Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie Bagian 2
"Oh, siapa dia?"
"Bassingtonffrench. Bassingtonffrench yang kita cari-cari itu. Dia ada di
Merroway Court, desa Staverley di Hampshire. Merroway Court adalah kepunyaan
Bassingtonffrench, Dan Bassingtonffrench yang kita cari tinggal di sana dengan
saudara dan istrinya."
"Istri siapa?" "Tentu saja istri saudaranya. Itu tidak penting. Persoalannya ialah bagaimana
kau atau aku?atau kita - bisa mendekam di rumah itu" Aku telah melihat-lihat situasi di
tempat itu, Staverley adalah desa kecil. Orang asing yang ada di situ akan
kelihatan sekali. Jadi aku membuat rencana. Inilah yang akan terjadi. Lady
Frances Derwent mengendarai mobilnya dengan ugalugalan.
Dia menabrak dinding dekat pagar Merroway Court. Mobilnya hancur tapi
penumpangnya tidak. Lady Frances akan menderita gegar otak dan dirawat di
Merroway Court. Dia tidak boleh diangkat-angkat atau kena guncangan."
"Siapa yang mengatakan begitu?"
"George. Di sinilah dia berperan. Kita tak bisa membiarkan seorang dokter asing
memeriksaku dan mengatakan bahwa aku tak apa-apa. Atau orang lain membawaku ke
rumah sakit terdekat. George akan lewat di situ dengan sebuah mobil- sebaiknya kaujual sebuah mobil ?lagi dia meli"hat kecelakaan yang terjadi, keluar dan berkata, 'Saya seorang
?dokter. Harap Saudarasaudara minggir/ Itu kalau ada orang yang mengerumuni
tempat kecelakaan. 'Kita harus membawanya ke rumah itu apa namanya" Merroway
?Court" Saya harus cepat memeriksa dia/
Aku dibawa ke sebuah ruangan. Keluarga Bassingtonffrench akan-menerimaku dengan
penuh simpati atau justru sebal. Apa pun penerimaan mereka, George akan memaksa
aku diam di situ. George akan keluar ruangan dengan sebuah diagnosa. Untung"lah rak ada tulang
retak. Tapi gegar otak. Harus istirahat tiga hari. Setelah itu aku bisa kembali
ke London. George pergi dan aku tinggal sendiri menyelidiki isi rumah itu,"
"Lalu apa perananku?"
"Tak ada." "Bagaimana mungkin **
?"Ingat, Bobby si Bassingtonffrench kan me"ngenalmu. Tapi dia sama sekali tak
?tahu aku. Dan aku punya posisi yang kuat karena aku punya gelar. Kau mengerti kan perlunya
gelarku itu. Aku bukan wanita biasa yang mengalami kecela"kaan dan dibawa masuk
ke rumah mereka, tapi aku adalah anak seorang bangsawan terhormat. Dan George
memang seorang dokter. Jadi tidak ada yang mencurigakan."
"Oh, baiklah kalau begitu," kata Bobby dengan nada kecewa.
"Aku rasa rencana itu bagus," kata Frankie bangga.
"Dan aku tak ambil bagian apa-apa sama sekali?" kata Bobby. Dia masih sakit
hati seperti seekor anjing yang tiba-tiba saja tak boleh makan tulang. Ini
?adalah perkara kriminal yang me"nyangkut dirinya. Tetapi sekaiang dia
disisihkan. "Tentu saja ada yang harus kaulakukan. Tum"buhkan kumismu."
"Oh, jadi aku harus memelihara kumis"*'
"Ya. Berapa lama kirakira?"
"Dua atau tiga minggu."
"Ya, ampun. Aku pikir tak selama itu. Apa bisa dipercepat?"
'Tidak. Kenapa tak pakai kumis palsu saja?"
"Kumis palsu selalu kelihatan palsu. Kadangkadang malah miring dan bau lem.
Tunggu ?tunggu, rasanya ada jenis yang lain memasang rambutnya satu per satu. Aku rasa
?ahli rias panggung bisa melakukannya untukmu."
"Nanti dikira aku pencoleng yang mencoba menyamar."
"Tak usah peduli dengan perkiraan orang."
"Kalau sudah berkumis apa yang harus kulaku"kan?"
"Rencanaku begini," kata Frankie, "Orang biasanya tidak memperhatikan sopir
seperti mem"perhatikan orang lain. Si Bassingtonffrench itu kan hanya melihatmu
saru atau dua menit. Dan pada saat itu dia pasti sibuk berpikir bagaimana
caranya mengganti foto di kantong korban, sehingga tidak terlalu memperhatikan
kau. Buat dia kau hanyalah pemuda bodoh yang sedang main golf. Dia tidak seperti
suami-istri Cayman yang duduk di depanmu, memperhatikanmu, dan mencoba
menilaimu. Dan Bassingtonffrench tak akan mengenalmu dalam seragam sopir,
walaupun kau tak berkumis. Barangkali di kepalanya akan timbul kesan seolah
pernah melihatmu sebelum"nya tak lebih dari itu. Dan dengan kumis itu kau akan ?lebih aman. Bagaimana pendapatmu?"
Bobby berpikir sejenak. "Terus terang, Fran"kie, rencanamu cukup bagus."
"Kalau begitu kita beli mobil saja. He, tempat tidur ini kaupatahkan, George,"
kata Frankie. "Tak apa," kata Bobby cepat. "Tempat tidur itu memang sudah rusak."
Mereka turun memasuki bengkel dan disambut oleh seorang lakilaki tak berdagu dan
gugup, tetapi tersenyum ramah. Wajah yang ramah itu menjadi kurang menarik
karena kedua mata yang menghiasinya mempunyai kecenderungan me"mandang ke arah
yang tak sama. "Badger, kau masih ingat Frankie, kan?" jelas Badger tidak ingat
sama sekali. Tapi dia menyapa ramah dengan haw-haw-nya.
"Terakhir kali aku melihatmu, kepalamu masuk ke dalam lumpur dan kami terpaksa
menarik kakimu beramai-ramai."
"Beb be benarkah?" kata Badger. "Itttu pasti dddi Wwwales." "Ya ya, betul,"
? ? ?kata Frankie. "Akku sse sse selalu jadi kambing hhh hhi hitam," kata Badger.
? ? ? ?"Ssampai ssam"pai ssekarang," tambahnya sedih.
"Frankie ingin membeli sebuah mobil," kata Bobby.
"Dua," kata Frankie. "George juga harus punya mobil. Mobilnya yang sekarang
rusak." "Kita bisa menyewa saja," kata Bobby.
"Cccoba lihat aaapa yang kita pppunya," kata Badger.
"Kelihatannya bagus," kata Frankie, silau oleh warna merah, ungu, dan hijau apel
yang manyala. "Aku rasa cukup bagus," kata Bobby muram.
"Cccukup bagus untuk mmobil bekas merek Chrysler," kata Badger.
"Tidak, jangan yang itu," kata Bobby. "Yang mana saja boleh asal jalannya
minimal empat puluh mil."
Badger memandang partnernya. dengan pan"dangan kurang setuju.
"Yang Standard itu memang tak terlalu bagus," gumam Bobby. "Tapi aku rasa mampu
memba"wamu ke sana. Si Essex terlalu bagus. Dia akan jalan dua ratus mil sebelum
hancur." "Baik," kata Frankie. "Aku ambil yang Stan"dard saja."
Badger menarik lengan partnernya. "Bberapa harga yang pantas?" gumamnya. "Aku
ttak mau ambil untung terlalu banyak dari temanmu. Sssepuluh pound?"
"Aku bayar sepuluh pound/* kata Frankie menyela.
"Ssiapa sih dia?" bisik Badger dengan suara keras.
Bobby menjawab juga dengan berbisik.
"Bbaru kali ini aku lihat ada bbangsawan mmembayar kontan," kata Badger kagum.
Bobby mengantarkan kedua tamunya menuju Bentley.
"Kapan rencana kita dilaksanakan?" tanya Bobby.
"Makin cepat makin baik," kata Frankie. "Aku rasa besok siang." ?Tunggu. Apa aku tidak boleh melihatnya" Aku bisa memakai jenggot pajsu kalau
perlu." 'Tentu saja tidak. Jenggot palsumu itu bisa jatuh dan menyebabkan kesulitan
lain. Tapi barangkali kau bisa naik sepeda motor dengan helm yang rapat.
Bagaimana, George" *
George Arbuthnot menjawab dengan suara dalam. "Bisa saja. Makin ramai makin
asyik." Suaranya terdengar lebih melankolis lagi.
11. KECELAKAAN ITU TERJADI
KECELAKAAN itu direncanakan terjadi satu mil sebelum desa Staverley, di mana ada
jalan berca"bang dari jurusan Andover.
Ketiganya sampai di tempat itu dengan selamat, walaupun mobil Standard Frankie
menunjukkan gejala-gejala yang mengkhawatirkan setiap kali jalanan menanjak.
Waktu yang ditentukan adalah pukul satu siang.
"Jangan sampai ada yang mengganggu rencana kita," kata Frankie. "Jarang ada
kendaraan lewat tempat ini. Tapi pada waktu makan siang seperti ini aku rasa
cukup aman." Mereka terus berjalan kirakira setengah mil. Kemudian Frankie menunjukkan tempat
yang dipilihnya untuk tempat kecelakaan.
"Aku rasa tempat itu paling tepat," katanya. "Kurasa di bukit ini jalanan
?menurun lalu berbelok tajam di belakang dinding itu. Dinding itu adalah dinding
Merroway Court. Kalau kita hidupkan mesin dan membiarkan mobil ini turun, dia
akan menabrak dinding dan terjadilah kecela"kaan yang drastis."
"Ya, aku rasa begitu," kata Bobby. JTapi harus ada yang melihat dari arah sana,
supaya benarbenar aman."
"Benar. Jangan sampai melibatkan orang lain dalam soal ini apalagi
?mencelakainya. George bi"sa rerus ke arah sana, dan berputar seolaholah da"tang
dan jurusan sana. Lalu dia b a e ambatkan saputangannya untuk tanda bahwa semua
beres." "Kau kelihatan pucat, Frankie," kata Bobby khawatir, "Kau tidak apa-apa?"
"Aku memang sengaja bermake-up pucat," jawab Frankie. "Siap dengan gegar otak.
Masa orang berwajah segar diangkat-angkat masuk rumah orang."
"Wanita memang hebat," kata Bobby memuji. "Kau kelihatan seperti monyet sakit."
"Menghina kau," kata Frankie. "Sekarang aku akan pergi menabrak dinding Merroway
Court. Untung tak ada gardu jaga. Kalau George sudah melambaikan saputangannya dan aku
mengibar"kan saputanganku, kaudorong mobil ini."
"Ya," kata Bobby. "Aku akan jagai sampai jalannya cepat, baru meloncat."
"Hatihati, Bob," kata Frankie.
'Tentu saja. Aku tak mau membuat kecelakaan betulan di tempat yang sama dengan
kecelakaan buatan." "Kita mulai, George," kata Frankie.
George mengangguk, meloncat ke dalam mobil, dan pelan-pelan meluncur menuruni
bukit, Bob"by dan Frankie berdiri memperhatikan dia.
"Kau akan hatihati, kan?" kata Bobby cemas "Maksudku, jangan aneh-anehlah."
"Aku tak akan apa-apa. Tetap waspada. O ya, aku tak akan menulis sr.rat langsung
kepadamu. Aku akan tulis surat lewat George, atau pela-yanku, atau siapa saja pokoknya ?orang lain, baru diteruskan padamu."
"Apa si George itu akan sukses dengan karier"nya?"
"Kenapa tidak?"
"Kelihatannya terlalu pendiam. Apa bisa mela"yani pasien?"
"Barangkali belum kelihatan saja. Mungkin nanti juga timbul. Aku pergi dulu, ya.
Nanti kuberi tahu kapan aku perlu dijemput."
"Aku akan sibuk dengan kumisku. Sampai jumpa lagi, Frankie,"
Mereka saling berpandangan sejenak. Lalu Frankie mengangguk dan berjalan
menuruni bu"kit. George sudah memutar mobilnya. Frankie menghilang sejenak, lalu muncul
melambaikan saputangan. Saputangan kedua berkibar dari be"lokan jalan di bawah.
Bobby memindah persne"ling ke gigi tiga. Kemudian dia melepaskan remnya. Mobil
itu meluncur turun denga ak sulit. Tapi untung jalan cukup curam, sehingga mesin
mobil itu hidup. Bobby mencoba melurus"kan jalan mobil itu dari samping luar.
Akhirnya dia meloncat. Mobil itu melaju kencang dan menabrak dtn"ding dengan keras. Semua
beres kecelakaan itu telah terjadi.
?Bobby melihat Frankie lari mendekati mobil dan merebahkan diri di tengah-tengah
mobil yang ringsek itu. Tak lama kemudian George datang dan menghentikan
mobilnya. Sambil menarik napas Bobby menghidupkan motornya dan lari ke London.
Frankie cukup sibuk di tempat kecelakaan. "Apa aku perlu berguling-guling supaya
kotor?" tanyanya. "Boleh saja," jawab George. "Coba bawa sini topimu."
George mengambil topi itu dan merusaknya. Frankie berseru lirih.
"Ini untuk gegar otak," kata George. "Seka"rang telentang diam saja di situ.
Rasanya aku mendengar dering bel sepeda."
Memang betul. Tak lama kemudian seorang anak lakilaki kurang-lebih berumur tujuh
belas lewat sambil bersiul-siul. Dia langsung berhenti. Senang melihat
pemandangan di depannya. "Ooh!" serunya. "Apa ada kecelakaan?"
"Tidak," kata George sinis. "Gadis ini mena"brak tembok dengan sengaja."
Anak itu menerima pernyataan George sebagai pernyataan sinis. Dan memang ituiah
yang dimak"sud George. Anak itu tidak menganggap bahwa pernyataan itu merupakan
suatu kebenaran. "Ke"lihatannya parah. Apakah dia mati?"
"Belum. Dia harus segera dibawa ke suatu tempat. Aku seorang dokter. Tempat ini
apa namanya?" "Merroway Court. Milik Tuan Bassingtonffrench. Dia seorang hakim."
"Dia harus segera dibawa ke sana," George berkata dengan penuh wibawa. "Tolong
tinggal"kan dulu sepedamu dan bantu aku mengangkat"nya ke sana."
Dengan senang hati anak itu menyandarkan sepedanya di dinding dan membantu.
George dan anak itu mengangkat Frankie ke sebuah rumah besar yang kuno tapi
menyenangkan. Kedatangan mereka rupanya sudah terlihat oleh penghuni rumah, karena seorang
pelayan tua datang menyambut mereka.
"Ada kecelakaan. Apa ada ruangan untuk menidurkan gadis ini" Dia harus segera
diperik"sa," kata George tegas. Pelayan itu kembali lagi ke rumah dengan gugup.
George dan anak itu mengangkat tubuh Frankie yang lemas, mengikutinya. Pelayan
itu masuk ke sebuah ruangan di sebelah kiri. Dari kamar itu muncul seorang
wanita. Wanita itu jangkung, berambut merah, dan berumur tiga puluhan. Matanya
biru muda, dan sangar jernih.
Dia menghadapi situasi dengan cekatan. "Ada kamar kosong di situ," katanya.
"Coba diangkat ke sana. Apa saya harus menelepon dokter?"
"Saya dokter," kata George. "Kebetulan saya lewat dan melihat kecelakaan itu."
"Oh. Untung sekali. Man ke arah sini"' Dia membawa mereka memasuki sebuah kamar
yang menyenangkan dan menghadap ke kebun.
"Apa dia luka berat?"
"Saya belum bisa menjawab pertanyaan itu."
Nyonya Bassingtonffrench mengerti ucapan George dan dia meninggalkan kamar.
Pemuda yang membantu mengangkat Frankie itu keluar bersama dia dan menceritakan
kecelakaan itu seolaholah dia menyaksikannya sendiri.
"Mobil itu hancur menabrak dinding. Dan gadis itu telentang di tanah, dan
topinya rusak. Dokter itu lewat dengan mobilnya " Dan dia melanjutkan karangannya sendiri.?Sementara itu George dan Frankie berbicara dengan suara berbisik.
"George sayang, ini tak akan merusak karier"mu, kan" Mereka tak akan mencoret
namamu dari daftar, kan?"
"Barangkali. Kalau ketahuan," kata George
sedih. "Pasti tak akan ketahuan," kata Frankie. "Jangan khawatir, George. Aku tak akan
diam. Kau telah melakukan tugasmu dengan baik. Belum pernah aku mendengarmu
berkata banyak seperti itu."
George hanya menarik napas. Lalu melihat jamnya dan berkata. "Aku akan melakukan
pemeriksaan tiga menit lagi,"
"Bagaimana dengan mobil itu?"
"Aku akan hubungi sebuah bengkel agar dibe"reskan."
"Bagus." George melihat jamnya lagi.
Akhirnya dia berkata dengan lega, "Sudah waktunya!"
"George, kau baik sekali," kata Frankie. "Aku tak tahu kenapa kau mau
melakukannya." "Aku juga tidak," kata George. "Pekerjaan konyol." Dia mengangguk pada Frankie.
"Aku tinggal, ya. Selamat bersenang-senang."
"Aku tak tahu apa aku bisa bersenang-senang," jawab Frankie sambil mengingat
suara dingin beraksen Amerika.
George keluar kamar mencari nyonya rumah yang ternyata menunggu di ruang duduk.
"Untunglah tidak seburuk yang saya perkira"kan," kata George dengan cepat. "Ada
sedikit gegar otak. Tapi dia harus istirahat di tempat selama satu atau dua
hari." Dia berhenti.
"Keli"hatannya dia adalah Lady Frances Derwent."
"Ah!" seru wanita itu. "Kalau begitu saya kenal saudara sepupunya, keluarga
Draycott!" "Saya tak tahu apakah Ini akan merepotkan Anda," kata George. 'Tapi kalau dia
bisa tinggal di sini satu-dua hari " George tidak melanjutkan kalimatnya.
?"Ah, tentu saja tidak apa-apa, Dokter " "Arbuthnot. O ya, saya akan membereskan
?mobil itu sekalian, karena saya akan melewati sebuah bengkel."
Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terima kasih, Dokter Arbuthnot, Untung sekali Anda kebetulan lewat sini. Saya
rasa dia perlu seorang dokter untuk mengecek keadaannya besok."
"Saya rasa tidak perlu. Yang dia perlukan adalah cukup istirahat."
"Tapi saya akan merasa senang. Juga keluarga"nya perlu tahu saya rasa."
"Saya akan memberi tahu mereka. Sedangkan tentang dokter itu kelihatannya dia ?seorang pengikut Christian Scientist yang tidak menyukai dokter. Dia tidak
terlalu gembira ketika tahu bahwa saya memeriksa keadaannya."
"Ah " kata Nyonya Bassingtonffrench.
?"Tapi dia tak terlalu mengkhawatirkan/' kata George. "Percayalah."
"Baiklah kalau begitu, Dokter Arbuthnot," kata Nyonya Bassingtonffrench raguragu. "Saya pergi dulu kalau begitu. Oh, ada yang ketinggalan di kamar."
Dia cepat-cepat masuk ke kamar dan mendekati
tempat tidur. "Frankie," bisiknya, "kau adalah seorang Christian Scientist. Jangan lupa."
"Mengapa?" 'Terpaksa. Satu-satunya cara." "Baik. Aku tak akan lupa," kata Frankie.
12. DI KEMAH MUSUH NAH, sudah kesampaian keinginanku. Selamat sampai di kemah musuh. Sekarang
semuanya terserah pddaku Dia mendengar pintu diketuk, dan Nyonya Bassingtonffrench masuk.
Frankie mengangkat kepalanya sedikit di aus bantal. "Maafkan, saya telah
merepotkan Anda," katanya dengan suara lirih.
"Ah, sama sekali tidak," kata Nyonya Bassing"tonffrench. Sekali lagi Frankie
mendengar suara dingin beraksen Amerika. Dia teringat cerita ayahnya bahwa
Bassingtonffrench dari Ham"pshire itu menikah dengan seorang ahli waris Amerika.
"Dokter Arbuthnot mengatakan bahwa Anda akan sehat kembali dalam satu-dua hari
ini asal istirahat tenang-tenang."
Frankie rasanya ingin mengatakan sesuatu ten"tang "kekeliruan" atau "jiwa yang
abadi" pada saat itu, tetapi dia takut salah ucap.
"Dokter itu kelihatannya baik," kata Frankie.
"Dia kelihatan pintar juga," kata Nyonya Bas"singtonffrench. "Untung dia
kebetulan lewat." "Ya, benar. Walaupun tentunya saya tidak memerlukan dia."
"Sebaiknya Anda tenang-tenang saja," kata nyonya rumah. "Saya akan menyuruh
seorang pembantu melayani Anda dan membawa bebera"pa keperluan Anda, sehingga
Anda bisa istirahat dengan enak."
"Anda baik sekali."
"Ah, bukan apa-apa."
Frankie merasa ragu-ragu sesaat ketika wanita itu keluar. Seorang wanita yang
sangat baik/ pikirnya. Dan sama sekali tidak mencurigakan.
Untuk pertama kali Frankie merasa malu telah mempermainkan wanita itu.
Pikirannya telah dipenuhi dengan bayangan seorang Bassingtonffrench yang
mendorong orang lain masuk jurang, sehingga dia tidak mempunyai bayangan lain
dengan karakter seperti yang dihadapinya.
Ah, sudah setengah basah. Aku harus melakukan rencanaku sekarang. Kalau saja dia
tak sebaik itu. Frankie melewati siang dan malam hari yang membosankan dalam kamarnya yang
remangremang. Nyonya Bassingtonffrench menjenguk satu-dua kali, tetapi tidak pernah tinggal di
kamarnya. Tetapi keesokan harinya Frankie minta agar ditemani, dan nyonya rumah itu datang
dan duduk bersamanya beberapa saat. Ternyata mere"ka mengenal beberapa teman
yang sama dan Frankie merasa bahwa mereka semakin akrab.
Nyonya Bassingtonffrench beberapa kali me"nyebut suami dan anak laki-lakinya,
Tommy. Dia kelihatan seperti seorang wanita sederhana yang mencurahkan perhatian pada
keluarganya saja. Tetapi Frankie merasa bahwa ada sesuatu yang membuatnya tidak
bahagia. Dari matanya Frankie melihat sesuatu yang gelisah, yang resah.
Pada hari ketiga Frankie bisa berdiri dan diperkenalkan pada tuan rumah. Dia
adalah seorang lelaki bertubuh besar dan berat, dagunya berlipat dengan wajah
seorang yang baik tetapi agak linglung. Kelihatannya dia lebih suka meng"urung
diri dalam kamar kerjanya. Frankie juga merasa bahwa dia sangat sayang pada
istrinya, walaupun tidak terlalu ikut campur dalam urusan istrinya.
Tommy adalah seorang anak lakilaki nakal berumur tujuh tahun. Sylvia
Bassingtonffrench kelihatan sangat sayang kepadanya.
"Enak sekali di sini," kata Frankie. Dia duduk di sebuah kursi panjang di kebun.
"Rasanya saya tak ingin bergerak. Barangkali ini akibat bentur"an di kepala
saya. Enak sekali. Rasanya saya ingin berbaring berhari-hari di sini."
"Boleh boleh. Tinggal saja di sini," kata Sylvia Bassingtonffrench manis, tanpa?curiga. "Aku benarbenar menawarkan padamu. Jangan cepat-cepat kembali ke kota.
Teius terang saja aku senang dengan kedatanganmu di sini. Kau cerdas dan
menyenangkan. Dan aku merasa terhibur."
Jadi dia memerlukan hiburan, pilar Frankie. Dia merasa malu pada dirinya
sendiri. "Aku merasa kita sudah berteman baik/' kata Sylvia.
Frankie merasa semakin malu. Apa yang dila"kukannya di rumah itu sangat
memalukan ?me"malukan memalukan. Dia harus segera kembali ke kota.
? Sylvia melanjutkan. "Tak akan terlalu membo"sankan nanti. Besok pagi adik iparku
kembali. Dan aku yakin kau akan menyukainya. Semua orang suka pada Roger." "Dia tinggal
di sini?" "Datang-pergi. Tak punya lelah. Dia menama"kan diri si Tak Berguna. Barangkali
benar juga. Dia tak pernah kerasan bekerja di satu tempat. Tapi memang ada orang yang
demikian, terutama dalam keluarga-keluarga tua. Dan mereka biasa"nya memiliki
sifat yang menarik. Dan Roger benarbenar menyenangkan. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan ketika
Tommy sakit musim semi kemarin."
"Apa yang terjadi dengan Tommy?" "Dia jatuh dari ayunan. Aku rasa ayunan itu
diikatkan pada dahan yang sudah lapuk dan dahan itu patah. Roger sangat sedih
karena dialah yang mendorong ayunan itu tinggi sekali, karena anak-anak umumnya?menyukainya. Kami mengi"ra tulang punggung Tommy patah. Tapi ternyata hanya
luka-luka luar yang tidak serius. Dia sudah sehat sekarang."
"Ah, tentu," kata Frankie sambil tersenyum ketika mendengar teriakan Tommy dari
jauh. "Ya, memang dia sangat sehat sekarang. Tom"my juga pernah mengalami kecelakaan
lain. Dia hampir tenggelam musim dingin yang lalu,"
"Benarkah?" kata Frankie. Dia tidak lagi berpikir ingin cepat kembali ke kota.
Perasaan bersalahnya lenyap. Kecelakaan! Apakah Roger Bassingtonffrench seorang
ahli menciptakan ke"celakaan"
Dia berkata, "Kalau kau benarbenar ingin agar aku tinggal lebih lama, aku akan
istirahat di sini dulu. Tapi apa suamimu tak akan terganggu?"
"Henry?" Bibir Nyonya Bassingtonffrench menunjukkan ekspresi yang aneh.
"Tidak Hen"ry tak pernah mau tahu apa-apa sekarang ini."
?Frankie memandangnya dengan rasa ingin tahu. Kalau dia lebih akrab denganku dia
pasti mau bercerita, pikirnya. Rasanya banyak hal-hal aneh terjadi di rumah ini.
Henry Bassingtonffrench ikut minum teh sore bersama mereka, dan Frankie berusaha
memperhatikannya baik-baik. Memang ada yang aneh dengan lakilaki itu. Tipenya
kelihatan jelas se"orang periang, suka sport, dan sederhana. Tapi orang yang
?demikian tidak seharusnya duduk diam dan gelisah, dengan pikiran yang kelihatan
menerawang jauh, dan menjawab pertanyaan- pertanyaan dengan getir dan sinis.
?Dia memang tidak selalu demikian. Pada malam harinya, ketika makan malam, dia
adalah seorang yang berbeda.
Dia melucu dan bercerita dengan menyenangkan. Tapi Frankie merasa ada yang tidak
pada tempatnya dengan pembicaraannya yang brilyan itu.
Matanya aneh, pikir Frankie. Dan membuatku takut.
Tentunya Frankie tidak mencurigai Henry Bassingtonffrench" bukan" Yang ada di
Marchbolt pada liari nahas itu bukan dia, tetapi adiknya.
Dan Frankie mengharapkan bertemu dengan adiknya itu. Menurut teorinya dan
menurut Bobby, dia adalah seorang pembunuh. Dan dia akan berhadapan langsung
dengan pembunuh itu. Frankie merasa agak takut juga. Ah, dia tak akan tahu, katanya menghibur diri
sendiri. Bagai"mana mungkin Roger Bassingtonffrench akan menghubungkan kehadirannya di
situ dengan pembunuhan yang sudah berhasil baik"
Kau hanya menakut-nakuti dirimu sendiri, pikirnya.
Roger Bassingtonffrench datang sebelum wak"tu minum teh keesokan sorenya. Tetapi
Frankie baru bertemu dengannya pada waktu minum teh, karena dia harus
"istirahat" di kamar.
Ketika dia keluar kamar, teh telah disiapkan di kebun. Sambil tersenyum Sylvia
memperkenalkan dia. "Ini dia pasien kita. Kenalkan, adik iparku Lady Frances ?Derwent."
Frankie diperkenalkan pada seorang lakilaki muda tinggi langsing berumur tiga
puluhan dengan mau biru yang jernih dan menyenangkan. Mereka bersalaman.
Dia berkata, "Saya telah mendengar cerita tentang usaha Anda untuk meruntuhkan
dinding pagar kami."
"Memang saya seorang pengemudi yang sem"brono," kata Frankie. "Tapi saya memakai
mobil rongsokan waktu itu. Mobil saya sendiri sedang diperbaiki dan saya
meminjam mobil bekas."
"Dan dia diselamatkan dari puing-puing mobil itu oleh seorang dokter muda yang
ganteng," kata Sylvia. "Dia memang baik," kau Frankie.
Tommy datang berlari-lari dan melemparkan tubuhnya ke pangkuan pamannya dengan
teriak"an gembira. "Paman bawa kereta Hornby untuk"ku" Paman janji, kan" Paman
janji!" "Tommy, kau tidak boleh minu-minu begi"tu!" kata Sylvia.
"Nggak apa-apa, Sylvia, Aku memang sudah janji. Beres deh, pokoknya," kau Roger
kepada Tommy. "Apa Henry tidak ikut minum teh?" tanyanya pada Sylvia.
"Aku rasa tidak," kata Sylvia dengan suara tertekan. "Dia tak enak badan, aku
rasa. Oh, Roger, aku senang kau kembali!" katanya lega.
Roger memegang lengannya sesaat. **Tenang, Sylvia. Tak apa-apa."
Setelah minum teh Roger main kereu api dengan keponakannya. Frankie memandang
me"reka dengan pikiran kacau. Tentunya bukan dia
yang mendorong otang sampai jatuh ke jurang. Bukan lakilaki muda yang simpatik
ini yang menjadi pembunuh berdarah dingin.
Kalau begitu dia dan Bobby telah salah langkah. Keliru pada bagian ini. Dia
merasa yakin bahwa bukan Bassingtonffrench yang mendorong Pritchard masuk
jurang. Kalau begitu, siapa" Dia masih yakin bahwa Pritchard masuk jurang karena
didorong orang. Siapa yang melakukan"nya" Dan siapa pula yang memasukkan morfin
ke dalam botol bir Bobby"
Pikiran tentang morfin itu membuka mau Frankie tenung keanehan-keanehan pada
Henry Bassingtonffrench. Apakah Henry Bassingtonffrench seorang morfinis
berbahaya" 13. ALAN CARSTERS ANEHNYA dia menerima konfirmasi teorinya itu tepat keesokan paginya, dan itu
datang dari Roger. Mereka main tenis. Setelah selesai mereka duduk-dudnk sambil minum es dan
ngobrol macammacam. Dan Frankie merasa semakin tertarik pada Roger karena pengalaman dan
petualangannya di luar negeri. Dia memang orang yang santai, berbeda jauh dengan
kakaknya yang serius. Mereka diam sejenak, ketika pikiran itu melin"tas di kepala Frankie. Lalu, tibatiba saja Roger bicara dengan nada yang berbeda.
"Lady Frances, saya akan melakukan hal yang aneh. Saya memang baru saja kenal
Anda, kurang dari 24 jam. Tetapi saya merasa Andalah orang yang paling tepat
untuk saya ajak bicara dan saya mintai nasihat."
"Nasihat"*' kau Frankie heran.
"Ya. Ada dua hal yang berbeda yang ingin saya lakukan, upi saya tak dapat
memutuskan yang mana sebaiknya yang saya lakukan." Dia diam.
Badannya membungkuk ke depan dan tangannya mengayun-ayun raketnya di antara
lututnya. Dahinya berkerut sedikit. Dia kelihatan cemas dan bingung. "Ini tentang kakakku,
Lady Fran"ces." "Ya?"
"Dia pecandu narkotika. Saya yakin akan hal itu."
"Kenapa Anda berpendapat begitu?" tanya Frankie.
"Semua menunjukkan pada kesimpulan itu. Rupanya. Sikap hatinya yang berubahubah. Dan Anda pernah perhatikan matanya" Bulatan hitam"nya seperti ujung
jarum." "Ya. Saya memang melihatnya," kata Frankie. "Apa pendapat Anda?"
"Morfin atau jenis opium lain."
"Apa sudah lama?"
"Kalau tak salah kirakira enam bulan yang lalu. Saya ingat ketika dia mengeluh
tak bisa tidur. Bagaimana dia memulai hal itu saya tak tahu. Tapi saya rasa kebiasaan itu
dimulai setelah itu,"
"Bagaimana dia memperolehnya?" tanya Fran"kie,
"Saya rasa barang itu diterimanya lewat pos. Apa Anda perhatikan bahwa ia
benarbenar bingung dan gemetar pada waktu minum teh sore beberapa hari ini?"
'Ta, Saya melihatnya."
"Saya kira pada saat itu dia kehabisan persedia"annya, dan menunggu kiriman.
Lalu setelah pos jam enam datang, dia masuk ruang kerjanya dan keluar lagi pada
waktu makan malam dengan sikap yang lain."
Frankie mengangguk. Dia teringat percakapan luar biasa yang keluar dari mulut
Henry Bassing"tonffrench pada waktu makan malam.
"Tapi dari mana dia mendapat persediaan morfin itu?" tanya Frankie.
"Ah, saya tidak tahu. Dokter yang punya nama tak akan memberikan benda itu
padanya. Tapi saya rasa di London ada beberapa sumber yang bisa menyediakannya
dengan harga yang mahal."
Frankie mengangguk. Dia ingat percakapannya dengan Bobby tentang komplotan
penyelundup narkotika dan jawaban Bobby bahwa orang tak bisa terlibat dalam
tindak kriminal yang terlalu beraneka ragam. Tapi aneh sekali karena dalam
penyelidikan ini mereka justru langsung terlibat dalam hal itu. Lebih anehnya
lagi, orang yang memberi informasi adalah justru orang yang dicurigai. Hal ini
membuatnya lebih ingin mem"buktikan bahwa Roger Bassingtonffrench tidak terlibat
dalam pembunuhan. Namun demikian ada persoalan yang tak dapat dikesampingkan begitu saja, yakni
penggantian foto. Hal yang memberatkan Roger masih tetap sama, kata Frankie
mengingatkan dirinya sendiri. Pada sisi lain dia melihat sikap Roger yang begitu
menarik. Tapi orangorang berkata bahwa pem"bunuh kejam biasanya demikian, tampan
dan menarik. Dia melepaskan diri dari pikiran itu dan menoleh pada Roger.
"Kenapa Anda menceritakan hal ini pada saya?" tanyanya terus terang.
"Karena saya tak tahu apa yang harus saya lakukan dengan Sylvia," katanya
sederhana. "Apa dia tidak tahu?"
"Tentu saja tidak. Apa saya harus menceritakan padanya?"
"Sulit "?"Memang. Sulit. Karena itulah saya pikir Anda bisa membantu saya. Sylvia
kelihatannya tertarik pada Anda. Dia tak terlalu peduli pada orangorang di
sekitarnya. Tapi dia menyukai Anda begitu mengenal Anda. Itu yang dia katakan
pada saya. Apa yang harus saya lakukan, Lady Fran"ces" Kalau saya cerita
padanya, bebannya akan semakin berat."
"Tapi kalau dia tahu, dia bisa mempengaruhi," kata Frankie.
**Saya tak terlalu yakin. Kalau persoalannya sampai pada narkotika, tak seorang
pun walau yang paling dekat dan paling disayang bisa mempengaruhi."
? ?"Itu sikap yang agak pesimis, kan?"
"Ini adalah kenyataan. Tentu saja ada jalan lain. Kalau Henry setuju untuk
dirawat sebenarnya ada sebuah tempat perawatan di dekat sini. Klinik Dokter
?Nicholson/* 'Tapi dia tak akan mau, kan?"
"Barangkali mau. Ada suatu saat ketika pende"rita morfin merasa dia ingin sembuh
dan terbebas dari penyakitnya. Saya rasa Henry bisa dibujuk pada waktu ia dalam
keadaan demikian, apabila dia sadar bahwa Sylvia tidak tahu. Jadi ketidakta"huan
Sylvia kita jadikan pendorong agar dia mau. Kalau perawatan itu berhasil saya
?rasa mereka akan menyebutnya sebagai kasus penyakit saraf jadi Sylvia tak
?perlu tahu selamanya."
"Apa ia harus opname?"
"Tempat itu jauhnya tiga mil dari sini, dipimpjn oleh seorang dokter Kanada,
Dokter Nicholsofi. Dia sangat pandai. Dan Henry senang padanya. Sstt, Sylvia
datang."
Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nyonya Bassingtonffrench mendekati mereka. "Kalian main habis-habisan?"
"Tiga set," kata Frankie. "Dan saya selalu kalah."
"Anda main bagus," puji Roger.
"Saya malas sekali main tenis," kata Sylvia. "Kita harus mengundang suami-istri
Nicholson. Nyonya Nicholson suka tenis. He ada apa?" Dia menangkap pandangan mata ?keduanya.
'Tak apa-apa barusan aku kebetulan cerita tentang Nicholson pada Lady Frances."
?"Sebaiknya kaupanggil dia Frankie saja," kata Sylvia. "Aneh ya, kalau ada orang
bicara tentang seseorang atau sesuatu, lalu orang lain pun bicara tentang hal
yang sama tak lama kemudian."
"Mereka orang Kanada, ya?" tanya Frankie.
"Suaminya, ya. Istrinya aku rasa Inggris. Tapi aku tidak tahu persis. Dia cantik
sekali matanya besar dan indah. Tapi kelihatannya dia kurang bahagia. Mungkin
?dia tidak cocok dengan kehi"dupan seperti itu."
"Dia punya sanatorium, kan?" "Ya. Kasus-kasus saraf dan pecandu narkotika. Aku
rasa prakteknya sangat sukses. Dokter Nicholson sangat mengesankan." "Kau suka
dia?" "Tidak," kata Sylvia pendek. "Aku tak suka." Dengan agak sengit dia menambahkan.
"Sama sekail tidak suka."
Beberapa saat kemudian dia menunjukkan pada Frankie sebuah foto di atas piano.
Foto itu foto seorang wanita cantik bermata besar dan indah.
"Ini Moira Nicholson. Wajahnya amat mena"rik, bukan" Ada seorang lakilaki yang
bertamu kemari dengan temanteman kami beberapa wak"tu yang lalu. Dia sangat
tertarik pada foto ini. Aku rasa ia ingin dikenalkan pada Moira." Sylvia tertawa. "Aku akan undang
mereka makan malam besok. Aku ingin tahu bagaimana pendapatmu tentang Dokter
Nicholson." "Dokter Nicholson?"
"Ya. Kukatakan tadi aku tak suka padanya. Tapi dia adalah lakilaki yang cukup
menarik." Sesuatu dalam nada suaranya membuat Frankie memandangnya dengan cepat. Tapi
Sylvia Bas"singtonffrench telah berpaling dan tangannya mengambil bunga-bunga
layu dari vas. Aku harus berpikir, pikir Frankie sambil me"nyisir rambutnya yang hitam dan
tebal ketika dia bersiap untuk makan malam. Dan sudah waktu nya untuk membuat
beberapa eksperimen. Benarkah Roger Bassingtonffrench adalah orang yang dicurigai dia dan Bobby" Dia
dan Bobby sependapat bahwa siapa pun orang yang berusaha menyingkirkan Bobby,
dia adalah orang yang gampang memperoleh morfin. Dalam hal ini Roger
Bassingtonffrench cukup sesuai dengan kemungkinan itu. Kalau kakaknya selalu
meneri"ma kiriman morfin lewat pos, mudah baginva untuk mengambil satu bungkusan
untuk keperlu"annya sendiri.
Catatan, tulis Frankie di atas selembar kertas.
Satu cari keterangan di mana Roger pada tang"gal 16 hari ketika Bobby diracun.? ?Rasanya tidak sulit mencari keterangan itu.
Dua, tulisnya,- ambil foto korban dan teliti reaksi mereka. Juga selidiki
?apakah RBF mengaku berada di Marchbolt waktu itu.
Dia merasa agak khawatir dengan rencana keduanya. Itu berarti dia membuka diri.
Tapi tragedi itu terjadi di tempat tinggalnya. Dan kalau dia menyebutnya sambil
lalu saja, rasanya itu merupakan hal yang wajar. Dia meremas kertas catatannya
dan melemparkannya ke perapian.
Dia bisa memancing informasi pertama dengan wajar pada waktu makan malam. "Tahu
enggak," katanya pada Roger. "Rasa-rasanya aku pernah bertemu denganmu
sebelumnya. Dan dalam wak"tu tidak lama. Kau datang pada pesta Lady Shane di
Claridge" Tanggal enam belas yang lalu."
"Aku rasa tidak/* kata Sylvia cepat. "Tanggal enam belas Roger ada di rumah
sini. Aku ingat karena waktu ini ada oesta anak-anak. Dan seandainya tak ada
Rogei tak tahu aku bagaima"na jadinya."
?Dia memandang Roger dengan mata penuh rasa terima kasih. Dan Roger tersenyum
pada Sylvia. "Rasanya aku belum pernah bertemu de"nganmu," kata Roger pada Frankie. "Aku
yakin pasti ingat kalau telah pernah melihatmu sebelum"nya," katanya menggoda.
Satu bal telah selesai, pikir Frankie. Roger Bassingtonffrench tidak berada di
Wales ketika Bobby diracun.
Hal kedua pun dengan mudah didapatnya kemudian. Frankie bicara tentang daerahdaerah, desa-desa, kesepian dan kebosanannya, dan hal-hal yang menarik. "Bulan
yang lalu ada orang jatuh ke jurang di desa kami," katanya. "Kami semua gempar.
Aku datang ke pemeriksaan dengan hati berdebar, tapi ternyata membosankan juga."
"Tempat itu namanya Marchbolt, kan?" tanya Sylvia tiba-tiba.?""
Frankie mengangguk. "Kastil Derwent hanya tujuh mil jaraknya dari Marchbolt,"
dia menjelas"kan. "Roger, itu pasti orang yang kautunggui!" teriak Sylvia.
Frankie memandang Roger dengan mata berta"nya.
"Aku ada di sana dengan si korban," kau Roger. "Aku menunggui mayatnya sampai
polisi datang." "Bukan anak pendeta itu yang menunggui"nya?" tanya Frankie.
"Dia harus pergi main organ* atau apa begitu jadi aku gantikan dia."
?"Aneh sekali!" kata Frankie. "Aku memang dengar ada orang lain yang menunggui
juga. Tapi nggak pernah dengar namanya. Jadi kau rupanya orangnya/*
Pembicaraan kemudian diikuti dengan pernya"taan-pernyataan, "Aneh, ya! Dunia
memang sempit!** Frankie merasa bahwa dia telah meman"cing informasi itu dengan
baik. "Barangkali kau melihatku di sana di Mar"chbolt waktu itu"*' tanya Roger.?'Aku tidak ada di rumah ketika ada kecelakaan itu," kata Frankie. "Aku ada di
London dan dua hari kemudian baru pulang. Kau ada di pemerik"saan?"
"Tidak. Aku kembali ke London besok pagi"nya."
"Dia memang aneh. Ingin beli rumah di daerah itu," kata Sylvia.
"Ada-ada saja," kata Henry Bassingtonffrench.
"Kenapa tidak"*' kau Roger bercanda.
"Kau kan tahu, Roger. Begitu kaubeli rumah itu, maka penyakitmu untuk bertualang
akan kambuh. Dan kau akan ke luar negeri lagi/*
"Ah, aku kan akan tinggal di rumah juga nanti, Sylvia,"
"Kalau begitu sebaiknya kaucari rumah di sini saja, dekat kami. Nggak usah jauhjauh ke Wales." Roger tertawa. Kemudian dia berpaling pada Frankie. "Ada yang menarik tentang
kecelakaan itu" Mungkin suatu tindakan bunuh diri atau lainnya?"
"Oh, jelas tidak. Keluarga korban datang mengenalinya. Kelihatannya orang itu
sedang jalanjalan. Menyedihkan sebenarnya, karena dia sangat ganteng. Kau pernah lihat rupanya di
koran?" "Rasanya aku pernah melihat," kata Sylvia. "Tapi sudah tak ingat lagi."
"Aku menyimpan guntingannya dari koran lokal di kamar."
Dengan penuh semangat Frankie berlari naik ke kamar dan kembali dengan guntingan
koran. Dia berikan gambar itu pada Sylvia. Roger datang mendekati mereka.
"Ganteng, ya"** kata Frankie.
"Ya," kata Sylvia. "Dia kelihatan seperti si itu Alan Carstairs. Mirip ya,
?Roger" Aku rasa aku berkata begitu waktu melihatnya pertama kali dulu."
"Ya agak," kata Roger. "Tapi sebenarnya tidak mirip."
?"Ya, gambar di koran memang lain," kata Sylvia sambil mengembalikan guntingan
koran itu. Frankie mengiyakan. Percakapan beralih kepa"da hal-hal lainnya.
Dia pergi tidur dengan pikiran bingung. Setiap orang kelihatannya bereaksi
dengan wajar. Alasan Roger untuk cari rumah pun bukan merupakan rahasia. Satu-satunya hal yang
berhasil diperoleh hanyalah sebuah nama Alan Carstairs.
? 14. DOKTER NICHOLSON FRANKIE melancarkan serangan pada Sylvia ke"esokan paginya. "Siapa nama yang
kausebut semalam" Alan Carstairs" Rasanya aku pernah dengar nama itu."
"Mungkin juga. Memang cukup dikenal. Dia orang Kanada orang yang suka jalan ?dan bertualang. Aku sendiri tidak kenal dia. Beberapa teman kami, keluarga
Rivington, mengajaknya kemari untuk makan siang. Lakilaki itu sangat menarik.
Berbadan besar, berkulit kecoklatan, dan matanya biru ramah."
"Aku pasti pernah dengar tentang dia."
"Dia belum terlalu kenal negara kita ini. Tahun lalu dia ikut tur ke Afrika
dengan milyuner John Savage orang yang mengira dirinya sakit kanker lalu bunuh
?diri. Carstairs telah keliling dunia Af"rika Timur, Amerika Selatan, ke mana?manalah." "Kedengarannya seperti petualang yang baik," kata Frankie.
"Oh ya, orangnya memang menyenangkan."
"Aneh sekali kok bisa sama dengan orang yang jatuh di Marchbolt," kata Frankie.
?"Barangkali tiap orang punya kembaran, ya."
Mereka kemudian membandingkan beberapa contoh seperti Adolf Beck dan Lyons Mail.
Frankie cukup hatihati untuk tidak menyebutnyebut nama Alan Carstairs lagi.
Menunjukkan perhatian berlebihan akan menimbulkan kecuri"gaan. Frankie sendiri
merasa mendapat kemajuan. Dia yakin bahwa orang yang masuk jurang itu adalah
Alan Carstairs. Kondisinya sangat cocok. Dia tak punya sanak-saudara ataupun
kawan dekat di sini. Apabila dia hilang, kehilangannya tak akan segera
diketahui. Orang yang biasa bertualang ke Afrika Timur atau ke Amerika Selatan
tak akan segera diketahui bila dia hilang. Sylvia yang tahu tentang kemiripan
Alan Carstairs dengan korban pun tak punya pikiran bahwa korban itu sendiri
adalah Alan Carstairs. Ini merupakan segi psikologi yang sangat menarik. Kita
jarang berpikir bahwa orang yang membuat berita adalah orangorang yang kita
kenal. Baiklah kalau begitu. Orang itu adalah Alan Carstairs. Langkah berikutnya adalah
mempela"jari siapa Alan Carstairs. Hubungannya dengan keluarga Bassingtonffrench
tidak terlalu erat kelihatannya. Dia diperkenalkan secara kebetulan oleh
temanteman Bassingtonffrench.
Siapa namanya" Rivington. Frankie menyimpan nama itu di dalam ingatannya untuk
keperluan nanti. Ini memang merupakan sebuah jalan untuk penyelidikan selanjutnya. Tapi sebaiknya
jalan pelan-pelan. Pertanyaan mengenai Alan Carstairs harus dilakukan dengan
hatihati dan sembunyi-sembunyi. Aku tak ingin diracun atau kena pukul di kepala,
pikir Frankie gemas. Belum apa-apa mereka sudah siap menyingkirkan Bobby tanpa alasan.
Pikiran Frankie melayang pada katakata ter"akhir korban. Evans! Siapa Evans" Di
bagian dunia yang mana dia berada"
Komplotan pengedar narkotika, pikir Frankie penuh keyakinan. Barangkali salah
seorang kera"bat Carstairs menjadi korban dan dia berusaha untuk membereskannya.
Barangkali dia datang ke Inggris dengan maksud itu. Barangkali Evans adalah
salah seorang anggota komplotan yang sudah pensiun dan tinggal di Wales.
Carstairs barangkali menyuap Evans untuk menunjukkan teman-temannya, dan Evans
barangkali setuju. Carstairs kemudian mencoba menemui Evans " tetapi dia diikuti
oleh seseorang yang kemudian membunuhnya.
Apakah orang itu Roger Bassingtonffrench" Kelihatannya tidak mungkin. Suamiistri Cayman itulah yang lebih cocok berperan sebagai penye"lundup narkotika.
Tapi foto itu. Kalau saja ada keterangan tentang foto tersebut.
Malam itu Dr. Nicholson dengan istrinya diundang makan. Frankie baru saja
selesai bergan"ti baju ketika dia mendengar suara mobil mereka berhenti di pintu
depan. Karena jendela kamarnya menghadap ke arah itu dia melongokkan kepala.
Seorang lelaki jangkung keluar dari mobil Talbot biru tua.
Frankie menarik kepalanya kembali sambil berpikir.
Carstairs adalah orang Kanada. Dr. Nicholson juga. Dan Dr. Nicholson punya
Talbot biru tua. Aneh memang kalau mulai berpikir dengan fakta itu. Tapi fakta-fakta tersebut
sangat sugestif, kan"
Dr. Nicholson adalah seorang lelaki besar dengan sikap yang menunjukkan bahwa
dia menyimpan suatu kekuatan besar. Bicaranya pelan dan tidak banyak, tetapi dia
bisa membuat setiap kata yang diucapkannya menjadi berarti. Di balik kacamatanya
yang tebal itu terlihat mata yang biru pucat memandang dengan tajam.
Istrinya adalah seorang wanita langsing ber"umur dua puluh tujuhan dan berwajah
cantik. Dia kelihatan sedikit gugup dan bicaranya memberondong, seolaholah untuk
menutupi fakta. "Saya dengar Anda mengalami kecelakaan, Lady Frances," kata Dr. Nicholson sambil
duduk di dekatnya di meja makan.
Frankie menjelaskan apa yang terjadi. Dan dia tidak mengerti mengapa dia menjadi
gugup. Sikap dokter itu biasa saja dan dia mendengarkan dengan penuh perhatian. Kenapa
Frankie merasa seolaholah menceritakan suatu pembelaan atas tuduhan yang tak
pernah ada" Apa ada alasan kuat bagi dokter itu untuk tidak mempercayai"nya"
"Luar biasa," katanya ketika Frankie selesai bercerita dengan detil-detil yang
mungkin tidak perlu. "Tapi Anda kelihatannya sudah sembuh."
"Kami tidak mau mengatakan bahwa dia sudah sembuh. Kami ingin menahan dia di
sini,v kata Sylvia. Mata dokter itu memandang Sylvia. Bibirnya kelihatan tersenyum kecil, tapi
kemudian biasa lagi. "Saya juga senang kalau kalian menahan dia selama mungkin," katanya.
Frankie duduk di antara tuan rumah dan Dr. Nicholson. Henry Bassingtonffrench
kelihatan murung malam itu. Tangannya gemetar. Dia tidak makan apa-apa dan tidak
berbicara apa-apa. Nyonya Nicholson yang berhadapan dengan dia kelihatan serba salah. Tapi akhirnya
menjadi lega ketika berpaling pada Roger. Dia bicara dengan Roger, tetapi
Frankie melihat bahwa matanya tak pernah lepas dari suaminya.
Dr. Nicholson bicara tentang hidup di daerah. "Anda tahu apa kultur itu, Lady
Frances?" "Maksud Anda belajar dari buku?" tanya Frankie bingung.
"Tidak, tidak. Saya bicara tentang kuman. Benda ini berkembang dalam suatu serum
yang telah disiapkan. Daerah juga seperti itu, Lady Frances. Ada waktu ada ?ruang dan ada suasana santai untuk perkembangan."
?"Maksud Anda hal-hal yang buruk?" tanya Frankie. "Tergantung jenis kuman yang
dikembangkan." 124 Percakapan apa ini, pikir Frankie. Kenapa aku jadi takut. Tapi memang itulah
yang dirasakan Frankie. Lalu dia berseloroh. "Barangkali saya juga mulai
melakukan hal-hal yang buruk."
Dokter itu memandang kepadanya dan berkata dengan tenang. "Saya rasa tidak, Lady
Frances. Saya rasa Anda selalu berada pada sisi yang benar dan tidak* melanggar hukum."
Apakah dia mendengar tekanan pada kata hukum"
Tiba-tiba dari hadapannya dia mendengar, "Suami saya bangga bisa menilai
karakter orang/* Dr. Nicholson mengangguk. "Benar, Moira. Aku tertarik pada hal-hal kecil/* Dia
menghadap Frankie lagi. "Saya telah mendengar tentang kecelakaan Anda. Ada satu
hal yang menarik." "Ya?" kata Frankie dengan debar jantung yang tiba-tiba menjadi kencang.
"Dokter yang lewat itu. Yang menolong dan membawa masuk Anda kemari/*
"Ya?" "Karakternya aneh kelihatannya membelok"kan mobilnya sebelum menolong Anda/' f
?"Saya ticlak mengerti."
"Tentu saja tidak. Karena Anda pingsan waktu itu. Tapi si Reeves yang ikutikutan menolong itu datang dari arah Staverley dan mengatakan bahwa dia tidak
melihat sebuah mobil pun mendahuluinya. Tapi ketika sampai di pengkolan dia
mene"mukan kecelakaan itu dan mobil dokter itu diparkir ke arah yang sama dengan
tujuannya London. Anda mengerti" Dokter itu tidak datang dari arah Staverley, jadi dia
?pasti dari arah sebaliknya. Jika memang demikian, mobilnya harus menunjuk ke
arah Staverley. Tetapi ke"nyataannya tidak. Jadi pasti dia memutar mobil itu."
"Barangkali ia memang dari Staverley tapi waktunya lebih awal."
?"Kalau demikian, mobilnya sudah ada waktu Anda turun bukit. Apa begitu?" Matanya
yang biru pucat itu memandang tajam kepadanya lewat kacamata yang tebal.
"Saya tak ingat," kata Frankie. "Rasanya tidak."
"Kau seperti detektif saja, Jasper," kata Nyo"nya Nicholson. "Padahal tidak ada
apa-apa." "Aku tertarik pada hal-hal kecil," kata dokter itu. Dia berpaling pada tuan
rumah dan Frankie bernapas lega.
Kenapa dia menginterogasi seperti itu" Dan bagaimana dia bisa mendengar cerita
itu" Aku tertarik pada hal-hal kecil. Memang hanya sampai sejauh itukah" Frankie
teringat Talbot biru tua itu. Juga fakta bahwa Carstairs adalah orang Kanada.
Dokter ini kelihatan begitu jahat.
Selanjutnya Frankie berusaha menghindari Dokter Nicholson. Dokter itu
menyibukkan diri dengan istrinya yang kelihatan lemah. Dia melihat bahwa mata
wanita itu hampir tak pernah lepas" dari suaminya. Frankie bingung. Ini cinta
atau rasa takut" Nicholson berbicara dengan Sylvia. Pukul se-p u t a puluh ih ena k p pand ng n
Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mata istrinya dan mereka berdiri, siap untuk pulang.
"Apa pendapatmu tentang dokter itu?" kata Roger setelah mereka pergi.
"Karakternya kuat, ya?"
"Aku sependapat dengan Sylvia," kata Frankie. "Aku tidak menyukainya. Aku lebih
suka istri"nya."
"Cantik tapi tolol," kata Roger. "Kalau tidak memuja suaminya ya ketakutan. Aku
tak tahu yang mana."
"Aku juga tidak tahu," kata Frankie.
"Aku tidak suka suaminya," kata Sylvia. "Tapi aku akui bahwa dia memang punya
kekuatan. Aku rasa dia telah berhasil menyembuhkan korban obat bius dengan cara yang amat
baik. Keluarga-keluarga yang telah putus asa datang pada dia dan anggota keluarga yang
menjadi korban kembali lagi dalam keadaan normal."
"Ya," seru Henry Bassingtonffrench dengan penuh antusias. "Dan kau tahu apa yang
terjadi di sana" Kau tahu penderitaan mental yang mereka alami" Obat yang biasa
diminum itu tiba-tiba saja ditahan. Ditahan sampai mereka merasa gila dan
memukul-mukulkan kepalanya di dinding.
Itulah yang dilakukan dokter yang kauhilang punya kekuatan itu.
Menyiksa menyiksa dan me"nyiksa orang dan mengirimnya ke neraka."? ? ?Badannya gemetar hebat. Kemudian dia pergi ke kamarnya.
Sylvia kelihatan terkejut. "Kenapa, Henry" Kelihatannya dia bingung," katanya.
Frankie dan Roger tak berani berpandangan.
"Kelihatannya dia kurang sehat," kata Frankie memberanikan diri.
"Ya, memang. Dan kelihatannya belakangan ini selalu muram. Mudah-mudahan dia
tidak me"nyetop kebiasaannya. Dr. Nicholson mengun"dang Tommy ke sana besok.
Tapi aku tidak senang melihat dia bersama-sama penderita kasus saraf dan korban
obat bius." "Aku rasa Dokter Nicholson tak akan mem-* biarkan dia berhubungan dengan mereka.
Dokter Nicholson kelihatannya senang pada anak-anak."
"Ya, sayang dia tak punya. Mungkin istrinya ing^n juga, ya" Kasihan. Dia
kelihatan lemah." "Dia memang kelihatan seperti Madonna yang sedih," kata Frankie.
"Persis. Perumpamaan yang bagus."
"Kalau Dokter Nicholson senang pada anak-anak dia pasti datang pada pesta anakanak itu. Iya?" kata Frankie santai.
"Sayang waktu itu dia pergi satu atau dua hari. Kalau tak salah dia menghadiri
sebuah konferensi di London."
"Hm," kata Frankie.
Mereka masuk kamar tidur. Sebelum tidur Frankie menulis surat pada Bobby.
15. SEBUAH PENEMUAN BOBBY merasa sebal dan tidak sabar. Dia tak suka duduk diam dan menunggu.
Dia pernah menerima telepon dari Dokter George Arbuthnot yang menceritakan bahwa
segalanya berjalan lancar. Dua hari kemudian dia menerima surat dari Frankie
yang disampaikan oleh pelayannya dan dialamatkan ke rumah ayah Frankie, Lord
Marchington. Sejak itu dia tak mendengar kabar apa-apa lagi.
"Ada surat!" seru Badger.
Bobby keluar tergesa-gesa. Tetapi surat itu ternyata memuat tulisan ayahnya
dengan cap pos Marchbolt. Pada saat yang sama mau Bobby melihat gaun hitam
seragam pelayan Frankie yang datang mendekat. Lima menit kemudian dia merobek
surat Frankie. Bobby, Aku rasa sudah waktunya kau datang. Aku sudah memberi instruksi orang rumah
untuk menyediakan Bentley kalau kau datang. Pesanlah seragam sopir kami yang
berwarna hijau tua. Pakat nama Ayah di Harrod. Sebaiknya kau memperhatikan detil
jangan lupa kumis yang bagus, karena bisa membuat perbedaan pada wajah.
Datanglah kemari dan cari aku. Boleh juga kau membawa catatan dari Ayah. Lapor
bahwa mobil itu sudah baik kembali Garasi di sini hanya, muat dua mobil. Yang
satu Daimler keluarga dan satu lagi mobil Roger yang kecil. Jadi kau sebaiknya
tinggal di Staverley. Coba cari info di situ tentang Dr. Nicholson yang mempunyai klinik untuk
penderita narkoti"ka. Beberapa hal yang mencurigakan tentang dia: dia memiliki
Talbot biru tua, dia tidak di rumah tanggal 16 ketika birmu diracun orang, dan
dia tertarik terlalu banyak pada detU-detil kecelaka"anku.
Rasanya aku sudah bisa menarik kesimpulan tentang mayat yang kautemukan. Sampai
ketemu, ya! Salam sayang dari temanmu yang bingung.
frankie P.S. Aku akan memposkan surat ini sendiri.
Bobby menjadi bersemangat. Dia membuka baju kerjanya dan melemparnya. Lalu
memberi tahu Badger tentang kepergiannya. Tiba-tiba ia ingat surat ayahnya.
Akhirnya dibukanya juga, walaupun tanpa gairah. Bobby tahu bahwa biasa"nya surat
itu berisi petuah-petuah kewajiban dan bukannya kesenangan, dan berisi nasihat
kekris-tenan yang agak menyesakkan hatinya.
Pak Pendeta bercerita tentang Marchbolt. Dia punya persoalan dengan pemain organ
baru dan mengomentari salah seorang pegawai gereja yang tidak seperti orang
Kristen. Dia juga menyebut tentang, pembundelan buku nyanyian gereja dan
berharap agar Bobby tetap berkelakuan dan bekerja dengan baik.
Dia menambahkan sebuah keterangan.
Ada seseorang yang menanyakan alamatmu di London. Sayang aku sedang keluar pada saat itu.
Dia tidak meninggalkan namanya, tetapi Nyonya Roberts menjelaskan bahwa lakilaki
itu jangkung, agak bungkuk, dan berkacamata bundar. Dia berharap bisa bertemu
denganmu suatu saat nanti.
Lakilaki jangkung berkacamata bulat. Bobby mencoba mengingat kirakira siapa dia.
Tapi siasia saja. Dia mulai curiga. Apakah orang ini akan mencoba menyingkirkan
dia" Apakah musuh misterius itu mencoba membayanginya"
Dia duduk diam dan berpikir keras. Mereka siapa pun orangnya pasti baru tahu ? ?bahwa dia meninggalkan rumah. Dan Nyonya Roberts telah memberikan alamatnya yang
baru. Jadi mereka siapa pun orangnya telah mulai mengamatamati dia, Kalau dia
? ?keluar, dia pasti akan dikuntit. Dan dengan tugas barunya dari Frankie, dia tak
akan membiarkan hal itu terjadi.
**Badger." "Ya." "Coba ke sini."
Sepuluh menit kemudian dihabiskan Bobby dengan mencoba menerangkan semuanya pada
Badger, dan Badger pun akhirnya mengerti.
Setelah itu Bobby melaju dengan sebuah Fiat 1902 yang kecil, Dia-memarkir Fiat
itu di St. James Square dan berjalan ke klubnya. Dari sana dia menelepon dan tak
lama kemudian sebuah paket diantar kepada"nya. Akhirnya kirakira pukul tiga tiga
puluh seorang sopir berseragam hijau tua berjalan menuju St. James Square, ke
sebuah Bentley yang telah diparkir di sana setengah jam sebelumnya. Penjaga
parkir mengangguk kepadanya.
Dengan agak gemetar lakilaki yang meninggalkan mobil itu mengatakan bahwa
sopirnya akan menjemput mobil itu.
Bobby memindah gigi dan melaju dengan lancar. Fiat yang ditinggalkan masih tetap
berdiri menunggu pemiliknya. Walaupun agak risi de"ngan bibir atasnya, Bobby
mulai menikmati apa yang dilakukannya. Dia menuju ke utara, bukan ke selatan.
Tak lama kemudian mobil itu telah melaju di Great North Road.
Bobby hanya ingin berjaga-jaga saja. Dia tak ingin diikuti. Akhirnya dia
berbelok ke kiri dan berputar di Hampshire,
Setelah waktu minum teh, Bentley itu sampai di Merroway Court, dengan seorang
sopir yang duduk kagok. "He, itu mobilku," kata Frankie. Dia keluar dari pintu depan diikuti Sylvia dan
Roger, "Semuanya beres, Hawkins?"
Sopir itu memberi hormat dan menjawab. "Yes, your ladyship. Semuanya beres."
"Bagus." .Sopir itu mengeluarkan sebuah surat. "Dari Ayahanda, your ladyship"
Frankie menerima surat itu. "Kau tinggal di Angler's Arm, Staverley saja,
Hawkins. Aku akan telepon pagi-pagi kalau perlu mobil."
"Very good, your ladyship" Bobby masuk ke dalam mobil dan pergi.
"Sayang tak ada ruangan di sini. Mobil itu bagus sekali," kata Sylvia.
"Bisa kencang jalannya," kata Roger,
**Ya," jawab Frankie.
Dia puas karena kelihatannya Roger tak menge"nali Bobby. Tapi dia akan heran
bila Roger sampai mengenali Bobby, karena dia sendiri pasti tak akan kenal
seandainya bertemu sepintas di jalan. Kumisnya kelihatan asli dan cara duduk
serta sikap Bobby yang dibuat kaku ditambah dengan seragam sopir membuat
penyamarannya itu ber"hasil. Suaranya juga bagus dan tidak seperti Bobby.
Ternyata Bobby lebih pandai daripada yang diperkirakannya.
Sementara itu Bobby sudah mendapat tempat di Angler's Arm dan sekarang terserah
padanya bagaimana memainkan peran Edward Hawkins, sopir Lady Frances Derwent.
Sebenarnya Bobby sendiri kurang tahu bagai"mana kebiasaan sopir dalam pergaulan.
Tapi dia tahu bahwa sikap sedikit angkuh tak akan terlalu aneh. Dia mencoba
membayangkan dirinya seba"gai seorang yang lebih tinggi derajatnya, dan bersikap
seperti itu. Dan rasa kagum yang dia terima dari beberapa wanita di tempat itu
memang mendorong sikap yang akan diperagakan.
Bobby kemudian tahu bahwa Frankie dan peristiwa kecelakaan yangdialaminya
beberapa waktu yang lalu masih merupakan topik pembicaraan yang hangat. Tanpa
terlalu banyak mengorek dia mendapat banyak informasi dari pemilik pengi"napan,
Tuan Thomas Askew yang gendut dan senang ngobrol.
"Si Reeves itu yang cerita," katanya. "Dia melihat sendiri kejadiannya."
Bobby mensyukuri sikap anak-anak muda yang sering tidak selalu benar. Kecelakaan
itu sekarang punya saksi.
"Dia pikir dirinya takkan tertolong lagi," kata Tuan Askew tentang si Reeves.
"Dia sedang tenang-tenang bersepeda, ketika mobil itu melun"cur ke bawah, ke
arahnya. Untunglah yang ditabrak dinding pagar. Dan syukurlah pengemu"dinya
selamat." "Lady Frances memang tidak selalu selamat, walaupun telah berkali-kali mengalami
kecelaka"an." "Ah, sudah sering mengalami kecelakaan?" "Beliau memang selalu bernasib mujur,"
kata Bobby. "Tapi kalau beliau sendiri menyetir mobil wah, jantungku rasanya ?berhenti berde"nyut."
Beberapa orang yang mendengar perkataan Bobby hanya menggelengkan kepala sambil
ber"kata "Pantas" atau "Tak heran" atau "Tentu saja,
"Tempat ini enak sekali, Tuan Askew," kata Bobby simpatik dan dengan sengaja.
Tuan Askew merasa senang.
"Apa Merroway Court satu-satunya rumah besar di daerah ini?"
"Ada yang namanya Grange, Tuan Hawkins. Bukan tempat yang bisa dibanggakan,
memang. Sudah tak dihuni bertahun-tahun sampai dokter Amerika itu datang."
"Dokter Amerika?"
"Ya namanya Nicholson. Dan ada hal-hal aneh yang terjadi di tempat itu."
?Pelayan wanita yang kebetulan mendengar percakapan mereka menimpali bahwa dia
merasa takut dengan Dokter Nicholson.
"Hal-hal aneh, Tuan Askew" Apa maksud Andar
Tuan Askew menggelengkan kepala dengan sedih. "Ada orangorang yang tinggal di
sana?ta"pi yang sebenarnya tak ingin tinggal di sana. Ditinggalkan di situ oleh
keluarganya. Pokoknya jeritan, tangisan, dan erangan di tempat itu tak tertahankan rasanya."
"Kenapa polisi diam saja"**
"Oh, sebetulnya tidak apa-apa. Di situ memang tempat pengobatan kasus-kasus
penyakit saraf. Orangorang sinting yang masih lumayan. Dan dia kan dokter saraf. Jadi tak apa?apa," Tuan Askew membenamkan wajahnya di sebuah jambangan, lalu dia menggelenggelengkan kepalanya dengan ragu-ragu,
"Ah!" seru Bobby penuh arti, "Kalau saja kita tahu apa yang terjadi di situ."
Pelayan wanita itu menyahut. "Itulah yang ingin saya ketahui, Tuan Hawkins. Apa
yang terjadi di situ" Pada suatu malam ada seorang" wanita yang melarikan diri
dalam baju tidur. Dokter itu dengan dua orang perawat keluar mencari dia, 'Oh,
jangan biarkan mereka membawaku/
katanya. Kasihan wanita itu. Dia kaya dan keluarganya membuangnya di tempat itu.
Tapi mereka membawa wanita itu kembali. Dan dokter itu bilang bahwa wanita itu
mengalami maniak penyiksaan. Semacam penyakit di mana penderita mengira bahwa
setiap orang memusuhi dirinya. Tapi saya sendiri kurang yakin. Ya, kurang
yakin." "Ah!" sela Tuan Askew. "Memang mudah untuk mengatakan
! "Salah seorang pendengar berkata bahwa sutit untuk tahu apa yang sebenarnya
terjadi. Dan seorang lagi membenarkan.
Akhirnya mereka bubar. Bobby berkata bahwa dia akan berjalan-jalan sebelum tidur
Bobby tahu bahwa Grange berada di arah yang berlawanan dengan Merroway Court.
Jadi dia melangkah ke arah itu. Dia berpendapat bahwa apa yang didengarnya tadi
perlu mendapat perha"tian. Memang banyak yang harus dipertimbang"kan. Ada
kemungkinan, dan biasanya, pendatang baru memang tidak mudah diterima begitu
saja. Apalagi kalau dia seorang asing.
Kalau Nicholson membuka tempat penyembuhan untuk pecandu narkotika, memang bisa
dimaklumi kalau dari tempat itu terdengar suara-suara aneh. Bagaima"napun,
cerita tentang gadis yang melarikan diri itu kurang menyenangkan kedengarannya.
Bagaimana kalau Grange memang tempat untuk menahan orangorang yang datang bukan
atas kemauan mereka" Bisa saja kasus-kasus asli dijadikan kamuflase untuk
keperluan itu. Tanpa terasa Bobby sampai di suatu dinding tinggi dengan pintu masuk dari besi.
Dia mendekati pintu dan berusaha membukanya pelan-pelan. Ternyata dikunci. Tapi
tidak aneh, kan" Namun demikian, dia merasa merinding. Tempat itu seperti
penjara. Dia mundur agak jauh ke jalan, mengukur tem"bok itu dengan matanya. Apa bisa
dipanjat" Tem"bok itu tinggi Jurus tanpa lekukan untuk berpijak. Dia menggelengkan kepala.
Tiba-tiba dia melihat sebuah pintu kecil. Tanpa banyak berharap Bobby
membukanya. Ternyata tidak dikunci.
Memang bagus pintu ini, tak kelihatan, pikirnya sambil menyeringai. Bobby masuk
dan menutup kembali pintu itu perlahan-lahan. Dia berjalan pada jalan serapak
yang menuju rumpun-rumpun perdu. Bobby mengikuti jalan kecil yang berkelok dan
mengingatkannya pada cerita EUsa Menembus Cermin. Tiba-tiba saja jalanan kecil
itu membawanya ke sebuah tempat tei buka di dekat rumah. Malam itu bulan
bersinar dan tempat terbuka itu diterangi lampu, Bobby melangkah pada tempat
yang terang itu sebelum dia sadar untuk mengerem kakinya.
Pada saat itu dia melihat seorang wanita muncul dari sebuah sudut rumah. Dia
melangkah perla"han-lahan sambil melirik dengan hatihati ke kiri dan ke kanan,
kelihatannya gugup seperti seekor binatang yang diburu. Tiba-tiba dia berhenti
kaku dan badannya oleng seperti akan jatuh.
Bobby meloncat dan memeganginya. Bibirnya pulih dan baru kali itu Bobby melihat
wajah orang yang benarbenar ketakutan.
"Nggak apa-apa," katanya berbisik. "Nggak apa-apa."
Gadis itu mengerang perlahan dengan kelopak mata setengah tertutup. "Aku takut,"
gumamnya. "Aku takut sekali."
"Ada apa?" tanya Bobby.
Gadis itu hanya menggelengkan kepala dan mengulang pelan-pelan, "Aku takut.
Sangat takut." Tiba-tiba dia berdiri tegak menjauhi Bobby, karena seolaholah mendengar suara.
Kemudian dia berkata pada Bobby.
"Pergilah," katanya. *Tergi cepat!"
"Aku akan membantumu," kata Bobby.
"Benar?" Dia memandang Bobby satu atau dua menit, seolaholah ingin melihat isi
hatinya. Kemudian dia menggelengkan kepala. "Tak seorang pun bisa menolongku."
"Aku bisa," kata Bobby. "Aku akan melaku"kan apa saja untuk menolongmu. Katakan,
apa yang membuatmu takut."
Dia menggelengkan kepala. "Tidak sekarang. Oh, cepat! Mereka datang. Kau tak
bisa meno"longku kalau kau tidak pergi sekarang. Sekarang cepat!"?Bobby mengikuti kemauannya. Dengan bisik"an, "Saya menginap di Angler's Arms,"
dia kembali mengikuti jalan setapak. Bobby masih sempat melihat gadis itu
mengibaskan tangan menyuruhnya pergi.
Tiba-tiba Bobby mendengar langkah dari arah pintu kecil. Dengan cepat Bobby
meloncat ke dalam semak di samping jalan setapak.
Dia tidak keliru. Seorang lakilaki berjalan masuk lewat pintu kecil. Dia lewat
dekat Bobby tetapi Bobby tak bisa melihat wajahnya karena terlalu gelap.
Setelah dia lewat baru Bobby keluar. Dia merasa bahwa tak ada lagi yang bisa
dilakukannya malam itu. Tetapi kepalanya serasa melayang. Karena Bobby mengenal
wajah gadis itu ?mengenal dengan baik.
Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia adalah gadis yang fotonya hilang secara misterius.
16. BOBBY MENJADI PENASEHAT HUKUM
"TUAN HAWKINS?"
"Ya," sahut Bobby dengan mulut penuh daging . babi dan telur.
"Ada telepon." Bobby cepat-cepat meneguk kopi, mengusap mulutnya, lalu berdiri. Telepon itu ada
di gang sempit dan gelap. Dia mengangkatnya.
"Halo," terdengar suara Frankie. "Halo, Frankie," kata Bobby gegabah. "Ini Lady
Frances Derwent," kata suara di seberang dengan dingin. "Itu Hawkins?" "Ya,
Nona." "Aku perlu mobil pukul sepuluh untuk ke London."
"Baik, Nona." Bobby meletakkan telepon itu kembali.
Aku harus hatihati dengan hal-hal kecil seperti sehutan tadi, pikir Bobby. Kalau
tidak bisa" ketahuan orang rahasiaku.
Frankie meletakkan telepon dan berpaling pada Roger Bassingtonffrench. "Sebel
juga," katanya santai. "Gara-gara Ayah aku harus ke London pagi ini."
"Tapi," kata Roger, "kau akan kembali malam nanti?" "Oh, ya."
"Aku lagi berpikir apa aku bisa numpang ke London," kata Roger.
Frankie menjawab tanpa menunggu terlalu lama.
"Ya, tentu saja bisa," jawabnya.
"Tapi rasanya aku tak perlu pergi pagi hari ini," sambung Roger. "Henry
kelihatan lebih aneh. Dan aku tak ingin meninggalkan Sylvia sendiri dengan dia."
"Ya," kata Frankie.
"Apa kau akan nyetir sendiri?" tanya Roger sambil berjalan.
"Ya, tapi aku akan mengajak Hawkins. Aku perlu belanja dan repot kalau nyetir
sendirian-?mobil itu nggak bisa diparkir di sembarang tempat."
"Tentu saja." Dia tak berkata apa-apa lagi. Ketika mobil itu datang, dia ikut keluar mengantar
Frankie. "Aku pergi, ya," kata Frankie.
Frankie tidak bermaksud menyalami Roger, tapi Roger memegang tangannya sejenak.
"Kau akan kembali, kan?" katanya penuh harap.
Frankie tertawa. "Tentu saja. Aku pergi sampai malam nanti." Hatihati jangan ?sampai kecelakaan lagi."
"Kalau begitu biar Hawkins saja yang setir."
Frankie masuk dan duduk di sebelah Bobby yang memegang ujung topinya sebagai
tanda hormat. Mobil itu meluncur ke luar. Roger masih berdiri di depan pintu,
memandang dari jauh. "Bobby," kata Frankie. "Mungkinkah Roger jatuh hati padaku?"
"Apa dia jatuh hati padamu?" tanya Bobby.
"Aku tak tahu."
"Tentunya kau lebih tahu gelagatnya, kan?" kata Bobby sambil lalu.
Frankie memandangnya cepat. "Ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya.
?"Ya. Frankie, aku telah menemukan wanita yang fotonya hilang itu!"
"Maksudmu foto yang foto yang sering kaub carakan itu yang kautemukan di saku
? ? ?orang itu?" "Ya." "Bobbyl Ada hal-hal lain yang ingin kucerita"kan padamu, tapi tidak sepenting
ceritamu itu. Di mana kautemukan dia?"
Bobby mengempaskan kepalanya ke belakang dan menegakkan bahunya. "Di tempat
perawatan Dokter Nicholson."
"Ceritalah." Dengan hatihati dan mendetil Bobby menceri"takan kejadian semalam. Frankie
mendengar sam"bil menahan napas.
Kalau begitu kita benar," katanya. "Dan
Dokter Nicholson terlibat dalam hal ini! Bobby, aku takut pada dokter itu."
"Seperti apa sih dia?"
"Oh, besar dan kuat matanya tajam, menyelidik dari balik kacamata. Dan kau akan
?merasa bahwa dia tahu segala sesuatu tentang
"Kapan kau ketemu dia?"
"Dia diundang makan malam."
Frankie menceritakan makan malam dengan Dokter Nicholson dan pertanyaanpertanyaannya yang mendetil tentang kecelakaannya.
"Memang aneh kalau dia menanyakannya sam"pai mendetil seperti itu," kata Bobby.
"Apa pendapatmu tentang masalah itu, Frankie?"
"Aku rasa idemu tentang komplotan penyelun"dup narkotika yang menurutku tak
?masuk akal waktu itu barangkali benar."
? "Dengan Dokter Nicholson sebagai ketua komplotan?"
"Ya. Usaha perawatan pecandu obat bius itu akan menjadi kamuflase yang baik. Dia
bisa menyimpan sejumlah obat bius secara sah. De"ngan berpurapura menyembuhkan
penderita obat bius, dia sebenarnya justru menyediakan obat bius itu."
"Cukup masuk akal kedengarannya," kata Bobby.
"Aku belum cerita tentang Henry Bassingtonffrench."
Bobby mendengarkan dengan penuh perhatian tentang keanehan tuan rumah itu.
"Istrinya tidak curiga?" "Aku yakin tidak." "Seperti apa dia" Cerdas?" 'Tidak
terlalu. Tidak, aku rasa tak terlalu cerdas. Tapi dalam beberapa hal dia cepat
me"nangkap dan cekatan. Sangat menyenangkan dan terus terang."
"Dan Bassingtonffrench kita?" "Aku bingung," jawab Frankie perlahan. "Bobby, apa
mungkin kita keliru tentang dia"*' ,tak mungkin! Sudah kita bicarakan panjanglebar dan dia pasti orangnya." "Karena foto itu?"
"Ya. Tak mungkin ada orang lain yang meng"ganti foto itu."
"Aku mengerti. Tapi hanya satu hal itulah yang memberatkan dia."
"Itu kan sudah cukup."
"Ya. Tetapi "?"Apa lagi?"
"Aku tak tahu. Aku merasa agak aneh. Rasanya kok dia tidak bersalah. Dan tak ada
hubungannya dengan persoalan itu."
Bobby memandang Frankie dengan agak dingin. "Kau tadi bilang dia jatuh hati
padamu atau kau jatuh hati padanya?" tanya Bobby dengan sopan.
Wajah Frankie menjadi merah. "Jangan aneh-aneh, Bobby. Aku hanya ingin tahu apa
barangka"li ada penjelasan lain. Itu saja."
"Rasanya tak ada. Apalagi sekarang kita telah menemukan gadis itu. Penemuan ini
seolaholah menyimpulkan dugaan kita. Kalau saja kita tahu siapa sebenarnya
korban yang jatuh itu "
?"He, aku kan tahu. Sudah kuceritakan di surat, kan. Aku hampir yakin rasanya
bahwa dia adalah Alan Carstairs."
Sekali lagi Frankie bercerita.
"Wah, sudah lumayan juga yang kita tahu," kata Bobby. "Sekarang kita perlu
merekonstruksi peristiwa itu. Kita mulai dengan membeberkan fakta-fakta dulu."
Dia diam sejenak dan mobil mereka juga ikut berkurang kecepatannya. Kemudian
Bobby menginjakkan kakinya di pedal gas. Pada saat itu pula dia bicara.
"Pertama, kita asumsikan bahwa korban adalah Alan Carstairs. Dia memang cocok
dan memenuhi persyaratan. Dia adalah orang yang suka bertualang, tidak punya
banyak teman dan kenalan di Inggris, sehingga kalau hilang tak cepat ketahuan.
Balk. Alan Carstairs pergi ke Staverley dengan teman-temannya siapa namanya?"
?"Rivington. Kita bisa mencari keterangan tentang dia. Kita bahkan harus mencari
dia." "Ya, akan kita cari. Nah, Carstairs datang ke Staverley ikut Rivington. Ada
informasi lain?" "Maksudmu, apa dia sengaja diajak ke sana?"
"Ya. Atau hanya kebetulan saja" Lalu dia bertemu dengan gadis itu secara
kebetulan juga seperti aku" Aku rasa dia kenal gadis itu sebelumnya. Kalau tidak
dia tak akan membawa fotonya.*'
"Sebuah alternatif," sela Frankie sambil berpi"kir, "dia menemukan jejak
Nicholson dengan komplotannya."
"Dan memakai Rivington untuk bisa bertemu langsung?"
"Itu suatu kemungkinan," jawab Frankie. "Barangkah juga dia sudah mencium jejak
komplotan itu." "Atau barangkali jejak gadis itu?"
"Jejak gadis ttu?"
"Ya. Barangkali dia diculik. Barangkali dia kemari untuk mencarinya,"
"Hm. Kalau dia sudah tahu gadis itu di Staverley mengapa pergi ke Wales"**
"Kalau begitu banyak yang belum kita ketahui."
"Evans/* kata Frankie. "Kita belum punya petunjuk tentang Evans. Si Evans ini
pasti ada hubungannya dengan Wales."
Mereka berdua diam sejenak. Lalu Frankie sadar akan sekitarnya. "Ya ampun, kita
kan ada di Putney Hill sekarang. Rasanya baru lima menit. Kita akan ke mana dan
apa yang akan kita lakukan?"
"Terserah kau. Aku sendiri tak tahu mengapa kita pergi ke kota."
"Itu sih cuma alasan supaya aku bisa bicara denganmu. Aku tak mau ambil risiko
dilihat orang sedang berjalan berdua dan bicara senus dengan sopirku di
Staverley. Aku memakai surat palsu Ayah untuk alasan ke kota, sehingga bisa
bicara denganmu. Rencana ini pun hampir gagal karena tadinya Bassingtonffrench
akan numpang." "Wah, gawat kalau begitu.
*Tak apa-apa sebenarnya. Kita bisa menurun"kan dia di tempat yang ditujunya lalu
pergi ke Brook Street dan bicara di sana. Aku rasa tempat itu cukup baik karena
bengkelmu pasti diawasi."
Bobby setuju dan dia menceritakan surat ayahnya tentang lakilaki yang mencarinya
di Marchbolt. "Kalau begitu kita ke rumahku yang di kota saja. Di sana hanya ada seorang
pelayan dan beberapa penjaga rumah."
Mereka menuju Brook Street. Frankie memijit bel dan pintu pun dibuka. Bobby
tetap tinggal di luar. Setelah itu Frankie membuka sendiri pintu rumahnya dan
menyuruh Bobby masuk. Mereka naik ke atas, ke ruang keluarga yang besar, dan menutup gordennya.
"Ada yang kelupaan," kata Frankie. "Pada tanggal enam belas, ketika kau diracun
orang, Bassingtonffrench ada di rumah sedang Nicholson pergi menghadiri seminar
di London. Mobil"nya Talbot biru tua."
"Dan dia mudah mendapat morfin," kata Bobby.
Keduanya saling berpandangar
Itu bukan bukti," kata Bobby. "Tapi suatu kecocokan."
Frankie berjalan ke sebuah meja kecil dan kembali lagi dengan buku telepon. "Kau
mau apa?" "Mencari nama Rivington." Frankie membuka-buka halaman buku itu dengan cepat.
"A, Rivington & Son kontraktor rumah; BAC Rivington, dokter gigi; D. Rivington,?Shooter's liill-^aku rasa bukan. Nona Florence Rivington; Kolonel H. Rivington,
D.S.O ini lebih kena. ?Tite Street, Chelsea," Frankie melanjutkan.
"Ada M,R. Rivington, di Onslow Square. Mungkin dia. Dan ada William Rivington di
Hampstead. Aku rasa yang di Onslow Square dan Tite Street ini lebih cocok. Kita
tak boleh * menunda waktu untuk melihat mereka, Bobby,"
"Ya, benar, Tapi apa yang harus kita katakan" Pikirkan dua alasan yang bagus,
Frankie. Aku tidak terlalu bisa mengarang hal-hal semacam itu."
Frankie diam sejenak. "Aku rasa kau yang harus pergi," katanya. "Apa kau bisa
berperan sebagai pengacara muda dari suatu biro hukum?"
"Itu peranan seorang lakilaki," kata Bobby. "Aku khawatir kau merencanakan
sesuatu yang lebih buruk dari itu. Oke, aku rasa tak memerlu"kan sikap khusus,
kan?" "Apa maksudmu?"
"Hm, mereka nggak pernah melakukan kunjungan, kan" Paling-paling menulis surat
dengan perangko enam atau delapan pence, atau menulis surat minta waktu untuk
bertemu." "Biro yang ini bukan biro konvensional. Tunggu sebentar."
Dia keluar dan kembali lagi dengan sebuah kartu.
"Tuan Frederick Spragge" katanya pada Bobby sambil memberikan kartu itu padanya.
"Kau pengacara muda dari biro hukum Spragge, Spragge, Jenkinson and Spragge dari
Bloomsburry Square."
"Apa kau mengarang perusahaan itu, Frankie?"
"Tentu saja tidak. Itu adalah biro penasihat hukum ayahku."
**Dan bagaimana kalau mereka menangkapku dengan tuduhan penipuan?"
"Tak apa-apa Spragge muda sebetulnya tak ada. Satu-satunya Spragge yang masih
hidup sudah berumur seratus tahun dan dia mendapat nafkahnya dariku. Aku akan
turun tangan kalau ada yang tak beres. Orang itu snobis. Dia suka meladeni
bangsawan dan keturunan ningrat, wa"laupun tak mendapat untung banyak."
"Bagaimana dengan bajuku" Apa sebaiknya kutelepon Badger supaya dia bawakan
bajuku?" Frankie ragu-ragu. "Bukannya aku menghina bajumu, Bob," katanya. 'Tapi kita
harus bisa meyakinkan orang. Sebaiknya kaupakai saja baju Ayah. Pasti tak
terlalu beda jauh." Seperempat jam kemudian Bobby siap dengan baju pagi yang terdiri dari celana
bergaris dengan potongan pas dan jahitan rapi dan jas yang sesuai. Dia mematutmatut diri di depan cermin Lord Marchington. "Ayahmu punya selera yang ba"gus,"
kata Bobby memuji. "Dengan baju buatan Savile Row ini aku bertambah yakin pada
diriku." "Aku rasa sebaiknya kau pakai kumis saja," kata Frankie.
"Ya. Sulit membuatnya. Tak bisa buruburu." "Nggak apalah pakai kumis. Sebetulnya
kalau bersih lebih meyakinkan lagi."
"Lebih baik daripada jenggot," kata Bobby. "Nah, apa ayahmu bisa meminjami aku
topi?" 17. NYONYA RIVINGTON BICARA
"SEANDAINYA Tuan M.R. Rivington yang di Onslow Square itu pirnya profesi sama
denganku bagaimana" Pasti berantakan," kata Bobby.
"Kau coba kolonel yang di Tlte Street dulu kalau begitu. Dia pasti tak tahu apaapa tentang biro penasihat hukum."
Bobby kemudian naik taksi ke Tite Street. Kolonel Rivington ternyata sedang
pergi. Tetapi Nyonya Rivington ada di rumah. Bobby menye"rahkan kartu namanya
pada pelayan yang mem"bukakan pintu.
Kartu itu dan baju Lord Marchington rupanya memberikan efek terhadap pelayan
itu. Dia sama sekali tidak menganggap Bobby sebagai penjual miniatur atau
penjual jasa asuransi. Dia membawa Bobby masuk ke sebuah ruang tamu yang amat
indah dan mahal. Dan akhirnya Nyonya Riving"ton dengan pakaian dan dandanan
mahal pun keluar menemuinya.
"Terlebih dulu saya minta maaf telah meng"ganggu Anda, Nyonya Rivington," kata
Bobby. "Tapi persoalannya agak mendesak dan kami tak ingin menyelesaikannya pelan-pelan
dengan surat-menyurat."
Bobby tak tahu apakah alasan yang dikemuka-kannya itu bisa diterima oleh Nyonya
Rivington. Tapi kemudian dia tahu bahwa Nyonya Rivington adalah seorang wanita yang
mempunyai kelebihan dalam penampilan saja, yang menerima segalanya sebagaimana
disodorkan kepadanya. "Oh, silakan duduk," katanya. "Saya baru saja menerima telepon yang mengatakan
bahwa Anda sedang menuju kemari."
Dalam hati Bobby mermiji Frankie untuk kecemerlangan idenya. Dia duduk dan
bersikap profesional. "Ini tentang klien kami, Tuan Alan Carstairs," lanjutnya. "Oh, ya?"
"Barangkali dia pernah menyebutkan bahwa kami bertindak untuknya?"
"Benarkah" Ah, ya, barangkali," kata Nyonya Rivington sambil membelalakkan
matanya yang biru besar. Kelihatan sekali bahwa wanita itu mudah dipengaruhi.
"Ya, tentu saja saya tahu siapa Anda. Anda juga menjadi penasihat Dolly
Maltravers ketika dia menembak penjahit lakilaki itu, kan" Saya rasa Anda tahu
detil-deutoya?" Dia memandang Bobby dengan rasa ingin tahu.
Bobby merasa bahwa dia tak akan sulit meng"hadapi Nyonya Rivington, "Kami tahu
banyak hal yang tak diselesaikan di pengadilan," katanya sambil tersenyum.
"Ya, tentu saja," kata Nyonya Rivington dengan nada sedikit iri. "Apa benar
bahwa dia dia berpakaian seperti dikatakan oleh wani"ta-wanita itu?"?"Cerita itu disanggah di pengadilan," kata Bobby dengan tenang dan mata yang tak
mau memandang lawan bicaranya.
"Oh, begitu,** kata Nyonya Rivington penuh percaya.
'Tentang Tuan Carstairs," kata Bobby yang merasa sudah menjalin hubungan dengan
obrolan tadi. "Tiba-tiba saja dia meninggalkan Inggris. Apa Anda tahu tentang
hal ini?" Nyonya Rivington menggelengkan kepala. "Apa dia sudah pergi dari Inggris" Saya
tak tahu. Kami memang tidak berhubungan dengannya beberapa waktu ini."
"Apa dia mengatakan berapa lama dia akan di sini?"
"Dia bilang mungkin satu atau dua minggu, atau setengah sampai satu tahun " "Di
mana dia menginap?" "Di Savoy."
Pembunuh Di Balik Kabut Why Didn't They Ask Evans Karya Agatha Christie di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dan kapan Anda bertemu dia terakhir kali?" "Oh, tiga minggu atau satu bulan
yang lalu saya tak ingat."
"Anda pernah mengajak dia ke Staverley?"
"Ya. Saya rasa itulah terakhir kali kami bertemu dengannya. Dia menelepon dan
bertanya kapan bisa bertemu dengan kami. Waktu itu dia baru saja tiba di London.
Hubert pergi ke Scotlandia hari berikutnya. Hari itu kami ke Staverley untuk
makan siang dan makan malam dengan seorang teman. Lalu saya berkata. 'Kalau
begitu kita ajak saja Carstairs ke tempat Bassingtonffrench.
Me"reka tak akan keberatan/ Lalu kami pun pergi. Dan mereka memang tak
keberatan." Wanita itu berhenti mengambil napas.
"Apa dia tidak cerita mengapa dia datang ke Inggris?"
"Tidak. Apa dia cerita, ya" Oh, ya, saya rasa karena dia akan mengunjungi teman
milyunernya yang meninggal dengan tragis itu. Seorang dokter memberi tahu dia
bahwa dia menderita kanker, lalu dia bunuh diri. Tragis, ya" Seharusnya dokter
itu tak perlu berkata begitu. Kadangkadang apa yang dikatakan tidak benar.
Seperti putri kami. Dokter bilang dia menderita cacar air. Tapi ternyata hanya
gatal-gatal. Saya bilang pada Hubert bahwa kami harus ganti dokter."
Bobby tidak peduli dengan sikap Nyonya Rivington terhadap dokter. Dia bertanya,
"Apa"kah Tuan Carstairs kenal keluarga Bassingtonffrench?"
"Oh, tidak. Tapi saya rasa dia suka pada mereka, walaupun sikapnya agak aneh dan
mu"rung ketika kembali dari sana. Saya rasa ada perkataan yang membuatnya sedih.
Dia adalah orang Kanada, dan saya berpendapat bahwa orang Kanada mudah
tersinggung." "Anda tak tahu apa yang membuatnya bi"ngung?"
"Sama sekali tidak. Kadangkadang hal kecil pun bisa membuat orang bingung, kan?"
"Apa dia tidak sempat jalanjalan di daerah itu?"
"Oh, tidak. Aneh benar pertanyaan Anda." Dia memandang Bobby. Bobby mencoba
lagi. "Apa ada pesta" Dia bertemu barangkali de"ngan tetangga di sana?"
"Tidak. Hanya mereka dan kami. Tapi perta"nyaan Anda tadi aneh "?"Ya," kata Bobby cepat-cepat.
Wanita itu diam. "Karena dia menanyakan beberapa nama orang yang tinggal di daerah itu."
"Anda ingat nama-namanya?"
"Tidak. Bukan orang yang sangat penting. Kalau tak salah seorang dokter."
"Dokter Nicholson?"
"Saya rasa ya. Dia ingin tahu tentang dokter itu dan istrinya dan kapan mereka
datang ke Inggris. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Aneh kalau dia tak kenal
mereka. Dan dia bukanlah orang yang selalu ingin tahu. Tapi mungkin juga dia
hanya ingin ngobrol karena tak tahu lagi apa yang ingin dikatakan. Orang memang
?bisa berbuat begitu."
Bobby setuju dengan pendapat Nyonya Rivington dan bertanya bagaimana percakapan
itu sampai ke Dokter Nicholson. Tapi Nyonya Rivington tak bisa menjawab
pertanyaan itu. Waktu itu dia keluar dengan Henry Bassingtonffrench dan ketika
masuk ruangan lagi, mereka telah bicara tentang Dokter Nicholson.
Dengan mudah Bobby mengorek keterangan dari Nyonya Rivington. Tapi lama-kelamaan
nyonya itu menjadi curiga.
"Sebenarnya apa yang ingin Anda ketahui tentang Alan Carstairs?" tanyanya.
"Sebenarnya saya memerlukan alamatnya," kata Bobby. "Seperti Anda ketahui, dia
adalah klien kami dan kami baru saja menerima kawat penting dari New York.
Sekarang ini sedang ada fluktuasi dollar yang cukup serius."
Nyonya Rivington mengangguk dengan serius. "Jadi, kami perlu menghubungi dia dan
menda"patkan instruksinya," lanjut Bobby. "Dan dia tidak meninggalkan alamat.
Tapi dia pernah menyebutkan bahwa Anda adalah kenalannya. Jadi kami hubungi Anda
dengan harapan dapat memberikan alamatnya."
"Oh, begitu," kata Nyonya Rivington. "Sa"yang sekali. Tapi dia memang begitu.
Jarang berterus terang."
"Ya, saya rasa Anda benar. Baiklah kalau begitu," kata Bobby sambil berdiri.
"Maaf, saya telah merepotkan Anda."
"Ah, sama sekali tidak. Dan saya senang mendengar bahwa Dolly Maltravers
melakukan hal itu." "Saya kira saya tak mengatakan demikian." "Ya, saya mengerti. Ahli hukum memang
tidak biasa bicara terus terang, tertawa -kecil sendirian.
"Tak apalah," kata Bobby dalam hati sambil berjalan ke luar. "Peduli amat dengan
urusan si Dolly itu. Yang penting wanita cantik tapi tolol itu tidak akan tahu
kenapa aku bertanyatanya tentang Alan Carstairs."
Bobby kembali ke Brook Street dan membica rakan hasil survey-nya. dengan
Frankie. "Kelihatannya kunjungannya ke tempat Bas"singtonffrench hanya suatu kebetulan
saja," kata Frankie sambil berpikir.
"Ya. Tapi pada waktu dia di sana ada sesuatu yang ditanyakan dan menyangkut
keluarga Nicholson.' "Jadi sebetulnya Nicholson-lah yang memegang peranan penting dalam hal ini,
bukan Bassingtonffrench."
"Masih berusaha membersihkan nama pahlawan idamanmu?" tanya Bobby dingin.
"Bobby, aku kan cuma menunjukkan apa yang kulihat. Yang membuat Carstairs
tertarik kan nama Nicholson dan bisnis perawatannya. Keper"giannya ke
Bassingtonffrench kan hanya suatu kebetulan. Kau harus mengakui hal itu.3
"Kelihatannya begitu."
"Kenapa hanya kelihatannya?"
"Itu hanya suatu kemungkinan. Barangkali saja si Carstairs tahu sebelumnya bahwa
suami str Rivington itu akan mengunjungi keluarga Bas"singtonffrench. Mungkin
dia mendengar perca"kapan di restoran barangkali juga di Savoy. Jadi dia ?menelepon mereka, mengatakan bahwa tak ada waktu dan sangat mendesak dan apa
?yang dia harapkan terjadi. Akhirnya dia ditawari untuk ikut pergi, dan ternyata
nyonya dan tuan rumah menerima dia dengan baik. Itu bisa saja terjadi,
Frankie.*' "Memang mungkin sih mungkin. Tapi kok berputar-putar begitu."
?"Tidak lebih berputar-putar dari kecelakaan"mu," kata Bobby.
"Kecelakaanku adalah suatu aksi langsung," kata Frankie dingin.
Bobby membuka baju Lord Marchington dan mengembalikannya ke tempat semula.
Setelah itu dia memakai baju seragam sopirnya dan mereka kembali ke Staverley.
"Kalau Roger jatuh hati padaku," gumam Frankie, "dia akan gembira melihatku
kembali dengan cepat dan mengira bahwa aku tak bisa terlalu lama jauh-jauh
darinya." "Barangkali kau sendiri juga merasa begitu, tak tahan terlalu lama berjauhan,"
kata Bobby. "Aku sering dengar bahwa kriminal yang berbahaya biasanya kelihatan sangat
menarik." "Rasanya sulit percaya bahwa dia kriminal."
"Kaii telah mengatakan hal itu."
"Ya, aku merasa begitu."
"Kau tak bisa melupakan foto itu begitu saja.**
"Bodoh amat dengan foto itu!" kata Frankie,
Bobby tak berkata apa-apa lagi. Dia hanya mengemudikan mobil saja. Frankie
meloncat ice luar ketika telah sampai, tanpa menoleh ke belakang lagi. Bobby
meluncur pergi. Rumah itu kelihatan sepi. Frankie melihat jam. Jam dua tiga puluh.
Mereka tak mengira aku datang lebih cepa Ada. di mana mereka"
Frankie membuka pintu ruang perpustakaan Dia berdiri terkejut melihat ke depan.
Dokter Nicholson sedang duduk di sofa, menggenggam kedua tangan Sylvia.
Sylvia meloncat kaget dan berjalan menuju Frankie. "Dia telah mengatakannya
padaku," kata Sylvia dengan suara tertekan. Dia menutupi wajahnya dengan kedua
tangannya seolaholah mau menyembunyikannya. "Mengerikan!" kata"nya sambil
terisak. Dia melewati Frankie dengan cepat dan berlari ke luar.
Dokter Nicholson berdiri. Frankie maju dua langkah mendekatinya. Mata Dokter
Nicholson yang selalu waspada menatap mata Frankie.
"Kasihan dia," katanya. "Dia shock."
Urat di ujung bibirnya bergetar. Frankie tak tahu apa yang membuatnya merasa
lucu. Kemu"dian dia tahu bahwa yang dilihatnya bukanlah perasaan itu.
Lakilaki itu marah. Dia menggenggam ta ngannya sendiri, dan mencoba
menyembunyikan kemarahannya dengan topeng kelembutan. Itulah yang bisa dia
lakukan. Mereka diam sesaat. Nyonya Bassingtonffrench harus tahu apa yang sebenarnya terjadi," katanya. "Saya
ingin agar dia membujuk suaminya supaya mau dirawat di klinik saya."
"Maaf, saya telah mengganggu Anda," kau Frankie lembut. "Saya memang datang
terlalu cepat." 18. GADIS DALAM FOTO KETIKA Bobby kembali ke penginapan, seseorang memberi tahu bahwa ada seorang
tamu menunggunya. "Seorang wanita. Ada di ruang tamu Tuan Askew."
Bobby menuju ke ruangan itu dengan sedikit bingung. Kalau Frankie punya sayap,
barulah dia bisa percaya bahwa gadis itu bisa datang ke tempat ini lebih dulu
darinya. Tak pernah terpikir olehnya bahwa ada wanita lain yang mencari dia
kecuali Frankie. Dia membuka pintu ruang tamu kecil yang dipakai Tuan Askew sebagai kamar duduk
privat. Di atas sebuah kursi duduk tegak seorang wanita semampai bergaun hitam.
Dia adalah gadis yang ada di foto. Bobby begitu terkejut, sehingga dia hanya
diam Sesaat. Kemudian dia melihat bahwa gadis itu gugup. Tangannya yang kecil
gemetar dan mene"kan-nekan lengan kursi. Dia kelihatan terlalu gemetar untuk
bicara. Hanya matanya yang besar saja yang seolaholah menjerit minta tolong.
"Ah, kau rupanya," kata Bobby sambil menu tup pintu dan mendekati.
Gadis itu tetap diam. Hanya matanya yang besar saja yang memandang Bobby dengan
keta"kutan. Akhirnya terdengar juga bisikan serak.
"Kau bilang kau bilang-^-kau akan menolong"ku. Barangkali aku seharusnya tidak ?kemari"
Bobby menyela dengan katakata menghibur dan meyakinkan. "Tak perlu datang"
Tidak, Kau telah melakukan hal yang benar. Dan aku akan melakukan apa pun untuk
menolongmu. Jangan takut. Kau aman di sini."
Wajah gadis itu memerah. "Kau siapa" Kau bukan sopir, kan" Maksudku kau kau
? ?me"mang sopir. Tapi sebenarnya bukan.**
Bobby mengerti maksudnya, walaupun kali"matnya kacau-balau.
"Sekarang ini orang bisa melakukan macammacam hal," kata Bobby. "Aku dulu
bekerja di Angkatan Laut. Sebetulnya aku juga bukan benarbenar sopir. Tak
apalah, itu bukan soal. Pokoknya kau bisa mempercayaiku dan kau bisa ceritakan semuanya padaku."
Wajah wanita itu bertambah merah. "Kau pasti menganggap aku gila pasti kau
? ?menganggapku gila." "Tidak tidak."
?"Ya. Aku datang seperti ini. Tapi aku sangat takut aku takut " Suaranya
? ?menghilang. Mata"nya membelalak, seolaholah melihat sesuatu yang menakutkan.
Bobby menyambar tangannya dan memegang"nya erat-erat. "Dengar. Kau tak apa-apa.
Tak ada yang membuatmu takut. Kau aman di sini dengan dengan seorang teman. Tak
?ada yang perlu kautakutkan."
Dia merasa jawaban wanita itu dalam getaran tangannya.
"Ketika aku melihatmu malam itu aku mera"sa merasa seperti mimpi. Aku tak tahu
? ?siapa kau dan dari mana kau tapi kau membawa harapan dan aku tahu bahwa aku
?harus mencari"mu dan dan mengatakan ini padamu."
? ?"Baik. Sekarang ceritalah. Ceritakan semua."
Tiba-tiba dia menarik tangannya. "Kalau kuceritakan kau akan menganggapku gila
karena berada di tempat itu dengan mereka,"
"Tidak, aku tak akan berpikir begitu."
"Kau akan berpikir begitu karena kedengarannya begitu."
"Aku rasa tidak. Sekarang coba ceritakan."
Dia menarik diri agak jauh dari Bobby dan berdiri tegak. Matanya memandang lurus
ke depan. "Hanya ini," katanya. "Aku takut dibu"nuh."
Suaranya serak dan kering. Dia bicara dengan suara dipaksakan. Tangannya
gemetar. "Dibunuh?" "Ya. Kedengarannya gila, kan" Seperti apa yang mereka bilang maniak
? ?penganiayaan." "Tidak," kata Bobby. "Kau tidak seperti orang gila hanya ketakutan. Coba ?ceritakan.
Siapa yang ingin membunuhmu dan apa sebab"nya?"
Dia diam sejenak, hanya mempermainkan ta"ngannya. Kemudian dia berkata dengan
suara rendah. "Suamiku."
"Suamimu?" Kepala Bobby seolaholah me"layang. "Siapa sih kau sebenarnya?" tanya
Bobby tiba-tiba. Sekarang giliran wanita itu yang heran. "Apa kau tidak tahu?" "Sama sekali
tidak." Dia berkata. "Aku Moira Nicholson. Aku istri Dokter Nicholson."
"Kalau begitu kau bukan pasien di sana?"
"Pasien" Bukan." Wajahnya semakin merah. "Barangkali aku bicara seperti mereka/*
"Tidak, bukan itu maksudku," kata Bobby meyakinkan dengan susah-payah. "Sungguh,
bu"kan itu maksudku. Aku hanya heran mendengar bahwa kau sudah menikah. Itu
saja. Sekarang lanjutkan ceritamu tentang suamimu yang ingin membunuhmu itu."
"Aku tahu, kedengarannya seperti gila. Tapi bukan bukan. Aku melihatnya ketika
?dia me"mandangku. Dan ada hal-hal aneh yang terjadi- kecelakaan-kecelakaan."
?"Kecelakaan?" tanya Bobby tajam.
"Ya. Oh, aku tahu aku kedengaran histeris. Kedengarannya aku mengarang-ngarang
cerita saja." "Sama sekali tidak. Ceritamu masuk akal. Teruskan. Tentang kecelakaan-kecelakaan
itu.' "Kecelakaan biasa saja. Dia memundurkan mc bil tidak melihat aku di belakang.
?Aku sempa meloncat pada waktu yang tepat. Ada kekeliruan, sesuatu yang
dimasukkan ke dalam botol, halhal yang tolol dan hal-hal yang biasa, tapi
?sebetul"nya tidak biasa karena disengaja. Aku tahu. Dan itu menyiksaku harus
? ?selalu waspada hatihati kalau ingin selamat." Dia menelan ludah.
? ?"Kenapa suamimu ingin membunuhmu?" tanya Bobby. Bobby tidak berharap mendapat
jawaban yang pasti. Tetapi jawaban itu ternyata dia terima langsung.
"Dia ingin menikahi Sylvia Bassingtonffrench."
"Apa" Dia kan sudah menikah."
"Aku tahu. Tapi dia sedang merencanakannya."
"Maksudmu?" "Aku tak tahu persis rencananya. Tapi dia berusaha untuk membawa Tuan
Bassingtonffrench ke Grange sebagai pasiennya.*'
"Lalu?" "Aku tak tahu. Tapi akan terjadi sesuatu." Dia gemetar. "Dia punya kekuasaan
atas Tuan Bassingtonffrench. Aku tak tahu apa itu."
"Bassingtonffrench kecanduan morfin," kata Bobby.
"Benarkah" Jasper yang memberikannya ba"rangkah."
"Morfin itu dikirim lewat pos."
"Barangkali Jasper tidak melakukannya secara langsung. Dia memang cerdik.
Barangkali Tuan Bassingtonffrench tidak tahu morfin itu dari Jasper. Lalu Jasper
akan membawanya ke Grange dan purapura menyembuhkan dia: dan kalau dia sudah di?sana " Dia berhenti dan menggigil. "Macammacam hal terjadi di Grange,"
?lanjutnya. "Hal-hal yang aneh. Orang datang ke sana dengan harapan untuk
sembuh tapi mereka tidak sembuh, malah tambah parah."
?Bobby merasakan sesuatu yang menyeramkan ketika mendengarkan wanita itu bicara.
Mungkin ini disebabkan oleh kejahatan yang telah lama melingkupi hidup Moira
Nicholson. Bobby berkata dengan cepat, "Kau bilang suamimu ingin menikahi Nyonya
Bassingtonffrench?" Moira mengangguk. "Dia jatuh cinta padanya."
"Dan Nyonya Bassingtonffrench?"
"Aku tak tahu. Aku tak bisa memastikan," kata Moira perlahan. "Kelihatannya dia
Asmara Berdarah Biru 2 Gento Guyon 14 Kemelut Iblis Bende Mataram 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama