Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe Bagian 1
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Robinson Crusoe Karya : Daniel Defoe Sumber djvu : BBSC dimhader
Convert & Edit by : Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
DANIEL DEFOE Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ROBINSON CRUSOE Terjemahan HAKSAN WIRASUTISNA dan
RUSMAN SUTIASUMARGA PN BALAI PUSTAKA Jakarta 1982
Penerbit dan Percetakan: PN BALAI PUSTAKA
BP No. 2459 Hak pengarang dilindungi undang-undang
Cetakan pertama 1975 Cetakan kedua 1982
Perancang Kulit: Hanung Sunarmono Gambar dalam: Napih
KATA PENGANTAR Dari berbagai tema cerita, maka tema petualangan
mempunyai penggemar yang cukup banyak. Bukan saja bagi
anak-anak dan remaja, tetapi juga di kalangan orang tua.
Karena itu, banyak buku-buku yang bertemakan demikian
menjadi terkenal di dunia melalui terjemahan ke dalam
berbagai bahasa, seperti misalnya: Tom Sawyer, Winetou,
Davy Crocket, dan banyak lagi.
Buku Robinson Crusoe, karangan Daniel Defoe, yang
merupakan cetak ulang kedua ini, tidak kalah menariknya
dengan apa yang kami sebutkan di atas. Masalahnya, karena
petualangannya juga berisikan gaya-gaya kepahlawanan yang
cocok untuk anak-anak muda.
Mudah-mudahan buku-buku semacam ini akan berhasil
mengisi watak anak-anak kita, agar memiliki jiwa satria dan
pahlawan. PN Balai Pustaka Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
1. Aku dilahirkan dalam tahun 1632 di kota York. Meskipun
ayahku seorang asing, berasal dari kota Bremen, dan mulamula menetap di Hull, kami tergolong keluarga York, yang
terkemuka jua. Di Hull ayahku pernah mempunyai perusahaan
dagang, sesudah beroleh kekayaan yang agak lumayan, ia
bertempat tinggal di Y ork untuk hidup senang dari uangnya.
Di sana pula ia kawin dengan ibuku, dari keturunan
Robinson, suatu keluarga yang amat terkenal di tempat itu.
Dengan demikian aku memperoleh nama Robinson Kreutznaer. Menurut adat kebiasaan Inggris dipendekkan
menjadi Robinson Crusoe. Aku mempunyai dua orang saudara yang lebih tua daripada
aku. Yang tertua letnan kolonel resimen infantri Inggris di
Vlaanderen tapi gugur dalam pertempuran dekat Duinkerken
melawan orang-orang Spanyol.
Apa yang telah terjadi dengan saudaraku yang lain, aku
tidak pernah tahu, sama halnya dengan orang tuaku yang
kemudian tidak berhasil menyelidiki, apa yang sudah terjadi
dengan daku. Oleh sebab aku anak yang ketiga, dan tidak mendapat
pendidikan kejuruan, aku membuat rencana ingin mendapat
pengalaman-pengalaman yang sangat luar biasa.
Ayahku, yang berpendirian kolot, memberi pengajaran
padaku yang baik dan mengharapkan supaya aku belajar ilmu
hukum. Tetapi aku mempunyai impian-impian yang sangat
berlainan: aku ingin pergi ke laut. Walaupun ayahku melarang
dan ibuku menghalang-halangi dengan ratap tangis, aku tidak
mau melepaskan niatku. Ayahku, seorang yang pintar dan bijaksana, membayangkan harapan-harapan yang bukan kepalang
baiknya, asal maksudku pergi ke laut batal. Pada suatu ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di pagi hari, ia menyuruhku datang di kamarnya, tempatnya
bersunyi-sunyi, karena sakit encok. Dengan sungguh- sungguh kami membicarakan hari kemudianku. Ia bertanya padaku alasan apa, atau lebih tepat lagi pikiran gila
apakah yang menyebabkan aku ingin meninggalkan rumah orang tua dan tanah air, di
mana aku sewaktu-waktu bisa mengharapkan bantuan dan mempunyai harapan-harapan yang paling baik, untuk menambah kekayaan kalau aku rajin dan hidup
cermat, agar kelak pada hari tuaku dapat hidup tenang dan tenteram. Ia menasihatiku
dengan kata-kata yang sangat mendesak tapi lemah lembut,
agar aku jangan menuruti kemauan gila kekanak-kanakan dan
agar aku jangan sampai terperosok ke dalam kesengsaraankesengsaraan, sedangkan keadaan dan keturunanku sudah
merupakan jaminan bagiku. Ia selanjutnya berkata bahwa
sama sekali tidak perlu ia berusaha untuk memberikan suatu
pekerjaan yang pantas dan enak bagiku.
Pendeknya, ia akan berdaya upaya aku berbahagia, asal
saja aku tinggal di rumah, menurutkan kehendaknya.
Sebaliknya, ia tidak akan bertanggung jawab atas
kemalanganku kelak, kalau aku tetap membangkang. Ia
membayangkan nasib malang saudaraku yang tertua, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah dinasihatinya juga seperti aku, untuk membatalkan
maksudnya ikut berperang di negeri Belanda, tapi tidak
berhasil mengurungkan niatnya, sehingga dengan demikian ia
terjerumus ke dalam kesengsaraan. Ditambahkannya beliau
takkan berhenti berdoa bagiku; katanya beliau dapat
meramalkan bahwa kalau aku salah langkah aku takkan
berpleh berkat Tuhan dan akan datang masanya, aku akan
sangat menyesal, mengapa aku tidak menuruti nasihat
ayahku. Ia telah melahirkan kata-kata yang terakhir ini, kelak
memang betul-betul terbukti. Aku yakin bahwa ayahku pada
ketika itu tidak mengira bahwa kata-katanya akan betul-betul
menjadi kenyataan. Kulihat air matanya menggerebak
membasahi pipinya, terutama ketika menceritakan tentang
saudaraku yang sudah gugur itu. Akhirnya sampailah kepada
ramalan, bahwa akan tiba saat-saat penyesalan, tanpa ada
orang kepada siapa aku dapat mencurahkan isi hatiku; ia
memutuskan percakapannya sambil berkata bahwa ia tak
dapat berbicara terus. Aku merasa terharu, bagaimana tidak"
Aku bermaksud tidak akan memikirkan lagi tentang
kepergianku dan akan tetap tinggal di York, menurut
kehendak ayahku. Tapi sayang! Maksud baik ini tidak
berlangsung. Sesudah dua minggu, aku lupa sama sekali dan untuk
menghindari keberatan-keberatan ayahku, aku memutuskan
berangkat diam-diam tanpa meminta diri terlebih dulu.
Tetapi aku tidak sampai hati melaksanakan rencana ini
cepat-cepat, sebagai aku kehendaki semula. Aku memutuskan
mencoba lagi untuk penghabisan kalinya dan mendesak ibuku
membela halku ini di hadapan ayah. Ketika aku pada suatu
hari menemukan ibuku dalam keadaan yang lebih gembira
daripada biasa, aku minta bicara sebentar dan aku ceritakan
padanya tentang hasratku untuk melihat dunia sudah tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertahankan lagi, sehingga aku tidak akan mempunyai
keinginan untuk mengerjakan sesuatu dengan baik.
Dan aku jelaskan pula kepada ibu, betapa lebih baiknya bila
ayah mengizinkan saja daripada aku pergi tanpa izin beliau.
Selanjutnya kutambahkan, bahwa karena aku sudah berumur
delapan belas tahun, aku sudah terlalu tua untuk belajar
sesuatu kejuruan atau untuk menjadi juru tulis di sesuatu
kantor pengacara. Aku yakin sekalipun menjalani, toh tidak
akan sanggup bekerja terus, aku akan lari dari majikanku dan
pergi ke laut. Akhirnya aku menanyakan lagi kepada ibu,
apakah ia mau mendesak ayahku untuk membiarkan aku ikut
berlayar sekali saja sebagai percobaan.
Kalau aku kembali lagi dengan selamat dan perjalanan itu
tak memuaskan hatiku, aku berjanji pada ibuku, akan bekerja
rajin-rajin untuk mengejar apa-apa yang sudah tertinggal.
Ketika aku selesai berkata, ibu menyatakan takkan ada
gunanya mempercakapkan hal ini dengan ayah. Ayah sudah
tahu benar apa yang kuingini. Beliau takkan mengizinkan
berbuat sesuatu yang hanya akan merupakan bencana bagiku.
Ibu sama sekali tak mengerti mengapa aku, setelah bercakapcakap dengan ayah masih tetap memikirkan tentang kepergian
itu. padahal ibuku pun tahu bahwa ayah berkata-kata dengan
lemah lembut kepadaku. Pendek kata seandainya aku akan
mencelakakan diriku sendiri, ibu takkan dapat berbuat apaapa. Dan aku yakin, bahwa beliau takkan mengizinkan, karena
tak mau terbawa-bawa menyebabkan aku celaka, beliau
takkan mengatakan "ya" kalau ayah berkata "tidak".
Tapi meskipun ibu sangat tidak setuju dengan permohonanku itu, kemudian aku mendengar, bahwa beliau
mempercakapkannya jua dengan ayah. Ayah sangat berduka
cita. Akhirnya beliau berkata sambil mengeluh, "Anak itu
sebenarnya bisa menjadi orang yang sebahagia-bahagianya di
dunia ini, kalau saja ia tinggal di rumah. Tapi kalau ia pergi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merantau, ia akan celaka, sangat celaka, karena itu
bagaimanapun juga aku tidak mengizinkan!"
Baru setelah kira-kira setahun, aku dapat pergi, meskipun
selama itu aku dengan sengaja menutup kupingku terhadap
segala permintaan ayah supaya aku mau bekerja. Seringkah
aku menyalahkan mereka, betapa mereka pun selalu bersikap
tak acuh terhadap hasratku yang sudah diketahuinya.
Pada suatu hari, aku sedang berada di Hull, tapi tak
mempunyai maksud akan berangkat waktu itu, aku bertemu
dengan salah seorang teman, yang akan pergi berlayar ke
London dengan kapal ayahnya. Ia mengajak aku supaya turut
dan untuk memperkuat ajakannya, ia menyatakan kepadaku
seperti biasa cakap-anak-kapal, bahwa aku tak usah
membayar ongkos berlayar. Dan tanpa meminta nasihat ayah
dan ibu lagi, ya, bahkan tanpa berusaha mengirimkan berita
tentang kepergianku itu, kuserahkan saja pada nasib, lalu aku
naik kapal, tanpa minta restu dulu dari ayah, maupun dari
Tuhan. 2 Hari ini, tanggal 1 September 1651, adalah hari yang sesialsialnya bagiku dari seluruh hidupku.
Aku tak percaya akan ada seorang pencari untung muda
seperti aku, yang sangat cepat mengalami penderitaan terusmenerus sedemikian lamanya. Baru saja kapal ke luar dari
muara Sungai Humber, tiba-tiba angin bertiup sangat
kencang, laut goncang seolah-olah mendidih, menggelora
dahsyat dan karena aku belum pernah berlayar cepat sekali
aku mabuk laut. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perasaan takut yang tak terkira menjengkauku. Baru pada
saat itu terpikir benar-benar apa sesungguhnya yang telah
kulakukan dan bagaimana keadilan yang Mahatinggi
menghampiriku akan menghukum aku, menghukum kelakuan
burukku, meninggalkan rumah orang tua dan melalaikan
kewajibanku. Semua nasihat baik orang tuaku, air mata ayahku dan
keberatan-keberatan ibuku kini membayang tiba-tiba dalam
ingatanku, dan kein-syafan seperti akan terjadi kemudian hari,
sangat menyesali diriku, bahwa aku tak sekali-kali mau
menghiraukan semua nasihat sedangkan kewajibanku kepada
ayahku kualpakan. Dalam pada itu angin badai makin hebat, laut bergulunggulung makin tinggi dan meskipun peristiwa ini tidak dapat
disamakan dengan apa yang kulihat kemudian dan beberapa
hari sesudahnya sudah cukup untuk menumbangkan segala
yang menjadi angan-angan buah mimpiku, pelaut muda.
Tiap saat aku harus bersiap-siap, kalau-kalau aku ditelan
gelombang yang dahsyat itu, kalau kapal merendah ke bawah,
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
aku sudah mengira, kami sekarang akan dilemparkan ke
dalam perut laut dan takkan timbul-timbul lagi. Dalam
ketakutan yang memanjang demikian ini, berulang-ulang aku
berjanji dalam hatiku bahwa kalau saja Tuhan dengan sifatnya
yang rahman rahim itu, sudi melindungi aku selama pelayaran
ini dan selamat sampai ke darat, aku takkan lagi berlayar
untuk mencari-cari bencana, aku akan segera pulang dan
seterusnya akan menurut kepada apa saja kehendak orang
tuaku. Niat baik ini merentang selama badai mendahsyat, juga
sampai beberapa saat sesudahnya. Tetapi ketika angin reda,
dan laut mulai terang, aku sudah merasa sebagai biasa, hanya
untuk seharian itu aku rupanya masih di bawah pengaruh
suasana, aku masih agak mabuk. Tetapi malamnya cuaca
terang benderang; angin tak ada dan senja kala menjelma
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat indahnya. Matahari telah terbenam untuk kembali pada
pagi hari terbit dengan sinar baru yang kilau-kilauan; dan
karena tak ada angin, sedangkan laut sedang tenang tak
berpendar, disinari cahaya matahari yang baru terbenam,
warna kuning emas membayang merata di permukaan, aku
mengira bahwa aku belum pernah melihat tamasya seindah
itu. Aku tidur nyenyak semalam-malaman dan tak mabuk lagi.
Hatiku gembira, tercengang aku menatap laut, yang pada hari
kemarinnya begitu buas dan menakutkan, sekarang setelah
melalui waktu yang tak dapat dikatakan lama, suasana tenang
dan menyenangkan. Dan seperti sengaja hendak menghilangkan segala niatan yang baik itu, kini tiba-tiba
datang temanku, orang yang sebenarnya telah membujuk aku
untuk ikut pergi. "Apa kabar, Bob," katanya sambil menepuk-nepuk bahuku.
"Bagaimana sekarang" Aku mengira engkau agak takut-takut
kemarin, bukan" Tapi itu tak berarti, hanya badai kecil saja,
kawan!" "Badai kecil?" kataku, "badai kecil" Badai hebat!"
"Ah bukan, kawan," sahutnya sambil tertawa," kaunamakan
itu badai hebat" Berikan kurung kapal yang menyenangkan
dan cuaca cerah seperti ini takkan kami perdulikan apa pun
yang terjadi. Tapi kau masih orang darat, Bob. Marilah kita
bikin 'punchgroc' saja, nanti kau lupa segala-galanya.
Alangkah bagusnya cuaca sekarang, bukan?"
Buat memendekkan kisah sedih ini kami berbuat
sebagaimana biasanya diperbuat oleh kebanyakan pelautpelaut. Groc dibuat dan aku menjadi setengah mabuk
karenanya. Dan pada maiam-tak-berTuhan itulah aku
menekan segala sesalku, segala kenang-kenangan kepada
perbuatanku yang dulu-dulu dan segala niat di kemudian hari.
Pendek kata, seperti juga laut yang telah menjadi tenang
kembali, begitupun keinginanku yang dulu-dulu kembali lagi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yaitu setelah kegelisahan pikiranku hilang dan ketakutan akan
mati sudah terlupakan. Dan... aku pun lupa akan semua
sumpah dan janjiku, yang kuucapkan dalam keadaan putus
asa. Memang datang juga saat-saat merenung, di mana
perasaan-perasaan yang lebih baik timbul kembali, tapi aku
menekannya dan mencoba menyembuhkan diriku daripadanya
sebagai suatu penyakit, memaksa diriku untuk minum dan
bergembira, sehingga aku segera dapat menghilangkan
keresahan-keresahan yang menghimpit jiwaku.
Demikianlah dalam lima atau enam hari aku mencapai
kemenangan atas perasaan hatiku sebagaimana halnya
dengan banyak pemuda, yang berusaha mengatasi perasaanperasaan sesal yang senantiasa mengganggu jiwanya.
Tapi aku masih harus mengalami cobaan lainnya. Sebab
Tuhan sebagaimana biasa ingin memberi kesempatan terakhir
padaku. Andaikata badai ini tidak dapat menginsyafkanku,
maka badai berikutnya demikianlah dahsyatnya, sehingga
manusia yang sudah tenggelam sedalam-dalamnya pun harus
merasa bahwa ini suatu hukuman atau suatu rahmat.
Pada hari keenam dari perjalanan kami, tibalah kami di
pelabuhan Yarmouth. Oleh karena kami mendapat angin dan
cuaca tenang, setelah badai reda jalan kapal kami tidak lancar.
Di sini kami terpaksa membuang sauh dan oleh karena angin
selalu bertiup dari arah sebaliknya, yakni dari barat daya, kami
mesti berlabuh sampai delapan hari lamanya! Selama itu
banyak sekali kapal-kapal dari New Castle mesti berlindung di
pelabuhan ini, sambil menantikan angin baik, supaya dapat
berlayar memasuki sungai.
Tapi sebenarnya kami tidak usah begitu lama berlabuh,
lebih cepat berlayar memasuki sungai lebih baik, kalau angin
tidak bangkit dan sesudah lima, enam hari malam tumbuh
menjadi badai yang dahsyat. Tapi teluk itu sudah terkenal
sama amannya dengan pelabuhan. Sauh kami baik, alat-alat
kerek juga kokoh, hingga kami tak usah gelisah dan tidak usah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
takut akan bahaya dan membiarkan waktu menurut adat di
laut dengan tenang dan gembira. T api pada pagi hari tanggal
delapan, angin bertambah keras dan semua tenaga diperlukan
untuk menurunkan layar-layar atas dan menutup serta
mengokohkan segala sesuatu, yaitu agar selekas mungkin
dapat bergerak. Menjelang petang hari, laut makin bergelora, kapal kami
berputar-putar bagaikan sebuah gasing, banyak kemasukan
air, dan berkali-kali kami mengira, bahwa sauh kami akan
putus. Tapi nakhoda memerintahkan untuk membuang sauh
geladak belakang dan dengan demikian kami terapung-apung
pada dua sauh, sehingga tali-tali sauh dapat lebih kuat
bertahan. Dalam pada itu datang lagi badai yang dahsyat, dan
sekarang aku mulai merasa takut dan ngeri melihat wajahwajah orang lain. Nakhoda meskipun berusaha sekuat tenaga
untuk menolong kapal, bila ia ke luar masuk dalam kama'nya
lewat aku, kudengar dengan suara lemah berkomat kamit, "Oi
Tuhan, lindungilah kami!" dan sebagainya.
Selama saat-saat yang pertama, aku sangat gugup karena
takut, berbaring saja tak bergerak-gerak di dalam tempat
tidurku, yang berada di kolong haluan muka. Tidak mungkin
bagiku untuk menceritakan di sini, bagaimana perasaanperasaan waktu itu. Sukar bagiku untuk dapat kembali kepada perasaan sesal
yang dulu. Aku seolah-olah pekak akan perasaan-perasaan itu,
kutekan sekuat-kuanya. Kukira kedukaan yang sudah lampau,
tidak apa-apa bila dibandingkan dengan yang baru. Dan ketika
juragan kapal datang sendiri kepadaku, dan sebagai nana
kukatakan tadi ia berseru, bahwa kami semua tak dapat
tertolong lagi, aku bukan main terkejutnya.
Aku melompat dari tempat tidurku dan menjenguk ke luar.
Belum pernah aku me lihat yang sangat mengerikan.
Gelombang-gelombang setinggi rumah selang tiga empat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menit ia memecah melalui kapal kami. Sejauh pandangku,
kulihat tidak lain daripada malapetaka. Dari dua kapal yang
berada dekat kam' kulihat tiangnya sudah terlempar ke laut,
karena terlalu berat muatannya. Orang-orang berteriak,
sebuah kapal yang jauhnya satu mil dari kami telah
tenggelam. Dua kapal lainnya yang sauhnya terlepas,
terbanting ke laut dari tempat berlabuhnya, tanpa tiang. Kapal
kapal yang ringanlah yang beruntung, karena paling sedikit
menderita. Tapi dua atau tiga daripadanya telah terapungapung melewati kami dengan kencang hanya dengan layar
tiang besar saja. Petang harinya jurumudi dan seorang kelasi meminta izin
kepada nakhoda akan menutuh tiang kapal yang di muka,
Nakhoda mula-mula tak mengizinkan, tapi ketika seorang
menyatakan kapal akan tenggelam kalau tiang itu tidak
dipotong, barulah ia memperkenankan. Hanya saja ketika
tiang itu sudah hilang tiang agung pun akan terlepas sehingga
menyebabkan kapal bergoyang-goyang tak mau diam, dan
akhirnya terpaksa tiang agung ini pun harus dipotong pula dan
geladak kapal seolah-olah gundul.
Tiap orang akan mengerti bagaimana keadaanku yang tak
pernah sebelumnya mengenal bahaya dari dekat. Tapi
sepanjang ingatanku, aku harus berkata, bahwa aku sepuluh
kali lebih merasa menyesal karena tidak patuh kepada niatniat baik dulu dan menyesali pula keputusan-keputusan yang
kuambil dalam keadaan tak mengenal Tuhan. Ya, sesalku
melebihi rasa takut akan maut. Dan ini semua ditambah
dengan kecemasanku akan badai, membawaku ke dalam
keadaan, yang tak dapat kunyatakan dalam kata-kata.
Tapi yang lebih hebat masih akan datang! Badai mengamuk
terus dengan kedahsyatan yang tak terlukiskan, kelasi-kelasi
sendiri mengakui bahwa mereka belum pernah mengalami
badai seperti ini. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kapal kami baik, tapi sangat sarat muatannya dan kadangkadang demikian tunggang tunggingnya, sampai-sampai para
kelasi berteriak-teriak menyatakan kapal akan keram. Untung
saja pada saat itu aku belum tahu apa yang dimaksud mereka
dengan perkataan karam. Akan tetapi badai itu demikian hebatnya, sampai melihat
apa-apa yang tak pernah kulihat selama ini, yaitu bagaimana
nakhoda dan yang lain-lain, yang boleh dikatakan lebih alim
dari selebihnya penghuni kapal, mendoa kepada Tuhan serta
bersiap-siap menantikan saat kapal akan karam itu.
Tengah malam dan tepat pula tengah-tengah kesengsaraan
kami, tiba-tiba seorang dari mereka datang dari bawah,
berteriak-teriak mengatakan kapal bocor, dan seorang lagi
mengatakan air dalam ruang bawah sudah empat kaki
tingginya. Segera semua dikerahkan memompa.
Waktu mendengar kata-kata itu jantungku seolah-olah
berhenti berdegup dan jatuh terlentang setelah tak ingat
dalam kurungku. Kelasi-kelasi menarik aku ke luar
mengatakan sekalipun aku tak berdaya untuk membantu,
seperti yang lain-lain aku harus berada dekat pompa.
Mendengar ini aku pun bangkit lalu pergi ke salah satu pompa,
dan di sana bekerjalah aku dengan sekuat tenagaku.
Ketika kami sedang asyik bekerja, rupanya nakhoda melihat
beberapa kapal arang dengan muatan ringan, yang tak tahan
diam di pelabuhan karena serangan badai, lalu mengalun ke
tengah laut dan dengan demikian mendekati kami. Nakhoda
kami lalu menyuruh menembakkan bedil sebadai pernyataan
tanda bahaya. Karena aku tak tahu maksudnya, aku mengira kapal telah
belah menjadi dua atau terjadi sesuatu yang lebih
mengerikan. Pendek kata aku sangat terkejut, hingga jatuh
pingsan. Karena pada saat itu tiap orang hanya memikirkan
keselamatan jiwanya masing-masing tak ada seorang pun
yang memperhatikan keadaanku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang datang memburu pompa, kakinya mendorong
tubuhku ke samping membiarkan aku berbaring, mengira aku
telah mati. Lama pula saatnya sampai aku siuman kembali.
Kami bekerja terus, air di ruang kapal naik terus, sudah tak
dapat dielakkan, kami akan tenggelam. Dan meskipun angin
agak reda sedikit, tapi tak mungkin lagi, sambil terapungapung, kapal dapat mencapai pelabuhan. Nakhoda menyuruh
menembak terus, sebuah kapal ringan kecil yang kebetulan
ada di sebelah haluan kapal kami,yang men datangi perlahanlahan, mengirimkan sebuah sampan untuk menolong kami.
Sebenarnya berbahaya sekali bagi sampan itu mendekati
kapal kami. Kami pun tak mungkin dapat naik ke atas sampan
itu sama tak mungkinnya, dengan sampan yang akan
mendekati kapal kami. Tapi akhirnya, karena orang-orang
mendayung sekuat tenaga dan semua mencoba sedapatdapatnya menolong kami, kelasi-kelasi kami berhasil juga
melemparkan tali pelampung kepada kelasi-kelasi sampan
yang berada dekat buritan. Dengan demikian, dengan susah
payah dan terancam bahaya, sampai juga mereka di belakang
buritan kapal kami, hingga kami dapat naik sampannya.
Tapi sebenarnya, sekalipun telah ada dalam sampan
mereka, tidak mungkin kami dapat mencapai kapal mereka.
Jadi keputusan kami biarkan saja sampan itu terapug-apung,
hanya dijaga supaya tidak jauh dari pantai. Kadang-kadang
didayung, kadang-kadang dibiarkan mengalun dan terapungapunglah sampan itu menuju arah utara, selalu menyusur
pantai, sampai akhirnya tiba ke dekat Winterton Ness.
Belum lebih seperempat jam, kami meninggalkan kapal
kami, kapal itu sudah karam dan pertama kali itulah aku
mengerti benar-benar apa-apa yang dimaksud dengan kapal
karam. Baru saja aku membuka mataku, ketika para kelasi
mengatakan kapal kami sudah karam. Sebab dari saat aku
naik sampan, atau lebih jelas, dari saat itulah seolah-olah aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah kehilangan rasa, dimabuk kecemasan, ketakutan dan
pikiran tentang nasib apa lagi yang masih menantiku.
Dalam keadaan yang malang ini sedang orang-orang yang
melayani kemudi berusaha sekeras-kerasnya untuk mengemudikan kapal ke arah pantai, kami melihat banyak
orang-orang di pesisir berjalan kian ke mari untuk dapat
menolong kami, kalau sudah dekat. Hal itu dapat diketahui
karena tiap kali kapal kami terangkat oleh gelombang, kami
dapat melihat pantai dengan jelas.
Tetapi kami haya maju sedikit saja, belum berhasil
mencapai pantai. Baru sesudah melewati Winterton, tempat
pantai itu membelok ke arah barat sampai Cromer, kami agak
terhindar dari angin. Kami memasuki teluk dan sekalipun banyak kesukaran,
kami sekalian selamat bisa mendarat. Kami yang mendapat
bencana "kapal karam" di terima orang dengan penuh kasih
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sayang. Pembesar-pembesar kota memberikan perumahan
baik, sedangkan saudagar-saudagar dan pemilik-pemilik kapal
memberi uang, cukup untuk kembali ke London atau Hull.
Jika aku arif dan kembali ke Hull, pulang ke rumah ayah
dan ibu, tentu aku akan berbahagia. Tetapi rasa malu palsu
menghalang-halangi aku pulang ke rumah dan karena masih
beruang sedikit, aku mula-mula pergi ke London. Di sana
seperti juga selama perjalananku, aku diombang-ambingkan
antara dua pertanyaan dalam hatiku, pulang ke rumah atau
tetap tinggal di laut. Kalau aku pulang,pikirku, tentu aku akan
ditunjuk-tunjuk oleh setiap orang. Aku bukan saja takut
bertemu dengan ayah dan ibu, melainkan juga dengan setiap
orang. Dan se bagaimana lazimnya, terutama pada usia yang
masih muda, aku lebih merasa malu memperlihatkan sesal
daripada berbuat salah. Beberapa lamanya aku berada dalam
keadaan ragu-ragu seperti itu. Masih saja aku tidak beroleh
kepastian untuk mengambil langkah langkah atau untuk
memilih pekerjaan yang tentu. Keengganan yang tak dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diatas i masih saja ada, tapi sebaliknya masih saja terkenang
kepada kesengsaraan dan bahaya-bahaya yang pernah
kualami. Tetapi kenang-kenangan itu sudah agak pudar dan
keenggananku untuk pulang menjadi lebih kuat, akhirnya aku
mengambil keputusan untuk berlayar lagi. Rajah tangan, yang
pertama kali menyebabkan aku lari dari rumah ayahku dan
yang begitu kuatnya menguasai aku, hingga aku menjadi tuli
terhadap segala nasihat-nasihat ayahku, keberatan-keberatan,
ya bahkan terhadap perintah-perintahnya. Kukatakan: rajah
tangan, atau apa saja, sekarang pun menyeretku lagi kepada
perbuatan yang paling malang. Aku naik sebuah kapal, yang
akan berlayar ke pantai barat Afrika atau sebagaimana
dikatakan pelaut-pelaut, melakukan Pelayaran Guinea.
Dalam semua pelayaranku aku membuat suatu kesalahan
besar, yaitu tidak mau mendaftar diri sebagai pelaut resmi,
sebab meskipun aku harus bekerja lebih keras, tentu aku
dapat belajar apa-apa pekerjaan seorang calon pelaut dan
barangkali akhirnya bisa menjadi mualim atau nakhoda.
Tapi karena nasib, selalu aku terpilih kepada yang paling
jelek saja rupanya sekarang pun demikian pula. Oleh karena
aku mempunyai uang dan berpakaian baik-baik, aku mau
tetap menjadi tuan, dan karena aku tidak usah melakukan
pekerjaan apa-apa, aku tidak belajar apa-apa pula. Tapi aku
beruntung di London dapat bergaul dengan orang-orang baik,
suatu hal yang tidak selalu didapat oleh seorang muda yang
tidak mengenal tata tertib dan sembrono. Mula-mula aku
berkenalan dengan nakhoda sebuah kapal, yang pernah
berlayar ke pantai Guinea, dan karena mendapat untung
diputuskanlah akan berlayar lagi ke sana.
Nakhoda ini, yang rupanya tertarik oleh cakapku dan
pernah mendengar aku berkata, bahwa aku ingin sekali
mengembara, pada suatu ketika mengusulkan supaya aku ikut
padanya selaku teman semeja dan sobat, dan jika aku dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawa modal, maka semua labanya akan diberikan
kepadaku, tanpa harus membayar apa-apa.
Aku menerima usul itu dan karena aku sudah bersahabat
karib dengan nakhoda, yang baik dan jujur, aku pergi, dengan
membawa sedikit modal, yang banyak bertambah berkat
kejujuran sahabatku yang tidak mengingat kepentingan
sendiri. Aku membawa barang-barang perhiasan dan barangbarang kecil seharga 40 pound yang kubeli atas anjuran
nakhoda. Uang sebanyak 40 pound ini dapat kukumpulkan
dengan perantaraan salah seorang sahabatku, yang sering
bersuratan denganku, dan kukira telah mendesak ayah atau
ibuku untuk memberikan uang kepadaku. Ini adalah satusatunya hasil yang boleh kukatakan paling beruntung dari
segala usahaku. Tapi juga lebih-lebih aku merasa berhutang budi kepada
nakhoda temanku itu, karena ketabahan dan kejujurannya.
Daripadanya aku beroleh sedikit pengetahuan ilmu pasti dan
peraturan peraturan pelaut, belajar menentukan tujuan kapal,
membuat pemeriksaan, pendeknya belajar berbagai-bagai hal,
yang berguna dan perlu diketahui anak kapal. Ia suka
memberi pelajaran kepadaku, demikian pula aku senang sekali
belajar daripadanya. Pendek kata: perjalanan ini membuat aku
sekaligus menjadi pelaut dan saudagar. Sebab dari perjalanan
itu aku membawa pulang ke rumah lima pound dan sembilan
ons emas. Di London setelah aku kembali, dari emas aku
beroleh laba sebanyak 300 poundsterling. Dan semua ini
membuat kepalaku selalu diganggu pikiran-pikiran tamak.
Semenjak saat itu terasa olehku sendiri bahwa pikiranpikiran itu kelak akan menyebabkan keruntuhanku. Akan
tetapi selama perjalanan ini pun aku mendapat kemalangan
pula, lebih-lebih ketika aku jatuh sakit agak lama, karena
diserang demam keras, yang disebabkan oleh iklim yang
sangat panas. Sebab yang terutama sekali, ialah karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perniagaan kami dilakukan di daerah-daerah pantai yang
letaknya antara 15 lintang utara dan khatulistiwa.
3 Sekarang aku mulai menjadi saudagar Guinea. Karena
sahabatku meninggal tak lama sesudah kami tiba dan hal ini
sangat menyedihkanku aku mengambil keputusan untuk
mengulang perjalanan sekali lagi. Aku berlayar dengan kapal
itu juga, di bawah pimpinan juru mudi yang dahulu.
Ini adalah perjalanan yang secelaka-celakanya yang dapat
dialam i oleh seseorang. Sebab meskipun aku hanya membawa
100 pound dari uang yang baru saja kuterima, sedangkan
yang 200 pound lagi kutitipkan ke janda sahabatku, selama
perjalanan itu, aku ditimpa kemalangan yang sungguhsungguh tak terperikan. Pertama begini: Ketika kapal kami
menuju arah antara Kepulauan Kanari, atau lebih tepat antara
kepulauan itu dengan pantai Afrika, pada saat baru saja
fnatahari akan terbit, tiba-tiba kami dikejutkan oleh sebuah
kapal bajak orang Moor dari Salle, yang mengejar kami dari
belakang. Kami memasang layar sebanyak yang dapat
dipasang pada tiangnya, tapi melihat kapal perampok
senantiasa lebih cepat daripada kapal kami dan tentu akan
dapat menyusul kami dalam beberapa jam saja, kami bersiapsiap akan melawan. Kapal kami bersenjatakan duabelas pucuk
meriam, sedangkan kapal perampok itu delapanbelas. Pukul 3
petang kami tersusul. Rupanya tak sengaja kapal itu membalik
melintang tepat di muka kami. Sebenarnya harus datang dari
belakang buritan kami, seperti yang mereka kehendaki
semula. Kami serang kapal perampok itu dengan delapan
tembakan meriam. Mereka mengelak, setelah membalas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muntahan meriam kami sambil membiarkan kami dengan tak
berpelindung dihujani oleh tembakan sebanyak kira-kira dua
ratus senapan dari anak-anak buahnya. Untung tak ada yang
kena dari pihak kami. Kami masing-masing dapat membawa
diri ke tempat yang aman. Kapal-kapal itu bersiap lagi akan
menyerang dan kami pun berusaha sekuat tenaga menahan
serangannya. Tetapi karena kapal itu kali ini kebetulan
membalik di kubu yang bertentangan letaknya dengan semula,
dapatlah mereka dengan jalan mengait kapal kami, menaikkan
anak buahnya sejumlah enam puluh orang ke atas geladak
kapal kami Dengan cepat semua layar dan tali temali kapal
kami dipotong dan diputuskan oleh mereka. Kami mengaruniai
mereka dengan tembakan, lemparan lembing peti-peti peluru
dan segala macam yang ada. Dan dapat mengusir mereka
sampai dua kali dari geladak.
Tapi, untuk menyingkat bagian sedih dari cerita
perjalananku ini kami kisahkan: kapal kami tak dapat dipakai
lagi, tiga orang anak buah kami dan delapan orang lagi lukaluka. Akhirnya terpaksa kami menyerah juga, semua tertawan,
kemudian dibawa ke Sallee, pelabuhan kepunyaan bangsa
Moor. Nasib yang kualam i di sana tidak mencemaskan benar,
seperti yang kubayangkan semula. Juga aku tak terus dibawa
ke pedalaman, ke istana Kaisar, seperti yang lain-lainnya tapi
ditahan oleh kepala bajak itu dan dijadikannya budaknya
sendiri. Aku masih muda dan cekatan, berguna untuk
dipekerjakan. Karena majikanku yang baru ini, atau lebih tepat tuan
baruku ini membawa aku ke rumahnya sendiri, aku
mengharap dalam hati, ia akan membawaku pula apabila ia
pergi berlayar. Aku menanti-nanti, kalau-kalau pada suatu
ketika ia sendiri dapat giliran ditangkap oleh kapal perang
Spanyol atau Portugis dan aku dapat bebas lagi. Tapi
pengharapan ini tinggal pengharapan saja, dan kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera lenyap; sebab ketika ia ke laut, aku tak dibawanya, aku
ditinggalkannya untuk memelihara kebunnya yang tak
seberapa luasnya. Dan pekerjaan sehari-hari di rumah, yang
biasanya berat untuk umumnya budak-budak belian, terpaksa
kukerjakan. Apabila ia pulang, setelah mengembara di laut,
tiba pula masanya: Aku harus tinggal dalam kurung kapal
menjaga kapalnya. Pada saat-saat demikian tidak lain rentangan pikiranku
hanya kepada kemungkinan akan lari, dengan jalan apa
supaya keinginan dapat terlaksana. Tapi aku tak dapat
menemukan rencana, yang dapat dilaksanakan, sebab tak
akan ada kawan yang akan dapat menolongku, karena hanya
aku sendirilah orang putih di antara budak-budak belian di
rumah itu. Demikianlah, setelah dua tahun, meskipun sering-sering
aku menghibur diri dengan pikiran akan lari itu, keberanian
akan melaksanakannya lambat laun berangsur kurang, dan
akhirnya lenyap sama sekali.
Tapi tidak lama setelah itu, datanglah keadaan ajaib, yang
menghidupkan kembali harapanku, dan supaya aku lekaslekas mengambil kepastian.
Majikanku lebih lama tinggal di rumah daripada biasa. Ia
bertualang dengan kapalnya, untuk mencukupi kebutuhannya,
biasanya sekali atau dua kali dalam seminggu atau kadangkadang lebih kalau cuaca sedang cerah. Ia menaiki
sampannya pergi ke pelabuhan, menangkap ikan. Selalu
membawa aku dan seorang anak laki-laki bernama Moresco,
dan ia merasa gembira, sebab aku sering memperlihatkan
ketangkasanku dalam hal menangkap ikan.
Karena itulah ia kadang-kadang menyuruh aku beserta
seorang Moor dan si Moresco kecil pergi menangkap ikan
untuknya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada suatu waktu, di pagi hari yang tenang, tatkala kami
pergi lagi menangkap ikan dengan dia, datanglah kabut, yang
sangat tebal hingga pantai tak tampak lagi, meskipun kami
hanya setengah mil jauhnya. Karena kami tak tahu arah mana
yang harus dituju, terpaksalah kami sehari semalam terapungapung di atas air. Ketika fajar menyingsing, barulah kami tahu
bahwa kami ma lah berlayar ke tengah, tidak ke arah pantai
sebagaimana kami duga semula. Kini kami berada dua mil
jauhnya dari tepi. Tapi kami selamat juga sampai di rumah,
meskipun dengan susah payah dan tidak terluput dari bahaya,
sebab menjelang pagi angin mulai bertiup agak kencang.
Lebih-lebih lagi kami semua merasa amat lapar. Majikan kami
yang menganggap peristiwa tadi sebagai suatu peringatan,
memutuskan untuk berlaku lebih hati-hati lagi di masa yang
akan datang. Kecuali kapal ia mempunyai lagi sebuah perahu
besar yang berasal dari kapal Inggris kami, ia menetapkan
kini, tidak lagi menangkap ikan tanpa pedoman dan tanpa
persediaan makanan. Karena itu ia memberi perintah kepada
tukang kayu kapal, seorang budak bangsa Inggris, untuk
membuat kurung kapal kecil di tengah-tengah sekoci dengan
tempat berdiri di belakangnya untuk dapat mengemudikan dan
memasukkan tali telas. Selain itu juga suatu ruangan di muka
buat beberapa orang, untuk berdiri dan menurunkan layar.
Sampan itu berlayar dengan layar yang dinamakan "kain
bahu" yakni suatu layar segitiga, sedangkan batang-batangnya
terletak di atas atap kurung kapal. Ruang kapal itu dibuat
rendah serta kokoh benar, dan cukup memberi tempat buat
nakhoda berbaring-baring di dalamnya dengan satu atau dua
orang budak di sampingnya. Selain dari itu ada pula sebuah
meja dan beberapa botol minuman, tetapi terutama untuk
menyimpan roti, beras dan kopi.
Kami seringkah berlayar dengan kapal ini dan oleh karena
akulah yang terpandai memancing, majikanku tidak pernah
pergi tanpa aku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada suatu hari, ia bermaksud lagi berlayar dengan kapal
itu, pertama kali untuk bersuka-suka, kedua kalinya untuk
menangkap ikan, bersama-sama dengan dua tiga orang Moor
ternama dari Sallee. Semalam, ia menyuruh membawa bekal
bahan-bahan makanan yang lebih banyak ke kapal daripada
biasanya, dan aku sendiri diperintahkan menyediakan tiga
pucuk senapan dengan peluru dan mesiunya, sebab selain
memancing mereka bermaksud juga berburu.
Aku menyiapkan segala-galanya, apa yang dia perintahkan
dan menantikan dia keesokan harinya, sesudah aku
membersihkan kapal dan menaikkan bendera ke puncak tiang.
Tetapi setelah menunggu beberapa waktu lamanya majikanku
hanya datang sendirian ke kapal. Ia bercerita padaku, bahwa
tamu-tamunya harus pergi untuk menyelesaikan urusan
dagangannya masing-masing. Kemudian ia memerintahkan
padaku untuk pergi berlayar saja dengan seorang laki-laki dan
seorang budak sebagaimana biasanya. Aku harus menangkap
ikan baginya dan bagi sahabat-sahabatnya yang akan datang
nanti waktu makan malam. Pertama-tama yang kulakukan ialah mengumpulkan lebih
banyak makanan, dibantu oleh seorang Moor itu. Aku berkata
pula padanya jangan berani menjamah makanan majikanku.
Ia setuju dengan pen-dapatku, dan oleh karena itu ia
mengambil satu peti besar berisi roti dan tiga guci air tawar.
Aku tahu di mana adanya peti majikanku yang berisi botolbotol. Kubawa dia ke kapal, ketika orang Moor itu sedang
berada di darat. Kecuali itu kubawa seketul besar lilin lebah
yang beratnya kira-kira limapuluh pon, dengan segulung
benang, sebuah kampak, sebuah gergaji dan sebuah palu
yang kelak ternyata banyak faedahnya bagiku, terutama lilin
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang kubikin lampu. "Muli," kataku kepada orang Moor tadi, "senapan-senapan
majikan kita semua sudah ada di kapal ini. Tidak dapatkah
kauambil sedikit mesiu dan peluru" Kita barangkali beruntung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa menembak beberapa itik laut buat makanan kita sendiri,
tapi aku tahu bahwa mesiu untuk senapan sudah ada di kapal.
"Ya," kata Muli, "akan kuambil sedikit". Ia mengambil mesiu
sekantung kulit besar, kira-kira satu setengah pon dan
sekantung lain penabur dan sedikit peluru. Kesemuanya itu
dimuatkan ke dalam kapal.
Pada saat itu pula aku sendiri telah mendapatkan mesiu
yang ada di kurung kapal. Segera kumasukkan ke dalam botol
yang terdapat didalafc peti, jadi dengan mempunyai
persediaan apa-apa yang terdapat di dalam peti, kami ke luar
dari pelabuhan, akan menangkap ikan.
Angin utara timur laut berembus, angin yang menerbitkan
sesalan. Sebab seandainya yang berembus itu angin selatan,
tentu kami akan tertuju ke pantai Spanyol, yang kemudiannya
akan sampai pula di pelabuhan Cadix. Tetapi akhirnya
kutetapkan! Angin boleh berembus dari mana saja, asal aku
dapat meninggalkan tempat yang terkutuk itu.
Setelah kami beberapa lama menangkap ikan tapi tak dapat
seekor pun, sebab kalau kebetulan ada yang menyangkut
kubiarkan saja, aku berkata kepada orang Habsi yang
menyertaiku itu, "Begini saja tak akan mendapat apa-apa,
tuan kita akan marah; kita harus ke tengah sedikit." Ia
rupanya tak curiga setuju saja dengan apa yang kukemukakan dan karena ia ada di bagian muka, ia sendiri yang
memasang layar sedangkan aku memegang kemudi dan
menujukan kapal ke tengah laut.
Ketika kami pada akhirnya mencapai jarak satu mil dari
pelabuhan kuberikan kemudi kepada anak laki-laki itu, lalu aku
pergi ke haluan ke tempat Habsi itu duduk. Sambil aku
membungkuk seolah-olah akan mengambil sesuatu yang ada
di belakangnya, dengan cepat kupegang pinggangnya eraterat lalu kubantingkan dia dari atas kapal ke laut. Ia timbul
lagi di atas permukaan air sebab ia pandai berenang seperti
tikus air. Ia meminta supaya dibiarkan naik lagi, sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata bahwa ia akan ikut dengan aku sekalipun harus
mengedari dunia. Dan ia berenang demikian cepatnya
mengikuti kapal, hingga ia akan segera dapat menyusul,
karena pada ketika itu tak ada angin.
Melihat hal ini segera aku pergi ke kurung kapal,
mengambil salah sebuah senapan sambil kupegang di mukaku
aku berjanji kepada Habsi itu tak akan berbuat jahat, kalau ia
bersikap tenang. "Tapi," kataku, "karena engkau pandai
berenang, dan laut kini sedang tenang kalau dapat,
kunasihatkan supaya engkau kembali ke darat. Kalau engkau
mendekati kapal, akan kutembak. Aku sudah mengambil
keputusan akan mempertahankan kebebasanku sampai
sehabis-habis tenaga yang ada."
Ia pun berbaliklah berenang ke pantai. Telah kuketahui dari
awal-awalnya bahwa dengan mudah ia akan sampai, sebab
sangat pandai berenang. Setelah ia tak ada lagi, kembali aku menghampiri anak
yang memegang kemudi. Ia bernama Kuri. Aku berkata
kepadanya: "Kuri, kalau engkau akan setia kepadaku, akan
kubuat engkau seorang besar kelak, tapi kalau engkau tak
mau mengusap muka, menandakan engkau akan setia (tanda
sumpah setia) aku harus melemparkan kau ke dalam laut."
Anak itu bersumpah akan setia kepadaku, dan berkata akan
ikut mengedari dunia, kalau aku menghendaki. Di samping itu
aku tak lengah mengawasi Habsi yang berenang itu, sambil
menujukan kapalku ke tengah laut, mengikuti angin berembus
supaya Habsi itu mengira bahwa aku akan menuju ke arah
Selatan Jabal Tarik (Jibraltar) apa yang akan dikirakan oleh
siapa saja dalam keadaan seperti itu. Siapa akan mengira,
bahwa kami akan menuju ke selatan menyusur sepanjang
pantai orang-orang lalim itu, tempat bangsa orang hitam yang
dapat menyerang kami, dengan perahunya ke tempat yang
tak dapat disinggahi daratannya, tanpa diancam bahaya oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
binatang buas atau jadi korban hidup-hidup binatang-binatang
liar. Tapi setelah senja, aku menukar haluan. Segera kapal kami
ku-kemudikan ke arah selatan, tapi senantiasa menyusur
pantai. Dan karena angin kencang dan laut sedang tenang tak
berombak, kami berusaha supaya pukul tiga siang pada
keesokan harinya sudah dapat mencapai jarak kira-kira 200
mil ke selatan dari Sallee.
Bukan main takutku kalau-kalau dapat tertangkap lagi oleh
orang-orang Habsi itu. Dan yang sangat mencemaskan benar
siksaan yang akan kualami. Karena itu aku tak akan mendarat
atau berlabuh sebelum cukup 5 hari berlayar dan sebelum
mempunyai keyakinan bahwa sekalipun orang-orang itu akan
mengirimkan beberapa kapal untuk mengejar kami, tapi
akhirnya mereka akan membiarkan kami.
Baru kutetapkan: kami mendekati pantai dan berlabuh pada
muara sebuah sungai kecil. Tak ada manusia tampak seorang
pun dan aku pun tak ada niat hendak melihatnya. Yang
terpenting dari sekaliannya ialah mendapat air tawar yang
sejuk segar. Malam hari kami sampai pada anak air itu dan berniat
dalam hati: segera hari gelap, segeralah kami akan berenang
ke tepi dan melihat-lihat keadaan daerah itu. Tapi ketika
sudah gelap benar, kami mendengar aum dan raung yang
meremangkan bulu tengkuk, hampir-hampir si Kuri mati
karena ketakutan, dan ia meminta kepadaku supaya jangan ke
darat sebelum hari s iang.
"Benar Kuri," kataku, "itu tak seberapa, tapi ada
kemungkinan kita bertemu manusia yang lebih-lebih lagi
ganasnya daripada binatang buas."
"Kalau demikian kita tembak," kata Kuri sambil tertawa
"dan mereka semua akan lari." Aku girang anak itu bersenang
hati, lalu kuberi ia minum seteguk dari salah satu botol
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepunyaan induk semangku dahulu, untuk lebih menggembirakan hatinya. Tapi nasihat Kuri memang tidak
buruk dan aku memutuskan akan menurutnya.
Jadi kami menurunkan jangkar dan diam tenang-tenang
sepanjang malam. Kukatakan tenang, tapi tidak ada yang
tidur. Sebab kira-kira jam dua atau tiga, kami melihat berbagai
macam binatang besar (kami tak tahu namanya) datang
mendekati pantai dan masuk ke dalam air berputar-putar dan
berkecimpung, seakan-akan mau menyejukkan badan. Dan
binatang-binatang itu membuat gaduh luar biasa, yang belum
pernah kudengar. Kuri bukan main takutnya dan aku pun agak cemas. Tetapi
kami merasa lebih ngeri lagi tatkala mendengar bagaimana
salah satu dari binatang-binatang raksasa itu berenang
menuju kapal kami. Dia tak dapat kami lihat, tapi dari
hembusan napas dan dengusannya, kami dapat mengetahui,
itu seekor binatang buas yang besar. Kuri berkata binatang
singa, dan mungkin benar. Tapi si Kuri yang malang itu
berteriak-teriak supaya sauh diangkat saja dan terus berlayar.
"Tidak," kataku. "Kuri, kita akan mengulur tali jangkar dan
diam jauh dari muara. Mereka tidak akan dapat menyusul kita
begitu jauhnya." Tapi baru saja aku berkata demikian, kulihat binatang itu
sudah berada dalam jarak dua pendayung dari kapal kami, ini
membuatku tercengang, kemudian aku lari ke kurung kapal
mengambil bedil dan membidiknya. Sesudah itu binatang tadi
berbalik dan berenang kembali. Tapi aku tak mungkin dapat
melukiskan dengkingan kemudian, yang datang dari pantai
maupun dari hutan-hutan. Hal ini meyakinkanku, bahwa
malam itu mustahil aku dapat mendarat. Tapi bagaimana
jalannya untuk mencapai pantai di siang hari adalah soal lain,
sebab untuk jatuh ke tangan orang-orang liar sama celakanya
dengan tertangkap oleh kuku-kuku s inga dan harimau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi bagaimana pun juga, terpaksa kami harus naik ke
darat untuk mengambil air, sebab di kapal kami sudah tak
mempunyai air setetes pun. Soalnya ialah, di mana
menemukannya. Kuri berkata, bahwa bila ia dibiarkan
mendarat dengan membawa buyung air, ia akan menemukan
air dan akan membawanya ke kapal. Aku bertanya kepadanya
"mengapa ia ingin mendarat dan mengapa aku tidak dan
harus tinggal di kapal saja."
"Ya," kata Kuri, "kalau saya pergi dan dimakan orang-orang
buas, kau dapat melarikan diri," demikian set ianya dia, hingga
aku sejak itu merasa sayang padanya.
"Tidak, Kuri," kataku, "kita akan pergi bersama-sama dan
bila datang orang-orang buas kita akan menembaknya,
sehingga mereka tak dapat makan kita."
Maka aku pun memberikan sepotong biskuit kepada Kuri
dan menyuruh dia minum seteguk dari salah satu botol.
Kemudian kami menghela kapal sedemikian jauhnya ke pantai,
yang kami kira aman dan kemudian kami merandai ke darat.
Yang kami bawa hanyalah sepucuk senapan dan dua buyung
air. Aku menjaga jangan terlalu jauh dari kapal karena aku
takut, kalau-kalau ada perahu-perahu yang berisi orang-orang
buas menghilir sungai. Kuri yang melihat suatu tempat rendah
pada jarak satu mil, pergi ke sana. Tapi sesaat kemudian
kulihat dia lari kembali pontang-panting ke jurusanku. Aku
mengira bahwa ia dikejar orang liar atau terkejut melihat
seekor binatang buas. Aku lari cepat ke muka agar dapat
menolong dia sedapat mungkin. Tapi ketika ia lebih dekat,
kulihat bahwa di pundaknya bergantung sesuatu yang
menyerupai terwelu, tapi berwarna lain dan berkaki lebih
panjang. Tetapi kami merasa gembira, karena daging binatang itu
memang baik untuk dimakan, tapi yang lebih-lebih
mengembirakan lagi ialah karena Kuri dapat menemukan air
dan sama sekali tak melihat orang-orang liar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian kami melihat, bahwa kami sebenarnya tidak usah
susah-susah mencari air, sebab agak ke hulu anak air ada air
yang tidak asin. Karena itu kami mengisi buyung-buyung air
dan makan sedap-sedap daging terwelu yang kami sembelih,
sesudah itu kami pulang kembali, tanpa melihat jejak orangorang liar. Karena aku dulu pernah berlayar ke pantai ini aku tahu
benar-benar, bahwa Kepulauan Kahari dan Tanjung Verde
tidak jauh letaknya dari pantai. Tapi karena aku tidak
mempunyai alat-alat buat menentukan tempat kami berada,
aku tidak tahu, di mana aku harus mencarinya atau arah mana
yang harus kutuju. Kalau andaikata mempunyai alat-alat itu
aku dengan mudah saja dapat menemukannya.
Tapi harapanku ialah, bahwa dengan jalan terus berlayar
sepanjang pantai, aku akhirnya akan sampai pada bagian
Guinea, di mana orang-orang Inggris berniaga dan bahwa
salah satu dari kapal itu akan mengambil dan membawaku
pulang ke tanah air. Menurut perhitungan kasar, tanah pantai yang sekarang
kami layari dekatnya, termasuk daerah yang terletak antara
wilayah kaisar Maroko dan wilayah orang-orang Negro, suatu
daerah tandus yang hanya didiami binatang-binatang buas.
Orang-orang Negro meninggalkan tempat itu dan pergi
lebih ke selatan, karena takut oleh orang-orang Moor.
Sedangkan orang-orang Moor sendiri berpendapat tanah itu
terlalu gersang untuk didiam i. Dan rupanya kedua suku
bangsa ini pun tak berani pula menjadikan tempat itu tempat
kediamannya, karena jadi perkampungan binatang buas:
harimau, harimau kumbang, singa, dan binatang-binatang
buas lainnya. Orang-orang Moor menggunakan tanah itu
hanya untuk perburuan. Mereka biasanya berburu ramairamai, bersama-sama antara dua tiga ribu orang banyaknya.
Dan memang sesungguhnya, antara jarak seratus mil saja dari
pantai, sejauh-jauh mata memandang, tidak lain yang tampak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya dataran luas yang belum dibuka dan tidak didiami
manusia. Dan bila malam hanya terdengar aum dan raung
binatang-binatang buas yang tak terbilang banyaknya.
Rasa-rasanya ada dua kali aku melihat pada hari itu puncak
tertinggi Gunung Teneriffe, di Kepulauan Kanari dan aku
sangat ingin mencoba pergi ke sana. Tetapi ketika aku sampai
dua kali mencoba dan terpaksa kembali karena serangan
angin sakai disertai ombak laut yang terlalu besar-besar untuk
kapal kami yang sangat kecil ini, aku memutuskan akan
melanjutkan saja niat semula, menetap di sepanjang pantai.
Beberapa kali aku naik ke darat untuk mengisi guci tempat air
kami. Sekali peristiwa, ketika hari masih pagi, kami membuang
sauh di dekat tanjung kecil, yang tanahnya curam. Karena air
sedang pasang terpaksa kami menanti. Kami ingin masuk jauh
ke pedalaman. Kuri yang menggunakan matanya lebih dari
aku, tiba-tiba beseru perlahan memanggil namaku dan
menyatakan, lebih baik kalau kami menjauh dari pantai.
"Sebab," katanya, "lihatlah, di sana terbaring seekor binatang
yang menakutkan, tidur di tebing bukit kecil." Aku
melayangkan pandangan ke tempat yang ditunjukkan Kuri dan
benar saja, tampak olehku seekor singa yang mengerikan,
terbaring agak ke pinggir tebing, di tepi pantai, di bawah
bayangan sebuah bukit batu, yang seolah-olah bergantung di
atasnya. "Kuri," kataku, "engkau harus naik ke darat dan membunuh
binatang itu." Kuri tampaknya ketakutan, lalu berkata, "Saya
akan diterkamnya dan dimakannya sekali mulut" (maksudnya
sekali suap). Mendengar ini aku berkata lagi kepadanya, tapi
menyuruh dia diam. Aku sendiri mengambil bedil yang besar.
Bedil ini kuisi dengan obat sebanyak-banyaknya, kumasukkan
pula ke dalamnya dua peluru, yang akan cukup kuatnya untuk
membunuh binatang buas yang besar. Setelah itu kuletakkan
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia. Lalu aku mengisi lagi bedil yang lain dengan dua peluru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga dan yang ketiga (kami mempunyai tiga bedil semuanya)
kuisi dengan peluru yang kecilan sebanyak lima buah Aku
membidik dengan bedil yang besar, sedapat mungkin
ditujukan kepada kepalanya, tapi karena singa itu tidur
menutupi kepalanya dengan kaki mukanya, peluru itu hanya
melukai kakinya sampai di atas lututnya. Singa itu melompat
secepat kilat meraung sekeras guruh, tapi ketika dilihatnya
kakinya sudah patah, terhenyaklah ia, sambil meraung-raung
makin keras. Mula-mula aku terkejut, tembakanku tak tepat mengenai
kepalanya segera aku mengambil bedil yang ke dua dan
meskipun binatang itu sedang bergerak-gerak, kuincar lagi dia
dan kutembak sekali lagi. Kini tepat berbetulan kepalanya
benar sehingga singa itu pun robohlah, diikuti oleh gerakangerakan. Kini s i Kuri tak takut lagi. Ia meminta supaya aku menyuruh
dia pergi ke darat. "Nah sekarang, pergilah!" Ia melompat ke
air, sambil memegang bedil yang kecil, ia berenang dengan
lengannya yang sebelah lagi, menuju ke darat, la berdiri dekat
tubuh binatang yang hampir mati itu, sambil menodongkan
laras bedilnya ke atas telinga singa itu, lalu menembaknya
lagi. Setelah ditembus peluru, gerakan-gerakan sekarat
terhentilah dan binatang itu pun matilah.
Peristiwa ini dapat kuangap sebagai perintang waktu yang
menggembirakan, tapi yang tidak membawa hasil apa-apa,
terutama untuk pengisi perut. Dan aku pun merasa menyesal
sudah membuang-buang tiga kali isi bedil, mesiu dan peluru
dengan sia-sia. Tapi Kuri berkata bahwa ia akan dapat
menghasilkan sesuatu. Ia kembali ke kapal kami dan meminta
kapak kepadaku. "Buat apa kapak, Kuri?" tanyaku.
"Saya akan potong kepalanya," kata Kuri dalam bahasa
Inggrisnya yang patah-patah. Tapi karena ia tak dapat
memotong kepalanya, ia hanya memotong sebelah kakinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja yang diberikannya kepadaku. Tiba-tiba terlintas di
kepalaku pikiran barangkali suatu waktu akan dapat
menghasilkan uang, akhirnya aku mencoba mengulitinya.
Maka mulailah Kuri dan aku bekerja, dan kerja Kuri tampaknya
lebih tangkas daripadaku. Pekerjaan ini memakan waktu
sampai satu hari penuh, tapi akhirnya kami dapat juga
menyelesaikan pekerjaan menguliti itu. Kami letakkan kulit itu
di atas kurung kapal. Setelah dua hari keringlah kulit itu dan
semenjak itu kupakai sebagai alat tempat berbaring-baring.
Setelah tamasya ke pantai, kami meneruskan perjalanan
kami dengan tak henti-hentinya selama 12 hari. Di samping itu
kami harus berhemat, karena bekal persediaan sangat cepat
berkurangnya, sedangkan pergi ke darat hanya kalau akan
mengambil air tawar saja.
Aku berniat mencoba menemukan Sungai Gamdia atau
Sungai Senegal atau kalau tidak berhasil, mendekati Tanjung
Hijau (Kaap Verde). Di sana aku mengharapkan dapat
bertemu dengan salah satu kapal Eropah. Sebab kalau tidak
demikian, aku harus memilih antara terus mencari pulau-pulau
tadi atau mati di tengah-tengah orang-orang Negro. Aku tahu,
bahwa semua kapal yang datang dari Eropah, baik yang
menuju pantai Guinea, maupun yang berlayar ke Brasilia atau
ke pulau-pulau Hindia, harus melalui tanjung ini.
Jadi pendeknya: aku berniat menemukan sebuah kapal
atau mati. Jadi sebagaimana kukatakan tadi, ketika aku
mengambil keputusan setelah kira-kira sepuluh hari, kami
lambat laun mengetahui, bahwa daerah pantai itu didiami
manusia. Sebabnya ialah karena di dua atau tiga tempat yang
kami lalui, nampak ada orang-orang yang melihatkan kami.
Dari jauh tampak dengan tegas, orang-orang itu hitam sama
sekali dan telanjang bulat. Mula-mulanya aku bermaksud
mendarat untuk berhubungan dengan mereka, tetapi Kuri,
penasihatku yang baik, selalu berteriak, "Jangan pergi, jangan
pergi!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski demikian aku berlayar lebih dekat ke pantai, yaitu
agar dapat berbicara dengan mereka. Tapi kulihat, mereka
semua cepat-cepat berlari, tatkala kami menampakkan diri.
Barulah sesudah jauh dari pantai, mereka berhenti lari.
Selanjutnya kami dapat melihat, bahwa mereka tidak
bersenjata apa-apa, kecuali seorang yang memegang tongkat
panjang tipis, yang disebut tombak oleh Kuri. Tombak itu
dapat mereka lemparkan dengan amat cekatan sekali. Karena
itulah aku berusaha menjauhi mereka dengan mulai bercakapcakap dengan mereka dengan memakai isyarat-isyarat
sedapat-dapatnya. Terutama sekali aku terangkan kepadanya,
bahwa aku ingin mendapat makanan. Lalu mereka
memberitahukan, bahwa aku harus menambatkan kapalku
dan mereka membawakan makanan sedikit.
Sesudah aku mengerti, kuturunkan layarku dan lebih
mendekat. Dalam pada itu dua orang di antara mereka lari
dan dalam waktu kurang dari setengah jam, mereka kembali
lagi membawa dua potong daging kering dan sedikit gandum.
Tapi baik Kuri maupun aku tidak tahu apa sebenarnya yang
mereka bawa itu. Kami ingin sekali menerimanya, tapi yang menjadi soal
sekarang ialah, bagaimana membawanya ke kapal. Aku tidak
berani mendarat, dan mereka juga sama takutnya kepada
kami. Tapi salah seorang dari mereka mendapat akal yang
bagus sekali. Diletakkannya makanan itu di pantai, lalu
mereka semua lari jauh-jauh. Sesudah itu mereka mendekat
lagi. Kami hanya dapat menyatakan terima kasih kami dengan
isyarat-isyarat, sebab tidak mempunyai apa-apa untuk
diberikan kepada mereka. Tetapi secara kebetulan saja pada saat itu juga kam i dapat
membalas budi mereka. Ketika kami masih berada dekat
pantai, turunlah dua ekor binatang raksasa dari bukit-bukit
menuju pantai. Binatang yang satu tampaknya sedang
mengejar binatang yang lain dengan marahnya. Apakah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
binatang jantan sedang mengejar betinanya, ataukah sedang
bermain-main saja ataukah masing-masing marah terhadap
lainnya, tidak dapatlah kami mengatakannya. Begitu pula kami
tidak tahu apakah hal seperti itu sering terjadi ataukah baru
kali itu saja. Tapi toh kukira peristiwa itu luar biasa, sebab
pertama kali binatang-binatang buas itu hanya ke luar di
waktu malam, dan ke dua kalinya kulihat, bahwa orang-orang
yang berada di pantai, terutama perempuan-perem-puannya,
nampaknya sangat ketakutan.
Orang yang memegang tombak sajalah yang tetap berdiri,
sebab orang-orang lainnya lari semua. Tapi kedua binatang
tadi segera saja masuk ke dalam air, tidak menyerang seorang
jua pun, lalu berkecimpungan dalam laut, akhirnya berenang
menjauh. Mereka seolah-olah hanya datang kemari untuk
bersuka-suka saja. Tapi salah satu dari binatang itu mendekati kapal, hal mana
tidak kuduga-duga. Untung aku sudah siap sedia menantikan
dia, sebab aku telah mengisi bedilku dengan secepatcepatnya. Si Kuri kuperintahkan untuk mengisi pula kedua
bedil lainnya. Baru saja ia mendekati kapalku, segera
kutembak kepalanya. Lekas-lekas ia menyelam ke dalam air,
tapi sesaat kemudian muncul kembali, seakan-akan berjuang
untuk hidup. Memang begitulah: dicobanya utuk mencapai
pantai, tapi karena lukanya amat parah, lagi pula karena air
laut pasang, ia mati sebelum bisa mendarat.
Tidaklah mungkin menggambarkan bagaimana bagi orangorang bersahaja itu, tatkala bedilku me letus dan memuntahkan api. Beberapa orang dari mereka menjadi kaku
karena takut dan terjatuh, seolah olah mereka sendirilah yang
kena tembak. Tetapi ketika mereka melihat, bahwa binatang
itu mati dan tenggelam ke bawah air, mereka memberanikan
diri pergi ke pantai, sambil mencari binatang tadi. Aku dapat
menemukan tempat ia tenggelam, karena airnya berwarna
merah. Dengan tali kuikat tubuh binatang itu, kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kulemparkan kepada Negro-negro tadi, supaya menghelanya
ke darat. Barulah kami tahu, bahwa binatang itu salah satu
jenis macan tutul yang amat jarang diketemukan; bentuk
badannya bagus sekali, sedangkan kulitnya pun berwarna
indah. Melihat ini orang-orang Negro bertepuk tangan karena
herannya. Lebih-lebih ketika mereka mengetahui dengan apa
aku membunuh binatang itu.
Aku segera mengetahui pula, bahwa orang-orang itu sudah
biasa memakan daging binatang itu. Kuberikan daging itu
semuanya kepada mereka. Mudah-mudahan pemberianku
dianggap mereka sebagai pemberian balas budi dari kami.
Lalu kuisyaratkan kepada mereka, bahwa mereka boleh
mengambil daging itu semuanya. Dan mereka pun
menunjukkan terima kasihnya dengan gembira. Segeralah
mereka mulai bekerja, dan meskipun tak memakai pisau,
hanya sekerat kayu ditajamkan, tapi dengan sangat
mengagumkan, mereka dapat menguliti binatang itu demikian
cepatnya lebih cepat daripada kita mengerjakannya dengan
memakai pisau. Mereka menawarkan juga daging itu
kepadaku, tapi kutolak dengan isyarat supaya mereka
mengerti, bahwa aku menghadiahkan daging itu seluruhnya
kepada mereka. Tapi, juga dengan isyarat aku memberi
pengertian, kalau mereka hendak memberinya sebagian, akan
kami terima juga. Dan mereka pun memberikannya, sambil
membawakan pula lain-lain makanan. Kami terima segala
pemberian ini, meskipun kami tak tahu apa sebenarnya yang
diberikan mereka itu. Selanjutnya kami pun menerangkan
kepada mereka bahwa kami sangat membutuhkan air. Kami
isyaratkan dengan jalan menjunjung guci air ke atas dan kami
balikkan bahwa tempat itu benar-benar kosong, dengan
isyarat pula kunyatakan supaya guci yang kosong itu berisi.
Rupanya mereka segera mengerti, sebab mereka menyerukan
sesuatu kepada teman-temannya dan tak berapa lama
kemudian datanglah dua orang perempuan membawa sebuah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cembung besar penuh berisi air. Menurut dugaanku mereka
sendiri me lanyaknya dari dalam tanah kemudian memanaskannya di sinar matahari. Mereka membawakan kami
seperti tadi, meletakkan cambung itu di tepi pantai, dan untuk
mengambilnya kusuruh Kuri, mengisi tiga buah guci.
Perempuan-perempuan itu seperti laki-lakinya juga,
bertelanjang bulat. Kini kami mempunyai wortel, gandum, daging dan air dan
setelah kami mengucapkan selamat berpisah kepada Negronegro yang baik budi itu, kami pun terus meneruskan
pelayaran kami sebelas hari dengan tak henti-hentinya, tak
singgah-singgah lagi ke darat, sekalipun hanya sebentar saja.
Sampai hari ke sebelasnya aku mengetahui bahwa pada jarak
kira-kira lima mil laut sebagian daratan jauh menjorok ke laut.
Dan karena laut sedang sangat tenang, aku memotong jalan
mendekati pantai, akan mencoba mencapai salah satu pelosok
dari semenanjung tersebut. Tapi ketika jarak antara kami
tinggal kira-kira dua mil lagi dari pantai, tampak kepadaku
bahwa dari sebelah lain ada lagi bagian daratan yang lebih
jauh lagi masuk ke laut, dan dengan ini sampailah aku pada
kesimpulan, dan memang sebenarnya, bahwa tanjung ini, tak
lain tak bukan melainkan T anjung Hijau (Verde) yang panjang
itu dan yang tampak samar-samar itu adalah pulau-pulaunya.
Tetapi masih sangat jauh, dan ini pula yang menyukarkan
mengambil keputusan, mana yang akan kulakukan, sebab
andaikata angin kencang, bukan tanjung itulah, dan bukan
pulau-pulaunya, yang mungkin dapat dicapai, tapi bahkan
makin jauh dari keduanya. Dalam keraguan yang mengiris dan
kesulitan yang seperti kualam i ini, aku masuk kurung kapal
untuk dapat berpikir dengan tenang, sampai dapat mengambil
ketentuan. Kemudian kuserahkan kepada Kuri.
Tiba-tiba aku mendengar Kuri berseru, "Tuanku! Tuanku!
Ada kapal layar!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak tolol itu seperti kehilangan semangat karena terkejut,
sebabnya tidak lain karena yang ada dalam benaknya bahwa
kapal itu adalah salah sebuah kapal tuannya dulu, yang
disuruh menyusul kami untuk membawanya pulang.
Aku melompat dan kurung kapal dan segera menampak
kepadaku sebuah kapal, yang dapat segera kuketahui
berbendera Portugis. Mula-mula aku mengira kapal itu akan
menuju Guinea, mengambil orang-orang Negro, tapi setelah
kuteliti dengan seksama ke mana arahnya, ternyata kapal itu
berlayar dengan maksud lain. Aku tak dapat lagi mengambil
keputusan untuk tinggal di pantai, lalu mengarahkan kapal
kami sedapat mungkin lebih ke tengah laut, mencoba dapat
tidaknya berbicara dengan mereka.
Meskipun semua layar kami pasang, segera kuketahui
bahwa kami tak mungkin dapat mendekati air yang mereka
layari, lalu kam i pun mengira bahwa kapal itu akan hilang dari
pandangan, sebelum kami dapat memberi kabar bahaya
kepadanya. Setelah kami mencoba dengan segala tenaga yang ada,
dan hampir putus asa, barulah mereka menoleh kepada kami.
Lalu mereka menggulung layar supaya kami dapat
menyusulnya. Sekarang aku punya harapan lagi, dan karena kami masih
mempunyai bendera majikan kami yang dahulu, kami pasang
bendera itu sebagai "tanda bahaya". Kami letuskan sebuah
bedil dari kami. Rupanya kedua isyarat inilah yang
menunjukkan mereka, aku mendengar hal ini kemudian dari
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka, bahwa mereka dapat melihat asap yang keluar dari
mulut bedil dan membumbung ke atas meskipun mereka tak
mendengar bunyinya. Setelah mengenal ke dua macam isyarat itulah, mereka
berbalik dengan cernat dan lalu menghentikan pelayarannya,
sampai kami setelah kira-kira jam tiga dapat mencapai kapal
Portugis itu. Mereka menanyai kami berganti-ganti dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahasa Portugis, Spanyol, dan Perancis siapa dan apa aku ini.
Tapi aku tak mengerti sebuah pun dari ketiga bahasa itu,
sampai akhirnya seorang kelasi bangsa Skot, yang ada dalam
kapal itu, bertanya kepadaku dan aku dapat menjawab dan
bercerita, bahwa aku adalah orang Inggris yang lari dari
tempat perbudakan bangsa Moor.
Barulah mereka mempersilakan aku naik ke atas kapal, di
mana aku diterima dengan amat ramahnya.
Aku merasa berbahagia bukan kepalang, sebagaimana
halnya bila orang terlepas dari keadaan celaka dan hampir
putus asa. Dan sebagai tanda terima kasih atas
pembebasanku, segera kuberikan kepada nakhoda segala
kepunyaanku. Tetapi ia menolaknya dengan dada yang
lapang, dan berkata, bahwa ia tak ingin menerima apa-apa
daripadaku. Tapi ia bersedia menyimpan kesemuanya bagiku
dengan baik-baik, sampai kami tiba di Brasilia.
"Sebab," katanya, "Aku menolongmu tanpa maksudmaksud lain kecuali harapan kelak dapat ditolong orang pula,
karena awal akhir aku pun mungkin mengalami nasib seperti
kau. Lagipula," sambungnya, "oleh sebab kau akan kubawa ke
Brasillia sekarang, begitu jauh dari tanah airmu, kau di sana
pasti mati kelaparan, jika kuambil semua milikmu itu. Tidak,
tidak, tuan Inggris, kau akan kubawa ke sana dengan cumacuma, dan kau mesti berusaha sendiri hidup dari barangbarang milikmu supaya dapat pulang kembali ke negerimu
kelak." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
4 Dan ia tidak saja murah dengan kata-kata, melainkan juga
dengan perbuatan-perbuatannya. Ia memerintahkan kepada
kelasi-kelasinya, seorang pun tidak boleh menjamah
kepunyaanku dan kemudian diurusnya segala-galanya,
sesudah dibuatnya daftar inventaris. Ya, malahan ketiga guci
air dari tanah pun dimasukkan juga ke dalam inventaris itu.
Tentang kapalku, buatannya amat kokoh dan kuat dan
ketika nakhoda melihatnya, ia mengusulkan padaku untuk
menjualnya saja, sedangkan harganya aku sendirilah yang
boleh menentukannya. Tapi aku berkata padanya, bahwa
karena ia sudah begitu bermurah hati terhadapku kuserahkan saja padanya sama sekali. Sesudah itu
memutuskan memberikan padaku sepucuk surat keterangan,
yang berisi perjanjian hitam di atas putih, bahwa setibanya di
Brasilia ia akan membayar 80 uang emas buat kapalku. Tetapi
bila nanti di sana ada orang yang berani membayar lebih
tinggi, akan diberi kebebasan untuk menjualnya kepada orang
itu. Seterusnya ia menawarkan padaku 60 uang emas, bila aku
bersedia menyerahkan si Kuri padanya. Meskipun rasanya
amat enggan, akhirnya kululuskan juga permintaannya.
Soalnya bukan karena aku berkeberatan, bila ia tetap tinggal
dengan nakhoda, melainkan karena aku merasa ngeri untuk
menjual kebebasan anak malang itu, sedangkan ia sudah
begitu setianya membantuku untuk memperoleh kebebasanku.
Maka ketika kuajukan segala keberatanku pada nakhoda, ia
pun setuju, tetapi ia berjanji padaku akan membebaskan si
Kuri setelah waktu 10 tahun dan bila ia sudah beragama
Kristen. Sesudah janji nakhoda itu dan setelah si Kuri sendiri
menyetujuinya, kuserahkan kepada nakhoda.
Pelayaran kami ke Brasilia seterusnya berlangsung dengan
selamat, sebab setelah 20 hari sampailah kami di Teluk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Todolos Santos atau Teluk Maha Suci, tetapi aku belum
mempunyai kepastian, apakah yang akan kulakukan.
Perlakuan murah hati luar biasa yang kualami dan nakhoda
Portugis itu, sungguh kuhargai setinggi-tingginya. Ia tak mau
menerima apa-apa buat pembayar ongkos pelayaranku, malah
selanjutnya memberi lagi 20 dukat buat kulit macan tutul dan
40 dukat lagi buat kulit singa, yang kedua-duanya berada di
kapalku. Seterusnya barang-barang yang masih berada di
kapalku diberikan padaku kembali semuanya, dan bila ada
yang ingin kujual padanya, dibelinya juga daripadaku.
Demikian dibelinya pula peti yang berisi botol-botol, dua pucuk
bedilku, dan lilin lebih sesisanya. Pendeknya, buat segalagalanya itu kuperoleh kira-kira 220 uang emas, dan dengan
modal itulah aku mendarat di Brasilia
Karena aku dipujikan oleh nakhoda pada seorang yang
jujur dan baik hati seperti dia sendiri, yang memiliki sebuah
perkebunan dan pabrik gula, belum lama aku berada di darat,
segera aku dapat tinggal bersama-sama di rumahnya dan
belajar menanam dan membuat gula daripadanya.
Oleh karena kulihat betapa senangnya hidup pengusahapengusaha perkebunan gula itu dan betapa cepatnya mereka
menjadi kaya, kuambil keputusan uiftuk menjadi pengusaha
perkebunan Brasilia bila aku dapat memperoleh izin buat
menetap di sana. Dalam pada itu aku berpikir-pikir, bagaimana
caranya aku bisa mendapat kembali uangku, yang
kutinggalkan di London. Tak lama aku mendapat surat tanda naturalisasi. Kubeli
tanah yang belum dibuka sebanyak-banyaknya yang dapat
kubayar dan lalu kubuat sebuah rencana untuk menanami dan
membagi-baginya. Tetanggaku satu-satunya seorang Portugis, berasal dari
Lisabon, tapi orang tuanya orang Inggris, yang berada dalam
keadaan yang sama dengan aku. Kusebut dia tetangga, sebab
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perkebunannya berbatasan dengan perkebunanku dan kami
bergaul sebagai sahabat yang sudah karib benar.
Modalku yang pertama, seperti kepunyaannya juga, sedikit
sekali dan kami berdua pada dua tahun permulaan terpaksa
menanam tanaman-tanaman yang paling perlu untuk hidup
daripada menggunakan tanah itu untuk hasil-hasil yang lain.
Tapi keadaan kami makin baik, sehingga pada tahun ke
tiganya dapatlah kami menanam tembakau dan dapat pulalah
menyiapkan persediaan untuk menanam tebu pada tahun
berikutnya. Hanya kami kekurangan tenaga pekerja dan
barulah kini insyaf betapa bodoh dan tololku memberikan si
Kuri dulu kepada nakhoda. Tapi rupanya memang sudah
nasibku, selalu saja terpilih akan yang terburuk.
Jadi, aku harus membatasi diri dalam mengambil keputusan
akan meluaskan perkebunanku, sebelum sahabatku, nakhoda
bangsa Portugis itu datang kembali.
Ketika ia datang lagi di Brasilia dengan kapalnya dan aku
mengatakan kepadanya, bahwa aku di London masih
mempunyai sedikit modal yang kutinggalkan, ia pun segera
memberi nasihat yang baik sekali.
"Tuan muda Inggris," katanya (demikianlan ia selalu
menyebutku), "maukah Anda memberikan surat kepadaku
disertai surat kuasa penuh yang meminta kepada orang yang
kautitipi uangmu, supaya harta bendamu dikirimkan ke
Lisabon kepada seseorang yang alamatnya akan kuberikan,
dan yang akan menanam modal dalam barang-barang yang
berguna untuk negeri ini" Mudah-mudahan dengan berkat
Tuhan, kalau aku sudah sampai lagi ke mari akan dapat
menyerahkan sekalian uang itu kepadamu. Tapi karena
perbuatan manusia itu tergantung dari perubahan-perubahan
dan nasib buruk, kunasihatkan supaya Anda mula-mula
mencoba dulu dengan barang-barang seharga seratus
pondsterling saja, jadi dengan separuh modal seluruhnya.
Sampai saja ke mari dengan selamat, kau-coba lagi dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang lain. Sekiranya gagal, Anda masih mempunyai uang yang
tinggal di London, yaitu seratus pound lagi."
Nasihat itu demikian baiknya, sehingga segera kuturut; jadi
kutulis sepucuk surat kepada perempuan baik budi yang
kutitipi uangku itu, sambil membuat surat kuasa untuk
nakhoda Portugis itu. Dalam suratku kepada janda nakhoda Inggris itu,
kutuliskan segala kejadian yang kualami. Demikianlah
kuceritakan halku menjadi budak belian, tentang pelarianku
dan bagaimana aku sampai bertemu dengan kapal Portugis.
Kuceritakan juga kepadanya hal kebaikan nakhoda kepada
sesama manusia, kukisahkan selanjutnya keadaan dan
akhirnya kutambahkan petunjuk-petunjuk yang ia perlukan
untuk menolongku. Dan ketika nakhoda yang baik budi itu datang lagi di
Lisabon, ia mulai bertindak. Dengan pertolongan beberapa
saudagar Inggris di sana, ia mengirimkan surat kuasaku
kepada seorang saudaranya di London dan ditambahkan pula
berbagai cerita tentang pengalamanku. Kemudian saudagar
London ini pergi sendiri memberikan segalanya kepada nyonya
janda itu. Nyonya ini sangat terharu rupanya; sebab bukan
saja ia memberikan uangku yang dahulu itu dengan segera,
melainkan menambahnya pula dari kantungnya sendiri uang
yang jumlahnya agak lumayan sebagai hadiah kepada
nakhoda Portugis, tanda terima kasih atas segala sesuatu
yang ia perbuat untukku. Saudagar London itu membelanjakan uang yang 100 pound
itu kepada barang-barang buatan Inggris yang kemudian
diberikan dan dikirimkannya kepada temannya di Lisabon.
Barang-barang itu oleh nakhoda kemudian dibawanya sendiri
ke Brasilia dengan aman dan diserahkannya kepadaku.
Di antara barang-barang itu terdapat sejumlah karung,
entah berapa banyaknya aku lupa mencatatnya, berisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelbagai macam perkakas, barang-barang besi serta alat-alat
yang perlu untuk perkebunan, yang kelak sangat berguna
bagiku. Ketika barang-barang muatan ini sampai, aku mengira
kekayaanku sudah mulai bertambah dan karena riangnya aku
tak dapat berkata-kata. Tapi pembimbingku yang bijaksana itu berbuat lebih
banyak lagi bagiku! Dengan 5 pound, yang diperolehnya dari
pemberian nyonya janda itu, ia menyewa seorang pesuruh
yang mengikat diri kepadaku buat 6 tahun lamanya. Dan
untuk kesemuanya itu, ia tidak mau menerima ucapan terima
kasih, hanya diambilnya tembakau sedikit daripadaku, jerih
payah hasilku sendiri. Tapi segala yang kusebutkan tadi belumlah semuanya.
Selanjutnya ia membawakan pula bagiku beberapa barangbarang kain bahan pakaian Inggris seperti kain lena, kain
laken, bermacam-macam kain panas, dan sebagainya;
pendeknya barang-barang yang sangat berharga di negeri ini
dan sangat dibutuhkan oleh orang banyak. Inilah kesempatan
yang sangat menguntungkan bagiku untuk menjual barangbarang tadi. Sehingga dapatlah kukatakan, bahwa dengan
barang-barang itu aku telah mendapat laba empat kali lipat
dari semua muatan kapalku.
Keadaanku kini lebih baik daripada tetanggaku yang
malang itu, sebab sekarang aku mempunyai tenaga pekerja
lebih banyak. Uangku itu mula-mula kupergunakan untuk
budak belian, sedang di samping itu nakhoda sahabatku itu
menawarkan pula dari Lisabon seorang pelayan, pelayan kulit
putih yang kedua yang disewanya.
Tahun berikutnya adalah tahun yang baik pula dan betulbetul menguntungkan. Selain dapat menukarkan untuk
keperluan lain-lain kepada tetanggaku, aku masih mempunyai
sisa lima puluh bungkus tembakau yang masing-masing amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berat timbangannya. Dan ini kusediakan untuk para saudagar
di Lisabon. Pada tahun berikutnya aku merasa lebih-lebih lapang
dadaku, kekayaanku makin hari makin pesat bertambah dan
kepalaku penuh dengan pelbagai rencana dan rancangan
pekerjaan-pekerjaan yang besar.
Dapatlah dimengerti bahwa setelah aku hampir empat
tahun tinggal di Brasilia, aku sudah pandai bahasa
penduduknya. Selain dari itu aku sudah banyak kenalan dan
mempunyai hubungan-hubungan persahabatan dengan saudagar-saudagar dari San Salvador, kota bandar yang
ramai. Bila aku bercakap-cakap dengan mereka, acapkali
kuceritakan tentang pelayaranku ke pantai Guinea, tentang
cara berjual-beli dengan orang-orang Negro di sana.
Kuceritakan pula, betapa murah dan gampangnya menukarkan
barang-barang kecil-kecil buatan Eropah dengan emas,
gandum, gading, ya malahan budak-budak Negro pun kami
dapat pula. Kisahku selalu diikuti dengan penuh perhatian, terutama
sekali kalau aku menceritakan, betapa mudahnya membeli
budak-budak Negro. Pada waktu itu masih belum banyak
Negro-Negro diangkut orang ke Brasilia dan harganya pun
mahal sekali. Pada suatu hari aku mendapat kunjungan dari tiga orang
pengusaha perkebunan, yang mengajukan usul secara rahasia
padaku. Sesudah aku berjanji tidak akan membuka rahasia itu,
mereka berniat menyiapkan sebuah kapal yang akan berlayar,
ke Guinea. Mereka amat memerlukan tenaga buruhnya bagi
perkebunan, katanya. Tapi karena di Bras ilia dilarang membeli
budak-budak di muka umum, maka kami bersepakat untuk
berlayar satu kali saja ke pantai Guniea. Dari sana akan
kubawa budak-budak untuk dibagi-bagikan buat dipekerjakan
di kebun-kebun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pendek kata, aku ditanya apakah aku mau ikut berjual beli.
Kalau bersedia, kelak labanya akan dibagi rata di antara kami
berempat, sedangkan aku tidak usah ikut menyumbangkan
modal buat melengkapi kapal yang akan berlayar.
Bila usul itu diajukan kepada orang, yang tidak mengepalai
suatu perusahaan dan perkebunan yang tiap tahunnya
menghasilkan 3 sampai 4 ribu poundsterling atau kadangkadang lebih, tentu saja baik sekali. Tapi bagiku usul itu hanya
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berupa pikiran yang paling tidak masuk akal.
Tapi aku memang ditakdirkan untuk menemui bencana
selalu. Pendeknya, aku menerima usulnya, asal saja mereka
berjanji mau memelihara perkebunan selama aku tidak ada,
dan bila aku mati dalam perjalanan bersedia mengurus
perusahaanku. Mereka berjanji hitam di atas putih, bahwa mereka
sungguh-sungguh bersedia. Setelah itu aku membuat surat
warisan, bila aku meninggal dunia, yang kutunjuk sebagai ahli
warisku ialah kapten Portugis yang menolongku dahulu. Tapi
di samping itu ia diwajibkan mengirimkan separuh dari
penghasilan barang-barang bergerak dan tak bergerak
kepunyaannya ke Inggris. Sesudah beres mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan semua kekayaanku dan sekali lagi minta kepada
sahabat-sahabatku untuk memelihara perkebunanku, aku
berangkat pada tanggal 1 September 1659. Tepat delapan
tahun, setelah aku melarikan diri dari ayah bundaku di Hull.
Kapalku besarnya kira-kira 110 ton, mempunyai enam
pucuk meriam dan empat belas orang anak kapal, tidak
terhitung juragan kapal, pelayan, dan aku sendiri. Kecuali
barang-barang kecil-kecil buatan yang akan dipakai untuk
perdagangan tukar-menukar dengan orang-orang Negro,
seperti karang, gelas, cermin-cermin kecil, pisau, gunting,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kampak-kampak, dan sebagainya; kapal kami tak banyak
membawa muatan. Pada suatu hari aku naik ke atas kapal, dan berlayarlah.
Beberapa minggu lamanya, kami berlayar ke arah utara
menyusur pantai, dengan maksud akan menyeberang ke
pantai barat Afrika. Cuaca tetap baik, hanya saja sangat panas
di pantai Amerika Selatan. Akhirnya kami sampai dekat
Tanjung Augustino. Di sini kami merobah arah, menempuh
lautan dan melanjutkan pelayaran kami ke utara timur laut.
Setelah dua belas hari meliwati katulistiwa, dan berada
pada tempat yang letaknya 7?22" (tujuh derajat 22 menit)
lintang utara, tiba-tiba kami diserang badai. Kami menyimpang
dari arah semula. Badai itu mengamuk demikian hebatnya,
hingga terpaksa kami selama dua belas hari terapung-apung
tak tentu arah, tergantung sama sekali dari kekuasaan sang
angin. Di tengah-tengah kesukaran serupa ini, meninggallah
seorang daripada kami karena malaria. Setelah itu seorang
bujang nakhoda dan seorang kelasi jatuh terlempar dari atas
kapal ke laut. Setelah pada hari yang ke dua belasnya badai agak reda,
seperti semula, setelah diteliti, ternyata kami telah berada di
pesisir Guyana, salah satu daerah yang terletak di sebelah
utara Brasilia antara Sungai Amazona dan Sungai Orinoco.
Karena kapal sedikit bocor, aku menasihatkan supaya
menuju ke Pulau-pulau Karibia saja, agar dapat diperbaiki di
pelabuhan Barbados. Nakhoda menyetujui rencana ini. Kami
pun bertukar haluanlah menuju lebih jauh ke arah barat laut.
Tapi kami tak dapat sampai di Barbados. Sebab, baru saja
beberapa hari kami berlayar, datang lagi badai yang ke dua
mengamuk dan menyeret kami tepat ke barat, hingga
terombang-ambinglah kami dengan kapal bocor di atas lautan
luas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keadaan serba sulit dan kehilangan harapan seperti
ini sedangkan badai tak reda-reda melampiaskan amarahnya,
sekonyong-konyong berserulah pada suatu pagi seorang di
antara kami, "Daratan! Daratan!"
Tapi baru saja kami keluar dari kurung kapal (sebab ketika
itu masih sangat pagi), untuk melihat di mana kami
sebenarnya telah berada tiba-tiba kami merasa kapal
terbentur pada beting dan kami semua basah kuyup disembur
ombak yang sangat besar. Sungguh tidak mudah, bagi orang yang belum pernah
mengalami peristiwa demikian, untuk melukiskan bagaimana
kebimbangan kami di bawah pengaruh keadaan saat itu. Kami
pun tidak tahu di mana kami berada, atau ke daratan mana
kami terdampar. Juga tak tahu kami apakah tempat itu
sebagian dari pulau atau dari benua, berpenghuni ataukah
tidak" Dan karena badai terus saja mengamuk, meskipun sudah
agak kurang dari semula, kami bingung, apakah kapal kami
akan dapat dipertahankan lebih lama lagi atau tidak. Tetapi
seakan-akan digerakkan oleh sesuatu daya ajaib, angin
kencang tiba-tiba berbalik berembus.
Jadi kami masih dapat saling berpandangan untuk
penghabisan kali dan menantikan ajal datang sambil bersiapsiap untuk bertolak ke dunia lain. Tapi kami sangat
tercengang, setelah beberapa menit kapal kami belum juga
binasa, malah nakhoda memberitahukan bahwa badai sudah
mulai agak reda. Karena kapal demikian dalamnya tertanam di pasir dan tak
ada kemungkinan akan dapat terlepas kembali, kami sekalian
harus mencari jalan untuk menyelamatkan diri.
Sebelum badai mengamuk, kami masih mempunyai sebuah
sampan di bagian belakang kapal. Tapi sampan ini telah
terbanting kena kemudi dan kini kalau tidak tenggelam, tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih terapung-apung di laut, hingga kami tak dapat lagi
mempergunakannya. Benar masih ada sebuah lagi yang lain,
tapi ada di geladak, pada saat semacam ini sukar sekali
menurunkannya ke laut. Tapi toh tak ada waktu untuk
merentang-rentang pikiran tentang sesuatu. Bersama-samalah
kami memberanikan diri mengambil sampan itu dari
tempatnya dengan mengerahkan segala tenaga yang ada,
hingga akhirnya berhasil jugalah. Kami sebelas orang menaiki
sampan itu dan setelah berdoa kepada Tuhan, kami
menyerahkan kembali keadaan kami ini kepada kekuasaan
sang laut. Bagaimana keadaan pantai berbatu-batukah, atau berpasir
saja, curam atau dangkal tak tahulah kami. Harapan satusatunya yang ada pada kami, dapatkah hendaknya kami
mendarat dekat muara sungai atau tepi pantai yang tidak
terserang angin, dan beradakah kami hendaknya di atas
perairan yang tenang tentram"
Tapi dari semua keinginan ini tak ada satu pun yang
terkabul, bahkan makin dekat kami ke tepi, makin menakutkan
tampaknya daratan itu. Ketika kami sampai, begitulah kira-kira satu setengah mil
jauhnya, tiba-tiba kami melihat ombak setinggi rumah
mendatang dari belakang, yang kemudian segera menyerbu
kami sebelum kami sempat berseru, "O, Tuhan!"
Sungguh tak dapat dilukiskan perasaan yang kualami pada
saat hampir tenggelam itu. Sebab meskipun aku pandai
berenang, aku tak berdaya menghadapi ombak raksasa yang
bergulung-gulung seperti itu. Tapi aku masih dapat bernapas.
Ombak itu mengangkatku dan melemparkan daku jauh ke
tepi. Setelah itu barulah ia menarik diri dan membiarkan daku
terbaring lesu di pasir, tidak apa-apa tapi setengah mati,
tanah di bawah kakiku. Aku tidak kehilangan akal dan masih dapat bernapas.
Karena kulihat bahwa aku berada lebih dekat ke pantai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daripada yang kusangka semula, dengan susah payah aku
berdiri. Aku berusaha mendarat, sebelum datang gelombang
lain, yang akan menyeretku lagi ke laut.
Tapi segera kulihat, bahwa aku tak mungkin terlepas
daripadanya. Sebab di belakang, ombak menggunung-gunung
bagaikan musuh yang tak kenal mengalah. Aku berusaha
bernafas terus, jangan sampai tenggelam dan tetap menuju
pantai. Yang amat kutakuti kalau-kalau gelombang itu
mengangkatku lagi, bila ia kembali ke laut.
Gelombang dahsyat menyergapku sampai tidak berdaya
sama se kali. Aku merasa didorong oleh tenaga yang luar
biasa, jauh ke pantai. Aku menahan nafasku, dan berenang ke
muka dengan sekuat tenaga. Meskipun aku berhasil hanya
selama dua detik saja menyembulkan kepala dan tanganku di
atas permukaan air, tapi cukup lama untuk menghirup udara
baru. Sekali lagi aku terbenam dalam air, tapi masih juga aku
dapat bertahan. Dan ketika kulihat bahwa air laut buat kedua
kalinya mundur ke laut, aku maju dan kurasa kembali tanah di
bawah kakiku. Beberapa saat lamanya aku berhenti untuk menarik nafas,
kemudian lari lagi ke darat. Tapi masih belum juga aku
terlepas dari gelombang. Aku dikejarnya lagi, diangkatnya, lalu
dilemparkannya lebih jauh lagi ke pantai, yang sangat landai.
Sekali ini membawa celaka bagiku. Sebab ketika gelombang
dengan dahsyat menyeretku ke darat, aku tiba-tiba terbanting
kepada sebuah batu karang, demikian kerasnya, hingga
rasanya paru-paruku kehilangan semua udara. Beberapa detik
lamanya aku pingsan, dada dan rusukku terbentur batu
karang. Ketika aku siuman, dan melihat air laut itu datang kembali,
aku bertekad akan berpegang erat-erat kepada batu karang
dan menahan nafasku, sampai air itu enyah dari padaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena gelombang tidak setinggi semula kupegang erat-erat
batu karangku sampai air kembali ke laut. Kemudian aku lari
secepat-cepatnya, sehingga aku berhasil mencapai pantai,
sebelum gelombang-gelombang datang kembali. Setelah itu
kudaki salah satu tebing, aku membaringkan diri di atas
rumput. Setelah beberapa lamanya, aku melihat-lihat sekelilingku,
untuk mengetahui di mana aku berada dan untuk memikirkan
apa yang harus kuperbuat pertama-tama. Aku segera
mengerti, bahwa keadaanku hampir-hampir tak memberi
harapan sama sekali. Tak ada seutas benang kering pun yang
melekat pada badanku, dan aku tidak pula mempunyai
pakaian penukar maupun makanan ataupun minuman. Aku
agaknya ditakdirkan untuk mati kelaparan atau digasak
binatang-binatang buas, sebab sepucuk senjata pun tak ada
padaku untuk dapat membela diri. Yang kupunyai hanya
sebilah pisau saku, pipa, dan kotak tembakau yang berisi
sedikit dalamnya. Tatkala hari menjadi malam, dengan cemas aku berpikir
apakah yang mesti kukerjakan, bila aku didatangi binatangbinatang buas yang sedang mencari mangsanya. Aku
memutuskan akan bermalam di atas pohon yang besar di
dekatku, yang agak menyerupai pohon cemara. Tapi sebelum
aku naik, aku berjalan-jalan dulu sebentar sepanjang pantai,
dengan harapan menemukan air tawar.
Untung benar segera kuketemukan, dan setelah minum
sepuas puasnya kumasukkan sedikit tembakau ke dalam
mulutku sekedar penghilang rasa lapar. Kemudian aku
memanjat pohon, mencari tempat duduk yang kira-kira dalam
tidur pun aku takkan terjatuh. Akhirnya, kubuat dulu sebuah
tongkat pendek besar dari dahan untuk dipakai sebagai
senjata jika ada bahaya. Barulah aku tidur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
5 Tatkala aku terbangun, hari sudah lama siang. Topan
sudah reda sama sekali dan cuaca sejuk terang. Aku merasa
heran sekal, karena kapal kami telah terlepas dari pasir,
sekarang berayun-ayun di atas gelombang, tak jauh dari batu
karang celaka itu. Jauhnya tidak lebih dari satu mil, dan
karena ia masih terapung apung, timbullah niatku untuk naik
ke atasnya mengambil bahan bahan makanan yang paling
perlu saja. Tapi ketika aku turun dari pohon dan sekali lagi
memperhatikan sekelilingku, tiba tiba kulihat sampan kami ada
di pantai pada kira-kira dua m il jauhnya dari padaku. Aku pun
berjalanlah sepanjang pantai menuju ke sampan itu. Tapi
ketika kuketahui ada teluk yang masih tergenang air, yang
lebarnya kira-kira setengah mil memisahkan aku dari sampan,
maksudku yang mula-mula itu tidak kulangsungkan, aku lebih
mengharapkan menemukan makanan yang untuk sementara
dapat menahanku dari mati kelaparan.
Siangnya, laut sangat tenang dan sangat surut, sampai aku
dapat mencapai jarak seperempat mil lagi dari kapal.
Dan aku menjumpai kekecewaan baru! Sebab jelaslah kini
kepadaku, bahwa kalau saja kami semua diam di kapal, kami
akan dapat juga mendarat dengan selamat, dan aku tak usah
jadi orang sengsara dan kesunyian, menyendiri seperti
sekarang ini. Pikiran ini menyebabkan air mataku titik, tapi karena
dengan menangis kesedihan tak akan berkurang, aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menetapkan hati akan segera pergi memasuki kapal. Kubuka
bajuku dan aku melompat ke dalam air.
Ketika sudah sampai, aku berenang dulu mengitari kapal
sampai dua kali. Akhirnya menemui seutas tali kecil yang
bergantung dari atas haluan kapal, tapi demikian tingginya,
sehingga baru setelah berusaha dengan banyak kesukaran aku
dapat menjangkaunya dan baru dapat naik ke atas kapal.
Setelah di atas, segera aku mengetahui bahwa kapal itu
bocor, air sangat banyak masuk ke dalamnya; tapi karena
kapal itu merapat ke samping beting yang keras, buritan kapal
pun menungging di atas beting itu sedangkan haluannya
sebagian tenggelam. Akibatnya setengah dari geladak tak apaapa tinggal kering. Segeralah pula kuketahui, bahwa persediaan makanan
kering pula, tak terkena air. Selanjutnya aku menemukan
sedikit minuman keras dari kurung kapal. Aku meminumnya
seteguk besar untuk membangkitkan semangat.
Kini aku memerlukan sampan untuk memuat segala yang
kudapati dalam kapal itu.
Sayang tak ada sampan barang sebuah, jadi aku harus
mendapatkan jalan lain, untuk dapat membawa semua milikku
ini ke darat. Kami mempunyai beberapa andang-andang cadangan, tiga
buah tonggak kayu yang agak panjang dan dua tiang kapal,
aku bermaksud dengan barang-barang ini akan membuat
sebuah rakit. Maka kulemparkan kepingan kayu-kayu itu dari
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
atas kapal, setelah kuikat erat dengan tali, supaya jangan
hanyut. Setelah selesai aku sendiri meluncurkan badanku dari
samping kapal, lalu kutarik balok-balok itu kepadaku, kuikat
kedua ujungnya, sampai merupakan rakit, dan lalu kuletakkan
papan-papan yang pendek-pendek melintang. Aku sudah
dapat berjalan-jalan di atasnya, tapi rakit belum kukuh benar
untuk dimuati beban yang berat. Pekerjaan kuteruskan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan mempergunakan gergaji kepunyaan tukang kayu
kami, aku memotong tiang cadangan itu menjadi tiga potong
dan kuletakkan ketiga potong itu kepada rakit tadi. Berhasillah
usaha ini, setelah bekerja keras dengan penuh kesukaran.
Rakitku kini cukup kuat untuk membawa muatan yang
berat. Tapi masih ada pertanyaan apa yang harus lebih dulu
dimuatkan ke atas rakit dan bagaimana caranya supaya tidak
kemasukan air laut dari bawah. Lalu kuletakkan dahulu papanpapan dan balok-balok yang dapat kujumpai itu di atasnya,
lalu kumuatkan di atas papan-papan ini tiga peti yang telah
kubuka dan kukosongkan. Peti pertama berisi perbekalan, roti,
beras, tiga kiju belanda, lima kerat daging kambing yang telah
dikeringkan dan sedikit gandum, yang dahulu kami sediakan
untuk makanan unggas, tapi mati di tengah perjalanan.
Tentang beberapa peti sopi manis yang kudapatkan itu
adalah kepunyaan nakhoda, semuanya ada enam gallon (1
gallon = 4 l Inggris), Peti-peti sopi ini tidak kukemasi,
kuletakkan saja berderet di atas rakit.
Ke dalam peti yang ke dua kumasukkan sedikit pakaian dan
perkakas tukang kayu; ini suatu perolehan berharga, pada
ketika itu bagiku lebih berharga daripada emas.
Usaha selanjutnya supaya dapat memperoleh sedikit peluru
dan senjata api. Ada dua senapan pemburu dalam kurung
kapal, yang sangat boleh dipercaya dan dua pistol. Barangbarang inilah kumuatkan lebih dulu dalam rakit bersama-sama
dengan tempat mesiunya sedikit, peluru sekantung kecil dan
sebilah pedang yang sudah berkarat.
Aku telah mengetahui masih ada mesiu tiga kantung lagi
dalam kapal itu tapi aku tak tahu di mana disimpannya oleh si
penembak meriam itu. Setelah kucari, barulah kutemui ketiga
kantung mesiu itu, tapi yang dapat dipakai hanya yang dua
kantung saja, yang ketiga telah basah kena air. Jadi aku
hanya mengambil yang dua kantung itu sajalah yang masih
dapat dipergunakan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah cukup beristirahat, aku mulai memikirkan akan
kembali ke darat. Bagaimana aku dapat sampai ke darat
dengan selamat, sebab aku tak mempunyai layar, tak punya
pendayung, tak ada kemudi. Sekali saja angin kencang datang
menyerang, akan habis tersapulah muatan milikku itu ke
dalam laut. 6 Dalam tiga hal aku beruntung; pertama, laut tenang;
kedua, air pasang; dan ketiga, angin berhembus ke arah
darat. Setelah aku menemukan tiga dayung yang sudah patah,
begitu pula dua buah gergaji, sebuah kampak dan sebuah
palu, aku berlayar. Selama satu mil semua berjalan baik,
hanya saja rakitku tidak menuju tempat aku mula-mula
mendarat. Karena itulah aku dapat menarik kesimpulan,
bahwa tentu ada sebuah teluk dekat di situ.
Memang demikian halnya, tak lama kemudian kuketemukan
sebuah teluk kecil di pantai. Aku merasa rakitku seakan-akan
tertarik ke arah teluk tadi. Karena itu sedapat mungkin aku
berlayar ke jurusan itu dan berusaha tetap di tengah-tengah
arus. Pekerjaan itu bukan kepalang berat dan sukarnya, sebab
arus amat kuat. Tapi aku akhirnya berhasil juga sampai pada
teluk di pantai itu. Dengan perasaan lega tak terhingga,
kulihat aku berada dekat muara sebuah sungai kecil.
Jadi, aku berlayar ke hulu. Tepi kiri kanan sungai itu
bertebing curam. Sambil berlayar kucari suatu tempat
mendarat yang baik, sebab aku tidak bermaksud lebih jauh
berlayar ke hulu daripada yang kuanggap perlu, karena aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berharap pada suatu waktu dapat melihat sebuah kapal. Aku
memutuskan tetap tinggal dekat pantai.
Di tepi kanan sungai kulihat sebuah teluk lagi. Ke sanalah
kutu-jukan rakitku. Dengan pertolongan dayungku dengan
susah payah aku melompat ke darat, lalu mengikatkan rakitku.
Yang pertama- tama kulakukan ialah melihat-lihat dulu tempat itu dari dekat, dalam pada itu mencari tempat yang baik untuk mendirikan rumah. Di mana aku berada, aku tak tahu. Juga tak tahu, apakah sebuah pulau atau benua, apakah berpenghuni ataukah kosong. Kira-kira dalam jarak satu mil, kulihat sebuah bukit, yang menjulang curam dan tinggi dan agaknya menguasai seluruh tempat itu* begitu pula mengatasi puncak bukit sebelah utara. Kuambil salah satu bedil pemburuku, kuselipkan sepucuk
pistol dalam ikat pinggang, kuambil tanduk berisi obat bedil
dan dengan begitu aku pergi menjelajah ke arah bukit, yang
puncaknya kucapai dengan susah payah sekali.
Sesampainya di sana dengan perasaan sedih, kuketahui
bahwa aku berada di sebuah pulau, yang seluruhnya dikelilingi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
laut. Sama sekali tak tampak daratan, hanya beberapa batu
karang yang gundul jauh menjulur ke laut. Selain itu kulihat 2
buah pulau kecil, yang tampaknya lebih kecil daripada
pulauku, yang jauhnya kira-kira tiga mil ke sebelah barat.
Selanjutnya kulihat dari kejauhan bahwa tanah pulauku itu
tampaknya gersang dan tandus, karena itu aku mengira,
bahwa ia tidak berpenghuni. Kecuali mungkin binatangbinatang buas, tetapi sama sekali tidak kujumpai. Yang kulihat
hanya burung-burung banyak sekali, tetapi tidak kukenal
seekor pun. Waktu aku pulang kembali, kutembak seekor
burung besar yang bertengger di atas sebuah pohon dekat
hutan lebat. Aku yakin bedilku, bedil pertama yang pernah dipasang
orang di s ini sejak dunia diciptakan T uhan.
Sebab baru saja aku melepaskan tembakan, dari segala
jurusan terbanglah burung-burung yang tak terkira banyaknya, hingga keadaan sekitarya, menjadi riuh rendah
karenanya. Lalu kulihat-lihat burung yang kutembak tadi.
Rupanya semacam burung elang seperti yang terdapat di
negeriku, tetapi dagingnya bau amis dan tak dapat dimakan.
Puas dengan penemuan-penemuanku, aku kembali lagi ke
rakitku dan mulai mengangkat mutannya ke darat. Di mana
aku akan bermalam, tak tahulah aku. Untuk tidur di atas
tanah, aku tak berani, karena takut kalau-kalau binatang buas
menerkamku. Tapi kemudian aku tahu, bahwa kekuatiranku
itu tidak beralasan. Meskipun begitu aku membuat rintangan
juga, dengan jalan menumpuk peti-peti dan papan sekitarku,
lalu kubuat semacam tempat tidur untuk bermalam.
Aku mulai sadar, bahwa aku masih dapat mempergunakan
banyak sekali benda-benda dari kapal, terutama alat-alat
kerek dan layar. Aku mengambil keputusan untuk sekali lagi
pergi ke kapal dan karena aku tahu, bila datang taufan kapal
itu akan hancur, aku mesti cepat-cepat bertindak. Mula-mula
aku bermaksud pergi ke sana dengan rakit, tapi itu ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak praktis. Karenanya, ketika air surut, aku berenang lagi ke
kapal. Seperti pada pertama kalinya saja aku naik ke atas
kapal dan membuat lagi rakit yang kedua. Sesudah rakit itu
kuikatkan dengan tali kepada kapal, kuambil barang-barang
yang perlu. Pertama kuketemu-kan dalam kurung tukang kayu
tiga karung penuh berisi dongkrak, dan dua lusin kampak.
Selain itu kuketemukan pula alat yang paling berguna di
seluruh dunia, yaitu batu pengasah.
Ini semua kusimpan bersama-sama dengan barang-barang
lainnya kepunyaan kelasi penembak meriam itu, seperti: tiga
kikir besi, dua kantung peluru setinggar, tujuh buah bedil
setinggar, sebuah lagi senapan pemburu dengan mesiunya
sedikit, dan segulung baja lempengan, tapi yang terakhir ini,
terlalu berat bagiku, untuk dapat mengangkatnya.
Bersama-sama dengan perkakas itu, kuambil juga pakaian,
yang kudapati di sana. Kukumpulkan semua ini beserta layar
cadangan, tikar gantung dan sedikit kain hamparan, dan
dengan barang-barang itu semua, dengan rakitku yang kedua
ini aku kembali ke darat.
Setelah muatanku ini kubongkar dengan selamat, mulailah
aku membuat kemah kecil dari kain layar dan pancang kayu,
yang sengaja kubawa untuk keperluan itu. Ke dalam kemah
itu kumasukkan lebih dahulu benda yang tak boleh kena hujan
atau panas, sedangkan tong-tong besar dan peti-peti
kutempatkan dalam lingkaran besar sekeliling kemah, sebagai
perisai terhadap serangan-serangan manusia maupun
binatang. Setelah selesa i, kupancangkan sebuah tonggak lagi sebagai
batas dari dalam, lalu kutempatkan sebuah peti tegak dekat
pancang itu, inilah pintu, Lalu kubentangkan salah satu tikar di
tanah, dan berbaringlah aku dengan dua pistol di atas
kepalaku dan sebuah bedil yang berisi di sebelah kanan
tempat tidurku. Kemudian aku pun tertidurlah dengan
nyenyaknya, sebab sangat lelah, malam kemarinnya sebentar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja aku dapat tidur, karena semalam-malaman harus bekerja
keras. Meskipun aku sudah mempunyai persediaan lengkap untuk
waktu lama, aku belum puas. Aku merasa berkewajiban,
sebelum kapal itu hancur, berusaha mengambil apa-apa yang
dapat diambil. Karena itu kalau laut sedang surut, aku pergi ke
kapal, dan mengambil apa saja, terutama perkakas-perkakas
dan tali temali layar dan kain-kain layarnya.
Sangat menggembirakan, setelah aku lima hari berturutturut berkunjung ke kapal, terdapat sebuah tong besar penuh
berisi roti, tiga bejana air gula atau semacam minuman
beralkohol lainnya, satu peti gula halus, dan sekantung tepung
masih sangat baik. Penemuan-penemuan ini sungguh mengagumkan, aku
telah mengira sudah tidak ada persediaan makanan lagi di
kapal itu. Kali ini pun kubawa barang-barang ini dengan
selamat. Kini aku sudah tiga belas hari di darat dan selama itu sudah
sebelas kali pergi ke kapal. Hampir-hampir saja aku mengira,
bahwa kalau angin tetap tenang seperti sekarang, aku akan
dapat membawa kapal itu sebagian-sebagian ke darat.
Tapi ketika aku sedang bersiap-siap akan berenang untuk
kedua belas kalinya, tiba-tiba angin mulai bertiup dengan
kencang. Tapi karena laut sedang surut, aku pergi juga ke
kapal dan meskipun pada perasaanku aku sudah menjelajah
kapal itu dari bawah hingga ke atas, aku masih juga menemui
di dalamnya beberapa alat penyeduk air, tiga pisau cukur,
sebuah gunting besar dan selusin pisau dan beberapa garpu
yang masih baik. Di dalam penyeduk air aku menemui uang
Eropah dan Brasilia seharga tiga puluh enam poundsterling.
Aku tertawa tak sengaja ketika melihat uang itu. Oh, lumpur
kotor! pikirku, untuk apa engkau" Sedikit pun tak berharga
untuk dipungut dari tanah, sebilah pisau ini lebih berharga.
Aku tak membutuhkan engkau, diam sajalah di tempatmu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hancur musnahlah, seperti mahluk yang tak berguna sepeser
pun! Untunglah aku tak berpegang terus pada pikiranku tadi.
Kuambil uang itu dan sete lah kuikat dengan sedikit kain layar,
aku berniat akan memulai membuat rakit baru. Tapi aku
melihat langit mendung dan angin makin kencang. Dan benar
saja, setelah kira-kira seperempat jam, datanglah angin tegar
bertiup dari tepi pantai.
Tentu saja rakit tak dapat diteruskan, aku harus bersiapsiap sebelum laut pasang naik ke darat. Kalau tidak, aku tak
akan dapat mencapai daratan lagi.
Kuluncurkan diri ke atas permukaan air dan berenang
melalui selat antara kapal dan gosong itu. Sebenarnya aku
sudah sangat payah, sebagian disebabkan beratnya barangbarang yang kubawa, sebagian lagi karena air sudah mulai
haru-biru. T api mujurlah, aku masih dapat mencapai kemahku
dengan selamat. Kemah tempatku ini penuh sekelilingnya
dengan semua kekayaan dan aku merasa kaya raya seperti
raja. Badai mengamuk terus semalam-malaman dan ketika aku
pada keesokan harinya melayangkan pandangan ke laut, aku
tak melihat bekas-bekasnya lagi dari kapal yang kemarin
masih terletak di beting itu.
Sebenarnya agak mengherankan, kapal itu sangat cepat
menghilangnya. Tapi selanjutnya tak kupikirkan lagi perkara
ini, karena aku sudah mempergunakan waktu dan usaha yang
Robinson Crusoe Karya Daniel Defoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbuang-buang untuk mengambil apa-apa yang masih
berguna. Juga aku tahu, bahwa tak ada sisanya lagi yang
berharga yang tinggal di kapal itu.
Seterusnya tentang kapal tak kupikirkan lagi. Hanya aku
kadang-kadang mengamat-amati apakah tidak ada sesuatu
benda yang masih berguna terbawa air. Dan ternyata memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada dan berbagai bagian dari buritan yang terdampar ke
pantai. Pada hari-hari selanjutnya, aku asyik memikirkan
bagaimana caranya aku mempertahankan diri, kalau diserang
orang-orang liar atau oleh binatang-binatang buas, andaikata
terdapat di pulau itu. Aku ragu-ragu, apakah membuat kemah
ataukah menggali lubang di dalam tanah. Akhirnya aku
mengambil keputusan membuat kedua-duanya.
Sebenarnya tempat aku mula-mula mendirikan kemahku,
ternyata tidak patut untuk tempat tinggal. Pertama, tanahnya
rendah berpaya-paya, kedua di sekitar tempat itu tidak ada air
tawar. Jadi, aku memutuskan akan mencari tempat yang lebih
sehat dan letaknya lebih baik.
Kecuali yang lebih sehat dan lebih baik letaknya, ada lagi
pertimbangan lainnya. Pertama, aku ingin terhindar dari sinar
matahari yang terik; kedua, aku harus mendapat tempat yang
gampang dipertahankan terhadap serangan orang-orang liar
atau binatang-binatang buas; dan ketiga, aku ingin mendapat
pemandangan yang lepas ke laut, kalau-kalau kebetulan ada
kapal lewat. Sesudah lama mencari, akhirnya aku menemukan sebuah
dataran, yang terletak dekat tebing sebuah bukit yang
menurun curam ke dataran tadi, sehingga tak seorang pun
dapat turun dari puncak bukit ke bawah melalui tebing ini. Di
sebelah tebing itu ada sebuah lekuk besar.
Di dataran kecil itulah, tepat di bawah tebing bukit, aku
memutuskan mendirikan kemahku. Dataran itu lebarnya tidak
lebih dari 100 hasta, dan panjangnya kira-kira dua kali lebar.
Pada ujungnya ada sebuah jalan berliku-liku menuju ke
dataran-dataran di sebelah laut. Dataran itu hampir sepanjang
hari terlindung dari sinar terik matahari.
Sebelum aku memasang kemahku, di muka tebing bukit itu,
terlebih dulu aku membuat setengah lingkaran. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lingkaran ini kudirikan dua baris pancang, yang demikian
dalamnya kutancapkan di dalam tanah, hingga teguh seperti
tembok. Tingginya lima setengah kaki dan bagian atasnya
diruncingkan. Sesudah itu, kuambil beberapa potong tali kabel dan
kubelit-belitkan di antara pancang-pancang itu. Kemudian di
antara pancang-pancang yang lebih kecil dan lebih pendek.
Pagar itu kukuh sekali, dapat menahan serangan orang dan
binatang apa pun juga. Aku tidak membuat pintu masuk, sebagai gantinya kubuat
tangga pendek untuk keluar masuk. Kalau aku sedang berada
dalam kemah, kutarik tangga itu ke dalam, dan bila aku di luar
dia kugantungkan di sebelah luar.
7 Di dalam benteng ini kusimpan segala kekayaanku, yakni
persediaan makanan, obat bedil, dan uang yang telah
kukatakan dulu. Untuk menjaga jangan sampai kena hujan,
kubuat lagi kemah yang besar. Juga aku tidak lagi tidur di atas
kasur seperti dulu, melainkan dalam ayunan bekas kepunyaan
mualim kami dulu. Aku mulai menggali-gali di atas bukit. Dengan batu serta
tanah yang kudapati dari penggalian ini, kutinggalkan tanah
sekira setengah meter sekeliling kemahku.
Selang-selang bekerja tiap hari aku pergi berburu; sudah
kuketahui di pulauku banyak terdapat kambing. Tapi binatangbinatang itu begitu liar, cekatan dan cepat larinya, agaknya
tak mungkin aku dapat menembaknya. Tapi aku tak putus asa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan akhirnya tak sampai lama aku berhasil juga menembak
seekor. Setelah aku mengetahui sedikit tempat persembunyiannya,
kuambil jalan seperti berikut. Aku tahu binatang-binatang itu
dapat segera mengetahuiku, jua meskipun mereka ada di batu
karang, di lembah. Tapi kalau mereka sedang makan rumput
di lembah dan aku kebetulan berada di atas bukit batu,
mereka tak dapat mencium kehadiranku. Karena itu aku dapat
menarik kesimpulan seperti berikut: pancaindra pelihatnya
hanya dapat melihat ke arah bawah saja dan apa yang
terletak di atasnya, tak dapat dilihatnya. Hal ini kuingatkan
betul; lalu naiklah aku ke atas bukit batu setinggi mungkin,
hingga aku benar-benar ada di atas mereka, dan dengan jalan
ini tembakan-tembakanku seringkah mengenai sasarannya.
Dengan peluru pertama, dapat kutembak seekor kambing.
Binatang itu ada anaknya, yang masih menyusu, sehingga
sangat menyedihkan hatiku. Sebab, ketika induknya mati,
anaknya itu seolah-olah terpaku, diam dekat induknya, sampai
aku datang mengambilnya. Bukan tak mau menyingkir saja,
tapi ketika aku meletakkan tubuh induknya di bahu akan
kubawa pulang, anak kambing itu mengikutiku dari belakang.
Oleh karena itu, dekat pagar kemahku kuletakkan induk
kambing itu, lalu aku memangku anaknya, dengan
pengharapan akan dapat kupelihara dan kujinakkan. Tapi anak
kambing itu tak mau makan, hingga akhirnya kusembelih juga
untuk menambah persediaan makananku.
Daging kedua binatang ini dapat kusimpan sampai lama,
sebagai persediaan makananku. Aku hidup cermat, kadangkadang makananku itu tidak kujamah, terutama rotiku.
Dan karena aku kini telah terpaksa tinggal untuk selamalamanya, kupikir sangat berguna sekali apabila aku membuat
perapian tempat memasak. Tapi bagaimana membuatnya"
Dan bagimana pula aku membuat tempat penyimpanan yang
besar lagi" Rancangan apa dan ketentuan apa yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuambil, ini akan kuceritakan nanti. Aku akan bercerita dulu
tentang satu dan lain hal mengenai diriku sendiri dan tentang
apa-apa yang kupikirkan mengenai kehidupanku.
Aku merasa, keadaanku sangat mengerikan. Seperti telah
kukatakan, seandainya tidak karena terbawa angin, aku tak
akan terdampar begitu saja di pulau itu. Demikianlah aku
harus mengira bahwa ini adalah petunjuk Tuhan yang telah
menentukan sampai ajalku datang, di pulau yang terpencil ini,
jauh dari keramaian manusia. Pikiran semacam ini membuat
aku tambah merasa celaka. Meskipun begitu ada juga sesuatu
dalam diriku, yang meredakan pikiran-pikian semacam ini.
Pada suatu hari, aku berjalan-jalan sepanjang pantai,
dengan menyandangkan bedil di atas bahuku, sambil pula
bersungguh-sungguh memikirkan keadaan. Terpikir olehku,
dan pikiran ini sangat tiba-tiba benar datangnya: Keadaanku
sangat menyedihkan, dalam kesunyian menyendiri. Itu benar,
tapi cobalah bertanya, apa yang terjadi malah dengan temantemanmu" Bukankah kalian berjumlah sebelas orang dalam
kapal itu" Ke manakah sekarang yang sepuluh orang itu"
Mengapa mereka tidak tertolong, sedangkan engkau
tertolong" Manakah yang lebih baik, engkaukah atau
merekakah" Terpikir lagi olehku, bagaimana cukupnya persediaan
makananku. Dan aku berpikir terus bagaimana nasibku, kalau
kapal itu tidak terdorong sampai dekat ke pantai benar,
sehingga aku dapat mengambil apa-apa dari dalamnya.
Apa yang akan kumulai dengan tak berbedil, tanpa mesiu
dan tanpa perkakas serta sedikit pakaian, kain sepere dan
sedikit tenda, kataku kepada diriku sendiri. Aku mempunyai
persediaan cukup, dan lebih-lebih lagi, aku mempunyai
harapan, kalau saja mesiuku habis, aku tak akan mati
kelaparan. Aku sudah mempunyai rencana, bagaimana supaya
aku dapat menyiapkan keperluanku, pada saatnya mesiuku
habis, dan pada waktu kesehatan dan tenagaku berkurang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
8 Menurut perhitunganku, aku mulai menginjak pulau itu
tepat pada tanggal 30 September. Setelah berlangsung kirakira sepuluh atau duabelas hari, kuketahui bahwa aku, karena
kehabisan kertas dan tinta, akan kehilangan perhitungan
waktu dan mungkin juga penetapkan hari-hari libur akan
bertukar dengan hari hari kerja. Untuk menghindarkan ini, aku
mencungkil-cungkil, dengan huruf besar besar pada balok
yang tebal, tulisan seperti berikut: "Aku datang mendarat di
sini pada tanggal 30 September tahun 1659"
Tiap hari di kedua belah sisi balok kubuat takik dengan
pisau, sedangkan pada tiap hari Minggu takik yang kubuat itu
kupanjangkan dua kali dari keenam takik lainnya. Dan hari
pertama setelah sebulan, kubuat satu yang panjangnya empat
kali yang mingguan. Dengan demikian terbuatlah sebuah kalender. Sebelum
meneruskan ceritaku perlu kukatakan dulu, bahwa di antara
barang-barang, yang kuambil dari kapal itu, ada yang aku lupa
menyebutkannya seperti: pena, tinta, dan kertas. Terutama
dari peti nakhoda, juru mudi dan anggota barisan penembak
laut, aku mendapatkan yaiig terakhir ini beberapa pak.
Selanjutnya kudapati juga barang-barang: empat buah
pedoman, sebuah perkakas pengukur, beberapa penunjuk
waktu, teropong, peta laut, dan buku-buku tentang pelayaran.
Juga aku menemui empat Injil yang masih sangat baik yang
dahulu dikirimkan kepada kami dari Inggris.
Seterusnya masih ada beberapa buku Portugis, antara
lainnya tiga buku ibadat Katolik dan beberapa macam lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Juga tak boleh lupa bahwa aku masih mempunyai seekor
anjing dan dua ekor kucing. Ke dua kucing itu, ketika kubawa
dari kapal kupegang saja dengan tanganku sedangkan anjing
dapat berenang sendiri mengikutiku.
Seperti sudah kukatakan tadi, aku dapat pula tinta, pena,
dan kertas. Sedapat-dapatnya aku memakainya dengan hemat
sekali. Tetapi ketika tinta habis, aku tak dapat menulis
Setan Madat 2 Suro Bodong 04 Iblis Hutan Tengkorak Suling Emas Dan Naga Siluman 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama