Novel The Chamber Karya John Grisham Bagian 1
"Nenekmu wanita yang baik, Adam. Sayang Jcail tak mengenalnya. Dia layak
mendapatkan yang lebih baik daripada aku." "Lee membawaku ke makamnya." "Aku
menyebabkan banyak penderitaan baginya, dan dia menanggungnya dengan tabah.
Kuburlah aku di sampingnya, dan mungkin aku bisa mengatakan padanya aku
menyesal." "Aku akan mengurusnya." "Kerjakanlah. Bagaimana kau akan membayar
tempatnya?" "Aku bisa mengurusnya, Sam." "Aku tak punya uang, Adam. Aku
menghabis- 3 kannya bertahun-tahun yang lalu, karena alasan yang mungkin jelas.
Aku kehilangan tanah dan rumah, jadi tak ada yang tersisa." "Apakah kau punya
surat wasiat?" "Ya. Aku menyiapkannya sendiri." "Kita akan melihatnya minggu
depan." "Kau janji akan ke sini hari Senin?" "Aku janji, Sam. Bisakah kubawakan
sesuatu untukmu?" R*?" Sam sangsi sedetik dan nyaris kelihatan malu. "Kau tahu
apa yang benar-benar kusukai?" ia bertanya dengan senyum kekanak-kanakan. "Apa"
Apa saja, Sam." "Ketika aku masih kanak-kanak, aku senang sekali makan Eskimo
Pie." "Eskimo Pie?" "Yeah, es krim batangan kecil. Vanila, dengan lapisan
cokelat. Aku makan es krim itu sampai tiba di tempat ini. Kupikir mereka masih
membuatnya." "Eskimo Pie?" Adam mengulangi. "Yeah. Aku masih bisa merasakannya.
Es krim terhebat di dunia. Bisakah kaubayangkan betapa nikmat rasanya saat ini
dalam oven ini?" "Kalau begitu, Sam, kau akan mendapatkan Eskimo Pie." "Bawakan
lebih dari satu.". "Akan kubawa selusin. Kita akan memakannya di sini, sambil
berkeringat." Pengunjung Sam yang kedua pada hari Sabtu itu tidak terduga. Ia
berhenti di gardu penjaga di gerbang depan dan mengeluarkan SIM North Carolina
dengan fotonya tertempel di sana. Ia menerangkan kepada penjaga bahwa ia saudara
Sam Cayhall, dan telah diberitahu bisa menjenguk Sam Cayhall di death row kapan
saja antara sekarang dan saat eksekusi yang sudah dijadwalkan. Ia sudah bicara
dengan seorang Mr. Holland di bagian Administrasi kemarin, dan Mr. Holland
meyakinkannya bahwa peraturan kunjungan untuk Sam Cayhall memang dikendurkan. Ia
bisa berkunjung kapan saja antara pukul 08.00 sampai pukul 17.00, hari apa saja.
Penjaga melangkah ke dalam dan menelepon. Lima menit berlalu sementara si
pengunjung duduk dengan sabar dalam mobil sewaannya. Pen651 jaga itu menelepon
dua kali lagi, lalu menyalin nomor registrasi mobil tersebut pada clipboard-nya.
Ia menginstruksikan pengunjung itu untuk parkir beberapa meter dari sana,
mengunci mobil-nya, dan menunggu di samping gardu penjaga, Tamu itu melakukan
seperti diinstruksikan, dan dalam beberapa menit sebuah van putih milik penjara
muncul. Seorang penjaga bersenjata dan ber-seragam ada di belakang kemudi, dan
ia memberi landa kepada tamu itu untuk masuk. Van itu dipersilakan lewat melalui
gerbang ganda di MSU, dan dikemudikan ke pintu depan, tempat dua penjaga lain
menunggu. Mereka menggeledahnya di tangga. Ia tak membawa tas atau bungkusan apa
pun. Mereka membawanya mengitari sudut, masuk ke dalam ruang pengunjung yang
kosong. Ia duduk dekat bagian tengah kisi-kisi. "Kami akan menjemput Sam," salah
satu penjaga itu berkata. "Perlu sekitar lima menit." Sam sedang mengetik surat
ketika penjaga itu berhenti di pintunya. "Ayo, Sam. Kau ada tamu." . Sam
berhenti mengetik dan menatap mereka. Kipas anginnya sedang meniup keras dan
televisinya menyala menangkap siaran bisbol. "Siapa?" tukasnya. "Saudaramu." Sam
perlahan-lahan meletakkan mesin tik di atas rak buku dan meraih pakaian
terusannya. "Saudara yang mana?" "Tidak kami tanya, Sam. Pokoknya saudaramu.
Sekarang ayolah." Mereka memborgolnya dan ia mengikuti mereka sepanjang tier.
Sam punya tiga saudara laki-laki, tapi yang tertua sudah meninggal karena
serangan jantung sebelum Sam dikirim ke penjara. Donnie, yang termuda, berumur
61 tahun, sekarang tinggal dekat Durham, North Carolina. Albert, 67 tahun,
kesehatannya buruk dan tinggal jauh di tengah hutan di pedesaan Ford County.
Donnie mengirim rokok tiap bulan, juga uang beberapa dolar, dan sekali-sekali
surat. Albert sudah tujuh tahun tak pernah menulis apa pun. Seorang bibi yang
tak pernah kawin menulisinya sampai kematiannya pada tahun 1985. Anggota
keluarga Cayhall lainnya sudah melupakan Sam. Ini pasti Donnie, katanya pada
diri sendiri. Donnie-lah satu-satunya yang cukup peduli untuk berkunjung. Sudah
dua tahun ia tak pernah bertemu dengannya, dan ia melangkah lebih ringan ketika
mereka mendekati pintu ke ruang pengunjung. Sungguh kejutan yang menyenangkan.
Sam melangkah melewati pintu dan memandang laki-laki yang duduk di sisi lain
kisi-kisi. Wajah itu tidak dikenalinya. Ia memandang sekeliling ruangan, dan
memastikan ruangan itu kosong, kecuali tamu ini, yang saat itu sedang memandang
Sam dengan tatapan dingin dan mantap. Para penjaga mengawasi dengan cermat
sementara mereka melepas borgol. Sam tersenyum dan mengangguk 653 kepada lakilaki itu, kemudian ia menatap penjaga-penjaga itu sampai mereka meninggalkan
mangan dan menutup pintu. Sam duduk di depan tamunya, menyalakan sebatang rokok,
dan tak mengucapkan apa pun. Ada sesuatu yang sudah dikenalnya pada laki-laki
.ini, namun ia tak dapat mengidentifikasikannya. Mereka saling pandang melalui
lubang pada kisi-kisi. "Apakah aku mengenalmu?" Sam akhirnya bertanya. "Ya,"
laki-laki itu menjawab. "Dari mana?" "Dari masa lalu, Sam. Dari Greenville,
Jackson, dan Vicksburg. Dari sinagoga, kantor real estate, rumah Pinder, dan
Marvin Kramer." "Wedge?" Laki-laki itu mengangguk perlahan-lahan. Sara
memejamkan mata dan mengembus ke langit-langit. Ia menjatuhkan rokoknya dan
terpuruk.di kursi. "Tuhan, aku berharap kau sudah mati." "Sayang." Sam menatap
liar padanya. "Kau bangsat," katanya dengan gigi terkatup. "Bangsat. Dua puluh
tiga tahun aku berharap dan memimpikan kau mati. Aku sendiri sudah membunuhmu
sejuta kali, dengan tangan kosong, dengan tongkat dan pisau dan setiap senjata
yang dikenal manusia. Aku telah menyaksikanmu mengucurkan darah dan mendengarmu
menjerit minta ampun." ^fij^L 654 . I "Maaf. Di sinilah aku, Sam." "Aku
membencimu lebih dari siapa pun yang pemah kubenci. Seandainya aku punya
senjata, sekarang juga akan kuledakkan kepalamu ke neraka sampai kembali lagi.
Akan kupompa kepalamu sampai penuh timah dan tertawa sampai aku menangis. Tuhan,
betapa aku membencimu." "Apakah kau memperlakukan semua tamumu seperti ini,
Sam?" "Apa yang kauinginkan, Wedge?" "Apakah mereka bisa mendengarkan kita di
sini?" "Mereka sama sekali tak peduli apa yang kita bicarakan." "Tapi tempat ini
bisa jadi disadap, kau tahu." "Kalau begitu enyahlah, tolol, enyah saja." "Aku
akan enyah sebentar lagi. Tapi lebih dulu aku ingin mengatakan aku ada di sini,
dan aku mengawasi segalanya dengan cermat, dan aku sa-. ngat senang karena
namaku tak pemah disebut. Aku tentu berharap ini berlanjut. Aku selalu sangat
efektif dalam membungkam orang." "Kau sangat halus." "Terimalah ini seperti
layaknya lelaki, Sam. Matilah dengan penuh martabat. Kau dulu bersamaku. Kau
menjadi asisten dan konspirator, dan menurut undang-undang kau sama bersalahnya
seperti aku. Benar aku bebas, tapi siapa yang mengatakan hidup ini adil.
Pergilah saja dan bawalah - 655 rahasia kecil kita ke kuburmu, dan tak seorang
pun akan celaka, oke?" "Di mana saja kau selama ini?" "Di mana-mana. Namaku
sebenarnya bukan Wedge, Sam, jadi tak perlu menebak. Namaku tak pernah Wedge.
Bahkan Dogan sekalipun tak tahu nama asliku. Aku dipanggil masuk tentara pada
tahun 1966, dan aku tak ingin pergi ke Vietnam. Jadi, aku pergi ke Kanada dan
kembali ke bawah tanah. Sejak itu terus di sana. Aku tidak ada, Sam." "Kau
seharusnya duduk di sebelah sini." "Tidak, kau keliru. Aku tidak seharusnya
duduk I di sana, dan tidak pula kau. Kau tolol karena kembali ke Greenville. FBI
tak punya jejak. Mereka takkan pemah menangkap kita. Aku terlalu cerdik. Dogan
terlalu cerdik. Tapi kau kebetulan jadi mata j rantai yang lemah. Kejadian itu
pun sebenarnya akan jadi pengeboman terakhir, kau tahu, dengan mayat-mayat dan
semua itu. Sudah saatnya berhenti. Aku kabur dari negeri ini dan takkan pemah
kembali ke tempat menyedihkan ini. Kau seharusnya pulang pada ayam dan sapimu.
Siapa tahu apa yang bakal Dogan lakukan J Tapi alasan kau duduk di sana, Sam,
adalah karena kau tolol." "Dan kau tolol karena datang ke sini hari ini." "Sama
sekali tidak. Tak seorang pun akan mempercayaimu bila kau mulai menjerit.
Persetan, mereka semua akan berpikir kau gila. Tapi sama saja, aku lebih suka
menjaga segalanya tetap seperti ini. Aku tak ingin kehebohan. Terima sajalah apa
yang akan terjadi, Sam, dan lakukan dengan tenang." . . Dengan hati-hati Sam
menyalakan sebatang rokok lagi, lalu mengetukkan abunya ke lantai. ' "Enyahlah,
Wedge. Dan jangan pernah kembali." "Tentu. Aku benci mengatakannya, Sam tapi aku
berharap mereka mengegasmu." Sam berdiri dan berjalan ke pintu di belakangnya.
Seorang penjaga membukanya dan membawanya pergi. Mereka duduk di bagian belakang
gedung bioskop itu, makan popcorn bagaikan dua remaja. Rim itu adalah gagasan
Adam. Lee menghabiskan tiga hari dalam kamarnya, dengan virus itu, dan Sabtu
pagi pesta minuman keras itu selesai. Adam memilih sebuah restoran untuk makan
malam, restoran dengan makanan cepat dan tanpa alkohol dalam daftar menu. Lee
melahap waffle kemiri dengan whipped cream. Film itu sebuah kisah western,
secara politis benar dengan orang-orang Indian sebagai orang baik dan para koboi
sebagai bajingan. Semua wajah pucat adalah jahat dan akhirnya terbunuh. Lee
minum dua gelas besar Dr. Peppers. Rambutnya bersih dan disisir ke belakang, di
atas telinga. Matanya jernih dan indah kembali. Wajahnya ditata dan luka minggu
terakhir ini disembunyikan. Ia secantik dulu dalam jeans dan kemeja katun
button-down. Dan ia bebas alkohol. 657 Tak banyak yang dikatakan tentang Kami
lam, ketika Adam tidur di depan pintu. Me^' telah setuju untuk membicarakannya
kelak, suatu titik yang jauh di masa depan ketika ia ^ menanganinya. Adam bisa
menerima hal ini. u . sedang berjalan meniti bentangan tali yang g0yJ * maju-mundur untuk terjun
ke dalam kegela^J dipsomania. Adam akan melindunginya dari penderitaan dan
tekanan. Ia akan membuat segalanya menyenangkan. Tak ada lagi pembicaraan
tentang - Sam dan pembunuhan-pembunuhannya. Tak ada lagi pembicaraan tentang
Eddie. Tak ada lagi se- j jarah keluarga Cayhall. Lee adalah bibinya, dan Adam
sangat mencintainya. Lee rapuh dan sakit, serta butuh suara yang ' kuat dan
pundak yang lebar. TIGA PULUH LIMA Philup naifeh terbangun pada pagi hari Minggu
dengan dada sakit luar biasa. Ia cepat-cepat dibawa ke rumah sakit di Cleveland.
Ia tinggal di sebuah rumah modern di lahan Parchman, bersama istri berumur 41
tahun. Perjalanan dengan ambulans butuh dua puluh menit, dan ia dalam keadaan
stabil ketika memasuki ruang gawat darurat dengan kereta dorong. Istrinya
menunggu dengan cemas di koridor, sementara para perawat berlalu lalang. Ia
sudah pemah menunggu di sana, tiga tahun sebelumnya, ketika suaminya mengalami
serangan jantung pertama. Seorang dokter berwajah segar menerangkan bahwa
serangan itu ringan, keadaan Naifeh cukup stabil dan aman, dan ia bisa istirahat
nyaman dengan bantuan obat. Ia akan dipantau terus-menerus selama 24 jam
mendatang, dan bila segalanya berlangsung seperti yang diharapkan, ia bisa
pulang kurang dari seminggu. Ia sama sekali dilarang berada di dekat pun yang
berkaitan dengan eksekusi Cayhall. B4 kan telepon dari ranjangnya pun tidak.
Tidur jadi terasa sulit. Adam punya kebiasaan membaca satu atau dua jam di
ranjang, dan dan i pengalaman di sekolah hukum ia tahu bahwa jurnal S hukum
merupakan alat bantu tidur yang menakjub- S kan. Tapi sekarang semakin banyak
membaca, ia J jadi semakin khawatir. Pikirannya dibebani peris- j tiwa-peristiwa
dalam dua minggu terakhir - orang-orang yang ia temui, hal-hal yang ia pelajari,
tempat-tempat yang pemah ia kunjungi. Dan pikirannya berpacu liar dengan apa
yang akan terjadi, Sabtu malam tidurnya gelisah, dan ia terbangun beberapa kali
dalam waktu panjang. Ketika akhirnya ia terbangun untuk terakhir kali, matahari
sudah naik. Waktu itu hampir pukul 08.00. Lee menyebut-nyebut kemungkinan akan
melakukan percobaan lain dalam dapur. Dulu ia cukup pandai memasak sosis dan
telur, katanya, dan semua orang bisa menangani biskuit kalengan, tapi Adam tidak
mencium bau masakan apa pun ketika ia mengenakan jeans dan memakai T-shirt.
Dapur itu sunyi. Ia memanggil Lee sambil memeriksa poci kopi - separo penuh. Pintu
kamar tidur Lee terbuka dan lampunya padam. Ia cepat-cepat memeriksa setiap
ruangan. Lee tak ada di teras, menghirup kopi atau membaca koran. Rasa mual
menerpanya dan jadi makin hebat setiap melihat ruangan kosong. Ia berlari ke
tempat pat-kir - tak ada tanda-tanda mobil Lee. Dengan bertelanjang kaki ia
melintasi aspal panas dan bertanya kepada satpam, kapan Lee pergi. Satpam itu
memeriksa clipboard dan mengatakan sudah dua jam yang lalu. Dia tampak baik-baik
saja, katanya. Adam menemukan setumpuk berita dan iklan setebal tujuh setengah
senti di sofa ruang duduk - edisi Minggu Memphis Press. Surat kabar itu
ditinggalkan dalam tumpukan rapi dengan berita Metro di bagian atas. Wajah Lee
terpampang di bagian ini, fotonya diambil pada suatu pesta amal bertahun-tahun
sebelumnya. Foto close-up Mr. dan Mrs. Phelps Booth, tersenyum cerah untuk
kamera. Lee tampak anggun dalam gaun hitam strapless. Phelps bergaya dengan dasi
hitam. Mereka tampak sebagai pasangan yang sangat bahagia. Artikelnya adalah
eksploitasi terbaru Todd Marks mengenai kehebohan kasus Cayhall. Setiap laporan
membuat berita itu jadi makin mirip tabloid. Awalnya cukup .ramah, dengan
ringkasan mingguan tentang peristiwa-peristiwa yang bergolak di sekitar eksekusi
itu. Terdengar juga suara-suara yang sama - "no comment" McAllister, Roxburgh,
Lucas Mann, dan Naifeh. Kemudian cerita itu dengan cepat berubah jadi kejam,
ketika dengan ceria memaparkan Lee Cayhall Booth: tokoh sosial Memphis
terkemuka, istri bankir Phelps Booth dari keluarga Booth yang kaya dan ternama.
661 sukarelawati masyarakat, bibi Adam Hall, dan-. percaya atau tidak - putri Sam
Cayhall yang tenar! I Cerita itu ditulis seolah-olah Lee sendiri bersalah atas
kejahatan yang mengerikan. Berita itu mengutip orang-orang yang mengaku teman,
sudah tentu tanpa menyebut nama, bahwa mereka merasa terguncang mengetahui
identitasnya yang sejati; juga menyinggung tentang keluarga Booth dan uangnya,
dan bertanya bagaimana seorang berdarah biru seperti Phelps bisa menikah dengan
anggota keluarga Cayhall. Disebutkan pula tentang putra mereka, Walt, dan sekali
mengutip sumber tanpa nama yang berspekulasi tentang penolakan- I nya kembali ke
Memphis. Walt tak pernah menikah, demikian cerita itu melaporkan dengan penuh
semangat, dan tinggal di Amsterdam. Dan kemudian, yang paling hebat, kisah itu
mengutip sumber lain tanpa nama dan bercerita tentang jamuan pengumpulan dana
amal beberapa tahun yang lalu. Waktu itu Lee dan Phelps Booth hadir dan duduk di
sebuah meja dekat Ruth Kramer. Sumber tersebut juga hadir pada jamuan itu, dan
ingat jelas tempat orang-orang ini duduk. Sumber itu seorang sahabat Ruth dan
kenalan Lee, dan sangat terkejut mengetahui Lee punya ayah macam itu. Sebuah
foto Ruth Kramer yang lebih kecil menyertai kisah itu. Ia masih tampak menarik
di usia awal lima puluhan. Sesudah mengungkapkan Lee secara sensasional, cerita
itu berlanjut menguraikan argumentasi lisan hari Jumat di New Orleans dan
manuver terbaru pembelaan Cayhall. Dilihat, secara keseluruhan, kisah itu adalah
narasi buruk yang tak menghasilkan apa pun, kecuali mendorong berita pembunuhan
harian ke halaman kedua. Adam melemparkan surat kabar itu ke lantai dan
menghirup kopi. Tadi Lee terbangun di hari Minggu yang hangat ini dalam keadaan
bersih dan segar, tanpa alkohol untuk pertama kali sejak berhari-hari ini,
mungkin dengan semangat lebih bagus. Ia duduk di sofa dengan kopi segar dan
surat kabar, lalu dalam beberapa menit pukulan berat ini kembali menghantamnya.
Sekarang ia pergi lagi. Di mana ia saat ini" Di mana tempat perlindungannya"
Pasti ia menjauh dari Phelps. Mungkin ia punya pacar entah di mana, yang akan
menerima dan menghiburnya, tapi itu meragukan. Adam berdoa semoga ia tidak
bermobil di jalanan tanpa tujuan, dengan botol di tangan. Pasti terjadi
kehebohan di rumah keluarga Booth pagi ini. Rahasia kecil mereka terungkap,
terpampang pada halaman depan surat kabar, untuk dilihat dunia. Bagaimana mereka
menanggulangi penghinaan ini" Bayangkan, seorang Booth menikah dan menghasilkan
keturunan dengan sampah putih macam itu, dan sekarang setiap orang tahu.
Keluarga ini takkan pemah pulih. Madame Booth sudah pasti sangat tertekan, dan
mungkin haru harus istirahat di ranjang. Bagus untuk mereka pikir Adam. la mandi
dan ganti pakaian, lalu menurunkan atap Saab. la tidak berharap akan melihat
Jaguar merah tua milik Lee di jalanan Memphis yang sepi. tapi toh ia
mengemudikan mobilnya berputar-putar, la mulai dari Front Street dekat sungai,
dan dengan Springsteen meraung keras dari speaker ia secara acak menuju ke
timur, melewati rumah sakit-rumah sakit di Union, melewati rumah-rumah indah di
kota tengah, dan kembali ke proyek dekat Auburn House. Tentu saja ia tak
menemukan Lee, tapi perjalanan itu menyegarkan. Siang hari lalu lintas memadat
kembali, dan Adam pergi ke kantor. Satu-satunya pengunjung Sam pada hari Minggu
lagi-lagi tamu yang tak terduga. Ia menggosok pergelangan tangan ketika borgol
dilepas, dan duduk di depan kisi-kisi, di seberang seorang laki-laki beruban
dengan wajah gembira dan senyum hangat. "Mr. Cayhall. nama saya Ralph Griffin.
Saya pendeta di Parchman sini. Saya masih baru, jadi kita belum pemah bertemu."
Sam mengangguk dan berkata, "Senang bertemu Anda" "Terima kasih. Saya yakin Anda
kenal pendahulu saya." "Ah ya, Pendeta Rucker. Di mana dia sekarang?" "Pensiun,"
"Bagus. Saya tak pernah peduli dengannya Saya sangsi dia bisa sampai ke surga."
"Ya, saya sudah dengar dia tidak terlalu populer." "Populer" Dia dibenci setiap
orang di sini. Entah karena alasan apa, kami tak mempercayainya. Entah mengapa.
Bisa jadi karena dia mendukung hukuman mati. Bisakah Anda bayangkan" Dia
dipanggil Tuhan untuk menjadi pendeta kami, tapi dia percaya kami harus mati.
Katanya itu ada dalam Injil. Anda tahu, satu mata ganti satu mata." "Saya sudah
pernah dengar itu." "Saya yakin begitu. Pendeta macam apa Anda" Sekte apa?"
"Saya ditahbiskan di gereja Baptis, tapi saya tidak tergabung dalam sekte apa
pun sekarang. Saya pikir Tuhan mungkin kesal dengan segala sektarianisme ini."
"Dia pun kesal dengan saya, Anda tahu." "Bagaimana bisa begitu?" "Anda tentu
kenal Randy Dupree, narapidana di sini. Dalam tier yang sama dengan saya.
Pemerkosaan dan pembunuhan." "Ya. Saya sudah membaca berkasnya. Dulu dia pernah
jadi pengkhotbah." "Kami memanggilnya Preacher Boy, dan baru-baru ini dia
mendapat anugerah spiritual untuk menafsirkan mimpi. Dia juga menyanyi dan
memberikan penyembuhan. Dia mungkin akan bermain dengan ular seandainya mereka
mengizinkan. Anda tahu, memegang ular, seperti dalam Injil karang-Markus, pasal
enam belas, ayat delapan belas Omong-omong, dia baru saja menyelesaikan mim. pi
panjangnya ini, berlangsung sebulan lebih, se- ! macam miniseri, dan akhirnya
diilhamkan kepadanya bahwa saya benar akan dieksekusi, dan Tuhan sedang menunggu
membersihkan perbuatan saya." "Bukan gagasan buruk, Anda tahu. Untuk bersiap
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membereskan segalanya." "Mengapa tergesa-gesa" Saya punya sepuluh hari." "Jadi,
Anda percaya Tuhan?" v "Ya. Apakah Anda percaya pada hukuman mati?" Tidak." Sam
mengamatinya sejenak, kemudian berkata, "Anda serius?" "Pembunuhan adalah
keliru, Mr. Cayhall. Seandainya Anda benar bersalah atas kejahatan Anda, Anda
salah telah membunuh. Tapi pemerintah juga salah membunuh Anda." "Haleluya,
Saudara." "Saya tak pernah yakin Yesus menghendaki kita melakukan pembunuhan
sebagai hukuman. Dia tidak
mengajarkan itu. Dia mengajarkan kasih dan pengampunan," "Begitulah yang saya
baca di Injil. Bagaimana Anda bisa mendapat pekerjaan di sini?" "Saya punya
saudara sepupu di senat negara bagian." Sam tersenyum dan terkekeh mendengar
jawaban ini. "Anda takkan bertahan lama. Anda terlalu jujur." Tidak. Sepupu saya
Ketua Komite Pemasyarakatan dan cukup berpengaruh." "Kalau begitu, sebaiknya
Anda berdoa agar dia dipilih kembali." "Saya melakukannya tiap pagi. Saya cuma
ingin mampir dan. memperkenalkan diri. Saya ingin bicara dengan Anda selama
beberapa hari mendatang. Saya ingin berdoa dengan Anda kalau Anda mau. Saya
belum pemah menyaksikan eksekusi." "Saya pun belum." "Apa Anda takut?" "Saya
sudah tua, Pendeta. Beberapa bulan lagi umur saya tujuh puluh tahun, kalau saya
selamat. Kadang-kadang pikiran tentang kematian cukup menyenangkan. Meninggalkan
tempat terkutuk ini akan menjadi suatu pembebasan." "Tapi Anda masih bergumul."
"Tentu, meskipun kadang kala saya tak tahu mengapa. Rasanya seperti pergumulan
panjang melawan kanker. Kondisi kita berangsur-angsur merosot dan melemah. Kita
mati sedikit setiap hari, dan mencapai suatu titik di mana kematian akan
disambut gembira. Tapi tak seorang pun benar-benar ingin mati. Bahkan saya pun
tidak." "Saya sudah membaca tentang cucu Anda. Pasti sungguh menghangatkan hati.
Saya tahu Anda bangga dengannya." Sam tersenyum dan memandang ke lantai. "Omongomong," sang Pendeta meneruskan, "saya akan berada di sini. Apakah Anda ingin
saya datang kembali besok?" "Boleh juga. Sekarang saya ingin berpikir, oke?"
"Baiklah. Anda tahu prosedur di sini, bukan" Selama beberapa jam terakhir, Anda
hanya diizinkan bersama dua orang. Pengacara dan penasihat spiritual. Saya
merasa mendapat kehormatan mendampingi Anda." Terima kasih. Dan bisakah Anda
mengatur waktu untuk bicara dengan Randy Dupree" Bocah ku gila, dan dia benarbenar butuh pertolongan." "Saya akan mampir ke tempatnya besok." Terima kasih."
Adam menyaksikan film sewaan sendirian, dengan telepon di dekatnya. Tak ada
kabar apa pun dari Lee. Pukul sepuluh ia menelepon dua kali ke Pantai Barat Yang
pertama kepada ibunya di Portland, la agak sedih, tapi senang mendengar kabar
dari Adam, katanya. Ia tidak bertanya tentang Sam, dan Adam tidak mengatakan apa
pun. Ia melaporkan bahwa ia bekerja keras, ia menyimpan harapan, dan kemungkinan
besar ia akan kembali ke Chicago dalam dua minggu. Ibunya sudah membaca beberapa
berita di surat kabar dan memikirkannya Lee baik-baik saja, kata Adam. Telepon
kedua untuk adik perempuannya, Carmen, di Berkeley. Suara seorang laki-laki
menjawab telepon di apartemennya, Kevin entah siapa, kalau Adam mengingatnya
dengan benar, pacar tetap selama beberapa tahun sekarang. Carmen langsung ke
telepon dan kedengaran bergairah mendengar perkembangan di Mississippi. Ia pun
mengikuti berita dengan cermat, dan Adam memberikan nada optimis mengenai urusan
itu. Adiknya mengkhawatirkan dirinya di sana, di tengah orang-orang rasis dan
anggota-anggota Klan yang mengerikan itu. Adam menegaskan bahwa ia aman, suasana
sebenarnya cukup tenteram. Orang-orangnya baik dan ramah tak terduga. Ia tinggal
di apartemen Lee dan mereka baik-baik saja. Mengejutkan bagi Adam, Carmen ingin
tahu tentang Sam - bagaimana tampangnya, penampilannya, sikapnya, kesediaannya
bicara tentang Eddie. Ia bertanya apakah perlu terbang ke situ dan menemui Sam
sebelum tanggal 8 Agustus. Ini tak pernah terpikirkan oleh Adam. Adam berkata
akan memikirkannya dan akan bertanya pada Sam. Ia tertidur di sofa, dengan
televisi menyala. Pukul 03.30 Senin, ia terbangun oleh dering telepon. Sebuah
suara yang belum pemah ia dengar dengan ringkas memperkenalkan diri sebagai
Phelps Booth. "Kau pasti Adam," katanya. Adam duduk dan menggosok mata. "Ya,
benar." "Apa kau. sudah lihat Lee?" tanya Phelps, tidak tenang maupun mendesak.
Adam melirik jam pada dinding di atas televisi. "Tidak. Ada apa?" "Ah dia dalam
kesulitan. Polisi meneleponku sekitar satu jam yang lalu. Mereka menangkapnya
karena mengemudi dalam keadaan mabuk pukul 20.20 tadi malam, dan membawanya ke
tahanan." "Oh, tidak," kata Adam. "Ini bukan yang pertama. Dia ditangkap, sudah
tentu menolak tes alkohol, dan dimasukkan ke tahanan untuk pemabuk selama lima
jam. Dia menuliskan namaku pada registrasi, jadi polisi meneleponku. Aku pergi
ke tahanan, tapi dia sudah membayar uang jaminan dan keluar. Kupikir dia i
mungkin meneleponmu." Tidak. Dia tak ada di sini waktu aku bangun kemarin pagi,
dan inilah pertama kali kudengar tentang dia. Siapa yang mungkin dia hubungi?"
"Siapa tahu" Aku tak suka mulai menelepon teman-temannya dan membangunkan
mereka. Mungkin sebaiknya kita menunggu saja." Adam merasa tak enak dengan
keterlibatannya secara mendadak dalam mengambil keputusan. Dua orang ini,
bagaimanapun juga, sudah tiga puluh tahan menikah, dan jelas mereka telah
mengalami hal ini sebelumnya. Bagaimana ia bisa tahu apa yang harus dilakukan"
"Dia tidak pergi dengan mobil dari tahanan, kan?" ia bertanya takut-takut, yakin
akan jawabannya. "Tentu saja tidak. Seseorang menjemputnya. Ini menimbulkan
masalah lain. Kita perlu mengambil mobilnya Mobil itu ada di halaman parkir di
samping tahanan. Aku sudah membayar biaya untuk menyeretnya." m "Kau punya
kuncinya?" "Ya Bisakah kau membantuku mengambilnya?" Sekonyong-konyong Adam
teringat pada berita koran dengan foto Phelps dan Lee yang sedang tersenyum. Ia
pun teringat spekulasinya tentang reaksi keluarga Booth terhadap berita itu. Ia
yakin sebagian besar kesalahan tentu diarahkan padanya. Seandainya ia tetap
tinggal di Chicago, semua ini takkan terjadi. "Tentu. Katakan saja apa yang..."
"Tunggulah di gardu jaga. Aku akan ke sana dalam sepuluh menit." Adam menggosok
gigi dan mengikat tali sepatu Nike-nya, lalu menghabiskan lima belas menit
bercakap-cakap tentang ini-itu dengan Willis, penjaga di gerbang. Sebuah
Mercedes hitam, model terpanjang dalam sejarah, mendekat dan berhenti. Adam
mengucapkan selamat tinggal kepada Willis dan masuk ke mobil itu. Mereka
berjabat tangan, sopan santun yang perlu dilakukan. Phelps memakai jogging suit
putih dan topi regu bisbol Cubs. Ia mengemudi perlahan-lahan di jalan kosong
itu. "Kurasa Lee sudah menceritakan sesuatu tentang diriku," katanya tanpa nada
prihatin atau penyesalan. "Beberapa hal," kata Adam hati-hati. "Ah banyak yang
bisa diceritakan, jadi aku takkan bertanya masalah apa yang dia bahas." Gagasan
yang sangat bagus, pikir Adam. "Mungkin sebaiknya kita bicara tentang bisboj
atau apa saja. Kurasa kau penggemar kelompok Cubs " "Sudah sejak dulu. Kau?"
"Tentu. Ini musim pertamaku di Chicago, ^ aku sudah ke Wr^gley puluhan kali. Aku
tinggi cukup dekat dengan lapangan itu." "O ya" Aku pergi ke sana tiga atau
empat kaj; setahun. Aku punya teman yang punya tempat di luar base pertama.
Sudah bertahun-tahun aku melakukannya. Siapa pemain favoritmu?" "Sandberg,
kurasa. Bagaimana denganmu?" "Aku suka pemain-pemain lama. Ernie Banks dan Ron
Santo. Mereka adalah hari-hari kejayaan bisbol, ketika para pemain memiliki
loyalitas dan kita tahu siapa yang akan ada dalam tim tahun demi tahun. Sekarang
kita tak pernah tahu. Aku ; suka permainan itu, tapi keserakahan merusaknya."
Adam heran Phelps Booth mencerca keserakahan. "Mungkin, tapi para pemiliknya
menulis buku tentang keserakahan selama seratus tahun pertama sejarah bisbol.
Apa salahnya bila pemain meminta semua uang yang dapat mereka peroleh?" "Siapa
yang bernilai lima ribu dolar setahun?" "Tak seorang pun. Tapi bila bintang
musik rock menghasilkan lima puluh juta, apa salahnya pemain bisbol mendapat
bayaran beberapa juta" Ini hiburan. Para pemain adalah permainan itu, bukan
pemilik. Aku pergi ke Wrigley untuk menyaksikan pemain, bukan karena Tribune
kebetulan jadi pemilik yang sekarang," "Yeah, tapi lihatlah harga tiketnya. Lima
belas (frlar untuk menonton pertandingan." "Jumlah penonton meningkat. Para
penggemar tampaknya tidak keberatan." Mereka melewati pusat kota, lengang pada
pu-Jcul 04.00, dan dalam beberapa menit sudah sampai ke dekat tahanan. "Dengar,
Adam, aku tidak tahu berapa banyak yang sudah Lee ceritakan tentang masalah
minumnya." "Dia menceritakan padaku bahwa dia pecandu alkohol." "Pasti. Ini
penangkapan kedua karena mengemudi dalam keadaan mabuk. Yang pertama duly bisa
kuatur agar tidak muncul di surat kabar, tapi aku tidak tahu dengan yang ini.
Dia tiba-tiba jadi bahan pembicaraan di seluruh kota. Syukurlah dia tidak
mencelakakan siapa pun." Phelps menghentikan mobil di tepi jalan dekat halaman
parkir berpagar. "Dia keluar-masuk program pengobatan setengah lusin kali."
"Setengah lusin. Dia bilang pemah tiga kali menjalani pengobatan." "Pecandu
alkohol tak bisa dipercaya. Dalam lima belas tahun terakhir aku tahu sedikitnya
lima kali. Tempat favoritnya adalah sebuah pusat rehabilitasi mewah bernama
Spring Creek. Letaknya di tepi sungai, beberapa mil di sebelah utara kota,
sangat nyaman dan tenteram. Itu hanya untuk golongan kaya. Mereka dibebaskan
dari alkohol dan dimanja."Makanan enak, latihan, sauna, kau tahu, 673 segala
macam layanan. Begitu nyamannya temp* itu, sampai kupikir orang-orang ingin
pergi ^ sana. Omong-omong, aku punya firasat dia akart muncul di sana hari ini.
Dia punya beberapa teman yang akan membantunya masuk ke sana. Dia terkenal di
tempat itu. Semacam rumah kedua baginya." "Berapa lama dia akan tinggal di
sana?" "Bervariasi. Minimum seminggu. Dia pemah tinggal sampai sebulan. Biayanya
dua ribu dolar sehari, dan tentu saja mereka mengirimkan tagihannya padaku. Tapi
aku tidak keberatan. Aku akan bayar berapa saja untuk menolongnya." "Apa yang
harus kulakukan?" "Pertama, kita coba menemukannya. Akan kuminta sekretarisku
menelepon beberapa jam lagi, dan kita akan melacaknya. Sampai titik ini
tindakannya bisa diramalkan. Aku yakin dia akan muncul di bangsal detox, mungkin
di Spring Creek. Aku akan bekerja keras beberapa jam lagi dan mengusahakan agar
urusan ini tidak masuk ke surat kabar. Takkan mudah, melihat dari apa yang dicetak
akhir-akhir ini." "Maaf." "Begitu kita menemukannya, kau perlu pergi menemuinya.
Bawalah bunga dan permen. Aku tahu kau sibuk,' dan aku tahu apa yang akan
terjadi dalam... uh,./ "Sembilan hari," "Sembilan hari. Benar. Nah, cobalah
menemuiBegitu urusan di Parchman selesai, kusarankan kau kembali ke Chicago dan
membiarkannya sendiri." "Membiarkannya sendiri?" "Yeah. Kedengarannya kasar,
tapi perlu. Ada berbagai alasan atas masalah-masalahnya. Kuakui aku salah
satunya, tapi banyak hal yang tidak kauketahui. Keluarganya adalah alasan lain.
Dia mencintaimu, tapi kau juga membawa kembali berbagai mimpi buruk dan
penderitaan. Jangan berpikir burak padaku karena mengatakan ini. Aku tahu ini
menyakitkan, tapi itulah yang sebenarnya." Adam menatap pagar kawat di seberang
trotoar di samping pintunya. "Dia pemah bebas alkohol selama lima tahun," Phelps
meneruskan. "Dan kami mengira dia akan tetap demikian selamanya. Kemudian Sam
dipidana dan Eddie meninggal. Ketika kembali dari pemakaman, dia' depresi berat.
Berkali-kali aku mengira dia takkan pernah bisa mengatasinya. Yang paling baik
adalah kalau kau menjauh." "Tapi aku mencintai Lee." "Dia pun mencintaimu. Tapi
kau harus mencintainya dari jauh. Kirimi dia surat dan kartu dari Chicago. Bunga
-antuk ulang tahunnya. Telepon sekali sebulan dan bicara tentang film dan buku,
tapi hindarilah urusan keluarga." "Siapa yang akan merawatnya?" "Dia hampir lima
puluh tahun, Adam, dan pada umumnya dia sangat mandiri. Sudah bertahun-tanun dia
jadi pecandu alkohol. Tak ada apa pU|| yang dapat kau atau aku lakukan untuk
menolong, nya. Dia tahu penyakitnya. Dia akan menghindari alkohol bila ingin.
Kau bukan pengaruh yang baik. Aku pun bukan. Maaf." Adam menghela napas dalam
dan meraih pegangan pintu. "Maaf, Phelps, kalau aku telah mempermalukanmu dan
keluargamu. Itu tidak ku-sengaja." Phelps tersenyum dan meletakkan satu tangan
di pundak Adam. "Percaya atau tidak, keluargaku dari berbagai segi lebih
disfungsional dari keluargamu. Kami pernah mengalami yang lebih burak." j
"Sungguh sulit dipercaya." "Itu benar." Phelps mengangsurkan sebuah gantungan
kunci dan menuding ke sebuah bangunan kecil di dalam pagar. "Melaporlah ke sana,
dan mereka akan menunjukkan mobilnya padamu." Adam membuka pintu dan keluar. Ia
menyaksikan Mercedes itu meluncur pergi dan menghilang. Sewaktu berjalan
melintasi gerbang, Adam tak dapat menepis perasaan yang tak mungkin salah bahwa
Phelps Booth sebenarnya masih mencintai istrinya TIGA PULUH ENAM Kolonel
purnawirawan george nugent nyaris tak terusik oleh kabar serangan jantung
Naifeh. Senin pagi keadaan laki-laki tua itu cukup baik, beristirahat dengan
nyaman dan lepas dari bahaya, dan peduli amat... ia toh beberapa bulan lagi
pensiun. Naifeh orang baik, tapi sudah melewati masa aktifnya dan bertahan cuma.
untuk memastikan pensiunnya. Nugent mempertimbangkan akan mengajukan diri.
menduduki posisi kepala bila ia bisa menjaga politiknya dalam jalur yang benar.
Tapi sekarang ia didesak dengan urusan yang lebih kritis. Eksekusi Cayhall
tinggal sembilan hari lagi; sebenarnya hanya delapan hari, sebab eksekusi itu
dijadwalkan berlangsung satu menit se-lewat tengah malam hari Rabu* minggu
depan, yang berarti Rabu dihitung sebagai satu hari lagi, meskipun baru satu
menit yang terpakai. Selasa minggu depan sebenarnya hari terakhir. Di meja
kerjanya ada buku catatan berlapis kulit mengilat dengan tulisan Mississippi
Protocol tercetak secara profesional di bagian depan. Ini ^ 1 rupakan karya
agungnya, hasil kerja keras tak ^ 1 nal lelah selama dua minggu. Mulanya ia
ter^. I ngang melihat panduan, tuntunan, dan cfcecifij, r kacau-balau yang
dilontarkan Naifeh untuk 4 f sekusi-eksekusi terdahulu. Suatu keajaiban bahwj
mereka benar-benar mampu mengegas orang. Na- 1 mun sekarang ada rencana, sebuah
blueprint ter-1 perinci dan tersusun cermat yang menurutnya telah I mencantumkan
segalanya. Tebalnya lima senti fe. 1 bih, panjangnya 180 halaman, dan tentu saja
namanya bertebaran di segala bagian. Lucas Mann memasuki kantornya pukul 08.15,
Senin pagi. "Kau terlambat," bentak Nugent, orang yang bertanggung jawab atas
segalanya sekarang. Mann cuma pengacara biasa. Nugent kepala tim eksekusi. Mann
puas dengan pekerjaannya. Nugent punya cita-cita, yang dalam 24 jam terakhir
men-j dapat dorongan luar biasa. "Jadi, kenapa?" kata Mann sambil berdiri di
samping kursi yang menghadap ke meja kerja. Nugent memakai pakaian standarnya,
celana hijau zaitun tanpa kerut sedikit pun dan kemeja hijau zaitun yang
terkanji keras dengan kaus abu-abu di bawahnya Sepatu larsnya mengilat dengan
gosokan semir. Ia melangkah tegap ke belakang meja kerja. Mann membencinya.
"Kita punya delapan hari," kata Nugent, seolah-olah hanya dialah yang tahu
tentang hal ini. 678 ?Kupikir sembilan," kata Mann. Kedua laki-laki itu masih
berdiri. "Rabu depan tidak masuk hitungan. Kita punya sisa delapan hari kerja"
"Terserahlah." Nugent duduk dengan kaku di kursinya. "Ada dua hal. Pertama, ini
buku pegangan yang sudah kususun untuk eksekusi. Suatu protokol. Dari A sampai
Z. Tersusun lengkap, diurutkan menurut indeks. Aku ingin kau memeriksa peraturan
yang tercantum di sini dan memastikan semuanya masih bedaku." Mann menatap
binder hitam, tapi tak menyentuhnya. "Dan kedua, aku ingin laporan harian
tentang status semua dalih pembelaan yang diajukan. Setahuku tak ada rintangan
hukum apa pun sampai pagi ini." "Itu benar, Sir," jawab Mann. "Aku ingin laporan
tertulis tiap pagi, tentang keadaan terakhir." "Kalau begitu, sewa saja
pengacara. Kau bukan bosku, dan terkutuklah aku kalau aku harus menulis makalah
sebagai temanmu minum kopi pagi. Aku akan mengabarimu kalau ada sesuatu yang
terjadi, tapi aku takkan menyodorkan laporan tertulis kepadamu." Ah masalah
menjengkelkan dalam kehidupan sipil. Nugent merindukan disiplin dalam dunia
mi679 Pengacara-pengacara terkutuk. "Baiklaj, h kau memeriksa protokol ini?" n
membukanya dan membalik beberapa ha. /aman. "Kau tabu. kita berhasil
melaksanakan em. pat eksekusi tanpa semua ini." Teras terang, kuanggap hal itu
sangat mence-ngangkan." Terus terang, aku tidak. Aku sedih mengatakan bahwa kami
jadi cukup efisien." "Dengar, Lucas, aku tidak menikmati ini,* km Nugent muram.
"Phillip memintaku melakukannya. Kuharap akan ada penundaan. Aku sungguh ber- \
harap demikian. Tapi bila tidak, kita harus siap. | Aku ingin ini berjalan
lancar." Mann menerima kebohongan terang-terangan ini dan memungut manual itu.
Nugent harus menyaksikan suatu eksekusi, dan ia sedang menghitung jam, bukan
hari. b tak sathar ingin melihat Sn diikat di kursi, menghirup gas. Lucas
mengangguk dan meninggalkan kantor Di gang. ia melewati Bill Monday, algojo
negara bagian itu. Tak diragukan lagi. Bill sedang menuju kantor Nugent untuk
suatu percakapan pendek pembangkit semangat Adam tiba di The Twig tak lama
sebelum pukul 15.00. Hari itu dimulai dengan kepanikan karena Lee mengemudi
dalam keadaan mabuk dan tidak membaik la menghirup kopi di meja kerja, berkutat
dengan sakit kepala, dan mencoba melakukan riset. Dalam sepuluh menit Darlcne
membawa fax dari New Orleans dan dari pengadilan distnk. Ia kalah dua kali.
Pengadilan Fifth Circuit meneguhkan ke-putusan pengadilan federal atas klaim
yang diajukan Sam bahwa kamar gas tidak konstitusional karena sudah usang dan
kejam, dan pengadilan distrik menolak klaim bahwa Benjamin Keye " bekerja tidak
efektif dalam sidang. Sakit kepala mendadak terlupakan. Dalam satu jam. Death
Clerk - Mr. Richard Olander - menelepon dan Washington, menanyakan rencana Adam
untuk pengajuan dalih selanjutnya. Ia pun ingin tahu, apakah ada hal lain yang
dirancang pembela, la mengatakan pada Adam bahwa tinggal delapan hari kerja lagi
yang tersisa, seolah-olah Adam hams diingatkan. Tiga puluh menit setelah telepon
dari Olander. seorang panitera dari Pengadilan Fifth Circuit yang menangani
hukuman mati menelepon dan bertanya pada Adam, kapan ia merencanakan mengajukan
banding atas keputusan pengadilan distrik. Kepada dua panitera dari dua
pengadilan itu, Adam menjelaskan ia akan menyempurnakan dalihnya secepat
mungkin, dan ia berusaha mengajukannya pada penghujung hari ini. Ketika
memikirkannya, rasanya mengerikan menjalankan praktek hukum dengan penonton
macam ini. Pada proses sekarang ini, beberapa pengadilan dan hakim sedang
mengawasi apa yang akan ia kerjakan selanjutnya. Ada panitera yang menelepon dan
menamakan apa yang sedang ia rencanakan. Ala nya jelas dan mengguncangkan hati.
Mereka peduli apakah Adam bisa mengajukan alasan ajaji j yang bisa mencegah
eksekusi atau tidak. Mere^ cuma peduli dengan logistik. Para panitera y^
menangani kasus hukuman mati telah diinstruU 1 kan oleh atasan mereka untuk
memantau hari-hari E yang makin menyusut, sehingga pengadilan dapat mengambil
keputusan dengan cepat - biasanya rne- i nolak permohonan si terpidana. Hakim
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hakim igj t tak suka membaca makalah hukum pada pukul i 03.00. Mereka ingin copy
segala permohonan detik terakhir ada di meja mereka, lama sebelum per- f mohonan
itu tiba secara resmi. Phelps meneleponnya di kantor, tepat sebelum tengah hari,
dengan kabar Lee belum ditemukan. Ia sudah memeriksa setiap fasilitas detox dan
rehabilitasi dalam radius seratus mil, dan tak satu pun menerima pasien bernama
Lee Booth. Ia masih mencari, tapi saat ini sangat sibuk dengan berbagai rapat
dan segala macam urusan. Sam tiba di perpustakaan penjara tiga puluh menit
kemudian. Ia tampak muram. Ia sudah mendengar berita buruk itu pada tengah hari,
dari televisi Jackson yang meneruskan hitungan mundurnya. Tinggal sembilan hari
lagi. Ia duduk di depan meja dan menatap kosong pada Adam. "Mana Eskimo Pienya?" tanyanya sedih, seperti bocah kecil yang menginginkan permen. Adam meraih
ke bawah meja dan mengeluarkan 682 kotak pendingin styrofoam kecil, la
meletakkannya di meja dan membukanya. "Mereka hampir
saja menyita ini di gerbang depan. Lalu penjaga memeriksa dalamnya dan
mengancam akan membuangnya. Jadi, nikmatilah." Sam mengambil satu, mengamatinya
dalam satu detik yang panjang, lalu dengan hati-hati mengupas pembungkusnya. Ia
menjilat lapisan cokelatnya, lalu menggigit dengan satu gigitan besar, la
mengunyahnya perlahan-lahan dengan mata terpejam. Beberapa menit kemudian.
Eskimo Pie pertama lenyap, dan Sam mulai dengan yang kedua. "Bukan hari yang
baik," katanya, menjilati tepinya. Adam menggeser sejumlah dokumen kepadanya.
"Ini kedua keputusan itu. Pendek, to the point, dan tegas menentang kita. Kau
tak punya banyak teman di pengadilan-pengadilan ini, Sam." "Aku tahu. Tapi
setidaknya sisanya di dunia ini mencintaiku. Aku tak ingin membaca sampah itu.
Apa yang kita lakukan selanjutnya"* "Kita akan membuktikan bahwa kau terlalu
gila untuk dieksekusi, karena usiamu yang sudah lanjut, kau sama sekali tak
memahami hakikat hu-kumanmu." Takkan berhasil." e? "Kau suka gagasan itu Sabtu
kemarin. Ada apa?" "Itu takkan berhasil." "Mengapa tidak?" "Sebab aku tidak
gila. Aku tahu benar mengapa aku dieksekusi. Kau sudah melakukan yang ter683
baik - memimpikan teori-teori aneh, lalu mei^ pakar-pakar sinting untuk
membuktikan teori k. Ja menggigit sepotong besar es krim dan menjjw bibir. "Kau
ingin aku menyerah?" kata Adam keras, Sam mengamati kuku jarinya yang kuning
"Mungkin," katanya sambil menjilat cepat satu jari. Adam bergeser, ke tempat
duduk di sampingnya ] berbeda dengan posisi biasanya sebagai pengacara di
seberang meja, dan mengamatinya dengan cer- I mat "Ada apa, Sam?" "Entahlah.
Selama ini aku berpikir." ?. "Aku mendengarkan." "Ketika aku masih sangat muda,
sahabat baikku 1 tewas dalam kecelakaan mobil. Umurnya 26 tahun, punya istri,
bayi, rumah baru, hidup terbentang di -hadapannya. Sekonyong-konyong dia tewas.
Aku sudah 43 tahun hidup lebih lama darinya. Kakakku yang tertua meninggal
ketika berumur 56 tahun. Aku sudah tiga belas tahun hidup lebih lama darinya Aku
sudah tua, Adam. Sangat tua. Aku letih. Aku rasanya ingin menyerah." "Ayolah,
Sam." "Lihatlah keuntungannya. Kau tidak akan tertekan lagi. Kau takkan dipaksa
menghabiskan minggu depan berlarian seperti orang gila dan mengajukan berbagai
klaim tak berguna. Kau takkan merasa gagal bila urusan selesai. Aku takkan
menghabiskan hari-hari terakhirku untuk berdoa memohon mukjizat, tapi sebaliknya
aku akan bet684 siap. Kita bisa memakai lebih banyak waktu untuk berkumpul.
Banyak orang akan senang - keluarga Kramer, McAllister, Roxburgh, delapan puluh
persen rakyat Amerika yang mendukung hukuman mati. Itu akan menjadi momen
kejayaan lagi bagi hukum dan ketertiban. Aku bisa pergi dengan lebih
bermartabat, tidak seperti orang putus asa yang takut mati. Sungguh menarik."
"Ada apa denganmu, Sam" Sabtu kemarin kau masih siap bertempur." "Aku lelah
bertempur. Aku sudah tua. Hidupku sudah panjang. Dan apa yang terjadi bila kau
berhasil menyelamatkanku" Apa yang kudapatkan" Aku takkan pergi ke mana. pun,
Adam. Kau akan kembali ke Chicago dan mengubur diri dalam kariermu. Aku yakin
kau akan datang bila kau bisa. Kita akan bertulis surat dan mengirim kartu. Tapi
aku harus hidup di The Row. Kau tidak. Kau tidak tahu apa-apa." "Kita takkan
menyerah, Sam. Kita masih punya peluang." "Itu bukan keputusanmu." Ia
menghabiskan Eskimo Pie kedua dan menyeka mulut dengan lengan kemeja. "Aku tidak
suka kau seperti ini, Sam. Aku suka ketika kau marah, geram, dan melawan." "Aku
capek, oke?" "Kau tak bisa membiarkan mereka membunuhmu. Kau harus bertempur
sampai titik darah terakhir, Sam." 685 "Kenapa?" "Sebab ini keliru. Secara
moral, negara Icelk kalau membunuhmu. Itulah sebabnya kita tak bk menyerah.*
"Tapi bagaimanapun kita akan kalah." "Mungkin. Mungkin tidak. Tapi kau sudah
hampir sepuluh tahun bertarung. Mengapa menyerah setelah tinggal seminggu?"
"Sebab mi sudah berakhir, Adam. Urusan ini akhirnya berjalan menurut jalurnya."
"Mungkin, tapi kita tak bisa menyerah. Jangan putus asa. Aku ada kemajuan. Aku
membuat ba- i dut-badut itu sibuk berlarian." Sam melontarkan senyum lembut dan
tatapan sebagai orang tua. Adam beringsut lebih dekat dan meletakkan telapak
tangan pada lengan Sam. "Aku sudah memikirkan beberapa strategi baru," katanya
sungguh-sungguh. "Bahkan sebenarnya besok seorang ahli akan datang memeriksamu."
Sam memandangnya. "Ahli macam apa?". g "Psikiater." "Psikiater?" "Yeah. Dari
Chicago." "Aku sudah bicara dengan psikiater. Tidak bagas." "Orang ini lain. Dia
bekerja untuk kita dan dia ' akan mengatakan kau sudah kehilangan kemampuan
mentalmu." "Kau mengasumsikan aku punya kemampuan mental ketika aku sampai di
sini dulu." "Ya, kita berasumsi demikian. Psikiater ini akan memeriksamu besok,
lalu dia cepat-cepat menyiapkan laporan bahwa kau sudah pikun, gila, dan idiot,
dan entah apa lagi yang akan dia katakan." "Bagaimana kau tahu dia akan
mengatakan ini?" "Sebab kita membayarnya untuk mengatakan ini." "Siapa yang
membayarnya?" "Kravitz & Bane, orang-orang Yahudi-Amerika penuh dedikasi di
Chicago yang kaubenci itu, tapi yang pemah jungkir balik mempertahankan nyawamu.
Ini sebenarnya gagasan Goodman." "Pasti pakar yang hebat." "Pada titik ini, kita
tak bisa terlalu pilih-pilih. Dia pemah dipakai dalam berbagai kasus oleh
beberapa pengacara lain dalam firma, dan dia akan mengatakan apa pun yang kita
kehendaki. Berting-kahlah ganjil ketika kau bicara dengannya" "Itu tentu tidak
sulit." "Ceritakan padanya segala kisah horor tentang tempat ini. Buatlah
kedengaran kurang ajar dan menyedihkan." "Tak ada masalah." "Katakan padanya
keadaanmu makin mundur selama bertahun-tahun ini, dan betapa hal ini sangat
berat bagi orang seusiamu. Kau narapidana tertua di sini, Sam, jadi katakan
padanya bagaimana penjara ini mempengaruhimu. Buatlah meyakinkan. Dia akan
menyusun laporan yang me mesona, dan aku akan /ari ke pengadilan dengannya."
"Itu takkan berhasil." . "Itu patut dicoba." "Mahkamah Agung mengizinkan Texas
mengeksekusi seorang bocah terbelakang." "Ini bukan Texas, Sam. Setiap kasus
selalu berbeda. Bekerjalah bersama kami dalam hal ini, oke?" "Kami" Siapakah
kami?" "Aku dan Goodman. Katamu kau tidak lagi j membencinya, jadi kupikir aku
akan membiarkannya terlibat. Serius, aku butuh bantuan. Terlalu j banyak
pekerjaan untuk ditangani sendirian." Sam mendorong kursi menjauh dari meja, dan
J berdiri. Ia meregangkan tangan dan kaki, dan mulai mondar-mandir di sepanjang
meja, menghitung langkah sambil berjalan. "Aku akan mengajukan petisi ke
Mahkamah I Agung untuk memeriksa keputusan pengadilan di I bawahnya besok pagi,"
kata Adam seraya melihat f checklist di buku tulisnya. "Mereka mungkin tidak
setuju memeriksanya, tapi pokoknya aku akan melakukannya. Aku juga akan
menyelesaikan dalih ketidakefektifan ke Pengadilan Fifth Circuit. Psi- i kiater
akan ke sini besok siang. Aku akan meng-ajukan, klaim tentang inkompetensi
mental Rabu ? pagi." "Aku lebih suka pergi dengan tenang, Adam." "Lupakanlah,
Sam. Kita takkan menyerah. Aku < bicara dengan Carmen tadi malam, dan dia ingin
datang menengokmu." Sam duduk di tepi meja, dan memandang lantai. Matanya
menyipit dan sedih. Ia menyedot dan mengepulkan asap ke kaki. "Mengapa dia ingin
datang?" "Aku tidak tanya sebabnya, atau menyarankannya. Dia yang mengajukan
gagasan. Kukatakan padanya aku akan bertanya padamu." "Aku tak pemah berjumpa
dengannya." "Aku tahu. Dia cucu perempuanmu satu-satunya, Sam, dan dia ingin
datang." "Aku tak ingin dia melihatku seperti ini," kata Sam, mengibaskan tangan
ke pakaian terusan merahnya. "Dia takkan keberatan." Sam merogoh ke dalam kotak
pendingin dan mengambil satu Eskimo Pie lagi. "Kau mau?" tanyanya. "Tidak.
Bagaimana dengan Carmen?" "Kupikirkan dulu. Apakah Lee masih ingin menengok?"
"Uh, tentu. Sudah dua hari aku tidak bicara dengannya, tapi aku yakin dia
ingin." "Kupikir kau tinggal bersamanya." "Memang. Dia pergi ke luar kota."
"Coba kupikir-pikir. Saat ini aku tak menginginkannya. Sudah hampir sepuluh
tahun aku tak pemah bertemu Lee, dan aku tak ingin dia mengingatku seperti ini.
Katakan padanya aku sedang 689 mempertimbangkan hal itu, tapi saat ini kurasa
aku tak menginginkannya." "Akan kukatakan padanya," Adam berjanji, tak pasti
apakah ia akan bertemu dengan Lee dalam waktu dekat. Kalau benar Lee pergi
mencari pengobatan, tak disangsikan lagi ia pasti akan dikurung beberapa minggu.
"Aku akan senang bila ini berakhir, Adam. Aku sungguh muak dengan semua ini." Ia
menggigit sepotong besar es krim. "Aku mengerti, tapi mari kita sisihkan itu
sebentar." "Kenapa?" , "Kenapa" Sudah jelas. Aku tak ingin menghabiskan seluruh
karier hukumku dibebani pikiran. bahwa aku kalah dalam kasus pertamaku." "Bukan
alasan buruk" "Bagus. Jadi, kita tidak menyerah?" "Kurasa tidak. Bawalah
psikiater itu. Aku akan bertingkah segila mungkin." "Begitu lebih baik." Lucas
Mann sedang menunggu Adam di gerbang depan penjara. Saat itu hampir pukul 17.00,
hawa masih panas dan udara masih lengas. "Ada waktu sebentar?" ia bertanya
melalui jendela mobil Adam. "Ya. Ada apa?" "Parkirlah di sana. Kita duduk di
bawah pohon." Mereka berjalan ke sebuah meja piknik di samping Bangsal
Pengunjung, di bawah pohon ek raksasa dengan pandangan ke jalan raya yang tak
jauh dari sana. "Ada beberapa hal," kata Mann. "Bagaimana keadaan Sam" Apakah
dia baik-baik saja"'' "Sebaik yang bisa diharapkan. Kenapa?" "Cuma prihatin, itu
saja. Menurut hitungan terakhir, kita mendapat lima belas permintaan untuk
wawancara. Keadaan memanas, pers sedang dalam perjalanan ke sini." "Sam takkan
bicara." "Beberapa orang ingin bicara denganmu." "Aku pun takkan bicara."
"Baiklah. Kami ada satu formulir yang harus ditandatangani Sam. Formulir itu
memberikan wewenang " untuk menyuruh wartawan-wartawan itu menyingkir. Apakah
kau sudah dengar tentang Naifenf "Aku membacanya di koran pagi ini." "Dia akan
sembuh, tapi tak bisa memimpin eksekusi. Ada orang gila bernama George Nugent,
asisten kepala penjara, yang akan mengkoordinasi-kan segalanya. Dia seorang
komandan. Purnawirawan militer dan lain-lain, benar-benar jenis jagoan." "Itu
sama sekali tak ada bedanya bagiku. Dia tak bisa melaksanakan keputusan hukuman
mati itu, kecuali pengadilan mengizinkannya." "Benar. Aku cuma ingin kau tahu
siapa dia." "Aku tak sabar lagi ingin bertemu dengannya." "Satu hal lagi. Aku
punya teman, sahabat lama dari sekolah hukum yang sekarang bekerja ? tor
administrasi Gubernur. Pagi ,", dja "Wn([ Sepeninya Gubernur banyak prihatin
deng^ sekusi Sam. Menurut temanku, yang tak dira t lagi disuruh Gubernur untuk
membujukku bic denganmu, mereka ingin mengadakan pemeriW untuk mempertimbangkan
pengampunan, lebih disukai dalam beberapa hari ini." "Apakah kau dekat dengan
Gubernur?" "Tidak. Aku muak dengan gubernur." "Aku juga. Begitu pula klienku."
"Itulah sebabnya te manku dipakai untuk menelepon dan membujukku. Menurut
pengakuan. Gubernur sangat bimbang apakah Sam memang harus dieksekusi." "Kau
mempercayainya?" "Meragukan. Reputasi Gubernur sebenarnya dibuat dengan
mengorbankan Sam Cayhall. dan aku yakin dia sedang menyusun rencana menghadapi
media selama delapan hari mendatang. Tapi apa ruginya?" "Ini bukan gagasan buruk
" "Aku sepenuhnya setuju. Tapi klienku sudah memberikan perintah tegas untuk
tidak meminta sidang pemeriksaan macam itu." Mann mengangkat pundak, seakan-akan
benar-benar tak peduli apa yang dilakukan Sam. "Kalau begrtu, terserah pada Sam.
Apa dia punya surat wasiat?" "Ya" "Bagaimana cara penguburannya?" -Aku sedang
menggarapnya. Dia ingin dikuburl^djClanten." . Mereka mulai berjalan kc arah
gerbang. "Jenazah akan dikirim ke rumah jenazah di Indianola. tidak jauh dari
sini. Di sana fenuah itu diserahkan pada keluarga. Semua kunjungan habis empat
jam sebelum eksekusi yang dijadwalkan. Mulai taat itu, Sam hanya boleh ditemani
dua orang - pengacaranya dan penasihat spiritualnya Dia juga perlu memilih dua
saksinya, kalau mau " "Aku akan bicara dengannya." "Kami butuh daftar tamu yang
dia setujui antan sekarang sampai saat itu. Biasanya itu sanak saudara dan
sahabat-sahabat dekat." "Daftar itu pasti sangat pendek.* "Aku tahu." 693 TIGA
PULUH TUJUH Setiap penghuni The Row tahu prosedur tersebut, meskipun prosedur
itu tak pernah dituliskan. Para veteran, termasuk Sam, telah menyaksikan empat
eksekusi selama delapan tahun terakhir, dan pada masing-masing eksekusi,
prosedur itu diikuti variasi kecil. Penghuni-penghuni lama berbicara dan
berbisik-bisik di antara mereka, dan biasanya dengan cepat menyebarkan keadaan
saat-saat terakhir kepada orang-orang baru, yang kebanyakan tiba di The Row
dengan pertanyaan-pertanyaan bisu tentang bagaimana hal itu dilaksanakan. Para
penjaga juga suka membicarakannya. Santapan terakhir dimakan dalam sebuah
ruangan sempit dekat bagian depan The Row, mangan yang hanya disebut sebagai
kantor depan, dilengkapi dengan sebuah meja, beberapa kursi, telepon, dan AC.
Dalam mangan inilah si terhukum menerima tamu terakhir. Ia duduk dan
mendengarkan, sementara pengacaranya mencoba menjelaskan mengapa urusan tidak
berkembang seperti yang diren694 canakan. Ruangan itu kosong dan jendelajendelanya terkunci. Kunjungan untuk melakukan hubungan suami-istri juga
dilakukan di sini, apabila si narapidana sanggup melakukannya. Para penjaga dan
adnunistrator hilir-mudik di gang di luar. Ruangan itu tidak dirancang untuk
melewatkan jam-jam terakhir, tapi ketika pada tahun 1982 Teddy Doyle Meeks
menjadi orang pertama yang akan dieksekusi setelah bertahun-tahun, mangan macam
itu mendadak dibutuhkan untuk segala macam keperluan. Suatu ketika mangan itu
milik seorang letnan, kemudian seorang manajer kasus. Ruangan itu tak punya nama
lain kecuali kantor depan. Telepon di meja itu yang terakhir kali dipakai
pengacara si terpidana ketika menerima keputusan terakhir bahwa takkan ada lagi
penundaan, takkan ada lagi pengajuan banding. Kemudian ia berjalan kembali ke
Tier A, ke ujung terjauh, tempat kliennya menunggu dalam Sel Observasi. Sel
Observasi itu tak lebih dari sel biasa di Tier A, cuma delapan pintu dari sel
Sam. Ukurannya dua kali tiga meter, dengan sebuah dipan, sebuah wastafel, dan
toilet, tepat seperti milik Sam, tepat seperti sel-sel yang lain. Itu sel
terakhir di tier tersebut, dan yang paling dekat ke Ruang Isolasi yang terletak
di samping Kamar Gas. Sehari sebelum eksekusi, narapidana itu untuk terakhir
kali dibawa dari selnya dan dimasukkan ke Sel Observasi. Barang-barang
pribadinya juga dipindahkan, 695 dan itu biasanya terlaksana dengan cepat. Di
sana I ia menunggu. Biasanya ia menyaksikan drama pri- ] nadinya di televisi,
ketika stasiun televisi lokal I memantau usaha banding terakhirnya. Pengacaranya
menunggu bersamanya, duduk di ranjang tipis, dalam sel gelap, menonton laporan
berita. Si peng- ' acara berlari bolak-balik ke kantor depan. Seorang pendeta
atau penasihat spiritual juga diperkenankan berada dalam sel. The Row akan gelap
dan sunyi, berbau ke-matian. Beberapa narapidana akan berdiri di depan televisi
mereka. Lainnya berpegangan tangan melalui jeruji dan berdoa. Lainnya lagi
berbaring di ranjang dan berpikir kapan giliran mereka tiba. ; Jendela-jendela
luar di atas gang semuanya ditutup dan digerendel. The Row dikunci. Tapi ada
suara-suara di antara tier, dan ada cahaya dari luar. Bagi orang-orang yang
berjam-jam duduk dalam sel sempit, melihat dan mendengar segalanya, kesibukan
kegiatan aneh itu terasa meruntuhkan saraf. Pukul 23.00, kepala penjara dan
regunya memasuki Tier A dan berhenti di Sel Observasi. Saat ini habislah sudah
harapan akan penundaan pada menit terakhir. Si terhukum akan duduk di ranjang,
berpegangan tangan dengan pengacara dan pendetanya. Kepala penjara mengumumkan
sudah saatnya pergi ke Ruang Isolasi. Pintu sel berdetak dan terbuka, lalu
narapidana itu melangkah ke dalam gang. Akan ada teriakan mendukung dan
menghibur dari narapidana lain, banyak di antan "Tereka bercucuran air mata.
Ruang Isolasi tak lebih dari enam meter dari Sel Observasi. Si terhukum berjalan
di tengah dua deret penjaga bersenjata dan bertubuh kekar, penjaga paling besar
yang bisa ditemukan kepala penjara. Tak pemah ada perlawanan. Takkan ada
gunanya. Kepala penjara memimpin si terhukum ke dalam sebuah mangan sempit, tiga
kali tiga meter, tanpa apa pun di dalamnya kecuali ranjang lipat. Si terhukum
duduk di ranjang dengan pengacara di sampingnya. Pada titik ini, kepala penjara,
karena alasan yang tidak jelas, merasa perlu melewatkan beberapa saat bersama si
terpidana, seolah-olah ia - sang kepala penjara - merupakan orang terakhir yang
ingin diajak bercakap-cakap oleh si terhukum. Kepala penjara akhirnya berlalu.
Ruangan itu.akan sunyi, kecuali sekali-sekali ada ketukan atau pukulan dari
mangan sebelah. Doa biasanya selesai dipanjatkan pada titik ini. Cuma beberapa
menit lagi yang tersisa. Di samping Ruang Isolasi terletak Kamar Gas itu
sendiri. Ukurannya kurang-lebih empat setengah kali tiga setengah meter, dengan
kamar gas di tengahnya. Algojo akan sibuk bekerja, sementara si terhukum berdoa
sendirian. Kepala penjara, pengacara penjara, dokter, dan sejumlah penjaga
bersiap-siap. Ada dua telepon di dinding untuk izin menit terakhir. Di sebelah
kiri ada mangan sempit tempat algojo mencampur larutannya. Di belakang Kamar Gas
ada tiga jendela, 45 kali 75 697 senti, dan sementara itu ditutup dengan tirai
hitam " Di sisi lain jendela-jendela itu terletak mang saksi Dua puluh menit
menjelang tengah malam, dokter memasuki Ruang Isolasi dan menempelkan stetoskop
ke dada terhukum. Ia kemudian berlalu, dan kepala penjara masuk untuk membawa si
terhukum melihat Kamar Gas. Kamar Gas itu selalu penuh orang, semuanya
bersemangat membantu, semuanya akan menyaksikan seseorang menemui ajal. Mereka
akan memasukkannya ke dalam Kamar Gas, mengikatnya, menutup pintu, dan
membunuhnya. Prosedur itu cukup sederhana, bervariasi sedikit, disesuaikan
dengan kasus individual. Sebagai contoh, Buster Moac sudah duduk di kursi dengan
separo pengikat terpasang ketika telepon berdering di Kamar Gas. Ia kembali ke
Ruang Isolasi dan menunggu selama enam jam yang menyiksa, sampai mereka kembali
menjemputnya. Jumbo Parris adalah yang paling cerdik di antara empat orang itu.
Sebagai pemakai obat bius kawakan sebelum tiba di The Row, ia mulai minta Valium
kepada psikiater beberapa hari sebelum eksekusi. Ia memilih menghabiskan
beberapa jam terakhirnya seorang diri, tanpa pengacara atau pendeta, dan ketika
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka datang menjemputnya dari Sel Observasi, ia dalam keadaan teler. Jelaslah
ia memakai Valium yang dikumpulkannya, dan harus diseret ke Ruang Isolasi,
tempat ia tidur dalam damai, Ia kemudian diseret ke Kamar Gas dan diberi dosis
terakhir. Prosedur itu berperikemanusiaan dan dipikirkan dengan cermat. Si
terhukum tetap dalam selnya, di samping rekan-rekannya, sampai saat terakhir. Di
Louisiana, mereka dikeluarkan dari The Row dan ditempatkan dalam bangunan kecil
yang dikenal sebagai Death House. Mereka melewatkan tiga hari terakhir di sana,
di bawah pengawasan terus-menerus. Di Virginia, mereka dipindahkan ke kota lain.
Sam cuma'berjarak delapan pintu dari Sel Observasi, sekitar empat belas meter.
Kemudian enam meter lagi ke Ruang Isolasi, lalu empat meter lagi ke Kamar Gas.
Dari suatu titik di tengah ranjangnya, ia sudah berkali-kali menghitung kirakira berjarak 25,5 meter dari Kamar Gas. Dan ia menghitung lagi Selasa pagi,
ketika ia dengan hati-hati membuat tanda X pada kalender. Delapan hari. Pagi itu
gelap dan panas. Ia tidur putus-sambung dan melewatkan sebagian besar malam itu
duduk di depan kipas angin. Sarapan dan kopi masih sejam lagi dari sekarang. Ini
akan jadi hari ke-3.449 di The Row, dan jumlah total itu tidak termasuk waktu
yang dilewatkan dalam penjara county di Greenville selama dua sidang pertamanya.
Cuma delapan hari lagi. Seprainya basah oleh keringat. Sewaktu berbaring di
ranjang dan menatap langit-langit
untuk kesejuta kalinya, ia memikirkan kematian. Kematian ini sendiri takkan
terlalu mengerikan. Karen, alasan yang jelas, tak seorang pun tahu deriga])
tepat efek gas tersebut. Mungkin mereka akan memberinya dosis ekstra, sehingga
ia mati Jama sebelum tubuhnya mengejang. Mungkin tarikan n* pas pertama akan
membuatnya tak sadarkan diri, Bagaimanapun juga, ia berharap itu takkan
berlangsung lama. Ia telah menyaksikan istrinya mengerut layu dan menderita luar
biasa karena kau-ker. Ia telah menyaksikan sanak saudara menjadi j tua dan hidup
seperti invalid. Ini pasti cara yang I lebih baik untuk menemui ajal. "Sam,"
J.B. Gullit berbisik, "kau sudah bangun?" Sam berjalan ke pintunya dan bersandar
pada j jeruji. Ia bisa melihat tangan dan lengan Gullit j "Yeah, aku bangun.
Rasanya tak bisa tidur." Ia r menyalakan rokok pertama hari itu. "Aku pun tidak.
Katakan padaku itu takkan I terjadi, Sam." "Itu takkan terjadi." sot9 "Kau
serius?" "Yeah, aku serius. Pengacaraku akan melon- j tarkan sesuatu yang berat.
Dia mungkin akan menuntunku keluar dari sini satu-dua minggu lagi." "Kalau
begitu, kenapa kau tak bisa tidur?" "Aku merasa begitu resah dengan pikiran akan
I keluar dari sini." "Apa kau sudah bicara dengannya tentang ka- I susku?"
"belum, banyak yang dia pikirkan. Begitu M I keluar, kami akan menggarap
kasusmu. Tenang ' sajalah. Cobalah tidur." Tangan dan lengan Gullit perlahanlahan lenyap dari pandangan, lalu ranjangnya berkeriut. Sam menggelengkan kepala
atas kebodohan bocah itu. Ia menghabiskan rokok dan melemparnya ke gang, suatu
pelanggaran yang bisa membuatnya menerima laporan pelanggaran. Tapi ia tak
peduli., Dengan hati-hati ia mengambil mesin tik dari rak. Ada beberapa hal yang
hendak ia katakan dan ada beberapa surat yang harus ia tulis. Ada beberapa orang
di luar sana yang ingin dihubunginya. George Nugent memasuki- Maximum Security
Unit bagaikan seorang jenderal berbintang lima. Ia menatap tajam rambut dan
sepatu lars tak tersemir seorang penjaga kulit putih dengan pandangan mencela.
"Cukur rambutmu," geramnya, "atau kau akan kucatat dalam laporan. Dan semir
sepatu lars itu." "Ya, Sir," kata orang itu, nyaris memberi hormat. Nugent
menggerakkan kepala dan mengangguk pada Packer yang memimpin di depan, -melewati
bagian tengah The Row, menuju Tier A. "Nomor enam," kata Packer sewaktu-pintu
terbuka. "Tetap di sini," Nugent menginstruksikan. Sol sepatunya berdetak ketika
ia melangkah tegap di far itu, menatap dengan pandangan menghina ke dalam
masing-masing sel. Ia berhenti di sel Sam dan mengintip ke dalam. Sam
bertelanjang dada hanya memakai celana pendek, kulitnya yang tipjs dan kisut
berkilauan keringat sementara ia mengetik. Ia memandang orang asing yang
menatapnya melalui jeruji, lalu kembali ke pekerjaannya. "Sam, namaku George
Nugent." Sam mengetuk beberapa tombol. Nama itu tak dikenalnya, namun Sam
memperkirakan ia bekerja entah di mana di atas hierarki, sebab ia punya wewenang
masuk ke tier. "Apa yang kauinginkan?" Sam bertanya tanpa melihat. "Ah, aku
ingin menemuimu." Terima kasih, sekarang enyahlah." Gullit di sebelah kanan dan
Henshaw di kiri mendadak bersandar pada jeruji, cuma beberapa meter dari Nugent
Mereka terkekeh mendengar jawaban Sam. Nugent menatap mereka tajam dan
berdeham., "Aku asisten Kepala Penjara. Phillip Naifeh telah menyerahkan
tanggung jawab eksekusimu padaku. Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan."
Sam memusatkan pikiran pada suratnya, dan mengumpat ketika ia mengetuk tombol
yang keliru, Nugent menunggu. "Bisakah aku mendapatkan beberapa menit dari
waktumu yang berharga, Sam?" "Lebih baik panggil dia Mr. Cayhall," tambah
Henshaw membantu. "Dia beberapa tahun lebih tua dari mu, dan itu sangat berarti
baginya." "Dari mana kau mendapat sepatu lars itu?" tanya Gullit, menatap ke
kaki Nugent. "Kalian mundur," kata Nugent tegas. "Aku perlu bicara dengan Sam."
"Mr. Cayhall sedang sibuk sekarang," kata Henshaw. "Mungkin kau harus kembali
nanti. Dengan senang hati aku akan menjadwalkan janji pertemuan untukmu."
"Apakah kau semacam bangsat militer?" tanya Gullit. Nugent berdiri kaku dan
melirik ke kanan dan ke kiri. "Aku perintahkan kalian berdua mundur, oke" Aku
perlu bicara dengan Sam." "Kami tidak menerima perintah," kata Henshaw. "Dan apa
yang akan kaulakukan?" tanya Henshaw. "Melempar kami ke dalam pengasingan"
Memberi kami makan umbi dan buah liar" Merantai kami ke dinding" Mengapa tidak
kauteruskan saja dan membunuh kami?" Sam meletakkan mesin tiknya di ranjang dan
melangkah ke jeruji. Ia menyedot rokoknya dalam-dalam dan mengembuskan asap
melalui jeruji ke arah Nugent. "Apa yang kauinginkan?" tanyanya. "Aku butuh
beberapa hal darimu." "Misalnya?" "Apa kau punya surat wasiat?" "Itu sama sekali
bukan urusanmu. Surat wasiat adalah dokumen pribadi yang hanya boleh dilihat
apabila sudah disahkan hakim, dan surat itu hanya disahkan setelah orangnya
mati. Begitulah hukum"Sungguh goblok!" Henshaw tertawa terbahak- | bahak. - "Aku
tak percaya ini," Gullit menambahkan. "Dari mana Naifeh menemukan idiot ini?" ia
bertanya. "Ada lainnya?" tanya Sam. Wajah Nugent berubah warna. "Kami perlu tahu
apa yang harus dilakukan pada barang-barangmu.'' "Itu tertulis dalam surat
wasiatku, oke?" "Kuharap kau takkan menyulitkan, Sam." "Panggil dia Mr.
Cayhall," kata Henshaw lagi. "Sulit?" tanya Sam. "Mengapa aku akan menyulitkan"
Aku berniat membantu negara sepenuhnya dalam melaksanakan pekerjaannya
membunuhku. Aku patriot yang baik. Aku akan memberikan suara dan membayar pajak
seandainya bisa. Aku bangga jadi orang Amerika, orang Amerika-Irian-dia, dan
saat ini aku masih sangat mencintai negaraku yang berharga, meskipun dia
berencana mengegasku. Aku tahanan teladan, George. Tak ada masalah dariku."
Packer sepenuhnya menikmati ini, sementara menunggu di ujung tier. Nugent
berdiri tegak. "Aku perlu daftar orang yang kauinginkan untuk menyaksikan
eksekusi," katanya. "Kau diperbolehkan memilih dua." "Aku belum lagi menyerah,
George. Mari kita tunggu beberapa hari lagi." "Baiklah. Aku juga perlu daftar
tamumu selama beberapa hari mendatang." ?Nah. sore ini aku akan dikunjungi
dokter dari Chicago, kau tahu. Dia psikiater. Dia akan bicara denganku dan
melihat betapa gila diriku, lalu pengacaraku akan berlari ke pengadilan dan
mengatakan bahwa kau, George, tak bisa mengeksekusi aku, sebab aku gila. Dia
akan menyediakan waktu untuk memeriksamu, kalau kau mau. Tak* kan makan banyak
waktu." Henshaw dan Gullit tertawa terpingkal-pingkal, dan dalam beberapa detik
sebagian besar narapidana lainnya ikut berteriak-teriak dan tertawa [ keras.
Nugent mundur selangkah dan memandang tier itu dari ujung ke ujung dengan marah.
"Diam!" perintahnya, tapi suara tawa itu makin meningkat. Sam terus menyedot dan
mengepulkan asap melalui jeruji. Suara siulan dan ejekan bisa didengar di tengah
keributan itu, "Aku akan kembali," Nugent berseru marah pada Sam. I "Dia akan
kembali'." Henshaw berteriak, dan keributan itu jadi makin keras. Sang komandan
menghambur pergi, berjalan cepat ke ujung gang, dan teriakan-teriakan "Heil
Hitler" berkumandang dalam tier itu. Sejenak Sam tersenyum ke jeruji sementara
ke-bisingan mereda, lalu kembali ke posisinya di tepi ranjang, la menggigit
sepotong roti kering, menghirup seteguk kopi dingin, lalu kembali mengetik.
Bermobil di siang hari menuju Parchman bukan sesuatu yang menyenangkan. Garner
Goodman duduk di jok depan, sementara Adam mengemudi. Mereka membahas strategi
dan mencari gagasan tentang dalih pembelaan dan prosedur terakhir, Goodman
merencanakan kembali ke Memphis selama akhir pekan, dan berada di sini selama
tiga hari terakhir. Sang psikiater adalah Df. Swinn, laki-laki yang dingin,
tanpa senyum, dalam setelan hitam. Rambutnya berantakan, acak-acakan, matanya
tersembunyi di balik kacamata tebal, dan ia I sama sekali tak bisa melakukan
pembicaraan kecil. Kehadirannya di jok belakang menimbulkan pe- ! rasaan tak
enak. Ia tak mengucapkan sepatah kata f pun sejak dari Memphis sampai ke
Parchman. Pemeriksaan yang diatur Adam dan Lucas Mann f berlangsung di rumah
sakit penjara, sebuah fasi- j litas yang luar biasa modem. Swinn dengan sangat !
jelas memberitahu Adam bahwa baik Adam mau- [ pon Goodman tak bisa ikut hadir
saat ia mengevaluasi Sam. Ini sama sekali bukan masalah bagi I Adam dan Goodman.
Sebuah van penjara menjem- | put mereka di gerbang depan, dan membawa Dr. .
Swinn ke rumah sakit jauh di dalam tanah per-tanian. Goodman sudah beberapa
tahun tak pernah bertemu Lucas Mann. Mereka berjabat tangan bagai- j kan sahabat
lama, dan langsung tenggelam dalam kisah-kisah perang berkaitan dengan eksekusi.
Per- \ cakapan itu tidak menyinggung-nyinggung Sam, dan Adam sangat berterima
kasih. Mereka berjalan dari kantor Mann melintasi halaman parkir, menuju sebuah
bangunan kecil di belakang kompleks administrasi. Bangunan itu adalah restoran,
dirancang sesuai dengan bentuk tavern di daerah sekitar itu. Tempat yang disebut
The Place itu menyajikan makanan biasa untuk pekerja kantor dan pegawai penjara.
Tak ada alkohol. Tempat itu terletak di tanah negara. Mereka minum es teh dan
bicara tentang masa depan hukuman mati. Goodman dan Mann setuju bahwa eksekusi
kelak akan dianggap lebih umum. Mahkamah Agung terus makin condong ke kanan, dan
lelah oleh berbagai kasasi yang tak ada habisnya. Sama juga dengan pengadilan
federal di tingkat yang lebih bawah. Plus, juri Amerika jadi makin reflektif
dengan penolakan masyarakat atas tindak kejahatan dengan kekerasan. Simpati
terhadap terpidana mati jauh berkurang, dan keinginan menghukum bangsat-bangsat
itu makin besar. Uang pemerintah federal makin sedikit dibelanjakan untuk
mendanai kelompok-kelompok yang menentang hukuman mati, serta makin sedikit
pengacara dan biro hukum yang bersedia mengambil komitmen menangani kasus pro
bono besar. Populasi death row berkembang lebih cepat daripada jumlah pengacara
yang bersedia menangani kasus hukuman mati. Adam
agak bosan dengan percakapan itu. Ia sudah membaca dan mendengarnya beratus
kali. Ia mohon diri dan menemukan sebuah telepon umum di sudut Phelps tak ada di
tempat, kata sekretaris muda, tapi ia meninggalkan pesa^^8 I Adam: Tak ada kabar
dari Lee. j^, ^ hadir di pengadilan dua minggu lagi; mungkin^ itu ia akan
muncul. Saat Darlene mengetik laporan Dr. Swinn, sementara Adam dan Gamer
Goodman menggarap petisi u tuk diajukan bersama laporan tersebut. Laporan itu
panjangnya dua puluh halaman dalam konsep kasar, dan kedengaran seperti musik
ringan. Swirm merupakan senjata sewaan, pelacur yang akan menjual pendapatnya
kepada penawar tertinggi, dan Adam tak menyukai orang macam itu. Ia berkeliaran
menjelajahi negeri ini sebagai saksi profesional, mampu mengatakan ini hari ini.
dan itu esok harinya, tergantung siapa yang punya kantong paling tebal. Namun
saat ini ia pelacur mereka, dan ia cukup bagus. Sam menderita kepikunan taraf
lanjut. Kemampuan mentalnya telah terkikis sampai ke suatu titik di mana ia
tidak tahu dan tidak memahami hakikat hukumannya. Ia tidak memiliki kompetensi
yang diperlukan untuk menjalani eksekusi; karena itu, eksekusi tak akan
memberikan manfaat apa pun. Argumentasi ini tidak sepenuhnya unik, dan
pengadilan pun tidak sepenuhnya menerima. Namun, seperti yang dikatakan Adam
tiap hari, apa ruginya" Goodman tampaknya cukup optimis, terutama karena usia a?
eksekusi terhadap hisa^ng^aVla;muh tahun lebiho^8 V tetra?*** rj-M ^2300. pir
P^123 TIGA PULUH DELAPAN Rabu pagi Gamer Goodman tidak kembali Chicago, namun
sebaliknya terbang ke Jackson, Mississippi. Penerbangan itu berlangsung tiga
puluj menit, hampir tak cukup untuk menikmati secangft kopi dan croissant yang
belum lagi melunak j. menyewa mobil di bandara dan mengemudikannya langsung ke
gedung DPR negara bagian. Dewan sedang tidak bersidang, dan banyak tempat luang
untuk parkir. Seperti banyak gedung pengadil? county yang dibangun kembali
setelah Perang Saudara, gedung itu dengan angkuh menghadap it selatan. Ia
berhenti untuk mengagumi monumen perang untuk para wanita Selatan, namun
menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengaman magnolia Jepang di dasar tangga
depan. Empat tahun sebelumnya, pada hari-hari dan jam-jam menjelang eksekusi
Maynard ToJe, Goodman pernah dua kali menempuh perjalanan yan$ sama. Saat itu gubernurnya berbeda, kliennya fer-beda. dan kejahatannya berbeda.
Tole membumi* beberapa orang dalam suatu pesta kejahatan selama dua hari. dan
cukup sulit membangkitkan simpati untuknya. Ia berharap Sam Cayhall berbeda. Ia
laki-laki tua yang mungkin akan mati juga dalam lima tahun mendatang. Bagi
banyak warga Mississippi, kejahatannya merupakan sejarah kuno. Dan seterusnya,
dan seterusnya. Sepagian Goodman melatih apa yang akan dibicarakannya. Ia
memasuki gedung kapitol dan sekali lagi mengagumi keindahannya. Gedung ini
merupakan versi lebih kecil dari U.S. Capitol di Washington, dan tak ada yang
dihemat untuk membangunnya. Gedung itu dibangun pada tahun 1910 dengan tenaga
kerja dari penjara. Negara bagian memakai uang hasil gugatan terhadap jawatan
kereta api untuk membangun monumen ini. Ia memasuki kantor Gubernur di lantai
dua dan menyerahkan kartu nama kepada seorang resepsionis cantik. Gubernur tak
ada di tempat pagi ini, katanya, dan apakah ia punya janji" Tidak, Goodman
menerangkan dengan sopan, tapi urusan ini sangat penting, dan apakah mungkin dia
menemui Mr. Andy Larramore, kepala penasihat hukum gubernur. Ia menunggu
sementara resepsionis menelepon beberapa kali, dan setengah jam kemudian Mr.
Larramore muncul. Mereka saling memperkenalkan diri dan menghilang ke dalam gang
sempit yang membentang di tengah berbagai kantor kecil. Petak kerja Larramore
penuh sesak dan acak-acakan sangat menyerupai orangnya sendiri. Ia berrubuh
kecil dengan bungkuk yang kentara rw, pinggang dan sama sekali tanpa leber.
DagyJ yang panjang menempel ke dada, dan bila ia b? bicara, mata, hidung, dan
mulurnya merapati satu. Pemandangan yang mengerikan. Goodman tak bisa mengatakan
apakah ia berumur tiga puluj, atau lima puhih tahun. Ia pasti orang jenius.
"Gubernur sedang bicara pada pertemuan agen asuransi pagi ini," kata Larramore
sambil rre-megang jadwal, seolah-olah benda itu permata berharga. "Kemudian dia
akan mengunjungi sekolah negeri di pusat kota." "Saya akan menunggu," kata
Goodman. "Urusan ' ini sangat penting, dan saya tidak keberatan menunggu."
Larramore menyisihkan sehelai kertas ke samping dan melipat tangan di atas meja.
"Bagaimana dengan anak muda itu, cucu Sam?" "Oh, dia masih penasihat hukum utama
Saya r direktur bagian pro bono di Kravitz & Bane, jadi saya di sini untuk
membantunya." "Kami memantau masalah ini dengan sangat cermat," kata Larramore,
wajahnya berkerut hebat di tengah, lalu mengendur di ujung setiap kalimat
"Tampaknya urusan ini akan gawat." "Selalu demikian," kata Goodman. "Sejauh mana
Gubernur serius mempertimbangkan sidang pemberian pengampunan?" "Saya yakin dia
serius mempertimbangkan si-1 dang ini. Namun pemberian pengampunan urusannya
sama sekali berbeda. Hukumnya sangat luas, dan saya yakin Anda sudah tahu. Dia
bisa mengubah hukuman mati dan langsung melepaskan si terpidana. Dia bisa
mengubahnya jadi kurungan seumur hidup, atau lebih ringan dari itu." ? Goodman
mengangguk. "Bisakah saya menemuinya?" "Dia dijadwalkan kembali ke sini pukul
sebelas. Nanti saya akan bicara dengannya. Dia mungkin akan makan siang di meja
kerja, jadi mungkin ada waktu senggang sekitar pukul satu. Bisakah Anda ke
sini?" "Ya. Urusan ini harus disimpan rapat. Klien kami sangat menentang
pertemuan ini." "Apakah dia menentang gagasan pemberian pengampunan?" "Kami
punya sisa waktu tujuh hari, Mr. Larramore. Kami tidak menentang apa pun." Mr.
Larramore mengerutkan hidung dan memperlihatkan gigi atas, lalu kembali
mengambil jadwal. "Datanglah ke sini pukul satu. Akan saya lihat apa yang bisa
saya kerjakan." "Terima kasih." Mereka bercakap-cakap tanpa arah selama lima
menit, lalu Larramore disergap serangkaian telepon mendesak. Goodman mohon diri
dan meninggalkan gedung kapitol. Ia berhenti lagi di depan bunga-bunga magnolia
Jepang dan melepaskan jas. Saat itu pukul 09.30, kemejanya sudah basah di ketiak
dan lengket di punggung. Ia berjalan ke selatan, ke arah Capitol Straw,. empat
blok dari sana dan dianggap sebagai jajan utama kota Jackson. Di tengah gedunggedung dan lalu lintas pusat kota, istana Gubernur berdiri me, gah di lahan yang
terpangkas rapi dan menghadap gedung kapitol. Rumah itu merupakan bangunan kuno
yang luas, dikelilingi gerbang-gerbang dan pagar. Sekelompok kecil penentang
hukuman mati berkumpul di trotoar pada malam Tole dieksekusi dan berteriakteriak pada Gubernur. Jelas ia tidak mendengar mereka. Goodman berdiri di
trotoar dan teringat akan istana itu. Ia dan Peter Wiesen-berg pernah berjalan
tergesa-gesa melewati sebuah gerbang di sebelah kiri jalan masuk utama dengan
permohonan terakhir mereka, cuma beberapa jam f sebelum Tole digas. Saat itu
Gubernur sedang makan malam dengan orang-orang penting, dan agak kesal dengan
interupsi mereka. Ia menolak permohonan terakhir mereka yang meminta
pengampunan, lalu dengan sikap sopan gaya Selatan, mengundang mereka untuk
tinggal makan malam. Dengan sopan mereka menolak. Goodman menjelaskan Kepada
Yang Mulia bahwa mereka harus bergegas kembali ke Parchman untuk menemani klien
mereka saat ia menjemput ajal. "Hati-hati," { kata Gubernur pada mereka, lalu
kembali ke jamuan makan malamnya. Dalam hati Goodman bertanya-tanya, berapa
banyak pemrotes yang akan berdiri di tempat ini beberapa hari lagi, menyanyi dan
berdoa dan membakar lilin, melambai-lambaikan poster dan berteriak-teriak pada
McAllister untuk mengampuni Sam. Mungkin tidak begitu banyak. Di tengah distrik
bisnis di kota Jackson jarang terjadi kekurangan ruang kantor, dan Goodman tidak
banyak menemui kesulitan mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebuah tanda
mengarahkan perhatiannya pada tempat kosong di lantai tiga sebuah bangunan
bobrok. Ia mencari informasi di bagian depan kantor keuangan di lantai dasar,
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan satu jam kemudian pemilik gedung itu tiba dan menunjukkan tempat yang
tersedia. Tempat itu merupakan suite dua ruangan yang kumal, dengan karpet usang
dan lubang-lubang pada dindingnya Goodman berjalan ke satu-satunya jendela dan
memandang ke bagian depan gedung kapitol tiga blok dan sana. "Sempurna," katanya
"Harganya tiga ratus sebulan, plus listrik. Kamar kecil ada di ujung gang.
Minimum enam bulan." Aku cuma membutuhkannya untuk dua bulan," kata Goodman,
merogoh ke dalam saku dan mencabut segepok uang tunai yang terlipat rapi. Si
pemilik memandang uang itu dan bertanya, "Bisnis macam apa yang kaukerjakan?"
"Analisis pemasaran." ' "Dari mana asalmu?" "Detroit. Kami mempertimbangkan
mendirikan cabang di negara bagian ini, dan kami butuh tempat {"j Untuk mulai.
Tapi cuma untuk dua bulan. Semua kontan. Tak ada catatan apa pun. Kami akan
keluar sebelum kau tahu. Takkan menim bulkan kegaduhan." Si pemilik mengambil
uang kontan itu dan me. nyerahkan dua anak kunci kepada Goodman, satu untuk
kantor, yang lainnya untuk pintu masuk dan Congress Street Mereka berjabat
tangan dan perjanjian itu ditutup. Goodman meninggalkan tempat kumuh itu dan
kembali ke mobilnya di gedung kapitol. Sepanjang jalan ia terkekeh memikirkan
rencana yang akan ia t f lakukan. Gagasan itu ditelurkan Adam, satu lagi i
tembakan jarak jauh dalam serangkaian upaya tan- I pa harapan untuk
menyelamatkan Sam. Tak ada f yang ilegal dalam hal ini. Biayanya sedikit, dan
siapa peduli dengan uang beberapa dolar pada titik | M" Lagi pula, bukankah ia
Mr. Pro Bono di firma ini, sumber kebanggaan dan kebajikan di antara rekanrekannya. Tak seorang pun akan mempertanyakan pengeluarannya untuk sewa kantor
dan beberapa telepon, bahkan Daniel Rosen pun tidak. Setelah tiga minggu menjadi
pengacara death row, Adam malai merindukan suasana kantornya di Chicago, kalau
memang ia masih ptinya kantor di sana. Sebelum pukul 10.00 hari Rabu, ia sudah
menyelesaikan klaim untuk meminta keringanan vonis, la sudah empat kali bicara
dengan berbagai panitera pengadilan, lalu dengan seorang administrator
pengadilan. Ia dua kali bicara dengan Richard Olander mengenai hasil
pertimbangan terhadap klaim menentang kamar gas, dan dengan seorang panitera
pengurus kasus hukuman mati di Pengadilan Fifth Circuit, New Orleans, mengenai
klaim ketidakefektifan bantuan hukum. Klaim yang menyatakan Sam tidak memiliki
kompetensi mental untuk dieksekusi sekarang sudah dikirim dengan fax ke Jackson,
sedangkan aslinya menyusul dengan Federal Express, dan Adam terpaksa memohon
dengan sopan kepada administrator pengadilan untuk mempercepat segalanya.
Bergegaslah dan tolaklah, katanya, meskipun bukan dengan kata-kata seperti itu.
Seandainya ada penundaan eksekusi, hal itu kemungkinan besar akan dikeluarkan
hakim federal. Setiap klaim baru membawa secercah harapan baru, dan seperti yang
dipelajari Adam dengan cepat, hal itu juga membawa potensi kekalahan lain.
Sebuah klaim harus melewati empat halangan sebelum disisihkan - Mahkamah Agung
Mississqj- , pi, pengadilan distrik federal, Pengadilan Fifth Cir- $ cuit, dan
Mahkamah Agung AS. Jadi, peluang Untuk berhasil cukup kecil, temtama pada tahap
'ini. Berbagai kemungkinan dalam .perkara Sam sudah ditangani secara cermat oleh
Wallace Tyner dan Garner Goodman bertahun-tahun yang lalu. Adam sekarang
mengajukan remah-remah sisanya. Panitera di Pengadilan Fifth Circuit
menyangsikan pengadilan akan mau merepotkan diri mendengarkan argumentasi lisan
lagi, terutama karena tampak jelas Adam akan mengajukan klaim baru setiap hari.
Panel tiga hakim di sana munglcig hanya mempertimbangkan makalahnya. Telepon
berantai akan dipakai bila hakim-hakim itu inght mendengarkan suaranya. Richard
Olander menelepon lagi untuk menyatakan Mahkamah Agung sudah menerima petisi
Adam yang meminta peninjauan keputusan pengadilan di bawahnya, atau permintaan
untuk menyidangkan kasus itu, dan petisi itu sudah dibahas. Tidak, menurutnya
Mahkamah takkan mau repot mendengarkan argumentasi lisan. Tahap ini sudah
terlalu lanjut. Ia juga memberitahu Adam bahwa ia sudah menerima melalui fax,
copy klaim terbaru tentang keterbatasan mental, dan ia akan memantau
perjalanannya di pengadilan lokal. Menarik, kata- J nya. Ia bertanya lagi,
klaim baru apa yang terpikir I -oleh Adam, tapi Adam tidak mengatakannya.
Panitera Hakim Slaterry, Breck Jefferson, si pe- j murung abadi, menelepon untuk
memberitahu Adam bahwa Pak Hakim sudah menerima lewat fax, copy klaim terbaru
yang diajukan ke Mah- | kamah Agung Mississippi, dan terus terang Pak Hakim
tidak begitu memikirkannya, tapi akan mempertimbangkannya dengan sungguh-sungguh
begitu klaim itu tiba di pengadilan mereka. Adam merasa agak puas mengetahui ia
berhasil membuat empat pengadilan yang berbeda melompat-lompat pada saat yang
sama. Pukul 11.00, Morris Henry, Dr. Death yang terkenal dari kantor Jaksa
Agung, menelepon un- J tuk memberitahu Adam bahwa mereka sudah menerima klaim
terbaru dari banding gangplank, dan Mr. Roxburgh sendiri sudah menugaskan
selusin pengacara menggarap jawabannya. Henry cukup menyenangkan di telepon,
tapi telepon itu benar-benar menyampaikan maksudnya - kami punya banyak pengacara,
Adam. Dokumen-dokumen diproduksi dalam hitungan kilo sekarang, dan meja rapat
kecil itu tertutup dengan tumpukan-tumpukan rapi dokumen tersebut. Darlene
terus-menerus keluar-masuk kantor itu - membuat copy, menyampaikan pesan telepon,
mengambil kopi, membaca dan mengoreksi makalah dan petisi. Ia pernah dilatih
dalam bidang obligasi pemerintah yang melelahkan, maka dokumen-dokumen
terperinci dan panjang itu tidak menggentarkannya. Lebih dari sekali ia mengaku
bahwa ini merupakan selingan menarik dari tugas normalnya yang membosankan. "Apa
yang lebih menarik daripada eksekusi yang mengintai begini dekat?" tanya Adam.
Bahkan Baker Cooley juga menyisihkan waktu dari kesibukannya mempelajari
peraturan perbankan federal terbaru dan muncul untuk menjenguk. Phelps menelepon
sekitar pukul 11.00 untuk menanyakan apakah Adam mau menemuinya untuk makan
siang. Adam tak ingin bertemu, dan menolak dengan alasan ketatnya deadline dan
ha-kim-hakim yang lekas marah. Tak seorang pun mendengar kabar dari Lee. Phelps
mengatakan sebelum ini ia sudah pernah menghilang, tapi tai pernah lebih dari
dua hari. Ia khawatir dan mera. pertimbangkan akan menyewa detektif swasta, k
akan terus memberi kabar. "Ada reporter ke sini untuk menemui mu," kata Darlene
sambil mengangsurkan sehelai kartu nama yang menyatakan kehadiran Anne L.
Piazza, koresponden Newsweek. Ia reporter ketiga yang menghubungi kantor ini
hari Rabu. "Katakan padanya aku tidak bisa," kata Adam tanpa penyesalan, "Sudah
kukatakan, tapi kupikir karena ini Newsweek, kau mungkin ingin tahu." "Aku tak
peduli siapa dia. Katakan padanya klien kita juga tak ingin bicara." Ia berlalu
dengan tergesa-gesa ketika telepon berdering. Dari Goodman, melapor dari Jackson
j akan menemui Gubernur pukul 13.00 nanti. Adam j menginformasikan kesibukan dan
telepon terbaru. Darlene membawakan deli sandwich pada pukul j 12.30. Adam
melahapnya dengan cepat, lalu tidur j di kursi, sementara komputernya
memuntahkan satu brief lagi. Goodman membalik-balik majalah otomotif semen- j
tara menunggu sendirian di ruang tamu di samping I kantor Gubernur. Sekretaris
cantik yang sama merapikan kuku di sela-sela telepon di switchboard- . nya.
Pukul 13.00 tiba dan lewat tanpa komentar. Demikian juga pukul 13.30. Pukul
14.00, sang resepsionis yang sekarang berkuku kuning Jingga 720 cerah minta
maaf. Tidak apa-apa, kata Goodman dengan senyum hangat. Keindahan karier pro
bono adalah pekerjaan yang tidak diukur dengan waktu. Sukses berarti membantu
orang, tak peduli berapa jam yang ditagihkan. Pukul 14.15, seorang wanita muda
yang tangkas dalam setelan gelap muncul entah dari mana dan berjalan menghampiri
Goodman. "Mr. Goodman, saya Mona Stark, kepala staf Gubernur. Gubernur akan
menemui Anda sekarang." Ia tersenyum sopan, Goodman mengikutinya melewati pintu
berdaun ganda dan masuk ke mangan panjang dan resmi dengan meja kerja di salah
satu ujung dan meja rapat jauh di ujung lainnya. McAllister sedang berdiri di
depan jendela dengan jas dilepas, dasi dikendurkan, dan lengan kemeja tergulung.
Penampilannya seperti layaknya abdi masyarakat yang penuh dedikasi dan kelebihan
beban kerja. "Halo, Mr. Goodman," katanya dengan tangan terulur dan gigi
berkilat cemerlang. "Gubernur, terima kasih," kata Goodman. Ia tidak membawa tas
kerja, tanpa aksesori yang biasa dibawa pengacara. Ia kelihatan seperti
kebetulan lewat di jalan serta memutuskan mampir dan menemui Gubernur. "Anda
sudah bertemu dengan Mr. Larramore dan Miss Stark," kata Mc Allister,
melambaikan tangan pada kedua orang itu. "Ya. Kami sudah bertemu. Terima kasih
atas kesediaan Anda menemui saya dengan pemberitahuan sesingkat ini." Goodman
mencoba meria? dingi senyum Gubernur yang cemerlang, tapi jj. sia. Saat ini
sikapnya sangat merendah dan kagu?, berada daiam kantor besar ini. "Mari duduk
di sini," kata Gubernur, melanj. baikan tangan ke meja rapat dan memimpin dj
depan. Mereka berempat duduk di sisi terpisah pada meja itu. Larramore dan Mona
mencabut pena dan siaga membuat catatan serius. Goodman tidak memegang apa-apa,
kecuali meletakkan fa- j ngan di depannya. "Setahu saya ada banyak pengajuan
dalih hukum I dalam beberapa hari terakhir ini," kata McAllister. "Ya, Sir.
Sekadar ingin tahu, apakah Anda per-nah mengalami yang seperu' ini sebelumnya?"
tanya Goodman. "Belum. Syukurlah." "Nah, ini tidak luar biasa. Saya yakin kami
akan terus mengajukan petisi sampai detik terakhir." "Boleh saya tanya sesuatu,
Mr. Goodman?" Gubernur berkata tulus. "Tentu." "Saya tahu Anda telah menangani
kasus macam ini. Bagaimana perkiraan Anda pada titik inil Se- ; besar apa
peluangnya?" "Anda tak pernah tahu. Sam sedikit berbeda j dari kebanyakan
narapidana di death row, sebab j dia punya pengacara-pengacara yang bagus - pe- I
nasihat hukum yang bagus dalam sidang, lalu upa- | ya banding yang sempurna."
722 "Oleh Anda, saya kira." Goodman tersenyum, McAllister tersenyum, lalu Mona
juga melontarkan senyum lebar. Larramore tetap membungkuk di atas buku tulis,
wajahnya bersungut dalam konsentrasi hebat. "Benar. Jadi, klaim Sam yang utama
sudah diputuskan. Yang Anda saksikan sekarang adalah langkah-langkah tanpa
harapan, tapi kerap kali berhasil. Bisa saya katakan peluangnya fifty-fifty hari
ini, tujuh hari menjelang eksekusi." Mona cepat-cepat mencatat ini di kertas,
seolah-olah komentar tersebut mengandung nilai hukum yang sangat penting. Sejauh
ini Larramore mencatat setiap patah kata. McAllister merenungkannya beberapa
detik. "Saya agak bingung, Mr. Goodman. Klien Anda tidak tahu kita bertemu. Dia
menentang gagasan diadakannya sidang untuk mempertimbangkan pengampunan. Anda
menginginkan pertemuan ini tidak disiarkan. Jadi, mengapa kita ada di sini?"
"Masalah berubah, Gubernur. Sekali lagi, saya sudah pernah ke sini berkali-kali
sebelum ini. Saya sudah pernah menyaksikan orang menghitung-hitung hari
terakhirnya. Itu menimbulkan pengaruh aneh dalam pikiran. Orang berubah. Sebagai
pengacara, saya harus meliput setiap pokok persoalan, setiap sudut." "Apakah
Anda minta diadakan sidang pemeriksaan?" "Ya, Sir. Sidang tertutup." 723
"Kapan?" "Bagaimana kalau hari Jumat?" "Dua hari lagi," kata McAllister sambil ^
nerawang ke sebuah jendela. Larramore herder)^ melonggarkan tenggorokan dan
bertanya, "s^ macam apa yang kira-kira akan Anda ajukan?" "Pertanyaan bagus.
Seandainya saya punvj nama, saya akan memberikannya pada Anda sg. karang, tapi
saya tidak punya. Presentasi katnj akan ringkas." "Siapa yang akan memberikan
kesaksian di pj. j hak negara bagian?" McAllister bertanya pada Lar- f ramore,
giginya berkilat ketika ia berpikir. Goodman berpaling. "Saya yakin keluarga
korban tentu ingin mengatakan sesuatu. Tindak kejahatannya biasanya j dibahas.
Mungkin perlu seseorang dari penjara un- i tuk menerangkan narapidana macam apa
dia se- f lama ini. Sidang ini cukup fleksibel." "Saya lebih tahu tentang tindak
pidana itu dari- f pada siapa pun," kata McAllister, nyaris pada diri [ sendiri.
"Ini situasi yang aneh," Goodman mengakui. : "Saya sudah pernah terlibat dalam
sidang pemberian pengampunan, dan jaksa penuntut biasanya menjadi saksi pertama
yang bersaksi memberatkan terdakwa Dalam kasus ini, Andalah jaksa penuntutnya"
"Mengapa Anda menginginkan sidang ini tertutup?" "Sejak dulu Gubernur adalah
penganjur sidang, terbuka," Mona menambahkan. "Ini sungguh yang terbaik unjuk
semua pihak," kata Goodman, mirip profesor yang pandai. "Tidak begitu menekan
bagi Anda, Gubernur, sebab ini tidak dipaparkan dan Anda takkan menerima banyak
nasihat yang datang tanpa diminta. Kami, tentu saja, ingin sidang ini tertutup."
"Mengapa?" tanya McAllister. "Ah, terus terang, Sir, kami tak ingin masyarakat
melihat Ruth Kramer bicara tentang anak-anaknya" Goodman mengawasi mereka saat
ia melontarkan komentar ini. Alasan sebenarnya adalah masalah lain. Adam yakin
satu-satunya cara membujuk Sam agar mau menerima sidang pertimbangan pemberian
pengampunan adalah dengan menjanjikan hal itu takkan jadi tontonan umum. Apabila
sidang itu tertutup, barangkali Adam bisa meyakinkan Sam bahwa McAllister bisa
dicegah memanfaatkan hal ini untuk popularitas sendiri. Goodman kenal berpuluhpuluh orang di seluruh penjuru negeri ini, yang dengan senang hati akan datang
ke Jackson dengan pemberitahuan mendadak untuk bersaksi di pihak Sam. Ia sudah
mendengar orang-orang ini mengajukan argumentasi detik terakhir yang persuasif
menentang hukuman mati. Biarawati, pastor, pendeta, psikolog, pekerja sosial,
penulis, dosen, dan beberapa mantan narapidana di death row. Dr. Swinn akan
memberikan kesaksian tentang betapa menyedihkan keadaan Sam .akhir-akhir ini,
dan ia ^ bekerja dengan baik untuk meyakinkan Gubetw bahwa negara hendak
membunuh orang yang j" valid. Di kebanyakan negara bagian lain, narapioV berhak
mendapatkan sidang terakhir memper% bangkan pengampunan, biasanya di depan
guber-nur. Tapi di Mississippi sidang itu merupakan kebijaksanaan. "Saya rasa
itu masuk akal," kata Gubernur. "Saat ini sudah cukup banyak perhatian," kata
Goodman, tahu bahwa McAllister sudah gatal dengan angan-angan kehebohan media
yang akan muncul. "Tak ada manfaatnya bagi siapa pun bila I sidang ini diadakan
secara terbuka." - Mona, si pendukung gigih sidang terbuka, me- I ngemyit makin
keras dan menulis sesuatu dengan huruf besar. McAllister tenggelam pikiran. "Tak
peduli apakah sidang ini terbuka atau ter- I tutup," katanya, "tak ada alasan
kuat untuk sidang j macam ini, kecuali Anda dan klien Anda punya j sesuatu yang
baru untuk ditambahkan. Saya tahu kasus ini, Mr. Goodman. Saya mencium bau
asapnya. Saya melihat mayat-mayat itu. Saya tak bisa mengubah pikiran, kecuali
ada sesuatu yang baru." j 'Seperti?" "Seperti ada sebuah nama. Anda beri saya
nama asisten Sam, dan saya akan setuju mengadakan sidang. Tanpa janji untuk
memberikan pengampunan, Anda mengerti, cuma sidang pertimbangan biasa. Kalau
tidak, ini hanya buang waktu percuma." "Apakah Anda yakin ada orang yang
membantu?" tanya Goodman. "Kami selalu curiga. Bagaimana menurut Anda?" "Mengapa
itu penting?" "Itu penting, sebab sayalah yang menentukan keputusan terakhir,
Mr. Goodman. Sesudah berbagai pengadilan selesai dengannya dan jam berdetak
terus Selasa malam nanti, sayalah satu-satunya orang di dunia yang bisa
menghentikannya Bila Sam memang layak menerima hukuman mati, tak ada masalah
bagi saya untuk duduk-duduk sementara eksekusi berlangsung. Tapi bila dia tidak
layak, eksekusi itu harus dihentikan. Saya masih muda. Saya tak mau dihantui hal
ini sepanjang sisa hidup saya. Saya ingin mengambil ke-putusan yang tepat." Tapi
kalau Anda percaya akan adanya pelaku pembantu, dan jelas Anda memang percaya
mengapa tidak menghentikannya saja?" "Sebab saya ingin pasti. Anda sudah
bertahun-tahun jadi pengacaranya. Apakah menurut Anda dia punya asisten?" "Ya.
Saya menduga ada dua orang. Saya tak tahu siapa pemimpin dan siapa pengikutnya,
tapi Sam mendapat bantuan." McAllister membungkuk lebih dekat pada Goodman dan
menatap matanya. "Mr. Goodman, bila Sam bersedia mengatakan yang sebenarnya pada
saya, saya akan mengadakan sidang tertt%, i dan saya akan mempertimbangkan
pengampun^ I Saya tidak menjanjikan apa pun, Anda mengerti 1 hanya sidang itu.
Bila tidak demikian, tak ada y I baru untuk ditambahkan dalam cerita ini." Mona
dan Larramore menulis lebih cepat dari. t pada notuiis pengadilan. "Sam
mengatakan dia menceritakan yang sebenarnya." "Kalau begitu, lupakan saja sidang
ini. Saya sibuk." Goodman mengembuskan napas dengan kesal, tapi tetap
menyunggingkan senyum. "Baiklah, kita akan bicara lagi dengannya. Bisakah kita
bertemu lagi di sini besok?" Gubernur memandang Mona, yang memeriksa kalender
saku dan mulai menggelengkan kepala, seolah-olah esok hari penuh sesak dengan
pidato, penampilan, dan pertemuan. "Jadwal Anda penuh," katanya dengan nada
memerintah. "Bagaimana dengan makan siang?" "Tidak. Tidak bisa. Anda akan bicara
di pertemuan NRA." "Mengapa anda tidak menelepon saya?" Larramore menawarkan.
"Gagasan bagus," kata Gubernur, kini berdiri dan mengancingkan lengan kemeja.
Goodman berdiri dan berjabat tangan dengan mereka bertiga. "Saya akan menelepon
bila ada perkembangan baru. Tapi bagaimanapun, kami memohon sidang pertimbangan
secepat mungkin." "Permohonan ini ditolak, kecuali Sam bicara," Kata Gubernur.
Tolong ajukan permohonan ini secara tertulis, Sir, kalau Anda tidak keberatan,"
kata Larramore. * "Tentu." Mereka mengantar Goodman ke pintu. Setelah ia
meninggalkan kantor tersebut, McAllister duduk di kursi resminya di belakang
meja kerja. Ia kembali membuka kancing lengan kemeja. Larramore mohon diri dan
pergi ke ruang sempit di ujung gang. Miss Stark mengamati sebuah printout
sementara Gubernur mengawasi deretan tombol yang berkedip-kedip di teleponnya.
"Berapa banyak di antara telepon masuk ini tentang Sam Cayhall?" ia bertanya.
Mona menyusuri sebuah kolom pada printout dengan jari. "Kemarin Anda menerima 21
telepon tentang eksekusi Cayhall. Empat belas mendukung agar dia digas. Lima
mengatakan agar mengampuninya. Dua tidak memberikan pendapat tegas." "Itu
peningkatan." "Yeah, tapi surat kabar memuat artikel tentang upaya hukum
terakhir Sam. Di situ disebutkan kemungkinan diadakannya sidang pertimbangan
pemberian pengampunan." n "Bagaimana dengan pol dengar pendapat" "Tak ada
perubahan. Sembilan puluh persen warga kulit putih di negara bagian ini mendukun
hukuman mati, dan sekitar separo warga kulit tam mendukung. Secara keseluruhan,
jumlahnya sekitar 84 persen." "Berapa dukungan untukku?" "Enam puluh dua. Tapi
bila Anda mengampuni Sam, saya yakin angka itu akan merosot jadi satu digit"
"Jadi, kau menentang gagasan itu." "Sama sekali tak ada yang bisa didapat, dan
banyak yang harus dikorbankan. Lupakanlah pol I dan angka Bila Anda memberikan
pengampunan j pada salah satu penjahat di sana, lima puluh lain- j nya akan
mengirimkan pengacara, nenek, dan pendetanya ke sini, memohon pengampunan yang !
sama. Banyak yang harus Anda pikirkan. Gagasan ini tolol." "Kau benar. Mana
rencana medianya?" "Akan siap satu jam lagi." "Aku perin melihatnya." "Nagel
sedang memolesnya. Saya pikir Anda tetap hams mengabulkan permohonan untuk
sidang pertimbangan pengampunan itu. Tapi adakanlah hari Senin. Umumkan besok.
Biarkan memanas dulu selama akhir pekan." "Sidang itu seharusnya tidak
Novel The Chamber Karya John Grisham di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tertutup." "Benari Kita ingin Ruth Kramer menangis di f depan kamera" "Sidang
ini keputusanko. Sam dengan pengacaranya tak bisa mendiktekan persyaratannya.
Kalau mereka menghendakinya mereka harus melakukannya dengan caraku." "Benar.
Tapi harap diingat, Anda menginginkannya juga. Liputannya luar biasa besar."
Goodman menandatangani sewa tiga telepon genggam untuk pemakaian tiga bulan. Ia
memakai kartu kredit Kravitz & Bane dan dengan cekatan menepiskan rentetan
pertanyaan salesman muda yang cerewet itu. Ia pergi ke perpustakaan umum di
State Street dan menemukan meja referensi yang penuh dengan buku telepon. Dengan
menilai tebalnya ia memilih buku telepon dari kota-kota yang agak besar di
Mississippi, tempat-tempat seperti Laurel, Hattiesburg, Tupelo, Vicksburg,
Biloxi, dan Meridian. Kemudian ia memilih yang lebih tipis - Tunica, Calhoun City,
Bude, Long Beach, West Point. Di meja informasi ia menukarkan uang kertas dengan
pecahan 25 sen, dan menghabiskan dua jam untuk meng-copy halaman-halaman buku
telepon. Dengan gembira ia mengerjakan tugas. Tak seorang pun akan percaya bahwa
laki-laki kecil berpakaian rapi dengan rambut acak-acakan dan dasi kupu-kupu itu
sebenarnya partner pada biro hukum besar di Chicago dengan sekretaris dan
Pedang Kilat Membasmi Iblis 4 Wiro Sableng 126 Badik Sumpah Darah Jaka Lola 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama