Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani Bagian 1
PANIK DI SIRKUS SARANI Ebook by Syauqy_arr Pdf by DewiKZ Edited by Farid ZE 1. Undangan ke Sekolah Sirkus
Suatu hari di awal bulan November. Langit mendung yang terbentang di atas kota
membuat suasana serba kelabu - pemandangan khas musim gugur di Jerman.Taman di
depan sekolah Sporty nampak gersang. Pohon-pohon sudah kehilangan daun-daunnya dan di dalam kelas, murid-murid mulai kehilangan konsentrasi.Sekarang adalah jam
keenam, dan perhatian terhadap pelajaran sudah jauh berkurang - terutama di antara
anak-anak kelas 9b. Pak Kausch, guru biologi mereka, berdiri di hadapan murid-muridnya yang setengah
mengantuk dan berkata,"Minggu depan kita akan membahas binatang yang
menghabiskan siang hari dengan tidur, yaitu kelelawar. Suatu tema yang menarik,
karena kelihatannya kalian pun punya sifat yang serupa."
Beberapa anak nampak nyengir. Dari bangku paling belakang terdengar, "Hahaha!"
Yang-lain-nya menguap. Tiba-tiba pintu kelas membuka, dan Nona Meerbott melangkah masuk. Nona Meerbott
adalah sekretaris kepala sekolah.
"Pak Kausch," ia berkata, "Anda diminta datang ke kantor Kepala Sekolah. Ada
sesuatu yang perlu dibicarakan."
Kemudian ia meninggalkan kelas itu.
"Saya akan pergi sebentar," kata Pak Kausch, "tetapi saya harap kalian jangan
ribut selama saya tidak ada, mengerti" Sporty, kau jaga ketertiban kelas."
Anak itu sejak tadi bertopang dagu. Kini ia menegakkan badan dan mengangguk.
Namun anggukannya tak terlalu bersemangat. Sporty tidak suka disuruh mengawasi
teman-temannya. Sebab bisa-bisa ia malah disangka mau cari muka. Namun
sebenarnya, hal ini tak perlu dicemaskannya meskipun nilai-nilainya selalu baik.
Pak Kausch bergegas keluar dan menutup pintu kelas. Seketika anak-anak menutup
buku-buku mereka secara berbarengan seperti diperintah saja. Rasa kantuk segera
menyebar. Namun tidak semuanya bersikap seperti itu apalagi Sporty.
Nama sebenarnya Peter Carsten. Tetapi jarang sekali ada yang memanggilnya dengan
nama itu. Ia lebih dikenal dengan nama panggilan Sporty, yang memang cocok
sekali dengannya.Sporty berbadan jangkung dan tegap. Sebagai atlet yang
gemilang, ia terutama menonjol dalam cabang olahraga bola voli dan judo.
Rambutnya yang ikal berwarna gelap. Kulitnya agak kecoklat-coklatan. Anaknya
pemberani, dan seakan-akan dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin. Orang
boleh bangga kalau berteman akrab dengannya.Kecuali olahraga, mata pelajaran
lain yang disukai Sporty adalah matematika. Pelajaran itu sudah menjadi salah
satu hobinya. Sporty mengeluarkan buku tulis dan mulai mengerjakan pekerjaan rumahnya; sebab
jika selesai sekarang, maka nanti sore ia akan punya waktu luang lebih
banyak.Oskar, yang duduk di sampingnya, rupanya tidak tertarik untuk meniru
temannya itu. Oskar adalah teman sekun u sekaligus sahabat Sporty. Kedua
penghuni asrama itu bersama-sama menempati SARANG RAJAWALI - sebuah kamar kecil di
lantai dua bangunan utama.Oskar merogoh tas sekolahnya dan mengeluarkan sekeping
coklat berukuran 200 gram.Sporty memperhatikannya dengan kening berkerut
."Kalau aku tidak mengisi perut sekarang," Oskar beralasan, "aku akan kehabisan
tenaga. Tanpa makanan kecil ini, aku takkan bisa bertahan sampai waktu makan
siang. Ini adalah persoalan antara hidup dan mati!"
Sambil nyengir, Oskar mematahkan sepotong coklat. Kemudian, anak itu
mengunyahnya dengan tenang sambil melipat tangan di depan perutnya yang
gendut.Si Gendut - begitulah teman-temannya menjuluki Oskar Sauerlich. Dengan
tubuhnya yang pendek dan bulat, anak ini memang pantas memperoleh panggilan itu.
Bagi Oskar, berolahraga sama saja dengan bunuh diri. Dan bukan hanya dalam hal
ini saja ia berbeda dengan Sporty. Nilai-nilainya dalam mata pelajaran ilmu
pasti juga mengkhawatirkan. Sebenarnya Oskar tidak bodoh ia cuma luar biasa
malas. Di samping itu, Oskar juga punya hobi yang ditekuninya secara serius, yaitu
coklat. Ia mencintai coklat. Ia kecanduan coklat. Ia menghabiskannya dalam
jumlah yang sulit dibayangkan. Karena itu tidaklah aneh kalau badannya semakin
menggembung. Tapi Oskar tidak ambil pusing.
Mengapa Oskar begitu tertarik pada coklat "
Barangkali karena ayahnya adalah seorang pengusaha coklat yang paling terkemuka.
Oskar punya orangtua yang kaya raya berbeda dengan Sporty. Ibu Sporty kini hidup
sendiri. Ayahnya, seorang insinyur, meninggaldalam suatu kecelakaan enam tahun
yang lalu. Sejak itu keluarga Carsten terpaksa berpikir dua kali sebelum
mengeluarkan uangnya. Bu Carsten bekerja sebagai tenaga pembukuan di suatu
perusahaan besar. Ia harus membanting tulang agar dapat mengumpulkan uang
sekolah yang mahal bagi Sporty, putra tunggalnya itu.
"Sekali-sekali coba coklat buatan ayahku, dong!" Oskar menawarkan pada Sporty,
walaupun tahu bahwa temannya itu tidak pernah suka makanan yang manis-manis.
"Terima kasih, tapi aku tidak berminat," jawab Sporty. Dengan bantuan penggaris
dan jangka ia menyelesaikan tugas geometrinya.
"Terserah, deh! Biar Thomas saja yang mencicipinya."
Thomas mematahkan sepotong coklat yang kecil sekali, lalu berbalik badan.
Ia duduk di belakang Sporty dan Oskar dan sedang membaca sebuah buku.
"Apa sih yang kaubaca itu?" tanya Oskar dengan mulut penuh coklat.
"Sebuah karangan ilmiah mengenai antariksa," ujar Thomas. "Kau takkan mengerti
isinya ". "Aku memang tidak tertarik. Kecuali kalau di Planet Mars ternyata ada coklat
juga." "Sampai sekarang sih belum ada. Tapi keadaan itu pasti segera berubah seandainya
kau terbang ke sana. Dalam sekejap saja kertas bekas pembungkus coklatmu akan
bertebaran di mana-mana. Dan orang-orang Mars terpaksa menyediakan angkutan
sampah khusus untuk membereskannya."
"Lho, aku pikir di Mars tidak ada orang," Oskar menyanggah.
"Kali ini kau benar."
Thomas Vierstein kembali menekuni bukunya. Anak ini juga memiliki sebuah julukan
yang menggambarkan dirinya dengan tepat sekali: Thomas, si Komputer. Ia
dipanggil komputer karena daya ingatnya yang luar biasa. Kalau perkembangan ilmu
pengetahuan diibaratkan sebagai air sungai yang terus mengalir, maka otak Thomas
bisa dianggap sebagai laut yang siap menampung semuanya. Apa saja yang pernah
dibaca atau didengarnya, segera akan terekam dalam otaknya. Barangkali bakat
Thomas itu diwarisinya dari ayahnya, seorang profesor yang mengajar matematika
di universitas.Meskipun usianya baru 13 tahun, tampang Thomas persis seperti
bayangan orang mengenai seorang ilmuwan: wajahnya lancip, matanya menyorot
cerdik dari balik kacamatanya yang tebal. Ia berbadan jangkung, tapi kurus
sekali. Ototnya tak ada sama sekali. Karena itu, Thomas lebih senang berada di
latar belakang kalau menghadapi bentrokan fisik. Tapi ini tidak berarti bahwa ia
seorang pengecut. Kadang-kadang Thomas agak menjengkelkan teman-temannya, yaitu
kalau ia sudah mulai memamerkan pengetahuannya yang memang luar biasa. Ceramahceramahnya yang penuh dengan keterangan ilmiah membuat anak-anak yang lain
segera menutup telinga masing-masing. Thomas baru berhenti kalau sudah ada yang
memprotesnya.Si Komputer tidak tinggal di asrama, melainkan di kota bersama
orang tuanya. Kalau cuaca lagi bagus, ia datang ke sekolah naik sepeda. Tapi
kalau cuaca sedang buruk, maka ia akan menumpang bis sekolah yang memang khusus
disediakan untuk mengantar jemput anak-anak yang tinggal di kota.
Sementara Thomas asyik membayangkan perjalanan antariksa menuju tata surya yang
jauh sekali, Oskar berbisik pada Sporty,"Eh, Sporty, coba kau lihat itu!"
"Ada apa, sih?"Oskar nyengir kuda sambil melirik ke arah jendela.
Di sanalah tempat duduk keempat gadis di kelas mereka. Tapi yang dimaksud Oskar
hanyalah Petra. Gadis itu membelakangi Sporty dan Oskar. Pandangannya terarah ke
luar jendela Tapi di luar kaca yang berembun itu tidak ada pemandangan yang
menarik paling-paling hanya dinding belakang bangunan sebelah yang kelabu dan
tak berjendela. Namun wajah Petra terpantul di kaca jendela.Pemandangan inilah
yang menyita seluruh perhatian gadis itu. Untuk sesaat, Petra rupanya tidak
sadar bahwa ia duduk di ruang kelas 9b dan bukan di depan cermin di kamarnya.
Sporty dan Oskar terpesona melihat Petra mempermainkan rambutnya yang panjang
dan berwarna pirang keemasan. Kemudian ia merapikan alisnya. Dengan jempol dan
jari telunjuk, gadis itu membengkokkan bulu matanya yang lentik dan hitam.
"Dan selama ini kukira ia tidak peduli pada penampilannya," bisik Sporty.
"Petra memang paling cantik," balas Oskar sambil ketawa cekikikan. "Dan
repotnya, ia sendiri pun menyadarinya.
"Sebenarnya, hanya setengah dari pernyataan Oskar itu yang mengena. Memang
selera bisa saja berbeda. Tapi rasanya tak seorang pun murid laki-laki di
sekolah itu yang akan menyangkal bahwa Petralah primadona sekolah mereka.Dalam
hal ini pernyataan Oskar memang tepat.Tapi bahwa Petra menganggap dirinya paling
cantik, itu tidak benar Ia malah tidak pernah memikirkannya. Gadis itu sama
sekali tidak sombong, apalagi membanggakan kecantikannya! Dan bahwa ia
memperhatikan penampilannya" Ya, itu sih wajar saja bagi seorang gadis berusia
13 tahun Tiba-tiba - seakan-akan baru menyadari bahwa ada yang memperhatikannya - Petra
menoleh. Dua wajah yang tersenyum lebar menatapnya.Dengan pandangan heran Petra
mengangkat alis. Senyum Oskar semakin lebar saja. Dengan sebelah tangan anak itu
meniru gerak-gerik Petra tadi.Sekarang gadis itu mengerti. Untuk sesaat ia
tersipu-sipu. Tapi Petra bukanlah seorang gadis yang lari dan mengunci diri di
kamarnya karena malu. "Dasar monyet-monyet konyol!" ia berkata sambil membuka buku ulangan bahasa
Inggrisnya.Di sana - di bawah ulangan terakhir - terbaca angka SATU. Dengan tinta
merah tertulis komentar SANGAT BAIK. Angka satu memang nilai paling tinggi di
Jerman Barat. Petra adalah satu-satunya murid di kelasnya yang berhasil
memperoleh angka itu dalam ulangan terakhir. Nilai anak-anak yang lain, seperti
biasanya, hancur-hancuran.
Petra, alias Salam, juga tinggal di kota bersama orang tuanya. Pak Glockner
bekerja sebagai, komisaris polisi, sedangkan Bu Glockner mempunyai sebuah toko
kecil yang menyediakan bahan-bahan makanan. Julukan Salam yang diperoleh Petra
itu berhubungan dengan rasa sayang terhadap binatang yang dimilikinya. Binatang
yang paling disukainya adalah anjing. Gadis itu tak pernah bisa berpapasan
dengan seekor anjing tanpa mengajaknya bersalaman. Karena itu bisa dimengerti
bahwa Petra juga memelihara seekor anjing. Bello, anjing spanil berwarna hitam
putih kepunyaan Petra, berasal dari sebuah tempat penampungan hewan. Pemiliknya
yang terdahulu telah mengusirnya begitu saja. Mungkin karena anjing itu buta
sebelah. Untung saja ia kemudian menemukan tempat berlindung di rumah Petra.
Bello sendiri tidak pernah peduli bahwa ia buta sebelah. Ia lebih percaya pada
indria penciumannya yang tajam. Dengan hidungnya itu, Bello bisa menemukan
setiap jejak.Bello bisa dianggap sebagai anggota kelima dalam kelompok STOP.
Sporty, Thomas, Oskar, dan Petra - empat sahabat yang kompak sekali. Bersama-sama
mereka telah mengalami berbagai petualangan yang tidak jarang menyerempet
bahaya. Anak-anak STOP tidak pernah mencari perkara. Tetapi kalau berhadapan
dengan keti-dak-adilan, mereka tidak akan segan-segan untuk mengambil tindakan.
Nama STOP dibentuk berdasarkan huruf awal dari nama masing-masing anggota. Bello
hampir selalu ikut. Ia sudah dianggap sebagai anggota, meskipun huruf B-nya
memang tidak muncul dalam nama kelompok mereka.Tiba-tiba pintu kelas kembali
membuka dan Pak Kausch bergegas masuk
."Saya punya berita menarik untuk kalian," ia mengumumkan di depan kelas. "Tapi
saya membutuhkan empat sukarelawan."
Tak ada yang bergerak. "Oh ya," ujar guru itu, "kalian pasti ingin tahu dulu apa persoalannya, bukan"
Begini, mungkin kalian sudah tahu bahwa rombongan Sirkus Sarani hari ini tiba di
kota kita. Selama satu minggu, sirkus itu akan mengadakan pertunjukan di
lapangan upacara di dekat stadion sepak bola. Sirkus Sarani adalah salah satu
dari segelintir sirkus besar yang masih bertahan. Jumlah pegawainya sekitar 400
orang, dengan jumlah binatang pertunjukan yang hampir sama banyaknya. Mereka
membutuhkan sepuluh kereta khusus untuk mengangkut segala perlengkapan dari kota
ke kota. Dan mulai hari ini sirkus itu berada di kota kita. Bahwa para pegawai
juga membawa keluarga-keluarga mereka bisa kalian bayangkan. Dan jika ada
keluarga, berarti juga ada anak-anak. Tapi di manakah mereka akan bersekolah"
Beberapa hari di kota ini, lalu minggu depan di kota lain" Saya kira kalian pun
sependapat bahwa cara itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Sampai seumur kalian
pun anak-anak itu belum tentu bisa membaca atau menulis. Karena itu Sirkus
Sarani sekaligus membuka sekolah bagi anak-anak para pegawainya."
"Kelas-kelasnya pasti kecil-kecil," Sporty berkomentar.
Pak Kausch mengangguk. "Kelas-kelasnya memang kecil sekali. Kadang-kadang isinya
hanya tiga atau empat murid. Pak Guru dari sekolah sirkus itu ternyata telah
menghubungi Bapak Kepala Sekolah kita. Ia memerlukan bantuan empat murid kelas
9, empat anak berusia tiga belas tahun. Mereka diharapkan ikut pelajaran di
sekolah sirkus, nanti sore antara jam empat sampai jam enam, dan besok siang
mulai jam sepuluh sampai jam dua belas. Pak Silbermann - itu nama gurunya - ingin
membuat perbandingan: antara murid-muridnya dengan keempat sukarelawan dari
sekolah kita. Jadi, siapa yang berminat?"Seketika empat orang mengacungkan jari.
Tanpa membuat janji, tanpa bertukar pandang, tetapi hampir serempak.
Pak Kausch ketawa. "Saya sudah menduganya. Sporty, si petualang, pasti tertarik
pada suasana di sirkus itu. Petra, si penyayang binatang, takkan melewatkan
kesempatan untuk melihat binatang-binatang sirkus dari dekat. Bisa-bisa ia lebih
banyak menghabiskan waktu di depan kandang daripada di dalam kelas. Hati-hati,
Petra! Jangan sampai tanganmu digigit seekor macan kalau kau mengajaknya
bersalaman. Thomas kemungkinan besar ingin mempelajari cara-cara yang digunakan
para pelatih binatang buas. Dan dalam hati, Oskar pasti berharap agar ia dijamu
oleh murid-murid di sekolah sirkus."
Seluruh kelas ketawa berderai.
"Tapi bahwa yang lain tidak bersedia," Pak Kausch kembali serius, "sebenarnya
agak mengecewakan saya. Kalian pasti takut malu kalau kalah pandai dengan muridmurid sekolah sirkus. Ya, kita tunggu saja hasilnya."
2. Si Hidung Bengkok Muncul
Sporty mengetuk pintu kantor kepala sekolah.
Suara Nona Meerbott yang cempreng terdengar menyahut, "Masuk!" dan Sporty
bersama Oskar melangkah masuk.
"Ada apa?" "
Nona Meerbott, seorang wanita kurus dengan leher yang panjang sekali, tengah
membereskan meja tulisnya. Suara bel yang berbunyi seusai jam pelajaran
sekaligus menandakan bahwa waktu makan siang telah tiba. Menu yang hari ini
disediakan di ruang makan bersama adalah spoghetti plus daging cincang. Dengan
masakan seenak ini, Nona Meerbott tidak mau ketinggalan.
"Oskar dan saya telah memperoleh izin untuk meninggalkan asrama selama akhir
pekan," kata Sporty. "Oskar akan mengunjungi orang tuanya, dan ia mengajak saya
untuk menemaninya. Secara resmi kami boleh pergi Jumat sore, jadi besok."
"Lalu?""Sekarang ternyata ada perkembangan baru. Kami berempat - maksud saya:
Petra Glockner,Thomas Vierstein, Oskar, dan saya - nanti sore dan besok pagi akan
ikut pelajaran di sekolah Sirkus Sarani. Saya tidak tahu apakah Anda telah
diberi tahu mengenai hal ini..."
"Sudah!" Nona Meerbott memotongnya. Ia melirik jam kecil yang tergantung pada
kalung peraknya. "Saya ingin bertanya," Sporty melanjutkan, "apakah Oskar dan saya bisa
diliburkan mulai hari ini" Sebab sebenarnya kami kan sudah mengorbankan waktu
luang kami nanti sore demi kepentingan sekolah."
"Hmm." Nona Meerbott memasang tampang seakan-akan keputusan itu semata-mata
tergantung padanya. Kemudian ia bergumam 'harus dibicarakan dengan Pak Kepala
Sekolah' dan menghilang di ruang kerja Pak Kepsek.
"Asyik juga kalau boleh," ujar Oskar sambil membersihkan sisa-sisa coklat dari
bibirnya. Dalam waktu satu menit saja Nona Meerbott sudah kembali. Rupanya Pak Kepsek juga
sudah kepingin mencicipi spaghetti plus daging cincang, karena tidak biasanya ia
mengambil keputusan secepat ini.
"Beres," Nona Meerbott menyampaikan. "Sekarang cepat pergi. Tapi jangan sampai
saya mendengar keluhan mengenai kalian. Dan Senin pagi kalian sudah harus
kembali. Mengerti?" Hampir saja Sportv, melompat gembira. Tapi ia masih bisa menahan diri la hanya
mengangguk, mengucapkan selamat makan, lalu mendorong Oskar keluar, ke selasar.
"Asyik benar!" Oskar berseru "Nona Meerbott memang hebat. Aku bisa jatuh cinta
padanya, kalau saja ia tidak begitu kurus."
"Apa jadinya kalau semua orang segembrot kau?" tanya Sporty sambil nyengir.
"Ayo, kita langsung berangkat. Perkara waktu luang, setiap menit amat berharga."
Kesibukan di sekolah mereka saat ini menyerupai sarang lebah. Semua orang
berjalan kian-kemari. Di luar, di depan gerbang, beberapa bis sekolah berangkat
ke arah kota. Isinya adalah murid-murid yang tidak tinggal di asrama. Beberapa
murid nampak naik sepeda.Anak-anak yang tinggal di asrama - semuanya laki-laki berjalan menyeberang taman dan pekarangan sekolah. Mereka ingin menaruh map dan
Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tas sekolah di kamar masing-masing sebelum makan siang. Tetapi yang sudah
kelaparan langsung menuju ruang makan.
Sporty dan Oskar berlari ke SARANG RAJAWALI.
"Sayang kita tidak kebagian spaghetti," ujar Oskar. Napasnya tersengal-sengal.
Begitulah setiap kali ia berusaha mengimbangi langkah Sporty. "Untung saja aku
punya persediaan coklat di kamar. Jadi aku tak bakal mati kelaparan."
"Jangan pikirkan makan melulu! Lebih baik kau cepat-cepat membereskan barangbarangmu." Seluruh barang kebutuhan Sporty dimasukkannya ke dalam suatu tas besar: kantong
plastik berisi perlengkapan mandi, pakaian dalam, piyama, dan sepatu olahraga.
Kemudian ia membantu Oskar. Anak itu memang agak kurang gesit dan selalu bekerja
dengan santai. "Astaga!" seru Sporty terkejut. Dengan kening berkerut ia mengeluarkan lima
keping coklat dari tas temannya. "Kita akan pergi ke rumahmu, rumah seorang
pengusaha coklat, dan kau masih juga membawa persediaanmu"!"
"Kau kan tahu sifat ibuku!" Oskar membela diri. "Ibuku masih saja gila diet. Dia
hanya makan sayur-sayuran saja. Makanan yang manis-manis sama sekali tidak
disentuhnya. Begitu juga daging, dan makanan berlemak. Pokoknya, ia anti semua
makanan yang lezat. Ayahku sedang pergi, dan baru hari Senin pulang. Georg," itu
adalah sopir keluarga Sauerlich dan teman khusus Oskar, "mengantarkan ayahku.
Jadi dari mana aku bisa memperoleh coklat" Ibuku pasti takkan memberikannya. Ia
malah bisa pingsan kalau tahu bahwa aku kadang-kadang ikut mencicipi coklat
buatan ayahku." Sporty sudah tahu sikap Bu Sauerlich terhadap coklat buatan suaminya yang
dianggapnya sebagai makanan yany membahayakan kesehatan. Sikap itu bahkan telah
diangkatnya sebagai falsafah hidup. Karena itu, hidangan di rumah Oskar hanya
terdiri dari sayur-sayuran melulu. Setahu Sporty, Bu Sauerlich memang melarang
tukang masaknya untuk menghidangkan daging di atas meja makan. Tetapi, diam-diam
segala larangannya dilanggar - baik oleh Oskar maupun oleh ayahnya. Bila Bu
Sauerlich sedang tidak ada, keduanya menikmati segala macam masakan yang lezatlezat. Dengan dukungan penuh dari tukang masak mereka, tentunya. Dan Georg, si
Sopir, selalu membawakan coklat untuk Oskar.
"Oskar, seandainya kau sekali-sekali bisa menahan nafsu makanmu," Sporty
mendesah, "maka aku akan mengangkat topi."
"Wah, bagiku sudah cukup kalau aku bisa berteman denganmu," jawab Oskar santai.
"Perkara angkat topi kau simpan saja bagi orang-orang yang berjasa."
Mereka mengenakan jaket yang berlapiskan bulu domba. Oskar juga mengenakan topi
rajutnya. Kemudian mereka mengunci lemari masing-masing dan melapor pada petugas
piket. Setelah semuanya beres, barulah keduanya meninggalkan asrama.
Angin dingin menyambut mereka.Oskar menyelipkan sepotong coklat ke dalam mulut.
Sambil mengunyah, ia mengikuti Sporty ke gudang sepeda.Sporty mempunyai sebuah
sepeda balap yang ia beli dengan uang hasil keringatnya sendiri. Sepeda itu
adalah miliknya yang paling berharga.
"Terima kasih banyak atas undanganmu," ia berkata pada Oskar. "Kau kan tahu
bahwa aku senang sekali berkunjung ke rumahmu "
"Ah, kau tak perlu berterima kasih. Masalahnya aku pasti bosan kalau tidak ada
teman di rumah. Tapi kalau kau ikut, maka ada saja yang bakal terjadi."
Di depan gerbang sekolah mereka menaiki sepeda masing-masing. Jarak yang harus
mereka tempuh tidak terlalu jauh. Dalam waktu dua puluh menit mereka sudah bisa
mencapai daerah pinggiran kota itu kalau mereka berlari santai. Dengan sepeda
bisa lebih cepat lagi.Sekolah dan asrama mereka terletak di alam terbuka. Dari
sana, sebuah jalan kecil menuju kota. Kota itu berukuran besar dan memiliki
sebuah lapangan terbang serta sebuah stadion sepak bola. Lalu lintas di jalanjalan cukup padat. Para penghuni asrama menikmati keuntungan ganda. Mereka
tinggal di alam segar, tetapi tidak jauh dari pusat keramaian.
Orang tua Oskar mempunyai sebuah vila mewah di daerah elite di pinggir kota.
Anak itu sebenarnya bisa saja tinggal bersama orang tuanya. Tapi ia lebih suka
tinggal di asrama. Masalahnya, Oskar adalah anak tunggal. Suasana di rumahnya
terasa sepi, apalagi dibandingkan dengan kehidupan di asrama yang selalu ramai.
Tak sehari pun berlalu tanpa kejadian seru, terutama kalau berteman dengan
Sporty. Sambil membungkuk mereka mengayuh sepeda menyusuri jalan kecil menuju kota. Dua
deret pohon:pohon besar mengapit jalan itu di kedua sisinya. Angin dingin
menerpa wajah mereka. Kabut bagaikan tirai tipis yang menghalangi pandangan.
Ladang-ladang di kiri-kanan jalan hanya terlihat secara samar-samar. Beberapa
ekor burung gagak duduk di sana sambil berteriak-tenak dengan suara parau.Sporty
sengaja bersepeda dengan santai agar Oskar tidak ketinggalan.
"Kita ambil jalan putar saja!" ia berseru supaya suaranya tidak tertelan angin.
"Aku mau ke toko swalayan dulu."
"Mau beli coklat?" tanya Oskar penuh harap.
"Coklat melulu yang ada di otakmu! Aku mau beli bunga."
"Untuk apa" Mana ada orang makan bunga?"
"Jangan ngaco! Aku mau membawa seikat bunga yang bagus untuk ibumu. Sebagai
balasan atas undangannya. Ibumu kan jadi repot karena aku bertamu ke rumahmu. Ia
pasti akan memasak sesuatu untuk kita berdua."
"Ya, sayur-sayuran! Kalau kupikir-pikir - apakah tidak lebih baik kalau kita balik
ke asrama saja?" Tapi Oskar hanya bercanda. Ia yakin bahwa tukang masaknya telah menyediakan
masakan yang lezat untuknya.
"Ibuku pasti senang menerima karangan bungamu," katanya kemudian.
Tiupan angin mulai melemah setelah mereka mencapai daerah pinggiran kota. Tapi
kabutnya malah bertambah tebal, sehingga mobil-mobil yang lalu-lalang terpaksa
menghidupkan lampu. Kedua sahabat itu menuju toko swalayan. Toko itu terletak di sebelah kawasan
industri dan menempati sebuah bangunan besar beratap datar yang luas sekali Di
depannya terdapat tempat parkir yang bisa menampung lebih dari 200 kendaraan.
Teman-teman Sporty sering mengunjungi toko itu karena letaknya yang dekat dengan
asrama mereka. Segala kebutuhan sehari-hari bisa dibeli di sini, dan harganya
pun cukup murah.Sporty turun dari sepedanya. Tempat penitipan sepeda di samping
pintu masuk hampir kosong. Sporty segera menaruh sepedanya, memasang kunci
pengaman, lalu menunggu sampai Oskar juga selesai.Mereka berjalan ke pintu
masuk. Sporty sibuk memikirkan karangan bunga macam apa yang pantas diberikan
pada Bu Sauerlich.Pengunjung-pengunjung toko yang telah selesai berbelanja
berpapasan dengan mereka. Sebagian besar dari mereka terbungkus jaket tebal.
Kedua anak itu sampai di pintu. Udara hangat mengalir keluar. Tepat pada saat
hendak melangkah masuk, mereka mendengar suara logam berdencing. Suara itu
datang dari arah tempat penitipan sepeda.
Sporty menoleh.Dengan terkejut anak itu melihat sepeda balapnya yang mahal
tergeletak di aspal. Pria yang rupanya telah menjatuhkannya masih berdiri di
tempat itu. Ia membelakangi Sporty. Sambil membungkuk ia mengutak-atik kunci
pengaman sepedanya. Kelihatannya ia sama sekali tidak punya pikiran untuk
mengangkat sepeda Sporty.
"Keterlaluan!" seru Oskar marah.
Sporty sudah berlari ke arah pria tadi.Dengan tenang orang itu menaiki
sepedanya.Tangan kirinya memegang sebuah sekop yang masih baru. Barang seperti
ini pun bisa dibeli di toko swalayan.
Tepat ketika ia hendak berangkat, Sporty mencegatnya."He, tunggu dulu!"
Tapi orang itu tidak bereaksi. Ia malah mulai menggenjot sepedanya. Sporty
segera menghalanginya. Agar tidak terjatuh, pria itu cepat-cepat menapakkan
sebelah kakinya di aspal. Dengan mata menyala-nyala ia menatap Sporty.
"Ada apa" Apa kau sudah gila?"
"Saya masih waras, Pak," jawab Sporty. "Tapi saya tidak suka melihat orang yang
tidak bertanggung jawab. Bapak baru saja menjatuhkan sepeda balap saya. Siapa
tahu ada yang rusak. Seharusnya Bapak menunggu sampai saya dating bukannya malah
kabur seperti tidak terjadi apa-apa."
Pria itu turun dari sepedanya. Orangnya tidak tinggi, tapi potongannya seperti
lemari. Sebuah jaket tebal menutupi pakaian kerjanya yang kotor. Wajahnya yang
kasar juga penuh bercak-bercak hitam. Matanya yang kecil berkesan jahat. Dahinya
rendah, dan hidungnya agak bengkok.
"Cepat minggir!" ia membentak Sporty.
"Tapi Bapak harus menunggu sampai saya bisa memastikan bahwa sepeda saya tidak
rusak." "Masa bodoh amat. Apa urusan saya dengan sepedamu yang bobrok, hah" Saya tidak
menjatuhkannya - menyenggol pun tidak. Dan sekarang saya mau pulang."
"Kami melihat Bapak menjatuhkannya," ujar Sporty dengan tegas. "Bapak tidak bisa
mungkir." "Tapi saya bisa menempelengmu, tahu"! Dan saya akan melakukannya kalau kau tidak
segera minggir." Dengan kesal ia hendak mendorong Sporty. Namun anak itu segera melangkah ke
samping. Si Hidung Bengkok sama sekali tidak menduganya. Ia kehilangan
keseimbangan, dan terpeleset. Dengan suara berdebam ia mendarat di aspal.
Sepedanya pun hampir terjatuh. Tapi secepat kilat Sporty melompat maju dan
menangkapnya. "Nah, beginilah cara menjaga milik orang lain. Bagaimana, Pak" Apakah saya perlu
memanggil saksi lain?"
Dengan susah payah si Hidung Bengkok bangkit.
"Kurang ajar! Saya akan menghajarmu sampai..."
"Sudah deh, Pak! Apakah Bapak tidak punya bahan pembicaraan lain" Sudah sering
orang mengancam untuk menghajar saya tapi kemudian semuanya menyesal. Jadi
bagaimana?" Oskar telah menyusul. Sambil bertolak pinggang, ia berdiri di hadapan pria tadi.
Wajahnya nampak garang. Beberapa pembeli yang baru mau kembali ke mobil masingmasing berhenti dan menengok ke arah Sporty.Tanpa disangka-sangka si Hidung
Bengkok berubah sikap. "Baiklah," ia menggeram. "Betul, sayalah yang menjatuhkanjsepedamu. Tapi pasti
tidak ada yang rusak. Mari kita lihat."
Ia menyaksikan Sporty memeriksa sepedanya. Catnya lecet sedikit. Di samping itu
tidak ada kerusakan lain.
"Tidak apa-apalah," ujar Sporty. "Saya tidak ingin urusan ini berlarut-larut."
Si Hidung Bengkok nyengir. "Kau seorang pemuda yang menyenangkan sekali. Orang
seperti kau seharusnya diumpankan pada binatang buas. Mudah-mudahan kau mampus
dengan sepeda sialanmu itu!"
Ia tidak bergurau. Ucapannya penuh rasa benci. Padahal sebenarnya semuanya sudah
beres. Dengan terkejut Sporty menatapnya. Orang gilakah si Hidung Bengkok itu"
Pria itu meludah dan berbalik badan. Tanpa berkata apa-apa lagi ia naik
sepedanya dan pergi. "Ramah benar orangnya," kata Oskar. "Barangkali ia lagi sakit gigi."
"Itu pun bukan alasan untuk bersikap seperti tadi. Kelakuan orang itu aneh
sekali. Pertama-tama sok jago, lalu setelah sadar bahwa kita jadi pusat
perhatian orang-orang berlagak mengalah, dan akhirnya menjengkelkan lagi. Apakah
aku seharusnya tidak menegurnya?"
"Ah, kau memang berhak untuk marah. Tapi rupanya orang tadi tidak ambil pusing.
Yang membuat aku heran, untuk apa ia membeli sekop itu" Ia tidak mungkin
berkebun sebelum musim semi tahun depan. Jangan-jangan ia mau menggali perangkap
pada jalan setapak yang gelap, supaya para pejalan kaki terperosok ke dalamnya."
"Mungkin saja," jawab Sporty sambil mengancingkan jaketnya. "Orang seperti dia
seharusnya diawasi terus-menerus."
"Ya, sudah! Lupakan saja," Oskar berkata. Dengan tenang ia memasukkan sepotong
coklat ke dalam mulut.Kemudian mereka memasuki toko swalayan.
3. Acar Beracun Lampu-lampu neon yang tergantung di langit-langit membuat ruangan besar itu
menjadi terang benderang. Melalui pengeras suara, salah seorang pegawai
mengiklankan barang-barang yang sedang diobral. Di depan kassa binatu kilat, di
samping pintu masuk, terlihat antrean yang cukup panjang. Kios majalah di
sampingnya tidak kalah ramainya. Beberapa wanita nampak mendorong trolley. Anakanak kecil yang rupanya sudah bosan menemani ibu mereka merengek-rengek minta
dibelikan sesuatu, terutama permen atau mainan.
"Bunga! Bunga potong!" ujar Sporty. "Di mana tempat penjualan bunga" Eh, Oskar,
apa sih warna kesukaan ibumu?"
"Hijau." "Wah, kebetulan. Jadi aku tidak mungkin keliru memilih warna batang dan daunnya.
Tapi bunganya sendiri jarang ada yang berwarna hijau."
"Ibuku juga senang warna biru. Ia selalu gembira kalau langit lagi cerah."
"Apa kau juga punya warna favorit, Oskar?"
"Tentu, dong! Aku paling senang warna coklat."
"Memang sudah kuduga."
"Dan kau?" "Aku senang warna merah. Kecuali merahnya lampu lalu lintas yang terlalu
menghambat perjalanan."
Bagian penjualan bunga dan alat-alat berkebun terletak di bagian belakang toko
swalayan. Karena tidak akan berbelanja banyak, Sporty dan Oskar tidak perlu
membawa trolley.Oskar berhenti sejenak ketika mereka melewati rak panjang berisi
coklat dan biskuit. "Nah, yang ini, yang ini, dan yang ini. Yang itu juga!" katanya sambil menunjuk.
"Semuanya buatan pabrik ayahku. Bangga juga rasanya melihat coklat buatan ayahku
digemari orang-orang. Ehm, Sporty, aku bisa pinjam uang 5 Mark?"
"Untuk apa" Kau tergiur untuk beli coklat"!"
"Bukan! Aku hanya mau memeriksa apakah semuanya masih bisa dimakan."
"Dasar tukang tipu! Kau pasti tidak tahan melihat coklat sebanyak ini. Tahan
diri sedikit, dong. Sebentar lagi kita kan sudah sampai di rumahmu. Di sana kau
bisa makan sekenyang-kenyangnya."
Rak berikutnya diisi barisan patung sinterklas yang terbuat dari coklat.
Ukurannya macam-macam, tapi bukan buatan Pabrik Sauerlich.
"Coba lihat itu," kata Sporty. "Padahal Natal masih satu setengah bulan lagi
Apa-apaan sih ini"! Jangan-jangan minggu depan mereka sudah mulai menjual pohon
Natal. Pantas saja semakin banyak orang menganggap Hari Natal sekadar sebagai
lomba saling bertukar hadiah saja. Suasana khidmat sudah tidak ada sama sekali.
Yang penting hanyalah bagaimana caranya meningkatkan penjualan."
"Aku pun sependapat," jawab Oskar. "Natal sekarang tidak lebih dari persaingan
dagang saja." Sementara Sporty menuju bagian penjualan bunga, Oskar belum juga beranjak dari
rak berisi coklat. Ia ingin sekali mencicipi salah satunya. Hanya dengan susah
payah anak itu bisa menahan diri.Sporty menoleh ke arah temannya itu untuk
memanggilnya. Namun kemudian ia membiarkannya di tempat itu. Sporty kembali
berjalan. Tapi pada langkah pertama ia sudah menabrak seseorang.
"Oh, maaf," ujar Sporty dengan perasaan bersalah.
Rupanya orang yang ditabraknya pun tidak memperhatikan langkahnya. Pria itu
ternyata seorang pegawai toko swalayan dengan pakaian seragam berwarna
Jingga.Sporty memandang wajahnya yang pucat. Kepala pria itu nyaris botak.
Rambutnya yang hampir putih sudah sangat tipis.
"Apa" Oh, ya, tidak apa apa," jawab orang itu.
Tanda pengenal yang terpasang pada dadanya masih sempat terbaca oleh Sporty.
Pegawai toko swalayan itu bernama Richard Klemm.Oskar, yang telah menyusul
Sporty, melangkah ke samping untuk memberikan jalan pada Pak Klemm. Pegawai itu
segera beranjak sambil menarik tangan dari saku kanannya. Tetapi tanpa
disadarinya, gerakan itu juga menjatuhkan sesuatu dari kantongnya.
"Halo!" Sporty berseru. "Pak Klemm, tunggu sebentar!"
Sporty membungkuk dan memungut sarung tangan tipis yang terjatuh dari saku pria
itu. "Pak Klemm," katanya sambil mengejar si pegawai. "Sarung tangan Anda jatuh."
Dengan terkejut Pak Klemm menatap sarung tangan itu.
"Terima kasih," ia berbisik nyaris tak terdengar. Wajahnya semakin pucat.
"Sarung tangan ini memang kepunyaan saya. Aneh, bagaimana bisa sampai jatuh?"
Ia mengantongi sarung tangannya, berbalik, lalu kembali bergegas.
"Rupanya barang warisan," ujar Oskar sambil geleng-geleng. "Gara-gara sarung
tangan saja dia sudah panik. Aku sih takkan peduli."
"Memang," balas Sporty "Tapi kau pasti berteriak-teriak kalau kehilangan
sekeping coklat." Setelah sampai di bagian penjualan bunga, Sporty minta nasihat Oskar mengenai
selera ibu temannya itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli seikat bunga
mawar aneka warna. Penjual yang melayani mereka mengatakan bahwa bunga-bunga itu
bisa bertahan lama, asal batang-batangnya dipotong miring dan ditempatkan dalam
vas berisi air segar.Karangan bunga itu lalu dibungkus kertas.
Dengan seikat bunga di tangan, Sporty dan Oskar berjalan menuju kasir. Kali ini
mereka melewati bagian makanan kaleng. Pada kedua sisi yang terdapat rak-rak
berisi makanan dalam kaleng dan stoples. Sepintas pandangan Sporty menyapu rak
sebelah kanan Tiba-tiba ia melihat stoples itu. Stoples berukuran besar itu
berisi acar ketimun buatan sebuah pabrik terkenal. Tak ada yang istimewa hanya
sebuah stoples biasa.Yang menarik perhatian Sporty adalah selembar kertas putih
yang menempel pada botol itu. Seseorang telah menyusun sebuah pesan dengan
Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memakai huruf-huruf yang dipotong dari koran.Langsung saja Sporty teringat pada
film yang ia tonton semalam: dua penjahat menculik seorang anak kecil, lalu
minta uang tebusan dengan mengirim surat yang serupa dengan yang tertempel pada
botol acar tadi. Cara ini sangat menguntungkan, karena para penjahat tidak perlu
mencantumkan tulisan tangan mereka. Karena itu, polisi lebih sukar melacak jejak
mereka. Ah, aku terlalu berkhayal, pikir Sporty. sambil melangkah mendekat. Ini bukan
acara TV. Lagi pula, mana ada orang yang menculik sebotol acar ketimun"
"Apa sih itu?" tanya Oskar.
Kedua anak itu terperanjat membaca pesan tadi.
Awas! - tertulis pada kertas itu - Botol ini mengandung racun sianida yang
mematikan. Kalau pimpinan toko swalayan bersedia memenuhi tuntutan kami, maka
kami tidak akan menaruh racun pada makanan lain. Kami menginginkan 100.000 Mark.
Penjelasan mengenai kapan dan di mana uang itu harus diserahkan akan kami
berikan melalui telepon. Seandainya tuntutan kami ditolak, maka kami akan terus
meracuni makanan di setiap cabang toko swalayan ini. Anda tentu mengerti apa
artinya. Toko swalayan Anda akan kehilangan langganan dan akhirnya bangkrut.
"Lelucon konyol macam apa ini?" tanya Oskar dengan mata terbelalak.
"Ini bukan lelucon," ujar Sporty dengan pasti. "Aku kira si penulis surat ini
memang bersungguh-sungguh."
"Tapi... tapi... kalau begitu ada kemungkinan coklat buatan ayahku juga ikut
diracuni. Astaga! Coklat dengan rasa racun sianida apa enak dimakan"!"
"Sekarang bukan waktunya untuk bercanda," Sporty berkata dengan tegas. "Kau
tunggu di sini! Jaga botol ini. Jangan sampai ada yang memegangnya! Siapa tahu
masih ada sidik jari... Aku akan memanggil seorang pegawai."
Sporty langsung bergegas. Di balik rak berikut ia sudah menemukan seorang pria
berseragam. Sewaktu orang itu berbalik, Sporty segera mengenalinya. Pria itu
adalah Pak Klemm. "Pak, kami menemukan sesuatu," Sporty berseru.
"Ada apa" Kalian memergoki seorang pencuri?"
"Lebih gawat lagi!"
"Tidak ada yang lebih gawat!" ujar Pak Klemm sambil mengikuti Sporty dengan
langkah panjang. Di samping Oskar ia lalu berhenti. Sambil menggaruk-garuk
kepala pria itu menatap pesan yang tertempel pada botol tadi. Setelah membacanya
untuk ketiga kalinya, barulah ia memahami isi pesan itu.
"Kalian yang menulis ini?" Pak Klemm bertanya."
Demi Tuhan, bukan!" Sporty menjawab cepat-cepat. Ia nyaris kehilangan kesabaran
menghadapi pegawai toko swalayan yang lamban itu.
"Kami menemukan pesan ini. Mungkin saja si penulis hanya iseng. Tapi mungkin
juga botol ini memang berisi racun yang mematikan. Anda harus memberitahukan hal
ini pada atasan Anda. Polisi juga harus dihubungi."
"Betul, betul. Tapi kalian harus ikut. Jangan-jangan kalian hanya mau
mempermainkan saya..." Pak Klemm mengulurkan tangan dan hendak meraih botol
berisi ketimun itu. Sporty langsung saja mencegahnya.
"Jangan disentuh! Sidik jari yang terdapat pada botol ini bisa terhapus. Anak
kecil pun tahu bahwa para detektif di TV selalu mengatakan begitu."
"Kau benar. Tapi bagaimana saya bisa membawa botol ini tanpa menyentuhnya?"
Wajah Pak Klemm semakin pucat. Ia nampaknya kewalahan menghadapi kejadian ini.
"Sarung tangan Bapak!' Oskar tiba-tiba berseru. "Dengan memakai sarung tangan,
Bapak bisa mengangkat botol itu tanpa menghapus sidik jari yang ada."
"Sarung tangan?" tanya Pak Klemm kebingungan. "Oh, sarung tangan saya, maksudmu"
Untung saja saya selalu membawanya."
Dengan hati-hati ia mengenakan sarung tangannya, lalu mengangkat botol
tadi."Ayo, kalian ikut saya."
Sporty dan Oskar nurut-nurut saja.
Oskar nyengir. "Nah," katanya, "ideku ternyata gemilang, bukan?"
"Memang," Sporty mengakui. "Tapi menurut pengamatanku, kau selalu punya ide
cemerlang dalam keadaan lapar. Berarti seharusnya kau kurangi jatah makanmu."
"Wah, terima kasih banyak, deh! Kalau begitu, lebih baik aku tidak punya ide
bagus lagi." 4. Cerita Seputar Sirkus Pak klemm membawa Sporty dan Oskar ke kantor pimpinan toko swalayan. Orang itu
bernama Pak Leibrecht seorang pria setengah baya berkumis tebal. Ia duduk di
kantornya yang tanpa hiasan sama sekali. Beberapa tumpuk daftar barang pesanan
nyaris memenuhi meja tulisnya.
Botol berisi acar ketimun tadi telah diletakkan di hadapannya oleh Pak Klemm.
Pak Leibrecht segera membaca pesan yang tertempel pada botol itu. Kini ia
membacanya untuk kedua kalinya sambil menggerak-gerakkan bibir.
"Keterlaluan!" ia mendesis "Benar-benar keterlaluan! Seenaknya saja menaruh
racun di botol acar ketimun kelas satu ini!"
"Menurut saya," Pak Klemm angkat bicara, "sebaiknya kita jangan menghubungi
polisi. Hal itu hanya akan menimbulkan desas-desus yang merugikan toko kita.
Saingan-saingan kita bisa ketawa-ketawa nanti. 100.000 Mark - apa sih artinya"
Uangnya toh ada' Kita turuti saja tuntutan si pemeras. Dengan cara ini
masyarakat luas tidak akan tahu apa-apa. Kita memang harus berkorban untuk
menjaga nama baik toko kita."
Sporty nyaris tak percaya pada pendengarannya. Sambil mengerutkan kening anak
itu menatap pegawai toko swalayan tadi. Dan dengan diam-diam ia menyikut Oskar.
"Dan sahabat-sahabat muda kita ini," Pak Klemm melanjutkan, "akan kita minta
untuk tetap tutup mulut. Kalian tidak akan mengatakan apa-apa, bukan?" ia
membujuk kedua anak itu. "Tenang saja, kalian pasti akan diberi hadiah."
Pak Leibrecht mengangkat kepala. "Klemm, pakai otak kalau bicara. Jangan asal
bunyi saja." "Tapi Pak! Pemeras itu sudah memegang semua kartu kita."
"Kalau botol ini memang berisi racun, maka perbuatan penjahat ini dengan mudah
bisa merenggut korban jiwa. Bayangkan saja kalau kertas dengan pesan ini
terlepas dari botol dan jatuh ke lantai. Siapa yang akan menemukan dan
memungutnya" Dan siapa yang akan membacanya" Tidak ada, Klemm! Tidak ada! Botol
itu akan terjual. Dan seterusnya" Nah, apakah Anda sudah sadar sekarang" Coba
lihat! Kertas ini hanya ditempel secara asal-asalan saja. Tidak bisa, Klemm!
Saya tidak mau memikul tanggung jawabnya. Kita harus memanggil polisi."
"Benar," ujar Sporty. "Dan supaya Bapak langsung bisa ketemu orang yang tepat,
saya menganjurkan agar Bapak menghubungi Komisaris Glockner."
"Kau mengenalnya?"
"Ya, saya malah akrab sekali dengannya. Komisaris Glockner adalah ayah pacar...
ehm... teman sekolah saya."
Pak Leibrecht mengangguk. Kembali ia berpaling pada anak buahnya."Klemm, Anda
hari ini kan bertugas mengawasi bagian belakang, bukan" Apakah ada yang
mencurigakan sepanjang hari ini?"Klemm menggeleng.
Tiba-tiba saja Pak Leibrecht terperanjat. Matanya terbelalak, seakan-akan ia
sedang berhadapan dengan setan.
"Ada, ada yang mencurigakan, Klemm! Betul, pria itu! Dia., sebentar' Bukankah
Anda tadi sempat berbicara dengannya" Seingat saya, Anda terlibat dalam
percakapan dengan pria itu."
Pak Klemm mengedip-ngedipkan mata di balik kacamatanya yang tebal. Ia menggigitgigit bibirnya, menelan ludah, lalu kembali mengedip-ngedipkan mata.
"Sejak pagi tadi sudah puluhan pengunjung yang berbicara dengan saya, Pak.
Keadaan di bagian penjualan barang pecah belah tadi lagi kacau balau. Jadi pria
mana yang Bapak maksud?"
"Mungkin saja saya keliru. Tapi pria itu memang mencurigakan sekali. Tampangnya
persis penjahat. Saya tadi sempat ngeri membayangkan berjumpa dengan orang itu
di suatu gang gelap. Orangnya kecil, tapi berbadan gempal. Ia mengenakan pakaian
kerja yang kotor, dan sebuah jaket yang sama joroknya.dan tampangnya itu! Klemm,
Anda pasti ingat orang itu! Raut wajahnya kasar, kulitnya gelap, dan hidungnya
bengkok." "Kami juga ketemu pria itu," Sporty menyela. "Bapak benar, orang itu tidak hanya
nampak berbahaya, kelakuannya juga begitu."
Pak Klemm mengangkat bahu. "Saya tidak ingat lagi. Maaf, rasanya saya tidak
melihat orang itu. Barangkali ia hanya berdiri di dekat saya, sehingga Bapak
menyangka bahwa ia berbicara dengan saya."
Pak Leibrecht tidak memperhatikannya. Keningnya berkerut. Kelihatannya ia sedang
berpikir keras. Kesepuluh jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja tulis.
Barangkali di rumah ia suka main piano. Kini ia menggeleng dua kali.
"Ah, saya juga lupa apa yang membuat saya curiga terhadap orang itu. Yang pasti
bukan penampilannya saja. Langganan kita yang lain juga bukan peragawan dan
peragawati. Dan orang itu juga pasti tidak minta dilahirkan dengan hidung
bengkok dan wajah mirip penjahat. Kadang-kadang justru orang bertampang sangar
yang mempunyai watak yang baik. Tapi gerak-gerik pria tadi memang aneh. Seakanakan ia menyembunyikan sesuatu. Yah, polisi takkan bisa berbuat banyak dengan
keterangan ini. Tapi saya yakin dugaan saya benar. Lagi pula saya baru sekali
ini melihat orang itu di sini."
Pak Leibrecht mencatat nama dan alamat Sporty serta Oskar - untuk berjaga-jaga
seandainya polisi membutuhkan keterangan mereka. Ia berterima kasih atas
kewaspadaan dan bantuan mereka, lalu mengangkat gagang telepon untuk menghubungi
Komisaris Glockner.Pak Klemm kembali ke tempat kerjanya, dan Sporty bersama
Oskar meninggalkan toko swalayan.
"Aduh," Oskar mendesah. "Aku tidak sanggup bersepeda ke rumahku kalau perutku
tidak segera diisi. Tapi ada sesuatu yang masih menghantui pikiranku. Bagaimana
kalau si Hidung Bengkok suatu hari meracuni coklat" - Kalau memang d w si pemeras
itu, maksudku. Terus, Sporty, km yakin bunga-bunga ini aman-aman saja?"
"Coba saja kau cium dulu. Kalau kau pingsan maka dengan senang hati aku akan
mencari hadiah lain buat ibumu."
"Bagaimana menurutmu" Kau setuju bahwa si Hidung Bengkok memang patut
dicurigai?" "Terus terang, aku agak terpengaruh oleh tingkahnya yang menjengkelkan tadi.
Tapi coba kauingat. Begitu orang-orang mulai memperhatikan kita, si Hidung
Bengkok langsung berubah sikap. Artinya, ia tidak mau jadi pusat perhatian. Tapi
apakah itu juga berarti bahwa ia telah melakukan suatu kejahatan" Entahlah.
Pokoknya aku nanti akan menceritakan kejadian tadi pada ayah Petra."
Mereka mengambil sepeda masing-masing. Hari baru menjelang sore. Tapi berhubung
lagi musim dingin, matahari sudah mulai tenggelam di ufuk barat. Suasana kelam
menyelimuti kota. Tidak ada matahari, tidak ada langit biru, yang ada hanyalah
kabut tebal.Kedua sahabat itu bersepeda melalui kota. Sporty memegang setang
sepedanya hanya dengan tangan kanan. Tangan kirinya sibuk menggenggam karangan
bunga yang akan dihadiahkannya pada Bu Sauerlich.Akhirnya mereka tiba di daerah
tempat tinggal orang tua Oskar suatu daerah elite yang hanya terdiri dari rumahrumah mewah. Tapi rumah keluarga Sauerlich masih mengalahkan semuanya.
Pekarangan mereka lebih mirip kebun raya, dan rumah mereka yang kuno lebih
pantas disebut istana. Di bagian belakang, Pak Sauerlich telah menambahkan
sebuah bangunan baru dengan dinding kaca. Bangunan itu berisi kolam renang
pribadi mereka yang sudah sering dikunjungi anak-anak STOP.
Sporty dan Oskar menyimpan sepeda-sepeda mereka di garasi. Biasanya, mobil
Jaguar 12-silinder milik ayah Oskar parkir di sini. Tapi seperti telah
disebutkan tadi, Pak Sauerlich sedang bepergian.Sambil membawa tas masing-masing
kedua anak itu menuju pintu rumah, lalu menekan bel. Sesaat kemudian Bu
Sauerlich muncul dan menyambut mereka.
"Akhirnya kalian datang juga!" katanya dengan ramah. Oskar langsung
dipeluknya.Sporty, yang memang sangat disukainya, mendapat sambutan yang tidak
kalah hangatnya. Untung saja anak itu masih bisa mencegah dirinya agar tidak
dipeluk. "Oskar," Bu Sauerlich lalu berujar, "kau kelihatannya sudah bertambah gemuk
lagi. Kenapa bisa begitu" Apakah kau terlalu banyak makan di asrama" Ataukah kau
sekarang suka jajan?"
"Tidak," jawab Oskar sambil memasang tampang tak berdosa. "Aku hanya makan
sayur-sayuran dan daging tanpa lemak. Makanan yang manis-manis tak pernah
kusentuh. Mungkin memang sudah ketvunan kalau aku semakin gemuk saja. Ayah kan
juga begitu." "Memang," kata Bu Sauerlich. "Yah, kita lihat saja nanti. Kau masih akan
bertambah tinggi. Mudah-mudahan saja badanmu akan jadi langsing."
Bu Sauerlich memiliki suara yang melengking tinggi. Ia juga mempunyai kebiasaan
untuk mengucapkan setiap kata dengan sejelas-jelasnya. Orang yang tidak mengenal
keluarga Sauerlich takkan menyangka bahwa Oskar adalah anaknya. Untuk seorang
wanita, Bu Sauerlich termasuk tinggi, tapi berat badannya paling-paling hanya 50
kilo saja. Rambutnya berwarna pirang. Tapi karena ingin mengikuti mode, ia telah
minta tukang salon langganannya agar menambahkan titik-titik biru di sana-sini.
Hidungnya berbentuk lancip. Hampir selalu ia tersenyum ramah. Namun itu tidak
berarti bahwa Bu Sauerlich tidak bisa bersikap tegas.
"Kalian sudah makan?" ia bertanya pada Sporty dan Oskar ketika kedua anak itu
telah melangkah masuk. "Ibu sengaja memasak sayur bening dan semur terong untuk
kalian." "Terima kasih, Bu!" Oskar menolak. "Kami masih kenyang."
"Sebenarnya Ibu pikir, kalian baru besok pulang ke sini," Bu Sauerlich kembali
berkata. "Tadinya rencana kami memang begitu," Sporty menerangkan. "Tapi kami akan ikut
belajar di sebuah sekolah sirkus, dan karena itu..."Sporty kemudian
menjelaskajjrduduk perkaranya. Bu Sauerlich mendengarkannya dengan sungguhsungguh. Wanita itu nampak bangga karena anaknya ikut mengambil bagian.Kemudian
Oskar menceritakan pengalaman mereka di toko swalayan. Bu Sauerlich sangat
terkejut. Tapi ia segera tersenyum kembali ketika Sporty menyerahkan karangan
bunganya. Menurut Bu Sauerlich, bunga-bunga pemberian Sporty sangat indah, dan
ia segera mencarikan vas yang cocok.Kedua anak itu lalu bergegas naik tangga ke
kamar Oskar. Tempat tidur kedua telah disiapkan untuk Sporty.
Setelah mereka mengeluarkan isi tas masing-masing dan menyimpannya di dalam
lemari pakaian, Oskar berkata,"Eh, Sporty, kau tunggu sebentar di sini, ya" Aku
ingin lihat apa yang bisa kita peroleh di dapur."
Sambil berjinjit Oskar lalu menuruni tangga. Ketika kembali beberapa menit
kemudian, ia membawa sebuah piring berisi sosis dan paha ayam goreng. Sudah
dingin, memang, tapi rasanya masih lezat sekali.
"Apa ibumu tidak curiga kalau tukang masak kalian selalu membeli daging dalam
jumlah sebesar ini?" tanya Sporty."Mula-mula, sih, Ibu heran juga," jawab Oskar.
"Tapi semuanya beres setelah tukang masak kami menerangkan bahwa daging yang
setiap hari dibelinya hanya dipakai untuk menyiapkan makanan pegawai pegawai
orang tuaku saja. Mereka kan tidak ikut berdiet seperti ibuku."
"Wah, aku sudah tak sabar mencium udara sirkus. Dan aku juga kepingin melihatlihat suasana di sekolah itu."
"Bagaimana kalau tulang-tulang ayam ini kita bawa saja?" Oskar mengusulkan.
"Lumayan, bisa kita berikan pada singa dan macan di sana. Ah... percuma saja!
Mereka takkan puas dengan cemil-an semacam ini. Mungkin mereka malah lebih
tertarik melihat aku."
"Tapi itu hanya kesan pertama saja. Mereka pasti akan kehilangan selera kalau
tahu bahwa kau hanya hidup dari coklat saja."
"Ah, kau bisanya hanya mengejek saja," ujar Oskar sambil nyengir. "Daripada
begitu, lebih baik kita ke kolam renang saja."
"Lain kali saja, deh," jawab Sporty. "Sebentar lagi kita sudah harus berangkat
lagi."Pukul setengah empat Petra dan Thomas datang. Keempat sahabat itu memang
sudah berjanji untuk berkumpul di rumah Oskar. Petra nampak sangat menarik sore
ini. Wajahnya yang cantik berseri-seri. Ia mengenakan jaket berwarna biru, dan
sebuah topi rajutan yang dibuatnya sendiri. Sporty menatap gadis itu tanpa
berusaha menyembunyikan kekagumannya.
"Kau tahu, Petra," katanya kemudian, "kalau rambutmu dipasangi manik-manik, maka
kau akan nampak seperti gadis sirkus yang paling cantik."
"Ah, yang benar?" tanya Petra sambil tersipu-sipu.
"Ya, maksudnya... ehm... maksudku... Kau memang pantas untuk peran seperti itu."
Sporty benar-benar gugup. Dengan tergagap-gagap ia berusaha menjelaskan
maksudnya. Untuk kesekian kalinya anak itu terlambat menyadari bahwa ia telah
melontarkan pujian yang semanis madu. Brengsek! Kalau begini caranya, Petra
pasti menduga bahwa Sporty menaruh hati padanya. Thomas dan Oskar rupanya juga
sependapat. Sporty segera mengetahuinya ketika melihat kedua temannya itu
tersenyum simpul. Hampir saja ia melabrak mereka.
Namun kemudian ia berusaha untuk mengalihkan pembicaraan dengan berkata,"Apakah
kalian sudah tahu apa yang Oskar dan aku alami di toko swalayan?"
Ia menceritakan kejadian itu. Petra dan Thomas terheran-heran.Thomas langsung
mencopot kacamatanya dan mulai menggosok-gosok lensanya suatu tanda bahwa
otaknya sedang bekerja keras
."Sianida," ia mulai menerangkan, "adalah sebuah zat kimia yang sangat beracun.
Zat itu berbentuk padat dan termasuk kelompok asam sulfida. Dalam jumlah kecil
saja zat itu sudah bisa mengakibatkan kematian. Tapi jangan kalian kira bahwa
sianida hanyalah racun yang berbahaya bagi umat manusia. Sisi baiknya ada juga.
Dalam industri logam serta pembuatan bahan plastik, zat tersebut dipergunakan
Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
secara luas. Jadi..."
"Cukup, Thomas, cukup!" Petra memotongnya. "Kita semua juga sudah mempelajari
zat sianida di sekolah. Takkan ada yang mau mengoleskannya pada roti. Dan kita
juga tahu bahwa zat itu tidak cocok sebagai bahan pengawet acar ketimun. Ada-ada
saja! Para penjahat semakin lihai saja dalam mencari uang."
"Kemungkinan besar ayahmu yang akan menangani perkara ini," ujar Sporty. "Kita
harus menceritakan segala sesuatu mengenai si Hidung Bengkok padanya, Tapi nanti
saja. Sekarang kita harus ngebut supaya tidak terlambat sampai di sekolah
sirkus." Mereka meninggalkan rumah keluarga Sauerlich. Kabut ternyata semakin menebal.
Sepeda Petra dan Thomas, yang bersandar pada dinding rumah, dibasahi oleh
lapisan embun.Penuh perhatian Sporty menggosok sadel sepeda Petra dengan lengan
jaketnya. "Supaya sadelmu tetap kering," katanya tanpa memikirkan apa-apa lagi.
Tapi wajah Petra menjadi merah semu, dan Oskar serta Thomas kembali nyengir kuda
.Sporty berlagak tidak tahu apa-apa. Tapi dalam hati ia memutuskan untuk tidak
lagi menggosok sadel sepeda orang lain terutama sepeda Petra.
Mereka berangkat lalu menyalakan lampu sepeda masing-masing. Oskar adalah buntut
rombongan kecil itu. Tujuan mereka adalah lapangan upacara tempat Sirkus Sarani
mendirikan tenda raksasanya. Anak-anak tahu bahwa pekerjaan membangun tenda
pasti belum selesai, meskipun pertunjukan pertama dijadwalkan untuk nanti malam.
Lapangan upacara di dekat stadion sepak bola itu terletak agak di luar kota,
tetapi dapat dicapai dengan mudah.Ketika mereka melewati sebuah jalan sepi,
Thomas si Komputer tidak dapat menahan diri lagi. Pengetahuannya yang luar biasa
itu harus segera ia tunjukkan pada teman-temannya.
"Apakah kalian tahu sejak kapan ada sirkus?" ia bertanya. "Sejak tahun 1774!
Bayangkan! Dan pengusaha sirkus pertama bernama Philip Astley. Sebelumnya hanya
ada akrobat dan tukang sulap keliling yang selalu muncul jika ada pasar malam.
Tapi itu belum bisa disamakan dengan sebuah sirkus, karena tidak ada kuda atau
binatang lain yang meramaikan pertunjukan. Philip Astley, pemilik sebuah sekolah
berkuda di London, kemudian memperoleh ilham untuk menggabungkan yang satu
dengan yang lainnya. Kebolehan akrobat dan keterampilan berkuda. Pada masa itu,
keterampilan berkuda sangat dihargai oleh kaum bangsawan, perwira-perwira
angkatan bersenjata, serta masyarakat kelas atas. Sekolah-sekolah berkuda yang
menyelenggarakan pertunjukan keterampilan berkuda sangat digemari. Sekolahsekolah seperti itu. dulu terdapat di London, Paris, Wina, dan di Rusia, yaitu
di kota Petersburg.Di Paris, Astley kemudian membangun suatu gedung pertunjukan
khusus yang menggunakan namanya: Amphiteater Astley. Ia mencari akrobat-akrobat,
mengontrak beberapa tukang sulap serta pemain pantomim. Pertunjukannya juga
mengikut-sertakan para penunggang kuda didikan sekolahnya. Dengan demikian
sirkus pertama telah lahir. Sewaktu Revolusi Prancis sedang bergolak, gedung
pertunjukan itu mengalami kehancuran. Seorang warga kota Venesia yang kaya raya
bernama Antoine Franconi lalu membelinya. Tapi bangunan itu sudah tidak memadai,
dan... Aduh!" "Ada apa?" tanya Sporty yang memimpin di depan.
Untuk sesaat Thomas hanya mengerang dan mendesah. "Sepedaku melindas batu, dan
lidahku tergigit karenanya."
"Tempel plester saja!" ujar Oskar seenaknya.
"Kalian keliru kalau mengira bahwa aku akan diam karena kejadian ini," kata
Thomas dengan sengit. "Seharusnya kalian bergembira bahwa aku berusaha
melengkapi pendidikan sekolah kalian. Jadi, dengarkan baik-baik.Tahun 1807
Antoine Franconi membuka sebuah gedung pertunjukan baru. Ia menamakannya Cirque
Olympique. Nama itu berasal dari bahasa Prancis. Cirque. Kata inilah yang
kemudian berkembang menjadi kata sirkus."
"Wah, Thomas, terima kasih banyak atas ceramahmu," ujar Oskar cepat-cepat.
Seperti yang lainnya, ia sudah mulai sebal mendengarkan cerita Thomas.
"Tunggu dulu, aku belum selesai," jawab Thomas. "Masih ada..."
Teman-temannya tidak tahan lagi. Mereka segera menambah kecepatan dan
meninggalkan si Komputer jauh di belakang.
5. Kawan-kawan Baru Tenda raksasa itu ternyata sudah hampir selesai didirikan ketika mereka sampai
di lapangan upacara. Terkagum-kagum keempat anak itu menatap kesibukan di
hadapan mereka. Traktor-traktor menarik sejumlah kereta peralatan dan kereta
kandang binatang buas. Kereta-kereta itu ditarik dari stasiun. Pria-pria tegap
berjalan kian kemari segerombolan petualang. Setumpukan jerami diturunkan di
depan kandang kuda. Kandang-kandang berisi binatang buas diparkir
berdekatan.Seorang laki-laki tinggi besar menyerukan perintah-perintah yang
segera dilaksanakan oleh anak buahnya. Belakangan Sporty baru tahu bahwa orang
itu adalah kepala bagian perlengkapan.
"Hebat benar!" ujar Petra. "Besok aku akan mendatangi setiap kandang binatang.
Tapi di mana sekolah sirkus itu?"
Mereka turun dari sepeda masing-masing kemudian menuntunnya mendekat ke tenda.
Kepala mereka sibuk menoleh ke kiri kanan. Segalanya begitu menarik dan
mengesankan.Seperti terpaku keempat sahabat itu kemudian berdiri di dekat
kandang binatang buas. Sebentar lagi macan-macan dan singa-singa itu akan diberi
makan. Seorang pria kasar mendorong kisi-kisi pemisah ke dalam kandang-kandang,
agar hewan-hewan pemangsa itu tidak saling mengganggu pada saat makan. Beberapa
di antaranya rupanya sudah kelaparan. Mereka mengaum dengan keras, sambil
memperlihatkan deretan gigi yang putih.
Petra merinding. "Kalian kan tahu bahwa aku benar-benar menyukai binatang,"
katanya. "Tapi macan-macan ini sih terlalu menyeramkan. Kelihatannya mereka
masih buas benar." "Aku pun tidak berminat untuk menjumpai salah satu dari mereka di alam terbuka,"
Sporty berkomentar. Dengan menggunakan sebuah jepitan besi, pria tadi memasukkan potongan-potongan
daging ke dalam masing-masing kandang. Daging itu penuh lemak yang berwarna
kekuning-kuningan - daging kuda. Pria itu nampaknya tidak terpengaruh melihat
binatang-binatang ganas di hadapannya. Rupanya ia sudah terbiasa karena setiap
hari mengerjakan tugas itu.
"Aku hampir tidak percaya bahwa binatang-binatang buas ini bisa dijinakkan,"
ujar Sporty ketika menyaksikan adegan itu.
"Mereka sama saja dengan aku," kata Oskar. "Kalau sudah kenyang, mereka akan
diam." "Eh, sebentar lagi sudah jam empat," ujar Sporty. "Kita ke sini untuk belajar,
bukan untuk nonton. Ayo, kita cari sekolah itu."
Mereka bertanya pada seorang wanita muda yang sedang menggendong bayi. Sebatang
rokok menyala terselip di antara bibirnya.
"Sekolah kami ada di belakang sana," ia menjelaskan. "Di belakang karavankaravan itu." Abu rokoknya jatuh mengenai bayinya, tapi wanita itu tetap tenang-tenang
saja.Bayi itu mulai menangis. Ibunya kembali berjalan, dan anak-anak STOP
mendorong sepeda-sepeda mereka ke arah yang ditunjuk tadi.
Traktor-traktor yang bolak-balik meninggalkan bekas-bekas yang dalam di
rerumputan yang basah. Agar tidak terlalu becek, para pekerja kemudian
menyebarkan batu-batu kerikil.Sebuah kerikil tajam kini nyasar ke dalam sepatu
Sporty. "Kalian duluan saja," ujar anak itu.
Sambil berdiri pada satu kaki, Sporty menahan sepedanya dengan pinggang. Ia
membuka sepatu, mengeluarkan kerikil tadi, lalu memakai kembali bungkus kakinya
yang berstrip tiga itu.Ketika mengangkat kepala, teman-temannya ternyata sudah
jauh di depan. Sosok-sosok mereka hanya nampak secara samar-samar dalam kabut
tebal yang menyelimuti sekelompok karavan tempat tinggal para anggota rombongan
sirkus. Sporty melihat teman-temannya berjalan berdampingan sambil menuntun
sepeda masing-masing. Di sebelah kiri, sebuah sosok yang tinggi lurus - itu pasti
Thomas; sosok dengan bentuk tubuh indah yang berjalan di tengah mestinya Petra;
dan yang pendek gendut di sebelah kanan pastilah Oskar.
Kini ketiganya tertelan oleh kabut. Tapi mereka sudah menuju ke arah yang benar.
Sporty mengejar mereka. Ia melewati sederetan karavantempat tinggal anggotaanggota rombongan sirkus. Hampir semuanya diterangi lampu. Orang-orang nampak
mondar-mandir.Seberkas cahaya keluar dari sebuah jendela tanpa gorden. Oleh
karena itu orang yang kini berpapasan dengan Sporty terlihat dengan jelas.
Jaketnya telah dibuka. Namun ia masih mengenakan pakaian kerjanya yang kotor.
Bahu kanannya memikul sebuah tongkat panjang yang mirip tiang bendera. Pria itu
ternyata si Hidung Bengkok!Ia segera mengenali Sporty. Sambil memperlambat
langkahnya ia menatap anak itu. Kesan jahat belum terhapus dari wajahnya.
Pandangannya menusuk.Sporty sangat terkejut karena pertemuan yang sama sekali
tak terduga ini. Hampir saja ia menabrak pria tadi dengan sepeda balapnya.
Seakan-akan tak terjadi apa-apa, anak itu membalas tatapan si Hidung Bengkok,
lalu kembali berjalan. Berbagai pikiran melintas di bawah rambutnya yang coklat.
Si Hidung Bengkok ada di sini" Apakah ia termasuk rombongan sirkus" Kelihatannya
begitu. Mungkin ia salah seorang pekerja. Masuk akalkah kalau orang seperti dia
memeras sebuah toko swalayan dengan ancaman akan menyebarkan racun" Mengapa
tidak"! Polisi pasti kelabakan melacak jejaknya jika tuntutannya dipenuhi,
karena dalam beberapa hari seluruh rombongan sirkus sudah akan berpindah ke kota
lain. Bagaimanapun juga - Komisaris Glockner harus diberi tahu mengenai hal ini.
Sekarang juga! Sporty menoleh ke belakang. Si Hidung Bengkok sudah tidak kelihatan.Di mana ada
telepon umum di sini" ia bertanya dalam hati. Di karavan tempat penjualan karcis
mestinya ada. Dan karavan itu biasanya ditempatkan di depan jalan masuk ke tenda
pertunjukan. Jadi sebaiknya aku segera ke sana.
Sporty berbalik. Dengan sepedanya ia ngebut melewati segala macam rintangan.
Akhirnya ia menemukan karavan yang dicarinya. Wanita gemuk bermake up tebal yang
duduk di dalamnya pertama-tama acuh tak acuh saja mendengar permintaan Sporty.
Setelah anak itu mengatakan bahwa ia akan menelepon polisi sehubungan dengan
suatu kejahatan, barulah wanita tadi menyerahkan pesawat teleponnya melalui
jendela itupun hanya sesudah Sporty memberikan sekeping uang logam 1 Mark
padanya. Sporty segera mengangkat gagang. Nomor telepon kantor polisi serta nomor pesawat
Komisaris Glockner telah ia hafal di luar kepala.Dengan lancar Sporty memutar
nomornya Di gagang telepon terdengar nada sibuk. Ia mencobanya sekali lagi. Nah,
sekarang salurannya sudah kosong.
Gagang telepon di ujung sana diangkat, dan sebuah suara pria menyahut,"Komisaris
Glockner di sini." "Pak Glockner, ini Sporty. Apakah Bapak yang menangani kasus pemerasan toko
swalayan" Perkara acar ketimun yang dicampuri racun sianida?"
"Betul, kasus itu memang diserahkan pada saya, Sporty. Ada apa" Sebenarnya saya
juga perlu bicara denganmu dan Oskar. Dari Pak Leibrecht saya dengar bahwa
kalian yang menemukan botol itu. Dan bahwa kalian juga sempat bertemu dengan
orang yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan ini."
"Benar, dan..." Sporty terpaksa merendahkan suara karena wanita gendut tadi
memelototinya sambil memasang telinga, "...dan baru saja saya bertemu lagi
dengan orang itu, Pak Glockner. Si Hidung Bengkok, orang yang dicurigai itu. Ia
berada di sini. Di Sirkus Sarani. Di lapangan upacara. Saya rasa ia salah
seorang anggota rombongan sirkus. Pokoknya, saya melihatnya berkeliaran di
sekitar deretan karavan. Kelihatannya ia bekerja di sini."
"Petunjukmu ini berharga sekali, Sporty. Istri saya tadi bercerita bahwa kalian
berempat sore ini ikut pelajaran di sekolah sirkus. Saya akan segera ke sana
untuk menjemputmu, sebab saya tidak bisa menemukan orang yang kaumaksud tanpa
bantuanmu." "Baik, Pak Glockner!" jawab Sporty. "Saya akan menunggu di sekolah sirkus."
"Sampai nanti," Komisaris Glockner menutup percakapan mereka.Sporty
mengembalikan pesawat telepon melalui jendela.
"Ada apa, sih?" tanya wanita gendut itu sambil meletakkan pesawat telepon pada
tempatnya semula. "Maaf, Nyonya, tapi saya tidak berhak untuk membicarakannya. Nanti malah akan
menghambat pengusutan polisi," anak itu menjelaskan dengan ramah.
"Apa masih ada uang kembalian?"
"Sekali nelepon ongkosnya 1 Mark di sini," wanita tadi menjawab ketus. Dengan
kasar ia menutup jendela tepat di depan hidung Sporty.
Gila, empat kali lipat tarif resmi, pikir Sporty ketika kembali ke arah sekolah.
Dasar mata duitan! Si gendut itu pasti takkan pernah membagikan karcis gratis.
Sporty merasa gembira bahwa ia bisa membantu Komisaris Glockner, ayah Petra.
Anak-anak STOP memang sangat menyukainya. Sudah sering ia memberikan bantuan
dalam petualangan-petualangan mereka dan selalu pada saat-saat genting.
Pak Glockner dikenal sebagai petugas polisi yang cekatan. Petra, anak gadisnya
yang tercinta, sangat menyayangi ayahnya dan juga ibunya.Di waktu luangnya, Pak
Glockner aktif sebagai pelatih renang. Anak didiknya yang paling menonjol tentu
saja Petra. Jumlah piala dan piagam penghargaan yang berhasil dikumpulkan gadis
itu dalam pertandingan renang gaya punggung sudah hampir menyaingi jumlah
medali, piala, dan piagam yang pernah diraih Sporty. Dan anak ini adalah
pemegang rekor di sekolah mereka, terutama dalam cabang judo, bola voli, dan
atletik. Akhirnya Sporty berhasil menemukan sekolah sirkus itu - sebuah karavan dengan
lampu menyala. Dinding-dindingnya ditulisi dengan huruf-huruf besar. Angka 100
terbaca di sana - semua karavan memang diberi nomor - dan: SEKOLAH SIRKUS SARANI
Tiga buah sepeda disandarkan pada dinding karavan. Sporty segera menambahkan
sepedanya di tempat itu. Dengan satu langkah panjang ia menaiki ketiga anak
tangga. Dari balik pintu terdengar suara-suara. Tapi karena gordennya tertutup,
Sporty tidak bisa mengintip melalui jendela. Ia lalu mengetuk pintu.Seorang pria
muda membuka pintu. "Ah, kau pasti Peter Carsten," pria itu menyambutnya. "Saya senang sekali bahwa
kau bersedia mengikuti pelajaran di sini. Nama saya Silbermann."
Keduanya berjabatan tangan.Pak Silbermann berbadan langsing. Rambutnya berwarna
gelap dan hampir sama ikalnya dengan rambut Sporty. Sikapnya ramah dan terbuka,
sehingga setiap orang akan segera bersimpati padanya. Profesi sebagai guru pasti
dipilihnya karena memang ia senang mengajar. Ia mengenakan celana jeans dan
kemeja kotak-kotak. Penampilannya santai.Sporty lalu minta maaf karena datang
terlambat, tetapi dengan sengaja tidak menyebutkan alasannya.
"Ah, tidak apa-apa," balas Pak Silbermann. "Nah, inilah sekolah mini kami," ia
menambahkan kemudian. Sehelai tirai membagi ruangan dalam karavan itu menjadi dua bagian. Bagian
depanyang berfungsi sebagai ruang kelas - hanya sedikit lebih besar dibandingkan
sebuah gudang sapu. Dua buah meja dengan enam buah kursi, ditambah dengan sebuah
papan tulis berwarna hijau, berimpit-impitan di dalamnya.Thomas, Oskar, dan
Petra sudah duduk di tempat masing-masing - dan merasa seakan-akan terperangkap
dalam kaleng sarden. Kedua anak lainnya kelihatannya sudah terbiasa dengan
ruangan yang teramat sempit itu. Si gadis mempunyai sepasang mata berwarna
hijau. Rambutnya berwarna merah menyala.
"Sporty, ini Blitti Polakov," Pak Silbermann memperkenalkannya. "Blitti berusia
13 tahun. Ayahnya salah seorang bintang di sirkus iniseorang pelatih binatang
yang terkenal di seluruh dunia. Beliau memimpin pertunjukan binatang-binatang
buas." Sporty menggangguk ke arah Blitti, dan gadis itu membalasnya dengan sebuah
senyuman ."Dan inilah putra mahkota kami."
Yang dimaksud Pak Silbermann adalah anak laki-laki yang duduk di samping Blitti.
"Pak Rettberg, ayah Dirk, adalah pemilik sekaligus direktur Sirkus Sarani. Suatu
hari nanti Dirk akan menggantikan ayahnya."
Sporty langsung menyukai Dirk, yang setahun lebih muda dari Blitti. Dirk agak
kurus. Wajahnya pucat dan matanya sayu.
"Jumlah keseluruhan murid sekolah ini sembilan orang," Pak Silbermann
menerangkan setelah Sporty mengambil tempat duduk di antara Oskar dan Dirk.
"Lima di antaranya belum berusia sepuluh tahun. Mustafa dan Regina, yang seumur
dengan kalian, terpaksa tidak bisa hadir karena lagi terserang flu. Sebenarnya,
banyak keuntungan yang saya peroleh dengan jumlah yang kecil ini. Yang
terpenting, saya bisa lebih memperhatikan anak-anak satu per satu. Tapi di pihak
lain, sulit sekali bagi saya untuk membandingkan kemajuan murid-murid saya. Yang
lebih memberatkan lagi, sayalah satu-satunya guru di sini. Karena itu saya
terpaksa mengajarkan semua mata pelajaran, padahal tidak semuanya saya dalami
ketika masih di perguruan tinggi dulu. Nah, saya kira cerita mengenai sekolah
kami cukup sekian dulu. Sore ini kita akan membahas bahan-bahan mata pelajaran
sejarah dan bahasa Jerman yang diwajibkan untuk kelas sembilan. Bagaimana,
setuju?" Jam pelajaran berlangsung seperti sebuah kuis. Pak Silbermann mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, dan anak-anak menjawab secara bergantian. Guru muda itu
punya cerita lucu untuk setiap jawaban yang meleset, sehingga tawa bergema di
ruang kelas yang berukuran mini itu.Bahkan tirai pemisah pun ikut bergoyang. Di
belakangnya ternyata terdapat tempat tinggal Pak Silbermann: tempat tidur,
lemari, serta perlengkapan mandi, dan memasak.
Thomas, si Komputer, tampil memukau dengan pengetahuannya yang luar biasa. Petra
Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling sulit sekalipun. Bahkan Oskar
pun ikut terbawa suasana, sehingga ia pun bisa mengingat hal-hal di samping
perutnya yang selalu minta diisi. Sporty-lah yang tidak terlalu bersemangat.
Maklum saja, ia sulit sekali berkonsentrasi dalam keadaan seperti sekarang.
Berkali-kali pandangannya melayang ke pintu.Mengapa Pak glockner belum juga
datang" Pak Silbermann pada awalnya memilih untuk tidak memberikan komentar tentang
kesannya mengenai perbandingan antara kedua muridnya dengan anak-anak STOP. Tapi
Sporty kemudian menyadari bahwa Blitti dan Dirk dengan mudah bisa mengikuti
pelajaran di sekolahnya. Hanya saja pengetahuan mereka kadang-kadang masih agak
kurang mendalam. Keempat anak STOP - kecuali Oskar - sebenarnya bisa menjawab
pertanyaan yang diajukan pada Blitti dan Dirk dengan lebih lengkap. Hal ini
tidak mengherankan. Sekolah Sporty, Petra,Thomas, dan Oskar memang terkenal
karena mutunya tinggi. "Dan sekarang," ujar Pak Silbermann, "saya akan bertanya pada Petra. Siapakah
penyair terkenal yang..."
Ia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena seseorang mengetuk pintu. Guru
muda itu membuka pintu, dan Komisaris Glockner melongok ke dalam.
"Selamat sore. Saya Komisaris Glockner. Maaf kalau mengganggu, tetapi saya
sedang mengadakan penyidikan. Untuk itu saya memerlukan bantuan Sporty."
"Siapa?" tanya Pak Silbermann.
Ia nampak agak bingung. Guru itu hanya mengenal Peter Carsten. Nama Sporty belum
pernah didengarnya. "Saya yang dimaksud," ujar Sporty cepat-cepat. Segera saja ia bangkit.
"Ada apa, sih?" tanya Petra penuh rasa ingin tahu.
"Si Hidung Bengkok ada di sini!"
"Hah" Di sini" Gila!"
Pak Silbermann semakin heran. Tapi Pak Glockner tidak memberikan
penjelasan.Sporty menutup pintu karavan di belakangnya. Sambil menuruni ketiga
anak tangga, ia mengenakan jaketnya.
Komisaris Glockner yang berpakaian sipil ternyata ditemani dua rekan yang
mengenakan seragam. Sporty menengok ke kiri-kanan, tapi mobil patroli mereka
tidak terlihat. Barangkali kendaraan itu diparkir di pinggir jalan besar.Emil
Glockner adalah seorang pria berbadan tinggi dan tegap. Usianya sekarang sekitar
50 tahun dan rambutnya sudah mulai beruban. Matanya yang menyorot hangat selalu
nampak menyelidik. Memperhatikan segala sesuatu dengan saksama telah menjadi
kebiasaannya -penyakit para petugas polisi, begitu Pak Komisaris Glockner
menyebutnya.Ia merangkul Sporty dan mengajak anak itu menemui kedua petugas
lainnya. "Sekarang, Sporty, tolong ceritakan bagaimana kejadian di toko swalayan tadi."
6. Daftar Makanan si Orang Utan
Dengan mudah mereka menemukannya.Angin dingin bertiup di sekitar kandang beruang
kutub. Binatang-binatang besar dengan bulu putih kekuning-kuningan berjalan
kian-kemari menyusuri terali besi kandang mereka. Suatu perilaku abnormal dan
tanpa guna, yang timbul karena kebebasan mereka telah terampas.
Si Hidung Bengkok berdiri di antara tenda pertunjukan dan kandang beruangberuang kutub itu. Angin mengawut-awut rambutnya yang jarang. Kedua rahangnya
menjepit sebuah cerutu. Apinya nampak membara dalam cahaya yang remang-remang.Ia
sedang bekerja. Dengan menggunakan palu godam, ia memancang sebuah pasak tenda
ke dalam tanah. "Itu dia," bisik Sporty.
"Kau tunggu di sini," ujar Komisaris Glockner. Bersama kedua rekannya, ia
berjalan menghampiri si Hidung Bengkok.Pria itu membelakangi mereka, sehingga
tidak menyadari kedatangan ketiga petugas polisi itu. Ia baru menoleh ketika
Komisaris Glockner menegurnya.
Sporty mendengar suara-suara mereka, namun tidak mengerti apa yang
dibicarakan.Pak Glockner menunjukkan lencana kepolisiannya.Si Hidung Bengkok mengangkat palu godamnya, seakan-akan bersiap-siap untuk memukul. Tetapi ia segera
menurunkannya lagi.Langsung saja kedua polisi berseragam melangkah maju. Salah
satu dari mereka meletakkan tangannya di dekat sarung pistolSi Hidung Bengkok
mulai berkoar. "Ini fitnah!" teriaknya. "Saya sama sekali tidak pergi ke toko swalayan itu.
Siapa yang bilang begitu" Saya juga belum pernah melihat apalagi memegang racun
sianida. Kurang ajar!"
Dengan tegas Komisaris Glockner mengatakan sesuatu yang membuat si Hidung
Bengkok terdiam. Pria itu diapit oleh kedua petugas berseragam. Namun mereka
tidak menyentuhnya, sebab untuk itu dibutuhkan surat perintah penangkapan yang
belum mereka miliki. Untuk sementara waktu si Hidung Bengkok hanya dicurigai
terlibat. Tujuan kedatangan para petugas adalah untuk meminta keterangan dari
pria itu. Ketika keempat pria itu mendekat, Sporty mendengar Komisaris Glockner
berkata,"Kami hanya membutuhkan keterangan Saudara. Nanti semua akan jelas
dengan sendirinya. Jika Saudara memang tidak terlibat, maka tidak ada alasan
untuk merasa khawatir."
Si Hidung Bengkok yang baru saja masih kalap, kini tiba-tiba bisa berpikir
dengan tenang lagi. Ketika melihat Sporty, ia segera berhenti.
"Aha, sekarang saya mengerti," katanya. "Jadi bocah brengsek ini yang menelepon
polisi. Kurang ajar! Dia mau membalas dendam karena saya telah menjatuhkan
sepedanya tadi siang. Padahal saya tidak sengaja."
"Jadi Saudara mengakui bahwa Saudara tadi pergi ke toko swalayan itu?" tanya Pak
Glockner cepat-cepat. "Hah" Oh ya, sekarang saya baru ingat lagi. Pergi ke toko swalayan bukanlah
peristiwa yang menggemparkan dunia, betul-tidak" Jadi, tidak terlalu aneh kalau
saya lupa, bukan" Apalagi sekarang saya sedang banyak urusan. Saya ke sana juga
hanya untuk membeli rokok saja."
"Bapak berdusta," kata Sporty. "Saya tadi melihat Bapak membeli sebuah sekop."
"Sebuah sekop" Apa kau sudah gila?" si Hidung Bengkok berteriak dengan sengit.
"Seumur hidup saya belum pernah membeli sebuah sekop."
"Saya tidak mengerti mengapa Bapak menyangkalnya," kata Sporty. "Padahal tidak
ada larangan untuk membeli sebuah sekop di toko itu. Kecuali itu, saya juga
ingin mengemukakan bahwa saya menghubungi polisi bukan karena dendam, tetapi
karena orang-orang lain di toko swalayan itu juga curiga melihat tingkah laku
Bapak." "Mereka sama konyolnya dengan kau!" si Hidung Bengkok kembali berteriak.
"Saya harap Saudara agak lebih sopan kalau bicara," Komisaris Glockner menegur
pria itu. "Saudara perlu ketahui bahwa botol berisi acar itu sudah diperiksa di
laboratorium. Racun di dalamnya ternyata cukup untuk membunuh satu keluarga
besar. Petugas lab juga berhasil mengamankan sejumlah sidik jari pacja botolnya.
Tapi barangkali semuanya milik para karyawan toserba yang sempat memegang botol
itu. Meskipun demikian, sidik jari Saudara tetap harus diambil untuk
dibandingkan. Hal ini tidak dapat dihindari. Mari, kita berangkat sekarang."
Si Hidung Bengkok melemparkan pandangan penuh rasa benci pada Sporty.Kemudian ia
kembali berpaling pada Pak Glockner, dan berkata dengan tenang,"Saya percaya
akan keadilan. Nanti akan terbukti bahwa saya tidak bersalah."
Sambil lewat, ayah Petra menepuk bahu Sporty. "Sampai nanti, Sporty. Kau telah
melakukan tugasmu dengan baik."
Anak itu memperhatikan keempat pria itu sampai mereka menghilang di balik
deretan karavan-karavan. Perasaannya menjadi tidak tenang. Ia seakan-akan
mendapat firasat buruk.Tetapi bukan Sporty namanya kalau ia sampai
terpengaruh.Ia kembali ke sekolah sirkus.Di sana ternyata tidak ada yang
berminat untuk melanjutkan kuis tadi. Semuanya, termasuk Pak Silbermann, ingin
tahu apa yang telah terjadi.Sporty bercerita. Blitti, Dirk, dan Pak Silbermann
mendengarkannya tanpa berkedip.
"Rasanya saya tahu siapa yang kaumaksud," kata Pak Silbermann akhirnya. "Orang
itu bernama Erwin Hibler. Menurut para pekerja yang lain, ia memang kurang
ramah. Saya sendiri belum pernah berurusan dengannya. Sudah sekitar satu tahun
ia ikut dalam rombongan sirkus. Ia bekerja sebagai sais."
"Sebagai sais?" tanya Petra agak heran. "Jadi dialah yang mengurus kuda-kuda
sirkus?" "Ya, kadang-kadang. Tapi kerjaannya bukan itu saja. Begini, Petra, julukan sais
dipakai untuk semua pegawai Sirkus Sarani yang bukan pelatih binatang, artis,
ataupun pemain musik. Lebih tepatnya mereka bisa disebut pekerja saja. Tapi
orang-orang itu kurang senang jika disebut pekerja. Bekerja sebagai sais di
Sirkus Sarani itu berarti: mengurus binatang, mengemudikan traktor, mendirikan
dan membongkar tenda pertunjukan, memasang segala macam peralatan, dan membantu
di sana sini. Sudah banyak sais yang karena berkemauan keras akhirnya berhasil
naik pangkat menjadi pelatih binatang. Tetapi ada juga yang kemudian
meninggalkan sirkus karena pekerjaannya terlalu berat bagi mereka. Orang-orang
seperti itu hanya numpang lewat di sini."
Blitti, yang selalu nampak agak gelisah kalau berbicara, menambahkan,"Si
Hibler... ya, kami juga mengenalnya. Dia biasa dipanggil Erwin oleh para sais
yang lain. Kami menjulukinya si Muram. Orangnya memang tidak menyenangkan. Suatu
kali aku memergokinya sedang mengintip ketika aku lagi mandi." Wajahnya menjadi
merah. "Tapi aku tidak bisa membuktikannya. Mengenai racun itu... wah, aku tidak
tahu apakah ia tega berbuat seperti itu. Menurutmu bagaimana, Dirk" Si Hibler
kan selalu ramah terhadapmu."
"Ramahnya dibuat-buat," jawab Dirk. "Si Hibler kan tahu bahwa ayahku bos di
sini." Setelah sepintas melirik jam tangannya, Pak Silbermann lalu berkata,"Saya kira
pelajaran sore ini sampai di sini saja. Waktunya tinggal sedikit lagi. Besok
pagi pukul sepuluh kita mulai lagi! Saya ingin membandingkan tingkat penguasaan
pelajaraan matematika dan bahasa Inggris kalian. Untuk sore ini, saya puas
sekali atas hasil kerja sama kita "
Anak-anak itu meninggalkan kelas.
"Kalian tidak harus langsung pulang, bukan?" tanya Dirk.
"Sebenarnya sih tidak," Sporty menjawab.
"Kalau kalian berminat, Blitti dan aku bisa mengantar kalian berkeliling,
melihat-lihat." "Kalau berminat" Wah, tidak ada yang lebih menarik bagiku," ujar Sporty
bersemangat. "Dari dulu.aku sudah kepingin menggendong singa dan melihat
simpanse dari dekat. Eh, sori, kebalik! Maksudku menggendong simpanse dan
melihat singa." "Beres, deh!" kata Dirk sambil ketawa. "Dan habis itu kita makan bersama, oke"
Blitti, Regina, Mustafa, dan aku hampir selalu makan bersama. Soalnya orang tua
kami selalu sibuk sekali menjelang pertunjukan dimulai."
"Pak Silbermann tadi mengatakan bahwa kaulah calon pewaris sirkus ini, Dirk,"
Thomas berkata. "Apakah kau akan meneruskan usaha ayahmu, atau mungkin kau lebih
berminat memulai usaha lain?"
"Rasanya tidak mungkin aku meninggalkan sirkus ini. Segala sesuatunya sudah
mendarah daging. Lagi pula, keluargaku sudah lebih dari 100 tahun menjalankan
usaha ini." "Dan kau, Blitti?" tanya Petra."Cita-citaku adalah jadi pelatih binatang. Itu
sudah pasti. Tapi aku tidak sanggup menghadapi binatang-binatang buas. Aku lebih
tertarik untuk mengurus kuda. Kuda adalah binatang yang anggun dan indah Nanti
akan kutunjukkan pada kalian."
"Kau benar," kata Thomas. "Dan masih ada banyak hal yang bisa diceritakan
mengenai binatang itu. Kuda termasuk binatang menyusui. Nama latinnya Equus.
Yang termasuk keluarga ini adalah keledai liar Asia, keledai liar Afrika, serta
kuda liar Eurasia - yang merupakan nenek moyang kuda-kuda piaraan yang ada
sekarang. Kuda biasa hidup bergerombol. Makanan utamanya adalah rumput. Kuda
liar Eurasia kemudian berkembang menjadi: kuda liar Eropa, yang dikenal dengan
nama Taipan; kuda liar Mongolia; serta mustang, yaitu kuda liar Amerika.
Sayangnya, kuda liar Eropa sudah punah sejak 100 tahun lalu. Sejumlah kuda liar
Mongolia masih hidup di berbagai kebun binatang di seluruh dunia. Selama
berabad-abad kuda telah dipiara sebagai binatang tunggangan dan binatang
pekerja." Dirk dan Blitti terbengong-bengong menatap anak itu.
"Jangan heran," Sporty menjelaskan. "Kalau lagi kumat Thomas memang suka begitu.
Maklum saja, terlalu banyak yang diingatnya. Jangan sekali-sekali kalian
tanyakan sesuatu yang berbau ilmiah padanya. Kalian pasti bakal menyesal
sendiri." Blitti tersenyum ke arah Thomas. "Aku selalu kagum kalau ketemu seseorang yang
tahu begitu banyak seperti kau, Thomas," katanya.
Thomas tersipu-sipu. Ia mencopot kacamatanya dan mulai menggosoknya. Pujian
Blitti tepat mengenai sasaran.
Tiba-tiba Oskar angkat bicara,"Wah, perutku sudah berteriak-teriak minta diisi.
Bagaimana kalau kita makan dulu, dan habis itu baru melihat-lihat sirkus?" ia
mengusulkan. "Aku takut kalau aku tiba-tiba tidak bisa menahan diri. Janganjangan aku nanti ketangkap basah selagi mencuri sebuah tulang dari kandang
singa, atau setumpuk jerami dari kandang gajah."
"Jangan khawatir," balas Blitti sambil tersenyum. "Aku takkan membiarkanmu mati
kelaparan. Ayo, kalian semua kuundang ke karavan tempat tinggalku. Petra, kau
mau membantuku menyiapkan roti?"
Kedua gadis itu mendahului yang lain. Sporty belum merasa lapar. Perutnya masih
terisi paha ayam yang disikatnya di rumah Oskar tadi siang. Namun tentu saja ia
tidak menolak undangan anak-anak sirkus itu.Sambil mengikuti Petra dan Blitti,
Dirk mulai bercerita mengenai kehidupan sirkus yang ramai. Hampir seluruh
daratan Eropa telah dijelajahi anak itu bersama rombongan Sirkus Sarani. Hampir
semua kota besar sudah pernah ia kunjungi - meskipun tidak pernah untuk waktu yang
lama. Dirk menyukai kehidupan sirkus. Dan ia paling senang naik kuda. Seekor kuda
putih dihadiahkan padanya oleh ayahnya.Keempat anak itu melewati sebuah karavan
yang terang benderang. Pintunya terbuka. Sporty melihat sebuah ruang kantor di
dalamnya. Kata DIREKSI terbaca di atas kusen pintu.Seorang pria jangkung berjas
merah anggur melangkah keluar.
"Ayah!" seru Dirk sambil menghampiri pria itu. "Ini kawan-kawanku yang baru."
Direktur Rettberg tersenyum ramah dan menyalami mereka satu per satu. Wajahnya
yang lonjong dihiasi kumis berwarna pirang Pembawaannya tenang dan berwibawa.
Orang semacam dia pasti tidak mudah terguncang oleh apa pun juga.
"Orang yang tepat untuk memimpin sebuah sirkus sebesar ini," pikir Sporty.Dirk
menceritakan perkara Erich Hibler pada ayahnya.
"Kalau ia terbukti bersalah," Pak Rettberg berkomentar kemudian, "maka akibatnya
bisa buruk bagi kita semua. Sebuah sirkus harus sangat memperhatikan nama
baiknya. Masih ada orang yang menyamakan kita dengan orang-orang gipsy. Ehm,
saya sama sekali tidak bermaksud menjelek-jelekkan orang gipsy. Tapi
kenyataannya, julukan itu selalu dipakai dalam arti negatif. Artinya sama saja
dengan pencuri dan penjahat. Dengan mudah orang-orang akan mengatakan, 'Pantas
saja! Orang-orang sirkus yang melakukannya.'"
"Prasangka buruk semacam itu memang sulit dihilangkan," ujar Sporty. "Hal serupa
juga dikatakan tentang para pekerja asing, dan kelompok-kelompok minoritas yang
lain. Biasanya ucapan-ucapan yang bernada menghasut itu datang dari orang-orang
yang bodoh dan berpandangan sempit."
Direktur sirkus itu mengangguk. Penuh rasa ingin tahu ia menatap Sporty.
"Kelihatannya kau ikut memikirkan masalah-masalah ini. Bagus! Memang begitu
seharusnya anak muda."
"Saya masih ada pertanyaan," kata Thomas. "Mengenai makanan untuk binatangbinatang sirkus biayanya pasti tinggi sekali, bukan" Apa saja yang harus
disediakan?" Pak Rettberg tersenyum. "Kami mempunyai 40 binatang buas. Masing-masing
menghabiskan delapan kilo daging kuda setiap harinya. Ketiga belas gajah kami
membutuhkan 20 kuintal rumput dan jerami per hari. Di samping itu mereka juga
diberi roti dan wortel dalam jumlah besar. Kami juga harus mengisi perut seratus
kuda. Belum lagi makanan untuk orang utan. Daftar makanan seekor orang utan
dewasa - kami memelihara dua ekor - adalah sebagai berikut: selusin telur, enam
liter susu campur madu, empat keping coklat, lima potong roti kismis, tiga ikat
daun selada, 22 jeruk, 17 pisang, satu setengah kilo apel dan buah pir, ditambah
sayur-sayuran dan kacang-kacangan dalam jumlah besar. Kecuali itu, setiap dua
hari ia diberi seekor ayam rebus dengan nasi, dan sekali dalam seminggu masih
ada jatah hati sapi."
"Eh, Oskar," kata Sporty pada temannya itu. "Selama ini kukira tidak ada yang
bisa menyaingi kerakusanmu. Ternyata ada juga! Tapi tenang saja, kau masih lebih
unggul. Orang utan itu hanya sanggup menghabiskan empat keping coklat saja."
Pak Rettberg ikut ketawa, lalu bertanya apakah Oskar benar-benar makan begitu
banyak. "Sebenarnya saya hanya hidup dari udara dan ide-ide cemerlang," jawab anak itu,
yang memang tidak pernah marah kalau kerakusannya disinggung-singgung. "Kalau
ada yang mengatakan yang sebaliknya, maka itu hanyalah isapan jempol saja."
"Ayo, kita jalan lagi, deh," ujar Dirk akhirnya. "Blitti dan Petra pasti sudah
menunggu kita." 7. Dompet yang Hilang Di dalam karavan keluarga Polakov, Blitti dan Petra telah menyiapkan roti dan
Detektif Stop - Panik Di Sirkus Sarani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Asmara Si Pedang Tumpul 9 Rajawali Emas 20 Ratu Dari Kegelapan Golok Yanci Pedang Pelangi 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama