Ceritasilat Novel Online

Peperangan Raja Raja 3

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin Bagian 3


dalam wujud janggut abu-abu kusut yang menutupi sebagian
besar dadanya. Dia memukul dada itu keras-keras. "Apa aku
terlihat lemah?" Sam membuka mulut, mengeluarkan cicitan pelan. Si
Beruang Tua membuatnya takut. "Tidak, my lord," sahut Jon
cepat-cepat. "Kau terlihat sekuat" sekuat?"?
"Jangan membohongiku, Snow, kau tahu aku takkan
tertipu. Coba kulihat peta-peta ini." Mormont memeriksa
peta-peta itu sekadarnya, hanya menanggapi setiap peta
dengan tatapan singkat dan geraman. "Hanya ini yang bisa
kautemukan?" "Aku" m-m-my lord," Sam tergagap, "masih" masih ada
lagi, t-t-tapi" karena ber-berantakan?"
"Ini sudah lama," protes Mormont, dan raven?-nya
membeo dengan pekik melengking, "Lama, lama."
"Desa-desa mungkin datang dan pergi, tapi bukit-bukit
dan sungai-sungai pasti masih di tempat yang sama," Jon
mengingatkan. "Benar juga. Kau sudah memilih raven-raven-mu, Tarly?"
"M-m-maester Aemon hen-hendak memilihnya nanti
malam, setelah di-diberi makan."
"Aku minta yang terbaik. Burung-burung yang cerdas
dan kuat." "Kuat," burungnya sendiri mengoceh sambil menjilati
bulu-bulunya.?"Kuat, kuat."
"Jika ternyata kita semua dibantai di luar sana, aku ingin
penggantiku tahu di mana dan bagaimana kita mati."
Omongan tentang pembantaian menciutkan Samwell
Tarly hingga tak mampu berkata-kata. Mormont memajukan
tubuh. "Tarly, waktu umurku setengah darimu, ibuku
mengatakan kalau aku berdiri bengong dengan mulut
melongo, bisa-bisa ada musang yang keliru mengira itu
sarangnya dan masuk ke kerongkonganku. Kalau ada yang
94 ingin kaukatakan, katakan saja. Kalau tidak, hati-hati dengan
musang." Dia melambai singkat untuk mengusir Sam. "Pergi
sana, aku terlalu sibuk untuk mengurusi hal-hal bodoh. Pasti
sang maester punya pekerjaan untukmu."
Sam menelan ludah, beringsut mundur, lalu berjalan
keluar dengan terburu-buru sampai nyaris tersandung ilalang
di lantai. "Apakah bocah itu setolol penampilannya?" sang
Komandan bertanya ketika Sam sudah pergi.?"Tolol," si raven
protes. Mormont tidak menunggu jawaban Jon. "Ayahnya
punya kedudukan di majelis Raja Renly, dan aku hampir
memutuskan untuk mengutusnya... tidak, sebaiknya tidak.
Renly tidak akan mengindahkan bocah gendut penakut.
Akan kukirim Ser Arnell. Dia jelas lebih tangguh, dan ibunya
anggota Klan Fossoway apel-hijau."
"Kalau boleh tahu, my lord, apa yang akan kauminta dari
Raja Renly?" "Sama seperti yang kuminta dari mereka semua, Nak.
Orang, kuda, pedang, zirah, padi-padian, keju, anggur, wol,
paku" Garda Malam tidak kenal gengsi, kita menerima apa
yang ditawarkan." Jemarinya mengetuk-ngetuk papan meja yang
dipahat kasar. "Jika cuaca berbaik hati, Ser Alliser seharusnya
tiba di King"s Landing saat pergantian bulan, tapi apakah si
bocah Joffrey ini akan mengindahkan permintaannya, aku
tidak tahu. Klan Lannister tidak pernah berteman dengan
Garda." "Thorne membawa tangan hantu itu untuk ditunjukkan
kepada mereka." Tangan itu pucat menyeramkan dengan jarijari hitam, yang berkedut dan bergerak-gerak dalam stoplesnya
seakan masih hidup. "Andai kita punya tangan lain untuk ditunjukkan
kepada Renly." "Dywen bilang kita bisa menemukan apa pun di luar
Tembok Besar." "Aye, Dywen bilang begitu. Dan kali terakhir menjelajah,
95 dia bilang dia melihat beruang setinggi lima meter." Mormont
mendengus. "Adik perempuanku katanya berpacaran dengan
beruang. Aku lebih percaya itu daripada percaya ada beruang
setinggi lima meter. Walaupun di dunia tempat orang mati
bisa bangkit" ah, meski begitu, orang harus melihat dengan
matanya sendiri. Aku pernah melihat orang mati bangkit.
Aku belum pernah melihat beruang raksasa." Dia mengamati
Jon dengan pandangan menyelidik. "Tapi kita sedang bicara
tentang tangan. Bagaimana tanganmu?"
"Lebih baik." Jon mencopot sarung tangan bulu dan
memperlihatkan tangannya. Luka-luka memenuhi lengannya
sampai ke siku, dan daging merah muda berbintik masih terasa
tegang dan lembek, tapi mulai pulih. "Tapi gatal. Kata Maester
Aemon itu bagus. Dia memberiku salep untuk dibawa saat kita
pergi." "Kau bisa menggunakan Longclaw walaupun tanganmu
sakit?" "Cukup baik." Jon melenturkan jari-jarinya, membuka
dan menutup kepalan seperti cara yang diajarkan sang maester.
"Aku harus melatih jari-jariku setiap hari supaya tetap gesit,
seperti kata Maester Aemon."
"Dia mungkin buta, tapi Aemon menguasai ilmunya.
Aku berdoa kepada para dewa semoga dia tetap bersama kita
dua puluh tahun lagi. Kau tahu kalau dia seharusnya bisa
menjadi raja?" Jon terperanjat. "Dia bilang ayahnya raja, tapi tidak"
kupikir dia mungkin bukan putra sulung."
"Memang. Kakeknya adalah Daeron Targaryen, Yang
Kedua dari Namanya. Dia yang merangkul Dorne ke dalam
kerajaan. Bagian dari perjanjian tersebut adalah dia menikahi
seorang putri Dorne. Sang putri memberinya empat putra.
Ayah Aemon, Maekar, adalah putra termuda, dan Aemon putra
ketiganya. Harap diingat, semua ini terjadi lama sebelum aku
lahir, sama kunonya seperti anggapan Smallwood tentangku."
96 "Maester Aemon dinamai mengikuti sang Kesatria
Naga." "Benar. Ada yang bilang Pangeran Aemon adalah
ayah Raja Daeron yang sesungguhnya, bukan Aegon yang
Tak Layak. Meskipun demikian, Aemon kita tidak memiliki
bakat bertarung sang Kesatria Naga. Dia kerap mengatakan
pedangnya lamban tapi otaknya tangkas. Tidak heran kakeknya
mengirim dia ke Citadel. Umurnya sembilan atau sepuluh
tahun, aku rasa" dan berada di urutan sembilan atau sepuluh
juga dalam garis suksesi."
Jon tahu Maester Aemon sudah melewati lebih dari
seratus hari penamaan. Lemah, kisut, keriput, dan buta, sulit
membayangkan lelaki itu sebagai bocah yang tidak lebih tua
dibandingkan Arya. Mormont melanjutkan. "Aemon sedang sibuk belajar
ketika paman tertuanya, ahli waris utama, terbunuh dalam
kecelakaan turnamen perang. Dia meninggalkan dua putra,
tapi mereka mengikutinya ke liang kubur tak lama kemudian,
saat Wabah Musim Semi berjangkit. Raja Daeron juga menjadi
korban, maka mahkota diserahkan kepada putra kedua
Daeron, Aerys." "Sang Raja Gila?" Jon kebingungan. Aerys adalah raja
sebelum Robert, dan itu belum terlalu lama.
"Bukan, ini Aerys yang Pertama. Raja yang digulingkan
Robert adalah yang kedua dari nama itu."
"Berapa waktu yang lalu kejadiannya?"
"Kurang lebih delapan puluh tahun," sahut si Beruang
Tua, "dan tidak, aku masih belum lahir, walaupun saat itu
Aemon sudah menempa setengah lusin rantai maester-nya.
Aerys menikahi adiknya sendiri, seperti yang biasa dilakukan
Klan Targaryen, dan berkuasa selama sepuluh atau dua belas
tahun. Aemon mengucapkan sumpah dan meninggalkan
Citadel untuk mengabdi di kastel seorang bangsawan kecil"
sampai pamannya sang raja mangkat tanpa meninggalkan
anak. Takhta Besi diwariskan kepada si bungsu dari empat
97 putra Raja Daeron. Yaitu Maekar, ayah Aemon. Raja yang
baru memanggil semua putranya ke istana dan sudah hendak
menjadikan Aemon bagian dari majelisnya, tapi Aemon
menolak, mengatakan bahwa itu berarti merebut posisi yang
secara sah merupakan milik Maester Agung. Dia memilih
mengabdi di kastel kakak sulungnya, yang juga bernama
Daeron. Yah, Daeron yang itu juga mati, hanya meninggalkan
anak perempuan berotak lemah sebagai ahli warisnya. Aku rasa
karena penyakit cacar yang didapatnya dari seorang pelacur.
Kakak keduanya adalah Aerion."
"Aerion nan Mengerikan?" Jon tahu nama itu. "Pangeran
Yang Mengira Dirinya Naga" adalah salah satu dongeng Nan
Tua yang paling seram. Adiknya Bran sangat suka kisah itu.
"Benar sekali, meskipun dia menamai dirinya sendiri
Aerion Api Cemerlang. Suatu malam, saat sedang mabuk, dia
minum sebotol api liar, setelah memberitahu teman-temannya
bahwa cairan itu bisa mengubahnya menjadi naga, tapi para
dewa bermurah hati dan cairan itu mengubahnya menjadi
mayat. Tak sampai setahun kemudian, Raja Maekar tewas
dalam pertempuran melawan seorang lord yang melanggar
hukum." Jon tidak sepenuhnya buta mengenai sejarah kerajaan;
maester-nya sendiri sudah memastikan hal itu. "Itu tahun
Majelis Akbar1," katanya. "Para lord melewatkan bayi laki-laki
Pangeran Aerion serta anak perempuan Pangeran Daeron dan
menyerahkan mahkota kepada Aegon."
"Ya dan tidak. Pertama-tama mereka menawarkannya,
dengan diam-diam, kepada Aemon. Dan dia menolaknya dengan
diam-diam. Para dewa menakdirkannya untuk mengabdi, bukan
memerintah, katanya kepada mereka. Dia sudah mengucapkan
sumpah dan tak akan melanggarnya, meskipun Septon Agung
sendiri menawarkan untuk membebaskannya. Yah, tak ada
orang waras yang menginginkan keturunan Aerion menduduki
takhta, dan putri Daeron lemah otak, apalagi dia perempuan,
1. Majelis Akbar: pertemuan para lord untuk menentukan suksesi takhta
kerajaan. 98 jadi mereka tak punya pilihan selain mengangkat adik Aemon"
Aegon, Yang Kelima dari Namanya. Aegon nan Mustahil,
mereka menyebutnya, lahir sebagai putra keempat dari putra
keempat. Aemon tahu, dan dengan alasan kuat, bahwa jika dia
tetap di istana, orang-orang yang tak menyukai kepemimpinan
adiknya akan berusaha memanfaatkannya, maka dia datang ke
Tembok Besar. Dan di sinilah dia menetap, sementara adiknya,
putra adiknya, dan cucu adiknya bergantian memimpin lalu
mati, sampai Jaime Lannister mengakhiri era Raja-Raja Naga."
"Raja," kaok si raven. Burung itu terbang melintasi
ruangan dan bertengger di bahu Mormont.?"Raja," si raven
berkaok lagi, mengigal maju-mundur.
"Dia suka kata itu," ujar Jon sambil tersenyum.
"Kata yang mudah untuk diucapkan. Kata yang mudah
untuk disukai." "Raja," burung itu berucap lagi.
"Kurasa dia menginginkanmu mendapatkan mahkota,
my lord." "Kerajaan sudah punya tiga raja, dan menurutku itu
sudah kelebihan dua." Mormont membelai si raven di bawah
paruh dengan satu jari, tapi selama itu matanya tak pernah
berpaling dari Jon Snow. Tatapannya membuat Jon gelisah. "My lord, kenapa kau
menceritakan padaku tentang Maester Aemon?"
"Apa harus ada alasan?" Mormont bergerak-gerak di
kursinya, mengerutkan dahi. "Saudaramu Robb ditahbiskan
sebagai Raja di Utara. Kau dan Aemon punya kesamaan itu.
Memiliki saudara seorang raja."
"Ada kesamaan lainnya," sahut Jon. "Sumpah setia."
Beruang Tua mendengus keras, dan si raven membubung,
terbang berputar mengelilingi ruangan. "Beri aku satu orang
untuk setiap sumpah yang kulihat dilanggar, dan Tembok
Besar takkan pernah kekurangan prajurit."
"Aku selalu tahu Robb akan menjadi Lord Winterfell."
99 Mormont bersiul, dan burung itu kembali terbang
menghampirinya lalu bertengger di lengannya. "Menjadi lord
dan menjadi raja adalah hal yang berbeda." Dia menawari
si raven segenggam jagung dari sakunya. "Mereka akan
mendandani saudaramu Robb dengan sutra, satin, dan beledu
dalam seratus warna berbeda, sementara kau hidup dan mati
dalam balutan tunik rantai hitam. Dia akan menikah dengan
putri cantik dan memiliki putra-putra. Kau tak akan punya
istri, atau memeluk anak yang merupakan darah dagingmu
sendiri. Robb akan memimpin, kau akan mengabdi. Orang
akan menyebutmu gagak. Dia akan dipanggil Yang Mulia.?Para
penyanyi akan memuliakan setiap hal yang dia lakukan,
sementara semua tindakan terhebatmu takkan pernah
dinyanyikan. Katakan padaku semua itu tak mengusikmu,
Jon" maka aku akan bilang kau pembohong, dan sadarilah
bahwa aku tahu yang sebenarnya."
Jon menegakkan tubuh, setegang tali busur. "Dan kalau
memang mengusikku, apa yang dapat kulakukan, sebagai anak
haram?" "Apa yang akan kaulakukan?" tanya Mormont. "Sebagai
anak haram?" "Merasa terusik," balas Jon, "dan mempertahankan
sumpahku." j 100 CATELYN M ahkota putranya baru selesai ditempa, dan bagi Catelyn
Stark sepertinya berat mahkota itu membebani kepala
Robb. Mahkota kuno Raja-Raja Musim Dingin hilang tiga
abad silam, diserahkan kepada Aegon sang Penakluk ketika
Torrhen Stark berlutut tanda tunduk. Tak seorang pun tahu
apa yang dilakukan Aegon pada mahkota itu. Pandai besi Lord
Hoster sudah bekerja dengan baik, dan mahkota Robb terlihat
sangat mirip dengan penggambaran mahkota satunya dalam
kisah-kisah mengenai para raja Stark pada masa lalu; lingkaran


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbuka dari perunggu tempa yang diukir dengan hurufhuruf rune Kaum Pertama, bagian atasnya berhias sembilan
batang besi hitam yang dibentuk menyerupai pedang panjang.
Mahkota itu tidak bertatahkan emas, perak, dan batu mulia;
perunggu dan besi merupakan logam musim dingin, gelap dan
kuat untuk melawan dingin. Sewaktu mereka menunggu di
Aula Besar Riverrun sebelum si tawanan dibawa ke hadapan
mereka, Catelyn melihat Robb mendorong mahkota itu ke
belakang agar bertengger pada berkas tebal rambutnya yang
berwarna cokelat kemerahan; beberapa saat kemudian dia
memajukannya lagi; belakangan dia memutarnya seperempat
lingkaran, seolah itu bisa membuat mahkotanya bercokol lebih
101 nyaman di dahi. Bukan hal yang mudah memakai mahkota, pikir
Catelyn sambil mengawasi, terutama untuk pemuda berusia lima
belas tahun. Saat para penjaga membawa masuk tawanan itu, Robb
meminta pedangnya. Olyvar Frey menyerahkannya dengan
gagang lebih dulu, lalu putranya mengeluarkan pedang itu
dari sarung dan meletakkannya melintang di lutut, ancaman
terbuka dan terang-terangan. "Yang Mulia, ini orang yang
Anda minta," Ser Robin Ryger, kepala pengawal rumah tangga
Tully, mengumumkan. "Berlututlah di hadapan sang raja, Lannister!" Theon
Greyjoy berseru. Ser Robin memaksa tawanan itu berlutut.
Dia tidak terlihat seperti singa, renung Catelyn. Ser
Cleos Frey adalah putra Lady Genna yang merupakan adik
Lord Tywin Lannister, tapi dia tidak memiliki keelokan
Lannister yang melegenda, rambut pirang dan mata hijau.
Alih-alih dia mewarisi rambut ikal cokelat yang kusut, dagu
lembek, dan wajah tirus ayahnya, Ser Emmon Frey, putra
kedua Lord Walder tua. Matanya pucat berair dan sepertinya
dia tak bisa berhenti berkedip, tapi barangkali itu hanya karena
terkena cahaya. Sel-sel di bawah Riverrun gelap serta lembap"
dan belakangan ini juga penuh sesak.
"Bangun, Ser Cleos." Suara putra Catelyn tidak sedingin
suara ayahnya bila menghadapi momen seperti ini, tapi juga
tak terdengar seperti suara bocah lima belas tahun. Perang
telah menjadikan bocah itu dewasa sebelum waktunya. Cahaya
pagi berkilau samar pada lempengan baja yang melintang di
lututnya. Namun bukan pedang itu yang membuat Ser Cleos Frey
panik, melainkan si serigala. Grey Wind, nama yang diberikan
putranya pada serigala itu. Direwolf sebesar anjing pemburu
elk, liat dan segelap asap, dengan mata bagaikan emas cair.
Ketika binatang itu melangkah maju dan mengendus-endus
si tawanan, setiap orang di dalam aula dapat mencium aroma
ketakutan. Ser Cleos ditangkap saat pertempuran di Hutan
102 Berbisik, tempat Grey Wind mengoyak leher setengah lusin
orang. Kesatria itu berjuang untuk berdiri, mengelak dari
si serigala dengan begitu gesit sehingga beberapa penonton
tertawa keras. "Terima kasih, my lord."
"Yang Mulia," bentak Lord Umber, sang Greatjon,
pengikut utara Robb yang paling lantang" sekaligus paling
sejati dan paling setia, atau begitulah yang dia tegaskan. Lord
Umber yang pertama kali memproklamirkan putra Catelyn
sebagai Raja di Utara, dan dia tidak akan membiarkan
penghinaan terhadap kehormatan raja barunya.
"Yang Mulia," Ser Cleos buru-buru meralat. "Mohon
maaf." Dia bukan pemberani, yang satu ini, pikir Catelyn. Lebih
menyerupai seorang Frey daripada Lannister, sebenarnya.
Sepupunya sang Pembantai Raja pasti jauh berbeda. Mereka
tidak akan pernah bisa memaksa panggilan hormat itu keluar
dari sela-sela gigi sempurna Ser Jaime Lannister.
"Aku mengeluarkanmu dari sel untuk menyampaikan
pesan kepada sepupumu Cersei Lannister di King"s Landing.
Kau akan pergi di bawah panji perdamaian, dengan dikawal
tiga puluh prajurit terbaikku."
Ser Cleos jelas tampak lega. "Saya dengan senang hati
akan menyampaikan pesan Yang Mulia kepada sang ratu."
"Pahamilah," tukas Robb, "bahwa aku tidak memberimu
kebebasan. Kakekmu Lord Walder menjanjikan dukungannya
dan dukungan Klan Frey padaku. Banyak sepupu dan pamanmu
bergabung dengan kami di Hutan Berbisik, tapi kau memilih
untuk bertempur di bawah panji singa. Itu menjadikanmu
seorang Lannister, bukan Frey. Aku meminta janjimu, dengan
berpegang pada kehormatanmu sebagai kesatria, bahwa setelah
menyampaikan pesanku kau akan kembali dengan membawa
jawaban sang ratu, dan kembali menjadi tawanan."
Ser Cleos langsung menjawab. "Saya bersumpah."
"Semua orang di aula ini mendengar sumpahmu,"
103 ancam adik Catelyn, Ser Edmure Tully, yang berbicara
mewakili Riverrun dan para lord di sepanjang sungai Trident
menggantikan ayah mereka yang sekarat. "Kalau kau tidak
kembali, seisi kerajaan akan tahu kau bersumpah palsu."
"Aku akan menepati janjiku," Ser Cleos menyahut kaku.
"Apa pesannya?"
"Tawaran perdamaian." Robb berdiri, menggenggam
pedang panjang. Grey Wind beranjak ke sisinya. Aula menjadi
sunyi. "Katakan pada Ratu Pemangku, jika dia menyetujui
syarat-syaratku, aku akan menyarungkan pedang ini dan
mengakhiri perang di antara kita."
Di bagian belakang aula, Catelyn melihat sosok tinggi
kurus Lord Rickard Karstark menerobos barisan penjaga
dan keluar dari ruangan. Yang lain tak ada yang bergerak.
Robb mengabaikan gangguan itu. "Olyvar, suratnya," dia
memerintah. Si squire mengambil pedang panjang tuannya dan
menyerahkan gulungan perkamen.
Robb membuka gulungan itu. "Pertama, sang ratu
harus melepaskan adik-adik perempuanku dan menyediakan
transportasi laut untuk mereka dari King"s Landing ke White
Harbor. Harus dipahami bahwa pertunangan Sansa dengan
Joffrey Baratheon dibatalkan. Setelah menerima kabar dari
pengurus kastelku bahwa adik-adikku sudah kembali dengan
selamat ke Winterfell, aku akan membebaskan sepupu-sepupu
sang ratu, si squire Willem Lannister dan adikmu Tion Frey,
serta mengawal mereka dengan aman ke Casterly Rock atau ke
mana pun dia ingin mereka diantarkan."
Catelyn Stark berharap dia dapat membaca pikiran yang
bersembunyi di balik setiap wajah, setiap dahi yang berkerut
dan bibir yang terkatup rapat.
"Kedua, tulang-tulang ayahku akan dikembalikan
kepada kami, agar dia dapat beristirahat di samping kakak
dan adiknya dalam pemakaman di bawah Winterfell, seperti
yang pasti diinginkannya. Sisa-sisa jasad para pengawal rumah
tangganya yang tewas saat dia bertugas di King"s Landing juga
104 harus dikembalikan."
Orang-orang hidup berangkat ke selatan, dan
tulang-tulang dingin yang kembali.?Ned terbukti benar,
pikirnya.?Tempatnya adalah di Winterfell, kata Ned waktu itu, tapi
apakah aku mendengarkannya" Tidak. Pergilah, kataku padanya,
kau harus menjadi Tangan Kanan Robert, demi kepentingan Klan
kita, demi kebaikan anak-anak kita" ini perbuatanku, salahku,
bukan yang lain"? "Ketiga, pedang agung ayahku, Ice, akan dikirimkan
kepadaku, di sini di Riverrun."
Catelyn mengawasi adiknya Ser Edmure Tully yang
berdiri dengan kedua ibu jari mengait sabuk pedang, wajahnya
sedingin batu. "Keempat, sang ratu akan memerintahkan ayahnya, Lord
Tywin, untuk membebaskan para kesatria dan lord pengikutku
yang ditawan dalam pertempuran di Anak Sungai Hijau
Trident. Begitu dia melakukannya, aku akan membebaskan
semua tawananku yang ditangkap di Hutan Berbisik dan
Pertempuran Perkemahan, kecuali Jaime Lannister seorang,
yang akan tetap menjadi tawananku agar ayahnya bersikap
baik." Catelyn mengamati senyum licik Theon Greyjoy,
bertanya-tanya apa artinya. Theon selalu terlihat seakan-akan
dia mengetahui lelucon rahasia yang hanya dipahami olehnya;
Catelyn tak pernah menyukai pemuda itu.
"Terakhir, Raja Joffrey dan Ratu Pemangku harus
menarik semua klaim kekuasaan atas wilayah utara. Mulai saat
ini kami bukan bagian dari kerajaan mereka, tetapi kerajaan
yang merdeka dan mandiri seperti pada masa lalu. Wilayah
kekuasaan kami termasuk seluruh tanah Stark di utara Neck,
dan sebagai tambahan, wilayah yang diairi Sungai Trident serta
anak-anak sungainya, dengan batas Golden Tooth di sebelah
barat dan Pegunungan Bulan di sebelah timur."
105 "RAJA DI UTARA!"?gelegar Greatjon Umber, kepalan
tangan seukuran ham meninju udara selagi dia berteriak.
"Stark! Stark! Raja di Utara!"
Robb menggulung perkamen itu lagi. "Maester Vyman
sudah menggambar peta, memperlihatkan batas-batas yang
kami klaim. Kau akan membawa salinannya untuk sang
ratu. Lord Tywin harus mundur ke luar batas-batas ini, dan
menghentikan serangan, pembakaran, serta penjarahan.
Ratu Pemangku dan putranya tidak boleh memungut pajak,
penghasilan, maupun pelayanan dari rakyatku, dan akan
membebaskan para lord dan kesatriaku dari semua ikrar
kesetiaan, sumpah, janji, utang, serta kewajiban terhadap
Takhta Besi, Klan Baratheon, dan Klan Lannister. Sebagai
tambahan, Klan Lannister harus mengirimkan sepuluh
tawanan bangsawan, yang akan disepakati bersama, sebagai
janji perdamaian. Mereka akan kuperlakukan sebagai tamutamu terhormat, berdasarkan kedudukan mereka. Selama
syarat-syarat perjanjian ini dipatuhi dengan baik, aku akan
membebaskan dua tawanan setiap tahun, dan mengembalikan
mereka dengan selamat kepada keluarga mereka." Robb
melempar gulungan perkamen itu ke kaki sang kesatria. "Itu
syarat-syaratnya. Jika sang ratu memenuhinya, akan kuberikan
kedamaian. Jika tidak?"dia bersiul, dan Grey Wind bergerak
maju sambil menggeram?"akan kuberi dia Hutan Berbisik
lainnya." "Stark!"?Greatjon meraung lagi, dan kali ini suara-suara
lain ikut menimpali. "Stark, Stark, Raja di Utara!" Si direwolf
melontarkan kepala ke belakang dan melolong.
Wajah Ser Cleos kini sepucat susu basi. "Sang ratu akan
mendengar pesanmu, my"Yang Mulia."
"Bagus," sahut Robb. "Ser Robin, pastikan dia mendapat
makanan yang cukup dan pakaian bersih. Dia akan berangkat
saat fajar." "Daulat, Yang Mulia," Ser Robin Ryger menyahut.
"Selesailah sudah." Para kesatria dan lord pengikut yang
106 berkumpul menekuk lutut selagi Robb berbalik untuk pergi,
Grey Wind mengikuti dekat di belakangnya. Olyvar Frey buruburu maju untuk membukakan pintu. Catelyn mengikuti
mereka keluar, adiknya di sampingnya.
"Bagus sekali," dia memuji putranya di serambi bertiang
yang dimulai dari bagian belakang aula, "walaupun ancaman
dengan serigala itu lebih pantas untuk permainan anak-anak
daripada seorang raja."
Robb menggaruk belakang telinga Grey Wind. "Apa kau
melihat ekspresi wajahnya, Bu?" tanyanya sambil tersenyum.
"Yang aku lihat adalah Lord Karstark, meninggalkan
ruangan." "Aku juga lihat." Robb mengangkat mahkota dengan
dua tangan dan memberikannya kepada Olyvar. "Kembalikan
ini ke kamarku." "Segera, Yang Mulia." Squire itu bergegas pergi.
"Aku berani bertaruh ada beberapa orang yang
menyimpan perasaan serupa seperti Lord Karstark," adiknya
Edmure berkomentar. "Bagaimana mungkin kita bicara
perdamaian sementara Klan Lannister menyebar seperti wabah
di wilayah kekuasaan ayahku, mencuri hasil panennya dan
membantai rakyatnya" Kukatakan sekali lagi, seharusnya kita
menyerang Harrenhal."
"Kekuatan kita tidak cukup," ujar Robb, walaupun
dengan gusar. Edmure bersikeras. "Apakah kita jadi lebih kuat dengan
duduk di sini" Pasukan kita berkurang setiap hari."
"Dan salah siapakah itu?" Catelyn membentak adiknya.
Edmure-lah yang meyakinkan Robb agar mengizinkan para
lord di pesisir sungai pergi setelah upacara penobatan, untuk
mempertahankan tanah masing-masing. Ser Marq Piper dan
Lord Karyl Vance yang pertama pergi. Disusul Lord Jonos
Bracken, yang bersumpah akan merebut kembali kastelnya yang
hangus serta mengubur penduduk yang tewas, dan sekarang
Lord Jason Mallister mengumumkan niatnya untuk kembali
107 ke kastelnya di Seagard, yang untungnya masih tak tersentuh
oleh peperangan. "Kau tak mungkin meminta para lord sungai-ku berdiam
diri sementara ladang-ladang mereka dijarah dan rakyat mereka
dibunuh," kata Ser Edmure, "tapi Lord Karstark orang utara.
Berbahaya sekali jika dia sampai meninggalkan kita."
"Aku akan bicara dengannya," ujar Robb. "Dia
kehilangan dua putra di Hutan Berbisik. Siapa yang bisa
menyalahkannya kalau dia tak ingin berdamai dengan
pembunuh mereka" dengan pembunuh ayahku?"?
"Lebih banyak pertumpahan darah takkan mengembalikan ayahmu kepada kita, atau kedua putra Lord
Rickard," kata Catelyn. "Penawaran harus dibuat"walaupun
lelaki yang lebih bijaksana mungkin akan menawarkan syaratsyarat yang lebih manis."
"Kalau lebih manis dari itu aku bakal muntah." Janggut
putranya sudah tumbuh lebih merah dibandingkan rambutnya
yang cokelat kemerahan. Robb sepertinya menganggap
itu membuatnya tampak garang, agung" lebih tua. Tapi
berjanggut atau tidak, dia masih pemuda lima belas tahun,
dan menginginkan pembalasan dendam sama kuatnya dengan
Rickard Karstark. Sudah bagus Catelyn berhasil meyakinkan
Robb untuk membuat penawaran ini, meskipun tidak ideal.


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cersei Lannister tak mungkin setuju menukar adikadikmu dengan sepasang sepupu. Yang dia inginkan adalah
saudara kembarnya, dan kau tahu benar itu." Catelyn sudah
pernah mengatakan hal ini, tapi dia menyadari bahwa raja tak
menaruh perhatian sebesar anak laki-laki.
"Aku tak mungkin membebaskan Pembantai
Raja, bahkan meskipun aku mau. Para lord-ku tidak akan
menyetujuinya." "Para lord itu mengangkatmu sebagai raja mereka."
"Dan bisa menurunkanku dengan sama mudahnya."
"Jika mahkotamu adalah harga yang mesti kita bayar
supaya Arya dan Sansa kembali dengan selamat, kita harus
108 membayarnya dengan rela. Setengah lord?-mu ingin sekali
membunuh Lannister di selnya. Kalau dia mati saat menjadi
tawananmu, orang akan bilang?"
?"bahwa dia pantas mendapatkannya," pungkas Robb.
"Dan adik-adikmu?" tanya Catelyn tajam. "Apa mereka
juga pantas mati" Percayalah, jika saudara kembarnya sampai
terluka, Cersei akan membalas kita darah untuk darah?"
"Lannister tak akan mati," cetus Robb. "Untuk bicara
dengannya saja orang harus minta izin padaku. Dia mendapat
makanan, air, jerami bersih, lebih nyaman daripada yang
pantas didapatnya. Tapi aku tak akan membebaskannya,
bahkan untuk Arya dan Sansa."
Catelyn sadar putranya meremehkan dia.? Apakah perang
yang membuatnya tumbuh begitu cepat, dia bertanya-tanya, atau
mahkota yang mereka pasangkan di kepalanya"?"Apa kau takut
harus menghadapi Jaime Lannister lagi di medan perang,
itukah alasan sebenarnya?"
Grey Wind menggeram, seolah merasakan kemarahan
Robb, dan Edmure Tully menyentuh bahu Catelyn dengan sikap
menenangkan. "Cat, jangan. Anak ini berhak melakukannya."
"Jangan menyebutku anak ini," tukas Robb, menantang
pamannya. Amarahnya dilampiaskan pada Edmure yang
malang, walaupun dia hanya bermaksud mendukung sang
keponakan. "Aku sudah hampir dewasa, dan seorang raja"
rajamu, Ser. Dan aku tidak takut pada Jaime Lannister. Aku
pernah mengalahkannya, aku akan mengalahkannya lagi
bila perlu, tapi?" Dia menyibakkan rambut yang menjuntai
menutupi mata dan menggeleng. "Aku mungkin bisa menukar
Pembantai Raja untuk Ayah, tapi?"?
?"tapi tidak untuk kedua adikmu?" Suara Catelyn
sedingin es. "Anak perempuan tidak cukup penting, begitu?"
Robb tidak menjawab, namun ada sorot terluka di
matanya. Mata biru, mata Tully, mata yang diwariskan Catelyn
kepadanya. Dia telah melukai Robb, tapi anak itu begitu mirip
dengan ayahnya yang tak mungkin mengakui hal semacam itu.
109 Betapa memalukannya aku, Catelyn berkata dalam
hati.?Demi para dewa, sudah menjadi apa diriku" Robb melakukan
yang terbaik, berusaha begitu keras, aku tahu itu, aku melihatnya,
namun" aku sudah kehilangan Ned-ku, batu pondasi hidupku, aku
tak sanggup kehilangan putri-putriku juga"?
"Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk adikadikku," Robb berkata. "Jika sang ratu punya akal sehat, dia
akan menerima syarat-syaratku. Jika tidak, akan kubuat dia
menyesali hari ketika dia menolakku." Jelas sekali dia tak ingin
membicarakan topik itu lagi. "Ibu, kau yakin tidak mau pergi ke
Twins" Kau akan berada lebih jauh dari pertempuran, dan bisa
mengenal lebih dekat anak-anak perempuan Lord Frey untuk
membantu memilihkan mempelaiku saat perang berakhir."
Dia ingin aku pergi, pikir Catelyn letih. Raja tidak seharusnya
punya ibu, sepertinya, dan aku mengatakan padanya hal-hal yang tak
ingin dia dengar.?"Kau cukup dewasa untuk memutuskan mana
anak perempuan Lord Walder yang kausukai tanpa bantuan
ibumu, Robb." "Kalau begitu pergilah dengan Theon. Dia pergi besok.
Dia akan membantu pasukan Mallister mengawal rombongan
tawanan itu ke Seagard lalu naik kapal ke Kepulauan Besi.
Kau juga bisa mencari kapal, dan sudah berada di Winterfell
saat pergantian bulan, jika cuaca bersahabat. Bran dan Rickon
membutuhkanmu." Dan kau tidak membutuhkanku, itukah maksudmu"?"Sisa
waktu ayahku tak banyak lagi. Selama kakekmu hidup,
tempatku adalah di Riverrun bersamanya."
"Aku bisa memerintahkanmu untuk pergi. Sebagai raja.
Aku bisa." Catelyn mengabaikannya. "Aku ulangi lagi, lebih baik
kau mengirim orang lain ke Pyke, dan menjaga Theon tetap
dekat denganmu." "Siapa yang lebih tepat untuk berunding dengan Balon
Greyjoy dibandingkan putranya?"
"Jason Mallister," usul Catelyn. "Tytos Blackwood.
110 Stevron Frey. Siapa saja" tapi jangan Theon."
Putranya berjongkok di samping Grey Wind, mengacakacak bulu serigala itu dan sengaja menghindari tatapan sang ibu.
"Theon bertarung dengan berani untuk kita. Aku sudah cerita
bagaimana dia menyelamatkan Bran dari gerombolan wildling
di hutan serigala. Jika Klan Lannister tak mau berdamai, aku
akan membutuhkan kapal-kapal perang Lord Greyjoy."
"Kau akan lebih cepat mendapatkannya jika menjadikan
putranya tawanan." "Sudah separuh hidupnya dia jalani sebagai tawanan."
"Untuk alasan yang bagus," sahut Catelyn. "Balon
Greyjoy bukan orang yang dapat dipercaya. Dia sendiri
memakai mahkota, ingat tidak, meski hanya sebentar. Dia
mungkin berhasrat untuk memakainya lagi."
Robb berdiri. "Aku tidak akan melarangnya. Kalau
aku Raja di Utara, biar saja dia menjadi Raja Kepulauan
Besi, kalau itu yang diinginkannya. Aku dengan senang hati
akan memberinya mahkota, asalkan dia membantu kita
menjatuhkan Klan Lannister."
"Robb?" "Aku akan mengirim Theon. Selamat siang, Ibu. Grey
Wind, ayo." Robb bergegas pergi, direwolf-nya melangkah di
sampingnya. Catelyn hanya dapat mengawasi anak itu pergi. Putranya
dan sekarang rajanya. Betapa aneh rasanya. Memimpinlah,
perintah Catelyn kepada Robb di Moat Cailin dulu. Dan
itulah yang dilakukan putranya. "Aku mau menengok Ayah,"
katanya tiba-tiba. "Ikutlah denganku, Edmure."
"Aku perlu berbicara dengan pemanah-pemanah
baru yang sedang dilatih Ser Desmond. Nanti saja aku
menengoknya." Kalau lelaki itu masih hidup, pikir Catelyn, tapi dia diam
saja. Adiknya lebih suka terjun ke medan perang daripada
masuk ke ruang sakit itu.
Jalan terpendek ke menara utama tempat ayahnya
111 terbaring sekarat adalah melalui hutan sakral, dengan rumput,
bunga-bunga liar, dan pepohonan elm serta redwood yang
tumbuh lebat. Dedaunan rimbun yang berdesir masih melekat
pada dahan pohon-pohon itu, tidak mengetahui kabar yang
dibawa burung raven putih ke Riverrun dua minggu lalu.
Musim gugur telah tiba, Konklaf Maester mengumumkan,
namun para dewa menganggap belum saatnya memberitahu
cuaca dan hutan. Untuk itu Catelyn merasa amat bersyukur.
Musim gugur selalu menjadi waktu yang menakutkan, dengan
momok musim dingin membayangi di depan sana. Bahkan
orang paling arif pun tak pernah tahu apakah panen berikutnya
akan menjadi panennya yang terakhir.
Hoster Tully, Lord Riverrun, terbaring dalam kamarnya
di puncak menara, dengan pemandangan yang menguntungkan
ke timur tempat sungai-sungai Tumblestone dan Anak Sungai
Merah bertemu di luar dinding kastelnya. Dia sedang tidur
saat Catelyn masuk, rambut dan janggutnya seputih ranjang
bulunya, tubuh yang dulu gempal kini mengecil dan lemah
akibat kematian yang menggerogoti dari dalam.
Di samping ranjang, masih mengenakan tunik zirah
rantai dan jubah yang kotor dari perjalanan jauh, duduklah
adik ayahnya, sang Ikan Hitam. Sepatu botnya berdebu dan
bebercak lumpur kering. "Apa Robb tahu kau sudah kembali,
Paman?" Ser Brynden Tully adalah mata dan telinga Robb,
komandan regu pengintai dan pasukan pengawal.
"Tidak. Aku langsung kemari dari istal, waktu mereka
memberitahuku sang raja sedang beraudiensi. Yang Mulia
pasti ingin mendengar kabar dariku secara tertutup dulu."
Sang Ikan Hitam adalah lelaki bertubuh tinggi dan ramping,
dengan rambut kelabu dan gerak-gerik cekatan, wajahnya
yang tercukur bersih bergaris-garis dan kasar terpapar angin.
"Bagaimana keadaannya?" tanya sang paman, dan Catelyn tahu
yang dia maksud bukan Robb.
"Masih sama. Maester memberinya anggur mimpi
dan sari bunga opium untuk mengurangi rasa sakit, jadi dia
112 tidur hampir sepanjang hari, dan makannya terlalu sedikit.
Sepertinya semakin hari dia semakin lemah."
"Apakah dia bicara?"
"Ya" tapi hal-hal yang dia katakan semakin lama
semakin tidak masuk akal. Dia membicarakan penyesalannya,
tugas-tugas yang belum selesai, orang-orang yang telah lama
mati dan waktu yang telah lama berlalu. Kadang-kadang dia
tidak tahu musim apakah ini, atau siapa aku. Suatu kali dia
pernah memanggilku dengan nama Ibu."
"Ayahmu masih merindukannya," sahut Ser Brynden.
"Kau mewarisi wajah ibumu. Aku bisa melihatnya di tulang
pipimu, dan rahangmu..."
"Ingatanmu tentangnya lebih banyak daripada
aku. Sudah begitu lama." Catelyn duduk di ranjang dan
menyisihkan seberkas rambut putih halus yang jatuh menutupi
wajah ayahnya. "Setiap kali pergi, aku bertanya-tanya saat kembali nanti
aku akan menemukannya dalam keadaan hidup atau mati."
Terlepas dari perselisihan mereka, ada ikatan yang kuat antara
ayah Catelyn dengan adik yang pernah tidak diakuinya itu.
"Setidaknya kau sudah berdamai dengannya."
Mereka duduk sejenak dalam kesunyian, sampai
Catelyn mengangkat kepala. "Kau tadi mengatakan kabar yang
perlu didengar Robb?" Lord Hoster mengerang dan berguling
miring, nyaris seolah-olah dia mendengarkan.
Brynden berdiri. "Ayo keluar. Sebaiknya kita tidak
membangunkannya." Catelyn mengikuti sang paman keluar ke balkon batu
yang menganjur dari kamar di puncak menara itu seperti
haluan kapal. Pamannya menengadah dengan dahi berkerut.
"Sekarang kita bisa melihatnya saat siang hari. Anak-anak
buahku menyebutnya Utusan Merah" tapi apa pesan yang
dibawanya?" Catelyn mengangkat pandang, ke tempat garis merah
pudar komet itu menggurat langit biru gelap bagaikan torehan
113 panjang di wajah dewa. "Greatjon mengatakan kepada
Robb bahwa dewa-dewa lama mengibarkan bendera merah
pembalasan dendam untuk Ned. Menurut Edmure itu pertanda
kemenangan untuk Riverrun"dia melihat seekor ikan berekor
panjang, dalam warna-warna Tully, merah berlatarkan biru."
Catelyn mendesah. "Andai aku bisa seyakin mereka. Merah tua
itu warna Lannister."
"Itu bukan merah tua," ujar Ser Brynden. "Bukan pula
warna Tully, merah lumpur sungai. Yang di atas sana itu darah,
Nak, darah mencoreng langit."
"Darah kita atau mereka?"
"Apa pernah ada perang dengan hanya satu pihak yang
berdarah?" Pamannya menggeleng. "Dataran sungai tersaput
darah dan api di sekeliling Mata Para Dewa. Pertempuran
sudah menyebar ke selatan sampai ke Sungai Air Hitam dan
ke utara menyeberangi Trident, hampir menyentuh Twins.
Marq Piper dan Karyl Vance meraih beberapa kemenangan
kecil, dan Beric Dondarrion bangsawan rendah dari selatan
menyergap para penjarah, menyerbu pasukan Lord Tywin yang
sedang mengumpulkan makanan lalu menghilang kembali ke
dalam hutan. Kabarnya Ser Burton Crakehall berkoar bahwa
dia akan menghabisi Dondarrion, sampai dia memimpin
pasukannya memasuki salah satu jebakan Lord Beric dan
semuanya terbunuh." "Beberapa pengawal Ned dari King"s Landing bersama
Lord Beric ini," Catelyn ingat. "Semoga para dewa menjaga
mereka." "Dondarrion dan pendeta merah yang bertempur
bersamanya ini cukup cerdas untuk menjaga diri sendiri, jika
kisah-kisah itu benar adanya," sang paman berkata, "tapi kisah
para pengikut ayahmu lebih menyedihkan. Robb seharusnya
tak pernah membiarkan mereka pergi. Mereka berhamburan
seperti burung puyuh, masing-masing mencoba melindungi
wilayahnya sendiri, dan itu bodoh, Cat, bodoh. Jonos Bracken
terluka dalam pertempuran di antara reruntuhan kastelnya,
114 sementara keponakannya Hendry tewas. Tytos Blackwood
menyingkirkan Klan Lannister dari tanahnya, tapi mereka
mengambil setiap sapi, babi, dan padi-padian, sehingga tak ada
lagi yang tersisa untuk dipertahankan selain Raventree Hall dan
gurun yang hangus. Anak-anak buah Darry merebut kembali
kastel lord mereka tapi hanya berhasil mempertahankannya
kurang dari dua minggu sebelum Gregor Clegane menggempur
mereka dan membantai seluruh garnisun itu, bahkan lord
mereka." Catelyn tersentak ngeri. "Darry masih anak-anak."
"Aye, sekaligus keturunan terakhir dalam garis
keluarganya. Anak itu bisa menghasilkan tebusan yang banyak,
tapi apa artinya emas bagi anjing berliur seperti Gregor
Clegane" Aku bersumpah, kepala binatang buas itu akan
menjadi hadiah yang mulia untuk semua penduduk kerajaan."
Catelyn sudah tahu reputasi Ser Gregor yang
mengerikan, tapi tetap saja" "Jangan bicara padaku tentang
kepala, Paman. Cersei menancapkan kepala Ned di atas
tembok Benteng Merah, dan membiarkannya jadi santapan
gagak dan lalat." Sampai sekarang, sulit bagi Catelyn untuk
percaya bahwa Ned benar-benar sudah tiada. Kadang-kadang
dia terbangun pada malam hari, setengah sadar, dan untuk
sesaat berharap mendapati Ned di sampingnya. "Clegane tak
lebih dari antek Lord Tywin." Sebab Catelyn yakin bahwa


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ancaman sesungguhnya adalah Tywin Lannister sendiri"Lord
Casterly Rock, Nadir Barat, ayah Ratu Cersei, Ser Jaime sang
Pembantai Raja, dan Tyrion si Setan Kecil, serta kakek dari
Joffrey Baratheon, raja cilik yang baru dinobatkan.
"Itu benar," Ser Brynden mengakui. "Dan Tywin
Lannister bukan orang bodoh. Dia duduk dengan aman di
balik tembok Harrenhal, memberi makan pasukannya dengan
hasil panen kita dan membakar apa yang tidak dibawanya.
Gregor bukan satu-satunya anjing yang dia lepaskan. Ser
Amory Lorch juga berada di medan perang, dan beberapa
prajurit bayaran dari Qohor yang lebih suka memuntungkan
115 orang daripada membunuhnya. Aku sudah melihat apa yang
mereka tinggalkan di belakang mereka. Seluruh desa dibakar,
para perempuan diperkosa dan dimutilasi, anak-anak yang
dijagal dibiarkan tak dikubur untuk menarik kawanan serigala
dan anjing liar" orang mati pun bisa mual."
"Kalau Edmure mendengar ini, dia bakal murka."
"Dan itulah tepatnya yang diharapkan Lord Tywin. Teror
sekalipun juga punya tujuan, Cat. Lannister ingin memancing
kita untuk berperang."
"Robb kemungkinan akan memenuhi harapannya
itu," kata Catelyn gusar. "Dia gelisah seperti kucing dengan
duduk di sini, dan Edmure, Greatjon, serta yang lain akan
mendesaknya maju." Putranya sudah meraih dua kemenangan
besar, melibas Jaime Lannister di Hutan Berbisik dan
menghancurkan pasukan yang ditinggalkan pemimpinnya di
luar kastel Riverrun dalam Pertempuran Perkemahan, tapi dari
cara beberapa pengikutnya berbicara kepadanya, dia bisa jadi
seperti penjelmaan Aegon sang Penakluk.
Brynden Blackfish menaikkan satu alis kelabu tebal.
"Mereka bodoh, kalau begitu. Peraturan perang pertamaku,
Cat"jangan pernah memenuhi harapan musuh. Lord Tywin
pasti ingin bertarung di arena pilihannya sendiri. Dia ingin
kita datang ke Harrenhal."
"Harrenhal." Semua anak di Trident tahu kisah-kisah
tentang Harrenhal, benteng megah yang didirikan Raja Harren
Hitam di pinggir danau Mata Para Dewa tiga ratus tahun
silam, ketika Tujuh Kerajaan masih berwujud tujuh kerajaan,
dan dataran sungai dipimpin oleh orang-orang dari Kepulauan
Besi. Dalam kejemawaannya, Harren menginginkan bangunan
paling jangkung dan menara-menara paling tinggi di seluruh
Westeros. Pembangunannya memakan waktu empat puluh
tahun, bangkit seperti bayangan besar di tepi danau sementara
pasukan Harren menjarah wilayah tetangganya untuk
mendapatkan batu, kayu, emas, dan pekerja. Ribuan tawanan
mati di tambang-tambangnya, terikat ke kereta pengeret, atau
116 bekerja paksa membangun lima menara kolosal. Orang-orang
membeku saat musim dingin dan terpanggang saat musim
panas. Pohon-pohon weirwood yang telah berumur tiga ribu
tahun ditebang untuk tiang dan kasau. Harren menggerogoti
dataran sungai sekaligus Kepulauan Besi untuk mewujudkan
mimpinya. Dan saat akhirnya Harrenhal selesai dibangun,
pada hari ketika Raja Harren menempati kastel itu, Aegon
sang Penakluk mendarat di King"s Landing.
Catelyn bisa mengingat suara Nan Tua saat menceritakan
kisah itu kepada anak-anaknya, dulu di Winterfell. "Dan Raja
Harren sadar bahwa tembok tebal maupun menara tinggi
tak banyak berguna saat menghadapi naga," demikian kisah
itu selalu berakhir. "Sebab naga terbang." Harren dan semua
keturunannya tewas dalam kebakaran yang menelan benteng
raksasanya, dan sejak itu setiap klan yang menduduki Harrenhal
selalu bernasib sial. Harrenhal mungkin kuat, tapi itu tempat
yang gelap dan terkutuk. "Aku tidak ingin Robb bertempur dalam bayang-bayang
kastel itu," Catelyn mengakui. "Tapi kita mesti melakukan
sesuatu, Paman." "Dan secepatnya," sang paman sepakat. "Aku belum
menyampaikan yang terburuk, Nak. Orang-orang yang kukirim
ke barat kembali dengan kabar bahwa pasukan baru sedang
berkumpul di Casterly Rock."
Pasukan Lannister lainnya.?Pikiran itu membuat Catelyn
mual. "Robb harus langsung diberitahu. Siapa yang akan
memimpin?" "Ser Stafford Lannister, kabarnya." Ser Brynden
berpaling dan menatap sungai di luar kastel, jubah merahbirunya berkibar tertiup angin.
"Keponakan lainnya?" Klan Lannister dari Casterly
Rock benar-benar klan yang besar dan subur.
"Sepupu," Ser Brynden meralat. "Kakak mendiang istri
Lord Tywin, jadi kakak ipar. Lelaki tua dan agak lemah mental,
tapi dia punya seorang putra, Ser Daven, yang lebih cakap."
117 "Kalau begitu semoga saja ayahnya dan bukan putranya
yang memimpin pasukan ini ke medan perang."
"Kita masih punya waktu sebelum harus menghadapi
mereka. Pasukan ini akan terdiri atas prajurit bayaran"yang
berkuda maupun tidak, dan bocah-bocah bau kencur dari
bordil-bordil di Lannisport. Ser Stafford harus memastikan
mereka bersenjata dan sudah terlatih sebelum mengambil
risiko terjun ke medan perang" dan jangan salah, Lord Tywin
tidak seperti Pembantai Raja. Dia tidak akan terburu-buru dan
ceroboh. Dia akan menunggu dengan sabar sampai Ser Stafford
maju sebelum mulai bergerak dari balik tembok Harrenhal."
"Kecuali?" ujar Catelyn.
"Ya?" Ser Brynden mendorong.
"Kecuali dia terpaksa meninggalkan Harrenhal," lanjut
Catelyn, "untuk menghadapi ancaman lainnya."
Sang paman menatapnya dengan serius. "Lord Renly."
"Raja Renly." Jika Catelyn bermaksud meminta bantuan
Renly, dia perlu menyebut lelaki itu dengan gelar yang
diklaimnya sendiri. "Barangkali." Sang Ikan Hitam menyunggingkan
senyum berbahaya. "Tapi dia pasti akan meminta sesuatu."
"Dia akan meminta apa yang selalu diinginkan para
raja," sahut Catelyn. "Penghormatan."
j 118 TYRION J anos Slynt adalah putra tukang daging, dan dia tertawa
seperti orang mencincang daging. "Tambah anggurnya?"
tanya Tyrion. "Aku tidak keberatan," Lord Janos berkata seraya
mengangkat cawannya. Tubuh lelaki itu serupa gentong,
dengan daya tampung yang sama besarnya. "Aku sama sekali
tidak keberatan. Itu anggur yang bagus. Dari Arbor?"
"Anggur Dorne." Tyrion memberi tanda, dan pelayannya
menuangkan minuman tersebut. Selain para pelayan, dia dan
Lord Janos hanya berdua di Aula Kecil, menghadap meja
kecil berpenerangan lilin dikelilingi kegelapan. "Temuan yang
hebat. Anggur Dorne rasanya jarang sekaya ini."
"Kaya," sambar lelaki besar berwajah kodok itu, meneguk
banyak-banyak. Dia bukan orang yang suka menyesap, Janos
Slynt itu. Tyrion dulu langsung mengingat kebiasaannya itu.
"Ya, kaya, itu dia kata yang kucari, tepat sekali. Kau punya bakat
dalam hal kata-kata, Lord Tyrion, kalau aku boleh bilang. Dan
ceritamu kocak-kocak. Kocak, ya."
"Aku senang kau beranggapan demikian" tapi aku
bukan lord seperti kau. Tyrion saja sudah cukup untukku, Lord
Janos." 119 "Kalau itu yang kauinginkan." Dia meneguk lagi,
meneteskan anggur ke bagian depan doublet satin hitamnya.
Dia mengenakan mantel setengah badan dari kain emas yang
dikencangkan dengan miniatur tombak, ujung tajamnya
berlapis email merah gelap. Dan dia sungguh-sungguh amat
mabuk. Tyrion menutup mulut dan beserdawa dengan sopan.
Tak seperti Lord Janos, dia meminum anggur itu pelanpelan, tapi perutnya terasa kembung. Hal pertama yang dia
lakukan setelah mendiami Menara Tangan Kanan Raja adalah
mencari informasi tentang juru masak terbaik di kota lalu
mempekerjakan perempuan itu. Malam ini mereka menyantap
sup buntut lembu, sayur-sayuran musim panas bertabur kacang
pecan, anggur, adas merah, dan remahan keju, pai kepiting
panas, labu berbumbu, dan burung puyuh yang direndam
dalam mentega. Setiap hidangan disajikan dengan pasangan
anggurnya sendiri. Lord Janos mengaku dia belum pernah
menikmati sajian yang separuh saja lezatnya dari ini. "Sudah
pasti itu akan berubah saat kau menduduki Harrenhal," Tyrion
berkata. "Jelas. Barangkali aku harus meminta juru masakmu ini
untuk bekerja melayaniku, bagaimana menurutmu?"
"Perang pernah pecah untuk hal yang lebih sepele," sahut
Tyrion, dan mereka berdua terbahak-bahak. "Kau sungguh
berani menerima Harrenhal sebagai pusat kekuasaanmu.
Tempat itu begitu suram, dan besar" mahal perawatannya.
Dan ada yang bilang terkutuk juga."
"Apa aku harus takut pada setumpuk batu?" Dia
bersorak mengejek pemikiran itu. "Berani, katamu. Kita harus
berani jika ingin naik tingkat. Seperti aku. Ke Harrenhal, ya!
Dan kenapa tidak" Kau tahu. Kau juga berani, aku rasa. Kecil,
mungkin, tapi berani."
"Kau terlalu baik. Tambah anggurnya?"
"Tidak. Tidak, sungguh, aku" oh, persetan, ya. Kenapa
tidak" Lelaki pemberani minum sampai puas!"
120 "Betul." Tyrion mengisi cawan Lord Slynt sampai
penuh. "Aku sudah melihat nama-nama yang kauajukan untuk
menggantikan tempatmu sebagai Komandan Garda Kota."
"Orang-orang yang bagus. Orang-orang yang andal.
Salah satu dari keenam orang itu mampu, tapi aku sendiri
akan memilih Allar Deem. Tangan kananku. Orang yang
sangat sangat bagus. Setia. Pilih dia dan kau takkan menyesal.
Jika sang raja menyetujuinya."
"Tentu saja." Tyrion menyesap anggur. "Aku sudah
mempertimbangkan Ser Jacelyn Bywater. Dia sudah tiga tahun
menjadi kapten di Gerbang Lumpur, dan dia bertarung dengan
gagah berani saat Pemberontakan Balon Greyjoy. Raja Robert
menobatkannya sebagai kesatria di Pyke. Tapi namanya tidak
muncul di daftarmu."
Lord Janos Slynt meneguk anggur dan berkumur-kumur
sebelum menelannya. "Bywater. Yah. Lelaki pemberani, sudah
pasti, tapi" dia kaku, yang satu itu. Orang aneh. Prajurit lain
tak suka padanya. Dia juga cacat, kehilangan tangan di Pyke, itu
yang membuatnya diangkat menjadi kesatria. Pertukaran yang
payah, kalau kau tanya aku, tangan untuk panggilan ser." Dia
tertawa. "Menurutku, Ser Jacelyn terlalu tinggi memandang
dirinya dan kehormatannya. Lebih baik biarkan saja dia di
tempatnya sekarang, my lor"Tyrion. Allar Deem yang harus
kaupilih." "Aku diberitahu, Deem tak begitu disukai di jalanan."
"Dia ditakuti. Itu lebih baik."
"Cerita apa yang pernah kudengar tentangnya" Ada
masalah di salah satu bordil?"
"Itu. Bukan salahnya, my lo"Tyrion. Tidak. Dia tidak
bermaksud membunuh perempuan itu, itu salah perempuannya
sendiri. Dia sudah memperingatkan agar perempuan itu
minggir dan membiarkannya melaksanakan tugas."
"Tetap saja" ibu dan anak, dia seharusnya sudah
menduga perempuan itu akan berusaha menyelamatkan
bayinya." Tyrion tersenyum. "Cobalah keju ini, cocok sekali
121 dengan anggurnya. Aku ingin tahu, kenapa kau memilih Deem
untuk tugas tak menyenangkan itu?"
"Komandan yang baik mengenal anak buahnya, Tyrion.
Ada yang bagus untuk satu tugas, ada yang bagus untuk tugas
lainnya. Menghabisi bayi yang masih menyusu, itu butuh jenis
orang tertentu. Tak semua prajurit sanggup melakukannya.
Meskipun itu hanya pelacur dan oroknya."
"Kurasa begitu," ujar Tyrion, mendengar ucapan hanya
pelacur dan berpikir tentang Shae, juga Tysha dulu, serta semua
perempuan yang pernah menerima koin dan benihnya selama
bertahun-tahun. Slynt terus berbicara, tak menyadari apa pun. "Deem
itu lelaki tangguh untuk pekerjaan yang tangguh. Selalu
melaksanakan perintah, dan tak pernah berkomentar
sesudahnya." Dia mengiris keju. "Ini memang enak. Tajam. Beri
aku pisau bagus yang tajam dan keju bagus yang tajam, aku
sudah bahagia." Tyrion mengangkat bahu. "Nikmatilah selagi kau bisa.
Dengan hancurnya dataran sungai dan Renly menjadi raja di
Highgarden, sebentar lagi keju yang bagus akan sulit didapat.
Jadi siapa yang menyuruhmu memburu anak haram si pelacur?"
Lord Janos menatap Tyrion dengan waspada, lalu tertawa
dan melambaikan sepotong keju ke arahnya. "Kau licik, Tyrion.
Kaupikir kau bisa menipuku, ya" Butuh lebih dari anggur dan
keju untuk membuat Janos Slynt mengatakan lebih banyak
dari yang seharusnya. Itu kehebatanku. Tak pernah bertanya,
dan tak pernah berkomentar sesudahnya, itu aku."
"Sama seperti Deem."
"Persis sama. Jadikan dia komandanmu setelah aku
pergi ke Harrenhal, dan kau takkan menyesalinya."
Tyrion memotek secuil keju. Rasanya memang tajam,
dan bergurat anggur; pilihan yang sangat bagus. "Siapa pun
yang dipilih sang raja takkan mudah menggantikan posisimu,
aku yakin. Lord Mormont menghadapi masalah serupa."
Lord Janos tampak bingung. "Kukira dia perempuan.
122 Mormont. Yang tidur dengan beruang itu bukan?"
"Aku membicarakan kakaknya. Jeor Mormont,
Komandan Garda Malam. Waktu aku berkunjung ke Tembok
Besar, dia bilang dia sangat prihatin memikirkan cara mencari
orang yang pantas menggantikan tempatnya. Belakangan ini
Garda kesulitan mendapat orang-orang yang bagus." Tyrion
menyeringai. "Aku rasa tidurnya pasti akan lebih nyenyak kalau
dia punya orang seperti kau. Atau Allar Deem yang gagah
berani." Lord Janos meraung. "Kecil sekali kemungkinannya!"
"Itu pendapat kita," cetus Tyrion, "tapi hidup kerap


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memberi kejutan. Ingat saja Eddard Stark, my lord. Aku yakin
dia tak pernah membayangkan hidupnya akan berakhir di
undakan Kuil Baelor."
"Tidak banyak yang membayangkannya," Lord Janos
mengakui sambil terkekeh.
Tyrion juga terkekeh. "Sayang aku tidak di sini untuk
melihatnya. Mereka bilang Varys saja kaget."
Lord Janos tertawa begitu keras sampai perutnya
terguncang. "Si Laba-laba," cemoohnya. "Tahu segalanya,
mereka bilang. Yah, dia tidak tahu itu."
"Mana mungkin dia tahu?" Tyrion menyelipkan isyarat
pertama nada dingin dalam suaranya. "Varys membantu
membujuk kakakku bahwa Stark harus dimaafkan, dengan
syarat dia bergabung dengan Garda Malam."
"Eh?" Janos Slynt berkedip samar saat menatap Tyrion.
"Kakakku Cersei," Tyrion mengulangi, agak lebih tegas,
kalau-kalau si tolol ini tidak yakin siapa yang dia maksud.
"Sang Ratu Pemangku."
"Ya." Slynt minum seteguk. "Soal itu, yah" sang raja
yang memerintahkan, m"lord. Sang raja sendiri."
"Raja baru tiga belas tahun," Tyrion mengingatkan.
"Tetap saja. Dia adalah Raja." Gelambir di bawah dagu
Slynt bergetar saat dia merengut. "Penguasa Tujuh Kerajaan."
123 "Yah, paling tidak salah satu atau salah dua di antara
mereka," ujar Tyrion sambil tersenyum masam. "Boleh kulihat
tombakmu?" "Tombakku?" Lord Janos berkedip kebingungan.
Tyrion menunjuk. "Bros yang mengencangkan
mantelmu." Dengan enggan, Lord Janos melepas perhiasan itu dan
menyerahkannya kepada Tyrion.
"Beberapa pandai emas di Lannisport bisa membuat
yang lebih bagus," komentarnya. "Darah dari email merah ini
terlalu tua warnanya, kalau aku boleh berpendapat. Aku ingin
tahu, my lord, apakah kau menusukkan sendiri tombaknya ke
punggung orang itu, atau kau hanya memberi perintah?"
"Aku yang memberi perintah, dan tidak ragu untuk
memberikannya lagi. Lord Stark itu pengkhianat." Area botak
di tengah-tengah kepala Slynt semerah buah bit, dan mantel
kain emasnya sudah melorot dari bahu ke lantai. "Dia mencoba
membeliku." "Sedikit bermimpi bahwa kau sudah terbeli."
Slynt membanting cawannya ke meja. "Kau mabuk
ya" Kalau kaupikir aku akan diam saja dan membiarkan
kehormatanku dipertanyakan?"?
"Kehormatan apa maksudmu" Kuakui, kau melakukan
tawar-menawar yang lebih baik dibandingkan Ser Jacelyn. Gelar
lord dan kastel untuk tombak yang ditancapkan di punggung,
dan kau bahkan tak perlu menancapkannya sendiri." Dia
melempar kembali perhiasan emas itu kepada Janos Slynt.
Perhiasan itu memantul di dadanya dan berkelontang ke lantai
selagi lelaki itu berdiri.
"Aku tidak suka nada suaramu, my lo"Setan Kecil.?Aku
Lord Harrenhal dan anggota majelis sang raja, apa hakmu
menghakimiku seperti ini?"
Tyrion menelengkan kepala. "Kupikir kau tahu benar
siapa aku. Berapa banyak putra yang kau punya?"
"Apa urusannya putraku denganmu, Cebol?"
124 "Cebol?"?Tyrion naik pitam. "Kau seharusnya berhenti
di Setan Kecil. Aku Tyrion dari Klan Lannister, dan suatu hari
nanti, kalau kau punya akal sehat setara yang diberikan para
dewa pada siput laut, kau akan berlutut penuh terima kasih
karena akulah yang harus kauhadapi, bukan ayahku. Nah,
berapa banyak putra yang kau punya?"
Tyrion bisa melihat ketakutan mendadak di mata Janos
Slynt. "Ti-tiga, m"lord. Dan seorang putri. Tolong, m"lord?"
"Kau tak perlu memohon." Tyrion meluncur turun dari
kursi. "Aku berjanji, mereka tidak akan terluka. Putra-putra
yang lebih muda akan diasuh di tempat lain sebagai squire. Jika
mereka mengabdi dengan baik dan setia, pada saatnya nanti
mereka bisa menjadi kesatria. Jangan sampai tersiar kabar
bahwa Klan Lannister tidak menghargai mereka yang mengabdi
kepadanya. Putra sulungmu akan mewarisi gelar Lord Slynt,
serta lambang klanmu yang menjijikkan ini." Dia menendang
tombak emas kecil itu sampai terlempar ke seberang ruangan.
"Tanah akan dicarikan untuknya, dan dia bisa membangun
pusat kekuasaannya sendiri. Memang bukan Harrenhal, tapi
tetap layak. Dialah yang akan memutuskan pernikahan untuk
anak perempuanmu." Wajah Janos Slynt berubah dari merah menjadi lesi.
"Ap-apa" apa yang akan kau?"" Gelambir di dagunya bergetar
seperti gundukan lemak. "Apa yang akan kulakukan denganmu?" Tyrion
membiarkan si bodoh itu gemetar sejenak sebelum menjawab.
"Kapal dagang Impian Musim Panas berlayar besok pagi.
Nakhodanya memberitahuku kapal itu akan singgah di
Gulltown, Kepulauan Tiga Saudari, pulau kecil Skagos, dan
Mata Timur di Tepi Laut. Kalau kau bertemu Komandan
Mormont, sampaikan salam hangatku, dan katakan padanya
aku tak melupakan kepentingan Garda Malam. Kudoakan
semoga kau panjang umur dan bisa mengabdi dengan baik,
my lord." 125 Begitu Janos Slynt menyadari dia tidak akan langsung
dieksekusi, wajahnya kembali berwarna. Dia membusungkan
rahang. "Kita lihat saja, Setan Kecil.?Cebol.?Barangkali kau yang
akan berada di kapal itu, bagaimana menurutmu" Barangkali
kau yang akan bertugas di Tembok Besar." Dia menggeramkan
tawa gelisah. "Kau dan ancaman-ancamanmu, yah, kita lihat
saja. Aku teman Raja, tahu. Kita dengar saja keputusan Joffrey
soal ini. Juga Littlefinger dan sang ratu, oh, ya. Janos Slynt
punya banyak teman baik. Percayalah, kita lihat nanti siapa
yang akan berlayar. Itu sudah pasti."
Slynt berputar pada tumitnya seperti waktu masih
menjadi penjaga, dan berderap melintasi Aula Kecil, sepatu
botnya berdentam di batu. Dia menaiki undakan, membuka
pintu dengan kasar... dan berhadapan dengan lelaki tinggi
berdagu maju yang mengenakan pelat dada hitam serta jubah
emas. Pada pergelangan tangan kanannya yang buntung terikat
sebentuk tangan besi. "Janos," dia berkata, mata cekungnya
berkilat di bawah naungan alis tebal dan rambut lebat
berwarna hitam-kelabu. Enam pasukan jubah emas bergerak
tanpa suara memasuki Aula Kecil di belakangnya selagi Janos
Slynt beringsut mundur. "Lord Slynt," Tyrion berseru, "aku yakin kau kenal Ser
Jacelyn Bywater, Komandan Garda Kota yang baru."
"Tandu sudah menunggumu, my lord," Ser Jacelyn
memberitahu Slynt. "Dermaga gelap dan jauh, dan jalanan
tidak aman pada malam hari. Pasukan."
Sewaktu pasukan jubah emas menggiring mantan
komandan mereka ke luar, Tyrion memanggil Ser Jacelyn
ke sampingnya dan menyerahkan gulungan perkamen. "Ini
perjalanan yang panjang, dan Lord Slynt pasti membutuhkan
teman. Pastikan keenam orang ini bergabung dengannya di
Impian Musim Panas."
Bywater membaca nama-nama itu dan tersenyum.
"Kalau itu yang kauinginkan."
"Ada satu orang," ujar Tyrion lirih. "Deem. Beritahu
126 nakhoda tidak ada salahnya kalau yang satu itu kebetulan
tersapu ke laut sebelum mereka tiba di Mata Timur."
"Setahuku perairan utara sangat ganas, my lord." Ser
Jacelyn membungkuk dan beranjak pergi, jubahnya berkibar
di belakangnya. Dia menginjak mantel kain emas Slynt dalam
perjalanan keluar. Tyrion duduk sendirian, menyesap sisa anggur Dorne
yang manis memabukkan. Para pelayan datang dan pergi,
mengangkut piring-piring dari meja. Dia menyuruh mereka
meninggalkan anggurnya. Setelah mereka selesai, Varys
meluncur masuk ke aula, mengenakan jubah lavendel melambai
yang serasi dengan aroma tubuhnya. "Oh, kau melakukannya
dengan sangat manis, tuan yang baik."
"Lalu kenapa ada rasa pahit di mulutku?" Tyrion
menekankan jemari ke dahi. "Aku menyuruh mereka melempar
Allar Deem ke laut. Aku sungguh tergoda untuk melakukan
hal yang sama denganmu."
"Kau mungkin akan kecewa dengan hasilnya," Varys
menyahut. "Badai datang dan pergi, ombak berdebur di
atas kepala, ikan besar memakan ikan kecil, dan aku terus
mengayuh. Bolehkah kucicipi anggur yang begitu dinikmati
Lord Slynt itu?" Tyrion melambai ke arah guci anggur, mengerutkan
dahi. Varys mengisi cawan. "Ah. Semanis musim panas." Dia
menyesap lagi. "Aku mendengar buah-buah anggur bernyanyi
di lidahku." "Aku tadi bertanya-tanya suara ribut apa itu. Suruh buahbuahan itu diam, kepalaku mau pecah. Rupanya kakakku. Itu
yang tak mau dikatakan Lord Janos yang oh-begitu-setia. Cersei
mengirim pasukan jubah emas ke bordil itu."
Varys tertawa gugup. Jadi selama ini dia sudah tahu.
"Kau tidak menyampaikan bagian itu," tuduh Tyrion.
"Kakak manismu sendiri," cetus Varys, begitu sedih
sampai-sampai terlihat hampir menangis. "Itu hal yang sulit
127 disampaikan kepada seseorang, my lord. Aku khawatir bagaimana
kau akan menerima kabar itu. Bisakah kau memaafkanku?"
"Tidak," bentak Tyrion. "Berengsek kau. Berengsek dia."
Tyrion tahu dia tak dapat menyentuh Cersei. Belum, bahkan
seandainya dia menginginkannya, dan dia sama sekali tak yakin
bahwa dia menginginkannya. Namun sungguh menyakitkan
harus duduk di sini dan bersandiwara menegakkan keadilan
dengan menghukum bedebah-bedebah seperti Janos Slynt
dan Allar Deem, sementara kakaknya bisa terus melanjutkan
kekejaman. "Pada masa mendatang, kau harus memberitahu
apa yang kauketahui, Lord Varys.?Semua yang kauketahui."
Senyum si orang kasim tampak culas. "Itu mungkin
butuh waktu agak lama, tuan yang baik. Banyak sekali yang
kuketahui." "Tak cukup banyak untuk menyelamatkan anak ini,
sepertinya." "Sayangnya tidak. Ada anak haram lain, laki-laki, lebih
tua. Aku mengambil tindakan untuk memastikan dia terhindar
dari bahaya" tapi kuakui, aku tak pernah mengira si bayi juga
terancam. Anak perempuan, belum sampai satu tahun, dengan
ibu pelacur. Apa bahayanya anak seperti itu?"
"Dia anak Robert," jawab Tyrion getir. "Bagi Cersei,
sepertinya itu cukup berbahaya."
"Ya. Sungguh menyedihkan. Aku harus menyalahkan
diriku atas bayi manis itu dan ibunya, yang begitu muda dan
mencintai sang raja."
"Apa benar?" Tyrion belum pernah melihat wajah
gadis mati itu, tapi dalam benaknya gadis itu adalah Shae dan
Tysha sekaligus. "Apakah pelacur bisa benar-benar mencintai
seseorang" Tidak, jangan dijawab. Ada beberapa hal yang
lebih baik tak kuketahui." Tyrion sudah menempatkan
Shae di rumah megah dari batu dan kayu, lengkap dengan
sumur, istal, dan tamannya sendiri; dia sudah menyediakan
sekumpulan pelayan untuk melayani kebutuhan perempuan
itu, seekor burung putih dari Kepulauan Musim Panas untuk
128 menemani, sutra, perak, dan batu mulia untuk mempercantik
dirinya, serta para penjaga untuk melindunginya. Namun
Shae tampak gelisah. Dia bilang dia ingin lebih sering bersama
Tyrion; dia ingin melayani dan membantu Tyrion. "Kau paling
banyak membantuku di sini, di tempat tidur," Tyrion berkata
kepadanya suatu malam setelah percintaan mereka sewaktu dia
berbaring di samping gadis itu, kepala berbantalkan dadanya,
selangkangannya nyeri dengan kesakitan yang manis. Shae
tidak menjawab, kecuali dengan matanya. Tyrion bisa melihat
bahwa bukan itu yang ingin didengar Shae.
Tyrion menghela napas dan meraih anggur lagi,
kemudian teringat Lord Janos dan mendorong guci itu.
"Sepertinya kakakku berkata jujur tentang kematian Stark.
Kita harus berterima kasih pada keponakanku untuk kegilaan
itu. " "Raja Joffrey yang memberi perintah. Janos Slynt dan
Ser Ilyn Payne yang melaksanakannya, dengan cepat, tanpa
ragu-ragu?"? ?"nyaris seakan-akan mereka sudah menduganya.
Ya, kita sudah membahas soal ini sebelumnya, tanpa hasil.
Tindakan yang bodoh."
"Dengan Garda Kota dalam genggaman, my lord, kau
berada dalam posisi yang bagus untuk memastikan sang raja
tidak akan lagi melakukan" tindakan bodoh" Tentu saja, masih
ada pasukan pengawal Ratu yang harus diperhitungkan?"
"Pasukan jubah merah?" Tyrion mengangkat bahu.
"Kesetiaan Vylarr adalah pada Casterly Rock. Dia tahu aku
berada di sini dengan wewenang ayahku. Cersei akan kesulitan
menggunakan orang-orangnya untuk melawanku" lagi pula,
jumlah mereka hanya seratus. Orangku sendiri jumlahnya
setengah kali lebih banyak. Ditambah enam ribu pasukan jubah
emas, jika Bywater memang seperti yang kaukatakan."
"Kau akan mendapati Ser Jacelyn itu pemberani,
terhormat, patuh" dan tahu berterima kasih."
"Kepada siapa, tepatnya?" Tyrion tidak memercayai
129 Varys, walaupun keunggulannya tak dapat disangkal. Dia
tahu banyak hal, tidak diragukan lagi. "Kenapa kau sangat
membantu, my lord Varys?" tanyanya, mengamati tangan lembut
lelaki itu, wajah mulus berpupur, senyum tipis yang culas.
"Kau Tangan Kanan Raja. Aku melayani kerajaan, sang
raja, dan kau." "Seperti kau melayani Jon Arryn dan Eddard Stark?"
"Aku melayani Lord Arryn dan Lord Stark sebaik
mungkin. Aku sedih dan terpukul dengan kematian mereka
yang terlalu cepat."
"Bayangkan bagaimana perasaanku. Kemungkinan aku
yang berikutnya."

Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oh, kurasa tidak," sahut Varys, memutar-mutar anggur
di dalam cawan. "Kekuasaan adalah hal yang aneh, my lord.
Barangkali kau sudah memikirkan teka-teki yang kuberikan
padamu hari itu di penginapan?"
"Sempat terpikir olehku satu atau dua kali," Tyrion
mengakui. "Raja, pendeta, orang kaya"siapa yang hidup dan
siapa yang mati" Siapa yang akan dipatuhi si jago pedang" Itu
teka-teki tanpa jawaban, atau malah, terlalu banyak jawaban.
Semua tergantung pada lelaki yang membawa pedang."
"Namun dia bukan siapa-siapa," ujar Varys. "Dia
tak punya mahkota, emas, maupun restu para dewa, hanya
sepotong baja tajam."
"Sepotong baja itu menentukan hidup dan mati."
"Mungkin begitu... tapi jika si jago pedang yang
sebenarnya menguasai kita, kenapa kita berpura-pura raja
kitalah yang berkuasa" Kenapa lelaki kuat yang memiliki pedang
sampai patuh pada raja cilik seperti Joffrey, atau pemabuk tolol
seperti ayahnya?" "Karena raja-raja cilik dan pemabuk-pemabuk tolol ini
bisa memanggil lelaki-lelaki kuat lain, dengan pedang-pedang
lainnya." "Berarti jago pedang lainnya ini yang memiliki
kekuasaan. Atau benarkah begitu" Dari mana datangnya
130 pedang mereka" Mengapa mereka patuh?" Varys tersenyum.
"Ada yang bilang pengetahuan adalah kekuasaan. Yang lain
mengatakan kekuasaan berasal dari para dewa. Yang lain lagi
berkata kekuasaan didapat dari hukum. Akan tetapi pada hari
itu di undakan Kuil Baelor, Septon Agung kita yang saleh
dan Ratu Pemangku yang sah menurut hukum, begitu pula
pelayanmu yang punya begitu banyak pengetahuan, ternyata
sama tak berdayanya dengan tukang sepatu atau tukang tong
di antara kerumunan. Menurutmu, siapa yang sesungguhnya
membunuh Eddard Stark" Raja Joffrey, yang memberi perintah"
Ser Ilyn Payne, yang mengayunkan pedang" Atau" orang lain?"
Tyrion menelengkan kepala. "Apa kau bermaksud
menjawab teka-teki terkutukmu, atau hanya membuat kepalaku
makin pening?" Varys tersenyum. "Begini saja. Kekuasaan berada di
tempat yang diyakini orang sebagai tempatnya. Tidak lebih dan
tidak kurang." "Jadi kekuasaan itu hanya omong kosong?"
"Bayangan di dinding," gumam Varys, "namun bayangan
dapat membunuh. Dan sering kali lelaki yang sangat kecil bisa
menerakan bayangan yang sangat besar."
Tyrion tersenyum. "Lord Varys, anehnya aku mulai suka
padamu. Suatu hari nanti mungkin aku akan membunuhmu,
tapi sepertinya aku akan merasa sedih karenanya."
"Aku akan menganggapnya sebagai pujian."
"Kau ini apa, Varys?" Tyrion menyadari dia sungguhsungguh ingin tahu. "Laba-laba, mereka bilang."
"Mata-mata dan pembisik jarang dicintai, my lord. Aku
hanyalah pelayan setia kerajaan."
"Dan orang kasim. Jangan lupakan itu."
"Aku jarang melupakannya."
"Orang-orang juga memanggilku lelaki kerdil, tapi
kurasa para dewa sudah berbaik hati padaku. Aku kecil, kakiku
bengkok, dan perempuan tidak memandangku dengan penuh
damba" tapi aku tetap seorang lelaki. Shae bukan perempuan
131 pertama yang menghangatkan ranjangku, dan suatu hari
aku mungkin akan menikah lalu punya anak. Jika para dewa
bermurah hati, anakku akan berpenampilan seperti pamannya
dan berpikir seperti ayahnya. Kau tak bisa bergantung pada
harapan semacam itu. Orang cebol adalah lelucon para
dewa" tapi manusialah yang menciptakan orang kasim. Siapa
yang mengebirimu, Varys" Kapan dan kenapa" Siapakah kau
sebenarnya?" Senyum si orang kasim tak pernah pupus, tapi matanya
berkilat dengan sesuatu yang bukan tawa. "Baik sekali kau
menanyakannya, my lord, tapi kisahku panjang dan sedih,
sementara kita harus membicarakan pengkhianatan." Dia
mengeluarkan perkamen dari lengan jubahnya. "Nakhoda
Kapal Raja Rusa Putih rencananya akan berlabuh tiga hari
dari sekarang untuk mempersembahkan pedang dan kapalnya
kepada Lord Stannis."
Tyrion menghela napas. "Kurasa kita mesti memberi
semacam pelajaran sialan untuk lelaki itu?"
"Ser Jacelyn bisa mengatur agar dia menghilang, tapi
pengadilan di hadapan sang raja akan membantu memastikan
kesetiaan para nakhoda lainnya."
Sekaligus menyibukkan keponakanku yang mulia. "Baiklah
kalau begitu. Biar dia merasakan hukuman Joffrey."
Varys membubuhkan tanda pada perkamen. "Ser
Horas dan Ser Hobber Redwyne sudah menyuap penjaga agar
membiarkan mereka keluar dari gerbang samping besok malam.
Pengaturan sudah dibuat bagi mereka untuk berlayar dengan
kapal Pentos Utusan Bulan, menyamar sebagai pendayung."
"Bisakah kita menjaga mereka tetap mengayuh dayung
selama beberapa tahun, untuk melihat apakah mereka
menyukainya?" Tyrion tersenyum. "Tidak, kakakku pasti
sangat gusar kehilangan tamu-tamu berharga seperti itu.
Beri tahu Ser Jacelyn. Tangkap orang yang mereka suap dan
jelaskan bahwa merupakan suatu kehormatan untuk mengabdi
sebagai saudara Garda Malam. Dan tempatkan beberapa orang
132 untuk berjaga di sekitar Utusan Bulan, kalau-kalau Redwyne
bersaudara menemukan penjaga lain yang bisa disuap."
"Kalau itu yang kauinginkan." Tanda lagi di perkamen.
"Anak buahmu Timett membunuh putra penjual anggur
malam ini, dalam sarang judi di Jalan Perak. Dia menuduhnya
curang saat bermain domino."
"Apakah itu benar?"
"Oh, tidak diragukan lagi."
"Berarti para penduduk kota yang jujur berutang budi
kepada Timett. Akan kupastikan dia mendapat ucapan terima
kasih dari sang raja."
Si orang kasim terkekeh gugup dan kembali
membubuhkan tanda. "Kita juga tiba-tiba kebanjiran orang
suci. Komet itu sepertinya mendatangkan segala jenis pendeta,
pengkhotbah, dan nabi jadi-jadian. Mereka mengemis di
kedai minum dan warung makan, meramalkan malapetaka
dan kehancuran pada siapa pun yang mau berhenti untuk
mendengarkan." Tyrion mengangkat bahu. "Sudah hampir tiga ratus
tahun sejak Pendaratan Aegon, kurasa itu tak dapat dihindari.
Biar saja mereka mengoceh."
"Mereka menyebarkan ketakutan, my lord."
"Kukira itu tugasmu."
Varys menutup mulut dengan tangannya. "Kejam
sekali kau berkata begitu. Satu urusan terakhir. Lady Tanda
mengadakan jamuan makan kecil semalam. Aku punya
menunya dan daftar tamu untuk kauperiksa. Saat anggur
dituang, Lord Gyles berdiri untuk mengangkat cawan bagi
sang raja, dan Ser Balon Swann kabarnya berkomentar, "Kita
butuh tiga cawan untuk itu."?Banyak yang tertawa?"?
Tyrion mengangkat tangan. "Cukup. Ser Balon hanya
berolok-olok. Aku tak tertarik pada obrolan basa-basi, Lord
Varys." "Kau juga bijaksana selain lembut hati, my lord."
Perkamen itu menghilang masuk ke lengan baju si orang kasim.
133 "Kita berdua punya banyak pekerjaan. Aku pamit dulu."
Ketika si orang kasim sudah pergi, Tyrion duduk untuk
waktu lama, memandangi lilin dan bertanya-tanya bagaimana
kakaknya akan menanggapi kabar pemecatan Janos Slynt. Tidak
akan senang, menurutnya, tapi selain mengirim protes murka
kepada Lord Tywin di Harrenhal, dia tak punya bayangan apa
lagi yang bisa dilakukan Cersei tentang hal itu. Tyrion punya
Garda Kota sekarang, ditambah seratus lima puluh manusia
liar ganas dan prajurit bayaran rekrutan Bronn yang jumlahnya
semakin bertambah. Sepertinya dia terlindungi dengan baik.
Eddard Stark pasti juga berpikir demikian.
Benteng Merah gelap dan hening saat Tyrion
meninggalkan Aula Kecil. Bronn sudah menunggu di
ruangannya. "Slynt?" tanyanya.
"Lord Janos akan berlayar ke Tembok Besar besok
pagi. Varys pikir dia sudah membuatku percaya bahwa aku
menggantikan salah satu orang Joffrey dengan orangku sendiri.
Yang lebih tepat, aku menggantikan orang Littlefinger dengan
orang Varys, tapi biar saja."
"Kau sebaiknya tahu, Timett membunuh orang?"
"Varys sudah bilang."
Si prajurit bayaran sepertinya tidak kaget. "Orang tolol
itu mengira lelaki bermata satu lebih muda ditipu. Timett
menancapkan pergelangan tangan orang itu ke meja dengan
pisau dan merobek lehernya dengan tangan telanjang. Dia
punya trik dengan menegangkan jari-jarinya?"
"Tak usah menceritakan detail sadisnya, makan
malamku masih sesak di perut," sergah Tyrion. "Bagaimana
perekrutanmu?" "Cukup baik. Tiga orang baru malam ini."
"Dari mana kau tahu mana yang harus direkrut?"
"Aku mengamati mereka. Aku menanyai mereka,
mencari tahu di mana mereka pernah bertarung dan sebaik
apa mereka berdusta." Bronn tersenyum. "Lalu kuberi mereka
134 kesempatan untuk membunuhku, selagi aku melakukan hal
yang sama untuk mereka."
"Apakah ada yang kaubunuh?"
"Bukan yang berguna bagi kita."
"Bagaimana kalau salah satu dari mereka
membunuhmu?" "Dialah yang harus kaupekerjakan."
Tyrion agak mabuk, dan sangat letih. "Katakan padaku,
Bronn. Kalau aku menyuruhmu membunuh anak-anak" bayi
perempuan, misalnya, yang masih menyusu di dada ibunya"
apa kau akan melakukannya" Tanpa bertanya?"
"Tanpa bertanya" Tidak." Si prajurit bayaran
menggesekkan ibu jari dan telunjuk. "Aku akan tanya berapa
bayarannya." Dan untuk apa aku membutuhkan Allar Deem-mu, Lord
Slynt" Tyrion membatin.?Aku sudah punya seratus.?Dia ingin
tertawa; dia ingin menangis; tapi terutama, dia menginginkan
Shae. j 135 ARYA J alan itu hanya berupa dua galur bekas roda di antara rumput
liar. Kabar baiknya, karena tidak banyak yang lewat, tak ada
yang menudingkan jari dan mengatakan ke arah mana mereka
pergi. Gelombang manusia yang membanjiri jalan raja hanya
berupa tetesan di sini. Kabar buruknya, jalan itu berliku-liku seperti ular,
berkelindan dengan jalan-jalan yang bahkan lebih kecil lagi
dan kadang seolah menghilang sepenuhnya, muncul lagi
tiga kilometer kemudian saat mereka sudah putus asa. Arya
membencinya. Wilayah itu cukup jinak, perbukitan dan
ladang bertingkat berselang-seling dengan padang rumput,
hutan, serta lembah-lembah kecil tempat pepohonan dedalu
tumbuh rapat melambatkan aliran sungai-sungai dangkal.
Meski demikian, jalurnya amat sempit dan berliku sampaisampai perjalanan mereka begitu lamban bagai merayap.
Pedati-pedatilah yang memperlambat mereka, menggelinding tertatih-tatih, rodanya berderit menahan beban
bawaan yang berat. Selusin kali sehari mereka harus berhenti
untuk membebaskan roda yang terperosok ke dalam galur
di tanah, atau menggandakan kuda penarik yang biasanya
sepasang-sepasang untuk mendaki lereng berlumpur. Suatu
136 kali, di tengah-tengah belukar pohon ek yang rimbun, mereka
berhadap-hadapan dengan tiga lelaki yang menarik tumpukan
kayu bakar dalam gerobak lembu, tanpa ada celah bagi kedua
pihak untuk menyisih. Tidak ada cara lain kecuali menunggu
sementara para pencari kayu itu melepaskan lembu dari ikatan,
menuntunnya ke pepohonan, memutar gerobak, mengikat
lembu lagi ke gerobak, dan kembali berjalan ke arah mereka
datang tadi. Lembu itu bahkan lebih lambat dibandingkan
pedati, jadi hari itu mereka bisa dibilang nyaris tak bergerak.
Arya tak dapat menahan diri untuk menoleh-noleh
ke belakang, bertanya-tanya kapan pasukan jubah emas
akan menyusul mereka. Pada malam hari, suara apa pun
membuatnya terbangun dan menyambar gagang Needle.
Sekarang mereka tidak pernah berkemah tanpa membagi
tugas jaga, tapi Arya tak memercayai mereka, terutama anakanak yatim itu. Mereka mungkin cukup mampu bertahan di
lorong-lorong jalanan King"s Landing, tapi di luar sini mereka
tak berdaya. Saat bergerak sehening bayangan, Arya bisa
menyelinap melewati mereka semua, berlari dengan diterangi
cahaya bintang untuk buang air di hutan tempat tak ada yang
bisa melihat. Suatu kali, ketika Lommy Tangan Hijau bertugas
jaga, Arya memanjat sebatang ek dan bergerak dari pohon ke
pohon sampai dia berada tepat di atas kepalanya, tapi pemuda
itu sama sekali tak menyadarinya. Dia ingin sekali melompat
turun menimpa Lommy, tapi dia tahu jeritan pemuda itu bakal
membangunkan seisi perkemahan, dan Yoren mungkin akan
menyabetnya lagi. Lommy dan anak-anak yatim yang lain kini
memperlakukan si Banteng seperti orang penting sebab sang
ratu menginginkan kepalanya, walaupun dia sama sekali
tidak suka. "Aku tak pernah berbuat apa pun pada ratu mana
pun," sergahnya marah. "Aku hanya bekerja, itu saja. Puput
dan tang dan membanting tulang. Aku seharusnya menjadi
pembuat senjata, dan suatu hari nanti kata Master Mott aku
bisa bergabung dengan Garda Malam, hanya itu yang kutahu."
137 Kemudian dia pergi untuk memoles helmnya. Itu helm yang
indah, bulat dan melengkung, dengan celah untuk mata serta


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dua tanduk banteng logam yang gagah. Arya senang menonton
Gendry memoles logam itu dengan kain minyak, membuatnya
berkilau begitu cemerlang sampai-sampai kita bisa melihat
lidah api unggun terpantul pada bajanya. Namun dia tak
pernah memasang helm itu di kepalanya.
"Aku yakin dia anak haram pengkhianat itu," ujar
Lommy suatu malam, dengan suara lirih agar Gendry tidak
mendengar. "Lord serigala, yang mereka penggal di undakan
Baelor." "Dia bukan pengkhianat," cetus Arya.?Ayahku hanya
punya satu anak haram, dan itu Jon.?Arya menyelinap ke hutan,
berharap dia bisa menunggangi kudanya begitu saja dan melaju
pulang. Kudanya bagus, kuda betina cokelat kemerahan dengan
garis putih di dahi. Dan Arya sejak dulu adalah penunggang
yang andal. Dia bisa mencongklang pergi dan tak pernah
lagi melihat mereka, kecuali dia menginginkannya. Tetapi
itu artinya tak ada yang menjadi pengintai di depannya, atau
mengawasi di belakangnya, atau berjaga saat dia tidur, dan
ketika pasukan jubah emas menangkapnya, dia akan sendirian.
Lebih aman tetap bersama Yoren dan yang lain.
"Kita tidak jauh dari Mata Para Dewa," saudara hitam
itu berkata suatu pagi. "Jalan raja tidak aman sampai kita
sudah menyeberangi Trident. Jadi kita akan memutari danau
menyusuri tepi baratnya, mereka kemungkinan besar takkan
mencari kita di sana." Pada titik berikutnya tempat dua galur
roda bersimpangan, dia mengarahkan pedati-pedati ke arah
barat. Di sini tanah pertanian berganti dengan hutan, desadesa dan kubu-kubu pertahanan lebih kecil dengan jarak yang
lebih jauh, bukit-bukitnya lebih tinggi dan lembah-lembahnya
lebih dalam. Makanan semakin sulit didapat. Di kota,
Yoren memuati pedati-pedati dengan ikan asin, roti keras,
lemak babi, lobak, berkarung-karung kacang dan jelai, serta
138 bongkah-bongkah keju kuning, tapi semuanya sudah dimakan.
Keharusan mencari makan di alam membuat Yoren berpaling
pada Koss dan Kurz, yang ditangkap karena melakukan
perburuan gelap. Dia menyuruh mereka mendahului
rombongan, masuk ke hutan, dan saat petang mereka akan
kembali dengan menggotong seekor rusa yang digantung pada
sebatang kayu atau sepasang burung yang tersampir di sabuk.
Anak-anak yang lebih muda diminta memetik beri hitam di
sepanjang jalan, atau memanjat pagar untuk mengisi karung
dengan apel jika mereka kebetulan melewati kebun buah.
Arya pemanjat yang ahli dan pemetik yang cepat, dan
dia senang pergi sendiri. Suatu hari dia bertemu seekor kelinci,
murni karena kebetulan. Binatang itu cokelat dan gemuk,
dengan telinga panjang dan hidung berkedut. Kelinci berlari
lebih cepat daripada kucing, tapi mereka tak dapat memanjat
pohon dengan sama baiknya. Arya memukul binatang itu
dengan tongkat dan menyambar telinganya, lalu Yoren
merebusnya dengan jamur dan bawang liar. Arya mendapat
satu kaki utuh, karena itu kelincinya. Dia membaginya dengan
Gendry. Yang lain masing-masing mendapat sesendok penuh,
bahkan ketiga tawanan. Jaqen H"ghar berterima kasih dengan
sopan atas jamuan tersebut, dan Biter menjilat lemak dari jarijarinya yang kotor dengan ekspresi bahagia, namun Rorge, yang
tidak berhidung, hanya tertawa dan berkata, "Ada pemburu
sekarang. Wajah Bengkak Kepala Bengkak Pembunuh Kelinci."
Di luar kubu pertahanan bernama Briarwhite, sejumlah
buruh tani mengepung mereka di ladang jagung, menuntut
koin untuk jagung yang mereka ambil. Yoren mengamati sabitsabit mereka dan melempar beberapa keping tembaga. "Dahulu
kala, anggota Garda Malam dijamu makanan enak dari Dorne
ke Winterfell, bahkan para bangsawan tinggi merasa terhormat
jika menampung Garda Malam di kediaman mereka," tukasnya
getir. "Sekarang pengecut-pengecut seperti kalian meminta
koin untuk secuil apel bercacing." Dia meludah.
"Itu jagung manis, lebih bagus dari yang pantas dimakan
139 burung hitam tua dan busuk seperti kau," salah seorang dari
mereka membalas dengan kasar. "Pergi dari ladang kami
sekarang, bawa semua bajingan dan penjahat itu bersamamu,
atau kami akan menancapkanmu di tengah ladang untuk
menakut-nakuti gagak."
Mereka memanggang jagung manis dengan kulitnya
malam itu, membalik tongkol-tongkol jagung dengan tongkat
panjang bercabang, dan memakannya panas-panas langsung
dari tangkainya. Menurut Arya rasanya lezat, tapi Yoren
terlalu marah untuk makan. Seakan-akan ada awan yang
menggantung di atasnya, compang-camping dan hitam seperti
jubahnya. Dia mondar-mandir di perkemahan dengan gelisah
sambil bergumam sendiri. Keesokan harinya Koss datang berlari-lari untuk
memperingatkan Yoren tentang adanya sebuah perkemahan
di depan sana. "Dua puluh atau tiga puluh orang, memakai
zirah rantai dan helm setengah kepala," lapornya. "Sebagian
di antara mereka terluka parah, dan satu orang sekarat, kalau
mendengar suaranya. Karena dia sangat berisik, aku bisa
mendekat tanpa ketahuan. Mereka punya banyak tombak
dan perisai, tapi hanya ada satu kuda, dan kudanya payah.
Sepertinya mereka sudah lama di sana, dari bau tempat itu."
"Kau melihat panji?"
"Kucing pohon berbintik, kuning dan hitam, berlatar
cokelat lumpur." Yoren melipat daun masam ke dalam mulut dan
mengunyah. "Tidak kenal," dia mengakui. "Mungkin pihak
yang ini, mungkin pihak satunya. Jika mereka terluka separah
itu, kemungkin besar mereka akan mengambil kuda-kuda
kita tak peduli di pihak mana mereka berada. Barangkali
mereka akan mengambil lebih banyak daripada itu. Aku
yakin kita harus memutar untuk menghindar." Mereka harus
menempuh jarak berkilo-kilometer untuk itu, dan waktu yang
terbuang sedikitnya dua hari, tapi kata si lelaki tua itu harga
yang murah. "Kalian bakal punya banyak waktu di Tembok
140 Besar. Kemungkinan besar sepanjang sisa hidup kalian. Jadi
menurutku tidak perlu buru-buru sampai."
Arya semakin sering melihat orang-orang menjaga
ladang ketika mereka berbelok ke arah utara lagi. Biasanya
mereka berdiri diam di tepi jalan, mengawasi dengan tajam
siapa pun yang lewat. Di tempat lain, ada yang berpatroli
naik kuda, menyusuri pagar pembatas ladang mereka dengan
kapak terikat di pelana. Di suatu tempat, dia melihat seorang
lelaki bertengger di pohon mati, dengan busur di tangan dan
tarkas menggantung dari dahan di sampingnya. Begitu melihat
mereka, lelaki itu memasang anak panah ke tali busur, dan
tak pernah mengalihkan pandang sampai pedati terakhir
tak terlihat lagi. Dan selama itu Yoren mengumpat. "Dia
yang di pohon, kita lihat apakah dia tetap suka di atas sana
saat Makhluk Lain mendatanginya. Dia bakal menjerit-jerit
memanggil Garda, sudah pasti."
Sehari kemudian Dobber melihat cahaya merah berlatar
langit malam. "Entah jalan ini berbalik ke arah semula, atau
itu matahari terbenam di utara."
Yoren naik ke tempat yang tinggi untuk melihat.
"Api," dia mengumumkan. Lelaki itu menjilat ibu jari lalu
mengangkatnya. "Angin akan meniupnya menjauhi kita. Aman
untuk menonton." Maka mereka pun menonton. Seiring bertambah
gelapnya hari, api itu seolah menyala kian lama kian cemerlang,
sampai kelihatannya seakan-akan seluruh wilayah utara
terbakar. Dari waktu ke waktu, mereka bahkan bisa mencium
asapnya, walaupun angin tetap stabil dan api tak pernah
bergerak mendekat. Saat fajar, api itu akhirnya mati sendiri,
tapi tak seorang pun dari mereka yang tidur nyenyak malam
itu. Sudah tengah hari ketika mereka tiba di tempat desa
itu sebelumnya berada. Ladang-ladang luas berubah menjadi
wilayah tandus dan hangus, rumah-rumah hanya tinggal
cangkang menghitam. Bangkai binatang yang dibakar dan
141 dibantai berserakan di tanah, berselimutkan kawanan gagak
pemakan bangkai yang terbang sambil berkaok marah ketika
terganggu. Asap masih mengepul dari dalam kubu pertahanan.
Pagar kayunya terlihat kuat dari jauh, namun sudah terbukti
tidak cukup kuat. Arya berkuda di depan barisan pedati, melihat jasadjasad hangus disula pada pasak-pasak tajam di puncak tembok,
tangan-tangan terangkat rapat di depan wajah seakan hendak
menghalau api yang melalap mereka. Yoren menghentikan
rombongan ketika mereka masih agak jauh, lalu menyuruh
Arya dan anak-anak lainnya menjaga pedati sementara
dia, Murch, dan Cutjack mendekat dengan berjalan kaki.
Gerombolan raven terbang dari balik tembok saat mereka
memanjat pagar yang rusak, dan raven-raven yang terkurung
dalam pedati memanggil kawan-kawan mereka dengan suara
kuak disertai pekikan parau.
"Apakah sebaiknya kita menyusul mereka?" Arya
bertanya pada Gendry setelah Yoren dan yang lain belum
kembali setelah sekian lama.
"Yoren bilang tunggu." Suara Gendry terdengar hampa.
Sewaktu Arya menoleh, dilihatnya pemuda itu mengenakan
helmnya, baja mengilap dan tanduk-tanduk melengkung yang
gagah. Saat mereka akhirnya kembali, Yoren menggendong
seorang gadis kecil, sementara Murch dan Cutjack menggotong
seorang perempuan dengan tandu dari selimut quilt usang. Umur
gadis itu tak sampai dua tahun dan dia menangis tanpa henti,
suara merengek seolah ada yang tersangkut di tenggorokan.
Entah dia belum bisa bicara atau sudah lupa caranya. Tangan
kanan si perempuan berakhir di sikunya, menyisakan puntung
berdarah. Matanya seakan-akan tak melihat apa pun, bahkan
saat dia menatap tepat ke arah itu. Dia berbicara, tapi hanya
mengucapkan satu hal. "Tolong," rintihnya, berulang-ulang.
"Tolong. Tolong." Rorge menganggapnya lucu. Dia tertawa
melalui lubang di wajah tempat hidungnya dulu berada, dan
142 Biter mulai tertawa juga, sampai Murch mengumpat mereka
dan menyuruh mereka tutup mulut.
Yoren menyuruh mereka menyiapkan tempat untuk
perempuan itu di bagian belakang pedati. "Dan cepatlah,"
katanya. "Saat hari gelap bakal ada kawanan serigala di sini,
dan yang lebih buruk lagi."
"Aku takut," Pai Panas bergumam saat melihat
perempuan berlengan satu itu meronta-ronta di pedati.
"Aku juga," Arya mengaku.
Pai Panas meremas bahu Arya. "Aku sebenarnya tak
pernah menendang orang sampai mati, Arry. Aku hanya
menjual pai ibuku, itu saja."
Arya berkuda mendahului barisan pedati sejauh yang
dia berani, supaya tak perlu mendengar tangisan gadis kecil
itu atau rintihan si perempuan yang berbisik, "Tolong." Dia
ingat kisah yang pernah diceritakan Nan Tua, tentang lelaki
yang ditawan dalam kastel gelap oleh raksasa-raksasa jahat.
Lelaki itu sangat berani dan cerdik, dia mengelabui para
raksasa dan melarikan diri" namun begitu dia berada di luar
kastel, Makhluk Lain menangkapnya, lalu meminum darahnya
yang merah dan panas. Sekarang dia bisa mengerti bagaimana
perasaan lelaki itu. Perempuan berlengan-satu mati saat malam tiba.
Gendry dan Cutjack menggali kuburannya di lereng bukit,
di bawah sebatang dedalu menangis. Ketika angin bertiup,
Arya merasa dia dapat mendengar dahan-dahan panjang yang
menjuntai berbisik, "Tolong. Tolong. Tolong." Bulu kuduknya
merinding, dan dia nyaris kabur dari sisi kuburan.
"Jangan ada api malam ini," Yoren mengingatkan
mereka. Makan malam berupa segenggam lobak liar yang
ditemukan Koss, secangkir kacang kering, air dari sungai
kecil di dekat situ. Airnya terasa aneh, dan Lommy bilang itu
rasa mayat, yang membusuk di suatu tempat di hulu sungai.
Pai Panas pasti sudah memukulnya andai Reysen tua tidak
memisahkan mereka. 143 Arya minum terlalu banyak air, sekadar untuk mengisi
perut. Dia mengira tak mungkin bisa tidur, tapi entah
bagaimana dia terlelap. Saat dia terjaga, suasana gelap gulita
dan kandung kemihnya siap meledak. Orang-orang tidur
berdempetan di sekitarnya, terbungkus selimut dan jubah.
Arya meraih Needle, berdiri, mendengarkan. Dia mendengar
langkah pelan petugas jaga, orang-orang yang berguling
dalam tidur resah mereka, derak dengkuran Rorge, dan suara
mendesis aneh yang diperdengarkan Biter saat dia tidur. Dari
pedati lain terdengar garutan berirama yang teratur antara baja
dengan batu selagi Yoren duduk, mengunyah daun masam dan
mengasah parangnya. Pai Panas salah satu yang berjaga malam itu. "Mau ke
mana?" tanyanya saat melihat Arya berjalan ke pepohonan.
Arya melambai samar ke arah hutan.
"Tidak boleh," cetus Pai Panas. Dia sekarang menjadi
lebih berani karena membawa pedang di sabuknya, walaupun
itu hanya pedang pendek dan dia menggunakannya seperti
pisau daging. "Pak Tua bilang semua orang harus berdekatan
malam ini." "Aku harus buang air," Arya menjelaskan.
"Yah, pakai pohon yang itu saja." Dia menunjuk. "Kau
tidak tahu ada apa di luar sana, Arry. Tadi aku mendengar
suara serigala." Yoren tidak akan suka bila Arya bertengkar dengan anak
itu. Dia berusaha terlihat takut. "Serigala" Sungguh?"
"Aku dengar," Pai Panas meyakinkannya.
"Sepertinya aku tidak perlu buang air." Arya kembali ke
selimutnya dan pura-pura tidur sampai didengarnya langkahlangkah Pai Panas menjauh. Kemudian dia berguling dan
menyelinap ke dalam hutan di sisi lain perkemahan, sehening
bayangan. Di sini juga ada orang-orang yang berjaga, tapi Arya
tidak kesulitan menghindari mereka. Untuk memastikan, dia
pergi dua kali lebih jauh daripada biasanya. Ketika sudah yakin
144 tak ada yang bisa mendengarnya, Arya menurunkan celana
dan berjongkok. Dia masih berjongkok dengan celana bertumpuk
di pergelangan kaki ketika mendengar bunyi berdesir
dari bawah pepohonan.?Pai Panas, pikirnya panik, dia
mengikutiku.?Kemudian Arya melihat mata-mata bersinar dari


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hutan, cemerlang dengan pantulan cahaya bulan. Perutnya
menegang saat dia menyambar Needle, tak peduli jika dia
mengencingi diri sendiri, lalu menghitung mata itu. Dua
empat delapan dua belas, satu kawanan"?
Salah satu dari mereka melangkah keluar dari bawah
pepohonan. Binatang itu menatapnya seraya memampangkan
gigi, dan yang terpikir hanyalah betapa bodohnya dia dan
betapa Pai Panas akan bergembira saat mereka menemukan
mayat Arya yang compang-camping besok pagi. Namun serigala
itu berbalik dan berlari kembali ke dalam kegelapan, lalu
seketika itu juga kumpulan mata menghilang. Dengan gamang,
Arya membersihkan diri lalu merapikan celana dan mengikuti
bunyi menggarut di kejauhan kembali ke perkemahan, kembali
ke Yoren. Arya naik ke dalam pedati di samping lelaki itu,
gemetaran. "Serigala," bisiknya parau. "Di hutan."
"Aye. Sudah pasti." Yoren tak pernah menatapnya.
"Mereka membuatku takut."
"Masa?" Yoren meludah. "Kupikir kalian penggemar
serigala." "Nymeria itu direwolf." Arya memeluk tubuh. "Mereka
berbeda. Lagi pula, dia sudah hilang. Jory dan aku melemparinya
dengan batu sampai dia pergi, kalau tidak sang ratu pasti sudah
membunuhnya." Dia merasa sedih membicarakan hal itu. "Aku
yakin kalau Nymeria ada di kota, dia pasti takkan membiarkan
mereka memenggal kepala Ayah."
"Anak yatim piatu tak punya ayah," tukas Yoren, "atau
kau sudah lupa?" Daun masam mengubah ludahnya menjadi
merah, sehingga mulutnya seakan-akan berdarah. "Serigala
145 yang perlu kita takuti hanyalah mereka yang berkulit manusia,
seperti orang-orang yang menghancurkan desa itu."
"Seandainya aku ada di rumah," kata Arya sengsara. Dia
berusaha keras untuk berani, seganas wolverine dan sebagainya,
tapi kadang-kadang dia merasa bagaimanapun dia hanyalah
gadis kecil. Saudara hitam itu mencomot daun masam segar dari bal
di pedati dan memasukkannya ke mulut. "Mungkin seharusnya
kau kutinggalkan di tempat aku menemukanmu, Buyung.
Kalian semua. Sepertinya lebih aman di kota."
"Aku tak peduli. Aku ingin pulang."
"Aku sudah membawa banyak orang ke Tembok Besar
selama hampir tiga puluh tahun." Busa berkilauan di bibir
Yoren, seperti gelembung-gelembung darah. "Selama itu, aku
hanya kehilangan tiga orang. Lelaki tua mati karena demam,
bocah kota digigit ular saat buang air besar, serta satu orang
bodoh yang mencoba membunuhku waktu aku tidur dan
sebagai imbalannya mendapatkan gorokan di leher." Dia
mengayunkan parang di depan leher untuk menunjukkan pada
Arya. "Tiga orang dalam tiga puluh tahun." Dia meludahkan
daun masam yang lama. "Sekarang naik kapal mungkin lebih
bijaksana. Tidak mungkin menemukan orang di perjalanan,
tapi tetap saja" orang yang lebih pintar pasti akan naik kapal,
tapi aku" selama tiga puluh tahun aku melewati jalan raja
ini." Yoren menyarungkan parangnya. "Tidurlah, Buyung.
Kaudengar?" Arya mencobanya. Namun saat berbaring di bawah
selimut tipis, dia bisa mendengar kawanan serigala melolong"
dan suara lainnya, lebih samar, hanya seperti bisikan di antara
angin, yang bisa jadi adalah jeritan.
j 146 DAVOS U dara pagi gelap dengan asap dewa-dewa yang terbakar.
Mereka semua membara sekarang, Perawan dan Bunda,
Pejuang dan Pandai Besi, Sintua dengan mata mutiara dan
sang Bapa dengan janggut bersepuh emas; bahkan sang Orang
Asing, yang dipahat dengan wujud lebih menyerupai binatang
daripada manusia. Kayu kering tua dan berlapis-lapis cat
serta pernis berkobar ditelan cahaya lapar yang ganas. Udara
panas berkilau membubung menerjang dinginnya malam;
di belakang, gargoyle-gargoyle dan naga-naga batu di dinding
kastel tampak kabur, seakan-akan Davos menatap mereka dari
balik tirai air mata.?Atau seakan-akan makhluk-makhluk buas itu
gemetar, menggigil"?
"Mengerikan," Allard berkomentar, walaupun setidaknya dia cukup bijaksana untuk memelankan suara. Dale
menggumam setuju. "Diam," sergah Davos. "Ingat di mana kau berada." Putraputranya orang baik, tapi masih muda, dan Allard terutama
sangat gegabah.?Andai aku tetap menjadi penyelundup, Allard pasti
akan berakhir di Tembok Besar. Stannis menyelamatkannya dari
nasib itu, satu lagi utang budiku kepadanya"?
147 Ratusan orang mendatangi gerbang kastel untuk
menyaksikan pembakaran Tujuh Wajah. Bau yang menguar
sangat tidak enak. Bahkan bagi para prajurit, sulit untuk tidak
merasa gelisah menghadapi penghinaan semacam itu terhadap
dewa-dewa yang seumur hidup dipuja oleh sebagian besar dari
mereka. Perempuan merah berjalan mengitari api tiga kali,
berdoa satu kali dalam bahasa Asshai, satu kali dalam bahasa
Valyria Halus, dan satu kali dalam Bahasa Umum. Davos hanya
mengerti bahasa yang terakhir. "R"hllor, datanglah dalam
kegelapan kami," perempuan itu berseru. "Penguasa Cahaya,
kami persembahkan kepadamu dewa-dewa palsu ini, tujuh
wajah yang merupakan satu, dan dia adalah musuh. Bawa
mereka dan sinarilah kami dengan cahayamu, karena malam
gelap dan penuh dengan kengerian." Ratu Selyse menirukan
kata-kata itu. Di sampingnya, Stannis menyaksikan tanpa
ekspresi, rahangnya sekeras batu di balik bayangan biru-hitam
janggut yang dipangkas pendek. Dia berpakaian lebih mewah
daripada biasanya, seperti sedang pergi ke kuil.
Kuil Dragonstone adalah tempat Aegon sang Penakluk
berlutut untuk berdoa pada malam sebelum dia berlayar.
Itu tidak menyelamatkannya dari anak buah Ratu Selyse.
Mereka membalik altar-altar, menurunkan patung-patung,
dan menghancurkan kaca mosaik dengan godam. Septon
Barre hanya mampu mengutuk mereka, namun Ser Hubard
Rambton memimpin ketiga putranya ke kuil untuk membela
dewa-dewa mereka. Keluarga Rambton membunuh empat
anak buah sang ratu sebelum yang lain melumpuhkan mereka.
Sesudah itu Guncer Sunglass, lord yang paling lunak dan saleh,
mengatakan kepada Stannis dia tak bisa lagi mendukung
tujuannya. Sekarang dia berbagi sel yang pengap bersama sang
septon dan dua putra Ser Hubard yang masih hidup. Lord-lord
lainnya dengan cepat mengambil pelajaran.
Dewa-dewa itu tak pernah berarti banyak bagi Davos si
penyelundup, walaupun seperti kebanyakan orang, dia dikenal
148 selalu memberi persembahan untuk sang Pejuang sebelum
berperang, untuk sang Pandai Besi saat berlayar, dan untuk
sang Bunda setiap kali istrinya mengandung. Dia merasa mual
saat menyaksikan mereka terbakar, dan bukan hanya karena
menghirup asapnya. Maester Cressen pasti akan menghentikan ini. Lelaki
tua itu sudah menantang Penguasa Cahaya dan menerima
ganjaran akibat kelancangannya, atau begitulah gosip yang
beredar. Davos tahu yang sebenarnya. Dia melihat sang
maester memasukkan sesuatu ke cawan anggur.?Racun. Apa
lagi kalau bukan itu" Maester Cressen meneguk secawan kematian
demi membebaskan Stannis dari Melisandre, tapi entah bagaimana
dewa perempuan itu melindunginya. Davos akan dengan senang
hati membunuh perempuan merah untuk kematian Cressen,
namun peluang apa yang dia punya jika seorang maester dari
Citadel pun gagal" Dia hanya penyelundup yang naik kelas,
Davos dari Bokong Kutu, Kesatria Bawang.
Dewa-dewa yang terbakar menerakan cahaya nan
indah, terselubung jubah api dengan warna berganti-ganti,
merah, jingga, dan kuning. Septon Barre pernah memberitahu
Davos bahwa dewa-dewa itu dipahat dari tiang kapal-kapal
yang membawa Klan Targaryen pertama dari Valyria. Selama
berabad-abad, patung-patung itu dicat berulang kali, disepuh
emas, dilapisi perak, dihiasi batu permata. "Kecantikan mereka
akan membuat R"hllor lebih senang," Melisandre berkata saat
dia menyuruh Stannis menurunkan patung-patung itu dan
menyeretnya keluar dari gerbang kastel.
Sang Perawan tergeletak melintangi sang Pejuang,
lengannya terentang seolah hendak memeluk patung itu. Sang
Bunda nyaris tampak gemetar ketika api menjilat wajahnya.
Sebilah pedang panjang ditancapkan ke jantungnya, dan
gagang kulit pedang itu tampak hidup dengan bara api. Sang
Bapa terletak paling bawah, patung pertama yang jatuh.
Davos melihat tangan sang Orang Asing menggeliang dan
melengkung saat jari-jarinya hangus dan terlepas satu demi
149 satu, sampai hanya tinggal arang membara. Di dekat situ, Lord
Celtigar terbatuk hebat dan menutupi wajah keriputnya dengan
selampai linen bersulam kepiting-kepiting merah. Orang-orang
Myr bertukar lelucon sembari menikmati hangatnya api,
namun Lord Bar Emmon yang masih muda terlihat pucat dan
Lord Velaryon mengamati sang raja bukannya pembakaran itu.
Davos bersedia berkorban banyak demi mengetahui isi
pikirannya, tapi orang seperti Velaryon takkan pernah mengaku
kepadanya. Sang Lord Laut Pasang merupakan keturunan
Valyria kuno, dan Klan-nya sudah tiga kali menyediakan
pengantin perempuan bagi pangeran-pangeran Targaryen.
Sementara Davos Seaworth berbau ikan dan bawang. Dengan
bangsawan lainnya sama saja. Dia tak dapat memercayai mereka
semua, dan mereka takkan pernah mengundangnya ke dalam
majelis-majelis pribadi mereka. Mereka juga mencemooh putraputra Davos.?Tapi cucu-cucuku akan berduel dengan cucu-cucu
mereka, dan suatu hari keturunan mereka mungkin akan menikah
dengan keturunanku. Pada saatnya nanti, kapal hitam kecilku akan
berkibar setinggi kuda laut Velaryon atau kepiting merah Celtigar.
Itu jika Stannis memenangkan takhta. Jika dia kalah"?
Seluruh jati diriku, aku berutang kepadanya.?Stannis telah
mengangkatnya menjadi kesatria. Dia memberi Davos tempat
kehormatan di meja makannya, kapal perang untuk dibawa
berlayar menggantikan perahu penyelundup. Dale dan Allard
juga menakhodai kapal, Maric master dayung di kapal Amarah,
Matthos bertugas untuk ayahnya di Betha Hitam, dan sang raja
mengambil Devan sebagai squire kerajaan. Suatu hari nanti dia
akan menjadi kesatria, begitu pula dua putranya yang lebih
kecil. Marya nyonya rumah kastel kecil di Cape Wrath, dengan
para pelayan yang memanggilnya m"lady, dan Davos bisa
berburu rusa merah di hutannya sendiri. Semua ini dia miliki
berkat Stannis Baratheon, dengan harga beberapa sendi jari.
Sangat adil, tindakannya terhadapku. Aku telah melecehkan hukum
sang raja seumur hidupku. Dia mendapatkan kesetiaanku.?Davos
menyentuh kantong kecil yang menggantung dari tali kulit di
lehernya. Jari-jarinya adalah keberuntungannya, dan dia butuh
150 keberuntungan sekarang.?Begitu pula kami semua. Terutama Lord
Stannis. Lidah api pucat menjilati langit kelabu. Asap gelap
membubung, meliuk dan melingkar-lingkar. Ketika angin
meniup asap ke arah mereka, orang-orang berkedip,
mengucurkan air mata, dan menggosok mata. Allard
memalingkan wajah, batuk-batuk dan mengumpat.?Seperti
pertanda tentang hal-hal yang akan terjadi, pikir Davos. Lebih
banyak lagi yang akan terbakar sebelum perang ini berakhir.
Melisandre dibalut gaun satin merah tua dan beledu
merah darah, matanya semerah batu mirah yang berkilat-kilat
di lehernya seakan-akan batu itu juga terbakar. "Dalam bukubuku kuno Asshai tertulis bahwa akan tiba satu hari setelah
musim panas panjang ketika bintang-bintang berdarah dan
napas dingin kegelapan menyelubungi dunia. Pada masa yang
mengerikan ini seorang pejuang akan menarik pedang panjang
dari api. Dan pedang itu adalah Pembawa Cahaya, Pedang
Merah Para Pahlawan, dan dia yang menggenggamnya akan
menjadi Azor Ahai yang terlahir kembali, dan kegelapan akan
menyingkir dari hadapannya." Melisandre mengeraskan suara
agar terdengar oleh semua yang hadir. "Azor Ahai, kekasih R"hllor!
Pejuang Cahaya, Putra Api! Majulah, pedangmu menunggumu!
Majulah dan ambil pedang ini!"
Stannis Baratheon melangkah maju bagai prajurit yang
berderap memasuki pertempuran. Para squire bergegas maju
untuk membantunya. Davos mengawasi sewaktu putranya
Devan memasangkan sarung tangan panjang berbantalan
di tangan kanan sang raja. Bocah itu mengenakan doublet
warna krem dengan gambar jantung berapi tersulam di bagian
dada. Bryen Farring mengenakan pakaian serupa dan dia
mengikatkan mantel kulit yang kaku di leher junjungannya.
Di belakang, Davos samar-samar mendengar denting dan
gemerincing lonceng. "Di bawah laut, asap naik bergelembunggelembung, api membara hijau, biru, dan hitam," Wajah
151 Belang menyanyi di suatu tempat. "Aku tahu, aku tahu, oh,
oh, oh." Sang raja melangkah ke dalam api sambil mengertakkan
gigi, memegangi jubah kulit di depannya untuk berlindung
dari api. Dia langsung mendatangi sang Bunda, mencengkeram
pedang dengan tangan bersarung, lalu menariknya sampai lepas
dari kayu yang terbakar dengan satu sentakan kuat. Kemudian
dia mundur, pedang itu terangkat tinggi, api berwarna hijau
giok berputar-putar mengelilingi baja semerah ceri. Para
pengawal berlari untuk menepuk-nepuk bara api yang melekat
di pakaian sang raja. "Pedang api!"?seru Ratu Selyse. Ser Axell Florent dan
anak buah sang ratu yang lain menimpali seruan itu.?"Pedang
api! Ia membara! Ia membara! Pedang api!"
Melisandre mengangkat tangan di atas kepala.?"Lihatlah!
Telah dijanjikan sebuah pertanda, dan kini pertanda itu terbukti!
Lihatlah Pembawa Cahaya! Azor Ahai telah datang lagi! Terpujilah
Pejuang Cahaya! Terpujilah Putra Api!"
Gelombang teriakan yang tak senada menyahut,
tepat ketika sarung tangan Stannis mulai menyala. Sambil
mengumpat, sang raja menancapkan ujung pedang ke tanah
lembap dan memukulkan api ke kaki untuk mematikannya.
"Penguasa, sinarilah kami dengan cahayamu!"


Peperangan Raja Raja A Game Of Thrones 2 Karya George R.r. Martin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melisandre berseru. "Karena malam gelap dan penuh dengan kengerian,"
Selyse dan anak buahnya menimpali. Apakah aku juga harus
mengucapkan kata-kata itu" Davos membatin.?Apakah aku
berutang sebanyak itu pada Stannis" Apakah dewa berapi ini benarbenar dewanya"?Jari-jari buntung Davos berkedut.
Stannis mencopot sarung tangan dan membiarkannya
jatuh ke tanah. Para dewa di tengah kobaran api nyaris tak dapat
dikenali lagi. Kepala sang Pandai Besi putus disertai kepulan
abu dan bara api. Melisandre bernyanyi dalam bahasa Asshai,
suaranya naik dan turun bagaikan gelombang laut. Stannis
melepas mantel kulitnya yang gosong dan mendengarkan
tanpa bersuara. Pembawa Cahaya tertancap di tanah, masih
152 bersinar panas dan merah, tapi api yang melingkupi pedang
mengecil dan sekarat. Saat lagu berakhir, hanya arang yang tersisa dari dewadewa itu, dan kesabaran sang raja sudah habis. Dia menggamit
siku sang ratu dan menuntunnya kembali ke Dragonstone,
meninggalkan Pembawa Cahaya di tempatnya tertancap. Sang
perempuan merah tetap tinggal sesaat untuk mengawasi selagi
Devan berlutut bersama Byren Farring dan membungkus
pedang yang hitam terbakar dalam jubah kulit sang raja.?Pedang
Merah Para Pahlawan terlihat buruk, pikir Davos.
Sejumlah kecil lord tetap di tempat dan bercakap-cakap
dengan suara pelan melawan arah angin. Mereka terdiam ketika
melihat Davos mengamati mereka. Seandainya Stannis jatuh,
mereka bakal langsung merubuhkanku.?Dia juga bukan termasuk
anak buah sang ratu, sekelompok kesatria dan bangsawan
rendah ambisius yang telah menyerahkan diri kepada Penguasa
Cahaya sehingga mendapat perlakuan baik dan perlindungan
dari Lady"bukan, Ratu"Selyse.
Api sudah mulai padam ketika Melisandre dan kedua
squire pergi membawa pedang berharga itu. Davos dan putraputranya bergabung dengan kerumunan yang beranjak ke
pantai tempat kapal-kapal menunggu. "Devan berlaku dengan
sangat baik," katanya selagi mereka berjalan.
"Ya, dia membawakan sarung tangan tanpa
menjatuhkannya," sahut Dale.
Allard mengangguk. "Lambang di doublet Devan,
jantung berapi, lambang apa itu" Simbol Baratheon adalah
rusa bermahkota." "Seorang lord boleh memilih lebih dari satu lambang,"
ujar Davos. Dale tersenyum. "Kapal hitam dan bawang bombai,
Ayah?" Allard menendang sebutir batu. "Semoga Makhluk
Lain mengambil bawang bombai kita" dan jantung berapi itu.
Membakar Tujuh Wajah adalah perbuatan buruk."
153 "Sejak kapan kau jadi begitu saleh?" cetus Davos. "Putra
penyelundup tahu apa tentang perbuatan para dewa?"
"Aku putra kesatria, Ayah. Kalau kau tak mau mengingat
itu, mana mungkin mereka mengingatnya?"
"Putra kesatria, tapi bukan kesatria," tukas Davos.
"Dan kau takkan pernah menjadi kesatria, kalau ikut campur
dalam masalah yang bukan urusanmu. Stannis adalah raja kita
yang sah, kita tak berhak mempertanyakan tindakannya. Kita
melayarkan kapalnya dan melaksanakan perintahnya. Itu saja."
"Mengenai hal itu, Ayah," Dale berkata, "aku tidak suka
Api Di Bukit Menoreh 20 Pendekar Gila 18 Dendam Mahesa Lanang Tanah Kutukan 2

Cari Blog Ini