Taiko Karya Eiji Yoshikawa Bagian 2
mereka dengan cahaya dingin.
"Perutmu kosong juga?" ia bertanya. Kucing itu gemetar ketika ia mendekapnya di dada. Setelah
merasakan kehangatan tubuh Hiyoshi, binatang kecil itu mulai menjilat-jilat wajahnya.
"Sana, sana," katanya sambil memalingkan wajah. Ia tidak terlalu menyukai kucing, tapi hari itu
anak kucing itulah satu-satunya makhluk hidup yang menunjukkan kasih sayang padanya.
Tiba-tiba Hiyoshi tersentak. Kedua mata kucing di pangkuannya pun tampak melebar karena
terkejut. Pekik melengking orang kesakitan terdengar dari sebuah ruangan yang berdekatan dengan
serambi. Oetsu muncul di dapur. Matanya sembap karena menangis, dan ia menyeka air matanya
dengan baju sambil mengaduk-aduk ramuan obat dalam panci di atas kompor.
"Bibi," Hiyoshi berkata dengan hati-hati. Tangannya mengelus-elus punggung si anak kucing, "Perut
anak kucing ini kosong dan dia kedinginan. Kalau tidak diberi makan, dia akan mati." Ia sengaja
tidak menyinggung keadaan perutnya sendiri. Oetsu tidak menanggapi komentarnya.
"Kau masih di sini" Sebentar lagi sudah gelap, dan aku takkan mengizinkanmu tinggal di rumah ini."
Oetsu menyembunyikan air matanya dengan lengan baju. Kecantikan istri samurai ini, yang tampak
begitu bahagia dua atau tiga tahun yang lalu, telah lenyap seperti keindahan sekuntum bunga yang
diterpa hujan. Hiyoshi, sambil tetap memangku anak kucing, memikirkan rasa lapar yang menyiksanya, serta
tempat tidur yang berada di luar jangkauan. Ketika menatap bibinya, ia tiba-tiba menyadari bahwa
penampilannya agak berbeda.
"Bibi! Perutmu membesar. Bibi hamil?"
Oetsu mengangkat kepala, seolah-olah pipinya baru saja kena tampar.
Pertanyaan tak terduga itu betul-betul tidak pada tempatnya.
"Persis seperti anak kecil!" katanya. "Seharusnya kau tidak bertanya seperti itu. Kau memuakkan!"
Dengan gusar ia menambahkan, "Cepat pulang, mumpung masih terang. Pergi ke Nakamura atau
ke mana pun kau suka! Sekarang ini aku tidak peduli apa yang akan kaulakukan." Sambil
mendongkol, ia menghilang ke dalam rumah.
"Aku akan pergi," Hiyoshi bergumam. Ia berdiri dan hendak berangkat, tapi anak kucing tadi tidak
bersedia mengorbankan kehangatan dadanya.
Pada saat yang sama, seorang pelayan perempuan membawa mangkuk kecil berisi nasi dingin dan
sup tahu, memperlihatkannya pada si kucing, dan memanggilnya keluar. Seketika kucing itu
meninggalkan Hiyoshi untuk menikmati makanannya. Hiyoshi memperhatikan kucing dan mangkuk
di hadapannya dengan penuh selera, namun kelihatannya tidak ada yang akan menawarkan
makanan untuknya. Ia memutuskan untuk pulang ke rumah.
12 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tapi ketika sampai di pintu pekarangan, ia dipanggil oleh seseorang yang memiliki pendengaran
tajam. "Siapa di luar?" sebuah suara bertanya dari kamar sakit.
Sambil berdiri seperti patung, Hiyoshi tahu bahwa suara itu milik Danjo, dan ia langsung menjawab.
Kemudian, setelah menganggap saat yang tepat sudah tiba, ia memberitahu Danjo bahwa ia
diberhentikan dari toko tembikar.
"Oetsu, buka pintu!"
Oetsu berusaha mempengaruhi suaminya dengan berdalih bahwa angin malam akan membuatnya
kedinginan, sehingga lukanya nyeri lagi. Ia tidak beranjak untuk membuka pintu geser, sampai
Danjo kehilangan kesabaran.
"Bodoh!" Danjo berseru. "Apa bedanya kalau aku hidup sepuluh atau dua puluh hari lagi. Buka
pintu!" Sambil menangis, Oetsu menuruti perintah suaminya dan berkata pada Hiyoshi, "Kau akan
membuat keadaannya bertambah parah. Jenguk dia sebentar, lalu segera pergi."
Hiyoshi berdiri menghadap kamar sakit dan membungkuk. Danjo bersandar pada tumpukan bantal.
"Hiyoshi, kau diberhentikan dari toko tembikar?" "Ya."
"Hmm. Tidak apa-apa."
"Apa?" ujar Hiyoshi. la tampak bingung.
"Kau tidak perlu malu karena diberhentikan, asal bukan karena kau tidak patuh atau tidak jujur."
"Aku mengerti."
"Dulu rumahmu juga rumah samurai. Samurai, Hiyoshi."
"Ya." "Seorang samurai tidak bekerja sekadar untuk mengisi perut. Dia bukan budak makanan. Dia hidup
untuk memenuhi panggilannya, untuk kewajiban dan pengabdian. Makanan hanyalah tambahan,
sebuah berkah dari surga.
Jangan menjadi laki-laki yang, karena terlalu sibuk mencari makan, menghabiskan hidupnya dalam
kebimbangan." *** Malam telah larut. Kochiku, yang sering sakit-sakitan, sedang menderita penyakit kanak-kanak dan menangis hampir
tanpa henti. la dibaringkan di tempat tidur jerami, dan akhirnya berhenti menyusu.
13 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau Ibu bangun, Ibu akan mati beku, udaranya terlalu dingin,"
Otsumi berkata pada ibunya. "Lebih baik Ibu tidur saja."
"Bagaimana Ibu bisa tidur kalau ayahmu belum pulang?"
Onaka bangun, kemudian ia dan Otsumi duduk di depan perapian dan menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang belum rampung.
"Sedang apa dia" Apa dia tidak pulang lagi malam ini?"
"Ya, sekarang Tahun Baru."
"Tapi tak seorang pun di rumah ini - terutama Ibu - sempat merayakan nya, biar hanya dengan
sepotong kue beras. Dan sepanjang waktu kita harus bekerja sambil kedinginan seperti ini."
"Hmm, laki-laki punya hiburan tersendiri."
"Dia tidak pernah bekerja. Dia hanya minum sake. Dan kalau dia pulang, dia terus bersikap kasar
pada Ibu. Aku dongkol sekali."
Gadis seusia Otsumi biasanya sudah memikirkan pernikahan, tapi ia tidak mau meninggalkan
ibunya. Ia mengetahui masalah keuangan mereka, dan dalam mimpi pun ia tak pernah
membayangkan gincu maupun pupur - apalagi baju Tahun Baru.
"Jangan bicara seperti itu," ujar Onaka. Matanya berkaca-kaca. "Ayahmu memang tak bisa
diandalkan, tapi Hiyoshi akan menjadi orang terhormat suatu hari nanti. Kita akan mendapatkan
suami yang baik untukmu, walaupun ibumu sendiri kurang beruntung dalam memilih suami."
"Ibu, aku tidak mau menikah. Aku ingin tinggal bersama Ibu selamanya."
"Tidak baik bagi perempuan untuk hidup seperti itu. Chikuami tidak tahu ini, tapi waktu Yaemon
terluka, kami menyisihkan setali uang yang kami terima dari majikannya, untuk membiayai
pernikahanmu. Dan aku mengumpulkan lebih dari tujuh bal sutra sisa untuk menenun kimono
untukmu." "Ibu, sepertinya ada yang datang." "Ayahmu?"
Otsumi menjulurkan leher untuk melihat siapa orangnya. "Bukan."
"Kalau begitu, siapa?"
"Aku tidak tahu. Jangan bersuara." Otsumi menelan ludah, tiba-tiba merasa gelisah.
"Ibu, Ibu di rumah?" Hiyoshi bertanya dari kegelapan. Ia berdiri tanpa bergerak.
"Hiyoshi?" "He-eh."
"Malam-malam begini?"
14 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku diberhentikan dari toko tembikar."
"Diberhentikan?"
"Maafkan aku. Ibu, maafkan aku," Hiyoshi tersedu-sedu.
Onaka dan Otsumi nyaris tersandung kaki sendiri karena terburu-buru ingin menyambut Hiyoshi.
"Apa yang akan kaulakukan sekarang?" tanya Onaka. "Jangan berdiri seperti patung, cepat masuk."
Ia meraih tangan Hiyoshi, tapi anaknya itu menggelengkan kepala.
"Tidak, aku harus segera pergi lagi. Kalau aku sempat tidur di rumah ini, biar hanya untuk satu
malam, aku takkan tega meninggalkan Ibu."
Meski Onaka tidak menginginkan Hiyoshi kembali ke rumah mereka yang terus dilanda kemiskinan,
ia pun tak sampai hati membiarkannya langsung kembali ke kegelapan malam. Matanya membuka
lebar. "Kau mau ke mana?" ia ingin tahu.
"Entahlah, tapi kali ini aku akan bekerja untuk seorang samurai. Dengan demikian, kalian berdua tak
perlu cemas memikirkanku."
"Bekerja untuk samurai?" bisik Onaka.
"Ibu bilang Ibu tak ingin aku menjadi samurai, tapi itulah cita-citaku. Pamanku di Yabuyama juga
bilang begitu. Menurut dia, sekaranglah waktunya."
"Wah, kau harus bicarakan ini dengan ayah tirimu." "Aku tidak sudi bertemu dengannya," balas
Hiyoshi sambil menggeleng.
"Sebaiknya Ibu melupakan aku untuk sepuluh tahun mendatang. Kak, tidak baik kalau Kakak tidak
menikah. Tapi jangan terburu-buru, ya" Kalau aku sudah menjadi orang besar, aku akan
membelikan pakaian sutra untuk ibu kita, dan untuk pernikahanmu aku akan menyediakan
selempang kain satin."
Kedua perempuan itu menangis karena Hiyoshi sudah cukup dewasa untuk mengucapkan hal-hal
seperti itu. Hati mereka menyerupai danau air mata yang siap menenggelamkan tubuh mereka.
"Ibu, ini dua takar garam yang kuterima sebagai upah di toko tembikar. Aku mendapatkannya
dengan bekerja selama dua tahun. Kak, tolong bawakan ke dapur." Hiyoshi meletakkan kantong
garamnya. "Terima kasih," ujar ibunya sambil membungkuk ke arah kantong itu.
"Garam ini kauperoleh dengan merantau untuk pertama kali."
Hiyoshi merasa puas. Ketika menatap wajah ibunya yang bahagia, ia pun merasa seakan berada di
awang-awang. Ia bersumpah bahwa di masa mendatang ia akan membuat ibunya lebih bahagia
lagi. Jadi, itu kuncinya!
15 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Garam ini milik keluargaku, pikir Hiyoshi. Bukan, bukan hanya milik keluargaku, tapi milik seluruh
desa. Bukan, garam ini milik seluruh dunia.
"Kurasa masih lama lagi aku baru akan kembali ke sini," kata Hiyoshi sambil mundur ke pintu
keluar, namun pandangannya tidak terlepas dari Onaka dan Otsumi. Satu kakinya sudah berada di
ambang pintu ketika Otsumi tiba-tiba membungkuk ke depan dan berseru, "Tunggu, Hiyoshi!
Tunggu." Kemudian ia berpaling pada ibunya. "Uang yang Ibu ceritakan tadi. Aku tidak
membutuhkannya. Aku tidak mau menikah, jadi lebih baik diberikan saja pada Hiyoshi."
Sambil berusaha menahan tangis, Onaka mengambil uang itu dan menyerahkannya kepada
Hiyoshi yang menatap mereka dan berkata, "Tidak, aku tidak memerlukan uang ini." Ia
menyodorkan keping-keping itu ke hadapan ibunya.
Otsumi, dengan keprihatinan seorang kakak, bertanya, "Apa yang akan kaulakukan di dunia luar
tanpa uang?" "Ibu, daripada ini, maukah Ibu memberikan pedang yang dulu dipakai Ayah, pedang yang dipesan
oleh Kakek?" Ibunya bereaksi seakan-akan dadanya ditusuk. Ia berkata, "Dengan uang, kau bisa menyambung
hidup. Tolong jangan tanyakan lagi pedang itu."
"Pedang itu sudah tidak ada?" tanya Hiyoshi.
"Ah... tidak." Dengan getir ibunya mengakui bahwa pedang itu sudah lama dijual untuk membayar
utang Chikuami di kedai sake.
"Hmm, tidak apa-apa. Pedang berkarat di gudang masih ada, bukan?"
"Ya... kalau kau memang menginginkannya."
"Ibu tidak keberatan aku membawa pedang itu?" Meski berusaha menjaga perasaan ibunya,
Hiyoshi tetap berkeras. la masih ingat betapa ia menginginkan pedang itu ketika ia berusia enam
tahun, dan bagaimana ia membuat ibunya menangis. Kini ia telah bertekad untuk menjadi apa yang
ingin dicegah oleh ibunya - seorang samurai.
"Oh, baiklah, bawa saja. Tapi, Hiyoshi, jangan sekali-kali kaucabut pedang itu dari sarungnya kalau
menghadapi orang lain. Otsumi, tolong ambilkan."
"Biar aku saja yang mengambilnya."
Hiyoshi berlari ke gudang. Ia menurunkan pedang dari balok kayu tempat senjata itu tergantung.
Ketika memasangnya di pinggang, ia teringat bocah berusia enam tahun yang berurai air mata,
bertahun-tahun lalu. Pada detik ini, ia merasa dirinya telah dewasa.
"Hiyoshi, Ibu mencarimu," kata Otsumi sambil mengintip ke dalam gudang.
Onaka telah memasang sebatang lilin di altar kecil di atas rak. Ia meletakkan beberapa butir beras
dan segenggam garam yang dibawa Hiyoshi ke dalam piring kayu kecil. Kemudian ia merapatkan
tangannya untuk berdoa. 16 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Hiyoshi masuk, dan Onaka menyuruhnya duduk. Ia mengambil pisau cukur dari altar. Hiyoshi
membelalakkan mata. "Apa yang akan kita lakukan?" tanyanya.
"Kita akan melaksanakan upacara akil balig. Meski tak sanggup melakukannya secara resmi, kita
tetap akan merayakan keberangkatanmu ke dunia luar.
Ia mengerik bagian depan kepala Hiyoshi. Kemudian ia merendam beberapa batang jerami di dalam
air dan mengikat rambut anaknya ke belakang. Hiyoshi tak pernah melupakan pengalaman ini. Dan
walaupun kekasaran kulit tangan ibunya ketika mengusap pipi dan telinganya membuatnya sedih,
ada perasaan lain yang timbul di hatinya. Kini aku sama seperti semua orang, ia berkata dalam hati.
Dewasa. Ia mendengar gonggongan anjing tersesat. Pada malam hari, di sebuah negeri yang dilanda perang
saudara, satu-satunya yang bertambah keras adalah gonggongan anjing. Hiyoshi melangkah
keluar. "Baiklah, aku berangkat." Ia tak sanggup berkata apa-apa lagi, biarpun sekadar, "Jaga diri
baik-baik" - tenggorokannya bagai tersumbat.
Ibunya membungkuk dalam-dalam di depan altar. Otsumi, dengan Kochiku yang sedang menangis
dalam pelukannya, berlari menyusul adiknya.
"Selamat tinggal," ujar Hiyoshi. Ia tidak menoleh ke belakang. Sosoknya semakin kecil, sampai
akhirnya lenyap dari pandangan. Mungkin karena teramat dingin, malam itu cerah sekali.
SENAPAN KOROKU BEBERAPA mil dari Kiyosu, kurang dari sepuluh mil di sebelah barat Nagoya, terletak Desa
Hachisuka. Begitu memasuki desa itu, sebuah bukit berbentuk topi terlihat dari hampir semua arah.
Pada siang hari hanya suara jangkrik yang terdengar di hutan kecil yang lebat; pada malam hari,
bayangan kelelawar-kelelawar besar melintas di depan bulan.
"Yo!" "Yo!" terdengar sahutannya, seperti gema, dari dalam hutan.
Parit yang mengambil airnya dari Sungai Kanie melewati tebing-tebing dan pohon-pohon besar di
atas bukit. Kalau tidak diamati dengan cermat, takkan ada yang memperhatikan bahwa airnya
penuh ganggang biru yang sering ditemukan dalam kolam alami. Ganggang-ganggang melekat
pada benteng batu dan tembok tanah yang telah melindungi kawasan itu selama seratus tahun,
sekaligus melindungi keturunan para penguasa daerah itu, berikut kekuasaan dan mata
pencaharian mereka. Dari luar, hampir mustahil untuk menebak berapa ribu atau bahkan puluh ribu ekar tanah
17 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pemukiman yang berada di atas bukit. Rumah besar itu milik sebuah marga yang amat berkuasa
dari Desa Hachisuka, dan para pemimpinnya telah menggunakan nama kanak-kanak Koroku selama beberapa generasi. Pemimpin yang sedang
memegang kekuasaan dijuluki Hachisuka Koroku.
"Yo! Buka gerbang!" Suara empat atau lima laki-laki terdengar dari seberang parit. Salah satunya
Koroku. Sebenarnya, baik Koroku maupun para leluhurnya tidak mempunyai asal-usul yang mereka
banggakan, dan mereka juga tidak berhak atas tanah yang mereka duduki. Mereka marga
pedesaan yang kuat, tak lebih dari itu.
Meskipun Koroku dikenal sebagai bangsawan, dan orang-orang yang menyertainya merupakan
pengikutnya, rumah tangganya berkesan kasar. Sampai tingkat tertentu, wajar saja kalau terjalin
keakraban antara seorang kepala rumah tangga dan para pembantunya, tapi hubungan antara
Koroku dan orang-orang itu lebih menyerupai hubungan antara kepala geng dan anak buahnya.
"Sedang apa dia?" Koroku bergumam.
"Penjaga gerbang, kenapa kau begitu lama?" seru salah seorang pengikutnya, bukan untuk
pertama kali. "Yooo!" Kali ini mereka mendengar tanggapan si penjaga gerbang, dan gerbang kayu itu membuka, diiringi
bunyi gedebuk. "Siapa itu?" Mereka dicegat dari kiri-kanan oleh orang-orang yang membawa lentera mirip lonceng,
yang dipasang di ujung sebuah tongkat.
Lentera-lentera seperti itu bisa dibawa ke medan pertempuran atau pada waktu hujan.
"Aku Koroku!" ia menjawab, bermandikan cahaya lampu.
"Selamat datang di rumah."
Orang-orang yang lain menyebutkan nama masing-masing ketika melewati gerbang.
"Inada Oinosuke." "Aoyama Shinshichi." "Nagai Hannojo." "Matsubara Takumi."
Dengan langkah berat mereka menyusuri koridor lebar dan gelap, lalu masuk ke dalam rumah.
Sepanjang koridor, wajah-wajah para pelayan, kaum perempuan, para istri dan anak - orang-orang
yang membentuk keluarga besar itu - menyambut si pemimpin marga yang kembali dari dunia luar.
Koroku membalas sambutan mereka, menatap semuanya, walau hanya sekejap, dan setelah tiba di
ruang utama, ia duduk di sebuah tikar jerami bundar. Cahaya dari sebuah lampu kecil menerangi
garis-garis wajahnya. Apakah dia sedang kesal" Para perempuan bertanya-tanya dengan cemas
ketika mereka membawakan air, teh, dan kue kacang hitam.
"Oinosuke," ujar Koroku setelah beberapa saat, sambil berpaling pada pengikutnya yang duduk
18 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
paling berjauhan. "Malam ini kita semua dipermalukan, bukan begitu?"
"Betul," Oinosuke sependapat.
Keempat laki-laki yang duduk bersama Koroku tampak geram. Koroku sendiri seakan-akan tak
dapat melampiaskan kekesalannya. "Takumi, Hannojo. Apa pendapat kalian?"
"Mengenai apa?"
"Mengenai aib yang kita terima malam ini! Bukankah nama marga Hachisuka telah tercemar secara
memalukan?" Keempat laki-laki itu kembali membisu. Udara malam terasa gerah, tanpa angin sama sekali. Asap
Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
obat nyamuk membuat pedih mata mereka.
Sebelumnya, Koroku telah menerima undangan dari seorang pembantu utama Oda, untuk
menghadiri upacara minum teh. Ia tak pernah menyukai acara seperti itu, tapi tamu-tamu yang lain
semuanya orang terkemuka di Owari, dan ini kesempatan baik untuk bertemu dengan mereka.
Kalau ia menolak undangan itu, ia akan menjadi bahan tertawaan. Orang-orang akan bergunjing,
"Sombong sekali mereka, bertingkah seperti itu. Padahal dia tak lebih dari pemimpin gerombolan
ronin. Paling-paling dia takut kebodohannya terbongkar dalam upacara minum teh." Koroku dan
empat pengikutnya menghadiri acara itu sambil bersikap penuh wibawa. Dalam upacara minum teh,
sebuah kendi akae menarik perhatian salah seorang tamu, dan ketika mengobrol, secara tak
sengaja sebuah komentar terlontar olehnya.
"Aneh sekali," katanya. "Aku yakin pernah melihat kendi ini di rumah Sutejiro, si saudagar tembikar.
Bukankah ini kendi akae terkenal yang dirampas oleh gerombolan penjahat?"
Sang tuan rumah, yang sangat menyukai kendi itu, tentu saja terkejut.
"Tidak masuk akal! Belum lama ini kami membelinya di sebuah toko di Sakai, dengan harga hampir
seribu keping emas." Ia bahkan menunjukkan tanda terimanya.
Namun tamu tadi tetap bersikeras, "Rupanya para pencuri menjualnya pada seorang pedagang di
Sakai, dan setelah pindah tangan beberapa kali, kendi itu akhirnya sampai di sini. Orang yang
mencurinya dari rumah si saudagar tembikar adalah Watanabe Tenzo dari Mikuriya."
Para undangan tiba-tiba terdiam. Jelas bahwa orang yang berbicara begitu lantang itu tidak tahu
apa-apa mengenai silsilah keluarga seseorang yang juga hadir, Hachisuka Koroku. Namun si tuan
rumah dan beberapa tamu lainnya menyadari bahwa Watanabe Tenzo adalah keponakan Koroku
dan salah satu sekutu utamanya. Sebelum pergi, Koroku bersumpah untuk menyelidiki kejadian itu
sampai tuntas. Kehormatannya bagai diinjak-injak, dan ia kembali ke rumahnya dengan memendam
perasaan marah dan malu. Tak seorang pun sanak saudaranya dapat mengusulkan sesuatu. Seandainya masalah itu menimpa
keluarga mereka sendiri atau keluarga salah seorang pengikut, mereka pasti sanggup
mengatasinya, tapi persoalan ini menyangkut Tenzo, keponakan Koroku.
Rumah tangga Tenzo di Mikuriya merupakan pecahan dari rumah tangga di Hachisuka, dan ia
selalu menampung dua puluh sampai tiga puluh ronin.
19 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Koroku semakin gusar, karena ia bersaudara dengan Tenzo. "Ini keterlaluan," ia menggeram sambil
menyumpahi kebusukan Tenzo. "Aku telah bertindak bodoh dengan tidak memperhatikan kelakuan
Tenzo akhir-akhir ini. Dia mulai gemar berpakaian mewah, dan selalu dikelilingi sejumlah
perempuan. Dia merusak nama baik keluarga. Kita harus menyingkirkannya. Kalau begini terus,
marga Hachisuka akan dianggap kawanan pencuri atau gerombolan ronin yang tak tahu malu. Ini
amat menyedihkan bagi sebuah keluarga yang sejak dulu dipandang sebagai salah satu marga
terkemuka di pedesaan. Bahkan aku sendiri, Hachisuka Koroku, acap kali mendengar
bisikan-bisikan di tempat umum bahwa aku pemimpin bandit."
Hannojo dan Oinosuke menundukkan kepala. Mereka malu karena tiba-tiba melihat air mata
kesedihan di mata Koroku.
"Dengar semua!" Koroku menatap anak buahnya. "Genting-genting rumah ini menampilkan
lambang salib manji. Walau sekarang tertutup lumut, lambang itu diwariskan turun-temurun dari
leluhurku, Minamoto Yorimasa, yang memperolehnya dari Pangeran Takakura atas jasanya
mengerahkan pasukan yang setia pada sang pangeran. Dulu keluarga kita mengabdi pada para
shogun, tapi sejak masa Hachisuka Taro, kita kehilangan pengaruh. Jadi, sekarang kita tak lebih
dari sebuah marga pedesaan biasa. Tentu saja kita tak mungkin hidup merana terus tanpa
melakukan apa-apa. Tidak, aku, Hachisuka Koroku, telah bersumpah bahwa waktunya sudah tiba!
Sudah lama kutunggu kesempatan untuk memulihkan nama besar keluarga kita, sekaligus memberi
pelajaran pada dunia."
"Dari dulu selalu itu yang kami dengar."
"Aku sudah sering mengatakan bahwa kita harus berpikir sebelum bertindak, dan melindungi yang
lemah. Watak keponakanku tidak bertambah baik. Dia menyusup ke rumah seorang saudagar dan
melakukan pekerjaan pencuri di malam hari." Sambil menggigit-gigit bibir, Koroku menyadari bahwa
urusan itu harus diselesaikan. "Oinosuke, Shinshichi. Malam ini juga kalian berdua berangkat ke
Mikuriya. Bawa Tenzo ke sini, tapi jangan beritahukan alasannya. Dia selalu ditemani sejumlah
orang bersenjata. Dia bukan orang yang bisa ditangkap dengan mudah."
Fajar berikutnya tiba dengan diiringi kicauan burung di bukit-bukit berhutan. Satu rumah di dekat
tembok pertahanan lebih dulu terkena sinar matahari.
"Matsu, Matsu!"
"Matsunami, istri Koroku, mengintip ke kamar tidur. Koroku sudah terjaga, berbaring miring di
bawah kelambu. "Orang-orang yang kukirim ke Mikuriya, mereka sudah kembali?" "Belum."
"Hmm," Koroku menggerutu. Wajahnya tampak cemas. Meskipun keponakannya bajingan yang
hanya berbuat jahat, ia memiliki naluri tajam.
Dalam keadaan genting, apakah ia akan mencium bahaya yang mengancamnya, lalu berusaha
melarikan diri" Mereka agak terlambat, Koroko kembali berkata dalam hati.
Istrinya menyibakkan kelambu. Anak mereka, Kameichi, yang sedang bermain di pinggir jaring,
belum genap berusia dua tahun.
20 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Hei! Ke sinilah." Koroku memeluk putranya, lalu memegangnya agak jauh. Gendut seperti
anak-anak dalam lukisan Cina, anak itu terasa berat, bahkan di tangan ayahnya.
"Ada apa" Kelopak matamu merah dan bengkak." Koroku menjilat mata Kameichi. Anak itu menjadi
gelisah dan menarik-narik serta mencakar wajah ayahnya.
"Mungkin dia digigit nyamuk," ujar ibunya.
"Kalau hanya nyamuk, tak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Dia selalu resah, walaupun sedang tidur. Setiap kali dia menyelinap keluar dari kelambu."
"Jangan biarkan dia kedinginan kalau tidur." "Tentu saja tidak."
"Dan hati-hati terhadap cacar." "Jangan singgung-singgung soal itu."
"Dia anak pertama kita. Bisa dibilang, dia buah usaha kita yang pertama."
Koroku muda dan kekar. Ia melepaskan kebahagiaan saat itu dan melangkah ke luar ruangan,
seperti orang yang ingin mencapai tujuan besar. Ia bukan orang yang bisa duduk-duduk di dalam
sambil menghirup teh dengan santai. Setelah berganti pakaian dan mencuci muka, ia pergi ke
pekarangan. Dengan langkah panjang ia menuju ke arah suara palu.
Di salah satu sisi sebuah jalan setapak sempit terdapat dua bengkel pandai besi yang didirikan di
bekas tempat pohon-pohon besar pernah berdiri. Daerah itu berada di tengah-tengah hutan, di
mana sampai sekarang pohon-pohon tak tersentuh kapak sejak masa para leluhur Koroku.
Si pembuat senjata, Kuniyoshi, yang diam-diam didatangkan dari kota Sakai oleh Koroku, sedang
bekerja bersama para pembantunya.
"Bagaimana kemajuannya?" tanya Koroku.
Kuniyoshi dan anak-anak buahnya terduduk letih di lantai tanah.
"Belum beruntung, heh" Kalian belum berhasil meniru senjata api yang kalian gunakan sebagai
contoh?" "Kami telah mencoba ini dan itu. Kami bekerja tanpa makan dan tidur, tapi..."
Koroku mengangguk. Tiba-tiba seorang bawahannya menghampirinya dan berkata, "Tuanku, kedua
orang yang tuanku kirim ke Mikuriya baru saja kembali." "Mereka sudah kembali?"
"Ya, tuanku." "Apakah mereka membawa Tenzo?" "Ya, tuanku."
"Bagus." Koroku mengangguk-angguk. "Suruh dia menunggu."
"Di dalam?" 21 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ya, aku akan segera ke sana."
Koroku merupakan penyusun strategi yang cukup andal - seluruh marga tergantung pada
kemampuannya itu - tapi ada sisi lain dalam wataknya: ia cenderung bersikap terlalu lembek. Ia
bisa tegas, tapi ia pun mudah dipengaruhi air mata, terutama jika darah dagingnya sendiri ikut
terlibat. Namun kali ini ia telah membulatkan tekad. Ia harus menyingkirkan keponakannya pagi ini. Tapi
kelihatannya ia masih ragu-ragu, dan ia menghabiskan beberapa waktu dengan mengamati
Kuniyoshi bekerja. "Ini tidak aneh," katanya. "Bagaimanapun, senjata api baru tiba di sini tujuh atau
delapan tahun lalu. Sejak itu, para samurai dan marga-marga berkuasa telah berlomba-lomba
menghasilkan senapan, atau membelinya dari kapal orang-orang barbar dari Eropa. Di sini, di
Owari, kita mempunyai keuntungan taktis. Banyak samurai pedesaan di utara dan barat belum
pernah melihat senjata api. Kau pun belum pernah merakit senjata seperti itu, jadi jangan
terburu-buru dan bekerjalah dengan teliti. Kalau kau sanggup membuat satu, kau sanggup
membuat seratus, dan kita bisa menggunakannya di kemudian hari."
"Tuanku!" Pembantu tadi kembali dan berlutut di tanah yang dibasahi embun. "Mereka menunggu
tuanku." Koroku berpaling ke arahnya. "Sebentar lagi aku ke sana. Biar mereka menunggu sedikit lebih
lama." Meski Koroku telah bertekad menghukum keponakannya demi keadilan, ia juga terombang-ambing
antara apa yang ia anggap benar dan perasaannya sendiri. Ketika hendak beranjak, ia berkata
pada Kuniyoshi, "Dalam tahun ini kau sanggup membuat sepuluh atau dua puluh senjata yang siap
pakai, bukan?" "Ya," ujar si pembuat senjata yang menyadari tanggung jawabnya, mimiknya serius. "Kalau hamba
bisa membuat satu yang hamba rasa memenuhi syarat, hamba bisa membuat empat puluh atau
bahkan seratus." "Yang pertamalah yang paling sulit, ya?"
"Tuanku sudah menghabiskan banyak uang untuk hamba."
"Jangan pikirkan itu." "Terima kasih, tuanku."
"Kelihatannya perang belum akan berakhir tahun depan, tahun berikut, atau tahun-tahun
setelahnya.... Kalau rumput di tanah ini menjadi layu dan pucuk-pucuk mulai keluar lagi... hmm,
lakukanlah yang terbaik, agar pekerjaanmu selesai secepatnya."
"Hamba akan mengerahkan segala daya." "Ingat, rahasia ini tak boleh bocor."
"Ya, tuanku." "Bunyi palumu agak terlalu keras. Bisakah kau bekerja tanpa terdengar dari seberang parit?"
"Hamba akan berhati-hati."
22 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika meninggalkan bengkel, Koroku melihat sepucuk senapan tersandar di samping embusan.
"Dan itu?" ia bertanya sambil menunjuk. "Apakah itu contohnya, atau buatanmu?"
"Senapan itu baru selesai hamba kerjakan." "Hmm, coba kulihat dulu."
"Hamba rasa senapan itu belum siap untuk diperiksa oleh tuanku."
"Jangan khawatir. Aku punya sasaran yang cocok.
Apakah sudah bisa ditembakkan?"
"Bola besinya melesat keluar, tapi entah kenapa, hamba belum sanggup meniru mekanisme
pengokang yang asli. Hamba akan berusaha lebih keras lagi untuk mencari jalan keluar."
"Pengujian juga penting. Biar kubawa dulu."
Setelah mengambilnya dari tangan Kuniyoshi, Koroku meletakkan laras senapan pada lengannya
yang ditekukkan, lalu berpura-pura membidik sebuah sasaran. Pada saat itu, Inada Oinosuke
muncul di pintu bengkel. "Oh, rupanya belum selesai."
Koroku berpaling pada Oinosuke dengan gagang senapan menempel di tulang iga.
"Bagaimana?" "Rasanya kita harus segera ke sana. Kami berhasil membujuk Tenzo untuk ikut dengan kami, tapi
kelihatannya dia curiga, dan mulai gelisah. Bisa-bisa dia bertindak seperti harimau yang berusaha
mendobrak kerangkengnya."
"Baiklah, aku segera datang."
Ia mengembalikan senapan pada Oinosuke, lalu menyusuri jalan setapak dengan langkah-langkah
panjang. Watanabe Tenzo sedang duduk di depan ruang baca, sambil memikirkan ada apa sebenarnya.
Kenapa ia dibawa ke sini" Aoyama Shinshichi, Nagai Hannojo, Matsubara Takumi, dan Inada
Oinosuke - para pembantu kepercayaan marga Hachisuka - duduk di sekitarnya. Mereka
mengamati setiap gerakannya dengan saksama. Begitu tiba, Tenzo langsung merasa gelisah. Ia
sedang mencari-cari alasan untuk pergi, ketika ia melihat Koroku di pekarangan.
"Ah, Paman." Sapaan Tenzo diiringi senyum terpaksa.
Koroku menatap keponakannya dengan tenang. Oinosuke meletakkan gagang senapan di lantai.
"Tenzo, coba ke pekarangan," ujar Koroku. Penampilannya tidak berbeda dari biasanya.
Kecemasan Tenzo agak berkurang.
"Mereka menyuruhku segera kemari, mereka bilang ada urusan penting yang harus diselesaikan."
23 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Betul." "Urusan apa?"
"Hmm, ke sini dulu."
Tenzo memakai sandal jeraminya dan keluar ke pekarangan. Hannojo dan Takumi mengikutinya.
"Berdiri di sana," Koroku memerintah sambil duduk di atas batu besar dan mengangkat senapan.
Tenzo langsung menyadari bahwa dirinya akan dijadikan sasaran oleh pamannya, tapi tak ada yang
dapat ia perbuat. Yang lain berdiri di sekelilingnya, tak bergerak seperti batu di atas papan go. Si
pemimpin para bandit dari Mikuriya telah tertangkap. Wajahnya menjadi pucat kelabu. Kemarahan
yang amat sangat terpancar dari wajah Koroku.
Ekspresi wajahnya memberitahu Tenzo bahwa kata-kata takkan berguna.
"Tenzo!" "Ya?"
"Tentu kau belum melupakan pesan-pesan yang telah berulang kali kusampaikan padamu?"
"Aku masih ingat semuanya."
"Kau dilahirkan sebagai manusia di dunia yang kacau. Hal-hal yang paling memalukan adalah
kesombongan dalam berpakaian, kesombongan dalam memilih makanan, dan menindas rakyat
jelata yang cinta damai. Marga-marga pedesaan yang katanya tersohor melakukan hal-hal seperti
itu, begitu juga para ronin. Keluarga Hachisuka Koroku tidak seperti mereka, dan kurasa aku sudah
memperingatkanmu mengenai ini."
"Ya, Paman sudah memperingatkanku."
"Hanya keluarga kita yang berikrar untuk menyimpan harapan besar dan untuk memenuhi harapan
itu. Kita telah bersumpah tidak akan menindas para petani, tidak bertindak seperti pencuri, dan jika
kita menjadi penguasa provinsi, kita akan memastikan semua orang bisa merasakan kemakmuran."
"Ya, itulah janji kita."
"Siapa yang melanggar ikrar itu?" tanya Koroku. Tenzo membisu.
"Tenzo! Kau telah menyalahgunakan kekuatan militer yang kupercayakan padamu. Kau
memanfaatkannya untuk tujuan busuk, melakukan pekerjaan pencuri di malam hari. Kaulah yang
menyusup ke toko tembikar di Shinkawa dan mencuri kendi akae itu, bukan?"
Tenzo tampak seolah-olah siap melarikan diri. Koroku berdiri, suaranya menggelegar, "Babi kau!
Duduk! Kau mau kabur?"
"Aku... aku takkan lari." Suara Tenzo gemetar. Ia merosot ke rumput dan duduk seakan-akan
terpaku di tanah. "Ikat dia!" Koroku berseru kepada para pembantunya. Seketika Matsubara Takumi dan Aoyama
Shinshichi menerjang Tenzo. Mereka menarik tangannya ke belakang, lalu mengikatnya dengan tali
penahan pedangnya sendiri. Ketika Tenzo menyadari bahwa kejahatannya telah terbongkar dan
24 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
bahwa ia terancam bahaya, raut wajahnya yang pucat menjadi agak lebih tegas dan menantang.
"Pa... Paman, apa yang akan Paman lakukan terhadapku" Aku tahu aku berhadapan dengan
pamanku, tapi ini tidak masuk akal."
"Diam!" "Siapa yang menceritakan itu pada Paman?" "Kau mau diam atau tidak?"
"Paman... Paman adalah pamanku, kan" Kalau memang ada gunjingan seperti itu, bukankah
Paman bisa menanyakannya dulu padaku?"
"Jangan cari-cari alasan."
"Tapi pemimpin sebuah marga besar yang bertindak berdasarkan gunjingan tanpa menyelidiki..."
Tak perlu dijelaskan, segala rengekan itu tak mempan terhadap Koroku.
Ia mengangkat senapan dan menahannya dengan lekuk siku.
"Bajingan! Kaulah sasaran hidup yang kuperlukan untuk mencoba senjata baru yang dibuat
Kuniyoshi untukku. Kalian berdua, bawa dia ke pagar dan ikat ke pohon."
Shinshichi dan Takumi mendorong Tenzo dan mencengkeram tengkuknya. Mereka menggiringnya
sampai ke ujung pekarangan yang jauh, cukup jauh sehingga panah yang dilepaskan seorang
pemanah yang tidak mahir takkan dapat menempuh seluruh jaraknya.
"Paman! Ada yang perlu kukatakan. Dengarkan aku, kali ini saja!" Tenzo berseru. Suaranya, serta
keputusasaan yang terkandung di dalamnya, terdengar jelas oleh semua yang hadir.
Koroku tak peduli. Oinosuke telah membawa sumbu. Koroku mengambilnya, dan setelah
memasukkan bola besi ke dalam senapan, membidik keponakannya yang berteriak-teriak
ketakutan. "Aku bersalah! Semuanya kuakui! Tolong dengarkan aku!"
Sama tak terkesan seperti majikan mereka, para pengikut Koroku berdiri membisu sambil
memperhatikan adegan yang sedang berlangsung di depan mata mereka. Setelah beberapa menit,
Tenzo terdiam. Kepalanya tertunduk.
Barangkali ia merenungkan kematiannya yang telah berada di depan mata. Atau mungkin juga ia
sudah putus asa. "Percuma saja!" Koroku bergumam. Ia melepaskan matanya dari sasaran.
"Biarpun aku menarik picu, bola besinya tidak mau keluar. Oinosuke, lari ke bengkel dan panggil
Kuniyoshi." Pada waktu si pandai besi muncul, Koroku menyodorkan senapannya dan berkata, "Aku mencoba
menembak, tapi gagal. Betulkan sekarang juga."
25 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Kuniyoshi memeriksa senjata api itu. "Kerusakannya tidak mudah diperbaiki."
"Berapa lama yang kauperlukan?"
"Mungkin hamba selesai menjelang malam nanti." "Tidak bisa lebih cepat dari itu" Sasaran hidup
yang kupakai sebagai batu uji masih menunggu."
Baru sekarang si pandai besi menyadari bahwa Tenzo-lah yang dijadikan sasaran. "Keponakan...
keponakan tuanku?" Koroku tidak menanggapi komentar itu. "Kau sudah jadi pembuat senapan sekarang. Ada baiknya
kalau kaucurahkan tenagamu untuk membuat senapan. Kalau kau bisa menyelesaikan satu hari
Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih cepat dari yang direncanakan, itu bagus sekali. Tenzo orang jahat, tapi dia juga saudara, dan
daripada mati seperti anjing, lebih baik dia digunakan sebagai sasaran untuk menguji senapan ini.
Sekarang lanjutkan pekerjaanmu."
"Ya, tuanku." "Apa lagi yang kautunggu?" Mata Koroku menyerupai api isyarat. Tanpa mengangkat kepala pun
Kuniyoshi dapat merasakan panasnya. Ia mengambil senapan itu dan bergegas ke bengkelnya.
"Takumi, beri sedikit air pada sasaran hidup kita," Koroku memberi perintah. "Dan pastikan dia
dijaga paling tidak tiga orang, sampai senapannya diperbaiki." Kemudian ia kembali ke rumah induk
untuk sarapan. Takumi, Oinosuke, dan Shinshichi juga meninggalkan pekarangan. Nagai Hannojo akan pulang ke
rumahnya sendiri hari itu, dan ia segera mohon diri. Kira-kira pada waktu yang sama, Matsubara
Takumi pergi untuk menjalankan sebuah tugas, jadi tinggal Inada Oinosuke dan Aoyama Shinshichi
yang masih berada di rumah di atas bukit.
Matahari semakin tinggi. Udara bertambah gerah. Jangkrik-jangkrik berdengung, dan makhluk hidup
yang bergerak dalam panas menyengat itu hanyalah semut-semut yang merayap di batu-batu injak
di pekarangan. Berkali-kali bunyi palu terdengar seperti letusan dari bengkel pandai besi. Entah bagaimana bunyi
itu terdengar di telinga Tenzo.
"Senapan itu belum siap juga?" Setiap kali suara keras itu terdengar dari kamar Koroku, Aoyama
Shinshichi berlari ke bengkel, menembus panas yang membakar. Setiap kali ia kembali ke serambi
sambil berkata, "Sebentar lagi," lalu melaporkan perkembangannya.
Koroku tidur siang dengan resah, lengan dan kakinya terjulur. Shinshichi pun lelah akibat
ketegangan pada hari sebelumnya, dan akhirnya tertidur.
Mereka terjaga karena suara salah seorang penjaga yang berseru, "Dia kabur!"
"Tuan Shinshichi! Dia kabur! Cepat datang!" Bertelanjang kaki Shinshichi berlari ke pekarangan.
"Keponakan tuanku Koroku membunuh dua penjaga dan melarikan diri!" Warna wajah orang itu
persis seperti tanah liat.
26 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Shinshichi berlari mengikuti si penjaga, sambil berseru ke belakang, "Tenzo membunuh dua
penjaga dan melarikan diri!"
"Apa?" seru Koroku, tiba-tiba terbangun dari tidur siangnya. Dengungan jangkrik terus berlanjut.
Dengan satu gerakan ia melompat berdiri dan mengenakan pedang yang selalu berada di sisinya
ketika ia tidur. Setelah melompat dari serambi, ia segera menyusul Shinshichi dan si penjaga.
Ketika mereka sampai di pohon tadi, Tenzo tidak kelihatan lagi. Di kaki pohon tergeletak sepotong
tali rami. Kira-kira sepuluh langkah dari sana, sesosok mayat tergeletak telungkup. Mereka
menemukan penjaga satunya bersandar pada kaki tembok, kepalanya terbelah seperti buah delima
yang telah matang. Kedua mayat itu bermandikan darah, seakan-akan ada yang menyiramkannya
ke atas mereka. Panasnya udara membuat darah di rumput segera mengering, mengubah
warnanya menjadi hitam, baunya mengundang kawanan lalat.
"Penjaga!" "Ya, tuanku." Orang itu melemparkan dirinya ke depan kaki Koroku.
"Kedua tangan Tenzo diikat, dan dia diikat ke pohon dengan tali rami. Bagaimana cara dia
membebaskan diri" Kelihatannya tali itu tidak dipotong."
"Ya, ehm... kami melepaskan ikatannya." "Siapa?"
"Salah satu penjaga yang mati."
"Kenapa ikatannya dibuka" Dan siapa yang mengizinkannya?"
"Mula-mula kami tidak mendengarkan dia, tapi keponakan tuanku bilang dia ingin buang air. Dia
bilang dia tidak tahan lagi, dan..."
"Dungu!" Koroku membentak si penjaga. Ia harus memaksakan diri untuk tidak mengentakkan kaki
ke tanah. "Bagaimana kalian bisa terkecoh oleh tipuan kuno itu" Dasar tolol!"
"Tuanku, ampunilah hamba. Keponakan tuanku bilang tuanku berhati emas, dan bertanya apakah
kami betul-betul percaya bahwa tuanku akan membunuh keponakan sendiri. Dia bilang dia dihukum
sekadar untuk memberi contoh, dan karena tuanku akan melancarkan penyelidikan menyeluruh, dia
akan diampuni menjelang malam. Lalu dia mengancam, kalau kami tidak mendengarkannya, kami
akan menerima ganjaran karena membuatnya begitu menderita. Akhirnya salah satu dari mereka
melepaskan ikatannya dan mengawalnya bersama penjaga yang satu lagi, supaya dia bisa buang
air di bawah pohon-pohon di sebelah sana."
"Lalu?" "Kemudian hamba mendengar teriakan. Dia membunuh kedua-duanya, dan hamba berlari ke rumah
untuk memberitahu tuanku apa yang terjadi."
"Ke arah mana dia kabur?"
"Terakhir kali hamba melihat dia, tangannya sedang memegang ujung tombak, jadi hamba pikir dia
27 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
memanjatnya. Rasanya hamba mendengar sesuatu jatuh ke air di parit."
"Shinshichi, kejar dia. Tempatkan beberapa penjaga di jalan menuju desa malam ini." Setelah
memberikan perintah itu, Koroku sendiri bergegas ke arah gerbang depan.
Kuniyoshi, bermandikan keringat, tak menyadari apa yang telah terjadi dan tidak memperhatikan
waktu. Tak ada yang menyita perhatiannya selain senapan yang sedang ia kerjakan. Bunga api dari
tempaan besi beterbangan di sekitarnya. Akhirnya ia berhasil membuat bagian-bagian yang
diperlukannya dari serbuk besi. Lega karena tugasnya telah selesai, ia memeluk senapan itu
dengan kedua tangannya. Tapi ia belum yakin sepenuhnya bahwa peluru akan melesat dari laras.
Ia membidikkan senapan yang tak terisi ke tombak dan mencobanya. Ketika menarik picu, ia
mendengar bunyi klik. Ah, semuanya beres, ia berkata dalam hati. Tapi akan memalukan sekali jika ia menyerahkannya
pada Koroku, dan kemudian Koroku menemukan kerusakan lain. Ia memasukkan bubuk mesiu ke
dalam laras, mengisi peluru, membidikkan senapan ke lantai, lalu menembak. Diiringi bunyi keras,
bola besi itu menghasilkan lubang kecil di lantai.
Aku berhasil! Teringat Koroku, ia kembali mengisi senapan, lalu bergegas keluar dari pondok dan menyusuri jalan
setapak yang membelah pepohonan lebat dan menuju pekarangan.
"Hei!" seru seorang laki-laki yang setengah bersembunyi di bayang-bayang sebatang pohon.
Kuniyoshi berhenti. "Siapa itu?" ia bertanya. "Aku."
"Siapa?" "Watanabe Tenzo."
"Hah" Keponakan Tuan Koroku?"
"Jangan kaget begitu, meski aku mengerti sebabnya. Tadi pagi aku diikat ke sebatang pohon, siap
digunakan sebagai sasaran untuk mencoba sepucuk senapan. Dan sekarang aku berdiri di sini."
"Apa yang terjadi?"
"Bukan urusanmu. Itu masalah antara paman dan keponakan. Aku dimarahi habis-habisan."
"Begitu?" "Dengar, beberapa petani dan sejumlah samurai dari sekitar sedang bertengkar di kolam Shirahata
di desa. Pamanku, Oinosuke, Shinshichi, dan anak buah mereka pergi ke sana. Aku disuruh segera
menyusul. Kau sudah selesai memperbaiki senapan itu?"
"Ya." "Berikan padaku."
28 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apakah ini perintah dari Tuan Koroku?"
"Ya. Cepat serahkan padaku. Kalau musuh sampai lolos, kita kehilangan kesempatan untuk
mencobanya." Tenzo merebut senapan itu dari tangan Kuniyoshi dan menghilang di hutan.
"Ini aneh," pikir si pandai besi. Ia mulai mengejar Tenzo yang sedang menyusup di antara
pohon-pohon di sepanjang tembok luar. Ia melihatnya memanjat tembok dan melompat, hampir
mencapai sisi seberang parit.
Terendam sampai ke dada, Tenzo tidak membuang-buang waktu dan membelah air bagaikan
hewan liar. "Ah! Dia lari! Tolong! Di sini!" Kuniyoshi berteriak sekuat tenaga dari atas tembok.
Tenzo merangkak keluar dari air. Ia tampak seperti tikus got. Ia berbalik ke arah Kuniyoshi,
membidikkan senapan, dan menarik picu.
Senapan itu mengeluarkan bunyi mengerikan. Tubuh Kuniyoshi jatuh terguling-guling. Tenzo berlari
melintasi ladang, melompat-lompat bagaikan macan kumbang.
*** "Berkumpul!"
Pemberitahuan itu diedarkan dengan tanda tangan sang Pemimpin Marga, Hachisuka Koroku.
Menjelang malam, rumahnya dipenuhi samurai, baik di dalam maupun di luar gerbang.
"Ada pertempuran?"
"Menurutmu apa yang telah terjadi?" mereka bertanya, menggebu-gebu karena ada kemungkinan
bertempur. Meskipun mereka biasanya membajak ladang, menjual kepompong ulat sutra, beternak
kuda, dan pergi ke pasar seperti petani dan pedagang biasa, pada dasarnya mereka sangat
berbeda dari orang-orang itu. Mereka bangga akan darah prajurit mereka dan tidak puas dengan
nasib mereka. Kalau ada kesempatan, mereka tidak ragu-ragu mengangkat senjata untuk
menantang takdir dan menciptakan badai. Orang-orang seperti itu telah menjadi pendukung marga
selama beberapa generasi.
Oinosuke dan Shinshichi berdiri di luar tembok, memberi pengarahan.
"Pergi ke pekarangan." "Jangan terlalu ribut."
"Lewati gerbang utama." Semua orang itu mempersenjatai diri dengan pedang panjang, namun
sebagai anggota marga pedesaan, mereka tidak mengenakan baju tempur lengkap, melainkan
hanya memakai sarung tangan dan pelindung tulang kering.
"Kita akan maju ke medan laga," salah seorang menebak.
Batas-batas daerah kekuasaan Hachisuka tidak ditetapkan secara jelas. Orang-orang itu bukan
penghuni benteng tertentu, dan mereka tak pernah mengucapkan sumpah setia pada penguasa
mana pun. Mereka tidak memiliki sekutu maupun musuh yang pasti. Tapi sekali-sekali mereka akan
29 Pendekar Bloon Pemikat Iblis m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
turut berperang jika tanah marga diserbu, atau jika marga bersekutu dengan adipati setempat, atau
jika marga menyewakan orang-orang sebagai tentara bayaran atau penghasut kepada para
pengusaha di provinsi-provinsi yang jauh. Beberapa pemimpin marga mengerahkan pasukan
masing-masing demi uang, tapi Koroku tak pernah tergoda oleh keuntungan pribadi.
Marga Oda, yang bertetangga dengannya, menyadari hal tersebut, begitu juga marga Tokugawa
dari Mikawa dan marga Imagawa dari Suruga. Marga Hachisuka hanya salah satu di antara
beberapa marga pedesaan yang kuat, tapi cukup disegani, sehingga tanahnya tidak terancam oleh
marga lain. Pemberitahuan sudah diedarkan, dan seluruh marga langsung muncul.
Berkumpul di pekarangan luas, mereka menatap pemimpin mereka. Ia berdiri di atas bukit buatan,
membisu seperti patung batu, di bawah bulan yang tergantung di langit senja. Baju tempumya
terbuat dari kulit berwarna hitam, dan sebilah pedang panjang tergantung di pinggangnya. Meski
perlengkapannya tampak ringan, tak ada yang meragukan wibawanya sebagai pemimpin marga
prajurit. Kepada hampir dua ratus orang yang telah berkumpul, Koroku mengumumkan bahwa mulai hari itu
Watanabe Tenzo tidak lagi menjadi anggota marga mereka. Setelah menjelaskan alasannya, ia
mohon maaf atas ketidakmampuannya. "Kesulitan yang kita alami sekarang adalah akibat dari
kelalaianku. Karena melarikan diri, Tenzo harus dihukum dengan kematian.
Kita tak boleh tinggal diam. Kalau kita membiarkannya tetap hidup, marga Hachisuka akan dicap sebagai pencuri selama seratus tahun. Demi
kehormatan kita, demi leluhur dan keturunan kita, kita harus mengejar Tenzo. Jangan pandang dia
sebagai keponakanku. Dia pengkhianat!"
Ketika Koroku mengakhiri pidatonya, seorang pengintai kembali dengan berlari sekuat tenaga.
"Tenzo dan anak buahnya ada di Mikuriya," ia melaporkan. "Mereka bersiap-siap diserang dan
sedang memperkuat pertahanan desa."
Saat mengetahui bahwa musuh mereka ternyata Watanabe Tenzo, orang-orang agak kehilangan
semangat, tapi setelah mendengar alasan yang dikemukakan Koroku, mereka bersatu untuk
mengembalikan kehormatan marga. Dengan langkah pasti mereka menuju gudang senjata yang
menyimpan aneka macam perlengkapan tempur. Di masa lampau, senjata dan baju perang sering
kali ditinggalkan di medan laga seusai pertempuran.
Kini, berhubung tak ada tanda-tanda bahwa perang saudara akan berakhir, d
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
30Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Pendekar Bloon Betina Dari Neraka | http://cerita-silat.mywapblog.com | Pendekar Bloon Betina Dari Neraka pdf created by Saiful Bahri (Seletreng - Situbondo) pd 23-04-2016 08:23:50
an karena seluruh negeri diliputi kegelapan dan ketidakstabilan, senjata-senjata telah menjadi milik
berharga. Senjata bisa ditemukan di rumah setiap petani, dan, hanya dikalahkan oleh bahan
pangan, sebuah tombak atau sebilah pedang bisa dijual untuk memperoleh uang tunai.
Sejak marga Hachisuka didirikan, gudang senjatanya selalu cukup lengkap, dan jumlah senjata
semakin bertambah di masa Koroku, tapi sampai sekarang belum ada senjata api. Kenyataan
bahwa Tenzo membawa lari satu-satunya senapan yang mereka miliki membuat Koroku begitu
geram, sehingga hanya tindakan yang bisa meredakan amarahnya. Koroku menganggap
keponakannya sebagai binatang - dicincang pun masih terlalu baik untuknya. Ia bersumpah tidak
akan melepaskan baju tempur ataupun memejamkan mata sebelum memperoleh kepala Tenzo.
Koroku memimpin pasukannya ke Mikuriya. Ketika mereka mendekati tujuan, barisan itu berhenti.
Seorang pengintai diutus. Ia kembali dan melaporkan bahwa cahaya merah di langit malam
disebabkan oleh kebakaran akibat ulah Tenzo dan anak buahnya yang sedang menjarah desa.
Pada waktu mereka maju lagi, mereka berpapasan dengan para warga desa yang lari
menyelamatkan diri sambil menggendong anak, orang sakit, dan barang-barang rumah tangga,
serta menuntun hewan piaraan. Begitu melihat orang-orang Hachisuka, mereka semakin ketakutan.
Aoyama Shinshichi menenangkan mereka. "Kami tidak datang untuk menjarah," katanya. "Kami
datang untuk menghukum Watanabe Tenzo dan para bajingan yang ikut bersamanya."
Kecemasan para penduduk desa mereda, dan mereka melepaskan kemarahan mereka terhadap
kekejian Tenzo. Kejahatannya tidak berhenti dengan mencuri kendi dari Sutejiro. Di samping
menagih pajak tanah tahunan untuk sang penguasa provinsi, ia juga membuat aturan sendiri dan
memungut pajak tambahan yang disebutnya "uang keamanan" untuk sawah dan ladang. Ia
mengambil alih dam-dam di danau-danau dan sungai-sungai, lalu menuntut yang disebutnya "uang
air". Kalau ada yang berani menyuarakan ketidakpuasannya, Tenzo mengirim orang-orang untuk
memorak-porandakan sawah dan ladang orang yang bersangkutan. Selain itu, dengan mengancam
untuk membinasakan seluruh keluarga mereka, ia bisa mencegah orang-orang yang berniat
mengadukannya diam-diam pada penguasa provinsi. Lagi pula sang penguasa terlalu disibukkan
oleh urusan militer, sehingga tak sempat memikirkan masalah-masalah sepele seperti keamanan
dan ketertiban. Tenzo dan sekutu-sekutunya bertindak sesuka hati. Mereka berjudi, memotong dan makan sapi dan
ayam di pekarangan tempat suci, main perempuan, dan mengubah tempat suci jadi gudang senjata.
"Apa yang dikerjakan gerombolan Tenzo malam ini?" tanya Shinshichi.
Para penduduk desa serempak angkat bicara. Ternyata pengacau-pengacau itu mula-mula
meng-ambil lembing dari tempat suci. Mereka sedang minum sake dan berteriak-teriak mengenai
bertempur sampai mati, lalu tiba-tiba mulai menjarah dan membakar rumah-rumah. Akhirnya
mereka ber-kumpul kembali, lalu kabur sambil membawa senjata, makanan, apa saja yang
berharga. Kelihatannya mereka berharap bisa menggertak para pengejar mereka dengan ribut-ribut
tentang pertempuran sampai titik darah penghabisan.
Apakah aku disiasati" pikir Koroku. Ia mengentakkan kaki di tanah dan memerintahkan para
penduduk desa untuk kembali. Anak buahnya menyusul, dan bahu-membahu mereka berusaha
menguasai api. Koroku memperbaiki tempat suci yang telah dinodai, dan menjelang subuh,
1 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
membungkuk rendah-rendah untuk berdoa.
"Walaupun Tenzo hanya mewakili salah satu cabang keluarga kita, perbuatan busuknya telah
menjadi kejahatan seluruh marga Hachisuka. Aku mohon ampun, dan aku bersumpah bahwa dia
akan membayar dengan nyawanya, bahwa penduduk-penduduk desa ini akan ditenteramkan, dan
bahwa aku akan memberikan persembahan pada dewa-dewa di tempat suci ini."
Sementara ia berdoa, pasukannya berdiri tak bersuara di kedua sisi.
"Mungkinkah ini pemimpin gerombolan bandit?" para penduduk desa saling bertanya. Mereka
bingung dan curiga, dan kebingungan serta kecurigaan ini sangat beralasan, sebab Watanabe
Tenzo telah melakukan banyak kejahatan atas nama marga Hachisuka. Karena ia keponakan
Koroku, mereka menganggap Koroku, sebagai pimpinan Tenzo, sama saja dengan bajingan itu.
Sebaliknya, Koroku sadar bahwa jika dewa-dewa dan rakyat tidak berada di pihaknya, ia pasti
gagal. Akhirnya orang-orang yang disuruh mengikuti Tenzo kembali. "Kekuatan pasukan Tenzo sekitar
tujuh puluh orang," mereka melaporkan. "Jejak mereka menunjukkan bahwa mereka pergi ke
gunung-gunung di Higashi Kasugai, dan berusaha mencapai jalan Mino."
Koroku segera mengeluarkan perintah, "Setengah dari kalian kembali untuk menjaga Hachisuka.
Setengah dari yang tersisa tinggal di sini untuk membantu penduduk dan menjaga ketertiban
umum. Selebihnya ikut denganku."
Akibat membagi-bagi pasukannya, ia hanya memiliki empat puluh atau lima puluh orang untuk
memburu Tenzo. Setelah melewati Komaki dan Kuboshiki, mereka berhasil mengejar sebagian
gerombolan bandit. Tenzo menempatkan pengintai-pengintai di beberapa jalan, dan ketika mereka
mengetahui bahwa mereka diikuti, anak buahnya segera mengambil jalan memutar. Beberapa
laporan mengatakan bahwa mereka menuruni puncak Seto, ke arah Desa Asuke.
Menjelang siang pada hari keempat setelah pembakaran Mikuriya. Udara terasa panas. Mereka
melalui jalan-jalan yang curam, dan anak buah Tenzo harus terus memakai baju tempur. Kelihatan
jelas bahwa gerombolan itu sudah lelah melarikan diri. Sepanjang jalan mereka meninggalkan
barang dan kuda, berangsur-angsur meringankan beban yang harus mereka pikul, dan pada saat
mencapai jurang Sungai Dozuki, mereka lapar sekali, letih, dan bermandikan keringat. Ketika
mereka sedang memuaskan dahaga, pasukan Koroku menuruni kedua tepi jurang untuk melakukan
serangan menjepit. Batu kecil dan besar menghujani para buronan, dan dalam sekejap air sungai
berubah menjadi merah karena darah. Beberapa orang dihabisi dengan pedang, beberapa dipukul
sampai mati, beberapa dilempar ke dalam sungai. Orang-orang itu biasanya mempunyai hubungan
baik satu sama lain, dan garis pertalian darah - paman dan keponakan, sepupu dan sepupu - tidak
membedakan kawan maupun lawan. Serangan itu merupakan serangan marga terhadap dirinya
sendiri, tapi memang tak terelakkan.
Sebenarnya mereka merupakan satu kesatuan, dan karena itu akar-akar kejahatan harus
diberantas. Koroku, dengan keberaniannya yang tanpa tanding, bermandikan darah kerabatnya yang baru
terbunuh. Ia memanggil-manggil Tenzo agar memperlihatkan diri, namun sia-sia. Sepuluh anak
Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buahnya gugur, tapi pihak lawan nyaris terbantai habis. Namun Tenzo tidak ditemukan di antara
mereka yang mati. Sepertinya ia meninggalkan para pengikutnya, dan berhasil lolos dengan
2 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menyusuri jalan-jalan setapak di gunung.
Babi! pikir Koroku sambil mengertakkan gigi. Ia menuju Kai.
Koroku sedang berdiri di atas salah satu puncak ketika entah dari mana terdengar letusan senapan,
yang kemudian memantul dan menggema dari gunung ke gunung. Letusan senapan itu
seakan-akan mengejek Koroku. Air mata membasahi pipinya. Pada saat itu ia teringat bahwa
bagaimanapun, ia dan keponakannya - yang tak lebih dari jelmaan kebusukan - masih sedarah.
Air matanya merupakan air mata penyesalan atas ketidakmampuannya.
Getir dan patah semangat, ia berusaha merenungkan masalahnya dan menyadari bahwa masih
sangat jauh harapannya untuk bisa beranjak dari kedudukannya sebagai pemimpin marga menjadi
penguasa provinsi. Ia terpaksa mengakui bahwa ia tak sanggup. Kalau mengawasi sanak saudara
sendiri pun aku tak mampu... Kekuatan saja belum cukup, tanpa peraturan atau disiplin keras. Di
luar dugaan, seulas senyum getir menembus air matanya. Bajingan itu ternyata memberi pelajaran
padaku, katanya dalam hati. Lalu ia memberi perintah untuk mundur.
Pasukannya, yang kini hanya berjumlah sekitar tiga puluh orang, membentuk barisan dan turun dari
jurang Dozuki ke Koromo. Mereka berkemah di luar batas kota, dan keesokan harinya mengirim
kurir ke kota benteng Okazaki. Mereka mendapat izin melintas, tapi karena hari sudah sore ketika
mereka berangkat, mereka baru mencapai Okazaki menjelang tengah malam.
Di sepanjang jalan raya menuju rumah terdapat benteng-benteng dan tembok pertahanan yang
saling berdekatan. Juga ada pos-pos pemeriksaan di lokasi strategis yang tak bisa dilewati barisan
bersenjata. Perjalanan lewat darat akan menghabiskan waktu berhari-hari, sehingga mereka
memutuskan untuk naik perahu menyusuri Sungai Yahagi, kemudian dari Ohama ke Handa. Dari
Tokoname, sekali lagi mereka naik perahu melintasi perairan terbuka, lalu menyusuri Sungai Kanie
sampai ke Hachisuka. Tengah malam mereka tiba di tepi Sungai Yahagi, dan tak satu perahu pun terlihat. Arusnya deras
dan sungainya lebar. Dengan kesal Koroku dan anak buahnya berhenti di bawah pepohonan.
Beberapa orang mengemukakan pendapat masing-masing, "Kalau tidak ada perahu, kita bisa naik
perahu tambang dan menyusuri tepi sebelah sana."
"Sudah terlalu malam. Lebih baik tunggu sampai pagi, nanti pasti ada perahu."
Yang paling mengganggu pikiran Koroku adalah bahwa agar bisa berkemah di sini, mereka harus
kembali ke Benteng Okazaki untuk minta izin.
"Cari perahu tambang," ia memerintah. "Kalau kita bisa menemukan satu saja untuk menyeberangi
sungai ini, subuh nanti kita sudah menempuh jarak yang sama dengan yang bisa kita tempuh jika
kita berlayar." "Tapi, tuanku, di sekitar sini tidak ada perahu tambang."
"Dungu! Pasti ada perahu di sekitar sini, paling tidak satu. Bagaimana lagi orang bisa menyeberang
sungai selebar ini pada siang hari" Lagi pula, mestinya ada perahu pengintai bersembunyi di
tengah alang- 3 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
alang. Atau perahu yang dipakai pada waktu ada pertempuran. Buka mata lebar-lebar dan carilah!"
Orang-orang dibagi menjadi dua kelompok, satu mencari ke arah hulu, satu lagi ke arah hilir.
"Ah! Di sini ada satu!" salah seorang berseru dari arah hulu.
Di sebuah titik di tepi sungai, tempat tanah terkikis akibat banjir, pohon-pohon dengan akar
tersingkap tampak membungkuk rendah di atas permukaan air. Airnya tenang dan gelap, seperti
kolam yang dalam. Sebuah perahu tertambat dalam bayang-bayang di bawah pepohonan.
"Dan bisa dipakai!"
Orang itu meloncat turun, dengan niat untuk membawa perahu itu ke arah hilir. Ia menjangkau ke
bawah untuk melepaskan tali yang melingkar pada akar pohon. Tapi lalu tangannya terhenti dan ia
menatap tajam ke dalam perahu tersebut. Perahu itu kecil dan biasa digunakan untuk membawa
barang. Benda itu sudah nyaris pecah, lembap karena lumut, dan miring sekali. Meski demikian,
perahu itu bisa digunakan untuk menyeberang.
Yang menarik perhatian si prajurit adalah seorang laki-laki yang tertidur nyenyak sambil
mendengkur di bawah tikar usang. Pakaiannya ganjil. Baik lengan baju maupun kaki celananya
pendek, dan di bawah bajunya yang putih kusam ia memakai pembalut kaki dan tangan. Kakinya
yang telanjang dilindungi sandal jerami. Tampaknya ia bukan lagi anak kecil, tapi juga belum
dewasa benar. Ia tidur telentang di bawah langit terbuka, embun malam menempel pada alis dan
bulu matanya. Tidurnya tampak begitu damai.
"Hei, kau!" Si prajurit berusaha membangunkannya, namun karena orang itu tidak bereaksi sama
sekali, ia kembali menegur dan mendorong dada orang itu dengan gagang tombak.
"Hei, kau, bangun!"
Hiyoshi membuka mata, menggenggam gagang tombak itu sambil melepaskan seruan tertahan,
dan membalas tatapan si prajurit.
Air yang berputar-putar di sekeliling perahu hampir bisa dianggap sebagai cerminan kehidupan
Hiyoshi saat itu. Pada malam dingin di bulan pertama tahun sebelumnya, ketika ia meninggalkan ibu
dan kakaknya, ia berpesan pada mereka bahwa ia akan kembali setelah menjadi orang besar.
Ia tidak berminat untuk berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan berikutnya, magang di
tempat saudagar dan pengrajin seperti yang dilakukannya selama ini. Yang paling diinginkannya
adalah mengabdi pada seorang samurai. Tapi penampilannya tidak mendukung, dan ia tidak
memiliki bukti mengenai kelahiran maupun garis keturunan.
Kiyosu, Nagoya, Sumpu, Odawara - semuanya sudah ia kunjungi. Kadang-kadang ia mengerahkan
segenap keberaniannya dan berdiri di depan pintu kediaman seorang samurai, tapi setiap kali
permohonannya ditampik dengan tawa dan cemooh. Suatu kali ia bahkan diusir dengan sapu.
Persediaan uangnya menipis dengan cepat, dan ia menyadari bahwa dunia ternyata persis seperti
yang digambarkan bibinya di Yabuyama. Meski demikian, ia menolak untuk melepaskan impiannya,
dan tetap percaya bahwa cita-citanya masuk akal. Ia tidak malu untuk menceritakan ambisinya pada
siapa pun, walau harus bermalam di tempat terbuka, di rumput, atau, seperti malam ini, dengan air
sebagai alas tidur. Bagaimana membuat ibunya, yang ia anggap orang paling tidak bahagia di
4 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dunia, menjadi orang vang paling bahagia - itulah yang mendorong semangatnya. Dan bagaimana
ia dapat melakukan sesuatu untuk kakaknya yang malang, yang berpendapat bahwa ia takkan
pernah bisa menikah"
Ia sendiri juga menyimpan berbagai keinginan. Perutnya tak pernah terasa penuh, tak peduli
seberapa banyak ia makan. Melihat rumah-rumah besar, ia ingin hidup di tempat-tempat seperti itu,
dan setiap samurai gagah yang dilihatnya membuatnya tersadar akan penampilannya sendiri;
melihat wanita-wanita cantik, ia terpesona oleh minyak wangi mereka. Sebenarnya prioritasnya
belum berubah. Kebahagiaan ibunya tetap menduduki urutan teratas. Kepentingannya sendiri bisa
diselesaikan belakangan. Untuk sementara ia cukup gembira dengan berkelana dari satu tempat ke
tempat lain, tak memedulikan rasa lapar, dan terus mempelajari hal-hal baru - mengenai perputaran
dunia, nafsu manusia, adat kebiasaan di berbagai daerah. Ia berusaha memahami peristiwaperistiwa yang terjadi di sekitarnya, membandingkan kekuatan militer berbagai provinsi, dan
mengamati cara hidup para petani dan penduduk kota.
Sejak permulaan perang saudara menjelang akhir abad lalu, banyak orang telah berlatih ilmu bela
diri. Ini berarti hidup penuh penderitaan, dan selama satu setengah tahun Hiyoshi mengikuti cara
hidup para pendekar. Tapi ia tidak membawa-bawa pedang panjang untuk menyempurnakan kemampuan bela diri.
Dengan sisa uangnya, ia malah membeli jarum-jarum dari seorang grosir dan menjadi pedagang
keliling. Ia berjalan jauh sampai ke Kai dan Hokuetsu, selalu siap menawarkan dagangannya.
"Butuh jarum" Belilah jarum jahit dari Kyoto. Kalau tidak beli, rugi sendiri. Jarum untuk katun, jarum
untuk sutra. Jarum jahit dari Kyoto." Penghasilannya amat kecil, hanya cukup untuk menyambung
hidup seadanya. Namun pikirannya tidak menjadi picik, berbeda dengan para pedagang pada
umumnya, yang memandang dunia hanya dari sudut barang dagangan mereka.
Marga Hojo di Odawara, marga Takeda di Kai, marga Imagawa di Suruga. Ketika mengunjungi
kota-kota benteng di utara, ia merasakan bahwa dunia sedang bergejolak, mengalami perubahan
besar. Ia menarik kesimpulan bahwa kejadian-kejadian di masa mendatang akan berbeda dari
penempuran-pertempuran kecil yang sampai sekarang menjadi ciri perselisihan dalam negeri. Bakal
terjadi perang besar yang akan mengobati seluruh luka yang diderita negeri ini. Dan kalau memang
begitu, ia berkata dalam hati sambil menjajakan dagangannya, aku pun... Dunia sudah mulai jemu
dengan rezim Ashikaga yang jompo. Di mana-mana terjadi kekacauan, dan dunia sedang
menunggu kita yang masih muda.
Selama menempuh perjalanan dari provinsi-provinsi di utara ke Kyoto dan Omi, ia telah belajar
sedikit mengenai kehidupan. Ia melintas ke Owari dan tiba di Okazaki, karena mendengar bahwa
saudara ayahnya tinggal di kota benteng itu. Ia tidak biasa mendatangi sanak saudara atau kenalan
untuk minta makanan dan pakaian, tapi di awal musim panas itu badannya menjadi lemah, dan ia
menderita keracunan makanan yang cukup parah. Ia juga ingin mendengar kabar mengenai
keadaan di rumahnya. Selama dua hari ia berjalan di bawah terik matahari, tapi belum berhasil menemukan orang yang
dicarinya. Setelah makan mentimun mentah dan minum air dari sebuah sumur, ia merasakan nyeri
yang menusuk-nusuk di lambung. Pada malam harinya ia menyusuri tepi Sungai Yahagi, sampai
menemukan sebuah perahu. Perutnya keroncongan dan terasa sakit. Mungkin karena menderita
demam ringan, mulutnya kering dan serasa penuh duri.
5 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dalam keadaan seperti ini pun ia teringat ibunya, dan ibunya muncul dalam mimpinya. Kemudian ia
tertidur pulas, dan segala sesuatu - baik ibunya, nyeri di lambungnya, maupun langit dan
bumi - seakan-akan lenyap.
Sampai kemudian si prajurit mulai mendorong-dorong dadanya dengan tombak.
Seruan Hiyoshi saat terjaga tidak sebanding dengan ukuran tubuhnya.
Secara naluri ia meraih gagang tombak. Di masa itu, dada seseorang dianggap sebagai tempat
jiwanya, dan seolah-olah merupakan tempat suci di dalam tubuh.
"Hei, kerdil, bangun!"
Si prajurit berusaha menarik tombaknya. Hiyoshi tetap menggenggamnya, lalu duduk tegak.
"Bangun" Aku sudah bangun."
Si prajurit, setelah merasakan kekuatan genggaman Hiyoshi, melotot dan berkata, "Keluar dari
perahu!" "Keluar?"
"Ya, sekarang juga! Kami butuh perahu itu, jadi menyingkirlah. Pergi dari sini!"
Dengan kesal Hiyoshi duduk lagi. "Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Apa?" "Bagaimana kalau aku tidak mau?" "Apa maksudmu?"
"Aku tidak mau keluar dari perahu." "Bajingan cilik!"
"Siapa sebenarnya yang bajingan" Membangunkan orang yang sedang tidur lelap dengan gagang
tombak, lalu menyuruhnya keluar dan pergi?"
"Kurang ajar! Jaga mulutmu. Kaupikir aku siapa?" "Seorang laki-laki."
"Itu sudah jelas."
"Kau sendiri yang tanya."
"Hei, kerdil, lancang betul mulutmu! Tapi sedetik lagi mulutmu mungkin mengkerut. Kami
orang-orang Hachisuka. Pemimpin kami Hachisuka Koroku. Kami tiba di sini tengah malam, dan
kami butuh perahu untuk menyeberangi sungai."
"Kau melihat perahu, tapi tidak melihat orang di dalamnya. Lagi pula, aku sedang memakai perahu
ini!" "Aku melihatmu dan membangunkanmu. Sekarang keluar dan pergi dari sini."
"Kau memang menjengkelkan." "Coba ulangi?"
"Terserah kau sajalah. Aku tidak mau keluar. Aku takkan menyerahkan perahu ini."
6 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Si prajurit menyentakkan tombaknya agar Hiyoshi tertarik ke tepi.
Memilih saat yang tepat, Hiyoshi melepaskan genggamannya. Tombak itu membabat daun-daun
pepohonan, dan si prajurit terhuyung-huyung ke belakang. Ia membalikkan tombak dan
melemparkannya ke arah Hiyoshi.
Papan-papan kayu lapuk, sebuah ember, serta tikar alang-alang beterbangan.
"Dungu!" Hiyoshi mengejek. Prajurit-prajurit lain berdatangan.
"Berhenti! Ada apa ini?" ujar salah satu dari mereka. "Siapa itu?" tanya yang lain.
Mereka berkerumun, ribut-ribut, dan tak lama kemudian Koroku dan sisa anak buahnya muncul.
"Kalian berhasil menemukan perahu?" Koroku bertanya.
"Di sini ada perahu, tapi..."
Tanpa berkata apa-apa, Koroku melangkah maju. Hiyoshi segera sadar bahwa orang ini pemimpin
para prajurit. Ia duduk sedikit lebih tegak dan menatap wajah Koroku. Pandangan Koroku terpaku
pada Hiyoshi. Keduaduanya tidak berbicara. Koroku tak sempat memperhatikan penampilan Hiyoshi
yang aneh. Ia terlalu terkesan oleh cara Hiyoshi memandang tepat ke matanya. Dia lebih berani dari
yang kuduga, pikir Koroku.
Semakin lama mereka saling memandang, mata Hiyoshi semakin menyerupai mata binatang
malam, bercahaya dalam gelap. Akhirnya Koroku memalingkan wajah.
"Cuma anak kecil," ia berkata dengan tenang. Hiyoshi tidak menjawab. Matanya yang tajam masih
tetap terarah pada wajah Koroku.
"Dia cuma anak kecil," Koroku berkata lagi.
"Kau bicara tentang aku?" tanya Hiyoshi sambil merengut.
"Tentu saja. Memangnya ada orang selain kau di bawah sana?"
Hiyoshi membidangkan bahunya sedikit. "Aku bukan anak kecil. Aku sudah melewati upacara akil
balig." "Oh, begitu?" Kedua bahu Koroku terguncangguncang karena tertawa. "Kalau kau sudah dewasa, aku akan memperlakukanmu seperti orang dewasa."
"Setelah berhasil mengepungku - yang cuma sendirian - dengan sekelompok orang, apa yang akan
kaulakukan terhadapku" Kurasa kalian ronin."
"Kau lucu sekali."
"Sama sekali tidak. Aku sedang tidur lelap tadi. Lagi pula perutku sakit. Dan aku tak peduli siapa
7 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kalian. Aku takkan pindah."
"Hmm, perutmu sakit?" "Ya."
"Ada apa rupanya?"
"Keracunan makanan, mungkin, atau sengatan matahari."
"Dari mana kau berasal?" "Nakamura di Owari."
"Nakamura" Hmm, hmm. Siapa nama keluargamu?" "Aku takkan memberitahukan nama
keluargaku padamu, tapi aku diberi nama Hiyoshi. Tapi tunggu dulu, apa-apaan ini, membangunkan
orang dari tidur lalu bertanya tentang orangtua" Asalmu dari mana, dan bagaimana garis
keturunanmu?" "Seperti kau, aku pun berasal dari Owari, dari Desa Hachisuka. Namaku Hachisuka Koroku. Aku
tidak tahu ada orang seperti kau di dekat desa kami. Apa pekerjaanmu?"
Hiyoshi bukannya menjawab, malah berkata, "Ah, kau dari daerah Kaito" Itu tidak jauh dari desaku."
Tiba-tiba sikapnya lebih bersahabat.
Inilah kesempatan untuk menanyakan berita mengenai Nakamura. "Hmm, karena kita berasal dari
daerah yang sama, aku berubah pikiran. Kau boleh ambil perahu ini."
Ia meraih buntalan barang dagangan yang digunakannya sebagai bantal, menyandangnya ke bahu,
dan naik ke tepian. Tanpa berkata apa-apa, Koroku mengamati setiap gerakannya. Yang pertama
menarik perhatiannya adalah lagak pedagang jalanan yang ditampilkan Hiyoshi, serta
jawaban-jawaban spontannya sebagai remaja yang berkelana ke sana kemari seorang diri. Hiyoshi
menerima nasibnya, mendesah, dan dengan berat hati mulai melangkahkan kaki.
"Tunggu, Hiyoshi. Hendak ke mana kau sekarang?" "Perahuku sudah diambil alih, jadi aku tak
punya tempat untuk tidur. Kalau aku tidur di rumput, aku akan basah karena embun, dan perutku
semakin sakit. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Aku akan berputar-putar sampai subuh."
"Kalau mau, kau bisa ikut denganku." "Ke mana?"
"Hachisuka. Tinggallah di tempatku. Kami akan memberimu makan dan merawatmu sampai
sembuh." "Terima kasih." Hiyoshi membungkuk perlahan. Sambil menatap kakinya, ia memikirkan langkah
selanjutnya. "Apakah itu berarti aku boleh tinggal di sana dan bekerja untukmu?"
"Aku suka pembawaanmu. Kau punya masa depan. Kalau kau mau bekerja untukku, aku akan
menerimamu." "Aku tidak mau." Ia mengucapkannya dengan regas, dengan kepala terangkat tinggi. "Cita-ciraku
adalah mengabdi pada seorang samurai, dan aku telah membanding-bandingkan para samurai dan
penguasa provinsi di banyak provinsi. Aku sampai pada kesimpulan bahwa jika ingin mengabdi
pada seorang samurai, yang paling penting adalah memilih samurai yang tepat. Kita tidak boleh
8 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sembarangan memilih majikan."
"Ha... ha! Ini semakin menarik saja. Apakah aku, Koroku, kurang pantas menjadi majikanmu?"
"Aku takkan tahu sampai aku mulai bekerja untukmu, tapi nama marga Hachisuka tidak terlalu harum di desaku. Dan pemilik rumah tempat aku
bekerja sebelum ini dirampok oleh seseorang yang kabarnya anggota marga Hachisuka. Ibuku akan
sakit hati kalau aku bekerja untuk pencuri, jadi aku tak bisa pergi ke rumah orang seperti itu dan
mengabdi padanya." "Hmm, kutebak kau sempat bekerja untuk si saudagar tembikar, Sutejiro."
"Dari mana kau tahu itu?"
"Tadinya Watanabe Tenzo memang anggota marga Hachisuka. Tapi aku sendiri telah mencoret
bajingan itu dari antara kerabat kami. Dia lolos, tapi kami mengalahkan gerombolannya, dan kini
kami dalam perjalanan pulang. Apakah fitnah mengenai nama Hachisuka juga sudah sampai ke
telingamu?" "Hmm. Kelihatannya kau tidak seperti dia." Hiyoshi mengatakannya dengan terus terang, sambil
menatap wajah Koroku. Kemudian, seakan-akan baru teringat sesuatu, ia berkata, "Apa aku boleh
ikut sampai ke Hachisuka, tanpa ikatan, tentunya" Aku ingin mengunjungi saudaraku di
Futatsudera." "Futatsudera terletak persis di sebelah Hachisuka. Siapa yang kaukenal di sana"
"Si pembuat kandang ayam Shinzaemon merupakan saudara dari pihak ibuku."
"Shinzaemon berdarah samurai. Hmm, kalau begitu ibumu juga keturunan samurai."
"Sekarang ini aku memang pedagang, tapi ayahku samurai."
Orang-orang telah menaiki perahu dan memasang tongkat, dan kini menunggu Koroku menyusul.
Koroku merangkul bahu Hiyoshi dan berdua mereka naik ke perahu.
Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hiyoshi, kalau kau mau pergi ke Futatsudera, pergilah ke Futatsudera. Kalau kau mau tinggal di
Hachisuka, itu pun boleh saja."
Karena tubuhnya kecil, Hiyoshi tersembunyi di tengah orang-orang dan tombak-tombak mereka
yang rapat bagaikan hutan. Perahu itu menyeberangi sungai yang lebar dan berarus deras,
sehingga penyeberangan itu makan waktu. Hiyoshi mulai bosan. Tiba-tiba ia melihat
kunang-kunang di punggung salah seorang prajurit Koroku. Sambil melengkungkan telapak tangan,
ia menangkapnya dan mengamatinya berkedap-kedip.
GUNUNG KEMBANG EMAS 9 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
BIARPUN telah kembali ke Hachisuka, Koroku takkan membiarkan Tenzo lolos tanpa hukuman. Ia
mengutus pembunuh-pembunuh bayaran untuk memburu Tenzo, dan mengirim surat kepada
marga-marga di provinsiprovinsi yang jauh untuk menanyakan keberadaan keponakannya itu.
Musim gugur tiba, tapi segala usahanya belum juga mendatangkan hasil. Kabar burung
mengatakan bahwa Tenzo memperoleh perlindungan dari marga Takeda di Kai. Ia menghadiahkan
senapan curiannya pada mereka, dan mulai bertugas sebagai anggota pasukan mata-mata dan
penghasut yang bekerja untuk ptovinsi itu.
"Kalau dia sampai ke Kai...," Koroku bergumam dengan getir, tapi untuk sementara ia tak bisa
berbuat apa-apa selain menunggu.
Tak lama kemudian, ia didatangi oleh utusan pengikut marga Oda yang pernah mengundangnya
menghadiri upacara minum teh. Orang itu membawa kendi akae.
"Kami tahu benda ini menyebabkan kesulitan yang tidak kecil bagi marga Hachisuka. Meski kami
membeli kendi tersohor ini secara sah, kami merasa tak bisa menyimpannya lebih lama lagi. Kami
yakin nama baik marga Hachisuka bisa dipulihkan dengan mengembalikan kendi ini kepada
pemiliknya semula." Koroku menerima kendi itu, dan berjanji untuk mengadakan kunjungan balasan. Akhirnya bukan ia
sendiri yang pergi, melainkan seorang utusan yang membawa berbagai hadiah: sebuah pelana
indah serta emas senilai dua kali harga kendi. Pada hari yang sama, ia memanggil Matsubara
Takumi dan memberitahunya untuk bersiap-siap mengadakan perjalanan singkat.
Kemudian ia keluar ke serambi. "Monyet!" ia berseru.
Hiyoshi muncul dari antara pepohonan dan berlutut di hadapan Koroku. Mula-mula ia memang pergi
ke Futatsudera, tapi kemudian ia segera kembali ke Hachisuka dan memulai kehidupan barunya. Ia
cerdas dan mau melakukan apa saja. Orang-orang masih sering mengejeknya, namun ia menahan
diri dan tak pernah membalas. Ia banyak bicara, tapi tak pernah bersikap tidak jujur. Koroku
mempekerjakannya di kebun dan cukup puas dengannya. Meski Hiyoshi berkedudukan sebagai
pelayan, ia tidak sekadar menyapu pekarangan. Pekerjaannya menyebabkan ia selalu di dekat
Koroku, sehingga siang-malam ia berada di bawah pengawasan majikannya. Setelah matahari
tenggelam, ia bertugas sebagai penjaga. Tentu saja tugas semacam ini hanya diberikan pada
orang-orang kepercayaan. "Kau ikut Takumi untuk menunjukkan jalan ke toko tembikar di Shinkawa."
"Ke Shinkawa?" "Kenapa kau pasang tampang murung?" "Tapi..."
"Aku bisa melihat kau enggan pergi, tapi Takumi harus mengembalikan kendi itu pada pemiliknya
yang sah. Kupikir tak ada salahnya kalau kau juga ikut."
Hiyoshi tak berdaya dan menempelkan keningnya ke lantai.
Karena ia ikut sebagai pengiring, Hiyoshi menunggu di luar ketika mereka tiba di rumah Sutejiro.
10 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bekas rekan-rekan kerjanya tidak mengerti apa yang terjadi, dan mereka mendatanginya serta
menatapnya dengan heran. Hiyoshi sendiri tampaknya sudah lupa bahwa beberapa dari mereka
sering menertawakan dan memukulnya sebelum ia dipulangkan. Sambil tersenyum pada mereka
semua, ia jongkok di bawah matahari, menunggu Takumi yang segera keluar dari rumah itu.
Kembalinya kendi yang hilang dicuri betul-betul di luar dugaan Sutejiro dan istrinya. Mereka begitu
gembira, sehingga hampir tak percaya bahwa mereka tidak bermimpi. Terburu-buru mereka
mengatur letak sandal tamu mereka, agar ia bisa mengenakannya dengan mudah, lalu
mendahuluinya ke gerbang, dan di sana mereka membungkuk berulang-ulang. Ofuku juga ikut, dan
ia terkejut ketika melihat Hiyoshi.
"Kami akan berusaha menyempatkan diri untuk berkunjung ke Hachisuka, agar kami dapat
mengucapkan terima kasih secara langsung," kata Sutejiro.
"Tolong sampaikan salam kami kepada Yang Mulia.
Sekali lagi terima kasih karena Tuan telah bersusah payah datang ke sini." Suami, istri, Ofuku, dan
semua pegawai membungkuk rendah-rendah.
Hiyoshi mengkuti Takumi keluar dan melambaikan tangan sambil pergi. Ketika mereka melewati
perbukitan Komyo, ia berpikir dengan sedih, "Bagaimana kabar bibiku di Yabuyama" Dan pamanku
yang malang" Mungkin dia malah sudah tiada."
Mereka berada di dekat Nakamura, dan tentu saja Hiyoshi juga teringat ibu dan kakaknya. Tak ada
yang lebih diinginkannya selain berlari ke sana untuk menemui mereka, tapi sumpah yang ia
ucapkan pada malam dingin itu menahannya. Ia masih belum melakukan apa-apa untuk
membahagiakan ibunya. Ketika ia dengan berat hati berpaling dari Nakamura, ia melihat seorang
laki-laki berseragam prajurit infanteri.
"Hei, bukankah kau anak Yaemon?"
"Dan Tuan siapa, kalau aku boleh tanya?" "Kau Hiyoshi, bukan?"
"Ya." "Astaga, kau sudah besar sekali. Namaku Otowaka. Aku teman mendiang ayahmu. Kami bertugas
di kesatuan yang sama, di bawah Oda Nobuhide."
"Sekarang aku ingat! Betulkah aku sudah bertambah besar?"
"Ah, kalau saja mendiang ayahmu bisa melihatmu sekarang."
Mata Hiyoshi mulai berkaca-kaca. "Apakah Tuan sempat bertemu ibuku belakangan ini?" ia
bertanya. "Aku tak pernah berkunjung ke rumahnya, tapi kadang-kadang aku pergi ke Nakamura dan
mendengar berita. Kelihatannya dia masih bekerja keras seperti biasa."
"Dia tidak sakit, bukan?"
11 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kenapa kau tidak lihat sendiri saja?"
"Aku tak bisa pulang sebelum menjadi orang besar." "Pergi saja dan tunjukkan batang hidungmu.
Bagai- manapun, dia ibumu."
Hiyoshi hampir menangis. Ia memalingkan wajah. Ketika perasaannya telah kembali tenang,
Otowaka sudah pergi ke arah berlawanan. Takumi pun telah meneruskan perjalanan dan
meninggalkannya cukup jauh.
*** Panasnya musim kemarau telah berlalu. Pagi dan malam hari terasa seperti di musim gugur,
daun-daun talas telah lebat dan mekar.
"Hmm, sudah lima tahun parit ini tak pernah dikeruk," Hiyoshi bergumam.
"Kita terus-menerus berlatih menunggang kuda dan mendalami ilmu tombak, tapi kita membiarkan
lumpur menumpuk di depan kaki kita! Itu tidak baik." Ia baru kembali dari rumah tukang potong
bambu, dan sedang mengamati keadaan parit tua itu. "Sebenarnya, apa gunanya sebuah parit" Aku
harus memberitahukan ini pada Tuan Koroku."
Hiyoshi memeriksa kedalaman air dengan tongkat bambu. Permukaan parit dipenuhi tanaman air,
jadi tak ada yang memperhatikannya; tapi karena daun gugur dan lumpur telah menumpuk selama
bertahun-tahun, parit itu jadi tidak begitu dalam lagi. Setelah memeriksa kedalamannya di dua atau
tiga tempat, ia membuang tongkatnya. Ia baru saja hendak menyeberangi jembatan yang menuju
gerbang samping, ketika seseorang memanggil, "Tuan Setengah Takar." Julukan itu tidak mengacu
pada ukuran tubuhnya, melainkan merupakan panggilan yang lazim untuk pelayan sebuah marga
pedesaan. "Siapa kau?" Hiyoshi bertanya pada seorang laki-laki yang tampak kelaparan dan sedang duduk di
bawah pohon ek sambil merangkul lutut.
Laki-laki itu mengenakan kimono berwarna kelabu kusam dengan seruling bambu di sabuknya.
"Kemari sebentar." Orang itu memanggil Hiyoshi dengan lambaian tangan. la seorang komuso,
seorang biarawan pemain seruling yang kadang-kadang datang ke desa. Seperti komuso lainnya,
orang itu pun kotor dan tidak bercukur, dan membawa seruling bambu di dalam tikar alang-alang
yang disandangnya di bahu. Beberapa dari mereka mengembara dari desa ke desa, seperti
biarawan Zen, sambil menarik perhatian orang dengan membunyikan lonceng kecil.
"Derma untuk seorang biarawan" Atau kau terlalu sibuk memikirkan perutmu yang keroncongan?"
"Tidak." Hiyoshi hendak mengolok-oloknya, tapi karena menyadari bahwa kehidupan acap kali
sangat keras terhadap para pengembara, ia malah menawarkan untuk membawakan makanan jika
orang itu lapar dan obat-obatan jika ia sakit.
Sambil geleng-geleng, orang itu menatap Hiyoshi dan tertawa, "Hmm, kau tidak mau duduk?"
12 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku lebih suka berdiri, terima kasih. Ada perlu apa?"
"Kau bekerja di sini?"
"Tidak juga." Hiyoshi menggelengkan kepala. "Aku diberi makan, tapi aku bukan anggota rumah
tangga." "Hmm... Kau bekerja di belakang, atau di rumah induk?"
"Aku menyapu pekarangan."
"Penjaga pekarangan dalam, heh" Kau pasti termasuk orang kesayangan Tuan Koroku?"
"Soal itu aku tidak tahu."
"Apakah dia ada di rumah sekarang?" "Dia sedang pergi."
"Sayang sekali," si biarawan bergumam. Ia tampak kecewa. "Apakah dia akan kembali hari ini?"
Hiyoshi merasa ada yang mencurigakan pada diri orang itu, dan terdiam sejenak. Ia merasa perlu
berhati-hati memilih jawaban.
"Apakah dia akan kembali?" orang itu bertanya lagi. Hiyoshi berkata, "Aku yakin kau samurai. Kalau
kau memang biarawan, kau pasti masih cantrik."
Terkejut, laki-laki itu menatap tajam ke arah Hiyoshi. Ahirnya ia bertanya, "Kenapa kau
beranggapan bahwa aku samurai atau cantrik?"
Hiyoshi menjawab santai, "Mudah sekali. Walaupun kulitmu terbakar matahari, bagian bawah
jemarimu putih dan telingamu cukup bersih. Dan sebagai bukti bahwa kau samurai, kau duduk
bersilang kaki di tikar, seperti prajurit, seakan-akan masih memakai baju tempur. Pengemis atau
biarawan pasti akan membungkuk dan condong ke depan. Sederhana, bukan?"
"Hmm, kau benar." Laki-laki itu bangkit dari tikar tanpa sedetik pun melepaskan tatapannya dari
Hiyoshi. "Matamu tajam sekali. Aku telah melewati banyak pos perbatasan dan pos pemeriksaan di
wilayah musuh, tapi tak seorang pun berhasil membongkar penyamaranku."
"Di dunia ini, orang dungu dan orang bijak sama banyaknya, bukan begitu" Tapi apa keperluanmu
dengan majikanku?" Orang itu merendahkan suaranya. "Sebenarnya aku datang dari Mino."
"Mino?" "Kalau kau menyebut nama Namba Naiki, pengikut Saito Dosan, Tuan Koroku pasti mengerti.
Sebetulnya aku ingin menemuinya, lalu segera pergi tanpa diketahui orang, tapi kalau dia tidak ada,
tak ada yang bisa dilakukan. Lebih baik aku di desa saja selama hari masih terang, dan kembali
nanti malam. Kalau dia pulang, sampaikan yang kukatakan tadi secara pribadi padanya."
Naiki mulai melangkah menjauh. Tapi Hiyoshi memanggilnya dan berkata, "Aku bohong."
13 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Hah?" "Bahwa dia pergi. Aku bilang begitu karena tidak tahu siapa kau sebenarnya. Dia di tempat
menunggang kuda." "Ah, jadi dia ada di sini."
"Ya. Aku akan mengantarmu ke sana." "Kau cukup cerdas."
"Di sebuah rumah tangga militer, sudah sepatutnya semua orang bersikap waspada. Bolehkah aku
berasumsi bahwa orang-orang di Mino terkesan oleh hal-hal semacam ini?"
"Tidak, tidak perlu," balas Naiki sambil mendongkol.
Menyusuri parit, mereka melewati kebun sayur-mayur, lalu mengikuti jalan setapak yang melintas di
balik hutan, sampai ke lapangan tempat menunggang kuda.
Tanahnya kering dan debu beterbangan sampai ke langit. Orang-orang Hachisuka berlatih dengan
tekun. Mereka tidak sekadar berlatih menunggang.
Dalam salah satu manuver, mereka saling mendekat dan bertukar pukulan, seakan-akan
sungguh-sungguh bertempur melawan musuh.
"Tunggu di sini," Hiyoshi berkata pada Naiki.
Usai menyaksikan acara latihan, Koroku mengusap keringat dari dahinya dan pergi ke pondok
istirahat untuk mengambil minuman.
"Air panas, tuanku?" Hiyoshi menuangkan air panas, lalu mengaduk-aduknya sebentar untuk
mendinginkannya. Ia meraih cangkir, dan sambil berlutut meletakkannya di hadapan kursi Koroku.
Hiyoshi bergeser mendekat dan berbisik, "Kurir dari Mino datang secara rahasia. Apakah aku harus
membawanya ke sini" Ataukah tuanku yang akan mendatanginya?"
"Dari Mino?" Koroku langsung berdiri. "Monyet, bawa aku ke sana. Di mana kautinggalkan dia?"
"Di balik hutan."
Tak ada perjanjian resmi antara marga Saito dari Mino dan marga Hachisuka, tapi telah
bertahun-tahun mereka menjalin persekutuan rahasia untuk saling membantu dalam keadaan
darurat. Sebagai imbalannya, marga Hachisuka menerima upah lumayan besar dari Mino.
Koroku dikelilingi tetangga-tetangga yang kuat - marga Oda di Owari, marga Tokugawa di Mikawa,
serta marga Imagawa di Suruga - tapi ia tak pernah bersumpah setia pada mereka. Ia dapat
mempertahankan ketidaktergantungannya berkat dukungan penguasa Benteng Inabayama, Saito
Dosan. Namun berhubung wilayah masing-masing terpisah cukup jauh, alasan di balik persekutuan marga
Hachisuka dan marga Saito tidak jelas.
14 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Satu kisah mengatakan bahwa Masatoshi, pendahulu Koroku, pernah menyelamatkan seseorang
yang hampir mati di depan kediaman Hachisuka.
Orang itu rupanya seorang pendekar yang berkelana untuk menyempurnakan ilmu bela dirinya.
Karena merasa iba, Masatoshi mengizinkannya menginap dan memberinya pengobatan terbaik.
Setelah orang itu sembuh, Masatoshi memberinya sedikit uang untuk bekal di perjalanan.
"Aku takkan pernah melupakan kebaikan Tuan," si pendekar bersumpah.
Dan pada hari keberangkatannya, ia berjanji, "Kalau aku sudah berhasil, aku akan mengirim kabar
dan membalas budi Tuan." Nama yang ditinggalkannya adalah Matsunami Sokuro.
Beberapa tahun kemudian sepucuk surat tiba, memuat tanda tangan Saito Dosan. Di luar dugaan
mereka, surat itu dikirim oleh laki-laki yang mereka kenal dengan nama Sokuro. Persekutuan itu
sudah berjalan lama, diteruskan dari generasi ke generasi. Jadi, begitu Koroku mendengar bahwa
kurir rahasia itu diutus oleh Saito Dosan, ia bergegas menemuinya.
Dalam bayang-bayang hutan, kedua laki-laki itu saling bertegur sapa, lalu, sambil saling menatap,
masing-masing menempelkan telapak tangannya ke dada, seakan-akan berdoa.
"Aku Hachisuka Koroku."
"Aku Namba Naiki dari Inabayama."
Di masa mudanya, Dosan mendalami ajaran Buddha di Kuil Myokakuji.
Pengalaman ini mendorongnya untuk menggunakan cara-cara rahasia Buddha serta tanda-tanda
yang dipelajarinya di kuil-kuil dan biara-biara sebagai sandi di antara orang-orangnya.
Setelah menyelesaikan segala formalitas untuk membuktikan jati diri masing-masing, kedua laki-laki
itu merasa lebih tenteram dan berbicara secara terbuka. Koroku memerintahkan Hiyoshi untuk
berjaga-jaga dan tidak membiarkan siapa pun lewat, dan ia beserta Naiki memasuki hutan.
Apa yang mereka bicarakan, atau dokumen rahasia apa yang dibawa Naiki, tentu saja tidak
diungkapkan pada Hiyoshi, dan ia juga tak ingin tahu.
Dengan setia ia berdiri di tepi hutan, berjaga-jaga. Kalau harus menjalankan suatu tugas, ia
menjalankannya. Kalau harus menyapu pekarangan, ia menyapu pekarangan. Kalau harus berjaga,
ia berjaga. Ia selalu melakukannya dengan sungguh-sungguh, apa pun tugasnya. Tidak seperti
orang lain, ia dapat menemukan kesenangan dalam setiap tugas yang diberikan padanya, tapi ini
bukan hanya karena ia lahir di tengah kemiskinan. Ia justru melihat tugas sekarang sebagai
persiapan untuk yang berikutnya. Ia yakin bahwa dengan cara ini, suatu hari ia akan dapat
mewujudkan ambisi-ambisinya.
Apa yang perlu dilakukan untuk menjadi orang penting di dunia" Pertanyaan ini sering ia ajukan
pada dirinya sendiri. Beberapa orang memiliki asal-usul dan keturunan, tapi ia tidak. Orang lain
mempunyai uang dan kekuasaan, namun ini pun tidak dimiliki oleh Hiyoshi. Hmm, bagaimana aku
bisa meraih keberuntunganku" Pertanyaan ini membuatnya tertekan, karena tubuhnya begitu
pendek dan tidak lebih sehat dibandingkan dengan orang lain. Pendidikannya tak seberapa, dan
kecerdasannya pun hanya rata-rata. Apa yang bisa ia andalkan" Kesetiaan - hanya itu yang
15 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
terlintas dalam pikirannya. Ia takkan memilih-milih dalam bersikap setia, ia telah bertekad untuk
setia terhadap semua hal. Ia akan berpegang teguh pada kesetiaannya, sebab tak ada lagi yang
dapat ia berikan. Berikan segalanya atau tidak sama sekali! Itulah yang mesti ia lakukan. Ia akan mengerjakan tugas
apa pun dengan baik, sampai selesai. Ia akan menganggap dewa-dewalah yang telah memberikan
tugas itu kepadanya. Entah tugas itu cuma menyapu kebun, menjadi pembawa sandal, atau membersihkan
kandangkandang kuda, ia akan melakukannya sebaik mungkin. Demi ambisi-ambisinya, ia bertekad
untuk tidak bermalas-malasan saat ini. Ia tak boleh menyia-nyiakan masa kini, demi masa
depannya. Burung-burung kecil penghuni hutan berkicau dan bercicit-cicit di atas kepala Hiyoshi. Tapi ia tidak
melihat buah-buah di pepohonan yang sedang dipatuk-patuk oleh burung-burung itu. Ketika Koroku
akhirnya muncul dari hutan, ia tampak riang gembira. Matanya bersinar-sinar penuh ambisi, dan
wajahnya yang selalu tegang jika mendengar masalah tampak masih memerah karena berita
penting yang disampaikan padanya.
"Di mana si biarawan?" tanya Hiyoshi.
"Dia mengambil jalan keluar lain dari hutan." Koroku menatap Hiyoshi dengan tajam dan berkata,
"Simpan rahasia ini baik-baik."
"Tentu, tuanku."
"Omong-omong, Namba Naiki memujimu setinggi langit."
"Betul?" "Suatu hari aku akan menaikkan kedudukanmu. Aku berharap kau memutuskan tinggal bersama
Taiko Karya Eiji Yoshikawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami untuk seterusnya."
Malam tiba, dan para anggota kunci marga berkumpul di kediaman Koroku. Pertemuan rahasia itu
berlangsung sampai menjelang subuh. Malam itu pun Hiyoshi berdiri di bawah bintang-bintang
sebagai penjaga setia. Pesan dari Saito Dosan tetap dirahasiakan, isinya hanya diketahui oleh tokoh-tokoh utama. Tapi
pada hari-hari setelah pertemuan tengah malam itu, beberapa pengikut Koroku mulai menghilang
dari Hachisuka. Mereka orang-orang pilihan, hanya yang paling cakap dan paling lihai, dan mereka
meninggalkan desa sambil menyamar - dengan tujuan Inabayama, menurut kabar burung yang
beredar. Adik laki-laki Koroku, Shichinai, termasuk di antara yang terpilih untuk menyusup ke Inabayama,
dan Hiyoshi diperintahkan menyertainya.
"Apakah ini misi rahasia" Apakah bakal ada pertempuran?" ia bertanya.
"Bukan urusanmu," terdengar balasan ketus. "Diam saja dan ikuti aku."
16 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Shichinai tidak berkata apa-apa lagi. Para anggota rumah tangga berkedudukan rendah, bahkan
para pekerja dapur, menjulukinya "Tuan Bopeng", tapi hanya di belakangnya. Ia membuat mereka
tidak tenang, dan ia membenci mereka. Ia gemar minum-minum, selalu bersikap pongah, dan tidak
mempunyai kebaikan hati seperti kakak laki-lakinya. Hiyoshi terus terang menganggapnya
memuakkan, tapi ia tidak mengeluh mengenai tugasnya. Ia dipilih karena Koroku mempercayainya.
Ia siap melayani Shichinai - si Tuan Bopeng - sampai akhir zaman, kalau perlu.
Pada hari keberangkatan mereka, Shichinai mengubah penampilannya sampai ke cara ia mengikat
rambut. Ia akan bepergian dengan menyamar, berlagak sebagai pedagang minyak dari Kiyosu.
Hiyoshi kembali menjadi penjual jarum keliling, seperti pada musim panas sebelumnya. Mereka
berdua akan berperan sebagai teman seperjalanan ke Mino yang bertemu secara kebetulan.
"Monyet, kalau menemukan pos pemeriksaan, lebih baik kita melewatinya secara terpisah."
"Baik, tuanku."
"Kau terlalu banyak omong, jadi usahakan agar mulutmu tetap tertutup, tak peduli apa pun yang
mereka tanyakan padamu."
"Ya, tuanku." "Kalau kedokmu terbongkar, aku akan berlagak tidak mengenalmu, dan akan kutinggalkan kau di
sana." Di sepanjang jalan ternyata banyak pos pemeriksaan. Meskipun ikatan kekerabatan yang kuat
antara marga Oda dan marga Saito seharusnya membuat mereka bersekutu, dalam kenyataan
hubungan mereka justru sebaliknya. Karena itu, kedua belak pihak sangat waspada di sisi
masing-masing perbatasan bersama. Bahkan setelah mencapai tanah Mino pun suasana penuh
kecurigaan tidak berkurang, dan Hiyoshi menanyakan sebabnya pada Shichinai.
"Kau selalu menanyakan yang sudah jelas! Sudah bertahun-tahun Saito Dosan berselisih dengan
putranya, Yoshitatsu." Shichinai tampaknya tidak heran dengan permusuhan antara dua kelompok
dalam satu keluarga itu. Hiyoshi tergoda untuk mempertanyakan kecerdasan Shichinai. Contoh ayah dan anak dari
golongan prajurit mengangkat senjata dan saling berperang memang sudah banyak, biarpun di
zaman kuno, tapi selalu ada alasan kuat.
"Kenapa hubungan antara Tuan Dosan dan Tuan Yoshitatsu begitu buruk?" Hiyoshi bertanya lagi.
"Jangan mengganggu! Kalau kau mau tahu, tanya pada orang lain."
Shichinai mendecakkan lidah, dan menolak berkata apa-apa lagi. Sebelum tiba di Mino, Hiyoshi
sudah risau kalau-kalau ia akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehatnya.
Inabayama merupakan kota benteng yang indah di antara bukit-bukit.
Warna-warni Gunung Inabayama di musim gugur tampak terselubung hujan gerimis, tapi di
sana-sini matahari terlihat membayang. Pengaruh musim gugur semakin terasa, dan orang bisa
memandangi gunung dari pagi sampai malam tanpa bosan. Tebingnya seolah-olah diselubungi kain
brokat berwarna emas, dan inilah asal-usul nama kedua Inabayama - Gunung Kembang Emas.
17 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Gunung itu menjulang dari Sungai Nagara, latar belakang yang memukau bagi kota dan
ladang-ladang, dan Hiyoshi membelalakkan mata ketika melihat benteng berdinding putih di
puncaknya, kecil di kejauhan, bertengger seperti seekor burung putih.
Satu-satunya cara mencapai benteng itu dari kota adalah menyusuri sebuah jalan setapak
berliku-liku. Benteng itu juga memiliki persediaan air memadai. Hiyoshi sangat terkesan. Benteng
semacam itu sukar diserang dan nyaris mustahil ditaklukkan. Kemudian ia teringat bahwa sebuah
provinsi tak bisa dipertahankan dengan benteng semata-mata.
Shichinai menyewa kamar di penginapan pedagang, di sebuah jalan di bagian kota yang makmur.
Ia hanya memberi Hiyoshi sedikit uang dan menyuruhnya bermalam di losmen-losmen murah di
salah satu gang kecil. "Nanti aku akan memberi perintah lebih lanjut," katanya. "Orang-orang akan curiga kalau kau
bermalas- malasan, jadi sampai aku memerlukanmu, kau harus jajakan jarum-jarummu setiap hari."
Hiyoshi membungkuk penuh hormat, mengambil uangnya, dan bertindak sesuai perintah.
Losmennya tidak begitu bersih, tapi ia merasa lebih tenang seorang diri. Ia masih belum bisa
membayangkan perintah apa yang bakal diterimanya nanti. Segala macam orang yang bepergian
menginap di losmennya - pemain sandiwara, tukang poles cermin, dan tukang tebang kayu. Ia
merasa akrab dengan bau mereka yang khas, serta dengan kutu busuk dan caplak yang berbagi
tempat tinggal dengannya.
Setiap hari Hiyoshi pergi menjual jarum, dan pada waktu kembali ia membawa sayur asin dan
beras, sebab para penghuni losmen memasak sendiri-sendiri. Kompor boleh digunakan oleh
mereka yang membayar untuk kayu bakar. Tujuh hari berlalu. Belum juga ada kabar dari Shichinai.
Dan bukankah Shichinai sendiri yang bermalas-malasan setiap hari" Hiyoshi merasa ditelantarkan.
Suatu hari, ketika Hiyoshi sedang menyusuri jalan di sebuah daerah pemukiman, seorang laki-laki
yang membawa kantong anak panah terbuat dari kulit dan beberapa busur tua di bahu berjalan
menghampirinya, serta berseru dengan suara jauh lebih keras daripada suara Hiyoshi, "Reparasi
busur tua! Reparasi busur tua!"
Setelah mendekat, si tukang busur berhenti, matanya melebar karena terkejut. "Hei, rupanya si
Monyet" Kapan kau tiba di sini, dan dengan siapa kau datang?" Hiyoshi tidak kalah terkejut. Tukang busur itu
ternyata Nitta Hikoju, salah satu anak buah Koroku. "Tuan Hikoju, kenapa Tuan memperbaiki busur
di Inabayama?" "Hmm, bukan aku saja yang ada di sini. Paling tidak masih ada tiga puluh atau empat puluh orang
kita. Tapi aku tak menyangka akan bertemu kau di sini."
"Aku datang tujuh hari yang lalu bersama Tuan Shichinai, tapi dia hanya menyuruhku berjualan
jarum, jadi itulah yang kulakukan. Sebenarnya ada apa"
"Kau belum tahu?"
18 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dia tidak mau menceritakan apa-apa. Padahal sungguh tidak enak bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu tanpa mengetahui alasannya."
"Ya, aku bisa membayangkan itu."
"Tuan tentu tahu apa yang sedang terjadi."
"Kalau tidak tahu, apa mungkin aku berkeliling-keliling menawarkan jasa memperbaiki busur?"
"Tolonglah, tak bisakah Tuan bercerita sedikit padaku?"
"Hmm, Shichinai memang keterlaluan. Kau berkeliling-keliling tanpa menyadari bahwa hidupmu
terancam. Tapi kita tak bisa berdiri dan berbincang-bincang di tengah jalan."
"Hidup kita terancam?"
"Kalau kau sampai tertangkap, rencana kita terancam bocor. Tapi mungkin ada baiknya aku
menjelaskan sedikit, agar kau mendapat gambaran mengenai apa yang sedang terjadi."
"Aku akan sangat menghargainya."
"Tapi kita terlalu menarik perhatian kalau terus berdiri di sini."
"Bagaimana kalau di balik tempat suci itu?"
"Ya, dan aku lapar. Kenapa kita tidak makan siang sekalian?"
Hikoju berjalan di depan, Hiyoshi mengikutinya. Tempat suci itu dikelilingi pepohonan, dan
suasananya sunyi sekali. Mereka membuka daun bambu yang membungkus makan siang
masing-masing, dan mulai makan.
Daun-daun ginkgo di atas mereka menari-nari disiram sinar matahari.
Ketika menatap melalui atap dedaunan kuning cerah, mereka melihat Gunung Inabayama
terbungkus daun-daun merah manyala yang menandakan bahwa akhir musim gugur sudah dekat.
Benteng di puncaknya menjulang ke angkasa biru, kebanggaan marga Saito, sekaligus lambang
kekuasaan mereka. "Itulah sasaran kita." Hikoju menggunakan kedua sumpitnya untuk menunjuk Benteng Inabayama,
butir-butir nasi tampak melekat pada masing-masing ujung sumpit. Mereka memandangi benteng
yang sama, tapi masing-masing melihat sesuatu yang berbeda. Hiyoshi ternganga ketika menatap
ujung-ujung sumpit sambil terbengong-bengong.
"Apakah orang-orang Hachisuka akan menyerbu benteng itu?"
"Jangan konyol!" Hikoju mematahkan sumpit dan membuang keduanya ke tanah. "Yoshitatsu, putra
Saito Dosan, menduduki benteng itu, dan dari sana dia mengawasi daerah sekitar serta jalan-jalan
ke Kyoto dan wilayah timur. Di dalam benteng dia melatih pasukannya dan menyimpan
senjata-senjata baru. Marga Oda, Imagawa, dan Hojo pun bukan tandingannya. Apalagi
19 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
orang-orang Hachisuka. Pertanyaanmu tidak masuk akal. Tadinya aku akan membeberkan rencana
kita, tapi sekarang aku ragu-ragu."
"Aku menyesal. Aku takkan buka mulut lagi." Dimarahi seperti itu, Hiyoshi segera terdiam.
"Tidak ada siapa-siapa di sekitar sini, bukan?" Si tukang busur menatap berkeliling, lalu menjilat
bibir. "Kurasa kau sudah tahu persekongkolan marga kami dengan Saito Dosan." Tanggapan
Hiyoshi terbatas pada anggukan kepala. "Ayah dan anak telah berselisih selama bertahun-tahun."
Hikoju bercerita tentang permusuhan mereka serta kekacauan yang ditimbulkannya.
Dosan pernah malang melintang dengan menggunakan berbagai nama, salah satunya Matsunami
Sokuro. Ia kaya pengalaman. Ia pernah menjadi pedagang minyak, pendekar pengelana, bahkan
murid di sebuah kuil. Lambat laun ia naik dari kedudukan rendah seorang pedagang minyak dan
merebut Provinsi Mino dengan kekuatannya sendiri. Untuk itu ia harus membunuh tuannya, Toki
Masayori, dan memaksa pewarisnya, Yorinari, ke pengasingan. Kemudian ia mengambil salah satu
selir Toki. Cerita mengenai kebrutalan dan kekejian yang pernah ia lakukan tak terhitung lagi. Untuk
menambah bukti tentang kelihaiannya, sejak menjadi penguasa Mino, tak satu inci pun tanahnya
berhasil direbut pihak musuh.
Tapi perputaran nasib tak bisa ditebak. Mungkinkah yang terjadi kemudian memang sudah
digariskan oleh para dewa" Ia mangadopsi Yoshitatsu, anak selir majikannya. Tapi ia bimbang
apakah anak itu berpihak padanya atau pada Toki Masayori. Ketika Yoshitatsu bertambah besar,
setiap hari keraguan di hati Dosan semakin kuat.
Yoshitatsu laki-laki yang mengesankan, dengan tinggi badan lebih dari 180 cm. Pada waktu ia
dijadikan penguasa Inabayama, ayahnya pindah ke Benteng Sagiyama di seberang Sungai Nagara.
Dipisahkan oleh aliran sungai, takdir ayah dan anak itu berada di tangan para dewa. Yoshitatsu
berada di puncak kejayaannya, dan ia mengabaikan orang yang ia anggap sebagai ayah. Dosan
yang telah berusia lanjut semakin curiga. Ia mengutuk Yoshitatsu, dan akhirnya mencabut hak
warisnya, dengan rencana untuk mengangkat anak keduanya, Magoshiro, sebagai pengganti
Yoshitatsu. Tapi dalam waktu singkat Yoshitatsu telah mencium rencana itu.
Namun kemudian Yoshitatsu kejangkitan penyakit lepra dan mulai dijuluki "Tuan Kusta".
Pembawaannya impulsif dan eksentrik, tapi ia juga panjang akal dan berani. Yoshitatsu mendirikan
kubu-kubu pertahanan untuk melindunginya terhadap serangan dari Sagiyama, dan tak pernah
menyia-nyiakan kesempatan untuk bertempur. Bertekad untuk menyingkirkan "Tuan Kusta" yang
hina ini - anaknya sendiri - Dosan memutuskan untuk menumpahkan darah. Hikoju menarik napas
dalam-dalam. "Para pembantu Dosan tentu saja sangat dikenal di sini. Kita diminta membakar kota
benteng ini." "Membakar kota!"
"Percuma saja kalau kebakarannya muncul tiba-tiba. Sebelum itu, kita harus menyebarkan
desas-desus, dan kalau Yoshitatsu dan pembantu-pembantu di Inabayama sudah tidak tenang, kita
pilih malam yang berangin dan mengubah kota menjadi lautan api. Kemudian pasukan Dosan akan
menyeberangi sungai dan menyerang."
"Begitu." Hiyoshi mengangguk sambil pasang tampang serius. Ia tidak memperlihatkan ekspresi
setuju maupun mencela. "Jadi, kita dikirim untuk menyebarkan desas-desus dan membakar."
20 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Betul." "Berarti kita cuma penghasut, bukan" Kita di sini untuk membuat orang-orang resah."
"Hmm, ya, bisa dibilang begitu."
"Bukankah menghasut itu pekerjaan orang-orang buangan yang hina?"
"Tak ada pilihan lain. Marga Hachisuka sudah lama tergantung pada Saito Dosan." Pandangan
Hikoju amat sederhana. Hiyoshi menatapnya.
Seorang ronin tetap ronin, tapi ia sukar menerima kenyataan itu. Meski nasi yang dimakannya
berasal dari meja seorang ronin, ia menganggap nyawanya cukup berharga, dan ia tidak berminat
menyia-nyiakannya. "Kenapa Tuan Shichinai ikut ke sini?"
"Dia di sini untuk memimpin operasi kita. Dengan tiga puluh atau empat puluh orang yang
memasuki wilayah ini secara terpisah, kita membutuhkan seseorang untuk mengkoordinir dan
mengawasi mereka." "Begitu." "Jadi, sekarang kau sudah tahu semuanya."
"He-eh. Tapi ada satu hal lagi yang tidak kumengerti. Bagaimana dengan aku?"
"Hmm. Kau?" "Tugas apa yang akan diberikan padaku" Sampai sekarang aku belum mendapat tugas dari Tuan
Shichinai." "Mungkin karena kau kecil dan gesit, kau akan diberi tugas menyulut kebakaran pada malam saat
angin bertiup." "Oh, aku mengerti. Tukang sundut."
"Karena kita memasuki kota ini untuk misi rahasia, kita tidak boleh gegabah. Kalau kita berperan
sebagai tukang busur dan penjual jarum, kita harus berhati-hati dan menjaga omongan kita."
"Kalau rencana kita sampai diketahui mereka, apa mereka akan langsung mulai mencari kita?"
"Tentu saja. Kalau para samurai Yoshitatsu mencium rencana kita, pasti terjadi pembantaian. Kalau
kita tertangkap, akibatnya mengerikan, tak peduli kau atau kita semua." Mula-mula Hikoju merasa
tidak enak karena Hiyoshi tidak tahu apa-apa. Kini ia mendadak gelisah karena memikirkan
kemungkinan rahasia mereka bocor lewat mulut si Monyet.
Hiyoshi seakan-akan sanggup membaca pikirannya. "Jangan khawatir. Aku sudah terbiasa dengan
hal-hal seperti ini."
21 Pendekar Bloon Betina Dari Neraka m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kau tidak akan keceplosan?" Hikoju bertanya tegang. "Awas, ini wilayah musuh."
"Aku tahu." Pembunuh Di Balik Kabut 2 Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas Api Di Bukit Menoreh 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama