lain langsung menjaga jarak.
Mr. Pardue memfokuskan matanya pada wajah Pangeran Jake. Pangeran Jake memegang
bahunya. "Saya pernah mengalaminya," ia berbisik. "Dan saya berhasil, Mr. Pardue. Saya
sempat jadi Pengendali untuk beberapa waktu. Tapi saya selamat. Bertahanlah."
Aku mengamati wajah anak-anak manusia di sekeliling kami, untuk melihat apakah
mereka mendengar ucapan Pangeran Jake. Jake memang pangeranku, tapi kali ini ia
bersikap sembrono. Tiba-tiba pintu ruang kelas terbuka. Aku mengenali manusia yang bergegas masuk.
Mr. Chapman. Ia wakil kepala sekolah. Ia salah satu Pengendali berpangkat tinggi.
"Oke, anak-anak, semuanya keluar," Mr. Chapman berkata dengan tegas. "Semuanya
pergi ke lapangan bermain. Keluar dari gedung ini. Mr. Pardue tidak apa-apa. Dia
hanya tidak enak badan."
"Kau!" Mr. Pardue memekik. "Jangan! Chapman... dia... juga..."
"Aku bilang KELUAR!" Mr. Chapman menghardik.
Semua anak manusia langsung bergegas keluar. Semuanya ingin menjauhi adegan yang
menakutkan itu. Tapi Pangeran Jake tidak beranjak. Ia tetap mendampingi manusia yang bernama
Pardue. Aku melihatnya mengepalkan tangan. Matanya tampak berkilat-kilat marah.
Mr. Chapman menoleh ke arahku. Kemudian kembali menoleh ke arah Pangeran Jake.
"Jake, bawa temanmu keluar dari sini."
Sejenak tak ada yang bergerak. Aku menahan napas. Mungkinkah Pangeran Jake akan
memulai perkelahian"
Kalau ya, aku terpaksa membantunya. Padahal ini perkelahian yang konyol.
Pangeran Jake tidak boleh mengungkapkan identitas sebenarnya.
Aku meraih lengan Pangeran Jake dan menariknya sampai berdiri. Ia menatapku
sambil mendelik. "Kita harus pergi," kataku.
Perlahan-lahan ia mengangguk. Ia menoleh ke arah Mr. Chapman. "Mr. Pardue pasti
akan sembuh, kan, Mr. Chapman?"
"Siapa yang bisa memastikannya?" balas si Pengendali dengan ketus.
Aku menarik Pangeran Jake menjauh. Ia berhenti di pintu. Kami menoleh ke
belakang dan melihat Mr. Chapman mengeluarkan tabung logam dari sakunya. Lalu ia
menempelkannya ke tengkuk Mr. Pardue yang menangis terisak-isak.
"Jangan!" Mr. Pardue meratap. "Jangan!"
Sesaat kemudian ia sudah terdiam.
Pangeran Jake berbalik dan lari. Ia menerobos kerumunan anak manusia yang
berdiri di depan pintu ruang kelas. Ia berlari keluar. Napasnya terengah-engah,
seakan-akan ia kekurangan oksigen.
Aku mengejarnya dengan susah payah. Dibanding diriku, ia jelas lebih terlatih
berlari dengan dua kaki. "Pangeran... maksudku, Jake. Kau sakit?"
Ia menggelengkan kepala. "Mr. Pardue salah satu Pengendali. Yeerk di dalam
kepalanya sekarat. Kenapa bisa begitu" Karena kita menghancurkan Kandrona. Kau
dan aku, juga yang lainnya. Kita yang melakukannya!"
"Hal itu memang perlu kita lakukan," ujarku. "Kita memberi pukulan telak kepada
kaum Yeerk dengan menghancurkan Kandrona.
"Mr. Chapman membunuhnya, ya kan?" kata Pangeran Jake.
"Tabung logam tadi. Kau lihat tabung itu" Bukan hanya si Yeerk, tapi juga Mr.
Pardue yang asli. Kedua-duanya dibunuh."
Tak ada gunanya terus berdusta. Pangeran Jake telah mengetahui keadaan
sebenarnya. Aku tidak sampai hati untuk berbohong lagi.
"Seandainya Yeerk di dalam kepala Mr. Pardue mati, dia akan bebas dan selamat,"
aku menjelaskan. "Dia pasti akan menceritakan pengalamannya kepada para manusia
lain. Dia pasti akan memperingatkan mereka. Kaum Yeerk tidak bisa membiarkan
saksi tetap hidup." "Mereka akan membunuh setiap orang yang membawa Yeerk yang sekarat, ya kan?"
Pangeran Jake bertanya dengan getir. "Semua Pengendali-Manusia yang seharusnya
bisa bebas malah akan dimusnahkan. Ya, kan?"
"Ya." Wajah Pangeran Jake berubah. Kalau tidak salah, roman muka itu mengisyaratkan
rasa muak. "Kita yang bertanggung jawab," katanya.
"Ini perang," sahutku.
"Kakakku," ujar Pangeran Jake. "Tom. Dia salah satu Pengendali. Bagaimana
nasibnya?" Aku tidak bisa menjawab. Kaum Yeerk akan menyelamatkan sebanyak mungkin. Tapi
kalau sistem bantuan darurat mereka macet, mereka akan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan. Mereka akan menyingkirkan setiap bukti.
Pangeran Jake menatapku tanpa berkedip. "Kau tahu mereka akan berbuat begini?"
Aku membalas tatapannya. Bisa jadi aku terpengaruh adrenalin yang mengalir di
tubuh manusiaku, tapi yang jelas aku mulai marah. Aku marah karena Pangeran Jake
menatapku dengan pandangan menuduh. "Ya, aku tahu."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
Aku terdiam. Pangeran Jake rupanya tidak suka melihat sikapku. Tiba-tiba saja ia
berbalik dan mendorongku sampai menabrak dinding.
"Bagaimana kau bisa tahu bahwa kaum Yeerk akan berbuat begini?"
"Karena sudah pernah terjadi. Kaupikir Bumi planet pertama yang disusupi kaum
Yeerk" Kaupikir Bumi satu-satunya planet di mana kaum Andalite bertempur melawan
mereka" Mereka tidak pernah meninggalkan saksi."
Pangeran Jake melepaskanku. Tapi ia menatapku dengan sikap curiga yang tidak
ditutup-tutupi. "Aku tidak suka kalau ada yang kaurahasiakan, Ax. Aku temanmu.
Kami semua temanmu. Seharusnya tidak ada rahasia di antara teman. Kau tak pernah
menceritakan hal ini pada kami."
"Banyak hal mengerikan terjadi di masa perang," kataku. "Kalian melakukan apa
yang memang harus dilakukan. Menghancurkan Kandrona adalah bagian dari perang."
"Boleh saja kau bilang ini perang," ujar Pangeran Jake. "Tapi aku tetap tidak
suka." "Sayangilah pejuang. Bencilah perang. Per-ranggg,"
"Apa itu" Pepatah lama kaum Andalite?" Pangeran Jake menyindir.
"Ya. Kakakku yang suka bilang begitu."
Pangeran Jake menatapku lama sekali. Aku jadi salah tingkah.
"Kau tahu tidak, Ax" Kadang-kadang aku mendapat kesan bahwa kami, umat manusia,
sekadar pion dalam permainan besar antara bangsa Andalite dan bangsa Yeerk. Kami
cuma amunisi dalam perang ini, ya kan" Kami terlalu bodoh untuk tahu apa
sebenarnya yang sedang terjadi. Terlalu primitif untuk menjadi pejuang sejati."
"Bukan begitu," ujarku. Kemarahan dalam diriku sudah mulai reda. Tapi kecurigaan
Pangeran Jake tetap menggebu-gebu.
"Kau berjuang bahu-membahu dengan kami, Ax. Kau dianggap salah satu dari kami.
Tapi ternyata kau merahasiakan sesuatu. Rachel dan Marco sering bertanya padaku:
apa yang kita tahu tentang Ax" Apa yang sudah diceritakannya pada kita tentang
planet asalnya, sementara kita membeberkan segala sesuatu padanya" Aku bilang
kepada mereka bahwa kau bisa dipercaya. Tapi sekarang aku ragu. Benar-benar
ragu. Bagaimana aku bisa percaya kalau kau menyimpan rahasia" Seharusnya kau
menceritakan tindak-tanduk kaum Yeerk. Aku punya kakak yang... kau sudah tahu
soal Tom. Aku punya hak untuk tahu apa yang mungkin terjadi."
"Barangkali kalian takkan menghancurkan kandrona kalau tahu hal itu bisa
membahayakan jiwa Tom," kataku.
Pangeran Jake merapatkan wajahnya ke wajahku. "Jadi itu yang ada dalam
pikiranmu" Kau tahu, Ax" Kau memang perlu belajar lebih banyak tentang manusia.
Sebab kau tidak tahu apa-apa tentang kami."
Chapter 8 [Andalite mungkin memandang manusia sebagai makhluk lugu terbuka, dan mudah
percaya. Tapi sebenarnya mereka lebih rumit daripada yang terlihat pada
pandangan pertama. Ini mungkin disebabkan oleh bahasa lisan mereka, yang dwmana
setiap kata memiliki lebih dari satu arti. ,l - Dari Buku Harian Bumi milik
Aximili-Esgarrouth-Isthill]
PENGALAMANKU di sekolah manusia berakhir dengan dibawa perginya Mr. Pardue.
Setelah itu Pangeran Jake pulang ke rumahnya. Aku pulang ke hutan. Dengan
perasaan lega aku kembali ke wujudku yang asli.
Tapi sore dan malam setelah itu sama sekali tidak menyenangkan. Aku sadar
Pangeran Jake dan para manusia lainnya tidak mungkin menjadi shorm sejati. Aku
kembali menyadari tembok pemisah di antara kami. Di pihak lain, hanya merekalah
temanku. Tanpa mereka, aku betul-betul sendirian. Kecuali itu, aku sakit hati
karena kemarahan dan kecurigaan Pangeran Jake.
Aku kesepian sekali. Semua anggota bangsaku berada di tempat yang berjarak lebih
dari satu setengah miliar kilometer dari Bumi.
Keesokan harinya Marco mengajakku jalan-jalan bersamanya.
Aku jadi kaget. Selama ini Marco tidak menunjukkan sikap bersahabat, lain dengan
Cassie, Tobias, dan Pangeran Jake. Rachel juga terus menjaga jarak.
Aku menjelma sebagai manusia dan menemui Marco di tepi hutan.
"Hmm," ia bergumam. "Rupanya kau mau jadi Pinokio, ya?"
"Apa?" "Pinokio adalah bocah kecil yang dibuat dari sebatang kayu. Dia ingin sekali
jadi manusia sungguhan."
"Aku tidak berminat jadi manusia. Aku sekadar ingin mempelajari mereka."
Marco tersenyum. "Wah, kebetulan aku juga lagi mau mempelajari kaum Andalite."
Baru setelah beberapa menit aku menangkap maksudnya. "Oh, Pangeran Jake
menyuruhmu mengorek informasi dariku ya."
"Jake agak kesal karena kau tidak mau berterus terang kepada kami," ujar Marco.
"Rachel lebih kesal lagi. Ayo, nanti kita ketinggalan bus. Kau mau belajar lebih
banyak tentang manusia, kan" Aku mau mengajakmu ke toko buku. Makhluk sepintar
kau pasti cepat belajar membaca dalam bahasa Inggris."
"Toko buku" To-ko-bu-ku?"
"Yeah. Buku. Fiksi. Sejarah. Seratus ribu buku tentang umat manusia. Dan kau
bebas memilih mana yang kausuka. Kami tidak punya rahasia,berbeda dengan spesies
tertentu yang bahkan tidak mau cerita bagaimana mereka bisa makan tanpa mulut."
"Hmm, aku mengerti. Kau memberitahukan tentang masyarakat kalian. Dan kau ingin
aku melakukan hal yang sama."
"Aku bilang pada Jake bahwa aku sanggup mengorek segala macam informasi secara
diam-diam, tapi dia berkata, 'Jangan, Ax teman kita. Tunjukkan bahwa tidak ada
yang kita sembunyikan. Barangkali dia akhirnya mau mempercayai kita.'"
Aku tersengat rasa bersalah. Mereka memperlakukan diriku penuh kepercayaan.
Mereka tidak pernah berbuat apa pun yang bisa merugikanku. Justru sebaliknya,
mereka begitu baik. Dalam segala hal.
"Ada alasannya kenapa aku menyimpan rahasia," kataku.
Marco mengangguk. "Yeah, kami tahu. Menurut Rachel kau sebenarnya dilarang
berbaur dengan spesies primitif seperti manusia."
Aku terkejut. Ucapan yang dilontarkan Marco hampir benar. Mulanya aku tidak tahu
harus bilang apa. Marco tersenyum dingin dan kembali mengangguk. "Jadi betul, ya" Rasanya agak
telat untuk bersikap begitu, bukan" Habis, kaum Yeerk begitu getol berbaur
dengan kami." Aku tidak bisa menjawab. Tapi ketika aku memandang berkeliling dan mengamati
orang-orang yang sedang naik mobil atau berjalan kaki, aku mendadak sadar betapa
tak berdaya aku tanpa Pangeran Jake, Marco, dan yang lain.
Kami sampai di halte bus. Tahu-tahu Marco menepuk pahanya.
"Aduh. Uangku ketinggalan di rumah. Kami semua menyumbang untuk kunjungan ke
toko buku ini. Uangnya kutaruh di meja belajarku. Ayo."
"Mau ke mana kita" Ita" I-tahhh."
"Kita ke rumahku sebentar. Jangan takut, rumahku tidak jauh dari sini."
Marco mengajakku menyusuri jalan. Di kedua sisi berderet rumah-rumah. Bendabenda besar berbentuk kotak, dengan persegi panjang yang tembus pandang di sanasini. "Itu rumah Pangeran Jake," kataku. Aku sempat tinggal cukup lama di rumahnya.
"Bukan, hanya modelnya saja yang sama. Di daerah ini hanya ada lima model rumah.
Semuanya mirip. Selamat datang di daerah pinggiran. Tapi ini masih lebih baik
daripada tempat tinggalku yang dulu."
Ia benar. Memang hanya ada lima jenis rumah. Ada yang banyak rumputnya, ada juga
yang gersang. Selain itu ada sejumlah rumah dengan halaman depan yang diberi
berbagai hiasan. "Hiasan apa itu?" tanyaku.
Marco menoleh, mengikuti arah pandanganku. Kemudian ia menggelengkan kepala.
"Itu Roda Besar."
"Sangat menarik. Warnanya ramai sekali."
"Yeah. Sebenarnya aku ingin memberitahumu bagaimana cara kerjanya, tapi ini
puncak teknologi manusia, dan karena itu rahasia. Jangan sampai ada bangsa
primitif yang menguasai teknologi Roda Besar. Sebab, jangan-jangan terjadi
sesuatu." Aku masih belajar tentang suara mulut manusia. Tapi aku yakin nada suara Marco
disebut "mencemooh."
"Itu rumahku. Ayahku ada di rumah, tidak ke kantor. Kakinya keseleo, jadi dia
bekerja di rumah dengan komputernya. Jangan aneh-aneh, oke?"
"Oke. Aku akan bersikap seperti manusia normal."
"Kalau kau bisa bersikap seperti manusia normal, kau bakal mendapat piala
Oscar," ujar Marco. Ia mengajakku ke rumahnya, dan membuka pintu. "Oke, begini,
kau tunggu di dekat meja itu. Jangan ke mana-mana. Kalau ayahku muncul dan
menyapamu, jawablah dengan 'ya' dan 'tidak' saja. Mengerti" Jangan katakan apa
pun selain ya dan tidak. Aku ke kamar sebentar. Aku mau menelepon teman-teman
kita, supaya mereka menemui kita di toko buku. Aku sudah mulai senewen
menghadapimu." Aku berdiri di samping meja. Di atasnya terdapat komputer primitif. Lengkap
dengan layar dua dimensi segala. Dan sebuah keyboard!
Aku menyentuh keyboard itu. Luar biasa. Dulu komputer Andalite juga dilengkapi
keyboard. Tapi keyboard kami sangat berbeda. Dan sudah berabad-abad tidak
dipakai lagi. Layar komputer itu memperlihatkan permainan. Tujuan permainan itu adalah mencari
kesalahan dalam bahasa simbolis yang primitif, untuk selanjutnya dikoreksi.
Sebelum aku bisa bermain, tentu saja aku harus mempelajari sistemnya dulu. Tapi
itu cukup mudah. Begitu sistemnya kupahami, aku segera menemukan kesalahan-kesalahan yang
terselip. Dan langsung saja kuperbaiki semuanya, supaya apa yang tertulis masuk
akal.
"Halo?" Aku berbalik. Tampak seorang manusia yang lebih tua. Kulitnya lebih pucat
daripada Marco, tapi ciri-ciri lainnya mirip.
Marco telah mewanti-wanti agar aku tidak berkata apa-apa selain "ya" dan
"tidak." "Tidak," aku berkata kepada ayah Marco.
"Saya ayah Marco. Kau temannya?"
"Ya." "Siapa namamu?"
"Tidak," sahutku.
"Namamu 'Tidak'?"
"Ya." "Itu nama yang tidak lazim, bukan?"
"Tidak." "Tidak?" "Ya." "Ya, bukan nama yang tidak lazim?"
"Tidak." "Sekarang saya benar-benar bingung."
Ayah Marco menatapku. Kemudian ia memanggil dengan suara keras, "Hei, Marco!
Marco! Coba... ehm... ini ada temanmu. Temanmu 'Tidak' ada di sini."
"Tidak," ujarku.
Marco berlari menuruni tangga. "Wah!" serunya. "Ehm, Dad! Sudah kenal temanku
ini?" "Tidak?" tanya ayah Marco.
"Apa?" tanya Marco.
Ayah Marco menggelengkan kepala. "Dad sudah mulai tua. Dad bingung mendengar
bahasa kalian." "Ya," aku berkomentar.
Setelah itu, kami pun berangkat ke toko buku.
Chapter 9 [Buku adalah ciptaan manusia yang menakjubkan. Buku mungkinkan kita memperoleh
informasi, cukup dengan cara membalikkan lembaran-lembaran kertas. Cara kerjanya
jauh lebih cepat daripada komputer. Anehnya, manusia menciptakan buku sebelum
komputer. Banyak hal yang dilakukan terbalik oleh mereka. - Dari Buku Harian Bumi
Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
milik Aximili-Esgarrouth-Isthill]
KEESOKAN malamnya aku kembali berada di hutan. Aku sedang membaca buku. Judulnya
Buku Pintar Dunia. Tahukah kau bahwa dua belas persen dari semua rumah tangga
memiliki alat pengatur kelembapan udara" Tahukah kau bahwa domba bisa hidup
sampai dua puluh tahun" Tahukah kau bahwa manusia dulu pernah percaya bahwa
matahari mengelilingi Bumi"
Buku ini memang luar biasa.
Aku menemukan banyak hal berguna di dalamnya. Manusia hanya membutuhkan waktu
enam puluh enam tahun dari membuat mesin terbang pertama sampai mendarat di
bulan. Kami, kaum Andalite, memerlukan waktu tiga kali lebih lama.
Manusia adalah spesies yang sangat cerdas. Suatu hari, kalau mereka selamat,
mereka bisa menjadi salah satu bangsa besar di seluruh galaksi. Tapi tentu saja,
bangsa Andalite selalu lebih hebat.
Aku sedang berdiri di pinggir sungai, dengan sebelah kaki di dalam air, ketika
mata tambahanku melihat bayangan yang seakan-akan jatuh dari langit.
Tobias merentangkan sayap dan melesat tepat di atas kepalaku.
Ia tidak banyak mengurangi kecepatannya, sehingga ia segera menghilang di atas
pepohonan. Dalam sekejap saja ia sudah muncul lagi, diikuti empat burung
pemangsa lainnya. Tobias hinggap di dahan. Yang lain mendarat di tanah. Saat itulah aku tahu
mereka para Animorphs. Mereka langsung kembali ke wujud manusia. Pangeran Jake
muncul dari sosok falcon yang langsing. Rachel tumbuh dari wujud elang kepala
botak yang besar. Cassie dan Marco sama-sama meniru burung osprey, dan kini
keduanya kembali ke wujud asli masing-masing.
Aku langsung waswas. Mereka mencariku, dan rupanya mereka terburu-buru.
Tapi tepat pada saat itulah Marco kembali ke wujud manusia, sehingga ia tidak
lagi bisa berkomunikasi dengan bahasa pikiran.
Namun mulut manusianya masih berbentuk paruh, sehingga ia hanya bisa berkaokkaok. Aku memperhatikan proses perubahan yang dilalui Cassie. Ia estreen alami, yaitu
seseorang yang mempunyai bakat untuk membuat proses metamorfosis berkesan indah.
Di planetku, metamorfosis memang salah satu bentuk seni. Bahkan di sana ada
estreen profesional, yang mampu berubah wujud dengan cara yang indah dan
fantastis. Cassie bukan profesional, tapi ia mempunyai bakat. Sambil berubah ia menghasilkan
sosok-sosok yang menyenangkan. Sejenak ia tampil dengan kepala osprey yang
membesar, sampai seukuran kepala manusia, serta sepasang sayap raksasa yang
menempel pada tubuh manusia.
Proses metamorfosis yang dilalui anak-anak lain tidak bisa dibilang menawan.
Mereka sekadar memunculkan bagian-bagian tubuh manusia sementara semua bulu
burung seperti meleleh. Sama sekali tidak enak dilihat deh. Tampaknya para
manusia itu juga menganggap proses itu tidak menyenangkan. Dan mereka pun sadar
bahwa Cassie punya bakat istimewa.
"Apa yang kaulakukan"!" Mulut manusia Marco sudah terbentuk sempurna.
"Komputer ayahku. Kau melakukan sesuatu, bukan?"
"Game" GAME"! Itu bukan game, itu tugas ayahku!"
Ayahmu membuat permainan untuk anak-anak.>
Cassie mulai tertawa, tapi segera tutup mulut.
"Bukan, Ax, dia pembuat program komputer untuk keperluan teknologi. Dia sedang
bekerjasama dengan para ahli astronomi di observatorium. Mereka sedang membuat
program untuk mengarahkan teleskop radio di observatorium yang baru."
Aku mengangguk, gerakan yang kutiru dari para manusia.
Pangeran Jake meletakkan sebelah tangan di pundak Marco.
"Maksud Marco, Ax, itu bukan permainan. Gara-gara kau, ayahnya jadi kalang
kabut." "Kata Dad, kau mungkin telah menciptakan jenis program komputer yang benar-benar
baru, sekaligus membuka cara baru di bidang astronomi. Dad sempat menunjukkan
hasil karyamu kepada orang-orang di observatorium. Dan mereka langsung heboh!
Mereka bahkan bilang program itu bisa memenangkan hadiah Nobel! Aku terpaksa
meyakinkan ayahku bahwa itu cuma kebetulan. Aku bilang kau idiot, dan bukan
keturunan Einstein."
Pengendali yang tahu tentang program komputer baru ini" Memangnya kaupikir
mereka bodoh ya" Mereka bisa menduga bahwa ini perbuatan Andalite?"
Sekonyong-konyong aku sadar. Rachel benar. Kalau persamaan-persamaan itu memang
hitung-hitungan sungguhan, bukan game, tapi sungguhan... Maka aku telah
memajukan ilmu pengetahuan manusia seratus tahun ke depan. Mungkin lebih.
"Kelihatannya dia sudah mengerti sekarang," Marco berkata dengan nada menyindir.
Ia angkat bahu. "Mana kutahu" Memangnya aku guru fisika"!"
"Teleskop radio adalah teleskop yang menangkap gelombang radio dan radiasi lain
dari angkasa luar," Cassie menjelaskan.
Marco menatapnya dengan tercengang.
"Tidak semua anak tidur di sekolah, Marco," ujar Cassie.
"Kenapa?" Marco menghardik. Ada apa dengan perubahan yang kaubuat"
< Perubahan yang kubuat cuma...>
Tiba-tiba aku terdiam. Aku mulai mengerti... mengerti sepenuhnya. Teleskop
radio" Alat besar bertenaga tinggi untuk menangkap energi spektrum lebar"
Ingatanku kembali ke pelajaran sekolah yang pernah kuikuti dulu. Aku hampir bisa
membayangkan guruku memberi penjelasan tentang... ya. Ya! Dengan sedikit
penyesuaian, dan program yang tepat... Ya, energi yang terkumpul bisa
kupantulkan, kufokuskan, kupengaruhi dengan pikiranku sendiri, dan...
Setelah itu aku bisa menembus ke Z-space.
Zero-space. Aku bisa menggunakan sistem itu untuk mengirim pesan ke Z-space! Aku bisa
berkomunikasi dengan duniaku sendiri!
Aku serasa disambar petir. Lututku langsung lemas. Aku bisa menggunakan teleskop
radio untuk menghubungi planet asalku. Untuk menghubungi bangsaku. Keluargaku.
Terus terang, sampai saat itu aku belum pernah mengakui betapa aku ingin bertemu
Andalite lain. "Ax, apa lagi yang kausembunyikan sekarang"!" tanya Rachel.
Aku mencoba berkonsentrasi pada pertanyaannya. Tapi pikiranku berjumpalitan.
Hatiku berdebar-debar. Aku bisa menghubungi planet asalku. Bisa. Bisa.
Tapi secara bersamaan ada hal lain yang juga kusadari: teknologi itu harus
kuhancurkan. Aku telah melanggar hukum Kebaikan Seerow. Aku telah memberikan
lompatan teknologi yang luar biasa kepada para manusia!
"Ax, Rachel bertanya padamu tuh," Pangeran Jake berkata dengan geram. "Ada apa
sih" Kau kenapa?"
Tugasku sudah jelas. Aku tidak bisa menjelaskan perbuatanku kepada mereka. Aku
harus menghapus kesalahanku.
Tapi sebelumnya... apakah salah kalau aku menghubungi keluargaku" Apakah salah
kalau aku ingin melihat mereka sekali lagi"
Chapter 10 MEREKA pergi, dan aku makan. Sedapat mungkin aku makan pada waktu gelap. Di
rumah aku tidak berbuat begitu, tapi di sini aku selalu harus berhati-hati agar
tidak terlihat siapa pun.
Kalau aku ingin berlari di tempat terbuka, aku harus menunggu sampai gelap, atau
Tobias harus mengawasiku dari atas.
Teman-temanku bilang bahwa dari jauh aku kelihatan seperti binatang Bumi biasa.
Seperti rusa, misalnya, atau seperti kuda kecil.
Tapi setiap manusia yang melihatku dari dekat pasti segera tahu bahwa aku bukan
spesies penghuni Bumi. Karena itulah aku makan pada malam hari sambil berlari
melintasi ladang berumput di mana pertanian Cassie berbatasan dengan hutan.
Aku berlari di bawah bulan tunggal, yang begitu berbeda dari bulan-bulan di
planetku sendiri. Bulan di Bumi terbit dan terbenam. Malah kadang-kadang tidak
kelihatan sama sekali. Di langit kami selalu ada paling tidak dua bulan. Dan
kalau keempat bulan kami memancarkan sinar di langit malam, suasana hampir
seterang siang hari. Rumahku. Miliaran kilometer dari Bumi. Kadang-kadang aku sedih kalau teringat
rumahku. Prajurit sejati memang harus bisa mengatasi perasaan itu. Tapi malammalam, kalau aku berdiri sendiri di hutan atau berlari di ladang, pikiranku
selalu melayang pada keluargaku di rumah.
Dan sekarang rasanya lebih berat lagi. Soalnya aku tahu aku bisa menghubungi
mereka, kalau aku benar-benar mau.
Aku bisa mengubah teleskop radio para manusia menjadi komunikator Z-space. Tapi
kalau itu kulakukan, berarti aku melanggar hukum kami. Dengan berbuat begitu,
aku telah memberi teknologi canggih kepada bangsa manusia.
Aku tidak bisa melakukannya. Aku bukan Elfangor. Aku tidak sanggup melanggar
hukum Kebaikan Seerow begitu saja.
Tapi secara serempak timbul pikiran lain dalam benakku. Tidak sengaja aku telah
memberi program komputer canggih kepada bangsa manusia. Aku tidak sengaja,
sehingga aku tidak melanggar aturan.
Dan kalau aku pergi ke observatorium untuk menghapus program tersebut... berarti
aku justru bertindak tepat.
Ya, aku akan ke observatorium untuk menghapus program itu. Tapi sebelum kuhapus,
aku bisa menggunakannya untuk menghubungi planet asalku dulu. Salahkah
keinginanku itu" Dalam hati aku membayangkan ayah dan ibuku. Elfangor juga ada di sana. Ia tetap
hidup dalam kenanganku. Aku teringat waktu aku masih sangat kecil dan Elfangor, yang ketika itu sudah
menjadi pejuang terkenal, kembali dari medan perang. Aku nyaris tidak
mengenalnya. Aku pernah melihatnya di monitor komunikasi, tapi aku belum pernah
bertemu muka dengannya. Ia berada di medan perang ketika aku lahir, berlaga melawan kaum Yeerk.
Tapi kemudian kami berlari bersama-sama, berdua saja. Aku serba kikuk dan
canggung, sementara Elfangor mirip makhluk dari dongeng Andalite, begitu gesit
dan kuat. Terus terang, kedatangannya membuatku bingung. Sebelumnya aku selalu menyangka
akulah yang paling penting di keluargaku. Tapi bagaimana aku bisa merasa penting
kalau ada Elfangor" Ia jelas lebih hebat daripada aku.
Ia tidak banyak bicara. Ia tidak memberi nasihat seperti biasanya seorang
"kakak". Ia tampil apa adanya. Sikapnya ketika bicara denganku sama seperti
ketika bicara dengan orangtuaku. Ia tidak pernah memperlakukanku sebagai
Andalite cilik, dan aku senang sekali karenanya.
Mulai saat itu tak pernah ada keraguan sedikit pun mengenai cita-citaku: aku
ingin jadi pejuang. Aku ingin seperti Elfangor.
Dan sekarang ia telah tiada. Orangtuaku mungkin belum tahu. Yang jelas, mereka
tidak tahu aku masih hidup.
Aku mengurangi kecepatan. Aku telah berlari jauh. Lampu-lampu di rumah Cassie
terlihat jelas. Bodoh! Saking sibuknya bergulat dengan pikiran sendiri, aku
telah bertindak sembrono.
Aku berbalik dan kembali ke hutan.
"Kenapa langsung pergi?" sebuah suara berkata.
memicingkan mata. Cassie mulai berubah. Ia mempertahankan wajah manusianya, tapi
rambutnya masih berwarna kelabu-putih seekor kuda. Dan kakinya pun berupa kaki
kuda, bukan kaki manusia.
Ia menjawab begitu ia sepenuhnya berwujud manusia lagi.
"Aku suka menjelma sebagai kuda. Aku suka berlari. Tapi jangan beritahu Jake.
Dia pasti marah karena aku memanfaatkan kemampuan ini untuk bersenang-senang."
Cassie tertawa. "Masa, sih" Aku cuma teman biasa. Dan sesama anggota Animorphs."
"Oh... ehm, seharusnya kau tidak boleh melihat itu."
"Ehm, ceritanya panjang," ujar Cassie. "Sudahlah, lupakan saja, oke" Bagaimana
perkembangan studimu mengenai manusia?"
"Terus, bagaimana pendapatmu?"
"Hmm, tapi bagaimana pendapatmu sebenarnya?"
Aku diam sejenak. Tampaknya Cassie mengharapkan jawaban yang lebih lengkap. Tapi
dalam urusan seperti ini manusia memang bikin bingung. Kadang-kadang mereka
tersinggung karena hal sepele saja.
ujarku. "Selain untuk mendapatkan banyak induk semang manusia" Alasan apa lagi?"
"Takut pada kami" Kenapa?" Cassie tertawa. "Kau habis membaca bagian tentang
perang, ya" Manusia tidak selalu berperang. Kesannya mungkin begitu, tapi..."
berperang setiap enam puluh dua tahun. Sedangkan bangsa Taxxon... mereka
kanibal.> "Yeah, dan manusia juga tidak bisa dibilang sempurna."
Cassie mengamatiku dengan saksama. Agaknya ia sedang bertanya-tanya apakah itu
juga berlaku untuk kaum Andalite. Tapi ia memutuskan untuk tidak menanyakannya.
Ia justru menanyakan hal lain. "Jadi, apa alasannya, kalau bukan perang?"
1903 kalian terbang untuk pertama kalinya. Enam puluh enam tahun kemudian kalian
sudah mendarat di bulan.>
"Rupanya kau benar-benar sudah mempelajari Buku Pintar Dunia," Cassie
berkomentar sambil tersenyum. "Maksudmu, kami cepat belajar, begitu?"
cepat daripada kecepatan cahaya. Dan seratus tahun dari sekarang... entah sampai
di mana perkembangan bangsamu">
"Berapa lama yang dibutuhkan kaum Andalite untuk mencapai semuanya itu?"
"Hmm, begitu," ujar Cassie. Kalau tidak salah, nada suaranya menunjukkan
perasaan "kecewa".
kami juga tidak boleh, ehm, bercerita banyak tentang diri kami,> aku mengaku.
Aduh, kedengarannya dibuat-buat sekali deh.
"Meskipun hal itu bisa membantu kami mengalahkan kaum Yeerk" Bukankah justru itu
yang dilakukan kakakmu ketika dia memberikan kemampuan metamorfosis kepada
kami?" Aku tidak tahu harus berkata apa. Cassie benar. Elfangor memang melanggar hukum
kami. "Kenapa?" tanya Cassie. "Apakah kata-kataku keliru?"
Elfangor, karena dia tokoh penting.>
"Hmm, begitu," Cassie bergumam. "Eh, bagaimana kalau kau menjelma sebagai
manusia sekarang" Aku mau memperkenalkanmu pada orangtuaku. Kami hendak makan
malam."
Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesuatu, tapi akhirnya tidak jadi. "Oke, tapi kau tetap bisa ikut ke rumahku.
Kau tidak perlu makan banyak. Ayolah, pasti asyik deh."
"Tidak. Kau sendirian. Kau tampak sangat kesepian.>
Kata itu seolah-olah menyayat hatiku. Rasanya perih sekali.
Ya, aku memang kesepian. Tapi aku tidak menyangka para manusia tahu soal itu.
Cassie angkat bahu. "Kau sudah pernah menggantikan tempat Jake, kan" Kalau
begitu, jadilah Jake."
Chapter 11 [Selera manusia sungguh aneh. Mereka menganggap musik mereka indah. Mereka
keliru. Musik mereka jelek sekali. Temuan-temuan besar justru tidak mereka
hargai: roti kayu manis, cokelat Snickers, cabai rawit, dan minuman segar yang
mereka sebut cuka. - Dari Buku Harian Bumi milik Aximili-Esgarrouth-Isthill]
MENJELMA sebagai Pangeran Jake sama saja dengan menjelma dalam wujud manusiaku
yang biasa. Hanya saja tubuh Pangeran Jake sedikit lebih besar. Karena wujud
tiruan ini didasarkan atas DNA-nya, tampangku persis sama.
Cassie berkeras agar aku mengenakan pakaian yang disebut "overall" serta sepatu
bot yang ada di gudang jerami sebelum masuk ke rumahnya. Manusia sangat
memperhatikan pakaian. Sampai sekarang aku tetap tidak mengerti sebabnya.
"Hai, Jake. Rupanya kau kena rayuannya lagi, ya" Cassie meminta kau membantunya
membersihkan gudang jerami, kan?" ayah Cassie bertanya ketika kami masuk ke
rumahnya. Ia laki-laki - seperti semua ayah manusia. Rambutnya berwarna cokelat tua, tapi
tumbuh tidak merata di kepalanya. Ia memakai lensa bulat tembus pandang, yang
menurut teman-temanku bisa memperbaiki penglihatan yang tidak sempurna. Warna
kulitnya gelap. Dan jumlah kaki serta lengannya sama seperti manusia umumnya.
"Ah, tidak kok," sahutku. "Cassie mengundangku makan malam di sini."
"Bagus! Memang harus ada yang makan. Aku yang memasak malam ini. Aku membuat
chili yang tersohor di seluruh dunia."
Cassie tiba-tiba membelalakkan mata. Ia tampak terkejut. "Apa" Chili" Ehm, tadi
Jake bilang dia tidak terlalu lapar. Dia sudah makan."
"Apakah chili makanan yang menakutkan?" tanyaku pada Cassie.
Ayah Cassie tersenyum lebar. "Semua orang gentar menghadapi chili buatanku."
"Kayaknya ada suara Jake, ya?" seseorang berseru dari ruang sebelah. Seorang
wanita muncul, dan aku menduga ia ibu Cassie. Rambutnya juga gelap, tapi jauh
lebih lebat dibandingkan ayah Cassie. Ia mengulurkan tangan ke arahku, lalu
berjalan menghampiriku. "Oh, kau bertambah tampan saja setiap kali aku melihatmu, Jake." Ia melingkarkan
kedua tangan di tubuhku dan meremasku sejenak. Kemudian ia melepaskanku. "Kau
mau ikut makan sekalian" Tapi awas lho, malam ini hidangannya adalah Chili
Maut." "Ya, aku memang mengundang Jake untuk makan malam," kata Cassie. "Tapi dia tidak
terlalu lapar. Soalnya dia baru saja makan. Jadi dia takkan mencicipi Chili Maut
itu." Ibu Cassie tersenyum kepada ayah Cassie. "Coba kau lihat, betapa dia selalu
berusaha melindungi Jake."
"Terlambat," kata ayah Cassie. "Dia terjebak di sini. Tidak bisa mundur."
Untuk makan kami harus duduk di meja dulu. Upacara ini sudah pernah kuikuti
ketika aku menjelma sebagai Pangeran Jake di rumah Pangeran Jake. Karena itu aku
sudah tahu apa yang harus kulakukan. Aku sudah tahu garpu. Dan juga sendok serta
pisau. Kemudian aku menemukan bahwa chili berwarna cokelat dan merah. Masakan itu
dibuat dengan berbagai bumbu, dan baunya cukup tajam. Di samping hidangan chili,
juga ada sesuatu yang disebut roti jagung jalapeno. Lalu masih ada mangkuk
berisi potongan berbagai buah.
Setelah mendapat peringatan bertubi-tubi, aku jadi agak gugup untuk mencicipi
masakan ayah Cassie. Tapi aku mendapat kesan ayah Cassie akan tersinggung kalau
aku sama sekali tidak mencobanya.
Karena itu aku makan sesuap.
Satu hal sudah jelas, seumur hidup aku takkan pernah melupakan pengalaman
tersebut. Masakan chili itu ternyata panas. Bukan cuma suhunya, tapi juga "panas" dalam
pengertian lain. Lidah manusiaku serasa terbakar! Belum pernah aku mengecap rasa yang begitu
dahsyat. Setiap saraf di tubuhku seperti digelitik. Air menetes dari saluran
kecil di pinggir mataku. Rasanya tidak selezat cokelat. Tapi jauh lebih dahsyat.
Oh! Bangsa Andalite takkan pernah bisa mengerti.
Inilah inti kehidupan manusia. Kenikmatan yang diberikan indra pengecap!
"Makanan ini luar biasa!" aku berseru.
"Apa?" ibu Cassie langsung bertanya.
"Ah HAH! Akhirnya. Rupanya masih ada orang yang paham kelezatan makanan pedas!"
seru ayah Cassie. Tanpa sadar aku telah menghabiskan satu mangkuk chili yang rasanya luar biasa
itu. Dan mau tambah. Rasanya! Aromanya! Aku mau lagi! Lagi! Lagi!
"Masih banyak kok," ujar ayah Cassie. Mangkukku diisinya kembali.
"Ehm, Jake?" kata Cassie. "Sebenarnya kau tidak perlu makan sebanyak itu."
"Mana bagianmu" Biar kuhabiskan sekalian!" aku berseru.
Mataku melotot. Kulitku serasa ditusuk ribuan jarum. Perutku berbunyi tidak
keruan. Tapi tetap saja aku ingin tambah lagi.
"Ini baru anak muda," kata ayah Cassie. "Coba tanya, apakah orangtuanya
keberatan kalau dia diangkat anak oleh kita. Jake, kau pemuda cerdas dengan cita
rasa tinggi." "Dia sudah gila," ibu Cassie berkomentar. "Tidak ada penjelasan lain. Dia pasti
sudah gila." Tiba-tiba kakiku terasa nyeri. Kuduga Cassie menendangku di bawah meja. Aku
menatapnya. Ia tersenyum manis, lalu menendangku sekali lagi, "Aku rasa chilinya sudah cukup," ia berkata sambil menatapku tanpa berkedip.
"Ya, sudah cukup," aku membenarkan. Mangkuk di hadapanku kudorong menjauh.
"Chili. Ili. Cil-lie."
"Saya memakai cabai habanero," ujar ayah Cassie. "Bahan paling panas yang
dikenal manusia." "Masih kalah panas dibandingkan suhu yang timbul pada waktu fusi nuklir," aku
membantah. "Bagaimana di sekolah, Jake?" ibu Cassie bertanya.
Aku sudah kenal kegiatan ini. Inilah yang disebut "bercakap-cakap". Menurut
peraturan, masing-masing peserta harus mengajukan pertanyaan pada peserta
lainnya. "Baik-baik saja. Dan bagaimana pekerjaan Anda mengurus binatang?"
"Seperti biasa, seperti biasa," jawab ibu Cassie. "Tapi tidak lama lagi kami
akan mendapat bayi unta baru."
Ibu Cassie bekerja sebagai dokter hewan di kebun binatang, tempat untuk
memelihara binatang. "Nah, Jake, menurutmu Bulls bisa juara lagi tahun, ini?" tanya ayah Cassie.
Aku tahu Cassie mulai gelisah. Ia kuatir aku tidak memahami pertanyaan ayahnya.
Tapi karena aku sudah membaca Buku Pintar Dunia, aku tahu bahwa Bulls nama tim
bola basket. "Ya," sahutku. "Rasanya mereka bisa juara lagi."
Kemudian giliran aku yang harus mengajukan pertanyaan. Begitulah peraturan
"bercakap-cakap". "Apakah ada yang tahu bahwa alat pemisah krem diciptakan tahun
1878?" Rupanya mereka belum tahu. Cassie, ibunya, dan ayahnya, menatapku sambil
mengerutkan kening. Setelah itu kami menonton TV. Acaranya film tentang sebuah keluarga. Aku
memperhatikan adegan TV, sekaligus juga mengamati Cassie dan keluarganya.
Keluarga manusia memang patut dipelajari lebih lanjut. Aku sudah sempat melihat
keluarga Pangeran Jake. Dan sekarang aku melihat keluarga Cassie. Ada beberapa
perbedaan di antara keduanya.
Misalnya, keluarga Pangeran Jake menempuh upacara singkat sebelum makan,
keluarga Cassie tidak. Dan di keluarga Pangeran Jake, sang ayah yang tertidur di
depan pesawat TV. Di keluarga Cassie, justru ibunya yang mulai terkantuk-kantuk.
"Aku harus pulang," ujarku kepada Cassie. "Sudah hampir dua jam aku di sini."
Ibu Cassie bangun sejenak untuk mengatakan bahwa aku sudah tidak waras, tapi
tetap saja "begitu tampan".
Ayahnya mengedipkan sebelah mata dan melambaikan tangan ketika aku pergi.
Kemudian ia tertawa melihat adegan lucu di TV.
Begitu sampai di luar, Cassie menarik napas panjang. Udara malam terasa sejuk.
"Hmm, lumayan lancar, ya" Ayo, biar kutemani ke tempat kau bisa berubah tanpa
dilihat orang. Oh ya, ini ada buku lagi untukmu. Kau kan sudah selesai membaca
Buku Pintar Dunia. Yang ini berisi kutipan. Berbagai ucapan orang terkenal."
Buku itu disodorkannya padaku.
"Terima kasih," kataku.
Perasaanku agak aneh ketika aku menyelinap ke kegelapan. Menjauhi rumah Cassie.
Seperti kedinginan, tapi bukan.
"Bagaimana orangtuaku menurutmu?" tanya Cassie.
"Aku suka mereka," kataku. "Tapi kenapa rambut ayahmu tidak merata di kepalanya"
Tadinya aku sudah mau tanya soal itu, tapi aku lupa."
Chapter 12 SEBELUM tidur malam itu, aku sempat membaca buku berisi kutipan orang terkenal.
Seharusnya aku memang beristirahat, tapi pikiranku tidak tenang.
Aku semakin sering memikirkan betapa mudahnya mengubah teleskop radio di
observatorium menjadi pemancar Z-space. Aku jadi sedih karena terus membayangkan
bahwa aku sebenarnya bisa menghubungi orangtuaku.
Dan secara bersamaan aku berkata dalam hati,
Elfangor.'> Aku tidak bangga karena berpikiran begitu. Tapi aku harus berterus terang. Dan
kenyataannya, aku memang ingin semua yang di rumah menganggapku pemberani karena
berada sendirian di Bumi.
Sebuah rencana mulai terbentuk dalam benakku. Aku mencari tempat tenang dan
bersiap-siap tidur. Aku memejamkan mata utamaku, sementara mata tambahanku tetap
terbuka untuk berjaga-jaga. Kemudian aku mengendurkan ekor sampai menyentuh
tanah. Kesepian. Ya, tidur di hutan di planet yang jauh dari rumah memang membuatku kesepian. Aku
kesepian karena aku satu-satunya anggota bangsaku di Bumi.
Apalagi aku tahu Cassie dan Marco dan Rachel dan Jake sedang tidur di rumah
masing-masing. Semuanya punya rumah.
Semua, kecuali aku. Dan Tobias.
Tobias. Ia pasti bisa mengerti. Tapi apakah ia mau membantu"
Apakah ia mau membantuku melaksanakan rencana yang telah kususun" Dan apakah aku
bisa mempercayainya"
Aku menegakkan ekor dan membuka mata utamaku. Aku tahu tempat Tobias tidur.
Dengan mudah aku berhasil menemukannya. Ia bertengger di atas pohon sambil
mencengkeram dahan dengan cakarnya yang tajam.
otot.
manusia. Kita sudah bertempur bahu-membahu. Beberapa kali kita nyaris tewas
bersama. Jadi, tentu saja aku temanmu.>
Aku terkejut mendengar ia langsung menjawab. Seakan-akan tak ada keraguan
sedikit pun.
Tobias diam sejenak.
mendengarkannya. Aku ingin mendengar semua yang diucapkannya. Rasanya seperti
ada magnet atau semacam itu... Rasanya aku tidak bisa lepas darinya. Sampai aku
disuruhnya pergi. Apa sebabnya, aku tidak bisa menjelaskannya.>
Chapter 13 ["E.T. phone home." Aku kaget ketika kalimat itu kutemukan dalam buku kutipan
yang diberikan Cassie padaku. Terus terang, aku langsung waswas. Kalimat itu
seakan-akan ditulis khusus untukku. Aku sempat menyangka rencanaku diketahui
teman-teman manusiaku, dan bahwa merekalah yang menulis kalimat tersebut. - Dari
Buku Harian Bumi milik Aximili-Esgarrouth-Isthill]
MATAHARI baru terbit di planet Bumi.
Aku melakukan upacara pagi, seperti biasa. Tapi pagi ini aku lebih gelisah dari
biasanya. Aku tahu Tobias sedang berburu untuk sarapan, dan akan kembali setelah
memangsa tikus atau celurut yang bernasib malang.
Kami akan berangkat setelah Tobias kembali dari berburu. Ia akan mengantarkanku
ke observatorium, ke teleskop radio. Dan dengan sedikit keberuntungan, aku akan
bisa menghubungi rumahku.
Dengan mata tambahanku aku melihat elang yang melintas di atasku. Tobias hinggap
di dahan. Ia menatapku dengan mata elangnya yang menyorot tajam.
Aku sering terbang bersama Tobias. Jenis burung yang biasa kutiru adalah
northern harrier, sejenis elang yang kira-kira sama besarnya dengan elang ekor
merah. Tapi bulu Tobias berwarna cokelat dan cokelat muda, sementara buluku
kelabu dan putih. Aku berusaha mengendalikan kegelisahanku, dan berkonsentrasi pada proses
metamorfosis. Berubah menjadi burung selalu terasa aneh. Dari satu segi, karena ukuran tubuh
Andalite dan tubuh seekor burung berbeda sekali.
Aku merasa seperti mendadak jatuh ketika tubuhku mulai mengerut.
Mata tambahanku menjadi buta, dan kaki depanku berubah menjadi sayap. Ini cukup
merepotkan. Aku pasti terjerembap, karena aku tidak bisa berdiri dengan kaki
belakang saja. Lagi pula, kaki belakangku sedang dalam proses mengecil hingga berupa sepasang
kaki burung bersisik kuning. Ekorku pun mengerut dan terbelah menjadi lusinan
bulu ekor yang panjang. Burung elang harrier mempunyai mulut, seperti manusia. Hanya saja mulut itu
tidak bisa digunakan untuk berbicara, dan kemampuannya untuk mengecap rasa juga
terbatas. Di pihak lain, mulut itu merupakan senjata yang hebat. Tajam seperti
pisau cukur, melengkung ke bawah bagaikan pengait yang siap mencabik-cabik.
Cakarnya pun luar biasa. Sejak lama aku kagum melihat cakar Tobias. Ia bisa
melesat rendah, beberapa jengkal saja di atas permukaan tanah, dan menyambar
tikus atau kelinci kecil dengan cakarnya.
Buluku yang berwarna cokelat dan biru diganti oleh bulu burung keperakan. Bulu
asliku seperti meleleh, sehingga daging di bawahnya kelihatan, sebelum ditutupi
jutaan bulu burung. Aku sudah sering menjelma sebagai elang, jadi aku sudah bisa mengendalikan
nalurinya. Dorongan naluri elang lebih kuat daripada naluri dalam otak manusia.
Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau" Padahal kau kan Andalite" Untuk urusan ini, kemampuanmu sama saja dengan
Jake atau Rachel.>
Aku mengamati keadaanku. Pelan-pelan aku merentangkan sayap, yang lebarnya
mencapai satu meter. Aku menggerakkan bulu-bulu ekor. Aku memfokuskan mataku yang bagaikan laser ke
sebuah pohon di kejauhan, dan ternyata aku bisa melihat semut yang naik-turun di
batangnya. Aku memantau suara-suara hutan dengan telingaku yang tajam.
Aku bisa mendengar serangga merayap di balik lapisan daun cemara yang
menyelubungi tanah. Aku bisa mendengar tupai yang sedang menggerogoti bijibijian. Aku bahkan bisa mendengar detak jantung Tobias.
Aku berpaling, menentang angin dan merentangkan sayap. Setelah berkepak beberapa
kali, kakiku sudah tidak berpijak di tanah. Dan dengan bantuan angin, aku segera
mengudara. Namun biarpun dibantu angin, aku tetap harus bekerja keras untuk
melewati puncak pepohonan.
Tobias sudah beberapa meter di atasku. Tapi ia memang jauh lebih terlatih.
Matahari bersinar cerah. Aku memanfaatkan angin termal untuk menambah
ketinggian. Dalam beberapa detik saja aku sudah membubung naik sekitar dua ratus
meter. Dari atas sini aku bisa melihat pertanian Cassie. Dan ketika aku berputar-putar
sambil menambah ketinggian, aku melihat semua bangunan yang telah kukenal: rumah
teman-temanku, mall, sekolah.
Kami sampai di samudra. Tebing-tebing tinggi menjulang di tepi air, dan di
sinilah angin termal sesungguhnya bisa ditemui. Angin termal adalah arus udara
panas yang mengalir ke atas. Menumpang angin termal kira-kira sama dengan
menumpang lift. Kita tinggal merentangkan sayap, lalu terbawa naik dengan
sendirinya. Rasanya asyik sekali. Tobias dan aku berputar dan membelok untuk memanfaatkan arus udara itu, dan kami
terbang semakin tinggi.
permukaan tanah. Jauh di bawah aku melihat sekelompok manusia berbaring di
pantai, dengan pakaian lebih sedikit dari biasanya. Pakaian adalah kebiasaan
aneh manusia. Mereka harus selalu memakai pakaian lengkap. Kecuali di pantai. Aku benar-benar
tidak habis pikir. Dalam Buku Pintar Dunia juga tidak ada penjelasan. Tapi aku
tahu bahwa Amerika Serikat mengimpor pakaian senilai 36,7 juta dolar setiap
tahunnya.
juga bengis.> Aku terus mengawasi falcon itu. Bumi adalah tempat yang liar dan berbahaya.
Paling tidak, bagi seekor burung.
Baru sekarang aku sadar betul betapa berat kehidupan yang dijalani Tobias. Ia
takut pada hal-hal yang bagi manusia sama sekali tidak menakutkan. Ia telah
kehilangan posisi di puncak rantai makanan di Bumi. Elang pemangsa, tapi
sekaligus juga mangsa. Meskipun begitu, agaknya ia sudah menerima nasibnya. Atau mungkin ia justru
lebih suka hidup sebagai elang" Barangkali itu sebabnya ia tidak pernah bertanya
apa saja yang kuketahui tentang dirinya sebagai nothlit"
Atau mungkin ia mengira aku takkan mau menjawab. Atau lebih parah lagi, ia
menyangka aku akan berbohong padanya"
Untung saja falcon itu tidak peduli pada kami, dan kami pun terus menyusuri
garis pantai. Tak lama kemudian kota sudah tertinggal jauh di belakang. Hamparan
pasir di tepi laut juga lenyap.
Pantainya kini berbatu-batu, dengan ombak besar yang menerjang tebing karang.
Satu jalur jalan meliuk-liuk di bawah kami.
Aku melihat beberapa mobil, tapi hanya sedikit bangunan. Kemudian, di kejauhan,
aku melihat bangunan besar berwarna putih.
Sebenarnya ada beberapa bangunan. Ada satu gedung tinggi dengan atap kubah. Dan
di sekelilingnya terdapat sejumlah mangkuk ceper yang juga berwarna putih. Baru
beberapa detik kemudian aku memahami kegunaannya.
Tobias. < Oh, ya, ini sudah cukup, asal aku bisa mengakses komputer. Hanya saja
perangkat itu begitu primitif.>
Chapter 14 < BANGUNAN berkubah besar itu"> aku bertanya kepada Tobias sambil terbang
melintasi observatorium.
Aku mengamatinya dengan mata elangku yang luar biasa tajam. Di puncak kubah ada
bukaan besar berbentuk persegi panjang. Dan di sebelah dalam, aku melihat
lingkaran kaca. Aku tertawa sendiri.
perlu mencari tempat untuk mendarat, supaya kau bisa berganti wujud lagi, dan
melakukan... entah apa yang ingin kaulakukan.>
Kami menukik dengan kecepatan tinggi, bagaikan sepasang roket. Kubah putih
mengilap itu semakin dekat. Aku melesat melewati persegi panjang yang terbuka,
lalu membelok tajam ke kanan.
Keadaan di dalam ternyata jauh lebih gelap daripada di luar. Aku melihat tabung
teropong yang panjang sekali di bawahku.
Kami terbang mengelilingi sisi dalam kubah. Semula aku menyangka akan melihat
sejumlah manusia di bawah. Tapi rupanya tidak ada siapa-siapa.
sendirian. Itu lebih baik.>
Tobias melayang naik, keluar dari kubah. Kini aku sendirian. Aku meluncur turun
dan mendarat di sebuah meja. Di dekatku ada terminal komputer. Tapi tak satu
manusia pun menampakkan batang hidungnya.
Aku melihat pintu terbuka yang tampaknya menuju ke ruang kerja yang gelap dan
kosong. Dengan dua kali mengepakkan sayap, aku sudah berada di dalam.
Mata harrier, sama seperti mata elang, paling awas pada siang hari, tapi kurang
efektif dalam gelap. Untung saja harrier juga mempunyai pendengaran yang tajam.
Aku hinggap di sebuah meja yang tampak samar-samar. Kemudian aku pasang telinga.
Aku yakin aku sendirian di ruang itu. Satu-satunya suara manusia berasal dari
balik dinding. Percakapan. Aku tidak bisa mendengar apa yang dikatakan, tapi
agaknya suara-suara itu berasal dari satu tempat.
Itu Tobias. Tapi suaranya pelan sekali.
Semula aku bermaksud kembali ke wujud Andalite, lalu segera menjelma lagi
sebagai manusia, siapa tahu ada manusia yang memergoki. Tapi aku letih setelah
terbang jauh tadi. Dan proses metamorfosis sangat menguras tenaga. Apalagi kalau
dilakukan terburu-buru. Dan seandainya aku harus melarikan diri, itu berarti aku
harus kembali ke wujud Andalite dulu, sebelum berubah lagi jadi burung harrier.
Aku takkan sanggup menempuh rangkaian perubahan wujud itu dalam waktu yang
begitu singkat. Karena itu aku memutuskan untuk tetap bersosok Andalite saja.
Lagi pula kalau rencanaku berjalan lancar dan aku berhasil menghubungi tempat
asalku, aku ingin orangtuaku segera tahu dengan siapa mereka bicara.
Aku mulai berganti wujud. Aku hanya bisa berharap mata Tobias begitu tajam
sehingga tak ada yang luput dari perhatiannya.
Meskipun aku senang menjadi burung, aku lebih senang lagi ketika aku mendapatkan
ekorku kembali. Kami, kaum Andalite, tidak lengkap tanpa ekor.
Dan biarpun matanya begitu tajam, elang tetap saja hanya bisa melihat ke satu
arah. Aku menarik napas lega ketika mata tambahanku muncul lagi, karena dengan
begitu aku kembali bisa melihat ke semua arah.
Ternyata tidak ada komputer di ruangan itu. Terus terang, aku agak kesal. Sebab
itu berarti aku harus kembali ke observatorium untuk menggunakan komputer yang
ada di sana. Kakiku tergelincir di lantai yang dipel sampai licin. Mataku memandang ke semua
arah. Aku mendorong kursi dari terminal komputer. Kemudian aku mulai mengetik pada
keyboard yang kuno itu. Layar monitor menanyakan kata sandi.
program baru buatan ayah Marco sudah terpasang di komputer itu.
Bagus. Pekerjaanku jadi lebih mudah. Secepat mungkin aku membuat virus komputer
yang akan mengubah program untuk mengendalikan teleskop radio.
Karena manusia tidak tahu-menahu tentang Z-space, mereka juga tidak tahu bahwa
pemancar gelombang radio yang kuat dapat disetel untuk menghasilkan Z-space
hampa dan membuka gerbang lintas dimensi.
Begitu aku berhasil membuat lubang kecil dalam Z-space, dengan mudah aku bisa
memakai pemancar yang sama untuk mengubah serta memantulkan radiasi latar
belakang menjadi sinyal yang bermakna. Bagian yang paling sulit adalah
mengendalikan sinyal dengan menggunakan bahasa pikiran. Untuk itu aku harus
berkonsentrasi penuh.
Aku berharap kata yang tidak terdengar olehku adalah "aman".
Aku membutuhkan sepuluh menit waktu Bumi untuk menyetel teleskop radio. Dalam
sepuluh menit itu, aku telah membuat ilmu pengetahuan manusia melompat satu abad
ke depan. Dalam sepuluh menit itu aku juga telah melanggar hukum Andalite yang paling
pokok. Aku selesai. Sistemnya sudah siap.
Aku menekan tombol "enter".
Ribuan baris bahasa komputer langsung lenyap dari layar monitor.
Layar menjadi gelap. Aku memusatkan pikiran. Aku membayangkan sinyal yang kuat dan teratur. Aku
membayangkan berkas sinar itu menembus kepalaku sendiri.
Sebuah wajah muncul. Wajah dengan roman muka keras dan curiga. Tapi tetap wajah
Andalite.
Si Andalite menatapku.
Chapter 15 < BUMI! >
Sejenak konsentrasiku buyar, sehingga sinyalnya terputus. Tapi kemudian aku
memaksakan diri untuk memusatkan pikiran. Urusan ini terlalu penting untuk
dikacaukan oleh perasaanku.
Si Andalite tampak terkejut karena aku menanyakannya.
Kelihatan jelas Ithileran amat kaget. Ia memandang ke bawah dan menundukkan mata
tambahannya sebagai isyarat duka cita.
Aku segera berusaha menyusun pikiranku.
Visser Three, serta sejumlah Bug Fighter. Penyerbuan ini belum disadari oleh
umat manusia. Aku tidak tahu berapa banyak manusia yang telah menjadi
Pengendali, tapi paling tidak ribuan.>
Aku menarik napas panjang, dan berusaha mempertahankan konsentrasi. Berapa
banyak yang perlu kulaporkan kepada Ithileran"
Sikap Ithileran langsung berubah.
Sudah waktunya mengambil keputusan: ceritakan semua apa adanya... atau
berbohong.
pesawat Dome. Di Bumi banyak makhluk aneh, dan berkat kemampuan metamorfosis,
berbagai spesies itu kami manfaatkan untuk melawan kaum Yeerk.>
Ithileran tersentak kaget. Matanya melirik ke samping, dan tiba-tiba ia
menghilang dari layar. Tempatnya diisi Andalite lain.
Kini giliran aku yang terperanjat. Aku segera mengenali wajah yang menatapku.
Ia sudah tua sekali, tapi biarpun begitu kekuatannya seakan-akan terpancar dari
Kisah Tiga Kerajaan 8 Musuh Dalam Selimut Karya Liang Ie Shen Kutukan Sang Badik 3