Ceritasilat Novel Online

Kompilasi Tiga Kehilangan 6

Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia Bagian 6


terlahir kembali. Selebihnya semuanya terulang kembali dan aku mengingatnya dengan baik.
Rambutku penah beruban, kulitku pernah keriput, organ tubuhku pernah melemah. Aku pernah
mengalami itu semua. Dan aku mengulangnya lagi sekarang.
Sekarang aku berumur seratus tiga puluh tahun, aku telah dua kali terlahir kembali. Seperti burung
Phoenix - Aku lahir kembali di usiaku yang keenam puluh lima dan seratus dua puluh. Jadi
sekarang, aku berumur seratus tiga puluh dengan wujud anak umur sepuluh tahun.
Panjang ceritanya jika aku menceritakan bagaimana dua proses kelahiranku itu - dan mungkin aku
akan menceritakannya lain kali. Tetapi untuk kau ketahui, aku mengingat jelas waktu selama
seratus tiga puluh tahun yang telah kulalui. Aku menguasai hampir seluruh bahasa di dunia, meski
aku mungkin tidak akan semahir anggota keluargaku yang lain.
Dan karena aku yang tidak pernah mati, aku selalu menemui orang-orang baru seumur hidupku.
Karena tiap kali ada yang mengendus ketidaknormalan kami, kami harus segera berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. Aku dan saudara kembarku harus selalu beradaptasi dengan sekolah baru
dan berkenalan dengan tetangga baru.
Oh ya, aku punya saudara kembar. Dia laki-laki, tubuhnya lebih pendek dariku. Pernah tahu tentang
pertumbuhan wanita yang lebih cepat daripada pria di usia muda" Oke, tubuhku sedikit lebih
jangkung dan itu berarti kami menjalani pertumbuhan manusia normal.
Mengenai sekolah kami, aku tentu saja tidak pernah kesulitan mengikuti pelajaran. Kakak kembarku
pun demikian. Hanya saja, seringkali kami harus berpura-pura bodoh. Tentu saja, agar kami tidak
dicurigai. Kami dilarang keras menjadi bintang kelas, apalagi mengikuti olimpiade. Itu akan sangat
konyol. (Sejujurnya aku heran mengapa anggota keluarga kami yang lain bisa dengan konyolnya
menduduki posisi-posisi tertinggi di dunia. - Alas, aku tidak akan berani bilang begini di hadapan
kedua orangtuaku.) Demikianlah kami hidup berpindah-pindah dengan membawa rahasia kami. Tetapi kami akan selalu
menetap di Indonesia - ini teritori keluarga kami. Keluarga besar kami menghuni seluruh bagian
dunia. Dan kami semua membawa kekuatan keluarga, simbolnya berupa sebuah permata untuk tiap
keluarga. Dengan bentuk dan warna permata yang berbeda.
Ayahku merahasiakan letak dia menaruh permata itu kepada aku dan Alpha - nama saudara
kembarku. Tetapi kami tahu benar apa yang bisa dilakukan oleh kekuatan itu. Aku pernah
mendengar perdebatan orangtuaku, dari apa yang kudengar, ini berkaitan dengan awal mula
manusia tinggal di muka bumi sekarang. Ayahku dan beberapa temannya adalah orang terakhir
yang penah ada di bumi ini. Kejadiannya seusia dengan keberadaan sejarah di dunia.
14 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Memang ganjil. Aku sendiri tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Mungkin aku akan coba.
Jadi, saat itu di ujung dunia, peradaban manusia sudah akan musnah. Permasalahannya datang
karena perselisihan antara keluarga besarku dan kolega dari keluarga kami. Alpha sering
menyebutnya 'dua keluarga besar yang berisikan para ilmuwan penasaran'. Satu hal yang mereka
ingin taklukkan: infinitas semesta.
Saat itu, kedua keluarga telah menemukan rahasia keabadian. Jadi bukan masalah lagi apakah
mereka akan mati di tengah-tengah pencarian mereka, sudah tentu itu tidak akan terjadi. Namun,
kendati mereka hidup abadi, mereka adalah manusia yang mengerti eternitas. Kelak, suatu saat
semua hal harus menjadi satu. Maka mereka saling memusuhi. Kolega keluargaku ingin menguasai
semesta - saat itu kedua keluarga ini telah menguasai dunia. Inilah yang ketika itu menimbulkan
kekacauan di dunia. Sampai di sana kedua orangtuaku menceritakannya dengan tanpa menjelaskan detailnya. Aku dan
Alpha tidak tahu bagaimana prosesnya, ayah hanya bilang bahwa saat itu mereka - kedua keluarga
besar ini - hanya punya satu pilihan untuk menyelamatkan diri.
Mereka harus bermigrasi ke luar bumi. Opsi ini memiliki banyak kemungkinan. Pada saat itu,
mereka telah menciptakan pesawat luar angkasa yang sangat besar untuk ditempati yang mereka
sebut sebagai prototipe bumi - aku malas menjelaskannya - dan mereka juga telah menemukan
planet-planet lain di luar galaksi bimasakti untuk ditempati - aku yakin ini juga kedengaran gila bagi
kalian di zaman ini. Berdasarkan penelitian ribuan tahun, planet-planet itu kosong tidak
berpenghuni - aku sendiri tidak mengerti mengapa bisa begitu.
Satu yang perlu digarisbawahi, saat itu mereka hanya belum pasti dengan waktu yang harus
ditempuh untuk mencapai planet-planet itu dengan kendaraan yang telah mereka ciptakan. Tapi
paling tidak, mereka bisa tinggal di prototipe bumi itu selama yang mereka inginkan.
Saat itu, seperti saat ini, wabah aneh menjangkiti seluruh dunia. Banyak orang yang mati secara
tiba-tiba. Dan hal itu sebetulnya tidak dilakukan oleh kedua keluarga ini.
Memang apa yang dilakukan oleh mereka memperparah wabah ini; saat itu cuaca tidak menentu,
kau bisa melihat roh orang-orang mati berjalan di sekitarmu. Dua hal itu murni kerjaan dari keluarga
kami dan koleganya. Namun selain itu, keadaan benar-benar di luar kendali.
Saat itu kejadian bunuh diri berfluktuasi sedemikain rupa dan semua tempat penuh akan
pemberitaan media dengan prediksinya mengenai kiamat yang telah menanti di depan mata. Pasti
adalah gambaran dunia yang tidak akan ingin kau huni.
Dan di saat warga dunia telah musnah separuhnya dalam sekejap mata, kolega keluarga kami telah
memberikan usia abadi untuk seperempatnya lagi - yang tentunya telah melalui seleksi terlebih
dahulu - dan memasukkan mereka ke dalam roket-roket yang siap diluncurkan setiap menitnya. Di
luar bumi, pada semesta yang vakum, telah menanti awak-awak kapal yang bertugas mengantarkan
mereka ke pangkalan besar yang telah didirikan di sana.
Setelah itu bumi telah menjadi benar-benar kosong seolah tak berpenghuni. Cuaca masih aneh dan
roh-roh masih bergentayangan. Entahlah apa yang terjadi pada mereka selanjutnya, keluarga besar
kami kehilangan kabar semenjak saat itu.
15 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Sementara itu, untuk menyelamatkan diri, saat itu keluarga besar kami berkumpul di ruang bawah
tanah ini. Ruang bawah tanah ini. - Oh, aku benar-benar mesti menekankannya. Karena aku dengan
polosnya di sini bercerita kepada kalian sementara keluarga kami mengadakan rapat besar.
Kuyakin Alpha juga sama tidak betahnya denganku - duduk di kursinya.
"Mereka masuk ke dalam pertahanan kita."
"Jadi mereka telah menginvansi daerah kita?"
"Bisa dibilang begitu."
"Lalu apa yang dilakukan oleh mereka" Bukankah mereka tinggal membunuh eksistensi kita satu
per satu?" "Tidak. Mereka ingin memastikan dunia yang telah kita ciptakan sekarang juga ikut korup."
"Mereka telah berada di tengah-tengah kita."
Aku berusaha merekam semua pembicaraan, tetapi aku tidak bisa menangkap semuanya.
(Omong-omong, isi kepalaku akan terekam secara otomatis ke dalam bentuk tulisan ketika aku
menyentuh logam di tanganku. Aku mendapatkannya dari kedua orangtuaku pada kelahiranku yang
kedua saat umurku seratus dua puluh tahun. Aku senang logam ini bisa menganalisa dan
menuliskan semua isi pikiranku dengan sangat baik; bahkan menerjemahkan bahasa keluarga kami
ke dalam bahasa Indonesia.)
"Tetapi kau tahu, seluruh puncak tertinggi pemerintahan dunia diduduki oleh anggota keluarga kita.
Ini mustahil terjadi!"
"Penyelinap tidak harus menampilkan dirinya. Mereka bisa saja adalah gelandangan yang kau temui
di jalanan." "Sial. Bagaimana bisa kau tidak mengamati orang-orang baru yang masuk ke dalam sistem
wilayahmu?" "Omong Kosong! Kau tahu dia tidak masuk ke wilayahku! Dia menyerang Rusia dan sebagian
Afrika!" "Tapi aku selalu memaklumi media yang mengatakan bahwa dunia ada di tangan Amerika. Kau
menguasai seluruh Amerika. Kau menguasai dunia. Dan kau ingin membantah itu?"
"Hanya karena aku mendapatkan wilayah Amerika untuk kupegang, jangan melemparkan semua
masalah padaku." "Kau menguasai Manhattan, Perserikatan Bangsa-Bangsa ada di genggamanmu."
"Wah, cerdik sekali kau membawa-bawa itu. Kau sendiri menaungi Swiss. Kau pikir wabah yang
terjadi hingga adanya banyak orang-orang yang meninggal secara ajaib itu tidak ada kaitannya
16 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dengan lepas tangannya Organisasi Kesehatan Dunia yang kau pegang?"
"Tapi masuknya orang asing ke negara-negara yang kau lindungi, itu sepenuhnya kesalahanmu,
Tuan Presiden!" "Maaf, untuk menengahi perdebatan kalian, kami menerima kabar baru bahwa kejadian serupa
telah terjadi di wilayah kami. Seluruh bagian Shenyang dan Beijing telah mengalami pandemi yang
sama. Banyak orang meninggal dengan cara-cara yang aneh. Tubuh yang meledak, sekumpulan
orang yang tiba-tiba lenyap, dan..."
Akhirnya. Bayi kecil itu tumbuh menjadi balita. Dan balita itu berbicara.
"Tentu saja. Kita tinggal di dalam memori dunia."
Kami semua menghadap ke arahnya. Balita itu duduk di ujung sebelah timur, di singgasana
tertinggi. Ialah yang tertua di keluarga ini, yang baru saja terlahir kembali. Sayangnya dia
mengalami kelahiran kembali di saat-saat genting seperti ini. Keluarga kami membiarkan tiap
anggotanya tumbuh besar dengan alami. Namun demi kepentingan ini, beberapa minggu
belakangan, akibat kejadian-kejadian aneh yang terjadi, keluarganya memberikannya ramuan untuk
tumbuh besar dengan lebih cepat.
Dan kini tiba-tiba bayi itu telah tumbuh menjadi balita. Sosoknya yang asli sebenarnya sangat
tampan. Dulu saat aku berusia delapan puluhan, aku pernah bertemu dengannya satu kali.
"Wajar saja segala hal aneh seperti itu kalian temukan. Orang-orang yang berinteraksi dengan
kalian selama ini hanyalah memori yang tertinggal di bumi ini. Ingatan bumi."
Teman-teman sekolahku, para reporter media, bahkan kau. Adalah ingatan bumi. Orang-orang
yang barangkali telah musnah. Atau telah ikut berpindah ke planet di luar bimasakti bersama kolega
keluarga kami. Aku dan Alpha saling bertatapan.
Ini kenyataan baru yang kami temukan. Orangtuaku tidak pernah sebelumnya menceritakan tentang
ini. "Jadi teman-teman, tetangga, dan semua orang yang kami kenal hanyalah ilusi?" Alpha. Dia
bersuara di forum keluarga ini. Demi Tuhan.
Dan dari gerakan jakunnya, dia akan melanjutkannya. Demi Tuhan. "Dan kami berdua yang terlahir
di sini, juga hanyalah ilusi?"
"Bukan, kalian berdua wujud khusus. Kalian lahir di dalam memori bumi."
"Hanya kami berdua?"
"Hanya kalian berdua."
Aku tidak bisa menggambarkan bagaimana syoknya Alpha menerima jawaban itu. Sementara
seluruh anggota keluarga satu per satu mulai mengamati kami. Mereka tidak lahir di dalam ilusi!
17 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka puluhan ribu tahun lebih tua daripada kami!
Dan, ini kenyataan yang baru kuketahui.
Balita itu kemudian melanjutkan, "Jadi dengar. Ini semua bukan kesalahan salah seorang di antara
kita. Ini semua adalah kesalahan pihak luar. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk ini. Karena
dunia yang asli sebelumnya telah hancur. Dan untuk menyelamatkan diri..."
"Bangun." Sebagian besar anggota keluarga yang hadir menjawab.
Aku terhenyak. Bangun" Alpha menatapku lekat-lekat. Apa yang mereka maksud, mereka akan meninggalkan kami berdua
di sini" Kami tidak memiliki wujud di luar dunia ini!
"Kita semua harus bangun."
"Ya, tidak ada jalan lain. Kita semua harus bangun. Sebelum mereka menemukan tubuh-tubuh kita
yang tertidur di dalam ruang bawah tanah ini ribuan tahun lalu di masa depan."
"Jadi kita selama ini tidak melakukan apa-apa di sini" Dan setelah kita bangun, lalu kita akan
menyusul langkah mereka yang kabur ke planet di luar bimasakti" Kita akan meninggalkan bumi?"
"Tidak ada jalan lain. Hanya ini yang bisa kita lakukan."
"Oh demi Tuhan. Jadi selama ini kita melupakan tujuan kita berada di memori bumi ini?"
"Tentu saja tidak. Setiap kepala di sini ingat bahwa kita punya tujuan besar untuk menemukan pihak
ketiga yang menghancurkan bumi saat itu. Kau ingat, kan?"
"Iya, aku selalu ingat."
"Aku juga." "Kami tidak pernah lupa."
Setiap keluarga mengangkat tangannya dan permata mereka masing-masing. Kau tahu" Rasanya
seperti melihat orang-orang dari seluruh dunia mengibarkan bendera negara mereka dengan penuh
semangat. "Dan kita gagal. Maaf."
Karena semuanya telah dimulai sejak lama. Sejak virus HIV/AIDS pertama kali disuntikkan kepada
kaum negroid. Saat diktator Jerman kenamaan itu memenuhi ikrarnya untuk memusnahkan ras di
luar suku Arya. Atau sejak orang-orang - pihak ketiga - itu mulai menyadari keberadaannya di muka bumi. Untuk
menghancurkan bumi. 18 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Semuanya berputar-putar di kepalaku. "Maaf, tapi aku tidak mengerti mengapa tidak ada yang bisa
kalian perbaiki di sini?" Baru kali ini aku berani ambil suara.
"Pertanyaanmu kurang jelas."
"Kalian kembali ribuan tahun ke masa lalu bumi. Kalian tinggal selama itu di dalam ingatan bumi.
Kalian pernah mengenal Hitler, Stalin, kalian tahu Newton, kalian kenal Einstein. Kalian ada di
setiap masa, kalian abadi. Lalu, mengapa kalian berakhir seperti ini" Apa yang kalian cari?"
"Aku mengenal Nietzsche dengan sangat baik."
"Iya dan aku berada di sebelah Raja Alfred ketika Inggris diserang kaum Viking."
"Namun kami tidak menemukan pihak ketiga itu, sampai sekarang."
"Lalu mengapa kalian hanya bersembunyi di balik layar?" Ini suaraku. Aku tidak yakin aku masih
akan bisa bersuara lagi setelah ini.
"Demi Tuhan, nona kecil. Memang kau tahu apa?"
"Diamlah. Kau tidak berhak melecehkannya seperti itu."
"Dia bukan keluarga kita. Kau akan meninggalkan mereka berdua di sini ketika kalian bangun."
"Tetapi mereka..."
"Yea, baiklah, anak kecil, siapapun kau. Bagaimana bisa kau pikir kami bersembunyi di balik layar"
Kau lihat orang-orang yang mengelilingimu" Kau melihat mereka di layar televisimu setiap hari,
kan" Kau tahu Tuan Presiden yang sedang duduk di hadapanmu sekarang, kan" Kau tahu siapa
namanya. Itu yang kau sebut di belakang layar?"
Kutelan air ludahku. "Iya. Tentu saja." Kugenggam tangan Alpha. "Dan bagiku, bagi kami berdua,
kalian masih berada di belakang layar. Kalian bersembunyi dari masalah."
Dia tertawa mendengar itu. Orang itu tertawa. Dia anggota keluarga besar kami" Kulirik ayah dan
ibuku yang duduk jauh di seberang kami. Kuberikan tanda melalui gerakanku. Mereka hanya bisa
menggelengkan kepala. "Jadi kalian berdua akan meninggalkan kami juga?" Kutanyai ayah dan ibuku.
Orangtuaku membisu. "Maafkan kami, Alpha, Beta," ujar balita itu beberapa saat kemudian.
Oh, sial. "Baiklah," Alpha menggenggam tanganku, kami berdua berdiri. "Suatu hari kami akan mendatangi
kalian. Kami akan menemukan pihak ketiga itu dan membawanya ke hadapan kalian."
19 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Orang-orang di sekitar kami berdiskusi sebentar, "Karena sudah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi.
Kami hanya bisa meminta maaf untuk meninggalkanmu di sini."
Pembunuhan terjadi di hadapanku. Mereka semua saling membunuh. Mereka yang mati, kemudian
lenyap. Sampai tiba gilirannya kedua orangtua kami pergi. Mereka berdua yang terakhir. Mereka berjalan ke
arahku dan Alpha. "Ingatlah, di dunia ini kalian akan tetap abadi." Ayahku membelai rambutku dan Alpha.
"Sampai bertemu lagi, sayang." Ujar mereka kemudian sembari memeluk kami. Dan setelahnya,
dari sakunya, mereka mengeluarkan pisau lipat masing-masing, lalu menyayat nadi mereka di
hadapan kami. Kemudian mereka lenyap. [*]
Cinta yang Sia-sia Dia duduk di tepi ranjangnya. Menatap kursi, meja, lemari baju, deretan lemari buku, sofa,
akuarium, dan sebuah telepon bergagang kuning di dinding kamarnya. Menatapi setiap detailnya.
Menatapi kamarnya berulang-ulang. Menatapi seluruh ruang apartemennya. Meja makan, wastafel,
dan ruang tamu. Persis seorang autis.
Ada perasaan yang enggan dia kenali. Saat semua hal pada dirinya tertata rapi tapi dia tak tahu di
mana dia meletakkan hatinya.
Dia meneguk habis botol mix-maxyang dbelinya di sebuah swalayan kecil sebelum dia kembali ke
kamar apartemennya. Sudah botol keempat dan hatinya masih merajuk tentang akal sehat.
Seseorang menyatakan cinta dan melamarnya tadi pagi. Menyematkan sebuah cincin berlian di jari
manisnya. Menegaskan berulang-ulang bahwa pria itu sungguh-sungguh ingin menikahinya. Dia
menata rapi dirinya pagi itu tapi dia sungguh tak tahu di mana dia pernah meletakkan hatinya. Dan
pagi tadi dia mencari-carinya di mata pria di hadapannya, mungkinkah hatinya telah dia titipkan
kepada pria yang melamarnya"
"Ibu, besok saya pulang," suaranya hampir tidak dikenali oleh ibunya di seberang sana.
"Kamu sedang sakit, Nak?"
Dia membisu. "Bukan, saya akan menikah."
Tut. Setelah satu kalimat itu, lantas diakhirinya percakapan mereka.
Dulu dia pernah bermimpi akan dinikahi oleh seorang pilot, dulu dia pernah bermimpi menjadi
20 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pramugari, tapi mimpi baginya akan selamanya menjadi masa lalu. Dia terlalu takut mewujudkan
satu per satu bola mimpinya hingga akhirnya, dia tak pernah mewujudkan semua itu.
Pesawat lepas landas. Diperhatikannya sekitarnya. Seseorang yang kesulitan memasang sabuk
pengaman, seseorang yang berbisik dan menunjuk-nunjuk pemandangan di luar kaca pesawat
kepada bocah kecil di sebelahnya - seolah begitu antusias untuk bisa memperlihatkan dunia yang
sesungguhnya. Tentang ketidakteraturan pola dari awan-awan putih di langit biru. Juga pada


Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pramugari di hadapannya yang begitu anggun, yang sedang menjelaskan tata cara terjun dari
pesawat ketika suatu saat pesawat oleng atau lepas kendali - dan entah apa istilah formalnya.
Ritual khususnya menghadapi standar pelayanan itu hanyalah dengan memijiti dahi.
---- Bukan sesuatu yang berbeda. Dia baru saja tiba di tempat yang familiar baginya. Bandara tempat
cinta pertamanya pernah mengecup dahinya sebelum dia pergi. Tempat mereka terakhir kali
bertemu pandang. Masih diingatnya sosok itu. Pria berlesung pipit, bermata lebar. Pria berdada
bidang. Kini pria itu telah pergi ke surga. Selamanya.
Dia berjalan di tengah lalu-lalang dan keriuhan orang-orang hanya dengan menggendong sebuah
ransel. Dia memindahkan letak kacamata hitamnya ke rambutnya. Dia menuju ke keramaian dan
lalu memesan taksi. ---- Adiknya spontan memeluknya ketika membukakan pintu. Dan dia spontan mengacak rambut
adiknya itu. Diperhatikannya, tinggi gadis kecil itu sudah bertambah hampir tiga puluh senti setelah
lama dia tinggalkan. "Apa kabarmu" Aku sudah lama merindukanmu," ujarnya penuh sayang.
"Tapi Kakak tidak pernah pulang," jawab adiknya.
Dia tak pernah pulang - bahkan ketika kakeknya meninggal karena serangan jantung. Ketika
adiknya lulus sarjana dengan predikat sangat memuaskan. Ketika cinta pertamanya mengalami
kecelakaan pesawat saat bertugas dan lalu dikremasi di tanah kelahirannya.
"Ibu di mana?" Dialihkannya tatapannya dan lalu dia melangkah masuk.
Ayahnya berjalan ke arahnya. Dia memelukayahnya dan menyalaminya seperti biasa.
"Sudah lama sekali." Ayahnya berujar. Begitu lama - tetapi ayahnya tak pernah berkunjung ke
tempatnya, "Tiba-tiba pulang, kamu bawa berita apa?"
Dia hanya bisa tersenyum, "Pernikahan."
"Berita bagus." Ayahnya menjawab dengan sumringah.
---- "Besok dia akan datang," Dia memelankan temponya untuk mengunyah makanan di mulut,
21 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"bersama keluarganya juga beberapa kerabat dekatnya."
Air muka ayahnya nampak bergejolak bahagia, "Kali kedua Ayah akan beradu mulut dengan pria
pilihanmu." Ibu dan adik-adiknya tertawa. Suasana di meja makan yang sudah lama tak dialaminya.
"Aku ingat waktu Ayah menginterogasi pacar Kak Sita... Waktu Ayah menginterogasi Kak Adit!"
Nadia - adik bungsunya - angkat bicara. Sita juga ingat waktu Nadia memasukkan kecoa ke cangkir
teh Adit sewaktu dia bertandang untuk melamar. Dan bagaimana seisi rumah menertawakan Adit
yang langsung menjatuhkan cangkir di hadapan calon mertuanya.
"Jangan ulangi kenakalan yang sama," Ayahnya berujar, "kalau kamu tak mau Ayah menjahili juga
calon suamimu." Sita menyahut, "Jangan bawa ke Ayah. Bawa ke Kakak. Nanti Kakak yang menginterogasi pacarmu
... Harus melewati tes ketahanan menghadapi adiknya Kakak yang bandel ini..."
"Sudah ada, Kak." Lidya menyahut, "Mario, namanya."
Nadia melempar brokolinya ke piring Lidya, "Jangan bilang-bilang!"
Mereka serempak tertawa. Pipi Nadia merona merah. Dan Sita sadari, kejadian sepuluh tahun lalu
kembali terulang. Tidak ada yang benar-benar berubah.
---- "Sita, Ayahku masih di luar negeri. Mungkin kami tidak bisa datang hari ini." Calon suaminya
mengabari, "Titip maaf ke calon mertuaku, ya."
Dia terhenyak. Untunglah. Ada perasaan lega memenuhi dadanya. Bahwa mungkin dia tidak
benar-benar siap menikah dengan seseorang - tidak benar-benar siap dilamar oleh seseorang yang
sudah hampir tujuh tahun menjalin hubungan dengannya.
"Lain waktu saja kalau begitu," jawabnya. "Biar kujadikan kepulanganku kali ini sebagai rekreasi.
Kamu baik-baik di sana?"
"Nothing's wrong with me, selain merindukanmu, sangat."
"Baguslah. Jangan selingkuh, ya," ujarnya bercanda.
"Pasti. Pasti selingkuh." Pria di seberangnya tertawa, "selingkuh dengan tumpukan pekerjaanku."
"Asal jangan terlalu diforsir selingkuhnya..."
Dan mereka tertawa. "Miss you," ujar kekasihnya sebelum menutup telepon.
"Jadi?" Nadia menatap Sitalekat. Tersenyum nakal.
Sita mengamati kedua adiknya yang kecentilan itu. Full make-up dengan penampilan all out. "Kita
22 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
jalan-jalan?" ajaknya.
Sita selalu akan lebih memilih untuk bisa selalu jalan-jalan di pantai sendirian ketimbang jalan-jalan
di pelaminan berduaan. ----- Dia dan Adit. Mengukir nama mereka di semua tempat yang mereka kunjungi. Di pasir pantai, di
pepohonan, di dek-dek kayu kano yang berjajaran, di meja restoran, di semua tempat yang mungkin
dicemari oleh cinta mereka di pantai Sanur.
Kedua adiknya menggerutu gemas karena dia justru mengajaknya ke pantai ini dan bukan ke Kuta.
Di sini tak ada jalanan yang penuh sesak oleh turis, tak ada restoran-restoran seafoodkegemaran
Nadia, tak ada jajaran toko pakaian dan aksesori di sekitarnya, tapi selalu ada ketenangan - selalu
ada ketenteraman bagi Sita untuk mengenang sosok seorang Adit.
Selalu ada Adit di bale itu. Pada saat mereka bermain catur dan Sita selalu kalah. Kemudian yang
menang akan melemparkan sekeping logam lima ratus rupiah ke dalam lautan lalu memohon
sesuatu untuk dikabulkan.
Sita tidak pernah menang dan Sita tidak pernah bisa memohon. Sita tak pernah bisa memohon
kepada dewa lautan agar menjaga Adit suatu saat ketika mereka terpisah - suatu saat ketika abu
jenazah Adit dibenamkan di tengah laut.
Dan betapa permohonan Adit selalu dikabulkan. Permohonan yang selalu untuknya, selalu untuk
Sita dan cinta mereka berdua.
"Kakak kenapa menangis, ingat Kak Adit?" tanya kedua adiknya.
Dia mengangguk. Selalu mengingatnya.
---- "Narkoba?" ujar Adit kepadanya saat itu, "Kamu pakai narkoba, Sit?"
Dia menelan ludahnya. "Ayahku juga, tapi itu dulu, Dit."
"Bagaimana bisa" Ayahmu, kan, seorang polisi?"
Sita menggeleng, "Ayah selalu membawa pulang barang sitaannya. Kadang Ayah memakainya,
kadang justru dijualnya. Ayah tidak pernah tahu, kalau aku diam-diam memperhatikannya."
"Dan mencurinya?"
Sita mengangguk, "Hidupku berantakan. Aku tak seperti apa yang dilihat orang."
"Tapi ini narkoba, Sita." Adit menukas, "Sesuatu yang tidak seharusnya kamu sentuh."
"Seks juga bukan dunia yang seharusnya aku masuki." Sita meradang.
23 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Maksudmu?" Sita terdiam seribu bahasa. Dia hanya ingin berterus terang kepada orang yang dia cintai.
"Jelaskan kepadaku, Sita," ujar Adit kala itu. "Aku tunanganmu."
"Aku hanya ingin jujur, Dit. Kita akan menikah. Kamu harus tahu siapa aku."
"Maksudmu kamu pemakai dan..." Adit menarik napasnya, "...pelacur?"
Air mata mengalir di pipi Sita. Dalam momen itu dia menyimpan berjuta hal yang sulit dia jelaskan.
"Sebelum bertemu denganmu - iya."
Adit menggelengkan kepalanya lalu tertawa frustasi, "Pandai sekali kamu menyimpan rahasia."
Wajahnya nampak marah. "Atau justru berbohong" Apa kamu tidak ingin menikah denganku
sehingga kamu membuat alasan sekonyol ini?"
"Setelah bertemu denganmu, aku melepas semua itu." Dia menjawab. "Kecuali sabu-sabu. Kadang
aku masih membutuhkannya."
"Kenapa selama ini kamu tidak pernah jujur?"
"Karena aku mencintaimu, Adit. Aku tidak ingin kehilanganmu." Dia menangis. Bagaimana caranya
agar Adit tahu" Agar Adit bisa mengerti"
Adit terdiam. Hanya bisa diam dengan mata memerah.
"Adit ... aku mencintaimu. Kupikir kalau kamu mencintaiku, kamu tak akan mempersalahkan semua
ini. Kupikir kamu akan tetap mencintaiku. Kupikir ..."
"Kita batalkan saja pernikahan kita." Sesuatu rontok dari hatinya ketika mendengar kata-kata itu
keluar dari mulut calon suaminya. "Dalam hal ini, cintaku butuh logika, Sita," Adit terdiam sejenak,
"Aku membutuhkan seorang ibu yang baik untuk mengasuh anak-anakku."
"Aku akan berubah, Adit. Aku janji, aku akan berubah."
Hatinya hancur. Terlebih ketika Adit berjalan meninggalkannya.
---- Apa yang lebih dia takutkan - entah kehilangan hidupnya atau kehilangan seseorang yang sangat
dia cintai. Dia belum berterus terang kepada calon suaminya yang baru - tentang dirinya yang
mantan pengguna narkoba, yang pernah menjadi seorang pelacur, juga tentang dirinya yang kini
mengidap AIDS. Dia tidak berani berterus terang. Dia tidak berani menolak lamaran Dion - ketika pria itu dengan
sungguh-sungguh mengalungkan kalung berliontinkan sepasang angsa untuknya, ketika pria itu
juga menyematkan cincin berlian yang indah di jari manisnya.
24 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dia tidak berani kehilangan cintanya lagi.
"Kak, kita pulang saja, ya?" Nadia meringis.
Lidya memandangi matahari yang terbenam. Sementara Sita terus menangis.
Seperti halnya matahari yang membutuhkan waktu untuk bersembunyi, dia sungguh membutuhkan
alasan untuk mati. ---- "Sayang?" Dia mengangkat telepon dari Dion, "Aku sedang di rumahmu."
Sita menghapus air matanya lalu menggelengkan kepalanya, "Katamu kamu tidak akan datang,
Dion" Katamu Ayahmu masih di luar negeri?"
"Kejutan untukmu, Darling. Aku tidak tahu kalau kamu akan memutuskan untuk pergi jalan-jalan."
"Dari mana - bagaimana bisa... siapa yang memberitahukan alamat rumahku, Dion?" Dia bertanya
terbata. "Aku memegang Diary-mu, Sayang," ujar Dion di telepon.
Dia menarik napasnya. Sungguh dia ingin berteriak. Diary itu. Lima belas Diary. Semoga Dion tidak
membaca sesuatu mengenai narkoba, atau seks, atau AIDS. Semoga Dion tidak membacanya,
tetapi tunggu dulu, Diary yang mana yang dipegang Dion"
"Dari mana kamu mendapatkan Diary-ku?" Akhirnya itulah yang dia tanyakan.
Dion tertawa, "Aku bercanda, Sayang." Terdengar suara tarikan napasnya, "Aku tahu kamarmu
adalah privasimu. Alamatmu kudapatkan dari Regina, teman sekantormu."
Sita memejamkan mata. Oh, Tuhan, candaan Dion benar-benar hampir membunuhnya. "Dion!" Dia
berteriak. "Kamu serius sedang ada di rumahku?"
Dion tertawa, "Ini aku sedang memperhatikan ayahku mengobrol dengan calon besannya.
Sementara aku disuruh jalan-jalan di taman belakang."
"Dion, tolong tunggu aku di rumah." Tut, panggilan dia matikan.
"Jadi kita pulang?" Raut wajah Nadia berbinar ceria.
"Ayah menyetujuinya?" Sita terpana, "Jadi artinya?"
"Kita menikah." Dion yang menjawab.
Mereka tertawa bersama. Akhirnya.
Sesuatu yang sejak dulu dia cita-citakan. Tidak bisa menikah dengan seorang pilot, paling tidak dia
akan menikah dengan anak seorang pengusaha maskapai penerbangan.
25 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bersama dalam suka maupun duka." Dion mengecup dahinya.
Dalam suka maupun duka. ---- Resepsi yang dia nanti-nantikan. Resepsi yang seharusnya terselenggara sebelum dia mengidap
AIDS. Seharusnya bukan Dion yang berdiri di sana, tapi Adit. Selalu ada Adit di dalam ingatannya.
"Mimpi kita selama tujuh tahun," ujar Dion di sisinya, "akhirnya terwujud."
Mimpinya... mimpi menikah dengan Adit dan berdiri di pelaminan bersama Adit.
---- "Adit, kumohon, kamu harus mengerti." Dia menarik tangan Adit ketika, bertahun-tahun setelah Adit
mencampakkannya, mereka bertemu di reuni SMP.
"Jadi kamu ingin memaksaku untuk mencintaimu?"
"Adit... sebelum kamu tahu ini, kamu mencintaiku, kan" Kenapa secepat itu berubah?"
"Aku ingin istri yang baik, Sita."
"Aku kurang baik-baik apa di matamu, Adit" Apa katamu dulu tentang cinta" Cinta yang tanpa
alasan, cinta yang memang cinta?"
"Sita, kamu harus logis. Seandainya aku pemakai narkoba, seandainya aku seorang pria sewaan,
dan aku bahkan mengidap AIDS ... dan kamu adalah seorang wanita baik-baik yang tidak pernah
mengenal semua itu, apa kamu masih mau menikah denganku?"
"Jadi kamu pria baik-baik dan aku bukan wanita baik-baik?"
"Kamu sudah mengerti." Adit melepaskan tangannya. Pergi.
"Kamu picik." Sepenuh daya upayanya dia berusaha mengatakan itu, "Aku mencintaimu. Tulus dari
dalam hatiku. Dan kamu menolaknya" Di mana perasaanmu?"
"Kamu bilang begitu, karena kamulah penderitanya. Seandainya kamu berada di posisiku, kamu
pasti akan mengambil keputusan yang sama denganku."
"Dari mana kamu tahu?" Hatinya benar-benar hancur mendengar semua keputusan Adit.
"Hatiku yang mengatakannya," jawabnya. "Kamu tidak mungkin mencintaiku jika kamu tahu aku
bukan orang baik-baik. Mencintai seperti itu adalah hal yang sia-sia."
---- Mencintai bayangan juga adalah hal yang sia-sia. Mencintai Adit di dalam diri Dion akan selamanya
26 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
sia-sia. Wajah yang sama, senyum berlesung pipit yang sama, cara memandang yang sama.
Pelukan yang sama, kecupan yang sama. Tiada sedikit pun berbeda.
"Dion, aku butuh bicara."
"Bicara apa, Sita?"
"Sesuatu yang hanya bisa dibicarakan pelan-pelan."
"Apa itu?" "Bagaimana seandainya aku adalah mantan pemakai narkoba?" Dia berbisik.
"Bukan masalah." Bagus.
"Pelacur?" "Asal nanti tidak lagi. Apa kamu percaya aku juga tidak mungkin perjaka?"
Dia tersenyum, "Pengidap AIDS?"
Mata bertemu mata. Dia tahu apa yang akan dijawab oleh Dion.
---- Malam itu dia kembali duduk di bale yang sama. Pernikahannya dibatalkan sepihak. Ayahnya
marah. Ibunya juga. Adik-adiknya menggerutu. Keluarga besarnya dibuat terheran-heran, tapi Dion
tidak memberikan alasan pembatalan itu kepada kedua orangtuanya. Bagaimanapun, Dion masih
mencintai Sita, walau kini dengan cara yang berbeda.
"Kupikir, setelah aku bilang begitu, kita tidak bisa duduk berdua seperti ini lagi."
Dion menggali dan lalu menggenggam penuh bebutiran pasir pantai di tangannya, "Aku hanya
butuh waktu. Kupikir aku masih mencintaimu."
"Tapi kamu tidak mungkin bisa melamarku lagi," ujar Sita, "setelah apa yang barusan kamu
lakukan." "Tapi aku bisa mengajakmu kawin lari," lalu Dion tertawa, lama mereka tertawa, hingga Dion
kemudian menambahkan, "bercanda."
"Kamu tidak akan percaya hari ini aku begitu bahagia." Setelah berkata begitu, dia lalu menemani
Dion duduk di pasir pantai, kemudian dia memejamkan mata. Angin laut menyapu poninya. Wajah
Sita berbinar bahagia. "Karena batal menikah denganku?" Dion terdiam sejenak, "Sejujurnya, aku tidak menyangka harus
kehilangan seseorang sesempurna dirimu."
"Aku pernah kehilangan seseorang yang sempurna. Bahkan hingga kini, ia masih begitu sempurna."
27 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dion menatap mantan kekasihnya itu lekat. Ia tidak tahu kekecewaan seperti apa yang pernah
menghiasi mata Sita sebelum masa delapan tahun perkenalan mereka.
"Aku pernah memiliki kekasih. Begitu mirip denganmu. Kalian seperti pinang dibelah dua." Sita lalu
mengambil sebuah foto dari dompetnya, "Namanya Adit."
"Kami saling mencintai dan kami telah bertunangan. Beberapa saat sebelum pernikahan kami, aku
mencoba jujur kepadanya." Sita terdiam sejenak, "seperti apa yang kukatakan kepadamu tadi,
bedanya, saat itu aku belum menderita HIV ataupun AIDS."
"Lalu?" "Ia bilang, karena itu, ia tidak bisa mencintaiku."
Sita terdiam. Dion merasakan perasaan itu.
"Padahal bukan itu alasan sebenarnya." Sita mengambil jeda, "tadi adiknya datang dan
menceritakan hal ini kepadaku. Tentang perpisahan kami dan kecupan Adit di bandara. Adit masih
menyimpan cintanya untukku."
"Lalu apa masalahnya" Bukannya waktu itu kamu belum menderita AIDS?"
"Pada saat yang sama, sebenarnya ia ingin jujur tentang sesuatu. Waktu yang tidak tepat."
"Tentang apa?" "Adit steril. Sindrom klinefelter. Ia mengecek itu sebelum memastikan untuk menikah denganku. Itu
satu-satunya alasannya."
Dion menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Seharusnya kami sudah menikah dan hidup bahagia." Sita berangan-angan, "Kita tidak mungkin
mencintai seseorang jika ia ternyata bukan orang yang tepat untuk kita. Karena mencintai seperti itu
adalah hal yang sia-sia. Ia pernah bilang begitu kepadaku. Ternyata itu ditujukannya untuk dirinya
sendiri. Bisa kamu bayangkan perasaanku sekarang?" Air mata Sita membasahi pipinya.
Dion memejamkan matanya. Membaui wangi lautan. Membaui kisah cinta Adit dan Sita,
"Menurutmu apa kita akan selalu memperoleh apa yang kita inginkan di dalam hidup kita?"
Sita menggeleng, "Justru itu. Aku merasa tidak pernah memperoleh apa yang sesungguhnya aku


Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

inginkan." "Kamu salah, Sita." Dion menggumam, "Kamu menginginkannya maka sesuatu itu terjadi. Semua
berjalan sesuai keinginanmu. Keinginan tiap sel dalam tubuhmu.
Mungkin konyol, tapi aku selalu mempelajari setiap kegagalan dalam hidupku.
Ketakutan-ketakutanku. Hal-hal yang aku sia-siakan. Dan aku menemukan pola. Itulah polanya.
Bermimpilah dan gapailah sekuat tenagamu." Dion lalu menengadahkan kepalanya ke arah langit.
Memandangi gugusan bintang yang entah bermuara di sebelah mana.
28 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa semua otak manusia menemukan pola rahasia" Tanpa mereka sadari, pemikiran mereka
sebenarnya sama?" "Kamu merasa begitu?" Dion terkesiap. Pemikiran mereka memang hampir selalu mirip-mirip.
"Apa jika besok aku mati, akulah yang menginginkan kematian esok hari itu?"
Dion mengangguk, "Kamu yang menginginkannya."
"Jadi aku tidak perlu takut mati?"
"Kamu bahkan tidak perlu takut terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi."
Mereka terdiam dan lalu menuliskan sesuatu di pasir pantai. [*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Aksara Kehidupan Pagi itu aku duduk di atas bale di sudut sebelah timur belakang sebuah restoran, tempat yang
selalu menjadi favoritku setiap mampir ke Bali karena panorama yang tidak biasa.
Gedung bernuansa seperti gedung-gedung di zaman kolonial dengan penataan bunga warna-warni
yang indah di dalam lubang-lubang tembok dan juga pada vas bunga di sudut-sudut ruangan di
dalam restoran. Juga ada pohon yang dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan, Pachira
aquatica nama Latinnya, hari itu dia tetap terpajang di dalam vas di tiap meja di atas gazebo, seperti
yang dulu pernah kusarankan kepada manajer restoran itu melalui e-mail sekembalinya aku ke
Jakarta. Aku masih tetap menyukai ornamen-ornamen yang mereka tampilkan. Pajangan-pajangan yang
beraroma kerajaan. Mungkin saja tentang kerajaan Majapahit juga Astina Pura - seperti yang
kubaca dalam sejarah, tapi entahlah, aku tak pernah begitu memahami sejarah. Pajangan-pajangan
itu - mereka bilang mereka membuatnya sendiri dan kadang-kadang mereka menjadikannya
sebagai cendera mata untuk para tamu yang mampir dan membayar mahal. Aku memiliki beberapa
di rumah. Pahatan dari bebatuan juga kekayuan.
Pahatannya rumit dan bernilai magis. Kata para pelayan restoran, itu disebabkan karena bos
mereka mengenal dekat pemahat terbaik yang dimiliki Ubud - yang dimiliki Bali, yang
berspesialisasi memahat kisah-kisah Mahabratha dan Perang Bharatayuddha.
Aku juga menyukai pemandangan di belakang restoran. Menyukai gunung yang diselimuti awan
putih. Betapa hawanya tak jauh berbeda seperti Bandung di daerah perbukitan. Ditambah lagi, saat
itu turun hujan yang begitu lebat. Hingga suasana menjadi semakin meriah; para pelancong, yang
sebelumnya asyik mengambil foto berlatar gunung berselimut awan putih, dengan gesit berlarian ke
arahku juga ke arah gazebo-gazebo lainnya. Dan begitulah, mereka seketika memadati daerah
29 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
kekuasaanku. Sampai beberapa saat kemudian perhatianku teralihkan oleh sesuatu yang janggal. Oleh seorang
gadis kecil berambut blonde dengan pita merah yang menggendong seekor anjing ras Kintamani di
pelukannya. Dia meletakkan anjing itu di atas gazebo di tengah kolam ikan. Gazebo yang tidak
dipilih oleh siapa pun - saking terlihat begitu istimewanya. Beberapa saat kemudian gadis itu ikut
naik, menemani anjingnya.
Aku terpaku di posisiku, lebih dari sejam. Seolah tersihir oleh sesuatu yang entah apa. Aku
menyadari ada sesuatu yang mistis dari caranya berjongkok di hadapan anjing itu. Sedari tadi,
kulihat mereka asyik bercakap-cakap. Dan kuperhatikan, dia - gadis kecil itu - begitu mahir
mengonggong. Tidak ada kecanggungan sama sekali.
Dan sejak tadi, aku hanya berani memandanginya - tanpa mencoba mendekat selangkah pun. Aku
hanya duduk dengan secangkir kopi di hadapanku - tidak mencoba pergi. Bahkan aku memesan
bercangkir-cangkir kopi lagi untuk menunggui gadis itu pergi.
Waktu berlalu dan kusadari sudah hampir berjam-jam mereka sama-sama berjongkok. Perawakan
gadis kecil itu tinggi seperti umumnya kelahiran blasteran dan caranya mengambilkan sosis dari
pinggan pelayan yang lewat untuk diberikan kepada anjingnya - yang sedari tadi dia ajak
berbincang dengan gonggongan - menunjukkan bahwa dia adalah orang penting di restoran itu.
Gerak mata dan air mukanya mencirikan bahwa kemampuannya juga bukan seperti gadis biasa.
Dia istimewa. Betapa akhirnya kusadari banyak orang juga ikut memperhatikan tingkah gadis itu. Bukan hanya
aku. Masing-masing dari kami memesan berulang kali kepada pelayan yang lewat - memesan apa
pun yang bahkan tidak kami pedulikan harganya. Gadis itu seperti tontonan musik di restoran itu.
Seperti pemandangan yang menyihir - seolah kami menunggu sesuatu terjadi.
Tapi tidak ada sihir yang terjadi - tidak sampai sore itu berakhir. Tidak sampai dia dijemput oleh
seseorang bersetelan serba hitam dan digendong menuju pelataran parkir lalu dimasukkan ke kursi
belakang mobil dengan beringas. Dia, sampai hari itu berakhir, memang seperti boneka tontonan
yang mendekati sempurna. ---- Karena penasaran, hari ini aku mengunjungi rumah pemilik restoran itu. Tak ada yang berbeda dari
tata bangunan rumahnya jika dibandingkan dengan restoran yang kemarin kusinggahi sampai larut
malam. Kupikir, adalah hal yang wajar jika seorang tuan tanah menjalin ikatan terus-menerus
dengan seorang arsitek brilian.
Aku menekan bel dan menunggu seseorang membukakan pintu gerbang. Awalnya aku berharap
pelayannyalah yang membukakan pintu, tak kusangka, si gadis blonde-lah yang langsung
membukakannya, "Hai!" Dia menyapa. Logatnya khas Bali.
"Hai ..." Kujawab dengan canggung.
"Aku sudah menunggumu cukup lama," ujarnya, memegang tanganku dan memperhatikan telapak
tanganku dengan saksama. Matanya terpaku pada dua titik hitam di kedua kelingkingku, "Memang
kamu." 30 Pendekar Naga Putih Budak Nafsu Terkutuk m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Memang aku?" Aku bertanya dengan raut wajah lugu. Dengan kebodohan yang tersisa dari
seorang perjaka. (http://cerita-silat.mywapblog.com)
31Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
Tak berani kulanjutkan pembicaraan kami. Namun dia membukakan pintu gerbang lebih lebar lagi
seolah mempersilakanku masuk. Mempersilakan orang yang akan membunuh kedua
orangtuanya - untuk masuk.
---- "Jadi, bagaimana caramu membunuh kedua orangtuaku?" tanpa basa-basi dia bertanya begitu
ketika aku sudah duduk di salah satu sofa di ruang tamunya.
Ini konyol karena aku bahkan tak mengenal siapa orangtuanya.
"Aku tahu akan ada seorang pria lajang yang membunuh kedua orangtuaku. Itu kamu. Aku hanya
tidak tahu bagaimana caramu melakukannya." Dia melanjutkan. Seolah belum jelas, dia kembali
membuka mulut, "Seorang pria yang suka berkelana dan sekali dia membunuh, dia tidak akan
terhentikan. Orangtuaku akan menjadi korban pertamamu."
Apa reaksimu saat seorang anak kecil mengatakan kamu akan membunuh orangtuanya - sesuatu
yang bahkan tidak pernah kamu rencanakan"
Aku menarik napas, "Umurmu berapa?"
"Di kelahiranku sebagai manusia, umurku genap seribu tahun."
Kontan aku tertawa. Gadis kecil yang gila.
"Aku sering berbicara dengan alam," ujarnya sambil lalu bersiul. Nada yang indah.
Beberapa saat kemudian, seekor anjing berlarian menuju ke arahnya, lalu melompat ke pelukannya.
Dibelainya bulu lebat anjing itu - anjing Kintamani kemarin.
"Anjingku bisa melihat masa depan. Dia melihatmu menghunus pedang di tanganmu. Begitulah
caramu selanjutnya membunuh korban-korbanmu. Pedang dengan dua sisi bagiannya yang
sama-sama tajam." "Aku bisa berbahasa binatang." Sesuatu yang luput dari benakku, dijelaskannya lebih awal sebelum
kutanya. Rupanya, dia memang benar gila dengan sempurna.
"Kenapa kamu tidak menghalangiku?"
"Seperti kelahiran-kelahiranku sebelumnya, akulah yang membantumu melakukan
pembunuhan-pembunuhan itu. Aku memiliki kucing yang bisa melihat masa lalu."
Sejujurnya aku tak ingin bereaksi atas kegilaannya tetapi yang terkumpul di kepalaku justru
kegilaan-kegilaan baru yang sama dengannya - bahkan yang lebih kompleks lagi. Sesuatu tentang
reinkarnasi - yang dulu pernah kuketahui entah di mana. Sesuatu tentang malaikat kematian,
tentang aneka pedang bermata ganda, tentang penjualan jiwa-jiwa manusia.
1 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Lengkung di langit tidak selamanya berwarna pelangi. Seperti hidup, kamu tidak akan tahu
bagaimana sesungguhnya cara seekor binatang memandang dunia." Dia berkata.
"Aku pulang dulu." Aku berpamitan kepadanya. Beranjak dari kursiku.
"Kamu meninggalkan separuh jiwamu kepadaku."
"Suatu saat akan kuambil." Caraku meladeni kata-katanya.
"Jangan salahkan aku kalau karena hal itu, di perjalananmu pulang, kamu akan menemukan
banyak kejadian aneh." Ucapan selamat tinggal darinya. Kuharap bukan ucapan sampai jumpa.
---- Aku tidak pernah menyangka kunjungan terakhirku ke Bali sebelum aku mempersunting
tunanganku akan menjadi sebegitu menyesatkan.
Kupikir aku hanya akan memesankan sesuatu yang istimewa - pada para pekerja di toko
pernak-pernik khas Bali - untuk kuberikan kepada Tania pada hari aku bertandang ke rumahnya
untuk melamar, tapi kini, seorang gadis kecil yang tak kuketahui namanya mengubah segalanya.
Hanya dengan mengatakan bahwa aku adalah seorang calon pembunuh, dia seolah mengubah
jalan hidupku untuk selamanya.
Aku tidak pernah menyangka untuk sekadar penasaran dengan seorang gadis kecil, akan
menghadirkan invers yang hebat dalam grafik hidupku. Mudah saja melupakan kata-katanya,
kupesan saja tiket pulang ke Jakarta, menikah dengan Tania, memiliki keturunan, tidak kembali lagi
ke Bali. Namun semuanya telah berubah. Harapan-harapan menjadi menyakitkan. Ketika tadi di tengah
jalan, aku menabrak motor sepasang muda-mudi yang melintas di depan mobilku. Keduanya luka
parah dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Aku menemani mereka. Lalu menemani polisi
yang setia menginterogasiku. Menyerahkan semua kartu pengenal yang kumiliki di dalam
dompetku. Lalu dipenjara. Selanjutnya, mereka mengabari bahwa kedua muda-mudi itu telah
meninggal. Dan ketika mereka menanyakan orang yang bisa mereka hubungi untuk menjelaskan mengenai
keberadaanku, aku meminta mereka menghubungi Tania. Benar-benar hanya Tania yang
kubutuhkan pada saat seperti ini. Dan bukan Ayahku yang selalu sibuk dengan urusan kantornya.
"Tan, aku dipenjara," ujarku di telepon.
Dia tertawa, "Dipenjara oleh Bali dan tidak ingin pulang?"
Dari mana dia tahu kalau aku sedang berada di Bali"
"Ayahmu bilang kepadaku, kamu ada urusan di sana. Jadi, apa kamu sudah menemukan gadis Bali
tambatan hati sehingga tak ingin pulang lagi" Kamu dipenjara oleh cinta gadis itu?" lanjutnya seolah
memahami kebingunganku. Caranya meledekku, caranya mempermainkan perasaanku, caranya
untuk terus berada di dalam hatiku.
2 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dan aku maklum jika dia mengiraku bercanda, "Banyak hal terjadi, Tan. Datang saja. Aku akan
ceritakan langsung. Dan kumohon, jangan cerita kepada siapa pun."
"Kamu bercanda, kan, Sayang?" Kudengar nada khawatir dari getar suaranya.
"Benar-benar ada sesuatu yang akan mengubah jalan hidupku, jalan hidup kita, kalau kamu tidak
segera datang. Pesanlah penerbangan terakhir hari ini," aku memohon.
"Kalau full-booked?" Dia bertanya.
"Datanglah secepatnya."
---- Di penghujung hari, dia datang. Dengan payung basah yang terlipat di genggaman tangan.
"Apa yang terjadi?"
Aku tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. Jika kujelaskan dari awal, aku takut tak akan bisa
menemukan titik temunya, titik pertemuanku dengan gadis kecil itu.
Aku hanya bisa diam mematung melihat kehadirannya.
"Kamu kenapa?" Ragu-ragu kugenggam pergelangan tangannya yang dingin, "Hentikan aku sampai di sini."
"Kamu kenapa?" Dia melepas tanganku lalu memegang pipiku, "Ceritakan kepadaku."
Aku sudah lupa bagaimana caranya mengawali sebuah cerita. Yang kutahu, aku hanya ingin
mengakhiri cerita ini. Aku ingin mengakhiri hidupku supaya kata-kata gadis kecil itu tak menjadi
kenyataan. Tidak semua cerita sulit akan pernah kusukai, dan untuk mengisahkannya kepada belahan hatiku,
itu bukan hal biasa, tapi aku menceritakan setiap detilnya kepada Tania.
Dia membekap mulutnya dengan tangannya, menggelengkan kepalanya tidak percaya. Aku
menceritakan semuanya dengan kilas balik yang cukup berantakan, diawali oleh seekor kucing
hitam yang melintas di tengah perjalananku pulang sehingga aku memutar haluan karena
ketakutan, lalu aku menabrak motor sepasang muda-mudi. Pertemuanku dengan gadis kecil
berambut blonde di restoran favoritku, tentang gadis itu yang bisa berbahasa binatang dan tentang
binatang-binatangnya yang bisa melihat masa lalu juga masa depan. Tentang dia bilang bahwa aku
adalah seorang calon pembunuh.
Tania menangis, "Siapa gadis kecil itu?"
Itulah yang juga tak kuketahui hingga detik ini. Aku bahkan tak sempat menanyakan siapa
namanya. Aku menggeleng. 3 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Apa yang bisa kulakukan sekarang?" Dia bertanya.
Aku kembali menggeleng. Yang kutahu, sudah tak ada yang bisa kulakukan lagi.
"Menyogok para polisi itu?" Dia menawarkan idenya. Sejak kapan kata-kata Tania menjelma
menjadi kata-kata gadis yang frustasi"
"Jangan," jawabku, "aku akan menyelesaikan apa yang telah kumulai. Aku akan menyelesaikan
semuanya sendiri. Aku lebih aman berada di dalam sini, Sayang."
"Aku akan menemanimu di sini malam ini."
Kukecup keningnya. "Jangan, menginaplah di hotel. Selamat tidur."
Malam itu aku terjaga setelah bermimpi aneh. Aku memutar mataku melihat ke sekeliling, tetapi aku
tidak sedang berada di dalam sal penjara. Aku sedang berada di dalam sebuah ruangan bercat
putih. Mungkin saja aku berada di sebuah kamar rumah sakit, karena di pergelangan tangan
kananku terpasang infus glukosa.
Kucoba mengangkat tubuhku, tidak ada siapa pun menemaniku.
"Sudah kubilang separuh jiwamu tertinggal kepadaku." Seseorang berkata dari arah pintu. Aku
menoleh. Gadis kecil berambut blonde berjalan ke arahku. Pitanya hari itu berwarna hijau. "Sudah
kubilang bahwa kau tertinggal di sini, tapi dia tidak memedulikannya. Dia pergi."
Aku menatapnya tidak percaya.
"Siapa sebenarnya kamu?" Aku bertanya, "Apa maksudmu?"
"Beruntunglah jiwamu sudah kupindahkan ke dalam tubuh sopirku. Karena kalau tidak, ada banyak
malaikat kematian yang akan berusaha memilikimu."
Di sebelah kiriku, di dekat wastafel, ada sebuah cermin. Kuputuskan jarum infusku, lalu aku berlari
ke arah cermin. Dan kulihat yang berdiri di sana bukanlah aku, tapi seorang pria berperawakan
besar tinggi dan berkulit legam.
"Siapa kamu?" Aku menatapnya. Bertanya sungguh-sungguh.
"Dari semua kelahiran penjemput nyawa, akulah yang paling berkuasa. Aku atasanmu. Dan dari
semua kelahiran malaikat kematian, kamulah yang paling tangguh."
"Setan!" Aku berteriak, "Kenapa harus aku?"
"Karena kamu begitu berharga, kamu adalah setannya. Aku tanpa setanku, tidak akan bisa
menjaring manusia untuk kubawa ke neraka." Dia menjawab, "Kamu tidak akan ingat semua itu.
Ingatanmu cukup kepada caramu membunuh. Pedang-pedang bermata ganda. Kusimpan di ruang
bawah tanah di rumahku."
Aku berlari ke luar kamar, menabrak tubuh gadis kecil itu. Ke mana orangtua gadis kecil itu" Ke
4 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
mana orang-orang - mengapa gadis ini dibiarkan gila sendiri"
Tawanya membahana. Kami sedang berada di lantai tiga rumahnya dengan langit-langit berbentuk
oval, "Kau sudah membunuh kedua orangtuaku malam kemarin."
Aku berlari ke arahnya, mendorong tubuhnya hingga terjengkang.
"Setan sialan!" Aku berteriak, "Apa sebenarnya maumu dariku?"
Dia kembali tertawa lalu bersiul, "Aku mau kau menemaniku melakukan pembunuhan. Seperti yang
kamu lakukan kepada dua kepala itu tadi malam."
Seekor anjing dan seekor kucing. Masing-masing menyeret sebuah kepala di mulutnya. Kepala
seorang lelaki Bali dan kepala seorang wanita bermata sipit berambut dicat kemerahan, kepala
seorang wanita Jepang. "Menarik, kan?" Dia menengahi.
Aku ingin muntah ketika melihat wajah tanpa darah itu. Rongga kepala kedua orang itu berlubang.
Otaknya hilang dari tengkoraknya.
"Kita menghisap darah mereka dan lalu memakan otak mereka mentah-mentah. Lucu sekali untuk
harus memakan isi kepala orang-orang yang selalu menyiksaku. Sekarang mereka sudah tidak bisa
mengaturku lagi." Aku berlari menuruni anak tangga. Berlari keluar. Berlari mencari seseorang yang kukenali. Mencari
Tania. Atau Ayahku, yang bahkan tak pernah memedulikan apa yang sedang aku lakukan. Aku
mencari hidupku. "Pergilah dan kalian akan saling membunuh." Dia berteriak. "Suatu kodrat jiwa yang terpisah."
Aku tetap berlari. Tak memedulikan apa pun. Mengejar aksara kehidupanku. [*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Kinnara

Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pernah tahu mitos yang mengatakan bumi ini disangga oleh empat ekor kura-kura" Seperti
bintang-bintang yang berjejer di sana," Dia menggerakkan telunjuk dari satu sudut ke sudut lainnya.
"Konstelasi kura-kura."
Hari itu seperti biasa dia memulai malam kami dengan cerita yang asing, juga seperti biasa, aku
menggeleng, tak menyimak apa yang dia bicarakan.
Pasti terlihat bodoh. Selalu bodoh di matanya.
5 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Lain waktu, tiap kali kami menatapi langit seperti saat itu, dia pasti akan selalu bilang (aku tahu
niatnya hanya untuk mengomentari minimnya ketertarikanku pada langit): percuma membuat
orang-orang tertarik memahami langit, sementara mereka sudah lebih dulu terpana dengan
bintang-bintang yang bertebaran di layar kaca.Bintang-bintang yang redup atau terangnya hanya
tergantung seberapa besar sensasi yang dibuatnya.
Dia memang sangat menyukai langit. Semua istilah yang dipakainya kait-mengait dengan bintang,
meteor, atau istilah-istilah asing di fisika, semacam black body radiation yang kalau aku salah
dengar bisa kuartikan sebagai out ofbody experience.
Dia adalah seseorang yang lebih mudah memahami ilmu astronomi ketimbang ilmu anatomi tetapi
kuliah sayangnya dia menjatuhkan pilihan dengan berkuliah di jurusan kedokteran.
Beberapa saat kemudian dia tertawa, "Tiap kali memperhatikan bintang bersamaku, tidakkah kamu
juga tertarik untuk ikut menghafal nama-nama rasi bintang?"
Aku mengernyitkan dahi. Seolah paham, dia menjelaskan, "Tidak pernah ada yang namanya rasi kura-kura."
Lalu dia kembali tertawa.
"Aku, kan, enggak kuliah astronomi," begitu caraku membela diri.
"Aku juga enggak kuliah astronomi."
Saat itu, aku kembali kalah telak darinya.
---- "Seandainya aku lahir sebagai laki-laki, ayahku bilang akan menamaiku Andromeda. Nama seorang
putri raja yang terkesan maskulin." Kali kedua kami bertemu, dia memulainya dengan menjelaskan
perihal asal-usul namanya. "Juga sebagai nama rasi seluas tujuh ratus dua puluh dua (722) derajat
persegi. Kebalikan tanggal lahirku, dua puluh dua Juli (227)."
Aku kagum akan betapa rumit cara orang tuanya memilihkan nama untuknya. Bahkan namanya
sekarang, Kinnara, terdengar tidak kalah istimewa dengan nama Andromeda yang batal disematkan
di belakang gelar dokternya. Karena dia terlahir sebagai seorang perempuan, selamanya
perempuan, tapi dia pun selalu berkilah menyepakati Shakespeare, apalah arti sebuah nama.
Saat itu dia berceloteh macam-macam di kamarnya.
"Gaun ini cantik?" Dia menunjukkannya kepadaku. Berpose layaknya peragawati. Berputar seratus
delapan puluh derajat, seperti pedansa.
"Kurang cerah. Gelap," kujawab.
Dia lalu melepas gaun itu di hadapanku. Dia tidak mengenakan bra. Hanya celana dalam tipis
transparan berwarna hitam. Sensual.
6 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ibuku selalu bilang, aku lebih cocok mengenakan gaun warna hitam." Dia menjawab, tapi dia
mengambil gaun berwarna putih. Sementara gaun hitamnya masih tergeletak di kakinya.
"Kalau ini?" Dia bertanya. Kuurungkan niatku untuk menggelengkan kepala, seberapa buruk pun
gaun yang dia tunjukkan. Aku benar-benar tak betah melihatnya telanjang di hadapanku. Terlebih,
kami baru bertemu dua kali. Di aula kampus dan langsung di dalam kamarnya.
"Ini hadiahnya untukku." Dia menjelaskan lalu mengenakan gaun itu, tekanan kalimatnya barusan
menyadarkanku tentang betapa istimewanya gaun putih berenda keemasan itu baginya, "Ini hadiah
dari cinta pertamaku."
Saat itu, tak pernah kusadari bahwa yang dia maksud sebagai cinta pertamanya, adalah seorang
wanita. Adalah seseorang yang berjenis kelamin sama dengannya.
Kini, katanya, aku akan menjadi cinta terakhirnya. Aku. Seseorang yang berjenis kelamin sama
dengannya. ---- Malam ini sama seperti malam-malam sebelumnya. Bedanya, aku menunjuk-nunjuk rasi-rasi
bintang dengan telunjukku. Mengaitkan mereka, kemudian segera mengambil catatanku. Refleks,
kugambar rasi-rasi yang kutemukan. Kemudian kubaca data di Wikipedia tentang rasi-rasi itu, lantas
kucatat nama-namanya di bawah rasi yang kugambar. Tingkahku persis orang gila yang
menemukan tempat nyaman di pojok salnya di rumah sakit jiwa.
Setelah melewati beberapa rasi bintang, kubaca lagi data di internet karena ada sesuatu yang
masih membingungkanku, seharusnya rasi bintang yang bulat itu pasti bertanduk. Berbentuk mirip
seperti kambing laut. Namanya, Capricornus. Karena di dekatnyalah terletak rasi bintangku,
Sagitarius. Rasi bintang pemanah. Hm. Sebutlah ini keberuntungan sebagai seorang pemula. Untuk
tidak tahu bahwa dirinya mungkin saja salah.
"Perfect knowledge of such things cannot be acquired without divine inspiration." Aku terngiang
pujian Kinnara kepada para ahli bintang yang dengan teliti menemukan rasi-rasi bintang itu. Kalimat
itu didapatnya dari kata pengantar Catatan Nostradamus.
Kini aku memahami pemikiran Kinnara.
Mirip dengan novel Seribu Tahun Kesunyian yang ditulis oleh Garcia Marqu?z, kata-katanya itu
semacam pemahaman bahwa entah mengapa kami beruntung terlahir di abad ini. Saat ketika
bilangan phi; 3,142 - dengan berderet digit angka lain di belakangnya - sudah ditemukan untuk
menyempurnakan perhitungan bangun lingkaran, saat yang dibutuhkan hanya tinggal pembuktian
dari teori-teori yang berjubel banyaknya.
Terpenting, saat aku tidak perlu kesulitan memberi nama baru - yang alangkah rumitnya - pada
konstelasi yang baru kutemukan (dan akhirnya kusukai) di atas sana.
Ah, dunia. Entah apa kunamai bumi ini. Entah beruntung, entah membuat bingung; untuk mengenal
tentang aturan-aturan yang harus ditaati, juga hukum-hukum yang wajib dipatuhi. Dari semua planet
di tata surya, planet mana lagi yang aturannya serumit di bumi"
7 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Bahkan aturan terkecil yang akan tiap anak muda temukan di unit terkecil dalam kehidupannya,
tentang ketika seorang gadis mencintai seorang pemuda, grafik membuktikan bahwa kebanyakan
dari orang tuanya akan merasa berhak bertanya apa sebab para gadis itu mencintai pria ini dan
kenapa tidak pria yang itu yang tinggal di wilayah mewah dan ke mana-mana naik jet pribadi itu"
Bagaimana dengan Kinnara" Bisakah dia mencintai orang lain - dan bukan mencintaiku" Mengapa
dia harus menjadi seorang lesbian" Mengapa Tuhan menggariskan seperti itu untuknya"
Bahwa aku takkan pernah membalas cintanya. Karena aku bukan lesbian. Lalu, mengapa Tuhan
menggariskanku untuk tidak menjadi sepertinya - seperti Kinnara yang selalu nampak ceria tetapi
sesungguhnya rapuh" Penggaris apa yang Tuhan gunakan"
---- Ada yang mengetuk pintu kamarku. Aku bergegas membukakannya. Siapa lagi kalau bukan
Kinnara. "Lagi apa?" Dia bertanya.
"Tesis," jawabku.
"Hm. Boleh kulihat?" Dia menengok ke dalam kamarku. Berantakan.
Aku membukakan pintu kamarku lebih lebar, "Minum apa?" tanyaku ketika dia melangkah masuk
dan duduk di ranjangku. "Kopi hitam, tanpa susu, tanpa gula, tanpa pemanis apa pun." Dari jawabannya kuyakin dia ingin
bergadang semalaman bersamaku di balkon apartemen. Kubuatkan seperti yang dia minta. Dua
gelas. Untuknya, juga untukku.
"Hukum perdata?" Dia mengangkat kertas-kertasku, kertas-kertas yang ketika itu dia pegang di
tangannya, seraya lalu menyalakan televisi dengan remote di tangan kirinya. Saluran TV kabel.
Tidak pernah disetelnya channel lain selain National Geographic.
"Masih belum kutentukan," jawabku sambil membawakan dua mug besar untuk kami berdua.
"Bawa ke balkon saja," ujarnya sambil membawa kertas-kertasku. Aku tak yakin dia akan rela
menghabiskan waktunya untuk mengobrol perihal hukum di Indonesia. Sepengetahuanku, dia
membenci hukum, politik, dan segala kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah Indonesia.
Selamanya benci, katanya saat itu.
Tetap kubawa kedua mug kami ke arah balkon. Dia mengikutiku dari arah belakang.
"Menurutmu, kenapa semua hal harus ada aturannya?" pertanyaannya kelihatan berkaitan dengan
apa yang kupelajari. Dengan isi dari lembaran kertas yang dipegangnya - tentang hukum perdata,
tentang common law, tentang sejarah sistem Anglo-Saxon - tapi sesungguhnya aku yakin dia
menanyakan sesuatu di luar segala teori hukum yang kuketahui.
"Kenapa orang-orang mengikuti tes IQ?" Aku balik bertanya, "Lalu percaya pada hasilnya?"
8 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dia terdiam. Dia yang selalu punya jawaban atas setiap pertanyaanku, menungguku menjawab
pertanyaannya. Kuputuskan tidak menuruti keinginannya untuk saat ini.
"Menurutku, ketertarikan ini sudah faktor genetis. Gen superior dan inferior memang sudah ada di
alel-alel dalam kromosom manusia, itu sebabnya akan selalu ada yang kelihatan benar dan
kelihatan salah. Cara pandang gen-gen itu berbeda. Bahwa yang dominan akan berkata bahwa aku
mencintaimu dan yang resesif akan menentangnya." Akhirnya dia menjawab sendiri pertanyaannya.
Kuyakin dia kembali meracau seperti dulu. Baginya, menyatakan cinta akan sama mudahnya
seperti membawakan peran sebagai moderator dalam sebuah seminar genetika.
"Masyarakat selalu tertarik untuk mengenali jati dirinya dan mengenali diri orang lain - juga
mengenali lingkungan di sekitarnya. Maka mereka membuat pandangan-pandangan khusus dari
posisi mereka yang kemudian mereka jadikan pandangan umum. Orang-orang menemukan pola.
Mereka jadikan patokan. Kemudian, mereka akan mengejar kesamaan pola." Dia melanjutkan,
"Sehingga di akhir, tidak akan ada sesuatu yang berbeda. Semua manusia, mungkin saja, akan
menjadi sama satu dengan lainnya. Karena aturan-aturan. Sebut saja, eugenetika sistem modern."
Aku diam. Benar-benar diam. Tidak tahu harus menjadi apa di matanya. Kadang kata-kata lisan
yang diucap oleh Kinnara bisa lebih tidak kumengerti dibandingkan saat-saat ketika aku harus
dengan serius membaca sejarah Corpus Juris Civilis.
"Apa sulitnya mencintaiku?" Dia bertanya, "Apa arti gambar-gambar konstelasi ini?" Dia mengangkat
buku gambarku. Lembar terakhir yang kugambar, konstelasi Sagitarius.
"Aku mulai menyukai langit," jawabku jujur. Aku tahu dia hanya membutuhkan kejujuran pada saat
seperti ini. "Lalu kapan kamu akan mulai menyukaiku?"
"Saat kamu berhenti menyukaiku. Saat kamu hanya menganggapku sebagai sekadar sahabat,"
jawabku, sekali lagi, dengan jujur.
"Apa karena kamu ingin punya keturunan" Atau karena kamu ingin dianggap normal oleh
orang-orang?" Dia bertanya.
Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi. Paling tidak, aku masih merasakan debar ketika melihat
pria tampan. Aku masih bisa salah tingkah saat harus jalan berduaan dengan seniorku di profesi
kenotariatan. "Kamu tidak pernah memiliki pacar." Dia menudingku, "Kamu tidak pernah berkencan dengan pria.
Kamu tidak pernah ... dan aku juga ... aku tidak pernah." Dia terhenti. Menangis.
Aku berdiri di hadapannya, sangsi dengan kelemahannya yang dia perlihatkan malam itu. Dia
mendekatiku, menangis di pundakku. Kubelai rambutnya.
"Apa yang membuatmu jatuh cinta kepadaku, Kinna?" Pertama kalinya kucoba untuk mengetahui
alasannya. Alasan dari sesuatu yang membuatku merinding ketika mengetahuinya.
9 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Dia memelukku lebih erat. Air matanya semakin deras. "Aku hanya merasa aman saat berada di
dekatmu." "Kenapa kepadaku?" Harus ada alasannya. Karena cinta yang beralasan, adalah cinta yang akan
dengan mudah berubah. Akan mudah kuubah.
"Kamu selalu mendengarkan apa yang kukatakan, kamu selalu mengiyakannya, kamu selalu ..." Dia
menjawab. Kubelai rambutnya dan aku tersenyum.
"Seorang gadis mencintai seorang pria, bukanlah sistem. Bukan aturan yang harus kamu takuti,"
jawabku, "Bukan seperti IQ yang kamu harus ragukan atau percayai keberadaannya. Cinta memang
ada. Selalu ada." Dia mengangkat kepalanya, memandangku.
"Bagaimana caraku tahu?" Dia bertanya, matanya penuh keraguan.
"Kamu hanya akan tahu. Suatu saat ketika cinta itu hadir."
"Bagaimana dengan poligami" Apa cinta itu hanya satu?" Dia kembali bertanya, keingintahuan yang
sama seperti milik seorang anak kecil.
"Aku tidak pernah percaya perselingkuhan dalam perkawinan itu indah." Kuambil jeda sebentar.
"Aku tidak pernah memberikan penjelasan untuk sesuatu yang tidak kupercayai. Perselingkuhan
terindah mungkin hanya seperti hubungan kita dengan kedua orang tua kita."
"Apa aku akan menemukannya?" Dia bertanya lagi, "Apa aku akan menemukan seorang pria yang
memang untukku" Kenapa aku tidak boleh mencintaimu?"
Kali ini giliranku untuk tertawa. "Cinta tak pernah beralasan, Kinna. Cintamu kepadaku, sangat
beralasan." Dia membisu. Berhenti menangis.
Kali ini, aku yang menang telak darinya. [*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Ketaksaan Ajal Pria itu meninggal dua tahun lalu; diawali dengan, dalam tidurnya, ia menggigiti lidah hingga putus.
Ia biarkan lidahnya mengering di seprai karena selama ini ia tidak begitu membutuhkannya. Lelaki
berusia tiga windu itu memang terbiasa tidak banyak bicara. Pernah dalam seminggu ia tidak
berkomunikasi dengan siapapun yang ia temui, ia lebih sering membisu sekalipun seisi rumahnya
acap kali terbengong-bengong mendapati sikap sufistiknya.
10 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Tetapi, kalian perlu tahu, ia meninggal bukan karena lidahnya putus. Pagi itu ia masih dapat
beranjak ke kamar mandi, bercermin, menyeringai lebar ke arah dirinya sendiri; tanpa menyadari
bibirnya yang rekah merah oleh darah dari lidahnya yang putus.
Rumah hari itu sepi karena keluarga kecilnya pergi menginap ke villa keluarga di wilayah
pegunungan. Ia buka keran air untuk mengisi bak mandi, lantas pergi ke dapur guna menyiapkan
sarapan telur ceplok tanpa bumbu dan kopi luwak tanpa gula. Selama menunggu bak penuh terisi,
ia merinci matriks kerjanya yang begitu detail untuk hari itu. Sehari-hari, prioritas utamanya adalah
menjalankan tugas sebagai reporter lepas untuk suratkabar harian lokal, selebihnya tiap awal
bulan - ataupun sewaktu-waktu - ia selalu merinci daftar kegiatan baru yang menurutnya menarik.
Terlepas dari sikapnya yang individualistis dan ketidakmampuannya untuk berbicara banyak,
reporter adalah profesi yang dipilihnya karena ia memang tergila-gila dan ketagihan meliput
peristiwa dan kejadian penting - ekstasinya akan dunia peliputan berita adalah satu-satunya hal
yang ia syukuri dari masa perkuliahannya yang ia jalani dengan penuh penyesalan selama enam
tahun tiga bulan. Diambilnya pulpennya, setelah sekilas lalu di televisi ia melihat seorang pria yang mati dikeroyok
karena mengumpat Tuhan lewat jejaring sosial di internet, dan karena ia tiba-tiba teringat akan Karl
Jaspers - seorang eksistensialis Jerman yang di masa kuliahnya pernah ia dewakan - ia lantas
berniat mempelajari lagi tentang empat situasi batas yang pernah dipaparkan tokoh tersebut. Masih
samar-samar diingatnya teorinya berkaitan dengan 1) Kematian, 2) Penderitaan, 3) Perjuangan,
dan 4) Kesalahan. Ia tidak paham secara pasti; mengapa dari sekian tokoh eksistensialis yang ia
kenal di bangku perkuliahannya di Fakultas Filsafat, Jaspers menjadi satu-satunya yang teorinya
masih dengan jelas ia ingat.
Terlepas dari satu tambahan kegiatan itu, dalam sebulan ini, ia merinci target kegiatan yang
lumayan padat: 1) Menerjemahkan I La Galigo ke dalam bahasa Inggris dan rumpun bahasa
Semitik serta Armenia, 2) Belajar melukis dengan aliran ekspresionisme, 3) Bermain catur dengan
komputer, 4) Berkorespondensi melalui surel dengan para pengoleksi tengkorak.
Setelah merapikan dan memasukkan kembali semua perkakas pewartaannya ke dalam koper tua
yang selalu dibawanya setiap meliput, barulah ia menuju kamar mandi. Bila pada hari-hari biasa
kulitnya yang terkikis oleh sabun tidak seberapa tebal, kali ini baru diterjang air sedikit saja, seluruh
bagian kulitnya dalam sekejap terlekang. Air mandi yang dingin gigil pagi itu seolah adalah kawah
candradimuka yang mengelupasi seluruh permukaan tubuhnya dari ujung rambut hingga mata kaki.
Otot dan sarafnya dalam hitungan detik seketika mengering dan mengeras bagai batu.
Bila kalian pikir pria itu langsung mati begitu seluruh permukaan kulitnya lepas dari tubuh, kalian
salah besar. Dengan telapak kaki hanya berbalut otot yang membatu, ia tertatih-tatih keluar dari
kamar mandi sambil membaluti tubuhnya dengan handuk. Ketika itu, otot-ototnya yang membatu
terkikis sedikit demi sedikit hingga menyisakan genangan air yang becek berbaur pasir sepanjang
kamar mandi hingga kamar tidurnya.
Tentu ia hendak berteriak ketika melihat yang tersisa dari tubuhnya hanyalah tulang belulang, meski
tentu organ internal tubuhnya masih menggelantung dan menempel pada dinding rusuknya; mata,
jantung, paru-paru, saluran eustasius, usus, lambung, kerongkongan, dan tenggorokannya masih
dapat ia beri asupan telur dan kopi. Ia baru menyadarinya pada menit berikutnya, mengenai
mengapa ia tidak mampu berteriak dan tak mampu mendorong makanannya masuk ke dalam
tenggorokan; "Lidahku lenyap," begitu pikirnya. Namun tak berapa lama, ia sudah tidak
11 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
memikirkannya lagi. Saking merasa lapar, ia sorongkan kepala agar makanan bisa secara langsung
mengalir masuk ke tenggorokannya.
Ia belum mati, bahkan ketika pun semua yang dicernanya membanjiri ranjang tempat ia menikmati
makanan. Ia masih bisa berjalan sejauh seratus meter untuk mengambil mobilnya dari garasi dan
menyalakan mesin. Ia merasa gamang sewaktu melihat tangannya yang tinggal tulanglah yang
mengendalikan kemudi, tapi ia tidak peduli karena ia mesti menjemput pacarnya. Baginya,
menjemput pacar lebih merupakan rutinitas harian ketimbang menjadi reporter lepas. Sebagai
reporter lepas, kadang ia pernah tidak mendapat tugas meliput, sementara pacarnya yang teller
bank pasti akan selalu dituntut hadir setiap hari (dari pagi hingga sore), kecuali hari Sabtu dan
Minggu. Pacarnya cantik dan taat beribadah. Meski tidak seberapa percaya diri; karena ketika kuliah
sebetulnya ia mengambil jurusan Perikanan, namun kemudian pekerjaannya berhubungan dengan
perbankan; toh, pria itu tetap cinta. Seragam yang sehari-hari dikenakan pacarnya serupa warna
sofa yang biru army di kamarnya, namun dalam versi yang lebih menyala. Baginya, wajah si gadis
ketika dipoles bedak dan lipstik lebih nampak natural, ketimbang ketika ia melihat pacarnya yang
baru bangun tidur dan tidak berhias sama sekali.
Hari itu, seperti biasa si gadis menunggunya di teras rumah. Sewaktu melihat mobil si pria terparkir
di depan rumahnya yang berpagar pendek, si gadis dengan girang berjalan menghampiri. Kaget


Kompilasi Tiga Kehilangan Karya Dewi Kharisma Michellia di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan berteriak-teriaklah si gadis ketika melihat pacarnya menyeringai dari dalam mobil dengan
kondisi mengenaskan. Demikian kencang hingga saluran eustasius dan gendang telinga yang
masih menempel di tulang telinga si pria seketika itu pecah, darahnya lantas meleleh. Karenanya,
pria itu tidak dapat lagi mendengar suara teriakan sang gadis. Meskipun, ia tetap dapat melihat
bagaimana pacarnya itu tunggang-langgang berlari masuk ke rumahnya.
Mencemaskan pacarnya, ia lantas turun dari mobil dan menuju ke rumah si gadis. Di sana
orang-orang berteriak tak kalah kencang. "Mayat hidup, mayat hidup," begitu teriak mereka. Tapi
pria itu tidak mendengar. Ia lantas dipukuli dengan sapu. Tulangnya yang rapuh remuk redam
diinjaki; jantung, mata, lambung, usus, dan segala darah-dagingnya yang tersisa ditebas-tebas
dengan senjata tajam yang dibawa oleh sebarisan tetangga calon mertuanya.
Begitulah cara kematiannya. Namun kisahnya tak berhenti di sana. Selang beberapa menit, darah
encernya yang membanjiri pelataran teras lantas menguap dan kembali ke langit, serpihan-serpihan
tulangnya yang remuk terbang mengikuti arah angin.
Ia mati dengan tanpa meninggalkan jasad untuk diupacarai; di mana keluarga pacarnya lantas
menelepon keluarga calon besan mereka untuk mengabarkan lenyapnya tubuh si pria di teras
rumah mereka. Rumah kedua keluarga lantas dirundung duka. Tak ada pihak yang dapat
disalahkan atas dipukulinya tulang-belulang si pria di depan rumah pacarnya hingga tulang-belulang
dan darah-dagingnya lenyap. Bahkan, tanpa sepengetahuan siapapun, segera setelah pria itu mati,
lidahnya yang masih tertinggal di seprai dan kulit tebalnya yang terlepas di kamar mandi tiba-tiba
turut lenyap. Dalam upacara 40 hari kematian pria itu, orang-orang bertandang ke rumahnya dan mencibiri
perihal mengapa jenazah pria itu bisa lenyap begitu saja, "Patriotkah ia" Mati di medan perangkah
ia?" begitu mereka berbisik-bisik di belakang. Orang tua si pria hanya mampu mengelus dada.
Namun begitu, kabar bahwa anaknya mati dengan cara tak lazim lantas menyebar ke seluruh
penjuru kota. Bagi mereka, pria itu barangkali terkutuk dan selama hidupnya yang singkat telah
12 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
menjadi penyembah berhala.
Selebihnya, tak banyak yang bisa kalian kenang darinya. Ia banyak menerjemahkan, namun tak
ada yang mengerti bahasa yang digunakan si pria (ia poliglot, dan seringkali bereksperimen
menerjemahkan karya-karya lokal berbahasa Bugis, Jawa, Bali, Sunda, Batak, Melayu, atau bahkan
Indonesia ke dalam rumpun bahasa Roman, Afroasiatik, ataupun Sino-Tibetan), tak juga ada yang
paham lukisan-lukisan apa yang dibuatnya pada kanvas-kanvas yang berjejer di kamarnya dari
lantai hingga ke langit-langit (mereka menduga beragam aliran lukisan yang diterapkan si pria
sebagai bentuk dari penyembahan pada berhala), ataupun pada puisi, catatan-catatan kecil,
partitur-partitur musik, dan fiksinya - orang-orang menuntut agar keluarga si pria segera
memusnahkan semua sarana pemujaan setan tersebut seketika itu juga.
Maka kalian tahu, yang tersisa darinya hanyalah artikel berita yang pernah ditulisnya untuk koran
harian lokal. Itu pun dengan inisial yang bahkan selalu berganti-ganti pada setiap koran. Tentang
apa yang ia tulis, kalian pasti telah memahami kepribadian si pria. Maka, carilah bila kalian masih
peduli. [*] Dewi Kharisma Michellia lahir di Denpasar, Bali, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta.
Religia Hujan selalu membuatku berjarak dengannya.
Karena aku tak bisa melihat tangis yang dia sembunyikan.
Hujan selalu membuatku berjarak dengannya.
Mengamatinya merentangkan tangan di kejauhan,
Sementara aku memegangi payungku di pagar rumahku.
Aku sering berkata padanya, bahwa aku tak punya siapa-siapa dalam hidupku.
Tanpa kusadari: bahwa aku selalu memilikinya untuk mendengarkanku bercerita.
Andai dia tahu, dia membuatku banyak berpikir.
Seperti yang sering dia dengar setiap kali aku meracau;
Bahwa aku benci keterikatan.
Dan dia selalu membuatku berpikir
Bagaimana seandainya jika aku kehilangannya"
13 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
---- (Pria) Sore itu hujan, aku mendorong kursi rodanya - entah menuju ke mana. Dia bersikeras memintaku
meninggalkannya sendirian di kamarnya yang pengap oleh bau obat-obatan atau membiarkan
suster jaga mengajaknya jalan-jalan berkeliling. Kubilang aku tak cukup nyali untuk harus
kehilangannya tanpa sepengetahuanku.
"Aku ingin makan bubur," ujarnya. Sementara dia membiarkan senampan makanan dari rumah sakit
di meja di sebelah ranjangnya, tak tersentuh. Sepanjang perjalanan menuju kafetaria, kami melihat
banyak burung gereja beterbangan di langit, "Besok aku akan menjadi salah satunya."
Dia selalu percaya bahwa sebuah entitas ketika meninggalkan fisiknya yang telah mati kemudian
akan bermanifestasi terlebih dulu menjadi hewan tertentu sebelum terlahir kembali. Dia
satu-satunya gadis yang kukenal telah mendalami kepercayaan timur tentang reinkarnasi bahkan
semenjak usia sembilan tahun.
"Kamu tahu, aku sudah kehilangan ibuku di hari dia melahirkanku ..."
Entah apa yang ada di pikirannya. Yang jelas di pikiranku, semua kenangan tentang kebersamaan
kami berputar-putar di dalam orbitalnya, tereksitasi satu per satu di dalam tempurung kepalaku,
semakin kehilangan energi tiap kali kusadari bahwa aku akan kehilangannya sebentar lagi.
"Itu membuatku berpikir, mungkin waktu itu malaikat surga bertanya padanya, antara dia memilih
untuk terus hidup dan membiarkanku mati atau dia mati untuk membiarkanku bisa terus hidup,"
lanjutnya. Mendorong kursi rodanya saat dia sedang merasa hampir mati, membuatku kehilangan daya
gerakku sama sekali. "Dan nyatanya dia memilih mati."
Beratnya sudah turun sebanyak dua puluh kilogram selama setahun dia menjalani kemoterapi.
Usianya baru dua puluh satu tahun, dan dia menderita kanker otak. Tumor di otaknya tidak
membuatnya kehilangan daya pikirnya atau menurunkan kecerdasannya, bahkan setiap hari
semenjak dia dirawat inap di rumah sakit, dengan banyak jenis buku yang dia baca, membuatku
takut dia akan mengalahkanku setiap kali kami berdebat tentang sesuatu.
Sebelumnya dia selalu kalah pada diskusi tentang apapun yang kusukai, dan aku selalu seimbang
tiap kali diajaknya berdebat tentang hal-hal yang dia sukai. Kami membicarakan tentang
kecerdasan artifisial, kemungkinan penyebab kiamat, kadang aku membicarakan tentang ilmuwan
Matematika, dan dia membahas mengenai kesamaan mereka dengan tokoh-tokoh Psikologi.
Sejujurnya, dia tidak akan tergantikan.
"Dia memberimu hidup selama dua puluh tahun." kataku, "Yang dia tidak yakin apakah dia akan
membutuhkan seperempat dari waktunya itu untuk terus menantikan seorang putri sepertimu."
Ibunya melahirkannya di usia empat puluh tahun, dan sebagaimana umumnya wanita
pra-menopause, mereka akan kehilangan kesuburannya menjelang usia empat puluh lima. Aku
14 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
yakin, Ibunya berprinsip bahwa natalitas seimbang dengan mortalitas di usianya yang empat puluh
itu. Dia pasti tidak mau membuang-buang waktunya untuk menunggu titipan Tuhan di tahun-tahun
setelah dia kehilangan putrinya dalam operasi caesar.
"Seandainya dia tahu bahwa putrinya tidak akan berumur panjang ..." Dia menjawab, "Apa mungkin
dia mau mengorbankan nyawanya?"
"Sayangnya manusia tidak pernah tahu," sejenak aku terdiam, "... tentang keajaiban apa yang akan
Tuhan beri di sepanjang perjalanan hidupnya. Dia mengambil risiko untuk menerima keajaiban
Tuhan, seorang putri sepertimu."
Dia menarik napas dan di sepanjang perjalanan kami membeku dalam diam.
"Aku pernah membayangkan tentang masa depan, di mana kita bisa kembali ke masa lalu dengan
mesin waktu ..." ucapnya, "Aku ingin kembali ke hari kelahiranku, memperingatkan Ibuku bahwa aku
tak perlu lahir." "Semua anak lima tahun memikirkan itu, dan terutama mereka yang tak pernah merasa memiliki
masa lalunya sepenuhnya." jawabku. Namun aku pun tak menyalahkannya untuk berpikir seperti itu.
Kami sampai di kafetaria rumah sakit. Aku memesan dua mangkuk bubur ayam hangat dan dengan
sigap mengambil dua botol air mineral ukuran 600 ml. Kupinggirkan kedua kursi plastik yang
menghalangi kursi rodanya. Lalu kami duduk di pinggir taman, di ujung timur kafetaria.
Darah mengucur dari hidungnya. Tangannya tidak bisa dia gerakkan untuk menghapus; dia
mengalami kelumpuhan kedua tangan dua minggu yang lalu. Kuambil tisu dari tas ransel. Tas
ranselku selalu penuh akan segala sesuatu kebutuhannya.
"Seandainya kita tidak pernah bertemu," katanya begitu ketika aku menghapus darah yang keluar
dari kedua rongga hidungnya. Darah itu terus mengucur dan tak berhenti. Kuambil daun tumbukkan
di wadah plastik di dalam ranselku - obat herbal untuk menghentikan mimisan - dan kuletakkan di
lubang hidungnya. Beberapa saat, darah berhenti.
"Seandainya kita tidak saling jatuh cinta dan juga tidak menikah ..."
Aku terpaku karena kalimat terakhirnya.
"Kita bahkan belum dikaruniai keturunan," lanjutnya. Dia bahkan tidak menangis ketika
mengucapkan itu. Dia tidak pernah menangis di hadapanku, padahal dia seorang perempuan, "Aku
belum sempat berkorban untuk anakku."
Aku mengerti perasaannya. Dilahirkan oleh seorang ibu yang dari cerita orang-orang di
sekelilingnya lebih memilih mati untuk melihat putrinya lahir, pasti akan menimbulkan trauma yang
besar baginya, juga menyebabkan kewajiban untuk melakukan hal yang sama, yang bahkan tak dia
ketahui diberikan oleh siapa dan semenjak kapan perasaan bersalah itu menempel di pundaknya
bagai parasit. "Seandainya lelaki boleh hamil ..." aku berkata. Dia tertawa, tapi tawanya tidak bisa selincah dulu.
15 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika dia menggerakkan tangannya memukul bahuku setiap kali aku melempar lelucon, ketika
bahkan setelah itu aku selalu menerima kecupan mesra darinya di keningku.
"Aku akan membiarkanmu mencari perempuan lain setelah aku meninggal ..." ujarnya, "Sejujurnya,
aku merasa bersalah atas semua hal buruk yang terjadi di hidupmu setelah kamu menikah
denganku. Maaf." Sungguh aku tidak dapat berkata-kata atas pemintaan maafnya. Dia adalah segala-galanya bagiku
dan ketika segala-galanya itu merelakanku, aku bahkan berpikir aku tak perlu hidup.
"Aku akan adopsi seorang putri." jawabku, "Bukan seorang istri."
Dia tersenyum, air matanya mengalir di wajahnya. Sungguh sangat jarang aku melihatnya
menangis. "Aku mencintaimu."
Itu kata-kata terakhirnya, sebelum akhirnya dia menutup mata, untuk selamanya.
---- (Gadis Kecil) Aku melihat seorang pria gagah datang. Teman-temanku berlarian menyemutinya, para pria
berseragam hitam di belakangnya membawa puluhan parsel cantik untuk dibagikan. Kulihat
teman-temanku berteriak tentang permen, coklat, dan semuanya berwarna-warni. Kulihat dari
kejauhan, alangkah cantiknya parsel-parsel itu.
Aku menutup buku dan berlari ke kamar, bersembunyi supaya tidak ditemukan. Aku tidak mau
diadopsi oleh siapapun. Begitulah, tiap kali orang datang untuk mengadopsi anak, aku meringkuk di
dalam kegelapan kamarku. Namun tak seberapa lama seseorang membuka pintu kamar, menyalakan lampu. Ia menemukanku.
Ia berjalan ke arahku. "Boneka itu lucu." pria gagah itu berkata, tersenyum. Aku tahu arti dari sinar mata itu, dan betapa
aku merasa tidak aman disoroti dengan mata elang itu.
"Apa kamu mau mengadopsiku?" Aku bertanya.
Ia tertawa lantas menggelengkan kepala, "Tidak jika kamu tidak mau."
"Kenapa kamu memilih menemuiku?" tanyaku bingung.
"Karena kamu katanya adalah gadis yang paling cerdas di panti asuhan ini."
Aku tak yakin apa ia menjawab jujur. Tapi aku tidak pernah bersekolah, aku tidak mungkin terlihat
cerdas. "Tempat yang paling berbahaya adalah tempat yang paling aman."
16 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Maksudmu?" Aku tidak mengerti dengan kalimat terakhirnya.
"Berbahaya bagiku untuk menemukan seorang putri yang akan kuadopsi di luar sana," ia menunjuk
keluar, kudengar suara tawa teman-teman seusiaku, "aku tahu, juga berbahaya bagiku untuk
mengobrol denganmu sekarang. Kamu pasti mencurigaiku."
Aku menatapnya. Pria gagah itu cerdas. Seperti sosok ayah yang kubaca di buku-buku.
"Sejujurnya aku memilihmu karena namamu persis seperti nama yang kami pilih untuk anak kami."
Ia duduk di sisiku dan merangkul bahuku. Aku yakin ia butuh bercerita.
"Aku dan mendiang istriku sudah membuat sebuah nama panggilan untuk anak kami kelak.
Namanya sesuai dengan milikmu," ia melanjutkan, "Bonusnya, aku menemukan gadis kecil yang
juga cerdas." "Kenapa istrimu meninggal?" tanyaku.
Ia tersenyum, "Aku tidak pernah membayangkan akan mengobrol seperti ini dengan anak berusia
sembilan tahun." Aku menatap kesal ke arahnya. Aku tahu sejak tadi ia berusaha merayuku untuk bisa ia adopsi,
"Aku bukan gadis sembilan tahun jika kamu melihat buku-buku yang kubaca."
"Oh, ya?" Senyumnya makin kentara, "Buku-buku apa yang kamu baca?"
"Buku-buku yang ingin kubaca." Semoga jawabanku tepat sasaran.
"Berarti di usia semuda ini, kamu sudah memiliki selera," ia menjawab sopan, "Apa kamu sering
membaca buku-buku kriminal" Sejak tadi, kuperhatikan, kamu sangat takut kalau aku
mengadopsimu." "Aku membaca buku-buku spriritual," tukasku.
Aku tahu ia tidak yakin dengan jawabanku. Karena setelahnya ia hanya mengangguk, mengangkat
kedua alisnya, dan terdiam.
"Jadi kenapa istrimu meninggal?" tanyaku.
"Karena dia brilian," jawabnya. Aku tidak mengerti, tapi dia melanjutkan, "Dia menderita tumor otak
stadium akhir. Teknologi di dunia belum bisa mendeteksi tumor otak dalam tingkat kuantum, dan
orang-orang yang menderita tumor otak, hanya akan mengetahui kanker itu ketika dia sudah pada
stadium akhir. Omong-omong, pertanyaanmu tentang istriku tadi, bagiku terdengar kurang sopan," ujarnya,
"Bagaimana kalau aku memberimu penawaran?"
Aku menatapnya lekat-lekat, "Apa?"
"Aku ingin mendidikmu sebagai anakku." Akhirnya ia menyampaikan maksudnya.
17 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Alasannya?" tanyaku.
"Istriku yang memintanya. Aku yakin dia sedang duduk di sebelahmu sekarang." Ia lalu tersenyum
dan membelai rambutku. Kemudian ia melangkah keluar.
---- (Pria) Aku yakin dengan pertanda-pertanda yang dia berikan. Dengan simbol-simbol dalam mimpiku.
Gadis kecil ini secerdas dia ketika berusia sembilan tahun.
Dia duduk di sisiku, membaca buku berbahasa Prancis. Katanya buku itu diberikan oleh salah
seorang donatur panti. Aku heran anak seusia dia yang dibesarkan di panti asuhan bisa menguasai
empat bahasa dunia. Inggris, Prancis, Jerman, dan Arab.
Kata para suster penjaga panti asuhan, mereka bahkan tidak pernah mengajarinya membaca.
Kubiarkan aku kagum oleh kecerdasannya. Seperti kubiarkan dia tidak pernah tahu alasan
sesungguhnya aku mengadopsinya.
Mobil kami melaju cepat. Kuharap aku bisa membesarkan dia seperti putri kandungku sendiri. [*]
Dewi Kharisma Michellia, lahir di Denpasar, 13 Agustus 1991. Kini tinggal di Yogyakarta. Bergiat
sebagai reporter-cum-editor di BPPM Balairung UGM, komunitas pers mahasiswa tingkat
universitas. Pernah menulis cerita pendek di Koran Tempo dan banyak menyebarkan tulisannya
secara daring melalui beberapa blog yang dikelolanya. Kini menghabiskan waktu dengan menulis
fiksi dan melakukan reportase sederhana, serta mengelola perpustakaan kecil milik pribadi. Tidak
terlalu gandrung buku, tetapi sangat menggilai perpustakaan. Suka bertukar pikiran dan
berkorespondensi dengan surel [dewikharismamichellia@gmail.com] dan [dewikhami@gmail.com].
Tulisan-tulisannya yang lain dapat dilihat di [dewikharismamichellia.blogspot.com].
https://docs.google.com/open"id=0B5NDBTzNj8cOWHI4eDY1XzdSTy11T1lXOWF3Q2N1QQ
* * * 18 Pendekar Perisai Naga Penguasa Gua Barong m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
[1]Dunia tempat tinggal arwah, makhluk gaib.
[2]Orang suci dari Kaum Brahmana yang bertugas dalam upacara-upacara keagamaan.
[3]Air suci yang didapatkan setelah diasapi sembari memanjatkan doa.
[4]Atau canang/banten, bunga-bunga atau jenis sajian lain yang ditaruh pada satu wadah persegi.
(http://cerita-silat.mywapblog.com)
19 Romantika Sebilah Pedang 9 Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny Pengkhianatan The Betrayal 3

Cari Blog Ini