Ceritasilat Novel Online

Tersulut Catching Fire 3

Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins Bagian 3


kedinginan. Giginya sompal dan ada tanda lahir berwarna kemerahan di atas mata
cokelatnya. Dia jelas bukan Penjaga Perdamaian. Juga bukan penduduk Capitol.
"Siapa kalian?" tanyaku hati-hati namun kini sudah menurunkan kewaspadaanku.
"Namaku Twill," kata wanita yang lebih tua itu. Mungkin ukurnya dua puluh limaan. "Dan ini Bonnie. Kami lari dari Distrik Delapan."
Distrik 8! Mereka pasti tahu tentang pemberontakan!
"Di mana kalian mendapatkan seragam ini?" tanyaku.
"Aku mencurinya dari pabrik," sahut Bonnie. "Kami membuatnya di sana. Tadinya
kupikir seragam ini untuk... untuk orang lain. Itu sebabnya ukurannya tidak pas."
"Senjata ini berasal dari Penjaga Perdamaian yang tewas," kata Twill mengikuti
arah pandangan mataku. "Biskuit di tanganmu. Dengan lambang burung. Apa artinya?" tanyaku.
"Kau tidak tahu, Katniss?" Bonnie tampak sungguh terkejut.
Mereka mengenaliku. Tentu saja mereka mengenaliku. Wajahku tidak tertutup dan
aku berada di sini di luar Distrik 12 dengan panah diarahkan ke mereka. Siapa lagi
yang bisa melakukannya" "Aku tahu gambar itu sama dengan pin yang kupakai di
arena." "Dia tidak tahu," kata Bonnie pelan. "Mungkin sama sekali tidak tahu."
Mendadak aku merasa perlu tampak menguasai keadaan. "Aku tahu ada
pemberontakan di Distrik Delapan.
"Ya, itu sebabnya kami harus pergi," jawab Twill.
"Yah, sekarang kalian baik-baik saja dan sudah keluar dari distrik. Kalian hendak
ke mana?" "Kami menuju Distrik Tiga Belas," jawan Twill.
"Tiga Belas?" tanyaku. "Tidak ada Distrik Tiga Belas. Sudah lenyap dari peta."
"Tujuh puluh lima tahun lalu," kata Twill.
Bonnie menggeser tongkat kayunya dan meringis.
"Kenapa kakimu?" tanyaku.
"Mata kakiku terkilir. Sepatu botku kebesaran," jawab Bonnie.
Kugigit bibirku. Instingku mengatakan mereka bicara jujur. Dan di balik kejujuran
itu ada banyak informasi yang ingin kudapatkan. Aku melangkah maju dan
mengambil senjata Twill sebelum menurunkan panahku. Sejenak aku ragu-ragu,
teringat pada hari lain di hutan ini, ketika aku dan Gale melihat pesawat ringan
muncul entah dari mana dan menangkap dua pelarian dari Capitol. Anak lelaki
dalam pelarian itu di tombak dan tewas. Gadis berambut merah, yang kutemui lagi
ketika aku berada di Capitol, sudah terpotong lidahnya dan jadi pelayan bisu yang
dikenal dengan sebutan Avox. "Ada yang mengejar kalian?"
"Rasanya tidak. Kami pikir mereka percaya kami tewas dalam ledakan di pabrik,"
jawab Twill. "Hanya berkat kebetulan yang menguntungkan kami tidak tewas."
"Baiklah, mari kita masuk," kataku, mengedikkan kepala ke rumah semen itu. Aku
mengikuti mereka, dengan membawa senjata.
Bonnie langsung berjalan menuju perapian dan berjongkok di depan mantel
Penjaga Perdamaian yang terhampar di depannya. Dia mengulurkan tangan ke arah
api yang berkedip-kedip berasal dari pembakaran sebatang kayu bakar. Kulitnya
sangat pucat seolah-olah tembus cahaya dan aku bisa melihat api berkilau di
kulitnya. Twill berusaha mengatur letak mantel itu, yang pasti merupakan
mantelnya, di tubuh gadis yang menggigil itu.
Galon kaleng dibelah setengah, dan bibir kaleng tampak tidak rata dan berbahaya.
Benda itu berada di atas abu, isinya segenggam rumput pinus yang dididihkam di
dalam air. "Sedang buat teh ya?" tanyaku.
"Sebenarnya kami tidak yakin juga. Aku ingat melihat ada peserta yang melakukan
hal ini sengan rumpun pinus di Hunger Games beberapa tahun lalu. Paling tidak,
menurutku itu rumpun pinus," jawab Twill sambil mengerutkan dahi.
Aku ingat Distrik 8, kota jelek yang bau karena asap industri, orang-orangnya
tinggal di rumah petak yang kumuh. Nyaris tak ada rumput yang terlihat di sana.
Mereka sama sekali tak punya kesempatan untuk mempelajari alam. Dua orang ini
bisa sampai sejauh ini saja sudah merupakan mukjizat.
"Kehabisan makanan?" tanyaku. Bonnie mengangguk. "Kami mengambil apa yang
bisa kami ambil, tapi makanan langka. Belakangan malah sering tidak ada."
Suaranya gemetar meluluhkan sisa pertahananku. Dia cuma gadis kelaparan dan
terluka yang kabur dari kejaran Capitol.
"Kalau begitu, ini hari keberuntungan kalian," kataku, lalu melempar tas berburuku
ke lantai. Di seantero distrik orang-orang kelaparan dan kami masih memiliki lebih
dari cukup. Jadi aku sering membagi-bagikan sedikit makanan. Aku punya
prioritasku sendiri. Keluarga Gale, Greasy Sae, beberapa pedangang Hob yang tak
bisa berdagang lagi. Ibuku punya kesibukan lain lagi, kebanyakan pasienpasiennya yang minta pertolongannya. Pagi ini aku sengaja mengisi tas berburuku
dengan banyak-banyak makanan, tahu bahwa ibuku akan melihat lemari dapur
yang kosong dan mengira aku sedang membagi-bagikan makanan buat mereka
yang kelaparan. Sebenarnya aku sengaja membawa makanan untuk mengulur
waktu pergi ke danau tanpa membuatnya kuatir. Aku berniat mengantar makanan
malam ini ketika kembali, tapi sekarang aku tidak perlu melakukannya.
Dari dalam tas, aku mengeluarkan dua roti hangat dengan lapisan keju yang
dipanggang di atasnya. Sepertinya kami selalu memiliki persediaan roti ini sejak
Peeta tahu aku menyukainya. Kulempar satu roti untuk Twill tapi aku berjalan
menyeberangi ruangan dan menaruh satu roti lagi ke pangkuan Bonnie karena
koordinasi tangan dan matanya masih dipertanyakan saat ini dan aku tidak mau roti
yang k ulempar malah jatuh ke api.
"Oh," kata Bonnie. "Oh, semua ini untukku?"
Sesuatu dalam diriku terasa nyeri ketika aku teringat suara lain. Rue. Di arena.
Ketika aku memberinya potongan paha groosling. "Oh, aku tak pernah makan satu
paha sendirian sebelumnya." Rasa tak percaya dari mereka yang kelaparan kronis.
"Yeah, habiskanlah," kataku. Bonnie memegang roti itu seakan dia tidak percaya
bahwa semua ini sungguhan dan dia menancapkan giginya ke roti itu berkali-kali,
tanpa bisa berhenti. "Lebih enak kalau kau mengunyahnya."
Dia mengangguk, berusaha makan lebih pelan, tapi aku tahu seperti apa rasanya
menahan diri saat kau lapar keroncongan.
"Sepertinya tehmu sudah matang." Kugeser kaleng itu dari abu. Twill
mengeluarkan dua cangkir kaleng dari ranselnya dan aku meninggalkan tehnya di
lantai agar mendingin. Mereka berpelukan, makan, meniup teh mereka, dan
menyesap tehnya sedikit demi sedikit sementara aku membuat api. Aku menunggu
sampai mereka menjilati remah-remah dari jari mereka dan bertanya,
"Jadi bagaimana cerita kalian?" Lalu mereka pun memberitahuku.
Sejak Hunger Games, kegelisahan di Distrik 8 makin meningkat. Tentu saja,
kegelisahan sudah lama terasa di sana, dalam berbagai tingkatannya. Tapi yang
berbeda adalah omongan sudah tidak cukup lagi, dan gagasan untuk mengambil
tindakan sudah berubah dari hanya keinginan menjadi kenyataan. Pabrik-pabrik
tekstil yang melayani Panem berisik dengan bunyi-bunyian mesin, dan keriuhan itu
membuat kabar berita bisa tersebar dengan aman, bisikan di telinga, kata-kata yang
tak terdengar, tak terdeteksi. Twill mengajar di sekolah, Bonnie salah satu
muridnya, dan ketika bel pulanh sekolah berbunyi, mereka bekerja selama empat
belas jam di pabrik yang khusus membuat seragam Penjaga Perdamaian. Perlu
waktu berbulan-bulan bagi Bonnie, yang bekerja di dek pemeriksaan yang dingin,
untuk mengambil dua seragam, sepatu bot, dan celana. Semua itu tadinya untuk
Twill dan suaminya karena mereka paham bahwa setelah pemberontakan penting
bagi mereka untuk membawa kabar tersebut keluar dari Distrik 8 untuk disebarkan
dan agar pemberontakan bisa berhasil.
Hari ketika aku dan Peeta datang dan melakukan Tur Kemenangan sebenarnya
dijadikan semacam ajang latihan. Massa menempatkan diri sesuai dengan tim
mereka, di dekat gedung-gedung yang jadi sasaran ketika pemberontakan pecah.
Itulah rencananya: mengambil alih pusat-pusat kekuatan di kota seperti Gedung
Pengadilan, markas Penjaga Perdamaian, dan Pusat Komunikasi di alun-alun. Dan
tempat-tempat lain di distrik: rel kereta api, lumbung makanan, pusat listrik, dan
gudang senjata. Malam pertunanganku, malam ketika Peeta berlutut dan menyatakan cinta
abadinya untukku di depan semua kamera di Capitol, adalah malam ketika
pemberontakan di mulai. Acara itu ideal buat samaran. Wawancara Tur
Kemenangan kami bersama Caesar Flickerman memberi penduduk Distrik 8 alasan
untuk masih berkeliaran di alun-alun atau beragam tempat di pusat kota untuk
menonton. Biasanya kegiatan semacam itu dianggap terlalu mencurigakan. Tapi
saat itu semua orang sudah berada di posisi pada jam yang telah ditentukan, jam
delapan malam, ketika topeng-topeng dipakai dan semua kehebohan di mulai.
Karena tidak menyangka akan diserang mendadak dan kalah jumlah, awalnya para
Penjaga Perdamaian dikalahkan massa. Pusat Komunikasi, lumbung makanan,
pusat listrik semuanya berhasil diamankan para pemberontak. Ketika Penjaga
Perdamaian jatuh, senjata-senjata dikuasai pemberontak. Ada harapan bahwa ini
bukan cuma tindakan gila yang konyol, bahwa entah bagaimana, jika mereka bisa
menyebarkan berita ke distrik-distrik lain, mereka bisa menggulingkan
pemerintahan Tapi kabar buruk pun tiba. Ribuan Penjaga Perdamaian datang. Pesawat-pesawat
ringan mengebom markas-markas pemberontak hingga hancur jadi debu. Dalam
kekacauan yang berlanjut setelahnya, yang bisa dilakukan penduduk adalah pulang
kerumah dalam keadaan hidup. Hanya butuh waktu kurang dari 48 jam untuk
menguasai kota. Lalu selama seminggu penduduk di penjara dalam distrik. Tidak
ada makanan, tidak ada batu bara, semua orang dilarang meninggalkan rumah.
Satu-satunya saat ketika televisi tidak menampilkan gambar statik adalah ketika
mereka menggantung tersangka penghasut pemberontakan di alun-alun. Lalu pada
suatu malam, ketika seantero distrik berada di ambang kelaparan massal, datang
perintah untuk melanjutkan kegiatan seperti biasa.
Itu artinya sekolah bagi Twill dan Bonnie. Jalanan yang tidak bisa dilalui karena
habis dibom menyebabkan mereka terlambat untuk masuk ke pabrik, jadi mereka
masih berada di ratusan meter jauhnya saat pabrik meledak, menewaskan semua
orang di dalamnya"termasuk suami Twill dan seluruh keluarga Bonnie.
"Pasti ada yang memberi tahu Capitol bahwa gagasan untuk memberontak mulai
dari sini," kata Twill dengan susah payah.
Mereka berdua pulang ke rumah Twill, di sana sudah ada seragam Penjaga
Perdamaian. Mereka mengumpulkan sisa-sisa makanan, mencuri dari tetangga
mereka yang mereka ketahui sudah tewas, dan berhasil menuju stasiun kereta api.
Di gudang dekat rel kereta api, mereka mengganti pakaian dengan seragam
Penjaga Perdamaian, menyamar, dan berhasil naik gerbong penuh kain menuju
Distrik 6. Mereka turun dari kereta api ketika kereta berhenti mengisi bahan bakar
lalu lanjut berjalan kaki. Bersembunyi di dalam hutan, tapi tetap menelusuri jalan
setapak agar tidak tersesat, mereka berhasil tiba di luar Distrik 12 dua hari lalu, dan
di sini mereka harus berhenti karena kaki Bonnie yang terkilir.
"Aku mengerti kalian harus kabur, tapi apa yang kalian harapkan akan temukan di
Distrik Tiga Belas?" tanyaku.
Bonnie dan Twill saling bertukar pandang gelisah.
"Kami sebetulnya tidak yakin," jawab Twill.
"Cuma ada reruntuhan di sana," kataku. "Kita semua pernah lihat tayangannya."
"Itulah. Mereka menggunakan gambar-gambar yang sama dalam tayangan itu
sepanjang yang bisa diingat oleh semua orang di Distrik Delapan," kata Twill.
"Sungguh?" aku berusaha mengingat-ingat gambar-gambar Distrik 13 yang kulihat
di televisi. "Kau tahu mereka selalu memperlihatkan Gedung Pengadilan?" lanjut Twill. Aku
mengangguk. Aku sudah melihatnya ribuan kali. "Kalau kau melihatnya dengan
saksama, kau akan melihatnya. Jauh di sudut kanan atas."
"Lihat apa?" tanyaku.
Twill mengulurkan biskuit dengan lambang burung. "Mockingjay. Hanya sekilas
ketika dia terbang. Burung yang sama."
"Di rumah, kami pikir mereka menggunakan gambar-gambar lama karena Capitol
tidak bisa menggunakan apa yang sesungguhnya ada di sana sekarang," kata
Bonnie. Aku mendengus tidak percaya. "Kalian akan ke Distrik Tiga Belas karena alasan
itu" Gambar burung" Kalian pikir kalian akan menemukan kota baru yang penuh
orang-orang berjalan-jalan di sana" Dan tidak ada masalah bagi Capitol?"
"Tidak," kata Twill bersungguh-sungguh. "Kami pikir orang-orang pindah ke
bawah tanah ketika semua yang di permukaan hancur. Kami pikir mereka berhasil
selamat. Dan kami pikir Capitol membiarkan mereka karena sebelum Masa
Kegelapan itu industri utama Distrik Tiga Belas adalah nuklir."
"Mereka penambang batu granit," kataku. Tapi aku jadi ragu, karena informasi itu
kuperoleh dari Capitol. "Ya, mereka memiliki beberapa tambang kecil. Tapi tidak cukup untuk
menghidupi penduduk sebesar itu. Kupikir, itulah hal yang kita yakini dengan
pasti," ujar Twill. Jantungku berdebar cepat. Bagaimana jika mereka benar" Mungkinkah" Apakah
ada yang lain selain alam liar di sana. Ada tempat yang aman di sana" Jika ada
masyarakat yang terbentuk di Distrik 13, bukankah akan lebih baik pergi ke sana,
dengan kemungkinan aku bisa mencapai sesuatu di sana, bukannya menunggu
kematianku di sini. Tapi... jika ada orang-orang di Distrik 13, dengan senjatasenjata hebat.
"Kenapa mereka tidak membantu kita?" aku bertanya marah. "Jika memang benar,
kenapa mereka membiarkan kita hidup seperti ini" Dengan kelaparan dan
pembunuhan di Hunger Games?" Mendadak aku benci membayangkan kota bawah
tanah di Distrik 13 dan mereka yang cuma duduk-duduk menonton kami mati.
Mereka tidak lebih daripada Capitol.
"Kami tidak tahu," bisik Bonnie. "Saat ini, kami hanya berharap mereka ada."
Perkataannya membuat indra-indraku awas kembali. Ini semua hanya delusi.
Distrik 13 tidak ada karena Capitol takkan pernah membiarkannya ada. Mereka
mungkin salah lihat di tayangan itu. Burung mockingjay bukanlah burung langka
dan mereka juga kuat bertahan hidup. Jika mereka bisa selamat dari pemboman di
Distrik 13, mereka mungkin lebih banyak lagi jumlahnya sekarang.
Bonnie tidak punya rumah. Keluarganya tewas. Kembali ke Distrik 8 atau
bergabung dengan distrik lain tidaklah mungkin. Tentu saja gagasan tentang
Distrik 13 yang merdeka dan berkembang membuatnya tertarik. Aku tidak sanggup
mengatakan padanya bahwa dia mengejar mimpi semu seperti mengejar asap. Aku
sesungguhnya tidak yakin, tapi mereka begitu menyedihkan sehingga aku harus
berusaha membantu. Pertama-tama, aku memberi mereka semua makanan yang ada di ranselku,
kebanyakan berupa gandum dan kacang-kacangan kering, tapi cukup untuk
mengisi perut mereka jika mereka hati-hati. Lalu aku mengajak Twill ke hutan dan
berusaha menjelaskan dasar-dasar berburu padanya. Dia punya senjata yang jika
diperlukan bisa mengubah energi surya menjadi kekuatan cahaya yang mematikan,
jadi senjatanya bisa dipakai tanpa batas waktu. Ketika dia akhirnya berhasil
membunuh tupai pertamanya, hewan malang itu nyaris hancur sampai hangus
karena Twill menembaknya langsung ke tubuhnya. Tapi aku tetap mengajarinya
bagaimana cara menguliti dan membersihkan tupai itu. Dengan sedikit latihan, dia
akan bisa mencari tahu dengan sendiri. Aku memotong dahan pohon baru untuk
Bonnie. Di rumah, aku melepaskan beberapa pasang kaus kaki untuknya,
memberitahunya untuk memasukkan kaus kaki itu di tumit sepatu botnya ketika
berjalan, lalu dipakai pada malam hari di kakinya. Akhirnya aku mengajari mereka
bagaimana membuat api yang benar.
Mereka memohon padaku untuk diberitahu detail keadaan di Distrik 12 dan
kuberitahu mereka tentang hidup di bawah kekuasaan Thread. Aku bisa melihat
bahwa mereka pikir ini bakal jadi informasi penting yang akan mereka bawa pada
siapa pun yang menguasai Distrik 13, dan aku mengikuti permainan mereka agar
tidak menghancurkan harapan mereka. Tapi ketika cahaya mulai temaram, aku
sudah kehabisan waktu untuk menghibur mereka.
"Aku harus pergi sekarang," kataku.
Mereka mengucapkan terima kasih lalu memelukku.
Air mata menetes dari mata Bonnie. "Aku tidak percaya kami benar-benar bisa
bertemu denganmu. Kaulah yang di bicarakan semua orang sejak...."
"Aku tahu. Aku tahu. Sejak aku mengeluarkan buah-buah berry itu," kataku bosan.
Aku nyaris tidak memperhatikan jalan pulang walaupun salju yang basah mulai
turun. Otakku penuh dengan informasi baru tentang pemberontakanbdi Distrik 8
dan kemungkinan yang nyaris tidak mungkin tentang Distrik 13.
Mendengar cerita Bonnie dan Twill menegaskan satu hal: Presiden Snow telah
mempermainkanku. Semua ciuman dan kasih sayang di dunia tidak bisa
menghentikan momentum yang terbangun di Distrik 7. Ya, ketika aku
mengeluarkan buah-buah berry itu percikan mulai timbul, tapi aku tidak bisa
mengontrol apinya. Dia pasti tahu itu. Jadi kenapa dia mengunjungi rumahku,
kenapa dia memerintahkanku untuk membujuk massa dengan cintaku pada Peeta"
Itu semua jelas cuma rencana licik untuk mengalihkan perhatianku dan menjagaku
agar tidak memancing keributan di tengah distrik-distrik lain. Dan tentu saja, untuk
menghibur masyarakat di Capitol. Kurasa pernikahan hanyalah satu cara yang
diperlukan untuk itu. Aku mendekati pagar ketika seekor mockingjay hinggap di dahan dan bernyanyi
padaku. Ketika melihat burung itu, aku sadar aku tidak pernah mendapat
penjelasan lengkap tentang burung di biskuit dan apa artinya.
"Artinya kami berada di pihakmu." Itu yang dikatakan Bonnie. Aku punya orangorang di pihakku" Pihak apa" Apakah tanpa sepengetahuanku aku sudah menjadi
lambang untuk harapan pemberontakan" Jika benar begitu, keadaan pihakku tidak


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlalu bagus. Kau hanya perlu melihat Distrik 8 untuk mengetahuinya.
Kusembunyikan senjata-senjataku di liang pohon di dekat rumah lamaku di Seam
dan berjalan menuju pagar. Aku berlutut dengan satu kaki, bersiap-siap memasuki
Padang Rumput, tapi pikiranku masih disibukkan dengan kejadian hari ini
sehingga seluruh indraku baru tersadar ketika ada pekikan burung hantu.
Dalam cahaya yang semakin temaram, rantai pagar tampak tak berbahaya seperti
biasa. Tapi aku menarik tanganku dari pagar ketika mendengar bunyi, bunyinya
seperti desingan pohon penuh tawon penjejak, menunjukkan bahwa pagar itu
dialiri listrik. Bab 11 AKU otomatis berdiri dan bergegas bersembunyi di pepohonan. Kututup mulutku
dengan sarung tangan untuk menyebar uap putih napasku karena udara yang
dingin. Adrenalin mengalir dalam diriku, menghapus semua kekuatiran hari itu
dari benakku ketika aku memusatkan perhatian pada ancaman yang ada di
hadapanku. Apa yang terjadi" Apakah Thread menyalakan listrik di pagar untuk
tambahan kemanan" Atau apakah entah bagaimana dia tahu aku kabur dari
jaringnya hari ini" Apakah dia bertekad untuk membiarkanku terjebak di luar
Distrik 12 sampai dia bisa menangkap dan menahanku" Menyeretku ke alun-alun
lalu dipenjara di benteng atau dicambuk atau digantung"
Tenang, aku memerintahkan diriku sendiri. Ini bukan pertama kalinya aku terjebak
di luar pagar bertegangan listrik. Aku pernah mengalaminya beberapa kali selama
beberapa tahun terakhir, tapi Gale selalu bersamaku. Kami berdua tinggal mencari
pohon yang nyaman untuk dipanjat sampai listrik mati, yang pada akhirnya pasti
dimatikan. Kalau aku terlambat pulang, Prim biasa pergi ke Padang Rumput untuk
memeriksa apakah pagar dialiri listrik, agar ibuku tidak kuatir.
Tapi hari ini keluargaku tak membayangkan aku ada di hutan. Aku bahkan sudah
mengambil beberapa langkah untuk menutupi tindakanku. Jadi kalau aku tidak
pulang, mereka pasti bakal kuatir. Dan bagian dari diriku yang juga kuatir karena
aku tidak yakin apakah semua ini cuma kebetulan, listrik dinyalakan pada hari
ketika aku ke hutan. Kupikir tak ada seorang pun yang tahu aku menyelinap di
bawah pagar, tapi siapa tahu" Selalu ada orang yang melaporkan bahwa Gale
menjadi mata-mata. Orang yang melaporkan bahwa Gale menciumku di tempat itu.
Namun, itu terjadi ketika hari masih terang dan sebelum aku lebih berhati-hati
terhadap tingkah lakuku. Apakah ada kamera-kamera pengawas" Aku bertanyatanya tentang ini sebelumnya. Hari sudah gelap ketika aku meringkuk dan wajahku
terbungkus scraft. Tapi daftar tersangka yang kemungkinan besar menerobos ke
hutan mungkin sangat pendek.
Mataku mengawasi pepohonan, melewati pagar, memandangi Padang Rumput.
Aku hanya bisa melihat salju basah yang berkilau di sana-sini tertimpa cahaya dari
jendela-jendela di ujung Seam. Tidak tampak tanda-tanda keberadaan Penjaga
Perdamaian, tidak ada tanda-tanda bahwa aku sedang diburu. Entah Thread tahu
atau tidak aku meninggalkan distrik hari ini, aku sadar tujuan tindakanku
selanjutnya tetap sama: kembali ke balik pagar tanpa terlihat dan berpura-pura
seolah-olah aku tak pernah pergi.
Bila pagar atau kawat berduri yang ada di atas pagar itu tersentuh, artinya si
penyentuh akan langsung tersetrum. Kupikir aku tidak bisa bersembunyi di bawah
pagar tanpa ketahuan, lagi pula tanah dalam keadaan keras membeku. Aku hanya
punya satu pilihan. Entah bagaimana aku harus melakukannya.
Aku mulai berjalan menyusuri barisan pepohonan, mencari pohon yang dahannya
cukup tinggi dan panjang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanku. Setelah
berjalan sekitar satu mil, aku menemuka pohon maple tua yang sepertinya bisa
kupakai. Tetapi dahannya terlalu lebar dan es yang licin menutupi dahan-dahan
yang rendah. Aku memanjat pohon yang ada di dekatnya dan melompat ke pohon
maple, nyaris kehilangan keseimbangan ketika memegang kulit kayu yang licin.
Tapi aku berhasil berpegangan dan perlahan-lahan merayap di atas dahan pohon
yang menggantung di atas kawat berduri.
Ketika aku memandang ke bawah, aku ingat kenapa aku dan Gale selalu menunggu
di hutan bukannya mencoba melewati pagar itu. Berada cukup tinggi agar tidak
terpanggang hidup-hidup artinya berada sekitar tujuh meter tingginya.
Kuperkirakan dahanku sekarang tingginya delapan meter. Berbahaya jatuh dari
ketinggian ini, bahkan untuk orang yang sudah terlatih bertahun-tahun di
pepohonan. Tapi pilihan apa yang kumiliki" Aku bisa mencari dahan pohon yang
lain, tapi sudah hampir gelap total sekarang. Salju yang jatuh akan menghalangi
cahaya bulan. Paling tidak, di sini, aku bisa melihat tumpukan salju yang bisa jadi
alas jatuhku. Bahkan jika aku bisa menemukan dahan lain, dan aku tidak yakin bisa
menemukannya, siapa tahu ke mana aku akan jatuh" Aku menggantung tas
berburuku yang sudah kosong di sekitar leher dan perlahan-lahan menurunkan
diriku sampai aku cuma berpegangan dengan kedua tanganku. Lalu aku
melepaskan pegangan jemariku.
Aku merasakan sensasi jatuh, lalu aku menghantam tanah dengan sentakan yang
telak di tulang belakangku. Sedetik kemudian, bokongku menghantam tanah. Aku
berbaring di atas salju, berusaha memikirkan kerusakan apa yang terjadi. Tanpa
berdiri, aku tahu aku terluka karena aku merasakan sakit di tumit kiri dan tulang
ekorku. Kuharap cuma memar, tapi ketika aku memaksa diri berdiri, kurasa aku
bagian yang patah. Tapi aku masih bisa berjalan, jadi aku terus bergerak, berusaha
menyembunyikan kakiku yang pincang sebaik mungkin.
Prim dan ibuku tidak boleh tahu aku berada di hutan. Aku harus memikirkan
semacam alibi, yang paling tidak masuk akal sekalipun. Beberapa toko di alun-alun
masih buka, jadi aku masuk ke salah satu roko dan membeli kain putih untuk
perban. Lagi pula persediaan kami sudah menipis. Di toko lain, aku membeli
sekantong permen untuk Prim. Kumasukkan sebutir permen ke mulutku,
merasakan peppermint meleleh di lidahku, dan aku baru sadar bahwa ini makanan
pertama yang kumakan hari ini. Aku tadinya berniat mencari makanan di danau,
tapi setelah melihat kondisi Twill dan Bonnie, rasanya salah mengambil sesuap
makanan dari mereka. Pada saat aku tiba di rumah, tumit kiriku sudah tidak sanggup menahan berat
badanku. Kuputuskan untuk memberitahu ibuku bahwa aku berusaha menambal
atap bocor di rumah lama kami dan terpeleset. Untuk makanan yang hilang, aku
tidak perlu menyebutkan dengan jelas siapa saja yang kuberi makanan. Aku
menyeret tubuhku ke depan pintu, siap untuk roboh di depan perapian. Tapi
malahan aku menemukan kejutan lain.
Dua Penjaga Perdamaian, seorang Pria dan wanita, berdiri di ambang pintu dapur
kami. Si wanita tetap tenang, tapi aku melihat sepercik keterkejutan di wajah si
pria. Mereka tidak menyangka aku bakal datang. Mereka tahu aku berada di hutan
dan seharusnya aku terperangkap di luar sekarang.
"Halo," sapaku dengan suara netral.
Ibuku muncul di belakang mereka, tapi tetap menjaga jarak.
"Itu dia, tepat waktunya untuk makan malam," kata ibuku agak terlalu ceria. Aku
sudah terlambat untuk makan malam.
Aku berpikir ingin melepaskan sepatu botku seperti yang biasa kulakukan tapi aku
tidak yakin aku bisa melakukannya tanpa membuka luka-lukaku. Aku cuma
membuka tudung kepalaku dan mengguncang-guncang salju dari rambutku.
"Bisa kubantu?" aku bertanya pada para Penjaga Perdamaian.
"Kepala Penjaga Perdamaian Thread mengirim kami dengan pesan untukmu," kata
si wanita. "Mereka sudah menunggu berjam-jam," imbuh ibuku.
Mereka menungguku tidak kembali. Menegaskan bahwa aku tersetrum di pagar
atau terperangkap di hutan, jadi mereka bisa membawa keluargaku untuk
diinterogasi. "Pasti pesan yang sangat penting," kataku.
"Boleh kami tanya di mana Anda berada hari ini, Miss Everdeen?" tanya si wanita.
"Lebih mudah menanyakan ke mana aku tidak berada," tanyaku dengan gaya
kelelahan. Aku berjalan menuju dapur, memaksa kakiku berjalan normal meskipun
setiap langkah terasa menyakitkan. Aku berjalan melewati antara dua Penjaga
Perdamaian itu dan tiba di meja dengan selamat. Aku menaruh tasku dan
memandang Prim, yang berdiri kaku di dekat perapian. Haymitch dan Peeta juga
ada di sana, duduk di kursi goyang sambil bermain catur. Apakah mereka juga ke
sini karena kebetulan atau "diundang" oleh para Penjaga Perdamaian" Apa pun
alasannya, aku senang melihat mereka.
"Jadi ke mana saja kau?" tanya Haymitch dengan nada bosan.
"Yah, aku belum sempat bicara dengan Pak Kambing untuk membuat kambing
Prim bunting, karena ada yang memberi informasi gawur tentang lokasi tempat
tinggalnya," kataku pada Prim dengan penuh simpati.
"Tidak," sahut Prim. "Aku sudah memberitahumu di mana tempatnya."
"Kaubilang dia tinggal di samping pintu barat tambang," kataku
"Pintu masuk timur," kata Prim mengoreksiku.
"Kaubilang barat, karena setelah itu aku bertanya, 'Di sebelah tumpukan sisa
tambang"' dan kau bilang, 'Yeah.'" kataku.
"Tumpukan sisa tambang di sebelah pintu timur," kata Prim dengan sabar.
"Bukan. Kapan kaubilang begitu?" tanyaku.
"Tadi malam," Haymitch ikutan bicara.
"Aku yakin timur," tambah Peeta. Dia memandang Haymitch lalu tertawa. Aku
mendelik pada Peeta dan berusaha tampak menyesal. "Maaf, tapi itu yang sering
kukatakan. Kau tidak dengar saat orang bicara padamu."
"Aku berani taruhan orang-orang bilang padamu kau tidak mendengarnya lagi,"
kata Haymitch. "Diam, Haymitch," kataku, jelas menunjukkan bahwa dia benar.
Haymitch dan Peeta tertawa terbahak-bahak sementara Prim hanya tersenyum.
"Baik. Biar orang lain yang mengatur bagaimana cara membuntingi kambing tolol
itu," kataku, dan membuatku tertawa makin geli. Dan kupikir, Inilah sebabnya
mereka bisa sampai sejauh ini. Haymitch dan Peeta. Tak ada yang bisa
menggagalkan mereka. Aku memandang dua Penjaga Perdamaian itu. Yang pria tersenyum, tapi yang
wanita masih tidak yakin.
"Apa isi tasmu"' tanya si wanita ketus.
Aku tahu dia berharap aku membawa binatang buruang atau tumbuhan liar.
Sesuatu yang jelas akan membuatku bersalah. Kutumpahkan semua isi tasku ke
atas meja. "Lihat saja sendiri."
"Oh, baguslah," kata ibuku ketika melihat kain perban. "Persediaan kita tinggal
sedikit." Peeta menghampiri meja dan membuka kantong permen. "Oh, peppermint,"
katanya, lalu memasukkan permen itu ke mulut.
"Ini punyaku." Kuulurkan tangan berusaha merebut kantong itu. Dia
melemparkannya ke Haymitch yang memasukkan segenggam permen ke mulutnya
sebelum menyerahkan kantong permennya pada Prim yang sedang tertawa geli.
"Kalian semua tidak layak mendapat permen!" kataku.
"Apa, karena kami benar?" Peeta memelukku.
Aku memekik kecil kesakitan ketika tulang ekorku menolak kena sentuhan. Aku
berusaha membuat pekikanku seperti suara tidak senang, tapi aku bisa melihat di
mata Peeta bahwa di tahu aku terluka. "Oke, Prim bilang barat aku samar-samar
juga dengar barat. Dan kita semua idiot. Bagaimana?"
"Lebih baik," jawabku, dan aku menerima ciumannya. Lalu aku memandang dua
orang Penjaga Perdamaian itu seakan mendadak teringat bahwa mereka ada di
sana. "Kalian punya pesan untukku?"
"Dari Kepala Penjaga Perdamaian Thread," jawab si wanita. "Dia ingin kau tahu
bahwa pagar yang mengelilingi Distrik Dua Belas sekarang sudah dialiri listrik
selama dua puluh empat jam sehari."
"Bukannya sudah sejak dulu ya?" tanyaku, sedikit terlalu lugu.
"Beliau pikir kau mungkin tertarik memberi informasi ini pada sepupumu," kata si
wanita. "Terima kasih. Aku akan memberitahunya. Aku yakin kita semua bisa tidur lebih
nyenyak setelah keamanan sudah membereskan penyelewengan itu." Aku tahu aku
keterlaluan, tapi komentar itu memberiku kepuasan.
Rahang wanita itu menegang. Semua ini tidak seperti yang direncanakannya, tapi
dia tidak mendapat perintah lain. Dia mengangguk lalu pergi, si lelaki mengikuti di
belakangnya. Ketika ibuku mengunci pintu sehabis mereka pergi, aku langsung
terpuruk di meja. "Ada apa?" tanya Peeta, memegangiku agar tidak jatuh.
"Oh, kaki kiriku terbentur. Tumitnya. Dan tulang ekorku juga mengalami hari yang
buruk." Peeta membantuku berjalan ke arah kursi goyang dan mendudukkanku di
bantalan kursi. Ibuku melepaakan sepatu botku. "Apa yang terjadi?"
"Aku terpeleset dan jatuh," jawabku. Empat pasang mata memandangku tak
percaya. "Di atas es."
Tapi kami tahu bahwa rumah ini pasti sudah di sadap dan tidak aman bicara secara
terbuka di sini. Bukan di sini, dan bukan sekarang saatnya.
Setelah melepaskan kaus kakiku, jemari ibuku mulai merabai tulang di tumit kaki
kiriku lalu aku mengernyit kesakitan.
"Kemungkinan ada yang patah," kata ibuku. Kemudian dia memeriksa kakiku yang
satu lagi. "Yang ini tampaknya tidak apa-apa."
Dia juga mengatakan bahwa tulang ekorku memar parah.
Prim diperintahkan mengambil piama dan jubah tidurku. Setelah selesai berganti
pakaian, ibuku membuatkan kompres es untuk tumit kiriku lalu mengikatkannya di
atas bantalan kaki. Aku makan tiga mangkuk daging rebus dan setengah bongkah
roti sementara yang lain makan di meja makan. Aku memandang api, memikirkan
Bonnir dan Twill, berharap salju yang deras dan basah kini sudah menghapus jejak
kakiku. Prim datang dan duduk di lantai di sampingku, menyandarkan kepalanya di
lututku. Kami mengisap permen peppermint sementara tanganku merapikan
rambut pirangnya yang halus ke belakang telinga.
"Bagaimana sekolahmu?" tanyaku.
"Baik. Kami belajar tentang hasil sampingan batu bara," jawabnya. Kami
memandangi api selama beberapa saat. "Apakah kau akan mencoba gaun
pengantinmu?" "Malam ini tidak. Mungkin besok," kataku.
"Tunggu sampai aku dirumah, oke?" kata Prim.
"Tentu." Jika mereka tidak menangkapku lebih dulu.
Ibuku memberiku teh chamomile yang dibubuhi sirup tidur dan mataku langsung
berat. Ibuku membungkus kakiku yang luka, dan Peeta dengan sukarela
membawaku ke tempat tidur. Awalnya aku bersandar di bahunya, tapi langkahku
goyah sehingga Peeta langsung mengangkatku dan menggendonku ke atas. Dia
menyelimutiku dan mengucapkan selamat malam tapi aku sempat memegang
tangannya dan menahannya agar tidak pergi. Efek samping dari sirup tidur adalah
obat ini membuat orang tidak lagi menahan diri, seperti habis minum-minuman
keras, dan aku tahu aku harus mengendalikan lidahku. Tapi aku tidak mau dia
pergi. Sesungguhnya, aku ingin dia naik ke ranjang di sampingku, berada di sini
ketika mimpi buruk menghantam lagi malam ini. Entah karena alasan yang tak
dapat kupahami, aku tahu aku tidak boleh memintanya melakukan itu.
"Jangan pergi dulu. Tunggu aku tidur," kataku.
Peeta duduk di samping ranjang, menghangatkan tanganku dalam tangkupan kedua
tangannya. "Aku hampir mengira kau berubah pikiran hari ini. Ketika kau
terlambat makan malam."
Pikiranku agak berkabut tapi aku bisa menerka maksudnya. Dengan urusan pagar
dan aku terlambat pulang dan Penjaga Perdamaian menungguku, dia pikir aku
sudah lari dari distrik, mungkin bersama Gale.
"Tidak, aku sudah bilang padamu," kataku. Kutarik tangannya ke atas dan
kusandarkan pipiku di punggung tangan Peeta. Aku bisa menghirup aroma kayu
manis dan dill dari roti yang pasti dia panggang hari ini. Aku ingin
memberitahunya tentang Twill dan Bonnie serta pemberontakan yang terjadi, juga
fantasi tentang Distrik 13, tapi keadaan tidak aman dan aku bisa merasakan diriku
perlahan-lahan hanyut ke dalam tidur, jadi aku hanya bisa mengucapkan satu
kalimat. "Tetaplah bersamaku."
Ketika sirup tidur membuatku nyaris pulas, aku mendengarnya berbisik di
telingaku, tapi aku tidak bisa benar-benar mendengarnya.
Ibuku membiarkanku tidur sampai tengah hari, lalu membangunkanku untuk
memeriksa keadaan tumitku. Aku diperintahkan untuk istirahat seminggu di
ranjang dan aku tidak protes karena aku merasa buruk. Bukan hanya tumit dan
tulang ekorku. Seluruh tubuhku sakit karena kecapekan. Jadi aku membiarkan
ibuku jadi dokterku dan menyuapiku sarapan di ranjang tiap hari dan
menambahkan selimut untuk menyelimutiku. Aku cuma berbaring di ranjang,
memandang langit musim dingin di luar jendela, memikirkan bagaimana semua ini
akan berakhir. Aku banyak memikirkan Bonnie dan Twill, serta tumpukan gaun
pengantin putih di bawah, juga memikirkan apakah Thread berhasil mengetahui
bagaimana caraku masuk lagi ke distrik dan menangkapku. Lucu sebenarnya,
karena dia bisa saja langsung menangkapku berdasarkan tindakan-tindakan
kriminalku di masa lalu, tapi mungkin dia harus punya bukti-bukti yang tak
terbantahkan jika ingin menangkapku, karena sekarang aku pemenang. Aku juga
bertanya-tanya apakah Presiden Snow menjalin kontak dengan Thread. Menurutku
kecil kemungkinan Presiden Snow bahkan menyadari kehadiran Cray dulu yang
jadi kepala, tapi sekarang setelah aku jadi masalah nasional, apakah dia memberi
instruksi pada Thread tentang apa yang harus dilakukannya" Atau apakah Thread


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertindak sendiri" Apa pun alasannya, aku yakin mereka berdua sepakat untuk
memenjarakanku di dalam distrik dengan pagar itu. Bahkan jika aku bisa
memikirkan cara untuk meloloskan diri"mungkin dengan tali memanjat pohon
maple itu lalu turun"tidak mungkin aku bisa kabur membawa keluarga dan
sahabat-sahabatku sekarang. Lagi pula, aku sudah memberitahu Gale bahwa aku
akan tinggal dan berjuang.
Selama beberapa hari berikutnya, aku terlonjak setiap kali mendengar ketukan di
pintu. Namun tak ada satu pun Penjaga Perdamaian yang datang dan
menangkapku, sehingga aku akhirnya bisa mulai rileks. Secara sambil lalu Peeta
memberitahuku bahwa listrik di beberapa bagian pagar karena para petugas
mengamankan bagian-bagian di bawah pagar yang ada di atas tanah. Thread pasti
berpikir entah bagaimana aku bisa menyusup dari bawah pagar, bahkan dengan
aliran listrik mematikan di atasnya. Kegiatan ini memberikan sedikit kebebasan
bagi penduduk karena para Penjaga Perdamaian sibuk melakukan kegiatan lain
selain menyiksa penduduk.
Peeta datang setiap hari membawakanku roti keju dan mulai membantuku
mengerjakan buku keluarga. Ini adalah kebiasaan lama, membuat buku dari
perkamen dan kulit. Beberapa ahli herbal dari silsilah keturunan ibuku yang
memulainya bertahun-tahun lalu. Buku ini terdiri atas halaman demi halaman
gambar tumbuhan lengkap deskripsi kegunaan medisnya. Ayahku menambahkan
bagian berisi tumbuh-tumbuhan yang bisa di makan, dan itu jadi buku panduanku
untuk bertahan hidup setelah ayahku tiada. Sudah lama aku ingin mencatatkan
pengetahuanku di dalam buku itu. Berbagai hal yang kupelajari dari pengalaman
atau dari Gale, serta informasi yang kuperoleh ketika aku dilatih untuk Hunger
Games. Aku tidak melakukannya karena aku tidak pandai menggambar padahal
penting sekali gambar-gambar itu dibuat dengan detail setepatnya. Bagian ini jadi
urusan Peeta. Dia sudah mengenali sebagian tumbuhannya, yang lain berupa
sampel tanaman kering, dan lainnya harus kudeskripsikan padanya. Dia membuat
sketsa di kertas coretan sampai aku puas dengan hasilnya, lalu aku membiarkannya
menggambar ulang di buku. Setelah itu, dengan hati-hati aku menuliskan segala
yang kuketahui tentang tumbuhan tersebut.
Ini adalah pekerjaan yang tenang dan menguras konsentrasi sehingga membuatku
melupakan berbagai masalahku. Aku senang mengamati kedua tangan Peeta ketika
dia bekerja, menghasilkan satu gambar yang muncul dari kertas kosong dengan
goresan-goresan tinta, menambahkan sentuhan-sentuhan warna di buku kami yang
sebelumnya berwarna hitam dan kekuningan. Ada ekspresi khusus di wajahnya
ketika dia berkonsentrasi. Wajahnya yang biasa santai digantikan ekspresi yang
lebih tegang dan berjarak seolah seluruh dunia terkunci rapat dalam dirinya.
Sesekali aku melihatnya seperti ini: di arena, atau ketika dia bicara di depan umum,
atau ketika dia mendorong senjata Penjaga Perdamaian dariku di Distrik 11. Aku
tidak tahu bagaimana mengartikan ekspresi itu. Aku juga tidak bisa melepaskan
pandanganku dari bulu matanya, yang biasanya tidak kuperhatikan karena
warnanya yang pirang. Tapi dari jarak sedekat ini, dengan cahayau menerobos
masuk dari jendrla, bulu matanya berwarna keemasan dan sekian lama aku berpikir
bagaimana cara bulu mata itu tidak membelit ketika dia berkedip.
Suatu sore Peeta berhenti membuat bayangan pada bunga yang mekar lalu
mendadak mendongak sampai-sampai aku kaget, seolah aku tertangkap basah
sedang memata-matainya, yang mungkin anehnya itulah yang sedang kulakukan.
Tapi Peeta hanya berkata, "Kau tahu, kurasa ini pertama kalinya kita melakukan
kegiatan normal bersama."
"Yeah," aku sependapat. Seluruh hubungan kami dinodai oleh Hunger Games.
Normal tidak pernah jadi bagian dari hubunganku dan Peeta. "Menyenangkan juga
ya." Setiap sore Peeta menggendongku ke bawa agar bisa berganti pemandangan dan
aku membuat semua orang terkesima dengan menyalakan televisi. Biasanya kami
hanya menonton televisi karena diharuskan, karena campuran propaganda dan
pamer kekuasaan Capitol"termasuk potongan-potongan gambar selama 74 tahun
Hunger Games"semuanya tampak menjijikkan. Burung mockingjay yang jadi
dasar harapan Bonnie dan Twill. Aku tahu mungkin ini konyol, tapi jika memang
benar, aku ingin menghilangkannya. Dan menghapus gagasan bahwa ada Distrik
13 yang berjuang dari benakku selamanya.
Pertama kali aku melihat di berita tayangan tentang Masa Kegelapan. Aku melihat
sisa-sisa Gedung Pengadilan yang masih mengepulkan asap di Distrik 13 dan
melihat sekilas sayap mockingjay hitam-putih di ujung kanan atas layar televisi.
Tapi itu tidak membuktikan apa-apa. Itu hanya rekaman lama yang diceritakan
dengan kisah lama. Namun, beberapa hari kemudian, ada yang menarik perhatianku. Penyiar
membacakan berita tentang kurangnya bahan baku grafit memengaruhi produksi
yang dihasilkan di Distrik 3. Berita kemudian berpindah ke tayangan langsung
seorang reporter wanita yang memakai pakaian pelindung, berdiri di reruntuhan
Gedung Pengadilan di Distrik 13. Dengan memakai masker, dia melaporkan bahwa
sayangnya penelitian hari ini menyatakan bahwa tambang-tambang di Distrik 13
masih terlalu beracun untuk didekati. Berita terakhir. Tapi sebelum mereka
kembali menayangkan wajah penyiar, aku melihat sayap burung mockingjay yang
sama. Reporter itu ternyata cuma ditempelkan ke tayangan lama. Dia bahkan tidak berada
di Distrik 13. Dan aku pun jadi bertanya, apa yang ada di Distrik 13"
Bab 12 AKU jadi sulit berdiam diri di kamar setelah menyadari kenyataan itu. Aku ingin
melakukan sesuatu, mengetahui lebih banyak tentang Distrik 13 atau membantu
perjuangan menjatuhkan Capitol. Tapi malahan aku cuma duduk kekenyangan
makan roti keju dan melihat Peeta membuat sketsa. Haymitch sesekali mampir
untuk membawakanku berita dari kota, yang selalu merupakan kabar buruk. Makin
banyak orang yang dihukum atau sakit karena kelaparan.Musim dingin sudah
berlalu ketika kakiku sudah bisa digunakan dengan normal lagi. Ibuku menyeruhku
melakukan beberapa latihan dan mengizinkanku berjalan-jalan sedikit. Suatu
malam aku tidur, bertekad untuk pergi ke kota keesokan paginya, tapi ketika
terbangun aku melihat Venia, Octavia, dan Flavius sedang nyengir memandangku.
"Kejutan!" pekik mereka. "Kami datang lebih awal!"
Setelah wajahku kena sabetan cambuk, Haymitch mengatur kunjungan mereka
agar diundur beberapa bulan kemudian agar wajahku punya kesempatan untuk
sembuh. Aku mengira mereka akan datang tiga minggu lagi. Tapi aku berusaha
berakting gembira karena foto pengantinku tiba juga. Ibuku menggantung semua
pakaian untukku, agar siap digunakan, tapi sejujurnya, aku belum mencoba satu
pun.Setelah histeria biasa tentang kecantikanku yang memudar, mereka langsung
bekerja. Kecemasan terbesar mereka adalah wajahku, walaupun menurut ibuku
sudah melakukan pekerjaan luar biasa dalam menyembuhkannya. Hanya tinggal
garis merah muda pucat di atas tulang pipiku. Cambukan itu bukan berita umum,
jadi kuberitahu mereka bahwa aku terpeleset di atas es dan pipku terluka. Lalu aku
ingat itu juga yang jadi alasan kenapa kakiku terluka, sehingga aku tidak bisa
berjalan dengan sepatu hak tinggi. Tapi Flavius, Octavia, dan Venia bukan tipe
yang mudah curiga, jadi aku aman.Karena aku hanya perlu tampak tak berbulu
selama beberapa jam bukannya beberapa minggu, aku hanya perlu dicukur
bukannya di-wax. Aku masih terus direndam di dalam sejenis cairan, tapi tidak
busuk baunya dan tidak lama kemudian rambutku sudah ditata dan wajahku sudah
dirias. Seperti biasa, semua ini dilakukan sambil bergosip, dan aku biasanya
melakukan yang terbaik untuk tampak tertarik. Tapi Octavia mengucapkan sesuatu
yang menarik perhatianku. Cuma omongan sambil lalu, sebenarnya, bahwa dia
tidak bisa mendapat udang untuk pesta, tapi omongan itu menggangguku.
"Kenapa kau tidak bisa mendapatkan udang" Sedang tidak musim?" tanyaku.
"Oh, Katniss, sudah berminggu-minggu kami tidak bisa mendapat makanan laut!"
kata Octavia. "Kau tahu, karena cuaca yang amat buruk di Distrik Empat."
Pikiranku sedang bekerja. Tidak ada makanan laut. Selama berminggu-minggu.
Dari Distrik 4. Kemarahan yang tidak ditutupi di wajah massa selama Tur
Kemenangan. Dan mendadak aku amat yakin bahwa Distrik 4 telah memberontak.
Aku mulai bertanya pada mereka secara sambil lalu barang-barang apa saja yang
sulit mereka peroleh karena musim dingin yang buruk ini. Mereka tidak terbiasa
tidak memperoleh apa yang mereka inginkan, jadi sedikit gangguan pada
persediaan akan memengaruhi mereka. Pada saat aku siap memakai pakaian,
keluhan-keluhan mereka tentang sulitnya memperoleh beberapa produk"dari
daging kepiting sampai kepingan musik dan pita"membuatku bisa
memperkirakan distrik-distrik mana saja yang sudah melakukan pemberontakan.
Makanan laut dari Distrik 4. Peralatan elektronik dari Distrik 3. Dan, tentu saja
kain dari Distrik 8. Pemikiran tentang pemberontakan yang menyebar luas
membuatku bergetar ketakutan dan gembira.Aku ingin bertanya lebih banyak lagi
pada mereka, tapi Cinna datang memelukku dan memeriksa riasanku. Perhatiannya
langsung tertuju pada bekas luka di pipiku. Entah bagaimana aku merasa dia tidak
percaya pada cerita terpeleset-di-es, tapi dia tidak mempertanyakannya. Dia hanya
memperbaiki bedak di wajahku, dan sisa bekas luka yang masih terlihat pun
lenyap.Di lantai bawah, ruang tamu sudah dibersihkan dan lampu disiapkan untuk
pemotretan. Effie tampak senang bisa memerintah semua orang, memastikan kami
tetap berada dalam jadwal. Mungkin itu bagus, karena ada enam gaun yang
berbeda, mulai hiasan kepala, sepatu, sampai perhiasan, juga tata rambut, riasan
wajah, tata letak, dan pencahayaan. Renda warna krem, sepatu pink, dan rambut
yang dibuat ikal-ikal kecil. Satin warna gading, tato-tato emas, dan tanaman hijau.
Deretan berlian, kerudung bertahtakan permata, dan cahaya bulan. Sutra putih
berat, bagian lengan yang jatuh dari pergelangan tangan sampai lantai, dan
mutiara-mutiara. Setelah satu hasil pemotretan disetujui, kami segera bersiap
melakukan pemotretan selanjutnya. Aku merasa seperti adonan roti, yang diuleni
dan dibentuk lagi dan lagi. Ibuku berhasil menyuapiku potongan-potongan
makanan dan memberiku teh sementara mereka mengerjaiku, tapi pada saat
pemotretan selesai, aku sudah kelaparan dan kelelahan. Aku berharap bisa
menghabiskan waktu bersama Cinna sekarang, tapi Effie menyuruh semua orang
keluar dan aku rerpaksa harus puas dengan janji menelponnya.Setelah malam tiba
dan kakiku sakit setengah mati karena segala sepatu edan yang harus kupakai tadi,
jadi aku membatalkan niat untuk pergi ke kota. Aku naik ke kamar dan
membersihkan lapisan demi lapisan riasan di wajahku, pelembap, dan pewarna lalu
turun untuk mengeringkan rambutku di dekat perapian. Prim, yang pulang dari
sekolah tepat waktunya untuk melihat dua gaun terakhir yang kupakai, sedang
bicara dengan ibuku tentang gaun-gaun itu. Mereka berdua tampak amat gembira
dengan pemotretan tadi. Ketika aku tidur, aku sadar itu itu karena mereka berpikir
bahwa aku aman. Bahwa Capitol sudah memaafkan campur tanganku dengan
cambukan itu, karena tak ada seorang pun yang mau repot-repot dan mengeluarkan
begitu banyak biaya untuk orang yang ingin mereka bunuh. Yang benar saja.Dalam
mimpi burukku, aku mengenakan gaun pengantin sutra, tapi sudah robek-robek
dan kotor kena lumpur. Bagian lengannya yang panjang terus-menerus kena duriduri dan ranting-ranting pohon. Gerombolan peserta yang jadi mutan makin dekat
mengejar hingga salah satunya berada di atasku menghembuskan napas panas dan
taring yang meneteskan liur hingga aku menjerit terbangun.
Sudah hampir pagi jadi aku tidak merasa perlu sudah payah berusaha lagi. Lagi
pula, hari ini aku benar-benar perlu keluar dan bicara dengan seseorang. Gale
takkan bisa dicari di tambang. Tapi aku butuh Haymitch atau Peeta atau siapa pun
yang bisa diajak berbagi beban atas segala yang terjadi padaku sejak aku pergi ke
danau. Buronan yang melarikan diri, pagar-pagar yang dialiri listrik, Distrik 13
yang merdeka, kekurang produk di Capitol. Segalanya. Aku makan pagi bersama
ibuku dan Prim lalu keluar mencari orang yang bisa kuajak berbagi rahasia. Udara
terasa hangat mengandung tanda-tanda tibanya musim semi. Kupikir musim semi
akan jadi waktu yang bagus untuk pemberontakan. Semua orang tidak merasa
terlalu rentan setelah musim dingin berlalu. Peeta tak ada di rumah. Kurasa dia
sudah pergi ke kota. Aku kaget melihat Haymitch sudah bergerak di dapurnya
sepagi ini. Aku berjalan masuk ke rumahnya tanpa mengetuk pintu. Aku bisa
mendengar Hazelle di atas, menyapu lantai di rumah yang kini sudah bersih
mengilap. Haymitch tidak dalam kondisi teler, tapi dia juga tidak kelihatan terlalu
mantap. Kurasa desas-desus tentang Ripper yang sudah berdagang lagi sepertinya
benar. Kupikir mungkin sebaiknya kubiarkan Haymitch tidur, tapi dia
menyarankan agar kami berjalan menuju kota. Aku dan Haymitch sekarang bisa
bicara dalam bahasa sandi. Dalam beberapa menit aku sudah memberitahukan
segalanya pada Haymitch dan dia juga memberitahuku adanya desas-desus tentang
pemberontakan di Distrik 7 dan 11. Jika tebakan-tebakanku benar, ini berarti
hampir setengah distrik yang ada sudah mencoba memberontak.
"Kau masih berpikir kita takkan berhasil di sini?" tanyaku."Belum saatnya. Distrikdistrik yang lain itu jauh lebih besar. Bahkan jika setengah dari penduduk mereka
berlindung di rumah masing-masing, para pemberontak masih punya kesempatan
menang. Di dua belas ini, kita harus bergerak semua atau tidak sama sekali,"
katanya. Aku tidak memikirkan itu. Betapa kami kurang jumlah penduduk untuk menambah
kekuatan kami. "Tapi mungkin pada titik-titik tertentu kita unggul?"
"Mungkin. Tapi kita kecil, kita lemah, dan kita tidak menghasilkan senjata nuklir,"
jawab Haymitch dengan sedikit nada sarkastik. Dia tidak terlalu gembira
mendengar ceritaku tentang Distrik 13.
"Menurutmu apa yang bakal mereka lakukan, Haymitch" Pada distrik-distrik yang
memberontak?" tanyaku.
"Yah, kudengar apa yang mereka lakukan di Delapan. Kau sudah melihat apa yang
mereka lakukan di sini, dan itu tanpa provokasi dari kita," kata Haymitch. "Jika
keadaan sungguh-sungguh tak terkendali, kupikir mereka tidak segan-segan
menghabisi satu distrik, seperti yang mereka lakukan pada Tiga Belas.
Membuatnya menjadi contoh, kau paham?"
"Jadi menurutmu Tiga Belas benar-benar dihancurkan" Maksudku, Bonnie dan
Twill benar tentang tayangan dengan burung mockingjay itu," kataku.
"Oke, tapi apa yang dibuktikan dengan itu" Sesungguhnya, tidak ada. Banyak
alasan kenapa mereka menggunakan gambar lama dalam tayangan itu. Mungkin
karena gambarnya lebih mengesankan. Dan jauh lebih mudah, kan" Hanya dengan
memencet beberapa tombol di ruang editing daripada harus terbang ke sana dan
merekamnya?" kata Haymitch. "Gagasan bahwa entah bagaimana Tiga Belas
berhasil bangkit dan Capitol tidak mengacuhkannya terdengar seperti desas-desus
yang dipercayai oleh mereka yang putus asa."
"Aku tahu, aku hanya berharap," kataku.
"Tepat sekali. Karena kau putus asa," ujar Haymitch.
Aku tidak mendebatnya lagi karena, tentu saja, dia benar.Prim pulang dari sekolah
masih mengoceh penuh semangat. Guru-guru mengumumkan ada acara TV yang
wajib ditonton malam ini. "Menurutku mereka akan menayangkan hasil
pemotretanmu!" "Tidak mungkin, Prim. Mereka baru memotret kemarin," kataku padanya.
"Yah, tapi itu yang didengar orang," katanya.
Aku berharap dia salah. Aku belum punya waktu menyiapkan Gale menghadapi
semua ini. Sejak dicambuk, aku hanya bertemu dengannya ketika dia ke rumah dan
ibuku memeriksa kesembuhannya. Jadwal kerjanya sering kali tujuh hari di
tambang. Dalam beberapa menit privasi yang kami miliki, ketika aku
menemaninya berjalan kaki ke kota, aku mengetahui bahwa gelombang
pemberontakan di Distrik 12 telah diredam karena tindakan keras Thread. Dia tahu
aku tidak bakalan lari. Tapi dia pasti tahu jika tidak ada pemberontakan di Distrik
12, aku akan jadi pengantin Peeta melihatku berjalan dengan anggun dalam gaungaun indah di televisi... apa yang bisa dia lakukan saat melihatnya"Ketika kami
berkumpul di dekat televisi pada pukul setengah delapan malam, aku sadar Prim
benar. Ada Caesar Flickerman yang bicara di hadapan penonton yang berdiri di
depan Pusat Latihan, bicara di depan orang-orang yang bersemangat menjelang
pernikahanku. Dia memperkenalkan Cinna, yang jadi bintang dalam satu malam
berkat kostum-kostum rancangannya untukku dalam Hunger Games, dan setelah
obrolan basa-basi selama sekitar semenit, perhatian kami diarahkan ke layar
raksasa. Aku mengerti sekarang bagaimana mereka bisa memotretku kemarin dan
menayangkan liputan istimewa malam ini. Awalnya, Cinna merancang dua lusin
gaun pengantin. Setelah itu, ada proses seleksi memilih rancangan-rancangan gaun,
membuat gaun-gaunnya, dan memilih beragam aksesori. Ternyata di Capitol ada
kesempatan bagi penonton untuk memberi suara rancangan favoritmu dalam
masing-masih tahapan. Semua ini puncaknya adalah foto-fotoku yang mengenakan
enam gaun terakhir yang dipilih. Masing-masing hasil foto disambut dengan reaksi
heboh dari penonton. Orang-orang menjerit dan bersorak untuk gaun favorit
mereka dan mencela gaun-gaun yang tak mereka sukai. Setelah memberikan suara,
mungkin ditambah taruhan di atas gaun yang jadi pemenangnya, perhatian orangorang tampak terpusat pada gaun pengantinku. Aneh rasanya melihat tayangan ini
padahal aku sama sekali tidak peduli untuk mencobanya sampai kamera-kamera itu
datang. Caesar mengumumkan agar pihak-pihak yang tertarik harus memasukkan
pilihan sebelum tengah hari besok.
"Mari kita buat Katniss Everdeen menikah dengan penuh gaya!" serunya kepada
penonton. Aku hampir mematikan televisi, tapi Caesar mengatakan agar kami tetap menonton
untuk acara utama malam itu. "Ya, benar. Tahun ini akan jadi peringatan ketujuh
puluh lima tahun Hunger Games, dan itu artinya Quarter Quell kita yang ketiga!"
"Apa yang mereka lakukan?" tanya Prim. "Bukannya masih beberapa bulan lagi?"
Kami menoleh memandang ibu kami, ekspresinya tampak tenang dan berjarak,
seakan sedang mengingat sesuatu. "Ini pasti pembacaan kartu."
Lagu kebangsaan diputar, dan leherku terasa tersumbat rasa jijik ketika Presiden
Snow naik ke panggung. Dia diikuti remaja lelaki yang memakai jas putih,


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memegang kotak cokelat sederhana. Lagu kebangsaan berakhir, dan Presiden
Snow mulai bicara, mengingatkan kami tentang Masa Kegelapan yang membuat
lahirnya Hunger Games. Ketika peraturan-peraturan Hunger Games disebutkan,
mereka membacakan bahwa setiap dua puluh lima tahun sekali perayaannya
ditandai dengan Quarter Quell. Ini dianggap sebagai versi Hunger Games yang
dimuliakan untuk menyegarkan ingatan tentang mereka yang terbunuh akibat
pemberontakan di distrik-distrik. Kata-kata tersebut tidak bisa lebih jelas lagu
maksudnya, karena aku menduga beberapa distrik sedang memberontak sekarang.
Presiden Snow melanjutkan dengan memberitahu kami apa yang terjadi di dua
Quarter Quell sebelumnya. "Pada perayaan kedua puluh lima, sebagai pengingat
bagi para pemberontak yang membuat anak-anak mereka mati karena mereka
memilih untuk memicu kekerasan, setiap distrik harus mengadakan pemilihan dan
memberi suara pada nama-nama peserta yang akan mewakili diatrik masingmasing."
Aku bertanya-tanya seperti apa rasanya. Memilih anak-anak yang harus pergi.
Kupikir, pasti lebih buruk rasanya dikirim pergi oleh tetangga-tetanggamu sendiri,
bukannya tidak sengaja tercabut dalam undian pemilihan.
"Pada perayaan kelima puluh tahun," lanjut dang presiden, "sebagai pengingat
bahwa dua pemberontak mati demi satu penduduk Capitol, masing-masing distrik
diminta untuk mengirim peserta dua kali lebih banyak."
Aku membayangkan harus menghadapi 47 peserta di arena, bukannya 23 lawan.
Kemungkinan yang lebih buruk, harapan yang makin tipis, dan pada akhirnya lebih
banyak anak yang mati. Itulah tahun ketika Haymitch menang...
"Aku punya teman yang ikut tahun itu," kata ibuku dengan tenang. "Maysilee
Donner. Orangtuanya punya toko permen. Mereka memberiku burung penyanyi.
Seekor burung kenari."
Aku dan Prim bertukar pandang. Inilah pertama kalinya kami mendengar nama
Maysilee Donner disebut. Mungkin karena ibuku tahu bahwa kami penasaran
bagaimana cara dia tewas di arena.
"Dan sekarang kita menghormati Quarter Quell yang ketiga," kata sang presiden.
Remaja lelaki yang berpakaian putih itu melangkah ke depan, mengulurkan kotak
sambil membukanya. Kami bisa melihat deretan amplop yang menguning berbaris
rapi di dalamnya. Siapa pun yang merancang Quartel Quell sudah siap untuk
berabad-abad Hunger Games. Sang presiden mengambil amplop yang di
sampulnya tertulis jelas angka 75. Jarinya diselipkan di penutup amplop lalu dia
mengeluarkan selembar kertas. Tanpa ragu, dia membacanya, "Pada perayaan yang
ketujuh puluh lima, sebagai pengingat bagi para pemberontak bahwa bahkan yang
terkuat pun takkan bisa mengalahkan kekuatan Capitol, para peserta lelaki dan
perempuan akan dipilih dari nama-nama pemenang yang masih hidup."
Ibuku memekik kaget dan Prim mengatupkan wajahnya dengan kedua tangan, tapi
aku merasa lebih seperti orang-orang yang kulihat di antara kerumunan penonton
di televisi. Tercengang. Apa maksudnya" Nama-nama pemenang yang masih
hidup"Lalu aku mengerti apa artinya. Paling tidak untukku. Distrik 12 hanya
memiliki tiga pemenang yang masih hidup yang bisa dipilih menjadi peserta. Dua
lelaki. Satu perempuan...
Aku kembali ke arena Bab 13 TUBUHKU bereaksi sebelum pikiranku bekerja dan aku sudah berlari ke luar
pintu, menyeberangi halaman-halaman di Desa Pemenang, menuju kegelapan di
ujung sana. Kelembapan dari tanah berumput membasahi kaus kakiku dan aku
menyadari embusan angin yang dingin menggigit, tapi aku tidak menghentikan
langkahku. Di mana" Kemana Ku pergi" Ke hutan, tentu saja. Aku berada di pagar
sebelum dengungannya membuatku teringat bahwa aku terperangkap. Aku
mundur, terengah-engah, memutar langkahku, lalu berjalan lagi.
Selanjutnya yang kutahu aku sudah merangkak di gudang bawah tanah dalam salah
satu rumah kosong di Desa Pemenang. Sinar bulan samar-samar menerobos masuk
dari jendela di atas kepalaku. Aku kedinginan, basah, dan kehabisan napas, tapi
usahaku untuk melarikan diri tidak bisa meredam histeria yang memuncak dalam
diriku. Histeria ini akan menenggelamkanku kecuali aku bisa mengeluarkannya.
Kugulung bagian depan bajuku, lalu kusumpalkan ke dalam mulutku, kemudian
aku mulai berteriak. Aku tidak tahu berapa lama aku berteriak. Tapi ketika aku
berhenti, suaraku nyaris habis.
Aku bergulung dan berbaring menyamping, memandangi titik-titik cahaya bulan di
lantai semen. Kembali ke arena. Kembali ke tempat yang penuh mimpi buruk. Ke
sanalah aku pergi. Aku harus mengakui bahwa aku tidak menyangkanya. Aku
membayangkan berbagai hal lain. Dipermalukan di depan umum, disiksa, dan
dihukum mati. Kabur ke hutan belantara, dikejar para Penjaga Perdamaian dan
pesawat ringan. Menikah dengan Peeta dan anak-anak kami akan dipaksa terjun ke
arena. Tapi tak pernah sekali pun aku berpikir akan jadi peserta di Hunger Games
lagi. Kenapa" Karena tidak ada contoh sebelumnya. Nama para pemenang takkan
pernah masuk ke pemungutan lagi. Itu perjanjiannya jika kau menang. Sampai hari
ini. Ada semacam kain seprai, seperti kain yang jadi tatakan bila ingin mengecat. Kain
itu kubuat membungkus diriku seperti selimut. Di kejauhan, aku mendengar
seseorang memanggil namaku. Tapi pada saat itu, aku bahkan tidak mau
memikirkan mereka yang paling kusayangi. Aku hanya memikirkan diriku. Dan
apa yang bakal terjadi nanti. Kain yang membungkusku terasa kaku tapi
memberikan kehangatan. Otot-ototku mulai rileks, dan debar jantungku juga
melambat. Aku melihat kotak kayu yang dipegang bocah lelaki tadi, Presiden
Snow menarik keluar amplop yang mulai menguning. Mungkinkah ini sungguh
Quarter Quell yang ditulis 75 tahun lalu" Kemungkinan bukan. Ini terlalu
sempurna untuk menjawab segala masalah yang dihadapi Capitol saat ini.
Menyingkirkan aku dan meredam distrik-distrik hanya dengan satu paket kecil
yang rapi. Aku mendengar suara Presiden Snow di kepalaku. "Pada perayaan yang ketujuh
puluh lima, sebagai pengingat bagi para pemberontak bahwa bahkan yang terkuat
pun takkan bisa mengalahkan kekuatan Capitol, para peserta lelaki dan
perempuan akan dipilih dari nama-nama pemenang yang masih hidup."
Ya, para pemenang adalah yang terkuat di antara kami. Mereka adalah yang
selamat di arena pertarungan dan lolos dari lubang kemiskinan yang mencekik
kami semua. Mereka atau lebih tepatnya, kami, adalah perwujudan harapan ketika
tidak ada lagi harapan. Kini 23 dari kami akan dibunuh untuk menunjukkan bahkan
harapan pun hanya ilusi. Aku lega aku menang tahun lalu. Kalau tidak, aku bakal
mengenal semua pemenang lain, bukan karena aku melihat mereka di televisi tapi
karena mereka menjadi tamu di setiap Hunger Games. Bahkan jika mereka
kembali ke Capitol setiap tahun untuk acara ini. Kupikir banyak di antara mereka
yang juga berteman. Sementara satu-satunya teman yang kucemaskan harus
kubunuh adalah Peeta atau Haymitch. Peeta atau Haymitch!
Aku duduk tegak, menyingkirkan kain yang menyelubungiku. Apa yang baru
terpikir olehku" Tidak ada situasi apa pun yang bisa membuatku membunuh Peeta
atau Haymitch. Tapi faktanya, salah satu dari mereka akan ada di arena bersamaku.
Mereka mungkin sudah memutuskan siapa yang bakal turun ke arena. Siapa pun
yang dipilih pertama kali, yang lain punya kesempatan untuk mengajukan diri
menggantikan tempatnya. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi. Peeta akan
meminta Haymitch untuk membiarkannya ke arena bersamaku apa pun yang
terjadi. Demi aku. Untuk melindungiku.
Aku berjalan di gudang bawah tanah, mencari jalan keluar. Bagaimana aku bisa
masuk tempat ini" Aku meraba-raba jalanku menaiki tangga menuju dapur dan
melihat jendela kaca di pintu sudah pecah. Pasti itu penyebab kenapa tanganku
tampaknya berdarah. Aku bergegas menembus malam dan langsung ke rumah
Haymitch. Dia duduk sendirian di meja dapur, satu tangannya memegang setengah
botol minuman keras, satu lagi memegang pisau. Mabuk berat.
"Ah, dia ada di sini. Kelihatannya kecapekan. Akhirnya kau mengerti juga,
sweetheart" Sudah paham kau takkan pergi sendirian" Dan kau di sini untuk
menanyakan aku... apa?" tanya Haymitch.
Aku tidak menjawab. Jendela terbuka lebar dan angin menerobos masuk
mengenaiku seakan aku masih berada di luar.
"Aku mengakui, lebih mudah bagi anak lelaki itu. Dia sudah ada di sini sebelum
aku sempat membuka botol. Memohon padaku agar diberi kesempatan ikut lagi.
Tapi apa yang bisa kukatakan?" Dia meniru suaraku. "Gantikan tempatnya,
Haymicth, karena semua dalam keadaan yang sama, dan aku lebih memilih Peeta
mendapat kesempatan untuk menghabiskan sisa hidupnya daripada kau?"
Kugigit bibirku karena setelah dia mengucapkannya, aku takut itulah yang
kuinginkan. Aku ingin Peeta bisa hidup, meskipun itu berarti kematian Haymitch.
Tidak, aku tidak mau. Dia menyebalkan, tentu saja, tapi Haymitch keluargaku
sekarang. Untuk apa aku kemari" pikirku. Apa yang mungkin kuinginkan dari sini"
"Aku datang untuk minum," kataku.
Haymitch tertawa terbahak-bahak dan menaruh botolnya di meja di depanku,
dengan bantingan keras. Kugulung lengan bajuku ke atas dan kutenggak beberapa
tegukan sebelum aku terbatuk-batuk. Butuh waktu beberapa menit untuk
menenangkan diriku, meskipun sampai saat itu mata dan hidungku masih
mengucurkan air. Tapi di dalam tubuhku, minuman keras tadi membakar seperti
api dan aku menyukainya. "Mungkin seharusnya kau yang pergi," kataku dengan terus terang sambil menarik
kursi. "Kau kan benci hidup."
"Betul," sahut Haymitch. "Dan sejak terakhir kali aku berusaha membuatmu tetap
hidup... tampaknya aku bertanggung jawab menyelamatkan cowokmu kali ini."
"Itu poin yang bagus lagi," kataku, kuseka hidungku dan kuteguk isi botolnya lagi.
"Pendapat Peeta adalah karena aku memilihmu, sekarang aku berutang padanya.
Apa pun yang dia mau. Dan yang dia mau adalah kesempatan untuk turun ke arena
lagi untuk melindungimu," kata Haymitch.
Aku tahu. Dalam kondisi seperti ini, Peeta tidak sulit ditebak. Sementara aku
meratap di lantai gudang bawah tanah tadi, hanya memikirkan diriku sendiri, dia
berada di sini, hanya memikirkan diriku. Malu bukanlah kata yang cukup kuat
untuk menggambarkan apa yang kurasakan.
"Kau tahu, kau bisa hidup menjalani ratusan kehidupan dan tetap tidak layak
mendapatkan dia," kata Haymitch.
"Yeah, yeah," sahutku ketus. "Tidak diragukan lagi, dialah yang paling superior di
antara kami bertiga. Jadi, apa yang akan kaulakukan?"
"Aku tidak tahu." Haymitch menghela napas beberapa kali. "Mungkin turun ke
arena lagi bersamamu, kalau aku bisa. Jika namaku yang terpilih dalam
pemungutan, tidak akan ada pengaruhnya. Dia akan mengajukan diri untuk
menggantikanku." Kami duduk dalam diam. "Pasti bakal buruk buatmu di arena, ya" Mengenal semua
peserta lain?" "Oh, menurutku kita bisa bergantung padanya di mana pun aku berada." Dia
mengangguk pda botol minuman. "Boleh kuminta lagi sekarang?"
"Tidak," jawabku, memeluk botol minuman itu erat-erat.
Haymitch mengambil botol lain dari bawah meja lalu memutar tutupnya. Tapi aku
sadar aku tidak berada di sini hanya untuk minum. Ada sesuatu yang kuinginkan
dari Haymitch. "Oke, aku sudah tahu apa yang ingin kuminta," kataku. "Jika aku dan Peeta yang
ikut dalam Hunger Games, kali ini kita berusaha menjaga dia tetap hidup."
Ada sesuatu yang berkedip di matanya yang merah. Rasa sakit.
"Seperti kau bilang, ini akan buruk dilihat dari sudut mana pun. Dan apa pun yang
Peeta inginkan, sekarang gilirannya untuk diselamatkan. Kita berdua berutang itu
padanya." Suaraku sudah sampai pada nada memohon. "Selain itu, Capitol membenciku
setengah mati, bisa dibilang aku sudah teken kontrak mati sekarang. Dia masih
punya kesempatan. Tolonglah, Haymitch. Bilang kau mau membantuku."
Dia mengernyitkan kening memandang botolnya, menimbang kata-kataku.
"Baiklah," kata Haymitch akhirnya.
"Terima kasih," kataku. Aku harusnya pergi ke tempat Peeta sekarang tapi aku
tidak mau. Kepalaku berputar karena kinuman tadi, dan aku capek sekali, siapa
tahu dia bakal membuatku menyetujui entah usulan apa yang dianjurkannya.
Tidak, sekarang aku harus pulang dan menghadapi ibuku dan Prim.
Ketika aku berjalan tertatih-tatih melangkah di tangga menuju rumahku, pintu
depan terbuka lebar dan Gale menarikku ke dalam pelukannya.
"Aku salah. Kita seharusnya pergi waktu kau mengusulkannya," bisik Gale.
"Tidak," kataku. Aku sulit fokus dan isi minuman keras ini muncrat dari botolku
dan membasahi bagian belakang jaket Gale, tapi dia tampaknya tidak peduli.
"Belum terlambat," katanya.
Di balik bahunya, aku melihat ibuku dan Prim berpelukan di ambang pintu. Kami
kabur. Mereka mati. Dan sekarang aku harus melindungi Peeta. Habis perkara.
"Ya, sudah terlambat." Lututku goyah dan dia memegangiku supaya tidak terjatuh.
Ketika alkohol mengusai pikiranku, aku mendengar botol beling jatuh berkepingkeping di lantai. Ini tampak wajar karena aku sepertinya kehilangan pegangan pada
segalanya. Saat aku terbangun, aku bahkan belum sempat ke toilet ketika minuman keras itu
muncul kembali. Panasnya minuman yang naik sama menggigitnya ketika turun,
dan rasanya dua kali lebih buruk. Aku gemetar dan berkeringat sehabis muntah,
tapi paling tidak sebagian besar barang itu keluar dari sistem tubuhku. Namun
cukup banyak yang masuk ke aliran darahku, hasilnya adalah sakit kepala
berdenyut-denyut, mulut kering, dan perut yang panas.
Aku menyalakan air pancuran di kamar mandi dan berdiri di bawah air yang
hangat selama semenit sebelum sadar bahwa aku masih mengenakan pakaian
dalam. Ibuku pasti sudah melepaskan pakaian luarku yang kotor dan
menyelimutiku di ranjang. Kulempar pakaian dalam yang basah ke bak cucian dan
menuang sampo ke kepalaku. Kedua tanganku terasa sakit menggigit dan baru
sadar saat itulah aku memperhatikan jahitan di sana, kecil dan rata, melintang di
satu telapak tangan dan di bagian samping tangan yang satunya lagi. Samar-samar
aku ingat memecahkan jendela tadi malam. Kugosok tubuhku dari ujung kepala
hingga ujung kaki, terpaksa berhenti ketika aku muntah-muntah di bawah
pancuran. Muntahanku kali ini kebanyakan hanya cairan pahit dan langsung
masuk ke saluran pembuangan bersama dengan gelembung-gelembung beraroma
manis. Akhirnya setelah bersih, aku mengenakan jubah mandi dan kembali ke ranjang,
mengambaikan rambutku yang masih basah meneteskan air. Aku naik ke bawah
selimut, pasti seperti ini rasanya kekacauan. Langkah-langkah kaki di tangga
menambah kepanikan yang kurasakan tadi malam. Aku tidak siap bertemu dengan
Prim dan ibuku. Aku harus menenangkan diri dan bersikap meyakinkan, seperti
yang kutampilkan ketika kami mengucapkan salam perpisahan pada hari
pemungutan terakhir. Aku harus kuat. Aku berusaha duduk tegak, menyingkirkan
rambut basahku dari pelipisku yang berdenyut sakit, dan menguatkan diri
menghadapi pertemuan ini. Mereka berdiri di ambang pintu, membawakan teh dan
roti panggang, wajah mereka tampak kuatir. Aku membuka mulut, berencana
untuk melontarkan gurauan, tapi ternyata aku langsung menangis.
Ternyata cuma sampai sejauh itu tekadku untuk bersikap kuat. Ibuku duduk di
samping tempat tidur dan Prim merangkak naik ke sampingku lalu mereka
memelukku, membisikkan suara-suara menenangkan, sampai tangisku berhenti.
Lalu Prim mengambil handuk dan mengeringkan rambutku, meluruskan rambutku
yang kusut, sementara ibuku menyuapkan teh dan roti panggang ke mulutku.
Mereka memakaikan piama yang hangat lalu menyelimutiku dengan lebih banyak
selimut sampai aku tertidur lagi.Dari cahaya yang tampak aku tahu hari sudah
menjelang sore ketika aku terbangun. Ada segelas air di meja samping tempat tidur
yang langsung kuminum dengan rakus. Perut dan kepalaku masih terasa bergejolak
dan pusing, tapi sudah lebih baik daripada sebelumnya. Aku bangun, berganti
pakaian, dan mengepang rambutku. Sebelum turun, aku berhenti di puncak tangga,
merasa sedikit malu dengan reaksiku sehabis mendengar berita tentang Quarter
Quell. Pelarianku yang kalap, minum dengan Haymitch, menangis. Mengingat
keadaan yang terjadi, kurasa aku layak mendapat satu hari ketika aku bisa
melakukan apa pun sekehendakku. Tapi aku lega kamera tak ada di sini sekarang.
Di bawah, ibuku dan Prim memelukku lagi, tapi mereka tidak emosional
berlebihan. Aku tahu mereka menahan banyak hal untuk membuatnya lebih mudah
bagiku. Melihat wajah Prim, sulit membayangkannya sebagai gadis kecil rapuh
yang sama yamg kutinggal pada hari pemilihan sembilan bulan lalu. Gabungan
dari cobaan berat dan segala kejadian setelah itu"kekejaman di distrik, barisan
orang yang sakit dan terluka yang sering diobatinya sendiri jika ibuku terlalu
sibuk"semua ini membuatnya makin dewasa.
Ibuku menyendokkan semangkuk kuah daging untukku, dan aku minta semangkuk
lagi untuk dibawa ketempat Haymitch. Lalu aku berjalan menyeberangi halaman
menuju rumahnya. Dia baru saja bangun dan menerima mangkuk tersebut tanpa
komentar. Kami duduk di sana, menghirup kuah daging kami nyaris dalam suasana
damai, dan memandangi matahari terbenam melalui jendela ruang tamunya.
Aku mendengar suara langkah kaki di lantai atas dan kupikir itu Hazelle, tapi tidak
lama kemudian Peeta turun dan melempar kardus berisi botol-botol minuman keras
yang kosong ke atas meja dengan mantap.
"Sudah selesai," katanya.
Mati-matian Haymitch berusaha memusatkan matanya pada botol-botol itu, jadi
aku yang bicara. "Apa yang selesai?"
"Aku membuang semua minuman kerasnya ke pembuangan," kata Peeta.
Pernyataan tersebut seakan mengejutkan Haymitch dari kondisinya yang setengah


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

teler, dan dia mengacak-acak isi kotak itu tak percaya. "Kau apa?"
"Kubuang banyak," ujar Peeta.
"Paling dia akan beli lagi," kataku.
"Tidak, tidak bakal," tukas Peeta. "Kucari Ripper pagi ini dan kukatakan padanya
bahwa aku akan melaporkan perbuatannya jika dia menjual minuman pada salah
satu dari kalian. Aku juga menyogoknya untuk menunjukkan niat baik, tapi kurasa
dia tidak kepingin kembali ke pengawasan Penjaga Perdamaian."
Haymitch mengayunkan pisaunya tapi Peeta mengelaknya dengan mudah sehingga
Haymitch terlihat menyedihkan. Kemarahan menggelak dalam diriku. "Apa
urusannya denganmu apa yang dilakukan Haymitch?"
"Ini urusanku sepenuhnya. Apa pun hasilnya, dua dari kita akan turun ke arena lagi
sementara yang lain akan jadi mentor. Kita tidak bisa punya pemabuk dalam tim
ini. Terutama kau, Katniss," kata Peeta langsung padaku.
"Apa?" gerutuku, naik darah. Pernyataanku akan lebih meyakinkan seandainya aku
tidak tampak masih belum pulih benar dari mabuk. "Tadi malam adalah sekalinya
aku mabuk." "Yeah, dan lihat keadaanmu sekarang," kata Peeta.
Aku tidak tahu apa yang kuharapkan dari pertemuan pertamaku dengan Peeta
setelah pengumuman itu. Beberapa pelukan dan ciuman. Mungkin sedikit
penghiburan. Tapi bukan ini. Aku menoleh memandang Haymitch. "Jangan kuatir,
aku akan mencarikan minuman lagi."
"Kalau begitu, aku akan melaporkan kalian berdua. Biar kalian menyadarkan diri
di penjara," kata Peeta. "Effie mengirimiku rekaman-rekaman semua pemenang
yang masih hidup, kita akan menonton rekaman pertarungan mereka dan
mempelajari segala yang bisa kita ketahui tentang bagaimana mereka bertarung.
Kita akan menambah berat badan kita dan menguatkan diri. Kita akan bertindak
seperti kawanan Karier. Dan suka atau tidak, salah satu dari kita akan menjadi
pemenang lagi!" Peeta berjalan ke luar ruangan, membanting pintu depan.Aku dan
Haymitch sama-sama mengernyit mendengar bantingan itu.
"Aku tidak suka orang yang sok," kataku.
"Apa yang bisa disukai?" tanya Haymitch, yang mulai menjilati sisa-sisa cairan
yang masih tertinggal di botol-botol kosong.
"Kau dan aku. Dia merencanakan agar kita berdua bisa pulang," kataku.
"Kalau begitu, dia bercanda," kata Haymitch.
Tapi setelah beberapa hari, kami setuju untuk bertindak seperti kawanan Karier,
karena ini cara terbaik untuk menyiapkan Peeta juga. Setiap malam kami
menonton ringkasan Hunger Games terdahulu yang menayangkan pemenangpemenang lainnya. Aku sadar bahwa kami tak pernah bertemu dengan salah satu
dari mereka dalam Tur Kemenangan, yang kalau dipikir-pikir lagi sebenarnya
aneh. Ketika aku mengangkat topik itu, Haymitch bilang hal terakhir yang
diinginkan Presiden Snow adalah menunjukkan pada Peeta dan aku"terutama
aku"menjalin ikatan dengan pemenang-pemenang lain di distrik-distrik yang
punya potensi memberontak. Para pemenang memiliki status istimewa, dan jika
mereka muncul lalu menjadi pendukung perlawananku terhadap Capitol, itu akan
berbahaya secara politik. Bila menghitung umur, aku sadar beberapa lawan kami
mungkin sudah tua, yang menyedihkannya juga menyenangkan. Peeta membuat
banyak sekali catatan, Haymitch memberikan berbagai informasi mengenaik
kepribadian para pemenang, dan perlahan-lahan kami mulai mengenal pesaing
kami. Setiap pagi kami latihan untuk memperkuat tubuh. Kami berlari dan mengangkat
bermacam-macam beban serta meregangkan otot-otot kami. Setiap siang kami
berlatih bertarung, melempar pisau, berkelahi dengan tangan kosong; aku bahkan
mengajari Peeta memanjat pohon. Secara resmi, para peserta tidak boleh berlatih,
tapi tak ada seorang pun yang menghentikan kami. Bahkan pada tahun-tahun biasa,
para peserta dari Distrik 1, 2, dan 4 datang dengan kemampuan menggunakan
tombak dan pedang. Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan itu.
Setelah bertahun-tahun diperlakukan semena-mena, tubuh Haymitch menolak
latihan. Dia masih sangat kuat, tapi lari jarak pendek pun membuatnya ngosngosan. Dan jika kaupikir orang yang tidur sambil memegang pisau setiap malam
bisa melempar pisau hingga menancap ke sisi rumah, ternyata tangannya gemetar
hebat hingga perlu waktu berminggu-minggu latihan sampai dia bisa
melakukannya.Aku dan Peeta berhasil menjalani cara hidup baru ini. Hal ini
memberiku sesuatu yang bisa kukerjakan. Memberi kami sesuatu untuk dilakukan
selain menerima kekalahan. Ibuku memberi kami makanan khusus untuk
menambah berat badan. Prim mengobati otot-otot kami yang sakit. Madge diamdiam membawakan surat kabar dari Capitol milik ayahnya. Prediksi siapa yang
bakal jadi pemenang dari pemenang menunjukkan bahwa kami adalah nama-nama
yang dijagokan. Bahkan Gale datang pada hari Minggu, meskipun dia tidak
mencintai Peeta dan Haymitch, dia tetap mengajari kami segala yang diketahuinya
tentang memasang jerat. Aku merasa aneh, mengobrol bersama Peeta dan Gale
pada saat bersamaan, tapi mereka sepertinya menyingkirkan segala masalah yang
mereka miliki tentang aku.
Suatu malam, ketika aku berjalan bersama Gale dalam perjalanan pulang ke kota,
dia bahkan mengakui, "Akan lebih baik jika dia lebih mudah untuk dibenci."
"Ya, kau tidak perlu memberitahuku," kataku. "Seandainya aku bisa membencinya
di arena, kita semua takkan berada dalam kekacauan ini sekarang. Dia pasti sudah
tewas, dan aku akan bahagia jadi pemennag sendirian."
"Dan bagaimana dengan kita, Katniss?" tanya Gale.
Aku terdiam sejenak. Tidak tahu harus berkata apa. Akan jadi apa aku dengan
sepupu bohonganku yang tidak akan jadi sepupuku jika bukan karena Peeta"
Apakah dia masih akan menciumku dan apakah akau akan balas menciumnya jika
aku bebas melakukannya" Apakah aku akan membuka diriku untuknya, terbuai
dalam rasa aman memiliki uang dan makanan serta rasa aman menjadi pemenang"
Tapi selalu ada hari pemungutan yang mengintai kami, terhadap anak-anak kami.
Tidak peduli pada apa pun yang kuinginkan...
"Berburu. Setiap hari Minggu biasanya," kataku.
Aku tahu dia tidak bermaksud mengajukan pertanyaan harfiah, tapi jawaban ini
yang bisa kuberikan sejujurnya pada Gale. Dia tahu aku memilihnya daripada
Peeta ketika aku batal melarikan diri. Bagiku, tidak ada gunanya membicarakan
hal-hal yang dulu mungkin saja terjadi. Bahkan jika aku membunuh Peeta di arena,
aku bisa saja tidak ingin menikah dengan siapa pun. Aku hanya bertunangan untuk
menyelamatkan nyawa orang-orang, dan itu ternyata jadi bumerang.Akan tetapi,
aku takut kegiatan menggugah emosi apa pun yang kulakukan bersama Gale bakal
membuatnya melakukan tindakan drastis. Seperti melakukan pemberontakan di
tambang. Dan seperti Haymitch bilang, Distrik 12 belum siap untuk itu. Bahkan,
mereka kini makin tidak siap di banding sebelum Quarter Quell diumumkan,
karena keesokan paginya seratus anggota Penjaga Perdamaian tiba dengan kereta
api. Karena aku tidak berencana untuk pulang hidup-hidup untuk kedua kalinya,
semakin cepat Gale melepaskanku, semakin baik. Aku berencana untuk
mengatakan satu-dua hal padanya setelah hari pemungutan ketika kami punya
waktu satu jam untuk mengucapkan salam perpisahan. Aku ingin memberitahu
Gale betapa pentingnya dia untukku selama bertahun-tahun ini. Betapa jauh lebih
baiknya hidupku setelah mengenalnya. Karena mencintainya, bahkan jika dengan
cara terbatas yang bisa kulakukan.
Tapi aku tak pernah punya kesempatan melakukannya.Hari pemungutan panas dan
lembap. Penduduk Distrik 12 menunggu, berkeringat dan hening, di alun-alun
dengan senapan mesin yang diarahkan pada mereka. Aku berdiri di dalam arena
yang dibatasi tali bersama Peeta dan Haymitch sehingga suasananya mirip
binatang berada dalam kandang. Pemungutan nama hanya berlangsung semenit.
Effie berkila u dengan wig emas metalik, tapi tidak bersemangat seperti biasa. Dia
mengais-ngais bola kaca berisi nama anak perempuan selama beberapa waktu
untuk mengambil selembar namaku di sana. Kemudian dia mengambil nama
Haymitch. Dia belum sempat memandangiku dengan tatapan tidak senang sebelum
Peeta mengajukan diri menggantikan tempatnya.
Kami segera berbaris menuju Gedung Pengadilan dan melihat kepala Penjaga
Perdaiaman Thread sudah menunggu kami.
"Prosedur baru," katanya sambil tersenyum. Kami langsung dikawal menuju pintu
belakang, menuju mobil, dan di bawa ke stasiun kereta api. Tidak ada kamera di
peron, tidak ada massa yang mengantar kepergian kami. Haymitch dan Effie
datang, dikawal para penjaga. Para Penjaga Perdamaian menyuruh kami bergegas
naik kereta api dan menutup pintu kereta dengan keras. Roda-roda kereta pun
langsung bergerak. Dan aku berdiri memandang ke luar jendela, memandangi Distrik 12 menghilang
perlahan, dengan segala salam perpisahan yang masih menggantung di bibirku.
Bab 14 AKU tetap berada di jendela lama setelah hutan menelan bayangan terakhir
rumahku. Kali ini aku tidak punya harapan sama sekali untuk kembali. Sebelum
mengikuti Hunger Games pertama, aku berjanji pada Prim akan melakukan segala
cara yang bisa kulakukan untuk menang, dan sekarang aku bersumpah pada diriku
sendiri untuk melakukan segala yang bisa kulakukan untuk menjaga Peeta tetap
hidup. Aku takkan pernah melakukan perjalanan ini lagi.
Sebenarnya aku sudah tahu kata-kata terakhir seperti apa yang ingin kusampaikan
pada mereka yang kusayangi. Bagaimana yang terbaik adalah menutupi dan
mengunci pintu lalu meninggalkan mereka dalam keadaan sedih namun selamat.
Dan sekarang Capitol juga mencuri itu semua dariku.
"Kita akan menulis surat, Katniss," kata Peeta yang ada di belakangku. "Ini akan
lebih baik. Berikan pada mereka bagian dari kita yang bisa mereka simpan.
Haymitch akan mengantarnya untuk kita jika... surat-surat itu perlu diantar."
Aku mengangguk dan langsung pergi ke kamarku. Aku duduk di ranjang, tahu
bahwa takkan pernah bisa menulis surat-surat itu. Isinya bakal seperti pidato yang
berusaha kutulis untuk menghormati Rue dan Thresh di Distrik 11. Segala yang
ingin kusampaikan terasa jelas di kepalaku ketika aku bicara di depan orang
banyak, tapi kata-kata tak pernah keluar dengan benar lewat tulisan. Selain itu, aku
ingin memeluk, mencium, dan membelai rambut Prim, mengelus wajah Gale,
menggenggam tangan Madge. Semua itu tidak bisa diantar dengan kotak kayu
berisi mayatku yang kaku dan dingin.
Aku terlalu sakit hati untuk menangis, yang kuinginkan cuma meringkuk di
ranjang dan tidur sampai kamu tiba di Capitol besok pagi. Tapi aku punya misi. Ini
bukan sekedar misi. Ini permintaan terakhirku sebelum mati. Menjaga Peeta tetap
hidup. Meskipun kemungkinanku berhasil amat kecil apalagi menghadapi
kemarahan Capitol, tapi aku harus jadi unggulan dalam pertarungan ini. Ini takkan
terjadi jika aku meratapi semua orang yang kusayangi di rumah. Lepaskan mereka,
kataku dalam hati. Ucapkan selamat tinggal dan lupakan mereka. Kulakukan
sebaik yang kubisa, kupikirkan mereka satu per satu, melepaskan mereka seperti
burung-burung yang kusimpan dalam sangkar hatiku, lalu kukunci hatiku agar
mereka tak lagi bisa kembali.
Pada saat Effie mengetuk pintu memanggilku makan malam, aku sudah kosong.
Tapi rasa ringannya tidak sepenuhnya kusingkirkan.
Makanan berhasil mengurangi beban hati. Bahkan, keheningan yang lama terasa
lega ketika makanan yang lama diganti dengan sajian makanan baru. Sup dingin
berisi sayuran tumbuk. Ikan goreng dengan saus krim jeruk. Burung-burung kecil
berisi saus oranye, dan nasi dengan selada air. Custard cokelat yang dihiasi buah
ceri. Peeta dan Effie sesekali melakukan obrolan yang berakhir cepat.
"Aku suka rambut barumu, Effie," kata Peeta.
"Terima kasih. Aku minta warna ini khusus supaya sama warnanya dengan pin
Katniss. Kupikir kita bisa mencarikanmu gelang kaki berwarna keemasan dan
mungkin mencarikan gelang emas atau apalah agar kita kelihatan seperti tim," kata
Effie. Tampaknya Effie tidak tahu pin mockingjay-ku sekarang jadi simbol yang
digunakan oleh para pemberontak. Paling tidak di Distrik 8. Di Capitol,
mockingjay masih digunakan sebagai pengingat yang lucu tentang betapa serunya
Hunger Games. Memangnya bisa berarti apa lagi" Pemberontak-pemberontak
sungguhan tidak menaruh simbol rahasia pada sesuatu yang awet bentuknya seperti
perhiasan. Mereka menaruhnya di biskuit atau roti yang bisa langsung dimakan
jika diperlukan. "Kupikir itu ide bagus," kata Peeta. "Bagaimana, Haymitch?"
"Yeah, terserah," sahut Haymitch. Dia tidak minum tapi aku tahu dia pasti
kepingin. Effie meminta mereka mengambil anggurnya ketika dia melihat usaha
yang dilakukan Haymitch, tapi lelaki tua itu berada dalam kondisi menderita. Jika
dia peserta, dia takkan berutang apa-apa pada Peeta dan bisa mabuk semaunya.
Sekarang dia harus memusatkan segalanya untuk menjaga Peeta tetap hidup di
arena yang penuh dengan sahabat-sahabat lamanya, dan dia mungkin saja gagal.
"Mungkin kita bisa mencarikanmu rambut palsu juga," kataku berusaha bercanda.
Dia langsung menatapku dengan tatapan yang menunjukkan jangan ganggu dia dan
kami pun makan custard dalam diam.
"Bagaimana kalau kita menonton ringkasan pemungutan di distrik-distrik?" tanya
Effie sambil menyeka ujung-ujung mulutnya dengan serbet.
Peeta pergi mengambil buku catatannya yang berisi para pemenang yang masih
hidup, dan kami berkumpul di kompartemen dengan televisi untuk melihat siapa
saja yang bakal jadi pesaing kami di arena. Kami sudah duduk ketika lagu
kebangsaan mulai dimainkan dan ringkasan tahunan upacara pemungutan di dua
belas distrik di mulai. Dalam sejarah Hunger Games, ada 75 pemenang. Lima puluh sembilan yang masih
hidup. Aku mengenali banyak wajah mereka, baik melihatnya sebagai peserta atau
mentor dalam Hunger Games sebelumnya atau hasil kami menonton rekaman para
pemenang. Sebagian peserta sudah tua atau sakit, teler karena narkoba atau
kebanyakan minum sehingga aku tidak mengenalinya lagi. Sebagaimana yang
telah diduga, jumlah calon peserta Karier dari Distrik 1, 2, dan 4 adalah yang
terbanyak. Tapi setiap distrik berhasil mencari paling tidak satu pemenang lelaki
dan perempuan. Pemungutan di distrik-distrik berlangsung cepat. Peeta menaruh lambang bintangbintang pada nama-nama peserta yang terpilih pada buku catatannya. Haymitch
menonton, wajahnya tanpa emosi, ketika teman-temannya naik panggung, Effie
mendesah mengucapkan kata-kata seperti "Oh, jangan Cecelia" atau "Yah, Chaff
takkan pernah bisa menolak perkelahian," dan menghela napas berkali-kali.
Sementara aku, aku berusaha mengingat peserta-peserta lain, tapi seperti tahun
lalu, hanya beberapa peserta yang menempel di otakku. Ada pasangan bersaudara
lelaki dan perempuan dari Distrik 1 yang menjadi pemenang dua tahun berurutan
ketika aku masih kecil. Brutus, sukarelawan dari Distrik 2, yang usianya pasti
sekitar empat puluh tahun dan tampaknya tidak sabar kembali ke arena. Finnick,
pria tampan berambut merah tua dari Distrik 4 yang menjadi pemenang sepuluh
tahun lalu ketika dia berusia empat belas tahun. Seorang wanita kuda yang histeris
dengan rambut cokelat tergerai juga dipanggil dari Distrik 4, tapi dia segera
digantikan oleh seorang wanita lain yang mengajukan diri, seorang wanita berusia
delapan puluh tahun yang perlu tongkat untuk naik ke panggung. Lalu ada Johanna
Mason, satu-satunya pemenang wanita dari Distrik 7, yang menang beberapa tahun
lalu dengan berpura-pura menjadi anak lemah. Wanita dari Distrik 8 yang disebut
Cecelia oleh Effie, usianya sekitar tiga puluhan, dan harus melepaskan diri dari
tiga anaknya yang lari memeluknya. Chaff, pria dari Distrik 11 yang kuketahui
adalah sahabat Haymitch, juga masuk jadi peserta.
Namaku dipanggil. Lalu Haymitch. Dan Peeta mengajukan diri menggantinya.
Salah seorang pembawa acara tampak berkaca-kaca karena nasib tidak berpihak
pada kami, pasangan bernasib malang dari Distrik 12. Kemudian dia menguatkan
diri dan mengatakan. "Ini akan jadi Hunger Games terbaik!"
Haymitch meninggalkan kompartemen tanpa berkata apa-apa, dan Effie, setelah
melontarkan beberapa komentar yang tak ada kaitannya dengan peserta ini dan itu,
mengucapkan selamat malam. Aku duduk dan memandangi Peeta merobek
halaman demi halaman pemenang yang tidak terpilih.
"Kenapa kau tidak tidur?" tanyanya.
Karena aku tidak bisa mengatasi mimpi buruk. Tidak tanpa dirimu, pikirku. Pasti
malam ini mimpi burukku akan mengerikan. Tapi aku tak pernah bisa meminta
Peeta tidur bersamaku. Kami nyaris tak pernah bersentuhan lagi sejak malam Gale
dicambuk. "Apa yang akan kaulakukan?" tanyaku.
"Aku ingin membaca catatanku sebentar. Supaya mendapat gambaran jelas tentang
siapa saja yang kita hadapi. Tapi aku akan membahasnya denganmu besok pagi.
Tidurlah, Katniss," katanya.
Maka aku pergi tidur, dan tidak mengejutkan dalam beberapa jam aku sudah
terbangun karena mimpi buruk ketika wanita tua dari Distrik 4 itu berubah bentuk
menjadi tikus raksasa dan mengunyah wajahku. Aku tahu aku menjerit, tapi tak
ada seorang pun yang datang. Tidak ada Peeta, atau bahkan salah satu pengawal
Capitol. Aku memakai jubah tidurku untuk menenangkan bulu romaku yang
meremang. Aku tidak mungkin tetap berada di kamar, jadi kuputuskan untuk
mencari seseorang yang bisa membuatkanku teh atau cokelat panas atau apalah.
Mungkin Haymitch masih terjaga. Dia pasti belum tidur.
Aku memesan susu hangat dari pelayan, satu-satunya hal yang paling
menenangkan yang bisa terpikir olehku. Kudengar suara-suara dari ruang televisi,
saat aku masuk kulihat Peeta ada di sana. Di sofa sampingnya ada kotak berisi
rekaman Hunger Games terdahulu yang dikirim Effie. Aku mengenali episode
ketika Brutus menjadi pemenang.


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peeta berdiri dan mematikan televisi ketika melihatku. "Tidak bisa tidur ya?"
"Tidak bisa tidur lama," kataku. Kurapatkan lagi jubah tidurku ketika aku teringat
pada wanita tua yang berubah jadi tikus.
"Kau mau membicarakannya?" tanya Peeta. Kadang-kadang membicarakannya
bisa membantu, tapi aku cuma menggeleng, merasa lemah karena orang-orang
yang belum kulawan saja sudah menghantuiku.
Ketika Peeta mengulurkan kedua lengannya, aku langsung masuk ke dalam
pelukannya. Pertama kalinya sejak Quarter Quell diumumkan, dia menawariku
sebentuk kasih sayang. Biasanya dia jadi pelatih yang penuh tuntutan, selalu
mendesak, selalu berkeras agar aku dan Haymitch berlari lebih cepat, makan lebih
banyak, dan mengetahui lebih banyak tentang musuh kami. Kekasih" Lupakan
saja. Dia menelantarkan gagasan bahwa dia adalah sahabatku. Kedua lenganku
merangkul lehernya erat-erat sebelum dia bisa menyuruhku melakukan push-up
atau yang lainnya. Malahan Peeta menarikku makin dekat dan membenamkan
wajahnya di rambutku. Kehangatan memancar dari tempat yang baru disentuh
bibirnya di leherku, perlahan-lahan kehangatan itu mengalir ke sekujur tubuhku.
Rasanya enak sekali, tak terlukiskan enaknya, dan aku tahu aku takkan jadi orang
pertama yang melepaskan diri.
Dan kenapa aku harus melepaskan" Aku sudah mengucapkan selamat tinggal pada
Gale. Aku takkan pernah bertemu dengannya lagi, itu pasti. Apa pun yang
kulakukan sekarang takkan bisa menyakitinya lagi. Dia takkan melihatnya atau dia
bakal berpikir aku hanya berakting di depan kamera. Paling tidak, satu beban itu
lepas dari pundakku. Kedatangan pelayan Capitol yang membawakan susu hangatlah yang membuat
kami melepaskan diri. Dia menaruh nampan berisi jug dan dua cangkir. "Saya
membawakan satu cangkir ekstra," katanya.
"Terima kasih," kataku.
"Saya juga menambahkan madu ke dalam susu. Supaya manis. Dan sejumput
rempah," katanya. Pelayan pria itu memandang kami seakan-akan masih ingin
mengucapkan sesuatu, lalu dia menggeleng pelan dan keluar ruangan.
"Ada apa dengan dia?" tanyaku.
"Kurasa dia merasa tidak enak tentang kita," ujar Peeta.
"Ya, benar," kataku, sambil menuang susu.
"Aku serius. Kurasa orang-orang di Capitol tidak terlalu senang melihat kita
kembali bertarung lagi," kata Peeta. "Atau pemenang-pemenang lain. Mereka juga
melekat pada juara-juara mereka."
"Kuperkirakan mereka akan melupakannya setelah darah mulai mengalir," kataku
dengan nada datar. Jika ada salah satu hal yang tak bakal kusempatkan untuk
kupikirkan adalah menguatirkan bagaimana Quarter Quell ini akan memengaruhi
suasana hati penduduk Capitol. "Jadi kau menonton semua rekamnnya lagi?"
"Tidak juga. Hanya melihat-lihat sekilas untuk mengetahui teknik bertarung yang
berbeda-beda," kata Peeta.
"Siapa selanjutnya?" tanyaku.
"Kau yang pilih," kata Peeta, mengulurkan kotak itu padaku.
Rekaman-rekaman itu ditandai dengan tahun dan nama pemenang Hunger Games.
Aku mencari-cari dan mendadak ditanganku ada satu video yang tak pernah kamu
tonton. Tahun Hunger Games kelima puluh. Tahun Quarter Quell kedua. Dan
nama pemenangnya adalah Haymitch Abernathy.
"Kita tidak pernah menonton yang satu ini," kataku.
Peeta menggelang. "Tidak. Aku tahu Haymitch tidak mau. Sama seperti kita tidak
mau mengingat lagi Hunger Games kita. Dan karena kita berada di dalam tim yang
sama, kurasa tidak penting bagi kita menontonnya."
"Apakah orang yang memenangkan Hunger Games kedua puluh lima ada di sini?"
tanyaku. "Kurasa tidak. Siapa pun dia pasti sudah meninggal sekarang, dan Effie hanya
mengirimi kita rekaman-rekaman pemenang yang mungkin harus kita hadapi."
Peeta menimbang-nimbang rekaman video Haymitch di tangannya. "Kenapa"
Menurutmu kita harus menontonnya?"
"Ini satu-satunya Quell yang kita punya. Kita mungkin bisa memperoleh pelajaran
berharga tentang cara kerja mereka." kataku. Tapi aku merasa aneh. Seakan ini
bakal mengacak-acak privasi Haymitch. Aku tidak tahu kenapa aku merasa seperti
itu, padahal semua ini terbuka untuk umum. Tapi nyatanya seperti itu. Aku harus
mengakui bahwa aku amat sangat penasaran. "Kita tidak perlu memberitahu
Haymitch kita menontonnya."
"Oke," Peeta sependapat. Dia memasang video itu dan aku meringkuk di
sampingnya di sofa sambil memegang cangkir susuku, yang sangat nikmat dengan
madu dan rempah, lalu aku tenggelam dalam Hunger Games yang kelima puluh.
Setelah lagu kebangsaan, mereka menampilkan Presiden Snow menarik amplop
Quarter Quell kedua. Dia tampak lebih muda tapi sama menjijikannya. Dia
membaca kertas persegi dengan suara berat yang sama seperti yang digunakannya
pada Quell kami, memberitahu Panem bahwa dalam menghormati Quarter Quell,
jumlah peserta ini dua kali lipat. Tayangan langsung dipotong ke hari pemungutan,
ketika nama demi nama disebutkan.
Pada saat kami tiba di Distrik 12, aku sudah kelimpungan dengan jumlah anak
yang menuju kematian mereka. Ada seorang wanita, bukan Effie, menyebutkan
nama-nama di Distrik 12, tapi dia memulainya juga dengan "Anak perempuan
lebih dulu!" Dia memanggil nama anak perempuan dari Seam, kau langsung tahu
dengan sekali lihat, lalu aku mendengar nama "Maysilee Donner."
"Oh!" kataku. "Dia sahabat ibuku."
Kamera menemukannya di antara kerumunan, berpelukan dengan dua anak
perempuan lain. Semuanya berambut pirang. Semuanya jelas anak-anak
pedagang. "Kurasa itu ibumu yang memeluknya," kata Peeta pelan. Dan dia benar. Ketika
Maysilee Donner dengan gagah berani melepaskan pelukan dan berjalan menuju
panggung, sekilas aku melihat ibuku yang seumur denganku saat itu, dan tak
seorang pun berlebihan memuji kecantikannya. Ada gadis lain yang memegangi
tangannya sambil menangis, dan wajahnya persis Maysilee. Tapi mirip dengan
seseorang yang juga kukenal.
"Madge," kataku.
"Itu ibunya. Dia dan Maysilee sepertinya kembar," kata Peeta. "Ayahku pernah
sekali menceritakannya."
Aku memikirkan ibu Madge. Istri Wali Kota Undersee. Wanita itu menghabiskan
separo hidupnya di ranjang tak bisa bergerak dalam kesakitan yang amat sangat,
menutup diri dari dunia. Aku berpikir betapa aku tidak pernah menyadari bahwa
dia dan ibuku saling berbagi ikatan ini. Tentang Madge yang datang membawakan
obat penghilang sakit untuk Gale. Tentang pin mockingjay-ku dan betapa ini
memiliki arti yang berbeda sekarang setelah aku tahu pemilik lamanya ada bibi
Madge, Maysilee Donner, peserta yang terbunuh di arena.
Nama Haymitch dipanggil terakhir. Aku lebih terkejut melihatnya dibanding
melihat ibuku. Muda. Kuat. Sulit kuakui, tapi dia tampan juga. Rambutnya hitam
dan keriting, mata Seam-nya yang kelabu tampak bening, dan bahkan, berbahaya.
"Oh, Peeta, menurutmu dia tidak membunuh Maysilee, kan?" tanyaku. Aku tidak
tahu kenapa, tapi aku tidak sanggup membayangkannya.
"Dengan empat puluh delapan peserta" Kurasa kemungkinannya kecil," kata
Peeta. Naik kereta kuda"anak-anak Distrik 12 mengenakan pakaian penambang batu
bara yang jelek"dan wawancara demi wawancara berlalu. Tidak ada waktu untuk
memusatkan perhatian pada semua peserta. Tapi karena Haymitch jadi
pemenangnya, kami bisa melihat semua wawancaranya dengan Caesar Filckerman,
yang tampak persis sama seperti biasa dengan jas biru gelap yang berkilau. Hanya
rambut hijau tuanya, kelopak matanya, dan bibirnya saja yang berbeda.
"Jadi, Haymitch, bagaimana menurutmu Hunger Games kali ini yang jumlah
pesaingnya naik seratus persen?" tanya Caesar.
Haymitch mengangkat bahun "Menurutku tidak ada bedanya. Mereka masih akan
seratus persen bodoh seperti biasa, jadi kupikir kesempatanku bakal sama saja."
Penonton tertawa dan Haymitch memperlihatkan separo senyumnya. Licik.
Arogan. Cuek. "Dia tidak perlu susah payah melakukan itu, ya, kan?" tanyaku.
Tiba pagi ketika Hunger Games dimulai. Kami melihatnya dari sudut pandang
salah satu peserta ketika dia naik dari tabung dari Ruang Peluncuran menuju arena.
Aku tidak bisa tidak menahan napas. Rasa takjub tergambar di wajah-wajah para
peserta. Bahkan alis Haymitch terangkat senang, meskipun setelah itu kembali
menunjukkan pandangan marah.
Arena itu adalah tempat paling memesona yang bisa terbayangkan. Cornucopia
emas berada di tengah padang rumput hijau dengan rumpun-rumpun bunga indah
di sana-sini. Langit biru cerah dengan awan-awan putih empuk. Burung-burung
penyanyi yang berwarna cerah berterbangan di atas kepala. Melihat cara para
peserta menghirup udara, pasti aromanya fantastis. Kamera yang mengambil
gambar dari udara memperlihatkan padang rumput yang jauhnya sampai bermilmil. Nun juah di sana, di satu arah, tampaknya ada hutan, di sisi lain ada gunung
yang puncaknya berselimut salju.
Keindahan itu membuat beberapa peserta mengalami disorientasi, karena ketika
gong berbunyi, kebanyakan dari mereka seperti berusaha bangun dari mimpi. Tapi
tidak Haymitch. Dia sudah berada di Cornucopia, sudah mengambil senjata-senjata
dan ransel berisi persediaan pilihan. Dia sudah berlari menuju hutan sebelum
sebagian besar peserta lain turun dari piringan mereka.
Delapan belas peserta tewas dalam pertumpahan darah pada hari pertama itu.
Peserta-peserta yang lain mulai berjatuhan dan jelas bahwa hampir segala yang ada
di tempat indah ini"buah-buahan yang menggiurkan bergantungan di semaksemak, air yang mengalir di sungai sebening kristal, atau aroma bunga yang
dihirup langsung terlalu dekat"ternyata beracun. Hanya air hujan dan makanan
yang disediakan di Cornucopia yang aman untuk dimakan. Juga ada kawanan
Karier berjumlah sepuluh orang yang menyisir daerah pegunungan untuk mencari
korban. Haymitch juga mengalami masalah-masalahnya sendiri di hutan, tupai gemuk
keemasan itu ternyata binatang buas dan menyerang dalam kawanan, sengatan
kupu-kupu membawa penderitaan kalau bukan kematian. Tapi Haymitch terus
melangkah, selalu menjaga agar gunung yang berada nun jauh di sana ada di
belakangnya. Maysilee Donner ternyata punya banyak perlengkapan untuk gadis yang
meninggalkan Cornucopia hanya dengan ransel kecil. Di dalamnya ada mangkuk,
dendeng sapi, dan pistol angin dengan dua belas anak panah kecil. Dengan
memanfaatkan racun yang tersedia, dia mengubah pistol angin itu menjadi senjata
yang mematikan dengan mencelupkan anak-anak panah tersebut ke zat mematikan
dan menembakkannya langsung ke kulit lawan.
Empat hari kemudian, gunung yang indah itu meletus dan menghabisi nyawa dua
belas peserta, termasuk lima orang kawanan Karier. Dengan gunung yang
memuntahkan api, dan padang rumput yang tidak memberikan tempat
bersembunyi, tiga belas peserta yang tersisa"termasuk Haymitch dan Maysilee"
tidak punya pilihan lain selain masuk hutan.
Haymitch tampaknya terus ke arah yang sama, menjauh dari gunung berapi, tapi
labirin tanaman yang rapat nemaksanya mengambil jalan berputar ke tengah hutan,
di sana dia bertemu dengan tiga orang peserta Karier dan Haymitch langsung
mengeluarkan pisaunya. Mereka mungkin jauh lebih besar dan kuat, tapi Haymitch
memiliki kecepatan luar biasa dan berhasil membunuh dua peserta itu sementara
yang ketiga berhasil melucuti senjatanya. Peserta Karier itu nyaris menggorok
lehernya ketika tembakan anak panah membuatnya langsung tersungkur ke tanah.
Maysilee Donner berjalan keluar dari hutan, "Kita akan hidup lebih lama jika
berdua." "Kurasa kau baru saja membuktikannya," kata Haymitch, sambil menggosok
lehernya. "Sekutu?"
Maysilee mengangguk. Dan di sanalah mereka, langsung membentuk ikatan yang
sulit dilepaskan jika kau ingin pulang dan menghadapi distrikmu.
Sama seperti aku dan Peeta, berdua mereka melakukan segalanya lebih baik. Lebih
banyak istirahat, membuat sistem untuk menyimpan lebih banyak air hujan,
berkelahi sebagai tim, dan saling berbagi makanan dari ransel-ransel peserta yang
tewas. Tapi Haymitch masih bertekad untuk terus bergerak.
"Kenapa?" Maysilee terus-menerus bertanya, dan Haymitch mengabaikan
pertanyaan Maysilee sampai dia menolak bergerak sebelum pertanyaannya
dijawab. "Karena tempat ini pasti ada ujungnya, kan?" sahut Haymitch. "Arena ini pasti
tidak tak terbatas."
"Apa yang kauharap akan kautemukan?" tanya Maysilee.
"Aku tidak tahu. Tapi mungkin sesuatu yang bisa kita gunakan," katanya.
Ketika akhirnya mereka berhasil menembus labirin tanaman yang lebat dengan
menggunakan obor las dari salah satu ransel peserta Karier yang tewas, mereka
sampai di tanah kering yang menuju tebing. Jauh di bawah tebing itu banyak
bebatuan yang bergerigi. "Cuma sampai di sini, Haymitch. Aku ingin kita kembali," kata Maysilee.
"Tidak. Aku ingin tetap di sini," katanya.
"Baiklah. Hanya tinggal kita berlima. Lebih baik kita berpisah sekarang," kata
Maysilee. "Aku tidak mau jika akhirnya tinggal kita berdua."
"Oke," Haymitch menyetujuinya. Itu saja. Haymitch tidak mengulurkan tangan
untuk bersalaman atau memandangnya. Lalu Maysilee pun berjalan pergi.
Haymitch berjalan di sepanjang ujung tebing seakan berusaha mencari tahu
sesuatu. Kakinya menendang beberapa butir kerikil yang jatuh ke jurang yang
tampaknya tak berujung di bawah sana. Tapi tidak lama kemudian, ketika dia
duduk beristirahat, kerikil itu terpental naik ke sampingnya. Haymitch
memandanginya, heran, wajahnya tampak tegang. Dia melempar batu seukuran
kepalan tangannya ke tebing lalu menunggu. Ketika batu itu terpental naik ke
tangannya lagi, Haymitch mulai tertawa.
Saat itulah Maysilee mulai menjerit. Persekutuan mereka sudah berakhir dan gadis
itu yang memutuskannya, jadi tak ada seorang pun yang bisa menyalahkan
Haymitch karena mengabaikannya. Tapi Haymitch tetap lari menuju Maysilee.
Haymitch tiba tepat ketika rombongan terakhir burung berwarna pink, yang
memiliki paruh tipis panjang, mematuki leher Maysilee. Haymitch menggenggam
tangan Maysilee hingga napas penghabisan, dan aku teringat Rue, dan bagaimana
aku juga terlambat menyelamatkannya.
Selanjutnya pada hari itu, peserta lain tewas terbunuh dalam perkelahian dan yang
ketiga tewas dimakan sekawanan tupai berbulu, menyisakan Haymitch dan anak
perempuan dari Distrik 1 berlomba meraih mahkota juara. Tubuh gadis itu lebih
besar daripada Haymitch dan sama cepatnya, dan ketika pertarungan yang tak
tehindarkan itu terjadi, pertarungan itu penuh darah, mengerikan, dan keduanya
mengalami luka-luka fatal, ketika akhirnya senjata Haymitch terlucuti. Dia berjalan
terhuyung-huyung melewati hutan yang indah, memegangi isi perutnya agar tidak
keluar, sementara gadis itu mengejarnya, memegangi kapak yang bakal mengantar
Haymitch ke kematiannya. Haymitch langsung berjalan menuju ke tebing dan baru
tiba ketepiannya ketika gadis itu melemparkan kapaknya. Haymitch terjatuh ke
tanah dan kapak itu terlempar ke jurang. Kini mereka sama-sama tidak bersenjata,
gadis itu hanya bisa berdiri berusaha menghentikan darah yang mengalir dari
lubang matanya yang bolong. Dia berpikir mungkin dia bisa menghabisi Haymitch,
yang mulai kejang-kejang di tanah. Tapi apa yang tidak diketahui gadis itu, dan
diketahui Haymitch, adalah kapak itu akan terlontar lagi. Dan ketika kapak itu
melayang ke tepi tebing, kapak langsung terbenam ke dalam kepala anak
perempuan itu. Meriam dibunyikan, mayat gadis itu diambil, dan terompet ditiup
mengumumkan kemenangan Haymitch.
Peeta mematikan rekaman video itu dan kami duduk dalam keheningan selama
sesaat. Akhirnya Peeta berkata, "Medan gaya di bawah tebing seperti yang ada di atas
Pusat Latihan, yang akan melemparmu kembali jika kau berusaha melompat atau
bunuh diri. Haymitch menemukan cara untuk mengubahnya menjadi senjata."
"Bukan cuma senjata untuk melawan peserta-peserta lain, tapi juga melawan
Capitol," kataku. "Kau tahu mereka tidak mengira itu terjadi. Medan gaya itu tidak
dimaksudkan untuk menjadi bagian dari arena pertarungan. Mereka tak pernah
merencanakan ada orang yang menggunakannya sebagai senjata. Ketika Haymitch
mengetahui rahasia tersebut, mereka jadi kelihatan bodoh. Aku berani bertaruh
mereka pasti setengah berusaha menutupi semua itu. Aku yakin itu sebabnya aku
tidak ingat melihat semua itu di televisi. Yang dilakukan Haymitch nyaris sama
buruknya dengan kita dan buah berry!"
Aku tidak bisa tidak tertawa, tertawa sungguhan, untuk pertama kalinya selama
berbulan-bulan. Peeta hanya menggeleng seakan aku sudah sinting"mungkin
sudah, sedikit sinting. "Nyaris tapi tidak persis benar," kata Haymitch dari belakang kami.
Aku menoleh cepat, takut dia bakal marah mengetahui kami menonton
rekamannya, tapi dia cuma mencibir dan menenggak anggur dari botolnya.
Ternyata cuma sampai segitu saja niatnya untuk tetap sadar. Kurasa seharusnya
aku marah karena dia minum lagi, tapi aku disibukkan dengan perasaan lain.
Aku menghabiskan berminggu-minggu untuk mencari tahu siapa saja lawan-lawan
kami, tanpa benar-benar memikirkan siapa saja rekan satu timku. Sekarang ada
semacam rasa percaya diri baru yang menyala dalam diriku, karena kupikir aku
akhirnya tahu siapa Haymitch yang sebenarnya. Dan aku mulai tahu siapa aku.
Dan tentu saja, dua orang yang membuat begitu banyak masalah untuk Capitol


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasti bisa memikirkan cara untuk membawa Peeta pulang hidup-hidup.
Bab 15 SETELAH menjalani persiapan berkali-kali dengan Flavius, Venia, dan Octavia,
seharusnya ini jadi rutinitas lama untuk bertahan hidup. Tapi aku tidak mengira
akan menghadapi cobaan emosional yang menantiku. Pada satu saat selama
persiapan, masing-masing dari mereka menangis paling tidak dua kali, dan Octavia
merengek sepanjang pagi. Ternyata mereka sungguh-sungguh merasa dekat
denganku, dan memikirkan aku kembali ke arena membuat pertahanan mereka
runtuh. Gabungkan itu dengan fakta bahwa jika mereka kehilangan aku, mereka
akan kehilangan tiket masuk ke segala macam kegiatan sosial besar, terutama
pernikahanku, dan semua itu menjadi tak tertahankan. Membayangkan diriku harus
kuat demi orang lain tak pernah terlintas di benak mereka, aku yang akhirnya
berada dalam posisi untuk menghibur mereka. Karena akulah orang yang sedang
digiring ke pembantaian, keadaan ini entah bagaimana membuatku kesal.
Namun menarik mengingat apa yang dikatakan Peeta tentang pelayan di kereta api
yang tampak tidak senang melihat para pemenang harus bertarung lagi. Tentang
orang-orang di Capitol yang tidak menyukainya. Aku masih berpikir semua itu
akan termaafkan ketika gong dibunyikan, tapi mengetahui apa yang dirasakan
mereka yang di Capitol terhadap kami seakan-akan menyibakkan suatu tabir
Naked 1 Goosebumps - Percuma Menakut-nakutiku Kemelut Di Majapahit 10

Cari Blog Ini