di dalam rumah" Sebagai Fluffer, aku bebas berkeliaran tanpa dicurigai."
Aku belum memberitahu teman-temanku bahwa Visser Three menyuruh Chapman
membunuhku. Aku tahu tidak seharusnya aku menyimpan rahasia. Tapi kalau terus
terang, mereka takkan membiarkanku ke sana lagi.
Ternyata Cassie lebih peka dari yang lain.
"Tidak ada kejadian apa-apa selama kau di sana, Rachel?" ia bertanya sambil
melirik ke arahku. Cassie biasa melirik seperti itu kalau sedang menduga-duga
pikiran orang lain. "Aku memang agak ngeri," ujarku. "Tapi tidak ada apa-apa kok." Jawabanku memang
tidak sepenuhnya benar, tapi juga tidak bisa dibilang bohong.
Cassie merenung sejenak. Pandangannya menerawang. Dan tiba-tiba aku sadar apa
yang terjadi: Tobias sedang bicara dengannya.
Ia sedang menceritakan sesuatu. Cassie mengangguk-angguk. Tampaknya ia
menyetujui ucapan Tobias.
Tobias tidak tahu kejadian di ruang bawah tanah. Tapi ia tahu aku agak gelisah
ketika keluar dari sana. "Kita perlu mencari cara supaya ada yang bisa ikut dengan Rachel," kata Cassie.
"Bagaimana caranya" Kau mau jadi kutu supaya bisa menumpang di punggungku?"
tanyaku. Cassie cuma tersenyum dan angkat bahu. "Aku cuma bilang kau sebaiknya jangan
masuk sendirian." "Oke," ujar Jake. "Rachel akan ke sana lagi. Mudah-mudahan kita beruntung."
"Beruntung apa" Kita tidak pernah beruntung sejak kita lewat tempat pembangunan
dan bertemu si Andalite," sergah Marco.
"Mungkin sudah waktunya keberuntungan kita berubah," ujarku. "Aku akan kembali
ke rumah Chapman dan mencari jalan untuk membuat perhitungan dengan kaum Yeerk."
"Sama saja," sahutku. Yang lain pasti heran, karena tidak tahu dengan siapa aku
bicara. Chapter 16 ANGIN kencang dan awan hitam membuat suasana malam semakin gelap dan mencekam.
Sori, sudah lama aku ingin menulis kalimat seperti ini. Tapi anginnya memang
kencang dan langit pun tertutup awan badai.
"Mana Jake?" aku bertanya ketika kami berkumpul di ujung jalan, di seberang
rumah Chapman. Cassie dan Marco mengenakan jas hujan, meskipun hujan belum
turun. Tobias bertengger di dahan pohon di atas kami. Ia berusaha menjaga
keseimbangan sementara angin bertiup cukup kencang.
"Jake dilarang keluar," ujar Marco. "Dia dimarahi ayahnya."
"Kenapa?" "Mana kutahu?" balas Marco sengit. "Orangtua memang suka aneh-aneh."
Aku menggigit bibir. Entah kenapa, aku jadi lebih gugup karena Jake tidak ikut.
Angin yang menderu-deru di antara dahan-dahan pohon juga tidak membantu
membuatku lebih tenang.
dengan mereka." Aku menarik napas dalam-dalam. "Oke, rupanya kita tidak bisa
selalu sama-sama. Jadi biarpun Jake tidak ikut, rencana harus jalan terus."
Aku melirik ke arah Cassie. Ia tersenyum simpul. Pasti ada sesuatu, tapi aku
tidak sempat menyelidiki.
seketika ia terangkat angin.
Aku memperhatikannya melayang-layang sampai tubuhnya menghilang ditelan
kegelapan malam. Setelah beberapa saat kami melihat sesuatu melesat kencang di langit.
Perasaanku tidak menentu. Aku gugup, gelisah, ngeri. Semua terasa janggal malam
ini. Tapi anehnya, aku yakin aku akan jauh lebih tenang setelah berubah wujud.
Aku memusatkan pikiran. Hujan mulai turun ketika ekorku baru tumbuh. Dan pada
saat aku sudah merangkak di jalan, dikelilingi tumpukan bajuku, hujan pun
bertambah deras. "Oh, bagus," komentar Marco sebal. "Ini semakin asyik saja."
Cassie jongkok di sampingku. Sebenarnya ia tidak terlalu tinggi, tapi
dibandingkan seekor kucing, setiap manusia seperti monster raksasa.
"Hati-hati, Rachel," Cassie memperingatkan. Kemudian ia membelai-belai
punggungku. Aku hendak menyingkir, tapi Cassie tetap memegang punggungku selama
beberapa detik. Lalu ia bangkit sambil tersenyum misterius.
Perhatianku segera beralih. Kucing memang tidak terlalu peduli pada manusia,
kecuali kalau ditawari makanan.
Kucing tidak suka hujan. Tadinya kupikir karena kucing takut basah. Ternyata
bukan. Kucing tidak suka hujan karena semua bau-bauan terhapus. Dan tanpa baubauan, kucing jadi bingung dan gelisah. Selain itu, gemercik hujan juga
menyebabkan berbagai bunyi penting jadi sulit terdengar.
Hujan bagi kucing seperti kegelapan bagi manusia. Seluruh dunia jadi
membosankan. Karena itulah aku lari ke pintu kucing. Aku sudah tak sabar mencium bau-bauan
dan mendengar bunyi-bunyi yang sangat kukenal.
Paling tidak, begitulah perasaan Fluffer. Aku sendiri - aku yang asli, maksudnya masih heran kenapa Jake tidak muncul. Aku juga bertanya-tanya apakah ini semacam
pertanda buruk. Seakan misiku kali ini sudah ditakdirkan gagal.
Aku sudah biasa keluar-masuk rumah keluarga Chapman, baik sebagai kucing maupun
sebagai manusia. Dan aku pun sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi.
Terakhir kali Visser Three menghubungi Chapman tepat pukul delapan. Kalau itu
jadwal tetap mereka, aku datang tepat pada waktunya.
Chapman sedang duduk di sofa, persis seperti saat itu. Dan seperti dugaanku,
pukul delapan kurang tiga menit ia berdiri dan pergi menuju ruang bawah tanah.
Aku harus ikut turun, itulah inti rencanaku. Aku masih ingat tata letak ruang
rahasia kecil di bawah. Aku masih ingat mejanya yang aneh. Kalau saja aku bisa
mengikutinya tanpa ketahuan, lalu bersembunyi di bawah meja itu, aku akan
terlindung dari pandangan Chapman dan hologram Visser Three.
Masalahnya, supaya rencanaku berhasil, Chapman tidak boleh tahu aku
membuntutinya. Ia menuju ke pintu ruang bawah tanah. Aku berjalan tepat di belakang Chapman.
Aku harus selalu berada di dekat kakinya. Dengan cara itu ia tidak bisa
melihatku. Tapi aku harus hati-hati. Kalau sampai Chapman berhenti mendadak,
bisa-bisa aku menabraknya. Dan itu aneh bagi seekor kucing.
Ia terus berjalan. Aku terus mengikutinya.
Ia menuruni tangga. Hmm, bagian ini mestinya lebih mudah. Orang biasanya sibuk
memperhatikan langkah mereka saat menuruni tangga. Mereka tidak menoleh dan
melihat ke belakang. Tapi kalau sampai aku bersuara, atau membuat gerakan yang salah, buyarlah
rencanaku. Kami sampai di bawah. Tiba-tiba Chapman berhenti. Aku melompat ke balik sofa.
Chapman memandang berkeliling seakan-akan mendengar sesuatu. Atau mungkin juga
ia merasa ada sesuatu yang aneh.
Seketika aku berhenti. Aku diam seperti patung.
Chapman menuju ke pintu. Aku kembali mengikutinya.
Jantungku nyaris copot. Ekorku langsung tegak. Bulu di punggungku langsung berdiri.
Hampir saja aku melompat karena kaget.
Chapman berhenti. Aku hampir menabrak kakinya. Kaki kirinya bergerak. Aku
mengelak. Ia mundur sedikit. Aku menghindar.
Jake" Chapman membuka pintu ruang rahasia. Ia melangkah masuk.
Aku menyelinap di antara kakinya yang besar. Seandainya ia menoleh ke bawah...
Untung saja ia tidak menoleh. Ketika ia membalik untuk menutup pintu, aku cepatcepat berlari ke bawah meja dan bersembunyi di sudut yang gelap.
Aku menarik napas lega. Semua berjalan sesuai rencana... sampai saat ini.
Tapi aku malah kesal.
Chapman duduk di kursinya. Ia menjulurkan kaki ke bawah meja. Aku buru-buru
menyingkir agar jangan sampai tertendang.
Mataku terpaku pada kaki Chapman. Kucing memiliki daya konsentrasi luar biasa.
Aku memusatkan pikiran pada kedua kaki yang hampir sama besarnya denganku.
Jangan sampai aku tersenggol.
Itulah kuncinya supaya aku selamat.
Chapter 17
hangat. Dan kayaknya... kayaknya aku bisa tahu di mana ada darah. Cuma itu. O
ya, aku juga bisa merasakan gerakan. Misalnya waktu bulumu berdiri tegak tadi,
aku tahu ada sesuatu yang terjadi.>
Aku, ehm... aku malah hampir tidak merasakan perubahan apa-apa, soalnya kutu
tidak punya kesadaran seperti binatang-binatang lain. Tadinya aku memang sempat
waswas. Tapi waktu Cassie, Marco, dan aku mencobanya...>
ia ingin menaruh Jake ke punggungku.
Aku menghela napas. Sebenarnya enak sih kalau kita punya teman-teman yang penuh
perhatian. Tapi di pihak lain, gara-gara Jake aku hampir menabrak Chapman. Lagi
pula, aku jadi merinding membayangkan Jake sebagai kutu yang merayap-rayap di
buluku. Tiba-tiba seluruh ruangan terang-benderang. Hologram Visser Three muncul.
Aku terdiam sejenak. Hmm, apa boleh buat. Cepat atau lambat aku toh ketahuan
juga.
aku prajurit Andalite yang sedang menyamar.>
Jake tidak segera menyahut. Menurutku ia sedang berusaha menahan keinginan untuk
membentakku. Ternyata ia gagal.
Tapi Chapman sudah bicara sebelum aku sempat berkata apa-apa. "Selamat datang,
Visser. Iniss dua dua enam dari kolam Sulp Niaar menundukkan kepala di
hadapanmu. Semoga engkau senantiasa diberkahi sinar Kandrona."
"Kau juga," jawab Visser Three singkat. "Laporanmu."
"Aku mendapatkan empat induk semang sukarela lagi, Visser," ujar Chapman. "Dua
di antaranya anak-anak yang direkrut The Sharing. Satu dari kedua orang dewasa
agen FBI, semacam petugas polisi. Dia mungkin sangat..."
"TOLOL!" suara tiruan Visser Three bernada datar, namun tetap sarat kemarahan.
"Bukan itu yang ingin kudengar! Bagaimana dengan para bandit Andalite?"
"Visser, apa lagi yang bisa kulakukan...?"
"Mereka memakai binatang Bumi untuk menyerang kita," ujar Visser. "Mereka
menjelma menjadi binatang bumi yang berbahaya. Cari tahu bagaimana mereka bisa
berubah seperti itu. Para penasihatku bilang binatang-binatang yang mereka tiru
termasuk langka di kawasan ini."
"Baik, Visser. Aku takkan gagal."
"Ya, jangan bikin aku kecewa. Dan masih ada masalah lain. Kita butuh enam
Pengendali-manusia lagi untuk ditugaskan sebagai penjaga. Penjagaan di
sekeliling Kandrona harus diperketat."
Sekonyong-konyong kaki Chapman bergeser. Ujung sepatunya mengenai tulang
rusukku. "Mrrrrraaaaoowwww!"
Chapman mendorong kursinya menjauhi meja. Ia menerobos hologram Visser Three.
Sepintas keduanya tampak menyatu.
"Ada apa?" tanya Visser Three.
Chapman menatapku sambil mendelik. Sorot matanya berapi-api.
Telingaku merapat ke kepala. Aku mengeluarkan cakar dan memperlihatkan taring.
"Kucing itu lagi, Visser," sahut Chapman. Nada suaranya kesal bercampur ngeri.
Visser Three mendesis-desis.
"Bukankah kau sudah kusuruh membunuh makhluk itu, Iniss dua dua enam?"
"Tapi Visser...," Chapman memprotes.
"Diam. Ini justru kebetulan," Visser Three menyela. "Sekarang sudah jelas kucing
ini memang salah satu bandit Andalite."
"Kita tak perlu lagi mencari-cari mereka," kata Visser Three.
"Salah satu dari mereka sudah ada di sini."
"Apakah aku perlu membunuhnya?" tanya Chapman.
"Jangan. Jangan dibunuh. Tangkap saja. Tangkap sebelum dia sempat menjelma
kembali menjadi Andalite. Aku akan memaksanya mengatakan di mana teman-temannya
bersembunyi! Sudah lama aku tidak menyiksa prajurit Andalite yang gagah. Tapi
aku tahu cara menangani mereka. Tangkap dia dan serahkan padaku!"
Chapman tidak berani membantah.
Chapter 18 CHAPMAN merentangkan tangan dan melompat maju untuk menangkapku.
Aku terperangkap! Tak ada jalan keluar. Aku tidak mungkin membuka pintu dan
lari, ke atas. Terperangkap!
Tak ada yang bisa kulakukan selain menyerah.
Tapi dalam hal ini Fluffer dan aku sependapat: kami pantang menyerah.
Cakarku siap menyambar. Mataku terbuka lebar-lebar. Telingaku merapat ke kepala.
Gigi taringku yang seruncing jarum siap menggigit. Semua ototku menegang.
Gerak-gerik Chapman seakan bertambah lamban. Aku seperti sedang menonton adegan
lambat dalam film. Indra kucingku tengah bekerja keras, sehingga segala sesuatu
berkesan lebih pelan. Hanya aku yang bergerak dengan kecepatan normal.
Kuayunkan cakar. Dan seketika aku melihat tiga goresan merah pada punggung
tangan Chapman. Aku mencium bau darah.
"Ahhhh!" Chapman meraung sambil melangkah mundur.
"Tangkap dia!" seru Visser Three.
Chapman pasang tampang kencang. Ia maju lagi. Aku terpojok.
Tak ada jalan keluar. Cakarku kembali menyambar. Chapman memekik kesakitan.
Aku terus mencakar tangan dan lengannya.
Chapman mencengkeram pinggangku. Naluri kucingku langsung berontak diperlakukan
seperti itu. Tanpa pikir panjang aku pun mulai main kasar. Dengan cakar dan taring,
Animorphs - 2 Aksi Penyelamatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kulancarkan serangan menggebu-gebu. Dalam sekejap tangan Chapman sudah
berlumuran darah. "Bukan main! Binatang hebat!" ujar Visser sambil berdecak kagum. Ia memberikan
petunjuk kepada Chapman. "Cepat, putar badannya. Lalu jepit dia dengan tanganmu.
Ya, begitu." Seranganku yang bertubi-tubi membuahkan hasil. Chapman benar-benar kubuat
menderita. Namun betapapun gigihnya perlawananku, aku tetap tak berdaya menghadapi lawan
yang jauh lebih besar daripada aku.
Berkat petunjuk Visser Three, Chapman berhasil mendekapku erat-erat sehingga
kaki depanku tidak bisa bergerak. Dan dengan tangannya yang satu lagi, ia meraih
kaki belakangku. Tak ada yang bisa kulakukan selain menggigit.
Aku menggigitnya. Berkali-kali. Tapi aku tidak sanggup membunuhnya. Aku tidak
sanggup menghentikannya. Ketakutan Chapman terhadap Visser Three mengalahkan
rasa sakit akibat gigitanku.
"Tahan dia sampai aku datang," ujar Visser Three penuh semangat. "Bawa dia ke
tempat pendaratan terdekat. Aku akan menjemputnya di sana."
"Visser, bagaimana kalau... Aduh...! Bagaimana kalau dia kembali ke wujud
Andalite?" "Kau punya senjata. Bunuh saja kalau dia mencoba berubah ke wujud aslinya."
"Baik.... Ahhh! Binatang busuk! Baik, Visser. Aku segera ke sana."
"Bandit Andalite ini akan kuberi pelajaran. Dan bawa anak perempuan itu
sekalian." "Ehm... Melissa?" tanya Chapman.
"Kesabaranku sudah habis. Karena dialah mata-mata Andalite ini berhasil
menerobos masuk ke rumahmu. Aku sudah memilihkan Yeerk untuknya. Bawa dia
bersama si Andalite. Jangan coba-coba membangkang, Iniss dua dua enam. Patuhi
perintahku. Kalau tidak, siap-siaplah menghadapi sang Vanarx."
Hologram Visser Three menghilang. Serta-merta Chapman melemparku. Dengan gesit
aku memutar badan di udara sehingga kakiku menghadap ke bawah. Aku jatuh ke
lantai dan menggelincir.
Ketika aku bangkit lagi, Chapman sudah membuka laci di mejanya. Tangannya yang
berlumuran darah mengeluarkan benda kecil yang sudah pernah kulihat sebelumnya.
Pistol sinar Dracon. Chapman mengarahkan senjatanya padaku. Tangannya bergetar. Wajahnya berkedutkedut. Setiap kali ia mengejang, senjata di tangannya ikut bergetar. Tapi aku
tahu tembakannya takkan meleset seandainya aku mencoba bergerak.
Visser Three.>
Chapman membuka pintu sedikit. "Ayo, kemari! Cepat!" ia berseru ke atas.
Aku memandang ke arah pintu itu.
Chapman menyeringai. "Coba saja, Andalite. Ayo, coba kau lari, kalau kau ingin
tubuhmu hangus terbakar."
Aku mengurungkan niatku. "Kau telah membuatku repot," kata Chapman. "Induk semangku akan berontak kalau
aku menyerahkan anak perempuannya kepada Visser Three. Kau tahu betapa repotnya
menghadapi induk semang yang tidak mau bekerja sama" Hah, tentu saja kau tidak
tahu. Tapi percayalah, Andalite: aku takkan segan-segan membunuhmu."
Mrs. Chapman muncul di pintu. "Ada apa?"
"Kucing ini sebenarnya salah satu bandit Andalite yang berubah wujud. Visser
Three menginginkannya. Ambilkan kurungan yang biasa kita pakai untuk membawanya
ke dokter hewan." Mrs. Chapman mengangguk dan naik lagi.
Perasaanku kacau-balau. Gara-gara aku, Melissa akan jatuh ke tangan kaum Yeerk.
Aku telah gagal. Gara-gara aku semuanya jadi kacau.
Mrs. Chapman muncul kembali dengan membawa kurungan. Ia membuka pintu.
"Cepat masuk," Chapman menghardik.
Aku tidak beranjak dari tempatku.
"Masuk," ia berbisik dengan nada mengancam. "Masuk atau kau kuhabisi sekarang
juga." Tampaknya ia sungguh-sungguh. Aku masuk ke dalam kurungan. Mrs. Chapman menutup
pintu dan menguncinya. Chapman menyambar kurungan itu dan membawaku ke atas.
"Cepat," ia menghardik istrinya, "bawa... uh!"
Aku mengintip melalui celah di sisi kurungan dan melihatnya terhuyung-huyung.
Wajahnya berkedut-kedut. Tampaknya ia sulit mengendalikan gerak mulutnya.
"Bawa... anak... perempuan... itu," ia berkata sambil mengertakkan gigi.
Mrs. Chapman hendak melaksanakan perintah itu, tapi tahu-tahu Chapman memekik.
"Oh! Uhh!" Ia jatuh berlutut. "Dia... uhh... dia membangkang...."
"Pemberontakan induk semang," gumam Mrs. Chapman. Ia tampak ngeri tapi sekaligus
terpesona. Kemudian, tiba-tiba saja, tangan kirinya menampar wajahnya sendiri.
"Ahhh! Induk semangku juga melawan."
"Hentikan, Chapman," ujar Chapman. "Hentikan atau kau kuhancurkan! Jiwamu akan
kulumat habis! Kau tak mungkin menang. Belum pernah ada induk semang yang
menang." Tapi Chapman yang asli belum menyerah.
Adegan yang terjadi di depan mataku sungguh mengerikan. Tapi aku tak sanggup
mengalihkan pandangan. Orang yang tidak mengerti duduk perkaranya pasti akan
mengira wakil kepala sekolah kami dan istrinya sudah gila.
Chapman sibuk bicara sendiri. Tubuhnya kejang-kejang, dan ia belum bisa berdiri
dari lantai.
kepala mereka berusaha mengatasi perlawanan. Ini benar-benar ajaib!>
"Aaaarrrrgh!" Chapman mengerang. Sekonyong-konyong ia bangkit. "Aku akan menang,
Chapman. Kau tak sanggup melawanku!"
Dan memang benar. Chapman yang asli tampak tak berdaya. Perlahan tapi pasti
Iniss dua dua enam kembali memegang kendali.
Begitu pula yang terjadi dengan Mrs. Chapman. Yeerk di dalam kepalanya memaksa
Mrs. Chapman melepaskan tangan dari lehernya.
Suami-istri Chapman tampak lesu.
Chapman menatap istrinya. Atau lebih tepatnya, Yeerk di dalam kepala Chapman
menatap tubuh yang dikuasai Yeerk lain. Kini aku tak lagi melihat Chapman
semata-mata sebagai Chapman. Aku telah melihat bukti nyata bahwa ada dua makhluk
di dalam dirinya. Aku bahkan tahu bagaimana rasanya bila ada makhluk lain menumpang dalam diriku.
Aku pernah mengalaminya ketika aku harus berjuang keras untuk meredam naluri
cecurut. Sama seperti Yeerk di dalam kepala Chapman kini harus berjuang untuk
menguasai otak induk semangnya.
Chapman berkata, "Dia sudah bisa kukendalikan."
Mrs. Chapman mengangguk. "Kaum manusia ini betul-betul gigih kalau membela anakanak mereka." "Dan mereka pantang menyerah. Setelah ini induk semangku pasti akan memanfaatkan
setiap kesempatan untuk menyerangku. Penyamaranku bisa terbongkar. Padahal
setiap hari aku harus hadir di sekolah. Untuk sementara induk semangku memang
kehabisan tenaga, tapi dalam beberapa hari dia pasti akan bertingkah lagi,"
Chapman berkata dengan nada geram. "Dia tidak bodoh. Dia tahu dia pasti kalah...
dia tahu tenaganya semakin terkuras setiap kali dia membangkang, dan bahwa cepat
atau lambat aku akan keluar sebagai pemenang."
Mrs. Chapman menendang kurunganku, seakan-akan semuanya salahku. "Dia tidak
perlu menang. Dia tinggal menunggu tibanya pertemuan dengan para wakil orangtua
yang duduk di dewan sekolah. Kalau dia menyerang pada saat itu, kau pasti akan
disangka sudah tidak waras."
Chapman pucat pasi. Ia melirik jam tangannya. "Aku harus menyerahkan Andalite
ini kepada Visser Three. Mudah-mudahan... mudah-mudahan dia mau mengerti."
"Cepat, berangkatlah," kata Mrs. Chapman kepada suaminya.
Chapman meraih kurungan tempat aku disekap. Terburu-buru ia melangkah keluar.
Kurunganku mebentur kusen pintu.
"Daddy" Daddy" Ada apa, sih?"
Rupanya Melissa. Ia berdiri di seberang ruang duduk. Aku tidak melihatnya
datang. Sudah berapa lama ia di sini" Moga-moga ia tidak mendengar percakapan
orangtuanya. Kalau dengar, ia tidak punya harapan lagi.
Chapman tidak menjawab. Ia terus berjalan ke pintu depan. Tampaknya ia tidak
peduli pada hujan yang masih turun.
"Daddy" Itu Fluffer, ya?"
"Daddy?" Suara Melissa kini bernada cemas. Ia berlari mendekat. Chapman
mempercepat langkahnya. Chapman yang asli turut membantu. Ia sadar betul
keadaannya akan bertambah parah kalau Melissa ikut.
"Fluffer!" Melissa memanggil.
Harapanku tinggal satu.
"Fluffer! Fluffer mau dibawa ke mana, Daddy" Jangan, Daddy! Jangan!"
Chapter 19 KAMI keluar lewat pintu depan. Melissa menangis tersedu-sedu. Jake bertanya apa
yang terjadi. Chapman berjalan secepat mungkin. Melissa mencengkeram lengan
ayahnya. Kurunganku berayun-ayun.
"Daddy, Fluffer jangan dibawa. Jangan dibawa! Dia mau dibawa ke mana?"
Mobil Chapman. Aku melihatnya di depan garasi. Kami sudah hampir sampai ke sana.
Sekonyong-konyong terdengar bunyi desis melengking tinggi. Bagaikan peluru ia
melesat melintasi pekarangan. Fluffer yang asli.
Kucing itu berlari seakan-akan semua monster di dunia sedang mengejarnya.
Kegelapan malam menyebabkan orang tidak bisa melihat apa yang membuat Fluffer
begitu ketakutan. Tapi dengan mata kucingku aku bisa melihat semuanya dengan
jelas. Tobias meluncur rendah di atas permukaan tanah, bagaikan bayangan
kematian. Rupanya Fluffer mengenali kurungannya. Ia segera mendekat dan mengorek-ngorek
dinding plastiknya. Lalu Fluffer McKitty melihat sesuatu yang tak pernah dibayangkan olehnya.
Fluffer melihat dirinya sendiri.
Bagiku kejadian itu tak kalah anehnya. Otak kucing di dalam kepalaku benar-benar
bingung. Bau kucing di luar kurungan itu persis sama dengan baunya sendiri.
Tidak masuk akal. Kemudian otak manusiaku menyadari ada luka kecil di kepala
Fluffer. Rupanya Tobias sempat menggigitnya supaya ia bergerak ke arah yang
benar. "Fluffer?" tanya Melissa. "Tapi...." Ia berusaha mengintip ke dalam kurungan.
Chapman langsung bertindak. "Bukan, Sayang," katanya. "Ini bukan Fluffer. Ini
kucing lain yang masuk ke ruang bawah tanah. Dad akan membawanya ke tempat
penitipan hewan, supaya dia bisa dijemput pemiliknya."
"Tapi kenapa Dad tidak bilang dari tadi?"
Chapman tampak bingung. "Dad... Dad tidak mendengarmu tadi."
Melissa mundur seakan-akan baru saja kena tampar. "Tapi Daddy, aku sampai
menangis." "Sori." Chapman angkat bahu. Ia menaruh kurunganku di bangku belakang mobilnya.
Kami berangkat. Aku menarik napas lega. Aku tahu Melissa masih terancam bahaya,
tapi paling tidak untuk sementara ia aman.
Tapi tampaknya ia tidak bisa mendengarku. Aku juga tidak bisa memandang keluar
jendela, sehingga aku tidak tahu apakah Tobias atau Marco atau Cassie ada di
sekitar sini.
Tak lama kemudian mobil Chapman mulai terguncang-guncang karena melewati jalan
rusak.
Mobil Chapman berhenti.
Aku tahu Jake ingin menolongku, tapi sikapnya yang keras kepala justru membuatku
marah.
berubah bentuk. Chapman pasti mengenaliku. Dan dengan mudah dia bisa tahu siapa
saja teman-teman akrabku. Lalu riwayat kita semua akan tamat. Padahal hanya kita
yang bisa menghentikan mereka. Ayo, Jake, kau tahu aku benar.>
Chapman turun dari mobil. Ia membuka pintu belakang.
"Waktunya bertemu Visser, Andalite. Kalian pasti akan bersenang-senang."
Chapman mengangkat kurunganku dari bangku belakang. Aku memandang keluar.
Aku tak sanggup meneruskan debat kusir dengan Jake. Perasaan ngeri mulai
menguasai diriku. Aku sudah bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Visser
Three terhadapku.
belakang sebelah kanan dan mulai menggaruk-garuk tubuhku.
Chapman membawa kurunganku ke tengah tempat pembangunan. Aku bisa melihat tanah
yang kami lewati. Aku bisa melihat semua bangunan yang baru setengah jadi. Aku
bisa melihat tempat dulu kami berlima meringkuk ketakutan ketika Visser Three
berubah menjadi monster dan menelan si pangeran Andalite.
Aku teringat teriakan terakhir si Andalite. Ia kalah bertempur melawan Visser
Three. Dan kini giliran aku yang kalah. Mungkin memang tidak ada harapan.
Mungkin perjuangan kami melawan kaum Yeerk memang sia-sia.
sampingku. Kami sama-sama memandang ke kegelapan.
Aku berusaha memastikan apakah Jake benar-benar sudah pergi.
Tak ada jawaban.
berpura-pura.
Animorphs - 2 Aksi Penyelamatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak ada jawaban. Rupanya ia benar-benar sudah pergi. Aku lega. Kalau Jake dan
kawanku yang lain selamat, Bumi tetap punya harapan.
Tiba-tiba terdengar bunyi benda besar melintas di udara. Aku merapatkan kepala
ke pintu kurungan dan memandang ke atas. Tiga pesawat sedang bersiap-siap
mendarat di tempat pembangunan.
Dua di antaranya lebih kecil, kira-kira seukuran karavan. Keduanya tampak
seperti serangga dan memiliki sepasang tombak berduri yang menjorok ke depan di
masing-masing sisi. Menurut si Andalite pesawat-pesawat itu disebut Bug Fighter.
Pesawat ketiga jauh lebih besar. Bentuknya seperti kampak perang. Warnanya serba
hitam, bentuknya serbaruncing. Tampaknya menyeramkan. Pesawat itu turun pelanpelan. Dan aku semakin ketakutan.
Bukan Fluffer yang ketakutan, melainkan aku, Rachel. Fluffer tidak mengerti
benda apa yang turun dari langit itu. Aku tahu. Aku sudah pernah melihatnya. Si
Andalite menyebutnya pesawat Blade.
Pesawat itu pesawat pribadi Visser Three. Pesawat itu serasa menyebarkan teror.
Aku bisa mencium bau keringat dingin yang membasahi kening Chapman.
Aku senang Chapman juga ngeri. Siapa tahu Visser Three akan menjelma sebagai
Vanarx dan mengisap Yeerk yang bercokol dalam kepala Chapman" Siapa tahu Chapman
yang asli sempat menikmati kebebasan selama beberapa detik sebelum menemui ajal"
Siapa tahu Yeerk yang menguasai Chapman akan dibuat menderita dulu sebelum
dihabisi oleh Visser Three"
Siapa tahu" Aku ketakutan, seperti ada cacing yang menggerogoti tubuhku dari dalam.
Membuatku patah semangat dan putus asa. Membuatku merasa kosong dan sendirian.
Pesawat Blade yang membawa Visser Three mendarat di antara dua bangunan setengah
jadi. Kedua Bug Fighter berhenti di kiri-kanannya. Pesawat-pesawat tersebut
tampak janggal di antara buldoser-buldoser dan derek-derek berwarna kuning yang
dibiarkan terbengkalai di tempat pembangunan. Alat-alat berat itu tampak seperti
mainan. Sementara pesawat-pesawat Yeerk itu tampak seperti senjata mematikan.
Aku benar-benar ngeri. Aku berusaha memanfaatkan keberanian sang kucing,
sikapnya yang masa bodoh. Tapi kemudian pintu pesawat Blade membuka. Dan segenap
keberanianku langsung lenyap.
Yang tersisa hanyalah perasaan takut yang amat sangat.
Chapter 20 BERTEMU langsung dengan Visser Three jauh lebih mendebarkan daripada melihatnya
sebagai hologram. Penampilannya sih sama sekali tidak seram. Paling tidak, kalau
ia sedang mengambil wujud Andalite seperti biasanya. Wujud Andalite memang aneh,
namun tidak bisa dibilang menakutkan.
Tapi aku pernah bertemu Andalite sungguhan. Dan aku langsung bisa merasakan
perbedaan antara Andalite asli dan makhluk keji bernama Visser Three. Pemimpin
Yeerk itu seakan-akan memancarkan cahaya kelam. Cahaya yang membuat pikiran kita
diselubungi kegelapan. Bahkan Chapman pun takut padanya.
Dua pengawal Hork-Bajir mengiringi Visser Three. Masing-masing membawa pistol
sinar Dracon, meskipun mereka tidak membutuhkannya. Hork-Bajir sendiri sudah
seperti senjata. Marco menyebut mereka mesin cincang berjalan. Tanduk-tanduk
melengkung menyembul dari kening, siku, dan pergelangan tangan mereka. Kaki
mereka mirip cakar elang, cuma jauh lebih besar. Kira-kira sebesar kaki
Tyrannosaurus. Tinggi badan Hork-Bajir lebih dari dua meter, dan mereka punya
ekor berduri. Si Andalite sempat memberitahu kami bahwa bangsa Hork-Bajir
bernasib naas karena telah diperbudak oleh kaum Yeerk. Sebenarnya mereka baik
hati. Tapi sukar dipercaya kalau melihat penampilan mereka yang begitu seram.
Kedua Hork-Bajir diikuti empat Taxxon. Taxxon berbentuk seperti kelabang dengan
badan sebesar tubuh orang dewasa, tapi dua kali lebih panjang. Sepertiga tubuh
kelabang itu berdiri tegak dengan kaki-kaki runcing bagaikan pasak baja di
bagian bawah, dan kaki-kaki yang lebih kecil namun dilengkapi capit di dekat
kepala. Kepalanya dilengkapi empat mata yang tampak seperti gumpalan agar-agar
berwarna merah. Di ujung kepala terdapat mulut bulat yang dikelilingi gigi kecil
namun runcing, berderet-deret.
Si Andalite bilang semua Taxxon sukarela menjadi induk semang. Mereka bersekutu
dengan kaum Yeerk. Para Hork-Bajir dan Taxxon sama-sama bertampang mengerikan. Tapi justru Visser
Three yang membuatku merinding.
Tanpa bantuan alat komunikasi hologram, Visser Three bicara seperti cara
Andalite. Ia bicara dengan memancarkan pikirannya, sama seperti kami kalau
sedang berubah wujud.
"Ya, Visser." Visser Three menghampiriku. Ia seperti makhluk gabungan antara rusa, manusia,
dan kalajengking. Mata utamanya menatapku.
Mata tambahannya memantau keadaan sekeliling. Ia merapatkan wajah ke pintu
kurungan. Aku bertatapan dengannya. Celah-celah hidungnya tampak membuka dan menutup
setiap kali ia menarik dan mengembuskan napas. Ia memicingkan mata agar dapat
melihat lebih jelas. Jarak di antara kami hanya beberapa sentimeter saja. Sebenarnya aku bisa
menjulurkan kaki depan melalui kisi-kisi pintu kurungan dan mencakar wajahnya.
Tapi aku terlalu ngeri. Aku serasa lumpuh karena takut. Aku tidak malu
mengakuinya. Aku memalingkan kepala karena tidak sanggup membalas tatapan
matanya.
Ini pertama kali salah satu dari kami disapa langsung oleh Visser. Suaranya
bergaung di dalam kepalaku. Nadanya keji dan mengancam. Suara itu penuh wibawa dan kebencian. Ketika ia menyebutku Andalite, aku hampir berseru, "Bukan, bukan,
Visser, aku bukan Andalite. Aku manusia. Manusia!"
Bisa kurasakan pikiranku digempur bertubi-tubi. Dan seketika aku sadar: aku
takkan sanggup bertahan saat diinterogasi. Kekuatan Visser Three sejuta kali
lebih besar dari kekuatanku. Ia makhluk mengerikan yang tak kenal ampun.
Sedangkan aku" Aku cuma anak perempuan konyol. Anak perempuan konyol yang
sebentar lagi celaka. Tapi di saat diriku seakan-akan mengerut di hadapan Visser Three, kurasakan
kesadaran baru yang mulai bangkit.
Aku tidak sendirian. Ada yang mendampingiku di dalam kepalaku. Makhluk yang
tidak kenal Visser Three. Fluffer. Fluffer bukannya tidak kenal rasa takut, tapi
ketakutannya berbeda dari ketakutanku. Fluffer takut burung pemangsa besar.
Fluffer takut anjing galak. Fluffer takut kucing jagoan. Tapi bagi Fluffer,
Visser Three tidak ada apa-apanya.
Saking paniknya, aku membiarkan kucing dalam diriku mengambil alih kendali. Aku
mundur, dan bersembunyi di balik naluri kucing.
Visser Three mengambil kurunganku dari tangan Chapman. Diangkatnya kurungan itu
sehingga ia lebih mudah melihat ke dalam.
Dan apa yang kulakukan" Apa yang dilakukan Fluffer" Ia menempelkan hidung
mungilnya ke kisi-kisi pintu dan mulai mengendus-endus.
Fluffer ingin tahu makhluk apa yang berdiri di hadapannya, dan untuk itu ia
perlu mencium baunya.
Aku sempat bingung mendengar ucapannya. Tapi kemudian aku sadar: yang ia maksud
adalah Jake. Jake menjelma sebagai harimau ketika kami menyerbu kolam Yeerk.
"Ya, memang," Chapman membenarkan. "Keduanya termasuk keluarga feline. Ini
anggota yang paling kecil."
Visser Three berkata padaku.
Aku harus bilang apa" Terima kasih"
Aku tetap diam. Aku berusaha mengosongkan pikiran. Aku takut Visser Three
langsung sadar aku bukan Andalite kalau aku mengatakan sesuatu. Kalau ia sampai
tahu aku manusia...teman-temanku yang lain juga dalam bahaya.
Aku harus bertahan dalam wujud ini.
Aku harus mati dalam wujud kucing agar rahasiaku tersimpan untuk selama-lamanya.
Visser Three menaruh kurunganku di tanah.
satu angkatan denganmu, bukan" Dia sedang menunggu di kapal induk. Jadi mana
anak itu"> "Visser... aku...," Chapman tergagap-gagap.
Kesan lemah lembut di wajah Visser Three mendadak lenyap. Kemudian ia bergerak
begitu cepat sehingga mata kucingku pun tidak mampu mengikuti gerakannya. Ia
mencengkeram leher Chapman. Ekor Andalite-nya melesat ke depan. Durinya yang
runcing berhenti tepat di depan wajah Chapman.
"T-t-tidak, Visser." Chapman gemetar tak terkendali. "Aku tidak mungkin
menentang perintahmu. Hanya saja... induk semangku. Chapman. Dia dan istrinya
berontak."
lebih tangguh daripada Andalite">
Situasinya semakin tidak menguntungkan bagi Chapman. Baik bagi Chapman yang
asli, maupun bagi Pengendali-manusia yang mengaku sebagai Chapman.
"Visser, aku... aku hanya melaporkan apa adanya. I-i-induk semangku bisa
kukendalikan. Tapi aku selalu berurusan dengan manusia. Aku menduduki posisi
penting dalam masyarakat mereka. Aku tidak boleh gemetaran atau kejang-kejang
karena ulah induk semangku. Kaum manusia menganggap itu gejala penyakit jiwa.
Aku bisa kehilangan kedudukanku. Dan kalau itu terjadi, aku tak lagi berguna
bagimu."
"Visser, induk semangku memohon diperkenankan bicara langsung denganmu," ujar
Chapman. Visser Three tampak ragu-ragu. Mata tambahannya memandang berkeliling, mencari
tanda-tanda bahaya. Aku ikut mengamati sekitarku. Aku tidak tahu seberapa tajam
mata Andalite dalam kegelapan. Tapi bagiku kegelapan malam bukan halangan.
Aku menoleh ke kiri-kanan. Aku bahkan tidak tahu apa yang kucari. Yang terlihat
olehku cuma para Hork-Bajir dan Taxxon, pesawat-pesawat Yeerk, serta gedunggedung setengah jadi dan alat-alat berat yang dibiarkan terbengkalai.
Tiba-tiba sesosok bayangan berkelebat, melintas di tepi pepohonan yang membatasi
tempat pembangunan. Gerakan zigzag, jenis gerakan yang paling jelas terlihat
oleh mata kucingku. Tapi ketika aku memusatkan perhatian ke arah itu, aku tidak
melihat apa-apa lagi. Hmm, mungkin cuma Hork-Bajir lain yang sedang patroli,
pikirku.
Perhatianku beralih kepada Chapman. Mula-mula tidak ada perubahan. Tapi kemudian
kaki Chapman mendadak tertekuk, seolah-olah tidak sanggup menopang badannya.
Ia berusaha bangkit lagi. Tapi kakinya tidak mau menurut. Aku melihat kakinya
tersentak-sentak setiap kali Chapman mencoba berdiri. Akhirnya ia menyerah.
"Fisher," ia bergumam. "Fisher Hree. Sor... Aku... sori. Visher. Visser. Visser
Three." Chapman yang asli sudah begitu lama tidak mengendalikan tubuhnya sendiri,
sehingga ia tidak ingat bagaimana caranya bergerak dan berbicara.
"Visser Three," ia berkata sekali lagi. Ucapannya pelan dan lambat.
bergabung dengan kalian. Istriku yang mau. Aku tetap menolak meskipun dibujukbujuk. Tapi... tapi istriku... waktu itu ia bukan lagi istriku, tentu saja."
Sekonyong-konyong Chapman mulai menangis. Aku melihat air matanya membasahi
pipi. "Istriku yang bukan lagi istriku... istriku yang sudah menjadi salah satu
makhlukmu... dia mengancam... mengancam akan menyerahkan putriku padamu."
Dengan susah payah Chapman mengangkat tangan untuk menyeka matanya. "A-aku telah
memaafkannya. Dia lemah. Dan kau memanfaatkan setiap kelemahan."
Salah satu Hork-Bajir mendekat. Ia membisikkan sesuatu kepada Visser, lalu
kembali menjauh. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Hork-Bajir itu. Mungkin ia
mengingatkan Visser Three agar mereka tidak lama-lama di sini.
"Oke," ujar Chapman. "Aku akhirnya mau jadi induk semang sukarela. Aku ber...
bersedia..." Ia seperti mau muntah. "Aku bersedia menyerahkan kebebasanku. Dan
menjadi Pengendali. Aku bersedia menerima makhluk kotor yang ada di dalam
kepalaku sekarang. Aku bersedia menjalani semua perintahmu... asal putriku tidak
diapa-apakan." Aku tersentak kaget. Mungkinkah Chapman menjadi Pengendali untuk menyelamatkan
Melissa" Mungkinkah ia melakukan pengorbanan yang begitu besar untuk
menyelamatkan putrinya"
dikendalikan.> "Anak itu - Melissa - dia bukan ancaman. Tapi..." Chapman kembali mencoba berdiri.
Ia menarik lututnya. Perlahan-lahan ia menegakkan badan. Dan akhirnya ia
berhasil bangkit, meskipun dengan susah payah.
"Anak itu bukan ancaman," ia mengulangi dengan nada lebih tegas. "Akulah yang
harus kautakuti." Chapter 21
Dengan sebelah tangan ia mendorong dada Chapman. Dorongannya pelan saja. Chapman
langsung jatuh ke belakang, tergeletak di tanah dengan tangan terentang.
Kepalanya hanya beberapa senti dari pintu kurunganku. Air mata membasahi
wajahnya. "Aku akan berjuang dengan sekuat tenaga kalau sampai terjadi sesuatu dengan
putriku. Aku takkan menyerah. Sampai kapan pun. Silakan tanya Yeerk-mu. Pasti
dia percaya. Dia mengenalku lebih baik daripada kau. Silakan tanya Iniss dua dua
enam, apakah aku akan membela putriku."
Chapman memejamkan mata. Air matanya mengering. Kemudian ia membuka mata lagi.
Ia segera bangkit dan melangkah ke hadapan Visser Three. Yeerk di dalam
kepalanya kembali berkuasa. Ia kembali menjadi Pengendali.
Sebelum ia berdiri, aku sempat melihat sesuatu yang membuatku tersentak kaget.
Arloji Chapman. Arloji di pergelangan tangannya menunjukkan pukul sembilan dua
delapan. Batas waktuku tinggal tujuh belas menit!
"Ya, Visser. Begitu pula istrinya. Dia tidak sekuat induk semangku, tapi dia
sempat mengendalikan sebelah tangannya. Mungkin dia memiliki kekuatan
tersembunyi yang tidak kita ketahui."
Ia terdiam sejenak. Aku bisa mencium bau ketakutan yang menyebar dari tubuhnya.
"Aku akan lebih berguna bila berada dalam induk semang sukarela. Tapi aku
hanyalah alatmu, Visser. Segala perintahmu akan kutaati."
dari sini. Jangan sampai kesabaranku habis.>
Chapman tidak perlu disuruh dua kali. Cepat-cepat ia naik ke mobilnya dan tancap
gas. Melissa selamat. Paling tidak untuk sementara.
ke pesawat Blade. Sebentar lagi aku akan berada di dalam pesawat Visser. Aku akan meninggalkan
Bumi. Masa depanku akan penuh penderitaan.
Moga-moga aku mati sebelum sempat mengkhianati teman-temanku.
Mrrrrraaaoww!" Aku melompat kaget di dalam kurungan.
Animorphs - 2 Aksi Penyelamatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pintu pesawat Blade membuka tanpa suara. Cahaya merah tua memancar keluar. Aku
melihat sejumlah Taxxon berdiri di depan semacam panel kontrol. Dan di dekat
pintu beberapa penjaga HorkBajir berkeliaran.
Sekonyong-konyong terdengar bunyi aneh. Otak kucingku tidak mengenali bunyi itu.
Tapi bagi otak manusiaku suara itu terasa akrab.
Bunyi kendaraan. Kendaraan berat. Seperti truk. Atau traktor. Atau...
Buldoser. Hork-Bajir yang membawaku juga melihatnya. Ia berlari masuk ke pesawat Blade dan
melempar kurunganku ke lantai. Kemudian ia berbalik dan menghampiri Visser Three
yang berdiri di ambang pintu.
dia. Yeeeee-haaaaah!> Melalui pintu pesawat yang terbuka aku melihat sebuah buldoser. Kendaraan itu
bergerak lamban. Tapi arahnya tepat menuju ke pesawat Blade.
Taxxon terdekat mengatakan sesuatu dengan bahasanya yang mendesis-desis.
Kedengarannya seperti "Ssssree shway sne'rp snerrrrup ssreet."
melesat ke depan. Seketika muncul luka menganga di tubuh si Taxxon. Aku melihat
lendir kuning-kehijauan mengalir dari uka itu.
Para Taxxon lainnya mendadak bersemangat. Semua mengayun-ayunkan tangan sambil
menggerak-gerakkan capit mereka.
Taxxon yang terluka memekik-mekik. Ketiga Taxxon lain bergegas menghampirinya.
Tanpa buang-buang waktu mereka mulai menggerogoti tubuh rekan mereka yang tak
berdaya. Suara buldoser di luar semakin keras. Visser Three berteriak-teriak memberi
perintah. Para Hork-Bajir menghambur keluar dari pesawat.
Lalu aku melihat sesuatu di salah satu sudut pesawat yang gelap, di belakang
para Taxxon yang sedang berpesta-pora. Ada sesuatu yang muncul begitu saja.
Sesosok tubuh manusia.
Visser Three benar-benar gusar. Aku bisa merasakan kemarahan yang terpancar dari
dirinya.
Di luar, dua Hork-Bajir membidik buldoser seberat lima ton yang sedang bergerak
maju dengan pelan tapi pasti.
Jake masih meringkuk di pojok, tapi ia sudah mulai berubah wujud lagi. Mata
kucingku melihat pola loreng yang muncul di tubuhnya. Warnanya hitam dan jingga.
Loreng harimau., Kini sudah waktunya aku beraksi. Aku memusatkan pikiran.
Dan dalam sekejap saja aku mulai merasakan perubahan. Kurungan tempat aku
disekap mendadak terasa sempit.
Buldoser di luar semakin dekat.
Taxxon yang sedang sekarat menjerit-jerit ketika dimakan hidup-hidup oleh rekanrekannya. Tiba-tiba aku melihat cahaya merah terang-benderang. Disusul bunyi mendesis. Dan
serta-merta buldoser itu lenyap. Aku menelan ludah. Marco! Cassie! Apakah mereka
selamat" Aku harus konsentrasi. Teriakan si Taxxon tak boleh kuhiraukan. Aku tidak boleh
memikirkan Cassie dan Marco. Aku harus mengendalikan proses metamorfosis yang
sedang berlangsung. Tidak usah berubah banyak. Aku tidak boleh berubah menjadi manusia. Manusia
utuh, maksudku. Aku menatap cakarku. Jari-jemari yang pendek dan gendut telah
bermunculan. Kukeluarkan jari melalui kisi-kisi pintu, dan aku berhasil meraih
kuncinya. Salah satu Taxxon menoleh. "Yeerss sreen ssseere!" makhluk menjijikkan itu
berseru sambil mengayun-ayunkan kaki ke arahku.
Visser Three langsung berbalik dan menatapku sambil mendelik. Tatapannya penuh
kebencian. Aku membuka pintu kurungan.
"Rmurrrawwwwfrr!" Tepat pada saat itu Jake melompat sambil menjulurkan cakarnya
yang besar. Aku menghambur keluar dalam wujud setengah kucing setengah manusia.
Jake menerkam Visser Thre dari samping.
Visser Three terjatuh. Ekornya menyambar, tapi meleset. Jake mengoyak-ngoyak
tubuh Visser Three dengan cakarnya yang jauh lebih besar dari cakarku.
lain yang lebih mendesak untuk dipikirkan.
Aku sulit bergerak dalam wujudku yang serba tanggung. Aku memusatkan pikiran
untuk kembali ke wujud kucing. Batas waktuku tinggal beberapa menit saja.
Jake terpaksa melepaskan Visser Three karena segerombolan Hork-Bajir bergegas
mendekat untuk menyelamatkan pemimpin mereka.
Kami langsung kabur. Aku telah kembali menjelma sebagai Fluffer. Aku bisa
berlari dengan kecepatan lima puluh kilometer per jam.
Masalahnya, para Hork-Bajir sanggup berlari lebih cepat dari itu.
Jake bahkan lebih cepat lagi, untuk jarak pendek. Ia mampu berlari cukup cepat
untuk mengalahkan para Hork-Bajir yang mengejarnya. Tapi ia tidak mungkin
meninggalkanku. Jake berbalik dan menerjang Hork-Bajir terdekat. Ia terbang di atasku. Tubuh
harimaunya membentuk bayangan besar berwarna hitam-jingga. Hork-Bajir yang
diterkamnya langsung jatuh.
Tapi aku masih dikejar Hork-Bajir lain. Hork-Bajir yang bisa lari lebih cepat
daripada aku. Aku mendadak bergerak ke kiri. Si Hork-Bajir melewatiku. Aku
mendadak berbalik, cakar-cakar kecilku menggores-gores tanah.
Si Hork-Bajir mencoba menyambarku tapi meleset.
Tapi ada lagi yang bergerak. Sesuatu yang besar. Tanah terasa bergetar....
Buldoser lain tampak bergerak maju. Marco dan Cassie telah menghidupkan buldoser
lain! Aku berlari ke bangunan setengah jadi yang paling dekat. Aku harus menyingkir.
Dan aku harus kembali ke wujud manusia.
Waktunya sudah habis. Dalam beberapa menit aku akan terjebak!
Aku melihat lubang gelap dan langsung melompat ke sana. Lubang itu menuju ke
semacam ruang bawah tanah yang rendah.
Kira-kira setengah meter di atasku terdapat lantai beton. Aku selamat!
Tempat itu aman dan cukup luas bagiku untuk menjelma kembali sebagai manusia.
Aku berusaha memusatkan pikiran. Di luar tempat perlindunganku terdengar geraman
dan teriakan makhluk asing. Aku mendengar bunyi mesin buldoser. Dan desis sinar
pistol Dracon. Aku harus segera jadi manusia lagi, kataku dalam hati. Waktuku tinggal beberapa
menit! Lalu terdengar bunyi berdebum yang sangat keras. Satu kali.
Dua kali. Kedengarannya seperti raksasa yang sedang mengentak-entakkan kaki.
Tiba-tiba raksasa itu berhenti. Aku terpaku di tempat. Aku tidak bisa berpikir,
apalagi berubah wujud. Braaaak! Pilar-pilar bersisik yang sekeras batu karang menembus lantai beton di
sekelilingku. Masing-masing sebesar batang pohon.
Kraaaak! Lantai di atasku terangkat, seolah hanya selembar kertas. Tempat persembunyianku
terbongkar. Aku terperangkap.
Monster yang seolah-olah terbuat dari batu karang menjulang di atasku. Tangannya
yang besar mencengkeram potongan lantai beton yang telah hancur.
Chapter 22 TAMATLAH sudah riwayatku. Semuanya akan segera berakhir. Tak ada satu pun
kekuatan di dunia yang sanggup menghentikan Visser Three dalam wujud seperti
ini. Tingginya enam meter. Setinggi tiang telepon. Ia berdiri dengan tiga kaki kokoh
yang masing-masing sebesar pohon redwood, salah satu jenis pohon terbesar di
dunia. Kepalanya kecil, hanya sebesar kepala manusia. Penampilannya menggelikan,
tapi apa yang dilakukannya sama sekali tidak membuatku tertawa.
Sepasang tangannya yang panjang sibuk menghancurkan lantai beton. Ia menusukkan
jari, menembus permukaan beton. Kemudian ia mencabut potongan-potongan lantai
dan melempar semuanya ke belakang.
Salah satu Hoyk-Bajir tertimpa potongan lantai. Makhluk itu langsung remuk. Tapi
Visser Three sudah tidak peduli lagi.
Aku berlari tunggang-langgang.
Braaaak! Sebelah tangan Visser Three menghantam tanah tepat di depanku. Aku melompat
mundur dan berbalik. Braaaak! Jalanku kembali terhalang oleh tangannya yang satu lagi.
Kucing dalam diriku pun sadar - tak ada harapan.
Visser Three menatapku dengan mata menyala-nyala. Direntangkannya kedua tangan,
seolah-olah membuat dinding di sekelilingku.
K-R-R-R-A-A-A-A-K! Visser Three terdiam. B-O-O-O-O-M! Aku segera melompat. Aku melompat ke atas dinding tembok. Aku melompat hampir dua meter, tegak lurus
ke atas. Dan percayalah, dalam keadaan panik seperti ini aku sanggup melompat
lebih tinggi lagi. Dari sudut mata aku melihat apa yang terjadi. Buldoser tadi telah menabrak salah
satu pesawat Bug Fighter. Dan pesawat tempur itu langsung meledak.
Aku berlari menyusuri puncak tembok. Lebarnya tak sampai sejengkal. Ini jauh
lebih sulit daripada meniti balok keseimbangan di tempat latihan senam. Tapi aku
tetap lari sekencang mungkin.
Aku sempat berharap kemarahannya akan membuatnya lupa padaku. Tapi langkahnya
yang berdebam-debam kembali terdengar.
Dengan dua langkah saja ia sudah berhasil mengejarku. Tangannya yang besar
menyambar ke arahku. Jarak ke permukaan tanah sekitar tiga meter, dan rongsokan berkarat tergeletak
di mana-mana. Tapi aku tidak punya pilihan. Tanpa pikir panjang aku melompat turun. Bendabenda logam yang tajam siap menyambutku. Sementara tangan Visser Three semakin
dekat. Tiba-tiba punggungku seperti ditusuk.
Aku tak lagi meluncur turun. Tubuhku malah terangkat ke udara.
Tobias!
Kami terbang ke arah pepohonan. Tobias harus berjuang mati-matian agar kami
tetap mengudara. Aku tahu tenaganya sudah nyaris terkuras habis.
Kami sampai di pepohonan. Tobias melepaskanku. Aku meluncur turun. Tapi ekorku
berputar-putar, sehingga aku tetap bisa menjaga keseimbangan. Cakarku segera
mencengkeram kulit pohon terdekat.
Aku sudah mulai berubah wujud ketika aku melompat turun dan mendarat di lapisan
daun cemara yang empuk. Melalui sela-sela batang pohon aku melihat Visser Three mengamuk. Para HorkBajir yang masih tersisa dicampakkannya bagaikan mainan. Para Taxxon hancur
lebur terinjak kakinya.
"Jake" Dan yang lainnya?" tanyaku. "Mereka juga selamat?"
itu dia tidak apa-apa. Cassie juga."
Tubuhku terkulai di tanah. Aku lolos. Aku selamat. Seharusnya aku gembira. Tapi
yang kurasakan cuma keletihan yang luar biasa.
Capeknya minta ampun. Chapter 23 AKU bertemu Melissa pada latihan senam berikutnya. Ia masih hidup. Masih bebas.
Aku berlagak acuh tak acuh pada waktu berganti baju. Juga pada saat pemanasan.
Tapi sebenarnya aku melirik ke arah Melissa ketika ia membuka locker dan
mengeluarkan amplop. Ia membukanya dan membaca kata-kata yang kutulis.
"Melissa, kasih sayang ayahmu padamu lebih besar daripada yang bisa
kaubayangkan. Dan lebih besar dari yang bisa diperlihatkannya. Tertanda,
seseorang yang tahu."
Kata-kata itu kucetak dengan printer, supaya Melissa tidak bisa mengenali
tulisan tanganku. Mungkin cuma perasaanku saja, tapi Melissa tampak lebih sungguh-sungguh sewaktu
berlatih. Mom menjemputku pulang. Sesampainya di rumah, aku menelepon teman-temanku. Sudah
beberapa hari kami tidak bertemu, sejak pertempuran di tempat pembangunan.
"Bagaimana keadaan Melissa?" tanya Cassie.
Aku angkat bahu. "Aku meninggalkan pesan untuknya."
Kuceritakan tentang surat itu. "Aku tahu perbuatanku bisa membahayakan, Jake.
Juga cengeng, seperti katamu, Marco. Tapi aku tidak peduli. Chapman sudah
mengorbankan jiwa dan raganya agar putrinya bisa selamat. Aku tidak bisa diam
saja." Jake mengangguk. "Tidak apa-apa. Moga-moga ada gunanya."
Cassie menatapku sambil tersenyum untuk memberitahuku bahwa ia bangga padaku.
Marco cuma geleng-geleng kepala, tanpa komentar.
"Hmm, kita berhasil menghancurkan satu pesawat Bug Fighter. Kita berhasil
membuat Visser Three kalang kabut. Dan..."
"...dan kita semua masih hidup," Marco menyambung.
"Ya, itu juga," Jake menimpali. Ia nyengir lebar. "Itu amat sangat penting."
"Lain kali kita akan...," aku mulai berkata.
"...lain kali?" seru Marco, pura-pura kaget.
END Ebook by: Eomer Eadig Ebukulawas.blogspot.com Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Pendekar Bunga Merah 1 Pendekar Naga Geni 23 Arca Ikan Biru Dedemit Bukit Iblis 1