Demon Glass Karya Rachel Hawkins Bagian 5
Semua buku tentang makhluk halus dan menghantui mengatakan hal yang sama: hantu terikat ke tempat mereka meninggal, bukan kepada orang. Sementara di Demologi: Sejarah, aku mulai berpikir buku itu lebih berguna kalau dijadikan pengganjal pintu saja. Tidak ada apaapa di sana yang memberikan pencerahan terhadap situasi Daisy dan Nick.
Aku memikirkan untuk bertanya kepada mereka saat makan malam secara diam-diam, dan berharap di suatu tempat yang pribadi apakah mereka punya ingatan janggal yang mungkin berhubungan dengan apa yang kulihat di Hecate, tapi mereka tidak muncul di ruang makan malam ini. Aku juga tidak bisa menemukan mereka keesokan paginya, yang rasanya aneh. Melewatkan makan malam itu satu hal, tapi Nick dan Daisy selalu muncul untuk sarapan. Tapi tak seorang pun yang mengkhawatirkannya. Kau tahu sendiri mereka berdua itu, kata Jenna, Mereka mungkin sedang melakukan kegiatan aneh ala Kurt dan Courtney di suatu tempat.
Walau begitu, ketika mereka tidak muncul lagi untuk makan malam, aku khawatir. Aku berkeliaran di lorong tempat kamar-kamar mereka sampai hampir pukul sepuluh malam itu, tapi tidak ada tanda-tanda mereka. Aku masih berkeliaran saat Roderick mencariku untuk mengatakan bahwa Dad sudah pulang.
Cepat sekali, kataku, sambil mengikuti pria itu masuk, bahkan saat perutku mulai melonjak-lonjak. Aku harus mengatakan kepada Dad apa yang kulihat di Hecate, tapi aku tidak punya alasan bagus bagaimana aku bisa sampai mendapatkan informasi tersebut. Kupikir aku punya waktu beberapa hari untuk memupuk satu alasan.Pada saat aku melintas di bawah gerbang marmer yang menuju ke Markas Besar Dewan, mulutku sudah kering kerontang, dan lututku terasa sedikit goyah.
Tak ada yang lebih kuinginkan daripada menghempaskan diri ke atas salah satu kursi kulit Dad dan menceritakan seluruhnya kepadanya. Untuk pertama kalinya, aku mengerti mengapa tentara yang bertugas menjalakan misi berbahaya harus diberi pengarahan. Aku ingin menceritakan semua ceritanya secepat mungkin, sebagian besar karena agar aku bisa menghapusnya dari ingatanku. Aku kembali teringat ghoul yang berwajah tambalan itu, dan tiba-tiba aku merasa takut akan muntah di atas karpet berpola berlian itu. Tapi, ketika aku membuka pintu ruang kerja Dad, dia tidak sendiri. Lara ada di sana, dan walaupun mereka sedang bicara dengan suara pelan, sihir di dalam ruangan itu begitu beratnya sampai aku pusing dibuatnya. Mereka berdua sibuk saling memelototi sampai-sampai mereka bahkan tidak melihat aku yang berdiri di sana, bagus juga. Itu memberikan kesempatan padaku untuk mengamati Lara. Aku tahu aku tidak akan mengetahui apa niatnya hanya dengan mengamati wajahnya. Aku sangat meragukan bakal ada isyarat yang mengatakan, Jadi, aku dan kakakku membangkitkan demon di Hecate Hall. Walau begitu, kupikir mungkin ada petunjuk apakah dia sudah tahu seseorang telah menemukan tempat demon itu.
Ternyata tidak ada apa-apa. Dia sama baiknya dalam menyembunyikan emosinya dengan Mrs. Casnoff. Pasti itu bakat menurun. Jadi, begitu rupanya, kata Lara, sambil melipat lengannya. Kau tidak akan melakukan apa-apa.
Aku bisa apa, kata Dad denga suara kalem yang menipu, kalau baik kau maupun Anastasia tidak akan mengatakan kepadaku apa tepatnya yang terjadi di Graymalkin"
Nah, itulah jawabanku. Aku tahu Lara dan Mrs. Casnoff pasti ada hubungannya dengan entah apa yang sedang berlangsung di Hecate, tapi mendengarnya ternyata benar seperti itu tetap saja membuatku tercengang-cengang. Bagaimana" Bagaimana wanita-wanita yang bekerja begitu dekat dengan Dad bisa melakukan sesuatu yang begitu mengerikan tanpa sepengetahuan Dad"
Sekolah adalah wilayah kami, bentak Lara. Jadi, itu urusan kami. Tapi, kau minta tolong kepadaku."
Lara mendadak menerjang, sambil menghempaskan tangannya ke meja Dad. Ada penyusup di bagian terlarang pulau itu, dan sistem keamanannya sudah ditembus. Bayangan lain pedang Archer yang mengiris-iris ghoul muncul di benakku. Ya, bisa ditembus adalah kata yang tepat untuk itu.
Tiba-tiba, wanita itu mengubah taktiknya. Kau bersumpah. Kau sudah bersumpah kepada ayahku akan melakukan apa saja semampumu untuk melindungi kepentingan Anastasia dan aku di Hecate.
Bahkan, aku pun bisa mengatakan kepada Lara, bahwa cara itu tidak baik. Dad hanya kelihatan jengkel. Jangan bawa-bawa dia ke dalam urusan ini, Lara.
Akhirnya, Dad menyadari kehadiranku pada saat itu, dan saat dia memandangku dari atas pundak Lara, wanita itu berputar. Mendadak wajahnya melembut dan dia bahkan tersenyum. Akan tetapi, matanya masih tegang dan berkilat-kilat seperti pelitur di meja Dad.
Sophie, di situ kau rupanya! Dari mana saja kau beberapa hari ini" Kami hampir-hampir tidak melihatmu.
D-di suatu tempat" aku terbata-bata, dalam hati berjengit. Oh, itu alibi yang menakjubkan. Dad memberikan banyak bahan bacaan. Apa aku mengganggu sesuatu"
Lara melambaikan tangannya. Hanya urusan Dewan yang membosankan. Tidak ada hubungannya denganmu. Dia melirik Dad. Kita bisa menyelesaikan pembicaraan ini nanti. Aku akan meninggalkan kalian beruda untuk mengobrol. Sambil keluar dari kantor, dia menepuk-nepuk tanganku dengan caranya yang sudah tidak asing lagi. Dengan susah payah aku berusaha untuk tidak berjengit karena tersentuh olehnya.
Pintu menutup di belakang wanita itu, dan aku menghembuskan napas lega. Dad memberikan isyarat kepadaku agar duduk. Begitu aku duduk, dia berkata, Aku khawatir perjalananku tidak seberhasil yang kuharapkan. Aislinn Brannick terus
Mereka membangkitkan demon di Hex Hall, semburku. Aku pergi ke sana tempo hari aku memakai Itineris dan aku melihatnya sendiri. Di sanalah kejadiannya, dan enam murid menghilang dari sekolah dalam kurun waktu delapan belas tahun. Dua diantaranya Anna dan Chaston, gadis-gadis yang diserang Alice tahun lalu. Rasanya lega mengeluarkan semuanya seperti itu. Tidak memberiku waktu untuk merasa takut kalau-kalau ada lubang-lubang di dalam ceritaku.
Dad hanya menatapku seakan-akan aku bicara bahasa Yunani. Tentu saja, mungkin Dad bisa bahasa Yunani, jadi mungkin lebih seperti aku bicara bahasa Mars. Bagaimanapun, dia kelihatan sama ketakutan dan kebingungannya.
Apa" Aku memaksakan diri untuk melambat sembari kembali menceritakan kisah itu, tanpa menyinggung peran Archer di dalamnya, tentu saja.
Aku memberi tahu Dad bahwa aku ingat melihat sesuatu yang aneh di Hecate, jadi aku pergi ke sana untuk memeriksa, kemudian menggambarkan lubang itu, batu di tengahnya bahkan ghoul-ghoulnya.
Pada saat aku selesai, Dad kelihatan lebih tua dan lebih sedih daripada yang pernah kulihat. Tak ada yang masuk akal. Aku mulai berpikir aku harus memakai itu sebagai judul autobiografiku.
Lara dan Anastasia adalah dua dari sekutuku yang paling terpercaya, katanya, sambil mengusap tangan ke dagunya. Mengapa mereka ada di balik semua ini"
Itulah pertanyaan senilai sejuta dolarnya. Apakah ada cara untuk memeriksa apakah Nick dan Daisy pernah bersekolah di Hecate" Namanya pasti berbeda kalau tidak kau pasti ingat.
Entah mengapa aku memegang harapan bahwa Dad akan bersikap, Oh iya, biar kuperiksa Data Pendaftaran 9000 Hecate di bank data komputer. Daftar itu mungkin ditulis di secarik perkamen dengan bulu pena bulu. Walau begitu, aku kecewa ketika Dad menggeleng dan berkata. Tidak, Anastasia menyimpan semua catatan itu. Dan kalau apa yang kau katakan tentang orangtua Anna dan Chaston benar, maka keluarga Nick dan Daisy takkan pernah melaporkan mereka sebagai orang hilang.
Mata Dad memancarkan pandangan menerawang, pandangan yang mengatakan bahwa dia hendak mencari buku yang paling kuno dan kalimat-kalimat teka-teki. Benar saja, dia bangkit dari kursinya dan menghampiri rak bukunya.
Dia menarik salah satu buku bersampul kulit yang sangat disukainya dan mulai membalik-balikkan halamannya, jadi aku memutuskan bahwa aku disuruh pergi. Tidak apa-apa. Aku mendorong diriku sampai berdiri dari kursi dan beringsut-ringsut ke pintu.
Tepat pada saat aku memutar pegangan pintu, Dad berkata, Sophia. Ya"
Sewaktu aku menoleh kepadanya, dia berkata. Aku sangat bangga atas apa yang kau lakukan. Aku tak tahu apakah konsekuensi jangka panjang dari tindakanmu, tapi
Aku mengacungkan tangan. Cukup sampai bagian bangga saja untuk saat ini, setuju, Dad"
Apalagi karena sebagian dari kebanggaan itu mungkin lenyap begitu dia mengetahui tentang Archer, pikirku sambil diterpa kesedihan. Dad tersenyum. Baiklah. Selamat malam.
Malam, Dad. Aku berjalan ke lobi. Tempat itu hampir kosong kali ini, kalau tidak ada dua vampir penjaga yang berdiri mengawasi. Seisi rumah tampak tenang saat aku menuruni anak tangga yang besar itu. Sambil melirik arlojiku, kulihat sekarang hamnpir pukul sebelas. Kurang dari satu jam sampai aku seharusnya bertemu dengan Archer, dan aku tak tahu apa yang akan kukatakan kepadanya ketika
Sophie" Aku menoleh ke belakang dan melihat Daisy sedang berdiri di puncak tangga, tepat di dalam gerbang. Ada yang aneh pada posturnya: tangannya mengepal di samping tubuhnya, dan kepalanya agak miring ke kanan. Wajahnya kosong. Alarm berbunyi di kepalaku, tapi aku mengangkat tangan untuk melambai dengan enggan. Di situ kau rupanya, kataku, sambil kembali naik. Kami tidak melihatmu Aku tidak sempat menyelesaikan kalimatku. Daisy mulai bergerak ke arahku, dan kemudian aku melihat matanya.
Tidak ada kesan manusia di dalamnya.
Semuanya tampak melambat saat hampir semua rambut di tubuhku berdiri tegak. Aku pernah melihat mata seperti itu sebelumnya, dan aku tahu apa artinya.
Aku mengangkat tangan, dan walaupun letih, sihir pun datang, bersih dan murni. Aku membayangkan Mom, dan dengan satu sentakkan pergelangan tanganku, keluarlah semburan kekuatan yang menghantam pundak Daisy. Aku tak ingin menyakitinya, hanya memperlambat saja. Tapi, walaupun dia tersandung di anak tangga, dia tetap saja mendekat.
Dad! teriakku, walaupun tahu dia tidak bisa mendengarku. Daisy menyeringai kepadaku dan menerjang, tangannya menekuk menjadi cakar, dan kali ini aku menembakkan kilatan sihir yang cukup besar sehingga menghempaskannya ke lantai. Lututnya terantuk, merintih kesakitan, dan walaupun aku ketakutan, rasa bersalah menusukku. Dia bukan Daisy, aku mengingatkan diriku sendiri. Tidak ada jejaknya di dalam makhluk yang berdiri sempoyongan itu, amarah berkobar di matanya. Lalu, dia mendongak. Aku melihat bibirnya bergerak, tapi aku tak tahu apa yang dikatakannya. Saat aku mendengar suara mengerikan denyitan logam di atas batu barulah aku menyadari bahwa aku sedang berdiri di atas salah satu patung besar yang begitu membuat Jenna terpesona pada hari pertama kami. Patung yang hendak mendarat di atas kepalaku.
"RatuBuku Bab 34 Mungkin ini kedengarannya aneh, tapi yang pertama kali terpikir olehku saat aku memandang patung wanita perunggu setinggi tiga meter itu terjungkir ke arah wajahku adalah, Yah, setidaknya itu tidak bisa membunuhku. Lagi pula, hanya demonglass yang bisa melakukan itu, tapi aku tak yakin bahkan Cal pun bisa menyembuhkan jumlah patahan yang akan kualami.
Tanpa pikir panjang, aku memejamkan mata. Aku merasakan kekuatan menggelora di dalam diriku, dan kemudian sensasi angin dingin yang aneh membasuhku; sesuatu yang belum pernah kurasakan sejak malam itu di lapangan bersama Alice.
Seakan-akan dari kejauhan, aku mendengar hempasan memekakkan telinga patung yang terjatuh ke lantai marmer. Aku membuka mata. Aku berdiri beberapa meter jauhnya, di atas tangga di belakang Daisy. Untuk pertama kalinya selama lebih dari enam bulan, aku berpindah.
Daisy berputar, kebingungan, tapi rupanya, suara luar biasa kerasnya patung terbanting ke lantai menarik perhatian semua orang, karena aku tiba-tiba mendengar suara kaki berlari. Tidak! seseorang berteriak. Itu Dad, yang berdiri di puncak tangga. Napasnya terengah-engah, satu tangan terjulur ke arah Daisy.
Ini bukan kau, katanya kepada Daisy, dan aku tahu menjaga agar suaranya tetap tenang merupakan suatu perjuangan. Kau bisa melawan ini. Ingat apa yang sudah kuajarkan kepadamu. Tapi, bahkan pemahaman paling kecil pun tidak memercik di wajah Daisy. Itulah bagian yang paling mengerikan. Bahkan Alice, segilagilanya dia, masih kelihatan manusia. Daisy bukan apa-apa selain monster wajahnya menyimpang oleh amarah.
Bergerak dengan begitu cepatnya sehingga kami nyaris tak punya waktu untuk bereaksi, Daisy merogoh sabuknya dan mengeluarkan sesuatu. Rupanya serpihan demonglass yang sama dengan yang melukaiku pada pesta ulang tahunku. Benda itu mendesis di tangannya, membakarnya, tapi Daisy tak berjengit. Dia menerjang kami, warna matanya merah keunguan sama dengan mata Alice malam itu.
Saat-saat berikutnya berupa kelebatan belaka. Daisy bergerak cepat ke arahku, demonglass terangkat tinggi-tinggi, dan kemudian ada denyaran cahaya dari atasku Dad tapi sekali lagi, Daisy seakanakan tidak bisa merasakan nyeri. Mendadak Dad berada di sampingku, melemparkan tubuhnya ke antara aku dan serpihan hitam bergerigi itu, dan kurasa aku menjerit.
Tiba-tiba, sebuah teriakan menggelegar, kata yang belum pernah kudengar sebelumnya. Bahkan, aku tak yakin itu sebuah kata, tapi apa pun itu, ada kekuatan di dalamnya yang membuat kepalaku seakanakan membelah.
Daisy jadi bergeming, matanya terbelalak. Demonglass-nya jatuh tak berdaya dari jari-jarinya, dan selama sedetik, dia kelihatan mirip Daisy yang kukenal. Kemudian, matanya mendelik dan dia ambruk di tangga, berguling turun beberapa anak tangga sebelum berhenti di bordes. Di suatu tempat di dalam rumah, salah satu jam berdentang sebelas kali, dan aku menyadari dengan terkejut bahwa hanya empat menit berlalu sejak aku keluar dari kantor Dad.
Dad berlari menuruni tangga dan menghampiri tubuh Daisy yang tergolek tak bergerak, menekankan jari-jarinya ke ceruk di bawah dagunya sementara aku menatap Lara. Wanita itu berdiri di samping patung yang terjungkal itu, terengah-engah.
Apa itu tadi" tanyaku kepadanya, suaraku terdengar sangat nyaring di keheningan.
Mantra geming sederhana, jawabnya saat dia melintas lorong, hak sepatunya berkeletak.
Kau bohong. Dad meludahkan kata-kata itu dengan jauh lebih banyak racun daripada yang kusangka bisa diucapkannya. Lara pastilah terperanjat juga,karena wajahnya memucat. Maaf"
Sambil berdiri, Dad menunduk menatap wanita itu. Tidak ada mantra geming yang bisa menghentikan demon yang telah menyeberang. Dad terdengar begitu menakutkan hingga aku sedikit bergidik, tapi Lara bahkan tidak berkedip. Sudah jelas ada, karena aku baru saja menggunakannya dengan berhasil. Dia melambaikan tangannya ke arah Daisy. Gadis itu hendak membunuhmu, James. Aku berjalan turun berdiri di samping Dad. Apa yag akan terjadi padanya sekarang"
Dad tak pernah mengalihkan pandangannya dari Lara. Dia harus dikurung dengan satu cara. Salah satu sel di lantai bawah, kupikir. Dikurung"
Dad menatapku, matanya pilu. Dia sudah tidak ada, Sophie. Bagian darinya yang berupa Daisy, setidaknya. Begitulah sihir mengambil alih... tidak mungkin bisa membalikkannya.
Daisy mengerang, pelupuk matanya bergetar, seakan-akan masih ada selembar tipis dirinya yang tersisa di sana yang mendengar dan mengerti. Seseorang harus memberi tahu Nick, gumamku. Dad menghela napas dan melonggarkan dasinya. Tentu saja. Jenna. Aku mendongak, terkejut, melihat Jenna berdiri beberapa meter di belakang Lara. Dia pasti mendengar semua keributan itu. Wajahnya pucat, matanya terbelalak saat dia bergegas melintasi lorong dan menyambar tanganku. Apa kau baik-baik saja"
Ya, kataku, tapi melihatnya membuat air mataku berlinang. Aku tak yakin apakah itu akibat rasa bersalah atau karena melihat ketakutan di wajahnya.
Kalau kau tak keberatan, carilah Nick dan minta dia menemui aku di rumah kaca, kata Dad kepadanya. Jenna mendongak, terkejut, tapi mengiyakan, lalu pergi ke bagian belakang lorong.
Setelah berjongkok lagi, Dad menyibakkan rambut Daisy dari keningnya. Dia menggumamkan sesuatu yang tak kupahami, dan gadis itu terdiam tertidur semakin lelap. Akan kuatur agar dia diurus, katanya. Dan Lara, setelah aku bertemu dengan Nick, aku ingin bicara denganmu. Mengerti"
Wanita itu sedikit membungkuk, tapi mulutnya terkatup marah. Tentu saja.
Begitu dia pergi, aku menyerah kepada lututku yang goyah dan duduk di atas anak tangga. Roderick dan Kristoper muncul beberapa menit kemudian. Mereka mengangkat Daisy dengan kelembutan yang menakjubkan, dan membawanya ke salah satu sel misterius di perut Thorne Abbey. Membayangkan Daisy dikurung, bahkan Daisy yang sudah jadi demon pembunuh, mengakibatkan gelombang kesedihan baru saja terjadi. Dad, kataku pada akhirnya, Daisy sedang mengincarku.
Aku menyangka dia akan melakukan kebiasaannya, Oh, Sophie, tapi itu mustahil karena kata tingkat tinggi ini dan kata tingkat tinggi itu, dan juga konsep abstrak ini. tapi, kali ini tidak. Dia hanya duduk di sampingku dan berkata, Lanjutkan.
Dia memanggil namaku tepat sebelum menyerang. Sambil membawa belati. Kau ancaman yang lebih besar. Aku terlalu terkuras akibat berpindah untuk melawannya. Tapi, dia hanya menyerangmu ketika kau berada di depanku.
Dad melepaskan kacamatanya dan menggosok batang hidungnya. Sudah kubilang perjalananku tidak berhasil. Kalau menyangkut keluarga Brannick itu benar, tapi tidak untuk keseluruhan perjalanan. Warlock yang kutemui di Linconshire, Andrew Crownley, punya informasi yang sangat berguna. Apakah kau ingat bagian tentang mengendalikan demon di Demonologi" Kurasa itu ada di Bab Lima. Eh... tidak.
Kejengkelan berkelebat di wajahnya. Sungguh, Sophie, aku memberimu buku itu dengan maksud tertentu.
Dan mohon maaf, tapi bukunya tebal dan membosankan, bisakah kita melewatinya sampai ke bagian Dad mengatakan kepadaku apa isinya" Ada legenda para penyihir dan warlock yang memanggil demon pada zaman dahulu kala dan memanipulasi kekuatan mereka. Seperti yang dicoba oleh kelompok Elodie terhadap Alice. Dad menggeleng. Tidak, itu mencoba memanggil demon dan menanganinya. Itu beda. Kalau saja ritual itu berhasil, mereka akan bisa menggunakan Alice, sampai pada titik tertentu, tapi mereka tidak akan bisa mengendalikannya. Dia masih punya kehendak. Dad mengamatiku, dan kemudian berkata, dengan sangat hati-hati. Tapi, menurut penelitian Mr. Crowley, agar bisa benar-benar mengendalikan demon, kau haruslah menjadi penciptanya penyihir atau warlock yang melakukan ritual pemanggilan."
Lara. Kata, atau suara, atau apa pun itu. Menghentikan Daisy sama sekali di tempatnya.
Dad menghembuskan napas dengan gemetar. Ya.
Semuanya mulai berjatuhan di tempat masing-masing, tapi itu hanya membuatku merasa lebih buruk, Jadi, dialah orangnya. Dia-lah yang membuat Nick dan Daisy. Pikiranku terus bergulung-gulung, seperti bola salju yang sangat besar. Dia tahu aku berada di Graymalkin, Dad. Aku tak tahu bagaimana, tapi dia tahu. Dan, dia membuat Daisy menyerangku karena itu. Lara hanya menghentikannya karena Daisy hendak melukaimu. Lara yang manis dan ramah. Mrs. Casnoff Dunia Bizzaro, begitu Jenna dan aku memanggilnya. Dan, dia baru saja mencoba membunuhku.
Jadi, sekarang bagaimana" tanyaku. Apakah Dad akan menahannya secara sihir"
Aku tak bisa. Itu jawaban terakhir yang kuharapkan, dan aku menatap Dad dengan terpukul. Dad, dia baru saja membunuhku. Belum lagi dia membangkitkan demon dan menggunakannya sebagai senjata. Kau tidak mengerti, kata Dad, lemah. Lara, Anastasia, dan aku terikat oleh sumpah darah. Kalau aku melemparkan mereka berdua ke ruang bawah tanah tanpa bukti, itu bisa dianggap permainan kekuatan politik.
Tapi, kau punya bukti. Tempat di Graymalkin. Percayalah, Dad, siapa pun bisa tahu ada kegiatan serius yang berlangsung di sana. Itu tidak akan cukup. Dan, Anastasia memang punya kendali penuh terhadap semua yang terjadi di Hecate. Dengan mudah dia bisa mengarang alasan masuk akal.
Dengan frustasi aku menggeleng. Tapi, Daisy dan Nick Daisy sama sekali tidak waras sekarang, dan Nick tidak ingat apa pun yang menimpanya sebelum menjadi demon. Mereka tidak akan membantu dalam hal ini.
Aku berdiri mendadak, kemudian langsung menyesalinya. Terlalu banyak sihir dan terlalu stres membuatku pusing. Walau begitu, aku bersandar ke susuran dan berkata, Jadi, Dad tidak akan melakukan apa-apa"
Dad juga bangkit. Sophie, aku pernah mengatakan bahwa menjadi ketua Dewan menuntut pengorbanan yang sangat besar. Wanita itu berdusta kepadaku, menghancurkan seorang gadis demi kepentingannya sendiri, dan baru saja mencoba membunuh putriku. Sihir bergelora keluar dari Dad dengan begitu kuatnya sehingga aku memutuskan lebih baik aku duduk lagi. Percayalah, lanjutnya, tidak ada yang lebih kuinginkan lagi selain menghajarnya habis-habisan. Tapi, aku tidak bisa. Tidak sampai aku punya bukti konkret. Menghajar habis-habisan kedengarannya baik-baik saja untukku, tapi, betapa pun aku membencinya, aku tahu Dad benar. Ya ampun, politik memang menyebalkan, gerutuku.
Dad meraih tanganku. Sophie, aku bersumpah, kita akan menggali ini sampai ke akar-akarnya. Dan sesampainya di sana, Lara dan Anastasia dan orang lain yang ikut andil dalam kegilaan ini akan dihukum. Terima kasih, Dad.
Aku ingin menunggu Nick muncul, sebagian besar untuk memberi dukungan moral kepada Dad, tapi dia menyuruhku untuk pergi ke kamarku. Kau kelihatan nyaris terjungkal, katanya, sambil menemaniku menyusuri lorong ke tangga belakang. Aku bisa meminta Cal
Tidak, kataku dengan cepat. Aku hanya ingin sendirian. Dad mengangguk. Baiklah. Istirahatlah.
Itu satu-satunya petunjuk paling mudah yang pernah kuterima. Tapi, saat aku berbalik untuk pergi, Dad menambahkan, Dan aku akan menelepon ibumu sekarang.
Tidak ada gunanya berdebat dengannya. Aku tahu wajah yang penuh tekad saat aku melihatnya. Dad akan menelepon Mom, dan Mom akan terbang kemari secepat mungkin dan menyeretku kembali ke... yah, aku tak tahu ke mana. Sepertinya aku tidak bisa pulang ke Hex Hall. Pikiran-pikiran itu terlalu membuat lelah, jadi aku menyeret diriku ke atas dan kemudian mandi dengan pancuran yang paling lama dan paling melepuhkan yang diketahui manusia. Aku tahu diperlukan lebih dari sekadar air panas untuk membasuh ketakutan dan kesedihan yang mengancam menguasaiku, tapi tetap saja membantu. Dan, aku akan menemui Archer tak lama lagi, jadi jelas aku ingin bersih-bersih sebelumnya.
Aku merasa sedikit lebih baik ketika membuka pintu bilik pancuran, tapi perasaan itu langsung lenyap saat aku melihat Elodie berdiri di dalam kamar mandiku. Dia kelihatan sedikit lebih padat kali ini dan jauh lebih gelisah. Bibirnya bergerak dengan cepat dan berapi-api, dan aku tak bisa mengerti sedikit pun yang dia coba katakan. Aku tahu, gerutuku sambil menyelubungi diri dengan jubah mandi. Aku mungkin harus ke sasana olahraga lebih sering lagi atau sesuatu, tapi yang benar saja, kalau kau akan menghantuiku, kita harus membuat batasan.
Dia melemparkan tangannya ke atas dan melayang lebih tinggi, wajahnya campuran kemarahan dan kegelisahan. Sesuatu memberitahuku bahwa apa pun yang sedang coba dikatakan jauh lebih penting daripada lima kilo yang bisa kuhilangkan.
Ketukan tajam di pintu kamar tidurku membuatku terlonjak, dan bahkan kepala Elodie tersentak ke arah kebisingan itu. Diam di situ, kataku, sambil mengacungkan telunjuk kepadanya. Dia merespons dengan membalikkan badannya. Bagus.
Rupanya Lara yang di pintu, wajahnya sama khawatirnya dengan wajah Elodie. Apa kau lihat Nick"
Kulitku merinding. Tidak, kenapa"
Dia memutarkan salah satu cincinnya. Kami masih belum menemukannya. Dan setelah semua yang menimpa Daisy, kau bisa lihat mengapa itu sangat meresahkan.
Dari sudut mataku aku bisa melihat Elodie yang melayang di luar pintu kamar mandi, sambil melambai-lambaikan lengan hantunya sekuat tenaga.
Aku akan membuka mata lebar-lebar, kataku sambil menutup pintu dengan pelan di depan wajah Lara.
Apa" bisikku, sambil berputar kembali menghadap Elodie. Dia melayang kembali ke kamar mandi, sambil mengisyaratkan agar aku mengikutinya.
Tapi, sewaktu aku masuk ke sana, dia lenyap. Oh, bagus, kataku dengan lantang. Bahkan dalam kematian pun, kau duri dalam da Tapi, setelah itu ada tulisan mulai bermunculan di permukaan kaca yang berembun. Tulisannya lambat dan dengan susah-payah, tapi akhirnya, satu kata muncul.
ARCHER. Dua kata lagi muncul, dan ketakutan mengguling di perutku, berat bagaikan batu bata.
PENGGILINGAN. NICK. Oh, Tuhan, gumamku. PERGILAH.
"RatuBuku Bab 35 Sementara aku berlari keluar dari pintu depan dalam jubah mandiku, terpikir olehku seseorang pasti akan bertanya hendak kemana aku. Kepanikan melandaku bahkan saat sihir menggelung naik dari kakiku. Mantra berpindah. Aku tak pernah bisa bergerak lebih dari tiga meter, dan penggilingan setidaknya nyaris satu kilometer jauhnya. Walau begitu, aku harus mencobanya.
Aku memejamkan mata dan menarik napas dalam, sambil menarik kekuatan dari dalam diriku, mencoba untuk menenangkan diri. Barangkali hanya sepuluh detik, tapi rasanya seakan berjam-jam sampai aku merasakan angin dingin menyelubungiku,merasakan darahku melambat di dalam pembuluh.
Aku hampir takut membuka mata ketika rasa dingin itu menghilang, tapi sewaktu aku melakukannya, aku mendapati diriku berdiri tepat di depan penggilingan jagung. Kelegaan yang mungkin terasa karena mantra itu ternyata berhasil memudar begitu aku melangkah masuk. Aku bisa merasakan sisa-sisa serangan sihir di udara. Sihir hitam. Archer" panggilku, jantungku berdegup begitu kencangnya sampaisampai aku takut tak bisa mendengar apa-apa lagi.
Akan tetapi, dari bagian belakang penggilingan, aku mendengar, Mercer, lemah dan mendesis.
Isakan meledak di tenggorokanku saat aku berlari ke ceruk. Archer sedang tergeletak terlentang, tangan di dadanya. Di bawah cahaya rembulan, pemuda itu tampak seakan-akan diciprati tinta. Tapi, cairan yang menutupi dada dan menyebar membentuk genangan besar di bawahnya bukanlah tinta atau cat hitam, atau mungkin zat lain yang dicoba diberitahukan oleh otakku yang putus asa kepadaku. Samar-samar ada bau logam yang mengingatkan aku pada saat Jenna makan di kamar kami.
Aku berlutut di sampingnya, menyentuh pipinya. Rasanya dingin dan lembap di tanganku. Ini... yang kudapat... karena datang cepat. Dia tersengal-sengal, mencoba tersenyum kepadaku.
Kumohon jangan bercanda sekaligus berdarah, kataku sambil dengan lembut kuangkat tangannya dari dadanya. Terlalu gelap untuk melihat seberapa parah lukanya, mungkin lebih baik begini. Walau begitu, kemejanya mengilap dan licin oleh darah, dan napasnya pendekpendek.
Ada pemuda, gumamnnya. Datang... entah dari mana. Kurasa dia punya... cakar.
Oh, Tuhan. Itu menjelaskan bekas lukanya, tapi membayangkan Nick, sama buasnya seperti Daisy, menyayat Archer membuat cairan empeduku naik ke kerongkongan.
Aku menarik napas lewat hidungku sampai perasaan itu menghilang. Kau akan baik-baik saja, kataku, tapi suaraku bergetar dan aku gemetar. Mungkin bahkan tidak seburuk itu, dan kau hanya jadi ratu drama seperti biasanya. Sihir bertemperasan di dalam diriku bagaikan lautan yang bergelora, dan aku terlalu gelisah untuk memusatkan perhatian kepada apa pun. Walau begitu, aku mencobanya. Aku mengusap keningnya dan mencoba menyalurkan kekuatanku kepadanya, mencoba untuk menutup semua luka terbuka di dada dan perutnya.
Perdarahannya sedikit melambat, tapi hanya itulah yang terbaik yang bisa kulakukan, dan Archer kehilangan terlalu banyak darah. Aku berjongkok, ingin menjerit frustasi. Apa gunanya punya kekuatan para dewa jika kau tidak bisa menolong orang yang kau cintai" Sambil menggigil, Archer menggenggam satu tanganku. Sia-sia saja, Mercer.
Jangan bilang begitu! Aku menangis.
Dia menggeleng. Giginya bergemeletuk begitu kerasnya sehingga nyaris tak bisa bicara, tapi berhasil mengatakan, Inilah yang selalu akan terjadi... cepat atau lambat. Seandainya... terjadi... lebih lambat.
Aku ingin mengatakan tidak lagi kepadanya, bahwa dia akan baik-baik saja, tapi tidak ada gunanya. Bahkan dalam kegelapan pun aku bisa melihat betapa putihnya Archer, dan betapa takut matanya. Genangan darah di bawahnya begitu besar sampai-sampai sulit dipercaya masih ada darah tersisa dalam tubuhnya.
Dia sedang meregang nyawa, dan kami tahu itu. Tidak ada yang bisa kulakukan.
Tapi, ada seseorang yang bisa.
Aku mencondongkan tubuhku kepadanya dan berbisik di telinganya, Cross, kumohon, bertahanlah beberapa menit lagi, dengar" Kau janji mau bermesraan denganku di kastel, dan aku akan menagihmu. Dia mencoba tertawa, tapi suaranya keluar sebagai gelagak lemah. Aku menekankan punggung tangan kemulutku agar tidak menjerit, dan berdiri.
Jari-jarinya menyambar ujung jubah mandiku. Jangan tinggalkan aku, bisiknya.
Rasanya mau mati saja daripada melakukan ini, tapi aku melangkah menjauh dari jangkauannya. Aku akan segera kembali, sumpah. Masih banyak yang ingin kukatakan, tapi kami membuang waktu. Kalau dia sampai mati saat aku kembali... Aku tak sanggup memikirkannya. Sebelum aku punya waktu untuk mempertanyakan keputusanku aku menimbang-nimbang risiko, aku memejamkan mata dan menghilang. Aku muncul kembali di lorong tepat di luar kamarku, dan melesat ke kamar Cal.
Saat pemuda itu membuka pintu, dia kelihatan lecek dan mengantuk, dan terkejut sekaligus senang melihatku. Itulah bagian terburuknya. Akan tetapi, begitu menyadari aku berlumuran darah, senyumannya memudar, dan dia mencengkeram tanganku. Sophie, ada apa" Ini bukan darahku, kataku cepat. Seseorang terluka, dan aku butuh kau di penggilingan secepat mungkin. Jangan bilang siapa-siapa. Aku tunggu kau di sana.
Dia mengerutkan kening, tapi aku sudah kembali berpindah ke penggilingan sebelum dia punya waktu untuk bertanya-tanya. Aku tak tahu apakah karena latihan yang kulakukan bersama Dad, atau apa, tapi nyaris tidak diperlukan apa-apa dariku untuk melakukan mantra sebesar itu. Saat aku kembali ke penggilingan secepat kilat, kepalaku terasa ringan dan bahkan tidak pening sedikit pun. Tapi, kengerian berlomba di dalam diriku saat aku bergegas menghampiri Archer. Syukurlah dadanya masih naik-turun saat aku mencapainya, tapi tampaknya dia bernapas lebih cepat, dan matanya terpejam. Benar, kan, sudah kubilang aku akan kembali, kataku sambil berjongkok di sampingnya. Kucoba untuk bicara dengan suara enteng, seakan-akan alau aku tidak takut, maka dia juga tidak. Aku tak yakin apakah itu berhasil, tapi dia meraih tanganku dan, tanpa membuka matanya, menekan telapak tanganku ke bibirnya. Aku memegang pergelangan tangan satunya agar bisa merasakan denyutnya.
Aku memusatkan perhatian ke situ, setiap denyut teratur di bawah jemariku, sampai akhirnya setelah sekian lama aku mendengar Cal memanggil, Sophie"
Di belakang sini! Aku mendengar Cal melangkah di atas bebatuan longgar dan reruntuhan rusak, dan sewaktu akhirnya pemuda itu muncul di ambang pintu, kupikir dia pemandangan terindah yang pernah kulihat. Oh, terima kasih, desahku, tapi apakah aku bicara kepada Cal atau Tuhan, aku sendiri tidak tahu.
Apa yang terjadi" tanyanya, sambil bergerak ke arahku. Kemudian, dia melihatnya.
Campuran emosi berkelebat di wajahnya pertama-tama dia kelihatan terperanjat, tapi air muka itu berubah menjadi amarah dingin tanpa suara. Matanya mengeras dan mulutnya mengencang. Cal, kataku, tapi kedengarannya seperti rintihan. Menyingkirlah, katanya dengan pelan. Aku bergegas berdiri, berjalan memutar ke sisi lain Archer sementara Cal berlutut di tempatku tadi. Cal menyambar lengan Archer tanpa sedikit pun kelembutan yang kulihat biasa digunakannya saat menyembuhkan orang lain, termasuk aku. Seakan-akan dia sedang mencoba menyentuh Archer sesedikit mungkin. Sesaat yang mengerikan aku bimbang, tapi kemudian Cal menunduk, dan percikan-percikan kecil keperakan mulai menjalari kulit Archer.
Jadi, aku duduk di atas lantai kotor penggilingan jagung abad kedelapan belas dan menonton tunanganku menyembuhkan pemuda yang kucintai.
Wow, gumamku. Aku akan menulis esai kacau caraku menghabiskan liburan musim panas saat kembali ke Hex Hall. Aku meletakkan kening di lututku, berdebat apakah aku seharusnya menangis atau tertawa histeris.
Setelah beberapa menit, aku mendengar Cal berkata, Tuh. Ketika aku mendongak, darah di bawah Archer hilang sama sekali, dan walaupun dia masih tak sadarkan diri, napasnya lambat dan teratur. Aku bergegas menghampiri mereka. Terima kasih banyak, kataku sambil meletakkan tangan di lengan Cal.
Namun, dia mengibaskannya seraya berdiri, dan memalingkan wajah dariku. Amarah terpateri di setiap garis tubuhnya, dan pundaknya yang tegang hingga ke tangan yang terkepal.
Aku mengikutinya dan mulai bicara, Maafkan aku... Tapi, dia memotongku.
Jangan. Aku tahu kau bisa naif, tapi tak kusangka kau bodoh. Dia itu Mata, Sophie. Mereka membunuh kaum kita. Bagian mana dari itu yang tidak kau pahami"
Aku hanya bisa mengerjap menatapnya.
Dan yang ini lebih buruk daripada yang lainnya, Cal melanjutkan, karena secara teknis dia salah satu dari kita. Dia pengkhianat terhadap kaumnya, dan kau terus-menerus membiarkan dia masuk, dan mendorong... orang lain agar menjauh. Dia mendongak menatapku, dan apa yang kulihat di matanya membuatku berjengit. Cal sangat mahir menyembunyikan emosinya sehingga aku tak pernah menyadari... Tuhan, bagaimana aku bisa begitu bodoh" Aku sangat menyesal, kataku lagi. A-aku tak pernah bermaksud menyakitimu, Cal.
Secepat kemunculannya, kelebatan nyeri itu pun lenyap. Ini bukan hanya tentang aku, katanya. Kau harus menjadi ketua Dewan suatu hari nanti. Prodigium harus memercayaimu, dan itu tidak akan pernah terjadi kalau di tempat tidurmu ada salah satu dari mereka. Gabungan amarah dan malu menyiramku, membakar pipiku. Baiklah, pertama-tama, tak ada siapa pun di tempat tidurku . Kedua, Archer menyelamatkan hidupku lebih dari sekali. Dia tidak seperti yang kau sangka.
Cal mengeluarkan bunyi jijik. Oh, ayolah, Sophie. Tidakkah kau mengerti" Dia senjata pamungkas L Occhio di Dio. Mereka memanfaatkannya sebagai mata-mata di Hecate selama bertahuntahun, jadi apa yang membuatmu menyangka itu sudah berhenti sekarang" Ini mungkin hanyalah tugas barunya, mendekatimu agar dia bisa menggunakanmu untuk mendapatkan informasi tentang Dewan. Sebenarnya, aku hanya akan memanfaatkan dia karena tubuhnya saja, tapi itu juga ide yang bagus.
Cal dan aku menyentakkan kepala kami dan melihat Archer duduk bersandar ke tembok belakang, mata hitamnya berkilat-kilat. Dia masih pucat, tapi selain itu, tidak ada tanda-tanda dia pernah berada di ambang pintu kematian hanya beberapa menit yang lalu. Jadi, kalau kau percaya aku mata-mata, mengapa kau menyembuhkan aku" tanya Archer, berjengit saat dia mendorong dirinya sampai berdiri. Kau bisa saja membiarkan aku kehabisan darah sampai mati, jadi kau tidak usah repot-repot.
Cal memelototinya. Aku melakukan itu demi Sophie. Seringaian Archer memudar. Cukup adil, katanya dengan pelan. Terima kasih.
Mereka saling pandang, dan sementara gadis tolol berumur sebelas tahun di dalam jiwaku semacam berharap kedua pemuda keren ini berkelahi memperebutkan aku, yang rasional, yang berumur tujuh belas tahun, tahu bahwa Archer harus keluar dari sini, secepatnya. Sudahlah, begini, kita bisa bahas ini nanti, kataku, sambil menghampiri Archer. Dia menyelipkan tangannya ke tanganku dan meremasnya.
Tatapan Cal jatuh ke tangan yang tertaut itu, dan dia memalingkan wajah. Aku akan pergi ke rumah, gumamnya, tapi ketika dia berbalik untuk pergi, ambang pintunya terhalang.
Dad, Lara dan ketiga anggota Dewan lain sedang berdiri di sana, memandang Archer dan aku.
"RatuBuku Bab 36 Ingatanku tentang semua peristiwa setelah itu sedikit tumpangtindih.Aku ingat Kristopher menghambur maju dan menendang pedang Archer menjauh dari jangkauan, sebelum menyentakkan lengan pemuda tali hitam yang selalu menggantung di pinggang lelaki itu. Aku tahu Lara menyambar lengan Cal dan meneriakkan sesuatu kepadanya, sementara Roderick melipat lengannya dan memelototi aku, sayap hitamnya membuat kelihatan mirip malaikat kematian. Tapi, aku paling ingat ayahku yang berdiri di sana, memandangku dengan tatapan yang sama sekali tak terbaca. Dan, ketika kucoba mengajaknya bicara, mendadak dia mengangkat tangan dan berkata, Jangan coba-coba menjelaskan ini, Sophia.
Berjalan kembali ke rumah merupakan satu kilometer terpanjang dan yang paling penuh penderitaan sepanjang hidupku. Aku tak yakin mana yang paling kukhawatirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap Archer, atau apakah Dad akan pernah bisa memaafkan aku. Di depan, Dad dan Lara bicara dengan suara pelan, dan aku mencoba untuk menyerap besarnya masalah yang sedang merundungku. Aku tertangkap basah sedang bersama salah seorang musuh terbesar Prodigium. Sesuatu memberitahuku bahwa hukumannya akan jauh lebih buruk dibandingkan dengan menulis seribu kata tentang topik tidak jelas.
Thorne Abbey gelap dan sunyi saat kami berjalan masuk. Begitu kami semua digiring sampai ke serambi utama, barulah akhirnya Dad mengatakan sesuatu.
Kita akan mengundang pertemuan darurat Dewan pagi-pagi sekali. Sophie, Cal, kalian berdua pergi ke kamar kalian dan diam di sana sampai seseorang menjemput kalian. Kristopher, amankan Mr. Cross di dalam salah satu di sel bawah.
Tatapanku terkunci dengan tatapan Archer saat Krisopher mulai menyeretnya pergi. Tidak apa-apa, katanya tanpa suara, tapi tidak. Tidak akan pernah tidak apa-apa.
Setelah dia pergi, aku berjalan mendekati Dad. Dia masih tidak mau memandangku, dan sedang bersikap sama dinginnya dengan sikap yang ditunjukkan Cal di penggilingan. Dad, aku tahu maafkan aku bahkan belum cukup.
Sambil bernapas dengan berat melalui hidungnya, Dad berkata, Sampai kesaksianmu selesai, aku tak bisa bicara denganmu. Pergi ke kamarmu sampai besok pagi.
Mataku dibanjiri air mata. Dad
Pergi! teriaknya, dan aku menekankan tangan kemulutku agar tidak menangis keras-keras.
Dad berjalan menjauh, bahkan tanpa menolehku. Ayo, kata Cal. Tidak ada yang bisa kau lakukan sekarang. Apa kau beri tahu mereka" aku menuntut. Itukah sebabnya mereka datang ke penggilingan"
Semua kemarahan Cal tadi kelihatannya sudah sama sekali mengering darinya. Tidak, katanya. Aku sama sekali tidak tahu mengapa mereka muncul seperti itu. Kecuali itu berhubungan dengan ujianujian yang mereka lakukan terhadapku. Mungkin mereka melacak sihirku. Siapa tahu"
Dia berputar untuk pergi, dan walaupun aku tak menginginkan apa-apa selain berlari untuk mengejar Dad, aku mengikuti Cal menjauh dari serambi dan naik tangga ke kamar kami. Langkah kami terendam karpet tebal, dan cahaya redup dari tempat lilin membuat bayangbayang kami bergetar di dinding. Aku merasakan tatapan mata semua potret yang menjejeri tangga, seakan-akan mereka sedang menghakimiku. Semua Prodigium tanpa nama, diburu selama berabadabad oleh Mata, dan keluarga Brannick, dan hanya Tuhan yang tahu entah apa lagi.
Aku melakukannya demi tujuan baik, aku ingin berkata begitu kepada wajah-wajah dalam lukisan. Dan Archer bukanlah salah satu dari mereka, tidak sepenuhnya. Entah bagaimana, menurutku potretpotret itu takkan memercayaiku.
Menurutmu apa yang akan mereka lakukan terhadap kita" tanyaku kepada Cal, perutku dingin karena takut.
Tidak akan seburuk yang kau sangka, jawabnya tapi dia tidak terdengar sepenuhnya yakin. Kau putri James, dan kau penting bagi mereka. Mereka tidak akan melemparkanmu kepada serigala karena sesuatu seperti ini.
Aku bertanya-tanya apakah dilemparkan ke serigala merupakan hukuman harfiah dalam kasus ini. Aku benar-benar tidak ingin tahu. Mereka bisa jadi memperpanjang hukumanmu di Hecate sekitar setahun lagi, tapi kupikir itulah yang terburuknya, lanjut Cal. Dengan aku
Kau hanya membantuku, kataku saat kami berbelok ke lorong kami. Katakan itu kepada mereka, mengerti" Katakan bahwa kau, misalnya, menghormati sumpah pertunangan kita atau apalah. Mereka akan bersikap longgar kepadamu, aku berani bertaruh.
Kami berhenti di depan pintu kamarnya dan dia mengamatiku. Seperti biasanya, aku sama sekali tak tahu apa yang terlintas di benaknya. Mungkin, hanya itulah yang dia ucapkan. Kemudian, setelah jeda yang panjang lagi. Aku tahu kau pikir mereka akan membunuhnya, tapi mungkin tidak. Archer Cross sama berharganya bagi Mata seperti kau bagi Dewan. Dia akan menjadi sandera yang berguna, dan mereka tahu itu.
Aku memaksakan wajahku agar tidak mengerut. Kalau aku menangis lagi malam ini, aku mungkin berubah menjadi sekam kering. Jadi, apa sekarang" Kita cuma masuk ke kamar kita dan tidur dan mencoba berpura-pura seakan-akan semua akan baik-baik saja" Ada hal lain yang terpikir olehku. Atau, pura-pura Nick tidak ada di luar sana sekarang, benar-benar gila dan super kuat" Karena tak mungkin aku bisa melakukan itu.
Ya, ada. Cal mengulurkan tangan, membuatku kaget, dan menekankan telapak tangannya di pipiku.
Hampir seketika itu juga, rasa nyaman membanjiri diriku, kekebasan menyenangkan yang mulai dari puncak kepalaku dan menyebar hingga ke jari-jari kakiku. Serius, ini kekuatan paling baik, gumamku mengantuk.
Tidurlah, Sophie, katanya, sambil menjatuhkan tangannya seakanakan kulitku membakarnya. Besok akan jadi hari yang panjang. Tapi, hari ini belum selesai. Saat aku berputar untuk pergi, aku melihat Jenna berdiri di depan pintu kamarku, wajahnya berupa topeng sakit hati dan marah.
Aku sedang di bawah untuk mengambil darah, katanya, bibirnya nyaris tak bergerak. Aku... melihat mereka masuk bersamamu. Dan Archer.
Mantra Cal, yang rasanya begitu membantu hanya beberapa saat sebelumnya, menjadi mimpi buruk sekarang. Otakku terasa terlalu lembek dan mengantuk untuk memberikan penjelasan, dan ketika kucoba, aku tak bisa mengeluarkan kata-kata yang tepat. Dia sedang membantuku.
Jenna mengeluarkan suara antara terkesiap dan terisak. Membantumu" Sophie, dia salah satu
Dari mereka, aku menyelesaikannya, mendadak merasa jengkel. Aku tahu. Kau bukan orang pertama yang mengatakannya malam ini. Tapi Jenna, kumohon. Aku meraihnya, menekukkan jari-jarinya ke pergelangan tangannya. Cal marah padaku, dan Dad membenciku... Aku tak sanggup kalau kau membenciku juga.
Dua butir air mata jatuh dari matanya, menetes ke punggung tanganku. Batu darahnya agak berkilauan diterpa cahaya dari tempat lilin dan setelah jeda yang sangat lama, dia menaruh tangannya di atas tanganku. Baiklah, katanya terisak-isak. Tapi, besok, kau akan menceritakan semuanya kepadaku.
Semuanya, aku mengulanginya, sambil merasakan mataku sendiri tersengat. Dan, ketika akhirnya Jenna merangkulkan tangannya kepadaku dan memelukku, dengan susah payah aku berusaha agar tidak tersedu-sedan di pelukannya. Kau teman yang jauh lebih baik daripada yang pantas kudapatkan, gumamku di pundaknya.
Dia memelukku lebih erat lagi. Aku tahu.
Aku tertawa di antara derai air mata, dan sedikit beban di hatiku terangkat.
Keesokan harinya, aku mendengar ketukan di pintu, dan langsung tersentak bangun. Mantra Cal musnah pada saat itu juga, dan semua kegelisahan serta keputusasaan kembali membanjiri. Dalam kurun waktu kurang dari dua puluh empat jam, seluruh kehidupanku berbalik seratus delapan puluh derajat. Nick dan Daisy menggila, Archer tahanan Dewan, dan hubungan rentan yang kubangun dengan Dad sudah hancur berantakan. Rasanya tidak adil begitu banyak nasib buruk terjadi dalam waktu yang sesingkat itu.
Atau, mungkin aku hanya sedang menghabiskan semua kengerian sekarang. Mungkin delapan puluh tahun berikutnya tak akan berisi apa-apa kecuali permainan Yahtzee dan memelihara beragam jenis kucing. Mungkin menyenangkan juga.
Ketukan terdengar lagi, dan aku sadar itu bukan pintuku, melainkan pintu Cal di lorong. Aku kembali menghempaskan diri ke bantalku. Apakah aku akan jadi yang berikutnya, atau apakah mereka akan mengambil Archer dulu"
Atau, barangkali mereka sudah membawa Archer.
Aku mengguncangkan pikiran itu dan bersih-bersih lalu berpakaian. Pakaianku semalam masih menggunduk kaku di lantai, dan aku bergidik saat melemparkannya ke dalam tong sampah kuningan kecil di bawah wastafel kamar mandi. Bukan untuk pertama kalinya bajuku berlumuran darah, tapi aku berharap dengan amat sangat itu yang terakhir kalinya.
Sewaktu mereka datang menjemputku, aku masih duduk di tepi tempat tidur, memakai gaun hitam lurus yang Lara belikan untukku dari Lysander s. Aku membuka pintu dan melihat Kristopher. Sophie, mereka sudah siap untukmu, katanya.
Aku mengangguk, jantungku menggelepar di dada dan mulutku kering kerontang.
Dia membimbingku menuruni tangga, tapi bukannya berbelok ke kanan ke markas besar Dewan, kami ke kiri ke dalam bagian lain Thorne Abbey yang sama sekali asing bagiku. Lorong ini lebih gelap, tanpa marmer dan sepuhan yang tampak menutupi seluruh permukaan di bagian lain rumah ini. Di sini, hanya ada pelapis dinding kayu dan jeruji besi tebal dan bohlam. Akhirnya, kami berhenti di pintu berat yang berparut.
Ruangan itu tidak seperti ruangan lain di Thorne. Tempatnya relatif kecil, misalnya, dan redup. Tidak ada jendela, dan satu-satunya cahaya datang dari kandil logam besar yang dipenuhi lilin. Semuanya berbau pengap dan agak berjamur, dan ada noda-noda gelap di lantai kayu usangnya. Aku tak mau memikirkan dari mana asalnya noda-noda itu.
Di depan, meja kayu panjang terbentang hampir sepanjang ruangan, dengan lima kursi kayu bersandaran tinggi. Kursi-kursi itu diisi oleh para anggota Dewan. Yang pertama kulihat adalah Lara, dan kemudian, kejutan, aku menyadari Mrs. Casnoff duduk di sampingnya. Aku begitu terperanjat melihatnya kembali ke Thorne, sehingga diperlukan sedetik sebelum aku menyadari bahwa Dad tidak duduk di belakang meja. Lara mendongak dan melihatku, dan mengisyaratkan untuk maju. Di depan meja ada bangku rendah, terbuat dari kayu gelap yang sama dengan yang ada di ruangan itu. Rasanya seperti dikunci di dalam peti kayu jati besar.
Archer duduk di atas bangku, sikunya bertelekan di lutut. Pergelangan tangannya masih terikat oleh tali milik Kristopher, dan pakaiannya robek-robek serta kaku oleh darah. Tapi, ketika aku duduk di sampingnya, dia mengangkat kepala dan mencoba tersenyum kepadaku. Tapi, kelihatannya mirip seringaian. Aku ingin mengulurkan tangan dan menyentuhnya, tapi aku tahu itu hanya akan membuat keadaan semakin buruk. Sihir membanjiriku, dan aku membiarkan diriku membayangkan, hanya untuk sesaat, melepaskannya ke meja di depan lima wajah muram.
Seharusnya aku bisa. Kekuatanku lebih besar daripada kekuatan mereka digabungkan.
Tapi, setelah itu apa" Melarikan diri, menghancurkan semua yang telah Dad upayakan, dan menghabiskan hidupku dengan tersembunyi" Tidak, terima kasih. Apa pun yang Dewan tetapkan untukku, tidak mungkin lebih buruk dari itu.
Sophia, seperti yang tak diragukan lagi kau lihat, ayahmu tidak duduk bersama kami, kata Lara saat Kristopher berjalan duduk di sampingnya. Kami memutuskan, dan dia sepakat, bahwa dia tak bisa menjaga objektifitas yang diperlukan untuk turut serta dalam penjatuhan hukumanmu.
Aku memandang berkeliling dan akhirnya melihat Dad bersandar di dinding belakang, nyaris tersembunyi di keremangan. Lengannya terlipat, tapi aku tak bisa melihat wajahnya. Kemudian, barulah kusadari Lara mengatakan bahwa Dad tidak ikut serta dalam penjatuhan hukumanku. Apakah dia punya peran dalam memutuskan apa yang akan terjadi terhadap Archer"
Tapi, karena peraturan Dewan membutuhkan lima anggota pada semua keputusannya, Anastasia sepakat untuk mengisi kursi kosong itu. Kalian berdua menghadapi tuduhan serius. Suara Lara seharusnya nyaring dan lantang, suara penghakiman yang datang dari atas. Alih-alih, suaranya rendah dan pelan, hampir intim. Archer Cross, kau menyusupi Hecate Hall sebagai anggota L Ochhio di Dio. Apakah kau mengakui ini dengan suka rela"
Tak pernah sebelumnya dalam hidupku aku menginginkan kekuatan telepati. Kumohon jangan sok jago, kumohon jangan sok jago, pikirku, mencoba untuk menyuruh kata-kata itu agar masuk ke otak Archer. Entah itu bekerja, atau Archer punya lebih banyak akal sehat daripada sangkaanku.
Benar, katanya pelan. Seakan-akan ada desahan beriak di antara kelima Prodigium tersebut. Kemudian, berbarengan, mata mereka beralih kepadaku. Sophia Mercer, kau memasuki daerah terlarang di Pulau Graymalkin dan bersekongkol dengan anggota L Occhio di Dio untuk melakukannya. Apakah kau mengakui ini dengan suka rela"
Sejuta alasan dan penjelasan melompat ke lidahku, di antaranya aku hanya berada di bagian Graymalkin sebelah situ karena Casnoff bersaudari ternyata melakukan kejahatan durjana di sana, tapi aku menelan kembali semuanya. Aku hanya ingin ini cepat selesai. Benar. Lara mengangguk, dan kupikir aku melihat secercah kelegaan di wajahnya. Dia menuliskan sesuatu di atas perkamen panjang di hadapannya. Dia bahkan tidak mendongak saat berkata, Mr. Cross, karena kau mengakui tuduhan yang ditimpakan kepadamu, sekarang kami akan mengumumkan hukumanmu. Detak jantungku melambat, dan mendadak aku merasa sangat dingin, seolah-olah hendak berpindah. Tapi, itu bukan sihir, melainkan ketakutan.
Menurut peraturan Dewan, kau akan dibawa ke halaman Thorne Abbey besok saat fajar dan dieksekusi.
Rasanya seakan-akan seluruh udara menghambur keluar dari paruparuku. Dari ruangan. Kupikir bilik itu mulai bergetar, namun ternyata bukan kamarnya. Melainkan aku, gemetar hebat sampai-sampai aku tak bisa melihat lurus ke depan. Besok. Fajar. Itu kurang dari dua puluh empat jam lagi. Dalam waktu kurang dari sehari, Archer akan mati. Kata-kata itu menjerit di tengkorakku, nyeri di kepalaku nyaris sama hebatnya dengan nyeri di hatiku.
Di sebelahku, Archer menarik napas panjang, dan aku membenamkan kuku-kukuku ke telapak tangan agar tidak meraihnya. Kalau aku menyentuhnya sekarang, aku khawatir apa yang akan terjadi. Kekuatan bergejolak di dalam diriku, seperti semalam saat kupikir dia sedang meregang nyawa. Kupikir tidak ada yang bisa kubayangkan yang akan menjaga agar aku tidak meledakkan tempat ini sampai berkeping-keping kalau aku melepaskan bahkan satu sihir pun. "Sementara kau, Sophia, kata Lara, menarik perhatianku kembali ke mereka. Kau sama sekali lain perkaranya.
Perhatianku begitu terpusat kepada bagaimana mereka akan membunuh Archer, sehingga aku nyaris lupa aku masih harus dihukum. Lara mengerutkan kening, garis vertikal terbentuk di antara alisnya, dan berkata. Ini hanyalah hal terakhir di antara rentetan kejadian meresahkan yang menyangkut dirimu. Ada kejadian buruk di Hecate pada musim gugur. Kau melukai beberapa Prodigium di Shelley s beberapa minggu yang lalu. Kau bisa membuka kotak berisi grimoire Virgina Thorne hampir sendirian.
Aku menggeleng. Bagaimana dia tahu tentang itu" Aku ingin menoleh ke Dad lagi, tapi rasanya mataku menempel ke Lara, melihat bibirnya saat dengan tegangnya wanita itu melanjutkan, Dan mungkin yang lebih meresahkan dari semua itu adalah kekuatan keahlian nekromansimu. Secara harfiah belum pernah ada Prodigium lain yang semahir itu dalam hal tersebut seperti dirimu.
Apa, maksud Anda ghoul itu" tanyaku, kebingungan. Karena, maksudku, ya, aku bisa mengendalikan mereka, tapi itu nyaris menguras semua tenagaku.
Mrs. Casnoff bersandar di kursinya, tangan terlipat di atas meja berparut dan bicara untuk pertama kalinya. Bukan ghoul, Sophie. Kita sedang membicarakan Elodie Parris.
"RatuBuku Bab 37 Suaranya menimpaku bagaikan bebatuan. Kau mengatakan kepadaku bahwa dia berusaha berkomunikasi denganmu di Hecate. Apa benar" Aku bisa merasakan setiap mata di dalam ruangan itu menatapku, bahkan mata Archer. Ya.
Mrs. Casnoff condong ke depan. Dan, sudahkah dia melakukan hal yang sama di Thorne"
Jari-jariku terasa dingin saat aku mengepalkannya di pangkuanku, tapi aku tak mengatakan apa-apa. Walau begitu, Mrs. Casnoff mengangguk,seakan-akan aku bicara. Tidak pernah ada kasus hantu yang berkomunikasi dengan Prodigium, apalagi mengikutinya melintasi Laut Atlantik. Elodie seharusnya menghantui Hecate. Akan tetapi, dia malah menghantuimu. Wanita itu menggeleng sedikit, seolah tak mempercayainya. Kemungkinan itu merupakan efek samping dari berbagi sihir denganmu saat meregang nyawa, tapi lagi-lagi, tidak ada perseden seperti itu. Saat kami mempertimbangkan kekuatan yang telah kau tunjukkan, dan peninggalanmu, aku khawatir kami tidak punya pilihan lagi.
Benakku terasa seperti busa yang terlalu jenuh. Terlalu banyak informasi bahkan untuk mulai memahami semuanya. Entah bagaimana aku mengikat Elodie kepadaku,dan walaupun aku sudah berusaha keras sepanjang musim panas ini agar kekuatanku tidak menakutkan, rupanya menurut Dewan seperti itulah diriku. Dan apa maksudnya, peninggalan "
Mrs. Casnoff menundukkan pandangannya, dan sekali lagi Lara menuliskan sesuatu di atas perkamen, kemudian bicara. Menurut peraturan, kau diharuskan menjalani Pemunahan.
Dengan suara bulat, Dewan menggumamkan sesuatu kata atau frasa dalam bahasa yang sama sekali tidak kukenal. Apa pun itu, ada kekuatan di dalamnya, begitu besarnya sehingga rambutku tersibak dari pundakku sementara aku duduk bergeming, terpatri ke kursiku. Tangan Archer mendarat di tanganku, hangat dan berat, dan aku teringat saat pertama kali kami bersentuhan, pada malam saat disuruh berkumpul di Hecate. Dari bagian belakang ruangan, aku mendengar Dad mengatakan sesuatu, suaranya etajam belati. Sepertinya akhirnya aku akan mendapatkan keinginanku. Dad berada di sampingku, sekarang, jari-jarinya mencengkeram pundakku. Sophie berada di Graymalkin dengan Archer atas perintahku, katanya, dam aku langsung menyambar tangannya. Dad, jangan!
Tapi, dia bahkan tidak memandangku. Dia mengunci pandangannya ke Mrs. Casnoff. Aku mencurigai kalianlah yang membangkitkan Daisy dan Nick, dan aku mengirimkan Sophie dan Archer untuk menyelidiki.
Kalau ada yang harus menjalani Pemunahan, maka akulah orangnya. Dia mengangguk kepada Lara. Menjadi ketua Dewan selalu merupakan keinginan terbesarmu. Aku menyerahkannya kepadamu secara sukarela. Dia mengatakan frasa yang sama dengan yang mereka gunakan saat menyerahkan hukuman kepadaku dan Archer, dan sekali lagi, denyut kekuatan melanda ruangan.
Kali ini, sentakannya terasa lebih kuat, dan sembari aku memperhatikan, lilin-lilin di ruangan berkelip-kelip nyaris padam. Lara menarik napas dalam dan memutarkan pundaknya, seakan-akan sesuatu yang berat mendarat di sana. Dad tampak sedikit mengempis saat berkata, Biarkan Sophie pulang ke ibunya tanpa diganggu. Oh, James, kata Lara, hampir dengan sedih. Pengorbananmu mulia, walaupun tak ada gunanya dan mudah ditebak.
Kristopher, Roderick, dan Elizabeth menatap Dad dengan pandangan yang sama, kombinasi ganjil antara iba dan menghina. Ketakutan yang berpusar di dalam diriku selama lebih dari sebulan mendadak menghantam kuat dan berat, mencuri napasku. Ini dia. Sesuatu yang kurasakan akan terjadi akhrirnya terjadi juga.
Kau merupakan kekecewaan bagi kami. Tatapan Lara beralih kepadaku. Kalian berdua.
Seisi ruangan sunyi senyap, tapi Lara tidak perlu dorongan untuk melanjutkan. Jelas sudah inilah saat yang dia nantikan. Saat ayahku dan Virginia Thorne mengubah Alice, mereka pikir telah menciptakan senjata makhluk yang berisi kekuatan lebih besar dari yang mereka bayangkan, tapi sepenuhnya di bawah kendali mereka. Akan tetapi, mereka malah berhadapan dengan gadis gila histeris yang harus dilumpuhkan seperti anjing. Tentu saja, Ayah masih menaruh harapan besar terhadap Lucy, tapi wanita itu menolak bekerja untuk Dewan. Jadi, Dewan tinggal menunggu sampai kau cukup besar, James, dan kemudian menyingkirkan orangtuamu.
Diperlukan sedetik sampai aku menyadari apa yang dikatakannya. Alexei Casnoff-lah pencipta Alice, jadi dia memegang kendali terhadap seluruh keturunannya. Dia membuat Lucy membunuh suaminya sendiri. Kakekku. Dan kemudian, Alexei membunuh Lucy juga. Aku heran aku bisa mendengar sesuatu di tengah deru darah yang mendadak menggelora di telingaku, tapi Lara masih tetap bicara. Ayah melihat manfaat dari menggunakan demon di dalam perang kita melawan Mata. Sayangnya, nenekmu dan ibumu terbukti... tak mampu digunakan sebagai senjata. Ayah menggantungkan harapannya padamu.
Kusangka tak mungkin Dad terlihat lebih pucat lagi, tapi sementara perkataan Lara meresap, kulitnya berubah menjadi seputih kertas. Amarah dan kengerian mengaliri diriku, dan aku menunggu sihirku menyembur juga. Tapi, walaupun kekuatanku berpusar di dalam darah, seakan-akan terkunci di dalam kotak kaca. Aku bisa merasakannya, tapi aku tak bisa mengaksesnya. Jangan repot-repot, kata Roderick kepadaku. Begitu kau dihukum menjalani Pemunahan, kekuatanmu dikunci dari dirimu. Kekuatan ayahmu juga, begitu dia mengucapkan mantra pengikat. Sihir yang sangat berguna. Kalau tidak, penyihir atau warlock bisa berusaha melawan agar terhindar dari Pemunahan. Di sampingku, Archer duduk lebih tegak, dan kau melihat percikan biru kecil di ujung jemarinya. Aku menangkap pandangannya dan menggeleng. Archer petarung hebat, namun dia bukan warlock yang paling kuat. Kalau dia mencoba melakukan sesuatu sekarang, dia hanya akan berakhir sebagai noda lain di atas lantai kayu.
Lara masih menatap Dad. Akan tetapi, ayahku lelaki pintar. Dia menyimpan ritual yang digunakan untuk membangkitkan Alice untuk berjaga-jaga kalau kau tidak membuktikan dirimu menjadi apa yang kami perlukan. Sayangnya, kau tidak membuktikannya. Begitu juga putrimu. Tapi, kami masih punya yang lain.
Dad tertawa tanpa terhibur. Nick dan Daisy" Mereka terlalu buas untuk berguna bagi siapa saja.
Tidak, kata Mrs. Casnoff, bicara untuk pertama kalinya sejak aku dihukum. Nick dan Daisy hanyalah yang kau ketahui saja. Kalau itu bukan Mrs. Casnoff, aku pasti menyangka matanya tampak memohon. Kau tak pernah bertindak cukup arif terhadap musuh-musuh kita, James. Aku tahu kau punya alasan pribadi untuk melakukan itu, tapi kami sama sekali tak bisa membiarkan diri kami rentan lagi. Ini gila, kata Dad, suaranya bergetar. Kau memberikan semakin banyak alasan kepada Mata dan keluarga Brannick, mereka semua yang terkutuk, untuk memusnahkan kaum kita lebih dari sebelumnya. Mereka sudah menyusupi kaum kita, James, kata Lara sambil mengatupkan bibirnya. Kita membutuhkan setiap senjata yang bisa kita gunakan.
Dia keliru. Aku bisa merasakannya di tulang-tulangku, tapi aku tak tahu apakah itu paranormal atau akal sehat. Membangkitkan demon akan dipandang sebagai membunyikan genderang perang. Tak ada keraguan lagi di benakku tentang hal tu. Keputusasaan melandaku saat memikirkan kejahatan yang telah dilakukan oleh keluarga ini. Alexei Casnoff telah menghancurkan Alice, Lucy, kakekku.. dan sekarang putri-putrinya juga ingin aku dan Dad tersingkir. Semua ini begitu gila, aku tak tahu apakah harus tertawa atau menjerit. Tapi, keputusan sudah dibuat untukku ketika Lara mengangguk ke arah belakang ruangan dan dua dari para vampir pengawal, mungkin sama dengan yang kulihat semalam, melangkah keluar dari bayangan dan memegangi Dad.
Tidak! teriakku, tapi para pengawal itu sudah menyeret Dad ke pintu.
Aku akan baik-baik saja, kata Dad, sambil menatapku lekat-lekat. Suaranya tidak bergetar, tapi aku melihat ketakutan di matanya.
Aku menatapnya, otakku yang panik mencoba mencari sesuatu, apa saja, untuk kukatakan kepadanya. Lagi pula, bisa jadi ini terakhir kalinya aku melihatnya. Tapi, otakku penuh dengan terlalu banyak teror, dan yang bisa kuucapkan hanyalah, Dad.
Dan kemudian dia pergi, pintu yang terbanting menggema di dalam ruangan gelap itu.
"RatuBuku Bab 38 Archer dan aku dibawa ke bagian paling bawah Thorne dan dimasukkan ke dalam salah satu sel yang Dad sebut-sebut semalam. Sel-sel itu sama sekali tidak seperti yang kusangka. Aku membayangkan jeruji baja, pelbet sempit seperti penjara. Ternyata, sel-sel itu hanyalah gua berpintu besi. Kami dijebloskan ke dalam salah satu sel yang lebih besar, dinding batu putihnya licin oleh kelembapan, satu-satunya cahaya datang dari bola seperti yang kubuat malam itu, melayang tinggi di atas kepala. Kekuatan berkeretek di seluruh ruangan mantra. Archer memberitahuku, yang menjaga siapa pun yang ditahan di dalam ruangan agar tidak melakukan sihir. Rupanya dia mengetahuinya semalam. Lama sekali, kami hanya duduk di lantai yang lembap, bergenggaman tangan. Di suatu tempat di rumah ini, ayahku sedang menjalani ritual yang barangkali akan merenggut nyawanya. Aku berikutnya, dan pada saat ini besok, Archer akan meninggal. Itu terlalu berat untuk dipikirkan, apalagi dibicarakan, jadi kami tidak bicara untuk waktu yang sangat lama.
Aku memandang cahaya berpendar di dinding batu kapur sampai Archer berkata, Seandainya saja kita bisa menonton di bioskop. Aku menatapnya. Kita ada di ruang bawah tanah seram. Ada kemungkinan aku mati dalam beberapa jam. Kau akan mati dalam beberapa jam berikutnya. Dan kalau kau punya satu keinginan, kau ingin nonton film"
Dia menggeleng. Bukan itu yang kumaksud. Seandainya saja kita tidak seperti ini. Kau tahu, demon, pemburu demon. Seandainya saja aku bertemu denganmu di SMA normal, dan mengajakmu berkencan normal, dan misalnya, membawakan bukumu atau apalah. Sambil melirikku, dia memincing dan bertanya. Itu kan hal-hal normal yang dilakukan manusia"
Tidak di luar siaran TV 1950, begitu kataku, sambil mengulurkan tangan untuk menyentuh rambutnya. Dia merangkulkan tangannya kepadaku dan bersandar ke dinding, menarikku ke dadanya. Aku meringkuk dan meletakkan pipiku di atas tulang lehernya. Jadi, daripada berkeliaran di hutan dan memburu ghoul, kau ingin pergi ke bioskop dan pesta dansa sekolah.
Yah, mungkin sesekali kita bisa berburu ghoul, katanya sebelum mendaratkan kecupan di pelipisku. Menjaga supaya semuanya tetap menarik.
Aku memejamkan mata. Apa lagi yang akan kita lakukan kalau kita remaja normal"
Hmm... sebentar. Nah, pertama-tama, aku harus punya semacam pekerjaan agar aku bisa mengajakmu berkencan normal semacam itu. Mungkin aku bisa menumpukkan barang jualan di toko kelontong di suatu tempat.
Bayangan Archer memakai celemek biru, menaruh berkotak-kotak Nissin Wafers di rak di Walmart terlalu aneh bahkan untuk direnungkan, tapi aku membayangkannya saja. Kita bisa bertengkar di depan loker kita dengan dramatis, kataku. Aku sering melihatnya di SMA manusia.
Dia memelukku erat sejenak. Ya! Nah itu kedengarannya asyik. Habis itu aku datang ke rumahmu tengah malam dan main musik sekencangkencangnya di bawah jendelamu sampai kau menerimaku lagi. Aku terkekeh. Kau terlalu banyak menonton film. Ooh, kita bisa jadi pasangan regu lab!
Bukankah itu yang kita lakukan dalam Pertahanan"
Ya, tapi di SMA normal, lebih banyak sains, lebih saling menendang muka masing-masing.
Asyik. Kami menghabiskan beberapa menit kemudian dengan memutar skenario-skenario seperti ini, termasuk semua olahraga tempat keterampilan L Ochhio di Dio Archer akan berguna, dan menjadi bintang dalam pementasan drama sekolah.
Pada saat kami selesai, aku tertawa, dan aku menyadari bahwa, hanya untuk sementara, aku berhasil melupakan betapa besarnya kekacauan mengerikan yang membelit kami. Yang mungkin itulah tujuannya. Begitu tawa kami mereda, kengerian mulai merayap masuk lagi. Walau begitu, kucoba bercanda dengan berkata, Kau tahu, kalau aku berhasil melewati ini hidup-hidup, aku akan dipenuhi tato funky seperti si Vandy. Kau yakin kau mau pacaran dengan wanita bertato, walaupun hanya sebentar"
Dia meraih daguku dan mengangkat mataku sampai memandanginya. Percayalah, katanya lembut, walaupun kau punya gambar macan raksasa ditato di wajahmu, aku masih ingin bersamamu. Baiklah, ini serius, cukup sudah rayuan gombalnya, kataku, sambil bersandar lebih dekat lagi, Aku suka Archer yang sinis dan kasar. Dia nyengir. Kalau begitu, tutup mulut, Mercer. Kemudian, dia menekankan bibirnya ke bibirku. Aku sangat menyadari bahwa ini mungkin saat terakhir kami berciuman, dan kurasa dia juga menyadarinya. Ciuman itu berbeda dari ciuman lain yang pernah kami nikmati, lebih lambat dan diwarnai dengan keputusasaan. Begitu berhenti, kami berdua terengah-engah, kening kami bersentuhan. Sophie, gumam Archer, tapi kemudian pintu besi berat berderit terbuka.
Kristopher berdiri di sana, rambutnya biru tertimpa cahaya bola.
Dia nyaris tidak melihatku dan Archer, menoleh ke seseorang di belakangnya dan menyalak, Di sini.
Dua sosok hitam berjalan memasuki sel, sambil membawa onggokan di antara mereka. Dad. Dia berpakaian jubah hitam, mirip dengan yang dipakainya pada malam pesta ulang tahunku, dan kepalanya terkulai ke belakang saat kedua lelaki vampire, kulihat menurunkannya ke lantai. Tadinya aku hanya bisa melihat lambang-lambang yang meliukliuk di lehernya, melilit di pipi dan keningnya seperti sulur-suluran beracun. Di dalam keremangan, lambang itu tampak hitam, tapi kurasa warnanya ungu gelap sama seperti si Vandy.
Tapi, aku tak peduli dengan semua itu. Yang kupikirkan adalah dadanya yang naik-turun dengan teratur, sewaktu aku menyambar pergelangan tangannya, denyutan nadi yang terasa di sana. Dad, kataku pelan, tapi dia tidak terbangun. Aku meremasnya lebih kencang lagi. Sesuatu pada dirinya terasa berbeda, dan setelah beberapa menit barulah kusadari bahwa yang kurasakan adalah tidak adanya kekuatannya. Aku sudah begitu terbiasa menyesuaikan diri dengan sihir Dad, seperti frekuensi rendah gelombang stasiun radio yang hanya aku yang bisa mendengarnya. Sekarang tinggal keheningan. Kekuatanku sendiri, yang terkunci di dalam diriku, tampaknya berdetak simpati di dalam kerangkeng tak kasat matanya. Air mata bercucuran dari mataku, menetes di jubahnya. Tangantangan kasar menyambar pundakku saat kedua vampir itu menarikku agar berdiri. Kristopher berdiri di ambang pintu, wajahnya tanpa emosi. Ayo, Sophia.
Aku memandang dengan panik dari Dad ke Archer dan kembali lagi. Tidak, ini tidak mungkin. Ini tidak mungkin detik-detik terakhirku melihat mereka. Masih banyak yang ingin kukatakan kepada mereka. Aku akan menjaganya, kata Archer, sambil berlutut di samping Dad. Dan sampai ketemu lagi saat kau sudah kembali.
Begitu, kataku, menjilat bibir yang mendadak nyeri dan kering. Sampai ketemu lagi saat aku sudah kembali. Aku mengatakannya seakan-akan itu mantra atau sumpah. Dan aku terus-menerus mengulanginya di kepalaku. Saat aku kembali, saat aku kembali. Kalau Dad bisa bertahan melaluinya, maka aku juga bisa.
Aku menepis para vampir itu, Aku bisa jalan, kataku. Walaupun lututku sangat goyah sampai-sampai aku heran sendiri bagaimana aku bisa tidak ambruk ke lantai, aku memaksakan diri berjalan ke arah Kristopher. Aku mengikutinya keluar dari sel, menjaga agar punggungku tegak dan kepalaku terangkat tinggi-tinggi. Tapi, saat kami tiba di dasar tangga yang menuju bagian Thorne Abbey yang lain, keteguhanku goyah.
Yang berdiri di sana, menantiku, adalah Mrs. Casnoff. "RatuBuku
Bab 39
Demon Glass Karya Rachel Hawkins di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aku nyaris tak bisa membuat diriku menatap wanita itu saat dia mengisyaratkan padaku agar mengikutinya menaiki anak tangga. Aku tak pernah jadi penggemar beratnya, tapi aku pernah memercayainya. Yang terpikir olehku adalah pada malam dia dan Cal menjemputku setelah Alice, betapa dia duduk di pinggir tempat tidurku dan menggenggam tanganku. Betapa dia mengatakan bahwa aku punya takdir untuk melayani Dewan. Sayang sekali dia tidak menyebutkan mereka akan membunuhku kalau aku tidak sesuai dengan harapan. Kami berjalan naik ke tangga batu berbelok-belok. Sophie, aku tahu kau merasa dikhianati.
Dikhianati, jengkel, ketakutan... aku punya banyak emosi yang sedang berkecamuk saat ini, sebenarnya.
Dia berhenti, meletakkan tangannya di lenganku. Ada alasan kuat untuk semua ini.
Aku menepis tangannya. Adik Anda sudah menyampaikan pidato penjahat menjelaskan semuanya . Aku tidak perlu mendengarnya lagi. Tapi itu maksudnya, dia bersikeras. Kami bukan penjahat. Kami melakukan yang terbaik untuk semua Prodigium. Jumlah kita semakin sedikit seiring dengan jumlah golongan seperti L Occhio di Dio dan keluarga Brannick meningkat. Kau dan ayahmu diciptakan untuk melindungi kami, tapi kalian berdua tampaknya lebih memilih berteman dengan musuh kita.
Bukan itu yang tunggu, apa maksud Anda berdua " Sejak kapan Dad bermesraan dengan Mata" Atau keluarga Brannick, dalam hal ini" Mrs. Casnoff menggeleng dan terus berjalan naik. Itu sudah bukan masalah lagi.
Kami mencapai puncak tangga, tapi kami masih berada di bawah tanah. Tidak ada jendela di koridor panjang itu. Baju zirah berjejer di dinding, tapi baju-baju ini tampak berbeda dari yang kulihat di bagian Thorne yang lain. Dimensinya ganjil, dan banyak di antara setelan itu besarnya minta ampun. Ketakutan berlomba di dalam diriku, dan sekali lagi, aku merasakan sihirku terantuk menyedihkan, tak berdaya, di dalam diriku.
Silahkan ikut aku, kata Mrs. Casnoff, tapi sebelum kami bahkan melangkah tiga kali, sebuah suara terdengar, Anastasia! Ternyata Elizabeth, yang berlari di koridor dengan tungkai nenekneneknya yang kecil, rok panjangnya berkelepak di tubuhnya. Mrs. Casnoff tampak jengkel. Ada apa"
Elizabeth merendengi kami, terengah-engah, pipi bundarnya membara. Lara membutuhkanmu sekarang juga. Sambil mengerutkan kening, Mrs. Casnoff berkata, Aku sedang membawa Sophie ke ruangan Pemunahan. Katakan padanya aku akan kesana sebentar lagi.
Tidak! Elizabeth menggeleng. Katanya sekarang juga. Ini dia melirikku ini tentang Nick.
Bahkan, di dalam lorong yang nyaris gelap pun aku melihat darah mengering dari wajah Mrs. Casnoff. Apakah
Seperti sebelumnya, kata Elizabeth. Dengan orangtuanya, tapi kali ini Kata-katanya berubah menjadi isakan tertahan, dia menekankan tangan ke mulutnya sebelum berkata, Oh, Tuhan, Anastasia, itu terjadi lagi.
Aku sama sekali tak tahu apa yang dibicarakan Elizabeth, tapi Mrs. Casnoff menyemburkan kata yang kusangka takkan pernah kudengar dari mulutnya. Dia berputar kepadaku. Ikut aku, Sophie. Dan kalau kau berusaha untuk melarikan diri, semoga Tuhan menolongku, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Mengerti" Aku mengangguk dengan kebas, terlalu lega karena tidak dibawa ke ruang Pemunahan sampai-sampai tidak ketakutan. Aku mengikuti Mrs. Casnoff dan Elizabeth berjalan di koridor, otakku berputar. Kalau ada kejadian mengerikan, mungkin semua orang akan cukup teralihkan perhatiannya sehingga aku bisa membuat rencana untuk melarikan diri, dengan atau tanpa ancaman mati Mrs. Casnoff. Pertama-tama aku harus mencari Jenna. Aku heran saat menyadari bahwa aku bahkan tidak memikirkannya selama ini. Apakah dia tahu apa yang terjadi" Tentu saja, kalau dia mendengar tentang Archer, dia mungkin tidak ingin pergi denganku. Aku mengibaskan pikiran itu. Tidak berguna. Dan, masih ada Cal. Aku harus mencarinya dan melihat apa yang mereka lakukan terhadapnya, kalau ada. Kemudian entah bagaimana, Cal, Jenna, dan aku bisa mencari tahu jalan untuk mengeluarkan Archer dan Dad dari sel itu, dan kami bisa pergi ke Itineris seakan-akan sedang dikejar anjing neraka. Yang mungkin akan begitu keadaannya.
Akhirnya kami mencapai serambi utama, dan bahkan dari sana, aku bisa mendengar teriakan yang datang dari atas.
Sementara Elizabeth dan Mrs. Casnoff berlari menaiki tangga, aku berniat untuk berlari ke kamarku, berharap Jenna dan Cal ada di kamar mereka. Aku nyaris tidak sampai seperempat berbelok ke arah itu ketika kilatan sihir menghantamku tepat di antara tulang belikatku, membuatku ambruk berlutut. Aku pernah dihajar oleh serangan sihir sebelumnya Alice melakukanya sebagai bagian dari pelatihan kami tapi tidak pernah sesakit ini. Aku merasa seakanakan disetrum sekaligus dihantam pemukul bola di punggung. Ketika aku mengangkat kepala, aku melihat Mrs. Casnoff berdiri di bordes, tangannya terjulur ke arahku. Aku sudah
memperingatkanmu, katanya. Sekarang ke sini. Aku melakukan seperti yang disuruh. Sejujurnya aku sendiri tak tahu apakah aku bisa melakukan apa-apa lagi; aku nyaris tak bisa berjalan. Para anggota Dewan yang lain berkumpul di lorong di luar kantor Dad. Beberapa palem terjungkal, menumpahkan tanah hitam di karpet merah. Di lantai, aku melihat serpihan kaca pecah dan dua noda gelap. Lara dan Roderick berdiri di tengah lobi, berteriak satu sama lain. Kau meyakinkan kami ini tidak akan terjadi. Kau bersumpah dia benar-benar di bawah kendalimu.
Tangan Lara mengepal di samping tubuhnya sambil memelototi Roderick. Benar. Ini jelas-jelas penyimpangan. Kita bisa memperbaikinya.
Tidak, jerit Elizabeth, kita tidak bisa! Lara, dia membunuh hampir dua puluh orang malam ini. Dua puluh, hanya dalam beberapa menit. Perutku bergolak. Jadi, itu rupanya gawat daruratnya. Demon peliharaan mereka jadi buas. Aku merasakan kegembiraan kelam mendengarnya. Rasakan itu, pikirku. Inilah yang kalian dapatkan dari mengubah anak-anak menjadi monster. Tapi, setelah itu aku ingat Nick, dan betapa manisnya dia bersama Daisy, betapa senyumnya mengingatkan aku kepada Archer, dan kepuasan yang kurasakan langsung layu.
Dan Mata tahu kita punya Cross, lanjut Elizabeth, suaranya melengking. Mereka akan datang ke Thorne. Oh Tuhan, ini akan seperti sebelumnya!
Tidak, bentak Lara, wajahnya maniak. Kali ini tidak. Kita masih punya Daisy. Kita bisa memperbaikinya.
Kristopher muncul dari bawah gerbang marmer, mata birunya berkilat-kilat marah. Sudah terlambat untuk itu. Elizabeth benar. Mereka datang, Lara. Aku bisa merasakannya. Aku tahu kau juga bisa.
Tapi, Lara berdiri di sana, rambut pirang gelapnya terurai dari gelungannya. Ada tatapan liar di matanya. Biar saja mereka datang, kalau begitu. Anastasia, keluarkan Daisy dari selnya. Tapi, Mrs. Casnoff diam saja. Kalau kita melepaskan Daisy untuk menyerang mereka... Lara, bagaimana kalau kita tidak bisa mengendalikannya"
Aku merasa berdiri di sana tak kasat mata, menonton. Anehnya, aku hampir iba kepada mereka. Mereka melakukan tindakan bodoh dan berbahaya karena takut, dan sekarang sedang membayar konsekuensinya. Tapi, konsekuensi itu berupa perang yang akan membunuh banyak Prodigium, dan mungkin juga banyak manusia. Walau bodoh, sekali lagi kucoba untuk memanggil kekuatanku. Aku tak takut apa yang akan kulakukan dengan sihir itu kalau bekerja, tapi sekali lagi, tidak ada apa-apa. Hanya ketidakberdayaan merasakan sihirku ada di sana, dalam jangkauan tapi tak bisa disentuh. Walau begitu, pasti ada cara untuk mencapainya. Kalau tidak, mengapa ada Pemunahan segala" Mungkin mantra pengikat tidak permanen. Dalam keheningan, aku melirik karpet, dan sesuatu yang mengilat menarik perhatianku. Serpihan pecahan kaca. Tapi tidak, bukan kacanya yang berkilat diterpa cahaya. Melainkan, kalung emas tipis. Suara tersedak, antara isakan dan teriakan, mendesak keluar dari tenggorokanku saat aku berlutut dan menyadari apa yang kulihat. Batu darah yang pecah.
"RatuBuku Bab 40 Dimana dia" tanyaku kepada Mrs. Casnoff. Ini punya Jenna. Aku mengacungkan kalungnya. Apa yang Anda lakukan kepadanya" suaraku meninggi menjadi jeritan di ujung kalimatnya, dan aku gemetar. Kalau mereka menghancurkan batu darah Jenna di siang hari, dia akan mati. Lebih buruk daripada mati, dia akan terbakar hidup-hidup, menjerit-jerit. Aku teringat firasat yang pernah kurasakan, bahwa Cal, Jenna, dan aku takkan pernah kembali ke Hecate bersama-sama.
Bau asap. Jari-jariku yang menggenggam kalung mengencang sampai aku menancapkan kuku ke telapak tangan. Lara melihatku dengan menghina dan berkata, Sudah waktunya membersihkan rumah dengan lebih banyak cara.
Aku berteriak marah dan melompat berdiri. Aku mungkin sudah tidak punya kekuatan lagi, tapi itu tidak akan menghentikanku dari membunuh dengan tangan kosong kalau dia sampai menyakiti Jenna. Aku tak tahu apa yang akan terjadi kalau debaman keras tidak menggetarkan rumah tepat pada saat itu. Tapi, begitu terjadi, semua mata beralih dariku ke arah gerbang marmer.
Debaman lain, lalu lagi, dan kemudian suara jeritan mengerikan kayu terbelah.
Tanpa bicara, Lara menghilang dengan gerakan udara samar yang memberitahuku bahwa dia baru saja berpindah. Mungkin ke sel untuk melepaskan Daisy. Mrs. Casnoff menggumamkan sesuatu lagi dan lagi dalam bahasa yang tidak kumengerti, dan seraya aku memandang, pakaian nenek-nenek Elizabeth bergetar dan bergelombang sampai wanita itu diselimuti bulu kelabu, wajahnya meregang menjadi moncong. Kacamatanya terjatuh, memperlihatkan mata kuning. Kurasa mereka berharap ada seseorang yang masuk dari gerbang, mungkin menawarkan perdamaian sambil berkata parlay atau entahlah. Itulah yang paling anehnya: entah bagaimana mereka mengharapkan kejadian ini selesai dengan cara resmi dan beradab. Jadi, mereka terperanjat ketika ada belati perak melayang melewati gerbang, menancap telak di dada Kristopher. Lelaki itu terjembap tanpa suara, matanya membelalak hampa.
Yang terjadi berikutnya mirip mimpi buruk.
Werewolf yang tadinya Elizabeth melolong dan menerjang keluar dari lobi, menuju tangga, Mrs. Casnoff dan Roderick tepat di belakangnya. Aku berdiri tercenung. Apa yang seharusnya aku lakukan di tengah pertempuran sihir besar-besaran tanpa sihir celaka"
Yang bisa kudengar dari bawah hanyalah jeritan dan lolongan serta benda-benda pecah berantakan. Dad dan Archer masih terperangkap di sel mereka, dan hanya Tuhan yang tahu di manakah Jenna berada. Atau Cal. Aku tidak bisa diam saja di sana, menunggu lebih banyak lagi kelebatan cahaya mematikan merayap ke arahku. Dan, kalau ada Mata di bawah sana yang menemukan aku, entah bagaimana aku tahu mereka tak akan peduli apakah aku tak lagi bisa merapal mantra, atau aku jatuh cinta kepada salah satu anggota mereka.
Aku harus melarikan diri, dan satu-satunya jalan keluar dari Markas Besar Dewan adalah lewat gerbang marmer dan ke dalam pertempuran monster epik itu.
Aku menarik napas panjang dan menyelipkan kalung Jenna ke sakuku. Kalau aku ingin tahu apa yang menimpanya, kalau aku ingin menyelamatkan ayahku dan Archer, kalau aku ingin menemukan Cal, maka aku harus keluar dair sini hidup-hidup, dengan atau tanpa sihir. Elodie, kalau kau ada di sini dan bisa menawarkan bantuan kehantuan, itu sangat berguna, kataku. Aku hanya separuh bercanda, tapi bahkan sebelum aku punya waktu untuk berkedip, gadis itu melayang di hadapanku, air muka jengkel samar-samar terpampang di wajahnya.
Whoa, gumamku. Jadi... yang mereka katakan, tentang aku mengikatmu kepadaku. Itu benar"
Elodie melipat lengannya dan mengangguk, cemberut.
Baiklah. Nah, maaf untuk itu. Tapi aku janji, kalau kau membantuku keluar dari ini, aku akan melakukan apa pun untuk, eh, melepas ikatan kita.
Dia mengamatiku dan kemudian bibirnya bergerak. Aku tak yakin apa yang dikatakannya, tapi kelihatannya, Awas kalau tidak. Dia melayang ke salah satu potret. Jari-jarinya bergerak di sekeliling tepian bingkai seperti asap, dan setelah beberapa saat, potret itu mengayun terbuka, memperlihatkan jalan keluar. Dia mengangguk ke arahnya, dan aku berani sumpah dia kelihatan sombong. Terima kasih, kataku, tapi dia sudah lenyap. Aku bimbang di ambang sampai derakan memekakkan telinga terdengar dari bawah. Aku tak tahu apa itu, tapi kedengarannya seakan-akan seluruh lantai terbelah dua. Ada deru sihir lain, dan walaupun aku sudah tidak punya kekuatan lagi, aku masih tahu apa itu. Lara sudah membebaskan Daisy. Aku tak tahu apa yang dia lakukan, tapi jeritan-jeritan yang terdengar berikutnya adalah jeritan manusia.
Dad, pikirku. Archer. Jenna. Cal. Keluar agar kau bisa menolong mereka.
Terowongannya cukup kecil sehingga aku harus membungkuk, dan begitu bergerak beberapa meter, lorongnya menikung sehingga aku tak bisa lagi melihat bukaan ke Markas Besar Dewan. Itu artinya semuanya gelap gulita. Secara naluriah, aku mengangkat tangan untuk memanggil bola cahaya sebelum teringat bahwa aku sudah tidak bisa lagi.
Sembari berjalan, bergerak sebisaku, aku mendengar suara-suara pertempuran berkecamuk di dalam rumah. Ada hantaman dan sambaran seperti petir dari kejauhan, dan satu kali kupikir aku mendengar jeritan. Aku memaksakan diri untuk terus bergerak bahkan saat aku bertanya-tanya dengan putus asanya apa yang sedang berlangsung di belakangku. Dad, Archer, Jenna, Cal, aku mengulang-ulanginya. Kau tidak bisa menolong mereka kalau kau mati. Atap semakin rendah saat terowongan itu menanjak, dan aku harus berlutut dan merangkak sepanjang sisa perjalanan naik. Akhirnya, kepalaku terantuk sesuatu yang padat. Aku menggerapai dengan jarijariku. Pintu.
Aku mendorongnya, dan siraman kerikil dan tanah menghujaniku saat pintunya terbuka. Aku bisa melihat pagar tanaman tinggi dari labirin taman menjulang di atasku, jadi seperti aku merangkak langsung keluar di bagian belakang rumah.
Setelah menarik diriku keluar, aku memincing. Cahaya di luar begitu terang sehingga untuk sesaat aku kehilangan kiblat, kupikir matahari pasti sudah terbit. Tapi tidak, hari masih gelap saat aku digiring di dalam rumah dengan Elizabeth dan Mrs. Casnoff. Tentunya waktu belum berlalu selama itu sampai matahari sudah terbit. Dan, cahayanya bukan pendaran kuningan sewarna lemon lembut matahari terbit, melainkan oranye terang dari kobaran api.
Aku bangkit berdiri dan berputar menghadap rumah. Rumahnya terbakar.
Saat aku memandanginya, lidah api menerjang jendela di lantai atas, menjilat gedung tersebut. Satu ekar atap, kata Lara kepada kami pada hari pertama dan sekarang tampaknya seluruh ekar itu sedang dilalap si jago merah. Panas menyengat kulitku, dan asap nyaris mencekikku. Asap.
Yah, setidaknya sekarang aku tahu.
Salah satu pintu depan raksasa terbanting lepas dari engselnya. Rumah tempat Alice dibuat demon. Tempat di mana ayahku tinggal seluruh hidupnya. Markas Besar Dewan.
Sekarang lenyap. Dan Dad serta Archer masih ada di dalam.
Aku ingin menjatuhkan diri berlutut di tempat itu juga di rumput dan menangis, tapi sebuah tangan menyambar lenganku. Aku menjerit, mengayun dengan sekuat tenaga. Untuk pertama kalinya, aku menyadari betapa rentannya diriku tanpa sihir. Pukulanku terasa lemah dan tidak berarti, dan kekuatanku menjerit di dalam diriku. Sophie, ini aku. Ini aku!
Cal. Tidak apa-apa, katanya, sambil menarikku mendekat kepadanya. Tidak apa-apa.
Aku terhempas di dadanya, terlalu lemah akibat ketakutan dan khawatir sampai-sampai tak bisa menangis. Dari mana saja kau" Setelah kesaksianku, Dewan mengirimkan aku kembali ke Hecate. Tapi aku... entahlah, aku hanya punya firasat ada yang tidak beres di sini, jadi aku menggunakan Itineris untuk kembali. Apa yang terjadi" tanyanya.
Aku mendongak memandangnya, mata kecoklatannya memantulkan neraka di depan kami. Dewan. Mereka membangkitkan demon. Mereka membangkitkan Nick dan Daisy, dan sekarang Nick membunuh banyak orang. Mereka menghukum mati Archer, dan Tangisku pun meledak. L Ochhio di Dio menyerang rumah karena itu, dan Lara menggunakan Daisy untuk melawan mereka. Dan... dan ayahku masih di sana. Dan Archer. Dan mereka melakukan sesuatu terhadap Jenna, tapi aku tak tahu apa, aku berhenti, tepat pada saat salah satu dari banyak cerobong asap Thorne runtuh ke dalam lautan api dan asap. Kedengarannya aneh, tapi sampai aku mengucapkannya keras-keras, besarnya kehilanganku belum sepenuhnya kusadari. Tidak ada lagi sihir. Jenna menghilang, mungkin meninggal. Archer dan Dad terperangkap di dalam bangunan terbakar.
Baiklah, kata Cal dengan lembut. Kemudian. Dengan lebih tegas, Pergilah ke Itineris. Aku memakai kalung Cross untuk pergi ke Hecate dan kembali lagi jadi benda itu masih di sana. Pakai itu untuk pergi dari sini.
Bagainmana"" tanyaku, mencoba untuk memusatkan perhatian. Aku sudah tidak punya kekuatan lagi.
Cal menggeleng. Kau tidak butuh sihir. Itineris punya sihir sendiri. Tidak butuh sihirmu.
Aku harus pergi ke mana" Aku tak tahu di mana ibuku berada. Kerongkonganku mengencang sampai terasa nyeri. Kata Dad, dia akan menelepon Mom. Bagaimana kalau Mom sedang berada dalam perjalanan kemari saat ini" Bagaimana kalau dia masuk ke tengahtengah ini" Kau dari Hecate. Apa dia ada di sana"
Cal menggeleng. Tidak. Ada debaman lagi dari dalam, dan mata Cal melesat kembali ke Thorne. Pergilah ke Itineris dan katakan kau mau pergi ke Aislinn Brannick. Itu sudah cukup untuk membawamu ke sana, atau setidaknya cukup dekat.
Kalau dia menyuruhku memanjat bagian belakang penggilingan dan pergi ke Narnia, aku tak yakin apakah aku bisa lebih terkejut lagi. Apa" teriakku mengalahkan suara deru kobaran api. Kenapa aku mau ke sana"
Karena di sanalah ibumu berada, katanya, tatapannya menusuk tatapanku.
Tanganku mencengkeram bagian dengan kemejanya. Oh Tuhanku, apakah mereka menangkapnya"
Dia menggeleng. Tidak, tapi aku tak punya waktu untuk menjelaskan. Percayalah padaku. Dia tidak akan mencelakaimu, dan itu satusatunya tempat yang terpikir olehku di mana kau akan aman. Aku akan mencari tahu apa yang bisa kulakukan untuk ayahmu. Dan Cross. Aku memegang lengannya erat-erat. Cal, itu bunuh diri namanya, kataku. Hanya Tuhan yang tahu aku ingin Dad dan Archer selamat, tapi memikirkan Cal menceburkan diri kembali ke dalam kegilaan itu membuat dadaku sesak oleh ketakutan.
Dengan lembut dia melepaskan tanganku dari lengannya. Aku harus, katanya pelan. Dia pergi untuk berbalik, kemudian berhenti, seolah mungkin dia berpikir dua kali. Tapi, alih-alih setuju untuk ikut ke Itineris denganku, dia mengulurkan tangan, meraih wajahku, dan membawa bibirnya ke bibirku.
Aku begitu terperanjat sehingga tercenung di tempat, satu tangan terangkat di udara di dekat pundak Cal. Ciuman itu singkat hanya sedikit terlalu lama untuk disebut tak sengaja tapi sewaktu Cal menarik diri, aku hanya bisa menatapnya, mulutku sedikit menganga.
Dia mengusapkan ibu jarinya ke bibir wajahku, mengirimkan percikanpercikan membingungkan ke dalam diriku. Selamat tinggal, Sophie. Lalu, dia berlari ke arah Thorne, menghilang ke dalam rumah yang berkobar. Satu nama lain yang bisa kutambahkan ke dalam daftar kehilanganku.
Aku pernah mendengar orang mengatakan bahwa ketika kau mengalami banyak trauma, otakmu menutup dengan sendirinya, langsung berpindah ke mode bertahan. Pasti itulah yang terjadi padaku, karena aku merasa seakan-akan baru saja disuntuk oleh obat bius Novocain otak dengan dosis tinggi.
Aku berputar memunggungi Thorne Abbey dan mulai berjalan ke arah penggilingan. Tidak berlari, tidak bergegas. Cuma berjalan. Satu kaki di depan kaki lainnya. Pergi ke Aislinn Brannick, katanya. Ibumu ada di sana. Baiklah, kalau begitu. Aku akan pergi ke Aislinn Brannick. Begitu tiba di penggilingan, aku menemukan kalungnya dengan sangat cepat. Tergeletak hanya beberapa meter dari pedang Archer. Benar; dia meninggalkannya di sana pada malam yang mengerikan itu. Jermariku kebas sama seperti bagian tubuhku yang lain ketika aku mengulurkan tangan dan memungut benda itu, bobotnya berat dan padat di tanganku. Aku akan membawanya bersamaku, untuk berjagajaga kalau aku bertemu dengan Archer lagi.
Pada saat itulah, perasaan itu melandaku lagi, kekuatan batin ganjil yang kurasakan sejak meninggalkan Graymalkin. Tapi kali ini, bukan kengerian yang membasuhku, atau ketakutan.
Melainkan, kebahagiaan. Harapan.
Aku akan bertemu dengannya lagi. Aku tak bisa menceritakan bagaimana aku tahu. Aku tahu saja.
Sihirku berkobar di dalam diriku, terpasung, tapi masih ada di sana, dan aku merasa kekebasan mengeleser meninggalkanku, tekad sekeras baja menggantikan tempatnya. Kalau Archer bisa selamat melewati malam ini, mungkin itu artinya Dad dan Cal juga bisa. Dan Jenna, di mana pun dia berada.
Dan bersama-sama, mungkin kami punya kesempatan untuk menghentikan semua ini. Aku mencengkeram pedang itu lebih erat lagi dengan satu tangan, dan menggunakan tangan satunya untuk mengalungkan rantai itu ke leherku.
Aislinn Brannick, gumamku pelan. Di mana pun kau berada, aku benar-benar berharap Cal benar tentang dirimu.
Setelah aku melangkah melewati ambang pintu. END
Pedang Naga Kemala 15 Pembunuhan Di Lorong Murder In The Mews Karya Agatha Christie Pelangi Lembah Kambang 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama