K.A. Applegate Musuh Dalam Selimut (Animorphs # 6) Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Chapter 1 NAMAKU Jake. Cukup Jake saja. Kau tak perlu tahu nama lengkapku, dan memang tak mungkin
kuberitahu. Soalnya kisahku ini penuh rahasia dan tipu muslihat. Aku terpaksa
mengubah beberapa nama orang, juga nama tempat. Habis risikonya terlalu besar
kalau kuungkapkan apa adanya.
Tapi yang pasti kaum Yeerk memang sudah ada di sini. Mereka sudah mendarat di
Bumi. Sudah banyak manusia yang dijadikan Pengendali oleh kaum Yeerk, makhluk kejam
menjijikkan yang berwujud seperti keong tanpa rumah. Mereka menyusup ke otak
manusia, dan selanjutnya manusia yang malang itu menjadi budak tak berdaya alias Pengendali. Para Pengendali ada di mana-mana. Di kotaku. Di kotamu. Pokoknya di mana-mana
deh. Mereka bisa menyamar sebagai siapa saja. Polisi lalulintas yang berjaga di pojok
jalan. Guru di sekolahmu. Sahabat karibmu. Ayah atau ibumu. Atau kakakmu.
Aku bicara berdasarkan pengalaman. Sebab kakakku Tom salah satu dari mereka. Tom
salah satu Pengendali. Ia budak makhluk Yeerk yang bercokol dalam kepalanya.
Kalau saja ia tahu siapa aku sebenarnya, aku pasti dibunuhnya. Atau dijadikan
Pengendali, seperti dirinya sendiri.
Begitulah duniaku sekarang. Sebuah dunia di mana musuh ada di mana-mana. Bahkan
di seberang meja makan pada waktu sarapan hari Sabtu pagi. Dan memang di sinilah
awal kisahku kali ini. "Hei, cebol, kau lagi sibuk atau tidak?" tanya Tom ketika aku mengambil tempat
di meja. Si cebol - itulah julukan Tom untukku.
Padahal aku termasuk jangkung lho, untuk anak seusiaku. Tinggiku sudah hampir
menyamai tinggi Tom sekarang. Tapi julukan dari zaman aku masih kecil itu tetap
saja melekat, dan malah jadi semacam lelucon di antara kami.
"Tidak juga," jawabku. "Kau sendiri?"
"Oh, aku ada pertemuan."
"The Sharing?" tanyaku sambil lalu. The Sharing adalah kelompok yang mengaku
semacam perkumpulan pramuka. Tapi sebenarnya organisasi itu cuma kedok untuk
menyembunyikan kegiatan para Pengendali. Para pimpinan The Sharing terdiri atas
Pengendali berpangkat tinggi.
"Yeah. Kami mau kerja bakti membersihkan taman. Setelah itu ada acara makanmakan." Ia menatapku dengan serius. "Kenapa kau tidak ikut saja" Kan enak juga
kalau kita punya kegiatan bersama-sama."
Aku tetap tenang, biarpun hatiku panas. Aku tahu maksud sebenarnya. Tapi aku
juga tahu bahwa bukan Tom yang berbicara denganku, melainkan makhluk Yeerk yang
bercokol di dalam kepalanya. Makhluk busuk yang mau merampas tubuhku untuk
digunakan sebagai induk semang bagi teman-temannya sesama Yeerk.
Aku duduk sambil mengerutkan kening. Dalam hati aku bertanya apakah akan tiba
saatnya aku terpaksa memusnahkannya. Memusnahkan kakakku yang sebenarnya bukan
lagi kakakku. "Lain kali deh," sahutku. Kalau neraka sudah tidak panas, aku menambahkan dalam
hati. Aku menuangkan sereal dan susu. "Jadi kau mau pergi nanti?"
"Sampai siang. Mom dan Dad lagi main tenis. Kau sendirian di rumah. Kau bisa
bikin pesta." "Yeah," aku bergumam sambil terus makan.
Rasanya sulit untuk tidak berteriak. Hampir saja aku membentaknya, biar ia paham
bahwa aku sudah tahu semua rahasianya. Siapa ia sebenarnya. Dan apa saja yang
dilakukannya. Paling tidak, sebagian dari perbuatannya. Aku sempat memata-matai kakakku.
Posisinya di jajaran pemimpin The Sharing terus menanjak. Ia Pengendali yang
sangat setia. Yeerk di dalam kepalanya sudah naik pangkat.
Dan ia terlibat dalam suatu rencana baru. Rencana baru yang sangat penting.
Rencana yang harus kugagalkan. Biarpun itu berarti...
"Oke, Cebol, sampai nanti deh," ujar Tom dengan nada suara biasa saja.
"Yeah, sampai nanti."
Aku menunggu sampai Tom keluar rumah. Kini aku tinggal sendirian. Waktunya telah
tiba. Kuperiksa semua kamar untuk memastikan tidak ada siapa-siapa. Kemudian aku
mengambil kotak korek api yang kusembunyikan di laci meja belajar. Dari dalam
kotak terdengar bunyi menggesek-gesek. Perlahan-lahan kubuka kotak itu.
Idih! Aku merinding. Di dalamnya ada kecoak besar. Panjangnya hampir lima senti. Badannya berwarna
cokelat mengilap. Sungutnya bergerak-gerak. Kecoak itu mencoba kabur, tapi aku menghalangi
jalannya dengan tanganku. Kurasakan telapak tanganku digelitik sungut si kecoak.
Serangga itu terus berjuang supaya bisa lari.
Aku mulai berkonsentrasi. Aku memusatkan pikiran pada si kecoak.
Kecoak itu berhenti bergerak. Ia tidak mati, cuma diam saja. Binatang-binatang
memang begitu kalau lagi "disadap".
Aku menyelipkan jari ke dalam kotak korek api dan menyentuh kecoak itu. Badannya
keras dan kering. Aku merinding lagi.
Aku mulai menyerap pola DNA-nya, sehingga menjadi bagian dari diriku. Sudah
banyak binatang yang pola DNA - atau pola genetik- nya menjadi bagian dari
diriku. Harimau. Lumba-lumba. Kutu. Burung falcon. Ikan salmon. Kadal anole.
Aku memiliki kemampuan metamorfosis. Aku bisa menjelma menjadi hewan apa saja
yang aku sentuh. Kemampuan itu diberikan kepada kami - maksudnya kepada aku dan
teman-temanku - oleh pangeran bangsa Andalite, sesaat sebelum ia tewas dibunuh
kaum Yeerk. Aku pernah jadi burung yang melesat di angkasa dengan kecepatan lebih dari
seratus lima puluh kilometer per jam. Aku pernah jadi lumba-lumba yang bertempur
hidup-mati melawan kawanan hiu. Aku pernah merasakan kekuatan harimau yang luar
biasa, dan pernah dicekam kengerian yang nyaris tak tertahankan sewaktu menjadi
semut. Metamorfosis - inilah pemberian si Andalite. Sebuah senjata ampuh yang membantu
perjuangan kami melawan kaum Yeerk.
Tapi seperti senjata mana pun, pemberian itu sekaligus kutukan berbahaya yang
bisa berakibat fatal. Dan sekarang aku sedang siap-siap berubah menjadi kecoak. Inilah samaran terbaik
untuk menyusup ke markas baru The Sharing.
Beberapa hari lagi akan diadakan rapat pimpinan. Dan aku harus hadir.
Masalahnya, belakangan ini kaum Yeerk semakin hati-hati.
Mereka tahu kami akan berusaha memanfaatkan kesempatan ini. Selama ini mereka
menyangka kami sekelompok pejuang Andalite, dan bukan manusia. Yang pasti mereka
tahu kami musuh yang mampu berubah-ubah wujud. Musuh yang sanggup mengacaukan
seluruh rencana mereka. Tom, kakakku, sanggupkah aku memusnahkannya"
"Jangan pikirkan soal itu dulu," aku berkata pada diriku sendiri. "Ini cuma uji
coba untuk menjelma sebagai kecoak."
Ya, yang perlu kulakukan sekarang cuma berubah jadi kecoak.
Chapter 2 KECOAK bukanlah binatang kesayanganku. Tapi aku yakin kecoak pilihan tepat untuk
menyusup ke bangunan yang dijaga ketat. Kecoak kan bisa menyelinap ke mana-mana.
Soal itu kau pasti tahu sendiri.
Anjingku, si Homer, kusuruh keluar, ke pekarangan. Kemudian kututup gorden
kamarku supaya keadaannya gelap.
"Wah, makin lama acara waktu luangku makin aneh saja," aku bergumam. Semula aku
mau menelepon Marco agar ia datang kemari. Marco sahabat karibku. Ia pula yang
menamakan kelompok kami "Animorphs".
"Ah, tidak usah deh," ujarku akhirnya. "Lebih baik kukerjakan sendiri saja."
Aku tahu teman-temanku sedang kelelahan. Berbagai kejadian akhir-akhir ini
memang menguras tenaga. Berkali-kali kami hampir celaka. Kami butuh istirahat.
Kami perlu waktu untuk melakukan hal-hal normal, seperti sekolah. Nilai
pelajaran kami semakin jelek saja sejak kami menjadi Animorphs. Lagi pula,
akulah yang paling berkepentingan. Tom kakakku.
Aku menarik napas dalam-dalam.
"Oke, Jake," ujarku. "Tunggu apa lagi."
Kesalahan pertama yang kulakukan adalah berdiri di depan cermin besar.
Suasana kamarku memang sudah agak gelap, tapi aku tetap bisa melihat semua
perubahan yang terjadi. Dan itu salah besar. Proses metamorfosis bukan sesuatu yang enak dilihat.
Seandainya kau kebetulan menyaksikannya tanpa tahu apa yang sedang terjadi,
pasti kau akan menjerit-jerit tak keruan selama dua minggu.
Hal pertama yang kurasakan adalah diriku mengerut. Rasanya seperti melayanglayang. Aku memperhatikan bayanganku di cermin.
Dan kejadian yang kulihat mirip adegan dalam film horor. Kulitku mulai mengeras
dan berubah warna menjadi cokelat.
"Ahhh!" aku-memekik kaget.
Jari-jemariku melebur dan membentuk kaki serangga bersendi banyak. Sepasang
sulur menyembul dari keningku, panjang sekali, lalu menekuk ke belakang seolaholah tertiup angin. Pinggangku seperti diremas-remas. Bagian bawah tubuhku membengkak, berubah
menjadi perut serangga yang gembung dan berwarna cokelat kekuningan.
Kemudian, ketika tinggi badanku tinggal sekitar tiga puluh senti, tulangku yang
terakhir pun terurai. Dan aku bisa mendengar suaranya. Tulang punggungku
berderak-derak sewaktu tubuhku mengerut.
Tengkorakku seakan-akan meleleh. Itulah bunyi terakhir yang kudengar dengan
jelas, sebelum telinga dan indra pendengaranku lenyap sama sekali.
Aku bagaikan karung berisi isi perut. Nyaris tuli dan setengah buta, karena mata
manusiaku terus mengecil dan penglihatankusemakin buram.
Kulit seranggaku semakin keras, kaku dan kuat. Punggungku tertutup sepasang
sayap yang mengilap. Keduanya tumpang tindih di bagian tepi, bagaikan lempengan
logam pada baju besi zaman dahulu kala.
Kaki tambahan mendadak muncul dari dadaku, yang kini sudah tidak berbentuk dada.
Aku telah berubah menjadi serangga sepanjang lima belas senti, dengan sisa-sisa
rambut berwarna cokelat dan sepasang mata yang masih mirip mata manusia.
Penampilanku tak ada bagus-bagusnya. Jelek banget deh pokoknya. Kemudian mataku
pun lenyap. Mula-mula aku tidak sadar bahwa aku masih bisa melihat. Lalu, eh...
aku memang bisa melihat, tapi bukan seperti manusia.
Aku dikelilingi gunung aneh yang berlipat-lipat - ternyata itu bajuku. Mereka
jadi tampak beda, dengan warna biru, hijau, dan kelabu. Kurang-lebih begitulah.
Aku agak sulit menjelaskannya. Aku juga tidak bisa melihat jauh, hanya beberapa
jengkal saja. Dan apa yang kulihat pun terbagi-bagi menjadi lusinan bayangan
kecil. Aku melihat dinding luas berserat - ternyata itu kaus kakiku. Dan
terowongan gelap yang terbuat dari lempengan tebal mirip beton bergelombang ternyata itu kaki celana jeans-ku.
Bulu-bulu karpet tampak kelabu kehijauan di mataku, dengan ukuran kira-kira
sebesar tali tambang. Kaki kecoak-ku tersangkut terus ketika aku mencoba
bergerak. Naluri kecoak mulai muncul dalam diriku. Aku sudah pernah mengalami kejadian
serupa. Setiap kali rasanya lain, tergantung hewan yang sedang kutiru. Kadangkadang kami seolah dilanda ledakan energi dan rasa takut yang luar biasa.
Tapi naluri kecoak ternyata berbeda. Aku tidak merasa lapar. Aku tidak merasa
takut. Si kecoak begitu... tenang. Penuh peraya diri.
Sama sekali tidak merasa kuatir.
Aku tertawa, dalam hati lho. Soalnya aku sudah tidak punya mulut atau
tenggorokan atau apa pun yang bisa mengeluarkan suara tawa.
Semula aku sempat tegang. Kukira naluri kecoak dipenuhi rasa takut dan cemas.
Tapi ternyata aku cuma ingin beristirahat.
Wow, pikirku. Ini menjijikkan. Marco dan yang lain pasti mengomel, tapi kalau
mereka sudah tahu betapa mudahnya untuk mengendalikan...
GETARAN! Awas! Awas! Apa itu" Awas!
SINAR! SINAR! SINAR! Chapter 3 LARI! Lari, jauhi SINAR itu!
Coba bayangkan bagaimana rasanya naik mobil balap Formula 1!
Nah, sekarang bayangkan kau tidak duduk di dalam mobil balap, tapi diikat di
bawahnya dalam posisi tengkurap. Hidungmu cuma sepersepuluh senti dari permukaan
aspal dan kau melaju dengan kecepatan hampir 300 kilometer per jam.
Begitulah rasanya waktu aku berlari. Kaki kecoakku membuatku melejit bagaikan
tokoh kartun. Aku seperti terbang dari lipatan-lipatan bajuku. Aku seolah-olah
didorong roket. Ada yang menyalakan lampu di kamarku. Dan ketika lampu itu mulai memancarkan
sinar, otak kecoak dalam kepalaku tak lagi tenang dan santai.
Wusss! Lima kilometer per jam. Itu sudah cepat sekali kalau panjang badan kita cuma
lima senti. Getaran... getaran... getaran....
Langkah-langkah berat membuat lantai terguncang. Getarannya merambat melalui
kakiku. Otak kecoak-ku langsung tahu apa artinya.
Sesuatu yang sangat, SANGAT besar sedang berjalan di sekitarku.
Aku dikejar! LARI! Wusss! Melintasi karpet. Tiba-tiba dinding menghadang!
Naik" Ke kiri" Ke kanan" Ke mana"
Getaran... getaran... getaran....
Tunggu! Ada celah. Celah sempit. Cuma seukuran keping uang.
Aku takkan bisa masuk. Tapi, siapa tahu" Perutku menggesek lantai. Tutup sayapku yang keras menyerempet bagian bawah
papan di dinding. Tapi aku berhasil menyelinap, bahkan hampir tanpa mengurangi
kecepatan. Aku berada di dalam dinding! Hah! Makhluk besar yang mengguncang lantai itu
takkan bisa menangkapku sekarang. Aku aman di sini. Paku sebesar batang pohon
menyembul dari papan kayu.
Aku mengitarinya. Di kiri-kananku ada garis terang yang membentang lurus. Itu adalah celah di
bawah papan lantai. Di satu sisi ada lapisan tebal dan mengilap dengan tepi tak
beraturan. Itulah pinggiran lantai vinil di dapur.
Jauh di atasku ada beberapa titik terang lainnya, tapi bentuknya bulat dan
cahayanya lebih redup. Itulah lubang-lubang tempat pipa masuk ke dinding.
AHHHH! Ada yang bergerak! Di dekatku. Idih! Seekor kecoak!
Tenang saja, Jake! aku berkata dalam hati. Kau sendiri juga kecoak!
Tapi tetap saja, berhadap-hadapan dengan kecoak asli sama sekali tidak asyik.
Sungutnya meraba-raba dan beradu dengan sungutku.
Kami saling "menyapa". Maksudku, saling "menyapa" versi kecoak. Ucapannya bukan
"halo," tapi lebih seperti, "Oh, kau juga kecoak ya."
Aku merasa lebih tenang dalam kegelapan di dalam dinding. Serangan rasa takut
telah mereda. Yang menjadi masalah adalah cahaya yang tiba-tiba menyala.
Ditambah getaran di lantai. Getarannya masih terasa, tapi tak lagi sekeras tadi.
Rasanya sudah lebih jauh.
Oke, uji coba kecoak sudah cukup. Sudah waktunya mencari tempat aman, kembali ke
wujudku yang asli, dan mencari tahu siapa yang sempat masuk ke kamarku.
Kenapa bisa ada orang yang masuk ke kamarku" Coba kalau orang itu muncul
beberapa menit lebih cepat!
Aku bakal kepergok di tengah proses metamorfosis!
Dasar sembrono. Sembrono, sembrono.
Di mana aku bisa berubah lagi" Di garasi" Ya, di garasi. Di sana tidak ada
cermin, dan aku memang tidak berminat melihat perubahan yang akan terjadi pada
diriku. Aku menyeberang dapur, lalu menerobos di bawah pintu belakang, itulah jalan yang
harus kulalui. Aku menuju garis terang di depanku, yaitu dapur. Aku naik ke tepi lantai vinil.
Kemudian aku menyembulkan kepala dan sungut dari celah di bawah papan. Getaran
tadi sudah jauh, sudah pergi ke ruangan lain.
Aku keluar dari celah. Di atas kepalaku berdiri tebing yang sangat tinggi.
Tebing itu menjulang tinggi, sampai-sampai aku tak bisa melihat ujungnya. Dua
Animorphs - 6 Musuh Dalam Selimut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dinding paralel, berjarak hanya beberapa kali panjang badanku. Oh, tentu. Itu
lemari es. Aku berada di balik lemari es.
Satu "tebing" adalah dinding dapur, satunya lagi sisi belakang lemari es.
Huh, kelihatannya tempat ini tidak pernah disapu. Gumpalan debu sebesar sofa
mendekam di sini. Di depanku ada sesuatu yang kelihatan seperti gudang jerami. Atau seperti
jembatan kayu beratap yang berasal dari zaman dulu.
Hmm, paling-paling itu kotak korek api yang terjatuh. Aku masuk ke dalam kotak
sambil mengayunkan keenam kakiku.
Tunggu dulu. Aku berhenti. Ada apa..."
Aku mencoba lari. Tapi kakiku tersangkut! Kucoba sekali lagi. Satu kakiku bebas, tapi yang lainnya tak bisa bergerak. Apaapaan ini.... Aku meraba-raba dengan sungutku.
Sekarang sungutku ikut tersangkut!
Aku tidak bisa bergerak. Tidak bisa bergerak sedikit pun!
Aku terperangkap! Chapter 4 "TERUS?" tanya Rachel. "Bagaimana kelanjutannya" Kenapa kau sampai
terperangkap?" "Oh, aku tahu," ujar Marco sambil cengar-cengir. "Jake bisa check in, tapi tidak
bisa check out." Aku mengangguk. "Namanya juga Hotel Kecoak. Aku masuk ke perangkap kecoak. Aku
menginjak alasnya yang diberi lem, dan tahu-tahu aku tidak bisa bergerak. Huh,
menyebalkan banget deh."
"Eh, kau bisa jadi bintang iklan untuk Hotel Kecoak," Marco mengusulkan.
"Percayalah padaku, hei, Anak Kecoak, perangkap kecoak ini memang ampuh."
Beberapa jam telah berlalu sejak aku terperangkap, dan kini kami semua berkumpul
di gudang jerami Cassie. Ada Rachel, Marco, Tobias, Cassie, dan aku. Seperti
biasanya, gudang jerami itu penuh kurungan kecil yang dihuni berbagai jenis
binatang. Ada rubah, anak rusa, burung rajawali, berang-berang, merpati, dan
semuanya menderita cedera atau sakit. Beberapa di antaranya sudah hampir sembuh
dan siap dilepaskan. Kami duduk santai di tumpukan jerami atau karung makanan ternak. Kecuali Tobias,
yang bertengger pada balok kayu di bawah atap, dan Cassie, yang sedang memberi
makan beberapa binatang. Kawan-kawanku menganggap uji coba kecoak yang kulakukan sebagai pengalaman lucu.
Kecuali Cassie. Ia satu-satunya yang tidak tersenyum. Ia malah menatapku dengan
pandangan menyalahkan. "Jake, perbuatanmu sembrono sekali."
Ia benar. Aku tahu ia benar. Tapi itu justru membuatku semakin keras kepala.
"Aku cuma mencoba wujud baru yang mungkin berguna bagi kita."
Tapi Cassie tidak bisa menerima alasanku. Diletakkannya ember yang sedang
dibawanya. Dan dilepaskannya sarung tangan yang membungkus tangannya. Lalu ia
menghampiriku dan menunjuk hidungku dengan telunjuknya.
"Oh-oh," Marco bergumam. "Jake bakal kena semprot."
"Habis-habisan nih," Rachel menimpali.
"Jake," kata Cassie, "jangan pernah kau berbuat begitu lagi. Biarpun bisa
dibilang kau pemimpin kami, kau kularang berbuat nekat seperti itu. Jangan
sekali-kali kau mencoba wujud baru tanpa ditemani salah satu dari kami.
Mengerti?" "Cassie, aku cuma..."
"Jake, ini bukan soal cuma. Pokoknya, jangan kauulangi lagi."
bahasa pikiran yang otomatis kita kuasai kalau kita sedang berubah wujud.
Aku menundukkan kepala. "Oke, Cassie. Sori deh."
Rachel bersiul kagum. "Wow, inilah Cassie yang baru. Lebih galak. Hebat."
"Padahal tadinya dia begitu manis," Marco berkomentar. "Aku baru tahu dia bisa
seketus itu." Cassie tidak menghiraukan mereka. Ia menatapku sambil membisu. Aku langsung
mengerti. Tatapannya berarti Aku sayang padamu. Jadi, jangan macam-macam. Dan
aku membalasnya dengan tatapan yang berarti Aku tahu. Aku juga sayang padamu.
Oke, kedengarannya memang rada cengeng. Tapi Cassie dan aku telah menempuh
berbagai bahaya. Kami semua telah mengalami petualangan maut. Dan itulah yang
membuat kami semakin dekat satu sama lain.
Di mataku, Cassie cewek luar biasa. Ia memikul tanggung jawab besar. Gudang
jerami Cassie sebenarnya merupakan Klinik Perawatan Satwa Liar. Kedua
orangtuanya dokter hewan, dan ayahnya mengelola klinik itu untuk merawat satwa
liar yang cedera. Mereka menangani segala jenis binatang, mulai dari burung
camar sampai berang-berang. Dan Cassie membantu dalam segala hal, kecuali
pembedahan. Tapi itu pun pasti bisa ia kerjakan, kalau perlu.
Kalau soal penampilan, ehm, tampangnya jauh di atas rata-rata. Ia agak pendek,
cuma sedaguku, tapi aku memang lumayan jangkung. Yang jelas, ia bukan model
cewek kecil imut-imut. Kurasa ia pantas dijuluki tomboi. Aku terbiasa
membayangkannya dengan baju overall dan sepatu bot, karena ia selalu sibuk di
gudang jerami. Cowok lain mungkin menganggap Rachel lebih cantik daripada Cassie. Aku sendiri
sih tak pernah membandingkan mereka, soalnya Rachel sepupuku. Tapi penampilannya
memang seperti supermodel berambut pirang.
Tapi tidak berarti sikap Rachel juga seperti supermodel. Justru sebaliknya. Di
mana ada bahaya, di situlah Rachel berada. Biasanya ia beberapa langkah di depan
yang lain. Menurut Marco, Rachel malah senang kalau ada bahaya. Katanya, Rachel justru
bersyukur atas segala kejadian yang kami alami sejak saat kami melihat pesawat
si Andalite mendarat di tempat pembangunan yang terbengkalai. Marco juga punya
julukan untuk Rachel, yaitu Xena, Warrior Princess.
Begitulah sifat Marco. Semua dianggapnya sebagai lelucon. Kecuali keluarganya.
Marco bertubuh kecil. Matanya gelap, dan rambutnya panjang berwarna cokelat.
Kata Cassie, banyak anak cewek di sekolah menganggap Marco keren. Entahlah,
kalau soal itu aku tidak bisa memberi penilaian.
Sehari-hari aku dan Marco kurang rukun. Ia selalu bilang aku terlalu serius.
Padahal menurutku, justru Marco yang terlalu kekanak-kanakan.
Kami selalu berbeda pendapat. Bayangkan saja, ia nekat menganggap pemain-pemain
basket dari universitas lebih hebat dari para pemain NBA. Yang benar saja!
Enaknya diapakan ya, anak seperti itu"
Sering kali kami saling membuat jengkel. Di pihak lain, kami sudah bersahabat
karib sejak kami masih bayi. Aku mau melakukan hampir apa saja demi Marco, dan
ia pun begitu untukku. Tapi tentu saja sambil terus mengomel. Wah, kalau soal
mengomel, Marco memang jagonya.
Anggota terakhir dari kelompok kami adalah Tobias. Semula ia anak manis dengan
rambut pirang yang selalu awut-awutan. Tukang mimpi yang berasal dari keluarga
berantakan. Semula begitu. Aku menoleh ke arah Tobias, yang bertengger pada balok kayu di bawah atap.
Dengan paruhnya ia sedang merapikan bulu-bulunya.
Paruhnya benar-benar hebat. Ujungnya melengkung mirip mata kail - cocok untuk
mencabik-cabik tikus dan hewan kecil lain yang merupakan makanannya.
Tobias seekor elang ekor merah. Dan mungkin selamanya ia berwujud begitu.
Ceritanya begini. Kemampuan metamorfosis yang diberikan kepada kami bukannya
tanpa risiko. Ada batas waktu dua jam yang tidak boleh dilanggar. Kalau batas
waktu itu sampai terlewat, kami akan terperangkap dalam wujud binatang yang
sedang kami tiru. Karena itulah Rachel bertanya padaku, "Terus" Bagaimana kelanjutannya" Bagaimana
kau bisa lolos dari Hotel Kecoak sebelum batas waktunya habis" Tampaknya kau
sudah berwujud manusia lagi."
"Kurang-lebih," Marco menambahkan.
Aku angkat bahu. "Ehm, mula-mula aku menggeliat-geliut untuk membebaskan diri.
Tapi gagal. Aku benar-benar terjebak. Cuma waktu aku meringkuk di situ, aku
sadar aku bisa memahami sebagian getaran yang kurasakan. Sebagian berupa bunyi.
Ada orang bicara." "Siapa?" tanya Marco.
"Orangtuaku. Mata kaki ayahku keseleo waktu main tenis, dan karena itu mereka
pulang lebih cepat. Rupanya mereka yang masuk ke kamarku untuk mengambil perban
yang kusimpan di laci. Merekalah yang menyalakan lampu. Nah, apalagi yang bisa
kulakukan" Aku tidak berminat menghabiskan sisa hidupku dalam wujud kecoak. Dan
aku tahu orangtuaku ada di kamar mereka di atas. Karena itu aku akhirnya
memutuskan untuk berubah lagi."
bahasa pikiran. "Yeah. Dan tempatnya sempit sekali. Tapi sementara tubuhku membesar, lemari es
itu bisa kudorong sedikit demi sedikit. Lalu, waktu aku sedang kembali ke
wujudku yang asli, tahu-tahu ibuku masuk."
Teman-temanku langsung mencondongkan badan ke depan.
"Apa?" tanya Cassie. "Ibumu" Apa yang sempat dilihatnya" Dan apa katanya?"
"Ehm, dia cuma bisa melihat kepalaku. Untung saja kepalaku sudah normal lagi.
Dan komentarnya adalah, 'Jake" Sedang apa kau di situ" Dan kenapa ada perangkap
kecoak di rambutmu"'"
Semua tertawa membayangkan penampilanku.
Marco yang pertama berhenti tertawa. Ia menatapku sambil mengerutkan kening,
seperti biasa kalau ia menduga ada sesuatu yang kusembunyikan.
"Ceritanya lumayan lucu, Jake," ujar Marco. "Tapi kau belum memberitahu kami
kenapa kau menjelma sebagai kecoak. Dan jangan berdalih bahwa ini 'cuma uji
coba'." Aku berhenti tertawa. Cepat atau lambat mereka memang harus kuberitahu. Aku
harus menceritakan semuanya.
"Oke. Begini, ada perkembangan baru. Pertama, peranan Tom semakin penting bagi
kaum Yeerk. Aku rasa posisinya sebagai Pengendali sekarang berada langsung di
bawah Chapman." Rachel bersiul pelan. Chapman wakil kepala sekolah kami. Setahu kami, ia juga Pengendali paling
penting. "Tom sangat berhati-hati agar orangtuaku dan aku tidak curiga," kataku. "Tapi
kadang-kadang dia menelepon dari rumah. Aku selalu memeriksa rekaman telepon
seusai dia bicara. Jadi aku tahu siapa saja yang dihubunginya."
Marco tertawa. "Hebat. Jake si mata-mata. Boleh juga."
"Beberapa dokter. Tepatnya, lima orang. Aku sempat mencari nama mereka di
telepon. Semuanya berpraktek di rumah sakit yang sama, di bagian yang sama.
Namanya Klinik Berman. Berman salah satu dokter yang dihubungi Tom."
Teman-temanku tidak segera sadar apa artinya.
"Tunggu dulu," Rachel akhirnya bicara. "Jadi kaupikir rumah sakit itu dikelola
kaum Yeerk" Atau paling tidak, sebagian dari rumah sakit itu" Tapi untuk apa?"
Aku terdiam sejenak sebelum menjawab. Aku tidak berani memastikan bahwa dugaanku
benar. Mungkin aku cuma terlalu curiga.
Tapi Marco, salah satu ahli dalam hal curiga-mencurigai, sudah tahu maksudku.
"Wah, gawat. Rumah sakit itu akan mereka pakai untuk mencari induk semang baru.
Kita datang sebagai pasien untuk operasi amandel atau untuk membalut tangan yang
patah. Tapi setelah itu kita pulang sebagai Pengendali."
Chapter 5 TOM pulang agak malam. Bajunya berbau asap api unggun dan saus daging panggang.
Orangtuaku dan aku sudah mulai makan malam. Kaki Dad yang cedera diganjal kursi.
Mom memasak ayam dan kentang dan sayuran.
Ketika Tom masuk lewat pintu dapur, Mom segera memanggil. "Bagaimana kerja
baktinya, Tom" Acara kalian sempat masuk televisi tadi."
Tom masuk ke ruang makan dan duduk di kursi di seberangku.
"Lumayan juga. Kami dapat sampah dua kontainer. Hei, kaki Dad kenapa?"
Dad meringis. "Dad nekat berusaha mengembalikan bola yang tak terjangkau.
Akibatnya kaki Dad keseleo."
"Kau sudah makan?" Mom bertanya pada Tom.
Tom menepuk-nepuk perut. "Burger, dan hot dog, dan ayam panggang. Tapi tentu
saja tidak seenak ayam panggang buatan Mom."
"Sebenarnya, ini hasil karya Dad. Disiapkan dengan memesan ayam panggang Gourmet
Express lewat telepon."
"Tapi Dad yang memanaskan sausnya di microwave," Dad membela diri. "Itu sudah
bisa dibilang memasak lho."
Tom mengedipkan sebelah mata kepada Dad. "Hmm, makanan di api unggun tadi pasti
lebih enak daripada ayam buatan Dad. Untung saja aku sudah makan di sana."
"Pasti kau terlalu kenyang untuk makan pencuci mulut," ujar Dad. "Padahal ada
kue keju. Dari Santorini's."
"Ohhh, Santorini's?" Tom mengerang. "Kalau begitu, kutarik lagi ucapanku. Sori.
Aku mohon. Aku menyembah. Aku paling suka kue keju Santorini's."
Homer masuk. Agaknya ia tahu sudah waktunya minta sisa makanan dari meja.
"Hei, Homer," Tom menyapanya. Ia menggaruk-garuk belakang telinga Homer, dan
Homer menikmatinya sambil menjulurkan lidah.
Sebuah adegan yang sangat normal. Takkan ada yang bisa menerka keadaan
sesungguhnya. Takkan ada yang menduga bahwa makhluk asing bercokol di kepala
kakakku. Makhluk dari planet lain.
Aku sempat bertanya kepada Ax bagaimana caranya. Ax adalah Andalite yang kami
selamatkan dari dasar samudra. Dan sekarang, bisa dibilang, ia sudah jadi salah
satu dari kami. Nah, aku bertanya kepada Ax bagaimana makhluk Yeerk bisa hidup. dalam kepala
seseorang. Ax lalu menjelaskan bahwa kaum Yeerk mampu memipihkan badan. Mereka bisa
menyusup ke semua celah dan rongga di otak manusia. Bagaikan zat cair mereka
mengisi setiap ruang kosong. Mereka menyelubungi otak korban, dan menyatukan
sistem saraf mereka dengan sistem saraf orang itu.
Tom menyadari bahwa aku menatapnya tanpa berkedip. "Ada apa sih?"
Lamunanku langsung buyar. "Hah" Oh, tidak ada apa-apa. Aku cuma teringat
sesuatu." "Kau melotot tadi. Sambil menatap keningku."
Aku memaksakan tawa. Otakku bekerja keras mencari lelucon.
"Masa sih" Kupikir aku cuma melihat ke tempat kosong. Tapi tempat kosong, dan
kepalamu, sama saja kan" Dua-duanya memang kosong?"
Siasatku berhasil. Tom menimpukku dengan sepotong kentang. Tapi aku berhasil
menangkap kentang itu tepat sebelum membentur wajahku.
Sesaat kami saling mendelik.
"Jangan lempar-lempar makanan," ujar Dad. "Tidak pantas."
"Biar saja," kataku. "Tom kurang gesit. Dia jadi lamban sekarang. Kecepatannya
sudah jauh berkurang."
Tom mengangkat sebelah alisnya. "Jangan cari perkara, Cebol."
Aku tersenyum. Senyum dibuat-buat. "Kau lebih cekatan dulu, waktu kau masih ikut
tim basket. Gerak refleksmu jadi payah gara-gara keseringan makan-makan di The
Sharing." Kalau dulu Tom pasti marah diejek begitu. Ia takkan diam saja kalau aku
menantangnya. Aku pasti dipiting dan dijitak-jitak sampai aku jerit-jerit minta
ampun. Tapi sekarang ia cuma menatapku sambil tersenyum dingin. Entah apa maksudnya,
tidak jelas. Mungkin karena ia sudah berubah. Mungkin karena aku sudah berubah.
Ketegangan yang hening di antara kami berlangsung beberapa menit, dan orangtuaku
berusaha mencairkan suasana dengan mengobrol kian kemari.
"Aku ada PR," ujarku akhirnya. "Aku permisi dulu."
"Jangan lupa masih ada kue keju," Mom mengingatkan.
Tom menyusulku di tangga. "Aku tidak mengerti kenapa kau begitu memusuhi The
Sharing," katanya. "Banyak teman sekolahmu sudah bergabung."
"Aku kurang suka kegiatan seperti itu."
"Hah, jangan mengejek sesuatu yang kau belum tahu. Memangnya kau punya kegiatan
yang hebat tadi" Coba, apa yang kaulakukan selama aku kerja bakti membersihkan
taman?" Aku berbalik dan menghadap Tom. Aku berdiri satu anak tangga lebih tinggi,
sehingga bisa menatap matanya tanpa perlu menengadah. "Aku" Aku jalan-jalan sama
Marco." "Berarti kau yang rugi," balas Tom. "Ada hal-hal yang lebih seru daripada jalanjalan sama Marco. Lebih seru daripada lari kian kemari di lapangan basket. Halhal penting. Seharusnya kau terlibat dalam suatu kegiatan yang lebih... lebih
besar." Ia menatapku seakan-akan sanggup membuka sebuah dunia baru bagiku.
Aku bisa terlibat dalam kegiatan yang lebih besar. Kegiatan yang lebih penting.
Aku tahu orang lain bisa terpengaruh omongan seperti itu.
Itulah langkah pertama untuk menjadi induk semang sukarela. Begitulah cara para
anggota The Sharing menjaring korban baru: dengan membual bahwa kita bisa
terlibat, atau menjadi bagian dari berbagai kegiatan yang lebih besar, lebih
Animorphs - 6 Musuh Dalam Selimut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menarik, lebih "wah".
Menjadi bagian. "Makasih, Tom," kataku. "Tapi aku tidak berminat jadi bagian dari sesuatu. Aku
lebih suka jadi orang yang utuh. Aku mau jadi diriku sendiri saja."
Sekilas kedok Tom terbuka. Sepintas roman mukanya memancarkan keangkuhan dan
kebencian. Keangkuhan kaum Yeerk. Kebencian kaum Yeerk.
Tatapannya seolah-olah berkata, "Cepat atau lambat kau akan jadi milik kami.
Kau, dan seluruh umatmu yang lemah."
Tapi kesan jahat itu segera berlalu, dan Tom angkat bahu seakan tidak ada apaapa. Aku naik ke kamarku dan mengerjakan PR. Setelah selesai, aku turun lagi dan
makan kue keju bersama orangtuaku dan kakakku. Satu keluarga bahagia yang
menonton TV sambil bergembira ria.
Malam itu aku bermimpi. Mimpi yang sama, yang kini hampir setiap malam menghantui tidurku.
Chapter 6 ADA-ADA saja," Marco menggerutu. "Kenapa harus pakai uji coba segala sih"
Biasanya juga tidak pernah. Kita selalu langsung menjelma, dan kalau ternyata
kacau, kita berusaha mengatasinya."
"Kita harus latihan dulu," aku berkeras. "Kali ini kita bertindak sebagai matamata. Kita akan mendatangi pertemuan mereka untuk menguping. Dan kita perlu
waktu untuk belajar mendengar dengan indra kecoak."
"Ini pantas dijadikan film horor. Atau paling tidak dibuat buku," kata Marco.
"Judulnya Petualangan Manusia Kecoak."
Kami berada di apartemen Marco yang baru. Ini pertama kali kami berkumpul di
tempat tinggalnya. Dulu ia selalu keberatan.
Mungkin karena ia malu dengan apartemennya yang lama. Tapi sekarang, setelah
ayah Marco kembali bekerja, mereka sudah pindah ke tempat yang lebih baik.
Kebetulan ayahnya sedang bekerja lembur di kantor. Aku berharap ia bisa tahan
bekerja di sana. Kalau ia kembali berhenti bekerja; kasihan Marco. Ia sudah
terlalu lama dibebani masalah keluarga yang berat.
"Apakah mungkin seseorang mati karena jijik?" tanya Cassie.
"Maksudku, apa mungkin kita mati begitu saja karena kelewat jijik pada sesuatu"
Jangankan jadi kecoak, memegangnya saja aku tak berani."
"Yang penting, jangan berdiri dekat cermin," aku menyarankan. "Dan jangan
melirik yang lain selama kita berubah."
Sampai sekarang aku tetap heran betapa cepatnya kami terbiasa dengan kehadiran
makhluk dari planet lain. Aku tak lagi heran melihat Andalite yang tampak
seperti gabungan antara rusa berbulu biru, manusia tanpa mulut, kambing dengan
mata di ujung tanduk, serta kalajengking.
Bagian yang mirip kalajengking adalah ekor si Andalite. Di ujungnya ada duri
melengkung. Ekornya bisa melesat begitu cepatnya sampai gerakannya tak terlihat
oleh mata kita. Aku duduk di tepi tempat tidur Marco. Tobias hinggap di jendela. Ia kelihatan
garang dan marah - tapi tampangnya memang selalu begitu.
Yeah, belakangan ini aku memang semakin biasa menghadapi hal-hal aneh. Seperti
saat ini misalnya, aku berkumpul dengan makhluk asing, sepupuku, sahabat
karibku, serta Cassie. Dan mereka semua sedang bersiap-siap menjelma menjadi
kecoak. Kecuali Tobias. Dan yang paling ajaib adalah, semua itu tak lagi terasa aneh bagiku.
Aku memperhatikan tahap-tahap perubahan yang mereka lalui, sampai akhirnya aku
terpaksa membuang muka. Ketika aku menoleh lagi, aku melihat empat ekor kecoak
merayap di karpet.
"Oke," aku menyahut. "Kalian bisa mendengarku?"
Marco yang mana, soalnya semua kecoak begitu mirip satu sama lainnya.
"Halo," kataku keras-keras.
"Tobias, tolong beritahu mereka bahwa itu suaraku."
"Halo."
menerjemahkan getaran menjadi bahasa manusia.
Mereka mengulangi proses belajar yang kujalani ketika aku terperangkap di dalam
perangkap kecoak di belakang lemari es.
Aku memalingkan wajah lagi ketika mereka kembali ke wujud semula. Belakangan ini
aku sudah cukup sering bermimpi yang aneh-aneh. Aku tidak butuh bahan baru untuk
mimpi burukku. Di antara kami semua, Cassie-lah yang paling pandai berubah wujud. Ia bahkan
lebih hebat dari Ax - padahal Ax makhluk Andalite.
Biasanya Cassie mampu mengendalikan proses metamorfosis sampai batas tertentu.
Suatu hari, ketika kami berubah menjadi burung, Cassie berhasil kembali ke wujud
manusia sambil mempertahankan sayapnya selama beberapa detik.
Penampilannya waktu itu bagus sekali.
Tapi Cassie pun tidak mampu membuat proses metamorfosis menjadi kecoak sebagai
tontonan menarik. Bulu kudukku berdiri melihat adegan itu. Pemandangannya betul-betul menjijikkan.
ke wujudnya semula. "Huh, kecoak bukan hewan istimewa," ujar Rachel sambil merinding. "Sori, tapi
aku bukan penggemar kecoak."
"Tapi kecoak mudah dikendalikan," Marco berkomentar. "Tidak seperti semut."
Kami saling pandang. Kami sempat mendapat pengalaman buruk sewaktu menjadi
semut. Dan kami telah sepakat wujud itu takkan pernah kami gunakan lagi.
"Sebenarnya," ujarku, "tidak perlu kita semua berangkat untuk melaksanakan misi
ini." "Hei, aku cuma bilang aku tidak suka kecoak," Rachel memprotes. "Aku tidak
bilang aku tidak mau ikut. Kita perlu tahu apa yang terjadi di rumah sakit itu.
Dan cara terbaik untuk mencari tahu adalah dengan mengintai pertemuan The
Sharing. Dan cara terbaik untuk mengintai mereka adalah dengan menjelma sebagai
kecoak. Titik." Ia memandang berkeliling seakan-akan menantang yang lain untuk membantah
ucapannya. "Memang, tapi aku bisa melakukannya sendiri," kataku.
"Kau kenapa sih?" tanya Rachel. "Kita sudah jadi Lima Kesatria sekarang. Satu
untuk semua, dan semua untuk satu. Eh maksudku, Enam Kesatria," ia meralat
sambil menoleh ke arah Ax.
Tak ada yang menjawab. Semuanya menatapku seolah-olah aku telah melakukan
perbuatan tercela. "Sebenarnya aku cenderung menghindari bahaya," ujar Marco. "Tapi aku penasaran
kenapa kau bersikap begini."
"Misi ini bisa kukerjakan sendiri."
"Kau kuatir terjadi sesuatu dengan Tom?" tanya Cassie.
Cassie memang pandai membaca gelagat. Aku langsung menundukkan kepala. "Begini,
dia kakakku. Dan kalian temanku. Bagaimana kalau kita ke sana dan terjadi
pertempuran?" Marco menatapku sambil mengerutkan kening. Ia mengerti maksudku. "Pokoknya, kita
tidak akan menyakiti Tom."
"Tidak semudah itu," ujarku. "Tom terlibat dalam urusan ini. Dia salah satu dari
mereka. Dan dia... ehm, dia takkan ragu-ragu untuk menyingkirkan kita."
Ucapan itu sungguh berat bagiku. Namun kenyataannya memang begitu.
Aku menghela napas. "Aku sempat bermimpi." Aku terdiam karena aku sebenarnya
enggan menceritakannya. "Aku tahu ini tidak masuk akal. Aku tahu mimpi tidak
berarti apa-apa. Tapi mimpi ini sudah muncul beberapa kali. "
"Terus?" Rachel mendesak.
"Jangan tertawa, ya" Dalam mimpi itu aku menjelma sebagai harimau. Dan aku
memburu Tom. Aku membuntutinya. Aku merasakan desakan naluri si harimau. Rasa
laparnya. Dan keinginannya untuk membunuh."
Tobias langsung memalingkan wajah. Aku tahu sebabnya. Ia telah menjadi pemangsa
sekarang. Setiap hari ia merasakan keinginan untuk membunuh. Setidaknya membunuh
tikus, yang memang makanan burung elang. Tapi tampaknya ia tetap merasa bersalah
karenanya. Sifatnya memang lemah lembut. Dulu, waktu ia masih berwujud manusia.
"Oke, dalam mimpi itu aku memburu kakakku sendiri. Tapi, begitu aku mendekat...
dia berbalik. Dan ternyata dia bukan lagi Tom. Dia..."
Aku terdiam sebelum menyelesaikan kalimat itu. Rasanya aku sudah bercerita
terlalu banyak. "Pokoknya, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan Tom," kataku. "Yang jadi masalah
bukan cuma pertempuran. Kelihatannya peranan Tom cukup penting dalam urusan
rumah sakit ini. Mungkin malah dia yang bertanggung jawab. Kalau kita berhasil
menggagalkan rencana mereka, entah apa yang akan mereka lakukan terhadap Tom"
Bisa jadi Visser Three cuma membunuh Yeerk yang menguasai Tom. Tapi kita semua
sudah sempat melihat Visser Three beraksi. Siapa saja yang membuatnya kecewa
pasti dijadikan peringatan bagi yang lain. Jadi, bukan tidak mungkin dia akan
membunuh Tom." Rachel bersiul pelan. "Kalau kita berhasil, berarti Tom gagal. Dan kalau dia
gagal, Visser Three mungkin membunuhnya."
"Ya, kurang-lebih begitu," ujarku.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Marco.
"Kita lupakan saja misi ini," Cassie mengusulkan.
"Dan membiarkan rumah sakit itu berada di tangan kaum Yeerk" Sebagai pabrik
penghasil Pengendali?" tanyaku. "Kenapa" Karena mungkin kakakku bisa mati?"
"Ya," jawab Cassie.
Aku terdiam. Sebenarnya aku ingin menerima usul Cassie. Tapi bagaimana mungkin
aku mundur karena alasan yang begitu egois"
"Kita tidak perlu mengambil keputusan akhir," ujar Marco. "Kita masuk saja ke
sana. Melihat dulu apa rencana mereka. Lalu memutuskan langkah selanjutnya."
Aku menatap Marco. Entah bagaimana pendapatnya tentang diriku. Hanya Marco dan
aku yang tahu soal ibunya. Semua orang menyangka ibunya sudah meninggal. Hanya
kami berdua yang tahu bahwa ibunya ternyata salah satu Pengendali. Bahwa ibunya
dijadikan induk semang oleh Visser One.
Marco tahu persis apa yang kuhadapi. Dan karena itu ia memberi jalan supaya aku
tidak perlu mengambil keputusan.
"Yeah," aku berkata sambil mengangguk kepada sahabatku. "Marco benar. Ini cuma
misi mata-mata. Masih banyak waktu untuk menentukan langkah selanjutnya. Nanti,
kalau kita sudah tahu rencana mereka."
Mestinya aku merasa lega.
Tapi ternyata tidak. Chapter 7 "KIRA-KIRA berapa lama sih urusan ini?" tanya Rachel. Ia menatap jam tangannya.
"Video di rumah sudah kusetel untuk merekam dua acara favoritku; tapi aku lupa
bahwa ada film pilihan minggu ini."
"Aku merekam film itu," kata Cassie.
Kami dikelilingi kegelapan. Padahal malam belum terlalu larut. Bulan bersembunyi
di balik lapisan awan. Kami menyusuri trotoar sambil bertingkah seperti
sekelompok anak biasa yang sedang jalan-jalan.
hantu benar-benar hebat. Masalahnya, ada jenis burung hantu yang suka memangsa
burung falcon.> "Bagaimana kalian bisa lari dengan sosok ini?" tanya Ax. "Lari dengan dua kaki"
Mustahil. Tahil. Moostahil. Apalagi tanpa ekor untuk menjaga keseimbangan."
Ax memang sedang berwujud manusia. Ia menggabungkan DNA yahg diserapnya dari
Marco, Rachel, Cassie, dan aku. Akibatnya, semua ciri-ciri kami tergabung dalam
satu tubuh. Kesannya benar-benar ajaib.
Ax sudah mulai terbiasa dengan mulut yang dimilikinya sebagai manusia. Tapi
belum sepenuhnya. Ia masih suka bermain dengan berbagai bunyi yang keluar dari
mulut. Kalau bicara suka diulang-ulang. Kecuali itu, tindakannya juga sulit
diduga kalau ada makanan di sekitarnya. Ia senang sekali mencicipi berbagai
rasa. "Wah, Ax, omong-omong soal kaki...," Marco mulai berputar-putar dengan kencang,
seakan-akan kehilangan kendali. "Aduh, kakiku cuma dua! Aku mau jatuh... jatuh!"
"Tuh, apa kubilang," Ax berkata, lalu menambahkan, "kaki dua berbahaya. Bahaya.
Ba. Ha. Ya." Aku tidak tahu apakah Ax sadar bahwa Marco cuma bercanda. Sampai sekarang aku
belum bisa menduga apakah Ax memiliki rasa humor atau tidak.
"Itu tempatnya," kataku sambil menunjuk ke ujung jalan.
Kami berada di daerah pemukiman dengan rumah-rumah tua dan beberapa toko yang
tersebar di sana-sini. Tujuan kami adalah bangunan satu lantai yang dicat putih. Hanya ada satu pintu,
dan semua jendelanya tinggi dan sempit. Dari luar kita tidak bisa melihat ke
dalam. Di samping bangunan itu ada pelataran parkir. Selusin mobil diparkir di
situ. Papan nama di atas pintu gedung bertulisan "The Sharing. Membangun Kehidupan
yang Lebih Baik." "Yeah, pasti," Marco mencemooh. "Kehidupan yang lebih baik untuk makhluk busuk
dari angkasa luar. Kalian lihat orang yang berdiri di pintu" Tampaknya dia
ditugaskan untuk menghalau tamu tak diundang."
Seorang pria berbadan tegap berdiri di samping pintu. Tangannya yang kekar
tersilang di depan dada. Tapi kami sudah tahu. Marco, Rachel, dan aku sempat
mengintai tempat itu. "Oke, kita lewat gang ini," ujarku. "Di belakang sana ada gedung kosong. Ruang
bawah tanahnya tidak dikunci. Di sanalah kita akan berubah wujud."
Ruang bawah tanah itu ternyata gelap dan berbau apak. Kurasa dulunya bagian dari
sebuah restoran. Di sana-sini masih ada beberapa meja tua. Selain itu juga
banyak botol bir dan barang rongsokan.
"Hebat," bisik Rachel. "Gaya hidup anggota Animorphs begitu glamor."
Tobias terbang lewat pintu yang terbuka. Lalu terdengar bunyi benturan.
Ax segera kembali ke wujud Andalite. Sama seperti kami, ia pun tak dapat
berpindah dari satu wujud ke wujud berikut tanpa kembali ke sosoknya yang asli
dulu. "Ayo, kita mulai saja. Biar cepat selesai," ujar Rachel. "Aku bakal jadi kecoak
di ruang bawah tanah yang kotor. Ibuku pasti bangga sekali kalau tahu."
"Tunggu," kata Cassie. "Semuanya sudah sepakat, bukan" Kita kemari bukan untuk
cari perkara. Ini misi mata-mata. Jangan sampai ada yang nekat, misalnya berubah
jadi gajah dan menginjak-injak segala sesuatu yang menghalangi jalannya."
Cassie menatap Rachel. Rachel memang bisa menjelma sebagai gajah. Dan ia juga
senang melakukannya. Rachel tertawa. "Beres. Jadi mata-mata. Aku paling jago untuk urusan intaimengintai." "Oke." Aku agak rikuh karena Cassie menyinggung masalah itu. Ia bermaksud
mengingatkan kami semua bahwa Tom salah satu Pengendali di pertemuan yang akan
kami datangi. Bahwa maksud kedatangan kami sekadar untuk mengumpulkan informasi.
"Ayo, kita mulai saja," ujar Rachel. "Aku tidak mau ketinggalan acara TV."
"Lima kecoak kecil. Kita pasti betah di tempat jorok seperti ini," Marco
berkomentar sambil mulai berubah. "Kau akan menjaga kami dari serangan tikus, ya
kan, Tobias?"
raya.> "Ax" Kau siap?"
Animorphs - 6 Musuh Dalam Selimut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di antara rongsokan di lantai beton.
Kami segera berangkat - sekawanan kecoak yang berlari ke arah yang sama.
Rachel.
Penjepit mungil di ujung keenam kakiku mencengkeram setiap tonjolan kecil di
permukaan beton dan menyusup ke celah-celah yang tak kelihatan. Semuanya terjadi
begitu cepat dan begitu otomatis, sehingga aku serasa berlari menaiki permukaan
anak tangga yang tegak lurus.
Naik. Lari. Naik. Lari. Sampai ke puncak keempat anak tangga.
Tobias rupanya sudah semakin bisa menerima hidupnya yang janggal - setengah
burung, setengah manusia.
Tapi kemudian perhatianku kembali beralih pada misi yang sedang kami tempuh.
Kami telah sampai di ambang pintu. Tanpa buang-buang waktu kami berlari keluar,
masuk ke gang. Permukaan gang dilapisi campuran kerikil dan aspal yang sudah retak di sanasini. Melintasi permukaan aspal itu rasanya seperti melintasi butir-butir beras
yang keras dan tidak rata. Dan melewati kerikil ternyata lebih sulit lagi. Batu
kerikil itu ada yang sebesar kami dan, biarpun punya enam kaki, tetap saja
beberapa kali kami tergelincir.
telepon.>
Dengan kata lain, mereka pasti waspada. Jadi bersikaplah seperti kecoak normal.>
Marco.
Kami menyebar dan bergerak maju sambil menjaga jarak satu sama lain. Aku
berhenti ketika sampai di kaki tembok yang dicat putih.
Yang lain menunggu. Aku merasa begitu kecil dan tak berdaya. Bagaimana kalau si
penjaga pintu berbadan tegap tiba-tiba memutuskan untuk menginjakku" Aku tidak
bisa melihatnya, tapi aku tahu ia berada di dekatku.
Satu per satu kami menyusulnya. Aku merasa lebih tenang setelah menyusup ke
dalam celah. Tapi kemudian terbayang olehku apa yang akan terjadi kalau aku
mencoba kembali ke wujud manusia di tempat sesempit itu.
Uh, lebih baik jangan dipikirkan dulu deh.
Kami menyusuri celah itu sambil berbaris satu-satu. Rasanya seperti menjelajahi
gua. Keadaannya gelap gulita, tapi sungutku meraba-raba jalan, mencium bau
sesama kecoak, merasakan aliran udara, dan mencari-cari bau yang kukenal.
Kemudian aku melihat secercah sinar redup yang semakin terang begitu aku
mendekatinya. Cassie berada paling depan.
sampingnya. Aku mengintip melalui celah dan melihat cahaya terang. Aku juga
menangkap getaran. Getaran suara. Seseorang sedang berbicara.
Aku berkonsentrasi. Tapi tak banyak yang bisa kuketahui tentang suara itu. Aku
cuma tahu bahwa nadanya terlalu tinggi untuk suara orang dewasa.
Jangan-jangan suara Tom"
Aku mendengarkan kata-kata yang diucapkan.
"... hari yang kita tunggu akhirnya tiba. Sudah waktunya menjalankan langkah
menentukan dalam penyerbuan Bumi."
Chapter 8
Cassie mulai cekikikan - maksudnya, cekikikan dalam bahasa pikiran - dan dalam
sekejap saja kami semua, kecuali Ax, sudah tertawa dalam hati. Tapi tawa kami
bernada gelisah.
mengenali beberapa orang. Ayo, berpencarlah. Tapi jangan sekaligus!>
Terlambat. Kami semua keluar dari celah dan menuruni dinding menuju lantai.
Kelihatannya seperti ada "serbuan kecoak". Lima kecoak yang menggerombol pasti
menarik perhatian. Tapi ada satu hal yang terlupakan olehku. Manusia membenci kecoak. Mereka pasti
bereaksi kalau melihat kecoak. Tapi kaum Yeerk tidak peduli. Walaupun yang kami
hadapi memang Pengendali-Manusia, mereka sedang berada di antara sesama Yeerk.
Dan karena itu mereka tidak perlu bersikap seperti manusia.
Tak ada yang berusaha menginjak kami. Tapi aku tetap dihantui perasaan waswas.
Kami berpencar sedikit, lalu bergerak menyusuri dinding.
bahasa pikiran memang semakin pelan kalau jaraknya bertambah jauh. Sama seperti
suara manusia. Tapi rintangan berupa tembok dan sebagainya tidak menjadi
masalah.
belakang limusin.>
aku punya firasat buruk tentang orang itu.>
Sekarang aku menangkap getaran dari banyak kaki yang bergerak cepat.
Aku berusaha memantau keadaan dengan mata kecoak-ku, tapi percuma saja. Mataku
tidak bisa dipakai melihat jauh. Aku cuma tahu bahwa sejumlah orang telah tiba
dan mereka sedang melintasi ruangan.
"Teman-teman seperjuangan," sebuah suara berkata dengan lantang, "sambutlah
pemimpin kita, Visser Three."
Semua yang hadir terkesiap. Kami pun memekik tanpa suara dalam hati.
Visser Three" Visser Three berwujud Andalite. Ia satu-satunya Yeerk yang berhasil menguasai
tubuh Andalite, berikut kemampuannya untuk bermetamorfosis. Tapi Tobias pasti
akan melapor kalau melihat makhluk Andalite turun dari mobil.
"Beberapa di antara kalian tampak terkejut," ujar sebuah suara baru. "Seharusnya
kalian tahu bahwa aku bisa menjelma menjadi apa saja, termasuk menjadi manusia."
Suara yang kini telah kami ketahui sebagai suara Visser Three berbicara dengan
nada ketus. Kedengarannya aneh sekali. Selama ini kami cuma mendengarnya melalui
bahasa pikiran. Tapi sekarang ia punya suara. Dan juga tubuh manusia. Namun mata
kecoak kami terlalu lemah untuk melihatnya.
"Misi kita terdiri atas dua bagian. Satu. Rumah sakit ini kita gunakan sebagai
kedok untuk menjaring induk semang baru. Target kita adalah menjaring dua ratus
Pengendali baru, setiap bulan. Khususnya yang berprofesi polisi, penyiar,
penulis, guru, pejabat di bidang keuangan, dan terutama orang-orang yang
memiliki kekuasaan politik."
Para hadirin bergumam-gumam tanda setuju.
ini sekarang berada di bawah kendali kita. Tapi sekarang kita masuk ke bagian
kedua misi ini," kata Visser Three.
"Sampai sekarang rahasia ini hanya diketahui olehku dan sekelompok kecil
Pengendali." Suasana menjadi hening. "Bagian kedua dari rencana ini bahkan lebih penting daripada yang pertama. Dalam
beberapa hari, gubernur wilayah ini akan menjalani operasi kecil. Sekretarisnya
sudah menjadi Pengendali, dan dia telah mengatur agar atasannya datang ke rumah
sakit ini. Si gubernur masuk rumah sakit untuk operasi kecil, dan waktu dia
keluar dari sini... dia sudah ada di tangan kita."
Chapter 9 < AYO, kita keluar saja dari sini. Kita sudah tahu rencana mereka,> kataku.
Aku berbalik dan menuju ke celah. Jaraknya cuma satu atau dua jengkal. Beberapa
detik lagi kami semua sudah aman.
Apa yang telah kudengar rasanya sukar dipercaya! Betul-betul gila. Kalau rencana
kaum Yeerk berhasil, tamatlah riwayat kami.
Selama mereka masih menutup-nutupi perang melawan kami karena takut kedok mereka
Pedang Golok Yang Menggetarkan 5 Pendekar Bloon 1 Neraka Gunung Bromo Asmara Pasak Dewa 1