Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 13
oleh mimpi-mimpi buruk mengerikan," tutur sang anak pada
ayahnya. "Ramuan maester tak mampu menyembuhkannya.
Hanya Lady Melisandre yang bisa menenangkannya hingga
tertidur." Itukah sebabnya Lady Melisandre berbagi tenda dengan
Raja" Davos bertanya-tanya. Untuk berdoa bersamanya" Ataukah
perempuan itu punya cara lain untuk menenangkannya hingga tertidur"
Itu pertanyaan tak pantas, yang tak berani ditanyakannya,
bahkan pada putranya sendiri. Devan anak yang baik, tapi
dia menyandang emblem jantung berapi di doublet-nya dengan
bangga, dan Davos menyaksikan dia di api unggun kala senja,
memohon pada Penguasa Cahaya untuk mendatangkan fajar.
Dia squire Raja, kata Davos pada diri sendiri, wajar saja jika dia
ikut meyakini dewa Raja. Davos hampir lupa setinggi dan setebal apa temboktembok Storm"s End menjulang bila dilihat dari dekat. Raja
Stannis berhenti di dekat sana, beberapa langkah dari Ser
Cortnay dan pembawa panjinya. "Ser," sapanya dengan sopan
santun kaku. Dia tak turun dari kuda.
"My Lord." Panggilan tersebut tak sesopan yang
seharusnya, tapi bukannya di luar dugaan.
708 "Sudah jadi tradisi untuk menyapa seorang raja dengan
Yang Mulia," Lord Florent mengumumkan. Seekor rubah emas
merah memunculkan moncong berkilatnya dari pelat dada
menembus lingkaran bunga lapis lazuli. Lord Brightwater Keep
yang sangat tinggi, sangat sopan, dan sangat kaya itu merupakan
pengikut pertama Renly yang menyatakan memihak Stannis,
serta yang pertama meninggalkan dewa-dewa lamanya dan
menerima Penguasa Cahaya. Stannis meninggalkan ratunya
di Dragonstone bersama sang paman, Axell, tapi orang-orang
Ratu sangat banyak dan kuat lebih daripada yang sudah-sudah,
terutama Alester Florent.
Ser Cortnay Penrose mengabaikan Lord Florent dan
lebih memilih berbicara pada Stannis. "Rombongan yang
mengesankan. Para lord terkemuka Estermont, Errol, dan
Vanner. Ser Jon dengan apel hijau Klan Fossoway dan Ser
Bryan dengan apel merah. Lord Caron dan Ser Guyard dari
Garda Pelangi Raja Renly... dan Lord Alester Florent dari
Brightwater yang jantan, pastinya. Kesatria Bawang apakah
Anda yang kulihat di belakang sana" Apa kabar, Ser Davos.
Sayangnya aku tidak kenal sang lady."
"Aku bernama Melisandre, Ser." Hanya perempuan itu
yang tak berbaju zirah, melainkan jubah merah yang mengepakngepak. "Aku melayani Rajamu, dan Penguasa Cahaya."
"Semoga Anda diberkati mereka, my lady," jawab Ser
Cortnay, "tapi aku menyembah dewa lain, dan raja yang
berbeda." "Hanya ada satu raja sejati, dan satu dewa sejati," Lord
Florent mengumumkan. "Apa kita di sini untuk memperdebatkan teologi, my
lord" Seandainya aku tahu, aku akan mengajak septon."
"Kau tahu betul apa sebabnya kita di sini," ujar Stannis.
"Kau memiliki dua minggu untuk mempertimbangkan
tawaranku. Kau telah mengirim raven. Belum ada bantuan
yang datang. Tidak akan ada. Storm"s End sendirian,
dan kesabaranku habis. Untuk terakhir kalinya, Ser, aku
709 memerintahkanmu membuka gerbang, dan menyerahkan apa
yang menjadi hakku."
"Dan apa syaratnya?" tanya Ser Cortnay.
"Seperti sebelumnya," jawab Stannis. "Aku akan
mengampuni pengkhianatanmu, seperti aku mengampuni
para lord yang kaulihat di belakangku. Para prajuritmu boleh
bergabung dengan pasukanku atau pulang ke rumah tanpa
dicelakai. Kalian boleh menyimpan senjata dan sebanyak
mungkin harta benda yang bisa kalian bawa. Meskipun begitu
aku akan menyita kuda-kuda dan binatang pengangkut beban
kalian." "Dan bagaimana dengan Edric Storm?"
"Anak haram kakakku harus diserahkan kepadaku."
"Kalau begitu jawabanku tetap tidak, my lord."
Sang raja mengertakkan rahang. Tak berkata apa-apa.
Melisandre-lah yang angkat bicara. "Semoga Penguasa
Cahaya melindungimu dalam kegelapanmu, Ser Cortnay."
"Semoga Makhluk Lain menyodomi Penguasa
Cahayamu," tukas Penrose, "dan mengelap bokongnya dengan
kain lap yang kaubawa."
Lord Alester Florent berdeham. "Ser Cortnay,jaga
lidahmu. Yang Mulia tidak berniat mencelakakan bocah itu.
Dia keluarga Yang Mulia, juga keluargaku. Keponakanku
Delena-lah ibunya, seperti yang diketahui semua orang. Jika
kau tak memercayai Raja, percayalah padaku. Kau tahu aku
lelaki terhormat?" "Aku tahu kau lelaki berambisi," sela Ser Cortnay.
"Lelaki yang menukar raja dan dewanya seperti caraku
mengganti sepatu bot. Begitu juga para pengkhianat lain di
depanku ini." Suara-suara marah terdengar di antara orang-orang
Raja. Dia tidak terlalu keliru, pikir Davos. Baru beberapa
waktu lalu, Klan Fossoway, Guyard Morrigen, serta para Lord
Caron, Varner, Errol, dan Estermont, seluruhnya merupakan
pengikut Renly. Mereka duduk dalam tendanya, membantunya
710 menyusun strategi perang, merencanakan cara mengalahkan
Stannis. Dan Lord Florent juga bersama mereka"dia boleh
saja paman Ratu Selyse, tapi hal itu tak mencegah Lord dari
Brightwater tersebut bertekuk lutut pada Renly begitu bintang
Renly tengah naik. Bryce Caron memajukan kudanya beberapa langkah,
jubah panjang bergaris-garis pelanginya berkibar diterpa angin
teluk. "Tak ada pengkhianat di sini, Ser. Kesetiaanku terletak
pada Storm"s End, dan Raja Stannis adalah penguasa sah...
dan raja sejati kita. Dialah Klan Baratheon terakhir, ahli waris
Robert dan Renly." "Kalau itu benar, kenapa Kesatria Bunga tak bersama
kalian" Dan di mana Mathis Rowan" Randyll Tarly" Lady
Oakheart" Kenapa mereka tidak ada di rombongan kalian,
orang-orang yang paling menyayangi Renly" Kutanya kalian, di
mana Brienne dari Tarth?"
"Yang satu itu?" Ser Guyard Morrigen tertawa kasar. "Dia
melarikan diri. Tidak mengejutkan. Dialah yang membunuh
Raja." "Dusta," kata Ser Cortnay. "Aku kenal Brienne sejak
dia masih gadis kecil yang menggelendoti kaki ayahnya di Aula
Evenfall, dan aku kenal dia lebih baik lagi ketika sang Bintang
Senja mengirimnya ke Storm"s End. Dia mencintai Renly
Baratheonsejak pertama kali melihatnya, orang buta pun bisa
mengetahui itu." "Sudah tentu," kata Lord Florent santai, "dan dia bukan
gadis pertama yang sinting sehingga membunuh lelaki yang
menolaknya. Meskipun kalau menurutku, aku yakin Lady
Stark-lah yang membunuh Raja. Dia bepergian jauh-jauh dari
Riverrun untuk menjalin persekutuan, dan Renly menolaknya.
Sudah pasti Lady Stark menganggap Raja sebagai ancaman bagi
putranya, maka dia membunuh sang raja."
"Pelakunya Brienne," Lord Caron bersikeras. "Sebelum
mati Ser Emmon Cuy bersumpah itu benar. Kau bisa memegang
kata-kataku, Ser Cortnay."
711 Kejijikan menajamkan suara Ser Cortnay. "Dan apa
artinya itu" Kulihat kau memakai jubah berwarna-warni.
Yang diberikan Renly padamu sewaktu kau mengucapkan
sumpah untuk melindunginya. Jika saat ini dia mati, kenapa
kau tidak?"Dia berpaling untuk mengecam Guyard Morrigen.
"Aku bisa menanyakan hal yang sama padamu, Ser. Guyard si
Hijau, bukan" Dari Garda Pelangi" Bersumpah menyerahkan
nyawa demi rajanya" Seandainya aku memiliki jubah itu, aku
pasti malu memakainya."
Morrigen meradang. "Bersyukurlah ini perundingan,
Penrose, atau sudah kupotong lidahmu karena ucapanmu."
"Dan melemparkannya ke perapian yang sama tempatmu
meninggalkan kelelakianmu?"
"Cukup!" bentak Stannis. "Penguasa Cahaya
menakdirkan adikku tewas akibat pengkhianatannya. Siapa
pelakunya tidak penting."
"Mungkin bagi Anda tidak penting," ujar Ser Cortnay.
"Aku telah mendengar tawaran Anda, Lord Stannis.
Sekarang ini tawaranku." Dia melepaskan sarung tangan
dan melemparkannya telak ke wajah Raja. "Pertarungan satu
lawan satu. Pedang, tombak, atau senjata apa pun yang Anda
inginkan. Atau seandainya Anda takut membahayakan pedang
ajaib dan kulit ningrat Anda melawan seorang tua, tunjuklah
petarung Anda, dan aku akan melakukan hal yang sama." Dia
menatap kasar Guyard Morrigen dan Bryce Caron. "Salah
satu dari dua anak anjing itu bisa melakukannya dengan baik,
menurutku." Wajah Ser Guyard Morrigen gelap oleh amarah. "Aku
menerima tawaran tersebut, seandainya itu membuat Raja
senang." "Begitu juga aku." Bryce Caron menatap Stannis.
Sang raja mengertakkan gigi. "Tidak."
Ser Cortnay tak tampak kaget. "Apa yang membuat
Anda ragu, my lord, kebenaran tujuan Anda atau kekuatan
712 lengan Anda" Apa Anda takut aku akan mengencingi pedang
berapimu dan memadamkannya?"
"Apa kau menganggapku sangat bodoh, Ser?" tanya
Stannis. "Aku memiliki dua puluh ribu prajurit. Kau dikepung
dari darat dan laut. Buat apa aku memilih pertarungan satu
lawan satu padahal kemenanganku pada akhirnya sudah pasti?"
Raja menudingkan satu jari ke arahnya. "Aku memberimu
peringatan. Jika kau memaksaku mengambil alih kastel dengan
serbuan bagai badai, takkan ada ampun bagimu. Aku akan
menggantung kalian karena berkhianat, semuanya."
"Apa pun kehendak para dewa. Bawalah badai Anda
ke sini, my lord"dan ingatlah nama kastel ini." Ser Cortnay
menyentak tali kekang dan berkuda kembali menuju gerbang.
Stannis tak berkata apa-apa lagi melainkan memutar
kuda dan mulai kembali ke perkemahan. Yang lain
mengikutinya. "Jika kita menyerbu dinding-dinding ini, ribuan
orang akan tewas," kata Lord Estermont tua dengan cemas,
dia kakek raja dari pihak ibu. "Lebih baik mengambil risiko
satu nyawa, benar" Tujuan kita luhur, maka dewa-dewa pasti
memberkati lengan petarung kita dengan kemenangan."
Dewa, orang tua, pikir Davos. Kau lupa, sekarang kita
hanya punya satu dewa, Penguasa Cahayanya Melisandre.
Ser Jon Fossoway berkata, "Dengan senang hati aku
bersedia menyambut tantangan tersebut sendiri, meskipun
kemampuan berpedangku tak sampai setengah keahlian Lord
Caron, atau Ser Guyard. Renly tak meninggalkan kesatria
terkemuka di Storm"s End. Tugas mengawal kastel diberikan
pada orang-orang tua dan bocah-bocah yang masih hijau."
Lord Caron sependapat. "Kemenangan mudah pastinya.
Dan kejayaan mengesankan, menaklukkan Storm"s End
dengan satu pukulan!"
Stannis menyisir mereka semua dengan tatapan.
"Kalian berceloteh mirip murai, dan tanpa otak. Aku ingin
ketenangan." Mata Raja tertuju pada Davos. "Ser. Berkudalah
bersamaku." Dia memacu kuda menjauh dari pengikutnya.
713 Hanya Melisandre yang mengiringi mereka, membawa panjipanji jantung berapi dengan rusa jantan bermahkota di
dalamnya. Seolah rusa itu ditelan bulat-bulat.
Davos memergoki para bangsawan rendah bertukar
pandang selagi dia berkuda melewati mereka untuk bergabung
dengan Raja. Mereka bukan kesatria bawang, melainkan para
lelaki bermartabat dari klan-klan tua yang terhormat. Entah
bagaimana dia tahu bahwa Renly tak pernah menegur mereka
dengan cara itu. Anak bungsu dari keluarga Baratheon itu
dilahirkan dengan bakat sopan santun yang sayangnyatak
dimiliki sang kakak. Dia menderap pelan setelah kudanya tiba di sisi Raja.
"Yang Mulia." Dilihat dari dekat, Stannis tampak lebih parah
daripada yang disaksikan Davos dari jauh. Wajahnya kuyu, dan
ada lingkaran gelap di bawah matanya.
"Seorang penyelundup pasti mahir menilai karakter
seseorang," kata Raja. "Apa pendapatmu mengenai Ser
Cortnay Penrose?" "Lelaki keras kepala," jawab Davos hati-hati.
"Aku menyebutnya lapar kematian. Dia mencampakkan
pengampunanku ke depanku. Aye, dan sebagai tambahan
mencampakkan nyawanya serta nyawa setiap orang yang ada
di balik dinding-dinding itu. Pertarungan satu lawan satu?" Raja
mendengus mencemooh. "Pasti dia keliru menganggapku
sebagai Robert." "Lebih tepatnya dia putus asa. Harapan apa lagi yang
dimilikinya?" "Tidak ada. Kastel akan jatuh. Tapi bagaimana
melakukannya dengan cepat?" Stannis merenung sejenak.
Di balik derap stabil kuku kuda, samar-samar Davos bisa
mendengar Raja mengertakkan gigi. "Lord Alester mendesakku
agar membawa Lord Penrose tua ke sini. Ayah Ser Cortnay.
Aku yakin kau kenal dia."
"Sewaktu aku menjadi utusanmu, Lord Penrose
menerimaku dengan lebih sopan daripada yang lain," tutur
714 Davos. "Dia laki-laki tua ringkih, Sire. Sakit-sakitan dan lemah."
"Florent menginginkannya tampak lemah lebih jelas lagi.
Di depan mata putranya, dengan jerat melingkari lehernya."
Menentang orang-orang Ratu memang berbahaya, tapi
Davos telah berikrar untuk selalu mengatakan kebenaran pada
rajanya. "Menurutku itu tindakan buruk, Paduka. Ser Cortnay
akan menyaksikan ayahnya tewas sebelum mengkhianati
kepercayaannya. Hal itu takkan ada gunanya bagi kita, dan
menodai tujuan kita."
"Menodai apa?" Stannis meradang. "Apa kau ingin aku
mengampuni nyawa para pengkhianat?"
"Kau mengampuni nyawa orang-orang yang ada di
belakang kita." "Apa kau mengecamku karena itu, penyelundup?"
"Itu bukan hakku." Davos khawatir dia terlalu banyak
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bicara. Raja terus mendesak. "Kau lebih menghargai si Penrose
ini daripada para lord pengikutku. Kenapa?"
"Dia teguh pada keyakinannya."
"Keyakinan yang salah tempat terhadapperebut takta
yang sudah tewas." "Benar," Davos mengakui, "tapi tetap saja, dia teguh
pada keyakinannya." "Sedangkan mereka yang di belakang kita tidak?"
Kini Davos sudah telanjur bicara blakblakan pada
Stannis untuk bersikap sungkan. "Tahun lalu mereka orangorang Robert. Sebulan lalu mereka pendukung Renly. Pagi ini
mereka pengikutmu. Siapa yang akan mereka ikuti besok?"
Dan Stannis terbahak. Suara yang mendadak, kasar
dan penuh cemoohan. "Sudah kubilang, Melisandre," katanya
pada sang perempuan merah, "Kesatria Bawangku memberiku
kebenaran." "Kulihat kau mengenalnya dengan baik, Yang Mulia,"
kata perempuan merah itu.
715 "Davos, aku sangat merindukanmu," Raja berkata.
"Aye, aku memang punya pengikut pengkhianat, hidungmu
tak menipumu. Para lord pengikutku tak setia bahkan dalam
pengkhianatan mereka. Aku membutuhkan mereka, tapi
kau pasti tahu bagaimana aku muak harus mengampuni
orang-orang seperti ini padahal aku telah menghukum orang
yang lebih baik dengan kesalahan lebih kecil. Kau berhak
mencelaku, Ser Davos."
"Kau mencela diri sendiri lebih daripada yang bisa
kulakukan, Yang Mulia. Kau harus memiliki para lord
terpandang ini demi mendapatkan takhtamu?"
"Dengan cengkeraman canggung, sepertinya." Stannis
tersenyum muram. Tanpa berpikir, Davos mengangkat tangan cacatnya ke
kantong di lehernya, dan merasakan tulang jari di dalamnya.
Keberuntungan. Raja memergoki tindakannya. "Masih disimpan di sana,
Kesatria Bawang" Kau belum kehilangan semuanya?"
"Tidak." "Kenapa kau menyimpannya" Aku sering bertanyatanya."
"Mereka mengingatkanku apa dulunya diriku. Dari
mana asalku. Mereka mengingatkanku akan keadilanmu,
Paduka." "Itu memang keadilan," Stannis berkata. "Tindakan
yang baik tidak menghapus kesalahan, begitu pula sebaliknya.
Masing-masing harus mendapatkan ganjaran. Kau pahlawan
dan penyelundup." Dia menoleh ke belakang ke arah Lord
Florent dan yang lain, kesatria pelangi dan pengkhianat,
yang mengikuti dari kejauhan. "Para lord yang diampuni
tersebutsebaiknya merenungkan itu. Mereka yang baik dan
setia akan bertempur demi Joffrey, keliru menganggapnya
sebagai raja sejati. Orang-orang utara bahkan mungkin
mengatakan hal yang sama tentang Robb Stark. Tapi para lord
yang merubungi panji adikku sudah tahu dia perebut takhta.
716 Mereka berpaling dari raja yang sah tanpa alasan selain impian
akan kekuasaan dan kejayaan, dan aku telah menandai apa
sebenarnya mereka. Mengampuni mereka, benar. Memaafkan.
Tapi tidak melupakan." Dia membisu sejenak, merenungkan
rencananya untuk menegakkan keadilan. Dan kemudian,
dia mendadak berkata, "Bagaimana sikap rakyat mengenai
kematian Renly?" "Mereka berduka. Adikmu sangat dicintai."
"Mereka yang bodoh mencintai orang bodoh," gerutu
Stannis, "tapi aku juga berduka untuknya. Untuk dirinya yang
bocah, bukan dia sebagai lelaki dewasa." Dia terdiam sesaat,
dan kemudian berkata, "Bagaimana pendapat rakyat mengenai
berita inses Cersei?"
"Sewaktu kita di antara mereka, mereka menyerukan
Raja Stannis. Aku tidak bisa memastikan apa yang mereka
katakan begitu kita berlayar."
"Jadi kau tak berpikir mereka percaya?"
"Waktu jadi penyelundup, aku mengetahui bahwa
sebagian orang memercayai segalanya sedangkan sebagian lagi
tak memercayai apa pun. Kita telah bertemu kedua tipe itu.
Dan masih ada cerita lain yang tersebar?"
"Benar." Stannis menyambar ucapan Davos. "Selyse
memasangiku tanduk, dan mengikatkan kerincingan pelawak
di setiap ujungnya. Ayah putriku adalah badut setengah
sinting! Cerita yang keji sekaligus absurd. Renly mengejekku
dengan semua itu sewaktuperembukan damai kami.Kau harus
sesinting Wajah Belang untuk memercayai hal semacam itu."
"Bisa jadi begitu, tuanku... tapi terlepas dari mereka
percaya cerita itu atau tidak, mereka senang menuturkannya."
Di banyak tempat, mereka menghadapi itu, mengekspos sisi
buruk seseorang untuk menciptakan kisah mereka sendiri.
"Robert bisa saja kencing di gelas dan orang-orang bakal
menyebutnya anggur, tapi aku menawari mereka air dingin
murni dan mereka malah menyipit curiga sambil berbisik-bisik
soal rasanya yang aneh." Stannis mengertakkan gigi. "Kalau
717 ada yang bilang aku menyihir diriku jadi babi hutan untuk
membunuh Robert, kemungkinan mereka juga bakal percaya."
"Kau tidak bisa menghentikan omongan mereka,
tuanku," kata Davos, "tapi jika kau membalas dendam pada
pembunuh saudaramu yang sebenarnya, rakyat akan tahu
bahwa semua kisah-kisah itu bohong."
Stannis kelihatannya hanya separuh mendengarkan.
"Aku tidak ragu Cersei punya andil dalam kematian Robert.
Aku akan menuntut keadilan untuknya. Aye, juga untuk Ned
Stark dan Jon Arryn."
"Dan Renly?" Kata-kata itu tercetus sebelum Davos
sempat memikirkannya. Lama sekali Raja tak berbicara. Kemudian, sangat lirih,
dia berkata, "Terkadang aku memimpikannya. Renly sekarat.
Tenda hijau, lilin, perempuan menjerit. Dan darah." Stannis
menunduk memandangi tangan. "Aku masih tidur waktu dia
mati. Devan saksinya. Dia berusaha membangunkanku. Fajar
sudah dekat, dan para lord-ku telah menunggu, gelisah. Aku
harusnya sudah menunggang kuda, berbaju zirah. Aku tahu
Renly akan menyerang begitu fajar menyingsing. Kata Devan
aku meronta dan berteriak, tapi apa pentingnya" Itu mimpi.
Aku di tendaku saat Renly mati, dan ketika bangun tanganku
bersih." Ser Davos Seaworth bisa merasakan ujung jari
fantomnya mulai gatal. Ada yang tidak beres di sini, pikir mantan
penyelundup itu. Namun dia mengangguk dan berkata, "Aku
mengerti." "Renly menawariku persik. Pada perundingan damai
kami. Mengejekku, menentangku, mengancamku, dan
menawariku persik. Kupikir dia menghunus pedang dan aku
berniat mencabut pedangku juga. Apa maksudnya, membuatku
memperlihatkan rasa takut" Atau itu salah satu lelucon tak
bergunanya" Waktu dia berkata betapa manisnya persik itu,
apa ucapannya memiliki arti tersirat?" Raja menggeleng-geleng,
persis anjing menggoyang-goyang kelinci untuk mematahkan
718 lehernya. "Hanya Renly yang bisa membuatku dongkol dengan
sebutir buah. Dia sendiri yang menyebabkan kematiannya
dengan pengkhianatannya, tapi aku menyayanginya, Davos.
Aku tahu itu sekarang. Sumpah, aku akan mati sambil
memikirkan buah persik adikku."
Saat itu mereka di sudah berada tengah perkemahan,
berkuda melewati deretan tenda, kibaran panji, serta tumpukan
perisai dan tombak. Bau kotoran kuda pekat di udara, berbaur
dengan asap dan aroma daging yang dimasak. Stannis menarik
kekang cukup lama untuk menyuruh pergi Lord Florent dan
yang lain, memerintahkan mereka menemuinya di tenda satu
jam lagi untuk rapatmajelis perang. Mereka mengangguk dan
membubarkan diri, sedangkan Davos dan Melisandre berkuda
menuju tenda Raja. Tendanya harus luas mengingat para lord pengikutnya
hadir dalam rapat majelis. Namun tak megah. Sekadar tenda
kanvas tebal prajurit, diwarnai kuning gelap yang terkadang
terlihat keemasan. Hanya panji kerajaan yang berkibar di tiang
tengah yang menandainya sebagai tenda Raja. Itu dan para
pengawal di sekitarnya; anak buah Ratu bersandar di tombak
panjang, dengan lambang jantung berapi disulam di atas dada.
Pengurus kuda datang membantu mereka turun dari
kuda. Salah satu pengawal melepaskan Melisandre dari panjinya
yang berat, lalu menghunjamkan tongkat itu dalam-dalam ke
tanah yang gembur. Devan berdiri di sebelah pintu, menanti
untuk menyibak pintu tenda bagi Raja. Seorang squire yang
lebih tua menunggu di sampingnya. Stannis melepas mahkota,
menyerahkannya pada Devan. "Air dingin, dua. Davos, ikut
aku. My lady, aku akan mengirim orang menjemputmu bila
akumembutuhkanmu." "Siap laksanakan perintah Raja." Melisandre
membungkuk. Setelah berada di terangnya pagi, bagian dalam tenda
terasa sejuk dan remang-remang. Stannis duduk di bangku
kayu polos dan melambai menyuruh Davos duduk di bangku
719 lain. "Suatu hari akan kuangkat kau jadi lord, penyelundup.
Walaupun cuma untuk membuat Celtigar dan Florent kesal.
Tapi kau takkan berterima kasih padaku. Itu berarti kau harus
tersiksa menghadiri rapat-rapat majelis ini, dan berpura-pura
tertarik mendengar ringkikan bagal."
"Kenapa kau menerima mereka kalau tak ada gunanya?"
"Bagal menyukai ringkikan mereka sendiri, kenapa lagi"
Dan aku perlu mereka menarik gerobakku. Oh, memang,
sekali-sekali muncul juga gagasan berguna. Tapi tidak hari ini,
menurutku"ah, itu putramu dengan air minum kita."
Devan meletakkan nampan di meja dan mengisi dua
cangkir tanah liat. Raja menaburkan sejumput garam di gelas
sebelum minum; Davos langsung menenggak airnya, berharap
itu anggur. "Kau membicarakan majelismu?"
"Biar kuceritakan jalannya rapat itu. Lord Velaryon akan
mendesakku menyerbu dinding kastel begitu matahari terbit,
memakaijangkar pengait dan tangga menghadapi anak panah
dan minyak mendidih. Bagal-bagal muda menganggap itu ide
bagus. Estermont lebih suka membuat mereka kelaparan,
seperti yang pernah coba diterapkan Tyrell dan Redwyne
padaku. Mungkin butuh waktu satu tahun, tapi bagal-bagal
tua itu sabar. Sedangkan Lord Caron dan lainnya yang senang
bertarung pasti ingin menyambut tantangan Ser Cortnay dan
mengambil risiko besar dalam pertarungan satu lawan satu.
Masing-masing membayangkan dirinya akan jadi petarungku
dan memenangkan ketenaran abadi. Raja menandaskan
airnya. "Kau ingin aku melakukan apa, penyelundup?"
Davos berpikir sejenak sebelum menjawab. "Serang
King"s Landing secara besar-besaran."
Raja mendengus. "Dan membiarkan Storm"s End tak
tersentuh?" "Ser Cortnay tak memiliki kuasa untuk mencelakaimu.
Klan Lannister punya. Pengepungan butuh waktu terlalu lama,
pertarungan satu lawan satu terlalu berisiko, dan penyerangan
akan memakan korban ribuan jiwa tanpa jaminan menang.
720 Dan itu tak perlu dilakukan. Begitu kau menggulingkan Joffrey
dari takhta, kastel ini dan yang lainnya pasti jadi milikmu. Di
perkemahan beredar kabar bahwa Lord Tywin Lannister buruburu bertolak menyelamatkan Lannisport dari pembalasan
dendam Orang-orang Utara..."
"Kau punya ayah yang sangat cerdas, Devan," kata Raja
pada pemuda yang berdiri di sampingnya. "Dia membuatku
berharap memiliki lebih banyak penyelundup yang melayaniku.
Dan lebih sedikit lord. Meskipun kau keliru dalam satu hal,
Davos. Ini memang perlu. Kalau aku meninggalkan Storm"s
End begitu saja, akan beredar kabar aku kalah di sini. Dan itu
tidak bisa kubiarkan. Orang-orang tak menyayangiku seperti
mereka mencintai saudara-saudaraku. Mereka mengikutiku
lantaran takut padaku... dan kekalahan adalah akhir dari rasa
takut.Kastel ini harus jatuh." Rahangnya dikertakkan ke kiri
dan kanan. "Aye, dengan cepat. Doran Martell telah memanggil
pasukan dan memperkuat penjagaan jalan-jalan gunung.
Orang-orang Dorne-nya sudah siap menyapu Perbatasan. Dan
Highgarden sama sekali tak lemah.Adikku meninggalkan
sebagian besar pasukannya di Bitterbridge, hampir enam puluh
ribu prajurit infanteri. Aku mengutus saudara istriku Ser
Errol dan Ser Parmen Crane untuk mengalihkan mereka ke
bawah komandoku, tapi mereka belum kembali. Aku khawatir
Ser Loras Tyrell tiba di Bitterbridge sebelum utusanku, dan
mengambil alih pasukan itu."
"Makin kuat lagi alasan untuk menguasai King"s Landing
secepat mungkin. Salladhor Saan memberitahuku?"
"Salladhor Saan hanya memikirkan emas!" Stannis
meledak. "Kepalanya dipenuhi mimpi-mimpi harta karun
yang menurutnya terkubur di bawah Benteng Merah, jadi
jangan sebut-sebut lagi nama Salladhor Saan. Pada hari aku
butuh nasihat militer dari perampok Lys adalah hari aku
melepaskan mahkota dan bergabung dengan Garda Malam."
Raja mengepalkan tinju. "Apa kau di sini untuk melayaniku,
penyelundup" Atau untuk membuatku dongkol dengan
721 berbagai dalih?" "Aku milikmu," jawab Davos.
"Kalau begitu dengarkan aku. Letnan Ser Cortnay
bersepupu dengan Klan Fossoway. Lord Meadows, bocah hijau
dua puluh tahun. Seandainya Penrose tertimpa kemalangan,
komando Storm"s End beralih ke pemuda tanggung itu, dan
sepupunya yakin dia akan menerima syarat-syaratku dan
menyerahkan kastel."
"Aku teringat pemuda lain yang pernah mengomandani
Storm"s End. Dia pasti tidak lebih dari dua puluh tahun."
"Lord Meadows tidak sekeras kepala aku dulu."
"Keras kepala atau pengecut, apa pentingnya" Ser
Cortnay Penrose kelihatannya masih kuat dan sehat."
"Begitu juga adikku pada hari sebelum kematiannya.
Karena malam gelap dan penuh dengan kengerian, Davos."
Davos Seaworth merasakan rambut di tengkuknya
meremang. "Mylord, aku tak mengerti."
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tak perlu pengertianmu. Hanya pelayananmu. Ser
Cortnay akan mati hari ini juga. Melisandre melihatnya dalam
api masa depan. Kematiannya dan caranya. Dia takkan mati
dalam pertarungan kesatria, sudah jelas." Stannis mengangkat
gelas, dan Deven mengisinya lagi dari kendi besar. "Api
Melisandre tak berdusta. Dia juga melihat kematian Renly
di Dragonstone dan memberitahu Selyse. Lord Velaryon dan
temanmu Salladhor Saan menyarankanku menyerbu Joffrey,
tapi Melisandre bilang jika aku ke Storm"s End, aku akan
mendapatkan sebagian besar kekuatan adikku, dan dia benar."
"T-tapi," Davos terbata-bata. "Lord Renly kemari karena
kau mengepung kastel. Sebelumnya dia sedang menuju King"s
Landing, melawan pasukan Lannister, dia pasti sudah?"
Stannis beringsut di kursi, mengernyit. "Sebelumnya,
pasti akan, apa itu" Dia melakukan apa yang dilakukannya. Dia
ke sini bersama pasukan dan persiknya, menuju kematiannya...
dan untung bagiku dia melakukan itu. Melisandre juga
melihat hari lain dalam apinya. Hari di masa depan ketika
722 Renly berderap ke selatan dalam zirah hijau untuk menyerbu
pasukanku di bawah tembok-tembok King"s Landing.
Seandainya aku bertemu adikku di sana, mungkin akulah yang
mati menggantikan dia."
"Atau kalian bisa menggabungkan kekuatan untuk
mengalahkan Lannister," protes Davos. "Kenapa bukan
kemungkinan yang itu" Jika dia melihat dua masa depan, yah...
tak mungkin dua-duanya benar."
Raja Stannis menudingkan jari. "Di sanalah kau keliru,
Kesatria Bawang. Beberapa cahaya menciptakan lebih dari
satu bayangan. Berdirilah di depan api unggun dan saksikan
sendiri. Api bergerak dan menari, tak pernah diam. Bayangbayang meninggi dan memendek, dan setiap orang memiliki
selusin bayangan. Sebagian lebih samar ketimbang yang lain,
itu saja. Nah, manusia juga menerakan bayangan di masa
depan mereka. Satu atau banyak bayangan. Melisandre melihat
semuanya. "Kau tak suka perempuan itu. Aku tahu, Davos, aku
tidak buta. Para lord-ku juga begitu. Estermont menganggap
jantung berapi pilihan buruk dan memohon untuk bertarung
di bawah panji rusa bermahkota seperti dulu. Ser Guyard
berkata perempuan tak seharusnya menjadi pembawa panji.
Yang lainnya berbisik-bisik bahwa dia tak punya tempat dalam
majelis perangku, bahwa sebaiknya aku mengirimnya kembali
ke Asshai, bahwa kehadirannya di tendaku pada malam hari
itu dosa. Aye, mereka berbisik-bisik... selagi dia melayani."
"Melayani apa?" tanya Davos, ngeri dengan jawabannya.
"Sesuai kebutuhan." Raja menatapnya. "Dan kau?"
"Aku..." Davos menjilat bibir. "Aku siap menerima
perintahmu. Kau menginginkan aku melakukan apa?"
"Bukan sesuatu yang belum pernah kaukerjakan.
Hanya mendaratkan perahu di bawah kastel, tanpa terlihat, di
kegelapan malam. Kau bisa melakukannya?"
"Ya. Malam ini?"
Raja mengangguk singkat. "Kau butuh perahu kecil.
723 Bukan Betha Hitam. Tidak boleh ada yang tahu."
Davos berniat memprotes. Sekarang dia kesatria, bukan
lagipenyelundup, dan dia tak pernah jadi pembunuh bayaran.
Namun ketika membuka mulut, kata-kata itu tak kunjung
terucap. Ini Stannis, junjungannya yang sah, dia berutang segalagalanya pada sang saja. Dan dia juga harus mempertimbangkan
putranya. Demi para dewa, apa yang dilakukan perempuan itu
padanya" "Kau diam saja," Stannis mengamati.
Dan sebaiknya tetap diam, kata Davos pada diri sendiri,
tapi dia malah berkata, "Paduka, kau harus mendapatkan
kastel itu, aku paham sekarang, tapi pasti ada cara lain. Yang
lebih bersih. Biarkan Ser Cortnay menjaga anak haram itu dan
dia mungkin mau menyerah."
"Aku harus mendapatkan anak itu, Davos. Harus.
Melisandre juga sudah melihatnya di api."
Davos mencari-cari tanggapan lain. "Storm"s End tak
punya kesatria yang mampu menandingi Ser Guyard atau Lord
Caron, atau seratus prajurit lain yang bersumpah melayanimu.
Pertarungan satu lawan satu ini... mungkinkah cara Ser
Cortnay untuk menyerah secara terhormat" Walaupun artinya
mengorbankan nyawanya?"
Raut resah melintasi wajah Raja mirip awan yang berarak.
"Lebih mungkin lantaran dia merencanakan pengkhianatan.
Takkan ada pertarungan. Ser Cortnay sudah mati sebelum dia
melemparkan sarung tangan itu. Api tidak berdusta, Davos."
Tapi mereka butuh aku untuk mewujudkannya, pikir Davos.
Sudah lama sekali sejak Davos Seaworth sesedih ini.
Dan begitulah, Davos mendapati dirinya sekali lagi
menyeberangi Teluk Penghancur Kapal dalam gelapnya malam,
mengemudikan perahu kecil berlayar hitam. Langitnya serupa,
juga lautnya. Aroma garam di udara, dan air yang memercik
di lambung kapal persis yang diingatnya. Seribu api unggun
berkeredep di sekeliling kastel, sama dengan api pasukan Tyrell
dan Redwyne enam belas tahun lalu. Tetapi lainnya sangat
724 berbeda. Waktu itu, kehidupanlah yang kubawa ke Storm"s End, dalam
bentuk bawang. Kali ini kematian, dalam sosok Melisandre dari
Asshai. Enam belas tahun lalu, layarnya berderak dan berkepak
seiring embusan angin, sampai dia menurunkannya dan
melanjutkan mengarungi teluk dayung yang dibungkus kain
agar tak bersuara. Meskipun begitu, jantungnya tetap saja di
tenggorokan. Prajurit di kapal-kapal Redwyne menjadi lengah
setelah terlalu lama mengepung, dan dia menyusup melewati
mereka semulus satin hitam.Kali ini, kapal yang terlihat hanya
milik Stannis, dan satu-satunya ancaman berasal dari penjaga
di dinding kastel. Tetapi Davos tetap saja setegang tali busur.
Melisandre mendekam di tempat duduk kapal, lenyap
dalam lipatan jubah merah gelap yang menutupinya dari ujung
rambut hingga ujung kaki, wajahnya pucat di bawah tudung.
Davos mencintai air. Tidurnya paling nyenyak bila dek berayun
di bawahnya, dan desahan angin di tali temali kapal baginya
lebih merdu daripada yang bisa diciptakan penyanyi mana pun
dengan senar harpa. Namun, laut pun tak menenangkannya
malam ini. "Aku bisa mencium ketakutanmu, tuan kesatria,"
ucap perempuan merah itu lirih.
"Seseorang pernah memberitahuku bahwa malam gelap
dan penuh dengan kengerian. Dan malam ini aku bukan
kesatria. Malam ini aku Davos si penyelundup lagi. Artinya kau
bawang bombainya." Melisandre tertawa. "Apakah aku yang kautakuti" Atau
kau takut pada yang kita lakukan ini?"
"Apa yang kaulakukan. Aku tidak ambil bagian dalam
itu." "Tanganmu yang menaikkan layar. Tanganmulah yang
memegang kemudi." Davos mengemudikan perahu tanpa bicara. Pantai
dipenuhi batu, maka dia membawa mereka jauh menyeberangi
teluk. Dia akan menunggu sampai arus berbalik sebelum
mengubah haluan. Storm"s End menyusut di belakang mereka,
725 tapi perempuan merah tak tampak resah. "Apa kau laki-laki
baik, Davos Seaworth?" tanyanya.
Apa laki-laki baik melakukan ini" "Aku laki-laki,"
sahutnya. "Aku baik pada istriku, tapi aku kenal perempuan
lain. Aku berusaha jadi ayah untuk putra-putraku, membantu
menciptakan tempat mereka di dunia ini. Aye, aku pernah
melanggar hukum, tapi tak pernah merasa jahat sampai malam
ini. Menurutku peranku bercampur, m"lady. Baik dan jahat."
"Lelaki abu-abu," ucap Melisandre. "Tidak hitam
ataupun putih, melainkan dua-duanya. Itukah dirimu, Ser
Davos?" "Bagaimana kalau itulah aku" Menurutku mayoritas
laki-laki memang abu-abu."
"Jika separuh bawang hitam membusuk, bawang itu
busuk. Laki-laki itu baik, atau jahat."
Api di belakang mereka melebur jadi cahaya samar
dilatari langit hitam, daratan nyaris tak terlihat. Sudah waktunya
memutar haluan. "Awas kepala, my lady." Davos mendorong
tongkat kemudi, dan perahu kecil itu memuntahkan pusaran
air hitam selagi berbalik. Melisandre membungkuk di bawah
tiang layar yang berputar, sebelah tangan memegang bibir
perahu, setenang biasa. Kayu berkeriut, kanvas berderak, dan
air memercik, begitu nyaring sehingga orang berani bersumpah
kastel pasti mendengarnya. Tetapi Davos lebih bijak dari itu.
Hanya debur ombak yang menembus dinding tinggi Storm"s
End yang berbatasan dengan laut, dan itu pun sayup-sayup.
Riakan ombak menyebar di belakang selagi mereka
meluncur kembali menuju pantai. "Kau membahas laki-laki
dan bawang bombai," kata Davos pada Melisandre. "Bagaimana
dengan perempuan" Memangnya berbeda" Apa kau baik atau
jahat, my lady?" Ucapan Davos membuatnya tertawa. "Oh, bagus. Aku
sendiri semacam kesatria, tuan yang baik. Petarung cahaya dan
kehidupan." "Tapi kau berniat membunuh seseorang malam ini,"
726 sahut Davos. "Seperti kau membunuh Maester Cressen."
"Maester-mu meracuni diri sendiri. Dia berniat
meracuniku, tapi aku dilindungi oleh kekuatan yang lebih
besar sedangkan dia tidak."
"Dan Renly Baratheon" Siapa yang membunuh dia?"
Melisandre menoleh. Di balik bayangan tudung,
matanya membara mirip nyala lilin merah pucat. "Bukan aku."
"Pembohong." Kini Davos yakin.
Melisandre tertawa lagi. "Kau tersesat dalam kegelapan
dan kebingungan, Ser Davos."
"Dan itu bagus." Davos menuding cahaya yang bekerlip
di sepanjang dinding Storm"s End di kejauhan. "Kau merasakan
dinginnya angin" Para penjaga akan mendekam di dekat oborobor itu. Sedikit kehangatan, sedikit cahaya, itu kenyamanan
pada malam seperti ini. Tapi juga membutakan mereka,
sehingga tak melihat kita lewat." Semoga saja. "Sekarang dewa
kegelapan melindungi kita, my lady. Termasuk kau."
Nyala di mata Melisandre tampak berkobar lebih
terang mendengar itu. "Jangan ucapkan nama itu, Ser. Jangan
sampai dia mengarahkan mata hitamnya pada kita. Dia tidak
melindungi siapa-siapa, aku jamin. Dia musuh semua yang
hidup. Obor-obor itulah yang menyembunyikan kita, kau
sendiri yang bilang. Api. Anugerah terang dari Penguasa
Cahaya." "Terserah kau saja."
"Terserah dia, sebenarnya."
Angin berubah arah. Davos bisa merasakannya,
melihatnya dari cara kanvas hitam mengepak. Dia meraih tali
layar. "Bantu aku menurunkan layar. Aku akan mendayung
sampai kita tiba." Mereka mengikat layar bersama-sama sementara kapal
bergoyang-goyang di bawah. Sambil menurunkan dayung
dan memasukkannya ke air hitam berombak. "Siapa yang
mengantarmu ke Renly?"
"Tidak diperlukan," jawab Melisandre. "Dia tak
terlindungi. Tapi di sini... Storm"s End adalah tempat kuno.
727 Mantra teranyam di batu-batunya. Dinding-dinding gelap yang
tak bisa dilewati bayangan"kuno, terlupakan, tapi tetap di
tempatnya." "Bayangan?" Davos merasa kulitnya menggelenyar.
"Bayangan adalah makhluk kegelapan."
"Kau lebih bebal ketimbang anak-anak, tuan kesatria.
Tidak ada bayangan dalam gelap. Bayangan adalah pelayan
cahaya, anak-anak api. Api paling terang menciptakan bayangan
tergelap." Sambil mengernyit Davos menyuruhnya diam. Mereka
mendekati pantai sekali lagi, dan suara bisa terbawa melintasi
air. Dia mengayuh, bunyi pelan dayungnya raib di tengah debur
ombak. Dinding Storm"s End yang menghadap laut bertengger
di tebing putih pucat,batu curam sewarna kapur yang tingginya
sama dengandinding pelindung kastel yang masif. Sebuah
lubang menganga di tebing itu, dan ke sanalah tujuan Davos,
seperti yang dilakukannya enam belas tahun silam. Terowongan
itu membuka ke gua di bawah kastel, tempat para lordbadai
membangun lokasi berlabuh.
Terowongan itu hanya bisa dilewati selama air pasang,
dan selalu berbahaya, tapi keahlian penyelundupnya belum
raib. Davos mengemudi dengan tangkas melewati sela-sela
bebatuan bergerigi sampai mulut gua menjulang di depan
mereka. Dia membiarkan arus membawa mereka masuk.
Ombak menerpa di sekelilingnya, menghantam perahu ke sana
kemari, membuat mereka basah kuyup. Tonjolan batu yang
setengah tak terlihat muncul dari balik buih gelap dan deras,
Davos berhasil menghindarinya dengan bantuan dayung nyaris
pada saat terakhir. Kemudian mereka pun lewat, ditelan kegelapan, dan air
berubah tenang. Perahu kecil itu melambat dan berpusar. Suara napas
keduanya menggema hingga seolah mengelilingi mereka.
Davos tak menyangka akan segelap itu. Terakhir kali, oborobor menyala di sepanjang terowongan, dan mata orang-orang
kelaparan mengintai lewat lubang pembunuh di langit-langit.
728 Gerbang besi ada di depan, dia tahu. Davos memakai dayung
untuk memperlambat gerakan, dan mereka terbawa arus ke
arah gerbang nyaris dengan lembut.
"Kita hanya bisa sampai sejauh ini, kecuali kau punya
orang di dalam untuk membukakan gerbang bagi kita." Bisikan
Davos melesat melintasi air yang menjilat-jilat persis anak tikus
dengan kaki halus merah muda.
"Kita sudah melewati dinding kastel?"
"Ya. Di bawahnya. Tapi kita tak bisa lebih jauh lagi.
Gerbang besinya dipasang hingga ke dasar. Jerujinya terlalu
rapat bahkan untuk disusupi anak kecil."
Tak ada jawaban selain desiran pelan. Dan kemudian
cahaya merekah di tengah kegelapan.
Davos mengangkat sebelah tangan menaungi mata, dan
napasnya tersekat di tenggorokan. Melisandre telah membuka
tudung dan menanggalkan jubah tebalnya. Di baliknya, dia
telanjang, dan hamil tua. Payudara bengkak menggayut berat
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di dadanya, dan perutnya membesar seakan nyaris meledak.
"Dewa-dewa, lindungi kami," bisik Davos, dan mendengar tawa
Melisandre meresponsnya, berat dan parau. Matanya membara,
dan keringat yang membulir di kulitnya seolah terang oleh
cahayanya sendiri. Melisandre bersinar.
Dia terengah, berjongkok dan merentangkan kaki.
Darah melelehi pahanya, sehitam tinta. Jeritannya bisa jadi
lantaran sakit atau nikmat atau dua-duanya. Dan Davos
melihat ubun-ubun bayi mendesak keluar dari tubuhnya. Dua
lengan menggeliat bebas, menggapai, jemari hitam melilit paha
Melisandre yang tegang, mendorong, sampai seluruh bayangan
meluncur ke dunia dan menjulang lebih tinggi dibandingkan
Davos, setinggi terowongan, membubung di atas kapal. Davos
hanya sempat melihat sekilas sebelum bayangan tersebut
lenyap, menyusup di sela-sela jeruji gerbang besi dan berkejaran
melintasi permukaan air, tapi itu sudah cukup.
Davos tahu bayangan itu. Dia juga tahu siapa yang
memanggilnya. j 729 JON B unyi itu melayang menembus gelapnya malam. Jon
menopang tubuh dengan siku, tangannya meraih Longclaw
karena kebiasaan begitu perkemahan mulai terjaga. Sangkakala
yang membangunkan orang-orang tidur, pikirnya.
Nada rendah panjangnya bertahan di ujung
pendengaran. Penjaga di dinding benteng yang melingkar
terdiam di tengah langkah, napas membeku dan kepala
menoleh ke barat. Begitu bunyi itu memudar, angin pun
berhenti bertiup. Orang-orang berguling ke luar selimut,
mengambil tombak dan sabuk pedang, bergerak tanpa suara,
memasang telinga. Seekor kuda meringkik dan disuruh diam.
Selama satu detak jantung sepertinya seantero hutan menahan
napas. Para anggota Garda Malam menantikan tiupan kedua,
berdoa takkan mendengarnya, khawatir akan mendengarnya.
Ketika kesunyian teregang panjang tak tertahankan
dan akhirnya mereka tahu trompet takkan berbunyi lagi,
mereka tersenyum malu pada satu sama lain, seakan untuk
menyangkal kecemasan sebelumnya. Jon Snow memasukkan
kayu lagi ke api, memasang gesper sabuk pedang, memakai
sepatu bot, menggebah kotoran dan embun dari jubah,
lalu menyematkannya di sekeliling bahu. Api berkobar di
sampingnya, panas yang menyenangkan menerpa wajahnya
730 selagi dia berpakaian. Dia bisa mendengar Komandan bergerak
di dalam tenda. Sejenak kemudian, Mormont menyibak pintu
tenda. "Satu tiupan?" Di bahu, raven-nya bertengger membisu
dengan bulu mengembang, tampak merana.
"Sekali, my lord," Jon sependapat. "Para saudara kembali."
Mormont beralih ke dekat api. "Si Jemari Buntung.
Dan sudah terlambat." Setiap hari mereka menunggu, sang
komandan makin gelisah; kalau lebih lama lagi bisa-bisa dia
beranak serigala saking khawatirnya. "Siapkan hidangan panas
untuk mereka dan makanan untuk kuda-kuda. Aku mau
langsung bertemu Qhorin."
"Aku akan mengantarnya, my lord." Orang-orang dari
Menara Bayangan sudah berhari-hari ditunggu. Ketika mereka
tak kunjung tiba, para saudara mulai bertanya-tanya. Jon
mendengar bisik-bisik murung di sekeliling api, dan bukan
cuma dari Edd Sengsara. Ser Ottyn Wythers berniat kembali
ke Kastel Hitam secepat mungkin. Ser Mallador Locke ingin
ke Menara Bayangan, berharap menemukan jejak Qhorin
dan mengetahui apa yang menimpanya. Sedangkan Thoren
Smallwood mau terus memasuki pegunungan. "Mance Rayder
tahu dia harus menghadapi Garda," kata Thoren, "tapi dia
takkan pernah mencari kita sejauh ini di utara. Kalau kita
berkuda menyusuri Sungai Susu, kita bisa menyergapnya saat
lengah dan menghancurkan pasukannya sebelum dia sadar
kita mengincarnya." "Jumlah mereka jauh lebih banyak dibandingkan kita,"
bantah Ser Ottyn. "Craster bilang dia membentuk pasukan
besar. Ribuan. Tanpa Qhorin, kita cuma berdua ratus."
"Kirim dua ratus serigala melawan sepuluh ribu domba,
Ser, dan lihat apa yang terjadi," ujar Smallwood percaya diri.
"Ada beberapa kambing di antara domba-domba
itu, Thoren," Jarman Buckwell memperingatkan. "Aye, dan
mungkin segelintir singa. Baju Belulang, Harma si Kepala
Anjing, Alfyn Pembunuh Gagak..."
731 "Aku juga tahu mereka sebaik kau, Buckwell," sergah
Thoren Smallwood. "Dan aku berniat memenggal kepala
mereka, semuanya. Mereka itu wildling. Bukan prajurit.
Beberapa ratus pejuang, kemungkinan besar mabuk, di tengah
gerombolan besar perempuan, anak-anak, dan budak. Kita
akan menyapu dan mengusir mereka pulang sambil melolong
ke gubuk kumuh mereka."
Mereka berdebat berjam-jam tanpa kesepakatan.
Beruang Tua terlalu keras kepala untuk mundur, tapi juga
enggan langsung menyusuri Sungai Susu untuk bertempur.
Akhirnya, tak ada keputusan selain menunggu pasukan dari
Menara Bayangan beberapa hari lagi, dan kembali berunding
seandainya mereka tak kunjung muncul.
Dan setelah kini mereka tiba, keputusan tak bisa
ditunda-tunda lagi. Jon lega karenanya, setidaknya. Seandainya
mereka harus memerangi Mance Rayder, lebih baik secepatnya.
Jon menemukan Edd Sengsara di api unggun, mengeluh
susah tidur bila orang-orang berkeras meniup trompet di
hutan. Jon memberinya alasan baru untuk mengeluh. Bersamasama mereka membangunkan Hake, yang menerima perintah
Komandan sambil memaki-maki, tapi tetap saja bangun dan
tak lama kemudian menyuruh selusin saudara mengiris umbiumbian untuk sup.
Sam terengah-engah menghampiri Jon yang melintasi
perkemahan. Di bawah tudung hitam, wajahnya sepucat dan
sebulat bulan. "Aku dengar bunyi sangkakala. Pamanmu sudah
kembali?" "Cuma para saudara dari Menara Bayangan." Makin
sulit mencengkeram harapan akan kembalinya Benjen Stark
dengan selamat. Jubah yang ditemukan Jon terkubur di Tinju
bisa saja milik pamannya atau salah satu pasukannya, Beruang
Tua pun kurang lebih mengakuinya, meskipun kenapa itu
dikubur di sana dan membungkus simpanan kaca naga, tak
ada yang tahu. "Sam, aku harus pergi."
Di dinding benteng yang melingkar, Jon mendapati
732 para penjaga mencabut pasak dari tanah yang setengah
beku untuk membuka jalan. Tak lama kemudian gelombang
pertama para saudara dari Menara Bayangan mulai mendaki
lereng. Semuanya berbaju kulit dan bulu dengan pelat baja
atau perunggu di sana-sini; janggut lebat menutupi wajah
kurus mereka, dan membuat mereka selusuh kuda garron yang
ditunggangi. Jon heran melihat beberapa di antara mereka
menaiki satu kuda berdua. Ketika memperhatikan lebih teliti,
jelas sekali banyak dari mereka yang cedera. Pasti ada masalah
dalam perjalanan. Jon mengenal Qhorin Jemari Buntung begitu
melihatnya, walaupun tak pernah bertemu. Penjelajah
bertubuh besar itu sudah menjadi legenda di Garda; lakilaki yang tak banyak bicara dan cepat bertindak, setinggi dan
selurus tombak, bertungkai panjang dan serius. Tidak seperti
pasukannya, dia bercukur rapi. Rambutnya menjuntai dalam
kepangan tepal yang berlapis es di bawah helm, dan jubah
hitamnya sangat pudar sehingga hampir kelabu. Hanya ibu
jari dan telunjuk yang tersisa di tangan yang memegang tali
kekang; jemari lainnya buntung oleh kapak wildling yang akan
membelah tengkoraknya. Kabarnya, Qhorin menghantamkan
tinju cacatnya ke wajah pemegang kapak itu sampai darah
menyembur dari mata, lalu membantainya saat dia buta. Sejak
hari itu, para wildling di balik Tembok tak pernah mengenal
musuh yang lebih tak kenal ampun.
Jon menyambutnya. "Komandan Mormont ingin
langsung menemuimu. Akan kutunjukkan tendanya."
Qhorin berayun turun dari pelana. "Pasukanku lapar,
dan kuda kami perlu dirawat."
"Mereka akan diurus."
Penjelajah itu menyerahkan kudanya pada salah satu
anak buahnya dan mengikuti Jon. "Kau Jon Snow. Kau mirip
ayahmu." "Kau kenal dia, my lord?"
733 "Aku bukan lord. Hanya saudara Garda Malam. Aku
kenal Lord Eddard, benar. Dan ayahnya."
Jon harus bergegas untuk menjajari langkah panjang
Qhorin. "Lord Rickard meninggal sebelum aku lahir."
"Dia teman Garda." Qhorin menoleh ke belakang.
"Kabarnya seekor direwolf mendampingimu."
"Ghost seharusnya pulang saat fajar. Malam hari dia
berburu." Mereka menemukan Edd Sengsara sedang menggoreng
irisan daging babi asapdan merebus selusin telur di kuali di api
unggun untuk memasak si Beruang Tua. Mormont duduk di
kursi kemah dari kayu-dan-kulit. "Aku mulai mencemaskanmu.
Kau dapat masalah?" "Kami berpapasan dengan Alfyn Pembunuh Gagak.
Mance mengirimnya mengintai di sepanjang Tembok, dan kami
bertemu tanpa sengaja ketika dia kembali." Qhorin melepas
helm. "Alfyn takkan menyusahkan kerajaan lagi, tapi sebagian
pasukannya lolos. Kami memburu mereka sebanyak mungkin,
tapi mungkin segelintir berhasil kembali ke pegunungan."
"Dan akibatnya?"
"Empat saudara tewas. Selusin terluka. Sepertiga
dibandingkan yang diderita musuh. Dan kami mendapat
sandera. Satu tewas dengan cepat karena lukanya, tapi yang
lain hidup cukup lama untuk diinterogasi."
"Sebaiknya kita bahas di dalam. Jon akan
mengambilkanmu setanduk ale. Atau apa kau lebih suka
anggur rempah panas?"
"Air panas saja sudah cukup. Sebutir telur dan segigit
daging babi asap." "Baiklah." Mormont menyibak pintu tenda, Qhorin
Jemari Buntung membungkuk dan melangkah masuk.
Edd berdiri di dekat kuali mengaduk-aduk telur dengan
sendok. "Aku iri pada telur ini," ucapnya. "Aku mau saja
direbus sedikit sekarang. Seandainya kualinya agak lebih besar,
aku bisa-bisa melompat masuk. Walaupun aku lebih suka jika
734 isinya anggur daripada air. Ada cara mati yang lebih buruk
dibandingkan dalam kondisi hangat dan mabuk. Aku kenal
seorang saudara yang menenggelamkan diri dalam anggur.
Tapi anggurnya sudah lama dan tak enak, dan mayatnya tak
membantu." "Kau minum anggur itu?"
"Menemukan seorang saudara tewas itu tidak
menyenangkan. Kau juga pasti butuh minum, Lord Snow."
Edd mengaduk kuali dan menambahkan sejumput pala lagi.
Gelisah, Jon berjongkok di samping api dan menusuknusuknya dengan ranting. Dia bisa mendengar suara si
Beruang Tua di dalam tenda, ditekankan oleh kaokan raven
dan nada lebih pelan Qhorin Jemari Buntung, tapi dia
tak bisa memahami ucapan mereka. Alfyn Pembunuh Gagak
tewas, itu bagus. Dia salah satu penjarah wildling paling haus
darah, mendapat julukannya dari saudara-saudara hitam yang
dibunuhnya. Lalu kenapa Qhorin terdengar sangat murung, setelah
kemenangan itu" Tadinya Jon berharap kedatangan saudara-saudara
dari Menara Bayangan bakal mengangkat semangat pasukan
di perkemahan. Baru semalam, saat dia kembali menembus
kegelapan sehabis buang air waktu mendengar lima atau
enam orang berbisik-bisik di sekeliling api yang membara.
Ketika mendengar Chett bergumam mereka seharusnya sudah
kembali, Jon berhenti untuk menguping. "Ini kebodohan
orang tua, berkeliaran seperti ini," Jon mendengar ucapannya.
"Kita tidak bakal menemukan apa-apa selain kuburan kita di
pegunungan mereka." "Ada raksasa di Taring Beku, warg, dan hal-hal yang lebih
buruk lagi," ucap Lark si Orang Pulau.
"Aku takkan ke sana, aku janji."
"Beruang Tua takkan memberimu pilihan."
"Mungkin kita yang takkan memberinya pilihan," Chett
berkata. 735 Persis saat itu, salah satu anjing mengangkat kepala
dan menggeram, Jon pun terpaksa cepat-cepat pergi sebelum
tepergok. Aku seharusnya tak mendengar itu, pikirnya. Dia
mempertimbangkan melapor pada Mormont, tapi tak bisa
memaksakan diri mengadukan saudara-saudaranya, bahkan
yang seperti Chett dan si Orang Pulau. Itu sekadar omong kosong,
katanya pada diri sendiri. Mereka kedinginan dan ketakutan, kami
semua begitu. Berat rasanya menunggu di sini, bertengger di
puncak berbatu di atas hutan, bertanya-tanya apa yang mungkin
terjadi besok. Musuh yang tak terlihat selalu paling menakutkan.
Jon mengeluarkan belati baru dari sarungnya dan
memperhatikan nyala api yang menari-nari di permukaan kaca
hitam mengilapnya. Jon membuat gagang kayunya sendiri, lalu
melilitkan tali rami supaya tidak licin. Jelek, tapi berfungsi.
Edd Sengsara berkomentar bahwa pisau kaca sama bergunanya
dengan puting di pelat dada kesatria, tapi Jon tak seyakin itu.
Bilah kaca naga lebih tajam dibandingkan baja, meskipun jauh
lebih rapuh. Pasti ada alasannya ini dikubur.
Dia juga membuatkan belati untuk Grenn, dan satu lagi
untuk Komandan. Sangkakala perang diberikannya pada Sam.
Setelah diamati, sangkakala itu ternyata retak, dan bahkan
setelah dibersihkan, Jon tak bisa membuatnya bersuara.
Pinggirannya juga rompal, tapi Sam menyukai barang-barang
kuno, bahkan yang tak bernilai. "Jadikan tanduk minum
saja," kata Jon padanya, "dan setiap kali kau minum, kau akan
teringat pernah menjelajah ke luar Tembok, sampai ke Tinju
Kaum Pertama." Jon juga memberikan sekeping mata tombak
dan selusin mata panah pada Sam, lalu membagikan sisanya
pada teman-temannya untuk keberuntungan.
Jon memperhatikan si Beruang Tua tampak puas dengan
belatinya, tapi lebih suka pisau baja di sabuknya. Mormont tak
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa menjawab siapa yang mungkin mengubur jubah itu dan
kira-kira apa artinya. Barangkali Qhorin tahu. Si Jemari Buntung
sudah menjelajah alam liar lebih jauh dibandingkan manusia
mana pun. 736 "Kau mau melayani, atau aku?"
Jon menyarungkan belati. "Aku saja." Dia ingin
mendengar apa yang mereka katakan.
Edd memotong tiga iris tebal roti gandum keras,
menumpuknya di piring kayu, menutupinya dengan daging
babi asap beserta lemaknya, lalu memenuhi mangkuk dengan
telur rebus. Jon membawa mangkuk di satu tangan dan piring
di tangan yang sebelah lagi, lalu mundur memasuki tenda
Komandan. Qhorin duduk bersila di lantai, punggungnya setegak
tombak. Cahaya lilin bekerlip di pipi datarnya saat dia berbicara.
"... Baju Belulang, Lelaki Penangis, dan setiap pemimpin besar
dan kecil," ucapnya. "Mereka juga punya warg, mammoth, dan
pasukan lebih besar ketimbang perkiraan kita. Atau begitulah
klaim mereka. Aku takkan bersumpah bahwa cerita itu benar.
Ebben yakin orang itu berbohong supaya nyawanya diampuni
lebih lama lagi." "Benar atau tidak, Tembok harus diperingatkan," kata
Beruang Tua sementara Jon meletakkan piring di antara
mereka. "Dan Raja."
"Raja yang mana?"
"Semuanya. Yang asli dan palsu. Jika mereka mengklaim
kerajaan, biarkan mereka mempertahankannya."
Jemari Buntung mengambil sebutir telur dan
memecahkannya di pinggir mangkuk. "Raja-raja akan bertindak
semau mereka," komentarnya, mengupas telur. "Kemungkinan
tak banyak yang mereka lakukan. Harapan terbaik adalah
Winterfell. Pasukan Stark pasti bergerak ke utara."
"Ya. Pasti." Beruang Tua menggelar peta, menekurinya,
menyisihkannya, membuka peta lain. Jon tahu sang komandan
merenungkan di mana serangan akan terjadi. Garda dulu
melindungi tujuh belas menara beserta ratusan kilometer
Tembok, tapi kini sudah ditinggalkan satu demi satu seiring
menyusutnya jumlah mereka. Hanya tiga menara yang kini
dijaga, kenyataan yang diketahui dengan baik oleh Mance
737 Rayder. "Ser Alliser Thorne akan membawa pasukan baru dari
King"s Landing, semoga saja. Bila kita menaruh pasukan di
Menara Kelabu dari Menara Bayangan dan di Makam Panjang
dari Mata Timur..." "Menara Kelabu sebagian besar sudah ambruk. Gerbang
Batu lebih berguna, jika ada prajurit. Mungkin sekalian
di Tapak Es dan Danau Dalam. Dengan patroli harian di
sepanjang dinding pertahanan di antaranya."
"Patroli, aye. Dua kali sehari, kalau bisa. Tembok itu
sendiri penghalang tangguh. Tanpa dijaga, Tembok tak mampu
mencegah mereka, tapi bisa menghambat. Semakin besar
pasukan, semakin lama waktu yang dibutuhkan. Dari wilayah
kosong yang mereka tinggalkan, mereka pasti membawa para
perempuan. Begitu juga anak-anak, dan ternak... kau pernah
lihat kambing memanjat tangga" Tali" Mereka harus membuat
anak tangga, atau rampa besar... butuh satu bulan setidaknya,
jangan-jangan lebih lama lagi. Mance tahu peluang terbaiknya
adalah dengan melewati bagian bawah Tembok. Melalui
gerbang, atau..." "Membobol." Mormont mendongak cepat. "Apa?"
"Mereka tak berencana memanjat Tembok atau menggali
di bawahnya, my lord. Mereka berniat membobolnya."
"Tembok itu tingginya 250 meter, dan dasarnya
sangat tebal sehingga seratus orang butuh setahun untuk
menembusnya dengan beliung dan kapak."
"Biarpun begitu."
Mormont mencabuti janggut, mengernyit. "Bagaimana?"
"Bagaimana lagi" Sihir." Qhorin menggigit separuh telur.
"Apa lagi alasannya Mance memilih mengumpulkan pasukan
di Taring Beku" Lokasi yang muram dan berat, juga perjalanan
yang panjang dan melelahkan dari Tembok."
"Akutadinya berharap dia memilih pengunungan untuk
menyembunyikan pasukannya dari mata penjelajahku."
"Bisa jadi," sahut Qhorin, menghabiskan telur, "tapi
738 ada alasan lain, menurutku. Dia mencari sesuatu di dataran
tinggi dan dingin. Dia mencari sesuatu yang dibutuhkannya."
"Sesuatu?" Raven Mormont mengangkat kepala dan
memekik. Suaranya setajam pisau dalam tenda yang tertutup.
"Suatu kekuatan. Apa pastinya, sandera kami tak
mau bilang. Mungkin dia diinterogasi terlalu kejam, dan
tewas padahal masih banyak yang belum dikatakannya.
Bagaimanapun, aku ragu dia tahu soal itu."
Jon bisa mendengar angin di luar. Bunyinya tipis
melengking seakan menyusup menembus bebatuan benteng
yang melingkar dan menarik-narik tali tenda. Mormont
mengusap-usap mulut sambil merenung. "Suatu kekuatan,"
ulangnya. "Aku harus tahu."
"Kalau begitu kau harus mengirim pengintai ke
pegunungan." "Aku benci harus membahayakan lebih banyak orang."
"Kita cuma bisa mati. Kenapa lagi kita memakai jubah
hitam ini, selain mati demi membela kerajaan" Aku berniat
mengirim lima belas orang, dalam tiga regu masing-masing
terdiri dari lima orang. Satu regu menjelajah Sungai Susu,
satu lagi ke Celah Lolongan, regu ketiga mendaki Tangga
Gergasi. Jarman Buckwell, Thoren Smallwood, dan aku sendiri
sebagai pemimpin. Untuk mengetahui apa yang menunggu di
pegunungan tersebut."
"Menunggu," pekik si raven. " Menunggu."
Komandan Mormont mendesah dalam-dalam di dada.
"Aku tidak punya pilihan lain," dia mengaku, "tapi kalau kau
tak kembali..." "Seseorang akan turun dari Taring Beku, my lord," kata
si penjelajah. "Kalau itu kita, baguslah. Kalau bukan, artinya
Mance Rayder, dan kau tepat berada di jalurnya. Dia tak
mungkin berderap ke selatan dan membiarkanmu di belakang,
untuk membuntuti dan menyerbunya dari belakang. Dia harus
menyerang. Ini tempat kuat."
"Tidak sekuat itu," sahut Mormont.
739 "Barangkali kita semua akan mati, kalau begitu.
Kematian kita akan memberi waktu untuk saudara-saudara
di Tembok. Waktu untuk menjaga kastel-kastel kosong dan
menutup gerbang rapat-rapat, waktu untuk meminta bantuan
pada para lord dan Raja, waktu untuk mengasah kapak
dan memperbaiki katapel. Hidup kita akan jadi koin yang
dibelanjakan dengan bijak."
"Mati," gumam si raven, montar-mandir di bahu
Mormont. "Mati, mati, mati, mati." Beruang Tua duduk
membungkuk dan membisu, seolah bobot dari obrolan itu
terlalu berat untuk ditanggungnya. Namun akhirnya dia
berkata, "Semoga para dewa mengampuniku. Pilih orangorangmu."
Qhorin Jemari Buntung menoleh. Matanya beradu
dengan mata Jon, dan menahan lama sekali. "Baiklah. Aku
pilih Jon Snow." Mormont mengerjap. "Dia nyaris masih bocah. Di
samping itu, dia pelayanku. Bahkan bukan penjelajah."
"Tollett juga bisa mengurusmu, my lord." Qhorin
mengangkat tangan cacat yang tinggal berjari dua. "Dewa-dewa
lama masih kuat di luarTembok. Dewa-dewa Kaum Pertama...
dan Klan Stark." Mormont menatap Jon. "Apa keinginanmu?"
"Pergi," Jon langsung menjawab.
Lelaki tua itu tersenyum sedih. "Kupikir juga begitu."
Fajar sudah menyingsing saat Jon keluar tenda di
samping Qhorin Jemari Buntung. Angin berpusar di sekeliling
keduanya, mengepakkan jubah hitam dan menerbangkan bara
merah dari api. "Kita bertolak siang hari," kata sang penjelajah pada
Jon. "Sebaiknya cari serigalamu."
j 740 TYRION "R atu berencana mengirim pergi Pangeran Tommen."
Mereka berlutut di keremangan sunyi kuil, dikelilingi
bayangan dan lilin yang berkeredep, tapi Lancel tetap saja
memelankan suara. "Lord Gyles akan membawanya ke Rosby,
dan menyembunyikannya di sana dengan samaran sebagai
pelayan pribadi. Mereka berniat menggelapkan rambutnya dan
memberitahu semua orang bahwa dia putra seorang kesatria
merdeka." "Sang ratu takut pada massa" Atau aku?"
"Dua-duanya," jawab Lancel.
"Ah." Tyrion tak tahu apa-apa soal siasat ini. Apa burung
kecil Varys kali ini mengecewakannya" Bahkan laba-laba pun
harus tidur, pikirnya... ataukah si orang kasim bermain lebih
dalam dan lebih halus daripada yang diketahuinya" "Kau
mendapatkan terima kasihku, Ser."
"Apa kau akan mengabulkan permintaanku?"
"Mungkin." Lancel ingin memimpin pasukan sendiri
dalam pertempuran berikutnya. Cara mati yang menyenangkan
sebelum kumisnya selesai tumbuh, tapi kesatria muda selalu
menganggap diri sendiri tak terkalahkan.
Tyrion tetap di sana setelah sang sepupu menyelinap
741 pergi. Di altar sang Pejuang, dia memakai lilin untuk
menyalakan yang lain. Jagalah kakak lelakiku, dasar bajingan, dia
salah satu pengikutmu. Tyrion menyalakan lilin kedua di altar
sang Orang Asing, untuk diri sendiri.
Malam itu, tatkala Benteng Merah gelap, Bronn tiba
dan mendapati Tyrion tengah menyegel surat. "Antarkan ini
pada Ser Jacelyn Bywater." Lelaki cebol itu meneteskan lilin
emas panas di perkamen tersebut.
"Apa isinya?" Bronn buta huruf, jadi dia mengutarakan
pertanyaan lancang. "Dia harus membawa lima puluh prajurit terbaiknya
dan mengintai jalan mawar." Tyrion menekankan segelnya di
lilin lembek. "Stannis lebih mungkin datang lewat jalan raja."
"Oh, aku tahu. Bilang pada Bywater agar mengabaikan isi
suratku dan bawa anak buahnya ke utara. Dia akan memasang
perangkap di sepanjang jalan Rosby. Lord Gyles bakal bertolak
ke purinya dalam satu atau dua hari, bersama selusin prajurit,
beberapa pelayan, dan keponakanku. Pangeran Tommen akan
menyamar sebagai pelayan pribadi."
"Kau mau anak itu dibawa kembali, bukan?"
"Tidak. Aku ingin dia dibawa ke puri itu." Tyrion
memutuskan, menjauhkan bocah itu dari kota merupakan
salah satu gagasan bagus sang kakak. Di Rosby, Tommen akan
aman dari massa, dan memisahkan dia dari sang kakak juga
akan menyulitkan Stannis; walaupun seandainya dia berhasil
menguasai King"s Landing dan mengeksekusi Joffrey, masih
ada satu Lannister pengklaim sebagai pesaingnya. "Lord
Gyles terlalu lemah untuk kabur dan terlalu pengecut untuk
bertempur. Dia akan memerintahkan pengurus purinya
supaya membukakan gerbang. Begitu di dalam, Bywater akan
membubarkan garnisun dan menjaga Tommen di sana. Tanya
padanya apa dia suka mendengar panggilan Lord Bywater."
"Lord Bronn pasti kedengaran lebih bagus. Aku juga
bisa menjaga bocah itu untukmu. Akan kutimang dia di lutut
742 dan kunyanyikan lagu anak-anak untuknya kalau gelar lord jadi
imbalannya." "Aku butuh kau di sini," sahut Tyrion. Dan aku tak
memercayaimu dengan keponakanku. Seandainya nasib malang
menimpa Joffrey, klaim Klan Lannister terhadap takhta Besi
akan terletak di bahu belia Tommen. Pasukan jubah emas Ser
Jacelyn akan mengamankan bocah itu; prajurit bayaran Bronn
lebih cenderung menjualnya pada musuh.
"Apa yang sebaiknya dilakukan lord baru pada yang
lama?" "Terserah dia, selama dia ingat untuk memberi makan
lord lama itu. Aku tak mau dia sekarat." Tyrion menjauhi
meja. "Kakakku akan mengutus salah seorang Pengawal Raja
bersama sang pangeran."
Bronn tak cemas. "Si Anjing itu antek-antek Joffrey,
mustahil meninggalkannya. Jubah emas Tangan Besi seharusnya
bisa menangani yang lain dengan mudah."
"Kalau harus membunuh, katakan pada Ser Jacelyn aku
melarang melakukan itu di depan Tommen." Tyrion memakai
jubah wol tebal berwarna cokelat gelap. "Keponakanku berhati
lembut." "Kau yakin dia seorang Lannister?"
"Aku tak meyakini apa-apa selain musim dingin dan
pertempuran," jawabnya. "Ayo. Aku akan berkuda denganmu
selama sebagian perjalanan."
"Sampai Chataya?"
"Kau terlalu mengenalku."
Mereka keluar lewat gerbang belakang dinding utara.
Tyrion membenamkan tumit di kudanya dan berkeletak-keletuk
menyusuri Jalan Bayang Hitam. Beberapa sosok mencurigakan
melesat ke gang-gang begitu mendengar derap kaki kuda di
permukaan batu pelapis jalan, tapi tak seorang pun berani
menegur mereka. Majelis telah memperpanjang jam malam;
hukuman mati bila tertangkap di jalanan setelah lonceng tanda
datangnya malam berdentang. Tindakan tersebut memulihkan
743 sedikit kedamaian di King"s Landing dan mengurangi jumlah
mayat yang ditemukan di gang sampai seperempatnya,
tapi Varys melaporkan bahwa orang-orang memaki Tyrion
karenanya. Mereka seharusnya bersyukur masih punya napas untuk
bisa memaki. Sepasang jubah emas mengadang begitu keduanya
melewati Lorong Perajin Tembaga, tapi begitu menyadari siapa
yang dicegat, mereka memohon maaf pada Tangan Kanan
Raja dan melambai menyuruh melanjutkan perjalanan. Bronn
berbelok ke selatan menuju Gerbang Lumpur dan mereka pun
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berpisah. Tyrion berkuda menuju Chataya, tapi mendadak
kesabarannya habis. Dia berputar di pelana, memindai jalan di
belakang. Tak ada tanda-tanda penguntit. Setiap jendela gelap
atau ditutup rapat-rapat. Dia tak mendengar apa-apa kecuali
angin bertiup di gang-gang. Seandainya Cersei menyuruh seseorang
membuntutiku malam ini, dia pasti menyamar jadi tikus. "Persetan
dengan semuanya," gumam Tyrion. Dia muak berhati-hati. Dia
memutar kuda, memacunya. Seandainya ada yang mengejarku,
kita lihat saja sehebat apa dia berkuda. Tyrion melesat melewati
jalan-jalan yang diterangi cahaya bulan, berkeletak-keletuk di
permukaan batu jalan, berkelebat menyusuri gang gelap dan
lorong berliku, berpacu menuju sang kekasih.
Sewaktu menggedor gerbang, sayup-sayup dia mendengar
musik mengalun melewati dinding batu yang berpasak. Salah
satu orang Ibben menggiringnya masuk. Tyrion menyerahkan
kuda padanya dan berkata, "Siapa itu?" Panel-panel berbentuk
berlian di jendela-jendela koridor panjang bersinar oleh cahaya
kuning, dan Tyrion bisa mendengar seorang lelaki bernyanyi.
Orang Ibben itu mengedikkan bahu. "Penyanyi buncit."
Suara itu makin nyaring selagi dia melangkah dari istal
ke rumah. Tyrion tak pernah menyukai penyanyi, dan dia
bahkan lebih tak menyukai yang ini dibandingkan penyanyi
lain, tanpa melihatnya. Begitu dia mendorong untuk membuka
pintu, lelaki itu langsung berhenti menyanyi. "Yang Mulia
Tangan Kanan Raja." Dia berlutut, botak dan buncit, sambil
744 bergumam, "Suatu kehormatan, suatu kehormatan."
"M"lord." Shae tersenyum melihatnya. Tyrion menyukai
senyumnya, cara senyum itu muncul tanpa dipikirkan di wajah
cantik Shae. Gadis itu memakai sutra ungu dengan sabuk kain
perak. Warna itu menonjolkan rambut gelap dan kulit krem
halusnya. "Anak manis," sapa Tyrion. "Dan siapa ini?"
Penyanyi itu mengangkat pandang. "Aku dipanggil
Symon Lidah Perak, my lord. Aktor, penyanyi, pendongeng?"
"Dan orang yang sangat konyol," Tyrion menyelesaikan.
"Tadi kau memanggilku apa, waktu aku masuk?"
"Memanggil" Aku hanya..." Perak di lidah Symon
sepertinya berubah jadi timah. "Yang Mulia Tangan Kanan
Raja, aku berkata, suatu kehormatan..."
"Orang yang bijak seharusnya berlagak tak mengenalku.
Bukannya aku bakal tertipu, tapi kau seharusnya mencoba.
Sekarang apa yang harus kulakukan denganmu" Kau kenal
Shae-ku yang manis, kau tahu di mana dia tinggal, kau tahu
aku berkunjung sendirian malam-malam."
"Aku bersumpah takkan bilang siapa-siapa..."
"Dalam hal itu kita sepakat. Selamat malam." Tyrion
membimbing Shae menaiki tangga.
"Penyanyiku takkan pernah bernyanyi lagi sekarang,"
goda Shae. "Kau menakutinya sampai tak bisa bernyanyi."
"Sedikit rasa takut akan membantunya mencapai not
tinggi." Shae menutup pintu kamar tidur mereka. "Kau takkan
menyakiti dia, bukan?" Dia menyalakan lilin wangi dan berlutut
untuk melepaskan bot Tyrion. "Lagu-lagunya menghiburku
pada malam-malam waktu kau tak datang."
"Andai aku bisa datang setiap malam," ucap Tyrion selagi
Shae memijat kaki telanjangnya. "Sebagus apa nyanyiannya?"
"Lebih baik dibandingkan beberapa penyanyi. Tak
sebagus sejumlah penyanyi lain."
745 Tyrion membuka mantel Shae dan membenamkan
wajah di tubuh gadis itu. Shae selalu beraroma bersih, bahkan
di kota berbau babi ini. "Kau boleh menyimpannya kalau
mau, tapi jaga supaya dia tetap di dekatmu. Aku tidak mau dia
berkeliaran di kota menyebarkan gosip di kedai-kedai."
"Dia tidak akan?" dia mulai bicara.
Tyrion membekap mulut Shae dengan mulutnya. Dia
sudah muak bicara; dia butuh kenikmatan sederhana dan
manis yang ditemukannya pada Shae. Di sini, setidaknya, dia
disambut, diinginkan. Setelahnya, Tyrion menarik lengannya dari bawah
kepala Shae, memakai tunik, dan turun ke taman. Bulan
separuh menerakan warna perak di dedaunan pohon buah
dan menerangi permukaan kolam berendam dari batu. Tyrion
duduk di tepi air. Di suatu tempat di kanannya seekor jangkrik
mengerik, suara yang sangat akrab. Di sini damai, pikirnya, tapi
untuk berapa lama" Bau busuk membuat Tyrion menoleh. Shae berdiri
di pintu di belakangnya, memakai jubah keperakan hadiah
darinya. Aku mencintai seorang dara seputih musim dingin,
dengan cahaya rembulan di rambutnya. Di belakang Shae ada
salah seorang anggota perkumpulan pengemis, lelaki gemuk
memakai jubah dekil bertambal, kaki telanjangnya penuh
kerak kotoran, sebuah mangkuk menjuntai dengan tali kulit di
leher tempat seorang septon memakai kalung kristal. Baunya
bisa membuat tikus muntah.
"Lord Varys datang menemuimu," Shae mengumumkan.
Pengemis itu mengerjap pada Shae, tertegun. Tyrion
terbahak. "Tentu saja. Bagaimana kau bisa mengenalinya
padahal aku tidak?" Shae mengedikkan bahu. "Itu tetap dia. Hanya saja
bajunya lain." "Penampilan lain, bau lain, cara melangkah lain," ujar
Tyrion. "Mayoritas lelaki pasti tertipu."
"Dan mayoritas perempuan, mungkin. Tapi pelacur
746 tidak. Pelacur belajar melihat lelaki, bukan pakaiannya, kalau
tidak dia bisa-bisa berakhir mati di gang."
Varys tampak tersiksa, dan bukan lantaran keropeng
palsu di kakinya. Tyrion terkekeh. "Shea, bagaimana kalau kau
bawakan anggur untuk kami?" Dia mungkin butuh minum.
Apa pun yang membawa si orang kasim ke sini pada tengah
malam buta, kemungkinan besar bukan hal bagus.
"Aku hampir takut memberitahumu kenapa aku datang,
my lord," ujar Varys setelah Shae meninggalkan mereka. "Aku
membawa kabar buruk."
"Kau seharusnya memakai bulu hitam, Varys, kau itu
pertanda buruk hampir sama dengan raven." Dengan canggung,
Tyrion berdiri, setengah takut mengutarakan pertanyaan
selanjutnya. "Tentang Jaime?" Kalau mereka mencelakakannya,
takkan ada yang bisa menyelamatkan mereka.
"Bukan, my lord. Masalah lain. Ser Cortnay Penrose
tewas. Storm"s End telah membuka gerbangnya bagi Stannis
Baratheon." Kegusaran mengusir seluruh pikiran lain dari benak
Tyrion. Begitu Shae kembali membawa anggur, dia menyesap
sekali lalu melemparkan cawan ke sisi rumah hingga pecah.
Shae mengangkat sebelah tangan untuk melindungi diri dari
beling sementara anggur melelehi bebatuan membentuk
jemari panjang. "Laki-laki terkutuk!" umpat Tyrion.
Varys tersenyum, memamerkan semulut penuh gigi
busuk. "Siapa, my lord" Ser Cortnay atau Lord Stannis?"
"Dua-duanya." Storm"s End tangguh, seharusnya mampu
bertahan setengah tahun atau lebih... memberi cukup waktu
bagi ayahnya untuk mengalahkan Robb Stark. "Bagaimana
bisa terjadi?" Varys melirik Shae sekilas. "My lord, haruskah kita
mengganggu tidur kekasihmu yang manis dengan obrolan
semuram dan seberdarah ini?"
"Seorang lady mungkin takut," sahut Shae, "tapi aku
tidak." 747 "Kau seharusnya takut," Tyrion berkata padanya.
"Setelah Storm"s End takluk, Stannis akan segera mengalihkan
perhatian ke King"s Landing." Dia kini menyesal membuang
anggur tadi. "Lord Varys, beri kami waktu sebentar, lalu aku
akan kembali ke kastel bersamamu."
"Akan kutunggu di istal." Orang kasim itu membungkuk
dan berderap pergi. Tyrion menarik Shae turun ke sisinya. "Kau tidak aman
di sini." "Rumahku berdinding tinggi, dan ada pengawal yang
kauberikan." "Prajurit bayaran," sahut Tyrion. "Mereka cukup
menyukai emasku, tapi apa mereka sudi mati karenanya"
Sedangkan soal dinding tinggi ini, seorang lelaki bisa berdiri di
pundak lelaki lain dan melewatinya dalam sekejap. Rumah yang
sangat mirip dengan ini terbakar dalam kerusuhan. Mereka
membunuh perajin emas pemiliknya karena punya lemari
makanan terisi penuh, persis tindakan mereka mencabikcabik Septon Agung, memerkosa Lollys lima puluh kali, dan
meremukkan tengkorak Ser Aron. Menurutmu apa yang bakal
mereka lakukan seandainya berhasil mendapatkan kekasih
Tangan Kanan Raja?" "Pelacur Tangan Kanan Raja, maksudmu?" Shae
menatapnya dengan mata besar bernyali. "Walaupun aku bisa
menjadi kekasihmu, m"lord. Aku akan mengenakan semua
pakaian indah yang kauberikan, satin, baju mengilap, kain
emas, dan aku akan memakai perhiasanmu, menggenggam
tanganmu, dan duduk di sampingmu di pesta-pesta. Aku bisa
memberimu putra, aku yakin... dan aku bersumpah takkan
pernah mempermalukanmu."
Cintaku padamu sudah cukup membuatku malu. "Mimpi
yang indah, Shae. Lupakan itu, kumohon. Itu takkan pernah
bisa terwujud." "Karena Ratu" Aku juga tak takut padanya."
"Aku takut." 748 "Kalau begitu bunuh dia dan selesaikan urusan ini. Di
antara kalian memang tak ada rasa sayang."
Tyrion mendesah. "Dia kakakku. Orang yang
membunuh saudaranya sendiri selamanya terkutuk di mata
para dewa dan manusia. Selain itu, apa pun pendapatmu dan
aku tentang Cersei, ayahku dan Jaime sangat menyayanginya.
Aku bisa bersekongkol dengan siapa saja di Tujuh Kerajaan
ini, tapi para dewa tidak memberiku modal untuk menghadapi
Jaime dengan pedang di tangan."
"Sang Serigala Muda dan Lord Stannis memiliki pedang
tapi mereka tak membuatmu takut."
Sedikit sekali yang kauketahui, anak manis."Menghadapi
mereka aku punya seluruh kekuatan Klan Lannister.
Menghadapi Jaime atau ayahku, yang kupunya tak lebih dari
punggung bungkuk dan kaki pendek."
"Kaupunya aku." Shae menciumnya, merangkul
lehernya sambil merapatkan tubuh mereka.
Ciuman itu membangkitkan hasratnya, ciuman Shae
selalu begitu, tapi kali ini Tyrion dengan lembut melepaskan
diri. "Jangan sekarang. Anak manis, aku punya... yah, sebut
saja benih suatu rencana. Menurutku aku mungkin bisa
membawamu ke dapur istana."
Wajah Shae membeku. "Dapur?"
"Ya. Kalau aku bertindak melalui Varys, tak ada yang
bakal tahu." Shae terkikik. "M"lord, aku akan meracunimu. Setiap
lelaki yang mencicipi masakanku bilang aku ini pelacur yang
hebat." "Benteng Merah punya cukup juru masak. Begitu juga
tukang jagal dan tukang roti. Kau harus menyamar sebagai
pesuruh dapur." "Jongos," ujar Shae, "memakai baju kasar cokelat.
Begitukah m"lord ingin melihatku?"
"M"lord ingin melihatmu hidup," sahut Tyrion. "Kau
hampir tak bisa menggosok kuali dengan mengenakan sutra
749 dan beledu." "Apa m"lord sudah bosan denganku?" Tangan Shae
menyelinap ke balik tunik Tyrion. "Dia masih menginginkanku."
Shae tertawa. "Kau mau meniduri pelayan dapurmu, m"lord"
Kau boleh menaburiku tepung dan menyeruput saus daging di
tubuhku kalau kau..."
"Hentikan." Sikap Shae mengingatkannya pada Dancy,
yang berusaha sangat keras memenangkan taruhan. Tyrion
menjauhkan tangan Shae untuk mencegahnya berbuat jail lagi.
"Sekarang bukan waktunya olahraga ranjang, Shae. Nyawamu
mungkin terancam." Cengiran Shae lenyap. "Kalau aku membuat m"lord
tak senang, aku tak berniat begitu, tapi... tidak bisakah kau
memberiku lebih banyak pengawal?"
Tyrion mendesah dalam-dalam. Ingatlah semuda apa dia,
katanya pada diri sendiri. Diraihnya tangan Shae. "Permatamu
bisa diganti, dan gaun baru bisa dijahit dua kali lebih indah
dibandingkan yang lama. Bagiku, kaulah yang paling berharga
di balik dinding-dinding ini. Benteng Merah juga tak aman,
tapi jauh lebih aman ketimbang di sini. Aku mau kau di sana."
"Di dapur." Suara Shae datar. "Menggosok kuali."
"Untuk sementara waktu."
"Ayahku menjadikanku pelayan dapurnya," kata Shae,
mulutnya menyeringai. "Itulah sebabnya aku kabur."
"Katamu kau kabur gara-gara ayahmu menjadikanmu
pelacurnya," Tyrion mengingatkan.
"Itu juga. Aku tak suka menggosok panci sama seperti
aku tak suka dia dalam tubuhku." Shae membuang muka.
"Kenapa kau tak bisa menaruhku di menaramu" Separuh lord
di istana punya penghangat ranjang."
"Aku dilarang membawamu ke istana."
"Oleh ayahmu yang bodoh." Shae cemberut. "Kau
cukup tua untuk memiliki semua pelacur yang kaumau. Apa
dia menganggapmu anak kecil" Apa yang bisa dilakukannya,
memukul bokongmu?" 750 Tyrion menamparnya. Tidak keras, tapi cukup kencang.
"Terkutuk kau," sergahnya. "Terkutuk kau. Jangan pernah
mengejekku. Jangan kau."
Shae membisu sejenak. Yang terdengar hanya suara
jangkrik, mengerik, mengerik. "Maafkan aku, m"lord," ucap
Shae akhirnya, dengan suara berat. "Aku tak pernah berniat
bersikap lancang." Dan aku tak pernah berniat memukulmu. Demi para dewa, apa
aku berubah jadi Cersei" "Tadi itu tindakan ceroboh," ucapnya.
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dari kita berdua. Shae, kau tidak mengerti." Kata-kata yang
tak pernah berniat diucapkannya tumpah ruah darinya persis
pemain sandiwara dari dalam kuda troya. "Waktu umurku tiga
belas, aku menikahi putri petani penggarap. Atau begitulah
pikirku. Aku dibutakan oleh cinta padanya, dan mengira dia
merasakan hal yang sama, tapi ayahku menamparku dengan
kebenaran. Pengantinku ternyata pelacur yang disewa Jaime
supaya aku merasakan kedewasaan untuk pertamakalinya." Dan
aku memercayai semuanya, bodohnya aku. "Untuk menegaskan itu,
Lord Tywin memberikan istriku pada sepasukan penjaganya
supaya dimanfaatkan sesuka mereka, dan memerintahkanku
menyaksikan."Kemudian menidurinya untuk terakhir kalinya,
setelah yang lain selesai. Terakhir kalinya, tanpa sisa-sisa cinta atau
kelembutan. "Supaya kau ingat siapa dia sebenarnya," katanya,
dan aku seharusnya menolak, tapi tubuhku mengkhianatiku, dan
aku melakukan perintahnya. "Setelah urusannya dengan istriku
selesai, ayahku membatalkan pernikahan itu. Kami seperti
tak pernah menikah, kata septon." Diremasnya tangan Shae.
"Tolong, jangan ungkit lagi tentang Menara Tangan Kanan
Raja. Kau di dapur hanya sementara. Begitu urusan Stannis
selesai, kau akan mendapatkan rumah lain, dan sutra selembut
tanganmu." Mata Shae membesar tapi Tyrion tak bisa membaca
sorot mata itu. "Tanganku takkan lembut lagi jika aku
membersihkan oven dan mencuci piring seharian. Apa kau
masih mau menyentuhnya bila tanganku merah, kasar, dan
751 pecah-pecah akibat air panas dan sabun soda api?"
"Lebih daripada sebelumnya," jawab Tyrion. "Ketika
melihatnya, itu akan mengingatkanku betapa beraninya
dirimu." Tyrion tak tahu apa Shae memercayainya. Gadis itu
menurunkan pandang. "Aku milikmu untuk diperintah,
m"lord." Hanya kepasrahan sebesar itulah yang bisa diberikan Shae
malam ini, Tyrion bisa melihatnya dengan jelas. Dikecupnya
pipi Shae yang tadi ditamparnya, untuk meredakan perih.
"Aku akan mengirim orang menjemputmu."
Varys menunggu di istal, sesuai janjinya. Kudanya
tampak lemah dan sekarat. Tyrion menaiki kuda; salah satu
prajurit bayaran membukakan gerbang. Mereka berkuda
dalam keheningan. Dewa-dewa tolong aku, kenapa aku cerita
soal Tysha padanya" tanya Tyrion pada diri sendiri, mendadak
ngeri. Ada beberapa rahasia yang seharusnya tak pernah
diungkap, aib yang seharusnya dibawa seseorang hingga ke
kubur. Apa yang diinginkannya dari Shae, dimaafkan" Cara
gadis itu menatapnya, apa maksudnya" Apa Shae sebenci
itu membayangkan harus menggosok panci, atau gara-gara
pengakuannya" Bisa-bisanya aku menceritakan itu dan masih
berpikir dia akan mencintaiku" sebagian dirinya berkata, dan
bagian lainnya mengejek, Dasar cebol bodoh, hanya emas dan
perhiasan yang dicintai pelacur.
Sikunya yang luka berdenyut-denyut, terguncang setiap
kali kuda menapak. Kadang-kadang dia hampir bisa bersumpah
mendengar tulang-tulang bergesekan di dalam. Mungkin
sebaiknya dia menemui seorang maester, meminta ramuan
untuk sakitnya... tapi sejak Pycelle mengungkapkan siapa
dirinya, Tyrion Lannister tak memercayai para maester. Hanya
para dewa yang tahu dengan siapa mereka berkonspirasi, atau
apa yang dimasukkan dalam ramuan yang mereka berikan.
"Varys," panggilnya. "Aku harus membawa Shae ke istana
tanpa diketahui Cersei." Dia mengutarakan secara singkat
752 siasat dapurnya. Setelah selesai, si orang kasim berdecak pelan. "Aku
akan melakukan perintah tuanku, tentu saja... tapi harus
kuingatkan, dapur penuh mata dan telinga. Kalaupun gadis
itu tak dicurigai, dia akan jadi sasaran ribuan pertanyaan. Di
mana dia dilahirkan" Siapa orangtuanya" Bagaimana dia bisa
tiba di King"s Landing" Kebenaran takkan pernah cukup, maka
dia harus berbohong... dan berbohong, dan berbohong." Dia
menunduk menatap Tyrion. "Dan pelayan dapur secantik itu
akan membangkitkan nafsu selain rasa penasaran. Dia bakal
disentuh, dicubit, dibelai, dan diraba. Jongos laki-laki akan
merangkak ke balik selimutnya malam-malam. Juru masak
kesepian mungkin berniat menikahinya. Tukang roti akan
menguleni dadanya dengan tangan bertepung."
"Aku lebih suka dia diraba daripada ditikam," balas
Tyrion. Varys berderap beberapa langkah lalu berkata,
"Mungkin ada jalan lain. Kebetulan gadis pelayan putri Lady
Tanda mencuri perhiasannya. Seandainya aku melaporkan itu
pada Lady Tanda, dia harus memecat pelayan itu. Dan putrinya
akan butuh pelayan baru."
"Aku mengerti." Tyrion langsung melihat peluang.
Pelayan kamar seorang lady mengenakan pakaian lebih indah
ketimbang pesuruh dapur, dan bahkan satu atau dua perhiasan.
Shae seharusnya senang karenanya. Dan Cersei menganggap
Lady Tanda membosankan dan histeris, sedangkan Lollys sapi
bodoh. Kecil kemungkinannya dia akan mengunjungi mereka.
"Lollys pemalu dan gampang percaya," Varys berkata.
"Dia akan memercayai cerita apa pun. Sejak massa merenggut
keperawanannya, dia takut keluar kamar, jadi Shae takkan
terlihat... tapi sangat dekat, seandainya kau membutuhkan
kenyamanan." "Menara Tangan Kanan Raja diawasi, kau tahu itu sama
753 sepertiku. Cersei pasti bakal curiga kalau pelayan kamar Lollys
mulai mengunjungiku."
"Aku mungkin bisa menyelundupkan anak itu ke
kamarmu tanpa ketahuan. Chataya bukan satu-satunya tempat
yang punya pintu rahasia."
"Akses rahasia" Ke ruanganku?" Tyrion lebih kesal
dibandingkan terkejut. Apa lagi alasannya Maegor si Bengis
menghukum mati semua pekerja yang membangun kastel,
selain untuk menyimpan rahasia semacam itu" "Ya, kurasa pasti
ada. Di mana aku bisa menemukan pintunya" Di ruanganku"
Di kamar tidurku?" "Sobat, kau tak bakal memaksaku membuka semua
rahasia kecilku, bukan?"
"Untuk selanjutnya, anggap semuanya sebagai rahasia
kecil kita, Varys." Tyrion mendongak menatap orang kasim
dalam baju pengemis baunya. "Dengan asumsi kau memang
berada di pihakku..."
"Kau bisa meragukannya?"
"Ah tidak, aku percaya penuh padamu." Tawa getir
menggema di jendela-jendela yang tertutup. "Aku percaya
kau seperti keluargaku sendiri, sungguh. Sekarang katakan
bagaimana Cortnay Penrose tewas."
"Kabarnya dia melemparkan diri sendiri dari salah satu
menara." "Melemparkan diri sendiri" Tidak, aku tak percaya itu!"
"Pengawalnya tak melihat siapa pun memasuki
ruangannya, juga tak menemukan seorang pun di sana
setelahnya." "Kalau begitu si pembunuh masuk lebih dulu dan
bersembunyi di bawah tempat tidur," usul Tyrion, "atau dia
turun dengan tali dari atap. Siapa tahu pengawalnya berbohong.
Siapa yang bisa memastikan bukan mereka sendiri pelakunya?"
"Pasti kau benar, my lord."
Nada angkuh Varys menyatakan sebaliknya.
754 "Menurutmu bukan begitu" Kalau begitu bagaimana caranya?"
Lama sekali Varys membisu. Suara yang terdengar hanya
keletak sepatu kuda di batu pelapis jalan. Akhirnya orang kasim
itu berdeham. "My lord, kau percaya pada kekuatan-kekuatan
kuno?" "Sihir, maksudmu?" tanya Tyrion tak sabar. "Mantra
darah, kutukan, mengubah wujud, hal-hal semacam itu?" Dia
mendengus. "Apa kau menyiratkan bahwa Ser Cortnay tewas
akibat sihir?" "Ser Cortnay menantang Lord Stannis bertarung satu
lawan satu pada pagi hari sebelum kematiannya. Kutanya kau,
apa itu tindakan orang yang larut dalam keputusasaan" Lalu
ditambah lagi kematian Lord Renly yang misterius dan sangat
mendadak, sementara pasukannya menyusun barisan untuk
menyapu kakaknya dari medan perang." Orang kasim itu
diam sejenak. "My lord, kau pernah bertanya bagaimana aku
dikebiri." "Aku ingat," sahut Tyrion. "Kau tak mau
membicarakannya." "Benar, tapi..." Jeda kali ini lebih lama dibandingkan
sebelumnya, dan ketika Varys berbicara lagi entah bagaimana
suaranya berbeda. "Aku anak yatim yang magang pada
sandiwara keliling. Majikan kami punya perahu kecil dan kami
bolak-balik melayari laut sempit untuk tampil di semua Kotakota Merdeka dan sesekali di Oldtown dan King"s Landing.
"Suatu hari di Myr, seorang lelaki menonton sandiwara
kami. Seusai pertunjukan, dia mengajukan tawaran terhadapku
yang bagi majikanku terlalu menggoda untuk ditolak. Aku
ketakutan. Aku khawatir dia berniat memanfaatkanku
seperti cara lelaki memanfaatkan anak laki-laki, tapi ternyata
satu-satunya bagian tubuhku yang dibutuhkannya adalah
kelelakianku. Dia memberiku ramuan yang membuatku tak
bisa bergerak atau bicara, tapi tak melakukan apa-apa untuk
membuat indraku mati rasa.Dengan belati bengkok panjang,
dia memotong bagian tubuhku itu sambil terus merapal. Aku
755 melihatnya membakar kelelakianku di tungku. Apinya berubah
biru, dan aku mendengar suara menjawab panggilannya,
walaupun aku tidak mengerti bahasa yang mereka pakai.
"Rombongan sandiwara sudah berlayar setelah dia selesai
denganku. Seusai memanfaatkanku, orang itu tak berminat
lagi padaku, jadi dia menyingkirkanku. Ketika kutanya apa
sebaiknya yang kulakukan sekarang, dia menjawab menurutnya
aku sebaiknya mati. Meskipun begitu, aku bertekad tetap
hidup. Aku mengemis, mencuri, dan menjual apa pun bagian
tubuhku yang masih tersisa. Segera saja aku selihai pencuri
mana pun di Myr, dan saat lebih tua aku mempelajari bahwa
isi surat seseorang lebih berharga ketimbang isi dompetnya.
"Namun aku masih memimpikan malam itu, my lord.
Bukan tentang penyihir itu, bukan pelatinya, bahkan bukan
cara organ tubuhku mengerut saat terbakar. Aku memimpikan
suara tersebut. Suara dari api. Apa itu suara dewa, iblis, trik
tukang sulap" Aku tidak bisa memastikan, padahal aku
tahu semua trik. Yang bisa kupastikan hanya bahwa dia
memanggilnya, dan suara tersebut menjawab, dan sejak saat
itu aku membenci sihir serta semua yang mempraktikkannya.
Jika Lord Stannis seperti itu, aku ingin melihat dia mati."
Seusai Varys bicara, mereka berkuda dalam hening
beberapa lama. Akhirnya Tyrion berkata, "Cerita yang
mengerikan. Aku ikut prihatin."
Orang kasim itu mendesah. "Kau prihatin, tapi tidak
percaya padaku. Tak usah, my lord, tak perlu prihatin. Aku
dibius, tersiksa, itu sudah lama sekali, dan jauh di seberang laut.
Jelas saja aku memimpikan suara itu. Aku sudah mengatakan
itu pada diri sendiri ribuan kali."
"Aku percaya pada baja, koin emas, dan kecerdasan
manusia," ujar Tyrion. "Dan aku percaya dulu pernah ada
naga. Lagi pula, aku pernah melihat tengkorak mereka."
"Berharap saja itu hal terburuk yang pernah kaulihat,
my lord." "Dalam hal itu kita sependapat." Tyrion tersenyum.
756 "Sedangkan soal kematian Ser Cortnay, yah, kita tahu Stannis
menyewa nakhoda bayaran dari Kota-kota Merdeka. Siapa tahu
dia juga menyewa pembunuh bayaran andal."
"Pembunuh bayaran sangat andal."
"Yang seperti itu memang ada. Aku dulu bermimpi
suatu hari nanti aku cukup kaya untuk mengirim Kaum Tak
Berwajah ke kakakku yang manis."
"Bagaimanapun cara Ser Cortnay tewas," kata Varys,
"dia sudah mati, kastel telah jatuh. Stannis bebas beraksi."
"Ada peluang kita bisa menyakinkan orang-orang Dorne
agar mau turun ke Perbatasan?" tanya Tyrion.
"Tak ada." "Sayang sekali. Baiklah, ancaman itu setidaknya
membuat para lord Perbatasan tak jauh-jauh dari kastel mereka.
Ada kabar tentang ayahku?"
"Jika Lord Tywin berhasil menyeberangi Anak Sungai
Merah, belum ada kabar yang kuterima. Kalau tidak buruburu, dia bisa saja terjebak di tengah musuh. Lambang daun
ek Klan Oakheart dan pohon Klan Rowan terlihat di utara
sungai Mander." "Belum ada berita dari Littlefinger?"
"Barangkali dia tak pernah mencapai Bitterbridge. Atau
jangan-jangan dia mati di sana. Lord Tarly menyita perbekalan
Renly dan mendapatkan banyak prajurit; terutama dari
pasukan Florent. Lord Caswell mengurung diri di kastelnya."
Tyrion mendongak dan terbahak-bahak.
Varys menarik kekang, tercengang. "My lord?"
"Kau tak melihat lucunya, Lord Varys?" Tyrion
melambaikan sebelah tangan ke jendela-jendela yang tertutup,
ke seantero kota yang terlelap. "Storm"s End jatuh dan Stannis
datang membawa api, baja, entah kekuatan gelap apa, dan
warga yang baik tak punya Jaime, begitu juga Robert atau
Renly atau Rhaegar atau Kesatria Bunga mereka yang berharga
untuk melindungi mereka. Hanya aku, yang mereka benci."
757 Dia tertawa lagi. "Si cebol, si penasihat setan, iblis kera kecil
yang cacat. Hanya aku yang berdiri di antara mereka dan
kekacauan." j 758 CATELYN "K atakan pada Ayah aku akan membuatnya bangga."
Adiknya berayun menaiki pelana, setiap jengkal
tubuhnya berbalut zirah cemerlang dan jubah lumpur-dan-air
yang berkelepak. Seekor ikan trout perak menghiasi lambang di
helm besarnya, serupa dengan yang dilukis di perisainya.
"Dia selalu bangga padamu, Edmure. Dan dia sangat
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyayangimu. Percayalah."
"Aku berniat memberinya alasan lebih kuat
dibandingkan sekadardilahirkan." Dia memutar kuda perang
dan mengangkat sebelah tangan. Trompet berbunyi, drum
mulai bergemuruh, jembatan gantung diturunkan tersendatsendat, dan Ser Edmure Tully memimpin pasukannya
meninggalkan Riverrun dengan lembing terangkat dan panjipanji berkibar.
Pasukanku lebih besar dibandingkan milikmu, Dik, pikir
Catelyn sembari memperhatikan mereka pergi. Pasukan
keraguan dan ketakutan. Di sisinya, kesengsaraan Brienne nyaris kasatmata.
Catelyn telah memerintahkan menjahit pakaian sesuai ukuran
tubuhnya, gaun indah yang cocok bagi darah bangsawan
dan jenis kelaminnya, tapi Brienne lebihsuka gaun dari sisasisa zirah dan kulit yang disamak, sabuk pedang melingkari
759 pinggangnya. Dia pasti lebih senang pergi berperang bersama
Edmure tapi bahkan tembok-tembok sekukuh Riverrun
membutuhkan prajurit untuk melindunginya. Adik Catelyn
membawa setiap lelaki sehat ke arungan sungai, meninggalkan
Ser Desmond Grell memimpin garnisun beranggotakan
mereka yang cedera, tua, dan sakit, bersama beberapa squire
serta sejumlah bocah jelata yang jauh dari dewasa. Mereka
bertugas mempertahankan kastel yang disesaki perempuan
dan anak-anak. Ketika pasukan terakhir Edmure berderap lewat di
bawah gerbang besi, Brienne bertanya, "Sekarang apa yang kita
lakukan, my lady?" "Tugas kita." Wajah Catelyn muram sembari
menyeberangi pekarangan. Aku selalu menjalankan tugasku,
pikirnya. Barangkali itulah sebabnya sang ayah paling
menyayanginya di antara semua anaknya. Dua kakak lelakinya
meninggal saat masih bayi, jadi dia menjadi putra sekaligus
putri bagi Lord Hoster hingga Edmure lahir. Kemudian
ibunya tiada dan ayahnya berkata dia kini harus menjadi lady
Riverrun, dan dia juga menjalankan itu. Tatkala Lord Hoster
menjanjikannya pada Brandon Stark, dia berterima kasih pada
sang ayah karena memberikan pasangan yang sangat hebat.
Aku memberi Brandon tanda mata untuk dipakai, dan
tak pernah menghibur Petyr sekali pun kala dia cedera, juga tak
mengucapkan selamat berpisah sewaktu Ayah mengirimnya pergi.
Dan ketika Brandon terbunuh dan Ayah berkata aku harus menikah
dengan adiknya, aku menurut dengan senang hati, walaupun tak
pernah melihat wajah Ned sampai hari pernikahan kami. Aku
menyerahkan kesucianku pada orang asing serius ini dan mengantarnya
berperang, menemui rajanya, dan perempuan yang mengandung anak
haramnya, karena aku selalu menunaikan tugasku.
Langkah Catelyn membawanya ke tempat pemujaan,
kuil batu pasir tujuh sisi yang dibangun di tengah-tengah taman
ibunya dan dipenuhi cahaya pelangi. Tempat itu ramai saat
mereka masuk; bukan hanya Catelyn yang butuh berdoa. Dia
760 berlutut di depan patung marmer sang Pejuang, menyalakan
lilin beraroma untuk Edmure dan sebatang lagi untuk Robb
jauh di balik pegunungan. Jaga agar mereka aman dan bantu
mereka meraih kemenangan, dia berdoa, serta berikan kedamaian
bagi jiwa-jiwa yang terbunuh dan ketenangan bagi yang ditinggalkan.
Septon masuk membawa pedupaan dan kristal selagi
Catelyn berdoa, maka dia tetap di sana selama upacara. Dia
tak mengenal septon ini, pemuda penuh semangat hampir
sebaya dengan Edmure. Dia melakukan tugasnya cukup baik,
suaranya hangat dan menyenangkan saat menyanyikan pujian
pada Tujuh Wajah, tapi Catelyn mendapati dia merindukan
suara tipis gemetar Septon Osmynd yang sudah lama tiada.
Osmynd pasti mau mendengarkan dengan sabar cerita tentang
semua yang disaksikan dan dirasakan Catelyn di tenda Renly,
dan mungkin juga memahami artinya, serta apa yang harus
dilakukannya pada bayang-bayang lain yang menghantui
mimpinya. Osmynd, ayahku, Paman Brynden, si tua Maester Kym,
mereka selalu tampak tahu segalanya, tapi kini hanya ada aku, dan
sepertinya aku tak tahu apa-apa, bahkan tugasku. Bagaimana aku
bisa melaksanakannya jika aku tak tahu di mana tugas itu"
Lutut Catelyn kaku saat berdiri, walaupun tak merasa
lebih bijak. Mungkin dia sebaiknya pergi ke hutan sakral
malam ini, dan berdoa juga pada dewa-dewa Ned. Mereka
lebih tua dibandingkan Tujuh Wajah.
Di luar, dia mendengar lagu yang sangat berbeda.
Rymund si Penyair duduk di samping kilang bir di tengah
lingkaran pendengar, suara beratnya menggema saat
menyanyikan tentang Lord Deremond di Padang Rumput
Berdarah. Dan di sanalah dia berdiri menggenggam pedang,
keturunan Darry terakhir...
Brienne berhenti untuk mendengarkan sejenak, bahu
lebarnya terkulai dan lengan kekarnya bersedekap. Sekelompok
761 bocah kumal berlari lewat, menjerit dan mengacung-acungkan
ranting pada satu sama lain. Kenapa bocah laki-laki sangat senang
main perang-perangan" Catelyn bertanya-tanya apakah Rymundlah jawabannya. Suara si penyanyi meninggi menjelang akhir
lagu. Merahnya rumput di bawah kakinya,
merahnya panji-panji cemerlangnya,
merahnya matahari terbenam
dan dia bermandikan cahayanya.
?yo, ayo," seru sang lord perkasa,
"pedangku masih lapar."
Dan disertai pekik liar amarah,
Mereka menyerbu ke seberang anak sungai...
"Bertempur lebih baik daripada penantian ini,"
komentar Brienne. "Kita tidak merasa tak berdaya seperti ini
bila bertempur. Kita punya pedang dan kuda, terkadang kapak.
Ketika berbaju zirah sukar bagi siapa pun melukai kita."
"Kesatria-kesatria tewas dalam perang," Catelyn
mengingatkan. Brienne menatapnya dengan mata biru indah itu.
"Kaum perempuan juga meninggal saat melahirkan. Tak ada
yang menyanyikan lagu tentang mereka."
"Anak-anak adalah pertempuran jenis lain." Catelyn
mulai menyeberangi pekarangan. "Pertempuran tanpa panjipanji atau sangkakala perang, tapi tak kurang sengitnya.
Mengandung seorang anak, melahirkannya ke dunia... ibumu
pasti menceritakan sakitnya padamu..."
"Aku tak pernah kenal ibuku," ujar Brienne. "Ayahku
punya para lady... perempuan berbeda setiap tahun, tapi..."
"Mereka bukan lady," kata Catelyn. "Sesulit apa pun
persalinan, Brienne, yang terjadi setelahnya bahkan lebih berat
lagi. Kadang-kadang aku merasa bagai tercabik-cabik. Apa
762 akan ada lima diriku, satu untuk setiap anak, supaya aku bisa
menjaga semuanya." "Dan siapa yang menjaga Anda, my lady?"
Senyum Catelyn samar dan lelah. "Yah, para lelaki
keluargaku. Atau begitulah yang diajarkan ibuku. Ayahku, adik
laki-lakiku, pamanku, suamiku, mereka akan menjagaku... tapi
ketika mereka jauh dariku, kurasa kau harus mengisi tempat
mereka, Brienne." Brianna mengangguk. "Aku akan berusaha, my lady."
Belakangan hari itu, Maester Vyman mengantarkan
surat. Catelyn langsung menemuinya, berharap ada kabar dari
Robb, atau Ser Rodrik di Winterfell, tapi pesan itu dari salah
satu Lord Meadows, yang menyebut dirinya sebagai pengurus
kastel Storm"s End. Surat itu ditujukan kepada ayahnya,
adiknya, putranya, "atau siapa saja yang kini menguasai
Riverrun." Ser Cortnay Penrose telah tiada, tulis orang itu, dan
Storm"s End membukakan gerbang bagi Stannis Baratheon,
ahli waris kandung dan sah. Garnisun kastel telah bersumpah
setia padanya, seluruhnya, dan tak seorang pun dari mereka
yang dicelakai. "Kecuali Cortnay Penrose," gumam Catelyn. Dia
belum pernah bertemu lelaki itu, tapi dia berduka mendengar
kematiannya. "Robb harus mengetahui ini secepatnya,"
Catelyn berkata. "Apa kita tahu di mana dia?"
"Berdasarkan kabar terakhir dia menuju Crag, wilayah
Klan Westerling," jawab Maester Vyman. "Jika aku mengirim
raven ke Ashemark, barangkali mereka bisa mengutus pengantar
pesan menemuinya." "Lakukankah." Catelyn membaca surat itu lagi setelah sang maester
berlalu. "Lord Meadows tak menyinggung sedikit pun tentang
anak haram Robert," katanya pada Brienne. "Kurasa dia
menahan bocah itu bersama yang lain, meskipun aku mengaku,
aku tak mengerti kenapa Stannis sangat menginginkan dia."
"Mungkin dia mengkhawatirkan klaim bocah itu."
763 "Klaim seorang anak haram" Bukan, pasti ada alasan
lain... bocah itu mirip siapa?"
"Umurnya tujuh atau delapan tahun, tampan,
berambut hitam dan bermata biru terang. Para tamu sering
menganggapnya putra kandung Lord Renly."
"Dan Renly mirip Robert." Catelyn mendapatkan
secercah pemahaman. "Stannis berniat memamerkan anak
haram kakaknya di depan rakyat, supaya mereka mungkin
melihat Robert di wajahnya dan bertanya-tanya kenapa
kemiripan itu tak ada pada Joffrey."
"Apa itu sangat berarti?"
"Mereka yang mendukung Stannis akan menyebut itu
bukti. Yang mendukung Joffrey akan menganggap itu tak
berarti apa-apa." Anak kandung Catelyn sendiri lebih mirip
keluarga Tully daripada Stark. Hanya Arya yang menampakkan
banyak kemiripan dengan Ned di wajahnya. Juga Jon Snow, tapi
dia bukan anakku. Catelyn mendapati dirinya memikirkan
tentang ibu Jon, kekasih rahasia misterius yang tak pernah
dibicarakan suaminya. Apa dia juga berduka karena Ned seperti
aku" Atau dia membenci Ned karena meninggalkan tempat tidurnya
demi aku" Apa dia berdoa untuk putranya seperti aku mendoakan
anak-anakku" Pikiran-pikiran itu meresahkan, dan tak berguna.
Seandainya Jon dilahirkan oleh Ashara Dayne dari Starfall,
seperti bisik-bisik sejumlah orang, perempuan itu sudah lama
tiada; kalau bukan, Catelyn sama sekali tak tahu siapa atau di
mana ibu Jon. Dan itu tidak penting. Ned kini sudah tiada,
cinta dan rahasianya ikut pergi bersamanya.
Tetap saja, lagi-lagi Catelyn terguncang melihat betapa
anehnya sikap kaum lelaki pada anak haram mereka. Ned
selalu sangat protektif terhadap Jon, dan Ser Cortnay Penrose
mengorbankan nyawa demi Edric Storm, tapi anak haram
Roose Bolton bahkan lebih tak berarti baginya dibandingkan
salah satu anjingnya, dinilai dari kesan dingin dan aneh
dalam suratnya yang diterima Edmure tak sampai tiga hari
764 lalu. Dia telah menyeberangi sungai Trident dan menuju
Harrenhal sesuai perintah, dia menulis, "Kastel yang kuat,
dan dikawal ketat, tapi Yang Mulia harus menguasainya
meskipun aku harus membunuh setiap manusia di dalamnya
demi mewujudkannya." Dia berharap Yang Mulia akan
mempertimbangkan itu terhadap kejahatan anak haramnya,
yang terbunuh oleh Ser Rodrik Cassel. "Nasib yang pantas
didapatnya," tulis Bolton. "Darah tercemar selalu pengkhianat,
dan sifat Ramsay licik, tamak, dan kejam. Aku menganggap
diriku beruntung bisa menyingkirkan dia. Anak kandung yang
dijanjikan oleh istriku yang belia takkan pernah aman selama
dia masih hidup." Derap langkah tergesa-gesa mengusir pikiranmuram dari
benak Catelyn. Squire Ser Desmond melesat terengah-engah ke
dalam ruangan dan berlutut. "My Lady... pasukan Lannister...
di seberang sungai."
"Ambil napas dalam-dalam, Nak, dan bicara pelanpelan."
Dia menurut. "Sepasukan prajurit bersenjata,"
dia melapor. "Di seberang Anak Sungai Merah. Mereka
mengibarkan unicorn ungu di bawah lambang singa Lannister."
Putra dari Lord Brax. Brax pernah sekali ke Riverrun saat
Catelyn masih gadis, mengajukan lamaran untuk menikahkan
putranya dengan Catelyn atau Lysa. Dia bertanya-tanya apakah
putra yang sama berada di luar sana sekarang, memimpin
serangan. Pasukan Lannister berderap dari tenggara di bawah
hamparan panji-panji, Ser Desmond memberitahunya hal itu
ketika dia naik ke tembok bergerigi untuk bergabung dengan
lelaki itu. "Sejumlah pengawal pasukan, tidak lebih," Ser
Desmond meyakinkannya. "Kekuatan utama pasukan Lord
Tywin ada di selatan. Kita tak terancam bahaya di sini."
Di selatan Anak Sungai Merah terbentang dataran
terbuka. Dari menara pengawas, Catelyn bisa memandang
sejauh berkilo-kilometer. Meskipun begitu, hanya arungan
765 terdekat yang tampak. Edmure memercayakan pertahanannya,
berikut tiga lagi yang lain jauh di hulu sungai, pada Lord Jason
Mallister. Prajurit Lannister berkerumun ragu di dekat air,
panji merah tua dan perak mengombak tertiup angin. "Tidak
lebih dari lima puluh, my lady." Ser Desmond memperkirakan.
Catelyn memperhatikan para penunggang itu menyebar
membentuk garis panjang. Pasukan Lord Jason menunggu
untuk menghadapi mereka di balik bebatuan, rumput, dan
bukit kecil. Gemuruh trompet membuat para penunggang
kuda bergerak maju perlahan, memasuki aliran air. Sejenak
mereka tampak berani, dengan zirah berkilat dan panji
berkibar, matahari terpantul di mata lembing.
"Sekarang," didengarnya Brienne bergumam.
Sulit memastikan apa yang terjadi, tapi ringkikan kuda
terasa nyaring bahkan dari kejauhan, dan di bawah mereka
Catelyn mendengar sayup-sayup dentang baja beradu. Satu
panji mendadak raib karena pembawanya terjatuh, dan tak
lama setelahnya korban tewas pertama itu terapung melewati
dinding mereka, hanyut mengikuti arus. Saat itu, pasukan
Lannister mundur kebingungan. Catelyn memperhatikan
mereka membentuk barisan lagi, berunding sejenak, lalu
mencongklang kembali ke arah datangnya tadi. Penjaga di
dinding meneriakkan ejekan ke arah mereka, walaupun
mereka sudah terlalu jauh untuk mendengarnya.
Ser Desmond menampar perut. "Seandainya Lord
Hoster bisa menyaksikannya. Itu akan membuatnya berdansa."
"Sayangnya, hari-hari ayahku berdansa sudah lewat,"
komentar Catelyn, "dan pertempuran ini baru dimulai.
Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Prajurit Lannister akan datang lagi. Pasukan Lord Tywin dua
kali lipat banyaknya dibandingkan pasukan adikku."
"Pasukannya boleh saja sepuluh kali lipat lebih banyak,
tapi itu tak ada artinya," sahut Ser Desmond. "Tepi barat Anak
Sungai Merah lebih tinggi ketimbang yang di sebelah timur, my
lady, dan berhutan lebat. Pemanah kita punya perlindungan
baik, dan ruang luas untuk tombak mereka... dan seandainya
766 penyerbuan terjadi, Edmure mencadangkan kesatria terbaiknya,
siap dikerahkan bila sangat dibutuhkan. Sungai akan menahan
mereka." "Aku berdoa semoga kau benar," kata Catelyn muram.
Malam itu mereka kembali. Catelyn memerintahkan
agar dia dibangunkan begitu musuh datang lagi, dan selepas
tengah malam seorang gadis pelayan menyentuh pelan
bahunya. Catelyn duduk dengan seketika. "Ada apa?"
"Arungan lagi, my lady."
Berbalut jubah kamar, Catelyn naik ke atap benteng.
Dari sana dia bisa melihat melewati dinding dan sungai yang
diterangi bulan ke tempat pertempuran berkecamuk. Pasukan
bertahan menyalakan api unggun di sepanjang tepi sungai,
dan siapa tahun prajurit Lannister mengira akan mendapati
mereka rabun ayam atau tak waspada. Kalau benar, itu bodoh.
Kegelapan paling maksimal merupakan sekutu yang berisiko.
Selagi mengarungi sungai untuk menyeberang, mereka
memasuki kolam terlindung dan tenggelam, sedangkan yang
lain tersandung batu atau terluka kakinya akibat ranjau
tersembunyi. Barisan pemanah Mallister mengirimkan badai
anak panah berapi ke seberang sungai, anehnya tampak indah
dari jauh. Satu orang, terpanah selusin kali, pakaiannya
terbakar, dia meronta dan berputar di air selutut sampai
akhirnya jatuh dan hanyut terbawa arus. Pada saat tubuhnya
terapung melewat Riverrun, api dan nyawanya sama-sama
padam. Kemenangan kecil, pikir Catelyn begitu pertarungan
berakhir dan musuh yang selamat melebur kembali memasuki
malam, tapi tetap saja kemenangan. Selagi mereka menuruni
tangga menara yang melingkar, Catelyn menanyakan pendapat
Brienne. "Itu sapuan ujung jari Lord Tywin, my lady," kata
gadis itu. "Dia meraba-raba, mencari titik lemah, tempat
penyeberangan yang tak dijaga. Jika tak menemukannya, dia
akan mengepalkan jemari itu menjadi tinju, berusaha membuat
titik lemah." Brienne membungkukkan bahu. "Itulah yang
767 kulakukan. Kalau jadi dia." Tangannya memegang gagang
pedang dan menepuknya pelan, seolah memastikan senjatanya
masih di sana. Dan semoga saat itu para dewa menolong kami, pikir
Catelyn. Namun tak ada yang bisa dilakukannya. Pertempuran
di luar sana adalah milik Edmure; pertempurannya ada di
dalam kastel. Keesokan paginya selagi sarapan, dia memanggil
pengurus rumah tangga ayahnya, Utherydes Wayn. "Bawakan
Ser Cleosse kendi anggur. Aku berniat menanyainya secepatnya,
dan aku ingin lidahnya lemas."
"Siap laksanakan perintah, my lady."
Tak lama setelahnya, pengantar pesan dengan lambang
elang Mallister disulam di dada tiba membawa kabar dari
Lord Jason, menceritakan pertempuran kecil lain dan satu
lagi kemenangan. Ser Flement Brax berusaha memaksa
menyeberang di arungan lain sekitar tiga puluh kilometer di
selatan. Kali ini pasukan Lannister memendekkan lembing
dan maju menyeberangi sungai di belakang dengan berjalan
kaki, tapi para pemanah Mallister menghujankan bidikan
melengkung tinggi melewati perisai mereka, sedangkan
pelontar yang dipasang Edmure di tepi sungai mengirimkan
batu-batu besar untuk merusak formasi musuh. "Mereka
meninggalkan selusin korban tewas di air, cuma dua yang
mencapai tempat dangkal, kami menangani mereka dengan
cepat," lapor pengantar pesan itu. Dia juga melaporkan
pertempuran lebih jauh di hulu, tempat Lord Karyl Vance
mempertahankan arungan sungai. "Serbuan itu juga berhasil
digagalkan, dengan kerugian besar di pihak musuh."
Barangkali Edmure lebih bijak daripada dugaanku, pikir
Catelyn. Para lord-nya menganggap strategi perangnya masuk akal,
Sepasang Garuda Putih 2 Duka Lara Karya Bois Simple Past Present Love 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama