya, ia berkata : "Orang yang kita incar, tidak datang. Apakah kita bakal menunggu kedatangannya sampai malam hari ?" Ucapannya tidak ditujukan kepada siapapun. Namun perempuan muslimat itu menyahut: "Hai pendekar jalanan ! Apakah daging harimaumu enak ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tentu saja ! Kenapa ?" pemburu itu setengah menggerendeng. "Enak mana hati manusia atau hati harimau ?" Suara perempuan genit itu, sedap didengar. Agaknya dia seorang pelajar. Hanya saja perilaku dan gerak-geriknya tidak sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. "Tentu saja enak hati manusia. Hanya saja harus manusia yang sehat dan segar bugar," jawab pemburu itu. Dan dengan mulutnya yang penuh cairan darah ia menyapu ruang rumah makan dengan pandang matanya yang liar dan menyala. "Umpamanya manusia itu kakek-kakek atau nenek-nenek, kecuali rasanya pahit sepah, dagingnya alot pula. Sebaliknya, kalau pemiliknya seorang pemuda atau gadis..... wah..... hati dan dagingnya sungguh nikmat. Kecuali empuk, rasanya kemanis-manisan dan wangi...." "Kabarnya untuk memasak hati manusia ada resepnya sendiri. Kalau tidak, bakal gagal. Bisa-bisa empedunya pecah dan akibatnya pahit. Apakah kau tahu cara memasak hati manusia ?" "Aku " Hahaha..... masakan daging " Selamanya aku makan daging atau hati manusia mentah-mentah. Lebih mantap dan lebih segar ! Apalagi kalau masih kecampuran darahnya. Huuuuuiiii.... bukan main ! Sungguh sedap !" Tanya jawab itu berlangsung dengan wajar saja. Niken Anggana yang perasa tercekat hatinya. Tadi sewaktu pemburu itu menyinggung-nyinggung soal daging seorang kakek dan nenek, ia mengira dia sedang mengincar sepasang kakek yang aneh itu. Tetapi setelah dibandingkan dengan daging dan hati seorang pemuda atau seorang gadis, entah apa sebabnya tiba-tiba tengkuknya meremang. Apakah pemburu itu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengincar dirinya " Ia mengerlingkan matanya kepada si kakek dan si nenek. Kedua orang tua itu, tenang-tenang saja. Bahkan mereka tersenyum lebar seperti ada yang menggelikan hatinya. Ia jadi heran sendiri. Sesungguhnya kata-kata sang pemburu dan muslimat itu dialamatkan kepada siapa " Sekonyong-konyong laki-laki yang bercabang tebal dan mengenakan pakaian hitam lekam itu membuka mulutnya : "Sudahlah, jangan bicara yang bukan-bukan! Sekarang sudah tiba saatnya untuk bertempur. Nah, singkirkan semua meja dan kursi biar jadi gelanggang pembantaian..........!" Semenjak tadi, dia menutup mulut. Dan sekali berbicara, kata-katanya mengejutkan orang. Tetapi si pemburu yang sedang mengunyah daging harimau mentah itu tertawa terkekeh-kekeh. Mendadak saja ia meloncat tinggi. Tangan kanannya menyambar Gemak Ideran yang duduk memisahkan diri. Maksudnya hendak menangkap leher Gemak Ideran, sedang tangan kirinya mengangsurkan sekerat daging mentah ke arah mulutnya sambil berseru : "Anak muda ! Nih, makanlah daging harimauku yang penghabisan ! Hup !" Dengan gesit Gemak Ideran membungkukkan tubuhnya Tangannya mengebas, dan ia dapat menangkis tangan kiri pemburu itu yang sedang mengangsurkan daging mentah. Berbareng dengan itu, ia menjejak tanah dan menerobos melalui ketiak. "Siapa sudi memangsa daging mentahmu " Kau kira aku ini orang hutan ?" Dengan gagah ia berdiri tepat di tengah gelanggang. Keruan saja si pemburu terkejut bukan main. Sama sekali tak diduganya, bahwa Gemak Ideran seorang pemuda http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkepandaian tinggi. Biasanya belum pernah ia luput bila menyambar sesuatu. Apalagi sasarannya leher seorang pemuda yang tidak bergerak dari tempatnya. Entah bagaimana dia dapat meloloskan diri. Seketika itu juga, ia jadi penasaran. Terus saja ia melompat memburu dan mengulangi serangannya. Kali ini ia bersungguh-sungguh. Gerakan tangannya menerbitkan kesiur angin. Diperlakukan demikian Gemak Ideran mendongkol. Belum pernah ia melihat orang itu. Apalagi sampai berkenalan. Sekarang dengan tiba-tiba ia diperlakukan sebagai kelinci buruan. Sebenarnya apa maksudnya " Apakah mereka yang datang itu Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sedang mengincar rombongannya. Untuk menggertak pemburu itu, sama sekali ia tidak mengelak. Akan tetapi membarengi serangannya dengan salah satu jurus maut ajaran Ki Hajar Karangpandan. "Hoeeiiit.......!" pemburu itu terkejut setengah mati. Buruburu ia mengegos dan menyelamatkan diri. Begitu berdiri tegak di tempat yang aman, ia membentak bagaikan guruh: "Hai ! Kau apanya Hajar Karangpandan ?" Gemak Ideran tidak menjawab. Ia hanya mendengus. Dan pemburu itu merasa direndahkan. Dengan membentak ia menerjang. Kali ini, Gemak Ideran melawannya dengan ilmu kepandaian warisan gurunya. Gesit luar biasa ia mengelak ke samping sambil memukul. Plak ! Tangannya beradu. Dan pemburu itu tergeser setengah kaki ke belakang. "Bagus !" seru laki-laki yang bercambang tebal. "Srenggana ! Umurmu hampir mencapai seabad, meskipun demikian kau bakal dijungkir-balikkan pemuda itu. Percaya atau tidak ?" "Cuh !" pemburu yang bernama Srenggana itu menyemburkan ludah di atas tanah. "Srenggana artinya serigala. Masakan aku tidak mampu membekuk mangsaku." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hahaha...... cobalah ! Aku sih cuma menjadi penonton. Kalau kau menang, aku akan bertepuk tangan. Kalau kalah, kau akan kukentuti." "Guntur, bangsat kau !" maki Srenggana. "Lihat yang jelas, bagaimana caraku hendak membekuk kelinci ini." Dengan menarik napas, Srenggana menghimpun tenaganya. Lalu merangsak maju. A kan tetapi dengan mudah, Gemak Ideran dapat mengelakkan. Kedua tangannya diayunkan. Tetapi yang menghantam adalah sebelah kakinya yang tepat mengenai perut Srenggana "Nah, percaya atau tidak ?" Guntur tertawa terbahak-bahak. "Babi, kau ! Apakah kau mampu ?" sahut Srenggana dengan nafas memburu. "Mengapa tidak ?" Guntur tersinggung. Terus saja ia melesat memasuki gelanggang. Bentaknya: "Anak muda, maaf! Aku akan membuktikan kebisaanku." Menyaksikan gerakan Guntur, Gemak Ideran memutuskan hendak mengadu kegesitan. Dengan sekali bergerak, kembali lagi ia mendupak Srenggana. Lalu ia mendahului menyerang dengan tiba-tiba. Serangan Gemak Ideran yang dilancarkan dengan cepat dan mendadak, mengejutkan Guntur. Buru-buru ia menggeserkan kakinya. Tangan kanannya dilencangkan ke depan dan membentur sikunya. Tetapi Gemak Ideran bukan sasaran yang empuk. Ia melejit ke samping dan menampar kepala. "Hai !" Guntur terperanjat. Buru-buru ia mengendapkan kepalanya. Namun tepat pada saat itu, sebelah kaki Gemak Ideran berhasil menjejak lututnya sehingga ia jatuh terguling. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Wadddoooo..... ini namanya guntur meledak di pagihari. Bagus ! Bagus ! Hayo majuuuu.....!" ejek Srenggana. Guntur meletik bangun. Dadanya serasa hendak meledak. Ia tidak hanya gagal menangkis serangan Gemak Ideran, tetapi di ejek Srenggana pula. Sepasang alisnya terbangun sekaligus. Tadinya ia memandang Gemak Ideran seorang lawan yang ringan. Sebab selain tidak bersenjata, usianya sebaya dengan anaknya sendiri. Sama sekali tak diduganya, bahwa pemuda itu sangat gesit dan pandai menggunakan otaknya. Selagi ia menggerung hendak mengadakan serangan balasan, berkelebatlah sesosok bayangan putih. Itulah perempuan berpakaian muslimat yang terlalu genit "Tahan !" seru perempuan genit itu. "Maliwis, minggir !" bentak Guntur. "Musuh kita bukan dia ! Tapi itu....." Maliwis menuding sepasang kakek yang aneh. Kena tuding Maliwis, si nenek tertawa terkekeh-kekeh, sahutnya : "Kalian ini manusia-manusia tidak berguna. Lagaknya sih hebat ! Yang satu berlagak makan daging mentah. Yang lain bercambang tebal. Dan yang perempuan itu berlagak seperti seorang muslimat yang alim. Tak tahunya, muslimat gadungan yang pandai menjual bedak dan gincu. Huhuuuu ......." Belum selesai ucapannya, Maliwis sudah melompat menyerang. Guntur dan Srenggana tidak tinggal diam pula. Mereka maju dengan berbareng. Tetapi dengan gesit nenek tua itu dapat mengelakkan diri. Kini ia melompat ketengah gelanggang dengan bersiaga penuh. "Rumpung ! Kau siluman keparat! Inilah saat mampusmu !" maki Srenggana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Si nenek yang bernama Rumpung tertawa terkekeh-kekeh kembali. Dengan menyemburkan ludahnya, ia mendahului menyerang. Ternyata dia berkepandaian tinggi. Sama sekali ia tidak gentar dikerubut tiga orang. Kaki dan tangannya bekerja sangat cepat dan wajar. Tubuhnya berkelebatan di antara para penyerangnya. Himpunan tenaga saktinya sangat sempurna. Ia dapat mengatur pernafasannya. Kadang terdengar kerasa, kadang lembek. Tetapi baik sambaran tangan dan kakinya bergerak sangat teratur dan terarah. Empat orang laki-laki yang semula duduk bercokol di atas kursi kelihatan gelisah. Seperti saling berjanji mereka berdiri serentak hendak membantu. Tetapi si kakek tua pun tidak tinggal diam. Tiba-tiba berseru gembira : "Hai Rumpung ! Bereskan mereka dan aku akan membereskan lainnya." Nenek Rumpung tertawa gembira. Sahutnya :"Dengkul ! Apakah kau mampu ?" "Mengapa tidak ?" sahut si kakek yang dipanggil dengan nama Dengkul. "Bagus ! Nah, hayo kita berlomba ! Kau atau aku yang membereskan cecunguk-cecunguk ini....." teriak nenek Rumpung. Dan selagi berbicara demikian gerakan tangan dan kakinya tidak kacau. Kakek Dengkul mengiakan. Lalu menerjang empat orang lali-laki yang hendak turun ke gelanggang. Tentu saja yang diserangnya tidak tinggal diam. Dengan serentak mereka memencar dan balik menyerang dengan suatu kerja-sama yang rapih. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Menyaksikan pertempuran yang kalang-kabut itu, Niken Anggana ternganga-nganga. Sesungguhnya siapakah mereka " A pakah yang diperebutkan atau yang dipersoalkan sehingga mereka bertempur dengan mati-matian " Karena perlu memperoleh penerangan, ia menghampiri Gemak Ideran. Katanya : "Kakang, mengapa mereka saling baku hantam ?" "Soal itu, kita tanyakan nanti kepada ayunda Windu Rini." sahut Gemak Ideran setengah berbisik. Kemudian dengan suara sengaja dilantangkan : "Coba tebak, siapa yang bakal menang !" Niken Anggana mengamat-amati gerak-gerik nenek Rumpung yang sedang melayani tiga orang musuhnya. Lalu menjawab : "Tentu saja nenek itu !" "Apa alasanmu ?" "Lihatlah ! Ia menyembunyikan sebilah belati mengkilat di balik lengan bajunya." Mendengar kata-kata Niken Anggana, Srenggana, Maliwis dan Guntur terkejut Ah, pikir mereka. Gadis itupun mempunyai kepandaian dan tajam pandang matanya. Dia dapat menebak hati Rumpung. Oleh pikiran itu, masing-masing segera menghunus senjata andalannya. Guntur bersenjata sebatang tongkat pendek. Srenggana bersenjata penggada, sedang Maliwis hanya mengulum senyum. Tetapi Niken Anggana tahu, bahwa Maliwis menyembunyikan senjata andalannya pula di balik bajunya yang longgar. Entah senjata apa yang disembunyikan, tentunya hanya dia seorang yang tahu. Selagi Niken Anggana dan Gemak Ideran memperhatikan pertempuran mati-matian yang terpecah menjadi dua bagian, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Windu Rini yang semenjak tadi bersikap acuh tak acuh. berdiri dari tempat duduknya. Kemudian berkata pendek : "Gemak Ideran ! Niken ! Sandiwara ini terlalu memuakkan. Hayo, berangkat'" "Berangkat ?" Gemak Ideran dan Niken Anggana menegas dengan heran Diah Windu Rini tidak menjawab. Dengan cekatan ia menghampiri kudanya dan melompat di atas punggungnya. Niken Anggana dan Gemak Ideran buru-buru hendak mengikuti. Sekonyong-konyong, mereka yang sedang bertempur melompat. menghadangnya. "Tidak usah buru-buru, nona. Tinggalkan dulu barang bawaanmu !" seru Srenggana dan Guntur dengan berbareng. Niken Anggana tercengang. Selagi demikian, nenek Rumpung dan kakek Dengkul ikut pula berbicara. Kata mereka : "Nona, lebih baik kau dengarkan seruannya !" Gemak Ideran yang berada di samping Niken Anggana, menghunus pedangnya. Dan melihat Gemak Ideran menghunus pedang, mereka tertawa bergegaran. Teriak kakek Dungkul : "Anak muda, simpan saja senjatamu. Apakah kau sanggup melawan kami ?" Gemak Ideran tidak menghiraukan teriakan Dengkul. Berkata kepada Niken Anggana : "Ambil golokku !" "Hihihaaaa......" Guntur tertawa panjang. "Lebih baik nona tinggal di sini saja." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selagi Niken Anggana termangu-mangu di tempatnya, terdengar suara Diah Windu Rini: "Niken ! Gemak Ideran ! Tinggalkan mereka !" "Tetapi..... tetapi..... mereka....." sahut Gemak Ideran gugup. "Aku berkata, tinggalkan mereka! Apakah kalian tidak mendengar ucapanku ?" Baik Gemak Ideran maupun Niken Anggana tidak mengerti maksud Diah Windu Rini. .Sudah jelas, mereka kena kepung. Seumpama mau melompati kepungan mereka, jelas tidak mudah. Sebab mereka bersenjata semua. Sebaliknya perintah Diah Windu Rini, pasti ada alasannya. Alasan apa " Tak terasa: mereka berdua menebarkan penglihatannya. Tiada sesuatu yang dapat dibuat andalan. Mereka hanya melihat seorang pemuda duduk menumprah di atas tanah. Pakaian pemuda itu lusuh, tetapi rapih. Wajahnya memancarkan pandang yang tenang luar biasa Sayangnya, agaknya dia tidak pernah atau jarang mandi. Apakah dia malaekat penolong " Ah! Mereka berdua kenal watak Diah Windu Rini yang keras dan angkuh. Tidak mungkin dia mengharapkan bantuan siapapun dalam keadaan apapun. Memperoleh pertimbangan demikian, Gemak Ideran kemudian berkata setengah berbisik kepada Niken Anggana : "Adik, kau berangkatlah dulu. Aku akan melindungimu.....Niken Anggana seorang gadis yang lemah lembut, tetapi bukan berarti berhati kecil. Betapapun juga, ia puteri harimau. Pada saat-saat tertentu ia dapat memperlihatkan keteguhan hatinya. Maka begitu mendengar bisikan Gemak Ideran, terus saja ia memutar tubuhnya dan berjalan dengan langkah santai. Anehnya, dua tiga orang yang memagari arah pintu ke luar, tiba-tiba menyibak memberi jalan. Menyaksikan hal itu, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gemak Ideran segera meninggalkan tempatnya. Iapun sama sekali tidak terganggu. Mengapa begitu " Mereka tidak sempat berpikir berkepanjangan. Mereka merasa ibarat baru terlepas dari lubang jarum. Bahaya yang mengancam dirinya sewaktuwaktu masih bisa terjadi. Karena itu, diam-diam mereka bersiaga penuh. Sekilas pandang, mereka melihat Diah Windu Rini duduk dengan gagah di atas kudanya. Pandang matanya tajam berwibawa. Apakah oleh pandang itu, para pengepungnya jadi meringkas hatinya " Ah, mustahil! Mereka rata-rata berkepandaian tinggi. Taruhkata Diah Windu Rini terpaksa menempur mereka, paling-paling hanya dapat merobohkan empat atau lima orang. Yang lainnya tentunya Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo suda dapat pula melukainya Teka-teki itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba Gemak Ideran dan Niken Anggana mendengar gerakan mereka. Dengan serentak mereka berdua menoleh dan melihat suatu keanehan. Mereka mengerumuni nenek Rumpung dan Dengkul yang sedang membuka gulungan kertas tergulung. Lalu membaca bersama-sama. Setelah itu mereka saling menggumam. Mulutnya berkomat-kamit, tetapi tidak jelas. Dan pada saat itu, Gemak Ideran dan Niken Anggana sudah menghampiri kudanya masing-masing dengan berjalan mundur. "Berangkat!" perintah Diah Windu Rini sekali lagi. Dan puteri Cakraningrat itu mendahului berangkat. Gemak Ideran dan Niken Anggana menarik kendali kudanya masing-masing. Masih sempat ia mengamati pemuda berpakaian lusuh yang duduk menumprah di atas tanah. Wajahnya boleh tergolong cakap, tetapi tidak terpelihara sehingga berminyak dan kotor. Ia sedang menggeragoti paha http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ ayam. Nampaknya nikmat Siapa dia, pikir Gemak Ideran. Dia membawa sikapnya yang acuh tak acuh. Dengan enak saja, dia menggeragoti paha ayam. Entah sudah semanjak kapan dia berada di situ. Kalau secara kebetulan, rasanya masih perlu dipertanyakan. Apakah dia sesungguhnya termasuk salah seorang gerombolan mereka yang sedang berpura-pura berbaku hantam " Orang-orang itupun tidak beda dengan dia. Gerak-gerik dan tujuannya masih susah diduga. Tadinya saling bermusuhan, tetapi tiba-tiba bisa berhenti berkelahi. Lalu saling berebut membaca secarik kertas yang berada di tangan si kakek yang sedang dikerubut. Dan tentunya apa yang sedang terjadi dalam rumah makan itu tidak terlepas dari perhatiannya. Selagi ia hendak menyiasati kehadiran pemuda lusuh itu lebih lanjut lagi, terdengar suara melengking tajam di belakang purg-gungnya : "Hai, jangan pergi dulu ! Beri penjelasan dulu, apa maksudmu !" Dialah si kakek yang menamakan diri Dengkul yang sebentar tadi dikerubut beramai-ramai bersama-sama dengan si nenek. Dengan mengacungkan secarik kertas tinggi-tinggi, ia berseru lagi: "Kau menyebut-nyebut sebelah barat Ngawi. Apa maksudmu" Gemak Ideran menarik kendali kudanya. Di dalam hatinya, ia tercengang. Menyebut-nyebut sebelah barat Ngawi " Siapa yang menyebut-nyebut demikian " Ia sama sekali tidak pernah menyebut-nyebut kota Ngawi. Apakah yang dimaksudkan bunyi secarik kertas yang diacung-acungkan itu " Diapun tidak merasa menulis, apalagi berkesempatan melemparkannya ke dalam gelanggang. Tiba-tiba teringatlah ia, mereka yang tadi berbaku hantam, mendadak saja berhenti http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berkelahi, karena saling berebut hendak membaca isi secarik kertas yang diacung-acungkan itu. Surat apa " Dari siapa " Siapa pula yang melemparkannya masuk ke dalam gelanggang pertempuran " Syukur, Gemak Ideran seorang pemuda yang cerdas. Pada saat itu, ia sudah dapat menebak delapan bagian. Siapa lagi, kalau bukan Diah Windu Rini yang menulis surat itu. Hanya dengan cara apa dia melemparkannya, ia tidak tahu. Pikirnya, ayunda Diah Windu Rini memang menyinggung-nyinggung nama kota itu. Kota Ngawi yang akan dijadikan kota persinggahan setelah melewati Madiun. Apakah ayunda mempunyai maksud tertentu sampai mengundang mereka ke sebelah barat kota Ngawi " "Kakek ! Belum pernah aku mengenal dirimu. Kau siapa ?" sahut Gemak Ideran. "Aku Kyahi Dengkul. Anak muda, kau turunlah dulu dari kudamu ! Mari kita berbicara baik-baik." "Hm, perkara apa ?" "Kau nanti akan tahu, apa yang kumaksudkan." "Maaf, kakakku tidak memperbolehkan aku bercokol lamalama di sini." Kyahi Dengkul tertawa menyeringai. Serunya : "Apakah kakakmu terbuat dari baja dan besi " Anak muda, kami ini segerombolan orang-orang. kasar. Sepak-terjang kami bebas merdeka dan tidak tahu aturan. Nah, kau pikirkan masakmasak." Mendengar ucapan Kyahi Dengkul, hati Gemak Ideran jadi panas. Setengah membentak ia menyahut: "Kalau sudah tahu, mau apa ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Bagus!" Kyahi Dengkul tertawa terkekeh-kekeh. "Betapapun juga, perkara pedang Sangga Buwana harus mendapat kejelasan dulu. Selama masih gelap, kau tidak boleh pergi. Apalagi anak Haria Giri itu !" Gemak Ideran makin tercengang. Tetapi lambat-laun ia merasa memperoleh penerangan. Tidak usah dijelaskan lagi, bahwa mereka termasuk gerombolan yang mengincar pedang Sangga Buwana Namun ia berlagak dungu. Katanya : "Pedang Sangga Buwana " Pedang siapa ?" "Hai anak muda, janganlah engkau berlagak ketololtololan!" bentak Kyahi Dengkul. "Kau turun sendiri dari kudamu, atau harus kupaksa ?" Selagi Gemak Ideran hendak menjawab, Niken Anggana turun dari kudanya sambil berkata : "Kakek, kau menuding diriku. A ku memang anak Haria Giri. Apa maksudmu ?" Melihat Niken Anggana turun dari kudanya, Kyahi Dengkul buru-buru membungkuk hormat Sahutnya : "Ah, nona ternyata tahu aturan. Sampaikan salam hormatku kepada ayahandamu. Sekiranya diperkenankan, siapa nama nona?" "Aku Niken Anggana. Mengapa ?" "Ah, nama yang cantik sekali. Beberapa temanku ingin menanyakan sesuatu kepadamu. Harap nona jawab dengan terus-tcrang !" "Tentang apa ?" Niken Anggana heran. Kyahi Dungkul tidak segera menjawab. Sekonyong-konyong Srenggana berteriak bagaikan guntur: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nona, temanmu itu tadi menyakiti diriku. Kaupun begitu juga. Maka biar bagaimanapun, aku tidak akan melepaskan dirimu." "Hai!" seru Niken Anggana heran. "Kapan aku menyentuh dirimu ?" Guntur yang berada di samping Srenggana menyahut dengan wajah merah padam : "Sebenarnya kami berkumpul di sini untuk merundingkan sesuatu. Kami berangkat untuk membicarakan cara memperlakukan dirimu. Sebab betapapun, engkau seorang makhluk lemah. Tetapi mengapa semalam engkau malahan membunuh saudaraku seperguruan ?" "Membunuh " Siapa yang kubunuh ?" Niken Anggana makin terheran-heran. "Hm...... hai Lingsir! Kau lihatlah yang jelas! Bukankah dia?" Seseorang berperawakan tinggi kurus maju mendekati Niken Anggana Setelah mengamat-amati, sejenak, berkatalah ia dengan suaranya yang parau : "Benar ! Memang dia. Cuma saja, semalam ia mengenakan pakaian warna hitam." "Nah, kau mengaku atau tidak ?" gertak Srenggana menyeringai. "Semalam aku mengenakan pakaian warna hitam ?" Niken Anggana menegas dengan suara polos. Sebenarnya, apabila dia dapat menahan diri dan pandai berpikir, segera akan mengetahui bahwa bunyi kalimat mulai dari Kyahi Dengkul, Srenggana dan Lingsir tidak satu nada dan melompat-lompat. Niken Anggana sesungguhnya bukan seorang gadis yang bodoh. Kecerdasan otaknya tak usah kalah bila dibandingkan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dengan Gemak Ideran. Hanya saja, ia masih hijau dalam hal pengalaman. Baginya, sepak-terjang orang-orang kasar masih sangat asing. "Bukankah semalam engkau dan temanmu itu, berjalanjalan ke luar rumah penginapan ?" bentak Srenggana. "Benar." Niken Anggana mengangguk. "Di atas genting terdapat seorang puteri yang mati terbunuh. Siapa lagi kalau bukan pekertimu " Apakah pekerti setan ?" "Ah, barangkali kau salah tuduh." Niken Anggana berkata dengan suaranya yang masih saja lembut. "Eh, jadi aku yang membunuhnya ?" berteriak Srenggana. "Kau boleh berganti pakaian sekian ribu kali setiap hari. Tetapi jangan bermimpi dapat lolos dari pengamatan kami. Cuh !" Srenggana menyemburkan ludahnya. Niken Anggana tercekat hatinya. Pada jaman itu semburan ludah merupakan suatu hinaan t besar. Betapa sabar Niken Anggana, seketika itu juga tersinggunglah kehormatan dirinya. Terus saja ia mengibaskan lengannya dan maju menghampiri. "Tahan dulu !" seru nenek Rumpung. "Mari kita bicarakan dengan baik-baik. Kita masih mempunyai waktu untuk memperoleh kejelasan ini." Ia berpaling kepada Srenggana dan Lingsir. Rupanya Nyai Rumpung ingin mendamaikan perselisihan itu. Tetapi Srenggana tidak menggubrisnya. Mendadak saja ia menerjang dengan menghantam penggada. Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran terperanjat sampai berseru tertahan. Ia tahu, Niken Anggana adalah murid pendekar Wangsareja. Tetapi belum pernah ia menyaksikan sampai dimana http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kemampuan Niken Anggana menghadapi lawan yang ganas. Apalagi, Diah Windu Rini menganggap kepandaian Niken Anggana belum sempurna. Sudah begitu, ditambah lagi tidak membekal senjata. Tetapi diluar dugaan, Niken Anggana dapat menggeserkan kakinya demikian rupa, sehingga penggada Srenggana memukul udara kosong. Keruan saja Srenggana mendongkol dan rasa penasarannya membakar dadanya. Seperti seekor singa ia membalikkan tubuhnya dan akan mengulangi serangannya. Tetapi pada saat itu, Nyai Rumpung menangkis penggadanya melenceng ke samping. "Tahan ! Aku bilang, mari kita bicarakan yang lebih jelas lagi. Jangan main serang dulu ! Ini namanya tidak adil." teriaknya. "Sesungguhnya siapakah yang mati terbunuh di atas genting ?" "Itulah puteri Adipati Brahim." Srenggana menggerung. Dan begitu mendengar keterangan Srenggana, kawankawannya berubah wajahnya. Dengan serentak mereka melemparkan pandangnya kepada Niken Anggana. Adipati Brahim adalah cucu pahlawan Untung Surapati. Dengan sendirinya puteri adipati yang terbunuh itu adalah anakketurunannya. Semua pejuang yang cinta tanah air menghormati anak-keturunan Untung Surapati. Karena musuh Untung Surapati tidak hanya Kompeni Belanda, maka mereka harus berwaspada terhadap kaki-tangannya. Kini, anakketurunan Untung Surapati terbunuh. Tak usah dikatakan lagi, pembunuhnya adalah musuh kaum pejuang dan wajib disingkirkan. Kalau perlu tubuhnya harus dicincang menjadi bergedel. Gemak Ideran sadar akan ancaman bahaya setelah mendengar tuduhan Srenggana Sebaliknya Niken Anggana http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang masih polos tidak menyadari hal itu. Ia merasa tidak bersalah. Orang yang tidak salah pasti dilindungi Tuhan. Itulah keyakinannya. Maka dengan berani dan tetap berbahasa lembut ia berkata : "Nenek, janganlah ikut campur ! Terima kasih atas kebaikan hatimu. Tetapi biarlah aku menghadapi orang yang salah tuduh ini. Hai Srenggana benar-benarkah engkau menuduhku " Belum pernah aku melihat puteri itu. Apalagi sampai berkenalan." "Laknat !" maki Srenggana. "Mana ada maling mengakui perbuatannya. Huuu..... cantiknya sih memang cantik. Tetapi tanganmu gapah. Maka engkau harus meninggalkan kepalamu di sini." "O, begitu ?" Niken Anggana tersenyum. "Masakan mudah ?" "Bagus ! Jelek-jelek aku seorang satria. Nah, keluarkan senjatamu. A ku tidak mau mencari menangku sendiri." "Senjata " Senjata apa " Aku tidak bersenjata." Mendengar ucapan Niken Anggana, Srenggana berbimbang-bimbang sejenak. Apakah benar dia bukan pembunuhnya " Tetapi pada detik itu pula. suatu ingatan menusuk benaknya. Setelah membunuh, bukankah dia dapat membuang senjatanya demi menghilangkan jejak " Memperoleh ingatan demikian, dengan Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo beringas ia membentak : "Jahanam, jangan pandai menggoyangkan lidah ! Aku sudah memberi Kesempatan. Kau tidak menggunakan. Maka jangan salahkan aku !" Belum lagi Niken Anggana sempat membuka mulutnya, Srenggana sudah menyerang. Hebat suara penggadanya yang membawa angin bergulungan. Tetapi seperti tadi, Niken http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Anggana dapat mengelakkan diri dengan menggeserkan kakinya. Sebenarnya ia mempunyai kesempatan untuk membalas menghantam. Tetapi sama sekali ia tidak berbuat begitu. "Celaka !" pikir Gemak Ideran. "Niken seorang gadis yang berhati lembut. Tetapi dalam suatu pertempuran, tidak boleh ia menggunakan hati. Ia harus dapat membunuh atau bakal terbunuh .........." Dengan perasaan cemas, Gemak Ideran buru-buru turun dari kudanya dengan membawa goloknya. Sementara itu, Niken Anggana dan Srenggana sudah terlibat dalam suatu pertempuran seru. Nyai Rumpung yang sebentar tadi bertindak sebagai pendamai, jadi tak enak hati. Ia melihat sendiri, Niken Anggana tidak bersenjata. Tingkah-lakunya sopan dan tutur-bahasanya lembut Sekarang tiba-tiba diserang secara membabi-buta oleh Srenggana, sebelum sempat memberi penjelasan. Terus saja ia berteriak : "Tahan ! Srenggana, Mundur !" Mendengar suara Nyai Rumpung, Srenggana yang mengamuk kesetanan, tiba-tiba melesat mundur. Jelas, Nyai Rumpung berpengaruh besar dalam dirinya. "Aku tahu tuduhanmu susah dibuat terang." ujar Nyai Rumpung. "Begitu pula sebaliknya. Maka kuijinkan engkau melampiaskan kemendongkolan hatimu selama delapan jurus. "Hm...... Kalau gagal, jangan mencoba mengangkat-angkat perkaramu kembali. Dengar ?" Srenggana tertegun. Ia hanya dibatasi selama delapan jurus saja. Padahal, ia tadi sudah menyerang sampai empat kali. Namun dapat dielakkan dengan mudah. Syukur, ia orang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ berpengalaman. Merasa bahwa dirinya bakal gagal, ia menggunakan akal licik. Segeia berseru kepada Lingsir : "Lingsir, memotong ayam kukira tidak perlu kugunakan sebatang golok. Kau tahu tugasmu, bukan ?" Lingsir tidak usah menunggu perintah ulangan. Tiba-tiba kedua tangannya sudah menggenggam dua tongkat besi bergigi tajam. Sebat luar biasa, ia melompat dan menerjang Niken dengan kedua senjatanya. Kadang-kadang bergerak ke kiri, lalu menikam atau menghantam dengan tiba-tiba. Diperlakukan demikian Niken Anggana tidak dapat menggeserkan kakinya lagi untuk mengelak. Ia hanya pandai mengendapkan kepalanya, lalu dengan gerakan lincah ia melejit ke samping. "Ah, kau hanya mengandalkan kegesitanmu ?" ejek Lingsir. "Kau lihat jurus sambunganku..........!" Niken Anggana sudah menduga akan menghadapi serangan susulaa Kali ini makin rapat dan berbahaya. Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran hampir-hampir saja melompat ke dalam gelanggang untuk memberi bantuan. Tiba-tiba ia melihat gerakan tangan Niken Anggana yang aneh. Tangan kanan gadis itu mengebas dan dua butir peluru berkilauan melesat dari lengan kirinya Itulah senjata bidik keluarga Wangsareja yang termashur. Bentuknya semacam bola terbuat dari campuran baja, besi, perunggu dan emas. Nampaknya biasa-biasa saja. Tetapi dengan disertai himpunan tenaga sakti, lajunya peluru itu dapat menembus dinding batu setebal setengah meter. Maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya "Hoeeeiiiht......." Lingsir menjerit terkejut. Cepat-cepat ia menangkiskan kedua tongkatnya. Tang, tang ! Kedua http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tangannya tergetar dan kedua tongkatnya hampir-hampir terlepas dari genggamannya. Dan sewaktu diperiksanya ternyata rompal sedikit "Bangsat!" ia memaki. Niken Anggana tersenyum. Dengan suara masih lembut ia berkata: "Tinggal satu jurus, bukan ?" Lingsir berbimbang-bimbang. Sebenarnya ia tidak yakin dapat merobohkan gadis itu. Akan tetapi di depan mata para pendekar, tidak berani ia mempertontonkan kelemahannya Dengan nekat ia maju menerjang sambil menggerung. Niken Anggana benar-benar cerdik. Sama sekali ia tidak bergerak dari tempatnya, Tetapi pada saatnya yang tepat, ia mendekam. Sekali lagi tangannya bergerak seolah-olah hendak menangkis. Tepat pada saat itu lengan yang satunya melepaskan dua butir peluru lagi. Jarak antara yang diserang dan yang menyerang terlalu dekat, sehingga tidak mungkin dapat menangkis serangan balik. "Celaka !" Lingsir mengeluh. Untung pada saat itu, Guntur maju melompat sambil melemparkan tongkatnya. Trang! Sebuah peluru dapat digempurnya runtuh. Akan tetapi peluru kedua tepat mengarah kepada sasarannya. Dalam seribu kerepotannya, Lingsir menangkiskan kedua tongkatnya asal jadi. Ia berhasil mengurangi laju kecepatannya, namun tidak urung peluru itu masih saja menyerempet dahinya. Tok ! Dan dahi Lingsir robek seperti teriris. Selain bengkak mengalirkan darah pula. Bukan main mendongkol hati Lingsir. Rasa sakitnya kalah dengan rasa penasarannya. Selagi hendak mengulangi serangannya, tiba-tiba terdengar Nyai Rumpung tertawa terkekeh-kekeh sambil berkata: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Enam jurus sudah lewat. Yang dua tidak usah lagi, karena engkau bakal mati penasaran.........."Hm, tidak bisa !" sahut Guntur dengan suaranya yang menggelegar. "Lingsir boleh mengaku kalah. Tetapi aku masih dapat menyelesaikan dengan dua jurus sisanya." Tanpa menunggu persetujuan Nyai Rumpung, Guntur dengan segera memungut tongkatnya. Setelah membalikkan badannya ia bersiaga untuk menyerang. Tetapi pada saat itu, seorang pemuda berdiri tegak di samping Niken Anggana. Dia lah Gemak Ideran yang datang memasuki gelanggang dengan sebilah goloknya. "Adik," katanya. "Kau boleh beristirahat Biarlah aku yang menghadapi manusia-manusia tidak kenal malu ini." Direndahkan demikian, Guntur menjadi kalap. Dengan tongkatnya ia menerjang. Ternyata ia tidak mau bekerja dengan setengah-setengah. Sebentar tadi, ia sudah merasakan getahnya Demikian pula Srenggana. Orang ini tibatiba saja ikut menyerang. Menghadapi keroyokan itu, Gemak Ideran sama sekali tidak gentar. Goloknya bergerak dan menghalau mereka berdua dengan mudah. Lingsir kemudian terjun pula ke gelanggang. Dengan demikian, Gemak Ideran dikerubut tiga orang. Meskipun begitu, goloknya dapat menandingi gerakan mereka betapa dahsyat pun. Jakun yang berada di luar gelanggang melongokkan kepalanya, kemudian mengerling kepada Endang Maliwis. Dengan isyarat matanya ia mengajak Maliwis untuk menunggu saatnya yang tepat. Maliwis membalas dengan senyuman manis. Lalu kembali memperhatikan jalannya pertempuran. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Halaman rumah makan itu jadi kocar-kacir tak keruankeruan. Meja kursi hancur berantakan. Gelas piring remuk berkeping-keping. Tetapi yang hadir disitu sama sekali tidak menghiraukan. Dengan nikmat mereka memperhatikan gerakan golok Gemak Ideran seakan-akan sedang mempelajari. Hebat ilmu golok Gemak Ideran. Walaupun dikerubut tiga orang, ia dapat memberondong serangan balik beberapa kali. Goloknya berkelebatan bagaikan pantulan cahaya. Makin lama makin cepat dan membawa tenaga yang besar luar biasa. "Sudah, sudah !" teriak Kyahi Dengkul. "Semua mundur ! Berilah kesempatan kepada rombongan kedua .........." Mendengar teriakan Kyahi Dengkul, Lingsir, Srenggana dan Guntur, tidak menyawab. Masih saja mereka mencoba membalas menyerang. Pada saat itu, tiga orang lagi memasuki gelanggang dengan senjata cempuling, pedang pendek dan sebatang tombak. "Hm, apakah kau ingin maju berbareng " Silahkan!" tantang Gemak Ideran. Ketiga orang itu, benar-benar tidak merasa malu. Mereka menyerang dari belakang. Dengan demikian, Gemak Ideran terkepung rapat Sekarang, seumpama ia hendak mengundurkan diri, tiada jalan ke luar lagi. Menyaksikan kecurangan itu, Niken Anggana berkata lembut : "Hai, apaapaan ini " Kalau begitu, akupun tidak dapat tinggal diam." Nyai Rumpung tertawa. Serunya : "Bagus ! Bagus ! Nona, kaupun boleh maju !" Niken Anggana tercengang. Tadi ia menganggap nenek itu bersikap adil dan cenderung berpihak kepadanya. Tetapi dengan ucapannya itu, sadarlah ia bahwa mereka semua http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sesungguhnya adalah anak-buahnya. Inilah di luar dugaannya. Selagi ia hendak melepaskan pelurunya, terdengar suara Diah Windu Rini: "Niken, minggir !" Diah Windu Rini ternyata balik ke rumah makan. Masih saja ia bercokol di atas kudanya dengan sikapnya yang agung dan tenang luar biasa. Setelah berkata kepada Niken Anggana, ia berseru dengan suara lantang : "Hai! Kalian tidak mau mundur ?" Tentu saja seruannya tiada yang menggubris. Gadis yang tinggi hati itu tersinggung kehormatannya. Tangannya bergerak dan tahu-tahu, ketiga orang yang menyerang Gemak Ideran dari belakang roboh terjungkal mencium tanah. Keruan saja. Lingsir bertiga terkejut setengah mati. Buru-buru mereka mundur. Justru pada saat itu serangan golok Gemak Ideran tiba. "Hoeee.......!" mereka bertiga terkejut. Tepat pada saat itu dua sosok bayangan berkelebat memasuki gelanggang sambil mengayunkan tangannya. Buruburu Gemak Ideran membabatkan goloknya. Ternyata mereka berdua tidak menyerang dirinya, tetapi menggempur Lingsir bertiga untuk menyelamatkannya dari ancaman golok Gemak Ideran. "Gemak Ideran ! Niken ! Berangkat!" seru Diah Windu Rini. Setelah berseru demikian dengan suara tegas ia berkata kepada Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung : "Kalau kalian menginginkan pedang Sangga Buwana, berurusanlah dengan aku !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Windu Rini kemudian membalikkan kudanya dan meninggalkan rumah makan. Gemak Ideran segera menyambar tangan Niken Anggana dan dibawanya berjalan ke luar halaman. Setelah Niken Anggana berada di atas kudanya, iapun segera melompat pula ke atas punggung kudanya. Lalu mengawal Niken Anggana dari belakang meninggalkan halaman rumah makan. Masih sempat ia berpaling ke arah tempat pemuda lusuh tadi menggerumiti paha ayamnya. Tetapi dia tiada lagi di tempatnya Entah pergi ke mana. "Kukira tidak secara kebetulan pula ia meninggalkan tempatnya." pikirnya di dalam hati. Tetapi ia tidak sempat memikirkan hal itu lebih jauh lagi, karena yang terpenting ia dan Niken Anggana harus meninggalkan rumah makan secepat-cepatnya. Sementara itu, Lingsir bertiga yang tergempur pukulan Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung sehingga terpental ke luar gelanggang, bangun dengan tertatih-tatih. Oleh rasa penasaran mereka bermaksud hendak mengejarnya Di luar dugaan, Kyahi Dengkul berkata : "Mau ke mana ?" "Apakah kita akan membiarkan mereka meninggalkan rumah makan ini dengan begitu saja ?" sahut Guntur yang penasaran. "Hm, lalu kalian bisa apa ?" ejek Kyahi Dengkul. "Lihat yang jelas ! Dengan sekali menggerakan tangannya ketiga temanmu mati terjengkang. Kalian tahu, dia pulalah yang melemparkan secarik kertas ini. Aku hanya sempat melihat Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sesuatu yang masuk ke dalam gelanggang. Sewaktu kutangkap, tanganku sempat tergetar. Padahal dia tidak http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bermaksud menyerang. Renungkanlah Kalau saja dia tidak memiliki ilmu sakti yang tinggi, betapa mungkin dapat menyambitkan sehelai kertas tak ubah senjata bidik yang mempunyai bobot. Sungguh ! Ilmu saktinya susah kuukur. Maka perlu kita mempelajari watak dan perangainya sebelum kita bertindak. Kita masih mempunyai kesempatan....." Mendengar kata-kata Kyahi Dengkul, mereka seperti terbangunkan dari tidur lelap. Jadi gadis yang berkesan agung itulah yang menyambitkan secarik kertas dengan tenaga sakti yang istimewa " Ah, Kalau begitu tidak berlebih-lebihan ucapan Kyahi Dengkul bahwa gadis itu tentunya memiliki ilmu sakti yang susah diukur betapa tingginya. Sekarang ketiga temannya mati menelungkupi tanah. Dengan cara bagaimana " Segera mereka menghampiri tiga temannya yang tidak bergerak dan bernafas lagi. Setelah diperiksa mereka terperanjat. Dengan berbareng mereka berseru tertahan : "Tulang punggungnya remuk patah !" Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung berubah wajahnya. Perlahan-lahan mereka menghela nafas. Mereka nampak kebingungan dan kehilangan akal. Sejenak kemudian berkatalah Kyahi Dengkul seakan-akan minta pertimbangan Nyai Rumpung- "Bukankah ini yang dinamakan orang pukulan tanpa bayangan ?" Nyai Rumpung mengangguk. Ia tidak berkata sepatahpun. Meskipun demikian mereka semua tahu, kesan wajahnya mengandung rasa cemas. Pandang matanya buram dan melemparkan pandang di jauh sana. Beberapa kali ia menyenak nafas. Akhirnya berkata seperti terpaksa : "Siluman tua, apakah engkau berani mengingkari janji " Kau sudah menerima upahnya." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hm." sahut Kyahi Dengkul dengan suara berat, "Apapun akibatnya kita harus dapat merebut pedang Sangga Buwana seperti perintah majikan. Paling-paling kita hanya mati. Sebaliknya kita berani membangkang mati pun rasanya tidak bisa. Kita semua bakal mengalami siksaan yang tidak tertanggungkan." "Lalu?" "Kau dengar dan melihat sendiri." "Melihat apa ?" desak Nyai Rumpung tidak sabar. "Niken Anggana benar-benar tidak bersenjata. Dan Diah Windu Rini menyebut-nyebut sebelah barat kota Ngawi. Diapun berkata, bila kita menginginkan pedang itu......." "Kita harus berurusan dengan dia." Nyai Rumpung menimpali. "Benar. Artinya pedang pusaka itu berada di tangannya." Nyai Rumpung mengangguk membenarkan. Dahinya berkerinyit seakan-akan sedang memikirkan sesuatu yang ruwet. Si Guntur yang berangasan berkata menegas : "Kalau begitu, mengapa kita membiarkan dia pergi ?" "Hm, apakah kita mampu melawan dia ?" cemooh Kyahi Dengkul. "Kalau kita ingin menang, satu-satunya jalan kita harus mengenal jalan pikirannya. Kita perlu berlatih. Setelah bisa menebak apa yang akan dilakukannya, barulah kita mengatur suatu tipu muslihat lagi." Demikianlah mereka kemudian mengirimkan surat merpati memohon bantuan majikannya agar menghambat perjalanan Diah Windu Rini bertiga. Setelah itu, dengan berkuda mereka mengambil jalan pintas untuk mendahului perjalanan Diah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Windu Rini bertiga. Untuk menghindarkan intaian orang, masing-masing mengenakan topeng penyamaran. Begitu tiba di pesanggrahan Adipati Wengker (Madiun) yang terletak di sebelah barat Ngawi, segera mereka berlatih. Endang Maliwis ditugaskan meniru gaya dan pekerti Diah windu Rini. Dia pun mengenakan topeng berwajah Diah Windu Rini. Latihan mereka itulah yang sempat disaksikan Kartamita, Bogel, Lembu Tenar dan ki dalang Gunacarita pada malam hari gelap-gulita menjelang berita penyerbuan angkatan perang Sultan Garundi memasuki Kartasura. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 10. SI PEMUDA LUSUH DENGAN BERDIAM DIRI, Diah Windu Rini melanjutkan perjalanannya mengarah ke barat. Gemak Ideran dan Niken Anggana menjajarinya. Sebenarnya merka ingin minta beberapa keterangan. Tetapi meliat Diah Windu Rini bersikap angker, mereka mengurungkan niatnya. Mereka sudah mengenal watak dan sifat Diah Windu Rini. Dalam keadaan demikian, siapapun tidak diperkenankan mengganggunya. Sebenarnya di dalam hati, Diah Windu Rini sibuk sendiri. Suatu teka-teki memenuhi benaknya. Siapakah yang bermain di belakang mereka" Agaknya orang itu sebagai majikan mereka yang menakutkan dan mengerikan. Sudah dapat dipastikan, bahwa majikannya berkepandaian luar biasa tingginya dan berkuasa. Dan majikan itu ingin memiliki pedang Sangga Buwana. Kompeni Belanda " Ah, orang-orang Belanda mustahil mempunyai kepercayaan terhadap sebuah pusaka sakti. Seorang Cina yang berkepandaian tinggi " Kehadirannya masih disangsikan. Atau seorang Adipati " Ha, mungkin sekali. Soalnya sekarang, siapakah dia. Gunung Welirang, Arjuna dan Anjasmara merupakan tiga gunung lambang tri tunggal semenjak jaman dahulu. Lambang kekuatan Brahma, Wisnu dan Syiwa. Lambang asal-usal manusia, kehadirannya di dunia dan Kepergiannya ke alam moskwa. Alam sekitarnya bukan main indahnya. Semua persada buminya berselimut hijau alam yang lembut, cerah dan meriah. Hawanya sejuh, teduh dan nyaman. Angin tidak begitu keras sehingga membawa perasaan aman kepada siapapun yang disentuhnya. Kepada mahkota pohon-pohon yang dibuainya, kepada binatang yang hidup di lembah ngarai dan di dalam hutannya, dan kepada manusia dengan makhluk lainnya yang tiada kasatmata. Maka tidak mengherankan, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ meskipun hati Diah Windu Rini masgul dihadapkan kepada teka-teki yang merumunkan benaknya, masih sempat ia mengagumi suasana alam cerah menjelang sianghari. Demikian pula Niken Anggana dan Gemak Ideran yang sebenarnya ingin menanyakan sesuatu hal. Tatkala perjalanan tiba di tengah petak hutan yang memagari wilayah Ugeran dan Papar, sekonyong-konyong Diah Windu Rini melarikan kudanya menerobos petak hutan mendaki tanjakan yang letaknya berada di atas tebing jurang. Di atas tebing jurang itu, ia mengembarakan pandang matanya. Beberapa saat kemudian, ia balik kembali. Lalu berseru singkat: "Gemak Ideran, Niken ! Kita beristirahat di sini." Ia mendahului turun dari kudanya dan ditambatkan pada sebatang belukar di tengah rerumputan. Gemak Ideran dan Niken segera turun pula dan membiarkan kuda mereka menggerumiti rerumputan yang hijau segar. Kemudian mereka menghampiri Diah Windu Rini. Sambil menghempaskan diri di atas rerumputan, Gemak Ideran berkata : "Ayunda, apakah aku diperkenankan mengajukan beberapa pertanyaan ?" Diah Windu Rini menunggu sampai Niken Anggana duduk di sampingnya pada sebuah batu yang terlindung oleh rindang pohon. Lalu menyahut: "Sebenarnya kita perlu memejamkan mata dahulu sebelum melanjutkan perjalanan. Bukankah semenjak semalam kita belum sempat tidur ?" "Benar."Gemak Ideran mengangguk. "Tetapi apabila pertanyaanku ini belum memperoleh penjelasan, rasanya susah juga aku memejamkan mataku." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Windu Rini tersenyum. Ia menimbang-nimbang sejenak. Memutuskan : "Baiklah ! Apa yang akan kau tanyakan padaku ?" Gemak Ideran memperbaiki letak duduknya. Kemudian menegas seperti berkata kepada dirinya sendiri: "Ayunda dapat menebak tepat permainan sandiwara mereka. Apakah ayunda mengenal mereka ?" "Tidak." "Apakah karena memperoleh kisikan seseorang ?" "Kisikan ?" Diah Windu Rini tercengang. "Ya, aku melihat seorang pemuda lusuh yang duduk di luar rumah makan sedang menggerumiti paha ayam. Sikapnya acuh tak acuh seolah-olah tenggelam dalam rasa nikmat yang diperolehnya. Beradanya di luar rumah makan atau katakan dengan tegas di sekitar rumah makan, perlu dipertanyakan. Bukankah begitu ?" "Alasanmu ?" "Pemilik rumah makan dan para tetamu kabur begitu mencium bahaya. Sebaliknya, pemuda itu sama sekali tidak bergeser dari tempatnya Paling tidak menimbulkan beberapa dugaan. Setidak-tidaknya, dia mempunyai kepandaian untuk menjaga diri. Itulah yang pertama kali. Yang kedua, bukan mustahil dia termasuk salah seorang anggauta mereka. Bila kedua-duanya bukan begitu, tentunya dia seorang pemuda yang miring otaknya. Tetapi kenapa ia tiba-tiba menghilang entah ke mana berbareng dengan kepergian kita meninggalkan rumah makan ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Diah Windu Rini mendeham perlahan. Wajahnya nampak bersungguh-sungguh. Sewaktu hendak membuka mulutnya, Niken Anggana mendahului: "Apa sih alasan mereka menuduh diriku sebagai pembunuh puteri Adipati Brahim ?" "Sebentar! Biarlah kujawab sekaligus." ujar Diah Windu Rini. Kemudian berkata seperti seorang guru di depan kelas : "Ada empat hal yang membuatku dapat melihat siapa mereka. Sungguh, aku belum mengenal siapa mereka. Tetapi sewaktu melihat lagaknya Srenggana memakan daging harimau, aku sudah dapat menebak delapan bagian. Ingat-ingatlah cara mereka menempati kursinya seakan-akan mengepung Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung............." "Ayunda !" Niken Anggana memotong. "Apakah Srenggana tidak makan daging harimau ?" "Apakah engkau dapat membuktikan dia memakan daging harimau ?" Diah Windu Rini balik bertanya. Ya benar, pikir Niken Anggana. Untuk membuktikan Srenggana makan daging harimau memang susah. Sebaliknya kalau yang dimakannya bukan daging harimau, bagaimana cara membuktikannya " "Apakah daging kambing ?" akhirnya Niken Anggana minta pembenaran. "Nah, adik ! Lain kali engkau harus lebih banyak mengenal harimau, kuda, sapi, kambing dan babi...... tentunya berbeda. Kau amat-amati seratnya atau serabutnya ! Masing-masing memiliki ciri yang khas. Serat atau serabut daging kuda lebih kasar bila dibanding dengan daging lembu. Pernahkah engkau mengamat-amati macam serabutnya " kalau belum faham, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ suatu kali engkau akan makan daging babi yang dikatakan daging lembu.........." "Ah ya !" pikiran Niken Anggana seperti terbuka. "Mengapa aku tidak mempunyai pikiran begitu ?" "Itulah karena hatimu terlalu mulia, adikku." ujar Diah Windu Rini. "Kerapkali seseorang diperbodoh karena kemuliaan hatinya." Niken Anggana meruntuhkan pandangnya. Terasa di dalam hati, ia masih perlu banyak belajar. Selagi demikian Diah Windu Rini melanjutkan ulasannya: "Begitu aku melihat daging yang dimakannya, segera aku memperoleh firasat buruk. Apalagi setelah melihat kedudukan mereka yang berlagak hendak mengepung Kyahi Dengkul dan Nyai Rumpung. Yang ketiga nama mereka yang tidak selaras dengan keperibadiannya. Dengkul, Rumpung.....ah, aku berani bertaruh bahwa mereka semua mengenakan nama samaran yang berhubungan dengan tugasnya. Srenggana artinya anjing serigala. Maka ia menyesuaikan diri dengan berlagak makan daging harimau. Tetapi sesungguhnya, dia ditugaskan untuk menyergap lawan. Guntur..... tentunya tugasnya untuk menggertak lawan selain mempunyai tenaga kuat Sedang nama Dengkul dan Rumpung, sudah jelas. Dengkul adalah nama anggauta kaki sebagai penghubung. Rumpung berhubungan dengan hidung. Dialah pengamat atau penyelidik. Karena itu berlagak sebagai pendamai. Tetapi sebenarnya ingin mengorek keterangan lebih dalam lagi .........." Mendengar ulasan Diah Windu Rini, tak terasa Gemak Ideran dan Niken Anggana memanggul membenarkan. Sementara itu Diah Windu Rini meneruskan : "Yang keempat cara mereka berbicara Mereka berlagak tidak saling mengenal. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi bila kalian agak cermat sedikit saja, segera akan Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melihat bahwa pembicaraan mereka saling menimpali. Dan yang ke lima, perginya pemilik rumah makan dan para tamu lainnya. Kaburnya para tamu bisa dimengerti. Tetapi perginya pemilik rumah makan membuktikan bahwa dia setidaktidaknya sudah mengenal siapa mereka. Sekiranya diapun termasuk anggauta komplotan, peranan yang dilakukan masih kasar." Diam-diam Gemak Ideran kagum kepada kecermatan pengamatan Diah Windu Rini. Andaikata dia memperoleh penglihatan demikian, akan mengambil kesimpulan tiada beda dengan Diah Windu Rini. Terasa dalam dirinya, bahwa berbekal kepandaian tempur saja belum cukup. Ia masih perlu meninggalkan kewaspadaan dan berhati-hati. "Meskipun aku sudah memperoleh kesimpulan demikian, tetapi belum kuketahui dengan jelas siapakah pemimpin mereka." Diah Windu Rini melanjutkan. "Maka kualihkan perhatian mereka kepada secarik kertas yang menyebutnyebut pedang Sangga buwana. Kemudian aku memerintahkan kalian meninggalkan tempat Di sanalah topeng mereka terbuka. Tetapi di balik belakang punggung mereka. Siapa dia, inilah soalnya." "Ayunda belum bisa menebak ?" Gemak Ideran menegas. "He-e." Diah Windu Rini mengangguk. "Hai! Kalau begitu kita bakal bertemu dan berhadaphadapan dengan masalah yang pelik dan rumit" seru Gemak Ideran. "Benar! Karena itu, mulai sekarang kita harus berhati-hati dan berwaspada." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pedang Sangga Buwana....." Niken Anggana seperti menggerutu. "Sebenarnya apa sih keistimewaannya sampai mereka ikut-ikutan untuk merebutnya." "Mengapa mereka ikut-ikutan untuk merebutnya masih perlu diselidiki. Tetapi apa keistimewaan pedang Sangga Buwana sehingga menjadi pusat perhatian orang-orang pandai..... hm..... panjang ceritanya." ujar Diah Windu Rini. "Yang penting sekarang, tidur dulu! Tentang riwayat pedang itu akan kuceritakan perlahan-lahan." Untuk yang pertama kali itu, Niken Anggana berkelana seorang diri tanpa pengawalan. Dahulu, tatkala diberangkatkan ke Madura, ayahnya menyertakan laskar Kasunanan dan Kepatihan. Ia berada dalam kereta berkuda yang tertutup rapat, sehingga perasaannya aman. Tak mengherankan sering ia tertidur lelap. Dibandingkan dengan perjalanan sekarang, alangkah jauh berbeda Karena kini sudah dewasa, ia harus berangkat meninggalkan Madura tanpa pengawalan laskar. Berkuda seorang diri, hanya dengan dikawal dua orang saja. Begitu tiba di Pasuruan, ia mengalami hal-hal yang aneh. Kemudian terlibat suatu perkelahian yang tak keruan juntrungnya. Sekarang harus beristirahat di tengah hutan di atas rerumputan demi melepaskan lelah. Hawanya memang segar sejuk menyenangkan, akan tetapi prarasanya mengabarkan adanya ancaman bahaya. Hanya saja siapa yang akan mendatangkan bahaya, ia kurang jelas. Dengan pikiran itu, tak terasa ia tertidur pulas. Memang semenjak semalam, ia tidak sempat memejamkan mata sedetik pun. Dan pagi tadi baru saja ia terlepas dari saat-saat yang menegangkan. Tak mengherankan, ia mudah tertidur lelap. Entah sudah berapa lama ia tertidur lelap, tiba-tiba ia mendengar suara gaduh. Suara beradunya pedang dan senjata logam lainnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gugup ia menegakkan badannya dan melihat Gemak Ideran rebah terkulai di atas rerumputan. Dan disana Diah Windu rini sedang bertempur menghadapi tiga orang musuh yang terdiri dari seorang nenek-nenek dan dua orang laki-laki. Siapa mereka dan kapan datangnya " Ah. menapa ia sama sekali tidak mendengar kedatangan mereka " Melihat Gemak Ideran roboh di atas rerumputan, ia heran bukan kepalang Gemak Ideran bukan seorang pemuda lemah. Apakah dia diserang selagi tertidur lelap " Memperoleh dugaan demikian, gugup ia menghampiri dan mencoba membangunkannya. "Kakang !" ia menegakkan badannya. "Niken!" bisik pemuda itu dengan suara parau, "Kau mengerti ilmu pamudaran ?" "Sedikit" "Kau pukullah diriku di bagian betis dan bawah tengkukku. Aku akan mengerahkan tenagaku untuk membantumu." Ilmu Pamudaran termasuk ilmu sakti untuk membebaskan orang dari pembelengguan ilmu sakti tertentu. Begitu tangan Niken Anggana menyentuh titik penyaluran, seketika itu juga mantra Pamudaran segera bekerja. Gemak Ideran dapat bergerak kembali, meskipun sendi-sendi tulangnya belum pulih seperti sediakala. "Kau awasi tiga orang itu yang mengkerubut ayunda Diah Windu rini. Engkau jangan bergerak dulu. Tunggu sampai aku pulih kembali." ujar Gemak Ideran seraya menegakkan badannya. "Memangnya kenapa ?" Niken Anggana minta keterangan. "Mereka bertiga bukan sembarangan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah kakang kenal mereka ?" "Belum." jawab Gemak Ideran. "Aku terbangun tatkala mendengar suara bersuing di udara. Begitu menyenakkan mata, aku melihat berkelebatnya sesuatu mengarah padamu. Buru-buru aku menangkisnya. Ternyata sebilah pedang disambitkan kepadamu. Untung pedang itu bersarung sehingga tidak melukai diriku. Lihat, apakah bukan pedangmu ?" Niken memalingkan mukanya dan melihat sebilah pedang bersarung tak jauh dari padanya. Begitu melihat, segera ia mengenalnya sebagai pedangnya sendiri. "Hai!" Niken Anggana heran. "Kalau begitu, merekalah yang mencuri pedangku ! Apa sebab dikembalikan padaku ?" "Sabar dulu! Lebih baik kau dengarkan dulu keteranganku!" potong Gemak Ideran. "Mendengar suara pedangmu jatuh di atas rerumputan, ayunda segera meletik bangun dan mengejarnya. Tepat pada saat itu, seseorang memukul diriku dengan disertai mantra panyirepan. Kau tahu mantra panyirepan ?" "Bukankah untuk menidurkan orang ?" "Benar. Tetapi mantra panyirepan ada beberapa tingkat Kurasa ini yang dinamakan orang mantra Begananda. Sebab begitu aku terkena mantranya, seketika itu lesulah seluruh sendi tenagaku. Yang kuherankan, mantra panyirepan macam apapun hanya berlaku diwaktu malamhari. Mantra itu akan tawar bila kena terik matahari. Tetapi kenyataannya, masih saja aku terkena. Mungkin, kita berada di tengah hutan sehingga sinar matahari tertahan oleh rimbun mahkota daundaun. Sekiranya tidak demikian, tentunya orang yang menggunakan mantra itu seorang ahli tapa. Ternyata mereka http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bertiga tergolong pertapa-pertapa yang biasanya bermukim di atas gunung. Lihatlah yang jelas ! Yang perempuan itu mengaku bernama: KAUKA seorang pertapa dari Gunung Lasung yang berada di pulau Bali. Kemudian LEKONG dan SETELUK yang bermukim di Gunung Rinjani dari pulau Lombok. Sungguh mengherankan, mengapa orang seberang cenunukan sampai masuk ke pulau Jawa. Lebih mengherankan adalah orang yang berperanan di belakang mereka. Sebab mustahil sekali mereka datang kemari atas prakarsanya sendiri. Pasti ada yang memerintahnya." "Apa alasan kakang ?" "Mereka datang dengan membawa pedangmu. Bukankah sejalan dengan orang-orang yang mengincar pedang Sangga Buwana " Karena engkau adalah puteri Haria Giri, mereka atau dia yang mencuri pedangmu mengira bahwa engkau membawa-bawa pedang Sangga Buwana." "Ah, ya." Niken Anggana tersadar. "Lagi-lagi masalah pedang Sangga Buwana. Begitu hebat daya tarik pedang leluhurku itu bagi mereka sampai...... sampai......" Kata-kata Niken Anggana terputus oleh bunyi suara nyaring. Itulah suara bentrok pedang Diah Windu Rini dengan tongkat baja Kalika. Diah Windu Rini sangat cerdik. Begitu habis mengadu tenaga, sebat luar biasa ia menggerakkan pedangnya melingkar seperti lingkaran ular hendak meremuk mangsanya. Sambil memutar ia maju dua langkah. Tiba-tiba ujung pedangnya menyontek. Tak ampun lagi ikat pinggang jubah Kalika terputus. Tetapi ia tidak berhenti sampai disitu saja. Masih saja pedangnya bergerak menampar golok Seteluk ke samping. Lekong yang berada di luar gelanggang belum mengetahui, bahwa baik Kalika maupun Seteluk sudah dilukai Diah Windu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rini. Ia hanya heran dan mendongkol mengapa rekannya belum dapat merobohkan seorang gadis yang belum pandai beringus. Terus saja ia ikut menerjang. Tetapi tahu-tahu, tangannya terasa nyeri. Cepat-cepat ia memeriksa. Ternyata sudah berlumuran darah. Hai, kenapa " Ia tidak mengetahui, bahwa Diah Windu Rini masih mempunyai senjata andalan. Itulah senjata bidik atau penggendam yang dapat melukai lawan dari jarak jauh. Dalam penasarannya dan terbakar oleh rasa marah, Lekong menjerit : "Gadis siluman ! Kau menggunakan senjata apa " Hari ini, terpaksa aku mengadu jiwa. Kau atau aku yang mampus disini." Setelah menjerit demikian, ia melompat menerjang sambil menahan rasa sakit. Senjata yang digunakan adalah semacam pancing yang diputar kencang di udara sebelum merabu lawan. Tali pengikatnya terbuat dari baja lentur yang dapat memanjang dan mengerut pendek. Tajamnya luar biasa ibarat dapat merajang daging. Tetapi sebelum senjatanya mengenai sasaran tiba-tiba terdengar seseorang tertawa geli dari balik pepohonan. "Hai siluman tua ! Mengapa kalian ikut cenunukan di sini " Dengan berbekal ilmu kepandaian demikian, kalian bisa berbuat apa " Sebenarnya kau harus berterima kasih kepadanya. Sebab kalau dia bermaksud mengambil jiwamu, saat ini engkau sudah kehilangan sebelah tanganmu. Lalu tinggal memotong sebelah tanganmu lagi. Bukankah kau bakal mati kehabisan darah ?" Gemak Ideran segera berdiri sambil melemparkan pandangnya ke arah datangnya suara itu. Begitu mengenal siapa yang berkata itu, berserulah ia setengah tak percaya : "Hai dia !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Siapa ?" Niken Anggjna menegas. Diapun ikut berdiri setelah memungut pedangnya yang tergeletak di atas rerumputan. "Pemuda lusuh di depan rumah makan." bisik Gemak Ideran. Niken Anggana tercengang. Pemuda lusuh di depan rumah makan " Lalu menegas : "Apakah pemuda lusuh yang kau pertanyakan kepada ayunda Windu Rini ?" "Benar. Itulah dia !" jawab Gemak Ideran dengan suara mengandung kegembiraan. "Aku sudah menduga, dia pasti mempunyai sangkut-paut dengan kepentingan gerombolan yang sedang bermain sandiwara di rumah makan. Diapun menghilang berbareng dengan keberangkatan kita meninggalkan rumah makan. Mustahil hanya secara kebetulan. Nyatanya, kini dia muncul kembali. Mari kita dekati!" Selagi ia melangkahkan kakinya, terdengar suara bersuing di atas kepalanya. Sebilah pisau terbang menetak dahan pohon. Tak! Dan dahan itu terpotong tak ubah leher terpangkas pedang tajam. Syukur Niken Anggana sempat menariknya kembali dan dibawanya mundur berlindung. "Kakang, sabarlah dulu !"ujar Niken Anggana dengan setengah tertawa."Tunggulah sampai orang-orang itu tidak berkutik lagi." Gemak Ideran terdiam. Tetapi hatinya mendongkol. Mengingat diapun kurang jelas siapa pemuda lusuh itu, ia terpaksa menahan diri. Sementara itu terdengar pemuda lusuh itu berseru: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Sudah lama aku mengintipmu. Ternyata kalian hanya pandai menyerang orang selagi tertidur lelap. Apakah perbuatan kalian termasuk perbuatan orang-orang gagah ?" Kalika, Lekong dan Seteluk tergugu mendengar kata-kata pemuda itu. Jadi mereka sudah kena intip semenjak tadi " Diam-diam hatinya tercekat, karena kehadiran pemuda itu berada di luar pengamatan. Biasanya, telinganya yang terlatih semenjak puluhan tahun yang lalu dapat menangkap bunyi Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo nafas seseorang pada jarak duapuluh langkah. Mengapa kali ini hilang dayanya " Tentunya pemuda itu bukan tokoh scmbarangan. Dan memperoleh pikiran demikian, segera mereka bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Tetapi pemuda itu hanya duduk berjagang di atas sebuah batu. Sama sekali ia tak bergerak dari tempatnya. Hanya mulutnya saja yang berkomat-kamit seperti lagi menggerumiti penganan. Setelah menelannya habis tiba-tiba ia berseru lagi : "Hai Kalika, kau satu-satunya wanita di antara mereka berdua Apakah engkau gundiknya ?" Lekong dan Seteluk marah bukan main. Dengan berbareng mereka meloncat menghampiri. Pemuda itu meloncat pula dari tempat duduknya seraya berkata : "Hai ! Apakah kalian ingin mencoba-coba keampuhan senjataku " Lihat, hanya sebatang tongkat penggebuk anjing." Setelah berkata demikian, dengan gesit ia menyerang. Nampaknya ringan saja, tetapi tiba-tiba mengarah sasaran yang mematikan. Keruan saja Lekong dan Seteluk terkejut bukan kepalang. Buru-buru mereka membela diri. A kan tetapi serangan pemuda itu, mendadak saja berubah menjadi suatu rangkaian serangan yang cepat luar biasa. Sebentar saja ia dapat mendesak mereka berdua hampir-hampir mencapai http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tebing jurang. Dan sadar akan bahaya mengancam jiwanya, dengan berjumpalitan Lekong dan Seteluk terbang ke udara melewati kepala pemuda lusuh itu. Begitu tiba di atas tanah, Lekong membentak : "Sebenarnya siapa engkau ?" "Aku ?" pemuda itu tertawa riang. "Aku seorang pengembara. Apakah kalian perlu mengenal namaku ?" "Betul!" Kalika berteriak. "Kau sudah mengenal kami bertiga. Tentunya engkau tidak takut memperkenalkan namamu agar dapat kami kenang selama hidup." "Waddooo..... sampai perlu kau kenang " Hihi..... sebenarnya apa sih aku ini sampai perlu menerima suatu kehormatan besar " Aku hanya seorang pengemis. Lihat! Akupun tidak cakap. Kulit tangan dan wajahku berbentong- bentong putih. Suaraku buruk seperti bunyi suara gagak. Karena itu tidak berani aku mempunyai nama." "Betul-betul kau tidak mempunyai nama ?" ejek Kalika. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Tidak. Apa sih hebatnya suatu nama. Yang penting, bukankah yang menyematkan nama itu ?" "Hm, hm....." Dengus Lekong. Kemudian berkata kepada Kalika : "Bagaimana kalau kita namakan si gagak putih " Bukankah dia sendiri yang berkata suaranya jelek seperti bunyi burung gagak ?" "Yang putih kau angkat dari mana ?" Kalika menegas seraya memiring-miringkan kepalanya. "Kulit tangan dan mukanya berbecak-becak putih, kan ?" Seteluk yang semenjak tadi menutup mulutnya menyambung: "Gunakan bahasa kita." "Maksudmu ?" Lekong menegas. "Jangan putih, tetapi seta. Dengan begitu kita sebut dia Gagak seta." "Waddoooo..... bagus, bagus !" pemuda itu berseru girang. Lantas saja dia menandak-nandak seperti anak gendeng. "Bagus ! Hari ini aku mempunyai nama yang tepat. Ya, sebutlah aku Gagak Seta!" Ketiga orang itu sebenarnya bermaksud menghina pemudi lusuh itu. Tak tahunya pemuda lusuh itu malahan menandaknandak kegirangan. Keruan saja mereka mendongkol bukan kepalang sampai wajahnya merah padam. "Bangsat! Kau ini manusia atau siluman ?" bentak Lekong. "Aku " Kau sebut manusia, boleh. Kau sebut siluman, aku tidak melarang. Pendek kata, hari ini aku mempunyai nama yang tepat sekali. Gagak Seta! Gagak Seta dari lembah Gunung Lawu. Kalian bertiga menyebut-nyebut nama gunung http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Rinjani dan gunung Lasung. Bagus ! Jadi kita berempat samasama dari gunung." Kalika, Lekong dan Seteluk kelak muncul kembali di "MENCARI BENDE MATARAM" dengan nama Jahnawi, Mohe dan Kalika yang meninggal di hari tua diganti oleh Jinawi. Mereka bertiga menamakan diri sebagai Utusan Suci. Tugasnya mengumpulkan benda-benda sakti peninggalan para nenek-moyang yang dianggapnya diwariskan kepada golongan mereka. "Tidak bisa !" bentak Seteluk. "Meskipun kita sama-sama orang gunung, tetapi gunungmu tidak sama dengan gunung kami. Gunung kami suci murni. Gunung Lasung berada di tengah pulau Bali dan Gunung Rinjani berada di Lombok. Sebaliknya, gunungmu berada di atas tanah yang kotor. Tanah yang memiliki aneka ragam agama dan kepercayaan." "Apakah bukan karena mulutmu yang kotor ?" ejek Gagak Seta. "Mulutku yang kotor ?" Seteluk tercengang. Ia tidak mengerti maksud Gagak Seta. "Betul!" sahut Gagak Seta. "Bukankah engkau kencing saban hari dan berak saban hari pula ?" "Semua orang begitu. Lalu apa hubungannya ?" "Jelas, dong..... Kencingmu dan kotoranmu dihisap bumi. Dan bumi merebuki tanaman yang engkau makan. Bukankah mulutmu jadi kotor ?" Seteluk tergugu. Kalau dipikir, memang begitulah halnya. Namun ia tidak sudi mengalah. Lantas saja ia mengutuk : "Bangsat! Tetapi disana tiada aneka agama dan kepercayaan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Siapa bilang!" bantah Gagak Seta. "Meskipun belum pernah aku menginjak tanahmu, tetapi pulau Bali dan pulau Lombok adalah tanah subur bagi aneka agama dan kepercayaan. Karena apa " Penduduknya percaya dan yakin adanya Sang Maha Kuasa. Sayangnya..... cuma kalian bertiga yang sesat." "Sesat ?" Seteluk berteriak kalap. "Kenapa sesat " Kami justru dari Utusan Suci." "Nah tuuu..... apa itu Utusan Suci " Utusan Suci kentutmu !" maki Gagak Seta. (*selanjutnya baca Mencari Bende Mataram jilid 1 dan 2) Sampai disini Seteluk tidak dapat menahan rasa gusarnya. Sebilah goloknya ditariknya terpentang dan tiba-tiba menjadi dua bilah golok kembar yang berkilat-kilat oleh cahaya sinar matahari menjelang senjahari. Dan dengan senjata dua bilah golok kembar itu, ia melompat menerjang. Tetapi Gagak Seta tidak takut Dengan senjata tongkatnya yang berwarna kehijau-hijauan ia menyongsong serangan Seteluk dengan gerakan yang sebat luar biasa. Sekarang ia malahan berbalik menyerang untuk mengimbangi sabetan golok yang datang beruntun. Dalam beberapa waktu saja, mereka bertempur dengan sengit dan seru. Gagak Seta mendesaknya dan nampak Seteluk mundur setapak demi setapak. Wajahnya nampak kebingungan. Jelas sekali ia kerepotan. Segera terdengar suara bentrokan nyaring. Seteluk melesat mundur kira-kira lima langkah Gagak Seta tertawa terbahakbahak dan berseru dengan gagahnya : "Eh, ilmumu lumayan juga. Mari kita uji sekali lagi !" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Bentrokan sebentar tadi memperlihatkan kehebatan Seteluk. Meskipun tangannya melekah dan mengalirkan darah, Gagak Seta terhuyung juga. Tetapi Gagak Seta tidak mau sudah. Sebat luar biasa ia mendesak. Luar biasa gerakan tongkatnya Namun masih bisa Seteluk mengelak sehingga mau tak mau Gagak Seta merasa kagum.. Hal itu bukan berarti Gagak Seta mati kutu. Pada detik itu pula, ia mulai menyerang dengan gerakan-gerakan tongkat aya yang aneh luar biasa. Menyaksikan kepandaian Gagak Seta berada di atas Seteluk, Kalika dan Lekong maju serentak dan menyerang dengan berbareng. Kalika dengan tongkat bajanya dan Lekong dcngan senjata pancingnya yang ampuh. Tanpa pikir mereka berdua bermaksud membantu rekannya. Tadi pun sewaktu melawan Diah Windu Rini, mereka main keroyok pula. Senjata pancing Lekong terlebih dulu menjangkau sasarannya. Melihat berkelebatnya senjata pancing itu, Gagak Seta menjerit: "Aduh, celakaaaa.......... !" Berbareng dengan jeritannya, ia roboh jumpalitan. Sebalikmu Lekong dan Kalika heran bukan main menyaksikan cara Gagak Seta berkelahi. Selagi mereka tertegun, tiba-tiba ujung tongkat Gagak Seta menghantam betis. Tuk ! Kalika masih sempat melompat, tetapi betis Lekong kena pukulan tongkat. Seketika itu juga, Lekong jatuh terguling. Senjata pancingnya yang panjang tidak berkutik lagi. Kalika mendongkol bukan main. Ia merasa kena ditipu dan diingusi bocah edan itu. Siapapun tidak menduga, bahwa Gagak Seta yang roboh jumpalitan masih sempat mengadakan serangan balik. Karena itu, dengan mengerahkan seluruh tenaganya ia menggempur. Tetapi bukan Gagak Seta yang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kena pukulannya. Sebaliknya rekannya sendiri si Lekong yang baru berusaha merangkak bangun. Tak ampun lagi Lekong benar-benar roboh dan jatuh terkapar di atas tanah. Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Tanpa menghiraukan keadaan Lekong, ia melompat menyerang Kalika yang galak. Serunya pula: "Nyonya tua! Jangan takut, aku tidak akan memukul temanmu yang nyaris sekarat. Satria dari Gunung Lawu tahu benar apa makna seorang satria. Bukan seperti kamu yang main keroyok..." Tajam ucapan Gagak Seta meskipun disertai dengan tertawa gelak. Waktu itu, Kalika sedang menarik tongkat bajanya setelah menggebuk Lekong. Begitu melihat sambaran tongkat Gagak Seta yang istimewa buru-buru ia menangkis. Tongkatnya hendak mengadu jiwa. Sebab belum pernah selama hidupnya ia menerima hinaan begitu hebat. Gagak Seta memang berkepandaian tinggi, ia tidak hanya melayani Kalika saja, tetapi masih memperhitungkan Seteluk yang bersenjata golok kembar. Itulah sebabnya, tak sudi ia mengadu tenaga dengan Kalika yang tengah kalap. Di tengah jalan, ujung tongkatnya berbelok mengarah kepada Seteluk. Dengan demikian, Gagak Seta dapat melawan dua lawan tangguh hanya dalam satu gebrakan saja. Diah Windu Rini yang semenjak tadi merasa diwakili Gagak Seta, berdiri tegak di tempatnya. Diam-diam ia kagum menyaksikan ilmu kepandaian Gagak Seta. Ia tadi hanya seimbang dikerubut tiga orang. Tetapi Gagak Seta dapat merobohkan lawannya dalam beberapa gebrakan saja. "Benarlah kata guru. Di balik gunung masih terdapat gunung yang lebih tinggi," pikir Diah Windu Rini di dalam hati. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Aneh cara bertempurnya. Orangnya angot-angotan. Sesungguhnya dia murid siapa " Kepandaian gurunya pasti sudah mencapai tingkat sempurna." Dalam pada itu, Seteluk terkejut setengah mati sewaktu tongkat Gagak Seta tiba-tiba menghampirinya. Karena tidak sempat lagi untuk menggunakan kedua goloknya, ia membuang diri dan membiarkan senjatanya terlepas dari genggamannya. Kemudian dengan berjumpalitan ia balik menyerang. Caranya lebih aneh lagi. Tiba-tiba ia menungging. Lalu menggulungkan diri bagaikan bola menggelinding. Kedua tangan dan kakinya bekerja. Gagak Seta tercengang. Setelah menyapu tongkat Kalika ke samping, ia menghantamkan tongkatnya. Seteluk mundur bergulungan. Tangannya menyambar goloknya dan membabatkan. Inilah serangan balik lagi yang sama sekali tak terduga. Terpaksalah Gagak Seta mengadu kekuatan. Ia membenturkan tongkatnya sehingga menerbitkan suara nyaring. Tepat pada saat itu, tongkat baja Kalika menyambar Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dan hampir-hampir saja menahas leher Gagak Seta. "Hai nenek keriputan!" bentak Gagak Seta. "Kau kejam benar. Rupanya tongkatmu bisa kau gunakan sebagai golok pula. Bagus!" Gagak Seta memutar tubuhnya menghadapi Kalika. Mungkin sekali Kalika akan melanjutkan dengan serangan susulan. Justru pada saat itu, Seteluk melompat menghantam punggungnya. Diah Windu Rini belum kenal siapa Gagak Seta. Tetapi ia percaya, pemuda itu bermaksud baik kepadanya. Melihat bahaya yang mengancam, segera ia melompat menahaskan pedangnya. Oleh gerakan pedangnya, Seteluk tidak berani melanjutkan bokongannya, mengingat ilmu pedang Diah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Windu Rini tidak usah kalah bila dibandingkan dengan ilmu tongkat Gagak Seta. Justru demikian, Gagak Seta sekonyong-konyong melesat ke luar gelanggang. Lalu tertawa terbahak-bahak sambil berseru : "Bagus ilmu pedangmu ! Lanjutkan !" Diah Windu Rini tercengang. Pada detik itu pula tahulah ia, Gagak Seta berpura-pura tidak mengetahui ancaman Seteluk. Tanpa pertolongannya, sesungguhnya Gagak Seta dapat mengelakkan diri. Bahkan bukan mustahil bisa membalas menyerang dengan caranya yang aneh. Selagi berpikir demikian, Gagak Seta sudah melesat maju lagi. Kali ini ia terbang berjumpalitan di tengah udara dan mendarat di depan Kalika. Katanya dengan tertawa lebar : "Nenek ! Kau ini memang perlu dihajar." Kalika sudah berpengalaman. Ia tahu, lawannya bermulut jahil. Maka tanpa menggubris bunyi ucapannya, ia mendahului menyerang. Ternyata benar dugaan Gagak Seta. Senjatanya yang berbentuk tongkat itu, sesungguhnya merupakan sarung sebilah pedang yang tajam luar biasa. Dengan suatu gerakan tangan, pedang itu terloncat dari dalam tongkatnya dan disambar dengan tangan kanannya. Sedang tongkat baja yang tadi berada di tangan kanan beralih ke kiri. Dengan demikian, ia kini bersenjata sebatang tongkat dan sebilah pedang. Gagak Seta tercengang. Namun ia tak sudi kalah gertak. Diapun mengalihkan tongkatnya ke tangan kirinya. Kemudian entah bagaimana caranya, tahu-tahu tangannya sudah dapat mengusap wajah Kalika sambil berkata mengejek: "Nah, betul bukan " Mukamu jelek dan sudah keriputan. Orang setua engkau ini pantas menjadi pendeta di atas http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ gunung yang sunyi sepi. Mengapa keluyuran sampai di sini " Hm, Utusan Suci kentut." Wajah Kalika merah padam. Dadanya serasa hendak meledak saja. Hatinya panas bukan main. Ia melompat pula ke depan sambil menggerakkan pedang dan tongkatnya. Sebat dan cepat gerakannya ibarat setetes curahan hujan tidakkan dapat menembus lingkarannya. Gagak Seta ternyata melayani. Ia melesat mundur sambil tertawa haha hihi. Gemak Ideran dan Niken Anggana kagum bukan main. Tak dikehendaki sendiri mereka tertawa geli. Memang mulut Gagak Seta terlalu jahil. Akan tetapi mengesankan watak satria. Tak terasa pula, Gemak Ideran berseru nyaring : "Kakang Gagak Seta ! Gerakan kaki dan tanganmu benarbenar aneh. Coba ulangi lagi agar aku dapat mengamati lebih jelas lagi ........." Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Sahutnya : "Saudara ! Orang sekarang mengatakan dengan istilah jurus. Dan jurusku ini memang aneh. Hanya saja hanya berlaku untuk satu kali saja. Kalau diulangi bakal gagal. Salahmu sendiri mengapa tidak kau perhatikan sungguhsungguh." "Bukan begitu." tungkas Gemak Ideran. "Akulah yang tolol. Otakku bebal. Mataku lamur." "O begitu " Kalau begitu sama dengan diriku." Sebenarnya gerakan Gagak Seta sebentar tadi tidak terlalu istimewa. Hanya saja sama sekali tak terduga, sehingga Kalika yang berpengalaman kena diingusi begitu mudah. Tetapi setelah merasakan getahnya, orang tua itu kini meningkatkan kewaspadaannya. Sebaliknya, perhatian Niken Anggana tidak seperti Gemak Ideran. Karena dia seorang gadis yang perasa http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ serta halus budi-pekertinya, ia merasa jemu terhadap ketiga orang itu. Segera berkata kepada Gemak Ideran : "Kakang, mintalah padanya agar menggebah mereka secepat-cepatnya ! Aku sudah jemu." Niken Anggana berbicara dengan suara perlahan seperti biasanya. Akan tetapi bagi pendengaran Gagak Seta sudah cukup jelas. Tiba-tiba saja ia menyahut: "Benar ! Akupun sudah jemu. Baiklah, demi untukmu aku akan menggebah mereka. Tetapi ibarat orang mengantarkan tetamu sampai ke luar batas wilayah, terus terang saja aku minta bantuan. Hayolah bantu aku ! Seorang diri aku tidak sanggup menggebahnya pergi." Sebenarnya kata-katanya terakhir dialamatkan kepada Diah Windu Rini. Ia tahu, Diah Windu Rini berkepandaian tinggi. Sayang dia hanya jadi penonton saja. Mungkin mendongkol, karena ia tadi berpura-pura tidak tahu sewaktu akan dibokong Seteluk. Kalau tidak begitu, tentunya ingin melihat sampai dimana kepandaiannya melawan tiga orang musuhnya dengan seorang diri." Niken Anggana yang berhati polos tidak mengerti jalan pikiran Gagak Seta. Ia berseru kepada Diah Windu Rini: "Ayunda, jelas sekali aku tidak dapat membantu dia. Kukira, ayunda yang tepat. Dia membantu ayunda. Sekarang ayunda harus membantunya. Dengan begitu, ayunda tidak usah berhutang budi kepadanya." Mendengar kata-kata Niken Anggana, Diah Windu Rini tersenyum lebar. Lalu tertawa geli. Justru pada saat itu, Seteluk melompat menyerang Gagak Seta. Ia merasa yakin, serangannya kali ini tentu berhasil. Sebab perhatian Gagak Seta terbagi-bagi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi Gagak Seta benar-benar tangguh dan berkepandaian tinggi. Diserang dengan tiba-tiba, sama sekali ia tidak gugup. Tongkatnya dihangkan melintang dan membentur golok kembar Seteluk yang membabat dengan derasnya. Suatu benturan tak terelakkan lagi. Tepat pada detik itu Gagak Seta melesat menghampiri Diah Windu Rini sambil berkata berbisik : "Nona, kali ini bagianmu. Bertempurlah dengan sungguhsungguh ! Jiwa taruhannya." Diah Windu Rini adalah seorang gadis yang angkuh, tinggi hati, mudah tersinggung dan tegas dalam setiap tindakannya. Kata-kata Gagak Seta yang diucapkan dengan berbisik, menyinggung kehormatannya. Apalagi kesannya seperti Keris Iblis 1 Pendekar Rajawali Sakti 45 Satria Baja Hitam Tujuh Tumbal Perawan 2