Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy Bagian 3
sekolah di Al Azhar, karena memang tak ada yang lebih
murah dari Al Azhar. Yang ia tahu, Sami baru saja selesai Fakultas Dirasat
Islamiyyah. Yasmin tingkat akhir di Kulliyah Banat Al Azhar.
Heba baru masuk kuliah. Dan Samir masih di Madrasah Ibtidaiyyah. Ibrahim sendiri lulusan Syariah. Sebagaimana ia bisa
akrab dengan mahasiswa Mesir bernama Khaled, ia bisa akrab
dengan Ibrahim, juga bertemu di masjid. Tepatnya Ramadhan
dua tahun lalu, saat itikaf dua hari di Masjid Amru bin Ash.
Biasanya Ibrahim dibantu sama Sami, tapi kali kelihatannya ia
tidak ada. "Mana Sami, kok tidak kelihatan"''
"Sedang ada keperluan keluarga di Giza."
"O begitu. Kau tergesa-gesa?"
"Sebenarnya tidak. Tapi saya dan Heba harus segera
menyusul Sami sebelum Maghrib tiba."
Azzam langsung paham bahwa Ibrahim tidak punya
banyak waktu. Ia langsung mengambil pesanannya dan mem 134
Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
bayar harganya. Azzam ingin segera beranjak, namun seorang
gadis remaja berjilbab khas Mesir datang dengan dua gelas
karikade dingin dinampan.
"Minum dulu Akhi." Ibrahim mempersilakan.
Sekilas Azzam melihat gadis remaja itu menatapnya sambil mengangguk lalu ke dalam. Ini adalah kali ketiga ia berta tapan dengan gadis remaja itu. Ia yakin ia adalah Heba. Kalau
boleh jujur, ia harus mengakui, bahwa ia belum pernah melihat
gadis secantik Heba. Cantik dan cerdas. Sebab Ibrahim pernah
cerita, diusia tujuh tahun Heba telah hafal Al-Quran. Hal
itulah yang membuatnya punya keinginan adiknya yang
paling kecil bisa hafalAl-Quran. Seperti Heba.
Ibrahim mengambil gelas dan meminumnya. Tanpa banyak bicara, Azzam langsung melakukan hal yang sama.
Tujuh detik kemudian gelas itu telah kosong.
Azan Ashar mengalun dari Masjid Sayyeda Zaenab.
"Terima kasih Akhi. Saya pamit." kataAzzam setelah itu.
"Maaf, kalau kita tidak bisa banyak berbicara seperti
biasa. Waktunya memang sempit. Jangan lupa doakan kami.
Doa penuntut ilmu dari jauh yang ikhlas sepertimu pasti di
dengar Allah," tukas Ibrahim.
"Sama-sama. Kita saling mendoakan."
Azzam lalu bergegas kembali ke kios Ammu Ragab dan
menitipkan dagingnya di sana. Ia hendak ke masjid shalat
Ashar dulu. Ia berjalan melewati lorong pasar. Langsung ke
tempat wudhu masjid. Dan saat kaki kanannya menginjak
pintu masjid, sang mu'azin melantunkan iqamat.
Usai shalat dan berzikir secukupnya, ia langsung kembali
ke pasar. Membeli bumbu-bumbu untuk membuat bakso. Dan
dengan langkah cepat kembali ke kios Ammu-Ragab. Seorang
135 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy pembantu Ammu Ragab membantu mengangkatkan kacang
kedelainya ke pinggir jalan raya. Ia memang belanja cukup
banyak dan berat. Ia merasa perutnya sangat lapar tapi tak ada
waktu lagi buat makan siang. Nanti saja jika sudah sampai di
rumah. Tak lama bus enam lima datang. Namun sudah penuh
sesak. Ia urung naik. Jika ia tidak membawa barang pasti
sudah naik. Seperempat jam berlalu dan bus enam lima berikutnya tak juga datang. Tak ada pilihan, ia harus naik taksi.
Tak ada salahnya ia realistis. Ongkos biaya produksi dalam
kondisi tertentu susah untuk ditekan. Yang jelas selama dalam
perhitungan masih ada keuntungan sesuai dengan margin
yang ditetapkan, tidak jadi problem.
Sebuah taksi melintas. Ia hentikan dan dengan cepat
terjadi kesepakatan. Sopir taksi membantu memasukkan barang-barang belanjaan Azzam ke dalam bagasi. Azzam duduk
di depan. Taksi melaju perlahan. Menyusuri Port Said Street.
Sopir taksinya seorang lelaki gendut setengah baya. Wajahnya
bundar. Hidungnya besar. Rambutnya keriting kecil-kecil.
Khas keturunan Afrika. Kulitnya sedikit hitam, tapi tak legam.
Agaknya ia lelaki yang ramah,
"Kamu mahasiswa Al Azhar ya" "
"Benar, Paman."
"Belajarlah yang serius agar tidak susah. Agar tidak jadi
sopir taksi seperti saya "
"Memangnya jadi sopir taksi susah, Paman?"
Sopir taksi malah cerita,
"Kalau saya dulu serius belajar dan mau kuliah, pasti
sudah jadi pegawai bank dengan gaji tinggi dan tidak susah
seperti sekarang. Kalau saja..."
136 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Azzam langsung memotong cerita itu. Ia tahu orang
Mesir kalau cerita pasti akan ke mana-mana. Kalau cerita
bahagia akan melangit, kalau cerita susah akan sangat melankolis. Azzam tak mau dengar cerita itu. Ia sendiri juga sedang
susah. Maka dengan cepat ia memotong,
"E... Paman asli Cairo ya?" tanya Azzam.
"Ah tidak. Saya lahir di Sohag. Besar di Tanta dan
menikah di Cairo." "Sudah punya anak berapa, Paman?"
"Baru satu dan baru berumur satu tahun"
"Oo." "Yah. Saya termasuk terlambat menikah. Saya menikah
saat berumur 46 tahun. Tahu sendiri. Menikah di sini tidak
mudah." Ini bukan kali pertama Azzam mendengar cerita seperti
ini. Di Mesir dan negara Arab lainnya, menikah memang
sangat mahal. Sehingga tidak sedikit yang terlambat menikah.
Golongan yang pas-pasan punya, tapi tidak kaya, biasanya
banyak terlambat. Baik lelaki maupun perempuan. Justru
sekalian golongan yang miskin malah banyak yang nikah
muda. Mereka menikah dengan sesama orang miskin sehingga
syarat syarat bersifat material sama-sama dimudahkan.
Banyak ulama Mesir yang menyerukan untuk memurahkan mahar dan memudahkan syarat. Tapi seruan itu seperti
angin yang berlalu tanpa bekas. Si Ibrahim, penjual daging
langgaanannya ingin sek ali segera menikah. Namun belum
juga bisa menikah karena persoalan materi.
"Saya sarankan kamu jangan sekali-kali punya pikiran
menikahi gadis Mesir." Gumam sang sopir.
"Kenapa, Paman" "
137 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Susah. Sembilan puluh sembilan koma sembilan persen
perempuan Mesir itu menyusahkan. Keluarga mereka juga
menyusahkan." "Ah yang benar, Pamar."
"Benar. Serius! "
"Termasuk isteri Paman" " Entah kenapa spontan ia
bertanya begitu. "Iya. Apalagi dia. Rasanya nggak pernah dia bikin suami
bahagia, kecuali saat bulan madu dulu."
"Ah Paman bohong. Tuan rumah saya di Hay El Ashir,
seorang perempuan. Asli Mesir, Paman. Namanya Madam
Rihem. Dia sangat baik. Kepada siapa saja. Kepada kami yang
bukan siapa-siapanya, juga kepada para tetangga. Dia mem buat kami bahagia, Paman. Dia sangat pengertian jika kami
telat membayar uang sewa"
"Dia masuk dalam kelompok nol koma nol satu persen.
SudahIah percayalah padaku. Jangan sekali-kali berpikiran
mau menikahi gadis Mesir. Saya dengar nikah di Asia Tenggara itu mudah. Perempuan perempuannya juga sangat taat
pada suami. Kamu orang mana?"
"Indonesiar Paman."
"Apalagi Indonesia. Sebaik-baik manusia adalah orang
Indonesia. " "Ah Paman bisa saja basa-basinya."
Taksi terus melaju melewati MaydanAhmad Maher.
"Saya tidak basa-basi. Saya serius. Tetangga saya yang
baru haji tahun ini yang memberitahukan hal ini kepada saya.
Ia melihat selamah haji, jamaah haji yang paling lembut dan
paling penurut adalah jamaah haji Indo-nesia."
138 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Azzam tidak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba
matanya menangkap sesuatu di depan. Dua mahasiswi Indonesia di pinggir jalan tak jauh dari Museum of Islamic Art.
Kelihatannya ada sesuatu dengan mereka. Keduanya duduk.
Yang satu, yang berjilbab cokelat muda kelihatannya menangis. Sementara yang satunya, yang berjilbab biru kelihatannya sedang berusaha menenangkan temannya. "Masya Allah,
dia kan mahasiswi yang tadi duduk di sampingku. " lirih
Azzam. "Paman berhenti sebentar ya. Kelihatannya ada masalah
dengan mahasiswi dari Indonesia itu. " Pinta Azzam.
"Baik. Tapi jangan lama-lama ya."
"Baik, Paman. "
Azzam turun dan mendekati mereka berdua. Ia
mendengar suara sesenggukan dari gadis berjilbab cokelat
muda. "Mm, maaf Ukhti. Ada apa ya" Ada yang bisa saya bantu"
Sapa Azzam sesopan mungkin. Beberapa orang Mesir melihat
mereka. Gadis yang berjilbab biru menjawab,
"Kami kena musibah. Dompet Ukhti Erna ini dicopet.
Tadi busnya penuh sesak. Kami berdiri dekat pintu. Saya melihat copet itu mengambil dompet Ukhti Erna. Saya berteriak.
Si copet langsung loncat bus dan lari. Saya minta bus berhenti
dan minta orang-orang membantu mengejar pencuri itu. Tapi
mungkin sopirnya nggak dengar, soalnya kita di pintu
belakang. Kita baru bisa turun di halte depan. Kita lari ke sini
karena copetnya tadi loncat di sini. Dengan harapan ada orang
Mesir yang menangkapnya. Tapi jejaknya saja tidak ada.
Padahal dalam dompet itu ada uang dua ratus lima puluh
dollar dan tujuh puluh lima pound. Sekarang kami baru sadar,
139 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy kami tak punya uang sama sekali. Kami tak bisa pulang.
Uangku sendiri sudah habis untuk beli kitab."
Azzam tahu kenapa mahasiswi itu sampai menangis. Dua
ratus lima puluh dollar dan tujuh puluh lima pound itu sangat
banyak bagi mahasiswa Indonesia di Cairo. Kalau bagi mahasiswa Brunei mungkin lain.
"Sudahlah diihklaskan saja. Semoga diganti yang lebih
baik oleh Allah. Oh ya bukankah kalian tadi berlima atau
berenam?" "Ya, tadi kami berenam. Saat pulang kami berpisah di
depan Masjid Sayyeda Zaenab. Mereka berempat naik taksi ke
Dokki, sementara kami naik bus enam lima. "
" Kalau boleh tahu, kalian tinggal di mana" "
"Di Abdur Rasul."
"O, baik. Kebetulan saya naik taksi. Bangku belakang
masih kosong. Kalian bisa ikut." Kata Azzam.
"Erna ayo sudahlah, kita ikut dia saja."
Tanpa bicara sepatah pun mahasiswi bernama Ema itu
perlahan bangkit. Azzam berjalan di depan. Ia mem-bukakan
pintu taksi. Dua mahasiswi itu masuk. Azzam melihat dua
mahasiswi itu tak membawa apa apa selain yang berkerudung
biru membawa tas cangklong hitam kecil.
"Lha buku dan kitab yang dibeli mana?" Tanya Azzam.
"Tertinggal di bus. Saat kami berdiri, kitab dalam kantong plastik itu saya letakkan di bawah, karena agak berat.
Begitu saya melihat penjahat itu mencopet dompet Erna, saya
sudah tidak ingat apa-apa kecuali berteriak dan merebut
dompet itu kembali. Dan ketika kami turun dari bus, kitab itu
tertinggal di dalam bus." Jawab mahasiswi berjilbab biru.
140 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"O, ya sudah. Semoga bisa dilacak." Sahut Azzam sambil
menutup pintu taksi. Taksi perlahan bergerak. Pikiran Azzam
juga bergerak bagaimana mendapatkan kembali kitab itu.
"Kitab apa saja yang kamu beli kalau boleh tahu?"
Dari belakang terdengar jawaban,
"Lathaiful Ma'arif-nya Ibnu Rajab Al Hanbali, Fatawa
Mu'ashirah-nya Yusuf Al Qardhawi, Dhawabithul Mashlahanya Al Bulthi, Al Qawaid Al Fiqhiyyah-nya Ali An Nadawi,
Ushulud Dakwah-nya Doktor Abdul Karim Zaidan, Kitabul
Kharraj-nya Imam Abu Yusuf, Al Qamus-nya Fairuzabadi dan
Syarhul Maqashid-nya Taftazani."
Azzam tidak berkomentar. Dari jawaban yang ia dengar,
ia langsung bisa memastikan tiga hal. Pertama, total harga
kitab itu ratusan pound. Kedua, mahasiswi yang membeli kitab
itu adalah orang yang sangat cinta ilmu. Ketiga, ia kemungkinan besar adalah mahasiswi Syari'ah.
"Busnya sudah lama jalan?" tanya Azzam.
"Kira-kira lima belas menit yang lalu."
Tiba-tiba sebuah ide berpijar di kepalanya. Bus itu mungkin bisa dikejar jika taksi bisa memotong jalur. Apalagi bus itu
padat. Pasti lebih lambat karena akan banyak menurunkan
penumpang. Itu prediksinya.
"Paman bisa ngebut dan motong jalur ke Masjid Nuril
Khithab Kulliyatul Banat Nasr City?"
"Tentu bisa. Kebut mengebut dan memotong jalur itu
kebiasaanku waktu masih muda. "
"Lakukan itu Paman, saya tambah lima pound."
"Nggak. Kalau mau tambah sepuluh pound."
Azzam berpikir sebentar. 141 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Baik. " Dan seketika taksi itu menambah kecepatannya.
Azzam memperbanyak membaca shalawat.Sementara dua
penumpang di belakangnya diam dalam rasa sedih berselimut
cemas. Tak ada yang mereka lakukan kecuali menyerahkan
semuanya kepada Allah yang Maha Menentukan Takdir.
142 Ilyas Mak"s eBooks Collection
10 PENGEJARAN DENGAN TAKSI Sopir taksi itu mengerahkan segenap kemampuannya untuk ngebut. Ia sangat hafal dengan jalan jalan tembus yang
paling aman dari keramaian dan macet. Dalam waktu seperempat jam, taksi itu telah sampai di Hay El Sades ke arah
kawasan kampus Al Azhar Nasr City. Lalu melaju kencang ke
arah Masjid Nuri Khithab.
Selama dalam perjalanan Azzam diam. Tidak banyak berbicara. Dua penumpang di belakangnya juga melaku-kan hal
yang sama. Kalaupun Azzam bicara hanya untuk menjawab
pertanyaan sopir taksi sesekali saja.
Habiburrahman El Shirazy Tiga menit kemudian taksi hitam putih itu sampai di
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perempatan Masjid Nuri Khithab. Azzam minta supaya belok
kiri menyusuri Thayaran Street ke arah Ta"min Shihi. Azzam
memposisikan taksi berhenti di Halte jalur ke Hay El Sabe
dekat Muraqib supaya enak mencegat bus enam lima. Sopir
minta tambahan ongkos. Akhirnya Azzam kembali harus sepakat memberi tambahan.
Beberapa menit menunggu, dari arah Rab'ah sekonyong
konyong Azzam melihat bus enam lima datang.
"Ukhti, kamu lihat kitabmu dipintu belakang. Saya akan
naik dari pintu depan minta agar sop irnya berhenti beberapa
saat. Semoga itu bus kamu tadi!" Seru Azzam begitu bus itu
mera-pat di Halte mau berhenti.
Mahasiswa berjilbab biru itu mengangguk dan bersiapsiap.
Bus berhenti. Azzam menuju kepintu depan. Begitu pintu
dibuka ia langsung melompat. Ia nyaris bertabrakan de-ngan
penumpang yang mau turun. Ia mepet bergantung di pinggir
pintu dan minta sang sopir berhenti sebentar. Mahasiswi berjilbab biru sudah naik. Ia melihat-lihat dibawah kursi dekat
kondektur duduk. Kedua matanya langsung menangkap buku
dan kitabnya dalam dua plastik putih. Hatinya sangat bahagia.
Ketika hendak mengambilnya sang kondektur mempersilakan.
Agaknya sang kondektur belum lupa dengan musibah yang
menimpa dua mahasiswi beberapa saat yang lalu.
"Maafkan kami atas musibah tadi," kata kondek tur itu.
"Tidak apa-apa. Semoga diganti yang lebih baik oleh
Allah," jawab mahasiswi itu lalu turun.
Sambil menggelantung di pintu depan, Azzam melihat
mahasiswi itu membawa dua plastik putih berisi kitab. Ia
144 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
langsung melompat turun dan mempersilakan sopir menjalankan busnya.
"Gimana masih lengkap, tak ada yang hilang" " tanya
Azzam. Mahasiswi itu lalu memeriksa sebentar. Dan dengan
wajah berbinar, ia menjawab,
"Alhamdulillah. Masih lengkap. Terima kasih ya atas
segalanya. Kalau boleh tahu nama situ siapa?"
"Aku Abdullah." Jawab Azzam. Nama kecilnya memang
Abdullah Khairul Azzam. Entah kenapa ketika dibuat akte
kelahiran yang terlulis hanya Khairul Azzam saja, Abdullahnya hilang. Jadi dengan mengata kan namanya Abdullah, ia
sama sekali tidak bohong. Namun mahasis-wa di Cairo tidak
ada yang mengenalnya sebagai Abdul-lah. Ia memang tidak
ingin namanya diketahui dua mahasiswi itu. Ia mau menjaga
keikhlasannya.Maka meskipun mahasiswi cantik berjilbab biru
itu bertanya namanya, ia tidak gantian menanyakan namanya.
"Tinggal di mana?" tanya mahasiswi itu lagi. Sementara
mahasiswi yang satu nya diam saja. Kelihatannya ia masih sedih kehilangan dompetnya yang berisi dua ratus lima puluh
dollar dan tujuh puluh lima pound.
"Di Madrasah Hay El Ashir. Ini sudah sore. Kalian ikut
sampai sini saja ya. Saya harus segera melanjutkan perjalanan.
Sopir taksinya sudah menunggu. Nanti kalau kelamaan, dia
minta tambah lagi. Jawab Azzam sambil melihat jam tangannya.
"Iya Mas..a..Abdullah. Terima kasih banget ya."
"Ya sama-sama. Lain kali lebih hati-hati ya. Assalamu'alaikum."
"Wa 'alaikumussalam wa rahmatullah."
145 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Azzam langsung masuk ke dalam taksi. Taksi berjalan
lurus ke arah Hay El Sabe'. Dua mahasiswi itu meman-dangi
taksi itu sampai menghilang dikejauhan. Nama Abdullah
membuka satu lembar catatan dalam hati mereka.
Matahari semakin kekuning-kuningan. Senja menunjukkan tanda-tanda segera datang. Bus-bus penuh dengan orang
kelelahan. Dua mahasiswi itu melangkah perlahan ke arah
Abdur Rasul. Letaknya tak jauh. Tiga ratus meter ke depan.
Angin musim semi yang sejuk membelai jilbab mereka dengan
penuh kasih sayang. Cairo kembali menggores episode yang
indah untuk dikenang. *** Dua mahasiswi itu sampai di rumah kontrakan mereka di
Abdur Rasul. Rumah yang besar berada di lantai dua sebuah
villa anggun bercat putih. Rumah itu terdiri atas tiga kamar
tidur asli. Satu kamar tidur tambahan. Satu kamar mandi.
Dapur. Ruang tamu. Dan dua balkon. Dihuni oleh enam orang
mahasiswi. Empat orang dari Indonesia dan dua orang dari
Malaysia. Erna sudah lebih cerah meskipun guratan kesedihannya
masih tampak jelas. Mereka pulang disambut oleh Zahraza,
mahasiswi tingkat tiga dari Negeri Kedah, Malaysia.
"Erna, kenape muka awak pucat macam tu" Fi eh?" 42
tanya Zahraza, teman satu kamar Erna. Logat Malay-sianya
sama sekali tidak berubah meskipun sudah dua tahun tingga l
satu rumah dengan orang Indonesia. Selain Zahraza, mahasiswi Malaysia yang tinggal di situ adalah Wan Aina, berasal
dari Negeri Selangor. Zahraza masih duduk di S. 1, tingkat
akhir. sedangkan Wan Aina sudah masuk tahun pertama S.2 42 Fi eh" , ada apa"
146 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
nya. Dua penghuni lainnya adalah Hanum dari Bandung, dan
Sholihati dari Kudus. Keduanya satu kelas dengan Erna.
Jadi di rumah itu yang paling senior secara akadem is
adalah Anna. Adapun yang paling senior secara umur adalah
Sholihati. Sebelum kuliah di Al Azhar, gadis yang pernah
belajar di Madrasah Banat Kudus itu pernah menjadi tenaga
kerja di Kuwait lebih dari dua tahun. Karena cintanya pada
ilmu, begitu ia memiliki dana untuk terbang ke Mesir, ia
tinggalkan pekerjaannya untuk menuntut ilmu. Semangat
belajarnya yang luar biasa itu membuat banyak orang salut
padanya. Namun Anna tetaplah yang paling disegani di rumah
itu, selain karena ia paling berprestasi dan paling bisa
memimpin, ia adalah puteri seorang kiai. Anna tinggal satu
kamar sendiri. Erna satu kamar dengan Zahraza. Sedangkan
Wan Aina satu kamar dengan Sholihati. Mereka hidup di
rumah itu layaknya saudara sendiri. Adapun Hanum menem pati kamar tambahan sendirian. Kamar itu letak-nya di
samping ruang tamu, hanya disekat dengan tabir dari kain
berwarna hijau tua yang tebal.
"Tak usah cemas. Tak ada ape-ape. Hanya musibah sikit
aje." jawab Erna, sedikit terpengaruh oleh logat Malay-sia.
"Musibah apa tu" " kejar Zahraza.
"Tanya aja sama Erna. Saya nak ke kamar dulu ya," jawab
Anna bergegas ke kamarnya.
Zahraza langsung minta penjelasan Erna. Erna lalu menjelaskan dengan detil semua peristiwa yang baru saja
dialaminya. Termasuk juga pertolongan tak disangka dari seorang mahasiswa Indonesia bemama Abdullah. Zahraza mendengarkan dengan penuh perhatian.
Sementara itu, taksi berwarna hitam putih yang membawa Azzam meluncur memasuki kawasan Hay El Ashir. Melewati Bawwabah Tsalitsah, terus melaju ke timur. Melewati
147 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy kawasan yang oleh mahasiswa Asia Tenggara disebut Nadi
Kahrubai. Sebuah kawasan luas yang dilewati arus listrik tegangan tinggi. Daerah itu berupa jalan aspal yang lebar. Dan
oleh penduduk setempat, juga oleh mahasiswa Asia Tenggara,
sering digunakan ber-main sepakbola. Maka disebut Nadi
Kahrubai, atau sta -dion listrik.
Kawasan ini juga sering disebut Suq Sayyarah, atau Pasar
Mobil. Sebab, padahari Jumat kawasan ini berubah menjadi
tempat jual beli mobil bekas terbesar di Cairo. Kawasan yang
luasnya berhektar-hektar itu penuh dengan pelbagai macam
mobil. Bagi yang ingin menda-patkan mobil yang bagus dan
murah, di sinilah tem-patnya. Syaratnya tentu saja harus bisa
memilih dan bisa menawar dengan baik. Jika tidak, justru bisa
sebaliknya. Azzam melihat ke arah Nadi Kahrubai dan dari kejauhan
ia melihat banyak mahasiswa Asia Tenggara di sana. Ada juga
mahasiswa berkulit hitam. Mereka sedang bermain sepak bola.
Di sebelah Nadi tampak Masjid Sarbini yang pada bulan
Ramadhan biasa menyediakan buka puasa gratis. Masjid itu
menjadi salah satu tempat favorit bagi mahasiswa Asia
Tenggara, di samping masjid-masjid yang lain. Azzam sendiri
juga sering berbuka di masjid itu bersama teman-teman satu
rumahnya. Tak lama kemudian, taksi itu sampai di Mutsallats.
Azzam memberi instruksi kepada sopir taksi agar belok ke
kanan. Taksi berjalan pelan memasuki kawasan Mutsallats.
Rumah-rumah penduduk berbentuk kotak kotak berwarna
cokelat. Warna khas pasir dan debu padang pasir di Mesir.
Azzam kembali meminta taksi belok kanan. Sampai di depan
apartemen berlantai enam yang menghadap ke selatan, Azzam
menyuruh taksi itu berhenti.
148 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Azzam keluar dari taksi. Sopir taksi membantu mengeluarkan barang-barang Azzam dari bagasi. Azzam memeriksa
barangnya. Semua genap. Azzam menyerahkan ongkos pada
sopir ta ksi. Sopir gendut berwajah bundar itu langsung menghitung.
"Khamsah junaih kaman ya Andonesi !" 43
"La, khalas, mafi ziadah ya Ammu. Haram "alaik ya Ammu!" 44
Sopir taksi itu tersenyum.
"Thayyib, 'ala kulli hal mutasyakkir! Hadza yakfi"
masuk ke dalam taksi dan pergi.
45 Ia lalu Azzam meletakkan barang-barangnya di depan pintu
gerbang. Sambil menenteng kantong plastik berisi daging sapi
ia naik ke lantai tiga. Flatnya ada di lantai tiga. Ia masuk. Sepi.
Tak ada orang di ruang tamu. Ia langsung memasukkan daging sapi ke dalam kulkas. Ia periksa kamar per kamar. Hanya
ada Nanang yang sedang duduk di depan komputer milik
Fadhil. Kedua telinganya ditutup dengan earphone. Agaknya ia
sedang asyik mendengarkan lagu-lagu pop Mesir sambil
mengetik. Azzam menepuk bahu Nanang. Nanang terhenyak
kaget, lalu tersenyum. Ia melepas earphone-nya. Azzam meminta Nanang untu k membantunya menaikkan barang-barang
belanjaannya ke atas. Terutama mengangkat kedelai. Ia
sendiri sudah sangat letih.
"Okay bos!" Jawab Nanang riang. Ia mengikuti Azzam
turun. Mereka berdua lalu menaikkan barang barang belanjaan itu ke dalam Flat.
43 Lima pound lagi, hai orang Indonesia!
Tidak, s udah, tak ada tambahan lagi Paman. Haram bagimu Paman
45 Baik, walau bagaimanapun, terima kasih. Inl sudah cukup!
44 149 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy *** "Semoga ini semua ada hikmahnya," lirih Zahraza selesai
mendengar cerita Erna. "Hikmahnya sudah aku dapatkan. Ini jadi teguran Allah
atas kebakhilanku selama ini. Sebenarnya uang itu tadi pagi
mau dipinjam Mbak Hanum dua ratus dollar tapi aku tidak
boleh. Aku sungguh menyesal,'' Jawab Erna sambil menundukkan kepalanya.
"Sudahlah Erna. Kita cakap perkara yang lain saja. By the
way, siapa tadi pemuda yang menolong kalian?" tanya Zahraza.
"Namanya Abdullah."
"Kau kenal dia tak?"
Erna menggelengkan kepala .
"Sst... by the way ia handsome tak?"
Erna melototkan matanya. Namun Zahraza tidak takut.
Ia malah berkomentar, "Wah berarti pemuda itu handsome. Terus terang aku
suka sekali kepada pemuda yang baik hati dan pemberani
seperti pemuda yang menolong kalian tadi. Apalagi kalau dia
handsome. Nggak handsome saja aku pasti menaruh simpatik.
Kalau aku yang jadi kau sudah aku kejar pemuda itu. Jaman
sekarang, tidak mudah cari calon suami yang baik hati dan
penuh perhatian seperti pemuda itu. Semoga Allah mempertemukan aku dengan dia dalam pertemuan yang penuh
barakah. " Komentar mahasiswi Malaysia itu didengar dengan jelas
oleh Anna dari kamarnya. Entah kenapa, ia begitu cemburu
mendengar komentar itu. Ia jadi heran sendiri kenapa ia mesti
cem-buru. Padahal ia bukan siapa siapanya. Ia juga baru ber150
Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
temu hari itu. Ia tidak tahu identitasnya. Juga tidak tahu
rumahnya. Pemuda itu pun tidak tahu siapa dia. Sebab ia tidak
mem-perkenalkan namanya, dan pemuda itu juga tidak
bertanya namanya. Anna cepat-cepat menyingkirkan perasaan
itu. Herannya, setiap kali Zahraza bercerita tentang kebaikan
mahasiswa Indonesia, ia selalu cemburu. Aksen dan logat ga dis Malaysia yang halus itu, kalau bercerita tentang mahasiswa Indonesia memang punya kekuatan yang membangkitkan
rasa cemburu bagi mahasiswi Indonesia. Apalagi ia memang
punya pengalaman indah dengan mahasiswa Indonesia. Saat
awal-awal di Mesir, ia tinggal di rumah Negeri Kedah yang
ada di daerah Thub Ramly, Hay El Ashir.
Suatu kali ia puIang dari belanja di toko Misr wa sudan
menjelang Isya. Ketika ia berjalan berdua dengan teman-nya
melewati shahra 46 yang sepi tiba-tiba ada orang Mesir yang
hendak berbuat jahat padanya. Ia menjerit jerit. Untung saat
itu ada mahasiswa Indonesia melintas. Mahasiswa itu langsung memukul orang Mesir. Orang Mesir balik memukul.
Terjadilah perkelahian. Ternyata mahasiswa Indonesia itu
bisa ilmu bela diri, sehingga orang Mesir itu akhirnya lari.
Mahasiswa Indonesia itu juga mengantarkan mereka berdua
sampai di rumahnya. Sejak itulah di mata Zahraza, pemuda
Indonesia yang belajar di Mesir adalah manusia pemberani
yang baik hati. "Bodohnya awak ni. Awak ta k tanya siape nama pemuda
itu. Dan dimana alamat dia duduk. Awak benar-benar bodoh.
Padahal pemuda itu sangat berjasa bagi awak. Jika tak ada
pemuda itu mungkin kesucian awak sudah hilang." Begitu
komentar Zahraza setiap kali mengulang ceritanya itu. Entah
sudah berapa kali Zahraza bercerita tentang kejadian itu. Dan
46 Shahra, tanah yang sangat lapang, padang pasir.
151 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy sampai sekarang, mahasiswa Indonesia yang menolong Zahraza itu juga tidak diketahui siapa. Tidak ada kabar dan
selentingan berita mahasiswa Indonesia yang mengaku atau
bercerita pernah menolong mahasiswi Malaysia di Shahra
dekat Thub Ramli. Anna tahu, kecemburuannya merupakan hal yang tak
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perlu. Mahasiswi Malaysia menaruh simpatik pada mahasiswa Indonesia karena kebaikan, adalah hal yang bukan-nya
tidak boleh terjadi. Jika yang jadi landasannya adalah kebaikan, jalannya adalah kebaikan, dan tujuannya adalah kebaikan.
Apanya yang salah. Anna merasa ia telah berlebihan dengan merasa cemburu, hanya karena komentar yang bisa jadi juga sekadar
komentar biasa: tak lebih dari sekadar komentar yang mungkin tujuannya justru untuk menghangatkan sua-sana, atau
untuk menunjukkan rasa hormatnya pada orang Indonesia. Ia
merasa harus meletakkan cembu-runya, cintanya, dan bencinya pada tempatnya yang tepat.
*** "Kau lagi nulis apa tho Nang?" tanya Azzam pada
Nanang. Keduanya duduk di ruang tamu. Azzam menyandarkan punggungnya. Ia tampak kelelahan.
"Anu Kang lagi iseng-iseng bikin cerpen."
"Iseng?" "Iya Kang. " "Jangan isenglah Nang. Kalo bikin cerpen mbok ya yang
serius. Menulis ya yang serius. Kalau iseng itu percuma!
Komputernya bukan milik sendiri, listrik juga mbayar, waktu
habis, lha kok masih iseng!"
152 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Maksudnya la tihan Kang. Latihan bikin cerpen. Bukan
iseng!" "Ya gitu lho. Kapan kita maju kalau kita menggunakan
waktu kita untuk iseng terus. Ya tho Nang" O ya Nang, kok
sepi anak-anak pada ke mana?"
"Fadhil sama Ali lagi main bola. Keduanya sedang
bertanding sekarang," jawab Nanang.
"Di Nadi Kahrubai?"
"Ya tidaklah Kang. Ini perta ndingan serius. Tim KMA 47
dan Tim KEMASS. 48 Fadhil membela KMA dan, Ali membela
KEMASS. Mereka bertanding di Nadi Syabab."
"O kok mereka nggak bilang-bilang ya mau tanding."
"Iya lha aku aja ngertinya ya tadi ketika si Mahmud,
kiper KMA datang menjemput Fadhil. Mereka nggak bilangbilang ke kita . Katanya sih biar kita tidak bingung bela siapa."
"Ya udah, kita nggak usah membela siapa-siapa saja."
"Terus Hafez sama Nasir ke mana?"
"Hafez tadi pamit mau ke Ka tamea. Ke rumah Salman,
temannya satu almamater. Kalau Nasir ya seperti biasa Kang,
nganter tiket. Katanya sih ke Abdur Rasul. Ada mahasiswi
Indonesia yang akan pulang. Kang itu di kulkas ada tamar
hindi." "Wah kebetula n. Lagi haus nih."
Azzam bergegas ke dapur. Membuka kulkas. Mengambil
botol air mineral yang berisi tamar hindi lalu menuangkannya ke gelas. Ia kembali ke ruang tamu dan minum dengan
penuh kenikmatan. 47 48 KMA, Keluarga Mahastswa Aceh
KEMASS, Keluarga Mahasiswa Sumatera Selat an.
153 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Yang beli kamu Nang?"
"Bukan saya Kang, tapi Ali. Tadi sebelum berangkat ke
Nadi Syabab. Ia beli dua botol. Yang satu ia bawa, yang satu
untuk kita katanya. Kang, aku ngelanjutin nulis lagi ya?"
"Ya. Tapi jangan pake earphone. Nanti kamu nggak
dengar azan. Sebentar lagi Maghrib!"
"Iya Kang. " Nanang beranjak menuju komputer yang ditinggalkannya. Sementara Azzam masuk ke kamamya. Ia mengganti
bajunya dengan kaos, dan celana panjangnya dengan sarung.
Lalu rebahan di atas kasur. Ia ingin mengendurkan ototototnya barang beberapa menit. Sebab sore ini juga ia harus
langsung menggarap kedelainya untuk mulai diproses menjadi
tempe. Lalu nanti malam setelah shalat Isya ia harus mulai
meng-garap daging sapinya untuk dijadikan bakso.
Dalam kondisi seletih apapun, ia harus tetap sabar dan
tegar melakukan itu semua. Jika tidak, ia takkan hidup layak,
juga adik-adiknya di Indonesia. Namun karena sudah biasa, itu
semua sudah tak lagi menjadi sesuatu yang berat baginya.
Dan yang paling penting bagi dirinya, dengan kerja keras
yang sudah biasa ia lakukan, ia sama sekali tak khawatir akan
masa depannya. Ia merasa bersyukur dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya saat ini. Ia berani menatap mantap
masa depannya. Ia tidak merasa cemas" Apa yang perlu
dicemaskan oleh seorang manusia yang diberi pikiran sehat,
anggota badan yang genap, dan mengimani adanya Allah
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang"
Selain pada Pak Ali, selama ini ia tak pernah menceritakan kepada siapa pun mengenai beban-beban hidup-nya.
Juga jalan terjal yang harus dilaluinya. Beberapa orang hanya
tahu ia adalah jenis mahasiswa yang lebih mementingkan
154 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
bisnis tempe dan baksonya daripada kuliah. Ia sama sekali
bukan mahasiswa yang diperhi-tungkan dalam kancah dunia
kajian dan intelektual. Nama aslinya bahkan sedikit yang tahu. Kalau memang
ada yang tahu, biasanya adalah orang-orang seang-katannya.
Sementara mereka yang satu angkatan dengannya telah banyak yang menyelesaikan studi S.1 nya. Bahkan telah banyak
yang pulang ke Tanah Air. Tinggal beberapa orang yang
tersisa dari mereka, karena mereka melanjutkan S.2. Yang
masih S.1 hanya dirinya. Beberapa mahasiswa baru yang mengenalnya, lebih banyak mengenalnya sebagai mahasiswa kawakan yang belum
juga lulus S.1. Padahal ia sudah sembilan tahun di Mesir. Ia
sama sekali tidak mempedulikan hal itu. Baginya, yang penting ia telah melakukan hal yang benar. Benar untuk dirinya,
ibunya, adik-adiknya dan agamanya. Ia teringat sebuah
nasihat dari seorang Syaikh Muda, ketika ia shalat Jumat di
Masjid Ar Rahmah Masakin Utsman. Syaikh Muda itu dalam
khutbah-nya menguraikan tentang pentingnya banyak kerja
sedikit bicara. "Kenapa Allah mengaruniakan kepada kita dua tangan,
dua kaki, dua mata, dua telinga, jutaan syaraf otak, tapi hanya
mengaruniakan kepada kita satu mulut saja" Jawabnya, karena
Allah menginginkan agar kita lebih banyak bekerja, lebih
banyak beramal nyata daripada bicara. Maka ada ungkapan,
man katsura kalamuhu katsura khatauhu. Siapa yang banyak bicaranya maka banya dosanya! Dan karenanya Rasulullah Saw.
Menasihati kita semua, "Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir hendaklah berkata yang baik atau diam saja!' Umat dan
bangsa yang besar adalah umat dan bangsa yang lebih banyak
kerjanya daripada bicaranya. Orang orang besar sepanjang
sejarah adalah mereka yang lebih banyak bekerja daripada
bicara!" kata Syaikh Muda itu.
155 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Lalu sebelum mengakhiri khutbah pertamanya, Syaikh
Muda itu menyitir nasihat James Allen, "Jangan biarkan orang
lain lebik tahu banyak tentang dirimu. Bekerjalah dengan senang
hati dan dengan ketenangan jiwa, yang membuat kamu menyadari,
bahwa muatan pikiran yang benar dan usaha yang benar akan
mendatangkan hasil yang benar!"
Ia merasa yang benar baginya adalah tidak banyak bicara.
Banyak kerja. Dan orang tidak perlu tahu kenapa ia tidak juga
lulus. Kenapa ia nyaris tidak pernah hadir dalam segala hiruk
pikuk kegiatan ilmiah mahasiswa Indonesia di Cairo. Kecuali
beberapa saja. Hidupnya di Cairo lebih banyak berkutat di
rumah, masjid, pasar, rumah para pelanggan tempenya, dan
rumah-rumah bapak-bapak KBRI yang memesan baksonya.
Kampus Al-Azhar sendiri jarang ia datangi apalagi perpusta kaan.
Baginya, kampus utamanya justru masjid. Khutbah
Jumat, ceramah beberapa menit dari imam masjid setelah
shalat, halaqah membaca Al-Quran setelah shalat Subuh adalah
tempat utamanya menimba ilmu. Ia menganggap itulah yang
terbaik untuk doaya. Dan berulangkali ia mengatakan pada
dirinya sendiri, jangan pernah engkau merasa tersiksa dengan
apa yang engkau anggap baik untuk dirimu! Ia tidak mengingkari bahwa ia sebenarnya sangat ingin bergerak dan berdinamika normalnya mahasiswa. Namun kondisi orang berbedabeda.
Sudah seperempat jam ia rebahan sambil memejamkan
mata. Otot-otot tubuhnya lebih terasa lebih fresh dan sega r.
Lima menit lagi azan Maghrib berkumandang. Ia cepat cepat
bangkit. Menyambar handuk dan ke kamar mandi. Begitu ia
masuk kamar mandi dan memutar kran air panas, sayu-sayup
ia mendengar suara heboh Fadhil dan Ali.
156 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Mereka sudah pulang. Semoga tidak ada yang kalah.
Semua menang!" desisnya dalam hati sambil menambah kuat
aliran air dingin. Setelah ia merasa ukuran panas-dinginnya
air pas, ia mandi dengan shower. Sentuhan air yang menerpa
tubuhnya itu ia rasakan begitu nikmat. Begitu meremajakan
syaraf-syaraf dan otot-ototnya. Ketika sedang asyiknya mandi,
pintu kamar mandi digedor keras,
"KangAzzam ada telpon!"
Itu suara Ali langsung mejawab dengan suara keras.
"Sedang mandi! "
"Disudahi dulu saja Kang! Ini penting."
"Disudahi gimana, ini lagi pakai shampo!"
"Ini dari Eliana Kang, putrinya Pak Dubes! Katanya
penting! " "Mau putrinya Dubes, mau putrinya Presiden, suruh
telpon lagi habis Maghrib. Titik!"
"Baik Kang." *** Matahari perlahan masuk ke peraduannya. Lampu lampu
di sepanjang Kornes Nil mulai menyala. Azan berku-mandang
bersahut-sahutan. Furqan keluar dari kamar hotelnya. Ia
bergegas ke masjid. Di dalam lift ia kembali bertemu dengan
mahasiswa dari Jepang. Mahasiswa Jepang itu mengangguk, ia
pun mengangguk. Ia sampai di masjid tepat sesaat sebelum
iqamat dikumandangkan. Kali ini, ia shalat diimami oleh imam yang agaknya menganut mazhab Imam Malik. Sebab sang imam setelah takbir
tidak meletakkan kedua tangganya di dada, tapi meluruskan
157 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy tangannya seperti posisi tentara yang sedang siap dalam
barisannya. Bacaan Al-Quran imam setengah baya itu sungguh indah. Ia larut dan tersentuh.
Usai shalat ia kembali ke hotel. Langsung masuk kamar.
Membaca Al-Quran beberapa halaman, lalu kembali membaca
tesisnya. Ia kembali membaca baris demi baris. Sesekali ia
berhenti memprediksi pertanyaan para penguji yang kira-kira
akan disampaikan kepadanya. Lalu ia mempersiapkan jawaban
yang ia anggap tepat. Tiba-tiba telepon berdering membuyarkan konsentrasinya.
"Ya siapa ini?"
"Ini Sara, Tuan Furqan. Mengingatkan aja. Anda tidak
lupa dengan undangan saya bukan" Pukul 19.30 di Abu Sakr
Restaurant." "Saya tidak lupa. Tapi saya kelihatannya tidak bisa
datang" "Saya sangat berharap Tuan datang."
"Kalau tidak datang semoga Nona tidak kecewa. "
"Justru saya kuatir, jika Anda tidak datang, Anda menyesal. Undangan ini mungkin hanya sekali Anda dapat-kan
dalam hidup Anda" "Terima kasih, saya merasa tersanjung."
"Saya merasa lebih tersanjung jika Anda berkenan datang. O ya, Anda kenal Prof. Dr. Sa'duddin Zifzat?"
"Ya saya kenal. Dia seorang sejarawan dan penulis
terkenal." "Dia ayah saya."
"Benarkah?" "Iya tentu saja. Dia akan datang bersama saya."
158 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Sekali lagi, maafkan jika nanti saya tidak bisa datang."
"Pikirkanlah, saya berharap Anda datang.Terima kasih. "
Klik. Telpon itu diputus.
Furqan sedikit bingung antara menyelesaikan persiapannya membaca ulang tesisya, ata u memenuhi undangan Sara.
Undangan makan malam gadis Mesir sesungguhnya sangat
menarik. Apalagi ia sediri terbayang gadis itu juga memiliki
pesona yang sangat menarik.
Astaghfirullah. Ia beristighfar ketika kelebatan wajah Sara yang menarik
hadir di pikirannya. Dari penjelasan Sara bahwa prof.
Sa'duddin Zifzaf, penulis Mesir terkenal yang juga staf ahli
Menteri Pendidikan itu adalah ayahnya, sungguh mengusik
hatinya. Apakah benar" Yang lebih mengusiknya, kenapa
gadis Mesir itu mengundangnya" Dan kenapa sedemikian
gencar menelponnya" Apakah benar gadis itu benar-benar
tahu banyak tentang dirinya" Ataukah hanya basa-basi bela ka" Ha tinya terus bertanya- tanya.
159 Ilyas Mak"s eBooks Collection
11 REZEKI SILATURRAHMI Usai shalat Mahgrib,Azzam langsung dapur memasak air
di panci besar untuk menggarap kacang kedelainya. Sambil
menunggu air memanas, ia membaca Al Ma"tsurat lalu tilawah.
Lima belas menit kemudian ia yakin air telah sangat panas.
Tidak harus mendidih. Ia turunkan air itu dari kompor gas. Ia
membuka karung kedelainya. Menakarnya dan langsung merendamnya dengan air panas itu. Itulah proses paling awal
dalam menggarap kedelai menjadi tempe.
Kira-kira lima menit ia merendam kedelai itu. Kemudian
ia memisahkan kotoran-kotoran yang menyertai kedelai. Biasanya kotoran itu mengapung. Ia ciduk kotoran itu, lalu ia
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
buang. Setelah itu ia memisahkan kedelai dari air panas itu.
Air itu ia bersihkan. Lalu kedelai ia masukkan kembali ke
dalam air itu. Ia letakkan di pojol dapur.
Kedelai itu harus direndam satu malam. Besok pagi, kirakira jam tujuh ia akan kembali menggarap kedelai itu dengan
mengulesinya di kamar mandi. Diulesi agar kacang kedelainya
pecah. Paling mudah adalah dengan menginjak-injaknya. Lalu
ia cuci sampai bersih. Tapi kulit arinya tidak boleh hilang.
Kemudian ia rebus. Kalau sudah matang ia tiriskan sampai
dingin. Setelah dingin diberi ragi. Lalu ia bungkus dan ia
letakkan di rak khusus yang telah ia buat di dalam kamarnya.
Dua hari berikutnya barulah jadi tempe.
Sebenarnya, tanpa direbus, kedelai yang telah diulesi
hingga pecah itu bisa langsung diberi ragi dan dua hari
kemudian bisa jadi tempe. Sehingga bisa mengirit mi-nyak
tanah. Namun hasilnya masih kalah dengan yang direbus dulu.
Tempe Azzam diakui oleh para pelanggannya dan juga
oleh ibu-ibu KBRI sebagai tempe yang sangat gurih dan lezat.
Ia memang serius dalam membuat tempe. Ia masih ingat,
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahwa ia bisa membuat tempe juga karena tidak sengaja. Saat
masih di pesantren dulu ia punya teman, namanya Handono.
Ia sangat akrab dengan Handono. Ketika liburan panjang ia
diajak Handono berlibur di rumahnya yang terletak di sebuah
kampung di pinggir Kota Salatiga. Kampung itu namanya
Candiwesi. Dikenal sebagai salah satu kampung yang penduduknya banyak berprofesi sebagai produsen tempe. Selama
berlibur di rumah Handono itulah, secara tidak sengaja ia
belajar membuat tempe sampai taraf mahir.
Kebetulan ayah Handono memang dikenal sebagai juragan tempe terbesar di Candiwesi. Setiap hari produksinya tiga
kwintal kedelai. Memiliki pekerja tetap sebanyak se-puluh
orang. Berawal dari ikut-ikutan membantu, ia akhirnya ter161
Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy tarik belajar dengan langsung praktik dari A sampai Z. Tentang takaran kedelainya. Takaran raginya. Cara membungkus
yang ideal dan lain sebagainya. Satu bulan penuh ia ikut
magang membuat tempe. Dan sejak saat itu ia sudah bisa
membuat tempe sendiri. Bahkan ia sering mencobanya di
rumah, dan ia minta ibunya menggoreng dan mencicipinya.
"Wah, tempemu enak sekali Zam, " puji ibunya.
Itulah rezeki silaturrahmi. Dengan bersilaturrahmi ketempat Handono, ia jadi tambah ilmu. Ilmu membuat tempe.
Ia sama sekali tidak pernah mengira, ilmu mem-buat tempe itu
kemudian hari akan sangat berguna bagi-nya, saat ia harus
mempertahankan hidupnya di Mesir. Sangat berguna saat ia
harus mandiri, tidak hanya untuk menghidupi diri sendiri, tapi
juga adik-adiknya di Indo-nesia.
Ia merasakan benar bahwa rezeki yang didatangkan oleh
Allah dari silaturrahmi sangat dasyat. Ia bisa sampai be-lajar
di Al Azhar University juga bermula dari silatur-rahmi.
Saat itu, menjelang evaluasi belajar tahap akhir nasional,
teman satu kamarnya di pesantren sakit. Namanya Wasis.
Rumahnya di daerah Bantul. Ia mengantarnya pulang. Setelah
dibawa ke dokter ternyata Wasis sakit thypus serius. Jadi harus
dirawat di rumah sakit. Ia sem-pat menemani satu hari di
rumah sakit. Saat menemani di rumah sakit itulah ia berbincang bincang secara tidak sengaja dengan pasien satu kamar dengan
Wasis. Pasien itu juga sakit thypus dan sudah mau dibawa
pulang. Dari berbincang-bincang dengan pasien itu, ia dapat
informasi adanya test untuk mendapatkan beasiswa ke Al
Azhar. Pasien setengah baya yang ramah itu berkata,
"Saya pernah belajar di pesantren tempat kamu belajar.
Hanya beberapa bulan saja. Bulan depan ada test penja-ringan
siswa Madrasah Aliyah untuk mendapat beasiswa Al Azhar.
162 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Kamu ikut saja test di DEPAG Pusat. Cari informasi di sana.
Nanti pada bagian pendaftaran bilang saja disuruh Pak Dhofir
gitu." Dari info itu, ia bisa ikut test untuk mendapatkan beasiswa kuliah di Al Azhar University. Dan diterima. Ia sampai
sekarang tidak tahu Pak Dhofir itu siapa. Yang ia tahu Pak
Dhofir yang memberi info padanya itu katanya ting-gal di
daerah Kotagede Yogyakarta.
Silaturrahmi jugalah yang membuat bisnis baksonya di
Cairo berjalan lancar. Memang ia tidak banyak muncul di
kalangan mahasiswa, tapi ia sering hadir dan muncul di acara
bapak-bapak dan ibu-ibu KBRI. Muncul untuk memberikan
bantuan apa saja. Bahkan jika ada orang KBRI pindah rumah
ia sering jadi jujugan minta tolong. Karena itulah ia sangat
dikenal di kalangan orang-orang KBRI. Itu sangat penting
bagi bisnis baksonya. Tanpa banyak silaturrahmi seorang pebisnis tidak akan
banyak memiliki jalan dan peluang. Benarlah anjuran Rasulullah Saw., agar siapa saja yang ingin dililuaskan rezekinya, hendaklah ia melakukan silaturrahmi. 49
Selesai merendam kedelai, Azzam beranjak ke kulkas untuk mengeluarkan daging sapi yang baru tadi sore ia masukkan ke dalam freezer. Ia keluarkan agar tidak keras. Sebab
setelah shalat Isya ia harus mengolahnya jadi bola-bola bakso.
Keahliannya membuat bakso yang kini ba-nyak mendatangkan
rezeki baginya juga karena sila turrahmi. Jika keahliannya
membuat tempe ia dapat sejak ia masih di Indonesia, keahliannya membuat bakso justru ia dapat setelah berada di Mesir.
49 Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, Bab Shilaturrahmi wa Tahrimi
Qathiiha, Juz 2, hal. 421.
163 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Setengah tahun berada di Mesir ia kenal baik dengan Pak
Jayadi yang bekerja di KBRI sebagai lokal staf bagian konsuler. Kenal baik karena sama-sama berasal dari Kartasura.
Pak Jayadi lahir di daerah Ngabean Kartasura. Sementara ia
lahir dan tinggal di daerah Sraten, Kartasura. Ia jadi sering
diundang dan sering datang ke rumah Pak Jayadi yang dikenal sangat baik dengan para mahasiswa. Apalagi yang berasal
dari Jawa Tengah. Ia nyaris dianggap sebagai adik sendiri
oleh Pak Jayadi. Pak Jayadi hanya memiliki satu anak lelaki
yang masih duduk di kelas empat SD. Dari Pak Jayadi dan Ibu
Jayadilah ia bisa membuat bakso yang kemantapan rasanya
sangat diakui di Cairo. Bermula sering silaturrahmi. Lalu diminta oleh Pak Jayadi untuk ikut membantu Ibu Jayadi membuat bakso pesanan
KBRI untuk acara-acara resmi. Lalu coba-coba membikin sendiri, ternyata diakui nyaris sama dengan buatan Ibu Jayadi. Ia
pun dikenal bisa bikin bakso. Bah-kan sempat dikenal sebagai
tangan kanan Ibu Jayadi. Ketika Pak Jayadi sekeluarga pulang ke Tanah Air untuk
selamanya, kepercayaan para pelanggan Ibu Jayadi dan juga
KBRI jatuh kepadanya. Saat itu ia sendiri sedang sangat
memerlukan datangnya sumber rezeki untuk mempertahankan
hidupnya, dan juga adik-adiknya. Jadilah ia terjun total dalam
bisnis membuat bakso. Azzam masih di dapur, setelah mengeluarkan daging dari
freezer, ia melihat beberapa alat dapur belum dicuci. Ia tergerak untuk mencucinya. Ini semestinya tugas Fadhil. Karena
hari ini yang bertugas masak adalah Fadhil. Namun agaknya
Fadhil kelelahan habis bertanding di Nadi Syabab. Ketika
sedang asyik mencuci panci yang biasa digunakan untuk
menyayur, Ali muncul dan memanggilnya,
164 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Kang Azzam, ayo ke depan. Kita makan kibdah dulu.
Fadhil beli kibdah untuk ganjal perut!"
"Wah boleh juga. Oh ya, minumnya sudah ada" Kalau
belum ada biar saya masak air sekalian." Tukas Azzam sambil
merampungkan cuciannya. "Oh ya Kang belum," jawab Ali.
Azzam mempercepat kerjaannya. Sebelum meninggalkan
dapur terlebih dahulu ia meletakkan panci yang berisi air di
atas kompor yang menyala. Mahasiswa Indonesia di Cairo
memang tidak lazim memiliki termos penyimpan air panas.
Sebab mereka biasa minum teh khas Mesir. Teh itu lebih enak
bila disedu dengan air yang masih mendidih. Jika tidak begitu,
rasanya kurang mantap. "Wah beli kibdah banyak sekali Dhil," kata Azzam sambil
duduk di samping Fadhil. Nanang, dan Ali juga sudah duduk
mengitari kibdah yang diletakkan begitu saja di atas karpet
beralaskan koran. "Ya Kang, ini sekaligus syukuran. Tadi saya mencetak
dua gol dalam pertandingan," jawab mahasiswa dari Aceh itu
dengan wajah berseri. "Berarti KMA menang dong?" tanya Azzam sambil
mengambil satu kibdah. "KMA memang menang dipermainan. Kami menguasai
bola. Tapi KEMASS ternyata mampu menjebol gawang kami
dengan dua gol. Jadi skornya 2-2."
"Wah pasti seru tadi."
"Seru banget!" sahut Ali, "Apalagi dua gol KEMASS itu
yang mencetak aku. Ali Mustafa El Plajuwi!" sambung Ali
sambil membusungkan dada.
165 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Ali tadi memang boleh. Aku salut!" Fadhil mengakui
kehebatan Ali. "Yang penting mana syukurannya untuk dua gol. Yang
mencetak satu gol saja beli. "
"Beres. Setelah shalat Isya nanti aku beli firakh masywi.
Yang di rumah tinggal menanak nasi saja!" jawab Ali.
"Mantap. Syukran Li!" teriak Fadhil girang. Bagaimana
tidak girang, malam itu adalah tugas dia untuk masak. Jika
lauk sudah ada, hanya tinggal menanak nasi apa su-sahnya. Itu
sama saja dia terbebaskan dari tugasnya. Dan ia bisa beristirahat melepas lelah.
"Ngomong-ngomong Nasir ke mana kok belum pulang?"
tanya Azzam sebagai yang dituakan.
"Nasir tadi pamit tidak pulang. Dia ada urusan ke Tanta
katanya. Hafez juga sama. Ia bilang menginap di Kata -mea"
jelas Nanang. "O ya sudah kalau begitu." Kata Azzam datar. Dalam hati
ia senang Hafez langsung pergi ke Katamea. Pasti anak itu
sedang mencari tempat yang nyaman untuk mengungsi
sementara waktu. Jika ia tetap tinggal satu rumah dengan
Fadhil, akan sangat susah melupakan Cut Mala.
Tiba-tiba telpon berdering. Ali yang gesit bergerak cepat
mengangkat, "Siapa"... Dari Mala"... O ya sebentar ya?" Kata Ali. Ia
lalu menunjuk Fadhil. Semua yang ada di situ langsung paham
itu adalah telpon dari Cut Mala untuk Fadhil, kakaknya.
Fadhil langsung bergegas menerima telpon.
Azzam menarik nafas, ia tidak membayangkan jika Hafez
saat itu ada di situ dan ia yang pertama mengangkat tel-pon.
166 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Seperti apa gemuruh dalam dadanya, nyala dalam hatinya
mendengar suara Cut Mala. Semalam suntuk ia pasti tidak
akan bisa tidur. Sementara Fadhil menerima telpon, Azzam dan yang lain
melanjutkan perbincangan mereka.
"Oh ya, katanya, tadi putrinya Pak Dubes nelpon, kok
belum nelpon lagi?" tanya Azzam.
"Iya Kang. Tadi sudah aku bilang untuk telpon lagi
setelah shalat Maghrib. Kok sampai sekarang belum nelpon
ya," tukas Ali sambil beranjak ke dapur karena mendengar
suara air mendidih. "Sampeyan sih Kang diminta menghentikan mandinya
sebentar tidak mau. Jarang jarang orang dapat telpon dari
putrinya Pak Dubes yang cantik lulusan EHESS Prancis itu,"
kata Nanang menyayangkan. "Aku yakin dia takkan nelpon
lagi. Kayaknya Sampeyan yang seka-rang harus nelpon balik
Kang. Siapa tahu ini bisnis besar Kang." sambungnya memberi
saran. Azzam diam, tidak menjawab. Fadhil meletakkan gagang
telpon, ia baru saja selesai berbicara dengan adiknya. Ba -ru
diletakkan telpon kembali berdering. Fadhil langsung mengangkatnya.
"Ya, hallo. Ini siapa ya?" tanya Fadhil.
"Ini Eliana . Bisa bicara dengan Mas Insinyur?"
"O bisa, sebentar Mbak Eliana ya," kata Fadhil datar.
Fadhil lalu memanggil Azzam. Azzam segera bangkit dan
menerima gagang telpon. "Halo. Ada yang bisa saya bantu," kata Azzam.
167 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Ini Eliana, Mas Insinyur"
"O Mbak Eliana, apa kabar Mbak?"
"Baik." "Pak Dubes sehat?"
"Sehat. Alhamdulillah. "
"Kok tumben nelpon kemari, ada apa Mbak?" tanya
Azzam sambil melihat ke arah Nanang dan Fadhil yang
dengan seksama memperhatikannya.
"Ini Mas, to the point saja ya?"
"Ya." "Begini, dua bulan lagi saya mau ulang tahun. Ulang tahun saya ke dua puluh empat. Saya akan merayakannya di
Wisma Duta. Sederhana saja. Tapi saya ingin yang mengesankan. Saya ingin untuk tamu undangan disuguhi masakan khas
Indonesia." "O bagus itu Mbak. Dua bulan lagi itu berarti kira kira
pas selesai ujian Al Azhar ya Mbak."
"Ya. Mayoritas mahasiswa sudah selesai ujian kelihatannya, meskipun mungkin masih ada beberapa yang belum
selesai ujian. Mas Insinyur kira-kira ada waktu nggak?"
"Insya Allah ada Mbak."
"Syukurlah kalau begitu. Tapi kali ini saya tidak mau
bakso. Sudah sangat biasa."
"Mbak inginnya apa?"
"Soto Lamongan. Mas bisa bikinin buat saya?"
"Soto Lamongan?" Azzam bertanya agak ragu.
168 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Ya, Soto Lamongan. Bisa nggak" Mas Insinyur kan terkenal jago masak. "
"O bisa Mbak, insya Allah bisa. Mau untuk berapa porsi?"
"Lima ratus porsi, sanggup?"
"Sanggup Mbak, asal harganya cocok aja." Azzam sudah
langsung ke hal paling penting dalam dunia bisnis
"Satu porsinya berapa Mas" Sama dengan bakso gimana?"
"Wah kalau disamakan dengan bakso berat Mbak, terus
terang. Kalau bakso sudah sangat biasa, bikinnya juga bagi
saya sangat biasa. Ini Soto Lamongan lho Mbak. Tidak ada di
Cairo, dan perlu keahlian khusus."
"Ya sudah kalau gitu saya ikut Mas Insinyur, jadi berapa?"
"Dua kali lipat bakso. Gimana" Deal?"
"Baik. Deal. Tapi nanti jangan dipas lima ratus ya. Ya ada
kelebihannya beberapa porsi gitu."
"Beres Mbak. Terus acaranya tepatnya kapan Mbak"
Tanggal berapa" Jam berapa?"
"Tepat tanggal satu awal Juli depan. Acara tepat jam
tujuh malam. Jangan lupa lho."
"Baik Mbak. Tapi tolong satu minggu sebelum hari H.
Mbak mengingatkan ya?"
"Ya. Salam buat teman-teman Mas Insinyur di situ ya?"
"Ya." Azzam menutup gagang telpon dengan wajah berbinar.
Rezeki besar ada di depan mata. Jika satu porsi bakso biasanya
dihargai 3 pou nd, ini berarti untuk Soto Lamongan ia akan
169 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy dapat 6 pound satu porsinya: 6 X 500 sama dengan 3000.
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dikurangi modal sekitar 400 pound. Jadi dua bulan lagi ia
akan dapat keuntungan kira-kira 2600 pound.
"Bisnis baru ya Kang" Kok saya tadi dengar ada nyebutnyebut Soto Lamongan?" tanya Nanang.
"Iya, putrinya Pak Dubes itu mau ulang tahun minta
dibikinkan Soto Lamongan."
"Lho memangnya Sampeyan bisa bikin Soto Lamongan?"
"Ya belum bisa."
"Lho kok Sampeyan sanggupin?"
"Lha kan ada kamu Nang. Kamu kan orang Lamongan,
pasti bisa kan bikin Soto Lamongan."
"Waduh Kang, Sampeyan itu sungguh nekat. Aku saja
yang orang Lamongan tidak bisa bikin Soto Lamongan kok.
Kalau boleh saya sarankan batalin saja Kang. Daripada nanti
mengecewakan keluarga Pak Dubes, reputasi yang Sampeyan
bangun selama ini bisa hancur lho Kang."
"Wah kamu itu Nang, penakut. Tak punya nyali. Ini
bisnis Nang. Bisnis! Nyawa bisnis itu keberanian Nang. Dalam
dunia bisnis yang berhasil adalah mereka yang memahami
bahwa, hanya ada perbedaan sedikit antara tantangan dan
peluang, dan mereka bisa mengubahnya menjadi keuntungan.
50 Aku memang belum bisa bikin Soto Lamongan, tapi aku
dulu sering makan Soto Lamongan. Kekhasan rasa dan bentuk
Soto Lamongan masih aku ingat. Yang paling penting aku
merasa bisa membikin Soto Lamongan. Dan aku yakin
kualitasnya, insya Allah sama dengan aslinya!"
50 Diadaptasi dengan sedikit perubahan dari perkataan Victor Kiam.
170 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Wah Sampeyan kadang memang nekat banget Kang!"
"Bukan nekat Nang. Ini memanfaatkan tantangan menjadi peluang. Nekat adalah untuk mereka yang tidak tahu
langkah-langkah pastinya menaklukkan tantangan. Tapi bagi
mereka yang tahu langkah-langkah pastinya itu berarti tidak
lagi nekat, tapi mengambil peluan dengan sedikit risiko!"
"Wah kata-kata Sampeyan kayak motivator besar saja
Kang. " "Yang aku katakan hanyalah berangkat dari pengalamanku selama ini Nang. Aku yakin bisa. Kalau aku mera-sa
tidak bisa pasti sudah kutolak. Kau ingat beberapa bulan yang
lalu ketika Pak Atase Perdagangan minta dibuatkan Garang
Asem khas Kudus. Jelas aku angkat tangan. Belum terbayang
bagaimana cara membuatnya. Apalagi Garang Asem banyak
khasnya. Ada khas Kudus, khas Kartasura, khas Salatiga, khas
Semarang, khas Boyolali. Saat itu aku melihat bukanlah suatu
tantangan yang bisa diubah jadi peluang. Lebih baik aku
mundur." "Tapi, Soto Lamongan setahuku juga ada kerumitannya
lho Kang." "Aku tahu yang paling penting aku yakin bisa."
*** "Kau yakin bisa La?" tanya Anna pada Laila, mahasiswi
Indonesia yang dikenal menjadi agen tiket Malaysia Air Lines
dan Singapore Air Lines. Laila mengikuti jejak kakaknya
Nasir. Boleh dikata Laila hanyalah membantu kakaknya. Karena dia mahasiswi, jadi promosi di ka-langan mahasiswi bisa ia
171 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy lakukan dengan gencar. Apalagi ia juga menjadi pengurus
Wihdah. Bedanya Laila dengan kakaknya, Laila termasuk jajaran
mahasiswi yang berprestasi. Tidak pernah tidak lulus ujian.
Sering nulis di buletin dan majalah. Sedangkan Nasir, biasabiasa saja. Aktivitasnya lebih banyak ber-bisnis di Cairo.
Selain bisnis tiket pesawat, Nasir juga bisnis warnet dan
jualan jahe. Ya jualan jahe. Dengan cara, ia pergi umrah naik
kapal. Lalu di Saudi membeli jahe yang masih segar. Jahe dari
Saudi itu asalnya juga bukan dari Saudi tapi dari Asia
Tenggara. Kebanyakan dari Thailand. Ia membeli langsung
beberapa kuintal. Ia bawa ke Mesir dan ia jual ke oran gorang
Mesir. Keuntungannya selain menutup biaya umrah, juga bisa
untuk membayar sewa rumah beberapa bulan. Sebuah bisnis
yang sangat menguntungkan.
Laila yang ditanya tersenyum.
"Ya sangat yakinlah Mbak. Tanpa harus membawa visa
dari kedutaan Malaysia Mbak bisa masuk Malaysia. Nanti
ngambil visa entri di bandara Kuala Lumpur. Kakak saya kan
pernah pulang ke Tanah Air dan transit dua minggu di
Malaysia. Hanya saja kalau Mbak mau transit masuk KL, ada
biaya tambahan lima puluh dollar Mbak." Laila menjelaskan
panjang lebar. "Untuk apa itu La?"
"Untuk meng-open tiket KL-Jakarta. Karena mau tinggal
beberapa hari di KL, maka harus open. Itu harganya lebih
mahal lima puluh dollar. Gimana Mbak?"
"Ya baiklah La. Uangnya besok insya Allah. Kapan tiket
bisa saya ambil" "
"Dua hari setelah uang saya terima Mbak."
"O ya Mbak, bisa tidak Lala tanya dikit sama Mbak?"
172 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Apa itu La?" "Saya dengar Mbak dilamar sama Mas Furqan ya Mbak?"
"Wah kalau itu tidak bisa dijelaskan via telpon La. Udah
dulu ya. Ini pulsanya sudah habis banyak. Yuk, assalamu'alaikum."
"O ya Mbak wa 'alaikumussalam."
Wajah Anna merah padam. Pertanyaan Laila itu menyentak hatinya. Dari mana dia tahu" Ia sangat yakin di kalangan
mahasiswi berita dirinya dilamar Furqan pasti mulai tersebar.
Yang membuatnya marah adalah siapa yang membocorkan ini
semua. Bukankah yang tahu masalah ini selain dirinya, seharusnya hanya tiga orang, yaitu Furqan, Ustadz Mujab dan
isterinya, Mbak Zulfa. Ada kejengkelan dan rasa marah yang
memercik dalam dadanya. Tapi ia bingung kepada siapa harus
marah. Untuk meredam amarahnya ia mengambil air wudhu.
Setelah itu ia ke ruang tamu di mana Erna dan Zahraza
sedang asyik membaca koran Al Ahram.
"Mbak kita jadi ke Palace?" tanya Erna begitu Anna
duduk di sampingnya. Anna melihat jam dinding, lalu menjawab,
"Sekarang, sudah jam tujuh lebih lima, tapi Wan Aina
dan Sholihati belum pulang. Apa tidak terlalu malam jika kita
keluar setelah mereka pulang?"
"Iya, terlalu malam. Nanti dilihat orang tidak baik."
Sahut Zahraza sambil tetap membaca.
"Atau tidak usah ke Palace saja Mbak. Nanti kalau
mereka pulang kontak Babay saja. Pesan makanan minta
diantar ke sini." Erna memberi usul.
173 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Yah, nanti kalau mereka pulang kita musyawarah. Enaknya bagaimana. Yang jelas malam ini insya Allah tetap syukuran seperti yang saya janjikan." Jawab Anna lirih. Pikiran
Anna sedang tidak pada acara syukuran dengan makan-makan
yang ia rencanakan, tapi pada berita dirinya telah dilamar
Furqan yang telah diketahui oleh orang-orang yang semestinya tidak mengetahuinya.
"Eh ini ada berita menarik di Ahram!" kata Zahraza
setengah berteriak. "Apa itu!?" tanya Erna.
"Di sini disebutkan ada mahasiswa Indonesia yang tinggal di Ighatsah Islamiyyah Hay El Thamin dirampok seseorang yang mengaku sebagai anggota mabahits. 51 Mahasiswa
ini menderita kerugian lebih dari seribu dollar. Kemungkinan
besar perampok itu memakai cara-cara hipnotis!" jelas
Zahraza. Spontan Anna berkata, "Berarti kita harus hati-hati. Jangan pergi-pergi sendirian! Ternyata di atas muka bumi ini masih banyak penjahat
berkeliaran!" 51 Badan intelijen. 174 Ilyas Mak"s eBooks Collection
12 RUMUS KEBERHASILAN Furqan baru saja pulang dari masjid ketika hand phonenya berdering. Ia lihat di layar. Panggilan dari Indonesia. Ibunya.
"Ini ibu Nak." "Ya ada apa Bu?"
"Mungkin ayah dan ibu tidak bisa ke Cairo."
"Kenapa Bu" Apa Ibu tidak ingin melihat sidang master
Furqan yang seumur hidup cuma sekali?"
Habiburrahman El Shirazy "Sebenarnya ayah dan ibu sangat ingin. Tapi ini kakakmu sedang di rumah sakit."
"Ada apa dengan kakak Bu?"
"Kakakmu pendarahan serius. Padahal usia kandungannya baru lima bulan. Ia perlu ibu di sampingnya. Sebab suaminya sedang ditugaskan di Aceh. Ia tidak bisa cuti untuk menunggui isterinya."
"Kalau ibu tidak bisa, apa ayah tidak bisa ke Cairo
sendiri?" "Ayahmu tidak mau pergi sendirian tanpa ibu. Sudahlah
kami yang di Indonesia mendoakanmu, semoga kau lulus
sidang dengan hasil terbaik. Direkam saja pakai handycam, biar
nanti ibu dan ayah bisa melihat."
"Iya Bu, baik. Semoga kakak dan janinnya selamat."
"Amin." Ada rasa kecewa yang menyusup ke dalam hatinya. Ia
ingin sekali, sidang munaqasah tesis masternya dihadiri kedua
orangtuanya. Ia telah menyiapkan semuanya. Termasuk pergi
ke Alexandria bersama ayah dan ibunya usai sidang. Tapi
benarlah kata orang bijak, manusia boleh merancang dan
merencanakan, namun Tuhanlah yang menentukan.
Ia mengambil nafas panjang. Meskipun kecewa ia tidak
ingin rasa kecewanya mempengaruhi konsentrasinya menyiapkan diri menghadapi pertarungan dalam sidang tesisnya.
Sudah setengah dari isi tesisnya yang ia baca. Ia merasa perlu
istirahat. Perutnya juga terasa lapar. Ia melihat jam tangannya. Tujuh seperempat. Ia teringat undangan makan malam
Sara. Tapi ia ragu. Ia belum kenal siapa itu Sara. Ia juga
merasa undangan itu tidak-lah penting. Meskipun Sara adalah
putri Prof. Dr. Sa'duddin. Ia tak mau kehilangan fokus. Ia tak
mau ke-hilangan konsentrasi. Ia teringat pesan guru bahasa
176 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Inggrisnya saat di Pesantren Modern dulu. Pesan yang mem buatnya sangat terinspirasi dan tergugah:
The formula for succes is simp le: practice and concentration
then more practice and more concentration. (Rumus keberhasilan
adalah simpel saja, yaitu praktik dan konsentrasi kemudian
meningkatkan praktik dan meningkatkan konsentrasi).
Undangan Sara ia anggap sebagai hal yang akan merusak
konsentrasinya. Dan itu berarti hal yang akan merusak keberhasilannya. Maka ia putuskan untuk mengabai-kannya sama
sekali. Ia memilih untuk makan malam sendiri di restaurant
hotel. Lalu kembali ke kamar untuk rileks melihat Nile TV
sebentar, lalu tidur. Ia jadwalkan jam tiga bangun.
Ia turun ke restaurant. Memilih meja yang masih kosong
di dekat jendela kaca yang menghadap ke sungai Nil. Panorama malam sungai Nil begitu indah. Suasananya begitu
romantis. Entah kenapa ia tiba-tiba teringat lamarannya pada
Anna Althafunnisa. Wajah Anna berkelebat di depan mata nya. Wajah yang luar biasa daya pesonanya. Ia merasa di
dunia ini tidak ada gadis yang seperti Anna. Ia sangat yakin
lamarannya akan sangat dipertimbangkan oleh Anna. Ia
bahkan yakin lamarannya diterirna.
"Ia sudah tahu reputasi dan sepak terjangku selama ini"
gumamnya. Ia merasa akan sangat berbahagia jika suatu saat nanti
bisa makan berdua di tempat yang begitu romantis dan indah
bersama Anna. Anna yang telah ia sunting menjadi isterinya.
Ia merasa keindahan tempat itu masih kurang tanpa adanya
Anna. Ia geleng-geleng kepala sendiri.
"Ini sudah dosa. Astaghfirullah. Saya tidak boleh membayangkan yang tidak-tidak," gumamnya dalam hati. Sementara
matanya masih asyik melihat panorama sungai Nil dengan
177 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy lampu-lampu yang berjajar di tepinya. Indah seperti taburan
mutiara. "Boleh saya duduk di sini?" Suara itu mengejutkan lamunannya. Ia terhenyak sesaat. Yang berbicara dengan bahasa
Indonesia itu adalah turis Jepang yang sudah dua kali ia temui.
Rambutnya gondrong, berkaca mata minus agak tebal.
"O boleh. Silakan." jawabnya agak gugup.
"Terima kasih."
"Anda bisa berbahasa Indonesia?" tanyanya dengan nada
heran. "Saat di SMA dulu saya pemah ikut program pertukaran
pelajar. Dan saya ditempatkan di Indonesia selama satu ta hun."
"Di mana?" "Di Yogyakarta."
"O pantas. Anda juga bisa berbahasa Arab."
"Bisa juga." "Wah boleh juga. Berapa lama Anda belajar bahasa
Arab?" "Satu tahun. Saya belajar bahasa Arab di Universitas
Aleppo, Suriah." Furqan mengangguk-anggukkan kepala. Dalam hati ia
kagum dengan orang Jepang di hadapannya. Bahasa Indonesianya bagus. Ia yakin bahasa Arabnya bagus. Bahasa Inggrisnya sangat lancar. Sebab saat berkenalan di lift orang Jepang
itu menggunakan bahasa Inggris.
"KaIau boleh tahu, dalam rangka apa Anda berada di
Cairo ini?" tanya Furqan.
178 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Emm pertama memang untuk jalan jalan. Saya sudah ke
Luxor, Sant Caterine, dan Alexandria. Kedua saya sedang
mengadakan penelitian sejarah."
"Penelitian apa kalau saya boleh tahu."
"Saya sedang meneliti cara beribadahnya orang orang
Mesir kuno yang menyembah matahari. Apa persamaan dan
perbedaannya dengan orang-orang Jepang yang juga mendewakan matahari. Apa ada interaksi antara Mesir kuno dan
Jepang kuno" Apakah dewa matahari yang disembah orang
Mesir dan orang Jepang memiliki sifat-sifat dan deskripsi
yang sama. Di samping itu saya juga menemani adik saya."
"Yang bersamamu itu."
"Iya. Namanya Fujita Kotsuhiko. Anda masih ingat nama
saya?" "Masih, nama Anda Eiji Kotsuhiko kan?"
"Ya. Ingatan Anda kuat. Anda berbakat jadi intelektual
dan ilmuwan besar." "Terima kasih."
"Adik saya sedang tertarik pada Islam."
"Tertarik pada Islam?"
"Ya. Itu setelah dia membaca buku-bukunya Maryam
Jamela dalam bahasa Inggris. Kebetulan ia kuliah di Fakultas
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sastra, Jurusan Sastra Inggris. Kalau saya Jurusan Sejarah.
Kami sama-sama di Kyoto University. Ia ingin lebih tahu tentang Islam. Apakah Anda bisa membantu mempertemukan dia
dengan orang yang tepat?"
"Bisa-bisa. O ya. Anda mau makan?"
"Wah iya. Karena asyik ngobrol sampai lupa makan.
Ayo." 179 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Keduanya lalu bangkit dan mengambil makan. Orang
Jepang itu memilih spagheti. Sedangkan Furqan memilih nasi
daging khas Yaman dengan lalap gargir dan buah Zaitun.
Minumnya ia pilih syai bil halib 52 hangat. Keduanya kembali
ke tempat semula. "Waktu di Jogja saya paling suka makan Cap Jay rebus,"
kata Eiji. "O ya." "Menurutku Cap Jay rebus termasuk makanan paling
enak di dunia." "O ya." "Waktu di Jogja dulu saya punya langganan Cap Jay di
daerah Sapen. Belakang IAIN Suka. Cap Jay Mbah Gi-man.
Rasanya mantap." "Wah jadi pengin ke Jogja."
"Tapi mungkin kau takkan merasakan Cap Jay Mbah
Giman." "Kenapa?" "Empat bulan yang lalu saya ke Jogja dan Mbah Giman
telah tiada. Yang menggantikan Mbah Giman putri bungsunya. Namanya Minarti. Hasil masakannya tak bisa menyamai
Mbah Giman. Enak sih, tapi tetap saja tidak seenak buatan
Mbah Giman." | "Kelihatannya Anda tahu banyak tentang Jogja ya."
52 Teh susu. 180 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Jogja telah jadi kota kedua bagi saya setelah Kyoto. Saya
lahir dan besar di Kyoto. Dan saya sangat terkesan dengan
Jogja." Keduanya terus berbincang sambil makan.
"Adikmu tidak makan?"
"Sebentar lagi dia datang. Dia masih asyik nonton film
Lion of Desert di kamarnya."
"Film perjuangan rakyat Libya?"
"Ya. Kami dapatkan di Attaba tadi pagi."
"Sebentar saya ambil buah Zaitun lagi."
"O ya silakan."
Furqan beranjak mengambil buah Zaitun hijau. Ketika ia
kembali, Fujita telah duduk di samping kakaknya.
"Fujita, ini Furqan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Cairo University, yang berjumpa dengan kita di lift tadi
siang. Masih ingat?" kata Eiji dalam bahasa Inggris.
"Tentu," jawab Fujita sambil mengangguk pada Furqan.
"Saya sering dapat cerita tentang Indonesia dari kakak saya
ini. Tapi saya belum pernah pergi ke sana," sambung Fujita
sambil menatap Furqan. "O ya," jawab Furqan sambil menatap Fujita sesaat. Mata
keduanya bertemu. Furqan dengan reflek menundukkan pandangannya ke beberapa butir buah Zaitun yang ada di piringnya. Ia harus mengakui adik Eiji itu layak jadi model. Saat di
lift ia sama sekali tidak mem-perhatikannya. Wajah Fujita
mengingatkannya pada bintang film Mandarin, Rosamund
Kwan. Tapi jauh lebih segar Fujita.
Ia merasa tidak boleh berlama-lama berbincang bincang
dengan dua Jepang kakak beradik itu. Ia bisa menakar iman181
Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy nya. Imannya tidak akan kuat berhadapan dengan gadis secantik Fujita. Ia makan dengan lebih cepat. Sesaat lamanya
keheningan tercipta. Tiba tiba Fujita membuka suara,
"Dari kartu nama Anda yang Anda berikan kepada Eiji
saya tahu Anda kuliah di jurusan sejarah. Jurusan yang sama
dengan Eiji. Kalau boleh tahu, menurut Anda apa sih istimewanya mempelajari sejarah"Apakah mempelajari sejarah tidak
hanya membuang-buang waktu, sebab membuat orang terpaku pada masa lalu. Masa yang memang sudah hilang dan tak
perlu dibicarakan" Apa tidak lebih baik mempelajari kemungkinan-kemungkinan untuk eksis di masa yang akan datang?"
"Itu lagi yang kau diskusikan. Bukankah sudah sering aku
jelaskan Fujita?" potong Eiji.
"Iya. Aku sudah mendengar panjang lebar jawabanmu.
Tapi menurutku terlalu teoretis. Aku belum puas. Siapa tahu
mahasiswa Cairo University dari Indonesia ini punya jawaban
lain yang lebih simpel dan membumi," debat Fujita.
Furqan memasukkan sendok terakhir ke mulutnya dan
mengunyahnya dengan tenang. Dua Jepang kakak beradik itu
menunggu apa yang akan diucapkan Furqan.
"Sejarahlah yang memberitahu kepada kita siapa sebenarnya kedua orang tua kita. Siapa nama kakek nenek kita.
Sejarah jugalah yang memberitahu kepada kita tempat dan
tanggal lahir kita. Sejarah juga yang akan memberitahukan
kepada generasi mendatang bahwa mereka ada sebab kita
lebih dulu ada. Jika mereka maju, maka sejarah yang akan
memberitahukan kepada mereka bahwa kemajuan yang mereka capai tidak lepas dari keringat kita dan orang-orang yang
lebih dulu ada. Orang yang tidak memperhatikan sejarah masa
lalu sangat memungkinkan jatuh ke dalam lubang yang sama
dua kali, bahkan mungkin berkali-kali. Dan itu sungguh suatu
182 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
kecelakaan yang pasti sangat menggelikan. Kira-kira itulah
jawaban sederhana atas pertanyaan Anda, Nona Fujita."
"Eemm. Sederhana penjelasannya, tidak teoretis, tapi dalam muatannya. Terima kasih," tukas Pujita seraya memanggut-manggutkan kepalanya.
Furqan melihat jam tangannya, ia harus kembali ke
kamarnya. "Maafkan saya. Saya harus kembali ke kamar. Saya ada
pekerjaan yang harus saya selesaikan," kata Furqan undur
diri. "Wah, sayang, sebenarnya masih ada banyak hal yang
ingin saya tanyakan. Bolehkan lain kali saya meng-hubungi
Anda?" tanggap Fujita.
"O. tentu, boleh saja. Nama dan alamat saya di Mesir dan
di Indonesia ada di kartu nama yang telah saya berikan kepada
kalian." "Baik, terima kasih atas waktunya," kata Fujita.
"Dua bulan lagi saya ada rencana ke Bandung dan Jogia.
Semoga saat itu kau ada di Indonesia," sambung Eiji sambil
tersenyum. "Semoga. Yang penting kalau kalian sedang berkunjung
di Indonesia hubungi saya. Kalau kebetulan saya ada di Indonesia kalian bisa saya ajak jalan jalan di Jakarta dan sekitarnya. Baik saya naik dulu. Mari."
"Mari!" Sahut Fujita dan Eiji hampir berbarengan.
Furqan bergegas naik. Sampai di kamar ia langsung
merebahkan tubuhnya di kasur. Keinginannya menonton Nile
TV telah hilang. Ia meniatkan diri untuk bangun jam empat.
183 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Ketika hendak memejamkan mata, telpon kamarnya berdering.
Dengan sangat malas ia angkat,
"Siapa ya?" "Sara." "O Nona Sara. Maaf saya tidak bisa menghadiri undangan Nona."
"Saya sangat kecewa! Dan saya yakin suatu saat nanti
Anda akan sangat menyesal!"
Dan klik. Telpon itu diputus. Ada nada kemarahan yang
sangat dalam pada kalimat yang didengar Furqan. Furqan
hanya menarik nafas panjang lalu kembali merebahkan badan.
Sebelum memejamkan mata, bayang-an wajah Sara hadir
sesaat lalu disapu hadirnya wajah Fujita yang sangat ketimuran. Ia teringat lamarannya pada Anna, segera ia mengucapkan istighfar. Lalu ter-tidur dengan bibir melepas zikir.
*** Azzam masih kerja di dapur. Sementara teman temannya
satu rumah sudah pulas. Nasir belum pulang. Masih ada satu
panci adonan bakso yang harus ia selesaikan. Tangan kirinya
belepotan adonan. Ia ambil adonan. Ia pencet. Adonan itupun
keluar dari sela ibu jari dan telunjuk-nya. Langsung berbentuk
bulat. Denga sendok yang ia pegang dengan tangan kanan ia
ambil adonan itu dan langsung ia masukkan ke dalam air
panas yang telah mendidih.
Begitulah cara membuat bola bakso yang benar. Memencet adonan harus dengan tangan kiri. Menyen doknya
dengan tangan kanan. Kalau dibalik hasilnya tidak seperti
yang diharapkan. Itu ilmu sederhana, namun sangat penting
bagi pembuat bakso. Ilmu yang mungkin tidak ditulis dalam
buku-buku resep memasak, apalagi dalam buku-buku ilmiah.
184 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Azzam terus membuat bola demi bola dan memasukkannya ke dalam air panas. Kepalanya sudah terasa panas. Mata nya telah merah. Tubuhnya telah minta istirahat. Tapi malam
itu juga harus selesai. Ia tidak boleh kalah oleh matanya yang
merah. Ia harus disiplin. Jika tidak, besok pagi pekerjaannya
akan menumpuk, dan akibatnya bisa berantakan. Tapi jika ia
tetap teguh disiplin dan menyelesaikan pekerjaan yang harus
selesai malam itu, maka semua akan lebih mudah. Pekerjaan
pekerjaannya yang lain akan selesai pada waktunya. Memang,
satu disiplin akan mendatangkan disiplin yang lain. Itu yang
ia rasakan. Ia melihat jam tangannya. Sudah setengah sebelas malam.
Ia istirahat sebentar, berjalan ke balkon melihat ke jalan raya
yang tampak sepi. Tapi kedai kopi di sam-ping jalan masih
buka dan ramai.Beberapa orang duduk menghisap shisha. Yang
lain main kartu. Satu orang terli-hat duduk asyik menonton
televisi yang sedang memutar film hitam putih yang dibintangi Fatin Hamama, bintang film legendaris Mesir. Ia
menghela nafas. Dalam hati ia berkata,
"Mereka kok bisa hidup dengan begitu santainya. Hidup
di dunia seolah sudah berada di surga. Membuang-buang waktu dengan percuma begitu saja. Ah andai waktu me-reka bisa
aku beli dengan beberapa pound saja pasti aku beli. Sehingga
aku bisa kuliah setiap hari, membaca buku yang banyak setiap
hari tapi juga bisa membuat bakso dan tempe setiap hari."
Ia kembali ke dapur. Kembali mengakrabi adonan baksonya. Meski mata telah merah, dan kepala terasa panas, tapi
ia merasa bahagia. Ia tidak merasakan apa yang ia lakukan itu
sebagai penderitaan. Baginya kebahagiaan bukanlah sekadar mengerjakan apa
yang ia senangi, atau kebahagiaan adalah menyenangi apa
yang ia kerjakan. Ia yakin bahwa kekuatan yang diberikan
185 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy oleh Allah kepadanya lebih besar ketimbang apapun. Jadi segala jenis pekerjaan harus diselesaikannya dengan baik dan
sempurna. Kemampuan yang diberikan Allah kepadanya lebih
besar dari tantangan yang harus diatasinya. Ia yakin Allah
selalu bersamanya. Allah sangat memperhatikannya. Dan
Allah tidak akan menyeng-sarakannya karena bekerja keras.
Justru sebaliknya, Allah akan memberikan keberkahan karena
bekerja keras. Waktu terus berjalan. Ia mendengar pintu diketuk. Ia
beranjak ke pintu. Ia lihat siapa yang mengetuk dari lubang
yang berisi lensa pembesar di pintu. Di negeri orang kewaspadaan harus senantiasa dijaga. Keselamatan terjaga karena
sikap yang waspada. Ternyata Nasir. la buka pintu.
"Assalamu'alaikum, Kang," sapa Nasir begitu pintu terbuka.
"Wa 'alaikumussalam. Malam sekali Sir, dari Tanta jam
berapa?" tanya Azzam sambil perlahan menutup pintu.
"E... jangan ditutup Kang, saya bawa teman, ia sedang
beli sesuatu. Tadi dari Tanta habis Maghrib," jawab Nasir.
"Teman" Orang Indonesia?" tanya Azzam menyelidik.
"Bukan. Orang Mesir. Orang Tanta."
"Orang Mesir?" Azzam kaget.
"Iya. Nggak apa-apa kan Kang" Dia orang baik kok."
"Sir, kamukan sudah lama di Mesir. Dan kamu sudah tahu bagaimana kita harus berhati-hati! Kenapa kamu tidak minta ijin kami dulu!" Azzam berkata tegas sebagai kepala rumah
tangga. "Afwan Kang. Ini juga tidak saya sengaja. Kami bertemu
di Ramsis. Saya kenal baik dengannya. Saya pemah ke rumahnya dan saya dijamu oleh keluarganya. Saya mulanya basa-basi
186 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
saja menawarkan dia berkunjung ke rumah dan menginap.
Saya kira dia pasti tidak mau. Ee ternyata kok mau. Lha
bagaimana lagi" Masak harus menjilat ludah sendiri. Ya sudah
akhirnya saya ajak dia."
"Kamu sembrono Sir! Kalau kau bisa menemukan jalan
keluar agar dia tidak menginap di rumah ini sebaiknya kau
lakukan! Sebagai imam di rumah ini aku tidak meng-ijinkan!"
tegas Azzam. Ia merasa, sudah menjadi tanggung jawabnya
untuk menjaga kenyamanan dan keamanan anggota keluarganya.
"Tolonglah Kang! Sekali ini saja! Apalagi kita kan harus
menghormati tamu!" "Apa kau mengira aku tidak bisa menghormati tamu,
Sir"!" Suara Azzam meninggi. Nasir pucat Azzam adalah
orang yang dulu menjemputnya di bandara saat pertama kali
ia datang. Azzam juga yang dulu sangat sabar mengajarinya
memahami beberapa muqarrar awal-awal masuk kuliah. Ia sangat segan kepadanya. Ia sangat takut jika Azzam yang telah
ia anggap sebagai kakaknya itu marah.
"Bukan begitu Kang. Baiklah saya akan berusaha dia tidak menginap di sini. Tapi tidak apa-apa kan beberapa menit
dia masuk dan minum teh di sini?"
"Ya, boleh. Besok -besok lagi lebih hati-hati. Kita ini di
negeri orang, jangan banyak basa-basi kayak di kampung
sendiri! Saya ke dapur dulu menyelesaikan pekerjaan ya. Biar
sekalian saya masakkan air," kata Azzam seraya berjalan ke
dapur. Nasir duduk di ruang tamu. Tak lama kemudian seorang
pemuda Mesir, bertubuh agak gempal memakai baju hijau tua
datang. Nasir mempersilakan masuk. Pemuda Mesir itu mem bawa roti dan kabab.
187 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Teman-temanmu sudah tidur ya?" tanya pemuda Mesir
itu pada Nasir. "Iya. Sudah malam. Tadi masih ada satu orang yang
belum tidur," jawab Nasir seraya memberi isyarat kepada
pemuda itu untuk duduk. Ia lalu menutup pintu.
"Kalian berapa orang di rumah ini?"
"Kami berenam."
"Ada berapa kamar?"
"Tiga. " "Jadi satu kamar dua orang. Ada satu orang yang satu
kamar sendiri" Apakah itu kau?"
"Tidak. Saya juga berdua."
"Lalu nanti aku tidur sama siapa?"
"Itu gampang. Sebentar ya saya bikin teh," Nasir bangk it
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke dapur. "Jangan lupa saya tehnya yang kental dan gulanya
banyak," seru pemuda itu.
Tak lama kemudian Nasir keluar diiringi Azzam. Tangan
Azzam telah bersih. Ia telah selesai dari pekerjaannya. Azzam
keluar dengan menyungging senyum. Pemuda Mesir itu
berdiri dengan tersenyum.
"Ana min Tanta. Ismi Wail. Wail El Ahdali." 53 Pemuda itu
menjabat tangan Azzam dan memperkenalkan diri.
"Ahlan wa sahlan. Syaraftana bi ziyaratik. Ismi Azzam.
Khairul Azzam," 54 jawab Azzam.
53 54 Saya dari Tanta. Nama saya Wail. Wail El Ahdali.
Ahlan wa sahlan. Engkau telah memuliakan kami dengan kunjunganmu.
188 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Masya Allah. Namamu bagus sekali. Kau pasti orang
yang memiliki kemauan keras dan karakter yang kuat." Ujar
pemuda Mesir bernama Wail. Orang Mesir me-mang paling
suka memuji orang yang diajak bicara.
"Doanya. Maaf saya tinggal dulu ya. Terus terang saya
harus istirahat. Jika perlu apa-apa minta saja sama Nasir."
Azzam minta diri. Ia benar-benar lelah. Ia tidak mau terlalu
lama di ruang tamu. Sebab orang Mesir jika diajak ngobrol
bisa berjam jam tidak selesai.
"Tidak makan roti dan kabab ini bersama kami?" Wail
berusaha menahan. "Terima kasih. Saya masih kenyang. Saya tinggal dulu
ya." Jawab Azzam sambil tersenyum.
"Ya. Terima kasih. Semoga istirahatmu nyaman," jawab
Wail. Sebelum masuk kamar Azzam sempat berkata pada Nasir
dengan bahasa Jawa, "Sir, ojo lali yo. Ojo kok inepke neng kene. Ora tak ijini! Wis
aku tak turu ndisik!" 55
Nasir mengangguk. Azzam mengangguk sekali lagi ke
Wail. Wail pun mengangguk dengan tersenyum.
Dalam hati Azzam minta maaf melakukan hal itu. Tetapi
ia merasa sudah menjadi tugas dan kewajibannya menja-ga
keamanan rumahnya. Bukan ia berburuk sangka pada pemuda
Nama saya Azzam. Khairul Azzam.
55 Sir, jangan lupa. Jangan kauinapkan di sini. Tidak aku ijinkan. Sudah, aku tidur dulu!
189 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Mesir itu, tetapi bersikap waspada adalah jalan terbaik untuk
tidak berburuk sangka pada siapa saja.
190 Ilyas Mak"s eBooks Collection
13 TAMU TAK DIUNDANG Malam itu Anna tidak bisa tidur gara-gara pertanyaan
Laila tentang lamaran Furqan itu. Pikirannya tidak tenang.
Sudah tiga bulan lamaran itu disampaikan Mbak Zulfa kepadanya, tapi ia belum juga bisa mengambil keputusan. Ini adalah
waktu terlama baginya dalam menimbang sesuatu. Entah kenapa kali ini tidak mudah baginya untuk mengatakan "tidak",
seperti sebelum-sebelumnya.
Ia benar-benar belum menemukan alasan untuk menolak
lamaran Mantan Ketua PPMI yang terkenal cerdas dan tajir
itu. Juga tidak mudah untuk mengatakan "ya". Ia belum merasakan kemantapan hati untuk menjadi pen-damping hidupnya.
Habiburrahman El Shirazy Ia sendiri tidak mengerti kenapa tidak juga merasakan kemantapan hati. Ia tidak mungkin melangkah tanpa kemantapan
hati. Baginya menerima lamaran seseorang kemudian menikah
adalah ibadah. Dan ibadah tidak sempurna jika tidak disertai
keman-tapan hati dan jiwa.
Jarum jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul dua
dini hari. Matanya tidak mau terpejam. Bagaimana jika Furqan, atau Mbak Zulfa mendesaknya lagi untuk segera mem beri kepastian" Ia bangkit dari kasur. Duduk dan menunduk.
Kedua matanya yang sedikit merah menggu-ratkan kelelahan.
Namun sama sekali tidak mengurangi pesona kecantikannya.
Dari kamar sebelah sayup-sayup ia mendengar suara detak
keyboard komputer. Dari kamar Wan Aina. Mahasiswi asal
Selangor Malaysia yang pernah belajar di Diniyah Putri
Padang Panjang itu memang seorang pekerja keras.
Anna tahu persis gadis Melayu pecinta lagu-lagunya
Ummi Kultsum itu benstirahat hanya dua jam. Ia sangat salut
padanya. Wajar, jika tahun pertama di S.2 Al Azhar dilaluinya
dengan mudah. Tak ada satu mata kuliah pun yang tertinggal.
Anna beranjak ke kamar Wan Aina. Mengetuk pintunya
pelan. "Masuk saja!" Suara Wan Aina dari dalam kamar.
Anna membuka pintu dan masuk perlahan. Wan Aina
duduk di depan komputer tanpa jilbab. Rambutnya dipotong
pendek. Sedikit di atas bahu. Matanya terfokus pada buku
yang ia letakkan di samping kanan monitor komputernya.
Sementara sepuluh jarinya yang lentik menari-nari indah di
atas tuts-tuts keyboard komputer Anna mendekat berdiri di
sampingWanAina. "Nerjemah apa Wan?"
"Ini Kak, nerjemah cerpennya Ibrahim Ashi," jawab Wan
Aina. Ia memang biasa memanggil Anna kakak, "Nak ku-kirim
192 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
ke majalah sastra miliknya Dewan Bahasa dan Pustaka di KL,"
lanjut Wan Aina sambil sesekali membe-tulkan tulisan yang
salah. "Apa judulnya Wan?"
"'Alal Mughtasal. Sebuah cerpen yang penuh kritik sosial.
Ada kalimat dari Ibrahirn Ashi yang menggelitik sekali." Jelas
Wan Aina sambil tetap mengetik.
"Kalimat apa itu Wan?"
"Ibrahim Ashi menulis: Orang-orang kaya tidak mati mati...
Orang-orang kaya bisa menyuap Izrail."
"Ada-ada saja sastrawan itu. Eh Wan, ngomong ngomong kamu pernah nggak dikhitbah seseorang?"
"Apa Kak" Dikhitbah?" Wan Aina menghentikan jari
jemarinya. Ia memalingan wajahnya ke Anna.
"Ya. Dikhitbah. Dilamar. Pernah nggak kamu dilamar
seseorang untuk dijadikan isterinya." Anna mengulang perta nyaannya dengan lebih jelas.
"Ya pernah lah. Sudah dua kali. Tapi dua-duanya aku
tolak mentah-mentah!"
"Kenapa?" "Sebab aku tidak yakin bisa mencintai dia."
"Meskipun agamanya baik?"
"Ya. Yang kucari adalah yang agamanya baik dan aku
yakin bisa mencintainya. Aku bisa berbakti padanya dengan
penuh rasa suka, rasa cinta dan ikhlas. Kenapa Kak Anna tibatiba bertanya khitbah padaku" Apa ada yang mengkhitbah
lagi?" "Iya. Tapi yang ini membuatku susah."
193 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Kenapa?" "Aku belum yakin bisa mencintainya. Namun aku juga
masih merasa berat jika menolaknya." Terang Anna pada
WanAina. Selama ini Wan Aina adalah teman yang pa-ling
aman diajak bicara dari hati ke hati. Ia sangat dewa-sa dan
bisa menjaga rahasia. "Menurutku kakak tidak usah tergesa-gesa. Kak Anna
tunggu dulu sampai benar-benar siap mengambil kepu-tusan
yang matang. Jika yang mengkhitbah tidak sabar, ya biar
mundur. Jangan tergesa-gesa memutuskan Kak. Tergesa-gesa
itu datangnya dari setan. Menentukan siapa yang jadi
pasangan hidup kita itu ibarat sama dengan menentukan nasib
kita selanjutnya. Harus benar benar matang dan penuh pertimbangan. Oh ya Kak, ba-gaimana tiketnya" Sudah beres?"
"Besok saya bayar insya Allah. Dua hari lagi bisa saya
ambil." "Baguslah. Tiket Aina sudah Aina ambil. Kita jadi ke
Kuala Lumpur awal pekan depan, insya Allah Hari Ahad kita
ikut seminar sehari tentang Ulama Perempuan di Asia Tenggara yang diadakan PMRAM, HW, PPMI, Wihdah dan ICMI
di Auditorium Shalah Kamil. Hari Seninnya kita terbang ke
KL. Keluarga saya akan menanti kita di air port. Kak Anna tak
usah kuatir. Saya sudah cerita semua pada mereka. Mereka
sangat berbahagia dengan kedatangan Kakak."
"Terima kasih Wan. Mungkin dengan pergi ke Malaysia
pikiranku bisa lebih jernih dan tenang. Dan kupikir ma-salah
khitbah ini perlu aku musyawarahkan dengan abah dan
ummiku di Indonesia."
"Itu lebih baik Kak."
"Kau sudah Tahajud Wan?"
"Belum Kak." 194 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Kita Tahajud bareng yuk. Kita gantian jadi imam biar
sekalian muraja'ah." 56
"Boleh Kak. Tapi aku selesaikan satu halaman ini dulu ya.
Kakak ambil wudhu dan shalat dulu saja di kamar kakak.
Nanti saya ke sana."
"Baiklah." Jawab Anna dan langsung bergegas mengambil wudhu.
*** Jam beker di kamar Azzam terus berdering. Azzam masih
saja pulas. Jarum menunjukkan pukul dua empat puluh menit.
Tak lama kemudian jam beker itu berhenti. Lima menit
kemudian jam beker yang satunya berdering. Sudah menjadi
kebiasaan Azzam memasang dua beker untuk mengamankan
dirinya agar bisa bangun malam. Ia masih ingat pesan ibunya
sebelum berangkat ke Mesir, Jangan tingga lkan shalat
malam!" Jam beker kedua sudah dua menit berdering, Azzam tidak
juga bangun. Tiba-tiba...
Dar... dar... dar..! Azzam tersentak. Seluruh penghuni rumah itu juga
terbangun kaget! Dan... Dar..dar..dar...! Iftahil baab! If tahil baab!
57 Ada suara mengetuk pintu dengan keras disertai perintah
untuk membuka pintu juga dengan suara keras Mata Azzam
56 57 Mengulang hafalan (Al-Quran).
Buka pintu! Buka pintu! 195 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy masih berkunang-kunang. Kepalanya masih tera-sa sangat
berat. Namun telinganya bisa menangkap jelas suara perintah
membuka pintu itu. Ia bisa menangkap dengan jelas itu adalah
suara orang Mesir. Belum sempat beranjak dari tempat tidur.
Gedoran keras kembali terde-ngar.
Dar..dar..dar...! Iftahil baab! Iftahil baab!
Ia tersadar dengan membawa kemarahan di ubun ubun
kepalanya. "Orang Mesir tak tahu adab dan sopan-santun! Malammalam menggedor-gedor rumah orang seenaknya. Me-mang
rumah mbahnya apa!" Sengitnya pada diri sendiri seraya
berjalan cepat ke ruang tamu. Teman temannya yang lain
sudah bangun. Nanang mengikutinya di bela -kang. Ketika ia
hendak membuka pintu, gedoran di pintu mengagetkannya,
Dar..dar..dar...! Iftahil baab! Iftahil baab!
Spontan ia berteriak keras:
"Na'am ya alilal adab! "
58 Lalu membuka pintu. Begitu pintu terbuka ia kaget bukan kepalang. Seorang berpakaian serangam hitam lang-sung
menodongkan senjata kepadanya dan membentak,
"Mana Wail!" Ia mundur. Ali menyalakan lampu. Seketika tiga orang
berseragam hitam menerjang masuk dan langsung me-nutup
pintu. Azzam berusaha tenang, meski nyalinya ciut saat itu.
58 Ya, hai orang yang kurang ajar!
196 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
"Di rumah ini tak ada yang bernama Wail! Kami juga
tidak mengenal Wail kecuali Wail Kafuri penyanyi pop yang
terkenal itu." Jawab Azzam tenang dengan suara sedikit
bergetar. "Jangan bohong! Kami yakin Wail El Ahdali ada di rumah ini! Kami akan periksa. Jika ia ada di rumah ini, ka-lian
semua akan kami bawa! Kami mabahits 59 dari amn daulah! " 60
Orang Mesir tinggi besar dan berkumis tipis itu menjelaskan
siapa mereka dengan nada ancaman yang membuat Azzam
tersadar dengan siapa dia berhadapan.
Azzam langsung pasrah. Jika Nasir mengabaikan perintahnya dan Wail masih ada di situ, menginap di situ, maka
habislah orang satu rumah. Ia sangat berharap Nasir mematuhi perintahnya. Entah kenapa, ia yakin Wail tidak ada di
situ, maka dengan tegas ia menjawab,
"Kapten, meskipun kalian mabahits, kalian tidak bisa seenaknya masuk rumah kami tanpa ijin. Tidak bisa seenaknya
menginjak-injak kehormatan kami. Kami tidak kenal siapa itu
Wail yang kalian maksud. Di rumah ini tidak ada yang bernama Wail. Sebaiknya kalian segera keluar dari rumah n
i i. Karena kami tidak mengijinkan kalian masuk!"
"Sebaiknya kau diam saja di tempatmu. Jangan macammacam!" bentak si Kumis Tipis pada Azzam, lalu memerintahkan tiga anak buahnya untuk memeriksa seluruh sudut
ruangan. Ali, Nanang dan Fadhil berdiri gemetar. Bibir mereka
biru. Tak sepatah kata pun mereka ucapkan. Tak terasa ada
yang membasahi celana Fadhil. Anak Aceh itu didera keta kutan yang amat sangat. Trauma beberapa tahun silam lang59
60 Inteljen. Keamanan Negara. 197 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy sung hadir kembali. Kejadian saat itu langsung mengingatkannya pada kejadian tujuh tahun silam di Aceh, saat rumahnya didatangi tentara berseragam tengah malam. Mereka
menuduh ayahnya sebagai anggota gerakan pengacau
keamanan yang dianggap paling menyengsarakan rakyat Aceh
dan dianggap membaha-yakan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ayahnya yang hanya seorang guru ngaji biasa, dan pedagang biasa, jadi bulan-bulan tentara-tentara itu. Ayahnya lalu
dibawa pergi. Satu bulan kemudian tentara-tentara itu datang
lagi membawa ayahnya ke rumah dalam kondisi antara hidup
dan mati. Satu hari berikutnya ayahnya meninggal di pangkuannya dengan mening-galkan pesan singkat,
"Jangan menyimpan dendam. Jadilah Muslim sejati! Jadilah orang Aceh sejati!"
Tiba-tiba Fadhil merasa tulang-tulangnya seperti hilang.
Ia merasa seperti lumpuh. Lalu ingatannya hilang. Ia pingsan.
Tubuhnya ambruk di lantai. Azzam kaget. Demikian juga Ali
dan Nanang. Azzam terpaku sesaat di tempatnya. Ia ragu
untuk mendekati Fadhil. Namun sebagai kepala rumah tangga
ia harus bertanggung jawab. Maka dengan cepat ia melihat
kondisi Fadhil. Ali dan Nanang masih mematung di tempatnya.
"Jika ada apa-apa dengan temanku ini, kalian harus bertanggung jawab. Jika misalnya ia terkena serangan jantung
dan mati, maka kalianlah pembunuhnya dan itu akan diselesaikan secara diplomatik!" Geram Azzam sambil memandang si
Kumis Tipis. Ia lalu memeriksa denyut nadinya. Masih. Si
Kumis Tipis ikut memeriksa lalu berkata,
"Dia hanya kaget. Tak apa-apa. Nanti juga bangun!"
Tiga orang intelijen berseragam hitam masih memeriksa
di kamar. Mereka meneliti kondisi kamar dengan seksama.
198 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Termasuk buku-buku yang ada di semua kamar. Lima belas
menit kemudian, mereka keluar dan membe-rikan laporan
pada si Kumis Tipis, "Komandan, yang kita cari tak ada di rumah ini. Setelah
kami periksa juga tak ada yang mencurigakan. Buku buku
yang mereka baca biasa saja!"
"Hmm begitu ya! Tapi aku kok masih merasa laporan ke
kita bahwa Wail ke sini adalah benar. Tukang sayur itu sangat
tajam dan jarang meleset!" Kata si Kumis Tipis yang ternyata
adalah komandan operasi mabahits itu.
Azzam mendengar dengan seksama. Kalimat yang terakhir disampaikan sang komandan menjadi catatan baginya.
Tukang sayur yang mana yang menjadi anggota mabahits itu.
Azzam meminta Ali dan Nanang mengangkat Fadhil ke
tempat tidurnya. Dalam hati ia bersyukur, Nasir dan Wail
yang beberapa jam yang lalu ada di situ, saat itu tidak ada di
situ. Komandan berkumis tipis itu melakukan pemeriksaan
ulang dengan lebih teliti. Ia juga melihat ke kolong tempat
tidur, kamar mandi dapur dan dua balkon. Ia tidak menemukan apa yang ia cari. Ia lalu mengorek-ngorek tempat sampah.
Dan menemukan sesuatu. Beberapa biji tusuk kabab, dan bungkus roti. Ia bawa barang bukti yang membuatnya merasa
menang. Di kamar Fadhil, Azzam memberitahu kepada Ali dan
Nanang agar lebih banyak diam. Biar dia nanti yang bicara
menghadapi para mabahits itu. Mereka diminta mengiyakan
apa yang dikatakannya dan menidakkan apa yang ditidakkannya. Azzam menduga komandan mabahits itu akan melakukan penyelidikan serius dan akan menginterogasi dirinya dan
teman-temannya untuk mendapatkan apa yang dicari. Ia
sendiri tidak mau tahu apa urusan mabahits Mesir itu dengan
199 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Wail, pemuda yang dibawa Nasir. Yang paling penting
baginya adalah menyelamatkan dirinya dan seluruh anggota
keluarganya dari bahaya yang sedang mengancam mereka.
Dugaan Azzam benar. "Kalian bertiga keman! Temanmu yang pingsan itu biar
ditunggui anak buahku. Tenang, aku akan bertanggung jawab
jika ada apa-apa dengan temanmu yang penakut itu!" Kata
komandan itu pada Azzam, Ali dan Nanang tegas.
Azzam bangkit ke ruang tamu diikuti Ali dan Nanang.
Meskipun ia sebenarnya sangat marah dan jengkel, tapi ia
sadar bahwa dirinya tinggal di negeri orang.
Azzam duduk di hadapan sang komandan. Ali dan Nanang duduk di sampingnya. Sang komandan memegang tusuk
kabab sambil tersenyum, "Tolong jawab, siapa yang membeli kabab dan roti ini" "
Azzam langsung sadar akan digiring ke mana ia dan
teman-temannya. Maka dengan tegas Azzam menjawab,
"Saya!" Dalam hati ia meneruskan: "tidak membelinya."
Sebab ia tahu yang membeli adalah orang yang dicari mabahits
itu. "Kamu"!" Komandan itu kaget dengan ketegasan Azzam.
"Ya." tegas Azzam. Ali dan Nanang tegang.
"Benarkah perkataannya" Hei kau, siapa namamu?" tanya
komandan kepada Ali. "Nama saya Ali. Jika dia yang mengatakan ya berati ya."
Jawab Ali pelan. "Apa kau tahu kapan dia belinya?"
"Persisnya saya tidak tahu. Saya tidur awal tadi. Dan dia
selalu tidur paling akhir. Bisa jadi saat saya tidur dia membeli
200 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
kabab dan roti itu untuk mengisi perutnya yang lapar. Sebab
dia tidak bisa tidur jika perutnya lapar."
Komandan itu mengerutkan dahi. Dengan sedikit mengejek Azzam berkomentar santai,
"Malam ini adalah malam yang takkan kami lupakan.
Selama ini kami merasa berada di sebuah negara yang sangat
menjaga sopan santun. Dugaan kami ternyata keliru. Malam
ini kami dibangunkan dengan paksa hanya untuk ditanya tentang siapa yang membeli tusuk kabab. Kenapa tidak memerintahkan kepada semua penjual kabab agar setiap pembelinya
menyerahkan tanda pengenal untuk didata. Sehingga dengan
mudah akan diketahui siapa saja yang membeli kabab."
Kata-kata Azzam itu membuat telinga komandan mabahits
panas. Serta merta ia menunjukkan bahwa dialah sebenarnya
sang tuan rumah. "Tolong tunjukkan paspor kalian! Saya ingin tahu apa
kalian legal berada di negeri ini!" Kata sang komandan dengan
nada marah. "Sebentar. Kami ambilkan!" Jawab Azzam. Ia lalu bangkit menuju kamarnya untuk mengambil paspor. Hal yang
sama dilakukan oleh Ali dan Nanang. Mereka bertiga menyerahkan paspor kepada komandan itu. Sang komandan lalu
memeriksa paspor-paspor itu dengan seksama. Tak ada yang
tidak beres. Namun komandan itu masih belum puas.
"Kalian satu rumah ini berapa orang?" Selidik komandan
itu. Dengan tegas Azzam menjawab, "Lima orang, ditambah
saya jadi ada enam orang! " Azzam tidak berani bohong. Sebab
ia yakin komandan itu akan mencari kepastian dengan melihat
akad kontrak sewa rumah. Yang biasanya, di akad kontrak itu,
tertera berapa orang yang mengisi rumah itu.
201 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy "Jadi enam orang ya?" Ulang komandan.
"Ya." "Berarti dua orang tidak ada di rumah?"
"Ya." "Di mana mereka?"
Azzam pura-pura bertanya pada Ali, "Di mana mereka
Li?" Ali menjawab jujur seperti yang ia ketahui "Yang satu
sedang di Tanta dan yang satunya di Katamea."
"Di Tanta dan Katamea?" Ulang komandan.
"Ya!" Jawab Ali tegas.
"Untuk apa kira-kira teman kamu pergi ke Tanta" Dan
untuk apa pergi ke Katamea," tanya komandan dengan tetap
mengarahkan pandangan ke Nanang.
"Ya, biasa berkunjung ke rumah teman. Sesama orang
Indonesia. Mahasiswa Indonesia kan tidak hanya di Cairo."
"Siapa nama teman kalian yang ke Tanta itu?"
"Nasir." "Yang ke Katamea?"
"Hafez." "Tolong saya ingin lihat surat akad perjanjian sewa
rumah ini!" Pinta Sang Komandan.
Dugaan Azzam kembali benar. Azzam langsung bergegas mengambil surat yang diminta. Sejurus kemudian surat
akad sewa rumah itu telah ada di tangan sang komandan berkumis tipis. Surat itu diteliti dengan seksama terutama nama202 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
nama penghuni rumah. Semua sesuai dengan keterangan
Azzam. Komandan itu mengangguk-anggukkan kepala.
"Mungkin benar kata anak buah saya, kami salah rumah.
Kami minta maaf atas kelancangan kami malam ini. Kami
minta diri!" Kata sang komandan dengan wajah lebih bersahabat.
"Bagaimana dengan teman kami yang kalian buat pingsan. Kami minta pertanggung jawaban!" tukas Azzam.
"Dia tidak apa-apa. Hanya ketakutan saja. Kau lihat kan
dia sampai kencing. Nanti dia akan bangun dan baik kembali.
Anggap saja ini latihan membina mental dia." jawab komandan itu diplomatis.
"Kalau ada apa-apa dengan dia bagaimana" Apa kalian
akan lepas tangan begitu saja" Kalau kalian tidak mau bertanggung jawab, kasus ini akan kami angkat ke permukaan.
Akan kami tulis di koran-koran dunia. Kami akan minta
wartawan yang bisa menulis untuk menulisnya." Azzam tak
mau kalah, sebab ia merasa benar. Sudah menjadi watak
Azzam untuk sebuah kebenaran ia siap berduel sampai mati.
"Baiklah. Jika ada apa-apa temui saya di kantor mabahits
Abbasea. Nama saya Hosam. Lengkapnya Letnan Kolonel
Hosam Qatimi. Saya akan urus semua. Sekarang kau rawat
dulu. Jangan banyak berbuat ulah di Mesir. Ijin kalian di sini
hanya untuk belajar. Ingat itu!"
Tanpa menunggu jawaban Azzam, komandan itu bangkit
dan mengajak ketiga anak buahnya meninggalkan rumah itu.
Ali dan Nanang cepat-cepat ke kamar Fadhil. Azzam mengucap hamdalah dalam hati. Ia tidak bisa membayangkan apa
yang akan dialaminya jika Wail El Ahdali jadi menginap di
situ. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi. Tiba-tiba ia
teringat sesuatu: Nasir dalam bahaya. Dalam bahaya jika terus
bersama Wail. Tetapi di mana Nasir berada malam itu" Ia
203 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy tidak tahu. Yang jelas ia harus secepatnya tahu di mana Nasir
berada. Baru ia bisa mengambil langkah.
Azzam melihat jam dinding. Sudah jam setengah empat
lebih dan ia belum shalat malam. Ia pernah mendengar dari
seorang ulama bahwa shalat malam dapat menghapus
kegelisahan dan mendatangkan ketenangan. Ia ingin shalat
beberapa rakaat saja, baru ikut mengurus Fadhil yang masih
pingsan. 204 Ilyas Mak"s eBooks Collection
14 HARI YANG MENEGANGKAN Matahari pagi mulai menyinari bumi Kinanah. Sinarnya
hangat, sehangat celoteh anak-anak Mesir yang keluar dari
rumahnya untuk berangkat ke sekolah. Di rumah Azzam suasana tegang belum hilang. Fadhil belum juga sadar sampai
jam enam pagi. "Bagaimana ini Kang?" tanya Nanang cemas.
Azzam berpikir sebentar. Ia memang yang harus memutuskan. Sebab ia yang paling tua di rumah itu.
"Kita bawa ke rumah sakit . Kau cari taksi sana sama Ali.
Fadhil biar aku yang tunggu!" kata Azzam.
"Baik Kang." Habiburrahman El Shirazy Nanang dan Ali lalu keluar untuk mencari taksi. Lima
belas menit kemudian mereka kembali dengan membawa taksi.
Pagi itu juga Fadhil mereka bawa ke Mustasyfa 61 Rab'ah El
Adawea. Dokter yang memeriksa mengatakan, Fadhil harus
dirawat di rumah sakit. Pagi itu menjadi pagi yang sangat sibuk bagi Azzam. Ia
teringat bahwa ia harus menyelesaikan pekerjaan pekerjaannya. Rendaman kedelai yang harus ia olah jadi tempe. Tempetempe yang sudah jadi yang harus ia distribusikan. Kemudian
acara di Sekolah Indonesia Cairo (SIC) yang memesan bakso
padanya. Jam sebelas ia dan baksonya harus siap di SIC. Jika
tidak ia akan dimarahi banyak orang.
Ia merasa perlu mendelegasikan tugas dan pekerjaan.
Yang bisa dilakukan orang lain biar dilakukan orang lain.
Sementara ia akan menangani yang hanya bisa ia tangani. Ia
bergerak cepat. Ia meminta Ali menjaga Fadhil. Nanang ia
minta menghubungi KMA, Keluarga Mahasiswa Aceh, juga
adik perempuannya yang tinggal di Makram Abied. Sementara ia sendiri harus segera kembali ke rumah untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Aku kembali ke sini bakda Zuhur, insya Allah. Habis dari
KMA kau langsung balik lagi ke sini ya Nang?" kata Azzam.
Nanang mengangguk. "Nasir bagaimana Kang?" Tanya Nanang.
"Biar aku yang mengurus. Baik, aku tinggal dulu." Jawab
Azzam. Sampai di rumah Azzam langsung mengontak Anam,
Yayan dan Rio. Tiga orang yang selama ini ikut mendistribusikan tempe-tempenya. Agar nyaman Azzam membagi
wilayah operasi mereka. Mereka sebenarnya tinggal enak,
karena hanya mengantar ke rumah-rumah para pelanggan
yang telah dirintis Azzam. Namun mereka juga diberi
kebebasan mencari pelanggan baru di wilayahnya masingmasing. Untuk Anam, Azzam me-mercayakan beroperasi di
61 Rumah Sakit 206 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
Abdur Rasul, Rab'ah, Haidar Tuni. Sedangkan Yayan, beroperasi di Masakin Ustman, Hay Zuhur dan Hay Sabe'. Adapun
Rio beroperasi di Katamea.
Tiga mahasiswa itu langsung datang. Azzam meminta
mereka segera mendistribusikan tempe-tempe yang telah jadi
ke wilayah masing-masing, kecuali Rio.
"Sementara Rio, kau membantuku membuat tempe saja."
Ujar Azzam pada Rio. Rio pun mengangguk setuju. Azzam
langsung memberi petunjuk pada Rio. Pertama ia minta Rio
merebus kacang kedelai yang direndam sampai matang.
"Tanda kedelainya sudah matang, jika uapnya sudah
berbau kedelai," jelas Azzam pada Rio. Jika sudah ma-tang
tiriskan sampai dingin. Baru diberi raginya," lanjut Azzam.
"Raginya seberapa Kang?" tanya Rio
"Jangan banyak-banyak.Ini ragi keras. Segini saja," jawab
Azzam sambil memberi contoh takaran ragi dengan mengambil ragi dengan tangannya.
"Baru setelah itu dibungkus dengan plastik itu. Ukurannya seperti biasa," lanjut Azzam. Untuk membuat tempe
Azzam hanya bisa percaya pada Rio. Anak dari Tuban itulah
yang paling sering membantunya membungkus tempe. Dan
hasil bungkusannya rajin dan bagus.
Setelah semuanya ia rasa beres, ia menyiapkan segala
kebutuhannya membuat bakso. Semua barang dan alat yang ia
butuhkan ia masukkan ke dalam panci besar. Ia lalu memanggil taksi. Dengan taksi ia membawa panci besar itu menuju
SIC yang letaknya cukup jauh dari rumahnya. Dalam perjalanan, ingatannya tertuju pada Fadhil yang saat ia tinggalkan
masih pingsan. Ia ber-harap tidak terjadi apa-apa dengannya.
*** Pukul delapan Furqan baru terbangun. Ia sangat kaget.
Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagaimana bisa terjadi" Seharusnya ia bangun jam em-pat.
Bagaimana bisa kebablasan sampai pukul delapan. Ia merasa
ada yang sangat menyiksanya. Ia tidak hanya ke-hilangan
shalat Tahajud. Namun ia juga kehilangan sha-lat Subuhnya.
207 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Ia beristighfar berulang kali. Belum juga kekagetannya
reda. Ia kaget dengan keadaannya.
"Laa haula wa la quwwata illa billah! Inna lillah!" Ia berkata setengah teriak. Ia kaget bagai tersengat listrik. Bagaimana mungkin ia bisa tidur tanpa busana. Tidur hanya bertutupkan selimut saja. Padahal ia tidur tidak dalam keadaan
seperti itu. Ia tidur dengan kaos panjang dan celana panjang.
Ia melihat kaos panjang dan celana panjangnya tergeletak di
lantai. Ia bingung dengan diriya sendiri. Apa saat tidur dia
mengigau dan melepas pakaiannya tanpa sadar. Ia merasa
tidak yakin. Sepanjang hidupnya baru kali ini ia bangun tidur
dengan kondisi yang menurutnya sangat memalukan.
Ia langsung bangkit, mencuci muka dan mengambil air
wudhu. Ia harus segera meng-qadha shalat Subuh. Pikirannya
benar-benar kacau. Hatinya tidak tenang. Ia shalat dengan
tidak bisa khusyuk sama sekali. Perasaan berdosa karena shalat tidak tepat pada waktunya terus menggelayut di pikirannya. Pagi yang bagi sebagian besar penduduk Kota Cairo
sangat cerah itur baginya terasa sangat suram.
Kekagetannya tidak berhenti sampai di situ. Selesai shalat ia bermaksud menghidupkan laptopnya dan untuk mendengarkan nasyid Raihan dengan winamp, namun ia tersentak
dengan adanya sebuah foto di atas laptopnya yang tergeletak
di atas meja. Poto itu adalah foto dirinya dengan seorang
perempuan berambut pirang dalam kondisi sangat memalu kan. Foto yang membuatnya gemetar dan didera kecemasan
luar biasa, juga rasa geram yang menyala. Sesaat ia bingung
harus berbuat apa. Ia sendiri tidak tahu perempuan berambut
pirang itu siapa" Bagai-mana itu semua bisa terjadi" Dan
dirinya" Apa yang se-benarnya telah dilakukan perempuan itu
pada dirinya" Dan apa yang telah dilakukannya dengan
perempuan itu" Serta merta ia disergap rasa sedih yang menusuk nusuk
jiwa. Airmatanya meleleh. Ia merasa telah ternoda. Harga diri
dan kehormatannya telah hancur. Ia merasa tidak memiliki
apa-apa. Ia merasa menjadi manusia paling ter-puruk dan
terhina di dunia. Sesaat lamanya ia bingung. Ia didera rasa
208 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
cemas dan ketakutan yang begitu besar sehingga ia tidak tahu
harus berbuat apa" Foto itu ia rasakan bagaikan pedang yang
siap menggorok lehernya. Dunia terasa hitam-pekat baginya.
Ia berusaha mengendalikan dirinya. Ia meyakinkan dirinya bahwa ia adalah seorang lelaki. Ya. Seorang lelaki sejati
tepatnya. Seorang yang berani menghadapi masa-lah yang ada
di hadapannya. Ia adalah Mantan Ketua PPMI yang disegani.
Ia harus bisa menguasai diri. Harus bisa bertindak tepat, cepat
dengan akal sehat. Ia amati foto itu sekali lagi. Ia balik. Ia
menangkap sesuatu. Sebuah pesan singkat:
Please read "myoptions.doc" in ur notebook!
Furqan langsung menyalakan laptopnya dan mencari file
yang beriudul myoptions.doc. Langsung ketemu. Ia buka. Sebuah pesan dengan bahasa Arab muncul di layar.
Tuan Furqan, begitu bangun tidur Anda pasti kaget
dengan keadaanmu dan dengan apa yang kau temukan. Saya
sudah tahu siapa Anda. Tak usah berbelit-belit. Kita langsung ke
inti masalah. Ini murni masalah bisnis. Bisnis kecil-kecilan
antara Tuan dan saya. Saya sudah punya foto-foto "menarik"
dengan Tuan. Jika Tuan ingin foto foto i ni tidak jadi konsumsi
umum maka sebaiknya Tuan melakukan dua hal ini:
Pertama, jangan lapor ke polisi.
Kedua, silakan transfer uang sebesar 200.000 USD. ke
nomor rekening ini: 68978967605323 Banca Com-merciale
Italiana Roma (jangan lupa dicatat, sebab begitu file ini Tuan
tutup, file ini akan langsung musnah). Saya beri tenggang waktu
2 x 24 jam untuk mentransfer.
Ketiga, setelah uang masuk rekening saya, maka saya
akan kirim seluruh film negatif dari foto-foto tersebut dan saya
jamin tak ada yang saya tahan.
Terima kasih atas kerjasamanya.
Miss Italiana . 209 Ilyas Mak"s eBooks Collection
Habiburrahman El Shirazy Furqan tertegun di depan layar laptopnya. Ia diintimdasi.
Ia mau diperas. Ia tidak percaya ini akan terjadi padanya. Ini
seperti di film-film yang pernah ia tonton. Siapakah Miss
Italiana itu" Tiba-tiba ia teringat Sara. Apakah ini semua ada
Pendekar Pedang Akhirat 1 Wiro Sableng 068 Pelangi Di Majapahit Pedang Naga Suci 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama