Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu Bagian 2
"Kulihat kalian bingung," katanya. "Tapi hartaku itu memang tidak begitu mudah
ditemukan oleh orang yang tidak berhak!"
Sambil berkata begitu ia menekan suatu ukiran kembang yang kecil sekali, yang
terdapat pada dinding pendiangan yang terbuat dan batu marmer. Seketika itu juga
batu marmer itu berputar ke samping. Ternyata di belakangnya ada sebuah lorong.
Lorong itu menuju ke sebuah ruangan lain yang sempit. Batu marmer itu ternyata
merupakan pintu rahasia! "Sekarang kalian boleh mengagumi hartaku!" kata Bu Killarney.
Semua masuk ke kamar sempit itu. Diterangi sinar lampu minyak yang dinyalakan Bu
Killarney, anak-anak melihat lukisan seorang satria kuno yang berdiri dengan
gagah. Mereka memandangnya dengan heran.
"Ini moyangku!" kata Bu Killarney ,menjelaskan. "Bangsawan penguasa daerah
Killarney dan Kirk! Inilah satu-satunya hartaku yang tak ternilai harganya!"
Anak-anak masih tetap memandang lukisan kuno itu sambil melongo. Setelah
beberapa saat barulah mereka menyadari kekeliruan yang terjadi. Karena tadi
tergesa-gesa hendak menjelaskan alasan kedatangan mereka ke situ, Julian hanya
berbicara tentang 'harta keluarga'. Tapi ia lupa mengatakan bahwa harta itu
berupa perhiasan. Dan itu yang menyebabkan Bu Killarney salah sangka.
Dick menggigit bibirnya, supaya jangan tertawa. Anne menatapkan pandangannya
pada lukisan satria itu, sementara muka George menjadi merah karena merasa
kikuk. Akhirnya Julian yang mengakhiri situasi tidak enak itu. Ia menjelaskan
bahwa para perampok bukan mengincar lukisan moyang Bu Killarney, melainkan
warisan berupa perhiasan jamrud.
Bu Killarney nampak lega mendengar penjelasan itu. Ia meminta pada anak-anak
agar jangan segan-segan mampir, karena kunjungan mereka dirasakannya merupakan
selingan yang menyenangkan. Bu Killarney mengantar mereka sampai ke pintu
gerbang. Kini mereka kembali berada di tengah 'Padang Liar'.
"Nah," kata Dick. "Usaha kita tadi meleset!"
"Ah, sebenarnya tidak," jawab Julian. "Karena sekarang kita sudah tahu dengan
pasti, bukan Bu Killarney korban yang sedang diincar para penjahat."
Bab 7 "MON TRESOR" Siangnya anak-anak melanjutkan usaha pengusutan rnereka. Mereka memutuskan untuk
mendatangi Bu Grant, di 'Mon Tr sor'. Sesampai di depan villa itu mereka "melompat turun dan sepeda lalu mernbunyikan bel yang terpasang di pintu gerbang
pagar. Seketika itu juga pintu depan rumah terbuka. Seorang wanita bertubuh
tinggi dan sigap muncul di ambangnya. Dengan langkah lambat ia menghampiri pintu
gerbang. "Mau apa?" tanyanya dengan ketus pada anak-anak.
"Selamat siang," kata Julian dengan sopan. "Kami ingin bicara sebentar dengan Bu
Grant." "Aku Bu Grant."
"Ada hal penting yang ingin kami sampaikan pada Anda. Rolehkah kami masuk
sebentar?" Kening wanita itu berkerut. Nampak jelas bahwa ia merasa curiga.
"Aku tak pernah mengijinkan siapa pun yang tak kukenal masuk ke rumahku,"
katanya dengan nada dingin. "Anak-anak juga tidak!"
Julian cepat-cepat memperkenalkan diri.
"Sikap Anda itu benar," katanya. "Anda memang perlu berhati-hati. Anda tinggal
seorang diri di sini, dan ...."
"Dan mana kau tahu bahwa aku tinggal seorang diri di sini?" potong Bu Grant
dengan kasar. "Sebelumnya kami sudah mencari keterangan," jawab Dick menjelaskan.
"Itu sangat mencurigakan, Anak muda! Kalian mengumpulkan keterangan mengenai
diriku, sehingga kalian sekarang tahu bahwa aku seorang diri di sini. Lalu kini
kalian menginginkan agar aku memasukkan kalian ke dalam rumah. Barangkali juga
anjing itu, yang kelihatannya galak dan penggigit!"
"Timmy baik hati!" bantah George. Ia merasa tersinggung. "Tapi kalau perlu, Anda
pun akan dibelanya mati-matian!"
"Atau menyerang diriku, jika kau memerintahkannya!" tuduh wanita yang kasar itu.
"Kenapa Anda berprasangka begitu" tanya Anne dengan bingung. Ia tidak mengerti,
kenapa wanita itu bersikap begitu tidak ramah terhadap mereka. "Kami kemarii ini
untuk memperingatkan Anda bahwa ..."
Bu Grant tidak memberi kesempatan pada Anne untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Dan mana aku bisa tahu bahwa bukan kalian sendiri yang penjahat?" tukasnya
dengan sengit. "Sekarang pergi dari sini! Gelandangan! Aku tidak punya waktu
untuk mendengarkan omong kosong kalian!
Julian sudah habis kesabarannya.
"Kami bukan penjahat, dan kami datang ini bukan untuk menjual omong kosong!
Bahkan sebaliknya, kami serius sekali! Jika kami tidak boleh masuk, apa boleh
buat - di sini saja kami katakan. Harap Anda mau mendengarkan keterangan
kami..." "Aku tidak punya waktu untuk mendengar ocehan kalian! Cepat, sekarang pergi dan
sini!" Sia-sia saja anak-anak berusaha mengatakan sesuatu, karena Bu Grant semakin
marah. "Kalau kalian tidak meninggalkan tempat ini saat ini juga, akan kusuruh seekor
anjing yang besarnya dua kali anjing kalian itu untuk menyerang kalian!" katanya
mengancam. "Keponakanku kebetulan sedang ada di sini, dengan anjingnya, Hektor!"
Saat itu seorang pemuda muncul di ambang pintu depan. Ia memegang tali yang
diikatkan ke leher seekor anjing gembala yang besar sekali.
"Ada apa, Bibi?" tanya pemuda itu.
"Ah,tidak ada apa-apa," jawab Bu Grant "Cuma ini, ada berapa anak gelandangan
yang ingin mencoba masuk ke rumah. Aku curiga, jangan-jangan mereka disuruh
segerombolan penjahat mengintai keadaan di sini!"
Julian dan ketiga saudaranya langsung memprotes. Mendengar suara mereka yang
berisik, anjing gembala yang galak itu menggeram-geram. Anjing itu memamerkan
taringnya yang runcing-runcing.
Timmy sama sekali tidak gentar menghadapi gertakan itu. Ia membalas dengan
gonggongan marah. Sementara itu Hektor beserta tuannya sudah datang menghampiri Bu Grant.
"Buka pintu sedikit saja. Bibi!" kata pemuda itu pada Bu Grant "Kalau Hektor
sudah memperlihatkan taringnya, pasti anak-anak itu lari tunggang-langgang
nanti!" Bu Grant nampak agak ragu. Tapi keponakannya bertindak mendului. Dibukanya pintu
gerbang sedikit. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Hektor akan meronta
melepaskan diri dari pegangan lalu memburu ke luar. Dengan galak anjing gembala
itu maju menerjang rintangan yang paling dekat - George!
Timmy ternyata sedikit pun tidak takut. Sambil menyeringai memperlihatkan
taring, anjing setia itu berdiri di depan tuannya. Ia langsung menggigit
lawannya yang lebih besar. Seketika itu juga terjadi perkelahian sengit. Anakanak berteriak-teniak ketakutan, sementara itu Bu Grant dan keponakannya
berusaha memisahkan kedua anjing itu.
Hanya George saja yang tidak merasa takut. Ia malah berseru-seru, membakar
semangat anjingnya. "Sikat, Tim!" serunya. "Tunjukkan pada anjing kurap itu, siapa yang lebih kuat!"
Akhirnya keponakan Bu Grant berhasil memegang kalung leher anjingnya. George
menarik Timmy yang telah melindunginya dengan gagah berani, lalu merangkulnya.
"Nah! Mengerti kalian sekarang?" seru Bu Grant dengan marah. "Sekarang cepat
pergi dari sini, kalau masih ingin selamat!"
Julian tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia memberi isyarat pada saudara-saudaranya
untuk pergi dan situ. Beberapa ratus meter dari gerbang pagar 'Mon Tresor' mereka turun lagi dari
sepeda lalu duduk di rumput. Mereka hendak benunding sebentar. George memeriksa
tubuh Timmy. Ia merasa lega, karena Timmy sama sekali tidak cedera. Anjing itu
sigap sekali, sehingga lawannya sama sekali tidak sempat menggigit.
Dick marah sekali. "Aku belum pernah melihat orang yang begitu keras kepala dan curiga seperti Bu
Grant itu!" katanya mengomel. "Dan orang seperti dia itu yang hendak kita
bantu?" "Kalau ia tidak mau mendengar keterangan kita, kita terpaksa menulis surat
padanya," kata Julian dengan serius. "Kita harus memperingatkan dirinya terhadap
bahaya yang mengancam!"
"Ah, untuk apa?" seru Dick. Ia masih mendendam, karena diperlakukan sedemikian
kasar tadi. "Biar saja para penjahat itu merampoknya habis-habisan. Biar ia tahu
rasa!" Anne sependapat dengan Julian, bahwa sebaiknya mereka menulis surat pada Bu
Grant. Tapi sementara itu George mendapat pikiran lain.
"Kita tidak boleh bertindak secara untung-untungan," katanya. "Bagaimana jika Bu
Grant tidak menjawab surat itu" Bagaimana kita bisa tahu, apakah ia menerimanya
atau tidak." Tidak! Kita harus berhubungan langsung dengannya, supaya bisa tahu
pasti." George berhenti sebentar.
"Biar aku mencoba sekali lagi," katanya kemudian. "Menurut Bu Grant tadi,
keponakan beserta anjing konyolnya itu hanya bertemu saja di situ. Jadi besar
kemungkinannya ia tidak menginap. Nanti malam aku akan datang lagi ke situ.
Siapa tahu, mungkin saja nasibku lebih mujur!"
Julian berusaha melarang George melaksanakan niatnya itu.
"Jangan suka iseng!" katanya. "Atau menurut sangkamu ia akan memperlakukan
dirimu dengan lebih ramah jika kau datang sendiri?"
"Itu masih harus kita lihat! Pokoknya, kan tidak ada salahnya jika kucoba!"
"Omong kosong! Aku melarangmu, George! Kau kan tahu sendiri, aku yang paling tua
di antara kita berempat. Bibi Fanny sudah mewanti-wanti agar aku mau mengawasi
kalian. Bagaimana jika nanti ternyata bahwa Hektor masih ada di sana dan kau
diserang olehnya" Tidak, aku tidak bisa mengijinkanmu pergi mencobanya sekali
lagi!" "Ya deh, kau tidak perlu marah karenanya. Kalau begitu, kita tulis saja surat
padanya!" Dengan begitu usul Julian diterima. Anak-anak kembali ke Pulau Kirrin. Mereka
menyalakan api unggun lalu mengobrol sambil duduk-duduk mengelilinginya sampai
saat tidur. Besok pagi mereka akan mendatangi Bu Reynold....
Malam itu George masuk ke kantung tidurnya, lalu pura-pura mendengkur. Padahal
ia masih bangun. Dengan perasaan tidak sabar ia menunggu sampai Anne akhirnya
terlelap. Dari tenda tempat Julian dan Dick sudah terdengar suara dengkuran
bersahut-sahutan. Saat itu George keluar lagi dari kantong tidurnya, Timmy
datang menghampiri sambil mengibas-ngibaskan ekor.
"Ssst! Jangan menggonggong!" bisik George. "Kita akan jalan-jalan!"
Tanpa berbunyi sedikit pun, Timmy mengikuti tuannya. Diterangi sinar bulan
purnama keduanya berjalan menyusur jalan setapak yang menuju ke teruk kecil
tempat perahu "Topan" di tambatkan. George langsung melompat ke dalam perahunya.
Ternyata anak bandel itu tadi hanya pura-pura saja mau mengalah. Ia hanya
berpura-pura mau mendengar nasihat Julian. Padahal seperti biasanya, ia tidak
gampang mundur apabila telah menghendaki sesuatu. Kini pun demikian halnya!
"Ayo naik, Timmy! Kita berangkat!"
Timmy meloncat, masuk ke dalam perahu. George meraih dayung. Perahu meluncur di
atas air, menuju darat. Cuaca malam itu tenang. Permukaan laut licin sekali, selicin kaca. Timmy
kelihatannya senang diajak berjalan-jalan malam hari.
Sesampai di seberang, George mengikatkan perahunya pada pangkalan kecil yang
terdapat di depan rumah perahu keluarga Kirrin. Ia mengambil sepedanya dari
dalam rumah perahu itu, lalu mengendarainya ke arah utara. Timmy berlari-lari
dengan gembira mengikuti George. Saat itu terdengar bunyi lonceng gereja di desa
Kirrin berdenting sebelas kali....
"Bagus! Selarut ini keponakan Bu Grant pasti sudah pulang...sedang Ru Grant
sendiri mungkin belum tidur! Apakah ia mau mengijinkan aku masuk, jika nanti
melihat aku datang sendiri" Kita lihat saja nanti ...Timmy, kau menunggu di
sini!" Untuk kedua kalinya hari itu George sudah berdiri lagi di depan gerbang pagar
villa "Mon Tr sor".?"Kau jangan ikut, Timny!" kata George sekali agi pada anjingnya.
Ia ragu sesaat, karena dari arah villa sama sekali tidak kelihatan ada lampu
menyala. Ia menekan bel di pintu gerbang. Tapi tak terdengar bunyinya di dalam
villa. Mungkin Bu Grant sengaja mematikannya, karena tidak ingin diganggu.
George memutar otak. Ia berpikir-pikir, apa yang sebaiknya dilakukan olehnya
sekarang. Untuk kembali lagi - sayang perjalanan sejauh itu ....
Tiba-tiba ia mendapat akal.
Kupanjat saja gerbang ini, pikirnya. Nanti kalau sudah ada di dalam pekarangan,
akan kugedor pintu depan rumah keras-keras, supaya Bu Grant tidak bisa menuduh
bahwa aku menyelinap masuk ke pekarangan villanya dengan sembunyi-sembunyi.
George langsung nnelaksanakan niatnya itu. Mula-mula diperiksanya dulu apakah
gerbang itu benar-benar terkunci. Ternyata memang begitu. Kemudian dengan
cekatan dipanjatnya gerbang itu, lalu ia menjatuhkan diri ke tanah di baliknya.
Tapi saat itu juga terjadi sesuatu yang sama sekali tak disangka olehnya!
Ketika menginjak rumput di balik pagar, kakinya tersangkut pada kawat yang
terbentang rendah dekat tanah. Kawat itu rupanya disambungkan dengan instalasi
alarm, karena saat itu juga terdengar deringan nyaring dalam rumah. George
terkena jebakan pencuri! Kagetnya bukan main karena peristiwa yang tak disangka-sangka itu. Ia bangun
lagi sambil mengumpat-umpat pelan. Tapi sebelum ia sempat melangkah, pintu rumah
terbuka. Cahaya menyilaukan menerangi kebun. Di ambang pintu nampak Bu Grant.
Dari sikapnya ketahuan bahwa wanita itu bukan orang yang penakut.
"Siapa di situ?" seru Bu Grant dengan galak.
Sambil berjalan terpincang-pincang. George datang menghampirinya.
"Saya. Bu Grant. Satu dari keempat anak yang tadi siang ingin bicara dengan
Anda," jawab George dengan tenang. "Saya membawa berita penting untuk Anda. Saya
sudah menekan bel, tapi rupanya tak berbunyi. Oleh karena itu saya lantas ..."
"Omong kosong! Semua alasan saja!" potong wanita itu dengan kasar. "Sudah
kusangka bahwa kalian bermaksud jahat!"
"Anda salah sangka, Bu!" bantah George dengan gugup. "Sungguh - saya kemari ini
hanya karena ingin memperingatkan Anda saja! Orang tua saya tinggal di Pondok
Kirrin! Ayah saya Quentin Kirrin, sarjana itu. Saya bukan anak gelandangan!"
"Setiap orang bisa mengaku begitu! Bagaimana mungkin orang tuamu mengijinkanmu
keluyuran sendiri malam-malam?"
"Itu bisa saya jelaskan, Bu! Tapi harap Anda mau mendengarkan keterangan saya!"
kata George. "Aku tidak kepingin mendengar ocehanmu lagi!" tukas Bu Grant dengan ketus. Tanpa
mempedulikan George yang meronta-ronta, dipegangnya lengan anak itu lalu
digoncang-goncangnya. "Ayo pergi!" bentak Bu Grant. "Kau datang ini kan untuk mengintai apakah keadaan
sudah aman, sehingga kawan-kawanmu bisa beraksi dengan tenang. Tapi seperti
kaulihat sendiri, kemungkinan seperti ini sudah kuduga dari semula. Rumahku
tidak gampang dirampok, mengerti"!"
"Sungguh. percayalah, Ru - kami sama sekali tidak berniat jahat!" seru George.
Ia sekarang benar-benar merasa takut. "Kami hanya ingin memperingatkan Anda bahwa ada gerombolan
penjahat yang saat ini berniat hendak merampok perhiasan Anda!"
"Perhiasan apa" Macam-macam saja alasan yang kaukemukakan, supaya aku mau
membebaskanmu!" "Itu tidak benar!" seru George kebingungan. "Saya tidak pernah bohong!"
"Orang lain mungkin ada yang mau mempercayai ocehanmu itu - tapi bagiku sudah
jelas bahwa kau nemasuki pekarangan orang tanpa ijin! Itu suatu tindakan
pelanggaran. Malam-malam begini, aku tidak mau memanggil polisi. Untuk itu masih
ada waktu besok. Untuk sementara kau akan kukurung"
George masih terus berusaha meyakinkan Bu Grant bahwa ia benar-benar tidak
bermaksud jahat. Tapi sia-sia belaka. Bu Grant tidak mau mendengarkan
keterangannya. Ia mencengkeram lengan George dan menariknya menuju garasi.
"Aku sebetulnya kepingin mengurungmu dalam ruangan bawah tanah," tukas Bu Grant.
"Tapi di situ kau nanti berteriak-teriak, sehingga aku tidak bisa tidur. Kalau
di garasi kau boleh menjerit-jerit semaumu, aku takkan mendengarnya. Dan
kalaupun aku mendengar...."
Rasa takut yang semula menghinggapi diri George berganti kemarahan.
"Anda tidak berhak berbuat begitu padaku!" teriaknya dengan panas. "Aku kan
tidak berbuat apa-apa terhadap Anda!"
"Ya - tapi karena aku lebih dulu bertindak!" tukas Bu Grant. "Ayo jalan! Jangan
coba-coba rnengelabui diriku, Anak jahat!"
"Anda pasti menyesal nanti, memperlakukan diriku dengan kasar! Tapi saat itu
pasti sudah terlambat!'seru George. Dengan perasaan marah ia meronta ronta,
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berusaha membebaskan diri dari cengkeraman, Bu Grant. tapi hal itu rupanya sudah
diduga oleh wan ita itu. Tangannya semakin kuat mencengkeram lengan George.
Walau anak itu melawan dengan sengit, tapi ia diseret-seret menuju garasi di
samping villa. Bu Grant mendorong George masuk ke dalam, lalu mengunci pintu dan
luar. "Sekarang kau boleh berpikir-pikir, cerita bohong apa lagi yang akan kauocehkan
pada polisi besok pagi. Waktumu cukup banyak!" seru Bu Grant dengan nada
mengejek, lalu pergi. George menggigit-gigit bibir, supaya jangan menangis. Bukan menangis sedih, tapi
karena marah. "Keadaanku benar-benar gawat sekarang!" gumamnya pada diri sendiri. Tapi ia
tidak mau menyerah. Diperiksanya ruang garasi yang gelap itu. Tapi ia sama
sekali tidak menemukan jalan keluar. Yang ditemukannya hanya lubang udara yang
kecil sekali. Tidak mungkin ia bisa menyusup ke luar lewat situ. Jadi yang
tinggal hanya pintu saja. Sedang pintu garasi terkunci dari luar. Bu Grant
mengurungnya, seolah-olah ia seorang penjahat!
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 8 TIMMY BERAKSI Sementara George mondar-mandir dengan bingung dalam garasi sambil memikirkan
kegawatan keadaannya saat itu. Timmy masih selalu menunggu tuannya kembali di
balik sebuah semak. Timmy itu pintar, dan sangat setia pada tuannya. Ia langsung bisa merasakan
apabila tuannya sedang susah. Dalam keadaan begitu, ia pasti akan berusaha
menghibur George. Dan kalau George sudah bergembira lagi, Timmy melonjak-lonjak
karena senang. Ia juga dapat merasakan apabila George terancam bahaya. Timmy menganggap
tugasnya untuk melindungi keempat anak yang disayanginya itu. Kalau perlu, ia
bersedia membela mereka dengan segala tenaga yang dimiliki.
Pada umumnya Timmy patuh pada George. Dan karena George tadi menyuruhnya
menunggu di situ, selama itu ia tetap menunggu dengan sabar di tempat
persembunyiannya. Ia mendengar ketika tuannya tadi memanjat gerbang. Ia juga mendengar George
tersandung pada kawat, yang menyebabkan alarm dalam rumah berdering-dering.
Timmy mulai gelisah ketika kemudian terdengar suara Bu Grant yang kasar, disusul
oleh pertengkaran antara wanita itu dengan George. Ketika akhirnya George
diseret-seret, Timmy tahu dengan pasti bahwa tuannya itu ada dalam bahaya.
Hati kecilnya mengatakan bahwa ia kini tidak perlu lagi menaati perintah George
yang tadi, dan bahwa ia harus datang dengan segera untuk menolongnya.
Timmy berusaha meloncat kedalam,melewati pintu gerbang. Tapi sia-sia - gerbang
itu terlalu tinggi. Timmy sama sekali tidak menggonggong, karena tahu bahwa itu hanya membuang-buang
waktu berharga saja. Ia berusaha menyusup masuk, lewat sela kisi-kisi gerbang.
Tapi kisi-kisi itu terlalu rapat. Kemudian sekali lagi ia meloncat lewat atas.
Percuma! Timmy hanya dapat melihat tanpa berbuat apa-apa, sementara Bu Grant rnenyeretnyeret George ke garasi lalu mengurungnya di situ.
Timmy melolong, karena marah dan sedih!
Tidak ada yang mendengar lolongannya. Berulang kali ia mencoba masuk dengan
jalan meloncati gerbang. Kemudian ia melihat Bu Grant masuk ke rumah. Wanita itu
sendirian saja. Kalau begitu George pasti masih ada dalam garasi, pikir Timmy.
Tuannya terkurung di situ! Kini Timmy menggonggong tiga kali. Pendek-pendek!
George mengenali gonggongan Timmy. Jantungnya berdebar keras.
"Timmy!" serunya dengan lantang! "Timmy! Tolong aku!"
George tahu bahwa Timmy takkan bisa menolongnya. Tapi mengetahui anjingnya itu
ada di dekatnya, menyebabkan semangatnya bangkit kembali.
"Aku harus berhasil keluar dari sini!" kata George pada dirinya sendiri. "Kalau
besok polisi datang karena dipanggil Bu Grant, bisa konyol keadaanku! Pasti akan
terjadi keributan. Dan jika Ayah sampai mendengarnya, jelas ia akan marah-marah.
Tapi bukan itu saja - kejadian ini pasti akan tersiar ke mana-mana. Para
penjahat tentu akan mendengarnya pula. Mereka akan waspada, lalu minggat dan
mencari korban baru di tempat lain!"
Sementara itu Timmy sudah putus asa. Disadarinya bahwa rintangan gerbang takkan
mungkin bisa di lewati olehnya. Ia terpaksa mencari bantuan. George terkurung di
dalam, sedang ia sendiri tidak bisa membantu membebaskannya! Hal itu perlu
diketahui anak-anak yang lain, pikir Timmy.
Sekali lagi ia menoleh ke arah garasi. Setelah itu ia lari, meninggalkan tempat
itu. Ia lari menuju pangkalan di tepi teluk, di mana perahu George tertambat. Ia
berdiri sejenak di situ. Apakah yang harus dilakukannya" Pondok Kirrin ada di
dekat situ. Jika ia menggonggong, ayah dan ibu George pasti akan terbangun....
Tidak! Ia harus memberi tahu Julian, Dick dan Anne.
Timmy memandang ke tengah laut. Beberapa ratus meter di depannya nampak Pulau
Kirrin, diterangi sinar bulan. Tanpa ragu sedetik pun Timmy langsung melompat ke
dalam air. Keprihatinannya mengingat keadaan George membesarkan semangatnya.
Timmy berenang dengan tabah melawan arus...
Beberapa waktu kemudian Timmy sampai di teluk kecil yang terletak di pulau
tujuannya. Tanpa sempat mengibaskan air yang membasahi bulunya, anjing itu
langsung melesat lari melewati jalan setapak yang terjal. Ia menuju ke tempat
perkemahan anak-anak dan langsung masuk ke dalam tenda Julian dan Dick. Di situ
Ia menggonggong dengan ribut.
Dick dan Julian kaget, Palu cepat-cepat bangun. Dick menggosok-gosok matanya.
"Timmy! Kenapa kau berisik, menggonggong-gonggong di sini" Ayo diam!"
"Timmy takkan mau menggonggong di tengah malam, kalau tidak ada alasan penting!"
kata Julian, "Kan sudah dilarang oleh George. Pasti ada sesuatu yang terjadi!"
Julian bergegas keluar dari tenda. Tapi keadaan kelihatannya tenang-tenang saja
di luar. Tenda tempat George dan Anne sunyi sepi.
"George! Anne! Kalian tidak apa-apa?" seru Julian ke arah tenda itu.
Sementara itu Timmy sudah lari ke situ, sambil menggonggong-gonggong terus.
Sesaat kemudian terdengar suara Anne yang marah-marah.
"George! Suruh Tirnmy diam - aku tidak bisa tidur karena gonggongannya!"
"Ayo diam, Timmy!" kata Dick. "Ada apa sih" He, George, katakan pada jagomu ini,
sekarang masih malam! Matahari belum terbit. Ia berkokok terlalu pagi!"
Tapi yang muncul dari tenda yang satu lagi bukan George melainkan Anne. Anak itu
nampak cemas. "Ju! Dick! George tidak ada dalam tenda!" serunya. "Ketika aku tidur tadi ia
masih ada di sampingku. Tapi sekarang kantong tidurnya kosong! Kenapa Timmy
masih menggonggong terus" Aku takut, Ju! Pasti terjadi apa-apa dengan George!"
"Jangan konyol !" tukas Dick. "Rupanya George tadi terbangun, lalu pergi
berjalan-jalan. Dan karena itu Timmy lantas beranggapan bahwa kita pun tidak
perlu tidur lagi!" Julian tidak sependapat dengan adiknya itu.
"Timmy tidak tolol seperti kau," katanya. "Jika George pergi berjalan-jalan,
Timmy pasti ikut!" "Betul!" kata Anne. "George selalu mengajak Timmy! Aduh, Julian - ke manakah
George" Aku merasa cemas."
"Sebaiknya kita cari saja," usul Dick.
Ke manakah George" Julian serta kedua adiknya memanggil-manggilnya. Timmy rupanya tidak menyetujui
cara pencarian seperti itu. Ia menarik-narik celana Julian, lalu lari mendului
di jalan yang menuju teluk kecil. Karena sudah beberapa saat memanggil-manggil
tanpa memperoleh jawaban, akhirnya ketiga anak itu memutuskan untuk menyusul
Timmy. Sesampai di sana mereka kaget sekali, karenal perahu George tidak ada lagi di
pantai. Rupanya George pergi dan pulau. Tapi apa sebabnya Timmy tidak diajak"
Saat itu barulah Dick melihat bahwa bulu tubuh anjing itu basah kuyup.
"Timmy tadi ikut dengannya, tapi kembali sendiri kemari dengan jalan berenang,"
katanya. Ketiga bersaudara itu saling berpandangan dengan perasaan kecut.
Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan George di darat, pikir mereka. Dan Timmy
yang tabah itu berenang kembali ke pulau untuk mencari pertolongan.
"Kurasa aku tahu apa yang terjadi!" kata Julian, setelah berpikir sesaat.
"George datang lagi ke villa Bu Grant! Dan rupanya rencananya ada yang meleset,
sehingga George kini berada dalam kesulitan. Kita harus menyelamatkannya!"
"Ya, betull" kata Dick. Ia menambahkan dengan sangsi, "Tapi bagaimana caranya"
Di sini tidak ada perahu lain."
Anne mulai menangis karena bingung. Sedang Julian langsung memotong perkataan
Dick. "Aku sanggup melakukan apa yang bisa diperbuat oleh Timmy," kata Julian. "Aku
akan berenang ke darat, lalu kembali kemari dengan perahu. Setelah itu kita
berdua naik perahu ke pangkalan, lalu pergi dengan sepeda mendatangi Bu Grant
"Aku juga ikut," kata Anne yang masih menangis.
"Aku pasti ada gunanya nanti di sana. Dan Timmy juga!"
Timmy menggonggong, tanda bahwa ia pun ingin ikut.
"Baiklah," kata Julian sambil mengangguk. "Sekarang aku berenang dulu ke darat
untuk mengambil perahu."
"Hati-hati," kata Anne dengan cemas.
"Jelas dong! Sementara aku berenang ke seberang, kalian cepat-cepat berpakaian
lalu kembali lagi ke sini. Tolong bawakan pakaianku pula. Dan jangan lupa
senter!" Timmy berdiri di tepi air sambil mengibas-ngibaskan ekor. Dengan penuh minat
diperhatikannya Julian yang dengan lambat-lambat masuk ke dalam air yang dingin.
Timmy merasa bahwa anak itu pasti hendak menolong George.
Air laut ternyata tidak sedingin sangkaan Julian. Ia berenang terus ke seberang,
sambil berpikir-pikir. Perlukah ia memberi tahu Bibi Fanny dan Paman Quentin"
Jelas saat itu lebih baik tidak, pikirnya kemudian. Paman Quentin keras sekali
wataknya. Kalau mendengar laporan tentang kejadian itu, Ia tentu akan marahmarah lagi. Mungkin soal itu bisa dibereskan sendiri oleh mereka, pikir Julian
selanjutnya, sehingga Paman tidak perlu mengetahuinya.
Ia berenang semakin dekat ke pantai seberang. Dan kejauhan ia sudah bisa melihat
perahu "Topan" yang ditambatkan pada pangkalan rumah perahu keluarga Kirrin.
Julian mempercepat gerak renangnya. Begitu sampai di tepi, ia langsung lari
menuju rumah perahu dan menjengukkan kepala ke dalam. Ternyata sepeda George
tidak ada. Julian lari ke perahu, meloncat ke dalam lalu mulai mendayung sekuat tenaga.
Dengan segera ia sudah sampai di Pulau Kirrin. Dick, Anne dan juga Timmy cepatcepat masuk ke perahu. Sesaat kemudian perahu itu sudah meluncur lagi mengiris
air, menuju tepi teluk. Ketiga anak itu bergegas mengambil sepeda meneka yang disimpan clalam rumah
perahu, lalu buru-buru pergi. Timmy berlari di sisi mereka. Anjing yang tabah
itu sama sekali tidak mempedulikan rasa capek. lngatannya saat itu hanya ada
satu. George harus diselamatkan!
"Dugaan kita ternyata tepat!" kate Julian, sambil mengayuh sepedanya ke arah
villa 'Mon Tr sor'. "Kalau George tidak ada di sana, mana mungkin Timmy mau "ikut!"
Tidak lama kemudian Timmy yang berlari mendului sudah berada di depan gerbang
pagar kebun villa Rd Grant. Ia mengarahkan moncongnya ke garasi, lalu
menggonggong sekali. Detik berikut terdengar suara seseorang. Bunyinya memberi kesan bahwa orang itu
berada dalam suatu ruangan tertutup.
"Tim! Timmy!" "George!" seru Dick, yang mengenali suara George "Di mana kau" Kami ada di
sini!" "Aku di sini! Dalam garasi!"
"Jangan berteriak-teriak, Dick!" desis Julian dengan kesal. "Nanti Bu Grant
terbangun karena mendengar keberisikanmu. Bahkan mungkin sekarang pun ia sudah
bangun!" Julian mendesis sekali lagi dengan agak keras, menyuruh George diam.
Anak-anak menunggu selama beberapa saat, tanpa berbuat apa-apa. Mereka ingin
mengetahui apakah Bu Grant terbangun atau tidak. Tapi dalam villa tidak
kelihatan apa-apa. Suasana malam tetap sunyi senyap.
George yang terkunci dalam garasi berharap semoga Bu Grant menutup jendela kamar
tidurnya sementara Julian, Dick dan Anne terus menatap pintu depan villa.
Akhirnya Julian berbisik dengan nada lega.
"Kelihatannya Bu Grant tidak terbangun! Sekarang kita mengeluarkan George dari
dalam garasi!" Dick mengangguk. "Ya, aku juga tahu bahwa ia harus dikeluarkan dari situ. Tapi kau sudah tahu
caranya?" "Kita harus mencari jalan."
"Kurasa, pertama-tama kita harus memanjat gerbang ini dulu," kata Anne dengan
ragu-ragu "Mestinya George tadi masuk juga dengan jalan begitu..."
"Dan setelah itu ia tertangkap!" sambung Julian dengan segera.
"Mungkin pagar di sini dialiri listrik, atau dihubungkan dengan alat alarm. Atau
mungkin juga ada perangkap yang dipasang dalam rumput," bisik Dick.
"Mana mungkin!" bantah Julian sambil berbisik pula. "Kalau memang ada perangkap
yang dipasang dan George terkena perangkap itu. pasti ia cedera. Ia takkan
sanggup menjawab dengan suara selantang tadi. Tapi di pihak lain kita memang
perlu berhati-hati. Biar aku dulu yang memanjat pintu gerbang ini. Lalu aku
meloncat turun ke jalan masuk, dan tidak ke rumput. Dengan begitu aku bisa
melihat ada apa di depanku. Sedang di rumput mungkin saja ada sesuatu yang tidak
kelihatan!" Rencana Julian memang tepat sekali. Ia meloncat turun di balik pintu gerbang, di
bagian yang tidak berumput. Setelah itu ia menyuruh Dick menyusul.
"Anne, kau tetap di situ bersama Timmy," kata Julian. "Siapa tahu, kalau kami
nanti juga ketahuan dan tertangkap, kau harus cepat-cepat ke Pondok Kirrin untuk
meminta bantuan!" Dari balik gerbang Anne memperhatikan kedua abangnya yang menyelinap-nyelinap
menuju garasi. Julian membungkuk di depan pintu garasi, lalu berbisik lewat lubang kunci.
"George! George! Aku dan Dick sudah ada di sini! Kecuali pintu ini, masih adakah
jalan masuk lainnya?"
"Tidak!" jawab George dan dalam. "Sama sekali tidak ada! Dan pintu ini tadi
dikunci oleh Bu Grant. Dalam mobil yang ada di sini aku tadi menemukan peti
perkakas. Tapi sampai sekarang aku belum berhasil membuka pintu sialan ini."
Dick mengumpat-umpat untuk menyatakan kekesalannya.
"Kau ada akal, Ju?" tanyanya kemudian pada abangnya.
Julian berpikir-pikir. Ia mendongak, memandang ke atas garasi. "
"Atap garasi ini dari genteng," katanya sambil memperhatikan. "Kalau beberapa
lembar kita buka mestinya George bisa meloloskan diri ke luar lewat lubang yang
terjadi!" "Wah, betul juga katamu! Hebat, Ju!" kata Dick bersemangat.
Sementara itu Julian sudah membung kuk kembali, lalu berbisik lewat lubang
kunci. "He, George! Coba kau naik sebentar ke atas atap mobil, lalu mengetuk-ngetuk
genteng yang tepat berada di atas kepalamu. Supaya aku tahu di mana kau berada!"
"Beres!" balas George sambil berbisik.
Dick menyandarkan punggung ke dinding garasi sambil menjalinkan tangan di depan
perut. Julian menempatkan kakinya ke telapak tangan Dick, dan dengan bantuan
tangga darurat itu ia berhasil naik ke atap garasi. Genteng yang terpasang di
situ diangkatnya beberapa buah. Pekerjaan itu sama sekali tidak sulit baginya.
Dengan hati-hati lembaran genteng yang sudah diangkat ditumpukkannya di
sampingnya Dengan cepat sudah terjadi lubang yang cukup lebar. Lewat lubang itu Julian
menjenguk ke dalam garasi. Samar-samar dilihatnya muka George yang tengadah
memandang ke arahnya. "Kau ini macam-macam saja," tukas Julian. "Untung Timmy itu anjing yang pintar.
Kalau ia tidak berenang kembali ke pulau tadi untuk membangunkan kami, kau pasti
masih akan lama terkurung terus di sini!"
"Timmy memang hebat!" kata George pelan. Ia merasa menyesal. "Kalau ia tidak ada
- dan juga kalian...."
Kini Julian terbaring di atas atap. Ia mengulurkan lengannya ke dalam lubang,
lalu menarik George ke atas.
"Sekarang bantu aku memasang genteng ini kembali ke tempat semula," bisiknya
pada George. "Cepatlah sedikit!"
George tertawa ditahan. "Bisa kubayangkan betapa tercengangnya Bu Grant besok pagi, apabila membuka
pintu garasi dan melihat aku sudah tidak ada lagi di dalam! Pasti ia akan pusing
memikirkan, bagaimana aku bisa keluar - padahal pintu terkunci!" bisiknya.
Beberapa saat kemudian Julian dan George meluncur turun dari atap. Bersama Dick
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka cepat-cepat lari ke pintu gerbang, lalu memanjat ke luar. Sementara itu
Anne masih menunggu dengan perasaan cemas, di samping Timmy. Melihat tuannya
muncul dalam keadaan selamat, Timmy melonjakinya dengan gembira. Timmy begitu
bersemangat, sehingga George jatuh terdorong olehnya.
"Timmy! Timmy manis!" kata George sambil merangkul anjingnya.
"Kau menyelamatkan diriku! Kalian juga, tentunya," sambungnya pada Julian serta
kedua adiknya. "Aku benar-benar berutang budi pada kalian!"
"Sekarang kita harus lekas-lekas pergi dari sini!" ajak Julian. "Ceritanya nanti
saja kauceritakan, dalam perjalanan!"
Anak-anak bergegas menaiki sepeda masing-masing, meninggalkan villa dengan
penghuninya yang tidak ramah itu.
Sesampai di Pulau Kirrin mereka langsung masuk ke tenda. Mereka merasa capek
sekali, setelah mengalami saat-saat yang begitu menegangkan tadi.
Bab 9 TEMPAT PERTANIAN BU REYNOLD
Keesokan paginya mereka mula-mula sarapan dulu.
Setelah itu mereka melanjutkan perembukan yang terputus kemarin malam.
"Pertama-tama, aku perlu menegaskan suatu hal," kata Julian dengan nada tegas.
"Kau telah melanggar persepakatan kita dengan petualanganmu sendiri tadi malam,
George! Kita kan sudah sependapat akan menulis surat pada Bu Grant. Tapi dipihak
lain, karena petualanganmu itu kite sekarang sudah agak maju dengan pengusutan
kita. "Apa maksudmu?" tanya Anne dengan heran.
"Kita kan ingin mengetahui apakah Bu Grant memiliki harta yang kini sedang
diincar para penjahat!" kata Julian menjelaskan.
"Ya, betul! Lalu"
"Kita sekarang sudah memperoleh kejelasan mengenainya. Kemarin malam George
sempat bercakap-cakap dengan Bu Grant, walau percakapan itu tidak bisa dibilang
berlangsung secara ramah. Tapi pokoknya kita sekarang sudah tahu bahwa Bu Grant
tidak memiliki perhiasan jamrud. Sebab kalau ia memilikinya, ia pasti tidak
tercengang ketika George menyebutkan perhiasan itu. Bu Grant malah bersikap
seolah-olah George mempermainkan dirinya!"
"Hebat, Ju! Pendapatmu itu tepat sekali!" kata Dick bersemangat. "Tidak ada apaapa yang bisa diincar para penjahat di 'Mon Tr sor'!?"Julian melihat bahwa George diam saja. Saudara sepupunya yang bandel itu duduk
di atas batu. Ia merenung, sambil merangkul leher Timmy.
"He. George! Jangan melamun saja," kata Julian. "Kau tadi mendengar apa yang
kami bicarakan?" "Tentu saja!" jawab George "Semuanya kudengar dengan jelas. Tapi aku tidak
sependapat dengan kalian!"
"Eh! Kenapa tidak?" tanya Dick dengan mata terbuka lebar karena heran.
"Kurasa sikap Bu Grant kemarin malam pasti akan begitu juga, andaikata ia
memiliki perhiasan jamrud itu."
"Mana mungkin! Sikapnya pasti lain!" bantah Anne. "Kalau ia benar-benar
memilikinya, pasti ia akan langsung mempercayai laporanmu. Ia pasti mengucapkan
terima kasih, karena diberi tahu tentang rencana perampokan itu!"
"Tapi bagaimana jika ia menyangka kita benar-benar mata-mata penjahat yang
ditugaskan untuk melihat keadaan di situ?" balas George.
"Kalau sangkaannya mengenai diri kita begitu, malah ia memang harus bersikap
pura-pura heran ketika aku menyebut-nyebut perhiasan jamrud itu! Ia memang harus
bersikap seolah-olah tidak memilikinya! Karena kalau ia tidak punya perhiasan,
apa gunanya penjahat merampok ke situ. Ya kan?"
Keempat bersaudara itu masih agak lama juga merundingkan masalah itu. Tapi
mereka tidak berhasil mencapai kata sepakat mengenai Bu Grant.
Akhirnya Julian mengambil keputusan.
"Yang penting adalah bahwa kita melakukan pengusutan secara berurutan," katanya.
"Bu Killarney sudah jelas tidak masuk hitungan lagi. Bu Grant" Masih ada
kemungkinannya. Tapi di samping mereka ada Bu Reynold. Karena itu kusarankan
agar kita sekarang mendatanginya. Bagaimana selanjutnya, tergantung dari hasil
penyelidikan kita nanti!"
"Ya, setuju. Itu ide yang bagus" seru George. Ia langsung berdiri. "Kapan kita
berangkat" Aku setuju kalau langsung sekarang juga!"
Anak-anak naik perahu lagi ke tepi teluk. Saat itu mereka sudah sadar bahwa
penyelidikan kali ini lebih sulit dari sangkaan mereka semula. Dan ketiga
penjahat yang ada, hanya dua yang dilihat oleh George. Dan itu pun hanya sekilas
saja. Satu-satunya yang bisa dijadikan pegangan ialah nama depan kedua penjahat
itu. Tapi anak-anak sama sekali tidak tahu di mana perhiasan yang diincar para
penjahat, dan siapa pemiliknya!
Kesialan anak-anak ternyata belum berakhir. Bu Reynold sama sekali tidak
berhasil mereka temui. Ketika Julian beserta ketiga saudaranya tiba di tempat pertanian dan minta
bicara dengan Bu Reynold, salah seorang wanita yang bekerja di situ mengatakan
bahwa majikannya tidak pernah mau menerima tamu. Bu Reynold sendiri yang
menangani tugas-tugas pengelolaan perusahaan pertaniannya itu. Ia sendiri yang
mengatur pekerjaan di situ. Ia sendiri pula yang menjual hasil-hasil
pertaniannya. "Saat ini ia sedang memuat telur dan ayam ke dalam mobil, untuk dibawa ke pasar.
Jika kalian ingin berbicara dengan dia, sebaiknya kalian menelepon dulu untuk
membuat perjanjian. Tapi kurasa ia pasti takkan mau!" kata wanita pekerja itu
sambil tertawa. "Bu Reynold hanya punya waktu untuk bisnisnya saja. Ia tidak
suka mengobrol!" Saat itu anak-anak melihat sebuah mobil berjalan di pekarangan, menuju ke luar.
Mobil itu dikendarai seorang wanita.
"Itu dia!" kata wanita pekerja itu.
"Bu Reynold! Bu Reynold!" Julian memanggil-manggil sambil melambaikan tangannya.
"Sebentar Bu." Mobil itu berkurang kecepatannya. Wajah seorang wanita bermuka kurus dan galak
memandang dari balik jendela.
"Ada apa?" tanya wanita itu dengan ketus.
"Saya ingin berbicara sebentar!" kata Julian. "Ada urusan penting sekali!"
"Urusan bisnis" tanya wanita itu.
"Bukan, Bu. Pribadi," kata Julian.
"Tidak ada waktu!"
Julian tercengang mendengar jawaban singkat itu. Sementara itu mobil sudah
meluncur lagi, dan menghilang di balik kepulan abu jalan.
"Astaga!" kata Anne kaget. "Ketus sekali sikapnya!"
"Kan sudah kukatakan sedari tadi," kata wanita pembantu Bu Reynold sambil
tertawa. "Nah - aku harus bekerja lagi sekarang." Wanita itu masuk ke kandang.
Saat itu muncul seorang laki-laki yang sudah tua, Rupanya ia juga bekerja di
situ. Ia menghampiri Julian dan saudara-saudaranya sambil tersenyum ramah.
"Kalian tadi ingin bertemu dengan majikanku?" tanya laki-laki itu.
"Ya," jawab George dengan tampang masam. Ia merasa sakit hati melihat sambutan
Bu Reynold yang kasar tadi. "Kami perlu menyampaikan kabar penting padanya.
Kabar penting untuknya!"
Pekerja itu tertawa keras.
"Kalau kabar itu memang benar penting untuknya, mestinya ia mau mendengarkan!
Soalnya, yang penting bagi Bu Reynold adalah uang! Minatnya hanya pada uang
saja. Kikirnya bukan main! Tentang itu aku tahu pasti. Kabarnya uang simpanannya
banyak sekali. Kecuali itu ia juga menyimpan harta dalam ruangan di bawah tanah.
Bu Reynold menyangka tidak ada yang tahu mengenainya. Padahal orang sekitar sini
tahu semua mengenai hal itu!"
Anak-anak mendengar cerita pekerja tua itu dengan penuh perhatian. Mereka
menghujaninya dengan berbagai pertanyaan. Tapi mengenai harta, tidak banyak lagi
yang bisa diceritakannya. Ia hanya mendengar kabar bahwa Bu Reynold
menyembunyikan sesuatu di gudang bawah tanah. Apa benda itu, tidak ada yang
tahu. Tapi pasti harta! Bab 10 PERTEMUAN TAK TERDUGA "Kurasa persoalannya kini sudah jelas," kata Julian kemudian, ketika mereka
duduk-duduk di pantai. "Hanya Bu Reynold saja yang mungkin merupakan wanita
pemilik perhiasan jamrud itu. Setelah pembicaraan kita di pertanian miliknya
tadi, kurasa Ru Grant tidak mungkin lagi kita sangka pemilik harta itu."
"Itu memang masuk akal," kata George menyatakan pendapatnya. "Tapi walau begitu,
tentang Bu Grant ada sesuatu yang menurut perasaanku tidak beres. Aku
dikurungnya dalam garasi, padahal aku hanya ingin berbicara dengannya.
Tindakannya itu menurutku berlebih-lebihan! Karena itu bagiku ia masih tetap
mungkin calon korban para penjahat itu. Jadi saat ini kita masih tetap belum
tahu dengan pasti, siapa di antara Bu Grant dan Bu Reynold yang saat ini diincar
para penjahat. Karenanya kita belum bisa melapor pada polisi!"
"Betul!" kata Dick dengan suram, "Kalau kita melapor juga, paling-paling kita
diterawakan nanti. Polisi sudah pasti tidak senang, dan kita diusir!"
"Orang dewasa selalu beranggapan bahwa anak-anak bisanya hanya merepotkan saja,"
keluh Anne. "Karenanya kita harus berusaha membuktikan bahwa anggapan itu keliru! Artinya
kita harus terus mengawasi 'Mon Tresor' dan tempat tinggal Bu Reynold. Kita
tidak bisa banyak beristirahat dalam liburan sekali ini," kata George dengan
tegas. Selama hari-hari berikutnya anak-anak mengawasi lingkungan kedua tempat tinggal
yang mereka duga akan menjadi sasaran perampokan. Tapi para penjahat tidak
pernah muncul di situ. Anak-anak juga tidak berhasil menemukan petunjuk baru.
Mereka masih berusaha sekali lagi untuk menemui Bu Reynold. Tapi usaha itu gagal
pula. Wanita pengusaha pertanian itu dengan tandas menolak untuk berbicara
dengan mereka. "Lama-kelamaan aku mulai merasa bahwa soal perampokan perhiasan jamrud ini
sebenarnya ada dalam khayalan kita saja!" kata Anne pada suatu hari.
Anak-anak sudah nyaris putus asa. Sementara itu waktu berjalan terus. Saat itu
sudah tanggal 20 Juli. Tinggal 10 hari lagi sebelum rencana perampokan akan
dilaksanakan! Anak-anak merasa pusing memikirkan kejadian itu. Siapakah
sebenarnya Robert, penjahat ketiga yang misterius itu.
"Coba aku bisa berjumpa lagi dengan kedua penjahat yang kuintip waktu itu!" kata
George dengan nada kesal. "Kita akan bisa membuntuti mereka dengan diam-diam,
dan dengan begitu setidak-tidaknya tahu di mana tempat tinggal mereka!"
Anne membereskan sisa sarapan mereka. Ia melihat bahwa perbekalan makanan sudah
sangat menyusut. Coklat sudah habis. Begitu pula dengan mentega. Sedang gula dan
biskuit tinggal sedikit! "Kita juga memerlukan tambahan kentang, korek api, tomat dan telur," katanya
sambil memeriksa tempat persediaan makanan. "Dan kalau kebetulan kita melihat
keju yang enak ..." "Dengan perkataan lain, semuanya kita perlukan" kata Julian sambil tertawa.
Anne memang sangat suka pada pekerjaan rumah tangga. Ia sama sekali tidak merasa
berkeberatan jika disuruh mengatur rumah. Lain sekali dengan George, yang kalau
disuruh pasti langsung cemberut. Ia lebih suka bergulat dengan kedua saudara
sepupunya yang laki-laki!
"Kalau begitu kita berbelanja saja sekarang ke Kirrin!" kata Dick.
George mendorong perahunya yang bernama"Topan" ke air, sementara saudarasaudaranya naik sambil membawa keranjang belanjaan.
Sesampai di Kirrin mereka langsung pergi ke pasar untuk berbelanja. Selesai
berbelanja mereka menitipkan keranjang-keranjang yang sudah penuh pada seorang
wanita tua penjual keju kenalan mereka. Mereka masih ingin berjalan-jalan
sebentar, menikmati keramaian pasar.
"Wah! Ramai sekali pasar hari ini!" seru Dick dengan gembira. "Macam-macam
tampang orang yang nampak di sini. Nah, nah - di sana terjadi keributan.
Lihatlah!" Orang-orang berkerumun, mengelilingi seorang wanita penjual ikan yang sedang
ribut bertengkar dengan seorang pembeli yang marah-marah. Keempat anak itu asyik
melihat orang itu, yang mengumpat-umpat. Rupanya ia menuduh tukang ikan menjual
ikan yang sudah tidak segar lagi.
Tiba-tiba George terdorong oleh seseorang dengan kasar ke samping. George
berpaling dengan marah. Tapi saat itu juga ia terpaku, tidak jadi menyemprot
orang yang mendorongnya itu. Di depannya ia melihat seorang laki-laki bertubuh
kurus jangkung yang berambut merah. Potongan tubuhnya mirip dengan Leo, penjahat
yang dilihatnya di pantai Pulau Kirrin bersama laki-laki kekar yang bernama
Herman! George cepat-cepat menelan kata-kata yang sudah hampirterlontar dari mulutnya.
Untung orang itu tidak memperhatikannya!
George menggamit saudara-saudaranya.
"Kalian melihat laki-laki berambut merah yang di sana itu?" bisiknya pada
mereka. "Aku tidak berani memastikan - tapi rasa-rasanya orang itulah yang
bernama Leo!' Saudara-saudaranya kaget, lalu memandang ke arah yang ditunjuk. Betulkah George
berhasil menemukan jejak penjahat itu"
"Wah, hebat kalau katamu itu ternyata benar," kata Julian. "Kita harus terus
membuntutinya! Nanti akan ketahuan juga apakah kau tidak keliru, George!"
"Hah - akhirnya ada juga jejak yang bisa kita ikuti," kata Dick bersemangat. "Ia
pasti akan membawa kita ke tempat orang yang bernama Herman!"
"Itu kalau ia memang Leo!" kata George.
"Tapi tidak ada salahnya menyelidiki di mana tempat tinggal laki-laki itu," kata
Anne sambil tersenyum. "Asal ia tidak naik mobiI" kata Dick agak khawatir, "Kalau ia nanti naik mobil,
tak mungkin kita bisa membuntuti."
"Siapa bilang tidak bisa! Kan ada jejak ban mobil yang bisa kita ikuti!" bantah
George. "Sudah - jangan bertengkar!" kata Julian menengahi. "Laki-laki itu pasti tidak
menunggu sampai kalian selesai berbantah."
Sementara itu pertengkaran antara penjual ikan dengan pembelinya sudah selesai.
Orang-orang yang tadi berkerumun sudah bubar, karena tidak ada lagi yang di
tonton. Laki-laki yang berambut merah melintasi lapangan pasar. Ia menuju ke sebuah
kedai minum. Orang-orang yang capek sehabis berbelanja bisa duduk-duduk di teras
depan kedai itu, di mana di pasang payung-payung besar yang berwarna-warni.
Laki-laki itu duduk di bawah salah satu payung. Di tempat itu sudah ada seorang
laki-laki lain. Orang itu bertubuh kekar, dengan rambut potongan pendek.
"Itu Herman" bisik George bersemangat. "Kalau dia, aku tahu pasti! Waktu itu aku
melihat mukanya dengan jelas. Kita sudah berhasil menemukan jejak kedua penjahat
itu!" "Asal nanti tidak lolos lagi!" kata Julian khawatir.
"Atau kita ketahuan oleh mereka!" tambah Dick sambil nyengir. Ia sengaja
mengatakan begitu, untuk menakut-nakuti Anne.
"Sudahlah, Dick - kau ini senang sekali mengganggu Anne," kata George. "Lebih
baik kita berusaha menguping, untuk mengetahui apa yang dirundingkan oleh kedua
orang itu. Sebaiknya kita duduk saja di meja sebelahnya. Mereka kan tidak tahu
siapa kita. Jadi pasti mereka tidak merasa curiga, jika kita duduk dekat mereka.
Mereka takkan menduga bahwa kita ingin mendengarkan pembicaraan mereka."
Tanpa menunggu persetujuan saudara-saudaranya, George langsung pergi ke meja
yang masih kosong dekat kedua laki-laki itu, lalu duduk di kursi yang tersedia
di situ. Saudara-saudaranya datang menyusul, tanpa mengatakan apa-apa.
Kedua penjahat yang sedang asyik berunding, sama sekali tidak mempedulikan
mereka. Karenanya anak-anak bisa dengan leluasa mengikuti pembicaraan kedua
orang itu. Kebetulan mereka bercakap-cakap dengan suara yang tidak begitu pelan.
Rupanya mereka merasa aman di situ!
"Jadi Robert akan datang besok, Leo" Kau tahu pasti tentang itu?"
"Ya, Pak Herman," jawab Ieo. "Ia akan langsung mulai bekerja - agak lebih cepat
dari rencana semula."
"Kalau begitu kita juga bisa lebih cepat melaksanakan rencana kita," kata lakilaki yang bernama Herman.
"Lebih baik jangan, Pak," kata Leo. "Sekarang daerah sini masih ramai. Nanti
tanggal 30 Juli, orang-orang yang berlibur di sini kebanyakan sudah pulang ke
tempat masing-masing. Saat itu kita bisa lebih tenang beraksi. Tidak ada risiko
ketahuan." "Husy, pelan sedikit bicaramu! Aku tidak tuli!"
"Ya, Pak. Jadi begini...."
Laki-laki berambut merah itu kini berbisik-bisik. Anak-anak saling pandangmemandang. Siapakah Robert itu" Dan di manakah ia akan bekerja mulai besok"
Mereka tidak berani membicarakan teka-teki itu dengan suara nyaring. Karena itu
mereka sibuk menulis di atas kertas, yang kemudian saling disodorkan. Orang yang
tidak tahu pasti menyangka mereka sedang bermain teka-teki.
"Robert itu mungkin pembantu yang baru di villa Bu Grant," tulis Dick di atas
kertas. "Bukan," tulis Julian di bawahnya. "Kurasa lebih mungkin pekerja di pertanian
milik Bu Reynold." "Kedua-duanya mungkin saja," demikian catatan Anne.
Lima Sekawan 01 Mencari Warisan Ratu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kedua jejak harus kita ikuti terus," tulis George. Tapi saudara-saudaranya
tidak sempat membaca komentarnya, karena saat itu Leo dan Herman berdiri dari
kursi masing-masing. Untung anak-anak tadi sudah langsung membayar limun
rnereka, ketika diantar pelayan kedai minum. Karenanya mereka pun langsung
bangkit. Dengan sikap yang tidak menyolok, mereka mengikuti kedua penjahat itu
dan belakang. "Perburuan dimulai!" kate Dick bersemangat.
"Ini bukan main-main, Dick!" tukas Julian. "Ini merupakan bagian yang paling
berbahaya dalam penyelidikan kita!"
Sementara itu Timmy juga sudah mengenali kedua penjahat itu, dari bau mereka.
Timny berdiri dengan bulu tengkuk menegak. Ia menggeram-geram, menunggu aba-aba
tuannya. Tapi George memegang kalung leher anjingnya itu.
"Diam, Timmy! Sekarang belum waktunya. Kita tidak boleh ketahuan oleh mereka!"
Timmy menurut, walau ia tidak mengerti alasannya. Ia sebetulnya ingin langsung
menerjang kedua laki-laki itu. Ia merasa bahwa kedua orang itu pasti bukan orang
baik-baik. Bab 11 PERBURUAN Keempat remaja itu berjalan dergan santai, seperti sedang pesiar di situ. Mereka
memperhatikan barang-barang yang diperdagangkan di pasar. Padahal setiap kali
mereka melirik kedua penjahat yang berjalan di depan mereka. Untung saja
keduanya tidak tergesa-gesa.
Leo dan Herman berjalan dengan langkah lambat, sambil bercakap-cakap. Mereka
menyusur jalan raya desa Kirrin. Tapi tiba-tiba anak-anak kaget, melihat kedua
laki-laki itu bersalaman lalu berpisah. Laki-laki yang bernama Herman masuk ke
sebuah toko rokok. Sedang Leo melanjutkan langkahnya.
Anak-anak harus cepat-cepat mengambil keputusan!
"Aku dan Anne membuntuti Leo," kata Julian. "Sedang kalian, awasi terus lakilaki yang bernama Herman. Nanti kita berkumpul lagi di kedai tadi. Siapa yang
lebih dulu datang harus menunggu!"
"Beres," kata George. "Jadi sampai nanti"
Julian dan Anne berjalan, mengikuti Leo dan belakang. George dan Dick berdiri di
depan etalase toko rokok. Mereka pura-pura asyik memperhatikan beberapa korek
api yang bagus buatannya. Timmy memandang George dengan heran. Ia tahu, tuannya
tidak merokok. Kalau begitu kenapa ia berdiri di depan toko rokok"
Leo kini berjalan agak cepat. Julian sebenarnya cukup panjang langkahnya. Walau
begitu ia agak kewalahan juga mengikuti orang itu. Anne yang bertubuh mungil
sampai harus berlari-lari, agar jangan sampai tertinggal. Napasnya terengahengah. Julian mulai gelisah. Kalau Leo terus berjalan dengan cepat, pasti sebentar lagi
Anne akan kehabisan tenaga. Kecuali itu apabila mereka terus mengikuti sambil
bergegas-gegas, tidakkah Leo nanti timbul kecurigaannya?"
Walau begitu Julian masih terus saja membuntuti. Kelihatannya seperti sibuk
berpikir. Pandangannya ditatapkan ke jalan. Sedang Leo sama sekali tidak pernah
menoleh. Jelas bahwa ia tidak menduga bahwa saat itu ada yang sedang
membuntutinya. Sementara itu desa sudah ditinggalkan.
"Masih berapa lama lagi kita mengikutinya terus?" kata Anne dengan napas
tersengal-sengal. Hal itu rupanya yang sedang dipikirkan oleh Julian. Menurut pendapatnya, jika
Leo nanti membelok di salah satu tempat, mereka terpaksa berhenti membuntuti.
Tapi tiba-tiba penjahat itu berhenti. Sebuah sepeda motor nampak diparkir di
bawah pohon di pinggir jalan. Leo menghampiri kendaraan itu. Ia mendorongnya ke
jalan, lalu menstarternya. Dan tempat yang agak terlindung, Julian memandang
dengan jengkel. Itulah yang dikhawatirkan olehnya sejak tadi. Leo ternyata
datang dengan kendaraan bermotor.
"Sekarang kita tidak bisa membuntutinya lagi!" katanya sambil mengeluh. "Kita
hanya bisa mencatat nomor kendaraannya saja!"
Sementara itu Dick menempelkan mukanya ke kaca etalase toko rokok di desa.
"Jangan begitu!" kate George menggerutu. "Kausangka orang di dalam tidak bisa
melihat perbuatanmu" Nanti kita masih bisa mengetahui apa yang akan dilakukan
oleh Herman!" Dan benarlah - tidak lama kemudian laki-laki bertubuh kekar itu muncul di ambang
pintu toko. Ia sibuk mengisi tembakau ke dalam pipa, sehingga tidak
memperhatikan anak-anak yang berdiri tidak jauh dan situ. Timmy menggeram lagi.
"Ssst!" desis George. "Tenang, Tim!"
Herman berjalan dengan langkah lambat, menyusur jalan besar.
Karenanya dengan mudah George dan Dick bisa mengikutinya dan belakang. Keduanya
berjalan sambil mengobrol tentang barang-barang yang narnpak dipajang dalam
etalase loko-toko. Mereka bersikap seperti anak-anak yang sedang herlibur di
situ. Tiba-tiba Herman membelok, memasuki pintu sebuah rumah. George buru-buru
menyusul. "Jika kita bernasib baik, ia tinggal di sini!" katanya bergairah. "Yuk, kita
lihat saja nama-nama yang tertera pada deretan kotak surat dalam gang ini!"
Ternyata Dick dan George memang sedang mujur!
Pada sebuah kotak surat terternpel secarik kartu nama.
Di situ tertulis, 'Herman Stick. Tingkat II'.
"Sekarang kita sudah tahu di mana tempat tinggalnya," kata George puas. "Ada
kemungkinannya bahwa ini bukan namanya yang sebenarnya. Mungkin ia memakai nama
palsu. Tapi masa bodoh, pokoknya ia tinggal di sini. Yuk, ini perlu cepat-cepat
kite beritahukan pada Anne dan Julian."
Mereka bergegas kembali ke kedai minum. Tidak lama kemudian Julian tiba di situ
pula, bersama Anne. Anak itu segera melupaken rasa capeknya. ketika mendengar
cerita George dan Dick. Keempatnya bergembira. karena pengusutan mereka mulai
berkembang. "Seorang penjahat sudah terjaring!" kata Julian. "Tapi sayangnya, saat ini kita
sama sekali tidak punya bukti yang memberatkan dirinya. Polisi takkan mau
menangkapnya, jika ia kita adukan sekarang! Kita harus berusaha memergokinya
apabila ia bersama teman-temannya sedang melakukan perampokan. Kalau begitu,
polisi pasti akan mau percaya!"
Bab 12 ROBERT "Sekarang sudah tanggal 28 Juli!" kata Dick beberapa hari kemudian. "Lusa Leo
dan Herman akan melakukan aksi mereka. Tapi sampai saat hari kita masih selalu
saja helum tahu, siapa sebenarnya yang akan mereka rampok. Apa yang bisa kita
lakukan sekarang" "Sebaiknya lusa kita membuntuti Herman. Lalu ketika ia bersama kawannya masuk ke
'Mon Tresor' atau ke tempat tinggal Bu Reynold untuk merampok, kita cepat-cepat
minta tolong!" kata George menyarankan.
"Itu berbahaya!" kata Julian sambil menggelengkan kepala.
"Aku...aku takut!" kata Anne dengan wajah pucat.
Tiga Naga Sakti 12 Pendekar Bloon 21 Tokoh Tokoh Kembar Sepasang Manusia Bonsai 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama