Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo Bagian 4
mendengar sendiri pokok persoalannya dari paman
dan bibimu. Tapi jangan kau cemas, Han, aku takkan
berada jauh dari sini dan akan selalu mengawasi dan
menjaga. Cin Han tak berani mendesak, tapi bagaimanapun
juga, hatinya sangat bingung penuh rasa khawatir.
Tiba-tiba dari dalam rumah tampak orang menuju ke
halaman belakang di mana mereka berada.
Sampai jumpa lagi, muridku, kata Gwat Liang Tojin
dan sekali berkelebat lenyaplah tubuhnya di balik
pagar. Diam-diam Cin Han mengagumi gerakan
gurunya yang sungguhpun sudah lanjut usianya
namun masih gesit dan cepat sekali.
Ternyata yang datang adalah pamannya, Gan Keng
Hiap. Mereka bercakap-cakap seperti biasa, dan
dengan suara yang seakan-akan tak disengaja, Cin
Han membelokkan percakapan mereka dengan
sebuah pertanyaan apakah pamannya itu mempunyai
musuh di luaran. Musuh" Ah, dari mana kau mendapat pikiran aneh
ini, anakku" Aku seorang lemah dan tak pernah
berselisih dengan orang lain, pula aku tidak berani
berkelahi. Siapa yang memusuhi orang seperti aku"
Semenjak saat itu Cin Han berlaku hati-hati sekali
menjaga rumah pamannya, tapi malam hari itu tidak
terjadi sesuatu. Pada malam hari kedua, pada kurang
lebih jam sepuluh dan ia sedang duduk bersamadhi
sambil berjaga, telinganya mendengar suara kaki
menginjak genteng rumah. ?"06.17. Musuh Sasterawan Tua Cacat!
Ia kaget sekali karena suara itu demikian perlahan
yang menunjukkan betapa tingginya ilmu
meringankan tubuh tamu malam itu. Dengan tenang
Cin Han memadamkan lampu dan mencabut pedang
Kong-hwa-kiam yang selama ini disembunyikan saja
dalam bungkusan pakaiannya, kemudian ia meloncat
keluar jendela terus mengayun tubuh ke atas
genteng. Sebelum ia dapat melihat di mana adanya tamu
malam itu, tiba-tiba ia merasakan angin pukulan
datang dari samping dibarengi bentakan perlahan.
?"?"?"Jangan kau ikut-ikut dan merintangi maksudku,
pergilah!?"?"?"
Tapi Cin Han berlaku sebat. Dengan miringkan tubuh
ia dapat mengelakkan sampokan tangan orang itu
dan ia barengi meloncat ke belakang untuk
memperhatikan lawannya. Ia kaget dan heran sekali.
Yang berdiri di hadapannya adalah seorang laki-laki
setengah tua yang beroman muka mengerikan.
Orang itu mukanya penuh cambang bauk dan
rambutnya yang panjang terurai tak terurus sama
sekali, sedangkan tubuhnya mengenakan baju dan
celana pendek dari kulit harimau, kakinya tak
bersepatu, ia lebih menyerupai orang hutan yang
masih liar. ?"?"?"Hei, siapakah kau dan apa maksudmu malam-malam
datang mengganggu"?"?"?"
?"?"?"Ha, ha, anak muda. Kau dapat menangkis
doronganku, terhitung orang pandai juga. Sayang
usiamu yang muda, pergilah jangan merintangi
maksudku. Kau jangan ikut-ikut, jangan turut campur.?"?"?"
Suara orang itu parau dan menyeramkan.
?"?"?"Enak saja kau berbicara, kawan,?"?"?" kata Cin Han
dengan berani. ?"?"?"Aku termasuk penghuni rumah ini
dan kau datang hendak mengganggu keamanan
rumahku, dan kaukatakan aku tak boleh ikut campur"
Mana ada aturan macam ini" Hayo mengaku saja,
siapa kau dan apa maksudmu datang malam-malam
ini" Kalau kau tidak mengaku, jangan mengatakan
aku keterlaluan kalau pedangku tak mengenal
ampun.?"?"?"
Sepasang mata orang itu memandangnya. Karena
bulan bercahaya suram-suram maka Cin Han tidak
dapat melihat dengan jelas, hanya tampak seakanakan dari sepasang mata itu mengeluarkan cahaya. Ia
tidak tahu bahwa orang itu memandangnya dengan
kagum. ?"?"?"Kau anak kecil tahu apa" Jangan turut campur!?"?"?"
Sambil berkata demikian orang itu menggerakkan
tubuhnya meloncat ke bawah tanpa memperdulikan
lagi kepada Cin Han. Pemuda itu penasaran dan
marah sekali, ia mengayunkan pedangnya dan
melompat mengejar lalu mengirim sebuah tusukan
sambil berteriak, ?"?"?"Awas pedang!?"?"?"
Orang itu berkelit cepat dan berteriak kaget ketika
pedang Cin Han menyerempet pundaknya dan hampir
saja melukainya. Ia tidak menyangka pemuda itu
demikian lihai. ?"?"?"Tahan!?"?"?" serunya marah. ?"?"?"Siapa kau" Apa
hubunganmu dengan Gan Keng Hiap"?"?"?"
Cin Han tersenyum mengejek. ?"?"?"Kau mau tahu
sekarang" Dengar baik-baik, Gan Keng Hiap adalah
pamanku, dan aku menjadi pelindungnya!?"?"?"
?"?"?"O, begitu" Ha, ha! Kau sombong, anak muda,
sungguhpun kuakui bahwa ilmu pedangmu tidak
jelek. Mari-mari, majulah, mari kita main-main
sebentar, takkan terlambat bagiku untuk mengambil
nyawa orang she Gan itu sebentar lagi.?"?"?"
Mendengar kata-kata ini Cin Han menjadi marah
sekali. ?"?"?"Mudah saja, lebih dulu aku akan mengambil
kepalamu!?"?"?" Maka iapun menyerang dengan hebat.
Pedang Kong-hwa-kiam diputar cepat mengeluarkan
sinar berkilauan dan mengeluarkan angin dingin.
?"?"?"Bagus juga kiam-hwatmu!?"?"?" Orang aneh itu berkelit
dan ia makin kagum saja melihat permainan pedang
pemuda itu. Biarpun Kong-hwa-kiam-sut yang dimainkan Cin Han
sangat luar biasa dan gerak-geriknya cepat melebihi
burung kepinis, namun ternyata orang aneh itu lebih
hebat lagi gerakan-gerakannya. Ia berkelit ke sana ke
mari, menerobos di antara sinar pedang yang
mengurungnya, dan kadang-kadang membalas
menyerang dengan pukulan atau tendangan
berbahaya. Cin Han mengerahkan tenaga dan
kepandaiannya, tapi setelah bertempur seratus jurus,
ia mulai terdesak. Ia kalah ulet dan kalah tenaga.
Pada saat ia terdesak sekali menghadapi tendangan
beruntun dari orang aneh itu, tiba-tiba terdengar
bentakan keras, ?"?"?"Ong Lun, kau orang tak tahu diri!!?"?"?"
Dan tampak bayangan putih berkelebat di depan Cin
Han untuk menahan serbuan orang aneh itu.
Cin Han meloncat mundur dengan hati girang karena
yang datang itu bukan lain ialah Gwat Liang Tojin,
gurunya. ?"?"?"Ha, ha, ha! Aku tadi sudah merasa curiga terhadap
anak muda ini. Memang ilmu pedangnya
mengingatkan daku akan engkau orang tua,?"?"?" tamu
malam yang aneh itu tertawa bergelak-gelak.
Gwat Liang Tojin menudingnya dan berkata dengan
suara tetap. ?"?"?"Ong Lun! Kau tahu betapa besar rasa
sayangku kepadamu. Kau sudah kuanggap adik
kandungku sendiri, bahkan kita sudah saling
bersumpah untuk bersetia kawan. Tapi kau yang
selalu kukagumi, ternyata tak lain hanya seorang
lemah, seorang pengecut.?"?"?"
?"?"?"Gwat Liang suheng, mengapa kau begitu marah"
Mungkin sutemu ini seorang lemah, ini kuakui, tapi
mengapa kau menyebutku pengecut"
Bukankah itu disebut lemah dan rendah bila seorang
hohan menjadi mata gelap hanya karena wanita"
Dan bukankah pengecut sekali bila seorang gagah
berilmu tinggi memusuhi seorang sasterawan lemah
tak berdosa hanya karena seorang perempuan" Ah,
Ong Lun, Ong Lun& & kau harus malu!
Sasterawan lemah" Tak berdosa" Suheng, kau belum
tahu duduknya perkara. Orang she Gan itulah yang
pantas disebut orang tak tahu malu. Ia menggunakan
wajah tampan dan kedudukan sebagai seorang
sasterawan untuk memikat hati wanita yang kucinta.
Aku sudah menderita dan menahan gelora hatiku
untuk puluhan tahun, tapi hatiku makin menderita,
suheng. Kalau aku belum mengirim orang she Gan itu
ke neraka, hidupku akan makin tersiksa saja.
Betulkah kata-katamu ini" Suara Gwat Liang
membayangkan keragu-raguan.
Tentu saja betul& &
Bohong! Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari
bawah. Ternyata yang berteriak itu adalah nyonya
Gan Keng Hiap yang sejak tadi mendengarkan
percakapan mereka di atas genteng yang diucapkan
dengan keras. Itu bohong belaka! Belum pernah aku
mencinta kepada Sian-kiam Koai-jin Ong Lun.
Memang aku kagum dan berhutang budi padanya,
tapi aku tak pernah cinta padanya. Aku kawin dengan
Gan Keng Hiap karena akupun cinta padanya, bukan
karena pikatan. Ah, Ong-taihiap, kenapa kau jadi
begitu" Rambut kita sudah putih, tapi masih jugakah
kau mendendam" Kalau kau mau bunuh suamiku,
bunuhlah aku lebih dulu! Kemudian nyonya Gan Keng
Hiap berlutut di atas lantai sambil menangis sedih.
Wajah Ong Lun Sian-koam Koai-jin yang tadinya
tegang dan keras, kini tiba-tiba melunak dan ia
menghela napas berulang-ulang.
Ong Lun Taihiap, aku Gan Keng Hiap ada di sini,
kalau taihiap masih penasaran, inilah aku, bunuhlah
kalau itu kehendakmu! terdengar suara Gan Keng
Hiap berteriak-teriak pula dari bawah.
Ong Lun si Manusia Aneh Pedang Dewa
menggunakan sepasang matanya yang tajam itu
mengerling ke sana ke mari bagaikan seekor harimau
yang terkurung. Lalu tiba-tiba ia tertawa keras, tapi
suara tawanya itu seakan-akan menggemakan suara
tangis yang keluar dari hati sanubarinya.
Ha, ha, ha, ha!!! Memang aku orang rendah tiada
guna. Memang aku manusia menanti ajal. Orang tak
tahu diri, tak tahu malu. Pantas saja semua orang
membenci. Wanita yang kutolong dan kucinta
membalas membenci. Suheng yang seperti kakak
sendiri juga membenci. Sudah sepatutnya, sudah
sepatutnya! Biarlah, Gan Keng Hiap, kalau di dunia ini
aku tak dapat menuntut balas, nanti di akhirat tentu
aku akan mencari padamu! kemudian orang aneh itu
segera berkelebat pergi secepat kilat.
Ong Lun sute, tunggu!! Panggilan Gwat Liang Tojin penuh suara iba. Tapi
bayangan yang sudah jauh itu hanya menjawab,
Maaf, suheng! Dan malam kembali sunyi senyap, hanya terdengar
isak tangis nyonya Gan Keng Hiap di bawah genteng.
Nah, tugasku selesai, muridku. Sekarang aku hendak
pergi. Tapi suhu, siapakah orang gagah tadi" Ilmu silatnya
tinggi dan hebat, dan mengapa ia memusuhi siok-hu"
tanya Cin Han yang masih berdebar dan bingung
menghadapi peristiwa yang baru terjadi.
Dia adalah Sian-kiam Koai-jin Ong Lun, orang gagah
perkasa yang jarang ada tandingannya. Ia telah
mengangkat saudara dengan aku dan kami pernah
sama-sama mempelajari ilmu silat tinggi. Tapi ia
berwatak ku-koai (aneh) dan suka membawa mau
sendiri. Bagaimanapun juga, ia adalah seorang baik
dan berhati emas serta luhur budinya. Tentang
urusannya dengan siok-humu itu, aku tak tahu jelas,
lebih baik kau tanya saja kepada mereka yang
bersangkutan. Nah, sekarang aku pergi muridku. Jaga
dirimu baik-baik. Terima kasih, suhu, selamat jalan.
Gwat Liang Tojin mengebutkan lengan bajunya dan
tubuhnya berkelebat di malam gelap.
Malam itu Cin Han tidak mau mengganggu paman
dan bibinya yang masih tenggelam dalam kesedihan
dan keharuan, tapi pada keesokan harinya, terpaksa
ia membuka rahasia bahwa yang datang menolong
malam tadi adalah suhunya.
Gan Keng Hiap suami isteri menyesal sekali mengapa
Gwat Liang Tojin tidak diminta turun dan berkenalan.
Kemudian Cin Han dengan ingin tahu sekali bertanya
tentang urusan pamannya dengan Sian-kiam Koai-jin
Ong Lun. Sambil menghela napas panjang Gan Keng
Hiap mengangguk ke arah isterinya dan berkata.
Kau tanya sajalah kepada bibimu.
Dan bibinya mulai bercerita tentang masa mudanya
ketika berjumpa dengan Ong Lun.
"%Y"% Nyonya Gan Keng Hiap ketika masih gadis bernama
Pui Sin Lan. Ayahnya adalah Pui Hok Thian, seorang
pembesar menjabat pangkat ti-hu di kota Bian-touw
Karena keadaan di Tiongkok pada waktu itu sangat
tidak aman dan kekacauan timbul di mana-mana sebagai akibat kelaliman Raja, dan semua pembesar
dan alat pemerintah hidup dengan jalan korupsi, dan
memeras rakyat, dan pembesar yang adil selalu
bahkan dimusuhi oleh para koruptor hingga
kedudukannya terdesak, maka Pui Hok Thian yang
mempunyai jiwa bersih, mengundurkan diri.
Ia mengajukan surat rekes untuk meletakkan jabatan
dengan alasan kesehatan, setelah mendapat ijin
dengan mudah karena pembesar atasann yapun lebih
suka melihat ia berhenti, ia berkemas dan membawa
isteri dan anaknya pulang ke kampung asal.
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ternyata atasannya menaruh curiga padanya dan
takut kalau-kalau di belakang hari bekas ti-hu yang
jujur ini akan membongkar segala rahasianya. Maka
diam-diam ia menyewa beberapa orang perampok
kejam untuk mencegat perjalanan Pui Hok Thian dan
membunuh semua keluarganya.
Demikianlah, ketika rombongan Pui Hok Thian melalui
sebuah hutan yang liar dan besar, tiba-tiba sebatang
anak panah melayang cepat dan menancap di kereta
yang mereka duduki. Tukang kereta dan beberapa
orang pengawal dengan cemas mencabut golok
membuat persiapan. Muncullah beberapa belas orang
perampok yang dikepalai oleh seorang tinggi besar
bersenjata siang-to. Perampok itu tanpa bertanyatanya lagi segera menyerbu dan pertempuran
berjalan dengan sengitnya.
Melihat bahwa pengawal-pengawal itu hanya
berkepandaian biasa saja, kepala rampok hanya
melihat saja betapa anak buahnya beraksi. Tiba-tiba
ia melihat Pui-siocia di dalam kereta. Memang Pui Siok
Lan adalah seorang gadis yang cantik sekali dan ia
terkenal sebagai kembang kota Bian-touw usianya
pada waktu itupun baru enambelas tahun.
Kan Beng kepala rampok yang disewa oleh pembesar
jahat itu mengilar melihat kecantikan gadis itu dan
timbul niat jahatnya. Dengan sekali loncat ia berada di
dekat kereta dan membuka tendanya.
Pui Siok Lan menjerit kaget dan takut. Melihat
perampok tinggi besar dan bengis itu mengulurkan
tangan hendak menangkapnya, ia segera mencabut
sebuah pisau belati kecil penjaga diri dan
menggunakan senjata kecil itu menusuk tangan
penjahat. Tapi Kan Beng hanya tertawa menyengir
dan sekali sentil dengan jari tangannya, pisau itu
terlepas dari pegangan Pui-siocia. Gadis itu hendak lari
dan meloncat dari tempat duduknya, tetapi Kan Beng
lebih cepat dan sebelum Pui-siocia dapat lari,
tangannya telah terpegang oleh kepala rompok itu.
Dengan sekali sentak tubuh yang kecil ramping itu
berada dalam pelukannya dan ia meloncat dari kereta
untuk membawa nona itu pergi lebih dulu.
Tiba-tiba pada saat itu terdengar jeritan-jeritan
kesakitan dari beberapa orang perampok roboh tak
berkutik lagi. Ternyata seorang pemuda tampan dan
gagah mengamuk. Tubuhnya bagaikan burung
rajawali berkelebat ke sana ke mari. Di mana saja ia
sampai tentu terdengar jeritan ngeri dan seorang
penjahat roboh terguling.
Tiba-tiba pemuda itu melihat Pui-siocia dalam
pondongan Kan Beng. Ia berseru keras dan nyaring
dan tahu-tahu tubuhnya sekali loncat telah sampai di
depan Kan Beng. Kan Beng pun berseru marah. Ia melepaskan Pui Siu
Lan dari pondongan dan mencabut golok kembarnya.
Tapi pemuda itu melawannya dengan tangan kosong.
Sungguhpun siang-to di tangan Kan Beng merupakan
sepasang golok yang lihai dan berbahaya sekali,
namun dengan lima kali gebrakan saja sepasang
golok itu terpental dari tangan Kan Beng dan sebuah
tendangan kilat, menamatkan riwayat kepala
perampok itu. Melihat kegagahan pemuda itu, sisa-sisa perampok
tanpa diperintah lalu lari tunggang-langgang. Berkat
ketangkasan pemuda itu, Pui Hok Thian sekeluarga
tertolong dan selamat, hanya dua orang pengawal
mendapat luka-luka berat akibat bacokan golok.
Pui Hok Thian berterima kasih sekali dan menanyakan
nama penolong mereka. Ternyata penolong yang
gagah berani itu adalah Siang-kiam-enghiong Ong Lun
si pedang dewa. Dengan merendah Ong Lun balas
memberi hormat dan ia lalu mengantar pembesar
jujur itu pulang ke kampung.
Semenjak itu, Ong Lun merasa bahwa hatinya telah
tercuri oleh nona cantik yang ditolongnya. Pula, Siu
Lan orangnya ramah-tamah dan tidak malu-malu
maka pemuda itu makin tertarik.
Beberapa bulan semenjak terjadinya peristiwa itu,
pada suatu malam rumah Pui Hok Thian didatangi
penjahat. Mereka terdiri dari tiga orang dan bukan lain
ialah suheng dan kawan-kawan Kan Beng yang
terbunuh mati. Untung bagi keluarga Pui, pada waktu
hal ini terjadi, Ong Lun masih berada di kampung itu,
tinggal di sebuah hotel. Maka ketika seorang peronda
memberi tahu padanya bahwa rumah keluarga Pui
diserang penjahat, secepat kilat ia lari ke sana dan
berhasil mencegah terjadinya pembunuhan.
Ketika ia tiba di rumah itu, ia melihat dua orang
penjahat tengah mengamuk dan dikeroyok oleh
penduduk kampung yang mengerti ilmu silat. Tapitandingan ke dua
penjahat itu hingga telah ada beberapa orang yang
menjadi korban. Dengan berseru keras Ong Lun
menyerang mereka dan memerintahkan orang-orang
kampung mundur. Hai, orang-orang dari manakah berani main gila di
depan Sian-kiam Ong Lun" bentaknya.
Ha, jadi kaukah yang membunuh suteku Kan Beng"
Kebetulan, memang kamu yang kucari. Hutang nyawa
harus dibalas dengan nyawa! teriak seorang kate
kecil yang menjadi suheng Kan Beng dan bernama Tie
Lok si Kerbau Kate Tanduk Besi. Kemudian kedua
orang itu mengeroyok Ong Lun.
Ternyata kedua orang itu berkepandaian lumayan
juga hingga akhirnya Ong Lun menjadi gemas dan
mencabut Sian-liong-kiam. Setelah bersenjatakan
pedang pusaka, maka dalam beberapa jurus saja
kedua lawannya telah terbunuh mati. Ong Lun
meloncat turun untuk menemui Pui Hok Thian.
Alangkah terkejutnya ketika ia mendapatkan Pui Hok
Thian suami isteri menangis sedih,
Siok-hu, apa yang telah terjadi" Apakah Lan-moi& ..
Celaka, taihiap& & adikmu& & Siu Lan diculik
penjahat...... Tanpa membuang waktu lagi Ong Lun meloncat
keluar dan naik ke atas genteng. Ia menduga bahwa
penjahat yang membawa lari Siu Lan tentu pergi ke
sebelah hutan yang terletak beberapa belas lie dari
kampung itu. Maka ia menggunakan ilmunya berlari
cepat mengejar. Betul sebagaimana yang ia duga, gadis itu dilarikan
penjahat ke hutan itu. Ketika ia memasuki hutan
beberapa lie dalamnya, tiba-tiba ia mendengar suara
orang-orang bicara dan kuda meringkik. Ia berjalan
perlahan dan mengintai. Ternyata di sebuah lapangan
rumput terdapat banyak orang sedang duduk
mengelilingi api. Mereka adalah perampok-perampok yang berwajah
kejam. Kurang lebih ada duapuluh orang yang duduk
di situ, dan seorang yang agaknya menjadi pemimpin,
bertubuh tinggi kurus dengan wajah pucat, duduk di
tengah-tengah lingkaran. Di depannya kelihatan nona
Siu Lan yang duduk menangis, menutup mukanya
dengan kedua tangannya. Melihat keadaan nona yang dicintanya, ingin sekali ia
meloncat keluar dari tempat persembunyiannya dan
mengamuk orang-orang yang dibencinya itu, tapi
kecerdikannya mencegah kehendak ini. Kalau aku
mengamuk, maka akan berbahayalah keadaan Siu
Lan, pikirnya. Maka ia menahan sabar dan tetap
mengintai. Ternyata mereka itu hendak bermalam di
hutan dan besok pagi Siu Lan hendak dibawa pulang
ke sarang perampok oleh kepala perampok kurus itu.
Tak lama kemudian kepala perampok menyeret Siu
Lan yang meronta-ronta ke dalam sebuah tenda yang
telah dipasang di bawah pohon Siong besar. Ong Lun
menggerakkan tubuhnya dan bagaikan burung ia
meloncat ke atas pohon. Kemudian, tanpa
mengeluarkan sedikitpun suara, ia meloncat ke
belakang tenda yang dipasang seperti kemah itu.
Ia mendengar kekasihnya menangis dan memakimaki, maka tak sabar lagi ia menggunakan Siangliong-kiam menusuk kain kemah. Sekali putar tenda
itu robek lebar dan ia menerjang masuk.
Kepala perampok itu duduk sambil minum arak
dengan mangkok besar yang dipegang dengan
tangan kiri, sedangkan tangan kanannya memegang
lengan Siu Lan yang menangis sambil memaki-maki.
Kepala perampok itu terkejut bukan main melihat
seorang pemuda memasuki tenda dengan tiba-tiba
maka ia segera menggerakkan tangan menimpuk.
Mangkok yang ditimpukkan itu dengan mudah dikelit
oleh Ong Lun dan ia meloncat menerjang. Kepala
perampok telah menyambar ruyungnya dan
menangkis, tapi tangkisan itu membuat ruyungnya
terbelah dua. Sebelum ia dapat berteriak atau lari,
Sian-liong-kiam yang sangat tajam itu telah
berkelebat dan kepalanya terpisah dari tubuhnya.
Ong Lun taihiap! Siu Lan berseru girang dan lari
menghampiri, setelah sampai di depan pemuda itu,
karena girangnya telah tertolong dari bahaya yang
lebih hebat daripada maut itu, ia memekik dan
meloncat memeluk leher Ong Lun.
Dengan terharu Ong Lun memeluk tubuh yang
dikasihi itu, tapi ia terkejut sekali melihat bahwa Siu
Lan telah jatuh pingsan dalam pelukannya. Ia segera
memondong tubuh nona yang telah lunglai itu dan
meloncat keluar dari kemah.
Sementara itu, para perampok yang mendengar
beradunya ruyung dengan pedang, memburu ke
dalam kemah. Bukan main kaget mereka melihat
kepala perampok sudah mati konyol dengan kepala
terpisah dari tubuh. Mereka ribut-ribut dan memburu
keluar, tapi Ong Lun dan Siu Lan telah pergi jauh dari
situ. Karena fajar sudah hampir menyingsing, maka Ong
Lun tidak berani terus melanjutkan perjalanannya,
memondong seorang gadis keluar dari hutan sepagi
itu. Maka ia lalu menurunkan tubuh Siu Lan di atas
rumput hijau dan memanggil-manggil namanya.
Siu Lian masih saja pingsan. Gadis itu terlalu banyak
menderita ketakutan dan tekanan batin hebat. Ong
Lun lalu menanggalkan kain ikat kepalanya dan
membasahi kain dengan air anak sungai yang
mengalir tak jauh dari situ. Dengan kain basah ia
menghapus-hapus jidat dan leher Siu Lan.
Perlahan-lahan gadis itu sadar kembali dan untuk
sesaat ia memandang sekeliling dengan heran. Tapi
ketika matanya bertemu dengan Ong Lun, ia bangkit
duduk lalu menangis kembali dengan sedih.
Sudahlah, Lan-moi, jangan bersedih. Bahaya telah
berlalu dan kau selamat. Ah, terima kasih, taihiap, lagi-lagi kau sudah
menolong jiwaku yang tak berharga ini.
Dan lagi-lagi kau panggil aku taihiap. Bukankah kita
ini seperti kakak dan adik"
Siu Lan menunduk kemalu-maluan. Baiklah, mulai
sekarang aku menyebut koko padamu. Bagiku, kau
lebih berbudi daripada seorang kakak aseli.
Ong Lun merasa betapa merdunya ucapan ini dan ia
memandang gadis itu dengan penuh rasa kasih. Tapi
Siu Lan yang masih berhati kanak-kanak tidak tahu
akan pandangan ini. Ia hanya balas memandang
dengan kagum dan hatinya bangga mempunyai
seorang kakak yang demikian gagah perkasa dan
yang telah lama ia kagumi.
Koko sudah berbulan-bulan kami kenal padamu tapi
belum pernah kauceritakan riwayatmu. Aku masih
lelah, maka baiklah kita mengobrol dulu di sini.
Tempat ini begini sunyi dan nyaman. Coba
kauceritakan sedikit riwayatmu, atau& .. apakah itu
kau rahasiakan" ia mengerling sambil tersenyum.
Ong Lun tersenyum pula. Pada saat itu hatinya
merasakan sesuatu yang luar biasa dan yang tidak
pernah dialami sebelumnya. Hatinya seakan-akan
menyaingi kenyamanan hawa pagi.
Tidak, adikku. Bagiku tiada rahasia. Ayahku bernama
Ong Tat dan dulu pernah menjabat pangkat residen.
Tapi seperti juga ayahmu, ia bosan memegang
jabatan yang penuh kekotoran itu, lalu minta berhenti.
Tidak tahunya ia difitnah oleh kawan sejawat hingga
ia terpaksa lari ke Sin-kiang. Di daerah yang liar ini
ayah berjumpa dengan ibuku, seorang wanita Han
yang lahir di Sin-kiang dan puteri seorang ahli pedang
yang menjadi pendiri dari cabang Thai-san. Dan di situ
pulalah aku terlahir, dididik ilmu silat oleh kakek dan
ibuku. Kakekku masih mempunyai dua orang murid,
yakni Hun Beng dan Kai Sin. Setelah tamat belajar
silat, aku diusir oleh kakekku& &
Diusir" Kesalahan apakah yang kau perbuat, koko" '
Ong Lun tertawa. Bukan begitu maksudku, Lan-moi.
Aku bukan diusir karena salah, tapi diusir untuk pergi
merantau dan meluaskan pengalaman.
O, begitu. Dan masih adakah semua keluargamu itu
sekarang" Masih, masih tetap di sana. Selama merantau empat
tahun, sudah dua kali aku pulang dan mereka sehatsehat saja, bahkan kedua suteku juga sudah tamat
belajar dan sudah turun gunung.
Tentu banyak pengalaman-pengalaman yang
menarik hati dan menyenangkan telah kau alami.
Memang banyak. Tapi pengalaman yang paling
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menarik terjadi di sini. Di sini" Ya, karena di sini aku mendapat seorang adik seperti
kau. ?"06.18. Dampak Cinta Tak Terbalas.
Wajah Siu Lan memerah. Ah, jangan memuji,
kakakku yang baik. Apakah kau tidak mempunyai
saudara kandung" Ong Lun menggelengkan kepala.
Nah, itulah sebabnya maka kau suka sekali
mendapat seorang adik. Dan akupun senang
mempunyai seorang kakak seperti kau. Kalau saja
dari dulu kita bersama, tentu kawan-kawanku tidak
akan ada yang berani mengganggu padaku.
Demikianlah mereka mengobrol dengan gembira dan
lupa waktu. Dalam kegembiraannya, Ong Lun bahkan
menyanyikan sebuah lagu yang membuat Siu Lan
sangat gembira. Kemudian mereka berjalan pulang dengan
bergandengan tangan. Pui Hok Thian suami isteri
sangat girang melihat puterinya selamat. Lebih-lebih
nyonya Pui, semalam penuh ia tak dapat tidur dan
menangis terus. Kini melihat anaknya kembali dengan
wajah berseri-seri ia menangis lagi dan memeluk
anaknya. Aah, kau ini aneh dan lucu. Siu Lan hilang, kau
menangis, sekarang dia sudah kembali, kau juga
menangis lagi! Bagaimana sih maksudmu ini" tegur
suaminya. Isterinya menyusut air mata dan merengut padanya.
Anak hilang kau hanya bisa bingung tak berbuat
apa-apa. Tangisku malam tadi dan sekarang lain lagi,
jangan kau anggap sama! Apanya yang lain" Apakah lagunya yang lain" Atau
air matanya yang berbeda"
Aah, sudahlah. Kau laki-laki tahu apa tentang tangis
dan air mata! Siu Lan dan Ong Lun saling memandang dan tertawa
geli melihat pertengkaran lucu ini.
Pui Hok Thian dan isteri tiada habisnya menghaturkan
terima kasih kepada anak muda itu. Nyonya Pui
menegur suaminya. Sudah berkali-kali aku bilang, lebih cepat Siu Lan
keluar pintu lebih baik. Kalau ia sudah berada di
rumah suaminya, tentu takkan terjadi hal-hal yang
mencemaskan ini& &
Hok Thian melotot pada isterinya sambil mengerling
kepada Ong Lun. Dengan isyarat ini ia menegur
isterinya mengapa urusan rumah tangga semacam ini
diucapkan di depan seorang luar.
Ong Lun merasa akan maksud isyarat ini dan dengan
hati berdebar khawatir ia berpamit kembali ke
hotelnya. Siu Lan keluar pintu" Siu Lan dikawinkan"
Ah, ia merasa betapa ucapan-ucapan ini seakan-akan
merupakan ujung pedang beracun menembus
jantungnya. Perih dan sakit.
Tidak, tidak, kalau. Siu Lan kawin, maka ia sendirilah
yang jadi suaminya. Ia harus menjumpai gadis itu dan
menyatakan dengan terus terang. Malam ini aku
harus menjumpainya, demikian ia mengambil
keputusan. Malam itu terang bulan. Ong Lun berdandan rapi dan
berangkat menuju ke rumah keluarga Pui. Keadaan
sudah sunyi, tapi ia tahu benar di mana tempat tidur
gadis itu karena dengan diam-diam sudah berkali-kali
jika waktu malam ia tak dapat tidur dan rindu kepada
Siu Lan, ia pergi dan duduk di luar jendela gadis itu
sambil melamun! Tapi belum pernah ia mengganggu
atau mengetuk daun jendelanya walaupu n hatinya
sangat ingin. Dengan perlahan ia menghampiri jendela dan
mengetuk. Terdengar suara Siu Lan seakan-akan
menahan teriakan. Segera Ong Lun memanggil
karena ia tahu bahwa gadis itu tentu menyangka ada
orang jahat lagi. Lan-moi! ia memanggil perlahan.
Siu Lan membuka daun jendela. Oh, kau, koko" Ada
apa malam-malam& & "
Stt. Ong Lun memberi isyarat agar gadis itu jangan
berisik, lalu minta ia keluar kamar.
Siu Lan mengangguk dan keluar dari pintu belakang.
Mereka berjalan berendeng di dalam kebun belakang.
Koko, agaknya ada sesuatu yang penting sekali"
tanya Siu Lan sambil memandang wajah orang.
Ong Lun berhenti dan memegang pundak Siu Lan,
seakan-akan untuk menetapkan hatinya yang
bergoncang keras. Moi-moi& & aku& & tadi aku mendengar ibumu
berkata bahwa kau akan& & dikawinkan& & Maka& &
aku& & terus terang, aku cinta padamu, Lan-moi
dan& & dan aku akan melamar kau untuk menjadi
isteriku& & Siu Lan memandangnya dengan mata terbelalak
heran. Kemudian wajahnya yang cantik menjadi
pucat lalu berubah merah dan sebentar pula ia
menangis terisak-isak sambil menjatuhkan diri di atas
rumput di mana ia duduk menangis sedih.
Eh, Lan-moi, kau& & kau kenapa" tanya Ong Lun
yang ikut duduk sambil memegang lengan Siu Lan.
Kasihan kau& & koko& .. tak kunyana sama sekali
bahwa perasaanmu terhadap aku sedemikian& &
Kukira kau hanya mencinta seperti cinta seorang
kakak kepada adiknya seperti& & perasaanku
kepadamu perasaan cinta seorang adik kepada
kakaknya& & Jadi& & jadi kau tidak setuju& .."
Siu Lan memandangnya tajam sambil menggunakan
saputangan menghapus air mata dari pipinya.
Koko, ketahuilah. Telah semenjak kecil aku
ditunangkan, tunanganku adalah seorang she Gan
dan& & dan siang tadi ayah ibuku menetapkan bahwa
hari perkawinanku dimajukan bulan depan nanti.
Bu& & bukan aku tidak menghargai perasaanmu,
tapi& & ah, apa yang harus kuperbuat" Coba
kaupertimbangkan sendiri keadaanku& & !
Kau sudah bertunangan" Akan kawin bulan
depan& & Wajah Ong Lun menjadi pucat seperti mayat, harapan sebesar gunung dalam hatinya pecah
berantakan membuat dadanya terasa panas dan
kepala pening. Ia memegang kepalanya yang rasanya
seakan-akan terputar, matanya menjadi gelap dan
tak tahan menerima pukulan batin ini. Tubuhnya
lemah lunglai dan ia jatuh terjerembab di atas
rumput! Siu Lan kebingungan. Sambil menangis sedih ia
menggoyang-goyang tubuh Ong Lun yang pingsan.
Koko& & koko& ..
Beberapa butir air mata gadis itu jatuh menimpa
hidung dan pipi Ong Lun dan pemuda itu sadar
kembali dari pingsannya. Ia merasa sedih dan malu.
Ia menyatakan cintanya kepada seorang gadis yang
telah bertunangan, kepada seorang gadis yang berhati
suci dan menganggap ia sebagai kakak sendiri! Ia
telah salah sangka. Ternyata Siu Lan terlalu suci untuk mencinta padanya
seperti cinta seorang wanita kepada seorang pria! Ah,
ia malu! Malu sekali! Tiba-tiba tangannya bergerak dan
pedang Sian-liong-kiam telah terhunus!
Perasaan halus seorang wanita ternyata lebih cepat
lagi. Siu Lan menubruk padanya, Jangan, koko,
jangan& & ! Ah, laki-laki gagah perkasa yang
kukagumi& & demikian pengecutkah kau" Mau bunuh
diri" Buang pedangmu, buang!!
Dengan tenaga luar biasa ia terkam tangan Ong Lun
dan pemuda itu bagaikan seorang hilang pikiran
membiarkan saja pedangnya dirampas dan dilempar
ke bawah oleh Siu Lan. Ia mendekap mukanya dan
air mata mengalir dari cela-cela jarinya.
Lan-moi& & mari& & marilah kita pergi & & kita
minggat saja dari sini, hidup berdua& &
Siu Lan berdiri marah. Tidak! Kau anggap aku ini
seorang macam apa" Tak malukah kau kalau aku
melakukan hal yang demikian itu" Takkan cemarkah
nama kita untuk selama-lamanya" Tidak!
Tiba-tiba Orig Lun juga marah. Baik! Kalau begitu,
biarlah kau kawin dengan mayat orang she Gan itu!
Akan kucari padanya, dan akan kubunuh, coba kau
bisa berbuat apa! Siu Lan mengangkat kepala dan bertolak pinggang.
Hem, begitukah" Baik, bunuhlah dia! Bunuhlah calon
suamiku pilihan orang tuaku itu, dan kaupun akan
melihat mayatku. Kewajibanku untuk ikut suamiku,
ke mana saja ia pergi, biar ke neraka sekalipun!
Mendengar dan melihat ucapan dan sikap Siu Lan
yang nekat dan menantang itu, Ong Lun merasa
jiwanya hancur lebur, hatinya terasa sakit dan perih,
dan ia menundukkan kepala. Rasa marahnya lenyap
terganti rasa duka dan patah hati. Kemudian dengan
kaki limbung ia meninggalkan Siu Lan yang duduk
menangis sedih. "%Y"% Semenjak saat itu, watak Ong Lun berubah. Kalau
tadinya ia merupakan seorang pemuda tampan dan
manis budi bahasanya, kini ia tak menghiraukan
dirinya lagi. Badan, muka, dan pakaiannya kotor
didiamkan saja, ia tidak memperhatikan lagi makan
tidurnya dan wataknya menjadi kasar dan aneh.
Pakaiannya compang-camping dan kotor tak pernah
diganti, rambutnya terurai ke mana-mana tak terurus.
Namun penderitaan batinnya tak membuat lupa akan
tugasnya sebagai seorang pembela keadilan atau
seorang hiap-kek yang dermawan. Hanya, kalau dulu
ia banyak memberi ampun kepada orang-orang jahat
yang bertobat, sekarang ia tak mengenal ampun lagi.
Semua orang jahat yang bertemu dengan dia tentu
dibunuhnya tak mengenal kasihan lagi. Maka sebentar
saja julukannya Sian-kiam atau Pedang Dewa
ditambahi orang menjadi Sian-kiam Koai-jin yakni
Manusia Aneh Pedang Dewa.
Keganasan Sian-kiam Koai-jin terhadap penjahatpenjahat mendatangkan bibit permusuhan yang hebat
dengan perkumpulan agama rahasia Pek-lian-kauw
atau Perkumpulan Agama Teratai Putih, ketika pada
suatu hari ia membunuh lima orang anggauta Peklian-kauw yang sedang menipu rakyat untuk
mengeduk uang dengan memberi pertunjukan ilmu
gaib. Peristiwa itu terjadi di kota Tiang-bun. Ketika Ong Lun
berada di kota itu dan pada suatu hari berjalan di
depan sebuah kelenteng kosong, ia melihat banyak
orang berdiri mengelilingi lima orang yang berpakaian
putih dan di dada masing-masing tersulam gambar
teratai putih di atas air biru. Mereka ini adalah dua
orang perempuan muda dan tiga orang laki-laki yang
sedang mempertunjukkan ilmu sulap dan sihir.
Ketika Ong Lun mendekat, beberapa orang penonton
menjauhkan diri dari pengemis muda yang kotor
menjijikkan ini. Tapi Ong Lun tak perduli dan
melongok ke dalam kalangan. Ia melihat orang lakilaki yang tertua, agaknya pemimpin rombongan itu,
memegang sebuah pedang tajam dan berkata
dengan suara keras. Cuwi yang terhormat. Cuwi sekalian telah menikmati
pertunjukkan ilmu sulap dan silat yang menyatakan
betapa gaibnya ilmu dari agama kami. Cuwi sekalian
juga bisa masuk menjadi anggauta dan memiliki
semua kepandaian aneh-aneh ini, asalkan cuwi suka
menderma limapuluh tail perak tiap orang.
Sambutan orang-orang atas pernyataan ini
bermacam-macam. Ada yang setuju, ada yang tidak
percaya dan mencela, walaupun celaan itu tak
dikeluarkan terang-terangan.
Cuwi-cuwi sekalian, sekarang kami akan memberi
pertunjukan yang belum pernah kalian lihat seumur hidup, sebagai bukti betapa saktinya dewa-dewa
yang dipuja di perkumpulan kami. Pernahkah kalian
melihat orang menghilang" Nah, dewa-dewa kami
akan memperlihatkan kesaktian dan melenyapkan
beberapa orang anak. Kelima orang Pek-lian-kauw itu berjalan mengitari
lapangan dan mata mereka mencari-cari. Kemudian
masing-masing memilih seorang anak kecil dan
dengan pikatan sebungkus kurma, anak-anak itu mau
dan menurut saja diajak masuk ke dalam kalangan.
Pemimpin rombongan itu tertawa dan berkata kepada
para penonton. Cuwi, lihatlah lima orang anak-anak mungil ini. Kami
akan minta kepada dewa-dewa kami untuk
memperlihatkan kesaktiannya dan membuat anakanak ini dan kami berlima lenyap. Jangan khawatir,
anak-anak ini takkan terganggu apa-apa. Nah, awas,
saksikanlah! Ong Lun merasa curiga, tapi sebelum ia dapat berbuat
sesuatu, kelima orang itu masing-masing telah
mengeluarkan sebuah benda bulat dan mereka
membanting benda itu di luar lingkungan mereka
berlima. Terdengar ledakan keras dan benda-benda
yang meledak itu mengeluarkan asap hitam yang
tebal sekali sehingga sekejap saja mereka dan anakanak itu tertutup asap dan lenyap dari pandangan
mata. Tiba-tiba dari dalam gumpalan asap hitam itu
terdengar suara tertawa seperti suara iblis tertawa
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan para penonton tercengang mendengarkan suara
pemimpin rombongan itu. Cuwi anak-anak ini hendak dipinjam sementara oleh
dewa-dewa kami, dan siapa yang ingin menebus
kembali, harus mendermakan uang seribu tail untuk
tiap orang anak dan mengantar uang itu di hutan
Siong-lim pada nanti jam duabelas!
Semua penonton semenjak ledakan tadi telah mundur
dan setelah asap membuyar mereka melihat bahwa
lima orang Pek-lian-kauw bersama lima orang anakanak itu betul-betul lenyap tak meninggalkan bekas!
Mereka bingung dan terdengar jerit tangis orangorang tua anak-anak itu. Semua orang tidak tahu bahwa pemuda pengemis
yang berpakaian compang-camping dan kotor
menjijikkan tadi juga turut lenyap dari si tu!
Sebenarnya apakah yang terjadi" Benar-benarkah
orang-orang Pek-lian-kauw itu pandai menghilang"
Hanya seorang saja yang dapat menjawab, ialah Ong
Lun. Ketika orang-orang tadi sedang bingung dan takut,
Ong Lun bahkan mendekat dan memandang penuh
perhatian. Samar-samar ia melihat lima bayangan
berkelebat di belakang asap hitam dan dengan
gerakan cepat sekali mereka lari ke arah utara. Ong
Lun dengan diam-diam lari menggunakan ilmunya
berlari cepat. Ia dapat mengejar mereka dengan
mudah dan mengikuti jejak mereka.
Ternyata kelima orang Pek-lian-kauw itu lari masuk
ke dalam hutan Siong-lim di mana terdapat sebuah
pondok kecil tempat persembunyian mereka. Ketika
mereka seorang membawa seorang anak dan kini
anak-anak itu diam saja tak berteriak atau bergerak.
Ia makin heran ketika melihat betapa anak-anak itu
bagaikan dalam keadaan tidur atau pingsan. Ia dapat
menduga bahwa kelima penjahat itu tentu telah
menggunakan obat-obat bius terhadap anak-anak itu.
Ong Lun tak dapat mengendalikan napsu marahnya
lagi. Ia mencabut Sian-liong-kiam yang disembunyikan
di punggungnya lalu meloncat dari atas pohon siong
tepat di hadapan kelima orang itu. Tentu saja mereka
menjadi terkejut bukan main.
Bangsat rendah, penculik hina! Hayo kembalikan
anak-anak itu, baru tuan besarmu mau mengampuni
jiwa anjing kalian! dampratnya.
Makian ini membuat anggauta Pek-lian-kauw yang
termuda menjadi naik darah. Perempuan itu segera
menuding kepada Ong Lun dan memaki.
Cis, budak pengemis hina dina! Tak tahukah kamu
sedang berhadapan dengan siapa" Buka dulu
matamu! Ha, ha, ha! Tentu saja tuanmu sudah tahu. Kalian
adalah gerombolan liar dari Pek-lian-kauw. Mungkin
orang lain takut mendengar nama gerombolanmu,
tapi aku, Sian-kiam Koai-jin Ong Lun, biar kau tambah
orang-orangmu seratus lagi, aku orang she Ong tak
gentar sedikit juga! Kelima orang Pek-lian-kauw itu diam-diam merasa
tulang punggung mereka seperti tersiram air dingin
mendengar nama Sian-kiam Koai-jin! Nama ini sudah
cukup terkenal sebagai tukang basmi dan algojo para
penjahat yang tak mengenal kompromi lagi! Buruburu pemimpin rombongan itu, Liok Bu Tiat si Kaki
Baja, mengangkat kedua tangan dan menjura dengan
menghormat sekali. Maafkan kami sebesar-besarnya, Ong taihiap. Kami
telah buta tak melihat Gunung Thai-san menghadang
di depan mata. Kalau dengan tak sengaja kami
bertindak salah terhadap taihiap, mohon taihiap suka
memberi maaf dan pandanglah muka sucouw kami!
Ong Lun tertawa geli. Mengapa muka sucouwmu
kalian bawa-bawa ke mari" Aku tidak kenal dia.
Kalian tanya kesalahanmu" Apa yang kalian lakukan
dengan anak-anak itu" Kalian menculik anak-anak
kampung dan mencoba memeras rakyat, masih
hendak bertanya kesalahan lagi"
Walaupun merasa marah karena sucouwnya dihina
orang, namun Liok Bu Tiat masih menyabarkan diri
karena ia tahu akan kelihaian orang ini, maka ia
menjura lagi, Ong taihiap, sepanjang pengetahuan dan ingatanku,
perkumpulan kami belum pernah bermusuhan
denganmu dan kami juga belum pernah membuat
taihiap mengalami rugi. Maka mohon taihiap suka
mengindahkan persahabatan ini dan mohon jangan
mengganggu kami. Kelak kami akan melaporkan
perihal kebaikan hati taihiap kepada sucouw kami
dan mengundang taihiap datang minum arak wangi.
Apa" Setelah menculik dan memeras rakyat tak
berdosa, kamu hendak membujuk-bujuk dan
menyuap aku"" Jangan banyak cerewet, lekas
keluarkan dan bebaskan anak-anak itu! Kedua mata
Ong Lun sudah mulai merah.
Tan Bwee Loan perempuan muda berdarah panas
yang belum banyak mendengar nama Sian-kiam Koaijin, tak dapat menahan sabar lagi. Twako, untuk apa
berdebat dengan anjing kotor ini" Tak perduli dia ini
Koai-jin atau Jauw-koai (Setan Iblis), apakah kita
berlima tak dapat membikin mampus padanya"
Bagus! teriak Ong Lun marah dan pedang Sian-liongkiam berkelebat bagaikan kilat.
Tan Bwee Loan menangkis, tapi pedang dan lehernya
hampir berbareng terbabat putus! Demikianlah
kehebatan Sian-liong-kiam dan kelihaian ilmu pedang
dari Ong Lun si Manusia Aneh!
Empat kawan Bwee Loan bergidik melihat darah yang
menyembur keluar dari lobang leher kawan itu. Tapi
mereka tidak diberi kesempatan untuk
memperpanjang keheranan dan kengerian mereka.
Pedang pusaka di tangan Ong Lun berkelebat lagi
menyambar-nyambar dan biarpun keempat orang
Pek-lian-kauw itu berkepandaian lumayan juga,
namun dalam beberapa belas jurus saja keempatempatnya telah roboh mandi darah dan tak bernyawa
pula! Ong Lun tertawa bergelak-gelak, dan segera ia
menolong anak-anak itu dan mengantar kembali ke
kampung. Dengan siraman air anak-anak itu dapat
siuman kembali dari pengaruh obat bius.
Perbuatan hebat ini membuat nama Sian-kiam Koaijin makin ditakuti kaum penjahat dan disegani orangorang kalangan kang-ouw, tapi sebaliknya membuat
Ong Lun dibenci hebat oleh kaum Pek-lian-kauw.
Semenjak itu, sudah berkali-kali Ong Lun berkelahi
dengan jago-jago dari Pek-lian-kauw yang datang
membalas dendam. Dalam pertarungan hebat dan
mati-matian, Ong Lun yang berkepandaian tinggi
selalu mendapat kemenangan. Maka kaum Pek-liankauw makin benci padanya dan mereka selalu
berdaya upaya untuk membalas dendam!
Beberapa tahun kemudian, kalangan kang-ouw tak
mendengar lagi namanya dan orang-oran g
menyangka bahwa Sian-kiam Koai-jin Ong Lun tentu
tewas menjadi korban pembalasan kaum Pek-liankauw. Padahal sebenarnya Ong Lun telah didatangi
oleh sahabatnya yang ia anggap sebagai kakak
sendiri, yakni Gwat Liang Tojin yang membujuknya
untuk bertobat dan belajar menyucikan diri dengan
bertapa dan mempelajari ilmu batin.
Berkat bujukan-bujukan suheng yang ia indahkan ini,
diam-diam ia pergi bertapa ke puncak Gunung Kimma-san. Dengan bertapa dan mengasingkan diri,
selama berpuluh-puluh tahun ia tidak ikut mencampuri
urusan dunia. Tapi ketika ia mendapat seorang murid yang bernama
Han Lian Hwa, maka teringatlah ia kepada Siu Lan
dan timbul kembali dendam dan sakit hatinya kepada
Gan Keng Hiap. Akhirnya ia tak dapat mengendalikan
diri lagi. Ia pesan kepada muridnya untuk tinggal
berlatih silat di Bukit Kim-ma-san itu, lalu pergi
mencari rumah Siu Lan di kota Tiong-bie-kwan, di
mana ia bertempur melawan Cin Han dan bertemu
pula dengan Gwat Liang Tojin yang lebih dulu telah
melihatnya di tengah jalan dan tahu akan
maksudnya. Setelah mendapat kegagalan bahkan menerima
pukulan-pukulan batin, Ong Lun cepat kembali ke
tempat pertapaannya. Mulai saat itu, ia mencurahkan
seluruh perhatiannya untuk mendidik murid
tunggalnya, yakni Han Lian Hwa yang kemudian
dijuluki orang Ang Lian Lihiap yang lihai dan beradat
ku-koai seperti gurunya! Akhirnya Ong Lun si Manusia
Aneh Pedang Dewa meninggal dunia di tempat
pertapaannya setelah berpesan kepada muridnya
untuk membalaskan sakit hatinya pada Gan Keng
Hiap! "%Y"% Demikianlah, setelah bibinya menuturkan sedikit
riwayat pertemuannya dengan Ong. Lun, maka
mengertilah Cin Han akan maksud orang aneh tadi.
Diam-diam ia merasa kasihan kepada Sin-kiam Koaijin yang ia kagumi karena ilmu silatnya yang tinggi.
Cin Han makin memperhebat ketekunannya belajar
ilmu surat, juga ia rajin sekali melatih ilmu silatnya
karena semenjak bertanding melawan Ong Lun ia
maklum akan, kerendahan kepandaian sendiri. Pada
suatu hari di musim dingin, ketika ia sedang membaca
buku tentang Lo-cu, ia mendengar suara orang batukbatuk di luar rumah. Cin Han tergerak hatinya dan ia segera bertindak
keluar. Ternyata yang mengeluh dan batuk-batuk itu
adalah seorang pengemis tua yang berdiri menggigil
dan menggunakan kedua tangan menekan dada
sambil batuk-batuk hebat sekali. Tubuh orang itu
kurus dan hanya terbungkus baju rombeng tipis.
?"07.19. Jodoh Tidak Akan Kemana!
Lopek, kau rupanya sakit. Masuklah dan mengasolah
di dalam. Di luar dingin sekali. Cin Han
mempersilakan orang itu dengan suara kasihan.
Pengemis itu berpaling memandangnya dengan heran
dan Cin Han tak terasa mundur dua tindak ketika
melihat sinar mata orang itu yang tajam dan
mengeluarkan cahaya kuat. Pengemis itu heran
karena selama ia menjadi pengemis belum pernah ia
menemukan seorang pemuda seramah ini.
Terima kasih, kongcu. Terima kasih. Suaranya
gemetar dan tubuhnya lemas ketika ia melangkah
masuk. Cin Han memegang lengannya dan menuntunnya
masuk. Karena paman dan bibinya agaknya sedang
tidur siang, maka ia lalu mengambil guci arak dan
mangkok, lalu menyuguhkan arak kepada orang tua
itu. Tamunya dengan lahap sekali minum arak sampai
tiga mangkok, baru wajahnya yang tadinya membiru
tampak agak merah dan dinginnya berkurang.
Terima kasih, kongcu. Kau sungguh baik. Jarang
menemukan orang seperti kau pada jaman seburuk
ini. Terima kasih. Ia berdiri dan berjalan terseok-seok
ke arah pintu. Tunggu dulu, lopek! Cin Han lari ke kamarnya dan
keluar lagi membawa seperangkat pakaian. Ini,
pakailah, lopek, lumayan untuk menahan dingin.
Pengemis itu memandangnya tajam lalu mengulurkan
tangan menerima pakaian itu. Tapi Cin Han merasa
terkejut karena tekanan tangan yang menerima
pakaian itu berat sekali, seakan-akan tangannya
tertindih barang yang ribuan kati beratnya. Terpaksa
ia mengerahkan tenaga lweekangnya untuk menjaga
tekanan itu dan wajah pengemis itu berseri-seri,
jidatnya tampak beberapa butir keringat. Agaknya ia
telah terlampau banyak menggunakan tenaga dalam
keadaan sakit. Masih saja ia memandang wajah dan tubuh Cin Han
dengan tajam, sambil bibirnya bergerak-gerak, Inilah
orangnya, tak salah lagi, inilah& & Dengan jari-jari
gemetar ia mengeluarkan sebuah kitab lapuk dari
dalam baju rombengnya. Inilah, kongcu. Terimalah kitab ini. Bukan kitab
sembarang kitab, tapi sudah tak berguna bagiku, aku
tua dan lemah tinggal menanti ajal. Kau masih muda,
dasarmu baik, tubuhmu kuat, hatimu putih, pelajarilah
kitab ini. Kelak kalau ada jodoh sampaikan hormatku
yang terakhir kepada pencipta kitab ini dan katakan
bahwa aku sudah cukup tersiksa, sudah cukup
menderita, sudah cukup terhukum. Hanya kau
seorang yang berjodoh memiliki kitab ini, aku sudah
mencari berkeliling belasan tahun& & terimalah& & !
Tapi, lopek, siauwte tidak menghendaki upah atau
balasan untuk perbuatanku tadi. Orang hidup sudah
selayaknya tolong-menolong& &
Nah, itulah, maka aku berikan kitab ini padamu.
Kalau kau tidak suka, simpan saja, asal jangan
sampai terjatuh ke dalam tangan orang lain. Kalau
kausuka itu tandanya jodoh, boleh kaupelajari!
Lalu tanpa berkata apa-apa lagi pengemis itu keluar
dari situ, dan Cin Han masih memegang kitab itu
dengan tercengang. Ia heran ketika membaca huruf
tertulis di luar kitab itu yang berbunyi:
Hwie-liong-kiam-sut . Sebuah buku pelajaran Ilmu Silat Pedang Naga
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terbang. Siapakah pengemis tadi" Darimana ia
mendapatkan kitab ini" Cin Han memburu keluar, tapi
pengemis itu sudah lenyap dari pandangan mata. Ia
menghela napas. Banyak orang aneh di dunia ini.
Kalau ia kagum dan heran melihat Ong Lun, si
Manusia Aneh Pedang Dewa, kini ia heran pula
melihat pengemis itu dan menduga bahwa pengemis
itupun tentu seorang hiap-kek yang mengasingkan
diri. Ia memasuki kamarnya dan membalik-balik halaman
kitab itu. Ternyata buku tebal itu memuat pelajaran
ilmu silat dan pedang yang aneh sekali. Beberapa kali
ia membaca kalimat pertama dan mencoba
membayangkan gerakan-gerakan yang disebutkan di
situ tapi ia masih belum mengerti.
Dengan tak sengaja ia membalik beberapa lembaran
terakhir dan di situ terdapat gambar-gambar dan
peta-peta untuk gerakan kaki dan tangan yang dilukis
dengan teratur sekali. Hatinya mulai tertarik dan
dibacanya sekali lagi kalimat pertama sambil
mengukur dengan gambar. Kini mengertilah ia dan ia
bersilat meniru pelajaran itu.
Hampir ia berteriak girang karena kitab itu
menggandung sari pelajaran ilmu silat yang luar biasa.
Gerakan-gerakannya aneh dan terdapat pecahanpecahan dan gerak-gerak tipu yang menyesatkan
lawan. Di belakang kitab itu tertulis nama
penciptanya: Beng San Siansu. Berdebar rasa hati Cin Han. Beng San Siansu" Pernah
Gwat Liang Tojin, gurunya itu bercerita bahwa
gurunya mempunyai seorang supek yang
mengasingkan diri dan berilmu tinggi sekali. Dan
orang suci itu ialah Beng San Siansu. Sayang supek itu
tak mau menerima murid. Jadi kitab yang dipegangnya ini ciptaan Beng San
Siansu, kakek gurunya sendiri" Segera ia berlutut dan
sambil memegang tinggi kitab itu ia berbisik, Terima
kasih, sukong, dan teecu akan menjunjung tinggi ilmu
yang sukong ciptakan ini.
Semenjak saat itu, Cin Han rajin mempelajari isi kitab
dan berlatih silat dan pedang dari Hwie-liong-kiam-sut
itu. Selama setahun ia belajar dengan rajin dan
karena ia memang sudah mempunyai dasar yang
dalam, pula gerakan-gerakan Hwie-liong-kiam-sut
seakan-akan memperlengkap ilmu pedang yang telah
dipelajarinya dari Gwat Liang Tojin, maka cepat ia
dapat memainkan ilmu itu dengan sempurna.
Tanpa merasa, ia mendapat kemajuan pesat sekali,
bahkan di kitab itu terdapat pelajaran-pelajaran
mengatur napas dan memperdalam ilmu lweekang.
Sudah tentu Cin Han seakan-akan merupakan
harimau tumbuh sayap, kepandaiannya mencapai
tingkat tinggi sekali di luar pengetahuan sendiri. Ia
tidak insaf bahwa kepandaian kiam-sutnya sekarang tidak berada di sebelah bawah gurunya sendiri.
Kemudian, karena merasa rindu sekali kepada
gurunya, ia minta ijin dari paman dan bibinya untuk
pergi menengok Gwat Liang Tojin. Ketika ia sampai di
Bukit Kong-hwa-san, dari jauh ia melihat suhunya
berkelahi dikeroyok oleh dua orang hwesio.
Hwesio pertama bersenjata golok dan hwesio kedua
bersenjata toya. Hwesio kedua tak berapa tinggi
kepandaiannya, tapi hwesio yang memegang golok
lihai sekali gerakan-gerakannya hingga Gwat Liang
Tojin yang sudah tua tampak terdesak hebat dan
berbahaya keadaannya. Cin Han berseru keras dan
lari secepat terbang sambil menghunus pedangnya.
?"?"?"Suhu, teecu datang membantu!?"?"?" teriaknya dan
pedangnya berkelebat menyambar hwesio yang
bersenjata golok. Dua senjata beradu dan masingmasing terpental karena hebatnya tenaga kedua
pihak. ?"?"?"Hati-hati, Cin Han, goloknya lihai! Kaulawan yang ini
saja!!?"?"?"
?"?"?"Biarlah, suhu. Bereskan yang satu itu, Teecu masih
sanggup meladeni pemotong babi ini.?"?"?"
Maka bertempurlah mereka dengan hebat. Mula-mula
Cin Han menggunakan ilmu pedang Kong-hwa-kiamsut yang ia pelajari dari Gwat Liang Tojin, tapi ia
segera terdesak. Ilmu golok Pat-kwa-to-hwat dari
hwesio itu sungguh lihai sekali.
?"?"?"Ha, ha! Anak kecil yang masih bau tetek. Suhumu
masih tidak kuat melawanku, apalagi kau. Sudah
bosan hidupkah kau"?"?"?" ejeknya dan goloknya bergerak
makin cepat. Cin Han teringat ilmu pedang Hwie-liong-kiam-sut
yang belum lama dipelajarinya. Ia merobah gerakan
pedangnya dan sekejap kemudian pedangnya
berputaran dengan gerakan-gerakan aneh.
Hwesio itu terkejut. Dalam empat gebrakan saja
pedang Cin Han sudah dapat menyambar ujung
jubahnya dan membuat jubah itu robek. Ia berkelahi
lebih hati-hati dan kini ia tak berani memandang
ringan. Sementara itu Gwat Liang Tojin sudah berhasil
merobohkan lawannya yang bersenjata toya. Ia
terburu-buru hendak menolong dan membantu
muridnya, tapi ketika ia berpaling dan melihat
jalannya pertempuran, hampir ia berseru kaget.
Ternyata pedang Kong-hwa-kiam dimainkan
sedemikian hebat dan aneh oleh muridnya hingga
hwesio itu terdesak sekali dan lebih banyak
menangkis dengan goloknya daripada menyerang!
Bagaimana muridnya bisa selihai itu"
Diam-diam Gwat Liang Tojin mencurahkan
perhatiannya dan memperhatikan gerakan-gerakan
Cin Han. Ia makin heran dan terkejut, karena
sepanjang ingatannya yang dapat bermain pedang
seperti itu hanya supeknya Beng San Siansu.
Pada saat golok hwesio dibacokkan ke arah kepala
Cin Han dalam gerakan tipu Harimau Putih Ulur Cakar,
Cin Han memiringkan tubuh dan ketika golok itu
bergerak dan diteruskan menusuk ke arah lehernya,
ia memalangkan pedangnya dan menempel golok
lawan. Biasanya kalau dua senjata tajam sudah
bertemu dan saling tempel demikian itu, kedua pihak
lalu mengerahkan tenaga dan mengadu kekuatan
lweekang untuk mempertahankan kedudukannya,
siapa yang lebih kuat ia akan menang.
Tapi dengan heran sekali Gwat Liang Tojin melihat
betapa muridnya bahkan dengan seruan keras telah
menggerakkan pedangnya menggeser golok sehingga
memperdengarkan suara nyaring! Golok dan pedang
terlepas dan kedua senjata itu meluncur ke masingmasing lawan. Tapi Cin Han melanjutkan gerakannya
yang aneh. Sambil meloncat ke kanan ia memutarkan pedangnya
ke leher lawan dengan tak terduga dan cepat sekali.
Hwesio itu berseru kaget tapi ia cukup gesit untuk
mengangkat goloknya menangkis sekuat tenaga.
Ternyata gerakan Cin Han tadi ialah tipu Burung Dewa
Pentang Sayap dan merupakan sebuah daripada
banyak gerakan tipu dari ilmu silatnya. Pedangnya
berhenti setengah jalan dan dengan gerakan Hweeliong-pok-sim atau Naga Terbang Menyambar Hati
tiba-tiba ujung pedangnya mengarah dada lawan!
Lawannya terkejut sekali dan memutarkan goloknya
menangkis, tapi karena gerakan tangkisan ini
dilakukan dalam keadaan terdesak sekali, maka
lambung kanannya jadi terbuka. Saat itu digunakan
dengan baik oleh Cin Han yang mengirim pukulan
dengan tangan kiri. Buk! Dan hwesio itu terpukul
lambungnya oleh kepalan Cin Han. Sungguhpun ia
masih berdiri karena bhesi kakinya sangat kuat,
namun setelah menerima pukulan itu ia berteriak
ngeri dan goloknya terlepas dari tangan. Tangan
kirinya meraba lambung dan dari mulutnya mengalir
darah segar! Dalam marahnya Cin Han hendak menambahkan satu
tusukan, tapi tiba-tiba Gwat Liang Tojin meloncat
menepuk bahunya. ?"?"?"Sudah cukup muridku, jangan
sembarangan membunuh orang.?"?"?"
Kemudian ia berkata kepada hwesio yang masih
berdiri merintih-rintih itu. ?"?"?"Kalian dari Pek-lian-kauw
memang keterlaluan. Pinto sebenarnya belum pernah
bermusuhan dengan kalian, tapi tanpa alasan dan
tanpa tanya-tanya lebih dulu, kalian datang-datang
menghendaki jiwa pinto. Nah, biarlah kali ini
merupakan pelajaran bagi kalian dan lain kali jangan
membikin ribut dan memusuhi orang yang tidak
berdosa. Pergilah dan bawa temanmu itu!?"?"?"
Hwesio itu menahan sakit, sepasang matanya
memandang Gwat Liang Tojin lalu kepada Cin Han
dengan marah dan gemas. ?"?"?"Biarlah lain waktu kita
berjumpa pula!?"?"?" Lalu dengan terhuyung-huyung ia
menghampiri kawannya yang roboh merintih-rintih
karena luka di pundaknya oleh Gwat Liang Tojin tadi,
kemudian mereka berdua berjalan saling
bergandengan dengan sukar menuruni Bukit Konghwa-san. ?"?"?"Siapakah mereka itu, suhu"?"?"?" tanya Cin Han.
Gwat Liang Tojin menghela napas. ?"?"?"Mereka adalah
jagoan dari Pek-lian-kauw, pemain toya tadi adalah
Bong Gwat Hwesio dan pemain golok yang lihai tadi
adalah suhengnya bernama Bong Lam Hwesio.
Mereka ini sebenarnya pengurus-pengurus yang
berkedudukan tinggi dalam partai Go-bi, tapi entah
mengapa mereka terpikat dan membela perkumpulan
Pek-lian-kauw. Tapi mengapa Pek-lian-kauw memusuhi suhu"
Ah, ini semua gara-gara Ong Lun, dari Pek-lian-kauw
telah banyak anggauta dan jagoan yang tewas di
tangan Ong Lun. Sekarang Ong Lun telah pergi
mengasingkan diri entah di mana, mereka itu tak
dapat mencari Ong Lun, maka karena mereka tahu
bahwa aku adalah kakak angkat manusia aneh itu,
mereka lalu datang menanyakan. Aku tidak tahu di
mana tempat bertapa Ong Lun, tapi mereka tidak
percaya bahkan lalu menyerangku, tentu dengan
maksud agar Ong Lun mendengar tentang
penyerangan ini dan keluar dari tempat
persembunyiannya untuk membela dan menuntut
balas. Sekali lagi Gwat Liang Tojin menghela napas. Hampir
saja maksud mereka membunuhku berhasil, tadi.
Baiknya kau cepat-cepat datang, muridku. Tapi aku
melihat gerakan ilmu pedangmu sangat aneh. Kalau
tidak salah, itulah Hwie-liong-kiam-sut dari Beng San
Supek. Cin Han cepat-cepat memberi hormat. Maaf suhu,
teecu tidak memberi tahu lebih dulu kepada suhu.
Sebenarnya memang yang teecu mainkan untuk
melawan Bong Lam Hwesio tadi adalah Hwie-liongkiam-sut ciptaan Beng San Siansu. Lalu dengan cepat
ia menceritakan bagaimana ia mendapatkan kitab
pelajaran ilmu pedang itu yang telah dipelajarinya
selama setahun lebih. Mendengar penuturan muridnya itu, Gwat Liang Tojin
merasa girang sekali. Ia memegang pundak muridnya,
Sungguh kau beruntung, muridku. Beng San Supek
selamanya tidak mau menerima murid. Maka sungguh
kau berjodoh untuk memiliki ilmu Hwie-liong-kiam-sut
yang mujijat itu. Cin Han senang mendengar kata-kata gurunya. Ia
berdiam di atas bukit Kong-hwa-san kurang lebih
setengah bulan, kemudian atas perintah suhunya
yang hendak mulai merantau pula ke barat, ia pulang
menuju ke rumah pamannya Gan Keng Hiap di Tiongbie-kwan. Dalam perjalanan pulang ini, Cin Han bertemu dengan
seorang pemuda yang menarik perhatiannya. Pemuda
itu berwajah tampan sekali dan sikapnya jenaka.
Karena menuju ke satu jurusan maka Cin Han
berkenalan dengan pemuda yang mengaku bernama
Han Lian dari Kie-cu, Ciat-kang.
Setelah berkenalan mereka merasa saling cocok dan
melanjutkan perjalanan bersama-sama. Cin Han
mengaku seorang sasterawan karena melihat bahwa
Han Lian juga seorang anak pelajar. Di tengah
perjalanan mereka kemalaman di hutan dan
bermalam dalam sebuah kelenteng tua dan digoda
oleh dua orang nikouw cabul. Baiknya Cin Han
berlaku waspada dan dapat menolong kawannya
serta membunuh kedua nikuow itu tanpa diketahui
Han Lian bahwa semua itu dialah yang mengerjakan.
Kemudian mereka berpisah dan pada malam
berikutnya, ketika Cin Han sedang duduk membaca
buku, ia mendengar suara kaki menginjak genteng
rumah dengan ringan dan gesit sekali. Ia
memadamkan lampu dan meloncat ke atas.
Ternyata yang berhadapan dengannya ialah& & Han
Lian, kawan seperjalanan itu yang kini sudah berubah
menjadi seorang gadis cantik jelita bernama Han Lian
Hwa seorang wanita gagah yang terkenal dengan
sebutan Ang Lian Lihiap, si Teratai Merah. Gadis ini
disebut si Teratai Merah karena ia selalu memakai
sebuah perhiasan rambut indah yang berbentuk
setangkai teratai merah di kepalanya.
Kedatangan gadis perkasa ini bermaksud membunuh
Gan Keng Hiap, karena ternyata bahwa gadis ini
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan lain adalah murid tunggal dari Sin-kiam Koai-jin
Ong Lun! Tentu saja Cin Han membela pamannya dan
dalam pertempuran yang hebat sekali akhirnya ia
berhasil mengalahkan Ang Lian Lihiap. Karena jengkel
dan gemas gadis itu hendak membunuh diri tapi
dapat dicegah oleh Cin Han hingga gadis itu jatuh
pingsan. Kemudian Gan Keng Hiap dan isterinya menceritakan
tentang asal dan sebab mengapa Ong Lun
mempunyai dendam sakit hati kepada mereka.
Mendengar penuturan mereka, hati Han Lian Hwa,
menjadi tawar dan kecewa. Ia menganggap gurunya
yang telah meninggal dunia itu keterlaluan. Maka ia
meninggalkan tempat itu dengan sedih dan malu.
Ia malu kepada Cin Han, pemuda yang menarik
hatinya itu. Sebelum berpisah dengan Cin Han, ia
meloloskan teratai merah dari emas dan permata itu
dari rambutnya dan membantingnya di depan Cin Han
lalu pergi dengan cepat. Cin Han memanggilmanggilnya, tapi ia tak perduli, bahkan mempercepat
tindakan kakinya. "%Y"% Ang Lian Lihiap Han Lian Hwa berlari cepat
meninggalkan pemuda yang memanggil-manggilnya.
Pemuda yang merebut hatinya, pemuda yang telah
mengalahkannya, pemuda yang menggemaskan,
yang ia benci tapi yang membuat ia mengucurkan air
mata mendengar panggilannya!
Setelah berlari jauh, ia menetapkan hatinya yang
menggelora. Ia penasaran sekali. Semenjak turun
gunung dan ditinggal mati gurunya yang tercinta, Ong
Lun taihiap, belum pernah ia mendapat malu dan
dikalahkan orang. Ia ingat pengalaman-pengalamannya ketika bersamasama suhengnya, Hwat Kong Hwesio,
menggemparkan kalangan kang-ouw dengan
menjatuhkan banyak orang-orang pandai dan ahli-ahli
silat ternama. Maka dengan cepat sekali nama Ang
Lian Lihiap naik ke atas, dikagumi kawan disegani
lawan. Tapi sungguh tidak disangka bahwa ia harus jatuh
dalam tangan Cin Han, pemuda yang dikiranya hanya
seorang pelajar lemah, yang disangkanya hanya
pandai dalam kesusasteraan saja itu! Memalukan
sekali! Dan datangnya ke tempat Cin Han pun tidak
mengandung maksud baik. Ia datang hendak
membunuh Gan Keng Hiap, paman Cin Han yang
ternyata seorang manis budi, lemah lembut dan berhati baik!
Ah, ia malu. Malu kepada Cin Han yang menjatuhkan,
malu kepada Gan Keng Hiap dan nyonya karena ia
datang hendak membunuhnya, dan malu kepada
mendiang gurunya karena ternyata ia tak dapat
melaksanakan pesannya terakhir.
Demikianlah dengan hati sedih dan penasaran Han
Lian Hwa berjalan terus, tak perduli ke mana
sepasang kakinya membawanya.
Hari telah senja ketika ia memasuki sebuah kampung
kecil. Tiba-tiba di luar kampung yang sunyi ia
mendengar suara anak-anak tertawa.
Ketika ia menengok, tampak dua orang anak-anak,
seorang laki-laki seorang perempuan, tengah
berkejar-kejaran. Anak lelaki itu membawa setangkai
kembang yang dipegang tinggi di atas kepala dan
anak perempuan itu mencoba merampasnya.
?"?"?"Kembalikan kembangku!?"?"?" kata anak perempuan itu
marah. ?"?"?"Coba ambillah!?"?"?" anak laki-laki tertawa sambil lari
dikejar oleh kawannya. Mereka berkejar-kejaran mengitari pohon-pohon.
Gerakan mereka cepat dan ringan sekali hingga diamdiam Lian Hwa terkejut. Tak disangkanya bahwa
anak-anak itu mempunyai kepandaian ginkang yang
istimewa. Ia memandang dengan kagum.
Ternyata anak perempuan itu kalah cepat dan tak
berhasil merampas kembali kembangnya. Lalu ia
menjatuhkan diri di atas rumput dan menangis. Lian
Hwa merasa kasihan dan gemas kepada anak lakilaki yang menggoda itu. Ia meloncat mendekati dan
berkata dengan suara keren kepada anak laki-laki itu,
?"?"?"Hayo kembalikan kembangnya. Tak malu anak lelaki
menggoda anak perempuan!?"?"?"
Anak itu memandangnya. Ternyata ia adalah seorang
anak laki-laki berumur kurang lebih tujuh tahun
berwajah putih bundar tampan sekali, sepasang
matanya seperti bintang pagi penuh kegembiraan dan
kejenakaan. ?"?"?"Aduh galak benar cici ini!?"?"?" katanya. ?"?"?"Coba tolong
kauambilkan kembang ini untuk Mei Ling!?"?"?"
tantangnya. Han Lian Hwa menjadi gemas. Ia meloncat mengejar,
tapi anak laki-laki itu melesat pergi dengan gesit.
Terpaksa Lian Hwa menggunakan ginkang dan
kesebatannya untuk menubruk dan mengulurkan
tangan hendak menangkapnya.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara keras dan
entah dari mana datangnya, seekor kerbau datang
dan hendak menubruk anak laki-laki itu. Di belakang
kerbau itu tampak banyak orang kampung
mengejarnya sambil berteriak-teriak, ?"?"?"Kerbau gila!
Kerbau gila!?"?"?"
Anak laki-laki itu sudah hampir terpegang oleh Lian
Hwa, tapi tiba-tiba ia berkelit ke kanan. Malang
baginya, sebelah kakinya menginjak batu licin, maka
tak terhindarkan lagi ia jatuh di atas rumput. Dan
pada saat itu kerbau yang mengamuk telah datang
dekat hendak menubruknya.
Lian Hwa terkejut. Secepat kilat ia menggeser
kakinya dan ketika kerbau itu menurunkan kepala
dan dengan mata merah hendak menanduk anak itu,
Lian Hwa mengayunkan kakinya menendang ke arah
kaki depan. ?"?"?"Krak!?"?"?" dan kerbau itu jatuh bersimpuh karena kaki
depannya patah tulangnya. Ia menguak-uak serem
dan Lian Hwa menjadi kasihan mendengar
rintihannya, maka ia segera mencabut pedangnya dan
mengirim satu tusukan ke arah belakang kaki depan
yang menembus ke jantung binatang itu. Seketika itu
juga kerbau gila itu mati.
Anak laki-laki biarpun baru saja terlepas dari bahaya
maut namun tidak memperlihatkan wajah takut. Ia
tertawa-tawa dan mengangkat tingi-tinggi ibu jarinya.
?"?"?"Cici hebat, cici jempol!?"?"?"
Setelah menerima kembali kembangnya, gadis cilik itu
tertawa lagi, sepasang lesung pipit manis menghias
pipinya kanan kiri. ?"?"?"Cici, hayo ke rumah kami,?"?"?"
katanya dengan suaranya yang merdu. Karena
merasa senang melihat kedua anak itu dan dalam
hati heran melihat anak-anak yang luar biasa dan
bukan seperti anak kampung biasa ini, Lian Hwa
menurut saja kedua tangannya digandeng oleh
mereka dan ditarik pergi.
Mereka memasuki sebuah rumah gedung dan begitu
melangkah ambang pintu, kedua anak itu berteriakteriak, ?"?"?"Nenek! Nenek!! Keluarlah, ada cici datang?"?"?"?"?"?"?"?"?"
?"?"?"A-mei?"?"?".. A-kong?"?"?"?"?"?"! Darimana kalian! Dan cici yang
mana kalian maksudkan"?"?"?" terdengar suara nyaring
dari dalam. Belum habis suara menggema, orangnya
tahu-tahu sudah berada di depan Lian Hwa, hingga
gadis ini kagum sekali, melihat ginkang yang luar biasa ini.
?"07.20. Murid Dewi Tanpa Bayangan
Ternyata yang berdiri di depannya adalah seorang
perempuan tua dan bongkok, tubuhnya kecil kurus
dan rambutnya sudah putih semua. Kedua anak itu
memeluk dan memegang lengannya. Ang Lian Lihiap
maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang
berilmu, maka segera menjura dalam-dalam untuk
memberi hormat. Silakan duduk, nona. Dan tanpa diminta, kedua anak itu segera
menceritakan pada neneknya tentang perebutan
kembang dan betapa Lian Hwa menolong Kong Liang
dari bahaya. Nenek itu memandang tajam kepada
Lian Hwa. Siocia ini dapat merebut kembang dari tanganmu"
tanyanya kepada anak laki-laki itu.
Tentu saja, nek. Ia cepat sekali, dan kalau saja
nenek lihat betapa mudahnya ia menundukkan
kerbau gila itu! Ia Mengangkat jempolnya.
Neneknya makin memperhatikan Lian Hwa, lalu tibatiba ia minta kembang itu dari Mei Ling dan berkata
kepada Lian Hwa. Nona, cobalah kauambil kembang ini dari tanganku,
dan ia mengangkat kembang itu tinggi-tinggi di atas
kepala. Tentu saja Han Lian Hwa heran sekali melihat lagak
nenek ini. Gilakah ia" Ia hanya tersenyum saja dan
tidak berani bergerak. Hayo cobalah, aku ingin melihat kegesitanmu, kata
nenek itu tidak sabar. Maka mengertilah Lian Hwa
akan maksud nenek itu. Karena ruangan itu lebar, maka ia lalu berdiri, dan
setelah menjura dan berkata, Maaf! ia berkelebat
untuk merampas kembang dari tangan nenek itu.
Tapi ia hanya melihat bayangan putih lewat secepat
kilat disampingnya dan nenek itu lenyap dari
pandangan matanya. Selagi ia bingung, tiba-tiba
terdengar suara nenek itu di belakangnya, Aku di
sini, nona! Lian Hwa cepat memutar tubuhnya dan ia menubruk
ke arah tangan yang memegang kembang itu, tapi
sekali lagi ia kehilangan nenek itu yang tahu-tahu
sudah berada di belakangnya pula. Berkali-kali ia
menubruk, untuk kesekian kalinya ia gagal.
Dan yang terakhir sekali karena gemas, Lian Hwa
menggunakan tenaga angin pukulannya memukul ke
arah tangan yang memegang kembang agar
kembang itu terlepas jatuh. Tapi ia hanya mendengar
nenek itu berseru, Aya! dan beberapa butir kelopak
kembang rontok, ke bawah, tapi nenek itu
menghilang lagi. Lian Hwa cepat memutar tubuhnya, tapi ternyata
nenek itu tidak ada di belakangnya. Ia menengok ke
sana ke mari, tapi ternyata orang tua itu tidak tampak
di situ. Selagi ia kebingungan, tiba-tiba Kong Liang dan
Mei Ling tertawa-tawa gembira.
Nenek, turunlah, nek! Dan Lian Hwa melihat nenek itu ternyata sedang
enak-enak duduk di atas balok yang melintang di
bawah langit-langit rumah dengan kembang masih di
tangannya! Nenek tua itu menggerakkan tubuhnya dan melayang
turun bagaikan sehelai daun kering. Han Lian Hwa
tunduk betul-betul. Ah, tak disangkanya di dunia ini
banyak orang pandai. Baru saja ia dikalah kan oleh Cin
Han dan kini ia tak berdaya menghadapi seorang
nenek tua yang bongkok! Ia telah berlaku sombong dan jumawa, menyangka
bahwa diri sendiri terpandai tiada lawannya. Ah,
seperti seekor katak dalam sumur saja. Maka ia
menjatuhkan diri berlutut dan berkata,
Maaf subo, teecu berlaku kurang ajar. Mohon subo
sudi menerima teecu yang bodoh sebagai murid. Ia
mengangguk-angguk beberapa kali.
Siocia, jangan merendahkan diri. Kepandaianmu
sungguh hebat. Aku orang tua bodoh mana berani
menganggap kau sebagai murid" Aku tak mempunyai
kepandaian apa-apa. Tapi Han Lian Hwa tetap tak mau bangun. Kalau
subo tidak sudi menerima teecu sebagai murid, maka
biarlah teecu terus berlutut di sini takkan berdiri lagi.
Kedua anak itu tertawa cekikikan.
Ah, sungguh keras watakmu dan kuat kemauanmu.
Jangan begitu nona, bangunlah. Nenek itu
menggunakan kedua tangannya untuk mengangkat
bangun kepada Lian Hwa. Tapi Lian Hwa mengerahkan tenaganya dengan ilmu
Benteng Besi Berakar ia membuat tubuhnya berat dan
untuk dapat mengangkatnya membutuhkan tenaga
ribuan kati! Tapi ketika nenek itu berkata sekali lagi.
Bangun! tubuhnya terangkat juga dalam keadaan
masih berlutut! Kedua anak itu kagum dan bersorak gembira.
Nenek tua menurunkan tubuh Lian Hwa dan
menghela napas. Apa boleh buat, biarlah kau belajar
lagi satu atau dua macam kepandaian.
Lian Hwa girang sekali, ia segera berdiri dan memeluk
kedua anak kecil itu dengan gembira.
Tapi sebelumnya kau harus menuturkan riwayatmu
dan siapa gurumu, jangan sekali-kali kau bohong,
kata nenek itu dengan suara keren.
Han Lian Hwa lalu menceritakan riwayatnya. Ketika
mendengar bahwa ia adalah murid tunggal Sian-kiam
Koai-jin Ong Lun, nenek itu mengangguk-angguk.
Tak heran kau begini lihai, tak tahunya, kau murid
orang aneh itu. Dalam hal ilmu pedang aku tidak
dapat mendidikmu, barangkali aku masih harus
menerima petunjukmu. Tapi kurasa Ong Lun belum
tentu dapat mengalahkan aku dalam ilmu ginkang
dan lweekang. Biarlah kau perdalam kedua ilmu ini di
sini.
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan Ang Lian Lihiap menghaturkan terima kasih
dengan girang sekali. Belakangan ia mendengar bahwa gurunya yang baru
ini adalah seorang liehiap-kek yang pada puluhan
tahun yang lalu telah membuat nama besar dan tidak
kalah terkenalnya oleh Ong Lun si Manusia Aneh. Tapi
nasibnya buruk sekali karena suaminya meninggal
dunia ketika ia mempunyai seorang anak laki-laki.
Wanita gagah ini, yang bernama Song Cu Ling dan
dijuluki orang Dewi Tanpa Bayangan, mendidik
puteranya hingga menjadi seorang ahli silat pula. Tapi,
dasar nasib Dewi Tanpa Bayangan sangat buruk, anak
lelaki inipun meninggal dunia karena penyakit menular demikianpun anak menantunya. Mereka ini
meninggalkan sepasang anak kembar, ialah Kong
Liang dan Mei Ling. Tentu saja Song Cu Ling yang sudah menjadi nenek
merasa sedih sekali, dan ia mendidik kedua cucunya
itu dengan penuh kasih sayang. Selanjutnya ia
mengasingkan diri di kampung kecil itu, hanya bercitacita untuk menggunakan sisa hidupnya yang tak
seberapa lama lagi untuk mendidik kedua cucunya
dengan ilmu silat yang tinggi.
Karena memang telah mempunyai dasar ilmu silat
yang lihai, ditambah otaknya yang cerdik dan
kerajinannya yang luar biasa dalam waktu tiga bulan
saja ginkang dan lweekang Lian Hwa sudah maju
pesat sekali. ?"?"?"Muridku, ?"?"?" kata Dewi Tanpa Bayangan pada suatu
hari, ?"?"?"terus terang saja, kini semua dasar ilmu ginkang
dan lweekang telah kaupelajari semua, tinggal kau
latih saja dan kau perdalam dengan penuh kerajinan.
Aku tak mempunyai kepandaian apa-apa lagi untuk
diajarkan padamu. Tapi dua kepandaian itu, biarpun
kau menghadapi lawan yang kepandaian silatnya
lebih tinggi, kiranya cukup untuk kau gunakan sebagai
pelindung karena kegesitan dan tenaga dalam yang
sempurna menambah keuletanmu. Kau takkan mudah
dijatuhkan lawan, betapa tinggipun kepandaian lawan
itu. Syarat satu-satunya ialah, berlatih terus dengan
rajin.?"?"?"
Han Lian Hwa berlutut dan dengan suara pilu berkata,
?"?"?"Subo, jika boleh, ijinkanlah teecu tinggal lebih lama
bersama-sama subo dan kedua adik ini karena teecu
juga seorang sebatang kara, dan teecu sayang sekali
kepada adik Kong Liang dan Mei Ling.?"?"?"
Song Cu Ling tersenyum sedih dan menggelenggelengkan kepala. ?"?"?"Kau masih muda dan tugas
hidupmu masih luas. Biarpun kau hanya seorang
wanita, tetapi tenagamu sangat dibutuhkan oleh
rakyat dalam keadaan sekacau ini. Bantulah mereka
yang sengsara dan mereka yang tertindas, karena
mereka ini membutuhkan bantuan orang-orang kuat
seperti kau, muridku.?"?"?"
Karena pendirian nenek itu sudah tetap, terpaksa
dengan sedih Lian Hwa berpamit setelah lebih dulu
memeluk dan menciumi kedua anak yang mungil itu.
Di kelak kemudian hari si kembar ini akan menjadi
sepasang hiap-kek yang menggemparkan dunia
persilatan. ?"?"?"Y?"?"?"
Pada zaman itu, kaisar yang menduduki singgasana
dan memerintah daratan Tiongkok, keturunan Boan,
telah beberapa kali diserbu oleh orang-orang gagah,
hohan-hohan yang berjiwa patriot dan yang ingin
membangun kembali pemerintahan sendiri. Maka
kaisar yang cerdik itu lalu menggunakan siasat
mengadu domba. Ia menyebarkan para durna untuk mengobral uang
perak dan emas menyogok sana-sini mengumpulkan
orang-orang gagah dan mengadu partai itu, sehingga
di antara jagoan-jagoan di dunia persilatan terpecah
dua, yakni golongan yang anti kaisar dan golongan
yang pro kaisar. Golongan yang pro kaisar mendapat
pangkat dan kekayaan serta diberi julukan
?"?"?"pahlawan?"?"?" dan ?"?"?"pengawal?"?"?".
Dengan tipu muslihat yang licin, kaisar berhasil
memecah belah persatuan kalangan kang-ouw. Di
antara orang-orang yang menjadi pengawalnya,
terdapat pula gerombolan Pek-lian-kauw (Agama
Teratai Putih) dan Kwi-coa-pai (Perkumpulan Ular
Setan). Pek-lian-kauw dipimpin oleh seorang hwesio
bergelar Bong Cu Sianjin, sedangkan Kwi-coa-pai
dipimpin oleh Kwie-eng-cu Hong Su si Bayangan Iblis.
Dengan adanya dua perkumpulan yang dipimpin oleh
dua orang yang berilmu tinggi ini, maka kedudukan
golongan yang pro kaisar sangat kuat dan membantu
para durna dan pembesar keparat bertindak
sewenang-wenang dan memeras rakyat jelata.
Semenjak pertemuannya dengan Han Lian Hwa yang
lari dan hanya meninggalkan bunga teratai merah dari
emas, Cin Han merasa seakan-akan hatinya ikut
terbawa oleh gadis itu. Ia merasa hidupnya sunyi dan
menjadi tidak kerasan lagi tinggal di rumah
pamannya. Tiap hari ia termenung sambil memandang
teratai emas berwarna merah yang sering ia pegangpegang. Ke manakah perginya nona gagah perkasa yang ia
kagumi itu" Ia kagum dan tertarik sekali melihat
kehebatan sepak terjang, kegagahan dan kecantikan
Ang Lian Lihiap. Ia rindu sekali kepada pendekar
wanita itu dan makin mendalam perasaannya kalau
ia teringat betapa ia hidup sebatang kara dan
kesunyian meliputi kehidupannya.
Sebulan kemudian, ia tidak dapat menahan lagi gelora
perasaannya yang tertekan. Maka ia memaksa diri
berpamit kepada Gan Keng Hiap suami-isteri untuk
pergi merantau. Tadinya paman dan bibinya sangat
menahan kehendaknya ini, bahkan bibinya menangis
dengan sedih. Tapi Cin Han berkata,
?"?"?"Telah, bertahun-tahun saya menerima budi dan
pelajaran yang sangat berharga dari paman dan bibi,
maka biar sampai mati saya takkan dapat melupakan
budi ini. Sesungguhnya saya senang sekali tinggal di
sini dengan paman berdua, tapi sebagaimana pesan
suhu pada saya setelah saya tamat belajar
kesusasteraan dari siok-hu, saya harus dapat
mempergunakan tenaga dan kepandaian saya untuk
rakyat. Apa artinya memiliki kepandaian kalau
kepandaian itu tidak digunakan"?"?"?"
Gan Keng Hiap menarik napas dalam. Ia teringat akan
keadaan sendiri. ?"?"?"Kau betul, Han. Memang kalau
dipikir-pikir, aku telah bertahun-tahun dengan susah
payah belajar kesusasteraan, menempuh ujian dan
menjadi seorang sasterawan dan sekarang aku hanya
diam saja tidak mempergunakan pengertian dan
kepandaianku itu, seakan-akan aku telah mengubur
semua itu. Akan tetapi, lihatlah anakku. Lihatlah apa
yang dikerjakan oleh orang-orang terpelajar itu"
Mereka merebut kedudukan tinggi dan
kepandaiannya menulis hanya digunakan sematamata untuk dua macam maksud rendah.
?"?"?"Pertama, mereka menggunakan kepandaian menulis surat permohonan sebaik-baiknya untuk menjilat-jilat
dan mengambil hati para pembesar atasan. Kedua,
mereka menggunakan kepandaian menulis fitnah
sejahat-jahatnya untuk mencelakakan rakyat dan
orang-orang yang mereka peras. Inilah sebabnya
maka aku lebih suka bersembunyi menjadi seorang
yang tidak mempunyai guna& & Kembali orang tua
terpelajar ini menghela napas.
Tapi Cin Han lain lagi keadaannya, menyambung
isterinya, ia seorang pemuda bun-bu-coan-jai yang
ahli dalam ilmu silat dan ilmu surat.
Gan Keng Hiap mengangguk-anggukkan kepala.
Memang demikian. Cin Han memang sudah
sepatutnya meluaskan pengalaman dan
menggunakan dua macam kepandaian itu untuk
berbakti kepada rakyat kita. Biarpun kami sangat
berat melepasmu, Han, tapi demi kepentinganmu
sendiri, terpaksa kami memberi persetujuan akan
maksud merantau ini. Hanya pesanku, anakku,
janganlah kau lupakan kami orang-orang tua ini......
Dan hati-hatilah, Han jaga dirimu baik-baik& & pesan
bibinya. Cin Han sangat terharu akan kebaikan hati kedua
orang tua itu. Maka ketika ia meninggalkan mereka,
mau tidak mau ia merasa sedih juga.
Pada suatu hari, dalam perantauannya, Cin Han tiba di
kota Hun-kap-teng. Kota ini ramai, toko berderet-deret
dan beberapa rumah penginapan besar merangkap
rumah makan berdiri gagah di pingggir jalan raya. Cin
Han senang sekali melihat keadaan kota yang bersih
dan makmur itu. Sambil menikmati pemandangan toko-toko di kanan
kiri jalan, Cin Han menuju ke sebuah rumah
penginapan yang mewah. Selamat siang kongcu, seorang pelayan menyambut
dengan senyumnya. Kongcu membutuhkan kamar"
Kami mempunyai beberapa kamar kosong yang
indah. Cin Han mengangguk senang kepada pelayan yang
peramah itu. Tapi sebelum memilih kamar, ia
diharuskan memasuki kantor dulu, dan pengurus
kantor ternyata tidak seramah pelayan tadi.
Kongcu bernama siapa, datang dari mana dan
hendak ke mana" Apa maksud kedatangan ke kota
ini" Cin Han mengerutkan kening sambil memandang
wajah pengurus hotel yang kurang ajar itu. Ternyata
pengurus itu lebih menyerupai seorang jagoan.
Tubuhnya tinggi besar, pakaiannya seperti seorang
jago silat dan sebatang golok tergantung di dinding
belakang mejanya. Tapi pada saat Cin Han
memandangnya, ia tengah tunduk memandang buku
catatan dan tak memperhatikan tamunya, seakanakan pertanyaannya tadi keluar dengan begitu saja
dari mulutnya. Apa artinya ini" tanya Cin Han. Aku datang hendak
menyewa kamar bukan seorang pencuri ayam yang
datang membuat pengakuan!
Pengurus, hotel itu menggerakkan kepalanya yang
besar dan memandang tamunya dengan heran. Ia
tidak menyangka akan ada orang seberani itu.
Hemm, kongcu orang luar daerah ini, ya" Ketahuilah,
semua tamu yang memasuki kota ini harus
mendaftarkan nama dan alamat lebih dulu. Kalau
tidak, bukan hanya mendapat kamar, tapi bahkan ada
kemungkinan ditangkap! Apa" Ditangkap" Kenapa dan oleh siapa"
Pengurus tinggi besar itu menjadi marah. Ia berdiri
dengan mengepal tinju lalu bentaknya keras, Jangan
banyak tanya! Beritahukan nama dan jawaban semua
pertanyaanku tadi, kalau tidak, pergi saja dari sini!
Tentu saja Cin Han tidak dapat menahan panas
hatinya mendengar dampratan ini. Ia bertolak
pinggang dan memandang tajam. Hmm, kau ini
bangsa perampok atau pengurus hotel" Pangkatmu
apa maka begitu galak dan sombong" Rumah ini
dibangun untuk penginapan umum, dan tuan besarmu
datang menginap bukannya tidak bayar uang sewa.
Sekarang aku tidak sudi menjawab pertanyaanmu
dan tidak sudi pergi, habis kau mau apa" tantangnya
dengan gemas. Pengurus itu marah sekali.
Bangsat kurang ajar! Kau minta dihajar! Ia
mengangkat kepalan tangannya yang sebesar buah
kelapa muda itu dan mengayunkan ke arah pipi Cin
Han. Tapi pemuda itu hanya memiringkan kepala dan tibatiba tangan kirinya menyambar ke arah siku orang
yang memukul itu. Terdengar jerit kesakitan dan
lengan kanan orang tinggi besar itu menjadi lumpuh,
tergantung tidak berdaya di sisi tubuhnya! Ternyata
sambungan siku orang itu telah terlepas.
Bagus sekali! tiba-tiba terdengar seruan seorang
tinggi besar bercambang bauk yang memasuki
ruangan itu. Siapa berani mengacau di sini" Dan
tanpa bertanya lagi ia menyerang Cin Han dari
belakang. Cin Han mendengar sambaran angin pukulan yang
hebat juga itu berlaku gesit. Ia meloncat ke samping
dan memutar tubuhnya. Si tinggi besar yang sudah
maju lagi hendak mengulangi serangannya, tiba-tiba
berdiri dan berseru dengan girang.
Eh, eh, tidak tahunya Hwee-thian Kim-hong yang
berada di sini! Selamat datang, selamat datang,
sobatku! Cin Han memperhatikan orang tinggi besar
bercambang bauk itu. Akhirnya ia teringat juga.
Ternyata ia adalah Lie Thung si Iblis Sungai Yang-ce
dari kampung Kwan-lian-chung yang dulu menjadi
kepala bajak dan pernah mencegatnya.
Eh, kaukah ini, Lie-tai-ong"
Hush, jangar menyebut tai-ong (raja, sebutan kepala
bajak) lagi padaku. Aku telah mencuci tangan dan
menjadi orang baik-baik, katanya tersenyum dan
menarik tangan Cin Han diajak duduk di kursi dekat
meja di sudut. Pelayan yang terlepas sambungan sikunya tadi
mendekati mereka dan berkata sambil menyeringai
kesakitan.
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maafkan saya, Kongcu, saya tidak tahu bahwa
kongcu adalah sahabat dari Lie-taihiap.
Lie Thung memandangnya marah, lalu berdiri dan
dengan beberapa ketukan dan usapan ia memulihkan
tulang siku pelayan itu. Nah, biar pengalaman tadi
menjadi pelajaran bagimu agar matamu lebih terbuka dan dapat melihat barang aseli atau tiruan. Pergilah
dan sediakan hidangan untuk Lo enghiong ini.
Cin Han merasa senang melihat keadaan Lie Thung
yang tampaknya benar-benar telah mencuci tangan
dari pekerjaannya membajak. Ia lalu bertanya
tentang pekerjaan Lie Thung. Bekas kepala bajak itu
tertawa senang. Pekerjaanku" Ah, aku menjadi anggauta
perkumpulan pembasmi orang jahat. Aku menebus
dosaku yang sudah-sudah dan belajar menjadi
seorang patriot pembela negara dan rakyat dengan
jalan membantu memusnahkan orang-orang jahat
dan berbahaya. He! Ada perkumpulan seperti itu di sini" Ah, hebat
sekali. Cin Han berseru kagum, lalu dia menanyakan
lebih lanjut. Dengan panjang lebar Lie Thung menceritakan
tentang perkumpulannya. Perkumpulanku bernama Kwi-coa-pai dan
mempunyai sejumlah anggauta yang hanya terdiri
dari orang-orang gagah di seluruh propinsi Tiongkok.
Bengcu kami adalah seorang yang gagah perkasa dan
jarang ada tandingannya di jaman ini. Kau belum
mendapat kamar" Jangan sibuk, kawan, mari ikut aku
ke tempat kami, di sana kami menyediakan banyak
kamar dan tempat bagi kawan-kawan dan orangorang gagah seperti kau. Ah, biarlah Lie-twako, jangan bikin repot saja. Cin
Han mencegah, tetapi di dalam hati dia sangat kagum
melihat kejujuran dan keramahtamahan bekas raja
bajak ini. Tentu saja aku tidak berani memaksamu. Tapi
kebetulan malam ini bengcu kami merayakan hari
she-jitnya yang kelimapuluh delapan, maka di sana
diadakan sedikit perayaan. Dan kini semua hohan
ternama telah berkumpul di sana. Kau yang masih
muda ini apakah tidak ingin menggunakan
kesempatan ini untuk berjumpa dan berkenalan
dengan mereka" Cin Han berpikir bahwa memang ini kesempatan
yang baik untuk meluaskan pengalaman dan melihat
serta berkenalan dengan orang-orang gagah, maka ia
akhirnya menyetujui dan menerima ajakan Lie Thung.
Sementara itu, pengurus rumah penginapan itu sudah
datang pula dengan diikuti beberapa orang pelayan
membawa bermacam-macam hidangan dan si
pengurus sendiri mengatur hidangan di atas meja. Cin
Han heran juga melihat betapa Lie Thung agaknya
berpengaruh di kota itu, maka sambil makan ia
memandang bekas bajak ini dengan curiga. Agaknya
Lie Thung tahu bahwa dirinya dicurigai kawan
barunya, maka sambil menyumpit sepotong daging
yang dimasukkan ke mulut dan dikunyah dengan
nikmatnya, ia berkata, Saudara Lo, aku tadi lupa memberitahukan
kepadamu bahwa rumah penginapan dan rumah
makan ini, seperti halnya dengan beberapa buah
rumah penginapan besar yang lain di kota ini, semua
adalah milik perkumpulan kami. Dan ketahuilah,
sebuah dari pada tugas-tugasku ialah sebagai
pengawas rumah-rumah penginapan dan rumahrumah makan ini. Cin Han mengangguk-anggukkan kepala. Ah,
demikian kayakah Perkumpulan Ular Setan (Kwi-coapai) ini" Diam-diam ia makin kagum saja.
Ketahuilah, saudaraku, perkumpulan kami karena
tugasnya melindungi rakyat dan penduduk kota,
maka banyak orang bersimpati dan memberi
sumbangan besar sehingga kami tidak merasa
khawatir akan keadaan kas perkumpulan kami.
Sehabis makan maka Cin Han ikut Lie Thung menuju
ke tempat perkumpulan Kwi-coa-pai. Ternyata tempat
itu merupakan sebuah gedung yang besar sekali
sehingga Cin Han ragu-ragu dan terkejut.
Kau kagum, kawan" kata Lie Thung bangga. Jangan
kaget, memang gedung ini bekas milik Pangeran Goei
Tek Kong yang karena jasa-jasa perkumpulan kami
lalu diserahkan kepada kami. Kini ditinggali oleh
bengcu kami dan orang-orang gagah luar daerah yang
datang ke kota ini dipersilakan bermalam di sini.
Gedung besar dan mewah itu terletak di pinggir kota
dan di depan gedung terdapat taman bunga yang luas
dan mempunyai sebuah telaga kecil penuh bunga
teratai. Memang indah sekali gedung itu dan di atas
pintu gerbang terdapat papan nama dengan tulisan
gagah: Kwi Coa Pai . Ketika mereka berdua memasuki pintu gerbang,
ternyata dalam gedung sudah berkumpul banyak
sekali orang. Mereka adalah orang gagah yang
menjadi anggauta atau sahabat-sahabat baik
anggauta perkumpulan itu.
Para anggauta Kwi-coa-pai, seperti juga Lie Thung,
dapat dilihat dan dibedakan dengan adanya sebuah
sabuk pinggang bergambar ular hitam yang diikatkan
di pinggang masing-masing. Tadinya Cin Han tidak
memperhatikan sabuk yang melilit pinggang Lie
Thung, tapi setelah melihat banyak orang
memakainya, maka mengertilah ia.
Semua orang yang duduk berkumpul di satu ruangan
tampaknya orang-orang yang ahli dalam ilmu silat,
karena bentuk-bentuk badan mereka yang kuat, mata
yang tajam dan gerak-gerik yang gesit. Banyak mata
memandang ke arah Cin Han ketika ia memasuki
ruangan itu mengikuti Lie Thung. Ia langsung dibawa
ke sebuah meja bundar besar di mana duduk
berkumpul beberapa orang tua dan terpisah dari yang
lain-lain. ?"07.21. Tamu Kehormatan Penjilat Kaisar Lalim
Seorang tua yang duduk di tengah memakai baju
hitam, tubuhnya tinggi kurus, sikapnya lemah lembut
tapi sepasang matanya tajam bagaikan pisau dan jika
ia memandang orang seakan-akan sinar matanya
menembus dan menikam jantung. Usianya kurang
lebih enampuluh tahun, di pinggangnya juga terdapat
sabuk ular hitam, empat orang lain yang duduk di
dekatnya semuanya beroman aneh dan
menyeramkan. Seorang di antara mereka adalah seorang hwesio
gundul tapi berpakaian mewah sekali, tubuhnya
gemuk pendek dan mukanya selalu tersenyum
mengejek. Orang kedua dan ketiga berpakaian
seperti pengemis karena baju yang mereka pakai
semua compang-camping, bahkan yang seorang,
yakni yang punggungnya bongkok, hanya memakai
sepatu sebelah! Orang keempat kelihatannya seperti
seorang sasterawan, demikianpun pakaiannya, dan ia
tampaknya paling mewah di antara semuanya juga ia
mendapat tempat duduk di kanan orang tua baju
hitam itu, agaknya paling dihormat.
Lie Thung langsung menghadap orang tua baju hitam
itu memberi hormat. ?"?"?"Bengcu-ya, siauwtee datang
memperkenalkan enghiong ini, ialah Hwee-thian Kimhong yang meskipun muda usianya tapi telah terkenal
karena kepandaiannya yang tinggi.?"?"?"
Jadi inikah kepala perkumpulan yang disebut sangat
lihai itu" Demikian pikir Cin Han dan ketika bengcu itu
berdiri, maka Cin Han segera menjura memberi
hormat. ?"?"?"Silakan duduk, taihiap,?"?"?" suara Bengcu itu nyaring dan
tinggi seperti suara orang perempuan. ?"?"?"Kami girang
sekali mendapat kehormatan dengan kunjunganmu
ini. Mari kuperkenalkan dulu dengan para locianpwe
ini.?"?"?" Ia menunjuk kepada para tamu yang duduk di
situ dan memperkenalkan mereka seorang demi
seorang. Ternyata hwesio ini bukan lain adalah Tie Bong
Hwesio, seorang ahli silat cabang Bu-tong yang
terkenal. Pengemis pertama yang bertubuh pendek
kecil bernama Kok Pin bergelar Hoa-gu-jie si Kerbau
Belang. Pengemis yang bongkok, bernama Lok Sim
Tat bergelar Si Iblis Bongkok. Orang yang seperti
sasterawan adalah bekas pegawai kota raja bernama
Lam Beng Sun yang dulu memegang pangkat tinggi
dan juga menjadi kepercayaan menteri durna Long
Ong. Mendengar bahwa orang-orang itu bukanlah orang
sembarangan, maka Cin Han merasa gembira dapat
berkenalan dengan mereka maka katanya, ?"?"?"Siauwte
yang muda dan bodoh merasa terhormat sekali dapat
bertemu muka dengan para locianpwe yang ternama.
Dan mohon tanya nama serta julukan yang mulia dari
lo-enghiong sendiri.?"?"?"
Bengcu itu tertawa bergelak-gelak, ?"?"?"Tidak heran sicu
belum mengenal padaku. Aku orang tua tak berguna
disebut Kwi-eng-cu Hong Su.?"?"?"
Cin Han terkejut mendengar nama ini. Dulu gurunya
pernah menyebut nama ini sebagai seorang gagah
yang tinggi sekali ilmu kepandaiannya. Maka diamdiam ia memperhatikan Kwi-eng-cu Hong Su si
Bayangan Iblis itu. Memang pantas dengan
julukannya. Bengcu yang tua itu biarpun wajah dan
tubuhnya tidak ganjil, tapi sepasang matanya benarbenar seperti mata iblis saja! Setelah beberapa kali
sinar matanya bertumbuk dengan sinar mata Bengcu
itu, Cin Han bergidik dan segera menundukkan
mukanya. Kemudian Hong Su si Bayangan Iblis dengan tertawa
ramah segera memerintahkan Lie Thung untuk
mengantar Cin Han ke kamar yang terindah, dan
memesan pemuda itu agar nanti malam menghadiri
pesta di ruang belakang. Pesta dimulai jam tujuh. Cin
Han menyatakan kesanggupannya dan setelah
mengucapkan terima kasih ia pergi mengikuti Lie
Thung dan mendapat kamar yang mewah.
Lie Thung tak dapat lama menemaninya karena
katanya ia masih banyak tugas. Maka Cin Han lalu
merebahkan diri di atas pembaringan yang bersih dan
indah. Ia heran melihat keadaan perkumpulan yang
serba mencurigakan ini. Tapi karena ternyata bahwa
para tamu tadi terdiri dari orang-orang ternama maka
iapun tak berani menyangka sesuatu. Hanya dalam
hatinya ia menetapkan hendak mencari keterangan
lebih jelas lagi tentang Perkumpulan Ular Setan ini.
Jam tujuh malam, di ruang belakang dari gedung
bekas istana pangeran yang kini menjadi markas
besar perkumpulan Kwi-coa-pai itu, sangat ramai.
Ribuan lilin dan obor membuat tempat itu menjadi
terang cemerlang dan indah sekali. Tamu-tamu yang
memenuhi tempat itu jauh lebih banyak daripada
siang tadi. Cin Han dari jendela kamarnya dapat
mendengar suara mereka yang bicara, riuh-rendah,
riang-gembira dan dengan dialek yang campur-aduk
menandakan bahwa para tamu itu datang dari
beberapa propinsi. Ia segera berdandan. Seperti biasa, ia mengenakan
baju dalam sutera bersulamkan burung Hong indah
buatan ibunya. Di luar baju itu, ia mengenakan
pakaian luar yang biasa dipakai oleh pelajar sastera
hingga ia tampaknya sebagai seorang sasterawan
muda. Ia tidak lupa untuk membawa Kong-hwatkiamnya, juga ia sembunyikan dalam baju di
belakang punggung, tertutup oleh baju sasterawan
yang lebar dan longgar. Ketika ia bertindak keluar dari kamar, dari depan Lie
Thung mendatangi dengan wajah berseri-seri.
Pakaiannya pun mewah sekali dan ia kelihatan
gagah. ?"?"?"He, laote kenapa kau masih belum ke sana" Semua
tamu sudah berkumpul. Bahkan ada tambahan acara
yang menarik hati sekali. Para locianpwe berkenan
mendemonstrasikan keahlian mereka. Hayo, jangan
kau ketinggalan. Pertunjukan bagus sekali yang akan
kita lihat nanti.?"?"?"
Mereka menuju ke ruang belakang. Ruang ini sangat
luas dan nyaman karena terbuka dan mendapat
hawa langsung dari taman bunga di belakang gedung.
Kurang lebih seratus orang tamu duduk berkelompok
mengelilingi meja yang penuh hidangan. Meja ketua Kwi-coa-pai paling besar dan ditilami kain
tenun berwarna merah. Yang menemani dia duduk,
selain empat orang tua yang siang tadi sudah
dijumpai Cin Han, masih ada seorang lagi yang
berusia kurang lebih tigapuluh tahun dan nampaknya
gagah sekali dengan bajunya yang berwarna biru
bersulamkan naga warna hijau.
Melihat kedatangan Cin Han, si Bayangan Iblis
menepuk tangan dan tertawa girang. Eh, Lo-sicu.
Silakan duduk sini. Cin Han merasa agak disanjung ketika melihat betapa
banyak mata para tamu memandangnya. Ia maklum
bahwa tidak sembarang orang diminta duduk di
mejanya oleh ketua besar itu.
Lo-enghiong, siauwte menghaturkan selamat dan
semoga lo-enghiong dikurniai usia panjang dan tubuh
sehat, kata Cin Han hormat.
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ha-ha-ha! Terima kasih, Si Bayangan Iblis berdiri dan
membalas hormatnya., Eh, hampir aku lupa,
sudahkah sicu kenal dengan Thio-taihiap"
Si baju biru itu berdiri dan baru Cin Han tahu bahwa
orang itu sangat tinggi, wajahnya membayangkan
kekejaman dan tak sedikitpun senyum membayang
di muka yang gelap itu. Namun dengan hormat ia
menjura dan dibalas oleh Cin Han. Hong Su
memperkenalkan mereka berdua dengan bangga.
Ini adalah Thio Lok taihiap yang bergelar si Naga
Hijau dari selatan. Kemudian tangannya menunjuk ke
arah Cin Han, Dan ini adalah Hwee-thian Kim-hong
Lo Cin Han, yang meskipun masih muda tapi telah
menggemparkan sungai telaga.
Mendengar sebutan Hwee-thian Kim-hong, mata Thio
Lok untuk sesaat memancar ke arah wajah Cin Han,
tetapi tanpa berkata apa-apa dia duduk kembali. Cin
Han juga mengambil tempat duduk di meja
kehormatan. Lo Cin Han sicu, kata Hong Su dengan ramah.
Sebelum kau datang tadi, lohu dengan para enghiong
di sini telah mengadakan persetujuan untuk saling
mempertunjukan ilmu silat masing-masing agar
terbuka mata kita. Bagaimana pikiranmu, Lo-sicu"
Cin Han tersenyum girang. Memang hal ini baik
sekali, siauwte tentu setuju sekali dan akan siauwte
perhatikan untuk menambah pengetahuan yang
dangkal. Ha-ha! Lo-sicu, siapakah yang tidak mengenal nama
Hwee-thian Kim-hong" Jangan kau terlalu merendah.
Lohu bahkan mohon bantuanmu untuk membuka
pertunjukan ini dengan memperlihatkan ilmu silatmu!
Ah, lo-enghiong, mana siauwte yang muda berani
memperlihatkan kebodohan di hadapan para
locianpwe" jawab Cin Han merendah.
Para jagoan tua yang duduk di situ merasa suka
melihat kesopanan dan kehalusan tutur sapa Cin Han,
maka sebentar saja mereka berbicara dengan asyik
dan gembira. Tapi Thio Lok si Naga Hijau dari Selatan
tampaknya tak begitu suka kepada Cin Han, atau
agaknya memandang rendah pemuda sasterawan itu!
Hidangan yang serba lezat dikeluarkan dan keadaan
makin ramai gembira, bahkan di meja-meja para
muda terdengar suara senda gurau disertai tertawatawa setengah mabuk. Di meja ketua perkumpulan
Ular Setan juga kelihatan gembira sekali. Hoa-gu-ji
Kok Pin pengemis kate bertanding minum arak
dengan Iblis Bongkok Lok Sin Tat. Kedua pengemis ini
sama-sama kuat dan mereka telah minum belasan
cawan tanpa berhenti. Tiba-tiba Tie Bong Hwesio mencela kedua kawan
baiknya, Kalau kalian berdua mabok-mabokan kalian
menghabiskan arak dan tidak ingat kepada yang
muda-muda, memalukan sekali! Pantasnya kalian
menawarkan arak kepada kedua sicu ini. Ia
mengangguk ke arah Cin Han dan Thio Lok.
Lam Beng Sun si bekas pembesar yang pada malam
itu mengenakan bekas baju kebesarannya dan
tampak keren sekali, segera mengambil guci-guci arak
dan mengisi cawan Cin Han dan Thio Lok sampai
penuh. Hayo, Thio-taihiap, jangan sungkan-sungkan.
Kau yang menjadi orang sendiri jika berlaku sungkansungkan, maka Lo-sicu ini sebagai orang baru akan
lebih sungkan lagi. Thio Lok menghaturkan terima kasih dan mengangkat
cawan araknya, diikuti oleh semua orang dengan
gembira. Tapi Cin Han bukanlah seorang ahli minum,
maka baru tiga cawan saja ia sudah merasa mual.
Melihat kawan-kawan lain kurang kuat minum, kedua
pengemis itu menyatakan kecewanya. Tiba-tiba
karena teringat lagi bahwa sekarang sudah tiba
saatnya untuk membuka pertunjukan silat, Hong Su si
Bayangan Iblis mendapat akal, untuk memancing
kedua pengemis itu. Jiwi congsu, kulihat kalian memang sama kuatnya
dalam hal minum arak. Tapi kami ingin sekali melihat
siapa di antara jiwi yang lebih cepat minum. Baiknya
sekarang diadakan taruhan.
Taruhan apa" Aku hanya punya kutu baju beberapa
belas ekor di pakaianku, kata Kok Pin si kate.
Dan aku hanya mempunyai sebelah sepatu lapuk.
Kalau aku kalah, si Kerbau Belang boleh memilikinya,
kata si Iblis Bongkok. Untuk apa sepatu hanya sebelah" Merepotkan saja,
bantah si kate. Kwie-eng-cu Hong Su tertawa bergelak. Bukan itu
taruhannya! Aku akan mengisi sepuluh cawan arak
wangi di atas meja dan masing-masing boleh minum
lima cawan. Yang kalah cepat harus lebih dulu
membuka pertunjukan silat di tengah-tengah ruangan
ini. Bagaimana, setujukah kalian"
Sambil berkata demikian, Si Bayangan Iblis
mengeluarkan seguci arak simpanan. Ia membuka
tutup guci dan menuang isinya di dalam sepuluh buah
cawan, harum dan wangi arak itu memenuhi ruangan.
Tentu saja kedua setan arak itu mengilar sekali.
Hidung mereka segera dapat membedakan dan
mengenal arak baik. Setuju, setuju! teriak mereka berbareng dan tanpa
menanti jawaban, mereka menubruk maju, tangan
mereka menyambar secawan arak dan menuangkan
isinya ke dalam mulut. Segera terdengar arak menggelogok di kerongkongan
mereka dan sepuluh cawan arak itu cepat sekali habis dalam waktu yang sama cepatnya. Kalau orang
bukan ahli silat dan matanya tidak terlatih, pasti
takkan melihat dengan tegas bila dan bagaimana
kesepuluh cawan arak itu dihabiskan, demikian
kecepatan tangan mereka bergerak.
Ha-ha-ha! Dasar kalian ini yang seorang iblis arak,
yang seorang lagi setan arak! Kalian sama-sama
menang. Maka keputusannya adalah dua-duanya
harus berbareng mempertunjukkan kepandaian untuk
membuka hiburan ini. Hayo, jiwi mulailah, nanti kalau
sudah selesai pertunjukanmu, akan lohu beri hadiah
lima cawan arak wangi lagi!
Kedua pengemis aneh itu tertawa senang lalu Lok Sin
Tat memimpin tangan kawannya yang kate menuju
ke tempat bermain silat yang memang sudah
disediakan di tengah-tengah ruangan itu.
Semua tamu ketika melihat bahwa pertunjukan silat
akan segera dimulai, lalu menunda pembicaraan
mereka. Ruangan menjadi diam dan sunyi, semua
mata ditujukan ke arah si Iblis Bongkok yang
memimpin tangan si Kerbau Belang dan keduaduanya tertawa ha-ha-hi-hi tak acuh dengan
pandangan para tamu. Sesampainya di kalangan tempat bersilat, Lok Sin Tat
si Iblis Bongkok segera melepaskan sabuk merah
yang mengikat pinggangnya. Kalau semua
pakaiannya compang-camping, adalah sabuk sutera
itu kelihatan bersih dan baru, dan setelah terlepas dari
pinggang ia menyentakkan tangan ke depan. Sabuk
yang terlipat itu melayang ke depan bagaikan ular
merah dan ternyata panjangnya tidak kurang dari
sepuluh kaki. Setelah ujung sabuk sutera melayang
sampai lempeng, Lok Sin Tat menggerakkan tangan
menarik, dan aneh sekali, sabuk itu bergulung sendiri
dengan rapi. Hayo, kau keluarkan permainanmu! teriaknya
tertawa kepada pengemis kate.
Kerbau Belang yang bertubuh pendek kecil itu tertawa
bergelak dan menjawab, Mari kita main bersama.
Kau gunakan penangkap lalatmu yang merah itu dan
aku menjadi lalatnya. Cobalah kau tangkap aku!
Mari bertaruh! kata si Iblis Bongkok tertawa. Kalau
kau sampai tertangkap, lima cawan arakmu harus
diberikan padaku! Bagus! Dan kalau sampai tidak dapat tertangkap,
arakmu harus diberikan padaku, jawab si kate yang
lalu meloncat menjauhi kawannya dengan gerakan
jumpalitan ke belakang. Tubuhnya ringan sekali
sehingga diam-diam Cin Han terkejut melihat ginkang
yang tidak boleh dipandang rendah itu.
Lok Sin Tat mengeluarkan seruan dan ketika
tangannya bergerak, sabuk yang tergulung itu
melayang ke atas dan turunnya bergerak-gerak hidup
bagaikan naga, ketika ia menggerakkannya lagi,
maka sutera itu merupakan kembang yang indah
bergerak-gerak di udara lalu buyar pula. Sebelum
ujung sabuk mengenai tanah, ia menggerakkan
tangannya lagi dan ujung sabuk meluncur ke depan,
kini menuju ke arah pengemis kate yang sementara
itu sudah mengambil sebuah kursi dan duduk di
atasnya dengan tenang. Melihat datangnya ujung sabuk sutera ke arahnya, ia
tertawa dan tiba-tiba tubuhnya melesat ke samping.
Ujung sabuk seakan-akan hidup dan tahu-tahu telah
melibat kaki kursi dan ketika sabuk disendal balik,
kursi itu terbawa terbang ke arah si Iblis Bongkok
yang menerimanya dengan tangan kiri lalu
dilemparkan ke samping. Bagus! katanya memuji
kawan kate yang gesit itu. Ia lalu menggerakkan
sabuknya lagi dan tak lama kemudian sabuknya
merupakan sinar merah yang berputar-putar, terus
mengejar ke mana saja pengemis kate itu bergerak.
Para tamu bertepuk tangan riuh-rendah memuji.
Memang pada saat kedua orang itu bermain-main,
tampak pemandangan yang indah sekali. Selendang
merah itu melambai-lambai dan menyambar-nyambar
mengeluarkan angin bagaikan seekor naga terbang
berlenggak-lenggok. Dan si kate berkelebat ke sana
ke mari diantara sinar merah itu bagaikan seekor
kupu-kupu putih yang terbang dikejar. Gerakannya
ringan dan gesit sekali, sehingga sebegitu lama,
biarpun sinar merah mengepungnya dari segenap
penjuru, tetap tidak dapat menangkapnya.
Cin Han juga memandang kagum. Ia maklum betapa
lihainya kedua orang itu. Ia tahu juga bahwa
betapapun halus dan lemas adanya sehelai selendang
sutera, namun di tangan si Iblis Bongkok yang
menggunakannya dengan tenaga lweekang yang
tinggi, maka selendang yang lemas itu dapat
merupakan sebuah senjata yang sangat lihai dan
berbahaya. Kalau sampai ujung selendang dapat melibat kaki
atau badan si kate, tentu Kerbau Belang itu takkan
dapat melepaskan diri lagi. Tapi ia kagum sekali
melihat gerakan-gerakan si kate yang demikian
lincahnya sehingga tidak memungkinkan selendang
itu menangkapnya. Sungguh satu pertunjukan yang
menarik dan berbareng menunjukkan betapa tinggi
kepandaian kedua orang itu.
Tiba-tiba sinar selendang merah lenyap dan si kate
juga menghentikan gerakan-gerakannya. Keduanya
berdiri berhadapan dengan saling pandang, kemudian
si Iblis Bongkok tertawa bergelak. Lo-heng,
kepandaianmu makin tinggi saja, ia memuji.
Kok Pin tertawa. Kau menyindir, Lok-ko. Aku
setengah mampus harus menghindarkan diri dari
Hong-ang-kin mu yang lihai.
Tapi aku tak dapat menangkapmu, maka biarlah
arakku boleh kau minum. Dengan gembira ia memegang tangan kawannya lalu
berdua kembali ke meja ketua. Semua orang
bertepuk tangan memuji. Ah, benar-benar kalian hebat, memuji ketua Kwiecoa-pai. Patut dikagumi dengan sepuluh cawan arak!
Maka mereka lalu minum-minum lagi dengan
gembira. Si Bayangan Iblis berdiri. Nah, sekarang lohu minta
dengan hormat sukalah Lo-sicu meramaikan pesta ini
dengan sedikit pertunjukan, katanya kepada Cin Han.
Betul, betul! Harap sicu jangan menampik. Si kate
ikut mendesak. Harap saja yang lain bermain dulu, karena siauwte
yang muda tidak berkepandaian apa-apa maka
biarlah siauwte bermain paling akhir. Cin Han
menolak halus. Rupanya saudara Lo malu-malu, biarlah aku
mendahuluinya, kata Thio Lok sambil berdiri.
Tetapi si Bayangan Iblis mengangkat tangannya.
Thio-taihiap punya ilmu pedang yang tiada tandingan,
lohu harap permainan taihiap dipertunjukkan nanti
saja agar dapat menutup pesta ini dengan
pertunjukan yang terindah.
Cin Han merasa heran karena sungguhpun ketua
Kwie-coa-pai itu nyata sekali sangat menghormat dan
mengindahkan orang she Thio itu, tapi sebaliknya
bicara seakan-akan kepada orang sebawahannya.
Atau, bagaimana kalau Thio-taihiap dan Lo-enghiong
ini main sama-sama" usul Lam Beng Sun si bekas
pembesar dengan suaranya yang halus.
Mendengar usul ini, mata Hong Su bersinar gembira.
Bukankah kau juga ahli bermain pedang, sicu" Kalau
begitu baik sekali, silakan kalian berdua bermain
pedang, tentu indah dipandang. Tapi, agaknya Lo sicu
tidak membawa pedang, biarlah lohu memberi pinjam
padamu. Cin Han buru-buru mencegah.
Siauwte sudah membawa pedang, tapi siauwte
mana berani bermain dengan Thio-taihiap" ia
Si Teratai Merah Ang-lian Li-hiap Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerling kepada Si Naga Hijau itu.
Thio Lok memandang kepadanya dan bibirnya
mengandung senyum sindir.
Tidak apa, saudara Lo, biarlah kita main-main
sebentar. Kemudian tanpa berkata apa-apa lagi, Thio
Lok menggerakkan kakinya dan tubuhnya melayang
ke tengah lapangan adu silat dengan tipu Naga Sakti
Sambar Mustika, satu gerakan yang indah sekali
hingga ia disambut dengan tepukan tangan.
Cin Han mendongkol juga melihat kejumawaan orang
she Thio itu, maka ia berdiri dari kursinya dan
membuka baju luarnya dengan perlahan. Maka
kelihatanlah kini bajunya sutera putih yang
bersulamkan burung Hong emas sedang terbang
menempuh awan biru di bagian dadanya.
Dengan tergantinya pakaian yang ringkas dengan
sulaman yang indah hidup itu, ia tampak gagah dan
tuan rumah serta tamu-tamunya tercengang melihat
anak muda yang cakap dan sopan-santun tapi yang
kini kelihatan keren dan gagah itu. Juga ketua Kwiecoa-pai melihat pedang Kong-hwa-kiam yang
tergantung di punggung dengan wajah girang.
Ketika Cin Han sedang bingung harus menaruh di
mana baju luarnya yang masih dipegangnya, tiba-tiba
Lie Thung datang menghampiri dan menerima
bajunya itu. Bekas bajak ini berbisik perlahan,
Hati-hati, kawan, orang she Thio itu adalah
komandan kelas satu di perkumpulan kami, hanya
bengcu saja yang lebih kuat dari padanya. Ia
memang bertugas mencoba tenaga kawan-kawan
baru, pedangnya lihai sekali!
Cin Han mengangguk untuk menyatakan terima
kasihnya. Hm, jadi ia hendak dicoba" Ia mengerling
ke arah meja ketua dan dilihatnya semua muka di
meja itu berseri-seri dan gembira.
Cin Han tidak mau kalah muka dengan sengaja ia
memperlihatkan kegesitannya dan dengan gerakan
Burung Walet Menyambar Kupu-kupu, ia meloncat
berjumpalitan dengan kedua lengan terbuka. Ketika
tubuhnya tiba di atas lapangan, berjumpalitan tiga kali
dari atas dan menurunkan kakinya dengan ringan
bagaikan burung, tepat berhadapan dengan Thio Lok.
Tentu saja aksinya ini mendatangkan tepuk tangan
yang hebat sekali dan Thio Lok memanda ngnya
dengan mata bersinar merah.
Thio-taihiap, aku harap kau suka berlaku murah
kepadaku, kata Cin Han. Tak perlu kiranya kau sungkan-sungkan dan
merendahkan diri, saudara Lo, kepandaianmu belum
tentu berada di bawahku, jawab Thio Lok, lalu tanpa
banyak cakap lagi si Naga Hijau mencabut
pedangnya. Silakan, saudara Lo, katanya kepada Cin Han sambil
memasang kuda-kuda dengan tipu Naga Sakti
Mendekam. Cin Han lalu mencabut Kong-hwa-kiam dari sarungnya
dan memasang kuda-kuda Burung Hong Hinggap di
Cabang, dan berkata, Silakan, Thio-taihiap!
Thio Lok melihat Cin Han sungkan-sungkan untuk
menyerang lebih dulu, segera memajukan kaki dan
mengirim serangan pertama dengan tusukan pedang
ke arah paha Cin Han dan terus melayangkan
pedangnya itu untuk menyabet kedua kaki. Gerakan
ini adalah pancingan untuk menggempur pasangan
kuda-kuda lawan dan untuk melihat perkembangan
selanjutnya dari gerakan lawan.
Cin Han ingin mencoba tenaga si Naga Hijau, maka ia
tidak berkelit, hanya setelah pedang lawan berada
dekat, ia menangkis ke samping. Dua pedang beradu
dan Cin Han merasa telapak tangannya sedikit
tergetar, maka tahulah ia bahwa lawannya memiliki
tenaga yang tidak lemah. Sebaliknya Thio Lok lebih berlaku hati-hati karena
ternyata tangkisan tadi membuat lengannya
kesemutan! Maka ia segera berseru keras dan
menyerang dengan hebat dan cepat.
?"08.22. Sio-cia Cantik Peniup Suling
Setelah berkelit dan menangkis serangan lawan
dalam beberapa jurus, berdebar kagetlah hati Cin
Han. Ia berseru keras dan meloncat ke belakang tiga
tombak lebih sambil berseru,
Tahan, Thio-taihiap! Thio Lok heran dan berdiri tegak. Cin Han menjura
dengan hormat. Maaf, Thio taihiap, kenalkah taihiap kepada Ang Lian
Lihiap" Thio Lok menggeleng-gelengkan kepala dan
menjawab. Pernah kumendengar namanya, tapi
belum pernah bertemu, maka aku tidak kenal.
Cin Han terheran. Tadinya ia menyangka bahwa
setidaknya orang she Thio ini tentu saudara
seperguruan dengan Han Lian Hwa si Teratai Merah,
tapi ternyata orang she Thio ini bahkan tidak kenal. Ia
hendak mencoba pula lalu bertanya.
Dan kenalkah kau kepada Sian-kiam Koai-jin Ong
Lun" Thio Lok memandangnya tajam lalu berkata, Dia
adalah susiokku, ada apakah"
Cin Han makin heran karena agaknya murid
keponakan ini tidak menghormati paman gurunya,
maka ia menjawab. Tidak apa-apa, pantas saja ilmu pedangmu hampir
sama dengan ilmu pedang murid dari Sian-kiam Koaijin. Apa hubungannya hal itu dengan permainan kita"
Lihat, semua orang memandang kita, hayo kita
lanjutkan permainan kita.
Cin Han memandang. Betul saja, semua mata
Pusaka Negeri Tayli 11 Goosebumps - 20 Teror Orang Orangan Sawah Sang Godfather 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama