kecil terseret dalam setiap langkah. Aku
harus menyebranginya. Harus mencapai
tempat tak bergerak di sisi bawah mobil ini.
Harus mencari tempat aman untuk "
Poros roda mulai bergerak. Berbalik.
Menjadi semakin cepat. Aku bertahan, kakiku
menempel di gomok. Poros tersebut berputarputar. Cepat dan semakin cepat. Seperti
berada dalam mesin cuci.
Teriakan lain. Bukan aku.
sekarang. Tidak, terbalik ke atas. Tidak, ke
bawah. Aaaaaaaaah. Apa kecoak bisa
melantingkan badan">
Pertanyaan bagus.
Sangat panas. Dan semakin panas. EeeeeYOWWWWWWW!>
Limosin melaju santai di jalan. Mungkin
tidak lebih dari dua puluh mil per jam, tapi
jika kau cuma sepanjang setengah inci, dua
puluh mil per jam berasa seperti kecepatan
cahaya. Bongkahan kerikil menerpaku.
Poros berputar. Limosin terguncang ke atas
dan ke bawah saat melewati polisi tidur.
Dan setiap rambut di tubuh kecoakku
berteriak: PERGI. TERLALU BANYAK
GERAKAN. TERLALU BERBAHAYA. LARI!
Tapi otak manusia memerintahkan untuk
bertahan. Berdiam di gomok dan menunggu
sampai aman untuk bergerak.
Putaran dan anggukan melambat.
Limosin hendak berhenti.
berkata.
terjepit di antara karet dan jalan.>
82 Limosin bergerak maju. Berhenti lagi. Aku
mendengar suara mendesing.
berkata.
gomok. Kecoak lain " Ax"merayap di belakangnya.
Ax dan Tobias. Antenaku mengenai kabel
tipis berlapis karet yang tergantung dari
bawah limo. Aku memegangnya dengan
cakar depan dan memanjat naik. Ax
mengikuti. Limosin berjalan lagi. Kabelnya berayun.
Tobias melompat untuk menangkapnya. Dia
malah menangkap kaki Ax dan bertahan.
Limo semakin cepat.
kita boleh saja berhenti berdetak, tapi kita
tidak akan mati. Yah, setidaknya untuk
seminggu, sampai kita kelaparan dan haus
karena tidak punya mulut. Tapi hey, kita jadi
punya banyak waktu untuk berubah kembali.>
83 Mobilnya berbelok. Berdebuk kena
lubang. Tubuh kecoak kami menghantam
sisi bawah perut limosin. Tobias masih
bergantung pada kaki belakang Ax.
lagi. Peganganku terlepas. Berputar di kabel
dengan satu kaki.
berkata serak.
dengan kakiku yang kedua. Dan yang ketiga.
Menarik kaki-kaki sisanya ke atas.
Ax bergantung di bawah ku. Tobias
memanjat punggung Ax dan bergelayut pada
kabel di antara kami. Kami terus bergelantungan saat mobil
melaju di jalan tol dengan kecepatan enam
puluh lima mil per jam. Batu-batu mengenai
kami. Genangan lumpur membasahi kami.
Thud-thud-thud-thud. Thud-thud-thud-thud.
Limosin itu melaju di atas jalan berlubang
dan terhempas di lempeng logam dan aspal.
Kami berayun-ayun di kabel karet seperti
pemain sirkus. 84 85 Thunk. Terbentur dengan limosin di atas kami.
Crunch. Dan terpantul mengenani poros yang ada
di bawah.
aku berkata,
benar-benar jelek.> Tidak ada yang tertawa.
Kurasa bukan ini waktu yang tepat untuk
bercanda. Limo mulai melambat lagi. Berbelok.
Berdebam di polisi tidur sebelum akhirnya
berhenti. WHAM!
Aku meluncur turun ke aspal. Berlari ke
sudut bayang-bayang.
Dan nyaris terinjak oleh sepatu tumit
tinggi seorang wanita. Satu lagi tumit tinggi turun dari limo dan
menjejak keras di sebelah kaki yang
pertama. Istri gubernur" Aku melesat
menuju sepasang sepatu hak tinggi itu
sebelum dia pergi. Memanjat ke atas.
Bergantung ke kain lembut saat sepatu hak
tinggi ini berjalan menjauh dari mobil.
86 Mendadak, kaki seorang pria muncul dari
dalam limo. Gubernur" Dua ekor kecoak
berlarian di aspal, naik ke ujung sepatunya
yang bersayap, dan lanjut ke mata kaki.
Kecoak-kecoak itu sembunyi di lipatan ujung
kaki celana. Kaki yang satunya muncul, dan si Sepatu
Sayap mengiringi si Tumit Tinggi memasuki
pintu kaca yang berkilau.
Mereka berjalan dalam sebuah ruangan
yang luas. Lobi hotel" Aku bergantung,
punggungku terbenam antara serat tebal
permadani, lalu terbang ke udara yang dingin
setiap kali si Tumit Tinggi melangkah.
empuk. Dan semuanya berkilau. Kuningan,
mungkin. Marmer. Sejenis kayu gelap yang
digosok.> Seekor kecoak nongol dari lipatan kaki
celana si Sepatu Sayap. Ax.
ruangan lain. Padat. Berisik. Terang. Aku bisa
menduga ini adalah ruang pesta, lantai dansa
di tengah, dikelilingi oleh meja.
Mereka berdua jalan melewati kerumunan
orang-orang dan berhenti di meja di bagian
depan ruangan ini. Si Sepatu Sayap menarik
kursi untuk si Tumit Tinggi, lalu duduk di
sebelahnya. Taplak meja putih tebal turun
menutupi kaki mereka. 87 Kami diam di sana untuk waktu yang
sangat lama. Suara-suara manusia bergumam dan tertawa. Piring dan
peralatan makan berdentang-dentang. Tumit Tinggi melipat kakinya berulang kali.
Sepatu Sayap menjatuhkan sendoknya
sekali. dia berjongkok untuk mengambilnya
dan tiga kecoak terjun untuk berlindung.
Menurut kalian kita bisa berubah sebentar di
bawah meja tanpa ketahuan">
Bunyi dentang dan gumam mereda.
Sebuah mikropon ditepuk, dan suara
seorang pria memenuhi seluruh ruangan.
Aku tidak bisa mendengar setiap katakatanya.
Sesuatu tentang merasa tersanjung dan terima kasih Anda hadir. Aku
mendengar tepuk tangan, dan musik pun
dimainkan dari depan ruangan.
Tumit Tinggi mendorong kursinya ke
belakang dan berjalan melewati meja-meja,
kursi-kursi, dan pelayan-pelayan. Sepatu
Sayap mengikutinya. Mereka meninggalkan
karpet empuk dan menapak di lantai kayu.
Tumit Tinggi mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai. Maju. Mundur. Berputar.
88 Aku juga berputar. Dengan satu kaki.
Masuk. Keluar. Depan. Belakang. Kami
terus berputar-putar. Aku benamkan cakar ke
kain dan bergantungan erat-erat. Kaki-kaki
yang lain menendang dan menapak di sekitar
kami, beberapa inci dari kepala kecoakku
yang kecil. Aku memanjat mencari perlindungan di dalam tumit.
Musik berhenti. Si Tumit Tinggi berhenti
berputar.
Tapi Tumit Tinggi masih berdiri di sana.
Pemain orkes mulai bermain lagi. Lagu
lambat. Dia mendekat kepada si Sepatu
Sayap. Kaki-kaki pedansa lain tetap
mendekat ke tubuh mereka masing-masing.
Menjauh dariku. Kecuali kaki si Sepatu Sayap. Kakinya
yang besar menginjak kaki abu-abu si Tumit
Tinggi. Aku bersembunyi di dalam tumitnya,
di bawah punggung kaki. Setelah empat kali
dia menginjak, wanita itu menendang tulang
keringnya. Aku mulai menyukai wanita ini.
Kepala Ax muncul dari balik lipatan.
lautan kaki ini.
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepatu Sayap menginjak lagi. Aku terjun
berlindung. Tumit Tinggi memberinya satu
tendangan lain, berbalik, dan berjalan pergi.
Dia keluar melewati kursi-kursi dan kereta
dorong makanan penutup. Sepatu Sayap
dan dua pasang sepatu hitam pria
mengikutinya. Pintu terbuka, dan kami memasuki
ruangan lain. Lebih kecil. Lebih gelap. Lebih
tenang. Ruang pertemuan. Pintunya ditutup,
dan kedua pasang sepatu hitam memposisikan diri di depan pintu. Tumit
Tinggi duduk di kursi di ujung meja ruang
pertemuan. Sepatu Sayap mondar-mandir.
"Aku benci ini," dia berkata. "Tersenyum.
Bersalaman. Meminta kontribusi kampanye.
Membuatku merasa seperti pudel penari."
Kontribusi kampanye" Itulah yang perlu
kudengar. Sepatu Sayap jelas adalah si
gubernur. Dan sekarang waktunya pertunjukan.
90 Ax dan Tobias tetap bersembunyi. Aku
merayap dari tumit sepatu ke karpet tebal di
bawah meja konferensi. Aku mulai kembali ke wujud manusia.
Tubuh kecoakku tumbuh membesar. Ke
atas, lalu ke samping. Seperti bola coklat
yang membal. Pecahan gambar-gambar kaki
meja dan tumit sepatu menghalus ke dalam
satu gambar utuh saat mata majemuk ku
berubah menjadi dua mata manusia.
pun ngompol di celana.>
91 Hening. Kemudian: "Siapa yang berbicara?"
"Aku tidak melihat siapa-siapa."
"Apa ada mikrofon di sini" Speaker?"
Suara wanita. "Aku pikir kau berkata
ruangan ini sudah diamankan, Frank."
Aku menarik tubuhku di atas karpet.
Keluar dari bawah meja, di mana aku bisa
melihat... dan terlihat.
Ax tak lebih dari sebuah bisikan.
Saat aku bertumbuh, aku tetap memperhatikan orang-orang di dalam
ruangan ini. Sepatu hitam yang berjaga
ternyata memang milik petugas keamanan.
Pegangan pistol menggelembung dari
dalam setelan jaket mereka.
Sepatu Sayap orangnya tinggi. Gampang
dikenali. Seperti pembaca berita di TV.
Tulang dagunya seperti dipahat. Hidung
aristokrat. Model rambut yang sempurna,
abu-abu keren di pelipis.
Tumit Tinggi kebalikannya, pendek dan
gemuk. Terlihat kuno, kasar, dan abu-abu.
Gaunnya. Sepatunya. Bahkan wajahnya.
Semua kecuali matanya, abu-abu. Tapi abuabu cerdas.
Dia mengarahkan matanya itu kepadaku.
Kepada tubuh bocah/serangga yang
tumbuh dari karpet. 92 Wajahnya tampak ngeri. Mungkin bahkan
jijik. "Frank?" Dia bicara kepada Sepatu Sayap, tapi
matanya terpaku kepadaku. Menonton empat
kakiku menyatu menjadi tangan dan kaki
manusia, dua yang lainnya meleleh dan
lenyap. Sepatu Sayap mengikuti pandangnya.
Suara aneh terdengar dari tenggorokonannya. "Otuhan." Dia menarik
lengan salah satu sekuriti dan mendorongnya
ke arahku. Kedua sekuriti saling berpandangan.
Tangan mereka meraih pistol.
bibir, gigi, dan lidah. "Pak Gubernur!" Aku
sudah manusia sekarang. Aku mendekati si
Sepatu Sayap, tanganku di udara. "Tolong
suruh mereka jangan tembak aku."
"Tidak. Jangan tembak. Perhatikan dia
dulu." Itu perintah. Tapi tidak datang dari
Sepatu Sayap. Datangnya dari Tumit Tinggi.
Aku berbalik. "Aku gubernur," dia berkata. Wajahnya
pucat, tubuhnya menegang. Tapi matanya
tetap tenang. "Dan siapa dirimu?"
Dia gubernurnya" Aku menatapnya. Tidak
terpikir olehku kalau gubernur bisa saja
seorang wanita.
93 "Aku " aku seorang Animorph," aku
menjawab. Suara keras tarikan napas. Salah satu
dari sekuriti" Aku melayangkan pandang ke
pintu, di mana mereka berdiri di depan
Sepatu Sayap. Apakah salah satu dari
mereka Pengendali" Atau malah duaduanya"
Ibu gubernur mengernyitkan dahi. "Maaf"
Ani " apa?" "Aku dari kelompok orang baik."
Kedua tanganku masih di udara. Aku
menurunkan mereka. Perlahan. Melangkah
mendekati bu gubernur. Menggunakan pesonaku. Ketulusan. Kecerdikan.
Klik. Klik. Aku mendengar para sekuriti melepaskan
pengaman senjata mereka. Aku tetap
memandang ibu gubernur. "Anda harus percaya," aku memberitahunya. "Seluruh negara bagian "
tidak, seluruh planet " bergantung kepada
Anda. Hanya Anda yang bisa menolong."
Bu gubernur mempelajariku. "Sanjungan,
huh" Oke, aku akan dengarkan."
Aku mengawasi penjaga keamanan.
Yang tinggi berdiri dengan mulut tebruka.
Pistol di tangannya yang gemetaran. Jelas
dia ingin berlari berteriak keluar ruangan.
Tapi yang pendek menatapku tajam,
jarinya siap pada pelatuk senjata. Kebencian terpampang pada wajahnya.
94 "Penjaga itu." Aku menunjuk penjaga yang
pendek. "Penjaga itu tidak mematuhi perintah
Anda, Gubernur. Dia hendak menembak
saya. Kemudian mungkin dia akan menembak Anda juga. Dan suami Anda. Dan
penjaga yang satunya."
"Jangan konyol," kata gubernur. "Tugasnya
adalah melindungiku. Dia tidak akan
menembak kecuali aku perintahkan. Atau
kecuali kau menyerangku. Bahkan, dia akan
memindahkan jari gatalnya dari pelatuk itu
sekarang." Dia memperhatikan si penjaga
pendek sampai orang itu melakukan yang
diperintahkan. "Dan Collins?" dia menatap
penjaga yang satu lagi. "Pastikan jarinya tidak
di pelatuk." Collins mengangguk. Dia mundur selangkah ke arah pintu, jelas merasa lega
disuruh harus mengawasi penjaga lain alihalih mengawasi Bocah Kecoak.
Jika saja dia tahu horor macam apa yang
ada di otak si Penjaga Pendek.
"Ax" Tobias?" aku berkata.
Dua kecoak merayap turun dari mata kaki
Sepatu Sayap ke sepatunya. Salah satu
kecoak mulai membesar. Yang satu lagi
menjadi biru, kemudian seolah kempes
seperti balon juga. Dengan diam-diam. Tidak menarik perhatian. Tidak ada yang menyadari mereka
awalnya, dua serangga mutan setengah
tersembunyi di belakang kaki Sepatu Sayap.
95 Kerangka luar Tobias meleleh menjadi
tubuhnya yang kekar, dan bulu-bulu
bermunculan. Cakar Ax berubah menjadi
tangan dan kuku Andalite.
Tobias melebarkan sayapnya dan mengepak untuk bertengger di atas lampu
di sudut ruangan. "Oh!" Collins terkejut. "Tapi" dari
mana?"" "Elang?" Bu gubernur memandangnya.
Memandangku. Melongo. "Ya. Elang!" Penjaga Pendek membidikkan pistol ke Tobias.
Kemudian dia melihat Ax. Tinggi. Biru.
Hampir selesai berubah. "Andalite!" Penjaga pendek berputar. Membidik.
"TIDAK!" Aku terjun. Meleset. Penjaga Pendek
menarik pelatuk. Collins memukul pistol
tersebut ke atas. BLAM! Lampu panel di atas kepala Ax pecah.
Fwap. Ax memukul Penjaga Pendek dengan
ekor belatinya. Menahannya ke dinding.
Collins memandang Ax. "Siapa" apa?""
Collins mengangguk. Menarik pistol dari
tangan Penjaga Pendek. Dan segera
mundur. 96 Tersandung kaki si Sepatu Sayap.
Sepatu Sayap mendorongnya ke samping.
"Idiot." Dia menunduk untuk menghapus jejak
sepatu dari atas sepatunya sendiri.
"Oke, sekarang semua tetap tenang, kami
punya cerita." Aku memandang gubernur.
"Mungkin akan sedikit panjang."
Ibu gubernur mempertimbangkan hal ini
sebentar. Mempelajari ku. Mempelajari Ax.
Mempelajari si Penjaga Pendek.
Dia beralih ke Sepatu Sayap. "Kembalilah
ke ruang pesta. Sampaikan maafku. Katakan
kepada orang-orang aku tidak enak badan.
Pastikan mereka sakitku tidak serius. Flu atau
semacamnya." Dia menatapku. Menyipitkan
matanya. "Dan Frank" Jangan katakan apaapa tentang ini."
Sepatu Sayap
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengangguk dan menyelinap keluar pintu. Aku mengawasinya pergi. Dia tampak
begitu tenang dalam situasi ini.
Yeah. Terlalu tenang. Orang normal
pastilah akan kaget, terpana, takut. Sepatu
Sayap bahkan tidak bergeming melihat
Andalite. Aku memandang Collins dan
gubernur. Mereka masih melototin mata
tanduk Ax, ekor mematikannya, dan wajah
yang tanpa mulut. Tapi Sepatu Sayap lebih peduli dengan
jejak sepatu Collins di atas sepatunya. Seolah
alien berkaki empat adalah hal yang biasa.
Bukan barang baru. 97 Bukan sesuatu yang tidak pernah dia lihat
sebelumnya. "Gubernur," aku berkata, "kita harus
bergerak. Segera. Tobias" Wujud tempur.
Sekarang." 98 Tobias turun dari lampu dan mendarat di
karpet. Pisau-pisau bermunculan dari bulunya. Aku berkonsentrasi. Memusatkan pikiran
kepada gorilla. Terlambat! Pintu menjeblak terbuka. Sepatu Sayap
menyerbu masuk, diikuti oleh empat pelayan
yang membawa senjata Dracon.
"Hork-Bajir!" Sepatu Sayap menunjuk Tobias, yang
sudah hampir selesai berubah. Salah satu
Pengendali mengarahkan senjata ke perut
nya. Tobias terjun menghindar.
TSSSSSEEEEEEEEEEEWWWWWWW!
Meja konferensi terbelah dua. Kedua
bagiannya terjatuh ke lantai.
99 "Oh!" gubernur menatap kayu yang
hangus. Lalu menatap suami nya. "Frank!
Apa yang kau ?""
Seorang Pengendali menahannya.
Tobias melompat dari balik patahan meja.
WHACK! Memukul Pengendali itu dengan pisau di
pergelangan tangannya. "AAAAAAHHHHHHHHHHH!"
Si Pengendali menjerit. Melepaskan
gubernur. Memandang tangannya yang tak
lagi berjari. Pengendali yang lain maju. Tobias
menebas. Ekor Ax mengibas.
FWAP! FWAP! Aku sudah jadi gorilla utuh sekarang. Aku
melesat melewati peluru-peluru, pisau, dan
sinar Dracon. Collins menjaga gubernur dan sedang
pasang badan untuk melindunginya. Dia
memegang pistol dengan kedua tangan,
membidik Pengendali, lalu Tobias, lalu Ax,
tidak yakin harus menembak siapa.
TSSSSEEEEEEWWWWWWWW! "AAAAAAAHHHHHHHHHHH!"
Tembakan Dracon mengenai pundak
Collins. Melubangi dinding di belakangnya.
Aku melingkarkan lengan gorilla ku ke
tubuhnya. 100 Sepatu Sayap mencoba menggapainya.
"Sayang! Raih tanganku. Aku akan menyelamatkanmu." Si gubernur mengambil kursi dan
mengayunkannya ke atas kepala. Aku kira dia
menyerangku. Aku menunduk.
CRASH! Sepatu Sayap terpuruk di lantai.
"Menyelamatkanku, huh?" dia berkata
sambil mengernyit. Aku melompati tubuh Sepatu Sayap yang
tidak bergerak.
berteriak kepada Ax dan Tobias.
"Collins!" jerit bu gubernur.
Aku berbalik. Collins terbaring di karpet,
terpaku, bahunya sudah jadi daging gosong.
Aku meraihnya dengan lenganku yang
bebas dan melompati melewati asap dan
keributan. Berlari ke pintu. Menuju ruang
pesta. Ax dan Tobias tak jauh di belakangku.
"AAAAAA!" "Ohtuhan!" Wanita menjerit. Pria berteriak. Kursi,
piring, nampan saji berhamburan ke lantai
saat para tamu dan undangan berlarian panik
ke pintu. Seorang pelayan berjalan maju. Mengarahkan senjata Dracon ke gubernur.
"Tidak!" Collins.
Dia membidikkan pistolnya.
BLAM! 101 "AAAAAAAAAAHHHHHHH!"
Pelayan itu rubuh, darah mengalir dari
pahanya. Collins tumbang dalam peganganku. Aku
menggelindingkannya ke bawah meja.
Menarik taplak meja untuk menutupinya.
aku berkata.
Suara si Sepatu Sayap! Aku berputar.
Para Pengendali menyerbu keluar dari
ruang pertemuan. "Jangan biarkan mereka membawa
gubernur," teriak Sepatu Sayap. "Bunuh
saja jika perlu." Gubernur melotot kepadanya. "Apa
katanya barusan?"
Sepatu Sayap dan pasukannya menyerang dari belakang. Lebih banyak
Pengendali berdatangan dari pintu-pintu
ruang pesta, berlari menerobos kerumunan.
Dia berlari menuju barisan pelayan yang
berebut masuk pintu kecil di depan ruang
pesta. Aku berlari dengan tinjuku untuk
menyusulnya. Menjatuhkan teko kopi yang
besar. Membalikkan kereta dorong. Ax
mengikuti. Melewati lantai dansa. Memutari
tempat orchestra. 102 Seorang Pengendali melompat dari balik
drum. Aku mengambil tuba. Menyarungkannya ke
atas kepala si Pengendali.
Tobias mencapai pintu, mendorong minggir
pelayan-pelayan dan menerobos masuk. Aku
mengikuti. Berlari di lorong pendek. Masuk ke
dapur. Seorang tentara dan pria berseragam supir
sedang duduk di meja kecil, mengunyah
makanan pesta dan bermain poker dengan
juru masak. Tobias melompati mereka. "Apa --?" si tentara setengah berdiri dari
kursinya. Meraba-raba sarung pistolnya. Aku
berlari melewatinya, gubernur dalam kepitan
lenganku. "Gubernur!" si supir berdiri secepat kilat.
"Ibu mau ke mana?"
"Aku tidak tahu." dia balik berkata.
TSSSSEEEEEEEEWWWWWWWWWW! Sinar Dracon ditembakkan ke dapur.
Fwap. Fwap-fwap. Aku mendengar Ax di belakangku, kukunya
berbunyi di lantai marmer, ekornya menyerang lagi dan lagi. Kami terus berlari. Mengitari para pelayan,
tukang bersih-bersih meja, para koki.
Seorang chef kue menarik senjata Dracon
dari jaketnya dan mengarahkan ke gubernur.
Gubernur menghantamnya dengan talenan.
103 Kami menerobos satu pintu lain. Dan satu
lagi. Akhirnya, di luar. Memutari tempat
sampah. Melintasi geladak bongkar muat.
hitam panjang yang terparkir, limo yang
membawa kami ke sini tadi.
muda.> TSSSEEEEWWWWWWW! Beton meledak di kakiku. Aku berayun ke sisi geladak. Menarik
lepas pintu belakang limosin. Memasukkan
gubernur ke dalamnya.
melompat masuk menyusulnya.
pengemudi. Menghantamkan mata pisau di
pergelangan tangannya ke kaca yang
memisahkan kursi depan dengan belakang.
Kaca tersebut pecah berkeping-keping.
meletakkan tangan siap mengemudi.
Lehernya terputar aneh, sisi wajah HorkBajirnya menempel di puncak limosin.
Tapi bukan masalah bagi cowok yang
punya mata pisau di tengkoraknya.
Thump. Scuuuurrrrr-UUUNNNNCH.
104 Dia merobek atap limosin seperti sedang
membuka kaleng timah.
Dia meloloskan kepalanya ke lubang,
memutar kunci, dan limosin itu bergetar
menyala.
Ax menjatuhkan dua Pengendali, berderap
melintasi geladak bongkar muat, dan
melompat ke kursi belakang limo. Aku
membanting pintu sampai tertutup.
Tobias menginjak pedal gas. Kami berdecit
melintasi parkiran dan masuk ke jalan.
Kami menambahkan satu penculikan lagi
ke dalam daftar tindak kriminal kami.
105 Kami mengebut melewati empat jalur lalu
lintas. Menggemuruh menaiki trotoar di
seberang. Turun kembali ke jalan. Menyerempet truk
pengiriman. Masuk. Keluar. Memutari.
Berkelit di antara mobil, truk, SUV. Yang
bisa kulihat dari Tobias hanya pundak dan
siku saja. Kepalanya di luar lubang di atas
atap. Aku terpental-pental di kursi belakang.
Kepala gorilla ku duk-duk-bergedebuk kena
atap limosin, aku menjaga agar tak
terlempar ke kaca samping ataupun
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belakang. Ibu gubernur duduk berhadapan
denganku, mencoba untuk tidak terpental
saat limo berzigzag ke kiri ke kanan. Jarinya
mencengkeram kulit pengangan kursinya
erat-erat. 106 Ax berjuang untuk tetap berpijak pada
lantai di sela-sela kursi. Dia menatap
gubernur. Mata Andalitenya memancarkan
kehangatan dan"kegembiraan.
Ya, gembira. Kami sedang ngebut di lalu
lintas padat dengan Hork-Bajir sebagai supir,
dan Ax terlihat seolah-olah dia baru saja
menemukan kedamaian hati.
rendah. Meluruskan kaki depannya ke depan.
Kepalanya nyaris menyentuh lantai..
tersanjung bertemu seorang pemimpin
hebat.> "Pemimpin hebat?" Gubernur terhantuk sisi
limo saat Tobias berbelok miring masuk ke
parkiran sebuah bank. "Aku?"
Ax mengangguk.
Melalui jalur masuknya. Menabrak trotoar. Selama tiga detik,
limosin kami melayang di udara "
WOOOOOMPH! ---- sebelum mendarat lagi ke sisi jalan.
Tobias menyetir ke samping dan terus
melaju. "Aaahhhhllp!" gubernur menelan teriakannya. Dia berhasil berpegangan
kepada Ax dengan tangan kanan nya yang
bebas. 107 Ax menyalami tangan itu, dan membungkuk rendah lagi.
nyawa saya sendiri.> "Sangat menetramkan," dia berkata.
Limosin melewati garis tengah jalan.
Ibu gubernur berpengangan erat. "aku
mengatakannya sungguh-sungguh, Aximili."
Limosin berbelok di tikungan. Merobohkan sebaris mesin penjual koran.
Sirene polisi! Lampu merah dan biru
berkelebat di belakang kami.
Aku berbalik. Lebih banyak sirene. Lebih
banyak kelebatan lampu merah dan biru di
depan. Tiga, mungkin empat mobil.
Tobias menyentakkan setir. Kami meluncur miring naik ke mobil pickup.
Tobias menambah gas, dan kami terlompat
ke gang, meninggalkan bumper pickup tadi
di belakang kami. Limosin melaju melewati lubang-lubang
jalan. Di sekitar tempat sampah. Menyeberangi jalan dan masuk ke gang di
blok berikutnya. 108
kembali ke belakang menghantam kursi. Ax
tersungkur ke pangkuanku.
"Ooomph."
Limosin berhenti hadap-hadapan dengan
truk sampah. Ibu gubernur terbairng di lantai.
Dia berjuang untuk bangkit kembali ke kursi.
TSSSSEEEEEEEEEEEEWWWWWWWW
WWWWW! Sinar Dracon memecahkan kaca jendela di
sebelah tempat duduknya. Menghanguskan
sandaran kepala yang tadi ada di
belakangnya.
Dia mengangguk. Menatap sandaran
kepala yang berasap. "Tidak ada bantahan."
Dia menarik lutut ke dadanya, memeluk
dengan tangan dan roknya. Berjongkok di
antara tempat duduk. Wajahnya sudah pucat
pasi, tapi matanya masih cerah.Tenang.
Tobias memasukkan gigi mundur dan mulai
memundurkan mobil. Mobil polisi berbelok ke dalam gang di
belakang kami. BAM! BAM! Letusan senjata! Ax dan aku tiarap lagi dan ikut berjongkok
di sebelah gubernur. 109 Tobias memajukan limo kembali. Kami
meraung ke depan, memaksa melewati truk
sampah. Roda depan naik ke dua anak
tangga beton yang mengarah ke tempat
bongkar muat. SsscccurrrRRRREEEEEEEEEEEEE.
Kami bergesekan dengan truk sampah di
sebelah, dan geladak bongkar muat di
sebelah lagi. Dan berhasil mencapai gang di belakangnya. Mobil polisi muncul di celah
sempit di depan. Datang mengejar kami!
Tobias menginjak gas. Menyerempet
mobil polisi dan melaju ke jalanan!
Memutar roda. Menghindari arus lalu
lintas yang datang. Ngebut di jalur yang
salah pada sebuah jalan satu arah, gudanggudang di kanan, sungai di kiri, dikejar
sepasukan sirene dan lampu kelap-kelip.
Polisi kota, deputi wilayah, tentara negara.
Beberapa mungkin Pengendali. Beberapa
mungkin tidak. Tapi siapa peduli. Sejauh
yang non-Pengendali tahu, monstermonster gila menculik gubernur mereka.
Mereka juga sama ngototnya dengan
Pengendali untuk menangkap kami.
THWOK! THWOK! THWOK! THWOK!
Aku melihat ke atas. Sebuah helikopter
melintasi kami. Aku bisa melihatnya dari
atap matahari. Atap yang asli, bukan yang
110 buatan Tobias. Pilot menunggingkan helikopter sehingga posisinya menukik tajam.
Cahaya matahari memantul dari sesuatu di
pintu penumpang. Senjata Dracon. Gubernur juga melihatnya.
"Saatnya meninggalkan limo ini." Dia
berkata. "Kita terlalu besar. Mudah jadi target.
Kesempatan kita lebih bagus dengan jalan
kaki." Pemikiran yang bagus. Di balik mata abuabu yang waspada itu ternyata ada otak
seorang panglima perang.
Tobias.
Sebuah persimpangan tampak di depan.
Jalan utama bertemu dengan jalan satu arah
kami dan menuju ke jembatan.
Tobias menginjak gas dan dengan cepat
membelokkan roda. Limo meluncur di
tikungan dan bergemuruh ke jembatan. Dia
menginjak rem dan limo melaju miring.
Menghantam pilar beton dan berhenti,
memblokir lalu lintas dari kedua arah.
Mobil-mobil menglakson. Berhenti. Saling
bertabrakan. Tobias terjun keluar dari pintu pengemudi.
Aku melempas gubernur ke punggung Ax,
mengayun pintu belakang sampai lepas, dan
kami kabur memasuki kekacauan.
111
mengikutinya. Melompat dari atap ke kap
depan kendaraan. Dari mobil ke truk ke
minivan. Melewati truk roda delapan belas
yang sedang didongkrak. Ax tetap di jalanan dan berderap di antara
kendaraan. Gubernur memeluk pundaknya
dan merapatkan kaki ke sisi Ax untuk
menahan agar tidak terjatuh.
Mobil polisi masuk ke jembatan di
belakang kami. Para polisi berlarian keluar
mobil dan membuat barikade di belakang
limosin, sentaja mereka siap sedia.
Aku melompat dari atap SUV ke belakang
mobil jip. 112 Si pengemudi jip keluar mobil dari depan.
Memandangi bumper nya yang penyok.
Mengutuk, menendang ban, dan mulai
menekan tombol-tombol angka di telepon
selularnya. Aku melompat melangkahinya.
Dia terpana melihatku. "Oh tuhan" oh
tuhan".AAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!" dia
melemparkan telepon nya ke jalan dan berlari
ke ujung lain jembatan. BAM! BAM! Peluru berdesing lewat. Memantul dari baja
dan beton. Para pengemudi berteriak dan merunduk
ke bawah mobil mereka. Aku menjatuhkan diri ke jalan. Tobias
terjongkok di sebelahku. Ax berlari di
belakang truk UPS, gubernur masih di
punggungnya. Suara seorang pria terdengar dari ujung
jembatan. "Tahan tembakan kalian. TAHAN.
TEMBAKAN. KALIAN. Mereka membawa
gubernur. Dan ada pengendara tak bersalah
di jembatan." Puji Tuhan. Pria dengan pengeras suara itu
adalah polisi tulen, yang belum disusupi
Yeerk. Polisi yang punya otak.
BAM! BAM! BAM! Tapi para Pengendali jelas tidak mau
menerima perintah dari orang waras.
113 Aku berjalan di antara mobil-mobil. Tobias
mengikuti dan Ax, masih membawa
gubernur, berlari di belakang.
"Mereka hendak kabur!"
"Kejar mereka!"
Polisi meninggalkan limosin. Mereka
berlari mengejar kami di jembatan.
daripada jarak polisi dengan kita!>
THWOK! THWOK! THWOK! THWOK!
Helikopter tadi datang lagi. Melayang di
atas jembatan, tepat di atas kabel suspensi
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang tinggi. Sirene lagi! Lampu kelap-kelip. Tidak dari
belakang, tapi dari depan kami. Mobil polisi
menderu menuju ujung jembatan yang kami
tuju. Polisi-polisi berlompatan keluar dari
mobil patrol mereka. Kami terjun ke jalan lagi. Menunduk
rendah di antara truk pengantar Frito dan
van tukang reparasi TV. TSSSSEEEEEEEWWWWWWWWWWW W! Truk meledak. Frito nya menghujani
sementara kami berguling ke bawah van.
TSSEEEEEEEEEEWWWWWWWWWW W! Pilar beton di depan van hancur menjadi
abu. SSSCCUUUURRRRRENNNNCH 114 Pilar baja yang menahan jembatan
bergoyang. Kabel suspensi mencambuk-cambuk udara. "AAAAAAAHHHHHHHH!"
Pengendara yang masih di sana kabur
meninggalkan kendaraan mereka dan berlari
ke kedua ujung jembatan. Aku beringsut keluar dari bawah van.
Mengangkat kepala. Polisi di depan. Polisi di
belakang. Helikopter di atas.
Dan di bawah kami, sungai.
Beberapa kapal kecil di kejauhan. Kapalkapal penangkap ikan. Dan kapal layar. Tadi
aku bilang kapal layar" Lebih tepatnya
sebuah kapal pesiar, menuju ke arah kami.
berkata. "Dibandingkan apa" Peluru" Sinar laser
yang menguapkan beton padat" Jembatan
yang terlihat mau roboh?" dia menggelengkan
kepalanya. Mengambil napas dalam-dalam.
"Ayo kita lakukan."
"Ayo kita lakukan?" sebuah gambaran
muncul di kepalaku, gubernur saat masih
kecil. Dia terlihat seperti" Rachel"
Aku membuyarkan gambar tersebut dari
pikiranku.
memanjat pembatas jembatan.
115 Kapal pesiar mengapung lewat di sungai
di bawah kami. Aku bisa mendengar musik
dan suara tawa. Bisa melihat orang-orang
memenuhi geladaknya. Lagi pesta.
Kapal tersebut semakin mendekati jembatan. Dekat. Lebih dekat.
SEKARANG! Aku melingkarkan lengan besar gorilla ku
erat-erat ke pinggang gubernur dan meloncat
terjun ke angkasa. 116 Kami jatuh. Lurus ke bawah.
Gubernur berpegangan erat. Dibenamkannya jari dalam-dalam ke bulubulu ku dan dia bahkan tidak menjerit. Tidak
sedikitpun. Aku suka wanita ini. Kami jatuh semakin cepat. Kapal pesiar di
bawah terlihat semakin besar, aku mengencangkan pegangan satu tanganku
kepada gubernur. Saat kami sudah cukup
dekat, aku menggapai tiang kapal dengan
tinju gorilla ku yang satu lagi.
Tiang tersebut jadi bengkok, mengeluarkan
bunyi keras, dan terlipat nyaris jadi dua. Aku
terhempas ke lantai kapal. Kakiku menyapu
haluan kapal, dan memantul ke udara lagi
saat tiangnya kembali ke posisi semula. Kami
terlempar ke kabin. 117 Aku berputar balik. Berpegangan pada
bagian bawah tiang dengan jari kakiku yang
seperti jari tangan. Kapal tersebut masuk ke bawah
jembatan. Musik dan tawa berlanjut. Tamutamu pesta menari. Sambil makan kue.
Mengisi minuman. Mereka tidak sadar ada
gorilla lagi gelantungan di tiang, membawa
gubernur mereka seperti boneka.
Bahkan tidak sadar ada Hork-Bajir yang
turun dari pinggir jembatan di atas mereka.
Hork-Bajir aneh yang sedang menyusut,
dan berbulu. Tobias. Pisau-pisau nya
menumpul. Leher ularnya memendek ke
badannya. Sebelum menyentuh air, lengannya sudah jadi sayap. Dia mengepak
keras dan terbang tepat di atas permukaan
sungai. Ax jatuh dari jembatan di belakangnya,
tubuh Andalite nya tergamabr jelas karena
cahaya matahari yang sedang tenggelam.
Dia menendang. Menggapai-gapai.
Kuh-SPLAT! Masuk ke sungai dan tenggelam.
Aku menunggu. Tidak melihat apa-apa.
Tidak ada mata tanduk muncul ke
permukaan. Tidak ada ekor belati mengiris
air.
"Apa Aximili bisa berenang?"
118
tidak ada tanda-tanda Ax.
"Kita harus berbuat sesuatu," kata
gubernur. "Mungkin kakinya patah jatuh dari
ketinggian segitu. Atau rusuknya. Mungkin
tekanan air membuatnya pingsan!"
Sebuah sirip keluar dari permukaan air dan
berenang di sebelah kapal pesiar.
Jantungku bisa berdetak lagi.
Aku menunjuk ke arah sirip di sungai.
Kapal sudah keluar dari bawah jembatan
dan sekarang berlayar di perairan terbuka.
Aku meluncur turun dari tiang, melompati
kabin dan pergi ke dek paling atas.
"Apa -- ?" kapten kapal mundur. Menatap
kami. Aku melompati pembatas dan menuju meja
hidangan. Meninggalkan jejak kaki gorilla di
semangkuk kacang. Dan mendarat di tengah pesta.
"AAAAAAAAAAHHHHHHHHH!"
Para tamu berteriak dan berlarian mencari
tempat aman. Seorang wanita memanjat
pembatas dan jatuh terbalik, kaki di kepala,
ke sungai. 119 "Aku tidak bisa berenang! Tolong. Aku
tidak bisa berenang!"
Tobias terbang rendah di atas kapal,
menyambar jaket pelampung dari dek dan
melemparkannya kepada wanita tadi. Dia
langsung mengambilnya. Sirip besar membelah permukaan air di
belakang wanita itu saat Ax mendorongnnya
ke tepian. Sementara itu para polisi berlarian dari
jembatan dan di sepanjang pinggir sungai.
"Di sana!" seorang Pengendal memberi
gerakan kepada helikopter. "Di atas kapal!"
Helikopter menukik mengejar kami.
THWOK! THWOK! THWOK! THWOK!
Angin dari baling-balin membuat air
sungai bergelombang. Kapal jadi tidak stabil
dan berguling. Para tamu pesta menjerit lebih keras.
Berpegangan kepada pagar pengaman dan
kursi di geladak agar tidak terlempar ke air.
Helikopter itu sekarang melayang.
Seorang Pengendali mencondongkan badan keluar dari pintu penumpang, senjata
di tangan.
Aku menunduk, menggulingkan gubernur
ke bawah meja. Tobias terbang berputar di atas.
Mengincar tangan Pengendali yang sedang
terulur. Dan menukik. 120 Pengendali itu melihatnya. Berusaha
memukul Tobias dengan senjata Dracon. Lalu
cepat-cepat membidik. TSEEEEEEEEE-ka-BLOOOOOOOSH!
"DEMI TUHAN! APA ITU?"
"MEREKA SUDAH GILA?"
"TOLONG! SESEORANG TOLONG KAMI!
PLEASE! TSEEEEEWWW-ka-BLOOOOOOSH!
Tembakan lagi! Air menjadi panas. Kapal
pesiar sedikit oleng. Tamu pesta berteriak dan berlarian ke
belakang kapal. Saling dorong dan memanjat
pembatas untuk kemudian terjun ke sungai.
Bahkan kaptennya ini menginggalkan kapal
ini. Dia terjun dari dek paling atas ke dalam
sungai. Gila sekali. Mobil polisi melaju di pinggiran sungai,
pistol dan senjata Dracon mereka siap siaga.
Para tamu pesta mengapung di air, lautan
lengan dan kaki, jaket pelampung dan
pakaian mewah, berenang susah payah
menuju tepian. Gubernur merangkak dari meja yang
basah.
"Harus ada yang menyetir kapal ini. Kita
bisa terbalik. Atau kandas. Kita terlalu dekat
dengan daratan."
mengambil alih kemudi. Kapal berhenti
berputar. Haluannya menjadi lurud dan
berbalik arah. Kami menuju sungai yang
terbuka. Helikopter berbelok dan terbang berputar,
bersiap untuk menembak. Di atas deck aku memegang kendi dan
gelas margarita dan melemparkannya ke
helikopter. Lebih tepatnya, ke Pengendali
dengan senjata Dracon itu.
Hey, kita harus gunakan apa yang ada.
TSSSSEEEEEEEEWWWWWWWWW! Kursi di geladak menguap.
Aku melempar sebuah botol. Tepat
mengenai kaca di depan pilot. Helikopter
menjadi turun dan meroket.
Lalu melurus kembali, kemudian mengambil posisi menukik tajam.
THWOK! THWOK! THWOK! Sekarang helikopter itu hanya beberapa
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kaki di atasku. Suaranya memekakkan
telinga. Angin baling-balingnya menerbangkan kursi dan pelampungpelampung di sekitar geladak. Aku
berpegangan erat ke pembatas untuk
bertahan saat kapal pesiar ini terguncang
keras. Si Pengendali mencondongkan badan
keluar helikopter dan membidikina Dracon
nya ke lambung kapal. 122 Tobias! Aku melihatnya mengepak untuk
mencapai ketinggian. Berbalik.
Terjun! Terlambat! TSSSSEEEEEEEEEWWWWWWW! Ka-BOOM! Haluan kapal pesiar meledak.
123 Serpihan fiberglass menghujaniku. Asap
membakar hidung dan paru-paru.
Aku terbatuk. Membersihkan puing-puing
dari wajahku.
Tidak ada jawaban. Kapal pesiar terbalik.
Haluannya terbenam perlahan di dalam
gelombang. Buritan teracung ke udara dari
dalam air. Aku menjepitkan kakiku kepada pagar
pembatas yang basah agar tidak tergelincir
menuju haluan. Menarik wajahku setinggi
dek atas. Kemudinya sudah dipenuhi air,
lubang menganga terbentuk di lantainya. Air
mengalir masuk membanjiri kabin di bawah.
helikopter. Pengendali bersandar di pintunya,
mengarahkan senjata Dracon ke arah kapal
yang sedang tenggelam. Ke arah ku.
Tobias menyerang. Menjulurkan cakarnya
ke depan. Tepat sasaran! Senjata Dracon terjatuh ke sungai. Tobias
menukik. Menyambar senjata itu di udara dan
menjatuhkannya kepadaku. Aku menangkapnya dengan satu tangan
gorilla. Segera mulai balas membidikkannya
ke helikopter. Si pilot melihatku dan langsung
ketakutan. Helikopter itu berputar balik.
Dan terbang menjauh. Aku menunggu sampai dia di ujung sungai,
jauh dari kapal pesiar. Lalu aku memantapkan pegangan dan menarik
pelatuk. TSSSSSEEEEEEEEWWWWWWWWWW WW! Ka-BOOOOOM! Helikopter itu terbakar menjadi kobaran api.
Asap hitam yang pekat menggulung di atas
sungai. Aku membuang senjata Dracon ke dalam
air.
melayang di atas.
125 Aku memanjat pembatas. Menarik lepas
pintu kabin dan merangkak ke dalam.
Mengarungi air keruh yang sudah
memenuhi kabin. Si gubernur terjatuh dari dek di atas. Dia
terbaring menelungkup di atas meja,
pinggangnya terendam air. Gaun abuabunya mengambang di sekelilingnya.
Rambut abu-abunya yang basah menempel
ke wajahnya. Aku membalikkannya. Darah
mengucur dari dahi gubernur.
Bulu matanya bergerak. Dia mengangguk
lemah. "Aku tak apa."
Aku menariknya keluar dari air, menggendongnya di punggung, dan memanjat keluar dari kabin.
Kapal pesiar sudah nyaris terjungkir,
buritannya sudah nyaris tegak lurus di
udara. Bangkai helikopter terbakar di hilir.
Asap hitam menyelimuti kami.
Aku membaringkan gubernur di atas
pembatas. Dia memegang pagar di
belakangnya dan berusaha untuk duduk
tegak. 126 Aku sudah mulai berubah. Tangan gorilla
menyusut jadi tangan manusia. Bulu gorilla
melebur menjadi kulit manusia.
Kapal mengeluarkan suara keras. Air
menyapu mata kakiku. Lalu lututku.
Rahangku terdorong ke belakang dan
hidungku terdorong maju. Lengan menyusut.
Kaki membesar. Aku berdiri tegak. Masih
manusia. Tapi belum selesai. "Bu gubernur." Wajahku memanjang
seperti botol. "Bagaiman pendapat Anda
tentang mamalia laut?"
Gubernur memandangi sirip yang muncul
di punggungku. "Yah, aku tidak akan
menikahi mereka." Dia menyunggingkan
senyum lemah. Kepala dan leherku bersatu menjadi bagian
yang panjang. Kaki bersatu membentuk ekor.
Lengan mengecil menjadi sirip. Dua ratus gigi
tambahan mengisi rahangku.
Air keluar dari pintu kabin dan mulai
menggenangi tempat kami. Gubernur memanjat pagar pembatas. Tobias terbang di atas kami.
biru abu-abu. Akhirnya, aku melompat ke air.
Aku jadi lumba-lumba. Aku mengapung di atas kapal pesiar yang
sedang tenggelam. Gubernur berpegangan
127 pada sirip punggung ku. Bersama, kami
mengarungi perairan, menembus asap dan
keributan akibat helikopter yang meledak.
Dan kapal pesiar tadi akhirnya tenggelam
ke sungai. 128 Ibu gubernur memandangku. "Alien parasit
sedang menyerbu Bumi." Dia menjaga nada
suaranya. "Dan suamiku dikendalikan oleh
mereka." Aku mengangguk. "Yeah. Intinya, begitulah
ceritanya." "Syukurlah." Dia kembali duduk di kursi
kulit dan memilin-milin rambut dengan jarinya.
"Aku tadinya berpikir ada yang lebih, lebih
buruk yang sedang terjadi. Alien bisa kita
lawan." Dia mengisi cangkir kopinya dari teko di
meja. Kami sedang berada di kantornya di
lantai paling atas mansion gubernur. Kami
mengunci pintu dan mendorong rak buku
yang berat-berat di depan pintu. Ax berdiri
berjaga, ekornya terangkat. Tobias bertengger di kisi jendela, mengawasi bagian
belakang mansion. 129 Jendela yang satu lagi, yang menghadap
bagian depan, dijaga oleh Collins.
Ya, Collins. Kami menemukannya di kamar mandi
kantor gubernur. Dia berjongkok di bak
mandi, menunggu gubernur kembali,
pundaknya yang terbakar ditutupi tirai
mandi. Ax dan aku membantunya ke kantor
dan ibu gubernur membersihkan dan
memberi perban luka tersebut sebisanya.
Sekarang ibu gubernur duduk di belakang
mejanya, menenggak segelas kopi. dia
sudah ganti baju, sekarang memakai
sweater dan sepasang Nike. Gaun abu-abu
untuk amalnya tadi sekarang tergeletak di
lantai kamar mandi, dan dia kehilangan
sepatu tumit tinggi nya di suatu tempat
antara limosin dan kapal pesiar. Dia meneliti
jadwal kegiatannya dan menandai namanama dan nomor telepon di sana.
Aku duduk di seberangnya, mempelajari
daftar nama petugas Garda Nasional. Aku
meletakkannya kembali ke meja.
"Telepon semua petugas dalam daftar
itu," aku berkata. "Beberapa dari mereka
mungkin Pengendali. Sebagian lagi tidak.
Tapi jika Anda bisa mengajak nonPengendali ke pihak Anda, operasi Visser
One ini akan gagal."
Tobias. 130 Gubernur mengangguk, mengangkat telefon, dan menekan nomor pertama pada
daftar nama. Jenderal Sherman, komandan
Pasukan Garda Nasional. "Aku mau semua unit mundur," dia
memberi tahu si Jenderal. "Jangan melakukan apa-apa. Tidak. Ya, ini perintah
langsung. Dari siapa" Dari kepala komandan!" Dia membanting telefon.
gubernur. "Dia tua bangka tukang membantah yang selalu tidak sudi menerima
perintah dari wanita. Dia tidak butuh alien di
otaknya untuk membuat dia tidak bisa bekerja
sama. Oke, siapa berikutnya?" Dia menelusuri daftar dengan jarinya. "Komandan
Udara Garda Nasional."
Dia menekan nomor telepon dan memberi
si komandan perintah yang sama dengan
yang diberikannya kepada Jenderal Sherman.
Kemudian dia menelpon petugas yang lain,
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan yang lain, terus sampai ke bawah daftar.
Aku mondar-mandir dari jendela ke jendela,
dari kamar mandi ke meja. Bahkan menuang
secangkir kopi, dengan banyak gula dan krim
tanpa susu. 131 "Ugh." Rasanya seperti oli mesin. Oli mesin yang
manis dan berkrim. Aku bergidik dan
meletakkan cangkir di meja.
Gubernur menutup telepon. Menelusuri
daftar lagi. Dan terdiam.
"Letnal Kolonel Larsen." Dia memandangi
nama itu. "Batalion nya baru saja kembali ke
kota pagi ini. Mereka baru pulang dari
latihan militer di gurun pasir." Perlahan
senyum mengembang di wajahnya. "Selama dua minggu."
"Dua minggu?" aku berkedip. "Itu
berarti?"
Tobias. Gubernur mengangguk. "Sekitar enam
ratus pasukan." "Ini" ini hebat!" aku mendorong telepon
ke arahnya. "Telepon dia. Katakan untuk
menjaga pasukannya terus bersama-sama.
Suruh mereka berkumpul dulu di suatu
tempat di mana pasukan Yeerk tidak bisa
mencapai mereka." "Aku rasa aku tahu tempat yang cocok."
Dia mengambil telepon dariku dan mulai
menekan nomor. "Kolonel Larsen?" dia berkata. "Ini
gubernur. Dan aku sedang dalam keadaan
darurat." 132 Panggilan itu butuh waktu satu menit
setengah. Gubernur memberikan perintah
kepada letnan colonel, dan suara si letnan
colonel terdengar membalas "Laksanakan,
Bu." Dia menutup telepon. "Kita jadikan mansion
gubernur ini sebagai markas sementara.
Battalion Kolonel Larsen bisa tinggal di
halaman." Dia menggelengkan kepala.
"Tukang kebunku bakal kumat stroke nya."
Gubernur sekali lagi menelusuri daftar dan
menelepon. Setelah dia menelepon semua
petugas dalam daftar, dia mendorong telefon
ke samping. "Yah, kurasa sudah semua. Kita
sdah melakukan apa yang kita bisa."
"Belum cukup," aku berkata. "Anda jadi
target sekarang. Anda butuh sekuriti pribadi.
Bodiguard. "Aku punya Collins," kata gubernur.
"Itu bagus, dan jangan tersinggung,
Collins." Aku memberinya senyum minta
maaf. "Tapi ?" "Tapi satu penjaga dengan pundak yang
terluka tidak akan cukup." Dia berkata. "Aku
akan melakukan apa saja yang aku bisa,
Gubernur. Anda tahu itu. Tapi Anda butuh
lebih banyak orang."
Aku mengangguk. Memandang gubernur.
"Bisa Anda pikirkan orang-orang yang lain"
Seseorang yang bisa Anda andalkan"
Seseorang yang membuat Anda aman" Apa
133 ada seseorang yang Anda yakin sudah
lama pergi jauh, mungkin malah ke luar
negeri, selama lebih dari tiga hari?"
Gubernur mengernyitkan dahi. Membaca
ulang jadwal kegiatannya. "Ya!" Dia
mengetukkan jari ke satu halaman. "Mayor
MacDonald. Direktur deputi kepolisian
negara bagian. Dia baru saja kembali dari
konferensi Interpol di Paris selama
seminggu, dan kurasa dia juga membawa
beberapa petugas bersamanya."
Dia mengangkat telepon, menekan
nomor, dan memberitu MacDonald apa
yang dia butuhkan. "Dia sedang menuju ke sini," dia berkata
sambil menutup telepon. "Dia tinggal di kota dekat sini, tidak akan
lama." "Aku harap tidak lama," kata Collins.
Dia menyibakkan tirai jendela yang berat
sehingga kami semua dapat melihat ke luar.
"Kita kedatangan tamu, Gubernur."
Ya, kami memang kedatangan tamu.
Sejumlah Humvee dan truk militer
berbaris di jalan. 134 Humvee yang paling depan sekitar satu mil
lagi jauhnya. Barisan kendaraan militer di
belakangnya memanjang sampai ke bukit
berikutnya. "Ada kemungkinan itu battalion Kolonel
Larsen?" aku bertanya.
Gubernur menggelengkan kepalanya. "Belum cukup waktu untuk mengumpulkan
pasukannya. Mereka tidak akan sampai ke
sini dalam beberapa jam." Dia mengintip
jendela. "Lagipula, unit ini terlalu kecil. Aku
hitung enam humvee dan delapan truk.
Mungkin ada lagi di belakang yang belum kita
lihat. Tapi tidak terlalu besar untuk sebuah
battalion." Dia mengernyit. "Tapi aku tidak
memerintahkan unit manapun untuk melapor
ke sini." 135 Ax mengawasi konvoi tersebut,
gubernur, mereka pasti mengikuti perintah
orang lain.> dia memutar mata tanduknya
menghadapku. "Yeah," aku berkata. "Visser One. Bu
Gubernur, kami harus membawa mu pergi
dari sini. Cepat. Kita lewat belakang. Lewat
sungai lagi."
Tobias menggerakkan kepalanya menunjuk jendela belakang. Perahu-perahu
bermotor polisi berpatroli di sungai.
"Bagus." Kataku sinis memandang
perahu. Lalu ke konvoi. "Pasti ada cara
lain." Bunyi sirene. Aku berbalik. Sebuah mobil
polisi melaju di jalan, datang dari arah yang
berlawanan, lampunya berkelap-kelip.
"Ya ampun, Gubernur." Suara Collins
mulai terdengar panik. "Mereka datang dari
segala arah." "Tidak." Aku mengawasi mobil polisi yang
sedang melaju ke arah kami. "Tidak yang
ini. Yeerk tidak akan mengirim satu mobil."
Gubernur mengangguk. "MacDonald. Itu
pasti MacDonald."
Konvoi tadi menderu di jalan, setengah
mil dari mansion. Mobil polisi melaju cepat
di jalan yang lain, kelebatan merah dan biru.
136 Gubernur mengangkat telepon. Membuat
panggilan satu kali lagi. Kali ini untuk pos
penjaga di depan. "Buka gerbangnya," dia berkata. "Sebuah
mobil polisi akan datang dalam beberapa
detik. Biarkan lewat. Jangan berhentikan. Aku
ulang. Jangan berhentikan. Aku sudah
memberi izin kepada polisi itu."
Belokan yang menuju ke mansion gubernur
terletak di dasar antara kedua bukit. Sebuah
Humvee meluncur di puncak bukit yang satu.
Mobil polisi sedang melewati turunan di bukit
yang satunya. Tancap gas dan melesat
melewati belokan, menyemburkan debu dan
kerikil ke bagian atas Humvee.
Lalu mobil itu melaju melewati gerbang
yang terbuka, menderu di jalan masuk, dan
berhenti di depan pintu masuk mansion. Pintu
menjeblak terbuka. Tiga petugas melompat
ke luar. "Itu dia. Yang tinggi." Gubernur menunjuk.
"MacDonald." Para petugas masuk ke dalam, beberapa
detik kemudian terdengar langkah kaki di
aula. Kami dorong rak buku dari depan pintu
dan membuka kunci. MacDonald masuk ke
kantor, diikuti oleh dua orang polisi. Aku
mengunci pintu di belakang mereka.
"Ibu gubernur." MacDonald mengangguk
kepada gubernur. Pandangannya menyapu
penghuni lain ruangan ini. Aku, seorang anak
137 cakep biasa. Collins, satu pundaknya
diperban asal-asalan. Elang di kisi jendela.
MacDonald mengernyit dan menggelengkan
kepalanya. Dan Ax. "Ahhh!" MacDonald meraih pistolnya.
"Jangan!" gubernur menahan tangannya.
"Ini Aximili-Esgarrouth-Isthill. Dia Andalite.
Teman." Ax melangkah maju dan menundukkan
kepalanya. Menjaga mata tanduk tetap
kepada pistol MacDonald dan menjaga
ekornya terangkat. MacDonald menyipitkan mata. Mempelajari Ax. Tangannya melayang di
atas sarung pistolnya. "Aku akan menjelaskan semua begitu kita
punya waktu," kata gubernur. "Sekarang
yang perlu kau tahu adalah pasukan itu ?"
dia menunjuk ke jendela. Konvoi sedang
melaju di bawah pepohonan di jalan masuk.
"Pasukan itu sudah diambil alih oleh
kekuatan musuh. Musuh dari angkasa luar.
Kita harus melakukan apa saja untuk
menghentikan mereka."
"Dari luar angkasa?" MacDonald melongo
memandangnya. "Aliens" Anda pasti
bercanda!"
tersinggung.
Oke. Jadi apa yang harus kita lakukan?"
"Gubernur adalah yang paling utama," aku
berkata. "Jika kami bisa membuat Pengendali, para alien itu, keluar dari sini,
bisakah anda menjaga keselamatan beliau
sampai battalion Kolonel Larsen tiba?"
"Yeah," kata MacDonald. "Tidak masalah."
"Bagus." Aku berbalik ke gubernur. "Aku
tidak bisa bilang di mana kami tinggal. Anda
tidak akan bisa mengontak kami, tapi kami
akan menghubungi Anda. Segera."
"Bagaimana?" dia bertanya.
"Aku tidak yakin. Tapi kami akan cari cara.
Kami selalu mencari cara."
turun dari kisi jendela. MacDonald memandangnya. "Burung itu
tidak bicara," dia menggumam. "Burung itu
tidak bicara." Ax menyalami gubernur dan membungkuk
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rendah.
"Bagi ku, juga," gubernur membalas.
Aku juga menyalaminya dan sengaja agak
terlalu lama menggenggam tangannya.
Kepala gubernur turun naik. Dagunya turun
ke dada. Dia sepertinya tertidur saat
bersandar di kursinya. Aku melepaskan
tangannya, dan dia mengerjap terbangun.
139 "Oh!" dia menggosok lingkaran di bawah
matanya. "Sepertinya kopi tadi tidak mempan."
"Jangan khawatir," aku berkata. "Ini hari
yang panjang. Oke, aku mau ke belakang
sebentar sebelum kita berangkat."
Aku melesat ke kamar mandi dan
mengumpulkan apa yang kubutuhkan. Lalu
aku berlari kembali ke kantor, tangannku
terlipat erat ke dada. Armstrong membuka pintu kantor yang
terkunci. "Aman," dia berkata.
Ax, Tobias dan aku melangkah ke aula.
Sepertinya tidak ada yang melihat benjolan
abu-abu basah yang kuselundupkan di
dalam kaos ku. Aku mendorong pintu depan sampai
terbuka dan berjalan penuh wibawa ke
beranda luar. Sendirian. Gaun lembab ku
menggantung di kaki. Mobil Hummer dan truk Garda Nasional
mengelilingi mansion gubernur. Tentara
berpakaian loreng-loren kamuflase berjongkok di balik semak-semak yang
terawat dengan baik, senjata mereka sudah
siaga. Aku melihat ke lautan senjata di depanku.
Pistol, senapan, howitzer, senjata Dracon.
Semua terarah kepadaku. Aku menguatkan diri. Menyunggingkan
senyum yang kuharap meyakinkan. "Betapa
140 141 menyenangkan melihat pria dan wanita
angkatan bersenjata kita berkumpul di sini.
Bagaimana pun juga, aku pikir ?"
Aku merinding. Ini terlalu aneh. Suara
gubernur keluar dari tubuhku. Lalu
kuingatkan diriku sendiri. Ini juga bukan
tubuhku. Ini tubuh gubernur. Aku menyadap DNA nya tadi saat
bersalaman, lalu aku berubah wujud di aula
di luar kantor. Sekarang aku bertelanjang
kaki di beranda depan, mengenakan gaun
lusuh dan basahnya, berusaha untuk
menyakinkan pasukan orang gila bersenjata
bahwa aku adalah dia "gubernur-yang asli.
Aku berdehem. "Seperti yang kubilang,
aku rasa kita sedikit salah komunikasi,
karena aku tidak diberitahu ada acara Garda
Nasional dalam jadwalku. Bisa aku bicara
dengan komandan pasukan kalian?"
Pintu salah satu hummer berayun
membuka. Seorang pria dengan seragam
ketat keluar. Dia pendek dan berkulit coklat
dan terlihat seperti anjing bulldog. Dia
berjalan melintasi halaman, cahaya matahari
berkilau di sepatu boot nya yang disemir
mulus. Dia berhenti di depanku. Matanya yang
dingin dan tajam mengebor kepalaku. "Aku
komandannya," dia berkata. "Aku yang
berkuasa di sini." 142 "Bagus." Aku mengangguk. Harus terus
berakting. "Nah, Kol " Kapt?"
Aku mengernyit memandang rajawali emas
berkilat di kerahnya. Apa pangkat orang ini"
Kolonel" Kapten" Kaisar Agung Banget"
"Nah, lalu" pak," aku berkata. "Aku tidak
diberitahu ada latihan militer di halaman
depan mansion ku hari ini."
Wajah si pria menjadi sinis.
"Ini bukan latihan," dia berkata. "Ini adalah
operasi mendadak yang terencana, dan
sedang berjalan lebih mulus dari yang
kuimpikan. Apa yang dikatakan koran tentang
mu" Keras-hati" Kupikir gubernur keras hati
kita akan melakukan perlawanan yang lebih
keras. Jika aku tahu semudah ini, aku tidak
akan membawa teman sebanyak ini." Dia
mengayunkan lengannya ke para tentara dan
truk. "Seperti mubazir, kan?"
Bibirnya membentuk senyuman sinis.
Dan mendadak aku tahu. aku sedang
berhadapan dengan Visser One. Dia tidak
dalam wujud manusianya yang biasa, tapi
aku yakin ini dia. Aku memaksa wajah gubernur menjadi
bingung tak tahu apa-apa. Aku tidak boleh
membuat Visser One melihat tanda-tanda
bahwa aku mengenalinya. Bahwa aku tahu
apa yang sedang ia rencanakan.
Bahwa aku lebih dari sekedar gubernur
negara bagian ini. 143 "Aku tidak mengerti apa yang kau
bicarakan," aku berkata.
"Aku yakin kau tidak mengerti." Dia
berbalik ke pasukan. "Kopral!"
Salah satu tentara berlari ke depan. "Ya,
pak." "Maukah kau antarkan gubernur kita ke
kendaraannya?" "Ya, pak." "Kendaraanku?" aku berkata. "Tapi aku
tidak pergi ke mana-mana."
"Oh, kau ikut kami," kata Visser One. Dia
mulai berjalan kembali ke Humvee. "Ke
suatu tempat yang sangat istimewa."
Kopral menarik lenganku. "Pelan-pelan!" aku menarik lengan
menjauh. Terus berakting, Marco. Terus berakting.
Aku mengambil napas. "Anak muda," aku
berkata. "Kau menyakitiku."
"Benarkah" Bagus." Si Kopral menggiringku melintasi jalan.
Tentara yang lain mulai membereskan
senjata mereka dan memasukkannya ke
dalam truk. Mereka bersiap meninggalkan
tempat ini. Aku nyaris tersenyum. Si kopral mendorong ku hingga wajahku
mengenai kanvas besar yang menutupi truk.
Dia memutar tanganku ke belakang dan
menguncikan borgol ke pergelangan
tanganku. Dua temannya mengangkatku ke
144 belakang truk. Humvee Visser One menderu lewat. Aku
mengawasinya pergi. Melihat ke sekililing.
Apakah Tobias dan Ax sudah ambil posisi"
Aku tidak tahu. Tentara mendorongku ke tanah. Kopral
mengambil tali dari belakang truk dan
mengikatnya di pergelangan kakiku. Simpulnya kuat sekali. Tali itu terasa panas di
kulitku. Orang-orang ini tidak tahu cara memperlalukan wanita. "Owww! Siapa namamu, nak" Aku ingin
tahu nama, pangkat, dan nomor sosial
sekuriti. Uh, nomor serial. Aku akan menahan
gajimu. Kau akan didenda." Aku melotot
kepada ketiga tentara itu. "Kalian semua."
"Oh, tidak." Si Kopral mengejerk. "Jangan
denda kami!" "Aku gemetar," kata salah seorang
temannya. "Lihat aku, tubuhku gemetar semua."
Bagus sekali. Aku terdampar bareng
pelawak. Yang tidak lucu, pula.
Si kopral selesai mengikat kedua
pergelangan kaki ku. Dua temannya kembali
ke belakang truk dan memegangi kanvas biar
terbuka. "Aku tidak mengerti kalian," aku berkata.
"Aku tidak mengerti apa yang terjadi di sini."
145 "Jangan khawatir, nanti juga mengerti."
Kopral mengangkatku ke pundaknya. "Kau
akan segera mengerti semuanya."
Dia menggotongku ke belakang truk,
memanjat naik setelahku, dan menutup
kanvas kembali. Kami siap berangkat. 146 Aku terbaring di atas perutku. Aku bisa
melihat lantai, ujung boot Pengendali, dan
tumpukan kotak amunisi di sudut.
RRRRRRrrrrrrrmmmmm. Truk menderum menyala. Bergetar saat
pengemudi memasukkan gigi.
RRRRRRrrrrrmmmmmm. Pengemudi menginjak gas. Kamu bergerak
maju, berhenti sebentar, dan maju lagi.
BAM! Kotak peluru jatuh ke lantai.
"Ooooooph." Sesuatu yang berat menimpa punggungku.
Pengemudi menambah kecepatan, mengganti gigi, dan kami melaju di jalan. Truk
bergoyang, kanvas di sisinya tertiup angin.
Wajahku berbenturan dengan lantai logam
yang dingin. 147 "Apa tali dan borgol ini perlu?" aku
berkata. Aku berguling ke samping dan mengayunkan kakiku yang terikat ke depan.
Kakiku sudah ungu dan kebas karena aliran
darah yang tersumbat. "Aku tidak bodoh," aku berkata. "Aku tidak
akan mencoba kabur."
Aku mencoba bangkit ke posisi duduk.
Aku jatuh terjerembab dan mencoba lagi.
"Aku sungguh menyadari wanita paruh
usia seperti aku bukan tandingan tiga
prajurit terlatih " aah!"
Aku duduk. Dan berhadapan langsung dengan laras
senapan. Kopral dan dua temannya
mengelilingiku, M-16 teracung ke kepalaku.
"Oh, yang benar saja," aku berkata.
"Tidakkan kalian sudah keterlaluan" Seperti
yang kukatakan, aku tidak dalam posisi
untuk " ulllmph."
Kopral menyumpalkan kain kotor ke
mulutku. "Tutup mulut," dia berkata.
"Huuulph." Aku tersedak benang yang
lepas, sedikit pasir, dan sesuatu yang
lengket dan asam di kainnya. Tumpahan
kola basi. Aku memandang marah kepada para
penangkapku. Mereka seperti makhluk
kloningan. Potongan rambut
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sama. Seragam sama, kamuflase dan sepatu boot
148 tempur. Cengiran sama di wajah mereka.
Yang berbeda hanya pin kecil di kerah
yang menunjukkan pangkat mereka. Seperti
rajawali emas di kerah Visser One tadi, hanya
saja punya mereka berupa garis hitam polos.
Si kopral punya dua garis. Salah satu
temannya punya satu setrip garis. Yang satu
lagi, tidak ada garisnya.
Si tak bergaris menyodokkan laras M-16
nya ke wajahku. "Apa yang kau lihat?"
"Ur-uuhl." Aku mengangkat bahu dan
menggelengka kepala. Kami berguncang di sepanjang jalan.
Cahaya matahari menembus pepohonan dan
berkedip terkena atap kanvas.
di atas kanvas. Rrrrrrrrriiiip. Atapnya robek dan terbuka.
Thummmmp. Dan satu Hork-Bajir jatuh ke dalam bagian
belakang truk. "Hey!" si kopral mengayunkan senapannya
dengan liar. Si Hork-Bajir " Tobias " mengangkat pisau
di lututnya. "AAAAAAAAHHHHHHHH!"
149 M-16 si kopral terjatuh ke lantai truk. Si
Setrip Satu terjun mengambilnya.
Hork-Bajir kedua " Ax jatuh dari
kanvas. Dan memiting tangan si Setrip Satu ke
lantai dengan kaki tyrannosaurus nya. Ax
mengepalkan tinju kulitnya.
WHAP! Setrip Satu pingsan. Kopral terjatuh pada lututnya. Dia
sekarang berputar. Mencoba meraih
senapan yang terjatuh. Tobias menangkapnya dengan satu tangan dan
menyentaknya dalan suatu kuncian. Darah
muncrat dari tangan kopral.
Si Tak bergaris diam-diam menjauh dari
pertarungan. Sekarang dia menempelkan
mulut senapannya di kepalaku. "Lepaskan
dia," dia memerintahkan Tobias, "atau
gubernur yang tanggung akibatnya."
Ax dan Tobias membeku. Truk tersentak saat pengemudinya
mengurangi gigi. Kami sudah mendekati
akhir jalan. "Kau tuli?" Tak bergaris berteriak.
"Kubilang, LEPASKAN DIA!"
Truk perlahan melambat. Aku memandang Tobias. Menangkap
tatapannya dan mengerti. Aku menggeleng.
Perlahan sekali, si Tak bergaris tidak
melihatnya. 150 Tobias mengangguk. Mengeratkan kuncian
mautnya kepada si kopral.
"Kau pikir aku bercanda?" Tak bergaris
menggetok kepala ku sebagai penekanan.
"Kau lepaskan dia atau ?"
Truk mendadak maju. "AAH!" Si Tak bergaris terhuyung mundur,
menabrak kotak peluru, dan tersungkur di
lantai truk, tidak sadarkan diri.
Dia mengepalkan kedua tangan.
WHAP! Si kopral terjatuh ke lantai.
Ax dan Tobias menumpuk para Pengendali. Lalu mereka mengumpulkan M16 dan mulai memotong larasnya dengan
mata pisau di pergelangan tangan mereka.
Aku menghentakkan kaki ke lantai. "Uh-urulph."
Tobias berbalik.
Ax memandangku. Memiringkan kepalany.
diikat, dan bisakah kita melepaskan kain kotor
dari mulutnya, karena kain itu rasanya enak
sekali.> Oh, bagus. Ax memilih saat ini untuk
akhirnya mengerti sarkasme manusia.
151
Aku menghentakkan kakiku lagi. "Uh-uhlur-ULUPH!"
menarik kain dari mulutku.
"Uuuuh." Aku menggerakkan rahangku.
Mulutku terasa seperti amplas pasir.
"Terima kasih. Sekarang, bisakah kalian
melakukan sesuatu terhadap borgolku?"
Tobias membalikkan badanku.
WHACK. Satu pergelangan tangan bebas.
WHACK. Dan yang satunya. Borgolnya jatuh
berdentang di lantai. Aku membuka ikatan kakiku dan
membantu Tobias dan Ax mengikat ketiga
Pengendali dengan tali. Aku berdiri. Melemparkan rambut abuabu yang menutupi wajahku ke belakang
dan merapikan gaunku. Kami berubah ke wujud asal, kemudian
berubah lagi. Sayap. Tobias dan aku
menjaga tawanan. Ax bertengger di atas
kotak peluru dan melihat keadaan.
berkata.
152 Bagian belakang truk menjadi gelap. Tiga
ekor bebek jantan terbang melalui lubang di
kanvas penutup dan mengepak pulang.
153 "Hey, Cassie, lihat!" aku berkata. "Kau
bintang TV." Aku menunjuk ke layar TV, seekor
serigala sedang melompat ke kerumunan
pasukan Garda Nasioanal. Serigala tersebut
menggeram, memamerkan gigi-giginya, dan
membenamkannya ke bokong seorang
tentara yang kekar. Kami sudah kembali ke ruma, di
cekungan Ax di lembah Hork-Bajir. Kami
mengerumuni TV Ax, menonton laporan
berita dari pertempuran kemarin malam.
Jake dan yang lainnya " Grup Pertama "
menemukan dan menyerang markas Yeerk
yang digunakan sebagai tempat menyusupi
para tentara. 154 Jake, Rachel, Cassie, dan kelompok
James, bersama beberapa petarung terhandal kelompok Hork-Bajir Toby. Pertempuran dengan cepat menjadi berdarah-darah, dan Grup Pertama menyadari mereka di ambang kekalahan.
Parah. Tapi mereka tahu mereka tidak boleh
menyerah. Mereka tidak boleh mundur dan
membiarkan ratusan tentara menjadi budak
Yeerk. Suatu waktu setelah tengah malam, datang
unit Garda Nasional yang lain. Kolonel yang
memimpin mereka memerintahkan komandan
Yeerk untuk membebaskan tentara yang
masih belum disusupi dan menyerah. Ketika
komandan Yeerk menolak, kolonel dan
pasukannya menyerang. Sekali lagi pertempuran yang putus asa dan berdarahdarah, tapi kolonel sudah pernah berada di
medan perang sebelumnya, dan dia tahu
bagaimana cara untuk menang. Dia memang
tidak menghentikan Visser One malam itu.
Tapi jelas dia memperlambat gerakan operasi
musuh. Ax mengganti saluran ke CNN.
"Hey, balikin lagi," kata Jake. "Aku mau
melihat berita itu."
Ax mengganti kembali ke saluran lokal.
Seorang reporter pirang sedang mewawancarai petugas militer bertampang
sangar di tangga luar pintu masuk mansion
gubernur. 155 "Itu dia." Jake menunjuk layar. "Orang
yang menghajar bokong Yeerk semalam."
Ax membesarkan volume suara. Wawancara tersebut sudah hampir usai.
?" terima kasih untuk keterangan
detilnya, Kolonel Larsen."
"Kolonel Larsen" Itu orang gubernur," aku
berkata. "Yang pasukannya baru balik dari
latihan di gurun pasir."
Reporter itu menghadap kamera.
"Letnan Kolonel Jacob P. Larsen, yang
baru saja ditunjuk sebagai kepala Garda
Nasional negara bagian kita, memberikan
keterangan menegangkan mengenai bentrokan yang terjadi di dalam Garda
Nasional tadi malam. Kembali ke Anda,
Dave." Kamera berpindah ke pembawa berita.
Dia menyunggingkan senyum khas pembawa berita TV. "Terima kasih, Patricia. Sehubungan
dengan itu, gubernur juga mendapat
pengalaman yang mengerikan kemaren
sore. Saat menghadiri penggalangan dana
di Hotel Ambassador, beliau diculik oleh tiga
orang, yang menurut saksi mata mengenakan kostum Halloween. Siaran
Berita Saluran Lima akan memperlihatkan
Animorphs - 51 The Absolute di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rekaman ekslusif dari insiden tersebut."
Gambar Dave digantikan dengan video
limosin melaju di parkiran, kepala berleher
panjang seperti ular menjulur dari atapnya.
156 Lalu kamera berpindah ke adegan gubernur
di atas punggung makhluk berkaki empat
berbulu biru yang berlari di sepanjang
jembatan. Seekor gorilla dan makhluk lain "
yang kepala panjang kayak ular " melompati
atap-atap mobil dan menghancurkan truk
pengantar barang ketika polisi mengejar
mereka. Siaran berita itu ditutup dengan adegan
helikopter meledak dan gerakan lambat kapal
pesiar tenggelam ke sungai.
"Jadi." Jake memandangku. "Kalian
melakukannya diam-diam, huh?"
"Hey, kami juga sangat cerdik di sana," aku
berkata.
"Hey, tenang sebentar," kata Cassie. "Aku
mau mendengar ini." Dia mencondongkan badan ke depan dan
membesarkan volume. Suara seorang
reporter meraung dari TV. "Kami memotong
acara yang sedang Anda tonton untuk
menyiarkan berita terkini dari ibu kota."
Gambar menjadi kabur untuk beberapa
saat, lalu kembali fokus ke Patricia, si reporter
pirang, yang sedang berbicara dengan wanita
gemuk berambut abu-abu.
Rachel menatap TV. "Dia cewek."
"Yah, dia cewek, Rachel." Aku mengerling
Tobias. "Memangnya kau tidak tahu?"
157 Rachel terlalu takjub kepada ibu gubernur
sehingga tidak mempedulikan ejekanku. "Ini
keren banget. Pejabat terpilih dengan suara
paling banyak di negara bagian kita adalah
seorang wanita." Dia memelototi layar.
Kamera mendekat ke ibu gubernur.
Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat.
Dia mengenakan sweater yang dikenakannya kemaren, hanya saja sekarang sudah kusut. Tapi begitu dia melihat ke kamera, mata
abu-abu tenangnya masih cerah berkilau.
Masih fokus. Patricia memberikan mikrofon dan
gubernur mulai berbicara.
"Aku tidak akan berbasa-basi," dia
berkata. "Aku harus mengumumkan keadaan darurat. Aku ulangi: keadaan
darurat. Ini bukan darurat militer. Polisi,
bahkan pasukan Garda Nasional kita, tidak
bisa dipercaya." Dia menatap si reporter.
"Media-media berita tidak bisa dipercaya.
Kalian bahkan tidak bisa percaya kepada
teman-teman atau keluarga kalian sendiri."
Dia menjelaskan tentang pasukan Yeerk.
Tentang bagaimana mereka menyusupi dan
dengan perlahan mengambil alih populasi
manusia, seperti penyakit tidak terlihat.
"Aku tahu kedengarannya fantastis," dia
berkata. "Seperti karangan Hollywood. Tapi
kalian pasti sudah melihat beritanya. Kalian
158 tahu apa yang kukatakan benar adanya.
Negara bagian kita, negara kita, seluruh
dunia kita sedang diserang. Tapi kita siap
untuk berjuang. Aku sudah meminta bantuan
dari Washington, dan presiden sudah setuju
untuk mengirimkan Pasukan AS."
"Pasukan AS," aku berkata. "Ini yang kita
inginkan sedari awal ka. Tapi kenapa aku
tidak gembira?"
berkata. Gubernur membuka-buka catatannya. Melihat ke kamera lagi. "Ini bukan saatnya
untuk panik," dia berkata. "Ini saatnya untuk
meraih ke dalam jiwa kita dan menarik
keberanian yang kita sendiri tidak tahu kita
punya. Musuh kita kuat. Tapi kita lebih kuat,
karena kita berjuang untuk hidup dan
kebebasan kita. Demi keberadaan kita."
"Terima kasih, Gubernur." Kamera berpindah ke Patricia. Ax mematikan TV. Kami duduk dalam
sunyi, memandang layar hitam.
159 OCRed By Arpit Nathany Translated by @aryaapepe Seruling Sakti 20 Pendekar Pulau Neraka 03 Lambang Kematian Pembunuhan Pondokan Mahasiswa 2