Dan seingatku kaum Yeerk memiliki sesuatu yang disebut simpul
osmosis. Itulah yang mereka pakai untuk menyerap sinar Kandrona,
tapi mereka juga menyerap zat gizi lainnya. Mereka menyerapnya dari
cairan di dalam kolam Yeerk.>
menyerapnya"> tanya Jake.
pantai. Gema yang kutangkap membenarkan
apa yang kulihat. Dan keduanya bergerak ke arah kami.
Tapi pada saat yang sama aku telah mendapatkan jawabannya.
TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW!
Bola-bola baja itu menembaki kami dengan sinar Dracon.
Seketika aku merasakan sengatan tajam di sayap kananku. Aku
mencium bau terbakar. Dan ketika aku menoleh, aku melihat lubang
sebesar keping uang pada kulit sayapku.
menuju ke celah. Teman-temanku menyusul tepat di belakangku.
TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW!
menuju kolam Yeerk di bawah kami. Aku segera teringat pada Mr.
Edelman, dan langsung saja mengejar Tobias.
Kelelawar tidak bisa terbang cepat. Untungnya, Tobias sangat
berpengalaman dalam soal terbang. Ia bisa memanfaatkan sayapnya
yang utuh untuk mengurangi kecepatan. Aku menangkap dan
mencengkeramnya dengan kaki kelelawarku yang mungil namun kuat.
Ax dan Jake turut membantu, dan kami mengepakkan sayap seperti
kesetanan untuk menarik Tobias ke atas.
Tapi kedua robot pemburu semakin dekat.
TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW!
lagi sanggup menyeret Tobias kembali ke celah di atas.
membawanya ke bebatuan, bebatuan mana saja, ia bisa
mencengkeramnya dan bergelantungan. Sebenarnya ini bukan
pemecahan yang ideal, tapi tak ada pilihan lain.
Jake terbang menukik, tepat pada waktunya. Ia sengaja
menabrak kami, sehingga kami terdorong ke dinding karang. Tobias
menggapai-gapai dan berhasil meraih tonjolan batu dengan kakinya.
Kedua robot pemburu terus menguntit. Mungkin mereka cukup
cerdas untuk mengetahui bahwa kami tidak mungkin kabur.
Marco sudah kabur lebih dulu. Aku tidak menyalahkan mereka. Tapi
dalam hati...
BONK! ?"?""L"W"S."?OG?"OT."?M
BONK! Melalui pantulan suara aku "melihat" batu-batu kecil
beterbangan. Bagaikan bom yang dilepaskan dari pesawat pembom
yang terbang menukik. Cassie dan Marco telah mengambil batu-batu
kecil, menukik ke arah kedua robot, lalu melepaskan batu-batu itu.
Salah satu berhasil mengenai sasarannya. Satu robot mendadak
oleng, seakan-akan kehilangan arah.
Tapi yang satu lagi hanya berjarak enam meter ketika
melepaskan tembakan. Aku berusaha melindungi Tobias dengan
sayapku yang utuh. TSEEEEEWWW! TSEEEEEWWW! Sinar Dracon itu menebas sayapku. Yang tersisa hanyalah
lengan kelelawar yang buntung. Dan aku pun jatuh bagaikan batu.
Jatuh, jatuh, jatuh menembus udara yang lembap. Jatuh menuju
kolam Yeerk di bawah. Chapter 21 AKU jatuh. Aku melihat Jake dan Cassie mengejarku. Tapi aku tahu. Aku
tahu mereka takkan berhasil.
BYURRR! Aku jatuh, dengan punggung lebih dulu. Benturannya membuat
udara di dalam paru-paruku terdorong keluar. Aku megap-megap,
berusaha menghirup udara. Tapi aku terbenam di bawah permukaan.
Aku terbenam dalam cairan yang warnanya seperti timah.
Cairan yang hidup dan bergolak. Di mana-mana ada Yeerk. Aku
seperti dikepung oleh makhluk-makhluk bengis itu.
Aku naik ke permukaan. Aku berusaha mengamati sekelilingku
melalui pantulan bunyi ultrasonik. Tapi aku terus tergulung ombak
kecil. Aku tercebur lagi ke dalam kolam Yeerk!
Kesadaran akan hal mengerikan itu timbul bagaikan ledakan di
dalam otakku. Mereka ada di mana-mana! Di sekelilingku! Kali ini
aku pasti kena. Aku takkan bisa lolos. Aku mengepakkan sebelah
sayapku yang masih tersisa, tapi sia-sia.
Aku sempat ingin memanggil teman-temanku. Tapi jangan.
Jangan. Mereka bisa tewas kalau berusaha menyelamatkanku. Jangan.
Tapi... bagaimana kalau aku dijadikan Pengendali oleh bangsa
Yeerk" Aku akan mengkhianati teman-temanku. Aku takkan mampu
mencegahnya. Kau hanya bisa dijadikan Pengendali kalau kau berubah wujud,
aku berkata dalam hati. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa terhadap
seekor kelelawar. Otak kelelawar terlalu kecil bagi Yeerk. Tetaplah
dalam wujud kelelawar. Tapi kemudian aku menyadari sesuatu. Kelihatannya kaum
Yeerk tidak memedulikan kehadiranku. Kelihatannya mereka bahkan
tidak menyadari ada kelelawar di antara mereka.
Mungkin begitu. Robot-robot pemburu tadi tidak dirancang khusus untuk
membunuh kami. Robot-robot itu tampaknya diprogram untuk
membasmi setiap penyusup. Kaum Yeerk bersikap hati-hati. Mereka
tahu kami sudah pernah berhasil menyusup ke kolam Yeerk. Karena
itulah mereka memasang Bio-scan di semua pintu masuk. Dan karena
itu pula mereka mengaktifkan robot pemburu. Tapi itu berarti banyak
hewan tak berdosa ditembak selama ini. Mestinya pernah ada
kelelawar lain yang tersesat kemari.
Jadi ada kemungkinan aku bukan hewan pertama yang jatuh ke
kolam Yeerk dengan luka tembakan sinar Dracon.
DUGGG. Seekor Yeerk menabrakku. Aku langsung terdiam. Tak terjadi apa-apa.
SLUUUPPP. Yeerk lain menyerempetku. Lagi-lagi tak terjadi apa-apa.
Kemudian aku sadar.
mata induk semang.> Kalau begitu, bagaimana cara mereka bisa balik ke induk
semang masing-masing kalau sudah waktunya kembali" Berkat
penciuman" Pendengaran" Atau indra lainnya"
Aku menengadah dan melihat puncak kubah jauh di atasku.
Aku mencari teman-temanku, tapi mereka tidak kelihatan. Mungkin
mereka selamat. Mungkin juga tidak.
Kalau mereka ditawan, aku harus membebaskan mereka. Tapi
aku tidak bisa menggunakan bahasa-pikiran.
Mereka pasti menyangka aku cedera parah. Atau lebih gawat
lagi. Kalau aku memanggil mereka, mereka malah bisa celaka karena
berusaha menyelamatkanku.
Apa yang mesti kulakukan"
Kalau bangsa Yeerk tidak bisa melihat kelelawar, apakah
mereka bisa melihat manusia" Aku bisa morf jadi ikan hiu dan
mengamuk di tengah kolam. Aku bisa memangsa sebanyak mungkin
makhluk busuk itu, sampai salah satu Pengendali di luar melihat
siripku dan menembakku. Aku merasakan arus berputar di dalam kolam. Aku hanyut
terbawa arus melingkar yang bergerak pelan.
Semakin lama aku semakin dekat ke dermaga, tempat kepala
para induk semang dicelupkan secara paksa ke dalam kolam, supaya
bangsa Yeerk bisa masuk lagi.
Di bawah dermaga! Kalau aku memang mau berganti wujud, di
situlah tempatnya. Dekat, semakin dekat. Lebih dekat lagi. Aku mulai bisa
mendengar jeritan. Teriakan. Raungan yang memelas.
"Jangan! Jangan! Lepaskan aku, kalian tidak punya hak!
Lepaskan aku! Aku punya anak-anak yang..."
Suara itu mendadak terputus. Dengan kasar kepala wanita itu
dibenamkan ke bawah permukaan. Sedetik kemudian ia kembali
tegak. Sikapnya tenang. Ia telah kembali menjadi Pengendali.
Dermaga itu kelihatan jelas, meskipun dari sudut yang sangat
rendah. Aku melihat Hork-Bajir yang menyeret manusia yang
meronta-ronta. Para korban dipaksa berlutut, lalu kepala mereka
dibenamkan. Bagi para Hork-Bajir ini cuma tugas rutin. Ancaman dan
permohonan para korban tidak berarti apa-apa bagi mereka. Mereka
sudah sering mendengarnya. Ratusan kali. Beribu-ribu kali.
Makin lama niatku untuk mengamuk sebagai ikan hiu makin
kuat. Aku betul-betul membenci makhluk-makhluk keparat yang
bergembira ria di sekelilingku.
Tapi itu sama saja dengan bunuh diri. Mungkin masih ada cara
lain untuk selamat. Dermaga semakin dekat. Tempat itu sangat rendah, hanya
beberapa sentimeter di atas permukaan kolam. Apa yang harus
kulakukan" Hmmm, Rachel, pikirku, kau tentu tidak mau mengakhiri
hidupmu dengan jadi kelelawar bersayap satu.
Aku mulai berubah bentuk.
Di tengah-tengah musuh aku mulai morf sebagai manusia.
Aku berada di bawah dermaga!
Aku berusaha berpegangan ke atas sambil berharap tanganku
sudah terbentuk kembali. Aku melihat kaki dan ekor Hork-Bajir yang
pendek lewat di atasku. Aku melihat sepasang kaki manusia diseret.
"Jangan. Tolong, jangan. Jangan," seorang laki-laki mengiba.
Aku lebih besar sekarang, jauh lebih besar, jadi semakin banyak
Yeerk yang menabrak atau menyerempetku.
Oh, betapa aku ingin morf jadi hiu martil.
Tapi itu bukanlah cara untuk selamat.
Chapter 22 SETELAH sepenuhnya berwujud manusia, aku mulai morf lagi.
Supaya rencanaku berhasil, aku harus berada di ujung dermaga.
Aku akan berukuran amat sangat kecil. Jadi jarak-jarak yang harus
kutempuh nanti sebaiknya juga tidak terlalu jauh.
Aku akan menjelma dalam wujud yang sebetulnya tidak mau
kugunakan lagi. Tubuhku mengecil. Sambil mengerut, aku terus mendekati
ujung dermaga. Ketika lenganku tak lagi berguna, aku menggunakan
jari-jari tangan untuk mendayung.
Aku terus mengerut, sampai dermaga yang rendah itu seolah
bermil-mil jauhnya di atas kepalaku.
Sepasang kaki tambahan muncul dari tubuhku. Sepasang antene
muncul dari keningku. Tubuhku seakan terbagi menjadi tiga bagian. Aku bagaikan jam
pasir dengan kepala. Kulitku menjadi sekeras kuku. Persis seperti pembungkus tubuh
kecoak. Tapi kali ini aku tidak morf jadi kecoak. Aku,memilih wujud
yang lebih kecil lagi. Kecoak masih kelihatan. Hewan itu kelihatan
seperti gajah kalau dibandingkan makhluk yang akan kutiru kali ini.
Panjangku sudah kurang dari dua senti, dan tubuhku masih terus
mengecil. Aku akan menjelma jadi makhluk paling menakutkan dari
semua yang pernah kutiru.
Aku akan morf jadi semut.
Aku terus berjuang untuk berada di permukaan. Jangan sampai
aku terbenam dalam air. Dan dalam waktu singkat aku telah
mengapung karena berat badanku telah menyusut demikian banyak.
Untuk terakhir kali aku memandang berkeliling dengan mataku
yang semakin kabur. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
Aku sudah tahu aku bakal nyaris buta. Aku perlu tahu di mana aku
berada dan ke mana aku harus menuju.
Sebuah tiang besar, kira-kira lima puluh kali lebih besar
daripada pohon terbesar yang pernah kulihat, menjulang tinggi di
hadapanku. Persis di hadapanku.
Tiba-tiba pandanganku jadi gelap, seakan-akan ada orang yang
mematikan sakelar lampu. Aku nyaris buta. Lebih buta dari tikus
tanah. Aku cuma bisa melihat garis-garis kabur antara gelap dan
terang. Bayangan-bayangan. Tapi aku tahu di mana aku berada.
Keenam kakiku terbentang dan menginjak permukaan elastis
bagaikan karet - itulah permukaan air. Rasanya seperti berjalan di atas
trampolin. Dan kakiku terus menembus permukaan.
Tapi selebihnya aku mampu melakukannya. Aku mampu
berjalan di atas air. Atau paling tidak, berdiri di atas air. Sulit sekali
bergerak maju. Untung saja aku dibantu oleh arus air. Gelombang datang. Aku
merasakannya naik di bawahku, aliran gelombang dahsyat yang
membuatku terangkat tinggi di puncaknya.
Aku berselancar di kolam Yeerk.
BYURRR! Gelombang itu menabrak tiang dermaga. Sebuah dinding baja
menjulang di hadapanku, tapi mata semutku melihatnya sebagai
kegelapan belaka. Aku menggapai-gapai. Cakar mungilku berusaha
meraih apa saja yang ada dalam jangkauan.
Dan kemudian aku terangkat dari permukaan air. Aku berhasil
menempel pada tiang baja! Tonjolan-tonjolan kecil di permukaan
logam sudah cukup bagiku untuk berpegangan.
Aku melesat ke atas, untuk menghindari gelombang berikutnya.
Gelombang itu menghantam tiang. Getarannya terasa bagaikan
gempa bumi. Aku bahkan merasakan udara yang terdorong naik oleh
gelombang kecil yang bagiku tak ubahnya gelombang pasang yang
dahsyat. Puncak gelombang sempat mengenai kaki belakangku, tapi aku
masih punya dua pasang kaki lagi yang berpegangan dengan erat.
Keempat kaki itu kukendalikan dengan pikiran manusiaku.
Aku merasakan naluri semut yang bagaikan mesin. Tapi naluri
Animorphs - 17 Menembus Gua Bawah Tanah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu takkan merepotkan kali ini, sebab aku sudah punya pengalaman
sebagai semut. Aku sudah siap. Lagi pula, semut ini berada jauh dari
lingkungannya yang biasa. Jauh dari dunia yang biasa.
Aku terus memanjat ke atas. Naik dan naik dan naik dan naik.
Aku merasakan sesuatu yang hangat di depanku.
Kehangatan tubuh dan bau makhluk hidup. Salah satu makhluk
malang - entah manusia, Hork-Bajir, atau Taxxon busuk - yang
sedang dirasuki kembali oleh Yeerk yang menguasainya.
Aku berlari maju dalam posisi menggelantung terbalik. Aku
berpegangan pada tonjolan-tonjolan di sisi bawah dermaga.
Dalam keadaan terbalik, beberapa sentimeter saja dari
permukaan kolam, aku melesat maju dengan cepat. Aku tidak
mengurangi kecepatan bahkan ketika aku tak lagi melewati
permukaan baja, melainkan permukaan kain.
Naik, naik, naik! Aku naik dengan kecepatan luar biasa pada
tali-temali yang sesungguhnya benang dari sehelai kaus.
Si induk semang telah dikuasai kembali. Aku menumpang pada
salah satu Pengendali. Aku menempel pada bajunya, dan mencari
tempat persembunyian di balik kerah yang lembap.
Chapter 23 AKU selamat. Aku berhasil lolos dari kolam Yeerk!
Tapi aku tidak gembira. Aku belum tahu bagaimana nasib
teman-temanku. Ada kemungkinan mereka tidak seberuntung aku.
Aku mencengkeram benang-benang baju yang bagiku saat ini
sama ukurannya dengan kabel penahan jembatan.
Aku bisa merasakan betapa kasarnya kain baju itu.
Cepat atau lambat aku harus melompat. Mudah-mudahan saja
orang yang kutumpangi akan masuk ke salah satu bangunan di sini.
Mudah-mudahan saja ia tidak langsung meninggalkan kolam Yeerk
dan kembali ke dunia luar.
Aku belum mau pergi dari sini. Belum waktunya. Aku harus
mencari tahu dulu apa yang terjadi dengan teman-temanku.
Aku merasakan embusan angin yang menggoyangkan kain baju
tempat aku berpegangan. Kami sedang berjalan. Berapa cepat, berapa
jauh" Entahlah, aku tidak bisa memastikannya.
Apakah cahaya di sekelilingku telah berubah" Itu pun tidak bisa
kuketahui dengan pasti. Aku memanjat ke tempat yang menurut
dugaanku bahu orang itu. Mampukah aku melakukannya" Apakah semut memang bisa
melompat" Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya. Aku berlari ke
ujung bahu. Dengan hati-hati aku mengendurkan cengkeraman
keenam kakiku. Satu per satu. Kemudian aku merunduk dan
melompat. Kurasa gerakan orang yang membawaku turut membantu
sehingga usahaku berhasil. Aku bukannya melompat, tapi lebih tepat
disebut mengguling dari ujung bahu.
Aku jatuh! Rasanya lama sekali, seolah-olah aku melayang
sekitar sepuluh detik sebelum mendarat di bawah. Dan selama itu aku
terus berjumpalitan tanpa kendali, tanpa bisa melihat. Aku tidak tahu
kapan tepatnya aku akan menyentuh tanah. Dan walaupun aku tahu
makhluk sekecil semut takkan cedera karena jatuh, hatiku tetap saja
ketar-ketir. UUUHHH! Aku mendarat. Aku berguling ke posisi merangkak. Di mana
aku" Aku meraba-raba dengan antenaku. Permukaannya licin.
Oke. Bagus. Aku berada di lantai. Tempat aku bisa terinjak
sewaktu-waktu. Sekarang aku harus mencari tempat gelap untuk
berubah wujud tanpa terlihat.
Aku berlari melintasi lantai, tanpa mengetahui di mana aku
berada. Lalu, gelap. Tapi apa artinya itu" Apakah aku berada di
ruangan lain" Ataukah aku cuma masuk ke bawah lemari atau
semacam itu" Proses perubahan dari semut menjadi manusia lumayan lama.
Dan mataku baru terbentuk kembali di tengah proses morf. Aku
memandang berkeliling. Gelap, tapi tidak segelap di dalam gua. Ada
cahaya kelabu yang redup. Cahaya itu menerangi garis-garis tepi dan
sudut-sudut tegak lurus. Sebuah gudang. Di sekelilingku tampak beberapa tumpukan
peti. Peti-peti itu agaknya terbuat dari plastik berwarna biru. Aku
bersandar pada salah satu peti sambil menjelma menjadi diriku yang
asli. Aku kembali menjadi manusia! Aku memandang berkeliling.
Mataku sudah terbiasa dengan suasana remang-remang. Aku melihat
tulisan pada peti-peti. Tapi huruf-hurufnya berbeda dari huruf-huruf
yang kukenal. Pada sisi peti terdapat tonjolan kecil yang diberi garis pinggir
berwarna merah. "Hmmm, coba saja," aku bergumam sambil menekan
tonjolan itu. Seketika bagian atas peti terbuka diiringi bunyi mendesis.
Aku mengintip ke dalam. Lalu aku tersenyum. Aku meraih ke
dalam peti dan mengeluarkan pistol sinar Dracon.
"Keren." Pegangannya aneh. Dirancang untuk tangan Hork-Bajir. Tapi
itu bukan masalah. Di dekat ibu jariku ada tuas yang bisa digeser naikturun.
"Ini pasti untuk mengatur kekuatannya," aku menduga-duga.
Aku terpaksa menggunakan jari tengah supaya bisa mencapai picu.
Tiba-tiba terang! Pintu membuka. Aku melihat prajurit Hork-Bajir berdiri di
pintu. Ia mengedipkan mata.
Aku langsung membidik dan menarik picu. TSEEEWWW!
Si Hork-Bajir jatuh bagaikan pohon tumbang.
Aku melangkahinya. Ia masih bernapas. Napasku sendiri
tersengal-sengal. "Hmmm, rupanya posisi ini untuk kekuatan rendah," kataku.
Lalu, "Cepat sedikit!"
Suara manusia! Suara wanita. Aku kembali bersembunyi dalam
gelap. Ia berhenti ketika melihat Hork-Bajir yang tergeletak di lantai.
Ia baru saja hendak berteriak, ketika...
TSEEEWWW! Ia pun ambruk, menimpa si Hork-Bajir. Ia mengerang sebentar,
lalu jatuh pingsan. Aku menatap pistol sinar Dracon di tanganku. "Keren.
Tembakan melumpuhkan, Kapten."
Aku mengambil sepatu wanita itu. Seperti biasa, aku hanya
mengenakan baju dan celana ketat sewaktu morf, dan tidak bersepatu.
Aku juga mengambil blazernya. Potongannya lumayan. Langsung saja
kuperiksa labelnya. "DKNY. Hebat. Agak kebesaran, tapi tidak apaapa."
Aku menguncir rambutku. Blazernya besar, sepatunya setengah
ukuran terlalu kecil, dan kacamata yang kuambil dari wajah wanita itu
membuat dunia tampak agak kabur di bagian pinggir. Tapi secara
keseluruhan hasilnya lumayan juga. Dan aku memang ingin tampil
sebaik mungkin untuk kunjungan pertamaku ke kolam Yeerk sebagai
manusia. Aku keluar, ke ruang kerja di depan gudang. Tidak ada siapasiapa. Setelah itu
ada ruang kerja lagi. Di sana tampak seorang pria. Ia
mengenakan kaus berkerah. Rupanya ia yang kutumpangi tadi.
Sebelum ia sempat menoleh, aku sudah menembaknya.
TSEEEWWW! Ia jatuh ke depan. Sepintas lalu ia kelihatan seperti sedang tidur
di kursinya. Dan itu memang benar.
Aku menyelipkan pistol sinar Dracon ke saku blazer. Kemudian
aku menuju ke dunia kolam Yeerk.
Chapter 24 AKU agak tegang. Aku berjalan-jalan di kompleks kolam Yeerk dengan
mengenakan baju dan sepatu dan kacamata orang lain. Aku juga
membawa pistol sinar Dracon. Tindakan terbaik yang seharusnya
kulakukan adalah menuju pintu keluar terdekat.
Tapi aku harus mencari tahu dulu bagaimana keadaan temantemanku. Dan itu berarti
aku harus mencari mereka di seluruh
kompleks. Kolam Yeerk sendiri mirip kolam ikan biasa. Tapi di
sekelilingnya terdapat pangkalan lengkap dengan gudang barang,
gudang senjata, gedung administrasi, bengkel kendaraan, serta
kafeteria untuk masing-masing spesies Pengendali yang paling banyak
jumlahnya. Tempatnya senantiasa diperluas. Di bagian tepi berdiri peralatan
konstruksi yang biasa dipakai manusia. Truk dan peralatan berat
buatan Caterpillar. Tapi pusat dari seluruh kompleks adalah kolam Yeerk, serta
kerangkeng tempat para induk semang - baik manusia maupun HorkBajir - ditahan. Ada
yang berteriak-teriak marah. Ada pula yang cuma
duduk sambil menundukkan kepala. Yeerk yang menguasai mereka
sedang asyik berenang di dalam kolam.
Lalu ada daerah yang lebih bagus, yang sepintas mirip tempat
peristirahatan di pantai. Tempat itu disediakan bagi para induk semang
"sukarela". Aku melihat beberapa manusia, dan banyak Taxxon.
Kedua tempat itu lebih luas dan lebih ramai dibandingkan saat kami
kemari sebelumnya. Menurut taksiranku ada sekitar lima puluh
sampai seratus induk semang di dalam kerangkeng-kerangkeng.
Tunggu dulu, pikirku. Yeerk di dalam kolam pasti lebih dari
seratus. Ya, tentu saja. Pasti ada banyak Yeerk yang sedang menunggu
induk semang baru. Aku menyusun rencana. Apa yang akan terjadi kalau aku
mengarahkan sinar Dracon ke tengah kolam dan menembak dengan
kekuatan penuh" Kau takkan berhasil membebaskan, kawan-kawanmu, itu yang
akan terjadi. Sepasang Hork-Bajir melewatiku. Aku sempat kaget, tapi
mereka tidak memperhatikanku. Di mata mereka aku cuma salah satu
dari sekian banyak Pengendali-Manusia.
Lalu sepasang Hork-Bajir lewat sambil berlari. Aku
memperhatikan ke mana mereka menuju. Ternyata ada sejumlah
Hork-Bajir lain, dan semuanya bergegas ke tepi kolam Yeerk di dekat
dermaga. Aku mengikuti mereka. Aku harus tampak tenang. Aku tidak
boleh menarik perhatian. Tapi apa yang kulihat di tengah lingkaran Hork-Bajir nyaris
membuatku memekik keras. Ax! Ia berada dalam wujudnya yang asli. Sepenuhnya Andalite. Dan
tidak kurang dari tiga puluh Hork-Bajir mengelilinginya, dan
semuanya membidikkan pistol sinar Dracon.
Satu Andalite hampir pasti mampu mengalahkan satu HorkBajir. Bahkan dua. Tapi
tiga puluh terlalu banyak. Ax terperangkap.
Ia tampak tenang. Atau justru pasrah.
Aku memandang berkeliling untuk mencari kawan-kawanku.
Aku tidak melihat mereka. Lalu aku teringat mereka mungkin
berwujud lain. Kurasa mereka baik-baik saja. Tapi aku tidak bisa
memastikannya. Aku berharap Ax melihatku. Barangkali kehadiranku akan
menolongnya. Tapi yang dilihat Ax cuma lautan wajah geram yang
menyeringai penuh kemenangan.
Dua Hork-Bajir besar melangkah maju. Dengan hati-hati
mereka mengikat tangan dan kaki Ax dengan tali logam. Lalu, lebih
hati-hati lagi, mereka menyelubungi ekor Ax yang mematikan dengan
semacam sarung. Begitu Ax tak berdaya, mereka mendorongnya dengan kasar
sampai ia terjatuh, lalu menyeretnya pergi.
"Ada Andalite! Di sini!" seru seseorang.
Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Ternyata seorang wanita
setengah baya. "Yeah," sahutku. "Jangan-jangan selain dia masih ada lagi."
Wanita itu mendengus. "Andalite keparat. Selalu saja menyusup
jadi binatang atau serangga berkat teknologi metamorfosis yang
mereka miliki. Kayaknya ada dua lagi yang tertangkap. Sepasang
kelelawar." Ia tersenyum lebar. "Bisa jadi mereka memang kelelawar
sungguhan. Tapi kita akan segera tahu. Sang Visser akan datang."
Tawanya membuat bulu kudukku berdiri. "Sang Visser akan tahu."
Aku berusaha meniru tawanya. "Oh ya, sang Visser akan
membereskan para Andalite keparat itu."
"Sayang aku tidak bisa menontonnya," ujar wanita itu. "Aku
harus kembali. Induk semangku seorang hakim, dan ada kasus penting
yang mesti disiapkan."
Ia pergi. Aku berusaha menghafalkan wajah dan pekerjaannya.
Aku juga menyimpulkan bahwa ia bohong. Ia tidak mau berada di
dekat Visser Three. Dan itu membuktikan ia cerdik. Sang Visser
memang cepat marah. Dan kalau ia sudah marah, korban pasti akan
berjatuhan. Hmmm. Sepasang kelelawar dan Ax. Berarti ada dua lagi yang
belum diketahui nasibnya. Di mana kedua kelelawar itu ditahan"
Ah, mungkin di tempat para Yeerk menahan Ax.
Aku mulai mengikuti jejak kaki Ax. Jejak itu membawaku ke
bangunan rendah tanpa jendela. Di atas pintu terdapat tanda. Hurufhurufnya tidak
bisa kubaca, tapi perasaanku mengatakan ini bukan
tempat yang menyenangkan.
Haruskah aku menerobos masuk untuk menyelamatkan Ax dan
kedua temanku yang lain" Jangan, lebih baik menunggu. Takkan
terjadi apa-apa sebelum Visser Three datang.
aku tidak melihat apa-apa. Marco bisa berwujud apa saja.
Cassie. Kau ada di sini" Kau bisa menjawab">
Rasanya aku ingin menangis karena frustrasi. Dalam wujud
asliku sebagai, manusia, aku tidak bisa menggunakan bahasa-pikiran.
Tapi aku lega sekali karena Marco ternyata masih bebas.
Sekarang bagaimana" Tiba-tiba terdengar suara gaduh. Sekelompok manusia dan
Hork-Bajir menuju ke arahku. Atau paling tidak, ke pintu gedung itu.
"Aku tidak tahu kok bisa sampai ke situ!" suara manusia
meratap. "Percayalah, pasti ada kesalahan." Wanita itu masih muda.
Umurnya paling-paling sekitar delapan belas tahun. Ia ketakutan,
namun tidak dapat berbuat apa-apa karena tubuhnya dicengkeram oleh
prajurit Hork-Bajir. Pengendali-Manusia pria yang lebih tua menggelengkan kepala.
"Ceritakan saja kepada sang Visser. Sebentar lagi dia akan datang."
"Jangan!" wanita muda itu memekik. "Ini kesalahan besar!"
"Ini memang kesalahan," sahut pria itu. Ia meraih ke dalam
ransel yang dibawa si gadis. Dikeluarkannya wadah plastik berukuran
kecil. Dengan geram disodorkannya wadah itu ke hadapan si gadis.
"Coba jelaskan apa ini!"
Animorphs - 17 Menembus Gua Bawah Tanah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Itu... itu cuma sereal. Sereal dengan kismis. Tubuh manusia
butuh serat untuk berfungsi dengan baik, jadi..." Pria itu memotong
kalimatnya. Ia membuka wadah plastik di tangannya dan mengendusendusnya. "Tidak
ada kismis. Jangan menggurui aku soal manusia.
Tubuh manusia ini sudah dua tahun kupakai. Dan aku tahu bau mapel
dan jahe. Dasar bodoh. Kau sama bodohnya dengan bangsa manusia
yang menggunakan narkotika. Tak kusangka ada Yeerk yang begitu
rendah sampai mau meniru tingkah laku manusia." Ia memberi isyarat
dengan dagunya. "Bawa dia pergi."
Si Hork-Bajir membawa gadis itu ke dalam gedung. Pria tadi
menyerahkan wadah plastik di tangannya kepada Pengendali-Manusia
lainnya. "Terlalu banyak dari kita yang lepas kendali. Kaum manusia
ini memang merepotkan. Bawa ini ke tempat barang selundupan."
"Gudang di sana sudah hampir penuh. Kita sudah menyita lebih
dari seratus kilogram."
Seratus kilogram. "Wah, kesempatan ini jangan disia-siakan," aku berbisik.
Chapter 25 TEMPAT penyimpanan bubur gandum itu lebih mirip gubuk
daripada bangunan permanen. Tempatnya seperti gubuk dari seng
yang biasa dibangun di pekarangan belakang untuk menyimpan
penggaru tanah, slang air, dan alat pemotong rumput.
Namun gubuk itu dijaga oleh empat Hork-Bajir yang tampak
sangat serius dan sangat waspada.
Gubuk itu terletak sekitar lima belas meter dari tepi kolam
Yeerk, tepat di belakang kafeteria "manusia".
Aku menarik napas dalam-dalam. Oke. Marco masih bebas, tapi
aku tidak tahu di mana dia. Jake, Tobias, dan Ax telah menjadi
tawanan, dan kemungkinan besar mereka disekap di dalam gedung
keamanan. Cassie berada entah di mana, dan aku sama sekali tidak
tahu bagaimana keadaannya. Air mataku menggenang ketika aku
membayangkan Cassie mungkin bernasib buruk.
Oke, jangan macam-macam sekarang, aku menegur diriku
dengan tegas. Hanya kau yang bisa menyelamatkan mereka.
Kecuali itu, aku juga tahu Visser Three sedang dalam
perjalanan kemari, Jake dan Tobias mulai kehabisan waktu dalam
wujud kelelawar, dan di dalam gubuk yang berjarak lima belas meter
dari kolam Yeerk tersimpan seratus kilo bubur gandum.
Pasti ada jalan supaya semuanya bisa beres. Aku harus berusaha
memahami situasi secara keseluruhan. Entah bagaimana caranya. Tapi
sebenarnya, aku kurang berbakat untuk urusan seperti itu. Jake selalu
bisa melihat "keadaan secara utuh". Sama halnya dengan Cassie,
meskipun ia punya cara sendiri. Aku, di pihak lain, selalu melihat apa
yang ada tepat di depan mataku. Aku cenderung untuk langsung
bertindak. Oke. Apa pun yang akan kaulakukan, lakukanlah sebelum
Visser Three sampai di sini.
Prioritas utama adalah menyelamatkan teman-temanku. Aku
cuma butuh waktu untuk...
ScrrrEEET! ScrrrEEET! ScrrrEEET!
Bunyi alarm! Lampu berkedap-kedip! Prajurit Hork-Bajir
berlarian. Berlari ke ruangan tempat aku menembak orang-orang tadi
dengan pistol sinar Dracon.
Oke, perbuatanku memang konyol. Seharusnya aku tahu
mereka akan ditemukan. Sekarang kaum Yeerk tahu belum semua dari
kami yang tertangkap.
DUG! DUG! Orang-orang berlalu-lalang di sekitarku. Bergegas kian kemari.
Satu Taxxon besar melewatiku. Kakinya yang bagaikan jarum tampak
berkelebat, mulutnya yang besar dan merah megap-megap.
Apa kata Marco tadi" Jangan membuat kami semua kuatir.
Kami semua" Apakah itu berarti ia telah berhasil menghubungi yang
lain" Seseorang mencengkeram pundakku. "Ada apa denganmu"
Cepat pergi ke posmu! Masih ada Andalite lain di antara kita!"
Orang itu melepaskan pundakku dan berlari sekitar satu meter.
Kemudian ia berhenti. Rasanya aku bisa mendengar otaknya bekerja
keras. Ia berbalik dan menatapku penuh curiga.
Aku menghampirinya supaya tak ada yang melihat kilatan
cahaya. Lalu aku membidikkan pistol sinar Dracon dan menarik picu.
TSEEEWWW! "Ahhh!" Tembakan sinar Dracon itu terlalu dekat. Sebagian
energi terpantul dari orang itu dan mengenai diriku. Rasanya seperti
ada yang menusuk perutku dengan kawat yang dialiri listrik. Aku
mendekap perutku dan melangkah mundur.
Orang-orang menoleh. Mereka menatapku sambil menyipitkan
mata. "Dia salah satu dari mereka!" aku berseru sambil menuding
orang yang kutembak tadi. "Dia berusaha menembakku dengan ini!"
Aku mengacungkan pistol sinar Dracon sebagai barang bukti.
Sekelompok Pengendali bergerak maju. Termasuk beberapa
Hork-Bajir. Mereka mengepung orang tadi, sementara aku mundur
teratur sambil berusaha menghilang.
ScrrrEEET! ScrrrEEET! ScrrrEEET!
mendengar seseorang berseru dari tengah-tengah kerumunan.
Aku berbalik dan berjalan menjauh. Jalan, jangan lari, aku
berkata dalam hati. "Cepat, temukan dia!"
"Rachel!" sebuah suara mendesis.
Aku nyaris mati ketakutan. Langsung saja aku menyiapkan
pistol sinar Dracon. "Ini aku." Cassie! Tiba-tiba saja ia sudah berdiri di hadapanku. "Ya
ampun, aku senang sekali melihatmu! Bagaimana kau bisa sampai di
sini?" "Bagaimana kau bisa sampai di sini?"
"Nanti saja," kataku. "Aku Iagi ada masalah."
"Entah kenapa aku tidak terkejut," sahutnya.
"Ayo, kita harus pergi dari sini." Kami melangkah pergi dan
aku menceritakan segala sesuatu yang kuketahui. Dan itu tidak
banyak. "Jadi, apa yang harus kita lakukan?" tanya Cassie.
"Sebenarnya aku berharap kau yang punya ide."
"Hmmm, pertama-tama kita harus membebaskan Jake, Tobias,
dan Ax." "Yeah, tapi bagaimana" Mereka dikelilingi Hork-Bajir yang
sangat waspada. Visser Three sedang dalam perjalanan kemari."
Aku melihatnya melirik ke arah kolam Yeerk. "Dalam keadaan
alami, mereka hampir tak berdaya, ya?"
Tiba-tiba pengeras suara berukuran besar mengeluarkan bunyi
nyaring. Yang terdengar adalah pesan dalam bahasa yang tak
dipahami oleh Cassie maupun aku. Dan setelah itu aku terheran-heran
melihat puncak kubah membuka.
Dari cahaya redup yang masuk, aku menduga kubah itu
membuka ke ujung sebuah terowongan. Terowongan itu pasti
menembus sebagian gua kelelawar.
Dan dari mulut terowongan itu muncul pancaran gas berwarna
biru terang dari pesawat tempur Bug.
"Silakan tebak siapa itu," Cassie bergumam.
Chapter 26 BUG FIGHTER yang membawa Visser Three mendarat mulus
tak sampai tiga puluh meter dari tempat aku berdiri.
Aku sempat melihatnya ketika ia turun. Ia tampak seperti Ax,
namun lebih tua. Tapi, meskipun Visser Three menempati tubuh
Andalite, ia tak mungkin disangka sebagai Andalite sungguhan. Ada
kegelapan pada dirinya, yang meski tidak bisa dilihat, tetapi bisa
dirasakan. Kegelapan yang membuat orang merendahkan suara,
berbicara sambil berbisik, dan merundukkan kepala.
"Pasti ada yang akan jadi korban kemarahannya," aku
meramalkan. Suara pikiran sang Visser bergaung di dalam setiap kepala di
kolam Yeerk.
diperiksa, tak ada yang boleh bergerak. Kalau ada yang melanggar,
hancurkan! Hancurkan! Kalian mengerti" Aku takkan memberi ampun
kepada mereka yang melanggar.>
Dua pesawat Bug menyusul. Visser Three amat berhati-hati. Ia
tidak mau mengambil risiko. Secara teori, kami mungkin saja
menjelma jadi Hork-Bajir atau Taxxon.
Karena itulah ia membawa pasukan Hork-Bajir baru dari
pesawat Blade-nya, untuk memeriksa semua makhluk di kolam Yeerk.
"Tamatlah riwayat kita," Cassie berbisik, nyaris tanpa
menggerakkan bibir. Kami berdiri di samping gedung yang digunakan untuk
memberi makan para Pengendali-Manusia. Kami setengah terhalang
dari pandangan, dan hampir semua mata tertuju kepada Visser Three.
Tapi di belakang kami masih ada dua Pengendali-Manusia dan
satu Taxxon, dan mereka pasti akan melihat setiap gerakan kami.
"Masuk ke kafeteria," aku berbisik. "Dan siap tempur."
"Bersiap untuk... hei, dari mana kau dapat itu?"
Cassie melihat pistol sinar Dracon di tanganku. Aku berbalik
dan menghadapi si Taxxon. "Dia bergerak! Dia Andalite!" aku
memekik. Langsung saja aku menarik picu.
TSEEEWWW! Si Taxxon pun ambruk.
TSEEEWWW! Pengendali-Manusia yang satu bernasib sama.
TSEEEWWW! Begitu juga temannya.
Kami bebas bergerak. Untuk sekitar tiga detik. Aku melesat
masuk ke kafeteria dan segera mulai morf. Gedung itu kosong. Semua
pengunjungnya telah keluar untuk menghadap pemimpin mereka.
bergaung.
Cassie dan aku menabrak kursi-kursi lipat dan meja-meja yang
masih penuh makanan. "Ke belakang sana!" aku berseru sambil menunjuk pintu. Aku
membukanya. Ternyata dapur.
Dan di sana, di atas peti berisi makanan kaleng, aku melihat
seekor gorila sedang menikmati pisang dengan tenang.
"Marco?"
"Nanti saja!" seruku.
Serta-merta aku melemparkan pistol sinar Dracon padanya.
pasukan Hork-Bajir, dan di salah satu gubuk di sini ada seratus kilo
bubur gandum! Si gorila mengedipkan mata.
"Tidak."
"Beruang grizzly. Sudah waktunya kita membuat heboh tempat
ini." "Jangan! Tunggu dulu!" ujar Cassie. "Bubur gandum itu! Itu
kuncinya! Kalau bubur gandumnya bisa kita masukkan ke dalam
kolam, mereka semua akan jadi gila. Atau paling tidak, perhatian
mereka akan teralih."
"Tapi untuk itu kita harus keluar lewat pintu depan, memutari
gedung ini, dan kembali ke gubuk tempat bubur itu disimpan. Jauh
sekali lho." Marco mengangguk bagaikan gorila yang bijak.
Aku tersenyum. "Setelah dipikir-pikir, perjalanan kita memang
lebih singkat kalau dindingnya kita terobos saja."
"Terobos dinding. Lalu terobos dua Hork-Bajir yang menjaga
bubur gandum. Dan setelah itu, apa lagi?" tanya Cassie.
"Setelah itu..." aku menyahut. Aku menghela napas. "Aku juga
belum tahu."
"Ayo, maju terus..." aku mulai berkata.
Marco langsung mengangkat sebelah tangannya yang kokoh.
Chapter 27 AKU mulai menjelma sebagai beruang grizzly. Tapi di tengah
proses morf, aku berhenti. Kami butuh tenaga besar. Tenaga seperti
yang dimiliki sebuah truk.
"Awas, kalian mungkin akan sedikit terdesak," aku
mengingatkan. "Aku mau jadi besar banget nih."
Aku mulai menjelma menjadi gajah.
Proses metamorfosis memang aneh. Mirip memilih senjata pada
duel gaya lama. Di zaman dulu, dua orang yang saling menyinggung
perasaan akan mengutus teman-teman mereka untuk mengatur
"penyelesaian" masalah tersebut. Orang yang ditantang dipersilakan
memilih senjata yang akan digunakan. Mereka berangkat pagi-pagi,
dalam suasana sangat beradab dan dengan segala ritual yang
dipersyaratkan, kemudian saling menggempur dengan pedang atau
pistol. Mirip dengan yang dilakukan orang pada zaman sekarang,
hanya saja kini orang yang tak berdosa hampir selalu ikut menjadi
korban. Tapi situasinya kira-kira begitu. Aku bersiap-siap maju ke
medan perang. Senjata mana yang sebaiknya kupakai" Aku suka
wujud beruang, karena beruang begitu kuat dan memiliki daya
perusak yang begitu tinggi. Tapi kali ini, wujud gajah-lah yang tepat.
Dan sama seperti orang yang terlibat duel zaman dulu, aku pun punya
banyak waktu untuk merasa waswas.
Aku mulai berubah. Tubuhku mulai membesar. Kakiku
menggembung sampai jadi sebesar tiang kabel telepon. Lenganku
menjadi lebih besar lagi, dan beratnya membuatku terjatuh ke depan.
Jari tangan dan jari kakiku lenyap, hanya menyisakan kuku
yang tebal-tebal. Aku melihat sesuatu berkibar-kibar di kiri-kanan
wajahku. Berkibar-kibar seperti seprai yang diterpa angin. Ya, itulah
telingaku yang telah menjadi tipis dan besar.
Wajahku terdorong ke depan. Rasanya seperti ada yang meniup
kepalaku bagaikan balon. Kedua mataku saling menjauh, sehingga
pandanganku jadi kabur. Hidungku menyatu dengan bibir sebelah
atas, dan mulai tumbuh panjang seperti hidung Pinokio. Akhirnya
bentuknya tak lagi menyerupai hidung, tapi lebih mirip tali, kabel,
atau bahkan lengan gurita yang begitu kuat sehingga mampu
mencabut pohon. Aku menjulang tinggi di atas Marco dan Cassie yang telah
berubah menjadi serigala. Punggungku menempel di langit-langit. Sisi
badanku mendorong peti dan kardus.
sinar Dracon untuk menyelamatkan diri. Sebab tepat pada saat itu
Animorphs - 17 Menembus Gua Bawah Tanah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gigiku berderak dan memanjang sampai membentuk sepasang taring
yang melengkung. Seandainya Marco tetap di tempat, ia pasti sudah tertusuk.
payah ia merangkak ke bawah perutku dan muncul kembali dengan
menggenggam pistol sinar Dracon.
Aku tidak perlu berbuat banyak untuk mendobrak dinding
belakang dapur tempat kami berada. Aku tinggal mencondongkan
badan ke depan dan mendorong dinding dengan kepalaku. Kepalaku
sendiri beratnya sudah lebih dari setengah ton. Daya dobraknya lebih
dari cukup. Krrrr-AAAAAK! Dan dengan demikian rubuhlah dinding itu. Begitu pula
setengah dari atap yang menempel di punggungku. Dan kami pun
segera keluar, seekor gajah, seekor serigala, dan seekor gorila.
Gudang penyimpanan itu berjarak sekitar sepuluh meter. Tidak
lebih. Tak sampai dua kali panjang badanku. Satu, dua, tiga langkah
dan sampailah aku di situ!
Kedua Hork-Bajir berteriak dan nyaris kabur, tapi kemudian
memutuskan untuk tetap berjaga. Mau tak mau aku salut pada sikap
mereka. Cobalah pergi ke kebun binatang dan amati gajah Afrika
baik-baik. Lalu bayangkan dirimu diserang makhluk sebesar itu. Apa
kau akan nekat tetap berdiri di tempat"
WUSSS! Si Hork-Bajir menyayat dengan pisau di lengannya, dan di
belalaiku muncul garis merah berdarah. Lukanya tidak dalam, tapi
perihnya bukan main. "Hhhhrrrr00000RRRRR-Unh!" aku berteriak.
Aku mempertahankan kecepatan dan menerjang Hork-Bajir itu.
Bayangkan, gajah seberat lima ribu kilo yang bergerak cepat.
Pengendali-Hork-Bajir yang gagah berani itu pun langsung
KO - Knock Out. Tak ada waktu untuk berhenti. Aku melihat Marco dan Cassie
menangani Hork-Bajir yang satu lagi.
Aku mengambil ancang-ancang, lalu menyerbu maju. Gubuk itu
kuhajar dengan kepalaku. GUBRAK! Keempat dinding gubuk langsung seperti terdorong keluar.
Seakan-akan ada yang meledakkan bom di dalamnya.
Sebuah gentong berwarna biru, mirip gentong bir, tampak
menggelinding sampai tertahan oleh sebongkah batu. Selain itu masih
ada lima gentong lainnya.
dengan riang.
Visser Three. Aku menoleh dan melihat pasukan Hork-Bajir, Taxxon, dan
Pengendali-Manusia bergegas ke arah kami. Tak ada jalan untuk
kabur. Dan di tengah-tengah pasukan itu berlari Visser Three. Aku
meraih satu gentong bubur gandum dengan belalaiku. Aku
mengangkatnya dengan mudah. Hork-Bajir terdekat tampak raguragu.
Kemudian gentong itu kulemparkan dengan keras. Jatuhnya
persis di tengah kolam Yeerk.
mengarahkan pistol sinar Dracon ke gentong itu.
Chapter 28
Dan setiap makhluk hidup pun berhenti. Mereka nyaris tak
berani bernapas. Para prajurit Hork-Bajir tampak seakan mendadak
membeku. Kalau Visser Three bilang "berhenti", itulah yang berlaku.
Tidak ada tawar-menawar. Ia bergerak maju sambil mendorong manusia dan Hork-Bajir
dan Taxxon yang menghalangi jalannya. Ia terus maju sampai tak ada
yang memisahkan kami kecuali tiga Hork-Bajir yang seakan terpaku
di tempat dan satu Taxxon.
Mata Andalite sang Visser bergerak dari kiri ke kanan untuk
memantau keadaan. Mata utamanya terus menatapku.
tubuh Andalite, ia juga menguasai pikiran Andalite. Mungkin saja ia
akan sadar bahwa aku bukan Andalite yang sedang menjelma,
melainkan manusia. Ia ketawa. Tawanya sama sekali tidak menyenangkan.
gentong itu mungkin akan mempengaruhi setengah dari mereka
sebelum kami sempat membersihkannya. Lima ratus Yeerk.>
Ia berhenti untuk berpikir sejenak.
dibiarkan pergi dari sini.>
kolam.
dengan nada mengancam. Sebelum ia sempat berkata apa pun, aku sudah tahu
jawabannya. Aku bisa melihatnya dari sorot matanya. Dari sikap
tubuhnya. Ia akan mengorbankan lima ratus anak buahnya. Membiarkan
mereka menjadi gila. Ia tidak peduli. Itu cuma langkah mundur kecil.
Dan ia tidak peduli. Visser Three tidak peduli pada apa pun.
Eh, tunggu dulu. Ada satu hal yang penting bagi Visser Three.
Tak ada waktu untuk berpikir. Tak ada waktu untuk menyusun
rencana. Aku menyerbu maju tepat ketika Visser Three berkata,
Aku maju sambil menjulurkan belalai ke depan.
Visser Three melompat mundur.
Aku menerobos barisan Hork-Bajir dan menyambar sang
Visser. Belalaiku melilit sebelah atas badannya. WUSSS! Ekor
Andalite-nya menyambar! Tidak kena! Aku meremas tubuhnya dengan belalai sambil mengencangkan
otot tengkuk dan bahuku, dan Visser Three langsung terangkat.
WUSSS! Ia menyambar lagi, dan kali ini aku meraung
kesakitan. Ujung ekornya menikam sisi wajahku dan nyaris mengenai
mata. Nyerinya tak tertahankan.
Tapi aku tidak boleh berhenti.
Aku mengangkat Visser Three tinggi-tinggi. Aku mengambil
ancang-ancang, persis ketika ekornya hendak menyambar lagi.
Ia terlempar ke depan. BYURRR! Visser Three jatuh di tengah kolam Yeerk.
Aku meringis kesakitan. Belum pernah aku merasakan sakit
seperti itu. < Ya ampun, Rachel!> Cassie memekik.
Aku mengabaikannya. Tidak ada waktu untuk merasa sakit.
Tidak ada waktu. Aku harus menuntaskan rencanaku. Untung saja aku
tahu sedikit tentang susunan tubuh Andalite. Mereka makan dan
minum melalui kaki. Dan sekarang ini Visser Three sedang menyerap
air dari kolam Yeerk. Aku memelototinya dengan sebelah mataku yang utuh.
Chapter 29 TERNYATA sekarang ia tak lagi bersikap masa bodoh. Visser
Three tega mengorbankan ratusan Yeerk. Ia tega membiarkan mereka
jadi gila karena bubur gandum. Bagaimanapun juga, mereka sedang
berperang, dan perang kadang-kadang menuntut pengorbanan.
Tapi tampaknya ia sendiri tidak termasuk di antara mereka yang
harus rela berkorban. Aku menendang semua gentong lain ke dalam kolam, supaya
tembakan Marco pasti tidak meleset. Kemudian Cassie pergi untuk
membebaskan yang lain. Semua Hork-Bajir, Taxxon, dan PengendaliManusia masih
sibuk berdiam diri. Seandainya ada yang berani
bertindak, kemungkinan besar mereka akan dapat meringkus kami.
Kemungkinan besar mereka akan bisa menangkap Marco sebelum ia
sempat menembak salah satu gentong.
Tapi, asal tahu saja, anak buah yang sedang ketakutan takkan
pernah berani bertindak. Kaum Yeerk memang membenci kami. Tapi
mereka betul-betul takut terhadap Visser Three.
Kami membebaskan Jake, Tobias, dan Ax. Kemudian, dengan
sangat hati-hati, kami menuju ke salah satu pintu keluar. Kami
menaiki tangga sambil berjalan mundur. Marco tetap siap
menembakkan sinar Dracon.
Hanya berkat Tobias kami melihat apa yang terjadi. Ia berubah
wujud sambil berlindung di balik tubuhku yang besar. Di tengah
tangga yang seakan-akan tak berujung, ia kembali ke wujud aslinya
sebagai elang. Dan berkat mata elang-lah ia melihat apa yang terjadi.
Dan aku letih karena terluka. Tapi aku tidak bisa morf dan
memperlihatkan wujudku yang asli sebagai manusia. Masih banyak
kesempatan bagi Visser Three untuk muncul dalam wujud asing yang
mengerikan, lalu mengejar kami.
Kami semua letih. Aku hampir kehabisan tenaga. Jake masih
berwujud kelelawar. Kami tak mungkin menang kalau sang Visser
sampai mengejar kami.
Tobias untuk melihat apakah ada yang keberatan.
hinggap di pundak Marco.
TSEEEWWW! Jauh di bawah kami, salah satu gentong terapung meledak.
Sesuatu berwarna kelabu tampak berhamburan bagaikan
potongan-potongan kertas.
manusia dan Taxxon berlari kian kemari sambil berusaha
mengeluarkan Visser Three dari dalam air. Mereka berusaha
mengangkat bubur gandum yang membuat gila sebelum larut
sepenuhnya. Lalu aku ambruk. Aku tidak terhuyung-huyung dulu. Aku
langsung ambruk. Gajah seberat lima ton tergeletak di tangga batu.
Cassie segera menghampiriku, tapi ia tidak bisa berbuat banyak
dalam wujud serigalanya.
Aku berubah secepat mungkin.
Jake sedang morf. Aku juga. Tapi terlalu lamban.
dengan tenang.
Tubuhku terus mengecil. Dan ketika penampilanku semakin
mirip manusia, nyeri yang kurasakan pun kian berkurang. Tenagaku
mulai pulih kembali. Tapi aku masih letih. Sanggupkah aku berubah
wujud lagi"
memandang ke arah puncak tangga. Itulah untungnya punya empat
mata. "Bagus," kata Jake, yang sudah kembali ke wujud manusia.
"Kita terperangkap. Awas, dia datang!"
Terdengar suara kepakan sayap yang besar. Aku memalingkan
kepalaku yang sudah berupa kepala manusia ke arah suara itu. Aku
melihat sesuatu yang mirip landak terbang, hanya saja masing-masing
durinya sepanjang satu setengah meter. Paruh makhluk itu sama
panjangnya. Makhluk itu terbang perlahan, dengan susah payah, tapi
semakin dekat. Ya ampun! Jangan-jangan ia sempat melihat kami
dalam wujud yang asli sebagai manusia.
Jarak menuju ke atas tangga, untuk memasuki terowongan yang
menembus batu karang, hanya tiga meter. Visser Three takkan bisa
terbang masuk. Tapi sebagai gantinya kami harus menghadapi para
Hork-Bajir yang bergegas turun.
Aku menatap Cassie, sahabatku. Mungkin aku ingin
mengucapkan pesan perpisahan kepadanya.
Dan saat itulah aku sadar. "Mana pistol sinar Dracon itu?"
"Pistol itu takkan mampu melawan... monster itu! Tak ada yang
mampu melawannya!" Aku tidak punya waktu untuk berdebat. Serta-merta aku
merampas pistol sinar Dracon dari tangan Marco. Aku berbalik dan
berlari menaiki tangga, menuju para Hork-Bajir.
"Ikuti aku!" "Tapi..." "Pokoknya ikut saja!"
Animorphs - 17 Menembus Gua Bawah Tanah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kami pun berlari naik, semakin dekat dengan para prajurit
Hork-Bajir. Monster di belakang kami pun menyusul dengan cepat.
"Semuanya tiarap! Lindungi kepala kalian! Tikus tanah!" aku
menjerit. "TIKUS TANAH!" Dan kemudian aku membidikkan pistol
sinar Dracon tegak lurus ke atas, ke arah kubah batu. Aku menggeser
tuas pengatur tenaga ke posisi penuh, kemudian menarik picu.
Dan seluruh dunia pun runtuh menimpa kami.
Chapter 30 AKU tidak mati tertimpa batu, dan aku bersyukur karenanya.
Tapi tubuhku memar di sana-sini, dan aku juga ngeri sekali.
Terkubur hidup-hidup! Akhirnya terjadi juga. Malah aku sendiri yang
menyebabkannya. Aku terkubur hidup-hidup di bawah batu dan tanah
dan Hork-Bajir yang meronta-ronta.
Tapi apa yang bisa kita lakukan kalau kita terkubur hiduphidup" Kita bisa duduk
sambil menjerit sejadi-jadinya karena panik.
Atau kita bisa mencoba menggali jalan keluar. Paling tidak, pilihan itu
tersedia kalau kita berwujud tikus tanah.
Aku mencemaskan Cassie dan Marco. Mereka masih menjelma
jadi serigala dan gorila tadi, berarti ada satu tahap ekstra yang harus
mereka lalui sebelum bisa berubah menjadi tikus tanah.
Tapi serigala dan gorila cukup tahan banting. Kami semua
berganti wujud dan menggali terowongan ke atas.
Kami butuh waktu lama. Aku harus berhenti dan membuat
ruang cukup luas untuk menjelma sebagai manusia, supaya aku tidak
terperangkap dalam wujud tikus tanah. Dan percayalah, itu bukan
pengalaman yang menyenangkan.
Tapi pada tahap kedua aku berhasil memasuki gua kelelawar.
Satu jam lagi berlalu sampai akhirnya kami semua mencapai
gua itu. Kami berkumpul dalam gelap, satu per satu, lalu menunggu
kedatangan yang lain. Tobias yang terakhir tiba.
"Ke mana saja kau" Kami sudah kuatir sekali!" aku berseru.
suaranya yang penuh senyum.
Akhirnya kami morf jadi kelelawar. Kami semua letih luar
biasa. Rasanya aku ingin berbaring di tengah kegelapan abadi di
dalam gua dan tidur selama satu minggu.
Dan kemudian, ketika kami mulai mencari jalan keluar dengan
bantuan pantulan gema, hal ajaib terjadi. Seluruh gua mendadak
hidup. Semua kelelawar melepaskan pegangan masing-masing pada
batu karang. Mereka berjatuhan, merentangkan sayap, melepaskan
gelombang ultra, dan segera berangkat.
Kami keluar dari gua. Di sekeliling kami mungkin ada seratus
ribu kelelawar. Mungkin bahkan satu juta. Siapa yang mampu
menghitung begitu banyak kelelawar"
Kami bergerak pulang, terlalu letih untuk berkelakar atau
sekadar gembira karena kami selamat.
Tapi meski demikian, ada satu hal yang ingin kukerjakan.
Mungkin aku terlalu mudah tersentuh oleh nasib mereka yang
tidak waras. Habis, kalau kisah hidupku kuceritakan secara terbuka,
aku sendiri pasti langsung masuk rumah sakit jiwa.
Setelah selesai, aku terbang pulang dan berubah wujud di
kamarku. Kemudian aku turun dari kamar, seakan-akan tidak terjadi apaapa.
"Ke mana saja kau sepanjang hari, Nona?" ibuku bertanya.
Tapi pada saat yang sama pesawat telepon berdering. Ibuku
yang menjawabnya. Ia mendengarkan ucapan si penelepon dan
berkata, "Apa?" Kata "apa" diulanginya sampai sembilan kali, setiap
kali lebih keras dari sebelumnya.
Kemudian ia duduk dan menatap Sarah dan Jordan dan aku.
"Ada apa?" aku bertanya.
"Klien Mom. Mr. Edelman yang malang itu." Ia
menggelengkan kepala seakan-akan hendak menjernihkan pikirannya.
"Dia kabur dari rumah sakit."
"Dari rumah sakit jiwa, maksudnya?" tanya Jordan.
"Dia pergi. Kabur. Tapi yang paling aneh adalah cara dia pergi.
Menurut pihak rumah sakit, seekor beruang grizzly masuk dengan
tenang, mendobrak semua pintu, dan memberitahu orang itu... melalui
gelombang pikiran... aduh, kalian bisa membayangkan beruang
grizzly yang bisa bicara... melalui pikiran, lagi... dia memberitahu
orang itu..." Mom memeriksa catatan yang dibuatnya.
"Memberitahunya supaya pergi, keluar, tapi jangan lakukan
tindakan bodoh yang bisa mencelakakan diri sendiri... sebab... beruang
itu... sedang letih dan tidak mau kalau sampai harus
menyelamatkannya lagi."
Jordan dan Sarah menatap ibuku seakan-akan ibuku yang tidak
waras. "Hei, bukan Mom yang mengarang cerita ini," ibuku membela
diri. Aku angkat bahu. "Dasar sinting semuanya," kataku. "Beruang
grizzly" Yang benar saja!"
Hanya itu yang bisa kulakukan. Aku tidak mampu menolong
Mr. Edelman. Tak ada yang bisa menolongnya. Tapi, ada saatnya, ia
mampu berpikir dengan pikirannya sendiri. Dan pada kesempatankesempatan itu, di
antara amukan si Yeerk yang sinting, aku ingin ia
menikmati kebebasan. Bel pintu berdering. "MAR-co," Jordan bersenandung. Adikku itu menganggap
Marco tampan. "Suruh dia pergi," sahutku. "Aku capek."
Jordan muncul lagi beberapa menit kemudian. Ia membawa
setumpuk kotak kecil. "Temanmu MAR-co pesan, dia disuruh
ayahnya menyingkirkan semua kotak ini."
Ia menaruh kotak bubur gandum instan rasa mapel dan jahe di
meja dapur. Itulah akhir dari pertempuran besar pertama dan terakhir yang
melibatkan bubur gandum. Dan, oh ya, kalau kau sewaktu-waktu melihat seorang pria
menyusuri jalan sambil berbicara sendiri mengenai makhluk yang ada
di dalam kepalanya...hmmm, kalau bisa, berikanlah sedikit uang
kepada orang itu. Oke" END Kisah Pedang Di Sungai Es 14 Pendekar Rajawali Sakti 80 Istana Maut Harimau Mendekam Naga Sembunyi 18