Bulan Jatuh Dilereng Gunung 8
Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno Bagian 8 seorang kakak menasehati adiknya yang belum pandai beringus. Tak mengherankan hatinya mendongkol sampai wajahnya bersemu merah. Pikirnya di dalam hati: "Anak edan ini apa sih maunya " Dia sendiri yang tidak bersungguh-sungguh. Masakan aku yang dituduh ?" Sebenarnya tadi ia segera meninggalkan gelanggang. Tetapi karena tertarik oleh kepandaian Gagak Seta, ia menahan diri. Pada saat itu Gagak Seta mengambil kedudukan demikian rupa seakan-akan merintangi dirinya manakala ia bermaksud ke luar gelanggang. Ia menjadi gemas. Justru demikian, tiba-tiba ia melihat sesuatu. Dengan tak setahunya sendiri, sekarang ia berhadap-hadapan dengan Kalika dan Seteluk. Kedua orang yang penasaran itu berkelahi dengan sungguh-sungguh. Sebenarnya mereka ingin melampiaskan rasa penasarannya kepada Gagak Seta. Tetapi Gagak Seta sengaja memojokkannya agar dirinya yang menghalau mereka. Terpaksalah ia menahan mereka dan berkelahi dengan sungguh-sungguh pula. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gagak Seta membantu Diah Windu Rini dari samping. Tetapi ia tidak berkelahi dengan sungguh-sungguh, melainkan sengaja memancing Kalika dan Seteluk agar merabu Diah Windu Rini. Setelah Diah Windu Rini terlibat dalam suatu pertempuran seru, tiba-tiba ia melompat ke luar gelanggang dan berdiri sebagai penonton Mulailah ia memperhatikan ilmu pedang Diah Windu Rini yang hebat. Pedangnya berkelebatan bagaikan ular melingkar-lingkar. Pikirnya, hebat ilmu pedang gadis ini. Tetapi kalau dikerubut dua orang yang menamakan diri Utusan Suci, belum tentu dia menang. Memikir demikian, kembali lagi ia memasuki gelanggang. Terus saja ia menerjang. "Nona, biarlah kuhajarnya dari samping !" serunya bersemangat Tetapi mulut dan perbuatannya jauh berlainan. Tiba-tiba saja dengan tongkatnya yang istimewa ia terbang tinggi di udara dan menghantam Seteluk dari atas. Keruan saja, Seteluk sama sekali tidak mengira akan diserang dari udara. Ia mengira Gagak Seta akan menyerang dari samping benarbenar. Karena itu ia bersiaga menghadapi kemungkinan demikian. Tak tahunya si mulut jahil melompat dan menyambar bagaikan elang. Buru-buru ia menggeserkan kakinya dan mengangkat golok kembarnya untuk melindungi kepalanya. Trang! Suatu ada tenaga tidak terelakkan lagi. Ia merasakan nyeri sampai menusuk jantungnya. Dan sebelah tangannya tak dapat digerakkan lagi. Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Begitu mendarat di atas rerumputan, ia memutar tubuhnya dan meludahi muka Kalika yang jadi kelabakan. Justru pada saat itu, Gagak Seta maju menerjang. Dengan ujung tongkatnya ia menyerang bertubi-tubi. Kali ini bukan mengarah kepala atau bagian badannya. Tetapi betis nenek itu yang diarahnya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kalika tahu, ilmu kepandaian Gagak Seta tinggi dan aneh. Orangnya ugal-ugalan pula. Tetapi sama sekali tidak diduganya, bahwa dia akan menyerang betisnya. Tahu-tahu : Duk ! Ia memekik oleh rasa sakit dan terkejut. Tubuhnya terbanting dan menggelinding bagaikan dahan pohon digelindingkan menuruni tanah rendah. Begitu meletik bangun ia tidak mampu berdiri tegak. Tubuhnya sempoyongan dan pandang matanya berkunang-kunang. Heran ia, apa sebab sodokan tongkat Gagak Seta mempunyai kekuatan hebat Dan lagi ia tercenung-cenung, penglihatannya yang agak kabur masih sempat menangkap bayangan Seteluk yang melarikan diri tak ubah seekor anjing takut kena gebuk. Tangannya berlumuran darah. Mungkin sekali ia tidak bakal dapat berkelahi lagi. Seumpama bisa pulih, harus berlatih lagi terusmenerus selama sepuluh tahunan. Kalika tercengang. Ia mengenal siapakah Seteluk. Selain berilmu kepandaian tinggi, hatinya congkak. Selamanya belum pernah ia dikalahkan orang. Apalagi sampai lari terbirit-birit demikian. Menyaksikan kepergiannya, Kalika mendongkol. Hatinya penasaran, tetapi ia insyaf apa akibatnya bila hanya menuruti perasaannya saja. Selain Gagak Seta, masih berdiri seorang lawan yang sama tangguhnya. Dialah Diah Windu Rini yang memiliki ilmu pedang bagus luar biasa. Maka dengan memaksakan diri, ia kabur pula mengikuti Seteluk dengan terpincang-pincang. Sama sekali ia tidak menghiraukan Lekong yang masih duduk menumprah di atas tanah. Gagak Seta membiarkan Kalika kabur. Perlahan-lahan ia menghampiri Lekong. Berkata dengan tertawa nyaring : "Hai! Sebenarnya kau berasal dari mana ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau kau mau membunuhku, bunuhlah! Apa perlu engkau menanyakan asal-usulku ?" bentak Lekong dengan mata merah. "Bagus ! Kau seorang laki-laki tulen juga." ujar Gagak Seta. "Tetapi menilik logat bahasamu, agaknya kau bukan satu asal dengan nenek keriput tadi." "Kalau benar bagaimana ?" "Kalau benar, kau akan kusembelih. Kau kira aku takut memotong lehermu ?" bentak Gagak Seta. "Dan mayatmu akan kubiarkan menjadi makanan binatang buas." Lekong tercengang. Dahinya berkeringat Lalu menjawab : "Baiklah, kau boleh memotong leherku. Tapi tolong kirimkan mayatku ke Bali." Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Dengan sekilas pandang ia mengamati kesan wajah Lekong. Orang Bali itu benar-benar berbicara dengan hatinya. Dan semenjak masih berada dalam rumah perguruan, ia menghormati seseorang yang berjiwa ksatria. Mata dengan suara lantang ia berkata : "Lekong ! Engkau seorang satria. Dan terhadap seorang satria, aku bersedia menjadi kawanmu. Lagipula tulangtulangmu bagus. Beberapa tahun lagi, engkau pasti bangkit kembali." "Hm." Lekong mendengus. "Tetapi engkau bakal menyesal bila tidak segera membunuhku." "Memangnya, kenapa ?" "Sebab pada suatu kali aku datang kembali mencari dirimu. Pada waktu itu aku akan mengadu jiwa denganmu." ( BACA : MENCARI BENDE MATARAM JILID I DAN II) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gagak Seta tertawa lebar. Tiba-tiba membentak : "Lekaslah enyah dari sini, senyampang belum berubah keputusanku." Mendengar bentakan Gagak Seta, wajah Lekong berubah. Ia tahu, orang angin-anginan itu bisa saja berubah pikirannya. Maka dengan memaksa diri ia bangun tertatih-tatih. Lalu ngeloyor dengan sempoyongan. Sebentar saja tubuhnya sudah menghilang di balik rimbun petak hutan. Gemak Ideran kagum bukan main menyaksikan sikap Gagak Seta. Pemuda itu angin-anginan, namun berjiwa seorang satria sejati. Ia tidak hanya mengampuni jiwa lawannya, akan tetapi sama sekali tidak menanyakan apa alasan mereka mengkerubut Diah Windu Rini. Artinya ia menghormati alasan orang lain. "Saudara!" lantas saja Gemak Ideran berseru. "Bolehkah aku berkenalan denganmu ?" "Soal perkenalan sih soal gampang. Kau berdiri saja di tempatmu. Aku belum puas berkelahi." sahut Gagak Seta diluar dugaan. Apa yang dimaksudkan belum puas berkelahi " Berkelahi dengan siapa lagi " Ia mengembarakan pandang matanya menyelidiki sela-sela pohon, barangkali ada musuh yang sedang bersembunyi. Ternyata tiada. Lalu siapa yang dimaksudkan. Selagi sibuk menduga-duga, terdengar Gagak Seta berkata kepada Diah Windu Rini: "Nona, kau sudah mengenal namaku. Bolehkah aku mengenal namamu pula ?" Diah Windu Rini tersenyum, namun pedangnya masih bersiaga bertempur. Ia curiga terhadap watak Gagak Seta yang aneh dan angin-anginan. Siapa tahu, tiba-tiba dia http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ menyerang dengan mendadak. Maka jawabnya dengan suara tenang : "Gagak Seta ! Sebenarnya namamu kurang tepat." "Mengapa ?" Gagak Seta tertarik. "Kata-kata gagak mengingatkan orang kepada seekor burung yang buruk. Suaranya parau dan senang memakan bangkai." Gagak Seta tertawa terbahak-bahak. Sahutnya : "Aku tidak sependapat" "Alasanmu ?" "Memang betul, gagak seekor burung yang buruk rupa dan suaranya. Tetapi dia lebih jujur daripada burung bangau. Nampaknya cantik menggiurkan penglihatan. Tetapi ia membunuh sesama hidup menjadi mangsanya. Lainlah halnya dengan burung gagak. Merasa dirinya buruk rupa dan suaranya, ia tahu diri. Yang dimakan hanyalah bangkai. Selamanya belum pernah membunuh." Diah Windu Rini tertawa. Gemak Ideran dan Niken Anggana tercengang. Untuk yang pertama kali itu, mereka mendengar suara tertawa Diah Windu Rini yang membersit dari hatinya yang tulus. "Eh, tak kukira engkau pandai berfalsafah." ujar Diah Windu Rini dengan pandang mata berseri-seri. "Sekarang tentunya engkau mulai tertarik kepada lambang putih atau seta. Jadi engkau hendak mengesankan orang, bahwa dirimu ibarat seekor gagak yang berhati bersih. A pakah begitu ?" Gagak Seta tertawa. Sahutnya : "Habis, namaku yang aseli terdengar menyeramkan." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Siapa ?" "Namaku ! Entah siapa yang memilih nama itu untukku." "Bagaimana bunyinya ?" "Saring. Nah, bukankah jelek ?" "Hai belum tentu. Saring artinya menyaring. Kau diharapkan oleh sang pemberi namamu agar pandai menyaring yang buruk dan yang baik." kata Diah Windu Rini bersungguhsungguh. Gagak Seta memanggut. Mendadak saja ia melompat dan menyerang. Keruan saja Diah Windu Rini kaget bukan kepalang, walaupun ia sudah berjaga-jaga akan menghadapi kemungkinan begitu. Justru demikian, dapatlah ia mengelakkan serangan mendadak itu. Dengan menjejakkan kakinya, ia melompat enteng sekali. Begitu mendarat di atas tanah segera ia minta keterangan apa sebab Gagak Seta menyerangnya tanpa alasan. Namun belum sempat ia membuka mulutnya, Gagak Seta sudah menyerangnya kembali bertubi-tubi. Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran terlongong-longong. Tak terasa ia berkata kepada dirinya sendiri: "Apakah dia sakit gila " Jangan-jangan ........" Waktu itu, Diah Windu Rini terbang lagi tinggi di udara dengan menekukkan kedua kakinya. Dengan begitu, dapatlah ia melewati kepala Gagak Seta. Justru demikian, tongkat Gagak Seta menusuk perutnya. Meskipun serangan itu amat cepat dan tepat, namun masih bisa Diah Windu Rini membebaskan diri sambil membabatkan pedangnya ke samping. Suatu bentrokan nyaring tidak dapat dihindarkan lagi. Trang ! Dan bentrokan itu memercikkan letikan api. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Hai! Apakah artinya ini ?" tegur Diah Windu Rini dengan gesit. Dengan manis sekali ia mendarat dua langkah di samping Gagak Seta. Tetapi Gagak Seta tidak menggubris tegoran Diah Windu Rini. Ia penasaran, karena serangannya gagal. Maka kembali ia menyerang dengan gerakan yang aneh. Ujung tongkatnya mengarah ke barat, mendadak saja berbalik menikam ke timur. Gemak Ideran dan Niken Anggana terperanjat Inilah serangan yang benar-benar aneh. Andaikata mereka yang diserang dengan tipu-muslihat demikian, ia membutuhkan beberapa waktu lamanya untuk memecahkan. Dalam suatu pertempuran, betapa mungkin mereka memperoleh kesempatan demikian. Maka dengan menahan nafas mereka mengawaskan Diah Windu Rini bagaimana cara melawannya. Dalam keadaan terjepit, terpaksalah Diah Windu Rini bertempur dengan sungguh-sungguh. Dengan suatu kecepatan yang susah dilukiskan, pedangnya meliuk pula dan membuat suatu getaran untuk menyapu semua tipu muslihat yang mungkin sekali membawa perkembangan. Berkali-kali ia terpaksa berkelit seraya memperhatikan gerakan tongkat Pikirnya, benar-benar Gagak Seta berkelahi dengar sungguhsungguh, ini namanya bukan bergurau lagi. Sekali salah bertahan atau salah balik menyerang, akibatnya tak dapat dibayangkan. Tak dapat lagi ia memecahkan perhatian untuk meraba-raba maksud lawannya Sebentar saja mereka sudah bertempur dengan serunya Sementara itu matahari mulai melampaui senjahari. Dalam hutan, cahayanya sudah tidak dapat menembus mahkota Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dedaunan. Gemak Ideran dan Niken Anggana mengawaskan pertempuran itu dengan mata tak berkedip. Kedua-duanya http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sama tangguhnya Tiada yang kalah atau menang. Sekonyongkonyong Gagak Seta menyerang bagaikan hujan puyuh. Tongkatnya berkelebatan dari empat penjuru. Diah Windu Rini tidak sempat lagi membuat suatu jarak. Dengan mengerahkan tenaga saktinya ia menempelkan ujung pedangnya kepada tongkat Gagak Seta yang istimewa. Kemana gerakan tongkat Gagak Seta, ia mengikuti terusmenerus, meskipun diputar bagaikan kitiran. Sewaktu disontekkan ke atas, tubuh Diah Windu Rini melejit ke udara seperti terangkat Pada saat itu, tubuhnya melesat berjumpalitan dan mendarat sepuluh langkah di depan Gagak Seta. Gagak Seta tertawa terbahak-bahak sampai tubuhnya bergoncang-goncang. Ia menganggap peristiwa tadi sebagai suatu hal yang lucu. Lalu berseru dengan suara kagum : "Ah ! Benar-benar nona anak murid Nyi Ratu Bulungan !" Mendengar kata-kata Gagak Seta, bukan main lega hatinya Gemak Ideran. Tahulah dia, bahwa Gagak Seta sebenarnya baru menguji kepandaian Diah Windu Rini. Niken Anggana tidak senang menyaksikan tindak kekerasan, lebih-lebih lagi. Segera ia hendak menghampiri Diah Windu Rini. Tiba-tiba ia mendengar Gagak Seta melanjutkan kata-katanya : "Apakah hanya engkau seorang yang mewarisi kepandaian almarhumah Nyi Ratu Bulungan ?" "Benar." jawab Diah Windu Rini singkat. Gagak Seta menatap wajah Diah Windu Rini. Kali ini hilanglah kesan wajahnya yang angin-anginan. Dengan pandang bersungguh-sungguh ia berdiri tegak bagaikan patung, lalu membungkuk hormat seraya menjatuhkan diri. Itulah pemberian hormat yang istimewa. Pemberian hormat http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang hanya dipersembahkan kepada seseorang yang sangat dihormati. Diah Windu Rini terperanjat Cepat-cepat ia menghindar karena tidak berani menerima sembah demikian tinggi. Sewaktu hendak menegornya, Gagak Seta berkata menjelaskan : "Aku bukan memberi hormat ini kepadamu. Tetapi kupersembahkan kepada gurumu. Tolong, janganlah menghindar ! Jangan pula membalas hormatku. Kalau tidak kau kabulkan, aku merasa tidak berharga lagi bertemu denganmu." Setelah berkata demikian, tiba-tiba ia menangis menggerung-gerung. Tangisnya bukan berpura-pura, tetapi benar-benar membersit dari hatinya yang tulus ikhlas. Kesannya sangat sedih dan mengharukan. Diah Windu Rini biasanya bersikap angkuh dan congkak. Biasa pula ia menerima hormat orang. Akan tetapi kali ini, dia nampak bingung. Dengan suara tergagap-gagap ia berkata : "Kiranya engkau kenal dengan almarhumah guruku ?" "Beliau dimakamkan di mana ?" sahut Gagak Seta seraya menghapus air matanya. "Di atas gunung Semeru." "Di atas gunung Semeru ?" Gagak Seta mengulang seperti seorang murid sedang menghafalkan pelajaran sejarah di depan kelas. "Ah, kalau begitu, aku harus mendaki gunung itu sampai........ eh, di mana letak makam beliau ?" Diah Windu Rini menundukkan kepalanya seraya menyarungkan pedangnya. Ia percaya, kali ini Gagak Seta tidak bermain-main lagi. Lalu berkata dengan suara sendu : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pada bukit ke empat" Perlahan-lahan Gagak Seta berdiri. Lalu menggapaikan tangannya kepada Gemak Ideran dan Nikrn Anggana yang segera menghampiri. Katanya kepada mereka berdua : "Saudara, siapakah nama kalian ?" "Gemak Ideran. Dan ini adikku Niken Anggana." sahut Gemak Ideran. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Jilid VII "Kalian pasti heran apa sebab aku menghormati almarhumah Nyi Ratu Bulungan. Aku berasal dari atas Gunung Lawu. Guruku bernama Ki Ageng Rangsang. Kadang-kadang disebut pula dengan nama Ki Gede Rangsang. Dengan gurunya, guruku bersahabat erat. Kabarnya pada jaman mudanya saling memperhatikan dan menghormati. Aku sendiri masih sempat bertatap muka dengan beliau. Waktu itu aku hampir sesat menekuni Ilmu Penggebuk Anjing." "Apa itu Ilmu Penggebuk Anjing ?" Niken Anggana minta keterangan. "Inilah ilmu tongkatku warisan perguruan kami." "Apakah ilmu sesat, sampai engkau tersesat ?" Gagak Seta tertawa lebar. Sahutnya : "Guruku tidak sempat memberi penjelasan, sehingga aku harus mempelajari sendiri. Padahal otakku bebal. Syukur Nyi Ratu Bulungan berkenan membimbingku. Sekali dua kali aku pernah berlatih dengan beliau. Ilmu pedang beliau persis seperti yang diperagakan Diah Windu Rini." Selagi Niken Anggana hendak meminta penjelasan lagi, Diah Windu Rini berkata menegas : "Kau kenal namaku ?" "Tentu saja Sebab gurumu sering menyebut-nyebut namamu." "Oh." Diah Windu Rini mau mengerti. Menegas lagi : "Kenapa guruku sampai berkenan membimbingmu " A ku tahu watak dan sifat guruku. Beliau tidak mudah runtuh hati oleh pertimbangan lahiriah." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Panjang ceritanya." sahut Gagak Seta. Ia bermenungmenung beberapa saat lamanya. Kemudian melanjutkan katakatanya : "Guruku tiba-tiba terpaksa meninggalkan rumah perguruan. Itulah gara-gara salah seorang muridnya yang kemudian diambil sebagai anak-angkat. Saraswati, namanya. Karena tingkahnya, keenam saudara-seperguruanku mati teracun." "Apa ?" Diah Windu Rini terperanjat seperti disambar geledek. "Syukur masih sempat aku menyimpan kitab-kitab saktinya." ujar Gagak Seta dengan wajah murung. "Itulah Ilmu Penggebuk Anjing dan Ilmu pukulan Kumayan Jati. Di samping itu masih terdapat pula ilmu sakti Ratna Dumilah dan lain-lain. Aku yang masih belum pandai beringus, tentu saja tidak dapat menyelami ilmu warisan itu. Untung almarhumah Nyi Ratu Bulungan berkenan membimbingku. Agar memperoleh bimbingan yang tepat, aku memperagakan ketiga ilmu sakti itu di atas Gunung Semeru. Ah tak kukira, bahwa gunung itu sesungguhnya adalah pilihan gurumu pada akhir hayatnya." "Lalu ?" "Setelah aku memperagakan ketiga ilmu sakti itu, gurumu berkata bahwa di kemudian hari aku bakal menjagoi semua pendekar di seluruh jagad ini. Suatu kali aku pernah terluka dan dengan telaten gurumu mengobati. Sekarang..... ah, bagaimana aku harus membalas budinya." (ILMU SAKTI GAGAK SETA KELAK DIWARISKAN KEPADA SANGAH DAN TITISARI. BACA BENDE MATARAM) Sampai disini Gagak Seta terdiam. Diah Windu Rini tiba-tiba menjadi perasa. Kalau dipikir, diapun belum sempat membalas budi gurunya. Selagi tercenung-cenung demikian, Gagak Seta melanjutkan ucapannya: http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Waktu aku melihat gerakan pedangmu, terus saja aku curiga." "Mengapa ?" Diah Windu Rini tertarik. "Hm, kau berkata gurumu hanya mewariskan ilmu pedangnya kepadamu seorang. Tetapi bagaimana dengan Surengpati ?" Begitu Gagak Seta menyebutkan nama Surengpati, tiba-tiba Diah Windu Rini menghunus pedangnya dan terus menyerang. Gagak Seta rupanya sudah menduga. Dengan mudah ia menangkis dan mengelak. Sekali menjejakkan kakinya, dia melesat menjauhi dan kabur. Di balik belukar ia berseru : "Katakan pada Surengpati, adik-seperguruanmu ! Meskipun dia sudah mewarisi Witaradya, tetapi jangan buru-buru menyebut dirinya, pendekar jempolan. Disini masih ada Gagak Seta. Kalau dia berlagak demikian, akulah orang pertama yang menghalang-halangi." Setelah berseru demikian, Gagak Seta menghilang di balik rimbun hutan. Diah Windu Rini menghela nafas. Ia seperti menyesali dirinya apa sebab bertindak keburu nafsu. Dengan perginya Gagak Seta, ia jadi belum mengetahui siapa orang yang berada di belakang Kalika, Lekong dan Seteluk. Memang adik-seperguruannya itu sangat dirahasiakan gurunya. Sekarang terbongkar dengan mudahnya oleh si pemuda lusuh tadi. Sebenarnya kalau Diah Windu Rini mau berpikir agak panjang lagi, tentunya mengetahui siapa gerangan yang memberitahu Gagak Seta. Siapa lagi kalau bukan gurunya sendiri. Bila tidak, pasti perbuatan Surengpati sendiri. Sebab adik-seperguruannya itu besar kepala dan mau menang sendiri. Mungkin sekali, dia pernah mengadu kekuatan dengan Gagak Seta. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tetapi Diah Windu Rini seorang gadis yang berhati angkuh dan congkak pula. Tak mau ia memperlihatkan rasa sesalnya kepada Gemak Ideran maupun Niken Anggana. Setelah bermenung-menung beberapa saat lamanya, ia memutar badannya sambil menyarungkan pedangnya. Berkata memerintah kepada Gemak Ideran dan Niken Anggana : "Mari kita melanjutkan perjalanan." Sebenarnya Gemak Ideran dan Niken Anggana ingin memperoleh penjelasan apa sebab ia menyerang Gagak Seta dengan mendadak. Kalau dipikir perbuatannya samalah halnya dengan yang dilakukan Gagak Seta sebentar tadi. Tetapi mengingat watak dan sifat Diah Windu Rini, tak berani mereka membuka mulutnya. Dengan berdiam diri mereka menghampiri kudanya masing-masing, lalu berangkat mengikuti Diah Windu rini yang mendahului beberapa puluh langkah di depannya. (Oo-dwkz-mch-oO) http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ 11. PERTEMPURAN MAUT MEREKA BERTIGA mencoba mengejar waktu. Matahari sudah hampir bersembunyi di balik gunung. Sebentar lagi, malam hari tiba. Mereka memutuskan untuk menginap di tepi hutan di atas suatu ketinggian. Oleh pengalaman senjahari tadi, mereka kini tidur bergantian. Tetapi malam itu ternyata aman sentausa tiada sesuatu yang mengganggu. Dengan demikian mereka menyambut munculnya matahari dengan perasaan segar bugar. Kebetulan sekali tidak jauh dari hutan itu, terdapat sungai yang berair bersih jernih. Arusnya menumbuk-numbuk batu yang mencongakkan diri dari permukaan air. Suaranya bergemerisik nada yang riang bebas merdeka. Diah Windu Rini dan Niken Anggana mandi bersama, sedang Gemak Ideran berjaga-jaga di ambang tebing sungai. Kesempatan itu, dipergunakan Gemak Ideran untuk duduk berenung-renung di atas batu yang mencongakkan diri di tebing sungai. Sambil merenungi pula pemandangan alam, pikirannya menjangkau beberapa masalah yang belum terjawab. Yang pertama soal pedang Niken Anggana yang dikembalikan oleh Kalika, Lekong dan Seteluk. Siapakah mereka dan atas suruhan siapa " Kedua, munculnya Gagak Seta dan yang terakhir nama Surengpati yang dibawa-bawa Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sebagai adik-seperguruan Diah Windu Rini yang dirahasiakan. Mengapa dan kenapa " Selagi demikian, ia mendengar suara Diah Windu Rini berkata kepada Niken Anggana di bawah tebing : "Niken, kau tahu sendiri. Pedangmu dikembalikan. Tentunya mengira, pedangmu pedang pusaka Sangga Buwana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sebenarnya, apakah ayahmu benar-benar memiliki pedang yang diincar orang di seluruh dunia ini ?" "Maksudmu pedang Sangga Buwana ?" "Tentu saja. Apakah ada pedang pusaka lainnya yang melebihi pedang Sangga Buwana." Niken Anggana tidak segera menjawab. Agaknya ia sedang mengingat-ingat Lalu berkata seperti kepada dirinya sendiri : "Sebenarnya, aku sendiri belum pernah melihat Hanya sesekali aku pernah mendengar kabar, bahwa pedang itu sebenarnya berasal dari ibu. Hanya dari mana ibu memperolehnya, aku tidak tahu." Diah Windu Rini tidak mendesak. Selang beberapa saat lamanya, ia terdengar berkata lagi: "Sebenarnya menarik sekali riwayat pedang itu. Ayahku mengabarkan, bahwa pedang itu berasal dari Kamboja entah dari negeri Thai. Yang jelas dihadiahkan kepada seorang puteri Sriwijaya. Siapa namanya, aku tidak jelas." (selanjutnya baca :"JALAN SIMPANG DI ATAS BUKIT) "Lalu bagaimana bisa sampai di tanah Jawa ?" "Mungkin sekali dibawa seorang pendekar jempolan dari Tarumanegara. Pendekar itu disebut dengan nama Mojang. Apakah namanya benar demikian, akupun tidak tahu. Yang jelas, pedang itu berpindah dari tangan ke tangan. Barangsiapa yang memiliki menjadi seorang ahli pedang kenamaan yang tak terkalahkan." "Ah, kalau begitu mereka mengincar pedang Sangga Buwana untuk menjadi seorang pendekar jempolan." seru Niken Anggana. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Mungkin sekali. Tetapi aku mempunyai pendapat lain." Niken Anggana rupanya tidak berani mendesak. Gemak Ideran yang berada di atas tebing menajamkan pendengarannya. Lama sekali ia tidak mendengar sesuatu. Sebenarnya ingin ia menjenguk dari atas, akan tetapi rasa susilanya tidak mengijinkan ia berbuat demikian. Maka terpaksalah ia menyabarkan diri, moga-moga Diah Windu Rini berkenan menerangkan alasannya. Alhamdulilah ! Setelah menunggu sekian lamanya, terdengar Diah Windu Rini berkata lagi : "Memang aku percaya, pedang itu menyimpan suatu rahasia besar. Setidak-tidaknya rahasia Ilmu Pedang yang sangat tinggi. Kecuali itu menyimpan rahasia cara menjatuhkan suatu kekuasaan." "Hai ! Bagaimana ayunda mempunyai pendapat begitu ?" Niken Anggana berseru terperanjat. "Lihat saja riwayat pedang itu yang selalu berpindah tangan. Mula-mula berada di tangan pendekar Mojang. Musuh negara Tarumanegara dapat dihancurkan. Lalu berpindah tangan ke Sriwijaya lagi. Dan pemerintahan Mataram di bawah kebijaksanaan Raja Darmawangsa runtuh oleh serbuan raja Wora-Wari. Pedang itu sempat dibawa lari ke Jawa Timur. Berdirilah kerajaan Empu Sendok. Mulai lagi terjadi perebutan. Yang memiliki pedang akhirnya menang perang. Itulah Raja Airlangga. Pedang Sangga Buwana berpindah ke tangan Ken Arok. Berdirilah ia sebagai raja yang dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Pedang Sangga Buwana kemudian berada di tangan Raden Wijaya. Tentara Cina dapat diundurkan. Ini berkat uluran tangan kakek-moyangku Wirareja. Jadi pedang Sangga Buwana sempat singgah di Madura untuk yang pertama kali. Lalu berpindah tangan ke Demak. Dan runtuhlah Kerajaan Majapahit. Pindah lagi ke Jawa Barat. Dari sana kembali ke Jawa Tengah karena dibawa http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Untung Surapati. Lalu dikuasai kakekku Trunajaya. Runtuhlah kerajaan Mataram. Kakek melarikan diri ke Ngantang Jawa Timur hingga wafatnya. Pedang Sangga Buwana yang sempat berada ditangan kakekku untuk yang kedua kalinya musnah. Dan sekarang orang mencoba merebutnya kembali dari tanganmu. Mereka mengira, pedang Sangga Buwana berada di tangan ayahmu. Nyatanya tidak." "Kalau begitu yang mencuri pedangku kemarin malam tentunya pemimpin orang-orang di rumah makan." potong Niken Anggana. "Tidak." "Tidak ?" "Tidak." jawab Diah Windu Rini menekankan ucapannya yang pertama. "Barangkali yang mencuri pedangmu hanya ingin menguasai ilmu kepandaian yang tinggi. Tetapi rombongan ini mempunyai tujuan lebih jauh. Mereka berangan-angan ingin mendirikan suatu kekuasaan baru." Gemak Ideran tercekat hatinya, mendengar keterangan Diah Windu Rini. Ia kenal Diah Windu Rini seorang gadis yang cerdik luar biasa. Selain itu, seringkali ia dibawa berbicara mengenai urusan negara oleh ayahnya. Maka pendapatnya tentu mempunyai alasan yang masuk akal. "Tetapi mengapa ayunda berani menyebut-nyebut tentang pedang pusaka itu kepada mereka ?" Niken Anggana minta keterangan. "Bukankah leluhurku pernah memiliki pedang pusaka itu " Apa salahnya bila mereka berhubungan denganku." jawab Diah WinduRini dengan suara ketus. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Gemak Ideran tertawa sendiri di dalam dadanya. Teringatlah dia, leluhur Diah Windu Rini terkenal semenjak jaman Majapahit. Pada abad ke tigabelas, hiduplah seorang panembahan di pulau Madura yang bermukim di Balinge. Panembahan Balinge mempunyai dua orang anak laki-laki yang gemar bertapa. Yang tua bernama Adi Podai, adiknya disebut orang Pangeran Adi Rasa. Adi Podai bertapa di atas Gunung Geger. Sedang Pangeran Adi Rasa di atas Ujeng Alang-alang. Kedua tempat itu berada di wilayah Bangkalan. Pada masa bersamaan bertapa seorang puteri yang cantik jelita di atas Gunung Payudan. Jarak antara Gunung Payudan dan Gunung Geger kurang lebih 150 kilometer. Puteri itu berkulit kuning langsat, sehingga disebut orang Puteri Koneng (Kuning). Sebenarnya namanya : Zaini. Puteri Pangeran Secodi-ningrat, cucu Pangeran Beragung. Suatu keanehan terjadi. Meskipun antara Pangeran Adi Podai dan puteri Koneng tidak pernah berkenalan, namun mereka berdua dapat bertemu dalam persemadian. Keduaduanya meraga-suksma (suksmanya meninggalkan raganya) dan bertemu di atas udara. Mula-mula mereka terkejut. Pangeran Adi Podai mengira Puteri Koneng seorang bidadari. Sebaliknya Puteri Koneng mengira Pangeran Adi Podai seorang dewa. Pertemuan yang pertama kalinya ditanggapi dengan rasa heran. Kemudian diulangi untuk yang kedua kalinya. Lalu untuk yang ketiga kalinya. Akhirnya sering mojok di udara. Tak usah dijelaskan lagi, mereka saling jatuh cinta dan bersenggama dengan cipta. Dan pada suatu saat Puteri Koneng mengandung dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Jakatole. Hubungan cinta-kasih di udara dilanjutkan lagi dan puteri Koneng melahirkan puteranya yang kedua, bernama Jakawedi. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Karena puteri Koneng tetap bertapa di atas gunung, Jakatole diambil anak-angkat oleh Empu Kelleng, yang bertempat tinggal di Sumenep. Sedang Jakawedi diambil anakangkat Kyahi Pademawu di Pamekasan. Setelah dewasaJakawedi menyeberang ke tanah Gresik (sebelah barat kota Surabaya) dan diangkat menjadi raja oleh penduduk. Adi Podai, ayah Jakatole dan Jakawedi, mengabdi ke Majapahit. Dia ditugaskan membuat gapura istana. Jakatole yang ingin bertemu dengan ayahnya menyusul ke Majapahit. Tentu saja pertemuan itu sangat mengharukan. Berkatalah sang ayah kepada Jakatole: "Kau lebih perasa daripadaku. Kau berusaha mencari dan bertemu dengan ayahmu. Sebaliknya, belum pernah aku bertemu dengan ibumu. Baiklah, karena kau sudah berada di Majapahit, lanjutkan tugas pekerjaan ayah. Aku akan mencari ibumu yang bertapa di atas Gunung Payudan. Kau tak usah berkecil hati. Aku mempunyai dua macam pusaka. Sekumtum bunga dan sebatang tongkat. Bila gapura retak, makanlah bunga ini. Dan tongkat ini akan menolong kesukaranmu." Dan Adi Podai benar-benar meninggalkan Majapahit untuk kembali ke Madura. Jakatole kemudian melanjutkan pekerjaan ayahnya yang belum selesai. Pada suatu hari, dinding gapura retak. Jakatole tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, karena tiada bahan penambalnya. Teringatlah dia akan pesan ayahnya. Untung-untungan ia memakan kuntum bunga. Tibatiba keluarlah suatu cairan yang lengket dari pusarnya. Dan dengan air ajaib itu, ia menambal gapura Majapahit yang tetap berdiri tegak sentausa sampai ratusan tahun kemudian. Banyak jasanya Jakatole terhadap Majapahit. Ia sangat sakti dan sukar ditandingi siapapun. Oleh rasa terima kasih Raja menganugerahi seorang puteri cantik bernama Dewi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Ratnadi. Sayang, puteri itu tunanetra. Harapan raja, dengan kesaktiannya Jakatole pasti dapat menyembuhkannya. Jakatole menerima anugerah itu dengan hati ikhlas. Sesungguhnya ia tidak dapat menyembuhkannya. Meskipun demikian, ia sangat mencintai isterinya. Takut diejek orang dan diancam murka raja, ia mohon diri hendak pulang ke Madura dengan membawa isterinya. Tiba di tanah Madura, tiba-tiba Dewi Ratnadi merasa sangat haus, padahal tanah Madura terkenal keringnya. Karena bingung, Jakatole menancapkan tongkatnya di atas tanah. Suatu keajaiban terjadi. Tiba-tiba menyemburlah air dari dalam bumi dan memerciki kedua mata Dewi Ratnadi. Seketika itu juga, Dewi Ratnadi dapat melihat dunia beserta isinya, karena tunanetranya hilang. Tempat tongkat ditancapkan itu dinamakan Socah sebagai tugu peringatan. Socah artinya mata. Sampai sekarang sumber air Socah itu, masih ada. Jakatole tidak kembali lagi ke Majapahit. Dengan Dewi Ratnadi, ia dikaruniahi putera dan puteri yang menurunkan para adipati Madura dan pendekarpendekar sakti. Dan Diah Windu Rini termasuk salah seorang keturunan Jakatole dan Dewi Ratnadi. Dengan sendirinya anak keturunan puteri Koneng dan Pangeran Adi Podai. "Akupun termasuk salah seorang anak-keturunan Pangeran Adi Rasa yang menjadi raja di Gresik." pikir Gemak Ideran di dalam hatinya. Dan selagi berpikir demikian, Diah Windu Rini dan Niken Anggana sudah berada di atas tebing. Mereka mengenakan pakaian bersih dan mentereng. Kecantikan mereka makin bertambah-tambah. Dan tak setahunya sendiri, Gemak Ideran sangat menaruh perhatian kepada Niken Anggana. Apakah ini yang dinamakan cinta pertama atau luapan birahi " http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Gemak Ideran ! Pastilah engkau sudah mendengar semua kata-kataku." ujar Diah Windu Rini, tak perlu Gemak Ideran berdusta. Sebab kecuali pendengarannya tajam oleh kesaktiannya, jarak antara atas tebing dan tempat dia mandi termasuk terlalu dekat. Karena itu ia mengangguk "Lalu bagaimana menurut pendapatmu ?" Diah Windu Rini menegas. "Ayunda menyebut-nyebut tentang kemungkinan mereka berangan-angan mendirikan suatu kekuasaan. Siapakah mereka ?" "Justru hal itu yang belum kuketahui. Tetapi gerombolan yang mengacau di rumah makan apakah tidak kau perhatikan ?" "Apakah maksud ayunda, karena ada di antara mereka terdapat beberapa orang Cina ?" Gemak Ideran minta pembenaran. "Benar." Diah Windu Rini kelihatan perihatin. "Menilik riwayat pedang itu pasti ada sangkut-pautnya dengan urusan negara, aku yakin yang mengincar pedang pusaka Sangga Buwana pasti mempunyai perhatian terhadap urusan kekuasaan. Itulah sebabnya sengaja mereka kupancing agar berkumpul di pesanggrahan. Bila mereka benar-benar datang, pastilah kegiatan mereka tidak jauh dari kerajaan Kartasura." Ini adalah pernyataan Diah Windu Rini di luar dugaan, meskipun tadi ia tahu Diah Windu Rini mempunyai alasan yang kuat. Ia sendiri putera Adipati Sawunggaling yang berontak melawan Kompeni Belanda dan boneka-boneka pihak penguasa Kartasura. Darah pemberontak mengalir dalam tubuhnya. Karena itu cepat sekali hatinya tergetar manakala mendengar berita peristiwa tentang urusan negara. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Baiklah." akhirnya ia berkata sambil berdiri tegak. "Tinggal satu pertanyaan yang mengharap ayunda terangkan." "Katakan !" "Sebenarnya siapakah yang bernama Surengpati, sehingga ayunda merasa perlu merahasiakannya " Bila perlu demikian, akupun tidak akan membiarkan siapapun untuk Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membicarakannya." Diah Windu Rini menghentikan langkahnya. Dengan tajam ia menatap wajah Gemak Ideran. Beberapa saat lamanya, ia menimbang-nimbang. Lalu menyenak nafas perlahan. Berkata : "Surengpati adalah adik-seperguruanku. Ia seorang yang mau menang sendiri. Congkak, besar kepala, tetapi tulangtulangnya bagus. Guru mengharapkan dia merajai seluruh ilmu kepandaian di bumi ini demi mengharumkan nama perguruan dan guru sendiri. Pada saat ini, dia baru mewarisi seperempat bagian kepandaian guru. Karena persiapan untuk mencapai tataran masih jauh dan harus ditilik dengan keras, maka namanya wajib kita rahasiakan. Dengan begitu, masa pelajarannya tidakkan terganggu oleh siapapun. Siapa tahu..... siapa mengira..... Gagak Seta rupanya sudah mencium anganangan guru." "Hai, bukankah guru ayunda sudah meninggal ?"potong Gemak Ideran heran. "Betul." sahut Diah Windu Rini cepat. "Tetapi sebelum wafat, beliau sudah sempat mewariskan kunci-kunci sakti Ilmu Witaradya kepadanya. Sekarang, dia tinggal memperdalam dan mencari pengalaman." Gemak Ideran termenung-menung beberapa saat lamanya. Minta keterangan : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ayunda sendiri seorang puteri yang berkepandaian tinggi. Bagaimana kalau dibandingkan dengan dia ?" "Aku " Kepandaianku ini belum sepersepuluhnya kepandaian guru." sahut Diah Windu Rini dengan mala berkilat-kilat. "Sudahlah, mari kita berangkat ! Sekali lagi kukatakan, jangan biarkan siapapun menycbul-nyebut nama adik-seperguruanku itu !" Tak berani lagi Gemak Ideran membuka mulutnya. Sebenarnya, ingin ia mendapat keterangan apa maksudnya dengan kata-kata harus ditilik dengan keras. Tentunya ada yang meniliknya, karena gurunya sudah wafat. Siapakah dia " Tetapi rasa ingin tahunya itu ia telah dalam-dalam, karena takut kena damprat gadis galak itu. Sementara itu, matahari sudah sepenggalah tingginya. Seluruh persada bumi nampak jelas dan semarak. Di uruk timur, samar-samar muncul awan hitam yang bergerak perlahan-lahan. Bukan mustahil sebentar atau lama hujan akan turun. Diah Windu Rini tidak menghiraukan semuanya itu. Pandang matanya menjangkau jauh. Mungkin sekali di sianghari, ia tiba di Wengker (Madiun). Selanjutnya akan dapat mencapai sebelah barat kota Ngawi menjelang petanghari. Tiba di sebuah dusun, ia membawa Gemak Ideran dan Niken Anggana bersantap pagi. Sampai saat itu, tiada terjadi sesuatu yang menarik perhatian. Namun sebagai seorang yang berilmu kepandaian tinggi, prarasanya mengabarkan dirinya bahwa ada yang sedang mengintip gerak-geriknya. Karena itu, ia senantiasa bersikap waspada dan membungkam mulut. Selagi hendak berangkat, seorang kanak-kanak kira-kira berumur lima tahun datang menghampiri. Anak itu memandang dirinya lama-lama. Kemudian berkata : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kasih dulu uang ! Aku ada surat." "Surat " Surat siapa ?" Niken Anggana menanggapi. "Surat untuk dia ! Bukan untukmu." sahutnya. Niken Anggana tertawa manis. Ia mau mengerti. Lalu menoleh kepada Diah Windu Rini yang masih membawa sikapnya yang angkuh dan berwaspada. Karena itu, ia berkata lagi kepada si anak . "Siapa yang menitipkan surat kepadamu ?" "Kasih dulu uang !" Niken Anggana tertawa lebar. Segera ia mengangsurkan scgenggam uang. Dan melihat jumlah uang yang terlalu banyak, anak itu berkata dengan pandang mata berseri-seri : "Kalau begitu betul." "Betul bagaimana ?" "Yang titip surat ini bilang, aku pasti dapat uang banyaaaaak sekali. Sebab orangnya baik." Niken Anggana tersenyum. Minta keterangan : "Siapa yang menitipkan surat ini kepadamu ?". "Seorang puteri yang cantik sekali. Sudah, ya....." ujar anak itu. Dan tanpa menunggu perkenankan Niken Anggana, lantas saja ia melarikan diri. Surat itu diletakkan saja di atas meja. Sebenarnya Niken Anggana ingin membukanya. Akan tetapi Diah Windu Rini nampak acuh tak acuh. Kesan wajahnya mewakili keadaan hatinya yang tidak senang. Dengan mata suram, ia merenungi surat yang terlipat rapih. Lalu berkata kepada Gemak Ideran : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Coba baca, apa katanya !" Diah Windu Rini maupun Gemak Ideran tidak takut kemungkinan surat itu dilumuri racun. Sekiranya demikian, anak yang membawa surat itu pasti sudah mati sebelum sampai di tempatnya. Tetapi selagi Gemak Ideran hendak menggapai surat itu, tiba-tiba terdengar suara sibuk di luar rumah makan. Pemilik rumah makan (sebenarnya lebih tepat bila disebut kedai) menghambur ke luar bersama dua orang lagi. Terdengar mereka berteriak-teriak cemas : "Hai ! Kenapa dia mati " Baru saja dia masuk ke dalam menyerahkan surat." Mendengar seruan mereka, Gemak Ideran dan Niken Anggana terkejut setengah mati. Terus saja mereka melesat keluar. Dengan penuh tanda tanya mereka menghampiri anak tadi yang tergeletak di tengah jalan. Tatkala Niken Anggana hendak meraba tubuh anak itu, Gemak Ideran menariknya dan dibawa mundur. Terdengar suara Diah Windu Rini yang sudah berdiri di belakangnya : "Berangkat!" Dengan langkah cepat Diah Windu Rini menghampiri kudanya yang segera diikuti Gemak Ideran dan Niken Anggana. Kepada pemilik kedai, Diah Windu Rini berkata pendek : "Di atas meja ada uang setengah rupiah. Cukup, bukan ?" "Oh, cukup..... cukup..... malahan kelebihan." Diah Windu Rini tidak menanggapi. Ia memutar kudanya dan mendahului melarikannya cepat. Gemak Ideran dan Niken Anggana buru-buru menyusulnya. Sebentar lagi mereka sudah ke luar dari dusun itu. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ayunda ! Bagaimana dengan surat itu ?" seru Gemak Ideran. "Sudah kubakar," jawab Diah Windu Rini pendek. "Isinya ?" "Aku akan berjalan terus dengan Niken. Kau kejarlah dia ! Ambil jalan simpang." "Siapa ?" "Orang yang mengirimkan surat. Awas, dia seorang perempuan yang kejam." "Siapa dia ?" "Kukira, dialah yang mencuri pedang Niken dulu." Gemak Ideran segera membedalkan kudanya dengan mengambil jalan simpang. Pada jaman dulu, seberang-menyeberang jalan penuh dengan belukar dan petak-petak hutan liar. Selagi Gemak Ideran menerobos belukar, tiba-tiba dua orang menghadang dengan wajah beringas. Teriaknya lantang : "Kau bawa ke mana perempuan itu ?" "Perempuan mana ?" "Tentunya gadis itu ! Apa alasanmu kau menculiknya ?" Gemak Ideran makin terheran-heran. Sedang dalam keadaan demikian, mereka menyerang dengan berbareng. Senjata mereka pedang panjang. Kelihatannya mereka hendak melampiaskan rasa penasaran dan dendamnya, sehingga lebih tepat bila dikatakan sedang kalap. Dan menghadapi orang kalap, tak mungkin ia bisa mengharapkan dapat berbicara dengan baik-baik. Maka terpaksalah ia menghunus goloknya dan menghantam balik serangan mereka berdua. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah menangkis balik, Gemak Ideran meloncat turun dari kudanya sambil mengelak. Baru saja ia lolos ari serangan kalap, sebatang pedang yang datang dari samping menikam perutnya. Gemak Ideran terkejut setengah mati. Syukur, masih sempat ia menghantamkan ujung goloknya sehingga benturan yang terjadi membersit suara nyaring. "Tahan !" seru Gemak Ideran. "Sebenarnya siapa kalian ?" "Apakah perlu ?" bentak yang berperawaKan gendut. Gemak Ideran tertawa. Sahutnya : "Baiklah si kalap dan si gendut. Kalian boleh maju berbareng lagi." "Bangsat! Meskipun aku gendut, namaku bukan gendut. Aku Pandegelang." "Nah, kan lebih bagus bila menyebutkan nama sendiri. Dan yang satu ?" "Dia Gulung Tikar." jawab Pandegelang. "Eh, apakah mau bangkrut ?" ejek Gemak Ideran sambil tertawa lebar. "Bangkrut " Siapa yang bangkrut ?" bentak Gulung Tikar. "Belum tentu berarti bangkrut. Tetapi justru akan menggulung tikarmu dan perangaimu yang jahat." "Hai, apa salahku ?" teriak Gemak Ideran. Gulung Tikar tidak sudi melayani pertanyaan Gemak Ideran. Dengan menggerung ia menikamkan pedangnya. Kalau tadi ia menyerang perut, kini mengarah ke dada dan dilanjutkan ke pinggang. Pikir Gemak Ideran sambil menangkis : Ilmu pedangnya tidak jelek. Pastilah murid orang pandai. Hanya saja belum mahir. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Tiba-tiba saja ia merasa sayang. Lagi pula ia merasa tidak bermusuhan dengan mereka. Maka ia tidak mau berkelahi dengan sungguh-sungguh. Setelah menangkis ia mengelak mundur dan maju. "Gulung !" seru Pandeglang. "Sayang.....mengapa kurang tepat!" Gulung Tikar rupanya menyesali serangannya yang gagal. Segera ia merangsak kembali dengan dibantu Pandeglang yang menerjang dari samping dan belakang. Diserang demikian, lambat-laun Gemak Ideran merasa kuwalahan juga. Pikirnya, kalau tidak dilawan sungguhsungguh, mereka tak mau sudah. Maka dengan menggetarkan goloknya, ia balik menyerang. "Hai, hai!" seru si gendut Pandeglang. "Dia bisa menyerang juga." Panas kuping Gemak Ideran direndahkan lawannya. Timbullah niatnya hendak menghajarnya benar-benar. Terus saja ia membentak : "Akan kulihat siapakah yang bakal jatuh tertungkrap seperti katak buduk." "Haha........ kau bisa ?" ejek Gulung Tikar. "Sebentar lagi kau bakal gulung tikar habis-habisan." "Eh, benarkah itu ?" Gemak Ideran mendongkol. Terus saja ia mengangkat goloknya tinggi-tinggi dan dibenturkan kepada dua pedang Pandeglang dan Gulung Tikar. Pandegelang dan Gulung Tikar boleh merasa diri sudah menguasai ilmu pedangnya. Akan tetapi begitu terbentur gempuran golok Gemak Ideran, telapak tangannya tergetar dan rasa nyeri menusuk sampai menembus jantungnya. Masih http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ syukur, Gemak Ideran tidak berniat untuk mencelakakannya. Kalau tidak, mereka berdua menjadi lumpuh. Gulung Tikar yang sudah terlanjut mengumbar mulutnya, kaget setengah mati. Sama sekali tak diduganya, bahwa lawannya yang masih berusia sangat muda bisa menggempur himpunan tenaganya. Padahal diapun masih dibantu Pandeglang. Tetapi dasar tinggi-hati, tidak sudi ia menyerah kalah. Masih saja dia berteriak kalap : "Kepandaianmu toh tidak terpaut jauh dengan kepandaian kami berdua....... Pandegelang, majuuuuu !" Pandegelang berpikir demikian pula. Ia merasa hanya kalah setengah urat. Karena itu, lantas saja berkelahi membabi buta seperti kerbau gila. Mereka berdua kemudian menggunakan siasat maju mundur dengan bergantian. Bila Pandegelang menggempur, Gulung Tikar mundur. Dan sebaliknya bila Pandegelang mundur, Gulung Tikar melompat maju. Menghadapi lawan yang maju mundur, lambat-laun Gemak Ideran mendongkol juga. Diam-diam ia mengerahkan tenaga saktinya yang belum pernah ia lakukan terhadap siapapun. Ia menunggu saatnya yang tepat. Begitu mereka sedang mundur dan maju, goloknya digempurkan dan kedua pedang lawannya terbang ke udara. Pandegelang dan Gulung Tikar memekik tertahan. Berbareng dengan terbangnya pedangnya, terbang pula semangat tempurnya. Terus saja mereka kabur menyeberang semak-belukar tanpa menghiraukan senjatanya lagi. "Hai nanti dulu ! Berilah keterangan padaku apa sebab kalian menuduh aku menculik seorang gadis !" teriak Gemak Ideran sambil melompat tinggi melalui kepala mereka. Dan begitu mendarat di depan mereka, tangan kirinya memukul. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Hebat akibatnya. Tiba-tiba suatu kesiur angin yang membawa tenaga tiada nampak (tak kasatmata) menghantam dada Pandegelang sehingga ia tergempur mundur. Cepatcepat ia melindungi dirinya dengan dua telapak tangannya. Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Terasa telapak tangannya tergetar sakit sekali. Dalam keadaan demikian, Gemak Ideran melompat maju dan menerkam punggungnya. Lalu dilemparkan tinggi dan jatuh bergedubrakan mencium tanah. Hebatnya lagi, sebelum tubuhnya terbanting di atas tanah masih sempat membentur temannya. Keruan saja, Gulung Tikar ikut jatuh sungsang sumbel. Sekarang mereka baru mengetahui, lawannya berkepandaian jauh di atas kepandaiannya. Tatkala mereka menyenakkan mata, golok Gemak Ideran disabetkan di udara. Dan kedua pedang mereka yang sedang turun deras terpotong menjadi dua bagian. Benar-benar mereka merasa takluk. Seumpama tubuh mereka yang kena sabetan golok bisa dibayangkan betapa ngerinya. Gemak Ideran kemudian berdiri di belakangnya bagaikan Dewa Maut. Pada saat hendak membuka mulutnya, sekonyong-konyong terdengar suara siul melengking. Gemak Ideran nampak terkejut. Segera ia memutar tubuhnya dan menghampiri kudanya. Lalu membedalkannya ke arah datangnya suara siulan. Sesungguhnya itulah suara siulan Diah Windu Rini yang memanggil dirinya. "Ke mana saja ?" tegur Diah Windu Rini dengan wajah tak senang. "Ayunda !" sahut Gemak Ideran dengan suara gugup. Setelah menghentikan kudanya di samping Diah Windu Rini, meneruskan : "Dua orang menghadang diriku. Mereka menuduh aku menculik seorang gadis. Benar-benar aneh ! http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Sayang pada saat aku dapat menguasai mereka, ayunda memanggilku." "Menculik seorang gadis katamu ?" dahi Diah Windu Rini berkerut-kerut. Beberapa waktu lamanya ia bermenungmenung. Lalu memutar kudanya seraya berkata : "Mari berangkat !" "Tetapi ayunda, sesungguhnya apa yang sudah terjadi ?" Diah Windu Rini tidak menyahut. Niken Anggana yang berada di sampingnya berkata : "Kitapun sedang disesatkan oleh orang bertopeng." "Siapa ?" Gemak Ideran terkejut sambil mengedut kendali kudanya. "Menurut ayunda, itulah gadis yang pernah muncul di Pasuruan." "Oh," Gemak Ideran tercengang. Kini mulai terasa di dalam hatinya, bahwa perjalanan ke Kartasura tidaklah sesederhana orang pergi berpesiar. Dari tempat ke tempat ia menemukan peristiwa-peristiwa yang penuh teka-teki dan tanpa kejelasan apapun. Siapakah gadis yang muncul di rumah penginapan di Pasuruan " Siapa pula yang membunuh puteri Adipati Malang " Siapakah mereka yang kemarin mengkerubutnya di rumah makan " Lalu atas perintah siapa, pedang Niken Anggana dikembalikan " Siapakah sebenarnya nenek Kalika, Lekong dan Seteluk " Kemudian muncullah Gagak Seta. Apakah dia mempunyai kepentingan dalam hal ini " Kini muncul lagi dua orang penghadang dan gadis bertopeng yang dulu muncul di rumah penginapan Pasuruan. Semuanya tidak jelas dan tidak terjawab. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Niken ! Kau berkata disesatkan oleh seorang gadis bertopeng. Apa maksudmu ?" ia menegas dengan suara setengah berbisik kepada Niken Anggana. "Orang bertopeng itu muncul di sana." Niken Anggana menerangkan sambil menuding ke arah ketinggian. "Segera ayunda mengenal siapa dia. Lantas saja ayunda mengejarnya. Tetapi begitu kita tiba di sana, orang itu sudah beralih tempat di sana." Kali ini Niken Anggana menunjuk suatu arah yang bertentangan. Dengan begitu mengabarkan bahwa gadis bertopeng itu dapat lari secepat angin. Mungkin sekali melebihi larinya seekor kuda jempolan. Padahal seberangmenyeberang adalah ladang semak-belukar. Betapapun pandai mengatur langkah kakinya, pasti akan terdengar nyata. Setidak-tidaknya penglihatan akan dapat menangkap gerakan dedaunan yang disentuhnya. "Lalu ?" ia mencoba menegas lebih jauh lagi. "Dengan gerakan kilat, ayunda memutar kudanya dan menyusulnya. Aku tertinggal jauh di belakang. Sekonyongkonyong ayunda membatalkan niatnya dan balik menghampiri diriku. Ayunda khawatir, orang itu sengaja memancing ayunda menjauhi diriku. Bila berhasil, aku pasti diculiknya, begitulah keterangan ayunda. Kakang Gemak Ideran, mengapa diriku diincar orang ?" Niken Anggana mengakhiri keterangannya dengan suara setengah mengeluh. "Bukankah perkara pedang Sangga Buwana ?" jawab Gemak Ideran tanpa berpikir lagi. "Tetapi bukankah aku tidak memiliki pedang itu ?" Niken Anggana protes. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kau boleh berkata begitu, adikku. Tetapi dapatkah pernyataanmu meyakinkan mereka yang ingin memiliki pedang Sangga Buwana ?" Niken Anggana diam mengangguk. Gemak Ideran pada saat itu beralih kepada pengalamannya sendiri. Ia penasaran terhadap Pandegelang dan Gulung Tikar yang menuduh dirinya menculik seorang gadis. Barangkali rasa penasarannya tiada beda dengan Niken Anggana. "Hm." ia menggeram di dalam hati. "Apa latar belakang penghadangan tadi bila kuhubungkan dengan munculnya seorang gadis bertopeng " Aneh dan menjengkelkan !" Tetapi Niken Anggana yang berbudi halus segera dapat menguasai diri. Ia nampak acuh tak acuh. Sebaliknya Gemak Ideran malahan menjadi gelisah. Tak dikehendaki sendiri ia mengamati Diah Windu Rini yang berada duapuluh langkah di depan. Apakah gerangan yang sedang dipikirkan gadis galak dan angkuh itu " Tentunya dia sedang disibukkan pula oleh munculnya gadis bertopeng. "Gemak Ideran !" Diah Windu Rini menghentikan kudanya. "Kau lindungi Niken ! Ambil jalan besar. Kurasa kau bisa tiba di Ngawi sebelum menjelang petang." "Ayunda hendak ke mana ?" Gemak Ideran heran. "Aku akan mengejar dia ! Ingin kutahu sampai dimana kepandaiannya. Hm.........." Setelah berkata demikian, ia melarikan kudanya. Sewaktu hampir menghilang di kelokan jalan simpang, ia berseru nyaring: "Aku akan segera menyusul kalian ! Lihat atas! Mega hitam mulai menutupi langit!" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Belum sempat Gemak Ideran mengiakan, Diah Windu Rini sudah menghilang dari pengamatan. Mau tak mau pemuda itu menghela nafas. Ia tahu benar, Diah Windu Rini seorang gadis yang galak, tegas, teguh pendirian, angkuh seperti orangorang Madura lainnya. Bila sudah menghendaki sesuatu susah sekali untuk dibujuk. Tak dikehendaki sendiri, Gemak Ideran mendongak ke atas. Awan hitam makin lama makin tebal dan datang berarak-arak menutupi udara. Sebentar saja matahari tenggelam di baliknya. Dan seluruh persada bumi nampak muram suram. "Niken, mari ! Ayunda Diah Windu Rini mengharapkan kita dapat mencapai Ngawi menjelang petang. Kita harus berpacu dengan hujan yang mungkin turun dengan tiba-tiba." ujar Gemak Ideran. Niken Anggana segera melarikan kudanya diikuti Gemak Ideran dari belakang. Mereka berdua mengambil jalan besar. Suasana alam jadi sunyi sepi. Karena takut terhalang hujan, mereka berusaha mempercepat lari kudanya. Angin keras melanda dari seberang jalan, sehingga pakaian mereka berkibaran bagaikan kain terbelah beberapa potong. Tatkala tiba di atas ketinggian, Wengker mulai kelihatan di depan matanya. Gemak Ideran berhenti sejenak memeriksa peta jalanan. Mulutnya berkomat-kamit seperti lagi menghitung sesuatu. Lalu berkata kepada NikenAnggana seraya memasukkan lipatan petanya ke dalam sakunya : "Ayunda akan tiba di Ngawi menjelang petanghari. Bukankah dia berjanji hendak menyusul kita " Karena itu kita jangan singgah ke Madiun. Kita mengambil jalan pintas. Ayo !" Niken Anggana seorang gadis penurut. Tanpa berkata sepatah katapun, ia mengikuti Gemak Ideran yang mengambil jalan pintas. Sebelum berangkat, Gemak Ideran menancapkan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tanda sandi bagi Diah Windu Rini. Siapa tahu, Diah Windu Rini melalui jalan pintas pula. Senjahari sudah mulai lewat. Gelap petang cepat sekali datangnya. Guntur berdentuman sambung-menyambung. Hujan rintik mulai turun dengan tamparan angin yang menyakitkan telinga dan pipi. Gemak Ideran dan Niken Anggana mencambuk kudanya. "Cepat ! Di sana ada gardu. Kalau terpaksa, kita berteduh di situ," seru Gemak Ideran berteriak nyaring. Untung, kuda mereka termasuk kuda jempolan. Begitu kena cambuk, kedua binatang itu lari menubras-nubras bagaikan kalap. Dalam sekejap mata, gardu yang berdiri di tepi jalan sudah berada kira-kira duapuluh langkah di depannya. Tetapi hujan belum deras benar. Maka Gemak Ideran memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Jauh di seberang jalan kelihatan beberapa perkampungan penduduk sambung-menyambung. Kesannya sunyi menyeramkan. Barangkali sekelompok pedusunan yang sudah ditinggalkan penduduknya. Memang belasan tahun yang lalu, penduduk sekitar Madiun terus-menerus dilanda kancah peperangan Perang Untung Surapati. Perang Adipati Jayengrana Surabaya. Geger Sawunggaling. Lalu disusul dengan perang anak-keturunan Adipati Jayengrana. Dan akhirakhir ini dilanjutkan dengan perang anak-keturunan Untung Surapati, perang Tuban dan ikut campurnya laskar Madura dan Bali yang memerangi Kompeni Belanda. Ini belum termasuk perang saudara berebut kekuasaan antara pihak Kapatihan dan Kasunanan. Tidak mengherankan, penduduk yang tidak dapat hidup tenteram, mengungsi meninggalkan dusunnya untuk mencari permukiman baru. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kota Sragen, Ngawi, Madiun dan Nganjuk, merupakan jalur perhubungan yang amat penting bagaikan urat nadi tubuh manusia. Siapa yang menguasai jalur perhubungan itu akan dapat disebut sebagai pihak calon pemenang dalam suatu pertempuran tertentu. Sekarang hujan mulai turun benar-benar. Dengan cepat Gemak Ideran membawa Niken Anggana berteduh di sebuah rumah kosong. Sambil mengepriki pakaian yang nyaris basah, mereka duduk menghempaskan diri di atas sebuah balai-balai panjang "Perang macam apapun rupanya menyengsarakan penduduk." ujar Niken Anggana sambil mengamat-amati ruang dalam. "Coba, apa sih milik penghuni rumah ini. Dua buah kursi, satu meja panjang....... dan balai-balai ini. Kalau dijual belum tentu laku setengah rupiah, (nilai uang pada jaman itu jauh melebihi nilai uang sekarang. Katakan saja satu rupiah banding sepuluh ribu rupiah)" "Benar." Gemak Ideran mengangguk."Demi berjuang untuk memiliki uang satu sen dua sen, mereka mengungsikan diri." Niken Anggana menyenak nafas panjang. Lalu duduk merenungi alam di jauh sana. Angin mengamuk di luar rumah. Hujan jadi terhambat. Sebentar deras, sebentar pula reda. Tetapi puncak-puncak pohon pontang-panting diobrak-abrik arus angin yang datang pergi tak berketentuan. "Niken ! Bagaimana menurut pendapatmu tentang Gagak Seta ?" Gemak Ideran memecahkan kesunyian. Pertanyaan Gemak Ideran diluar dugaan, sehingga sempat mengejutkan hati Niken Anggana. Beberapa detik ia tertegun. Lalu menjawab : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Pemuda itu berkepandaian tinggi. Aku yakin, ayunda belum tentu dapat menandingi." "Benar." ujar Gemak Ideran. "Dalam suatu adu kepandaian, pengalaman berada di atas ilmu dan semangat. Agaknya dia sudah memperhatikan kita semenjak kita belum tiba di rumah makan itu. Bukan mustahil semenjak kita menginap di Pasuruan." "Masakan begitu ?" Niken Anggana tidak percaya. Kita berkuda dan dia berjalan kaki. Tiba-tiba saja dia sudah berada di antara kita." "Alasanmu masuk akal. Akan Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tetapi orang yang berkepandaian tinggi susah ditebak gerak-gerik dan jalan pikirannya." Niken Anggana mengangguk. Berkata : "Apakah dia juga menginginkan pedang Sangga Buwana ?" "Itu kurang jelas bagiku. Bagaimana menurut pendapatmu ?" "Hm....." Niken Anggana menarik nafas. "Sebenarnya bagaimana sih riwayat pedang itu sampai jatuh di tangan ayah ?" Gemak Ideran tertawa. Katanya setengah menggoda : "Kalau saja kita bertemu dengan seorang dalang yang pandai bercerita, tentunya kita akan memperoleh jawaban." "Ya." sahut Niken Anggana cepat. "Baiklah, aku akan memanggil seorang dalang. Mudah-mudahan dalang itu dapat menceritakan Cerita Pedang Sangga Buwana." Gemak Ideran tertawa. Sahutnya : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau begitu, kita memanggil dalang wayang Krucil atau Golek." Niken Anggana tertawa. Pada jaman itu di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat beberapa macam dalang. Dalang Wayang kulit atau Purwa. Dia menguasai cerita perwayangan yang diambil dari Mahabharata, Ramayana dan Serat Pakem setempat. Lalu dalang Krucil dan dalang Golek. Dalang ini membawa cerita sejarah. Dalang Krucil dan Golek terkenal di antara penduduk dan termasuk macam dalang yang digemari. Sebaliknya orang-orang kota lebih senang menanggap dalang Wayang Kulit. Derajatnya lebih tinggi dibandingkan dalangdalang wayang Krucil atau wayang Golek. Apalagi dalang yang tergolong Dalang Beber. Tidak mengherankan, orang kota akan dianggap, tidak berbudaya tinggi manakala menanggap dalang Krucil atau dalang Golek. Sekarang Niken Anggana akan memanggil seorang dalang Krucil atau dalang Golek. Artinya dia berani mengambil resiko akan ditertawakan para bangsawan dan keturunan bangsawan. Di dalam hati ia sudah memutuskan, tak apalah asalkan ki dalang dapat menceriterakan asal-usul pedang Sangga Buwana yang diperebutkan orang. Tetapi tiba-tiba suatu pertimbangan menusuk benaknya. Katanya : "Bagaimana kalau aku memanggil dalang Wayang Beber saja?" "Ha bagus !" sahut Gemak Ideran dengan cepat "Dalang beber tidak memerlukan seperangkat gamelan. Dia bisa datang tanpa kawan seorangpun. Kalaupun mau menambah semarak, paling-paling hanya perlu dibantu empat orang saja sebagai tukang gendang, tukang lagu, tukang gong dan seorang penyanyi. Bagus, bagus ! Cukup dimasukkan dalam sebuah ruang tertutup dan kitapun tidak perlu memanggil penonton." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Kedua mata Niken Anggana berseri-seri. Ia seperti menemukan suatu penyelesaian yang memuaskan. Tetapi di mana dia dapat menemukan seorang dalang Wayang Beber " Kabarnya, dalang Wayang Beber hanya laku di daerah Pacitan. Selagi ia sibuk berpikir demikian, hujan telah reda. Udara mulai bersih kembali dan cahaya matahari merata dari arah barat Angin yang meniup membawa hawa sejuk segar. Meskipun masih tajam, namun tidak mengerikan lagi. "Kakang Gemak Ideran, apakah kita berangkat saja ?" "Ha, kau berani berjalan di bawah hujan gerimis ?" Gemak Ideran tidak percaya. "Lihat meskipun sudah reda dan cuaca jadi terang kembali, namun hujan masih gerimis." "Bukankah aku masih menyimpan pakaian kering di bawah pelana ?" Niken Anggana meyakinkan. Gemak Ideran menimbang-nimbang sebentar, lalu memutuskan : "Baiklah, memang kita harus berjumpa dengan ayunda Windu Rini kembali sebelum petanghari tiba." Mereka menunggu beberapa waktu lagi, sampai hujan turun tipis sekali. Lalu menghampiri kudanya dan langsung saja melompat di atas punggungnya. Mereka tidak menghiraukan pelananya yang masih agak basah, meskipun kudanya tadi dibawa berteduh di bawah atap rumah samping. Suasana luar makin sunyi dan memedihkan. Tiada pemandangan yang menarik. Semuanya serba basah seperti mata seorang janda meratapi suaminya yang mati muda. Limabelas kilometer lagi, mereka melarikan kudanya dan hujan benar-benar berhenti. Seberang-menyeberang jalan kini rata tanah. Tiada petak hutan, tiada pula semak belukar.. Hanya beberapa rumah berdiri berderet sepanjang jalan. Kirahttp://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kira jam lima sore, sekonyong-konyong terdengar derap kuda. Empat orang penunggang kuda melarikan kudanya seakanakan sedang menguber maling. Mereka saling kejar-mengejar dan melewati samping Gemak Ideran dan Niken Anggana tanpa menoleh. Gemak Ideran dan Niken Anggana pandai membawa diri. Sama sekali mereka tidak menaruh perhatian, meskipun demikian diam-diam masih sempat mengamati perawakan mereka berempat. Keempat-empatnya mengenakan pakaian pedagang. Berwajah licin dan sopan. Sama sekali mereka tidak membekal senjata. Memang kota Ngawi merupakan urat nadi perdagangan. Bukan mustahil pedagang-pedagang dari luar datang memasuki kota itu. Hanya saja yang menarik perhatian, apa sebab mereka melarikan kudanya begitu cepat " Apakah karena takut ancaman hujan atau sedang mengejar waktu yang dijanjikan " Sedang Gemak Ideran dan Niken Anggana menyiasati mereka, terdengar lagi suara derap kuda. Kali ini lebih banyak lagi. Semuanya duabelas orang. Pakaian yang dikenakan beraneka ragam. Ada yang menyandang sebagai pelancong, pegawai negeri dan preman. Gemak Ideran dan Niken Anggana sengaja memperlambat kudanya. Mereka menepi dan membiarkan mereka melampauinya. Sekali lagi mereka berdua mengamat-amatinya. Juga kali ini tiada sesuatu yang dapat menimbulkan rasa curiga. "Barangkali Ngawi merupakan kota perdagangan besar." ujar Gemak Ideran setelah mereka melampauinya. "Menurut tutur-kata orang, waktu memegang peranan penting dalam dunia perdagangan." Niken Anggana hanya mengangguk. Ia mendongak mengawaskan udara yang kembali menjadi suram. Nampak http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ wajahnya membayangkan suatu keresahan. Barangkali karena Diah Windu Rini belum juga menyusul, sedangkan kota Ngawi sudah nampak di depan matanya. "Kakang Gemak Ideran ! Kita menginap di mana ?" ia minta keterangan. "Kabarnya banyak rumah penginapan di kota Ngawi. Kita tunggu saja keputusan ayunda Windu Rini." Justru Gemak Ideran menyebut nama Diah Windu Rini, tak terasa Niken Anggana menoleh. Samar-samar ia melihat bayangan yang kurang jelas di kejauhan. Tetapi ia tidak raguragu lagi. Itulah ayundanya Diah Windu Rini yang melarikan kudanya secepat angin. "Lihat! Ayunda Windu Rini!" seru Niken Anggana setengah bersorak. Gemak Ideran memutar kudanya menghalang jalan. Dengan penuh perhatian ia mengawaskan cara Diah Windu Rini melarikan kudanya. Kesannya dia bernafsu. Jadi tidak hanya sekedar menyusul dirinya dan Niken Anggana. Sebenarnya jarak antara dirinya dan Diah Windu Rini kurang lebih empat ratus meter saja, akan tetapi dirasakan amat lama. Tetapi begitu Diah Windu Rini datang menghampiri, tidak sempat lagi ia membuka mulutnya. Sebab dengan tetap melarikan kudanya kencang-kencang Diah Windu Rini berseru : "Cepat kejar mereka !" Seperti anak panah yang diluncurkan dari gendewanya, kuda Diah Windu Rini melintas dengan membawa angin bergulungan. Mengejar mereka " Siapa " Tentu saja tidak sempat lagi Gemak Ideran minta penjelasan. Terus saja ia berkata mengajak kepada Niken Anggana : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Adik, mari !" Gemak Ideran menunggu sampai Niken Anggana melarikan kudanya. Kemudian ia menyusul dari belakang. Sementara itu rombongan yang melampauinya tadi, sudah tidak kelihatan lagi. Begitu tiba di batas kota, jejak mereka lenyap. Diah Windu Rini rupanya masih penasaran. Dengan wajah tegang ia ubek-ubekan mencari jejak mereka. Namun benarbenar lenyap tak berbekas, padahal kota Ngawi luasnya terbatas. Menjengkelkan lagi, karena tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. "Baiklah, mari kita mencari rumah penginapan dulu !" Diah Windu Rini memutuskan. "Sebenarnya siapa mereka ?" Gemak Ideran mempunyai kesempatan untuk minta keterangan. "Nanti kuterangkan di penginapan." Demikianlah mereka bertiga tiba di Rumah Penginapan PANGAYOM dengan membawa rasa penasaran. Itulah sebabnya, Diah Windu Rini berkesan menakutkan meskipun berperibadi agung dan cantik. Sudah begitu, rumah penginapan ternyata tidak dapat menyediakan tempat. Dengan demikian, tak dapat Diah Windu Rini memberi keterangan kepada Gemak Ideran tentang rombongan yang sedang dikejarnya. Syukur, di ruang penginapan itu, mereka bertemu dengan ki Dalang Gunacarita, Kartamita, Lembu Tenar, Bogel dan lainlainnya yang dapat meredakan rasa tegang. Apalagi secara kebetulan, Gunacarita ki dalang Wayang Beber dapat meriwayatkan asal-usul pedang Sangga Buwana. Oleh rasa sukacita, Niken Anggana dan Gemak Ideran membayarnya dengan sangat mahal. Sayang, cerita Gunacarita belum http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tammat seluruhnya. Namun Niken Anggana tidak kekurangan akal. Ia memanjari Gunacarita agar melanjutkan cerita tentang pendekar Sondong Landeyan dan Pitrang di pesanggrahan. Keesokan harinya, Diah Windu Rini membawa Gemak Ideran dan Niken Anggana meninggalkan rumah penginapan dengan tergesa-gesa. Sebenarnya, Niken Anggana masih enggan meninggalkan ki Gunacarita. Ia sudah memperoleh kenikmatan. Tetapi karena takut kepada Diah Windu Rini, terpaksa ia meninggalkan rumah penginapan dengan hati berat. Sampai sianghari, Diah Windu Rini membawa mereka berdua mencari jejak rombongan orang yang dikehendaki. Namun mereka benar-benar tidak meninggalkan bekas. "Baiklah, mari kita jenguk pesanggrahan yang disediakan Adipati Madiun dulu. Setelah beristirahat, masakan kita tidak dapat melacaknya." "Sebenarnya siapakah mereka ?" "Apakah kalian tidak memperhatikan sorot matanya ?" Gemak Ideran tercekat hatinya. Ah ya, mengapa dia tidak mempunyai pengamatan demikian " Di dalam hati ia merasa makin takluk terhadap ketajaman mata Diah Windu Rini. Namun dengan berlagak dungu ia minta keterangan : "Apakah mereka termasuk gerombolan yang mengincar pedang Sangga Buwana ?" "Hm, paling tidak mereka orang-orang berkepandaian yang harus kita amati. Mereka menuju ke arah barat. Kenapa ?" Gemak Ideran tercenung. Diah Windu Rini ternyata tidak berkenan memberi keterangan yang jelas. Kata-katanya http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ membawa teka-teki tanpa pemecahannya. Pikirnya di dalam hati : "Taruhkata mereka gerombolan pendekar yang sedang mengadakan perjalanan ke barat, apa sih hubungannya dengan kepentingannya ?" Pada saat itu Niken Anggana berkata mengalihkan pembicaraan : "Ayunda lama sekali meninggalkan kita berdua. Apakah ayunda bertemu atau melihat gadis bertopeng pagi tadi ?" "Justru itulah sebabnya aku mengejar mereka. Aku yakin, ia berada dalam rombongan. Sekali ia pandai mengenakan topeng, tentunya pandai pula menyamar untuk mengelabui kita." Mendengar ucapan Diah Windu Rini, Gemak Ideran merasa agak jelas. Sekarang jelas ada hubungannya dengan gadis bertopeng yang mencuri pedang Niken Anggana dan dikembalikan melalui Kalika, Lekong dan Seteluk. Rumah pesanggrahan yang disediakan ternyata tidak mengecewakan. Makan minum dan perbekalan lainnya sudah disediakan dengan lengkap. Karena semalam terpaksa bergadang di ruang rumah penginapan, kini mereka beristirahat benar-benar sampai menjelang petanghari. Dan setelah makan malam, Diah Windu Rini mengajak Gemak Ideran dan Niken Anggana melacak gadis bertopeng yang berada di antara rombongan kemarin sore. "Gemak Ideran, Niken! Kali ini kita bertemu dengan seorang Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lawan yang cerdik dan ganas. Kalian tahu, dialah yang membunuh puteri Adipati Brahim. Aku yakin, dia bekerja bukan seorang diri. Kurasa rombongannya yang menyamar tadi adalah kawan-kawannya atau bawahannya. Menghadapi http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ lawan demikian, kalian harus bertindak cepat, tegas dan tepat. Terutama engkau, Niken! Kau harus membunuh atau bakal terbunuh." ujar Diah Windu Rini dengan sungguh-sungguh. Niken Anggana mengangguk. Kemudian Diah Windu Rini membagi pelacakan menjadi tiga jurusan. Masing-masing membawa tanda sandi yang dapat berbunyi nyaring di udara dan menyala terang di tengah malam. Sekali lagi Diah Windu Rini berkata mengesankan kepada Niken Anggana : "Niken, hidup di luaran bukan seperti dalam istana. Apalagi bila engkau bertemu dengan orang-orang kasar. Bila kau gerecoki jangan layani. Tetapi kalau merasa mampu menghajarnya, bertindaklah dengan tegas ! Ingat ?" "Ya." Niken Anggana mengangguk. Mereka bertiga kemudian meninggalkan pesanggrahan setelah malam hari tiba. Di tengah jalan mereka berpisah, mengambil jalannya masing-masing yang sudah ditentukan. Diah Windu Rini mengarah ke utara. Gemak Ideran ke selatan, sedang Niken Anggana tetap mengambil jalan besar balik ke Ngawi. Inilah untuk yang pertama kalinya, Niken Anggana berjalan seorang diri dalam arti yang sebenarnya. Perlahan-lahan ia melarikan kudanya memasuki kota. Menuruti kata hatinya, ingin ia singgah kembali ke Rumah Penginapan Pangayom untuk mendengarkan cerita lanjutan ki dalang Gunacarita. Tetapi teringat pesan Diah Windu Rini tak berani melanggarnya. Dengan menguatkan hati ia berbelok ke persimpangan jalan dan menyusuri tepi sungai Brantas. Malam hari itu hujan tiada turun setetespun. Meskipun demikian udara gelap gulita. Awan hitam mengawang menutupi bulan sipit yang seharusnya kelihatan jelas dari http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ persada bumi. Angin membawa hawa dingin dan dibawanya menyusup ke-seluruh penjuru alam. Beberapa buah perahu ditambatkan aman di tepian. Penghuninya sudah mengungsikan diri di bawah atap-atap perahu. Kadang-kadang terdengar suara orang menyanyi. Menyanyi sejadi-jadinya. Dan mendengar nyanyian itu, Niken Anggana menghentikan kudanya. Suatu pikiran menusuk benaknya : "Di dalam kota sesunyi ini, penunggang kuda akan menarik perhatian orang. Mengapa aku tidak mempunyai pikiran begini semenjak tadi." Memikir demikian segera ia melarikan kudanya. Suara derap kaki kuda terdengar nyata di tengah malamhari yang gelap gulita dan sunyi senyap. Ia menyadari hal itu. Maka ia balik memasuki jalan-jalan kota yang terdiri dari empat atau lima jalur saja. Berpura-puralah ia mengarah ke Rumah Penginapan Pangayom. Tetapi kemudian memasuki halaman luas yang terletak di sebelah rumah penginapan. Cekatan ia turun ke tanah dan menambatkan kudanya di balik tiga batang pohon yang berdiri berjajar. Setelah itu, ia balik kembali ke arah sungai. Ia yakin, orang-orang yang dicari Diah Windu Rini pasti bersembunyi di tempat itu. Tidak mungkin mereka lenyap seperti kawanan siluman. Tidak mungkin pula menginap di rumah penginapan-rumah penginapan umum. Niken Anggana sebenarnya seorang gadis yang cerdas. Budi pekertinya yang halus justru seringkali menjadi penunjuk jalan yang tepat. Kekurangannya dalam hal ini hanya pengalaman. Ia biasa hidup di tengah keluarga yang teratur. Baik ayahbundanya, Adipati Cakraningrat maupun gurunya tidak membiarkan dia lepas dari pengamatan. Sekarang dia harus bekerja seorang diri dalam tugas melacak gerombolan yang dikehendaki Diah Windu Rini. Sebenarnya harus dilakukan dengan penuh selidik dan hati-hati. Bukan seperti seorang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ penyair yang datang pergi untuk memperoleh penglihatan yang manis. Baru saja ia memasuki wilayah tepi sungai, dua orang lakilaki menegurnya : "Hai nona. Kami mempunyai perahu kosong. Boleh digunakan untuk apa saja." Niken Anggana menghentikan langkahnya. Menegas. "Digunakan bagaimana ?" Dua orang yang berdiri di depannya saling memandang. Lalu tertawa perlahan : "Nanti sajalah tunggu pacarmu datang. Dia pasti tahu bagaimana caranya menggunakan perahu. Apalagi di tengah malam tiada bulan. Benar-benar semuanya akan berjalan lancar." Niken Anggana tergugu. Kedua alisnya berdiri. Bagaimanapun juga ia seorang gadis yang memiliki naluri yang tiada beda dengan jenisnya. Terasa di dalam hatinya, kedua orang yang berdiri di depannya bermaksud tidak baik. Hanya saja baginya kurang jelas apa makna tidak baik itu. Sebentar ia menatap mereka berdua. Lalu minta keterangan : "Apakah kalian melihat serombongan pedagang ?" "Pedagang " Disini banyak sekali orang berdagang. Yang mana ?" "Mereka menunggang kuda." "Menunggang kuda " Di sini bukan tempat kuda. Kalau mereka yang bertenaga kuda, nah baru cocok." "Ih ! Kalian mengacau." Niken Anggana memberengut. Kedua orang itu tertawa senang. Mereka merasa seperti http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ bertemu dengan sebuah boneka yang dapat dipermainkannya dengan mudah. Tetapi tatkala melihat sebilah pedang menghias di pinggang Niken Anggana, mereka membungkam dengan tiba-tiba. Salah seorang menegas dengan suara setengah berbisik : "Apakah nona seorang diri ?" "Kenapa ?" Orang itu berpaling kepada temannya. Tiba-tiba saja tangan kanannya menyambar. Itulah gerakan yang sama sekali tak terduga. Dan melihat gerakan tangan yang menyambar dirinya, Niken Anggana hanya menggeserkan sebelah kakinya. "Sebenarnya kalian berdua ini mau apa ?" Orang yang meneoba menyambar pedang Niken Anggana terperanjat. Sama sekali tak diduganya, bahwa pemilik pedang itu ternyata memiliki gerakan yang gesit. Namun mengingat usianya yang masih muda, masih saja ia berani mencoba-coba Sambil mengajak temannya untuk bekerja sama, ia berteriak : "Rampas !" Temannya segera menerjang dari belakang. Sekarang tahulah Niken Anggana maksud mereka berdua. Ternyata pedangnya menerbitkan selera mereka untuk merampasnya. Sambil menggeserkan kakinya, ia berkata : "Rupanya kalian penyamun !" Brus ! Kedua orang itu saling menggabruk dan terpental ke samping. Mereka mengaduh kesakitan. Lalu menerjang lagi dengan gemas. Tentu saja mereka bukan lawan Niken Anggana yang berarti. Meskipun Niken Anggana tidak membalas, gerakan kakinya cukup membuat pusing mereka. Kemana saja mereka bergerak, selalu menumbuk udara http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kosong. Bahkan kerapkali saling menjegal dan menghantam. Akhirnya mereka berdua terkapar di atas tanah dengan nafas terengah-engah. "Nah, cepat-cepat enyah dari sini ! Kalau sampai ketahuan kakakku, kalian tidak bakal diampuni." ujar Niken Anggana dengan suara tetap sabar. Mendengar Niken Angaana menyebut-nyebut kakaknya, semangat hidup mereka serasa kabur. Dengan memaksa diri, mereka mencoba berdiri tertatih-tatih. Bukan main rasa takut mereka. Tetapi pada saat itu terdengar seseorang berkata ramah kepada Niken Anggana . "Apa faedahnya berbicara berkepanjangan dengan manusia-manusia picisan. Mereka perampok-perampok murahan yang tidak akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya." Dia seorang pemuda yang mengenakan pakaian putih. Setelah berkala demikian, tangannya bergerak. Dan kedua perampok teri itu memekik tinggi lalu berkelojotan semacam cacing kepanasan di atas penggorengan. Tidak lama kemudian, mereka mati dengan mata melotot. Jelas sekali, wajah mereka membayangkan rasa takut luar biasa. Niken Anggana terkejut. Siapakah orang itu yang bertangan gapah. Dengan sikap waspada, ia berpaling kepadanya. Menegor : "Kenapa mereka harus kau bunuh ?" "Ah, aku hanya menolong saja." sahut orang itu dengan tertawa lebar. "Menolong ?" Niken Anggana heran. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Benar. Sebab orang semacam mereka tidak mempunyai tempat di dunia. Mereka tidak berhak hidup lagi. Sebab selamanya mereka akan hidup sebagai perampok-perampok murahan. Daripada memperpanjang penderitaan mereka, lebih baik kutolong agar lekas berangkat meninggalkan dunia." Wajar cara pemuda itu berbicara, sehingga Niken Anggana makin terheran-heran. Sebagai seorang wanita yang belum banyak makan garam, tak dapat ia memahami jalan pikirannya. Ia hanya merasa, dirinya sedang berhadapan dengan manusia kejam. Teringat pengalamannya di Pandaan dulu, ia bersikap menunggu. "Nona ! Engkau mencari siapa ?" pemuda itu berkata lagi. "Ah, aku bisa mencari sendiri." sahut Niken Anggana. Ia merasa dirinya sudah licin dengan jawabannya itu. Bukankah berarti mengelakkan pertanyaan orang "' Pemuda itu tertawa perlahan-lahan melalui hidungnya. Berkata : "Nona, lain kali engkau harus menjawab begini. Siapa yang kucari " Apakah engkau tahu siapa yang kucari " Dengan jawaban demikian, setidak-tidaknya engkau memaksa aku untuk berflkir." Wajah Niken Anggana terasa panas mendengar pembetulan pemuda itu. Tak tahu ia, apakah harus berterima kasih atau membentaknya. Selagi berbimbang-bimbang demikian, pemuda itu melanjutkan kata-katanya : "Gerombolan orang yang kau cari itu, tidak berada di sini." "Eh, kau tahu siapa yang kucari ?" Niken Anggana penuh Pemuda itu tertawa terbahak-bahak. Sahutnya : http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Nah, nah..... jawabanmu salah lagi. Artinya engkau kena jebakanku." "Kena jebakanmu " Kapan ?" "Bagaimana kalau kujawab, secara kebetulan aku tahu siapa yang kau cari. Coba, engkau akan menjawab bagaimana ?" Niken Anggana tertawa. Memang dia seorang gadis yang masih sangat polos. Merasa menumbuk jalan buntu, ia tertawa geli. Namun masih ia mencoba : "Di mana ?" "Nah, salah lagi." tegur pemuda itu. "Mestinya engkau harus berkata, siapa yang kau maksudkan secara kebetulan kau ketahui?" "Ya..... memang begitu yang tepat." "Yang kau cari tentunya gerombolan yang gemar mengenakan topeng, bukan ?" pemuda itu tersenyum "Ya betul !"Niken Anggana hampir melonjak gembira. "Nah, kau boleh ikut aku !" Niken Anggana berbimbang-bimbang. Betapapun juga, sesungguhnya dia bukan seorang gadis yang tidak pandai berpikir. Kalau saja berbicara seperti kanak-kanak, karena berhati polos, mulia dan kurang pengalaman. Namun pada saat itu, suatu pikiran menusuk benaknya. Katanya : "Kau terlalu semberono. Aku belum mengenal dirimu, masakan harus mengikutimu ?" "Haha..... ah apa perlu saling mengenal nama. Akupun tidak minta keterangan siapa namamu. Yang penting adalah itikad. Aku bermaksud menolong dirimu. Habis perkara." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Kalau begitu, silahkan engkau berjalan sendiri." "Oh, begitu ?" Pemuda itu tertegun sejenak. Lalu memutuskan: "Kalau begitu, sampai di sini saja." Setelah berkata demikian, pemuda itu membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan tempatnya. Niken Anggana mengikuti langkahnya dengan pandangan matanya sampai bayangannya lenyap di balik kegelapan malam. Ia jadi Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bingung sendiri. Mengikutinya atau tidak memperdulikan lagi " Tiba-tiba suatu perasaan menyuruh dirinya agar mengikutinya dengan diam-diam. Dan menuruti kata hatinya, ia benar-benar membayangi pemuda itu dari jarak agak jauh. Tetapi mengikuti orang di tengah malamhari yang gelap gulita, tidaklah semudah yang dibayangkannya. Apalagi, kadangkala diseling dengan turunnya hujan di tempat-tempat tertentu Maka satu-satunya harapan, ia harus bersabar menunggu datangnya fajarhari. Meskipun andaikata dirintangi hujan deraspun, penglihatan alam jauh lebih cerah. Ternyata pemuda itu seperti mengerti diikutinya. Mula-mula ia berjalan lambat-lambat. Namun begitu tiba diluar kota, sekonyongkonyong lari kencang. Dan terpaksalah Niken Anggana mempercepat langkahnya pula. Setelah melintasi beberapa ladang tak beipenghuni, dia memperlambat langkahnya seolah-olah sedang menunggu. Kemudian lari lagi. Kali ini sengaja hendak menguji kecepatan lari Niken Anggana. Demikianlah terus-menerus sampai waktu terang tanah hampir tiba. Dalam pada itu Gemak Ideran yang mengambil jalan lain sudah merasa kehilangan jejak gerombolan yang menggoda Diah Windu Rini. Perhatiannya kini beralih kepada Niken Anggana. Terhadap gadis belia itu, memang ia menaruh perhatian besar. Itulah sebabnya, segera ia memutar arah http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ mengikuti jalan yang diambah Niken Anggana. Sampai di tepi sungai, ia mendengar suara berisiknya belasan orang. Mereka mengerumuni dua mayat yang meringkuk seperti udang bakar. Bergegas ia turun dari kudanya dan ikut melihatnya. Masih sempat ia mendengar seseorang berkata : "Siapa lagi kalau bukan dia." Setelah berkata demikian, orang itu cepat-cepat balik ke perahunya. Agaknya ia merasa kelepasan omong. Gemak Ideran seorang pemuda yang berbakat dan pandai melihat gelagat. Segera ia mengikuti orang itu dan menghampiri. Menegas : "Saudara, bolehkah aku tahu siapa yang kau maksudkan dengan dia ?" Orang itu yang usianya tidak terpaut jauh dengan Gemak Ideran, menoleh. Begitu melihat dandanan Gemak Ideran, wajahnya pucat lesi. Dengan suara agak menggeletar ia menjawab: "Bukan aku yang bilang. Bukan aku ! .... Aku tidak tahu apa-apa." Gemak Ideran tersenyum menenteramkan, la tahu apa sebab orang itu mengelak dengan suara ketakutan. Pastilah dia mengenal siapa pembunuhnya. Hanya saja dia sadar apa akibatnya. Maka dengan tetap tersenyum Gemak Ideran berkata membesarkan hati : "Jangan takut ! Aku bukan polisi. Juga bukan orang pemerintahan. .Aku pun datang dari jauh. Aku hanya minta keterangan agar dapat menjaga diri." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Orang itu mengamati Gemak Ideran mulai dari ujung kaki sampai ke rambutnya. Melihat sikap Gemak Ideran, rasa takutnya turun tujuh bagian. Menyahut dengan hati-hati : "Saudara datang dari mana dan akan ke mana ?" "Aku datang dari Madura. Sedang mengadakan perjalanan ke Kartasura." "Perjalanan ke Kartasura ?" orang itu terbelalak. "Mengapa ?" Gemak Ideran kini heran. "Apakah saudara belum mendengar kabar ?" "Kabar apa ?" Orang itu bercelingukan ke kiri dan ke kanan. Kemudian berkata dengan setengah berbisik : "Mari ke perahuku saja !" Gemak Ideran tercengang. Sama sekali tak diduganya, bahwa orang itu begitu mudah percaya kepadanya. Mungkin sekali ia berhati polos atau sebenarnya mempunyai maksud tersembunyi. Maka dengan mengangguk ia mengikuti orang itu masuk ke dalam perahunya. Ternyata perahu itu kosong. Meskipun demikian ia tetap berwaspada. "Saudara, namaku Tameng. Pekerjaanku pedagang keliling." kata orang itu mengaku bernama Tameng. "Karena pekerjaanku, banyak aku mendengar kabar angin. Aku tidak perlu menanyakan siapa namamu, demi keamananku sendiri. Mohon maaf bila tidak berkenan di hatimu." "Tidak, tidak." sahut Gemak Ideran. "Kalau begitu aku justru akan merahasiakan pertemuan kita ini. Nah katakan padaku kabar apa yang pernah kau dengar!" "Keadaan Kartasura, bukan ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Ya." "Itulah gara-gara Ratu Sumanarsa." Syukur, Gemak Ideran pernah mendengar nama itu berkat cerita Ki dalang Gunacarita. walaupun demikian, hatinya sempat tercekat. Menegas : "Kau maksudkan salah seorang permaisuri Raja Amangkurat IV?" "Hai, bagaimana, engkau tahu ?" Tameng tercengang. "Ah, siapa yang tidak mengenal beliau. Sebab beliau adalah ibunda Arya Mangkunegara yang pernah berdiam di Blitar. "Betul, betul!" Tameng selengah berseru. "Kalau begitu, kabar ini akan jadi lancar. Begini ceritanya. Pada suatu malam Ratu Sumanarsa bermimpi tentang Bulan Jatuh.di atas lereng gunung. Aku bilang diatas lereng, karena sebelum benar-benar jatuh tersangkut pada dahan batang Randu Alas. Itulah semacam pohon kapuk yang berbatang besar dan berdahan panjang. Menurut bunyi mimpinya, penduduk tergoncang hebat melihat bulan jatuh itu. Hampir berbareng mereka berteriak-teriak : Bulan jatuh ! Bulan Jatuh ! Diantara mereka muncul seorang pangeran. Dialah Pangeran Mangkubumi atau Raden Mas Sujono. Dia datang dengan membawa sebatang galah. Dengan galah itu, ia menurunkan bulan yang tersangkut di atas pohon Randu Alas dan dimakannya habis. Kemudian ia membuang bayangannya ke atas. Eh, bayangan itu ternyata sepertiga bagian bulan yang tergantung di udara. Raden Mas Said mengambilnya dan dimakannya. Bagaimana menurut pendapatmu ?" "Menurut pendapatku ?" Gemak Ideran tercengang. Itulah pertanyaan yang sama sekali tak diduganya. Lalu melanjutkan sulit : "Bukankah itu hanya sebuah mimpi indah ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Apakah bukan mimipi yang aneh ?" "Aneh ?" Gemak Ideran tercengang. "Apanya yang aneh ?" "Matahari, Bulan, Bintang, Gunung dan Samudera adalah lambang mimpi idaman tiap orang. Sekarang Ratu Ayu Sumanarsa bermimpi tentang bulan yang jatuh di lereng gunung. Jadi ada bulan berbareng gunung. Bukankah hebat dan aneh " Anehnya, kenapa mimpi satu kali saja bisa merangkum dua lambang yang hebat! Padahal manusia di manapun tidak dapat menciptakan mimpi sendiri. Jadi, tentunya itulah anugerah Tuhan Yang Maha Esa." Tameng menerangkan alasannya dengan lancar. Mendengar keterangan Tameng, diam-diam Gemak Ideran memuji dalam hati. Pikirnya, orang ini paling tidak memiliki suatu kepercayaan yang kokoh. Mungkin seorang penghayat Ilmu Kajawen. Memperoleh kesimpulan demikian berkatalah ia mengiringkan : "Sebenarnya apakah yang kau maksudkan dengan lambang idaman orang ?" "Sudah jelas !" seru Tameng bersemangat. "Gunung, umpamanya, lambang keperkasaan, keteguhan, ketetapan, kekokohan, keluhuran. Samudera, lambang keagungan dan ilmu. Matahari, lambang kekuasaan. Begitu pula bulan. Sifatnya tidak hanya lembut, sejuk, nyaman dan menyenangkan saja, tetapi dicintai. Sedangkan bintang lambang rejeki, kebahagiaan, keberuntungan, jodoh, pangkat dan derajat. Sekarang Ratu Ayu Sumanarsa bermimpi bulan jatuh di lereng gunung. Maknanya jelas! Yang dimimpikan makan bulan sampai habis, pastilah kelak akan menjadi seorang raja. Sedangkan Raden Mas Said demikian juga. Mungkin sekali bedanya hanya soal luasnya wilayah." http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Eh, kau seperti peramal." Gemak Ideran tertawa perlahan. "Bukan begitu ! Aku bukan peramal. Aku hanya membaca Ilmu warisan para wali dan para cerdik pandai semenjak jaman kuno. Bulan tidak beda dengan matahari adalah lambang kekuasaan tinggi. Kenyataannya, bukan aku saja yang percaya. Sekarang kekuatan laskar kerajaan terbelah. Dan biasanya siluman-siluman bertopeng akan muncul di mana-mana untuk menggunakan tiap kesempatan dalam tiap kesempitan." Mendengar Tameng menyebutkan siluman-siluman bertopeng, Gemak Ideran tercekat hatinya. Meskipun yang dimaksudkan adalah semacam ibarat, akan tetapi ia mengalami dan melihat munculnya orang-orang bertopeng yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Namun dengan bersikap berpura-pura dungu ia minta keterangan : "Apakah yang kau maksudkan orang yang membunuh dua orang tadi ?" "Hm, belum tentu." jawab Tameng dengan membuang mukanya. Kemudian ia menuangkan air minum dalam mangkoknya. Menawari : "Minum ?" "Terima kasih." Tameng tidak berkata lagi. Perlahan-lahan ia meneguk air minumnya. Ternyata aduan bubuk kopi dengan gula merah. Lalu diletakkan perlahan-lahan di atas tikar yang menutupi alas perahu. Tiba-tiba berkata seperti seorang guru yang sedang menguji muridnya : "Kau pernah mendengar seorang gembong bernama Cing Cing Goling ?" "Cing Cing Goling ?" Gemak Ideran menegas. "Siapa dia ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ "Haha..... kau belum kenal siapa dia, jangan coba-coba masuk ke wilayah ini." "Kenapa ?" "Sebab engkau membawa-bawa senjata. Ini bisa diartikan menantang kekuasaannya. Hayo coba terka ! Dia bangsa apa ?" Gemak Ideran terdiam. Bunyi nama itu kedengarannya aneh seperti nama seorang asing. Mencoba-coba : "Apakah orang Cina ?" Tameng tertawa terbahak-bahak. Sahutnya : "Sama sekali bukan." "Tetapi bunyi namanya kedengarannya ........" "Pernahkah engkau mendengar sebuah sungai bernama Cing Cing Goling ?" potong Tameng. Gemak Ideran menggelengkan kepalanya. Dan dengan suara menang Tameng berkata lagi : "Itulah sungai Serayu." "Maksudmu sungai Serayu di wilayah Banyumas ?" "Benar." Tameng mengangguk. "Pada waktu para Pandhawa berlomba dengan Kurawa menggali sebuah sungai, Kunti ikut membantu. Kunti adalah Ibu para Pandhawa. Melihat Bhimasena kehilangan semangat, ibunda Kunti menyingsingkan kainnya. Maksudnya hendak ikut terjun dalam penggalian. Dan begitu melihat ibunya yang sangat dihormati dan dicintai akan ikut terjun menggali sungai, Bhimasena tidak rela. Seketika itu juga ia mengerahkan segenap tenaganya. Dengan semangat menyala-nyala, akhirnya Bhimasena dapat menyelesaikan pembuatan sungai seorang diri. Sungai itu lalu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ disebut orang dengan nama Cing Cing Goling. Artinya lambang kekuatan dahsyat. Sekarang di belahan utara Kota Ngawi ini terdapat seorang pendekar sakti yang menyematkan nama Cing Cing Goling. Artinya mencanangkan dirinya sebagai seorang pendekar yang memiliki kekuatan luar biasa besar. Sayang dia sangat kejam. Tak pernah ia mengampuni lawannya. Contohnya semua anak-buahnya berbuat begitu. Masing-masing diberi warisan Ilmu Sakti Batu Panas setengah bagian. Dia sendiri sudah mencapai tujuh bagian. Bila sudah mencapai tingkatan kesembilan, di dunia ini tiada lagi yang dapat menandingi kesaktiannya." Gemak Ideran terlongong-longong mendengar keterangan Tameng yang begitu jelas dan mengesankan. Sebenarnya siapakah dia " Namun mengingat sikapnya yang takut terhadap anak buah Cing Cing Goling, jelas dia tidak mempunyai kepandaian. Namun masih ia mencoba menjajagi : "Apakah engkau tidak berani mengadakan perlawanan ?" "Perlawanan " Dengan berbekal apa aku berani mencobacoba melawan anak buahnya " Aku hanya seorang pedagang kecil. Pedagang keliling yang menjajakan dagangan seadanya buat menyambung umur." Gemak Ideran memanggut-manggut. Ia mau mengerti. Minta keterangan lagi : "Jadi dia bukan orang Cina ?" "Bukan. Cuma dari mana asalnya, aku tidak tahu. Yang kuketahui, kabarnya mempunyai dua orang anak. Laki-laki dan perempuan. Masing-masing sudah mewarisi tiga bagian ilmu Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kepandaian ayahnya. Kalau anak-buahnya saja bisa membuat orang mati seperti udang terebus, apalagi mereka berdua yang sudah mewarisi Ilmu Batu Panas tingkat tiga. Karena itu, http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kau harus berhati-hati. Janganlah mencoba-coba berani mencampuri apa saja yang mereka lakukan." Karena keterangan Tameng sudah dirasakan cukup, Gemak Ideran tidak perlu berlama-lama berada di atas perahunya. Segera ia memohon diri dan berjanji tidak pernah bertemu apalagi berbicara dengannya. Lalu ia melompat ke tepi dan mencari kudanya. Sebentar saja ia sudah meninggalkan sungai Brantas, memasuki jalan kota Ngawi. Ia membiarkan kudanya berjalan sekehendaknya. Sepanjang jalan ia memikirkan semua keterangan Tameng. Suara Tameng seolah-olah mengiang-ngiang terus-menerus di dalam pendengarannya Tiba-tiba suatu ingatan mengejutkan hatinya. Pikirnya di dalam hati : "Orang itu mengaku bernama Tameng. Pekerjaannya pedagang keliling. Tetapi dia mengerti nama jenis ilmu sakti. Tidak mungkin ia tidak berkepandaian." Sampai disini ia seperti merasa memperoleh kesan tertentu. Namun apa itu, ia tidak jelas. Dan tak dikehendaki sendiri, ia menghela nafas panjang. Segera ia memusatkan pikirannya. Bukankah ia sedang berusaha melacak Niken Anggana " Teringat akan Niken Anggana timbullah pikirannya. Katanya di dalam hati: "Niken tertarik benar mendengar cerita dalang Gunacarita. Pastilah ia menggunakan kesempatan ini untuk berkunjung ke Penginapan." Akan tetapi rumah penginapan ternyata sunyi senyap. Karena itu ia melanjutkan pelacakan. Tiba-tiba ia mendengar suara kaki kuda. Eh, siapa yang menambatkan kudanya di tengah kebun " Penuh curiga ia melompat turun dari kudanya. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Begitu menghampiri, ia terkejut bukan main. Terloncatlah ucapannya setengah berseru : "Hai ! Kuda Niken !" Ia berdiri tertegun seperti terpaku diatas tanah. Lalu melompat keatas kudanya dan lari balik ke tepi sungai. Ia yakin, pasti ada hubungannya dengan dua orang yang terbunuh. Dan begitu tiba di tepi sungai, mula-mula yang dicarinya adalah Tameng. Tetapi Tameng tidak kelihatan bersama perahunya. Tiba-tiba saja jantungnya berdebaran. Ia seperti merasa menghadapi bahaya yang bersembunyi dalam kegelapan. Cepat ia lari menghampiri rumun orang. Tetapi dua mayat yang tadi terbujur di atas tanah, kini tiada ditempatnya. Dari tutur orang-orang yang masih berdiri di tepi sungai ia memperoleh keterangan : "Mereka dibawa orang ke Kepala Kampung." "Sebenarnya siapa sih yang membunuh mereka ?" seseorang berseru. "Itulah akibat ulahnya sendiri. Mereka mencoba membegal seorang gadis. Lalu datang seorang pemuda yang membunuhnya." Seorang perempuan setengah umur memberi keterangan. Kali ini Gemak Ideran tidak mau berkepanjangan lagi. Segera ia dapat menyimpulkan. Pastilah Niken Anggana berurusan dengan si pembunuh. Tetapi mengapa sampai meninggalkan kudanya " Apakah karena dia merasa dirinya ditolong pemuda itu" "Ah ! Dengan kepandaiannya sendiri Niken bisa membunuh mereka tanpa bantuan siapapun." Pikirnya di dalam hati. http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Selagi demikian, terdengar seorang gadis berkata dengan suara merdu : "Kau mencari dia ?" "He-e." "Pacarmu ?" "Apakah kau tahu ?" Gemak Ideran tidak sabar lagi. "Jawablah pertanyaanku dulu !" "Yang mana ?" Gemak Ideran mendongkol. "Pacarmu atau bukan ?" "Kalau benar bagaimana " Kalau tidak bagaimana ?" Waktu itu malam hari sangat pekat karena udara tertutup awan hitam. Tiada penerangan apapun di tepi sungai sehingga Gemak Ideran tidak dapat melihat wajah gadis itu dengan tegas. Namun ia yakin, gadis itu seorang berpendidikan. Begitu mendengar kata-katanya, ia membalikkan badan sambil menyahut: "Kalau begitu, cari sendiri !" Sekonyong-konyong gadis itu melesat dengan suatu kecepatan yang rnengherankan. Dan menyaksikan kegesitan gadis itu, timbullah rasa curiga Gemak Ideran. Terus saja ia menambatkan kudanya asal jadi. Lalu mengejar gadis itu. Mula-mula ia menyusur sungai. Tidak lama kemudian gadis itu melintasi ladang rumput yang bersemak belukar. Di tengah malam yang gelap gulita bayangannya susah terlihat Namun Gemak Ideran tidak putas asa. Kali ini ia benar-benar mengerahkan seluruh kepandaiannya. Dengan menajamkan pendengarannya, ia terus mengikuti dari jarak tertentu. Tibatiba jauh di depannya, udara seperti tersekat sesuatu. Apa itu http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ " Ternyata petak pepohonan semacan hutan liar. Dan gadis itu lenyap begitu saja seperti siluman. "Hm." Gemak Ideran mendongkol. "Biarpun kau lari sampai ke ujung dunia, aku akan terus mengejarmu." Pada saat itu, sekonyong-konyong terdengar suara bentrokan senjata. Segera ia mempercepat larinya. Dengan penglihatannya yang tajam, ia melihat dua orang bersenjata pedang sedang mengepung seorang gadis yang berkerudung kain hitam. Siapa lagi kalau bukan gadis yang sedang dikejarnya. Gadis itu ternyata bersenjata galah baja tipis mirip sebuah cambuk yang dapat dikedutnya dan melencang kaku. Akan tetapi kedua orang yang mengepungnya dapat memagas dan mengutungkan sepertiga senjatanya dengan cepat. Menyaksikan hal itu, hati Gemak Ideran girang. Sebentar saja ia pasti akan dapat menangkapnya. Hanya saja ia khawatir, gadis itu akan dibunuh oleh kedua orang yang mengepungnya. Maka ia melompat tinggi menghampiri dengan maksud hendak menangkap gadis itu hidup-hidup. Tetapi belum lagi tubuhnya mendarat di atas tanah, ia mendengar gadis itu berseru sambil menunjuk dirinya : "Hai bukan aku ! Dialah yang membunuh kedua temanmu. Mengapa kalian menghadang diriku ?" Kedua orang itu mendengar suara angin Gemak Ideran yang sedang melompat tinggi di udara. Mereka heran. Tetapi sejenak kemudian yang berdiri di sebelah kiri berteriak : "Benar! Pembunuhnya seorang pemuda. Mari kita menuntut balas !" Pada detik itu tahulah Gemak Ideran apa sebab mereka berdua menuduh dirinya membunuh kedua orang temannya. Bukankah kedua temannya itu sedang berusaha membegal http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Niken Anggana, lalu datang seorang pemuda yang membunuhnya " Begitulah tutur-kata orang-orang yang menyaksikan perkelahian itu di tepi sungai. "Celaka !" pikirnya. Gadis itu ternyata licin dan licik. Ia pandai bei pikir cepat selagi dirinya terdesak. Mereka berdua benar-benar dapat dikelabui gadis itu. Dengan serentak mereka meninggalkannya dan kini berbali k menyerang Gemak Ideran. Dan pada saat itu, si gadis tidak menyia-nyiakan kesempatan yang baik. Secepat kilat ia meninggalkan gelanggang dan sebentar saja menghilang di balik pepohonan. Bukan main mendongkolnya Gemak Ideran. Saking mendongkolnya, ia tertawa. Lalu dilampiaskan kepada kedua orang yang datang mengeroyoknya. Bentaknya : "Eh, kalian hendak menuntut balas " Kepadaku " Ah, kalian kena dikelabui siluman itu. Sekarang aku tidak mempunyai waktu untuk melayani kalian." Belum lagi gema suara Gemak Ideran lenyap dari pendengaran, kedua pedang mereka sudah menyambar dengan cepat. Terpaksalah Gemak Ideran menghunus goloknya dan berbareng menyapunya. Suatu benturan tidak dapat dielakkan lagi. Trang ! Kedua orang itu ternyata kalah tenaga. Mereka berdua terhentak mundur setengah langkah. Meskipun demikian, mereka tidak mau tahu. Dengan berbareng pula mereka mengulangi serangannya. Kali ini mereka menggunakan tenaga gabungan Gemak Ideran tidak berani mengadu kekerasan. Ia terpaksa mengelak dengan menggeserkan kakinya berbareng memiringkan tubuhnya. Tetapi dengan begitu, mereka berdua http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ kini dapat menghampiri lebih dekat lagi, meskipun serangannya gagal mengenai sasaran. Dua orang itu sebenarnva belum pernah mengenal Gemak Ideran. Mereka tadi hanya mendengar laporan, bahwa dua temannya mati terbunuh tak berkubur oleh seorang pemuda setelah bertengkar dengan seorang gadis. Karena itu mereka menerjang bagaikan dua ekor kerbau gila. Dan betapapun pandai seseorang, dia akan sempal kehilangan akal menghadapi orang yang sedang kalap. "Tahan !" bentaknya sambil mengelak "Sebenarnya siapa kalian ?" "Apakah engkau perlu mengenal namaku ?" orang yang berperawakan gagah balas membentak. "Sewaktu engkau membunuh kedua temanku, apakah kau sempat menanyakan namanya ?" "Siapa yang membunuh kedua temanmu ?" sahut Gemak Ideran dengan menyabarkan "Kalian salah faham. Aku justru sedang mengejar perempuan itu untuk memperoleh keterangannya." "Cuh ! Siapa sudi mendengarkan ocehanmu ?" http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ Setelah membentak demikian, ia melompat menikam. A kan tetapi dengan gesit Gemak Ideran mundur ke samping. Kalau saja ia mau membalas, pedang itu dapat digempurnya runtuh. "Tabun ! Masakan luput ?"temannya marah. "Kau hanya menonton saja. Bantu, dong !" Tabun tersinggung. "Namamu Tabah, nyatanya kau tidak tabah." "Apanya yang tidak tabah ?" kawannya yang bernama tabah merah padam. "Kau mau lari ngacir ?" ejek Tabun. Tabah menggerung. Dengan memutar pedangnya ia menerjang. Ternyata ia menang setingkat bila dibandingkan dengan Tabun. Gemak Ideran sendiri tiada niat hendak melukainya. Ia mencoba mengelak. Akan tetapi karena kena kerubut, lambatlaun ia merasa kuwalahan juga. Apalagi pikirannya berada pada gadis berkerudung hitam yang kini sudah menghilang dibalik petak belukar yang rimbun. Tabah dan Tabun bergembira melihat lawannya kuwalahan. Mereka merasa berada di atas angin. Maka dengan semangat berkobar-kobar, mereka menyerang terus-menerus. Pedang mereka berkelebatan bagaikan kilat menyambar-nyambar. Pikir Gemak Ideran : "Hm, agaknya mereka tidak dapat diajak berbicara baikbaik. Kalau aku mengalah terus-menerus, bukankah aku sendiri yang bakal celaka ?" Dengan pikiran itu ia tertawa mendongkol. Serunya : "Kalian benar-benar bangsa keledai yang goblok. Agaknya aku perlu merangket kalian. Awas !" Dikatakan sebagai keledai, Tabun dan Tabah tiada dapat menahan rasa marahnya. Muka mereka merah padam dan http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ dada mereka serasa hendak meledak. Terus saja mereka mendamprat: "Kau manusia jahanam yang tidak tahu malu. Kau hanya Bulan Jatuh Di Lereng Gunung Karya Herman Pratikno di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pandai membunuh orang yang tidak berdaya. Coba sekarang kau bisa apa ?" "Hm, benarkah kalian hendak menuntut balas kepadaku " Kalau begitu kalian harus kubuat berjungkir-balik dulu." bentak Gemak Ideran. Terus saja ia membalas menyerang. Kali ini ia bersungguh-sungguh. Dengan membawa kesiur angin, goloknya menabas dan membabat. Tabun dan Tabah terkejut sekali. Sama sekali tak diduganya, bahwa Gemak Ideran sebenarnya memiliki himpunan tenaga yang melebihi tenaga gabungan mereka. Jelas sekali mereka tidak akan dapat menahan gempuran Gemak Ideran. Tetapi mereka tidak takut. Pikir mereka: "Kepandaianmu bukankah tidak terpaut jauh denganku " Hm..... masakah kau bisa berbuat banyak......" Meskipun bisa berpikir begitu, tetapi nyatanya mereka tidak berani menangkis sabetan golok Gemak Ideran. Berbareng mereka melompat mundur menjauhi, lalu memencar ke kiri dan ke kanan. Setelah mereka mulai melakukan siasat majumundur. Diperlakukan demikian, mau tak mau Gemak Ideran jadi makin mendongkol. Kalau tidak dapat merobohkan mereka secepat-cepatnya, buruannya bakal hilang dari pengamatan. Maka diam-diam ia menghimpun tenaga sakti pemberian Ki Hajar Karangpandan. Lalu menunggu saatnya yang tepat. Begitu Tabah menikam yang disusul dengan tusukan pedang Tabun, mendadak saja ia menyontekkan goloknya. Dan terbanglah kedua pedang Tabah dan Tabun. Gemak Ideran tertawa panjang. Pada detik itu pula ia melesat melompati mereka dan bagaikan kilat ia menghilang http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ di balik pagar pepohonan. Dari balik pohon ia berseru nyaring : "Hai kalian berdua. Maaf, tak ada waktu aku bermain-main dengan kalian. Suatu kali aku akan datang mencarimu. Kali ini kalian berdua kuampuni." Tabah dan Tabun tidak hanya kehilangan pedangnya masing-masing, tetapi telapak tangan mereka tergetar nyeri. Beberapa saat lamanya mereka tertegun-tegun. Ilmu apakah yang sedang digunakan lawannya " Dia hanya menyontek dari bawah. Dan tiba-tiba saja tangan mereka kehilangan tenaga. Kalau saja dia mempergunakan kesempatan itu untuk membabatkan goloknya, pastilah tubuh mereka pada saat itu sudah kutung menjadi dua bagian. Seperti saling berjanji mereka mempunyai pendapat yang sama. Kalau begitu, bukan dia yang membunuh kedua saudaranya dengan amat kejamnya. Dalam pada itu Gemak Ideran sudah berada di tempat yang jauh sekali. Petak belukar itu sudah ia lampaui. Tentu saja gadis berkerudung hitam tiada lagi dapat tertangkap bayangannya. Sejenak Gemak Ideran berpikir. Lalu menyulut tanda sandi dan dilepaskan di udara. Mudah-mudahan Diah Windu Rini sempat melihat. Sebenarnya Niken Anggana membekal tanda sandi juga yang dapat bersuara nyaring di udara manakala dilepaskan. Apa sebab dia tidak melepaskan tanda sandi itu " Apakah dia tidak sempat atau masih dalam keadaan aman sejahtera " Gemak Ideran tak sempat berpikir berkepanjangan. Segera ia lari lagi secepat-cepatnya. Tetapi lambat-laun ia bingung sendiri. Ke mana ia harus mencari gadis berkerudung hitam tadi " Kabur ke arah mana " Ia mendongkol bukan main. Dan kemendongkolannya dialamatkan kepada Tabah dan Tabun http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ yang merintanginya. Oleh rasa mendongkol dan diricuhkan pula oleh rasa bingung, ia menghentikan langkahnya. Perlahan-lahan ia mengatur perna-fasannya. Biasanya nafas yang berirama bisa menjernihkan pikirannya. Teringatlah dia kepada tutur-kata Tameng. Apakah gadis tadi bukan termasuk salah seorang anggauta keluarga Cing Cing Goling " "Cing Cing Goling mempunyai dua orang anak. Laki-laki dan perempuan. Kalau yang melakukan pembunuhan dan gadis yang mengenakan topeng tadi adalah anak Cing Cing Goling ,...... wah bakal hebat!" pikir Gemak Ideran dalam hati. "Tetapi kurasa tidak salah lagi. Ayunda Windu Rini memperingatkan bahwa musuh sangat licin dan ganas. Siapa lagi kalau bukan mereka " A h, biarlah kucari sarang Cing Cing Goling" Berpikir demikian segera ia mengarah ke Barat Laut. Tameng tadi menunjuk ke arah Barat Laut. Ternyata medan yang dilalui tidak mudah. Selain terhadang belukar dan ilalang, terdapat tiga atau empat kali kecil dan batu-batu tajam yang mencongakkan diri di atas permukaan bumi. Meskipun demikian ia tidak sudi mundur. Gemak Ideran putera Sawunggaling. Dari ayahnya sendiri ia menerima warisan ilmunya. Lalu digembleng oleh pendekar Warsaya yang melarikannya dari kejaran Kompeni Belanda. Dengan begitu, semenjak kanak-kanak ia sudah biasa hidup di tengah alam raya yang liar. Dibawa berlari-larian sambil diajari ilmu-ilmu sakti yang harus dilatihnya setiap saat. Setelah dinyatakan lulus, pada suatu kali ia bertemu dengan Ki Hajar Karang-pandan. (catatan penulis : sebenarnya dia masih bernama Hajar. Untuk memudahkan ingatan, kita sebut namanya yang lengkap.) Ia menerima beberapa macam mantera sakti. Boleh digunakan bila dalam keadaan terjepit. Namun kekuatannya hanya satu kali pakai. Itulah sebabnya, ia http://dewi-kz.info/ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ tadi menunggu saatnya yang tepat. Berhasillah ia lolos dari libatan Tabah dan Tabun. Kini, ia menghadapi medan berat. Karena sudah biasa hidup di tengah alam terbuka, medan demikian tidak memundurkannya. Dengan telaten dan sabar ia terus menuju ke arah Barat Laut. Karena medannya masih asing, ia terpaksa menghentikan pencariannya sewaktu matahari mulai merekah di ufuk timur. Beberapa waktu lamanya ia ubek-ubekan mencari kedai. Setelah mengisi perut dan membeli perbekalan sederhana, ia melanjutkan perjalanannya lagi. Agar tidak menarik perhatian orang, tak berani ia berlari-larian. Sewaktu melintasi hutan raya, ia beristirahat melepaskan lelah. Ia terbangun dikala matahari sudah mendekati petanghari. Takut kehilangan pengamatan, ia mendaki sebuah bukit. Dan dari atas bukit ia Seruling Sakti 26 Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu Bayar Nyawa 2