Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana Bagian 5
yang sangat dari pelukan Kao-hong-li, hembusan
nafas yang membelai dadanya, sinom rambot yang
halus menggelitik lehernya serta aroma kewanitaan
yang menerpa penciuamnnya.
Matahari terbit diufuk timur, cahayanya menembus
lebatnya, larik cahaya menyengat pipi ranum Kaohong-li, kehangantannya membangunkan lamunan
tidur perempuan cantik yang sudah berumur itu, dia
menganagkat kepalanya dan menatap wajah tampan
kekasihnya yang sedang terpejam, kelihatan begitu
tenang, agung, desahan nafasnya pelan dan lelap,
dengan hati-hati Kao-hong-li bangkit, namun gerakan
itu telah membangunkan Kwaa-han-bu
"kamu sudah bangun !?" sapa Kwaa-han-bu sambil
bangkit, Kao-hong-li menatap wajah Kwaa-han-bu
"sudah, tidurlah aku akan siapkan makanan untuk
kita, setelah selesai aku akan membangunkanmu."
"baiklah." sahut Kwaa-han-bu, lalu dia pun
memjamkan matanya kembali, beberapa saat Kaohong-li masih memnadangi wajah agung kekasih
hatinya, kemudian dengan langkah lunak Kao-hong-li
menuju sumber air yang terdapat di dekat itu, kaohong-li membuka bajunya yang kotor dan compangcamping, tubuh yang putih dengan lekuk indah
menggairahkan terpampang nyata didalam hutan
rimba raya tersebut, laksana bidadari kayangan
perempuan cantik bertubuh indah menggairahkan itu
turun kedalam sungai. Senyum yang tidak pernah lekang dari bibir merah
ranum itu menggosok tubuhnya yang sintal,
membersihkan kukunya, rambutnya yang tergerai
panjang dicuci bersih, setelah merasa nyaman dan
bersih, Kao-hong-li keluar dari sungai, dengan tubuh
telanjang dia duduk diatas batu sambil mengeringkan
badan, kemudian pakaian yang hanya seadanya itu
pun dipakai kembali, setelah itu ia pun kembali
ketempat dimana Kwaa-han-bu tidur, lalu Kao-hongli
dengan cekatan menghangatkan sisa daging bakar
dengan menyalakan api yang sudah padam.
Setelah daging baker terasa hangat, dan sedikit bau
gosong tercium, Kao-hong-li mengangkat daging baker
dan merobek dagingnya dan memumpuknya pada
sehelai daun lebar yang ia bawa dari pinggir sungai,
demikian juga air minum yang diambil dari sungai
disediakan, dengan lembut Kao-hong-li
membangunkan Kwaa-han-bu "Bu-ko" bangunlah, makanan kita sudah siap."
Bisiknya dekat telinga Kwaa-hanbu sementara
tangannya mengelus dada kekasihnya.
Kwaa-han-bu membuka matanya, dan menoleh
kewajah yang demikian dekat, dua pasang mata itu
bertaut, entah siapa yang memulai, dua bibir
sepasang kekasih itu saling melumat mesra, lumatan
panjang itu menggetarkan tubuh sepasang kekasih
itu, Kao hong-li nafasnya terengah-engah saat Kwaahan-bu melepaskan pagutannya.
"aku bersihkan diri dulu, setelah itu baru kita makan."
bisik Kwaa-han-bu mesra seiring senyumnya yang
memabukkan hati Kao-hong-li.
Kao-hong-li ikut berdiri saat Kwaa-han-bu
mengajaknya berdiri, Kwaa-han-bu melangkah
menuju sumber air, Kao-hong-li yang hatinya
semerekah bunga yang sedang bersemi menatap
kepergian Kwaa-han-bu, lumatan hangat itu masih
terasa nyata, liur kekasih itu demikian melelapkan,
semuanya terasa tidak bercacat, Kao-hong-li duduk
kembali dipembaringan Kwaa-han-bu, hangatnya
masih terasa. Dalam waktu yang tidak lama Kwaa-han-bu muncul
kembali, dan wajah tampan itu makin bersinar, kumal
saja sudah demikian rupawan, apalagilah setelah
wajah itu bersih, dengan mesra keduanya memakan
daging bakar, makanan dengan sedikit gosong itu
terasa pas dilidah karena dorongan hati yang sedang
bahagia. Pasangan itu melanjutkan perjalanan, sepanjang
perjalanan kemesraan-kemesraan alami dan
terpelihara dari kenistaan semakin menyatukan kedua
insan yang melakukan perjalanan bersama itu, tiga
hari kemudian Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li
kehujanan, dengan agak tergesa-gesa keduanya
mencari tempat berlindung, dan keduanya
menemukan sebuah goa, segera keduanya masuk,
dan alangkah terkejutnya mereka tiba-tiba dua ekor
macan tutul menerjang dari dalam goa, namun Kwaahan-bu dengan reflek melompat dan menangkap
leher bagian atas kedua ekor macan itu dan
melemparkannya jauh keluar mulut goa.
Kedua macan tutul itu mengaum menantang Kwaahan-bu yang berdiri tenang dimulut goa, kedua macan
itu siap dengan serangan, dan ketika keduanya
menerkam, kwaa-han-bu melompat menyambut
terkaman gesit kedua macan, pertempuran sengitpun
terjadi, luar biasa serangan kedua macan itu, Kwaahan-bu merasa tidak tega menjatuhkan tangan maut
pada kedua macan itu, kedua macan it uterus
menyerang, namun gerakan Kwaa-han-bu melebihi
kecepatan mereka, Kwaa-han-bu menukar pukulan
dengan keperetan pada daun telinga kedua macan,
dan kedua macan itupun semakin marah dengan
auman-auman yang kuat terus meyerang Kwaa-hanbu." "sudahlah kami hanya hendak berteduh, dan tidak
berniat mencelakakan kalian." ujar Kwaa-han-bu,
anehnya kedua macan itupun berhenti, ketika melihat
Kwaa-han-bu diam dan berdiri sambil melipat tangan
kearah mereka, kedua macan itu duduk
"bolehkan kami mengambil tempat sedikit didalam
goa untuk beteduh ?" ujar Kwaa-han-bu, kedua
macan itu menatap kemulut goa dimana Kao-hong-li
berdiri, kemudian dua macan itu melangkah kearah
goa, ketika melewati Kwaa-han-bu, seekor macan
menatap Kwaa-han-bu dan lalu melangkah lagi,
seakan mengajak Kwaa-han-bu, kwaa-han-bu tanpa
ragu mengikuti kedua macan memasuki goa, Kaohong-li dengan senyum meraih tangan Kwaa-han-bu
dan bersama-sama masuk lebih dalam.
Dua macan itu duduk disamping sebuah kerangka
manusia yang sedang duduk siulian, Kwaa-han-bu dan
Kao-hong-li duduk berdekatan, tanpa menggubris
kedua macan, apalagi mendekat kearah kerangka
manusia itu. Kedua macan itupun diam dan suasana
didalam goa hening, hanya deru angina yang bermain
dengan rembunan hutan yang sayup-sayup terdengar.
Tiba-tiba seekor macan mendekati Kwaa-han-bu dan
Kao-hong-li, macan itu mengaum dua kali didepan
mereka, lalu kemudian berjalan kearah tempat dia
duduk tadi. "mungkin macan itu ingin kita mendekat ke kerangka
manusia itu." ujar Kao-hong-li
"benar, dan nampaknya kerangka itu adalah majikan
bagi kedua macan itu." sahut Kwaa-han-bu. Kwaahan-bu dan Kao-hong-li mendekati kerangka,
keduanya memperhatikan keadaan kerangka
manusia itu. Di bagian depan tempat duduk kerangka itu tertulis
"bubeng-siauwcut" (sihina tak bernama), lalu
keduanya berlutut didepan kerangka itu
"maafkan kami bubeng-siuawcut, masuk kedalam
goa tanpa izin." ujar Kwaa-han-bu, tiba-tiba kedua
macan itu mengaum sehingga dalam goa itu
bergema, setelah hening kepala kerangka itu jatuh
menimpa batu tempat duduk kerangka dan tiba-tiba
batu itu berputar, bagian tengah batu tiba-tiba terbuka
dan membuat kerangka itu hancur berantakan dan
jeblos kedalam. Kwaa-han-bu mencoba melihat kedalam lobang besar
ditengah batu siulian, dibawah tumpukan tulang
belulang itu ada sebuah gulungan kulit binatang,
Kwaa-han-bu melihat kedua macan, kedua macan itu
mengaum, Kwaa-han-bu merasa bahwa auman itu
tanda diizinkan mengambil gulungan, Kwaa-han-bu
membuka gulungan dan ternyata ada tulisan
beberapa gambar orang sedang siulian.
Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li membaca tulisan
tersebut yang berbunyi : "Siapa mengenal dirinya maka kenal ia akan Thiannya
Siapa mengenal Thiannya maka tiadalah diri hanya
binasa Diri hanyalah jasad yang berpadu dengan ruh yang
dipinjami JIka yang meminjamkan mengambil tiada sesuatu
yang merugi Sesuatu yang berlaku sesuai kehendak yang memiliki
Tiadalah alam dapat menyalahi kecuali pemilik
memberkati Empat posisi orang bersemedi
Helahan nafas merenungkan kata dan arti
Mengosongkan batin membaca diri
Mengasah jati diri dilintasan hati nurani
:saudara macan, apakah ini artinya kamu diizinkan
menjalani semedi ini ?" ujar Kwaa-han-bu, kedua
macan itu mengaum tiga kali
"apakah Bu-ko memahami maksud tulisan ini, dan
bukankah berbahaya jika salah dalam
menjalaninya ?" "tulisan ini mengandung ilmu siualian jati diri, empat
posisi ini tata cara dan tahapannya, dan setiap posisi
melafalkan kata dan arti pada baris-baris bait kedua,
dan kita akan menjalaninya, karena ini merupakan
ilmu kebatinan yang bermamfaat bagi kita."
"baiklah kalau begitu Bu-ko, kapankah kita mulai ?"
"Kita mulai nanti malam, saudara macan kami akan
menjalani apa yang tertera dalam gulungan ini." sahut
Kwaa-han-bu, dan kemudian bekata pada dua ekor
macan, dua ekor macan itu mengaum sekali.
Pada malam harinya Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li
mulai duduk dengan posisi duduk dengan kedua
tangan tergeletak diatas paha dengan posisi telapak
menghadap keatas, dan setelah mereka siap memulia
maka lisan mereka merafalkan kata "Diri hanyalah
jasad yang berpadu dengan ruh yang dipinjami"
Keduanya pun larut dalam keheningan malam,
keesokan harinya keduanya makan, dan menurut
Kwaa-han-bu, bahwa selama menjalani siulian
mereka hanya makan sayuran saja, demikianlah
hingga posisi pertama selesai selama tiga puluh hari.
Pada posisi kedua sikap duduk masih sama dengan
yang pertama, hanya posisi tangan disatukan didepan
dada, hal itupun dijalani selama tiga puluh hari
dengan lafal baris kedua, kemudian posisi ketiga
posisi siulian berdiri dengan posisi tangan disatukan
didepan dada, dan rapalan yang dibaca adalah
"Sesuatu yang berlaku sesuai kehendak yang
memiliki" Tiga puluh hari berikutnya Kwaa-han-bu dan Kaohong-li memasuki tahap terakhir, dimana posisi siulian
berdiri dengan posisi tangan disatukan diatas kepala,
malam-malam hening pun berlalu tanpa terasa, dan
akhirnya tahap semedi terakhir itupun selesai dijalani.
Pada tahap terakhir ini efek yang luar biasa telah
dialami oleh sepasang kekasih itu, tenaga sin-kang
keduanya bertambah tujuh kali lipat, dan gin-kang
mereka kian meningkat, dan oleh Kwaa-han-bu
memberi nama pada ilmu baru mereka dengan "Weisi-sin-siulian" (semedi sakti empat rasa)
Selama menjalani semedi, Kedua ekor macan itu
berjaga dimulut goa, dan antara kedua makhluk
berbeda jenis itu terjalin hubungan yang kuat, terlebih
setelah menjalani siulian tahap pertama, Kwaa-han-bu
dan kao-hong-li dapat memahami dan bisa
berkomunikasi dengan kedua ekor macan itu.
Dan ketika Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li keluar dari
dalam goa, kedua macan itu mengaum kuat keatas
dan kemudian meletakkan kepala mereka sampai
ketanah, memahamkan bagi Kwaa-han-bu dan Kaohong-li kedua ekor macan itu berlutut.
"saudara macan, sudah empat bulan kami disini dan
tahapan siulian kami sudah selesai, sekaligus kami
telah mendapatkan mamfaat luar biasa, jadi kami
haturkan terimakasih." ujar Kwaa-han-bu sambil
menjura diikuti oleh kao-hong-li, kedua ekor macan
itu mengaum lagi dan kemudian meletakkan kembali
kepalanya ditanah, setelah itu kedua ekor macan
berdiri. Macan jantan masuk dibawah kaki Kwaa-han-bu,
sehingga Kwaa-han-bu duduk diatas punggung
macan, dan dengan sekali loncatan macan itu sudah
melejit kedepan, kao-hong-li juga dibawa macan
betina menyusul macan jantan.
Melintasi hutan dengan menunggang macan tutul
merupakan hal yang luar biasa, ketika menjelang
"saudara macan ! kita istirahat dulu disini." seru Kwaahan-bu, kedua ekor macan itu berhenti, setelah kedua
tuannya turun kedua macan itu menjauh untuk
istirahat, Kwaa-han-bu pergi mencari binatang buruan,
sementara kao-hong-li membuat api, setelah itu
merekapun makan daging bakar, setelah itu
keduanya membersihkan diri di sumber air, lalu
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemudian istirahat melewatkan malam dengan tidur
nyenyak. Pada tengah malam kedua macan itu muncul dan
mendekam didekat Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li
yang sedang pulas, dan ketika pagi datang, Kwaahan-bu dan Kao-hong-li bangun
"kami membersihkan diri dulu saudara macan, setelah
itu kita berangkat." ujar Kwaa-han-bu sambil berdiri,
Kao-hong-li mengikuti Kwaa-han-bu kesumber air,
seadanya mereka memmbersihkan diri, hanya cucu
muka, kedua tangan dan menyapuh rambut.
Setelah itu merekapun melanjutkan perjalanan
dengan menunggang kedua ekor macan tutul,
demikianlah perjalanan unik dan luar biasa itu
dilakukan sepasang sejoli yang saling mencinta itu.
Pada hari ketujuh dari atas bukit nampaklah sebuah
perkampungan "saudara macan, perkampungan sudah dekat, dan
kami akan melanjutklan perjalanan dengan jalan
kaki." ujar Kwaa-han-bu, macan itu serta merta
duduk, Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li turun dari
punggung macan. "kita berpisah disini saudara macan, kami berangkat."
ujar Kao-hong-li, kedua macan itu mengaum dan
kemudian berkelabat dari tempat itu.
"Bu-ko, sebaiknya kamu saja duluan memasuki
perkampungan untuk mendapatkan baju untukku."
"benar Kao-moi, tunggulah disini, saya akan masuk
perkampungan untuk mendapatkan pakaian." sahut
Kwaa-han-bu, Kwaa-han-bu bergerak dan
luarbiasanya tubuh itu seakan terbang laksana anak
panah yang lepas dari busurnya, entah berapa saat,
Kwaa-han-bu sudah muncul di dalam perkampungan.
Kwaa-hanbu memasuki sebuah kedai kopi yang
cukup ramai, pemilik kedai terkejut dan jengkel
ketika melihat pakain Kwaa-han-bu yang sudah robek
dan compang-camping, namun setelah untuk kedua
kalianya ia menatap wajah Kwaa-han-bu, timbul rasa
takluk yang membuat dia bertekuk lutut, demikian
juga enam orang yang berada didalam kedai.
"salam Tai-su, apakah yang kami dapat bantu.?"
"sicu yang baik, pakainku ini sudah tidak layak
dipakai, tolonglah berikan sepotong pakaian untuk
saya dan sepotong pakaian untuk istri saya."
"baik taisu, tunggulah sebentar, akan saya ambilkan."
Sahut pemilik kedai, lalu dengan buru-buru ia masuk
kedalam rumahnya dan mengambil pakaian yang
paling baru." "ini pakaiannya taisu, apakah masih ada lagi yang
dibutuhkan ?" ujar pemilik kedai
"siapakah namamu sicu ?" tanya Kwaa-han-bu
"saya Lai-kun."
"sudah cukup Lai-sicu dan terimakasih atas dua stel
baju ini serta keramahannya." ujar Kwaa-han-bu.
Kemudian Kwaa-han-bu pamid dan meninggalkan
perkampungan. Kao-hong-li dan Kwaa-han-bu mengganti pakaian
setelah mendi dan membersihkan diri, baju
perempuan yang diberikan Lai-kun ternyata pas
dengan badan Kao-hong-li, pakaian itu adalah pakaian
putrinya yang berumur dua puluh, semetara pakaian
Kwaa-han-bu sedikit kedodoran.
Menjelang sore hari Kwaa-han-bu dan kao-hong-li
memasuki perkampungan, perkampungan itu cukup
padat, suara hiruk pikuk anak-anak yang sedang
bermain menambah ceria suasana senja yang
semakin temaram. "Bu-ko apakah kita akan bermalam disini ?" tanya
Kao-hong-li "benar, kita akan kekedai pemilik baju yang kita
pakai ini." jawab Kwaa-han-bu.
"silahkan taisu.., apakah lagi yang dapat kami
Bantu ?" sambit Lai-kun dengan senyum yang amat
ramah, ada tiga orang yang sedang minum didalam
kedai, ketiganya bukan enam orang yang ditemui
tadi, dan ketiganya mengengguk sambil senyum
ketika beradu pandang dengan Kwaa-han-bu.
"Lai-sicu, kami ini tentu merepotkan kamu."
"ah..tidak demikian taisu, katakanlah, selagi dapat
akan saya usahakan."
"benar taisu"jangan sungkan-sungkan." sela seorang
tamu." "Lai-sicu, dan sicu yang lain, adakah disini rahib untuk
menikahkan orang ?" "oo, siapakah yang mau menikah taisu ?"
"saya dan calon istri saya ini hendak meresmikan
pernikahan kami." "hahaha".haha". tidak masalah taisu, kami akan
meresmikan pernikahan taisu dengan subo." sela yang
lain. "A-hai pergilah pangil Kuan-losuhu, dan saya dengan
teman yan lain akan mengatur kedai ini menjadi
jamuan pernikahan." ujar Lai-kun.
"baik, Kun-twako."
"oh..ya, jangan lupa saat kembali arak dari kedai Acan." "janganlah terlalu dipaksakan, dan sekedarnya saja
Lai-sicu." sela Kwaa-han-bu
"tidak mengapa taisu, dan memang hanya
sekedarnya." sahut Lai-kun
"baik, aku akan berangkat." sela A-hai.
Malam itu pesta pernikahan pun dilaksanakan,
sebagian besar warga bertanya-tanya akan jamuan
mendadak itu, namun ketika mereka melihat kedua
mempelai hati mereka terkesima haru dan gembira,
senang dan takluk, tentunya kalau dipikir Kwaa-hanbu dan Kao-hong-li tidak sedikitpun mereka kenal,
namun saat menatap wajah itu terpancar rasa
hormat, takluk dan haru, semuanya ini adalah berkat
hasil siulian yang mereka jalani selama empat bulan.
Kwaa-han-bu bukan tidak menyadari apa yang
terjadi, dia sudah tahu sejak dia mendatangi kedai
Lai-kun dan perubahan raut muka saat Lai-kun
memperhatikan wajahnya. Kao-hong-li menyadari hal
itu saat warga demikian antusias menyelenggrakan
pernikahan mereka. Saat Kao-hong-li dan Kwaa-han-bu dikamar pengantin
"Bu-ko, apakah ini hasil dari siulian yang kita jalani ?"
"nampaknya demikianlah Kao-moi, semoga saja kita
tidak memamfaatkan ilmu ini pada hal yang
menyalahi dan tindakan semena-mena"
"apakah ini juga tidak memamfaatkan orang lain Buko, sehingga para warga mengeluarkan biaya untuk
ini." "karena kita butuh penyelenggaraan untuk
mensahkan hubungan, sehingga kita tidak jatuh pada
nista, hal ini sudah benar, dan juga kita minta tolong
kepada mereka sesuatu yang amat sangat kita
butuhkan, ini juga benar, lain hal kalau kita
memaksakan kehendak." sahut Kwaa-han-bu, Kaohong-li mengangguk. "Bukankah kita telah merasa nyaman dengan
kebersamaan kita Kao-moi ?" bisik Kwaa-han-bu
lembut dan mesra, Kao-hong-li merasa bergetar saat
kedua bahunya diremas lembut oleh Kwaa-han-bu,
Kao-hong-li mandah saat Kwaa-han-bu mendorongnya
untuk baring, makin lemas rasa Kao-hong-li ketika
Kwaa-han-bu menciuminya dengan mesra, Kao-hong-li
dengan birahi cinta membalas kecupan-kecupan
suaminya, lumatan-demi lumatan yang memabukkan
membuat keduanya makin agresif, satu-satu pakaian
pengantin itu terlepas, hingga mereka menyatu dalam
ketelanjangan yang menggairahkan, suami istri itu
dengan hasrat membara berpacu mencapai
kenikmatan sanggama, berpilin terbakar api gairah
sehingga terhempas pada puncak kenikamatan yang
melelahkan, malam terus merambat, sehingga
beberapa kali kedua sejoli itu meraih puncak
kenikmatan. Keesokan harinya dengan senyum menghias dibibir
Kao-hong-li turun dari ranjang, tiada terlukiskan
kebagahagian hatinya, rindu dan cinta yang selama ini
telah meletus dari kepundan jiwanya, dengan wajah
ceria kao-hong-li menyiapkan air untuk mandi
mereka, baru hendak mengguyur tubuhnya, Kwaahan-bu masuk dengan nakal ketempat pemandian,
sehingga Kao-hong-li terkejut dan berteriak manja.
dengan rasa cinta dan manja keduanya saling
menggosok badan, saling gelitik, saling cubit
berbareng canda mesra yang mendebarkan.
Setelah matahari tinggi Lai-kun dan keluarganya
kembali kerumahnya, setelah semalam mereka tidur
dirumah tetangga, anak gadisnya Lai-lin-hwa ikut juga
mengungsi malam itu, didalam rumah makanan sudah
selesai di masak Kao-hong-li, dengan akrab mereka
makan bersama. "Lai-sicu, apakah kiranya yang dapat kami lakukan
untuk membalas kebaikan warga kampung ini ?"
"ah"taisu, rasanya tidak ada, janganlah sungkan
begitu, pernikahan bukanlah sesuatu merugikan,
bahkan merupakan keberuntungan."
"apakah warga disini tidak ada masalah yang
umum ?" "masalah yang umum ?" gumam Lai-kun
"bukankah rencana pembuatan jembatan adalah
masalah umum ayah ?" sela Lai-lin-hwa."
"apakah warga disini hendak membuat jembatan Laisicu ?" "benar taisu, selama ini kami kalau mau kesawah dan
keladang menyeberangi sungai yang cukup lebar, jadi
warga sepakat untuk membuat jembatan."
"kami akan dapat membantu Lai-sicu, jadi
sampaikanlah pada warga bahwa besok saya dan
istri saya akan mengambil kayu dihutan untuk bahan
jembatan." "hutan yang kayunya bagus untuk jembatan agak
jauh dari sini Taisu." ujar Lai-kun meragu.
"tidak apa-apa Lai-sicu, dihutan apakah kayu itu Laisicu. "disebelah utara kampung sejauh setengah hari
perjalanan ada sebuah hutan yang disebut rimba babi,
kayu disana bagus untuk bahan jembatan."
"berapa buah pohon perhitungannya untuk membuat
jembatan itu ?" "kira-kira lima belas pohon."
"baiklah Lai-sicu, besok kami akan kesana untuk
mengambil kayu tersebut." ujar Kwaa-han-bu.
"beberapa dari kami akan ikut dengan taisu." ujar Laikun "tidak usah Lai-sicu, biar saya dan istri saya saja, Laisicu dan warga tunggu saja di area dipinggir sungai
tempat pembuatan jembatan, semoga saat sore hari,
kami sudah sampai disana." sahut Kwaa-han-bu
Keesokan harinya Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li
berangkat ke rimba babi, sementara warga yang
mengetahui hal ini merasa terkesima dan takjub,
antara percaya dan tidak apakah suami istri itu akan
mampu membawa lima belas pohon dan kembali
waktu sore. Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li memasuki rimba babi,
pepohonan didalam hutan itu besar dan tinggi.
"mari kita kerjakan Kao-moi, cobalah pukul sebuah
pohon dengan pengerahan sin-kang Wei-si-sin-siulian."
ujar Kwaa-han-bu, Kao-hong-li duduk dan melakukan
posisi siulian dari yang pertama sampai keempat, lalu
tenaga sakti itu pun disalurkan kearah lengan, dan
kemudian dengan posisi tangan membacok Kao-hongli menghantam pohon "buk?" pohon itu bergetar, lalu bekas pukulan Kaohong-li pecah bergaris melingkari pohon, pohon itu
tumbang laksana baru digergaji. Kao-hong-li baru
menyadari betapa hebat tenaga saktinya sekarang,
dia pun terkesima dengan tenaganya.
"sekarang, Kao-moi coba dalam satu pengeposan sinkang memukul empat pohon sekaligus." ujar Kwaahan-bu, Kao-hong-li menuruti perkataan suaminya,
Kao-hong-li kembali menyalurkan tenaga setelah
tahapan siulian, lalu memukul empat pohon sekaligus,
terdengar suara empat pohon tumbang laksana
disapu padai, lima pohon telah tumbang dalam waktu
yang tidak lama. "lakukanlah Kao-moi sampai dua puluh pohon !" ujar
Kwaa-han-bu, Kao-hong-li dengan semangat
melakukannya, karena disamping membantu warga,
ternyata suaminya juga ingin melatih tenaga saktinya
yang awalnya dia tidak sadari. Tidak sampai satu jam
dua puluh pohon telah rebah, sementara Kwaa-han-bu
memotong baguan dahan dan cabang pohon-pohon
yang telah ditumbangkan Kao-hong-li, sehingga dua
puluh gelondongan kayu telah selesai dan ditumpuk
rapi. "lalu bagaimana kita membawa gelondongan kayu
yang amat besar-besar ini ?" tanya Kao-hong-li."
"kita membawanya tidak semuanya gelondongan,
sepuluh gelondongan akan kita buat jadi papan."
jawab Kwaa-han-bu, Kwaa-han-bu membagi setiap
gelondongan menjadi tiga bagian dengan ukuran
yang sama, kira-kira sepuluh kaki, setelah itu Kaohong-li disuruh mendirikan gelondongan dan Kwaahan-bu dengan gerakan ringan memukul delapan kali
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ujung gelondongan dari atas, dan hasilnya delapan
bilah papan tebal telah terbentuk.
Kao-hong-li dan Kwaa-han-bu sambil bercanda
bergantian posisi untuk melakukan hal tersebut,
sehingga menjelang tengah hari tiga ratus enam
puluh bilah papan sudah selesai, dan lima belas
gelondongan sepanjang sepuluh kaki disisakan.
"sekarang marilah kita angkut papan dan
gelondongan kayu ini." ujar Kwaa-han-bu, kemudian
dengan gerakan cepat menumbangkan dua buah
pohon dan membuat dua gelondongan panjang, lima
belas gelondongan diletakkan di dua sisi, sehingga
membentuk rakit, tali yang sudah dpersiapkan
diikatkan pada kedua sisinya.
Setelah rakit darat itu selesai, tiga ratus enam puluh
bilah papan itu pun diletakkan diatas rakit.
"nah marilah kita angkat Kao-moi, kamu didepan dan
saya dibelakang" ujar Kwaa-han-bu, lalu keduanyapun
berdiri diposisi masing-masing, dengan pengerahan
We-si-sin-siulian, rakit darat itu terangkat keatas, lalu
dengan sin-kang dan gin-kang yang luar biasa, suami
istri itu begerak menuju perkampungan, untuk tidak
ada yang melihat, kalau sempat ada yang
menyaksikan tentunya hal yang menakjubkan dan
menghebohkan. Hanya dalam waktu sepeminum teh Kwaa-han-bu
dan istrinya sudah sampai di tempat area jembatan,
dan karena Kwaa-han-bu mengatakan pada warga
sore hari, tidak ada seorangpun ditempat itu, dengan
hati lega keduanya meletakkan beban mereka itu
dipinggir. "bagaimana keadaanmu Kao-moi ?"
"cukup lelah Bu-ko."
"nanti malam biar saya pijat, sekarang marilah kita
turun kesungai untuk membersihkan diri." ujar Kwaahan-bu dengan senyum nakal, Kao-hong-li menangkap
senyuman nakal itu, dengan wajah memerah
"aku ragu, bahwa aku akan dipijatin." Kerling Kaohong-li "kok ragu, kenapa Kao-moi ?" sahut Kwaa-han-bu
masih dengan senyumanya yang menggoda
"bilang mijat tapi malah meremas."
"hahaha".hehehe" maunya yang mana sayang ?"
goda Kwaa-han-bu, Kao-hong-li hendak memukul
sayang suaminya, spontan kwaa-han-bu, melompat
dan berlari turun kesungai, Kao-hong-li mengejar
Kwaa-han-bu dengan senyum masam diringi tawa
canda Kwaa-han-bu. Ditempat yang tersembunyi dibawah rerimbunan
dihulu sungai, keduanya mandi laksana bebek
mandarin yang sedang kasmaran, berkejar-kejaran
kesana kemari, setelah agak sore mereka kembali
kehilir dimana diarea jembatan warga sudah banyak
yang berkumpul dengan rasa takjub dan tidak
percaya melihat papan dan gelondongan kayu yang
terikat rapi laksana rakit.
"ketika Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li naik keatas
disambut warga dengan berlutut
"terimakasih taisu, terimakasih taisu.." ujar mereka
serempak. "sudahlah para sicu, dan bangkitlah jangan berlebihan
begitu, bagaimana remcana selanjutnya pembuatan
jembatan ini." "kalau sudah begini, kami sudah bisa
mengerjakannya, dan kami harap taisu dan subo
masih berada dikampung kami, sebagai ucapan
terimakasih, kami akan menjamu taisu dan subo
sekali lagi." "tidak perlu berlebihan para sicu, masih banyak biaya
untuk pengadaan jembatan ini tentunya, jadi
sekedarnya saja, dan kalau bisa kita adakan di pinggir
sungai ini saja, sebagai ucapan rasa syukur kita."
sahut Kwaa-han-bu. "demikianpun baik taisu." sela Cu-san-kok yang
menjadi cungcu kampong itu, kemudian merekapun
bubar dan kembali kerumah masing-masing.
Pah-sim-sai-jin sampai kemarkas Hehat-Kui-sam,
pertempurannya dengan Kwee-kim-in sangat
membuat dia kecewa, walaupun boleh dikatakan ia
menang, namun ia tidak sempat meringkus Kweekim-in. "kalian bertiga kumpulkan anak buah yang masih
tersisa, aku hendak membicarakan hal penting."
"baik bengcu..!" sahut Lie-ciangbujin, lalu ia pun keluar
sementara Ui-hai-sian dan seng-teng-sianli menemani
Pah-sim-sai-jin. Seratus anggota telah berkumpul
"hanya ini yang menjadi kaki tangan kami dikota ini,
dan yang lain bertugas ditiap kota."
"hmh"bagaimanapun kalian tetap kebablasan,
Nancao dan Lijiang telah bebas dari pengaruh kita,
hanya tinggal kalian dan Hanzhong-koai-sam, shetaihap sudah mempereteli kita, dan kalian tetap saja
tidak becus." sahut Pah-sim-sai-jin kecewa dan marah
"kalian semua coba pikirkan jalan dan taktik untuk
menghabisi she-taihap, dan kalian harus ketahui
bahwa disamping she-taihap masih ada Ui-hai-liongsiang yang sudah mempereteli anggota kalian ditiap
kota, jadi dua kelompok ini berbahaya dan sangat
mengacau misi kita."
"kita tidak bisa nafikan bahwa ilmu mereka ini jauh
lebih diatas kita, hanya bengcu dan tiga pangcu yang
setarap dengan mereka." sela lelaki bernama Tan-bukong yang menjadi pimpinan pasukan
"lalu apa yang harus kita lakukan ?" tanya yang lain
"begini saja, karena kita tidak mampu berhadapan
secara langsung, saya punya ide."
"apa ide kamu itu ?" sela Pah-sim-sai-jin
"jika para pengacau sudah sampai disini, kita ajak
mereka kelembah Lumpur diselatan kota."
"tempat itu memang sangat berbahaya karena
banyaknya kubangan lumpur hidup, lalu apa yang kita
lakukan ?" sela yang lain
"daerah itu saya kenal benar, dan kita akan
menjebak mereka disana."
"caranya ?" "kita seratus orang mendatangi mereka dan
mengajak untuk bertemu bengcu dan tiga pangcu."
"kenapa harus kita semua ?"
"masalahnya mungkin mereka menolak, tapi karena
melihat kita banyak, tentunya mereka akan merasa
bahwa Bengcu dan tiga pangcu sangat serius untuk
bertemu." "hmh..sesampai kalian di lembah lumpur, apa yang
kalian lakukan ?" tanya Pah-sim-sai-jin
"Bengcu dan tiga pangcu menunggu diarea yang
aman, lalu kita menyuruh mereka kearea itu, dengan
banyaknya jebakan menuju area tersebut diharapkan
mereka akan terjebak."
"bagaiamana kalau mereka meminta kita tetap
memandu mereka hingga sampai ke area tempat
bengcu ?" "hal itu mungkin kalau lembah itu nampak berbahaya,
tapi ketahuilah bahwa tempat itu nampak aman."
"ooh, demikiankah " " sela yang lain
"benar, jadi mereka akan pasti tertipu setelah melihat
tempat itu." "bukankah mereka akan curiga jika kita yang
berjumlah banyak tidak ikut kearea tempat bengcu ?"
"benar , mereka pasti akan curiga." sela yang lain.
"kalau begitu ditengah jalan sembilan puluh orang
memisahkan diri dan sepuluh orang mengawal
mereka ke lembah lumpur." sahut yang lain.
"hmh" benar juga, dan yang sepuluh orang akan
mempunyai alasan untuk tidak memasuki area."
"ah..itu terlalu rumit, begini saja, kalian lima orang
saja yang menemui mereka dengan membawa surat
dari saya." sela Pah-sim-sai-jin.
"demikian juga bagus bengcu." sahut Tan-bu-kong
"benar seperti itu saja." sahut yang lain.
Tiga hari kemudian disebuah Likoan diKota Hehat Uihai-Liong-siang sedang makan setelah menempuh
perjalanan melelahkan, ketika sedang makan hujan
gerimis turun, dan empat orang buru-buru memasuki
likoan, pelayan dengan ramah menyambut
"silahkan..silahkan.." sambut pelayan sambil
membawa empat tamunya kesebuah meja besar
yang masih kosong, empat tamu itu adalah Wanyokong, Kwaa-kim-in dan kedua suhengnya, ketika
melewati meja dimana Ui-hai-liong-siang, Yo-hun
yang melihat Wan-yokong segera berdiri
"wan-yokong, ternyata locianpwe sudah sampai disini,
selamat berjumpa kembali"
"aha"ternyata siang-taihap, wah kebetulan kita
bertemu disini." "marilah duduk bersama kami Wan-yokong, dan para
sicu semua." "pelayan kami akan gabung dengan teman kami ini."
sahut Wan-yokong. pelayan mengangguk-anguk
ramah, lalu meninggalkan mereka.
"Kenalkan Siang-taihap, ini adalah she-taihap." ujar
Wan-yokong "benar, saya adalah LI-wanfu dan ini adalah sute saya
Lauw-kun, serta sumoi kami Kwee-kim-in." sela Liwanfu. "hahaha"pantas aku merasa pernah melihat Kweelihap." sahut Yo-hun
"benar siang-taihap, pertemuan ini amat
menggembirakan, dan juga putra siang-taihap Yoseng sudah berada ditempat kami di Kun-leng."
"syukurlah she-taihap, lalu kemanakah Im-yang-sintaihap ?" "Bu-ko menyisir daerah selatan ketimur bersama Ciasian-li dan Kao-hong-li, sementara saya dari selatan
kebarat bersama para suheng."
"hmh"dengan kesatuan kita semoga kita dapat
mengatasi pah-sim-sai-jin." Sela Siangkoan-lui-kim,
"benar, lalu bagaimana hasil usaha kalian siangtaihap, bagaimana hasil perjalanan kalian ke pulau
neraka ?" "kami berhasil baik wan-yokong, dan didalam kendi
ini empedu ular itu kami kumpulkan."
"baguslah kalau begitu, jamur linzi juga sudah
diperoleh, tinggal ramuan yang lain, dan dapat mudah
diperoleh di kota Bao." sahut
Wan-yokong Hujan yang turunpun semakin deras sehingga satu
jam, setelah hujan reda, lima orang mendekati likoan,
ketika melihat lima orang itu, banyak para tamu yang
langsung menyingkir dan tinggal beberapa tamu lagi,
lima orang itu dengan sikap jumawa memasuki
liokoan. "kami hendak menjumpai Ui-hai-liong-siang ! adakah
diantara kalian !?" ujar salah seorang dari mereka,
Yohun dan istrinya saling pandang, sesaat hening, lalu
Yo-hun berdiri "kami suami istri adalah Ui-hai-siang-liong, apakah
kalian anak buah Hehat-kui-sam ?"
"benar, kami adalah anak buahnya."
"apa maksud kalian menemui kami ?"
"kami hanya ingin menyampaikan undangan dari
pancu kami." Jawabnya sambil memberikan sepucuk
surat, Yo-hun menerima surat tersebut lalu membuka
dan membacanya. "Ui-hai-siang-liong dan she-taihap, jika kalian penya
nyali kami menunggu dilembah lumpur
Dari Hehat-kui-sam Yo-hun menyerahkan surat itu kepada Li-wan-fu, Liwan-fu bersama Lauw-kun membaca isi surat.
"bagaimana pendapat she-taihap ?" tanya Yo-hun
"kami permisi karena tugas kami sudah selesai." sela
utusan Hehat-kui-sam, tanpa menanti jawaban
kelimanya segera meninggalkan likoan.
"bagaimana Li-suheng, dua perbatasan sudah kita
bersihkan, tinggal dua perbatasan lagi." sela Kweekim-in "semoga perbatasan ini dapat juga kita bersihkan,
bagimana menurutmu Yo-taihap?" sahut Li-wan-fu
"hmh"jika tinggal dua lagi, bukankah lebih baik
dituntaskan. ?" sahut Yo-hun.
"baiklah, besok kita akan memenuhi undangan Hehatkui-sam." ujar Li-wan-fu, lalu merekapun menyewa
kamar untuk menginap. Keesokan harinya She-taihap dan rombonganpun
meninggalkan likoan dan berangkat ke lembah
Lumpur, sesampai ditempat yang dituju
"Hehat-kui-sam, kami sudah sampai." seru Yo-hun
"hahaha..hahha"bagus kalian sudah datang, marilah
kesini ! kami berada didalam hutan didepan kalian."
sahut sebuah suara, kelima pendekar saling pandang
"hati-hati suheng, mungkin ini adalah jebakan." ujar
Kwee-kim-in, mereka memperhatikan areal tersebut,
tidak nampak sedikitpun yang mencurigakan, ada
jalan setapak dengan tanah kehitaman menuju bukit
dan dikedua sisinya padang ilalang yang tingi, dan
jauh disebelah timur jalan ada rawa yang lumayan
besar. "sudahlah, nampaknya aman, dan hanya jalan
setapak ini menuju hutan disana." Sela Lauw-kun,
kemudian dia melangkah melewati jalan setapak,
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setengah jalan Lauw-kun kelihatan tidak apa-apa, lalu
empat rekannya menyusul, kira-kira empat tombak
lagi akan memasuki hutan, tiba-tiba kaki Lauw-kun
amblas karena tempat yang dipijaknya adalah
Lumpur lunak, sepanjang jalan setapak itu pun tibatiba lembut berubah jadi lumpur karena dipicu tanah
yang retak dipijak Lauw-kun, enam pendekar itu
amblas setinggi pinggang Kwee-kim-in dengan reflek melepas sabuk yang
mengikat pinngangnya dan melemparkan pada
sebuah pohon disisi jalan
"jangan banyak bergerak untuk memperlambat daya
hisap lumpur." seru Li-wan-fu, empat pendekar
melihat Kwee-kim-in yang sedang menarik tubuhnya
dengan bantuan sabuknya, jika Kwee-kim-in dapat
selamat, besar kemungkinan mereka juga akan
selamat. Kwee-kim-in berhasil naik ketepian, dengan sigap ia
mengibaskan sabuk kearah Yo-hun yang terdekat, Yohun menagkap ujung sabuk, dan sekali hentakan
Kwee-kim-in tubuh Yo melenting keatas dan Yohunpun mendarat ditepian Lumpur, kemudian Kweekim melempar lagi sabuknya kearah Li-wan-fu, yang
sudah menghisap tubuhnya sampai dada, Li-wan-fu
berhasil selamat, lalu kemudian sabuk dilempar ke
arah siangkoan-liu-kim yang sudah sebatas leher,
siangkoan-liu-kim pun berhasil selamat, Lauw-kun
yang kelihatannya hanya ubun-ubun, sementara
Lauw-kun bahkan hanya tangannya saja yang
kelihatan menggapai, dan ironisnya sabuk kwee-kimin hanya dapat menggapai Wan-yokong dan tidak
dapat menggapai tangan Lauw-kun.untuk menyalamatkan Wan-yokong sangat sulit,
karena hanya kepala yang hampir terbenam, dengan
hati sedih dan putus asa kwee-kim-in memandang
suhengnya dan Waan-yokong yang lenyap ditelan
Lumpur. "tidak dinyana rupanya hehat-kui-sam adalah
kumpulan pengecut." teriak Li-wan-fu dengan nada
marah, kemudian ia berlari kearah hutan melewati sisi
jalan lumpur, tiga rekannya yang lain segera
menyusul, ditengah kemarahan dan sedih Li-wan-fu
kurang waspada dan "blup"." Tempak yang diinjaknya ternyata kubangan
lumpur yang tertutup ilalang tebal, tubuhnya amblas
hingga dada, kwee-kim-in dan Ui-hai-siang-liong
terkejut dan berhenti, "suheng.. jangan bergerak !" teriak Kwee-kim-in,
dengan wajah cemas Kwee-kim-in bersalto kearah
sebuah pohon yang agak dekat dengan rawa Lumpur
itu, setelah hinggap di pohon, dengan cekatan ia turun
kebawah dan berdiri diatas akar pohon, sabuknya
dilempar dan tangan Li-wan-fu segera menangkap
ujung sabuk, Kwee-kim-in menarik tubuh Li-wan-fu,
untuk kedua kalianya Li-wan-fu selamat.
Ui-hai-liong-siang tidak bergerak dari tempatnya
"bagaimana Kwee-lihap, apakah Li-sicu baik-baik
saja." "ya" saya baik-baik saja Yo-taihap, jawab Li-wan-fu
"sebaiknya kita menuju kehutan lewat pepohonan."
seru Kwee-kim-in, Ui-hai-liong-siang pun melakukan
apa yang dikatakan Kwee-kim-in, setelah melihat Uihai-liong-siang melompat dari pohon ke pohon, kweekim-in dan Li-wan-fu segera menaiki pohon dadan
melompat laksana monyet yang tangkas, Kwee-kimin dengan bantuan sabuknya sudah lebih dulu sampai
kedalam hutan. Setelah tiga rekannya sampai, mereka lenih dalam
masuk kehutan "Hehat-kui-sam, tunjukkan muka kalian !" teriak Liwan-fu, tiba-tiba empar rangkum tenaga sakti
menderu kearah mereka, dengan reflek empat
pendekar itu menyambut dengan tenaga sin-kang
"dhuarr"dhuar"..dhuar".dhuar"." empat ledakan
terdengar akibat bertemunya sin-kang masing-masing.
Dan naas bagi Li-wan-fu, ternyata sin-kang yang
dihadapinya adalah sin-kang Pah-sim-sai-jin, tubuh Liwan-fu terlempat dan melabrak sebuah pohon hingga
tumbang, Li-wan-fu merasa dadanya sesak,
kepalanya pening dan tiba-tiba ia memuntahkan
darah segar, tubuhnya terhempas ketanah dengan
luka dalam yang amat parah, sementara dipihak Pahsim-sai-jin, Hehat-kui-sam hanya terlempar dengan
dada sesak. "ternyata kamu disini pah-sim-sai-jin !" teriak Kweekim-in dengan sigap tangannya merogoh mahkota
kura-kura dari buntalannya dan memakainya.
"hahaha..hahha she-taihap, kali ini kamu akan tunduk
padaku, mahkotamu tidak akan lama bertahan dari
ilmu hipnotisku." sahut Pah-sim-sai-jin.
"siang-taihap, kalian hadapi hehat-kui-sam sampai
tewas, dan jika nanti pah-sim-sai-jin pingsan segera
kalian selamatkan aku, kemudian ikat ditempat sunyi
dan jangan menemuiku selama tiga hari tiga malam."
ujar Kwee-kim-in, lalu dengan im-yang-sian-sin-lie
menyerang Pah-sim-sai-jin.
Ui-hai-liong-siang segera menyerang Hehat-kui-sam,
duel yang seru dan dahsaytpun terjadi, pedang ui-hailiong-siang laksana kilatan petir sambar menyambar
mencecar tiga lawannya, perpaduan thian-te-itp-kiam
mengurung tubuh ketiga lawannya, hehat-kui-sam
bertahan sedaya upaya sambil berusaha membalas,
selama seratus jurus hehat-kui-sam masih mampu
mengimbangi serangan bertubu-tubi dari suami istri
yang kosen itu. Sementara itu Kwee-kim-in dan pah-sim-sai-jin terlibat
pertempuran yang tidak kalah menegangkan, laksana
dewi bertangan empat Kwee-kim-in mendesak pahsim-sai-jin, namun desakan itu tidak menyulitkan pahsim-sai-jin, karena Kwee-kim-in harus menjaga jarak
dari bau apek yang dikeluarkan pah-sim-sai-jin.
Pukulan-pukulan yang mengandung tenaga im-yang
membuat pah-sim-sai-jin kewalahan.
"berlutut..! segera berlutut"!" teriak Pah-sim-sai-jin
"tidak". ! aku tidak akan berlutut !" teriak Kwee-kimin, seruan-seruan itu pun sahut-menyahu dan
bergema didalam hutan. Yo-hun melirik pertempuran Kwee-kim-in dan pahsim-sai-jin yang tergolong unik itu, keduanya saling
berdiri dan berseru-seru, mereka tidak terpengaruh
oleh teriakan pah-sim-sai-jin.
"hun-ko segera kita harus bereskan hehat-kui-sam,
saya lihat pertempuran kwee-lihap pada tarap
pengerahan sin-kang." seru siangkoan-lui-kim, lalu
dengan gerakan laksana elang dengan kecepatan
kilatan halilintar, Lui-kim mencecar tubuh Seng-tengsianli, Seng-teng-sianli terpapar pada sebuah pohon,
dan serangan susulan Liu-kim yang dahsyat tidak
dapat dihindari. "crak"crat"cratt?" satu bacokan menebas lengan dan
dua kali sabetan mengnai Seng-teng-sian-li, Sengteng-sianli ambruk bersimbah darah, sementara
empat jurus kemudian Yo-hun menusuk dada Ui-haisian, dan ketika pedang dicabut sebuah pukulan peklek-jiu menghantam ulu hati, ui-hai-sian terlempar dua
meter, lalu kemudian tewas.
"Li-ciangbujin masih mengadakan perlawanan segit,
Ui-hai-liong-siang dengan rangakain ilmu yang luar
biasa dahsyat terus mendesak Li-ciangbujin, akhirnya
lima puluh jurus kemudian Li-ciangbujin meregang
nyawa dengan dua pukulan pek-lek-jiu yang
bersarang didada dan lambung dan satu sabetan luikim yang merobek perutnya.
Li-ciang-bujin ambruk tewas menyusul dua rekannya.
Ui-hai-liong-siang menonton pertempuran sahusahutan antara pah-sim-sai-jin dan Kwee-kim-in,
hingga akhirnya teriakan pah-sim-sai-jin lebih lantang
dan bergema, dan pada seruan puncak, pah-sim-saijin pingsan sementara Kwee-kim-in juga pingsan,
siangkoan-lui-kim segera menyambar tubuh Kweekim-in, dan menyingkir dari tempat itu melompat dari
pohon ke pohon yang disusul Yo-hun.
Ui-hai-liong-siang berhasil meninggalkan hutan hutan
lumpur dan terus kembali ke penginapan, sesampai
dipenginapan buntalan wan-yokong dan guci yang
berisi empedu dikemas, lalu keduanya meninggalkan
kota hehat menuju wilayah timur, sehari semalam Uihai-liong-siang membawa Kwee-kim-in yang pingsan.
"kita istirahat dihutan depan sana Kim-koi." ujar Yohun, sambil mencari tempat yang nyaman, Yo-hun
mencari-cari binatang buruan, dan ia mendapatkan
seekor kelinci yang gemuk.
Di tempat yang agak luas, keduanya istirahat, Lui-kim
meletakkan tubuh Kwee-kim-in, Yo-hun membuat api
untuk memanggang daging kelinci
"menurut hun-ko apa yang terjadi dengan kweelihap ?" "dari pesannya sebelum bertempur, ia akan
terpengaruh ilmu hipnotis pah-sim-sai-jin."
"hmh"dan akan kembali normal jika sudah tiga hari."
"benar, demikianlah mungkin maksud pesan itu."
"dan ini mahkota dipakai saat menghadapi pah-simsai-jin, gunanya untuk apa yah ?"
"tentunya untuk menghadapi ilmu hipnotis pah-simsai-jin, dan itupun tidak seratus persen dapat
ditangkal." "bagaimana bisa koko menyimpulkan demikian ?"
"dari pesan kwee-lihap, sudah pasti ia pernah
menghadapi pah-sim-sai-jin, dan mahkota ini
disediakan untuk menangkalnya, namun tetap saja
kwee-lihap terpengaruh."
"lalu dimanakah kita tinggalkan kwee-lihap " tanya
Lui-kim "disini saja, dan kita akan menunggunya di kota atau
kampung terdekat." "dan katanya dia haraus diikat, dan kita tinggalkan,
maksudnya untuk apa ?"
"tentu untuk menyelamatkan kita, sebab kalau dia
sadar, tentunya ilmu kita tidak akan dapat
mengalahkannya, bahkan mungkin kita akan tewas
ditangannya. "alangkah hebatnya ilmu pah-sim-sai-jin itu, kweelihap saja yang memiliki sin-kang diatas kita, bahkan
sudah ditangkal dengan mahkota, tetap saja ia
terpengaruh." "baiklah, sebelum kwee-lihap kita tinggalkan, bagus
apabila panggang kelinci juga kita sediakan, sehingga
saat dia sadar, dia sudah punya makanan."
"baiklah kalau begitu, pergilah koko mencarinya, dan
jangan lupa membawa serat kayu untuk mengikat
kwee-lihap" sahut Lui-kim, Yo-hun meninggalkan
keduanya untuk berburu binatang.
Tidak lama kemudian ia kembali dengan seekor
kelinci dan seekor ayam, Lui-kim memanggang
buruan tersebut, setelah itu Lui-kim mengikat kweelihap pada sebatang pohon dengan serat kayu,
kemudian keduanya meninggalkan kwee-lihap
melanjutkan perjalanan memasuki wilayah timur.
Seminggu kemudian Ui-hai-siang-liong sampai dikota
Jing-an "Kita disini saja menunggu Kwee-lihap." ujar Yo-hun,
lalu keduanya memasuki penginapan
"apakah ada kamar " kami mau menyewa kamar."
tanya Yo-hun "ada tuan , mari saya antarkan ." sahut pelayan,
pelayan itu membawa suami istri menuju kamar, dan
merekapun istirahat. Keesokan harinya Pah-sim-sai-jin sampai dikota Jingan, setelah sehari pingsan, pah-sim-sai-jin
melanjutkan perjalanan, tujuannya hendak ke
Hanzhong untuk melihat perkembangan aksi tiga
bonekanya "Hanzhong-koai-sam", saat ia sedang
melalui jalan yang ramai oleh para penduduk yang
lalu lalang, tiga orang pemuda tampan dan kaya
sedang bersenda gurau disebuah jembatan.
"Tan-siocia memiliki wajah cantik, tapi tidak satu pun
dari kita yang dapat menaklukkan hatinya."
"apakah menurutmu ia sudah bertunangan Ouwlam ?" tanya temannya
"kalau dilihat gelagatnya sepertinya sudah Ong-kui."
jawab Ouw-lam dengan mimik kecewa.
"Yan-bui kan belum pernah mencoba karena baru
pindah kesini." ujar Ong-kui
"bagaimana menurutmu Yan-bui ?" tanya Ouw-lam
"kalian ini seperti kurang kerjaan saja." sahut Yan-bui
pringas pringis "menaklukkan hati Tan-siocia bukan hal spele, kamu
belum melihat wajahnya Yan-bui, kalau kamu sudah
melihat, pasti kamu juga terpana." sela Ong-kui
"masalahnya aku juga sudah ditunangkan, jadi tidak
berani untuk bermain api hingga melanggar aturan
keluarga." "ahh"kamu ini terlalu manut pada aturan, kita hanya
main-main." "Ong-kui bagaimana kalau kita taruhan ?"
"taruhan bagaimana maksudmu Ouw-lam ?"
"bertaruh berhasil tidaknya Yan-bui menaklukkan hati
Tan-siocia "kalian jangan keterlaluan mempermainkan hati
orang lain, sudah ayo kita pulang." sela Yan-bui,
sambil senyam-senyum Yan-bui diledekin oleh kedua
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
temannya. "heh..kalian bertiga ! katakana dimana kediaman Tansiocia !?" ujar Pah-sim-sai-jin mendekati tiga kongcu
itu "kamu siapa " kenapa nanya-nanya soal Tan-siocia ?"
sahut Ouw-lam dengan nada tidak senang.
"aku ingin menaklukkannya, kalau ia memang cantik
sebagaimana kalian bincangkan."
"hahaha..hahaha".. dengan wajah totolmu itu dan
juga umurmu jelas sudah tua, mana mungkin Tansiocia mau padamu." Ujar Ong-kui
"kalau aku berhasil bagaimana ?" tantang Pah-sim-saijin "kalau kamu berhasil, aku akan memberimu lima tail
perak." sahut Ouw-lam
"hehehe".phuah". aku tidak ingin uangmu, tapi aku
ingin nyawamu." ujar Pah-sim-sai-jin, tiga kongcu itu
terperanjat. "sudahlah, mari kita pulang dan tidak usah meladeni
orang tua yang tidak tahu diri ini." sela Yan-bui.
"hahahaha" cepat tunjukkan dimana rumuh Tansiocia !?" bentak Pah-sim-sai-jin
"tidak, kami tidak mau berurusan denganmu." sela
Ong-kui "sialan" prak?" bentak Pah-sim-sai-jin sambil
menampar muka Ong-kui hingga pecah, Ongkui
tewas seketika, Yan-bui dan Ouw-lam terkejut
ketakutan "apa kalian masih membandel !"
"ba..baik".rumahnya di sebelah utara gang ke lima
dan rumah bertembok dengan warma kuning."
"hahaha..hahha" aku pergi, prak..prak?" sahut Pahsim-sai-jin tertawa sambil memukul kepala dua
kongcu hingga tewas Kejadian itu membuat beberapa orang yang sempat
menyaksikan heboh, Ui-hai-liong-siang mendekati
kerumunan orang melihat tiga jasad kongcu
"orang itu sangat sadis sekali hiiiih.." sela laki-laki tua
yang menyaksikan kejadian tersebut
"Pek-can kenapa dia membunuh ketiga kongcu ini ?"
"saya dengar mereka membicarakan Tan-siocia."
"orangnya bagaimana Pek-can ?"
"orangnya lelaki berumur wajahnya bercacar.
"dimanakah rumah Tan-siocia tersebut ?" tanya Yohun menimpali "rumahnya disebelah utara gang kelima, rumahnya
berpagar warna kuning." jawab pek-can, Yo-hun dan
Lui-kim segera meninggalkan kerumunan orang
menuju utara kota. Rumah Tan-wangwe tergolong mewah, berdiri megah
di uatara kota, sebagai seorang pedagang yang
sukses Tan-wangwe memiliki kekayaan yang
melimpah, beliau memiliki seorang putri bernama Tanmei-lin. Tan-mei-lin berumur sembilan belas tahun dan
merupakan kembang kota yang Jiang-an.
Siang itu Tan-mei-lin sedang duduk santai di tengah
taman dibelakang rumahnya, bunga-bunga yang
bergoyang dibelai hembusan angin sore, menebar
semerbak mewangi, Tan-mei-lin tidak menyadari
bahwa dirinya diintai lelaki tua menegrikan dengan
sebongkah hasrat mesum. "hehehe..heheheh". kecantikan nona memang bukan
luarbiasa." "hih"siapa kamu, kenapa memasuki taman belakang
rumahku." sahut Tan-siocia dengan wajah takut
"hahaha..hahha"manis aku datang untuk bersenangsenang denganmu." "ah" tidak"pengawal..pengawal".!" teriak Tan-mei-lin,
namun tidak ada yang datang
"hahaha..hahaha" pengawalmu semua sudah lelap,
dengarlah nona aku adalah kekasihmu yang
menyenangkan, lihatlah..!" ujar Pah-sim-sai-jin, Tanmei-li sontak nanar, wajahnya yang pucat berobah
merah dengan senyum malu "koko" kamu datang, duduklah kesini, bukankah
taman bungaku ini indah ?" ujar Tan-mei-li mesra
"hehehe..heheh benar manis, dan akan lebih indah
jika kita memadu kasih mesra."
"ah..koko, aku akan ikut apa keinginanmu." sahut Tanmei-lin, Pah-sim-sai-jin dengan lembut menarik Tanmei-lin kedalam pelukannya, dan kemudian dengan
kasar tangannya menggeranyangi tubuh Tan-mei-lin,
Tan-mei-lin dengan pasrah menyerah menerima
ciuman dan lumatan pah-sim-sai-jin, dia tidak lagi
menyadari apa yang terjadi pada dirinya, satu-satu
pakaiannya sudah dilepas pah-sim-sai-jin yang
semakin birahi, Tan-mei-lin hanya merintih dan
mengerang kenikmatan akan panasnya birahi,
rejangan Pah-sim-sai-jin pada tubuh telanjangnya
dinikmati sepenuhnya. Ui-hai-liong-siang sampai didepan rumah berpagar
warna kuning, keadaan dalam rumah itu tenang
sekali, Ui-hai-liong-siang segera memasuki rumah,
diruang tengah Tan-wangwe duduk sambil mengisap
hauwcenya sementara istrinya menyulam
disampingnya, tatapan mereka kosong ketika melihat
Ui-hai-liong-siang memasuki ruangan, keadaan orang
dirumah itu dalam belenggu hipnotis pah-sim-sai-jin,
lima belas penghuni rumah semuanya laksana mayat
berjalan. "mereka semua dalam pengaruh pah-sim-sai-jin, apa
yang harus kita lakukan Hun-ko ?"
"sepertinya kita tidak dapat menyelamatkan keluarga
ini, sebaiknya kita kembali."
"lalu kenapa kita kesini kalau tidak berbuat apaapa ?" "kita hanya memastikan keberadaan pah-sim-sai-jin,
marilah kita kembali kepenginapan." sahut Yo-hun,
kemudian Ui-hai-liong-siang meninggalkan rumah Tanwangwe. Sesampai di penginapan, suami istri itu mandi, dan
kemudian turun untuk makan, lalu istirahat
"apa rencana kita selanjutnya Hun-ko !?"
"kita akan tetap menunggu Kwee-lihap baru
melanjutkan perjalanan."
"kenapa kita tidak melanjutkan perjalanan besok ?"
"perjalan berbareng pah-sim-sai-jin amat berbahaya
bagi kita." "Hun-ko sepertinya takut berhadapan dengan pahsim-sai-jin." "bisa dikatakan demikian kim-koi, hanya demi
kewaspadaan, lain hal kalau sudah tidak ada pilihan,
aku akan tetap berani menghadapinya."
"lalu apakah dengan kehadiran kwee-lihap, kita baru
memiliki keberanian ?"
"sedikit banyaknya begitulah kim-moi ?"
"kenapa hun-ko jadi pengecut begitu ?"
"Kim-moi, kenapa kamu katakan demikian, waspada
dan pengecut dua hal yang berbeda."
"hmh"sejak kwee-lihap bersama kita, Hun-ko
demikian bergantung pada dirinya."
"hehehe..hehehe"., kim-moi, janganlah kekanakkanakan begitu, aku merasakan kecemburuan pada
nada bicaramu." "siapa yang kekanak-kanakan ?" sahut Lui-kim agak
sedikit keras "maaf moiku sayang, kalau aku salah, apakah
menurutmu jika kita bertemu dengan pah-sim-sai-jin,
kita akan dapat selamat ?"
"walaupun kita mati, hal itu adalah resiko dalam
membela kebenaran." "benar, itu adalah resiko, namun menanggung resiko
dengan dasar berani tanpa perhitungan dan
pertimbangan amatlah disayangkan."
"maksudmu Hun-ko ?"
"Kim-moi, tugas menyelamatkan para pendekar
akibat pengaruh pah-sim-sai-jin lebih utama
ketimbang menerima resiko kematian yang
diakibatkan berani babi, dan juga kita masih punya
Yo-seng yang harus kita bimbing."
"maafkan aku koko, aku demikian terburu nafsu
dalam menghadapi masalah."
"tidak mengapa Kim-moi, mendiskusikan masalah
merupakan hal yang bagus."
"tapi aku sedikit bernada emosi mengkritikmu Hunko." "hahaha..haha", kamu adalah istriku, gejolak
perasaan sangat ikut terlibat, dan aku memaklumi itu
Kim-moi" "hmh" Hun-ko sayang"." desah Liu-kim sambil
memeluk erat suaminya, Lui-kim berinisiatif menciumi
dan melumat mesra suaminya, desahannya
membangkitkan birahi, malam itu berlalu dengan
hentakan kasih mesra yang bergejolak, Lui-kim
dengan sepenuh cinta dan kemesraan mengajak
suaminya berpacu meraih puncak kenikmatan, seakan
ia ingin menebus rasa sesalnya yang cemburu pada
suaminya yang bijak ini. Dua malam Lui-kim selalu membawa suaminya pada
permainan asmara yang menggebu, dan Hun-ko
mandah dan maklum menyambut istrinya dengan
rasa cinta dan kemesraan yang tidak kalah
hangatnya, sehingga membuat Lui-kim terasa nyaman
dan bahagia. Keesokan harinya ketika mereka turun untuk makan
siang, dan para tamu sudah banyak yang sedang
makan, para pelayan hilir mudik melayani, ketika
mereka menuruni tangga disudut ruangan makan,
seorang wanita cantik dengan mahkota dikepalanya,
perempuan itu jadi bahan perhatian karena
keanggunannya yang luar biasa, dia laksana
permaisuri kerajaan, dia adalah Kwee-kim-in
"Kwee-lihap, ternyata anda sudah sampai disini." sapa
Lui-kim "oh"ternyata siang-taihap menginap disini, apa kalian
juga hendak makan ?"
"benar", pelayan hidangakan makanan untuk kami."
sahut Lui-kim, dan keduanya duduk semeja dengan
she-taihap. "bagaimana keadaanmu Kwee-lihap ?" tanya Lui-kim
"syukurlah, siang-taihap telah mengikuti pesanku."
"sepertinya Kwee-lihap sudah tahu apa yang akan
terjadi bila bertempur dengan Pah-sim-sai-jin."
"benar Kim-cici, karena itu kali kedua saya
menghadapi Pah-sim-sai-jin, dan pada pertempuran
pertama, untunglah ada Wan-cianpwe, sehingga saya
selamat, dan berkat dia aku dapat mengetahui
keadaan pada kali kedua."
"kali pertama bagaimana ceritanya Kwee-lihap ?"
"kali pertama ketika pah-sim-sai-jin pingsan, suheng
dan Wan-cianpwe segera membawa saya, dan saya
normal dalam sehari karena pengobatan Wancianpwe." "jadi artinya tanpa pengobatan kwee-lihap akan
normal dalam tiga hari." Sela Yo-hun
"benar Yo-taihap, makanya aku berpesan demikian
saat itu." "kenapa Kwee-lihap dalam pesan itu masih berharap
kami temui, apakah itu artinya Kwee-lihap berharap
mengadakan perjalanan bersama ?" tanya Yo-hun
"benar Yo-taihap, karena saya yakin perjalanan kita
ini berbareng dengan pah-sim-sai-jin, dengan kita
bertiga hal-hal yang tidak diingini dapat kita atasi."
"saya juga punya pemikiran seperti itu she-taihap."
"tentu perjalanan kita kali ini amat berbahaya sekali."
sela Lui-kim "benar sekali Kim-cici, jika kita tidak bersama, tapi
kalau kita masih bersama sedikit banyaknya kita
akan dapat atasi." "maksudnya bagaimana she-taihap." tanya lui-kim
"maksudnya jika saya sendiri dan berhadapan dengan
pah-sim-sai-jin dipastikan saya akan binasa, demikian
pula jika siang-taihap tanpa keberadan saya akan
binasa jika berhadapan dengan pah-sim-sai-jin, tapi
jika kita bersama, kita masih dapat selamat
sebagaimana kejadian kemarin."
"lalu bagaimana selanjutnya, she-taihap ?" tanya Luikim "kita akan melanjutkan perjalanan setelah ini."
"bukankah sebaiknya besok saja she-taihap, karena
she-taihap mungkin masih lelah, dan juga pah-sim-saijin juga berada dikota ini."
"ooh..dia berada dimana ?"
"dia berada di rumah Tan-wangwe dan menguasai
keluarga itu dengan hipnotisnya, tapi itu dua hari yang
lalu." "sekarang apakah dia masih disana ?"
"kami kurang tahu juga, apakah kita perlu menyelidiki
kesana ?" "tidak perlu menurut saya, dan baiklah kita
berangakat besok." sahut Kwee-kim-in.
Keesokan harinya ketiga pendekar itu meninggalkan
likoan dan keluar kota dari gerbang sebelah timur,
perjalanan dilakukan dengan cepat, ilmu lari cepat
ketiga pendekar itu sudah pada tingkat tinggi masa
itu, mereka istirahat hanya untuk makan.
"Jim-kok" lembah yang indah dengan pemandangan
bunga kanoka yang terhampar, ditengah lembah
sebuah bangunan megah berdiri, empat orang
pelayan separuh baya sedang melayani seorang
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perempuan berwajah buruk yang duduk ditaman
dibelakang rumah, perempuan itu memaki gaun
berwarna putih, bagian lengan kirinya buntung, dan
kaki kirinya juga buntung.
Perempuan itu memberi isyarat pada empat
pembantunya, perempuan itu adalah Can-hang-bi,
perempuan yang dulunya cantik namun telah berubah
sangat jelek oleh kesadisan saudara seperguruannya
setahun lebih yang lalu, dalam bangunan megah itu
ada empat pelayan perempuan, dan tiga orang lelaki
suami dari tiga pelayan, dua anak laki-laki remaja,
serta seorang anak perempuan berumur lima tahun,
suami tiga pelayan itu bekerja menggarap tanah milik
can-hang-bi di lembah itu.
Ketiga suami pelayan itu adalah Tang-beng , Kam-teng
dan Yo-meng, ketiganya berumur empat puluh sampai
empat puluh lima tahun, saat sore hari ketiga lelaki
paruh menghentikan pekerjaan mereka dan
berkemas hendak pulang. "sudahlah A-meng, kita cepat pulang supaya jangan
kemalaman sampai dirumah." Seru Kam-teng
"baik Kam-twako, sebentar saya bersihkan diri dulu."
sahut Yo-meng dan segera mencuci tangan dan
kakinya, setelah itu dengan memanggul cangkul
mereka mendaki jalan setapak menuju jalan besar.
Ketika ketiganya sampai kejalan besar, mereka
melihat ada dua orang laki-laki dan perempuan
sedang istirahat dipinggir hutan, Kedua orang itu
adalah Kwaa-han-bu dan istrinya Kao-hong-li
"sicu apakah kalian hendak pulang ?"
"benar sicu, kalian ini apakah akan melewatkan
malam di hutan ini ?" sahut Tang-beng
"rencananya demikianlah sicu, dimanakah kalian
tinggal " bukankah didepan tidak ada kampung ?"
"benar sicu, kami tinggal di lembah ini, dan didepan
sana kami tinggal." "hmh"bukankah ini namanya Jim-kok ?"
"benar sicu, sepertinya sicu tahu tempat ini."
"beberapa tahun yang silam saya pernah kesini,
tepatnya markas penjahat dulu, lalu kalian tinggal
dimana ?" "soal markas penjahat kami tidak tahu."
"bukankah sebaiknya sicu dan nyonya menginap
ditempat kami ?" "apakah tidak merepotkan, sicu ?" sahut Kao-hong-li
"nona besar kami sangat baik, tentu akan menerima
kalian." sela Kam-teng
"baiklah, sebelumnya kami ucapkan terimakasih."
sahut Kwaa-han-bu "kalau begitu marilah sicu, kita bergegas supaya
jangan kemalaman." ujar Tang-beng, lalu merekapun
melanjutkan perjalanan. Saat malam tiba, merekapun sampai di tempat
bangunan megah milik Can-hang-bi
"A-meng , pergilah laporkan pada nona besar bahwa
kita kedatangan tamu, silahkan duduk dulu tuan." ujar
Tang-beng, A-meng segera mamasuki ruang utama
untuk menemui Can-hang-bi
Can-hang-bi sedang berada dikamarnya, sementara
istrinya dan tiga orang wanita lain sedang
menyiapkan makan malam diatas meja, lalu ia
mendekati istrinya "Ting-moi, nona besar dimana ?"
"eh"kamu sudah pulang, nona ada dikamarnya,
memangnya ada apa ?"
"saya hendak melaporkan bahwa kami membawa
dua orang yang kemalaman kesini."
"sudah, biar aku saja yang menyampaikannya,
pergilah bersihkan diri dang anti baju." ujar istrinya,
lalu Yo-meng pun keluar menuju bagunan belakang
untuk membersihkan diri "bagaimana, apakah nona besar sudah tahu ?" sela
Tang-beng yang sedang mengguyur badannya dengan
air "istri saya yang akan melaporkannya." sahut Yo-meng
sambil membuka baju. Cu-ting-ting memasuki kamar Can-hang-bi
"nona besar, makanan sudah siap, marilah kita
makan !" "baik." sahut Can-hang-bi sambil bangkit dari
ranjangnya, Cu-ting-ting dengan sigap memberikan
tongkat pada Can-hang-bi dan memapahnya keluar
kamar, dan mendudukkan dikursi.
"nona besar, Meng-koko dan dua twako membawa
dua orang yang kemalaman ketempat kita."
"bawalah mereka kesini, supaya keduanya makan
bersama-sama kita." sahut Can-hang-bi
"baik nona besar." jawab Cu-ting-ting, lalu pergi
keruang tamu. "tuan ! nona kami mengajak kedalam untuk makan
malam." ujar Cu-ting-ting dengan ramah.
"hmh" baiklah dan terimakasih." sahut Kwaa-han-bu
dengan senyum ramah, lalu keduanya masuk
kedalam ruangan makan. Kwaa-han-bu memasuki ruang makan, Can-hang-bi
terperangah sesaat ketika melihat tamunya, lelaki
yang tidak pernah ia lupakan, lelaki yang telah
menghiasi rasa sepinya selama ini, Kwaa-han-bu juga
sedikit banyaknya bergetar melihat nona besar yang
baik hati itu. "silahkan taihap dan lihap duduk, dan marilah kita
makan bersama." Ujar Can-hang-bi dengan suara
gemetar dan berdenging sumbang, bahkan tidak jelas
pengucapannya karena bibirnya yang robek dan
hidungnya yang sompal, awalnya Can-hang-bi tidak
bisa bicara, namun seiring waktu Can-hang-bi berlatih
bicara, dan hasilnya cukup lumayan, walaupun seperti
dulu lagi. Setelah semua penghuni rumah lengkap, merekapun
makan, Can-hang-bi dengan tatapan mesra sesekali
melihat wajah tampan kekasihnya yang dirindukan,
semakin tidak lalu rasanya menyantap makanannya,
karena debaran hatinya yang bergolak hebat,
"apakah masakannya ada yang kurang ?" tanya
pelayan tertua "ah..tidak Ma-pek-bo, hanya sanya badan saya kurang
enak." sahut Can-hang-bi menunduk, karena Kwaahan-bu menatapnya. "Can-lihap salam berjumpa kembali, ternyata Thian
masih mempertemukan kita."
"aku amat bersyukur she-taihap, ternyata yang
datang ini adalah kamu." sahut Can-hang-bi semakin
menunduk "apakah lihap ini Can-hang-bi murid dari Pah-sim-saijin ?" "bekas murid lihap, dan juga hal itu sudah lama
berlalu." "demikian juga denganku Can-lihap, aku ini juga
bekas murid in-kok-sianli-sam."
"oh..ternyata demikian, bukankah in-kok-sianli-sam
memiliki tiga murid, dan siapakah nama lihap ?"
"aku Kao-hong-li, dan juga dua saudaraku berada
dekat dengan she-taihap."
"maksudnya, bahwa she-taihap adalah suamimu ?"
"benar Can-lihap."
"kionghi..kionghi saya ucapkan Kao-cici."
"terimakasih can-lihap, lalu bagaimana , apa yang
terjadi dengan Can-lihap ?"
"hmh"marilah kita ke ruang tengah, dan Ma-pekbo,
sediakan teh dan kopi untuk kami."
"baik nona besar." Sahut Ma-pek-bo, Cu-ting-ting dan
seorang pelayan yang lain memapah Can-hang-bi
keruang tengah. Setelah teh dan kopi dihidangkan, Can-hang-bi
menyeruput tehnya sambil menatap kedua tamunya
"apa yang kualami adalah akibat dari masa laluku."
"bagaimana dan siapa yang melakukan Can-lihap ?"
"she-taihap, sebagaimana pada pertemuan kita dulu,
aku tetap berdiam disini dan tidak pernah berkelana
lagi, namun ternyata suatu saat saudara
seperguruanku Ma-tin-bouw menemukan tempat ini,
dan mengajak aku kembali pada prilaku masa lalu,
ajakan itu saya tolak, dan membuat dia marah
sehingga kami bertempur, dan aku tidak dapat
menandinginya, lalu mereka meninggalkan aku
setelah membuat cacat seperti ini."
"hmh"kasihan sekali kamu Can-moi."
"aku rela dengan keadaanku Kao-cici ."
"hmh"bagaimana bisa, Can-moi dapat melakukan hal
seperti itu ?" tanya Kao-hong-li heran"
"bagi orang kebanyakan mungkin ini sulit dilupakan,
namun hatiku terlalu damai dengan apa yang
membayangiku selama ini."
"tentu bayangan itu memiliki rasa yang luar biasa."
gumam Kao-hong-li "benar dan rasa nyaman itu mengendapkan seluruh
apa yang saya alami ini, oh ya bagaimana Kao-cici
dan she-taihap sampai kemari, hal apakah yang
sedang dilakukan ?" "kami dalam perjalanan ke kota Bao, hal ini
sehubungan dengan munculnya Pah-sim-sai-jin." sahut
Kao-hong-li "lalu ada apa di kota Bao, sehingga tujuan kalian
kesana ?" "kami berjanji dengan Ui-hai-liong-siang, Wan-yokong
untuk bertemu disana, karena ditempat itu beberapa
orang pendekar kami tahan untuk diobati."
"ada apa dengan para pendekar itu ?"
"ini semua akibat ulah Pah-sim-sai-jin, dia
menghipnotis rattusan pendekar untuk menjadi
bonekanya berbuat kejahatan."
"kalau dia mampu menguasai ratusan orang dengan
ilmunya, tentunya hal itu merupakan kesaktian yang
luar biasa." "benar, dan kita lagi berusaha untuk menyelamatkan
para pendekar itu." "apakah she-taihap akan mampu mengatasinya ?"
"kita berusaha sedaya upaya Can-lihap, semoga saja
Thian dapat memberikan jalan bagi kita, untuk dapat
melenyapkan lawan yang alot ini."
"baiklah, she-taihap dan Kao-cici mungkin sudah lelah,
beristirahatlah !" ujar Can-hang-bi, lalu merekapun
istirahat. Kwaa-han-bu dan Kao-hong-li sudah seminggu berada
di tempat Can-hang-bi, Kao-hong-li dan Can-hang-bi
sangat akrab, terlebih mereka satu latar belakang
dulunya, dan dari Kao-hong-li mengetahui keadaan
Kwaa-han-bu, dan Kao-hong-li juga merasakan bahwa
ada hubungan batin antara Can-hang-bi dengan
suaminya, sebagaimana yang mereka alami
sebelumnya, hal ini membuat Kao-hong-li semakin
sayang pada Can-hang-bi. "Mungkin tidak lama lagi akan tiba giliranmu Can-moi,
sebagaimana kami telah mendapat giliran."
"mungkin saja Kao-cici, tapi saya tidak tahu apakah
she-taihap setuju." "tentunya she-taihap setuju, Bu-ko pastinya juga
mencintaimu." "aku yakin dengan itu, namun yang saya maksud
adalah, jikalah memang she-taihap akan menikahiku,
sudah merupakan nikmat tidak terperi saya rasakan."
"lalu apa masalahnya Can-moi ?"
"menikah dan melahirkan anak she-taihap puncak
dari seluruh kebahagianku, tapi aku tidak mampu
menyertainya sebagimana kalian menyertainya."
"apakah kalian membicarakan aku Kao-moi ?"
"kami memiliki sesuatu yang sama, maka kami
membicarakannya Bu-ko, oh ya saya kedapur dulu
untuk membantu Ma-pek-bo." sahut Kao-hong-li, lalu
meninggalkan suaminya beserta Can-hang-bi.
"she-taihap duduklah !" pinta Can-hang-bi, Kwaa-hanbu duduk persis didepan Can-hang-bi.
"Can-lihap, selama seminggu kami disini, kita pasti
merasakan hal yang sama, dimana rasa jalinan yang
terbina dulunya semakin hangat dan menerbitkan
bahagia." "she-taihap, tulusnya hati yang taihap berikan
menjadi pelipur lara selama ini, semakin tidak
terperikan rasa hati ini merasakan tatapanmu yang
lembut panuh cinta padaku, taihap lanjutkanlah, aku
akan mendengarkan." "Can-hang-bi, aliran sungai itu demikian jernih
menyejukkan, aromanya juga demikian mewangi
menerpa relung batinku, satu kebahagian bagiku jika
seandainya aliran ini menjadi pemandangan dan
penyejuk hati dalam kehidupanku."
"taihapku yang budiman, nikmatilah aliran sungai ini
semasih berada disini, dan bahkan jika ada celah lain
sehingga mempunyai anak sungai alangkah baiknya,
aliran sungai ini akan tetap disini, walaupun rasanya
ingin seperti yang taihap harapkan, aku dapat
membayangkan betapa sangat indah dan nyaman."
"sebenarnya tidak ada yang janggal dari harapanku
kepadamu Can-moi, namun keputusan kekasih yang
suci patut untuk dihormati, kiranya Thian memberikan
waktu yang lama bagiku untuk dapat berlama-lama
ditempat ini." "taihapku sayang, jarak antara Kunleng dan Bao
bagimu bukanlah perjalanan panjang, sekali dua kali
engakau datang telah menjadikan aku orang paling
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahagia didunia ini."
"baiklah sayang, marilah kita bicarakan dengan
kerabat disini." ujar Kwaa-han-bu sambil meraih tubuh
Can-hang-bi, dengan hangat Kwaa-han-bu
menggendong Can-hang-bi yang gemetar karena
degupan hatinya yang makin kencang, wajahnya
yang jelek cacat bersemu merah.
Setelah makan malam penghuni rumah itu pun
berkumpul, lalu merekapun membicarakan rencana
pernikahan Kwaa-han-bu dan Can-hang-bi, Kao-hong-li
sangat bahagia melihat Can-hang-bi, ucapan selamat
dibisikkan penuh nada menggoda disaat mereka
berdua, Can-hang-bi menangis bahagia dipelukan Kaohong-li, hati yang seia-sekata dan rasa kebersamaan
demikian kentara diantara keduanya, terlebih
diketahui Kao-hong-li sudah hamil tiga bulan,
membuat Can-hang-bi tidak dapat melukiskan rasa
bahagia karena dia dapat membayangkan betapa luar
biasanya merasakan keturunan suami tercinta,
keturunan she-taihap hidup dalam dirinya.
Seminggu kemudian pesta pernikahanpun
dilaksanakan, seorang biarawan dibawa dari
kelenteng dipinggir kota Bao sebagai pelaksana
pernikahan, dan bebrapa kenalan Tang-beng, Kamteng dan Yo-meng diundang, pesta yang sederhana
tapi tidaklah mengurangi rasa bahagia hati kedua
mempelai, terlebih saat Can-hang-bi dibawa Kwaahan-bu ke ranjang pengantin, tidak terlukiskan rasa
bahagia can-hang-bi. Ditengah cacat fisik yang mengharukan, Can-hang-bi
melayani suaminya dengan sepenuh daya dan hati,
dan bagi Kwaa-han-bu tidak kurang sedikitpun
gairahnya dan curahan cintanya berpacu menapaki
birahi cinta bersama Can-hang-bi, berulangkali
keduanya terhempas dari puncak kenikmatan yang
nyaman dan melelapkan. Selama seminggu Kwaa-han-bu dan Can-hang-bi
memadu kasih diranjang pengantin, dan setelah itu,
Kao-hong-li pun mendapat giliran, kedua istri yang
berbeda fisik itu demikian akur melayani suami
mereka, selama dua bulan itu ternyata harapan Canhang-bi tembus, dia mulai muntah-muntah
menandakan ada perubahan pada tubuhnya.
Enam bulan berikutnya, Kao-hong-li pun melahirkan
putra bagi suaminya, dengan rasa suka cita semua
penghuni jim-kok menyambut kelahiran putra shetaihap, Can-hang-bi yang usia kandungannya sudah
menginjak enam bulan, tidak kuasa menangis
bahagia menyambut putra Kao-hong-li dan suaminya,
Kwaa-han-bu memberi nama pada anaknya Kwaakun-bao. Setelah dua minggu kelahiran Kwaa-kun-bao, Kwaahan-bu, Kao-hong-li dan Can-hang-bi berkumpul
diruang tengah, "Kao-moi, dan Can-moi, kota Bao tidak jauh dari
lembah ini, namun Kwee-moi dan para suheng tidak
akan tahu kita berada disini, jadi sebaiknya dalam
beberapa hari ini saya akan menunggu mereka
didalam kota." "jika demikian baik menurut Bu-ko, saya manut saja."
sahut Kao-hong-li "demikian juga saya Bu-ko, berangkatlah, dan
tunggulah Kwee-moi didalam kota, dan jika sudah
sampai segeralah bawa kesini, aku sangat rindu
kepadanya, terbayang bagaimana wajah cantiknya
yang luar biasa saat pertama bertemu dilembah ini,
tidak sabar rasanya melihat wajah Kwee-moi yang
bungsu dalam kelahiran namun sulung dalam
keturunan." sela Can-hang-bi.
Keesokan harinya Kwaa-han-bu berangkat ke kota
Bao, Kwaa-han-bu dengan langkah santai sambil
menikmati keindahan lembah, dan baru dua jam ia
berjalan, didepannya nampak gumpalan debu
membumbung diangkasa, dan suara gemuruh lari
kuda terdengar sangat jelas, serombongan orang
muncul dengan memacu kuda yang berlari kencang,
Kwaa-han-bu menepi kepinggir jalan dan duduk
diatas tonjolan akar pohon dan menunggu rombongan
berkuda itu lewat, matanya yang awas
memperhatikan para penunggang yang lewat
didepannya. Setelah rombongan itu lewat, Kwaa-han-bu kembali
melanjutkan perjalanan, namun sesaat ia berdiri
dengan kening berkerinyit untuk mengingat sesuatu
"hmh"orang paling depan seperti pernah bertemu,
hmh"diaman yah". ah"bukankah orang itu adalah
yang menawan saya, aih dia adalah Ma-tin-bouw."
pikir Kwaa-han-bu, dan spontan Kwaa-han-bu terbang
kebelakang mengejar rombongan yang laksana
pacuan kuda. "tunggu dan berhenti kalian !" seru Kwaa-han-bu yang
tiba-tiba muncul didepan rombongan kuda, karena
teriakan dan munculnya yang tiba-tiba, kuda-kuda itu
terkejut dan spontan berhenti dengan mengangkat
kaki depan tinggi-tinggi.
"badebah sialan, mau mampus ya !?" bentak pimpinan
rombongan yang memang benar adalah Ma-tin-bouw
yang tangannya buntung. Ma-tin-bouw dengan mata berkilat marah memelototi
Kwaa-han-bu, namun ketika beradu pandang dengan
Kwaa-han-bu nyalinya langsung ciut.
"Ma-tin-bouw kalian hendak kemana ?"
"tidak ada urusan denganmu."
"Ma-tin-bouw" !" teriak Kwaa-han-bouw, Ma-tin-bouw
langsung terjungkal dari atas kuda, anak buahnya
juga tidak luput dari akibat teriakan itu.
"katakan apa tujuanmu sebenarnya !"
"sa..saya"hendak mengambil alih Jim-kok dari sumoi
saya." "tidak boleh, sumoimu sudah kau tinggal cacat, lalu
kamu hendak pula mengambil tempat kediamannya,
sungguh kamu tidak berhati."
"she-taihap, kami sadar tidak akan dapat
memenangkan kamu, namun ini adalah urusan antara
saya dengan sumoi saya, tidak boleh orang lain ikut
campur." "itu adalah bentuk penindasan yang tidak boleh
dibiarkan walaupun ururusan dalam kedua pihak,
terlebih sekarang, saya bukan pihak luar dipihak
sumoimu." "apa maksudmu she-taihap ?"
"Ma-tin-bouw, sumoimu Can-hang-bi adalah istri saya,
apakah kamu masih mau melanjutkan niatmu !?"
"hahaha..hahaha" wanita berwajah jelek lagi cacat
itu sekarang adalah istrimu, hahaha..hahaha, sungguh
luar biasa, memang kamu lelaki buta she-taihap."
"penilaianmu berlandaskan nafsu, jadi jangan banyak
bicara didepanku, dan saya ingatkan untuk enyah dari
lembah ini." "baiklah, namun saya akan mengambil sebagian
lembah untuk jadi markas."
"markas kalian untuk berbuat zalim pada orang,
apakah kamu tidak mengerti ucapan saya !?"
"jangan berlebihan she-taihap, aku tidak mengganggu
istrimu." "apakah karena tidak mengganggu istriku maka
kalian boleh menyusun kekuatan untuk bertindak
sewenang-wenang, merampok milik orang lain, Matin-bouw sekali lagi kamu banyak tingkah aku tidak
akan memberikan peluang lagi, sekarang enyah dan
jangan saya pernah dengar lagi urusan tentang
kalian !" ujar Kwaa-han-bu tegas, Ma-tin-bouw
tersudut dan terdiam, mau melanpiaskan marah, tidak
berani, mau undur juga merasa terhina.
"kenapa belum pergi, apa saya harus
menghajarmu !?" bentak Kwaa-han-bu, sebagian
besar dari rombongannya sudah undur dan bahkan
sudah melarikan diri menuju arah kota Bao
"baiklah, hari ini saya kalah jauh dari anda, dan suatu
saat nanti saya akan balas penghinaan ini."
"jangan pernah berpikir untuk itu, sebab sekali lagi
saya berjumpa denganmu dengan sepak terjang
seperti ini saya akan sangat keras menghentikanmu."
sahut Kwaa-han-bu, Ma-tin-bouw segera mundur dan
melarikan diri, tujuh sisa anggotanya juga menyusul.
Menjelang malam mereka sampai kembali kekota
Bao "hari ini kita dihina, baiklah mari kita berjanji bahwa
kita akan berburu ilmu kemana saja, dan akan keluar
kembali kedunia persilatan setelah dari kita
mempunyai kesaktian untuk menundukkan Im-yangsin-taihap." "baik..mari kita berpencar dan lima belas tahun
kemudian kita akan berkumpul dikota Bao." sela
rekannya yang lain, lalu merekapun berpencar untuk
berkelana melanglanglang dunia.
Sudah tiga hari Kwaa-han-bu berada dikota Bao,
namun istrinya dan para suhengnya belum datang,
kerinduan pada istrinya Kwee-kim-in demikian
menggebu-gebu, sehingga Kwaa-han-bu memutuskan
untuk meninggalkan kota Bao setidaknya menuju
kota Sinyang, perjalananpun dilakukan dengan cepat.
Kota Gao-ming sebelah timur gunung Thaisan, sedang
mengadakan pesta tahunan, permainan baronsai dan
pawai patung dewa tanah dan dewa rezeki diarak
disepenjang jalan, para warga begitu antusias
menonton keramaian, jalanan tumpah oleh padanya
warga yang menonton, bunyi-bunyian terdengar
gegap gempita, likoan juga meraup untung yang
banyak karena tamu yang datang silih berganti untuk
makan atau sekedar minum.
"tiga orang pendatang baru memasuki sebuah likoan,
ketiganya nampak demikian kumal karena perjalanan
yang jauh, ketiganya adalah Ui-hai-liong-siang dan
Kwee-kim-in "ada kamar untuk menginap ?" tanya Yo-hun
"ada tuan, mau berapa kamar ?"
"kami mau sewa dua kamar."
"baik A-tok antar tamu ke kamar !" ujar pemilik likoan
pada pelayannya, pelayannya datang dan
mempersilahkan tiga tamunya untuk naik keruang
atas, U-hai-liong-siang dan istrinya memasuki kamar
dan Kwee-kim-in kamar lainnya.
"lopek"tolong sediakan air untuk mandi !" ujar Kweekim-in, pelayan itupun pergi untuk melakukan
perintahnya, setelah mandi dan berganti pakaian
Kwee-kim-in merasa segar, lalu ia turun untuk
menikmati keramaian kota yang sedang pesta,
menjelang sore Kwee-kim-in kembali ketempat
penginapan, dan bertemu Ui-hai-liong-siang di beranda
ruang atas. "dari melihat keramaian Kwee-lihap ?"
"benar siangkoan-cici, pestanya sangat meriah."
"oh-ya aku kekamar dulu, dan apakah setelah malam
kita akan makan ?" "benar she-taihap, saat malam saja kita makan."
sahut Yo-hun, Kwee-kim-in berbalik meninggalkan Uihai-liong-siang melangkah memasuki kamarnya.
Keesokan harinya sebuah rumah bordir yang
tergolong mewah dua gang dari penginapan tempat
Ui-hai-liong-siang terjadi huru hara, beberapa wanita
penghibur dan tamunya kedapatan telah tewas
dikamarnya, banya para warga yang lalu lalang
berkerumun didepan rumah bordir, pemilik rumah
hiburan itu she In, dipanggil In-loya, beberapa orang
polisi mendatangi tempat itu untuk mengusut perkara.
"bagaimana awalnya, coba ceritakan yang jelas !"
perintah kepala polisi pada dua orang petugas jaga.
"malam itu sebagaimana biasa para tamu memasuki
kamar, dan kamipun berjaga dipintu gerbang."
"apakah tidak ada orang yang mencurigakan ?"
"hmh" dan menjelang tengah malam seorang lelaki
tua berumur kira-kira enam puluh tahun datang dan
hendak memesan kamar."
"kenapa kamu curiuga padanya ?"
"karena orang itu wajahnya sangat menakutkan."
"benar , wajah orang itu penuh bopeng." Sela
kawannya "lalu apa selanjutnya yang terjadi ?"
"lalu terjadilah apa yang kita lihat pagi ini."
Yo-hun yang ada disekitar kerumunan orang ikut
mendengar percakapan polisi dengan dua penjaga,
dan mendengar wajah bopeng, Yo-hun yakin masalah
ini adalah ulah Pah-sim-sai-jin, kemudian tiba-tiba
sebuah bentakan terdengar
"kalian semua berlutut..!" sebuah bentakan terdengar
mengaung, kontan semua orang berlutut kecuali Yohun. Yo-hun yang melihat Pah-sim-sai-jin ada diatas
sebuah atap bangunan mengerahkan tenaga untuk
mempertahankan diri dari pengaruh hipnotis Pah-simsai-jin, selama lima menit Yo-hun masih sanggup
bertahan, dan untungnya sebuah pukulan sakti datang
dari arah samping, Kwee-kim-in muncul dan
menyelamatkan Yo-hun pada detik-detik terakhir.
Pukulan im-yang-sian-hoat membuat pah-sim-sai-jin
terlempar dua meter sehingga ilmu hipnotisnya buyar
mempengaruhi Yo-hun yang diujung tanduk, Kweekim-in menyerang cepat dengan menggunakan imyang-sian-sin-lie mengurung pah-sim-sai-jin yang baru
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendarat di tanah, pertempuran tinggat tinggi dan
luarbiasa seru terjadi, Pah-sim-sai-jin babak belur di
sebat ujung sabuk Kwee-kim-in.
"pah-sim-sai-jin mari kita lanjutkan di pintu gerbang
sebelah timur !" seru Kwee-kim-in sambil menghilang
dari tengah pertempuran, Yo-hun yang sudah
menguasai dirinya langsung menuju penginapan
mendapatkan istrinya, kemudian mereka berdua
menuju gerbang kota sebelah timur.
Kwee-kim-in tidak lama menunggu bayangan Pahsim-sai-jin sudah muncul dengan serangkaian
serangan Hek-hoat-bo, dua tenaga dahsyat
berdentum membuat tempat itu bergetar hebat,
mereka bertempur sambil berlari, hal ini adalah trik
Kwee-kim-in untuk menghalangi Pah-sim-sai-jin
menggunakan ilmu hitamnya, dan nampaknya trik itu
berhasil, Kwee-kim-in terus mencecar tubuh Pah-simsai-jin bergerak sehingga Pah-sim-sai-jin tidak punya
kesempatan untuk menggunakan ilmu hitamnya.
Ui-hai-liong-siang selalu mengikuti pertempuran
tersebut dengan sikap waspada dan siap untuk
menolong Kwee-kim-in, sampai setengah hari
pertempuran seru dan gencar itu berlangsung, dan
ternyata pertempuran sambil lari itu mengarah pada
sebuah jurang, Kwee-kim-in dengan terus mencecar
lawan, Paha-sim-sai-jin sudah kalang kabut terdesak,
namun desakan yang tidak akan pernah
menyudutkannya karena sifat pertempuran yang
jauh, dan Kwee-kim-in hanya mampu sebatas itu,
karena amat berbahaya bertempur jarak dekat
dengan Pah-sim-sai-jin yang mengeluarkan bau apek.
Namun kali ini tubuh Pah-sim-sai-jin laksana mainan
di ujung sabuk Kwee-kim-in yang begitu cekatan dan
luarbiasa gesit memainkan ilmu Im-yang-sian-sin-liepat, daya tahan she-taihap ini tidak diragukan lagi dan
merupakan ilmu warisan leluhur yang amat langka,
"siulian-tian-liong berbareng dasar delapan langkah
garuda, tubuh pah-sim-sai-jin laksana laying-layang
dipermainkan Kwee-kim-in.
Ui-hai-liong-siang yang menonton amat takjub
menikmati permaianan puncak she-taihap yang kosen
itu, suatu ketika Pah-sim-sai-jin melompat jauh untuk
mengambil kesempatan menggunakan ilmu
pamungkasnya, namun ujung sabuk lebih cepat
mengejar dan menyebat tubuhnya hingga terjungkal ,
lalu disusul belitan yang melemparkannya kesana
kemari." Pah-sim-sai-jin terlempar dan ambruk disamping
sebuah batu, dengan sisa tenaga, Pah-sim-sai-jin
melemparkan batu sebesar kerbau itu ke arah Kweekim-in sekaligus melempar pedangnya yang meluncur
cepat, dua benda itu tidak dapat tidak menghalangi
gerak sabuk, batu besar itu hancur disebat ujung
sabuk, dan pedangpun mental menancap disebuah
pohon. Dalam waktu yang tidak berapa lama itu, Pah-sim-saijin sudah cukup untuk mengeluarkan ilmu hitamnya
"rebahlah kamu !"
"tidak.." "rebah".kataku "tidak"!" pertempuran sahut-sahutan ini pun
berlangsung, dan dipastikan Kwee-kim-in akan kalah,
Ui-hai-liong-siang sudah siaga didekat Kwee-kim-in.
Pertempuran unik itu masih berlangsung seru, dan
tiba-tiba "Pah-sim-sai-jin"!"
"aghkkk"hoakhhh?" pah-sim-sai-jin tiba-tiba
terjungkal memuntahkan darah, dengan cepat ia
menoleh kea rah suara yang memanggilnya, ternyata
Im-yang-sin-taihap sudah berdiri dihadapannya."
"Im-yang-sin-taihap..!" serunya cemas
"Bu-ko..!" berbareng Kwee-kim-in juga memanggil
suaminya, sambil berlari mendekati
"Kwee-moi apakah kamu baik-baik saja !?"
"aku baik-baik saja Bu-ko
"sialan" rasakan pembalasanku !" teriak Pah-sim-saijin sambil menerkam, Kwaa-han-bu melemparkan
istrinya sehingga menjauh sambil menengkis pukulan
Hek-hoat-bo dari Pah-sim-sai-jin.
Baru kali ini Pah-sim-sai-jin bersentuhan kulit dengan
Im-yang-sin-taihap, dan Pah-sim-sai-jin merasa
gembira, karena sudah dipastikan Im-yang-sin-taihap
akan bersin, namun alangkah terkejutnya ia ketika
merasakan seluruh tenaga Hek-hoat-bo menghantam
rongga dadanya dan bau apek tubuhnya
mempengaruhi syaraf dikepalanya sehingga membuat
mual dan dengan tubuh melayang Pah-sim-sai-jin
muntah cairan berwarna hijau , dua batang pohon
besar tumbang dilabrak tubuh Pah-sim-sai-jin, berkalikali cairan hijau itu dimuntahkan sehingga membuat
matanya basah dan melotot hendak keluar,
keringatnya mengalir dan cairan keringat itu juga
berwarna hijau. Kali ini Pah-sim-sai-jin akan tammat, ternyata hekhoat-bo yang dikerahkannya beradu dengan "Wei-sisin-siulian" ilmu baru Im-yang-sin-taihap, tenaga sakti
itu telah membalik seluruh aspek ilmu pah-sim-sai-jin,
dan akibatnya seluruh organ dalam Pah-sim-sai-jin
seperti diremas, Pah-sim-sai-jin masih menggelepar
laksana ayam disembelih sambil terus mengeluarkan
cairan, Pah-sim-sai-jin sudah tidak menyadari
keadaan, ternyata ilmu hitamnya juga membalik
menguasai dirinya, karena setelah bermandikan
muntah bercairan hijau kepalanya mengeluarkan asap
merah darah. Semua itu tidak luput dari perhatian Ui-hai-liong-siang
dan Kwee-kim-in, Kwaa-han-bu masih berdiri tenang
melihat efek pukulannya pada korban didepannya,
terakhir Pah-sim-sai-jin melenguh seperti lembu dan
kemudian bersin dan tidak lama kemudian tubuhnya
membeku laksana kaca dan meledak berkepingkeping. Tammatlah riwayat momok yang alot dan
menggemparkan ini, Kwaa-han-bu melangkah
mendekati Kwee-kim-in "syukurlah kamu tidak apa-apa sumoi sayang." ujar
Kwaa-han-bu sambil memeluk mesra istrinya, yang
hampir dua tahun tidak bertemu.
"bagaimana kabar kalian Ui-hai-siang-liong ?" sapa
Kwaa-han-bu "kami dalam keadaan baik-baik saja she-taihap,
sungguh mencengangkan akhir kehidupan Pah-simsai-jin." sahut Yo-hun masih terpana dengan kejadian
didepannya. "dimanakah Cia-cici, Bu-ko !?"
"Cia-moi sudah mendahului kita Kwee-moi, dan
madumu Kao-hong-li dan Can-han-bi saya tinggal di
Jim-kok." "Cia-cici meninggal, bagaimana kejadiannya Bu-ko ?"
"mari kita duduk, dan saya akan menceritakannya."
sahut Kwaa-han-bu, lalu dua pasang pendekar itu
duduk agak jauh dari bekas ledakan tubuh pah-simsai-jin. "kami ditawan oleh Ma-tin-bouw dan dibawa
kemarkasnya di rimba babi, saat kami diikat terjadi
bencana alam, dimana bangunan tempat kami
dikurung ambrol longsor kedalam jurang, saya dan
Kao-hong-li selamat sementara Cia-moi dipanggil
Thian." "ah"sungguh naas apa yang dialami Cia-cici." ujar
Kwee-kim-in lirih dengan isak tangis yang pilu
"Kwee-moi, semua sudah digariskan, kita hanya
mampu menerima jika berhadapan dengan kemauan
Thian." "benar Kwee-lihap, larut dalam kesedihan bukanlah
hal yang tepat menghadapi takdir Thian." sela Yo-hun,
Siangkoan lui-kim memeluk tubuh Kwee-kim-in sambil
menghibur hatinya. "bagaimana perjalanan kalian Yo-twako."
"kami berhasil mendapatkan empedu ular belang di
pulau neraka, dan juga Wan-cianpwe berhasil
mendapatkan jamur linzi di Tibet, hanya sanya Wanciampwe juga tewas ketika menghadapi Hehat-kuisam dan Pah-sim-sai-jin."
"lalu siapa saja Kwee-moi dari suheng yang
menyertaimu ?" "sim-suheng, Li-suheng, Lauw-suheng, dan Kamsuheng." "lalu dimana mereka ?"
"empat suheng juga tewas dalam menunaikan tugas
kita ini." "hmh".semoga Thian menberikan hal-hal yang baik
kepada mereka." "baiklah, sekarang marilah kita ke kota Bao, untuk
melihat keadaan para pendekar." ujar Yo-hun
"baiklah , marilah kita berangkat." sahut Kwaa-han-bu,
lalu merekapun meninggalkan tempat itu, dua pasang
suami istri melakukan perjalanan luar biasa cepat,
hingga dalam waktu tiga minggu mereka sudah
sampai di kota Bao. Yo-hun mengajak she-taihap ketempat kungcu, empat
penjaga mendekat "ada keperluan apa hingga datang kemari !?"
"kami ingin bertemu dengan Kungcu, urusan sepuluh
pendekar yang ditahan disini dua tahun yang silam."
"ooh, apakah kami berhadapan dengan Ui-hai-liongsiang !?" "benar sicu, kamilah Ui-hai-liong-siang."
"kalau begitu marilah taihap, sebentar saya akan
laporkan pada taijin."
Sim-tai-jin pun datang menemui mereka diruang
tengah "marilah kita langsung ke tempat tahanan taihap !"
ujar sim-tai-jin, lalu merekapun memasuki tempat
tahanan, sepuluh pendekar yang ditahan seperti orang
melamun. "hmh"mata mereka nampaknya berobah taihap." ujar
kepala penjara." "maksudmu bagaimana sicu ?" tanya Yo-hun
"biasanya mata mereka tidak sanggup kami tantang,
karena kilat menyeramkan, namun sekarang tatapan
mata itu kosong dan tidak bercahaya."
"ini mungkin efek yang ditimbulkan setelah kematian
Pah-sim-sai-jin." "jadi pada dasarnya mereka telah lepas dari pengaruh
Pah-sim-sai-jin, begitukah she-taihap !?" sela Yo-hun.
"benar Yo-twako, mereka sudah lepas dan hanya
mereka tetap hilang ingatan."
"kalau begitu apa yang harus kita perbuat ?"
"sebaiknya keluarkan mereka dulu untuk kita
periksa." sahut Kwaa-han-bu, lalu sepuluh orang itu
pun dikeluarkan. "ternyata Gak-hu juga disini." gumam Kwaa-han-bu
setelah melihat Cia-peng ayah istrinya Cia-sian-li,
Kwaa-han-bu mendekati Cia-peng, memriksa urat
nadin, mata dan meraba kepala.
"urat syaraf mereka dikuasai hawa Im" ujar Kwaahan-bu, mungkin dengan jamur LInzi kita akan dapat
menyembuhkannya, karena jamur linzi menyimpan
hawa yang." Ujar Kwaa-han-bu, Yo-hun membuka
buntalan dan mengambil jamur linzi dari kotak
"inilah jamur linzi yang didapat Wan-cianpwe." ujar
Yo-hun menunjukkan jamur linzi
"jamur ini kita godok dengan air dingin." sahut Kwaahan-bu "cepat ambilkan sepoci besar air." perintah sim-taijin
pada pengawalnya, pengawal pun segera mengambil
sepoci besar air, lalu memberikan pada Kwaa-han-bu,
dan ketika dibuka tutupnya oleh Kwaa-han-bu air itu
sudah berubah dingin bahkan sedikit membatu,
pengawal itu terkesiap melihat air yang tadinya air
biasa sudah berubah menjadi bongkahan es.
Kwaa-han-bu memasukkan jamu kedalam poci air,
dan dalam sekejap air itu mendidih bahkan beruap,
dan uap air itu ditampung sehingga berubah kembali
menjaadi air biasa, dan setengah gelas uap air itu
diperoleh, Kwaa-han-bu meminumkan pada
mertuanya Cia-peng, Cia-peng tiba-tiba pingsan, dan
setengah jam kemudian Cia-peng sadar dengan
perasaan heran "Bu-ji..kamukah itu, dimanakah kita ini ?" tanya Ciapeng, orang semua terkejut gembira melihat Cia-peng
telah pulih "syukurlah gak-hu, gak-hu telah pulih kembali." sahut
Kwaa-han-bu, Kwee-kim-in memapah Cia-peng dan
mengajaknya keluar dari kerumunan orang
"paman aku adalah Kwee-kim-in."
"ya aku ingat, kamu adalah sumoi dari Kwaa-han-bu."
"benar paman, sekarang paman duduklah yang
nyaman disini, kita menunggu pendekar yang lain
dipulihkan oleh Bu-ko." ujar Kwee-kim-in, Cia-peng
mengangguk sambil melihat kerumunan orang
didepannya yang menyaksikan pengobatan.
Hampir dua jam pengobatan itu berjalan, dan sepuluh
pendekar itupun pulih semua, alangkah bahagia rasa
hati mereka setelah mendengar kenyataan bahwa
mereka telah dijadikan boneka oleh Pah-sim-sai-jin
dan dapat diselamatkan, malam harinya mereka
menginap dikediaman sim-taijin.
Kwaa-han-bu dan Kwee-kim-in yang disediakan
Kembalinya Si Manusia Rendah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebuah kamar, menumpahkan segala kerinduan dan
cinta berbalut gejolak birahi, Kwee-kim-in menikmati
tiap gerakan suaminya yang membelai dan
meremasnya, hangatnya pelukan suaminya serta
panasnya birahi yang tersulut direlung sukmanya
berpilin erat seiring dekapan suaminya yang perkasa.
Keesokan harinya semua para poendekar pulang
ketempatnya masing-masing.
"gak-hu, apakah tidak sebaiknya gak-hu ikut saya ke
kun-leng !?" "tidak apalah Bu-ji, aku kembali saja ke Kun-lun,
entah bagaimana keadaan istriku sekarang, terlebih
setelah mengetahui kepergian anak kami, kami harus
saling menguatkan." "baiklah kalau begitu Gak-hu, sesekali aku akan
mengunjungi gak-hu ke Kun-lun." ujar Kwaa-han-bu,
lalu Cia-peng pun meninggalkan kota Bao.
Kemudian dua pasang pendekar itu melanjutkan
perjalanan ke Jim-kok, sesampai di Jim-kok,
pertemuan haru terjadi, kabar meninggalnya Cia-sianli, begitu membuat ketiga istri Im-yang-sin-taihap
saling bertangisan, terlebih Kao-hong-li yang dapat
menceritakan dengan jelas akhir kehidupan Cia-sian-li,
dan hal itu membuat Siangkoan-lui-kim takjub, entah
bagaimana hubungan batin istri-istri she-taihap ini,
pikirnya didalam hati. Dan disamping itu ia terenyuh
dan takjub melihat Can-hang-bi yang cacat dapat
menjadi bagian dari keluarga Im-yang-sin-taihap yang
mutlak ketampanannya yang mengagumkan.
Can-hang-bi dan kedua madunya laksana langit dan
bumi perbedaannya, namun jika melihat akurnya
mereka, seakan tidak ada mmeiliki perbedaan, kecuali
orang luar yang memandangnya, seminggu kemudian
Can-hang-bi melahirkan anak lelaki yang montok,
Can-hang-bi merasakan bahagia yang tidak bertepi,
Kao-hong-li dan Kwee-kim-in menyambut suka cita,
dan bergantian menggendong putra Can-han-bi yang
diberi nama Kwaa-yun-peng.
Keesokan harinya Ui-hai-liong-siang mengadakan
mengajak bicara Kwaa-han-bu
"she-taihap, dari awal kamu telah mempunyai
keinginan kepadamu."
"katakanlah Yo-twako, apa yang dapat saya lakukan
untuk kalian." "she-taihap, ketika Yo-seng lahir, satu keingginan saya
pada anak saya itu untuk belajar dengan she-taihap,
kiranya she-taihap dapat memperkenankan harapan
kami tersebut." "oh, tentu kepercayaan Yo-twako dan soso
merupakan penghargaan luarbiasa bagi saya dengan
memberikan tulang yang amat baik sepert Yo-seng,
aku akan berusaha sebaik mungkin Yo-twako."
"ah..sungguh kami merasa bahagia akan kesudian
she-taihap." sela Siangkoan-lui-kim.
"dan mungkin kami akan lebih dulu berangkat ke
kunleng untuk menjumpai anak kami."
"demikian juga baik Yo-twako, dan kami akan
menyusul beberapa hari lagi." sahut Kwaa-han-bu.
Ui-hai-liong-siang siangnya berangkat mendahului shetaihap kekota Kun-leng di selatan, sementara Kwaahan-bu masih menikmati hari-hari ceria bersama
keluarganya di-jim-ok, Kwaa-kun-bao dan Kwaa-yunpeng jadi kejora mata bagi ayahnya mendapatkan
curahan sayang, begitu juga dengan ketiga ibu
mereka tidak kalah limpahan kasihnya.
Dengan demikian berakhirlah kisah Sai-jin-lu, semoga
bermamfaat disamping bacaan yang menghibur.
Batam, 23 Oktober 2012 Dan tentunya kisah ini akan berlanjut, dimana
keturunan Im-yang-sin-taihap akan ambil peranan
dalam menapaki dunia kangowu yang penuh dengan
dilema dan bahaya. Untuk kisah selanjutnya Insya
Allah kita akan bertemu dalam judul
"KWI-SIAN-PAT" (DELAPAN DEWA IBLIS)
Golok Halilintar 3 Rajawali Emas 22 Pendekar Bijaksana Persekutuan Pedang Sakti 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama