Ceritasilat Novel Online

Misteri Tujuh Lonceng 3

Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie Bagian 3


dalam jarak sepanjang itu dan sampai di sudut sebelum saya datang pasti luar
biasa." "Saya tidak mengerti, Battle. Anda kelihatannya punya sebuah ide yang belum - er bisa saya tangkap. Anda tadi bilang bahwa dia tidak menyeberangi kebun, dan
sekarang Anda mengatakan - walaupun tidak jelas - apa sebenarnya yang ingin Anda
katakan" Bahwa orang itu tidak melewati jalan kerikil" Jadi menurut Anda, ke
mana dia pergi?" Inspektur Battle hanya menjawab dengan menggerakkan ibu jarinya ke atas.
"Eh?" kata George.
Inspektur itu mengangkat ibu jarinya lebih keras lagi. George mendongakkan
kepala melihat langit-langit.
"Ke atas," kata Battle. "Lewat tanaman rambat."
"Tak mungkin, Inspektur. Ide Anda tidak masuk akal."
"Mengapa tidak" Dia telah melakukannya sekali. Dan dia bisa melakukannya lagi."
"Maksud saya bukan itu. Tapi kalau orang mau keluar dia tak akan kembali masuk
rumah." "Itu adalah tempat yang paling aman baginya, Tuan Lomax."
"Tapi kamar Tuan O'Rourke masih terkunci dari dalam ketika kami masuk."
"Dan bagaimana Anda masuk ke dalam kamarnya" Lewat kamar Sir Stanley, kan"
Itulah jalan yang dia lewati. Lady Eileen mengatakan bahwa dia melihat handel
pintu kamar Tuan O'Rourke berputar. Itu ketika si pencuri masuk pertama kali.
Saya kira kunci pintu itu ada di bawah bantal Tuan O'Rourke. Tapi pencuri itu
keluar melalui pintu yang menghubungkan kamar Sir Stanley, yang pada saat itu
kosong karena semua orang berlarian ke perpustakaan."
"Lalu ke mana dia pergi?"
Inspektur Battle hanya mengangkat bahunya yang bidang.
"Banyak jalan. Ke dalam sebuah kamar di sisi lain rumah ini dan turun lagi lewat
tanaman rambat - lewat pintu samping - atau barangkali - kalau ini pekerjaan orang
dalam, dia - ya, diam saja di rumah."
George memandangnya heran.
"Battle - saya, saya tidak bisa percaya dengan ide Anda itu - pelayan-pelayan di
sini adalah orang-orang yang bisa dipercaya - sulit bagi saya untuk mencurigai
mereka." "Tak ada yang minta Anda untuk mencurigai orang lain, Tuan Lomax. Saya hanya
mengatakan berbagai kemungkinan. Para pelayan mungkin tidak bersalah apa-apa."
"Anda membuat saya pusing," kata George Lomax.
Matanya terlihat lebih menonjol lagi,
Jimmy mengalihkan persoalan dengan halus. Dia menunjuk sebuah benda yang
kehitaman di atas meja. "Ini apa?" tanyanya.
"Itu adalah bukti," kata Battle. "Seperti sebuah sarung tangan."
Dia mengambilnya dan memperhatikannya dengan bangga.
"Di mana Anda temukan?" tanya Sir Oswald.
Battle menunjuk dengan ibu jarinya ke arah belakang bahu.
"Di perapian - hampir terbakar. Aneh. Seperti bekas digigit anjing."
"Mungkin punya Nona Wade," kata Jimmy. "Dia punya banyak anjing."
Inspektur itu menggelengkan kepalanya.
"Ini bukan sarung tangan wanita. Tolong Anda coba sebentar."
Dia memakaikan benda hangus itu ke tangan Jimmy.
"Lihat - untuk Anda pun terlalu besar."
"Anda menganggap penemuan ini penting?" tanya Sir Oswald dingin.
"Kita tidak tahu apakah sesuatu merupakan benda penting atau tidak."
Mereka mendengar ketukan keras di pintu dan Bundle pun masuk.
"Maaf," katanya. "Ayah baru saja menelepon. Dia minta agar saya segera pulang
karena dia khawatir."
Dia berhenti. "Lanjutkan, Eileen," kata George yang merasa bahwa Bundle belum selesai bicara.
"Sebetulnya saya tidak ingin mengganggu Anda - tapi barangkali ada hubungannya
dengan apa yang baru terjadi. Sebetulnya yang membuat Ayah bingung adalah karena
salah seorang pelayan kami hilang. Dia keluar tadi malam dan belum kembali."
"Siapa namanya?" tanya Sir Oswald.
"John Bauer." "Orang Inggris?"
"Dia mengaku orang Swiss - tapi saya rasa dia orang Jerman. Tapi bahasa Inggrisnya
sangat bagus." "Ah!" Sir Oswald menarik napas panjang dengan lega. "Dan berapa lama dia di
Chimneys?" "Belum sebulan."
Sir Oswald menghadap Lomax dan Battle.
"Ini dia orangnya. Anda tahu kan, bahwa beberapa pemerintah asing berusaha
mendapatkan formula itu. Saya ingat baik orang itu - tinggi, dan terlatih baik
dalam pekerjaan. Dia datang kira-kira dua minggu sebelum kami pergi. Waktu yang
tepat. Pelayan-pelayan baru di sini memang diperiksa cukup ketat. Tapi di
Chimneys, yang hanya lima mil dari sini - " Dia tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Anda menganggap rencana itu telah lama dibuat?"
"Mengapa tidak" Formula itu berjuta-juta nilainya, Lomax. Pasti si Bauer ini
punya kesempatan melihat-lihat dokumen pribadi saya di Chimneys dan tahu bahwa
ada pertemuan ini. Barangkali juga dia punya teman di rumah ini - yang
memberitahukan letak ruang di sini dan memberi obat tidur pada O'Rourke. Tapi
Bauer adalah orang yang dilihat Nona Wade turun dari dinding - laki-laki besar dan
kuat." Dia memandang Inspektur Battle. "Bauer adalah orang yang Anda cari, Inspektur.
Tapi Anda membiarkan dia lepas dari tangan Anda."
Bab 24 BUNDLE CURIGA JELAS kelihatan bahwa Inspektur Battle terkejut mendengar itu semua. Dia
menopang dagunya dengan jari dan berpikir.
"Sir Oswald benar, Battle," kata George. "Dialah orang yang kita cari. Ada
harapan untuk menangkap dia?"
"Barangkali ada, Tuan. Kelihatannya memang - mencurigakan. Tentu saja - ada
kemungkinan dia muncul lagi di Chimneys."
"Anda pikir itu sebuah kemungkinan?"
"Ya, kelihatannya memang Bauer patut dicurigai, Tapi saya tidak mengerti
bagaimana dia bisa keluar-masuk rumah ini tanpa ada yang melihat."
"Saya sudah mengatakan pendapat saya tentang orang-orang yang Anda tugaskan di
sini," kata George, "Sama sekali tidak efisien - saya tidak bermaksud menyalahkan
Anda, Inspektur, tapi - " dia berhenti.
"Ah, sudahlah. Bahu saya cukup lebar," kata Battle.
Dia menggelengkan kepala dan menarik napas.
"Saya harus segera menelepon. Maaf, Tuan Lomax. Saya telah ceroboh. Tapi urusan
ini sangat rumit. Lebih rumit dari yang Anda perkirakan."
Dia berjalan dengan cepat ke luar.
"Ayo ke kebun," kata Bundle pada Jimmy. "Aku ingin bicara."
Mereka keluar bersama-sama lewat jendela berambang rendah itu. Jimmy memandang
lapangan rumput dengan dahi berkerut.
"Ada apa?" tanya Bundle.
Jimmy menerangkan tentang pistol yang terlempar,
"Aku ingin tahu apa yang ada di kepala Battle ketika dia menyuruh Coote melempar
pistol itu. Dia pasti punya suatu teori. Dan pistol itu jatuh sepuluh yard lebih
jauh dari yang seharusnya. Bundle, Battle adalah seorang jenius."
"Dia memang luar biasa," kata Bundle. "Aku ingin bercerita tentang tadi malam."
Dia menceritakan percakapannya dengan Inspektur. Jimmy mendengarkan dengan penuh
perhatian. "Jadi Countess si Jam Satu," pikirnya. "Kelihatannya cocok sekali. Jam Dua - si
Bauer, keluar dari Chimneys. Dia memanjat kamar O'Rourke karena tahu bahwa
O'Rourke sudah dibius lebih dulu - oleh Countess atau orang lain. Rencananya
ialah, dia harus melempar dokumen itu pada Countess yang sedang menunggu di
luar. Lalu Countess akan masuk perpustakaan lagi dan naik ke kamarnya. Kalau
Bauer tertangkap, mereka tak bisa menemukan apa-apa. Ya - rencana yang bagus. Tapi
tak terlaksana. Belum lama Countess itu di perpustakaan, saya lalu masuk. Sangat
sulit baginya karena dia tak bisa memperingatkan temannya. Jam Dua mengambil
dokumen lalu melongok keluar jendela. Dia melihat seorang wanita dan dikiranya
itu Countess Radzky yang sedang menunggu. Dia melemparkan dokumen itu kepadanya
dan turun lewat tanaman rambat. Sayang aku keburu melihat dia. Sedang si
Countess hanya bisa berdebar di balik tirai. Dia mengarang cerita baru. Ya,
memang cocok." "Terlalu cocok," kata Bundle.
"Apa?" Jimmy heran.
"Bagaimana dengan Jam Tujuh" Dia tak pernah muncul tapi mengintai terus dari
belakang. Countess dan Bauer" Tidak, tidak sesederhana itu. Bauer memang di sini
tadi malam. Tapi dia kemari hanya untuk menjaga, kalau-kalau ada yang tidak
beres. Dan memang gagal. Dia mempunyai peranan sebagai kambing hitam: untuk
membelokkan perhatian orang dari Jam Tujuh - si Bos."
"Bundle," kata Jimmy cemas. "Kau pasti terlalu banyak membaca buku sensasional."
Bundle memandangnya dengan sebal.
"Pokoknya aku belum seperti Red Queen," kata Jimmy. "Aku tidak akan bisa
mempercayai enam hal yang tak masuk akal sebelum makan pagi."
"Ini kan sudah lewat makan pagi," kata Bundle.
"Juga setelah makan pagi. Kita punya hipotesa yang sangat cocok dengan faktafakta yang ada - tapi kau tak mau menerimanya karena kau ingin sesuatu yang lebih
sulit." "Maaf," kata Bundle, "tapi aku benar-benar yakin bahwa Jam Tujuh yang misterius
itu merupakan salah seorang tamu."
"Apa pendapat Bill?"
"Bill - payah," kata Bundle gemas.
"Oh!" kata Jimmy. "Aku pikir kau sudah cerita padanya tentang Countess itu. Dia
harus diingatkan. Bagaimana nanti kalau dia ngoceh tidak keruan?"
"Dia tak akan mau menerima kata-kata yang tidak baik tentang wanita itu," kata
Bundle. "Dia - oh, dia tolol. Bagaimana kalau kau yang cerita tentang tahi lalat
itu?" "Kan bukan aku yang sembunyi di lemari," kata Jimmy. "Dan lagi aku tak mau
bertengkar dengan Bill tentang tahi lalat kawannya. Tapi tentunya dia tidak
terlalu tolol untuk tidak mengerti apa yang kita bicarakan ini, kan?"
"Dia sih memang keledai," kata Bundle tambah sebal. "Kau buat kesalahan besar
dengan menceritakan hal ini pada Bill."
"Maaf," kata Jimmy. "Aku tidak berpikir begitu waktu itu - tapi sekarang aku
mengerti. Aku juga tolol. Tapi si Bill itu - "
"Kau kan tahu, bagaimana petualang cantik itu," kata Bundle. "Bagaimana mereka
menguasai seseorang."
"Terus terang saja, aku tak tahu," kata Jimmy. "Tak ada petualang cantik yang
pernah mencoba menguasai aku." Dia menarik napas.
Mereka diam sejenak, Jimmy berpikir keras. Tambah lama dia tambah tidak puas.
"Kau bilang bahwa Battle menginginkan agar kita tidak perlu kuatir tentang
Countess itu." "Ya." "Maksudnya ialah dengan melalui wanita itu dia akan menangkap orang yang lain?"
Bundle mengangguk. Jimmy mengerutkan keningnya untuk mencoba mengikuti jalan pikiran Battle. Jelas
Battle punya teori tertentu.
"Sir Stanley Digby pergi ke London tadi pagi, kan?" tanya Jimmy.
"Ya." "Dengan O'Rourke?"
"Aku kira, ya."
"Kau pikir - ah itu tak mungkin."
"Apa?" "O'Rourke terlibat dalam urusan ini?"
"Mungkin saja," kata Bundle sambil merenung. "Dia punya pribadi yang hidup,
bersemangat. Tidak, aku tak akan heran seandainya - oh! Aku tak akan heran kalau
salah seorang dari mereka adalah si Jam Tujuh. Hanya satu yang aku yakin bukan
Jam Tujuh." "Siapa?" "Inspektur Battle."
"Oh! Aku kira kau akan mengatakan George Lomax."
"Sstt - dia ke sini."
George memang mendatangi mereka. Jimmy ngeloyor pergi. George duduk dengan
Bundle. "Eileen, apakah kau harus pulang?"
"Ayah kelihatannya cukup bingung. Saya rasa saya akan pulang saja dan
menenteramkan perasaannya."
"Tangan kecil ini pasti bisa menenteramkan," kata George sambil menggenggam
tangan Bundle. "Saya mengerti alasanmu dan saya menghargainya. Dalam masa
seperti ini, di mana nilai-nilai banyak berubah - "
"Dia ngelantur," pikir Bundle putus asa.
" - di mana hidup kekeluargaan merupakan hal yang sangat penting - semua standar
lama tak berlaku lagi! - Di sinilah kelas kita memegang peranan penting, yaitu
memberi contoh dan menunjukkan bahwa kita bukan termasuk orang-orang yang mudah
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi baru. Mereka menamakan kita si Sulit Mati - tapi
saya bangga dengan nama itu - sekali lagi, saya bangga! Memang ada hal-hal yang
harus sulit mati - yaitu wibawa, keindahan, kesederhanaan, kesucian hidup
keluarga, kasih sayang terhadap anak - siapa yang mati kalau hal-hal seperti itu
hidup" Seperti saya katakan tadi, Eileen, saya iri dengan kesempatan-kesempatan
yang kaupunyai karena masih muda seperti ini. Muda! Hal yang sangat indah! Kata
yang amat indah! Dan kita tidak menghargainya sampai kita - er - tumbuh dewasa.
Terus terang saja saya dulu kecewa dengan sikap sembronomu. Tapi sekarang saya
menghargai keindahan pikiranmu. Saya harap saya bisa membantumu dengan bacaanbacaanmu." "Oli, terima kasih," kata Bundle pelan.
"Dan kau tak perlu takut kepada saya lagi. Saya terkejut ketika mendengar Lady
Caterham mengatakan bahwa kau takut pada saya. Dan saya adalah orang yang sangat
membosankan." Bundle terkejut melihat sikap George yang begitu rendah hati. George
melanjutkan, "Jangan malu-malu pada saya, dan jangan takut membuat saya bosan. Saya akan
senang seandainya saya bisa - membentuk pikiranmu yang sedang tumbuh. Saya akan
menjadi mentor politikmu. Sekarang ini kita memerlukan wanita-wanita muda yang
menarik dan berbakat. Dan kau barangkali akan mengikuti jejak Lady Caterham."
Kemungkinan seperti itu membuat Bundle seperti ditonjok. Dia hanya bisa
memandang George tanpa daya. Dan sikap ini bukannya membuat George kecil hati.
Satu-satunya hal yang tidak disukai George pada wanita ialah mereka terlalu
banyak bicara. Dia jarang menemukan wanita yang bisa menjadi pendengar yang
baik. Dia tersenyum ramah kepada Bundle.
"Kupu-kupu yang keluar dari kepompong. Gambaran yang sangat indah. Saya punya
pekerjaan menarik mengenai politik ekonomi. Akan saya ambilkan dan kau boleh
membawanya ke Chimneys. Kalau sudah selesai membacanya, nanti kita diskusikan.
Jangan ragu-ragu bertanya pada saya kalau ada yang tidak mengerti. Saya memang
sibuk, tapi selalu punya waktu untuk teman-teman. Coba saja cari dulu buku itu."
Dia berjalan pergi. Bundle memandangnya dengan wajah bingung. Dan dia terkejut
ketika tiba-tiba mendengar suara Bill di dekatnya.
"He, ada apa si Codders memegang-megang tanganmu?"
"Bukan tanganku yang dipegangnya," kata Bundle dengan kacau. "Tapi pikiranku
yang sedang tumbuh."
"Jangan seperti keledai, Bundle."
"Maaf, Bill. Aku agak khawatir. Kau ingat waktu mengatakan bahwa Jimmy mengambil
risiko besar dengan datang ke tempat ini?"
"Benar," kata Bill. "Memang sulit menghindar dari Codders sekali dia tertarik
padamu. Dan Jimmy akan mengalami itu sebelum dia sadar."
"Yang tertangkap bukan Jimmy, tapi aku," kata Bundle berang. "Aku terpaksa akan
bertemu wanita-wanita macam Nyonya Macatta dan membaca politik ekonomi dan
membicarakannya dengan George. Aku tak tahu kapan itu akan berakhir!"
Bill bersiul. "Bundle yang malang. Sudah masuk terlalu jauh rupanya."
"Aku merasa terperangkap, Bill."
"Jangan khawatir," kala Bill menghibur. "George sebenarnya tidak percaya pada
wanita yang duduk di Parlemen. Jadi kau tak perlu berdiri dan berpidato di
mimbar atau mencium bayi-bayi kotor di Bermondsey. Ayo kita minum. Hampir
waktunya makan siang."
Bundle berdiri dan berjalan di sampingnya dengan patuh,
"Dan aku benci politik," katanya memelas.
"Tentu saja. Semua orang yang waras juga tidak suka. Hanya orang-orang seperti


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Codders dan Pongo saja yang serius menghadapinya. Bagaimanapun, kau seharusnya
tidak membiarkan Codders memegang-megang tanganmu," kata Bill.
"Mengapa tak boleh?" kata Bundle. "Dia sudah kenal aku sejak aku masih bayi."
"Tapi aku tak suka."
"Bill Eversleigh yang saleh - oh lihat Inspektur Battle."
Mereka baru saja melewati pintu samping. Sebuah ruang seperti lemari terbuka
sedikit pintunya. Di situ disimpan perlengkapan golf, tenis, bowling, dan lainlain. Inspektur Battle sedang memeriksa tongkat golf dengan teliti. Dia
tersenyum malu ketika Bundle berkata,
"Akan main golf, Inspektur?"
"Ah, saya tidak bisa, Lady Eileen. Tapi orang kan selalu bilang tak ada istilah
terlambat untuk memulai. Dan saya punya satu bakat yang baik dalam permainan apa
pun." "Apa itu?" tanya Bill.
"Saya tidak tahu bila saya kalah. Kalau ada yang tidak beres, saya akan mulai
lagi!" Dengan wajah pantang menyerah, Inspektur Battle keluar dan menemui mereka
setelah menutup pintu. Bab 25 JIMMY MEMBUAT RENCANA JIMMY THESIGER merasa tertekan. Dia menghindari George yang dicurigainya akan
men-tes dia dengan hal-hal yang serius. Jimmy diam-diam pergi setelah makan
siang. Walaupun dia telah mempelajari pertikaian perbatasan di Santa Fe, dia
tidak ingin menghadapi tes siang itu.
Akhirnya Jimmy memperoleh apa yang diharapkannya. Loraine Wade sedang berjalan
sendirian di kebun yang rindang. Tak lama kemudian Jimmy sudah ada di sisinya.
Mereka berjalan tanpa bicara beberapa saat. Kemudian Jimmy membuka percakapan,
"Loraine?" "Ya?" "Aku bukan orang yang pintar omong - tapi bagaimana dengan kita" Apa salahnya kita
resmikan dan tinggal bersama setelah itu?"
Loraine tidak menunjukkan rasa malunya mendengar lamaran yang tiba-tiba. Dia
bahkan tertawa. "Jangan menertawakan orang laki-laki," kata Jimmy jengkel.
"Aku tak tahan. Kau begitu lucu."
"Loraine - kau memang setan kecil."
"Bukan. Aku adalah seorang gadis yang manis."
"Hanya untuk mereka yang tidak mengenalmu - yang tertipu oleh sikapmu yang
kelihatan sopan dan lembut."
"Aku suka dengan kata-katamu yang panjang itu."
"Aku dapat dari teka-teki silang."
"Ah, kau begitu berpendidikan."
"Loraine, jangan berputar-putar. Mau atau tidak?"
Wajah Loraine menjadi tenang dan keras. Mulutnya yang kecil terkatup rapat dan
dagunya yang mungil menantang ke depan.
"Tidak, Jimmy. Tidak pada saat seperti ini - semuanya belum selesai."
"Aku tahu bahwa kita belum melakukan rencana kita," Jimmy setuju. "Tapi kan sama
saja. Kita sudah sampai pada akhir sebuah bab. Dokumen-dokumen itu aman di
Kementerian Perhubungan Udara. Dan - saat ini - tak ada yang perlu dilakukan."
"Jadi - kita menikah?" kata Loraine dengan senyum kecil.
"Kau sendiri yang mengatakannya. Memang itulah yang kuinginkan."
Tapi Loraine menggelengkan kepalanya lagi.
"Tidak, Jimmy. Sampai semua beres - sampai kita betul-betul aman - "
"Kau merasa kita dalam bahaya?"
"Kau tidak?" Wajah Jimmy menjadi muram.
"Kau benar," katanya. "Kalau cerita Bundle itu benar - dan aku rasa benar - kita
belum aman sebelum kita berhasil membungkam Jam Tujuh!"
"Yang lainnya?"
"Tidak, yang lain sih rak apa-apa. Jam Tujuh dengan cara kerja yang lain itulah
yang membuatku takut. Karena aku tak tahu siapa dia dan di mana tempatnya."
Loraine merinding. "Aku selalu ketakutan," katanya dengan suara rendah. "Sejak kematian Gerry...."
"Kau tak perlu takut. Tak ada yang perlu kautakutkan. Serahkan semua padaku.
Pokoknya aku akan bereskan si Jam Tujuh itu. Setelah itu tak ada kesulitan lagi
dengan yang lain, siapa pun mereka."
"Kalau kau bisa membereskan dia - kalau sebaliknya?"
"Tak mungkin," kata Jimmy dengan riang. "Aku terlalu cerdik. Hargailah dirimu
sendiri - itulah prinsipku."
"Kalau aku ingat kejadian tadi malam," kata Loraine bergidik.
"Tak apa-apa. Kita aman di sini walaupun tanganku cukup sakit," kata Jimmy.
"Kasihan kau." "Ah, tak apa-apa kalau untuk hal yang memang perlu. Dengan begini aku bisa
mengambil hati Lady Coote."
"Kau pikir itu perlu?"
"Aku merasa, suatu ketika hal ini perlu."
"Kau punya suatu rencana. Apa itu, Jimmy?"
"Si pahlawan muda tak pernah membeberkan rencananya," kata Jimmy tegas. "Rencana
itu matang dalam gelap."
"Kau ini bodoh, Jimmy."
"Ya, ya aku tahu. Memang itu yang selalu dikatakan orang-orang. Tapi percayalah,
Loraine, sebenarnya banyak yang kupikirkan. Sekarang bagaimana rencanamu
sendiri?" "Bundle mengundang aku tinggal di Chimneys."
"Bagus," kata Jimmy. "Usul bagus. Kita perlu mengawasi dia. Kita tidak pernah
tahu pikiran gila apa yang ada di kepalanya. Anak itu selalu melakukan hal yang
tak terduga. Dan mengawasi dia terus-menerus bukan pekerjaan mudah."
"Seharusnya Bill yang mengawasi dia," kata Loraine.
"Bill sih sibuk di tempat lain."
"Jangan percaya," kata Loraine.
"Yang benar! Bukan Countess itu" Dia kan tergila-gila padanya?"
Loraine tetap menggelengkan kepala.
"Ada yang tidak kumengerti. Bukan Countess itu yang dia inginkan, tapi Bundle.
Tadi pagi Bill omong-omong denganku. Waktu itu Bundle bicara dengan Lomax dan
dia memegang tangan Bundle atau bagaimana. Bill jadi marah sekali."
"Aneh ya selera orang. Tapi kau luar biasa, Loraine. Aku pikir Bill sedang
terpesona oleh petualang cantik itu. Dan aku tahu bahwa Bundle juga berpikir
demikian." "Barangkali Bundle berpikir demikian. Tapi percayalah, bahwa itu tidak benar."
"Kalau begitu apa maunya?"
"Barangkali Bill sedang melakukan penyelidikan."
"Bill" Dia tak punya otak."
"Aku tak begitu yakin. Kalau orang yang sederhana berbadan besar seperti Bill
memilih bersikap luwes, tak akan ada orang yang percaya."
"Dan karena itu dia bisa bergerak dengan bebas" Ya, memang bisa saja terjadi.
Walaupun begitu, aku tak akan pernah berpikir bahwa Bill bisa melakukannya. Dia
begitu tergila-gila pada Countess itu. Aku rasa kau keliru, Loraine. Countess
itu cantik sekali - walaupun bukan seleraku - " kata Jimmy cepat-cepat menambahkan
- "dan aku tahu bahwa Bill hatinya seperti hotel."
Loraine tetap menggelengkan kepala tidak yakin.
"Baiklah," kata Jimmy, "kita berbeda pendapat. Kita sudah punya rencana
sekarang. Kau ikut Bundle ke Chimneys. Kauawasi Bundle baik-baik dan jangan
sampai dia masuk ke Tujuh Lonceng lagi. Aku tak bisa membayangkan akibatnya
kalau dia ke sana lagi."
Loraine menganggukkan kepala.
"Aku sekarang akan bermanis-manis dengan Lady Coote."
Lady Coote sedang duduk di kursi taman dengan beberapa gelondong benang. Dia
menggeser duduknya untuk Jimmy. Dan Jimmy yang ramah tidak lupa memuji hasil
kerja Lady Coote. "Kau senang?" tanya Lady Coote. "Pekerjaan ini dimulai oleh Bibi Selina beberapa
minggu sebelum dia meninggal. Kanker hati," kata Lady Coote.
"Mengerikan sekali," jawab Jimmy.
"Bagaimana tanganmu?"
"Ah, sudah agak baik. Tapi cukup merepotkan," jawab Jimmy.
"Kau harus lebih hati-hati," nasihat Lady Coote. "Aku tahu ada kejahatan yang
lebih dari itu - dan bisa-bisa kau kehilangan kedua tanganmu."
"Saya harap itu tidak terjadi pada saya."
"Oh, aku cuma mengingatkanmu," kata Lady Coote.
"Anda sekarang tinggal di mana" Di kota atau di mana?"
Sebenarnya dia sudah menduga jawabannya, jadi dengan sengaja nada suaranya
mengandung pujian. Lady Coote hanya menarik napas panjang.
"Sir Oswald menyewa puri Duke of Alton. Letherbury. Kau tahu?"
"Ah, ya. Bagus sekali, kan?"
"Tak tahulah," kata Lady Coote. "Sangat luas dan suram. Berderet-deret galeri
dengan lukisan orang-orang yang kelihatan tidak ramah. Yang mereka sebut Tuan
Besar kelihatan menyedihkan. Seandainya saja kau pernah melihat rumah kecil kami
di Yorkshire! Waktu itu Sir Oswald masih Oswald Coote yang biasa. Rumah itu
punya kamar tamu yang menyenangkan dan ruang keluarga yang kelihatan cerah dan
hangat - dengan kertas dinding bergaris-garis putih dan hiasan bunga wistaria. Aku
sendiri yang memilihnya. Ruang makannya menghadap ke timur laut sehingga
matahari kurang menerangi ruangan, tapi kami mengaturnya - dengan kertas dinding
warna ungu dan gambar-gambar lucu - ruangan itu jadi kelihatan cerah."
Beberapa gelondong benang terjatuh ketika Lady Coote mengenang kembali rumah
kesayangannya. Dengan sopan Jimmy mengembalikan benang ke tempatnya.
"Terima kasih banyak. Eh, apa tadi yang kuceritakan" O, ya tentang rumah. Aku
suka rumah yang cerah. Dan memilih sendiri barang-barang untuk perlengkapannya."
"Saya rasa Sir Oswald akan membeli rumah sendiri tak lama lagi," kata Jimmy.
"Dan Anda tentu akan bisa memilih yang Anda sukai nanti."
Lady Coote menggelengkan kepala dengan sedih.
"Dia menyebut-nyebut sebuah perusahaan yang akan melakukannya. Kau pasti tahu
apa artinya." "Tapi mereka pasti akan bicara dengan Anda."
"Mereka pasti memilihkan salah sebuah rumah-rumah tua itu. Yang penuh dengan
benda-benda antik. Mereka pasti meremehkan hal-hal yang aku anggap bagus dan
menyenangkan. Sir Oswald bukannya tidak merasa senang di rumahnya dulu. Aku tahu
bahwa seleranya sama saja dengan seleraku. Tapi sekarang ini tak ada lagi hal
yang cocok untuknya kecuali yang terbaik. Dia memang maju terus dan ingin
menunjukkan hal itu. Yang aku khawatirkan ialah kapan itu semua akan berakhir."
Jimmy mendengarkan dengan simpatik.
"Seperti kuda lepas," kata Lady Coote. "Dia terus dan terus maju sampai dia tak
bisa berhenti lagi. Dia adalah salah seorang dari orang-orang terkaya di Inggris
- tapi apakah dia puas" Tidak, dia masih mau lebih dari itu. Dia ingin jadi - ah,
aku tak tahu apa yang diinginkannya. Kadang-kadang aku jadi ngeri!"
"Seperti Johnny dari Persia," kata Jimmy. "Yang tidak mau berhenti berteriak dan
mengalahkan negara-negara lain."
Lady Coote hanya mengangguk tanpa mengerti apa yang dikatakan Jimmy.
"Yang aku ingin tahu ialah - apakah perutnya cukup kuat?" kata Lady Coote sedih.
"Kalau dia jadi invalid - padahal cita-citanya masih banyak - ah, aku tak bisa
membayangkannya." "Dia kelihatan sehat," kata Jimmy menghibur.
"Ada yang sedang dia pikirkan sekarang ini," lanjut Lady Coote. "Aku tahu. Dia
sedang cemas akan sesuatu hal."
"Apa yang dicemaskannya?"
"Aku tak tahu. Barangkali pekerjaannya. Untunglah ada Tuan Bateman. Pemuda itu
rajin dan sangat teliti."
"Ya, sangat teliti," kata Jimmy.
"Oswald selalu menghargai pendapat Tuan Bateman. Dan pendapatnya itu selalu
benar." "Itu adalah salah satu sifat buruknya, sejak dulu," kata Jimmy penuh perasaan.
Lady Coote memandangnya bingung.
"Saya masih ingat akhir pekan saya di Chimneys dulu," kata Jimmy. "Menyenangkan
sekali. Andaikata saja tidak terjadi kecelakaan dengan si Gerry. Dan gadis-gadis
itu menyenangkan." "Aku merasa bingung menghadapi gadis-gadis sekarang," kata Lady Coote. "Mereka
tidak romantis. Aku dulu pernah menyulam sebuah sapu tangan untuk Sir Oswald dengan rambutku sendiri - ketika kami bertunangan."
"Benarkah" Ah, romantis sekali," komentar Jimmy. "Tapi saya rasa gadis-gadis
sekarang tidak punya rambut yang cukup panjang untuk dipakai menyulam."
"Ya, benar. Tapi banyak hal-hal lain yang kami lakukan," kata Lady Coote. "Dulu
ada salah seorang pengagumku yang meraup dan menyimpan segenggam kerikil. Teman
perempuanku berkata bahwa dia melakukan hal itu karena kerikil tersebut pernah
kuinjak. Alangkah manisnya, pikirku waktu itu. Walaupun pada akhirnya aku tahu
bahwa pemuda itu menyimpan batu-batu tersebut karena dia mengikuti pelajaran
geologi - atau minerologi" Tapi aku senang dengan pikiran atau hal-hal seperti
itu. Dan mencuri sapu tangan seorang gadis - itu biasa dilakukan."
"Wah, pasti menyusahkan gadis itu kalau dia mau bersin," kata Tuan Thesiger yang
selalu praktis. Lady Coote meletakkan rajutannya dan memandang Jimmy dengan sayang.
"Coba ceritakan, apa ada seorang gadis yang kausukai" Yang ingin kauajak berumah
tangga?" Wajah Jimmy berubah merah dan dia hanya bisa menggumam.
"Aku rasa kau cukup akrab dengan salah seorang gadis yang datang di Chimneys
waktu itu. Siapa namanya - Vera Daventry?"
"Socks?" "Ya, mereka memanggilnya dengan nama itu. Kenapa, ya" Nama begitu kan kurang
bagus." "Ah, dia sih hebat," kata Jimmy. "Mudah-mudahan kami bisa bertemu lagi lain
kali." "Dia akan datang ke tempat kami akhir minggu nanti."
"Ah, benarkah?" kata Jimmy dengan suara orang yang dirundung rindu.
"Ya. Apakah kau mau - mau datang juga?"
"Ya. Terima kasih banyak, Lady Coote," Jimmy menjawabnya dengan gembira.
Dengan mengulang-ulang terima kasihnya Jimmy meninggalkan tempat itu.
Sir Oswald datang menghampiri istrinya.
"Apa yang dilakukan pemuda konyol itu?" tanyanya ingin tahu. "Aku sebal
melihatnya." "Anak itu baik," jawab Lady Coote. "Dan pemberani. Perhatikan apa yang
dilakukannya sampai tangannya terluka tadi malam."
"Ya, berkeliaran di tempat yang seharusnya dia tidak ada."
"Kau tidak adil, Oswald."
"Tak pernah melakukan pekerjaan yang baik dan jujur dalam hidupnya. Dia tak akan
pernah berhasil dengan cara begitu."
"O ya, kakimu pasti kedinginan tadi malam. Begitu lembab. Mudah-mudahan kau
tidak kena radang paru-paru. Freddie Richards meninggal karena radang paru-paru.
Ih, ngeri rasanya kalau ingat kau jalan-jalan di luar tadi malam - padahal ada
pencuri berkeliaran. Bisa-bisa kau ditembaknya. O ya, aku mengundang Tuan
Thesiger untuk berakhir pekan di tempat kita minggu ini."
"Tidak. Aku tak ingin anak itu ada di rumahku," kata Sir Oswald. "Kau dengar,
Maria?" "Mengapa?" "Itu urusanku."
"Maaf. Tapi aku telah mengundang dia," kata Lady Coote dengan tenang. "Tentunya
sudah terlambat untuk mengatakan tidak. Tolong ambilkan benang merah muda itu,
Oswald." Sir Oswald menurut. Wajahnya berubah jadi keruh. Dia memandang istrinya dengan
ragu-ragu, Tapi Lady Coote dengan tenang melanjutkan rajutannya.
"Aku tidak menginginkan Thesiger ada di tempat kita. Terutama tidak pada akhir
pekan ini. Aku mendengar cerita buruk tentang dia. Bateman dulu adalah teman
sekolahnya." "Apa yang dikatakannya?"
"Tidak baik. Dia bahkan memberi peringatan agar aku berhati-hati terhadapnya."
"Ah, begitu," kata Lady Coote sambil merenung.
"Dan aku selalu menghargai pendapat Bateman. Dia belum pernah keliru."
"Sayang aku telah mengundangnya. Seandainya aku tahu, pasti aku tidak akan
mengundang dia. Kalau saja kau memberi tahu aku dari dulu. Sekarang sudah
terlambat." Dia menggulung benangnya dengan hati-hati. Sir Oswald memandangnya. Dia ingin
mengatakan sesuatu. Tetapi kemudian hanya mengangkat bahunya. Lady Coote berdiri
dan meninggalkan tempat itu. Pada wajahnya tersungging sebuah senyum tipis.


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suaminya berjalan mengikuti dia.
Lady Coote sangat sayang pada suaminya, tapi dia juga senang memenangkan
kemauannya dengan cara tenang, tanpa ribut-ribut.
Bab 26 GOLF "TEMANMU itu manis, Bundle," kata Lord Caterham.
Loraine sudah seminggu tinggal di Chimneys, dan berhasil mengambil hati tuan
rumah dengan siap menemani kapan saja Lord Caterham mengajak main golf.
Karena bosan dengan acara musim dinginnya di luar negeri, Lord Caterham belajar
main golf. Dia tidak bisa main dengan baik, karena itu dia menjadi sangat
antusias. Setiap pagi dia memukul-mukul bola ke semak-semak. Atau - boleh
dikatakan perbuatannya merusak kebun dan itu membuat MacDonald jengkel.
"Kita harus belajar baik-baik," katanya kepada sekuntum bunga, "Coba lihat,
Bundle. Angkat lutut kanan, melangkah ke belakang dengan pelan, tegakkan kepala,
pakai pergelangan tangan."
Bola yang dipukul melayang melewati lapangan rumput dan menghilang dalam semaksemak yang lebat. "Aneh," kata Lord Caterham. "Apa yang kulakukan tadi" Temanmu itu sangat manis,
Bundle. Aku rasa aku berhasil mempengaruhi dia menjadi senang golf. Tadi pagi
dia melakukan pukulan-pukulan yang amat bagus."
Lord Caterham memukul sebuah bola lagi. Kali ini disertai segumpal tanah yang
cukup banyak. Dan MacDonald yang kebetulan lewat memungutnya dan melemparkannya
kembali. Wajahnya merah memandang tuannya. Untunglah Lord Caterham terlalu asyik
dengan permainannya. "Seandainya MacDonald memang jahat pada keluarga Cootes, inilah pembalasannya.
Rasakan," kata Bundle.
"Kenapa aku tak boleh berbuat apa yang kusukai di kebunku sendiri?" kata Lord
Caterham. "MacDonald seharusnya tertarik pada permainan ini - orang Skotlandia
biasanya suka main golf."
"Kasihan Ayah. Pasti deh nggak bisa main bagus - tapi baik juga supaya Ayah tidak
usil," kata Bundle. "Siapa bilang aku tak bisa main bagus" Aku pernah melakukan pukulan ajaib. Dan
orang-orang profesional heran ketika aku cerita."
"Pasti," kata Bundle.
"Kalau Sir Oswald - mainnya biasa-biasa saja. Gayanya kaku - tapi selalu kena setiap
memukul. Tapi aku tidak suka yang begitu."
"Aku rasa dia adalah orang yang suka meyakinkan diri lebih dulu," kata Bundle.
"Berlawanan dengan sifat permainan ini," kata ayahnya. "Dan dia tertarik pada
teorinya. Katanya dia main untuk olahraga saja dan tidak peduli dengan gaya.
Tapi si Bateman, sekretarisnya, sama sekali lain. Dia lebih tertarik pada
teorinya. Waktu itu pukulanku jelek sekali. Dan dia mengatakan bahwa lengan
kananku yang tidak benar. Dan dia mengemukakan sebuah teori yang menarik - bahwa
sebenarnya lengan kirilah yang berperan besar dalam permainan golf."
"Apa dia bisa main dengan baik?" tanya Bundle.
"Tidak," kata Lord Caterham mengaku, "Tapi barangkali saja karena sudah lama
tidak main. Bagaimanapun, teorinya baik dan aku rasa benar. Ah! Kaulihat itu,
Bundle" Dekat semak-semak itu. Pukulan yang sempurna. Ah! Kalau saja aku bisa
memukul sebaik itu setiap kali - ya, Tredwell. Ada apa?"
Tredwell berkata kepada Bundle.
"Ada telepon dari Tuan Thesiger, Nona."
Bundle berjalan cepat ke dalam rumah sambil berteriak, "Loraine, Loraine."
Loraine datang tepat ketika Bundle mengangkat telepon.
"Halo - Jimmy, ya?"
"Halo - Apa kabar?"
"Sehat - tapi bosan."
"Bagaimana Loraine?"
"Baik. Ini dia. Kau mau bicara?"
"Nanti. Aku ingin cerita dulu. Pertama-tama, aku akan berakhir pekan di tempat
Cootes," katanya penuh arti. "Bundle, apa kau tahu di mana aku bisa mencari
kunci palsu?" "Wall, di mana ya" Apa kau perlu membawanya ke sana?"
"Ya - barangkali ada gunanya. Kau tahu tidak toko apa yang bisa menjual benda
semacam itu?" "Kau memerlukan seorang pencuri baik untuk memberimu tali, ya?"
"Benar, Bundle. Sayang aku belum mendapatkannya. Barangkali otakmu yang
cemerlang bisa membantuku. Tapi rasanya aku harus minta tolong Stevens lagi. Dan
dia pasti akan bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang aku. Pertama-tama
pistol. Kemudian kunci. Pasti dia mengira aku ikut mendaftar kursus
kriminalitas." "Jimmy," kata Bundle. "Ya?"
"Hati-hati, ya. Kalau sampai kau ketahuan oleh Sir Oswald main-main dengan
kuncimu itu, pasti urusannya jadi sulit."
"Aku akan hati-hati. Yang aku takuti bukan dia tapi si Pongo. Anak itu bisa
berjalan dengan langkah yang tidak bisa didengar dan dia sering nongol pada
waktu dan tempat yang tidak kita inginkan. Tapi pahlawan mudamu ini akan bisa
menjaga diri." "Kalau saja Loraine dan aku bisa ada di situ dan melindungimu."
"Terima kasih, Suster. Sebenarnya aku juga punya rencana untuk kahan."
"Apa itu?" "Apa kalian bisa memogokkan mobil dekat Letherbury besok pagi" Tidak terlalu
jauh dari tempatmu, kan?"
"Empat puluh mil. Bukan apa-apa."
"Ya, memang - aku rasa begitu buatmu. Tapi hati-hati, jangan kaucelakakan Loraine.
Aku naksir dia. Ya, sudah dulu, ya. Datanglah kira-kira jam dua belas
seperempat." "Supaya kami diundang makan siang, ya?"
"Betul. Tahu enggak, aku ketemu si Socks kemarin. Dan Terence O'Rourke akan
datang akhir pekan ini!"
"Apa dia - " "Pokoknya kita curigai siapa saja. Itu yang selalu mereka katakan. Anak itu
sangat pemberani dan liar. Kemungkinan dia dan Countess bekerja sama. Dia kan ke
Hongaria tahun lalu."
"Tapi kan dia bisa mengambil formula itu kapan saja."
"Justru itu yang tidak bisa dia lakukan. Dia harus mengambilnya dalam situasi di
mana dia tidak dicurigai. Sekarang instruksi. Setelah bermanis-manis dengan Lady
Coote, kalian harus bisa mengikat Pongo dan O'Rourke sampai waktu makan siang
dengan cara apa pun. Aku rasa bukan pekerjaan sulit untuk gadis-gadis cantik
seperti kalian." "He, kau pintar juga pakai mentega kualitas bagus."
"Itu adalah fakta."
"Oke. Pokoknya instruksimu diperhatikan dengan baik. Sekarang kau ingin bicara
dengan Loraine?" Bundle memberikan gagang telepon dan meninggalkan ruangan itu.
Bab 27 PETUALANGAN MALAM HARI JIMMY THESIGER datang ke Letherbury pada suatu siang yang cerah di musim gugur.
Dia disambut hangat oleh Lady Coote dan dengan dingin serta rasa benci oleh Sir
Oswald. Karena dia tahu sedang dijodoh-jodohkan oleh Lady Coote, Jimmy pun
berusaha bersikap manis pada Socks Daventry.
O'Rourke juga datang. Tapi dia bersikap resmi serta penuh rahasia tentang
kejadian di Abbey. Tentu saja Socks ingin sekali mendengar cerita tentang itu.
Dan O'Rourke justru mengisahkannya dengan bumbu-bumbu yang dramatis, sehingga
tak ada yang bisa menduga - bagian mana dari ceritanya yang sesuai dengan
kenyataan. "Empat lelaki bertopeng" Membawa pistol" Benar begitu ceritanya?" desak Socks.
"Ah! Aku ingat ada kira-kira enam orang yang memaksaku minum sesuatu. Aku pikir
racun. Tapi ternyata bukan."
"Dan apa yang mereka curi?"
"Apa lagi kalau bukan mahkota permata Rusia yang diam-diam akan disimpan Tuan
Lomax di Bank Sentral."
"Kau ini benar-benar pembohong," kata Socks tanpa marah.
"Pembohong" Benda itu dibawa dengan pesawat oleh seorang temanku yang jadi
pilot. Aku sedang bercerita tentang rahasia sebuah sejarah. Kau boleh bertanya
pada Jimmy Thesiger kalau tidak percaya. Meskipun aku sendiri tidak selalu
mempercayai kata-katanya."
"Benarkah George Lomax malam itu turun tanpa memakai lagi gigi palsunya?" tanya
Socks. "Itu yang ingin kuketahui."
"Saya melihat sendiri dua buah pistol yang mengerikan," kata Lady Coote.
"Untunglah dia tidak terbunuh," katanya menunjuk Jimmy.
"O, saya dilahirkan untuk mati digantung, bukan ditembak," kata Jimmy.
"Dan saya dengar ada seorang Countess Rusia yang cantik sekali," kata Socks.
"Dan bahwa Bill yang jadi korbannya."
"Ceritanya tentang Budapest sangat menyedihkan," kata Lady Coote. "Saya tak akan
bisa melupakannya. Oswald, aku rasa kita harus memberi bantuan."
Sir Oswald menggerutu. "Akan saya catat keinginan Anda, Lady Coote," kata Rupert Bateman,
"Terima kasih. Saya merasa bahwa kita harus berbuat sesuatu sebagai rasa syukur
dan membantu yang memerlukan bantuan. Saya senang karena Sir Oswald tidak
tertembak - juga tidak kena paru-paru basah."
"Jangan tolol, Maria," kata Sir Oswald.
"Saya selalu takut pada pencuri-pencuri seperti itu," lanjut Lady Coote.
"Wall, pasti mendebarkan kalau kita bisa bertemu muka dengan orang-orang seperti
itu!" gumam Socks perlahan.
"Sama sekali tidak. Menyakitkan," kata Jimmy sambil menepuk-nepuk tangan
kanannya dengan hati-hati.
"Bagaimana tanganmu sekarang?" tanya Lady Coote.
"Lebih baik rasanya. Tapi repot juga rasanya melakukan apa-apa dengan tangan
kiri. Tidak biasa," kata Jimmy.
"Seharusnya tiap anak dilatih agar jadi ambidexterous" kata Sir Oswald.
"Oh, apa itu?" seru Socks sambil menahan, napas. "Apa seperti anjing laut?"
"Bukan ampibi," jelas Bateman. "Ambidexterous artinya mampu menggunakan kedua
tangan dengan sama baik."
"Oh!" kata Socks memandang Sir Oswald dengan kagum. "Anda juga begitu?"
"Tentu saja. Saya bisa menulis dengan tangan kiri, sama baiknya kalau dengan
tangan kanan." "Tapi tidak dengan kedua tangan sekaligus?"
"Itu namanya tidak praktis," jawab Sir Oswald ketus.
"Ya, memang," kata Socks merenung. "Itu terlalu luwes."
"Di kantor-kantor Pemerintah akan hebat jadinya kalau tangan kiri bisa
menyembunyikan apa yang dilakukannya dari tangan kanan," kata O'Rourke.
"Dapatkah kau menggunakan kedua tanganmu?"
"Tidak - tentu tidak. Aku paling tidak bisa menggunakan tangan kiri."
"Tapi kau cekatan main kartu dengan tangan kirimu," kata Bateman yang selalu
teliti. "Kulihat kau begitu - malam itu."
"Ah, itu sih lain," kata Tuan O'Rourke santai.
Mereka mendengar bunyi gong. Kemudian setiap orang naik untuk berganti baju dan
bersiap makan malam. Setelah makan malam Sir Oswald dan Lady Coote, Tuan Bateman dan O'Rourke bermain
bridge, sedangkan Jimmy asyik bercanda dengan Socks. Kalimat terakhir yang
didengar Jimmy ketika naik ke atas adalah kata-kata Sir Oswald,
"Kau tak akan bisa menjadi pemain yang baik, Maria."
"Aku tahu, Sayang. Kau selalu mengatakan hal itu. Kau harus membayar satu pound
pada Tuan O'Rourke. Ya, benar."
Dua jam kemudian Jimmy mengendap-endap tanpa suara ke bawah. Dia mencek ruang
makan sebentar, lalu masuk ke ruang kerja Sir Oswald. Setelah diam mendengarkan
satu atau dua menit, dia mulai beroperasi. Laci-laci meja di situ terkunci
semua. Tapi dengan pertolongan sekeping kawat kecil dia bisa membuka laci-laci
itu. Laci demi laci diperiksanya dengan teliti. Dikembalikannya isinya dengan hatihati ke tempatnya semula. Satu-dua kali dia berhenti sambil mendengarkan
sesuatu. Rasanya dia mendengar sesuatu. Tapi ternyata tidak ada apa-apa.
Laci terakhir dia periksa. Ternyata Jimmy tidak mendapat apa yang dicarinya
walaupun di situ banyak dokumen tentang baja. Dia tidak melihat sesuatu yang ada
hubungannya dengan formula Herr Eberhard atau hal-hal yang bisa dipakai sebagai
petunjuk untuk menemukan si Jam Tujuh yang misterius. Memang dia sendiri tidak
terlalu berharap mendapatkannya - dia hanya mencoba-coba saja. Siapa tahu dia bisa
menemukan sesuatu yang penting.
Dia menarik laci-laci itu kembali dan memperhatikan apakah ada hal-hal yang bisa
menjadi petunjuk tentang keberadaannya di tempat itu. Jimmy tahu bahwa Rupert
Bateman mempunyai mata yang amat tajam.
"Tak ada apa-apa. Barangkali besok aku bisa mendapat sesuatu dengan bantuan
kedua gadis itu," katanya pada diri sendiri.
Dia keluar dan mengunci ruangan itu. Sesaat dia diam karena merasa mendengar
sebuah suara yang amat halus di dekatnya, tapi akhirnya diputuskannya bahwa itu
hanya imajinasinya saja. Dia kemudian meneruskan langkahnya perlahan-lahan
sepanjang lorong utama yang hanya diterangi oleh cahaya lampu yang masuk dari
luar. Jimmy melangkah hati-hati - jangan sampai menabrak sesuatu.
Sekali lagi dia mendengar suara halus. Tapi kali ini dia lebih yakin. Dia tahu
bahwa ada seseorang di dalam lorong itu. Mengendap-endap seperti dia. Jantungnya
berdebar keras. Dengan cepat dia meloncat ke tombol lampu dan memijitnya. Nyala lampu itu
membuatnya silau. Tapi matanya tidak salah lihat. Kira-kira empat kaki darinya
dia melihat Rupert Bateman berdiri tegak.
"Ya ampun, Pongo," katanya. "Kau membuatku takut. Kenapa mendekam dalam gelap
seperti itu?" "Aku mendengar suara," kata Tuan Bateman serius. "Aku khawatir ada pencuri. Jadi
aku turun pelan-pelan."
Jimmy memperhatikan sepatu Bateman yang bersol karet.
"Kau memang teliti, Pongo. Pakai bawa-bawa senjata segala."
Matanya memandang saku temannya yang menonjol gemuk.
"Sebaiknya kita memang bersiap. Kan kita tidak tahu siapa yang akan kita temui."
"Syukurlah kau tidak menembakku. Bosan rasanya ditembak lagi."
"Bisa saja itu terjadi," kata Bateman.
"Itu sih melawan hukum namanya," kata Jimmy. "Kau harus yakin dulu bahwa pencuri
itu memang mencuri sebelum menembaknya. Kalau tidak kau pasti harus menjelaskan
mengapa menembak seorang tamu seperti aku."
"Ah - apa yang kaulakukan malam-malam begini?"
"Aku agak lapar. Ingin makan biskuit."
"Ada sekaleng biskuit di samping tempat tidurmu," kata Rupert Bateman.
Dia memandang Jimmy dengan mata menyelidik dari balik kaca matanya.
"Itu dia! Memang ada kaleng biskuit untuk tamu yang kelaparan. Tapi ketika tamu
itu membukanya, kaleng tersebut ternyata kosong - tak ada isinya. Jadi aku turun
saja ke ruang makan."
Dengan senyum manis Jimmy mengeluarkan segenggam biskuit dari sakunya.
Mereka sama-sama diam sejenak.
"Sekarang aku akan kembali ke kamar. Malam, Pongo," kata Jimmy.
Dengan santai dia menaiki tangga. Rupert Bateman mengikutinya. Sampai di depan
kamar Jimmy dia diam sejenak, seolah-olah akan mengucapkan selamat malam lagi.
"Urusan biskuit itu - aneh sekali," kata Tuan Bateman. "Kau tidak keberatan kalau
aku - " "Tentu tidak, lihat saja sendiri," jawab Jimmy.
Tuan Bateman melangkah ke dalam, membuka kaleng biskuit dan memandang tempat
yang kosong itu. "Sangat ceroboh," gumamnya. "Selamat tidur."
Dia keluar. Jimmy duduk di ujung tempat tidurnya mendengarkan.
"Hampir saja," gumamnya pada diri sendiri. "Orang aneh yang suka curiga. Dasar
Pongo. Tak pernah tidur kelihatannya. Berbahaya - ke mana-mana bawa pistol."
Dia berdiri dan membuka salah satu laci meja. Di dalamnya terdapat seonggok
biskuit. "Tak ada pilihan lain kecuali makan semuanya," kata Jimmy. "Besok pagi dia pasti
melihat-lihat lagi."
Sambil menarik napas Jimmy duduk dan mulai makan biskuit-biskuit itu, walaupun
dia tidak ingin. Bab 28 KECURIGAAN PADA pukul dua belas seperti yang dijanjikan, Bundle dan Loraine memasuki pintu
pagar setelah meninggalkan mobil mereka di sebuah bengkel di dekat situ.
Lady Coote menyambut kedua gadis itu dengan terkejut, tetapi senang. Dia memaksa
mereka ikut makan siang. O'Rourke yang sedang bersantai di sebuah kursi besar, seketika bangkit dan


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

antusias mengajak Loraine bicara. Yang diajak bicara cuma mendengarkan setengah
hati, karena perhatiannya tertuju pada Bundle yang sedang menceritakan kerusakan
mobilnya dengan istilah-istilah teknis.
"Untunglah mobil itu mogok di sini," kata Bundle. "Yang terakhir kali mobil itu
mogok hari Minggu, di Little Speddlington dekat Hill."
"Nama yang bagus untuk judul film," kata O'Rourke.
"Tempat lahir gadis desa yang sederhana," kata Socks.
"Saya tidak melihat Tuan Thesiger dari tadi," kata Lady Coote.
"Saya rasa ada di ruang bilyar," kata Socks. "Saya panggil dulu."
Dia keluar. Belum satu menit Rupert Bateman masuk dengan wajah serius seperti biasa.
"Ada apa Lady Coote" Thesiger bilang Anda memanggil saya. Apa kabar Lady Eileen
- " Dia menyapa kedua gadis itu dan Loraine cepat-cepat membelokkan pembicaraan.
"Oh, Tuan Bateman! Sudah lama saya ingin bicara dengan Anda. Bukankah Anda yang
memberi nasihat apa yang harus kita lakukan pada anjing yang jari kakinya sakit
terus-menerus?" Sekretaris itu menggelengkan kepala. "Saya rasa bukan saya, Nona
Wade, walaupun saya juga tahu - "
"Anda memang luar biasa. Tahu segala macam hal," kata Loraine menyela.
"Kita harus selalu mengikuti perkembangan," katanya serius, "Tentang kaki anjing
Anda itu - " Terence O'Rourke berbisik pada Bundle, "Ini adalah contoh orang yang
suka baca iklan-iklan mini dan artikel kecil-kecil."
"Informasi umum."
"Syukurlah saya cukup terpelajar dan tidak tahu apa-apa tentang hal-hal semacam
itu," kata O'Rourke jenaka,
"Kelihatannya ada lapangan golf jam di sini, ya," kata Bundle kepada Lady Coote.
"Mari saya tunjukkan, Lady Eileen," kata O'Rourke.
"Ayo kita tantang orang dua itu," kata Bundle.
"Loraine, Tuan O'Rourke, dan aku ingin mengajak kau dan Tuan Bateman main golf."
"Silakan, Tuan Bateman," kata Lady Coote ketika melihat sekretaris itu raguragu. "Saya rasa Sir Oswald tidak apa-apa."
Mereka berempat pergi ke lapangan golf.
"Cukup pintar, ya?" bisik Bundle pada Loraine. "Patut diberi ucapan selamat."
Permainan itu berhenti sebelum pukul satu, dimenangkan oleh Bateman dan Loraine.
"Kita main lebih sportif," kata O'Rourke.
Dia berjalan pelan-pelan di belakang, dengan Bundle.
"Si Pongo itu terlalu hati-hati - tak pernah ambil risiko. Sedang saya sebaliknya.
Itu prinsip hidup saya. Anda setuju, Lady Eileen?"
"Dan dengan itu Anda tak pernah dapat kesulitan?" tanya Bundle sambil tertawa.
"Jelas, ya. Beratus kali. Tapi saya masih kuat seperti ini. Tidak mudah
menaklukkan Terence O'Rourke."
Saat itulah Jimmy Thesiger terlihat membelok di sudut rumah.
"Bundle!" serunya.
"Wah, Anda ketinggalan, tidak lihat Pertandingan Musim Gugur tadi," kata
O'Rourke. "Saya baru jalan-jalan," kata Jimmy. "Dari mana gadis-gadis ini muncul?"
"Kami muncul dari telapak kaki kami," jawab Bundle. "Hispano-ku mogok."
Lalu Bundle bercerita tentang mobilnyaJimmy mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Sial," katanya. "Kalau masih lama, aku bisa mengantar kalian setelah makan
nanti." Terdengar bunyi gong pada saat itu dan mereka pun masuk. Bundle mencoba
memperhatikan Jimmy dengan baik karena dia mendengar nada suaranya berubah
gembira. Dia merasa bahwa rencana Jimmy tentu berhasil.
Setelah makan mereka pamit dengan sopan pada Lady Coote. Dan Jimmy menawarkan
jasa mengantar ke bengkel dengan mobilnya. Begitu mereka naik, kedua gadis
mengucapkan kata-kata yang sama,
"Bagaimana?" Jimmy menggoda mereka dengan berkata,
"Bagaimana" Oh, menyenangkan, terima kasih. Cuma perutku agak sakit karena
terlalu dimanja dengan biskuit."
"Memangnya kenapa?"
"Dengarkan. Karena aku setia pada alasanku, aku terpaksa makan biskuit banyakbanyak. Tapi apakah si pahlawan ini jadi takut dan bergeming" Tidak."
"Oh, Jimmy," kata Loraine sebal. Dan Jimmy pun menjadi manis.
"Apa yang ingin kalian ketahui?"
"Oh, semuanya. Kami kan sudah melakukan tugas dengan baik" Menahan Pongo dan
O'Rourke?" "Aku ucapkan selamat atas kemampuan kalian menahan Pongo. O'Rourke sih mudah.
Tapi Pongo sebaliknya. Hanya ada sebuah kata yang tepat untuk dia. Dan aku
menemukannya di dalam teka-teki silang Sunday Newsbag minggu lalu. Kata itu
adalah ubiquitous. Sepuluh huruf dan artinya ada di mana-mana sekaligus. Itu
kata yang paling tepat untuk Pongo. Ke mana pun kita pergi, selalu kita bertemu
dia. Dan jeleknya - kita tidak pernah bisa mendengar bunyi langkahnya."
"Kau anggap dia berbahaya?"
"Berbahaya" Tentu saja tidak. Aneh kalau Pongo dikatakan berbahaya. Dia sih
tolol. Tapi walaupun begitu dia ada di mana-mana. Dia bahkan kelihatan tidak
membutuhkan tidur seperti manusia biasa. Kalau aku sih lebih cocok menamainya si
Perusuh." Dengan sebal Jimmy menceritakan pengalamannya semalam.
Bundle tidak terlalu simpatik.
"Sebetulnya aku juga tidak mengerti kenapa kau keluyuran di tempat ini."
"Jam Tujuh. Itulah yang kucari," kata Jimmy gemas.
"Dan kaukira kau akan menemukannya di sini?"
"Aku pikir aku akan mendapat petunjuk."
"Tapi ternyata tidak?"
"Tidak tadi malam."
"Tapi pagi ini," kata Loraine tiba-tiba. "Jimmy kau menemukan sesuatu pagi ini,
bukan" Aku bisa melihatnya dari wajahmu."
"Aku tak tahu apakah itu penting. Tapi waktu aku jalan-jalan - "
"Aku rasa jalan-jalanmu tak terlalu jauh dari rumah, kan?"
"Benar. Jalan-jalan di dalam saja. Aku belum tahu betul apakah itu sesuatu yang
berarti. Aku menemukan ini."
Dengan ketangkasan seorang tukang sulap, dia mengeluarkan sebuah botol kecil dan
melemparkannya ke pangkuan gadis-gadis itu. Botol itu berisi bubuk putih yang
tinggal separuh. "Apa ini?" tanya Bundle.
"Bubuk kristalin putih," jawab Jimmy. "Dan bagi pembaca buku detektif, kedua
kata itu pasti dikenal dengan baik. Dan kalau bubuk ini ternyata hanya bubuk
gosok gigi, akulah yang akan sangat kecewa."
"Di mana kautemukan ini?" tanya Bundle tajam.
"Ah! Itu rahasiaku," kata Jimmy.
Jimmy tak mau berkata apa-apa walaupun dibujuk dan diejek terus.
"Kita sudah sampai," kata Jimmy. "Mudah-mudahan mobil Hispano itu tidak mendapat
penghinaan." Lelaki di bengkel itu menyodorkan kuitansi sebesar lima shilling dengan tulisan
kabur mengenai beberapa baut yang kendur. Bundle membayarnya dengan senyum
manis. "Enak juga ya dapat uang gratis," gumamnya pada Jimmy.
Mereka bertiga berdiri di tepi jalan, tanpa berkata apa-apa.
"Aku tahu," kata Bundle tiba-tiba.
"Tahu apa?" "Aku ingin menanyakannya padamu tapi lupa. Kau ingat sarung tangan yang
ditemukan Inspektur Battle" Setengah terbakar?"
"Ya." "Kau bilang bahwa dia mencobakannya di tanganmu, kan?"
"Ya - terlalu besar. Jadi si pemakai tentunya orangnya besar."
"Bukan itu persoalannya. Bukan ukurannya. George dan Sir Oswald kan ada waktu
itu?" "Ya." "Battle bisa saja memberikannya untuk dicoba salah satu dari mereka, kan?"
"Ya, tentu saja - "
"Tapi dia tidak melakukannya. Malah memilih kau. Kau tahu apa artinya?"
Tuan Thesiger memandang Bundle, terpana.
"Sayang, otakku yang biasa cepat tidak terlalu baik kali ini. Aku tidak bisa
menebak jalan pikiranmu."
"Bagaimana kau, Loraine?"
Loraine memandangnya ingin tahu, tapi akhirnya menggelengkan kepalanya.
"Apa punya arti khusus?"
"Tentu saja. Tangan kanan Jimmy kan digendong."
"Ah ya, Bundle," kata Jimmy pelan. "Aneh juga kalau dipikir, sarung tangan itu
kan bagian kiri. Dan Battle tidak bilang apa-apa."
"Dia tak ingin menarik perhatian ke situ. Dengan mencobakannya ke tanganmu, dia
ingin membelokkan perhatian, dan mengatakan bahwa ukurannya besar supaya
semuanya tidak kepikiran. Dan orang yang menembakmu pasti memakai tangan
kirinya." "Jadi kita harus mencari orang yang kidal," kata Loraine merenung.
"Ya, Tuhan," kata Jimmy tiba-tiba.
"Ada apa?" "Tidak ada apa-apa. Hanya aneh saja."
Jimmy bercerita tentang percakapannya pada waktu minum teh kemarin sore.
"Jadi Sir Oswald bisa memakai kedua tangan sama baiknya?" kata Bundle.
"Ya. Dan aku ingat malam itu di Chimneys - malam ketika Gerry Wade meninggal - aku
memperhatikan mereka yang sedang main bridge dan berpikir - pasti kaku rasanya
berhadapan dengan tangan kidal. Dan tangan itu tentunya tangan Sir Oswald."
Mereka bertiga saling berpandangan. Loraine menggelengkan kepalanya.
"Orang seperti Sir Oswald Coote! Tidak mungkin! Apa yang didapatnya?"
"Kelihatan aneh," kata Jimmy. "Tapi - "
"Jam Tujuh punya cara sendiri," Bundle menirukan kata-kata yang pernah
didengarnya pelan-pelan. "Bagaimana kalau memang cara itu yang dipakai Sir
Oswald untuk mencari uang?"
"Tapi kenapa harus pakai sandiwara di Abbey kalau toh dia sudah memiliki formula
itu?" "Mungkin bisa dijelaskan," kata Loraine. "Alasan yang sama yang kaupakai untuk
Tuan O'Rourke. Kecurigaan harus dialihkan."
Bundle mengangguk. "Semua cocok. Kecurigaan diarahkan pada Bauer dan Countess. Siapa yang akan
mencurigai Sir Oswald Coote?"
"Barangkali Battle," kata Jimmy pelan.
Bundle teringat sesuatu. Inspektur Battle menjentikkan selembar daun tanaman
rambat dari mantel milyuner itu.
Apakah Battle telah lama mencurigainya"
Bab 29 GEORGE LOMAX YANG ANEH "ADA Tuan Lomax, Tuan."
Lord Caterham yang sedang asyik dengan permainannya terkejut. Dia tidak
mendengar langkah Tredwell. Dia memandang Tredwell dengan wajah sedih, bukannya
marah. "Aku kan tadi sudah mengatakan tak ingin diganggu pagi ini."
"Ya, Tuan, tapi - "
"Katakan pada Tuan Lomax bahwa kau keliru, bahwa aku ada di mana - pokoknya buat
alasan saja. Kalau tidak ada yang meyakinkan, bilang saja aku sudah mati."
"Tapi Tuan Lomax tadi sudah melihat Tuan ketika baru tiba."
Lord Caterham hanya menghela napas dalam.
"Baik, Tredwell. Aku temui dia."
Lord Caterham memang aneh. Sikap yang ditunjukkannya bila dia tidak menyukai
seseorang bahkan kebalikan dari perasaannya. Kini dia menemui Lomax dengan
ramah. "Ah, Anda rupanya. Sudah lama kita tidak bertemu. Senang rasanya bisa ngobrol
lagi. Mari - silakan duduk."
Setelah mendorong George ke sebuah kursi besar, Lord Caterham mendudukkan diri
di depannya. Matanya memandang George dengan agak gugup.
"Saya ada keperluan penting," kata George.
"Oh!" Lord Caterham berdebar dan di otaknya muncul berbagai kemungkinan yang tak
disukainya. "Sangat penting," kata George penuh tekanan.
Hati Lord Caterham seolah tenggelam bertambah dalam. Dia berpikir bahwa ada
sesuatu yang lebih tidak menyenangkan dari yang bisa dibayangkannya.
"Ya," katanya memberi lampu hijau.
"Apa Eileen ada?"
Lord Caterham merasa sedikit lega tetapi heran.
"Ya, Bundle memang di sini. Ada temannya - siapa itu si kecil Wade. Sangat baik gadis itu sangat manis. Bisa jadi pemain golf yang baik nanti. Pukulannya bagus
- " Lord Caterham kemudian nyerocos terus dengan ceritanya dan berhenti ketika Lomax
memotong dengan kasar. "Saya gembira Eileen ada di rumah. Apakah saya bisa menemuinya?"
"Tentu - tentu, asal jangan bosan saja," kata Lord Caterham dengan masih agak
terheran-heran, "Saya tak akan bosan," kata George. "Saya rasa Anda kurang memperhatikan dan
menghargai kenyataan bahwa Eileen sekarang sudah tumbuh dewasa. Dia bukan lagi
seorang anak kecil, tapi seorang wanita - wanita yang menarik dan cerdas. Dan
beruntunglah laki-laki yang dapat merebut hatinya nanti. Saya ulangi lagi - lelaki
itu pasti sangat beruntung."
"Ah ya, barangkali. Tapi Bundle orangnya tidak bisa diam. Dia tak akan betah
berada di satu tempat lebih dari dua menit. Tapi anak-anak muda sekarang
barangkali memang begitu. Dan tentunya cocok juga dengan Bundle."
"Maksud Anda dia tidak betah diam dan tenang-tenang saja. Eileen punya otak,
Caterham, dia ambisius. Dia tertarik pada hal-hal yang up to date dan senang
memperluas cakrawala berpikirnya."
Lord Caterham diam menatap George. Mungkinkah "ketegangan hidup modern" telah
mempengaruhi George" Tentu saja apa yang dikatakannya tentang Bundle sama sekali
tidak benar. "Apa Anda merasa sehat?" tanyanya dengan khawatir,
George hanya mengibaskan tangannya dengan tidak sabar.
"Caterham, barangkali Anda sudah bisa menduga maksud kedatangan saya. Saya
bukanlah seorang laki-laki yang bisa menerima tanggung jawab begitu saja. Saya
sadar akan apa yang pantas dan seharusnya saya lakukan. Saya sudah memikirkan
masak-masak persoalan ini. Perkawinan - terutama untuk orang seusia saya - bukanlah
suatu yang sepele. Persamaan derajat keturunan, persamaan selera, agama, dan
lain-lainnya, sangatlah penting. Kebaikan dan keburukannya haruslah
dipertimbangkan dengan masak. Saya merasa bahwa saya bisa memberikan suatu
posisi yang cukup baik dalam masyarakat kepada istri saya. Dan Eileen akan bisa
menerimanya dengan luwes. Derajat keturunan dan pendidikannya sangat sesuai dan
otaknya yang cemerlang akan mendukung karier saya demi keberhasilan kami berdua.
Saya sadar, Caterham, bahwa ada perbedaan yang banyak dalam umur kami. Tapi
percayalah bahwa dalam kematangan saya, saya mempunyai vitalitas yang cukup
prima. Dan Eileen punya selera yang serius. Jadi seorang laki-laki yang lebih
tua akan lebih cocok baginya daripada seorang pria muda tanpa pengalaman.
Percayalah, Caterham, bahwa saya akan berusaha membahagiakan dia. Alangkah
bahagianya saya bila dapat melihat sebuah kuncup berkembang mekar - "
Dia menggelengkan kepala dan dengan susah payah Lord Caterham berkata tanpa
basa-basi, "Apakah Anda bermaksud - oh. Anda pasti tidak bermaksud menikahi Bundle, kan?"
"Anda heran" Mungkin karena terlalu mendadak. Apa saya mendapat izin untuk
bicara dengannya?" "Oh, ya," kata Lord Caterham. "Tentu saja saya bisa memberikan izin. Tapi Lomax,
seandainya saya adalah Anda, saya tak akan melakukan hal ini. Saya rasa
sebaiknya Anda pulang dulu dan berpikir masak-masak. Saya tidak ingin melihat
Anda kecewa." "Saya tahu maksud Anda baik, Caterham, walaupun agak aneh kedengarannya, tapi
saya telah membuat keputusan untuk mencoba keberuntungan saya. Boleh saya
bertemu Eileen?" "Oh, itu bukan urusan saya," kata Lord Caterham cepat-cepat. "Eileen biasa
membuat keputusan sendiri. Seandainya besok dia datang pada saya dan berkata
bahwa dia ingin menikah dengan sopirnya, saya tak akan berkata apa-apa. Itulah
satu-satunya cara sekarang ini. Anak-anak bisa membuat susah orang tua bila kita
tidak menuruti kemauan mereka. Saya selalu mengatakan pada Bundle, 'Lakukan apa
saja yang kausukai, tapi jangan menyusahkan aku,' dan ternyata cara saya ini
cukup berhasil." George berdiri dengan mantap.


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Di mana saya bisa menemui dia?"
"Terus terang saja saya tidak tahu," kata Lord Caterham. "Dia ada di suatu
tempat. Tadi sudah saya katakan bahwa dia tak pernah diam di satu tempat lebih
dari dua menit." "Dan tentunya Nona Wade bersama-sama dia" Saya rasa sebaiknya Anda minta pelayan
Anda mencari dia dan memberi tahu bahwa saya ingin bicara dengannya."
Lord Caterham menuruti permintaan itu dengan membunyikan bel.
"Tredwell," katanya ketika pelayan itu muncul,
"tolong cari Nona Eileen, katakan bahwa Tuan Lomax ingin bicara dengan beliau di
ruang duduk." "Ya, Tuan." Tredwell keluar. George mengguncang tangan Lord Caterham dengan hangat - Lord
Caterham sampai kesakitan.
"Terima kasih banyak," katanya. "Mudah-mudahan saya bisa segera membawa kabar
baik." Dia keluar ruangan dengan tergesa-gesa.
"Hm," kata Lord Caterham.
Setelah diam cukup lama, dia bergumam,
"Apa yang telah dilakukan Bundle?"
Pintu ruangan itu terbuka lagi.
"Ada Tuan Eversleigh, Tuan."
Ketika Bill masuk dengan tergesa-gesa, Lord Caterham langsung menangkap
tangannya dan bicara dengan serius.
"Halo, Bill. Mencari Lomax" Coba ke sini sebentar. Bisa aku minta tolong"
Katakan pada dia ada rapat Kabinet mendadak atau apa saja yang bisa membuatnya
pergi dari sini. Aku tidak tega melihat orang tua menjadi tolol gara-gara
seorang gadis." "Saya tidak mencari Codders," kata Bill. "Saya tidak tahu dia ada di sini.
Sebenarnya saya mencari Bundle. Dia ada di mana?"
"Kau tidak bisa menemuinya," kata Lord Caterham. "Maksudku, tidak sekarang. Dia
sedang bicara dengan George."
"Memang kenapa?"
"Aku rasa dia sedang memberondongkan kata-kata konyol pada Bundle sekarang ini,
dan sebaiknya kita tidak melakukan hal-hal yang akan menambah penderitaannya."
"Dia bicara apa, sih?"
"Mana aku tahu," jawab Lord Caterham. "Pidato barangkali. Tak perlu banyak
bicara. Itulah prinsipku. Pegang saja tangan gadis itu dan biarkan segalanya
berjalan sendiri." Bill memandangnya tidak mengerti.
"Tapi, saya sedang terburu-buru dan perlu bicara dengan Bundle - "
"Aku rasa kau tak perlu menunggu terlalu lama. Terus terang saja aku senang
dengan kedatanganmu - aku rasa Lomax akan bicara denganku kalau dia sudah
selesai." "Telah selesai" Apa sih yang dikerjakan Lomax?"
"Hush," kata Lord Caterham. "Dia sedang melamar."
"Melamar" Melamar apa?"
"Melamar Bundle. Jangan tanya mengapa. Aku rasa dia sedang berada pada tahap
yang disebut puber kedua. Aku tak bisa menjelaskannya."
"Melamar Bundle" Kurang ajar! Gila apa sinting?"
Wajah Bill menjadi merah.
"Dia mengatakan bahwa dirinya ada dalam keadaan matang dan penuh vitalitas,"
kata Lord Caterham hati-hati.
"Dia" Orang tua tak tahu diri! Saya - " Bill tidak melanjutkan kalimatnya karena
tersedak. "Aku rasa belum terlalu tua," kata Lord Caterham dingin. "Dia lima tahun lebih
muda dariku." "Ah, persetan! Codders dan Bundle! Gadis macam Bundle! Anda seharusnya tidak
membiarkan hal itu."
"Aku tak pernah ikut campur," kata Lord Caterham.
"Seharusnya Anda memberi tahu dia tentang pendapat Anda."
"Sayang sekali peradaban modern tidak memungkinkan aku bertindak seperti itu.
Kalau di Zaman Batu - rasanya aku juga tidak bisa - karena aku ini orang kecil."
"Bundle! Bundle! Saya tak pernah berani melamar dia karena saya tahu dia akan
menertawakan saya. Tapi George - si tua bangka tak tahu diri, tukang kibul
munafik, berlagak penasihat - si mulut berbisa - "
"Teruskan," kata Lord Caterham. "Aku menyukainya."
"Ya, Tuhan," kata Bill penuh perasaan. "Saya harus pergi."
"Jangan - jangan pergi. Lebih baik di sini saja. Dan lagi, kau kan ingin ketemu
Bundle." "Tidak sekarang. Pikiran saya jadi kacau rasanya. Barangkali Anda tahu di mana
Jimmy Thesiger sekarang" Kalau tak salah dia ada di tempat keluarga Cootes
minggu lalu. Apa masih di sana?"
"Aku rasa dia kembali ke London kemarin. Bundle dan Loraine ke sana hari Minggu.
Kalau kau mau menunggu - "
Tapi Bill menggelengkan kepalanya kencang-kencang dan cepat-cepat pergi. Lord
Caterham berjingkat-jingkat keluar, menyambar sebuah topi dan keluar dari pintu
samping. Dari jauh dia memperhatikan Bill yang melarikan mobilnya seperti orang
kesetanan. "Anak itu bisa celaka," pikirnya.
Tetapi Bill sampai di London dengan selamat. Dia memarkir mobilnya di St.
James's Square. Kemudian dia mencari apartemen Jimmy Thesiger. Jimmy ada di
rumahnya. "Halo, Bill. Tumben. Ada apa" Kau tidak kelihatan gembira seperti biasanya."
"Aku khawatir," kata Bill. "Aku sedang cemas akan sesuatu dan tiba-tiba saja
muncul hal lain yang sangat mengejutkan."
"Oh! Ada apa, sih" Ada yang bisa kubantu?"
Bill tidak menjawab. Dia hanya duduk memandang karpet dengan wajah yang gelisah
sehingga Jimmy menjadi ingin tahu.
"Ada kejadian luar biasa, William?" kata Jimmy dengan halus.
"Sesuatu yang sangat aneh. Aku tidak mengerti."
"Soal Tujuh Lonceng?"
"Ya - Tujuh Lonceng. Aku dapat surat tadi pagi."
"Surat dari pengacara Ronny Devereux."
"Ya, Tuhan! Masih ada saja buntutnya!"
"Kelihatannya dia meninggalkan instruksi. Kalau dia tiba-tiba meninggal, sebuah
surat harus dikirim langsung padaku dua minggu dari hari kematiannya."
"Dan mereka mengirimkannya padamu?"
"Ya." "Kau sudah membukanya?"
"Ya." "Apa yang ditulisnya?"
Bill memandang sekilas dengan ekspresi aneh yang sulit diterka, sehingga Jimmy
terkejut. "Tahan dulu, Bill. Kelihatannya kau mendapat shock, minumlah."
Dia menuang whisky bercampur soda dan memberikannya pada Bill yang menerimanya
dengan patuh. Wajahnya masih kelihatan bingung.
"Isi surat itu," kata Bill. "Sulit untuk dipercaya."
"Ah, kau harus membiasakan diri untuk mempercayai enam hal yang tak masuk akal
sebelum sarapan. Aku mencobanya dengan teratur. Sekarang kau bisa cerita. Oh,
sebentar," kata Jimmy.
Dia keluar. "Stevens!" "Ya, Tuan?" "Tolong belikan saya rokok. Sudah habis."
"Baik, Tuan." Jimmy menunggu sampai dia mendengar pintu depan ditutup. Kemudian dia kembali ke
ruang tamu. Bill sedang meletakkan gelasnya yang kosong. Dia kelihatan lebih
sehat dan lebih yakin. "Kau bisa cerita sekarang. Aku telah menyuruh Stevens keluar sehingga dia tak
bisa nguping." "Luar biasa." "Bagaimana ceritanya?"
Bill menarik napas. "Aku ceritakan semuanya."
Bab 30 PANGGILAN MENDADAK LORAINE yang sedang bermain dengan seekor anak anjing kecil menjadi heran
melihat Bundle datang seperti orang kehabisan napas. Dia juga tidak mengerti
melihat wajah Bundle dengan ekspresi yang tidak seperti biasa.
"Wuf," kata Bundle sambil duduk di kursi taman. "Huh."
"Ada apa?" tanya Loraine ingin tahu.
"Si George - George Lomax."
"Apa yang dilakukannya?"
"Melamar aku. Huh. Dia ngoceh dan merepet terus tidak bisa berhenti. Dia pasti
menghafal dari buku. Aku benci pada orang yang merepet. Sayang aku tidak tahu
mesti menjawab apa."
"Kau kan tahu apa yang kauinginkan."
"Tentu saja aku tak akan menikah dengan orang tolol sinting seperti George.
Maksudku, aku tidak tahu bagaimana cara menjawabnya sesuai buku etika. Aku hanya
mengatakan, 'Tidak, saya tidak mau!' Aku kan seharusnya berkata tentang
menghargai atau tentang perhatian yang diberikannya padaku dan sebagainya. Tapi
aku begitu bingung sehingga aku meloncat dari jendela dan kabur."
"Kau kan biasanya tidak begitu, Bundle."
"Karena aku tak pernah membayangkan ada hal seperti itu. George yang aku pikir
benci padaku - Berbahaya rupanya berpura-pura tertarik pada subjek yang sangat
disukai seorang pria. Tahu enggak apa yang dikatakannya" Dia bilang akan
berbahagia bila bisa membentuk pikiranku yang sedang tumbuh. Pikiranku! Kalau
saja dia tahu seperempat bagian dari isi otakku, dia akan pingsan!"
Loraine tertawa lepas. "Aku tahu. Ini semua memang salahku. Aku yang menyebabkannya. Oh, itu Ayah.
Halo, Ayah!" Lord Caterham mendekat dengan wajah bertanya.
"Sudah pergi si Lomax?" tanyanya.
"Urusan yang manis. George bilang dia sudah mendapat restu Ayah."
"He - apa yang kauharap bisa aku katakan padanya" Lagi pula aku tidak
mengatakannya begitu."
"Aku juga tidak percaya," kata Bundle. "Aku pikir George pasti menyudutkan Ayah
sehingga Ayah cuma bisa mengangguk-angguk."
"Itu lebih tepat. Bagaimana dia?"
"Aku tidak memperhatikan. Langsung kutinggal pergi."
"Oh - barangkali itu cara yang terbaik. Dia tak akan merepotkan aku lagi. Mereka
bilang segala sesuatu ada hikmahnya. Kau lihat tongkat golfku?"
"Aku rasa satu-dua pukulan akan membuatku tenang lagi," kata Bundle. "Ayo,
Loraine." Mereka bertiga berjalan ke lapangan. Sejam mereka lewati dengan damai. Kemudian
ketiganya kembali ke rumah. Sebuah surat tergeletak di atas meja.
"Tuan Lomax yang meninggalkannya untuk Tuan," kata Tredwell. "Beliau kecewa
karena Tuan telah keluar."
Lord Caterham merobek amplop surat itu. Lalu dia menghela napas dan memandang
Bundle. "Bundle, seharusnya kau bisa membuat semuanya jelas."
"Apa maksud Ayah?"
"Coba baca ini."
Bundle membacanya. "Caterham - sayang saya tidak bisa bicara dengan Anda. Kalau tak salah saya tadi
mengatakan perlu menemui Anda lagi setelah bicara dengan Eileen. Gadis itu
kelihatannya tidak sadar dengan apa yang saya rasakan. Saya kira dia terkejut
dengan apa yang didengarnya. Dan saya tak ingin mendesak dia. Rasa bingungnya
memang kelihatan jelas, tetapi saya suka dengan spontanitas sikapnya. Saya juga
sangat menghargai sikap diamnya. Saya akan memberinya waktu agar dia terbiasa
dengan maksud saya. Kebingungannya menunjukkan bahwa sebenarnya dia bukannya
tidak menaruh perhatian pada saya dan saya yakin bahwa saya akan berhasil.
Percayalah pada saya, Caterham.
George Lomax" "Huh," kata Bundle. "Konyol!"
"Orang itu pasti gila," kata Lord Caterham. "Orang tak akan menulis seperti itu
tentang kau kecuali jika kepalanya tak beres. Kasihan - kasihan. Tapi kok ya
kepala batu! Tak heran kalau dia bisa masuk Kabinet. Akan tahu rasa dia kalau
kau mau menikah dengannya."
Telepon berdering dan Bundle bergerak cepat menerimanya. Dalam menit berikutnya
George dan lamarannya sudah terlupakan, dan Bundle meneriaki Loraine. Lord
Caterham kembali ke tempat persembunyiannya.
"Dari Jimmy," kata Bundle. "Kau kedengaran gelisah, Jim."
"Untung kau tidak pergi. Kita tak boleh buang-buang waktu. Loraine ada di situ?"
"Ya." "Bundle, aku tak punya waktu untuk menjelaskan semuanya - tidak lewat telepon.
Bill baru saja datang membawa cerita luar biasa. Seandainya benar - seandainya
benar, yah ini akan jadi cerita panjang sensasional. Sekarang dengarkan
instruksiku. Kalian berdua segera ke London. Parkir mobil di sebuah tempat dan
pergilah langsung ke Tujuh Lonceng. Apa kau bisa mengusir pelayan itu kirakira?" "Alfred" Beres. Serahkan saja padaku."
"Bagus. Singkirkan dia dan tunggu kedatanganku dan Bill. Jangan nongol di
jendela, tapi kalau kami datang segera bukakan pintu. Ngerti?"
"Ya." "Bagus. O, ya. Jangan bilang siapa-siapa kalau kau akan ke kota. Buat alasan.
Bilang saja kau mengantar Loraine pulang. Bagaimana?"
"Baik. Wah, aku merasa seru!"
"Barangkali kau perlu meninggalkan surat wasiat sebelum pergi."
"Ya, lebih baik begitu. Kalau saja aku tahu semua ini."
"Kau nanti akan tahu juga. Aku hanya ingin mengatakan bahwa kita akan bikin
kejutan untuk si Jam Tujuh!"
Bundle meletakkan telepon dan bercerita singkat kepada Loraine tentang
percakapannya dengan Jimmy, Loraine segera naik dan mengemasi barang-barangnya,
Bundle menongolkan kepala di pintu kamar ayahnya.
"Yah, aku mau mengantar pulang Loraine."
"Mengapa" Aku kira dia tidak pulang hari ini."
"Mereka memanggilnya pulang," kata Bundle asal saja. "Baru saja telepon. Pergi
dulu ya, Yah!" "Bundle, jam berapa kau kembali?"
"Nggak tahu. Nanti kan tahu kalau lihat aku."
Bundle naik ke atas, memakai topi dan mantelnya, dan siap berangkat. Dia telah
minta agar mobilnya dibawa ke depan.
Perjalanan ke London berjalan mulus. Mereka meninggalkan mobil itu di sebuah
bengkel kemudian pergi ke Klub Tujuh Lonceng.
Alfred membukakan pintu, dan Bundle langsung masuk tanpa basa-basi, diikuti
Loraine. "Kunci pintunya, Alfred," kata Bundle. "Aku khusus datang ke sini untuk membalas
kebaikanmu. Kau dicari-cari polisi."
"Oh, Nona!" Wajah Alfred menjadi seputih kapur.
"Aku datang untuk mengingatkanmu karena engkau telah membantuku malam itu," kata
Bundle cepat. "Ada peringatan untuk Tuan Mosgorovsky dan kau sebaiknya pergi
dari sini dengan segera. Kalau kau tak ditemukan di sini, mereka tak akan apaapa. Ini ada sepuluh pound - bisa kaupakai untuk segera pergi."
Dalam waktu tiga menit Alfred yang bingung dan ketakutan meninggalkan Hunstanton
Street dengan keputusan tak akan kembali ke situ lagi.
"Sudah beres," kata Bundle dengan puas.
"Apa perlu begitu - drastis?" gumam Loraine.
"Itu akan lebih aman. Aku tak tahu apa yang akan dilakukan Jimmy dan Bill, tapi
aku tak ingin Alfred kembali dan membuat semua berantakan. Nah, itu mereka.
Mereka tak buang-buang waktu rupanya. Barangkali menunggu Alfred di sudut. Turun
dan bukakan pintu untuk mereka, Loraine."
Loraine menurut. Jimmy Thesiger keluar dari mobil.
"Kau di situ dulu, Bill. Bunyikan klakson kalau kau melihat ada yang
mencurigakan." Dia lari menaiki tangga dan membanting pintu. Wajahnya kelihatan merah dan
bersemangat. "Halo, Bundle, kau di situ, ya. Di mana kunci ruang yang kaumasuki dulu?"
"Pakai salah satu kunci ruang bawah. Bawa saja semuanya."


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar. Tapi cepat. Kita tak punya waktu."
Kunci itu ketemu juga. Pintu ruangan terbuka dan ketiganya masuk. Ruangan itu
masih sama dengan keadaannya ketika dimasuki Bundle. Jimmy memperhatikannya satu
atau dua menit. Kemudian dia melihat lemari.
"Lemari mana yang kaupakai sembunyi, Bundle?"
"Yang ini." Jimmy membuka pintunya lebar-lebar. Sejumlah gelas masih ada di situ.
"Kita harus menyingkirkan benda-benda ini," gumamnya. "Turun dan panggil Bill,
Loraine. Tak ada perlunya dia menjaga di luar."
Loraine lari keluar. "Apa yang akan kaulakukan?" tanya Bundle tak sabar.
Jimmy sedang membungkuk dan mencoba mengintip celah lemari satunya.
"Tunggu sampai Bill datang dan kau akan dengar semuanya. Ini adalah rencana Bill
- he, ada apa Loraine lari-lari seperti dikejar kerbau gila?"
Loraine memang berlari secepat kilat. Dia memandang mereka dengan wajah pucat
dan mata ketakutan. "Bill - Bill, oh, Bundle - Bill!"
"Kenapa Bill?" Jimmy memegang bahunya. "Tenang, Loraine, ada apa?"
Loraine masih terengah-engah.
"Bill - aku rasa dia mati. Masih di mobil - tapi tidak bergerak dan berkata apa-apa.
Aku yakin dia mati."
Jimmy menyumpah-nyumpah dan turun diikuti Bundle. Jantung Bundle berdebar keras
dan pedih rasanya. Bill - mati" Oh, tidak! Tidak! Tolonglah, Tuhan.
Akhirnya mereka sampai di mobil.
Jimmy mengintip - Bill masih duduk seperti ketika dia tinggalkan, bersandar ke
belakang. Tapi matanya tertutup. Tarikan tangan Jimmy tidak mendapat reaksi apaapa. "Aku tak mengerti," kata Jimmy. "Tapi dia tidak mati. Jangan sedih, Bundle. Kita
bawa saja dia masuk. Mudah-mudahan tak ada polisi datang. Kalau ada yang
bertanya kita jawab bahwa teman kita sakit."
Ketiga orang itu membawa Bill masuk tanpa kesulitan dan tanpa menarik perhatian
orang lain kecuali seorang laki-laki tak bercukur yang mengangguk-angguk.
"Orang mabuk," gumam orang itu.
"Ke kamar dekat tangga," kata Jimmy. "Ada sofa di sana."
Mereka membawanya ke sofa dan Bundle memegang pergelangan tangan Bill yang
lemas. "Nadinya berdetak," katanya. "Kenapa sih dia?"
"Dia tak apa-apa ketika kutinggalkan tadi," kata Jimmy. "Barangkali ada orang
yang menyuntiknya dengan sesuatu. Mudah saja - satu suntikan sudah cukup. Purapura tanya jam atau minta api. Kalau begitu aku harus memanggil dokter. Kalian
di sini saja menjaga dia."
Dia cepat-cepat ke pintu, lalu berhenti.
"Kalian jangan takut. Aku rasa sebaiknya kutinggal saja pistolku. Untuk jagajaga. Aku akan segera kembali."
Dia meletakkan pistolnya di atas meja kecil di dekat sofa lalu keluar. Mereka
mendengar pintu dibanting.
Rumah itu menjadi sepi. Kedua gadis itu diam tak bergerak di dekat Bill. Bundle
masih memegangi pergelangan tangannya. Nadinya terasa bergerak cepat dan tak
teratur. "Aku ingin melakukan sesuatu," bisiknya pada Loraine. "Menyedihkan."
Loraine mengangguk. "Ya. Rasanya lama sekali. Padahal Jimmy baru pergi satu setengah menit."
"Rasanya aku mendengar macam-macam. Langkah orang dan derit lantai di atas padahal cuma imajinasiku saja."
"Kenapa Jimmy meninggalkan pistolnya?" kata Loraine. "Kan tak ada bahaya apaapa." "Kalau mereka bisa menguasai Bill - " kata Bundle lalu diam.
Loraine bergidik. "Ya. Tapi kita di dalam rumah. Tak ada orang masuk tanpa kita dengar. Dan lagi
kita punya pistol." Bundle memperhatikan Bill lagi.
"Kalau saja aku tahu apa yang harus kulakukan. Kopi panas. Orang memberi itu
kadang-kadang." "Aku punya garam hisap di tas," kata Loraine. "Juga sedikit brandy. Di mana, ya"
Oh, pasti di ruang atas."
"Kuambil dulu, ya," kata Bundle.
Dia bergegas naik tangga dan masuk ke dalam ruang pertemuan. Tas Loraine
tergeletak di atas meja. Ketika Bundle mengulurkan tangannya, dia mendengar suara di belakang. Di balik
pintu seorang lelaki bersembunyi dengan kantung pasir di tangan. Sebelum Bundle
menoleh, dia telah memukulnya.
Dengan rintihan pelan Bundle jatuh pingsan di atas lantai.
Bab 31 TUJUH LONCENG PERLAHAN-LAHAN Bundle sadar kembali. Dia merasa gelap dan sakit luar biasa.
Semua terasa berputar-putar. Dan dengan samar dia mendengar suara yang dia
kenal, mengucapkan kata yang diulang-ulang.
Kegelapan itu berangsur-angsur hilang. Dan rasa sakit itu ternyata datang dari
kepalanya. Sekarang dia cukup kuat untuk mendengarkan suara yang berkata,
"Bundle, Bundle sayang. Oh, Bundle. Dia mati. Aku sayang kau, Bundle. Jangan
mati, Bundle sayang."
Bundle hanya menggeletak dengan mata tertutup. Tapi kini dia sudah sadar. Lengan
Bill memeluknya rapat. "Bundle sayang - oh, Bundle. Sayangku - oh - sayangku. Apa yang akan kulakukan" Oh
Tuhan, apa yang akan kulakukan" Aku telah membunuhnya. Aku telah membunuhnya.
Kekasihku, oh - kekasihku yang manis."
Dengan enggan - sangat enggan - Bundle berkata.
"Tidak, kau tidak membunuhnya, Tolol," katanya.
Bill terkejut. "Bundle - kau hidup."
"Tentu saja aku hidup."
"Berapa lama kau - maksudku kapan kau sadar?"
"Kira-kira lima menit."
"Kenapa kau tidak membuka mata atau berkata sesuatu?"
"Nggak ingin. Aku menikmati."
"Menikmati?" "Ya. Mendengar apa yang kaukatakan. Kau tak akan mengatakannya sebagus itu lagi.
Kau pasti malu." Muka Bill merah padam. "Bundle, kau tak apa-apa" Aku sangat sayang padamu. Berabad-abad. Tapi tak
berani mengatakannya."
"Manusia tolol. Mengapa?"
"Takut kau akan tertawa. Karena kau cerdas dan lain-lain - kau pasti akan menikah
dengan orang penting."
"Seperti George Lomax?" tanya Bundle.
"Maksudku bukan keledai macam Codders. Tapi seorang laki-laki baik yang cukup
berharga bagimu - walaupun menurut aku tak ada orang yang cukup baik untukmu."
"Kau baik sekali, Bill."
"Bundle, aku serius lho. Apa kau bisa?"
"Bisa apa?" "Menikah denganku. Aku tahu bahwa aku ini tolol - tapi aku mencintaimu, Bundle.
Aku bisa jadi anjingmu atau budakmu atau apamu-lah."
"Kau memang seperti anjing," kata Bundle. "Aku suka anjing. Karena anjing itu
ramah dan setia dan hangat. Aku rasa aku bisa menikah denganmu, Bill - tentu
dengan usaha yang luar biasa."
Bill melepaskan tangannya dari Bundle dan mundur sambil memandang dengan mata
tidak percaya. "Bundle - kau serius?"
"Rasanya aku akan pingsan lagi."
"Bundle - sayangku - " Bill merangkul Bundle lagi. Badannya gemetar. "Bundle - kau
serius - benar-benar" Aku sangat sayang padamu."
"Oh, Bill," kata Bundle.
Penjelasan selanjutnya tak diperlukan lagi karena semua hanya berupa pengulangan
kata-kata saja. "Apa kau juga sayang padaku?" tanya Bill, masih tidak percaya, untuk yang kedua
puluh kali sebelum dia melepaskan Bundle.
"Ya, ya, ya. Sekarang kita jangan berlaku seperti orang tak waras. Kepalaku
masih sakit, dan tambah sakit lagi karena tanganmu hampir meremukkanku. Aku
ingin tahu kita ada di mana, dan apa yang telah terjadi."
Untuk pertama kali Bundle memperhatikan sekelilingnya. Mereka ada di ruang
pertemuan rahasia dan pintu besar itu kelihatan tertutup atau terkunci. Kalau
begitu mereka adalah tawanan!
Mata Bundle memandang Bill yang memandangnya dengan amat mesra.
"Bill sayang, kita harus segera keluar dari tempat ini."
"Eh, apa" O ya - beres. Tak ada kesulitan."
"Karena kau sedang mabuk cinta kau enak saja mengatakan begitu. Semua mudah. Aku
sendiri juga merasa sama. Rasanya tak ada yang sulit."
"Memang begitu," kata Bill. "Sekarang karena aku sudah tahu bahwa kau sayang
padaku - " "Sudah," kata Bundle. "Kalau kau sudah mulai bicara begitu nanti tak habishabis. Dan kalau kau tidak mau bicara serius aku akan mengubah pikiran."
"Aku tak akan diam. Jangan dikira kalau sekali sudah kudapat akan kulepas begitu
saja." "Kuharap kau tak memaksakan keinginanmu," kata Bundle dengan angkuh.
"Tidak" Lihat saja nanti," kata Bill.
"Kau memang menyenangkan, Bill. Aku takut kau terlalu penurut. Tapi aku sekarang
tak perlu khawatir akan hal itu. Setengah jam lagi pasti kau yang memberi
instruksi padaku. Oh, kita kok omong yang enggak-enggak lagi. Bill, kita harus
keluar dari tempat ini."
"Aku sudah katakan 'beres'. Aku akan - "
Dia diam ketika tangan Bundle menekannya. Gadis itu membungkukkan badan ke
depan, mendengarkan dengan cermat. Ya, dia tidak keliru. Terdengar suara langkah
di luar pintu. Mereka mendengar kunci dimasukkan dalam lubangnya dan diputar.
Bundle menahan napas. Apakah itu Jimmy yang datang membebaskan mereka" Atau
orang lain" Pintu terbuka dan Tuan Mosgorovsky yang berjenggot hitam berdiri di depan
mereka. Bill segera berdiri dan melangkah di depan Bundle.
"Saya ingin bicara dengan Anda."
Si Rusia diam sejenak. Dia hanya berdiri sambil membelai jenggotnya yang panjang
dan tersenyum-senyum sendiri.
"Jadi begitu," katanya. "Baik, Nona ini sebaiknya ikut saya."
"Tak apa-apa, Bundle," kata Bill. "Ikuti dia. Tak ada yang akan mengganggumu.
Aku tahu apa yang kulakukan."
Bundle berdiri dengan patuh. Suara memerintah itu baru kali ini didengarnya.
Bill kelihatan begitu yakin pada dirinya dan yakin bisa mengatasi situasi.
Bundle berpikir apa kira-kira yang akan dilakukan Bill.
Dia keluar ruangan dan berjalan di depan si Rusia. Lelaki itu mengunci pintu
ruangan dan mengikuti Bundle.
"Ke sebelah sini," katanya.
Dia menunjuk tangga dan Bundle pun naik. Setelah di atas dia disuruh masuk ke
sebuah kamar kecil yang pengap dan berantakan. "Ini pasti kamar Alfred," pikir
Bundle. Mosgorovsky berkata, "Anda tunggu di sini tenang-tenang. Jangan ribut."
Bundle duduk di kursi. Kepalanya masih terasa sakit dan dia merasa belum dapat
berpikir dengan baik. Bill kelihatannya bisa menguasai situasi. Cepat atau
lambat pasti ada seseorang yang datang membawanya keluar.
Menit demi menit berlalu. Jam Bundle tidak jalan lagi. Tapi dia memperkirakan
sudah satu jam menunggu di situ. Apa yang telah terjadi"
Akhirnya dia mendengar suara langkah di tangga. Ternyata Mosgorovsky lagi. Dia
bicara dengan sangat resmi.
"Lady Eileen Brent. Anda diharapkan hadir dalam rapat darurat Kelompok Tujuh
Lonceng. Silakan mengikuti saya."
Dia menuruni tangga dan Bundle mengikutinya. Dia membuka pintu ruang penemuan
dan Bundle pun masuk dengan menghela napas.
Dia melihat lagi apa yang pernah dilihatnya dari lubang lemari. Wajah-wajah
bertopeng duduk mengelilingi meja. Mosgorovsky duduk di tempatnya dan memakai
topengnya. Kali ini kursi di ujung meja terisi. Jam Tujuh duduk di tempatnya.
Jantung Bundle berdegup kencang. Dia berdiri di ujung meja, tepat di seberang
Jam Tujuh. Dia memandang terus pada topeng yang tidak bisa memperlihatkan wajah
pemiliknya. Orang itu duduk tak bergerak dan Bundle merasakan suatu kekuatan memancar
daripadanya. Sikap diamnya bukanlah suatu kelemahan - dan Bundle ingin sekali
mendengar suaranya atau melihat geraknya - atau isyaratnya - bukan hanya duduk diam
seperti labah-labah raksasa menantikan mangsanya.
Bundle gemetar, dan pada saat itulah Mosgorovsky berdiri. Suaranya halus,
lembut, dan kedengaran jauh.
"Lady Eileen, Anda telah hadir tanpa diundang dalam pertemuan kelompok ini.
Karena itu Anda perlu menyesuaikan diri dengan kami semua. Seperti Anda lihat,
tempat Jam Dua itu kosong. Tempat itu kami tawarkan pada Anda."
Bundle merasa sesak. Ini seperti mimpi buruk saja. Mungkinkah dia, Bundle Brent,
ditawari menjadi anggota kelompok rahasia yang suka membunuh" Apa Bill juga
ditawari posisi seperti ini" Dan apakah dia menolak dengan marah"
"Saya tak bisa menerimanya," katanya polos.
"Jangan memberi jawaban tergesa-gesa."
Dia membayangkan, bahwa di balik topengnya, Mosgorovsky pasti tersenyum.
"Anda belum tahu apa yang Anda tolak, Lady Eileen."
"Saya bisa menebaknya," kata Bundle.
"Anda yakin?" Itu adalah suara si Jam Tujuh. Dia seolah mengenal suara itu.
Perlahan-lahan Jam Tujuh mengangkat tangannya di kepalanya dan meraba-raba
pengikat topengnya. Bundle menahan napas. Akhirnya dia akan tahu juga.
Topeng itu jatuh. Bundle memandang wajah beku Inspektur Battle yang tanpa ekspresi itu.
Bab 32 BUNDLE TERCENGANG "YA," kata Battle ketika Mosgorovsky meloncat ke dekat Bundle. "Ambilkan kursi.
Memang cukup mengejutkan baginya."
Bundle duduk di kursi. Dia merasa lemas karena terkejut. Battle meneruskan
bicara dengan suara tenang dan lembut.
"Anda pasti terkejut melihat saya, Lady Eileen. Juga beberapa anggota yang duduk
di sini. Selama ini hanya Tuan Mosgorovsky yang bertindak sebagai penyambung
lidah. Yang lain hanya mengikuti apa yang dia katakan."
Bundle masih tetap diam. Dia sama sekali tidak dapat bicara.
Battle mengangguk kepadanya, seolah mengerti apa yang telah terjadi.
"Saya rasa Anda perlu mengubah asumsi-asumsi Anda, Lady Eileen. Misalnya tentang
kelompok ini - saya tahu bahwa dalam buku-buku banyak diceritakan tentang
komplotan-komplotan rahasia yang melakukan perbuatan kriminal dengan seorang
pemimpin misterius yang tak pernah dikenal anak buahnya. Komplotan seperti itu
memang bisa saja ada dalam kehidupan nyata, tapi saya belum pernah menjumpainya.
Saya rasa Anda tahu bahwa saya mempunyai cukup banyak pengalaman.
"Tapi dalam dunia ini banyak cerita petualangan, Lady Eileen. Banyak orang,
terutama mereka yang masih muda, senang membaca cerita-cerita seperti itu.
Tetapi banyak juga yang lebih senang melakukannya. Sekarang saya ingin
memperkenalkan sebuah kelompok amatir yang banyak membantu tugas-tugas di
departemen saya - tugas-tugas yang belum-belum tentu bisa dikerjakan oleh orang
lain. Dan kalau mereka memilih suatu cara yang melodramatis - ya, mengapa tidak"
Mereka bersedia menghadapi bahaya - bahaya yang bukan main-mainan - dan mereka
melakukannya dengan alasan ini: mereka senang menghadapi bahaya - yang menurut
saya merupakan pertanda sehat dalam situasi seperti sekarang ini. Yang kedua
adalah karena mereka mempunyai keinginan jujur untuk berbakti pada negara ini.
"Dan sekarang saya ingin memperkenalkan mereka. Pertama-tama adalah Tuan
Mosgorovsky yang telah Anda kenal. Seperti Anda ketahui, dia adalah pemilik klub
ini dan juga punya beberapa bisnis lain. Dia merupakan agen rahasia antikomunis
yang paling penting di Inggris. Jam Lima adalah Count Adras dari Kedutaan


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hongaria, sahabat karib almarhum Gerald Wade. Jam Empat adalah Tuan Hayward
Phelps, wartawan Amerika, simpatisan Inggris yang mempunyai penciuman tajam
terhadap berita-berita. Jam Tiga - "
Dia berhenti, tersenyum. Dan Bundle hanya dapat menatap tercengang pada wajah
Bill Eversleigh yang menyeringai lebar.
"Jam Dua," lanjut Battle dengan suara sedih, "tempatnya kosong. Tempat itu
semula adalah milik Tuan Ronald Devereux, seorang pemuda gagah yang telah
berkorban membela negara. Jam Satu - Jam Satu dulu adalah Tuan Gerald Wade,
seorang pemuda gagah lain yang meninggal dengan cara yang sama. Tempatnya
digantikan oleh seorang wanita - seorang wanita yang terbukti mampu untuk duduk di
tempat itu, dan telah banyak membantu kami."
Jam Satu membuka topengnya dan Bundle melihat tanpa heran pada wajah cantik
Countess Radzky. "Anda terlalu cantik untuk menjadi seorang petualang," kata Bundle sengit.
"Kau tidak tahu lelucon yang sebenarnya, kan?" kata Bill. "Bundle, dia adalah
Babe St. Maur - artis yang kuceritakan itu."
"Itu benar," kata Nona St. Maur dengan logat Amerika yang khas. "Tapi itu bukan
apa-apa, karena Ayah dan Ibu memang berasal dari Hongaria. Jadi kepandaian
bicara dengan logat asing tidak aneh. Tapi saya hampir saja tidak bisa menahan
diri, ketika bicara tentang taman-taman waktu di Abbey."
Dia diam lalu berkata lagi dengan tiba-tiba.
"Ini - ini bukan hal yang menyenangkan. Saya adalah tunangan Ronny dan ketika
Ronny memberikan hasil penyelidikannya, saya harus segera bertindak untuk
melacak pembunuhnya."
"Saya benar-benar bingung," kata Bundle. "Apa yang terlihat ternyata bukan hal
yang sebenarnya." "Sebenarnya yang kami lakukan sederhana saja, Lady Eileen," kata Inspektur
Battle. "Kelompok ini dimulai karena beberapa pemuda menghendaki sesuatu yang
mendebarkan. Tuan Wade-lah yang pertama kali datang pada saya. Dia mengusulkan
pembentukan sebuah kelompok amatir untuk melakukan tugas-tugas rahasia. Saya
sudah memperingatkan akan bahayanya - tapi dia tidak mau menyerah begitu saja.
Jadi saya katakan bahwa siapa pun yang ingin ikut, dia harus bisa menerima
kenyataan itu. Tapi ternyata hal itu tidak membuat mundur kawan-kawan Tuan Wade.
Jadi mulailah kelompok ini bekerja."
"Tapi sebenarnya apa tujuan kelompok ini?" tanya Bundle.
"Kami mencari seseorang. Dia bukanlah penjahat biasa. Dia bekerja di lingkungan
Tuan Wade - dan dia ini sangat berbahaya. Orang ini punya hubungan internasional.
Sudah dua kali terjadi pencurian atas dua formula penemuan yang masih rahasia,
dan jelas dicuri oleh orang yang mengerti tentang lingkungan interen. Mereka
yang profesional telah mencoba untuk menyelidiki, tetapi gagal. Lalu kelompok
amatir mencobanya - dan berhasil."
"Berhasil?" "Ya - tapi bukannya tanpa korban. Orang itu sangat berbahaya. Sudah dua nyawa
dikorbankan. Tapi kelompok Tujuh Lonceng akhirnya sukses juga. Terima kasih saya
ucapkan pada Tuan Eversleigh. Orang itu tertangkap basah."
"Siap sih dia" Apa saya kenal?" tanya Bundle.
"Anda kenal baik, Lady Eileen. Namanya Tuan Jimmy Thesiger. Dia ditahan sore
tadi." Bab 33 BATTLE MEMBERI PENJELASAN
INSPEKTUR BATTLE menjelaskan persoalan. Dia bicara dengan lancar dan enak.
"Saya sendiri tidak mencurigainya sebelumnya. Petunjuk pertama saya dapat ketika
mendengar kata-kata terakhir Tuan Devereux. Sangat wajar bila Anda mengartikan
kata-kata itu sebagai pesan kepada Tuan Thesiger bahwa Tujuh Lonceng yang
membunuh dia. Tapi tentu saja saya tahu bahwa itu tidak benar. Kepada Tujuh
Lonceng-lah dia ingin menyampaikan pesan - dan dia ingin menceritakan tentang Tuan
Jimmy Thesiger. "Ini merupakan hal yang sulit karena Tuan Devereux dan Tuan Thesiger adalah
kawan dekat. Tapi saya ingat akan satu hal - yaitu pencurian yang terjadi pasti
dilakukan oleh orang yang benar-benar tahu - apakah dia orang dalam di Departemen
Luar Negeri atau dia mendengarnya lewat obrolan. Satu hal lagi yang membuat saya
bertanya-tanya adalah dari mana Tuan Thesiger mendapat uang begitu banyak.
Peninggalan ayahnya tidaklah banyak, tapi dia bisa hidup dengan gaya hidup yang
cukup tinggi. Dari mana uangnya"
"Saya tahu bahwa Tuan Wade merasa senang karena dia menemukan sesuatu. Dia
merasa bahwa dia mendapatkan jejak yang bisa dipercaya. Dia tidak mengatakan apa
yang ditemukannya pada siapa pun tapi dia mengatakan pada Tuan Devereux bahwa
dia sedang meyakinkan diri terhadap penemuan itu. Itu adalah sebelum mereka
berakhir pekan di Chimneys. Seperti Anda tahu - Tuan Wade kelihatannya meninggal
karena terlalu banyak minum obat tidur. Tapi Tuan Devereux tidak dapat menerima
penjelasan itu begitu saja. Dia yakin bahwa ada seseorang yang sengaja membunuh
Tuan Wade dan pasti pelakunya ada di rumah itu. Dan dia hampir saja
mengatakannya pada Tuan Thesiger karena saat itu dia tidak mencurigainya. Tapi
ada hal yang membuatnya berubah pikiran.
"Dia melakukan suatu hal yang agak aneh. Dia meletakkan tujuh jam weker di atas
perapian dan melemparkan satu ke halaman. Ini dimaksudkannya sebagai simbol
bahwa Tujuh Lonceng akan membalas dendam atas kematian seorang anggotanya - dan
dia memperhatikan dengan saksama siapa yang kira-kira mencurigakan."
"Dan ternyata Jimmy Thesiger yang meracuni Gerry Wade?"
"Ya. Dia memasukkan obat itu dalam whisky dan soda yang telah dicampur Tuan Wade
sendiri di bawah, sebelum dia tidur. Karena itu dia telah mengantuk sebelum
menulis surat kepada Nona Wade."
"Kalau begitu si Bauer tidak ikut campur dalam hal ini?"
"Bauer adalah salah satu dari orang-orang kami, Lady Eileen. Kami memperkirakan
bahwa penjahat itu pasti mengincar penemuan Herr Eberhard dan Bauer kami kirim
untuk mengawasi situasi. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Dan Tuan Thesiger
dengan mudah memasukkan obat itu. Pada waktu orang-orang tidur, dia meletakkan
gelas dan botol di dekat tempat tidur Tuan Wade. Ketika itu Tuan Wade sudah
tidak sadar, dan jari-jarinya mungkin ditempelkan di gelas dan botol itu
sehingga sidik jarinya bisa ditemukan di situ. Saya tak tahu apa efek penempatan
ketujuh jam weker itu pada Tuan Thesiger. Tapi saya rasa dia pasti cukup sibuk
berpikir dan pasti matanya cukup capek memperhatikan Tuan Devereux setelah itu.
"Kami tak tahu dengan pasti apa yang terjadi kemudian. Tak ada yang sering
bertemu Tuan Devereux setelah kematian Tuan Wade. Tapi jelas dia melakukan
pelacakan yang telah dirintis Tuan Wade - dan mendapatkan kesimpulan yang sama,
yaitu bahwa pelaku kejahatan itu adalah Tuan Thesiger. Dan kelihatannya dia juga
dikhianati dengan cara yang sama."
"Maksud Anda?" "Melalui Nona Loraine Wade. Tuan Wade sangat sayang padanya - barangkali berharap
untuk menikahinya kelak - karena dia bukan adik kandungnya. Dan tak diragukan lagi
bahwa dia bercerita terlalu banyak dari yang seharusnya. Tapi sebenarnya Nona
Wade menaruh hati pada Tuan Thesiger. Dia bersedia melakukan apa saja untuknya.
Dan dia memberikan informasi itu kepadanya. Dengan cara yang sama, Tuan Devereux
tertarik padanya, dan mungkin dia memperingatkan Nona Wade agar berhati-hati
terhadap Tuan Thesiger. Jadi, Tuan Devereux pun dibungkam - dan dia meninggal
ketika mencoba mengirim pesan pada Tujuh Lonceng bahwa pembunuhnya adalah Tuan
Thesiger." "Ah, mengerikan. Kalau saja saya tahu," seru Bundle.
"Ya, memang sulit dipercaya. Saya sendiri pun sulit untuk mempercayainya. Coba
Anda ingat ketika masih di Abbey. Sulit - terutama sekali untuk Tuan Eversleigh.
Anda dan Tuan Thesiger begitu rapat. Tuan Eversleigh merasa salah tingkah karena
Anda memaksanya mengantar Anda ke tempat ini. Dan dia lebih-lebih lagi menjadi
bingung ketika mendengar bahwa Anda berani menyelinap ke ruang ini dan
mendengarkan rapat itu."
Inspektur itu berhenti dan mengedipkan matanya.
"Dan saya pun bingung, Lady Eileen. Saya tak pernah bermimpi bahwa hal seperti
itu mungkin dilakukan. Tapi ternyata Anda menunjukkan bahwa saya keliru.
"Tuan Eversleigh menghadapi satu dilema. Dia tak bisa memberitahukan rahasia
Tujuh Lonceng pada Anda tanpa mengikutsertakan Tuan Thesiger - dan itu tak
mungkin. Dan hal ini merupakan keuntungan bagi Tuan Thesiger karena lebih mudah
baginya untuk masuk ke Abbey.
"Tujuh Lonceng memang mengirim surat peringatan pada Tuan Lomax. Ini dilakukan
agar dia minta bantuan pada saya dengan tugas seperti biasa. Saya tidak perlu
merahasiakan kehadiran saya di tempat itu."
Sekali lagi mata inspektur itu bersinar.
"Anda tahu kan, bahwa Tuan Eversleigh dan Tuan Thesiger saling membagi waktu
untuk bertugas. Begitu juga dengan Tuan Eversleigh dan Nona St. Maur. Dia sedang
berjaga di jendela perpustakaan ketika mendengar Tuan Thesiger datang. Cepatcepat dia bersembunyi di balik tirai.
"Sekarang dengarkan kecerdikan Tuan Thesiger. Sampai pada suatu titik tertentu
dia memang menceritakan hal yang sebenarnya. Dan terus terang saja dengan
ceritanya tentang perkelahian itu saya menjadi ragu-ragu - dan bertanya-tanya
apakah memang dia pelaku pencurian itu - dan mungkinkah saya salah melacak.
"Tapi ketika saya temukan sarung tangan terbakar yang seperti digigit-gigit itu,
saya pun yakin bahwa saya benar. Tapi dia memang cerdik."
"Apa yang terjadi" Siapa laki-laki itu?" tanya Bundle.
"Tidak ada laki-laki lain. Saya ceritakan rekonstruksinya dengan jelas. Tuan
Thesiger dan Nona Wade sebenarnya berkomplot dalam rencana ini. Mereka
merencanakan waktu dengan tepat. Nona Wade datang dengan mobilnya, menaiki pagar
dan mendekati rumah. Dia punya alasan yang bagus seandainya ada orang yang
mencegatnya - yaitu cerita yang diceritakannya juga pada akhirnya. Tapi dia tiba
di teras tanpa halangan setelah jam berdentang dua kali.
"Nah, pada waktu dia masuk, orang-orang saya melihatnya, tapi mereka mendapat
perintah untuk tidak menyetop orang yang masuk, tetapi yang keluar saja, karena
saya ingin tahu sebanyak mungkin. Nona Wade datang ke teras dan pada saat itu
sebuah bingkisan jatuh di kakinya dan dia mengambilnya. Lalu ada seorang lakilaki turun dari tembok dan Nona Wade pun berlari. Apa yang terjadi kemudian"
Perkelahian - dan akhirnya tembakan. Apa yang akan dilakukan semua orang" Lari ke
tempat perkelahian itu. Dan Nona Wade bisa meninggalkan Abbey membawa formula
itu. "Tapi bukan itu yang terjadi. Nona Wade lari menubruk saya. Dan pada saat itulah
permainan berubah. Bukan lagi serangan, tapi pertahanan. Nona Wade menceritakan
ceritanya. Dan cerita itu benar serta masuk akal.
"Sekarang tentang Tuan Thesiger. Ada satu hal yang menarik perhatian saya.
Peluru itu tak akan mampu membuat Tuan Thesiger pingsan. Kalau tidak dia jatuh
dan kepalanya terantuk - ya, dia pura-pura pingsan saja. Kemudian kita dengar
cerita Nona St. Maur. Cocok dengan cerita Tuan Thesiger. Dia mengatakan, bahwa
Tuan Thesiger begitu diam sehingga dia mengira Tuan Thesiger telah meninggalkan
perpustakaan setelah lampu dipadamkan. Nah, kalau ada orang dalam ruangan itu,
setidaknya kita akan mendengar bunyi napasnya. Seandainya Tuan Thesiger keluar ke mana dia" Pasti ke atas - ke kamar O'Rourke - whisky dan soda Tuan O'Rourke telah
dimasuki obat sebelumnya. Dia mengambil dokumen itu, melemparkannya pada Nona
Wade, turun dan mulai berkelahi. Itu bukan hal yang sulit. Pukul meja, pukul
benda-benda lainnya. Omong sendiri, lalu omong lagi dengan suara serak - lalu
sentuhan terakhir adalah tembakan itu. Pistol otomatis yang baru dibelinya itu
ditembakkan pada penjahat yang ada dalam bayangannya saja. Lalu dengan tangan
kirinya yang bersarung tangan dia ambil pistol Mauser dari sakunya dan dia
tembak sendiri tangan kanannya. Dia melemparkan pistol itu dari jendela, menarik
sarung tangan dengan giginya dan melemparnya ke perapian. Ketika saya datang dia
sudah tergeletak pingsan di lantai."
Bundle menarik napas. "Waktu itu Anda belum punya bayangan tentang hal yang sebenarnya?"
"Memang belum. Saya juga termakan cerita yang dibuatnya seperti orang-orang
lain. Ketika saya menemukan sarung tangan itulah baru terlintas kemungkinan itu.
Lalu saya minta Sir Oswald melempar pistol dari jendela. Ternyata pistol itu
jatuh lebih jauh. Tapi orang yang biasa memakai tangan kanan memang tidak bisa
melempar sejauh dengan tangan kirinya. Hal ini hanya merupakan kecurigaan kecil
saja. "Tapi ada satu hal yang membuat saya heran. Dokumen itu jelas dilemparkan pada
seseorang yang sudah siap. Seandainya Nona Wade memang berada di tempat itu
karena kebetulan, siapa sebenarnya penadahnya" Tentu saja mereka yang tidak tahu
bisa menjawab dengan mudah - Countess. Tapi saya tahu siapa dia. Jadi bagaimana"
Yah - dokumen itu memang dilemparkan pada orang yang sudah siap. Hal itu diperkuat
lagi dengan kenyataan bahwa Nona Wade datang tepat pada waktunya."
"Anda pasti serba salah ketika saya menceritakan kecurigaan saya pada Countess."
"Benar, Lady Eileen. Saya harus membuat alasan agar Anda tidak curiga. Dan Tuan
Eversleigh juga khawatir dengan kata-kata yang akan diucapkan oleh seseorang
yang baru pingsan." "Kini saya mengerti kekhawatiran Bill," kata Bundle. "Itu sebabnya dia berkata
supaya Countess tidak perlu terburu-buru bicara."
"Kasihan Bill," kata Nona St. Maur. "Tiap kali dia harus menahan diri."
"Nah," lanjut Inspektur Battle, "saya mencurigai Tuan Thesiger - tapi saya tidak
mendapat bukti yang pasti. Sebaliknya Tuan Thesiger sendiri juga gelisah. Dia
sadar bahwa dia berhadapan dengan Tujuh Lonceng dan dia sangat ingin tahu siapa
sebenarnya si Jam Tujuh. Dia berusaha agar diundang keluarga Coote karena
mengira bahwa Sir Oswald Coote adalah si Jam Tujuh."
"Saya juga curiga pada Sir Oswald," kata Bundle. "Terutama ketika dia muncul
dari kebun malam-malam itu."
"Saya tak pernah mencurigai dia," kata Battle. "Tapi saya curiga pada pemuda itu
- sekretarisnya." "Pongo" Pongo?" kata Bill.
"Ya, Tuan Eversleigh. Pongo, kata Anda. Seorang yang amat efisien dan mampu
berbuat apa pun kalau dia mau. Saya mencurigai dia terutama karena dialah yang
membawa jam-jam itu ke kamar Tuan Wade. Akan mudah baginya meletakkan botol dan
gelas dekat tempat tidurnya. Dan satu hal lagi, dia kidal. Sarung tangan itu
akan memberatkan dia seandainya tidak ada tanda itu."
"Apa?" "Tanda bekas gigitan. Hanya orang yang tangan kanannya tidak bisa berfungsi
perlu melepaskan sarung tangan dengan giginya."
"Jadi Pongo bebas?"
"Ya. Pongo bebas. Saya yakin bahwa Tuan Bateman akan kaget bila tahu dia
dicurigai." "Ya, pasti," kata Bill. "Orang yang pendiam - keledai tolol seperti itu. Bagaimana
mungkin - " "Ah, Anda juga memberikan deskripsi yang sama pada Thesiger. Salah satu dari
mereka pasti berpura-pura, ketika saya memutuskan bahwa Tuan Thesiger-lah yang
berpura-pura, saya mencoba mendengar pendapat Tuan Bateman tentang Tuan
Thesiger. Ternyata dia sudah lama mencurigai Tuan Thesiger dan memperingatkan
Sir Oswald agar hati-hati."
"Aneh," kata Bill. "Si Pongo itu selalu benar. Aku tak mengerti sama sekali."
"Nah, kami telah membuat Tuan Thesiger seperti cacing kepanasan. Dia tak tahu
dari mana bahaya akan muncul. Kalau pada akhirnya kita bisa menangkapnya, itu
adalah karena jasa Tuan Eversleigh. Dia tahu bahaya yang sedang dihadapi, tapi
toh dia hadapi juga dengan gembira. Tapi dia tak tahu bahwa Anda akan terseret
di dalamnya, Lady Eileen."
"Memang tak saya bayangkan," kata Bill penuh perasaan.
"Dia datang ke tempat Tuan Thesiger dengan cerita buatan," lanjut Battle. "Dia
berpura-pura menerima surat wasiat Tuan Devereux yang menuliskan tentang
kecurigaannya terhadap Tuan Thesiger. Dan sebagai kawan yang jujur, Tuan
Eversleigh minta penjelasan Tuan Thesiger. Kami memperhitungkan bahwa apabila
hal itu benar, maka Tuan Thesiger pasti akan berusaha menghabisi Tuan
Eversleigh, dan kami sudah memperkirakan caranya. Dan memang benar. Tuan
Thesiger memberi tamunya whisky dan soda. Ketika Tuan Thesiger masuk ke dalam
sebentar, Tuan Eversleigh menuang minuman itu pada sebuah jambangan di atas
perapian. Tentu saja dia harus berpura-pura telah minum minuman bercampur obat
itu. Efeknya tidak kelihatan seketika tetapi perlahan-lahan. Tuan Eversleigh
memulai ceritanya dan Tuan Thesiger mula-mula menyangkal tuduhan itu. Tetapi
begitu dia melihat (dikiranya melihat) pengaruh obat itu pada Tuan Eversleigh,
dia mengakui segala perbuatannya dan mengatakan bahwa Tuan Eversleigh adalah
korbannya yang ketiga. "Ketika Tuan Eversleigh hampir pingsan, Tuan Thesiger membawanya masuk mobil.
Tanpa sepengetahuan Tuan Eversleigh, Tuan Thesiger tentunya telah menelepon Anda
dan dia memberi saran yang bagus agar Anda pamit mengantar Nona Wade.
"Tak ada orang lain yang tahu bahwa dia menelepon Anda. Nanti, kalau mayat Anda
ditemukan di sini, Nona Wade pasti bersumpah bahwa Anda telah mengantarnya
pulang - dan bahwa Anda pergi sendirian ke London.
"Tuan Eversleigh melanjutkan peranannya sebagai orang tak sadar diri. Begitu
keduanya meninggalkan Jermyn Street, salah seorang anak buah saya masuk dan
mencari campuran whisky soda itu. Setelah diperiksa ternyata cairan itu
mengandung hydrochlorida morphia yang cukup banyak untuk membunuh dua orang.


Misteri Tujuh Lonceng The Seven Dials Mystery Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mobil Tuan Thesiger diikuti polisi. Tuan Thesiger ternyata pergi ke sebuah
lapangan golf yang terkenal di luar kota dan memamerkan dirinya beberapa menit
untuk membuat alibi bila diperlukan. Dia meninggalkan mobil dengan Tuan
Eversleigh di dalamnya di pinggir jalan yang agak jauh. Setelah itu barulah dia
ke Tujuh Lonceng. Ketika dia melihat Alfred pergi, dia pun memarkir mobil ke
dekat pintu. Dia pura-pura bicara pada Tuan Eversleigh supaya Anda bisa
mendengarnya ketika meninggalkan mobil, lalu masuk rumah dan main sandiwara.
"Ketika dia berpura-pura pergi ke dokter, sebenarnya dia hanya membanting pintu
dan merayap ke lantai atas perlahan-lahan lalu bersembunyi di balik pintu. Nona
Wade kemudian membuat Anda naik ke atas dengan suatu alasan. Tentu saja Tuan
Eversleigh sangat terkejut ketika melihat Anda. Tapi dia berpikir sebaiknya
tetap berpura-pura pingsan. Dia tahu bahwa para polisi menjaga di luar dan dia
berpikir tak ada bahaya yang mengancam Anda secara langsung. Sedangkan dia
sendiri selalu bisa 'hidup kembali' kapan saja dia mau. Ketika Tuan Thesiger
meninggalkan pistolnya, dia pun merasa lebih aman lagi. Cerita selanjutnya - "
Battle memandang Bill, "Barangkali bisa Anda teruskan."
"Saya masih tetap terbaring di sofa ini. Berpura-pura mati, tapi waswas.
Kemudian saya mendengar seseorang turun berlari dari lantai atas dan Loraine
pergi ke pintu. Saya mendengar suara Thesiger tapi tidak tahu apa yang
dikatakannya. Saya mendengar suara Loraine, 'Bagus - semua lancar.' Lalu Jimmy
berkata, 'Tolong aku akan mengangkat dia ke atas. Agak repot memang, tapi aku
ingin agar mereka berdua bersama-sama. Kejutan buat Jam Tujuh.' Saya tak tahu
apa yang mereka bicarakan, tapi akhirnya mereka menyeret saya dengan susah payah
ke atas. Saya buat diri saya jadi berat sekali. Mereka melemparkan saya di sini.
Kemudian saya dengar Loraine berkata, 'Kau yakin semua beres" Dia tak akan sadar
lagi"' Dan Jimmy menjawab, 'Jangan takut. Aku memukulnya sekuat tenaga.'
"Mereka pergi dan mengunci pintu. Lalu aku membuka mata dan melihatmu di situ.
Bundle, aku tak akan pernah merasa sesedih waktu itu. Aku pikir kau mati."
"Aku rasa topiku ini menyelamatkan aku," kata Bundle.
"Ya, sebagian," kata Inspektur Battle. "Tapi juga karena tangan Tuan Thesiger
masih sakit. Dia tidak ingat akan hal itu. Kekuatannya hanya setengah saja.
Walaupun begitu kami juga merasa bersalah karena telah teledor menjaga Anda,
Lady Eileen." "Saya cukup kuat - dan beruntung," kata Bundle. "Yang sulit saya percaya adalah
Loraine. Dia begitu lembut."
"Ah!" kata Inspektur. "Pembunuh Pentonville yang menghabisi lima anak juga
begitu. Anda tak bisa melihat kulitnya saja. Darah kotor mengalir dalam tubuhnya
- ayahnya seharusnya melihat isi penjara lebih dari sekali."
"Anda sudah menangkap dia juga?"
Inspektur Battle mengangguk.
"Saya rasa dia tak akan digantung. Juri biasanya berhati lembut. Tapi si Jimmy
itu tak akan lepas. Belum pernah saya bertemu penjahat bejat dan tak berperasaan
seperti itu." "Dan sekarang - kalau kepala Anda tidak terlalu pusing, bagaimana kalau kita makan
di restoran kecil situ untuk merayakan kemenangan ini?"
Bundle langsung setuju. "Saya lapar sekali, Inspektur Battle. Di samping itu," Bundle memandang
berkeliling, "saya kan harus mengenal teman-teman saya."
"Hidup Tujuh Lonceng!" kata Bill. "Hore! Kita perlu sampanye. Bisa kita dapat di
situ, Battle?" "Tak ada yang perlu Anda resahkan, Tuan. Semua beres."
"Inspektur Battle," kata Bundle. "Anda memang luar biasa. Sayang Anda telah
menikah. Karena itu saya harus puas dengan Bill."
Bab 34 LORD CATERHAM MEMBERI RESTU
"AYAH," kata Bundle. "Aku punya kabar buruk. Ayah akan kehilangan aku."
"Nonsens," kata Lord Caterham. "Jangan cerita bahwa kau menderita sakit jantung
atau apa. Aku tak akan percaya."
"Aku tak bicara soal kematian, tapi perkawinan."
"Sama buruknya. Aku rasa aku harus memakai pakaian adat ketat yang tak enak itu.
Dan Lomax barangkali menganggap perlu menciumku di gereja."
"Ya, ampun! Ayah pikir aku mau kawin dengan George, ya?" seru Bundle.
"Lho, kan itu yang terjadi terakhir kali aku melihatmu?" kata ayahnya. "Kemarin
pagi, kan." "Aku akan menikah dengan orang yang seratus kali lebih baik dari George," kata
Bundle. "Kuharapkan begitu. Aku yakin. Tapi siapa tahu. Karena aku rasa kau tidak selalu
benar menilai karakter seseorang. Kau bilang bahwa Thesiger adalah pemuda riang
yang tidak efisien. Sayang aku belum pernah bertemu dia. Aku pikir aku perlu
segera menulis riwayat hidupku - dengan sebuah bab khusus tentang pembunuhpembunuh yang pernah kutemui - sayang... karena kesalahan teknis aku jadi belum
pernah bertemu pemuda pembunuh itu."
"Jangan aneh-aneh, Yah. Ayah kan tahu kalau Ayah sudah tak punya energi untuk
menulis riwayat hidup atau apa pun."
"Aku tak akan menuliskannya sendiri," kata Lord Caterham. "Aku bertemu dengan
seorang gadis yang menarik yang pekerjaannya adalah menulis hal-hal seperti
itu." "Jadi apa yang akan Ayah lakukan?"
"Oh, hanya memberikan beberapa fakta setengah jam tiap hari. Tak lebih dari
itu." Setelah berhenti sebentar, Lord Caterham melanjutkan, "Gadis itu amat
manis - tenang dan simpatik."
"Ayah," kata Bundle. "Aku merasa bahwa tanpa aku Ayah akan terancam bahaya."
"Bahaya tertentu cocok untuk orang tertentu," kata Lord Caterham.
Dia melangkah pergi, kemudian berhenti dan berbalik.
"O ya, Bundle. Kau akan menikah dengan siapa?"
"Wah, aku sedang berpikir, kapan kira-kira Ayah menanyakan hal itu. Aku akan
menikah dengan Bill Eversleigh."
Si Egois berpikir sejenak. Kemudian dia mengangguk puas.
"Bagus sekali," katanya. "Dia baru tingkat pemula untuk main golf, kan" Kami
bisa main bersama dalam Pertandingan Musim Gugur nanti."
Scan & DJVU: k80 Konversi, Edit, Spell & Grammar Check:
clickers http://facebook.com/epub.lover
http://epublover.blogspot.com
(Pengeditan HANYA dengan metode pemeriksaan Spell & Grammar, bukan full-edited)
Titisan Darah Terkutuk 1 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Pedang Tetesan Air Mata 1

Cari Blog Ini