Ledakan Dendam 4
Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie Bagian 4 Dikatakannya bahwa Renisenb takkan aman di dalam rumah ini." "Aku jadi ingin tahu," kata Esa. "Ingin sekali aku tahu.... Apakah Renisenb..." Kupikir begitu... dan menurut Hori juga... tapi sekarang..." Imhotep berkata lagi, "Apakah kita bisa menyelenggarakan pernikahan 265 bersamaan dengan upacara pemakaman" Itu tak pantas. Seluruh Nome akan membicarakan hal itu." "Ini bukan waktunya untuk bicara soal adat kebiasaan," kata Esa. "Terutama karena kelihatannya para petugas pembalsam akan selamanya bersama kita. Semua ini pasti menguntungkan si Ipi dan Montu. Usaha mereka pasti banyak untung." "Mereka telah menaikkan tarif sampai sepuluh persen!" Perhatian Imhotep sempat beralih sebentar. "Sungguh tak adil! Kata mereka, tenaga kerja sudah lebih mahal." "Sebenarnya mereka malah harus memberi kita potongan harga, karena seringnya kita mempekerjakan mereka!" Esa tersenyum kecut mendengar leluconnya sendiri. "Ibu!" Imhotep melihat padanya dengan terkejut "Ini bukan lelucon." "Seluruh kehidupan ini adalah lelucon, Imhotep, dan kematianlah yang terakhir tertawa. Tidakkah kaudengar lelucon itu pada setiap jamuan makan" Makanlah, minumlah, dan bersenang-senanglah, karena besok kau akan mati! Nah, itu benar sekali bagi kita di sini, sebab kita tinggal menunggu, siapakah yang besok akan mati?" "Kata-kata Ibu menakutkan... benar-benar mengerikan! Apa yang bisa dilakukan?" "Jangan percayai siapa pun juga," kata Esa. "Itulah hal yang paling utama, yang paling penting artinya." Esa mengulangi lagi, "Jangan percayai siapa pun juga." 266 Lalu terdengar Henet terisak. "Mengapa Anda menoleh pada saya. Padahal kalaupun ada orang yang patut dipercayai, sayalah orangnya. Saya telah membuktikan hal itu selama bertahuntahun. Jangan dengarkan dia, Imhotep." "Sudahlah, sudahlah, Henet yang baik. Tentu aku percaya padamu. Aku tahu betul hatimu jujur dan penuh pengabdian." "Kau tak tahu apa-apa," kata Esa. "Tak seorang pun di antara kita yang tahu apaapa. Itulah bahayanya." "Anda menuduh saya," pekik Henet "Aku tak bisa menuduh. Aku tak tahu apa-apa, dan tak punya bukti. Aku hanya punya kecurigaan." Imhotep mendongak dengan tajam. "Jadi Ibu curiga" Pada siapa?" "Telah satu kali dua kali tiga kali aku curiga," kata Esa perlahan-lahan. "Aku? ?akan berterus terang. Mula-mula aku mencurigai Ipy, tapi Ipy meninggal, jadi kecurigaan itu salah. Lalu aku mencurigai seseorang yang lain. Tapi, tepat pada hari kematian Ipy, aku mendapatkan gagasan ketiga..." Ia diam. "Apakah Hori dan Kameni ada di rumah" Suruh mereka datang kemari. Dan panggil pula Renisenb dari dapur. Juga-Kait dan Yahmose. Ada sesuatu yang ingin kukatakan, dan seisi rumah harus mendengarnya." II Esa melihat ke sekelilingnya, ke seluruh keluarga 267 yang sudah berkumpul. Ia membalas pandangan Yahmose yang serius dan lembut, senyum Kameni yang selalu siap, pandangan bertanya di mata Renisenb yang ketakutan, pandangan ingin tahu dari Kait yang tenang, tatapan mata Hori yang tenang dan menyelidik, wajah Imhotep yang tegang, penuh ketakutan bercampur rasa kesal, serta mata Henet yang membayangkan rasa ingin tahu yang besar, dan yang ya membayangkan pula rasa senang.? ?Esa berpikir, "Wajah-wajah mereka tak ada artinya bagiku. Wajah-wajah itu hanya memperlihatkan emosi-emosi di luar. Namun bila dugaanku benar, pasti ada di antaranya yang berpura-pura." Lalu ia berkata, "Ada sesuatu yang ingin kukatakan pada kalian semua, tapi pertama-tama aku ingin berbicara pada Henet, di sini, di hadapan kalian semua." Ekspresi wajah Henet berubah. Tak tampak lagi hasrat dan kesenangan. Kini ia tampak ketakutan. Suaranya meninggi dan melengking waktu membantah. "Anda menuduh saya, Esa. Saya tahu itu! Anda akan menuntut saya. Bagaimana mungkin saya, seorang wanita malang yang tak punya kepandaian apa-apa, membela diri" Saya akan dijatuhi hukuman! Dijatuhi hukuman tanpa diadili." "Tidak, tidak tanpa diadili kata Esa mengejek, dan dilihatnya Hori tersenyum. Henet berkata lagi, suaranya makin lama makin histeris. "Saya tidak melakukan apa-apa.... Saya tidak 268 bersalah.... Imhotep, majikanku yang paling baik, selamatkanlah saya...." Ia menjatuhkan diri, lalu memeluk lutut Imhotep. Imhotep lalu berkata dengan marahmarah dan tergagap gagap, sambil menepuk-nepuk kepala Henet. "Ibu, sudahlah! Aku protes. Ini memalukan sekail.." Esa memotong kata-katanya, "Aku tidak menuduh. Aku tak mau menuduh tanpa bukti. Aku hanya ingin meminta Henet menjelaskan pada kita semua di sini, apa arti pernyataan-pernyataan tertentu yang telah diucapkannya." "Saya tak pernah mengucapkan apa-apa sama sekali tidak...." ?"Ada! Kau pernah mengucapkannya," kata Esa. "Ada ucapan-ucapan yang kudengar dengan telingaku sendiri, dan telingaku masih tajam, meskipun mataku sudah kabur. Kaukatakan bahwa kau tahu sesuatu tentang Hori. Nah, apa yang kauketahui tentang Hori?" Hori kelihatan agak terkejut. "Ya, Henet," katanya. "Apa yang kauketahui tentang diriku" Coba kami dengar." Henet berjongkok, lalu menyeka air matanya. Ia nampak marah dan menantang. "Saya tak tahu apa-apa," sahutnya. "Apa yang harus saya ketahui?" "Itulah yang sedang kami tunggu! Kami ingin kau menceritakannya," kata Hori. Henet mengangkat bahu. 269 "Saya hanya bicara saja. Saya tak bermaksud apa-apa." "Baiklah," kata Esa. "Aku saja yang mengulangi kata-katamu sendiri. Kaukatakan bahwa kami semua membencimu, tapi bahwa kau tahu banyak tentang apa yang terjadi di dalam rumah ini, dan bahwa kau melihat lebih banyak daripada yang dilihat oleh orang-orang pandai. "Lalu kau juga berkata bahwa kalau Hori berpapasan denganmu, dia seolah-olah tidak melihatmu, melainkan melihat sesuatu di belakangmu sesuatu yang tak ?ada." "Dia memang selalu begitu," kata Henet dengan marah. "Dia memandang saya seolaholah. saya ini serangga sesuatu yang sama sekali tak berarti." Esa berkata ?lambat-lambat, "Kalimat itu melekat dalam pikiranku sesuatu di ?belakang sesuatu yang sebenarnya tak ada. Henet berkata, 'Seharusnya dia ?melihat pada saya ' Lalu dia berkata pula tentang Satipy. Ya, tentang Satipy. Dikatakannya bahwa Satipy memang pandai, tapi di mana Satipy sekarang berada?" Esa melihat ke sekelilingnya. "Apakah itu tidak berarti apa-apa bagi salah seorang di antara kalian" Ingatlah tentang Satipy Satipy yang sudah meninggal. ?Ingatlah bahwa orang harus melihat pada seseorang, bukan pada sesuatu yang tak ada di situ." Sesaat keadaan menjadi amat hening, lalu Henet berteriak Teriakan nyaring melengking, suatu je - 270 ritan yang disebabkan oleh ketakutan yang hebat. Dengan kacau ia berteriak, "Saya tidak melakukannya! Selamatkan saya, tuanku. Jangan biarkan dia. Saya tak pernah berkata apa-apa. Sungguh, tak pernah." Amarah Imhotep yang tertahan, meledak. "Ini tak bisa dimaafkan," geramnya. "Aku tak mau wanita malang ini dituduh sampai ketakutan. Mengapa Ibu begitu benci padanya" Ibu sendiri pernah berkata bahwa Ibu sama sekali tak ada apa-apa terhadap dia." Tanpa takut-takut seperti biasanya, Yahmose menyela, "Ayah benar. Kalau Nenek punya tuduhan yang pasti terhadap Henet, kemukakanlah." "Aku tidak menuduh dia," kata Esa lambat-lambat Ia bertopang pada tongkatnya. Tubuhnya kelihatan begitu kecil. Bicaranya lambat dan berat Dengan berwibawa, Yahmose berpaling pada Henet "Nenek tidak menuduh kau menyebabkan kejahatan-kejahatan yang telah terjadi. Tapi kalau aku tak salah mengerti, Nenek berpendapat bahwa kau mengetahui sesuatu... sesuatu yang tidak kaukatakan. Jadi, Henet kalau ada sesuatu yang kauketahui, tentang Hori atau tentang orang lain, sekaranglah saatnya kau berbicara. Di sini, di depan kami semua. Bicaralah. Apa yang kauketahui?" Henet menggeleng. "Tak ada apa-apa." 271 "Kau harus yakin benar akan kata-katamu, Henet Apa yang kauketahui itu mungkin berbahaya." "Saya tak tahu apa-apa. Saya bersumpah. Saya bersumpah atas nama Sembilan Dewa dari Ennead, atas nama Dewi Maat, bahkan atas nama Re sendiri!" Tubuh Henet gemetar. Suaranya tak lagi terdengar nyaring dan melengking. Suaranya kini terdengar ketakutan, namun tulus. Esa mendesah panjang. Tubuhnya terkulai. Gumamnya, "Tolong antar aku ke kamarku kembali." Hori dan Renisenb cepat-cepat membantunya. "Jangan kau, Renisenb. Aku minta dibantu Hori saja." Ia bertopang pada Hori, waktu Hori mengantarkannya meninggalkan ruangan itu. Waktu ia mendongak, dilihatnya wajah Hori nampak keras dan tak senang. "Bagaimana, Hori?" tanyanya dengan bergumam. "Anda telah bertindak ceroboh, Esa. Ceroboh sekali." "Aku ingin tahu." "Ya, tapi Anda terlalu berani mengambil risiko." "Oh, begitu. Jadi pikiranmu pun sama dengan pikiranku?" "Sudah beberapa lama saya berpikir begitu, tapi tak ada bukti tak ada bukti ?sedikit pun. Sekarang 272 pun, Esa, Anda sendiri belum mendapatkan bukti. Semua itu hanya ada dalam benak Anda saja." "Sudah cukup kalau aku tahu." "Mungkin terlalu banyak." "Apa maksudmu?" "Jagalah diri Anda, Esa. Mulai saat ini, Anda terancam bahaya." "Kita harus bertindak cepat" "Benar, tapi apa yang bisa kita lakukan" Harus ada bukti." "Aku tahu." Mereka tak bisa berbicara lebih banyak lagi. Pelayan kecil Esa datang berlarilari menghampiri majikannya. Hori menyerahkan Esa pada gadis cilik itu, lalu ia berbal ik. Wajahnya serius dan tampak bingung. Pelayan kecil itu berceloteh pada Esa, tapi Esa hampir-hampir tak memperhatikannya. Ia merasa dirinya tua, sakit, dan dingin. Sekali lagi terbayang olehnya wajah-wajah di sekelilingnya, yang memandangi dirinya dengan penuh perhatian saat berbicara tadi. Hanya suatu pandangan pandangan singkat yang memancarkan ketakutan dan ?pengertian. Mungkinkah ia keliru" Apakah ia yakin benar akan apa yang telah dilihatnya" Sebab matanya sudah amat kabur.... Ya, ia yakin. Ekspresinya memang tidak begitu jelas, namun tubuh orang tersebut langsung menegang, mengeras, dan kaku. Hanya terhadap satu 273 orang, kata-katanya yang kacau telah mengena. Mengena tepat, menunjukkan kebenarannya. 274 BAB XIX Bulan Kedua Musim Panas hari ke-15?"Setelah persoalannya dihadapkan padamu, Renisenb, bagaimana pendapatmu?" Renisenb memandang ragu dari ayahnya kepada Yahmose. Kepalanya terasa jenuh dan pusing. "Entahlah." Perkataan itu keluar dari mulutnya tanpa nada. "Dalam keadaan biasa," kata Imhotep lagi, "kita punya banyak waktu untuk membicarakannya. Masih ada orang-orang lain yang segolongan, dan kita masih bisa memilih dan menolak, sampai kita bisa memastikan calon suami yang paling tepat untukmu. Tapi karena keadaannya tak menentu begini... yah, hidup ini memang tak tentu." Suaranya melemah. Kemudian ia berkata lagi, "Begitulah keadaannya, Renisenb. Kematian mengancam kita bertiga, bahkan sampai hari ini. Yahmose, kau sendiri, dan aku. Kita tak tahu, siapa di antara kita yang akan diserang lebih dulu. Sebab itu, aku harus menyelesaikan semua urus anku. Bila terjadi sesuatu atas diri Yahmose, kau, satu-satunya putriku, akan membutuhkan seorang laki-laki yang bisa mendampingimu, yang akan 275 berbagi warisan denganmu, dan mengurus tanah-tanahku. Tugas itu tak dapat dikerjakan oleh wanita. Karena, siapa tahu, sewaktu-waktu aku mungkin diambil pula dari sisimu" Pengurusan dan perwalian dari anak-anak Sobek sudah kuatur dalam surat wasiatku. Semua itu akan dikerjakan oleh Hori, bila Yahmose meninggal demikian pula dengan pengurusan anak-anak Yahmose, karena begitulah ?keinginannya. Begitu, kan, Yahmose?" Yahmose mengangguk. "Hori amat dekat di hatiku. Dia sudah seperti saudara sendiri." "Benar, benar," kata Imhotep. "Tapi kenyataannya dia tetap bukan keluarga kita. Sedangkan Kameni masih ada ikatan keluarga dengan kita. Oleh karenanya, setelah mempertimbangkan segala-galanya, kurasa dialah suami yang paling tepat bagi Renisenb untuk saat ini. Jadi, bagaimana, Renisenb?" "Saya tak tahu," ulang Renisenb lagi. Ia merasa amat lemah. "Bukankah dia tampan dan menyenangkan?" "Oh, ya." "Tapi kau tak ingin menikah dengannya?" tanya Yahmose dengan lembut Renisenb melemparkan pandangan berterima kasih pada kakaknya. Agaknya Yahmose berpendirian bahwa dia, Renisenb, tak boleh diburu-buru atau dipaksakan untuk melakukan sesuatu yang tak ingin dilakukannya. "Saya benar-benar tak tahu apa yang ingin saya 276 lakukan." Lalu cepat-cepat ditambahkannya, "Saya tahu, itu memang bodoh, tapi hari ini saya memang merasa bodoh. Gara-gara... gara-gara semua ketegangan yang sedang kita alami ini." "Dengan Kameni di sisimu, kau akan merasa terlindung," kata Imhotep. "Apakah Ayah juga mempertimbangkan Hori sebagai seorang calon suami bagi Renisenb?" tanya Yahmose pada ayahnya. "Ya, ya, itu juga suatu kemungkinan." "Istrinya meninggal "waktu dia masih amat muda. Renisenb mengenalnya dengan baik, dan juga menyukainya." Renisenb duduk melamun, sementara kedua pria itu berbicara. Yang sedang mereka bicarakan adalah pernikahannya sendiri, dan Yahmose mencoba membantunya memilih apa yang diinginkannya. Tapi ia merasa dirinya tak bernyawa, seperti boneka kayu milik Teti. Lalu, tanpa mendengar apa yang sedang mereka katakan, ia menyela dan tiba-tiba berkata, "Saya mau menikah dengan Kameni, karena menurut Ayah itu baik bagi saya." Imhotep berseru menyatakan rasa puasnya, lalu bergegas keluar dari balai itu. Yahmose mendekati adiknya. Diletakkannya tangannya di bahu adiknya. "Apakah kau memang menginginkan pernikahan ini, Renisenb" Apakah kau akan bahagia?" "Mengapa tidak" Kameni tampan, ceria, dan baik hati." 277 "Aku tabu.1 Tapi Yahmose tetap kelihatan tak puas dan ragu. "Tapi kebahagiaanmu sangat penting, Renisenb. Jangan biarkan Ayah memburu burumu melakukan sesuatu yang tidak kauinginkan. Kau tahu bagaimana Ayah." "Oh, ya, ya, begitu suatu gagasan muncul dalam kepalanya, kita semua harus menyerah pada gagasan itu." "Tak perlu." Yahmose berbicara dengan tegas. "Aku tak mau menyerah dalam hal ini, kalau kau sendiri tidak menginginkannya." "Ah, Yahmose, bukankah kau tak pernah menentang Ayah?" "Tapi dalam hal ini, aku mau. Dia tak bisa memaksamu untuk menurutinya, dan aku tak akan menyetujuinya." Renisenb mengangkat wajahnya, menatap kakaknya yang biasanya selalu kelihatan ragu, namun kini tampak begitu yakin dan pasti! "Kau baik terhadapku, Yahmose," .tanya dengan rasa terima kasih. "Tapi aku benar-benar tidak mengalah karena paksaan. Kehidupan lama di sini, kehidupan yang ingin kembali kujalani dengan perasaan senang, sudah tak ada lagi. Aku dan Kameni akan membangun kehidupan baru bersama, dan akan hidup baik-baik, sebagaimana layaknya suami-istri." "Kalau kau memang yakin..." "Aku yakin," kata Renisenb. Sambil tersenyum penuh kasih sayang pada kakaknya, ia berjalan ke luar balai itu, ke beranda. Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo 278 Dari situ, ia menyeberangi halaman. Di tepi danau, dilihatnya Kameni sedang bermain-main dengan Teti. Renisenb mendekat dengan amat perlahan, dan memperhatikannya. Mereka tidak menyadari kehadirannya. Kameni yang selalu ceria tampaknya menyukai permainan itu, begitu pula anak itu. Hati Renisenb jadi terasa hangat. "Dia akan menjadi ayah yang baik bagi Teti," pikirnya. Lalu Kameni menoleh, dan melihatnya, dan ia pun bangkit sambil tertawa. "Kami telah menjadikan boneka Teti seorang pendeta Ka," katanya. "Dan dia sedang menyiapkan persembahan persembahan dan menjalankan upacara-upacara pemakaman." "Namanya Meriptah," kata Teti. Anak itu tampak amat serius. "Dia mempunyai dua orang anak, dan seorang juru tulis seperti Hori." Kameni tertawa. "Teti cerdas sekali," katanya. "Dia juga sehat dan cantik." f, Pandangannya beralih dari anak itu kepada Renisenb, dan dalam pandangan yang mengandung kasih sayang itu, Renisenb dapat membaca pikiran Kameni yaitu ?mengenai anak-anak yang akan dilahirkannya bagi Kameni suatu hari nanti. Pikiran itu menimbulkan debar debar di hatinya. Namun pada saat yang sama, ia merasakan penyesalan yang dalam. Pada saat itu, ia ingin Kameni hanya melihat bayangan dirinya seorang. Pikirnya, "Mengapa bukan hanya bayangan Renisenb seorang yang dibayangkan oleh Kameni?" 279 Lalu perasaan itu pun berlalu, dan ia tersenyum lembut pada Kameni. "Ayah telah berbicara padaku," katanya. "Dan kau bersedia?" Renisenb agak bimbang sebentar, sebelum menjawab. "Aku bersedia," katanya. Keputusan itu telah diucapkan, dan kini berakhirlah sudah. Semuanya sudah beres. Alangkah baiknya bila ia tidak merasa begitu letih dan lumpuh. "Renisenb?" "Ya, Kameni?" "Maukah kau ikut berlayar denganku di Sungai Nil, dalam sebuah kapal pesiar" Hal itu sudah lama ingin kulakukan denganmu." Aneh, mengapa Kameni berkata begitu" Saat pertama kali melihatnya, ia membayangkan tentang selembar layar segi empat di Sungai Nil, dan wajah Khay yang tertawa. Kini ia telah lupa akan wajah Khay. Sebagai gantinya, Kameni lah yang akan duduk dan tertawa sambil memandanginya, bersandar pada layar, berlatar belakang SunggjNil. Itulah kematian. Itulah akibat kematian atas diri kita. "Aku merasa begini," kata kita, atau "Aku merasakannya," tapi itu hanya ucapan di mulut Kini kita ?tak lagi merasakan apa-apa. Yang meninggal biarlah meninggal. Tak ada lagi kenangan dan semacamnya.... Ya, tapi masih ada Teti. Ada kehidupan, dan pembaruan atas kehidupan, sebagaimana banjir 280 menyapu segala sesuatu yang lama dan menyiapkan tanah untuk tanaman yang baru. Seperti kata Kait, "Para wanita dalam suatu rumah tangga harus bersatu." Lagi pula, apalah artinya dirinya. Ia hanya seorang wanita dalam sebuah rumah tangga entah dia Renisenb, atau seorang wanita lain, tak menjadi soal. ?Lalu didengarnya suara Kameni. Nadanya mendesak, dan terdengar agak khawatir. "Apa-yang kaupikirkan, Renisenb" Kadang-kadang pikiranmu seperti menerawang begitu jauh.... Maukah kau ikut aku ke Sungai Nil?" "Ya, Kameni, aku mau." "Kita bawa juga Teti." II Rasanya seperti dalam mimpi, pikir Renisenb kapal, layar, Kameni, dirinya ?sendiri, dan Teti. Mereka telah luput dari kematian. Inilah awal suatu kehidupan baru. Kameni berbicara, dan Renisenb menjawab seolah-olah tanpa sadar. "Inilah hidupku," pikirnya. "Aku tak bisa menghindarinya." Lalu dengan heran ia berpikir, "Tapi mengapa aku mengatakan 'menghindarinya'" Adakah tempat ke mana aku bisa terbang?" Lalu muncul pula dalam bayangannya bilik kecil di dalam batu karang, di sebelah pemakaman, 281 di mana ia biasa duduk dengan sebelah lutut terangkat, sambil bertopang dagu. "Tapi itu adalah sesuatu di luar kehidupan," pikirnya. "Inilah hidup, dan kini tak ada lagi jalan keluar, sampai mati...." Kameni menambatkan kapalnya, dan Renisenb naik ke darat. Kameni menggendong Teti ke luar. Anak itu memeluknya, dan tangannya yang melingkar di leher Kameni memutuskan tali jimat yang dipakainya. Jimat itu jatuh di kaki Renisenb. Renisenb memungutnya. Jimat itu berupa lambang Ankh yang terbuat dari emas. Renisenb terpekik menyatakan penyesalannya. "Wah, jimat ini bengkok. Aku menyesal sekali. Hati-hati...," katanya waktu Kameni mengambilnya, "nanti patah." Tapi dengan jemarinya yang kuat, Kameni malah membengkokkannya terus, hingga benda itu patah menjadi dua. "Aduh, apa yang kaulakukan?" "Ambillah yang separo ini, Renisenb, dan yang separo lagi untukku. Ini akan merupakan lambang bagi kita bahwa kita berdua merupakan bagian dari suatu ?kesatuan." Belahan itu diulurkannya pada Renisenb, dan saat Renisenb mengulurkan tangan untuk menerimanya, terasa sesuatu terbuka dalam otaknya, dan ia pun menarik napas dengan tajam. "Ada apa, Renisenb?" "Nofret." "Apa maksudmu Nofref?" ?282 Dengan cepat dan pasti, Renisenb berkata, "Jimat yang patah dalam kotak perhiasan Nofret. Kaulah yang memberikannya padanya, bukan" Kau dan Nofret... Sekarang aku mengerti segala-galanya. Mengapa dia begitu tak bahagia. Dan aku tahu siapa yang menaruh kotak perhiasan itu ke dalam kamarku. Aku tahu semuanya. Jangan berbohong padaku, Kameni. Karena aku tahu." Kameni tidak membantah. Ia memandang Re-, nisenb lekat-lekat, tanpa berkedip. Waktu ia berbicara, suaranya serius, dan baru kali ini tak ada senyum di bibirnya. "Aku takkan berbohong padamu, Renisenb." Ia menunggu sesaat, sambil mengerutkan dahinya sedikit, seolah-olah ia sedang menyusun pikirannya. "Secara umum, Renisenb, aku senang kau tahu. Meskipun keadaannya tak sama benar dengan du-gaanmu." "Kau telah memberikan patahan jimat itu padanya, seperti yang akan kaulakukan terhadap diriku, sebagai tanda bahwa kalian berdua adalah bagian dari suatu kesatuan yang sama. Begitu katamu." "Kau marah, Renisenb. Aku senang, karena itu menunjukkan bahwa kau cinta padaku. Namun demikian, aku harus menjelaskan bahwa bukan aku yang memberikan jimat itu pada Nofret. Dialah yang memberikannya padaku...." Ia berhenti lagi. "Barangkali kau tak percaya, tapi itu benar. Aku bersumpah bahwa itu memang benar." 283 Wajah Nofret yang gelap dan tak bahagia terbayang di mata Renisenb. Kameni berbicara lagi dengan bersemangat dan kekanak-kanakan. "Cobalah mengerti, Renisenb. Nofret amat cantik. Aku merasa tersanjung dan senang siapa pula yang tidak" Tapi aku tak pernah benar-benar mencintainya."?Muncul rasa iba yang aneh di hati Renisenb. Tidak, Kameni memang tidak mencintai Nofret, tapi Nofret mencintai Kameni mencintainya dengan sepenuh hati. Tepat di ?tempat ini, di tebing Sungai Nil ini, ia pernah berbicara dengan Nofret pada suatu pagi, menawarkan persahabatan dan kasih sayang padanya. Ia ingat benar, betapa hebatnya rasa benci dan tak suka yang memancar dari wajah wanita itu, pada saat itu. Kini sebabnya sudah jelas. Kasihan Nofret Ia menjadi selir seorang tua yang cerewet, dan makan hati mendambakan cinta seorang pria muda yang ceria, tak banyak pikiran, dan tampan. Tapi sayang, pria itu boleh dikatakan tidak mencintainya. Kameni masih terus berbicara dengan bersemangat, "Tidakkah kau mengerti, Renisenb, bahwa begitu aku tiba di sini dan melihatmu, aku jatuh cinta padamu" Bahwa sejak itu aku tidak memikirkan siapa-siapa lagi" Dan Nofret melihat hal itu dengan jelas." Ya, pikir Renisenb, Nofret melihatnya. Dan se 284 jak saat itulah Nofret membencinya dan Renisenb merasa bahwa ia tak bisa ?menyalahkannya. "Aku sebenarnya tak mau menulis surat untuk ayahmu, dulu. Aku tak mau terlibat dalam rencana-rencana jahat Nofret Tapi itu sulit Kau harus sadar bahwa itu sulit" "Ya, ya," kata Renisenb dengan tak sabar. "Semua tak penting. Hanya Nofret-Iah yang penting. Dia sangat tak bahagia. Kurasa dia sangat mencintaimu." "Yah, tapi aku tidak mencintainya," kata Kameni. "Kau kejam," kata Renisenb. "Tidak. Aku seorang pria, itu saja. Bila seorang wanita bersedih hati karena aku, aku jadi kesal. Sederhana, bukan" Aku tidak menginginkan Nofret. Aku menginginkan dirimu. Oh, Renisenb, jangan marah padaku karena hal itu." Mau tak mau, Renisenb tersenyum. "Jangan biarkan Nofret yang sudah meninggal, menyusahkan kita yang masih hidup. Aku mencintaimu, Renisenb, dan kau pun mencintaiku. Itulah yang terpenting." Ya, pikir Renisenb, hanya itulah yang-terpenting.... Ia memandangi Kameni yang berdiri dengan memiringkan kepala. Wajahnya yang ceria dan penuh keyakinan, membayangkan permohonan. Ia nampak begitu muda. "Dia benar," pikir Renisenb. "Nofret sudah meninggal, sedangkan kami masih hidup. Sekarang 285 aku mengerti mengapa dia membenciku, dan aku merasa kasihan bahwa dia menderita. Tapi itu bukan salahku. Dan bukan pula salah Kameni kalau dia mencintai aku dan tidak mencintai Nofret. Hal-hal semacam itu biasa terjadi." Teti, yang tadi bermain di tebing sungai, datang, lalu menarik tangan ibunya. "Kita pulang, yuk. Ibu, mari kita pulang." Renisenb mendesah dalam-dalam "Ya," katanya, "mari kita pulang." Mereka berjalan pulang. Teti berlari-lari mendahului mereka. Kameni menarik napas puas. "Selain cantik, kau baik hati, Renisenb. Segala-galanya di antara kita sudah beres, bukan?" "Ya, Kameni, semuanya sudah beres." "Waktu berada di sungai tadi, aku bahagia sekali. Apakah kau juga bahagia, Renisenb?" bisik Kameni. "Ya, aku bahagia." "Tadi kau memang nampak bahagia. Tapi kelihatannya pikiranmu menerawang jauh sekali. Aku ingin kau memikirkan aku saja." "Aku memang memikirkan kau." Kameni menggenggam tangan Renisenb, dan Renisenb tidak menariknya. Dengan berbisik, Kameni bersenandung halus, "Kekasihku seperti pohon persea...." Kameni merasa tangan Renisenb bergetar dalam genggamannya, dan didengarnya napasnya makin memburu. Akhirnya ia merasa puas.... 286 III Renisenb memanggil Henet ke kamarnya. Henet masuk dengan bergegas. Tapi langkahnya terhenti mendadak, waktu dilihatnya Renisenb berdiri di dekat kotak perhiasan berisi jimat yang patah itu. Wajah Renisenb nampak keras dan marah. "Kau yang menaruh kotak perhiasan ini di kamarku, Henet" Kau ingin aku menemukan jimat itu. Kau ingin agar aku..." "Menemukan siapa yang memiliki patahan yang sebelah lagi" Saya lihat Anda telah menemukannya. Yah, memang selalu lebih baik kalau kita tahu. Bukankah begitu, Renisenb?" Henet tertawa menyakitkan hati. "Kau berharap hatiku akan sakit setelah mengetahui hal itu," kata Renisenb, masih dengan marah. "Kau suka sekali menyakiti hati orang, Henet. Kau tak pernah mengatakan sesuatu secara langsung. Kau menunggu terus, sampai tiba saat yang tepat. Kau benci pada kami semua, bukan" Kau selalu begitu." "Mengapa berkata begitu, Renisenb" Saya yakin, bukan itu maksud Anda!" Kini suara Henet tidak lagi melengking, hanya mengandung rasa kemenangan yang licik. "Kau ingin mengacaukan hubunganku dengan Kameni. Tapi ketahuilah, tak ada masalah apa pun di antara kami." "Bagus sekali. Mudah sekali Anda memaafkan, 287 Renisenb. Anda berbeda sekali dari Nofret, bukan?" "Tak usah berbicara tentang Nofret." "Ya, barangkali memang lebih baik tidak. Kameni yang tampan itu memang beruntung. Maksud saya, dia beruntung karena Nofret meninggal pada saat yang tepat. Perempuan itu bisa saja menyusahkannya. Melalui ayah Anda. Nofret tentu takkan senang Kameni menikah dengan Anda pasti tidak. Bahkan saya rasa dia akan?mencari jalan untuk menghalanginya. Saya yakin dia akan berbuat begitu." Renisenb menatap Henet dengan dingin, wajahnya membayangkan rasa tak suka. "Di lidahmu selalu ada racun, Henet. Racun yang menyengat seperti kalajengking. Tapi kau takkan berhasil membuatku tak bahagia." "Wah, itu bagus sekali. Anda pasti sangat mencintainya. Yah, Kameni memang seorang pria muda yang tampan, dan dia pandai menyanyikan lagu-lagu cinta yang bagus. Jangan khawatir, "dia akan selalu mendapatkan apa yang diingininya. Saya kagum sekali padanya. Dia selalu kelihatan begitu sederhana dan polos." "Apa maksudmu, Henet?" "Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya kagum pada Kameni. Dan saya sungguhsungguh yakin bahwa dia memang sederhana dan polos. Saya tak punya maksud-maksud lain. Keadaannya sama benar dengan salah satu kisah yang biasa diceritakan juru kisah di pasar-pasar. Juru tulis 288 yang miskin menikah dengan putri majikannya yang kaya, berbagi warisan dengannya, dan hidup berbahagia selama-lamanya. Sungguh luar biasa nasib baik yang selalu dialami seorang pria tampan." " "?"Benar apa yang kukatakan tadi," kata Reni - senb. "Kau memang membenci kami." * "Bagaimana Anda bisa berkata begitu, Renisenb. Anda kan tahu betapa saya sudah menghambakan diri pada Anda semua, sejak ibu kalian meninggal."' Suaranya masih tetap mengandung rasa kemenangan yang jahat, bukan suara melengking seperti biasanya. Renisenb menunduk, memandangi kotak per-^ hiasan itu lagi, dan tiba-tiba ia mendapatkan suatu keyakinan lain. "Kaulah yang memasukkan kalung berliontin kepala singa itu ke dalam kotak ini. Jangan membantah, Henet, aku tahu. Aku pasti benar." * Rasa kemenangan yang licik lenyap dari wajah Henet. Ia tiba-tiba tampak ketakutan. "Saya terpaksa melakukannya, Renisenb. Saya takut...." "Apa maksudmu kau takut?" Henet mendekat selangkah, lalu berkata dengan ?berbisik, "Dia yang memberikannya pada saya. Maksud4 saya, Nofret. Yaitu beberapa waktu sebelum dia meninggal. Dia memang telah memberi saya... be 289 berapa hadiah. Nofret itu pemurah ya, dia pemurah sekali." ?"Aku bahkan yakin dia telah membayar mahal padamu." "Kata-kata Anda tak enak didengar, Renisenb. Tapi biarlah saya ceritakan semuanya pada Anda. Dia memberi saya kalung berliontin kepala singa itu, sebuah bros bermata kecubung, dan beberapa barang lain. Lalu, waktu anak gembala itu datang dengan kisah bahwa dia telah melihat seorang wanita yang memakai kalung itu, yah... saya jadi takut. Saya pikir, mungkin mereka akan menduga sayalah yang meracuni anggur yang diminum oleh Yahmose dan Sobek. Jadi saya masukkan kalung itu ke dalam kotak tersebut" "Benarkah itu, Henet" Pernahkah kau berbicara jujur?" "Saya bersumpah bahwa itu benar, Renisenb. Saya takut..." Renisenb memandanginya dengan rasa ingin tahu. "Kau gemetar, Henet. Kau kelihatan takut sekarang." "Ya, saya memang takut Saya punya alasan untuk merasa takut" "Mengapa" Ceritakanlah!" Henet membasahi bibirnya yang tipis dengan lidahnya. Ia menoleh ke belakang, lalu matanya Icembali memandang Renisenb, seperti mata seekor binatang yang sedang diburu. "Ceritakanlah," kata Renisenb. 290 Henet menggeleng. Lalu, dengan suara tak menentu, ia berkata, "Tak ada yang bisa saya ceritakan." "Kau terlalu banyak tahu, Henet Kau selalu tahu terlalu banyak. Selama ini kau Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo senang dengan keadaan itu, tapi sekarang, itu membahayakan dirimu. Begitu, bukan?" Henet menggeleng lagi. Lalu ia tertawa dengan suara yang jahat. "Tunggu saja, Renisenb. Pada suatu hari kelak, sayalah yang akan memegang cemeti di rumah ini, dan saya akan melecutkannya. Tunggu saja." Renisenb bersikap menantang. "Kau takkan bisa menyakiti aku, Henet. Ibuku takkan membiarkanmu menyakiti diriku." Wajah Henet berubah, matanya jadi berapi-api. "Aku benci pada ibumu," katanya. "Sejak dulu aku membencinya.... Dan kau punya mata yang serupa dengannya. Suaramu pun seperti suaranya, juga kecantikanmu dan keangkuhanmu Aku benci padamu, Renisenb!" Renisenb tertawa. "Akhirnya aku berhasil membuatmu menyatakannya!" 291 BAB XX Bulan Kedua Musim Panas hati ke-15?Esa berjalan tertatih-tatih dengan lesu, masuk ke kamarnya. Ia merasa bingung dan murung. Disadarinya bahwa akhirnya usia tua telah menguasai dirinya. Selama ini, ia hanya mau mengakui kelemahan tubuhnya saja, tapi tidak merasakan adanya kelesuan rohaniah. Tapi sekarang harus diakuinya bahwa ketegangan karena jiwanya harus selalu waspada telah memeras kekuatan fisiknya. Ia yakin bahwa ia tahu dari sudut mana bahaya mengancam, dan hal itu membuat pikirannya senantiasa tegang. Ia harus lebih waspada, karena ia merasa telah menarik minat seseorang ke arah dirinya sendiri. Bukti ya, ia harus mendapatkan ?bukti. Tapi bagaimana" Disadarinya bahwa dalam segi itulah usianya tidak menguntungkan. Ia merasa terlalu letih untuk mengembangkan pikirannya untuk membuat pikirannya kreatif. ?Ia hanya bisa bertahan, tetap waspada, berjaga-jaga, melindungi dirinya sendiri. Si pembunuh tetap siap untuk membunuh lagi. Itu bukan sekadar angan-angannya saja. 292 Nah, ia tak bersedia menjadi korban berikutnya. Ia yakin bahwa racunlah yang akan dipakai sebagai alat. Kekerasan tak masuk akal, karena ia tak pernah tinggal seorang diri. Ia selalu dikelilingi para pelayan. Jadi, pasti dengan menggunakan racun. Ia akan bisa melawannya. Renisenb akan disuruhnya memasakkan makanannya, dan mengantarkannya sendiri padanya. Ia juga minta dibawakan sebuah meja dan wadah anggur tersendiri ke dalam kamarnya, lalu disuruhnya seorang budak mencicipinya, dan ditunggunya dua puluh empat jam lagi, untuk meyakinkan bahwa tak ada akibat buruk apa pun. Disuruhnya Renisenb ikut makan bersamanya dan ikut meminum anggurnya, meskipun ia tidak khawatir mengenai Renisenb untuk?saat ini. Mungkin juga Renisenb memang tak perlu dikhawatirkan. Tapi itu tak bisa dipastikan. Sekali-sekali ia duduk tanpa bergerak, memeras otaknya yang sudah letih, untuk mencari hal-hal yang akan dijadikan bukti kebenaran. Kadang-kadang ia duduk saja memperhatikan pelayan kecilnya menganji dan melipit-lipit pakaian linennya, atau mengganti tali kalung atau gelang merjan. Malam ini ia merasa amat lesu. Atas permintaan Imhotep, ia ikut membahas persoalan yang berhubungan dengan pernikahan Renisenb, sebelum Imhotep berbicara sendiri dengan putrinya itu. Imhotep yang kelihatan makin kecil dan rewel sama sekali tak berarti dibandingkan keadaannya di masa lalu. Sikapnya sudah tak lagi yakin, dan 293 bicaranya tak lagi sombong. Kini ia bersandar pada ibunya yang berkemauan keras serta penuh percaya diri. Sedangkan Esa sendiri... ia takut... takut sekali salah bicara. Jangan-jangan nyawa orang-orang yang mungkin menjadi imbalannya. Ya, katanya akhirnya, gagasan mengenai pernikahan itu memang tepat Sebab tak ada waktu untuk berlama-lama mencari seorang calon suami dari anggota-anggota keluarga yang lebih penting. Lagi pula, garis pihak wanitalah yang paling penting. Suami Renisenb hanya akan merupakan pelaksana dari warisan yang akan didapatkan Renisenb dan anak-anaknya. Maka muncullah pertanyaan, apakah sebaiknya Hori yang dipilih" Hori seorang pria yang tulus, sahabat keluarga yang sudah lama dikenal dan disukai, putra seorang pemilik tanah kecil yang tanahnya bersebelahan dengan Janah mereka. Ataukah Kameni muda yang punya hubungan kekeluargaan" Esa mempertimbangkan persoalan itu baik-baik sebelum berbicara. Kalau salah berbicara sekarang, dapat mengakibatkan bencana kelak. Lalu ia membuat keputusan, yang ditegaskannya dengan kekuatan pribadinya yang teguh. Katanya, Kameni-lah suami yang tepat bagi Renisenb. Pemberitahuan mengenai hal itu, dan pesta-pesta yang akan menyusul, mungkin akan dilangsungkan seminggu lagi. Pesta-pestanya akan banyak dikurangi, sehubungan dengan kematiankematian yang 294 baru dialami. Itu pun kalau Renisenb bersedia menikah dengan Kameni. Kameni seorang pria muda yang baik. Bersamanya, Renisenb bisa memiliki anak-anak yang kuat. Apalagi keduanya kelihatannya saling mencintai. Yah, pikir Esa, ia telah melemparkan dadunya. Kini tinggal mengawasi jalannya permainan. Ia j sendiri sudah lepas tangan. Ia telah melakukan apa yang menurutnya tepat. Kalau itu ternyata berbahaya, yah... Esa menyukai permainan, seperti halnya Ipy. Hidup bukan soal keamanan. Orang harus berani mengambil risiko untuk memenangkan permainan. Ia melihat ke sekeliling kamarnya dengan curiga waktu ia kembali. Ia terutama memeriksa wadah -anggurnya yang besar. Wadah itu masih tetap tertutup dan terkunci, seperti waktu ditinggalkannya. Ia memang selalu menguncinya bila ia mening- ' galkan kamar, dan anak kuncinya tergantung aman di lehernya. Ya, ia tak mau mengambil risiko dalam hal itu. Esa tertawa kecil karena merasa puas. Jangan dianggap mudah membunuh seorang wanita tua! Wanita-wanita tua tahu nilai kehidupan, dan tahu banyak pula tentang segala tipu muslihatnya. Be-sok .. Ia lalu memanggil pelayan kecilnya. "Di mana Hori" Tahukah kau?" Gadis itu menjawab bahwa menurut perkiraannya, Hori berada di atas, di pemakaman, di kamar batu karang. Esa mengangguk puas. 295 "Pergilah ke sana, dan temui dia. Katakan padanya supaya besok pagi, bila Imhotep dan Yahmose sudah pergi ke perkebunan, dan membawa serta Kameni untuk menghitung, dan bila Kait sedang berada di danau dengan anak-anak, dia harus menemui aku di sini. Mengertikah kau" Coba ulangi." Si gadis kecil mengulangi instruksi itu, lalu Esa menyuruhnya berangkat. Ya, rencananya berjalan dengan memuaskan. Bincang-bincangnya dengan Hori akan bersifat sangat pribadi. Akan disuruhnya Henet pergi menjalankan tugas di gudang tenunan. Ia akan memberi peringatan pada Hori mengenai apa yang akan terjadi, dan mereka akan bisa berbicara dengan bebas. Waktu gadis cilik itu kembali dengan pesan bahwa Hori akan melakukan instruksi Esa, Esa mendesah lega. Setelah hal-hal itu beres, dirasakannya keletihan menyebar ke seluruh tubuhnya. Maka disuruhnya gadis budaknya mengambil minyak harum untuk mengurut anggota tubuhnya. Pijatan berirama itu membuatnya mengantuk, dan krim pemijat itu menghilangkan rasa sakit di tulang-tulangnya. Akhirnya dibaringkannya tubuhnya, diletakkannya kepalanya di bantal kayu, dan ia tertidur. Untuk sesaat, rasa takutnya terlupakan. Lama kemudian, ia terbangun dengan rasa dingin yang aneh. Kaki dan tangannya terasa kaku... seluruh tubuhnya serasa kejang. Bahkan otaknya 296 pun seakan menjadi lumpuh, kemauannya hilang, dan detak jantungnya makin lama makin lemah. "Inilah kematian...," pikirnya. Suatu kematian yang aneh kematian yang datang tiba-tiba, tanpa tanda-tanda ?peringatan. Beginilah orang yang sudah tua meninggal, pikirnya. Tapi kemudian timbul suatu keyakinan yang lebih pasti. Ini bukan kematian yang wajar! Ini merupakan serangan musuh dari kegelapan. Racun... Tapi bagaimana" Kapan" Semua yang dimakan dan diminumnya sudah diperiksa, sudah diamankan sama sekali tak ada lubang keteledoran. ?Lalu bagaimana" Kapan" Dengan sisa-sisa kecerdasannya yang terakhir dan sudah amat melemah, Esa mencoba menembus misteri itu. Ia harus tahu harus sebelum ia mati.? ?Ia merasa tekanan di jantungnya bertambah berat. Ada rasa dingin yang mematikan. Napasnya makin sesak dan menyakitkan. Bagaimana musuh melakukan hal ini" Lalu tiba-tiba terkilaslah dalam benaknya suatu kenangan dari masa silam. Bulu seekor anak domba yang dicukur segumpal lemak bau-bauan suatu eksperimen yang ? ?dilakukan oleh ayahnya untuk memperlihatkan bahwa ada racun yang bisa diserap oleh kulit. Lemak wol krim yang terbuat dari lemak wol. Dengan cara itulah ?musuh telah menyerangnya. Krimnya yang harum, yang amat penting artinya bagi seorang wanita Mesir. Racun telah dibubuhkan ke situ.... Padahal besok Hon ia takkan tahu ia tak sempat lagi mengatakannya pada Hori.... ? ? ?Sudah terlambat. Keesokan paginya, seorang gadis budak kecil yang ketakutan berlari-lari dalam rumah, sambil berteriak-teriak bahwa majikannya telah meninggal dalam tidur. II Imhotep berdiri menekur, memandangi jenazah Esa. Wajahnya sedih, tapi tidak curiga. Ibunya telah meninggal secara wajar karena usia tua, katanya. "Dia sudah tua," katanya. "Ya, memang sudah saatnya dia pergi ke Osiris. Semua kesulitan dan kesedihannya telah mempercepat datangnya akhir ini. Tapi kelihatannya dia pergi dengan damai. Kita harus bersyukur pada Rde atas belas kasihannya, sehingga kematian ini terjadi secara wajar, bukan disebabkan oleh manusia atau roh jahat Kali ini tak ada kejahatan. Lihatlah betapa damainya dia." Renisenb menangis, dan Yahmose menghiburnya. Henet berjalan kian kemari sambil mendesah dan menggeleng-geleng. Dikatakannya bahwa mereka semua pasti akan merasa kehilangan Esa, dan bahwa ia, Henet selama ini amat menyayanginya. 298 Kameni menahan diri untuk tidak menyanyi, dan menunjukkan wajah dukacita sebagaimana mestinya. Hori datang, lalu menunduk memandangi wanita yang meninggal itu. Waktu itu tepat saat ia harus datang memenuhi panggilan Esa. Ia ingin tahu, apa sebenarnya yang ingin disampaikan wanita itu. ft Pasti ada sesuatu yang akan dikatakannya. Kini ia takkan tahu. Tapi, pikirnya, mungkin ia bisa menebak.... " 299 BAB XXI Bulan Kedua Musim Panas hari ke-16?"How, apakah Nenek dibunuh orang?" "Kurasa begitu, Renisenb." "Dengan cara apa?" "Entahlah." "Padahal Nenek begitu hati-hati." Suara gadis itu terdengar sedih dan kebingungan. "Dia selalu waspada. Dia selalu berjaga-jaga. Semua yang dimakan dan diminumnya, dicoba dan diperiksa." "Aku tahu, Renisenb. Namun aku tetap yakin bahwa dia telah dibunuh orang." "Padahal Nenek-lah yang paling bijak di antara kita... juga paling pandai! Dia begitu yakin bahwa takkan ada sesuatu pun menimpa dirinya. Hori, itu pasti perbuatan ilmu gaib! Ilmu gaib yang jahat, serangan dari roh jahat" "Kau berkeyakinan begitu, karena itulah pikiran yang termudah. Itu memang biasa. Tapi Esa sendiri tidak begitu. Dia takkan mau percaya begitu saja. Bila dia tahu sebelum dia meninggal, dan jika dia tidak meninggal dalam tidurnya dia ? ?pasti mengatakan bahwa hal itu adalah perbuatan manusia biasa." 300 "Dan tahukah dia kira-kira, perbuatan siapa itu?" "Ya. Dia bahkan telah memperlihatkan kecurigaannya dengan terang-terangan. Dia jadi berbahaya bagi musuh. Kematiannya membuktikan bahwa kecurigaannya tepat." "Lalu adakah dia mengatakan padamu... siapa 'T orang itu?" "Tidak," kata Hori. "Dia tidak mengatakannya. Dia tak pernah menyebutkan nama. Tapi aku yakin bahwa pikirannya dan pikiranku sama." "Kalau begitu, kau harus mengatakannya padaku, Hori, supaya aku bisa berjagajaga." "Tidak, Renisenb, aku tak bisa berbuat begitu, karena aku terlalu memikirkan keselamatanmu." "Apakah sekarang ini aku aman?" v Wajah Hori menjadi murung. "Tidak, Renisenb, kau tidak aman," katanya. "Tak seorang pun yang aman. Tapi kau lebih aman begini daripada kalau kau me:-etahui siapa pelakunya, karena dengan t demikian, kau jadi merupakan ancaman yang 'berbahaya baginya, dan harus disingkirkan dengan L risiko apa pun juga." "Bagaimana dengan kau sendiri, Hori" Kau tahu, bukan?" ^ "Aku hanya merasa bahwa aku tahu," Hori memperbaikinya. "Tapi aku tidak mengatakan apa-apa, dan tidak memperlihatkan apa-apa. Esa tak bijak dalam hal itu. Dia mengatakannya. Dia memperlihatkan ke arah mana pikirannya menuding. Sebenarnya dia tak boleh mengatakannya. 301 Kukatakan hal itu padanya setelah dia mengucapkannya." "Tapi kau, Hori, kalau sampai terjadi sesuatu atas dirimu..." Renisenb berhenti berkata-kata. Disadarinya mata Hori yang memandanginya. Pandangan yang serius, yang melihat langsung ke dalam pikirannya, ke dalam hatinya.... Hori mengambil tangannya, lalu menggenggamnya. "Tak usah mencemaskan aku, Renisenb kecil. Semuanya akan baik-baik saja." Ya, pikir Renisenb, segala sesuatu memang akan baik-baik saja bila Hori yang mengatakannya. Aneh, ia merasakan suatu ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan yang penuh dengan nyanyian.... Perasaan yang indah, seindah dan sejauh jarak yang membentang dari tebing pemakaman itu jarak di mana tak ada keributan dari ?tuntutan dan segala tingkah polah manusia. Tiba-tiba didengarnya dirinya sendiri berkata dengan agak kasar, ^"Aku harus menikah dengan Kameni." Hori segera melepaskan tangan Renisenb... dengan tenang dan wajar. "Aku tahu, Renisenb." "Mereka- ayahku menganggap itulah yang terbaik." ? ?"Aku tahu." Hori menjauh. Tembok-tembok pekarangan terasa lebih me 302 nyempit, suara-suara di dalam rumah dan dari lumbung-lumbung gandum di luar terdengar lebih nyaring dan lebih ribut Renisenb hanya punya satu pikiran, "Hori akan pergi." Maka ia pun berseru dengan takut-takut, "Hori, mau ke mana kau?" "Ke ladang, menyertai Yahmose. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dan diawasi di sana. Orang sudah hampir selesai panen." "Dan Kameni?" "Kameni akan ikut kami." "Aku takut di sini," seru Renisenb. "Ya, aku takut meskipun masih siang dan aku dikelilingi oleh para pelayan, sementara Dewa Re berlayar di langit sana." Hori cepat-cepat kembali. "Jangan takut Renisenb. Percayalah, kau tak perlu takut Setidak-tidaknya hari ini." "Tapi setelah hari ini?" "Sudah cukup kalau kita bisa hidup hari ini saja, dan aku berani bersumpah bahwa hari ini kau tidak terancam bahaya." Renisenb melihat padanya dengan dahi berkerut "Tapi kami semua sedang diancam bahaya, bukan" Yahmose, ayahku, dan aku" Tapi bukan aku sasaran utamanya... begitukah menurutmu?" "Cobalah untuk tidak memikirkannya, Renisenb. Aku sedang berusaha sekuat tenaga, meskipun mungkin kelihatannya aku tidak melakukan apa-apa." 303 "Aku mengerti," Renisenb memandangi Hori sambil merenung. "Ya, aku mengerti Pasti Yahmose yang menjadi sasaran utama. Musuh telah dua kali mencoba dengan racun, tapi gagal. Pasti akan ada percobaan ketiga. Oleh sebab itulah kau ingin selalu berada dekat di sisinya, untuk melindunginya. Setelah itu, giliran ayahku, kemudian aku sendiri. Siapa yang begitu membenci keluarga kami, sehingga...?" "Ssst. Sebaiknya kau jangan membicarakan hal itu. Percayalah padaku, Renisenb. Cobalah mengusir rasa takut dari pikiranmu." Renisenb mendongak, dan menatap Hori dengan rasa bangga. "Aku percaya padamu, Hori. Kau takkan membiarkan aku mati. Aku terlalu mencintai hidup ini, dan aku tak mau meninggalkannya." "Kau takkan meninggalkannya, Renisenb." "Kau juga tak boleh, Hori." Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku juga tidak." Mereka saling tersenyum, lalu Hori pergi -mencari Yahmose. II Renisenb berjongkok, memperhatikan Kait. Kait sedang membantu anak-anak membuat bermacam-macam mainan dari tanah liat, dengan menggunakan air danau. Jemarinya asyik membuat adonan dan bentuk-bentuk, dan suaranya memberi dorongan pada dua orang anak yang sedang beker-304 ja dengan bersungguh-sungguh. Seperti biasanya, wajah Kait nampak penuh kasih sayang, tidak cantik, dan tanpa ekspresi. Suasana di sekitarnya yang diliputi kematian akibat kekerasan, dan rasa takut yang tak berkesudahan, agaknya sama sekali tidak mempengaruhinya. Hori sudah menasihati Renisenb supaya tidak berpikir. Tapi meskipun sudah berusaha keras, Renisenb tak dapat mematuhinya. Sekiranya Esa tahu siapa musuh itu, dan sempat memberitahukannya pada Hori, maka ia sendiri pasti sudah tahu pula. Memang lebih aman kalau ia tak tahu, tapi tak ada makhluk hidup yang puas dengan cara itu. Ia ingin tahu. Dan itu pasti mudah sekali pasti mudah sekali. Ayahnya jelas tak punya ?keinginan untuk membunuh anak-anaknya sendiri. Jadi tinggal... ya, tinggal siapa" Jelas sekali, dan tak dapat dibantah lagi, tinggal dua orang, Kait dan Henet. Keduanya wanita.... Dan keduanya pasti tidak punya alasan untuk membunuh. Tetapi Henet membenci mereka semua. Ya, tak diragukan lagi, Henet membenci mereka. Ia telah mengaku membenci Renisenb. Jadi bukan tak mungkin ia membenci yang lain-lain pula. Renisenb mencoba menempatkan dirinya di dalam lekuk-lekuk otak Henet yang tersembunyi, gelap, dan tersiksa. Hidup di sini selama bertahun-tahun, bekerja dan berpura-pura mengabdi, berbohong, memata-matai, dan membuat susah.... Da-305 tang kemari bertahun-tahun silam sebagai kerabat miskin dari seorang wanita yang agung dan cantik. Melihat wanita cantik itu hidup bersama suami dan anakanaknya, sedangkan ia sendiri disia-siakan oleh suaminya, dan anak tunggalnya meninggal.... Ya, mungkin begitulah keadaannya. Seperti suatu luka akibat tusukan lembing, yang pernah dilihatnya. Luka itu cepat sembuh di permukaan, tapi di dalamnya, unsur-unsur jahat membusuk dan merajalela, dan lengan itu lalu membengkak dan menjadi keras kalau disentuh. Lalu tabib datang, dan sambil mengucapkan mantra-mantra yang sesuai, ditusukkannya sebilah pisau kecil ke dalam lengan yang keras itu. Perbuatan itu sama dengan merusakkan sebuah tanggul irigasi. Semacam cairan yang berbau busuk langsung mengalir ke luar dengan derasnya. Begitulah mungkin pikiran Henet. Kesedihan dan luka di hatinya sembuh terlalu cepat. Tapi di bawahnya ada luka yang mengandung racun. Luka itu terus membengkak, menyimpan kebencian dan racun kejahatan. Tapi, apakah Henet juga membenci Imhotep" Pasti tidak. Bertahun-tahun lamanya ia selalu dekat-dekat dengan Imhotep, menjilat dan memuji mujinya, dan Imhotep percaya penuh padanya. Jadi, mungkin pengabdian itu tidak sepenuhnya pura-pura. Tapi kalau Henet begitu mengabdi pada Imhotep, mungkinkah ia dengan sengaja menimbulkan semua kesedihan dan kehilangan ini baginya" 306 Tapi bagaimana seandainya Henet juga membenci Imhotep selama ini" Dan ia sengaja memuji-mujinya untuk mengorek kelemahan-kelemahannya" Bagaimana seandainya Imhotep-lah orang yang paling dibencinya" Jika ya, adakah kesenangan yang lebih besar bagi hati busuk yang sudah rusak itu selain menimbulkan semua kejadian ini" Membiarkan Imhotep melihat anak-anaknya meninggal satu per satu.... "Ada apa, Renisenb?" Kait memandanginya. "Kau kelihatan aneh sekali." Renisenb bangkit "Aku merasa ingin muntah," sahutnya. Kata-katanya itu memang ada benarnya. Gambaran yang sedang dibayangkannya telah menimbulkan rasa mual yang hebat. Kait percaya begitu saja pada kata-kata itu. "Kau terlalu banyak makan kurma mentah. Atau barangkali ikan yang kaumakan tadi busuk." "Bukan, bukan. Bukan gara-gara sesuatu yang telah kumakan. Melainkan gara-gara keadaan mengerikan yang sedang kita alami ini." "Oh, itu." Sambutan Kait demikian tak acuh, hingga Renisenb menatapnya. "Tapi, Kait apakah kau tidak merasa takut?" "Tidak, kurasa tidak." Kait berpikir lagi. "Bila sesuatu terjadi atas diri Imhotep, anak-anak akan dilindungi oleh Hori. Hori seorang yang jujur. Dia akan menjaga warisan mereka." "Yahmose yang akan melakukan hal itu." 307 "Yahmose akan meninggal juga." "Kait, begitu tenangnya kau mengucapkan kata-kata itu. Apakah kau sama sekali tak peduli" Maksudku bahwa ayahku dan Yahmose akan meninggal?" Kait merenung beberapa saat lamanya, lalu ia mengangkat bahu. "Kita sama-sama wanita. Marilah kita jujur satu # sama lain. Aku selalu menganggap Imhotep sewenang-wenang dan tak adil. Tingkah lakunya terhadap selirnya dulu berlebihan, sampai-sampai dibiarkannya dirinya dibujuk perempuan itu untuk membatalkan hak waris darah dagingnya sendiri. Aku tak pernah suka pada Imhotep. Mengenai Yahmose, dia bukan apa-apa. Satipy menguasainya dalam segala hal. Akhir-akhir ini, sejak istrinya meninggal, dia menunjukkan sikap sok berwibawa, dan suka memberikan perintah-perintah. Dia pasti akan mendahulukan?anak-anaknya sendiri daripada anak-anakku itu wajar. Jadi kalau dia juga harus ?meninggal, itu akan lebih baik bagi anak-anakku. Begitulah caraku meninjaunya. Hori tak punya anak, dan dia adil. Semua kejadian ini merisaukan sekali, tapi akhir-akhir ini aku berpikir bahwa mungkin sekali semuanya itu yang terbaik." "Bisa-bisanya kau bicara seperti itu, Kait. Begitu tenang, begitu dingin" Padahal suamimu sen din, suami yang kaucintai, adalah yang pertama-tama dibunuh?" Di wajah Kait terbayang suatu ekspresi yang tak 308 dapat diartikan maknanya. Ia menatap Renisenb dengan pandangan mengandung ejekan. "Kadang-kadang kau sama dengan Teti, Renisenb. Sungguh, kau seperti anak kecil!" "Kau tidak berdukacita atas kematian Sobek." Renisenb mengucapkan kata-kata itu lambat-lambat "Sudah lama aku memperhatikan hal itu." "Ah, Renisenb, aku sudah memenuhi semua aturan. Aku tahu bagaimana seseorang yang baru menjadi janda harus bertingkah laku." "Ya, hanya itu saja. Apakah itu berarti kau tak mencintai Sobek?" Kait mengangkat bahu. "Untuk apa?" "Kait! Dia suamimu! Dia telah memberimu anak-anak." Air muka Kait melembut. Ia menunduk, dan menatap dua orang anak laki-laki kecil yang sedang asyik bermain dengan tanah liat, lalu ia menoleh ke arah Ankh yang sedang berguling-guling sambil bersenandung dan menggoyang-goyangkan kedua kakinya yang kecil. "Ya, dia telah memberiku anak-anak Untuk itu aku berterima kasih padanya. Tapi, apa sih dia itu sebenarnya" Seorang pembual yang tampan. Seorang pria yang suka pergi mencari perempuan-perempuan lain. Dia tidak membawa seorang selir dengan baik-baik ke rumah ini, seorang perempuan sederhana yang bisa berguna bagi kita semua. Tidak, dia lebih suka pergi ke rumah-rumah bordil murahan, membelanjakan uang banyak di sana. 309 Lalu minum-minum dan minta ditemani gadis-gadis penari yang mahal-mahal. Untunglah Imhotep hanya memberinya uang secukupnya saja, dan dia harus mempertanggungjawabkan dengan ketat semua penjualan hasil pertanian. Bagaimana aku bisa mencintai dan menghormati laki-laki seperti itu" Dan lagi, apa sih laki-laki itu sebenarnya" Mereka hanya diperlukan untuk membuahi anak-anak, itu saja. Sedang kekuatan bangsa yang sebenarnya adalah kaum wanita. Kitalah, Renisenb, yang mewariskan segala yang ada pada kita kepada anak-anak kita. Sedangkan laki-laki, biar saja mereka membuahi anak-anak, lalu cepat-cepat meninggal." Nada cemooh dan meremehkan dalam suara Kait meningkat seperti nada dari alat musik. Wajahnya yang keras dan buruk jadi berubah. Renisenb berpikir dengan sedih, "Kait memang tegar. Kalaupun dia bodoh, maka kebodohan itu disertai dengan rasa puas. Dia membenci dan memandang rendah pada laki-laki. Seharusnya aku tahu itu. Pernah aku menangkap sekilas sikapnya yang penuh ancaman. Ya, Kait memang tegar." Tanpa sadar, pandangan Renisenb turun ke tangan Kait Tangan itu masih saja meremas-remas dan membuat adonan tanah liat Tangan-tangan itu kuat dan berotot. Memperhatikan Kait mengolah tanah liat, membuat Renisenb teringat akan Ipy, dan akan tangan-tangan kuat yang telah membenamkan kepalanya ke dalam air, dan menahan-310 nya di situ tanpa ampun. Ya, mungkin tangan Kait yang telah melakukan hal itu. Bayi perempuannya, Ankh, terguling ke rumput yang berduri, lalu berteriak menangis. Kait bergegas mendatanginya. Diangkatnya anak itu, lalu sambil merangkulnya dengan erat di dada, ia berdendang membujuknya. Wajahnya berubah, penuh rasa cinta dan kelembutan. Henet datang berlari-lari dari beranda. "Ada apa" Nyaring sekali anak itu berteriak. Saya pikir barangkali..." Ia berhenti berbicara, dan tampak kecewa. Wajahnya yang penuh gairah, licik, jahat, dan berharap akan adanya bencana, tampak kecewa. Renisenb memandangi kedua wanita itu bergantian. Rasa benci terbayang pada wajah yang seorang, sedangkan pada wajah yang seorang lagi terbayang rasa cinta. Ia tak tahu mana yang lebih mengerikan. III "Yahmose, berhati-hatilah, berhati-hatilah terhadap Kait" "Terhadap Kait?" Yahmose nampak terkejut "Renisenb, adikku sayang..." "Percayalah, dia berbahaya." "Kait kita yang pendiam itu" Padahal selama ini dia adalah wanita yang paling penurut dan pengalah, meskipun tidak terlalu pandai" 311 Renisenb memotong bicara Yahmose. "Dia sama sekali tidak penurut dan tidak pengalah. Aku takut padanya, Yahmose. Aku ingin kau berjaga-jaga." "Terhadap Kait?" Yahmose masih tetap tak percaya. "Tak bisa aku membayangkan Kait sebagai penyebar kematian. Dia tak punya otak untuk itu." "Kurasa ini tidak berhubungan dengan otak. Pengetahuan tentang racun hanya itu ?yang dibutuhkan. Dan kau tentu tahu bahwa pengetahuan semacam itu sering terdapat pada keluarga-keluarga tertentu. Mereka menurunkannya, dari ibu pada putrinya. Mereka meramu sendiri tumbuh-tumbuhan itu -menjadi obat-obatan yang mujarab. Kepandaian itu mungkin saja dimiliki oleh Kait. Kau tahu kan, bahwa dia meramu sendiri obat-obatan bila anak-anak sakit?" "Ya, itu memang benar," Yahmose berbicara sambil merenung. "Henet juga seorang wanita yang jahat," lanjut Renisenb. "Henet. Ya, kita memang tak pernah menyukainya. Bahkan kalau bukan karena dilindungi ayah kita..." "Ayah kita sudah ditipunya," kata Renisenb. "Itu bisa saja terjadi," sambung Yahmose membenarkan. "Dia pandai memuji-muji Ayah." Renisenb menatap kakaknya sejenak. Ia heran. Baru kali ini didengarnya Yahmose mengucapkan kalimat yang mengandung kritik terhadap Imhotep. Selama ini, ia takut sekali pada ayahnya. 312 Namun kemudian disadarinya bahwa sekarang Yahmose mulai memegang pimpinan sedikit demi sedikit Dalam beberapa minggu terakhir ini, Imhotep kelihatan jauh lebih tua. Kini ia tak bisa lagi memberikan perintah-perintah, dan tak bisa lagi mengambil keputusan-keputusan. Bahkan kegiatan fisiknya pun berkurang. Berjamjam lamanya ia duduk tercenung saja, matanya berkaca-kaca dan kosong. Kadangkadang ia seperti tak mengerti apa yang dikatakan orang padanya. "Apakah menurutmu dia...," Renisenb berhenti. Ia melihat ke sekelilingnya, dan berkata lagi, "Apakah menurutmu dia yang telah... yang...?" Yahmose mencengkeram lengan Renisenb. "Diam, Renisenb. Hal-hal itu sebaiknya tidak diucapkan... bahkan jangan dibisikkan." "Jadi menurutmu..." Dengan suara halus dan nada mendesak, Yahmose berkata, "Jangan katakan apa-apa sekarang. Kami punya beberapa rencana." 313 BAB XXII Bulan Kedua Musim Panas hari ke-17?Esoknya adalah hari raya bulan baru. Imhotep terpaksa harus naik ke tebing pemakaman, untuk menyampaikan persembahan-persembahan. Yahmose minta agar kali ini ayahnya menyerahkan urusan tersebut padanya, tapi Imhotep menolak. Dengan lemah, tidak seperti biasa, ia bergumam, "Bagaimana aku bisa yakin bahwa semua itu dilangsungkan dengan sempurna, kalau bukan aku sendiri yang melakukannya" Pernahkah aku mengabaikan tugas-tugasku" Tidakkah aku selalu memenuhi kebutuhan kalian, menunjang hidup kalian semua..." Suaranya tiba-tiba terhenti. "Semua, kataku" Semua" Ah, aku lupa. Dua putraku yang pemberani anakku, Sobek, yang tampan Ipy-ku yang pandai dan tercinta. ? ?Mereka sudah meninggalkan aku. Yahmose dan Renisenb, putra dan putriku yang baik, kalian masih bersamaku. Tapi untuk berapa lama lagi" Berapa lama?" "Semoga masih untuk bertahun-tahun lagi," kata Yahmose. 314 Suaranya agak nyaring, seolah-olah ia berbicara pada orang tuli. "Eh" Apa?" Imhotep kelihatan seperti tak sadar. Tiba-tiba ia berkata dengan nada mengejutkan, "Itu tergantung pada Henet, bukan" Ya, itu tergantung pada Henet" Yahmose dan Renisenb saling berpandangan. Renisenb yang berbicara lebih dulu, suaranya halus namun jelas. "Saya tak mengerti apa maksud Ayah." Imhotep menggumamkan sesuatu yang tak dapat mereka tangkap Lalu dengan suara agak tinggi, tapi dengan mata suram dan kosong, ia berkata, "Henet memahami diriku. Dia selalu tahu betapa besar tanggung jawabku betapa ?besar... Tapi dia tak pernah dihargai.... Sebab itu, harus ada imbalannya. Kurasa itu sudah semestinya. Kecongkakan harus dihukum. Henet selalu sederhana, merendahkan diri, dan mengabdikan diri. Dia harus diberi imbalan yang pantas...." Ia memperbaiki sikapnya, lalu berkata dengan sombong, "Kau mengerti, Yahmose. Henet harus mendapatkan semua yang diingininya. Semua perintahnya harus dipatuhi!" "Tapi mengapa, Ayah?" "Karena itu perintahku. Karena, bila semua kehendak Henet dipenuhi, takkan ada kematian-ke-matian lagi...." Ia mengangguk dengan sikap bijak, lalu pergi 315 meninggalkan Yahmose dan Renisenb yang saling berpandangan dengan heran dan ngeri. "Apa artinya ini, Yahmose?" "Aku tak tahu, Renisenb. Kadang-kadang kupikir Ayah tak tahu lagi apa yang diperbuat atau dikatakannya...." "Ya, barangkali memang begitu. Tapi kurasa, Yahmose, Henet tahu benar apa yang diucapkan dan dilakukannya sendiri. Baru kemarin dia berkata begitu padaku, bahwa kelak dialah yang akan memegang kendali dalam rumah ini." Mereka saling berpandangan lagi. Lalu Yahmose memegang lengan Renisenb. "Jangan buat dia marah. Kau terlalu terang-terangan memperlihatkan perasaanmu, Renisenb. Sudan kaudengar apa yang dikatakan Ayah, bukan" Bila apa yang diinginkan Henet dilaksanakan, takkan ada lagi kematian..." I II Henet sedang berjongkok di salah satu gudang. Dia sedang menghitung bertumpuktumpuk alas tempat tidur. Semuanya sudah tua. Dipegangnya salah satu sudut sehelai alas tempat tidur, dan didekatkannya ke matanya untuk melihat tandanya. "Ashayet," gumamnya. "Alas-alas tempat tidur Ashayet Ditandai dengan tahun kedatangannya kemari. Dia dan aku datang bersama-sama.... Sudah lama sekali waktu itu berlalu. Tahukah kau 316 Ashayet, digunakan untuk apa alas-alas tempat tidurmu sekarang?" Ia terhenti di tengah-tengah tawanya, karena terkejut mendengar suatu bunyi. Ia menoleh ke belakang. Ternyata ada Yahmose. "Sedang apa kau, Henet?" "Para petugas pembalsam itu memerlukan alas-alas lagi. Padahal mereka sudah menghabiskan bertumpuk-tumpuk alas. Kemarin saja mereka sudah menghabiskan empat ratus lembar. Mengerikan sekali bila diingat betapa banyak penguburan penguburan ini menghabiskan alas-alas! Kita terpaksa memakai yang tua-tua ini. Mutunya baik, dan tidak terlalu usang, Ini bekas alas tempat tidur ibu Anda, Yahmose. Ya, ini alas tempat tidur ibu Anda dulu." "Siapa yang mengatakan bahwa kau boleh memakainya?" Henet tertawa. "Imhotep telah menguasakan segala-galanya pada saya. Saya tak perlu lagi minta Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo izin. Dia percaya pada Henet tua yang malang ini. Dia tahu bahwa saya akan mengurus segala-galanya dengan baik. Sudah sejak lama saya mengurus berbagai bal dalam rumah ini. Saya rasa, sekarang... sekaranglah saya mendapatkan imbalannya!" "Kelihatannya memang begitu, Henet." Nada bicara Yahmose melembut "Ayahku memang berkata...," ia diam sebentar, "segala-galanya tergantung padamu." "Begitukah katanya" Ah, senangnya saya men 317 dengarnya. Tapi barangkali Anda tidak sependapat dengannya, Yahmose?" "Yah, entahlah." Nada bicara Yahmose masih tetap lembut, tapi pandangannya pada Henet tajam. "Kurasa sebaiknya kau sependapat dengan ayahmu, Yahmose. Kita tak ingin ada... kesusahan lagi, bukan?" "Aku tak begitu mengerti. Maksudmu... kita tidak menginginkan kematian lagi?" "Akan ada kematian kematian lagi, Yahmose. Percayalah." "Siapa yang akan mati berikutnya, Henet?" "Mengapa kaupikir aku tahu?" "Karena menurutku, kau tahu banyak sekali. Beberapa hari yang lalu, umpamanya, kau sudah tahu bahwa Ipy akan meninggal. Kau pandai sekali, Henet." Henet mendongak. "Jadi kau mulai menyadari hal itu sekarang! Aku bukan lagi si Henet yang bodoh dan malang. Akulah yang tahu." "Apa yang kauketahui, Henet?" Suara Henet berubah jadi rendah dan tajam. "Aku tahu bahwa akhirnya aku bisa berbuat sesuka hatiku di dalam rumah ini. Takkan ada lagi yang menghalangiku. Imhotep sudah menggantungkan diri padaku. Dan kau juga akan begitu, kan, Yahmose?" "Dan Renisenb?" Henet tertawa. Tawanya terdengar senang dan jahat 318 "Renisenb takkan berada di sini lagi." "Apakah kaupikir Renisenb yang akan mati berikutnya?" "Bagaimana pendapatmu, Yahmose?" "Aku menunggu. Aku ingin mendengar apa yang ftaukatakan." "Mungkin yang kumaksud hanyalah bahwa Renisenb akan menikah... dan pergi dari sini." "Apa maksudmu, Henet?" Henet tertawa kecil. "Esa pernah berkata bahwa lidahku berbahaya. Yah, mungkin itu benar!" Ia tertawa dengan suara melengking, hingga tubuhnya terhuyung. "Nah, Yahmose, bagaimana pendapatmu" Apakah akhirnya aku memang bisa berbuat sesuka batiku di dalam rumah ini?" Yahmose memandanginya sebentar, lalu menjawab, _ - " "Ya. Henet kau memang pandai sekali. Kau boleh berbuat sesukamu." Yahmose berbalik, dan bertemu dengan Hori yang datang dari arah balai utama. Kata Hori, "Di sini kau rupanya, Yahmose. Ayahmu sudah menunggu. Sudah waktunya pergi ke tebing pemakaman." Yahmose mengangguk. "Aku memang baru akan pergi." Kemudian dengan berbisik ia berkata, "Hori, kurasa Henet sudah gila. Pasti dia sudah dirasuki setan-setan. Aku 319 jadi mulai curiga. Jangan-jangan dialah yang bertanggung jawab atas semua kejadian di sini." Hori menunggu sebentar, sebelum berkata dengan suaranya yang tenang dan menjaga jarak. "Dia memang wanita yang aneh, dan kurasa, dia juga jahat" Yahmose berkata dengan suara makin halus, "Hori, kurasa Renisenb sedang terancam bahaya." "Dari Henet?" "Ya. Dia baru saja menyindir bahwa Renisenb yang berikutnya... akan pergi." Terdengar suara Imhotep yang bernada jengkel, "Apakah aku harus menunggu sepanjang hari" Perlakuan macam apa ini" Tak ada lagi yang menghormati aku. Tak ada lagi orang yang mau tahu penderitaanku. Mana Henet" Henet selalu mengerti." Dari dalam gudang terdengar suara tawa Henet yang melengking dan mengandung nada kemenangan. "Kaudengar itu, Yahmose" Henet! Henet-lah orangnya!" Dengan tenang Yahmose berkata, "Ya, Henet, aku mengerti. Kaulah yang sangat berkuasa. Kau, ayahku, dan aku sendiri. Kita bertiga, bersama-sama." Hori pergi menghampiri Imhotep. Yahmose mengucapkan beberapa kata lagi pada Henet Perempuan itu mengangguk, wajahnya berseri-seri dengan rasa kemenangan yang jahat. 320 Lalu Yahmose bergabung dengan Hori dan Imhotep. Ia meminta maaf atas keterlambatannya. Lalu ketiga pria itu naik ke tebing pemakaman bersama-sama. III Renisenb merasa waktu berlalu lambat sekali. Ia gelisah. Ia berjalan keluar masuk dari rumah ke beranda, lalu pergi lagi ke danau, dan kembali lagi ke rumah. Tengah hari, Imhotep kembali. Setelah menikmati makan siang yang dihidangkan untuknya, ia keluar ke beranda, dan Renisenb menyertainya. Renisenb duduk sambil memeluk lutut Sekali-sekali ia mengangkat wajah, memandangi ayahnya. Wajah ayahnya masih tampak linglung dan bingung. Imhotefi tak banyak bicara. Kadang-kadang ia mendesah dalam-dalam. Sekali ia bangkit dan menanyakan Henet Tapi waktu itu Henet sedang mengantarkan bahan-bahan kepada para petugas pembalsam. Renisenb bertanya pada ayahnya, di mana Hori dan Yahmose. "Hori sedang pergi ke ladang-ladang rami. Ada sesuatu yang harus dihitungnya di sana. Yahmose sedang di perkebunan. Semuanya menjadi tanggung jawabnya sekarang. Kasihan Sobek dan Ipy! Putra-putraku putra-putraku yang tampan itu...."?Renisenb cepat-cepat berusaha mengalihkan pikirannya. 321 "Tak bisakah Kameni mengawasi para buruh itu?" "Kameni" Siapa Kameni" Aku tak punya anak bernama begitu." "Kameni, juru tulis Ayah. Kameni yang akan menjadi suami saya." Imhotep memandang terbelalak padanya. "Kau, Renisenb" Bukankah kau akan menikah dengan Khay?" Renisenb mendesah, tapi ia tidak berkata apa-apa. Rasanya kejam untuk membawa ayahnya kembali ke masa kini. Tapi, sebentar kemudian, orang tua itu sadar sendiri, lalu tiba-tiba berseru, "Oh, ya, Kameni! Dia pergi untuk memberikan beberapa instruksi pada pengawas di tempat pembuatan anggur. Aku harus pergi menyertainya." Ia berjalan sambil bergumam sendiri, tapi melihat sikapnya yang sudah kemba^ seperti biasa, Renisenb merasa agak tenang. Mungkin otaknya yang berkabut itu hanya bersifat sementara saja. Renisenb melihat ke sekelilingnya. Kesunyian di rumah dan di sekitar pekarangan terasa mencekam. Anak-anak berada di ujung lain dari danau. Kait tak kelihatan menyertai mereka, dan Renisenb ter-tanya tanya, di mana ia berada. Lalu Henet keluar dari beranda. Ia melihat ke sekelilingnya, lalu datang dan duduk di sebelah Renisenb. Sikapnya sudah seperti biasa lagi, menjilat dan merendah. "Saya memang menunggu-nunggu kesempatan untuk bisa berduaan saja dengan Anda, Renisenb." 322 "Mengapa, Henet?" Henet berbisik, "Saya akan menyampaikan pesan dari Hori." "Apa katanya?" tanya Renisenb ?bergairah. "Anda dimintanya naik ke tebing pemakaman." "Sekarang?" "Tidak. Anda harus berada di sana sebelum matahari terbenam. Begitu pesannya. Bila. dia tidak berada di sana, maka dimintanya Anda menunggu sampai dia datang. Ini penting, katanya." " Henet diam sebentar, lalu menambahkan, "Saya disuruhnya menunggu sampai kita berduaan saja untuk menyampaikan pesan ini, sebab tak seorang pun boleh mendengarnya." Lalu ia pergi lagi. Renisenb merasa semangatnya timbul kembali. Ia senang akan pergi ke atas, ke tebing pemakaman yang damai dan sepi. Senang karena ia akan bertemu dengan Hori lagi, dan bisa berbicara dengan bebas dengannya. Satu-satunya hal yang membuatnya agak heran adalah mengapa Hori mempercayakan pesan itu pada Henet. Namun demikian, betapapun jahatnya Henet, ia telah menyampaikan pesan itu dengan baik. "Dan mengapa aku harus selalu takut pada Henet?" pikir Renisenb. "Bukankah aku lebih kuat daripada dia?" Maka ia pun membesarkan hatinya. Ia merasa dirinya muda, penuh percaya diri, serta penuh semangat 323 IV Setelah menyampaikan pesan itu pada Renisenb, Henet pergi lagi ke gudang. Diamdiam ia tertawa sendiri. Ia membungkuk pada tumpukan-tumpukan alas tempat tidur yang berantakan. "Kami masih membutuhkan kalian, dalam waktu dekat ini," katanya pada kain-kain alas itu dengan 4 perasaan senang. "Kaudengarkan itu, Ashayet" Akulah wanita yang paling berkuasa di sini sekarang. Dan ketahuilah, bahwa kain alasmu ini akan membungkus satu mayat lagi. Dan tahukah kaii, tubuh siapa itu" He he! Tak banyak yang dapat kaulakukan, bukan" Kau, maupun pamanmu, si hakim itu! Keadilan" Keadilan apa yang bisa kautegakkan di dunia ini" Coba jawab itu!" Ada gerakan di belakang tumpukan-tumpukan ^ kain yang tinggi itu. Henet menoleh sedikit ke belakang. Lalu selembar kain besar terlempar menutupi dirinya, hingga menyumbat hidung dan mulutnya. Kemudian, sebuah tangan yang tak kelihatan melilit lilitkan kain itu pada tubuhnya, membalut tubuhnya seperti mayat, sampai ia berhenti memberontak.... 324 BAB XXIII Bulan Kedua Musim Panas hari ke-I 7?Rensenb duduk di pintu bilik kecil pada batu karang itu. Ia menatap Sungai Nil dan tenggelam dalam angannya sendiri. Rasanya sudah lama sekali waktu berlalu, sejak ia pertama kali duduk di sini, setelah kembali ke rumah ayahnya. Pada hari itu, dengan gembira ia menyatakan bahwa segala-galanya tak berubah, bahwa segala sesuatu di dalam rumahnya masih sama benar dengan saat ia meninggalkannya delapan tahun yang lalu. Ia ingat bahwa pada saat itu, Hori mengatakan padanya bahwa ia sendiri pun bukan lagi Renisenb yang dulu pergi bersama Khay. Ia lalu menyahut dengan penuh keyakinan bahwa ia akan segera menjadi seperti dulu lagi. Lalu Hori berkata lagi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dari dalam, tentang pembusukan yang tidak nampak dari luar. Sekarang ia mengerti sedikit tentang apa yang ada dalam pikiran Hori, waktu Hori mengatakan hal-hal itu. Rupanya Hori telah mencoba mempersiapkannya. Tapi waktu itu ia terlalu yakin akan 325 dirinya, terlalu buta, dan diterimanya begitu saja nilai-nilai luar dari keluarganya. Kedatangan Nofret-lah yang telah membukakan matanya. Ya, kedatangan NofreL Semuanya bersumber pada peristiwa itu. Kedatangan Nofret membawa kematian... Entah Nofret jahat atau tidak. Yang jelas, ia telah membawa kejahatan. Dan kejahatan itu masih ada di tengah-tengah mereka sekarang. Untuk terakhir kalinya Renisenb mencoba meyakinkan diri bahwa roh Nofret-lah yang menjadi penyebab dari segala-galanya. Nofret yang jahat, yang sekarang sudah -meninggal. Atau Henet, yang sekarang masih hidup dan jahat. Henet yang dibenci, si penjilat, Henet yang suka memuji-muji. Renisenb bergidik. Ia bergerak, lalu bangkit perlahan-lahan. Ia tak bisa lagi menunggu Hori. Matahari sudah hampir terbenam. Mengapa Hori tak datang" Ia bangkit, melihat ke sekelilingnya, lalu mulai menuruni jalan setapak ke lembah di bawah. Keadaan sepi sekali, karena hari sudah hampir malam. Tenang dan indah, pikirnya. Apa yang menghalangi Hori" Sekiranya ia datang, setidaknya mereka masih bisa bersama selama satu jam. Takkan banyak lagi waktu seperti itu dalam waktu dekat, bila ia sudah menjadi istri Kameni. , 326 Apakah ia memang ingin menikah dengan Kameni" Dengan agak keras Renisenb membebaskan dirinya dari keadaan tenang yang membosankan, yang telah begitu lama menguasai dirinya. Ia merasa seperti orang yang baru terjaga dari mimpi yang menakutkan. Karena tercekam oleh rasa takut yang melumpuhkan dan keadaan tak menentu ini, ia menerima saja apa yang diusulkan padanya. Tapi kini ia sudah menjadi Renisenb kembali, dan kalaupun ia menikah dengan Kameni, itu ha ruslah didasarkan atas kemauan sendiri, bukan karena diatur oleh keluarganya. Kameni yang berwajah tampan dan suka tertawa! Bukankah ia mencintai laki-laki itu" Itulah sebabnya ia akan menikah dengannya. Saat menjelang malam, di tempat yang tinggi ini ia bisa melihat kejelasan dan kebenaran. Tak ada yang membingungkan. Ia adalah Renisenb; yang sedang berjalan di sini, di tempat yang tinggi di dunia ini, tenang dan tanpa rasa takut, dan akhirnya merasa sebagai dirinya sendiri. Nah, kini ia sedang melakukannya. Kira-kira pada jam sekian inilah ia dan Satipy membungkuk di atas tubuh NofreL Dan kira-kira pada jam sekian inilah Satipy menuruni jalan setapak ini, dan tiba-tiba menoleh ke belakang, dan melihat bahwa ia sedang dikejar maut. Kira-kira pada tempat yang sama ini pula peristiwa itu terjadi. Apakah yang telah didengar Satipy, yang membuatnya tiba-tiba menoleh ke belakang"327 Apakah langkah-langkah kaki orang" Langkah-langkah kaki.... Sekarang pun Renisenb mendengar langkah-langkah orang... yang menyusulnya menuruni jalan setapak itu. Tiba-tiba hatinya terlonjak ketakutan. Jadi rupanya benari Nofret ada di belakangnya, mengikutinya.... Rasa takut menguasai dirinya, tapi langkah-langkahnya tidak menjadi lambat, tidak pula bertambah cepat. Ia harus mengatasi rasa takutnya, karena ia merasa dalam pikirannya tak ada perbuatan jahat yang perlu disesalinya. Ditenangkannya dirinya, dikumpulkannya keberaniannya, dan sambil berjalan terus, ia memalingkan kepala. Alangkah lega hatinya. Rupanya Yahmose yang mengikutinya. Bukan roh orang yang sudah mati, tapi kakaknya sendiri. Yahmose tadi pasti sibuk di kamar persembahan di pemakaman, dan baru keluar dari situ tepat waktu ia sedang lewat. Renisenb berhenti dengan wajah gembira. "Oh, Yahmose, aku senang. Kau rupanya." Yahmose berjalan cepat ke arah adiknya. Renisenb baru saja akan mengucapkan sesuatu, menceritakan betapa bodohnya dia karena tadi merasa takut. Tapi katakata itu membeku di bibirnya. Yang dilihatnya bukanlah Yahmose yang dikenalnya kakaknya yang lembut dan baik ?hati. Mata Yahmose tampak berkilat-kilat, dan ia membasahi bibirnya yang kering dengan lidahnya. Kedua tangannya yang terulur sedikit nampak agak 328 melengkung, hingga jari-jarinya kelihatan seperti cakar burung elang. Yahmose menatapnya, dan pandangan di matanya tak perlu diragukan lagi pandangan ?mata orang yang telah membunuh, dan akan membunuh lagi. Di wajahnya tampak kekejaman, bercampur rasa senang dan rasa puas yang jahat. Yahmose! Rupanya musuh yang tak mengenal belas kasihan itu adalah Yahmose! Inilah sosok di balik wajah yang lembut dan baik hati itu, yang ternyata hanya merupakan kedok. Renisenb menyangka kakaknya menyayanginya, tapi di wajah yang kejam dan tak manusiawi itu tak ada kasih sayang. Renisenb berteriak teriakan lemah, tanpa harapan. ?Ia tahu, itulah saat kematiannya. Ia tak punya kekuatan untuk mengimbangi kekuatan Yahmose. Di sini, di mana Nofret dulu jatuh, di jalan setapak yang sempit ini, ia akan jatuh pula dan menemui ajalnya. "Yahmose!" Itulah panggilannya yang terakhir. Dalam menyebutkan nama itu, dinyatakannya kasih sayang yang memang selalu dirasakannya terhadap kakak sulungnya ini. Namun permohonan itu sia-sia. Yahmose tertawa, tawa kecil yang halus, yang menyatakan rasa senang, dan tak manusiawi. Lalu Yahmose mendekatinya dengan cepat, tangannya yang tampak kejam, yang seperti kuku 329 tajam burung elang, melengkung, dan kelihatannya sudah ingin sekali mencekik Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo leher adiknya. Renisenb mundur ke arah dinding batu karang, dengan tangan terulur, dalam usahanya yang sia-sia untuk menangkis. Inilah teror. Inilah kematian. Lalu didengarnya suatu bunyi, bunyi samar-samar, seperti (tenting musik.... Terdengar suatu suara mendengung di udara. Langkah Yahmose terhenti. Ia terhuyung, lalu de-" -ngan suatu teriakan nyaring ia jatuh tertelungkup di kaki Renisenb. Renisenb menatap tak mengerti .ke tangkai anak panah yang menancap di tubuh kakaknya, lalu ia melihat ke bawah tebing. Di situ dilihatnya Hori ?berdiri, dengan busur tersandang di bahunya.... II "Yahmose... Yahmose____" Renisenb, yang merasa dirinya lumpuh karena terkejut, mengulangi nama itu berulang kali. Rasanya ia tak bisa percaya. Ia sudah berada di luar bilik kecil di batu karang, dan Hori masih melingkarkan lengannya di tubuhnya. Renisenb tak ingat lagi bagaimana Hori menuntunnya naik kembali ke jalan setapak itu. Ia hanya bisa mengulang-ulangi nama kakaknya dengan nada mengandung rasa heran dan ngeri. Dengan halus Hori berkata, "Ya, Yahmose. Semua itu perbuatan Yahmose." "Tapi bagaimana" Mengapa" Lalu, bagaimana 330 mungkin dia... dia sendiri terkena racun, dan dia hampir mati." "Tidak, dia tidak mengambil risiko untuk mati. Dia berhati-hati sekali mengenai berapa banyak anggur yang diminumnya. Anggur itu dihirupnya sedikit saja, tapi cukup untuk membuatnya sakit, lalu gejala-gejala dan sakitnya itu dilebihlebihkan nya. Dia tahu, itulah cara yang tepat untuk menghilangkan kecurigaan." "Tapi tak mungkin dia pula yang membunuh Ipy. Sebab dia begitu lemah, hingga berdiri pun tak sanggup." "Itu juga hanya siasatnya saja. Tak ingatkah" kau, Mersu telah mengatakan bahwa begitu racunnya hilang, kekuatannya akan cepat pulih kembali. Sebenarnya dia memang sudah pulih. "Kalau begitu, mengapa, Hori" Itulah yang tak bisa kumengerti. Mengapa?" " Hori mendesah. "Ingatkah kau, Renisenb" Bukankah aku pernah berkata padamu mengenai kebusukan yang berasal dari dalam?" "Aku ingat. Bahkan malam ini pun aku teringat akan kata-katamu itu." "Kau pernah berkata bahwa kedatangan Nofret membawa kejahatan. Itu tak benar. Kejahatan itu sudah ada di sini, tersembunyi di dalam hati orang-orang di rumah ini. Yang dilakukan Nofret hanyalah mengeluarkannya dari tempat yang tersembunyi itu, ke tempat yang terang. Kehadirannya telah menghilangkan kepura-puraan. Naluri ke-331 ibuan Kait yang lembut berubah menjadi sifat egois yang tak kenal belas kasihan, demi dirinya sendiri dan demi anak-anaknya. Sobek bukan lagi pria muda yang ceria dan menarik, tapi telah menjadi orang lemah yang suka menyombong dan memuakkan. Ipy bukan saja anak manja yang menarik, melainkan juga anak yang cuma memikirkan dirinya sendiri, dan penuh dengan rencana jahat. Melalui Henet yang berpura-pura mengabdikan dirinya, racun itu mulai kelihatan jelas. Satipy menampilkan dirinya sebagai orang yang suka menggertak tapi juga pengecut Sedangkan Imhotep telah berubah menjadi seorang tiran yang cerewet dan suka bermulut besar." "Aku tahu, aku tahu." Renisenb menutupi matanya dengan kedua tangan. "Itu tak perlu kau-ceritakan padaku. Aku sudah melihat sendiri keadaan itu, sedikit demi sedikit. Tapi mengapa hal itu harus terjadi" Mengapa kebusukan itu harus muncul dari dalam, sebagaimana kaukatakan?" Hori mengangkat bahu. "Tak ada yang tahu sebabnya. Mungkin karena selalu harus ada pertumbuhan dan ?bila seseorang tidak tumbuh menjadi lebih baik, lebih bijak, dan lebih mulia, maka pertumbuhan itu pasti terjadi sebaliknya, yaitu memupuk hal-hal yang jahat Atau mungkin pula karena hidup yang mereka jalani terlalu tertutup, selalu kembali pada hal yang itu-itu juga tanpa perluasan wawasan atau pandangan. Atau ?mungkin, seperti penyakit pada tanaman, ia bersifat menular." 332 "Tapi Yahmose... Yahmose kelihatannya selalu sama saja." "Ya, itulah salah satu alasan mengapa aku curiga, Renisenb. Yang lain-lain, sesuai dengan temperamen masing-masing, bisa mendapatkan penyaluran. Tapi Yahmose selalu takut-takut mudah diatur, dan tak pernah punya cukup keberanian untuk melawan. Dia mencintai ayahnya, dan bekerja keras untuk menyenangkan hatinya. Dan Imhotep menganggapnya berkemauan baik, tapi bodoh dan lamban. Orang tua itu benci padanya. Juga Satipy memperlakukan Yahmose dengan sikap penuh cemooh, dan suka menggertaknya. Beban kebencian yang disembunyikan dan dirasakannya lama-kelamaan menjadi berat Makin lembek dia kelihatannya, makin hebat kemarahan yang berkobar di dalam jiwanya. "Lalu ketika Yahmose akhirnya bisa berharap untuk mendapatkan imbalan atas ketekunan dan kerajinannya, untuk diakui dan diangkat sebagai rekanan oleh ayahnya, Nofret pun datang. Nofret-lah, atau mungkin kecantikan Nofret-lah, yang telah memadamkan harapannya yang terakhir. Nofret telah menghancurkan kejantanan ketiga bersaudara itu. Dia membangkitkan kemarahan Sobek dengan mengejeknya sebagai orang bodoh, dia membuat Ipy marah sekali dengan memperlakukannya sebagai anak kecil yang galak dan tak pernah bisa dewasa, dan dikatakannya pada Yahmose bahwa di matanya, Yahmose bukanlah laki-laki sejati. Setelah kedatangan Nofret, lidah Satipy akhirnya 333 membuat Yahmose tak tahan lagi. Ejekan-ejekan dan penghinaan Satipy yang mengatakan bahwa dia lebih jantan daripada Yahmose-Iah yang akhirnya menghabiskan pengendalian dirinya. Dia bertemu dengan Nofret di jalan setapak ini, dan terdorong oleh nafsu yang tak dapat ditahan lagi didorongnya Nofret ? ?hingga jatuh terempas." "Tapi bukankah Satipy yang...?" "Bukan, bukan, Renisenb. Di situlah kekeliruan kalian semua. Satipy melihat kejadian itu dari bawah. Mengertikah kau sekarang?" "Tapi bukankah Yahmose sedang berada di perkebunan bersamamu waktu itu?" "Ya, memang, selama satu jam. Tapi tidakkah kausadari, Renisenb, bahwa tubuh Nofret sudah dingin waktu kautemukan" Bukankah kau sendiri memegang pipinya" Kausangka dia baru saja jatuh. Tapi itu tak mungkin. Dia sudah meninggal sekurang-kurangnya dua jam sebelumnya. Kalau tidak, tak mungkin pipinya terasa begitu dingin waktu kauraba, di bawah sinar matahari yang begitu panas. Satipy melihat kejadian itu. Lalu dia berjalan mondar-mandir saja di situ, ketakutan, dan tak tahu harus berbuat apa. Lalu kau datang, dan dia berusaha menyuruhmu pergi." . "Hori, kapan kau tahu tentang semua ini?" "Boleh dikatakan aku segera bisa menebaknya. Aku tahu dari kelakuan Satipy. Jelas kelihatan bahwa dia sedang amat ketakutan akan seseorang atau sesuatu, dan aku pun segera tahu bahwa yang ditakutinya adalah Yahmose. Dia tak lagi memben334 tak bentaknya, sebaliknya dia patuh sekali padanya, dalam segala hal. Sebab kejadian itu sangat mengejutkannya. Yahmose, yang dibencinya karena dia pria yang lemah, ternyata adalah orang yang membunuh Nofret Hal itu membuat dunia Satipy runtuh, karena, sebagaimana semua perempuan yang suka menggertak, dia sebenarnya pengecut Yahmose yang baru ini membuatnya ketakutan. Dalam ketakutannya itu, dia sampai-sampai mengigau. Jadi Yahmose segera menyadari bahwa istrinya itu berbahaya baginya.... "Dan sekarang, Renisenb, kau bisa mengerti apa sebenarnya yang kaulihat dengan matamu sendiri hari itu. Bukanlah roh yang dilihat oleh Satipy, sehingga dia terjatuh. Yang dilihatnya, sama dengan apa yang kaulihat tadi. Di wajah lakilaki yang mengikutinya di wajah suaminya sendiri dia melihat niat untuk ? ?mendorongnya sampai jatuh, sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap Nofret Dalam ketakutannya, dia berjalan mundur, lalu jatuh. Menjelang ajal,_bibirnya menyebutkan nama Nofret. Dia sebenarnya ingin mengatakan bahwa Yahmose-lah yang telah membunuh Nofret" Hori berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Esa jadi tahu gara-gara ucapan Henet yang sebenarnya sama sekali tak ada hubungannya. Henet mengadu bahwa aku tak pernah melihat padanya, tapi seolah-olah melihat sesuatu di belakangnya, yang sebenarnya tak ada. Lalu dia juga berbicara tentang Satipy. Dalam sekejap Esa pun me-335 ngerti bahwa semuanya lebih sederhana daripada yang kita sangka. Satipy tidak melihat sesuatu di belakang Yahmose. Yang dilihatnya adalah Yahmose sendiri Untuk menguji kebenaran pikirannya itu,- Esa mengemukakan soal itu dengan sembarangan saja, hingga takkan berarti apa-apa bagi siapa pun juga, kecuali bagi Yahmose sendiri sekiranya dugaannya itu benar. Kata-katanya itu mengejutkan ?Yahmose, dan reaksinya membuat Esa yakin bahwa kecurigaannya benar. Tapi Yahmose lalu tahu bahwa Esa curiga. Dan begitu kecurigaan timbul, semuanya pun akan terbongkar, sampai-sampai pada kisah yang diceritakan anak gembala itu. Ya, anak itu begitu menyayangi Yahmose, hingga dia bersedia melakukan apa saja yang diperintahkan Yahmose juga waktu dia disuruh menelan obat malam itu, hingga dia ?tak bisa bangun lagi...." "Aduh, Hori, rasanya sulit sekali untuk percaya bahwa Yahmose bisa melakukan hal-hal semacam itu. Kalau Nofret, ya, aku bisa mengerti. Tapi mengapa dia harus membunuh yang lain-lain pula?" "Sulit menjelaskannya padamu, Renisenb. Tapi kalau hati sudah terbuka untuk kejahatan, maka kejahatan itu akan tumbuh bagaikan lalang di antara padi. Barangkali sudah lama Yahmose punya keinginan untuk melakukan kejahatan, tapi dia belum punya kesempatan untuk melaksanakannya. Dia benci sekali pada perannya yang selalu mengalah dan lemah itu. Kurasa, dengan membunuh 336 Nofret, dia jadi merasa punya kekuasaan. Hal itu^ disadarinya melalui Satipy. Satipy yang selama ini suka menggertak dan mencaci-makinya, kini jadi lemah dan ketakutan. Semua sakit hati yang tersimpan dalam hatinya selama ini kini muncul ke permukaan, seperti ular yang menegakkan kepalanya dulu di jalan setapak ini. Sobek lebih tampan daripadanya, sedangkan Ipy lebih pandai, jadi mereka berdua harus dimusnahkan. Dia, Yahmose-lah, yang harus menjadi penguasa di rumah mi dan akan menjadi satu-satunya penghibur dan penolong ayahnya! Kematian Satipy menimbulkan rasa senangnya untuk membunuh. Hal itu membuat dirinya merasa lebih kuat Setelah kejadian itulah pikirannya berubah. Sejak saat itu, kejahatan telah benar-benar menguasai dirinya. "Kau, Renisenb, tidak dianggapnya sebagai saingan. Sejauh masih mungkin, dia menyayangimu. Tapi dia tak mau menerima kemungkinan bahwa kelak suamimu alun ikut memiliki tanah (Lin kekayaan ini bersamanya. Kurasa Esa. setuju menerima Kameni sebagai calon suamimu, dengan dua alasan. Pertama, bila Yahmose menyerang lagi, lebih besar kemungkinannya dia menyerang Kameni daripada kau. Selain itu, Esa pernah mempercayakan padaku untuk menjaga keselamatanmu. Alasan kedua alasan yang menunjukkan bahwa Esa seorang wanita pemberani yaitu untuk ? ?meruncingkan keadaan. Dia ingin agar Yahmose yang harus kuawasi terus (Yahmose tak sadar bahwa aku mencurigainya), bisa tertangkap basah." 337 "Dan hal itu memang terjadi," kata Renisenb. "Aduh, Hori, bukan main takutnya aku waktu aku menoleh dan melihat dia." "Aku tahu, Renisenb. Tapi itu harus terjadi. Dan selama aku terus berada di dekat Yahmose, kau akan selamat. Tapi hal itu tak bisa berlangsung terus. Aku tahu bahwa kalau dia punya kesempatan untuk mendorongmu hingga jatuh di jalan setapak itu, di tempat yang sama, dia akan memanfaatkan kesempatan itu. Hal itu akan lebih menguatkan dugaan berbau takhayul mengenai sebab kematian-kematian itu." "Kalau begitu, pesan *yang disampaikan Henet padaku bukan dari kau?" Hori menggeleng. "Aku tak mengirim pesan apa-apa padamu." "Tapi mengapa Henet...?" Renisenb berhenti, dan ia menggeleng. "Aku tak mengerti peran Henet dalam semuanya ini." "Kurasa Henet juga tahu," kata Hori merenung. "Tadi pagi, hal itu dikatakannya pada Yahmose, dan perbuatannya itu membahayakan dirinya. Lalu Yahmose memanfaatkan Henet untuk memancingmu naik ke atas sini. Henet melakukannya dengan senang hati, karena dia membencimu, Renisenb." "Aku tahu." "Setelah itu aku ingin tahu. Mungkin Henet mengira dengan mengetahui rahasia ?Yahmose, kedudukannya akan lebih kuat Tapi kurasa Yahmose takkan mau membiarkannya hidup lama. Barangkali sekarang pun..." 338 Renisenb bergidik. "Yahmose memang sudah gila," kata Renisenb. "Dia telah dikuasai roh-roh jahat Padahal dulu dia tidak begitu." "Memang tidak, tapi... ingatkah kau, Renisenb, ceritaku tentang Sobek dan Yahmose waktu mereka masih kecil" Suatu kali mereka berkelahi, dan Sobek menghantamkan kepala Yahmose ke tanah, lalu ibumu datang dalam keadaan pucat dan gemetar, dan berkata, 'Itu berbahaya, Sobek.' Kurasa, Renisenb, maksud ibumu adalah bahwa melakukan hal semacam itu terhadap Yahmose lah yang berbahaya. Ingat bahwa keesokan harinya Sobek jatuh sakit" Mereka pikir dia keracunan makanan. Tapi kurasa ibumu tahu, Renisenb, tahu tentang sesuatu yang aneh, suatu kekejaman aneh yang tersembunyi di dalam dada anaknya yang masih kecil, yang lembut dan lemah itu. Dan dia takut hal itu pada suatu hari akan muncul." Renisenb merinding. "Apakah tak seorang pun sama seperti kelihatannya?" Hori tersenyum padanya. "Ya, kadang-kadang memang begitu. Tapi aku dan Kameni, Renisenb, kurasa kami berdualah yang seperti apa adanya. Kameni dan aku...." Kata-kata terakhir itu diucapkannya dengan jelas, dan tiba-tiba Renisenb menyadari bahwa pada saat itu ia tengah menghadapi suatu pilihan dalam hidupnya. Hori berkata lagi. 339 "Kami berdua sama-sama mencintaimu, Renisenb. Kau harus tahu itu " "Tapi," kata Renisenb, "kau ikut mengatur segala sesuatu untuk pernikahanku, dan kau tak pernah mengatakan apa-apa. Kau tak pernah berkata sepatah pun juga." "Itu untuk melindungimu. Esa juga berpikiran begitu. Aku harus bersikap tak acuh dan menjaga jarak, supaya aku bisa mengawasi Yahmose terus-menerus, dan supaya tidak menimbulkan rasa permusuhannya." Dengan bersemangat Hori berkata lagi, "Kau harus mengerti, Renisenb. Sudah bertahun-tahun Yahmose menjadi sahabatku. Aku menyayanginya. Aku sudah mencoba menganjurkan pada ayahmu untuk memberikan padanya status dan kekuasaan yang diinginkannya. Tapi aku gagal. Semuanya terlambat Tapi meskipun dalam hatiku aku sudah yakin bahwa Yahmose-lah yang telah membunuh Nofret, aku berusaha untuk tidak mempercayainya. Aku bahkan mencari-cari alasan atas perbuatannya itu. Yahmose, sahabatku yang tak bahagia dan tersiksa, amat dekat di hatiku. Lalu menyusul pula kematian Sobek, kemudian Ipy, dan akhirnya Esa. Tahulah aku bahwa kejahatan dalam hati Yahmose sudah menghapuskan kebaikan-kebaikannya. Maka Yahmose pun tewas di tanganku. Tapi kematiannya cepat, dan hampir-hampir tanpa rasa sakit" "Kematian selalu kematian."?"Tidak, Renisenb. Yang kauhadapi hari ini bukanlah kematian, melainkan kehidupan. Dengan si - 340 apa kau rmu menjalani hidup itu" Dengan Kameni, atau dengan aku?" Renisenb tetap menatap lurus ke depan, ke lembah di bawah, dan ke Sungai Nil yang nampak sebagai garis keperakan. Dengan jelas muncul di hadapannya bayangan wajah Kameni yang tersenyum kepadanya, duduk di hadapannya di perahu, pada hari itu. Kameni tampan, kuat, dan ceria.... Kembali Renisenb merasakan darahnya berdenyut dan berdesir. Pada saat itu ia mencintai Kameni. Sekarang pun ia mencintainya. Kameni bisa menggantikan tempat Khay dalam hidupnya. "Kami akan berbahagia," pikirnya. 'Ya, kami akan berbahagia. Kami akan hidup bersama dan saling menyayangi, dan kami akan mendapatkan anak-anak yang kuat dan tampan pula. Hari-hari kami akan dipenuhi oleh kesibukan dan pekerjaan... dan ada pula hari-hari menyenangkan saat kami berlayar di Sungai Nil. Hidup ini akan serupa dengan hidup yang kujalani bersama Khay dulu. Adakah lagi yang bisa kuharapkan lebih daripada itu" Bisakah aku menginginkan lebih daripada itu?" Dan perlahan-lahan, perlahan-lahan sekali, ia memalingkan wajahnya ke arah Hori. Diam-diam ia seolah bertanya pada Hori. Dan, seolah memahami pertanyaan itu, Hori menjawab, "Waktu kau masih kecil, aku menyayangimu. Aku suka melihat wajahmu yang serius, dan me - 341 lihatmu datang padaku dengan penuh kepercayaan, untuk memintaku memperbaiki mainanmu yang rusak. Kemudian, setelah delapan tahun pergi, kau datang kembali dan duduk di sini, dan mengemukakan pikiran pikiranmu padaku. Pikiranmu, Renisenb, tak sama dengan pikiran'orang-orang lain dalam keluargamu. Pikiran mereka hanya bergerak dan berkisar di dalam, terkurung dalam batas-batas tembok yang sempit. Pikiranmu sama dengan pikiranku, yang suka melihat ke Sungai Nil, memandangi dunia yang berubah-ubah, dunia dengan gagasan-gagasan baru, dunia di mana segala-galanya mungkin terjadi bagi orang-orang yang punya keberanian dan Ledakan Dendam Death Comes As The End Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo pandangan hidup. "?"Aku tahu, Hori, aku tahu. Perasaanku sama dengan perasaanmu mengenai hal-hal itu. Tapi tidak selamanya. Ada saat-saat aku tak bisa mengikutimu... saat-saat yang harus kulalui seorang diri." Kata-katanya terhenti. Ia tak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk mengemukakan pikirannya yang sedang berkecamuk. Ia tak tahu bagaimana hidup ini bila dijalaninya bersama Hori. Meskipun Hori begitu lembut, meskipun Hori mencintainya, dalam beberapa hal ia tetap tak dapat ditebak, tak dapat dipahami. Mereka akan menikmati bersama saat-saat penuh keindahan dan kekayaan pandangan, tapi bagaimana dengan hidup mereka bersama sehari-hari?" Tanpa sadar, Renisenb mengulurkan tangannya pada Hori. 342 'Oh, Hori, tolong ambilkan" keputusan untukku. Katakan padaku apa yang harus kuperbuat!" Hori tersenyum padanya, pada Renisenb yang mungkin untuk terakhir ?kalinya berbicara seperti anak kecil. Tapi ia tidak menyambut tangan Renisenb ?yang terulur. "Aku tak bisa mengatakan padamu bagaimana kau harus menjalani hidupmu, Renisenb, karena kaulah yang akan menjalani hidup itu. Kau sendirilah yang bisa memutuskannya." Renisenb pun menyadari bahwa ia takkan bisa mengharapkan bantuan, takkan ada daya tarik yang mendebarkan jantung seperti pada Kameni. Kalau saja Hori mau menyentuhnya. Tapi itu tidak dilakukannya. Tiba-tiba muncullah pilihan itu dalam bentuk yang amat sederhana hidup yang ?mudah, atau hidup yang sulit Mula-mula ia tergoda untuk ber balik dan memilih jalan menurun yang berliku-liku, ke kehidupan yang wajar dan bahagia yang sudah dikenalnya seperti yang pernah dijalaninya bersama Khay. Jalan itulah yang ?aman bersama-sama berbagi kesenangan dan kesedihan, tanpa merasa takut terhadap ?apa pun juga, kecuali terhadap ketuaan dan kematian.... Kematian.... Dari pikiran-pikiran mengenai kehidupan, ia kini berbalik lagi pada soal kematian. Khay sudah meninggal. Kameni pun mungkin akan meninggal, dan wajahnya pun perlahan-lahan akan mengabur dari ingatannya, seperti wajah Khay.... 343 Lalu ia menoleh pada Hori yang berdiri dengan tenang di sampingnya. Aneh, pikirnya, ia tak pernah memperhatikan betiil bagaimana rupa Hori sebenarnya Ia tak pernah merasa perlu memperhatikannya. ' Renisenb pun berbicara. Nada suaranya sama seperti saat ia memberitahukan, lama berselang, bahwa ia akan berjalan seorang diri di jalan itu, saa matahari terbenam. ' "Aku telah menjatuhkan pilihanku, Hori. Aku akan membagi hidupku bersamamu, dalam suka maupun duka, sampai ajalku tiba...." Waktu merasakan lengan Hori yang merangkulnya, dan wajah Hori yang tiba-tiba terasa manis di dekat wajahnya sendiri, Renisenb merasa begitu bahagia dan penuh gairah hidup. "Bila Hori meninggal," pikirnya, "aku takkan lupa! Hori akan merupakan nyanyian dalam hatiku untuk selamanya. Itu berarti... takkan ada kematian lagi...." Pemburu Dosa Leluhur 1 Wiro Sableng 122 Roh Dalam Keraton Dewi Baju Merah 1