Ceritasilat Novel Online

Ax Membalas Dendam 1

Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam Bagian 1


K.A. Applegate Ax Membalas Dendam (Animorphs # 8) Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
PROLOG SEBELUM BUMI... Kapten Nerefir berkata dengan bahasa
pikiran. Aku berada di anjungan pesawat Dome. Ini pengalaman yang luar biasa bagiku. Baru
kali ini aku diizinkan naik ke anjungan. Selama ini aku cuma duduk-duduk di
kamar atau menghabiskan waktu di kubah. Berada di anjungan bersama para perwira
dan pangeran, apalagi bersama sang kapten, merupakan kehormatan besar bagiku.
Kesempatan istimewa ini kuperoleh karena aku adik Elfangor. Kalau bukan karena
itu, aristh atau kadet seperti aku takkan mungkin naik ke anjungan. Apalagi
aristh yang pernah menabrak Kapten Nerefir begitu keras, sehingga sang kapten
terjatuh dan tanduk mata tambahannya memar. Kecelakaan itu sama sekali tidak
disengaja, tapi tetap saja tidak seharusnya kadet yang masih ingusan menabraknabrak pahlawan besar. Tapi Elfangor tokoh pujaan seluruh masyarakat, dan karena itu segala tindaktandukku dihadapi penuh toleransi. Begitulah kisah hidupku. Kalaupun aku hidup
sampai dua ratus tahun, aku tetap akan dikenal sebagai adik Elfangor.
Kami muncul dari Ruang-Z, atau Ruang Zero, yang serba putih dan lengang, dan
kembali ke ruang angkasa normal. Pada layar-layar monitor hanya terlihat
kegelapan pekat dengan kilau bintang di sana-sini. Lalu, di depan kami, pada
jarak kurang dari satu juta kilometer, terlihat planet kecil yang hampir
seluruhnya berwarna biru.
aku bertanya pada Elfangor. Bisakah kau membujuk si Ekor Tua supaya aku bisa turun ke planet itu bersamamu">
Elfangor langsung menyahut.
Diam-diam ia melirik ke arah Kapten Nerefir.Tampaknya ia kuatir ucapanku terlalu
keras. Elfangor takut ucapanku terdengar oleh Pangeran-Perang Nerefir. Tapi aku
yakin tidak. Rasanya aku...
ujar Kapten Nerefir. padaku"> Elfangor mendelik ke arahku.
Kayaknya kakakku kepingin membuangku ke ruang angkasa pada saat itu juga.
Perlahan-lahan Nerefir mengalihkan kedua mata utamanya ke arahku. Ia Andalite
tua yang gagah perkasa. Ia prajurit hebat. Pahlawan besar. Idola Elfangor.
Ia mengangguk. Tua, ya" Hmm, kedengarannya cukup bagus.> Ia mengedipkan sebelah mata kepada
Elfangor.
Tiba-tiba... seru petugas di bagian radar.
seru prajurit lain.
jarak tembak.> Kapten Nerefir memalingkan wajah dan mata utamanya ke arah kakakku, sementara
mata tambahannya tetap tertuju pada layar monitor. Roman mukanya langsung
serius.
Tapi Elfangor tidak perlu menunggu perintah. Ia sudah hampir keluar dari
anjungan. Ekorku membentur kusen pintu ketika aku mengejarnya.
perintah Elfangor.
balasku. terbang seperti...> belum lulus pendidikan. Masuklah ke kubah. Di sana kau lebih aman.>
sahutku. Tapi semua prajurit, termasuk para kadet, harus
menaati perintah. Elfangor memang kakakku. Tapi ia juga pangeranku.
Aku mendengar pengumuman dalam bahasa pikiran yang datang dari anjungan.


Elfangor dan aku tiba di sepasang dropshaft - semacam lift yang bergerak dengan
kekuatan gaib untuk membawa kita turun dari satu tingkat ke tingkat lainnya.
Aku melihat para prajurit meluncur turun ke hanggar pesawat. Aku sendiri disuruh
naik ke kubah. Tak ada yang menuju ke atas selain aku.
Aku kesal sekali. Semuanya bertempur, kecuali aku. Seusai pertempuran nanti,
Elfangor pasti semakin disanjung-sanjung sebagai pahlawan, sedangkan aku tetap
saja menjadi adiknya yang masih kecil. Si bocah.
Elfangor berhenti sejenak sebelum bergabung dengan rekan-rekannya. Ekornya
melengkung ke depan. Aku juga memajukan ekor.
Duri di ujung ekor kami bersentuhan.
ujar kakakku. lama lagi pesawatmu akan berdampingan dengan pesawatku. Tapi bukan dalam
pertempuran ini.> aku menyahut dengan gaya kaku dan resmi. Tapi ketika
berbalik ke dropshaft, aku tidak mau membiarkannya berangkat sambil mengira aku
marah padanya. Aku berkata,
jawabnya sambil tertawa.
Itulah terakhir kali aku melihatnya.
Ia turun melalui dropshaft. Aku naik ke kubah besar, yang merupakan "jantung"
pesawat kami. Kubah tembus pandang itu berisi padang luas penuh rumput, pohon,
dan air mengalir, dari planet asal kami.
Aku sendirian di situ. Satu-satunya yang bukan prajurit di pesawat Dome. Satusatunya yang tidak ikut bertempur.
Aku melihat planet biru melayang-layang di langit hitam di atasku. Planet itu
mempunyai bulan, sebuah bola tandus tanpa kehidupan. Tapi planetnya sendiri
berkesan hidup. Aku melihat awan putih bergumpal-gumpal. Sinar matahari berwarna
kuning terpantul dari permukaan samudra yang luas.
Planet itu dihuni spesies yang lumayan cerdas. Aku belajar sedikit tentang
mereka di sekolah. Mata utamaku tertuju pada cahaya terang benderang yang terpancar dari mesin
pesawat-pesawat kami. Aku berada jauh dari anjungan. Di luar jangkauan bahasa pikiran. Aku tidak
mendengar suara apa pun di dalam kepalaku.Telingaku hanya menangkap desir daundaun di pepohonan yang tertiup angin buatan. Aku berdiri di hamparan rumput
berwarna biru-kehijauan dan memperhatikan titik-titik cahaya yang menandakan
terjadinya pertempuran di orbit planet biru.
Dan tahu-tahu... aku merasakannya. Getaran yang melintas dalam benakku. Sebuah
gelombang dingin... sebuah firasat. Seperti mimpi buruk saat terjaga.
Aku mengalihkan mata tambahanku dari kancah pertempuran, dan menoleh ke bulan
yang tandus. Dan di situlah aku melihatnya.
Sebuah bayangan hitam. Bentuknya seperti kapak perang.
bisikku.
Semua pesawat tempur kami telah lepas landas. Pesawat Dome kami dilengkapi
senjata berat, tapi pesawat Blade sangat cepat dan gesit. Terlalu cepat!
Para perwira di anjungan tidak punya pilihan. Mereka harus memisahkan kubah agar
dapat bertempur. Aku merasakan getaran dan mendengar bunyi berderak-derak ketika
kubah dilepaskan dari lambung utama pesawat.
Lalu... hening Pesawatku berputar pelan-pelan. Tanpa kubah, bentuknya seperti tongkat panjang,
dengan mesin-mesin di ujung yang satu, dan anjungan di tengah. Para perwira
mencoba berputar untuk menghadapi pesawat Blade.
Terlambat. Pesawat Blade melepaskan tembakan!
Sinar Dracon, yang seterang inti matahari, membelah ruang angkasa.
Pesawat musuh menembak lagi. Berulang-ulang. Sebuah ledakan!
Ledakan tanpa suara bagaikan ledakan matahari kecil.
Pesawat itu... pesawatku... tercerai-berai menjadi atom. Satu kilatan cahaya,
dan seratus prajurit Andalite gugur.
WHUMMPPPFF! Gelombang kejut menghantam kubah, lalu berubah menjadi bunyi. Rumput yang
kuinjak mendadak terlontar ke atas. Segala sesuatu bergetar, bergoyang,
terguncang. Lututku menekuk dan aku jatuh ke rumput. Semuanya berputar!
Tak terkendali! Gaya tarik buatan terasa semakin lemah. Perangkat stabilisator
tak lagi berfungsi. Kubah itu tergelincir. Tergelincir dari orbit.
Kubah itu mulai terpengaruh gravitasi planet biru. Atmosfer yang merah membara
mengubah langit di atasku menjadi api. Mesin-mesin darurat menyala secara
otomatis, diiringi bunyi WHOOSSH yang keras. Tapi daya dorongnya hanya cukup
untuk memperlambat laju kubah yang terus meluncur menuju permukaan planet.
Jauh di bawah aku melihat samudra yang berkilau-kilau.
Krrr-EEEESSSSHHHH! Kubah itu menghantam permukaan air! Dalam sekejap saja seluruh kubah sudah
terbenam air mendidih yang mengepul-ngepul.
Aku tenggelam. Tenggelam di samudra planet biru. Aku tak berdaya.
Ketakutan. Sendirian. Rasanya lama sekali ketika seluruh kubah meluncur turun, sampai akhirnya
membentur dasar samudra. Aku menoleh ke atas, tapi permukaan air nyaris tak
terlihat. Perlahan-lahan aku bangkit. Keempat kakiku gemetaran. Aku berdiri di padang luas
yang merupakan bagian planet asalku. Sebuah taman biru-kehijauan, terdampar jauh
di bawah laut yang asing.
Dan di situlah aku menunggu selama berminggu-minggu. Dengan bahasa pikiran
kukirim pesan minta tolong kepada kakakku.
Aku tahu ia akan menyelamatkanku... kalau ia sendiri selamat.
Tapi akhirnya bukan Elfangor yang menemukanku, melainkan lima makhluk penghuni
planet biru. Lima "manusia," begitu mereka menyebut diri sendiri.
Merekalah yang menceritakan saat-saat terakhir dalam hidup Elfangor. Kakakku
telah melanggar hukum dan adat istiadat Andalite dengan memberikan kemampuan
metamorfosis kepada para manusia itu.
Aku kaget sekali, tapi berusaha menyembunyikannya. Dan mereka juga telah
menyaksikan kematian Elfangor. Kakakku menjadi korban pembunuhan berdarah dingin
yang dilakukan pemimpin kaum Yeerk: Visser Three.
Visser Three, yang membantai kakakku yang terluka dan tak berdaya.
Visser Three, satu-satunya Yeerk yang berhasil merampas dan mengendalikan tubuh
Andalite. Visser Three, sang malapetaka, yang menjadi sasaran kebencian semua Andalite.
Satu-satunya Pengendali-Andalite yang pernah ada.
Ia telah membunuh Elfangor, dan aku mewarisi beban yang sangat berat. Sesuai
adat istiadat Andalite, aku wajib membalas kematian kakakku.
Suatu hari kelak aku harus membunuh Visser Three.
Chapter 1 BUMI... [Ciri-ciri manusia yang paling menarik perhatian Andalite pastilah bahwa mereka
berjalan dengan dua kaki. Rasanya janggal melihat begitu banyak makhluk berjalan
seperti itu. Tapi walaupun hanya berkaki dua, mereka jarang terjatuh. - Dari Buku
Harian Bumi milik Aximili-Esgarrouth-Isthil]
Nama lengkapku Aximili-Esgarrouth-Isthill. Oleh teman-temanku dari kalangan
manusia aku dipanggil Ax.
Aku Andalite muda. Aku berkaki empat. Aku memiliki sepasang lengan. Dan aku juga
mempunyai ekor. Kata orang, penampilanku seperti gabungan antara rusa, kalajengking, dan
manusia. Aku pernah melihat rusa di hutan, dan aku tidak sependapat.
Pertama, rusa memiliki mulut, sedangkan aku tidak. Dan mata mereka cuma dua,
sedangkan mataku ada empat.
Mengenai kalajengking, binatang itu baru kulihat di foto. Kalau ekornya memang
mirip. Ekor Andalite juga melengkung ke atas, dan ujungnya berduri sangat tajam.
Sebagai Andalite, aku mempunyai kemampuan untuk bermetamorfosis, alias berubah
wujud. Kemampuan ini bukan bawaan sejak lahir, melainkan teknologi ciptaan kami
sendiri. Kami satu-satunya bangsa di seluruh galaksi yang menguasai kemampuan
itu. Ditambah teman-teman manusiaku. Mereka juga bisa berubah wujud. Tapi itu
pun berkat ilmu pengetahuan Andalite. Dan juga berkat kakakku, yang melanggar
hukum kami dengan memberikan kemampuan itu kepada mereka.
Satu-satunya masalah adalah batas waktu yang tidak boleh dilanggar: dua jam
waktu Bumi. Batas waktu itulah yang menjadi kendala ketika aku dan teman-temanku mengawali
suatu misi. Misi yang menuntut perencanaan matang dan pemilihan waktu secara
tepat. Misi yang penuh risiko. Waktu itu kami mau ke bioskop.
"Oke, begini aturannya, Ax," kata Marco. "Kau boleh menonton bagian pertama film
selama satu jam. Tapi cuma sampai di situ. Kita akan ke bioskop di mall, dan kau
boleh menonton satu jam. Setelah itu kita harus balik ke hutan, supaya kau bisa
kembali ke wujud aslimu."
Pertunjukan film. Film termasuk bagian penting dari kebudayaan manusia. Dan
kalau aku memang harus terdampar di Bumi di antara makhluk asing, sebaiknya aku
belajar sebanyak-banyaknya tentang mereka. Mungkin aku takkan menjadi pahlawan
besar seperti Elfangor, tapi paling tidak aku bisa menjadi ahli manusia
terkemuka. Untuk pergi ke bioskop, aku harus berganti wujud dulu. Aku tidak bisa
berkeliaran di tempat umum dalam wujud Andalite. Para manusia pasti ketakutan.
Dan para Pengendali - yaitu orang-orang yang tubuhnya dikuasai parasit Yeerk - pasti
berusaha membunuhku. Dan itu tentu saja tidak sesuai dengan tujuanku pergi ke
bioskop. Aku harus bermetamorfosis. Berubah wujud. Tapi sosok yang akan kutiru kali ini
sudah beberapa kali kugunakan. Aku yakin takkan ada kesulitan.
Kami berkumpul di bawah pepohonan di hutan yang menjadi tempat tinggalku
sekarang. Ada Pangeran Jake, Marco, Cassie, Rachel, dan Tobias. Tapi Tobias
berada agak jauh dari yang lain.
"Oke, kita mulai saja," ujar Jake, mulutnya bersuara untuk membentuk kata. Ia
melirik jam tangannya. "Rachel" Sudah siap dengan rencana untuk keadaan darurat" Ke mana kita akan
membawa Ax bila dia tiba-tiba harus kembali ke wujud aslinya?"
"Ke kamar pas di Nordstrom's. Kamar pasnya luas dan terlindung. Terbaik di
seluruh mall. Cassie dan aku akan menunggu di depan bioskop. Kami siap membawa
Ax ke Nordstrom's kalau ada apa-apa."
"Dan Rachel berjanji takkan mampir di Miss Junior dulu untuk belanja," Cassie
menambahkan sambil nyengir.
Jake menoleh ke langit. Di atas pohon-pohon seekor elang ekor merah sedang
melayang-layang. "Tobias!" Jake memanggil.
Tobias menjawab dengan bahasa pikiran.
Tobias adalah nothlit: seseorang yang terperangkap dalam wujud makhluk lain.
Inilah yang terjadi kalau batas waktu dua jam dilanggar.
Tobias sebenarnya manusia, tapi tubuhnya berwujud elang. Ia telah menyesuaikan
diri dengan hidup barunya yang aneh. Ia tinggal di hutan bersamaku.
Sudah lama aku mengharap Tobias akan mengajukan pertanyaan yang pasti
menghantuinya siang dan malam: apakah ada kemungkinan ia bisa keluar dari tubuh
elangnya. Tapi ia tak pernah menanyakan soal itu. Mungkin ia takut mendengar
jawabannya. Dan karena itu aku pun tak pernah menyinggung masalah tersebut.
"Oke," ujar Jake. "Kita mulai saja."
Aku mulai berubah. Hal pertama yang kusadari adalah perasaan aneh ketika organorgan tubuhku mulai bergeser-geser. Aku sempat tersentak sewaktu jantungku yang
kedua dan ketiga berhenti berdenyut. Tulang belakangku mulai mengerut, diiringi
suara berderak-derak. Dalam sekejap saja aku sudah mulai sulit menjagakeseimbangan karena kaki depanku
mengecil. Lenganku bertambah panjang dan kuat. Dua jari tanganku menyatu,
sehingga masing-masing tanganku menjadi berjari lima. Pundakku bertambah lebar
untuk mengimbangi lenganku yang semakin besar. Dan kaki belakangku pun bertambah
kokoh, karena berat yang harus ditopang pun bertambah.
Tanduk di kepalaku mulai mengerut, dan secara bersamaan penglihatan kedua mata
tambahanku semakin redup, seakan-akan ada yang mematikan lampu. Tiba-tiba saja
keduanya sudah lenyap, dan mataku tinggal sepasang.
Perubahan itulah yang paling tidak kusukai. Pandangan kita begitu terbatas kalau


Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya bermata dua. Kita cuma bisa melihat ke satu arah, sama sekali tidak bisa
melihat ke belakang. Tulang punggungku terus mengerut, dan bahkan tertarik keluar dari ekorku.
Akibatnya, ekorku menggelantung seperti seutas tali. Dan akhirnya sisa ekorku
itu pun lenyap. "Tahan dia, sebelum dia terbalik," ujar Pangeran Jake. Ia dan Marco membantuku
berdiri tegak, sementara kaki depanku menghilang sama sekali.
"Hei, hei, pakaian!" Rachel berkata sambil meringis. "Jangan lupa berpakaian,
Ax!" Sementara wujudku terus berubah, secara bersamaan muncul pakaian yang membungkus
tubuhku dengan ketat. Membuat pakaian adalah bagian paling sulit dari proses
metamorfosis. Sampai sekarang aku cuma bisa membuat pakaian yang sangat ketat.
"Sudah selesai?" tanya Pangeran Jake.
Aku mengamati keadaan diriku. Tubuhku oleng karena terpaksa berdiri dengan dua
kaki saja. Aku memiliki sepasang lengan kekar dan sepuluh jari yang kuat.
Sebagian besar diriku tidak berbulu. Mataku lemah dan hanya bisa memandang lurus
ke depan. Pendengaranku cukup baik. Otakku berfungsi normal. Dan kini aku juga
mempunyai mulut. "es," aku berkata dengan menggunakan mulutku. "Yessss. Ssss. Yes-seh. Aku sudah
selesai." Aku telah menjelma sebagai manusia. DNA-nya berasal dari contoh-contoh yang
kuserap dari Jake, Cassie, Rachel, dan Marco.
Sebenarnya aku juga ingin menyadap DNA Tobias, tapi sayangnya itu tidak mungkin
karena ia nothlit. Teman-teman manusiaku agak berbeda satu sama lainnya, tapi mereka semua hanya
punya dua kaki, dua tangan, dan dua mata. Dan masing-masing memiliki satu mulut.
Pangeran Jake bertubuh besar dan berkulit pucat, dengan rambut berwarna cokelat.
Cassie lebih pendek dan berkulit lebih gelap. Rambutnya juga cokelat, hanya saja
warnanya lebih tua. Marco juga pendek dan berkulit sedang, dengan rambut panjang
berwarna cokelat. Rachel lebih tinggi, berkulit pucat, dan berambut kuning. Tak
satu pun dari mereka yang mempunyai ekor.
"Aku selalu merinding setiap kali melihatnya," Marco berkata sambil melirik ke
arahku. "Kayaknya kita berempat dicampur aduk dengan blender. Lihat saja,
matanya persis mataku."
"Ya, memang," Rachel menimpali. "Setiap kali aku melihat dia, dalam hati aku
berkata, 'Wow, tampangnya boleh juga.' Tapi setelah itu aku melihat sesuatu yang
mirip Cassie. Atau lebih gawat lagi, mirip aku!"
"Hah" Rachel tergila-gila pada tampangnya sendiri?" Marco bertanya dengan nada
suara yang oleh kaum manusia disebut menyindir. Kemudian ia mengerutkan kening.
"Aku tetap belum yakin dengan rencana ini. Para pengendali bisa..."
"Stop!" Pangeran Jake menyela. "Jangan bicara tentang para Pengendali, Yeerk,
atau Visser Three. Sekarang waktunya bersantai. Kita semua sudah capek
bertempur. Kita sudah menghancurkan Kandrona. Kita mengalahkan monster mardrut
mereka. Sekarang waktunya beristirahat. Ax mau belajar lebih banyak tentang
manusia, dan itulah yang akan kita lakukan."
Dari dulu aku bukan murid yang baik, tapi aku sudah bisa membayangkan pertanyaan
rekan-rekan Andalite bila mereka datang untuk menyelamatkanku. Mereka pasti
bertanya, Dan aku
terpaksa menjawab,
Aku ingin belajar sebanyak mungkin tentang umat manusia, tanpa harus
mengungkapkan terlalu banyak tentang kaum Andalite.
Ada beberapa hal yang tak mungkin kuceritakan kepada teman-teman manusiaku.
Khususnya hal-hal yang bisa membuat mereka berbalik menentangku.
"Seharusnya kaum Yeerk kita hajar sekarang, mumpung mereka lemah," Rachel
menggerutu. "Kita tahu mereka butuh waktu seminggu untuk mengganti Kandrona yang
kita hancurkan. Berarti mereka masih kekurangan sinar Kandrona. Sekaranglah saat
yang tepat untuk menyerang mereka!"
Kaum Yeerk adalah bangsa parasit yang berwujud seperti keong tanpa rumah. Mereka
menguasai sepenuhnya tubuh induk semang, dan menjadikannya sebagai "Pengendali."
Ada Pengendali-Hork-Bajir, Pengendali-Taxxon, dan sekarang juga semakin banyak
Pengendali-Manusia. Setiap orang yang kaukenal mungkin saja seorang Pengendali.
Tak ada yang tahu pasti - kecuali kaum Andalite.
Aku cenderung membenarkan pendapat Rachel. Tapi aku juga memahami kekuatiran
Pangeran Jake. Pejuang setangguh apa pun tidak mungkin bertempur terus-menerus.
"Begini," ujar Pangeran Jake. "Kita sudah memberi pukulan telak kepada kaum
Yeerk. Rencana kita berhasil dengan baik. Tapi kita tahu bahwa mereka sedang
membangun Kandrona pengganti, jadi jangan anggap mereka lemah. Lagi pula, sampai
sekarang belum ada tanda-tanda bahwa mereka memang lemah. Tadinya aku menyangka
akan melihat Yeerk mati di mana-mana. Aku menyangka para bekas Pengendali bisa
bebas lagi. Tapi nyatanya tidak begitu. Mereka masih bisa bertahan."
"Kita tidak mungkin tahu apa yang sedang terjadi di antara kaum Yeerk," ujar
Cassie. "Kita memang tidak melihat mereka menderita, tapi itu tidak berarti
keadaan mereka baik-baik saja."
"Tuh, mulai lagi deh, bicara tentang kaum Yeerk." Jake berkata dengan jengkel.
"Kita baru saja lolos dari pertempuran yang amat sangat tidak menyenangkan. Kita
nyaris celaka. Dan itu bukan untuk pertama kalinya. Jadi sekarang kita mau
santai dan hidup normal. Kita mau ke bioskop. Dan kita mau bersenang-senang. Dan
tak seorang pun...Rachel... akan cari gara-gara."
"Hebat ya, kalau dia sudah mulai tegas seperti ini," ujar Marco kepada Cassie.
"Kadang-kadang dia persis Arnold Schwarzenegger."
"Oke, Ax," kata Jake. "Sekarang pakai baju dulu."
"Pangeran Jake, aku sudah memakai baju ini," ujarku sambil menunjuk benda yang
membungkus tubuhku. "Memakai. Kai. Ka-i."
Membuat bunyi dengan mulut benar-benar ajaib. Kata-kata dibentuk dengan
menggetarkan tenggorokan dan menggerakkan lidah.
Tapi ada bunyi tertentu yang lebih asyik daripada bunyi lainnya. Dan dari
semuanya, aku paling suka bunyi "kai."
"Jangan panggil aku 'Pangeran'," kata Pangeran Jake.
"Ax, pakaianmu seperti anggota sirkus," Marco berkomentar.
"Kau tidak bisa jalan-jalan di tempat umum dengan celana dan baju ketat," ujar
Rachel. "Nanti bakal heboh. Nih."
Ia menyerahkan sebuah tas padaku. Di dalamnya ada beberapa potong pakaian. Aku
membutuhkan waktu beberapa menit untuk mengenakan semuanya. Begitu banyak yang
harus kita ingat, sebab setiap potong pakaian harus dipakai dengan cara
tertentu. Kaus kaki misalnya, harus dipasang di kaki dan bukan di tangan.
Setelah aku selesai, semua memandangku. Tobias pun turun untuk mengamati
penampilanku. "Rachel, dia seperti mau pergi ke country club untuk main polo," kata Marco.
"Mestinya jangan kau yang memilih bajunya. Dia bisa menarik perhatian anak-anak
berandal. Mereka pasti gatal, kepingin mengeroyoknya. Bahkan aku pun mau ambil
bagian." "Ini penampilan klasik, tahu!" sahut Rachel gusar. "Sejak kapan kau jadi ahli
mode" Kau, cowok yang pakaiannya tidak keruan?"
"Penampilannya boleh juga kok," Cassie berkata.
Tobias berkomentar dari dahan tempat ia
bertengger. "Masa, sih?" tanyaku.
balas Tobias.
Ax-man. Begitulah Tobias kadang-kadang menyapaku.
"Ayo, Ax," Pangeran Jake mengajak sambil tersenyum. "Kita berangkat sekarang.
Kami akan melindungimu kalau ada yang mau berbuat macam-macam."
Chapter 2 "AKU tidak mengerti jalan cerita film tadi," kataku.
Kami berada di bioskop. Aku sedang "duduk." Itu berarti kita membungkukkan badan
dan menopangnya dengan bantalan lemak di bagian bawah punggung.
"Itu cuma cuplikan, Ax," Pangeran Jake menjelaskan. "Itu sekadar untuk memberi
gambaran seperti apa film yang bakal diputar nanti."
"Oh begitu. Sekarang aku mengerti. Tapi kenapa layarnya datar dan hanya dua
dimensi" Datar. Da-tarrr."
"Karena bioskop memang begitu."
"Oh." "Mau coba popcorn?" tanya Marco. Ia memegang salah satu kotak terbuka yang
mereka beli tadi. Ia menyodorkannya kepadaku.
"Apakah ini makanan?" tanyaku.
"Ehm, bisa dibilang begitu," sahut Pangeran Jake. "Tapi, Ax" Kautahu sendiri
bagaimana tingkahmu kalau ada makanan, kan" Jadi ingat - jangan terbawa emosi."
Aku memperhatikan Marco makan popcorn, lalu aku meniru gerak-geriknya. Aku
menyelipkan jari manusiaku yang besar ke dalam kotak. Aku mengambil segenggam
dan memasukkannya ke mulutku.
Aku mulai mengunyah. Teksturnya kasar dan aneh. Dan rasanya! Aku langsung teringat makanan yang
disebut piza. Selain itu juga ada sedikit aroma puntung rokok, yang sangat
kusukai. Tapi Pangeran Jake melarangku makan puntung rokok lagi. Katanya, itu
tidak baik untuk kesehatan.
Aku kembali mengambil segenggam popcorn. Aku mengunyah. Lalu kuambil segenggam
lagi. "Enak sekali!" seruku.
"Rasanya seperti popcorn yang sudah seminggu," Marco berkomentar.
"Aroma apa ini" Apa namanya?"
"Entahlah. Garam" Lemak?"
"Garam!" ujarku sambil menikmati bunyi kata itu. "Garam! Dan lemak! Lemmm-mak!"
"Hei, jangan ribut," kata seseorang di belakangku. "Filmnya sudah mau mulai."
"Garam. Gar-ram. Lemak. Lemakhhh."
"Ax, jangan bicara keras-keras, oke?" Pangeran Jake menegurku.
"Nih, pegang saja kotaknya," kata Marco.
Ia menyerahkan kotak popcorn padaku, dan aku segera menghabiskan sisanya.
"Jangan kotaknya!" Marco meratap. "Kotaknya jangan ikut dimakan!"
"Tapi kan ada aroma garam dan lemaknya," aku membela diri.
"Aduh, sudah waktunya pulang, belum sih?" Marco mengeluh pada Pangeran Jake.
"Rasanya makin cepat makin baik nih."
Filmnya dimulai. Aku melihat manusia dan bukan-manusia yang sama-sama memakai
baju seragam. Tampaknya mereka berada di dalam pesawat ruang angkasa.
"Pesawat apa itu?" tanyaku. "Sepintas mirip pesawat barang Hawjabran."
"Itu pesawat Enterprise," jawab Pangeran Jake. "Tapi itu cuma khayalan, bukan
pesawat sungguhan." "Ya, aku tahu," ujarku. "Aku tahu bagaimana wujud pesawat antar bintang
sungguhan." Marco dan Pangeran Jake bertukar pandang. Keduanya tersenyum.
Dalam sekejap saja aku sudah bosan mengikuti alur cerita film itu. Bayangkan
saja, salah satu tokoh jelas-jelas wanita Ongachic. Tapi di sini makhluk itu
disebut "Klingon." Kan tidak masuk akal.
Namun secara kebetulan aku mengetahui sesuatu yang menggemparkan: rupanya masih
ada popcorn! Di dalam kotak-kotak di lantai. Tadi aku tidak melihatnya karena
gelap. Di sebelah kananku ada kotak yang ternyata masih setengah penuh.
Cepat-cepat kuhabiskan popcorn baru ini. Kemudian aku menemukan benda lain di
lantai. Sebuah kotak yang lebih kecil. Di dalamnya ada tiga bola kecil berwarna
cokelat. Tanpa pikir panjang kumakan ketiganya.
Seketika seluruh planet serasa berhenti berputar. Rasanya, wow! Tidak bisa
kujelaskan dengan kata-kata!
Bola-bola itu berbeda dari apa pun yang pernah kucicipi. Seluruh hidupku
mendadak berubah. Aku seolah-olah telah memasuki dunia baru.
Lagi! Aku ingin lagi! Aku berlutut dan mulai mencari. Aku merangkak di lantai sambil mencari-cari
makanan lezat itu. Merangkak lebih mudah daripada berjalan. Paling tidak, saat
merangkak kita berkaki empat.
Selain itu, manusia juga melapisi lantai dengan bahan yang lengket, sehingga
kita tidak mudah tergelincir.
Aku tidak berhasil menemukan kotak berisi bola-bola kecil. Tapi aku mendapatkan
kantong plastik kecil yang sudah diremas-remas. Dan di dalam kantong plastik itu
ada sesuatu yang berbau seperti bola-bola tadi.
Langsung saja aku memasukkannya ke dalam mulut. Ya! Rasanya persis sama! Begitu
lezat. Tapi... ada bedanya. Yang ini lebih renyah. Dan juga ada aroma lain.
Lantai bioskop ternyata penuh makanan lezat! Aku terus merangkak. Aku harus
melewati beberapa orang yang sedang duduk, dan semuanya bersuara keras ketika
aku lewat. "Hei, konyol! Mau apa, sih?"
"Jangan ganggu aku, brengsek!"
Tapi aku sudah membulatkan tekad. Aku harus mendapatkan lebih banyak makanan
berwarna cokelat itu! Harus!
Ya! Berhasil! Satu kotak kecil lagi, dan yang ini setengah penuh kepingan warnawarni. Dan di dalam masing-masing kepingan ada makanan berwarna cokelat yang
begitu ajaib. Lagi! Lagi! Aku mau lagi!
Tuh! Ada manusia kecil yang memegang satu kotak berisi bola cokelat! Tapi tidak
bisa kuambil begitu saja. Aku harus minta izin dulu.Aku menatapnya dari lantai.
"Aku mau minta bola-bola, ya"!" tanyaku. "Bola-bola. La-la!"
"MOMMY!" "Mau apa kau?" seru manusia lain.
"MOMMY! Cokelatku mau diambil!"
Aku mendengar suara yang sudah akrab di telingaku. Ternyata suara Marco. "Di
mana dia" Jake! Mana Ax?"
"Aku cuma mau makan bola cokelat!" aku menjelaskan kepada bocah kecil yang
menjerit-jerit itu. Tiba-tiba aku merasakan diriku diangkat oleh Pangeran Jake dan Marco. Mereka
mengangkatku dari lantai dan menyeretku pergi.
"Bola-bola!" aku berseru. Aku berusaha menyambar kotak yang dipegang si manusia
kecil. "Bola-bola!"
Chapter 3 [Banyak bahaya yang siap menghadang Andalite berwujud manusia. Yang paling jelas
adalah bahaya terjerembap karena kita cuma berkaki dua. Dorongan sepelan apa pun
akan membuat kita terbalik. Tapi bahaya yang lebih gawat lagi adalah indra
pengecap. Indra itu bisa membuat kita jadi gila!
Terutama kalau berhubungan dengan roti kayu manis atau cokelat. - Dari Buku
Harian Bumi milik Aximili-Esgarrouth-Isthill]
PADA waktu aku berhasil dibawa keluar bioskop oleh Marco dan Pangeran Jake - aku
setengah diseret, setengah digotong - aku sudah kembali tenang. Kami keluar, ke
tempat terbuka yang diterangi sinar matahari. Tempat itu digunakan untuk
memarkir mobil. "Oke, kelihatannya kita bisa menarik pelajaran dari kejadian ini," ujar Pangeran
Jake. "Ax jangan diberi cokelat."
"Cokelat" Cok" Cok-lat?" aku meniru kata baru itu. "Bola-bola tadi disebut
cokelat" Bagaimana dengan keping-keping warna-warni itu?"
"Sebenarnya bola-bola itu bernama Raisinets. Dan keping-keping itu adalah M&M's.
Kau sudah tenang sekarang, Ax?" tanya Pangeran Jake.
Aku tidak tahu apakah ia marah atau geli.
"Ya," sahutku dengan suara gemetaran. "Aku... rasanya! Rasanya begitu lezat!"
Cassie dan Rachel keluar dari pintu mall. Mereka memandang ke arah kami, tapi
tetap menjaga jarak. Seperti biasa, kami sengaja tidak mengelompok. Para
Pengendali ada di mana-mana.
Tiba-tiba aku mendengar pesan dalam bahasa pikiran. Filmnya jelek banget, ya">
Rupanya Tobias, yang sedang berpatroli jauh di atas. Tentu saja tak ada yang
bisa menjawabnya. Manusia hanya bisa menggunakan bahasa pikiran kalau sedang
berubah wujud. Dan karena aku sedang menjelma sebagai manusia, aku pun terikat
pada bahasa lisan. Tobias melaporkan. orang yang berteriak-teriak sambil lari sempoyongan. Polisi sudah datang. Aku
yakin aku sempat mendengar kata 'Yeerk.' Orang itu menuju ke arah kalian.>
Pada saat yang sama aku juga mendengarnya. Ada manusia yang berteriak-teriak
dengan suara serak. "Di sebelah sana," Marco bergumam.
Seorang pria muncul. Tampaknya ia mengalami kesulitan untuk berdiri tegak. Ia
bersandar ke dinding dan bergerak maju dengan terhuyung-huyung. Orang-orang lain
menatapnya sejenak sebelum cepat-cepat menyingkir.
"Dengarkan aku! Dengarkan aku!" ia berseru sambil memandang berkeliling dengan
liar. "Mereka ada di sini! Mereka ada di sini! Mereka ada di mana-mana! Kaum
Yeerk ada di sini!" Tubuh manusiaku seperti tersengat listrik. Tubuh manusia menjadi sangat tegang


Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau terkejut. Aku melihat Pangeran Jake dan Marco mengalami reaksi yang sama.
Aku mendengar raungan sirene yang semakin dekat.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Marco.
Pangeran Jake berpaling kepada Rachel dan Cassie. Ia membuat isyarat dengan
tangannya. "Berpencar!" katanya.
"Mereka ada di siniiii!" seru pria itu. "Aaaahhhh!" Tiba-tiba saja ia menutup
telinga kirinya dengan kedua tangan. "Kena kau! Kena kau! Mati! Mati!"
"Dia Pengendali," ujarku. "Yeerk di dalam kepalanya sedang sekarat."
Jake membalas tatapanku. "Aku tahu," katanya. "Aku pernah mengalami hal yang
sama." Aku mengangguk. Jake memang pernah jadi Pengendali, meskipun hanya sebentar
saja. Kami berhasil menyekap Jake sampai Yeerk yang menguasainya mati. Kaum
Yeerk hidup dalam otak spesies lain, tapi tiga hari sekali waktu Bumi mereka
harus berendam dalam kolam Yeerk dan menyerap sinar Kandrona. Tanpa sinar
Kandrona, mereka akan kelaparan dan mati.
Sinar Kandrona dipancarkan dari alat yang dinamakan Kandrona. (Sebenarnya
sebutan lengkap untuk alat itu adalah Generator Gelombang/Partikel Kandrona.)
Sinar itu dipancarkan dan kemudian dikumpulkan di kolam Yeerk, tempat kaum Yeerk
mencari makan. Kami telah menemukan dan menghancurkan Kandrona yang dipasang di Bumi.
"Kenapa semua ini baru terjadi sekarang?" tanya Rachel.
"Sudah beberapa minggu berlalu sejak kita menghancurkan Kandrona. Dan sepertinya
selama itu tidak terjadi apa-apa. Kenapa justru sekarang?"
Aku angkat bahu, isyarat yang biasa digunakan manusia untuk menunjukkan mereka
tidak tahu. "Entahlah, Rachel. Mungkin kaum Yeerk sudah sampai pada batas
kemampuan mereka. Mereka pasti repot sekali membawa para Pengendali mondarmandir ke pesawat induk. In-dukhhh. Barangkali ada sesuatu yang rusak."
"Kupikir para penjelajah ruang angkasa seperti kalian tidak kenal kata rusak,"
kata Marco. "Kerusakan bisa saja terjadi," aku berterus terang.
"Hmm, sudahlah. Berarti kaum Yeerk berkurang satu," Marco berkomentar.
Pria tadi sedang menjerit sambil menarik-narik telinganya. Aku bisa melihat
ujung tubuh Yeerk yang sedang sekarat ketika keluar dari kepala pria itu.
"Bisakah kita melakukan sesuatu?"
Cassie yang bertanya. Ia dan Rachel telah melanggar perintah Pangeran Jake untuk
berpencar. Mereka bergabung dengan kami dan ikut menyaksikan adegan yang sedang
terjadi. "Kita harus pergi dari sini," ujar Pangeran Jake. "Tapi mungkin sekaranglah
awalnya. Bisa jadi hanya satu orang ini, tapi moga-moga masih banyak lagi.
Akhirnya kaum Yeerk berguguran! Para Pengendali tiba-tiba kembali jadi manusia
bebas. Semula kupikir terjadinya beberapa minggu yang lalu." Ia menyeringai.
Roman mukanya liar. "Mereka akan mati, dan induk semang mereka akan bebas.
Mulanya orang-orang malang itu akan dianggap gila. Tapi bagaimana kalau sudah
ada sepuluh, dua puluh, lima puluh orang yang berteriak-teriak soal Yeerk" Itu
takkan bisa ditutup-tutupi. Seluruh dunia akan tahu!"
Nada suaranya meninggi, dan ucapannya meluncur lebih cepat dari biasanya.
Kelihatan jelas bahwa ia sedang emosi.
Tiba-tiba sebuah ambulans muncul, diikuti dua mobil polisi, semuanya dengan
lampu berkedap-kedip dan sirene meraung-raung.
"Hah!" kata Marco. "Aku yakin di antara para petugas polisi ada beberapa yang
sudah jadi Pengendali, tapi tidak mungkin semuanya! Jake benar. Rahasia ini
bakal terbongkar! Semua orang akan tahu apa yang sedang terjadi!"
"Kandrona pengganti belum dipasang," ujar Rachel. "Jadi, seharusnya lebih banyak
kejadian seperti ini. Rupanya, sampai saat ini, kaum Yeerk berhasil menemukan
cara untuk mengatasi kesulitan mereka."
Rachel prajurit sejati. Ia tidak pernah menganggap enteng lawan-lawannya. Kalau
belum jelas, ia belum mau berbicara tentang kemenangan.
Tapi yang lain tampak gembira sekali. Mereka percaya banyak Yeerk akan mati, dan
para induk semang akan bebas untuk menceritakan kisah mereka kepada dunia.
Mereka percaya mereka sudah memenangkan perang.
Aku sedih melihat mereka. Sebab aku tahu keadaan sebenarnya.
Aku tahu cara kerja kaum Yeerk. Hampir saja kuberitahu Pangeran Jake saat itu
juga. Ia mempunyai alasan khusus untuk berharap. Kakaknya, Tom, salah satu
Pengendali. Tak ada yang lebih diinginkan Pangeran Jake selain kebebasan
kakaknya. Tapi aku tahu bahwa munculnya Pengendali dengan Yeerk yang sedang sekarat ini
hanyalah kelalaian. Tampaknya ada yang tidak beres dalam misi rahasia kaum
Yeerk, tapi aku tahu takkan ada saksi seorang pun.
Aku tahu bagaimana nasib yang akan menimpa manusia malang yang tengah berteriakteriak itu. Jake pangeranku, pemimpinku. Tapi kalau aku memberitahunya... pasti akan timbul
pertanyaan. Dan aku takkan bisa menjawab. Aku takkan bisa menjawab tanpa
mengungkapkan rahasia mengerikan di balik hukum Kebaikan Seerow.
Orang-orang keluar dari ambulans dan kedua mobil patroli polisi. Sebagian besar
adalah manusia normal, seperti yang dikatakan Marco. Mereka menangkap pria yang
sedang menjerit-jerit sambil menarik-narik Yeerk dari telinganya itu.
"Oh, Tuhan! Apa ini" Dia menarik otaknya ke luar!" seru salah satu petugas
polisi dengan ngeri. "Kaum Yeerk! Mereka ada di sini!" teriak si pria malang. "Matilah kau! Mati!
Keluar dari kepalaku dan matilah! Aku bebas!"
Para petugas polisi mengepung pria itu dan menggiringnya ke ambulans. Kejadian
selanjutnya nyaris tak terlihat, kecuali kalau kita memang sudah menunggunya:
salah satu petugas mengeluarkan tabung logam berukuran kecil dari saku, dan
menempelkannya ke tengkuk pria itu.
"Ya ampun!" seru Cassie. "Barangkali harapan kita akhirnya terkabul. Barangkali
semua orang akan sadar apa yang sedang terjadi!"
"Mereka telah menangkap makhluk Yeerk dalam keadaan hidup," ujar Pangeran Jake.
"Ini tidak mungkin ditutup-tutupi terus."
Sekali lagi terlintas dalam benakku untuk mengungkapkan keadaan sesungguhnya
kepada mereka. Si bekas Pengendali takkan selamat. Makhluk Yeerk yang dimasukkan
dalam tabung logam itu akan hancur menjadi debu. Dan takkan ada bukti yang
tersisa. Tapi meskipun aku berteman dengan anak-anak manusia itu, meskipun kami telah
bertempur bahu-membahu, ada beberapa rahasia yang tidak mungkin kuceritakan pada
mereka. Aku tidak mungkin menceritakan bagaimana Yeerk - si bangsa parasit itu - bisa
menjadi ancaman bagi seluruh galaksi.
Aku tidak bisa berterus-terang kenapa kaum Andalite harus berperang melawan kaum
Yeerk. Kenapa kami tidak punya pilihan selain memerangi mereka. Kenapa kebencian
kami begitu mendalam. Kami, kaum Andalite, punya banyak rahasia. Dan rahasia terbesar adalah rasa
bersalah yang harus kami tanggung.
"Wah, hebat," Pangeran Jake berkata sambil tersenyum.
"Ya," kataku. "Hebat."
Chapter 4 KETIKA matahari terbit keesokan pagi, aku berdiri di tepi sungai kecil tempat
aku minum setiap hari. Alang-alang, bercampur dengan daun kering dan daun
cemara, tumbuh sampai ke tepi air. Matahari masih bersembunyi di balik pohonpohon. aku berkata sambil mencelupkan kaki
kanan depan ke air. Itulah awal upacara pagi.
aku melanjutkan. Aku mundur sedikit
dan menginjak serumpun rumput dengan kaki yang sama.
Aku merentangkan tangan lebar-lebar.
Aku mengarahkan keempat mataku ke
matahari. Aku menghela napas. Ini semua tak ada gunanya. Dari dulu aku memang tidak
terlalu peduli pada segala macam bentuk upacara. Tapi kita wajib mengerjakannya
kalau kita mau menjadi prajurit. Setiap aristh yang ketahuan tidak serius
melaksanakan kewajiban itu, langsung mendapat teguran lisan.
Tapi aku berada lebih satu miliar kilometer dari rumahku. Rasanya tidak banyak
alasan untuk tetap bersikap sebagai kadet yang baik. Aku sendirian di antara
makhluk-makhluk asing. Siapa yang peduli apakah aku menjalankan upacara atau
tidak" Aku membungkuk rendah. satu-satunya pedomanku. Ketaatan pada pangeranku, satu-satunya kejayaanku. >
Aku ragu-ragu. Tobias baru saja mendarat di dahan pohon di atasku.

Aku menegakkan badan, lalu pasang kuda-kuda. kadet Andalite, menyerahkan jiwaku. >
Bersamaan dengan ucapan itu, aku menempelkan duri tajam di ujung ekorku ke
leherku sendiri. Kemudian aku mengendurkan ekor.
Inilah bagian dari upacara yang bertujuan melakukan introspeksi. Kita harus
merenungkan seluruh rangkaian upacara, dan menilai apakah kita sudah memenuhi
semua kewajiban yang telah digariskan.
Kehancuran musuh-musuhku, tekadku yang paling kukuh. Bagian itulah yang terus
mengiang di telingaku. Aku belum menghancurkan musuhku. Musuhku mengerikan dan begitu berkuasa. Dan
kalau aku mencoba menghancurkannya, akulah yang akan tewas.
Tapi itu tidak penting. Yang penting adalah musuh. Makhluk yang membunuh
kakakku. Bukan di medan perang, tapi saat kakakku tergeletak nyaris tak berdaya.
Para manusia-lah yang menceritakan saat-saat terakhir kehidupan Elfangor. Ketika
kubahku tenggelam ke dasar samudra Bumi, pesawat tempur kakakku tertembak jatuh
oleh kaum Yeerk. Ia mendarat di tempat pembangunan yang terbengkalai. Kebetulan lima manusia muda
lewat di sana: Jake, Cassie, Marco, Rachel, dan Tobias.
Elfangor sekarat, dan ia tahu kini tak ada lagi yang bisa membela Bumi. Ia
memberitahukan ancaman Yeerk kepada kelima anak muda itu. Dan kemudian ia
melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukannya. Ia memberi mereka
senjata untuk melawan kaum Yeerk. Ia memberi mereka kemampuan kaum Andalite
untuk bermetamorfosis. Sepanjang sejarah belum pernah ada makhluk bukan Andalite yang diberi kemampuan
tersebut. Itu melanggar hukum kami yang paling pokok, yaitu hukum Kebaikan
Seerow. Hanya ada satu makhluk lain yang mampu berganti wujud, yakni Yeerk yang merampas
dan menguasai tubuh Andalite. Ia satu-satunya Pengendali-Andalite. Ada ratusan
ribu Hork-Bajir, Taxxon, dan manusia yang diperbudak oleh kaum Yeerk, tapi hanya
satu Andalite. Hanya ada satu Yeerk yang menguasai tubuh Andalite, dan memiliki kemampuan untuk
berubah wujud. Dialah si pencipta malapetaka: Visser Three.
Para manusia menceritakan pertempuran Elfangor yang terakhir. Bagaimana Visser
Three menjelma sebagai monster raksasa yang mengerikan. Bagaimana Elfangor
bertempur sampai titik darah penghabisan. Bagaimana Visser Three membuka mulut
dan... Para manusia tidak tahu bahwa Elfangor akan mendapat masalah besar seandainya ia
selamat. Paling tidak, kedudukannya akan diturunkan. Ia takkan lagi berpangkat
pangeran. Riwayat Elfangor sebagai pahlawan besar akan tamat.

Aku sudah lebih dari sekali menghadapi Visser Three. Tapi aku belum berhasil
mematikannya. Aku tidak punya alasan, selain bahwa aku baru aristh.
Andaikata aku sudah prajurit penuh, kehormatanku akan tercoreng karena tidak
berhasil mengalahkannya. Elfangor pasti punya keberanian besar. Seandainya aku
yang dibunuh Visser Three, Elfangor pasti akan langsung menuntut balas. Tapi aku
bukan Elfangor.
sahutku. Sebenarnya aku tidak baik-baik saja.
Kehadiran Tobias mengingatkanku bahwa aku punya rencana pagi ini, dan terus
terang saja aku gugup. Mungkin itu sebabnya rangkaian upacara pagi tidak
membuatku tenang, seperti semestinya. Aku telah merencanakan sesuatu yang sangat
menakutkan. Aku telah merencanakan untuk pergi ke sekolah.
kau berbuat begitu.> mengabdi kepada masyarakat.>
ujar Tobias. bergerak sama sekali. >
tanyaku.

Aku pasang telinga. mendengarnya.>

Aku berpaling ke arah ular itu. Aku melihatnya melingkar di antara daun-daun
kering. Yang tidak kulihat adalah ketika ular itu menyerang! Gerakannya begitu
cepat! Terlalu cepat untuk dilihat, apalagi untuk menghindar. Untung saja taringnya
mengenai bagian kakiku yang keras!
Ekorku segera melesat maju dan menahan ular kerincing itu. Ular itu menggeliatgeliut, tapi tidak berhasil membebaskan diri.
Tobias menyarankan.
Tapi aku punya ide lain. Aku memfokuskan pikiran pada ular itu. Dan kemudian aku
mulai "menyadapnya". Aku menyerap DNA-nya ke dalam tubuhku.
Tobias bertanya dengan nada heran.
kataku. lebih sedikit dibandingkan yang bisa ditiru teman-temanku. Suatu hari mungkin
ada gunanya.> Ular itu menjadi lemas. Binatang selalu begitu kalau DNA-nya sedang disadap.
Setelah selesai, aku menggunakan ekorku untuk melempar si ular ke semak-semak.
Tobias bertanya. manusia jadi diteruskan">
kesempatan itu kumanfaatkan untuk belajar tentang umat manusia. Biarpun... rasarasanya sikapku kurang baik waktu di bioskop.>
Tobias tertawa cukup lama. cokelat lagi ya.> Mungkin lebih baik kalau aku tidak menjelma sebagai manusia lagi.>
kata Tobias. kau sendiri penuh misteri.>
tersinggung. Tapi bagaimana caranya kau bisa makan tanpa mulut">
aku mengulangi terheran-heran.
ujar Tobias.
Kami mulai menerobos hutan. Aku berlari lumayan cepat. Aku senang melompati
pohon tumbang dan berkelit di antara semak-semakberduri. Aku sudah mulai hafal
keadaan di hutan ini. Sementara aku berlari dan melompat, Tobias terbang di atasku. Sesekali ia naik
melewati puncak pepohonan dan menghilang dari pandangan. Pada kesempatan lain ia
melesat di antara pohon-pohon, tanpa bersuara.

aku bercerita kepada Tobias. Hiburan. Musik.>
jadi menyesal. Selain bisa bertempur, prajurit juga harus menguasai ilmu
pengetahuan dan seni. Tapi aku kurang suka pelajaran yang lainnya, jadi aku
kurang menaruh perhatian. Kurasa manusia selalu memperhatikan pelajaran di
sekolah ya.> jawab Tobias. >
sudah hampir sampai. Kau sudah siap" >
Kami telah tiba di tepi hutan. Biasanya aku tak berani kemari, karena tempat ini
dikelilingi pemukiman manusia di ketiga sisinya. Tapi Tobias berada di atas, dan
mengawasi keadaan dengan matanya yang tajam.


Animorphs - 8 Ax Membalas Dendam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jadi manusia.> bersama yang lain.> kudatangi. Banyak urusan yang harus kuselesaikan. Membersihkan bulu, misalnya.
Atau makan tikus. Lagi pula, Ax, Jake minta aku berjaga-jaga di atas sekolah
selama kau di sana.> Aku tidak tahu kenapa, tapi perasaanku jadi lebih tenang setelah tahu Tobias
akan menjagaku sepanjang hari.
Kadang-kadang aku merasa Tobias dan aku bisa jadi shorm sejati. Shorm adalah
sahabat karib, seseorang yang tidak pernah kaubohongi, seseorang yang tahu semua
rahasiamu. Kata shorm sebenarnya berarti "duri ekor". Maksudnya, teman yang
begitu kaupercaya, sehingga kau takkan kuatir kalau ia menempelkan duri ekornya
ke lehermu. Kadang-kadang aku merasa Tobias dan aku bisa seperti itu. Kami sama-sama
terpisah dari bangsa kami. Kami sama-sama sendirian.
Tapi seandainya kami berteman, aku tidak boleh menyimpan rahasia darinya. Tapi
biarpun ia berwujud elang, ia tetap manusia.
Sementara aku Andalite. Dan meskipun aku sering mengharapkan teman sejati, tetap
harus ada tembok pemisah di antara bangsaku dan bangsa manusia. Di antara aku
dan para manusia. Bersikap terlalu akrab dengan spesies asing adalah suatu kesalahan. Kami diajari
begitu. Kami boleh melindungi mereka, membela mereka, peduli pada mereka. Tapi
kami tidak mungkin menjalin persahabatan sejati.
Chapter 5 [Aku pernah berubah menjadi berbagai binatang Andalite. Dan aku sempat menjelma
sebagai beberapa dari sekian banyak binatang Bumi yang aneh-aneh. Tapi makhluk
Bumi yang paling sering kutiru adalah manusia. Mereka lemah, lamban, setengah
buta, dan tidak stabil, tapi jangan sekali-sekali remehkan mereka. Manusia
menguasai planet mereka. Dan seperti pernah dikatakan manusia bernama Rachel,
Bumi adalah tempat yang keras. - Dari Buku Harian Bumi milik Aximili-EsgarrouthIsthill] AKU mengintip di antara pohon-pohon. Aku melihat lapangan rumput yang luas. Di
sisi seberang lapangan itu berdiri sejumlah bangunan memanjang. Beberapa
kendaraan besar berwarna kuning diparkir di depan gedung-gedung itu. Ratusan
manusia muda berkumpul di luar bangunan. Pangeran Jake dan Cassie telah
bergabung denganku. "Hei, Ax," sapa Pangeran Jake. "Bagaimana kabarmu?"
jawabku.
"Ehm, jangan panggil aku Pangeran Jake hari ini, oke?"
aku
meyakinkannya. "Sebaiknya kau segera menjelma," kata Cassie.
ujar
Tobias. Ia mengepakkan sayap dan naik ke angkasa. Aku memusatkan pikiran dan
mengawali proses metamorfosis.
aku mendengar Tobias berseru dari atas sana. meter dari tempat kalian ada beberapa anak, tapi mereka tidak bisa melihat
kalian.> Aku berubah secepat mungkin sambil berjaga-jaga agar aku tidak tersungkur jatuh
ketika kakiku yang ketiga dan keempat menghilang. Akhirnya aku berdiri dengan
dua kaki saja. Rasanya menakutkan tapi sekaligus asyik. Bayangkan saja, kita berayun majumundur tanpa ada sesuatu yang bisa menahan kita. Kaki kita tidak bisa
mencengkeram, dan selain itu juga terlalu pendek untuk membantu kita berdiri
dengan mantap. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah berdiri di satu kaki
sementara kaki yang satu lagi maju untuk menjaga keseimbangan.
Pokoknya, canggung deh. Aku tidak mengerti kenapa manusia berkembang seperti
ini. Dari sekian banyak spesies di planet ini, hanya manusia yang berjalan
dengan dua kaki, tanpa sayap atau ekor untuk menopang tubuh. Dan sampai sekarang
aku belum pernah melihat spesies cerdas lain yang berjalan dengan cara seperti
ini. "Hei, tahan dia," Pangeran Jake berseru ketika badanku mulai condong ke
belakang. "Oke," ujar Cassie. Ia menahanku dari belakang sementara aku menyelesaikan
proses perubahan. Yang terakhir muncul adalah mulutku, berupa celah horisontal di wajahku.
"Sudah selesai?" tanya Pangeran Jake.
"Ya, aku sudah berwujud manusia." Suara yang terdengar membuatku senang sekali.
Betapa ajaibnya kemampuan untuk menghasilkan berbagai bunyi yang rumit itu.
"Manusia. Sia. Manusya."
"Ehm, Ax" Jangan begitu, oke?" tegur Pangeran Jake.
"Apa" A-pah?"
"Itu. Kau masih juga bermain-main dengan setiap bunyi baru."
"Ya, pangeranku. Jangan main-main. Main. Ainainain... Sori."
"Wah, bakal heboh nih," Cassie berkata sambil melirik Pangeran Jake.
Tobias meluncur ke bawah dan hinggap di dahan pohon.
ujarnya. sekolah.> "Hanya satu hari ini saja," Pangeran Jake langsung berkomentar. "Ini kan cuma
supaya dia bisa menyempurnakan penampilannya sebagai manusia."
Pangeran Jake mengacungkan telunjuk untuk mengisyaratkan angka satu.
"Ya, itu memang satu," aku membenarkan. "Ayo, kita langsung ke sekolah. Aku
sudah tidak sabar. Sabarrr. Barrr."
"Ingat, kau sepupuku, Phillip, dari luar kota," Pangeran Jake berkata sambil
menyerahkan tas berisi baju.
"Phillip," aku mengulangi dengan mantap. "Phillip. Lip. Phillip. Peh."
Aku suka bunyi huruf "P".
Cepat-cepat aku berpakaian dan menuju ke bangunan memanjang yang ternyata gedung
sekolah itu. kata Tobias. Nada suaranya agak getir.
Tapi keadaannya memang aneh. Aku, makhluk asing dari luar angkasa, bebas pergi
ke sekolahnya. Tapi ia sendiri tidak bisa.
"Beres,"sahutku sambil menoleh ke belakang.
Sayangnya, gerakan itu membuatku kehilangan keseimbangan sehingga aku terjatuh.
Berjalan dengan dua kaki memang butuh latihan.
Chapter 6 [Manusia hanya mempunyai sepasang mata. Keduanya di depan kepala. Hal yang sama
berlaku untuk sebagian besar spesies di Bumi. Mata manusia ini mirip sekali
dengan mata utama Andalite. Tapi tampaknya manusia terpesona dengan mata
tambahanku. Salah satu manusia, Marco, pernah berkata bahwa mata tambahan itu
"membuatnya merinding". Kurasa ini semacam pujian. - Dari Buku Harian Bumi milik
Aximili-Esgarrouth-Isthill]
"INI dia," kata Cassie. "Sekolah. Atau seperti yang sering kukatakan - tempat
menebus dosa." Suasana di sekolah ramai sekali. Banyak anak manusia mondar-mandir dengan
kecepatan tinggi. Ada juga yang bergerak lamban dan kelihatan sedih atau sakit.
Banyak yang membawa buku. Dan hampir semua membuat suara dengan mulut.
Seperti biasa mereka mengenakan aneka macam pakaian. Pakaian sebenarnya bukan
ciri khas manusia, tapi tentu saja kaum Andalite tidak mengikuti contoh mereka.
Namun tentu saja kalau sedang berwujud manusia, aku harus memakai baju. Semua
teman manusiaku, termasuk Tobias, sepakatuntuk urusan ini. Dalam hal pakaian,
semuanya seratus persen sependapat.
Aku melihat Rachel dan Marco mendekat, melewati kerumunan orang.
Teman-teman manusiaku yang lain selalu berkata bahwa Rachel cantik dan Marco
tampan. Sebagai Andalite, aku sulit memberi penilaian. Meskipun setiap kali aku
menjelma sebagai manusia, aku sadar Rachel memang cantik sekali. Tapi aku tidak
pernah menganggap Marco tampan.
Selama di sekolah, para Animorphs harus berlagak tidak terlalu akrab satu sama
lainnya. Ini terpaksa mereka lakukan agar Pengendali-Manusia yang curiga tidak
menganggap mereka sebagai satu "kelompok".
"Hai, Marco, Rachel," kata Pangeran Jake. "Perkenalkan sepupuku... Phillip."
"Ya. Aku sepupu Pangeran Jake, Phillip," kataku. "Aku dari luar kota.
"Jangan panggil aku 'Pangeran'," Jake bergumam.
Marco pasang senyum. "Kau benar-benar dari luar kota."
"Akhirnya kita ketemu lagi, Phillip," ujar Rachel sambil mengedipkan mata. Ia
memang sepupu Jake, dan karena itu pasti sudah pernah bertemu dengan "Phillip".
"Sampai nanti."
Kami masuk ke gedung sekolah. Tampaknya bangunan itu cuma berupa lorong yang
panjang sekali. Lorongnya penuh manusia. Di kedua sisinya berderet pintu.
Pintunya besar-besar. Tapi di sisi seberang ada ratusan pintu yang lebih kecil.
Aku memperhatikan bagaimana orang-orang membuka pintu-pintu kecil itu, namun tak
pernah ada yang masuk. "Ke mana pintu-pintu kecil itu?" tanyaku.
"Tidak ke mana-mana. Itu lemari atau locker," ujar Cassie. "Semua murid punya
locker. Coba lihat. Lockerku di sebelah sini."
Kami menuju locker Cassie. Bagian depannya dihiasi semacam bros. Pada bros itu
terdapat roda dengan angka-angka. Cassie memutar rodanya maju-mundur.
"Apakah ini suatu upacara?" tanyaku. "Upah-cara. Ra."
"Bukan, ini kunci locker. Supaya tidak sembarang orang bisa membukanya."
"Kenapa begitu?"
"Supaya barang-barangku tidak dicuri." Cassie membuka locker-nya, menaruh
beberapa barang, dan mengeluarkan beberapa barang lain.
"Apa itu?" tanyaku. "Ie-tuh. Itu."
"Cuma foto," sahut Cassie. Cepat-cepat ia menutup pintu locker-nya.
"Kelihatannya seperti foto Pang... foto Jake," ujarku. "Kenapa kau menyimpan
fotonya kalau orangnya ada di sini dan kau bisa melihatnya?"
Cassie angkat bahu, lalu menundukkan kepala. Manusia punya bermacam-macam
ekspresi wajah. Kalau tidak salah, yang ini menyiratkan perasaan mual atau malu.
"Ayo, Ax," kata Pangeran Jake. Ia memandang Cassie sambil tersenyum, sementara
Cassie masih terus kelihatan mual atau malu.
"Sampai nanti, Cassie. Sudah waktunya untuk..."
Tahu-tahu terdengar suara nyaring yang mengacaukan pikiran!
KKKKKKKRRRRRRIIIIINNNNNGGGG !
Serta-merta aku berbalik. Aku mengangkat kedua tangan dan siap-siap membela
diri. Aku menyesal karena tidak punya ekor.
Rasanya tidak mungkin bertempur tanpa ekor. Tapi aku akan berusaha sebaik
mungkin dengan tubuh manusiaku.
"Ax! Maksudku, Phillip. Tenang saja."
KKKKKKRRRRRRIIIIINNNNNGGGG !
"Suara itu!" aku berseru. "Monster apa itu?"
"Ax, itu cuma bel untuk pelajaran pertama," Pangeran Jake menjelaskan.
"Sudahlah, jangan ribut. Semua orang menoleh ke sini tuh."
"Ini bukan ancaman?"
"Bukan. Kadang-kadang memang bikin sebal, tapi tidak berbahaya."
Aku mengikuti Pangeran Jake menyusuri lorong. Sulit bagiku untuk melupakan suara
mengerikan itu. Kalau manusia merasa terancam, tubuh mereka dibanjiri zat kimia
yang membuat mereka gugup, waswas, dan agresif. Zat kimia itu disebut adrenalin.
Tubuhku kini dibanjiri zat tersebut. Dan pengaruhnya sangat tidak menyenangkan.
Kami masuk ke salah satu pintu besar. Di dalam ada sekitar tiga puluh anak
manusia, masing-masing duduk di tempat duduk yang sempit. Di bagian depan
ruangan terletak meja besar. Dan di situ berdiri satu manusia yang lebih tua.
"Semuanya ke tempat masing-masing," ujar manusia yang lebih tua itu.
Pangeran Jake berkata, "Mr. Pardue" Ini sepupu saya dari luar kota. Namanya
Phillip. Hari ini dia mau ikut pelajaran kita. Boleh, tidak?"
"Pokoknya duduk dulu. Duduk. Diam dan duduk."
Roman muka Pangeran Jake menunjukkan ia merasa tidak nyaman. Ia meraih lenganku
dan mengajakku ke bagian belakang ruangan.
"Ambil tempat di situ saja," ujar Pangeran Jake.
"Ambil" Untuk apa" Pah?"
"Maksudku, duduk saja di situ."
Aku mengerti duduk. Aku sudah semakin lancar menyamar sebagai manusia.
Aku pernah menjelma sebagai Pangeran Jake dan menggantikannya selama dua hari.
Aku berhasil mengelabui orangtua dan kakaknya. Tapi belakangan aku mendengar
orangtuanya menduga "ia" mendadak terkena gangguan jiwa. Ketika Pangeran Jake
yang asli kembali, ia langsung dibawa ke dokter oleh orangtuanya.
"Tempat duduk ini tidak nyaman," kataku.
"Betul sekali, dude," ujar anak manusia yang tidak kukenal.
"Ada apa di belakang sana" Coba diam sedikit," si guru berkata dengan suara
keras. "Ada apa... ada... a..." Tiba-tiba ia memegang kepalanya dengan kedua
tangan. "Semuanya diam! Diam!"
Roman muka Pangeran Jake semakin penuh kerut. "Mr. Pardue" Anda baik-baik saja?"
Semua manusia lainnya menatap guru mereka. Semuanya terdiam.
"Baik-baik saja?" Mr. Pardue bertanya dengan nada marah. "Apakah saya baik-baik
saja" Apakah saya-aaaahhhh!"
Sekonyong-konyong Mr. Pardue terhuyung ke depan. Detik berikutnya ia sudah
terjerembap di lantai. Ia mencakar-cakar kepala dengan tangannya sendiri. Dan ia
menjerit-jerit. "Yeerk! Keluar dari kepalaku!" Ia mencakar-cakar kepalanya
sampai berdarah. Chapter 7 "AAAAAARRRGGGGHHHH!" si guru mengerang sambil memegangi kepalanya.
Salah satu anak manusia mulai menjerit. "Ada apa sih" Ada apa sih?"
Anak lain berlari keluar ke lorong dan mulai berteriak-teriak, "Tolong! Tolong!
Tolong!" Pangeran Jake dan aku duduk berdampingan di bagian belakang ruangan, tanpa
bersuara. "Berhenti merusak tubuh kami!" Mr. Pardue memekik. Kemudian, seakan-akan
menanggapi dirinya sendiri, ia berkata, "Keluar dari kepalaku! Keluar dari
kepalaku! Kau sudah tamat!"
Pangeran Jake bertukar pandang denganku. Kami tahu apa yang sedang terjadi.
"Sudah dua," bisik Pangeran Jake. "Dua yang kita lihat sendiri. Ada sesuatu yang
tidak beres bagi... bagi mereka."
Mr. Pardue mulai menangis. Ia mulai menyumpah-nyumpah. Sambil terus menggeliatgeliut di lantai, sementara para manusia lain mengelilinginya tanpa dapat
berbuat apa-apa. "Sebelumnya kau sudah tahu dia salah satu Pengendali?" tanyaku pada Pangeran
Jake dengan suara pelan. "Tidak. Dia selalu ramah. Aku tidak bisa duduk di sini dan diam saja."
"Keluar dari KEPALAKU!" Mr. Pardue tiba-tiba menjerit.
Yeerk yang bercokol di dalam kepalanya semakin lemah. Tenaganya terkuras karena
kekurangan sinar Kandrona. Induk semangnya, Mr. Pardue yang asli, berjuang keras
untuk merebut kendali atas dirinya sendiri.
Sekonyong-konyong Pangeran Jake bangkit dan bergegas ke samping Mr. Pardue. Aku
segera menyusul. Aku berusaha memegang lengannya untuk mencegahnya, namun ia
terlalu cepat. "Pangeran Jake!" aku membentak, tapi aku tak dihiraukannya.
Pangeran Jake berlutut di samping gurunya yang mengalami perdarahan di kepala.
"Saya tahu apa yang terjadi," ia berbisik. "Saya tahu apa yang terjadi, Mr.
Pardue. Bertahanlah. Si Yeerk akan mati. Dan Anda akan bebas."
Anak-anak manusia lainnya ikut mendekat. Cukup dekat untuk mendengar ucapan
Pangeran Jake. "Mundur," aku berkata kepada mereka. "Siapa tahu berbahaya."
Aku tidak tahu apalagi yang mesti kukatakan. Tapi rupanya berhasil. Anak-anak
Gadis Ketiga 3 Wiro Sableng 148 Dadu Setan Iblis Sungai Telaga 4

Cari Blog Ini