Debu. Tempat sampah di belakang. Susu basi yang
dioplos dengan air pemutih. Kau pikir tangkai sapu
tidak punya bau" Punya. Sedikit bau kayu, sedikit
jamur, dan di bagian atasnya berbau pembersih
tangan dari setiap pegawai yang pernah menyapu
toko. Dan kaki telanjang Marco! Pedas dan tajam. Dan
apa itu " endus, endus " apakah Marco menginjak "
endus " ya! Kotoran kuda! Tidak baru-baru ini,
Mungkin beberapa jam yang lalu, di gudang Cassie.
Tapi jelas ini kuda. Aku menjadi Champ. Aku punya tanggungjawab.
Aku anjing yang tangguh. Kesatria. Aku berdiri
dengan siaga saat Marco mengikatkan tali kekang
ke punggungku. Dia menemukan tali lain dan mengikatnya di
leher Champ yang asli. Champ mengangkat
kepalanya dan mengedip. Dia sudah sadar.
"Bagaimana cara kita membuatnya tetap
tenang?" Marco berdesis. "Dia anjing yang pintar.
Dia akan berusaha kembali ke tuannya. Kita tidak
bisa terus-terusan menyadapnya."
Ax mengeluarkan sebuah kotak dari balik
punggungnya. "Aku adalah berandalan sejati. Aku
mencuri ini dari keranjang ibumu, Tobias. Maafkan
aku." Biskuit anjing! 115 Ekor Champ mengibas. Dia mengendus
kotak itu, lalu duduk dengan sopan di kaki Ax,
menunggu makanan. Aku sendiri juga jadi merasa lapar.
pintu supaya terbuka, dan aku merangkak
kembali ke dalam toko. Kembali ke ibuku. Jika kau buta, maka kau sebaiknya jangan mau
memakaiku sebagai anjing pemandu. Percayalah.
Aku berjalan menyusuri lorong menuju ke tempat
ibuku berada. Pastilah dia mendengar langkah kakiku. "Hey,
Champ. Aku tahu kau tidak akan pergi terlalu lama."
Dia menangkap pegangan tali kekangku. "Maju."
Maju. Oke. Aku bisa. Dia berbahasa Inggris. Aku
mengerti Inggris. Tidak akan terlalu susah. Aku
berjalan dengan yakin di lorong.
Nyaris menarik Loren sampai terjerembab.
Dia berpegangan pada rak untuk menyeimbangkan badan. Oke, terlalu cepat. Aku bukanlah binatang
peliharaan yang berjalan-jalan di taman. Aku seekor
anjing pemandu. Champ. Aku harusnya tetap
berjalan di sisinya. Dia memegang pegangan tali dengan kencang.
"Maju." 116 117 Oke. Tidak cepat-cepat. Aku tetap di sisinya.
Tepat di sisinya. Dia hampir menyandungku.
Kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa
kakiku. Sakit. "ArrRRRF!" aku mendengking
"Oh, Champ! Aku minta maaf, boy. Aku tidak
bermaksud menyakiti kakimu yang malang."
Dia berayun maju dan meraihku. Memegang
kepalaku dengan kedua tangannya.
Dan aku hampir pingsan. Untuk pertama kalinya seingatku, ibu
menyentuhku, dan rasanya persis seperti yang
selalu aku bayangkan. Oke, aku tidak pernah membayangkan dia
menyentuhku saat aku tertutup bulu, menghembuskan napas anjingku ke wajahnya.
Dan 7-Eleven jelas bukan tempat yang
kubayangkan. Dalam imajinasiku, selalu pada
saat malam hari, dan dia menyelubungkan
selimut kepada aku yang berbaring di tempat
tidur mobil balapku. Yeah, aku dari dulu ingin
punya tempat tidur yang bentuknya seperti mobil
balap warna merah. Tidak keren, memang. Bodo
amat. Tapi aku selalu membayangkan dia
memegang wajahku dengan kedua tangannya,
persis seperti yang dilakukannya sekarang.
Kemudian, dalam imajinasiku, dia akan menarik
wajahku mendekat dan mencium hidungku.
Tepat seperti itulah yang dilakukannya. Loren
menarik wajahku dan mengecup ujung hidung
anjingku yang kasar. Tubuh anjingku gemetar.
Rengekan kecil keluar dari tenggorokanku.
118 "Orang-orang tadi benar-benar mengguncangmu, ya?" Dia memeluk leherku. "Tidak
apa-apa sekarang. Mereka sudah pergi."
Aku nyaris tidak bisa bernapas. Ibu sedang
menenangkanku, mencintaiku.
Yeah, aku tahu. Bukan benar-benar aku yang
sedang ditenangkannya. Dia sedang menunjukkan
cinta kepada anjing pemandunya.
Tapi akulah yang berdiri di sana. Aku
mendorong pikiran tentang Champ yang asli dan
membiarkan dia membelai ku. Membiarkan suara
lembutnya membuat tenang sekujur tubuhku.
"Merasa baikan, boy" Mari kita pulang." Dia
berdiri dan memegang pegangan tali kekang.
"Maju." Dan aku berjalan maju. Tidak menyandungnya.
Tidak berlari di depan. Aku tetap di sisinya.
Membimbingnya ke kasir. Membimbingnya pulang.
Wanita kereta dorong mengikuti kami, tentu saja.
Kami melewati anak di pemberhentian bus. Dan van
rusak itu. Tapi sepertinya tidak ada yang menyadari
sesuatu yang berbeda. Kami menaiki beranda Loren dan masuk ke
dalam rumah. Rumah Loren. Aku tidak yakin mengharapkan
apa. Tapi aku dapat". Tidak ada sama sekali.
Tidak ada lukisan di dinding. Tidak ada pajangan
atau souvenir. Tidak ada karpet.
Kami berada di ruang keluarga. Sama saja
seperti rumah bibi atau pamanku. Wallpaper yang
pudar dan terkelupas. Atap bocor. Lantai kayu yang
bengkok. 119 Perbedaannya adalah ruangan ini bersih.
Tidak ada koran dan kaleng-kaleng bir
berserakan di lantai. Tidak ada keranjang cucian
dengan pakaian dalam bertebaran sampai ke
sofa. Tidak ada tumpukan piring kotor di meja.
Semuanya begitu rapi. Di tempatnya masingmasing. Ada satu sofa coklat. Satu kursi
sederhana. Satu meja kayu kecil. Semuanya
ditempatkan di satu sisi ruangan, sehingga jalan
menuju dapur dari pintu depan jadi lebih lebar.
Loren menggantung dompetnya di gantungan
di sebelah pintu. Dia membuka tali kekangku
dan menggantungnya juga di sana. Aku
bersyukur. Tadinya aku mulai bertanya
bagaimana nanti aku melepaskan diri setiap dua
jam saat aku harus berubah kembali.
Dia membawa tas belanjaan ke dapur. Aku
berjalan mengikutinya, mengendus dan mengintip. Mencari sesuatu yang tidak pada
tempatnya. Sesuatu yang membuktikan Loren
adalah Pengendali. Yeah, aku benar-benar ingin
membuktikan ibu ku sudah dikendalikan oleh
Yeerk. Karena, begini, aku sudah pernah mengalami
yang seperti ini sebelumnya. Aku diberitahu aku
punya sepupu, yang ingin mengadopsiku.
Membesarkanku. Mungkin bahkan" mencintaiku. Hah. Sepupu tercintaku itu ternyata adalah
Visser Three, yang baru saja menjadi Visser
One sekarang. Semua itu ternyata jebakan.
Jadi sebaik apapun ibuku ini sepertinya, sebaik
apa pun dia terhadap anjing pemandunya, aku tahu
untuk tidak membiarkan diriku larut dalam imajinasi
sebuah keluarga yang hangat dan saling mencintai.
Seorang ibu yang tidak menginginkanmu itu adalah
masalah. Seorang ibu yang dikendalikan oleh alien
parasit yang jahat, itu masalah yang sama sekali
lain. Tapi aku tidak menemukan apa-apa. Tidak ada
Kandrona portable. Tidak ada bau Hork-Bajir. Tidak
ada yang menghubungkan Loren kepada Yeerk.
Dia sibuk mengerjakan pekerjaan rumah.
Menyusun barang-barang belanjaang. Menyiapkan
makan malam. Aku pergi ke bak mandi untuk
berubah kembali lantas berubah lagi. Membungkus
diri dengan mengigit tirai mandi saat aku berubah
dari anjing ke burung ke anjing lagi. Untuk berjagajaga jika ada orang lain yang mengawasi.
Saat Loren akhirnya pergi tidur, aku berubah
lagi. Tapi alih-alih menjadi Champ, aku berubah
menajdi diriku sendiri. Diriku yang manusia.
Aku butuh tangan. Aku menggeledah rumah Loren secara
menyeluruh dan hati-hati, mulai dari pintu depan,
sampai ke belakang. Lemari-lemari. Rak-rak di
dapur. Kotak obat. Kulkas. Dompet.
Aku memberitahu diriku sendiri aku masih
mencari tanda-tanda Yeerk. Dan memang begitu.
Tapi kenyataannya, aku ingin mencari lebih dari itu.
Aku ingin sebuah penjelasan. Penjelasan mengenai
hidupnya. Penjelasan mengapa aku tidak ada di
hidupnya. 120 121 Dan di laci meja paling bawah, terselip di
antara berkas-berkas lain, aku menemukannya.
Amplop gendut berwarna coklat tua. Aku
menariknya. Meniup debu yang menutupnya.
Membuka amplop itu. Berisi laporan kesehatan,
tagihan dokter, dan catatan dari pengacara.
Dan sebuah surat. Pinggirannya sudah
menguning. Ada bekas lipatan yang menunjukkan surat itu sudah dibuka dan dilipat
lagi berkali-kali. Surat dari perusahaan insuransi,
ditujukan untuk ibuku. Terlampir silahkan terima pembayaran untuk
luka-luka yang diderita dalam kecelakaan mobil
pada tanggal 12 Juni. Kami mengerti bahwa Anda mengalami
kerusakan otak dan kehilangan penglihatan;
bagaimanapun juga, kondisi tersebut permanen
dan tidak bisa disembuhkan. Penanganan medis
lebih lanjut tidak mendapat ijin. Klaim amnesia
Anda tidak dapat dibuktikan, dan operasi nya
tidak termasuk dalam tanggungan kebijakan
yang Anda pilih. Rincian biaya yang tertutup
mengakhiri kewajiban kami di dalam insiden ini.
Tapi dia harus ingat. Aku anaknya. Di suatu
tempat di dalam otaknya yang rusak, dia pasti
masih punya sedikit kenangan tentang aku. Iya
kan" Sepotong kecil memori tersimpan di sel
otaknya yang sehat" Di suatu tempat"
Harus. Aku akan bicara kepadanya. Yeah. Di
pagi hari. Jake tidak akan suka, tapi Jake tidak ada
di sini. Dan ini kan ibuku. Mungkin suaraku atau
keberadaanku bisa membawa sedikit ingatannya
muncul kembali. Oke, jadi aku terlalu banyak nonton sinetron
bersama Ax. Aku sudah menonton terlalu banyak
kasus amnesia disembuhkan oleh kehadiran orang
yang dicintai. Tapi jika itu bisa terjadi di TV,
mengapa pula hal tersebut tidak bisa terjadi
kepadaku" Aku menatap surat itu. Amnesia. Ibuku
amnesia. Apa maksudnya" Dia tidak ingat
apapun sebelum kecelakan" Dia tidak
Animorphs - 48 The Diversion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengingat" aku"
123 122 Tirai jendela di dapur berpendar merah
mudah dalam cahaya mentari pagi. Aku berubah
lagi menjadi diriku yang manusia. Membuat
seteko kopi. Menuangkan segelas untuk diriku
sendiri. Padahal aku tidak butuh kafein. Aku
duduk di meja dapur. Dan menunggu,
Ibuku bangun pagi sekali. Untung saja. Aku
tidak yakin bisa tahan berapa lama duduk di sini
tanpa ngompol atau mendadak terbakar. Aku
mendengar tempat tidurnya berderit. Mendengar
langkah kakinya menuju dapur.
Dia berhenti begitu memasuki dapur dan
merapatkan baju tidurnya. "Siapa di sana?" Dia
tidak terdengar takut. Hanya bingung. Aku rasa
dia tahu tidak ada maling atau pembunuh yang
sempat-sempatnya bikin kopi.
"Aku Tobias." Suaraku serak. Oh, yeah, aku
sudah sangat siap untuk ini. "Aku anakmu."
124 Dia mengambil kursi dapur. Meluncur duduk di
atasnya. "Tobias." Kesedihan tergambar di
wajahnya. "Aku selalu bertanya-tanya kapan kita
bisa bertemu." Aku menatapnya. "Kamu ingat aku. Kamu tahu
siapa ?" "Tidak." Dia menggelengkan kepala. "Tidak
seperti yang kau kira. Aku tahu aku punya anak.
Aku tahu namanya Tobias. Cuma itu. Mereka
membawa seorang anak kecil kepadaku setelah
kecelakaan itu. Seorang bayi laki-laki, tepatnya.
Mereka bilang dia anakku. Aku tidak ingat dia.
Padahal aku ingin sekali. Aku sudah coba. Tapi
tidak bisa. Aku tidak bisa mengingat apapun yang
terjadi pada hidupku sebelum kecelakaan."
Aku menelan ludah. "Bahkan sekarang" Setelah
sekian lama. Maksudku, tidak ada sedikit pun
ingatan yang kembali?"
Dia berpikir keras. Duduk diam untuk beberapa
saat. "Ada gambar-gambar. Samar. Setengah-jelas.
Bocah berambut pirang."
Tanganku otomatis menyentuh rambut pirangku.
Dia mengangguk. Seolah dia membaca
pikiranku. "Itu bisa saja dirimu. Aku tidak tahu.
Semuanya begitu jauh. Ada gambar-gambar lain
juga, gambar menyeramkan. Alien."
Alien" Aku duduk tidak bergerak.
"Kedengarannya gila," dia berkata. "Aku tahu.
Tapi cuma itu kata yang bisa kupikirkan untuk
menggambarkan mereka. Kata tersebut, tentu saja,
justru membuat para dokter memberikan ku lebih
125 banyak tes dan meyakinkan saudaraku, atau
siapapun wanita itu, bahwa aku sudah tidak
waras. Namun memang hanya itu yang ada di
dalam kepalaku. Alien. Langsung dari mimpi
buruk." Yeah. Aku hidup dalam mimpi buruk tersebut.
"Begini." Dia beranjak dari kursi dan berjalan
ke konter dapur. "Kupikir aku tahu apa tujuanmu
ke sini. Kau kira aku membuangmu. Dan
sepertinya memang bisa dibilang begitu. "Dia
mengambil sebuah cangkir dari rak dan
mengisinya dengan kopi. "Tapi aku tidak bisa
membesarkan seorang anak sendirian. Aku
buta. Permanen. Bertahun-tahun terapi. Kau
perlu orang yang bisa merawatmu. Seorang
yang paing tidak bisa mengingatmu."
"Aku butuh seorang ibu." Suaraku menggema
di dapur. Aku ingin menangkap dan menelan
kembali suaraku itu. Tapi sudah terlambat.
Sudah terlanjur keluar. Tanpa mendapat respon.
Loren mengaduk kopinya. Sendoknya beradu
ke dinding cangkir. Dia duduk kembali di meja.
"Saat aku kehilangan ingatan," dia berkata,
"aku tidak hanya melupakan semua orang yang
kukenal dan semua hal yang pernah kulakukan.
Aku bahkan lupa hal-hal yang mendasar. Seperti
menggosok gigi. Seseorang harus mengajarkan
ku bagaimana cara menggosok gigi. Tapi
mereka harus mengajarkan ku apa itu gigi
terlebih dahulu. Aku tidak tahu nama benda
keras yang ada di dalam mulutku." Dia menghela
napas. "Sangat tidak mungkin aku bisa
membesarkanmu." 126 Aku mengangguk. Masuk akal. Kepalaku
menerimanya. Tapi hatiku masih perlu diyakinkan.
"Tapi kamu tidak pernah, maksudku, tidak ?"
"Mengunjungimu" Aku tahu. Aku dirawat di
rumah sakit untuk waktu yang lama. Saat aku boleh
keluar, aku tidak tahu kau berada di mana. Mereka
bilang kau tinggal bersama saudaraku, tapi aku
tidak tahu alamatnya. Aku bahkan tidak tahu nama
belakangnya. Pihak rumah sakit juga tidak punya
datanya. Mungkin aku harus mencoba lebih keras.
Aku hanya berpikir " berharap-- kau bahagia.
Bersama orang-orang yang peduli padamu. Atau
paling tidak kenal dengan dirimu. Kau tidak perlu
wanita buta yang gila di dalam hidupmu."
Ya, aku perlu. Aku butuh.
Aku masih butuh. "Semua itu sudah tidak berarti lagi." Aku berkata.
"Yang penting adalah sekarang kamu berada dalam
bahaya. Aku tidak bisa menjelaskan sekarang, dan
kemungkinan besar kamu tidak akan percaya
kepadaku, tetapi aku harus segera membawa kamu
pergi dari sini." "Pergi dari sini?" Dia mengangkat tangannya.
"Whoa. Sebentar. Apa maksudmu?"
"Kamu tidak aman di sini," aku berkata. "Aku
harus membawamu pergi. Secepatnya. Aku akan
temukan cara. Tapi untuk sekarang kita harus
berjalan-jalan di taman supaya aku mengembalikan
anjing asli mu." "Anjing asliku?" Dia heran. "Champ?"
127 "Yeah. Jangan khawatir. Dia aman. Umm,
anjing penggantinya akan mengantarkan mu
kepadanya. Lalu kamu harus segera pulang ke
rumah dan berdiam diri. Jangan ke mana-mana
lagi. Bahkan jangan keluar rumah. Berjanjilah.
Aku dan teman-temanku akan mengawasimu.
Kami akan memotong kabel telepon, supaya
aman. Aku tidak akan membiarkan hal buruk
terjadi kepadamu, dan jelas aku tidak akan
membiarkanmu menjadi Pengendali."
"Menjadi apa?" Antara dia seorang aktris
yang luar biasa atau memang dia tidak mengerti
dengan apa yang aku bicarakan. "Aku tidak tahu
apa yang sedang kau lakukan, tapi ?"
"Tolong tetap tinggal di dalam rumah," aku
berkata. "Untuk dua hari saja. Lalu kembalilah
berjalan-jalan di taman."
"Oke, sekarang kaulah seperti nya yang gila.
Kau bilang kau anakmu. Mungkin itu benar. Aku
tidak punya cara untuk membuktikannya. Tapi
aku tidak akan pergi ke mana-mana. Aku tinggal
di sini. Di sinilah hidupku. Dan kau tidak boleh
memutus jaringan teleponku."
Dia benar. Tentu saja yang kukatakan
terdengar gila. Aku mengambil napas dalam-dalam. "Gambar-gambar alien aneh di dalam kepalamu
itu, besar, kan" Kulitnya kasar. Dengan mata
pisau, seperti silet mencuat dari kulit mereka."
Dia ternganga. "Siapa yang memberitahu
dirimu?" 128 "Tidak ada. Aku sendiri yang melihat mereka.
Aku tidak tahu apa yang dikatakan dokter setelah
kecelakaan, tapi gambar-gambar itu bukan
disebabkan karena kerusakan otak ataupun karena
obat. Kamu tidak gila. Gambar-gambar itu adalah
ingatan dari sosok alien yang benar-benar ada."
Dia tidak bergerak. Tidak bicara.
"Katamu mereka seperti mimpi buruk," aku
berkata. "Tapi apakah ada gambar lain" Yang tidak
seperti mimpi buruk" Yang terlihat baik" Terhormat,
bahkan?" Dia mengangguk. Pelan. "Sangat samar. Tidak
berbentuk. Sulit untuk dikenali. Aku tidak pernah
menceritakan yang satu ini kepada siapapun.
Seperti"perasaan saja. Sekelebat."
"Sekelebat warna biru?" aku berkata.
Dia mengangguk lagi. Dia turun dari meja dan
meletakkan cangkirnya di wastafel. "Dua hari dari
sekarang" Di taman?"
"Yeah." Dia menyisir rambutnya ke belakang telinga.
Menggigit ujung bibirnya. "Aku akan ada di sana."
129
Jake mendongak menatapku. Belum bicara
sepatah katapun. Kami sedang di lembah Hork-Bajir. Aku
terbang ke sana setelah kami menukar si anjing
pemandu. Loren dan Champ sudah kembali ke
rumah mereka. Di bawah pengawasan seekor
osprey yang bertengger di atap Ricky Lee dan
seekor burung harrirer yang bersarang di garasi
belakang rumah Loren. Jake sedang duduk di rerumputan di bukit di
sisi lembah, punggungnya bersandar ke pohon.
Aku hinggap di cabang pohon di atasnya.
nya ke rumput. "Kau tidak tahu itu benar, Tobias."
Benar kenapa" Karena dia mencintai anjingnya"
Karena tangannya begitu lembut dan hangat saat
membelainya" Membelai diriku"
yang dilakukan oleh orang buta dengan penghasilan
minimal.> "Tidak berarti apa-apa."
"Mungkin saja dia menyimpannya di tempat lain.
Di gereja itu, mungkin. Atau mobil van di seberang
jalan."
tidak berguna.> Aku menatap sekeliling lembah.
sekarang. Jika dia tidak keluar rumah untuk dua hari
lagi, kita akan bisa memastikannya.>
Jake mengangguk. "Begitu juga dengan Yeerk.
Bahkan jika dia bukan Pengendali, mereka akan
merencanakan sesuatu. Mereka akan menunggumu. Kau harus membiarkannya, Tobias.
Lupakan dia." 131
bisa melupakan ibuku. Aku akan membawanya
pergi dari sana.> "Bagaimana" Kau sendiri yang bilang. Dia
buta. Bagaimana cara kau membawa orang buta
saat pasukan Yeerk melihat?"
menancapkan cakarku ke cabang pohon.
Dia mendongak. Pandangannya bertemu
denganku. Pemahaman muncul di wajahnya. Dia
tahu apa yang kurencanakan.
"Ajak Rachel," katanya. "Kau
Animorphs - 48 The Diversion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan membutuhkan cakar-cakarnya."
Aku terbang melintasi lembah. Di atas para
sejumlah besar Hork-Bajir yang sedang bekerja
seperti semut-semut, membantu ayah Marco
membangun kabin untuk keluarga Cassie dan
keluarga Rachel. Aneh sekali. Satu lagi yang ironis. Evakuasi
mendadak keluarga kami sudah mengguncang
Animorphs. Memojokkan kami.
Tapi itu memberikan energy baru kepada
pasukan Hork-Bajir merdeka. Satu kelompok
sedang latihan bertempur di padang rumput
pada daerah di pinggir lembah. Mereka terlihat
seperti pisau cukur lagi latihan kick-boxing.
132 Toby, cenayang Hork-Bajir muda, mengumpulkan kelompok lain untuk berdiskusi
dengan ibu Marco. Eva adalah induk semang Visser
One selama bertahun-tahun. Dia sudah melihat
semua hal yang dilihat Visser One yang lama itu.
Dia tahu seluk beluk organisasi Yeek, kapal induk
yeerk, dan rencana mereka ke depan. Dan Toby
bermaksud untuk mengumpulkan setiap informasi
yang diketahui oleh Eva. Kelompok yang lain mengikuti Cassie dan
keluarganya ke mana-mana seperti segerombolan
anak anjing. Anak anjing besar yang berbadan
tajam. Para Hork-Bajir itu jatuh cinta kepada orang
tua Cassie. Ibu Rachel lah yang paling mereka tidak suka.
Meski begitu, dia punya kelompok orang-orang
tajamnya sendiri. Mereka pikir keahlian hukum ibu
Rachel adalah jawaban dari dilema identitas
mereka. Mereka butuh konstitusi, dan mereka ingin
ibu Rachel membantu memberikan rancangannya.
Mereka membuat meja piknik di tengah-tengah
lembah sebagai semacam kantor.
Rachel duduk di kursi taman di pinggiran. Aku
melayang turun dan hinggap di lengan kursi.
"Ibuku." Rachel melambaikan tangan ke arah
meja piknik. "Thomas Jefferson pakai sepatu tinggi."
Dia angkat bahu. "Ada banyak diskusi tentang
kulit kayu dan kapan kau boleh mengelupasinya,
dan berapa banyak, dan di mana. Masih jauh
sebelum mereka bisa teriak "Bersama, Kita Bisa.?"
133 Dia menyandarkan kepalanya di senderan
kursi. "Tolong bilang kau datang untuk
menyelamatkanku dari tempat ini, Tobias. Aku
tidak melakukan apa-apa selain menjaga adikadikku dan mendengar ibuku ceramah tentang
ketidakbersihan kondisi kamar mandi. Tolong
bilang kau perlu bantuanku. Bilang kau sedang
merencakan sebuah misi berbahaya. Bilang kau
tidak bisa melakukan itu tanpa diriku."
memejamkan matanya. "Kau menyelamatkan
kewarasanku." "Oh, yang benar saja." Ibu Rachel baru saja
melempar pulpennya. Sebuah adu argument baru saja terjadi di
antara dua kelompok Hork-Bajir, faksi daun
gugur dan faksi daun jarum. Mereka saling
berteriak dan saling mengacungkan kepalan
tangan. Ibu Rachel mengusap-usap pelipisnya.
berkata. "Jangan." Rachel tertawa. "Dia menikmati itu
semua. Yang sedang kau lihat itu adalah
seorang wanita yang berbahagia. Justru saat
semua pertengkaran dan adu mulut itu berhenti,
barulah dia merasa sengsara."
134 Kami bergerombol di dalam tempat yang nyaris
gelap gulita. Di terowongan pejalan kaki di bawah
jalan, yang menghubungkan sisi-sisi taman. Aku
menjadi anjing pemandu. Rachel dan Marco masih
manusia. Ax jadi burung harrier, bertengger di atap rumah
Ricky Lee tiga blok dari sini, menunggu Loren dan
Champ keluar dari rumah mereka.
Kami sudah mengawasi mereka selama dua
hari. Dia tidak pernah keluar rumah. Tidak ada
orang yang masuk ke rumah.
Dan sekarang kami menunggunya di taman.
Taman yang sama dengan yang biasa kudatangi
saat aku tinggal bersama pamanku. Terowongan
yang sama. Semen lembab. Botol-botol pecah.
Cahaya matahri menembus samar di kedua ujung
terowongan. Tempat sempurna untuk bersembunyi
saat aku dulu butuh tempat untuk kabur dari
kehidupanku. 135 Atau tempat yang sempurna untuk ibuku
kabur dari kehidupannya. Dan yeah, aku sudah mulai muak dengan
semua ironis-ironis ini.
berdering di kepalaku.
bersepatu kets dan kuku-kuku tajam. Melintasi
pinggir jalan. Menuruni anak tangga. Cahaya
matahari di salah satu ujung menghilang. Dua
sosok memasuki terowongan. Loren dan
Champ. Loren tahu aturan mainnya. Dia sudah ke sini
dua hari yang lalu, saat kami mengembalikan
Champ kepadanya. Dia berjalan ke pusat
terowongan dan menyerahkan pegangan tali
kekang. Rachel mengambilnya. Dia dan Marco
bekerja seperti kru di balap mobil NASCAR.
Rachel memasukkan kalung dan tali ke sekitar
leher Champ. Marco melonggarkan ikatannya.
Marco memasang tali kekang ke punggungku. Rachel memasukkan sesuatu yang
kecil dan ringan ke dalam tas Loren.
Marco mengencangkan talinya. Rachel
menyerahkan pegangan ke tangan Loren.
136
tangga.> Marco mengeluarkan segenggam biskuit anjing
dari kantongnya. Rachel meletakkan tangannya ke
kepala Champ. Champ yang asli. Dia mulai
melunglai ke dalam keadaan trans.
"Pergi," Rachel mendesis.
Loren memegang erat pegangan kekang. "Maju."
Aku melangkah maju dan membimbing ke ujung
terowongan yang satunya.
Kami keluar disambut oleh cahaya matahari.
Aku menatap sekeliling jalan. Si wanita kereta
dorong mulai menuruni anak tangga. Dia melihat
kami dan berhenti. Dia terus memandangi kami,
sambil mundur naik ke anak tangga dan mengambil
kereta dorongnya. Loren dan aku selesai berjalan-jalan di taman,
lalu pulang ke rumah. Wanita itu mengikuti dari jauh.
Seekor harrier melayang di atas kami.
Jalan rumah Loren tidak banyak berubah selama
dua hari ini. Remaja di pemberhentian bus masih
belum datang. Mobil Van yang masih ditinggalkan
juga masih ada. Tapi selama kami ada di taman,
mobil itu secara misterius berpindah tempat dari
tanah kosong seberang jalan ke trotoar tepat di
depan rumah Loren. Aku membawa Loren masuk, seperti anjing
pemandu yang patuh. Begitu pintu sudah dikunci
dan dia membuka taliku, aku bergegas menuju
dapur. Tidak ada Yeerk. Kamar tidur. Kamar mandi.
Tidak ada yang mencurigakan.
137 Aku kembali ke ruang keluarga.
"Tobias" Suaramu terdengar, yah, tidak
seperti terdengar. Lebih seperti ada di dalam
kepalaku. Dan sepertinya". anjingku adalah
kau." Dia menghela napas. "Aku gila."
itu belum apa-apa dibanding kegilaan yang akan
terjadi. Letakkan tanganmu di wajahku " di
wajah anjing ini " and biarkan saja di sana.
Percaya padaku.> Percaya padaku. Aku mengatakan kalimat itu
cukup sering belakangan ini. Aku bahkan tidak
yakin aku bisa percaya pada diriku sendiri.
meletakkannya di wajahku. Telapak tangannya
pada moncongku, jarinya di keningku.
Aku memusatkan pikiran pada elang-ekor
merah. Bulu di bawah jari Loren mulai mencair.
Menyatu menjadi cairan hitam dan mengeras.
Pola bulu-bulu burung menyebar di seluruh
tubuhku, seperti tato. "Ah!" Loren menyentakkan tangan ke
belakang. 138
mengucapkan kata itu.
Dia mengangguk. Meletakkan tangannya
kembali ke wajahku.
Aku mendorong bahasa-pikirannya keluar dari
kepalaku. Fokus. Tubuhku menyusut.
Crrrrrunch! Moncongku masuk kembali ke dalam
tengkorak. Mengeras membentuk paruh lengkung
yang tajam. Wajah Loren berkeriut takut. Aku bisa
merasakannya gemetar. Tapi dia tidak mengangkat
tangannya. 139
Aku berkonsentrasi dan menyelesaikan
berubah.
Keluarkan.> Dia mengangguk, mengambil kotak biru kecil
dari dalam dompet tas nya.
Kubus Pengubah Wujud. Salah satu alasan
aku membutuhkan Rachel. Kubus itu terlalu
besar dan berat untuk elang ekor-merah. Rachel
yang membawa kubus ini dari lembah Hork-bajir
dengan cakar rajawalinya.
140 Loren menaruh kubus itu di atas sofa dan
menekan bagian atasnya dengan telapak tangannya. "Ooh!" dia kaget. "Aku kesetrum."
atasnya.>
terdengar tegang.
Bunyi sirene. Beberapa blok lagi. Mereka
mendekat dengan cepat.
memberitahu Loren.
Animorphs - 48 The Diversion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepala burung, aku berdiri di sofa.>
Dia mengangguk. Walaupun wajahnya terlihat
bingung, tapi dia tetap melakukannya.
pikiran tentang bagaimana kira-kira wujud elang ini
terasa oleh tanganmu.>
Dia bertanya heran. "Apa ini semacam terapi
sentuh?"
Loren menekan tangannya ke buluku. Keningnya
berkerut tanda berkonsentrasi.
THWOK! THWOK! THWOK! Bunyi baling-baling
helikopter.
141
Tenang. Biarkan jiwa elang merasuki pikiranmu.> Biarkan jiwa elang merasuki pikiranmu"
Tidak heran ibuku bengong. Aku terdengar
seperti dukun sinting di acara Psychic Network.
Tapi rencanaku berhasil. Kulit Loren menggelap senada dengan warna
coklatku. Bayang-bayang garis bulu mulai
bermunculan di tubuhnya. Dia mencengkeram lengannya. Menggarukkan jarinya ke pola-pola bulu. "Apa
yang terjadi kepadaku?"
Man. Ada apa dengan kata itu.
sedang berubah menjadi seekor elang-ekor
merah.> "Aku seekor APA?"
Suara mobil-mobil berhenti di luar. Pintu yang
dibanting. Lalu suara langkah-langkah kaki.
Teriakan. THWOK! THWOK! THWOK! THWOK!
Helikopter sudah di atas rumah ini.
Tapi di dalam, aku tetap tenang. Aku penuh
determinasi, ya. Realistis. Tapi tidak panic. Aku
seperti" Jake. 142 Yeah, Jake. Karena aku tahu aku punya satu
tujuan yang juga jadi tujuan Jake. Menyelamatkan
keluargaku.
berkata, Loren mengangguk.
lebih buruk lagi. Apa yang lebih kau takutkan"
Elang" Atau mereka">
Loren menarik napas. Koreng bekas luka di
wajahnya menjadi mulus. Menjadi datar. Tengkoraknya meleleh dan membentuk diri sendiri
menjadi kepala elang. Pola-pola bulu menegas dan
keluar dari kulitnya.
Mendadak, tubuh elangnya menyusut ke lantai.
Kakinya menyempit. Kulit pada kakinya mengeras
menjadi seperti sisik. Jari kaki memanjang menjadi
cakar-cakar. Perubahan wujudnya sudah selesai. Dia seekor
elang. Elang ekor-merah. Persis seperti aku.
tajam.
berserakan ke lantai ruang keluarga.
Loren. Menabrak semua reruntuhan itu, mengambil
Kubus Pengubah Wujud dengan belalai gajahnya,
dan berlari keluar lewat dapur, membuat pintunya
bertambah lebar saat dia lewat.
THWOK! THWOK! THWOK! THWOK!
Angin yang dihasilkan baling-baling helikopter
menerpa rumah. Jalan dipadati oleh mobil polisi dan
SUV. Pengendali-manusia menyebar di halaman,
masing-masing dengan sinar Dracon. Jelas mereka
tidak peduli sudah membuat keributan. Di
lingkungan sini, tidak akan ada orang yang mau
repot-repot melapor.
dengan khawatir.
Dia membentangkan sayap. Mengepak.
Terangkat dari lantai kayu. Naik. Di atas sofa.
tetap terbang rendah.>
Kami mengepak menuju dapur. Terbang di
atas rak-rak. Membelok di sudut. Naik ke atas
dan keluar lewat lubang yang sudah dibuat oleh
Rachel dengan bijaksana. Tseeeew! Sinar Dracon lewat di atas kami. Pelurupeluru karet menembaki sayap kami.
Aku mengepak kuat sayapku. Loren
mengekor di belakang. Pengendali berlari
memutari sudut rumah. Menuju halaman
belakang. "Itu mereka! Elang-elang itu."
"TANGKAP!" Tseeeeew! Tseeeeeew! Tiang jemuran meledak. Kami terbang melalui gang di sekitar garasi.
Loren berjuang melawan angin. Melawan
sayapnya yang kelelahan karena mengepak
tiada henti. 146 Berjuang untuk tetap mengudara.
burung mengambil alih. Biarkan elang yang
terbang.>
Tetap terbang. Kami terbang di antara dua rumah. Di seberang
jalan. Menukik di bawah barisan pepohonan dan di
atas pagar kayu. Terbang rendah di dekat tanah.
"Ke mana mereka pergi?"
"Tidak tahu. Aku kehilangan mereka."
"Menyebar! Mereka tidak mungkin sudah
terbang jauh." Kaki-kaki menyusuri rumput dan kerikil. Suara
pagar dipanjati oleh seseorang.
Kami mengudara menembus rumput liar, dekat
dengan pagar. Pagar yang berakhir dengan batu
bata. Sebuah gudang. Ada celah di ujung. Papan
yang sudah lapuk dan tanggal-tanggal. Aku terbang
masuk. Loren mengikuti. Kami ada di sebuah gang sempit. Dua baris
kerikil, barisan lumut dan peralatan yang sudah
berkarat. Pohon-pohon ramping membentuk kanopi
di atas kepala kami. Kami melewati gudang tersebut. Lalu garasi.
Tanah kosong. Di belakang kami sebuah SUV masuk menabrak
ke dalam gang. 147 "Di sana! Keduanya. TANGKAP! TANGKAP!
TANGKAP!" Di depan, cahaya matahari di ruang terbuka.
Jalan raya. Mobil-mobil. Kami terbang melewati empat jalur lalu lintas.
Menuju tempat parkir di mall yang sepi di sisi lain
jalan. Kami memaksa sayap kami. Terbang cepat
di sekitar tiang lampu, tiang parkiran, dan neon
besar papan sebuah mall yang berbunyi:
HILLCREST CENTER, SURGANYA BELANJA.
Tseeeeew! Sinar Dracon ditembakkan. Aspal di bawah
kami menguap seketika.
Mall itu berbentuk seperti huruf U, jalan
masuk di depannya tertutup oleh logam-logam
bengkok yang membentuk tenda. Kami masuk
ke bawahnya.
Kami menelusuri etalase, menghindari kabel
dan logam-logam penyangga. Berbelok di sudut
U. Tseeeew! Jendela kaca pecah berkeping-keping di atas
kami. Kami mencapai ujung bangunan. Akhir dari
tempat persembunyian kami. Siang bolong.
Kami terbang di sekitar belokan. Memutari
bangunan itu. Menuju ke gang di belakangnya.
Aku putar balik. Loren mengulurkan cakarnya ke
depan. Mengangkat sayapnya. Berputar balik. Dia
belajar dengan cepat. Ujung gang yang satunya sudah dipenuhi oleh
mobil-mobil yang memagari jalan. Mobil-mobil
Pengendali. Kami meroket kembali ke tempat kami datang.
Lebih banyak Pengendali yang datang dari ujung
sana, Senjata Dracon mereka siap ditembakkan.
Aku berputar. Di satu sisi, dinding beton. Sisi
lain, bagian belakang pusat perbelanjaan. Di ujung
kedua-duanya, Pengendali.
Aku mengepak kuat sayap-sayapku. Terbang
naik. Loren melakukan hal yang sama di sebelahku.
Naik. Naik! Dan sebuah helikopter muncul di atas kami.
149 148 Helikopter itu turun mencoba menghantam
kami. Loren merapat ke arah bangunan. Aku
melemparkan diri. Berputar. Dan berusaha untuk
terbang lurus. Pilot helikopter itu menjulurkan badannya
keluar. Pengendali-nenek yang kemaren itu! Dia
mengangkat senjata Dracon nya.
Tseeeeeeeeew! Tembakannya meluncur melewati sayapku.
Membuat lubang seperti kawah di gang.
Kepingan aspal, seperti pecahan peluru,
menghujani bulu-buluku. Aku terhuyung. Loren
berputar. Pengendali-nenek membidik lagi.
Aku terjun ke ruang sempit antara tempat
sampah dengan tembok bata pusat
Animorphs - 48 The Diversion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perbelanjaan. Loren turun menyusul ku.
150
berdegup. Sayap-sayapku kebas.
Tseeeeeeeeeew! Tempat sampah itu meledak. Mendorong kami
ke dinding. Teriakan. Derap langkah kaki. Sirene. Aku tidak
bisa mengetahui dari mana suara-suara itu berasal.
Angin dari baling-baling helikopter terasa kuat
sampai ke gang. Melempari kami dengan kerikil.
Tiba-tiba:
kena debu-debu. Perlahan aku bangkit dari
reruntuhan, Loren di sebelahku. Dua elang yang
babak belur terbang menyusuri trotoar menuju toko
mainan yang sudah lama tak ditinggalkan
pemiliknya. "Itu mereka!" "Kejar!" Sejumlah Pengendali menyerbu kami dari kedua
ujung gang. Tseeew! Trotoar di belakang kami hancur.
"Tahan tembakanmu! IDIOT! Kalian akan saling
menembak." 151 Kami terbang turun melewati anak-anak
tangga logam. Lalu naik. Menuju dok bongkar
muat. Terhalang pintu baja yang berat. Tidak
bisa lewat. Tidak bisa keluar. Para Pengendali
mengejar kami. Melompati anak tangga.
Seorang Pengendali menyergap.
Tseeeeew! Aku menukik. Mencakar kepala botaknya
dengan cakarku. "AAAAAAAAAHHHHHHH!" Dia huyung ke
belakang, jatuh dari dok bongkar muat.
Sccuuuurrrrrruuuuuunch-BAM!
Pindtu baja di belakangku terkoyak. Terpilin.
Bergemuruh terbuka.
mempertanyakan gorilla yang berdiri di baliknya.
Ataupun alien berbulu biru yang berdiri di
sampingnya dengan ransel Barney tersandang
di bahunya. Fwap! Fwap! Ax menyabet ekornya ke depan. Dua
Pengendali terjatuh ke anjungan, pingsan.
Marco menggulung tempat sampah plastik ke
anjungan. Melemparkannya dari tepi. Mobilmobil Hot Wheels berserakan di trotoar.
Para Pengendali berlari menginjak mereka.
Terpeleset. Terhuyung. Smack! Jatuh mencium
tanah. Seperti di film Three Stooges.
mengikuti. Marco membanting pintu. Kami ada di sebuah gudang penyimpanan.
Barisan rak-rak besi menjulang sampai langit-langit.
Loren bertengger di puncak rak yang paling dekat,
menunggu. Aku terbang melewatinya.
palang-palang. Ax dan Marco berlari di bawah, tas
ransel berguncang-guncang di punggung Ax.
Kelihatannya kosong, tapi ada sesuatu yang kotak
dan berat di dasar ransel tersebut. Kubus Pengubah
Wujud.
menunggu di depan gudang. Lubang sebesar gajah
sudah tercipta pada dinding di belakangnya.
Tssseeeeeeeeew! Ka-BOOOOM. Pintu dok bongkar muat meledak di belakang
kami. Para Pengendali masuk ke dalam gudang.
Rachel menurunkan kepala besar abu-abunya
dan mendorong rak terdekat.
Rak nya oleng. Roboh menimpa rak di sebelah
nya. Dan yang di sebelahnya. Sebaris rak besi
roboh seperti domino. "AWAS!" Para Pengendali lari berpencar kembali
ke anjungan. 153
memasuki toko-toko kosong tak terpakai di
belakangnya. Ax dan Marco berlari di gang.
Loren dan aku terbang di atas, menghindari
lampu-lampu dan jaring laba-laba. Rachel di
belakang. Setengah rak masih berbaris rapi
penuh dengan mainan berdebu. Rachel
mengayunkan belalainya ke rak tersebut,
menjatuhkan Lego, tongkat-tongkat golf, dan
bola-bola Ping-Pong ke lantai di belakangnya.
Cahaya matahari bersinar melalu kaca-kaca
depan. Di luar, empat Pengendali berlari menuju
toko. CRRRRAAAAAASH. Melempar meteran parkir ke kaca. Bergegas
melalui pecahan kaca dan menyerang ke arah
kami. Marco melompat ke atas skuter. Memegang
kemudinya dengan dua jarinya yang besar,
mengacungkan tinju yang satu lagi, dan maju
menghantam Pengendali. WHAM! WHAM! WHAM! WHAM! Tinju gorilla melawan wajah manusia.
Keempat Pengendali jatuh ke lantai. Dan jelas
mereka tidak akan bangun untuk sementara
waktu.
THWOK! THWOK! THWOK! Helikopter terbang di atas kami.
154 Tseeeeew! Tseeeeeew! Sinar Dracon ditembakkan ke arah gudang.
Pengendali mengerjar kami di belakang.
Rachel berputar balik. Melumpuhkan tiga orang
Pengendali dengan kepalanya.
lampu. Berputar. Kembali mengepak.
Dia berputar. Melesat menuju rak kosong di
bagian bawah.
meninju yang satu, dan yang satu lagi dihantamnya
dengan siku. Pengendali yang lain mengarahkan
Dracon ke punggungnya. Aku menukik.
Tseeeeeeeeer! "Aaaaaaaaaaaaahhhhhh!"
Paruhku tepat mengenai jarinya yang memegang pelatuk. Senjatanya meluncur sepanjang lantai. Tak lama, lantai itu dipenuhi oleh para
Pengendali. Ax menyerang dengan belati ekornya.
Aku menggaruk mereka dengan cakarku. Rachel
dan Marco menghajar penyerang mereka dengan
kekuatan dan perbedaan ukuran. Satu per satu
Pengendali tumbang. Tapi yang terus berdatangan
jauh lebih banyak. Mereka membanjir dari gudang.
dengan perut Pengendali.
mencincang kita.>
aku berkata.
saja.
Aku meninggalkan Loren di tempat nya
bersembunyi. Meninggalkan Marco, Ax, dan Rachel
yang sedang mengurus pasukan musuh yang masih
berdiri. Aku terbang melalui jendela yang pecah. Di
bawah celah-celah retuntuhan. Menuju daerah yang
terbuka. Hanya langit dan pelataran.
Dan helikopter. Helikopter yang akan memburu kami ke mana
pun kami lari. Ke depan. Ke belakang. Tak jadi soal.
Helikopter itu akan selalu ada menghalangi kami.
Kami tidak bisa kabur darinya.
Kami hanya harus menghancurkannya.
156 157 Aku memaksa sayapku. Menukik di atas
tenda-tenda logam. Beberapa Pengendali
berjaga di sekitar tempat itu. Mereka melihatku,
tetapi sepertinya lebih mengkhawatirkan helikopter. Helikopter itu berbalik. Para
Pengendali merunduk untuk berlindung.
Pilotnya " teman lama kita, si Pengendalinenek " menunggu di atas tiang lampu. Aku
melihatnya menjulurkan badan ke depan.
Menatapku. Mata elangku dapat melihat dia
memegang tongkat kendali di salah satu
tangannya. Tangan satunya mengangkat senjata
Dracon. Aku bisa melihat bulu hidungnya
bergoyang saat dia mengangkat kepala dalam
gerakan kemenangan. Aku menyapu bentukan U mall tadi.
Nenek memandang panel kendalinya.
Menatap ke arahku. Aku berputar. Dua kali. Aku harus menarik
perhatiannya. Harus membuat dia terfokus
kepadaku, bukannya kepada arah mana
helikopternya terbang. Aku harus membuat dia
turun lebih dekat ke tanah.
Dia berputar. Menjulur dari pintu, senjatanya
siap. Para Pengendali mengerumuni pelataran.
Dia membidik. Menarik pelatuknya.
Naik! Aku menyentakkan sayap dan terbang
menuju awan. Tseeeeeew! Sinar Dracon membakar ekorku.
158 Menghancurkan dinding depan sebuah restoran
lama. Menjatuhkan seorang Pengendali yang
terkena reruntuhannya. Pengendali yang lain berlari
menuju jalan. Keluar dari jarak tembak si nenek gila.
Aku belok. Menukik. Menyusuri aspal. Terbang
ke bawah helikopter. Angin nya menghembus bulubuluku.
Helikopter itu tersentak maju. Semakin dekat
dengan puncak tiang lampu. Sinar Dracon berkilau
dalam cahaya matahari. Aku belok lagi. Tseeeeeewwwwwwww! Di bawahku, sebuah tanggul jalan meledak.
Helikopter melayang, baling-balingnya mengiris
udara. Landing skid nya menyapu puncak lampu
jalan sekali lagi. Nenek mengabaikan panel
instrument. Matanya terus mengarah kepadaku.
Sekali lagi. Sekali lagi saja aku melewatinya dan
aku akan mengalahkannya. Jika aku berhasil
membuatnya turun, dia akan terjerat di tiang lampu
dan kabel-kabel. Helikopter itu bakal tamat dan kami
Animorphs - 48 The Diversion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan keluar dari sini. Aku dengar suara terompet Rachel di tengah
gemuruh suara helikopter. Aku berputar untuk
menoleh. Medan pertempuran telah berpindah dari
toko, keluar ke pinggir jalan. Rachel melilitkan
belalainya ke seorang Pengendali dan melemparkannya ke reruntuhan.
Nenek tertawa. Memutar helikopter nya ke arah
sana . Menukik menuju toko mainan.
159
Bahasa-pikiran Loren. Entah dari mana. Aku
tidak melihatnya. Aku berjuang melawan angin. Berusaha
untuk terus berada di udara. Terbang melewati
jendela bundar di depan Nenek-pilot.
Dan menujukan bahasa-pikiran ku kepadanya.
burung kecil"> Wajahnya berubah menjadi seringai gila. Dia
meneriakkan sesuatu, tapi kata-katanya tenggelam oleh suara baling-baling. Senjata
Dracon dilambai-lambaikan dengan mengancam
di atas kepalanya. Aku memutar ke atas. Berusaha mencapai
papan HILLCREST. Helikopter itu berputar. Berbalik arah.
Melesat mengejarku. Aku berputar balik, dalam sebuah putaran
yang cepat. Nenek di belakangku. Menjaga
hidung helikopter nya tetap padaku.
Aku berbelok. Aku berada di tengah tempat
parkir yang terbuka. Tidak ada tempat untuk
sembunyi.
ekor-merah yang lain! Loren. Dia mengepak
menuju diriku. Nenek membidik. Loren menukik. Mengenai sayapku. Mendorongku keluar jalur tembakan.
Tseeeeeeeeeew! 160
terjatuh ke tanah bermandikan darah dan bulu.
Aku melesat menuju Loren. Dia terbaring diam.
Tidak bergerak. Darah mengalir dari pangkal
sayapnya.
Terdengar jauh.
tenang.
menyembuhkan sayap yang patah. Mustinya juga
menyembuhkan mata mu yang buta.>
Dia memejamkan mata. Dan bulu-bulunya
menghilang. Kulitny memucat. Paruh melunak.
Tengkorak membesar menjadi kepala manusia.
THWOK! THWOK! THWOK!
Tubuh Loren tumbuh. Menjadi besar. Sayapnya
patah, terhisap, dan melesak menjadi dua lengan
manusia. 161 Helikopter terbang liar. Bermanuver untuk
mendapatkan tembakan yang jelas. Bagian
ekornya berputar-putar.
Ekor helikopter tersebut menghantam papan
HILLCREST Papan tanda itu terjatuh. Ekor helikopter
terlepas dari dudukannya dan berputar gila,
menggantung pada satu braket.
Bagian ekor helikopter tersebut jatuh.
Helikopternya berputar di luar kendali. Jatuh.
Jatuh. Seperti misil, berputar menuju bumi.
Berputar menuju kami. Ke arah aku. Dan
Ibuku. Tanah bergetar. Rachel berlari cepat
melintasi tempat parkir.
Sisik di kaki Loren meleleh menjadi daging
manusia. Cakarnya menyatu menjadi jari kaki.
Dia mengedip. Menarik napas dalam. "Aku
bisa melihat. Aku masih bisa melihat!>
Perut helikopter yang hitam terus bergerak
mendekati kami.
melilitkan belalainya ke pinggang Loren,
mengangkatnya dari tanah, dan melesat secepat
yang gajah bisa menuju ujung lain tempat parkir.
Aku mengepak sayap kuat-kuat dan terbang
menyusulnya. 162 Dan helikopter tersebut menghantam tempat
parkir. Tepat di kolam darah di mana ibuku terbaring
tadi. Dan meledak menjadi kobaran api.
163 "Champ! Ini dia, boy. Tangkap." Loren
melemparkan Frisbee. Benda tersebut melayang
melintasi sisi di ujung padang rumput.
Champ mengejar, melompat, dan menangkap Frisbee itu dengan giginya.
Kami semua di lembah Hork-Bajir. Rumah.
Kami sudah di sini sejak pertempuran terakhir di
mall. Melarikan diri menjadi lebih mudah begitu
helikopter tersebut meledak. Para Pengendali
melarikan diri saat mereka melihat helikopter
yang jatuh. Nenek-gila berhasil keluar sebelum
terjadi helikopter menabrak. Aku melihatnya
merayap melintasi tempat parkir. Sungguh
pemandangan yang memuaskan.
164 Kami menjemput Champ dalam perjalanan
pulang. Rachel menguncinya di dalam mobil tua di
belakang rumah seseorang beberapa blok dari
rumah Loren. Anjing itu sangat gembira saat kami
mengeluarkannya. Dia nyaris menggoyangkan
seluruh tubuhnya. Menjilati wajah Loren sampai
nyaris terlepas. Dia jelas sekali senang melihatnya.
Dan Loren juga senang melihat Champ.
Senang" Tepatnya gembira sekali, euforia, suka
cita. Loren berlutut, memegang wajah Champ
dengan kedua tangan, dan memandanginya.
Memandang dan memandang dan memandang. Air
mata mengalir di pipinya. Dia melingkarkan
tangannya ke leher Champ dan membenamkan
wajah ke dalam bulu-bulu anjing itu.
Dan yeah, aku akui. Aku cemburu. Cemburu
sama anjing. Sudah cukup menyedihkan belum"
Sekarang kami semua ada di lembah. Champ
bermain di luar perkemahan, Frisbee tergenggam di
giginya. Dia berlari ke arah sekelompok Hork-Bajir
yang berkumpul membentuk lingkaran. Ibu Rachel
berdiri di kursi panjang di tengah-tengah mereka.
"Tidak," dia memberitahu para Hork-Bajir.
"Bukan, bukan, bukan. Elemenope bukan satu
huruf. L. M. N. O. P. Mengerti?"
Dia menggelengkan kepala dan menggosok
pelipisnya. Beberapa hari yang lalu dia menemukan
masalah dalam mengajarkan konstitusi kepada
Hork-Bajir. Dia membacakan undang-undangnya
kepada mereka. Para Hork-Bajir mengumpulkan
165 suara secara anonim dan mereka menerima
konstitusi tersebut. Ibu Rachel meletakkannya di
meja, siap untuk ditandatangani.
Dan para Hork-Bajir hanya berdiri di sana,
bingung. Toby, si cenayang, adalah satusatunya Hork-Bajir di lembah yang bisa
membaca dan menulis. Yang lain bahkan tidak
tahu cara memegang pulpen.
Jadi, mereka sepakat ibu Rachel mengajarkan mereka baca tulis.
"Yang benar saja?" Suaranya menggema ke
seluruh lembah. "Apa aku terlihat seperti
seorang guru?" Mereka voting lagi, dan hasilnya, ya, dia
memang kelihatan seperti seorang guru.
Jadilah sekarang ibu Rachel mengajarkan
mereka semua lagu ABC. Jake dan aku duduk di meja piknik dan
menontonnya. Aku sedang dalam wujud
manusia. Tidak ada alasan, aku hanya
merasa". itu hal yang benar untuk kulakukan.
Aku belum pernah merasa senyaman ini dalam
wujud manusia, bahkan saat aku masih anak
normal bukan nothlit dulu. Tapi sekarang,
dengan adanya Loren di sini, aku ingin
mencobanya. Paling tidak sekali dalam dua jam.
Loren. Ibuku. Aku menontonnya mengejar
dengan Champ. Menarik Frisbee dari mulutnya
dan melempar Frisbee itu melintasi lembah lagi.
166 Luka-lukanya sudah hilang. Rambut pirang
panjangnya berkilau dan jatuh bebas pada kedua
sisi kepalanya. Dan dia bisa melihat. Berubah wujud
telah mengembalikan penglihatannya.
Aku mengira " berharap " berubah wujud bisa
mengembalikan ingatannya juga. Tapi tidak. Dia
masih tidak ingat siapa aku. Masih tidak bisa
mengingat satu hal pun sebelum kecelakaan.
Cassie mencoba memberikan penjelasan.
"Berubah wujud bisa meyembuhkan luka," katanya,
"karena semua informasi yang dibutuhkan untuk
memperbaiki sel disimpan di dalam DNA. Tapi
ingatan" Bagaimana mereka disimpan" Sebagai
impuls listrik" Sebagai bagian dari jiwa" Begitu
mereka pergi, mungkin mereka " hilang begitu
saja." Yeah. Mungkin memang begitu. Mungkin bocah
kecil ini tidak akan pernah jadi lebih dari gambar tak
dikenali dari kehidupan ibuku yang tidak akan
pernah diingat. Tapi Loren melemparkan dirinya di antara aku
dan sinar Dracon. Seperti ibu Cassie saat dia
melihat Ax. Seperti ibu Rachel dengan rak bumbu.
Entah dia bisa mengingatku atau tidak, mencintaiku
atau tidak, ibuku hampir mati mencoba
menyelamatkanku. Hal tersebut membuktikan sesuatu. Iya, kan"
"Kau sudah ceritakan tentang Elfangor?" Jake
bertanya. 167 "Belum." Aku mengangkat bahu. "Nanti. Aku
belum memutuskan bagaimana cara yang tepat.
Maksudku, bagaimana cara kau memberitahu
seseorang bahwa dia pernah menikah dengan
alien" Memberi tahu dia dan alien saling
Animorphs - 48 The Diversion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencintai, dan karena cinta, mereka punya"
aku" Dan setelah dia bisa menerima kenyataan
suaminya alien yang tidak bisa diingatnya, aku
memberitahunya lagi "Oh! Sudahkah aku bilang
dia telah tiada?""
Jake mengangguk. Dia menatap perkemahan
kami, ke kabin yang ditempatinya bersama
Marco dan keluarga. Aneh. Kami seperti bertukar tempat. Tobias
si yatim piatu tiba-tiba punya ibu. Jake, anak
idaman setiap keluarga Amerika, sekarang
sendirian. Tinggal di rumah orang lain, seperti
aku dulu selalu berpindah-pindah antara rumah
kerabat satu dengan kerabat yang lain. Tidak
mengetahui di mana keluarga aslinya berada.
"Mereka masih hidup," aku berkata. "Kita
masih bisa menyelamatkan mereka."
"Bisakah kita?" Dia memungut ranting di
pinggir meja. "Menurutmu bagaimana nasib Tom
sekarang setelah Visser One tahu selama ini dia
hidup dan tinggal bersama bandit Andalite"
Menurutmu berapa kira-kira harga nyawanya?"
168 "Mahal. Cuma itu, Jake. Visser One
membutuhkan Tom. Membutuhkan kedua orangtuamu. Lebih dari sebelumnya. Dia butuh
mereka untuk menemukan kita. Dia butuh mereka
untuk memancing kita keluar. Selama kita terus
berjuang,Visser One akan membiarkan mereka
hidup." 169 Pengemis Tua Aneh 1 Pendekar Gila 9 Mawar Maut Perawan Tua Perguruan Sejati 12