Golok Kelembutan 5
Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id Bagian 5 simpatinya. Dia tahu beberapa orang yang kini berjalan bersama di tengah jalan raya ini merupakan jago-jago sangat tangguh, siapa pun di antara mereka, asal menggerakkan sebuah jari tangannya saja, pasti akan menimbulkan gelombang besar dalam dunia persilatan, manusia semacam ini apa mau menerima rasa simpati orang" Walaupun sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang membutuhkan rasa simpati dari orang lain. Bagi seorang lelaki sejati yang hidup dalam dunia persilatan, mereka lebih suka mengucurkan darah ketimbang melelehkan air mata, sejarah pedih yang ada dalam sepenggal kehidupan masa lalunya ibarat luka yang menyayat di tubuh hingga merasuk ke tulang. Dalam keheningan malam yang sunyi, hanya bisa dirasakan kepedihannya seorang diri, tapi mereka tak nanti memohon simpati orang lain. Jika kau memperlihatkan rasa simpatimu kepadanya, itu berarti kau memandang rendah dirinya. Seorang lelaki sejati mungkin akan merentangkan tangannya untuk memeluk dan menyambut kau untuk minum arak bersama, membunuh musuh bersama, dengan penuh kehangatan mengajak kau mengayun tinju menyambut datangnya hembusan angin topan, memutar golok menghancurkan impian indah, tapi mereka tak akan membiarkan kau menyampaikan rasa simpati. Hanya si lemah, si pecundang yang suka menerima simpati orang lain. Rasa simpati Ong Siau-sik hanya muncul di dasar hatinya yang paling dalam, dia tahu apa yang mesti diperbuatnya, mengubah rasa simpati menjadi sebuah kenangan. Sementara rasa ingin tahu memang merupakan ciri khas seorang anak muda. Pemuda mana yang tak punya rasa ingin tahu" Sementara semua orang masih termenung dengan perasaan masing-masing, mendadak So Bong-seng menghentikan langkahnya. Ternyata mereka telah tiba di suatu tempat... Kim-hong-si-yu-lau! Begitu melihat bangunan itu, tak tahan Ong Siau-sik segera berseru, "Itu sih bukan loteng, tapi sebuah pagoda!" "Tempat manakah ini?" tanya So Bong-seng sambil tertawa. "Sebuah bukit" "Bukit apa?" "Bukit Thian-swan-san," jawab Ong Siau-sik setelah berpikir sejenak. "Di atas bukit sumber langit ini terdapat tempat terkenal apa saja?" Kali ini Ong Siau-sik tak perlu berpikir lagi, segera jawabnya, "Tentu saja terdapat pagoda Giok-hong-tha yang tersohor di seantero jagad serta mata air nomor wahid di bawah pagoda itu." "Kali ini kau keliru besar!" kata So Bong-seng sambil tertawa, "ketika perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau mendirikan partai dan markasnya, kalau tidak dibangun di tempat seperti ini, tempat mana lagi yang jauh lebih pantas?" Ong Siau-sik agak melengak, sahutnya kemudian, "Benar juga perkataanmu!" "Bukan hanya nomor satu di kolong langit," tiba-tiba Pek Jau-hui menyela. Berkilat sepasang mata So Bong-seng sesudah mendengar perkataan itu, sekujur badannya nampak agak bergetar, tegurnya kemudian, "Apa maksud perkataanmu itu?" "Kalau cuma ingin menjadi kekuatan paling berpengaruh di kotaraja, bahkan menjadi perkumpulan nomor satu di kolong langit, perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau sudah mampu melakukannya sejak dulu," Pek Jau-hui berpaling ke arah Ong Siausik, kemudian tanyanya, "Kau pernah mendengar cerita seputar pagoda mestika yang ada di bukit Thian-swan-san?" "Pernah," sahut Ong Siau-sik, "konon dulunya tempat ini adalah sebuah telaga, banyak orang bercocok tanam di tanah ini, setiap menjelang musim panas, dari tengah telaga akan memancar keluar mata air yang menyemburkan air setinggi ratusan kaki, karena itu semua orang menyebut tempat ini sebagai mata samudra." Pek Jau-hui memandang sekejap pemandangan sekeliling tempat itu, lalu katanya, "Tapi sekarang, tempat ini sudah berubah menjadi sebuah tempat dengan pemandangan alam yang sangat indah." "Konon ada seorang pembesar setempat yang kemudian berniat meratakan mata samudra itu, dia perintahkan orang untuk menggali tanah membongkar batu cadas, namun sudah lima tahun mereka bekerja, mata samudra belum berhasil juga diratakan. Setelah itu datang tujuh orang, mereka adalah tujuh saudara angkat, sang Lotoa pun berkata, 'Biar kami yang menyelesaikan persoalan ini.', kemudian dia kerahkan tujuh puluh ribu orang untuk bekerja di situ, dia membangun sebuah tanah perbukitan batu di puncak utara mata samudra dengan menggunakan jutaan mantau." "Benar, di antara ketujuh bersaudara itu, Lotoa mereka yang bermarga Li merupakan seorang pemimpin yang bernyali, setelah dia mengusulkan begitu, maka saudara yang lain pun segera mendukung usulannya. Saudara kedua Tauw-ji bertugas memasak baja menjadi cairan, Kiong-sam memerintahkan orang menuang cairan baja itu ke atas bukit mantau, Hong-si pandai ilmu perkayuan, dia bertugas mengukur kekuatan air tanah., Che-lak pandai mengatur keuangan, untuk membiayai proyek besar ini dibutuhkan dana besar, dialah yang bertanggung jawab mencari sokongan dan sumbangan, Siang-jit bertugas mengurusi segala transportasi peralatan, selama tiga bulan mereka bekerja siang malam. Dan otak arsitek yang merencanakan proyek besar ini adalah Liu-ngo, selama ini Liu-ngo merupakan pembantu paling andal dari Li-lotoa." "Benar, selanjutnya mereka menuang cairan bnja itu di atas bukit mantau dan menggugurkannya ke bawah bukit sehingga persis menyumbat mata samudra, karena mata air tersumbat, tanah di sekelilingnya pun mengering dan berubah jadi sawah, sawah menghasilkan padi, dari padi berubahlah jadi beras yang wangi lagi pulen." "Kedengarannya macam cerita dongeng saja," komentar So Bong-seng. "Dulunya aku pun menganggap cerita itu hanya isapan jempol, tapi kemudian aku dengar dari cerita para Cianpwe, katanya tujuh bersaudara itu tak lain adalah cikal bakal pendiri perkumpulan kolong langit Thiari-he-pang. Jadi aku pikir, mungkin saja cerita itu merupakan sebuah kejadian yang nyata." Pek Jau-hui manggut-manggut, katanya, "Tampaknya cerita dongeng hanya merupakan sebuah impian, impian adalah satu langkah lebih awal dari khayalan, bila sebuah khayalan diwujudkan menjadi kenyataan, maka khayalan itu akan muncul sebagai sebuah karya dan kejadian seperti ini bukannya tak mungkin terjadi." Sorot matanya dialihkan untuk memandang sekejap bangunan pagoda tujuh tingkat itu, kemudian lanjutnya, "Seperti pendirian perkumpulan Kim-hong-si-yu-lau, sebetulnya merupakan saru kejadian yang tak mungkin bisa diwujudkan." "Dan kebetulan kita sekarang berada di tengah kejadian yang kau katakan tak mungkin bisa diwujudkan itu," sambung Ong Siau-sik dengan sorot mata seterang lampu lentera. "Cuma sayang kau sudah ketinggalan satu hal dalam ceritamu itu." "Seingatku, semua yang kuketahui sudah kuceritakan," sahut Ong Siau-sik setelah berpikir. "Ini disebabkan kau belum pernah mendengar sebelumnya," kata Pek Jau-hui, "di dalam kolam mata air di bawah pagoda Giok-hong-tha masih terdapat sebuah pagoda lagi, pagoda itu hanya separuh yang muncul di permukaan air, orang menyebutnya Tin-hay-tha atau pagoda penenang samudra." "Apa" Di bawah pagoda masih ada pagoda" Pagoda di dalam air?" "Coba kau tengok ke arah sana, bukankah lamat-lamat masih terlihat," kata Pek Jau-hui sambil menuding ke arah depan. Mengikuti arah yang ditunjuk, Ong Siau-sik berpaling, benar juga terlihat sebuah pagoda berwarna putih yang runcing, atasnya mencuat keluar dari permukaan air. "Kau jangan memandang enteng separuh pagoda itu," ujar Pek Jau-hui lebih jauh, "orang menyebutnya 'mata batu pene?nang samudra', dikarenakan setiap permukaan air naik maka pagoda itupun ikut naik, setiap permukaan air turun maka pagoda itupun ikut turun. Konon di bawahnya terdapat seekor naga emas yang menjaga benteng itu. Oleh karena masuk keluarnya air terkendali maka air yang mengalir keluar dari mata air itu tak pernah bisa menenggelamkan kotaraja." "Hahaha, benar-benar cerita dongeng yang menarik" Ong Siau-sik tertawa tergelak. "Cerita dongengnya bukan cuma sampai di situ, konon setelah permukaan air menyusut, di situ hanya tertinggal sebuah mata air kecil yang menyemburkan air bersih, air itu bening bagai mutiara, manis bagai madu, orang menyebutnya Thian Swan, mata air langit. Suatu saat ada seorang kaisar yang tertarik dengan cerita mata air itu sempat menginap selama beberapa hari di sana, ketika mendengar cerita tentang naga emas yang menjaga kota air, dia pun memerintahkan tiga puluh ribu orang pekerja untuk menyumbat mata air itu dan kemudian menggali ke bawah. Konon para pekerja berhasil menggali keluar sebuah pagoda batu setinggi tujuh tingkat, ketika sang kaisar memeriksa dinding pagoda itu, ditemukan ada dua bait syair terukir di sana, syair itu berbunyi, 'Di bawah mata air langit ada sebuah mata air, pagoda menampilkan wujud, kekuasaan pun ambruk', membaca syair itu Sri baginda terperanjat, lekas dia memerintahkan orang untuk menutup kembali bekas galian itu dan membiarkan air tetap menggenangi pagoda agar kerajaaannya tidak ikut ambruk." Bicara sampai di situ, sorot matanya segera dialihkan ke wajah So Bong-seng, tanyanya, "Kau mendirikan Kim-hong-si-yu-lau di atas bukit Thian-swan-san, sebenarnya dikarenakan mata air kemala itu atau demi pagoda batu, atau mungkin dikarenakan bait syair yang tertera di bawah pagoda itu?" So Bong-seng sama sekali tidak memperlihatkan perubahan apa pun, sorot matanya masih sedingin salju. Senyuman yang selalu menghiasi wajahnya semenjak mengangkat saudara tadi, kini secara tiba-tiba berubah jadi dingin membeku lagi. Mendadak Ong Siau-sik merasakan hatinya ikut membeku. Dipandang oleh sorot mata sedingin ini, dia merasa tubuhnya seolah terkubur dalam longsoran salju. Setelah termenung sejenak, cepat pemuda itu menimbrung, "Aku lihat Kim-hong-siyu-lau bukan dibangun di tengah air, peduli amat dalam air ada naga atau ada pagoda, aku rasa justru bangunan loteng persegi empat itulah baru merupakan tempat yang utama." "Kenapa?" tanya Pek Jau-hui. "Coba kau lihat, warna keempat bangunan loteng itu kuning, hijau, merah dan putih, seandainya ada musuh datang menyerang, sudah pasti mereka tak akan bisa memastikan di-manakah letak markas besar yang sebenarnya, padahal di balik setiap bangunan loteng itu justru sudah dilengkapi dengan berbagai alat jebakan!" "Kalian semua keliru besar," mendadak So Bong-seng berkata, "akulah Kim-hong-siyu-lau, Kimhong-si-yu-lau adalah aku! Kim-hong-si-yu-lau hidup dalam hatiku, hidup dalam hati setiap anggota, tak seorang pun sanggup memusnahkannya, orang lain hanya tahu apa yang pernah ia lakukan, tapi tak akan tahu apa yang hendak dilakukan." Kemudian ia berjalan lebih dulu meninggalkan tempat itu, lalu ajaknya, "Ayo, kita beristirahat dulu di loteng merah." Loteng merah dibangun sangat megah dan mewah, tiang bangunan terbuat dari batu kemala, tampaknya tempat ini memang khusus disiapkan untuk menerima tamu, menjamu tamu dan mengadakan perjamuan kehormatan. Lalu apa kegunaan ketiga bangunan loteng yang lain" (bersambung jilid 2) 21. Bersedia Di saat Pek Jau-hui masih memikirkan persoalan itu, mendadak ia merasa Ong Siausik secara diam-diam sedang menarik ujung bajunya dari belakang. Terpaksa dia pun memperlambat langkahnya. Dengan suara setengah berbisik Ong Siau-sik berkata, "Aku merasa berterima kasih karena tadi kau telah melakukan penambahan dalam cerita dongengku." Pek Jau-hui tertawa. "Aku selamanya paling suka ada orang tahu berterima kasih, aku memang orang yang gila hormat." "Aku bicara serius. Pernah kau dengar, dari dulu hingga sekarang, banyak pejabat setia justru berakhir dalam kondisi yang mengenaskan?" Pek Jau-hui berpikir sejenak, lalu sahutnya sambil tertawa, "Ini disebabkan para pejabat setia itu kelewat polos, kelewat jujur, biasanya tak suka mendengar nasehat orang, bahkan ada kalanya senang menampar mulut orang yang suka memberi nasehat kepadanya, tapi aku" Memangnya aku mirip dengan orang yang jujur dan polos?" "Kau memang tidak mirip," Ong Siau-sik menghela napas, "aku rasa selain kelewat polos dan jujur, para pejabat setia percaya diri, mereka anggap bicara pakai aturan sudah dapat menyelesaikan segala urusan, padahal tak ada manusia di dunia ini yang senang ditunjuk kesalahannya di hadapan orang lain, memangnya dianggap kalau bicara blak-blakan lantas semua uang mau menerimanya" Kalau seseorang tidak mempertimbangkan hal semacam ini, sering akibatnya menjadi runyam. " Pek Jau-hui terbungkam tanpa menjawab. Kembali Ong Siau-sik berkata, "Ada satu cerita lagi, dulu cho-cho berulang kali menyerang sebuah kota, tapi tak pernah berhasil merebutnya, ketika kegagalan demi kegagalan dialaminya, ia pun berniat menarik mundur pasukannya, ketika berjalan mondar-mandir sambil berpikir itulah dia berseru, sayap ayam, sayap ayam!'. Anak buahnya kebingungan karena tak paham apa yang dimaksud, kemudian ada seorang yang merasa pintar berkata, 'Mari kita bebenah, perdana menteri memerintahkan untuk menarik pasukan, rekannya pun bertanya kenapa ia berkesimpulan begitu" Si pintar menjawab, sayap ayam adalah bagian yang paling hambar, maksudnya dibuang sayang, ini berarti niatnya untuk mundur sudah bulat. Merasa perkataannya masuk akal maka semua orang bersiap untuk mundur. Ketika Cho-cho mengetahui kejadian ini, ia menjadi terperanjat, dia pikir, kenapa si pintar bisa membaca jalan pikirannya." Berbicara sampai di situ Ong Siau-sik berhenti sejenak, lalu tanyanya lagi, "Menurut dugaanmu, apa yang dilakukan Cho-Cho terhadap orang pintar itu?" "Membunuhnya!" jawab Pek Jau-hui tanpa berkedip. "Menurut pendapatmu, benarkah tindakan yang dilakukan Cho-cho?" "Tidak bagus, tapi tindakan yang tepat. Ketika dua pasukan sedang berhadapan di medan laga, sebelum jenderal menurunkan perintah, orang pintar yang berlagak pintar hanya akan menggoyahkan pikiran pasukan, menurunkan semangat tempur dan menggoncangkan rasa percaya diri. Sudah tentu orang semacam ini harus dibunuh." Ong Siau-sik menghela napas panjang. "Jika kau adalah seorang yang amat cerdas, tapi tak mampu mengendalikan diri hingga memperlihatkan kecerdasannya, dan akibat perbuatan itu justru mengundang datangnya bencana kematian, apakah hal semacam ini tidak terlalu sayang?" Pek Jau-hui memiringkan wajahnya mengerling ke arah Ong Siau-sik sekejap, lalu serunya, "Apa yang barusan kau katakan bukan cerita dongeng tapi sejarah." "Sesungguhnya bukan hanya cerita sejarah saja, tapi juga serupa peringatan. Kalau sejarah hanya menceritakan kembali apa yang pernah terjadi dulu, sedang peringatan lebih mempertegas agar orang jangan meniru cara yang pernah dilakukan orang dulu." "Kau bukan sedang membicarakan sejarah, tapi sedang membicarakan aku," tukas Pek Jau-hui sambil menggendong tangan memandang ke angkasa, ia menarik napas panjang, "Aku sangat memahami maksudmu, tapi ... aku tetap akan menjadi diriku sendiri." Pada saat itulah terlihat seseorang berjalan masuk ke dalam ruang loteng merah. Orang itu masih muda dan tampan, di atas jidatnya terlihat sebuah tahi lalat hitam yang besar, tingkah lakunya lembut, sopan dan sangat terpelajar, perawakan tubuhnya tinggi kurus, jauh lebih tinggi dari orang kebanyakan. Sambil tersenyum dia manggut-manggut, tampaknya sedang menyapa Pek Jau-hui dan Ong Siau-sik. Baik Ong Siau-sik maupun Pek Jau-hui sama sekali tidak kenal siapakah orang itu. Dengan sikap yang sangat menghormat orang itu masuk sambll menjinjing dua jilid buku yang sangat tebal, kemudian dilaporkan ke hadapan So Bong-seng. Dengan cepat So Bong-seng menyambut buku itu, lalu membnlok balik beberapa halaman dan keningnya pun berkerut. Tak ada yang tahu apa yang telah dilihatnya dan apa yang lelah dibaca dari buku itu. Kecuali So Bong-seng dan orang itu, siapa pun tidak tahu kenapa sebelum memasuki ruang utama loteng merah itu, So Bong-seng berhenti dulu di atas anak tangga dan membolak-balik beberapa halaman buku besar itu. Apakah selanjutnya So Bong-seng akan mempelajari dulu Isi kitab itu kemudian baru melanjutkan pekerjaannya" Dalam pada itu Mo Pak-sin berkata secara tiba-tiba, "Saudara berdua, dia adalah Yo-congkoan, Yo Bu-shia." "Pek-tayhiap, Ong-siauhiap," pemuda itu segera menjura. "Darimana kau tahu kalau aku dari marga Pek?" tanya Ong Siau-sik. "Ya, darimana kau bisa tahu kalau aku bermarga Ong?" sambung Pek Jau-hui. "Ah, kalian berdua memang senang bergurau," seru Yo Bu-shia tersenyum, kepada Ong Siau-sik terusnya, "Kau adalah Ong-siauhiap". Kemudian sambil berpaling ke arah Pek Jau-hui terusnya, "Dan kaulah Pek-tayhiap." "Kita belum pernah berjumpa," sela Pek Jau-hui. "Tapi kami mempunyai semua bahan, keterangan serta kasus yang pernah kalian berdua lakukan," sambung So Bong-Seng tiba-tiba. Dia serahkan salah satu kitab tebal itu ke tangan Yo Bu-shia. Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan suara lantang Yo Bu-shia segera membaca, "Pek Jau-hui, dua puluh delapan tahun, berwatak angkuh lagi juma-wa, senang menggendong tangan sambil memandang angkasa, jejak tidak menentu, kalau turun tangan selalu telengas dan tidak membiarkan musuhnya hidup, di bawah puting susu kirinya terdapat sebuah bisul daging, besarnya lebih kurang sekuku jari "Hmmm, rupanya ada orang senang mengintip orang lain sedang mandi!" sindir Pek Jau-hui sambil tertawa dingin. So Bong-seng tidak menanggapi, dia hanya berdiri tanpa reaksi. Terdengar Yo Bu-shia membaca lebih lanjut, "... pernah memakai nama samaran Pek Yu-bong dan menyanyi di kebun Sim-cun-wan kota Lok-yang, memakai nama samaran Pek Ing-yang, bekerja sebagai piausu di perusahaan ekspedisi Kim-hoa-piau-kiok, memakai nama samaran Pek Yu-kin, menjadi penulis dan pelukis di kota-kota besar, memakai nama samaran Pek Ko-tang, berhasil merebut juara pertama dalam pertandingan silat di kota Sam-siang wilayah tiga sungai besar Mendengar sampai di situ, timbul perasaan kagum dan hormat di wajah Ong Siau-sik. Semakin banyak nama samaran yang digunakan Pek Jau-hui, semakin mencerminkan betapa sengsara dan menderitanya masa lalu pemuda itu, juga mencerminkan betapa tersiksanya dia karena tak pernah orang mengagumi kebolehannya. Dalam pada itu paras muka Pek Jau-hui makin lama berubah semakin hebat. Ia menarik napas dalam-dalam, sepasang tangannya diletakkan di belakang punggung, tapi baru sebentar sudah bergeser ke samping kaki, kemudian dimasukkan lagi ke dalam saku. Semua kejadian sebenarnya hanya dia seorang yang tahu. Kecuali dia sendiri, tak mungkin di kolong langit ada orang kedua yang mengetahui rahasia ini. Tapi kini, bukan saja pihak lawan mengetahui dengan mhgnl jelas bahkan seakan jauh lebih jelas daripada dia pribadi, malah semua sudah tercatat di dalam buku catatan besar. Yo Bu-shia membacakan lagi, "... pernah mengalami masa jaya ketika berusia dua puluh tiga tahun dan dua puluh enam tahun, ketika berusia dua puluh tiga tahun, dengan memakai nama samaran Pek Beng melakukan pembantaian terhadap enam belas orang panglima bangsa Kim di tebing Boan-liong-po, oleh kalangan militer ia disebut Naga sakti dari luar angkasa dan pernah memimpin tiga puluh laksa prajurit, tapi tak lama kemudian ia buron karena dicari pihak militer. Kemudian pada usia dua puluh enam tahun........." Pek Jau-hui mulai terbatuk-batuk ringan, ia nampak mulai jengah dan kelabakan sendiri, persis seperti semut di atas kuali panas. "Kemudian pernah menjadi sasaran yang diincar perkumpulan Lak-hun-poan-tong, hampir saja dia diangkat menjadi Tongcu untuk tiga belas kantor cabang ............." Mendadak So Bong-seng menukas, "Coba dibacakan saja kehebatan kungfu serta asal usulnya." "Baik. Asal usul perguruan Pek Jau-hui tidak jelas, perguruan tidak tercatat, orangtua tak jelas, istri tak ada, senjata tak menentu." Sekulum senyuman kembali menghiasi wajah Pek Jau-hui. Terdengar Yo Bu-shia membacakan lagi, "Ilmu silat andalannya mirip ilmu andalan Lui Cian, ilmu jari Sin-sin-ci dari Lui-bun-ngo-hou-jiang, salah satu aliran Bilek-tong dari wilayah Kinglain. Cuma kalau Lui Cian menggunakan ibu jari maka Pek Jau-hui menggunakan jari tengah, ilmu jarinya pun sedikit berbeda, ada orang bilang dia telah melebur semua jurus ilmu pedang yang dimiliki tujuh jago pedang kenamaan di dalam ilmu jarinya............." "Cukup," mendadak Pek Jau-hui berseru. So Bong-seng segera mengangguk. Yo Bu-shia pun seketika berhenti membaca. Sesudah membasahi bibirnya dengan air ludah, Pek Jau-hui baru bertanya, "Ada berapa orang dalam Kim-hong-si-yu-lau yang pernah membaca buku catatan itu?" "Termasuk aku ada tiga orang!" jawab So Bong-seng tetap dingin, namun lamatlamat terlihat jidatnya mulai dibasahi keringat. "Bagus," Pek Jau-hui menarik napas panjang, "aku berharap tak akan ada orang keempat yang mendengarnya." "Baik." Tampaknya Pek Jau-hui merasa agak lega, dia segera menghembuskan napas panjang. "Benar-benar mengerikan," bisik Ong Siau-sik, "baru saja kita berkenalan di tengah jalan, semua bahan dan keterangan tentang identitas kita sudah tercatat di dalam buku." "Oleh sebab itu akulah yang diutus datang ke Po-pan-bun untuk melindungi pertemuan di loteng Sam-hap-lau, dan bukan Yo-congkoan," sambung Mo Pak-sin sambil tertawa. "Kau keliru," tiba-tiba So Bong-seng berkata kepada Ong Siau-sik sambil tertawa. "Aku salah bicara?" "Bukan cuma dia, bahkan semua keterangan dan identitasmu pun sudah tercatat di dalam buku." Ketika ia memberi tanda, Yo Bu-shia pun mulai membaca, "Ong Siau-sik, ahli waris Thian-gi Kisu. Menurut penyelidikan besar kemungkinan Thian-gi Kisu adalah ............" Ketika ia memberi tanda, Yo Bu-shia pun mulai membaca, "Ong Siau-sik, ahli waris Thian-gi Kisu. Menurut penyelidikan besar kemungkinan Thian-gi Kisu adalah ............" "Bagian yang ini jangan dibaca!" hampir serentak So Bong-seng, dan Ong Siau-sik berteriak. Yo Bu-shia segera menghentikan pembacaannya. Setelah menghembuskan napas panjang, So Bong-seng berkata lagi, "Baca lebih lanjut!" "Senjata andalan Ong Siau-sik adalah sebilah pedang. Gagang pedangnya bengkok setengah lingkaran bulan. Tak disangkal pedang itu pasti pedang sakti Wan-liukiam yang sejajar namanya dengan golok merah 'Ang-siu' milik So-kongcu, golok iblis 'Put-ing milik Lui Sun serta pedang sakti 'Hiat-ho' milik Pui Ing-gan." "Ah, rupanya pedang Wan-liu-kiam! Sangat sesuai dengan syairnya, 'Hiat-ho-angsiu, Put-ing-wan-liu" (baju merah sungai darah, tidak sepantasnya ditahan)!" kata Pek Jau-hui sambil berseru tertahan. Ong Siau-sik mengangkat bahu. Setelah berhenti sejenak, Yo Bu-shia baru melanjutkan pembacaannya, "Ong Siausik sensitip dan penuh perasaan, sejak berusia tujuh tahun sudah mulai berpacaran, hingga usianya yang kedua puluh tiga, ia sudah lima belas kali putus cinta, setiap kali selalu dia sendiri yang mulai bercinta, tapi akhirnya hanya kesedihan dan kehampaan yang diperoleh." "Waduuh ...." jerit Ong Siau-sik. "Kenapa?" tanya Pek Jau-hui sambil menyengir mengejek. "Masa urusan macam begini pun dicatat di buku" Aku .......... " "Apa salahnya" Kau mulai berpacaran pada usia tujuh tlhun, hingga usia dua puluh tiga tahun putus cinta sebanyak lima belas kali, berarti setiap tahun tak sampai satu kali, belum terhitung banyak." "Tapi.......... ini................" Terdengar Yo Bu-shia membaca lagi, "Ong Siau-sik gemar berteman, ia tak pernah membedakan mana kaya mana miskin, suka mencampuri urusan orang, tapi bila berkelahi melawan orang yang tak pandai bersilat, ia tak pernah mengandalkan kungfunya untuk mencelakai lawan, maka ia pernah dihajar habis-habisan oleh tujuh orang bandit muda hingga mesti melarikan diri, kejadian ini.........." "Tolong ............. tolong jangan dilanjutkan, boleh?" mendadak Ong Siau-sik berseru kepada So Bong-seng. "Minta tolong apa?" tanya So Bong-seng sambil mengerling ke arahnya sekejap. "Semua itu adalah urusan pribadiku, boleh tidak, jangan dilanjutkan pembacaannya?" "Boleh." Yo Bu-shia segera menghentikan pembacaannya sambil memberi tanda, empat orang segera muncul, dua orang membawa kain pembungkus buku yang tebal dan dua orang berjaga-jaga di sampingnya, kemudian serentak mereka berjalan menuju ke loteng berwarna putih. Apakah loteng berwarna putih itu merupakan tempat untuk menyimpan bahan serta catatan berharga, seperti halnya loteng penyimpan kitab dalam kuil Siau-lim-si" Sambil tersenyum So Bong-seng menjelaskan, "Semua arsip catatanku merupakan hasil karya Yo Bu-shia, sebetulnya bahan mengenai kalian berdua masih belum cukup lengkap." Tampaknya dia merasa amat bangga dan puas terhadap cara kerja anak buahnya ini. "Aku mengerti sekarang," gumam Ong Siau-sik, "terhadap dua orang tak ternama macam kami pun kalian berhasil membuat catatan secermat itu, apalagi terhadap Lui Sun musuh tangguh kalian, bahan keterangannya tentu sudah teramat banyak." "Lagi-lagi kau keliru besar." "Keliru?" anak muda itu tertawa getir, "kelihatannya pikiranku memang agak terganggu hari ini, masa segalanya keliru?" "Kami memiliki tujuh puluh tiga bundel catatan mengenai Lui Sun, tapi setelah diperiksa Yo Bu-shia, hanya sekitar empat bundel yang sedikit bisa dipercaya keterangannya, dari keempat bundel itupun masih terdapat banyak bahan yang mencurigakan, kemungkinan besar Lui Sun sengaja menyebarkan berita salah itu untuk mengelabui orang." Kembali sorot mata kagum dan memuji memancar keluar dari mata So Bong-seng, terusnya, "Yo Bu-shia punya julukan Tong-siu-bu-khi (bocah ajaib yang sukar dibohongi), ketajaman mata serta kemampuannya untuk menganalisa sesuatu mungkin masih jauh di bawah kemampuan Ti Hui-keng, tapi dalam ketelitiannya mengumpulkan bahan keterangan serta kesabarannya mencari keterangan jelas jauh di atas kemampuan Ti Hui-keng." Yo Bu-shia sama sekali tidak sombong karena itu, tapi dia pun tidak merendah, hanya ujarnya lirih, "Kongcu, Su-tayhu sudah datang, luka di kakimu............" "Suruh dia menunggu sebentar," kata So Bong-seng. Tampaknya wibawa dan kekuasaan Locu Kim-hong-si-yu-lau ini bukan saja dapat mengundang tabib kerajaan untuk mengobati penyakitnya, bahkan bisa menyuruh tabib kenamaan itu menunggunya. Dengan kening berkerut So Bong-seng menghela napas panjang, katanya lagi, "Sewaktu di loteng Sam-hap-lau tadi, berulang kali Ti Hui-keng memanfaatkan kesempatan sewaktu menundukkan kepala untuk memeriksa luka di kakiku, jika dia menganggap ada kesempatan untuk digunakan, Lui Sun pasti sudah melompat turun dari atap rumah dan menantangku bertarung, sayang ketika dia memeriksa luka di kakiku, dijumpai lukanya tidak separah apa yang diinginkan, aaai ......... Wo Hu-cu dan Te Hoa telah menolong aku, tapi mereka..........." Bicara sampai di sini, suaranya jadi sesenggukan, untuk sesaat tak mampu dilanjutkan lagi. Tiba-tiba Ong Siau-sik menyela, "Toako, dari luka di kakimu sudah mengucur banyak darah, kau seharusnya istirahat sejenak." "Ada satu hal, aku tak memberitahu kalian karena kalian berdua belum memanggil aku Toako, tapi sekarang, setelah kalian memanggilku begitu, aku pun perlu memberitahukan kepada kalian." Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui segera pasang telinga untuk mendengarkan dengan seksama. "Pui Siau Hou-ya yang berbincang denganku tadi adalah orang yang menunjang Kimhong-si-yu-lau selama ini, tapi orang ini tak boleh dipandang enteng, sebab setiap perkataannya cukup berbobot di kalangan pembesar kerajaan, kedudukannya dalam dunia persilatan pun sangat terhormat." "Kenapa?" tanya Ong Siau-sik tak tahan. "Alasannya kelewat banyak, salah satu di antaranya adalah dia mempunyai seorang ayah yang hebat." "Jangan-jangan ayahnya adalah Pek Jau-hui berseru tertahan. So Bong-seng membenarkan. "Siapa?" tanya Ong Siau-sik tak habis mengerti. "Masa kau tidak memperhatikan apa yang dikatakan saudara Yo tadi, Pedang sakti sungai darah berada di tangan Pui Ing-gan?" "Jadi ayahnya adalah..." "Betul, ayahnya adalah Pui Ing-gan, jagoan hebat yang sudah diakui sebagai pendekar besar dalam dunia persilatan sejak tiga puluh tahun lalu." "Hmm, kalau sudah mempunyai ayah sehebat itu, yang jadi anaknya masih menguatirkan apa," jengek Pek Jau-hui "ambil tertawa dingin. "Pui Siau Hou-ya sendiri pun terhitung seorang lelaki berbakat yang sangat hebat. Ayahnya Pui Ing-gan tak berminat menjabat sebagai pembesar negara, untuk menghormati jasanya, pihak kerajaan menganugerahkan gelar Ongya atau raja muda kepadanya. Tapi selama ini dia anggap pangkat bagaikan sampah, dia lebih suka mengandalkan pedang berkelana ke empat penjuru. Akan tetapi Pui Ing-gan juga tahu, bila ingin berhasil dalam suatu pekerjaan besar, maka dia harus meminjam kekuatan pemerintah, maka Siau Hou-ya pun menjadi orang paling dekat dengan Baginda Raja. Padahal Pui Ing-gan sendiri belum tentu sanggup berbuat seperti apa yang berhasil dicapai anaknya." Pek Jau-hui berpikir sebentar, kemudian baru berkata, "Benar juga perkataanmu itu. Orang itu masih muda tapi berhasil mencapai jenjang karier yang luar biasa, manusia semacam ini memang tak boleh dipandang remeh." "Ada satu hal kau belum pernah menyampaikan kepada kami," mendadak Ong Siau-sik menyela lagi. "Oya?" So Bong-seng agak melengak. "Bukankah tadi kau mengatakan akan menyerahkan sebuah tugas kepada kami?" "Haah, benar," So Bong-seng tertawa, "sebetulnya bukan satu tugas, tapi dua tugas, seorang satu tugas." "Tugas macam apakah itu?" "Kau ingin tahu?" "Sekarang kami sudah bersaudara, aku tak ingin menumpang makan secara gratis." "Bagus. Menurut pandanganmu, mungkinkah Lui Sun akan membatalkan janjinya untuk bertemu pada pertemuan tiga hari mendatang?" "Asal menguntungkan, Lui Sun pasti datang." "Tapi akulah yang mengajukan tawaran untuk pertemuan ini." "Bila posisi ini tidak menguntungkan bagi pihak Kim-hong-si-yu-lau, tak nanti kau ajukan penawaran semacam itu." "Kalau memang tidak menguntungkan bagi pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong, menurut kau apa yang akan dilakukan Lui Sun?" "Dia tak akan memenuhi undangan." "Tapi dia adalah seorang jago tersohor, seorang pemimpin perkumpulan besar, mana mungkin dia tak hadir dalam pertemuan semacam ini?" "Dia pasti akan berusaha mencari alasan, bahkan pasti akan memperketat penjagaan di sekelilingnya." "Kali ini ucapanmu tepat sekali, salah satu alasan yang digunakan pasti menyangkut soal putrinya." "Putrinya?" "Satu bulan lagi putrinya akan menjadi biniku," kata So Bong-seng hambar, "aku percaya kalian pasti pernah mendengar tentang kawin perdamaian bukan?" "Jadi kau setuju dengan perkawinan semacam ini?" "Aku setuju." "Dan kau bersedia?" "Aku bersedia." So Bong-seng mengangguk, "sebetulnya perkawinan ini sudah dirembuk ayahku semenjak delapan belas tahun berselang." Setelah berhenti sejenak, terusnya, "Delapan belas tahun lalu, perkumpulan Lakhun-poan-tong sudah menancapkan kaki di kotaraja, bahkan kian hari pengaruh perkumpulan ini makin meluas dan kuat. Waktu itu ayahku baru saja mendirikan Kim-hong Si yu lau, jangan lagi memperluas pengaruh, markas besar kami belum didirikan, waktu itu perkumpulan kami hanya sebuah organisasi kecil di bawah bayang-bayang perkumpulan Lak-hun poan-tong. Saat itulah Lui Sun sempat bertemu aku satu kali dan dia pun menetapkan tali perkawinan ini." So Bong-seng menghela napas panjang, terusnya, "Dua puluh sembilan hari lagi adalah hari perkawinanku." "Kau menyesal?" sindir Pek Jau-hui sambil tertawa dingin. "Aku tak ingin menyesal." "Bila kau kuatir menjadi bahan pembicaraan orang di kemudian hari, cari saja sebuah alasan untuk membatalkan perkawinan ini." "Aku tak ingin membatalkan perkawinan ini." "Kenapa?" "Karena aku mencintainya!" ooOOoo 22. Nama dan jabatan Tatkala seseorang menyatakan kesulitannya adalah masalah cinta, maka ada banyak perkataan yang tak perlu dibicarakan lagi. Alasannya sudah lebih dari cukup. Tapi ketika So Bong-seng yang menyinggung soal cinta, paras muka Ong Siau-sik serta Pek Jau-hui segera menampilkan perasaan tercengang. Manusia angkuh, dingin, serius, seorang pemimpin yang memegang kekuasaan besar tiba-tiba berbicara soal cinta, kejadian ini sungguh aneh dan di luar dugaan siapa pun. Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Padahal banyak orang lupa, seorang pemimpin pun tetap manusia biasa, bukan dewa, mungkin saja mereka berdiri di tempat yang tinggi, semakin jarang orang memahaminya, dia merasa semakin kesepian. Biasanya gunung yang tinggi, anginnya pasti lebih dingin. Seorang pemimpin pun butuh teman, butuh orang dekat, dia pun butuh cinta. Maka ketika So Bong-seng mengungkap perasaannya, mimik muka maupun sorot matanya tak beda jauh dengan mimik muka serta sorot mata muda-mudi yang sedang dimabuk cinta. Selama manusia masih mengerti akan pacaran, hal ini sudah merupakan sebuah kebahagiaan, terlepas adakah orang yang mau membalas cintanya. Pek Jau-hui sadar kalau ia sudah kelev/at banyak bertanya, maka lekas serunya sambil berdehem, "Ooh, ini .......... makanya aku rasa ........." So Bong-seng tersenyum, selanya, "Oleh sebab itu aku merasa perlu untuk menyelesaikan dulu pertikaian antara Kim-Hong-si-yu-lau dan perkumpulan Lak-hunpoan-tong sebelum berlangsungnya perkawinanku dengan nona Lui." Begitu nona Lui dinikahi, maka kedua organisasi besar ini akan berbosanan .............. urusan dengan besan memang gampang untuk diselesaikan, tapi juga paling susah diselesaikan, sebab sekali sudah menjadi besan, maka hubungan perbesanan mesti lebih ditonjolkan, banyak persoalan malah semakin susah diselesaikan secara baik. Apalagi di dalam perkawinan perdamaian ini, apakah So Bong-seng yang bakal tergaet atau nona Lui yang justru digaet, baik So Bong-seng maupun Lui Sun samasama tak punya pegangan. "Aku dengar nona Lui sudah berangkat dari kota Hangciu menuju kemari," ujar So Bong-seng lagi sambil menerawang jauh ke depan sana, "bahkan sudah tiba di kotaraja, entah seka?rang dia masih gemar bernyanyi sambil memetik harpa atau tidak?" Tak ada yang bisa memberi tanggapan atas perkataannya itu. Untung So Bong-seng segera mengalihkan pokok pembi?caraan ke soal lain, katanya lagi, "Oleh sebab itu kita harus menciptakan satu kondisi yang lebih matang, kita paksa Lui Sun mau tak mau harus maju ke meja perundingan dan tak bisa tidak harus berunding." Sorot matanya mendadak berubah aneh, terusnya, "Sekalipun hasil perundingan itu gagal, kita harus sudah siap untuk bertempur mati-matian." Kemudian dengan sepatah demi sepatah tambahnya, "Bertempur hingga titik darah penghabisan tampaknya merupakan kondisi yang tak bisa dihindari, baik oleh Kimhong-si-yu-lau maupun perkumpulan Lak-hun-poan-tong." Bagaimana akhir dari peristiwa ini" Tak seorang pun tahu, tapi bisa dipastikan perjalanannya pasti amat menakutkan. Setiap akhir yang harus dilalui dengan air mata dan darah, sebagus dan sesempurna apa pun akhir kejadian itu, seberuntung apa pun akhir pertarungan itu, bagi si pemenang maupun si pecundang sama-sama akan merasakan kesedihan yang luar biasa. Selama perselisihan Kim-hong-si-yu-lau dengan perkum?pulan Lak-hun-poan-tong belum diselesaikan, darah yang mengalir tetap akan banyak, orang yang mati pun tetap akan membukit, daripada urusan berlarut-larut, penyelesaian secara cepat memang merupakan jalan keluar yang paling tepat. Kendatipun perkawinan damai juga merupakan cara lain dari sebuah pertempuran. Lui Sun berharap dengan menggunakan perkawinan da?mai itu, dia dapat menggoyahkan semangat tempur So Bong-seng. Apa mau dikata justru So Bong-seng tak bisa menerima tawaran itu, karena mau tak mau dia mesti berlawanan dengan Lui Sun, akan tetapi ia justru mencintai putrinya. Nasib seakan sudah mengikat mereka berdua, membuat mereka timbul tenggelam, membiarkan mereka meronta, mengerang, membiarkan mereka terbelenggu jadi satu, sementara sepasang mata dinginnya menanti dan menyaksikan bunga api yang diletupkan oleh pertarungan mereka berdua. "Toako, apakah Kim-hong-si-yu-lau benar-benar tak bisa hidup berdampingan secara damai dengan perkumpulan Lak-hun-poan-tong?" dengan amat serius Ong Siau-sik bertanya. "Jika persoalan ini hanya merupakan urusan pribadi antara aku dengan Lui Sun, urusan tak akan serumit ini untuk diselesaikan tapi masalahnya menyangkut seluruh anggota, kendatipun kami ingin sekali menghapuskan permusuhan untuk hidup damai, belum tentu orang-orang kita bisa menerima kenyataan Ini." Semakin banyak orang yang terlibat, biasanya persoalan memang makin rumit. Urusan perorangan memang gampang penyelesaiannya, tapi begitu menyangkut urusan parlai, organisasi, perkumpulan, bangsa atau negara, maka persoalan jadi makin sulit dan rumit, bukan dengan satu dua patah kata urusan lantas beres. Dalam hal ini Ong Siau-sik mengerti sekali. Maka setelah termenung sejenak, katanya, "Aku sudah cukup mengenali sepak terjang perkumpulan Lak-hun-poan-tong di luar, bila aku ingin membantu Kim-hongsi-yu-lau, sebenarnya hal inipun lumrah." "Keliru," So Bong-seng menggeleng. "Apanya yang keliru?" "Jadi orang jangan kelewat mempersoalkan nama bersih atau tidak, memakai aturan atau tidak, banyak persoalan dalam dunia persilatan yang nampaknya bernama bersih padahal hatinya tak bersih, beraturan ketat namun enggan melaksanakannya. Apalagi kalau sudah menyangkut sebuah perkumpulan yang amat besar, mustahil di satu bagian benar semua, di lain bagian salah semua, juga mustahil dalam satu perkumpulan besar, seluruh anggotanya terdiri dari orang baik dan tak ada orang jahatnya, jika kau ingin membantu sahabat, lakukan saja tanpa mempersoalkan tetek-bengek secara terperinci, sebab belum tentu apa yang kau lakukan itu merupakan tindakan yang bersih dan lurus, sebab jika kalian adalah sahabat sejati maka kau tak akan mempedulikan kesemuanya itu, kalau ingin membantu ya bantu, tak usah peduli cengli atau tidak!" "Tidak bisa," seru Ong Siau-sik cepat, "bila perbuatan yang dilakukan teman adalah perbuatan yang biadab serta melanggar norma susila, bukankah aku pun jadi salah seorang penjahat yang melakukan hal yang sama" Jika apa yang dilakukan adalah perbuatan seorang pendekar, membela keadilan dan kebenaran, sekalipun dia adalah musuhku, tetap aku akan membantunya." "Kalau aku tidak begitu," tukas Pek Jau-hui, "siapa membantu aku, aku akan membantunya, siapa baik kepadaku, aku pun akan baik terhadapnya." Dalam pada itu So Bong-seng sudah berkata kepada Ong Siau-sik dengan suara dingin, "Bila kau tetap bersikeras dengan prinsipmu, aku tak akan memaksa, silakan meninggalkan tempat ini, selama berada dalam wilayah kekuasaan Kim-hongsi-yu-lau, tak akan ada seorang manusia pun yang akan menghalangi kepergianmu." "Tapi kau harus ingat," Pek Jau-hui menambahkan, "setelah terjadinya peristiwa hari ini, pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong telah menganggap kita sebagai musuh besarnya." "Siapa bilang aku mau pergi?" "Kalau kau memang tak akan pergi, buat apa kau banyak bicara yang tak keruan?" "Aku hanya ingin penjelasan yang pasti." "Apa lagi yang kau anggap belum jelas?" tanya So Bong-seng. "Soal duit." So Bong-seng melengak, agaknya pertanyaan ini jauh di luar dugaannya. "Hahaha, aku tidak menyangka," seru Pek Jau-hui pula sambil tertawa tergelak. "Kau tidak menyangka apa?" "Manusia macam kau pun bisa menaruh perhatian soal tahil perak," "Keliru besar!" "Apanya yang keliru?" "Aku hanya ingin tahu sumber keuangan dari Kim-hong-si-yu-lau. Setahuku, sumber keuangan perkumpulan Lak-hun-puan-tong berasal dari perjudian, pelacuran, perampokan, pembegalan serta segala bentuk kejahatan lainnya, jika sumber keuangan dari Kim-hong-si-yu-lau pun sama seperti itu, kenapa aku mesti membantunya?" Hawa amarah seketika muncul di wajah Su Bu-kui, tangannya yang menggenggam golok nampak mengejang keras hingga otot-ototnya menonjol keluar. "Bu-shia!" tiba-tiba So Bong-seng memanggil. "Siap!" sahut Yo Bu-shia. "Ajak masuk Bu-kui dan suruh Su-tayhu mengobati dulu lukanya, dia kelewat banyak mengeluarkan darah." "Baik!" sahut Yo Bu-shia cepat, dia paham maksud ketuanya. Sesudah menurunkan perintah, So Bong-seng baru berpaling ke arah Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui seraya berkata, "Kalian ikut aku!" Sambil berkata ia beranjak menuju bangunan loteng berwarna putih. Ternyata di setiap ruang tingkat bangunan loteng itu ter?dapat hasil karya yang berbeda, sifat karya yang tersimpan pun berbeda satu dengan lainnya. Kecuali lantai dasar yang digunakan untuk mengadakan pertemuan atau rapat, pada lantai dua digunakan sebagai perpustakaan, tampaknya Kim-hong-si-yu-lau sangat menganjurkan anggotanya banyak membaca buku, lantai tiga digunakan untuk jaringan komunikasi burung merpati, semua surat yang dikirim maupun diterima pihak Kim-hong-si-yu-lau berasal dari tempat ini. Lantai empat digunakan untuk menyimpan berkas dan keterangan tentang ilmu silat berbagai aliran dan partai dalam dunia persilatan, bahan keterangan yang berhasil dikumpulkan Kim-hong-siyu-lau dalam hal ini luar biasa banyak dan luasnya, bahkan bisa menimbulkan pengaruh besar bagi perkembangan ilmu silat di dunia. Mereka langsung menuju ke ruangan lantai lima. Di dalam ruangan itu terdapat berbagai buku catatan, ada buku piutang, ada surat perjanjian dan surat menyurat lainnya. Asal melakukan perdagangan, maka surat perjanjian, surat nota dan piutang merupakan bagian yang paling penting, dan kelihatannya perkumpulan ini sangat memperhatikan masalah itu. Buktinya ada tiga puluh dua orang yang khusus bekerja di situ. Biarpun banyak yang bekerja di situ, namun suasana amat santai, hening dan tenang. Tempat setenang ini tampaknya tidak dibutuhkan pengawalan, tapi benarkah tak ada penjaga di situ" Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui tahu, tempat yang semakin tak nampak penjagaan, justru semakin menakutkan. Pada ruang lantai lima ternyata bukan ruangan yang digunakan untuk menyimpan bahan keterangan tentang pribadi seseorang, lalu disimpan dimanakah arsip itu" Di lantai enam" Atau lantai tujuh" Dunia macam apa pula lantai berikut" Sekarang semua orang dapat melihat bahwa bangunan loteng ini merupakan markas besar Kimhong-si-yu-lau, tempat inilah jantung semua kegiatan perkumpulan, tempat inilah sumber pemasukan bagi partai, sumber dana bagi kehidupan orang banyak. Bahkan siapa pun dapat melihat bahwa Kim-hong-si-yu-Iau sebenarnya merupakan sebuah organisasi dengan sistim yang ketat dan teratur. Sekali lagi Pek Jau-hui menghela napas panjang. "Kau tidak seharusnya mengajak kami mendatangi tempat Ini," katanya. "Kenapa?" "Sebab tempat ini merupakan pusat kegiatan Kim-hong-si-yu-lau, tempat ini merupakan markas besar perkumpulan dan merupakan tempat yang amat sensitip, lebih banyak yang mengetahui tempat ini semakin tidak menguntungkan bagi ke?amanan kalian." "Tapi kau bukan orang luar," tukas So Bong-seng hambar. "Andaikata kami menolak masuk partai, atau mungkin kita malah saling bermusuhan, bukankah kita segera akan saling berhadapan sebagai musuh dan orang luar?" "Kalian tak nanti berbuat begitu," sahut So Bong-seng hambar, kemudian seraya berpaling menatap kedua orang itu, tegasnya, "Mungkinkah kalian berbuat demikian?" Tidak menunggu jawaban dari kedua orang pemuda itu, kembali ia menjawab sendiri, "Kalian tak usah menjawab pertanyaan ini, sebab aku tidak butuh jawaban itu." Persoalan semacam ini hanya bisa ditampilkan dengan sebuah tindakan, bukan mendengar suatu jawaban, sebab ucapan yang lebih enak didengar bisa diucapkan siapa pun di dunia ini, tapi benarkah ucapan itu muncul dari lubuk hati yang jujur" lintahlah! Dia menarik napas panjang, kemudian dengan nada lambat ujarnya, "Aku sengaja mengajak kalian kemari karena Sam-te ingin mengetahui sumber pemasukan kita." Bicara sampai di sini kembali ia terbatuk hebat, sedemikian hebatnya hingga memberi kesan tenggorokannya sudah terluka hebat dan darah bercucuran keluar. "Ketika seseorang mengira dia sudah memahami sesuatu, seringkah justru dia tidak terlalu paham. Kim-hong-si-yu-lau bukan didirikan dalam sehari atau semalam, dengan hanya melihat sepintas, mana mungkin kalian bisa memahami segalanya?" kembali ia berkata. Setelah mengatur napasnya yang agak tersengkal gara-gara batuk tadi, dia berkata lagi, "Dulu banyak orang mengira mereka sudah cukup memahami Kim-hong-si-yu-lau, tapi akibatnya kalau bukan tewas tentu mereka mengalami kegagalan, atau akhirnya bergabung dengan Kim-hong-si-yu-lau dan menjadi salah satu anggotanya." Ia tertawa ewa kemudian melanjutkan pula, "Padahal bukan hanya itu saja persoalannya, begini keadaan Kim-hong-si-yu-lau begitu juga keadaan perkumpulan Lak-hun-poan-tong, tak ada orang berani menganggap kekuasaannya amat kuat, tak ada yang berani memandang enteng kekuatan lawan-nya." "Akan kuingat selalu perkataan itu," seru Pek Jau-hui kemudian, "aku pasti akan mengingatnya terus." Ong Siau-sik sendiri hanya merasa amat terharu, sedemikian terharunya sehingga tak sepatah kata pun yang mampu diucapkan. Hanya gara-gara sepatah kata pernyataannya ternyata So Bong-seng telah mengajak mereka naik ke loteng tingkat lima dan mengunjungi pusat kekuasaan Kim-hong-siyu-lau. Satu pelajaran berhasil ditarik olehnya dari kejadian itu, berada di hadapan manusia macam So Bong-seng, lebih baik jangan banyak bicara, khususnya menyinggung masalah yang sama sekali tak berguna. Sebab sepasang matanya yang sudah terasah oleh penyakit parahnya seolah-olah mampu menembus perasaan orang. Mendadak Ong Siau-sik merasa bahwa rasa kagum saja masih belum cukup untuk menghargai kemampuan So Bong-Seng, rasa kagum hanya melambangkan semacam rasa hormat. Yang lebih cocok untuk manusia kosen ini adalah ... mengidolakan kehebatannya. Sambil menuding kotak laci yang tersusun rapi dalam ruangan itu, So Bong-seng berkata lagi, "Di dalam laci itulah tersimpan semua catatan tentang sumber ekonomi perkumpulan kita, data itu dikelola oleh satu tim ekonomi yang khusus aku bentuk untuk menanganinya, di antaranya meliputi perdagangan garam, ransum, pegadaian, pengawalan barang, peralatan besi, ternak, perjalanan dan lain sebagainya. Sementara perusahaan kami memproduksi peralatan senjata untuk ketentaraan, seperti panah, senjata rahasia, mesiu, senjata genggam, tombak dan sebagainya. Selain itu kami pun mempunyai tukang besi, tukang bambu, tukang rotan, tukan batu, tukang tenun, tukang galangan kapal dab lainnya yang setiap saat bisa dikirim untuk mengerjakan proyek besar. Tadi kalian sudah menyaksikan pasukan angin topan pimpinan To Lam-sin bukan" Pasukan itu adalah salah satu dari kekuatan kami." Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya, "Selain usaha yang sudah kusebut tadi, kami pun menjadi pelindung bagi tujuh ratus lima puluh dua perusahaan ekspedisi yang tersebar di utara maupun selatan sungai besar, tujuh puluh tiga cabang kekuatan yang ada di jalan air pun punya hubungan erat dengan kami. Sementara dalam kota besar kami punya usaha jual beli, punya toko arak, warung makan, kami pun memiliki banyak anggota yang menjalankan perdagangan eceran maupun partai, di luar kota kami punya sawah dan kebun, kami pun menanam daun murbei untuk ternak ulat sutera, selain itu seringkah pihak kerajaan mengundang kami untuk melaksanakan tugas yang tak leluasa mereka lakukan sendiri, untuk penggunaan kekuatan dari Kim-hong-si-yu-lau, seringkah kami memperoleh imbalan yang lumayan." "Tapi bukan menindas rakyat membela pejabat korup bukan?" sela Pek Jau-hui tibatiba. Agak berubah paras muka So Bong-seng, tegasnya dengan nada dingin, "Perbuatan semacam ini bukan saja Kim-hong-si-yu-lau tak bakal melakukan, bahkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong pun tak akan melakukannya. Kami hanya bekerja untuk kepentingan orang banyak, tidak untuk kepentingan pribadi. Apalagi pihak kerajaan sudah memelihara banyak kuku garuda. Untuk pekerjaan semacam itu jelas mereka akan menggunakan kekuatan sendiri untuk melakukannya, tak nanti pihak kerajaan mau percaya kepada orang luar." Kemudian sambil berpaling ke arah Ong Siau-sik lanjutnya, "Jika kau ingin mengetahui lebih banyak lagi, akan kuperlihat-kan buku catatan yang menyangkut kerja sama kami dengan pihak pasukan kerajaan dalam usaha menumpas perampok dan kaum pemberontak..." "Tidak perlu!" "Ooh............?" "Selama ini aku enggan bergabung dengan aliran mana pun karena aku kuatir sumber keuangan mereka tidak beres, aku pun tak mau bergabung dengan perguruan atau Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo perkumpulan mana pun karena aku tak ingin menjadi kuku garuda yang menindas rakyat jelata, tapi sekarang aku sudah mengetahui jelas sumber ekonomi Kim-hongsi-yu-lau bahkan tahu pula prinsip perjuangannya, maka dengan ini aku pun ingin memberi pernyataan bahwa aku siap berjuang dengan taruhan nyawa sekalipun." "Perkataanmu kolewat serius," kata So Bong-seng sambil tersenyum, ".selama ini Kim-hong-si-yu-lau selalu memegang prin-?lp, kuini selalu memilah mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh, karena itu dalam sumber pemasukan ekonomi, keuangan kami sedikit lebih di bawah perkumpulan Lak-hun-poon-tong." Ia berhenti sejenak untuk mengurut dadanya yang sakit, "Tapi dalam hal kebersihan, kujamin Kim-hong-si-yu-lau jauh lebih unggul dari siapa pun.'' "Inilah nilai yang tak dapat dibeli dengan harga berapa pun!" "Hahaha, tepat sekali! Nilai ini tak bisa dibeli dengan harga berapa pun," seru So Bong-seng sambil tertawa terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak, tiba-tiba tanyanya kepada Pek Jau-hui, "Bagaimana dengan kau?" "Aku?" "Losam sudah selesai bertanya, bagaimana dengan kau?" "Aku tak punya pertanyaan yang akan diajukan." "Berarti kau punya permintaan?" tanya So Bong-seng sambil menatapnya tajam. "Aku hanya meminta sebuah nama jabatan." "Nama jabatan apa?" "Wakil Locu!" Begitu perkataan itu diucapkan, semua yang hadir dalam ruangan jadi terperanjat. Bukan cuma Mo Pak-sin yang kaget dibuatnya, bahkan semua pengurus pembukuan yang ada dalam ruangan pun serentak menghentikan pekerjaan mereka dan bersama-sama mendongakkan kepala memandang ke arah Pek Jau-hui. Seorang pemuda yang baru pertama kali masuk ke ruang loteng ternyata berani memberi pernyataan kalau ingin menjadi wakil ketua Kim-hong-si-yu-lau, tindakan ini bukan saja kelewat memandang rendah semua yang hadir, pada hakikatnya benarbenar sebuah permintaan yang tak tahu diri. Apakah Pek Jau-hui tidak merasa kalau perbuatannya itu kelewat takabur" Seseorang yang kelewat takabur jelas bukan satu perbuatan yang baik. Apalagi bagi seorang pemuda macam dia. Anehnya, banyak orang menganggap takabur merupakan satu tindakan yang indah, satu tindakan untuk meningkatkan harga diri sendiri. Tapi saat itu paras muka Pek Jau-hui sama sekali tidak menampilkan sikap takabur, dia seakan menganggap tindakannya itu wajar. Sikap maupun paras mukanya sama persis seperti sikapnya sebelum mengucapkan perkataan itu, tetap santai dan tenang. ooOOoo 23. Gerakan penyapu guntur Paras muka semua orang yang hadir berubah hebat. Kalikan Ong Siau-sik sendiri pun menganggap permintaan yang diajukan Pek Jau-hui sedikit kelewatan. Ncimtin So Bong-seng tidak menganggap begitu, dia tetap bersikap wajar, tanpa perubahan apa pun. "Haik," katanya tiba-tiba, "kau ingin jadi apa, akan kupenuhi keinginanmu itu, cuma kau harus memilih jabatan yang kau anggap sanggup melakukannya." Kemudian dengan nada setengah menyindir, tambahnya, "Terlalu banyak orang di dunia ini yang tergila-gila dengan nama kosong, tapi kenyataan tidak memiliki kemampuan itu, liaallnya tetap nihil." "Apa salahnya kau beri kesempatan kepadaku untuk menjabatnya," seru Pek jau-hui dingin, "aku yakin pasti dapat melaksanakan tugas itu dengan baik." Mendadak So Bong-seng menotok beberapa buah jalan darah penting di tubuhnya, paras mukanya nampak pucat, otot-otot hijau mengejang keras, selang beberapa saat kemudian ia baru berkata, "Aaai, sekujur tubuhku dipenuhi berbagai penyakit." "Kenapa tidak diobati sakitmu itu?" tanya Ong Siau-sik penuh kekuatiran. "Kalau ada waktu cukup, tentu akan kuobati penyakitku ini." "Paling tidak kau harus menjaga diri baik-baik. Kendatipun Kim-hong-si-yu-lau sangat penting artinya, namun tanpa kau, berarti tiada Kim-hong-si-yu-lau." So Bong-seng tertawa. "Tahukah kau, kini aku menganggap cara pengobatan macam apa yang paling mujarab?" tanyanya. Ong Siau-sik menggeleng. "Menganggap diriku sehat, tak berpenyakit," ujar So Bong-seng lagi, kemudian kembali ia tertawa, tertawa getir. Setelah termenung sesaat, ujarnya lagi, "Sejak bergabung dengan Kim-hong-si-yulau, untuk pertama kalinya kalian ingin turun tangan darimana?" Pertanyaan ini diajukan dengan wajah serius. Jelas pertanyaan ini merupakan sebuah pertanyaan yang serius. Kendatipun kini telah bergabung dengan sebuah organisasi besar, bukan berarti kerjanya setiap hari hanya bertarung dan membunuh, paling tidak mesti tahu duduk persoalan lebih dulu, apalagi dalam partai pun terdapat susunan pengurus, seperti halnya dengan sebuah pemerintahan, di bawah Kaisar tentu ada perdana menteri, di bawahnya ada para pejabat tinggi dan seterusnya, masing-masing harus tahu apa jabatannya dan apa pula fungsinya. Tidak heran jika So Bong-seng pun mengajukan pertanyaan seperti ini. Pek Jau-hui segera menjawab, "Aku ingin mulai dari loteng putih ini, ingin kuketahui data apa saja yang tersedia di sini, sistim kerja dan hubungannya sampai kemana saja" Orang ini memang besar ambisinya, segala sesuatu ingin dilakukan secermat mungkin. "Kalau aku ingin mulai bekerja dari lingkungan luar," kata Ong Siau-sik pula, "walaupun Kim-hong-si-yu-lau mendapat pengakuan dari pihak kerajaan, dihormati perguruan dan partai besar lainnya, namun kurang mengakar di hati para jago dunia persilatan, akar yang tertanam di hati mereka tidak sekokoh apa yang ditanamkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong. Mungkin hal ini disebabkan perkembangan Kim-hong-si-yu-lau yang kelewat tepat belakangan ini, karena itu aku ingin berkarya di tempat luar, ingin kulakukan sedikit bakti sosial di dalam masyarakat sehingga sedikit dem< sedikit tertanam rasa simpati mereka terhadap perkumpulan kita." Pemuda ini memang selalu pandai bergaul dengan rakyat kalangan bawah, selain itu dia pun bersih, tidak berambisi dan lurus pikirannya, beda sekali jika dibandingkan Pek Jau-hui. Bagi Pek Jau-hui, dia lebih suka memusatkan tenaga dan pikirannya untuk dimulai dari atas, selain hemat waktu juga langsung turun tangan dari hal-hal yang paling penting, dia anggap dengan mengoptimalkan cara kerja di pusat, maka tindakannya ini akan memperkuat posisi So Bong-seng dalam memperluas pengaruhnya. Sementara Ong Siau-sik lebih suka bekerja di lapangan, dia harus menguasai dulu situasi di sekitar sana, mengenali ciri khas setiap daerah, kemudian perlahanlahan membenahi struktur keanggotaan, dengan akar yang kuat, pondasi yang kokoh, Kim-hong-si-yu-lau baru bisa berdiri setegar bukit Thay-san. Dua pendapat yang berbeda mencerminkan juga watak serta kebiasaan mereka yang berbeda. Tentu saja So Bong-seng pun mempunyai pandangan serta cara berpikir yang beda, namun dia sangat menikmati pandangan kedua orang saudara angkatnya ini, dia berpendapat, justru karena pandangan mereka yang berbeda maka mereka bertiga boru bisa berkumpul jadi satu. Suatu persahabatan tidak harus dimulai dari watak yang sama, selama mereka mempunyai kesenangan yang sama dan ada jodoh, ini sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk menjalin satu persahabatan. "Kalian boleh mulai bekerja menurut sistim dan cara yang kalian pilih," kata So Bong-seng kemudian, "cuma kalian mesti melaksanakan dulu dua hal." "Memaksa Lui Sun agar mau tak mau harus datang berunding?" tanya Pek Jau-hui. So Bong-seng punya kebiasaan hanya mengajukan pertanyaan, dia tak pernah menjawab pertanyaan itu, maka kembali tanyanya, "Menurut kalian, cara apa yang bisa digunakan sehingga mau tak mau Lui Sun harus datang dalam perundingan ini?" "Andaikata orang kepercayaannya satu per satu tewas sehingga dia terpaksa harus menunjang partainya seorang diri, tidak ingin berunding pun rasanya sulit bagi Lui Sun untuk tetap bertahan hidup," kata Pek Jau-hui. "Sekalipun ingin berunding, dia juga sudah kehilangan kekuatannya untuk tawar menawar," Ong Siau-sik menambahkan. "Tepat sekali perkataan kalian, oleh sebab itu kita harus menghadapi tiga orang," ujar So Bong-seng. "Menghadapi tiga orang?" tanya Ong Siau-sik. "Benar, menghadapi tiga orang." "Mana mungkin tiga orang" Bukan hanya dua orang?" sela Pek Jau-hui. "Sebab aku telah mengundang seseorang yang lain untuk pergi menghadapi orang itu, seorang yang amat menarik." "Seseorang yang menarik?" "Paling tidak dia akan menarik perhatian kita semua," So Bong-seng membenarkan sambil tertawa, dan ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya. "Siapa saja ketiga orang tokoh perkumpulan Lak-hun-Poan-tong yang harus kita hadapi?" kembali Pek Jau-hui berunya "Beberapa orang pejabat penting dalam perkumpulan Lak-hunpoan-tong hampir semuanya dipegang orang dari marga Lui, seperti misalnya Lui Moay, Lui Heng, Lui Kun." Setelah berhenti sejenak, sepatah demi sepatah ia menambahkan, "Aku menginginkan kahan pergi menghadapi Lui Heng dan Lui Kun." "Bagaimana dengan Lui Moay?" "Aku sudah menyuruh seseorang untuk menghadapinya." "Kenapa kita tidak menghadapi Ti Hui-keng?" "Karena Ti Hui-keng adalah seorang jagoan yang paling susah dihadapi, dalam keadaan dan situasi seperti ini, kita tidak seharusnya melakukan tindakan yang tidak yakin bisa berhasil," So Bong-seng menerangkan, "tatkala kita sedang berencana untuk membunuh tokoh perkumpulan Lak-hun-poan-tong, aku yakin pihak mereka pun sedang merencanakan hal yang serupa terhadap kita. Jika jago-jago kita sampai terbunuh, sudah pasti hal ini akan mempengaruhi reputasi serta semangat juang kita, di samping memperlemah posisi tawar menawar kita dalam perundingan nanti. Oleh sebab itu kita harus menggoyahkan rasa percaya diri Lui Sun, dan jangan sampai rasa percaya kita yang goyah." Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya, "Lagi pula, seandainya suatu ketika nanti perkumpulan Lak-hun-poan-tong benar-benar ambruk di tangan kita, Lui Sun pasti akan datang menyerbu untuk mengadu jiwa. Dalam keadaan seperti ini, aku rasa hanya Ti Hui-keng yang bisa diandalkan untuk menenangkan situasi, asal dia bersedia berunding dengan kita, segala sesuatunya pasti akan beres." "Oleh sebab itu kita harus membiarkan dia tetap hidup?" "Bila dia hidup, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan, bila dia mati, kedua belah pihak sama-sama rugi." Mendengar sampai di sini, tak tahan lagi Pek Jau-hui meng?hela napas panjang, pujinya, "Ternyata Ti Hui-keng benar-benar seorang manusia luar biasa." Bila seseorang dihormati baik oleh orang sendiri maupun musuh, dan kedua belah pihak sama-sama berpendapat kalau dia sangat dibutuhkan, tentu saja kejadian seperti ini merupakan satu kejadian yang luar biasa. Bila seseorang dapat berbuat sejauh ini, boleh dibilang dia sudah terhitung seorang tokoh yang luar biasa. "Bagaimana dengan Lui Tong-thian?" tanya Pek Jau-hui lagi, "dia adalah Tongcu kedua dari perkumpulan Lak-hun-poan-tong, bila kita bunuh orang ini, cukupkah untuk menggetarkan sungai telaga?" "Lui Tong-thian adalah seorang manusia yang amat menakutkan," kata So Bong-seng dengan wajah serius, "bila kita tidak memiliki keyakinan yang besar, lebih baik jangan mengusik dia." Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya dengan wajah bersungguh-sungguh, "Dulu anak buahku bukan hanya empat malaikat sakti saja, di antaranya terdapat juga satu malaikat hebat yang sanggup mempergunakan tiga ratus tujuh belas lembar jaring lembut laba-laba sakti dari bukit Lui-san, dalam sekali serangan ia bisa melepaskan seratus dua puluh tiga butir mutiara pembunuh, aku rasa kalian pasti pernah mendengar akan hal ini bukan?" "Nama besar Siangkoan Yu-hun sudah amat termashur di kolong langit jauh sebelum aku terjun ke dunia persilatan, tentu saja aku pernah mendengar namanya," kata Pek Jau-hui. So Bong-seng menghela napas panjang. "Ai, seandainya dia masih hidup sampai sekarang, entah betapa tersohornya dia." Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya, "Orang semacam dialah yang tak pernah mau percaya akan hai ini, dia sengaja mengusik Lui Tong-thian, akibatnya ia terjebak dalam barisan bambu dan berikut tujuh ratus empat puluh tujuh batang Siang-hui-tiok-tin yang dipersiapkan Lui Tong-thian, ia tewas secara mengenaskan." "Apa" Tumbuhan bambu pun ikut terbinasa?" seru Ong Siau-sik. "Hasil serangan yang dilancarkan dengan ilmu pukulan Ngo-lui-thian-sim-ciang (ilmu pukulan lima guntur inti langit) tak jauh berbeda dengan kerusakan akibat sambaran geledek, dimana petir menyambar, semua kehidupan akan musnah," So Bongseng menerangkan, "tapi ada satu pengecualian, yaitu ketika orang-orang perkumpulan Biau-jiu-tong dari kota Lokyang datang merebut lahan di kotaraja, waktu itu Toa-lui-sin (malaikat geledek) Hui Ban-lui sempat menyerang Lui Tongthian dengan ilmu pukulan lima guntur menyambar puncak bukitnya, dalam pertarungan itu Hui Ban-lui kena satu pukulan dahsyat tapi tak mati, dia berhasil kabur dengan membawa luka dalam yang cukup parah." Ia menarik napas panjang, kemudian terusnya, "Tapi sejak peristiwa itu, Hui Banlui tak pernah berani menginjakkan kakinya lagi di wilayah kotaraja, sama sekali tak berani mengincar wilayah sini." "Wah, sungguh lihai!" puji Ong Siau-sik. "Aku malah ingin sekali bertemu dengan orang ini," sambung Pek Jau-hui dengan nada dingin. "Kau tak usah terburu napsu, pasti akan kau peroleh kesempatan itu," kata So Bong-seng dengan suara berat, "sekalipun kau tidak pergi mencarinya, aku yakin dia pasti akan datang kemari mencarimu." "Lalu siapa yang dikirim untuk menghadapi Lui Kun" Dan siapa yang menghadapi Lui Heng?" tanya Ong Siau-sik kemudian. "Mereka semua bersarang dalam markas perkumpulan Lak-hun-poan-tong, bagaimana cara kita menghadapinya?" tanya Pek Jau-hui pula. "Yang dimaksud menghadapi itu apa" Membunuh" Meng?hajar" Melukai" Atau memberi pelajaran?" "Dan kapan kita harus berangkat" Mulai turun tangan dimana" Siapa lagi yang ikut" Kita harus bekerja sama atau bekerja sendiri-sendiri?" "Kalian tak perlu terburu-buru, aku jadi bingung untuk menjawabnya," So Bongseng tertawa, "sekarang yang harus dilakukan adalah ganti pakaian kalian yang basah, periksa kamar tidur kalian, lalu pergi makan, minum arak dan berunding. Yo Bu-shia akan menjelaskan bagaimana kalian harus menghadapi lawan, bagaimana pun malam ini kita harus bersantai dulu, urusan lain biar dilakukan besok saja." ooOOoo Menjelang fajar. Saat itu mereka berada di loteng putih lantai enam, kedua orang pemuda itu masih asyik membaca data dan bahan keterangan mengenai Lui Kun dan Lui Heng. Yo Bu-shia duduk menemani di samping, mengawasi tumpukan data yang tertata rapi di dinding sekeliling ruangan, ia nampak amat puas. Data yang ada di tempat itu memang jauh lebih berharga daripada emas permata. Mengawasi dua orang pemuda di hadapannya yang se?tiang memusatkan perhatian membaca data yang tersedia, ia tidak bermaksud mengganggu atau mengusik konsentrasi mereka. Dia tahu, mereka butuh bahan dan data itu untuk mempersiapkan satu peristiwa besar yang mungkin akan menggemparkan seluruh kotaraja. Jika data tidak akurat, besar kemungkinan mereka akan memperoleh kesimpulan yang salah. Padahal terkadang ada hal-hal yang tak boleh keliru, sebab sedikit kekeliruan sama artinya dengan sebuah kematian. Maka ia berharap mereka berdua bisa membaca dengan seksama, mengingat dengan baik dan menganalisa secara tepat. Akhirnya Ong Siau-sik dan Pek Jau-hui selesai juga membaca dan menyerahkan kembali semua bahan data itu ke tangan Yo Bu-shia. Kendatipun data sudah tak ada di tangan, namun mereka sudah memindahkannya ke dalam ingatan. "Dalam beberapa hari ini, kita bersiap-siap menghadapi perkumpulan Lak-hun-poantong, para jago perkumpulan Lak-hun-poan-tong pun sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi kita," ujar Yo Bu-shia, "selama ini, pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong selalu mengirim jago-jago tangguhnya untuk mengawasi setiap gerak-gerik yang terjadi dalam loteng kami, sementara kami pun selalu mengutus jagoan untuk mengantisipasinya, jadi keadaan selalu berimbang, hingga siapa pun tak berani sembarangan bergerak." Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oleh karena itu kami yang harus melakukan penyerang?an," sela Pek Jau-hui. "Kalian adalah bala bantuan tangguh bagi Kim-hong-si-yu-lau, sementara pihak perkumpulan Lak-hun-poan-tong belum berhasil meraba identitas kalian berdua, berarti dalam waktu singkat sulit bagi mereka untuk mengirim jagoan tangguh yang paling cocok untuk menghadapi kalian berdua ............" "Aku dengar istri Lui Sun yang dulu, Bong-huan-thian-lo, si" impian jagad Kwan Siau-te adalah adik kandung Kwan Jit, ketua perkumpulan Mi-thian-jit-seng (tujuh rasul pembius langit), jika sampai kawanan jago dari Mi-thian-jit-seng berdatangan membantu perkumpulan Lak-hun-poan-tong, bukankah ke?kuatan lawan jadi bertambah tangguh?" kata Pek Jau-hui. "Tidak mungkin," sahut Yo Bu-shia tegas, "perkumpulan Mi-thian-jit-seng bermusuhan dengan perkumpulan Lak-hun-poan-tong, gara-gara mencurigai Lui Sun telah mencelakai adiknya, Kwan Jit bersumpah ingin menumpas perkumpulan Lak-hunpoan-tong. Jadi menurut dugaanku, kecuali dalam perkumpulan Mi-thian-jit-seng sudah terjadi perubahan yang amat besar, kalau tidak, dapat dipastikan perkumpulan Mi-thian-jit-seng tak bakalan membantu mereka. Jadi dalam hal ini kau tak usah kuatir." "Terkadang musuh atau sahabat dalam dunia persilatan tak bisa dianalisa dengan cara begitu," gumam Pek Jau-hui. "Mungkin berlaku untuk orang lain, tapi tidak untuk Kwan Jit. Ketika Kwan Jit sudah membenci seseorang, tak nanti dia akan melupakan hal itu." "Semoga saja apa yang kau katakan benar. Lalu dengan cara apa kita harus menghadapi Lui Kun dan Lui Heng?" "Hari ini Lui Kun sudah dibikin pecah nyalinya oleh ketua kami, batinnya pasti sangat terpukul, sebagai orang yang besar gengsinya, dia tak nanti akan berdiam diri, aku yakin ia pasti sedang berusaha untuk mendapatkan kembali harga dirinya." Lelaki semacam ini, biasanya selagi batinnya terpukul maka dia hanya bisa melampiaskan kejengkelannya dengan menga niaya kaum wanita, Lui Kun adalah contohnya. Dalam keadaan begini, Lui Kun pasti akan mengunjungi sarang pelacuran Khi-hongwan. Di tempat ini sering terdapat bocah perempuan berusia tiga-empat belas tahun yang diculik untuk diperjual belikan, orang-orang berkocek tebal biasanya memang paling senang memerawani gadis bau kencur. Perlu diketahui, sarang pelacuran ini berada di bawah perlindungan perkumpulan Lak-hun-poan-tong, Lui Kun sebagai penanggung jawabnya, otomatis dia pun menjadi 'tamu kehormatan' di situ. Di saat-saat luar biasa semacam ini, Lui Sun selalu mel?rang keras anak buahnya keluyuran di tempat luar, apalagi mengunjungi sarang pelacuran, tapi biasanya Lui Kun tetap akan mengeluyur pergi. Dia berani berbuat begitu lantaran menganggap saudara-saudaranya, Lui Tongthian, Lui Moay dan Lui Heng pasti akan menunjangnya sehingga biarpun melanggar peraturan, tak nanti dia dijatuhi hukuman berat. Di samping itu Lui Kun memang harus mengunjungi tempat itu untuk melampiaskan kejengkelannya. Bagi Lui Kun, kecuali berlatih silat, kegemaran lain yang paling utama adalah main perempuan, yang lebih celaka lagi adalah kecuali melampiaskan napsu bejadnya atas gadis-gadis bau kencur, pada hakikatnya dia tak sanggup memperlihatkan kejantanannya di hadapan perempuan dewasa. Oleh karena itu dia mengunjungi rumah pelacuran itu. Yo Bu-shia meminta Pek Jau-hui untuk menunggunya di situ. Begitu mengetahui manusia macam apakah Lui Kun itu, kontan Ong Siau-sik berseru, "Aku juga ikut ke sana!" "Kau tak boleh ikut," Yo Bu-shia menggeleng. "Kau anggap kepandaian silatku tak mampu menandinginya?" "Bukan, bukan begitu, malah kungfu Lui Heng jauh di atas kepandaian Lui Kun" "Lantas kenapa aku tak boleh ikut membunuh bedebah itu?" "Sebab kalau kau yang berangkat, maka dia pasti mampus, padahal aku tak ingin membunuhnya, menawannya hidup-hidup jauh lebih berharga, selain itu, menurut penelitianku, kau belum pernah mengunjungi rumah pelacuran, jadi sebetulnya kau tak cocok melaksanakan tugas ini, bukankah begitu?" "Benar," terpaksa Ong Siau-sik harus mengakui. "Targetmu adalah Lui Heng! Dia adalah seorang jagoan yang amat sulit untuk dihadapi." Lui Heng tersohor karena emosinya yang tinggi, dia gampang marah dan mata gelap, orang persilatan selalu bilang, barang siapa berani memancing api amarah Lui Heng, sama artinya dengan membakar tubuh sendiri. "Aku justru berharap kau bisa membuat Lui Heng naik pitam!" setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "aku lihat kungfu yang dimiliki orang ini seakan kekurangan sesuatu." "Sesuatu apa?" "Titik kelemahan," jawab Yo Bu-shia serius, "setiap orang pasti memiliki titik kelemahan, tapi tidak untuk Lui Heng. Maka aku menganjurkan gunakanlah serangan yang lebih ganas untuk mencecarnya, asal kau bisa menghancurkan harga diri serta rasa percaya dirinya, secara otomatis yang lain akan mncul sebagai kelemahan." "Seandainya aku justru terlibas oleh api amarahnya?" "Ya, apa boleh buat, kalau berani bermain api, kau mesti hati hati sendiri, jangan sampai badanmu ikut terbakar." "Bagaimana caraku bertemu Lui Heng?" "Tak usah dicari, dia pasti akan datang sendiri mencarimu, gara-gara kejadian kemarin sore, dia masih mendongkol setengah mati, untuk melampiaskan rasa jengkelnya dia pasti akan mencari satu dua orang musuh untuk dibunuhnya." "Lui Kun main cewek, Lui Heng membunuh orang, tampaknya kau begitu yakin?" "Sangat yakin. Alasan pertama karena hasil analisaku berbicara begitu, alasan kedua karena orang-orang kita di perkumpulan Lak-hun-poan-tong sudah memasukkan laporannya." Setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Kunci paling rawan dalam perencanaan ini terletak pada langkah paling akhir, kalian harus berkumpul di Sam-hap-lau di pagi hari dan bekerja di tengah hari." Bicara sampai di situ, pelan-pelan ia menambahkan, "Operasi kita kali ini disebut sebagai gerakan penyapu guntur!!" ooOOoo 24. Manusia dalam jaring Operasi gerakan penyapu guntur telah dimulai. Ketika mereka berdua sedang berjalan meninggalkan Kim-hong-si-yu-lau, Su Bu-kui telah menghalangi jalan pergi mereka. Su Bu-kui masih kelihatan begitu ganteng dan gagah, tubuhnya tegak lurus bagaikan sebatang tombak. Jika Yo Bu-shia berdiri berjajar dengan Su Bu-kui, maka akan terlihat jelas kalau kedua orang ini merupakan dua manusia yang berbeda. Luka yang diderita Su Bu-kui sudah dibubuhi obat, dia pun sudah berganti dengan satu stel baju baru, kebugarannya jauh lebih bagus dibandingkan kemarin, kelihatan kalau ilmu pengobatan yang dimiliki tabib istana memang lain daripada yang lain. "Kongcu ingin berjumpa dengan kau," ujar Su Bu-kui kepada Pek Jau-hui sembari menuding ke arah loteng warna hijau. Pek Jau-hui manggut-manggut, ia melirik Ong Siau-sik sekejap. "Tunggulah aku sejenak," meski kata-kata itu tak pernah diucapkan Pek Jau-hui, namun sudah terpancar jelas melalui sorot matanya dan Ong Siau-sik sudah mendengar dengan amat jelas. Maka dengan langkah cepat Pek Jau-hui berjalan menuju ke bangunan loteng berwarna hijau. Entah berapa lama sudah lewat, sementara Ong Siau-sik masih menikmati kupu-kupu yang beterbangan di antara aneka bunga, tiba-tiba bahunya ditepuk orang. Ong Siau-sik segera tersadar kembali dari lamunannya, ki?nl lo baru tahu kalau Pek Jau-hui telah berada di sampingnya. "Tahukah kau, baru saja kau bersikap teledor, memusatkan perhatianmu pada kupukupu itu, jika aku adalah musuhmu, se?karang kau sudah mati," tegur Pek Jau-hui dengan nada dingin. "Aku tidak tahu,"sahut Ong Siau-sik tertawa, "tapi andai kata harus mati pun apa salahnya kalau aku menikmati dulu keindahan sang kupu-kupu?" Untuk sesaat Pek Jau-hui jadi melongo, dia tak tahu bagai?mana harus menjawab perkataan itu. "Apalagi aku pun yakin, kau tak nanti akan membunuhku," tambah pemuda itu. "Toako mengundangmu naik ke atas," ujar Pek Jau-hui kemudian. "Baik," ia langsung mengayunkan langkah menuju ke ba?ngunan loteng berwarna hijau. Sambil menggendong tangan memandang angkasa, Pek Jau-hui menunggu kedatangan rekannya. Ketika akhirnya Ong Siau-sik muncul, dia hanya menarik napas panjang, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun mereka melakukan perjalanan. Dalam operasi gerakan penyapu guntur yang dilaksanakan saat ini, Pek Jau-hui pergi menghadapi Lui Kun, sementara target Ong Siau-sik adalah Lui Heng. Sementara seseorang yang belum diketahui namanya pergi membereskan Lui Moay. Secara terperinci sama sekali tak diketahui Pek Jau-hui maupun Ong Siau-sik. Bahkan Pek Jau-hui tidak tahu dengan cara apa Ong Siau-sik akan melenyapkan Lui Heng. Sebaliknya Ong Siau-sik pun tidak tahu dengan cara apa Pek Jau-hui meng?hadapi Lui Kun, mereka hanya mengetahui satu hal. Begitu tugas selesai dilaksanakan, mereka harus segera berangkat menuju loteng Sam-hap-lau. Bagaimanakah perasaanmu ketika kau tahu bahwa tugas berat yang sedang kau jalankan saat itu melibatkan satu kejadian besar yang bisa menimbulkan pergolakan dahsyat dalam dunia persilatan" Ong Siau-sik merasa amat gembira, dia merasa tugas ini menarik dan mengasyikkan. Targetnya kali ini adalah Lui Heng. Bagi orang persilatan, mencari gara-gara terhadap Lui Heng sama halnya dengan menjejalkan kepala sendiri ke dalam mulut singa, atau menyumbat lubang dubur sendiri dengan mercon besar, sama sekali tak ada peluang untuk hidup. Tapi Ong Siau-sik justru merasa amat gembira, saking gembiranya dia sampai ingin bersorak. Sebaliknya Pek Jau-hui hanya termenung sambil memandang ke angkasa, dia tahu suatu saat pasti akan berjumpa de?ngan keadaan ini, dia memang sudah lama menunggu datangnya hari seperti ini. Sudah lama sekali dia membuat persiapan, mempersiapkan diri untuk menyongsong datangnya saat ini. Sama seperti pemuda lain yang tak mau gagal menemukan pemimpin bijak, mereka hanya bisa berlatih dan berlatih terus, agar suatu saat bisa digunakan untuk melakukan satu pekerjaan yang menggemparkan. Mengenai berhasil atau tidaknya operasi ini, mereka tak ambil peduli. Bagaimana kalau berhasil, bagaimana pula jika gagal, kebanyakan orang enggan untuk berpikir lebih jauh. ooOOoo Menjelang fajar menyingsing, Pek Jau-hui telah tiba di rumah pelacuran Khi-hongwan. Dengan menelusuri dinding pagar yang tinggi, ia menyelinap masuk ke halaman dalam, kemudian setelah memastikan arah yang dituju, ia berangkat menuju ke ruangan di sebuah bangunan berlantai tiga yang menghadap utara. Rumah pelacuran Khi-hong-wan adalah pusat keramaian di malam hari, tak heran menjelang fajar seperti saat ini, kebanyakan orang masih terlelap dalam alam impian, walau ada yang sudah tenaga dari tidurnya, namun kebanyakan matanya masih mengantuk, tentu saja tak ada yang bisa melihat gerakan tubuh Pek Jau-hui yang cepat bagaikan asap itu. Ketika ia menyelinap ke depan kamar, dilihatnya lentera masih bersinar terang dalam ruangan itu, jelas lampu itu belum pernah dipadamkan sejak semalam. Perlahan-lahan dia membasahi kertas jendela, kemudian membuat lubang kecil yang bisa digunakan untuk mengintip ke dalam. Benar saja, di sana terlihat ada dua pasang sepatu yang tergeletak di bawah ranjang, kelambu dibiarkan setengah terbuka, seorang lelaki telanjang dada sedang tidur sambil mendeng?kur keras. Di samping lelaki itu berbaring seorang gadis berambut panjang, yang terlihat hanya bahunya yang putih, halus dan lembut, sama sekali tak terlihat raut mukanya. Keadaan ranjang itu awut-awutan tak keruan, seakan belum lama berselang telah terjadi pertempuran dahsyat di tempat itu. Tentu saja Pek Jau-hui mengerti pertempuran seperti apa yang telah terjadi di situ. Dengan sangat hati-hati Pek Jau-hui mendorong pintu kamar itu, ternyata pintu tidak terkunci, dengan satu gerakan cepat dia menyelinap masuk kedalam, merapatkan kembali pintunya, bahkan kali ini dia sengaja mengunci pintu itu. Kemudian perlahan-lahan dia bangkit berdiri dan menarik napas dalam-dalam. Memandang si nona yang kurus kecil dan tergeletak tak berdaya itu, hawa amarah seketika menggelora dalam dadanya, ia segera melompat ke depan pembaringan, menyingkap selimut yang menutupi tubuh lelaki itu dan tangan yang lain langsung mencekik tengkuk Lui Kun. Ketika selimut yang berwarna merah darah itu tersingkap, muncullah tiga sosok tubuh yang berbeda, si nona tergeletak dalam keadaan telanjang bulat, tubuhnya putih dan mulus, Lui Kun mengenakan celana pendek berbaring di sampingnya, sementara di sisi lain ternyata masih ada seseorang lagi. Seorang manusia kerdil. Seorang manusia kerdil dengan sepasang mata yang buas menyeramkan. Perawakan tubuh orang itu jauh lebih kerdil daripada manusia cebol biasa, tangannya menggenggam sebilah pisau belati, ketika Pek Jau-hui menyingkap selimut itulah, mendadak ia melepaskan tujuh kali tusukan secara keji dan telengas. Pek Jau-hui menyingkap selimut itu dengan lengan kanannya, ketujuh tusukan maut itu ternyata hampir semuanya dituju?kan ke arah lengan kanan Pek Jau-hui. Tak sempat mematahkan semua serangan yang mengancam, terpaksa Pek Jau-hui menarik kembali tangannya sambil menghindar. Begitu dia menarik kembali tangannya, ketujuh buah serangan maut itu segera diarahkan ke seluruh tubuhnya. Sekali lagi terpaksa Pek Jau-hui mundur ke belakang. Tapi ketika ia mundur sekali lagi, mendadak dilihatnya ruang kamar itu sudah hilang dari hadapannya. Kamar tetap sebuah kamar, kenapa secara tiba-tiba bisa hi?lang" Dimana benda itu berada" Sudah pasti di bawah langit dan di atas bumi, biar bangunan kamar itu dibangun di atas air pun semestinya di bawah langit dan di atasnya air. Semua kamar tentu ada atap ada lantai, mau atap genteng, atap bambu atau lantai baru, lantai ubin, yang jelas tentu ada atap, ada lantai. Tapi sekarang, atap kamar itu mendadak hilang tak berbekas. Sebetulnya bukan lenyap, tapi dari atas telah muncul se?buah jaring yang amat besar, jaring besar itu hampir mengurung seluruh atap bangunan rumah itu. Lantai pun kini hilang lenyap, sebagai gantinya muncul sebuah jaring besar yang bergerak naik ke atas, menjaring seluruh tubuh Pek Jau-hui. Sekarang Pek Jau-hui mau bergerak ke atas atau turun ke bawah, tubuhnya tetap berada dalam jaring itu, sebuah jaring yang membungkus seluruh bumi. Bila ingin mundur ke belakang, berusaha menuju pintu untuk menerobos keluar pun sudah tak sempat, apalagi dia pun tahu kalau di depan pintu pasti sudah disiapkan alat perangkap yang jauh lebih lihai. Kemana pun dia berusaha menghindar, jika jaring langit dan bumi telah menyatu, maka dia akan menjadi ikan dalam jaring, sulit untuk melarikan diri lagi. Pada saat itulah satu ingatan melintas dalam benak Pek Jau-hui. Sebenarnya jaring ini sudah dipersiapkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong sejak awal, atau Kimhong-si-yu-lau yang telah menyiapkannya" Dia tidak mundur, tidak menghindar, tidak berkelit, tidak meronta .... Dia justru merangsek maju ke depan. Sekali lompat dia menerjang masuk ke balik kelambu. Biasanya tempat yang paling berbahaya, justru merupakan tempat yang paling aman. Biarpun seluruh ruang kamar telah berubah menjadi selembar jala yang besar, akan tetapi ranjang masih tetap sebagai ranjang. Ia putuskan untuk merangsek maju dan naik ke atas ranjang. Baru saja tubuhnya tiba di depan ranjang, sepasang martil bintang kejora milik Lui Kun sudah dilontarkan ke mukanya menyongsong datangnya serangan itu. Martil itu menghantam ke arah wajah dengan disertai de?raan angin, sementara martil yang mengancam kakinya menyambar tiba justru tanpa menimbulkan suara, tapi Pek Jau-hui sadar bahwa gempuran ini justru merupakan ancaman yang paling menakutkan. Pada saat itulah mendadak si cebol yang berada di balik selimut telah Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo melontarkan tubuh gadis kecil itu ke arah depan, menyongsong datangnya terkaman Pek Jau-hui. Waktu itu Pek Jau-hui dengan jari telunjuk dan jari tengahnya berhasil menggunting rantai yang mengikat senjata martil hingga putus jadi dua, namun ketika melihat gadis itu dilempar ke hadapannya, mau tak mau dengan kening berkerut dia sambut tubuh gadis itu. Nona kecil itu berada dalam keadaan telanjang bulat, bergetar hati Pek Jau-hui begitu tangannya menyentuh tubuhnya yang halus lembut itu. Tiba-tiba gadis itu gemetar keras, sementara Pek Jau-hui merasa agak kelabakan, tahu-tahu ada sembilan titik cahaya bintang melesat datang dengan kecepatan tinggi. Padahal gadis itu dalam keadaan bugil, darimana munculnya serangan senjata rahasia itu" Ternyata datang dari rambutnya, ketika badannya gemetar tadi, si nona mengebaskan rambutnya yang hitam pekat, sembilan titik cahaya bintang segera melesat ke muka mengancam sembilan jalan darah penting di tubuh pemuda itu. Inilah ilmu senjata rahasia Liat-bun-hui-seng (sembilan bintang penghancur gerbang) yang sudah lama punah dari du?nia persilatan. Lekas lengan baju Pek Jau-hui menggulung ke muka, ke?sembilan buah titik cahaya bintang itu seketika tergulung semua ke dalam bajunya. Tanpa membuang waktu, tangan kirinya segera disentil ke depan, kini ia melancarkan serangan tanpa belas kasihan. Sentilan itu langsung menghajar ke atas kening gadis muda itu. Dengan cekatan si nona berjumpalitan ke tengah udara, begitu lolos dari ancaman, ia melayang turun lagi ke atas ranjang, serunya sambil tertawa melengking, "Lihat kehebatan nonamu!" Belum habis suara tawanya berkumandang, tiba-tiba paras mukanya berubah hebat, tubuhnya sudah jatuh telentang di atas ranjang. Melihat kejadian ini, Lui Kun serta manusia cebol itu jadi terkesiap. Rupanya sentilan yang dilancarkan Pek Jau-hui tadi kenda?tipun gagal mengenai tubuh Lui Kiau, Tongcu keenam dari perkumpulan Lak-hun-poan-tong, namun tenaga sentilan itu sempat juga menyambar di jalan darah Bi-sim-hiat di alis mata?nya, padahal waktu itu Lui Kiau masih gembira karena berhasil mengelabui lawan, belum sempat ia menghindar, tahu-tahu jidatnya terasa panas, tak ampun dia pun segera jatuh tak sadarkan diri. Akan tetapi Pek Jau-hui sendiri pun sudah terperangkap ke dalam jaring. Bagaimana nasib sang ikan yang masuk dalam jaring" Bagaimana nasib hewan yang masuk dalam perangkap" Bagaimana pula nasib Pek Jau-hui yang masuk ke dalam jaring dan terperangkap" Pek Jau-hui sama sekali tidak meronta, dia hanya berdiri di dalam jaring dengan tenang. Ketika tangannya menyentuh jaring itu, ia segera tahu jaring ini terbuat dari bahan yang ulet, kendatipun dia punya senjata mestika atau tenaga raksasa juga jangan harap bisa memutuskan jaring itu. Tentu saja terkecuali ada yang membuka tombol rahasianya, kalau tidak, sulit baginya untuk lolos dari cengkeraman musuh. Oleh karena itu dia hanya berdiri tenang, berdiri sambil mengawasi gerak-gerik musuh. Biarpun jaring itu sudah menutup sekeliling tempat itu, bukan berarti dia sudah kalah, sekalipun dianggap kalah, bukan berarti dia sudah mati. Sekarang Pek Jau-hui hanya memikirkan satu hal. Dari?mana orang-orang perkumpulan Lak-hunpoan-tong bisa tahu kalau dia akan datang menyergap Lui Kun" Bila kondisi semacam ini bukan hasil rancangan Kim-hong-si-yu-lau, asal dia bisa kembali dalam keadaan hidup, dia pasti akan memberitahu kepada So Bong-seng bahwa kekuatan perkumpulan Lak-hun-poan-tong tak boleh dipandang ringan. Sorot mata Pek Jau-hui yang terjebak dalam jaring bagaikan mata liar seekor serigala, begitu terjebak dalam perangkap, ia sadar bahwa dirinya sudah tak punya harapan lagi, tapi dia tetap menanti dengan sabar, dia akan menyergap dan membu?nuh orang yang berusaha membunuhnya. Sorot mata buas dan liar semacam ini kontan membuat Lui Kun yang bernyali besar pun merasakan hatinya bergidik. Untung serigala buas itu sudah masuk perangkap. Seandainya suatu ketika dia harus terjebak bersama dalam keadaan seperti ini, jelas kejadian itu jauh lebih menakutkan daripada kematian. Berpikir sampai di situ, Lui Kun nyaris bersin berulang kali saking ngerinya. Sementara itu si cebol sambil mengertak giginya hingga menimbulkan suara gesekan tajam, serunya, "Congtongcu kami sudah memperhitungkan kalau kalian pasti akan datang mengusik Ngo-tongcu, maka kami menyiapkan jebakan yang paling hebat di sini sambil menunggu kau masuk perangkap, mana rekanmu yang bermarga Ong" Memangnya dia tak berani kemari" Takut mampus?" Pek Jau-hui tidak menjawab, pikirnya, "Dari perkataannya itu, tampaknya kondisi Ong Siau-sik jauh lebih aman Sementara dia masih termenung, terdengar Lui Kun berkata kepada si cebol, "To Pa-tin, baru saja kau diangkat menjadi Tongcu kedua belas, kini sudah menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa, hebat, hebat, sungguh hebat!" Seorang manusia cebol macam begitu ternyata punya nama keren, To Pa-tin, diamdiam Pek Jau-hui tertawa geli. Tampak To Pa-tin berseru, "Keberhasilanku juga berkat dukungan dari Ngo-ko!" "Hahaha, barang siapa punya kepandaian, suatu saat dia pasti akan kelihatan juga kehebatannya," seru Lui Kun sambil tertawa tergelak, kemudian menuding Pek Jau-hui yang terjebak dalam jaring, terusnya, "Menurut kau, lebih baik orang ini dikukus, ditanak atau digoreng saja?" "Bagaimana pun dia toh sudah terjatuh ke tangan Ngo-tongcu, kau senang berbuat apa, lakukan saja menurut keinginanmu!" sahut To Pa-tin sambil tertawa lirih. "Sampai kapan Congtongcu dan Toatongcu baru tiba di sini?" tanya Lui Kun lagi. "Menurut laporan, hari ini So Bong-seng akan mengajak keempat malaikat bengisnya untuk menyerang markas besar kita, jadi untuk sementara mereka akan berjaga di sana sambil mempersiapkan diri untuk membuat pusing para penyerang." "Hahaha, bagus, bagus sekali," Lui Kun mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak, "akan kulihat si telur busuk So masih bisa bertingkah sampai kapan!" Kemudian kepada To Pa-tin pesannya, "Perintahkan para pemanah yang bersembunyi di luar untuk memanah bajingan ini hingga mampus!" "Baik!" Tampak dia berjalan menuju ke depan pintu dan mengucapkan sesuatu, disusul kemudian terdengar suara langkah kaki yang ramai berkumandang datang. Tampaknya jagoan yang sudah dipersiapkan perkumpulan Lak-hun-poan-tong di sekeliling tempat itu mencapai lima enam puluhan orang, bahkan di antaranya paling tidak melibatkan empat orang Tongcu, dari sini dapat diketahui kalau mereka sudah bertekad untuk berhasil dalam jebakan ini. Lui Kun berpaling dan memandang Pek Jau-hui beberapa kejap, lalu katanya lagi dengan nada bangga, "Akan kulihat apakah kau bisa terbang ke langit" Hahaha, hari ini Toaya pasti akan menghukummu habis-habisan!" Pek Jau-hui tetap tak bersuara, dia membungkam dalam seribu basa. Waktu itu ada dua orang berjalan masuk ke dalam ruangan. To Pa-tin segera berseru kepada kedua orang itu, "Sampaikan perintahku, tinggalkan dua puluh orang pemanah di sini, suruh mereka memanah orang ini sampai mampus." "Apakah sudah boleh dimulai?" tanya seorang di antaranya. "Sudah boleh, aku ingin menonton monyet yang kena panah ........... hahaha terdengar orang itu membentak nyaring, dua puluhan orang pemanah segera berlarian masuk, ada yang berdiri, ada yang setengah berjongkok, anak panah semuanya diarahkan ke tubuh Pek Jau-hui. Kembali To Pa-tin tertawa terkekeh-kekeh, ejeknya, "He, monyet busuk, sebelum mampus apakah kau akan meninggalkan pesan terakhir?" "Benar," jawab Pek Jau-hui. "Kalau ada pesan, cepat katakan, jika tidak, begitu panah dilepaskan, mau bicara pun sudah tak sempat lagi." "Pergilah mampus!" kata Pek Jau-hui sambil menarik napas panjang. Baru selesai ia berkata, To Pa-tin benar-benar sudah mampus. Ia mati dihajar dua puluh batang panah, enam puluh batang mata panah menancap semua di atas tubuhnya. ooOOoo 25. Kesepian dan ketidak-adilan Sebetulnya perawakan tubuh To Pa-tin itu kurus cebol, tapi secara tiba-tiba 'membengkak' sangat besar. Tatkala seseorang sedang merasa gembira, di saat merasa amat bangga, sering kali tubuhnya pun akan 'membengkak', tentu saja membengkak dalam perasaan saja, hanya dapat dirasakan dalam hati dan bukan terwujud dalam kenyataan. Tapi membengkaknya tubuh To Pa-tin saat ini benar-benar membengkak besar, disebabkan badannya yang kurus cebol itu telah ditembus enam puluh batang anak panah. Bayangkan saja, jika tubuh seseorang dihajar oleh begitu banyak anak panah, badan siapa yang tak akan membengkak" Oleh sebab itu tubuh To Pa-tin sama sekali tak roboh ke tanah, karena batang panah telah menahannya, bahkan menahan mayatnya hingga tak menyentuh bumi. Sepasang mata Lui Kun terbelalak semakin lebar. Bersamaan waktunya, jaring yang semula sudah mengikat kencang tahu-tahu mengendor kembali, Pek Jau-hui melompat keluar dari balik jaring, langsung menerjang ke arahnya. Lekas Lui Kun menggunakan Giok-coa-huan-sin (ular kemala membalik tubuh) untuk mengegos ke samping, lalu melejit dengan jurus Hek-hau-kian-wi (harimau hitam menggulung ekor), melesat ke depan dengan jurus Ui-liong-coan-sin (naga kuning membalik tubuh) dan akhirnya melejit dengan jurus Hi-ya-liong-bun (ikan melompati pintu naga). Sekaligus dia menggunakan empat macam gerakan yang berbeda untuk meloloskan diri. Sementara menghindar, sepasang tangannya dengan jurus To-coan-im-yang (memutarbalikkan Im-yang), sepasang kaki?nya dengan gerakan Liong-bun-sam-ci-long (pintu naga diterjang ombak tiga kali) melancarkan serangan sambil membuka jalan untuk melarikan diri, tampaknya ia memutuskan untuk kabur lebih dulu sebelum melakukan tindakan lain. Serangkaian tendangan berantai Liong-bun-sam-ci-long ini kelihatannya seperti menyerang dengan keras lawan keras, padahal yang benar ia sedang berusaha kabur, asal musuh merangsek maju, maka ketiga tendangannya itu akan berubah jadi tendangan yang mematikan. Dengan mengandalkan satu jurus tiga gerakan ini, Lui Kun pernah sekaligus membantai lima orang dan melukai empat orang jago lihai dalam waktu yang bersamaan. Apalagi saat ini dia tidak berniat melukai musuhnya, tapi lebih mengutamakan keselamatan diri sendiri. Asal bisa lolos dari serangan balik lawan, dia dapat segera mundur ke atas ranjang, asal tiba di atas ranjang, maka dia pun bisa segera menggerakkan semua tombol alat rahasianya dan melarikan diri dengan menyusup masuk ke ruang rahasia bawah tanah. Kaki kirinya yang melepaskan tendangan dalam waktu singkat sudah tiba di hadapan Pek Jau-hui, tampaknya serangan itu segera akan mengenai sasarannya ............. Mendadak, entah apa sebabnya tahu-tahu kakinya jadi lemas. Ternyata Pek Jau-hui telah menyentilkan jari tengahnya menotok jalan darah penting di kakinya, begitu kena sodok, kontan kaki itu jadi lemas dan seolah terlepas dengan tubuhnya. Tapi Lui Kun masih memiliki kaki kanan. Kaki kanannya tinggal setengah inci lagi segera akan menghajar dada Pek Jau-hui, tapi jari tengah pemuda itu justru pada saat dan posisi yang paling pas telah menotok jalan darah di kakinya, tak ampun kaki kanan Lui Kun pun jadi lemas, seolah sudah cacad saja, sama sekali tak ada gunanya lagi. Oleh karena kedua kakinya sudah tak dapat digunakan lagi, otomatis Lui Kun tak sanggup melancarkan tendangan yang ketiga. Akan tetapi Pek Jau-hui justru masih terus melakukan totokan jari yang ketiga, totokan itu langsung menghajar jalan darah Tiong-ki-hiat di tubuh lawan. Seketika itu juga Lui Kun merasa sekujur badannya jadi lemas, sama seperti sepasang kakinya, lemas dan sama sekali tak bertenaga. Menyusul kemudian ia mendengar Pek Jau-hui berkata kepada Tio Thiat-leng, Tongcu kesembilan yang baru saja dijabatnya, "Si Say-sin, terima kasih atas bantuanmu." Sebenarnya Lui Kun sudah lemas tak bertenaga, tapi begitu mendengar nama "Si Say-sin", dia benar-benar jadi runtuh. Lemas, tidak hanya seluruh badannya kehilangan tenaga sehingga anggota tubuhnya sama sekali tak mampu bergerak, tapi runtuh menyangkut kejiwaannya, kini seluruh pikiran dan perasaannya telah hancur luluh. Sekarang dia sudah digelandang keluar, sambil mengertak gigi menahan amarah teriaknya, "Tio Thiat-leng, kau manusia rendah, kau jahanam, kau ....... kau bedebah!" "Betul, Tio Thiat-leng memang seorang manusia rendah, jahanam dan bedebah!" jawab Si Say-sin dengan nada berat. Lui Kun sadar, kini Tio Thiat-leng sudah terbongkar iden?titas sesungguhnya, dia pasti akan membunuhnya untuk melenyapkan saksi, karena itu teriaknya lagi dengan penuh perasaan dendam, "Kau telah mengkhianati perkumpulan Lak-hun-poan-tong, kau telah menjual Lui-congtongcu, kau bukan manusia!" "Tio Thiat-leng memang bukan manusia!" kembali Si Say-sin menjawab, "dia telah mengkhianati perkumpulan Lak-hun-poan-tong, menyia-nyiakan harapan dan bimbingan Lui Sun, tapi sayang, aku bukan Tio Thiat-leng, aku adalah Si Say-sin." Setelah berhenti sejenak, sambil mendongakkan kepala dia melanjutkan, "Si Saysin adalah orang So-kongcu, tentu saja dia harus setia kepada Kim-hong-si-yulau!" Kini Lui Kun benar-benar putus asa. "Tak heran kalau kau bisa memberi kabar kepadaku, minta aku berhati-hati," katanya, "bahkan kau pun bisa meramalkan kalau dalam dua hari ini orang-orang Kim-hong-si-yu-lau bakal datang membunuhku, ternyata kau memang mengaturku agar masuk perangkap, kau memang berniat mempecundangi diriku." "Kalau tidak berbuat begitu, mana mungkin aku bisa kau percaya" Bagaimana mungkin kau bisa menugaskan diriku untuk berjaga di sini" Seandainya kau tidak melakukan persiapan secara hati-hati, mana mungkin Lui Sun akan mengijinkan diri?mu datang berbuat cabul di tempat ini?" "Bagus, bagus sekali," Lui Kun semakin mendongkol, "ternyata So Bong-seng memang hebat, hanya mengandalkan Si Say-sin seorang pun aku sudah dibuat tertipu habishabisan." "Membuat aku pun ikut tertipu," sambung Pek Jau-hui tiba-tiba. "Oya?" Si Say-sin menyahut. "Ternyata orang yang benar-benar sedang melaksanakan tugas adalah kau, bukan aku. Aku hanya bertanggung jawab untuk datang masuk perangkap, kaulah peran utama dalam pelaksanaan tugas ini." "Ada dua hal kau harus mengerti," ujar Si Say-sin dengan suara berat. "Katakan!" "Pertama, tanpa kau, mustahil aku bisa turun tangan, maka perananku saat ini hanya peran pembantu," ujar Si Say-sin dengan suara berat, "kedua, bila Sokongcu menggunakan seseorang yang baru dikenalnya sehari untuk mendampingi tugas seorang anak buahnya yang sudah berbakti selama banyak tahun kepadanya, bahkan membiarkan dia memikul tugas berat ini seorang diri, bukankah hal ini sama artinya dengan dia telah menganggapmu melebihi seorang anak buah setianya yang sudah lama ikut bersamanya?" Mimik muka Pek Jau-hui saat ini mirip dengan mimik seseorang yang baru pertama kali berjumpa dengan Si Say-sin, kesannya, Si Say-sin adalah seorang jago berhati telengas dan menghalalkan secara cara untuk mencapai tujuan, tapi sekarang ia baru sadar, dalam banyak hal Si Say-sin selalu berpegang teguh pada prinsip, dia adalah seorang yang tak pernah mau bergeser dari prinsip serta pandangan hidupnya. Prinsip serta pandangan hidupnya adalah setia kepada So Bong-seng. "Ah, ternyata masih tetap ada .........." Pek Jau-hui manggut-manggut. "Masih ada apa?" tanya Si Say-sin keheranan. Pek Jau-hui tertawa lebar. "Ternyata Tiong dan Gi masih tetap ada dalam dunia persilatan." "Bila kita yakin kalau itu ada, dia pun ada, bila kau yakin itu tak ada, paling tidak perasaanmu akan jauh lebih tersiksa." "Entah bagaimana pula dengan orang ini?" ujar Pek Jau-hui kemudian sambil melirik sekejap ke arah Lui Kun yang tergeletak lemas di lantai, "apakah dia memiliki perasaan Tiong dan Ci?" "Seorang lelaki sejati boleh mati tak sudi dihina, mau bunuh cepatlah bunuh!" seru Lui Kun gusar. "Kau ingin mampus?" tanya Si Say-sin dengan wajah sangat serius. Lui Kun agak melengak, dia seakan tidak tahu kalau dirinya masih punya Golok Kelembutan Wen Rou Yi Dao Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kesempatan untuk memilih. Terdengar Si Say-sin berkata lagi dengan nada seakan merasa sayang, "Kalau dia benar-benar ingin mati, aku pun tak bisa berbuat apa-apa lagi" "Sungguh sayang," Pek Jau-hui turut menghela napas panjang, "padahal kalau bisa hidup terus sungguh menyenangkan, sekarang usianya paling baru dua puluhan tahun, jika tak mati, paling tidak masih bisa hidup empat puluh tahun lagi, berarti masih cukup waktu untuk menikmati...." "Ai," Si Say-sin menggeleng sambil menghela napas pula, "cukup bicara dari jumlah bini dan gundiknya, paling tidak masih cukup untuk dinikmati tiga puluhan orang lelaki, sementara harta kekayaannya paling sedikit dapat membuat makmur enam puluhan orang, tapi dia sendiri............ percuma punya kemampuan hebat, akhirnya hanya bisa berbaring kedinginan dalam gundukan tanah liat." "Ya, apa boleh buat, kalau dia sendiri yang ingin mati, siapa pula yang bisa memaksanya untuk tetap hidup?" Beberapa kali Lui Kun seperti mau berbicara, tapi akhirnya dia urungkan niatnya itu. Sementara peluh sebesar kacang kedelai sudah jatuh bercucuran membasahi jidat maupun seluruh tubuhnya. Dia tidak tahu kalau dirinya ternyata bisa lolos dari kematian, begitu ia menjumpai dirinya masih punya kesempatan untuk tetap hidup, seluruh keberanian serta jiwa nekat yang diperlihatkannya tadi, kini hilang lenyap tak berbekas, sekarang dia malah merasakan tubuhnya betul-betul lemas, bukan perasaan runtuh, melainkan perasaan ngeri bercampur seram. Sekarang dia mulai takut, takut mati! Takut memang sebuah perasaan yang aneh, begitu mulai merasa ketakutan maka makin lama perasaan takut yang menyerang semakin menghebat. Dia sudah menggigit bibirnya hingga berdarah, tapi deretan gigi bagian atasnya masih menggigit kencang bibir bagian bawah, ia membiarkan dua deret giginya saling beradu hingga berbunyi gemerutuk. Tak tahan Si Say-sin berkata, "Kelihatannya kita tak usah menunggu lagi, kalau toh dia masih ingin tetap setia sampai mati, terpaksa kita harus segera turun tangan." "Lebih baik kau saja yang bertindak sebagai algojo," tampik Pek Jau-hui. "Ya, mengingat dulu kami pernah menjadi rekan kerja, terpaksa akan kubiarkan dia mati secara utuh, sebisanya jangan sampai membuat ia tersiksa hebat menjelang ajalnya Akhirnya Lui Kun tak sanggup menghadapi teror batin semacam itu, dia menjerit keras, "Tunggu sebentar!" Dua orang itu segera menghentikan gerakan, saling berpandangan dan tertawa. Tampaknya Lui Kun sudah berada dalam posisi yang paling menentukan dalam kehidupannya, dengan bibir gemetar akhirnya dia mengambil keputusan, tanyanya dengan suara keras, "Jika aku ingin hidup terus, apa imbalannya?" "Setiap orang tentu harus membayar dengan suatu nilai jika ingin hidup terus," kata Si Say-sin serius, "ada orang yang mesti membayar agak mahal, tapi ada juga hanya membayar ringan, tapi terlepas berat atau tidaknya imbalan yang harus kau bayar, kami tetap punya cara untuk membuat kau tak akan menyesal, percaya tidak?" "Aku percaya!" hujan peluh benar-benar telah membasahi sekujur badan Lui Kun. "Bagaimana dengan dua puluh orang ini" Mereka tak akan menjadi masalah bukan?" tiba-tiba Pek Jau-hui bertanya. "Mereka semua adalah orang kepercayaanku, sama seperti aku adalah orang kepercayaan So-kongcu. Jika seseorang sudah tak percaya lagi dengan orang kepercayaannya, hal ini sama artinya dengan dia sudah tak percaya lagi pada diri sendiri." Dia berpaling dan tanyanya lagi kepada pemuda itu, "Apakah kau yakin Lui Kiau benar-benar sudah jatuh pingsan?" Bloon Cari Jodoh 24 Pendekar Cambuk Naga 11 Istana Langit Perak Patung Emas Kaki Tunggal 4