Ceritasilat Novel Online

Tersulut Catching Fire 4

Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins Bagian 4


rahasia. Mereka jelas tidak punya masalah menonton anak-anak di bunuh setiap
tahun. Tapi mungkin mereka tahu terlalu banyak, terutama mereka yang sudah jadi
selebriti bertahun-tahun, untuk melupakan bahwa kami manusia. Kali seperti
melihat sahabat-sahabatmu mati. Lebih seperti Hunger Games bagi kami di distrikdistrik.
Pada saat Cinna muncul, aku sudah jengkel dan capek menghibur tim persiapan,
terutama karena air mata mereka yang tanpa henti itu mengingatkanku pada
mereka yang pasti meneteskan air mata juga di rumah. Berdiri di sini dengan
pakaian tipis serta kulit dan jantung yang berdenyut nyeri, aku tahu aku tak
sanggup lagi menanggung satu tatapan penyesalan. Jadi ketika dia berjalan masuk
melalui pintu, aku langsung membentaknya, "Aku bersumpah jika kau menangis,
aku akan membunuhmu di sini sekarang juga."
Cinna cuma tersenyum. "Pagi yang basah?"
"Kau bisa memerasku hingga kering," jawabku.
Cinna merangkul bahuku dan mengajakku makan siang. "Jangan kuatir. Aku selalu
menyalurkan perasaan-perasaanku ke dalam pekerjaanku. Dengan begitu, aku tidak
menyakiti orang lain kecuali diriku sendiri."
"Aku tidak bisa melewati semua itu lagi," aku memperingatkannya.
"Aku tahu. Aku akan bicara dengan mereka," ujar Cinna.
Makan siang membuatku sedikit lebih baik. Ayam kampung dengan agar-agar
warna-warni, dan sayuran sungguhan dalam ukuran mini yang berenang dalam
mentega, dan kentang yang diremukkan dengan daun peterseli. Untuk pencuci
mulut kami mencelupkan potongan-potongan buah dalam mangkuk berisi cokelat
leleh, dan Cinna harus memesan mangkuk kedua karena aku mulai memakan
cokelat itu dengan sendok.
"Jadi apa yang kita pakai untuk upacara pembukaan?" Akhirnya aku bertanya
setelah menghabiskan mangkuk kedua sampai tandas. "Lampu di kepala atau api?"
Aku tahu naik kereta kuda nanti pasti mengharuskan aku dan Peeta memakai
pakaian yang berhubungan dengan batu bara.
"Sesuatu yang di antaranya," kata Cinna.
Saat tiba waktunya untuk memakai kostum untuk upacara pembukaan, tim
persiapanku datang tapi Cinna menyuruh mereka pergi, mengatakan bahwa mereka
sudah melakukan pekerjaan yang spektakuler pada pagi hari, dan tak ada lagi yang
bisa mereka lakukan. Mereka pergi untuk memulihkan diri dari kesedihan, dengan
penuh syukur mereka meninggalkanku ke tangan Cinna. Dia menata rambutku
lebih dulu, dengan gaya kepang yang diajarkan ibuku padanya, lalu dia
melanjutkan dengan make up. Tahun lalu dia menggunakan sedikit riasan di
wajahku agar para penonton bisa mengenaliku ketika aku sampai di arena. Tapi
sekarang wajahku nyaris kelihatan aneh karena campuran warna yang dramatis dan
bayangan-bayangan gelap. Alis yang mencuat tinggi, tulang pipi yang tajam, mata
yang menyala, bibir yang ungu tua. Kostumku tampak sederhana awalnya, baju
terusan pas badan berwarna hitam yang membungkusku dari leher hingga kaki.
Cinna memasang separuh mahkota di kepalaku, bentuknya serupa dengan mahkota
yang kuperoleh sebagai pemenang, tapi yang ini terbuat dari logam hitam berat,
bukan emas. Lalu dia menyesuaikan cahaya di kamar agar mirip cahaya senja dan
menekan tombol di dalam kain di pergelangan tanganku. Aku menunduk,
terpesona, ketika semua perpaduan ini perlahan-lahan tampak hidupp, pertamatama muncul cahaya emas yang lembut lalu secara bertahap berubah menjadi batu
bara yang membara berwarna oranye-merah. Aku melihat diriku seakan
terbungkus dalam batu bara yang menyala"bukan, aku sendiri yang membara
langsung dari perapian. Warna-warna itu timbul-tenggelam, bergerak dan
bercampur, sebagaimana seharusnya batu bara.
"Bagaimana kau bisa membuat ini?" tanyaku terkagum-kagum.
"Aku dan Portia berjam-jam memandangi api," jawab Cinna. "Sekarang coba lihat
dirimu sendiri." Dia membawaku ke cermin agar aku bisa menyerap seluruh efek itu. Aku tidak
melihat anak perempuan, atau bahkan seorang wanita, tapi sosok yang bukan dari
bumi ini yang mungkin berasal dari gunung berapi yang memakan banyak nyawa
dalam Quarter Quell yang dimenangkan Haymitch. Mahkota hitam, yang kini
tampak merah menyala, memancarkan bayangan-bayangan anrh di wajahku yang
dirias secara dramatis. Katniss, gadis yang terbakar, sudah meninggalkan api yang
berkedip-kedip, gaun-gaun penuh riasan, dan rok yang lembut temaram. Dia sama
mematikannya dengan api itu sendiri.
"Kupikir... persis seperti inilah yang kubutuhkan untuk menghadapi yang lain,"
jawabku. "Ya, menurutku masa-masamu memakai lipstik dan pita pink sudah berakhir," kata
Cinna. Dia menyentuh tombol di pergelangan tanganku lagi, memadamkan
cahayaku. "Jangan kita habiskan bateraimu sekarang. Kali ini saat kau berada di
kereta kuda, jangan ada lambaian, jangan ada senyum. Aku mau kau memandang
lurus ke depan, seakan seluruh penonton tidak kauanggap ada."
"Akhirnya, sesuatu yang pandai kulakukan," kataku.
Cinna masih harus melakukan beberapa hal, jadi aku memutuskan untuk berjalan
menuju Pusat Tata Ulang, yang menjadi tempat pertemuan besar bagi para peserta
dan kereta kuda mereka sebelum upacara pembukaan. Aku berharap menemukan
Peeta dan Haymitch, tapi mereka belum datang. Tidak seperti tahun lalu, ketika
semua peserta bisa dibilang menempel pada kereta mereka, pertemuan kali ini
seperti ajang ramah-tamah. Para pemenang, baik peserta-peserta tahun ini dan
mentor mereka, berdiri dalam kelompok-kelompok kecil, sedang mengobrol. Tentu
saja, mereka saling mengenal dan aku tidak mengenal siapa pun di sini, sementara
aku bukan jenis orang yang berkeliling lalu memperkenalkan diriku sendiri. Jadi
aku membelai leher salah satu ekor kudaku dan berusaha tidak tampil terlalu
kentara. Tapi tidak berhasil. Suara kertakan permen itu menghantam telingaku bahkan sebelum aku tahu dia ada
di sampingku, dan ketika aku menoleh, mata hijau laut Finnick Odair yang terkenal
itu hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahku. Dia memasukkan gula-gula
lagi ke mulutnya dan bersandar di kudaku.
"Halo, Katniss," sapanya, seakan kami sudah saling mengenal selama bertahuntahun, padahal kenyataannya kami tak pernah bertemu
"Halo, Finnick," balasku, sama santainya, meskipun aku merasa tidak nyaman
dengan kedekatannya, terutama karena terlalu banyak kulitnya yang terbuka di
dekatku. "Mau gula?" tanyanya, mengulurkan tangan yang berisi tumpukan gula batu.
"Seharusnya ini untuk kuda, tapi siapa yang peduli" Mereka punya waktu
bertahun-tahun untuk memakan gula, sementara kau dan aku... yah, jika kita
melihat sesuatu yang manis, lebih baik kita segera mengambilnya."
Finnick Odair bisa dibilang legenda hidup di Panem. Sejak dia memenangkan
Hunger Games yang ke-65 ketika umurnya baru empat belas tahun, dan dia
termasuk salah satu pemenang termuda. Berasal dari Distrik 4, dia termasuk
peserta Karier, jadi kemungkinan dia menang memang besar, tapi apa yang tidak
bisa diberikan pelatihnya adalah ketampanannya yang luar biasa. Jangkung, atletis,
dengan kulit keemasan dan rambut cokelat kemerahan serta mata yang
menakjubkan. Sementara peserta-peserta lain pada tahun itu harus mengalami
banyak kesulitan untuk mendapatkan sedikit gandum atau korek api sebagai
hadiah, Finnick tak pernah kekurangan apa pun, tidak perlu makanan, obat-obatan,
atau senjata. Setelah seminggu para pesaingnya baru sadar bahwa Finnick
seharusnya jadi sasaran yang mesti dibunuh, tapi semua sudah terlambat. Dia
petarung hebat dengan tombak dan pisau yang ditemukannya di Cornucopia.
Ketika dia menerima parasut perak dengan trisula"yang mungkin merupakan
hadiah termahal yang pernah kulihat di arena"semuanya pun berakhir. Industri
Distrik 4 adalah perikanan. Dia berada di kapal laut sepanjang hidupnya. Trisula
merupakan senjata alami dan mematikan di tangannya. Dia bisa membuat jaring
dari tanaman rambat yang ditemukannya, lalu dia menggunakannya untuk menjerat
lawan-lawannya agar bisa ditombakinya dengan trisula, dan dalam hitungan hari
mahkota kemenangan pun jadi miliknya.
Karena kemudaannya, tak ada yang bisa benar-benar menyentuhnya pada satu-dua
tahun pertama. Tapi sejak dia berumur enam belas tahun, dia meghabiskan
waktunya di Hunger Games dengan dikejar-kejar oleh mereka yang cinta setengah
mati padanya. Tidak ada seorang pun yang lama disukainya. Dia bisa mendapat
empat atau lima kekasih dalam sekali kunjungan tahunan. Tua atau muda, cantik
atau jelek, kaya atau sangat kaya, dia akan menemani mereka dan menerima
hadiah-hadiah mewah dari mereka, tapi dia tak pernah menetap, dan setelah dia
pergi dia tak pernah kembali lagi.
Aku tidak bisa bilang bahwa Finnick salah satu manusia paling memesona dan
menawan di planet ini. Tapi sejujurnya aku bisa bilang bahwa dia tak pernah
menarik di mataku. Mungkin dia terlalu cantik, atau mungkin dia terlalu mudah
didapat, atau mungkin sesungguhnya terlalu mudah kehilangan dirinya.
"Tidak, terima kasih," kataku menolak gula itu. "Tapi kapan-kapan aku kepingin
meminjam pakaianmu."
Dia memakai jaring emas yang tersimpul di selangkangannya jadi secara teknis dia
tidak bisa dibilang telanjang, tapi kurang-lebih begitulah keadaannya. Aku yakin
penata gayanya berpikir lebih banyak kulit Finnick yang dilihat penonton, lebih
baik. "Kau benar-benar membuatku takut dengan kostum itu. Apa yang terjadi dengan
gaun-gaun gadis kecil yang cantik?" tanyanya. Dia menjilat bibirnya sedikit.
Mungkin ini yang membuat banyak orang tergila-gila padanya. Tapi yang terpikir
olehku adalah si tua Cray, yang meneteskan air liur melihat gadis-gadis muda yang
malang dan kelaparan. "Sudah tidak muat lagi," sahutku.
Jamari Finnick menelusuri kerah pakaianku. "Sayang sekali urusan Quell ini ya.
Kau bisa bercinta seperti bandit di Capitol. Perhiasan, uang, apa pun yang
kauinginkan." "Aku tidak suka perhiasan, dan aku punya uang lebih daripada yang kubutuhkan.
Lagi pula, kemana kauhabiskan uangmu Finnick?" tanyaku.
"Oh, sudah bertahun-tahun aku tidak berurusan dengan hal sepele seperti uang,"
kata Finnick. "Lalu bagaimana mereka membayar untuk kenikmatan yang kauberikan karena
telah menemani mereka?" tanyaku.
"Dengan rahasia," katanya perlahan. Dia menggelengkan kepalanya sehingga
bibirnya nyaris menyentuh bibirku. "Bagaimana denganmu, gadis yang terbakar"
Kau punya rahasia yang layak untuk mendapat waktuku?"
Karena alasan tolol, wajahku bersemu merah, tapi aku memaksa diriku agar tetap
tegar. "Tidak ada, aku seperti buku yang terbuka," aku balas berbisik. "Semua orang
sepertinya sudah tahu rahasiaku bahkan sebelum aku mengetahuinya."
Dia tersenyum. "Sayangnya, itu memang benar." Matanya melirik ke samping.
"Peeta datang. Maaf kau harus menunda pernikahanmu. Aku tahu kau pasti merasa
hancur." Dia melemparkan sebutir gula batu lagi ke mulutnya lalu berjalan pergi.
Peeta berdiri di sampingku, memakai pakaian yang sama denganku. "Apa yang
diinginkan Finnick Odair?" tanyanya.
Aku menoleh dan mendekatkan bibirku ke bibir Peeta lalu mengerjapkanngerjapkan mata meniru Finnick.
"Dia menawariku gula dan ingin tahu semua rahasiaku," kataku dengan suara
merayu yang terbaik. Peeta tertawa. "Uh, yang benar."
"Benar," kataku. "Akan kuceritakan lebih banyak setelah buluku berhenti
merinding." "Menurutmu apakah kita akan seperti ini jika hanya salah satu dari kita yang
menang?" tanya Peeta, sambil menoleh ke sana kemari memandangi pemenangpemenang lain. "Jadi bagian dari kumpulan aneh."
"Tentu saja. Terutama kau," kataku.
"Oh. Dan kenapa terutama aku?" tanyanya sambil tersenyum.
"Karena kau punya kelemahan terhadap hal-hal yang indah sementara aku tidak,"
kataku dengan nada arogan. "Mereka akan membujukmu menjalani gaya hidup
Capitol dan kau akan terseret hilang sepenuhnya."
"Punya mata yang menyukai keindahan tidak sama dengan kelemahan," kata Peeta
menjelaskan. "Kecuali mungkin bila berkaitan denganmu."
Musik mulai berkumandang dan aku melihat pintu-pintu besar membuka untuk
kereta pertama, terdengar jeritan dan teriakan penonton.
"Mari?" Dia mengulurkan tangan untuk membantuku naik kereta.
Aku naik dan menariknya naik setelahku.
"Jangan bergerak," kataku, dan meluruskan letak mahkotanya. "Kau sudah melihat
pakaianmu bisa dinyalakan kan" Kita akan tampil hebat lagi."
"Tentu saja. Tapi Portia bilang kita harus berada di atas segalanya. Tidak ada
lambaian atau apa pun," kata Peeta. "Ngomong-ngomong, di mana mereka?"
"Aku tidak tahu." Aku memandangi iringan kereta. "Mungkin lebih baik kita mulai
dan menyalakan sendiri."
Kami melakukannya, dan kami mulai menyala, aku bisa melihat orang-orang
menunjuk kami sambil bicara, dan aku tahu sekali lagi, kami akan jadi
pembicaraan di upacara pembukaan. Kami hampir tiba di pinth. Aku melongokkan
kepalaku mencari-cari, tapi baik Portia maupun Cinna, yang selalu mendampingi
kami sampai detik terakhir tahun lalu, tidak tampak batang hidungnya.
"Apakah kita harus berpegangan tangan tahun ini?" tanya Peeta.
"Kurasa mereka menyerahkannya kepada kita," kata Peeta.
Aku memandang mata biru itu dan tidak ada riasan dramatis macam apa pun yang
bisa membuatnya tampak mematikan dan aku ingat bagaimana setahun lalu, aku
siap membunuhnya. Saat itu aku yakin dia bakal membunuhku. Sekarang
semuanya terbalik. Aku bertekad menjaganya tetap hidup, meskipun tahu bahwa
harga yang harus dibayar adalah nyawaku sendiri, tapi bagian dari diriku yang
tidak seberani kelihatannya lega bahwa yang di sampingku saat ini adalah Peeta,
bukan Haymitch. Kedua tangan kami langsung saling menggenggam tanpa banyak
tanya lagi. Tentu saja kami akan masuk sebagai pasangan.
Suara penonton jadi membahana hingga pekikan serempak ketika kami muncul
menuju cahaya senja yang mulai memudar, tapi kami berdua tak bereaksi. Aku
hanya memusatkan pandanganku di titik kejauhan dan pura-pura tidak menyadari
kehadiran penonton, tidak ada histeria. Aku tidak bisa menahan diri untuk melihat
sekilas penampilan kami di layar-layar raksasa di sepanjang jalan yang kami
lewati, dan penampilan kami tidak hanya indah, kami juga gelap dan kuat. Tidak,
lebih dari itu. Kami adalah pasangan bernasib malang dari Distrik 12, yang
menderita begitu banyak dan tidak bisa banyak menikmati hasil kemenangan kami,
tidak mencari dukungan penggemar, menyambut mereka tanpa senyum atau
menangkap ciuman-ciuman mereka. Kami tidak memaafkan.
Dan aku menyukainya. Akhirnya aku bisa jadi diriku sendiri.
Ketika kami berbelok di Bundaran Kota, aku bisa melihat beberapa penata gaya
berusaha mencuri gagasan Cinna dan Portia dengan memancarkan cahaya dari
peserta-peserta mereka. Pakaian yang bertaburan lampu listrik dari Distrik 3, di
sana mereka menghasilkan peralatan elektronik, yang masih masuk akal. Tapi apa
yang dilakukan oleh penjaga-penjaga ternak dari Distrik 10, yang memakai kostum
sapi, dengan ikat pinggang berapi" Memanggang diri mereka sendiri"
Menyedihkan. Sebaliknya, aku dan Peeta sangat memesona dengan kostum batu bara kami yang
bergerak-gerak apinya sehingga sebagian besar peserta memandangi kami tanpa
berkedip. Terutama pasangan dari Distrik 6, yang dikenal sebagai pecandu morfin,
tampaknya tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari kami, bahkan ketika Presiden
Snow mulai bicara dari balkonnya, menyambut kedatangan kami di Quell. Lagu
kebangsaan dimainkan, dan kami berputar sekali lagi untuk terakhir kalinya
mengelilingi bundaran. Apakah aku salah lihat" Atau memang benar tatapan
Presiden juga terpusat padaku"
Aku dan Peeta menunggu sampai pintu-pintu Pusat Latihan tertutup sempurna dan
barulah kami bisa bersikap santai. Cinna dan Portia ada di sana, senang melihat
penampilan kami, dan Haymitch juga tampil tahun ini, hanya saja dia tidak berada
di kereta kuda kami, dia bersama peserta-peserta dari Distrik 11. Aku melihatnya
mengangguk ke arah kaki lalu mereka mengikutinya untuk menyambut kami.
Aku langsung mengenali Chaff karena selama bertahun-tahun kulihat dia dan
Haymitch saling mengulurkan botol minuman keras di televisi. Dia berkulit gelap,
tingginya sekitar 180 sentimeter, dan salah satu lengannya buntung larena putus
ketika dia memenangkan Hunger Games tiga puluh tahun lalu. Aku yakin mereka
menawarinya tangan palsu sebagai pengganti, seperti yang mereka lakukan pada
Peeta ketika mereka mengamputasi kaki Peeta, tapi kurasa dia tidak mau.
Peserta wanita dari Distrik 11, Seeder, penampilannya seperti penduduk Seam,
dengan kulit berwarna zaitun dan rambut hitam lurus dengan garis-garis perak di
sana-sini. Hanya mata cokelat keemasannya yang menandakannya dari distrik lain.
Usianya pasti sekitar enam puluh tahun, tapi dia masih kelihatan kuat, tidak ada
tanda-tanda dia melarikan diri ke minuman keras atau morfin atau zat kimia lain
sebagai cara melarikan diri selama bertahun-tahun belakangan ini. Sebelum ada
salah satu dari kami yang sempat bicara, Seeder memelukku. Entah bagaimana aku
tahu ini pasti ada kaitannya dengan Rue dan Thresh. Sebelum mereka sempat
menahan diri, aku berbisik, "Keluarga-keluarga mereka?"
"Mereka hidup," katanya pelan sebelum melepaskanku.
Chaff merangkulku dengan tangannya yang tidak buntung lalu menciumku di
mulut. Aku terlonjak, kaget, sementara dia dan Haymitch terbahak-bahak.
Hanya itu waktu yang kami miliki sebelum para pelayan Capitol dengan tegas
mengarahkan kami ke eskalator. Aku punya firasat mereka tidak nyaman dengan


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

persahabatan antara para pemenang, yang tampaknya tidak peduli perasaan
mereka. Ketika aku berjalan menuju elevator, tanganku masih berpegangan dengan
tangan Peeta, ada seseorang yang mengendap-endap di sampingku. Gadis itu
melepaskan ikat kepalanya yang berupa ranting-ranting berdaun lalu melemparnya
ke belakang tanpa menoleh ke belakang ke mana jatuhnya. Dia menang karena
dengan meyakinkan dia menampilkan sosok yang lemah dan tak berdaya sehingga
tidak ada yang memburunya. Dia mengacak-acak rambutnya yang spiky dan
memutar bola mata cokelatnya. "Kostumku jelek ya" Penata gayaku adalah idiot
terbesar di Capitol. Peserta-peserta dari distrik kami sudah jadi pohon selama
empat puluh tahun dalam asuhannya. Seandainya aku mendapat Cinna. Kau
tampak fantastis." Obrolan cewek. Aku paling tidak pandai urusan ini. Pendapat tentang pakaian,
rambut, riasa. Jadi aku berbohong. "Yeah, dia membantuku merancang pakaianpakaian hasil rancanganku. Kau harus lihat apa yang bisa dia lakukan dengan
beludru." Beludru. Satu-satunya jenis kain yang terpikir olehku.
"Sudah kulihat. Dalam turmu. Gaun tanpa talu yang kaupakai di Distrik Dua"
Berwarna biru tua dengan berlian-berlian" Gaun itu indah sekali sampai-sampai
aku ingin mengulurkan tangan ke layar televisi dan menariknya dari punggungmu,"
kata Johanna. Aku yakin kau pasti kepingin, pikirku. Sekalian kaurenggut juga kulitku.
Sementara kami menunggu elevator, Johanna membuka risleting pohonnya.
Membiarkannya jatuh ke lantai, lalu menendangnya dengan jijik. Kecuali sandal
kayu yang dipakainya, tidak ada sehelai benang pun di tubuh Johanna. "Ini lebih
baik." Kami akhirnya berada dalam satu elevator yang sama dengannya, dan selama
perjalanan ke lantai tujuh dia mengobrol dengan Peeta tentang lukisan-lukisannya
sementara cahaya dari pakaian Peeta yang masih berkilau terpantul di dada
Johanna yang telanjang. Ketika dia keluar, dia mengabaikan Peeta, tapi aku tahu
dia sedang menyeringai. Kulepaskan pegangan tanganku dari Peeta ketika pintu
elevator menutup sehabis Chaff dan Seeder keluar, meninggalkan kami berdua
saja, lalu Peeta mulai tertawa.
"Apa?" tanyaku, ketika kami melangkah keluar ke lantai kami.
"Ini karenamu, Katniss. Kau tidak melihatnya?" tanya Peeta.
"Aku kenapa?" tanyaku.
"Kenapa mereka bertingkah seperti ini. Finnick dengan gula batunya dan Chaff
menciummu serta Johanna telanjang bulat." Peeta berusaha lebih serius, tapi tidak
berhasil. "Mereka mempermainkanmu karena kau sangat... kau tahulah."
"Tidak, aku tidak tahu," kataku. Dan aku sama sekali tidak tahu apa maksud Peeta.
"Seperti ketika kau tidak mau meliatku telanjang di arena meskipun aku sudah
nyaris mati. Kau sangat... suci," katanya.
"Aku tidak begitu!" kataku. "Selama setahun ini aku bisa dibilang menelanjangimu
tiap kali kita disorot kamera!"
"Yeah, tapi... maksudku, bagi Capitol, kau suci," katanya, jelas ingin meredakan
emosiku. "Bagiku, kau sempurna. Mereka hanya menggodamu."
"Tidak, mereka menertawakanku, dan kau juga!" kataku.
"Tidak." Peeta menggeleng, sambil mengulum senyum.
Aku sedang serius mempertimbangkan siapa yang kali ini seharusnya keluar dari
Hunger Games hidup-hidup ketika pintu elevator lain terbuka.
Haymitch dan Effie bergabung dengan kami, tampak gembira karena sesuatu. Laku
wajah Haymitch mengeras. Apa yang aku lakukan sekarang" Aku nyaris bertanya begitu, tapi aku melihat dia
memandang ke belakangku, ke arah pintu masuk ruang makan.
Effie berkedip ke arah yang sama, lalu berkata riang, "Sepertinya mereka memberi
kalian pasangan serasi tahun ini."
Aku menoleh dan melihat gadis Avox yang melayaniku tahun lalu sampai Hunger
Games dimulai. Kupikirkan betapa menyenangkannya punya teman di sini.
Kuperhatikan pria muda di sampingnya, Avox yang lain, juga berambut merah.
Pasti itu maksud Effie dengan pasangan serasi.
Lalu bulu kudukku meremang. Karena aku juga mengenal pria itu. Bukan dari
Capitol tapi dari tahun-tahun obrolan santai di Hob, bergurau dengan sup Greasy
Sae, dua hari terakhir ketika melihatnya terbaring tak sadarkan diri di alun-alun
sementara Gale nyaris mati kehabisan darah.
Avox baru kami adalah Darius.
Bab 16 HAYMITCH memegang pergelangan tanganku seakan mengantisipasi gerakanku
selanjutnya, tapi tidak sanggup berkata-kata karena siksaan capitol juga menimpa
Darius. Haymitch pernah memberitahuku bahwa mereka melakukan sesuatu pada
lidah-lidah kaum Avox sehingga mereka takkan bisa bicara lagi. Dalam benakku
aku bisa mendengar suara Darius, jenaka dan riang, bertalu-talu di sepanjang Hob
untuk menggodaku. Bukan menggoda seperti yang dilakukan oleh sesama
pemenang sekarang, tapi karena kami sungguh-sungguh menyukai satu sama lain.
Seandainya Gale bisa melihat Darius sekarang...
Aku tahu gerakan apa pun yang kulakukan terhadap Darius, gelagat bahwa aku
mengenalinya, hanya akan menghasilkan hukuman untuknya. Jadi kami hanya
saling memandang lekat-lekat. Darius, yang sekarang jadi budak bisu; aku, yang
sekarang menghampiri mautnya. Lagi pula, apa yang bisa kami katakan" Bahwa
kami saling menyesali posisi masing-masing" Bahwa kami saling merasakan sakit
satu sama lain" Tidak, Darius seharusnya tidak lega mengenaliku. Jika aku ada di alun-alun
menghentikan Thread, dia tak perlu maju menyelamatkan Gale. Tidak perlu
menjadi Avox. Dan terutama tidak menjadi Avox-ku, karena Presiden Snow telah
tanpa sadar menempatkannya di sini untuk keuntunganku.
Aku memuntir pergelangan tanganku agar lepas dari genggaman Haymitch dan
berjalan menuju kamar tidur lamaku, lalu mengunci pintunya. Aku duduk di sisi
ranjang, kedua siku di lututku, dahi di atas kepalan tanganku, dan memandangi
bajuku yang bercahaya dalam kegelapan, membayangkan diriku ada di rumah
lamaku di Distrik 12, meringkuk di sebelah api. Perlahan-lahan kamat ini menjadi
gelap ketika baterainya habis.
Ketika Effie akhirnya mengetuk pintu untuk memanggilku makan malam, aku
bangun dan melepaskan kostumku, melipatnya dengan rapi, lalu menaruhnya di
meja bersama mahkotaku. Di kamar mandi, aku membasuh semua riasan garisgaris gelap dari wajahku. Aku memakai kaus sederhana dan celana panjang lalu
turun ke ruang makan. Aku tidak terlalu memperhatikan kegiatan yang berlangsung saat makan malam
kecuali Darius dan gadis Avox yang berambut merah itu menjadi pelayan-pelayan
kami. Effie, Haymitch, Cinna, Portia, dan Peeta semua ada di sini, kurasa mereka
bicara tentang upacara pembukaan. Tapi satu-satunya saat aku sungguh merasakan
keberadaanku di sini adalah ketika aku dengan sengaja menjatuhkan sepiring
kacang polong ke lantai, dan sebelum bisa dicegah siapa pun, aku langsung
berjongkok membersihkannya. Darius berada tepat di sampingku ketika aku
menjatuhkan mangkuk itu, dan sejenak kami berdua bersebelahan, pandangan ke
arah kami terhalang, sementara kami memunguti kacang polong yang jatuh.
Selama sesaat tangan kami bertemu. Aku bisa merasakan kulitnya yang kasar di
bawah saus mentega dari makanan. Jemari kami bertautan dalam ketegangan dan
keputusasaan yang menjadi pengganti kata-kata yang takkan pernah terucapkan.
Lalu Effie menggerutu dari belakangku tentang "Ini bukan tugasmu, Katniss!" dan
Darius pun melepaskan jemarinya.
Ketika kami menonton upacara pembukaan, aku menempatkan diri di antara Cinna
dan Haymitch di sofa karena aku tidak mau berada di sebelah Peeta. Perasaan tidak
enak terhadap Darius ini milik aku dan Gale dan mungkin juga Haymitch, tapi
bukan Peeta. Dia mungkin mengenal Darius sebatas anggukan sopan, tapi Peeta
tidaklah se-Hob kami. Selain itu, aku masih marah padanya karena menertawaiku
bersama pemenang-pemenang lain, dan aku tidak menginginkan simpati dan
penghiburan darinya. Aku belum berubah pikiran tentang menyelamatkannya di
arena, tapi aku tidak berutang lebih dari itu padanya.
Ketika aku menonton iring-iringan jalan di Bundaran Kota, kupikirkan betapa
buruknya mereka mendandani kami dengan segala rupa kostum dan
memparadekan kami di atas kereta kuda menyusuri jalanan pada tahun biasa.
Anak-anak yang memakai kostum kelihatan konyol, tapi para pemenang yang
sudah berumur ternyata tampak menyedihkan. Beberapa peserta yang lebih muda,
seperti Johanna dan Finnick, atau mereka yang tubuhnya masih bagus, seperti
Seeder dan Brutus, masih bisa terlihat punya harga diri. Tapi kebanyakan, mereka
yang menceburkan diri dalam minuman keras, morfin, atau sakit, tampak
mengerikan dalam kostum mereka, yang tampil sebagai sapi, pohon, dan
bongkahan roti. Tahun lalu kami masih mengobrol tentang masing-masing
kontestan, tapi malam ini hanya ada komentar sesekali. Keajaiban kecil ketika
penonton menggila saat aku dan Peeta muncul, tampak begitu muda dan kuat, dan
indah dalam kostum kami yang cermerlang. Gambaran tentang bagaimana peserta
seharusnya. Setelah tayangan berakhir, aku berdiri kemudian berterima kasih pada Cinna dan
Portia atas kerja sama mereka yang menakjubkan lalu pergi ke kamar tidur. Effie
mengingatkanku untuk bertemu sarapan lebih awal agar kami bisa mengatur
strategi latihan, tapi bahkan suara Effie-pun terdengar hampa. Effie yang malang.
Akhirnya dia punya satu Hunger Games yang paling membanggakan denganku
dan Peeta, dan sekarang semuanya hancur lebur hingga dia bahkan tidak bisa
memikirkan hal positif sama sekali dari hal ini. Dalam istilah Capitol, kurasa ini
bisa dianggap sebagai tragedi sejati.
Tidak lama setelah aku naik ke ranjang, terdengar ketukan pelan di pintu, tapi aku
mengabaikannya. Aku tidak menginginkan Peeta malam ini. Terutama dengan
keberadaan Darius di sini. Rasanya nyaris sama buruknya seakan Gale ada di sini.
Gale. Bagaimana aku bisa melepaskannya jika Darius menghantui di ruang depan"
Lidah menjadi bagian mencolok dalam mimpi-mimpi burukku. Pertama kali aku
melihatnya aku terkesiap dan tak berdaya sementata tangan-tangan bersarung
tangan mengeluarkan irisan berdarah dari mulut Darius. Kemudian aku berada di
pesta dengan semua orang memakai topeng dan seseorang yang menjentikjentikkan lidahnya yang basah, yang kukira adalah Finnick, membuntutiku, tapi
ketika dia menangkapku dan melepaskan topengnya, ternyata Presiden Snow, dan
bibirnya yang bengkak masih meneteskan luka berdarah. Terakhir, aku kembali ke
arena, lidahku sendiri sekering ampelas, sementara aku berusaha mencapai kolam
air yang selalu mengering setiap kali aku menyentuhnya.
Ketika aku terbangun, aku tertatih-tatih berjalan ke kamar mandi dan meneguk air
dari keran sampai aku tak sanggup minum lagi. Kulepaskan pakaianku yang penuh
keringat lalu kembali ke ranjang, telanjang, dan entah bagaimana bisa tertidur lagi.
Keesokan paginya, aku menunda keluar kamar untuk sarapan selama yang kubisa
karena sesungguhnya aku tidak ingin membicarakan strategi latihan kami. Apa
yang perku dibicarakan" Semua pemenang sudah tahu apa yang bisa dilakukan
yang lain. Atau yang dulunya pernah mereka kuasai. Jadi aku dan Peeta akan
meneruskan akting saling mencintai dan itu saja. Entah bagaimana aku tidak
sanggup membicarakannya, terutama dengan keberadaan Darius yang berdiri
membisu tidak jauh dari kami. Aku mandi lama, perlahan-lahan mengenakkan
pakaian yang ditinggalkan Cinna untuk latihan, dan memesan makanan dari daftar
menu di kamarku lewat mikrofon. Dalam semenit, sosis, telur, kentang, roti, jus,
dan cokelat panas muncul. Aku makan sampai kenyang, berusaha membunuh
waktu sampai jam sepuluh, ketika kami turun ke Pusat Latihan. Pada jam sembilan
tiga puluh, Haymitch menggedor pintuku, jelas sudah muak padaku, dan
memerintahkanku untuk ke ruang makan SEKARANG JUGA! Namun, aku masih
menyempatkan diri menggosok gigi berjalan menyusuri lorong ke ruang makan,
dan berhasil menghabiskan lima menit lagi.
Ruang makan kosong, hanya ada Peeta dan Haymitch dengan wajah yang merah,
karena minuman dan kemarahan. Di pergelangan tangannya ada gelang emas
dengan pola-pola api"ini pasti kesepakatannya dengan rencana Effie untuk
menyamakan aksesori"yang diputar-putarnya dengan marah. Sebenarnya gelang
itu bagus, tapi gerakannya membuat gelang itu lebih mirip belenggu daripada
perhiasan. "Kau terlambat!" bentaknya.
"Maaf. Aku baru bisa tidur setelah mimpi buruk tentang lidah yang dimutilasi
membuatku terjaga semalaman." Niatku sebenarnya menjawab dengan ketus, tapi
suaraku pecah juga pada akhir kalimat.
Haymitch cemberut, tapi kemudian melunak. "Baiklah, jangan dipikirkan. Hari ini,
dalam latihan, kalian punya dua tugas. Satu adalah tetap saling mencintai."
"Tentu saja," jawabku.
"Dan dua, bertemanlah," kata Haymitch.
"Tidak," jawabku. "Aku tidak percaya satu pun dari mereka. Aku tidak tahan pada
mereka, dan aku lebih suka bekerja berdua saja."
"Itu yang kubilang tadi, tapi..." Peeta angkat bicara.
"Tapi itu tidak cukup," Haymitch berkeras. "Kali ini kalian akan butuh lebih
banyak sekutu." "Kenapa?" tanyaku.
"Karena kalian dalam posisi yang tidak menguntungkan. Pesaing-pesaing kalian
sudah saling mengenal selama bertahun-tahun. Jadi menurutmu siapa yang akan
lebih dulu dijadikan sasaran?" tanyanya.
"Kami. Dan tak ada yang bisa kami lakukan yang bisa menghapus persahabatan
lama itu," kataku. "Jadi buat apa repot-repot?"
"Karena kau bisa bertarung. Kau populer di kalangan penonton. Itu bisa
membuatmu jadi sekutu yang diinginkan. Tapi itu pun jika kau membiarkan yang
lain tahu bahwa kau mau bergabung dengan mereka," kata Haymitch.
"Maksudmu, kau mau kami jadi kawanan Karier tahun ini?" tanyaku, tanpa bisa
menyembunyikan kejijikanku. Biasanya, para peserta dari Distrik 1, 2, dan 4
bergabung, dengan kemungkinan mengambil beberapa petarung yang hebat
lainnya, lalu memburu pesaing-pesaing yang lebih lemah.
"Bukankah itu strategi kita" Berlatih seperti kawanan Karier?" sahut Haymitch.
"Dan siapa pun yang masuk kawanan Karier biasanya sudah disepakati sebelum
Hunger Games dimulai. Peeta nyaris tidak lolos bergabung dengan mereka tahun
lalu." Aku teringat betapa jijiknya perasaanku ketika aku mengetahui Peeta bergabung
bersama kawanan Karier pada Hunger Games tahun lalu. "Jadi kami harus
berusaha masuk dalam kelompok Finnick dan Brutus, itu maksudmu?"
"Tidak persis begitu. Semua orang pemenang kali ini. Buat kawananmu sendiri jika
kau lebih suka begitu. Pilih yang kau suka. Kusarankan kau memilih Chaff dan
Seeder. Meskipun Finnick juga tidak boleh kauabaikan," kata Haymitch. "Cari
seseorang yang bisa kauajak bergabung yang mungkin bisa berguna bagimu. Ingat,
kau tidak lagi berada di arena yang penuh dengan anak-anak yang gemetar
ketakutan. Orang-orang ini semuanya pembunuh berpengalaman, tidak peduli apa
pun kondisi fisik mereka saat ini."
Mungkin Haymitch benar. Tapi siapa yang bisa kupercayai" Mungkin Seeder. Tapi
apakah aku benar-benar ingin bergabung dengannya, hanya dengan kemungkinan
aku bisa berakhir dengan keharusan membunuhnya nanti" Tidak. Tapi, dulu aku
tetap bergabung dengan Rue dalam kondisi kemungkinan yang sama. Kukatakan
pada Haymitch bahwa aku akan mencobanya, meskipun aku berpikir bahwa semua
ini gagasan buruk. Effie tiba lebih awal untuk mengantar kami turun karena tahun lalu, walaupun
kami tepat waktu, kami menjadi dua peserta terakhir yang muncul. Tapi Haymitch
mengatakan pada Effie bahwa dia tidak mau dia mengantar kami hingga ke gym.
Tak ada pemenang lain yang datang dengan pengasuh bayi mereka, dan dengan
menjadi pemenang termuda, penting bagi kami untuk tampak percaya diri. Jadi
Effie terpaksa harus puas hanya dengan mengantar kami sampai elevator,
mengomel tentang rambut kami, lalu memencet tombol lift untuk kami.
Perjalanan menuju ke bawah terasa singkat hingga tak ada waktu untuk mengobrol
sungguhan, tapi ketika Peeta menggenggam tanganku, aku tidak menariknya
menjauh. Tadi malam aku mungkin tidak memedulikannya ketika kami cuma
berdua, tapi dalam latihan kami harus tampil sebagai tim yang tak terpisahkan.
Effie tidak perlu kuatir kami jadi yang terakhir tiba. Di sini hanya ada Brutus dan
wanita dari Distrik 2, Enobaria. Umur Enobaria mungkin hanya sekitar tiga
puluhan dan yang kuingat darinya adalah dalam pertarungan tangan kosong dia
membunuh lawannya dengan mengoyak leher pria tang jadi lawannya dengan gigi.
Dia jadi begitu terkenal karena tindakan itu, sehingga setelah jadi pemenang,
giginya dioperasi sehingga tiap giginya membentuk ujung yang tajam seperti taring
dan dilapisi emas. Dia juga tidak kekurangan penggemar di Capitol.
Pada pukul sepuluh, baru setengah dari seluruh peserta yang tiba. Atala, wanita
yang jadi koordinator latihan, memulai kata-kata pembukaannya tepat waktu, tidak
terganggu dengan ketidakhadiran banyak peserta. Mungkin dia sudah
memperkirakannya. Aku agak merasa lega, karena itu artinya berkurang dua belas
orang yang harus pura-pura kuajak berteman. Atala menjelaskan pos-pos latihan
yang tersedia, yang mana saja termasuk keahlian bertarung atau bertahan hidup,
lalu melepaskan kami untuk latihan.
Kukatakan pada Peeta bahwa kupikir lebih baik kami berpisah, agar bisa
mencakup lebih banyak teritori. Ketika dia berjalan ke arah Brutus dan Chaff untuk
melempar tombak, aku berjalan menuju pos mengikat simpul. Nyaris tak ada
seorang pun yang mau datang kemari. Aku menyukai pelatihnya dan dia
mengingatku dengan gembira, mungkin karena aku menghabiskan waktu
bersamanya tahun lalu. Dia senang ketika aku menunjukkan padanya bahwa aku
masih bisa membuat perangkap yang membuat musuhku tergantung di pohon
dengan satu kaki terikat. Jelas dia mencatat jeratku di arena tahun lalu dan


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang dia menganggapku sebagai murid tingkat lanjut, jadi aku memintanya
menjelaskan segala macam simpul yang mungkin berguna di arena dan beberapa
lagu yang mungkin takkan pernah kugunakan. Aku puas bisa menghabiskan lagu
bersamanya berdua saja, tapi setelah satu setengah jam, ada lengan yang
memelukku dari belakang, jemarinya dengan mudah menyelesaikan simpul rumit
yang susah payah kukerjakan. Tentu saja itu Finnick, yang kurasa sejak kanakkanak menghabiskan waktunya dengan menggunakan trisula dan menjalin tali
dalam simpul untuk dibuat jaring. Selama beberapa saat aku melihatnya
mengambil tali, membuat simpul, lalu pura-pura menggantung dirinya dengan
simpul itu hanya untuk menggodaku.
Sambil memutar bola mataku, aku berjalan menuju pos kosong di mana para
peserta belajar membuat api. Aku sudah membuat api yang bagus, tapi masih
butuh korek api untuk menyalakannya. Jadi pelatihnya menyuruhku bekerja
dengan batu api, logam, dan potongan kain yang hangus. Ini jauh lebih sulit
daripada kelihatannya, meskipun aku sudah berkonsentrasi keras, api baru menyala
setelah satu jam. Aku mendongak sambil tersenyum penuh kemenangan dan
menemukan bahwa aku ternyata tidak sendirian.
Dua peserta dari Distrik 3 ada di sampingku, berusaha keras untuk menyalakan api
dengan korek api. Aku berniat pergi, tapi aku benar-benar ingin mencoba
menggunakan batu api lagi, dan jika aku harus melapor pada Haymitch bahwa aku
sudah mencoba berteman, dua orang ini mungkin pilihan yang sanggup kutahan.
Keduanya bertubuh kecil dengan kulit kelabu dan rambut hitam. Yang wanita,
Wiress, mungkin seumuran dengan ibuku dan bicara dengan suara tenang dan
cerdas. Tapi segera kusadari bahwa dia biasa berbicara terpotong di tengah
kalimat, seakan dia lupa kau ada di sana. Beetee, yang laki-laki, lebih tua dan entah
bagaimana kelihatan gelisah. Dia memakai kacamata tapi lebih banyak melihat ke
bawah kacamatanya. Mereka agak aneh, tapi aku yakin tak satu pun dari mereka
akan berusaha membuatku tidak nyaman dengan bugil di depanku. Dan mereka
dari Distrik 3. Mungkin mereka bisa menegaskan kecurigaan-kecurigaanku tentang
adanya pemberontakan di sana.
Aku memandang ke sekeliling Pusat Latihan. Peeta ada di tengah para pelempar
pisau yang kasar. Pasangan pecandu morfin dari Distrik 6 berada di pos kamuflase,
saling mengecat wajah satu sama lain dengan lingkaran-lingkaran warna pink
cerah. Peserta lelaki dari Distrik 5 sedang memuntahkan anggur di lantai
pertarungan pedang. Finnick dan wanita tua dari distriknya menggunakan pos
panahan. Johanna Mason telanjang lagi dan meminyaki kulitnya untuk pelajaran
gulat. Aku memutuskan untuk tidak beranjak dari tempatku.
Wiress dan Beetee jadi teman yang lumayan. Mereka tampak cukup ramah tapi
tidak usil. Kami bicara tentang bakat-bakat kami; mereka memberitahuku bahwa
mereka menjadi penemu barang-barang, yang membuat minatku terhadap bidang
fashion jadi kelihatan lemah. Wiress menceritakan peralatan menjahit yang sedang
dikerjakannya. "Alat ini memperkirakan kepadatan kain dan memilih kekuatannya," kata Wiress,
lalu dia keasyikan bercerita tentang warna kuning jerami sebelum melanjutkan
ceritanya. "Kekuatan benang," Beetee menyelesaikan penjelasannya. "Secara otomatis jadi
menghilangkan kesalahan manusia." Lalu Beetee bicara tentang keberhasilan
terbarunya dalam menciptakan chip musik yang cukup kecil untuk disamarkan
sebagai kepingan glitter tapi bisa menyimpan berjam-jam lagu. Aku ingat Octavia
bicara tentang ini saat foto pemotretan, dan aku melihat kesempatan untuk
menyinggung tentang pemberontakan.
"Oh, ya. Tim persiapanku kesal beberapa bulan lalu, kurasa karena mereka tidak
bisa mendapatkannya," kataku sambil lalu. "Kurasa banyak pesanan dari Distrik
Tiga yang mengalami penurunan produksi."
Beetee memperhatikanku dari bawah kacamatanya. "Ya. Apakah kalian mengalami
penurunan produksi tahun ini?" tanyanya.
"Tidak. Yah, kami kehilangan beberapa minggu ketika mereka mengganti Kepala
Penjaga Perdamaian dan menambah jumlah anak buahnya, tapi tidak ada masalah
besar," kataku. "Pada produksi, maksudku. Dua minggu duduk diam di rumah
tanpa melakukan apa-apa berarti dua minggu kelaparan bagi banyak orang."
Kupikir mereka mengerti apa yang berusaha kusampaikan. Bahwa tidak ada
pemberontakan di distrik kami.
"Oh. Sayang sekali," kata Wiress dengan nada sedikit kecewa. "Aku menganggap
distrikmu sangat..." Suaranya menghilang, teralih perhatiannya oleh sesuatu di
dalam kepalanya. "Menarik," lanjut Beetee. "Kami berdua menganggapnya begitu."
Aku merasa tidak enak hati, tahu bahwa distrik mereka pasti jauh menderita dari
distrik kami. Aku merasa harus membela orang-orangku.
"Yah, jumlah penduduk di Distrik Dua Belas tidak banyak," kataku. "Tidak berarti
belakangan ini kau bisa mengetahuinya dari jumlah Penjaga Perdamaian yang
ditempatkan di distrik kaki. Tapi kurasa ya, kami cukup menarik."
Ketika kami bergerak menuju pos perlindungan, Wiress berhenti dan memandang
ke tempat para Juri Pertarungan berjalan-jalan, makan, dan minum, kadang-kadang
memperhatikan kami. "Lihat," katanya, mengangguk sedikit ke arah mereka. Aku mendongak dan
melihat Plutarch Heavensbee dalam jubah ungu yang luar biasa dengan kerah bulu
yang menandakan bahwa dia Kepala Juri Pertarungan. Dia sedang makan paha
kalkun. Aku tidak mengerti kenapa itu mesti dikomentari, tapi aku ikut berkata, "Ya, itu
dipromosikan menjadi kepala Juri Pertarungan tahun ini."
"Bukan, bukan itu. Itu di ujung meja. Kau bisa..." kata Wiress.
Beetee menyipitkan mata di bawah kacamatanya. "Melihatnya."
Aku memandang ke arah itu, bingung. Tapi kemudian aku melihatnya. Bidang
sekitar lima belas sentimeter persegi di ujung meja yang tampaknya bergetar.
Seakan sudah ada di sana membentuk gelombang-gelombang kecil, mendistorsi
bagian-bagian di ujung meja dan cawan anggur yang diletakkan di sana,
"Medan gaya. Mereka memasangnya untuk menghalangi para Juri Pertarungan
dengan kita. Apa yang menyebabkan mereka memasang medan gaya itu?" tanya
Beetee. "Aku, mungkin," kataku mengaku. "Tahun lalu aku menembakkan panah pada
mereka pada sesi latihan pribadi." Beetee dan Wiress memandangku penasaran.
"Aku terpancing. Jadi, apakah semua medan gaya memiliki bidang seperti itu?"
"Celah," kata Wiress ragu.
"Dalam pelindung, seperti yang terlihat," Beetee menyelesaikan kalimatnya.
"Idealnya itu tidak tampak, ya kan?"
Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi makan siang sudah diumumkan. Aku
mencari Peeta, tapi dia sedang bersama sekelompok pemenang yang jumlahnya
sekitar sepuluh orang, jadi aku memutuskan untuk makan dengan Distrik 3.
Mungkin aku bisa mengajak Seeder untuk bergabung dengan kami.
Ketika kaki berjalan menuju ruang makan, aku melihat beberapa orang dari
kelompok Peeta punya ide lain. Mereka menyeret semua meja kecil untuk
membentuk satu meja besar agar kami semua bisa makan bersama. Sekarang aku
tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan di sekolah aku selalu menghindar makan di
meja yang ramai. Sejujurnya, aku mungkin makan sendirian jika Madge tidak
membiasakan diri bergabung denganku. Kurasa aku mungkin bisa makan dengan
Gale, tetapi karena dia dua tingkat di atasku, jam makan siang kami tidak pernah
bebarengan. Aku mengambil nampan dan mulai memutari kereta-kereta makanan yang
mengelilingi ruangan. Peeta menyusulku ketika aku berada di depan daging rebus.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Baik. Oke. Aku menyukai para pemenang dari Distrik Tiga," kataku. "Wiress dan
Beetee." "Benarkah?" tanya Peeta. "Mereka dianggap lelucon oleh yang lain."
"Kenapa aku tidak kaget ya?" tanyaku. Aku teringat bagaimana Peeta selalu
dikelilingi teman-temannya di sekolah. Mengherankan juga sesungguhnya jika dia
pernah memperhatikanku selain daripada menganggapku aneh.
"Johanna menjuluki mereka Nuts dan Volts," kata Peeta. "Kurasa yang perempuan
Nuts, dan lelakinya Volts."
"Dan aku begitu tololnya menganggap mereka mungkin berguna. Karena sesuatu
yang dikatakan Johanna ketika dia meminyaki dadanya untuk bergulat," sahutku.
"Sebenarnya, kupikir julukan itu sudah ada bertahun-tahun. Dan aku tidak
bermaksud menjadikannya penghinaan. Aku hanya berbagi informasi," kata Peeta.
"Wiress dan Beetee itu pandai. Mereka penemu. Mereka bisa langsung melihat
adanya medan gaya yang di pasang antara kita dan Juri Pertarungan. Dan jika kita
harus punya sekutu, aku mau mereka." Aku melempar sendok besar ke wadah
daging rebus, sehingga memercikkan kami berdua dengan kuah.
"Kenapa kau jadi marah begini?" tanya Peeta, menyeka kuah dari bagian depan
bajunya. "Karena aku menggodamu di elevator" Maafkan aku. Kupikir kau bisa
menganggapnya sebagai candaan."
"Lupakanlah," kataku sambil menggeleng. "Banyak pikiran saja."
"Darius," katanya.
"Darius. Pertarungan ini. Haymitch menyuruh kita bergabung dengan yang lain,"
kataku. "Kita bisa berdua saja, kau tahu, kan?" tanya Peeta.
"Aku tahu. Tapi mungkin Haymitch benar," kataku. "Jangan beritahu dia aku
bilang begitu, tapi bila berhubungan dengan Hunger Games, dia biasanya benar."
"Kau bisa jadi penentu siapa sekutu kita. Tapi saat ini, aku cenderung memilih
Chaff dan Seeder," kata Peeta.
"Aku tidak masalah dengan Seeder, tapi tidak Chaff," kataku. "Belum kuputuskan
juga." "Ayo makan bersamanya. Aku berjanji, aku takkan membiarkannya menciummu
lagi," kata Peeta. Chaff tampaknya tidak terlalu buruk saat makan siang. Dia tidak mabuk, walaupun
dia bicara terlalu keras dan membuat lelucon-lelucon garing, tapi kebanyakan
lelunconnya menertawai dirinya sendiri. Aku bisa melihat kenapa pria ini bagus
jadi teman Haymitch, yang pikirannya selalu gelap. Tapi aku masih belum yakin
untuk bergabung bersamanya.
Aku berusaha keras untuk bisa lebih bergaul, tidak hanya dengan Chaff tapi juga
semua orang dalam kelompok ini. Setelah makan siang aku ke pos serangga yang
bisa dimakan bersama peserta Distrik 8"Cecelia, yang punya tiga anak di rumah,
dan Woof, seorang pria sangat tua yang sudah sulit mendengar dan tampaknya
tidak menyadari apa yang terjadi karena dia terus memasukkan serangga-serangga
beracun ke mulutnya. Aku berharap bisa menyinggung pertemuanku dengan Twill
dan Bonnie di hutan, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Cashmere dan Gloss,
dua bersaudara dari Distrik 1, mengajakku bersama dan kami membuat tempat
tidur gantung. Mereka sopan tapi asyik, dan aku menghabiskan sepanjang waktu
bersama mereka dengan berpikir bagaimana aku membunuh dua peserta dari
distrik mereka tahun lalu, Glimmer dan Marvel, dan mereka mengenalnya, atau
mungkin saja jadi mentor bahi peserta tahun lalu. Tapi tempat tidur gantung serta
usahaku untuk berteman dengan mereka tidak terlalu bagus hasilnya. Aku
bergabung bersama Enobaria di tempat latihan pedang dan saling mengomentari,
tapi jelas bahwa tak ada satu pun dari kami yang ingin bergabung dengan yang
lain. Finnick muncul lagi ketika aku mempelajari tips tentang perikanan, tapi dia
hanya memperkenalkanku pada Mags, wanita tua yang juga berasal dari Distrik 4.
Antara aksen distriknya dan ucapannya yang seperti orang kumur-kumur"
mungkin dia terkena stroke"aku tidak bisa memahami ucapannya lebih dari
empat kata. Tapi aku berani sumpah dia bisa membuat kail ikan dari apa saja"
duri, tulang ayam, anting-anting. Setelah beberapa lama aku tidak lagi
mendengarkan si pelatih dan langsung meniru apa yang dilakukan Mags. Ketika
aku berhasil membuat kail yang lumayan dari paku yang bengkok lalu
mengikatnya dengan helai-helai rambutku, dia menunjukkan senyum ompongnya
dan komentar tak jelas yang kupikir mungkin berupa pujian. Mendadak aku ingat
bagaimana wanita ini dengan sukarela menggantikan wanita kuda yang histeris di
distriknya. Pasti tidak mungkin dia melakukannya karena dia pikir dia punya
kesempatan menang. Dia melakukannya untuk menyelamatkan wanita itu, sama
seperti aku mengajukan diri tahun lalu untuk menyelamatkan Prim. Dan aku
memutuskan bahwa aku menginginkannya dalam timku.
Bagus sekali. Sekarang aku harus kembali dan memberitahu Haymitch bahwa aku
ingin wanita 80 tahun ini serta Nuts dan Volts sebagai sekutuku. Dia pasti akan
girang sekali. Jadi aku berhenti mencoba mencari teman dan pergi ke area panahan untuk
mengembalikan kewarasanku. Menyenangkan juga berada di sana, mencoba
berbagai jenis busur dan anak panah yang berbeda-beda. Sang pelatih, Tax, melihat
bahwa sasaran yang tak bergerak tidak memberi tantangan bagiku, lalu mulai
melontarkan burung-burung palsu yang tampak konyol di udara untuk dijadikan
sasaranku. Mulainya tampak kelihatan bodoh, tapi lama-lama jadi mengasyikkan
juga. Mirip seperti berburu mahkluk hidup yang bergerak. Karena aku bisa
memanah semua yang dilemparnya, Tax mulai menambahkan jumlah burung yang
dilontarkannya ke udara. Aku sudah lupa sedang berada di gym, para pemenang,
dan betapa buruknya suasana hatiku, dan langsung tenggelam dalam kenikmatan
memanah. Ketika aku berhasil menembak lima burung dalam sekali lempar, aku
mendadak tersadar bahwa suasana begitu hening hingga aku bisa mendengar satu
per satu burung jatuh ke lantai. Aku berbalik dan melihat sebagian besar pemenang
berhenti untuk melihatku. Wajah-wajah mereka menampilkan berbagai ekspresi
mulai dari iri, kebencian, sampai kagum.
Sesudah latihan, aku dan Peeta bersantai berdua, menunggu Haymitch dan Effie
datang untuk makan malam. Ketika kami dipanggil untuk makan malam, Haymitch
langsung meninjuku. "Paling tidak setengah dari para pemenang memerintahkan
mentor mereka untuk memintamu sebagai sekutu. Aku tahu ini pasti bukan karena
kepribadianmu yang ceria."
"Mereka melihatnya memanah," kata Peeta sambil tersenyum, "Sesungguhnya, aku
melihatnya memanah, sungguh-sungguh melihatnya, untuk pertama kalinya. Aku
bahkan ikut kepingin membuat permintaan resmi jadi anggota tim padanya."
"Kau sebagus itu?" Haymitch bertanya padaku. "Sebagus itu hingga Brutus
menginginkanmu?" Aku mengangkat bahu. "Tapi aku tidak mau Brutus. Aku mau Mags dari Distrik
Tiga." "Tentu saja kau mau mereja." Haymitch mendesah dan memesan sebotol anggur.
"Akan kuberitahu semua orang bahwa kau belum memutuskan."
Setelah pamer kemampuan memanah, aku masih digoda beberapa kali, tapi aku
tidak lagi merasa diejek. Bahkan sebenarnya, entah bagaimana aku merasa sedang
diinisiasi untuk memasuki lingkaran pemenang. Selama dua hari selanjutnya, aku
menghabiskan waktu nyaris dengan semua orang yang bertarung di arena. Bahkan
dengan pecandu-pecandu morfin, yang dengan bantuan Peeta, mengecatku menjadi
taman bunga berwarna kuning. Bahkan dengan Finnick, yang memberiku satu jam
pelajaran trisula sebagai ganti satu jam belajar memanah. Karena secara
keseluruhan, aku tidak membenci mereka. Aku bahkan menyukai sebagian dari
mereka. Dan banyak dari mereka yang sudah kacau sehingga insting alamiku
adalah melindungi mereka. Tapi mereka semua harus mati jika aku ingin
menyelamatkan Peeta. Hari terakhir latihan ditutup dengan sesi pribadi. Masing-masing orang punya
waktu lima belas menit di depan para Juri Pertarungan untuk membuat mereka
kagum dengan keahlian kami, tapi aku tidak tahu apa yang bisa kami tunjukkan
pada mereka. Banyak gurauan tentang hal itu pada saat kami makan siang. Apa
yang bisa kami lakukan. Bernyanyi, berdansa, telanjang, melawak. Mags, yang
kini sudah bisa lebih kupahami perkataannya memutuskan untuk tidur nanti. Aku
tidak tahu apa yang ingin kulakukan. Kurasa menembakkan panah. Haymitch
bilang kejutkan mereka jika kami bisa, tapi aku sudah kehabisan ide.
Sebagai anak perempuan dari Distrik 12, aku dijadwalkan untuk tampil terakhir.
Ruang makan sepi ketika peserta satu demi satu keluar untuk unjuk kebolehan.
Lebih mudah menampilkan sikap kurang ajar dan tak terkalahkan ketika lebih
banyak orang ada di sekitar kami. Tapi ketika orang-orang menghilang melewati
pintu, yang terpikir olehku adalah hidup mereka hanya tersisa hitungan hari.
Akhirnya tinggal aku dan Peeta yang tersisa. Dia mengulurkan tangan melintas
meja menggenggam kedua tanganku. "Sudah kauputuskan apa yang akan
kautampilkan di depan Juri Pertarungan?"
Aku menggeleng. "Aku tidak bisa menggunakan mereka sebagai sasaran latihan
tahun ini, karena ada medan gaya apalah itu. Mungkin aku akan membuat kail
ikan. Bagaimana denganmu?"
"Tidak ada ide sama sekali. Aku terus berharap bisa memanggang kue atau
semacam itulah," kata Peeta.
"Coba lakukan kamuflase lagi," saranku.
"Ya, kalau pasangan pecandu morfin itu masih menyisakan bahan yang bisa
kupakai," kata Peeta dengan muka masam. "Mereka menempel di pos itu sejak
latihan dimulai." Kami duduk diam selama sesaat lalu aku mengucapkan sesuatu yang sama-sama
ada dalam pikiran kami. "Bagaimana kita bisa membunuh orang-orang ini, Peeta?"
"Aku tidak tahu." Peeta menunduk menyandarkan dahinya pada tangan kami yang
bertautan. "Aku tidak ingin mereka jadi sekutu. Kenapa Haymitch ingin kita tahu banyak


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentang mereka?" tanyaku. "Ini akan jauh lebih sulit daripada yang terakhir.
Kecuali Rue. Tapi kurasa aku takkan pernah bisa membunuhnya. Dia terlalu mirip
Prim." Peeta mendongak memandangku, alisnya bertaut ketika dia berpikir. "Kematiannya
yang paling buruk ya?"
"Tak ada satu pun kematian yang bagus," kataku, teringat pada akhir riwayat
Glimmer dan Cato. Mereka memanggil Peeta, jadi aku menunggu sendirian. Lima belas menit berlalu.
Lalu setengah jam. Hampir empat puluh menit kemudian aku baru dipanggil.
Ketika aku masuk, aku mencium bau tajam cairan pembersih dan aku melihat salah
satu karpet sudah ditarik ke bagian tengah ruangan. Suasananya jauh berbeda
dibanding tahun lalu ketika para Juri Pertarungan dalam keadaan setengah mabuk
dan teralih perhatiannya pada makanan-makanan di meja. Mereka tampak berbisik,
kelihatannya sedikit kesal. Apa yang dilakukan Peeta" Apakah dia melakukan
sesuatu yang membuat mereka gusar"
Aku merasa cemas. Ini tidak bagus. Aku tidak mau Peeta menjadikan dirinya
sebagai sasaran kemarahan para Juri Pertarungan. Itu bagian dari tugasku.
Menjauhkan api dari Peeta. Tapi bagaimana cara Peeta membuat mereka kesal"
Karena aku ingin melakukannya lebih daripada yang dilakukan Peeta. Aku ingin
menghancurkan lapisan congkak pada diri mereka yang memikirkan berbagai cara
untuk menemukan cara-cara menghibur untuk membunuh kamu. Aku ingin
membuat mereka sadar bahwa mereka juga sama seperti kami, yang rentan
menghadapi kekejaman-kekejaman Capitol.
Apakah kalian tahu betapa aku membenci kalian" pikirku. Kalian, yang sudah
memberikan bakat-bakat kalian pada Hunger Games"
Aku berusaha menatap mata Plutarch Heavensbee, tapi dia kelihatannya sengaja
menghindariku, sebagaimana yang dilakukannya sepanjang masa latihan. Aku
ingat bagaimana dia sengaja mencariku untuk mengajak berdansa, bagaimana dia
dengan gembira menunjukkan mockingjay di jamnya. Sikap ramahnya tidak
kelihatan di sini. Bagaimana bisa" Sementara aku cuma peserta dan dia Kepala Juri
Pertarungan" Dia begitu penuh kuasa, tak tersentuh, aman...
Mendadak aku tahu apa yang harus kulakukan. Sesuatu yang bisa membuat apa
pun yang dilakukan Peeta jadi tidak ada apa-apanya. Aku berjalan menuju pos
pembuatan simpul dan mengambil tali. Aku berusaha merangkainya, tapi sulit
karena aku tak pernah membuatnya sendiri. Aku hanya mengamati jari-jari Finnick
yang piawai melakukannya dengan cepat. Setelah sekitar sepuluh menit, aku
berhasil membuat jerat yang lumayan. Aku menyeret salah satu boneka sasaran ke
tengah ruangan lalu menggunakan beberapa palang latihan agar bisa menggantung
boneka itu di leher. Mengikat kedua tangan boneka itu ke belakang bisa
memberikan sentuhan yang bagus, tapi kupikir aku tidak punya cukup waktu. Aku
bergegas ke pos kamuflase, di sana beberapa peserta"yang kuyakini pasti
pasangan pecandu morfin itu"sudah membuat pos tersebut berantakan. Tapi aku
menemukan sisa jus berry berwarna merah darah dan bisa memenuhi kebutuhanku.
Kain berwarna kulit di boneka itu menjadi kanvas yang bagus. Dengan hati-hati
jariku menuliskan kata-kata di tubuh boneka tersebut, menutupinya dari pandangan
para juri. Lalu setelahnya aku segera mejauh dari boneka untuk mengamati reaksi
di wajah para Juri Pertarungan ketika mereka membaca nama yang kutulis di
boneka. SENECA CRANE. Bab 17 AKU langsung bisa melihat efeknya yang memuaskan di wajah para Juri
Pertarungan. Beberapa juri memekik kaget. Yang lain ada yang sampai
menjatuhkan gelas anggur mereka, yang pecah berkeping-keping di lantai. Dua
orang kelihatannya pingsan. Wajah-wajah kaget tak bisa dihitung lagi.
Sekarang aku mendapat perhatian dari Plutarch Heavensbee. Dia memandangiku
tanpa berkedip sementara cairan dari buah peach yang remuk dalam
genggamannya mengalir keluar di sela-sela jemarinya. Akhirnya dia berdeham dan
berkata, "Kau boleh pergi sekarang, Miss Everdeen."
Aku mengangguk hormat dan berbalik pergi, tapi pada saat terakhir aku tidak bisa
menahan diri untuk tidak melempar kaleng jus berry itu ke belakang melewati
bahuku. Aku bisa mendengar kaleng itu menciprati boneka sementara beberapa
gelas anggur lagi pecah. Ketika pintu elevator menutup di depanku, aku melihat
tak ada seorang juri pun bergerak.
Itu pasti mengejutkan mereka, pikirku. Tindakanku gegabah, berbahaya, dan tak
diragukan lagi aku pasti harus membayarnya sepuluh kali lipat. Tapi untuk sesaat,
aku merasakan sesuatu yang mirip kegembiraan dan aku membiarkan diriku
menikmatinya. Aku ingin segera menemukan Haymitch dan memberitahu tentang sesi latihanku,
tapi tak ada seorang pun yang tampak. Kurasa mereka sedang bersiap-siap untuk
makan malam dan kuputuskan untuk mandi, karena tanganku kotor kena noda jus.
Saat aku berdiri di bawah air, aku mulau memikirkan kebijaksanaan dari
tindakanku tadi. Pertanyaan yang sekarang seharusnya jadi patokan adalah
"Apakah ini akan membantu Peeta tetap hidup?" Secara tidak langsung, tindakanku
mungkin tidak membantu. Apa yang terjadi dalam latihan sangat rahasia, jadi tidak
ada gunanya menindakku untuk pelanggaran yang tidak diketahui siapa pun.
Nyatanya, tahun lalu aku diberi penghargaan atas kekurangajaranku. Namun, ini
jenis kejahatan lain. Jika para Juri Pertarungan marah padaku dan memutuskan
untuk menghukumku di arena, Peeta bisa terperangkap dalam serangan juga.
Mungkin aku terlalu impulsif. Tetapi... aku tidak bisa bilang bahwa aku
menyesal. Ketika kami berkumpul untuk makan malam, kuperhatikan kedua tangan Peeta
samar-samar kena noda beberapa warna, meskipun rambutnya masih basah sehabis
mandi. Dia pasti melakukan semacam kamuflase. Setelah sup disajikan, Haymitch
langsung menanyakan pertanyaan yang ada di benak semua orang. "Baiklah, jadi
seperti apa sesi pribadi kalian?"
Aku bertukar pandang dengan Peeta. Entah bagaimana aku tidak terlalu
bersemangat menceritakan perbuatanku. Sepertinya apa yang kulakukan sangat
ekstrem dalam ruang makan yang tenang ini.
"Kau dulu," kataku pada Peeta. "Pasti kau melakukan sesuatu yang sangat
istimewa. Aku harus menunggu empat puluh menit sebelum masuk."
Peeta seakan-akan tampak sama enggannya seperti aku. "Yah, aku"aku
melakukan kamuflase seperti yang kausarankan, Katniss." Dia ragu sejenak.
"Bukan kamuflase juga. Maksudku, aku menggunakan cat."
"Digunakan untuk apa?" tanya Portia.
Aku teringat betapa terganggunya para Juri Pertarungan ketika aku masuk untuk
sesiku. Bau pembersih ruangan. Karpet yang ditarik ke tengah gym. Apakah itu
untuk menutupi sesuatu yang tak bisa mereka bersihkan" "Kau melukis ya"
Menggambar sesuatu."
"Apakah kau melihatnya?" tanya Peeta.
"Tidak. Tapi mereka menutupinya dengan jelas," kataku.
"Yah, tapi itu aturan standarnya. Mereka tidak mengizinkan peserta mengetahui
apa yang dilakukan peserta lain," kata Effie, tidak tampak kuatir. "Apa yang
kaulukis Peeta?" Mata Effie tampak sayu. "Apakah kau menggambar wajah
Katniss?" "Kenapa dia harus melukis wajahku, Effie?" tanyaku, yang entah kenapa merasa
terganggu dengan pertanyaannya.
"Untuk menunjukkan bahwa dia akan melakukan segala yang bisa dilakukannya
untuk membelamu. Itu memang yang ditunggu-tunggu semua orang di Capitol.
Bukankah dia mengajukan diri untuk pergi bersamamu?" tanya Effie, seakan itu
tidak butuh penjelasan lagi.
"Sebenarnya, aku melukis Rue," kata Peeta. "Seperti apa dia setelah Katniss
menutupinya dengan bunga-bunga."
Ada keheningan yang panjang di meja makan ketika semua orang mencerna katakata Peeta.
"Dan apa yang berusaha kaucapai dalam hal ini?" tanya Haymitch dengan suara
yang terjaga. "Aku tidak yakin. Aku hanya ingin mereka bertanggung jawab walaupun cuma
sesaat," kata Peeta. "Karena telah membunuh gadis kecil itu."
"Ini mengerikan." Effie terdengar hampir menangis. "Pemikiran semacam itu...
terlarang, Peeta. Mutlak terlarang. Kau hanya akan menyusahkan dirimu dan
Katniss." "Aku harus sependapat dengan Effie dalam hal ini," kata Haymitch.
Portia dan Cinna diam saja, tapi wajah mereka tampak serius. Tentu saja, mereka
benar. Tapi meskipun aku kuatir, kupikir apa yang dilakukan Peeta hebat sekali.
"Kurasa ini saat yang buruk untuk mengatakan bahwa aku menggantung boneka
dan menuliskan nama Seneca Crane di boneka itu," kataku. Perkataanku langsung
menimbulkan reaksi. Setelah mereka kelihatannya kaget dan tak percaya, semua
orang langsung mencerca perbuatanku habis-habisan.
"Kau... menggantung... Seneca Crane?" tanya Cinna.
"Ya. Aku memamerkan kemampuan baruku dalam membuat jerat, dan entah
bagaimana boneka itu bisa berakhir di ujung simpul," kataku.
"Oh, Katniss," kata Effie dengan suara berbisik. "Bagaimana kau bisa tahu tentang
hal itu?" "Memangnya itu rahasia" Presiden Snow tidak memberi kesan seperti itu.
Nyatanya, dia seolah-olah ingin aku tahu," kataku. Effie meninggalkan meja
dengan serbet menutupi wajahnya. "Sekarang aku membuat Effie sedih.
Seharusnya aku berbohong dan mengatakan bahwa aku menembakkan panah."
"Kau pasti berpikir kami merencanakannya," kaya Peeta, sambil tersenyum samar
padaku. "Memangnya tidak?" tanya Portia. Jemari Portia menekan kelopak matanya seakan
ingin menghalau cahaya yang amat terang.
"Tidak," kataku, memandang Peeta dengan rasa penghargaan baru. "Tak satu pun
dari kami tahu apa yang kami lakukan sebelum kami masuk."
"O ya, Haymitch?" kata Peeta. "Kami memutuskan tidak ingin punya sekutu di
arena." "Bagus. Kalau begitu aku takkan ikut bertanggung jawab sebab kau membunuh
teman-temanku karena kebodohanmu," katanya.
"Itulah yang kami pikirkan," kataku padanya.
Kami menghabiskan makan malam dalam diam, tapi ketika kami bangun untuk ke
ruang duduk, Cinna memelukku dan meremas bahuku. "Ayo kita lihat nilai-nilai
latihan tadi." Kami berkumpul di depan televisi dan Effie bergabung bersama kami dengan
matanya yang merah. Wajah-wajah para peserta muncul, distrik demi distrik dan
nilai mereka terpampang di bawah foto mereka. Satu sampai dua belas. Seperti
biasa nilai tinggi untuk Cashmere, Gloss, Brutus, Enobaria, dan Finnick. Sisanya
mendapat nilai rendah sampai sedang.
"Pernahkah mereka memberi nilai nol?" tanyaku.
"Tidak pernah, tapi selalu ada saat pertama untuk segalanya," jawab Cinna.
Dan ternyata dia benar. Karena ketika aku dan Peeta masing-masing mendapat
nilai dua belas, kami mencatatkan sejarah Hunger Games. Tapi tak ada seorang
pun yang merasa ingin dirayakan.
"Kenapa mereka melakukannya?" tanyaku.
"Agar yang lain terpaksa harus memburu kalian," kata Haymitch dengan nada
datar. "Tidurlah. Aku tidak tahan melihat kalian."
Peeta berjalan menemaniku menuju kamar dalam dia, tapi sebelum dia bisa
mengucapkan selamat malam, aku langsung merangkulkan kedua lenganku ke
tubuhnya dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Kedua tangan Peeta mengusap
punggungku dan pipinya disandarkan di rambutku.
"Maaf jika aku membuat keadaan makin buruk," kataku.
"Tidak lebih buruk daripada yang kulakukan. Kenapa kau melakukannya?" tanya
Peeta. "Aku tidak tahu. Mungkin untuk menunjukkan pada mereka bahwa aku lebih dari
sekedar pion dalam permainan mereka?" kataku.
Peeta tertawa kecil, tidak diragukan lagi dia ingat pada malam sebelum Hunger
Games tahun lalu. Kami berada di atap, sama-sama tidak bisa tidur. Peeta
mengucapkan kata-kata yang kurang-lebih serupa saat itu, tapi aku tidak
memahaminya. Sekarang aku paham.
"Aku juga," kata Peeta. "Dan aku tidak mau bilang bahwa aku takkan mencobanya.
Membawamu pulang, maksudku. Tapi jika aku harus jujur..."
"Jika harus jujur, menurutmu Presiden Snow mungkin sudah memberi mereka
perintah-perintah langsung untuk memastikan kita tewas di arena," kataku.
"Ya, itu terlintas dalam pikiranku," kata Peeta.
Itu juga terlintas dalam pikiranku. Berkali-kali. Tapi meskipun aku tahu aku takkan
pernah meninggalkan arena dalam keadaan hidup, aku masih berpegangan pada
harapan bahwa Peeta bakal tetap hidup. Lagi pula, dia tidak mengeluarkan buahbuah berry itu, aku yang melakukannya. Tak ada seorang pun yang ragu bahwa
perlawanan Peeta termotivasi oleh cinta. Jadi mungkin Presiden Snow akan
menjaganya tetap hidup, hancur dan patah hati, sebagai peringatan bagi yang lain.
"Tapi meskipun itu terjadi, semua orang akan tahu kita sudah berjuang, kan?"
tanya Peeta. "Semua orang akan tahu," sahutku. Dan untuk pertama kalinya, aku menjauhkan
diri dari tragedi pribadi yang menggangguku sejak mereka mengumumkan Quell.
Aku teringat pada lelaki tua yang mereka tembak di Distrik 11, Bonnie dan Twill,
dan desas-desus tentang pemberontakan. Ya, semua orang di distrik-distrik akan
menontonku untuk melihat bagaimana aku menghadapi hukuman mati ini, aksi
terakhir dari dominasi kekuasaan Presiden Snow. Mereka akan mencari tandatanda bahwa pertempuran mereka tidaklah sia-sia. Jika aku bisa menunjukkan
dengan jelas bahwa aku masih melawan Capitol hingga tetes darah terakhir,
Capitol harus membunuhku... tapi tidak mematikan jiwaku. Cara apa lagi yang
lebih baik untuk memberikan harapan kepada para pemberontak"
Indahnya gagasan ini adalah keputusanku untuk menjaga Peeta dengan nyawaku
sudah merupakan tindakan perlawanan sendiri. Penolakanku untuk bermain dalam
Hunger Games mengikuti aturan Capitol. Tujuan pribadiku cocok dengan tujuan
umumku. Dan jika aku benar-benar bisa menyelamatkan Peeta... dalam kaitannya
dengan revolusi, tindakanku ini akan ideal sekali. Mereka bisa menjadikanmu
semacam martir demi tujuan tertentu, melukis wajahku di umbul-umbul, dan akan
lebih mudah jadi lambang untuk mengumpulkan massa daripada aku dalam kondisi
hidup, dan tragis, karena dia bisa mengubah penderitannya menjadi kata-kata yang
bisa menggerakkan massa. Peeta akan hilang akal jika dia tahu aku memikirkan semua ini, jadi aku hanya
berkata, "Jadi apa yang baiknya kita lakukan dengan beberapa hari terakhir yang
kita miliki?" "Aku hanya ingin menghabiskan setiap menit dari sisa hidupku bersamamu,"
jawab Peeta. "Kalau begitu, kemarilah," kataku, sembari menariknya masuk ke kamarku.
Tidur bersama Peeta lagi rasanya seperti suatu kemewahan. Sekarang aku baru
menyadari betapa laparnya aku akan sentuhan manusia. Merasakan keberadaannya
di sampingku dalam kegelapan. Aku berharap aku tidak menyia-nyiakan beberapa
malam terakhir dengan menjauhkannya. Aku jatuh tertidur, terbalut dalam
kehangatannya, dan ketika aku membuka mata lagi, cahaya matahari menembus di
antara sela-sela jendela.
"Tidak ada mimpi buruk," kata Peeta.
"Tidak ada mimpi buruk," aku menegaskannya. "Kau?"
"Tidak ada. Aku sudah lupa seperti apa rasanya tidur sungguhan," kata Peeta.
Kami tidur di ranjang untuk beberapa saat, tidak merasa terburu-buru harus
memulai hari. Besok malam giliran wawancara televisi, jadi hari ini seharusnya
Effie dan Haymitch melatih kami. 'Lebih banyak sepatu bertumit tinggi dan
komen-komen sarkastik,' pikirku. Tapi gadis Avox berambut merah datang
membawa kertas catatan dari Effie yang mengatakan bahwa, mengingat apa yang
kami lakukan dalam tur terakhir, dia dan Haymitch sependapat bahwa kami bisa
membawa diri dengan baik di depan umum. Sesi latihan kami dibatalkan.
"Benarkah?" tanya Peeta, mengambil kertas catatan dari tanganku dan
membacanya. "Kau tahu apa artinya" Kita punya sepanjang hari untuk berduaan."
"Sayang kita tidak bisa pergi ke mana-mana," kataku sedih.
"Siapa bilang tidak bisa?" tanyanya.
Atap. Kami memesan banyak makanan, mengambil selimut, dan naik ke atap
untuk piknik. Piknik sepanjang hari di taman bunga diiringi genta angin yang
berdenting. Kami makan. Kami berbaring di bawah matahari. Aku menarik sulursulur pohon dan menggunakan pengetahuan baruku dari latihan untuk berlatih
membuat simpul dan menganyam jaring. Peeta membuat sketsa wajahku. Kami
bermain dengan medan gaya yang mengelilingi atap"salah satu dari kami
melempar apel ke sana dan satu lagi harus menangkapnya.
Tak ada seorang pun yang mengganggu kami. Menjelang sore kepalaku berbaring
di pangkuan Peeta, membuat mahkota dari bunga-bunga sementara Peeta
memainkan rambutku, dia bilang dia sedang berlatih membuat simpul. Setelah
beberapa saat, kedua tangannya diam tak bergerak.
"Apa?" tanyaku.
"Aku berharap bisa membekukan saat ini, di sini, sekarang juga, dan hidup di sini
selamanya," katanya.
Biasanya ucapan seperti ini, jenis ucapan yang menunjukkan cinta matinya
untukku, membuatku merasa bersalah dan tidak enak hati. Tapi aku merasa hangat
dan santai, dan tidak lagi menguatirkan masa depan yang takkan pernah kumiliki,
dan aku membiarkan diriku menjawab, "Oke."
Aku bisa mendengar senyum dalam suaranya. "Kalau begitu kau


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengizinkannya?" "Aku akan mengizinkannya," kataku.
Jemarinya kembali mengelus rambutku dan aku pun tertidur, tapi dia
membangunkanku untuk melihat matahari terbenam. Warnanya kuning dan oranye
yang luar biasa indah di belakang kaki langit Capitol.
"Kupikir kau tidak mau melewatkannya," kata Peeta.
"Terima kasih," kataku. Karena jumlah matahari terbenam yang tersisa untukku
bisa kuhitung dengan jari, aku tidak mau kehilangan satu pun.
Kami tidak pergi dan bergabung dengan yang lain untuk makan malam, dan tak
ada seorang pun yang memanggil kami.
"Aku lega. Aku capek membuat semua orang di sekelilingku sedih," kata Peeta.
"Semua orang menangis. Atau Haymitch..." Dia tidak perlu melanjutkan
ucapannya. Kami tinggal di atap sampai menjelang tidur lalu menyelinap masuk ke kamarku
tanpa bertemu siapa pun. Keesokan paginya, kami dibangunkan oleh tim persiapanku. Melihat aku dan Peeta
tidur bersama sepertinya terlalu berlebihan buat Octavia, karena tangisnya
langsung meledak. "Kau ingat apa yang dikatakan Cinna kepada kita," kata Venia tegas.
Octavia mengangguk lalu keluar sambil terisak-isak.
Peeta harus kembali ke kamarnya untuk persiapan, dan aku tinggal bersama Venia
dan Flavius. Obrolan kami biasanya tidak ada lagi. Bahkan nyatanya, nyaris tidak
ada obrolan sama sekali, selain menyuruhku mengangkat dagu atau berkomentar
tentang teknik makeup. Sudah hampir jam makan siang ketika aku merasakan ada
sesuatu yang menetesi bahuku dan aku menoleh memandang Flavius, yang
menggunting rambutku sambil diam-diam menangis dan meneteskan air mata dari
wajahnya. Venia memandangnya, dan perlahan-lahan dia menaruh gunting di meja
lalu pergi. Jadi tinggal Venia yang tersisa, kulitnya sangat pucat sehingga tatonya seakan
melompat keluar dari kulitnya. Dia kelihatannya penuh tekad untuk menata
rambut, kuku, dan riasanku, jemarinya bergerak cekatan untuk menggantikan
anggotanya yang pergi. Dia menghindari tatapanku sepanjang waktu. Baru pada
saat Cinna datang untuk memeriksaku dan menyuruhnya pergi, Venia memegangi
kedua tanganku, menatap mataku lurus-lurus, dan berkata, "Kami semua ingin kau
tahu bahwa... kami merasa terhormat sekali membuatmu tampil dengan yang
terbaik." Kemudian dia bergegas keluar dari kamar.
Tim persiapanku. Orang-orang yang setia, bodoh, dan berpikiran dangkal, dengan
obsesi mereka terhadap bulu-bulu dan pesta-pesta hampir membuat hatiku patah
dengan salam perpisahan mereka. Dari kata-kata terakhir Venia jelas kami semua
tahu bahwa aku takkan kembali. 'Apakah seluruh dunia tahu"' Aku bertanya-tanya.
Aku memandang Cinna. Dia jelas tahu. Tapi seperti yang sudah dijanjikannya,
tidak ada air mata darinya.
"Jadi, apa yang kupakai malam ini?" tanyaku, memandangi kantong pakaian yang
menyimpan gaunku. "Presiden Snow sendiri memerintahkan agar kau memakai gaun ini," kata Cinna.
Dia membuka tasnya, memperlihatlan salah satu gaun pengantin yang kupakai
untuk pemotretan. Sutra putih dengan bagian leher rendah dan pinggang yang ketat
serta bagian lengan yang jatuh sampai ke lantai. Dan mutiara. Di mana-mana ada
mutiara. Dijahitkan ke gaun dan di tali yang ada dileherku dan membentuk
mahkota untuk kerudungku. "Meskipun mereka mengumumkan Quarter Quell
pada malam sebelum pemotretan, orang-orang masih memilih gaun favorit mereka,
dan inilah gaun yang jadi pemenangnya. Presiden bilang kau harus memakainya
malam ini. Keberatan-keberatan kami tidak diindahkannya."
Aku mengelus sutra itu di antara jemariku, berusaha memahami pemikiran
Presiden Snow. Aku menduga karena aku penentangnya yang paling hebat,
deritaku, kehilanganku, dan penistaan terhadapku harus mendapat sorotan paling
terang. Dia pikir, ini akan menjadikannya jelas. Seperti sangat barbar, sang
presiden ingin mengubah gaun pengantinku menjadi kain kafan, sehingga
hantamannya akan terasa langsung, hanya menyisakan rasa hampa yang
menyakitkan di dalam diriku.
"Ya, sayang, kan, menyia-nyiakan gaun seindah ini," hanya itu yang bisa
kuucapkan. Cinna membantuku memakai gaun dengan hati-hati. Ketika gaun itu jatuh di
bahuku, bahuku langsung mengeluh.
"Apakah selalu seberat ini?" tanyaku. Aku ingat beberapa gaun memang berat, tapi
gaun ini beratnya seperi satu ton.
"Aku harus membuat sedikit perubahan karena masalah pencahayaan," kata Cinna.
Aku menganggu, tapi aku tidak bisa melihat kaitannya dengan apa pun. Dia
mendandaniku lengkap dengan sepatu, mutiara, dan kerudung. Memperbaiki
makeup-ku. Dia juga menyuruhku berjalan.
"Kau tampak memesona," katanya. "Dengar, Katniss, karena korset ini sangat pas,
aku tidak mau kau mengangkat kedua tanganmu. Yah, paling tidak sebelum
saatnya kau berputar."
"Aku akan berputar lagi?" tanyaku, memikirkan gaunku tahun lalu.
"Aku yakin Caesar akan memintamu berputar. Dan jika dia tidak memintanya, kau
harus mengusulkannya. Tapi jangan langsung. Tunggu sampai menjelang akhir
yang dahsyat," Cinna memberi berbagai instruksi untukku.
"Kau beri tanda supaya aku tahu kapan saatnya," kataku.
"Baiklah. Ada rencananya untuk wawancaramu" Aku tahu Haymitch membiarkan
kalian berdua mengatur strategi sendiri," katanya.
"Tidak, tahun ini aku hanya menjalankan begitu saja. Lucunya, aku tidak gelisah
sama sekali." Memang benar. Sebesar apa pun kebencian Presiden Snow
terhadapku, penonton di Capitol berpihak padaku.
Kami bertemu dengan Effie, Haymitch, Portia, dan Peeta di elevator. Peeta
mengenakan tuksedo elegan dan sarung tangan putih. Jenis yang dipakai pengantin
pria saat menikah, di sini di Capitol.
Di distrikku segalanya jauh lebih sederhana. Pengantin wanita biasanya menyewa
gaun putih yang sudah dipakai ratusan kali. Pengantin laki-laki memakai pakaian
bersih, bukan pakaian yang biasa dipakai ke tambang. Mereka mengisi lembaranlembaran formulir di Gedung Pengadilan dan mendapat rumah. Keluarga dan
teman-teman berkumpul untuk makan atau mencicipi kue, jika mereka sanggup
membelinya. Bahkan jika tidak bisa, selalu ada lagu tradisional yang kami
nyanyikan sebagai pasangan baru ketika pertama kali masuk ke rumah. Dan kami
memiliki upacara kecil sendiri, di sana mereka membuat api pertama,
memanggang sedikit roti, dan membaginya. Mungkin ini kuno, tapi tak ada
seorang pun yang merasa sungguh-sungguh menikah di Distrik 12 sebelum mereka
memanggang roti. Peserta-peserta lain sudah berkumpul di luar panggung dan berbicara berbisikbisik, tapi ketika aku dan Peeta tiba, mereka langsung terdiam. Aku sadar tatapan
semua orang tertuju pada gaun pengantinku. Apakah mereka cemburu pada
keindahannya" Kekuatan yang mungkin dimiliki gaun ini untuk memanipulasi
penonton" Akhirnya Finnick berkata, "Aku tidak percaya Cinna memakaikan pakaian itu
padamu." "Dia tidak punya pilihan. Presiden Snow memaksanya," kataku, entah bagaimana
terdengar detensif. Aku tidak mau ada orang yang mengkritik Cinna.
Cashmere menyibak rambut pirang ikalnya dan berkata, "Yah, kalian kelihatan
konyol!" Dia menarik tangan saudara laki-lakinya dan menariknya ke posisi untuk
memimpin jalan kami ke panggung. Peserta-peserta lain juga mulai ikut baris. Aku
bingung karena, sementara mereka semua marah, beberapa dari mereka menepuk
bahu kami sebagai tanda simpati. Bahkan Johanna Mason berhenti untuk
memperbaiki letak kalung mutiaraku.
"Buat dia membayarnya, oke?" katanya.
Aku mengangguk, tapi aku tidak tahu apa maksudnya. Baru aku memahami saat
kami duduk di panggung dan Caesar Flickerman dengan rambut dan wajah yang
dihighlight berwarna lavender tahun ini, membuka acara dengan gurauan dan para
peserta memulai wawancara. Ini pertama kalinya aku menyadari betapa dalamnya
pengkhianatan yang dirasakan di antara para pemenang dan kemarahan yang
menyertainya. Tapi mereka sangat cerdas, amat sangat cerdas memainkannya,
karena pada akhirnya semua bertujuan untuk meremehkan pemerintahan
khususnya terhadap Presiden Snow. Memang tidak semuanya. Ada mahklukmahkluk primitif, seperti Brutus dan Enobaria, yang ada di sini karena memang
ingin mengikuti Hunger Games lagi, dan mereka yang terlalu linglung atau teler
atau pikun untuk bisa menyerang. Tapi ada beberapa pemenang yang masih punya
keberanian dan nyali untuk bertarung.
Cashmere memulai wawancara dengan pidato tentang betapa dia tidak bisa
berhenti menangis ketika dia berpikir tentang betapa orang-orang di Capitol pasti
menderita karena mereka akan kehilangan kami. Gloss mengingat kebaikan yang
ditunjukkan pada dia dan saudara perempuannya ketika berada di sini. Beetee
menanyakan legalitas Quell dengan caranya yang gelisah dan tegang, bertanya
apakah kegiatan ini sudah diperiksa legalitasnya oleh para pakar belakangan ini.
Finnick membacakan puisi yang dia tulis untuk cinta sejatinya di Capitol, dan
sekitar seratus orang pingsan karena mereka yakin dirinyalah yang dimaksud
Finnick. Pada saat Johanna Mason bediri, dia menanyakan apakah tidak ada yang
bisa dilakukan untuk mengubah keadaan ini" Tentu saja para pencinta Quarter
Quell tak pernah mengira ada cinta yang besar tercipta antara pemenang dengan
Capitol. Tak ada seorang pun yang boleh sekejam itu dengan memutus ikatan yang
sudah tercipta erat. Seeder diam-diam mengajak semua orang merenung, betapa di
Distrik 11 semua orang menganggap Presiden Snow punya kekuasaan tak terbatas.
Jika memang dia seberkuasa itu, kenapa dia tidak mengubah peraturan Quell" Dan
Chaff, yang tampil selanjutnya, berkeras mengatakan bahwa Presiden bisa
mengubah Quell jika dia mau, tapi dia pasti tidak menganggapnya penting buat
semua orang. Pada saat aku diperkenalkan, penonton sudah dalam keadaan sedih. Orang-orang
sudah menangis, pingsan, bahkan minta ganti acara. Melihatku dengan gaun
pengantin sutra putih langsung membuat kehebohan. Tak ada lagi aku, tak ada lagi
pasangan bernasib malang yang bisa hidup bahagia selamanya, tak ada lagi
pernikahan. Aku bahkan bisa melihat profesionalisme Caesar rontok ketika dia
berusaha menenangkan para penonton agar aku bisa bicara, tapi waktu tiga
menitku hampir habis. Akhirnya penonton mereda dan Caesar berkata, "Jadi, Katniss, ini jelas malam
yang sangat menguras emosi bagi semua orang. Apakah ada yang ingin
kaukatakan?" Suaraku bergetar ketika aku bicara. "Aku hanya ingin bilang aku menyesal kalian
tidak bisa melihat pernikahanku... tapi aku senang paling tidak kalian bisa
melihatku dengan gaun pengantin. Bukankah ini... gaun paling indah?" Aku tidak
perlu mencari Cinna untuk memberi tanda. Aku tahu ini saat yang tepat. Aku mulai
berputar perlahan, mengangkat kedua tanganku ke atas kepala.
Ketika aku mendengar penonton menjerit, kupikir karena aku pasti luar biasa
memesona. Lalu aku memperhatikan sesuatu bergerak naik di sekelilingku. Asap.
Dari api. Bukan api yang berkedip-kedip yang kupakai tahun lalu di kereta kuda,
tapi api yang lebih nyata dan melahap gaunku. Aku mulai panik ketika asap makin
tebal. Potongan-potongan sutra yang terbakar berputar di udara, dan mutiaraku
mulai berjatuhan di panggung. Entah kenapa aku takut untuk berhenti bergerak
karena kulitku sepertinya tidak terbakar dan aku tahu Cinna pasti ada di belakang
kejadian entah apa ini. Jadi aku terus berputar dan berputar. Selama sepersekian
detik aku megap-megap mencari udara. Lalu mendadak api pun lenyap. Perlahanlahan aku berhenti berputar, berpikir apakah sekarang aku telanjang dan kenapa
Cinna mengatur untuk membakar gaun pengantinku.
Tapi aku tidak telanjang. Aku memakai gaun yang sama persis dengan rancangan
gaun pengantinku, hanya saja gaun ini berwarna batu bara dan terbuat dari bulubulu kecil. Dengan heran, aku mengangkat lengan gaunku yang berkibar, dan saat
itulah aku melihat diriku di layar televisi. Sekujur tubuhku terbalut warna hitam
kecuali bagian-bagian putih di lenganku. Atau lebih tepatnya sayapku.
Karena Cinna sudah mengubahku menjadi mockingjay.
Bab 18 AKU masih mengepulkan asap, jadi dengan tangan yang ragu Caesar menyentuh
penutup kepalaku. Warna putih gaun pengantinku hilang terbakar, menyisakan
kerudung hitam yang pas di kepala dan membungkusku hingga ke bagian tengkuk.
"Bulu," kata Caesar. "Kau seperti burung."
"Mockingjay, sepertinya," kataku, mengepak-ngepakkan sayap kecilku. "Ini
burung di pinku yang kupakai sebagai tanda mata."
Ada bayangan kesadaran terpecik di wajah Caesar, dan aku sadar dia tahu bahwa
mockingjay bukan sekedar tanda mataku. Ini menjadi simbol sesuatu yang jauh
lebih besar. Dan apa yang terlihat sebagai perubahan kostum paling megah di
Capitol menggemakan gagasan lain yang sama sekali berbeda sifatnya di seantero
distrik. Tapi Caesar berusaha sebaik-baiknya.
"Well, angkat topi untuk penata gayamu. Kurasa tak ada seorang pun yang bisa
berkata sebaliknya bahwa tadi adalah kejadian paling menakjubkan yang pernah
kami lihat selama wawancara. Cinna, kurasa kau sebaiknya menerima tepukan
tangan dan membungkuk memberi hormat!" Caesar membeti isyarat pada Cinna
untuk berdiri. Dia berdiri dan membungkuk sedikit dengan anggun. Mendadak aku
menguatirkannya. Apa yang telah dilakukannya" Dia sudah melakukan tindakan
yang amat berbahaya. Tindakan pemberontakan itu sendiri. Dan dia melakukannya
untukku. Aku mengingat kata-katanya...
"Jangan kuatir. Aku selalu menyalurkan perasaan-perasaanku ke dalam
pekerjaanku. Dengan begitu, aku tidak menyakiti orang lain kecuali diriku
sendiri." ...dan aku takut dia sudah menyakiti dirinya sendiri hingga tak tertolong lagi. Arti
transformasiku yang memukau pasti tidak akan dilupakan Presiden Snow.
Penonton yang sejak tadi terpukau tanpa suara langsung bertepuk tangan meriah.
Aku nyaris tidak bisa mendengar bunyi yang menandakan waktu tiga menitku
habis. Caesar berterimakasih padaku lalu aku kembali ke tempat dudukku, gaunku
sekarang terasa lebih ringan daripada udara.
Ketika aku melewati Peeta yang berjalan menuju wawancaranya, dia tidak
memandang mataku. Aku duduk hati-hati di kursiku, selain dari kepulan asap di
sana-sini, sepertinya aku tidak terluka, jadi aku memusatkan perhatianku padanya.
Caesar dan Peeta sudah menjadi tim yang alami sejak mereka muncul bersama
tahun lalu. Momen-momen mereka yang santai saat saling bertanya-jawab, waktu
yang pas untuk melucu, dan kemampuan untuk berpindah ke adegan mengharukan
yang meremukkan hati, seperti pengakuan cinta Peeta untukku, membuat mereka
sukses besar di hadapan penonton. Tanpa perlu bersusah payah mereka membuka
wawancara dengan beberapa lelucon tentang api, bulu, dan ayam yang hangus
terpanggang. Tapi siapa pun bisa melihat Peeta kelihatan banyak pikiran, jadi
Caesar langsung mengarahkan ke topik yang ada di benak semua orang.
"Jadi, Peeta, seperti apa rasanya, ketika setelah melewati segala yang telah
kaulalui, kau mendengar tentang Quell ini?" tanya Caesar.
"Aku kaget. Maksudku, aku sedang melihat Katniss yang tampak sangat cantik
dengan gaun-gaun pengantin ini, lalu selanjutnya..." Suara Peeta menghilang.
"Kau sadar kan takkan ada lagi pernikahan?" tanya Caesar dengan lembut.
Peeta terdiam sejenak, seolah-olah sedang berpikir untuk memutuskan sesuatu. Dia
memandang penonton yang sudah tersihir, lalu memandang lantai, kemudian
akhirnya memandang Caesar. "Caesar, menurutmu apakah teman-teman kita di sini
bisa menyimpan rahasia?"
Tawa yang tidak nyaman terdengar dari penonton. Apa maksudnya" Menjaga
rahasia dari siapa" Seluruh dunia sedang menonton sekarang.
"Aku merasa lumayan yakin," kata Caesar.
"Kami sudah menikah," kata Peeta pelan.
Penonton bereaksi terkejut bukan kepalang, dan aku harus menyembunyikan
wajahku di lipatan gaunku agar mereka tidak melihat reaksiku yang bingung. Apa
tujuan Peeta dengan pernyataan ini"
"Tapi... bagaimana mungkin?" tanya Caesar.
"Oh, memang bukan pernikahan resmi. Kami tidak pergi ke Gedung Pengadilan.
Tapi ada ritual pernikahan di Distrik Dua Belas. Aku tidak tahu seperti apa ritual di
distrik-distrik lain. Tapi ini yang kami lakukan," kata Peeta, dan dia menjelaskan
tentang ritual memanggang itu dengan singkat.
"Apakah keluarga kalian ada di sana?" tanya Caesar.
"Tidak, kami tidak memberitahu siapa pun. Bahkan Haymitch juga tidak. Dan ibu
Katniss takkan pernah menyetujuinya. Tolong pahami, kami tahu jika kami
menikah di Capitol, pasti takkan ada upacara memanggang. Dan kami berdua tak
mau menunggu lama lagi. Jadi suatu hari, kami melakukannya begitu saja," kata
Peeta. "Dan bagi kami, kami sudah menikah tanpa perlu selembar kertas atau pesta
besar." "Jadi ini sebelum pengumuman Quell?" tanya Caesar.
"Tentu saja ini sebelum Quell. Aku yakin kami takkan pernah melakukannya jika
tahu tentang Quell ini," kata Peeta, mulai kelihatan kesal. "Tapi siapa yang bisa
menduganya" Tak asa seorang pun. Kami melewati Hunger Games, kami jadi
pemenang, semua orang sepertinya senang melihat kami bersama, lalu tiba-tiba"
maksudku, bagaimana mungkin kami menduga hal semacam ini terjadi?"
"Memang tidak bisa, Peeta." Caesar merangkulnya. "Seperti katamu, tak ada
seorang pun menduganya. Tapi aku harus mengaku, aku senang kalian berdua
punya beberapa bulan masa bahagia bersama."
Tepuk tangan membahana. Seakan disuruh, aku mendongak dari bulu-buluku dan
membiarkan senyum tragisku yang menunjukkan terima kasih. Sisa-sisa asap dari
bulu membuat mataku berkaca-kaca, dan memberikan efek yang sangat bagus.


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak senang," kata Peeta. "Aku berharap kami menunggu sampai semuanya
dilaksanakan secara resmi."
Pernyataan ini membuat Caesar terperangah. "Pasti sedikit waktu lebih baik
daripada tidak ada waktu sama sekali, kan?"
"Mungkin aku juga akan berpikir begitu, Caesar," kata Peeta, getir, "kalau bukan
karena ada si bayi."
Nah. Dia melakukannya lagi. Menjatuhkan bom yang melenyapkan segala usaha
semua peserta sebelum Peeta. Hm, mungkin juga tidak. Mungkin tahun ini dia
hanya menyulutkan sumbu di bom yang sudah dibangun oleh para pemenang.
Berharap ada orang yang sanggup meledakkannya. Mungkin kalau dipikir lagi
ledakannya adalah gaun pengantinku. Aku tidak tahu sebesar apa aku bergantung
bakat Cinna, sementara Peeta tidak perlu apa pun selain kecerdasannya.
Ketika bom meledak, ledakannya mengirim berbagai tuduhan ketidakadilan,
perbuatan barbar, dan kekejaman ke segala penjuru. Bahkan penduduk Capitol
yang paling penuh kasih sayang, gila Hunger Games, dan mereka yang haus darah
tidak bisa mengabaikan betapa mengerikannya semua keadaan ini, paling tidak
selama beberapa saat mereka berpikiran seperti itu.
Aku hamil. Penonton tidak bisa langsung mencerna berita itu. Berita tersebut harus
menghantam mereka dan menyerap ke dalam lalu ditegaskan oleh suara-suara lain
sebelum mereka mulai mengeluarkan suara-suara seperti rombongan hewan
terluka, mengerang, meraung, menjerit minta tolong. Dan aku" Aku tahu wajahku
disorot dalam jarak teramat dekat, tapi aku tidak berusaha menyembunyikannya.
Karena selama sesaat, bahkan ketika aku mencerna perkataan Peeta, bukankah ini
hal yang paling kutakutkan dari pernikahan, tentang masa depan"hilangnya anakanakku ke tangan Hunger Games" Dan sekarang bisa jadi kenyataan, bukan" Jika
aku tidak menghabiskan hidupku dengan membangun lapisan demi lapisan
pertahanan sampai aku langsung menciut ketika mendengar kata pernikahan atau
keluarga" Caesar tidak bisa mengendalikan penonton lagi, bahkan ketika penanda waktu
menandakan bahwa waktu habis. Peeta mengangguk sebagai salam perpisahan lalu
dan kembali ke kursinya tanpa bicara lagi. Aku bisa melihat bibir Caesar bergerak,
tapi tempat ini sudah kacau balau dan aku tidak bisa mendengar sepatah kata pun.
Hanya dentuman lagu kebangsaan, yang diputar dengan amat keras sehingga aku
bisa merasakan suaranya bergetar mengaliri tulang-tulangku, yang menandakan
apa yang harus kami lakukan. Otomatis aku berdiri dan, ketika berdiri, aku
merasakan tangan Peeta terulur mencari tanganku. Air mata membasahi wajahnya
ketika aku menggenggam tangannya. Seberapa nyatanya air mata ini" Apakah ini
pengakuan bahwa dia juga dikuntit ketakutan-ketakutan yang sama seperti yang
kumiliki" Seperti yang dimiliki semua peserta lain" Seperti yang dirasakan semua
orangtua seantero distrik di Panem"
Aku memandangi penonton, tapi wajah ibu dan ayah Rue yang tampak di depanku.
Penderitaan mereka. Kehilangan mereka. Spontan aku menengok memandang
Chaff dan mengulurkan tangan. Jemariku menggenggam tangannya yang buntung
dengan erat. Dan terjadilah. Berderet berbaris, para pemenang mulai berpegangan tangan. Ada
yang langsung berpegangan tangan, seperti pasangan pecandu morfin, atau Wiress
dan Beetee. Yang lain tidak yakin harus melakukannya atau tidak tapi terseret
dalam ajakan orang-orang di sekitar mereka, seperti Brutus dan Enobaria. Pada
saat lagu kebangsaan sampai di bait terakhir, dua puluh empat pemenang berdiri
berpegangan tangan tak terputus yang pasti merupakan penampilan publik pertama
yang menunjukkan persatuan di antara distrik-distrik sejak Masa Kegelapan. Kau
bisa melihat kenyataan ini ketika layar-layar televisi mulai berubah gelap. Tapi
sudah terlambat. Dalam kebingungan, mereka tidak langsung memotong gambar
pada waktunya. Semua orang sudah melihatnya.
Sekarang terjadi kekacauan di panggung juga ketika lampu-lampu padam dan kami
berjalan menabrak sana-sini ketika kembali ke Pusat Latihan. Aku kehilangan
pegangan dari Chaff, tapi Peeta membimbingku masuk ke elevator. Finnick dan
Johanna berusaha bergabung dengan kami, tapi Penjaga Perdamaian yang sangar
menghalangi jalan mereka dan kami hanya berdua melesat naik ke lantai kami.
Ketika kami melangkah keluar elevator, Peeta memegang erat kedua bahuku. "Kita
tidak punya banyak waktu, beritahu aku. Apakah aku harus minta maaf?"
"Tidak," kataku. Yang dilakukan Peeta adalah lompatan besar tanpa persetujuanku,
tapi aku lega aku tidak tahu, sehingga tidak punya waktu untuk meragukannya,
atau membiarkan rasa bersalahku terhadap Gale mengurangi apa yang
sesungguhnya kurasakan terhadap tindakan Peeta. Yaitu merasa berkuasa.
Nun jauh di sana, ada tempat bernama Distrik 12, tempat ibuku, adikku, dan
teman-temanku harus mengatasi hasil malam ini. Besok, hanya dengan naik
pesawat ringan menuju arena, aku dan Peeta serta peserta-peserta lain akan
menghadapi bentuk hukuman kami sendiri. Tapi bahkan jika kami semua tewas
mengerikan, ada sesuatu yang terjadi di panggung malam ini yang tak bisa ditarik
kembali. Kami sebagai pemenang sudah melakukan pemberontakan kami sendiri,
dan mungkin, mungkin saja Capitol tidak bisa menahan yang satu ini.
Kami menunggu yang lain kembali, tapi ketika pintu elevator terbuka, hanya
Haymitch yang muncul. "Keadaan menggila di luar sana. Semua orang disuruh
pulang dan mereka membatalkan siaran ulang wawancara di televisi."
Aku dan Peeta bergegas ke jendela dan berusaha memahami kekacauan di jalanan
di bawah kami. "Mereka bilang apa?" tanya Peeta. "Apakah mereka meminta Presiden untuk
menghentikan Hunger Games?"
"Kupikir mereka sendiri tidak tahu harus meminta apa. Semua situasi ini tak
pernah terjadi sebelumnya. Bahkan berpikir untuk melawan tujuan Capitol
merupakan sesuatu yang membingungkan penduduk di sini," kata Haymitch. "Tapi
tidak mungkin Snow membatalkan Games. Kalian tahu, kan?"
Aku tahu. Tentu saja, dia takkan pernah bisa mundur sekarang. Satu-satunya
pilihan yang tersisa baginya adalah melawan balik, dan melawan dengan keras.
"Yang lain pulang?" tanyaku.
"Mereka diperintahkan untuk pulang. Aku tidak tahu seberapa besar
keberuntungan yang mereka perlukan untuk bisa menembus kerumunan massa,"
kata Haymitch. "Kalau begitu kita takkan pernah bertemu Effie lagi," kata Peeta. Kami tidak
bertemu Effie pada pagi hari dimulainya Hunger Games tahun lalu. "Tolong
sampaikan terima kasih kami."
"Lebih dari sekedar terima kasih. Buatlah amat sangat istimewa. Ini kan Effie,"
kataku. "Katakan padanya betapa kami bersyukur dan dia pendamping terbaik yang
pernah ada dan katakan padanya... katakan padanya kami menitipkan cinta kami
untuknya." Selama beberapa saat kami cuma berdiri dalam keheningan, menunda sesuatu yang
tak terhindarkan. Kemudian Haymitch yang mengatakannya. "Kurasa di sini juga
kita mengucapkan salam perpisahan."
"Ada nasihat terakhir?" tanya Peeta.
"Tetap hidup," kata Haymitch dengan suara serak. Nasihat itu sudah seperti lelucon
buat kami. Haymitch memeluk kami cepat-cepat dan aku bisa melihat bahwa dia
hanya sanggup sampai di sini. "Tidurlah. Kalian butuh istirahat."
Aku tahu aku harus mengatakan banyak hal pada Haymitch, tapi aku tidak bisa
memikirkan kata-kata yang tidak dia ketahui, dan leherku tersekat begitu rupa
sehingga aku tidak yakin bisa mengucapkan sepatah kata pun. Jadi, sekali lagi, aku
membiarkan Peeta bicara mewakili kami berdua.
"Jaga dirimu, Haymitch," katanya.
Kami berjalan menyebrangi ruangan, tapi di ambang pintu, suara Haymitch
menghentikan langkah kami.
"Katniss, saat kau berada di arena," katanya. Lalu dia diam. Wajahnya yang
cemberut sedemikian rupa membuatku yakin aku sudah mengecewakannya.
"Apa?" tanyaku dengan detensif.
"Kau ingat saja siapa musuhmu," kata Haymitch padaku. "Itu saja. Sekarang
pergilah. Keluar dari sini."
Kami berjalan menyusuri lorong. Peeta ingin mampir ke kamarnya untuk mandi
dan membasuh riasannya lalu menyusul ke kamarku beberapa menit kemudian,
tapi aku tidak mengizinkannya. Aku yakin jika pintu menutup di antara kami aku
harus menghabiskan makan malam tanpa dirinya. Selain itu, kamarku juga ada
kamar mandinya. Aku menolak melepaskan tangannya.
Apakah kami tertidur" Aku tidak tahu. Kami menghabiskan malam dengan
bergenggaman tangan, berada di antara tanah impian dan alam sadar. Tidak saling
bicara. Kami sama-sama takut mengganggu yang lain dengan harapan kami bisa
punya waktu beberapa menit yang berharga untuk beristirahat.
Cinna dan Portia tiba pada dini hari, dan aku tahu Peeta harus pergi. Para peserta
memasuki arena seorang diri. Dia memberiku ciuman ringan. "Sampai ketemu
lagi," katanya. "Sampai ketemu lagi," jawabku.
Cinna, yang akan membantuku berpakaian untuk Hunger Games, menemaniku
hingga ke atap. Aku hendak menjejakkan kaki ke tangga pesawat ringat ketika aku
ingat. "Aku tidak mengucapkan selamat tinggal pada Portia."
"Akan kukatakan padanya," kata Cinna.
Aliran listrik membuatku membeku di tangga sampai dokter menyuntikkan alat
pelacak di lengan kiriku. Pesawat ringan terbang pergi, dan aku memandang ke
luar jendela hingga pemandangan menggelap. Cinna terus mendesakku untuk
makan, saat usahanya gagal, dia menyuruhku minum. Aku berhasil minum terusmenerus, teringat tahun lalu ketika aku mengalami dehidrasi selama berhari-hari
dan nyaris menewaskanku. Memikirkan bahwa aku akan membutuhkan seluruh
kekuatanku untuk menjaga Peeta tetap hidup.
Ketika kami tiba di Ruang Peluncuran di arena, aku mandi. Cinna mengepang
rambutku dan membantuku berpakaian melapisi pakaian dalamku yang sederhana.
Seragam peserta tahun ini adalah baju biru terusan, yang terbuat dari bahan yang
amat tipis, dengan risleting di bagian depan. Ikat pinggang berukuran enam inchi
yang tetutup plastik ungu mengilap. Sepatu nilon dengan sol karet.
"Bagaimana menurutmu?" tanyaku, sambil mengulurkan kain pakaianku agar bisa
diperiksa Cinna. Dia mengerutkan kening ketika meraba bahan tipis itu di antara jemarinya. "Aku
tidak tahu. Bahan ini tidak akan banyak melindungi dari dingin atau air."
"Matahari?" tanyaku, aku membayangkan sinar matahari yang panas membakar di
gurun pasir. "Mungkin. Jika bahan ini sudah dimanipulasi," katanya. "Oh, aku hampir lupa ini."
Cinna mengeluarkan pin mockingjay emasku dari sakunya dan memasangnya di
baju terusanku. "Gaunku tadi malam fantastis sekali," kataku. Fantastis dan ceroboh. Tapi Cinna
pasti tahu itu. "Sudah kukira kau akan menyukainya," katanya sambil tersenyum kaku.
Kami duduk, sama seperti yang kami lakukan tahun lalu, berpegangan tangan
sampai ada suara yang menyuruhku bersiap-siap untuk meluncur. Dia menemaniku
berjalan sampai ke piringan logam bundar dan menarik risletingku hingga menutup
semua. "Ingatlah, gadis yang terbakar," katanya. "Aku masih bertaruh untukmu."
Cinna mengecup dahiku dan melangkah mundur ketika silinder kaca
menyelubungiku. "Terima kasih," kataku, meskipun dia mungkin tidak bisa mendengarku. Aku
mengangkat dagu, dengan kepala terangkat tinggi seperti yang selalu diperintahkan
Cinna padaku, dan menunggu piringan naik. Tapi piringan tidak bergerak. Dan
tetap tidak bergerak. Aku memandang Cinna, mengangkat alis minta penjelasan. Dia cuma
menggelengkan kepalanya sedikit, sama bingungnya dengan aku. Kenapa mereka
menundanya" Mendadak pintu di belakangnya menjeblak terbuka dan tiga Penjaga Perdamaian
menghambur masuk ruangan. Dua orang memiting lengan Cinna ke belakang dan
memborgolnya sementara orang ketiga menghajar pelipisnya dengan sangat keras
sehingga dia jatuh berlutut. Tapi mereka terus memukulinya dengan tangan
terbungkus sarung tangan berbalut logam, luka berdarah tampak di wajah dan
tubuhnya. Aku menjerit keras, memukul-mukul kaca yang bergeming, berusaha
mendekati Cinna. Para Penjaga Perdamaian itu tidak memedulikanku sama sekali
ketika mereka menyeret tubuh Cinna yang sudah kepayahan keluar dari ruangan.
Yang tersisa darinya adalah noda darah di lantai.
Aku merasa mual dan takut, ketika piringanku mulai bergerak naik. Aku masih
bersandar di kaca ketika angin menerpa rambutku dan aku memaksa tubuhku
berdiri tegak. Juga tepat pada waktunya, karena kaca menghilang dan aku berdiri
bebas di arena. Ada yang salah dengan pandanganku. Tanah tempatku berdiri
terlalu terang dan berkilau dan berombak-ombak. Aku menyipitkan mata
memandang kakiku dan melihat piringan logamku dikelilingi gelombang biru yang
naik sampai ke sepatu botku. Perlahan-lahan aku mengangkat mataku dan melihat
air tersebat ke segala penjuru.
Hanya satu hal yang terpikir dalam benakku.
'Ini bukan tempat buat gadis yang terbakar.'
Bab 19 "HADIRIN sekalian,dengan ini dimulailah Hunger Games yang ketujuhpuluh
lima!" Suara Claudius Templesmith, pembawa acara dalamHunger Games,
berdentum di telingaku.Aku hanya punya waktu kurang dari satu menit untuk
bersiap-siap. Kemudian gong akan berbunyi dan para peserta akan bebas bergerak
dari piringan logamnya. Tapi bergerak kemana"
Aku tidak bisa berpikir jernih. Bayangan Cinna yang dipukuli dan berdarah-darah
merasuk ingatanku. Dimana dia sekarang" Apa yang mereka lakukan pada dirinya"
Menyiksanya" Membunuhnya" Mengubahnya menjadi Avox" Tentu saja
penyerangan terhadap dirinya sengaja diatur untuk membuat kugusar, sama seperti
menempatkan Darius untuk melayaniku. Dan ya,semua itu berhasil membuatku
gusar. Yang ingin kulakukan hanyalah menjatuhkan diri di atas piringan logamku.
Tapi aku tidak bisa melakukannya setelah menyaksikan peristiwa barusan.Aku
harus kuat. Aku berutang pada Cinna, yang mempertaruhkan segalanya untuk
melecehkan Presiden Snow dan mengubah gaun pengantin sutraku menjadi bulu
burung mockingjay. Dan aku berutang pada para pemberontak yang makin berani
karena contoh yang diberikan Cinna, yang mungkin sedang berjuang menjatuhkan
Capitol saat ini. Penolakanku untuk bermain dalam Hunger Games sesuai dengan
syarat-syarat Capitol adalah tindakan pemberontakanku yang terakhir. Jadi aku
menggertakan gigiku dan menguatkan diri untuk menjadi pemain.
Di mana kau" Aku masih tidak tahu di mana aku berada. Di mana kau"! Aku
menuntut jawaban dari diriku sendiri dan perlahan-lahan dunia di sekitarku mulai
tampak fokus. Air biru. Langit merah jambu. Matahari panas terik bersinar.
Baiklah, Cornucopia ada di sana, trompet logam emas sekitar empat puluh meter
jauhnya. Mulanya, Cornucopia tampak berada di pulau yang melingkar. Tapi
setelah dilihat lebih teliti, aku melihat bidang-bidang tanah yang memancar dari
lingkaran seperti jeruji roda. Kuperhitungkan ada sepuluh sampai dua belas
banyaknya, dan sepertinya berjarak sama antara satu sama lain. Di antara jeruji,
yang tampak hanyalah air. Air dan sepasang para peserta.
Jelaslah sudah. Ada dua belas jeruji, masing-masing dengan dua peserta yang
berada di atas piringan logam di atasnya. Peserta lain dalam jeruji air yang sama
denganku adalah si tua Woof dari Distrik 8. Dia berada jauh di sebelah kanan
sementara disebelah kiriku ada sebidang tanah. Di luar air, ke mana pun kau
memandang, ada pantai sempit dan pemandangan hijau yang lebat. Aku melihat
sekilas lingkaran para peserta,mencari Peeta, tapi pandanganku pasti terhalang
Cornucopia sehingga tidak bisa menemukannya.
Aku meraih air yang mengalir naik dan menciumnya. Lalu aku menjilat ujung
jariku yang basah. Seperti yang sudah kuduga. Sama seperti ombak yang aku dan
Peeta lihat dalam tur singkat kami ke pantai di Distrik 4. Tapi paling tidak air laut
ini tampak bersih. Tidak ada kapal, tidak ada tali, bahkan tidak ada kayu mengapung yang bisa
dipakai untuk berpegangan. Hanya ada satu jalan untuk mencapai
Cornucopia.Ketika gong berbunyi, aku tidak ragu sama sekali untuk menyelam ke
sebelah kiri. Jaraknya lebih jauh daripada yang biasa kutempuh, dan berenang
melewati ombak butuh keahlian lebih daripada berenang di danau tenang di
distrikku, tapi anehnya tubuhku terasa ringan dan aku menembus air tanpa
bersusah payah. Mungkin karena ini air laut. Aku mengangkat tubuhku, dengan air
yang menetes dari tubuhku, ke sebidang tanah itu lalu berlari di atas pasir menuju
Cornucopia. Aku tidak melihat siapa pun berkumpul di sampingku, meskipun
terompet emas itu menghalangi sebagian besar pandanganku. Tapi aku tidak mau
karena memikirkan musuh-musuhku gerakanku jadi lambat. Aku berpikir seperti
kawanan Karier sekarang, dan yang kuinginkan saat ini adalah mengambil
senjataku. Tahun lalu, benda-benda persediaan disebar dengan jarak agak jauh disekitar
Cornucopia, dengan benda paling berharga didekat terompet. Tapi tahun ini,
barang-barang itu sepertinya ditumpuk di mulut terompet yang tingginya sekitar
enam meter. Mataku langsung tertuju pada busur panah emas yang jaraknya cuma
tinggal selengan dan aku segera menariknya.
Finnick, yang berkilau dan tampan, berdiri hanya dalam jarak beberapa meter,
dengan trisula bersiap-siap untuk menyerang. Jaring di tangannya satu lagi. Dia
tersenyum simpul, tapi otot-otot di tubuh bagian atasnya kaku bersiaga.
"Kau juga bisa berenang," katanya. "Dimana kau belajar renang di Distrik Dua


Tersulut Catching Fire The Hunger Games 2 Karya Suzanne Collins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Belas?" "Kami punya bak mandi yang besar." jawabku.
"Pastinya," kata Finnick. "Kau menyukai arena ini?"
"Tidak terlalu. Tapi kau pasti suka. Mereka pasti membangunnya khusus
untukmu," kataku dengan sedikit getir. Pasti dengan kondisi seperti ini aku berani
bertaruh hanya ada beberapa pemenang yang bisa berenang. Dan tidak ada kolam
renang di Pusat Latihan agar mereka mempunyai kesempatan untuk belajar renang.
Pilihannya adalah kau kemari sudah bisa berenang atau kau sebaiknya bisa cepat
belajar. Bahkan untuk bisa ikut dalam pertumpahan darah pertama tergantung pada
kemampuanmu untuk melewati air sejauh dua puluh meter. Itu pasti memberikan
keuntungan teramat besar bagi Distrik 4.
Sesaat kami terpukau, saling menilai senjata-senjata kami, kemampuan kami.
Kemudian Finnick mendadak menyeringai, "Untungnya kita sekutu. Ya, kan?"
Merasa curiga akan adanya jebakan, aku baru saja akan menembakkan anak
panahku, berharap panahku mengenai jantungnya sebelum trisulanya menembus
tubuhku, ketika dia menggerakkan tangannya dan benda di pergelangan tangannya
berkilau kena sinar matahari. Gelang emas berpola api. Gelang yang sama yang
kuingat ada di pergelangan tangan Haymitch pada pagi hari ketika aku memulai
latihan. Sejenak kupikir Finnick bisa saja mencurinya untuk menjebakku, tapi
entah bagaimana aku tahu pasti bukan seperti itu keadaannya. Haymitch
memberikan gelang itu padanya. Sebagai tanda untukku. Sesungguhnya, lebih
sebagai perintah. Untuk mempercayai Finnick.
Aku bisa mendengar langkah-langkah kaki mendekat. Aku harus memutuskan
sekarang juga. "Benar!" bentakku, karena meskipun hanya Haymitch adalah mentorku dan
berusaha menjagaku agar tetap hidup, tapi ini membuatku marah. Kenapa dia tidak
memberitahuku bahwa dia sudah membuat pengaturan ini sebelumnya" Mungkin
karena aku dan Peeta sudah bilang tidak mau ada sekutu. Sekarang Haymitch yang
memilihkannya sendiri. "Menunduk!" Finnick memberi perintah dengan suara lantang sangat berbeda dari
biasanya yang bersuara rendah merayu yang kukenal. Trisulanya melayang
melewati bagian atas kepalaku dan terdengar bunyi memilukan ketika trisula itu
mengenai sasaran. Pria dari Distrik 5, si pemabuk yang muntah di lantai tempat
adu pedang, jatuh berlutut ketika Finnick melepaskan trisula dari dada priaitu.
"Jangan percaya pada Satu dan Dua." kata Finnick.
Tidak ada waktu mempertanyakan ini. Aku menarik lepas anak panah dari
sarungnya. "Menyebar lalu sama-sama mencari?" tanyaku.
Dia mengangguk, dan aku berkeliling ke sekitar tumpukan barang. Sekitar empat
jeruji jauhnya, Enobaria dan Gloss baru saja sampai ke daratan. Entah mereka
perenang yang lambat atau mereka pikir air itu penuh dengan bahaya-bahaya lain,
yang mungkin saja mereka benar. Kadang-kadang tidak bagus memikirkan terlalu
banyak kemungkinan skenario yang bisa terjadi. Tapi sekarang mereka berada di
pasir, dan mereka akan disini beberapa detik lagi.
"Ada yang berguna?" Aku mendengar Finnick berteriak.
Dengan cepat aku melihat tumpukan dan menemukan gada, pedang, busur dan
panah, trisula, pisau, tombak, kapak, benda-benda logam yang tak kuketahui
namanya...dan tak ada apa-apa lagi.
"Senjata!" aku berseru. "Tidak ada apa-apa kecuali senjata!"
"Di sini juga," katanya. " Ambil yang kau mau lalu kita pergi."
Aku menembakkan panah ke Enobaria, yang sudah berada terlalu dekat tapi dia
sudah menduganya dan langsung menyelam ke air sebelum panahku mengenai
sasaran. Gloss tidak segesit itu, dan aku berhasil memanah betisnya ketika dia
Si Pemanah Gadis 4 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bara Naga 2

Cari Blog Ini