Ceritasilat Novel Online

Jalan Setapak Lali Jiwo 1

Jalan Setapak Lali Jiwo Karya Harlock Bagian 1


Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Bidadari Pendekar Naga Sakti Jalan Setapak
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Lali Jiwo Novellete by Harlock Penerbit Ndok Asin NdokAsin.Co.Cc Jalan Setapak Lali
Jiwo ............................................................................................................. Harlock
Penerbit Ndok Asin cabang dari NdokAsin.Co.Cc Palu, 2008 .: Isi diluar tanggung jawab
penerbit :. Jalan Setapak Lali Jiwo Cetakan pertama e-book : Desember 2008 Desain
sampul : just_hammam Background cover :
http://www.geocities.com/ikhwanku2006/pic/hutan.jpg Setting oleh : just_hammam Novel
ini dapat dilihat dalam harlockwords.wordpress.com Lisensi Dokumen: Copyright ?
2008-2010 NdokAsin.Co.Cc Seluruh dokumen di NdokAsin.Co.Cc dapat digunakan,
dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit),
dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright
yang disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan
ulang, kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari NdokAsin.Co.Cc Belum pernah
dicetak Bagi yang ingin mencetak sesuai lisensi, dipersilakan JALAN SETAPAK
LALIJIWO Surabaya, 15 Desember 2008 - Harlock "...tak akan kubiarkan pergi,
bahkan sedikit lelap. Semua ada digenggamanku..." P etir menyambar keras di ujung
pohon sebuah hutan yang lebat di sekitar lereng Gunung Arjuno. Dahan yang tersambar
bergemeretak jatuh diterima tanah yang basah oleh hujan lebat yang mengguyur
permukaan lereng gunung itu. Kilat mengerjap-erjap. Sinarnya sebentarsebentar
menerangi cuaca gelap yang menakutkan di langit gunung. Gelegar guntur yang datang
sambut menyambut memecah keheningan malam pekat. Suara yang dahsyat
memekakkan telinga menambah keganasan cuaca malam itu. Seseorang berjalan
sendirian di tengah hujan lebat yang mengamuk. Jas hujan yang berwarna hijau lumut
nampak berkibar-kibar diterpa angin ribut yang seakan ingin memporak-porandakan
seisi hutan. Dengan susah payah ia berjalan tertatih-tatih melawan hembusan angin
yang ganas. Sesekali langkahnya terseok-seok karena karena tapak kakinya memijak
lantai hutan yang penuh dengan akar pohon-pohon raksasa yang berserakan. Entah
apa yang dilakukannya pada saat cuaca tak bersahabat ini. Apalagi ia berada di dalam
hutan gung liwang liwung[1]. " Ya Tuhanku....tolonglah hambamu, Tuhan..." orang itu
bergumam sendiri. Suaranya terdengar pelan dan bergetar ditelan gemuruh angin ribut
dan gelegar guntur. 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo Ia terus berjalan, walaupun tampak
kakinya sudah mulai gemetar menahan berat badan dan tas ransel yang ia gendong di
belakang punggungnya. Namun ia tetap berusaha untuk berdiri dan berjalan. Butiran air
mata menetes bercampur dengan air hujan yang terasa pedih di wajah. ~oO0Oo~ Page
2 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo P agi itu serombongan anak muda berangkat
dari PHPA Wonosari untuk mendaki Gunung Arjuno. Lima pemuda itu masih nampak
muda dan segar. Terlihat semangat mereka yang menyala nyala. Beberapa dari mereka
nampak memeriksa perbekalan yang disimpan dalam tas ransel khusus pendaki yang
berukuran besar. Setelah mendapat ijin dari petugas PHPA, mereka segera berangkat
menempuh perjalanan yang panjang. " Kita nggak usah keburu buru jalannya, " kata
Bam sesaat setelah mereka berangkat " Ok, Bam. Save nafas aja, " ujar Stelly
menambahkan Mereka berjalan melewati perkebunan teh Wonosari yang memanjang
sebelum memasuki area hutan pinus dan cemara. Hawa dingin sejuk telah menyambut
mereka walau perjalanan masih baru dimulai. Hamparan permadani hijau kebun teh
memanjakan mata mereka yang telah bosan dengan pedihnya pemandangan kota.
Beberapa jam melewati perkebunan, mereka mulai memasuki area hutan cemara.
Perlahan-lahan jalan mulai menanjak naik. Jalan setapak mengiringi mereka melewati
kawasan hutan hingga memasuki area perkemahan di Oro-Oro Ombo yang dikelilingi
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
oleh hutan pinus yang lebat.
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
" Kita sudah sampai Oro-Oro. Kita istirahat sejenak, kay" " Dhani berbicara pada
temannya " Jangan lama-lama dong, Dhan " sahut Arthur yang serasa tak sabar ingin
menikmati udara sejuk di puncak Arjuno. " Untuk apa sih keburu, Tom" " tanya Stelly "
Bukan begitu. Nggak sabar nih, " jelas Arthur singkat Page 3 of 40 2008 Jalan Setapak
Lali Jiwo " Ya udah. Seperempat jam saja kita disini, kay" " tengah Sazha yang sedari
tadi diam saja. " Whokeh deh, " jawab mereka berempat hampir bersamaan. Tak lama
mereka di tempat itu, mereka bersiap kembali untuk melanjutkan perjalanan. Hingga
beberapa jam setelah memasuki area Hutan Gombes, mereka teringat bahwa mereka
akan segera memasuki daerah Hutan Lalijiwo, hutan maha lebat yang tidak hanya
ditumbuhi cemara, namun juga tumbuhan- tumbuhan lain yang berukuran raksasa.
Dhani menghentikan jalannya. Keempat temannya pun mendadak menghentikan
langkah kaki mereka. " Ada apa Dhan" " tanya Sazha " ...Ngg...nggak apa-apa.
Sebentar lagi kita masuk ke..." " Alas Lali Jiwo maksudmu" " sahut Stelly " Ayo dong,
jangan berhenti. Emang kenapa dengan Lali Jiwo" " Arthur sedikit memaksa teman
temannya. " kamu jangan sembarangan disini, Thur. Disini dekat pasar lelembut, " jawab
Bam " Ah...tahayul. Ayo deh, kita lanjutkan," tandas Arthur " hm..ayo," kata Dhani
kemudian Lalu mereka memasuki area yang dinamakan Lali Jiwo oleh orang-orang.
Hutan ini benar-benar lebat. Sinar matahari yang tak terhalang awan ataupun mendung
pagi itu tak mampu menembus kelebatan daun-daun yang menempel di dahan-dahan
yang saling bersinggungan satu sama lain. Bagai kanopi raksasa yang memayungi
lantai hutan yang lembab. Sesekali mereka mendengar suara-suara hewan yang
berlarian menembus semak disamping jalan setapak. Page 4 of 40 2008 Jalan
Setapak Lali Jiwo Pandangan kelima pemuda itu menebar ke arah kanan kiri mereka,
mencari sesuatu yang jarang mereka temui di lingkungan kota tempat tinggal mereka.
Entah burung hutan yang memiliki bulu yang indah, ataupun kijang yang kadang kala tak
sengaja mereka temui di hutan ini. Arthur yang paling bersemangat ada di posisi
terdepan berjarak beberapa meter dari Dhani. Jarak yang mereka tempuh amat jauh.
Mereka telah menempuh beberapa jam sejak berangkat dari Oro-Oro Ombo. Jalan
setapak itu mulai menyempit di tengah perjalanan mereka hingga memaksa mereka
berjalan berjajar satu persatu. Arthur yang terlalu bersemangat sedikit demi sedikit
melambat jalannya. Ia pun tersusul oleh kawan-kawannya hingga ia berada di posisi
paling belakang. Lalu Dhani melambatkan jalan hingga tersusul oleh Stelly yang berada
tepat dibelakangnya. " Kamu awasi yang paling belakang, ya. Siapa" Oh..Arthur ya,"
bisik Dhani pada Stelly. " Aku mana bisa" " " Kamu pindah ke belakang. Di depan Arthur
deh, " " Ok " Lalu Stelly memperlambat jalannya hingga ia mendapat posisi di depan
Arthur persis. Kembali mereka melanjutkan jalan tanpa berbincang satu sama lain.
Hutan yang mereka lewati seakan-akan semakin menghimpit jalur nafas mereka.
Semakin sempit jalan yang mereka lalui. Kadang kala lengan mereka tergores dahan
pepohonan perdu yang menjorok ke jalan setapak. Arthur yang kelelahan berjalan
semakin lambat. Namun ia berusaha tetap berkonsentrasi pandangannya pada
punggung Stelly. Memang, perjalanan ini Page 5 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo
benar benar menguras tenaga dan fikiran mereka. Tetapi mereka dipaksa harus tetap
berkonsentrasi dengan jalan yang mereka tempuh. Bila tidak pasti akan berakibat fatal.
Stelly merasa sangat penat hingga ia tak lagi dapat mengawasi teman-teman mereka
satu persatu. Ia kehilangan pengawasan terhadap rekan yang dibelakangnya. Ia hanya
berkonsentrasi pada Bam, rekan yang didepannya persis. Arthur yang kehilangan
tenaga sejak pertengahan hutan tadi, merasa kepalanya menjadi teramat pening. Tetapi
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
ia memaksakan diri untuk tetap menatap punggung Stelly yang didepannya. Sesekali ia
meneguk air di kantong minumnya untuk menambah daya tahan tubuhnya yang
melemah. Jalannya menjadi sedikit terseok-seok. Ia tak ingin terlepas penglihatan
terhadap punggung Stelly. Arthur berusaha keras mengatasi kesadarannya. Ia tetap
melihat Stelly didepannya. Hingga saat itu, sebuah gerumbulan dedaunan melintang di
tengah jalan setapak. Arthur yang berjarak sekitar dua meter dari Stelly menyingkap
dedaunan yang menghalangi jalannya setelah ia melihat Stelly juga melakukan hal yang
sama. Namun apa yang terjadi seperti memukul ulu hatinya. Ia tidak melihat
teman-temannya sama sekali. Mereka seperti hilang ditelan bumi. Jalan setapak terlihat
kosong memanjang di depan. Tiba tiba perutnya seperti sangat mulas. Pikirannya tak
lagi jernih. Dengan panik ia berteriak-teriak memanggil teman-temannya satu persatu.
Namun hanya desiran angin yang lembut menggesek pucuk-pucuk cemara yang
terdengar. Kwangwung[2] menyanyikan lagu-lagu ancaman di
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Page 6 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo kejauhan. Selebihnya kehidupan lain
disana. sepi. Tak nampak tanda-tanda Setelah lama berusaha, Arthur pun tak
sanggup lagi berjalan cepat. Tenaganya telah habis terkuras. Ia hanya bisa berjalan
tertatih-tatih sambil berpegangan pada pohon yang agak kuat. Ketakutan mulai
menjalari jiwanya. Kenyataan bahwa ia tak lagi dapat bertemu teman-teman mulai
meneror pikiran Arthur. Badannya menggigil hebat. Dengan lemas ia mencari pohon
yang berakar besar dan duduk di pokok akarnya. " Ya ampun. Kemana mereka..." ujar
Arthur sambil menyeka peluh yang menetes di dahinya. " Tadi aku yakin melihat Stelly
didepanku...secepat itu ia menghilang. Hanya beberapa detik saja...mana mungkin...." "
Baaam.....Stellyyyy........Dhaaan...." Arthur kembali berteriak. Ia tetap duduk di pokok
akar. " Mana mungkin..Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku... " Ia melihat arloji yang
dilengkapi dengan kompas miliknya. Jam sudah menunjukkan pukul 16.09 menit. Jam
empat sore. Mengingat bahwa sebentar lagi gelap dan ia tidak membawa perlengkapan
tenda, hatinya menjadi kecut. Ia mulai kehilangan konsentrasi dan orientasi. Ia sudah
tak tahu lagi arah. Ia hanya berpedoman pada jalan setapak sempit itu. ia berpikir kalau
ia mengikuti jalan itu, ia akan sampai di Cemorosewu dan beberapa jam kemudian akan
sampai di pos terakhir di Plawangan. Ia membulatkan tekat untuk berjalan kembali. Asal
ia sudah keluar dari Lali Jiwo, ia akan bisa beristirahat semalam di Cemoro Sewu. Kalau
ia beruntung, sekitar pukul sembilan Page 7 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo
malam nanti ia akan sampai di Plawangan. Ia yakin temanteman paling tidak
menunggunya disitu. ~oO0Oo~ Page 8 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo S etelah
mendekati akhir perjalanan di Alas Lali Jiwo, Dhani menghentikan langkahnya sejenak.
Ia menoleh kebelakang. Ia melongokkan kepalanya melihat teman temannya yang kini
berjalan dengan jarak antara yang agak berjauhan. Ia menghitung satu persatu. Lalu ia
terkejut melihat kenyataan. " Stel, mana si Arthur" " teriaknya " Lho, tadi aku melihat dia
dibelakangku..." kata Stelly sambil melihat kebelakang. Ia tak melihat siapapun disitu. "
Lebih baik kita kembali mencarinya, Dhan " sahut Sazha yang menampakkan wajah
bingungnya " Ayo, agak cepat. Hari sudah hampir gelap " ajak Bam Mereka kembali
menyusuri jalan yang mereka lalui tadi. Tapi mereka tidak menemukan jejak Arthur.
Arthur seperti hilang ditelan hutan lebat itu. Berkali kali mereka meneriakkan nama
Arthur. Tak ada jawaban sama sekali. Erangan kesakitan pun tak terdengar. Dhani mulai
merasakan sesuatu yang tidak beres pada keselamatan Arthur. Dadanya bergetar
hebat. Ia ingat akan sesuatu hal di Lali Jiwo yang membuat pikirannya berputar putar.
Semak demi semak, jalan setapak yang memanjang, semua sudah mereka lewati.
Namun tak sejejak pun bau Arthur mereka temukan. Mereka mulai kelelahan. " Kalau
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
kita teruskan mencari, bisa bisa kita sendiri yang kehabisan tenaga dan waktu, " ujar
Dhani " Lebih baik kita bergegas ke Plawangan saja mencari bantuan, " ia melanjutkan "
Begitu sebaiknya, ayo kita segera saja " jawab Sazha " Baik, " jawab mereka bersamaan
Page 9 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo Mereka bergegas mempercepat
langkahnya menuju Hutan Cemoro Sewu dan segera menuju Pos Terakhir pendakian
Arjuno di Plawangan. ~oO0Oo~ Page 10 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo A
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
rthur terlihat berjalan tergopoh gopoh mengejar waktu agar cepat sampai di Hutan
Cemoro Sewu yang masih mungkin untuk dijadikan tempat peristirahatan, bukan di Alas
Lali Jiwo yang menakutkan ini. Perutnya menjadi sangat mulas bila mengingat hal itu.
Rasa takut dan khawatir benar benar menjajahnya kali ini. Ia yang tak pernah takut
apapun, kini benar benar dipaksa tunduk kepada rasa itu. Namun, semakin jauh ia
berjalan, ia tak juga menemui hutan yang bernama Cemoro Sewuu. Hanya jalan
setapak itu-itu saja yang ia lihat. Panik semakin menjalar di pembuluh darahnya. Peluh
bercampur keringat dingin mengalir di sekujur tubuhnya. Bajunya semakin basah.
Namun ia tak hendak berhenti walau sejenak. Semakin pula ia mempercepat
langkahnya. Tiba-tiba sesuatu hal membuat darahnya mengalir deras hingga kepala.
Arthur melihat pokok akar berukuran raksasa yang ia duduki di awal perjalanan saat ia
mengetahui bahwa ia sedang sendiri di hutan ini. " Ya Tuhan...itu..itu akar yang tadi.."
Arthur ternganga. Ia melihat bekas tapak kaki dan cetakan pantatnya di pokok akar yang
lembab. " A..apa ini..." Mana mungkin..." " " tiga jam....nggak mungkin..." Arthur jatuh
terduduk di lantai hutan yang lembab. Sontak kekuatannya hilang sama sekali. Matahari
sudah hilang dan suasana menjadi gelap gulita. Dada Arthur bertambah sesak. Ia yakin
ada sesuatu dibalik peristiwa ini. Padahal sudah Page 11 of 40 2008 Jalan Setapak
Lali Jiwo sekitar tiga jam ia berjalan dan selalu mengikuti jalur jalan setapak yang
menurutnya tak menemui percabangan. Ia mulai ingat peringatan teman-temannya. Ia
merasa sangat menyesal telah sumbar dipintu hutan. Namun sesal pun tak
menolongnya untuk keluar dari hutan yang mengerikan ini. Perlahan Arthur mengambil
dan menyalakan lampu ting yang ia gantungkan di pipa tas ranselnya. Walau tak begitu
terang, cukup buat Arthur untuk melihat sekitar dalam radius satu meter setengah. Ia
tolehkan kepalanya ke sekeliling sembari mengangkat lampu tingnya tinggi.
Sayup-sayup terdengar gemeretak pepohonan yang entah ditiup angin atau bergesekar
dengan hewan liar yang melewatinya. Kecut hati Arthur dibuatnya. " Tempat ini
berbahaya...., " batinnya bicara. Ia pun berkeputusan untuk kembali berjalan setelah
meneguk air yang tinggal seberapa dan mengunyah roti bantet yang ia bawa sebagai
bekal. Ia packing kembali isi tas ranselnya, lalu ia berdiri dan mulai berjalan sambil
membawa lampu yang sinarnya bergoyang-goyang lembut. Kaki yang sedari tadi
berjalan sudah mulai melepuh. Walau tenaganya sudah mulai pulih, tak membuat
jalannya menjadi tegap. Dengan sedikit terseret, kakinya tetap menyusuri jalan setapak.
Kali ini ia perhatikan andai ia melewati sebuah percabangan. Ia tak ingin kembali lagi di
"pos" tempat ia beristirahat tadi sore. Lampu ting yang ia tenteng ke depan ia arahkan
rendah menerangi jalan setapak itu. Matanya tak lepas dari lantai hutan. Perlahan tapi
pasti Arthur menggeser telapak kakinya langkah demi langkah. Hingga saat ini ia begitu
yakin bahwa Page 12 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo ia tidak menemukan adanya
percabangan jalan. Ia tetapkan langkahnya kedepan berharap beberapa menit
kemudian ia akan menemukan sederetan pohon cemara yang berada di bagian Alas
Cemoro Sewu. Tiba tiba suara tonggeret yang berpesta pora di malam itu berhenti.
Suasana jadi hening sekali. Yang terdengar hanya suara langkah Arthur yang terseret
seret menggesek lantai hutan. Arthur yang berusaha menahan capai dan kantuknya,
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
tidak merasakan perubahan itu. ia tetap saja berkonsentrasi pada jalan setapak yang
dilewatinya. Beberapa lama kemudian, dari samping kiri Arthur terdengar suara
menggesek keras. Saking terkejutnya, konsentrasi Arthur buyar seketika. Mendadak ia
menghentikan jalannya. Lampu ting yang ditentengnya diangkat setinggi mukanya ke
arah kiri. Lengannya bergerak kekiri dan kekanan mencaricari asal suara aneh tersebut.
ia tidak melihat apa apa. Semuanya terlihat gelap. Yang terlihat hanya pergerakan
bayangan pohon oleh lampu ting Arthur. Selebihnya hanya kelam. Arthur keheranan. Ia
berfikir, mungkin hanya halusinasi saja. Padahal suara malam sedikitpun tak terdengar
saat itu, dan Arthur tetap tak menyadarinya. Setelah yakin tak melihat apapun, Arthur
kembali menyeret langkah kakinya.Belum sampai seratus langkah, suara gesekan itu
kembali terdengar. Kini suara itu datang dari arah kanan. Lebih dekat dan lebih keras
dari yang pertama. Kembali Arthur terkejut dan menolehkan seluruh badannya ke arah
datangnya suara. Lampu tingnya digerakkan sedikit cepat. Tetap saja hanya hitam
kelam yang ia temui, tidak nampak sesuatu apapun. Bahkan diatas pohon-pohon rimbun
Page 13 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo itu pun tak nampak sesuatu yang
menarik perhatiannya. Agak lama Arthur terdiam melihat ke arah itu. Jantungnya
berdetak kencang. " Hoi...siapa disitu" Ada orang kah" " teriak Arthur pada kegelapan
malam dan pepohonan Namun teriakannya hanya dijawab oleh desahan malam yang
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
menerpa pepohonan. Tak ada suara lain. Tetap saja hening seperti tadi. Dahi Arthur
mengernyit sebelum memutuskan untuk berjalan kembali. Ia pun kembali menyeret
langkah kakinya. Setelah beberapa ratus langkah, Arthur mendengar suara seperti
desahan nafas di balik pepohonan yang diselimuti gelapnya malam. Ia menajamkan
pendengaran untuk memastikan suara yang ia dengar. Arthur mendengar suara
dengusan nafas yang berat, dan ia pastikan bahwa suara itu bukan berasal dari suara
nafas manusia. Ia juga mendengar bahwa suara seretan langkah kaki bukan hanya
berasal dari langkah kakinya sendiri. Ada suara seretan langkah kaki lain di balik
rerimbunan pohon di sebelah kanan tubuhnya, namun suara itu lebih berat dan lebih
keras. Arthur yakin bahwa ada sesuatu yang sedang mengincar dirinya. Mengetahui hal
itu, Arthur mempercepat langkah kakinya. Ia tak peduli bahwa kakinya telah pegal dan
lecet. Ia tetap saja menggenjot langkahnya menjauh dari area itu. Namun, semakin
cepat ia melangkah, suara dengusan nafas dan langkah yang berat itu tetap mengikuti
seiring dengan lari Arthur. Jarak Arthur dengan suara itu pun tidak bertambah jauh
maupun bertambah dekat. Page 14 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo Arthur
menjadi semakin panik. Akhirnya ia berkeputusan untuk menghadapi. Ia hentikan
langkah dengan tiba tiba. Dan dengan cepat pula ia membalikkan badan menghadap ke
arah yang ia yakini dimana suara aneh itu berasal. Cepat cepat ia acungkan lampu
tingnya ke depan, agak lebih tinggi dari dagu. Ia menunggu mahluk yang mengikutinya
untuk mendekat. Ia hanya takut bila mahluk itu adalah harimau yang sedang mencari
camilan buat perutnya yang sedikit masuk angin. Namun, setelah ia berhenti tiba tiba,
suara yang mengikutinya tadi mendadak lenyap. Ia tak mendengar apapun, sepi.
Bahkan sesuatu yang mendekat pun tidak ada. Tidak ada pergerakan apapun di baik
kerimbunan pohon. Kembali dahinya mengernyit. " Apa-apaan ini" Kemana suara tadi" "
Arthur membatin. Ia tetap menunggu sesuatu itu menyergapnya. Ia sudah pasrah
apabila ada hewan buas yang menyerang. Paling tidak ia akan mempertahankan hidup
dahulu sebelum nyawanya disambar mahluk itu. Namun semuanya tak terjadi. Hanya ia
sendiri yang berdiri disitu. Tanpa pikir panjang lagi, ia melanjutkan perjalanan. Benaknya


Jalan Setapak Lali Jiwo Karya Harlock di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengatakan bahwa semua itu hanyalah ilusi saja. Ia merasa bahwa lemah kondisi lah
yang membuat ia jadi berfikir yang tidak nyata. Ia tetap melangkahkan kaki di kegelapan
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
malam. Arthur melirik jam tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 21.45 menit.
Berarti ia sudah berjalan selama lebih lima jam Page 15 of 40 2008 Jalan Setapak Lali
Jiwo sejak ia sadar bahwa dirinya tersesat. Waktu yang cukup lama untuk membuat
kakinya bengkak dan melepuh. Beberapa menit kemudian ia melihat sesuatu hal yang
membuat dirinya hampir pingsan. Badannya serasa tak bertulang lagi. Ia menggelosor
kebawah dan duduk bersimpuh berlantaikan tanah lembab. Ia melihat pokok akar
dimana ia tadi duduk memulai perjalannya. Bahkan ia melihat sebatang korek api bekas
yang ia pakai untuk menyalakan lampu ting sesaat sebelum malam menjelang tadi. " Ya
Tuhanku Yang Maha Agung...." ujar Arthur sambil menundukkan kepala. " Apa yang
terjadi dengan ku, Ya Tuhan..." Tetesan air mata mulai membasahi pipi Arthur. Telapak
tangan menutupi seluruh wajahnya yang basah oleh keringat. Ia merasa tak sanggup
lagi untuk berdiri, apalagi berjalan. Dengan merangkak ia mendekati pokok akar itu. Ia
duduk di tanah dan bersandar pada sela sela akar yang berukuran raksasa. " Aku tak
sanggup lagi berjalan. Kakiku sudah bengkak dan lecet...biarlah aku tidur disini saja..."
batin Arthur bicara. Arthur mengeluarkan sisa bekal yang ia bawa lalu memakannya
sedikit. Ia dorong makanan yang tak seberapa itu dengan air seteguk. Sedikit harapan
baginya bahwa besok pagi bila fisik dan psikisnya sudah pulih, ia pasti akan
menemukan jalan yang sebenarnya. Ia tak berpikir untuk Page 16 of 40 2008 Jalan
Setapak Lali Jiwo malam ini. Sama sekali. Yang ia inginkan adalah tidur. Dengan atau
tanpa tenda. Arthur menyandarkan kepala di batang pohon raksasa menghadap kearah
jalan setapak. Arthur heran. Malam ini bahkan angin pun tak bergerak sama sekali. Tak
ada suara serangga malam, tak ada suara gemerisik daun. Benar-benar sepi. Ia
menengadahkan kepala. Bahkan ia tak melihat bintang ataupun mendung. Sesuatu hal
yang janggal bila kita berada di lereng sebuah gunung. Arthur mulai merasa bahwa ia
sedang dalam situasi yang tidak biasa. Baru saja ia akan terlelap, Arthur merasa ada
sesuatu yang menyenggol lengan kanannya disertai suara gemerisik daun perdu yang
berada disekelilingnya. Sontak ia terjaga kembali. Cepat-cepat ia bangkit dan
memeriksa semak-semak di sekitarnya. Suara gemrisik dedaunan itu telah berpindah
beberapa meter di sebelah kiri dari yang pertama. Pandangan Arthur cepat berpindah
menuju asal suara itu. Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Arthur merunduk mengambil lampu ting yang lalu diangkatnya kedepan tinggi-tinggi. Ia
melihat dedaunan perdu yang rendah bergerak-gerak lalu diam. " Hoei....siapa disitu! "
Arthur berteriak. Tidak ada jawaban sama sekali. Arthur ingin kembali berteriak, namun
tiba-tiba ia melihat sesuatu bayangan berkelebat diantara dahan pepohonan. Bayangan
itu melesat menyeberangi jalan setapak dan hinggap di dahan pohon yang tinggi
dibelakang Arthur. Arthur menolehkan seluruh badannya mengikuti arah kemana
bayangan itu pergi. Ia acungkan lampu tingnya kearah itu. Ia tak melihat apapun Page
17 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo disana. Daun-daun di dahan yang habis
dihinggapi sesuatu tadi masih bergerak-gerak. " Ya Tuhan...apa itu tadi...mungkinkah
monyet hutan" " Lama sekali Arthur berdiri menyiagakan dirinya. Namun tak ada
sesuatu apapun yang bergerak lagi dalam jarak pandangnya. Kembali suasana menjadi
sepi. Setelah yakin tidak ada apapun lagi, kembali Arthur merebahkan badannya di
tempat semula. Lampu ting ia taruh di sebelah tak jauh dari ia duduk. Ketegangan demi
ketegangan yang dialami membuat Arthur semakin susah untuk beristirahat. Matanya
tetap membelalak meskipun fisiknya sudah tak mampu lagi untuk bertahan. Ia hanya
duduk bersandarkan batang pohon sembari merenungkan apa yang telah terjadi. Ia
melihat kembali ke arlojinya. Pukul 22.06. Ia berdecak. Lama sekali waktu ini berjalan.
Ingin sekali ia tidur terlelap bagai seonggok kayu dan nanti dibangunkan oleh mentari
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
pagi yang segar. Tapi hingga saat ini, ia tak juga bisa meletakkan kelopak matanya. Dan
waktu yang berjalan baru sekitar lima belas menit saja. Walaupun begitu ia tetap
berusaha untuk memejamkan matanya. Beberapa menit ia tergeletak pasrah dibawah
pohon, tibatiba dari gerumbulan perdu di seberang jalan setapak meloncat sebuah batu
krikil yang tak terlalu besar dan jatuh di antara kedua paha Arthur. Arthur yang sudah
kecapaian dalam ketegangan beruntun hanya melongo dengan mulut terbuka melihat
kejadian itu. Ia hanya duduk terdiam ditempatnya sambil memperhatikan kerikil-kerikil
yang dilemparkan padanya berkali-kali. Page 18 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo "
Tuhanku...apa lagi ini " " Hoi! Siapa kamu" Keluar! " Arthur membentak kepada
gerumbulan semak yang masih bergerak gerak halus. Beberapa kerikil masih
berloncatan keluar menujunya. Tidak terdengar jawaban sama sekali. Arthur mengambil
salah satu batu yang dilempar kepadanya untuk membalas melempar ke balik gerumbul
semak. 'GILA!' Arthur melemparkan kembali batu itu ke tanah. Batu-batu itu ternyata
panas sekali. Nampak jari tangan Arthur melepuh dan berasap. Arthur terlonjak. Rasa
kantuk yang menderanya sedari tadi tiba-tiba hilang entah kemana. Ia berjongkok
memegang telapak tangannya yang melepuh. " Tuhan!! Aduh...panas! " Wajah Arthur
mengernyit dalam. Mulutnya meringis menahan rasa sakit di telapak tangan kanan.
Dengan masih mengaduh dan memegang erat pergelangan tangan kanannya, ia berdiri
dan mendekat kearah semak-semak darimana batu-batu itu berasal. Dengan geram
Arthur menyibak gerumbulan dan memeriksa sekelilingnya. Pikirannya sudah tidak fokus
lagi. Ia hanya ingin menghentikan gangguan-gangguan yang menimpa dirinya, walau
mati taruhannya. Namun, ia tak menemukan apa-apa disana. Arthur melongok ke arah
yang lebih jauh. Namun sama saja. Tidak ada apa-apa walau hanya hewan kecil pun.
Tiba-tiba Arthur dikagetkan dengan suara tonggeret yang memulai lagi pesta pora
setelah ada sesuatu kuasa yang menghentikan mereka beberapa jam Page 19 of 40
2008 Jalan Setapak Lali Jiwo yang lalu. Arthur seperti tersadar dari mimpi. Kemudian
ia memutuskan untuk kembali ke tempat ia duduk. Semilir angin yang telah kembali
menghembus menggesek dedaunan hutan menimbulkan alunan simfoni bersama-sama
dengan serangga malam. Kepak sayap kelelawar seakan ikut memperindah alunan
musik yang memenuhi hutan malam itu. Arthur kembali merebahkan pantatnya di lantai
hutan. Sejenak ia ingin melihat tangan kanannya yang melepuh kepanasan. Mata Arthur
membelalak lebar. Ia seperti tak percaya bahwa ia melihat tangannya tak ada bekas
terbakar seperti yang ia lihat sebelumnya. Seperti tak pernah mengalami apapun. Arthur
menggelengkan kepalanya. Kini ia sangsi akan kewarasan otaknya. Ia mencoba
menelaah satu persatu yang terjadi. Apakah semua itu nyata adanya" Apakah ia sudah
tak waras karena dipengaruhi oleh rasa penat dan takutnya" Semua menjadi suatu
pertanyaan besar dalam benaknya. Angin yang berhembus pelan membawa hawa
dingin hingga menusuk tulang Arthur. Arthur yang berperawakan tinggi dengan badan
yang sedikit berotot itu tak kuat juga melawan hawa dingin pinggiran Gunung Arjuno. Ia
merapatkan jaket parasutnya yang sudah cukup tebal. Tak urung jaket itu belum bisa
menghangatkan badan Arthur yang kedinginan. Angin itu membuat mata Arthur menjadi
berat. Kelopaknya mulai menutup perlahan. Ia pun sedikit bersukur dalam hati. Sebentar
lagi ia akan terlelap. Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Baru saja ia menempuh perjalanan menuju alam bawah sadar, ia kembali terjaga oleh
kerjapan sinar menembus Page 20 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo kelopak mata
dan suara keras yang memekakkan terlinga. Sedikit Arthur mengangkat kepalanya, lalu
diletakkan kembali. Sinar yang sejenak menyinari seluruh hutan datang lagi diikuti
gemuruh suara yang sahut menyaut di langit. Arthur menengadahkan kepalanya. "
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Oh..Gusti, masih belum cukup kah yang aku alami" " " Semoga tidak sekarang
turunnya....." Ia hanya ingin tidur kembali. Direbahkannya kepala dan punggungnya di
batang pohon dan mencoba lagi untuk memejam. Kilat dan guntur tetap saja hadir sahut
menyahut di atas kepala Arthur. Ia tak peduli sama sekali. Tetap saja ia berkeinginan
untuk tidur sejenak sebelum hujan benar benar mengguyur lereng Gunung Arjuno.
Nasib baik memang tak memihak Arthur hari ini. Hanya selang beberapa menit sejak
Arthur mendengar suara guntur yang pertama, tetesan air telah tumpah membasahi
seluruh permukaan lereng gunung. Arthur mendesahkan nafas berat. Dengan enggan ia
berdiri untuk memakai jas hujan hijau lumut yang di pack dalam tas ransel besarnya. "
Hujan benar-benar turun sekarang. Apa yang harus kulakukan" " " Sebaiknya aku jalan
lagi saja...toh aku sudah meregangkan kaki ku, dan aku pun tak bisa tidur lagi.."
Semakin lama hujan tidak semakin reda, malah cenderung semakin menjadi. Guntur
dan kilat datang sambung menyambung. Cuaca menjadi amat mengerikan. Arthur terus
berjalan dengan berpatokan pada jalan setapak yang membujur jelas di tanah basah. Ia
kini tak memaksakan diri Page 21 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo untuk segera
sampai pada tujuannya. Jalan Arthur sedikit lambat. Bahkan terlihat hanya berjalan
selangkah demi selangkah. Entah karena ia sengaja memperlambat jalannya atau
karena kakinya memang sudah tak kuat lagi untuk berjalan cepat. Hujan lebat dan kilat
kini memanggil saudaranya untuk bergabung dalam pesta malam itu. Angin dengan
kecepatan tinggi datang menerpa wajah Arthur dari arah depan. Kerudung jas hujan
yang ia pakai beberapa kali terbuka dengan sendirinya tertiup angin maha dahsyat itu.
Jas hujan yang ia pakai seakan percuma saja. Jaket parasut di balik jas hujan itu tetap
saja basah kuyup dan menembus hingga kaos didalamnya. Ranting-ranting patah
berguguran dan terbang mengikuti arah angin. Sesekali ranting yang berdaun menerpa
wajah Arthur hingga sedikit menimbulkan rasa perih di wajahnya. Lampu ting yang
dirancang khusus menghadang tiupan angin, apinya nampak bergerak gerak hebat.
Semakin sempit juga jarak pandang Arthur karena sinar api sudah tidak fokus lagi.
Dengan lampu ting di tangan kanan, ia melihat arloji yang ia sematkan ditangan kiri. Jam
baru menunjukkan pukul 22.57 menit. Belum ada satu jam ia beristirahat, namun kini ia
dipaksa untuk berjalan kembali. Niatnya untuk keluar dari cobaan ini begitu besar. Ia tak
mau menyerah sama sekali. Bagaimanapun kerasnya hati Arthur, tak urung benaknya
juga sedikit menyesali semua kejadian ini. Dengan menghadapi badai dahsyat sendirian
didalam hutan lebat seperti ini, manusia mana yang tidak kecut hatinya. Walau
mempunyai fisik sekuat Arthur pun pasti akan merasakan siksaan hebat baik badan
maupun mentalnya. Page 22 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo Beberapa ratus
meter setelah ia mulai lagi melangkahkan kaki dalam hujan badai ini, disisi kiri jalan
setapak samasamar ia melihat sosok manusia di balik rerimbunan pohon. Sosok itu
seperti mengawasinya dari tempatnya berdiri. Dengan tetap berjalan di jalurnya, Arthur
menajamkan mata di sela pedihnya air hujan yang menghujam untuk memastikan apa
yang ia lihat. Sosok itu berdiri beberapa meter jaraknya dari tepi jalan setapak. Arthur
tidak seberapa jelas akan bentuk mahluk itu. Dilihat dari perawakan tubuh mahluk itu di
balik siluet, Arthur mengira-ngira bahwa mahluk itu tingginya sedikit melebihi tinggi
ukuran normal lelaki dewasa. Dengan postur tubuh yang bungkuk, mahluk itu sudah
setinggi separuh batang pohon. Apalagi kalau ia berdiri tegak. Dan yang pasti, Arthur
yakin bahwa mahluk itu bukan manusia. Mahluk itu bergerak membungkuk-bungkuk
perlahan dari pokok pohon ke pokok pohon lainnya mengikuti kemana arah kaki Arthur.
Seluruh bulu di badan Arthur meremang. Ia bertanya-tanya, apa atau siapa itu disana.
Tapi Arthur tak mempunyai keberanian untuk berteriak sama sekali. Ia hanya melirik
saja ke arah siluet itu tanpa berani menengokkan wajah kearahnya. Seperti anjing
piaraan, mahluk itu tetap mengiringi perjalanan Arthur hingga beberapa ratus meter
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
tanpa berusaha mendekati Arthur. Hingga saat Arthur kembali melirik ke arah siluet, ia
tidak menemukannya lagi. Dengan segala macam pertanyaan Arthur tetap pada
langkahnya menyusuri jalan setapak yang seperti tak berujung. ~oO0Oo~ Page 23 of 40
2008 Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Jalan Setapak Lali Jiwo S ore itu matahari masih memancarkan sinarnya walau
separuh badannya telah ditelan cakrawala. Perlahan tapi pasti sang mentari mulai
menata peraduannya untuk tidurnya malam nanti. Semburat cahaya jingga menyorot
dari arah barat menembus lebatnya dedaunan Alas Lalijiwo. Sekelompok orang nampak
berjalan menyebar di sekitar hutan. Beberapa terlihat menggendong tas ransel yang
terlihat penuh menggembung. Ditangan mereka tergenggam galah untuk menyibak
sesemakan yang lumayan rimbun. Terdengar teriakan-teriakan mereka memanggil
nama seseorang. " Bagaimana" Hari sudah hampir malam. Kalau kita teruskan mencari
juga tak akan membuahkan hasil. Bisa-bisa besok kita nggak punya tenaga untuk
melanjukan pencarian " ujar salah satu dari mereka. " OK. Kita hentikan pencarian
sekarang. Kita balik ke pos Plawangan untuk koordinasi ulang. Man, kabari kelompok
Buaya Satu dan Buaya Dua, secepatnya kembali ke pos komando " Seseorang yang
dipanggil segera meraih handy-talkie yang disangkutkan di tali pundak kemeja dan
menghubungi rekanrekan mereka. Terdengar obrolan khas Tim Penyelamatan. Tim
utama segera mengumpulkan anggota mereka dan segera berkumpul di mulut hutan. Di
antara mereka nampak empat orang anak muda yang menampakkan wajah khawatir.
Mereka adalah Stelly, Bam, Sazha dan Dhani. " Bagaimana mas" Kok sudah mau balik"
" tanya Sazha pada pimpinan regu SAR di depannya. Page 24 of 40 2008 Jalan
Setapak Lali Jiwo " Matahari sudah tenggelam, dik. Sebaiknya kita lanjutkan besok
subuh, " " Mengapa nggak diteruskan sampai nanti malam, mas" " ganti Bam yang
bertanya. " Nggak efektif dik. Kita nggak bisa menjangkau daerah yang tersembunyi bila
kita melakukan pencarian malam. Akhirnya kita harus kembali kemari besoknya dengan
stamina yang terkuras habis, " Mereka merasa penjelasan ketua regu itu sangat logis.
Akhirnya mereka menyetujui rencana ketua regu dan segera kembali ke pos di
Plandaan. Matahari telah tiba di di dipan tempatnya tidur. Sinar jingga telah hilang
tergantikan dengan kegelapan yang perlahan melahap seluruh permukaan Gunung
Arjuno, begitu pula kekelaman telah merengut hati Dhani yang berjalan lesu mengikuti
Tim SAR kembali ke Pos Komando di Plandaan. Hatinya benar-benar tidak bisa tenang
menghadapi kenyataan ini. Ia menghembuskan nafas berat. " Semoga Tuhan
melindungimu Semoga............." ~oO0Oo~ Page 25 of 40 malam ini Thur. 2008
Jalan Setapak Lali Jiwo H ujan lebat yang menyiksa Arthur akhirnya semakin
berkurang. Tinggal tetes-tetes kecil yang jatuh menimpa tudung jas hujan Arthur. Angin
kencang yang datang secara tiba-tiba pun hilang seperti ketika datang. Tak nampak lagi
daun-daun berguguran mengganggu perjalanan Arthur. Tinggal tanah becek yang
sedikit menghambat jalannya. Sesekali Arthur seperti kehilangan keseimbangan karena
licinnya jalan berlumpur. Beberapa langkah kemudian, Arthur dihadapkan dengan
kenyataan yang membuat ia tak habis pikir. Kini ia melangkah di tanah yang kering. Tak
nampak sedikitpun hujan pernah mengguyur tempat itu. Daun-daun perdu di samping
jalan setapak juga tak meninggalkan tetesan air. Arthur menengadahkan kepalanya. Ia
melihat taburan bintang yang beratus ratus jumlahnya di langit gunung ini. Ia terbengong
melihatnya. Ia kemudian menegokkan kepalanya kebelakang. Nampak tanah basah
masih menggenang di lantai huta. Ia mendekat ke arah tanah basah itu dan berjongkok.
Ia pegang tanah itu dengan ujung telunjuknya. Ia melihat ke sesemakan. Air hujan yang
masih menempel di dedaunan perlahan menghilang tanpa bekas. Tanah yang lembek
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
mengandung air juga perlahan mengering. Bekas jejak langkah yang terukir di tanah
basah itu juga perlahan menghilang. Arthur melongo melihat kenyataan itu. Jaket
parasutnya masih saja basah kuyup. Bahkan sepatu hikingnya juga masih bersuara
kecepok bila dipakai berjalan. Kemana perginya airair itu. Apakah ini semua hanya
halusinasi" Apa bila iya, akankah baju yang dipakainya basah seperti ini" Bahkan rasa
pedih di muka akibat hujaman hujan angin yang ia lawan Page 26 of 40 2008 Jalan
Setapak Lali Jiwo Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
barusan masih belum hilang rasanya. Perjalanan ini dirasa sangat tidak masuk diakal
baginya. Tapi apa daya" Ia harus menyelesaikan apa yang ia telah mulai. Ia harus lekas
keluar dari tempat terkutuk ini. Tempat yang menguras seluruh tenaga dan jiwanya. Ia
harus kuat. Kuat sampai ia tak sanggup lagi mempertahankan nyawanya. 'PERSETAN!'
runtuknya. Ia lalu berdiri dan memulai lagi perjalanannya. Ia masih belum mau melepas
jas hujannya. Hanya kerudungnya saja yang ia buka kebelakang. Kini perjalanannya
jauh lebih mudah dari beberapa menit yang lalu. Jalan setapak sudah tidak berlumpur
lagi. Lampu ting pun apinya tidak bergerak-gerak, sehingga jalan menjadi lebih terang.
Apalagi bintang-bintang sejuta itu pun ikut memberikan sumbangan penerangan bagi
Arthur. Hewanhewan malam kembali berpesta pora. Suaranya menjadi hiburan
tersendiri bagi perjalanan Arthur. Sesekali kepak sayap kelelawar terdengar melintasi
langit diatas Arthur. Dari arah belakang menuju kedepan, dari arah kiri ke kanan,
kemblai lagi dan seterusnya. Arthur yang berjalan menyeret itu tiba-tiba dikejutkan oleh
sebuah kepakan sayap yang bersuara tidak seperti kepak sayap kelelawar dari arah
belakang. Kepakannya sangat berat, menggambarkan lebar sayap yang luar biasa.
Sontak Arthur merunduk cepat. Ia menengadahkan kepala mencari asal suara. Ia tak
melihat apapun disana. Hanya daun-daun di pucuk yang tinggi bergerak hebat.
Sebagian daun rontok dan rantingnya menimpa kepala Arthur. Kepakan sayap itu masih
terdengar menuju arah depan dan menghilang. Arthur benarbenar mengalami teror yang
luar biasa pada psikisnya. Badannya bergetar, keringat dingin kembali memenuhi wajah
Page 27 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo dan badannya yang telah sedikit kering.
Ia membayangkan bahwa mahluk yang tak terlihat itu akan menghadang dirinya
didepan. Ia tak hendak berdiri dari jongkoknya. Kakinya gemetar karena takut dan shok.
Lama ia berdiam diri hingga ia memutuskan untuk berjalan kembali. Arthur berjalam
mengendap-endap waspada. Ia mempersiapkan diri kalau mahluk yang dalam
bayangannya sangat mengerikan dan bisa terbang itu akan menyergapnya entah dari
mana. Tiba-tiba, sesuatu telah menyenggol pundak Arthur. Arthur menghentikan
jalannya. Dengan perlahan ia menoleh kebelakang. Namun sekali lagi, ia tak melihat
apa-apa disana. Tapi, sebuah suara wanita yang lembut berbisik ditelinga Arthur.
Pundak kirinya nya terasa dipegang seseorang sehingga badannya sedikit miring ke kiri.
Kepala Arthur menjadi kaku sekali. Ia tak bisa menoleh ke arah yang ia inginkan. Suara
itu tetap berbisik-bisik ditelinganya. Tak jelas juga apa yang dikatakan sosok wanita tak
kasat mata itu. yang pasti, badan Arthur terlihat menggigil hebat. Akhirnya ia jatuh
terduduk pada lututnya. Otot-ototnya terasa lemas tak bertenaga. Ingin rasanya ia
pingsan disitu, tetapi kuasa lain tak mengijinkannya utuk terlelap. Mata dan
kesadarannya dipaksa untuk menikmati teror yang mengerikan itu. Arthur yang baru
pertama kali merasakan teror oleh mahluk halus terpaksa mengakui bahwa ia tak
mampu untuk melawan rasa takut yang hebat yang kini melanda dirinya. Namun ia tak


Jalan Setapak Lali Jiwo Karya Harlock di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ingin selamanya dikuasai oleh mahluk wanita itu. ia paksa matanya untuk memejam.
Lalu ia sedikit bermeditasi sambil membaca apa yang ia bisa baca. Lengan kanan Arthur
terangkat perlahan. Telapak tangan kanannya Page 28 of 40 2008 Jalan Setapak Lali
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Jiwo membuka dan diarahkan ke pundak kirinya. Dengan satu hentakan yang pasti,
Arthur menepuk pundak kiri yang ia rasa sedang dipegang oleh sesuatu. Entah karena
kekuatan apa, pundak itu telah bisa digerakkan lagi. Arthur mendengar suara bisikan itu
berganti menjadi suara jeritan yang seperti melayang di ruang kosong. Jeritan itu
terdengar menjauh perlahan dan kemudian hilang. Nafas Arthur terengah-engah setelah
terbebas dari himpitan mental yang sedemikian kuat. Kedua telapak tangannya melekat
di tanah dan lengannya menumpu seluruh badannya. Nampak tetesan keringat sebesar
biji jagung menetes melewati dahi, hidung dan kemudian jatuh ke tanah. Lama ia
terdiam di atas tanah. Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara teriakan-teriakan
yang menyayat hati siapapun. Arthur menoleh kebelakang dan ia melihat pohon-pohon
bertumbangan. Daun-daun perdu berterbangan. Gemuruh angin yang membawa debu
hutan bergulung-gulung menuju ke arahnya. Tapi ia tak melihat sesuatu yang membuat
semua berantakan. Ia tak sanggup lagi mengahdapi semua itu. Dengan segera ia
memaksakan diri untuk bangkit dan segera berlari menghindari kekuatan yang tak kasat
mata itu. Kini Arthur berlari seperti kesetanan. Tak ingin sedikitpun ia menoleh
kebelakang atau melambatkan larinya. Suara teriakan melengking yang
bersahut-sahutan itu bahkan tidak bertambah jauh sediktipun, bahkan Arthur merasa
suarasuara teriakan itu semakin betambah dekat ke arah dirinya. Jantung Arthur
berdegub kencang. Dadanya semakin sakit terdesak oleh degub jantung dan perasaan
takut yang menggelora. Ia sudah tak tahu arah sama sekali. Bahkan ia Page 29 of 40
2008 Jalan Setapak Lali Jiwo juga tidak tahu apakah ia tetap di jalur jalan setapak
atau ia sudah masuk kedalam hutan yang lebat itu. Berkali-kali ia
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
tersandung oleh akar-akar pohon yang menjalar tak teratur, namun dengan kekuatan
fisiknya ia berusaha menyeimbangkan diri dan tetap berlari sekuat tenaganya. Hingga
beberapa menit kemudian, Arthur tersandung sebatang akar pohon yang sedikit
menyembul keatas dan membentuk lobang diantara batang akar dan lantai hutan.
Telapak kaki Arthur tersangkut lobang itu dan ia kehilangan keseimbangan sehingga ia
jatuh tertelungkup kedepan. Secepatnya ia membalikkan badan menghadap sesatu
yang mengancam jiwanya itu. Arthur mendengar suara teriakan yang menyakitkan
gendang telinga dan mengiris hati menjadi semakin dekat dengan dirinya. Gulungan
angin yang membawa debu hutan terlihat telah sampai beberapa meter di depannya.
Walau Arthur telah mempersiapkan diri menghadapi segalanya, tak urung ia
memejamkan mata menunggu apapun yang akan terjadi menimpa dirinya. Ia sudah
pasrah. Gulungan debu menerpa wajah Arthur dan membuat Arthur sediit menoleh ke
samping. Wajahnya mengernyit, lengannya diangkat untuk melindungi wajah dari
terpaan debu-debu yang sedikit menyakitkan itu. Suara teriakan melengking melayang
layang disekitar kepala Arthur. Gendang telinganya terasa perih, dan jantungnya
berdegub semakin keras mendengar suara dari alam barzakh itu. Arthur tak berani
sedikitpun membuka matanya untuk melihat seperti apa mahluk yang memiliki suara
mengerikan seperti itu. Sejenak kemudian ia berani mengucapkan kalimat-kalimat doa
yang dia hafal sambil matanya tetap memejam erat. Page 30 of 40 2008 Jalan
Setapak Lali Jiwo Setelah beberapa saat angin bergulung-gulung dan suara teriakan
yang melengking tinggi berputar-putar di sekitar tubuhnya, tiba-tiba semuanya
menghilang begitu saja dalam hitungan detik. Hutan menjadi sunyi kembali. Beberapa
detik kemudian baru Arthur berani membuka matanya perlahan. Ia menoleh kesegala
arah untuk mengamati keadaan sekitar. Arthur berusaha melambatkan laju jantungnya
yang tak terkendali tadi. Ia duduk bersila dan sedikit menenangkan bathinnya. Ia merasa
mahluk aneh yang berusaha menyerangnya tadi kini sudah pergi entah kemana. Setelah
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Arthur kembali dapat menguasai dirinya, Arthur melihat kenyataan bahwa ia tak lagi
berada di jalan setapak. Ia telah jauh memasuki hutan yang lebat itu. Ia tak mengerti
seberapa jauh dan kearah mana ia masuk ke dalam. Ia benarbenar mengalami
disorientasi saat ini. Arthur sudah tak kuat lagi menjejakkan kakinya. Ia bersandar di
batang pohon terdekat setelah meletakkan ranselnya. Lampu tingnya telah hilang entah
kemana saat ia lari tunggang langgang tadi. Suasana menjadi gelap gulita. Ia tak bisa
melihat apapun, kecuali dalam jarak sekitar satu meter kedepan. Ia melongok sejenak
melihat arlojinya. Pukul 00.09. Baru lewat tengah malam. Ia sudah merasa amat penat.
Ia sangat ingin terlelap saat ini. Fisiknya sudah tak sanggup lagi bertahan. Bekalnya
sudah habis sama sekali, bahkan air minumnya pun tak tersisa barang setetes.
Tenggorokannya terasa amat kering dan badannya terasa lemas tak bertenaga. Ia pun
memejamkan matanya berharap untuk terlelap. Ia hanya ingin tidur dan tak memikirkan
apakah ia akan menemui pagi dalam keadaan hidup atau mati. Saat ini ia Page 31 of 40
2008 Jalan Setapak Lali Jiwo hanya menginginkan untuk tidur. Itu saja. Ia berdoa
kepada Tuhannya, untuk perlindungan atas jiwa raganya. Sesuatu hal yang lama sekali
tidak pernah lagi ia kerjakan. Ia sudah pasrah sekarang. Bila nyawanya akan diambil
saat ini, ia tidak berkeberatan sama sekali. Ia sudah lelah, jiwa dan raga. Ia sudah
berusaha sekuat tenaga mempertahankan nyawanya dalam semalam ini. Ia memohon
ampun atas segala yang pernah ia perbuat. Andai ada seseorang yang menemaninya
sekarang, ia hanya akan menitipkan permintaan maafnya untuk orang tuanya di rumah,
orang tua yang tak pernah ia perhatikan. Yang selalu kalah oleh kesombongan dirinya.
Tak terasa air mata menetes disela kelopak matanya yang terpejam. Ia pun kembali
pada keinginannya untuk tidur. Beberapa saat ia memejamkan mata, ia merasa
badannnya seperti terangkat perlahan. Dalam keadaan yang lemas tak berdaya, Arthur
merasa badannya menjadi ringan dan terbang tinggi melewati pucuk pohon yang
tertinggi sekalipun. Lalu badannya terasa berhenti bergerak dan diletakkan oleh sesuatu
yang ia tidak tahu apa dengan posisi menekuk bertumpu pada bagian perut pada
sebuah batang pohon yang mempunyai permukaan lembut. Lalu ia merasa pohon itu
bergerak maju perlahan. Seakan memiliki kaki yang kuat dan berat, pohon itu berjalan
langkah demi langkah membawa Arthur pergi dari tempat itu. Arthur membuka matanya
sedikit untuk melihat apa yang terjadi padanya. Sebenarnya ia terkejut mengetahui apa
yang terjadi. Tapi, dengan kondisi lemas ia pasrah saja dan ingin kembali tidur. Ternyata
ia sedang dibopong di pundak sesuatu mahluk yang berukuran sangat besar dan
berbulu lebat. Ia melihat pohon-pohon yang dilewati mahluk itu Page 32 of 40 2008
Jalan Setapak Lali Jiwo hanya setinggi telinganya. Arthur melirik kebawa. Permukaan
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
hutan nampak jauh sekali. Ia mengira-ngira, tinggi mahluk itu bisa mencapai tiga meter,
mungkin lebih. Ia tak perduli. Ia pun kembali memejamkan matanya dan terlelap. Tak
perduli ia dibawa kemana atau nanti bakal disantap oleh mahluk raksasa untuk makan
malamnya. Ia tak perduli. Ia sudah pasrah. Dan ia pun benar-benar terlelap kali ini.
~oO0Oo~ Page 33 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo S ebentuk suara
berbisik-bisik melayang-layang di telinga Arthur membuat ia mau tidak mau terbangun
dari tidurnya dan membuka mata sedikit demi sedikit. Kini ia melihat tak nampak
pohon-pohon dan tumbuhan disekitarnya. Ia berada di sebuah tanah yang luas dengan
lantai berpasir kasar. Terlihat batu dengan berbagai ukuran ditata rapi membentuk suatu
pagar mengelilingi tanah lapang itu. Kepalanya bersandar pada tas ranselnya yang
entah dibawa oleh siapa. Jas hujannya telah terlepas dan ia melihat jas hujan itu
teronggok agak jauh di sebelah kanan badannya. Angin yang bertiup sedikit agak
kencang membawa hawa dingin menggigit seluruh tulang yang ada di badannya. Ia
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
merapatkan jaket parasutnya yang kini telah kering agak rapat. Arthur bangkit dari
berbaring dan duduk untuk melihat sekeliling. Suara berbisik-bisik itu semakin ramai
terdengar di telinganya. Kepala Arthur menoleh ke kiri dan ke kanan mencari-cari asal
suara tersebut. Tak disangkanya, sesuatu hal membuat darah di sekujur tubuhnya
bergerak cepat. Ia melihat banyak sekali sosok dengan berbagai bentuk dan ukuran
yang berkumpul di berbagai penjuru mata angin. Sosok-sosok itu semua memandangi
dirinya seakan dirinya adalah binatang aneh yang dilelang. Dan yang membuat Arthur
berkeringat dingin, sosok-sosok itu bisa dipastikan bukan manusia normal seperti
dirinya. Mahluk yang mempunyai bentuk-bentuk aneh dan beragam. Ia sulit melukiskan
apa yang dihadapinya saat itu. Badan Arthur menggigil hebat melihat suasana
sekitarnya. Ia menghitung mahluk-mahluk yang memiliki wajah dan bentuk tubuh
bermacam-macam itu berjumlah ratusan. Yang Page 34 of 40 2008 Jalan Setapak Lali
Jiwo membuat ia heran, ia melihat berbagai barang yang diletakkan di meja-meja kecil
tersebar di seluruh tempat ini. Ia tak tahu, barang macam apa yang ada disitu. Arthur
sudah sedemikian takut melihat bentuk dari pengunjung tempat yang ramai itu.
Mahluk-mahluk itu memandangi Arthur dengan seksama dan berbisik-bisik satu sama
lain dari kejauhan. Tak terlihat ada keinginan dari mahluk-mahluk itu mendekat padanya.
Dari sorot mata mereka tergambar keheranan dan sedikit ketakutan. Bahkan ada yang
terlihat menggendong mahluk kecil, sibuk menutupi mata mahluk kecil yang digendong
dan menenangkan agar tidak menangis. Tak urung mahluk kecil yang digendong
gelisah, lalu yang menggendong segera membentangkan sejenis sayap di punggungnya
dan dengan segera terbang menjauh dari tempat itu. Tak kuat menghadapi tekanan
psikis yang luar biasa itu, Arthur akhirnya kembali menjatuhkan kepalanya pada tas
ransel yang ada dibelakangnya. Matanya berputar-putar cepat. Ia melihat dunia seakan
bergerak berkeliling. Suara bisikan dari mahluk-mahluk itu berganti dengan suara gaduh
bahkan ada yang berteriak-teriak menusuk-nusuk telinganya. Lalu ia mendengar kokok
ayam samar-samar dikejauhan. Langit diufuk timur mulai menggambarkan semburat
jingga. Lalu suara gaduh yang ia dengan perlahan menghilang dari pendengarannya.
Tak lama kemudian ia jatuh pingsan. ~oO0Oo~ Page 35 of 40 2008 Jalan Setapak
Lali Jiwo P agi itu, suasana di langit Gunung Arjuno sangat cerah. Tak nampak
mendung menggayut di langit. Sedikit awan nampak mengambang dan bergerak
perlahan. Sekelompok orang terlihat sedang mempersiapkan diri. Mereka memasukkan
berbagai macam perlengkapan ke dalam tas ransel mereka. Sebagian lain terlihat
sedang berada di sebuah rumah-rumahan berbahan kayu yang ada di Pos Penjaga
Hutan di tempat yang dinamakan Plawangan. Nampak di dalam rumah kayu itu Bam,
Stelly, Sazha dan Dhani diantara beberapa anggota tim pencari sedang mengelilingi
ketua Tim SAR yang ia hubungi dari Pos Penjaga Hutan Plawangan kemarin siang.
Mereka tampak sedang di briefing oleh ketua Tim SAR itu. Lalu dari kejauhan,
seseorang terlihat berlari tergesa-gesa dengan menenteng sebuah radio panggil menuju
ke arah rumah itu. Setelah beberapa saat, orang itu telah sampai di depan kelompok
pencari di dalam rumah. " Pak, ada kabar dari penjaga hutan Tretes. Ditemukan lakilaki
pingsan di 'Pasar Dieng'[3] sekitar jam enam pagi tadi oleh penambang belerang.
Ciri-cirinya persis korban yang kita cari " jelas orang tadi yang rupanya anggota tim
pencari yang bertugas melakukan hubungan dengan menggunakan radio panggil.
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
" Sekarang dimana posisi korban" " tanya Ketua Tim " Sekarang sedang diistirahatkan
di podok penambang di selatan Kokopan. Masih belum siuman " jawab orang itu.
Terbersit sedikit lega di wajah para anggota tim pencari, terutama teman-teman Arthur
yang hilang selama lima belas Page 36 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo jam itu.
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
Mereka menunggu perintah dari ketua tim untuk aksi selanjutnya. " Baiklah. kalau begitu
kabarnya kita segera packing semuanya dan bergerak menuju Kokopan. Kita lewat
Kidangan agar sedikit lebih cepat " " Siap " seru seluruh anggota tim pencari. Lalu
mereka bergegas melakukan perintah ketua tim. " Teman kalian ditemukan di sebelah
utara gunung " ketua Tim berkata kepada Dhani dan kawan-kawan " Iya pak " kata
Dhani " bagaimana bisa sampai di 'Pasar Dieng'" " tanyanya kemudian " Itulah, banyak
misteri di gunung ini. Teman kalian bukan yang pertama kali mengalami hal itu, banyak
yang lainnya mengalami hal serupa " " Semua berasal dari Lali Jiwo" " tanya Sazha "
Kebanyakan. Tidak hanya Lali Jiwo yang menyimpan banyak misteri di gunung ini.
Masih banyak tempat lain. Sebenarnya tidak akan terjadi apa-apa apabila kita masih
mentaati peraturan tak tertulis di tempat ini, di tempat manapun saja di muka bumi.
Semua ada aturannya bukan" " tanya ketua tim yang diiyakan oleh Dhani dan
kawan-kawan. " Kalau begitu, kalian cepat berbenah dan segera berangkat. Teman
kalian masih belum siuman, masih membutuhkan pertolongan pertama. Kira-kira kita
akan sampai Kokopan sekitar 1-2 jam " " Baik pak, kita segera bersiap " jawab Dhani.
Lalu mereka bersiap-siap. Tak berapa lama terlihat rombongan bergerak menuju ke
utara Gunung Arjuno, ke arah Tretes untuk menjemput Arthur yang pingsan di pondokan
penambang belerang di lereng Gunung Welirang. Page 37 of 40 2008 Jalan Setapak
Lali Jiwo Langit semakin cerah, secerah harapan Dhani dan kawankawannya untuk
bisa menolong Arthur yang dalam semalam mengalami hal yang diluar batas akal
manusia. Dibelakang mereka tampak lereng Gunung Arjuno yang menyimpan banyak
pertanyaan yang tak tergali. Gunung yang berselimut hijau pohon-pohon pinus dan
cemara di Cemoro Sewu juga pepohonan lebat Hutan Lali Jiwo. Lamat-lamat terdengar
suara teriakan-teriakan miris dari arah Hutan Lali Jiwo yang penuh misteri. SELESAI
Catatan : Hutan Lalijiwo memang terkenal dengan kenagkerannya sejak jaman dahulu.
Apabila kalian adalah pendaki gunung di daerah jawa Timur, kalian pasti kenal dengan
mitos Lalijiwo. Di lereng Gunung Arjuno sendiri banyak bertebaran pepundenpepunden
warisan nenek moyang kita, maaf, saya lupa semua namanya. Pepunden itu banyak
sekali bentukya. Ada patung singa, patung Semar, makam dan lainnya. Hutan Lali Jiwo
sendiri dahulu amat sangat lebat dan menakutkan. Para pendaki yang ingin mencapai
puncak Gunung Arjuno yang memilih jalur dari Kota Lawang, harus melewati hutan ini.
Mitosnya, apabila kita tidak berkonsentrasi, ngelamun, kita akan dibelokkan jalannya
dan tersesat. Bahkan yang selamat pernah bercerita, bahwa ia melihat twmannya yang
didepan. Padahal punggung temannya yang dilihatnya itubukanlah temannya yang
sebenarnya. Tetapi jin yang menyerupai temannya dan mengelabuhi mata korban.
Namun sayang. Keangkeran hutan kini tak ada lagi. Hutan Lali Jiwo sekarang sudah
gundul akibat ilegal loging, bahkan yang legal sekalipun. Page 38 of 40 2008 Jalan
Setapak Lali Jiwo Sedangkan Pasar Dieng dipercaya sebagai pasar lelembut yang
sering berkumpul pada hari hari tertentu. Letaknya di perbatasan Gunung Arjuno dan
Gunung Welirang. Pendaki akan melewati daerah ini bila mendaki Gunung Arjuno via
Tretes, Pandaan [1] hutan lebat, istilah jawa Tonggeret, jawa. Sejenis kumbang pohon
yang mempunyai kulit yang tebal [3] Daerah di lereng utara Gunung Arjuno yang
dipercayai sebagai pasar lelembut [2] Page 39 of 40 2008 Jalan Setapak Lali Jiwo
Tentang Penulis Harlock, penulis pemula dari Surabaya yang berusaha menyelesaikan
novel "Petaka Lereng Lawu". Buku ini merupakan novelette pertama
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
yang berhasil diselesaikannya. Menikah dengan kekasih tercinta sejak sekolah
menengah, dan mempunyai satu buah hati. Karya-karyanya dapat dilihat pada
harlockwords.wordpress.com. Dapat juga dihubungi pada alamat e-mail
Jalan Setapak Lali Jiwo - Harlock
harlockmail@yahoo.com. Page 40 of 40
Lembah Selaksa Bunga 1 Fear Street - Confession The Broker 6

Cari Blog Ini